SKENARIO KASUS 1

41
SKENARIO KASUS 1 BLOK AGROMEDICINE “Potensial Hazard Di Lingkungan Pertanian” Penerapan agromedicine sangat membantu peningkatan derajat kesehatan para pekerja di sektor pertanian. Menurut apriyantono (2006), tenaga kerja yang berada pada sektor pertanian memiliki ciri-ciri : (1) tingkat pendidikan rendah; (2) keterampilan rendah; dan (3) belum terorganosasikan dengan baik. Selain itu juga pertanian mengandung seluruh spektrum keselamatan kerja dan resiko maasalah kesehatan. Bahaya potensial di pertanian yang menimbulkan gangguan kesehatan adalah pemekaian bahan kimia misalnya pestisida dan pupuk yang dapat menimbulkan gangguan pada kulit dan keracunan. Mekanisasi berupa pemakaian mesin-mesin dan alat berat dapat menimbulkan cedera dan kecelakaan kerja. Debu binatang dan tumbuhan dapat menimbulkan alergi dan penyakit pernafasan. Indonesia merupakan negara tropis, memiliki resiko terkena sengatan matahari dan hawa panas. Selain itu, tidak adanya atau kurangnya air bersih dan higiene tidak memadai dapat menimbulkan penyakit menular. Kontak atau terkena tanaman beracun / berbahaya, serangan binatang buas, sengatan serangga dan gigitan ular dapat menyebabkan resiko bahaya yang paling sering ditemukan (Apryantono, A. 2006. Konsep Pembangunan Pertanian di Indonesia. Makalah Rapat Kerja Tahunan. Jakarta) 1

Transcript of SKENARIO KASUS 1

Page 1: SKENARIO KASUS 1

SKENARIO KASUS 1

BLOK AGROMEDICINE

“Potensial Hazard Di Lingkungan Pertanian”

Penerapan agromedicine sangat membantu peningkatan derajat kesehatan para

pekerja di sektor pertanian. Menurut apriyantono (2006), tenaga kerja yang berada

pada sektor pertanian memiliki ciri-ciri : (1) tingkat pendidikan rendah; (2)

keterampilan rendah; dan (3) belum terorganosasikan dengan baik. Selain itu juga

pertanian mengandung seluruh spektrum keselamatan kerja dan resiko maasalah

kesehatan. Bahaya potensial di pertanian yang menimbulkan gangguan kesehatan

adalah pemekaian bahan kimia misalnya pestisida dan pupuk yang dapat

menimbulkan gangguan pada kulit dan keracunan. Mekanisasi berupa pemakaian

mesin-mesin dan alat berat dapat menimbulkan cedera dan kecelakaan kerja. Debu

binatang dan tumbuhan dapat menimbulkan alergi dan penyakit pernafasan.

Indonesia merupakan negara tropis, memiliki resiko terkena sengatan matahari

dan hawa panas. Selain itu, tidak adanya atau kurangnya air bersih dan higiene

tidak memadai dapat menimbulkan penyakit menular. Kontak atau terkena

tanaman beracun / berbahaya, serangan binatang buas, sengatan serangga dan

gigitan ular dapat menyebabkan resiko bahaya yang paling sering ditemukan

(Apryantono, A. 2006. Konsep Pembangunan Pertanian di Indonesia. Makalah

Rapat Kerja Tahunan. Jakarta)

1

Page 2: SKENARIO KASUS 1

Step 1

Klasifikasi Terminologi Masalah

10 Agromedicine

Jawab :

10 Agromedicine : Subdivisi dari kedokteran okupasi yang mengintegrasikan

dari ilmu kedokteran dasar, klinik, ilmu sosial, yang memfokuskan pada

masalah kesehatan dan keselamatan lingkungan agrikultura (meliputi pertanian,

perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan) termasuk petani dan

keluarganya, pekerja dalam lingkungan agroindustri, sampai kepada konsumen

produk agrikultura.

2

Page 3: SKENARIO KASUS 1

Step 2

Definisi Masalah

10 Jelaskan mengenai definisi agromedicine?

20 Bagaimanakah ruang lingkup yang tercangkup di agromedicine?

30 Apakah potensial hazard yang ada pada sektor pertanian?

40 Bagaimanakah prinsip tatalaksana dan pencegahan potensial hazard yang

ada pada sektor pertanian?

3

Page 4: SKENARIO KASUS 1

Step 3

Curah Pendapat

1. Jelaskan mengenai definisi agromedicine?

Secara prinsip agromedicine memiliki makna penerapan sistem kesehatan di

bidang budaya pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Agromedicine

juga punya makna yaitu bagian dari kedokteran komunitas yang memfokuskan

diri pada komunitas petani yang mencakup pekerja, keluarga, lingkungan rumah,

dan konsumen hasil pertanian.

Secara istilah agromedicine ialah subdivisi dari kedokteran okupasi yang

mengintegrasikan dari ilmu kedokteran dasar, klinik, ilmu sosial, yang

memfokuskan pada masalah kesehatan dan keselamatan lingkungan agrikultura

(meliputi pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan) termasuk

petani dan keluarganya, pekerja dalam lingkungan agroindustri, sampai kepada

konsumen produk agrikultura.

2. Bagaimanakah ruang lingkup yang tercangkup di agromedicine?

Ruang lingkup yang terdapat pada agromedicine ialah :

a0 Traumatic injury

b0 Pulmonary exposures

c0 Agrichemical injury

4

Page 5: SKENARIO KASUS 1

d0 Lain-lain:

; Zoonosis

; Food safety

; Rural Community Health services

3. Apakah potensial hazard yang ada pada sektor pertanian?

Potensial hazard yang ada pada sektor pertanian ialah :

; Mekanisasi : penggunaan alat-alat yang digunakan

; Pemakaian bahan kimia : seperti penggunaan pupuk dan pestisida

; Debu Organik : debu dari hasil tani

; Kontak dengan organisme hidup : gigitan serangga dan ular.

4. Bagaimanakah prinsip tatalaksana dan pencegahan potensial hazard yrd

ang ada pada sektor pertanian?

Prinsip tatalaksana potensial hazard ialah :

; Identifikasi potensial hazard penyebab

; Diagnosis

; Terapi

; Penanganan untuk mencegah hazard

Prinsip pencegahan potensial hazard => Five Level Prevention

; Health promotion

5

Page 6: SKENARIO KASUS 1

; Spesific protection

; Early diagnosis and prompt treatment

; Disability limitation

; Rehabilitation

Pengendalian potensial hazard

a0 Elimination = menghilangkan

b0 Reduction = menurunkan tingkat bahaya

c0 Engineering control = tidak ada kontak

d0 Administration control = instruksi

e0 Personal Protective Equipment = penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

6

Page 7: SKENARIO KASUS 1

Step 4

Analisis Masalah

1. Jelaskan mengenai definisi agromedicine?

Secara prinsip agromedicine memiliki makna penerapan sistem kesehatan di

bidang budaya pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Agromedicine

juga punya makna yaitu bagian dari kedokteran komunitas yang memfokuskan

diri pada komunitas petani yang mencakup pekerja, keluarga, lingkungan rumah,

dan konsumen hasil pertanian.

Secara istilah agromedicine ialah subdivisi dari kedokteran okupasi yang

mengintegrasikan dari ilmu kedokteran dasar, klinik, ilmu sosial, yang

memfokuskan pada masalah kesehatan dan keselamatan lingkungan agrikultura

(meliputi pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan) termasuk

petani dan keluarganya, pekerja dalam lingkungan agroindustri, sampai kepada

konsumen produk agrikultura.

2. Bagaimanakah ruang lingkup yang tercangkup di agromedicine?

Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan

baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut.

Secara eksplisit pengertian Agroindustri pertama kali diungkapkan oleh Austin

(1981) yaitu perusahaan yang memproses bahan nabati (yang berasal dari

tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan). Proses yang digunakan

7

Page 8: SKENARIO KASUS 1

mencakup pengubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi,

penyimpanan, pengemasan dan distribusi.

Produk Agroindustri ini dapat merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi

ataupun sebagai produk bahan baku industri lainnya. Agroindustri merupakan

bagian dari kompleks industri pertanian sejak produksi bahan pertanian primer,

industri pengolahan atau transformasi sampai penggunaannya oleh konsumen.

Agroindustri merupakan kegiatan yang saling berhubungan (interlasi) produksi,

pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, pendanaan, pemasaran dan distribusi

produk pertanian. Dari pandangan para pakar sosial ekonomi, agroindustri

(pengolahan hasil pertanian) merupakan bagian dari lima subsistem agribisnis

yang disepakati, yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan. usaha

tani, pengolahan hasil, pemasaran, sarana dan pembinaan. Agroindustri dengan

demikian mencakup Industri Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP), Industri

Peralatan Dan Mesin Pertanian (IPMP) dan Industri Jasa Sektor Pertanian (IJSP).

Industri Hasil Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP) dapat dibagi menjadi beberapa

bagian sebagai berikut :

; IPHP Tanaman Pangan, termasuk di dalamnya adalah bahan pangan kaya

karbohidrat, palawija dan tanaman hortikultura.

; IPHP Tanaman Perkebunan, meliputi tebu, kopi, teh, karet, kelapa, kelapa

sawit, tembakau, cengkeh, kakao, vanili, kayu manis dan lain-lain.

; IPHP Tanaman Hasil Hutan, mencakup produk kayu olahan dan non kayu

seperti damar, rotan, tengkawang dan hasil ikutan lainnya.

8

Page 9: SKENARIO KASUS 1

; IPHP Perikanan, meliputi pengolahan dan penyimpanan ikan dan hasil laut

segar, pengalengan dan pengolahan, serta hasil samping ikan dan laut.

; IPHP Peternakan, mencakup pengolahan daging segar, susu, kulit, dan hasil

samping lainnya.

Industri Peralatan dan Mesin Pertanian (IPMP) dibagi menjadi dua kegiatan

sebagai berikut :

; IPMP Budidaya Pertanian, yang mencakup alat dan mesin pengolahan lahan

(cangkul, bajak, traktor dan lain sebagainya).

; IPMP Pengolahan, yang meliputi alat dan mesin pengolahan berbagai

komoditas pertanian, misalnya mesin perontok gabah, mesin penggilingan

padi, mesin pengering dan lain sebagainya.

Industri Jasa Sektor Pertanian (IJSP) dibagi menjadi tiga kegiatan sebagai berikut:

; IJSP Perdagangan, yang mencakup kegiatan pengangkutan, pengemasan serta

penyimpanan baik bahan baku maupun produk hasil industri pengolahan

pertanian.

; IJSP Konsultasi, meliputi kegiatan perencanaan, pengelolaan, pengawasan

mutu serta evaluasi dan penilaian proyek.

; IJSP Komunikasi, menyangkut teknologi perangkat lunak yang melibatkan

penggunaan komputer serta alat komunikasi modern lainya.

Dengan pertanian sebagai pusatnya, agroindustri merupakan sebuah sektor

ekonomi yang meliputi semua perusahaan, agen dan institusi yang menyediakan

9

Page 10: SKENARIO KASUS 1

segala kebutuhan pertanian dan mengambil komoditas dari pertanian untuk diolah

dan didistribusikan kepada konsumen. Nilai strategis agroindustri terletak pada

posisinya sebagai jembatan yang menghubungkan antar sektor pertanian pada

kegiatan hulu dan sektor industri pada kegiatan hilir. Dengan pengembangan

agroindustri secara cepat dan baik dapat meningkatkan, jumlah tenaga kerja,

pendapatan petani, volume ekspor dan devisa, pangsa pasar domestik dan

internasional, nilai tukar produk hasil pertanian dan penyediaan bahan baku

industri.

Salah satu kendala dalam pengembangan agroindustri di Indonesia adalah

kemampuan mengolah produk yang masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan

sebagian besar komoditas pertanian yang diekspor merupakan bahan mentah

dengan indeks retensi pengolahan sebesar 71-75%. Angka tersebut menunjukkan

bahwa hanya 25-29% produk pertanian Indonesia yang diekspor dalam bentuk

olahan. Kondisi ini tentu saja memperkecil nilai tambah yang yang diperoleh dari

ekspor produk pertanian, sehingga pengolahan lebih lanjut menjadi tuntutan bagi

perkembangan agroindustri di era global ini.

Teknologi yang digolongkan sebagai teknologi agroindustri produk pertanian

begitu beragam dan sangat luas mencakup teknologi pascapanen dan teknologi

proses. Untuk memudahkan, secara garis besar teknologi pascapanen digolongkan

berdasarkan tahapannya yaitu, tahap atau tahap sebelum pengolahan, tahap

pengolahan dan tahap pengolahan lanjut. Perlakuan pascapanen tahap awal

meliputi, pembersihan, pengeringan, sortasi dan pengeringan berdasarkan mutu,

10

Page 11: SKENARIO KASUS 1

pengemasan, transport dan penyimpanan, pemotongan/pengirisan, penghilangan

biji, pengupasan dan lainnya. Perlakuan pascapanen tahap pengolahan antara lain,

fermentasi, oksidasi, ekstraksi buah, ekstraksi rempah, distilasi dan sebagainya.

Sedangkan contoh perlakuan pascapanen tahap lanjut dapat digolongkan ke dalam

teknologi proses untuk agroindustri, yaitu penerapan pengubahan (kimiawi,

biokimiawi, fisik) pada hasil pertanian menjadi produk dengan nilai ekonomi

yang lebih tinggi seperti :

; Kakao ; lemak kakao,bubuk kakao, produk coklat.

; Kopi ; Kopi bakar, produk-produk kopi, minuman, kafein.

; Teh ; Produk-produk teh, minuman kesehatan.

; Ekstrak/oleoresin ; produk-produk dalam bentuk bubuk atau enkapsulasi.

; Minyak atsiri ; produk-produk aromaterapi, isolat dan turunan kimia.

Produk-produk yang dihasilkan ada yang dapat digunakan secara langsung dari

sejak tahap awal, seperti rempah-rempah, sari buah dan lainnya, serta ada pula

yang menjadi bahan baku untuk industri lainya, seperti industri makanan, kimia

dan farmasi.

Ruang lingkup yang terdapat pada agromedicine ialah :

a0 Traumatic injury

b0 Pulmonary exposures

c0 Agrichemical injury

d0 Lain-lain:

; Zoonosis

11

Page 12: SKENARIO KASUS 1

; Food safety

; Rural Community Health services

3. Apakah potensial hazard yang ada pada sektor pertanian?

Potensial hazard yang ada pada sektor pertanian ialah :

; Mekanisasi : penggunaan alat-alat yang digunakan

; Pemakaian bahan kimia : seperti penggunaan pupuk dan pestisida

; Debu Organik : debu dari hasil tani

; Kontak dengan organisme hidup : gigitan serangga dan ular.

Di samping hasil ternak, hasil bumi Indonesia meliputi: beras, singkong, jagung,

ketela rambat, kelapa, tebu, kacang kedelai, kacang tanah, teh, kopi, karet, minyak

kelapa sawit, dan tembakau.

Pertanian mengandung/menimbulkan seluruh spektrum keselamatan kerja dan

risiko bahaya kesehatan. Pestisida dapat menyebabkan keracunan atau penyakit

yang serius. Mesin-mesin dan alat-alat berat yang digunakan untuk pertanian

merupakan sumber bahaya yang dapat menyebabkan cedera dan kecelakaan kerja

yang berakibat fatal. Debu binatang dan tumbuhan hasil bumi dapat

mengakibatkan alergi dan penyakit pernafasan. Di wilayah tropika, pekerja juga

berisiko terkena sengatan matahari dan hawa panas. Bahaya-bahaya lain

meliputi semua jenis nyeri otot akibat keseleo atau terkilir karena mengangkat dan

membawa beban, melakukan pekerjaan yang sama berulang-ulang, dan bekerja

12

Page 13: SKENARIO KASUS 1

dengan postur tubuh yang salah, dan berbagai masalah psikososial. Selain itu,

tidak adanya atau kurangnya air bersih untuk diminum dan higiene yang tidak

memadai dapat menimbulkan penyakit menular. Terkena tanaman beracun/

berbahaya, serangan binatang buas, gigitan serangga dan ular juga merupakan

risiko bahaya yang sudah umum diketahui.

Kehutanan

Pada tahun 1991, Bernt Strehlke, seorang spesialis ILO di bidang kehutanan dan

industri perkayuan, melakukan kajian terhadap masalah lapangan kerja dan

kondisi kerja dalam pekerjaan kehutanan Indonesia. Pada saat itu diperkirakan

bahwa jumlah berbagai kategori pekerja kehutanan mencapai sekiar 250 ribu

orang. Di semua tempat kerja dijumpai praktik-praktik kerja berbahaya, terutama

dalam penebangan pohon. Meskipun buruh-buruh yang bekerja menebang kayu

rata-rata memakai helm pelindung kepala, mereka sering kali tidak memakai alas

kaki yang memadai. Operator yang menggunakan gergaji rantai/ mesin (chainsaw)

untuk menebang pohon sering kali bekerja dengan kaki telanjang, tanpa sepatu

pelindung. Hal ini berbahaya mengingat gergaji mesin tidak dilengkapi dengan

perangkat pelindung seperti untuk pelindung pegangan di bagian depan (front

handle guards) atau piranti anti getaran (anti-vibration devices).

13

Page 14: SKENARIO KASUS 1

Perikanan

Industri perikanan di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Buletin Down

to Earth yang menyuarakan perlindungan lingkungan hidup menurunkan laporan

yang menyoroti perusahaan-perusahaan besar di industri perikanan yang

aktivitasnya mengancam kehidupan banyak masyarakat kecil Indonesia yang mata

pencahariannya tergantung pada sumber daya pantai. Hal ini masih diperparah

dengan polusi dari industri pertanian, pertambangan, dan industri-industri lain

yang merusak hutan bakau dan terumbu karang yang penting bagi

keanekaragaman hayati wilayah pantai.

Pada tahun 1999, ILO mengadakan suatu Pertemuan Tripartit tentang

Keselamatan dan Kesehatan di Industri Perikanan. Untuk mempersiapkan laporan

ILO dilakukan survei di beberapa negara anggota termasuk Indonesia. Hasil dari

survei tersebut menunjukkan bahwa tenggelam merupakan penyebab utama

kematian di kalangan nelayan. Banyak kecelakaan yang terjadi karena menginjak,

berbenturan atau terhantam benda, karena jatuh atau terlalu memaksakan diri

secara berlebihan dalam mengerjakan sesuatu. Penyebab kecelakaan meliputi

kondisi cuaca yang ekstrem, kelelahan, buruknya kondisi kapal, kurangnya

perawatan atau perbaikan yang seharusnya dilakukan secara rutin terhadap kapal,

tidak memadainya atau tidak tepatnya perkakas dan perlengkapan yang

digunakan.

14

Page 15: SKENARIO KASUS 1

Kecelakaan yang sering kali terjadi pada umumnya adalah cedera otot dan tulang,

luka memar, luka karena tergilas atau tergencet sesuatu, hampir tenggelam, dan

efek cuaca yang ekstrem.

4. Bagaimanakah prinsip tatalaksana dan pencegahan potensial hazard yrd

ang ada pada sektor pertanian?

Prinsip tatalaksana potensial hazard ialah :

; Identifikasi potensial hazard penyebab

; Diagnosis

; Terapi

; Penanganan untuk mencegah hazard

Prinsip pencegahan potensial hazard => Five Level Prevention

; Health promotion

; Spesific protection

; Early diagnosis and prompt treatment

; Disability limitation

; Rehabilitation

Pengendalian potensial hazard

a0 Elimination = menghilangkan

b0 Reduction = menurunkan tingkat bahaya

c0 Engineering control = tidak ada kontak

15

Page 16: SKENARIO KASUS 1

d0 Administration control = instruksi

e0 Personal Protective Equipment = penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Hazard and Operability Studies (HAZOP) pertama kali dikembangkan oleh ICI,

sebuah perusahaan kimia di Inggris. Karena itu pula, HAZOP lebih sering

diimplementasikan pada industri kimia. Namun seiring dengan makin

dibutuhkannya teknik-teknik analisis hazard, beberapa industri lain, misalnya

industri makanan, farmasi, dan pertambangan (termasuk pengeboran minyak dan

gas lepas pantai), juga mulai banyak menerapkan HAZOP.

Tujuan utama dari HAZOP adalah mengenali:

- Bahaya-bahaya (hazards) yang potential (terutama yang membahayakan

kesehatan manusia dan lingkungan), dan;

- berbagai macam masalah kemampuan operasional (operability) pada setiap

proses akibat adanya penyimpangan-penyimpangan terhadap tujuan perancangan

(design intent) proses-proses dalam pabrik yang sudah beraktifitas maupun pabrik

yang baru/ akan dioperasikan.

Prosedur

Prosedur utama HAZOP adalah:

1. Pengumpulan gambaran selengkap-lengkapnya setiap proses yang ada dalam

sebuah pabrik

2. Pemecahan proses (processes breakdown) menjadi sub-proses-sub-proses yang

lebih kecil dan detail. Untuk memperjelas pemisahan antar sub-proses, diberikan

16

Page 17: SKENARIO KASUS 1

simpul (node) pada ujung setiap sub-proses, Tidak ada ketentuan khusus tentang

pembatasan “rentang” proses.

3. Pencarian kemungkinan-kemungkinan adanya penyimpangan pada setiap

proses melalui penggunaan pertanyaan-pertanyaan yang sistematis (model-model

pertanyaan pada HAZOP dirancang sedemikian rupa/ menggunakan beberapa kata

kunci/ keywords/ guidewords, dimaksudkan untuk mempermudah proses

analisis).

4. Melakukan penilaian terhadap setiap efek negatif yang ditimbulkan oleh setiap

penyimpangan (bersama konsekuensinya) tersebut di atas. Ukuran besar kecilnya

efek negatif ditentukan berdasarkan keamanan dan keefisienan kondisi

operasional pabrik dalam keadaan normal.

5. Penentuan tindakan penanggulangan terhadap penyimpangan-penyimpangan

yang terjadi.

Sama dengan FMEA (Failure Modes and Effects Analysis) , HAZOP adalah

pekerjaan “besar” yang membutuhkan kontribusi beberapa orang dalam bentuk

team, dan bukan perseorangan.

HAZOP, atau HAZard and Operability analysis, adalah struktur teknis dimana

sebuah team multi disiplin menghasilkan proses study secara sistematis

menggunakan kata kunci bagaimana penyimpangan dari disain dapat terjadi pada

peralatan, actions, atau bahan, dan ketika konsekuensi dari penyimpangan dapat

menghasilkan bahaya.

17

Page 18: SKENARIO KASUS 1

Siklus FMEA

Hasil dari analisa HAZOP adalah rekomendasi team, termasuk identifikasi bahaya

dan rekomendasi perubahan pada disain, prosedur, dan sebagainya, untuk

memperbaiki sistem keselamatan. Penyimpangan selama operasi normal, startup,

shutdown dan maintenance, akan didiskusikan oleh team dan ini termasuk

HAZOP. Sebuah diagram alir dari proses HAZOP dapat dilihat di bawah ini :

Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam proses HAZOP dan tabel

HAZOP :

1. Design Intent : adalah cara proses dengan tujuan difungsikan.

2. Deviation : penyimpangan yang berasal dari disain yang ditemukan secara

sistematis menggunakan kata-kata kunci pada parameter proses.

3. Guide Words :kata-kata sederhana seperti “high” pressure, “high” temperatur,

“leak” dan sebagainya, yang digunakan untuk memodifikasi tujuan disain, dan

18

Page 19: SKENARIO KASUS 1

untuk mengarahkan serta menstimulasi proses brainstorming untuk

mengidentifikasi proses bahaya.

4. Cause : penyebab mengapa penyimpangan terjadi

5. Consequence : hasil dari penyimpangan

6. Safeguard : system pengawasan atau kontrol administratif untuk mencegah

penyebab atau mengurangi konsekuensi penyimpangan.

7. Hazard Category : sebuah penilaian terhadap resiko bahaya pada pengoperasian

suatu sistem. Dalam analisa ini kita menggunakan MIL.STD.822D.

8. Recomendations : adalah rekomendasi untuk perubahan disain, perubahan

prosedural atau study lebih lanjut.

Kata kunci untuk proses kimia untuk aliran, termasuk : High Flow, No/Low Flow,

Reverse Flow, Misdirected Flow, High Pressure, Low Pressure, High

Temperature, Low Temperature, High Contaminants, Leak and Rupture.

Untuk proses menggunakan eksplosive, kata kunci meliputi : electrical initiation,

ESD spark, Impact shock, Friction, Impingement, Incompatibities, Explosive

shock, Thermal ignition, Propagation, Personnel Injury, Environmental

contamination, Equipment damage and Product damage.

19

Page 20: SKENARIO KASUS 1

Step 5

Learning Objektif

10 APD spesifik di bidang pertanian

20 Ruang lingkup agromedicine

30 Identifikasi bahaya potensial hazard di bidang pertanian

40 Keracunan ringan, sedang, berat melalui pupuk

20

Page 21: SKENARIO KASUS 1

Step 6

Belajar Mandiri

Achmadi U; Wibisana W; The PHC Based Occupational Health Care Delivery

System – Experience from Indonesia; (Sistem Pemberian Perawatan

Kesehatan Kerja Berlandaskan Perawatan Kesehatan Primer –

Pengalaman dari Indonesia) dalam sidang Konferensi Internasional di

bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Sektor Informal;

Departemen Kesehatan; 1997

Terjemahan tidak resmi dan tidak diterbitkan dari Undang-undang Republik

Indonesia No. 13/ 2003 tentang Tenaga Kerja; Kantor ILO Jakarta; 2003

Alma Ata Declaration on Primary Health Care; 1978; Deklarasi Atma Ata tentang

Perawatan Kesehatan Primer, dapat disimak di situs web:

http://www.who.int/hpr/archive/docs/almaata.html

ASEAN OSHNET Occupational Safety and Health Network (Jejaring Kerja di

bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja antara Negara-Negara

ASEAN), 2003; dapat disimak di situs web http://www.asean-osh.net

Biro Pusat Statistik, Indonesia.

http://www.bps.go.id/sector/minning/table2.shtml

Carl Zenz dkk. Occupational Medicine. Third Ed. Mosby. USA. 1994 : 625 –629.

Departemen Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan, Panduan Pelatihan

Komunikasi Perubahan Perilaku, Untuk KIBBLA, Jakarta .DEPKES RI

Coastal communities hit hard by fishing industry; (penduduk pantai secara

ekonomis sangat terpukul oleh industri perikanan) Bulletin Down to

21

Page 22: SKENARIO KASUS 1

Earth; No. 51, November 2001; International Campaign for Ecological

Justice in Indonesia (Kampanye Internasional untuk Keadilan Ekologis di

Indonesia); dapat disimak di situs web http://dte.gn.apc.org/51fsh.htm

Directorate General of Geology and Mineral Resources (Direktorat Jenderal

Geologi dan Sumber Daya Mineral); Presentasi salindia (slides) tentang

Industri Pertambangan di Indonesia: Setahun Setelah Kebijakan

Desentralisasi di Sektor Batubara (Mining industry in Indonesia: a year

after the decentralization policy in coal sector);

http://www.nedo.go.jp/informations/events/140924/jusmady.pdf

Decent Work in Asia (Pekerjaan yang Layak di Asia); Kegiatan ILO di Wilayah

Asia (ILO Activities in the Region); Pertemuan Regional Asia

Ketigabelas ILO di Bangkok pada bulan Agustus 2001

Setiogi SP, Langkah-langkah Sistematis yang Dibutuhkan untuk Memperbaiki

Keselamatan dalam Pekerjaan (Systematic measures needed to improve

safety on the job); The Jakarta Post; 15 Januari 2003

Soebaryo RW, Soebono H, Penularan dermatitis di antara pebatik tradisional dan

pekerja pabrik tekstil di Indonesia (Contact dermatitis among traditional

batik and textile factory workers in Indonesia); Newsletter Asia-Pasifik

tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Alergi Akibat Kerja (Asian-

Pacific Newsletter on Occupational Safety and Health: Occupational

Allergies); Vol 5(1), 1998

Masalah-masalah Sosial dan Ketenagakerjaan di Pertambangan-pertambangan

Skala Kecil (Social and labour issues in small-scale mines); Laporan

Pertemuan Tripartit mengenai Masalah-masalah Sosial dan

22

Page 23: SKENARIO KASUS 1

Ketenagakerjaan di Pertambangan-pertambangan Skala Kecil (Report for

the Tripartite Meeting on Social and Labour Issues in Small-scale

Mines), Jenewa, 17-22 Mei 1999; terdapat di

http://www.ilo.org/public/english/dialogue/sector/techmeet/tmssm99/tmssmr.htm

Jaminan Sosial dan Perlindungan untuk Semua: Restrukturisasi Sistem Jaminan

Sosial di Indonesia – Pokok-Pokok Persoalan dan Pilihan-Pilihan (Social

Security and Coverage for all: Restructuring the Social Security System

in Indonesia – Issues and options), ILO, Jakarta 2002.

Strehlke B; Manajemen Hutan di Indonesia: Lapangan Kerja, Kondisi Kerja dan

Keselamatan Kerja (Forest management in Indonesia: employment, working

conditions and occupational safety); 1991; available at

http://www.fao.org/docrep/u8520e/u8520e06.htm

Strategi untuk Perbaikan K3 dan Kondisi Kerja (Strategy for the Improvement of

OSH and Working Conditions); Laporan Misi Penasihat ILO dan Risalah

Lokakarya Nasional tanggal 16-17 Mei 1995 di Jakarta

Suma’mur P.K. Higine Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung. Jakarta.

1986 : 251 – 255.

T. A. Gossel dkk. Principle of Clinical Toxicology. Second Ed. Raven Press. New

York. 1990 : 133 –139.

23

Page 24: SKENARIO KASUS 1

Step 7

Pelaporan

1. APD spesifik di bidang pertanian

Menurut OSHAS atau Occupational Safety and Health Administration, personal

protective equipment atau alat pelindung diri (APD) didefinisikan sebagai alat

yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang

diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik

yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya.

Dalam hirarki hazard control atau pengendalian bahaya, penggunaan alat

pelindung diri merupakan metode pengendali bahaya paling akhir. Artinya,

sebelum memutuskan untuk menggunakan APD, metode-metode lain harus dilalui

terlebih dahulu, dengan melakukan upaya optimal agar bahaya atau hazard bisa

dihilangkan atau paling tidak dikurangi.

Adapun hirarki pengendalian bahaya di tempat kerja, termasuk di pabrik kimia

adalah sebagai berikut :

1. Elimination, merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya.

2. Reduction, mengupayakan agar tingkat bahaya bisa dikurangi.

3. Engineering control, artinya bahaya diisolasi agar tidak kontak dengan pekerja.

4. Administrative control, artinya bahaya dikendalikan dengan menerapkan

instruksi kerja atau penjadualan kerja untuk mengurangi paparan terhadap bahaya.

24

Page 25: SKENARIO KASUS 1

5. Personal protective equipment, artinya pekerja dilindungi dari bahaya dengan

menggunakan alat pelindung diri.

Jenis-jenis Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh yang

berpotensi terkena resiko dari bahaya.

Mata

Sumber bahaya: cipratan bahan kimia atau logam cair, debu, katalis powder,

proyektil, gas, uap dan radiasi.

APD: safety spectacles, goggle, faceshield, welding shield.

Telinga

Sumber bahaya: suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dB.

APD: ear plug, ear muff, canal caps.

Kepala

Sumber bahaya: tertimpa benda jatuh, terbentur benda keras, rambut terlilit benda

berputar.

APD: helmet, bump caps.

Pernapasan

Sumber bahaya: debu, uap, gas, kekurangan oksigen (oxygen defiency).

APD: respirator, breathing apparatus .

25

Page 26: SKENARIO KASUS 1

Tubuh

Sumber bahaya: temperatur ekstrim, cuaca buruk, cipratan bahan kimia atau

logam cair, semburan dari tekanan yang bocor, penetrasi benda tajam, dust

terkontaminasi.

APD: boiler suits, chemical suits, vest, apron, full body suit, jacket.

Tangan dan Lengan

Sumber bahaya: temperatur ekstrim, benda tajam, tertimpa benda berat, sengatan

listrik, bahan kimia, infeksi kulit.

APD: sarung tangan (gloves), armlets, mitts.

Kaki

Sumber bahaya: lantai licin, lantai basah, benda tajam, benda jatuh, cipratan bahan

kimia dan logam cair, aberasi.

APD: safety shoes, safety boots, legging, spat.

Selanjutnya, sebelum memutuskan jenis alat pelindung diri yang harus kita

gunakan, lakukan terlebih dahulu hazard identification (identifikasi bahaya) dan

risk assessment atau penilaian resiko dari suatu pekerjaan, proses atau aktifitas.

Tinjau ulang setiap aspek dari pekerjaan, agar potensi bahaya bisa kita

identifikasi. Jangan memutuskan hanya berdasarkan perkiraan.

26

Page 27: SKENARIO KASUS 1

Memilih Kaca Mata Safety (Eye Goggle) Sesuai Standar

Alat pelindung diri atau APD merupakan salah satu metode hazard control. APD

merupakan pelindung terakhir dari hazard atau bahaya, karena pengendalian yang

ada tidak dapat menghilangkan bahaya secara keseluruhan. Kaca mata safety atau

eye goggle adalah salah satu jenis APD yang sangat penting.

Pemilihan kaca mata safety yang tepat harus disesuaikan dengan standar industri

yang ada. Salah satunya adalah standar ANSI Z87. Menurut Department of Labor

Amerika Serikat, setidaknya 30.500 kasus kecelakaan pada mata terjadi setiap

bulannya di Amerika Serikat. Dan ternyata 90% dari total kecelakaan tersebut

sebenarnya dapat dicegah dengan mudah.

Ada banyak sumber bahaya di dalam pabrik yang mengancam keselamatan mata.

Cipratan bahaya kimia, proyektil benda keras, debu katalis, pengelasan dan

grinding adalah beberapa contoh diantaranya.

Akibat Persiapan Hot Work Yang Tidak Memadai

Pekerjaan pengelasan (welding) termasuk ke dalam salah satu contoh hot work.

Artinya, akan ada sumber panas dan api selama pekerjaan berlangsung. Dan ini

berarti pula bahwa potensi terjadinya kebakaran dan ledakan sangat besar.

Sebelum hot work dilakukan, hot work permit harus terlebih dahulu diperoleh,

agar keselamatan pekerja terjamin. Banyak hal yang harus dikonfirmasikan oleh

petugas K3, sebelum hot work permit bisa diterbitkan.

27

Page 28: SKENARIO KASUS 1

Pengecekan yang dilakukan antara lain konsentrasi uap mudah terbakar

(flammable), aliran fluida sudah diblok dengan sempurna, konsentrasi gas beracun

seperti karbon monoksida (CO) dan hidrogen disulfida (H2S) dan lain-lain.

2. Ruang lingkup agromedicine

Ruang lingkup yang terdapat pada agromedicine ialah :

a0 Traumatic injury

b0 Pulmonary exposures

c0 Agrichemical injury

d0 Lain-lain:

; Zoonosis

; Food safety

; Rural Community Health services

3. Identifikasi bahaya potensial hazard di bidang pertanian

Hazard adalah suatu keadaan yang bersifat kualitatif yang mempunyai

pengaruh terhadap frekweasi kemungkinan terjadinya kerugian ataupun

besarnya jumlah dari kerugian yang mungkin terjadi.

Hazard harus dibedakan dari perils. Perils adalah eventr yang menimbulkan

kerugian itu sendiri.. Misalnya kebakaran, tabrakan. Sedangkan hazard

adalah faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi maupun severity dari

perils.

28

Page 29: SKENARIO KASUS 1

10 Physical Hazard

Adalah suatu keadaan yang berkaitan dengan aspek pisik dari suatu

benda, baik benda yang dipertanggungkan maupun benda yang

berdekatan. Aspek yang menambah kemungkinan terjadinya atau

besarnya kerugian dibandingkan dengan risiko rata-rata disebut Poor

Fhisical Hazards sedangkan aspek yang mengurangi terjadinya

kerugian dan besarnya kerugian disebut Good Physical Hazards.

Contoh :

Konstruksi dari suatu bangunan.

Bangunan dengan konstruksi kayu akan lebih besar kemungkinannya

terbakar dari konstruksi tembok. Ciri-ciri dari Physical hazards ialah

mudah diidentifikasi, dan mudah diperbaiki/dirubah.

20 Moral Hazards

Adalah keadaan yang berkaitan dengan sifat, pembawaan dan karakter

manusia yang dapat menambah besarnya kerugian dibanding dengan

risiko rata-rata. Manusia itu terutama adalah tertanggung sendiri tapi

juga pegawainya atau orangorang

sekitarnya.

Contoh :

Tertanggung menyampaikan informasi yang tidak benar, kurang hati-

hati, arrogant, awkward.

Pegawainya : Sabotase, Vandalisme, kurang hati-hati, sengaja

membakar Orangorang sekitar : Vandalisme

29

Page 30: SKENARIO KASUS 1

4. Keracunan ringan, sedang, berat melalui pupuk

Keracunan makanan adalah kejadian penyakit akibat mengkonsumsi makanan

yang tidak sehat, yag ditandai dengan gejala umum seperti perut mulas, muntah,

diare, lemas, sakit perut yang kadang disertai dengan kulit kemerahan, kejang atau

pingsan.

Keracunan makanan tentu saja berbahaya, tetapi tidak selalu menimbulkan

kematian, hanya kadang-kadang saja dapat menimbulkan kematian. Keracunan

makanan dapat menimbulkan masalah serius bagi kelompok anakn balita, usia

lanjut serta orag yang pernah sakit atau menderita penyakit menahun (kronis).

Keracunan makanan terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :

a. Keracunan ringan, tidak terlihat sakit tetapi terasa perut mulas melilit ingin

buang air besar, tetapi yang keluar hanya angin. Keracunan semacam ini tidak

berbahaya, asal tubuh dalam kondisi yang normal dan secara berangsur akan

sembuh, jika angina yang keluar telah habis setelah buang air besar.

b. Keracunan sedang, jika penderita meraskan sakit pada perut disertai dengan

perasaan ingin buang angina dan diare, kadang disertai kepala pusing dan muntah.

Keracunan semacam ini kurang berbahaya asal segera menelan obat anti

keracunan seperti tablet norit atau natrium bicarbonate. Kedua jenis obat ini dijual

bebas dipasaran. Untuk lebih mempercepat pemulihan dianjurkan penderita untuk

beristirahat dan banyak minum.

c. Keracunan berat, jika penderita merasakan nyeri perut yag sangat hebat, disertai

dengan diare yang tidak tertahankan, muntah, kepala pusing atau disertai

30

Page 31: SKENARIO KASUS 1

timbulnya bintil merah di muka dan di kulit yang terasa terbakar. Untuk gejala

seperti ini penderita wajib dibawa ke dokter/puskesmas terdekat. Untuk

pertolongan pertama berikan air kelapa muda atau susu, dan biarkan buang air

atau muntah sebanyak-banyaknya, kemudian berikan minuman larutan gula garam

(oralit) dalam suhu hangat.

d. Keracunan sangat berat, jika penderita menderita kejang, pandangan kabur dan

pingsan. Tindakan darurat segera dilarikan ke rumah sakit/puskesmas terdekat

untuk diberikan penambahan cairan tubuh (infus), karena kalau terlambat dapat

menyebabkan kematian.

Penyebab keracunan banyak macamnya, dan akibatnya bias mulai dari ringan

sampai berat sekali. Secara umum yang banyak terjadi di Indonesia adalah sebagai

berikut :

a. Penyebab Mikroba :

1) Escherichia coli pathogen, habitatnya terdapat di usus manusia dan tersebar

dimana-mana di ala mini. Faktor penyebabnya karena lingkungan yang tidak

bersih. Masa inkubasi antara 12 – 72 jam. Gejalanya mulai dari ringan sampai

berat. Makanan pembawa hampir semua jenis makanan yang berkuah.

2) Staphylococcus aureus, habitatnya pada kulit manusia, dan akan berkembang

biak dengan baik dalam makanan yang mengandung daging sebagai penghasil

toksin (enterotoksin) yang tidak rusak oleh panas. Faktor penyebabnya karena

perilaku penjamah yang tidak bersih. Masa inkubasi sangat cepat yaitu antara 2 –

6 jam. Gejalanya biasanya sedang dan berat. Makanan pembawa hamper semua

jenis makanan yang terbuat dari daging yang berkuah.

31

Page 32: SKENARIO KASUS 1

3) Salmonella, habitatnya pada telur dan unggas dan akan menyebar dialam pada

tempat yang mengandung jenis makan tersebut. Faktor penyebabnya adalah

penanganan telur dan unggas seperti ayam, bebek dan kalkun yang tidak hygienis.

Masa inkubasi antara 6 – 36 jam. Gejala mulai dari ringan sampai berat. Makanan

pembawa semua makanan yang terbuat dari daging dan unggas terutama telur.

4) Baccilus cereus, habitatnya pada jenis makanan yang terbuat dari biji-bijian.

Penghasil toksin eksotoksin yang rusak (tidak stabil) dengan panas. Juga

membentuk spora yang tahan terhadap panas. Faktor penyebabnya penanganan

dan lingkungan yang tidak bersih. Masa inkubasi antara 1 – 6 jam. Gejala mulai

dari ringan sampai berat. Makanan pembawa adalah makanan yang terbuat atau

mengandung biji-bijian yang lembab, seperti nasi beras, gandrung, jagung atau

bulgur.

5) Vibrio parahaemolyticus, habitatnya pada jenis ikan laut seperti ikan, kerang

dan kepiting. Faktor penyebabnya adalah pengolahan ikan yang tidak sempurna.

Masa inkubasi antara 2 – 48 jam. Gejala mulai dari ringan sampai berat. Jenis

makanan pembawa adalah semua jenis makanan laut terutama yang berkuah.

6) Clostridium botulinum, habitatnya pada tempat atau wadah yang tidak ada

oksigennya, karena sifat anaerobic (dapat hidup tanpa adanya oksigen). Faktor

penyebabnya karena proses pengalengan makanan yang tidak steril, sehingga

bakteri berkembang biak dalam keadaan hampa oksigen. Penghasil racun

eksotoksin yang rusak dengan panas (tidak stabil). Masa inkubasi antara 12 – 96

jam. Gejala biasanya berat dan sangat berat. Jenis makanan pembawa adalah

semua jenis makanan kaleng terutama yang mengandung daging, unggas dan

susu.

32

Page 33: SKENARIO KASUS 1

7) Streptococcus, habitatnya pada saluran tubuh manusia seperti mulut, hidung

dan telinga. Faktor penyebabnya adalah hygiene perorangan yang tidak bersih.

Masa inkubasi antara 3 – 22 jam. Gejala biasanya ringan dan berat. Jenis makanan

pembawa adalah semua jenis makanan berkuah terutama mengandung daging dan

unggas.

b. Penyebab Kimia

1) Pestisida : jenis organofosfat, organosulfat dan karbamat. Habitatnya sebagai

bahan pembasmi hama di pertanian dan rumah tangga. Faktor penyebabnya adalah

karena ketidaktahuan, kecerobohan atau pemakaian daur ulang wadah bekas

pestisida untuk digunakan dalam makanan. Bisa juga penggunaan pestisida tanpa

kendali pada sayuran dan buah-buahan. Masa inkubasi sangat cepat yaitu

beberapa menit sampai beberapa jam. Gejala biasanya berat dan sangat berat dan

ancaman kematian jika tidak segera ditangani dokter. Jenis makanan pembawa

adalah semua jenis makanan yang tercemar terutama sayuran dan buah-buahan

yang dimakan mentah tanpa dicuci atau pencucian kurang sempurna.

2) Arsen, adalah senyawa kimia beracun sebagai campuran umpan tikus.

Habitatnya di daerah pertanian atau rumah tangga. Faktor penyebabnya adalah

karena ketidaktahuan, kecerobohan atau cara penanganan yang tidak sesuai

petunjuk dari pabrik. Masa inkubasi beberapa menit sampai beberapa jam. Gejala

sangat berat dengan ancaman kematian. Antidote dengan air susu, air kelapa

muda, natrium bikarbonat dan memuntahkannya. Makanan pembawa adalah

semua jenis makanan yang tercemar, terutama yang terjamah oleh tikus sasaran

atau ditangani tanpa mencuci tangan.

33

Page 34: SKENARIO KASUS 1

3) Logam berat seperti Cadmium, Magnesium, Stibium, Mercury, Cuprum,

Zinkum dan Plumbum, dan Boron dengan turunannya adalah senyawa kimia

beracun yang bersifat kumulatif, sehingga terjadi keracunan makanan dalam

waktu yang lama. Faktor penyebabnya adalah penggunaan yang terus menerus

sehingga terakumulasi dalam tubuh. Masa inkubasi antara 10 – 50 tahun. Gejala

mulai dari ringan sampai sangat berat dan mempunyai efek kronis (menahun).

Makanan pembawa bisa semua jenis makanan hasil pertanian yang dipupuk

dengan limbah mengandung logam berat dan hasil olahan jenis daging, ikan dan

unggas.

c. Penyebab Toksin

1) Penyebab toksin bakteri :

a) Toksin Staphylococcus, bersifat stabil dan tahan terhadap pemanasan. Maka

pemanasan kembali makanan tidak menjamin keamanan makanan.

b) Toksin Clostridium botulinum, bersifat labil dan mudah rusak karena panas.

Karena didalam kaleng tertutup, maka tanda adanya toksin ini adalah bentuk

kaleng yang menggelembung dan kalau dilubangi akan keluar udara mendesis.

Dengan dipanasakan maka Clostridium akan mati dan tidak terbentuk toksin dan

makanan bias digunakan.

c) Aflatoksin, bersifat karsinogenik (penyebab kanker), yang tumbuh dalam jamur

pada kacang tanah. Sangat beracun sehingga harus dimusnahkan.

d) Asam bongkrek yang tumbuh dalam jamur tempe bongkrek Pseudomonas

cocovenenans.

34

Page 35: SKENARIO KASUS 1

2) Penyebab toksin alam :

a) Ikan buntal atau kerang hijau beracun

b) Kentang beracun (solanin), ubu kayu beracun (noda biru), umbi gadung dan

talas beracun

c) Bayam beracun, asam jengkol/petai beracun

d) Jamur beracun, jamur melinjo beracun

3) Penyebab alergi :

a) Alergi ikan laut (tongkol, udang, kerang) akibat histamine

b) Alergi bumbu penyedap masakan (Chinese food syndrome)

c) Alergi aroma atau uap makanan (asma, muntah)

d) Alergi bumbu tradisional (cabai, bawang, merica)

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN

DALAM PENGELOLAAN MAKANAN

I. BAHAN MAKANAN

1. Pilih bahan makanan yang bermutu baik ( segar, tidak busuk, tidak layu, tidak

berulat).

2. Jangan menyimpan / meletakkan bahan makanan dalam wadah bekas pestisida,

pupuk, semen.

3. Jangan menyimpan bahan makanan dekat pupuk, pestisida, semen, kandang

ternak, tempat sampah.

4. Bahan makanan harus disimpan dalam wadah yang bersih.

35

Page 36: SKENARIO KASUS 1

II. PERALATAN

1. Peralatan harus tersedia dalam keadaan bersih, kering dan bebas debu.

2. Peralatan sebaiknya terbuat dari bahan yang tidak mudah luntur dan tidak

berkarat.

3. Sebelum dan sesudah dipakai, wadah harus dicuci dengan sabun sambil dibilas,

tiriskan dan keringkan.

III. PENGOLAHAN MAKANAN

1. Bahan makanan yang akan diolah harus dibersihkan dahulu dan dicuci dengan

air yang bersih.

2. Air bersih mutlak dibutuhkan untuk semua tahapan pengolahan makanan.

3. Proses pemasakan harus sempurna (matang).

4. Makanan yang sudah matang harus ditempatkan dalam wadah yang bersih,

bebas debu maupun serangga dan tertutup (menggunakan tudung saji).

5. Bila makanan perlu dihangatkan, maka proses penghangatan harus sempurna

(untuk makanan yang tidak bersantan panasnya harus merata dan untuk makanan

yang berkuah/bersantan harus sampai mendidih).

6. Jarak makanan yang akan dihangatkan maksimal 6 jam sekali terutama bagi

makanan yang bersantan /berkuah.

7. Harus menggunakan sendok bila akan mengambil makanan terutama makanan

yang dihangatkan.

36

Page 37: SKENARIO KASUS 1

IV. TENAGA PENGOLAH

1. Berbadan sehat.

2. Tidak menderita penyakit menular (Flu, TBC).

3. Tidak menderita penyalit kulit (Kudis, Panu, Koreng atau luka).

4. Berpakaian bersih, memakai penutup kepala dan menggunakan alas kaki

(sandal).

5. Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat yaitu :

* Kuku dalam keadaan bersih dan pendek.

* Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah memasak maupun memegang

makanan dan setelah keluar dari WC.

* Tidak menggaruk/mengupil saat mengolah makanan.

* Tidak batuk dengan posisi menghadap ke makanan.

* Selalu menggunakan sendok saat memegang/mencicipi makanan.

37

Page 38: SKENARIO KASUS 1

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil diskusi diatas dapat disimpulkan hal sebagai berikut, yakni :

10 Agromedicine : Subdivisi dari kedokteran okupasi yang mengintegrasikan

dari ilmu kedokteran dasar, klinik, ilmu sosial, yang memfokuskan pada

masalah kesehatan dan keselamatan lingkungan agrikultura (meliputi

pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan) termasuk

petani dan keluarganya, pekerja dalam lingkungan agroindustri, sampai

kepada konsumen produk agrikultura.

20 Ruang lingkup yang terdapat pada agromedicine ialah : Traumatic injury,

Pulmonary exposures, Agrichemical injury, Lain-lain (Zoonosis, Food safety,

Rural Community Health services)

30 Potensial hazard yang ada pada sektor pertanian ialah : Mekanisasi,

Pemakaian bahan kimia, Debu Organik, dan Kontak dengan organisme hidup.

40 Prinsip pencegahan potensial hazard : (Health promotion, Spesific protection,

Early diagnosis and prompt treatment, Disability limitation, Rehabilitation,

50 Pengendalian potensial hazard : Elimination (menghilangkan), Reduction

(menurunkan tingkat bahaya), Engineering control (tidak ada kontak),

Administration control (instruksi), Personal Protective Equipment

(penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)).

38

Page 39: SKENARIO KASUS 1

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi U; Wibisana W; The PHC Based Occupational Health Care Delivery

System – Experience from Indonesia; (Sistem Pemberian Perawatan

Kesehatan Kerja Berlandaskan Perawatan Kesehatan Primer –

Pengalaman dari Indonesia) dalam sidang Konferensi Internasional di

bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Sektor Informal;

Departemen Kesehatan; 1997

Terjemahan tidak resmi dan tidak diterbitkan dari Undang-undang Republik

Indonesia No. 13/ 2003 tentang Tenaga Kerja; Kantor ILO Jakarta; 2003

Alma Ata Declaration on Primary Health Care; 1978; Deklarasi Atma Ata tentang

Perawatan Kesehatan Primer, dapat disimak di situs web:

http://www.who.int/hpr/archive/docs/almaata.html

ASEAN OSHNET Occupational Safety and Health Network (Jejaring Kerja di

bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja antara Negara-Negara

ASEAN), 2003; dapat disimak di situs web http://www.asean-osh.net

Biro Pusat Statistik, Indonesia.

http://www.bps.go.id/sector/minning/table2.shtml

Carl Zenz dkk. Occupational Medicine. Third Ed. Mosby. USA. 1994 : 625 –629.

Departemen Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan, Panduan Pelatihan

Komunikasi Perubahan Perilaku, Untuk KIBBLA, Jakarta .DEPKES RI

Coastal communities hit hard by fishing industry; (penduduk pantai secara

ekonomis sangat terpukul oleh industri perikanan) Bulletin Down to

Earth; No. 51, November 2001; International Campaign for Ecological

39

Page 40: SKENARIO KASUS 1

Justice in Indonesia (Kampanye Internasional untuk Keadilan Ekologis di

Indonesia); dapat disimak di situs web http://dte.gn.apc.org/51fsh.htm

Directorate General of Geology and Mineral Resources (Direktorat Jenderal

Geologi dan Sumber Daya Mineral); Presentasi salindia (slides) tentang

Industri Pertambangan di Indonesia: Setahun Setelah Kebijakan

Desentralisasi di Sektor Batubara (Mining industry in Indonesia: a year

after the decentralization policy in coal sector);

http://www.nedo.go.jp/informations/events/140924/jusmady.pdf

Decent Work in Asia (Pekerjaan yang Layak di Asia); Kegiatan ILO di Wilayah

Asia (ILO Activities in the Region); Pertemuan Regional Asia

Ketigabelas ILO di Bangkok pada bulan Agustus 2001

Setiogi SP, Langkah-langkah Sistematis yang Dibutuhkan untuk Memperbaiki

Keselamatan dalam Pekerjaan (Systematic measures needed to improve

safety on the job); The Jakarta Post; 15 Januari 2003

Soebaryo RW, Soebono H, Penularan dermatitis di antara pebatik tradisional dan

pekerja pabrik tekstil di Indonesia (Contact dermatitis among traditional

batik and textile factory workers in Indonesia); Newsletter Asia-Pasifik

tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Alergi Akibat Kerja (Asian-

Pacific Newsletter on Occupational Safety and Health: Occupational

Allergies); Vol 5(1), 1998

Masalah-masalah Sosial dan Ketenagakerjaan di Pertambangan-pertambangan

Skala Kecil (Social and labour issues in small-scale mines); Laporan

Pertemuan Tripartit mengenai Masalah-masalah Sosial dan

Ketenagakerjaan di Pertambangan-pertambangan Skala Kecil (Report for

40

Page 41: SKENARIO KASUS 1

the Tripartite Meeting on Social and Labour Issues in Small-scale

Mines), Jenewa, 17-22 Mei 1999; terdapat di

http://www.ilo.org/public/english/dialogue/sector/techmeet/tmssm99/tmssmr.htm

Jaminan Sosial dan Perlindungan untuk Semua: Restrukturisasi Sistem Jaminan

Sosial di Indonesia – Pokok-Pokok Persoalan dan Pilihan-Pilihan (Social

Security and Coverage for all: Restructuring the Social Security System

in Indonesia – Issues and options), ILO, Jakarta 2002.

Strehlke B; Manajemen Hutan di Indonesia: Lapangan Kerja, Kondisi Kerja dan

Keselamatan Kerja (Forest management in Indonesia: employment, working

conditions and occupational safety); 1991; available at

http://www.fao.org/docrep/u8520e/u8520e06.htm

Strategi untuk Perbaikan K3 dan Kondisi Kerja (Strategy for the Improvement of

OSH and Working Conditions); Laporan Misi Penasihat ILO dan Risalah

Lokakarya Nasional tanggal 16-17 Mei 1995 di Jakarta

Suma’mur P.K. Higine Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung. Jakarta.

1986 : 251 – 255.

T. A. Gossel dkk. Principle of Clinical Toxicology. Second Ed. Raven Press. New

York. 1990 : 133 –139.

41