skenario 1 bioetika

33
LAPORAN DISKUSI TUTORIAL BLOK II BIOETIKA DAN HUMANIORA SKENARIO 1 TINJAUAN ASPEK ETIK KEDOKTERAN, HUKUM, AGAMA, DAN DISIPLIN DALAM MENGHADAPI KASUS ABORTUS Oleh Kelompok 12: Fiqih Faruz Romadhon (G0009084) David Kurniawan S. (G0009050) Ichsanul Amy Himawan (G0009104) Ahmad Afiyyudin (G0009008) Ariesta Permatasari (G0009028) Hanifah Astrid (G0009100) Fika Khulma S. (G0009082) Qonita S. Janani (G0009176) Muvida (G0009144) Gia Noor Pratami (G0009092) 1

description

LAPORAN DISKUSI TUTORIALBLOK II BIOETIKA DAN HUMANIORASKENARIO 1TINJAUAN ASPEK ETIK KEDOKTERAN, HUKUM, AGAMA, DAN DISIPLIN DALAM MENGHADAPI KASUS ABORTUSOlehKelompok 12:Fiqih Faruz Romadhon (G0009084)David Kurniawan S. (G0009050)Ichsanul Amy Himawan (G0009104)Ahmad Afiyyudin (G0009008)Ariesta Permatasari (G0009028)Dhiandra Dwi (G0009058) Hanifah Astrid (G0009100)Fika Khulma S. (G0009082)Qonita S. Janani (G0009176)Muvida (G0009144)Gia Noor Pratami (G0009092) Tutor: Fitriyah, Dra.PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET2009BAB I

Transcript of skenario 1 bioetika

Page 1: skenario 1 bioetika

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

BLOK II BIOETIKA DAN HUMANIORA

SKENARIO 1

TINJAUAN ASPEK ETIK KEDOKTERAN, HUKUM, AGAMA,

DAN DISIPLIN DALAM MENGHADAPI KASUS ABORTUS

Oleh

Kelompok 12:

Fiqih Faruz Romadhon (G0009084)

David Kurniawan S. (G0009050)

Ichsanul Amy Himawan (G0009104)

Ahmad Afiyyudin (G0009008)

Ariesta Permatasari (G0009028)

Dhiandra Dwi (G0009058)

Hanifah Astrid (G0009100)

Fika Khulma S. (G0009082)

Qonita S. Janani (G0009176)

Muvida (G0009144)

Gia Noor Pratami (G0009092)

Tutor: Fitriyah, Dra.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

1

Page 2: skenario 1 bioetika

2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aborsi merupakan pengeluaran hasil konsepsi secara prematur dari

uterus sebelum fetus dimungkinkan untuk hidup, yaitu fetus dengan berat

kurang dari 500 gram dan usia kurang dari 20 minggu (Dorland, 2006: 5-6).

Aborsi merupakan salah satu topik yang selalu hangat diperbincangkan

di berbagai kalangan masyarakat. Masih banyak tanggapan yang berbeda-

beda tentang aborsi. Para ahli agama, ahli kesehatan, ahli hukum, dan ahli

sosio-ekonomi memberikan pernyataan masing-masing, ada yang

mendukung, abstain, dan menolak.

Profesi dokter sering dihadapkan dengan masalah aborsi. Pengetahuan

dan ketrampilan menerapkan aspek etika, hukum, dan disiplin kedokteran

dalam perilaku seorang dokter menunjukkan kemampuan profesionalnya.

Dokter tidak hanya harus mampu dalam hal disiplin ilmu kedokteran saja,

tetapi juga harus mampu dengan tepat mempertimbangkan aspek etika dan

hukum di dalam menghadapi setiap kasus, termasuk ketika menghadapi kasus

aborsi.

Dalam skenario kali ini, kasus yang dihadapi adalah seorang anak

perempuan berumur 13 tahun yang duduk di kelas 1 SMP hamil hampir 1

bulan karena diperkosa. Korban mengalami depresi dan orangtua

menginginkan kehamilan digugurkan. Setelah berkonsultasi ke dokter, dokter

menyanggupi untuk melaksanakan praktik aborsi setelah mempertimbangkan

aspek profesionalisme. Namun, orangtua masih bingung karena menurut

mereka, agama dan hukum melarang aborsi.

Oleh karena itu, dalam laporan ini akan dibahas bagaimana aborsi

ditinjau dari sudut pandang kode etik kedokteran, sumpah dokter, segi

disiplin, hukum dan agama. Pemahaman tentang kasus aborsi sangat penting

2

Page 3: skenario 1 bioetika

bagi mahasiswa calon dokter agar dalam menghadapi profesinya sebagai

dokter nanti dapat bertindak secara profesional dalam menghadapi kasus-

kasus sulit.

B. Rumusan Masalah

1) Apa saja macam-macam aborsi?

2) Bagaimana aborsi dilihat dari sudut pandang sumpah dokter, kode etik

kedokteran, segi disiplin, agama dan hukum?

3) Bagaimanakah pengambilan keputusan yang tepat dalam menghadapi

kasus aborsi?

C. Tujuan

1) Mengetahui macam-macam aborsi.

2) Mengetahui aborsi dilihat dari aspek sumpah dokter, kode etik

kedokteran, segi disiplin, agama, dan hukum.

3) Mengetahui keputusan yang harus diambil dalam menghadapi kasus

aborsi.

D. Manfaat

1) Mampu menerapkan perilaku profesional dalam praktek kedokteran serta

mendukung kebijakan kesehatan khususnya dalam tindakan abortus.

2) Mampu mengenal alternatif dalam menghadapi pilihan etik yang sulit.

3) Mampu menunjukkan sikap yang sesuai dengan kode etik kedokteran.

4) Mampu memahami dan menerima tanggung jawab hukum, kode etik, dan

disiplin.

3

Page 4: skenario 1 bioetika

BAB II

STUDI PUSTAKA

A. Pengertian Aborsi

Definisi dari aborsi adalah adanya perdarahan dari dalam rahim

perempuan hamil di mana karena sesuatu sebab, maka kehamilan tersebut gugur

& keluar dari dalam rahim bersama dengan darah, atau berakhirnya suatu

kehamilan sebelum anak berusia 22 minggu atau belum dapat hidup di dunia luar.

Biasanya disertai dengan rasa sakit di perut bawah seperti diremas-remas & perih.

(Billy N. ,2008)

Aborsi bisa juga diartikan dengan berakhirnya suatu kehamilan (oleh

akibat-akibat tertentu ) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di

luar kandungan, dimana beratnya masih dibawah 500 gram atau sebelum usia

kehamilan 20 minggu. (BKKBN)

B. Macam-macam Aborsi

Aborsi dibagi menjadi aborsi spontan dan aborsi buatan. Aborsi spontan

adalah aborsi yang terjadi secara alamiah tanpa adanya upaya-upaya dari luar

untuk mengakhiri kehamilan misalnya akibat keadaan kondisi fisik yang turun,

ketidakseimbangan hormon didalam tubuh, kecelakaan, maupun sebab lainnya.

Terminologi yang paling sering digunakan untuk abortus spontan adalah

keguguran. Aborsi buatan adalah aborsi yang terjadi akibat adanya upaya-upaya

tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan. Aborsi buatan dibagi lagi menjadi

aborsi provokatus terapetikus (buatan legal) & aborsi provokatus kriminalis

(buatan ilegal). Aborsi provokatus terapetikus adalah pengguguran kandungan

yang dilakukan menurut syarat-syarat medis & cara yang dibenarkan oleh

peraturan perundangan, biasanya karena alasan medis untuk menyelamatkan

4

Page 5: skenario 1 bioetika

nyawa/mengobati ibu. Aborsi provokatus kriminalis adalah pengguguran

kandungan yang  tujuannya selain untuk menyelamatkan/mengobati ibu,

dilakukan oleh tenaga medis/non-medis yang tidak kompeten, serta tidak

memenuhi syarat & cara-cara yang dibenarkan oleh peraturan perundangan.

Biasanya di dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan. (Billy N.,

2008)

C. Aborsi dari Aspek Hukum di Indonesia

Dalam hukum di Indonesia, ketentuan yang mengatur masalah aborsi

terdapat dalam KUHP dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang

Kesehatan. Ketentuan di dalam KUHP yang mengatur masalah tindak pindana

aborsi terdapat di dalam Pasal 299, 346, 347, 348, dan 349.

Pasal 299 KUHP : Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang

perempuan atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau

ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat

digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau

denda paling banyak tiga ribu rupiah.

Pasal 346 KUHP : Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan

atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam

dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347 KUHP : (1)Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau

mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya, diancam

dengan pidana penjara paling lama duabelas tahun. (2)  Jika perbuatan itu

mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara

paling lama limabelas tahun.

Pasal 348 KUHP :(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau

mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya, diancam

dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam

dengan pidana penjara tujuh tahun.

5

Page 6: skenario 1 bioetika

Pasal 349 KUHP : Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu

melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan

salah satu kejahatan dalam pasal 347 & 348, maka pidana yang ditentukan

dalam pasal itu dapat ditambah untuk dengan sepertiga & dapat dicabut hak

untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

Pada UU no.23 tahun1992 pasal 15 : (1) Dalam keadaan darurat sebagai

upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan

medis tertentu.(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

hanya dapat dilakukan : a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan

diambilnya tindakan tertentu, b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian

& kewenangan untuk itu & dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta

berdasarkan pertimbangan tim ahli, c. Dengan persetujuan ibu hamil yang

bersangkutan atau suami atau keluarganya, d. Pada sarana kesehatan tertentu

(hukumkes, 2008).

D. Aborsi dari Aspek Agama

1. M enurut F atwa MUI

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005, tentang Aborsi

menetapkan ketentuan hukum Aborsi sebagai berikut :

1. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding

rahim ibu (nidasi).

2. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun

hajat. Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak

melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati.

Sedangkan Hajat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak

melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan

besar.

a. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan

aborsi adalah:

6

Page 7: skenario 1 bioetika

i. Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium

lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat

lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter.

ii. Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.

b. Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat

membolehkan aborsi adalah:

i. Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetik yang kalau

lahir kelak sulit disembuhkan.

ii. Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang

berwenang yang di dalamnya terdapat antara lain keluarga

korban, dokter, dan ulama.

c. Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan

sebelum janin berusia 40 hari.

3. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat

zina.

Dalam hukum Islam terdapat perbedaan pendapat tentang aborsi

sebelum ditiupkannya ruh. Dalam madzhab hanafi, misalnya ibn Abidin

membolehkan aborsi dengan alasan pembenar sampai habisnya bulan

keempat, demikian juga di kalangan madzhab Syafi’i, Muhammad Ramli

membolehkan dengan alas an belum adanya makhluk yang bernyawa. Sedang

pendapat yang melarang walaupun sebelum ditiupkannya ruh di antaranya

Imam Al Ghazali dan Imam Malik. (Ahmad Syafiuddin, 2002)

2. Menurut Alkitab

Alkitab tidak pernah secara khusus berbicara mengenai soal aborsi.

Namun demikian, ada banyak ajaran Alkitab yang membuat jelas apa

pandangan Allah mengenai aborsi. Yeremia 1:5 memberitahu kita bahwa

Allah mengenal kita sebelum Dia membentuk kita dalam kandungan.

Mazmur 139:13-16 berbicara mengenai peran aktif Allah dalam menciptakan

dan membentuk kita dalam rahim. Keluaran 21:22-25 memberikan hukuman

yang sama kepada orang yang mengakibatkan kematian seorang bayi yang

7

Page 8: skenario 1 bioetika

masih dalam kandungan dengan orang yang membunuh. Hal ini dengan jelas

mengindikasikan bahwa Allah memandang bayi dalam kandungan sebagai

manusia sama seperti orang dewasa. Bagi orang Kristen aborsi bukan hanya

sekedar soal hak perempuan untuk memilih. Aborsi juga berkenaan dengan

hidup matinya manusia yang diciptakan dalam rupa Allah (Kejadian 1:26-27;

9:6).

Argumen pertama yang selalu diangkat untuk menentang posisi orang

Kristen dalam hal aborsi adalah, “Bagaimana dengan kasus pemerkosaan

dan/atau hubungan seks antar saudara. Betapapun mengerikannya hamil

sebagai akibat pemerkosaan atau hubungan seks antar saudara, apakah

membunuh sang bayi adalah jawabannya? Dua kesalahan tidak menghasilkan

kebenaran. Anak yang lahir sebagai hasil pemerkosaan atau hubungan seks

antar saudara dapat saja diberikan untik diadopsi oleh keluarga yang tidak

mampu memperoleh anak – atau anak tsb dapat dibesarkan oleh ibunya.

Sekali lagi sang bayi tidak seharusnya dihukum karena perbuatan jahat

ayahnya.

Gereja Katholik memfatwa bahwa aborsi adalah tindakan pembunuhan.

Tak urung dua orang Paus melarang tindakan aborsi tersebut, yaitu Paus Pius

IX dan Paus Paulus Johanes yang secara tersurat melarang tindakan aborsi.

(Marike Helena Blofied, 2006)

3. Menurut agama Hindhu

Aborsi dengan alasan apapun tidak direstui karena pelakunya akan

terkena dosa pembunuhan. Hal ini ditegaskan dalam Lontar Yama Purana

Tattwa, bahwa mereka yang membunuh janin dalam kandungan dikutuk oleh

Bhatara Yama. Dalam ephos Mahabharata, Aswatama dikutuk oleh Bhatara

Kresna karena membunuh janin-janin keturunan Pendawa yang masih dalam

kandungan. Jadi dalam kasus Aborsi yang terkena dosa adalah : Ayah-Ibu

bayi, Dokter atau Balian yang membantu aborsi.

4. Menurut Agama Katholik

8

Page 9: skenario 1 bioetika

Gereja katholik, tak henti-hentinya mengutuk aborsi yang secara

langsung dan terencana mencabut nyawa bayi yang belum dilahirkan. Pada

prinsipnya, umat kristen katholik percaya bahwa semua kehidupan adalah

kudus sejak dari masa pembuahan hingga kematian yag wajar, dan karenanya

mengakhiri kehidupan manusia yang tidak bersalah, baik sesudah maupun

sebelum ia dilahirkan, merupakan kejahatan moral. Gereja mengajarkan, “

kehidupan manusia adalah kudus karena sejak awal ia membutuhkan

kekuasaan Allah pencipata dan untuk selama-lamanya tinggal dalam

hubungan khusus dengan penciptanya, tujuan satu-satunya. Hanya Allah

sajalah tuhan kehidupan sejak awal sampai akhir : tidak ada ada seorangpun

boeh berpretensi mempunyai hak, dalam keadaan manapun, untuk mengakhiri

secara langsung kehidupan manusia yang tidak bersalah. (Donum vitae,

2005).

5. Menurut agama Buddha

Dalam agama Buddha aborsi adalah suatu tindakan pengguguran

kandungan atau membunuh makhluk hidup yang sudah ada dalam rahim

seorang ibu. Agama Buddha menentang dan tidak menyetujui adanya

tindakan aborsi karena telah melanggar pancasila Buddhis, menyangkut sila

pertama yaitu panatipata.

E. Aborsi dari Aspek Kode Etik Kedokteran

Dalam pasal 7d : “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan

kewajiban melindungi hidup makhluk insani.”

Penjelasan :

Kadang-kadang dokter terpaksa harus melakukan operasi atau cara

pengobatan tertentu yang membahayakan. Hal ini dapat dilakukan asal tindakan

ini diambil setelah mempertimbangkan masak-masak bahwa tidak ada jalan/cara

lain untuk menyelamatkan jiwa selain pembedahan. Sebelum operasi dimulai,

perlu dibuat persetujuan tertulis lebih dahulu atau dari keluarga (informed

9

Page 10: skenario 1 bioetika

consent). Sesuai peraturan Menteri Kesehatan tentang Informed consent, batas

umur yang dapat memberi Informad consent adalah 18 tahun.

Tuhan Yang Maha Esa menciptakan seseorang yang pada suatu waktu

akan menemui ajalnya. Tidak seorang dokterpun, betapapun pintarnya akan dapat

mencegahnya.

Naluri yang terkuat pada setiap makhluk bernyawa, termasuk manusia

ialah mempertahankan hidupnya. Untuk itu manusia diberi akal, kemampuan

berpikir dan mengumpulkan pengalamannya, sehingga dapat mengembangkan

ilmu pengetahuan dan usaha untuk menghindarkan diri dari bahaya maut. Semua

usaha tersebut merupaka tugas seorang dokter. Ia harus berusaha memelihara dan

mempertahankan hidup makhluk insani. Ini berarti bahwa baik menurut agama,

Undang-Undang Negara, maupun etik Kedokteran, seorang dokter tidak

diperbolehkan :

a. Menggugurkan kandungan (abortus provocatus)

b. Mengakhiri hidup seorang pasien yang menurut Ilmu pengetahuan

tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia).

Keputusan untuk melakukan abortus therapeuticus harus dibuat oleh

sekurang-kurangnya dua dokter dengan persetujuan tertulis dan wanita hamil yang

bersangkutan, suaminya dan atau keluarganaya yang terdekat. Hendaknya

dilakukan dalam suatu rumah sakit yang mempunyai cukup sarana untuk

melakukannya.

F. Aborsi Dipandang dari Bunyi Sumpah Dokter

Pasal I : Sumpah/janji seorang dokter sebagai termaksud pada pasal 36

ayat (1) "Reglement op den Dienst van de Volksgezonheid" (Staatsblad 1882 No.

97), sebagaimana telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-undang No.

10 tahun 1951 (Lembaran-Negara tahun 1951 No.46) berbunyi sebagai berikut :

"Saya bersumpah/berjanji bahwa :

Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikekemanusiaan;

Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan bersusila,

sesuai dengan martabat pekerjaan saya;

10

Page 11: skenario 1 bioetika

Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur

jabatan kedokteran;

Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan

saya dan karena keilmuan saya sebagai Dokter;

Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan;

Dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita" saya akan berikhtiar

dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan

Keagamaan,

Kebangsaan, Kesukuan, Politik Kepartaian atau Kedudukan Sosial; Saya akan

memberikan kepada Guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima

kasih yang selayaknya;

Teman-sejawat saya akan saya perlakukan sebagai saudara kandung;

Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan;

Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan

Kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum

perikemanusiaan;

Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan

mempertaruhkan kehormatan diri saya".

11

Page 12: skenario 1 bioetika

BAB III

PEMBAHASAN

Dalam membahas kasus skenario dua, terdapat dua pendapat mengenai

boleh tidaknya dilakukan aborsi. Setiap pendapat memiliki alasan dan dasar yang

kuat mengenai pendapatnya.

Pendapat yang kontra (tidak setuju) terhadap dilakukannya aborsi adalah

berdasarkan pada:

1. Menurut sudut pandang Etika kedokteran.

Dalam pasal 7d disebutkan, ‘Setiap dokter harus senantiasa mengingat

akan kewajiban melindungi makhluk hidup insani’. Maka, dalam

praktiknya, dokter hendaknya melindungi setiap insan mulai dari dalam

kandungan. Seperti yang disebutkan dalam kajian pustaka sebelumnya,

aborsi hanya dapat dilakukan jika terdapat resiko kesehatan yang nantinya

akan membahayakan hidup ibunya. Sedangkan dalam kasus skenario satu,

alasan dilakukannya aborsi hanya berdasarkan atas depresi si anak dan

karena anak tersebut merupakan korban perkosaan.

Dalam penjelasan kode etik kedokteran pun , dokter harus berusaha

memelihara dan mempertahankan hidup makhluk insani. Ini berarti bahwa

baik menurut agama, Undang-undang Negara, maupun kode etika

kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan menggugurkan kandungan

(abortus provocatus). Keputusan untuk melakukan abotus provocatus pun

harus dibuat oleh sekurang-kurangnya dua dokter dengan persetujuan

tertulis dari wanita hamil yang bersangkutan, suaminya, dan atau

keluarganya yang terdekat. Sedangkan dalam kasus skenario satu,

keinginan aborsi merupakan keinginan orang tua, belum ada persetujuan

12

Page 13: skenario 1 bioetika

dari wanita yang bersangkutan, terlebih lagi dari sagi orangtua pun,

mereka masih ragu apakah ingin melakukan aborsi atau tidak

2. Menurut sudut pandang sumpah dokter.

Bunyi dari sumpah dokter salah satunya iyalah “Saya bersumpah/ berjanji

bahwa saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat

pembuahan”. Dari kalimat tersebut dengan jelas dapat disimpulkan bahwa

sebagai dokter berkewajiban menghormati insan sejak awal pembuahan

dalam rahim, dan tidak memiliki hak untuk menjadikannya gugur secara

sengaja baik sebelum 40 hari maupun sesudah 40 hari. Hal tersebut sama

saja tidak mencerminkan perikemanusiaan, karena dalam sumpah dokter

dikatakan bahwa seorang dokter bersumpah akan membaktikan hidupnya

guna kepentingan perikemanusiaan.

3. Menurut sudut pandang hukum

Dalam undang-undang KUHP, hukum di Indonesia tidak ada yang

melegalkan kasus aborsi. Hukum tentang aborsi tercantum pada pasal 299,

341 hingga pasal 349. Pada pasal 346 KUHP menegaskan bahwa seorang

wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau

menyuruh orang lain untuk itu, diancam penjara paling lama tujuh tahun.

Dalam pasal 347 dan 348, aborsi yang dilakukan baik dengan persetujuan

maupun tidak persetujuan tidak diizinkan, dan mendapat sanksi pidana

yang berat hingga tujuh tahun. Berdasarkan aturan dalam KUHP terlihat

jelas bahwa tindak aborsi merupakan tindak melanggar hukum, dengan

alasan apapun.

Dalam undang-undang yang lain, misalnya pada pasal 15 ayat 1

Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan

bahwa tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan

alasan apapun dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, agama,

13

Page 14: skenario 1 bioetika

kesusilaan dan norma kesopanan. Namun keadaan darurat dalam upaya

untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan

tindakan medis tertentu. Sedangkan apa yang dimaksud ‘tindakan medis

tertentu’ tidak dijelaskan dalam undang-undang tersebut. Sehingga

menimbulkan multiinterpretasi. Dalam penjelasan UU ayat 2 butir a,

indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan

diambil tindakan medis tertentu. Sebab, tanpa tindakan medis tertentu itu,

ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut. Sedangkan dalam skenario

ini, tidak disebutkan suatu gejala atau indikasi medis tertentu yang

membahayakan dalam diri korban perkosaan, dan hanya berupa masalah

psikologis. Sehingga sebenarnya masih ada cara lain untuk menyeleaikan

masalah ini tanpa melakukan aborsi. Selain itu, jika melakukan tindakan

medis tertentu, hal tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

mempunyai keahlian, dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan

atau suami atau keluarganya dan dilakukan pada sarana kesehatan tertentu.

(Jusuf Hanafiah, 1999). Sedangkan dalam skenario pun belum ada

koordinasi yang jelas antara ibu hamil dan orangtua yang masih bimbang

dengan tim dokter.

Di sisi lain, kebimbangan orangtua tersebut merupakan hal yang

wajar. Sebab, belum ada payung hukum yang jelas untuk melegalkan

tindak aborsi dengan dasar perkosaan. Mereka khawatir akan ikut terjerat

kasus hukum karena apabila aborsi dalam kasus ini tidak bisa dibenarkan,

maka sesuai KUHP, yang akan terkena hukuman tidak hanya tim dokter,

tetapi juga korban dan atau orang tuanya yang menyuruh untuk dilakukan

aborsi.

4. Menurut sudut pandang agama.

Dari aspek agama, sebagian besar agama melarang aborsi. Kristen,

Katolik, Hindu Buddha, dan Konghuchu melarang aborsi dengan alasan

apa pun. Dalam agama Islam bila alasannya karena indikasi medis yang

kuat di mana aborsi hanya satu-satunya jalan untuk menyelamatkan jiwa

14

Page 15: skenario 1 bioetika

ibu, sebagian besar ulama membolehkan karena dharurat, itupun masih

dibatasi waktu dan syarat lain. Sedangkan bila aborsi akibat perkosaan,

terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama, sebagian membolehkan

dengan syarat-syarat sangat ketat dan sebagian tidak memperbolehkan.

"Pada dasarnya hukum aborsi adalah haram, meskipun

keharamannya bertingkat-tingkat sesuai  dengan perkembangan

kehidupan janin." Pada usia empat puluh hari pertama tingkat

keharamannya paling ringan, bahkan kadang-kadang  boleh  digugurkan 

karena  udzur yang  muktabar  (akurat); dan setelah kandungan berusia

diatas empat puluh hari maka keharaman menggugurkannya semakin 

kuat, karena  itu  tidak  boleh digugurkan kecuali karena udzur yang lebih

kuat lagi menurut ukuran  yang  ditetapkan  ahli  fiqih. Keharaman  itu 

bertambah  kuat  dan  berlipat  ganda  setelah kehamilan berusia seratus

dua puluh  hari,  yang  oleh  hadits diistilahkan telah memasuki tahap

"peniupan ruh." Dalam  hal  ini  tidak  diperbolehkan 

menggugurkannya kecuali dalam  keadaan  benar-benar  sangat 

darurat,  dengan   syarat kedaruratan  yang  pasti, bukan sekadar

persangkaan. Maka jika sudah pasti, sesuatu yang diperbolehkan  karena 

darurat  itu harus diukur dengan kadar kedaruratannya. Maka bagi 

wanita  muslimah  yang  mendapatkan  cobaan  dengan musibah  

seperti  ini (perkosaan) hendaklah  memelihara  janin  tersebut --

sebab menurut syara' ia tidak menanggung  dosa--   dan  ia  tidak  dipaksa 

untuk menggugurkannya. (Qardhawi, 2006)

Syekhul  Islam  al-Hafizh  Ibnu  Hajar   didalam   Fathul-Bari

berkata "Dan terlepas dari hukum 'azl ialah hukum  wanita  menggunakan

obat  untuk  menggugurkan  (merusak)  nutfah  (embrio) sebelum

ditiupkannya  ruh.  Barangsiapa  yang   mengatakan   hal   ini

terlarang,  maka  itulah  yang  lebih  layak;  dan  orang yang

memperbolehkannya, maka hal itu dapat disamakan  dengan  'azl. Tetapi 

kedua  kasus  ini dapat juga dibedakan, bahwa tindakan perusakan nutfah

itu lebih berat, karena  'azl  itu  dilakukan sebelum  terjadinya  sebab 

15

Page 16: skenario 1 bioetika

(kehidupan),  sedangkan  perusakan nutfah  itu  dilakukan  setelah 

terjadinya  sebab   kehidupan (anak)." (Qardhawi, 2006)

Akan tetapi, bila kita telusuri lebih lanjut pendapat-pendapat asli

dari kitab-kitab yang ditulis ulama tersebut --bukan hanya dari situs-situs

di internet yang sebagian besar hanya kalimat redaksi, tidak

mencantumkan kalimat-kalimat asli dan ulasan-ulasan yang mendalam

dari ulama tersebut-- ulama-ulama yang memperbolehkan pun selain

memperbolehkannya dengan syarat-syarat sangat ketat, mereka juga lebih

menyukai bila tidak dilakukan aborsi kecuali bila benar-benar terpaksa

untuk menyelamatkan ibu, dan alasan yang diberikan oleh medis harus

benar-benar akurat, tidak sekedar prediksi dokter atau tim medis yang lain

karena hukum asal aborsi adalah haram (Qardhawi, ). Selain itu, Islam

juga mengenal istilah syubhat, yakni sesuatu yang diragukan status hukum

halal atau haramnya. Bila menjumpai hal yang syubhat, maka bagi umat

Islam, lebih baik menjauhinya (HR. Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).

Dalam skenario ini, alasan utama akan dilaksanakannya aborsi

adalah alasan psikologis yang dimungkinkan bisa berdampak buruk pada

kesehatan ibu, bukan karena suatu kondisi kesehatan yang sangat gawat,

sehingga hal ini sangat meragukan untuk dikatakan sebagai keadaan yang

darurat. Ditambah lagi hal tersebut barulah sebatas prediksi dari tim

dokter. Meskipun dalam tim sudah ada ahli agama, di mana tim setuju

untuk dilakukan aborsi (berarti ahli agama yang ada di skenario

membolehkan aborsi pada kasus tersebut) tidak bisa ditarik

kesimpulan sebagai pembolehan aborsi dari sisi agama. Apalagi orang

tua masih bingung untuk melakukan aborsi, di mana salah satu

ganjalannya adalah karena menurutnya agama tidak memperbolehkan.

Maka bisa jadi orang tua tersebut memiliki pendapat atau mengikuti

pemikiran ahli agama yang pendapatnya berbeda dari pendapat ahli agama

dalam tim. Hal ini sah-sah saja dan sangat biasa terjadi di dalam

masyarakat.

16

Page 17: skenario 1 bioetika

Lebih dari itu, kami melihat masih banyak cara-cara lain tanpa

harus mengorbankan keyakinan pasien (bahwa menurutnya agama

melarang aborsi) yang dapat digunakan untuk menyelamatkan nyawa ibu

dan mengembalikan kesehatan fisik serta mentalnya di samping juga bisa

menyelamatkan janin.

Kasus aborsi dalam skenario kali ini bisa juga diperbolehkan dengan alasan-

alasan sebagai berikut:

1. Gadis masih berusia 13 tahun. Berdasarkan hasil penelitian dari BKKBN,

apabila kehamilan di bawah 20 tahun bisa menimbulkan berbagai resiko

kehamilan. Ibu muda pada waktu hamil kurang memperhatikan kehamilannya

termasuk kontrol kehamilan. Selain itu, ibu muda pada waktu hamil sering

mengalami ketidakteraturan tekanan darah yang dapat berdampak pada

keracunan kehamilan serta kekejangan yang berakibat pada kematian yang

menyebabkan tingginya angka kematian ibu. Penelitian juga memperlihatkan

bahwa kehamilan usia muda (di bawah 20 tahun) sering kali berkaitan dengan

munculnya kanker rahim. Sebagaimana kita ketahui kanker rahim dapat

mengancam jiwa sehingga menimbulkan kematian. Semua resiko tersebut

mengindikasikan bahwa bila kehamilan tersebut dilanjutkan justru akan

mengancam jiwa ibu (adanya indikasi medis). Sebagaimana disebutkan dalam

UU no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dalam pasal 15 dijelaskan bahwa

tenaga kesehatan dapat melakukan tindakan medis dalam keadaan darurat

untuk menyelamatkan ibu atau janin atas pertimbangan tim ahli medis dan

dengan persetujuan ibu hamil dan keluarganya. Maka dalam kasus ini aborsi

diperbolehkan.

2. Dari segi agama Islam, fatwa MUI no. 4 tahun 2005 menyatakan bahwa

perempuan yang hamil akibat diperkosa boleh melakukan aborsi. Hal ini

dilandasi pemikiran munculnya kekhawatiran terhadap masa depan anak hasil

perkosaan. Di antaranya, kekhawatiran munculnya penderitaan yang akan

ditanggung anak tersebut. MUI juga menetapkan syarat bahwa aborsi hanya

diijinkan bila usia janin dalam kandungan masih belum mencapai 40 hari

17

Page 18: skenario 1 bioetika

karena dalam kurun waktu tersebut diyakini bahwa janin belum mempunyai

ruh. Karena dalam kasus ini umur kehamilan gadis belum mencapai 40 hari,

maka aborsi diperbolehkan, namun setelah ada keputusan dari sebuah tim

yang melibatkan pihak keluarga, dokter, dan ahli agama.

3. Korban dalam keadaan depresi. Apabila kehamilan dilanjutkan justru bisa

memperparah keadaan psikologi korban. Korban merasa belum siap

mempunyai anak dan tidak kuat menanggung malu akibat kehamilannya itu.

Korban juga akan sulit dalam memberikan kasih sayang yang tulus kepada

anak yang akan dilahirkannya nanti karena merupakan hasil kehamilan yang

tidak diinginkan, sehingga dapat menyebabkan masa depan anak

kemungkinan besar bisa terlantar. Selain itu, masa depan sang Ibu bisa saja

terputus karena belum tercapainya suatu kematangan mental dan sosial dalam

menanggung permasalahan yang sebenarnya belum dapat ditanggung oleh

gadis dalam usia 13 tahun. Sehingga, jalan keluar untuk mengurangi depresi

korban adalah dengan tindakan aborsi. Adapun sebelum dan setelah aborsi

korban akan didampingi oleh psikiater sehingga kondisi psikologis korban

tetap stabil dan tidak mengalami goncangan sehingga korban tidak terbebani

oleh aborsi tersebut.

4. Dokter telah berkerja dalam tim yang di mana di dalam tim tersebut terdiri

atas dokter, ahli agama, dan psikiater. Mereka memutuskan untuk melakukan

aborsi setelah mempertimbangkan aspek profesionalisme. Apabila tim sudah

mempertimbangkan seperti itu, maka keputusan yang diambil tim pasti sudah

memperhatikan dan menimbang dari aspek etika, hukum, dan disiplin

kedokteran dengan sebaik-baiknya. Sehingga, keputusan tim dokter untuk

melakukan aborsi dapat dipertimbangkan oleh keluarga sebagai jalan yang

terbaik bagi sang korban.

5. Dari segi Kode Etik Kedokteran Indonesia, menurut pasal 7c bahwa “Seorang

dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak

tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien”. Dalam hal

ini perlu digarisbawahi mengenai menghormati hak-hak pasien yang mana

meskipun orangtualah yang meminta adanya aborsi, tetapi perlu diingat

18

Page 19: skenario 1 bioetika

bahwa korban merupakan gadis SMP kelas 1 berusia 13 tahun dan belum

dapat menentukan keputusan yang tepat karena berdasarkan WHO usia 15-24

tahun merupakan dewasa muda (youth) dan penduduk muda (young people)

bagi mereka yang berusia 10-24 tahun. Oleh karena itu, keputusan berada di

tangan orangtua sepenuhnya dalam menentukan tindakan yang akan

dilakukan bagi sang korban dan anaknya. Dokter dalam hal ini berkewajiban

memberikan keterangan selengkapnya dan sebenarnya bagi orangtua bahwa

aborsi yang akan dilakukan telah dipertimbangkan secara matang bersama

ahli agama dan psikiater serta dengan mempertimbangkan aspek

profesionalisme bahwa aborsi merupakan keputusan yang terbaik bagi sang

korban.

6. Dalam skenario ini, menurut segi disiplin tidak ada masalah. Mengingat dari

segi disiplin, hal yang menjadi tolak ukur adalah bagaimana tindakan medis

yang diambil dilaksanakan sesuai dengan SOP nya atau tidak. Sehingga jika

akhirnya dilakukan tindak aborsi, selama hal itu dilakukan sesuai standar

operasional, maka hal tersebut tidak ada masalah.

Dalam melakukan aborsi perlu diperhatikan aspek-aspek berikut ini:

1. Adanya indikasi medis yang mana merupakan suatu kondisi yang benar-

benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu sebab tanpa adanya

tindakan medis tersebut Ibu hamil dan janinnya dapat terancam bahaya

maut.

2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan

untuk melakukannya, yaitu seorang dokter terutama dalam hal ini dokter

ahli kebidanan dan penyakit kandungan.

3. Adanya persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau

keluarganya.

4. Dilakukan dengan sarana dan prasarana lengkap yang mana sesuai dengan

prosedur sehingga dapat menjaga keselamatan sang Ibu.

Terlepas dari pro ataupun kontra dalam pelaksaan tindak aborsi ini, saat ini

belum dapat diputuskan secara pasti mengingat bahwa dalam menentukan suatu

19

Page 20: skenario 1 bioetika

keputusan, harus ditinjau pula keadaan pasiennya, serta mempertimbangkan hasil

inform consent (kontrak persetujuan) dari pihak keluarga untuk menyatakan

persetujuan atas tindakan medis tertentu.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Adanya pro dan kontra dalam pengambilan keputusan tindakan aborsi di

skenario ini dikarenakan perbedaan pandangan dalam melihat berbagai

aspek, baik hukum, agama dan kode etik kedokteran.

2. Hasil keputusan tim dokter seharusnya menunggu kepastian dari orang

tua yang bersangkutan, karena dalam kasus aborsi, dikatakan bahwa

tanpa persetujuan orang tua, aborsi tidak dapat dilakukan apapun

alasannya. Sehingga dalam hal ini belum dapat diputuskan akan

dilakukan aborsi atau tidak, mengingat belum ada keputusan pasti dari

orangtua.

B. Saran

1. Sebagai seorang dokter, dalam memutuskan suatu kasus, hendaknya

mempertimbangkan tidak hanya dari segi disiplin ilmu saja, tetapi juga

dari segi kode etik, hukum, agama dan sumpah dokter, Sehingga

keputusan yang diambil merupakan integrasi antar aspek-aspek tersebut.

2. Dalam memutuskan suatu kasus pun, dokter tidak hanya melihat dari

keadaan fisik dan medis pasien, tetapi juga mempertimbangkan keadaan

psikologis, serta meminta persetujuan (inform consent) dari pasien dalam

setiap menetukan suatu tindakan., dan melakukan koordinasi yang baik

antar tim medis sendiri (dokter, perawat, psikiater, ahli agama, dan lan-

lain).

20

Page 21: skenario 1 bioetika

3. Dalam kasus ini, tidak ada undang-undang dan dasar hukum yang jelas

yang mengatur tentang hukum aborsi pada anak dibawah umur yang

diperkosa sehingga perlu dirancang undang-undang mengenai aborsi

akibat perkosaan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Hukum dan Aborsi. http: // www.a borsi.org . (13 Oktober 2009)

Billy N. 2008. Aborsi Menurut Hukum di Indonesia.http://www.hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/aborsi-menurut-hukum-di-indonesia/ (13 Oktober 2009).

BKKBN. 2005. Tanya Jawab Kesehatan Reproduksi Remaja.http://www.bkkbn.go.id. (14 Oktober 2009).

Blofied, Marike Helena. 2006. The politics of Moral Sin. Kansas: Rodledge.

Hanafiah, M. Jusuf dan Amri Amir. 1999. Reproduksi Manusia. Dalam: Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC, p.94-96.

______. 1999. Lafal Sumpah Dokter. Dalam: Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC, p.8-10.

Hanafiah, M. Jusuf. 1999. Seminar etika Profesi dalam Kesehatan Reproduksi, Semarang : Pertemuan Ilmiah Tahunan Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (PIT-POGI XI)

Idris, Fahmi. 2009. Kontroversi Aborsi.http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2009/03/04/brk,20090304-163103,id.html. (11 Oktober 2009)

MKEK IDI. 2004. Kode Etik Kedokteran dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia.http://library.usu.ac.id. (11 Oktober 2009).

Moeljatno. 2003. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Jakarta: Bumi Aksara. p.94-98

PPI India. 2005. MUI Izinkan Aborsi Akibat Perkosaan.http://www.republika.co.id/detail.asp?katakunci=aborsi&id=215416. (14 Oktober 2009).

21

Page 22: skenario 1 bioetika

Qardhawi, Yusuf. 2006. Resiko bila memilih aborsi. Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jakarta: Gema Insani Press. Diambil dari: http://dokteriwanmenjawab.blogspot.com/2007/08/resiko-bila-memilih-aborsi.html . (14 Oktober 2009)

Shalih, Syaikh. 2009. Panduan Fiqih Praktis bagi Wanita. Jakarta: Pustaka Sumayyah.

22