Skenario 3 IPT

60
Skenario 3 Menggigil disertai demam Tn C, laki-laki,35 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan utama demam sejak satu minggu lalu. Demam dirasakan setia dua hari sekali. Setiap kali demam didahului menggigil dan diakhiri berkeringat. Setelah demam dapat pulih sepertia biasa. Pasien baru kembali dari melakukan studi lapangan di Sumatera Selatan selama dua minggu. Setelah melakukan pemeriksaan sediaan hapus darah tepi, dokter mengatakan pasien terinfeksi Plasmodium vivax. 1

Transcript of Skenario 3 IPT

Page 1: Skenario 3 IPT

Skenario 3

Menggigil disertai demam

Tn C, laki-laki,35 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan utama demam sejak satu minggu lalu. Demam dirasakan setia dua hari sekali. Setiap kali demam didahului menggigil dan diakhiri berkeringat. Setelah demam dapat pulih sepertia biasa. Pasien baru kembali dari melakukan studi lapangan di Sumatera Selatan selama dua minggu. Setelah melakukan pemeriksaan sediaan hapus darah tepi, dokter mengatakan pasien terinfeksi Plasmodium vivax.

1

Page 2: Skenario 3 IPT

Kata Sulit

1. Pemeriksaan sediaan hapus darah tepi : pemeriksaan yang menggunakan pewarnaan giemsa

2. Plasmodium vivax : jenis protozoa yang menyebabkan malaria

3. Terinfeksi : masuknya mikroorganisme kedalam host.

Pertanyaan

1. Apa hubungannya daerah dengan penyakit yang diderita pasien ?

Jawaban : daerah sumatera merupakan daerah endemik dari plasmodium vivax.

2. Mengapa terjadi demam naik-turun ?

Jawaban : karena siklus aseksualnya 48jam.

3. apa ciri khas dari hasil pemeriksaan hapus darah tepi ?

Jawaban : eritrosit membesar.

4. Apa yang menyebabkan pasien saat demam, menggigil dan berkeringat ?

Jawaban : respon tubuh untuk menurunkan panas.

5. Apa diagnosis untuk pasien tersebut ?

Jawaban : malaria vivax.

6. adakah pemeriksan lain selain pemeriksaan darah tepi ?

Jawaban : yang terbaik adalah pemeriksan darah tepi.

7. Berapa lama demam dapat pulih ?

Jawaban : tergantung dari keefektifan obat.

8. bagaimana siklus hidup plasmodium vivax ?

Jawaban : Nyamuk anopheles betina menusuk manusia sehingga sporozoit masuk ketubuh hospes, lalu sporozoit masuk ke hati dan berubah menjadi skizon lalu merozoid kemudian masuk ke peredaran darah dan didalam peredaran darah berubah menjadi tropozoit lalu berubah menjadi makrogametosit dan mikrogametosit, kemudian menggigit orang tersebut dan didalam tubuh nyamuk terjadi perkembangan seksual yang meliputi zigot, ookinet, ookista dan menjadi sporozoit.

9. Jenis nyamuk apa yang dapat menyebabkan penyakit ini ?

Jawaban : Anopheles maculatus

10. Biasanya penyakit ini menyerang usia berapa saja ?

2

Page 3: Skenario 3 IPT

Jawaban : Semua umur.

11. Upaya pencegaha apa yang dapat dilakukan ?

Jawaban : penggunaan replen didaerah endemik saat sore hari.

12. Organ apakah yang diserang ?

Jawaban : Hati

13. Pada ciri-ciri demam tersebut, termasuk pola apakah demamnya ?

Jawaban : Demam Interminten

14. Pada stadium apakah yang dapat menginfeksi ?

Jawaban : sporozoit

3

Page 4: Skenario 3 IPT

SASARAN BELAJAR

LI. 1 Memahami dan Menjelaskan Plasmodium

LO. 1.1 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi (morfologi)

LO. 1.2 Memahami dan Menjelaskan Siklus Hidup

LI. 2 Memahami dan Menjelaskan Malaria

LO. 2.1 Definisi

LO. 2.2 Etiologi

LO. 2.3 Patogenesis

LO. 2.4 Manifestasi klinis

LO. 2.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding (Pemeriksaan)

LO. 2.6 Komplikasi

LO. 2.7 Pencegahan

LO. 2.8 Prognosis

LI. 3 Memahami dan Menjelaskan Gebrak Malaria

LO. 3.1 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi

LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan

LO. 4.1 Non-Farmakologi

LO. 4.2 Farmakologi

LO. 4.3 Klorokuin

LO. 4.4 Kina

LO. 4.5 Pirimetamin (turunan pirimidin)

LO. 4.6 Primakuin (turunan 8-aminokuinolon)

LO. 4.7 Sulfadoksin Pirimetamin (SP)

LO. 4.8 Terapi Kombinasi

LO. 4.9 Obat Pencegahan

4

Page 5: Skenario 3 IPT

LI. 1 Memahami dan Menjelaskan Plasmodium

LO. 1.1 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi (morfologi)

Stadium P. vivax P. falciparum P. malariae P. ovale

Trofozoit muda

Eritrosit membesar, terdapat inti

sitoplasma berbentuk cincin, titik Schuffner

belum begitu jelas.

Eritrosit tidak membesar, terdapat

inti dengan sitoplasma yang

berbentuk accole(di pinggir), berbentuk cincin, atau terdapat

2 inti dengan masing-masing

sitoplasmanya yang disebut infeksi

multiple. Terdapat titik maurer.

Eritrosit tidak membesar,

terdapat inti, sitoplasma

berbentuk cincin dan lebih tebal,

terdapat titik Ziemann.

Terdapat inti, sitoplasma

berbentuk cincin (1/3 eritrosit), terdapat titik

Schuffner (titik James) yang tampak jelas.

Trofozoit tua

Eritrosit membesar, terdapat inti parasit,

sitoplasma membentuk seperti

amoeba, titik Schuffner sudah

keliat jelas.

Besar sitoplasma kira-kira setengah eritrosit, berbentuk

pita (khas P.malariae), buir-

butir pigmen banyak, kasar dan gelap warnanya.

Eritrosit agak membesar dan

sebagian eritrosit berbentuk lonjong (oval) dan pinggir eritrosit bergerigi

di satu ujung dengan titik Schuffner.

Skizon muda

Inti membelah menjadi 4-8, titik

schuffner masih ada, terdapat pigmen kuning tengguli.

Inti membelah menjadi 2-6, terdapat titik

maurer, eritrosit tidak membesar

Intinya membelah menjadi 2-6

Intinya membelah menjadi 4-8.

Skizon matang

Inti membelah menjadi 12-24, titik schuffner masih ada

di pinggir

Inti membelah menjadi 8-24, titik maurer masih ada,

eritrosit tidak membesar.

Intinya membelah menjadi >8,

merozoit hampir mengisi seluruh

eritrosit dan punya susunan teratur

berbentuk rosette.

Berbentuk bulat, inti membelah menjadi 8-10

letaknya teratur ditepi granula

pigmen.

Makrogametosit

Inti padat, pigmen kuning tengguli

didekat inti, berentuk oval.

Inti padat, berbentuk seperti bulan sabit atau pisang, pigmen

berada di dekat inti.

Sioplasma berwarna biru tua,

inti kecil, dan padat.

Bulat, intinya kecil, kompak, sitoplasma biru.

Mikrogametosit

Inti tidak padat, pigmen kuning

tengguli tersebar, berbentuk bulat.

Inti tidak padat, bentuk seperti sosis,

pigmen tersebar.

Sitoplasma berwarna biru

pucat, inti besar dan tidak padat,

pigmen tersebar di sitoplasma.

Ini tidak padat, sitoplasma berwarna

kemerahan pucat, berbentuk bulat.

LO. 1.2 Memahami dan Menjelaskan Siklus Hidup

Daur hidup keempat spesies Plasmodium pada manusia umumnya sama. Proses tersebut terdiri atas fase aseksual yang berlangsung dalam badan hospes vertebrata

5

Page 6: Skenario 3 IPT

disebut skizogoni dan siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam tubuh nyamuk Anopheles disebut sporogoni.

Fase aseksual mempunyai 2 daur, yaitu: 1) daur eritrosit dalam darah (skizogoni eritrosit) dan 2) daur dalam sel parenkim hati (skizogoni eksoeritrosit) atau stadium jaringan dengan a) skizogoni praeritrosit (skizogoni eksoeritrosit primer) setelah sporozoit masuk dalam sel hati dan b) skizogoni eksoeritrosit sekunder yang berlangsung dalam hati.

Siklus aseksual

Dengan tusukan nyamuk Anopheles betina sporozoit masuk melalui kulit ke peredaran darah perifer manusia, setelah setengah jam sporozoit masuk dalam sel hati dan tumbuh menjadi skizon hati dan sebagian menjadi hipnozoit (P.vivax dan P.ovale). Skizon hati ini akan membentuk lebih kurang 10.000 merozoit, ini masih dalam daur praeritrosit atau daur eksoseritrosit primer yang berkembangbiak secara aseksual dan prosesnya disebut skizogoni hati yang berlangsung selama 2 minggu.

Hipnozoit tetap beristirahat dalam sel hati selama beberapa waktu sampai aktif kembali dan mulai dengan daur eksoeritrosit sekunder. Hipnozoit dapat tinggal didalam hati sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kekambuhan).

Merozoit dari skizon hati masuk ke peredaran darah dan menginfeksi eritrosit untuk mulai dengan daur eritrosit (skizogoni darah). Parasit tampak sebagai kromatin kecil, bentuk tidak teratur dan mulai membentuk tropozoit muda yang berbentuk cincin. Kemudian trofozoit muda menjadi tropozoit stadium lanjut (trofozoit tua) yang sangat aktif, kemudian berkembang menjadi skizon muda, dan berkembang menjadi skizon matang yang mengandung 12-18 buah merozoit dan mengisi seluruh eritrosit dan pigmen berkumpul dibagian tengah atau di pinggir. Dengan semakin banyaknya merozoit tersebut sel darah merah pecah, pigmen dan sisa sel keluar dan memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel darah merah lainnya untuk mengulangi siklus skizogoni. Sebagian merozoit tumbuh menjadi trofozoit yang dapat membentuk sel kelamin, yaitu makrogametosit dan mikrogametosit (gametogoni). Jika ada nyamuk yang menggigit manusia yang terinfeksi ini, maka gametosit yang ada pada darah manusia akan terhisap oleh nyamuk. Sehingga terjadilah siklus seksual di dalam tubuh nyamuk.

Siklus seksual

Terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit. Gametosit yang bersama darah tidak dicerna. Pada makrogamet (jantan) kromatin membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak kepinggir parasit. Dipinggir ini beberapa filamen dibentuk seperti cambuk dan bergerak aktif disebut mikrogamet. Pembuahan terjadi karena masuknya mikrogamet kedalam makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan membran basal dinding lambung. Ditempat ini ookinet membesar dan disebut ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan beberapa sporozoit menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menggigit/menusuk manusia maka sporozoit masuk kedalam darah dan

6

Page 7: Skenario 3 IPT

mulailahsiklus pre-eritrositik.

Siklus hidup Plasmodium falciparum

Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase preritrosit saja; tidak ada fase ekso-eritrosit. Jumlah merozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000 buah. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole sering ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multipel).

Bentuk cincin Plasmodium falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran seperempat dan kadang-kadang setengah diameter eitrosit dan mungkin dapat disangka parasit Plasmodium malariae. Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Staium perkembangan daur aseksual berikut pada umumnya tidak berlangsung pada darah tepi, kecuali pada keadaan infeksi berat (pernisiosa).

Bentuk cincin dan tofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan bertahan dikapiler alat-alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau sumsum tulang; di tempat-tempat ini parasit berkembang lebih lanjut. Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara skizogoni. Bila skizon sudah matang, akan mengisi kira-kira 2/3 eritrosit. Akhirnya membelah-belah dan membentuk 8 – 24 merozoit, jumlah rata-rata adalah 16 buah merozoit.

Pada malaria falciparum eritrosit yang diinfeksi tidak membesar selama stadium perkembangan parasit. Eritrosit yang mengandung trofozoit tua dan skizon mempunyai titik kasar berwarna merah (titik maurer) tersebar pada dua per tiga bagian eritrosit. Pembentukan gametosit berlamgsung dalam alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium mudah dapat ditentukan dalam darah tepi. Gametosis muda mempunyai bentuk

7

Page 8: Skenario 3 IPT

agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagai gametosis matang. 

Siklus seksual Plasmodium falciparum dalam nyamuk sama seperti pada Plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 20o C, 15 – 17 hari pada suhu 23o C dan 10 – 11 hari pada suhu 25o C – 28o C.

Siklus hidup Plasmodium malariae

Daur praeritrosit pada manusia belum pernah ditemukan. Skizon praeritrosit menjadi matang 13 hari setelah infeksi. Bila skizon matang, merozoit dilepaskan ke aliran darah tepi. Siklus eritrosit aseksual dimulai dengan periodisitas 72 jam dan hanya akan menginfeksi sel darah merah tua. Stadium trofozoit muda tidak berbeda banyak dengan P.vivax. Skizon muda membagi intinya dan akhirnya terbentuk skizon matang yang mengandung rata-rata 8 buah merozoit. Gametosit P.malariae dibentuk di darah perifer. Daur sporogoni dalam nyamuk Anopheles memerlukan waktu 26-28 hari.

Siklus hidup Plasmodium ovale

Perubahan pada eritrosit yang di hinggapi parasit mirip P.vivax. perkembangan siklus eritrosit aseksual pada P.ovale hampir sama dengan P.vivax dan berlangsung selama 50 jam. Skizon matang mengandung 8-10 merozoit. Siklus sporogoni dalam nyamuk Anophele memerlukan waktu 12-14 hari pda suhu 27oC.

LI. 2 Memahami dan Menjelaskan Malaria

LO. 2.1 Definisi

Pengertian Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit yang dikenal dengan Plasmodium, dimana ia menginfeksi sel-sel darah merah.

(http://www.kesehatan123.com/1853/malaria-pengertian-sejarah-dan-penyebaran-penyakit/)

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bernama Plasmodium. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi parasit tersebut. Di dalam tubuh manusia, parasit Plasmodium akan berkembang biak di organ hati kemudian menginfeksi sel darah merah.Pasien yang terinfeksi oleh malaria akan menunjukan gejala awal menyerupai penyakit influenza, namun bila tidak diobati maka dapat terjadi komplikasi yang berujung pada kematian. 

(http://id.wikipedia.org/wiki/Malaria)

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia.

(http://eprints.undip.ac.id/29789/2/4_pendahuluan.pdf)

8

Page 9: Skenario 3 IPT

LO. 2.2 Etiologi

Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile dan mamalia. Termasuk genus plasmodium dari famili plasmodidae.

Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit ( sel darah merah ) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang ( 82 pada jenis burung dan reptile dan 22 pada binatang primata ).

Vektor:

no spesies Distribusi Habitat1 Anopheles

sundaicusJawa, Bali, NTT, NTB, Kalimantan

Pantai

2 Anopheles subpictus Jawa, Bali, NTT, NTB, Bengkulu, Sulawesi

Pantai

3 Anopheles saconitus Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, NTT, NTB

Sawah

4 Anopheles barbirostris

Jawa, Bali, NTT, Sumatera,NTB, Sulawesi

Sawah

5 Anopheles maculatus

Jawa, Bali, NTT, NTB, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi

Sungai kecil atau mata air yang kena sinar, ada tanaman selada

6 Anopheles baladacencis

Sumatera, Jawa, Kalimantan

Air tawar dalam hutan / pinggiran sungai

7 Anopheles letifer Kalimantan, Sumatera Genangan air dalam hutan yang terlindung sinar matahari/ rawa

8 Anopheles sinensis Kalimantan, Sumatera Sawah, kolam terbuka, rawa9 Anopheles

nigerrimusKalimantan, sumatera, sulawesi

Sawah, rawa &ai mengalir perlahan, kolam yg berumput, air payau.

10 Anopheles annullaris

Sumatera, kalimantan, sulawesi, NTT, NTB

Sawah, kolam ikan air payau

11 Anopheles vagus Sumatera-papua Air kotor agak berlumpur, kubangan, kolam, saluran irigasi

12 Anopheles tessellatus

Sumatera-maluku Sawah, kobakan, air mengalir, kolam, air payau

13 Anopheles umbrosus

Sumatera-kalimantan Rawa dihutan terlindung dari sinar matahari

9

Page 10: Skenario 3 IPT

Telur

Telur diletakan satu per satu diatas permukaan air berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks, da konkaf pada bagian atasnya. Dan mempunyai pelampung yang terletak pada sebelah lateral.

Larva

Larva anophelini tampak mengapung sejajar dengan permukaan air, mempunyai bagian-bagian badan yang bentuknya khas, yaitu spirakel pada bagian posterior abdomen, tergal plate pada bagian tengah sebelah dorsal abdomen sepasang bulu palma pada bagian lateral abdomen.

Pupa

Mempunyai tabung pernapasan (respiratory trumpet) yang bentuknya lebar dan pendek. Digunakan untuk menganbil O2 dari udara.

Dewasa Pada nyamuk dewasa palpus nyamuk jantan dan betina mempunyai panjang hampir sama dengan panjang probosisnya. Perbedaannya adalah pada nyamuk jantan ruas palpus bagian apikal berbentuk gada (club form), sedangkan pada betina ruas tersebut mengecil.

Sayap pada bagian pinggir (kosta dan Vena 1) ditumbuhi sisik-sisik sayap yang berkelompok membentuk gambaran belang-belang hitam dan putih. Selain itu, bagian ujung sisik sayap membentuk lengkung (tumpul). Bagian posterior abdomen tidak seruncing nyamuk Aedes dan tidak setumpul nyamuk mansonia, tetapi sedikit lancip.

10

Page 11: Skenario 3 IPT

LO. 2.3 Patogenesis

Patogenesis malaria ada 2 cara:

1. Alami, melalui gigitan nyamuk ke tubuh manusia2. Bukan Alamiah a. Malaria bawaan (konginetal) disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi melalui plasenta maupun tali pusat.b. Penularan secara mekanik terjadi melalui tranfusi darah atau jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu narkoba. Infeksi ini hanya menghasilkan siklus eritositer karena tidak melalui sporozoit yang memerlukan siklus hati sehingga dapat diobati dengan mudah.c. Penularan secara oral. Pernah dibuktikan pada ayam (plasmodium gallinasium), burung dara (plasmodium relection) dan monyet (plasmodium knowlesi)

Sumber : Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis

Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yamg mengandung parasit. Gejala yang paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen endogen, yaitu TNF dan interleukin-1. Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit, teraktivasinya sistem retikuloendotelial untuk memfagositosis eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga terjadi penurunan jumlah trombosit dan leukosit neutrofil. Terjadinya kongesti pada organ lain meningkatkan resiko terjadinya ruptur limpa.

Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis oleh sistem retikuloendotelial. Hebatnya hemolisis tergantung pada jenis Plasmodium dan status imunitas pejamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuestrasi oleh limpa pada eritosit yang terinfeksi maupun yang normal, dan gangguan eritropoiesis. Pada hemolisis berat dapat terjadi hemoglobinuria dan hemoglobinemia. Hiperkalemia dan hiperbilirubinemia juga sering ditemukan.

Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan karena sel darah merah yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket, sehingga perjalanannya dalam kapiler terganggu dan mudah melekat pada endotel kapiler karena adanya penonjolan membran eritrosit. Setelah terjadi penumpukan sel dan bahan pecahan sel, maka aliran kapiler terhambat dan timbul hipoksi jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapat terjadi perembesan cairan bahkan perdarahan ke jaringan sekitamya. Rangkaian kelainan patologis ini dapat menimbulkan manifestasi klinis sebagai malaria serebral, edema paru, gagal ginjal dan malabsorpsi usus.

Pertahanan tubuh individu terhadap malaria dapat berupa faktor yang diturunkan maupun yang didapat. Pertahanan terhadap malaria yang diturunkan terutama penting untuk melindungi anak kecil/bayi karena sifat khusus eritrosit yang relatif resisten terhadap masuk dan berkembang-biaknya parasit malaria. Masuknya parasit tergantung pada interaksi antara organel spesifik pada merozoit dan struktur khusus pada permukaan eritrosit. Sebagai contoh eritrosit yang mengandung glikoprotein A penting untuk masuknva Plasmodium falciparum. Individu yang tidak mempunyai determinan

11

Page 12: Skenario 3 IPT

golongan darah Duffy (termasuk kebanyakan negro Afrika) mempunyai resistensi alamiah terhadap Plasmodium vivax; spesies ini mungkin memerlukan protein pada permukaan sel yang spesifik untuk dapat masuk ke dalam eritrosit. Resistensi relatif yang diturunkan pada individu dengan HbS terhadap malaria telah lama diketahui dan pada kenyataannya terbatas pada daerah endemis malaria. Seleksi yang sama juga dijumpai pada hemoglobinopati tipe lain, kelainan genetik tertentu dari eritrosit, thalasemia, defisiensi enzim G6PD dan defisiensi pirufatkinase. Masing-masing kelainan ini menyebabkan resistensi membran eritrosit atau keadaan sitoplasma yang menghambat pertumbuhan parasit.

Imunitas humoral dan seluler terhadap malaria didapat sejalan dengan infeksi ulangan. Namun imunitas ini tidak mutlak dapat mengurangi gambaran klinis infeksi ataupun dapat menyebabkan asimptomatik dalam periode panjang. Pada individu dengan malaria dapat dijumpai hipergamaglobulinemia poliklonal, yang merupakan suatu antibodi spesifik yang diproduksi untuk melengkapi beberapa aktivitas opsonin terhadap eritrosit yang terinfeksi, tetapi proteksi ini tidak lengkap dan hanya bersifat sementara bilamana tanpa disertai infeksi ulangan. Tendensi malaria untuk menginduksi imunosupresi, dapat diterangkan sebagian oleh tidak adekuatnya respon ini. Antigen yang heterogen terhadap Plasmodium mungkin juga merupakan salah satu faktor. Monosit/makrofag merupakan partisipan selular yang terpenting dalam fagositosis eritrosit yang terinfeksi.

LO. 2.4 Manifestasi klinis

Sebelum demam biasanya pasien merasa lemah, nyeri kepala, tidak nafsu makan, mual atau muntah. Pasien dengan infeksi majemuk / campuran maka serangan demam akan terjadi terus menerus.

Periode paroksisme biasanya terdiri dari 3 stadium yang berurutan. Periodisitas demam berhubungan dengan waktu pecahnya sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk aliran darah. Pada malaria vivax, skizon matang dalam 48 jam.

3 stadium yang berurutan yaitu :

Stadium menggigil, yang dimulai dengan perasaan dingin sekali sehingga menggigil, nadinya cepat tetapi lemah, bibir dan jari tangan menjadi biru. Stadium ini berlangsung selama 15 – 60 menit.

Stadium puncak demam dimulai pada saat rasa dingin sekali berubah menjadi panas sekali. Suhu naik sampai 41℃ atau lebih. Stadium ini berlangsung selama 2 – 6 jam.

Stadium berkeringat dimulai dengan penderita berkeringat banyak. Stadium ini berlangsung selama 2 – 4 jam.

Demam yang khas biasanya pada siang hari. Dilanjutkan stadium apireksia, kemudian demam semakin berkurang karena tubuh menyesuaikan diri dengan adanya parasit dalam badan dank arena respon imun hospes.

Infeksi yang timbul kembali setelah serangan pertama disebut rekrudesensi, timbul karena parasite dalam eritrosit jumlahnya meningkat kembali akibat pemakaian obat dengan dosis yang tidak adekuat atau karena parasit telah bersifat resisten.

12

Page 13: Skenario 3 IPT

LO. 2.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding (Pemeriksaan)

Pemeriksaan fisik dan penunjang

P. FalciparumP. Vivax P. Ovale

P. Malariae

Daur praeritrosit

515 hari 8 hari 9 hari 10-15 hari

Hipnozoit - + + -

Jumlah merozoit hati

40.000 10.000 15.000 15.000

Skizon hati 60 mikron 45 mikron 70 mikron 55 mikron

Daur eritrosit

48 jam 48 jam 50 jam 72 jam

Eritrosit yang dihinggapi

Muda & normosit

Retikulosit & Normosit

Retikulosit & Normosit muda

Normosit

Titik-titik eritrosit

Maurer SchuffnerSchuffner (James)

Ziemann

Pigmen Hitam Kunig tengguli Tengguli raTengguli hitam

Jumlah merozoit eritrosit

8024 12-18 8-10 8

Daur dalam nyamuk pada 27 °C

10 hari 8-9 hari 12-14 hari 20-28 hari

13

Page 14: Skenario 3 IPT

Pembesaran eritrosit

- ++ + -

( http://medicom.blogdetik.com/2009/03/18/malaria/ )

Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita tentang asal penderita apakah dari daerah endemic malaria, riwayat bepergian ke daerah malaria, riawayat pengobatan kuratip maupun preventip.

Anamnesis Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:1. Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal2. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria3.Riwayat tinggal di daerah endemik malaria4.Riwayat sakit malaria5.Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir6.Riwayat mendapat transfusi darah

Pemeriksaan fisik 1. Malaria tanpa komplikasi:a. Demam (pengukuran dengan termometer ≥ 37,5°C)b. Konjungtivis atau telapak tangan pucatc. Pembesaran limpa (splenomegali)d. Pembesaran hati (hepatomegali)

2. Malaria dengan komplikasi dapat ditemukan keadaan dibawah ini:a. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajatb. Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk/berdiri)c. Kejang-kejangd. Panas sangat tinggie. Mata atau tubuh kuning

Diagnosis Atas Dasar Pemeriksaan Laboratorium 

a. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria

Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa.Pemeriksaan satu kali dengan hasil negative tidak mengenyampingkan diagnosa malaria.Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil negative maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui :

Tetesan preparat darah tebal. Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis.Sediaan

14

Page 15: Skenario 3 IPT

mudah dibuat khususnya untuk studi di lapangan.Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit.Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat).Preparat dinyatakan negative bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran 700-1000 kali tidak ditemukan parasit.Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit.

Tetesan preparat darah tipis. Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit ditentukan.Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah.Bila jumlah parasit > 100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat.Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria.Pengecatan dilakukan dengan pewarnaan Giemsa, atau Leishman’s, atau Field’s dan juga Romanowsky.Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik.

b. Tes Antigen : p-f test

Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II).Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus.Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Sensitivitas sampai 95 % dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2.Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid test).

c. Tes Serologi

Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal.Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Metode-metode tes serologi antara lain indirect haemagglutination test, immunoprecipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay.

d. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi.Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif.Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.

(http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/malaria.html)

Diagnosis banding malaria

15

Page 16: Skenario 3 IPT

Malaria ringan tanpa komplikasi :a) demam tifoidb) demam denguec) ISPAd) Leptospirosis ringane) infeksi virus akut lainnya

Malaria berat dengan komplikasi :a) radang otak (meningoencepahalitis)b) tifoid encefalopatic) hepatitrisd) leptospirosis berate) sepsisf) demam berdarah denguehttp://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-wpes275.htm

1. Demam tifoid : demam > 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare, obstipasi), lidah kotor< brakikardi relative, roseola, leukopenia, limfositosis relative, aneosinofilia, uji widal +, biakan empedu +.2. Demam dengue : demam tinggi 2-7 hari, disertai sakit kepala, pegal, nyeri ulu hati, muntah, uji tourniquet +, trombosit , hemoglobin & hematokrit , tes serologi inhibisi hemaglutinasi, IgM / IgG +.3. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) : batuk, beringus, sakit menelan, sakit kepala, sesak nafas.4. Leptospirosis ringan : demam tinggi, sakit kepala, nyeri perutm mual, muntah, konjungtiva, nyeri betis.

Infeksi virus akut lainnyaMalaria berat :1. Meningoencefalitis (Radang otak) : panas, sakit kepala, hilangnya kesadaran, kejang, & gejala neurologis.2. Stroke3. tifoid ensefalopati : gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran, & tanda2 lainnya.4. Hepatitis : prodromal hepatitis (demam, mual, nyeri hepar, muntah), SGOT & SGPT>5x.5. Leptospirosis berat6. Glomerulonefritis akut atau kronik7. Sepsis8. DHF atau DSS

LO. 2.6 Komplikasi

Malaria serebral

16

Page 17: Skenario 3 IPT

Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi bila di bandingkan dengan malaria berat lainnya. Gejala klinisnya dapat di mulai secara lambat atau mendadak setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa mengantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf, dan kejang yang bersifat fokal atau menyeluruh.

Anemia beratKomplikasi ini ditandai dengan menurunnya Ht (hematocrit) secara mendadak atau kadar hb.

Gagal ginjalPenyulit ini terutama di temukan pada orang dewasa. Mula-mula terjadi peningkatan ureum dan kreatinin darah, yang diikuti oliguria dan akhirnya anuria yang di sebabkan nekrosis tubulus akut.

Edema paruKomplikasi ini dapat terlihat beberapa hari setelah pemberian obat malaria atau pada saat keadaan umum pasien membaik serta parasitemia menghilang.

HipoglikemiaMerupakan manifestasi malaria falciparum yang paling penting. Dapat di temukan sebelum pengobatan terutama pada ibu hamil dan anak atau setelah pemberian infus kina pada penderita malaria berat

DiareKurang berfungsinya penyerapan usus pada malaria disebabkan karena adanya kelainan mukosa berupa edema, kongesti, perdarahan petechiae dan terdapat banyak eritrosit yang terinfeksi sehingga terjadi nekrosis dan ulserasi usus (Hall, 1977). Malabsorpsi diketemukan selama fase akut malaria falsiparum E oleh Karney dkk (1972).

Abortus, kelahiran prematur, stillbirth dan bayi berat lahir rendahKeadaan-keadaan ini mungkin disebabkan karena berkurangnya aliran darah plasenta akibat kongesti dan timbunan eritrosit yang terinfeksi serta makrofag di dalam villus-villus plasenta dan sinus-sinus vena (McGregor dkk, 1983). Eritrosit yang mengandung parasit banyak terdapat pada aliran darah bagian maternal dan biasanya talc terlihat pada bagian fetal (Hall, 1977). Menurut McGregor (1984) hiperpireksia dapat juga mengakibatkan terjadinya abortus.

HiperpireksiaLebih banyak dijumpai pada anak daripada dewasa dan seringkali berhubungan dengan kejang, delirium dan koma, maka pada malaria monitor suhu berkala sangat dianjurkan. Hiperpireksia adalah keadaan diaman suhu tubuh meningkat menjadi 42 C atau lebih dan dapat menyebabkan gejala sisa neurologic yang menatap. Pada penelitian di RSUP selama 2 tahun (1997-1998) ditemukan hiperpireksia pada penderita malaria sebanyak 3,75%.

Gagal sirkulasi/syoktekanan sistolik <70 mmHg disertai keringat dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.

17

Page 18: Skenario 3 IPT

Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.

Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis.

Asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).

Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.

Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler jaringan otak.

LO. 2.7 Pencegahan

a. Program PemerintahoPola perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat harus selalu ditingkatkan melalui penyuluhan kesehatan, pendidikan kesehatan, diskusi kelompok maupun melalui kampanye masal untuk mengurangi tempat sarang nyamuk (pemberantasan sarang nyamuk, PSN). Kegiatan ini meliputi menghilangkan genangan air kotor, diantaranya dengan mengalirkan air atau menimbun atau mengeringkan barang atau wadah yang memungkinkan sebagai tempat air menggenang.

oMenemukan dan mengobati penderita sedini mungkin akan sangat membantu mencegah penularan

oMelakukan penyemprotan melalui kajian mendalam tentang bionomic anopheles seperti waktu kebiasaan menggigit, jarak terbang, dan resistensi terhadap insektisida.

b. Promosi pada pasien

Pencegahan gigitan nyamuk, antara lain:

tidak keluar rumah antara senja dan malam hari, bila terpaksa keluar, sebaiknya mengenakan kemeja dan celana panjang berwarna terang karena nyamuk lebih menyukai warna gelap,

menggunakan repelan yang mengandung dimetilftalat atau zat antinyamuk lainnya,

membuat konstruksi rumah yang tahan nyamuk dengan memasang kasa antinyamuk pada ventilasi pintu dan jendela,

menggunakan kelambu yang mengandung insektisida (insecticide-treated mosquito net, ITN),

menyemprot kamar dengan obat nyamuk atau menggunakan obat nyamuk bakar

c. Pencegahan infeksi menular

18

Page 19: Skenario 3 IPT

Calon donor yang datang ke daerah endemik dan berasal dari daerah nonendemik serta tidak menunjukan keluhan dan gejala klinis malaria, boleh mendonorkan darahnya selama 6 bulan sejak dia dating. Calon donor tersebut, apabila telah diberi pengobatan profilaksis malaria dan telah meneteap di daerah itu 6 bulan atau lebih serta tidak menunjukan gejala klinis, maka diperbolehkan menjadi donor selama 3 tahun. Banyak penelitian melaporkan bahwa donor dari daerah endemic malaria merupakan sumber infeksi.

a. Pencegahan Primer terhadap manusia

1. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan

kepada setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.

2. Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang cara pencegahan malaria.

3. Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan nyamuk dengan menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak nyamuk, dan menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan malaria.

4. Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja sampai subuh di saat nyamuk anopheles umumnya mengigit.

b. Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)

Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup efektif mengurangi paparan dengan nyamuk, namun tidak dapat menghilangkan sepenuhnya risiko terkena infeksi. Diperlukan upaya tambahan, yaitu kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko jatuh sakit jika telah digigit nyamuk infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria yang saat ini digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia di Indonesia), doksisiklin, primakuin dan sebagainya. Dosis kumulatif maksimal untk pengobatan pencegahan dengan klorokuin pada orang dewasa adalah 100 gram basa.

Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap pendatang yang berkunjung ke daerah malaria pemberian obat dilakukan setiap minggu; mulai minum obat 1-2 minggu sebelum mengadakan perjalanan ke endemis malaria dan dilanjutkan setiap minggu selama dalam perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dan selama 4 minggu setelah kembali dari daerah tersebut.

Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20 minggu dengan obat yang sama. Bagi penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria dimana terjadi penularan malaria yang bersifat musiman maka upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk perlu ditingkatkan sebagai pertimbangan alternatif terhadap pemberian pengobatan profilaksis jangka panjang dimana kemungkinan terjadi efek samping sangatbesar.

19

Page 20: Skenario 3 IPT

c. Tindakan terhadap vector

1. Pengendalian secara mekanis

Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga dimusnahkan, misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk. Termasuk dalam pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk dengan manusia, misalnya memberi kawat nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.

2.Pengendalian secara biologis.

Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator atau pemangsa serangga. Dengan pengendalian secara biologis ini, penurunan populasi nyamuk terjadi secara alami tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan ekologi. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap nyamuk jantan sehingga steril dan tidak mampu membuahi nyamuk betina. Pada saat ini sudah dapat dibiakkan dan diproduksi secara komersial berbagai mikroorganisme yang merupakan parasit nyamuk. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri yang banyak digunakan, sedangkan Heterorhabditis termasuk golongan cacing nematode yang mampu memeberantas serangga.

Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki temak lembu, kerbau, babi. Karena nyamuk An. aconitus adalah nyamuk yang senangi menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan darah, untuk itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk melindungi orang dari serangan An. aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah kolong dekat dengan rumah).

3. Pengendalian secara kimiawi

Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian serangga mengunakan insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis bahan kimiayang bersifat sebagai pembunuh serangga yang dapat diproduksi secara besar-besaran, maka pengendalian serangga secara kimiawi berkembang pesat..

Pencegahan Sekunder

a. Pencarian penderita malaria

Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis (mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test)) dan secara pasif dengan cara malakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria.

b. Diagnosa dini

1. Gejala Klinis

20

Page 21: Skenario 3 IPT

Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita tentang keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di daerah endemis malaria, riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir, riwayat mendapat transfusi darah. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fisik berupa :

Demam (pengukuran dengan thermometer ≥37.5 °C) Anemia Pembesaran limpa (splenomegali) atau hati (hepatomegali)

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan mikroskopis dan Tes Diagnostik Cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test)

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit. Bisa juga dilakukan pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan foto toraks, EKG (Electrokardiograff), dan pemeriksaan lainnya.

c. Pengobatan yang tepat dan adekuat

Berbeda dengan penyakit-penyakit yang lain, malaria tidak dapat disembuhkan meskipun dapat diobati untuk menghilangkan gejala-gejala penyakit. Malaria menjadi penyakit yang sangat berbahaya karena parasit dapat tinggal dalam tubuh manusia seumur hidup. Sejak 1638, malaria diobati dengan ekstrak kulit tanaman cinchona. bahan ini sangat beracun tetapi dapat menekan pertumbuhan protozoa dalam darah. Saat ini ada tiga jenis obat anti malaria, yaitu Chloroquine, Doxycyline, dan Melfoquine. Tanpa pengobatan yang tepat akan dapat mengakibatkan kematian penderita. Pengobatan harus dilakukan 24 jam sesudah terlihat adanya gejala. Pengobatan spesifik untuk semua tipe malaria:1. Pengobatan untuk mereka yang terinfeksi malaria adalah dengan menggunakan chloroquine terhadap P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale yang masih sensitif terhadap obat tersebut.

2. Untuk pengobatan darurat bagi orang dewasa yang terinfeksi malaria dengan komplikasi berat atau untuk orang yang tidak memungkinkan diberikan obat peroral dapat diberikan obat Quinine dihydrochloride.

3. Untuk infeksi malaria P. falciparum yang didapat di daerah dimana ditemukan strain yang resisten terhadap chloroquine, pengobatan dilakukan dengan memberikan quinine.

4. Untuk pengobatan infeksi malaria P. vivax yang terjadi di Papua New Guinea atau Irian Jaya (Indonesia) digunakan mefloquine.

5. Untuk mencegah adanya infeksi ulang karena digigit nyamuk yang mengandung malaria P. vivax dan P. ovale berikan pengobatan dengan primaquine. Primaquine tidak dianjurkan pemberiannya bagi orang yang terkena infeksi malaria bukan oleh gigitan

21

Page 22: Skenario 3 IPT

nyamuk (sebagai contoh karena transfusi darah) oleh karena dengan cara penuseperi ini tidak ada fase hati

Pencegahan Tertier

a. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria

Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan oleh malaria berat karena infeksi P. falciparum. Manifestasi malaria berat dapat bervariasi dari kelainan kesadaran sampai gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan metabolisme. Prinsip penanganan malaria berat:

1. Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin

2. Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi ginjal, pemasangan ventilator pada gagal napas.

3. Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital untuk mencegah memburuknya fungsi organ vital.

b. Rehabilitasi mental/ psikologis

Pemulihan kondisi penderita malaria,memberikan dukungan moril kepada penderita dan keluarga di dalam pemulihan dari penyakit malaria, melaksanakan rujukan pada penderita yang memerlukan pelayanan tingkat lanjut.

LO. 2.8 Prognosis

Plasmodium vivaxPrognosis malaria vivax biasanya baik (dubia ad bonam), tidak menyebabkan kematian. Bila tidak diberi pengobatan, serangan pertama dapat berlangsung 2 bulan atau lebih. Rata-rata infeksi malaria vivax tanpa pengobatan berlangsung 3 tahun, tetapi pada beberapa kasus dapat berlangsung lebih lama, terutama karena relapsnya.

Plasmodium malariaeTanpa pengobatan, malaria malariae dapat berlangsung sangat lama dan rekurens pernah tercatat 30-50 tahun sesudah infeksi. (dubia ad malam)

Plasmodium ovaleMalaria ovale penyakitnya ringan dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. (ad sanationam)

Plasmodium falciparumPrognosis malaria falciparum buruk (malam) dan dapat menyebabkan kematian. Mortalitas malaria ini masih cukup tinggi, yaitu 20-50%.(Parasitologi untuk keperawatan Muslim, H. M. 2009)

LI. 3 Memahami dan Menjelaskan Gebrak Malaria

LO. 3.1 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi

22

Page 23: Skenario 3 IPT

GEBRAK ( Gerakan Berantas Kembali) Malaria

1. Definisi dan TujuanGebrak Malaria adalah gerakan nasional seluruh komponen masyarakat untuk memberantas Malaria secara intensif melalui kemitraan antara pemerintah, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat dan badan-badan internasional serta penyandang dana, mengingat masalah Malaria merupakan masalah yang komplek karena berhubungan dengan berbagai aspek seperti penyebab penyakit (parasit), lingkungan (fisik dan biologis) dan nyamuk sebagai vektor penular.

2. PelaksanaanStrategi dalam Pemberantasan Malaria antara lain adalah dengan sistem kewaspadaan dini dan upaya penanggulangan epidemi agar tidak semakin menyebar; intensifikasi pengawasan, diagnosis awal dan pengobatan yang tepat, dan kontrol vektor secara selektif. Kebijakan-kebijakan yang diambil dalam pemberantasan malaria antara lain penekanan pada desentralisasi, keterlibatan masyarakat dalam pemberantasan malaria, dan membangun kerja sama antarsektor, NGO, dan lembaga donor. Gerakan Berantas Kembali Malaria atau Gebrak Malaria yang dimulai pada 2000 adalah bentuk operasional dari Roll Back Malaria (RBM). Gebrak Malaria memprioritaskan kemitraan antara pemerintah, swasta/sektor bisnis, dan masyarakat untuk mencegah penyebaran penyakit malaria.Program pemberantasan malaria di Indonesia saat ini terdiri atas delapan kegiatan, yaitu: diagnosis awal dan pengobatan yang tepat; program kelambu dengan insektisida; penyemprotan; pengawasan deteksi aktif dan pasif; survei demam dan pengawasan migran; deteksi dan kontrol epidemik; langkah-langkah lain seperti larvaciding; dan peningkatan kemampuan (capacity building). Untuk menanggulangi galur yang resisten terhadap klorokuin, pemerintah pusat dan daerah akan menggunakan kombinasi baru obat-obatan malaria untuk memperbaiki kesuksesan pengobatan. Karena kombinasi obat-obatan itu sangat mahal, penggunaannya akan ditargetkan di daerah dengan prevalensi resistensi yang tinggi.Dalam rangka merealisasikan Gebrak Malaria ini telah disusun Rencana Kegiatan Pengendalian Malaria melalui Rencana Strategi Pembebasan (Eliminasi) Malaria di Indonesia, yang akhirnya dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/Menkes/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia dengan sasaran wilayah Eliminasi yang dilaksanakan secara bertahap, yaitu:a. Eliminasi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Kepulauan Seribu), Bali dan Batam pada tahun 2010.b. Eliminasi Jawa, Nanggroe Aceh Darussalam, Kepulauan Riau pada tahun 2015.c. Eliminasi Sumatera, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sulawesi pada tahun 2020.d. Eliminasi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur pada tahun 2030

23

Page 24: Skenario 3 IPT

Kegiatan Eliminasi Malaria harus dilaksanakan secara terpadu dan menyeluruh antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan mitra kerja lainnya. Dari berbagai pengalaman Eliminasi Malaria pada masa lalu, telah terbukti bahwa tanpa keterlibatan dan dukungan legislatif, pemerintah daerah, masyarakat termasuk organisasi sosial, keagamaan dan pihak swasta, maka hasil yang dicapai belum optimal.Kegiatan Eliminasi Malaria lebih banyak terfokus kepada kegiatan promotif dan preventif. Oleh karena itu peranan Promosi Kesehatan akan semakin besar agar pelaksanaannya lebih optimal. Strategi promosi kesehatan untuk Eliminasi Malaria adalah Advokasi, Bina Suasana, Pemberdayaan Masyarakat yang didukung dengan Kemitraan

LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan

LO. 4.1 Non-Farmakologi

Terapi Non FarmakologiThe Center for disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan hal berikut untuk membantu mencegah merebaknya malaria:• Semprotkan atau gunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur• Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar• Atau bisa menggunkan kelambu di atas tempat tidur, untuk menghalangi nyamuk mendekat• Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng atau tempat lain yang bisa menjadi sarang nyamuk

LO. 4.2 Farmakologi

Obat malaria dibagi dalam 5 golongan berdasarkan suseptibilitas berbagai stadium parasit malaria:

1. Skizontosida jaringan primerProguanil, pirimetamin, dapat membasmi parasit praeritrosit sehingga mencegah masuknya parasit kedalam eritrosit; dapat digunakan sebagai profilaksis kausal.

2. Skizontosida jaringan sekunderPrimakuin, dapat membasmi parasit daur eksoeritrosit atau stadium jaringan P.vivax dan P.ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal sebagai obat anti relaps

3. skizontosida darahSkizontosida darah yang ampuh adalah kina, amodiakuin, halofantrine, golongan artemisinin. Sedangkan yang efeknya terbatas adalah proguanil dan pirimetamin.Membasmi parasit stadium eritrosit, yang berhubungan dengan penyakit akut disertai gejala klinis. Skizontosida darah juga mengeliminasi stadium seksual di eritrosit p.vivax, p.ovale dan p.malariae tetapi tidak efektif terhadap gametosit p.falciparum yang matang.

4. gametositosida

24

Page 25: Skenario 3 IPT

Beberapa obat gametosida bersifat sporontosida. Primakuin adalah gametosida untuk keempat spesies namun kina, klorokuin, amodiakuin, untuk p.vivax, p.malariae, dan p.ovale.Mengeliminasi semua stadium seksual, juga mempengaruhi stadium perkembangan parasit malaria dalam nyamuk anopheles.

5. SporontosidaPrimakuin dan proguanil. Mencegah atau mengahambat gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk anopheles. Obat ini mencegah transmisi penyakit malaria dan disebut juga obat anti sporogenik.

LO. 4.3 KlorokuinKlorokuin merupakan 4-aminokuinolin. Obat ini merupakan obat yang pemakainannya luas karena mudah diapakai dan harganya murah. Obat ini efektif pada P. falciparum.

DosisUntuk malaria yang terinfeksi dengan P.vivax atau P.ovale, 5 mg/kgBB klorokuin basa diulang pemberiannya pada hari ke 7 dan hari ke 14.Untuk malaria berat, dimana pemberian oral tidak memungknkan, maka diberikan klorokuin HCl parenteral. Klorokuin HCl, tersedia dalam bentuk larutan 50mg/mL yang setara dengan 40 mg/mL klorokuin basa. Obat ini diberikan secara IV dengan kecepatan yang tetap dan tidak melebihi 0,83 mg/kgBB klorokuin basa per jam atau dengan suntikan SK atau IM berulang dengan dosis tidak melebihi 3,5 mg/kgBB klorokuin basa sampai tercapai dosis total 25mg/kgBB klorokuin basa.250 mg garam(150mg basa), dosis 25 mg basa/kg BB untuk 3 hari, terbagi 10 mg/kg BB hari I dan II, 5 mg/kg BB pada hari ke III. Pada orang dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet hari I dan II dan 2 tablet hari III.

FarmakodinamikKlorokuin ini bersifat Skizontosida darah, artinya obat ini efektif hanya pada fase eritrosit, sama sekali tidak efektif terhadap parasit di jaringan. Gejala klinik dan parasitemia serangan akut malaria akan cepat dikendalikan oleh klorokuin. Demamnya akan hilang pada 24 jam dan sediaan apus darah, umunya negatif dalam waktu 48-72 jam.Mekanisme kerja klorokuin masih kontroversial. Salah satu mekanisme kerja yang penting adalah penghambatan aktivitas polimerase heme plasmodia oleh klorokuin.Polimerase heme plasmodia berperan mendetokfikasi heme ferriprotoporphyrin IX menjadi bentuk hemozoin yang tidak toksik. Klorokuin bekerja mengikat heme ferriprotoporphyrin IX dalam bentuk ferriprotoporphyrin IX – klorokuin. Dengan terbentuknya ikatan ini maka polimerase heme plasmodia tidak bekerja sehingga menjadi toksik dan melisiskan membran parasit.

FarmakokinetikPenyerapan melalui usus cepat dan sempurna, kemudian tertimbun dalam jaringan hati, sebagian kecil pada organ yang mengandung melanin seperti kulit dan mata, juga dalam eritrosit yang mengandung parasit. Konsentrasi puncak didalam plasma dicapai melalui pemakaian per oral dalam 3-5 jam.Metabolisme klorokuin dalam tubuh berlangsung lambat sekali dan metabolitnya, monodesetilklorokuin dan bisdesetilklorokuin, diekskresi melalui urin. Klorokuin

25

Page 26: Skenario 3 IPT

dieliminasi lambat, senyawa dalam darah pada 56 hari dengan eliminasi waktu paruh sekitar 10 hari.

Efek samping Penggunaan klorokuin dalam dosis pengobatan untuk malaria menimbulkan efek samping seperti gejala gastrointestinal yaitu mual, muntah, sakit perut, dan diare terutama bila obat diminum dalam keadaan perut kosong. Gejala lain yang jarang terjadi adalah pandangan kabur, sakit kepala, pusing(vertigo) dan gangguan pendengaran yang akan hilang bila obat dihentikan. Untuk mengurangi efek samping maka diminum dalam jangka 1 jam setelah makan.

Kontra IndikasiKlorokuin harus digunakan secara hati-hati pada pasien dengan penyakit hati, atau pada pasien gangguan saluran cerna , neurologik, dan darah yang berat. Bila terjadi gangguan selama terapi, maka pengobatan harus dihentikan. Pada pasien dengan difisiensi G6PD, klorokuin dapat menyebabkan hemolisis. Dermatitis dapat timbul pada pemberian klorokuin bersama fenil-butazon, atau preparat yang mengandung emas. Pemberian klorokuin bersamaan dengan meflokuin tidak dianjurkan karena meningkatkan resiko kejang, sedangkan pemberian klorokuin dengan antikonvulsan akan menurunkan efektivitas antikonvulsan. Selain itu, pemberian klorokuin bersamaan dengan amiodaron atau halofantrin dapat meningkatkan risiko terjadinya aritma jantung.

Pada pasien porfiria kutanea tarda atau psoriasis, klorokuin dapat menyebabkan reaksi yang lebih berat. Untuk pasien yang menggunakan klorokuin dosisi besa jangka lama, diperlukan pemeriksaan oftamologi dan neurologi berkala setiap 3-6 bulan.

LO. 4.4 KinaKina merupaka obat antimalaria kelompok alkaloid penting yang diperoleh dari kulit pohon sinkona. Obat ini merupakan obat alternatif untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi yang resisten terhadapt klorokuin dan pirimetamin – sulfadoksin.

DosisDosis pada pemberian Kina dianjurkan 3 x 10 mg /kg BB selama 7 hari (1 tablet 220 mg)

FarmakodinamikKina merupaka obat yang bersifat Skizontosida darah untuk semua jenis plasmodium dan gametosida P. vivax dan P. ovale. Mekanisme kerjanya berkaitan dengan gugus kuinolin yang dimiliknya, dan sebagian disebabkan karena kina merupakan basa lemah, sehingga akan memiliki kepekatan yang tinggi didalam vakuola makanan P. falciparum. Diperkirakan obat ini bekerja didalam organel ini melalu penghambatan aktivitas heme polimerasi, sehingga terjadi penumpukan substrat yang bersifat sitotoksik yaitu heme. Sebenarnya makanisme nya masih belum jelas. Apakah heme sendiri yang menginduksi sitotoksik atau melalui penggabungan dengan kina.

FarmakokinetikSetelah melewati lambung, kina dengan cepat dan sempurna diserap usus halus, kemudian sebagian besar (70%) beredar dalam bentuk basa yang terikat pada protein plasma. Konsentrasi puncak dalam plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah dosis tunggal

26

Page 27: Skenario 3 IPT

yang pertama, konsentrasi dalam eritrosit seperlima konsentrasi dalam plasma. Metabolisme oksidatif primakuin menghasilkan 3 macam metabolit; turunan karboksil merupakan metabolit utama pada manusia dan merupakan metabolit yang tidak toksik, sedangkan metabolit yang lain memiliki aktivitas hemolitik, yang lebih besar dari primakuin. Ketiga metabolit ini juga memiliki aktivitas antimalaria yang lebih ringan dari primakuin. Distribusi luas, terutama ke hati, tetapi kurang ke paru, ginjal, dan limpa; kina juga melalui plasenta. Kina waktu paruh eliminasinya 10-12 jam dan diekskresikan melalui urin.

Efek SampingDosis terapi kina sering menyebabkan sinkonisme yang tidak selalu memerlukan penghentian pengobatan. Gejalanya mirip salisilismus yaitu tinnitus, sakit kepala, gangguan pendengaran, pandangan kabur, diare, dan mual. Gejala yang ringan, lebih dahulu tampak disistem pendengaran dan penglihatan. Pada keracunan yang lebih berat terlihat gangguan gastrointestinal, saraf, kardiovaskular, dan kulit. Lebih lanjut lagi terjadi perangsangan SSP, seperti bingung, gelisah, dan delirium. Dosis fatal kina per oral untuk orang dewasa berkisar 2-8 g. Kina juga dapat menyebabkan gangguan ginjal, hipoprotombinema, dan agranulositosis.

Kontra IndikasiObat ini tidak dianjurkan untuk wanita malaria yang sedang hamil, ini akan mengakibatkan Black water fever dengan gejala hemolisi berat, hemoglobuinemia, dan hemoglobinuri. Pada penderita difisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase pasien akan mengalami hipersensivitas yang lebih ringan. Kina dan kuinidin merupakan perangsang kuat sel β pankreas, sehingga terjadi hiperinsulinemia dan hipoglikemia berat. Kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi yang fatal terutama pada wanita hamil dan pasien infeksi berat yang berkepanjangan.

LO. 4.5 Pirimetamin (turunan pirimidin)FarmakodinamikMerupakan skizonrosid darah yang bekerja lambatWaktu paruhnya lebih panjang dari proguanilDalam bentuk kombinasi, pitimetamin dan sulfadoksin digunakan secara luas untuk supresi malaria,terutama yang disebabkan oleh strain plasmodium falciparum yang resisten terhadap klorokuinMekanisme kerja: menghambat enzim dihidrofolat reduktase yang bkerja alamrangkaian reaksi sintesis purin, sehingga penghambatannya menyebabkan gagalnya pembelahan inti pada pertumbuhan skizon dalam hati dan eritrositKombinasi dengan sulfonamide memperlihatkan sinergisme karena keduanya mengganggu sintesis purin Resistensi pada pirimetamin dapat terjadi pada penggunaan yang berlebihan dan jangka lama nyang menyebabkanterjadinya mutasi pqada gen yang menghasilkan perubahan asam amino sehingga mengakibatkan penurunan afinitas prirmetamin terhadap enzim dihidrofolat reduktase plasmodia

FarmakokinetikAbsorbsi: melalui saluran cerna berlangsung lambat tapi lengkaKadar puncak dalam plasma dicapai setelah 4-6 jamDitimbun terutama di ginjal, paru, hati dan limpa

27

Page 28: Skenario 3 IPT

Ekskresi: lambat dengan waktu paruh kira-kira 4 hari melalui urin

Efek sampingDengan dosis besar dapat terjadi anemia makrostik yang serupa dengan apa yang terjadi pada asam folat

LO. 4.6 Primakuin (turunan 8-aminokuinolon)FarmakodinamikEfek toksisitasnya terutama terlihat pada darahAktifitas anti malaria: dalam penyembuhan radikal malaria vivax dan ovaleMemperlihatkan efek gametosiodal terhadap ke 4 jenis plasmodium terutama plasmodium palcifarumMekanisme antimalaria: mungkin primakuin berubah menjadi elektrolit yang bekerja sebagai mediatoor reduksi oksidasi. Aktivitas ini membantu aktivitas anti malaria melalui pembentukan oksigen relatif untuk mempengaruhi transportasi elektron parasit

FarmakokinetikAbsorbsi: setelah pemberian oral, primakuin segera di absorbsiDistribusi: luas ke jaringanPada dosis tunggal, konsentrasi plasma mencapai maksimum dalam 3jam dan waktu paruh leminasinya 6jamMetabolisme: berlangsung cepat. Ekskresi: hanya sebagian kecil dari dosis yang diekskresi ke urin dalam bentuk asal

Efek samping:Yang terberat adalah anemia hemolitik akut pada pasien yangmengalami defisiensi enzim glukosa 6-fosfat dehidroginaseDengan dosis tinggi menimbulkan gangguan lambung dan dengan dosis yang lebih tinggi menyebabkan sianosis

LO. 4.7 Sulfadoksin Pirimetamin (SP)Kerja obat :sizon darah: sangat efektif terhadap semua p. falciparum dan kuang efektif terhadap parasit lain dan menyembuhkan secara radikal. Efeknya bisa lambat bila dipakai dosis tunggal sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain (Pirimakuin)Gametosit: tidak efektif terhadap gametosit tetapi pirimetamin dapat mensterilkan gametosit

Farmakodinamika - primetamin, terikat dengan enzym Dihidrofolat reduktase sehingga sintesa asam folat terhambat sehingga pembelahan inti parasit terganggu- SP menghambat PABA ekstraseluler membentuk asam folat merupakan bahan inti sel dan sitoplasma parasit

Toksisitas :- sulfadoksin, dosis toksis 4-7gr/hari (dewasa); dosis lethal lebih besar 7 gr/hari (dewasa)- pirimetamin, dosis toksis 100-250 mg/hari (dewasa); dosis lethal lebih besar 250

28

Page 29: Skenario 3 IPT

mg/hari (dewasa)

Efek samping - gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah- pandangan kabur- sakit kepala, pusing (vertigo)- haemolisis, anemia aplastik, trombositopenia pada penderita defisiensi G6PD

Kontra indikasi - idiosinkresi- bayi kurang 1 tahun- Defisiensi G6PD

Formulasi obat : 500 mg sulfadoksin ditambah 25 mg pirimetamin.

LO. 4.8 Terapi Kombinasi

Kombinasi Klorokuin & Sulfadoksin-Pirimetamin

Kombinasi ini merupakan kombinasi pertama yang dipakai untuk penanganan Malaria. Obat ini kerjanya saling melengkapi. Kombinasi Klorokuin dan Pirimetamin-Sulfadoksin dibandingkan dengan Pirimetamin-Sulfadoksin sendiri lebih efektif untuk menghilangkan parasit dalam darah dan lebih cepat menghilangkan demam.

Kombinasi Kina & Tetrasiklin

Kombinasi ini digunakan pada daerah yang resisten terhadap Klorokuin dan Pirimetamin-Sulfadoksin. Dimana penambahan tetrasiklin ini berguna untuk memberikan efek potensial terhadap Kina.

LO. 4.9 Obat Pencegahan

Klasifikasi antimalaria

Berdasarkan kerjanya pada tahapan perkembangan plasmodium, antimalaria dibedakan atas :

a. Skizontosid darah

Untuk mengendalikan serangan klinik digunakan skizontosid darah yang bekerja terhadap merozoit di eritrosit (fase eritrosit). Dengan demikian tidak terbentuk skizon baru dan tidak terjadi penghancuran eritrosit yang menmbulkan gejala klinik. Contoh golongan obat ini ialah klorokuin, kuinin, meflokuin, halofantrin, dan qinghaosu (artemisinin). Antimalaria golongan antifolat dan antibiotik, juga merupakan skizontosid darah, tetapi kurang efektif dan kerjanya lambat. Pengobatan supresi ditujukan untuk menyingkirkan semua parasit dalam tubuh pasien dengan memberikan skizontosid darah dalam waktu yang lebih lama dari masa hidup parasit.

b. Skizontosid jaringan

29

Page 30: Skenario 3 IPT

Pada pencegahan kausal digunakan skizontosid jaringan yang bekerja pada skizon yang baru memasuki hati. Dengan demikian tahap infeksi eritrosit dapat dicegah dan transmisi lebih lanjut dihambat. Kloroguanid (proguanil) efektif untuk profilaksis kausal malaria palciparum. Meskipun primakuin juga memiliki aktivitas terhadap P. falciparum, obat yang berpotensi toksik ini dicadangkan untuk penggunaan klinik yang lain. Pencegahan relaps juga menggunakan skizontosid jaringan. Senyawa ini bekerja pada bentuk laten jaringan P. vivax dan P. ovale, setelah bentuk primernya di jaringan hati dilepaskan ke sirkulasi skizon jaringan dimanfaatkan untuk profilaksis terminal atau penyembuhan terminal. Untuk profilaksis terminal obat tersebut diberikan segera sebelum atau segera sesudah meninggalkan daerah endemik, sedangkan untuk memperoleh penyembuhan radikal penyembuhan radikal obat tersebut diberikan selama masa infeksi laten atau selama serangan akut. Pada saat serangan akut, skizontosid jaringan diberikan bersama skizontosid darah. Klorokuin dipakai untuk memusnahkan P. vivax dan P. ovale fase eritrosit, sedangkan skizontosid jaringan untuk memusnahkan bentuk laten jaringan yang dapat menimbulkan serangan baru lagi. Primakuin adalah obat prototip yang digunakan untuk mencegah relaps, yang dicadangkan khusus untuk infeksi eritrosit berulang akibat plasmodia yang tersembunyi di jaringan hati. Pengobatan radikal dimaksudkan untuk memusnahkan parasit dalam fase eritrosit dan eksoeritrosit. Untuk ini digunakan kombinasi skizontosid darah dan jaringan. Bila telah tercapai penyembuhan radikal maka individu ini diperbolehkan menjadi donor darah. Tetapi sulit untuk mencapai penyembuhan radikal karena adanya bentuk laten jaringan, kecuali pada infeksi P. falciparum. Pengobatan untuk mengatasi serangan klinik infeksi P. falciparum juga merupakan pengobatan radikal karena kemungkinan reinfeksi besar. Pengobatan seperti ini ditujukan kepada pasien yang kambuh setelah meninggalkan daerah endemik.

c.Gametosid

Gametosid membunuh gametosit yang berada dalam eritrosit sehingga transmisinya ke nyamuk dihambat. Klorokuin dan kina memperlihatkan efek gametosidal pada P. vivax, P. ovale dan P. malariae, sedangkan gametosit P. falciparum dapat dibunuh oleh primakuin.

d. Sporontosid

Sporontosid menghambat perkembangan gametosit lebih lanjut di tubuh nyamuk yang menghisap darah pasien, dengan demikian rantai penularan terputus. Kerja seperti ini terlihat dengan primakuin dan kloroguanid. Obat antimalaria biasanya tidak dipakai secara klinis untuk tujuan ini.

30

Page 31: Skenario 3 IPT

1. Klorokuin dan derivatnya

Klorokuin ( 7- kloro-4-( 4 dietilamino-1-metil-butilamino) kuinolin adalah turunan 4-aminokuinolin.

Amodiakuin dan hidroksiklorokuin merupakan turunan klorokuin yang sifatnya mirip klorokuin. Walaupun in vitro dan in vivo amodiakuin lebih aktif terhadap P. falciparum yang mulai resisten terhadap klorokuin, obat ini tidak digunakan rutin karena efek samping agranulositosis yang fatal dan toksik pada hati.

Farmakodinamik

Mekanisme kerja : menghambat aktivitas polimerase heme plasmodia. Polimerase heme plasmodia berperanan mendetoksifikasi heme ferriprotoporphyrin IX menjadi bentuk homozoin yang tidak toksik. Heme ini merupakan senyawa yang bersifat membranolitik dan terbentuk dari pemecahan haemoglobin di vakuol makanan parasit. Peningkatan heme di dalam parasit menimbulkan lisis membran parasit.

Farmakokinetik

Absorpsi – absorpsi klorokuin setelah pemberian oral terjadi lengkap dan cepat, dan makanan mempercepat absorpsi ini. Sedangkan kaolin dan antasid yang mengandung kalsium dan magnesium dapat mengganggu absorpsi klorokuin. Sehingga, obat ini sebaiknya jangan diberikan bersama-sama dengan klorokuin.

Kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 3-5 jam.

Distribusi – 55% dari jumlah obat dalam plasma akan terikat pada non-diffusible plasma constituent. Klorokuin lebih banyak diikat di jaringan , pada hewan coba ditemukan klorokuin di hati, limpa, ginjal, paru, dan jaringan bermelanin sebanyak 200-700 kali kadarnya dalam plasma. Sebaliknya, otak dan medulla spinalis hanya mengandung klorokuin 10-30 kali kadarnya dalam plasma.

Metabolisme – metabolisme klorokuin dalam tubuh berlangsung lambat sekali. Waktu paruh terminalnya (T ½ ) berkisar 30-60 hari.

Ekskresi – metabolit klorokuin, monodesetilklorokuin dan bisdesetilklorokuin, diekskresi melalui urin. Metabolit utamanya, monodesetilklorokuin, juga mempunyai aktivitas anti malaria. Kadarnya sekitar 20-35% dari senyawa induknya. Asidifikasi akan mempercepat ekskresi klorokuin.

Indikasi : fase eritrositer dan parasitemia serangan akut

Kontraindikasi : penyakit hati, gangguan saluran cerna, gangguan neurologic, gangguan darah seperti G6PD, gangguan kulit berat seperti porfiria kutanea tanda dan psoriasis.

31

Page 32: Skenario 3 IPT

Efek samping

Dosis untuk malaria : headache, gangguan pencernaan, gangguan penglihatan, pruritus Pemakaian kronik : headache, gangguan penglihatan, erupsi kulit likenoid, rambut putih, kelainan gelombang EKG Dosis tinggi oral : ototoksik, retinopati menetap Dosis tinggi parenteral : kardiotoksik

Interaksi obat

+ meflokuin menyebabkan kejang

+ antikonvulsan à antikonvulsan <<

+ amiodaron/halofantrin à aritmia jantung

Resistensi : sudah banyak terjadi terutama Plasmodium falciparum, banyak mekanisme tetapi belum ada yang pasti.

2. Primakuin

Primakuin atau 8-(4-amino-1-metilbutilamino)-6-metakuinolin ialah turunan 8-aminokuinolin. Garam difosfatnya yang tersedia di pasar larut dalam air dan relatif stabil sebagai larutan, sedikit mengalami dekomposisi bila terkena sinar atau udara.

Farmakodinamik

Aktivitas antimalaria – manfaat kliniknya yang utama ialah dalam penyembuhan radikal malaria vivax dan ovale, karena bentuk laten jaringan plasmodia ini dapat dihancurkan oleh primakuin. Primakuin sendiri tidak menekan serangan malaria vivax, meskipun ia memperlihatkan aktivitas terhadap fase eritrosit. Demikian juga secara klinis tidak digunakan untuk mengatasi serangan malaria falciparum sebab tidak efektif terhadap fase eritrosit.

Mekanisme kerja – primakuin berubah menjadi elektrofil yang bekerja sebagai mediator oksidasi-reduksi. Aktivitas ini membantu aktivitas antimalaria melalui pembetukan oksigen reaktif atau mempengaruhi transportasi elektron parasit.

Resistensi – beberapa strain P. vivax di beberapa Negara, termasuk Asia Tenggara relatif telah menjadi resisten terhadap primakuin.

Farmakokinetik

32

Page 33: Skenario 3 IPT

Absorpsi – setelah pemberian per oral, primakuin segera diabsorpsi. Primakuin tidak pernah diberikan parenteral karena dapat mencetuskan terjadinya hipotensi yang nyata.

Distribusi – primakuin didistribusikan luas ke jaringan

Metabolisme – metabolismenya berlangsung cepat dan hanya sebagian kecil dosis yang diberikan yang diekskresi ke urin dalam bentuk asal. Pada pemberian dosis tunggal, konsentrasi plasma mencapai maksimum dalam 3 jam, dan waktu paruh eliminasi ( T ½ ) 6 jam. Metabolisme oksidatif primakuin menghasilkan 3 macam metabolit; turunan karboksil merupakan metabolit utama pada manusia dan merupakan metabolit yang tidak toksik, sedangkan metabolit yang lain memiliki aktivitas hemolitik, yang lebih besar dari primakuin. Ketiga metabolit ini juga memiliki aktivitas malaria yang lebih ringan dari primakuin.

Ekskresi – sebagian kecil dari dosis yang diberikan yang diekskresi ke urin dalam bentuk asal.

Indikasi – penyembuhan radikal P. vivax dan P. ovale

Kontraindikasi – primakuin dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit sistemik yang berat yang cenderung mengalami granulositopenia misalnya arthritis rheumatoid dan lupus eritematosus. Primakuin juga tidak dianjurkan diberikan bersamaan dengan obat lain yang dapat menimbulkan hemolisis, dan obat yang dapat menyebabkan depresi sumsum tulang. Primakui sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil sebab fetus relatif mengalami defisiensi G6PD sehingga berisiko menimbulkan hemolisis.

Efek samping – efek samping yang paling berat dari primakuin ialah anemia hemolitik akut pada pasien yang mengalami defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD). Beratnya hemolisis beragam tergantung dari besarnya dosis dan beratnya defisiensi. Dengan dosis yang lebih tinggi dapat timbul spasme usus dan gangguan lambung. Dosis yang lebih tinggi lagi akan memperberat gangguan di perut dan menyebabkan methemoglobinemia dan sianosis. Gangguan saluran cerna dapat dikurangi dengan pemberian obat sewaktu makan.

3. Kina dan alkaloid sinkona

Kina (kuinin) ialah alkaloid penting yang diperoleh dari pohon sinkona. Pohon sinkona mengandung lebih dari 20 alkaloid, tetapi yang bermanfaat di klinik hanya 2 pasang isomer, kina dan kuinidin serta sinkonin dan sinkonidin. Struktur utama adalh gugus kuinolin. Kuinidin sebagai antimalaria lebih kuat dari kina, tetapi juga lebih toksik.

Farmakodinamik

Mekanisme kerja

33

Page 34: Skenario 3 IPT

Mekanisme kerja antimalarianya berkaitan dengan gugus kuinolin yang dimilikinya, dan sebagian disebabkan karena kina merupakan basa lemah, sehingga akan memiliki kepekatan yang tinggi d dalam vakuola makanan P. falciparum. Diperkirakan obat ini bekerja melalui penghambatan aktivitas heme polimerase, sehingga terjadi penumpukan substrat yang bersifat toksik yaitu heme.

Heme adalah hasil sampingan dari penghancuran haemoglobin di dalam vakuola makanan,yang pada keadaan normal oleh enzim tersebut diubah menjadi pigmen malaria yang tidak merusak.

Farmakokinetik

Absorpsi – kina dan turunannya diserap baik terutama melalui usus halus bagian atas.

Distribusi – distribusinya luas, terutama ke hati, tetapi kurang ke paru, ginjal dan limpa; kina juga melalui sawar uri. Kadar puncaknya dalam plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah suatu dosis tunggal.

Metabolisme – sebagian besar alkaloid sinkona dimetabolisme di hati. Waktu paruh eliminasi kina pada orang sehat 11 jam, sedang pada pasien malaria berat 18 jam.

Ekskresi – hanya kira-kira 20% yang diekskresi dalam bentuk utuh di urin. Karena perombakan dan ekskresi yang cepat, tidak terjadi akumulasi dalam badan.

Pada infeksi akut akan diperoleh peningkatan α1 glycoprotein yang akan mengikat fraksi bebas kina, sehingga kadar bebas yang tadinya 15% dari konsentrasi plasma, menurun menjadi 5-10%. Keadaan ini dapat mengurangi toksisitas, tapi juga dapat mengurangi keberhasilan terapi, apabila kadar bebasnya menurun sampai di bawah KHM.

Indikasi – malaria falciparum yang resisten klorokuin dalam bentuk kombinasi dengan doksisiklin/klindamisin/pirimetamin-sulfadoksinà memperpendek waktu th dan mengurangi toksisitas.

Efek samping

Sinkonisme – tinnitus, sakit kepala, gangguan pendengaran, pandangan kabur, diare dan mual.

Keracunan yang lebih berat – gangguan gastrointestinal, saraf, kardiovaskular, dan kulit.

Lebih lanjut lagi terjadi perangsangan SSP, seperti bingung, gelisah, dan delirium. Pernapasan mula-mula dirangsang, lalu dihambat; suhu kulit dan tekanan darah menurun; akhirnya pasien meninggal karena henti napas. Keracunan yang berat ini

34

Page 35: Skenario 3 IPT

biasanya disebabkan oleh takar lajak atau reaksi kepekaan. Dosis fatal kina per oral untuk orang dewasa berkisar 2-8 g.

Black water fever dengan gejala hemolisis berat, hemoglobinemia dan hemoglobinuri merupakan suatu reaksi hipersensitivitas kina yang kadang terjadi pada pasien malaria yang hamil. Hipersensitivitas yang lebih ringan dapat terjadi pada pasien dengan defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase.

Kina dan kuinidin merupakan perangsang kuat sel β pankreas, sehingga terjadi hiperinsulinemia dan hipoglikemia berat. Kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi yang fatal terutama pada wanita hamil dan pasien infeksi berat yang berkepanjangan.

Kina juga dapat menyebabkan gangguan ginjal, hipoprotrombinemia, dan agranulositosis. Abortus dapat terjafi pada takar lajak, tetapi tampaknya bukan akibat efek oksitosiknya.

4. Golongan antifolat

A. Pirimetamin

Pirimetamin ialah turunan pirimidin yang berbentuk bubuk putih, tidak berasa, tidak larut dalam air dan hanya sedikit larut dalam asam klorida.

Farmakodinamik

Pirimetamin merupakan skizontosid darah kerja lambat yang mempunyai efek antimalaria yang mirip dengan efek proguanil tetapi lebih kuat karena bekerja langsung; waktu paruhnya juga lebih panjang. Untuk profilaksis, pirimetamin dapat diberikan seminggu sekali, sedangkan proguanil harus diberikan setiap hari.

Mekanisme kerja – pirimetamin menghambat enzim dihidrofolat reduktase plasmodia pada kadar yang jauh lebih rendah daripada yang diperlukan untuk menghambat enzim yang sama pada manusia. Enzim ini bekerja dalam rangkaian reaksi sintesis purin, sehingga penghambatannya menyebabkan gagalnya pembelahan inti pada pertumbuhan skizon dalam hati dan eritrosit. Kombinasi dengan sulfonamid memperlihatkan sinergisme karena keduanya mengganggu sintesis purin pada tahap yang berurutan.

Farmakokinetik

Absorpsi – setelah pemberian oral, penyerapan pirimetamin di saluran cerna berlangsung lambat tetapi lengkap.

Setelah pemberian oral, kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 4-6 jam. Konsentrasi obat yang berefek supresi dapat menetap di dalam darah selama kira-kira 2 minggu. Obat ini diakumulasi terutama di ginjal, paru, hati dan limpa.

35

Page 36: Skenario 3 IPT

Ekskresi – pirimetamin diekskresi lambat dengan waktu paruh kira-kira 4 hari. Metabolitnya diekskresi melalui urin.

Efek samping – dengan dosis besar dapat terjadi anemia makrositik yang serupa dengan yang terjadi pada defisiensi asam folat. Gejala ini akan hilang bila pengobatan dihentikan, atau dengan pemberian asam folinat (leukovorin). Untuk mencegah anemia, trombositopenia, dan leukopenia, leukovorin ini dapat pula diberikan bersamaan dengan pirimetamin.

Indikasi – profilaksis malaria

B. Kombinasi pirimetamin-sulfadoksin

Farmakodinamik – obat ini bekerja dengan cara mencegah pembentukan asam folinat (asam tetradihidrofolat) dari PABA pada plasmodia.

Indikasi

1. Terapi malaria falciparum yang resisten terhadap klorokuin. Obat ini diberikan dalam dosis tunggal per oral yaitu :

3 tablet untuk dewasa atau anak BB > 45 kg

2 tablet untuk anak BB 31-45 kg

1 ½ tablet untuk anak BB 21-30 kg

1 tablet untuk anak BB 11-20 kg

½ tablet untuk anak BB 5-10 kg

Obat ini juga digunakan sebagai terapi tambahan untuk kina dalam mengatasi serangan akut malaria, guna memperpendek masa pemberian kina serta mengurangi toksisitasnya. Untuk serangan akut malaria tanpa komplikasi oleh P. falciparum yang resisten klorokuin dapat diberikan sulfadoksin-pirimetamin 3 tablet sahaja setelah pemberian kina 3 X 650 mg per hari selama 3-7 hari.

2. Terapi presumptif untuk malaria falciparum. Obat ini digunakan untuk mengatasi demam yang diduga akibat serangan akutt malaria falciparum. Pengobatan ini dilakukan di daerah endemik malaria, di mana pasien tidak mampu memperoleh pelayanan medik yang layak. Dianjurkan setelah pemakaian obat tersebut, pasien secepat mungkin memeriksakan dirinya pada fasilitas medic yang lengkap untuk memperoleh diagnose pasti dan pengobatan yang tepat.

Kontraindikasi

36

Page 37: Skenario 3 IPT

Pada gangguan fungsi ginjal dan hati, diskrasia darah, riwayat alergi sulfonamid, ibu menyusui dan anak yang berusia kurang dari 2 tahun.

Efek samping

Penggunaan kombinasi sulfadoksin-pirimetamin jangka lama sebagai profilaksis malaria tidak dianjurkan, sebab sekitar 1 : 5000 pasien akan mengalami reaksi kulit yang hebat bahkan mematikanseperti eritema multiforme, sindroma Steven Johnson atau nekrolisis epidermal toksik.

C. Proguanil/ kloroguanid

Proguanil atau kloroguanid ialah turunan biguanid yang berefek skizontosid melalui mekanisme antifolat. Obat ini mudah penggunaannya dan hampir tanpa efek samping.

Mekanisme kerja – menghambat pembentukan asam folat

Indikasi – untuk profilaksis, saat ini proguanil masih dipakai dalam kombinasi dengan klorokuin sebagai regimen alternatif untuk meflokuin. Proguanil tersedia sebagai kombinasi tetap 100 mg dengan atovakuon 250 mg, yang efektif untuk profilaksis malaria, terutama malaria falciparum. Selain itu, kombinasi ini juga dicadangkan untuk mengobati serangan klinis malaria falciparum.

Efek samping – hampir tidak ada, gangguan saraf ringan.

Resistensi – proguanil mudah sekali timbul resistensi terhadapnya sehingga penggunaan proguanil telah tergeser oleh antifolat lain yang lebih efektif. Meskipun resistensi terhadap proguanil sebagai monoterapi cukup sering, namun dalam bentuk kombinasi jarang terjadi.

5. Meflokuin

Farmakodinamik – mekanisme antimalarianya belum diketahui dengan jelas, tetapi dalam beberapa hal meflokuin mirip dengan kuinin. Meflokuin memiliki aktivitas skizontosid darah yang kuat terhadap P. falciparum dan P. vivax, tetapi tidak aktif terhadap fase eksoeritrosit dan gametosit.

Farmakokinetik

Absorpsi – meflokuin hanya diberikan secara oral, karena pemberian parenteral dapat menyebabkan iritasi lokal yang berat. Meflokuin diserap baik di saluran cerna.

Distribusi – meflokuin banyak terikat pada protein plasma. Kadar dalam jaringan, terutama hati dan paru, bertahan tinggi untuk beberapa lama.

37

Page 38: Skenario 3 IPT

Metabolisme - Saluran cerna merupakan reservoir untuk meflokuin karena obat ini mengalami sirkulasi enterohepatik dan enterogastrik. Kadar puncak dicapai 17 jam setelah pemberian, kemudian menurun sedikit demi sedikit selama beberapa hari dengan waktu eliminasi sekitar 20 hari.

Ekskresi – ekskresinya dalam berbentuk berbagai metabolit terjadi terutama melalui feses dan hanya sedikit yang melalui urin.

Indikasi – mencegah dan mengobati malaria yang resisten klorokuin dan P. falciparum yang resisten dengan banyak obat. Meflokuin tidak diindikasikan untuk mengobati malaria falciparum berat.

Efek samping – mual, muntah, nyeri abdomen, diare, sakit kepala, dan pusing. Neurotoksisitas seperti disorientasi, kejang, enselopati, neurotic dan psikotik juga dapat terjadi, namun bersifat reversibel bila obat dihentikan.

Kontraindikasi – wanita hamil, terutama kehamilan di bawah 3 bulan, anak yang berat badannya kurang dari 5 kg, pasien dengan riwayat kejang, gangguan neuropsikiatri berat, gangguan konduksi jantung dan adanya reaksi samping terhadap antimalaria kuinolin, misalnya kina, kuinidin dan klorokuin, dikontraindikasikan menggunakan obat ini.

6. Halofantrin

Farmakokinetik

Absorpsi – halofantrin diberikan secara oral. Penggunaan halofantrin terbatas, karena absorpsinya yang ireguler dan potensinya menimbulkan aritmia jantung.

Setelah pemberian oral, kadar puncak plasma dicapai dalam 4-8 jam, waktu paruhnya berkisar antara 10-90 jam.

Metabolisme – bioavailabilitasnya meningkat dengan makanan berlemak. Pada manusia halofantrin diubah menjadi N-desbutil halofantrin suatu metabolit utama yang juga memiliki efek anti malaria.

Efek samping – aritmia jantung, mual, muntah, nyeri abdomen, diare, pruritus dan rash.

Kontraindikasi – wanita hamil dan wanita menyusui, pasien dengan gangguan konduksi jantung serta pasien yang menggunakan meflokuin. Pada dosis tinggi, halofantrin dapat menimbulkan aritmia ventricular bahkan kematian.

Indikasi – sebagai pilihan selain kina dan meflokuin untuk mengobati serangan akut malaria yang resisten klorokuin dan P. falciparum yang resisten terhadap berbagai obat.

38

Page 39: Skenario 3 IPT

7. Lumefantrin

Lumefantrin adalah suatu arilalkohol halofantrin yang tersedia dalam bentuk kombinasi tetap dengan artemeter.

Kombinasi ini sangat efektif mengobati malaria falciparum dan belum ada laporan tentang adanya efek kardiotoksik.

8. Doksisiklin/Tetrasiklin

Indikasi – digunakan untuk profilaksis bagi daerah-daerah endemik yang terjangkit P. falciparum yang resisten dengan berbagai obat. Dosis dewasa adalah 100 mg per oral per hari, diberikan 2 hari sebelum masuk daerah endemik sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemik. Pemberian tidak dianjurkan lebih dari 4 bulan. Dosis anak usia lebih dari 8 tahun ialah 2mb/kg BB per oral per hari. Doksisiklin juga digunakan sebagai terapi tambahan dalam pengobatan malaria falciparum yang resisten terhadap klorokuin tanpa komplikasi, dengan dosis 2 kali 100 mg/hari per oral selama 7 hari.

Kontraindikasi – tidak dianjurkan diberikan pada anak usia kurang 8 tahun, wanita hamil dan mereka yang hipersensitif terhadap tetrasiklin.

9. Artemisinin dan derivatnya

Obat ini merupakan senyawa trioksan yang diekstrak dari tanaman Artemisia anua (qinghaosu).

Derivat artemisinin :

1. Artesunat – garam suksinil natrium artemisinin yang larut baik dalam air tetapi tidak stabil dalam larutan

2. Artemeter – metal eter artemisinin yang larut dalam lemak

Farmakodinamik

Dikatakan terdapat kemungkinan bahwa ikatan endoperoksida dalam senyawa ini yang berperan dalam penghambatan sintesis protein.

Farmakokinetik

Absorpsi – artemeter oral segera diserap dan mencapai kadar puncak dalam 2-3 jam, sedangkan artemeter intramuscular mencapai kadar puncak dalam 4-9 jam.

39

Page 40: Skenario 3 IPT

Distribusi – pada manusia sekitar 77% terikat pada protein. Kadar plasma artemeter pada penelitian dengan zat radioaktif sama dengan dalam eritrosit, menunjukkan bahwa distribusi ke eritrosit sangat baik.

Indikasi – artemisinin dan derivatnya menunjukkan sifat skizontosid darah yang cepat in vitro maupun in vivo sehingga digunakan untuk malaria yang berat. Dari beberapa uji klinik terlihat bahwa artemeter cepat sekali mengatasi parasitemia pada malaria yang ringan maupun berat. Artemisinin adalah obat yang paling efektif, aman, dan kerjanya cepat untuk kasus malaria berat terutama yang disebabkan oleh P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin dan obat-obat lainnya, serta efektif untuk malaria serebral.

Efek samping – efek samping yang sering dilaporkan adalah mual, muntah dan diare.

Kontraindikasi – artemisinin tidak dianjurkan digunakan pada wanita hamil.

10. Atovakuon

Atovakuon adalah hidroksi naftokuinon.

Farmakodinamik – menghambat transport elektron pada membran mitokondria plasmodium.

Farmakokinetik

Absorpsi – atovakuon hanya diberikan secara oral. Bioavailabilitasnya rendah dan tidak menentu, tetapi absorpsinya dapat ditingkatkan oleh makanan berlemak.

Distribusi – sebagian besar obat terikat dengan protein plasma dan memiliki waktu paruh 2-3 hari.

Ekskresi – sebagian besar obat dieliminasi dalam bentuk utuh ke dalam feses.

Kombinasi tetap atovakuon 250 mg dengan proguanil 100 mg per oral, menunjukkan hasil yang sangat efektif untuk pengobatan malaria falciparum ringan atau sedang yang resisten terhadap klorokuin atau obat-obat lainnya.

Kemoprofilaksis

40

Page 41: Skenario 3 IPT

Kemoprofilaksis malaria dilakukan untuk melindungi individu atau kelompok individu

yang non-imun terhadap malaria, yang masuk ke wilayah endemis malaria.

Pilihan obat antimalaria untuk dipakai dalam profilaksis ditentukan antara lain oleh

ada-tidaknya P. falciparum yang resisten klorokuin di daerah malaria yang dikunjungi,

adanya kontra indikasi dan efek samping yang mungkin timbul karena obat yang

dipakai. Wanita hamil, bayi dan anak-anak mutlak memerlukan kemoprofilaksis apabila

mereka

memasuki daerah malaria. Namun untuk kelompok ini terdapat lebih banyak batasan

sehubungan dengan adanya lebih banyak kontra indikasi atau kemungkinan efek

samping obat. Untuk kunjungan ke wilayah malaria dimana tidak ditemukan P.

falciparum

resisten klorokuin, obat yang dipakai untuk profilaksis adalah klorokuin dengan dosis

untuk orang dewasa 300 mg basalminggu. Pada wilayah malaria dengan P. falciparum

resisten klorokuin, dipakai meflokuin dengan dosis orang dewasa 250 mglminggu.

Sedangkan kunjungan ke wilayah dimana terdapat P. falciparum yang resisten terhadap

beberapa obat (multi-drug resistance), dipakai doksisiklin, dengan dosis orang dewasa

100 mglhari. Dua obat pertama mulai diminum satu minggu sebelum kunjungan,

diminum tiap rninggu selama kunjungan dan diteruskan sampai 4 minggu sesudah

meninggalkan wilayah malaria. Untuk doksisiklin, obat diminum 1-2 hari sebelum

kunjungan, dilanjutkan setiap hari selama kunjungan sampai 4 minggu sesudah

meninggalkan tempat. Oleh karena kemoprofilaksis tidak sepenuhnya menjamin

seseorang terhindar dari kemungkinan ditulari malaria, maka pengobatan darurat

(standby treatment) dengan memakai obat antimalaria tertentu dalam dosis terapi, bisa

dilakukan sendiri bila timbul gejala malaria selama atau sesudah kunjungan. Disamping

pencegahan dengan memakai obat, upaya untuk mencegah gigitan nyamuk Anopheles

menjadi bagian yang sangat penting dalam tindakan pencegahan malaria secara

keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=1883

41

Page 42: Skenario 3 IPT

http://www.ichrc.org/642-malaria-dengan-komplikasi-malaria-berat-perawatan-penunjang-komplikasi-pemantauan

Staf pengajar departemen parasitologi UI. (2013). Buku ajar parasitologi kedokteran ed.4. Jakarta : Badan penerbit FKUI Jakarta

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

42