Skenario DM 2

download Skenario DM 2

of 39

Transcript of Skenario DM 2

DIABETES MELITUS TIPE 2 Yoseph Adi Kristian NIM 102008015 Mahasiswa semester 5 FK UKRIDA angkatan 2008 [email protected] / +62 81390 357 073

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa, dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2 %. Pada tahun 2030 diperkirakan ada 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (Soegondo et. al, 2006). Efek kronik dari penyakit DM juga menjadi perhatian yang serius selain dari segi epidemologi. Penyakit Diabetes Mellitus merupakan the great imitator. Hal ini disebabkan penyakit DM mampu menyebabkan kerusakan organ secara menyeluruh secara anatomis maupun fungsional (Lawrence, 2005). Komplikasi kronik dari penyakit DM menyebabkan kelainan pada makrovaskular, mikrovaskular, gastrointestinal, genito urinari, dermatologi, infeksi, katarak, glaukoma dan sistem muskulo skeletal (Harrison 2007, h. 2161; Smith L 2002, h. 30).

1

Pada era globalisasi saat ini umumnya masih banyak gaya hidup masyarakat yang masih belum memahami tentang pentingnya kesehatan. Mereka pada umumnya mengkonsumsi segala jenis makanan, seperti : makanan tinggi lemak dan kolesterol tanpa diimbangi dengan olahraga atau aktifitas fisik untuk membakar lemak dan gaya hidup yang salah, seperti : kebiasaan merokok dan minum - minuman keras ataupun mengkonsumsi narkoba yang kesemuanya itu dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan. Diantara masalah kesehatan tersebut akan mengakibatkan timbulnya penyakit Reumatik, Diabetes Mellitus, Jantung, Ginjal dan sebagainya. Dari berbagai penyakit diatas diantaranya adalah Diabetes Mellitus. Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer C, Suzanne, 2001). Diabetes Mellitus mempunyai dua tipe yang pertama Diabetes Mellitus tipe I (IDDM) yaitu diabetes mellitus yang tergantung insulin dan yang kedua Diabetes mellitus tipe II (NIDDM) yaitu diabetes mellitus yang tidak tergantung insulin. Diabetes mellitus tipe I biasanya terjadi pada usia kurang dari 30 tahun dengan persentase 5% - 10% dari seluruh penderita diabetes mellitus. Sedangkan pada kasus diabetes mellitus tipe II sering ditemukan pada usia lebih dari 30 tahun dengan persentase 90% - 95% seluruh penderita diabetes mellitus, obesitas 80% dan non obesitas 20% (Smeltzer C. Suzanne, 2001). Menurut riset, penderita diabetes mellitus di Indonesia mencapai 12 juta jiwa atau 5% dari seluruh penduduk. Sekitar 30% dari penderita mengalami kebutaan akibat komplikasi retinopati dan 10% harus menjalani amputasi. Untuk resiko kematiannya 4 5 kali lebih tinggi dari pada non diabetes dengan sebab akibat 50% jantung koroner dan 30% akibat gagal ginjal. Penyakit diabetes mellitus memerlukan penatalaksanaan medis dan keperawatan untuk mencegah komplikasi akut seperti ketoasidosis dan sindrom koma hiperglikemik hiperosmolar non ketotik yang dapat menyebabkan kematian dan juga dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang, seperti penyakit makrovaskuler, penyakit mikrovaskuler dan penyakit oftamologi lainnya.

2

Penyakit diabetes mellitus perlu mendapat perhatian dan penanganan yang baik oleh perawat. Secara kuratif dan rehabilitatif seperti pengontrolan kadar gula darah, melakukan perawatan luka dan mengatur diet makanan yang harus dimakan sehingga tidak terjadi peningkatan kadar gula darah. Selain itu perawat juga berperan secara preventif yaitu dengan cara memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit diabetes mellitus untuk meningkatkan pemahaman klien dan mencegah terjadinya komplikasi.

1.2 Epidemiologi Secara epidemiologic diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulainya terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi dini. Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 meningkat 5 10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku rural tradisional menjadi urban1. Factor risiko yang berubah secara epidemiologi diperkirakan adalah : bertambahnya usia, lebih banyak dan lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, dan berkurangnya aktivitas jasmani.semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa factor genetic yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2. Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6 kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3% dan di Manado 6%. Suatu penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan prevalensi DM tipe 2 sebesar 14.7%, suatu angka yang sangat mengejutkan. Demikian juga di Makasar prevalensi diabetes terakhir tahun 2005 mencapai 12.5% Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global yang tadi dibicarakan terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan dating kekerapan DM di Indonesia akan meningkat drastis. Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan oleh WHO seperti tampak pada tabel 1, Indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 12.4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun 1995.3

Tabel 1. Prevalensi DM di berbagai negara1 Urutan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Negara India China USA Russia Jepang Brazil Indonesia Pakistan Mexico Ukraina Semua negara lain Jumlah 135.3 300 1995 (juta) 19.4 16.0 13.9 8.9 6.3 4.9 4.5 4.3 3.8 3.6 49.7 Urutan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Negara India China USA Pakistan Indonesia Russia Mexico Brazil Mesir Jepang 2025 (juta) 57.2 37.6 21.9 14.5 12.4 12.2 11.7 11.6 8.8 8.5 103.6

Dari angka angka diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam jangka waktu 30 tahun penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% dengan peningkatan jumlah pasien diabetes yang jauh lebih besar yaitu 86 138% yang disebabkan oleh karena: Factor demografi Gaya hidup ke barat - baratan Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes menjadi lebih panjang

1.3 Rumusan masalah Masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah : 1. Bagaimana batasan dan klasifikasi diabetes mellitus tipe 2 ?4

2. Bagaimana diagnose dini terhadap diabetes mellitus tipe 2 ? 3. Bagaimana upaya pengelolaan dan pencegahan yang tepat terhadap diabetes mellitus tipe 2?

1.4 Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Mengetahui batasan dan klasifikasi diabetes mellitus tipe 2 2. Mengetahui diagnose dini terhadap diabetes mellitus tipe 2 3. Mengetahui upaya pengelolaan dan pencegahan yang tepat terhadap diabetes mellitus tipe 2

1.5 Manfaat Penulisan ini diharapkan dapat memberi informasi kepada pembaca tentang upaya pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 beserta komplikasinya berdasarkan batasan, klasifikasi, dan diagnose dini diabetes mellitus tipe 2.

5

BAB II ISI

SKENARIO Tn.A umur 50 th datang dengan keluhan kaki kesemutan terus menerus,kram dan sakit bila berjalan 50 100m. Riwayat pasien juga sering bangun untuk kencing 5x/malam, BAK banyak bisa kira kira 1 2 gelas aqua, gatal diselakangan sudah 3 bulan lalu. Pasien pernah berobat 3 bulan lalu ke dokter kulit, tidak membaik melainkan bertambah merah dan tetap gatal dan perih. PF: KU baik, kesadaran: compos mentis, TD 120/80mmHg, nadi 84x/menit, pada pemeriksaan abdomen: hepar tidak teraba membesar, Lien: tidak teraba membesar. APR: +menurun/ +menurun, KPR:+menurun/+menurun. GDS:210mg/dL. Ureum: 88mg/dL, glukosa urin (+)

I. ANAMNESIS KELUHAN UTAMA Kaki kesemutan terus menerus, kram dan sakit bila berjalan 50 100m. Dapat ditanyakan kepada pasien : o Berat badan turun o Lemas lemas o 3P (polifagi, polidipsi, poliuri)

KELUHAN PENYERTA6

Banyak kencing pada malam hari (nokturia), dengan jumlah urin yang berlebih (poliuria).

RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU Gatal diselakangan sejak 3 bulan yang sudah diberobatkan namun tak kunjung sembuh, melainkan bertambah merah, tetap gatal, dan perih.

II. PEMERIKSAAN FISIK INSPEKSI Evaluasi keadaan umum pasien, menilai tingkat kesadaran pasien, melihat kemungkinan adanya ulkus/ gangrene diabetikum, retinopati.

PALPASI Perabaan hepar dan lien : tidak membesar

REFLEX FISIOLOGIS KPR +menurun/+menurun APR +menurun/+menurun

7

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM TD : 120/80 mmHg (normal) Gula darah sewaktu :210 mg/dL (meningkat) Ureum : 88mg/dL (meningkat) Hb : 10g/dL (anemis) Glukosa urin (+)

Nilai rujukan :o o

GDS plasma vena : 110 mg/dL GDP plasma vena : 110 mg/dL

o Hb : 12 14 g/dL (P), 13 16 g/dL (L) o Ureum : 20 40 mg/dL

IV. DIFERENSIAL DIAGNOSIS

DIABETES MELLITUS TIPE 1 Pada DM tipe I ( DM tergantung insulin (IDDM), sebelumnya disebut diabetes juvenilis;A), terdapat kekurangan insulin absolut sehinga pasien membutuhkan suplai insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pancreas karena mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. Pulau pancreas diinfiltrasi oleh limfosit T dan dapat ditemukan autoantibody terhadap jaringan pulau (ICA) dan insulin (IAA).8

ICA pada beberapa kasus dapat dideteksi selama bertahun-tahun sebelum onset penyakit. Setelah kematian sel beta, ICA akan menghilang kembali. Sekitar 80% pasien membentuk antibody terhadap glutamate dekarboksilase yang di ekspresikan di sel beta. DM tipe I terjadi lebih sering pada pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini terdapat disposisi genetic2. Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat defek sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa, namun lebih sering didapat pada anak anak. Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan9

untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Tabel 2. Diagnosis banding DM tipe 1 dengan DM tipe 2 (2) Type 1 Diabetes Autoimmune IDDM (juvenile diabetes) Younger Rare Rare Yes Yes No No No Labile Type 2 Diabetes Peripheral resistance NIDDM or adult onset diabetes Older Common Common No Yes Yes Yes Yes Not labile

Etiology Formerly known as Age of onset Obesity Family History/Twin concordance HLA association Ketosis Insulin resistance Endogenous insulin Respond to Oral Agents Metabolic lability

DIABETES MELLITUS TIPE 3 Merupakan diabetes mellitus yang diakibatkan oleh berbagai hal 2 : a) Defek genetic fungsi sel beta Glukosa transporter 2, glukokinase, mitokondria

b) Defek genetic kerja insulin

10

Insulin gen, reseptor insulin, resisten insulin tipe A, leprechaunism, lipoatropik sindrom Rabson Medenhall, diabetes

c) Penyakit eksokrin pancreas

Pancreatitis, neoplasma, fibrosis, calculus, pankreatektomi

d) Endokrinopati Akromegali, feokromositoma aldosteroma. e) Akibat obat obatan / zat kimia

cushing (tumor

syndrome, anak ginjal),

hipertiroidisme, somatostatinoma,

Glukokortikoid, hormone tiroid, vacor, pentamidin, asam nikotinat, diazoxid, agonis beta adrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa, streptozotocin, alloxan, nitrosamine.

f) Infeksi Coxsackie virus, rubella congenital, CMV

g) Akibat reaksi imun (jarang) Antibody, antiinsulin (tubuh memproduksi zat anti terhadap insulin sehingga glukosa tidak dapat dimasukkan ke dalam sel) h) Sindrom genetic lain Sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, Sindrom Wolframs.

11

V. DIAGNOSIS KERJA DIABETES MELLITUS TIPE 2

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantauan kendali mutu secara teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka angka kriteria diangostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler 3.

Ada perbedaan antara uji diagnostic DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostic DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM. Serangkaian uji diagnostic akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitive.

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko DM sebagai berikut 3 : 1) Usia > 45 tahun12

2) Berat badan lebih: BBR > 110% BB idaman atau IMT >23 kg/m2

3) Hipertensi ( 140/90 mmHg) 4) Riwayat DM dalam garis keturunan5) Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi >4000gr

6) Kolesterol HDL 35 mg/dL dan atau TG 250 mg/dL

Catatan : Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negative, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun, sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa factor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan tiap 3 tahun. Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya (mass screening) tidak dianjurkan karena di samping biaya yang mahal, rencana tidak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang mendapat kesempatan untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general check up) adanya pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan tersebut sangat dianjurkan.

13

Gambar 1. Langkah langkah diagnosis DM dan toleransi glukosa terganggu (3)

Gambar 2. Langkah diagnosis DM dan TGT dari TTGO (3)

14

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi glukosa terganggu(TGT) dan glukosa darah puasa terganggu(GDPT), sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 menjadi normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakan sedini mungkin dan pencegahan primer dan sekunder dapat segera diterapkan. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu dan kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.

Tabel 3. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dL) Kadar glukosa darah puasa (mg/dL) Plasma vena Darah kapiler Plasma vena Darah kapiler < 110 < 90 < 110 < 90 110 199 90 199 110- 125 90 109 200 200 126 110

Langkah-langkah Untuk Menegakan Diagnosis DM dan GTG Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.15

Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200mg/dL sudah cukup untuk menentukan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL juga digunakan untuk patokan penegak diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk melakukan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan 200 mg/dl (nilai rujukan pasca TTGO