Skenario 3 Finish

109
Skenario 3 Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario 3 sebagai hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok XVI semester VI yang berjudul “Kok aneh sih?”. Dimana dalam skenario ini kami membahas gangguan tumbuh, kembang, perilaku dan kognitif pada anak, khususnya berkaitan dengan pervasive development disorder (PDD) Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan scenario 3 serta learning objective yang kami cari. Karena ini semua disebabkan oleh keterbatasan kami sebagai manusia. Tetapi, kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca. Mataram, Mei 2010 Kelompok 5 Kelompok 5 i

description

zc

Transcript of Skenario 3 Finish

Page 1: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan

hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario 3 sebagai hasil diskusi

kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok XVI semester VI yang berjudul

“Kok aneh sih?”. Dimana dalam skenario ini kami membahas gangguan tumbuh, kembang,

perilaku dan kognitif pada anak, khususnya berkaitan dengan pervasive development disorder

(PDD)

Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam

menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan scenario 3

serta learning objective yang kami cari. Karena ini semua disebabkan oleh keterbatasan kami

sebagai manusia. Tetapi, kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat

kapada para pembaca.

Mataram, Mei 2010

Kelompok 5

Kelompok 5 i

Page 2: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Daftar Isi

Kata pengantar .............................................................................................. i

Daftar Isi ...................................................................................................... ii

Skenario 3.................................................................................................... 1

Learning Objective ....................................................................................... 2

Tumbuh kembang anak normal…………………………………………..... 3

Gangguan tumbuh………………………………………………………….. 5

Gangguan kembang………………………………………………………... 7

Gangguan kognisi………………………………………………………….. 13

Gangguan perilaku…………………………………………… …………… 18

Penjelasan DD

1. Autisme dan PDD

PDD…....…………………………………………………............................ 22

Autisme…....…………………………………………………...................... 23

Asperger’s Syndome…....………………………………………………….. 37

Rett Syndrome…....………………………………………………….......... 40

Gagguan Disintergratif …....……………………………………………..... 42

PDD tidak Spesifik…....………………………………………………….... 45

2. ADHD…………………………………………………… ……….. 47

3. Retardasi Mental…………………………………………………….. 55

Daftar Pustaka ............................................................................................... 68

Kelompok 5 ii

Page 3: Skenario 3 Finish

Skenario 3

SKENARIO

SKENARIO III : Kok aneh sih?

Ibu Ani membawa anak tunggalnya ke Puskesmas karena khawatir atas tingkah laku aneh Rio, anak laki-lakinya yang berusia 4 tahun. Si ibu menyadari bahwa anaknya mulai bertingkah laku aneh dan berbeda sekali dengan anak-anak sebaya lainnya sejak berumur 2 tahun, tapi ibu Ani masih ragu apakah anaknya memang sakit atau karena manja saja. Rio selalu menolak kehadiran orang lain dan terlihat lebih asyik bermain sendiri dengan mobil-mobilannya yang sudah usang. Bukan itu saja, jika Rio mendengar suara yang agak keras, Rio langsung terlihat sangat ketakutan. Ucapannya juga sulit dimengerti sehingga Ibu Ani merasa bingung apa yang sebenarnya diminta oleh anak kesayangannya tersebut. Jika sudah demikian, Rio pasti marah dan Ibu Ani akan sangat kesulitan menenangkan Rio. Rio juga belum bisa berjalan sendiri. “Ibu Ani sering diingatkan oleh kader posyandu disekitar tempat tinggalnya untuk segera memeriksakan anaknya tersebut karena curiga jangan-jangan Rio menderita gangguan perilaku dan tumbuh kembang atau bahkan cacat mental????

Kelompok 5 1

Page 4: Skenario 3 Finish

Skenario 3

LEARNING OBJECTIVE

1. Tumbuh kembang anak normal

2. Penjelasan mengenai gangguan tumbuh, kembang, kognisi dan perilaku

a. Definisi

b. klasifikasi

3. Penjelasan differential diagnose (DD) pada skenario

a. autisme dan PDD

b. ADHD

c. retardasi mental

- Definisi

- Klasifikasi

- Etiologi

- Faktor Resiko

- Patofisiologi

- Manifestasi Klinis

- Diagnosis

- Terapi

- Komplikasi

- Prognosis

- Pencegahan

Kelompok 5 2

Page 5: Skenario 3 Finish

Skenario 3

TUMBUH KEMBANG ANAK NORMAL

Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda,

tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, atau ukuran, yang

bisa diukur dengan ukuran berat (gram, kilogram) dan ukuran panjang (cm, meter),sedangkan

perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih

kompleks dari seluruh bagian tubuh sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.

Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil berinteraksi

dengan lingkungannya.

Secara umum terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak,

yaitu:

1. Faktor genetik

Faktor genetik ini yang menentukan sifat bawaan anak tersebut. Kemampuan anak

merupakan ciri-ciri yang khas yang diturunkan dari orang tuanya.

2. Faktor lingkungan

Yang dimaksud lingkungan yaitu suasana di mana anak itu berada. Dalam hal ini

lingkungan berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang

sejak dalam kandungan sampai dewasa. Lingkungan yang baik akan menunjang tumbuh

kembang anak, sebaliknya lingkungan yang kurang baik akan menghambat tumbuh

kembangnya

Kelompok 5 3

Page 6: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang, secara umum dibagi menjadi 3

kebutuhan dasar yaitu:

1. Kebutuhan fisik-biomedis (”ASUH”)

Meliputi:

pangan/gizi

perawatan kesehatan dasar: imunisasi, pemberian ASI, penimbangan yang teratur,

pengobatan

pemukiman yang layak

kebersihan perseorangan, sanitasi lingkungan

pakaian

rekreasi, kesegaran jasmani

2. Kebutuhan emosi/kasih sayang (”ASIH”)

Kasih sayang dari orang tua akan menciptakan ikatan yang erat dan kepercayaan dasar

untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental, atau psikososial.

3. Kebutuhan akan stimulasi mental (”ASAH”)

Stimulasi mental mengembangkan perkembangan kecerdasan, kemandirian, kreativitas,

agama, kepribadian, moral-etika, produktivitas dan sebagainya.

Anak yang mendapat ASUH, ASIH, dan ASAH yang memadai akan mengalami tumbuh

kembang yang optimal sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya.

Kelompok 5 4

Page 7: Skenario 3 Finish

Skenario 3

GANGGUAN PERTUMBUHAN

Pada gangguan pertumbuhan, terdapat beberapa indicator yang dapat dijadikan

sebagai tolok ukur suatu pertumbuhan pada anak seperti tinggi, berat, jumlah gigi dan lingkar

kepala anak tersebut. Masing-masing indicator tersebut memiliki nilai-nilai normal sesuai

dengan tinngkat umur, berikut merupakan beberapa nilai-nilai normal yang bisa digunakan

sebagai acuan dalam menentukan tingkat pertumbuhan

Tinggi badan

Berat badan

Umur BERAT (Kg)

Baru lahir

3 - 12 bulan

1 – 6 tahun

6 –12 tahun

2.5 – 3.5

Umur (bl) + 9 / 2

Umur (th) x 2 + 8

Umur (th) x 7 – 5 / 2

Kelompok 5 5

Page 8: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Lingkar kepala

UMUR L.K. (Cm)

Baru lahir

1 tahun

1 – 2 tahun

3 – 5 tahun

5 – pubertas

dewasa

33 – 35

+ 10

45 – 48

49 – 52

+ 1.25 per 5 tahun

52 – 55

Jumlah gigi

Kelompok 5 6

Page 9: Skenario 3 Finish

Skenario 3

GANGGUAN PERKEMBANGAN

Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena pada masa

ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak

selanjutnya. Pada masa balita ini kemampuan berbahasa, kreativitas, sosial, emosional dan

intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya.

Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini.

Deteksi dini perkembangan anak dilakukan dengan cara pemeriksaan perkembangan

secara berkala, apakah sesuai dengan umur atau telah terjadi penyimpangan dari

perkembangan normal. Empat parameter yang dipakai dalam menilai perkembangan anak

adalah:

1. Gerakan motorik kasar (pergerakan dan sikap tubuh).

Paling terprogram dengan urutan tertentu dan tidak ada hubungan dengan kepandaian.

Tahapan :

a. tengkurap : 4 bulan

b. duduk : 6-7 bulan

c. merangkak : 7-8 bulan

d. berdiri : 9-10 bulan

e. berjalan : 1-1,5 tahun

2. Gerakan motorik halus (menggambar, memegang suatu benda dll).

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan

gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-oto kecil,

tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.Berkaitan dengan penglihatan dan menyangkut

keterampilan.

a. Baru lahir : menjulurkan tangan ke benda, jari terkepal

b. 3 bulan : menjulurkan tangan dengan bantuan penglihatan, mencoba mengggapai

dengan sengaja

c. 4 bulan : telapak tangan mulai membuka

d. 5 bulan : memegang dengan tangan

e. 1 tahun : menjipit

Gangguan jari terkepal erat umur 4 bulan, tidak bisa menjimpit umur 1 tahun, tetap

memasukkkan benda ke mulut disertai ngiler berlebihan umur 2 tahun.

3. Bahasa (kemampuan merespon suara, mengikuti perintah, berbicara spontan).

Kelompok 5 7

Page 10: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Faktor penentu kecerdasan anak. Gangguan berupa tidak bisa bicara, bicara terlambat,

bicara bukan untuk komunikasi/bicara aneh.

Bicara terlambat tidak tersenyum sosial pada usia 10 minggu, tidak mengeluarkan suara

sebagai jawaban usia 3 bulan, tidak ada perhatian terhadap sekitar usia 8 bulan, tidak

bicara usia 15 bulan, tidak bicara 3-4 kata pada usia 20 bulan.

Penyebab : gangguan pendengaran, kurang pandai, gangguan organ mulut, tidak diajak

bicara, bicara 2-3 bahasa, autism.

4. Kepribadian/tingkah laku (bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya).

Ciri-ciri perkembangan anak

1. Perkembangan dimulai pada masa prenatal dan proses belajar dimulai setelah lahir.

Sering dikira bahwa proses belajar baru dimulai pada saat anak masuk sekolah formal.

Padahal proses belajar sudah dimulai sebelum anak masuk sekolah. Oleh karena itu,

perhatian terhadap perkembangan dan proses belajar harus dimulai pada waktu

prenatal dan pascanatal dan ini berlangsung terus.

2. Perkembangan mempunyai berbagai dimensi yang saling berhubungan.

Perkembangan termasuk fisik,kognitif, social, spiritual, dan emosional saling

mempengaruhi satu sama lain dan semuanya tumbuh secara simultan. Kemajuan di

satu bidang akan mempengaruhi kemajuan di bidang lainnya. Dan sebaliknya

keterlambatan pada satu bidang akan berdampak pula pada bidang yang lain. Contoh :

pada anak malnutrisi kemampuan untuk belajar di bawah normal, anak yang

mempunyai masalah belajar sering kurang percaya diri, dan sebagainya.

3. Perkembangan berlangsung pada tahap yang dapat diramalkan dan proses belajar

terjadi pada sekuen yang dapat dimengerti; tetapi terdapat variasi yang besar dari

individu dalam kecepatan perkembangan dan cara belajarnya. Ini penting untuk orang

tua agar menggunakan cara yang sesuai dengan pola perkembangan anaknya. Tidak

ada manfaatnya mengajarkan konsep dan memberikan tugas sebelum perkembangan

anak siap untuk itu.

4. Perkembangan dan belajar terus berlangsung berkelanjutan sebagai hasil dari interaksi

dengan orang, benda, dan lingkungan sekitarnya. Peran orang dewasa baik di rumah

maupun di tempat lain dalam mendukung proses belajar anak, adalah member

kesempatan pada anak untuk bekerja dengan benda yang konkrit, mempunyai

kesempatan memilih, melakukan eksplorasi pada benda atau ide, bereksperimen dan

Kelompok 5 8

Page 11: Skenario 3 Finish

Skenario 3

mendapatkan suatu penemuan. Anak juga membutuhkan kesempatan untuk

berinteraksi dengan teman sebaya dan orang dewasa di dalam lingkungan yang aman,

sehingga memberikan anak keamanan dan kenyamanan.

5. Anak sebagai peserta aktif dalam proses perkembangan dan belajarnya. Anak harus

diberi kesempatan membangun pengetahuannya melalui eksplorasi, interaksi dengan

bahan dan meniru peran.

Masalah Perkembangan Anak

Masalah perkembangan yang sering timbul antara lain :

1. Gangguan Perkembangan Fisik

Untuk mengetahui masalah tumbuh kembang fisik pada anak, perlu pemantauan yang

continue. Dengan pemantauan berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, umur tulang dan

pertumbuhan gigi maka dapat diketahui adanya kelainan tumbuh kembang fisik pada anak.

2. Gangguan Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh hal-hal di bawah ini, yaitu :

a. Faktor keturunan

Pada keluarga tersebut perkembangan motorik rata-rata lambat

b. Factor lingkungan

Anak yang tidak mendapat kesempatan belajar, misalnya anak yang terus digendong

atau ditaruh di “baby walker” terlalu lama. Juga anak yang mengalami deprivasi

maternal sering mengalami keterlambatan motorik.

c. Factor kepribadian

Anak yang penakut, takut jatuh

d. Retardasi mental

Sebagian besar anak dengan retardasi mental mengalami keterbatasan gerak motorik

e. Kelainan tonus otot

Anak dengan palsi serebral , sering terjadi keterbatasan perkembangan motorik akibat

dari spastisitas, athetosis, ataksia, atau hipotonia. Kelemahan tendon dan kelainan pada

sumsum tulang belakang (gross spinal defect), juga sering disertai dengan

keterlambatan motorik.

f. Obesitas

Walaupun obesitas dapat mengakibatkan gangguan perkembangan motorik, tetapi

tidak semua anak obesitas mengalami keterlambatan motorik.

Kelompok 5 9

Page 12: Skenario 3 Finish

Skenario 3

g. Penyakit Neuromuskular

Pada anak yang menderita penyakit Duchence muscular dystrophy sering terlambat

berjalan

h. Buta

Anak yang buta sering terlambat berjalan mungkin akibat tidak diberi kesempatan

berjalan.

Sedangkan gangguan motorik halus lebih sedikit variasinya . Gangguan perkembangan

motorik halus sering menyertai retardasi mental dan palsi serebralis.

3. Gangguan Perkembangan Bahasa

Gangguan perkembangan bahasa pada anak dapat disebabkan berbagai factor, yaitu

adanya factor genetic, gangguan pendengaran, intelegensi rendah, kurangnya interaksi

anak dengan lingkungan, maturasi yang terlambat, factor keluarga, kembar, psikosis,

gangguan lateralisasi, masalah-masalah yang berhubungan dengan disleksia dan afasia.

Sedangkan gagap, dapat disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar anak bicara dengan

jelas, factor keluarga/termasuk anak yang meniru cara bicara keluarganya yang gagap,

gangguan lateralisasi, rasa tidak aman, factor konstitusi, dan kepribadian anak. Selain itu

gangguan bicara dapat juga disebabkan oleh bibir sumbing atau sumbing

palatum,maloklusi, adenoid, dan serebral palsy. Frenulum lidah (tongue-tie) yang pendek

juga dapat mengakibatkan gangguan bicara.

4. Gangguan Fungsi Vegetatif

a. Ganguan makan

Ruminasi

Pica

Bulimia

Anoreksia nervosa

b. Gangguan fungsi eliminasi

Eneuresis

Encopresis

c. Gangguan tidur

Dissomnia

Parasomnia

d. Gangguan kebiasaan

Termasuk fenomena akibat pelampiasan stress, seperti membentur-benturkan kepala,

mengoyang-goyangkan tubuh, menghisap jari, menggigit kuku, mencabut rambut,

Kelompok 5 10

Page 13: Skenario 3 Finish

Skenario 3

menggerakkan gigi, memukul-mukul atau mencubit salah satu bagian tubuhnya,

manipulasi tubuh, mengulang kata-kata, menahan nafas,aerofagia, dan tiks.

5. Kecemasan

Kecemasan pada umumnya merupakan bagian perkembangan. Tetapi bila kecemasan ini

berlebihan sehingga mempunyai efek terhadap interaksi social dan perkembangan anak,

maka merupakan hal yang patologis yang memerlukan suatu intervensi. Contoh : fobia

sekolah, kecemasan berpisah (separation anxiety disorder), fobia social (childhood-onset

social phobia), kecemasan setelah mengalami trauma (post-traumatic stress disorder).

6. Gangguan Suasana Hati (mood disorders)

Sering pada anak-anak dan remaja. Gangguan tersebut antara lain adalah major

depression yang ditandai dengan disforia, kehilangan nafsu minat, sukar tidur, sukar

konsentrasi, dan nafsu makan yang terganggu. Pada dysthymic disorder, kelainan disforia

lebih intermitten dari major depression, dengan periode suasana hati normal dapat

berlangsung beberapa hari sampai minggu, kelainan ini lebih kronis.Bipolar disorder

adalah ditandai dengan suasana hati yang cepat berubah.

7. Bunuh Diri dan Percobaan Bunuh Diri

Merupakan penyebab kematian no.2 pada remaja di Negara barat. Bunuh diri sering

merupakan penyelesaian masalh psikologi dan lingkungan remaja.

8. Gangguan Kepribadian yang Terpecah (disruptive behavioural disorder)

Kelainan ini mungkin sebagai akibat dari frustasi atau kemarahan. Contohya: berbohong,

membangkang, temper tantrum, dan agresif.

9. Gangguan Perilaku Social

Gangguan perilaku social antara lain: transeksualisme, transvestism, dan homoseksual

10. Gangguan Perkembangan Pervasive dan Psikosis pada Anak

Gangguan perkembangan pervasive meliputi autism (gangguan komunikasi verbal dan

nonverbal, gangguan perilaku dan interaksi social), kelainan asperger (gangguan interaksi

social, perilaku yang terbatas dan diulang-ulang,obsesif), childhood disintegrative

disorder (demensia Heller), dan kelainan Rett (kelainan X-linked dominan pada anak

perempuan)

11. Disfungsi Neurodevelopmental pada anak usia sekolah

Kelompok 5 11

Page 14: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Disfungsi susunan saraf pusat sering disertai dengan kemampuan akademik yang dibawah

normal, kelainan perilaku dan masalah dalam interaksi social. Kelainan itu antara lain

adalh ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disoder), dan disleksia.

12. Kelainan Saraf dan Psikiatrik akibat Trauma Otak

Trauma otak meningkatkan resiko gangguan intelektual maupun psikiatris, terutama bila

trauma berat. Kelainan yang didapat pada waktu prenatal akibat ibu kecanduan obat

terlarang, peminum alcohol, dan perokok berat juga salah satu penyebabnya. Selain itu

dapat sebagai akibat dari infeksi (ensefalitis dan meningitis),kecelakaan, intoksikasi,

genetic, penyakit metabolic, dan penyakit idiopatik yang menyerang otak.

13. Penyakit Psikosomatik

Konflik psikologis dapat memberikan gejala somatic yang disebut sebagai psikosomatik.

Contoh: kelainan konversi, hipokondriasis, sindrom Muncahusen by proxy, reflex

sympathetic dystrophy.

Stimulasi Dalam Tumbuh Kembang Anak

Kemampuan dan tumbuh kembang anak perlu dirangsang oleh orang tua agar anak

dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan sesuai umurnya. Stimulasi adalah

perangsangan (penglihatan, bicara, pendengaran, perabaan) yang datang dari lingkungan

anak. Anak yang mendapat stimulasi yang terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan

anak yang kurang bahkan tidak mendapat stimulasi.

Stimulasi juga dapat berfungsi sebagai penguat yang bermanfaat bagi perkembangan

anak. Berbagai macam stimulasi seperti stimulasi visual (penglihatan), verbal (bicara), auditif

(pendengaran), taktil (sentuhan) dll dapat mengoptimalkan perkembangan anak.

Pemberian stimulasi akan lebih efektif apabila memperhatikan kebutuhan- kebutuhan

anak sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Pada tahap perkembangan awal anak

berada pada tahap sensori motorik. Pemberian stimulasi visual pada ranjang bayi akan

meningkatkan perhatian anak terhadap lingkungannya, bayi akan gembira dengan tertawa-

tawa dan menggerak-gerakkan seluruh tubuhnya. Tetapi bila rangsangan itu terlalu banyak,

reaksi dapat sebaliknya yaitu perhatian anak akan berkurang dan anak akan menangis.

Pada tahun-tahun pertama anak belajar mendengarkan. Stimulus verbal pada periode

ini sangat penting untuk perkembangan bahasa anak pada tahun pertama kehidupannya.

Kualitas dan kuantitas vokal seorang anak dapat bertambah dengan stimulasi verbal dan anak

Kelompok 5 12

Page 15: Skenario 3 Finish

Skenario 3

akan belajar menirukan kata-kata yang didengarnya. Tetapi bila simulasi auditif terlalu

banyak (lingkungan ribut) anak akan mengalami kesukaran dalam membedakan berbagai

macam suara.

Stimulasi visual dan verbal pada permulaan perkembangan anak merupakan stimulasi

awal yang penting, karena dapat menimbulkan sifat-sifat ekspresif misalnya mengangkat alis,

membuka mulut dan mata seperti ekspresi keheranan, dll. Selain itu anak juga memerlukan

stimulasi taktil, kurangnya stimulasi taktil dapat menimbulkan penyimpangan perilaku sosial,

emosional dan motorik.

Perhatian dan kasih sayang juga merupakan stimulasi yang diperlukan anak,misalnya

dengan bercakap-cakap, membelai, mencium, bermain dll.. Stimulasi ini akan menimbulkan

rasa aman dan rasa percaya diri pada anak, sehingga anak akan lebih responsif terhadap

lingkungannya dan lebih berkembang.

Pada anak yang lebih besar yang sudah mampu berjalan dan berbicara, akan senang

melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap lingkungannya. Motif ini dapat diperkuat atau

diperlemah oleh lingkungannya melalui sejumlah rekasi yang diberikan terhadap perilaku

anak tersebut. Misalnya anak akan belajar untuk mengetahui perilaku mana yang membuat

ibu senang/mendapat pujian dari ibu, dan perilaku mana yang mendapat marah dari ibu. Anak

yang dibesarkan dalam lingkungan yang responsif akan memperlihatkan perilaku eksploratif

yang tinggi. Stimulasi verbal juga dibutuhkan pada tahap perkembangan ini. Dengan

penguasaan bahasa, anak akan mengembangkan ide-idenya melalui pertanyaan-pertanyaan,

yang selanjutnya akan mempengaruhi perkembangan kognitifnya (kecerdasan).

Pada masa sekolah, perhatian anak mulai keluar dari lingkungan keluarganya,

perhatian mulai teralih ke teman sebayanya. Akan sangat menguntungkan apabila anak

mempunyai banyak kesempatan untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Melalui

sosialisasi anak akan memperoleh lebih banyak stimulasi sosial yang bermanfaat bagi

perkembangan sosial anak.

Bermain, mengajak anak berbicara, dan kasih sayang adalah ’makanan’ yang penting

untuk perkembangan anak, seperti halnya kebutuhan makan untuk pertumbuhan badan.

Bermain bagi anak tidak sekedar mengisi waktu luang saja, tetapi melalui bermain anak

belajar mengendalikan dan mengkoordinasikan otot-ototnya, melibatkan persaan, emosi, dan

pikirannya. Sehingga dengan bermain anak mendapat berbagai pengalaman hidup, selain itu

bila dikakukan bersama orang tuanya hubungan orang tua dan anak menjadi semakin akrab

dan orang tua juga akan segera mengetahui kalau terdapat gangguan perkembangan anak

secara dini.

Kelompok 5 13

Page 16: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Buku bacaan anak juga penting karena akan menambah kemampuan berbahasa,

berkomunikasi, serta menambah wawasan terhadap lingkungannya.

Untuk perkembangan motorik serta pertumbuhan otot-otot tubuh diperlukan stimulasi

yang terarah dengan bermain, latihan-latihan atau olah raga. Anak perlu diperkenalkan

dengan olah raga sedini mungkin, misalnya melempar/menangkap bola, melompat, main tali,

naik sepeda dll).

Kelompok 5 14

Page 17: Skenario 3 Finish

Skenario 3

GANGGUAN KOGNITIF

Defisit kognitif digunakan untuk mendefinisikan keterbatasan pada fungsi intelektual

pada gangguan menyeluruh (ex, retardasi mental) atau keterbatasan kemampuan kognitif

spesifik (ex, beberapa gangguan belajar seperti dyslexia). Selanjutnya akan dibahas mengenai

keterbatasan kemampuan kognitif spesifik (gangguan belajar). Retardasi mental akan dibahas

dalam bagian lain laporan ini.

Gangguan belajar digunakan sebagai klasifikasi untuk tujuan pendidikan. Oleh

Individuals with Disabilities Education Act of 2004 (IDEA 2004) gangguan ini dibagi

menjadi 7 kelompok sebagai tuntunan untuk pendidikan khusus, yaitu gangguan

mendengarkan, berbicara, kemampuan membaca dasar, mengerti bacaan (reading

comprehension), written expression, kalkulasi matematik, dan penalaran matematik.

Seseorang dengan gangguan ini mungkin memiliki kesulitam dalam areaini, namun masih

memiliki kemampuan intelektual baik di area lainnya.

Gangguan bahasa dan berbicara

Biasanya merupakan suatu indikator paling awal adanya gangguan belajar. Seseorang

dengan gangguan bahasa dan berbicara memiliki kesulitan dalam membuat suara,

menggunakan bahasa verbal dalam komunikasi, dan/atau memahami ekspresi verbal orang

lain.

Developmental articulation disorder: Seorang anan mungkin mengalami kesulitan

untuk mengontrol kecepatan bicaranya. Misalnya, pada usia mendekati 8 tahun

seorang anak masih mengatakan wabbit untuk rabbit atau thwim untuk swim.

Developmental expressive language disorder:

o Beberapa anak memiliki kesulitan untuk mengekspresikan dirinya secara

verbal.

o Keterlambatan perkembangan berbicara merupakan masalah yang serius,

terutama bila bersamaan dengan gejala kemampuan sosialisasi yang buruk.

Developmental receptive language disorder:

o Beberapa orang memiliki kesulitan untuk mengerti beberapa bunyi verbal atau

struktur-struktur verbal tertentu, seperti suatu kalimat panjang atau kombinasi

kata-kata.

Kelompok 5 15

Page 18: Skenario 3 Finish

Skenario 3

o Menggunakan dan mengerti bahasa verbal merupakan dua hal yang

berhubungan, karenanya banyak orang dengan gangguan penerimaan bahasa

juga mengalami gangguan untuk mengekspresikan kata-kata.

Gangguan Kemampuan Akademik

Berbagai aspek bicara, mendengarkan, membaca, menulis, dan aritmatik saling

timpang tindih dan dikontrol oleh area otak yang sama, maka tidak mengherankan bila

seseorang dapat memiliki gangguan kemampuan belajar yang kompleks.

Developmental reading disorder

o Gangguan ini sebelumnya dikenal sebagai Dyslexia, merupakan gangguan

membaca yang paling banyak terjadi.

o Membaca merupakan proses yang kompleks, melibatkan berbagai macam

kemampuan yang menghubungkan kemampuan persepsi visual yang tinggi,

dengan kemampuan bahasa yang tinggi. Beberapa kemampuan yang

dibutuhkan untuk membaca di antaranya:

Mengenali simbol-simbol visual khusus, seperti huruf.

Fokus dan memindai setiap baris kalimat.

Mengenali suara yang berhubungan dengan huruf, dan dapat

menghubungkan setiap suara.

Mengerti kata-kata dan tata bahasa

Membangun gambaran dan ide

Membandingkan ide baru dengan yang sudah ada

Mengingat suatu ide

o Kemampuan seperti di atas membutuhkan adanya hubungan sel saraf yang

intak antara pusat visual, bahasa, dan memori. Penelitian terbaru pada orang-

orang dengan masalah membaca yang parah menunjukkan bahwa otak mereka

memproses informasi sedikit berbeda dengan orang-orang yang lancar

membaca. Pada beberapa orang, CNS mereka ternyata memiliki koneksi yang

berbeda, sebagai akibatnya mereka mengalami kesulitan dalam membaca.

o Bila otak tidak mampu membentuk suatu gambaran atau menghubungkan

suatu ide baru dengan ide yang tersimpan di memori, maka seorang pembaca

tidak dapat mengingat atau mengintegrasikan konsep baru dan karenanya tidak

dapat menggunakan keahlian membacanya untuk suatu pemahaman yang lebih

Kelompok 5 16

Page 19: Skenario 3 Finish

Skenario 3

besar. Karena hal ini, ketidakmampuan membaca dapat terjadi pada anak yang

lebih tua di kelas yang lebih tinggi, saat fokus membaca berubah dari

identifikasi kata menjadi memahami.

Developmental writing disorder: kemampuan menulis melibatkan beberapa area di

otak. Koneksi otak untuk perbendaharaan kata, tata bahasa, pergerakan tangan, dan

memori harus dapat bekerja dengan baik. Gangguan dalam menulis dapat terjadi pada

gangguan fungsi dari berbagai area ini. Banyak anak dengan gangguan kontrol impuls

seperti ADHD memiliki masalah pada kemampuan menulis. Mereka juga bermasalah

dalam kemampuan menyelesaikan suatu ujian tertulis.

Developmental arithmetic disorder: Aritmatika merupakan suatu proses yang rumit,

dan gangguan pada area ini dapat berupa gangguan pada kalkulasi atau gangguan

pada pemecahan masalah. Aritmatika melipatkan kemampuan mengenali angka dan

simbol, memori, mengurutkan angka, dan memahami konsep yang abstrak. Semua ini

dapat menjadi sesuatu yang rumit pada gangguan aritmatika.

Gangguan belajar lainnya

DSM IV mengelompokkan kategori gangguan belajar, termasuk gangguan

kemampuan motorik dan gangguan perkembangan yang tidak spesifik. Di dalam kategori ini

termasuk keterlambatan behbahasa, akademik, dan kemampuan motorik yang dapat

mempengaruhi kemampuan untuk belajar, namun tidak memenuhi kriteria untuk gangguan

belajar yang spesifik. Termasuk di kelompok ini adalah gangguan koordinasi yang dapat

mengakibatkan gangguan pada kemampuan menulis indah, beberapa bentuk pengucapan dan

gangguan memori, dan gangguan perhatian.

Kelompok 5 17

Page 20: Skenario 3 Finish

Skenario 3

GANGGUAN PERILAKU

Gangguan prilaku (sering juga disebut masalah prilaku atau behaviour problem dan

masakah sikap atau conduct problem) merupakan gangguan penyesuaian diri terhadap

lingkungan sosial yang disebabkan lemahnya kontrol diri. Gangguan ini meliputi semua

bentuk gangguan prilaku pada anak kecuali yang disebabkan oleh neurosis, psikosis, retardasi

mental, dan gangguan fisik atau kerusakan organik. Gangguan prilaku ditandai dengan pola

tingkah laku yang berulang dimana hak dasar orang lain terganggu. Dengan demikian anak

dengan gangguan prilaku dipandang sebagai “individu normal” yang mengalami kesulitan

penyesuaian sosial.

Kesulitan prilaku ini dapat diidentifikasi mulai usia 3 tahun sampai akhir remaja dan

rentang prilaku yang tampak mulai dari ketidakpatuhan di rumah sampai dengan tindakan

kriminal di masyarakat.

Karakteristik umum yang disepakati di seluruh dunia tentang gangguan prilaku

meliputi kelemahan kontrol diri, ketidakpatuhan, prilaku agresif, dastruktif,kemarahan,

mencuri, berbohong, dan sering bolos. Untuk membedakannya dari luapan emosi dan agresi

yang normal, perlu dilihat dari frekuensi, intensitas, dan durasi prilaku tersebut. Dengan

demikian, anak baru akan dikatakan mengalami gangguan prilaku bila sering memperlihatkan

beberapa prilaku yang menyimpang tersebut dalam rentang waktu yang cukup lama.

Anak juga memiliki konsep diri yang rendah walau kelihatannya ia menunjukkan

sikap keras, kurang mampu berempati, toleransi terhadap frustasi rendah, sering bertindak

nekat dan kurang mampu menunjukkan rasa bersalah.

Sebagian besar anak dengan gangguan prilaku akan menjadi dewasa yang cendrung

terlibat kriminal dan antisosial, serta bermasalah dengan obat-obatan, sulit menyesuaikan diri

dengan pendidikan dan pekerjaan, cendrung akan bersifat keras dalam mengasuh anak-

anaknya yang pada akhirnya akan membuat anak-anak mereka mengalami gangguan prilaku

pula.

Gangguan prilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi, antara

lain faktor individu seperti tempramen dan pengaruh hormonal, faktor keluarga seperti pola

asuh dan stabilitas keluarga, dan faktor lingkungan seperti kualitas hubungan dengan sebaya.

Salah satu dampak dari interaksi faktor-faktor di atas yang mempengaruhi munculnya

Kelompok 5 18

Page 21: Skenario 3 Finish

Skenario 3

gangguan prilaku adalah rendahnya keterampilan sosial anak, yaitu kemampuan anak

mengatur emosi dan prilakunya untuk menjalin interaksi yang efektif dengan orang lain atau

lingkungan. Anak dengan gangguan prilaku cendrung menunjukkan prasangka permusuhan,

saat berhadapan dengan stimulus sosial yang ambigu mereka sering mengartikannya sebagai

tanda permusuhan sahingga menghadapinya dengan tindakan agresif. Mereka juga kurang

mampu mengontrol emosi, sulit memahami perasaan dan keinginan orang lain, dan kurang

terampil dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial. Rendahnya keterampilan sosial ini

membuat anak kurang mampu menjalin interaksi secara efektif dengan lingkungannya dan

memilih tindakan agresif sebagai strategi coping. Mereka candrung menganggap tindakan

agresif merupakan cara yang paling tepat untuk mengatasi permasalahan sosial dan

mendapatkan apa yang mereka yang inginkan. Akibatnya, mereka sering ditolak oleh orang

tua, teman sebaya, dan lingkungan.

Penolakan ini justru semakin berdampak buruk bagi anak. Jaringan sosial dan kualitas

hubungan mereka dengan lingkungan menjadi rendah, padahal kedua media ini dibutuhkan

anak untuk mengembangkan keterampilan sosialnya. Seolah-olah seperti “lingkaran setan”

yang pada akhirnya akan membuat mereka semakin dijauhi lingkungan.

Gangguan prilaku dapat dikelompokkan dalam 3 bentuk yang sesuai dengan

perkembangan usia anak, yaitu:

a. Masalah kontrol. Secara umum ditandai dengan ketidakmatangan prilaku seperti tidak

patuh, temper tantrum, menangis secara berlebihan, tingkat aktivitas yang tinggi, dan

suka membantah. Biasanya pada anak usia muda.

b. Prilaku agresif. Ditandai dengan sering melakukan penyerangan fisik dan verbal.

Bentuknya antara lain sering berkelahi, menyakiti orang lain secara verbal, suka

menentang atau membantah otoritas dan mengancam. Biasanya mulai muncul usia 4-

6 tahun.

c. Prilaku yang menunjukkan kenakalan atau kejahatan, seperti bolos, mencuri, merusak,

lari dari rumah, menggunakan obat-obatan, dan tindakan kriminal lainnya. Biasanya

terjadi pada usia 11-18 tahun.

Pembagian ini tidak berarti gejala gangguan prilaku terpisah antara bentuk yang satu

dengan bentuk yang lain. Mungkin saja pada anak yang satu terdapat sebagian besar gejala

Kelompok 5 19

Page 22: Skenario 3 Finish

Skenario 3

dari ketiga bentuk tersebut dan pada anak yang lain hanya terdapat beberapa gejala dari salah

satu bentuk.

Berdasarkan DSM-IV, gangguan prilaku disebut juga disruptive behaviour disorder

yang terdiri dari 2 bentuk yaitu conduct disorder dan oppositional defiant disorder.

Perbedaan kedua gangguan ini terletak pada tingkat keparahannya dimana conduct disorder

lebih parah. Penelitian menunjukkan bahwa oppositional defiant disorder merupakan awal

dari conduct disorder. Karakteristik kedua gangguan prilaku tersebut:

Domain Oppositional defiant disorder Conduct disoreder

Kognitif - Internalisasi peraturan-

peraturan dan norma-norma

sosial terbatas

- Menunjukkan permusuhan

karena adanya prasangka

- Internalisasi peraturan-peraturan

dan morma-norman sosial terbatas

- Menunjukkan permusuhan karena

adanya prasangka

Afeksi Mudah marah dan tersinggung Mudah marah dan tersinggung

Prilaku Menunjukkan ketidakpatuhan

kepada orang dewasa yang

memegang otoritas

Agresif

Temper tantrums

Menunjukkan pola prilaku

antisosial

Suka menentang

Agresif

Merusak

Berbohong dan mencuri

Bersikap kejam

Melarikan diri dari rumah

Melakukan kekerasan seksual

Menggunakan obat-obatan

Kondisi fisik Masalah fisik diakibatkan prilaku

yang berisiko tinggi seperti berkelahi,

penyalahgunaan obat-obatan atau

akibat prilaku seks yang tidak aman

Penyesuaian

interpersonal

- Hubungan bermasalah dengan - Hubungan bermasalah dengan

orang tua, guru, dan sebaya

Kelompok 5 20

Page 23: Skenario 3 Finish

Skenario 3

orang tua atau guru bahkan dapat meluas ke

masyarakat

Epidemiologi

Gangguan prilaku merupakan gangguan yang paling banyak dijumpai pada anak-anak.

Dari seluruh anak-anak yang dirujuk karena mengalami gangguan klinis psikologis,

sepertiga sampai setengahnya mengalami gangguan prilaku.

Prevalensi gangguan prilaku pada anak 4 -14% tergantung pada kriteria dan populasi

yang diteliti.

Data lain menunjukkan >50% anak usia 4-5 tahun menunjukkan gejala gangguan prilaku

eksternal yang dapat berkembang menjadi gangguan prilaku tetap.

Lebih banyka ditemukan pada anak laki-laki (9%) dibandingkan anak perempuan (2%)

20-40% anak penderita ADHD juga didiagnosis mengalami gangguan prilaku

Kelompok 5 21

Page 24: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Penjelasan Differential Diagnose pada

skenario

PERVASIVE DEVELOPMENTAL DISORDERS (PDD)

Pervasive developmental disorders (gangguan pertumbuhan pervasif) merupakan

gangguan psikologis pada anak yang memiliki karakteristik adanya gangguan timbal-balik

dalam interaksi sosial, gangguan perkembangan berbahasa, dan keterbatasan tingkah laku.

PDD (Pervasive developmental disorders) biasanya muncul pada anak sebelum usia 3 tahun

dan orangtua akan menghkhawatirkan adanya gangguan perkembangan bahasa anak pada

usia 18 bulan. Pada 25% kasus terjadi perkembangan bahasa yang setelah usia tertentu akan

menghilang atau berkurang. Anak dengan PDD biasanya sulit diidentifikasi oleh orang tua

hingga masa usia sekolah, karena mereka memiliki tuntutan yang sedikit dan konflik yang

minimal dengan anak seusianya yang menunjukkan adanya keterikatan sosial yang kurang.

Anak dengan PDD menunjukkan ketertarikan idiosyncratic yang intens pada

jangkauan/batas aktifitas yang sempit, menolak perubahan, dan tidak memiliki kepedulian

yang sesuai pada lingkungan sosial disekitarnya. Gangguan ini melibatkan area yang multiple

dan luas dari suatu perkembangan, dan bermanifestasi pada awal kehidupan, dan

menyebabkan disfungsi yang persisten.

Menurut 4th Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR),

yang termasuk PDD adalah gangguan autistic, Rett's disorder/syndrome, childhood

disintegrative disorder (CDD), Asperger's disorder, dan PDD tidak terspesifikasi. Rett's

syndrome muncul secara eksklusif pada anak perempuan, dengan karakteristik perkembangan

normal hingga usia 6 bulan, gerakan tangan stereotype, kehilangan gerak yang direncanakan,

hilangnya keterikatan sosial, koordinasi tubuh yang buruk, dan penurunan penggunaan

bahasa. Pada CDD perkembangan terjadi normal hingga usia 2 tahun, setelah itu anak akan

menunjukkan kehilangan kemampuan yang sudah didapatkan sebelumnya pada dua atau

lebih are berikut: penggunaan bahasa, kepedulian sosial, kemampuan bermain, kemampuan

motorik, dan kemampuan mengontrol berkemih atau defekasi. Asperger’s syndrome

merupakan kondisi dimana anak kehilangan keterkaitan sosial yang menonjol, dan

menunjukkan pola tingkahlaku yang repetitif dan stereotypic tanpa adanya gangguan atau

keterlambatan dalam berbahasa. Pada Asperger's disorder, kemampuan kognitif anak

berkembang dengan normal dan kemampuan adaptif juga normal.

Kelompok 5 22

Page 25: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Survey terakhir menunjukkan rata-rata usia anak pada saat didiagnosis dengan PDD

adalah 3,1 tahun pada gangguan autistic, 3,9 tahun pada PDD tidak spesifik, dan 7,2 tahun

pada Asperger's disorder. Anak dengan kemampuan berbahasa yang buruk didagnosis lebih

awal dari pada anak dengan gangguan berbahasa ringn dan sedang.

AUTISM

Definisi

Autisme berasal dari kata “autos” yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada diri

sendiri. Dalam kamus psikologi umum ( 1982), autisme berarti preokupasi terhadap pikiran

dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran

subyektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh

karena itu penderita autisme sering disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri.

Autisme atau autisme infantil ( Early Infantile Autism) pertama kali dikemukakan

oleh Dr. Leo Kanner 1943 seorang psikiatris Amerika. Istilah autisme dipergunakan untuk

menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering

disebut Sindrom Kanner. Ciri yang menonjol pada sindrom Kanner antara lain ekspresi wajah

yang kosong seolaholah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi orang lain

untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi.

Pada awalnya istilah “autisme” diambilnya dari gangguan schizophrenia, dimana

Bleuer memakai autisme ini untuk menggambarkan perilaku pasien skizofrenia yang menarik

diri dari dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri. Namun ada perbedaan yang

jelas antara penyebab dari autisme pada penderita skizofrenia dengan penyandang autisme

Kelompok 5 23

Page 26: Skenario 3 Finish

Skenario 3

infantile. Pada skizofrenia, autisme disebabkan dampak area gangguan jiwa yang didalamnya

terkandung halusinasi dan delusi yang berlansung minimal selama 1 bulan, sedangkan pada

anak-anak dengan autisme infantile terdapat kegagalan dalam perkembangan yang tergolong

dalam kriteria Gangguan Pervasif dengan kehidupan autistic yang tidak disertai dengan

halusinasi dan delusi ( DSM IV, 1995 ).

Manifestasi Klinis

Gejala autisme infantile timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian

anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir. Seorang ibu yang cermat

dapat melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia satu tahun. Yang sangat

menonjol adalah tidak adanya kontak mata dan kurangnya minat untuk berinteraksi dengan

orang lain. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, seorang

bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3 - 4 bulan. Bila ibu merangsang

bayinya dengan menggerincingkan mainan dan mengajak berbicara, maka bayi tersebut akan

berespon dan bereaksi dengan ocehan serta gerakan. Makin lama bayi makin responsive

terhadap rangsang dari luar seiring dengan berkembangnya kemampuan sensorik. Pada umur

6-8 bulan ia sudah bias berinteraksi dan memperhatikan orang yang mengajaknya bermain

dan berbicara. Hal ini tidak muncul atau sangat kurang pada bayi autistik. Ia bersikap acuh

tidak acuh dan seakan-akan menolak interaksi dengan orang lain. Ia lebih suka bermain

dengan “dirinya sendiri” atau dengan mainannya.

Secara umum ada beberapa gejala autisme yang akan tampak semakin jelas saat anak

telah mencapai usia 3 tahun, yaitu:

1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal seperti terlambat bicara,

mengeluarkan kata-kata dalam bahasanya sendiri yang tidak dapat dimengerti ,

echolalia, sering meniru dan mengulang kata tanpa ia mengerti maknanya, dan

seterusnya.

2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial, seperti menghindar kontak mata, tidak

melihat jika dipanggil, menolak untuk dipeluk, lebih suka bermain sendiri, dan

seterusnya.

3. Gangguan pada bidang perilaku yang terlihat dari adanya perlaku yang berlebih

( excessive ) dan kekurangan ( deficient ) seperti impulsif, hiperaktif, repetitif namun

dilain waktu terkesan pandangan mata kosong, melakukan permainan yang sama dan

monoton .Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti gambar, karet, dll

yang dibawanya kemana-mana.

Kelompok 5 24

Page 27: Skenario 3 Finish

Skenario 3

4. Gangguan pada bidang perasaan/emosi, seperti kurangnya empati, simpati, dan

toleransi; kadang-kadang tertawa dan marah sendiri tanpa sebab yang nyata dan

sering mengamuk tanpa kendali bila tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.

5. Gangguan dalam persepsi sensoris seperti mencium-cium dan menggigit mainan

atau benda, bila mendengar suara tertentu langsung menutup telinga, tidak menyukai

rabaan dan pelukan, dan sebagainya. Gejala –gejala tersebut di atas tidak harus ada

semuanya pada setiap anak autisme, tergantung dari berat-ringannya gangguan yang

diderita anak.

Diagnosis

Pada dasarnya gangguan autisme tergolong dalam gangguan perkembangan

pervasive, namun bukan satu-satunya golongan yang termasuk dalam gangguan

perkembangan pervasive ( Pervasive Developmental Disorder) menurut DSM IV (1995).

Namun dalam kenyataannya hampir keseluruhan golongan gangguan perkembangan pervasif

disebut oleh para orangtua atau masyarakat sebagai Autisme. Padahal di dalam gangguan

perkembangan pervasive meski sama-sama ditandai dengan gangguan dalam beberapa area

perkembangan seperti kemampuan interaksi sosial, komunikasi serta munculnya perilaku

stereotipe, namun terdapat beberapa perbedaan antar golongan gangguan autistik (Autistic

Disorder) dengan gangguan Rett ( Rett’s Disorder), gangguan disintegatif masa anak

( Childhood Disintegrative Disorder ) dan gangguan Asperger ( Asperger’s Disorder ).

Gangguan autistik berbeda dengan gangguan Rett dalam rasio jenis kelamin penderita dan

pola berkembangnya hambatan. Gangguan Rett hanya dijumpai pada wanita sementara

gangguan Autistik lebih banyak dijumpai pada pria disbanding wanita dengan ratio 5 : 1.

Selanjutnya pada sindroma Rett dijumpai pola perkembangan gangguan yang disebabkan

perlambatan pertumbuhan kepala (head growth deceleration), hilangnya kemampuan

ketrampilan tangan dan munculnya hambatan koordinasi gerak. Pada masa prasekolah, sama

seperti penderita autistik, anak dengan gangguan Rett mengalami kesulitan dalam interaksi

sosialnya. Selain itu gangguan Autistik berbeda dari Gangguan Disintegratif masa anak,

khususnya dalam hal pola kemunduran perkembangan. Pada Gangguan Disintegratif,

kemunduran (regresi) terjadi setelah perkembangan yang normal selama minimal 2 tahun

sementara pada gangguan autistik abnormalitas sudah muncul sejak tahun pertama kelahiran.

Selanjutnya, gangguan autistik dapat dibedakan dengan gangguan Asperger karena pada

penderita asperger tidak terjadi keterlambatan bicara. Penderita Asperger sering juga disebut

Kelompok 5 25

Page 28: Skenario 3 Finish

Skenario 3

dengan istilah “ High Function Autism” , selain karena kemampuan komunikasi mereka yang

cukup normal juga disertai dengan kemampuan kognisi yang memadai.

Secara detail, menurut DSM IV ( 1995), kriteria gangguan autistik adalah sebagai

berikut :

A. Harus ada total 6 gejala dari (1),(2) dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-

masing 1 gejala dari ( 2 ) dan (3) :

a. Kelemahan kwalitatif dalam interaksi sosial, yang termanifestasi dalam sedikitnya

dari beberapa gejala berikut ini :

i. Kelemahan dalam penggunaan perilaku nonverbal, seperti kontak mata,

ekspresi wajah, sikap tubuh, gerak tangandalam interaksi sosial.

ii. Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya sesuai

dengan tingkat perkembangannya.

iii. Kurangnya kemampuan untuk berbagi perasaan dan empati dengan orang

lain.

iv. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal

balik.

b. Kelemahan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada 1 dari gejala

berikut ini:

i. Perkembangan bahasa lisan ( bicara) terlambat atau sama sekali tidak

berkembang dan anak tidak mencari jalan untuk berkomunikasi secara non

verbal.

ii. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak digunakan untuk

berkomunikasi

iii. Sering menggunakan bahasa yang aneh, stereotype dan berulangulang.

iv. Kurang mampu bermain imajinatif ( make believe play ) atau permainan

imitasi sosial lainnya sesuai dengan taraf perkembangannya.

c. Pola perilaku serta minat dan kegiatan yang terbatas, berulang. Minimal harus ada

1dari gejala berikut ini :

i. Preokupasi terhadap satu atau lebih kegiatan dengan focus dan intensitas

yang abnormal/ berlebihan.

ii. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik atau rutinitas

iii. Gerakan-gerakan fisik yang aneh dan berulang-ulang seperti menggerak-

gerakkan tangan, bertepuk tangan, menggerakkan tubuh.

Kelompok 5 26

Page 29: Skenario 3 Finish

Skenario 3

iv. Sikap tertarik yang sangat kuat/ preokupasi dengan bagian-bagian tertentu

dari obyek.

B. Keterlambatan atau abnormalitas muncul sebelum usia 3 tahun minimal pada salah satu

bidang (1) interaksi sosial, (2) kemampuan bahasa dan komunikasi, (3) cara bermain

simbolik dan imajinatif.

C. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Anak

Dengan mempelajari kriteria diagnostik di atas, sebenarnya tidaklah terlalu sulit untuk

menentukan apakah seorang anak termasuk penyandang autism atau gangguan perkembangan

lainnya. Namun kesalahan diagnosis masih sering terjadi terutama pada autisme ringan yang

umumnya disebabkan adanya tumpang tindih gejala. Sebagai contoh, penyandang

hiperaktivitas dengan konsentrasi yang kurang terfokus kadang kala juga menunjukkan

keterlambatan bicara dan bila dipanggil tidak selalu berespon sesuai yang diharapkan.

Demikian juga bagi penderita retardasi mental yang moderate, severe dan profound mereka

menunjukkan gejala yang hampir sama dengan autisme seperti keterlambatan bicara, kurang

adaptif dan impulsif.

Etiologi

Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa dalam catatan pakar autis jumlah

penyandang autisme dibandingkan dengan jumlah kelahiran normal dari tahun ketahun

meningkat tajam sehingga ditahun 2001 lalu sudah mencapai 1 dari 100 kelahiran.

Peningkatan yang tajam ini tentunya menimbulkan pertanyaan, ada perubahan apa dalam

rentang waktu tersebut sehingga kasus terjadinya autisme bisa meningkat tajam tidak saja di

Indonesia tetapi juga di berbagai negara.

Faktor psikogenik

Ketika autisme pertamakali ditemukan tahun 1943 oleh Leo Kanner, autism

diperkirakan disebabkan pola asuh yang salah. Kasus-kasu perdana banyak ditemukan pada

keluarga kelas menengah dan berpendidikan,` yang orangtuanya bersikap dingin dan kaku

pada anak. Kanner beranggapan sikap keluarga tersebut kurang memberikan stimulasi bagi

perkembangan komunikasi anak yang akhirnya menghambat perkembangan kemampuan

komunikasi dan interaksi sosial anak. Pendapat Kanner ini disebut dengan teori Psikogenik

yang menerangkan penyebab autisme dari factor-faktor psikologis, dalam hal ini perlakuan/

pola asuh orangtua.

Namun penelitian-penelitian selanjutnya tidak menyepakati pendapat Kanner.

Alasannya, teori psikogenik tidak mampu menjelaskan ketertinggalan perkembangan

Kelompok 5 27

Page 30: Skenario 3 Finish

Skenario 3

kognitif, tingkah laku maupun komunikasi anak autis. Penelitian-penelitian selanjutnya lebih

memfokuskan kaitan factor-faktor organik dan lingkungan sebagai penyebab autis. Kalau

semula penyebabnya lebih pada faktor psikologis, maka saat ini bergeser ke factor organik

dan lingkungan.

Faktor Biologis Dan Lingkungan

Seperti gangguan perkembangan lainnya, autisme dipandang sebagai gangguan yang

memiliki banyak sebab dan antara satu kasus dengan kasus lainnya penyebabnya bisa tidak

sama. Penelitian tentang faktor organik menunjukkan adanya kelainan/keterlambatan dalam

tahap perkembangan anak autis sehingga autisme kemudian digolongan sebagai gangguan

dalam perkembangan (developmental disorder) yang mendasari pengklasifikasian dan

diagnosis dalam DSM IV.

Hasil pemeriksaan laboratorium, juga MRI dan EEG tidak memberikan gambaran

yang khas tentang penyandang autisme, kecuali pada penyandang autisme yang disertai

dengan gangguan kejang. Temuan ini kemudian mengarahkan dugaan neurologis terjadi pada

abnormalitas fungsi kerja otak, dalam hal ini, neurotransmitter yang berbeda dari orang

normal. Neuro transmitter merupakan cairan kimiawi yang berfungsi menghantarkan impuls

dan menerjemahkan respon yang diterima. Jumlah neurotransmitter pada penyandang autisme

berbeda dari orang normal dimana sekitar 30-50% pada penderita autisme terjadi peningkatan

jumlah serotonin dalam darah. Selanjutnya, penelitian kemudian mengarahkan perhatian pada

faktor biologis, diantaranya kondisi lingkungan, kehamilan ibu, perkembangan perinatal,

komplikasi persalinan, dan genetik.

Kondisi lingkungan seperti kehadiran virus dan zat-zat kimia/ logam dapat

mengakibatkan munculnya autisme. Zat-zat beracun seperti timah ( Pb) dari asap knalpot

mobil, pabrik dan cat tembok; kadmium (Cd) dari batu baterai serta turunan air raksa ( Hg)

yang digunakan sebagai bahan tambalan gigi ( Amalgam). Apabila tambalan gigi digunakan

pada calon ibu, amalgam akan menguap didalam mulut dan dihirup oleh calon ibu dan

disimpan dalam tulang. Ketika ibu hamil, terbentuklah tulang anak yang berasal dari tulang

ibu yang sudah mengandung logam berat. Selanjutnya proses keracunan logam beratpun

terjadi pada saat pemberian Asi dimana logam yang disimpan ibu ikut dihisap bayi saat

menyusui. Sebuah vaksin, MMR ( Measles, Mumps & Rubella) awalnya juga diperkirakan

menjadi penyebab autisme pada anak akibat anak tidak kuat menerima campuran suntikan

tiga vaksin sekaligus sehingga mereka mengalami kemunduran dan memperlihatkan gejala

autisme.

Kelompok 5 28

Page 31: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Sampai saat ini diduga faktor genetik berpengaruh kuat atas munculnya kasus

autisme. Dari penelitian pada saudara sekandung ( siblings) anak penyandang autisme

terungkap mereka mempunyai peningkatan kemungkinan sekitar 3 % untuk dinyatakan autis.

Sementara penelitian pada anak kembar juga didapat hasil yang mendukung. Sayangnya

harus diakui populasi anak kembar sendiri memang tidak banyak di masyarakat sehingga

menggunakan sample kecil . Penelitian pada kembar identik 1 telur menunjukkan bahwa

mereka memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk diagnosis autis bila saudara

kembarnya autis.

Beberapa faktor lainnya yang juga telah diidentifikasi berasosiasi dengan autisme

diantaranya adalah usia ibu ( makin tinggi usia ibu, kemungkinan menyandang autis kian

besar ), urutan kelahiran, pendarahan trisemester pertama dan kedua serta penggunaan obat

yang tak terkontrol selama kehamilan.

Pada penyandang autisme, tanda-tanda hambatan perkembangan telah mulai tampak

pada masa bayi seperti kurangnya kontak mata, kurangnya reaksi pada saat akan digendong,

kurang mampu tersenyum meski pada orang terdekatnya, kecemasan yang aneh dan kekurang

mampuan bermain “cilukba”. Tubuh bayi juga terkesan “kaku” sehingga sulit untuk

direngkuh dalam pelukan. Pada masa kanak-kanak dan prasekolah, penyandang autisme

kurang menunjukkan respon sosial yang positif. Anak kurang lekat pada orangtua, ia tidak

mengikuti orangtua jika pergi, jarang mengekspresikan kasih sayang atau mencari

perlindungan bila terluka bahkan cenderung menarik diri dan menghindar.

Selanjutnya penguasaannya akan bahasa dan pemahaman komunikasi juga mengalami

hambatan. Tidak ada komunikasi timbal balik dengan orang lain. Selain itu anak juga kurang

mampu melakukan “imitasi sosial” atau meniru perilaku orang lain pada usianya.

Kemampuannya untuk bermainnya juga terbatas pada bermain sendiri ( solitary play ) dan

permainan tersebut cenderung terbatas dan diulang-ulang secara kaku.

Pada pertengahan masa kanak-kanak, anak penyandang autism menunjukkan

kecenderungan untuk tidak berteman, tidak kooperatif dan kurang mampu berempati pada

orang lain. Respon sosial mereka terkesan aneh dan kurang pada tempatnya sehingga mereka

mengalami masalah dalam penyesuaian sosialnya. Aktivitasnya bersifat ritualistik dan rutin

serta mereka mengalami stress jika terjadi perubahan dari aktivitas biasa yang dilakukan.

Selanjutnya menurut Kanner, Rodriquest dan Ansheden masa remaja merupakan masa

perkembangan yang paling dramatik. Periode ini dapat merupakan masa yang menunjukkan

perbaikan yang signifikan. Beberapa remaja mulai menyadari bahwa tingkah lakunya

menyimpang dan secara sadar berusaha memperbaiki diri dan tampil sesuai dengan perilaku

Kelompok 5 29

Page 32: Skenario 3 Finish

Skenario 3

sosial yang diharapkan. Sekitar 5 – 15 persen anak autistik mampu mencapai kemampuan

penyesuaian sosial yang diharapkan dengan atau tanpa terapi. Meski dalam berkomunikasi,

vokalisasinya masih belum sempurna namun sudah cukup dapat dipahami. Memang mereka

tetap kurang mampu menunjukkan empati dan peran seksual yang sesuai, namun sisi

positifnya dalah mereka kaku dalam memegang aturan dan mampu masuk kelingkungan

sosial yang birokratis. Namun disisi lain, mayoritas anak autisme akan terus berkembang

dengan gangguan perkembangan yang parah. Mereka tetap hidup dalam alamnya sendiri

namun tidak menjadi schizophrenia dalam arti mengalami delusi dan halusinasi.

Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosa yang tepat akan menghasilkan intervensi dan treatmen yang

tepat, oleh karena itu penting sekali penegakan diagnosa dilakukan secara teliti dan akurat.

Pemeriksaan terhadap anak penyandang autisme secara terpadu perlu dilakukan. Tim yang

terdiri dari ahli psikologi anak, dokter anak, dokter neurologis serta ahli pendidikan perlu

duduk bersama dalam menangani kasus ini.

Tes –tes psikologi

o Tes PEP-R

Berdasarkan pengalaman Sleeuwen ( 1996) , tes khusus untuk anak autistic

disebut dengan Psycho Educational Profile Revised ( PEP-R). Tes tersebut

dikembangkan oleh di Teacch, sebuah program pendidikan khusus untuk anak

autis. Tes ini digunakan untuk anak autistik atau yang terganggu

perkembangannya dan dipakai pada anak-anak dengan usia kronologis 6 bulan

sampai dengan 7 tahun. Tes PEP-R ini memberikan informasi tentang fungsi

perkembangan seperti imitasi, persepsi, ketrampilan motorik halus, ketrampilan

motorik kasar, korrdinasi mata dan tangan, performansi kognitif dan kognisi

verbal, Tes PEP-R juga dapat mendeteksi masalah-masalah dalam hal relasi dan

afeksi, permainan dan minat terhadap benda dan respon penginderaan dan bahasa.

Skor PEP-R digunakan untuk membuat rencana pendidikan individual anak

sehingga guru dapat tertolong dalam menangani anak autistik.

o Vineland Social Maturity Scale

Skala Kematangan Sosial Vineland biasanya juga digunakan sebagai data

tambahan untuk mendukung diagnosa. Semua versi dari Vineland terfokus pada

apa yang biasa dilakukan individu dan dirancang untuk menilai prilaku adaptif.

Data diperoleh berdasarkan observasi dan wawancara orangtua. Tes Vineland

Kelompok 5 30

Page 33: Skenario 3 Finish

Skenario 3

mengklasifikasikan empat domain/ranah adaptif utama yaitu ranah komunikasi,

ranah ketrampilan sehari-hari, ranah sosialisasi, ranah ketrampilan motorik yang

kemudian disertai dengan komposit perilaku adaptif dan maladaptif. Hasil tes

Vineland penyandang autis berada pada kriteria kematangan sosial yang jauh

dibawah rata-rata anak seusianya.

o Diagnosa berdasarkan kriteria DSM IV

Pada uraian terdahulu telah dijelaskan bahwa autisme tergolong dalam gangguan

perkembangan pervasive dan dalam penegakan diagnosa didasarkan pada adanya

hambatan pada 3 bidang utama yaitu interaksi sosial, komunikasi dan tingkah laku

yang repetitive dan berulang.

Selain itu dalam penegakan diagnose autisme perlu diperhatikan:

a. Diagnosa yang berhubungan dan mental retardasi.

Dalam beberapa kasus, autisme berhubungan dengan mental retardasi, umumnya

pada kriteria Moderate Mental Retarded, IQ 35 – 50 (DSM IV, 1995). Hampir 75%

penyandang autisme berada pada taraf intelegensi mental retardasi. Terjadi

abnormalitas dalam perkembangan kognitif penyandang autisme.

Sementara menurut Sleeuwen (1996) sekitar 60 % anak-anak autistik menderita

retardasi mental tingkat moderate ( IQ 35- 50) dan 20 % anak mengalami mental

retardasi ringan sedangkan 20 % lainnya tidak mengalami mental retardasi dan

memiliki IQ > 70 ( normal ). Beberapa anak memiliki apa yang disebut “ pulau

intelegensi” yang artinya mereka memiliki bakat khusus di bidang-bidang tertentu

seperti musik, berhitung, menggambar, dsbnya.

Selanjutnya Sleeuwen menyatakan dalam mendeteksi mental retardasi pada anak

autis dapat dilihat dari kemampuan umum anak yang jauh di bawah rata-rata anak

seusianya ( terbelakang ) dan hambatan dalam komunikasi serta pemahaman sosial.

Epilepsi yang menyertai juga berkaitan dengan kapasitas intelegensi yang rendah,

namun 1 dari 20 anak yang mengalami epilepsi memiliki fungsi mental yang cukup

baik. Retardasi mental dan autisme muncul bersamaan dari awal.

b. Hubungannya dengan hasil laboratorium

Jika autisme dikaitkan dengan kondisi kesehatan umum, ditemukan bahwa ada

perbedaan aktivitas serotonin namun tidak begitu jelas terlihat. Namun hasil pemeriksaan

EEG menunjukkan abnormalitas. ( DSM IV, 1996 )

c. Hubungannya dengan kondisi kesehatan umum

Kelompok 5 31

Page 34: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Beberapa simptom kelainan neurologis terlihat pada penyandang autis, seperti

refleks yang primitif, keterlambatan penggunaan tangan yang dominan, dsbnya. Kondisi

ini berkaitan dengan kondisi kesehatan umum seperti enchepalitis, phenylketonuria,

fragile X syndrome, anoxia saat kelahiran dan maternal rubella).

Diagnosa Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Medis – Neurologis

Seperti telah dikemukakan terdahulu, factor biologis diperkirakan juga memberikan

andil bagi berkembangkany gangguan autisme pada anak. Oleh karena itu untuk mendukung

penegakan diagnosa diperlukan pemeriksaan kesehatan dan neurologis yang lengkap dan

terpadu.

Selain diagnosa autisme, menurut dr. Rudi Sutadi (1998) terdapat juga

pengklasifikasian berat-ringannya autisme dengan menggunakan CARS ( Childhood Autisme

Rating Scale ). Untuk keperluan ilmiah, klasifikasi ini bermanfaat. Namun disarankan untuk

hati-hati dalam penggunaan klasifikasi ringan-sedang-berat ini disebabkan untuk penanganan

autis sampai saat ini peringkat tersebut tidak dikaitkan dengan perbedaan prognosis dan

intervensi. Intervensi autisme pada klasifikasi manapun tetap sama yaitu intervensi (terutama

tata laksana perilaku) yang terpadu dan optimal.

Kehati-hatian penggunaan peringkat ini juga disebabkan pengaruhnya pada orangtua

penyandang autisme. Bila anak didiagnosis menderita autisme ringan, dapat menimbulkan

kelengahan pada orangtua untuk melaksanakan tatalaksana yang optimal. Sedangkan bagi

mereka yang dinyatakan berat, mungkin saja merkea menjadi depresi dan putus asa sehingga

tidak berbuat apa-apa pada anak mereka.

Tatalaksana

Pertanyaan yang sering dilontarkan orang tua adalah apakah anaknya dapat secara

total bebas dari autisme. Agak sulit untuk menerangkan pada orang tua bahwa autisme adalah

gangguan yang tidak bisa disembuhkan ( not curable ), namun bisa diterapi ( treatable ).

Maksudnya kelainan yang terjadi pada otak tidak bisa diperbaiki namun gejala-gejala yang

ada dapat dikurangi semaksimal mungkin sehingga anak tersebut nantinya bisa berbaur

dengan anakanak lain secara normal.

Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh beberapa faktor ( Budiman, 1998 ) yaitu :

a. berat ringannya gejala atau berat ringannya kelainan otak.

b. usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur anak saat dimulainya

terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil.

c. Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya

Kelompok 5 32

Page 35: Skenario 3 Finish

Skenario 3

d. Bicara dan bahasa, 20 % penyandang autis tidak mampu berbicara seumur hidup,

sedangkan sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan kefasihan yang berbeda-beda.

Mereka dengan kemampuan bicara yang baik mempunyai prognosis yang lebih baik.

e. Terapi yang intensif dan terpadu.

Terapi Yang Terpadu

Penanganan / intervensi terapi pada penyandang autisme harus dilakukan dengan

intensif dan terpadu. Terapi secara formal sebaiknya dilakukan antara 4-8 jam sehari. Selain

itu seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu komunikasi dengan anak. Penanganan

penyandang autisme memerlukan kerjasama tim yang terpadu yang berasal dari berbagai

disiplin ilmu antara lain psikiater, psikolog neurolog, dokter anak, terapis bicara dan

pendidik.

Beberapa terapi yang harus dijalankan antara lain :

a. Terapi medikamentosa

b. Terapi psikologis

c. Terapi wicara

d. Fisioterapi

Terapi Medikamentosa

Pemberian obat pada anak harus didasarkan pada diagnosis yang tepat, pemakaian

obat yang tepat, pemantauan ketat terhadap efek samping dan mengenali cara kerja obat.

Perlu diingat bahwa setiap anak memiliki ketahanan yang berbeda-beda terhadap efek obat,

dosis obat dan efek samping. Oleh karena itu perlu ada kehati-hatian dari orang tua dalam

pemberian obat yang umumnya berlangsung jangka panjang.

Saat ini pemakaian obat diarahkan untuk memperbaiki respon anak sehingga diberika

obat-obat psikotropika jenis baru seperti obat-obat antidepressan SSRI (Selective Serotonin

Reuptake Inhibitor) yang bisa memberikan keseimbangan antara neurotransmitter serotonin

dan dopamine. Yang diinginkan dalam pemberian obat ini adalah dosis yang paling minimal

namun paling efektif dan tanpa efek samping. Pemakaian obat akan sangat membantu untuk

memperbaiki respon anak terhadap lingkungan sehingga ia lebih mudah menerima tata

laksana terapi lainnya. Bila kemajuan yang dicapai cukup baik, maka pemberian obat dapat

dikurangi bahkan dihentikan.

Terapi Psikologis

Dalam penanganan autisme, seringkali perkembangan kemampuan berjalan lambat

dan mudah hilang. Umumnya intervensi difokuskan pada meningkatkan kemampuan bahasa

dan komunikasi, self-help dan perilaku sosial dan mengurangi perilaku yang tidak

Kelompok 5 33

Page 36: Skenario 3 Finish

Skenario 3

dikehendaki seperti melukai diri sendiri ( self mutilation ), temper tantrum dengan penekanan

pada peningkatan fungsi individu dan bukan “menyembuhkan” dalam arti mengembalikan

penyandang autis ke posisi normal.

Rutter membuat pendekatan yang komprehensif dalam intervensi autismee yang

memliki tujuan :

membantu perkembangan kognitif, bahasa dan sosial yang normal

meningkatkan kemampuan belajar anak autistik

mengurangi kekakuan dan perilaku stereotype dengan meningkatkan interaksi

penyandang autis dengan orang lain dan tidak membiarkannya “hidup sendiri” .

Interaksi yang kurang justru akan menyebabkan munculnya perilaku-perilaku

yang tidak dikehendaki. Dalam hal ini pemberian mainan yang bervariasi juga

dapat mengurangi kekakuan ini.

mengurangi perilaku maladaptive seperti temper tantrum dan melukai diri sendiri

mengurangi stress pada keluarga penderita autisme

Selanjutnya, Lieke Van Sleeuwen ( 1996 ) menyatakan intervensi psikologis anak-

anak autistic harus terfokus pada :

memberikan stimulasi spesifik dan latihan untuk mengkompensasikan

keterlambatan perkembangan secara menyeluruh

memutuskan atau mengurangi perilaku yang sulit ditangani oleh lingkungan yang

menghambat proses belajar sosial dan pendidikan

mencegah timbulnya gangguan sekunder yang mungkin muncul sebagai efek dari

gangguan utama.

Ketiga hal ini hanya dapat dilaksanakan pada lingkungan yang sangat terstruktur dan

teratur dengan baik. Anak autistik memiliki pola berpikir yang berbeda, mereka mengalami

kesulitan memahami lingkungannya. Oleh karena itu memberikan lingkungan terstruktur

merupakan titik awal dalam proses intervensi penyandang autis. Hal ini dapat dilakukan

dengan cara sbb :

a. Keteraturan waktu dan tempat

yaitu jadwal harian yang tetap dan ruang yang pasti. Namun tidak berarti bahwa segala

sesuatu harus terjadi dengan cara yang sama. Perubahanperubahan kecil juga diperlukan

agar anak autis dapat meningkatkan fleksibilitas mereka.

b. Berhubung adanya kesulitan berpikir dan bertingkah laku pada anak autis, maka perlu

merangsang dan melatih anak melalui berbagai aspek yang disesuaikan dengan minat

yang dimiliki anak.

Kelompok 5 34

Page 37: Skenario 3 Finish

Skenario 3

c. Pengajaran dilakukan secara bertahap dan bila memungkinkan menggunakan alat peraga

d. Proses pendidikan berlangsung secara individual ( khusus ). Anak autis tidak memiliki

ketrampilan sosial yang diperlukan untuk belajar dalam situasi kelompok. Oleh karena

itu, pendekatan individual diberikan pada anak termasuk didalamnya individual play

training. Training bermain ini merupakan terapi yang mengajari anak bermain dan

membimbing anak ke dalam berbagai kemungkinan fungsional suatu mainan. Contohnya

seperti sebuah mobil tidak hanya merupakan benda dengan roda yang berjalan tetapi juga

dapat disetir dan mengangkut orang dan benda-benda lain.

Seperti halnya Rutter yang menekankan perlunya mengatasi stress pada keluarga,

Sleeuwen ( 1996 ) juga menekankan pentingnya konseling keluarga. Setelah seorang anak

didiagnosa autisme, adalah penting bahwa tidak hanya anak tersebut yang mendapatkan

pertolongan, namun juga orang tua. Orang tua perlu diberikan pengertian mengenai kondisi

anak dan mampu menerima anak mereka yang menderita autis. Mereka juga dilibatkan dalam

proses terapi ( Home training ). Konsep yang ada dalam home training ini adalah orang tua

belajar dan dilatih untuk dapat melakukan sendiri terapi yang dilakukan psikolog/terapis.

Terapi tidak hanya dilakukan oleh terapis tetapi juga oleh keluarga di rumah. Terapi yang

intensif akan meminimalisir kemungkinan hilangnya kemampuan yang telah dilatih dan

dikuasai anak.

Terapi Wicara

Umumnya hampir semua penyandang autisme menderita gangguan bicara dan

berbahasa. Oleh karena itu terapi wicara pada penyandang autisme merupkan keharusan.

Penanganannya berbeda dengan penderita gangguan bicara oleh sebab lain. Salah seorang

tokoh yang mengembangkan terapi bicara ini adalah Lovaas pada tahun 1977 yang

menggunakan pendekatan behaviouris - model operant conditioning. Anak yang mengalami

hambatan bicara dilatih dengan proses pemberian reinforcement dan meniru vokalisasi

terapis.

Rutter juga membahas mengenai terapi bicara dalam upaya meningkatkan

kemampuan komunikasi anak autis. Ia membuat table Promotion of Language Development

yang menerangkan alur kebutuhan dan masalah perkembangan bahasa anak autis disertai

pemecahan masalah yang dapat dilakukan sebagai berikut :

Kelompok 5 35

Page 38: Skenario 3 Finish

Skenario 3

TABEL I : Promotion of language Development

Kebutuhan Masalah Pemecahan

1. Perubahan sosial isolasi sosial

kurang interaksi timbal

balik

Perencanaan interaksi

Peningkatan kemampuan

sosial

Latihan Interaksi timbal

balik terstruktur

2. Komunikasi sosial Kegagalan menggunakan

bahasa sosial

Latihan

Pemberian Penguatan

Fokus pd komunikasi

3. Kapasitas linguistik Tidak berkapasitas Latihan langsung

Menggunakan tanda

alternatif lainnya

Fisioterapi

Pada anak autisme juga diberikan fisioterapi yang berfungsi untuk merangsang

perkembangan motorik dan kontrol tubuh.

Alternatif terapi lainnya

Selain itu ada beberapa terapi lainnya yang menjadi alternatif penanganan

penyandang autis menurut pengalaman Sleeuwen ( 1996 ) , yaitu :

a. Terapi musik

Meliputi aktivitas menyanyi, menari mengikuti irama dan memainkan alat musik.

Musik dapat sangat bermanfaat sebagai media mengekspresikan diri, termasuk pada

penyandang autis.

b. Son- rise program

Program ini berdasarkan pada sikap menerima dan mencintai tanpa syarat pada anak-

anak autistik. Diciptakan oleh orangtua yang anaknya didiagnosa menderita autisme

tetapi karena program latihan dan stimulasi yang intensif dari orangtua anak dapat

berkembang tanpa tampak adanya tanda-tanda autistik.

c. Program Fasilitas Komunikasi

Meskipun sebenarnya bukan bentuk terapi, tetapi program ini merupakan metode

penyediaan dukungan fisik kepada individu dalam mengekspresikan pikiran atau ide-

idenya melalui papan alfabet, papan gambar, mesin ketik atau komputer.

Kelompok 5 36

Page 39: Skenario 3 Finish

Skenario 3

d. Terapi vitamin

Penyandang autis mengalami kemajuan yang berarti setelah mengkomsumsi vitamin

tertentu seperti B 6 dalam dosis tinggi yang dikombinasikan dengan magnesium, mineral

dan vitamin lainnya.

e. Diet Khusus ( Dietary Intervention) yang disesuaikan dengan cerebral allergies yang

diderita penyandang autis.

ASPERGER'S SYNDROME

Asperger's syndrome memiliki karakteristik gangguan dan keanehan interaksi sosial

dan keterbatasan minat dan tingkah laku yang mirip pada anak dengan gangguan autistik.

Tidak seperti gangguan autistik, pada Asperger's syndrome tidak terdapat keterlambatan yang

signifikan dalam perkembangan bahasa, kognitif atau kemampuan untuk menolong diri

sendiri yang sesuai dengan usianya.

Pada tahun 1944, dokter dari austria mendeskripsikan sebuah syndrome autistic

psychopathy. Deskripsinya yang orisinal merupakan seseorang dengan kemampuan

intelegensia normal yang memiliki gangguan/perburukan timbal balik dalam suatu interaksi

sosial dan adanya kejanggalan tingkah laku tanpa keterlambatan pertumbuhan. Asperger's

syndrome terjadi dengan variasi berbagai variasi tingkat keparahan.

Epidemiologi

Tidak seperti anak dengan autisme, anak denngan Asperger's syndrome memiliki

perkembangan berbahasa yang normal, misalnya kemampuan berbahasa menggunakan kata

tunggal didapatkan pada anak usia 2 tahun dan penggunaan frase komunikatif pada usia 3

tahun. Asperger's syndrome memiliki keterkaitan keluarga yang telah diketahui.

Prevalensinya diperkirakan 11/10.000 anak pertahun.

Etiologi

Penyebab utama terjadinya Asperger's syndrome masih belum diketahui, namun

penelitian pada keluarga menunjukkan adanya kemungkinan hubungan seperti yang dimiliki

pada gangguan autistik yaitu adanya pengaruh dari genetik, metabolik, infeksi, dan gangguan

perinatal lainnya yang dapat menimbulkan kelainan pada perkembangan neuronal.

Diagnosis dan Manifestasi Klinis

Manifesttasi klinis pada Asperger’s syndrome setidaknya memiliki 2 indikasi dari

gangguan kualitas hubungan sosial yaitu:

Komunikasi gestur Abnormal yang tampak jelas.

Kelompok 5 37

Page 40: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Ketidak mampuan menumbuhkan hunbungan dengan anak sebayanya.

Kurangnya timbalbalik emosional atau sosial dengan orang lain.

Dan gangguan dalam kemampuan untuk mengekspresikan rasa sengan terhhadap

kebahagiaan orang lain.

Keterbatasan minat dan pola tingkahlaku yang repetitif dan stereotipik selalu tampak,

namun jika hal ini tampak sangat halus maka akan sulit diidentifikasi sebagai Asperger's

syndrome atau membedakannya dari anak yang normal. Menurut DSM-IV-TR, pasien tidak

menunjukkan adanya keterlambatan perkembangan berbahasa, kognitif dan kemamppuan

adaptif.

Kriteria Diagnosis asperger’s syndrome berdasarkan DSM-IV-TR:

A. Gangguan kualitattif dalam interaksi sosial, manifestasi yang timbul minimal 2 dari

manifestasi berikut:

1. Gangguan yang nampak jelas dalam menggunakan tingkahlaku non verbal

seperti saling memandang mata, ekspresi wajah, postur tubuh dan gestur yang

digunakan dalam interaksi sosial.

2. Gagal menumbuhkan hubungan antar rekan sebaya yang sesuai dengan tahap

tumbuhkembangnya.

3. Kurangnya kemampuan spontan untuk berbagai kebahagiaan, minat, atau

pencapaian hasil kerja dengan orang lain. Misalnya dengan kurangnya

kemampuan spontan untuk menunjukkan, membawwa, atau menunjukkan

objek yang disukainya kepada orang lain.

4. Kurangnya timbal-balik sosial atau emosional dengan orang lian.

B. Keterbatasna pola tingkah laku, minat dan aktivitas yang repetitif dan stereotypik,

minimal menunjukkansatu gejala berikut:

1. Mencakup perokupasi terhadap satu atau lebih pola minat yang stereotipik dan

repetitif yang abnormal baik dari segi fokus atau intensitasnya

2. Ketaatan yang tidak fleksibel dalam melakukan ritual tertentu.

3. Tingkah laku motorik yang stereotypik dan repetitive (misalnya, bertepuk

tangan, memutar jari, atau gerak badan yang kompleks).

Kelompok 5 38

Page 41: Skenario 3 Finish

Skenario 3

4. Preokupasi (kesenangan ) yang persistent terhadap suatu bagian dari objek

tertentu.

C. Gangguan yang menyebabkan ketidakmampuan soisal, okupasional, atau area fungsi

tertentu.

D. Tidak ada keterlambatan secara general terhadap perkembangan berbahasa.misalnya

kata tunggal digunakan pada usia 2 tahun dan frase diguunakan padausia 3 tahun.

E. Tidak ada keterlambatatan yang signifikan dalam perkembanagn kognitif atau dalam

perkembangan kemampuan kognitif sesuai usia, kemampuan bersikap adaptive (selain

kemampuan bersinteraski sosial), dan keingintahuan terhadap lingkungan kanak-

kanak.

F. Kriterianya tidak termasuk dalam PDD spesifik lainnya atau schizophrenia.

Differential Diagnosis (DD)

Diferensial diagnosis dari Asperger's syndrome ttermasuk gangguan autistik, PDD

tidak spesifik, dan pada pasien yang menuju masa dewasa, schizoid personality disorder.

Berdasarkan DSM-IV-TR, perbedaan yang paling membingungkan antara asperger’s

syndrome dan gangguan autistik adalah absennya keterlambatan dan disfungsi kemampuan

berbahasa. Penelitan menunjukkan bahaw anak dengan asperger’s syndrome cenderung

memiliki kemampuan untuk mencari teman dan berinteraksi dengan lingkungan sosial

meskipun memiliki keterbatasan pada kemampuannya uuntuk bersosialisasi jika

dibandingkan dengan anak dengan gangguan autistik.

Prognosis

Prognosis pada Asperger's syndrome tergantung pada IQ, dan kemampuannya

bersosialisasi. Jika kedua kemampuan tersebut baik maka prognosisnya akan baik. Beberapa

laporan menunjukkan pada beberapa orang dewasa yang di diagnosis dengan Asperger's

syndrome pada saat anak-anak menunjukkan bahwa mereka cukup pintar dan mampu secara

verbal, namun pada beberapa orang dewasa tampak tidak nyaman secara sosial dan malu-

malu di dalam kehidupan sosialnya dan kadang menunjukkan pemikiran yang tidak logis.

Tatalaksana

Prinsip terapi dari Asperger's syndrome adalah pemberian dukungan dan terapi

suportif dengan tujuan untuk menimbulkan kemampuan untuk bersosialisasi dan membangun

Kelompok 5 39

Page 42: Skenario 3 Finish

Skenario 3

hubungan dengan rekan sebayanya. Intervensi medis diberikan untuk membentuk interaksi

yang lebih baik dengan rekan sebayanya. Seringkali, anak dengan Asperger's syndrome

memiliki kemampuan verbal dan pencapaian akademis yang tinggi. Kemampuan seseorang

penderita Asperger's syndrome untuk bergantung pada aturan yang kaku dan ketat, dan

rutinitas dapat menggangu kemampuan adaptif merek. Rutinitas yang nyaman dan

menyenangkan dapat membantu kebiasaan yang positif dalam kehidupan sosial mereka. Pada

kasus ketidak mampuan bersosialisasi yang berat diperlukan strategi yang sama seperti pada

penderita autisme. Terapi dengan kelompok pelatihan kemampuan sosial merupakan

intervensi yang perlu dilakukan pada anak dengan kemampuan sosialisasi yang rendah. Dan

terapi kognitif-dan-tingkahlaku sangat berguna pada anak Asperger's syndrome dengan

kecemasan (Anxiety).

GANGGUAN RETT

Epidemiologi

6 sampai 7 kasus gangguan Rett per 100.000 anak perempuan.

Etiologi

Tidak diketahui pasti. Kemungkinan bahwa gangguan Rett memiliki dasar genetic,

karena hanya ditemukan pada anak perempuan, adanya kesesuaian lengkap pada kembar

monozigotik.

Diagnosis dan Manifestasi klinis

Selama 5 bulan pertama setelah lahir, bayi memiliki keterampilan motorik yang sesuai

dengan usia, lingkaran kepala yang normal, dan pertumbuhan yang normal. Interaksi social

menunjukkan kualitas timbale balik yang diharapkan. Pada umur 6 bulan sampai 2 tahun,

anak-anak mengalami ensefalopati progresif, dengan sejumlah ciri karakteristik. Tanda-tanda

seringkali berupa hilangnya gerakan tangan yang bertujuan, yang digantikan oleh gerakan

stereotipik, seperti memuntirkan tangan, hilangnya bicara yang sebelumnya telah didapatkan,

retardasi psikomotor, dan ataksia. Gerakan stereotipik lain pada tangan dapat terjadi, seperti

menjilat atau menggigit jari dan gerakan menepuk atau menjentik. Pertumbuhan lingkaran

kepala melambat, yang menyebabkan mikrosefali. Semua ketrampilan bahasa hilang, dan

keterampilan komunikatif reseptif maupun ekspresif dan sosial tampaknya mendatar pada

Kelompok 5 40

Page 43: Skenario 3 Finish

Skenario 3

tingkat perkembangan antara 6 bulan dan 1 tahun. Koordinasi otot yang buruk dan gaya

berjalan apraksik berkembang, gaya berjalan memiliki kualitas yang tidak mantap dan kaku.

Semua gambaran klinis diatas adalah kriteria diagnostik untuk gangguan.

Ciri penyerta adalah kejang pada sampai 75 persen anak yang terkena dan

diorganisasi EEG dengan pelepasan epileptiform pada hampir semua anak kecil dengan

gangguan Rett, walaupun tidak adanya kejang klinis.

Kriteria diagnosis

A. Semua berikut:

1) Perkembangan prenatal dan perinatal yang tampaknya normal

2) Perkembangan psikomotor yang tampaknya normal selama 5 bulan pertama setalah

lahir

3) Lingkaran kepala yang normal saat lahir

B. Onset semua berikut ini setelah periode perkembangan normal

1) Pertambahan pertumbuhan kepala antara usia 5 dan 48 bulan

2) Hilangnya keterampilan tangan bertujuan yang sebelumnya telah dicapai antara usia 5

dan 30 bulan dengan diikuti perkembangan gerakan tangan stereotipik

3) Hilangnya keterlibatan sosial dalam awal perjalanan

4) Terlihatnya gaya berjalan atau gerakan batang tubuh yang terkoordinasi secara buruk

5) Gangguan parah pada perkembangan bahasa ekspresif dan reseptif dengan retardasi

psikomotor yang parah.

Differential Diagnosis (DD)

Beberapa anak dengan gangguan Rett mendapatkan diagnosis awal gangguan autistik

karena adanya ketidakmampuan yang jelas dalam berinteraksi sosial pada kedua gangguan

tersebut. Tetapi, kedua gangguan memiliki perbedaan yang dapat diramalkan. Pada gangguan

Rett, anak menunjukkan pemburukan kejadian perkembangan lingkaran kepala, dan

pertumbuhan keseluruhan; pada gangguan autistic, berbagai manerisme tangan mungkin

Kelompok 5 41

Page 44: Skenario 3 Finish

Skenario 3

terjadi atau tidak. Koordinasi yang buruk, ataksia, dan apraksia merupakan bagian dari

gangguan Rett yang ditemukan; banyak orang dengan gangguan autistic memiliki fungsi

motorik kasar yang tidak istimewa. Pada gangguan Rett, kemampuan verbal biasanya hilang

sama sekali; pada gangguan autistic, pasien menggunakan bahasa yang menyimpang secara

karekteristik. Iregularitas pernafasan adalah karakteristik untuk gangguan Rett, dan kejang

seringkali ditemukan sejak awal; pada gangguan autistic, tidak ada disorganisasi pernafasan

yang ditemukan, dan kejang tidak berkembang pada sebagian besar pasien; jika kejang

berkembang, kemungkinan lebih sering terjadi pada masa remaja dibandingkan pada masa

anak-anak.

Prognosis

Gangguan Rett adalah progresif. Prognosis tidak diketahui sepenuhnya, tetapi pasien

tersebut yang hidup sampai dewasa tetap pada tingkat kognitif dan sosial yang sama dengan

tingkat pada tahun pertama kehidupan.

Tatalaksana

Terapi ditujukan pada intervensi simptomatik. Fisioterapi telah bermanfaat bagi

disfungsi otot, dan terapi antikonvulsan biasanya diperlukan untuk mengendalikan kejang.

Terapi prilaku berguna untuk mengendalikan perilaku melukai diri sendiri, seperti juga dalam

terapi gangguan autistic, dan dapat membantu mengatur disorganisasi pernafasan.

GANGGUAN DISINTEGRATIF MASA ANAK-ANAK

Epidemiologi

Diperkirakan sekurangnya sepersepuluh dari gangguan autistik, dan prevalensi

diperkirakan kira-kira satu kasus pada 100.000 anak laki-laki. Rasio anak laki-laki

berbanding anak perempuan tampaknya antara 4 dan 8 anak laki-laki berbanding 1 anak

perempuan.

Etiologi

Kelompok 5 42

Page 45: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Penyebab pasti tidak diketahui, tetapi gangguan telah berhubungan dengan kondisi

neurologis lain, termasuk gangguan kejang, sklerosis tuberosus, dan berbagai gangguan

metabolic.

Diagnosis dan Manifestasi Klinis

Diagnosis dibuat berdasarkan ciri-ciri yang memenuhi karakteristik usia onset,

gambaran klinis, dan perjalanan penyakit. Menurut DSM-IV , usia onset minimal adalah 2

tahun. Onset mungkin samar-samar selama beberapa bulan, atau mungkin relative tiba-tiba,

dengan menghilangkan kemampuan dalam beberapa hari atau minggu.

Ciri inti dari gangguan adalah hilangnya keterampilan komunikasi, regresi yang jelas

pada interaksi timbal-balik, dan onset gerakan stereotipik dan perilaku kompulsif. Gejala

afektif adalah sering ditemukan, terutama kecemasan, dan juga regresi dalam kecakapan

menolong diri sendiri, seperti pengendalian usus dan kandung kemih. Untuk mendapatkan

diagnosis, anak harus menunjukkan kehilangan keterampilan dalam dua bidang berikut ini:

bahasa, perilaku sosial atau adaptif, pengendalian usus atau kandung kemih, bermain, dan

keterampilan motorik. Kelainan harus ditemukan sekurangnya pada 2 kategori berikut:

interaksi sosial timbal-balik, keterampilan komunikasi, dan perilaku stereotipik atau terbatas.

Ciri neurologis utama yang berhubungan adalah gangguan kejang.

Kriteria diagnosis

A. Pertumbuhan yang tampaknya normal selama sekurangnya 2 tahun pertama setelah lahir

seperti yang ditunjukkan oleh adanya komunikasi verbal dan nonverbal yang sesuai

dengan usia, hubungan sosial, permainan, dan perilaku adaptif.

B. Kehilangan bermakna secara klinis keterampilan yang telah dicapai sebelumnya (sebelum

usia 10 tahun) dalam sekurangnya 2 bidang berikut:

1) Bahasa ekspresif atau reseptif

2) Keterampilan sosial atau perilaku adaptif

3) Pengendalian usus atau kandung kemih

4) Bermain

5) Keterampilan motorik

Kelompok 5 43

Page 46: Skenario 3 Finish

Skenario 3

C. Kelainan fungsi dalam sekurangnya 2 bidang berikut:

1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial (misalnya, gangguan dalam perilaku

nonverbal, gagal untuk mengembangkan hubungan teman sebaya, tidak ada timbal-

balik sosial atau emosional)

2) Gangguan kualitatif dalam komunikasi (misalnya, keterlambatan atau tidak adanya

bahasa ucapan, ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan suatu

percakapan, pemakaian bahasa yang stereotipik dan berulang, tidak adanya berbagai

permainan khayalan)

3) Pola perilaku, minat dan aktivitas yang terbatas, berulang, dan stereotipik, termasuk

stereotipik dan manerisme motorik

D. Gangguan tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan perkembangan pervasive spesifik

lain atau oleh skizofrenia.

Differential Diagnose (DD)

Diagnosis banding gangguan disintegrative masa anak-anak adalah gangguan autistik

dan gangguan Rett. Gangguan disintegratif masa anak-anak dibedakan dari gangguan autistik

dengan hilangnya perkembangan yang sebelumnya telah tercapai. Sebelum onset gangguan

disintegratif masa anak-anak (terjadi pada usia 2 tahun atau lebih), bahasa biasanya telah

berkembang sampai pembentukan kalimat.

Pada gangguan Rett, pemburukan terjadi lebih awal dibandingkan gangguan

disintegratif masa anak-anak, dan gerakan tangan stereotipik yang karakteristik untuk

gangguan Rett tidak terjadi pada gangguan disintegratif masa anak-anak.

Prognosis

Perjalan penyakit gangguan disintegratif masa anak-anak adalah bervariasi, dengan

pendataran yang dicapai pada sebagian besar kasus, suatu pemburukan progresif perjalan

penyakit pada kasus yang jarang, dan kadang-kadang terjadi suatu perbaikan sampai titik

mencapai kemampuan berbicara dalam kalimat. Sebagian besar pasien tetap dalam retardasi

mental yang sekurangnya sedang.

Kelompok 5 44

Page 47: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Tatalaksana

Karena kemiripan klinis dengan gangguan autistik, terapi gangguan disintegratif masa

anak-anak adalah sama dengan untuk gangguan autistik.

PERVASIVE DEVELOPMENTAL DISORDER NOT

OTHERWISE SPECIFIED (PDD-TIDAK SPESIFIK)

DSM-IV-TR mendefinisakan PDD tidak spesifik sebagai, gangguan pervasif pada

kemampuan berkomunikasi, atau adanya tingkahlaku yang repetitif dan stereotipik

ketertarikan dan aktivitas yang terkait dengan ketidakmampuan dalam berinteraksi sosial.

Anak yang telah didiagnosis menunjukkan keterbatasan aktivitas dan minat yang repetitif.

Kriteria dari PDD spesifik, schizophrenia, dan schizotypal dan avoidant personality disorders

tidak ditemukan pada PDD tidak spesifik.

Diagnosis

Berdasarkan DSM-IV-TR, PDD tidak spesifik merupakan kategori dimana terdapat

gangguan pervasif pada kemampuan berkomunikasi, atau adanya tingkahlaku yang repetitif

dan stereotipik ketertarikan dan aktivitas yang terkait dengan ketidakmampuan dalam

berinteraksi sosial, yang tidak termasuk dalam kriteria dari PDD spesifik, schizophrenia, dan

schizotypal dan avoidant personality disorders tidak ditemukan pada PDD tidak spesifik.

Misalnya atypical Autism karena onsetnya yang terlambat, gejala yang atypical, batas gejala

yang atipikal atau karena semua itu.

Diagnosis Atypical Autism oleh ICD-10:

Atypical Autism

A. Abnormalitas atau ketidakmampuan dalam perkembangan pada usia 3 tahun keatas.

B. Terdapat abnormalitas dalam kualitas timbal-balik dalam interaksi soisal atau dalam

berkomunikasi atau terdapat pola tingkahlaku dan aktivitas yang terbatas, repetitif,

dan streotipik (kriteria seperti autisme kecuali tidak perlu utnuk menemukan kriteria

dengan area tertentu)

C. Gangguan yang tidak sesuai dengan kriteria diagnosis autisme. Autisme memiliki

karakteritik dari segi onset,atau gejalanya.

Atypicality in age of onset

Kelompok 5 45

Page 48: Skenario 3 Finish

Skenario 3

A. Onsetnya tidak sesuai kriteria dalam autisme; yaitu terjadi gangguan perkembangan

pada usia dibawah 3 tahun

B. Gangguannya sesuai dengan kriteria B dan C untuk autisme.

Atypicality in symptomatology

A. Gangguan tersebut sesuai dengan kriteria A untuk autisme, dan tterjadi abnormalitas

perkembangan sebelum usia 3 tahun.

B. Abnormalitas dalam kualitas timbal balik dalam interaski sosial atau dalam

berkomunikasi atau adanya pola tingkah laku, minat dan aktivitas yang terbatas,

repetitif dan stereotipik.

C. Sesuai kriteria C untuk autisme.

D. Tidak seesuai kriteria B untuk autisme.

Atypicality in both age of onset and symptomatology

A. Gangguan tersebut tidak sesuai dengan kriteria A untuk autisme, dan abnormalita

perkkembangan terjadi setelah usia 3 tahun

B. Terdapat abnormalitas dalam kualitas T timbal balik dalam interaski sosial atau dalam

berkomunikasi atau adanya pola tingkah laku, minat dan aktivitas yang terbatas,

repetitif dan stereotipik.

C. Ssesuai untuk kriteria C pada autisme.

D. Tidak sesuai dengan kriteria B untuk autisme.

Tatalaksana

Pendekatan terapinya dasarnya seperti terapi pada autisme. Jika dibandingkan dengan

gangguan autistik, anak dengan PDD tidak spesifik biasanya memiliki kemampuan berbahasa

dan kemampuan mengurus diri yang jauh lebih baik, jadi mereka merupakan kandidat yang

baik untuk psikoterapi.

Kelompok 5 46

Page 49: Skenario 3 Finish

Skenario 3

ATTENTION–DEFICIT/ HYPERACTIVITY DISORDER

(ADHD)

Ditandai oleh rentang perhatian yang buruk yang tidak sesuai dengan perkembangan

atau ciri hiperaktivitas dan impulsivitas atau keduanya yang tidak sesuai. Untuk memenuhi

kriteria diagnostik gangguan harus ada sekurangnya enam bulan, menyebabkan gangguan

dalam fungsi akademik atau social, dan terjadi sebelum usia 7 tahun. Menurut Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat(DSM-IV),diagnosis dibuat dengan

menegakkan sejumlah gejala dalam bidang inatensi atau bidang hiperaktivitas-impulsivitas

atau keduanya. Tiga subtype gangguan deficit-atensi/hiperaktivitas menuerut DSM-IV :

o Tipe predominan inatentif

o Tipe predominan hiperaktif-impulsif

o Tipe kombinasi

Epidemiologi

Inisidensi anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan di Amerika

Serikat, dengan rasio 3 berbanding 1 sapai 5 berbanding 1, inisdensi GDAH di

Amerika Serikat bervariasi dari 2 sampai 20 persen anak-anak sekolah dasar.

Gangguan paling sering ditemukan pada anak laki-laki yang pertama

Orang tua dari anak-anak dengan GDAH menunjukkan peningkatan insidensi

hiperkenesis, sosiopati, gangguan penggunaan alcohol, dan gangguan konversi

Etiologi

Penyebab gangguan deficit-atensi/hiperaktivitas tidak diketahui

Factor penyumbang yang diajukan untuk GDAH adalah pemaparan toksin prenatal,

prematuritas, dan kerusakan mekanis prenatal pada sisitem saraf janin

Kemungkinan penyebab perilaku hiperaktif penyebab makanan, zat pewarna,

pengawet, dan gula. Namun tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan factor tersebut

menyebabkan gangguan deficit atensi/hiperaktivitas

Kelompok 5 47

Page 50: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Faktor genetikbukti untuk dasar genetic gangguan deficit atensi / hiperaktivitas

adalah lebih besarnya angka kesesuaian dalam kembar monozigotik dibandingkan

kembar dizigotik.

Cedera otak Diperkirakan beberapa anak yang terkena GDAH mendapatkan

cedera otak yang minimal dan samar-samar pada Sistem Saraf Pusatnya selama

periode janin dan perinatalnya. Atau cedera otak mungkin disebabkan oleh efek

sirkulasi, toksik, metabolic, mekanik dan efek lain yang merugikan dan oleh stress

dan kerusakan fisik pada otak selama masa bayi yang disebabkan oleh infeksi,

peradangan, dan trauma. CT kepala pada anak dengan gangguan deficit

atensi/hiperaktivitas tidak menunjukkan temuan yang konsisten. Penelitian dengan

menggunakan PET (positron emission tomography) telah menemukan penurunan

aliran darah serebral dan kecepatan metabolism di daerah lobus frontalis anak-anak

dengan gangguan defisti atensi/ hiperaktivitas dibandingkan dengan control.

Factor neurokimiawi Banyak neurotransmitter telah dihubungkan dengan gejala

defisit atensi dan hiperaktivitas. Sebagian temuan berasal dari pemakaian banyak

medikasi yang menimbulkan efek positif pada gangguan. Obat yang paling banyak

diteliti dalam terapi gangguan deficit atensi/hiperaktivitas, stimulant, mempengaruhi

dopamine maupun norefpinefrin, yang menghasilkan hipotesisi neurotransmitter yang

menyatakan kemungkinan disfungsi pada system adrenergic dan

dopaminergik.stimulan meningkatkan katekolamin dengan mempermudah

pelepasannya dan dengan menghambat ambilannya.

Factor neurologis Beberapa anak mengalami maturasi pertumbuhan secara

berurutan yang tampaknya gejala ADHD yang tampaknya sementara. Korelasi

fisiologi dengan ditemukannya berbagai pola elektroensefalogram (EEG) abnormal

yang terdisorganisasi dan karakteristik untuk anak kecil. Pada beberapa kasus temuan

EEG menjadi noral dengan berjalannya wkatu.

Factor psikososial Kejadian fisik yang menimbulkan stress, suatu gangguan

dalam keseimbangan keluarga, dan factor yang menyebabkan kecemasan berperan

dalam awal berlajutnya GDAH.

Kelompok 5 48

Page 51: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Diagnosis

Menurut DSM-IV, gejala harus ditemukan pada sekurangnya dua keadaan (sebagai

contohnya, sekolah, rumah) untuk memenuhi kriteria diagnostic untuk gangguan deficit-

atensi/hiperaktivitas. Kriteria diagnostic untuk gangguan Defisit-Atensi/Hiperaktivitas :

A. Salah satu (1) atau (2) :

1. Inatensi : enam (atau lebih) gejala inatensi berikut ini telah menetap selama

sekurangnya enam bulan sampai tingkat yang maladaptive dan tidak konsisten

dengan tingkat perkembangan :

a) Sering gagal memberikan perhatian terhadap perincian atau melakukan

kesalahan yang tidak berhati-hati dalam tugas sekolah, pekerjaan atau

aktivitas lain

b) Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan atensi terhadap

tugas atau aktivitas permainan

c) Sering tidak tampak mendengarkan jika berbicara langsung

d) Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas

sekolah, pekerjaan, atau kewajiban di tempat kerja(bukan karena

perilaku oposisional atau tidak dapat mengerti instruksi)

e) Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas

f) Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam tugas

yang memerlukan usaha mental yanglama (seperti tugas sekolah atau

pekerjaan rumah)

g) Sering menghindari hal-hal yang perlu untuk tugas atau aktivitas

(misalnya, tugas sekolah, pensil, buku atau peralatan)

h) Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimuli luar

i) Sering lupa dalam aktvitas sehari-hari

Kelompok 5 49

Page 52: Skenario 3 Finish

Skenario 3

2. Hiperaktivitas-impulsivitas ; Enam (atau lebih) gejala hiperaktivitas-

impulsivitas berikut ini telah menetap selama sekurangnya enam bulan sampai

tingkat yang maladaptive dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan :

HIPERAKTIVITAS

a) Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau menggelait-geliat ditempat

duduk

b) Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi lain

dimana diharapkan tetap duduk

c) Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang

tidak tepat ( pada remaja atau dewasa, mungkin terbatas pada perasaan

subjektif kegelisahan)

d) Sering menagalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas

waktu luang secara tenang

e) Sering “siap-siap pergi” atau bertindak seakan-akan “didorong oleh

sebuah motor”

f) Sering bicara berlebihan

IMPULSIVITAS

g) Sering menjawab tanpa piker terhadap pertanyaan sebelum pertanyaan

selesai

h) Sering sulit menunggu gilirannya

i) Sering memutus atau menggangu orang lain (misalnya, memotong

masuk kepercakapan atau permainan)

B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan gangguan telah

ada sebelum usia 7 tahun

C. Beberapa gangguan akibat gejala ada selama duaatau lebih situasi (misalnya,

disekolah, pkerjaan, atau dirumah)

Kelompok 5 50

Page 53: Skenario 3 Finish

Skenario 3

D. Harus terdapat bukti jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis dalam fungsi

social, akademik, atau fungsi pekerjaan

E. Gejala tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan perkembangan

pervasive, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain dan tidak diterangkan lebih baik

oleh gangguan mental lain (misalnya, gangguan mood, gangguan kecemasan,

gangguan disosiatif, atau gangguan kepribadian).

Penulisan didasarkan pada tipe :

Gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas, tipe kombinasi : jika memenuhi baik kriteria

A1 dan A2 selama enam bulan terakhir.

Gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas, predominan tipe inatentif : jika memenuhi

kriteria A1 tetapi tidak memenuhi kriteria A2 selama enam bulan terakhir

Gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas, predominan tipe hiperaktif-impulsif : jika

memenuhi kriteria A2 tetapi tidak memenuhi kriteria A1 selama 6 bulan terakhir

Manifestasi Klinis

1) Bayi dengan ADHD peka terhadap stimuli dan mudah dimarahkan oleh suara,

cahaya, temperature, dan perubahan lingkungan lain. Kadang terjadi sebaliknya,

anak-anak tenang dan lemah, banyak tidur, dan tampaknya berkembang lambat

pada bulan-bulan pertama kehidupan. Tetapi, lebih sering untuk bayi dengan

ADHD untuk bersikap aktif di tempat tidurnya, sedikit tidur dan banyak

menangis.

2) Di sekolah, anak dengan ADHD cepat menyambar ujian tetapi hanya menjawab

satu atau dua pekerjaan pertama. Mereka tidak mampu menunggu giliran dipaggil

di sekolah dan menjawab giliran orang lain.

3) Di rumah, mereka tidak dapat didiamkan walaupun hanya semenit

4) Anak-anak dengan ADHD sering kali mudah marah secara meledak. Iritabilitas

mereka mungkin ditimbulkan oleh stimuli yang relative kecil, yang mungkin

membingungkan dan mencemaskan anak. Mereka sering labi secara emosional,

mudah dibuat tertwa atau menangis, dan tidak dapat diramalkan. Impulsivitas dan

Kelompok 5 51

Page 54: Skenario 3 Finish

Skenario 3

ketidakmampuan menunda kegembiraan adalah karakteristik. Mereka sering kali

rentan terhadap kecelakaan.

5) Karakteristik anak-anak dengan ADHD yang tersering dinyatakan adalah,

dalamurutan frekuensi (1) hiperaktivitas, (2) gangguan motorik perceptual (3)

labilitas emosional (4) deficit koordinasi menyeluruh (5) gangguan atensi (rentang

atensi yang pendek, distraktibilitas, keras hati, gagal menyelesaikan hal, inatensi,

konsentrasi yang buruk), (6) impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, mengubah

perilaku dengan tiba-tiba, tidak memilki organisasi, meloncat-loncat disekoah),

(7) gangguan daya ingat dan pikiran, (8) keitdakmampuan belajar spesifik, (9)

gangguan bicara dan pendengaran, dan (10) tanda neurologis dan iregularitas EEG

yang samar-samar.

6) Kira-kira 75% anak-anak dengan ADHD hamper konsisten menunjukkan gejala

perilaku agresi dan menantang.

Prognosis

Perjalanan penyakit bervariasi. Gejala dapat menetap sampai masa remaja

atau kehidupan dewasa, gejala dapat menghilang pada pubertas, atau

hiperaktivitas mungkin menghilang, tetapi penurunan rentang atensi dan

masalah penegendalian impuls mungkin menetap. Overaktivitas biasanya

merupakan gejala pertama yang menghilang dan distraktibilitas adalah yang

terakhir.

Remisi kemungkinan tidak terjadi sebelum usia 12 tahun. Jika remisi memang

terjadi, biasanya terjadi antara usia 12 dan 20 tahun. Remisi dapat disertai

dengan masa remaja dan kehidupan dewasa yang produktif, hubungan

interpersonal yang memuaskan, dan relative sedikit sekuela yang bermakna.

Tetapi, sebagian besar pasien dengan ADHD mengalami remisi parsial dan

rentan terhadap gangguan kepribadian antisocial dan gangguan kepribadian

lain serta gangguan mood.

Pada kira-kira 15 sampai 20% kasus, gejala ADHD menetap sampai masa

dewasa. Mereka dengan gangguan mungkin menunjukkan penurunan

hiperaktivitas tetapi tetap impulsive dan rentan terhadap kecelakaan.

Kelompok 5 52

Page 55: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Anak-anak dengan ADHD yang gejalanya menetap sampai masa remaja

berada dalam resiko tinggi untuk mengalami gangguan konduksi. Kira-kira

50% anak dengan gangguan konduksi akan mengenmbangkan gangguan

kepribadian antisocial di masa dewasanya.

Tatalaksana

Farmakoterapi

Agen farmakologis untuk ADHD adalah stimulan SSP, terutama dextroamphetamin

(Dexedrine), methylphenidate, dan pemoline (Cylert). Methyilpenidate adalah medikasi kerja

singkat yang biasanya digunakan secara efektif selama jam-jam sekolah, sehingga anak

dengan gangguan deficit-atensi/hiperaktivitas dapat memperhatikan tuganya dan tetap di

dalam ruang kelas. Efek samping obat yang paling sering adalah nyeri kepala, nyeri lambung,

mual, dan insomnia. Beberapa anak mengalami efek “rebound”, dimana mereka menjadi agak

mudah marah dan tampak agak hiperaktif selama waktu yang singkat saat medikasi

dihentikan.

Antidepressant-termasuk imipiramine (tofranil), despiramine, dan nortriptyline

(pamelor)telah digunakan untuk mengobati ADHD. Pada anak-anak dengan gangguan

kecemasan atau gangguan depresif komorbid dan pada anak-aak dengan gangguan tik yang

menghalangi pemakaian stimulant, antidepressant mungkin berguna, walaupun, untuk

hiperaktivitasnya sendiri, stimuli lebih manjur. Antidepressant memerlukan monitoring yang

cermat pada fungsi jantung.

Psikoterapi

Medikasi saja jarang memuaskan kebutuhan terapetik yang menyeluruh pada anak

ADHD dan biasanya hanya merupaka satu segi dari regimen multimodalitas. Pada psikoterapi

individual, modifikasi perilaku, konseling orang tua, dan terapi tiap gangguan belajar yang

menyertai juga diperlukan.

Jika menggunakan medikasi, anak dengan ADHD harus diberikan kesempatan untuk

menggali arti medikasi bagi mereka. Denagn melakukan itu akan menghilangkan kekeliruan

pengertian (seperti, “saya gila”) tentang pemakaian medikasi dan menjelaskan bhwa medikasi

hanya sebagai tambahan. Anak-anak harus mengerti bahwa mereka tidak perlu selalu

sempurna.

Kelompok 5 53

Page 56: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Jika anak-anak dengan ADHD dibantu untuk menyusun lingkungannya, kecemasan mereka

menghilang. Dengan demikian, orang tua dan guru mereka harus membangun struktur hadiah

atau hukuman yang dapat diperkirakan, dengan menggunakan model terapi perilaku dan

menerapkan menerapkannya dalam lingkungan fisik, temporal, dan interpersonal. Orang tua

harus juga dibantu untuk menyadari bahwa, walaupun ada kekurangan pada anak-anak

mereka dalam beberaa bidang, mereka menghadapi tugas maturasi yang normal, termasuk

perlu mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka .

Kelompok 5 54

Page 57: Skenario 3 Finish

Skenario 3

RETARDASI MENTAL

Menurut WHO retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi.

Menurut PPDGJ III, Retardasi Mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang

terhenti atau tidak lengkap atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak seusianya.

Ditandai oleh adanya hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga

berpengaruh pada tingkat intelegensia anak yaitu pada kemampuan kognitif, bahasa, motorik

dan sosial anak. Bukan suatu penyakit melainkan suatu kondisi yang timbul pada usia yang

dini (biasanya sejak lahir) dan menetap sepanjang hidup individu tersebut.

Definisi lainnya adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah yang

menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan

masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal. Seseorang dikatakan retardasi mental,

bila memenuhi criteria sbb:

1. Fungsi intelektual umum di bawah normal (apabila IQ < 70)

2. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial

3. Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.

Anak dengan retardasi mental tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah biasa, karena

cara berpikirnya yang terlalu sederhana, daya tangkap dan daya ingatan yang lemah,

demikian pula dengan pengertian bahasa dan berhitungnya juga sangat lemah.

Yang dimaksud dengan perilaku adaptif social adalah kemampuan seseorang untuk

mandiri, menyesuaikan diri dan mempunyai tanggung jawab social yang sesuai sengan

kelompok umur dan budayanya. Pada penderita retardasi mental gangguan perilaku adaptif

yang paling menonjol adalah kesulitan menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitarnya.

Gejala retardasi mental harus timbul pada masa perkembangan, yaitu dibawah umur

18 tahun, karena jika gejalanya timbul pada usia diatas 18 tahun maka bukan lagi disebut

retardasi mental.

Retardasi mental diderita apabila IQ daibawah 70, retardasi tipe ringan masih mampu

dididik, retardasi mental tipe sedang mampu latih, sedangkan retardasi tipe berat dan sangat

berat memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidupnya.

Kelompok 5 55

Page 58: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Epidemiologi

Insidensi tertinggi adalah pada anak usia sekolah, dengan ouncak usia 10-14 tahun

Laki-laki > wanita

Faktor-faktor yang potensial sebagai penyebab retardasi mental :

1. Non-organik

kemiskinan dan keuarga ang tidak harmonis

faktor sosiokultural

interkasi anak-pengasuh yang tidak baik

penelantran anak

2. Organik

a. Faktor prakonsepsi

abnormalitas single gene (penyakit metabolik, kelainan neurocutaneus, dll)

kelainan kromosom (X-linked, translokasi, fragil-X)- sindrom polygenic

familial

b. Faktor pranatal

gangguan pertumbuhan otak trimester I

- kelainan kromosom (trisomi, mosaik,dll)

- infeksi intrauterin, misalnya TORCH, HIV.

- zat-zat teratogen (alkohol, radisai, dll)

- disfungi plasenta

- kelainan kongenital dari otak (idiopatik)

gangguan pertumbuhan otak trimester II dan III

- infeksi intrauterin, misalnya TORCH, HIV

- zat-zat teratogen (alkohol, kokain, logam berat, dll)

- ibu diabetes melitus, PKU

- toksemia gravidarum

- disfungsi palsenta

- ibu malnutrisi

c.Faktor perinatal

sangat prematur

asfiksia neonatorum

trauma lahir : perdarahan intra kranial

Kelompok 5 56

Page 59: Skenario 3 Finish

Skenario 3

meningitas

kelainan metabolik

d. Faktor postnatal

trauma berat pada kepala atau SSP

neuro toksin, misalnya logam berat

CVA

Anoksia

Metabolik, misalnya gizi buruk, kelainan hormonal, aminoacidura, penyakit

degeneratif, dll

Infeksi, misalnya : meningitis, ensefalitis,dll

Diagnosis

Diagnosis retardasi mental dapat dibuat setelah riwayat penyakit, pemeriksaan

intelektual yang baku, dan pengukuran fungsi adaptif menyatakan bahwa perilaku anak

sekarang adalah secara bermakna di bawah tingkat yang di harapkan. Suatu riwayat penyakit

dan wawancara psikiatri adalah berguna untuk mendapatkan gambaran longitudinal

perkembangan dang fungsi anak, dan pemeriksaan stigma fisik, kelainan neurologis dan tes

laboratorium dapat digunakan untuk memastikan penyebab dan prognosis.

Tingkat kecerdasan (intelegensia) bukan satu-satunya karakteristik, melainkan harus

dinilai berdasarkan sejumlah besar keterampilan spesifik yang berbeda. Meskipun ada

kecenderungan umum bahwa semua keterampilan ini akan berkembang ke tingkat yang yang

sama pada sitiap individu, namundapat terjadi suatu ketimpangan yang besar, khususnya pada

penyandang retardasi mental.

Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia,

termasuk temuan klinis, perilaku adaptif (yang dinilai dalam kaitan dengan latar belakang

kebudayaan), dan hasil tes psikometrik. Untuk diagnosis yang pasti, harus ada penurunan

tingkat kecerdasan yang mangakibatkan berkurangnya kemampuan adaptif terhadap tuntutan

dari lingkungan social biasa sehari-hari. Gangguan jiwa dan fisik yang menyertai retardasi

mental, mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan penggunaan dari semua

keterampilannya.

Kelompok 5 57

Page 60: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Riwayat penyakit

Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orangtua atau pengasuh, dengan

perhatian khusus pada kehamilan ibu, persalinan, dan kelahiran; adanya riwayat keluarga

retardasi mental; hubungan darah pada orangtua; dan gangguan herediter. Sebagai bagian

riwayat penyakit, klinis menilai latar belakang sosiokultural pasien, iklim emosional di rumah

dan fungsi intelektual pasien.

Wawancara psikitri

Dua factor memiliki kepentingan yang sangat tinggi jika mewawancarai pasien: sikap

pewawancara dan cara berkomunkasi dengan pasein. Pewwaancara tidak boleh diatur oleh

usia mental pasien, seakan-akan tidak dapat sepenuhnya mengkarakterisasi orang.

Kemampuan verbal pasien termasuk bahasa reseptof dan ekspresif, harus dinilai segera

mungkin dengan mengobservasi komunikasi verbal dan nonverbal antara pengasuh dan

pasien dan dari riwayat penyakit.

Klinisi sering kali menemukan adalah sangat menolong untuk memeriksa pasien dan

pengasuhnya bersama-sama. Jika pasien menggunakan bahasa isyarat, pengasuh harus tetap

tinggal selama wawancara sebagai penterjemah.

Orang retardasi mental memiliki pengalaman kegagalan seumur hidup dalam berbagai

bidang, dan mereka mungkin mengalami kecemasan sebelum menjumpai pewawancara.

Pewawancara dan pengasuh harus berusaha untuk memberikan pasien tersebut suatu

penjelasan yang jelas, suportif dan konkret tentang proses diagnositik, terutama pasien

dengan bahasa reseptif yang memadai. Dukungan dan pujian harus diberikan dalam bahasa

yang sesuai dengan usia dan pengertian pasien. Pertanyaan yang memimpin harus dihindari,

karena orang yang retardasi mental mungkin mudah disugesti dan ingin menyenangkan

orang lain. Arahan yang samar-samar, struktur dan dorongan mungkin siperlukan untuk

mempertahankan mereka dalam tugas atau topic.

Pengendalian pasien terhadapa pola motilitas harus dipastikan, dan bukti klinis

adanya distrektibilitas dan distorsi dalam persepsi dan daya ngat harus diperiksa. Pemakaina

bhasa dan tes realitas, dan kemampuan menggali dari pengalaman adalah penting untuk

dicatat.

Kelompok 5 58

Page 61: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Sifat dan maturitas pasien khususnya berlebihan atau menundukkan diri sendiri

menggunakan penghindaran, represi, penyangkalan, introyeksi dan isolasi harus diamati.

Potensi sublimasi, toleransi frustasi, dan pengendalian impuls terutama terhadap dorongan

motorikk, agresif, dan seksual harus dinilai. Juga penting adalah cita diri dan peranannya

dalam perkembangan keyakinan diri, dan juga penilaian keuletan, ketepatan hati,

keingintahuan, dan kemauan menggali hal yang tidak diketahui.

Pada umumnya pemeriksaan psikiatri pasien yang retardasi mental harus

mengungkapkan bagaimana pasien mengatasi stadium perkembangan.

Pemeriksaan Fisik

Berbagai bagian tubuh mungkin memiliki karakteristik tertentu yang sering

ditemukan pada orang retardasi mental dan memiliki penyebab prenatal. Sebagai contoh,

konfigurasi dan ukuran kepala memberikan petunjuk terhadap berbagai kondisi, seperti

mikrosefali, hidrosefalus dan sindrom Down. Wajah pasien mungkin memiliki beberapa

stigma retardasi mental, yang sangat mempermudah diagnostic. Tanda fasial itu adalah

hipertelorisme, tulang hidung yang datar, alis mata yang menonjol, lipatan epikantus, opasitas

kornea, perubahan retina, telinga yang letaknyarendah dan bentuknya aneh, lidah yang

menonjol, dan gangguan gigi geligi. Ekspresi wajah seperti penampilan dungu, mungkin

menyertakan dan tidak boleh diandalkan tanpa bukti-bukti yang mendukung lainnya. Warna

dan takstur rambut dan kulit, palatum dengan lengkungan yang tinggi, ukuran kelenjar tiroid,

dan ukuran anak dan batang tubuh dan ekstremitasnya adalah bidang laion yang digali.

Lingkar kepala harus diukur sebagai bagian pemeriksaan kilis.

Pemeriksaan neurologis

Gangguan sensori sering terjadi pada orang retardasi mental, sebagai contoh, sampasi

10 persen orang tretardasi mental mengalami gangguan pendengaran pada suatu tingkat yang

empat kali lebih tinggi dibandingkan populasi normal. Berbagai gangguan neurologis lain

juga tinggi pada orang retardasi mental; gangguan kejang terjadi pada kira-kira 10% dari

semua orang retardasi mental dan pada seprtiga orang dengan retardasi mental berat.

Jika ditemukan abnormalitas neurologis, insidensi dan keparahannya biasanya

meningkat dalam proporsi dengan derajatretardasi. Tetapi banyak anak retardasi parah tidak

memiliki kelainan neurologis; sebaliknya 25% dari semua anak dengan palsi serebral

memiliki kecerdasan normal.

Kelompok 5 59

Page 62: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan tonus otot

(spastisitas atau hipotonia), reflex (hiperrefleksia), dan gerakan involunter (koreotetosis).

Derajat kecacatan yang lebih kecil ditemukan dalam kelambanan dan koordinasi yang buruk.

Gangguan sensorik dapat berupa gangguan pendengaran, terentang dari ketulian

kortikal sampai deficit pendengaran yang ringan. Gangguan visual dapat terentang dari

kebutaan samapi gangguan konsep ruang, pengenalan rancangan dan konsep citra tubuh.

Bayi dengan prognosis terburuk adalah mereka yang memanifestasikan kombinasi

inaktivitas, hipotonia umum, dan respon berlebih terhadap stimuli. Pada anak yang lebih tua,

hiperaktivitas, rentang aktivitas yang pendek, mudah dialihkan perhatiannya dan toleransi

frustasi yang rendah sering merupakan tanda cedera otak.

Pada umumnya, semakin muda anak dalam pemeriksaan, semakin berhati-hati

diharuskan dalam meramalkan kemampuan dimasa depan, karena potensi pemulihan dari

otak infantile adalah sangat baik. Mengamati perkembangan anak dengan interval yang

teratur kemungkinan merupakan pendekatan yang paling dapat dipercaya.

Pemeriksaan sinar-X tengkorak biasanya dilakukan secara bertahap tetapi

pemeriksaan iluminasi hanya pada kondisi yang relative jarang, seperti kraniosinostosis,

hidrosefalus, dan gangguan lain yang menyebabkan kalsifikasi intracranial (sebagai contoh

toxoplasmosis, sklerosis tuberosus, angiomatosis serebral, dan hipoparatiroidisme).

Pemeriksaan tomografi dengan computer (CT; computed tomography) dan pencitraan

resonansi magnetic (MRI; magnetic resonance imaging) telah menjadi alat yang penting

untuk mengungkapkan patologi system saraf pusat yang berhubungan dengan retardasi

mental.

Sebuah elektroensefalugram (EEG) sebaiknya diinterpretasikan secara hati-hati pada

kasus retardasi mental. Kekecualian adalah pasien dengan hipsaritmia dan kejang grand mal,

di mana EEG mungkin menegakan diagnosis dan menyarankan terapi. Pada sebagian besar

kondisi lain suatu gangguan serebral yang difus menghasilkan perubahan EEG yang tidak

spesifik, yang ditandai oleh frekuensi lambat dengan ledakan kompleks gelombang paku dan

tajam atau gelombang tumpul.

Kelompok 5 60

Page 63: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Tes laboratorium

Yang digunakan pada kasus retardasi mental adalah pemeriksaan urine dan darah

untuk mencari gangguan metabolic. Kelainan enzim pada gangguan kromosom, terutama

sindrom Down, menjanjikan menjadi alat diagnostic yang berguna. Penentuan karyotip dalam

laboratorium genetic diindikasikan bilaman dicurigai adanya gangguan kromosom.

Amniosintesis, dimana sejumlah kecil cairan amnion diambil dari ruangan amnion

secara transabdominal antara usia kehamilan 14 dan 16 minggu, telah berguna dalam

mendiagnosis dalam berbagai kelainan kromosom bayi, terutama sindrom Down. Sel cairan

amnion, yang terbanyak berasal dari janin, dibiakkan untuk pemeriksaan sitogenetik dan

biokimiawi. Banyak gangguan herediter yang serius dapat diramalkan dengan amniosintesis,

dan abortus terpeutik adalah metode pencegahan satu-satunya. Amniosintesis dianjurkan

untuk semua wanita hamil di atas usia 35 tahun.

Pengambilan sampel vili korionik (CVS, chorionic villi sampling) adalah teknik

skrinning yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini dilakukan pada usia

kehamilan 8 dan 10 minggu, yang 6 minggu lebih awal dibandingkan amniosintesis. Hasilnya

tersedia dalam waktu yang singkat (beberapa jam atau hari), dan jika kehamilan adalah

abnormal, keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dalam trimester pertama.

Pemeriksaan Pendengaran dan Pembicaraan

Pemeriksaan pendengaran dan pembicaraan harus dilakukan secara rutin.

Perkembangan bicara mungkin merupakan criteria yang paling dapat dipercaya dalam

memeriksa retardasi mental. Berbagai gangguan pendengaran sering kali ditemukan pada

orang retardasi mental; tetapi pada beberapa keadaan gangguan menyerupai retardasi mental.

Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai tingkat, dan masalah

kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap

sampai dewasa.

Pemeriksaan Psikologis

Tes psikologis , dilakukan oleh ahsi psikologi yang berpengalaman, adalah bagian

standar dari pemeriksaan untuk retardasi mental. Tes Gasell, Bayley dan Catell adalah tes

yang paling sering digunakan untuk bayi. Untuk anak-anak Standfort-Binet dan Wechsel

Intelegence Scale for Children-Revised (WICC-R, WISC-3) adalah tes yang paling sering

Kelompok 5 61

Page 64: Skenario 3 Finish

Skenario 3

digunakan di Negara ini. Kedua tes telah dikritik untuk memutuskan anak yang mengalami

pemutusan cultural, karena memiliki bias cultural, karena menguji terutama potensi

pencapaina akademikdan bukan untuk fungsi social yang adekuat, dan karena tidak dapat

dipercaya pada anak-anak dengan I.Q. < 50. Beberapa orang telah mencoba mengatasi

pembatasan bahasa pasien retardasi mental dengan menganjurkan tes perbendaharaan kata

melalui gambar-gambar, di mana Peabody Vaocabulary Test adalah tes yang paling luas

digunakan.

Tes yang seringkali digunakan berguna dalam mendeteksi cedera otak adalah Bender

Gestalt dan Benton Visual Retention test. Tes tersebut juga berguna untuk anak retardasi

mental ringan. Disamping itu, pemeriksaan psikologis harus menilai kemampuan perceptual,

motorik, linguistic, dan kognitif. Informasi tentang factor motivasional, emosional, dan

interpersonal juga penting.

Manifestasi Klinis

Retardasi Mental Ringan

Retardasi mental ringan mungkin tidak terdiagnosis dampai anak yang terkena

memasuki sekolah, karena keterampilan social dan komunikasinya mungkin adekuat dalam

tahun-tahun prasekolah. Tetapi, saan anak menjadi lebih besar, deficit kognitif tertentu seperti

kemampuan yang buruk untuk berpikir abstrak dan egosentrik mungkin menbedakan dirinya

dari anak lain dalam usianya. Walaupun orang retardasi mental ringan mampu dalam fungsi

akademik pada tingkat pendidikan dasar dan keterampilan kejujurannya adalah memadai

untuk membantu dirinya sendiri dalam beberapa kasus, asimilasi social mungkin sulit. Deficit

komunikasi, harga diri yang buruk, dan ketergantungan mungkin masuk ke dalam relative

tidak adanya spontanitas sosialnya. Beberapa orang retardasi ringan mungkin masuk ke

dalam hubungan dengan teman sebaya yang mempergunakan kelmahannya. Pada sebagoan

besar kasus, orang dengan retardasi mental ringan dapat mencapai suatu tingkat keberhasilan

social dan kejuruan dalam lingkungan yang mendukung. Bila menggunakan tes IQ baku yang

tepat, maka IQ berkisar antara 50 sampai 69 menunjukkan retadasi mental ringan.

Kelompok 5 62

Page 65: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Retardasi Mental Sedang

Kemungkinan didiagnosis pada usia yang lebih muda dibandingkan retardasi mental

ringan karena keterampilan komunikasi berkembang lebih lambat pada orang terretardasi

sedang, dan isolasi social dirinya mungkin dimulai pada tahun-tahun usia sekolah dasar.

Walaupun pencapaian akademik biasanya terbatas pada pertengahan tingkat dasar, anak yang

teretardasi sedang mendapatkan keuntungan dari perhatian individual yang dipusatkan untuk

mengembangkan keterampilan menolong diri sendiri. Anak-anak dengan retardasi mental

sedang menyadari kekurangannya dan sering kali merasa diasingkan oleh teman sebayanya

dan merasa frustasi karena keterbatasannya. Mereka terus membutuhkan pengawasan yang

cukup tetapi dapat menjadi kompeten dalam pekerjaan yang dilakukan dalam kondisi yang

mendukung.

IQ biasanya berada dalam rentang 35 sampai 49. Suatu etiologi organic dapat di-

identifikasi pada kebanyakan penyandang retardasi mental sedang. Autism masa kanaka tau

gangguan perkembangan pervasive lainnya terdapat pada sebagian kecil kasus dan

mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan tipe penatalaksanaan yang dibutuhkan.

Apilepsi dan disabilitas neurologic dan fisik juga lazim ditemukan meskipun kebanyakan

penyandang retardasi mental sedang mampu berjalan tanpa bantuan.kadang-kadang

didapatkan gangguan jiwa lain, tetapi karena tingkat perkembangan bahasanya yang terbatas

sehingga sulit menegakkan diagnosisi dan harus tergantung dari informasi yang diperoleh

dari orang lain yang mengenalnya.

Retardasi Mental Berat

Biasanya jelas pada tahun-tahun prasekolah, karena bicara anak yang terkena adlah

terbatas, dan perkembangan motoriknya adalah buruk. Suatu perkembangan bahasa dapat

terjadi pada tahun-tahun usia sekolah, pada masa remaja, jika bahasa adalah buruk, bentuk

komunikasi nonverbal dapat berkembang. Kemampuan untuk mengartikulasikan dengan

lengkap kebutuhannya dapat mendorong cara fisik berkomunikasi. Pendekatan perilaku

dapatmembantu mendorong suatu tingkat perawatan diri sendiri, walaupun orang dengan

retardasi mental berat biasanya memerlukan pengawasan yang luas.

IQ biasanya bedara dalam rentang 20 sampai 34. Terdapatnya etiologi organic,

kondisi yang menyertainya dan tingkat prestasi yang rendah. Kebanyakan penyandang

retardasi mental berat menderita gangguan motorik yang mencolok atau deficit lain yang

Kelompok 5 63

Page 66: Skenario 3 Finish

Skenario 3

menyertai, menunjukkan adanya kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang

bermakna secara klinis dari susunan saraf pusat.

Retardasi Mental Sangat Berat

Anak-anak dengan retardasi mental sangat berat memerlukan pengawasan yang terus

menerus dan sangat terbatas dalam keterampilan komunikasi dan motoriknya. Pada masa

dewasa, dapat terjadi suatu perkembangan bicara, dan keterampilan menolong diri sendiri

yang sederhana dapat dicapai. Walaupun pada masa dewasa, perawatan adalah diperlukan.

IQ biasanya dibawah 20. Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, paling banter

mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana. Keterampilan visuo-spesial

yang paling dasar dan sederhana tentang memilih dan mencocokkan mungkin dapat

dipercaya, dan dengan pengawasan dan petunjuk yang tepatpenderita mungkin dapat sedikit

ikut melakukan tugas praktis dan rumah tangga. Suatu etiologi organic dapat di-identifikasi

pada sebagian besar kasus. Biasanya ada disabilitas neurologikk dan fisik lain yang berat

yang mempengaruhi mobilitas, seperti epilepsy dan hendaya daya lihat dan daya dengar.

Sering ada gangguan perkembangan pervasive dalam bentuk sangat berat khususnya autism

yang tidak khas (atypical autism), terutama pada penderita yang dapat bergerak.

Retardasi Mental Lainnya

Hanya digunakan bila penilaian dari tingkat retardasi mental dengan memakai

procedure biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena adanya gangguan sensorik

atau fisik, misalnya buta, bisu tuli, dan penderita yang perilakunya terganggu berat atau

fisiknya tidak mampu.

Retardasi Mental YTT

Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk

menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut diatas.

Prognosis

Pada sebagian besar kasus retardasi mental, gangguan intelektual dasar tidak

membaik, walaupun tingkat adapatasi orang yang terkena dapat di dorong secara positif

dengan lingkungan yang diperkaya dan mendukung. Seperti pada orang tanpa retardasi

mental, semakin banyak gangguan mental komorbid (semakin parah retardasi mental,

Kelompok 5 64

Page 67: Skenario 3 Finish

Skenario 3

semakin tinggi resiko gangguan mental lainnya) yang terjadi, semakin buruk prognosis

keseluruhan. Jika gangguan mental yang jelas menumpang retardasi mental, tetapi standar

untuk gangguan mental komorbid seringkali menguntungkan. Pada umumnya, orang dengan

retardasi mental ringan dan sedang memiliki fleksibilitasterbesar dalam hal beradaptasi

terhadap berbagai kondisi lingkungan.

Tatalaksana

Terapi yang terbaik untuk retardasi mental adalah pencegahan primer, sekunder dan

tersier.

Pencegahan primer

Merupakan tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan kondisi

yang menyebabkan perkembangan gangguan yang disertai dengan retardasi mental. Tindakan

tersebut termasuk:

1. Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum

tentang retardasi mental

2. Usaha terus menerus dari professional bidang kesehatan untuk menjaga dan

memperbarui kebijaksanaan kesehatan masyarakat

3. Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal

4. Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan system saraf pusat.

Konsling keluarga dan genetic membantu menurunkan insidensi retardasi mental

dalam keluarga dengan riwayat gangguan genetic yang berhubungan dengan retardasi mental.

Untuk anak-anak dan ibu dengan status sosioekonomi rendah, pelayanan medis prenatal dan

postnatal yang sesuai dan berbagai program pelengkap dan bantuanpelayanan social dapat

menolong menekan komplikasi medis dan psikososial.

Pencegahan Sekunder dan Tersier

Jika suatu gangguan yang disertai dengan retardasi nebtal telah dikenali, gangguan

harus diobati untuk mempersingkat perjalanan penyakit (pencegahan sekunder) dan untuk

menekan sekuela atau kecacatan yang terjadi setelahnya (pencegahan tersier).

Kelompok 5 65

Page 68: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Anak retardasi mental sering kali memiliki kesulitan emosional dan perilaku yang

memerlukan terapi psikiatrik. Kemampuan kognitif dan social yang terbatas yang dimiliki

anak tersebut memerlukan modalitas terapi spikiatrik yang dimodifikasi berdasarkan tingkat

kecerdasan anak.

a. Pendidikan untuk anak lingkuan pendidikan untuk anak-anak dengan retardasi

mental harus termasuk program yang lengkap yang menjawab latihan keterampilan

adaptif, latihan keterampilan social, dan latihan kejuruan. Perhatian khusus harus

dipusatkan pada komunikasi dan usaha untuk meningkatkan kualitas hidup. Terapi

kelompk seringkaili merupakan format yang berhasil dimana anak-anak dengan

retardasi mnetal dapat belajarr dan mempraktekkan situasi hidup yang nyata dan

mendapatkan umpan balik yang mendukung.

b. Teri perilaku, kognitif, dan psikodinamik terapi perilaku seperti dorongan positif

untuk perilaku yang diharapkan dan memulai hukuman (seperti mencabut hak

istimewa) untuk perilaku yang tidak diinginkan telah banyak menolong. Terapi

kognitif, seperti menghilangkan keyakinan palsu dan latihan relaksasi dengan

instruksi dari diri sendiri, juga telah dianjurkan untuk pasien retardasi mental yang

mampu mengikuti instruksi. Terapi psikodinamika telah digunakan pada pasien

retardasi mental dan keluarganya untuk menurunkan konflik tentang harapan yang

menyebabkan kecemasan, kekerasan, dan depresi yang menetap.

c. Pendidikan Keluarga pendidikan keluarga dari pasien retardasi mental tentang cara

meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil mempertahankan harapan yang

realistic untuk pasien. Keluarga sering kali merasa sulit untuk menyeimbangkan

antara mendorong kemandirian dan memberikan lingkungan yang mengasuh dan

suportif bagi anak retardasi mental, yang kemungkinan mengalami suatu tingkat

penolakan dan kegagalan di luar konteks keluarga. Orang tua harus diberikan

kesempatan untuk mengekspresikan perasaan bersalah, putus asa, kesedihan,

penyangkalan yang terus menerus timbul, dan kemarahan tentang gangguan dan masa

depan anak.

d. Intervensi farmakologis semakin banyak data yang mendukung pemakaian

berbagai medikasi untuk pasien dengan gangguan mental yang tidak retardasi mental.

Beberapa penelitian telah memusatkan perhatian pada pemakaian medikasi untuk

sindrom perilaku berikut ini yang sering terjadi di antara retardasi mental.

Kelompok 5 66

Page 69: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Agresi dan prilaku melukai diri beberapa bukti dari penelitian terkendali

dan tidak terkendali telah menyatakan bahwa lithium (Eskhalit)berguna dalam

menurunkan agresi dan prilaku melukai diri sendiri. Antagonis narkotik seperti

naltrexone (Trexan) telah dilaporkan menurunkan prilaku melukai diri sendiri

pada pasien retardasi mental yang juga memenuhi criteria diagnostic untuk

gangguan autistic infantile. Satu hipotesis yang diajukan sebagai mekanisme

kerja terapi naltrexone adalah bahwa obat mempengaruhi pelepasan opioid

endogen yang dianggap berhubungan dengan melukai diri sendiri.

Carbamazepine (Tegretol) dan Valproic acid (Depakene) adalah medikasi

yang juga bermanfaat pada beberapa kasus perilaku melukai diri sendiri.

Gerakan motorik stereotipik medikasi anti psikotik, seperti haloperidol

(Haldol) dan chlorpromazine (Thorazine), menurunkan prilaku stimulasi diri

yang berulang pada pasien retardasi mental, tetapi medikasi tersebut tidak

meningkatkan perilaku adaptif.

Prilaku Kemarahan eksplosive penghambat-β, seperti propanolol dan

buspirone (BuSpar), telah dilaporkan menyebabkan penurunan kemarahan

eksplosive di antara pasien dengan retardasi mental dan gangguan autistic.

Gangguan deficit atensi/hiperaktivitas penilitain terapi methylpenidate pada

pasien dengan retardasi mental ringan dengan gangguan

deficit-atensi/hiperaktivitas telah menunjukkan perbaikan bermakna dalam

kemampuan mempertahankan perhatian dan menyelesaikan tugas.

Kelompok 5 67

Page 70: Skenario 3 Finish

Skenario 3

Daftar Pustaka

dr. Nia Kania, SpA., Mkes. 2006. Stimulasi Tumbuh Kembang Anak Untuk Mencapai

Tumbuh Kembang Yang Optimal

http://library.usu.ac.id/download/fk/psikologi-desvi%20yanti.pdf

Moersintowarti B. Narendra, 2002, Tumbuh Kembang Anak dan Remaja edisi I, Jakarta :

IDAI Jakarta.

Nelson, Waldo E., 1996, Nelson Textbook of Pediatry 15th edition, Philadelphia: W.B.

Saunders Company.

Othmer E, Othmer SC. The Clinical Interview Using DSM – IV. Volume I : Fundamentals.

Washington : American Psychiatric Press. Inc. 1994

Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatri. 9th ed.

Philadelpia : Lippincott William & Wilkins. 2003

Staf Pengajar Ilmu Kese-hatan Anak FKUI, 2002, Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : Info Media

Jakarta.

Kelompok 5 68