Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

34
Skenario 1: BAB Berwarna Hitam Nabila (1102010197) 1. ANATOMI DAN FISIOLOGI GASTER Lambung (bahasa Inggris: stomach) atau ventrikulus berupa suatu kantong yang terletak di bawah diafragma, berbentuk huruf J. Fungsi lambung secara umum adalah tempat di mana makanan dicerna dan sejumlah kecil sari-sari makanan diserap. Lambung dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah kardia, fundus dan pilorus. Kardia adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari kerongkongan . Fundus adalah bagian tengah, bentuknya membulat. Pilorus adalah bagian bawah, daerah yang berhubungan dengan usus 12 jari duodenum. Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan, yakni mukosa, submukosa, muscularis, dan serosa. Mukosa ialah lapisan dimana sel-sel mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti enzim, asam lambung, dan hormon. Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk memperbesar perbandingan antara luas dan volume sehingga memperbanyak volume getah lambung yang dapat dikeluarkan. Submukosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri dan vena dapat ditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus untuk membawa nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel tersebut. Muscularis adalah lapisan otot yang membantu perut dalam pencernaan mekanis. Lapisan ini dibagi menjadi 3 lapisan otot, yakni otot melingkar, memanjang, dan menyerong. Kontraksi dari ketiga macam lapisan otot tersebut mengakibatkan gerak peristaltik (gerak menggelombang). Gerak peristaltik menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk. Lapisan terluar yaitu serosa berfungsi sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara perut dengan anggota tubuh lainnya.

Transcript of Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

Page 1: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

Skenario 1: BAB Berwarna Hitam

Nabila (1102010197)

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI GASTER

Lambung (bahasa Inggris: stomach) atau ventrikulus berupa suatu kantong yang terletak di bawah

diafragma, berbentuk huruf J. Fungsi lambung secara umum adalah tempat di mana makanan dicerna dan

sejumlah kecil sari-sari makanan diserap. Lambung dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah kardia,

fundus dan pilorus. Kardia adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari kerongkongan . Fundus

adalah bagian tengah, bentuknya membulat. Pilorus adalah bagian bawah, daerah yang berhubungan dengan

usus 12 jari duodenum.

Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan, yakni mukosa, submukosa, muscularis, dan serosa.

Mukosa ialah lapisan dimana sel-sel mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti enzim, asam lambung, dan

hormon. Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk memperbesar perbandingan antara luas dan volume

sehingga memperbanyak volume getah lambung yang dapat dikeluarkan. Submukosa ialah lapisan dimana

pembuluh darah arteri dan vena dapat ditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut

sekaligus untuk membawa nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel tersebut. Muscularis

adalah lapisan otot yang membantu perut dalam pencernaan mekanis. Lapisan ini dibagi menjadi 3 lapisan

otot, yakni otot melingkar, memanjang, dan menyerong. Kontraksi dari ketiga macam lapisan otot tersebut

mengakibatkan gerak peristaltik (gerak menggelombang). Gerak peristaltik menyebabkan makanan di dalam

lambung diaduk-aduk. Lapisan terluar yaitu serosa berfungsi sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di

lapisan ini mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara perut dengan

anggota tubuh lainnya.

Gambar: Anatomi Gaster: 1.Esofagus, 2.Kardia, 3.Fundus, 4.Selaput Lendir, 5.Lapisan Otot,

6.Mukosa Lambung, 7.Korpus, 8.Antrum Pilorik, 9.Pilorus, 10.Duodenum

Page 2: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

Di lapisan mukosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan, yaitu sel goblet [goblet cell],

sel parietal [parietal cell], dan sel chief [chief cell]. Sel goblet berfungsi untuk memproduksi mucus atau

lendir untuk menjaga lapisan terluar sel agar tidak rusak karena enzim pepsin dan asam lambung. Sel

parietal berfungsi untuk memproduksi asam lambung [Hydrochloric acid] yang berguna dalam pengaktifan

enzim pepsin. Diperkirakan bahwa sel parietal memproduksi 1.5 mol dm -3 asam lambung yang membuat

tingkat keasaman dalam lambung mencapai pH 2 yang bersifat sangat asam. Sel chief berfungsi untuk

memproduksi pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief memproduksi dalam

bentuk tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna protein yang dimiliki oleh sel tersebut yang dapat

menyebabkan kematian pada sel tersebut.

Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang menghasilkan getah

lambung. Aroma, bentuk, warna, dan selera terhadap makanan secara refleks akan menimbulkan sekresi

getah lambung. Getah lambung mengandung asam lambung (HCI), pepsin, musin, dan renin. Asam lambung

berperan sebagai pembunuh mikroorganisme dan mengaktifkan enzim pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin

merupakan enzim yang dapat mengubah protein menjadi molekul yang lebih kecil. Musin merupakan

mukosa protein yang melicinkan makanan. Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada

mamalia, berperan sebagai kaseinogen menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca2+ dari susu sehingga

dapat dicerna oleh pepsin. Tanpa adanya renim susu yang berwujud cair akan lewat begitu saja di dalam

lambuing dan usus tanpa sempat dicerna.

Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi lembut seperti bubur,

disebut chyme (kim) atau bubur makanan. Otot lambung bagian pilorus mengatur pengeluaran kim sedikit

demi sedikit dalam duodenum. Caranya, otot pilorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi

(mengendur) jika tersentuk kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot pilorus yang mengarah ke duodenum

akan berkontraksi (mengerut) jika tersentu kim. Jadi, misalnya kim yang bersifat asam tiba di pilorus depan,

maka pilorus akan membuka, sehingga makanan lewat. Oleh karena makanan asam mengenai pilorus

belakang, pilorus menutup. Makanan tersebut dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan yang

bersifat basa di belakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka. Akibatnya, makanan yang asam

dari lambung masuk ke duodenum. Demikian seterusnya. Jadi, makanan melewati pilorus menuju

duodenum segumpal demi segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif. Seteleah 2 sampai 5 jam,

lambung kosong kembali.

Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf maupun hormon. Impuls parasimpatikus yang

disampaikan melalui nervus vagus akan meningkatkan motilitas, secara reflektoris melalui vagus juga akan

terjadi pengosongan lambung. Refleks pengosongan lambung ini akan dihambat oleh isi yang penuh, kadar

lemak yang tinggi dan reaksi asam pada awal duodenum. Keasaman ini disebabkan oleh hormon saluran

cerna terutama sekretin dan kholesistokinin-pankreo-zimin, yang dibentuk dalam mukosa duodenum dan

Page 3: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

dibawa bersama aliran darah ke lambung. Dengan demikian proses pengosongan lambung merupakan proses

umpan balik humoral.

Kelenjar di lambung tiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getah lambung, yang merupakan larutan

asam klorida yang hampir isotonis dengan pH antara 0,8-1,5, yang mengandung pula enzim pencemaan,

lendir dan faktor intrinsik yang dibutuhkan untuk absorpsi vitamin B12. Asam klorida menyebabkan

denaturasi protein makanan dan menyebabkan penguraian enzimatik lebih mudah. Asam klorida juga

menyediakan pH yang cocok bagi enzim lambung dan mengubah pepsinogen yang tak aktif menjadi pepsin.

Asam klorida juga akan membunuh bakteri yang terbawa bersama makanan. Pengaturan sekresi getah

lambung sangat kompleks. Seperti pada pengaturan motilitas lambung serta pengosongannya, di sini pun

terjadi pengaturan oleh saraf maupun hormon. Berdasarkan saat terjadinya, maka sekresi getah lambung

dibagi atas fase sefalik, lambung (gastral) dan usus (intestinal).

Fase Sekresi Sefalik diatur sepenuhnya melalui saraf. Penginderaan penciuman dan rasa akan

menimbulkan impuls saraf aferen, yang di sistem saraf pusat akan merangsang serabut vagus. Stimulasi

nervus vagus akan menyebabkan dibebaskannya asetilkolin dari dinding lambung. Ini akan menyebabkan

stimulasi langsung pada sel parietal dan sel epitel serta akan membebaskan gastrin dari sel G antrum.

Melalui aliran darah, gastrin akan sampai pada sel parietal dan akan menstimulasinya sehingga sel itu mem-

bebaskan asam klorida. Pada sekresi asam klorida ini, histamin juga ikut berperan. Histamin ini dibebaskan

oleh mastosit karena stimulasi vagus (gambar 3). Secara tak langsung dengan pembebasan histamin ini

gastrin dapat bekerja.

Fase Lambung. Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang masuk ke dalam lambung.

Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil urai protein, kofein atau alkohol, akan menimbulkan refleks

kolinergik lokal dan pembebasan gastrin. Jika pH turun di bawah 3, pembebasan gastrin akan dihambat.

Pada Fase Usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian akan diikuti dengan penurunan

sekresi getah lambung. Jika kim yang asam masuk ke usus duabelas jari akan dibebaskan sekretin. Ini akan

menekan sekresi asam klorida dan merangsang pengeluaran pepsinogen. Hambatan sekresi getah lambung

lainnya dilakukan oleh kholesistokinin-pankreozimin, terutama jika kim yang banyak mengandung lemak

sampai pada usus halus bagian atas.

Di samping zat-zat yang sudah disebutkan ada hormon saluran cerna lainnya yang berperan pada

sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide) menghambat sekresi HC1 dari lambung dan

kemungkinan juga merangsang sekresi insulin dari kelenjar pankreas.

Somatostatin, yang dibentuk tidak hanya di hipothalamus tetapi juga di sejumlah organ lainnya antara

lain sel D mukosa lambung dan usus halus serta kelenjar pankreas, menghambat sekresi asam klorida,

Page 4: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

gastrin dan pepsin lambung dan sekresi sekretin di usus halus. Fungsi endokrin dan eksokrin pankreas akan

turun (sekresi insulin dan glukagon serta asam karbonat dan enzim pencernaan). Di samping itu, ada tekanan

sistemik yang tak berubah, pasokan darah di daerah n. Splanchnicus akan berkurang sekitar 20-30%.

Bagan: Pengaruh Sekresi Sel Parietal

Mikroskopis

Bagian Gaster

Epitel terdiri dari sel silindris mensekresi mukus. Permukaan lambung ditandai dengan lipatan mukosa yang disebut rugae. Dalam lipatan terdapat invaginasi atau cekungan yang disebut foveola gastrica (gastric pit). Di dalam mukosa terdapat kelenjar-kelenjar yang bermuara pada foveola gastrica.

Fundus

Mukosa epitel selapis torak. Pada dasar gastric pit bermuara kelenjar fundus. Kelenjar tubulosa simpleks dan lurus. Ada 4 macam sel kelenjar:

a. Sel mucus leher (neck cell)b. Sel HCl (parietal cell)c. Sel zimogen (chief cell)d. Sel argentaffin

Rangsang bau dan rangsang kecap

Rangsang GanglionRangsang Lokal (makanan)

Rangsang n. Vagus

Pembebasan asethilkolin

Degranulasi mastosit

Pembebasan histamin

Stimulasi sel G

Pembebasan Gastrin

Pembebasan HCl

Stimulasi Sel Parietal

Page 5: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

Gaster Pylorus

Foveola gastrica lebih dalam. Sel-sel kelenjar hampir homogen, semua sel mukus kelenjar pylorus sering berkelok-kelok di dalam lamina propia. Kadang-kadang ditemukan nodulus lymphaticus yang menembus sampai tunica submucosa. Tunica muscularis dengan lapisan circular sangat tebal membentuk sphincter

2. BIOKIMIA SALURAN PENCERNAAN

Karbohidrat

Karbohidrat diklasifikasikan menjadi monosakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa), disakarida (maltosa, laktosa, sukrosa), oligosakarida dan polisakarida (amilum/pati). Dalam kondisi sehari-hari, ada tiga sumber utama karbohidrat dalam diet makanan, yaitu sukrosa (gula pasir), laktosa (gula susu) dan pati/starch (gula tumbuhan).

Pencernaan karbohidrat dimulai semenjak berada di mulut. Enzim ptyalin (α–amilase) yang dihasilkan bersama dengan liur akan memecah polisakarida menjadi disakarida. Enzim ini bekerja di mulut sampai fundus dan korpus lambung selama satu jam sebelum makanan dicampur dengan sekret lambung. Enzim amilase juga dihasilkan oleh sel eksokrin pankreas, di mana ia akan dikirim dan bekerja di lumen usus halus sekitar 15-30 menit setelah makanan masuk ke usus halus. Amilase bekerja dengan cara mengkatalisis ikatan glikosida α(1à4) dan menghasilkan maltosa dan beberapa oligosakarida.

Setelah polisakarida dipecah oleh amilase menjadi disakarida, maka selanjutnya ia kembali dihidrolisis oleh enzim-enzim di usus halus. Berbagai disakaridase (maltase, laktase, sukrase, α-dekstrinase) yang dihasilkan oleh sel-sel epitel usus halus akan memecah disakarida di brush border usus halus. Hasil pemecahan berupa gula yang dapat diserap yaitu monosakarida, terutama glukosa.

Sekitar 80% karbohidrat diserap dalam bentuk glukosa, sisanya galaktosa dan fruktosa. Glukosa dan galaktosa diserap oleh usus halus melalui transportasi aktif sekunder. Dengan cara ini, glukosa dan galaktosa dibawa masuk  dari lumen ke interior sel dengan memanfaatkan gradien konsentrasi Na+ yang diciptakan oleh pompa Na+ basolateral yang memerlukan energi melalui protein pengangkut SGLT-1. Setelah dikumpulkan di dalam sel oleh pembawa kotranspor, glukosa dan galaktosa akan keluar dari sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi untuk masuk ke kapiler darah. Sedangkan frukosa diserap ke dalam sel melalui difusi terfasilitasi pasif dengan bantuan pengangkut GLUT-5.

Page 6: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

Lemak

Lemak merupakan suatu molekul yang tidak larut air, umumnya berbentuk trigliserida (bentuk lain adalah kolesterol ester dan fosfolipid). Pencernaan lemak dilakukan oleh lipase yang dihasilkan oleh sel eksokrin pankreas. Lipase yang dihasilkan pankreas ini akan dikirim ke lumen usus halus dan menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak dan monogliserida. Selain dihasilkan oleh sel lipase pankreas, juga diketahui bahwa lipase juga dihasilkan oleh kelenjar lingual dan enterosit, namun lipase yang dihasilkan oleh bagian ini hanya mencerna sedikit sekali lemak sehingga tidak begitu bermakna.

Untuk memudahkan pencernaan dan penyerapan lemak, maka proses tersebut dibantu oleh garam empedu yang dihasilkan oleh kelenjar hepar (hati). Garam empedu memiliki efek deterjen, yaitu memecah globulus-globulus lemak besar menjadi emulsi lemak yang lebih kecil (proses emulsifikasi). Pada emulsi tersebut, lemak akan terperangkap di dalam molekul hidrofobik garam empedu, sedangkan molekul hidrofilik garam empedu berada di luar. Dengan demikian lemak menjadi lebih larut dalam air sehingga lebih mudah dicerna dan meningkatkan luas permukaan lemak untuk terpajan dengan enzim lipase.

Setelah lemak (trigliserida) dicerna oleh lipase, maka monogliserida dan asam lemak yang dihasilkan akan diangkut ke permukaan sel dengan bantuan misel (micelle). Misel terdiri dari garam empedu, kolesterol dan lesitin dengan bagian hidrofobik di dalam dan hidrofilik di luar (permukaan). Monogliserida dan asam lemak akan terperangkap di dalam misel dan dibawa menuju membran luminal sel-sel epitel. Setelah itu, monogliserida dan asam lemak akan berdifusi secara pasif ke dalam sel dan disintesis kembali membentuk trigliserida. Trigliserida yang dihasilkan akan dibungkus oleh lipoprotein menjadi butiran kilomikron yang larut dalam air.  Kilomikron akan dikeluarkan secara eksositosis ke cairan interstisium di dalam vilus dan masuk ke lakteal pusat (pembuluh limfe) untuk selanjutnya dibawa ke duktus torasikus dan memasuki sistem sirkulasi.

Selain lipase, terdapat enzim lain untuk mencerna lemak golongan nontrigliserida seperti kolesterol ester hidrolase (untuk mencerna kolesterol ester) dan fosfolipase A2 (untuk mencerna fosfolipase). Khusus untuk asam lemak rantai pendek/sedang dapat langsung diserap ke vena porta hepatika tanpa harus dikonversi (seperti trigliserida), hal ini disebabkan oleh sifatnya yang lebih larut dalam air dibandingkan dengan trigliserida.

Protein

Pencernaan protein (pemutusan ikatan peptida) dilakukan terutama di antrum lambung dan usus halus (duodenum dan jejunum). Sel utama (chief cell) lambung menghasilkan pepsin yang menghidrolisis protein menjadi fragmen-fragmen peptida. Pepsin akan bekerja pada suasana asam (pH 2.0-3.0) dan sangat baik untuk mencerna kolagen (protein yang terdapat pada daging-dagingan). Selanjutnya, sel eksokrin pankreas akan menghasilkan berbagai enzim, yaitu tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase, dan elastase yang akan bekerja di lumen usus halus. Tiap-tiap enzim akan menyerang ikatan peptida yang berbeda dan menghasilkan campuran asam amino dan rantai peptida pendek. Hasil dari pencernaan oleh protease pankreas kebanyakan masih berupa fragmen peptida (dipeptida dan tripeptida), hanya sedikit berupa asam amino.

Setelah itu sel epitel usus halus akan menghasilkan enzim aminopeptidase yang akan menghidrolisis fragmen peptida menjadi asam-asam amino di brush border usus halus. Hasil dari pencernaan ini adalah asam amino dan beberapa peptida kecil.

Setelah dicerna, asam amino yang terbentuk akan diserap melalui transpor aktif sekunder (seperti glukosa dan galaktosa). Sedangkan peptida-peptida kecil masuk melalui bantuan pembawa lain dan diuraikan menjadi konstituen asam aminonya oleh peptidase intrasel di sitosol enterosit. Setelah diserap, asam-asam amino akan dibawa masuk ke jaringan kapiler yang ada di dalam vilus.

Garam dan air

Page 7: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

Natrium dapat diserap secara pasif atau aktif di usus halus maupun di usus besar. Secara pasif Na +

dapat berdifusi di antara sel-sel epitel melalui taut erat yang ‘bocor’. Secara aktif, Na + menembus sel dengan bantuan pompa Na+ bergantung ATPase. Pompa ini akan memindahkan Na+ melawan gradien konsentrasinya dan proses tersebut memerlukan energi. Setelah berada di dalam sel, Na+ akan dipompa secara aktif ke ruang lateral dan berdifusi ke dalam kapiler untuk selanjutnya diangkut menuju sistem sirkulasi. Perpindahan Na+ tersebut dapat mempengaruhi perpindahan zat-zat lain seperti Cl -, glukosa, dan asam amino, hal ini disebut sebagai transpor aktif sekunder.

Penyerapan (perpindahan) Na+ akan menciptakan daerah dengan tekanan osmotik yang tinggi di antara sel-sel. Dengan adanya tekanan osmotik yang tinggi ini, air (H2O) akan masuk menembus sel menuju ruang lateral (untuk menurunkan tekanan osmotik yang tinggi tersebut). Masuknya air mengakibatkan peningkatan tekanan hidrostatik, sehingga air tersebut akan didorong lagi ke ruang interior vilus untuk selanjutnya diserap di kapiler darah.

Vitamin

Pada umumnya vitamin larut-air akan diserap bersama dengan air, dan vitamin larut-lemak akan diangkut ke dalam misel dan diserap secara pasif bersama dengan produk akhir pencernaan lemak. Adapun vitamin B12 bersifat unik, karena harus berikatan dengan faktor intrinsik yang dihasilkan oleh sel parietal agar dapat diserap di ileum terminal.

Ion bikarbonat

Penyerapan ion bikarbonat agak sedikit berbeda dibandingkan dengan penyerapan zat-zat lainnya. Ketika sodium (Na+) diserap oleh sel epitel, akan dilepaskan ion H+ ke lumen usus. Ion H+ ini akan berikatan dengan ion bikarbonat menjadi asam karbonat (H2CO3). Selanjutnya, asam karbonat ini akan terdisasosiasi menjadi air dan karbon dioksida. Air akan diserap secara osmosis, sedangkan karbon dioksida akan diserap ke kapiler darah dan dikeluarkan dari tubuh melalui paru.

Besi dan kalsium

Besi diserap sesuai dengan kebutuhan tubuh (tidak semua besi yang masuk akan diserap). Dari lumen, besi akan dipindahkan ke sel epitel melalui transpor aktif, di mana besi Fe2+ lebih mudah diserap dibanding besi Fe3+. Dari epitel, besi kemungkinan akan diangkut ke kapiler darah oleh transferin atau disimpan di sel dalam bentuk ferritin. Sedangkan penyerapan kalsium (Ca2+) terjadi di duodenum, melalui transpor aktif yang bergantung kepada pengaturan oleh hormon paratiroid dan vitamin D (vitamin D akan menginduksi sintesis kalbindin, suatu protein pengikat kalsium intrasel). Penyerapan kalsium dapat dihambat oleh asam fitat, yang terdapat dalam sereal.

Ion-ion lain

Potassium, magnesium, pospat dan ion lain diserap di mukosa intestinal. Ion monovalen lebih mudah diserap dibandingkan dengan ion bivalen. Walaupun demikian, hanya sedikit ion bivalen yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.

3. DISPEPSIA

Dispepsia merupakan istilah untuk suatu sindrom atau kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh / begah.

Etiologi

Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster/duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter Pylori

Page 8: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

Obat-obatan: NSAIDs, aspirin, beberapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin, dll. Penyakit pada hati, pankreas, sistem billier: hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik Penyakit sistemik: diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner Fungsional: tidak terdapat kelainan / gangguan struktural biokimia

4. ULKUS PEPTIKUM

DEFENISI

Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa esophagus, lambung ataupun

duodenum terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke

bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai ulkus. Ulkus kronik berbeda dengan

ulkus akut, karena memiliki jaringan parut pada dasar ulkus. Menurut definisi, ulkus peptik dapat ditemukan

pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum,

dan setelah gastroduodenal, juga jejunum. Walaupun aktivitas pencernaan peptic oleh getah lambung

merupakan factor etiologi yang penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu factor dari

banyak factor yang berperan dalam patogenesis ulkus peptic.

ETIOLOGI DAN INSIDEN

Salah satu penyebab utama sekitar 60% dari ulkus gaster dan 90% dari ulkus duodenum ialah adanya

reaksi inflamasi kronik akibat invasi dari Helicobacter Pylori yang mana paling banyak membentuk koloni

di sekitar antrum pylori. Sistem imun tidak dapat mengatasi infeksi ini, meskipun telah terbentuk antibody.

Keadaan inilah yang menyebabkan bakteri dapat menyebabkan gastritis kronik yang aktif oleh karena

teradinya gangguan regulasi gastrin dari bagian lambung yang terinfeksi Sekresi gastrin dapat menurun yang

menyebabkan keadaan hipo- maupun achlorida, dapat juga menjadi meningkat. Gastrin dapat menstimulasi

produksi dari asam lambung oleh sel parietal. Helicobacter akan terancam dengan peningkatan asam

lambung ini. Peningkatan kadar asam lambung mempunyai kontribusi besar terhadap erosi dari mukosa

yang dapat berkembang menjadi formasi ulkus.

Penyebab utama yang lain ialah NSAID. Lambung melindungi diri dari asam lambung dengan adanya

lapisan mukosa yang tebal. Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh prostaglandin. NSAID memblokade

fungsi dari cyclooxygenase 1 (cox-1), yang sangat penting dalam produksi prostaglandin. Anti inflamasi

selektif cox-2 seperti celecoxibe dan rofecoxibe kurang mempunyai peranan penting terhadap keadaan ulkus

pada mukosa lambung. Meningkatnya angka kejadian helicobacter pylori penyebab ulkus di dunia Barat

seiring dengan bertambahnya terapi medis, terutama meningkatnya penggunaan NSAID pada pasien

Arthritis. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya angka harapan hidup warga di Barat.

Insidensi ulkus duodenum telah jauh berkurang sejak 30 tahun yang lalu, meskipun angka kejadian

ulkus gaster meningkat sedikit oleh karena penggunaan secara luas dari NSAID. Turunnya angka kejadian

ini disadari sebagai suatu fenomena kohort independen terhadap kemajuan terapi penyakit. Fenomena kohort

Page 9: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

mungkin dapat menjelaskan keadaan meningkatnya taraf hidup masyarakat seiring dengan menurunnya

angka kejadian infeksi dari Helicobacter Pylori.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara merokok dan formasi ulkus, namun

di penelitian lain mengatakan sebaliknya. Dari beberapa hasil penelitian menyimpulkan makanan yang

merangsang seperti makanan pedas serta golongan darah tertentu bersifat ulserogenosa, hipotesis ini

bertahan hingga akhir abad ke-20 tapi telah terbantahkan terhadap proses terjadinya ulkus peptic. Suatu

hipotesa yang hampir mirip yaitu konsumsi dari alcohol yang disertai dengan infeksi dari Helicobacter

Pylori, keduanya harus saling bersamaaan, tak bias berdiri sendiri.

Gastrinomas atau Zollinger Ellison Syndrome ialah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan

produksi hormone gastrin. Gastrin bekerja di sel parietal lambung untuk sekresi ion hydrogen di lumen

lambung. Bila hormone gastrin terus meningkat dapat menyebabkan hyperplasia sel parietal. Ion hydrogen

akan berikatan secara bebas dengan ion clorida membentuk asam klorida. Akumulasi asam klorida yang

terjadi secara terus-menerus memudahkan terjadinya ulkus di mukosa lambung.

Para peneliti juga terus melihat stres sebagai penyebab yang mungkin, atau setidaknya komplikasi,

dalam perkembangan ulkus. Ada perdebatan mengenai apakah stres psikologis dapat mempengaruhi

perkembangan ulkus gaster. Luka bakar dan trauma kepala, dari beberapa penelitian mengatakan kedua hal

ini dapat menyebabkan ulkus stres fisiologis, yang dilaporkan pada banyak pasien yang mengalami

gangguan ventilasi.

Sebuah pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh Academy of Behavioral Medicine Research

menyimpulkan bahwa ulkus tidak murni sebuah penyakit infeksi dan gangguan fisiologis dalam lambung,

namun faktor-faktor psikologis juga memainkan peran penting. Para peneliti kini sedang mempelajari

bagaimana stres dapat mempromosikan infeksi H. pylori. Mereka menyimpulkan, Helicobacter pylori

tumbuh subur di lingkungan asam, dan keadaan stres dapat menyebabkan produksi asam lambung berlebih.

Hasill penelitian ini didukung oleh sebuah penelitian lain pada tikus yang menunjukkan bahwa stress yang

timbul akibat perendaman dalam jangka panjang dan infeksi Helicobacter pylori secara independen terkait

dengan pengembangan tukak lambung.

Sebuah studi pasien ulkus peptikum di sebuah rumah sakit Thailand menunjukkan bahwa stres kronis

itu sangat terkait dengan peningkatan risiko tukak lambung, dan kombinasi dari stres kronis dan waktu

makan yang tidak teratur adalah faktor risiko yang signifikan.

Page 10: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

PATOGENESIS

Bagan: Patogenesa Peptic Ulcer Disease

Page 11: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

GEJALA KLINIS

Gejala klinik yang dapat ditemukan pada penderita ulkus peptikum:

Heartburn yang terkait dengan waktu makan dan pola makan

Perut kembung dan sering merasa kenyang

Produksi air liur yang berlebih untuk mengatasi produksi asam yang berlebih

Mual dan muntah

Hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan

Hematemesis yang dapat terjadi akibat ulkus yang menyebabkan perdarahan atau karena rangsangan

mukosa akibat muntah yang terjadi terus-menerus

Melena, kotoran berbau busuk karena kotoran teroksidasi dengan asam lambung

Peritonitis bila terjadi perforasi gaster ataupun duodenum

Asam lambung terbukti berperan dalam timbulnya ulkus. Pada ulkus duodenum sering ditemukan

hiperasiditas, namun pada ulkus lambung jumlah asam lambung normal ataubahkan sedikitjumlah asam

lambung. Ini disebabkan oleh keseimbangan antara faktor agresif dan defensif.

Faktor agresif meliputi:

1. Faktor internal: asam lambung dan enzim pepsin.

2. Faktor eksternal: bahan iritan dari luar, infeksi bakteri H. Pylori.

Faktor defensif, meliputi:

1. Lapisan mukosa yang utuh

2. Regenerasi mukosa yang baik

3. Lapisan mukus yang melapisi lambung.

4. Sekresi bikarbonat oleh sel-sel lambung

5. Aliran darah mukosa yang adekuat

6. Prostaglandin

Terjadinya suatu peradangan diduga disebabkan oleh:

1. Meningkatnya faktor agresif

2. Menurunnya faktor defensif

3. Gabungan kedua faktor diatas yang terjadi bersamaan

Page 12: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

Gambar: Patofisiologi ulkus gaster akibat infeksi Helycobacter Pylori

1. Faktor agresif

Asam lambung sudah sejak dahulu dikenal sebagai faktor agresif yang utama karena sifat asamnya.

Asam lambung selain bersifat anti bakteri, sifat yang sebenarnya kita butuhkan untujk mensteerilkan suasan

makanan yang kita makan, juga bersifat merusak (destruktif). Selain itu peranan enzim pepsin juga penting.

Page 13: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

Sesui dengan fungsinya yakni mencerna protein, maka mukosa saluan cerna yang mengandung protein juga

dicerna. Oleh karena itu, enzim ini bisa mencerna tidak hanya protein dari makanan yang kita makan, tetapi

juga mulosa saluran cerna itu sendiri, sehingga terjadi kerusakan mukos yang verfungsi melindumgi sel di

bawahnya. Proses ini disebut autodigestion.

Faktor lain yang dapat meningkatkan faktor agresif adalah faktor eksternal missalnya zat korosif atau

infeksi kuman Helicobacter pylori. Zat korosif yang sering masuk adalah makanan yang asam pedas, obat-

obatan tertentu (NSAID, anti inflamasi non steroid).

Faktor-faktor yang mempengaruhi sekresi asam lambung:

a. zat-zat kimiawi (gastrin, histamin)

b. sistem neuro-hormonal (nervus vagus)

Gastrin

Gastrin mrupakan hormon polipeptida yang merupakan salah satu pengtur sekresi sam

lambung.gasterin yang dihasilkan oleh sel G di mukosa lambung dibawa melalui aliran darah ke sel parietal.

Kemudian gastrin merangsang sekresi asam lambung. Produksi dan pelepasan gastrin dirangsang melalui

sistem saraf otonom yakni nervus vagus, jadi sekresi asam lambung juga dirangsang oleh sistem saraf

otonom melalui nervus vagus, yang bersifat kolinergik.

Histamin

Histamin banyak terdapat di lapisan mukosa lambung di sel mast. Pasa manusia terdapat beberpa tipe

reseptor histamin yang masing-masing berbeda lokasi dan reaksinya terhadap histamin, yaitu:

a. Reseptor H-1

Banyak terdapat di pembuluh darah dan otot polos. Perangsangan reseptor ini meningkatkan

permeabilitas pembuluh darah, dan dilatasi (pelebaran). Efek inisering disertai rasa sakit, panas, dan gatal.

Obat-obatan yang meghambat reseptor H-1 dikenal sebagai antihistamin yang umum, antara lain:

chlorfeniramin maleat, difenhidramin, siproheptadin, mebhidrolin nafadisilat dan lain-lain yang

menyebabkan sedasi. Kelompok yang tidak menyebabkan kantuk misalanya: terfenadin, astemizol,

fexofenadin, dan cetrizine dosis rendah.

b. Reseptor H-2

Histamin pada reseptor H-2 lambung erangsang produksi asam lambung. Obat yang menghambat

reepto H-2 ini disebut antagonis H-2 seperti, simetidin, ranitidin, dan famotidin. Pada ulkus duodenum,

faktor agresif lebih berperan dalam proses patogenesisnya. Penderita ulkus duodenum biasanya mensekresi

asam lambung lebih banyak daripada orang normal.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa derajat keasaman isi lambung dipengaruhi oleh beberapa

faktor:

Page 14: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

Jumlah sekresi asam lambung. Makin banyak, makin asam.

Jumlah makanan yang masuk dan sifatnya. Makanan yang tidak bersifat asam mengurangi suasana

asam di lambung.

Motilitas lambung. Makin cepat pengosongan, makin kurang asam lambung.

2. FAKTOR DEFENSIF

Kontinuitas lapisan mukosa/regenerasi mukosa

kontinuitas jaringan ini dipengaruhi berbagai hal yaitu: regenerasi sel mukosa, nutrisi umum, dll.

Regenerasi normal sel-sel mukosa lambung terjdi dalam 1-2 hari. Jika regenerasi sel ini terganggu,

pertahanan lambung juga terganggu.

Lapisan Mukus Lambung

Lapisan mukus merupakan suatu faktor yang penting dalam proses melindungi mukosa karena:

a. mukus terdiri atas glikoprotein, merupakan suatu jel yang kental dan lengket

b. bekerja sebagai pelumas sehingga dapat melindungi terhadap bahan yang keras dan tajam yang

lewat di atasnya

c. Mencegah difusi balik ion H+, mencegah difusi balik pepsin karena ion H+ dicegah masuk

kembali. Aktivasi pepsinogen yang ada di mukosa dicegah, sehingga pembentukan pepsin

dicegah dan tidak terjadi perusakan mukosa.

Bikarbonat

Sekresi bikarbonat dipengaruhi oleh sel-sel epitel sangat sedikit. Akan tetapi, bikarbonat yang sedikit

tersebut ditahan oleh membran sel epitel dan mukus. Dengan demikian, bikarbonat tersebut dapat

menetralisasi ion H+ yang mungkin masuk menembus mukus.

Aliran Darah Lambung

Sirkulasi darah dalam mukosa harus mencukupi untuk menjamin nutrisi (O2 dan glukosa). Aliran

darah juga menyingkirkan asam yang terlalu banyak di dalam sel.

Prostaglandin

Zat ini banyak terdapat di mukosa lambung. Prostaglandin, terutama prostaglandin E, mempunyai

beberapa peranan dalam menjaga faktor defensif, yaitu merangsang terbentuknya mukus, ion

bikarbonat, menjaga aliran darah yang cukup, dan regenerasi sel-sel mukosa. Efek prostaglandin ini

juga didapat dengan pemberian analog prostaglandin. Pembentukan prostaglandin dihambat oleh

obat analgesik dan anti-inflamasi.

Pada ulkus lambung, penurunan faktor defensif lebih banyak berperan dalam patogenesis, berbeda

dengan ulkus duodenum, dimana faktor agresif yang berlebihan.

DIAGNOSIS

Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal.

Page 15: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

Bising usus mungkin tidak ada. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan

adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan. Endoskopi GI atas digunakan untuk

mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung

dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat

melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan

laboratorium adalah negatif terhadap adanya darah. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang

menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah lambung) dan

sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang

timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan

histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Ada juga tes pernafasan yang

mendeteksi H. Pylori, serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori.

Gambar: Penampakan ulkus gaster pada Barium enema X-Ray

Gambar: Tampak Ulkus pada mukosa

lambung pada pemeriksaan endoskopi

Page 16: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

DIAGNOSIS BANDING

1. GERD

2. Gastritis

3. Kanker Lambung

4. Infark Miokard akut

PENATALAKSANAAN

Tujuan Pengobatan adalah:

1. Menyembuhkan ulkus

2. Menghilangkan rasa nyeri

3. Mencegah kekambuhan

Prinsip Pengobatan adalah:

1. Menghilangkan/Mengurangi factor agresif

2. Meningkatkan factor defensive

3. Kombinasi keduanya

Pengobatan non medika mentosa:

1. Mengatur frekuensi makan

2. Jumlah makanan

3. Jenis makanan

4. Mengendalikan stress

Pengobatan medika mentosa:

1. Penetralisir asam lambung: antasida

2. Penghambat sekresi asam lambung: antihistamin-2, antikolinergik, pengha

3. Proton Pump Inhibitor

4. Obat protektor mukosa: obat sitoprotektif, obat site-protective.

5. Antisecretory-cytoprotective agent: analog prostaglandin E, Ebrotidine.

6. Digestive enzyme

7. Obat prokinetik

8. Obat antiemetic

9. Antibiotik

10. Lain-lain: Antiansietas

a. Antasida

Antasida adalah obat yang bekerja lokal pada lambung untuk menetralkan asam lambung. Karena

antasida menetralkan asam lambung, maka pemberian antasida akan eningkatkan pH lambung sehingga

Page 17: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

kemampuan proteolitik (penguraian protein) enzim pesin (yang aktif pada pH 2) serta sifat korosf asam

dapat dimnimalkan. Peningkatan pH lebih dari 5 dapat menmbulkan efek acid rebound. Acid rebound adalah

hipersekresi dari asam lambung untuk mempertahankan pH lambung yang normal (3 - 4). Dilihat dari sudut

efek yang merusak dari asam dan pepsin maka pencapaian pH yang ideal adalah pH 5 dimana kapasitas

proteolitik pepsin dapat dihilangkan dan efek korosif dari asam dapat diminimalkan.

Ada bermacam-macam antasida yang beredar di pasaran, baik jenis dan merk dagang. Antasid

merupakan senyawa basa yang dapat menetralkan asam secara kimiawi misalnya kalsium karbonat,

alumunium hidroksida, magnesium hidroksida dalam kombinasi.

Indikasi Antasida adalah pengobatan simptomatik nyeri epigastrum, nyeri lambung dan rasa kembung

yang menyertai hipersiditas lambung, gastritis, ulkus lambung dan ulkus duodenum.

Antasida diberikan bersama simetidin atau tetrasiklin oral dapat mempengaruhi penyerapan obat-obat

tersebut. Karena itu diberikan dengan interval 2 jam. Antasida sampai sekarang masih tetap digunakan

secara luas dalam kombinasi dengan obat-obat antiulkus karena memberikan pengurangan rasa nyeri di ulu

hati dengan cepat dan efektif walaupun bersifat sementara. Nyeri dapat diatasi dengan meningkatkan pH isi

lambung diatas 2 dan keadaan ini mudah dapat dicapai dengan pemberian antasida, tetapi untuk

menyembuhkan ulkus diperlukan pemberian antasida yang sering dengan dosis yang mencukupi.

Pemberian dosis tinggi yang menyebabkan peningkatan pH yang tinggi disertai acid rebound yang

akan menurunkan pH kembali, sehingga diperlukan pemberian antasida dengan interval yang makin pendek

(makin sering) agar pH tetap tinggi secara kontinyu. Dikenal 2 regimen dosis yaitu:

a. Pengobatan antasida yang intensif

Pengobatan ini bertujuan menyembuhkan ulkus, antasida diberikan 1 dan 3 jam setelah makan

dan sebelum tidur (dibagi dalam 7 kali pemberian).

b. Pengobatan antasida yang tidak intensif

Termasuk disini pengobatan untuk menghilangkan ras nyeri. Untuk keperluan ini antasida

cukup diminum sesuai kebutuhan. Makanan dan minuman juga mempunyai kemmpuan untuk

menetralkan asam lambung, sehingga dikenal istilah pain food reliefe, tetapi netralusasi ini hanya

bersifat sementara, oleh karena 1 jam kemudian sekresi asam mencapai puncaknya. Karena itu rasa

nyeri akan timbul kembali, biasanya mulai kurang lebih 90 menit setelah makan. Adanya makanan

akan memperlambat pengosongan lambung sehing daya kerja antasida lebih panjang, yaitu sekitar 2

jam.

Pada lambung yang kosong, daya kerja antasida hanya 20 - 40 menit, karena antasida dengan

cepat masuk ke duodenum. Satu jam sesudah makan sekresi asam lambung mencapai maksimal,

karena itu pemberian antasida yang tepat adalah 1 jam sesudah makan dan daya kerja antasida akan

bertahan lebih lama karena makanan akan memperlambat pengosongan lambung. Antasida diberikan

lagi 3 jam sesudah makan dengan maksud untuk memperpanjang daya kerja antasida kira-kira 1 jam

lagi.

Page 18: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

Pada keadaan yang lebih parah misalnya pada ulkus berat atau terjadi perdarahan, dianjurkan

pemberian antasida tiap jam. Antsida adakalanya diberikan sebelum tidur maksudnya untuk

menetralkan asam lambung yang disekresi pada malam hari. Tetapi daya kerja ini terbatas karena

lambung dalam keadaaan kosong sehingga untuk menghilangkan nyeri pada malam hari sebaiknya

digunakan obat antisekresi asam.

b. Penyekat Reseptor H-2

Sering disebut juga sebagai antagonis reseptor H-2. kerjanya sangat spesifik, hanya menghambat

reseptor H-2 saja yang terdapat dalam jumlah banyak di mukosa lambung. Penyekat reseptor H-2 bekerja

dengan menurunkan sekresi asam lambu ng dalam waktu yang lebih lama daripada efek antasida, sehingga

lebih efektif. Contohnya simetidin, ranitidin, famotodin, dan nizatidin.

Penyekat reseptor H-2 bekerja dengan menghambat reseptor H-2 secara bersaing dengan histamin.

Penyekat reseptor H-2 akan berikatan dengan reseptor tersebut karena mempunyai rumus bangun yang mirip

dengan histamin. Histamin, gastrin, dan asetilkolin terdapat di sel parietal lambung. Apabila histamin

berikatan dengan reseptornya, akan terbentuk siklik AMP (adenosin monofosfat) dan akan menjadi aktif.

Sedangkan jika gastrin dan asetilkolin yang berikatan dengan reseptornya masing-masing akan

menyebabkan peningkatan kadar kalsium intrasel, yang selanjutnya diperantarakan histamin dan reseptor

H-2. Peningkatan siklik AMP maupun kadar kalsium akan mengaktifkan pompa proton dari sel parietal.

Pompa proton merupakan suatu enzim H-K-ATPase yang memecahkan zat kimia pembawa energi yakni

ATP sehingga memberikan energi yang diperlukan untuk mengaktifkan pemompaan ion keluar masuk sel

parietal. Pompa proton akan secara aktif mengeluarkan ion H+ dari dalam sel ke kanalikuli dan menukarnya

dengan ion K+ dari kanalikuli. Ion K+ akan keluar lagi dari sel parietal bersama-sama ion Cl-. Ion Cl- yang

dikeluarkan ini kemudian akan berikatan dengan ion H+ di kanlikuli membentuk asam lambung. Bila

reseptor histamin H-2 telah diikat oleh penyekat reseptor H-2, maka proses seperti diatas tidak terjadi dan

asam lambung tidak akan terbentuk.

c. Antikolinergik

Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sel parietal sehingga menghambat sekresi

asam lambung. Contohnya pirenzepine. Pirenzepin pada dosis yang cukup tinggi juga mempengaruhi

reseptor asetilkolin tipe lain sehingga dapat menyebabkan efek samping antikolinergik klasik seperti mulut

kering, penglihatan kabur, jantung berdebar-debar, konstipasi, dan kesulitan miksi.Indikasi utama adalah

untuk ulkus lambung dan ulkus duodenum. Juga diindikasikan pada dispepsia karena efek antispasmodik

pada motilitas lambung (menurunkan motilitas lambung). Dosisi pirenzepin yang direkomendasikan adalah

1 tablet 50mg, 2 kali sehari sebelum makan. Obat antikolinergik lain misalnya atropin dan skopolamin butil

bromida tidak efektif menekan sekresi asam lambung.

Page 19: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

d. Proton Pump Inhibitor

Proton Pump Inhibitor juga disebut H-K-ATPase Inhibitor, karena memang menghambat kerja enzim

H-K-ATPase. Obat ini baru ditemukan tahun 80-an dan terbukti jauh lebih kuat hambatannya terhadap

sekresi asam lambung dibanding bloker H-2. waktu kerjanya juga lebih lam sehingga dapat diberikan 1 kali

sehari. Contohnya omeprazole, esomeprazole, dan lansoprazole.

Golongan obat ini yang pertama kali dipasarkan ialah omeprazole. Omeprazole merupakan suatu pro-

drug yang tidak aktif di tubuh sampai diaktifkan di sel parietal. Omeprazole merupakan basa lemah sehingga

akan terkonsemtrasi pada bagian-bagian yang asam. Selain rongga lambung, pada tubuh satu-satunya tempat

dimana terdapat keasaman adalah kanalikuli sekretori sel parietal. PPI menghambat sekresi asam pada tahap

akhir yaitu di pompa proton.

Pada kanalikuli sekretori di sekitar pompa proton, omeprazole akan menarik proton (ion H+) dan

dengan cepat berubah menjadi sulfonamid tiofilik atau asam sulfenat, yang merupakan penghambat pompa

proton aktif. Sulfonamid akan bereaksi cepat dengan pompa proton dan menghambatnya secara efektif yaitu

menghambat sekresi asam sebanyak 95 % selama 24 jam. Untuk menghindari pemecahan omeprazole dalam

rongga lambung yang asam, adalah formulasi oralnya mengandung granul selaput enterik yang tahan asam.

Jadi omeprazole menghambat sekresi asam pada tahap akhir mekanisme sekresi asam yaitu di pompa

proton. Sifat omeprazole yang lipofilik sehingga mudah menembus membran sel parietal tempat sel

dihasilkan. Omeprazole hanya aktif dalam lingkungan asam dan tidak aktif pada pH fisiologis, sehingga

tidak menghambat pompa proton di tempat lain. Hal ini membuat omeprazole aman karen hanya

menghambat pompa proton di sel parietal lambung. Dengan menghambat produksi asam pada tahap ini,

berarti omeprazole mengontrol sekresi asam tanpa terpengaruh rangsangan lain (histamin, asetilkolin).

e. Mucosal protecting agent

Prinsip dari obat-obatan ini adalah melindungi mukosa lambung, baik secara langsung maupun tidak.

Obat yang melindungi secara langsung itu terjadi karena obat tersebut membentuk suatu gel yang melekat

erat pada mukosa lambung. Berbeda dengan antasida, obat ini melindumgi mukosa dan dapat melekat erat di

mukosa lambung, maka obat ini harus diberikan dalam keadaan perut kosong. Contohnya sukralfat dan

bismuth. Sedangkan obat yang bekerja tidak langsung melindungi mukosa adalah analog prostaglandin yaitu

misoprostol.

f. Cytoprotective Agent (Setraksat)

Cytoprotective Agent merupakan golongan sitoprotektif karena meningkatkan mekanisme pertahanan

lambung dan duodenum. Peningkatan ketahanan mukosa ini disebabkan oleh peningkatan mikrosirkulasi.

Peningkatan aliran darah mukosa lambung menyebabkan peningkatan produksi mukus, produksi PgE, dan

perbaikan sawar mukosa. Dengan meningkatnya mikrosirkulasi, berarti suplai glukosa, oksigen dan zat-zat

makanan semakin meningkat sehingga aktivitas dan regenerasi sel-sel epitel mukosa semakin baik. Efek

utamanya adalah meningkatkan aliran darah mukosa lambung dan duodenum sehingga meningkatkan

Page 20: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

regenerasi epitel mukosa dan produksi mukus dan menghambat difusi balik ion hidrogen serta konversi

pepsinogen menjadi pepsin di membran mukosa. Jadi dengan meningkatkan resistensi mukosa, setraksat

mempercepat penyembuhan ulkus peptikum dan memperpendek lama pengobatan.

g. Site Protective Agent (Sukralfat)

Sukralfat adalah kompleks alumunium dan sukrosa. Sukralfat menjadi kental dan lengket dalam

lingkungan asam serta melekat erat ke protein di kawah ulkus. Sukralfat melindungi ulkus dari erosi lebih

lanjut dan menghambat kerja agresif pepsin dan empedu di tempat ulkus.

h. Tripotasium Dicitrato Bimustat (Colloidal Bismuth Subcitrate)

Pada pH asam, CBS akan membentuk endapan bismut oksiklorida dan bismut sitrat yang melekat

terutama pada tempat ulkus. Obat ini mempunyai efek membentuk barrier terhadap asam dan pepsin namun

tidak mempunyai efek menetralkan asam. In-vitro obat ini juga dilaporkan mempunyai efek bakteriostatik

terhadap kuman Helicobacter pylori. Biasanya dikombinasi dengan metronidazol dan amoksisilin atau

tetrasiklin (triple therapy).

i. Analog Prostaglandin E

Substansi ini terdapat secara alamiah dalam tubuh dan diketahui berperan di lambung. Derivat pertama

yang dipasarkan adalah Misoprostol. Misoprostol pertama kali dipasarkan di meksiko tahun 1985. obat ini

telah memsuki pasar dunia tetapi gagal baik klinis maupun komersial, karena itu diposisikan kembali untuk

pengobatan ulkus yang disebabkan oleh penggunaan obat AINS (Anti Inflamasi Non Steroid), kemudian

untuk pencegahan ulkus pada penderita yang menggunakan AINS. Obat ini dikembangkan untuk

memperkuat pertahanan mukosa.

j. Antibiotika

Penelitian akhir-akhir ini membuktikan bahwa ada kaitan antara kuman Helicobacter pylori dengan

gastritis kronik, ulkus duodenum dan kanker lambung. Ada banyak antibiotika yang secara in vitro sensitif

terhadap kuman ini. Tapi banyak yang kurang berhasil karena banyak antibiotika yang tidak aktif dalam

suasana asam. Sedangkan kuman Helicobacter pylori ini hidup dalam suasana asam. Oleh karena itu,

antibiotika seperti amoksisilin harus dikombinasikan dengan obat penekan sekresi asam lambung yang kuat.

Pengobatan ideal untuk membasmi kuman ini belum ditetapkan.

Hasil konsensus asia pasifik tahun 1997 mengeluarkan pedoman eradikasi Helicobacter pylori dengan

triple therapy yang terdiri dari:

1. PPI dosis standar 2 kali sehari

Klaritromisin 500 mg 2 kali sehari

Amoksisilin 1000 mg 2 kali sehari

Page 21: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

2. PPI dosis standar 2 kali sehari

Klaritromisin 500 mg 2 kali sehari

Metronidazol 400 mg 2 kali sehari

Semua obat diatas diberikan selama 7 hari. Regimen ini memberikan efektifitas sekitar 90%. Namun

lebih dari 30% penderita mengalami efek samping dengan pengobatan ini, sebagian besar berupa efek

samping ringan. Suatu alternatif lain yan diberikan selama 2 minggu (efektifitas 80%) ialah:

Omeprazole 40 mg 2 kali sehari

Amoksisilin 500 mg 4 kali sehari

k. Obat-obat Lain

Ada beberapa obat yang juga bisa dipakai untuk ulkus peptikum seperti obat antiansietas seperti

Diazepam dan Cholordiazepoxide. Dasarnya adalah untuk mengurangi stres, sehingga mengurangi juga

pembentukan asam lambung.

l. Obat prokinetik (Metoklopropamid dan Domperidone)

a. Metoklopropamid

Metoklopropamid adalah obat yang bekerja melalui susunan saraf pusat untuk merangsang

motilitas lambung. Metoklopropamid mempercepat pengosongan lambung dan meningkatkan tekanan

sfingter esofagus bawah. Kedua sifat ini membantu mengurangi refluks (pengaliran kembali) asam

lambung ke esofagus. Indikasi utama adalah heartburn (rasa panas menusuk di ulu hati dan dada),

dispepsia dan mual/muntah selama pengobatan dengan kemoterapi. Efek samping dihubungkan dengan

efeknya terhadap susunan saraf pusat yaitu gelisah, kelelahan, pusing dan lesu. Diare juga merupakan

masalah pada beberapa penderita dan merupakan akibat dari peningkatan motilitas lambung.

b. Domperidone

Digunakan untuk meningkatkan motilitas saluran cerna bagian atas. Penggunaan utama adalah

mengontrol rasa mual dan muntah tanpa melihat penyebabnya. Domperidone meningkatkan motilitas

lambung dengan menghambat reseptor dopamin di dinding lambung.

KOMPLIKASI

Ulkus yang telah berlangsung lama akan menimbulkan komplikasi dan harus segera dilakukan tindakan

pembedahan. Komplikasi ulkus peptikum harus ditanamkan dalam pikiran kita, beberapa di antaranya:

1. Intraktibilitas

Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah intraktibilitas, yang berarti bahwa terapi medic

telah gagal mengatasi gejala-gejala secar adekuat. Penderita dapat terganggu tidurnya oleh nyeri,

Page 22: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

kehilangan waktu untuk bekerja, sering memerlukan perawatan di rumah sakit, atau hanya tidak

mampu mengikuti cara pengobatan.

2. Perforasi

Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalami perforasi, dan komplikasi ini bertanggung jawab atas

sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum. Tukak biasanya pada dinding anterior duodenum atau

lambung, karena daerah ini hanya diliputi oleh peritoneum.

3. Obstruksi

Obstruksi pintu keluar lambung akibat peradangan dan edema, pilorospasme, atau jaringan parut,

terjadi pada sekitar 5% dari penderita ulkus peptikum.Obstruksi lebih sering timbul pada penderita

ulkus duodenum, tetapi kadang-kadang terjadi bila tukak lambung terletak dekat dengan sfingter

pylorus.

4. Perdarahan

Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi, setidaknya ditemukan

pada 25% kasus selama perjalanan penyakit. Tempat yang paling sering mengalami perdarahan

adalah dinding posterior bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria

pankreatikoduodenalis atau arteria gastroduodenalis.

5. Keganasan

Untuk menegakkan adanya suatu keganasan diperlukan pemeriksaan biopsy sitologi jaringan.

5. POLA MAKAN DALAM ISLAM

Jika kita mengamati pola makan Rasulullah SAW, maka kita akan dapati bahwa beliau mengumpulkan beberapa

aspek diantaranya aspek faidah, kenikmatan dan penjagaan terhadap kesehatan. Seperti yang ditetapkan oleh ilmu kedokteran

baik dulu maupun sekarang, bahwa mengkonsumsi makanan secara berlebihan akan mengakibatkan berbagai penyakit, dan

beliau tidak pernah makan hingga kekenyangan. Beliau bersabda:

“Cukuplah bagi manusia untuk mengkonsumsi beberapa suap makanan saja untuk menegakkan tulang sulbinya (rusuknya)”

Akan tetapi manusia secara tabiat enggan untuk mengkonsumsi makan dengan pola ini dan mungkin kebanyakan

kita tidak mampu untuk melakukannya, jika demikian keadaannya maka diperbolehkan makan tapi hendaknya jangan

melebihi sepertiga dari perut kita, sebagaimana sabda beliau:

“Jika tidak bisa demikian, maka hendaknya ia memenuhi sepertiga lambungnya untuk makanan, sepertiga untuk minuman

dan sepertiga untuk bernafas”

Ibnul Qayyim rahimahullah membagi tingkat makanan menjadi tiga tingkatan:

1. Tingkat kebutuhan: seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW

2. Tingkat cukup: yaitu mengisi sepertiga perutnya untuk untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan

Page 23: Skenario 1 GIT (Dispepsia, Ulkus Peptikum)

sepertiga untuk bernafas, danhikmah dibalik itu dikarenakan perut kita mempunyai kapasitas yangsangat tebatas

dan jika semuanya dipenuhi dengan makanan makamaka tidak ada tempat lagi untuk minum dan sulit

bernafas

3. Tingkat berlebihan: tingkat ini bisa membahayakan dirinya tanpa ia sadari

Berikut ini beberapa tata cara dan adab makan yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW:

1. Membaca basmallah sebelum makan

2. Duduk dengan baik tegap dan tidak menyandar, karena hal itu lebih baik bagi lambung sehingga makanan akan turun

dengan sempurna. Dan Rasulullah SAW telah melarang kita untuk makan sambil bersandar. Beliau bersabda:

“Sesungguhnya aku tidak makan dengan bersandar”

3. Mencuci tangan sebelum makan

4. Menggunakan tangan kanan

5. Bersikap sederhana dan tidak berlebih-lebihan ketika makan

6. Memulai makan dari yang dekat dan tidak memenuhi mulut dengan makanan yang banyak

7. Tidak banyak bicara ketika sedang makan

8. Disunnahkan untuk makan secara berjamaah dan tidak berpencar sendiri-sendiri, karena jamaah akan mempererat

persaudaraan dan menyebabkan turunnya barokah pada makanan kita

9. Ketika makan berjamaah dalam suatu tempat makan jangan mengembalikan apa yang tersisa ditangan ke tempat

makan, akan tetapi ambilah suapan yang sedikit hingga tidak bersisa

10. Tidak mengeluarkan suara keras ketika mengunyah makanan, karena hal itu mengganggu orang lain

11. Jangan melihat-lihat orang yang sedang makan, karena hal itu akan mengganggu perasaan merekaa dan mengurangi

selera makan

12. Tidak menyisakan makanan di piring, bahkan kita dianjurkan untuk membersihkan tangan dan jari-jari kita dengan

mulut ketika selesai makan dan jika ada makanan yang jatuh supaya dipungut dan dibersihkan kemudian dimakan

13. Membaca hamdalah dan doa setelah makan

14. Mencuci tangan setelah makan