Skenario Anemia

54
BAB I PENDAHULUAN Skenario 1 Kasus 1 Seorang perempuan berusia 24 tahun datang dengan keluhan pusing dan berkunang-kunang jika berubah posisi dari jongkok ke posisi berdiri.Pasien berkerja sebagai buruh pabrik garmen, beberapa hari yang lalu ditegur oleh pengawasnya karena sering terlihat mengantuk dan tidak masuk kerja karena sakit.Pasien mempunyai 3 orang anak berusia 4, 3, dan 2 tahun.Beberapa bulan terakhir dirasakan menstruasinya bertambah banyak.Karena keterbatasan ekonomi, pasien hampir tidak pernah memasak lauk daging. Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva, mukosa bibir dan kuku pucat, didapatkan bising jantung di ictus cordis dan semua ostia, tidak didapatkan hepatomegali dan splenomegali. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan : Hb = 8.0 g/dL (nilai rujukan Hb pada perempuan dewasa : 11-16 g/dL). Dokter meminta pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui penyebab anemia.Pasien diminta kembali untuk penatalaksanaan selanjutnya. Kasus 2 Seorang laki-laki berusia 51 tahun datang dengan keluhan luka diujung kaki kanan sejak 3 bulan yang lalu.Pasie mempunyai

description

Hasil diskusi tutorial dari kasus anemia.Berbagai macam kasus anemia dapat ditemui dalam kehidupan sehari - hari

Transcript of Skenario Anemia

BAB IPENDAHULUAN

Skenario 1Kasus 1Seorang perempuan berusia 24 tahun datang dengan keluhan pusing dan berkunang-kunang jika berubah posisi dari jongkok ke posisi berdiri.Pasien berkerja sebagai buruh pabrik garmen, beberapa hari yang lalu ditegur oleh pengawasnya karena sering terlihat mengantuk dan tidak masuk kerja karena sakit.Pasien mempunyai 3 orang anak berusia 4, 3, dan 2 tahun.Beberapa bulan terakhir dirasakan menstruasinya bertambah banyak.Karena keterbatasan ekonomi, pasien hampir tidak pernah memasak lauk daging.Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva, mukosa bibir dan kuku pucat, didapatkan bising jantung di ictus cordis dan semua ostia, tidak didapatkan hepatomegali dan splenomegali. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan : Hb = 8.0 g/dL (nilai rujukan Hb pada perempuan dewasa : 11-16 g/dL). Dokter meminta pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui penyebab anemia.Pasien diminta kembali untuk penatalaksanaan selanjutnya.Kasus 2Seorang laki-laki berusia 51 tahun datang dengan keluhan luka diujung kaki kanan sejak 3 bulan yang lalu.Pasie mempunyai riwayat diabetes sejak 10 tahun yang lalu, tidak minum obat secara teratur.Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pucat, terdapat ulkus menghitam dan berbau di ujung ibu jari kaki kanan ukuran 1x1 cm dengan dasar subkutis, pulsasi arteri dorsalis pedis hemoglobin 8.5 g/dL, MCV 90 fL (nilai rujukan 80 100 fL), MCH 29 pg/sel (nilai rujukan 26 34 pg/sel), jumlah lekosit 17000 sel/uL, kadar glukosa darah 275 mg/dL, HbA1c 11.0%. Dokter memberikan antidiabetik, antibiotik dan penatalaksanaan gangre.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Seven JumpI. Jump 1 : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario.Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah sebagai berikut.a. Konjungtiva: Membran halus yang melapisi kelopak mata danmenutupi bola mata b. Ulkus:Luka terbuka pada permukaan kulit atau selaputlendir.c. MCV: Mean Corpuscular Volume, volume rata-rataeritrosit.d. MCH:Mean Corpuscular Hemoglobin, konsentrasirata-rata hemoglobin.e. Splenomegali:Pembesaran limpaf. Anemia:Penurunan jumlah eritrosit sehingga tidak memenuhi fungsinya untuk membawa oksigendalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.g. Gangren:Kematian jaringan, biasanya dalam massa yangcukup besar, umumnya akibat kehilanganpasokan vascular (nutrisi) dan diikuti denganinvasi bakteri dan pembusukan.

II. Jump 2 : Menentukan/mendefinisikan masalahPermasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut.1. Hemopoesis ?2. Sel Darah Meraha. Pembentukan?b. Fungsi?c. Komponen/struktur?d. Perombakan?e. Kelainan?3. Anemiaa. Kriteria?b. Gejala?c. Klasifikasi?d. Penyebab?e. Pemeriksaan dan penegakan diagnosis?f. Terapi dan penatalaksanaan?g. Pencegahan?4. Kasus 1a. Apa hubungan menstruasi dengan anemia?b. Apa hubungan tidak pernah makan daging dengan anemia?c. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan?d. Apa penyebab pusing dan berkunang-kunang saat berubah posisi dari jongkok ke posisi berdiri?5. Kasus 2a. Apa hubungan riwayat penyakit diabetes dengan penyakit yang diderita?b. Mengapa dokter justru tidak memberikan obat anemia?c. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan?

III. Jump 3 : Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai pemasalahan tersebut (dalam langkah 2).

Analisis sementara oleh kelompok kami mengenai permasalahan yang disebutkan:

1. Homeopoesis ialah proses pembentukan darah.Tempat homeopoesis pada manusia berpindah-pindah sesuai dengan umur:a) yolk sac : umur 0 - 3 bulan intrauterin. b) Hati dan lien: umur 3 - 6 bulan intrauterin.c) Sumsum tulang: umur 4 bulan intrauterin sampai dewasa.Untuk kelangsungan homeopoesis dibutuhkan:a) Sel induk hemopoetik (hematopoietic stem cell).Sel induk hemopoetik ialah sel-sel yang akan berkembang menjadi seldarah, termasuk sel darah merah (eritrosit), sel daran putih (leukosit), butir pembeku (trombosit), dan juga beberapa sel dalam sumsum tulang seperti fibroblast. Sel induk paling primitive disebut sebagai pluripotent stem cell.Menurut sifat kemampuan proses perkembangannya sel induk dibagi menjadi: Pluripotent stem cell. Committed stem cell. Oligopotent stem cell. Unipotent stem cell.

Skematik dan hierarki susunan sel induk hemopoetik dapat digambarkan seperti berikut:

b) Lingkungan mikro (microenvirontment) sumsum tulang.Lingkungan mikro sumsum tulang adalah substansi yang memungkinkan sel induk tumbuh secara kondusif. Komponen lingkungan mikro ini meliputi berikut: Mikrosirkulasi dalam sumsum tulang Sel-sel stroma: Sel endotil, sel lemak, fibroblast, makrofag, sel retikulum Matriks ekstraseluler: fibronektin, haemonektin, laminin, kolagen, dan proteoglikan.Lingkungan mikro berperan penting dalam hemopoesis karena berfungsi: Menyediakan nutrisi dan bahan hemopoesis yang dibawa oleh peredaran darah mikro dalam sumsum tulang Komunikasi antar sel (cell to cell communication), terutama ditentukan oleh adanya adhesion molecule. Menghasilkan zat yang mengatur hemopoesis :hematopoietic growth factor, cytokine, dan lain-lain.c) Bahan-bahan pembentuk darah.Bahan-bahan pembentuk darah adalah : Asam folat dan vitamin B12: merupakan bahan pokok pembentuk inti sel. Besi: sangat diperlukan pada pembentukan hemoglobin. Cobalt, magnesium, Cu, Zn. Vitamin lain : C, B kompleks, dan lain-lain.d) Mekanisme regulasi.Mekanisme regulasi sangat penting untuk mengatur arah dan kuantitas pertumbuhan sel dan pelepasan sel darah yang matang dari sumsum tulang ke darah tepi sehingga sumsum tulang dapat merespon kebutuhan tubuh dengan tepat.

2. Sel darah merah.a. PembentukanProses pembentukan eritrosit yang disebut sebagai eritropoiesis merupakanproses yang diregulasi ketat melalui kendali umpan balik. Pembentukan eritrositdihambat oleh kadar hemoglobin diatas normal dan dirangsang oleh keadaananemia dan hipoksia. Eritropoiesis pada masa awal janin terjadi dalam yolk sac,pada bulan kedua kehamilan eritropoiesis berpindah ke liver dan saat bayi lahireritropoiesis di liver berhenti dan pusat pembentukan eritrosit berpindah kesumsum tulang (Williams, 2007). Pada masa anak-anak dan remaja semuasumsum tulang terlibat dalam hematopoiesis, namun pada usia dewasa hanyatulang-tulang tertentu seperti tulang panggul, sternum, vertebra, costa, ujungproksimal femur dan beberapa tulang lain yang terlibat eritropoiesis. Bahkan padatulang-tulang seperti disebut diatas beberapa bagiannya terdiri dari jaringanadiposit. Pada periode stress hematopoietik tubuh dapat melakukan reaktivasipada limpa, hepar dan sumsum berisi lemak untuk memproduksi sel darah,keadaan ini disebut sebagai hematopoiesis ekstramedular (Munker, 2006).Proses eritropoiesis diatur oleh glikoprotein bernama eritropoietin yangdiproduksi ginjal (85%) dan hati (15%). Pada janin dan neonatus pembentukaneritropoietin berpusat pada hati sebelum diambil alih oleh ginjal (Ganong, 1999). Eritropoietin bersirkulasi di darah dan menunjukkan peningkatan menetap pada penderita anemia, regulasi kadar eritropoietin ini berhubungan eksklusif dengan keadaan hipoksia. Sistem regulasi ini berkaitan erat dengan faktor transkripsi yang dinamai hypoxia induced factor-1 (HIF-1) yang berkaitan dengan proses aktivasi transkripsi gen eritropoeitin. HIF-1 termasuk dalam sistem detektor kadar oksigen yang tersebar luas di tubuh dengan efek relatif luas (cth: vasculogenesis, meningkatkan reuptake glukosa, dll), namun perannya dalam regulasi eritropoiesis hanya ditemui pada ginjal dan hati (Williams, 2007). Eritropoeitin ini dibentuk oleh sel-sel endotel peritubulus di korteks ginjal, sedangkan pada hati hormon ini diproduksi sel Kupffer dan hepatosit.Selain keadaan hipoksia beberapa zat yang dapat merangsang eritropoiesis adalah garam-garam kobalt, androgen, adenosine dan katekolamin melalui sistem -adrenergik. Namun perangsangannya relatif singkat dan tidak signifikan dibandingkan keadaan hipoksia (Harper,2003).Proses pembentukan eritrosit memerlukan : Sel induk: CFU-E, BFU-E, normoblast (eritroblast). Bahan pembentuk eritrosit: besi, vitamin B12, asam folat, protein, dan lain-lain. Mekanisme regulasi: factor pertumbuhan hemopoetik dan hormone eritropoetin.b. FungsiFungsi utama dari sel-sel darah merah, yang juga dikenal sebagai eritrosit, adalah mengangkut hemoglobin, dan seterusnya mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Selain mengangkut hemoglobin, sel-sel darah merah juga mempunyai fungsi lain. Contohnya, ia mengandung banyak sekali karbonik anhidrase, yang mengkatalisis reaksi antara karbon dioksida dan air, sehingga meningkatkan kecepatan reaksi bolak-balik ini beberapa ribu kali lipat. Cepatnya reaksi ini membuat air dalam darah bereaksi dengan banyak sekali karbon dioksida, dan dengan demikian mengangkutnya dari jaringan menuju paru-paru dalam bentuk ion bikarbonakt (HCO3-). Hemoglobin yang terdapat sel dalam sel juga dapat asam-basa (seperti juga pada kebanyakan protein), sehingga sel darah merah bertanggung jawab untuk sebagian besar daya pendaparan seluruh darah.Sel darah merah normal, berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter kira-kira 7,8 mikrometer dan dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 mikrometer dan pada bagian tengah 1 mikrometer atau kurang. Volume rata-rata sel darah merah adalah 90 sampai 95 mikrometer kubik. Bentuk sel darah merah dapat berubah-ubah ketika sel berjalan melewati kapiler. Sesungguhnya, sel darah merah merupakan suatu kantung yang dapat diubah menjadi berbagai bentuk.Selanjutnya, karena sel normal mempunyai membran yang sangat kuat untuk menampung banyak bahan material di dalamnya, maka perubahan bentuk tadi tidak akan meregangkan membran secara hebat, dan sebagai akibatnya, tidak akan memecahkan sel, seperti yang akan terjadi pada sel lainnya.Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa fungsi terpenting sel darah merah adalah transpor O2 dan CO2 antara paru-paru dan jaringan. Suatu protein eritrosit, yaitu hemoglobin, memainkan peranan penting pada kedua proses tersebut. Sehingga pada makalah ini penulis akan membahas metabolisme eritrosit dan juga unsure-unsur lain yang berkaitan erat dengan proses metabolisme tersebut.

c. Struktur/KomponenEritrosit matang merupakan suatu cakram bikonkaf dengan diameter 7 mikron.Sel ini hanya terdiri dari membrane dan sitoplasma tanpa inti sel.Komponen eritrosit terdiri atas : Membran eritrosit Sistem enzim; yang terpenting: dalam Emden Meyerhoff pathway: pyruvate kinase; dalam pentose pathway: enzim G6PD (glucose 6-phosphate dehydrogenase) Hemoglobin; berfungsi sebagai alat angkut oksigen. Komponennya terdiri atas:a) Heme, yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi.b) Globin: bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta.

d. Perombakan.Proses penghancuran eritrosit dilukiskan dalam skema di bawah ini.

Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatka terurainya komponen-komponen hemoglobin menjadi berikut: Komponen protein yaitu globin yang akan dikembalikan ke pool protein dan dapat dipakai kembali. Komponen heme akan pecah menjadi dua, yaitu:a) Besi: yang akan dikembalikan ke pool besi dan dipakai ulang.b) Birilubin: yang akan disekresikan melalui hati dan empedu.

e. Kelainan.Kelainan pada eritrosit antara lain adalah: AnemiaKemampuan darah mengangkut oksigen di bawah normal dan ditandai oleh hematokrit yang rendah. Polisitemia Sel darah merah dalam darah terlalu banyak dan peningkatan hemtokrit.

3. Anemia a. Kriteria. Cut off point (titik pemilah) hemoglobin dan hematocrit yang kita anggap sudah terjadi anemia.Menurut WHO tahun 1968. Sesorang dinyatakan anemia apabila: Laki-laki dewasa: Hb < 13 g/dl Perempuan dewasa tak hamil: Hb < 12 g/dl Perempuan hamil: Hb < 11 g/dl Anak umur 6 - 14 tahun: Hb < 12 g/dl Anak umur 6 bulan - 6 tahun: Hb < 11 g/dlKriteria klinik (di rumah sakit atau praktik klinik) untuk Indonesia pada umumnya adalah: Hemoglobin < 10 g/dl Hematokrit < 30% Eritrosit < 2,8 juta/mm b. Gejala.Patofisiologi timbulnya gejala anemia: Anoksia organ target: menimbulkan gejala tergantung pada organ mana yang terkena. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.a) Penurunan afinitas Hb terhadap oksigen dengan meningkatkan ensim 2,3 DPG (2,3 diphospho glycerate).b) Meningkatkan curah jantung (COP = cardiac output).c) Redistribusi aliran darah.d) Menurunkan tekanan oksigen vena.Gejala anemia biasanya timbul apabila hemoglobin menurun kurang dari 7 g/dl atau 8 g/dl. Berat atau ringannya gejala tegantung pada berikut: Beratnya penurunan kadar hemoglobin. Kecepatan penurunan hemoglobin. Umur: adaptasi orang tua lebih jelek, gejala lebih cepat timbul. Adanya kelainan kardiovaskuler sebelumnya.Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu: Gejala umum anemia.Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun di bawah normal pada titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ taget dan mekanisme tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah sebagai berikut:a) Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu kerja,angina pectoris dan gagal jantung.b) Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel, lesu, perasaan dingin pada ekstremitas.c) Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.d) Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tipis dan halus. Gejala khas masing-masing anemia.Gejala yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia, seperti:a) Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.b) Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)c) Anemia hemolitik: icterus dan hepatosplenomegali.d) Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi. Gejala akibat penyakit dasar.Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti: pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.Kangker kolon data menimbulkan gejala berupa perubahan sifat defeksi (change of bowel habit), feses bercampur darah atau lender.c. Klasifikasi? (LO)d. Penyebab? (LO)e. Pemeriksaan dan penegakan diagnosis? (LO)f. Terapi dan penatalaksanaan? (LO)g. Pencegahan? (LO)4. Kasus 1a. Apa hubungan menstruasi dengan anemia? (LO)b. Apa hubungan tidak pernah makan daging dengan anemia? (LO)c. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan? (LO)d. Apa penyebab pusing dan berkunang-kunang saat berubah posisi dari jongkok ke posisi berdiri? (LO)5. Kasus 2a. Apa hubungan riwayat penyakit diabetes dengan penyakit yang diderita? (LO)b. Mengapa dokter justru tidak memberikan obat anemia? (LO)c. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan? (LO)

IV. Jump 4 : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah 3.

AnemiaEirtrosit & Hemoglobin Oksigen PucatMetabolisme selAnaerobik metabolismeHipoksia OtakKekurangan ATPAsam laktatEnergiKelemahanLelahPusing

HematokritHemoglobinJumlah sel darah merahHapusan darahIndeksMorfologi sel darah merahmMakrositikMikrositik HipokromikNormositik NormokromikHct MCVHgb RBC RetikulositNormalFeNormalTIBCNormalFe: rasio TIBC25-30%Hct Retikulosit Hgb Hct MCV Hgb MCHC Fe TIBC Fe: rasio TIBC < 15%Hct Retikulosit Hgb Serum B12 Schilling test +Serum Folate Haptoglobin Birilubin (inderict) Hct Hb Retikulosit Coombs +Defective nuclear maturation with decrease productionPernicious anemiaFolate deficiency anemiaAcute blood lossHemolytic anemiaAutoimune hemolysisAnemia of renal failure of chronic diseaseIron deficiency anemia

V. Jump 5: Merumuskan tujuan pembelajaran.Hal-hal yang perlu dipelajari lebih lanjut adalah sebagai berikut :1. Anemia.a. Klasifikasi.b. Penyebab.c. Pemeriksaan dan penegakan diagnosisd. Terapi dan penatalaksanaan.e. Pencegahan.2. Kasus 1.a. Apa hubungan menstruasi dengan anemia?b. Apa hubungan tidak pernah makan daging dengan anemia?c. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan?d. Apa penyebab pusing dan berkunang-kunang saat berubah posisi dari jongkok ke posisi berdiri?3. Kasus 2.a. Apa hubungan riwayat penyakit diabetes dengan penyakit yang diderita?b. Mengapa dokter justru tidak memberikan obat anemia?c. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan?

VI. Mengumpulkan informasi baru (belajar mandiri).Masing-masing anggota dari kelompok kami telah mencari referensi dari beberapa artikel ilmiah, jurnal, alamat website, dan buku-buku yang berkaitan dengan skenario ini.

VII. Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang diperoleh.1. Anemia.a. KlasifikasiAnemia dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Faktor morfologik eritrosit dan indeks-indeksnya.a) Anemia hipokromik mikrositer. (MCV < 80 fl ; MCH < 27 pg)1) Anemia defisiensi besi.2) Thalassemia.3) Anemia akibat penyakit kronik.4) Anemia sideroblastikb) Anemia normokromik normositer.(MCV 80-95 fl; MCH 27-34 pg)1) Anemia pascaperdarahan akut.2) Anemia aplastik - hipoplastik.3) Anemia hemolitik - terutama bentuk yang didapat.4) Anemia akibat penyakit kronik.5) Anemia mielopastik.6) Anemi pada gagal ginjal kronik.7) Anemia pada mielofirosis.8) Anemia pada sindrom mielodisplastik.9) Anemia pada leukemia akut.c) Anemia makrositer.(MCV > 95 fl)1) Megaloblastik.a. Anemia defisiensi folat.b. Anemia defisiensi vitamin B122) Nonmegaloblastik.a. Anemia pada penyakit hati kronik.b. Anemia pada hipotiroid.c. Anemia pada sindroma mielodisplastik. Etiopatogenesis.a) Produksi eritrosit menurun1) Kekurangan bahan untuk eritrosita. Besi:b. Vitamin B12 dan asam folat2) Gangguan utilisasi besia. Anemia akibat penyakit kronikb. Anemia sideroblastik3) Kerusakan jaringan sumsum tulanga. Atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemk: anemia aplastik/hipoplastik.b. Penggantian oleh jaringan fibrotik/tumor: anemia leukoeritroblastik/mieloplastik.4) Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui.a. Anemia diseritropoetik.b. Anemia pada sindrom mielodisplastik.b) Kehilangan eritrosit dari tubuh1) Anemia pascaperdarahan akut2) Anemia pascaperdarahan kronikc) Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)1) Faktor ekstrakorpuskuler.a. Antibodi terhadap eritrositi. Autoantibodi-AIHA (autoimmune hemolytic anemia)ii. Isoantibodi-HDN (hemolytic disease of the newborn)b. Hipersplenismec. Pemaparan terhadap bahan kimiad. Akibat infeksi bakteri/parasitee. Kerusakan mekanik2) Factor intrakorpskuler.a. Gangguan membranei. hereditary spherocytosisii. hereditary elliptocytosisb. Gangguan ensimi. Defisiensi pyrufate kinaseii. Defisiensi G6PD (glucose-6 phosphate dehydrogenase)c. Gangguan hemoglobini. Hemoglobinopeti structuralii. Thalassemiad) Bentuk campuran.e) Bentuk yang patogenesisnya belum jelas.

b. Penyebab.Berikut ini adalah penyebab-penyebab penyakit anemia: Anemia defisiensi besi.Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan penyerapan, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:a) Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:i. Saluran cerna: akibat dari tukak peptic, pemakaian salisilat atau OAINS, kangker lambung, kangker kolon, diverticulosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang.ii. Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia.iii. Saluran kemih: hematuria.iv. Saluran napas: hemopote.b) Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).c) Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa perrtumbuhan, dan kehamilan.d) Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitiss kronik.Pada orang dewasa anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan perdarahan menahun.Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feriin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut sebagai :iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai ialah peningkatan kadarfree protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesifik ialah peningkatan receptor transferin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus menerus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik makrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya. Anemia megaloblastik.Anemia megaloblastik disebabkan oleh terjadinya defisiensi vitamin B12 dan asam folat, di mana keduanya:a) Berfungsi dalam pembentukan DNA inti selb) Khusus untuk vitamin B12 penting dalam pembentukan myelin.Akibat gangguan sintesis DNA pada inti eritroblast ini maka:a) Maturasi inti lebih lambat sehingga kromatin lebih longgar.b) Sel eritroblast lebih besar karena pembelahan sel lambat.Penghambata sintesis DNA dan/atau RNA pada eritrosit,yang paling sering disebabkan oleh hipovitaminosis, khususnya defisiensi sianokobalamin (B12) dan atau asam folat. Mekanismenya adalah akibat gangguan proses siklus B12 yang bergantung asam folat. Defisisensi asam folat akan diikuti oleh terhambatnya sintesis DNA. Anemia megaloblastik karena gangguan sintesis DNA (gangguan repikasi DNA), gangguan translasi sering disebabkan karena gangguan proses metilasi, dan dapat juga oleh karena obat-obat kemoterapi atau antimikroba Anemia defisiensi asam folat.Asam folat terutama terdapat dalam daging, susu, dan daun-daun yang hijau. Umumnya berhubungan dengan malnutrisi. Penurunan absorpsi asamfolat jarang ditemukan karena absorpsi terjadi di seluruh saluran cerna. Juga berhubungan dengan sirosishepatis, karena terdapat penurunan cadangan asam folat. Dapat ditemukan gejala-gejala neurologis, seperti gangguan kepribadian dan hilangnya daya ingat. Selain itu juga perubahan megaloblastik pada mukosa (anemia megaloblastik).

Anemia pada penyakit kronikLaporan/data penyakit tuberkulosis, abses paru, endokarditis bakteri subakut, osteomielitis dan infeksi jamur kronis serta HIV membuktikan bahwa hampir semua infeksi supuratif kronis berkaitan dengan anemia. Derajat anemia sebanding dengan berat ringannya gelaja, seperti demam, penurunan berat badan dan debilitas umum. Untuk terjadinya anemia memerlukan waktu 1-2 bulan setelah infeksi terjadi dan menetap, setelah terjadi keseimbangan antara produksi dan penghancuran eritrosit.Anemia pada inflamasi kronis secara fungsional sama seperti pada infeksi kronis, tetapi lebih sulit karena terapi yang efektif lebih sedikit. Penyakit kolagen dan artritis rheumatoid merupakan penyebab terbanyak. Enteritis regional, kolitis ulseratif serta sindrom inflamasi lainnya juga dapat disertai anemia pada penyakit kronis.Penyakit lain yang sering disertai anemia adalah kangker, walaupun masih dalam stadium dini dan asimtomatik, seperti pada sarcoma dam limfoma. Anemia ini biasanya disebut sebagai anemia pada kangker (cancer-related anemia).Diduga anemia yang terjadi pada penyakit kronis merupakan bagian dari sindrom stress hematologic (haematological stress syndrome), di mana terjadi produksi sitokin yang berlebihan karena kerusakan jaringan akibat infeksi, inflamasi, atau kangker. Sitokin tersebut dapat menyababkan sekuestrasi makrofag sehingga mengikat destruksi eritrosit di limpa, menekan produksi eritropoietin oleh ginjal, serta menyebabkan perangsangan yang inadekuat pada eritropoiesis di sumsum tulang. Pada keadaan lebih lanjut, malnutrisi dapat menyebabkan penurunan transformasi T4 (tetra-iodothyronine) menjadi T3 (tri-iodothyronine), menyebabkan hipotiroid fungsional di mana terjadi penurunan kebutuhan Hb yang mengangkut oksigen sehingga sintesis eritropoietin pun akhirnya berkurang.Beberapa penelitian membuktikan bahwa hidup eritrosit memendek pada sekitar 20-30% pasien. Defek ini terjadi di ekstrakorpuskular, karena bila eritrosit pasien ditransfusikan ke resipien normal, maka dapat hidup normal. Aktivasi makrofak oleh sitokin menyebabkan peningkatan daya fagositosis makrofag tersebut dan sebagai bagian dari filter limpa (compulsive screening), menjadi kurang toleran terhadap perubahan/kerusakan minor dari eritrosit.Gangguan metabolisme zat besi. Kadar besi yang rendah meskipun cadangan besi cukup menunjukkan adanya gangguan metabolisme besi pada penyakit kronis. Anemia hemolitik.Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah (normal 120 hari), baik sementara atau terus-menerus. Anemia terjadi hanya bila sumsum tulang telah tidak mampu mengatasinya karena usia seldarah merah sangat pendek, atau bila kemampuannya terganggu oleh sebab lain. Tanda-tanda hemolisis antara lain ikterus dan splenomegali.Etiologi anemia hemolitik dibagi sebagai berikut:a) Intrinsik : kelainan membrane, kelainan glikolisis, kelainan enzim, dan hemoglobinopati.b) Ekstrinsik : gangguan sistem imun, mikroangiopati, infeksi (akibat plasmodium, klostridium, borrelia), hipersplenisme, dan lukabakar. Anemia sel sabit (Sickle cell anemia)Secara molekuler HbS timbul karena mutasi suatu kodon pada gen beta yaitu, adenine (A) diganti oleh thymine (T) sehingga setelah translasi menghasilkan asam amino glutamine acid yang seharusnya valine pada rantai beta. HbS pada tekanan oksigen yang rendah bersifat tidak larut, mengalami presipitasi (sickling) sehingga menyebabkan perubahan bentuk eritrosit, seperti bulan sabit. Sel sabit disekuestrasi oleh limpa sehingga timbul anemia hemolitik. Karena bentuknya abnormal, sel sabit sulit melalui kapiler dan menimbulkan penyumbatan pembuluh darah (vasooklusi). ThalassemiaMerupakan sindrom kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau di dekat gen globin. Pada thalassemia mutasi gen globin ini dapat menimbulkan perubahan rantai globin atau globin ,berupa perubahan kecepatan sintesis (rate of synthesis) atau kemampuan produksi rantai globin tertentu, dengan akibat menurunnya atau tidak diproduksinya rantai globin tersebut. Perubahan ini diakibatkan oleh adanya mutasi gen globin pada clusters gen atau berupa bentuk delesi atau non delesi. Walaupun telah diidentifikasi, tidak jarang pada analisis DNA thalassemia belum dapat ditentukan jenis mutasi gennya. Hal inilah merupakan kendala pada terapi thalassemia.Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai globin satu atau lebih rantai globin. Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis salah satu jenis rantai globin (rantai- dan rantai-) menyababkan sintesis rantai tidak seimbang, salah satu rantai disintesis berlebihan sehingga mengalami presipitasi, membentuk Heinz Bodies. Eritrosit yang mengandung Heinz Bodies ini mengalami hemolisis intermeduler sehingga terjadi eritropoesis inefektif, disertai pemendekan masa hidup eritrosit yang beredar. Anemia pernisiosaKekurangan vitamin B12 bisa disebabkan oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik terjadi karena gangguan absorpsi vitamin yang merupakan penyakit herediter autoimun, sehingga pada pasien mungkin dijumpai penyakit-penyakit autoimun lainnya. Kekurangan vitamin B12 karena faktor intrinsik ini tidak dijumpai di Indonesia. Yang lebih sering dijumpai di Indonesia adalah penyebab intrinsik karena kekurangan masukan vitamin B12 dengan gejala-gejala yang tidak berat. Didapatkan adanya anoreksia, diare, lidah yang licin, dan pucat. Terjadi gangguan neurologis, seperti gangguan keseimbangan. Anemia aplastikMasih belum terdapat bukti yang sangat jelas mengapa seseorang dapat diduga secara potensial menderita keracunan sumsum tulang berat dan sering terdapat kasus cedera sumsum tulang yang tidak dapat disembuhkan. Oleh karena itu, penyebab pasti seseoran menderita anemia aplastik juga belum dapat ditegakkan dengan pasti. Namun terdapat beberapa sumber yang berpotensi sebagai faktor yang menimbulkan anemia aplastik. Anemia aplastik dapat diggolongkan menjadi tiga berdasarkan penyebabnya yaitu : anemia aplastik didapat (acquired aplastic anemia); familial (inherited); idiopathik (tidak diketahui). Sumber lainnya membagi penyebabnya menjadi primer (kongenital, idiopatik) dan sekunder (radiasi, obat, penyebab lain). Anemia sideroblastikPenyebab anemia ini adalah kegagalan sepenuhnya pembentukan bentuk molekul heme, sehingga terjadi biosintesis hanya sebagian dalam mitokondria. Hal ini menyebabkan endapan besi di dalam mitokondria yang membentuk sebuah cincin di sekeliling inti pembentukan sel darah merah. Kadang-kadang kelainan ini mewakili suatu tahap dalam evolusi dari sumsum tulang yang mungkin pada akhirnya dapat menjadi leukemia akut.a) Racun: keracunan zinc.b) Drug-induced: etanol, isoniazid, kloramfenikol, cycloserine.c) Nutrisi: pyridoxine atau defisiensi tembaga.d) Genetik: ALA sintase defisiensi (X-linked).

c. Pemeriksaan dan penegakkan diagnosis.

d. Terapi dan penatalaksanaan.Berikut ini terapi dan penatalaksanaan anemia: Anemia defisiensi besia) Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai.b) Pemberian preparat Fe :1) Ferosulfat 3 x 325 mg secara oral dalam keadaan perut kosong, dapat dimulai dengan dosis yang rendah dan dinaikkan bertahap. Pada pasien yang tidak kuat dapat diberikan bersama makanan.2) Feroglukonat 3 x 200 mg secara oral sehabis makan. Bila terdapat intoleransi terhadap pemberian preparat Fe oral atau gangguan pencernaan sehingga tidak dapat diberikan oral, maka dapat diberikan secara parenteral dengan dosis 250 mg Fe ( 3mg/kg BB ) untuk tiap g% penurunan kadar Hb di bawah normal.3) Iron dekstran mengandung Fe 50 mg/ml, diberikan secara intramuscular mula-mula 50 mg, kemudian 100-250 mg tiap 1-2 hari sampai dosis total sesuai perhitungan. Dapat pula diberikan intravena, mula-mula 0,5 ml sebagai dosis percobaan, Bila dalam 3-5 menit tidak menimbulkan reaksi, boleh diberikan 250-500 mg.4) Selain itu, pengobatan anemia defisiensi zat besi biasanya terdiri dari suplemen makanan dan terapi zat besi. Kekuranganzat besi dapat diserap dari sayuran, produk biji-bijian, produk susu, dan telur. Tetapi yang paling baik adalah diserap dari daging, ikan, dan unggas. Pada kebanyakan kasus anemia defisiensi zat besi, terapi zat besi secara oral dengan larutan Fe+ garam besi. Anemia megaloblastik.Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12. vegetarian dapat di cegah atau di tangani dengan penambahan vitamin peroral atau melalui susu kedelai yang diperkaya. Apabila defisiensi disebabkan oleh defek absorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik,dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi intramuskular.Pada awalnya, B12 diberikan tiap hari, namun kemudian kebanyakan pasien dapat ditangani dengan pemberian vitamin B12 100 gram intramuskular tiap bulan, cara ini dapat menimbulkan penyembuhan dramatis pada pasien yang sakit berat. Hitung retikulasi meningkat dalam beberapa hari. Manifestasi neurorologis memerlukan waktu lebih lama untuk sembuh,apabila terdapat neuropati berat, paralisis dan inkontinensia, pasien mungkin tidak dapat sembuh secara penuh.Untuk mencegah kekambuhan anemia,terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.Terapi pengobatan yang biasa digunakan adalah sebai berikut :a) Terapi suportifb) Transfusi bila ada hipoksia dan suspensi trombosit bila trombosotopenia mengancam jiwa.c) Terapi untuk defisiensi vitamin B12Terapi yang biasa digunakan untuk mengatasi terapi defisiensi vitamin B12 adalah sebagai berikut:i. Diberikan vitamin B12 100-1000 Ug intramuskular sehari selama dua minggu,selanjutnya 100-1000 Ug IM setia bulan. Bila ada kelainan neurologist,terlebih dahulu diberikan setiap dua minggu selama enam bulan,baru kemudian diberikan sebulan sekali. Bila penderita sensitive terhadap pemberian suntikan dapat diberikan seara oral 1000 Ug sekali sehari,asal tidak terdapat gangguan absopsi.ii. Transfuse darah sebaiknya di hindari,kecuali bila ada dugaan kegagaln faal jantung, hipotensi postural,renjatan atau infeksi berat. Bila diperlukan transfuse darah sebaiknya diberi eritrosit yang di endapkan.d) Terapi untuk defisiensi asam folat. Diberikan asam folat 1-5 mg/hari per oral selama empat bulan, asal tidak terdapat gangguan absopsi.e) Terapi penyakit dasar. Menghentikan obat-obatan penyebab anemia megaloblastik. Anemia defisiensi asam folat.Pengobatan terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan pula dengan pemberian/suplementasi asam folat oral 1 mg per hari. Anemia pada penyakit kronikPada anemia yang mengancam nyawa, dapat diberikan transfusi darah merah seperlunya. Pengobatan dengan suplementasi besi tidak diindikasikan. Pemberian kobalt dan eritropoeitin dikatakan dapat memperbaiki anemia pada penyakit kronik. Anemia hemolitikPenatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila karena reaksi toksik-imunologik, yang dapat diberikan adalah kortikosteroid (prednisone, prednisolon), kalau perlu dilakukan splenektomi. Apabila keduanya tidak berhasil, dapat diberikan obat-obat sitostatik, seperti klorambusil dan siklofosfamid. Anemia sel sabit (sickle cell)Adapun terapi yang dapat dilakukan terhadap penderita anemia sel sabit adalah:.a) Transfusi darahTerapi transfusi ini bertujuan untuk menambahkan jumlah hemoglobin normal dalam darah sehingga dapat mencegah proses polimerisasi. Bila penderita kerap kali mengalami krisis, terutama vasooklusi, maka terapi ini perlu dilakukan dalam jangka panjang. Akan tetapi, perlu diperhatikan pula efek samping dari terapi transfusi ini, yaitu terjadinya hyperviscosity, yang disebabkan karena penambahan hematokrit berbanding lurus dengan dengan viskositas darah, hypersplenism, keracunan besi, dan kemungkinan infeksi, yang disebabkan karena screening darah yang kurang akurat.b) Terapi genTerapi gen ini menggunakan stem cell dan virus sebagai vektornya, Human Immunodefiency Virus (HIV), dan Human Foamy Virus (HFV).c) Transplantasi sumsum tulangd) Mengaktifkan sintesa HbFe) Pemberian agen anti sicklingf) Penurunan MCHCg) Jika terjadi krisis, berikan suasana hangat, infus salin fisiologik 3 L/hari, atasi infeksi, berikan analgesik secukupnya.

ThalassemiaPenatalaksanaan:a) Medikamentosa.i. Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.ii. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi.iii. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.iv. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.b) BedahSplenektomi, dengan indikasi:i. limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupturii. hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini

c) Suportifi. Tranfusi DarahHb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl. Anemia PernisiosaPemberian vitamin B12 1.000 mg/hari secara intramuscular selama 5-7 hari, 1 kali tiap bulan. Anemia aplastikPenatalaksanaan dan terapi anemia aplastik berupa:a) Transfusi darah, sebaiknya diberikan transfuse darah merah. Bila diperlukan trombosit, berikan darah segar atau platelet concentrate.b) Atasi komplikasi (infeksi) dengan antibiotik. Higiene yang baik perlu untuk mencegah timbulnya infeksi.c) Kortikosteroid, dosis rendah mungkin bermanfaat pada perdarahan akibat trombositopenia berat.d) Androgen, seperti fluokrimesteron, testosteron, metandrostenolon, dan nondrolon. Efek samping yang mungkin terjadi, virilisasi, retensi air dan garam, perubahan hati, dan amenore.e) Imunosupresif, seperti siklosporin, globulin antitimosit. Champlin, dkk menyarankan penggunaannya pada pasien > 40 tahun yang tidak menjalani transplantasi sumsum tulang dan pada pasien yang telah mendapat transfuse berulang.f) Transplantasi sumsum tulang. Anemia sideroblastikLangkah pertama dalam pengobatan anemia sideroblastik adalah untuk menyingkirkan penyebab reversibel termasuk alkohol atau toksisitas obat lainnya, serta paparan racun. Pengobatan anemia sideroblastik sebagian besar mendukung, terutama terdiri dari transfusi darah untuk mempertahankan tingkat hemeoglobin diterima. Sebuah percobaan pyridoxine pada dosis farmakologis (500mg per Os harian) adalah intervensi yang wajar karena memiliki beberapa kelemahan dan manfaat yang sangat besar dalam kasus-kasus di mana ia bekerja (Murakami et al , 1991). Sebuah respon lengkap untuk piridoksin umumnya terjadi pada kasus akibat penyalahgunaan etanol atau penggunaan antagonis piridoksin. Penghentian agen menyinggung mempercepat pemulihan. Beberapa pasien dengan turun-temurun, X-linked anemia sideroblastik juga menanggapi piridoksin. Perbaikan dengan pyridoxine jarang anemia sideroblastik etiologi lainnya.Setelah mendapatkan parameter dasar (indeks sel darah merah, studi besi), dosis awal pyridoxine harus 100-200mg sehari-hari melalui mulut dengan eskalasi bertahap untuk dosis harian 500mg. Suplementasi asam folat mengkompensasi kemungkinan peningkatan eritropoiesis, harus bekerja piridoksin. Sebuah retikulositosis terjadi dalam 2 minggu dalam kasus responsif, diikuti dengan peningkatan progresif dalam tingkat hemoglobin selama beberapa bulan ke depan. Dosis pemeliharaan pyridoxine adalah yang mempertahankan tingkat hemoglobin kondisi mapan. Mikrositosis sering berlanjut, tetapi tidak ada signifikansi klinis.Kecuali dalam kasus racun-diinduksi, pengobatan pyridoxine biasanya terbatas. Kepatuhan atau efek samping obat pasien dapat membatasi rejimen pengobatan. Untungnya, efek samping yang jarang terjadi dengan dosis harian kurang dari 500mg. Beberapa pasien dosis lebih dari 1000mg sehari telah mengembangkan neuropati perifer reversibel. Pada pasien responsif, anemia berulang dengan penghentian pyridoxine tersebut.Banyak pasien dengan anemia sideroblastik membutuhkan transfusi kronis untuk mempertahankan tingkat hemoglobin diterima. Gejala pasien daripada tingkat hemoglobin absolut atau hematokrit harus memandu transfusi. Ini akan membatasi konsekuensi yang merugikan transfusi, yang meliputi penularan infeksi, allo-imunisasi dan hemeochromatosis sekunder . Bahkan pada pasien yang tidak memiliki riwayat transfusi yang berarti, beberapa pihak berwenang mendukung pemantauan tahunan tingkat feritin dan saturasi transferin. Besi chelation dengan desferioksamin adalah pengobatan standar untuk hemeochromatosis transfusional. Kadang-kadang, pasien dengan anemia sederhana (misalnya, hemeoglobin = 10 g / dL) yang tidak akan mentolerir phlebotomies-volume kecil untuk menghilangkan zat besi yang tergantung transfusi. Dalam beberapa kasus, anemia membaik dengan penghapusan kelebihan zat besi (Hines, 1976; French et al , 1976). Ini bisa mencerminkan pengurangan cedera mitokondria oleh besi-dimediasi spesies oksigen reaktif. Ini adalah murni spekulasi, bagaimanapun, dan skenario yang jelas tidak biasa. Laporan anekdotal dan seri kasus kecil menggambarkan sumsum tulang alogenik atau transplantasi sel induk untuk anemia sideroblastik (Gonzalez et al , 2000; Perkotaan et al , 1992). Keuntungan yang jelas adalah kemungkinan untuk sembuh, seperti yang terjadi pada pasien dengan -thalassemia . Kemungkinan obat harus seimbang terhadap komplikasi transplantasi, terutama pada orang tua. Keluarga dengan bentuk parah dari anemia sideroblastik herediter harus menerima konseling genetik.

e. Pencegahan.Menurut Tarwoto, dkk (2010), upaya-upaya untuk mencegahanemia, antara lain sebagai berikut: Makan makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani (daging, ikan, ayam, hati, dan telur); dan dari bahan nabati (sayuran yang berwarna hijau tua, kacang-kacangan, dan tempe). Banyak makan makanan sumber vitamin c yang bermanfaat untukmeningkatkan penyerapan zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat, dan nanas. Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami haid. Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasikan ke dokter untuk dicari penyebabnya dan diberikan pengobatan.Menurut De Maeyer (1995) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010), pencegahan adanya anemia defisiensi zat besi dapat dilakukan dengan tiga pendekatan dasar yaitu sebagai berikut: Memperkaya makanana pokok dengan zat besi, seperti: hati, sayuran berwarna hijau dan kacang-kacangan. Zat besi dapat membantu pembentukan hemoglobin (sel darah merah) yang baru. Pemberian suplemen zat besi. Pada saat ini pemerintah mempunyai Program Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) pada remaja putri, untuk mencegah dan menanggulangi masalah Anemia gizi besi melalui suplementasi zat besi. Memberikan pendidikan kesehatan tentang pola makan sehat. Kehadiran makanan siap saji (fast food) dapat mempengaruhi pola makan remaja. Makanan siap saji umumnya rendah zat besi, kalsium, riboflavin, vitamin A, dan asam folat. Makanan siap saji mengandung lemak jenuh, kolesterol dan natrium yang tinggi.

2. Kasus 1a. Apa hubungan menstruasi dengan anemia?Pada umumnya wanita mengeluarkan darah 30 40 ml setiap siklus menstruasi antara 21 35 hari dengan lama menstruasi 3 7 hari. Banyaknya darah yang keluar berpengaruh pada kejadian anemia karena wanita tidak mempunyai persediaan zat besi yang cukup dan absorpsi zat besi yang rendah ke dalam tubuh sehingga tidak dapat menggantikan zat besi yang hilang selama menstruasi. Besarnya zat besi yang hilang pada saat menstruasi tergantung pada banyaknya jumlah darah yang keluar setiap periode menstruasi. Kehilangan besi mengakibatkan cadangan besi semakin menurun, keadaan ini disebut iron depleting state. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada pembentukan eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi , keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Jika jumlah besi menurun terus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia.b. Apa hubungan tidak pernah makan daging dengan anemia?Protein berperan penting dalam transportasi zat besi di dalam tubuh. Oleh karena itu, kurangnya asupan protein akan mengakibatkan transportasi zat besi terhambat sehingga akan terjadi defisiensi besi. Di samping itu makanan yang tinggi protein terutama yang berasal dari hewani banyak mengandung zat besi. Transferin adalah suatu glikoprotein yang disintesis di hati. Protein ini berperan sentral dalam metabolisme besi tubuh sebab transferin mengangkut besi dalam sirkulasi ke tempat tempat yang membutuhkan besi, seperti dari usus ke sumsum tulang untuk membentuk hemoglobin yang baru. Feritin adalah protein lain yang penting dalam metabolisme besi. Pada kondisi normal, feritin meyimpan besi yang dapat diambil kembali untuk digunakan sesuai kebutuhan. Tingkat konsumsi protein perlu diperhatikan karena semakin rendah tingkat konsumsi protein maka semakin cenderung untuk menderita anemia. Hal ini dapat dijelaskan, hemoglobin yang diukur untuk menentukan status anemia seseorang merupakan pigmen darah yang berwarna merah berfungsi sebagai pengangkut oksigen dan karbondioksida adalah ikatan protein globin dan heme.Besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, sebagai faktor utama pembentuk hemoglobin. Hampir semua jenis anemia pada umumnya disebabkan kekurangan zat besi. Hal ini dapat menimbulkan kurangnya konsentrasi hemoglobin dan jumlah serta besarnya sel darah merah. Anemia tipe ini disebabkan karena kurangnya zat besi yang dimakan, absorpsi zat besi yang kurang baik dalam intestine, atau kenaikan kebutuhan zat besi seperti pada saat menstruasi, pertumbuhan, dan kehamilan. Pada penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara asupan zat besi dengan kejadian anemia. Keterkaitan zat besi dengan kadar hemoglobin dapat dijelaskan bahwa besi merupakan komponen utama yang memegang peranan penting dalam pembentukan darah (hemopoiesis), yaitu mensintesis hemoglobin. Kelebihan besi disimpan sebagai protein feritin, hemosiderin di dalam hati, sumsum tulang belakang, dan selebihnya di dalam limpa dan otot. Apabila simpanan besi cukup, maka kebutuhan untuk pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang akan selalu terpenuhi. Namun, apabila jumlah simpanan zat besi berkurang dan jumlah zat besi yang diperoleh dari makanan juga rendah, maka akan terjadi ketidakseimbangan zat besi di dalam tubuh, akibatnya kadar hemoglobin menurun di bawah batas normal yang disebut sebagai anemia gizi besi. Anemia gizi besi ditunjukkan dengan kadar hemoglobin dan serum feritin yang turun di bawah nilai normal, serta naiknya transferrin receptor (TfRs). Keadaan ini ditandai dengan warna sel darah merah yang pucat (hipokromik) dan bentuk sel darah merah yang kecil (mikrositik).Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Asupan protein yang adekuat sangat penting untuk mengatur integritas, fungsi, dan kesehatan manusia dengan menyediakan asam amino sebagai precursor molekul esensial yang merupakan komponen dari semua sel dalam tubuh.

c. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan?

d. Apa penyebab pusing dan berkunang-kunang saat berubah posisi dari jongkok ke posisi berdiri?

3. Kasus 2a. Apa hubungan riwayat penyakit diabetes dengan penyakit yang diderita?Anemia adalah suatu kondisi di mana darah berkurang sel darah merah dan hemoglobin. Seperti yang Anda tahu, dalam sel darah tubuh kita terbentuk di sumsum tulang. Namun, bagi sumsum merah sedang bekerja, ia harus mendapatkan sinyal yang pasti dalam bentuk hormon eritropoietin. Erythropoietin diproduksi oleh sel khusus di ginjal. Pada nefropati diabetik (lihat di atas) tidak hanya membunuh sel-sel ginjal yang terlibat dalam filtrasi darah, tetapi juga sel-sel yang menghasilkan eritropoietin, sehingga dalam hubungannya dengan gagal ginjal kronis pada pasien diabetes mengalami anemia (kekurangan erythropoietin menyebabkan penghentian dari sumsum tulang).Selain kurangnya erythropoietin dalam patogenesis (pembangunan) anemia pada pasien dengan diabetes adalah peran defisiensi besi dan kehilangan protein kronis yang menyertai gagal ginjal. Menurut penelitian terbaru, untuk gagal ginjal kronis yang dikembangkan dengan latar belakang nefropati diabetes rumit oleh anemia di lebih dari setengah kasus. Anemia secara signifikan mengurangi kualitas hidup pada pasien dengan diabetes mellitus. Dengan latar belakang anemia penurunan nafsu makan, kemampuan fisik, intelektual, dan fungsi seksual pasien. Penderita diabetes dengan anemia memiliki risiko lebih besar terkena penyakit jantung, seperti yang mungkin, anemia merupakan faktor independen yang berkontribusi terhadap kerusakan jantung dan pembuluh darah.

b. Mengapa dokter justru tidak memberikan obat anemia?Mengingat bahwa faktor utama dalam pengembangan anemia pada pasien dengan diabetes adalah kurangnya erythropoietin dalam obat pengobatan yang digunakan mengandung eritropoietin.Erythropoietin merupakan senyawa organik kompleks dari sifat karbohidrat-protein. Komponen Karbohidrat dari molekul dari erythropoietin ada dua jenis: alfa dan beta (maka obat eritropoietin nama). Erythropoietin untuk pengobatan anemia dengan rekombinan mendapatkannya, yaitu untuk mensintesis bakteri, yang diperkenalkan gen manusia yang mengkode struktur erythropoietin. Selama penyiapan obat pengobatan erythropoietin diulang, yang memungkinkan untuk meminimalkan timbulnya reaksi yang merugikan.Penderita diabetes dengan nefropati diabetes harus masuk dengan penurunan tingkat erythropoietin hemoglobin di bawah 120 g / l (yaitu, anemia dini), tidak efektifnya pengobatan lain (misalnya besi). Terapi awal dengan eritropoietin dapat memperlambat perkembangan angiopathy(kerusakan pembuluh darah kecil), dan, akibatnya, penyakit ginjal, sehingga memperbaiki prognosis penyakit dan memfasilitasi alirannya.Pasien dengan diabetes, eritropoietin diberikan dalam dua cara: secara intravena dan subkutan. Injeksi standar frekuensi - 3 kali seminggu. Penelitian terbaru dalam pengobatan anemia pada pasien dengan diabetes menunjukkan bahwa suntikan subkutan dari erythropoietin tidak seefektif intravena, yang sangat menyederhanakan proses pengobatan (pasien dapat mengatur dirinya sendiri melakukan injeksi), dan frekuensi suntikan dapat dikurangi menjadi 1 kali per minggu, sesuai dengan pengenalan dosis tiga.Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan anemia pada pasien dengan diabetes, suntikan eritropoietin suplemen dengan besi.Kami telah menyebutkan bahwa nefropati diabetes, gagal ginjal kronis dan, akibatnya, anemia, paling sering berkembang pada pasien diabetes tidak minum obat atau pada pasien yang pengobatannya tidak menjamin pemeliharaan tingkat glukosa darah normal. Oleh karena itu, langkah utama untuk mencegah anemia pada pasien dengan diabetes adalah: Sebelumnya akses ke dokter di gejala pertama diabetes, atau segera setelah mendeteksi diabetes melalui tes darah; Ketat kepatuhan terhadap pengobatan yang diresepkan (obat antidiabetes, insulin) dan diet pada hari-hari pertama sakit; Pemantauan diri Reguler: memeriksa kadar glukosa darah, koreksi dari rejimen pengobatan dengan dokter Anda. Hindari kebiasaan buruk - secara signifikan dapat mengurangi risiko penyakit jantung dan diabetes memudahkan; Penurunan berat badan (untuk orang gemuk) - tidak hanya dapat meringankan untuk diabetes, tetapi juga untuk menghapusnya. Selain itu, penurunan berat badan memiliki efek positif terhadap jalannya penyakit lain terkait diabetes (hipertensi, penyakit jantung koroner, dll).

c. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan?

BAB IIIKESIMPULAN

BAB IVSARANDAFTAR PUSTAKADorland, W.A. Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta: EGC.Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC.Hall, John E. 2010.Guyton & Hall:Medical physiology, 11th edition Jakarta: EGC.

W. F. Ganong. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGCBakta, IM. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC