SKENARIO 1 hematologi

39
SKENARIO 1 LEKAS LELAH DAN PUCAT Seorang perempuan berusia 19 tahun dating ke praktek dokter umum dengan keluhan lekas lelah sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan setelah melakukan aktivitas ringan maupun berat. Keluhan disertai dengan wajah yang tampak pucat. Pada anamnesis didapatkan keterangan bahwa sejak usia kanak-kanak pasien jarang makan ikan, daging, maupun sayur. Untuk mengatasi keluhan tersebut, pasien belum pernah berobat. Tidak ada riwayat penyakit yang di derita sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: Tekanan darah 110/60 mmHg, denyut nadi 88 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit, temperature 36,8°C, TB= 160 cm, BB= 60 kg, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik. Pemeriksaan jantung, paru, dan abdomen dalam batas normal.. pada pemeriksaan penunjang didapatan hasil: Pemeriksaan Kadar Nilai Normal Hemoglobin (Hb) 10 g/dL 12 – 14 /dL Hematokrit (Ht) 38% 37 - 42 % Eritrosit 5 x 10 6 / μl 3,95,3 x 10 6 / μl MCV 70 fL 82 – 92 fL MCH 20 pg 27 – 31 pg MCHC 22 % 32 – 36 % Leukosit 6500 / μl 5.000 – 10.000 / μl Trombosit 300.000 / μl 150.000 – 400.000 / μl 1

description

sasya

Transcript of SKENARIO 1 hematologi

Page 1: SKENARIO 1 hematologi

SKENARIO 1

LEKAS LELAH DAN PUCAT

Seorang perempuan berusia 19 tahun dating ke praktek dokter umum dengan keluhan lekas lelah sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan setelah melakukan aktivitas ringan maupun berat. Keluhan disertai dengan wajah yang tampak pucat.Pada anamnesis didapatkan keterangan bahwa sejak usia kanak-kanak pasien jarang makan ikan, daging, maupun sayur. Untuk mengatasi keluhan tersebut, pasien belum pernah berobat. Tidak ada riwayat penyakit yang di derita sebelumnya.Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Tekanan darah 110/60 mmHg, denyut nadi 88 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit, temperature 36,8°C, TB= 160 cm, BB= 60 kg, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik.

Pemeriksaan jantung, paru, dan abdomen dalam batas normal..pada pemeriksaan penunjang didapatan hasil:Pemeriksaan Kadar Nilai NormalHemoglobin (Hb) 10 g/dL 12 – 14 /dLHematokrit (Ht) 38% 37 - 42 %Eritrosit 5 x106 /μl 3,9−5,3 x 106/ μlMCV 70 fL 82 – 92 fLMCH 20 pg 27 – 31 pgMCHC 22 % 32 – 36 %Leukosit 6500 / μl 5.000 – 10.000 / μlTrombosit 300.000 / μl 150.000 – 400.000 / μl

1

Page 2: SKENARIO 1 hematologi

KATA SULIT1. Konjungtiva = Membran halus yang melapisi kelopak mata bagian dalam2. Sclera = 3. Ikterik = Perubahan warna kuning pada kulit karena peningkatan bilirubin

dalam darah4. Hemoglobin = Suatu zat yang terdiri dari heme dan globin yang dibawa oleh

plasma darah untuk mengikat oksigen5. Hematocrit = presentase volume darah dalam whole blood6. MCV = Volume eritrosit rata-rata7. MCH = Nilai rata-rata Hb dalam eritrosit8. MCHC = Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata

PERTANYAAN1. Kenapa pasien cepat lelah?2. Kenapa wajahnya tampak pucat?3. Apa hubungan pasien jarang makan ikan, daging, sayur dengan symptom yang

diderita pasien?4. Kenapa tekanan darah dalam batas rendah?5. Apa ciri-ciri umum bila terjadi penurunan hemoglobin?6. Apa yang menyebabkan Hemoglobin menurun?7. Apa diagnosis sementara kasus tersebut?8. Penanganan apa yang dilakukan untuk menangani keadaan pasien?9. Mengapa gejala baru timbul setelah pasien 19 tahun?10. Kenapa MCV, MCH, MCHC rendah?11. Apa tujuan dari pemeriksaan jantung, paru, dan abdomen?12. Kenapa pasien tidak di transfuse?

JAWABAN1. Hipoksia jaringan2. Karena kadar hemoglobin menurun3. karena ikan, daging, sayur mengandung zat besi yang berguna untuk

pembentukan hemoglobin4. Karena terganggunya jantung (Hemodinamik)5. Pucat, Sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis, kuku sendok, sariawan

diujung bibir, syok hipovolemik6. karena kekurangan intake Fe7. Anemia defisiensi besi kronik, karena terjadi defisiensi besi dan telah 1 bulan8. Istirahat, memakan makanan yang banyak mengandung zat besi, berikan

edukasi9. Karena pada usia remaja wanita mengalami menstruasi, dan pada kasus

tersebut pasien kekurangan intake Fe10. Karena perhitungan MCH dan MCHC menggunakan Hb11. Untuk mengetahui adanya komplikasi atau tidak,

jantung : gagal jantung, hipoksiaparu : hipoksiaabdomen : organomegali

12. Karena tidak ada gangguan hemodinamik berat, transfuse dilakukan apabila Hb 7-8

2

Page 3: SKENARIO 1 hematologi

HIPOTESIS

ANEMIA

ETIOLOGI: Kekurangan

intake Menstruasi Pendarahan Kelainan

autoimun Infeksi parasite Gangguan

eritropoiesis

MANIFESTASI: Pucat 5L (lemah,

letih, lesu, lunglai, lelah)

konjungtiva

PEMERIKSAAN: Darah lengkap Hapus darah tepi Morfologi darah Hitung retikulosit Status besi Tanda-tanda

pendarahan Biopsy sumsum

tulang Darah dalam

feses

KLASIFIKASI: Morfologio Normositik

Normokromo -Mikrositik

hipokromo Makrositik

Etiologi

3

Page 4: SKENARIO 1 hematologi

SASARAN BELAJAR1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoiesis

1.1. Definisi Eritropoiesis1.2. Mekanisme Eritropoiesis1.3. Faktor Eritropoiesis1.4. Morfologi Eritropoiesis1.5. Kelainan Eritrosit

2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin2.1. Definisi Hemoglobin2.2. Strukur Hemoglobin 2.3. Fungsi Hemoglobin2.4. Mekanisme Hemoglobin2.5. Pemecahan Hemoglobin

3. Memahami dan Menjelaskan Anemia3.1. Definisi Anemia3.2. Epidemiologi Anemia3.3. Etiologi Anemia3.4. Klasifikasi Anemia3.5. Manifestasi klinik3.6. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi4.1. Definisi Anemia Defisiensi Besi4.2. Epidemiologi Anemia Defisiensi Besi4.3. Etiologi Anemia Defisiensi Besi4.4. Manifestasi Klinik Anemia Defisiensi Besi4.5. Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi4.6. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Anemia Defisiensi Besi4.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi4.8. Terapi Anemia Defisiensi Besi4.9. Pencegahan Anemia Defisiensi Besi4.10. Prognosis Anemia Defisiensi Besi

4

Page 5: SKENARIO 1 hematologi

1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoiesis1.1. Definisi Eritropoiesis

Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit , pada janin terjadi di limfa dan sumsum tulang. Tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang hingga terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel interstisium peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen atas bahan globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses pematangan sel menjadi eritrosit. Di samping mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga memudahkan pengambilan besi, mempercepat pematangan sel dan memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam sirkulasi. 

1.2. Mekanisme EritropoiesisEritrosit baru diproduksi oleh tubuh setiap hari melalui proses eritropoiesis

yang kompleks. Eritropoiesis berjalan dari sel induk melalui sel progenitor CFUGEMM (colony-forming unit granulocyte, erythroid, monocyte and megakariocyte / unit pembentuk koloni granulosit, eritroid, monosit dan megakariosit), BFUE(burst-forming unit erythroid / unit pembentuk letusan eritroid) dan CFU eritroid (CFUU) menjadi prekusor eritrosit yang dapat dikenali pertama kali di sumsum tulang, yaitu pronormoblas. Pronormoblas adalah sel besar dengan sitoplasma biru tua, dengan inti di tengah dan nukleoli, serta kromatin yang sedikit menggumpal.

Pronormoblas menyebabkan terbentuknya suatu rangkaian normoblas yang makin kecil melalui sejumlah pembelahan sel (basofilik eritroblas – polikromatik eritroblas – ortokromatik eritroblas). Normoblas ini juga mengandung hemoglobin yang semakin banyak (berwarna merah muda) dalam sitoplasma; warna sitoplasma makin biru pucat sejalan dengan hilangnya RNA dan aparatus yang mensintesis protein, sedangkan kromatin inti menjadi semakin padat. Inti akhirnya dikeluarkan dari normoblas lanjut (ortokromatik eritroblas) di sumsum tulang dan menghasilkan stadium Retikulosit yang masih 5 mengandung sedikit RNA ribosom dan masih mampu mensintesis hemoglobin.

Sel retikulosit sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada selama 1 – 2 hari sebelum menjadi matur, terutama berada di limpa, saat RNA hilang seluruhnya. Eritrosit matur berwarna merah muda seluruhnya, bentuknya adalah cakram bikonkaf tak berinti. Satu pronormoblas biasanya menghasilkan 16 eritrosit matur. Sel darah merah berinti (normoblas) tampak dalam darah apabila eritropoiesis terjadi di luar sumsum tulang (eritropoiesis ekstramedular) dan juga terdapat pada penyakit sumsum tulang. Normoblas tidak ditemukan dalam darah tepi manusia yang normal.

5

Page 6: SKENARIO 1 hematologi

1.3. Faktor Eritropoiesisa. Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk sac dan

kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil alih produksi eritrosit secara ekslusif.

b. Pada anak, sebagian tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu memproduksi sel darah. Namun, seiring dengan pertambahan usia, sumsum tulang kuning yang tidak mampu melakukan eritropoiesis secara perlahan menggantikan sumsum merah, yang tersisa hanya di beberapa tempat, misalnya sternum, iga dan ujung-ujung atas tulang panjang ekstremitas.

Sumsum tulang tidak hanya memproduksi SDM tetapi juga merupakan sumber leukosit dan trombosit. Di sumsum tulang terdapat sel punca pluripotent tak berdiferensiasi yang secara terus menerus membelah diri dan berdiferensiasi untuk menghasilkan semua jenis sel darah.

Ginjal mendeteksi penurunan/ kapasitas darah yang mengangkut oksigen. Jika O2 yang disalurkan ke ginjal berkurang, maka ginjal mengeluarkan hormone eritropoietin dalam darah yang berfungsi merangsang eritropoiesis (produksi eritrosit) dalam sumsum tulang. Tambahan eritrosit di sirkulasi meningkatkan kemampuan darah mrngangkut O2. Peningkatan kemampuan darah mengangkut O2 menghilangkan rangsangan awal yang memicu sekresi eritropoietin.

Macam-macam dan fungsi hormon pertumbuhan pada eritropoiesis.

NoFaktor Pertumbuhan

Ukuran Protein

Sel Target Target Reseptor Fungsi

1 Eritropoietin 21.0 kDa CFU-E EPORDiferensiasi dan proliferasi eritroid

6

Page 7: SKENARIO 1 hematologi

2

Granulocyte macrophage colony-stimulating factor

14.6 kDa

HPP-CFC, CFU-GEMM, CFU-GM, CFU-Eo, CFU-Baso, CFU-Mk, BFU-E, CFU-M, CFU-G, dendritic cells

CD116

Faktor pertumbuha pada sel darah putih

3 Interleukin-3 17.2 kDa

CFU-GEMM, HPP-CFC, CFU-GM, CFU-Eo, CFU-Baso, BFU-E, CFU-Mk

CD123/IL3RA, CD131/IL3RB

Diferensiasi dan proliferasi dari sel progenitor myeloid

4 Interleukin-6 20.9 kDaHPP-CFC, CFU-GM, BFU-E

CD126/IL6RA, CD130/IR6RB

Diferensiasi

5Stem cell factor

42.0 kDa

HPP-CFC, CFU-GEMM, CFU-GM, CFU-Baso, BFU-E

CD117Regulasi HSCs di sumsum tulang

6

Granulocyte colony-stimulating factor

18.8 kDa

HPP-CFC, CFU-GEMM, CFU-GM, CFU-G

CD114

Menginduksi mobilisasi HSCs dari sumsum tulang ke sirkulasi

7 Insulin growth factor

7.6 kDa Endothelial progenitor cells

IGF1R Menghambat apoptosis sel progenitor

7

Page 8: SKENARIO 1 hematologi

hematopoietik

1.4. Morfologi Eritropoiesis1.4. Morfologi Eritropoiesis

Eritrosit normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter ± 7,8 μm, dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 μm dan .Normalnya bagian tengah eritrosit tidak melebihi 1/3 diameternya, dan disebut eritrosit normokhromatik.

o Jika bagian tengah (pucat) melebar dan bagian pinggir eritrosit itu kurang terwarna, sel ini disebut eritrosit hipokhromatik

o Jika bagian tengah (pucat) menyempit, sel ini disebut eritrosit hiperkhromatik.

Bersifat elastis, sehingga mampu merubah bentuk untuk dapat masuk ke dalam kapiler-kapiler yang memiliki diameter kecil.

Setiap eritrosit diliputi oleh membran plasma (lipoprotein) Dibawahnya terdapat cystokel yang terdiri dari 2 lapisan :

o Jala granular vertikalo Filamentosa horisontal

Jala-jala terutama tersusun oleh protein kontraktil “spektrin”o Memelihara bikonkafo Efisiensi pengaliran O2 dan CO2

Umur sel eritrosit ±120 hariVolume eritrosit adalah 90 - 95 μm3.Jumlah eritrosit normal pada pria 4,6 - 6,2 juta/μL dan pada wanita 4,2 -5,4 juta/μL.

1.5. Kelainan Eritrosit1. KELAINAN UKURAN

a. .Makrosit, diameter eritrosit ≥ 9 μm dan volumenya ≥ 100 fLb. Mikrosit, diameter eritrosit ≤ 7 dan volumenya ≤ 80 fLc. Anisositosis, ukuran eritrosit tidak sama besar

2. KELAINAN WARNA a. Hipokrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≥1/3 diameternyab. Hiperkrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≤1/3 diameternyac. Polikrom, eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit matang,

warnanya lebih gelap.3. KELAINAN BENTUK

8

Page 9: SKENARIO 1 hematologi

a. Sel sasaran (target cell), Pada bagian tengah dari daerah pucat eritrosit terdapat bagian yang lebih gelap/merah.

b. Sferosit, Eritrosit < normal, warnanya tampak lebih gelap.c. Ovalosit/Eliptosit, Bentuk eritrosit lonjong seperti telur (oval), kadang-

kadang dapat lebih gepeng (eliptosit).d. Stomatosit ,Bentuk sepeti mangkuk.e. Sel sabit (sickle cell/drepanocyte) Eritosit yang berubah bentuk menyerupai

sabit akibat polimerasi hemoglobin S pada kekurangan O2.f. Akantosit, Eritrosit yang pada permukaannya mempunyai 3–12 duri dengan

ujung duri yang tidak sama panjang.g. Burr cell (echinocyte), Di permukaan eritrosit terdapat 10 - 30 duri kecil

pendek, ujungnyatumpul.h. Sel helmet, Eritrosit berbentuk sepeti helm.i. Fragmentosit (schistocyte), Bentukeritrosit tidak beraturan. j. Teardropcell, Eritrositseperti buahpearatau tetesan air mata.k. Poikilositosis, Bentukeritrosit bermacam-macam.

http://www.mwap.co.uk/path_blood_cells_abnormal.html

9

Page 10: SKENARIO 1 hematologi

http://laboratoryinfo.com/variations-in-red-blood-cell-morphology/

10

Page 11: SKENARIO 1 hematologi

2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin2.1. Definisi Hemoglobin

Hemoglobin adalah zat warna dalam eritrosit yang berfungsi mengangkut O2 dan CO2. Hemoglobin merupakan pigmen merah pembawa oksigen pada eritrosit, dibentuk oleh eritrosit yang berkembang dalam sumsum tulang. Merupakan hemoprotein yang mengandung empat gugus hem dan globin. Satu molekul hemoglobin mengandung empat rantai polipeptida globin, terbentuk dari antara 141 dan 146 asam amino, paling sering ditemukan adalah rantai α dan rantai β.

Pigmen merah pembawa oksigen pada eritrosit, di bentuk oleh eritrosit yang berkembang dalam sumsum tulang. Merupakan homoprotein yang mengandung empat gugus hem dan globin serta mempunyai kemampuan oksigenasi reversible.

Kamus Kedokteran Dorland 31th edition, 2007

2.2. Strukur Hemoglobin Hemoglobin mengandung heme, suatu tetrapirol siklik yang terdiri dari

empat molekul pirol yang dihubungkan oleh jembatan metina. Jaringan planar ikatan rangkap dua konjugasi ini menyerap sinar tampak dan mewarnai heme menjadi merah tua. Substituent di posisi beta-heme adalah gugus metal, vinil, dan propionat. Satu atom besi ferro terletak dibagian pusat tetrapirol planar. Protein lain dengan gugus prostetik tetrapirol yang mengandung logam adalah sitokrom dan klorofil. Hemoglobin juga mengandung globulin, suatu protein yang terbentuk dari empat rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat.

Hemoglobin adalah tetramer yang terdiri dari pasangan dua subunit polipeptida yang berlainan. Komposisi subunit hemoglobin utama adalah α 2 β2 (HbA; hemoglobin dewasa normal), α 2 γ2 (HbF; hemoglobin janin), α 2 βs

2 (HbS; hemoglobin sel sabit) dan α2δ2 (HbA2; hemoglobin dewasa minor).

Hemoglobin mengikat empat molekul O2 per tetramer, satu per heme. Satu molekul O2 akan lebih mudah mengikat tetramer hemoglobin jika molekul O2 lainya sudah terikat. Peristiwa ini disebut ‘cooperative binding’.

11

Page 12: SKENARIO 1 hematologi

Human HemoglobinsEmbryonic hemoglobins Fetal hemoglobin Adult hemoglobinsgower 1- zeta(2), epsilon(2) gower 2- alpha(2), epsilon (2) Portland- zeta(2), gamma (2)

hemoglobin F- alpha(2), gamma(2)

hemoglobin A- alpha(2), beta(2) hemoglobin A2- alpha(2), delta(2)

Nilai Batas Ambang Hb di Indonesia(Nilai normal Hb pada berbagai umur dan jenis kelamin(WHO).Menkes RI 736 a/menkes/XI/1989)

Bayi baru lahir : 16,5 +/- 3 g/Dl Bayi 3 bulan : 11,5 +/- 2 g/dL Anak usia 1 tahun : 12 +/- 1,5 g/dL Wanita tidak hamil : 14 +/- 2,5 g/dL Wanita hamil : 11 g/dL Ibu menyusui : 12 g/dL Wanita dewasa : 12 g/dL Pria dewasa : 13 g/dL

2.3. Fungsi HemoglobinFungsi utama hemoglobin dalam tubuh adalah bergabung dengan oksigen

dalam paru kemudian melepaskan oksigen ini di dalam kapiler jaringan perifer yang tertekan gas oksigennya jauh lebih rendah daripada di paru paru

Guyton 11th edition, 2006Menurut Depkes RI adapun guna hemoglobin antara lain : Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan-jaringan

tubuh. Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan-jaringan

tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil

metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia (Widayanti, 2008).

Detruksi atau pemecahan hemoglobin : Ekstravaskular Intravascular

12

Page 13: SKENARIO 1 hematologi

2.4. Mekanisme HemoglobinSintesis Heme

Sintesis heme terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi biokimia yang bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang bersifat membatasi kecepatan reaksi yaitu asam aminolevulinat sintase membentuk asam aminolevulinat/ALA. Dalam reaksi ini glisin mengalami dekarboksilasi. Piridoksal fosfat adalah koenzim untuk reaksi ini yang dirangsang oleh eritropoietin.

Dalam reaksi kedua pada pembentukan hem yang dikatalisis oleh ALA dehidratase, 2 molekul ALA menyatu membentuk pirol porfobilinogen. Empat dari cincin-cincin pirol ini berkondensasi membentuk sebuah rantai linear dan mengandung gugus asetil (A) dan propionil (P). Gugus asetil mengalami dekarboksilasi untuk membentuk gugus metil. Kemudian dua rantai sisi propionil yang pertama mengalami dekarboksilasi dan teroksidasi ke gugus vinil, membentuk protoporfirinogen.

Akhirnya, Jembatan metilen mengalami oksidasi untuk membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin bergabung dengan Fe2+ untuk membentuk heme.

Sintesis globulinDua rantai globin yang berbeda (masing-masing dengan molekul heme)

bergabung untuk membentuk hemoglobin. Salah satu rantai ditunjuk alpha. Rantai kedua disebut "non-alpha". Sejumlah variabel mempengaruhi sifat dari rantai non-alpha dalam molekul hemoglobin. Janin memiliki rantai non-alpha yang berbeda yang disebut gamma. Setelah lahir, rantai globin non-alpha berbeda, yang disebut beta, pasangan dengan rantai alpha. Kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai non-alpha menghasilkan hemoglobin molekul lengkap (total empat rantai per molekul).

13

Page 14: SKENARIO 1 hematologi

Kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai gamma membentuk hemoglobin "janin", disebut "hemoglobin F". Dengan pengecualian dari 10 sampai 12 minggu pertama setelah pembuahan. Kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta membentuk hemoglobin "dewasa", juga disebut "hemoglobin A".

Pasangan dari satu rantai alpha dan satu rantai non-alpha menghasilkan dimer hemoglobin (dua rantai). Namun, hemoglobin dimer tidak efisien memberikan oksigen. Dua dimer bergabung membentuk tetramer hemoglobin, yang merupakan bentuk fungsional hemoglobin. Karakteristik biofisik kompleks tetramer hemoglobin mengizinkan kontrol indah dari pengambilan oksigen di paru-paru dan melepaskan dalam jaringan yang diperlukan untuk mempertahankan hidup.

Gen yang menyandikan rantai alpha globin yang pada kromosom 16. Mereka yang menyandikan rantai globin alpha yang non-pada kromosom 11. Beberapa gen individu disajikan di setiap situs. Pseudogen juga hadir di setiap lokasi. Alpha kompleks disebut "alpha globin locus", sedangkan kompleks non-alpha disebut "beta globin locus". Ekspresi dari gen alpha dan non-alpha dipertahikan ketat oleh mekanisme yang tidak diketahui. Ekspresi gen yang seimbang diperlukan untuk fungsi sel darah merah normal.

Kurva disosiasi oksigenSifat penting darah dalam transport oksigen adalaha ikatan yang reversibel oksigen dengan Hb.

Hb + O2 ↔ HbO2

Pada konsentrasi tinggi Hb berkombinasi dengan O2 untuk membentuk Oksihemoglobin (HbO2) dan reaksi bergeser ke kanan. Tiap atom Fe dlm mol. Hb mengikat satu mol. O2. Bila kita plot jml Oksihemoglobin yg ada pada tiap kons. O2 diperoleh kurva disosiasi oksigen - hemoglobin

14

Page 15: SKENARIO 1 hematologi

2.5. Pemecahan HemoglobinDetruksi atau pemecahan hemoglobin :*ekstravaskular

Eritrosit Hemolisis atau proses penuaan

Hemoglobin

Globin

Hem

Asam Amino Fe CO Protopofirin

Pool Protein Pool Besi BilirubinIndirek

HATI

Disimpan / Disimpan /Digunakan lagi digunakan lagi

Bilirubin indirek

EMPEDU

Feses: Urine Sterkobilinogen Urobilinogen

*intravaskular

Hb bebas dalam darah

+Haptoglobin

Hb_Haptoglobin

15

Page 16: SKENARIO 1 hematologi

Hati (Katabolisme ekstravaskular)

metHB

+albumin

Methamalbumin Ginjal

Heme – Difitrasi diglomerulus, direabsorbsi

ditubulus

Hb - uria +hemopeksi

Globin – heme Heme - hemopeksin

Pool asam amino Kronis :Mengedap di tubulusdikeluarkan dalam bentukHemosiderinuria

2. Memahami dan Menjelaskan Anemia3.1. Definisi Anemia

Anemia berarti kurangnya hemoglobin di dalam darah, yang dapat di sebabkan oleh jumlah sel darah merah yang terlalu sedikit atau jumlah hemoglobin dalam sel yang terlalu sedikit.

Guyton 11th edition, 2006Ketidak cukupan massa eritrosit di dalam darah yang mengakibatkan tidak

adekuatnya hantaran oksigen ke jaringan periferWintrobe’s clinical hematology 10th edition,1998

Anemia adalah penurunan jumlah eritorosit, kuantitas hemoglobin, atau volime packed red cells dalam darah di bawah normal, gejala yang ditimbulkan oleh berbagai penyakit dan kelainan.

(Dorland,2014)Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan sebagai suatu hemoglobin (Hb) tingkat <13 g / dL pada pria dan <12 g / dL pada wanita.

3.2. Epidemiologi AnemiaDiperkirakan lebid dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita

anemia dengan sebagian besar diantaranya tinggal di daerah tropic. De mayer memberikan gambaran prevalensi anemia di dunia untuk tahun 1985 seperti pada table :

Gambaran prevalensi anemia di duniaLokasi Anak

0-4 tahunAnak5-12 tahun

Laki Dewasa

Wanita15-49 tahun

Wanita Hamil

16

Page 17: SKENARIO 1 hematologi

Negara Maju

12% 7% 3% 14% 11%

Negara Berkembang

51% 46% 26% 59% 47%

Dunia 43% 37% 18% 51% 35%

3.3. Etiologi AnemiaAnemia akibat kehilangan darah

Setelah mengalami perdarahan tubuh mengganti cairan plasma dengan cepat 1 hingga 3 hari, yang menyebabkan konsenrasi sel darah merah menjadi rendah. Bila tidak terjadi perdarahan berikutnya kondisi konsentrasi sel darah merah akan kembali ke dalan jumlah normal 3 hingga 6 minggu.

3.4. Klasifikasi AnemiaA. Anemia hipokromik mikrositer (MCV<80 fl; MCH <27pg)

1. Anemia defisiensi besi2. Thalassemia3. Anemia akibat penyakit kronik4. Anemia sideroblastik

B. Anemia Normokromik normositer1. Anamia pascapendarahan akut2. Anemia aplastic – hipoplastik3. Anemia hemolitik – terutama bentuk yang didapat4. Anemia akibat penyakit kronik5. Anemia mieloptisik6. Anemia pada gagal ginjal kronik7. Anemia pada mielofibrosis8. Anemia pada sindrom mielodiplastik

C. Anemiamakrositer1. Megaloblastik

a. Anemia defisiensi folatb. Anemia defisiensi vitamin B12

2. Nonmegaloblastika. Anemia pada penyakit hati kronikb. Anemia pada hipotiroidc. Anemia pada sindroma mielodiplastik

Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatognesisA. Produksi eritrosit menurun

1.Kekurangan bahan untuk eritrosita. Besi : anemia defisiensi besib. Vit. B12 dan asam folat : anemia megaloblastik

2.Gangguan utilisasi besia. Anemia akibat penyakit kronikb. Anemia sideroblastik

3.Kerusakan jaringan sumsum tulanga. Atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemak : aplastic/hipoplastikb. Penggantian oleh jaringan fibrotic/tumor : leukoritroblastik/ mieloptisik

17

Page 18: SKENARIO 1 hematologi

B. Kehilangan eritrosit dari tubuh1. Anemia pasca pendarahan akut2. Anemia pasca pendarahan kronik

C. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolysis)1. Factor ekstrakapsuler2. Factor intrakapsuler

a. Gangguan membrane anemia anemiai. Hereditary spherocytosis

ii. Hereditary elliptocytosisb. Gangguan ensim

i. Defisiensipyruvatekinaseii. Defisiensi G6PD (Glocuse-6 phospate dehydrogenase)

c. Gangguan hemoglobini. Hemoglobinopatistructural

ii. thalassemia

3.5. Manifestasi klinikSindrom anemia timbul ila kadar Hb turun dibawah nilai tertentu (Hb <

7g/dL. Gejala umum anemia (sindrom anemia) timbul karena anoksia organ dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen.

Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada: derajat penurunan Hb, kecepatan penuruna Hb, Usia< adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya.

Gejala khas masing masing anemia:1. anemia defisiensi besi : Disfalgia (sulit menelan), atrofi papil lidah, stomatitis

angularis, dan kolonychia2. Anemia megaloblastik: Glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin

B123. AAnemia defisiensi folat : Malnutrisi dan mengalami glositia berat (lidah

meradang, dan nyeri) diare dan kehilangan nafsu makan4. Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali dan hepatomegali5. Anemia aplastik: Perdarahan dan tanda tanda infeksi.

3.6. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan fisik untuk mendeteksi anemia: Gejala umum anemia (sindrom anemia)

Dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar Hb turun dibawah 7-8 g/dL. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar Hb yg terjadi scr perlahan-lahan sering kali sindrom amemia tdk terlalu mencolokdibandingkan dengan anemia lain yg penurunan kadar Hb nya trjd lebih cepat.

Gejala khas akibat defisiensi besigejala khas pada aqnemia defisiensi besi tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti:

a. koinlonychia: kuku sendok, kuku menjadi rapuh bergaris-garis vertikal, dan menjadi cekung shg mirip seperti sendok.

18

Page 19: SKENARIO 1 hematologi

b. atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.

c. stomatitis angularis: adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sbg bercak berwaena pucat keputihan.

d. disfagia nyeri menelan karenkerusakan epitel hipofaringe. atrofi mukosa gaster sehingga menimbuljan akhloridia.

sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly:: adalah kumpulan gejala yg terdiri dari anemia hiperkromik mikrositer, atrofi papil ludah dan disfagia.

Gejala penyakit dasarPada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tsb. Misalnya pada anemia akibvat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak dan kulit telapak tanfan berwarna kuning, seperti jerami. Pada anemiakrn perdarahan kronis akibat kanker, dijumpai gejala tergantung lokasi kanker tsb.

Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi anemia:1. Hemoglobin (Hb)

- Suatu protein terkonjugasi yang berfungsi dalam transport oksigen dan karbondioksida.

- Protein ini merupakan komponen utama eritrosit. - Setiap gram Hb dapat mengandung 1,34 mL O2- Kadar Hb tergantung umur, jenis kelamin, geografi, faktor sosial-ekonomi, ras

2. Hematokrit (Ht)- Menggambarkan volume eritrosit per volume darah- Normal: ♂ 40 – 48%, ♀ 37-42%

3. Sediaan apus darah tepi (SADT)- Dapat menilai unsur-unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit,

trombosit.

Batas normal kadar terendah Hb orang dewasa:♂ = 14 g/dL dan ♀ = 12 g/dL

Nilai rujukan Kadar Hemoglobinsesuai Umur dan Jenis Kelamin

19

Page 20: SKENARIO 1 hematologi

- Penting sekali membuat sediaan apus yang baik agar mendapatkan informasi maksimal.

4. Retikulosit- Merupakan eritrosit muda yang masih mempunyai sisa RNA pada

sitoplasma.- Normal: 0,5 -1,5 % (25.000 – 75.000/µL).- Hitung retikulosit dapat digunakan untuk menilai peningkatan eritropoiesis,

fungsi sumsum tulang, dan respon terhadap terapi.

5. Indeks eritrosit- Digunakan untuk mengetahui ukuran eritrosit dan kandungan Hb dalam

eritrosit- MCV (Mean Corpuscular Volume/Volume Eritrosit Rata-rata)- MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin/Hb Eritrosit Rata-rata)

MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration/Konsentrasi Hb Eritrosit Rata-rata)

3. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi4.1. Definisi Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun.

4.2. Epidemiologi Anemia Defisiensi BesiAnemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai

baik di klinik maupun di masyarakat. Adb merupakan anemia yang sangat sering dijumpai di negara berkembang.

Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi ADB indonesia. Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16%-50% dan 25%-84% pada perempuan tidak hamil. Perempuan hamil merupakan segmen penduduk yang plaing rentan ADB. Di india , amerika latin dan Filipina prevakensi ADB pada perempuan hamil berkisar 35% sampai 99%. Sedangkan di Bali, pada suatu pengunjung didaptkan prevalens anemia sebesar 50% -75% anemia disebabkan oleh defisiensi besi. Dalam suatu survei pada 42 desa di bali yang melibatkan 1684 wanita hamil didapt prevalens ADB 46%, sebagjan nesar derajat anemia ialah ringan. Faktor resiko yang dijumpai adalah tingkat pendidikan dan kepatuhan memimum pil besi.

4.3. Etiologi Anemia Defisiensi BesiTerjadinya Anemia Defisiensi Besi sangat ditentukan oleh kemampuan

absorpsi besi, diet yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.Kekurangan besi dapat disebabkan:- Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis- Pertumbuhan

Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden ADB

20

Page 21: SKENARIO 1 hematologi

meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat lahir. Bayi premature dengan pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 6 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.- MenstruasiPenyebab kurang besi yang sering terjadi pada perempuan adalah kehilangan darah lewat menstruasi.- Kurangnya besi yang diserap

a. Masukan besi dari makanan yang tidak adekuatb. Malabsorpsi besi

Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami perubahan secara histology dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama penyerapan besi heme dan non heme- PerdarahanMerupakan penyebab penting terjadinya ADB. Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/ hari (1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan negative besi.Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, obat anti inflamasi non steroid) dan infestasi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necaor americanus) yang menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah submukosa usus.- Transfuse feto-maternalKebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonates.- HemoglobinuriaDijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8 mg/hari.- Idiopathic pulmonary hemosiderosisJarang terjadi. Ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan berulang serta adanya infiltrate pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastic hingga 1,5-3g/dl dalam 24 jam.- Latihan yang berlebihanPada atlit yang berolahraga berat, sekitar 40% remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya < 10ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.

4.4. Manifestasi Klinik Anemia Defisiensi BesiGejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti : Koilonichia : kuku sendok ( spoon nail ): kuku menjadi rapuh, bergaris –

bergaris vertical dan menjadi cekung sehingga mirip dengan sendok.

21

Page 22: SKENARIO 1 hematologi

Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang

Stomatitis angularis : adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan

Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia

4.5. Patogenesis dan Patofisiologi Anemia Defisiensi BesiPatogenesis Tahap pertamaDisebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal. Tahap keduaDikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TBIC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat. Tahap ketigaDisebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

22

Page 23: SKENARIO 1 hematologi

Patofisiologi

23

Page 24: SKENARIO 1 hematologi

4.6. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Anemia Defisiensi Besi

4.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding Anemia Defisiensi BesiDiagnosis

1. Anamnesis

Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :

24

Page 25: SKENARIO 1 hematologi

Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa pertumbuhan yang

cepat, menstruasi, dan infeksi kronis

Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak adekuat

malabsorpsi besi

Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit

Crohn, colitis ulserativa)

Pucat, lemah, lesu, gejala pika

2. Pemeriksaan fisis

Anemis, tidak disertai ikterus,organomegali dan limphadenopati

Stomatitis angularis, atrofi papil lidah

Ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung

3. Pemeriksaan penunjang

Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun

Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik

Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun

Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP)

meningkat

sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat.

besi sumsum tulang : negative

Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut :

a) Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit: didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCV < 70fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-lahan. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mirkositer, anisositosis,

poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia.

Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan dengan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia

b) Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat > 350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.

25

Page 26: SKENARIO 1 hematologi

c) Kadar serum feritin < 20 μg/dl (ada yang memakai < 15 μg/dl, ada juga < 12 μg/dl). Jika terdapat inflamasi maka feritin serum sampai dengan 60 μg/dl masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi.

d) Protoporfirin eritrosit meningkat (> 100μg/dl)e) Sumsum tulang: menunjukkan hyperplasia normoblastik dengan normoblast

kecil-kecil (micronormoblast) dominan.f) Pada lab yang maju dapat diperiksa reseptor transferin: kadar reseptor

transferin meningkat pada defisiensi besi, normal pada anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia.

g) Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi yang negative (butir hemosiderin negatif)

h) Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi: antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif (Kato-Katz), pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake atau barium inloop, dan lain-lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.

Diagnosis Banding :

Anemia defisiensi besi

Anemia akibat penyakit kronik

Thalassemia Anemia sideroblastik

MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/NMCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/NBesi serum Menurun Menurun Normal NormalTIBC Meningkat Menurun Normal/

MeningkatNormal/Meningkat

Saturasi Transferin

Menurun (<15%)

Menurun / N (10-20%)

Meningkat (>20%)

Meningkat (>20%)

Besi sumsum tulang

Negative Positive Positive Positive dengan ring sideroblast

Protoporfirin eritrosit

Meningkat Meningkat Normal Normal

Feritin serum Menurun Normal Meningkat MeningkatElektrofoesis Hb

N N Hb A2 meningkat

N

4.8. Terapi Anemia Defisiensi BesiTerapia. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahanb. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh Terapi Besi OralPreparat yang tersedia ferrous sulfat dengan dosis 3 x 200mg. Preparat lain yaitu: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate,dan ferrous succinate. Preparat oral diberikan pada saat lambung kosong tetapi pada intoleransi dapat diberikan pada saat makan atau setelah makan. Efek samping yang timbul yaitu gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, serta konstipasi. Pengobatan dilakukan 3-6 bulan, bahkan bisa sampai 12 bulan hingga kadar Hb normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan 100-200mg.

26

Page 27: SKENARIO 1 hematologi

Terapi Besi ParenteralTerapi parenteral dilakukan jika: terjadi intoleransi terhadap pemberian besi oral, kepatuhan terhadap obat yang rendah, gangguan pencernaan yang kambuh apabila diberikan besi, penyerapan besi terganggu, terjadi kehilangan darah banyak, kebutuhan besi besar dalam waktu pendek, dan defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoietin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia penyakit infeksi kronik.Preparat yang tersedia yaitu iron dextran complex yang mengandung 50 mg besi/ml, iron sorbitol citric acid, atau iron ferric gluconate dan iron sucrose. Besi parenteral diberikan secara intramuskular atau intravena. Efek samping yang dapat timbul yaitu reaksi anafilaksis (jarang), flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut,dan sinkop.Dosis yang diberikan yaitu (dalam mg)= (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 +500 atau 100 mg Pengobatan lainMakanan tinggi protein terutama dari hewan, vitamin C: 3 x

100 mg/hari, dan transfusi darah.

4.9. Pencegahan Anemia Defisiensi Besi1. Meningkatkan konsumsi Fe dari sumber alami terutama sumber hewani yang

mudah diserap. Juga perlu peningkatan konsumsi makanan yang mengandung vitamin C dan A.

2. Pendidikan kesehatan, yaitu: Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, dan perbaikan

lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki. Penyuluhan gizi: untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu

absorpsi besi. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik

paling sering di daerah tropic.3. Suplementasi besi: terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu

hamil dan anak balita cara paling tepat untuk menanggulangi ADB di daerah yang prevalensinya tinggi.

4. Fortifikasi bahan makanan dengan cara menambah masukan besi dengan mencampurkan senyawa besi kedalam makanan sehari-hari.

4.10. Prognosis Anemia Defisiensi BesiDalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respon baik bila retikulosit naik pada minggu pertam, mencapai puncak pada hari ke 10 dan normal lagi setelah hari ke 14 di ikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu.Jika respon terhadap teraphy tidak baik, maka perlu di pikirkan : Pasien tidak patuh hingga obat yang di berikan tidak di minum Dosis besi kurang Masih ada perdarahan cukup banyak Ada penyakit lain seperti penyakit kronik, keradangan menahun atau pada saat

yang sama ada defisiensi asam folat Diagnosis defisinsi besi salah

Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009

DAFTAR PUSTAKA

27

Page 28: SKENARIO 1 hematologi

Silbernagl, Stefan. 2013. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGCChandra, R., Saini, A., Singh, VK. 2014. “Role of Erythropoietin and Other Growth Factors in Ex Vivo Erythropoiesis.” Advances in Regenerative Medicine. Volume 2014, http://www.hindawi.com/journals/arm/2014/426520/, 21 October 2014Bakta, I.M . (2015). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.Dorland, W. A. (2014). Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 28. Jakarta: EGC.

Guyton A.C. and J.E. Hall. (2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Jakarta:

EGC

Hoffbrand AV, Petit TE, Moss PAH. (2013). Kapita Selekta Hematologi edisi 6.

Jakarta : EGC

Sudoyo, Aru W. dkk. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6. Jakarta: Interna

Publishing

http://sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html 21-10-15 15.47

28