Skenario 1 Blok Hematologi

39
SKENARIO 1 BLOK HEMATOLOGI LEKAS LELAH BILA BEKERJA Kelompok B-2 KETUA : Mauren Anastasya P P (1102013164) SEKRETARSIS : Marlita Adelina Pratiwi (1102013163) ANGGOTA : Marisa (1102013161) Mazaya Indah B A (1102013165) Meidika Wulandari (1102013166) Miftahudin Alif Sugeng (1102013168) Miftahurrahma Galuh M S (1102013169) M.Hafiz.Ash.S (1102012175) Pungky Dio A (1102012213)

description

wrap up

Transcript of Skenario 1 Blok Hematologi

SKENARIO 1 BLOK HEMATOLOGI

LEKAS LELAH BILA BEKERJA

Kelompok B-2

KETUA : Mauren Anastasya P P (1102013164)

SEKRETARSIS : Marlita Adelina Pratiwi (1102013163)

ANGGOTA : Marisa (1102013161)

Mazaya Indah B A (1102013165)

Meidika Wulandari (1102013166)

Miftahudin Alif Sugeng (1102013168)

Miftahurrahma Galuh M S (1102013169)

M.Hafiz.Ash.S (1102012175)

Pungky Dio A (1102012213)

SKENARIO 1

LEKAS LELAH BILA BEKERJA

Yani 19 tahun, memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan sering merasa lekas lelah setelah melakukan

aktivitas. Keluhan ini sudah di alami 3 bulan terakhir. Sebelumnya tidak pernah mengalami hal seperti

ini.

Pada anamnesis tambahan di dapatkan keterangan bahwa sejak usia kanak-kanak pola makan yani tidak

teratur, jarang makan sayur, ikan, maupun daging, hanya tahu/tempe dan kerupuk. Tidak di jumpai

riwayat penyakit yang di derita sebelumnya dan riwayat pengobatan tidak jelas.

Pada pemeriksaan fisik di dapatkan :

Wajah terlihat lelah, TD 110/60 mmHg, frekuensi nadi 88 x/menit, frekuensi pernafasan 20 x/menit,

suhu tubuh 36,80c, TB = 160cm, BB=60 kg, konjungtiva palpebra inferior pucat

Pemeriksaan jantung paru dan abdomen dalam batas normal

Hasil pemeriksaan darah rutin di jumpai :

Pemeriksaan Kadar Nilai Normal

Hemoglobin (Hb) 10,5 g/dl 12-14 g/dl

Hematokrit (Ht) 37% 37-42 %

Eritrosit 4,75 x 106 /μl 3,9 – 5,3 x 106 /μl

MCV 70 fL 82-92 fL

MCH 20 pg 27-31 pg

MCHC 22 % 32-36 %

Leukosit 65000¿ μl 5000 -10.000¿ μl

Trombosit 300.000 /μl 150.000 - 400.000 /μl

KATA-KATA SULIT

1. Konjungtiva palpebral inferior

Merupakan kelopak mata bagian bawah

2. Hematocrit

Kadar volume eritrosit dalam volume plasma darah dalam bentuk persentase

3. MVC, MCH dan MCHC

MCV (Mean Corpuscular volume), volume rata-rata eritrosit

MCH (Mean Corpuscular hemoglobin), banyaknya hemoglobin per eritrosit

MCHC ( Mean Corpuscular Hemoglobin), kadar hemoglobin yang didapat per eritrosit,

dinyatakan dengan persen (%).

4. Hemoglobin

Komponen eritrosit yang berfungsi mengikat oksigen

PERTANYAAN

1. Apa hubungan pola makan dengan kadar Hb,MCV,MCV,MCHC?

2. Mengapa konjungtiva palpebral inferior pucat?

3. Mengapa penderita cepat lelah saat bekerja dan keluhan baru terjadi saat 3 bulan terakhir?

4. Apa diagnosis dan diagnosis banding pasien tersebut?

5. Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi Hb dan hematocrit?

6. Mengapa pada pasien ini dilakukan pemeriksaan darah rutin?

7. Bagaimana cara menghitung MCH,MCV dan MCHC?

8. Bagaimana pola makan yang baik?

9. Apa penanganan dalam kasus ini?

10. Apa akibat terburuk jika tidak ditangani dengan cepat?

JAWABAN

1. Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, proporsi absorpsinya tinggi

Besi nonheme berasal dari sumber tumbu-tumbuhan, proporsi absorpsinya rendah

2. Hemoglobin turun −> Anemia −> Konjungtiva Palpebra inferior pucat

3. Karena intake Fe kurang, masa eritrosit 120 hari jadi baru ada keluhan saat 3bulan terakhir

4. Diagnosis, Anemia Defisiensi Besi

Diagnosis Banding, Thalasemia, Anemia Penyakit kronik , Anemi Sideroblastik

5. Umur, jenis kelamin, jumlah sel darah merah dan aktivitas dan keadaan patologis

6. Karena pemeriksaan darah rutin lengkap dan untuk menegakkan diagnosis pasien

7. MCH : 10 x Hb : E pikogram(pg)

MCV : 10 x Ht : E femtoliter (fl)

MCHC : 100 x Hb : Ht present (%)

8. Makan-makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna

9. Intake besi secara oral, parenteral & menyembuhkan penyakit kausal

10. Infark organ, semakin cepat lelah

HIPOTESIS

Pada eritropoesis, kadar Fe dalam tubuh menurun akan menyebabkan pembentukkan Heme menurun,

begitu juga jumlah Eritrosit akan menurun, selanjutnya dapat menyebabkan anemia yang disebabkan

karena defisiensi besi. Gejalanya seperti konjungtiva palpebral inferior pucat,cepat lelah. Untuk

menentukan diagnosis dapat dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan lab. Setelah

mendapatkan diagnosis dilanjutkan penanganannya berupa diet makanan tinggi kandungan besi yang

bioavabilitas nya tinggi seperti daging,ikan. Tapi jika tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan

prognosis yang buruk

SASARAN BELAJAR

LI.1 Memahami dan menjelaskan Eritrosit

LO.1.1 Definisi Eritrosit

LO.1.2 Mekanisme Eritropoesis

LO.1.3 Fungsi Eritrosit, Morfologi, Sifat Fisik

LI.2 Memahami dan menjelaskan Hemoglobin

LO.2.1 Definisi Hemoglobin

LO.2.2 Biosintesis dan Fungsi Hemoglobin

LO.2.3 Peranan zat besi terhadap tubuh

LO.2.4 Kurva disosiasi oksigen

LI.3 Memahami dan menjelaskan Anemia

LO.3.1 Definisi Anemia

LO.3.2 Etiologi Anemia

LO.3.3 Klasifikasi Anemia

LI.4 Memahami dan menjelaskan Anemia defisiensi besi

LO.4.1 Definisi Anemia defisiensi besi

LO.4.2 Etiologi Anemia defisiensi besi

LO.4.3 Patofiologi Anemia defisiensi besi

LO.4.4 Manifestasi Klinis Anemia defisiensi besi

LO.4.5 Pemeriksaan Laboratorium Anemia defisiensi besi

LO.4.6 Penatalaksaan Anemia defisiensi besi

LO.4.7 Diagnosis Banding Anemia defisiensi besi

LO.4.8 Pencegahan Anemia defisiensi besi

LO.4.9 Prognosis Anemia defisiensi besi

LI.1 Memahami dan menjelaskan Eritrosit

LO.1.1 Definisi Eritrosit

Eritrosit adalah sel darah merah;korpus sel, salah satu unsur yang dibentuk pada darah tepi

LO.1.2 Mekanisme Eritropoesis

a. Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk sac dan

kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil alih

produksi eritrosit secara ekslusif.

b. Pada anak, sebagian tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu

memproduksi sel darah. Namun, seiring dengan pertambahan usia, sumsum tulanh

kuning yang tidak mampu melakukan eritropoiesis secara perlahan menggantikan

sumsum merah, yang tersisa hanya di beberapa tempat, misalnya sternum, iga dan

ujung-ujungg atas tulang oanjang ekstremitas.

Sumsum tulang tidak hanya memproduksi SDM tetapi juga merupakan sumber

leukosit dan trombosit.Di sumsum tulang terdapat sel punca pluripotent tak

berdiferensiasi yang secara terus menerus membelah diri dan berdiferensiasi untuk

menghasilkan semua jenis sel darah.

Ginjal mendeteksi penurunan/ kapasitas daraah yang mengakngkut oksigen.Jika O2

yang disalurkan ke ginjal berkurang, maka ginjal mengeluarkan hormone eritropoietin

dalam darah yang berfungsi merangsang eritropoiesis (produksi eritrosit) dalam

sumsum tulang.Tambahan eritrosit di sirkulasi meningkatkan kemampuan darah

mrngangkut O2.Peningkatan kemampuan darah mengangkut O2 menghilangkan

rangsangan awal yang memicu sekresi eritropoietin.

Rubriblast

Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel termuda dalam sel

eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Dengan pulasan

Romanowsky inti berwarna biru kemerah-merahan sitoplasmanya berwarna biru. Ukuran sel

rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang

adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti.

Prorubrisit

Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Pada pewarnaan kromatin

inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau tidak tampak, sitoplasma sedikit mengandung

hemoglobin sehingga warna biru dari sitoplasma akan tampak menjadi sedikit kemerah-merahan.

Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.

Rubrisit

Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini

mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak

daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada

prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena kandungan asam

ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena kandungan hemoglobin, tetapi warna merah

biasanya lebih dominan. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.

Metarubrisit

Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel ini kecil padat

dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak

hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA.

Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %.

Retikulosit

Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel, masih

diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di

dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Pada saat proses maturasi akhir, eritrosit

selain mengandung sisa-sisa RNA juga mengandung berbagai fragmen mitokondria dan organel

lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut retikulosit atau eritrosit polikrom. Retikulum yang terdapat

di dalam sel ini hanya dapat dilihat dengan pewarnaan supravital. Tetapi sebenarnya retikulum ini

juga dapat terlihat segai bintik-bintik abnormal dalam eritrosit pada sediaan apus biasa.

Polikromatofilia yang merupakan kelainan warna eritrosit yang kebiru-biruan dan bintik-bintik

basofil pada eritrosit sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosom ini. Setelah dilepaskan dari sumsum

tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Kemudian sebagai eritrosit

matang selama 120 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5 % retikulosit.

Eritrosit

Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran diameter 7-8 um dan

tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright,

eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Eritrosit sangat lentur

dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam sirkulasi. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan

akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa. Banyak dinamika yang terjadi pada eritrosit

selama beredar dalam darah, baik mengalami trauma, gangguan metabolisme, infeksi Plasmodium

hingga di makan oleh Parasit.

Sel Induk Hemopoetik Jalur Sel Induk Mieloid Sel Induk Eritroid

( BFU-E dan CFU-E )

Normoblas Polikromatik Normoblas Basofilik Pronormoblas

Normoblas Piknotik

Retikulosit ( Tidak ada inti, masih ada sisa-sisa RNA )

Dilepas ke darah tepi

Eritrosit ( sudah tidak ada sisa-sisa RNA )

Faktor yang di perlukan untuk eritropoiesis

Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya

keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat

penting, karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi

kenaikan jumlah eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah. Untuk mempertahankan

jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru diproduksi dalam kecepatan yang

sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada orang yang sehat. Proses ini dikontrol

oleh hormone dan tergantung pada pasokan yang memadai dari besi, asam amino dan

vitamin B tertentu.

Hormonal Control

Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone eritropoetin

(EPO)dan hormon glikoprotein.Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO.

Ketikasel-sel ginjal mengalami hipoksia (kekurangan O2), ginjal akan mempercepat

pelepasaneritropoetin. Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO :

1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan

2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah (seperti yang terjadi pada

defisiensi besi)

3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita

pneumonia.

Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam

darah,sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan

penyaluranO2 ke jaringan ke tingkat normal.Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah

normal, sekresieritropoetin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak

mengaktifkanlangsung sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang

nantinya memberikanstimulus hormone yang akan mengaktifkan sumsum tulang.Selain

itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal.Hormone

sexwanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada

wanitalebih rendah daripada pria.

Eritropoeitin

Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal,hati

Stimulus pembentukan eritroprotein: tekanan O2dalam jaringan ginjal.

↓ penyaluran O2ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon eritropoetin ke

dalamdarah → merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang

proliferasi dan pematangan eritrosit →jumlah eritrosit meningkat→ kapasitas darah

mengangkut O2 ↑ dan penyaluran O2ke jaringan pulih ke tingkat normal → stimulus

awal yang mencetuskansekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.

Pasokan O2↑ ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih mudah

melepaskan O2: stimulus eritroprotein turun

Fungsi: mempertahankan sel-sel precursor dengan memungkin sel-sel tsb terus

berproliferasimenjadi elemen-elemen yg mensintesis Hb.

Bekerja pada sel-sel tingkat G1

Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoeisis karena suplai O2&

kebutuhanmengatur pembentukan eritrosit.

LO.1.3 Fungsi Eritrosit, Morfologi dan Sifat Fisik

Eritrosit normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter ± 7,8 μm, dengan

ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 μm dan pada bagian tengah1 μm atau kurang.

Volume eritrosit adalah 90 - 95 μm3.Jumlah eritrosit normal pada pria 4,6 - 6,2

juta/μLdan pada wanita 4,2 - 5,4 juta/μL. Kadar normalhemoglobin pada pria 14 - 18

g/dL dan pada wanita12 - 16g/dL.

Fungsi Sel darah Merah

Sel darah merah berfungsi mengedarkan O2 ke seluruh tubuh.

Berfungsi dalam penentuan golongan darah.

Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah

mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah

merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan

membran sel patogen, serta membunuhnya

Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi,

yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah

supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.

LI.2 Memahami dan menjelaskan Hemoglobin

LO2.1 Definisi Hemoglobin

Pigmen merah pembawa oksigen pada eritrosit, di bentuk oleh eritrosit yang berkembang dalam

sumsum tulang. Merupakan homoprotein yang mengandung empat gugus hem dan globin serta

mempunyai kemampuan oksigenasi reversible.

Kamus Kedokteran Dorland 31th edition, 2007

LO2.2 Biosintesis dan fungsi hemoglobin

Sintesis hemoglobin membutuhkan produksi dari heme dan globin yang terkoordinasi.

Heme adalah kelompok prostetik yang menjembatani pengikatan oksigen melalui

hemoglobin. Globin adalah protein yang mengelilingi dan melindungi molekul heme

Sintesis Heme

Gambar 1 Sintesis heme

Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html

Sintesis heme adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan banyak langkah-langkah

enzimatik. Proses ini dimulai di mitokondria dengan kondensasi dari suksinil-CoA dan

glisin membentuk 5-aminolevulinic acid. Serangkaian langkah-langkah di dalam

sitoplasma menghasilkan coproporphrynohen III yang akan masuk kembali ke dalam

mitokondria. Langkah-langkah enzimatik akhir menghasilkan heme.

Sintesis globin

Dua rantai globin yang berbeda, alpha dan non-alpha (masing-masing dengan molekul

heme sendiri) bergabung membentuk hemoglobin. Dengan pengecualian pada minggu

pertama perkembangan embrio, salah satu rantai globin selalu alpha. Sejumlah variabel

mempengaruhi sifat dasar dari rantai non-alpha di dalam molekul hemoglobin. Fetus

mempunyai sebuah rantai non-alpha yang berbeda yaitu gamma. Setelah lahir, rantai

globin non-alpha berbeda dinamakan beta, berpasangan dengan rantai alpha. Gabungan

dari dua rantai alpha dan dua rantai non alpha menghasilkan sebuah molekul hemoglobin

yang lengkap (total 4 rantai per molekul).

Gabungan dari dua rantai alpha dan dua rantai gamma membentuk hemoglobin fetal

(janin) yakni Hb F. Dengan pengecualian bahwa 10 hingga 12 minggu pertama setelah

pembuahan, Hb F sebagai hemoglobin dasar di dalam perkembangan janin. Gabungan

dua rantai alpha dan dua rantai beta membentuk hemoglobin adult (dewasa) yang juga

disebut sebagai Hb A. Walaupun Hb A dinamankan dewasa, Hb A menjadi hemoglobin

yang menonjol sekitar 18 hingga 24 minggu kelahiran.

Sepasang dari satu rantai alpha dan satu rantai non-alpha menghasilkan sebuah dimer

(dua rantai) hemoglobin. Dimer hemoglobin tidak efisien membawa oksigen. Dua dimer

bergabung membentuk sebuah tetramer hemoglobin yang merupakan bentk fungsional

dari hemoglobin. Ciri-ciri biofisika lengkap dari tetramer hemoglobin yakni mengontrol

pengambilan oksigen di paru-paru dan melepaskannya di jaringan yang membutuhkan

untuk mempertahankan hidup.

Gen-gen yang mengkode rantai globin alpha terletak pada kromosom 16, sedangkan gen-

gen yang mengkode rantai globin non-alpha terletak pada kromosom 11. Kompleks alpha

disebut lokus globin alpha, sedangkan kompleks non-alpha disebut lokus globin beta.

Keseimbangan ekspresi gen pada rantai globin dibutukan untuk fungsi normal sel darah

merah. Gangguan keseimbangan ekspresi gen pada rantai globin menghasilkan sebuah

penyakit yang dinamakan talasemia

(Bunn dan Forget, Saunders, 2002)

Gambar 2 Sintesis globin

Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html

Tabel 1 Hemoglobin manusia

Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html

Embryonic hemoglobins Fetal hemoglobin Adult hemoglobins

gower 1- zeta(2), epsilon(2) 

gower 2- alpha(2), epsilon (2) 

Portland- zeta(2), gamma (2)

hemoglobin F- alpha(2), gamma(2)hemoglobin A- alpha(2), beta(2) 

hemoglobin A2- alpha(2), delta(2)

Biosintesis hemoglobin

Sintesis hemoglobin di mulai dalam proteoblast dan berlanjut bahkan dalam stadium

retikulosit pada pembentukan sel darah merah.

Oleh karena itu ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke aliran

darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari sesudah dan

seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur.

Tahap dasar pembentukan secara kimiawi :

Suksinil-KoA, di bentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin membentuk molekul

priol.

Empat priol bergabung membentuk protoporfirin IX bergabung dengan besi membentuk

molekul heme.

Setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yaitu globin yang di

sintesis oleh ribosom membentuk sub unit hemoglobin yang di sebut rantai hemoglobin.

Fungsi hemoglobin

Fungsi utama hemoglobin dalam tubuh adalah bergabung dengan oksigen dalam paru

kemudian melepaskan oksigen ini di dalam kapiler jaringan perifer yang tertekan gas

oksigennya jauh lebih rendah daripada di paru paru

Guyton 11th edition, 2006

LO2.3 Peranan zat besi terhadap tubuh

Penting untuk pembentukan hemoglobin namun juga penting untuk elemen lainnya

(contoh : myoglobin, sitokrom, sitokrom oksidase, peroksidase, katalase)

Jumlah total besi rata-rata dalam tubuh sebesar 4 sampai 5 gram, kira-kira 65 persen di

jumpai dalam bentuk hemoglobin. Sekitar 4 persen dalam bentuk myoglobin, 1 persen

dalam bentuk varisasi senyawa heme yang memicu oksidasi intra sel 0,1 persen

bergabung dengan protein transferrin dalam plasma darah, 15 sampai 30 persen di simpan

untuk penggunaan selanjutnya terutama di system retikuloendotelial dan sel parenkim

hati, dalam bentuk ferritin.

Guyton 11th edition, 2006

LO.2.4 Kurva disosiasi oksigen

Sifat penting darah dalam transport oksigen adl ikatan yang reversibel oksigen dengan Hb

Hb + O2 ↔ HbO2

Pd kons. tinggi Hb berkombinasi dgn O2 untuk membentuk Oksihemoglobin (HbO2) dan

reaksi bergeser ke kanan. Tiap atom Fe dlm mol. Hb mengikat satu mol. O2. Bila kita

plot jml Oksihemoglobin yg ada pada tiap kons. O2 diperoleh kurva disosiasi oksigen -

hemoglobin

LI.3 Memahami dan menjelaskan Anemia

LO.3.1 Definisi Anemia

Anemia berarti kurangnya hemoglobin di dalam darah, yang dapat di

sebabkan oleh jumlah sel darah merah yang terlalu sedikit atau jumlah hemoglobin dalam

sel yang terlalu sedikit.

Guyton 11th edition, 2006

Ketidak cukupan massa eritrosit di dalam darah yang mengakibatkan tidak adekuatnya

hantaran oksigen ke jaringan perifer

Wintrobe’s clinical hematology 10th edition,1998

LO.3.2 Etiologi Anemia

Anemia akibat kehilangan darah

Setelah mengalami perdarahan tubuh mengganti cairan plasma dengan cepat 1 hingga 3

hari, yang menyebabkan konsenrasi sel darah merah menjadi rendah.

Bila tidak terjadi perdarahan berikutnya kondisi konsentrasi sel darah merah akan

kembali ke dalan jumlah normal 3 hingga 6 minggu.

Anemia aplastic

Aplasia sumsum tulang berarti tidak berfungsinya sumsum tulang, sehingga pembentukan

sel darah merah terganggu.

Penyebab terjadinya aplasia adalah adanya paparan sinar-x secara berlebihan, zat kimia

tertentu pada industry, bahkan obat – obatan pada pasien yang sensitif

Anemia megaloblastik

Anemia hemolitik

Berbagai kelainan sel darah merah kebanyakan di dapat secara keturunan. Sel-sel tersebut

bersifat rapuh, sehingga mudah pecah sewaktu melewati kapiler, terutama sewaktu

melalui limpa. Walaupun sel darah merah yang terbentuk jumlahnya dapat mencapai

normal, atau bahkan lebih besar dari normal pada penyakit-penyakit hemolitik, masa

hidup sel darah merah sangat singkat sehingga sel ini di hancurkan lebih cepat di

bandingkan pembentukannya sehingga mengakibatkan anemia yang parah.

Guyton 11th edition, 2006

1. Kehilangan darah (akut, kronis)

2. Gangguan pembentukan eritrosit

a. Insuficient eritropoiesis (eritropoiesis tidak cukup)

b. Ineffective eritropoiesis (eritropoiesis tidak efektif)

3. Berkurangnya masa hidup eritrosit

a. kelainan kongenital : membran, enzim, kelainan Hb

b. kelainan didapat : malaria, obat, infeksi, proses imunologis

LO.3.3 Klasifikasi Anemia

Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi morfologi

didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin

A. Anemia hipokromik mikrositer (MCV<80 fl; MCH <27pg)

1. Anemia defisiensi besi

2. Thalassemia

3. Anemia akibat penyakit kronik

4. Anemia sideroblastik

B. Anemia Normokromik normositer

1. Anamia pascapendarahan akut

2. Anemia aplastic – hipoplastik

3. Anemia hemolitik – terutama bentuk yang didapat

4. Anemia akibat penyakit kronik

5. Anemia mieloptisik

6. Anemia pada gagal ginjal kronik

7. Anemia pada mielofibrosis

8. Anemia pada sindrom mielodiplastik

C. Anemiamakrositer

1. Megaloblastik

a. Anemia defisiensi folat

b. Anemia defisiensi vitamin B12

2 Nonmegaloblastik

a. Anemia pada penyakit hati kronik

b. Anemia pada hipotiroid

c. Anemia pada sindroma mielodiplastik

Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatognesis

A. Produksi eritrosit menurun

1. Kekurangan bahan untuk eritrosit

a. Besi : anemia defisiensi besi

b. Vit. B12 dan asam folat : anemia megaloblastik

2. Gangguan utilisasi besi

a. Anemia akibat penyakit kronik

b. Anemia sideroblastik

3. Kerusakan jaringan sumsum tulang

a. Atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemak : aplastic/hipoplastik

b. Penggantian oleh jaringan fibrotic/tumor : leukoritroblastik/ mieloptisik

B. Kehilangan eritrosit dari tubuh

1. Anemia pasca pendarahan akut

2. Anemia pasca pendarahan kronik

C. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolysis)

1. Factor ekstrakapsuler

2. Factor intrakapsuler

a. Gangguan membrane anemia anemia

i. Hereditary spherocytosis

ii. Hereditary elliptocytosis

b. Gangguan ensim

i. Defisiensipyruvatekinase

ii. Defisiensi G6PD (Glocuse-6 phospate dehydrogenase)

c. Gangguan hemoglobin

i. Hemoglobinopatistructural

ii. thalassemia

LI.4 Memahami dan menjelaskan Anemia Defisiensi Besi

LO.4.1 Definisi anemia defisiensi besi

Jenis anemia mikrositik hipokrom yang di sebabkan oleh rendahnya atau tidak adanya

simpanan besi dan konsentrasi besi serum, terdapat peningkatan porfirin eritrosit bebas,

saturasi transferrin rendah, transferrin meninggi, feritinin serum rendah dan kondisi

hemoglobin rendah.

Kamus Kedokteran Dorland 31th edition, 2007

LO.4.2 Etiologi anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi dapat di sebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gerakan

absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun :

Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari

Saluran cerna :

Tukak peptic, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung , kanker kolon,

diverticulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang

Saluran genitalia perempuan :

Menorrhagia atau metrohargia

Saluran kemih :

Hemototope

Factor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kulaitas besi

yang tidak baik , rendah vit.c, dan rendah daging

Kebutuhan besi meningkat

Gangguan absorbs besi

Pada orang dewasa defisiensi yang di jumpai di klinik hamper identic dengan perdarahan

menahun. Factor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama.

Penyebab perdarahan paling sering pada laki – laki ialah perdarahan gastrointestinal, di

Negara tropic paling sering terekna infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan

dalam masa reproduksi paling sering karena meno-metrohagia.

Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009

LO.4.3 Patofisiologi anemia defisiensi besi

a. Kegagalan sintesis hemoglobin

Hoffbrand AV, Petit TE, Moss PAH. Essential Haematology 4th ed. London : Blackwell

Scientific Publication. 2001; 1-97.

b. Berkurangnya masa hidup eritrosit, biasanya pada anemia berat

• Kekurangan besi Hb turun adanya penurunan formabilitas dan fleksibilitas

membran mudah didestruksi oleh limpa sel pensil, ovalosit, sel target

• Bentuk dan fleksibilitas membran eritrosit dipertahankan oleh O2 dan Co2.

Lee GR, Iron Deficiency and Iron-Deficiency Anemia. In: Lee GR et al. (eds). Wintrobe’s

clinical hematology. Philadelphia : Lee&Febiger. 1999: 979-1010.

Jenis anemia defisiensi besi

Hb

(g/dl)

SI

(ug/dl)

TIBC

(ug/dl)

Saturasi

(%)

Feritinin

serung

(ng/dl)

Morfologi

eritosit

Stadium I

Penurunan

Besi

N N N/↑ N ↓Normositik

Nomokrom

Stadium II

Eritropoiesi

s

Kekurangan

Besi

N ↓ ↑ ↓ ↓Normositik

Nomokrom

Stadium

IIIA

Anemia

Defisiensi

Besi

↓ ↓ ↑ ↓ ↓Normositik

Nomokrom

Stadium III

B

Anemia

Defisiensi

Besi

↓ ↓ ↑ ↓ ↓Normositik

Hipokrom

Normal LK 13-16 35-150 260-400 20-45 30-400Normositik

Nomokrom

Normal PR 12-14 35-150 260-445 20-45 13-150Normositik

Nomokrom

LO.4.4 Manifestasi Klinis

Gejala umum anemia yang di sebut sebagai sindrom anemia di jumpai pada anemia

defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan

lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia

defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan.

Ciri khas :

Pucat

Koilonychias

Kuku sendok, kuku menjadi rapuh, bergaris garis vertical mejadi cekung sehingga

mirip seperti sendok

Athrofipapil lidah

Permukaan lidah mejadi licin dan mengkilat di karnakan papil lidah menghilang

Satomatitis angularis

Adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak bercak berwarna pucat

keputihan

Disfagia

Nyeri menelan di karnakan kerusakan hipofaring

Atrofi mukosa geser

Pica

Keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem, dan lain

lain

Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009

LO.4.5 Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan Darah Tepi Lengkap

• Hb, Ht, MCV, MCH, dan MCHC

• Kadar besi tubuh (Serum iron, TIBC, Saturasi Transferin), kadar feritin serum, sTfR

(soluble Transferin Reseptor)

• N: serum Iron 70-180 mg/dl dan TIBC 250-400 mg/dl.

• Saturasi Transferin: SI / TIBC x 100%

• Normal: 25-40% Anemia def. besi: < 5%

• N: kadar feritin serum: wanita 14-148 µg/L dan pria 40-340 µg/L. Kadar feritin

serum < 10µg/L menunjukkan cadangan besi tubuh berkurang.

2. Evaluasi Sediaan Hapus Darah Tepi

Eritrosit

- Mikrositik hipokrom anisopoikilositosis: sel pensil, sel target, dan

ovalosit/eliptosit

- Mikrositik ringan Ht < 34% atau Hb < 10 g/dl.

- Mikrositik hipokrom Ht < 27% atau Hb < 9 g/dl.

Trombosit

Normal/ meningkat, jumlah trombosit meningkat pada anemia defisiensi Fe karena

perdarahan

Leukosit

jumlahnya biasanya normal

3. Pemeriksaan dan evaluasi sumsum tulang

• Hiperseluler dengan eritropoiesis yang hiperaktif,

• Hemosiderin sumsum tulang berkurang.

4. Pemeriksaan khusus untuk mencari etiologi: misalnya analisa makanan, tumor

marker, pemeriksaan tinja untuk mencari darah samar dan parasit, serta pemeriksaan

terhadap adanya hemoglobinuria dan hemosiderinuria.

Lee GR, Iron Deficiency and Iron-Deficiency

Anemia. In: Lee GR et al. (eds). Wintrobe’s

clinical hematology. Philadelphia : Lee&Febiger.

1999: 979-1010

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus di lakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang teliti di sertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga

tahap diagnosis anemia defisiensi besi.

Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin

atau hematocrit. Cut off point anemia.

Tahap ke dua memastikan adanya defisiensi besi

Tahap ke tiga menentukan penyakit dasar penyebab defisinsi

Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009

Nilai batas ambang (cut off point) anemia di Indonesia menurut Departemen Kesehatan

sebagai berikut :

Bayi baru lahir (aterm) : 16,5 + 3,0 g/dL

Bayi 3 bulan : 11,5 + 2,0 g/dL

Anak usia 1 tahun : 12,0 + 1,5 g/dL

Anak usia 10-12 tahun : 13,0 + 1,5 g/dL

Wanita tidak hamil : 14,0 + 2,5 g/dL

Pria dewasa : 15,5 + 2,5 g/dL

Anak prasekolah : 11 g/dL

Anak sekolah : 12 g/dL

Wanita hamil : 11 g/dL

Ibu menyusui (3 bln post partus) : 12 g/dL

Wanita dewasa : 12 g/dL

Pria dewasa : 13 g/dL

Nilai normal Hb pada berbagai umur dan jenis kelamin (WHO).

(Menkes RI 736 a/menkes/XI/1989)

LO.4.6 Penatalaksanaan

Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap

anemia defisiensi besi dapat berupa:

1. Terapi kausal: tergantung penyebabnya, misalnya pengobatan cacing tambang,

pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau

tidak maka anemia akan kambuh kembali.

2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh:

a. Besi per oral, merupakan obat pilihan pertama karena efektif ,murah dan aman.

Preparat yang tersedia,yaitu

i.Ferrous sulphat(sulfas ferosus), preparat pilihan pertama, murah dan efektif.

Dosis : 3x 200 mg

ii. Ferrous gluconate,ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate,

harga lebih mahal tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama.

Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek samping

lebih banyak dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Efek samping

dapat berupa mual, muntah serta konstipasi. Pengobatan diberikan sampai 6

bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh.

Kalau tidak, anemia sering kambung kembali.

b. Besi parenteral

Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Indikasi,yaitu:

i.Intoleransi oral berat

ii. Kepatuhan berobat kurang

iii. Colitis ulserativa

iv. Perlu peningkatan Hb secara cepat (missal preoperasi, hamil trisemester

akhir)

Preparat yang tersedia: iron dextran complex, iron sorbitol citric acid complex.

Dapat diberikan secara intramuskuler dalam atau intravena pelan. Efek

sampinnya, reaksi anafilaksis, sakit kepala, flebitis, flushing, mual, muntah, nyeri

perut dan sinkop. Dosis parenteral harus dihitung dengan tepat karena besi

berlebihan akan membahayakan pasien. Besarnya dosis dapat dihitung dari rumus

dibawah ini :

Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 3

3. Pengobatan lain

a. Diet, sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang

berasal dari protein hewani

b. Vitamin c, diberikan 3 x 100 mg perhari untuk meningkatkan absorpsi besi

c. Transfuse darah, Anemia kekurangan besi jarang memerlukan transfuse darah.

Indikasi pemberian transfuse darah pada anemia kekurangan besi adalah:

i.Adanya penyakit jantung anemic dengan ancaman payah jantung

ii. Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing

yang sangat mencolok

iii. Penderita memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat, seperti

pada kehamilan trisemester akhir atau preoperasi.

Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi

bahaya overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian

furosemide intravena.

LO.4.7 Diagnosis banding anemia defisiensi besi

TEST

LABORATOR

IUM

NORM

AL

ANEMI

A

DEFISIE

NSI

BESI

ANEMI

A

PENYA

KIT

KRONI

K

THALASE

MIA Hb

PATI

ANEMIA

SIDEROBLA

STIK

MCV/MCH ↓ ↓ ↓ ↓

SEDIAAN

HAPUS

DARAH TEPI

MIKROSITIK HIPOKROM

BESI SERUMKURAN

G

KURAN

GN/↑ N/↑

KADAR

FERITIN↓ N/↑

ELEKTROFO

RESIS Hb

NORMA

L

NORM

AL

ABNORM

AL

SUMSUM

TULANG

RING

SIDEROBLA

ST

LO.4.8 Pencegahan

Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka diperlukan

suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa:

1. Pendidikan kesehatan

a. Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban dan perbaikan lingkungan kerja.

Misalnya, pemakaian alas kaki

b. Penyuluhan gizi, untuk mendorong konsumsi makananyang membantu absorpsi besi.

2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering didaerah

tropic

3. Suplementasi besi, terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita

4. Fortifikasi bahan makanan dengan besi

LO 4.9 Prognosis

Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respon

baik bila retikulosit naik pada minggu pertam, mencapai puncak pada hari ke 10 dan

normal lagi setelah hari ke 14 di ikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4

minggu. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu.

Jika respon terhadap teraphy tidak baik, maka perlu di pikirkan :

Pasien tidak patuh hingga obat yang di berikan tidak di minum

Dosis besi kurang

Masih ada perdarahan cukup banyak

Ada penyakit lain seperti penyakit kronik, keradangan menahun atau pada saat yang

sama ada defisiensi asam folat

Diagnosis defisinsi besi salah

Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009

DAFTAR PUSTAKA

Bunn dan Forget, Saunders (2002). Hemoglobin Synthesis. Diakses melalui: http://sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html, 25-10-2013, 01.15 am

Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009

Guyton 11th edition, 2006

Gambar 1 Sintesis heme Di akses melalui : Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html, 26-10-2013, 08.00

Hoffbrand AV, Petit TE, Moss PAH. Essential Haematology 4 th ed. London : Blackwell Scientific Publication. 2001; 1-97.

Kamus Kedokteran Dorland 31th edition, 2007

Lee GR, Iron Deficiency and Iron-Deficiency Anemia. In: Lee GR et al. (eds). Wintrobe’s clinical hematology. Philadelphia : Lee&Febiger. 1999: 979-1010

Made I Bakta (2003). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC

Psychologymania.com (2013). Fungsi Hemoglobin. Diakses melalui: http://www.psychologymania.com/, 26-10-2013, 05.33 am

Sadikin Muhamad, 2002, Biokimia Darah, widia medika, jakarta

Wintrobe’s clinical hematology 10th edition,1998, hantaran oksigen ke jaringan periferWintrobe’s clinical hematology 10th edition,1998