Skenario 2, Gondok

73
Skenario 2 GONDOK Nn. B, 36 tahun, mengeluh terdapat benjolan di leher sebelah kanan yang semakin membesar sejak 6 bulan yang lalu. Tidak ada keluhan nyeri menelan, perubahan suara, ataupun gangguan pernapasan. Pasien juga tidak mengeluh berdebar-debar, banyak berkeringat dan perubahan berat badan. Pada leher sisi sebelah kanan teraba nodul berukuran 5x4 cm, berbatas tegas, tidak nyeri tekan dan turut bergerak saat menelan, Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium fungsi tiroid, USG tiroid, sidik tiroid (thyroid scintigraphy) dan pemeriksaan aspirasi jarum halus. Hasil sitology yang diperoleh menunjukkan tidak didapatkannya sel ganas, sehingga pasien diberikan terapi hormon tiroksin sambil dimonitor fungsi tiroidnya. Pasien juga diingatkan bahwa bila nodulnya makin membesar maka perlu dilakukan operasi tiroidektomi. Mendengar penjelasan dokter, pasien yang merupakan seorang muslimah merasa cemas menghadapi kemungkinan akan dilakukannya tindakkan operasi.

description

MEDICINE

Transcript of Skenario 2, Gondok

Skenario 2

GONDOK

Nn. B, 36 tahun, mengeluh terdapat benjolan di leher sebelah kanan yang semakin membesar

sejak 6 bulan yang lalu. Tidak ada keluhan nyeri menelan, perubahan suara, ataupun gangguan

pernapasan. Pasien juga tidak mengeluh berdebar-debar, banyak berkeringat dan perubahan berat

badan. Pada leher sisi sebelah kanan teraba nodul berukuran 5x4 cm, berbatas tegas, tidak nyeri

tekan dan turut bergerak saat menelan, Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan

laboratorium fungsi tiroid, USG tiroid, sidik tiroid (thyroid scintigraphy) dan pemeriksaan

aspirasi jarum halus.

Hasil sitology yang diperoleh menunjukkan tidak didapatkannya sel ganas, sehingga pasien

diberikan terapi hormon tiroksin sambil dimonitor fungsi tiroidnya. Pasien juga diingatkan

bahwa bila nodulnya makin membesar maka perlu dilakukan operasi tiroidektomi. Mendengar

penjelasan dokter, pasien yang merupakan seorang muslimah merasa cemas menghadapi

kemungkinan akan dilakukannya tindakkan operasi.

Kata-Kata Sulit

1. Tiroidektomi : Operasi pengambilan atau pengangkatan tiroid2. Sidik tiroid : Pemeriksaan untuk menilai gambaran morfologi `

fungsional tiroid dengan menggunakan zat iodine3. Aspirasi jarum halus : Pemeriksaan nodul tiroid dengan menggunakan jarum

untuk mengetahui jinak atau ganas pada nodul4. Pemeriksaan fungsi tiroid : Pemeriksaan untuk mengetahui nilai FT4, FT3 dan

TSH.5. Hormon tiroksin : Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang

berfungsi untuk metabolisme tubuh6. Sitologi : Studi tentang fungsi dan struktur suatu sel7. Gondok : Perbesaran kelenjar tiroid8. USG tiroid : Pemeriksaan untuk menilai bentuk ukuran, gerakkan

dan hubungan dengan jaringan sekitar.

9. Pemeriksaan Aspirasi Jarum halus : Pemeriksaan yang dapat membedakan nodul jinak dan ganas, pada nodul tyroid yang soliter maupun multinodular

10. Nodul : Benjolan Padat atau cairan pada tyroid

Pertanyaan

1. Mengapa benjolan ikut bergerak saat menelan?2. Mengapa pasien tidak mengalami nyeri, padahal terdapat benjolan ?3. Mengapa bisa ada benjolan makin membesar?4. Mengapa terjadi perubahan Berat badan dan banyak berkeringat?5. Mengapa dilakukan operasi padahal sel tidak ganas?6. Mengapa dokter memberikan terapi hormone tiroksin?7. Adakah factor risiko terjadinya pembesaran tyroid?8. Apakah perlu pemeriksaan sitology?9. Apa Gold Standard untuk penyakit Gondok?10. Bagaimana sikap seorang muslim/muslimah untuk menghilangkan kecemasan?11. Kenapa tidak terdapat nyeri tekan, padahal nodulnya membesar?12. Apa diagnosis ?

Jawaban

1. Karena letaknya di Os.Crycoidea2. Karena benjolan yang ada di pasien tidak menekan saraf3. Karena ada rangsangan TSH lalu

merangsang tyroid tetapi tidak ada persediaan iodium, TSH menjadi meningkat dan terjadi benjolan

4. Perubahan berat badan terjadi, karena metabolism glucose meningkat sedangkan banyak berkeringat karena metabolism meningkat

5. Karena dapat mengganggu saluran pernafasan dan pencernaan, kaluahyperthyroid, hormonnya makin banyak

6. Untuk menstabilkan T3 dan T47. Ada, factor genetic, pola makan

(kekurangan yodium) dan umur8. Karena buat melihat keganasan atau tidak9. Test fungsi tyroid10. Tawakal dan ikhtiar11. Karena tidak menekan saraf12. Gondok/Kelaianan fungsi tyroid

Hipotesis

Tatalaksana dengan prinsip mengembalikan fungsi tiroid dalam kondisi normal, dengan salah satu tindakkannya adalah pemberian hormon tiroksin.

Sikap sabar, tawakkal, ikhlas dan ikhtiar diperlukan agar operasi dapat berjalan dengan baik.

Diagnosis : Gondok

Pada pemeriksaan didapati :Pemeriksaan Fisik : (+) benjolan yang tidak terasa nyeri dan tidak menyebabkan gangguan pernapasan (+)Perubahan berat badan (+)banyak berkeringatPemeriksaan Laboratorium :Tes Fungsi TiroidPemeriksaan sitology

Pasien memiliki benjolan di leher karena kekurangan yodium ,faktor genetic dan umur

Sasaran Belajar

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Makroskopik dan Mikroskopik Glandula Thyroidea

LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopik Glandula Thyroidea

LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Mikroskopik Glandula Thyroidea

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Glandula Thyroidea

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Kelainan Glandula Thyroidea

LO 3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Kelainan Glandula Thyroidea

LO 3.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Kelainan Glandula Thyroidea

LO 3.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Kelainan Glandula Thyroidea

LO 3.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Kelainan Glandula Thyroidea

LO 3.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Kelainan Glandula Thyroidea

LO 3.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Kelainan Glandula Thyroidea

LO 3.7 Memahami dan Menjelaskan Diganosis dan Diagnosis Banding Kelainan

Glandula Thyroidea

LO 3.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Kelainan Glandula Thyroidea

LO 3.9 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Kelainan Glandula Thyroidea

LO 3.10 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Kelainan Glandula Thyroidea

LO 3.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Kelainan Glandula Thyroidea

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Tiroidektomi

LI 5. Memahami dan Menjelaskan Ajaran Islam dalam Menghadapi Sikap Cemas

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Makroskopik dan Mikroskopik Glandula Thyroidea

LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopik Glandula Thyroidea

Kata “thyroid” berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar ini merupakan kelenjar

endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh capsula yang berasal dari lamina

pretracheal fascia profunda. Capsula ini melekatkan thyroid ke larynx dan trachea. Kelenjar

thyroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5 sampai thoracalis 1, terdiri dari

lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap lobus berbentuk seperti buah pear,

dengan apex di atas sejauh linea oblique lamina cartilage thyroidea, dengan basis di bawah pada

cincin trachea 5 atau 6.

Tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang dipisahkan satu

dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat. Setiap folikel dibatasi oleh epitel kubus dan diisi oleh

bahan proteinaseosa berwarna merah muda yang disebut koloid. Isthmus adalah bagian kelenjar

yang terletak di garis tengah dan menghubungkan bagian bawah lobus dextra dan sinistra

(isthmus mungkin juga tidak ditemukan). Diameter transversa dan vertical ± 1,25 cm.

Pada permukaan anterior isthmus dijumpai (dari superficial ke profunda) :

- Kulit dan fascia superficialis

- V. Jugularis anterior

- Lamina superficialis fascia cervicalis profunda

- Otot-otot : M. Sternohyoideus danM. Sternothyroideus.

Permukaan posterior berhubungan dengan cincin trachea ke 3 dan 4. Pada margo superiornya

dijumpai anastomose kedua A. Thyroidea superior, lobus pyramidalis dan Levator glandulae. Di

margo inferior didapati V. Thyroidea inferior dan A. Thyroidea ima.

VASCULARISASI

1. Sistem Arteri

a. A. Thyroidea superior, adalah cabang A. Carotis externa yang masuk ke jaringan

superficial kelenjar, mendarahi jaringan connective dan capsule.

b. A. Thyroidea inferior adalah cabang trunchus thyreocervicalis dan masuk ke lapisan

dalam kelenjar, mendarahi jaringan parenkim dan propia kelenjar.

c. A. Thyroidea ima, Arteri ini kadang-kadang dijumpai merupakan cabang arcus aorta atau

A. Brachiocephalica dan mendarahi istmus.

d. A. Thyroidea acessorius, adalah cabang-cabang A. Oesophageal dan Tracheal yang

masuk ke facies posteromedial.

2. Sistem Vena

a. V. Thyroidea superior; muncul dari polus superior dan berakhir pada vena jugularis

interna (kadang-kadang V. Facialis)

b. V. Thyroidea inf.; muncul dari margo bawah istmus dan berakhir pada V.

Brachiocephalica sin.

c. V. Thyroidea media; muncul dari pertengahan lobus lateralis dan berakhir di V. Jugularis

int.

3. Aliran Lymphatic

a. Ascending Lymphatic

Media, mengalir ke prelaryngeal lymph node yang terletak pada membrane

cricothyroidea

Lateral, mengalir ke Jugulo-digastric grup dari deep cervical lymph node.

b. Descending Lymphatic

Medial, mengalir ke pretracheal grup di trachea

Lateral, mengalir ke Gl. Recurrent chain pada N. Laryngeus recurrent.

LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Mikroskopik Glandula Thyroidea

Unit struktural daripada tiroid adalah folikel, yang tersusun rapat, berupa ruangan bentuk bulat

yang dilapisi oleh selapis sel epitel bentuk gepeng, kubus sampai kolumnar. Konfigurasi dan

besarnya sel-sel folikel tiroid ini dipengaruhi oleh aktivitas fungsional daripada kelenjar tiroid itu

sendiri. Bila kelenjar dalam keadaan inaktif, sel-sel folikel menjadi gepeng dan akan menjadi

kubus atau kolumnar bila kelenjar dalam keadaan aktif.

Pada keadaan hipertiroidism, sel-sel folikel menjadi kolumnar dan sitoplasmanya terdiri dari

vakuol-vakuol yang mengandung koloid. Folikel-folikel tersebut mengandung koloid, suatu

bahan homogen eosinofilik. Variasi densiti dan warna daripada koloid ini juga memberikan

gambaran fungsional yang signifikan; koloid eosinofilik yang tipis berhubungan dengan aktivitas

fungsional, sedangkan koloid eosinofilik yang tebal dan banyak dijumpai pada folikel dalam

keadaan inaktif dan beberapa kasus keganasan. Pada keadaan yang belum jelas diketahui

penyebabnya, sel-sel folikel ini akan berubah menjadi sel-sel yang besar dengan sitoplasma

banyak dan eosinofilik, kadang-kadang dengan inti hiperkromatik, yang dikenal sebagai

oncocytes (bulky cells) atau Hürthle cells.

Ada 2 jenis sel pada kelenjer tiroid :

1. Sel folikular : berdiri diatas membrane basalis, inti besar di tengah dan banyak

mitokondria. Fungsinya untuk mensintesis iodinasi, absorbsi dan digesti thyroglobulin.

2. Sel parafolikulaer : terletak diantara sel folikular dengan inti eksentris. Berfungsi

untuk mensekresikan calcitonin.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Glandula Thyroidea

Mekanisme sintesis, sekresi, dan faktor yang mempengaruhi hormon tiroid

Ada 7 tahap, yaitu:

1. Trapping

Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada bagian basal sel folikel.

Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum

dalam keadaan aktif. Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP.

Daya pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam

serum darah. Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam transport aktif iodida ini

dirangsang oleh TSH.

2. Oksidasi

Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut harus dioksidasi

terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim peroksidase. Bentuk aktif ini adalah

iodium. Iodium ini kemudian akan bergabung dengan residu tirosin membentuk

monoiodotirosin yang telah ada dan terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi).

Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin

tinggi kadar  iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium yang terikat sebaliknya

makin sedikit iodium di intra sel, iodium yang terikat akan berkurang sehingga

pembentukan T3 akan lebih banyak daripada T4.

3. Coupling

Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT) yang terbentuk

dari proses iodinasi akan saling bergandengan (coupling) sehingga akan membentuk

triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini

disintesis dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang terikat pada

ikatan di dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke

dalam koloid melalui proses eksositosis granula.

4. Penimbunan (storage)

Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian akan disimpan di

dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya mengandung T3 dan T4), baru akan

dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.

5. Deiodinasi

Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu ini kemudian akan

mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu tirosin serta iodida. Deiodinasi ini

dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian iodium.

6. Proteolisis

TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan vesikel yang di

dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes

koloid dan mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta

deiodinasi MIT dan DIT.

7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)

Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan kemudian

ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi darah yaitu Thyroid

Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4

total dan 0,25% dari T3 total yang berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP

kurang kuat daripada ikatan T4 dengan TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total

menggambarkan kadar hormon bebas. Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein

pengikat bisa berubah. Pada seorang lansia yang mendapatkan kortikosteroid untuk terapi

suatu penyakit kronik cenderung mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena

jumlah protein pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang menderita

pemyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan berkurang sehingga

kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat.

Metabolisme Iodium

Iodium adalah bahan mentah yang penting untuk sintesis hormone tiroid. Iodium yang terdapat

dalam makanan diubah menjadi iodide dan diabsorpsi. Asupan iodium harian minuman untuk

mempertahankan fungsi tiroid normal adalah 150µg pada orang dewasa. Kadar I plasma normal

adalah sekitar 0,3µg/dL, dan I disebarkan dalam suatu “ruang” sekitar 25L (35% berat badan).

Organ utama yang mengambil I adalah tiroid, yang menggunakannya untuk membuat hormone

tiroid. Dan ginjal yang mengekskresikannya ke dalam urin. Sekitar 120µg/h masuk ke dalam

tiroid pada tingkat sintesis dan sekresi hormone tiroid yang normal. Tiroid menyekresi 80µg/h

Iodium dalam bentuk T3 dan T4. 40µg/h berdifusi dalam CES. T3 dan T4 yang disekresikan

dimetabolisme dalam hati dan jaringan lain, yang akan melepaskan 60µg I per hari ke dalam

CES. Beberapa turunan hormone tiroid diekskresikan melalu empedu, dan sebagian iodium di

dalamnya diserap ulang (sirkulasi enterohepatik), tetapi berat bersih kehilangan I dalam tinja

sekitar 20µg/h. jadi jumlah total I yang masuk ke dalam CES adalah 500+40+60, atau 600µg/h;

20% dari I ini masuk ke dalam kelenjar tiroid, sementara 80% dieksresikan melalui urin.

Sintesis Hormon Tiroid

Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4). Bentuk aktif hormon ini

adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan

sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran

cerna merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi

bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam tyroglobulin

sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang terbentuk dari MIT

menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tyroid. Iodida inorganik

mengalami oksidasi menjadi organik murah, selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang

terdapat dalam tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (Dit). Senyawa

DIT yang terbentuk MIT menghasilkan T3 Dari T4 atau disimpan di dalam kelenjar tyroid.

Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar

yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi,

hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-binding globulin, TBG)

atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA)

(De Jong & Syamsuhidayat, 1998)

Sekresi Hormon Tiroid

Kelenjar tiroid manusia menyekresi sekitar 80µg (103 mmol) T4, 4µg (7 mmol) T3, dan 2µg (3,5

mmol) RT3 perhari. Namun, MIT dan DIT tidak diekskresikan. Sel-sel tiroid mengabsorpsi

koloid melalui proses endositosis. Cekungan ditepi koloid menyebabkan timbulnya lacuna

reabsorpsi yang tampak pada kelenjar yang aktif. Di dalam sel, globulus koloid menyatu dengan

lisosom. Ikatan peptide antara residu beriodium dan tiroglobulin terputus oleh protease dalam

lisosom, dan T4, T3, DIT dan MIT dibebaskan ke dalam sitolasma. Tirosin beriodium

mengalami deiodinasi oleh enzim mikrosom iodotirosin deiodinase. Enzim ini tidak menyerang

tironin beriodium, dan T4 serta T3 masuk ke dalam sirkulasi. Iodium yang dibebaskan oleh

deiodinasi MIT dan DIT digunakan kembali oleh kelenjar dan secara normal menyediakan

iodium sebanyak dua kali lipat, untuk sintesis hormone dibandingkan dengan dihasilkan oleh

pompa iodium. Pada pasien yang tidak memil iodotiroksin deiodinase secara keongenitalm MIT

dan DIT dapat dijumpai dalam urin dan terdapat gejala defisiensi iodium.

M etabolisme Hormon Tiroid

TE dan T4 mengalami deiodinasi di hati, ginjal dan banyak jaringan lain. Pada orang dewasa

normal, sepertiga T4 dalam darah secara normal diubah menjadi T3, dan 45% diubah menjadi

RT3. Hanya sekitar 13% T3 dalam darah disekresi oleh kelenjar tiroid dan 87% dibentuk melalui

deiodinasi T4; demikian juga hanya 5% RT3 dalam darah disekresi oleh kelenjar tiroid dan 95%

dibentuk dari deiodinasi T4. Perlu diketahui, terdapat perbedaan mencolok dalam rasio T3

terhadap T4 di berbagai jaringan. Dua jaringan yang memiliki rasio T3/T4 yang sangat tinggi

adalah hipofisis dan korteks serebri.

Terdapai tiga deiodinase berbeda yang bekerja pada hormon tiroid: D1, D2, D3. Ketiganya

bersifat unik karena mengandung asam amino selenosustein yang jarang ditemukan, yang sulfur

dalam sisteinnya diganti oleh selenium dan selenium esensial untuk aktivitas enzimatik. D1

terdapat dalam konsentrasi tinggi di hati, ginjal, tiroid dan hipofisis. D1 berperan terutama dalam

memantau pembentukan T3 dan T4 di perifer. D2 terdapat di otak, hipofisis, dan lemak coklat.

Enzim ini juga berperan dalam pembentukan T3. Di otak, D2 terletak di astroglia dan

menghasilkan T3 untuk dipasok ke neuron. D3 juga terdapat di otak dan jaringan organ

reproduksi. Enzim ini hanya bekerja pada posisi 3 di T3 dan T4 dan mungkin merupakan sumber

utama RT3 di darah dan jaringan. Secara keseluruhan, deiodinase tampaknya berperan

mempertahankan perbedaan dalam rasio T3/T4 di berbagai jaringan tubuh.

Sebagian dari T4 dan T3 hati mengalami perubahan lebih lanjut menjadi deidotirosin oleh

deiodinase. T4 dan T3 juga mengalami konjugasi di hati untuk membentuk sulfat serta

glukoronida. Konjugat-konjugat ini masuk ke dalam empedu lalu ke usus. Konjugat tiroid

mengalami hidrolisis, dan sebagian diserap ulang (sirkulasi enterohepatik), tetapi sebagian

diekskresikan melalui tinja. Sebagian T3 dan T4 berpindah langsung dari sirkulasi ke lumen

usus. Iodida yang hilang melalui jalur ini berjumlah sekitar 4% dari jumlah iodida total yang

hilang perharinya.

(Ganong, 2005)

P engaturan Faal Tiroid

Faktor-faktor yang Mengatur Sekresi Hormon Tiroid

1. HIPOTALAMUS : Sintesis dan pelepasan TRH

Perangsangan :

a. Penurunan Ta dan T3 serum, dan T3 intraneuronal

b. Neurogenik : sekresi bergelombang dan irama sirkadian

c. Paparan terhadap dingin (hewan dan bayi baru lahir)

d. Katekolamin adrenergik-alfa

e. Vasopresin arginin

Penghambatan :

a. Peningkatan Ta dan T3 serum, dan T3 intraneuronal

b. Penghambat adrenergik alfa

c. Tumor hipotalamus

2. HIPOFISIS ANTERIOR: Sintesis dan pelepasan TSH

Perangsangan :

a. TRH

b. Penurunan T4 dan T3 serum, dan T3 intratirotrop

c. Penurunan aktivitas deiodinasi-5' tipe 2

d. Estrogen : meningkatkan tempat pengikatan TRH

Penghambatan:

a. Peningkatan T4 dan T3 serum, dan T3 intratirotrop

b. Peningkatan aktivitas deiodinase-5' Tipe 2

c. Somatostatin

d. Dopamin, agonis dopamin : bromokriptin

e. Glukokortikoid

f. Penyakit-penyakit kronis

g. Tumor hipofisis

3. TIROID : Sintesis dan pelepasan hormon tiroid

Perangsangan :

a. TSH

b. Antibodi perangsangan TSH-R

Penghambatan :

a. Antibodi penghambat TSH-R

b. Kelebihan iodida

c. Terapi litium

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid:

1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)

Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH

(thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi

hiperplasi dan hiperfungsi.

2. TSH (thyroid stimulating hormone) TSH (tiroid stimulating hormone)

Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan

meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek

hormonal yaitu produksi hormon meningkat.

3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).

Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya

hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus.

Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

Efek hormon tiroid terhadap hormon lain

Sel-sel sasaran untuk hormon tiroid adalah hampir semua sel di dalam tubuh. Efek primer

hormon tiroid adalah:

a) Merangsang laju metabolik sel-sel sasaran dengan meningkatkan metabolisme protein,

lemak, dan karbohidrat.

b) Merangsang  kecepatan pompa natrium-kalium di sel sasaran

Kedua fungsi bertujuan untuk meningkatkan penggunaan energi oleh sel,     terjadi

peningkatan laju metabolisme basal, pembakaran kalori, dan peningkatan produksi panas

oleh setiap sel.

c) Meningkatkan responsivitas sel-sel sasaran terhadap katekolamin sehingga meningkatkan

frekuensi jantung.

d) meningkatkan responsivitas emosi.

e) Meningkatkan kecepatan depolarisasi otot rangka, yang meningkatkan kecepatan

kontraksi otot rangka.

f) Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal semua sel tubuh

dan dibutuhkan untuk fungsi hormon pertumbuhan.

1. Efek hormon tiroid dalam meningkatkan sintesis protein adalah :

(1) Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria;

(2) Meningkatkan kecepatan pembentukan ATP.

2. Efek tiroid dalam transpor aktif :

meningkatkan aktifitas enzim NaK-ATPase yang akan menaikkan kecepatan transpor

aktif dan tiroid dapat mempermudah ion kalium masuk membran sel.

3. Efek pada metabolisme karbohidrat :

menaikkan aktivitas seluruh enzim

4. Efek pada metabolisme lemak:

mempercepat proses oksidasi dari asam lemak. Pada plasma dan lemak hati hormon tiroid

menurunkan kolesterol, fosfolipid, dan trigliserid dan menaikkan asam lemak bebas.

5. Efek tiroid pada metabolisme vitamin:

menaikkan kebutuhan tubuh akan vitamin karena vitamin bekerja sebagai koenzim dari

metabolisme (Guyton 1997). Oleh karena metabolisme sebagian besar sel meningkat

akibat efek dari tiroid, maka laju metabolisme basal akan meningkat. Dan peningkatan

laju basal setinggi 60 sampai 100 persen diatas normal.

6. Efek Pada berat badan.

Bila hormone tiroid meningkat, maka hampir selalu menurunkan berat badan, dan bila

produksinya sangat berkurang, maka hampir selalu menaikkan berat badan. Efek ini

terjadi karena hormone tiroid meningkatkan nafu makan.

7. Efek terhadap Cardiovascular.

Aliran darah, Curah jantung, Frekuensi denyut jantung, dan Volume darah meningkat

karena meningkatnya metabolisme dalam jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan

memperbanyak produk akhir yang dilepas dari jaringan. Efek ini menyebabkan

vasodilatasi pada sebagian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran darah.

8. Efek pada Respirasi.

Meningkatnya kecepatan metabolism akan meningkatkan pemakaian oksigen dan

pembentukan karbondioksida.

9. Efek pada saluran cerna.

Meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan. Tiroid dapat meningkatkan kecepatan

sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna.

Efek Fisiologi Hormon Tiroid

Jaringan Sasaran EFEK MEKANISME

Jantung Kronotopik

Inotropik

Meningkatkan jumlah afinitas reseptor adregenik beta

Memperkuat respons thd katekolamin darah

Meningkatkanproporsi rantai berat myosin alfa

Jaringan lemak Katabolic Merangsang lipolysis

Otot Katabolic Meningkatkan penguraian protein

Tulang Perkembangan Mendorong pertumbuhan normal dan perkembangan

tulang

System saraf Perkembangan Mendorong perkembangan otak normal

Saluran cerna Metabolic Meningkatkan laju penyerapan karbohidrat

Lipoprotein Metabolic Merangsang pembentukan resptor LDL

Lain-lain kalorigenik Merangsang konsumsi oksigen oleh jaringan yang aktif

scr metabolic (kecuali testis, uterus, kel. Lemfe, limpa,

hipofisis anterior)

Meningkatkan kecepatan metabolisme.

(Ganong, 2005)

Fungsi Fisiologis Hormon Tiroid

1. Meningkatkan transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan T3) berikatan dengan

reseptornya di inti sel.

2. Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga pembentukkan ATP (adenosin

trifosfat) meningkat.

3. Meningkatkan transfor aktif ion melalui membran sel.

4. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama pada masa janin.

Efek Metabolisme Hormon Tiroid

1. Kalorigenik

2. Termoregulasi

3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam

dosis besar bersifat katabolik

4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat,

cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis

farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.

5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol

dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid

kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester

dan fosfolipid meningkat.

6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid.

Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.

7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus

gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare, gangguan faal hati,

anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Kelainan Glandula Thyroidea

LO 3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Kelainan Glandula Thyroidea

Hipertiroidisme

Hipertiroid dikenal juga sebagai tirotoksikosis hipertiroidisme dapat didefinisikan sebagai

respons jaringan – jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang

berlebihan.

Hipotiroidisme

Definisi lama bahwa hipotiroidisme disebabkan oleh faal tiroid berkurang sudah tidak tepat

lagi. Kini dianut keadaan di mana efek hormon tiroid di jaringan kurang.

Eutiroid

Suatu keadaan dimana kadar hormone tiroid di dalam tubuh rendah pada pasien-pasien

dengan fungsi kelenjar tiroid yang normal tanpa adanya penyakit tiroid.

(Sudoyo, A. 2006)

LO 3.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Kelainan Glandula Thyroidea

Hipertiroidisme

Penyebab hipertiroid dibedakan dalam 2 klasifikasi, dimana pembagiannya berdasarkan pusat

penyebab dari hipertiroid, yaitu organ yang paling berperan.

a. Hipertiroid primer : jika terjadi hipertiroid karena berasal dari kelenjar tiroid itu sendiri,

misalnya penyakit graves, funcitioning adenoma, toxic multinodular goiter, dan tiroiditis.

b. Hipertiroid skunder : jika penyebab dari hipertiroid berasal dari luar kelenjar tiroid,

misalnya tumor hipofisis/hypotalamus, pemberian hormon tiroid dalam jumlah banyak,

pemasukan iodium yang berlebihan, serta penyakit mola hidatidosa pada wanita.

Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus.

Hipotirodisme dapat dibedakan atas hipotiroidisme sentral dan hipotiroidisme primer

Tabel 3 penyebab hipotiroidisme primer (HP) dan hipotiroidisme skunder (HS)

Penyebab hipotiroidisme Penyebabab hipotiroidisme Hipotiroidisme sepintas

Sentral (HS) Primer HP (“transient”)

Lokalisasi hipofisis atau

hipotalamus

1 hipo atau agenesis kelenjar

tiroid

1 tiroiditis de Quervain

1 tumor, infiltrasi tumor 2 destruksi kelenjar tiroid 2 silent tiroiditis

2 nekrosis iskemik

(sindrom sheehan pada

hipofisis)

3 atrofi (berdasar autoimun) 3 tiroiditis postpartum

3 iatrogen (radiasi, operasi) 4 dishormonogenesis sintesis

hormon

4 hipotiroidisme neonatal

sepintas.

r4 infeksi (sarcoidosis,

histiosis)

5 hipotiroidisme transien

(sepintas)

Eutiroidisme

Akurasi dari assay test NTI (nonthyroidal illness)

Cytokines

Deiodination

Inhibisi sekresi TRH dan TSH

Inhibisi transpor membran plasma iodothyronines

Penurunan ikatan thyroid-globulin

Obat yang mempengaruhi fungsi tiroid

(Aytug, S. Medscape)

LO 3.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Kelainan Glandula Thyroidea

Prevalensi Hipotiroid kongenital diperkirakan 1 dari 4000 kelahiran, 1 dari 2000 orang pada ras

Timur, 1 dari 5500 pada ras eropa dan 1 dari 32.000 pada ras afrika, insiden meningkat pada

sindrom down 1:140. 95 % kelainan ini bersifat sporadik dan 5% nya terkait genetik, yang

biasanya pada dishormonogenesis. Perbandingan perempuan dan laki-laki adalah 2:1 dan terkait

tipe HLA spesifik.

Sekitar 10-20 persen pasien yang berobat di klinik endokrin merupakan pasien dengan kelainan

tiroid. Sebesar 5-10 persen dari kasus tersebut bersifat ganas dan penyebabnya belum jelas

diketahui.

Sementara daerah yang kaya yodium seperti Islandia umumnya tipe papiler lebih menonjol.

Golongan umur terutama pada usia 7-20 tahun dan 40-65 tahun, di mana wanita lebih sering

kena daripada pria, yaitu 3:1. Namun, ada beberapa faktor risiko atau penyebab yang bisa

memicu kanker tiroid, di antaranya pengaruh diet dan lingkungan, hormon seks, paparan radiasi

terhadap kelenjar tiroid pada masa kanak-kanak, umur, perempuan, serta riwayat keluarga.

Pria yang berusia di atas 50-60 tahun, angka keganasannya lebih tinggi karena adanya stimulasi

hormon tiroid (Thyroid Stimulating Hormone/TSH) yang berbeda. Perempuan lebih rentan

terkena kanker tiroid dibandingkan laki-laki.Kemungkinan besar disebabkan hormon perempuan

yang lebih fluktuatif dibandingkan pria.

Hipertiroidisme menyerang wanita 5 kali lebih sering dibanding laki-laki dan insidennya akan

memuncak pada usia ketiga serta keempat. Penderita penyakit tyroid saat ini 2% sampai dengan

5 % adalah kebanyakan wanita, wanita tersebut 1% sampai dengan 2% adalah wanita

reproduktif.

LO 3.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Kelainan Glandula Thyroidea

HIPERTIROID

Dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi 2,yaitu :

1. Hipertiroid Primer : Terjadinya hipertiroid karena berasal dari kelenjar tiroid itusendiri,

contohnya :

a. Grave’s disease

b. Functioning adenoma

c. Toxic multinodular goiter

d. Tiroiditis

2. Hipertiroid Sekunder : Jika penyebab hipertiroid berasal dari luar kelenjar tiroid, contohnya:

a. Tumor hipofisis

b. Pemberian hormone tiroid dalam jumlah besar

c. Pemasukan iodium berlebihan

HIPOTIROID

Hipotiroidisme Sentral

1. 50% diakibatkan kegagalan hipofisis,biasainya diakibatkan oleh desakan tumor hipofisis.

Urutan kegagalan hormon adalah : GnRH,ACTH,gormon hipofisis lain dan TSH

Hipotiroidisme Primer

2. Pascaoperasi

– Strumektomi/tiroidektomi subtotal M.Graves dapat mengakibatkan

hipotiroidisme baik karena jumlah jaringan yang dibuang atau akibat autoimun

yang mendasarinya

3. Pascaradiasi

–Pemberian radioactive iodine menyebabkan 40-50% pasien hipotiroidisme

dalam 10 tahun

4. Tiroiditis subakut (De Quervain)

Akibat adanya infeksi virus,hipotiroidisme terjadi sepintas pada saat

penyembuhan

5. Tiroiditis Pasca Partum

Ditemukannya antibodi tiroid (anti-TPO dan anti TG) di trimester pertama

kehamilan

6. Tiroiditis Autoimun (Tiroiditis Hashimoto)

Sel T-Helper CD4+ memicu pembentukan antibodi antitiroid

(Antitiroglobulin ,antireseptor TSH dan antiperoksidase) serta pembentukan

CD8+ sel sitotoksik

LO 3.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Kelainan Glandula Thyroidea

Patofisiologi Hipertiroid

Sel T-helper intratiroid sel B sel plasma TSI diarahkan epitop dari reseptor

thyroid-stimulating (TSH) hormon dan bertindak sebagai agonis reseptor TSH TSI

mengikat reseptor TSH pada sel tiroid folikel tiroidcAMP mengaktifkan sintesis

hormon (T3 dan T4) dan pelepasan dan pertumbuhan tiroid (hipertrofi) feedback

mechanism penurunan TSH sedangkan TSI tidak dipengaruhi oleh feedback ini.

Hasil dalam gambaran karakteristik Graves tirotoksikosis, dengan tiroid difus

membesar, penyerapan yodium radioaktif yang sangat tinggi, dan kadar hormon tiroid

yang berlebihan dibandingkan dengan tiroid sehat.

Patogenesis ophthalmopathy Graves terletak pada pengendapan glikosaminoglikan

(GAG) di otot luar mata dan adiposa dan jaringan ikat dari orbit retro-, menyebabkan

aktivasi sel-T. Antigen reseptor TSH dianggap mediator kunci dalam proses aktivasi

sel T. Merokok merupakan faktor risiko yang signifikan untuk ophthalmopathy,

meningkatkan kemungkinan itu sekitar 7 kali lipat. Pasien yang diobati dengan

yodium radioaktif lebih mungkin untuk mengalami memburuknya ophthalmopathy

mereka daripada pasien yang diobati dengan obat antitiroid atau operasi.

Patofisiologi Hipotiroid

Kelenjar tiroid membutuhkan iodine untuk sintesis dan mensekresi hormone tiroid. Jika diet

seseorang kurang mengandung iodine atau jika produksi dari hormone tiroid tertekan untuk

alasan yang lain, tiroid akan membesar sebagai usaha untuk kompendasi dari kekurangan

hormone. Pada keadaan seperti ini, goiter merupakan adaptasi penting pada suatu defisiensi

hormone tiroid. Pembesaran dari kelenjar terjadi sebagai respon untuk meningkatkan respon

sekresi pituitary dari TSH. TSH menstimulasi tiroid untuk mensekresi T4 lebih banyak, ketika

level T4 darah rendah. Biasanya, kelenjar akan membesar dan itu akan menekan struktur di leher

dan dada menyebabkan gejala respirasi disfagia.

Penurunan tingkatan dari hormone tiroid mempengaruhi BMR secara lambat dan menyeluruh.

Perlambatan ini terjadi pada seluruh proses tubuh mengarah pada kondisi achlorhydria

(pennurunan produksi asam lambung), penurunan traktus gastrointestinal, bradikardi, fungsi

pernafasan menurun, dan suatu penurunan produksi panas tubuh.

Perubahan yang paling penting menyebabkan penurunan tingkatan hormone tiroid yang

mempengaruhi metabolisme lemak. Ada suatu peningkatan hasil kolesterol dalam serum dan

level trigliserida dan sehingga klien berpotensi mengalami arteriosclerosis dan penyakit jantung

koroner. Akumulasi proteoglikan hidrophilik di rongga interstitial seperti rongga pleural, cardiac,

dan abdominal sebagai tanda dari mixedema.

Hormon tiroid biasanya berperan dalam produksi sel darah merah, jadi klien dengan

hipotiroidisme biasanya menunjukkan tanda anemia karena pembentukan eritrosit yang tidak

optimal dengan kemungkinan kekurangan vitamin B12 dan asam folat.

LO 3.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Kelainan Glandula Thyroidea

HIPERTIROIDISME

Perjalanan penyakit hipertiroid biaanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan sampaibeberapa

tahun. Manifestasi klinis yang paling sering adalah :

1. Penurunan berat badan

Salah satu efek dari hormon tiroid adalah berpengaruh terhadap laju

metabolisme.Inimengakibatkan peningkatan konsumsi bahan bakar daripada penyimpanan

bahanbakar. Terjadi penurunan simpanan lemak dan penciutan otot akibat penguraian

proteinkarena tubuh membakar bahan bakar dengan kecepatan yang abnormal

sehinggawalaupun pasien banyak makan, tapi badan akan tetap kurus. Pasien jugaakan

banyakberkeringat walaupun tidak terpapar sinar matahari karena peningkatan

metabolisme.Kemungkinan diare karena terjadi peningkatan motilitas usus.

2. Exophtalmus

Kondisi dimana bola mata menonjol keluar.Tanpa ada alasan

yang terlalu jelas,dibelakang mata tertimbun karbohidrat

kompleks yang menahan air.Retensi cairan dibelakang mata

mendorong bola mata kedepan, sehingga mata menonjol keluar

daritulang orbita.Kondisi seperti ini rentan terjadi ulkus kornea

yang dapat mengakibatkankebutaan.

3. Tremor

Frekuensi tremor antara 10-50x/menit hal ini karena efek

hormone tiroid pada systemsimpatis.

4. Takikardi

Kisaran nadi antara 90 dan 100 kali permenit, tekanan darah sistolik (bukan

diastolic)meningkat. Salah satu fungsi dari hormon tiroid yang diproduksi oleh kelenjar tiroid

yaituadalah untuk mengatur kerja pada sistem kardiovaskuler.Hormon tiroid ini

berfungsiuntuk meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung, sehingga

curah jantung meningkat.Mungkin terjadi fibrilasi atrium dan dekompensasi jantung

dalambentuk gagal jantung kongestif, terutama pada pasien lansia.

5. Pembesaran tiroid

Pada hipertiroid kelenjar tiroid di paksa mengsekresikan hingga diluar batas sehinggauntuk

memenuhi kebutuhan sel-sel kelenjar tiroid membesar dan menekan area trakeadan esofagus

Gambar

sehingga terjadi gangguan respirasi, menelan dan sesak nafas juga bisadisebabkan oleh

kelemahan otot-otot pernafasan yang dapat menyebabkan dipsneadan edema.

6. Gelisah (peka rangsang berlebihan dengan emosional), mudah marah, ketakutan, tidakdapat

duduk dengan tenang

7. Toleransi terhadap panas buruk dan banyak berkeringat, kulit kemerahan dan mudahmenjadi

lunak,hangat dan lembab. Terdapat clubbing finger yang disebut plumer nail.

8. Gangguan reproduksi dan menstruasi

9. Pasien lansia mungkin mengeluhkan kulit kering gatal-gatal menyeba

HIPOTIROIDISME

1. Pada bayi ditemukan kretinisme disertai retardasi mental, postur kecil, muka dan

tangansembab. Sedangkan pada anak ditandai dengan retardasi mental dan gangguantumbuh

kembang.

2. Kelambanan

3. Anemia

4. Perlambatandaya pikir

5. Gerakan yang canggung dan lambat

6. Penurunan frekuensi denyut jantung

7. Pembesaran jantung (jantung miksedema) dan penurunan curah jantung

8. Pembengkakan dan edema kulit, terutama dibawah mata dan dipergelangan kaki

9. Penurunan kecepatan metabolisme

10. Penurunan kebutuhan kalori

11. Penurunan nafsu makan dan penyerapan zat gizi

12. Konstipasi

13. Perubahan dalam fungsi reproduksi

14. Kulit kering dan bersisik serta rambut kepala dan tubuh yang tipis dan rapuh

15. Kadang dijumpai depresi atau bahkan sangat agitatif yaitu myxedema madness

karenagangguan pada system saraf pusat. Biasa terjadi gelisah, paranoid, atau terlalu senang.

Pada hipotiroid berat mengakibatkan:

1. suhu tubuh dan frekuensi nadi subnormal

2. kenaikan berat badan

3. kulit menjadi tebal

4. rambut menipis dan rontok

5. wajah tampak tanpa ekspresi dan mirip topeng

6. rasa dingin meski lingkungan hangat

7. apatis

8. konstipasi

9. kenaikan kadar kolesterol serum, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, fungsiventrikel

kiri jelek.

LO 3.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Kelainan Glandula

Thyroidea

DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Ditanyakan apakah ada manifestasi klinis dari yang tertera diatas, obat atau terapi apa yang

sudah pernah dilakukan. Dan apakah pernah terjadi penyakit yang sama pada keluarga

Indeks Wayne :

No. Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Berat Nilai

1.   Sesak saat kerja +1

2.   Berdebar +2

3.   Kelelahan +3

4.   Suka udara panas -5

5.   Suka udara dingin +5

6.   Keringat berlebihan +3

7.   Gugup +2

8.   Nafsu makan naik +3

9.   Nafsu makan turun -3

10.   Berat badan naik -3

11.   Berat badan turun +3

2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada posisi

duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau

nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus

atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada

permukaan pembengkakan.

b. Palpasi

Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi

fleksi.Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari

kedua tangan pada tengkuk penderita.

No Tanda Ada Tidak

1. Tyroid Teraba +3 -3

2. Bising Tyroid +2 -2

3. Exoptalmus +2 -

4. Kelopak Mata Tertinggal Gerak Bola Mata +1 -

5. Hiperkinetik +4 -2

6. Tremor Jari +1 -

7. Tangan Panas +2 -2

8. Tangan Basah +1 -1

9 Fibrilasi Atrial +4 -

10. Nadi Teratur

<80 x/menit

80-90 x/menit

>90 x/menit

-

-

+3

-3

-

-

Interpretasi hasil :

Hipertiroid : ≥ 20

Eutiroid: 11 - 18

Hipotiroid: <11

3. Pemeriksaan Laboratorium

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantaraan tes-tes fungsi hormone

tiroid. Tes-tes berikut ini sekarang digunakan untuk mendiagnosis penyakit tiroid:

a. Kadar Tiroksin dan triyodotironin serum diukur dengan radioligand assay. Pengukuran

termasuk hormon terikat dan hormon yang bebas.Kadar normal tiroksin adalah 4 sampai 11

mg/dl; untuk triyodotironin kadarnya berkisar dari 80 sampai 160 mg/ dl. Tiroksin bebas

serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif.

b. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik; nilai normal dengan assay

generasi ketiga, berkisar dari 0,02 hingga 5,0 mU/ml. Kadar TSH plasma sensitif dan dapat

dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Terdapat kadar yang tinggi pada pasien dengan

hipotiroidisme primer, yaitu pasien yang memiliki kadar tiroksin rendah akibat timbal balik

peningkatan pelepasan TSH hipofisis. Sebaliknya, kadar akan berada di bawah normal pada

pasien dengan peningkatan autonom pada fungsi tiroid (penyakit Graves, hiperfungsi nodul

tiroid) atau pada pasien yang menerima dosis penekan hormon tiroid eksogen. Dengan adanya

assay radioimunometrik yang sangat sensitif terhadap TSH, uji ini sendiri dapat digunakan

pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid.

c. Beberapa uji dapat digunakan untuk mengukur respons metabolik terhadap kadar hormon

tiroid dalam sirkulasi namun uji-uji ini tidak digunakan secara rutin dalam menilai fungsi

tiroid secara klinis. Uji-uji ini terdiri dari laju metabolisme basal (BMR) yang mengukur

jumlah penggunaan oksigen pada keadaan istirahat; kadar kolesterol serum; dan tanda respons

refleks tendon Achilles. Pada pasien dengan hipotiroidisme, BMR menurun dan kadar

kolesterol serumnya tinggi.Refleks tendon Achilles memperlihatkan relaksasi yang lambat.

Keadaan sebaliknya ditemukan pada pasien dengan hipertiroid.

c. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI ) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar

tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida. Pasien menerima dosis RAI yang akan

ditangkap oleh tiroid dan dipekatkan setelah melewati 24 jam. Kemudian radioaktivitas

yang ada dalam kelenjar tiroid tersebut dihitung. Normalnya, jumlah radioaktif yang

diambil berkisar dari 10% hingga,35% dari dosis pemberian. Pada hipertiroidisme

nilainya tinggi dan akan rendah bila kelenjar tiroid ditekan.

Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Hipotiroid

T3 dan T4 serum rendah

TSH meningkat pada hipotiroid primer

TSH rendah pada hipotiroid sekunder

- Kegagalan hipofisis : respon TSH terhadap TRH mendatar

- Penyakit hipotalamus : TSH dan TRH meningkat

Titer autoantibody tiroid tinggi pada > 80% kasus

Peningkatan kolesterol

Pembesaran jantung pada sinar X dada

EKG menunjukkan sinus bradikardi, rendahnya voltase kompleks QRS& gelombang T datar

atau inversi

Hipertiroid

• TSH serum menurun

• Tiroksin bebas, T4 dan T3 serum, T3 resin atau T4 uptake, free thyroxine index semua

meningkat

• Ambilan Yodium radioaktif oleh kelenjar tiroid meningkat

• Basal metabolic rate (BMR) meningkat

• Kadar kolesterol serum menurun

Hormo

n

Normal Hipotiroidisme Hipertiroidisme

Primer Sentral Subklinis Primer Sentral

T3 60-118

mg/dl

↓ ↑ N ↑ ↓

T4 4,5mg/dl ↓ ↑ N ↑ ↓

TSH 0,4-5,5 

mIU/l

↑ ↓ ↑ ↓ ↑

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Foto Rontgen leher

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah

menekan atau menyumbat trakea (jalan nafas).

b. Ultrasonografi (USG)

Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran

gondok akan tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan

adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan

yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.

c. Sidikan (Scan) tiroid

Caranya dengan menyuntikan sejumlah

substansi radioaktif bernama technetium-99m

dan yodium125/yodium131 ke dalam

pembuluh darah. Setengah jam kemudian

berbaring di bawah suatu kamera canggih

tertentu selama beberapa menit. Hasil

pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan

ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.

Gambar 3.4

Gambar 3.5

d. Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Dilakukan khusus pada keadaan yang

mencurigakan suatu keganasan.Biopsi

aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak

menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel

ganas.Kerugian pemeriksaan ini dapat

memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat.Selain itu teknik biopsi kurang

Gambar 3.2

Gambar 3.3

benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh

ahli sitologi.

DIAGNOSIS BANDING

HIPOTIROID

Mongolisme, dimana terdapat epikantus, makroglosi, retardasi motorik dan mental,

”Kariotyping”, trisomi 21, dan tanpa miksedema

HIPERTIROID

- Ansietas neurosis, gangguan jantung, anemia, penyakit saluran pencernaan, tuberculosis,

myasthenia, kelainan muscular, sindroma menopause, pheocromositoma, primary

ophthalmophaty sangatlah sulit dibadakan dengan penyakit hipertiroid, apalagi pada pasien

dengan pembesaran kelenjar tiroid yang minimal, pasien dapat merasakan nyeri pada saat

tiroid melepaskan hormon tiroid. Pada kondisi ini dapat sembuh dengan sendirinya atau dengan

obat anti tiroid, pengobatan dengan tindakan bedah dan radio aktif iodine tidaklah diperlukan.

- Ansietas neurosis merupakan gejala yang sulit dibedakan dengan hipertiroid. Pada ansietas

biasanya fatique tidak hilang pada istirahat, telapak tangan berkeringat, denyut jantung pada

waktu tidur normal, dan tes lab fungsi tiroid normal.

- Jika pada pendeita hipertiroid fatique dapat hilang pada saat istirahat, telapak tangan hangat

dan berkeringat, takikardia pada waktu tidur, dan tes fungsi tiroid abnormal.

- Penyakit organic nontiroid juga sulit dibedakan dengan hipertiroidism, harus dibedakan secara

garis besar dari kejadian-kejadian yang spesifik pada system organ yang terlibat, dan juga

dengan tes fungsi tiroid.

- Gejala-gejala seperti exophthalmus atau ophthalmoplegia harus diperiksa oleh ophthalmologic,

USG, CT scan, MRI scan, dan pemeriksaan neurologis.

EUTIROID

- Tioiditis Hashimoto

- Hipertiroidisme

- Hipotiroidisme

- Hipopituitarisme

- Gangguan fungsi tiroid yang diinduksi oleh terapi amiodaron

(Medscape)

LO 3.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Kelainan Glandula Thyroidea

Prinsip terapi hipotiroidisme adalah meningkatkan kadar hormon tiroid serum dengan

ekstrak hormon tiroksin (Levotiroksin) sehingga kadar TSH akan turun dan goiter mengecil.

Prinsip terapi hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan

dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif,

tiroidektomi subtotal).

homon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak

jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).

Terapi eutiroid (Non-thyroidal illness)

Penggunaan hormon tiroid namun masih menjadi hal yang kontroversial. Namun pemberian

hormon tiroid tidak menguntungkan ataupun merugikan.

(Medscape)

Terapi Farmakologis

1. Obat anti tiroid

Digunakan dengan indikasi :

a) Terapi untuk memperpanjang remisi atau medapatkan remisi yg menetap, pada

pasien muda dengan struma ringan-sedang dan tirotoksikosis.

b) Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah

pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif.

c) Persiapan tirodektomi

d) Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia

e) Pasien dengan krisis tiroid

Obat diberi dalam dosis besar pada permulaan sampai eutiroidisme lalu diberikan dosis rendah

untuk mempertahankan eutiroidisme.

Obat antitiroid yg sering digunakan

Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)

Karbimazol 30-60 5-20

Metimazol 30-60 5-20

Propiltiourasil 300-600 50-200

Ketiga obat ini mempunyai kerja imunosupresif dan dapat menurunkan konsentrasi thyroid

stimulating antibody (TSAb) yg bekerja pada sel tiroid. Obat-obatan ini umumnya diberikan

sekitar 18-24 bulan. Pemakaian obat-obatan ini dapat menimbulkan efek samping berupa

hipersensitivitas dan agranulositosis. Apabila timbul hipersensitivitas maka obat diganti, tetapi

bila timbul agranulositosis maka obat dihentikan.

Pada pasien hamil biasanya diberikan propiltiourasil dengan dosis rendah mungkin yaitu 200

mg/hari atau lebih lagi. Hipertiroidisme kerap kali sembuh spontan pada kehamilan tua sehingga

propiltiourasil dihentikan. Obat-obatan tambahan sebaiknya tidak diberikan karena T₄ yg dapat

melewati plasenta hanya sedikit sekali dan tidak dapat mencegah hipotiroidisme pada bayi yg

baru lahir. Pada masa laktasi juga diberikan propiltiourasil karena hanya sedikit sekali yang

keluar dari air susu ibu. Dosis yg dipakai 100-150 mg tiap 8 jam. Setelah pasien eutiroid, secara

klinis dan laboratorium, dosis diturunkan dan dipertahankan menjadi 2x50 mg/hari. Kadar T₄ dipertahankan pada batas normal dengan dosis propiltiourasil <100 mg/hari. Apabila

tirotiksikosis timbul lagi, biasanya pasca persalinan, propiltiourasil dinaikkan sampai 300

mg/hari.

2. Pengobatan dengan yodium radioaktif

Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif diberikan pada :

a) Pasien umur 35 tahun atau lebih

b) Hipertiroidisme yg kambuh sesudah operasi

c) Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid

d) Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan antitiroid

e) Adenoma toksik, goiter multinodular toksik

Digunakan Y₁₃₁ dengan dosis 5-12 mCi peroral. Dosis ini dapat mengendalikan tirotoksikosis

dalam 3 bulan, namun ⅓ pasien menjadi hipotiroid pada tahun pertama. Efek samping

pengobatan dengan yodium radioaktif adalah hipotiroidisme, eksaserbasi hipertirodisme, dan

tiroiditis.

3. Operasi

Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi operasi adalah:

a) Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.

b) Pada wanita hamil (trimester kedua) yg memerlukan obat antitiroid dosis besar

c) Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif

d) Adenoma toksik atau struma multinodular toksik

e) Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

Sebelum operasi, biasanya pasien diberi obat antitiroid sampai eutiroid kemudian diberi cairan

kalium yodida 100-200 mg/hari atau cairal lugol 10-15 tetes/hari selama 10 hari sebelum

dioperasi untuk mengurangi vaskularisasi pada kelenjar tiroid.

4. Pengobatan tambahan

a) Sekat β adrenergic

Obat ini diberikan untuk mengurangi gejala dan tanda hipertiroidisme. Dosis diberikan 40-

200 mg/hari yang dibagi atas 4 dosis. Pada orang lanjut usia diberi 10 mg/6jam.

b) Yodium

Yodium terutama digunakan untuk persiapan operasi, sesudah pengobatan dengan yodium

radioaktif, dan pada krisis tiroid. Biasanya diberikan dalam dosis 100-300 mg/hari.

c) Ipodat

Ipodat kerjanya lebih cepat dibanding propiltiourasil dan sangat baik digunakan pada

keadaan akut seperti krisis tiroid. Kerja ipodat adalah menurunkan konversi T₄ menjadi T₃ diperifer, mengurangi sintesis hormon tiroid, serta mengurangi pengeluaran hormon dari

tiroid.

d) Litium

Litium mempunyai daya kerja seperti yodium, namun tidak jelas keuntungannya

dibandingkan dengan yodium. Litium dapat digunakan pada pasien dengan krisis tiroid yg

alergi terhadap yodium.

HIPOTIROID

1. Levothyroxine disarankan untuk pengobatan. Telah direkomendasikan aman, efektif, murah,

mudah dikelola, dan mudah dipantau. Beberapa penulis menyarankan bahwa bentuk generik

mungkin sama efektifnya dengan obat bermerek

2. Sediaan hormon dalam bentuk pil dapat diberikan dengan tepat. Pil dapat hancur dalam

sendok, dilarutkan dengan sedikit ASI, air, atau cairan lainnya segera sebelum pemberian,

dan diberikan kepada anak dengan jarum suntik atau pipet. Pil tidak boleh dicampur dalam

botol penuh susu formula. Balita mudah mengunyah tablet tanpa masalah atau keluhan.

3. Rejimen dosis optimum dan pemantauan laboratorium tindak lanjut belum ditentukan. dosis

awal 10-15 mcg / kg / d, setara dengan dosis awal 50 mcg di banyak bayi baru lahir, telah

direkomendasikan.  Sama-sama baik hasilnya, tetapi dengan thyroid-stimulating hormone

yang lebih tinggi (TSH) tingkat, telah dilaporkan dengan setengah dosis awal ini (25 mcg

/d).

Obat pilihan adalah Sodium L-Thyroxine, diberikan sedini mungkin.

Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid ada, diberikan dosis seperti tabel berikut :

Umur Dosis µg/kg BB/hari

0-3 bulan

3-6 bulan

6-12 bulan

1-5 tahun

2-12 tahun

> 12 tahun

10-15

8-10

6-8

5-6

4-5

2-3

Kadar T4 dipertahankan di atas pertengahan nilai normal.

Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan therapeutic trial sampai usia

3 tahun dimulai dengan dosis rendah dalam 2-3 minggu; bila ada perbaikan klinis, dosis dapat

ditingkatkan bertahap atau dengan dosis pemberian + 100 μg/m2/hari.Penyesuaian dosis tiroksin

berdasarkan respon klinik dari uji fungsi tiroid T3, T4, dan TSH yang dapat berbeda tergantung

dari etiologi hipotiroid.

Hormon Tiroid 

Obat ini diberikan untuk melengkapi hormon tiroid pada pasien dengan hypothyroidism.

Levothyroxine adalah bentuk yang diinginkan dari penggantian hormon tiroid pada semua pasien

dengan hypothyroidism. [69] tiroid Diparut dan dikeringkan adalah obat usang yang terbuat dari

jaringan hewan dikumpulkan. Tiroid kering sebaiknya tidak digunakan.

Contoh : Levothyroxine (levothroid, levoxyl, Synthroid) Dikenal sebagai L-tiroksin, T4, dan

tiroksin. Sebuah hormon tiroid dengan catatan terbukti keamanan, kemanjuran, dan kemudahan

penggunaan. Dalam bentuk aktif, mempengaruhi pertumbuhan dan pematangan jaringan.

Terlibat dalam pertumbuhan normal, metabolisme, dan pengembangan.

NODUL TIROID

1. Suntikan ethanol perkutan

a. Mek kerja : dehidrasi selular,denaturasi protein dan nekrosis koagulatif pada jaringan

tiroid dan infark hemoragik akibat trombosis vaskuler. Jaringan tiroid diganti jar.parut

granulomatosa

b. Indikasi :nodul jinak atau kistik

c. ES: nyeri hebat,rembesan alkohon ke jar.ekstratiroid ,reiko tirotoksikosis dan paralisis

pita suara

2. Terapi laser dengan tuntunan USG

a. Masih dalam tahap eksperimental

b. Menyebabkan nekrosis nodul tanpa atau sedikit kerusakan jaringan sekitarnya

c. Tidak ada ES yang berarti

3. Observasi, bila yakin nodul tidak ganas

LO 3.9 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Kelainan Glandula Thyroidea

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai

faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma

adalah :

a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan

memasyarakatkan pemakaian garam yodium

b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut

c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah dimasak, tidak

dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk menghindari hilangnya yodium dari

makanan

d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan

keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah luas dan

terpencil.Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida

yang diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum.

e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah endemik berat

dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan

wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis

berat dan endemis sedang.Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin.

f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali dengan

dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun

0,2-0,8 cc.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit, mengupayakan

orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit

3. Pencegahan tersier

Bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial penderita setelah proses

penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan mendeteksi

adanya kekambuhan atau penyebaran.

b. Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan

c. Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik segar dan bugar

serta keluarga dan masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui melakukan fisioterapi

yaitu dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi kejiwaan, sosial terapi

yaitu dengan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi aesthesis yaitu yang berhubungan dengan

kecantikan.

LO 3.10 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Kelainan Glandula Thyroidea

HIPERTIROID

Komplikasi tiroid adalah suatu aktivitas yang sangat berlebihan dari kelenjar tiroid, yang terjadi

secara tiba-tiba. Badai tiroid bisa menyebabkan :

1.        Demam, kegelisahan, perubahan suasana hati, kebingungan

2.        Kelemahan dan pengisutan otot yang luar biasa

3.        Perubahan kesadaran (bahkan sampai terjadi koma)

4.        Pembesaran hati disertai  penyakit kuning yang ringan

Badal tiroid merupakan suatu keadaan darurat yang sangat berbahaya dan memerlukan tindakan

segera. Tekanan yang berat pada jantung bisa menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang

bisa berakibat fatal (aritmia) dan syok. Badal tiroid biasanya terjadi karena hipertiroid tidak

diobati atau karena pengobatan yang tidak adekuat dan bisa dipicu oleh : infeksi,pembedahan,

stress, diabetes yang kurang terkendali, ketakutan, kehamilan atau persalinan, Grave’s disease :

Kebanyakan pada pasien dengan tirotoksikosis terdapat peningkatan kadar T3 danT4, dan

panurunan kadar TSH. Tirotoksikosis dapat juga dijumpai kadar T4 yang normal sedangkan

kadar T3 yang meningkat (T3 toksikosis). Pada T4 pseudotoksikosis ditemukan kadar T4 yang

tinggi sedangkan kadar T3 yang rendah, hal ini disebabkan gangguan perubahan T4 menjadi T3.

tirotoksikosis dapat menyebabkan gangguan katabolisme yang progesif, kerusakan jantung,

sehingga dapat menyebabkan kematian karena gagal jantung.

HIPOTIROID

1. Gondok 

Stimulasi terus menerus agar tiroid mengeluarkan hormon, dapat menyebabkan kelenjar

membesar. Gondok dapat mengganggu pernapasan dan saat menelan makanan.

2. Gangguan jantung 

Hipertiroid dapat meningkatkan kadar kolestrol, mengganggu fungsi jantung, pembesaran

jantung dan gagal jantung.

3. Gangguan mental

Misalnya depresi.

4. Peripheral neuropathy 

Merusak saraf perifer, yaitu saraf yang membawa informasi dari otak dan saraf tulang

belakang ke seluruh tubuh.

5. Myxedema 

Gejalanya adalah sensitiv terhadap suhu dingin, mengantuk, sangat lesu dan pingsan.

Pemicu myxedema coma adalah sedativ, infeksi dan stress.

6. Infertilitas 

Kadar hormon tiroid yang terlalu rendah dapat menyebabkan gangguan pada ovulasi.

7. Cacat lahir 

Mengalami gangguan mental maupun fisik.

NODUL TIROID

1. Masalah menelan atau bernapas.

Nodul besar atau goiter multinodular - pembesaran kelenjar tiroid yang mengandung nodul

yang berbeda beberapa - dapat mengganggu menelan atau bernapas.

2. Hyperthryoidism.

Masalah dapat terjadi jika nodul atau gondok menghasilkan hormon tiroid, menyebabkan

hipertiroidisme. Hipertiroidisme pada gilirannya dapat mengakibatkan penurunan berat

badan yang tidak diinginkan, kelemahan otot, intoleransi panas, dan kecemasan atau lekas

marah. Potensi komplikasi hipertiroidisme termasuk jantung terkait komplikasi, tulang

lemah (osteoporosis), dan krisis tirotoksik, intensifikasi tiba-tiba dan berpotensi

mengancam nyawa tanda-tanda dan gejala yang memerlukan perawatan medis segera.

3. Masalah yang terkait dengan kanker tiroid.

Jika nodul tiroid adalah kanker, operasi biasanya diperlukan. Umumnya, sebagian besar

atau seluruh kelenjar tiroid Anda akan dihapus, setelah itu Anda akan perlu untuk

mengambil terapi hormon tiroid pengganti untuk sisa hidup Anda. Kebanyakan kanker

tiroid ditemukan lebih awal, meskipun, dan memiliki prognosis yang baik.

LO 3.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Kelainan Glandula Thyroidea

HIPERTIROID

Secara umum, perjalanan penyakit Graves ditandai oleh remisi dan eksaserbasi jangka

lama kecuali bila kelenjar dirusak melalui pembedahan atau iodin radioaktif. Walaupun beberapa

pasien bisa tetap eutiroid untuk jangka waktu lama setelah terapi, banyak yang akhirnya menjadi

hipotiroidisme. Jadi, follow-up seumur hidup merupakan indikasi untuk semua pasien dengan

penyakit Graves.

HIPOTIROID

Perjalanan miksedema yang tidak diobati menyebabkan penurunan keadaan secara

lambat yang akhirnya menjadi koma miksedema dan kematian.Namun, denganterapi sesuai,

prognosis jangka panjang sangat menggembirakan.Karena waktuparuh tiroksin yang panjang (7

hari), diperlukan waktu untuk mencapai keseimbangan pada suatu dosis yang tetap. Jadi, perlu

untuk memantau FT4 atauFT4I dan kadar TSH setiap 4-6 minggu sampai suatu keseimbangan

normaltercapai. Setelah itu, FT4 dan TSH dapat dipantau sekali

setahun.Dosis T4 harus ditingkatkan kira-kira 25% selama

kehamilan dan laktasi. Pasien lebih tua memetabolisir T4 lebih

lambat, dan dosis akan diturunkan sesuai dengan umur.

Pada suatu waktu angka mortalitas koma miksedema

mencapai kira-kira80%.Prognosis telah sangat membaik dengan

diketahuinya pentingnya respirasiyang dibantu secara mekanis dan

penggunaan levotiroksin intravena. Pada saat ini, hasilnya mungkin tergantung pada seberapa

baiknya masalah penyakit dasar dapat dikelola.

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Tiroidektomi

Definisi

Tiroidektomi adalah prosedur pembedahan di mana semua atau sebagian dari kelenjar tiroid akan

dihapus.

Klasifikasi

Tiroidektomi terbagi atas :

1.Tiroidektomi total

Tiroidektomi total, yaitu mengangkat seluruh kelenjar tiroid. Klien yang menjalani tindakan ini

harus mendapat terapi hormone pengganti yang besar dosisnya beragam pada setiap individu dan

dapat dipengaruhi oleh usia, pekerjaan dan aktifitas.

2.Tiroidektomi subtotal

Tiroidektomi subtotal, yaitu mengangkat sebagian kelenjar tiroid. Lobus kiri atau kanan yang

mengalami pembesaran diangkat dan diharapkan kelenjar yang masih tersisa masih dapat

memenuhi kebutuhan tubuh akan hormon-hormon tiroid sehingga tidak diperlukan terapi

penggantian hormon.

Indikasi :

1. Suspek malignancy atau keganasan

2. Gejala kompresi atau penekanan ke organ sekitar 

3. Hipertiroid

4. Kosmetik

Kontraindikasi :

Inoperable tumor (sudah ekstensi ke struktur organ lain: trachea,

esofagus, dll).

TEKNIK OPERASI

1. Posisi penderita telentang, leher ekstensi dg ganjal bantal dibawah pundak penderita,

posisi meja sedikit “head up”, dg sudut 20 derajat (reverse Trendelenburg).

2. Kepala diletakkan diatas donut baloon, yakinkan posisi dagu sejajar dg long axis

tubuh pada garis median.

3. Desinfeksi lapangan operasi dg batas lateral: tepi depan m.trapezius, batas atas: bibir

bawah, batas bawah: kosta 3.

4. Dibuat marker untuk insisi dg menggunakan silk 2-0 pada lipatan kulit leher ± 2 jari

diatas sternal notch (atau 1 cm dibawah kartilago krikoid), memanjang sampai ke tepi

anterior sternokleidomastoid.

5. Insisi kulit, subkutis dan platysma, sekaligus menjadi satu flap, untuk mencegah

perdarahan, edema, dan perlengketan pasca operasi.

6. Klem lurus (5 bh) pada dermis untuk traksi. Pertama kali flap atas. Diseksi dapat

dikerjakan secara tumpul, atau secara tajam menggunakan kauter atau skalpel.

7. Diseksi tumpul dengan jari atau kassa pada batas platysma dengan loose areolar tissue

dibawahnya, tepat superfisial dari vena jugularis anterior. Diseksi dilakukan ke arah

kaudal (sampai sternal notch) dan kranial (sampai terlihat cartilago tiroidea) dan

dibuat flap yang difiksasi ke kain drapping.

8. Insisi fascia coli superficialis secara vertikal pada garis tengah strap muscle hingga

batas bawah sampai level sternal notch, batas atasnya sampai cartilago tiroid.

9. Diseksi tumpul pertengahan strap muscles sampai fascia colli profunda.

10. Strap muscle (m.sternohyoid dan m.sternotiroid) diretraksi ke kiri dan ke kanan.

11. Dilakukan pemisahan kelenjar tiroid pada cleavage plane (antara kel.tiroid dengan

m.sternokleidomastoideus).

12. Pada tumor yang besar dapat dilakukan pemotongan strap muscle secara horizontal di

1/3 proksimalnya (seproksimal mungkin) setelah sebelumnya v.jugularis anterior

diligasi.

13. Dilakukan diseksi tumpul dan tajam mulai dari tiroid di bagian tengah dengan

mengidentifikasi v.tiroid media.

14. Vena tiroid media diligasi dan dipotong.

15. Profunda dari vena ini, kelj. Paratiroid & RLN dapat diidentifikasi.

16. Diseksi dilanjutkan ke pool bawah dg mengidentifikasi arteri dan vena tiroidea

inferior, juga harus diidentifikasi dan preservasi n.rekuren laringeus yang terletak di

daerah sulkus trakeo-esofageal, umumnya berjalan di antara bifurcatio arteri tiroidalis

inferior.

17. Ligasi a. tiroidea inferior distal dari suplai ke paratiroid.

18. Vena tiroidea inferior pada pool bawah tiroid diligasi dg silk 2/0 pada 2 tempat dan

dipotong diantaranya.

19. Untuk melakukan subtotal lobektomi maka dengan menggunakan klem lurus dibuat

‘markering’ pada jar tiroid diatas n.rekuren dan kel.paratiroid atas bawah dan jaringan

tiroid disisakan sebesar satu ruas jari kelingking penderita (± 6-8 gram).

20. Identifikasi arteri dan vena tiroidea superior pada pool atas tiroid, kemudian dibuat 2

(3) ligasi pada pembuluh darah tadi dan dipotong diantaranya, yang diligasi betul-

betul hanya pembuluh darah saja.

21. Untuk hindari cedera n. laringeus superior : hindari kauter & diseksi dari medial ke

lateral.

22. Kelenjar paratiroid dilepaskan dari kel.tiroid, sambil dipreservasi arteri yang

memperdarahinya.

23. Diseksi dilanjutkan kearah isthmus (pada cleavage plane), ligamentum Berry dan

isthmus diklem dan dipotong.

24. Perhatian : a & v kecil (laryngeal inferior) yang biasanya menembus posterior lig.

Berry sisi cranial / pada lokasi RLN memasuki m. krikotiroid pressure / Gelfoam.

25. Dilakukan penjahitan “omsteking” (jahit ikat) CCG 3-0 (continuous interlocking)

pada jaringan tiroid yang diklem tadi.

26. Kontrol perdarahan, terutama dilihat pada vasa tiroidea superior.

27. Setelah klj. Tiroid terangkat inspeksi apakah kelj. Paratiroid ikut terangkat.

28. Cuci dg NaCl fisiologis (Shah : irigasi luka dengan Bacitracin sol.)

29. Posisi leher dikembalikan dg mengambil bantal dibawah pundak penderita.

30. Evaluasi ulang, rawat perdarahan.

31. Pasang drain Penrose (Shah) melalui celah pada luka atau Redon no.12 yang

ditembuskan ke kulit searah dg tepi sayatan luka operasi, kemudian difiksasi dg silk

3/0.

32. Kalau kelenjar paratiroid terambil, sebelum menutup luka operasi kelenjar paratiroid

ditanam (replantasi) pada m. SCM, strap muscles atau otot lengan bawah. Dipotong-

potong setebal 1 mm dan ditanamkan dalam kantong-kantong secara terpisah.

33. Strap muscle diaproksimasikan dengan jahitan interrupted CCG 3-0.

34. Platysma didekatkan dan dijahit interrupted dg chromic 3/0.

35. Kulit dijahit secara subkutikular dgn benang sintetis 4/0.

36. Luka operasi ditutup dg kassa steril.

37. Pada waktu ekstubasi, perhatikan keadaan pita suara dg melihat laring menggunakan

laringoskop, adakah parese / asimetri pada korda vokalisnya.

I. KOMPLIKASI OPERASI

1. Komplikasi Awal :

a. Perdarahan

b. Paralise n.rekuren laringeus

c. Paralise n.laringeus superior

d. Trakeomalasia

e. Infeksi

f. Tetani hipokalsemia

g. Krisis tiroid (tiroid storm)

2. Komplikasi Lanjut :

a. Keloid

b. Hipotiroid

c. Hipertiroid yang kambuh

Penanganan Komplikasi :

1. Hipoparatiroidisme

a. Terjadi sekitar 0,6-2,8%

b. Klinis: baal-baal, baal ujung jari, gelisah, spasme carpopedal (tetani)

c. Terapi :

10 cc Calcium Gluconas IV dilanjutkan pemberian kalsium oral 1,5-2 g per hari

atau Calcitriol (Rocatrol) 0,25 – 10 microgram, 2 kali sehari.

2. Tiroid Storm

Dapat dicetuskan bila terdapat trauma atau stress surgical.Mortalitas ±75% jika tidak

ditangani dengan baik.

Gejala :

Febris

Delirium

Kejang

Diare

Muntah

Takikardia

Congestive heart failure

Berkeringat

Terapi :

Hentikan operasi / manipulasi tiroid

Oksigen

Bolus D 40% (large dose)

Beta bloker (propranolol) 40 – 60mg p.o. tiap 4 jam atau 2 mg iv selama 4 jam

PTU 1200 – 1500 mg/ hari (200-250 mg/ 4 jam peroral)

Methimazole 120 mg/ hari (20 mg/ 4 jam peroral) atau carbimazole 14-40 mg

peroral

Lugolisasi (KI 5 gtt/ 6 jam)

Dexamethason 2 mg / 6 jam iv

Antipiretik

Koreksi elektrolit

Cegah hipotermi

II. EVALUASI PASCA OPERASI

Drain diobservasi produksinya, bila dalam 1 jam pertama produksinya > 100 cc atau

apabila sampai timbul gangguan nafas maka perlu disiapkan re-open untuk eksplorasi

dan hemostasis

Bila produksi < 10 cc / 24 jam, serous, drain bisa dilepas

Rawat luka pada hari ke-3 (atau pada saat lepas drain), evaluasi infeksi nosokomial.

Penderita boleh pulang sehari setelah lepas drain.

Angkat jahitan hari ke-7, evaluasi infeksi nosokomial.

Pemberian Tyrax ( Tiroksin ) dilakukan pada pasien yang dilakukan total tiroidektomi

selama hidupnya, dengan tujuan sebagai terapi substitusi dan supresi TSH endoen.

Diberikan tiap pagi sebelum aktifitas, dengan dosis 1,6 – 2,2 micro gram/kg BB/hari.

atau 100 micro gram/hari dalam bentuk tablet.

LI 5. Memahami dan Menjelaskan Ajaran Islam dalam Menghadapi Sikap Cemas

1. Tawakal Kepada Allah

Terlepas ada yang bisa dilakukan atau tidak, tawakal akan mengurangi kecemasan. Kita yakin,

bahwa apa yang akan terjadi adalah ketentuan Allah dan Allah pasti memberikan yang terbaik

bagi kita. Untuk itu, serahkan semuanya kepada Allah, mintalah bantuan, pertolongam, dan

bimbingan Allah agar kita menemukan solusi, mampu menghadapi yang kita cemaskan, dan

lebih baik lagi jika terhindar dari apa yang kita cemaskan.

2. Tadabbur Quran

3. Berdzikir

4. Selalu berpikir bahwa apa yang terjadi, adalah yang terbaik bagi kita

Satu ayat yang langsung menghilangkan kehawatirsan adalah :

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu

menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak

Mengetahui.” (QS Al Baqarah: 216)

Bisa jadi, kita memang tidak suka dengan rasanya, padahal itu yang terbaik bagi

kita.Sebagai contoh kehilangan uang memang pahit, apalagi dalam jumlah yang besar.Kita tidak

suka, padahal bisa jadi Allah sudah punya rencana yang lebih baik dibalik kehilangan uang

tersebut.Kita hanya tidak mengetahui dan tidak menyadarinya. Kadang, kesadaran akan

manfaatnya kita ketahui belakangan.

Masalahnya banyak orang yang menolak ini.Mereka lebih memilih mendapatkan

keinginan dia (hawa nafsu) ketimbang pilihan Allah yang pastinya jauh lebih baik.Ini tentang

keimanan, apakah Anda yakin Allah memberikan yang terbaik atau tidak. Jika yakin, maka insya

Allah, kecemasan itu akan hilang.

5. Cari Pilihan Ikhtiar Yang Optimal

Saat merasa panik karena kecemasan berlebihan, sering kali pikiran menjadi buntu. Kita

tidak bisa memikirkan apa yang harus kita lakukan. Paling gawat saat kita memilih solusi jalan

pintas yang akan disesali bahkan tidak sesuai dengan ajaran agama. Dengan dua sikap diatas,

yaitu yakin bahwa Allah akan memberikan terbaik dan kita menyerahkan sepenuhnya kepada

Allah, insya Allah kita akan lebih tenang dan bisa berpikir lebih jernis.

Kemampuan Anda berpikir jernih, akan membuka jalan untuk menemukan solusi terbaik.

Ada beberapa kemungkinan solusi, jangan paksakan dengan 1 solusinya saja. Kebanyakan orang

yang cemas, dia hanya ingin apa yang dia cemaskan hilang. Itu mungkin solusi terbaik, tapi

bukan hanya itu solusi yang bisa kita dapatkan.

Daftar Pustaka

Bland, KI, WG Cioffi, dan MG Sarr. (2001). Praktek Bedah Umum. Philadelphia, PA: Saunders

Ganong, W. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 22. Jakarta : EGC

Guyton dan Hall. (2007). Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II. Jakarta: EGC

http://medscape.com (Euthyroid Sick Syndrome - Aytug, S.)

http://quran.com/2

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. (1995). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses

penyakit. Ed. 4. Jakarta : EGC.

Sjamsuhidayat R, De jong W. Sistem endokrin. Jakarta : EGC 2005:2:683-695.

Sudoyo,Aru W. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta : Pusat

Penerbitan Departemen IPD FKUI.