Skenario 5
-
Upload
audina-rakhma-putry -
Category
Documents
-
view
38 -
download
2
description
Transcript of Skenario 5
Skenario 5
Pelangi di Matamu
Ny.Susi usia 65 tahun datang ke IGD RS Muhammadiyah Purwokerto
dengan keluhan nyeri dan merah pada mata kanan disertai mual dan muntah sejak
2 hari yang lalu. Penderita juga mengeluh bila melihat cahaya lampu tampak
seperti warna pelangi. Keluhan tersebut baru pertama kali dirasakannya.
Sebelumnya penglihatan mata kanan dan kiri sudah berkurang sejak 6 bulan yang
lalu. Namun, tidak disertai nyeri dan merah pada matanya. Dia menyadari bahwa
penurunan penglihatan ini terutama memburuk pada cahaya terang.
1
I. Klarifikasi Istilah
1. Mual
2. Nyeri
Keterangan:
1. Mual adalah sensasi tidak menyenangkan ingin muntah, dan sering
berkaitan dengan keringat dingin, pucar, air liur, nyeri lambung,
kontraksi duodenum dan refluks isi usus kecil ke dalam lambung.
(Muda, 2003)
2. Nyeri adalah perasaan sensori dan emotional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang dapt mempengeruhi
kondisi tubuh seseorang. (Difa, 2009)
II. Identifikasi Masalah
1. Ny.Susi (65 tahun) datang ke IGD RS Muhammadiyah Purwokerto
dengan keluhan nyeri dan merah pada mata kanan disertai mual dan
muntah sejak 2 hari yang lalu.
2. Penderita juga mengeluh bila melihat cahaya lampu tampak seperti
warna pelangi.
3. Keluhan tersebut baru pertama kali dirasakannya.
4. Sebelumnya penglihatan mata kanan dan kiri sudah berkurang sejak 6
bulan yang lalu, namun tidak disertai nyeri dan merah pada matanya.
5. Dia menyadari bahwa penurunan penglihatan ini terutama memburuk
pada cahaya terang.
2
III. Analisis Masalah
1. Mengapa mata Ny.Susi nyeri dan merah?
Mekanisme timbulnya mata merah pada Ny.Susi dapat dihipotesiskan
sebagai berikut:
TIO meningkat
Kompresi struktur mata depan
Gangguan aliran darah di konjungtiva dan badan silier
Vasodilatasi arteri siliaris anterior
Mata merah
(Vaughan, 2009)
Efek peningkatan tekanan intraokular dipengaruhi oleh
perjalanan waktu dan besar peningkatan TIO (tekanan intraokular).
Hal ini menyebabkan klasifikasi glaukoma, yaitu pada glaukoma
sudut tertutup akut, besar TIO adalah sekitar 60-80 mmHg. Glaukoma
ini bermanifestasi timbulnya kerusakan iskemik pada iris, edema
kornea, dan kerusakan nervus optikus.
Glaukoma sudut terbuka primer memiliki TIO kurang dari
atau sama dengan 30 mmHg yang mengakibatkan kerusakan sel
ganglion setelah waktu yang lama, sekitar beberapa tahun. Glaukoma
tekanan normal menyebabkan sel ganglion rentan mengalami
kerusakan, dapat disebabkan karena iskemia caput nervi optici. Semua
jenis glaukoma itu menunjukkan manifestasi umum yang sama, yaitu
adanya respon inflamasi, yaitu nyeri, merah, dan penurunan
penglihatan.
(Vaughan, 2009)
3
Timbulnya mata merah dapat disebabkan adanya membran
yang bereaksi dengan membran yang berbatasan dengan bekteri, virus,
agen alergi, iritan, atau penyakit dalam tubuh seseorang sehingga mata
menjadi merah. Hal ini juga dapat dikarenakan adanya peradangan
pada sklera, atau karena infeksi dan penyakit lain. Di bawah ini
beberapa infeksi yang dapat menyebabkan mata merah :
- Peradangan folikel pada bulu mata
- Peradangan selaput mata (konjungtivitis)
- Ulkus kornea
- Uveitis
Kondisi lain yang menyebabkan mata merah:
- Trauma / luka mata
- Meningkatnya tekanan bola mata yang menimbulkan rasa nyeri
- Masalah perdarahan
(Ilyas, 2014; Vaughan, 2009)
Nyeri dapat disebabkan karena adanya mix injection (injeksi
silier dan injeksi konjungtiva), sedangkan nyeri di permukaan dapat
disebabkan oleh:
- Konjungtivitis
- Radang kelopak mata
- Nyeri di dalam orbital:
- Glaukoma
- Iritis
4
Mekanisme nyeri pada mata kanan Ny.Susi antara lain sebagai
berikut:
Faktor Usia (65 thn) → proses degeneratif (densitas epitel dan serat
lensa meregang) → tekanan osmotik lensa ↑ → influks air ke dalam
lensa → pembengkakan serat-serat lensa → ruang anterior bilik mata
menyempit → iris terdorong kedepan → menempel ke jaringan
trabekular → menghambat humor aqueous mengalir ke saluran
schlemm → tekanan humor aqueous ↑ → tekanan intraoccular ↑ →
nyeri pada mata kanan. (Corwin, 2009)
Nyeri pada mata ada 3 macam :
- Nyeri Periokular
Nyeri tekan pada palpebra, sacus lacrimal, sinus – sinus dan arteri
femoralis.
- Nyeri Okular
Timbul dari permukaan atau belakang bola mata. Nyeri terjadi
pada glaukoma akut, iritis, endoftalmitis dan scleritis.
- Nyeri Retrobulbular ( dibelakang bola mata )
Disebabkan karena radang orbita misal neuritis optik, atau miosis
orbita.
(Aru, 2006)
5
2. Mengapa keluhan Ny.Susi disertai mual dan muntah sejak dua hari
yang lalu?
Mekanisme muculnya keluhan mual dan muntah pada Ny.Susi adalah
sebagai berikut:
Gangguan aliran darah di konjungtiva dan badan seliar
↓
Vasodilatasi pembuluh darah arteri ciliaris anterior dan arteri
konjungtiva
↓
Nyeri
↓
Pusat muntah terangsang (medula oblongata)
↓
Aktifasi saraf otonom parasimpatis ke saluran cerna (nervus vagus)
↓
Mual dan muntah
(Vaughan, 2009)
Timbulnya mual dan muntah pada Ny.Susi juga dapat disebabkan oleh
mekanisme berikut:
Karena obstruksi jaringan trabekular
Hambatan pengaliran cairan humor aquous
TIO meningkat
Akan mengaktifkan saraf di hipotalamus
Meningkatnya heart rate
Merangsang ke semua organ termasuknya gaster dan intestinum
6
Meningkatnya gerakan peristaltik
Timbul anxietas
Kecemasan berlebihan akibat stress dan dipicu gerakan peristaltik
Mengganggu fungsi tubuh
Mual dan muntah
(Suhardjo, 2007)
3. Mengapa Ny.Susi mengeluh jika melihat cahaya seperti pelangi?
Mekanisme timbulnya penglihatan seperti pelangi di sekitar lampu
adalah sebagai berikut:
Produksi humor aqueos yang terus menerus dan ditambah adanya
Penyumbatan canalis sclemm dan trabekula
↓
Penumpukan humor aqueos di mata
↓
Indeks bias media refraksi berubah
↓
Cahaya yang masuk mata akan dibiaskan secara dispersi
↓
Dispersi menjadi warna dan dispersinya berbentuk lingkaran
mengikuti bentuk oculi
↓
Halo (lingkaran pelangi)
(Vaughan,2009)
Halo terbentuk karena adanya akumulasi cairan di epitel
kornea dan perubahan kondisi refraktif pada lamella kornea. Halo
7
tampak seperti pelangi, di mana warna merah di bagian luar dan violet
di bagian dalam ketika melihat cahaya lampu atau bulan. Faktor yang
mempengaruhi terbentuknya halo ini antara lain sebagai berikut:
- Suplai darah pada nervi optici
- Substansi toksin pada n.optici
- Metabolisme aksonal
- Matriks lamina kribosa
- Faktor mekanik
TIO yang tinggi, akan menimbulkan kerusakan dan
mengubah struktur jaringan. Kenaikan TIO akan menghasilkan
dorongan dari kenaikan dalam ke luar dan meningkatkan
regangan laminar serta meningkatkan regangan dinding sklera.
- Faktor iskemik:
Turunnya liran darah ke dalam lamina cribosa akan
menyebabkan iskemia dan tidak tercukupnya energi yang
diperlukan untuk transport aksonal. Iskemik dan transport
aksonal akan menimbulkan apoptosis.
(Ilyas, 2006; Vughan 2009)
4. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan Ny.Susi?
Terkait dengan usia dan jenis kelamin Ny.Susi, serta keluhan yang
dirasakan, hipotesis ini dapat dikaitkan dengan hal berikut:
Beberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada glaukoma
adalah sebagai berikut:
- Tekanan darah rendah atau tinggi
- Fenomena autoimun
- Degenerasi primer sel ganglion
- Usia di atas 45 tahun
- Keluarga mempunyai riwayat glaukoma
- Miopia atau hipermetropia
- Pasca bedah dengan hifema atau infeksi
8
- Frekuensi napas
- Jumlah asupan air
- Obat-obatan
- Denyut jantung
- Irama sirkadian tubuh
- Posisi tubuh
- Resistensi permeabilitas kapiler
- Keseimbangan tekanan osmotik
Sedangkan beberapa hal yang memperberat risiko glaukoma
adalah sebagai berikut:
- Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat
- Makin tua usia, makin berat
- Hipertensi, resiko 6 kali lebih sering
- Kerja las, resiko 4 kali lebih sering
- Keluarga penderita glaukoma, resiko 4 kali lebih sering
- Tembakau, resiko 4 kali lebih sering
- Miopia, resiko 2 kali lebih sering
- Diabetes melitus, resiko 2 kali lebih sering
(Fetty, 2010)
Semakin bertambahnya usia, maka akan semakin besar
beresiko terkena glaukoma, hal ini juga seiring dengan risiko
memburuknya lapang pandang dan terjadinya kebutaan yang
diakibatknnya. Usia juga berkaitan dengan insufisiensi vaskuler,
karena dalam proses penuaan terjadi penurunan perfusi serebral dan
perfusi okular.
Faktor usia juga mempengaruhi adanya gangguan kontraksi
otot siliaris melalui insersinya ke dalam anyaman trabekular dalam
memperbesar ukuran pori-pori di anyaman tersebut sehingga
kecepatan drainase akan meningkat (secara normal). Gangguan terjadi
pada pembentukan saluran transeluler siklik di lapisan endotel.
9
Sejumlah kecil aquous humor akan keluar dari mata antara
berkas otot siliaris ke ruang suprakoroid dan dalam sistem vena corpus
siliaris, koroid, sklera (aliran uvea scleral). Tahanan utama aliran
keluar humor aquous dari COA adalah jaringan jukstakanlikular yang
berbatasan dengan lapisan endotel kanal schlemm.namun, tekanan di
jaringan vena episklera menentukan nilai minimum tekanan
intraokular yang dapat dicapai oleh terapi medis. (Vaughan. 2009)
Sebagian besar studi pada glaukoma primer sudut terbuka
tidak mendapatkan perbedaan resiko berdasarkan jenis kelamin.
Sedangkan pada glaukoma sudut tertutup pada beberapa penelitian
menunjukan prevalensi yang lebih banyak pada perempuan, dengan
rasio wanita:pria 4:1 . Hal ini kemungkinan akibat sudut bilik mata
depan perempuan lebih dangkal yaitu volumenya 10% lebih kecil
dibandingkan pada laki-laki.
(Harrison, 2013)
5. Apa hubungan keluhan Ny.Susi sekarang dengan RPD (riwayat
penyaakit dahulu) berupa penurunan penglihatan sejak 6 bulan lau
yang dialaminya?
Penurunan penglihatan dapat terjadi pada penyakit salah
satunya glaukoma. Penyakit glaukoma sendiri banyak lagi
diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya. Pada kasus ini, glaukoma
yang berkaitan yaitu glaukoma primer. Sedangkan glaukoma primer
juga dibagi lagi menjadi:
a. Glaukoma sudut terbuka
Pada glaukoma ini terjadi proses degeneratif anyaman
trabekula ditambah pengendapan materi ekstrasel di dalam
anyaman trabekula dan dibawah lapisan endotel canalis Schwelm
yang akan menyebabkan penurunan drainase humor aqueos yang
nantinya akan diikuti manifestasi klinik peningkatan tekanan
10
intraokular saja, tanpa menimbulkan mata merah, nyeri, pusing,
ataupun mual dan muntah.
b. Glaukoma sudut tertutup
Pada glaukoma ini, faktor resiko yang berperan adalah
usia lanjut dan jenis kelamin wanita, kedua hal itu merupakan
faktor yang menambah berat perjalanan penyakit. Pada glaukoma
tertutup ini akan terbentuk iris bombe yang nantinya akan
menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris perifer yang
akan mengakibatkan hambatan aliran keluar humor aqueos yang
akan mengakibatkan peningkatan tekanan intraokular dengan
cepat yang akan bermanifestasi klinik pandangan kabur secara
mendadak, timbul nyeri hebat, akan tampak halo, mual muntah,
peningkatan tekanan intraokular yang mencolok, bilik mata depan
yang dangkal, kornea berkabut, dan pupil berdilatasi sedang yang
terfiksasi.
(Vaughan, 2009)
6. Mengapa RPDnya tidak disertai nyeri dan merah?
Tidak semua gangguan penglihatan disertai nyeri dan merah.
Nyeri mata dapat disebabkan oleh terjepitnya ujung-ujung saraf
optikus. Sedangkan mata merah dapat disebabkan oleh peningkatan
TIO (tekanan intraokular) atau karena radang akibat penekanan pada
organ-organ di bola mata, di mana hal tersebut merupakan efek jangka
panjang (tidak secara langsung) yang ditimbulkan oleh peningkatan
tekanan intraokuler.
Glaukoma kronis menunjukkan tanda klinis yang kurang
nyata. Penurunan visus dan lapang pandang pasien yang menyempit
perlahan terjadi dan terjadi kerusakan saraf optik.
(Hendarwanto, 2006)
7. Mengapa penglihatannya menurun dan semakin memburuk saat
cahaya terang?
11
Mata menjadi sensitif di tempat terang dan nyaman di tempat
lebih gelap dan karena adanya kekeruhan pada lensa sehingga cahaya
yang masuk susah untuk difokuskan sehingga penurunan penglihatan
memburuk pada cahaya terang. Hal ini dapat terjadi pada penderita
glaukoma, penglihatan menurun akibat kerusakan nervus optikus,
sedangkan memburuknya cahaya di waktu terang karena pada
sebagian penderita glaukoma umumnya pupil mengalami middilatasi
(midriasis), sehingga sensitivitas terhadap cahaya meningkat, maka
timbullah fotofobia. Keadaan pupil midriasis ini dapat menginisiasi
sumbatan aliran keluar humor aquosus. (Guyton, 2007; Hamurwono,
2006)
8. Bagaimana penegakan diagnosis dari skenario?
A. Anamnesis
Identitas : Ny.Susi (65 tahun)
Keluhan utama : nyeri pada mata kanan
Lokasi : mata kanan
Onset : 2 hari yang lalu
Kualitas : rasa nyerinya seperti apa?
Kuantitas : seberapa nyeri? Mengganggu aktivitas?
Faktor pemberat : saat aktivitas, posisi, atau makanan tertentu
apakah keluhan bertambah berat?
Faktor peringan : apakah sudah berobat? Istirahat?
Mengonsumsi obat tertentu?
Gejala penyerta : merah di mata kanan, mual, muntah,
melihat cahaya lampu tampak seperti
pelangi, penurunan penglihatan sejak 6
bulan lalu, memburuk pada saat cahaya
terang
RPD (riwayat penyakit dahulu) : baru pertama kali
RPK (riwayat penyakit keluarga) : glaukoma, diabetes mellitus,
12
hipotensi, hipertensi,
trauma, obat-obatan,
penyakit penyerta lain,
terutama pada mata
RSE (riwayat sosial ekonomi) : sudah berkeluarga,
menggunakan asuransi
kesehatan?
Kebiasaan : merokok, alkohol?
B. Interpretasi Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
1. Vital sign : TD 130/90 mmHg Hipertensi (risiko
kerusakan pembuluh darah retina)
2. Mata :
Occuli Dextra
- Visus occuli dextra : 1/300
Keadaan normal : 6/6
Interpretasi :
Penderita mampu melihat lambaian tangan pada jarak
1 meter yang seharusnya dapat dilihat oleh mata normal
pada jarak 300 meter.
- Konjungtiva : mixed injection
Keadaan normal : jernih
Interpretasi :
Abnormal, karena terjadi pelebaran pembuluh darah di
cilia & sklera (sering pada penderita glaukoma)
- Kornea : keruh
Keadaan normal : jernih
Interpretasi :
Abnormal, karena terjadi kelainan pada kornea mata
dan terdapat pada penderita glaukoma akut. Hal ini
dapat disebabkan oleh:
13
Aliran aqeous humor abnormal perpindahan cairan
intraokuler ke kornea edema kornea kornea
keruh.
- COA : dangkal
Keadaan normal : dalam
Interpretasi :
Abnormal, karena terjadi dapat disebabkan iris
terdorong ke bilik mata depan, mengakibatkan COA
(camera oculi anterior) dangkal.
- Pupil : dilatasi
Keadaan normal : bulat, sentral, diameter 3-4 mm
Interpretasi :
Abnormal. Hal ini terjadi karena sebagai kompensasi
tubuh kita untuk mengatasi respon pupil yang menurun
sehingga pupil berdilatasi untuk menangkap cahaya
lebih banyak.
14
- Refleks pupil : (-)
Keadaan normal : (+)
Interpretasi :
Abnormal. Hal ini terjadi karena pupil melakukan
kompensasi secara terus menerus untuk berdilatasi
sehingga mengakibatakan disfungsi reflek cahaya pada
pupil.
- Lensa mata : sulit dinilai
Keadaan normal : bening
Interpretasi :
Abnormal karena lensa mata keruh
- Tekanan Intra Occular : 35,8 mmHg
Keadaan Normal : 15-20 mmHg
Interpretasi :
Tekanan intraoccular meningkat karena terjadi
hambatan pada aliran humor aqueous.
Occuli Sinistra
- Visus Occuli Sinistra : 6/60
Keadaan normal : 6/6
Interpretasi :
Pasien mampu melihat /membaca pada jarak 6 meter
yang seharusnya dapat dibaca oleh mata normal pada
jarak 60 meter.
15
- Konjungtiva : mixed injection
Keadaan normal : jernih
Interpretasi :
- COA : dalam
Keadaan normal : dalam
Interpretasi : normal
- Pupil : bulat, sentral
Keadaan normal : bulat, sentral, diameter 3-4 mm
Interpretasi :normal
- Lensa mata : keruh belum merata
Keadaan normal : bening
Interpretasi :
Abnormal. Hal ini terjadi karena bayangan iris pada
lensa terlihat besar dan letaknya jauh terhadap pupil
berarti lensa belum keruh seluruhnya atau belum
merata (misalnya pada penderita katarak immatur).
- Tekanan Intra Occular : 17,8 mmHg
Keadaan Normal : 15-20 mmHg
Interpretasi : normal
(Gleadle, 2007; Vaughan, 2009)
Beberapa pemeriksaan penunjang dalam penegakkan diagnosis kasus
ini adalah sebagai berikut:
- Funduskopi
Papil saraf optik menunjukkan penggaungan dan atrofi,
seperti pada glaukoma simpleks.
- Palpasi
Perbandingan palpasi dari kedua bola mata merupakan
pemeriksaan awal yang dapat mendeteksi peningkatan tekanan
intraokular. Jika pemeriksa dapat memasukkan bola mata dimana
pada saat palpasi berfluktuasi, tekanan kurang dari 20 mmHg.
16
Bola mata yang tidak berpegas tetapi keras seperti batu
merupakan tanda tekanannya sekitar 60-70 mmHg (glaukoma
akut sudut tertutup).
- Tonografi
Menunjukkan outflow yang baik. Tetapi bila sudah ada
perlengketan antara iris dan trabekula (goniosinekhia,
sinekhiaanterior perifer), maka aliran menjadi terganggu.
- Gonioskopi
Pada waktu tekanan intaokuler tinggi, sudut bilik mata
depan tertutup, sedangkan pada waktu tensi intraokuler normal
sudutnya sempit. Bila serangan dapat dihentikan maka sesudah 24
jam,biasanya sudut bilik mata depan terbuka kembali, tetapi
masihsempit. Kalau terjadi serangan yang berlangsung lebih dari
24jam, maka akan timbul perlengketan antara iris bagian pinggir
dengan trabekula (goniosinekhia, sinekhia anterior perifer).
- Tes provokasi, dilakukan pada keadaan yang meragukan
Tes yang dilakukan antara lain tes kamar gelap, tes
midriasis, tes membaca, tes bersujud (prone test). Untuk
glaukoma sudut tertutup, yang umum dilakukan adalah tes kamar
gelap (karena pupil akan midriasis dan pada sudut bilik mata yang
sempit, ini akan menyebabkan tertutupnya sudut bilik mata).
- Iluminasi oblik dari COA (camera oculi anterior)
COA diiluminasi dengan sinar dari lampu tangensial
menuju bidang iris. Pada mata dengan kedalaman COA yang
normal, iris tampak seragam saat diiluminasi. Pada mata dengan
COA yang dangkal dan sudut yang tertutup baik sebagian ataupun
seluruhnya, iris menonjol ke anterior dan tidak seragam saat
diiluminasi.
- Slit Lamp
Kedalaman sentral dan perifer dari COA harus dievaluasi
dengan ketebalan dari kornea. COA yang memiliki kedalam
17
kurang dari 3 kali ketebalan kornea pada bagian sentral disertai
kedalam bagian perifer kurang dari ketebalan kornea memberikan
kesan sudut yang sempit. Gonioskopi penting dilakukan untuk
evaluasi selanjutnya. Untuk evaluasi kedalaman dari COA dengan
pemeriksaan slit lamp biomiocroscop, pengaturan cahaya yang
sempit dipilih. Cahaya harus mengenai mata pada sudut
penglihatan yang sempit dari garis cahaya pemeriksa. Alat untuk
imaging dari segmen anterior telah tersedia (Visante OCT, Zeiss)
menyediakan gambaran tomografi dari COA dan ukurannya.
(Miranti, 2002; Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. 2002)
9. Apa saja diagnosis banding dari skenario?
Gambaran
Glaukoma
(sudut
tertutup
akut)
Katarak
Diabetik
retinopa
thy
Uveitis
anterior
Konjung
tivitis
Penglihatan ↓ ↓ ↓ ↓ Normal
Nyeri
(perioccular)Nyeri berat - -
Sangat
nyeri
Nyeri
seperti
kemasuk
an pasir
Mata
kemerahan
+ - - + +
Mual dan
muntah
+ - - + -
Penglihatan
seperti warna
pelangi
+ + - - -
Ketajaman
penglihatan
↓ ↓ ↓ ↓ -
Tekanan ↑ Normal Normal Normal Normal
18
intraocular atau ↑
Konjungtiva
mixed
injection
Diffuse ? ? Circum-
corneal
Diffuse
Pupil Mid dilatasi Normal Normal Konstrik
si
Normal
Kamera okuli
anterior
Dangkal Normal Normal Normal Normal
Refleks
cahaya
menurun
+ + + + -
Mengena sisi Unilateral Unilatera
l/
bilateral
Bilateral Unilatera
l
Bilateral
(Wijana, 2013)
Terdapat beberapa klasifikasi glaukoma, yaitu sebagai berikut:
a. Glaukoma primer sudut terbuka
Glaukoma primer sudut terbuka adalah glaukoma yang
penyebabnya tidak ditemukan dan ditandai dengan sudut bilik mata
depan yang terbuka. Gambaran klinis dari glaukoma primer sudut
terbuka, yaitu progresifitas gejalanya berjalan perlahan dan lambat
sehingga sering tidak disadari oleh penderitanya, serta gejalanya
samar seperti: sakit kepala ringan tajam penglihatan tetap normal;
hanya perasaan pedas atau kelilipan saja; tekanan intra okuler terus
-menerus meningkat hingga merusak saraf penglihatan.
19
b. Glaukoma primer sudut tertutup
Glaukoma primer sudut tertutup ditandai dengan sudut
bilik mata depan yang tertutup. Gejala yang dirasakan oleh pasien,
seperti tajam penglihatan kurang (kabur mendadak), mata merah,
bengkak, mata berair, kornea suram karena edema, bilik mata
depan dangkal dan pupil lebar dan tidak bereaksi terhadap sinar,
diskus optikus terlihat merah dan bengkak, tekanan intra okuler
meningkat hingga terjadi kerusakan iskemik pada iris yang disertai
edema kornea, melihat halo (pelangi di sekitar objek), nyeri hebat
periorbita, pusing, bahkan mual-muntah.
c. Glaukoma kongenital (juvenil)
Glaukoma kongenital timbul saat lahir atau dalam tahun
pertama dengan gejala klinis adanya mata berair berlebihan,
peningkatan diameter kornea (buftalmos), kornea berawan karena
edema epitel, terpisah atau robeknya membran descemet, fotofobia,
peningkatan tekanan intraokular, peningkatan kedalaman kamera
anterior, pencekungan diskus optikus.
(Price, 2005)
20
IV. Sistematika Masalah
21
V. Learning Objective
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penegakkan
diagnosis uveitis anterior.
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penegakkan
diagnosis konjungtivitis mukopurulen akut.
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penegakkan
diagnosis katarak.
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi, etiologi,
faktor risiko, patofisiologi, penegakkan diagnosis, penatalaksanaan,
komplikasi, dan prognosis glaukoma.
VI. Belajar Mandiri
VII. Berbagi Informasi
1. Uveitis Anterior
Pada anamnesis, penderita mengeluh:
- Mata terasa seperti ada pasir.
- Mata merah disertai air mata.
- Nyeri, baik saat ditekan ataupun digerakkan. Nyeri bertambah
hebat bila telah timbul glaukoma sekunder.
- Fotofobia, penderita menutup mata bila terkena sinar
- Blefarospasme.
- Penglihatan kabur atau menurun ringan, kecuali bila telah terjadi
katarak komplikata, penglihatan akan banyak menurun.
- Unilateral
- Onsetnya akut
- Pupil kemungkinan kecil (miosis) atau iregular karena terdapat
sinekia posterior
22
Dari pemeriksaan fisik didapatkan:
- Kelopak mata edema disertai ptosis ringan.
- Konjungtiva merah, kadang-kadang disertai kemosis.
- Hiperemia perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah siliar sekitar
limbus, dan keratic precipitate.
- Bilik mata depan keruh (flare), disertai adanya hipopion atau
hifema bila proses sangat akut.
- Sudut BMD menjadi dangkal bila didapatkan sinekia.
- Iris edema dan warna menjadi pucat, terkadang didapatkan iris
bombans.
- Dapat pula dijumpai sinekia posterior ataupun sinekia anterior.
- Pupil menyempit, bentuk tidak teratur, refleks lambat sampai
negatif.
- Lensa keruh, terutama bila telah terjadi katarak komplikata.
- Tekanan intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma
sekunder
(Vaughan, 2009)
2. Konjungtivitis Mukopurulen Akut
Konjungtivitis mukopurulen akut ditandai dengan adanya
hiperemi konjungtiva dan adanya sekret mukopurulen. Bakteri yang
biasanya menyebabkan penyakit ini yaitu :
- Staphylococcus aureus
- Pneumococcus
- Streptococcus pneumoniae
- Haemophilus aegypticus
- Koch-Weeks bacillus
Beberapa tanda dan gejala pada konjungtivitis tipe ini yaitu:
- Sensasi benda asing pada mata akibat pembuluh darah yang
bertambah pada konjungtiva
- Fotofobia
23
- Sekret mukopurulen, yang menyebabkan perlekatan kedua
kelopak mata setelah bangun tidur
- Penglihatan yang kabur, yang disebabkan adanya mukus pada
bagian depan kornea
- Terlihatnya halo yang berwarna-warni, yang disebabkan oleh efek
prismatik mukus pada kornea
- Kongesti pembuluh darah konjungtiva
- Kemosis
- Perdarahan peteki, yang biasanya muncul pada etiologi
pneumokokus
(Khurana, 2007).
Perawatan
Terlebih dahulu mengambil pulasan dari sekret, beri tetes
kloramfenikol setiap 2 jam atau antibiotika spektrum luas,
beri suntikan penisillin, lakukan irigasi untuk membersihkan sekret,
beri midriatikum bila pada kornea terdapat tukak. (Vaughan, 2009)
3. Katarak
Definisi
- Opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih
- Penurunan pogresif kejernihan lensa
- Terjadi apabila protein-protein lensa secara normal transparan
terurai dan mengalami koagulasi.
Etiologi
- Fisik
- Kimia
- Penyakit predisposisi
- Genetik dan gangguan perkembangan
- Usia
- Penyakit sistemik (DM, galaktosemi, distorsi miotikum)
Klasifikasi
24
Bedasarkan usia
- Katarak kongenital
- katarak juvenil
- katarak senil
Katarak traumatik
Katarak diabetik
Katarak komplikata
Katarak sekunder
Manifestasi Klinik:
- Penglihatan kabur/ katajaman menurun
- Terjadi secara bertahap selama periode tahunan
- Penglihatan malam hari makin memburuk
- Pupil terlihat kekuningan, abu-abu atau putih
- Jika sudah memburuk, tidak dapat ditolong dengan kacamata lagi.
- Rasa silau
25
Gambar 1. Glaukoma Gambar 2. Katarak
(Baughman, 2009; Vaughan, 2009)
4. Glaukoma
Fisiologi humor aqueus
TIO dipengaruhi dengan kecepatan pembentukan humor
aqueus dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor
Aqueus merupakan cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan
posterior mata. Volume normal sekitar 250 µL/menit. Komposisinya
serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi
askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan
glukosa yg lebih rendah. Terdapat 2 rute pengeluaran humor aqueous:
a. Melalui jaringan trabekular, sekitar 90% humor aqueus
dikeluarkan melalui jaringan trabekular canalis schlemm
vena episklera.
b. Melalui uveosklera, mempertanggung jawaban 10% dari
pengeluaran aqueus
(Vaughan, 2009)
26
Gambar 3. Rute pengeluaran humor aquosus.
Gambar 4. Trabecular outflow (kiri), dan uveoscleral outflow (kanan)
(Khurana, 2007)
Aliran aqueus humor dipengaruhi beberapa faktor:
- Tekanan intraocular yang tinggi
27
- Tekanan episclera yang tinggi
- Viskositas dari aqueus itu sendiri (eksudat, sel darah)
- Cilliary block, pupillary block
- Bilik mata depan yang sempit
(Scanlon, 2007)
Glaukoma
Definisi
Glaukoma merupakan kelompok penyakit yang biasanya
memiliki satu gambaran berupa kerusakan nervus optikus yang
bersifat progresif yang disebabkan karena peningkatan
tekanan intraokular. Sebagai akibatnya akan terjadi gangguan
lapang pandang dan kebutaan.
Glaukoma biasanya menimbulkan gangguan pada
lapang pandang perifer padatahap awal dan kemudian akan
mengganggu penglihatan sentral. Glaukoma ini dapat tidak bergejala
karena kerusakan terjadi lambat dan tersamar. Glaukoma dapat
diobati jika dapat terdeteksi secara dini
Etiologi
Glaukoma terjadi apabila terdapat ketidakseimbangan
antara pembentukan dan pengaliran humor akueus. Pada
sebagian besar kasus, tidak terdapat penyakit mata l a i n
( g l a u k o m a p r i m e r ) . S e d a n g k a n p a d a k a s u s
l a i n n y a , p e n i n g k a t a n t e k a n a n intraokular, terjadi sebagai
manifestasi penyakit mata lain (glaukoma sekunder).
28
Epidemiologi
Di seluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab
kebutaan yang tinggi. S e k i t a r 2 % d a r i p e n d u d u k
b e r u s i a l e b i h d a r i 4 0 t a h u n m e n d e r i t a
g l a u k o m a . Glaukoma juga didapatkan pada usia 20 tahun,
meskipun jarang. Pria lebih banyak diserang daripada wanita.
Faktor Risiko
Beberapa faktor rsiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah :
- Tekanan da rah r endah a t au t i ngg i
- F e n o m e n a a u t o i m u n
- Degene ra s i p r ime r s e l gang l i on
- U s i a d i a t a s 4 5 t a h u n
- Ke lua rga mempunya i r iwaya t g l aukoma
- M i o p i a a t a u h i p e r m e t r o p i a
- Pas ca be dah dengan h i f ema a t au i n f eks i
Sedangkan beberapa hal yang memperberat resiko glaukoma adalah
sebagai berikut :
- Tek ana n bo l a ma t a , mak in t i n gg i mak i n be r a t
- M a k i n t u a u s i a , m a k i n b e r a t
- H ip e r t ens i , r i s i ko 6 k a l i l eb ih s e r i ng
- Ker j a l a s , r i s i k o 4 k a l i l eb i h s e r i n g
- Keluarga penderita glaukoma, resiko 4 kali lebih sering
- Tem bakau , r i s i ko 4 ka l i l eb ih s e r i ng
- Mio p i a , r i s i k o 2 k a l i l eb i h s e r i n g
- Dia be t e s me l i t u s , r i s i ko 2 k a l i l e b ih s e r i n g
(Wijana, 2013)
29
Patofisiologi Glaukoma
Gambar 5. Patofisiologi glaukoma
(Ilyas, 2014)
30
Di bawah ini tabel stadium sudut iridokornea pada glaukoma:
Gambar 6. Stadium sudut iridokornea pada glaukoma
(Khurana, 2007)
Penegakan diagnosis
Anamnesa
Glaukoma akut atau glaukoma sudut tertutup :
Sakit mata yang hebat
Penglihata tidak jelas dan terdapat tanda halo ( bulatan
cahaya pada sekeliling cahaya lampu )
Penglihatan kabur
Mata merah, keras, dan sensitif
Pupil membesar
Terasa sikit pada dahi atau kepala
31
Pusing, mual, dan muntah
Glaukoma kronis atau galukoma sudut terbuka
Biasanya asimtomatis
Penglihatan menurun perlahan – lahan. Biasanya pasien
sering menukar kacamata namun, tidak ada yang sesuai
Penglihatan berkabut
Sakit kepala minimal namun berkepanjangan
Melihat warna pelangi di sekeliling sinar lampu
Pemeriksaan Fisik Mata meliputi:
Inspeksi mata
kornea
Menilai sklera
Pupil
Palpasi
Penilaian tekanan bola mata
Tes Pemeriksaan Penunjang Mata meliputi
Tekanan bola mata
Tonometri ialah istilah generik untuk mengukur TIO. (tonometer
aplanasi goldmann dan tonometri schiotz, 10 – 24 mmHg )
Penilaian sudut bola mata
Gonioskopi adalah metode pemeriksaan anatomi angulus
iridokornealis (COA):
Mengidentifikasi abnormalitas struktur sudut kamera okuli
anterior.
Memperkirakan lebar sudut kamera okuli anterior, dan
Memvisualisasikan sudut kamera okuli anterior selama
prosedur- prosedur pembedahan misalnya trabekulopasti
dengan laser argon dan goniotomi.
32
Penilaian diskus optikus
Funduskopi untuk menilai pembesaran cekungan diskus optikus
Pachymetri
Digunakan untuk mengukur ketebalan kornea
Mengkalibrasi tio pada pasien dengan kornea yang tebal yang
telah tercatat
Pemeriksaan lapangan pandang
Perimeter goldman,
Friedmann field analyzer
Perimeter otomatis
(Ilyas, 2006; Vaughan, 2009)
Klasifikasi glaukoma
A. Glaukoma Primer
1) Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Gambaran patologiknya yaitu adanya proses
degeneratif anyaman trabekular berupa pengendapan materi
ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel
kanal schlemm yang menyebabkan penurunan drainase
aqueous humor dan peningkatan tekanan intraokular. Efek
yang ditimbulkan peningkatan tekanan pada nervus opticus
sangat bervariasi antar-individu. Sebagian mata menoleransi
peningkatan tekanan intraokuiar tanpa mengalami kelainan
diskus atau lapangan pandang (hipertensi okular), sedangkan
yang lain memperlihatkan keiainan-kelainan glaukomatosa
dengan tekanan intraokular "normal" (glaukoma tekanan
rendah).
Tekanan intraokular yang lebih tinggi berkaitan
dengan kehilangan lapangan pandang yang lebih berat.
Apabila pada pemeriksaan pertama ditemukan kehilangan
lapangan pandang glaukomatosa, maka risiko perkembangan
33
lebih lanjut akan jauh lebih besar. Pada glaukoma sudut
terbuka onset juvenil (suatu glaukoma sudut terbuka primer
familial dengan onset dini) sekitar 5% dari seluruh kasus
glaukoma sudut terbuka familial, dan sekitar 3% kasus
glaukoma sudut terbuka primer nonfamilial disebabkan oleh
mutasi gen myocilin pada kromosom L. Diagnosis penyakit
ini yaitu:
– Ditemukan kelainan-kelainan glaukomatosa pada diskus
optikus dan lapangan pandang,
– Peningkatan tekanan intraokular,
– Sudut bilik mata depan terbuka dan tampak normal,
– Tidak terdapat sebab lain yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraokular.
Sedikitnya sepertiga pasien glaukoma sudut terbuka
primer memiliki tekanan intraokular yang normal sewaktu
pertama kali diperiksa. Jadi, untuk menegakkan diagnosis
mungkin diperlukan pemeriksaan tonometri berulang. Jika
tanpa pengobatan, penyakit ini akan berkembang secara
perlahan hingga menimbulkan kebutaan total. Apabila obat
tetes antiglaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular
mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas,
prognosisnya akan baik (walaupun penurunan lapangan
pandang dapat terus berlanjut pada tekanan intraokular yang
telah normal). Dan apabila proses penyakit terdeteksi secara
dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan
baik secara medis.
2) Glaukoma Tekanan Normal (Glaukoma Tekanan-Rendah)
Glaukoma ini ditandai dengan kelainan glaukomatosa
pada diskus optikus atau lapangan pandang memiliki tekanan
intraokular yang tetap di bawah 21 mm Hg. Patogenesis
penyakit ini disebabkan adanya kepekaan yang abnormal
34
terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau
mekanis di caput nervi optici, atau murni karena penyakit
vaskular, maupun faktor predisposisi yang diwariskan.
Sejumlah kecil keluarga dengan glaukoma tekanan
rendah memiliki kelainan pada gen optineurin di kromosom
10. Beberapa penelitian menunjukkan hubungarmya dengan
vasospasme. Perdarahan diskus lebih sering dijumpai pada
tekanan normal dibandingkan glaukoma sudut terbuka primer
dan sering menandakan progresivitas penurunan lapangan
pandang. Diagnosis penyakit ini ditandai sekitar 60%
mengalami penurunan lapangan pandang yang progresif,
mengisyaratkan kemungkinan patogenesis berupa periode-
periode iskemik akut pada pasien nonprogresif.
3) Glaukoma Sudut Tertutup Primer
Penyakit ini terjadi pada mata dengan predisposisi
anatomis tanpa disertai kelainan lain. Peningkatan tekanan
intraocular terjadi karena sumbatan aliran keluar aqueous
akibat adanya oklusi anyaman trabekular oleh iris perifer.
Keadaan ini dapat bermanifestasi sebagai suatu kedaruratan
oftalmologik atau dapat tetap asimptomatik sampai timbul
penurunan penglihatan.
Diagnosis penyakit ini dengan pemeriksaan segmen
anterior dan gonioskopi yang cermat dan ditegakkan hanya
bila penutupan sudut primer telah menimbulkan kerusakan
nervus opticus dan kehilangan lapangan pandang.
4) Glaukoma Sudut Tertutup Akut ("Glaukoma Akut")
Patofisiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh mekanisme
sebagai berikut:
35
a) Terjadi bila terbentuk iris bombeoklusi sudut bilik
mata depan oleh iris perifer aliran keluar aqueous
terhambat tekanan intraokular meningkat dengan
cepat nyeri hebat, kemerahan, dan penglihatan kabur.
b) Pembesaran lensa kristalina yang berkaitan dengan
penuaan penutupan sudut pada mata hiperopia yang
sudah mengalami penyempitan anatomik bilik mata
depan. Serangan akut tersebut sering dipresipitasi oleh
dilatasi pupil, yang terjadi secara spontan di malam hari,
saat pencahayaan berkurang.
c) Obat-obatan dengan efek antikolinergik atau
simpatomimetik (mis., atropine sebagai obat praoperasi,
antidepresan, bronkodilator inhaIasi, dekongestan
hidung, atau tokolitik).
d) Serangan dapat juga terjadi pada dilatasi pupil sewaktu
oftalmoskopi, tetapi jarang.
Temuan klinis antara lain munculnya kekaburan
penglihatan mendadak, nyeri hebat, halo, mual dan muntah.
Selain itu, terdapat peningkatan tekanan intraokular yang
mencolok, bilik mata depan dangkal, kornea berkabut, pupil
berdilatasi sedang yang terfiksasi, dan injeksi siliar. Mata
sebelahnya harus dilakukan pemeriksaan gonioskopi untuk
memastikan adanya predisposisi anatomi terhadap glaukoma
sudut tertutup primer.
Komplikasi dapat terjadi jika terapi ditunda, yaitu iris
perifer dapat melekat ke anyaman trabekular (sinekia
anterior), dan terjadi oklusi sudut bilik mata depan yang
ireversibel, sehingga emerlukan tindakan bedah untuk
memperbaikinya. Selain itu, sering terjadi kerusakan nervus
opticus.
5) Glaukoma Sudut Tertutup Subakut
36
Faktor-faktor etiologi yang berperan pada glaukoma
sudut tertutup subakut sama dengan yang berperan pada tipe
akut, kecuali bahwa episode peningkatan tekanan
intraokularnya berlangsung singkat dan rekuren. Episode
penutupan sudut membaik secara spontan, tetapi terjadi
akumulasi kerusakan pada sudut bilik mata depan disertai
pembentukan sinekia anterior perifer.
Glaukoma sudut tertutup subakut kadang-kadang
berkembang menjadi glaukoma sudut tertutup akut. Temuan
klinis didapatkan riwayat serangan berulang berupa nyeri,
kemerahan, kekaburan penglihatan disertai halo di sekitar
cahaya pada satu mata, dan serangan sering terjadi pada
malam hari dan sembuh dalam semalam.
6) Glaukoma Sudut Tertutup Kronik
Pasien dengan predisposisi anatomi penutupan sudut
bilik mata depan mungkin tidak pernah mengalami episode
peningkatan tekanan intraokular akut, tetapi mengalami
sinekia anterior perifer yang semakin meluas disertai dengan
peningkatan tekanan intraokular secara bertahap.
Manifestasi klinis penyakit ini seperti yang
diperlihatkan oleh pasien glaukoma sudut terbuka primer,
sering dengan penyempitan lapangan pandang yang ekstensif
di kedua mata. Sesekali, pasien-pasien tersebut mengalami
serangan penutupan sudut subakut. Pada pemeriksaan
dijumpai peningkatan tekanan intraokular, sudut bilik mata
depan yang sempit, sinekia anterior perifer dalam berbagai
tingkat, kelainan diskus optikus dan lapangan pandang.
(Vaughan, 2009)
B. Glaukoma Kongenital
37
Glaukoma kongenital primer atau infantile disebabkan
oleh suatu membran yang menutupi jaringan trabekulum sehingga
menghambat penyaluran keluar akuos humor. Ini dapat timbul
pada saat dilahirkan sampai umur 3 tahun. Tanda yang paling dini
adalah lakrimasi dan fotofobia. Kornea agak suram, karena
tekanan bola mata tinggi, bola mata teregang, terutama kornea.
Akibatnya kornea membesar sehingga disebut buftalmos atau
mata sapi.
C. Glaukoma Sekurnder
1) Glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata yang lain,
disebabkan:
- Kelainan lensa
- Kelainan uvea
- Trauma
- Pembedahan
38
2) Glaukoma Pigmentasi
- Sindrom dispersi pigmen ditandai oleh pengendapan
abnormal pigmen di bilik mata depan terutama di
anyaman trabekular
- Menggangu aliran keluar aqueous, dan dipermukaan
kornea disertai defek transiluminasi iris.
- Pelekukan iris ke posterior sehingga iris berkontak
dengan zonula atau processus ciliares
- Mengindikasikan pengelupasan granul – granul pigmen
dari permukaan belakang iris akibat friksi dan
menimbulkan defek transiluminasi iris.
- Sindrom dispersi pigmen maupun glaukoma pigmentasi
khas dengan kecenderungannya mengalami episode –
episode peningkatan tekanan – tekanan intraokular
secara bermakna.
3) Glaukoma Pseudoeksfoliasi
- Pada sindrom eksfoliasi terlihat endapan – endapan
bahan berserat warna putih di permukaan anterior lensa.
- Endapan – endapan tersebut juga dapat dideteksi di
konjungtiva, yang mengisyaratkan bahwa kelainan
sebenarnya terjadi lebih luas.
- Penyakit ini bisa di jumpai pada orang beusia lebih dari
65 tahun.
4) Glaukoma akibat Kelainan Lensa
Glaukoma akibat kelainan lensa bisa disebabkan karena :
- Dislokasi Lensa
- Intumesensi Lensa
- Glaukoma Fakolitik
39
5) Glaukoma akibat Kelainan Traktus Uvealis
Dapat disebabkan karena :
- Uveitis
- Tumor
- Pembengkakan corpus siliare
6) Sindrom Iridokornea Endotel
Kelainan idiopatik pada dewasa muda yang jarang
ini biasanya unilateral dan bermanifestasi sebagai
dekompensasi kornea, glaucoma, dan kelainan iris
(corectropia dan polycoria).
7) Glaukoma Sekunder akibat Trauma Mata
Trauma tumpul atau tembus dapat menimbulkan
robekan iris atau corpus siliar dan terjadilah perdarahan pada
KOA, TIO meninggi dengan cepat, dan hasil-hasil
pemecahan darah atau bekuan menempati saluran-saluran
aliran cairan.Komplikasi yang timbul kalau TIO tidak
diturunkan adalah imbibisi kornea.
Darah bebas menyumbat anyaman trabekular, yang
juga mengalami edema akibat cedera. Laserasi atau robek
akibat kontusio pada segmen anterior sering disertai dengan
hilangnya bilik mata depan. Apabila bilik mata tidak segera
dibentuk kembali setelah cedera – baik secara spontan,
dengan inkarserasi iris kedalam luka, atau secara bedah –
akan terbentuk sinekia anterior perifer dan menyebabkan
penutupan sudut yang ireversibel.
40
8) Glaukoma setelah Tindakan Bedah Okular
a. Glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna)
Tindakan bedah pada mata yang menimbulkan
peningkatan tekanan intraokular yang bermakna dan
sudut sempit atau tertutup dapat menyebabkan glaukoma
sumbatan siliaris. Segera setelah pembedahan, tekanan
intraokular meningkat hebat dan lensa terdorong ke
depan akibat penimbunan aqueous di dalam dan di
belakang korpus vitreum. Pasien awalnya merasakan
penglihatan jauh yang kabur, tetapi penglihatan dekatnya
membaik.Ini diikuti dengan nyeri dan peradangan.
b. Sinekia Anterior Perifer
Seperti halnya trauma pada segmen anterior,
tindakan bedah yang menyebabkan mendatarnya bilik
mata depan akan menimbulkan pembentukan sinekia
anterior perifer.
9) Glaukoma Sekunder akibat Kortikosteroid
Patogenesisnya belum jelas.Sering dengan sudut
terbuka disertai riwayat glaukoma yang turun temurun.
Beberapa teori menyatakan bahwa terdapat timbunan
glikosaminoglikan dalam bentuk polimer dalam trabekulum
meshwork yang mengakibatkan biologic edema sehingga
resistensi humor akuos bertambah, steroid juga diketahui
dapat menekan proses fagositosis sel endotel trabekulum
sehingga debris pada cairan humor akuos tertimbun di
trabekulum.
(Suhardjo, 2007)
41
10) Glaukoma Neovaskular
Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik
mata depan paling sering disebabkan oleh iskemia retina
yang luas seperti yang terjadi pada retinopati diabetik
stadium lanjut dan oklusi vena sentralis retina. Glaukoma
mula-mula timbul akibat sumbatan sudut olah membran
fibrovaskular, tetapi kontraksi membran selanjutnya
menyebabkan penutupan sudut.
11) Glaukoma akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera
Peningkatan tekanan vena episklera dapat berperan
menimbulkan glaukoma pada sindrom Struge-Weber, yang
juga terdapat anomali perkembangan sudut, dan fistula
karotis-kavernosa, yang juga dapat menyebabkan
neovaskularisasi sudut akibat skemia mata yang luas.
12) Glaukoma akibat Steroid
Terkait metabolisme giloksaminoglikan dan
lipopolisakarida yang terbentuk pada penggunaan steroid
topikal. Pembentukan ini berlangsung di trabekular
meshwork dan menyumbat aliran humor aquosus.
Penatalaksanaan Glaukoma
Terapi bertujuan untuk mengurangi tekanan intraocular.
Tingkat penurunan tekanan bervariasi diantara pasien, dan tingkat
penurunan ini harus meminimalkan hilangnya penglihatan
glaukomatosa lebih lanjut. Hal ini membutuhkan pengawasan teliti
diklinik rawat jalan.
Terdapat tiga modalitas terapi, apabila terdapat kelainan
diskus optikus atau penurunan lapangan pandang yang luas,
dianjurkan untuk menurunkan tekanan intraokular sesegera mungkin,
42
sebaiknya hingga kurang dari 15 mmHg. Pada pasien yang baru
dicurigai mengalami kelainan diskus opticus atau lapangan pandang,
mungkin dibutuhkan terapi yang tidak terlalu agresif. Pada semua
kasus, harus dipertimbangkan antara kenyamanan terapi dan
komplikasi yang mungkin timbul.
Banyak pasien glaukoma berusia lanjut serta lemah dan
kemungkinan tidak dapat menoleransi terapi yang agresif. Dalam
upaya memperoleh perspektif mengenai perlu tidaknya terapi,
mungkin diperlukan suatu periode pengamatan tanpa terapi untuk
menentukan kecepatan perburukan kelainan diskus optikus dan
lapangan pandang. Tidaklah dibenarkan bagi pasien berusia lanjut
untuk menerima berbagai terapi agresif sementara kemungkinan
timbulnya penurunan lapangan pandang yang bermakna selama sisa
hidup mereka kecil. (Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia,
2002)
A. Terapi Medis
Pada glaukoma sudut terbuka kronis, penyekat (bloker) beta
adrenergic topical biasanya merupakan obat lini pertama (meski
beberapa obat-obatan baru telah melamauinya, menawarkan
penggunaan dosis yang lebih nyaman dan efek samping lebih
sedikit, misalnya analog prostaglandin) obat-obatan ini bekerja
dengan mengurangi produksi akueous. Penyekat-beta, yang
memiliki lebih sedikit efek samping sistemik telah tesedia namun
harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan penyakit
sauran nafas, terutama asma, yang dapat mengalami eksaserbasi
bahkan dengan dosis kecil penyekat beta ang diserap secara
sistemik.
1) Supresi Pembentukan Aqueous Humor
Penyekat adrenergic beta dapat digunakan tersendiri
atau dikombinasi dengan obat lain. Larutan timolol maleat
43
0,25% dan 0,5%, betaxolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol
0,25% dan 0,5% , metipranolol 0,3%, serta carteolol 1% dua
kali sehari dan gel timolol maleat 0,1%, 0,25%, dan 0,5%
sekali setiap pagi adalah preparat-preparat yang tersedia saat
ini.
Kontraindikasi utama pemakaian obat-obat ini adalah
penyakit obstruksi jalan napas kronik terutama asma dan defek
hantaran jantung. Betaxolol, dengan selektivitas yang relatif
tinggi terhadap receptor β1 lebih jarang menimbulkan efek
samping respiratorik, tetapi obat ini juga kurang efektif dalam
menurunkan tekanan intraokular. Depresi, kebingungan, dan
fatigue dapat timbul pada pemakaian obat penyekat beta
topikal. Frekuensi timbulnya efek sistemik dan tersedianya
obat-obat lain telah menurunkan popularitas obat penyekat
adrenergik beta.
Apraclonidine (larutan 0,5% tiga kali sehari dan 1%
sebelum dan sesudah terapi laser) adalah suatu agonis
adrenergik-α2 menurunkan pembentukan aqueous humor tanpa
menimbulkan efek pada aliran keluar. Ini terutama berguna
untuk mencegah peningkatan intraokular pascaterapi laser
segmen anterior dan dapat diberikan sebagai terapi jangka
pendek pada kasus-kasus yang sukar disembuhkan. Obat ini
tidak sesuai untuk terapi jangka panjang karena bersifat
takifilaksis (hilangnya efek terapi dengan berjalannya waktu)
dan tingginya insidens reaksi alergi. Epinephrine dan
dipivefrin memilki sejumlah efek dalam pembentukan aqueous
humor, tetapi belakangan ini jarang digunakan.
Brimonidine (larutan 0,2% dua kali sehari) adalah suatu
agonis adrenergik-α yang terutama menghambat pembentukan
aqueous humor dan juga meningkatkan pengaliran aqueous
44
humor keluar. Obat ini dapat digunakan sebagai lini pertama
atau sebagai tambahan, tetapi reaksi alergi sering ditemukan.
Dorzolamide hydrochloride larutan 2% dan
brinzolamide 1% (dua atau tiga kali sehari) adalah penghambat
anhidrase karbonat topikal yang terutama efektif bila diberikan
sebagai tambahan, walaupun tidak seefektif penghambat
anhidrase karbonat sistemik. Efek samping utama adalah rasa
pahit sementara dan blefarokonjungtivitis alergi. Dorzolamide
juga tersedia bersama timolol dalam larutan yang sama.
Penghambat anhidrase karbonat sistemik acetazolamide
adalah yang paling banyak digunakan, tetapi terdapat
alternatif, yaitu dichlorphenamide dan methazolamide
digunakan pada glaukoma kronik bila terapi topikal kurang
memuaskan serta pada glaukoma akut dengan tekanan
intraokular yang sangat tinggi dan perlu segera dikontrol.
Obat-obat ini mampu menekan pembentukan aqueous humor
sebanyak 40-60%.
Acetazolamide dapat diberikan per oral dalam dosis
125-250mg sampai empat kali sehari atau sebagai Diamox
Sequels 500mg sekali atau dua kali sehari, atau dapat diberikan
secara intravena (500mg). Penghambat anhidrase karbonat
menimbulkan efek samping sistemik mayor yang membatasi
kegunaannya untuk terapi jangka panjang. Obat-obat
hiperosmotik mempengaruhi pembentukan aqueous humor
serta menyebabkan dehidrasi korpus vitreum.
45
2) Fasilitasi Aliran Keluar Aqueous Humor
Analog prostaglandin – larutan bimatoprost 0,003%,
latanoprost 0,005%, dan travoprost 0,004%, masing-masing
sekali setiap malam, dan larutan unoprostone 0,15% dua kali
sehari meningkatkan aliran keluar aqueous humor melalui
uveosklera. Analog prostaglandin merupakan obat-obat lini
pertama atau tambahan yang efektif. Dibanyak negara selain
Amerika Serikat, latanoprost tersedia dalam bentuk larutan
kombinasi bersama timolo untuk digunakan satu kali setiap
pagi. Semua analog prostaglandin dapat menimbulkan
hiperemia konjungtiva, hiperpigmentasi kulit periorbita,
pertumbuhan bulu mata dan penggelapan iris yang permanen
(terutama iris hijau-cokelat dan kuning-cokelat). Obat-obat ini
juga seing dikaitkan dengan reaktivasi uveitis dan keratitis
herpes walaupun jarang serta dapat menyebabkan oedema
makula pada individu dengan faktor predisposisi.
Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar
aqueous humor dengan bekerja pada anyaman trabekular
melalui kontraksi otot siliaris. Pilocarpine jarang digunakan
sejak ditemukannya analog prostaglandin, tetapi dapat
bermanfaat pada sejumlah pasien. Obat ini diberikan dalam
bentuk larutan 0,5-6% yang diteteskan hingga empat tetes kali
sehari atau bentuk gel 4% yang diberikan sebelum tidur.
Carbachol 0,75-3% adalah kolinergik alternatif. Obat-obat
parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai penglihatan
suram, terutama pada pasien katarak, dan spasme akomodatif
yang mungkin mengganggu pada psien usia muda. Ablasio
retina adalah kejadian yang jarang namun serius.
Epinephrine 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali
sehari, meningkatkan aliran keluar aqueous humor dan sedikit
banyak disertai penurunan pembentukan aqueous humor.
46
Terdapat sejumlah efek samping okular eksternal, termasuk
reflex vasodilatasi konjungtiva, endapan adrenokrom,
konjungtivitis folikular dan reaksi alergi.
Dipivefrin adalah suatu prodrug epinefrin yang
dimetabolisme secara intraokular menjadi bentuk aktifnya.
Baik epinefrin maupun dipivefrin tidak boleh digunakan untuk
mata dengan sudut bilik mata depan yang sempit. Kedua obat
tersebut menimbulkan efek samping pada hasil bedah drainase
glaukoma sesudahnya.
3) Penurunan Volume Vitreus
Obat-obat hiperosmotik mengubah darah menjadi
hipertonik sehingga air tertarik keluar dari vitreus dan
menyebabkan penciutan dari vitreus. Selain itu, juga terjadi
penurunan produksi aqueous humor. Penurunan volume vitreus
bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut
dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa
kristalina ke anterior (disebabkan oleh perubahan volume
vitreus atau koroid) dan memnimbulkan penutupan (glaukoma
sudut tertutup sekunder).
Glycerin (Glycerol) oral, 1ml/kgbb dalam suatu larutan
50% dingin dicampurkan jus lemon adalah obat yang paling
sering digunakan tetapi harus hati-hati bila digunakan pada
pengidap diabetes. Pilihan lain adalah isosorbide oral dan urea
intravena atau manitol intravena.
4) Miotik, Midriatik, dan Sikloplegik
Konstriksi pupil sangat penting dalaam
penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut primer dan
pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting
dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bombey karena
47
sinekia posterior. Apabila penutupan sudut disebabkan oleh
pergeseran lensa ke anterior digunakan sikolpegik
(scyclopentolate dan atropin) untuk merelaksasi otot siliaris
sehingga apparatus zonnular menjadi kencang dalam upaya
menarik lensa ke belakang.
(Vaughan, 2009)
B. Terapi Bedah dan Laser
1) Iridektomi dan Iridotomi Perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk
komunikasi langsung antara kamera anterior dan posterior
sehingga beda tekanan di antara keduanya menghilang. Hal
ini dapat dicapai dengan laser neodinium YAG atau argon
(iridotomi perifer) atau dengan tindakan iridektomi perifer.
Walaupun lebih mudah, terapi laser memerlukan kornea yang
relatif jernih dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular yang cukup besar, terutama apabila terdapat
penutupan sudut akibat sinekia luas.
Iridotomi perifer secara bedah mungkin menghasilkan
keberhasilan jangka panjang yang lebih baik, tetapi juga
berpotensi menimbulkan kesulitan intraoperasi dan
pascaoperasi. Iridotomi laser YAG adalah terapi pencegahan
yang digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi serangan
penutupan sudut.
2) Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan
luka bakar melalui suatu goniolensa ke jaringan trabekular
dapat mempermudah aliran ke luar humor akueus karena efek
luka bakar tersebut pada jaringan trabekular dan kanalis
Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang
meningkatkan fungsi jaringan trabekular. Teknik ini dapat
48
diterapkan untuk berbagai macam bentuk glaukoma sudut
terbuka dan hasilnya bervariasi tergantung pada penyebab
yang mendasari. Penurunan tekanan biasanya memungkinkan
pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah
glaukoma. Pengobatan dapat diulang. Penelitian-penelitian
terakhir memperlihatkan peran trabekuloplasti laser untuk
terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.
Gambar 7. Argon Laser Trabeculoplasty
3) Bedah drainase galukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari
mekanisme drainase normal, sehingga terbentuk akses
langsung humor akueus dari kamera anterior ke jaringan
subkonjungtiva atau orbita dapat dibuat dengan
trabekulotomi atau insersi selang drainase.
Trabekulotomi telah menggantikan tindakan-tindakan
drainase full-thickness (misalnya sklerotomi bibir posterior,
sklerostomi termal, trefin). Penyulit utama trabekulotomi
adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan epikslera. Hal
ini lebih mudah terjadi pada pasien berusia muda, berkulit
49
hitam dan pasien yang pernah menjalani bedah drainase
glaukoma atau tindakan bedah lain yang melibatkan jaringan
episklera.
Terapi ajuvan dengan antimetabolit misalnya
fluorourasil dan mitomisin berguna untuk memperkecil risiko
kegagaln bleb. Penanaman suatu selang silikon untuk
membentuk saluran keluar permanen bagi humor akueus
adalah tindakan alternatif untuk mata yahg tidak membaik
dengan trabekulektomi atau kecil kemungkinannya berespon
terhadap trabekulektomi. Pasien dari kelompok terakhir
adalah mereka yang mengidap glaukoma sekunder, terutama
glaukoma neovaskular, glaukoma yang berkaitan dengan
uveitis dan glaukoma setelah tindakan tandur kornea.
Sklerostomi laser holmium adalah tindakan baru yang
menjanjikan sebagai alternatif bagi trabekulektomi.
Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat mengobati
glaukoma kongenital primer yang tampaknya terjadi
sumbatan drainase humor akueus di bagian dalam jalinan
trabekular.
4) Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan
mempertimbangkan tindakan destruksi korpous siliaris
dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan
intraokular. Krioterapi, diatermik, ultrasonografi frekuensi
tinggi dan yang paling mutakhir terapi laser neodinium YAG
termalmode, dapat diaplikasikan ke permukaan mata tepat di
sebelah posterior limbus untuk menimbulkan kerusakan
korpus siliaris di bawahnya. Juga sedang diciptakan energi
laser argon yang diberikan secara trasnpupilar dan
transvitreal langsung ke prosesus siliaris. Semua teknik
50
siklodestruktif tersebut dapat menyebabkan ftisis dan harus
dicadangkan sebagai terapi untuk glaukoma yang sulit
diatasi.
(Baughman, 2009)
51
VIII. Kesimpulan
Skenario 5, kasus Ny. Susi dengan usia 65 tahun dilihat dari hasil
keluhan utama mata merah dan nyeri serta peglihatan kabur 2 hari yang lalu,
dengan gejala penyerta tampak penglihataan seperti halo pada cahaya
lampu, riwayat penyakit dahulu ketajaman penglihatan menurun yang
semakin memburuk saat melihat cahaya terang, mengindikasikan pasien
mengalami gangguan penglihatan. Dari hasil pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang menunjukan adanya gangguan penglihatan karena
proses degeneratif yaitu glaukoma. Dilihat dari onsetnya merupakan
penyakit yang akut, dilihat dari penyebabnya merupakan glaukoma primer
karena tidak diketahui penyebanya, dilihat dari keluhannya mata merah dan
nyeri merupakan glaukoma sudut tertutup. Jadi diagnosis dari skenario 5 Ny
Susi yang berusia 65 tahun menderita glaukoma primer sudut tertutup akut.
Penatalaksanaan pada glaukoma primer sudut tertutup akut yaitu
penatalaksanaan awal untuk menurunkan TIO pasien, meningat glaukoma
primer sudut tertutup akut merupakan kedaruratan oftalmologik. Obat yang
diberikan antara lain asetazolamid intravena dan oral bersama obat topikal,
seperti penyekat-beta dan apraclonidine,dan, jika perlu obat hiperosmotik.
Kemudian diteteskan pilokarpin 2% satu-setengah jam setelah terapi
dimulai, yaitu saat iskemia iris berkurang dan tekanan intraokular menurun
sehingga memungkinkan sfingter pupil berespons terhadap obat. Steroid
topikal digunakan untuk menurunkan peradangan intraokular sekunder.
Setelah tekanan intraokular dapat dikontrol, harus dilakukan iridotomi
perifer untuk membentuk hubungan permanen antara bilik mata depan dan
belakang sehingga kekambuhan iris bombe dapat dicegah. Iridektomi perifer
secara bedah merupakan terapi konvensional bila terapi laser tidak berhasil,
dan mata sebelahnya harus menjalani iridotomi laser profilaktik. Komplikasi
penyakit ini dapat terjadi sinekia anterior dan kerusakan nervus optikus
hingga timbul kebutaan. Prognosis baik jika diagnosis dan penanganan
dilakukan dengan baik.
IX. Saran
52
Sebelum melakukan diskusi seharusnya kami mempersiapkan dan
memahami dengan baik materi-materi yang berhubungan dengan
skenario dan yang akan kami bahas.
Dalam mencari materi-materi untuk didiskusikan cukup sulit, karena
membutuhkan sumber-sumber yang valid dan tidak lebih dari 5 tahun
yang lalu. Maka, kami seharusnya mempersiapkan semua, termasuk
waktu dengan baik.
Selama diskusi, sumber-sumber yang telah kami dapat sebaiknya
dicurahkan saat diskusi dan memberikan pemahaman yang tepat
tentang skenario yang kita bahas.
Diharapkan semua peserta mempersiapkan diri dengan baik dan aktif
berpartisipasi saat diskusi agar diskusi berjalan lancar.
53
DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi IV.
Jakarta: FKUI.
Baughman, Diane C. 2009. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Difa, danis. 2009. Kamus Istilah Kedokteran. Surabaya: Gita Media Press.
Fetty Ismandary. 2010. Tesis Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan
Kebutaan pada Pasen Baru dengan Glaukoma Primer. Jakarta: FKM
Universitas Indonesia.
Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Hamurwono et. al., 2006. Ilmu Penyakit Mata. Surabaya: Airlangga University
Press.
Harrison. 2013. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4. Jakarta: EGC.
Hendarwanto. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi Ketiga. Jakarta:
Pusat Informasi
Ilyas S. 2014 . Kelainan Refraksi dan Kacamata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Khurana A.K. 2007. Comprehensive Opthalmology Edisi IV. New Delhi : New
Age International.
Miranti, A., Arjo SM.. 2002. Deteksi Dini Glaukoma, Medisinal, Vol. III. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI.
Muda, Ahmad. 2003. Kamus Lengkap Kedokteran. Surabaya: Leskonfi.
Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. 2002. Ilmu Penyakit Mata Untuk
Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-2. Jakarta: Sagung
Seto.
Price, Sylvia A dan Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses
Penyakit. EGC: Jakarta.
54
Scanlon, Valerie., 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Suhardjo et. Al. 2007. Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Ilmu Penyakit Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: UGM.
Vaughan, Daniel. G., Asbury, Taylor., Riordan-Eva, Paul. 2009. Oftalmologi
Umum Edisi 14. Jakarta: Widya Medika.
Wijana, N. 2013. Ilmu Penyakit Mata Cetakan ke-6. Jakarta: Abadi Tegal.
55