skenario 1

9
Xerostomia ( Mulut Kering ) Xerostomia merupakan simtom bukan suatu penyakit, keadaan ini berhubungan dengan kekurangannya sekresi saliva ( air ludah ) mengakibatkan sukar mengunyah, menelan makanan,rasa sakit pada mukosa mulut, lidah tampak merah, gangguan pengecapan, kesulitan berbicara serta perubahan dalam mikroflora mulut Xerostomia terjadi akibat adanya beberapa penyakit, sistemik pemakaian obat – obatan gangguan kelenjar saliva, perubahan usia, pemakaian gigi tiruan, bernafas melalui mulut Xerostomia dapat bersifat akut atau kronis, sementara atau permanen dapat disebabkan karena : 1. Kesehatan umum yang menurun . Kesehatan umum yang menurun dapat menyebabkan gangguan dalam pengaturan air dan Elektrolit sehingga berkurang saliva, selain dari itu terjadi dehidrasi, panas,demam,keringat berlebihan, 2. Penyakit lokal pada kelenjar saliva ( kelenjar ludah ) Penyakit lokal yang mempengaruhi kelenjar saliva dan yang menyebabkan berkurangnya aliran saliva misalnya sialadenitis kronis yang dapat mempengaruhi kelenjar ludah 3. Radioterapi pada daerah kepala dan leher Terapi radiasi pada daerah kepala dan leher dapat mengakibatkan rusak nya struktur kelenjar ludah disebabkan dosis radiasi yang cukup tinggi. Pemberian dosis radiasi di bawah 20 GY dapat mengakibatkan dis fungsi saliva, sedangkan dosis di atas 52 GY (satuan dalam radiasi) dapat menyebabkan berkuranganya saliva (ludah) secara permanen. Pada penderita kangker pemberian dosis radiasi sebesar 60-70 GY dapat mengakibatkan berkurangnya saliva dengan cepat pada minggu partama pemberian radiasi. Penggunaan obat – obatan. Xerostomia dapat di timbulkan sebagai efek samping obat-obatan yang di gunakan untuk perawatan suatu penyakit terutama pemakaian obat-obatan yang bermacam - macam dengan penyakit yang kompleks, hal ini sering terjadi pada usia lanjut. Faktor psikis Di sebabkan karena ada gangguan emosional seperti. Stres , depresi , putus asa , dan ada rasa takut sehingga dapat mempengaruhi aliran saliava. 6. Faktor usia Proses penuaan akan menyebabkan terjadinya perubahan fungsi kelenjar saliva (ludah) karena hormon – hormon di dalam tubuh sudah mengalami penurunan / kemunduran, maka mudah sekali xerostomia terjadi pada orang usia lanjut khusus nya pada wanita lanjut usia. Wanita menupause Pada wanita menupause terjadinya perubahan kelenjar saliva (ludah) karena perubahan hormon. 8. Bernapas melalui mulut Karena adanya penyakit – penyakit infeksi pernapasan seperti. Polip , tonsil yang membesar atau adanya penyumbatan pada hidung atau individu yang tidur dengan keadaan mulut terbuka. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui xerostomia dengan anemesa ( Tanya jawab terhadap pasien ) untuk dapat menegakan diagnosa pemeriksa klinis dalam mulut pasien. Terapi yang di lakukan pada penderita xerostomia adalah mengembalikan keseimbangan jumlah dalam mulut dengan pemberian larutan sodium bicarbonate 5% mengkonsumsi permen karet bebas gula , minum air putih. Referensi: 1. Greenbreg M.S : An update of the etiologi and mamangement of xerostomia j.oral medicine, vol . 97 . 2004,mosby, st . louis hal . 28 – 30. 2. Hasibuan,S.sasanti H : Xerostomia, factor etiologi , etiologi penangulangan. Jurnal kedokteran gigi Univasitas Indonesia , vol . 7 . 2000, hal 242 – 247. 3. Amerogen , A.V.N : Ludah dan kelenjar ludah 2 nd ed Gajah Mada Universitas press . 1991. Hal 196 -200 4. Isidura K.S : Xetostomia pada suatu kekompok lansia pria. Majalah kedokteran gigi Universitas Airlangga, Surabaya , 2003 , hal. 246 – 247. 5. Pradono , S . A , setiowati,T : Keluhan mulut kering pada lansia . jurnal kedokteran gigi Universitas Indonesia , vol 7 . 1997 , hal. 604. Definisi Xerostomia adalah keluhan berupa adanya rasa kering dalam rongga mulutnya akibat adanya penurunan produksi saliva (hiposalivasi) atau perubahan komposisi saliva. Apabila terjadi kelainan pada kelenjar saliva mayor dan minor dapat menimbulkan penyakit xerostomia. Air liur yang sering disebut saliva berasal dari kelenjar-kelenjar saliva yang terdapat di rongga mulut. Kelenjar saliva terdiri atas kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari 3 pasang kelenjar yaitu kelenjar saliva parotis, submandibularis, dan sublingualis yang terletak di sekitar daerah leher. Sedangkan kelenjar saliva minor tersebar di seluruh mukosa mulut. (Lewis 1998) Etiologi Banyak orang mengeluh mulutnya kering walaupun kelenjar saliva mereka berfungsi dengan normal. Xerostomia sejati dapat disebabkan oleh penyakit kelenjar saliva primer atau manifestasi sekunder dari suatu kelainan sistemik atau terapi obat. (Lewis 1998)

Transcript of skenario 1

Page 1: skenario 1

Xerostomia ( Mulut Kering )

Xerostomia merupakan simtom bukan suatu penyakit, keadaan ini berhubungan dengan kekurangannya sekresi saliva ( air ludah ) mengakibatkan sukar mengunyah, menelan makanan,rasa sakit pada mukosa mulut, lidah tampak merah, gangguan pengecapan, kesulitan berbicara serta perubahan dalam mikroflora mulut

Xerostomia terjadi akibat adanya beberapa penyakit, sistemik pemakaian obat – obatan gangguan kelenjar saliva, perubahan usia, pemakaian gigi tiruan, bernafas melalui mulut

Xerostomia dapat bersifat akut atau kronis, sementara atau permanen dapat disebabkan karena :

1. Kesehatan umum yang menurun .

Kesehatan umum yang menurun dapat menyebabkan gangguan dalam pengaturan air dan Elektrolit sehingga berkurang saliva, selain dari itu terjadi dehidrasi, panas,demam,keringat berlebihan,

2. Penyakit lokal pada kelenjar saliva ( kelenjar ludah )

Penyakit lokal yang mempengaruhi kelenjar saliva dan yang menyebabkan berkurangnya aliran saliva misalnya sialadenitis kronis yang dapat mempengaruhi kelenjar ludah

3. Radioterapi pada daerah kepala dan leher

Terapi radiasi pada daerah kepala dan leher dapat mengakibatkan rusak nya struktur kelenjar ludah disebabkan dosis radiasi yang cukup tinggi. Pemberian dosis radiasi di bawah 20 GY dapat mengakibatkan dis fungsi saliva, sedangkan dosis di atas 52 GY (satuan dalam radiasi) dapat menyebabkan berkuranganya saliva (ludah) secara permanen. Pada penderita kangker pemberian dosis radiasi sebesar 60-70 GY dapat mengakibatkan berkurangnya saliva dengan cepat pada minggu partama pemberian radiasi.

Penggunaan obat – obatan.

Xerostomia dapat di timbulkan sebagai efek samping obat-obatan yang di gunakan untuk perawatan suatu penyakit terutama pemakaian obat-obatan yang bermacam - macam dengan penyakit yang kompleks, hal ini sering terjadi pada usia lanjut.

Faktor psikis

Di sebabkan karena ada gangguan emosional seperti. Stres , depresi , putus asa , dan ada rasa takut sehingga dapat mempengaruhi aliran saliava.

6. Faktor usia

Proses penuaan akan menyebabkan terjadinya perubahan fungsi kelenjar saliva (ludah) karena hormon – hormon di dalam tubuh sudah mengalami penurunan / kemunduran, maka mudah sekali xerostomia terjadi pada orang usia lanjut khusus nya pada wanita lanjut usia.

Wanita menupause

Pada wanita menupause terjadinya perubahan kelenjar saliva (ludah) karena perubahan hormon.

8. Bernapas melalui mulut

Karena adanya penyakit – penyakit infeksi pernapasan seperti. Polip , tonsil yang membesar atau adanya penyumbatan pada hidung atau individu yang tidur dengan keadaan mulut terbuka.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui xerostomia dengan anemesa ( Tanya jawab terhadap pasien ) untuk dapat menegakan diagnosa pemeriksa klinis dalam mulut pasien.

Terapi yang di lakukan pada penderita xerostomia adalah mengembalikan keseimbangan jumlah dalam mulut dengan pemberian larutan sodium bicarbonate 5% mengkonsumsi permen karet bebas gula , minum air putih.

Referensi:

1. Greenbreg M.S : An update of the etiologi and mamangement of xerostomia j.oral medicine, vol . 97 . 2004,mosby, st . louis hal . 28 – 30.

2. Hasibuan,S.sasanti H : Xerostomia, factor etiologi , etiologi penangulangan. Jurnal kedokteran gigi Univasitas Indonesia , vol . 7 . 2000, hal 242 – 247.

3. Amerogen , A.V.N : Ludah dan kelenjar ludah 2 nd ed Gajah Mada Universitas press . 1991. Hal 196 -200

4. Isidura K.S : Xetostomia pada suatu kekompok lansia pria. Majalah kedokteran gigi Universitas Airlangga, Surabaya , 2003 , hal. 246 – 247.

5. Pradono , S . A , setiowati,T : Keluhan mulut kering pada lansia . jurnal kedokteran gigi Universitas Indonesia , vol 7 . 1997 , hal. 604.

Definisi

Xerostomia adalah keluhan berupa adanya rasa kering dalam rongga mulutnya akibat adanya penurunan produksi saliva (hiposalivasi) atau perubahan komposisi saliva. Apabila terjadi kelainan pada kelenjar saliva mayor dan minor dapat menimbulkan penyakit xerostomia. Air liur yang sering disebut saliva berasal dari kelenjar-kelenjar saliva yang terdapat di rongga mulut. Kelenjar saliva terdiri atas kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari 3 pasang kelenjar yaitu kelenjar saliva parotis, submandibularis, dan sublingualis yang terletak di sekitar daerah leher. Sedangkan kelenjar saliva minor tersebar di seluruh mukosa mulut. (Lewis 1998)

Etiologi

Banyak orang mengeluh mulutnya kering walaupun kelenjar saliva mereka berfungsi dengan normal. Xerostomia sejati dapat disebabkan oleh penyakit kelenjar saliva primer atau manifestasi sekunder dari suatu kelainan sistemik atau terapi obat. (Lewis 1998)

Xerostomia terjadi ketika jumlah air liur yang menggenangi selaput lendir mulut berkurang. Output air liur diperkirakan satu liter per hari. Kekurangan air liur atau kekeringan oral dapat dipercepat oleh dehidrasi mukosa oral yang terjadi saat output oleh kelenjar saliva mayor, kelenjar saliva minor dan lapisan air liur yang menutupi mukosa oral berkurang. (Guggenheimer 2003)

Xerostomia juga sering terjadi akibat penurunan volume atau perubahan komposisi saliva (menjadi pekat, penurunan pH dan kehilangan komponen organik–inorganik). Ada beberapa penyebab xerostomia seperti bernapas melalui mulut (False dry mouth), dehidrasi, kandidiasis oral, febris, infiltrasi pada kelenjar saliva, hiperkalsemia, radioterapi kepala leher. Penyebab lain : seperti depresi (False dry mouth), diabetes mellitus, diabetes insipidus, hipotiroidisme. (Indriyani 2010)

Penyebab paling lazim xerostomia adalah obat. Lebih dari 400 obat yang pada umumnya digunakan dapat menyebabkan xerostomia. Jenis obat yang dapat menyebabkan xerostomia antara lain seperti antihipertensi, antihistamin, antidepresan, antikolinergik, anorexiants, antipsikotik, agen anti-Parkinson, diuretik dan obat penenang. Pasien yang mengeluh xerostomia harus diwawancarai dan obat-obatan yang mereka pakai harus ditinjau ulang seperti dengan mengubah obat atau dosis untuk memberikan peningkatan aliran saliva. (University of Montana 2010)

Page 2: skenario 1

Patogenesis

Saliva diproduksi oleh kelenjar parotis, submandibularis , sublingualis serta ratusan kelenjar saliva minor yang terdistribusi di seluruh bagian rongga mulut. Setiap harinya kelenjar-kelenjar saliva ini diperkirakan menghasilan 1 liter/hari, flow rate dapat fluktuatif hingga 50% sesuai ritme diurnal (Guggenheimer, 2003).

Sistem syaraf simpatik dan parasimpatik menginervasi kelenjar saliva. Parasimpatis menginervasi lebih banyak pada “watery secretion” dan saraf simpatik lebih banyak menginervasi “viscous saliva”. Sensasi mulut kering seperti halnya yang dirasakan pada saat stress yang akut yang disebabkan adanya perubahan komposisi saliva pada saat ini stimulasi saraf simpatis lebih dominan selama periode ini. Selain itu gejala mulut kering ini juga disebabkan oleh dehidrasi mukosa rongga mulut dimana output kelenjar saliva minor dan mayor menurun serta lapisan saliva yang melapisis mukosa oral berkurang (Guggenheimer, 2003).

Mekanisme patogenesis antara DM dan perubahan fungsi kelenjar saliva hingga saat ini belum jelas. Dehidrasi sebagai hasil dari hiperglikemia yang lama sebagai konsekwensi dari poliuria merupakan penyebab utama xerostomia dan hipofungsi kelenjar saliva pada pasien DM. Dehidrasi saja tidak dapat menyebabkan perubahan fungsi kelenjar saliva. Infiltrat limfositik yang terlihat pada jaringan kelenjar saliva labial mengindikasikan bahwa jaringan kelenjar saliva merupakan target suatu proses autoimun yang sama dengan sel- pancreas (Vernillo, 2003; Pedersen, 2004; Greenberg, 2003).

Degenerasi yang terus menerus pada jaringan kelenjar saliva akan menyebabkan 10-25% terjadinya hipofungsi dan gangguan komposisi saliva. DM tipe I dan II dapat menyebabkan pembesaran bilateral yang asimtomatik pada kelenjar parotis dan kadang-kadang kelenjar submandibularis yang biasa disebut sialosis diabeti (Pedersen, 2004).

Terdapat 2 hal yang sering merupakan komplikasi degeneratif DM yaitu otonomik neuropati dan mikroangiopati yang menyebabkan terjadinya gangguan struktural pada jaringan kelenjar saliva dan kemudian terjadi hipofungsi pada kelenjar ini serta dipengaruhi inervasi otonomik dan mikrosirkulasi pada jaringan kelenjar. Pasien dengan neuropati diabetik dilaporkan mengalami peningkatan dan penurunan flow saliva. Tidak ada konsensus pada hubungan antara DM dan disfungsi kelenjar saliva. Xerostomia dan hipofungsi kelenjar saliva sering dilaporkan berhubungan penyakit DM dimana terjadi kontrol metabolik yang buruk (Pedersen, 2004).

Manifestasi klinis

Penurunan saliva akan menyebabkan keluhan mulut kering, rasa terbakar atau rasa sakit serta adanya sensasi hilangnya indra pengecap. Manifestasi lainnya kemungkinan adalah peningkatan keinginan untuk minum air saat menelan. Kesulitan penelanan ini meningkat saat digunakan untuk mekan makanan kering. Pada kondisi awal secara klinis xerostomia secara klinis didahului perubahan-perubahan nyata pada mukosa rongga mulut atau penurunan fungsi kelenjar saliva. Selama proses xerostomia , pemeriksaan pada rongga mulut dapat terluhat juga erythematous pebbled, cobblestoned or fissured tongue dan atropi papila filiformis. Jaringan rongga mulut terlihat kemerahan seperti terbakar akan menimbulkan finger’s adhering.

Palpasi eksternal pada kelenjar parotis dan submandibularis dengan menempatkan kapas swab kering akan nampak gangguan pembukaan duktus dan tidak tampak adanya aliran saliva dari duktus tersebut. Pada geligi nampak peningkatan tendensi terjadinya karies dan terjadi ketidaknyamanan penggunaan denture serta hilangnya retensi. Kondisi ini juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi pada rongga mulut dan orofaring serta candidiasis dan keilitis. (Guggenheimer, 2003). Hiposalivasi dan perubahan komposisi saliva berhubungan dengan peningkatan terjadinya infeksi rongga mulut, gangguan kesembuhan luka dan peningkatan karies gigi (Perseden, 2004), atropik cracking pada mukosa, mukositis, ulserasi, diskwamasi dan inflamasi (Vernillo, 2003).

DIAGNOSA

Diagnosa untuk mengetahui terjadinya xerostomia terdiri atas beberapa tahapan:

1. Keluhan utama pasien dan riwayat penyakit.

Sebagian besar pasien yang datang dengan keluhan mulut kering, tetapi untuk pasien dengan xerostomia yang asimtomatik pertanyaan-pertanyaan tertentu dapat membantu diagnosa, misalnya:

a. Apakah saliva dalam mulut anda terasa sangat sedikit, terlalu banyak atau anda tidak memperhatikannya?

b. Apakah anda mengalami kesulitan menelan?

c. Apakah mulut anda tersa kering ketika makan makanan?

d. Apakah anda perlu menghisap air jika akan menelan makanan kering?

Jawaban”ya” untuk poin “a” pada jawaban “terlalu sedikit” mengindikasikan adanya penurunan unstimulated saliva. Jawaban “ya” pada 3 poin berikutnya menunjukkan penurunan stimulated saliva.

Untuk pasien simtomatik seorang dokter gigi dapat menggunakan metode Visual Analogue Scale (VAS) yang dapat menggambarkan keparahan seorang pasien ketika datang dan untuk mengevaluasi respon pasien setelah terapi. Metode ini seringkali digunakan oleh para klinisi untuk pemeriksaan nyeri pada pasien tetapi dapat juga digunakan untuk pemeriksaan saliva (Navazesh, 2003).

2. Riwayat kesehatan

Walaupun riwayat kesehatan pasien telah banyak tercatat pada rekam medis tetapi evaluasi fungsi kelenjar saliva jarang dilakukan kecuali pasien mengeluh adanyanya gejala tertentu. Sekresi saliva dipengaruhi oleh kondisi, keparahan, jumlah dan variasi durasi kelainan-kelainan medis dan pengobatan (Navazesh, 2003).

Pada pasien dengan DM, tentu saja memerlukan pemeriksaan glukosa darah untuk mendiagnosa kelainan ini. Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan glukosa darah dantidak cukup hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Uji diagnostik DM dilakukan pada individu yang menunjukkan gejala/tanda DM (Alim, C, 2007).

Gejala klinis DM adalah: poliuria, polidipsi dan penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya (trias) (Hernawan, I, 2006) dan Kadar gula darah sewaktu lebih besar dari 200 mg/dL sudah cukup menegakkan diagnosa DM. Sekurang-kurangnya diperlukan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dua kali abnormal pada waktu yang berbeda atau dua hasil abnormal pada waktu yang sama. Bila hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu meragukan maka untuk konfirmasi diagnosa DM perlu dilakukan Tes Toleransi Glukosa Oral (Alim, C, 2007).

Kadar glukosa darah puasa semalam (lebih dari 10 jam), dimana kadar normal kadarnya 70/80 – 100/120 mg/dL. Kadar glukosa darah puasa yang tinggi menunjukkan bahwa produksi insulin tidak cukup walaupun hanyak untuk kebutuhan basal. Kadar glukosa darah puasa pada penderita diabetes melitus di atas 120 – 130 mg/dL (Alim, C , 2007). Kadar glukosa darah post-Prandial (PP) yaitu Kadar glukosa darah sesudah makan atau pemberian glukosa dalam jumlah tertentu (seperti TTGO) disebut kadar glukosa darah post-prandial. Dasar pemeriksaan ini adalah pada orang normal setelah makan atau minum larutan glukosa dalam jumlah tertentu, kadar glkosa darahnya akan naik dan mencapai puncaknya setelah kira-kira satu jam PP, kemudian turun sehingga kadarnya pada dua jam PP mendekati kadar glukosa darah puasa. Pada penderita DM kenaikan kadar glukosa menetap dan lambat sekali atau sulit kembali normal. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan cara oral dan intra vena (Alim, C, 2007).

3. Pemeriksaan klinis

Meliputi pemeriksaan pasien secara menyeluruh yitu pemeriksaan kelenjar saliva, jaringan lunak dan jaringan keras rongga mulut. Pemeriksaan kelenjar saliva meliputi segala sesuatu yang ditemukan misalnya pembesaran, tenderness, berkurangnya saliva, kontaminasi saliva (pus atau darah) saat palpasi. Pemeriksaan jaringan lunak meliputi “kondisi kering” , keadaan yang mengering, atropi, fisur, lobulated dan perubahan warna mukosa. Dokter gigi dapat menggunakan tongue blade untuk melihat kekeringan mukosa, jika alat melekat pada mukosa berarti terjadi penurunan sekresi saliva. Pemeriksaan jaringan keras meliputi

Page 3: skenario 1

pemeriksaan geligi yang karies, tingkat keparahannya dan rekurensinya (Guggenheimer, 2003).

4. Pemeriksaan lanjutan

Sebagai pemeriksaan lanjutan dapat dengan melakukan pemeriksaan tunggal atau kombinasi untuk mendapatkan final diagnosa. Pemeriksaan meliputi sialometri, serologi, mikrobial, histologi dan imaging.

a. Pemeriksaam sialometri

Pengumpulan ”whole saliva” lebih mudah dilakukan, dapat dilakukan pada saat istirahat (unstimulated / resting), dan pada saat pasien melakukan pengunyahan/aktivitas (stimulated). Unstimulated saliva normal adalah 0,1-0,2 ml/menit (gr/menit) dan stimulated saliva adalah 0,7 ml/menit (gr/menit).

Unstimulated saliva dilakukan pada pasien yang telah mengistirahatkan rongga mulutnya minimal 90 menit, duduk tegak lurus dengan kepala sedikit miring ke depan, pada situasi yang hening, mata tetap terbuka, kemudian melakukan gerakan pengunyahan awal, saliva ditampung setiap 5 menit sekali melalui corong ke dalam gelas ukur.

Stimulated saliva dilakukan pada pasien yang terlebih dahulu mengunyah permen karet selama ± 45 menit, kemudian pasien menampung salivanya setiap menit selama 5 menit (Navazesh, 2003).

b. Biopsi kelenjar saliva minor

Perubahan histopatologi pada kelenjar saliva mayor dan minor menggambarkan adanya pengaruh kondisi lokal atau sistemik yang mempengaruhi sekresi kelenjar saliva. Tempat yang paling sering dilakukan biopsi ini adalah pada bibir bawah. Pemeriksaan ini biasanya untuk melihat kluster limfosit (>> 50 limfosit pada 4×4 mm) yang didiagnosa sebagai sjogren syndrome, sehingga dapat dibedakan untuk mendiagnosa xerostomia karena penyebab lain (Navazesh, 2003).

TERAPI

Pendekatan umum terapi pasien hiposalivasi dan xerostomia adalah terapi paliatif yang berfungsi untuk mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi oral (Guggenheimer, 2003). Terapi rehidrasi terutama untuk pasien DM, stimulasi kelenjar saliva (masticatory, gustatory, pharmacotherapeutic), saliva buatan, antimikrobial dan terapi fluor merupakan terapi yang dapat direkomendasikan (Navazesh, 2003)

Beberapa produk yang dapat digunakan pada pasien xerostomia misalnya saliva buatan, beberapa formulasi seperti obat kumur, aerosol, permen karet dan dentifrices yang juga dapat memicu sekresi saliva. Agen kolinergik yang menstimulasi reseptor asetilkolin kelenjar saliva mayor, yaitu obat-obat parasimpatomimetik misalnya pilocarpin hidrochloride walaupun pasien mengeluh kurang nyaman dengan pemakain obat ini.Jika penanganan secara medis belum juga memberikan respon yang baik ada baiknya disarankan memnggunakan terapi alternatif seperti akupuntur (Guggenheimer, 2003).

Pasien dengan gejala sistemik sebaiknya diberikan penanganan sesuai kelainan yang dideritanya. Seorang pasien dengan DM (tipe 1 dan 2) seharusnya mendapatkan pengobatan DM dengan baik sehingga kontrol metaboliknya menjadi lebih baik, sehingga diharapkan akan memperbaiki kondisi xerostomia yang dialaminya.

Terapi insulin merupakan terapi utama untuk pasien dengan DM tipe 1. Terdapat banyak metodem pemggunaan terapi insulin yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien tatapi secara umum merupakan injeksi subkutan (Kinambi, 2008), pemberian Preparat amylin komersial (pramlintide) dan Oral Hypoglicemic Agent (OHA) adalah terapi garis pertama yang digunakan untuk pasien dengan DM tipe 2, dan berfungsi untuk meningkatkan sekresi insulin pancreas dan kerja insulin (insulin action) (Kinambi, 2008).

Pengertian dan fungsi saliva

Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut “salivia” (ludah atau air liur). Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 – 12 minggu) sebagai invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan jaringan asinar. Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh jaringan rongga mulut. Pengeluaran air ludah pada orang dewasa berkisar antara 0,3-0,4 ml/menit sedangkan apabila distimulasi, banyaknya air ludah normal adalah 1-2 ml/menit. Menurunnya pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan jumlah air ludah yang kurang menunjukkan adanya resiko terjadinya karies yang tinggi. Dan meningkatnya pH air ludah (basa) akan mengakibatkan pembentukan karang gigi.

Ludah diproduksi secara berkala dan susunannya sangat tergantung pada umur, jenis kelamin, makanan saat itu, intensitas dan lamanya rangsangan, kondisi biologis, penyakit tertentu dan obat-obatan. Manusia memproduksi sebanyak 1000-1500 cc air ludah dalam 24 jam, yang umumnya terdiri dari 99,5% air dan 0,5 % lagi terdiri dari garam-garam , zat organik dan zat anorganik. Unsur-unsur organik yang menyusun saliva antara lain : protein, lipida, glukosa, asam amino, amoniak, vitamin, asam lemak. Unsur-unsur anorganik yang menyusun saliva antara lain : Sodium, Kalsium, Magnesium, Bikarbonat, Khloride, Rodanida dan Thiocynate (CNS) , Fosfat, Potassium. Yang memiliki konsentrasi paling tinggi dalam saliva adalah kalsium dan Natrium.

Saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu :

1. Melicinkan dan membasahi rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan makanan

2. Membasahi dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair sehingga mudah ditelan dan dirasakan

3. Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman

4. Mempunyai aktivitas antibacterial dan sistem buffer

5. Membantu proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim ptyalin (amilase ludah) dan lipase ludah

6. Berpartisipasi dalam proses pembekuan dan penyembuhan luka karena terdapat faktor pembekuan darah dan epidermal growth factor pada saliva

7. Jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukuran tentang keseimbangan air dalam tubuh.

8. membantu dalam berbicara (pelumasan pada pipi dan lidah)

Kurang lebih 80% bau mulut timbul dari dalam rongga mulut. Air ludah atau saliva memegang peranan dalam masalah bau mulut, gigi berlubang dan penyakit rongga mulut/penyakit tubuh secara keseluruhan karena air ludah melindungi gigi dan selaput lunak di rongga mulut dengan sistem buffer sehingga makanan yang terlalu asam misalnya bisa dinetralkan kembali keasamannya dan juga segala macam bakteri baik yang aerob (hidup dengan adanya udara) maupun bakteri anaerob (hidup tanpa udara) dijaga keseimbangannya. Di dalam air ludah juga terdapat antigen dan antibodi yang berfungsi melawan kuman dan virus yang masuk ke dalam tubuh sehingga kita sehingga tubuh tidak akan mudah terserang penyakit. Seandainya dalam keadaan normal tersebut seseorang memakai obat kumur ataupun antiseptik yang berlebihan, maka justru keseimbangan bakteri akan terganggu, bakteri-bakteri yang penting bisa menjadi mati, justru bakteri-bakteri yang merusak malah menjadi berlipat ganda sehingga timbul lah masalah dalam rongga mulut. Adanya bakteri akan dapat membuat sisa makanan di gigi/selaput rongga mulut terfermentasi (seperti halnya ragi), sehingga timbul racun bersifat asam yang akan membuat email menjadi rapuh (mengalami demineralisasi/mineral gigi rontok )mula-mula secara mikro dan dengan berjalannya waktu gigi akan berlubang secara kasat mata. Masalah lain, bakteri terutama bakteri anaerob (hidup tanpa udara) akan mengeluarkan gas yang

Page 4: skenario 1

mudah menguap antara lain seperti gas H2S (Hidrogen Sulfid), Metil Merkaptan dll. Gas ini menimbulkan bau mulut.

Pada orang-orang yang mengalami diabetes/kencing manis, perokok, makan obat-obatan tertentu, orang lanjut usia, maupun orang yang menjalani terapi radiasi (pada penderita kanker) punya kecenderungan air ludahnya berkurang (disebut dengan istilah xerostomia=kekeringan rongga mulut). Hal ini bisa diatasi dengan terapi obat-obatan yang merangsang keluarnya air ludah (dengan obat-obatan yang diresepkan dari dokter gigi). Kecuali bagi perokok, barangkali lebih bijaksana apabila frekuensi rokoknya yang dikurangi, juga orang yang sedang meminum obat-obatan tertentu yang dapat menimbulkan kekeringan rongga mulut, dapat kembali seperti semula apabila obat-obatan telah dihentikan pemakaiannya. (Khususnya pada penderita diabetes/kencing manis, ada bau mulut khas yakni bau aseton). Kemudian dalam hal kualitas, hindari makan-makanan yang terlalu banyak mengandung zat-zat kimia, seperti makanan yang banyak mengandung zat pengawet, zat pewarna tambahan, zat penambah rasa, atau makanan yang terlalu manis/lengket/asam , maupun minuman-minuman berkarbonasi secara terus menerus. Sebab dengan keasaman yang terus menerus, air ludah tidak dapat menyangga kadar keasamannya (fungsi buffer tadi) supaya pH-nya naik kembal. Jadi keasaman yang terus menerus itu yang membuat gigi berlubang (mengalami demineralisasi email). Bila ingin minum air bersoda, atau permen lebih baik dimakan dalam satu waktu tertentu berdekatan dengan makan pagi/makan siang/makan malam dan diakhiri dengan minum air putih/sikat gigi, daripada memakan atau meminumnya sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama. Menyikat gigi umumnya dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi setelah makan pagi dan malam sebelum tidur. Dengan jumlah yang 2 kali dan juga kesalahan manusiawi misalnya tidak bisa setiap saat bisa membersihkan gigi dengan tepat dan teliti ke seluruh bagian, maka kita harus melepaskan waktu perawatan sisanya kepada air ludah yang cukup jumlahnya dan baik kualitasnya. Dengan cara makan makanan yang alamiah tidak banyak mengandung zat kimia, yakni zat perasa, pewarna dan pengawet, makan makanan berserat seperti sayur dan buah-buahan supaya saat menggigit air ludah dapat terrangsang untuk keluar (pada makanan yang semuanya lunak/tidak berserat, gigi tidak perlu menggigit kuat, akibatnya air ludah juga tidak banyak keluar), menghindari minuman berkarbonasi (secara berlebihan) dan juga pola makannya diatur dengan memakan camilan/minuman manis berdekatan dengan waktu makan makanan utama, setelah itu gigi dibersihkan, apabila tidak dapat menggosok gigi, kumur-kumurlah atau minumlah air putih yang banyak. Itu adalah cara yang sederhana dan paling mudah dilakukan.

Jenis kelenjar saliva dan muaranya

Macam-macam kelenjar ludah :

1. Kelenjar ludah utama / mayor / besar-besar

Kelenjar-kelenjar ludah besar terletak agak jauh dari rongga mulut dan sekretnya disalurkan melalui duktusnya kedalam rongga mulut.

Kelenjar saliva mayor terdiri dari :

Ø Kelenjar Parotis , terletak dibagian bawah telinga dibelakang ramus mandibula

Ø Kelenjar Submandibularis (submaksilaris) , terletak dibagian bawah korpus mandibula

Ø Kelenjar Sublingualis , terletak dibawah lidah

Kelenjar ludah besar sangat memegang peranan penting dalam proses mengolah makanan.

Kelenjar Parotis

v Kelenjar parotis merupakan kelenjar ludah terbesar yang terletak antara prossesus mastoideus dan ramus mandibula.

v Duktus kelenjar ini bermuara pada vestibulus oris pada lipatan antara mukosa pipi dan gusi dihadapan molar 2 atas.

v Kelenjar parotis dibungkus oleh jaringan ikat padat

v Mengandung sejumlah besar enzim antara lain amilase lisozim, fosfatase asam, aldolase, dan kolinesterase.

v Jaringan ikat masuk kedalam parenkim dan membagi organ menjadi beberapa lobus dan lobulus

v Secara morfologis kelenjar parotis merupakan kelenjar tubuloasinus (tubulo-alveolar) bercbang-cabang (compound tubulo alveolar gland)

v Asinus-asinus murni serus kebanyakan mempunyai bentuk agak memanjang dan kadang-kadang memperlihatkan percabangan-percabangan

v Antara sel-sel asinus membran basal terdapat sel-sel basket

v Saluran keluar utama ( duktus interlobaris) disebut duktus stenon (stenson) terdiri dari epitel berlapis semu.

v Kearah dalam organ duktus ini bercabang-cabang menjadi duktus interlobularis dengan sel-sel epitel berlapis silindris

v Duktus interlobularis tadi kemudian bercabang-cabang menjadi duktus intralobularis. Kebanyakan duktus intralobularis merupakan duktus Pfluger yang mempunyai epitel selapis silindris yang bersifat acidophil dan menunjukkan garis-garis basal

v Duktus Boll pada umumnya panjang-panjang dan menunjukkan percabangan

v Duktus Pfluger agak pendek

v Sel-selnya pipih dan memanjang

v Pada jaringan ikat interlobaris dan interlobularis terlihat banyak lemak yang berhubungan dengan “kumpulan lemak bichat” (Fat depat of bichat). Juga pada jaringan tersebut terlihat cabang-cabang dari Nervus Facialis dan pembuluh darah

Kelenjar submandibularis (submaksilaris)

v Kelenjar ini terletak disebelah dalam korpus mandibula dan mempunyai duktus ekskretoris (Duktus Wharton) yang bermuara pada dasar rongga mulut pada frenulum lidah , dibelakang gigi seri bawah.

v Merupakan kelenjar yang memproduksi air liur terbanyak

v Seperti juga kelenjar parotis, kelenjar ini diliputi kapsel yang terdiri dari jaringan ikat padat yang juga masuk ke dalam organ dan membagi organ tersebut menjadi beberapa lobulus

v Secara morfologis kelenjar ini merupakan kelenjar tubuloalveolar / tubuloacinus bercabang-cabang (compound tubulo alveolar gland)

v Percabangan duktusnya sama dengan glandula parotis demikian pula sel-selnya

v Bentuk sinus kebanyakan memanjang

v Antara sel-sel asinus membran basal terdapat sel-sel basket

v Duktus Boll : pendek, sempit sehingga sukar dicari dalam preparat bila dibandingkan glandula parotis. Selnya pipih dan memanjang

v Duktus Pfluger : lebih panjang daripada duktus pfluger kelenjar parotis dan menunjukkan banyak percabangan sehingga dalam preparat lebih mudah dicari

Page 5: skenario 1

Kelenjar sublingualis

v Merupakan kelenjar terkecil dari kelenjar-kelenjar ludah besar

v Terletak pada dasar rongga mulut, dibawah mukosa dan mempunyai saluran keluar (duktus ekskretorius) yang disebut Duktus Rivinus

v Bermuara pada dasar rongga mulut dibelakang muara duktus Wharton pada frenulum lidah

v Glandula sublingualis tidak memiliki kapsel yang jelas tetapi memiliki septa-septa jaringan ikat yang jelas/tebal

v Secara morfologis kelenjar ini merupakan kelenjar tubuloalvioler bercabang-cabang (compound tubuloalveolar gland)

v Merupakan kelenjar tercampur dimana bagian besar asinusnya adalah mukus murni

v Duktus ekskretoris sama dengan glandula parotis

v Duktus Pfluger sangat pendek

v Duktus Boll sangat pendek dan bentuknya sudah tidak khas sehingga dalam preparat sukar ditemukan

v Pada jaringan ikat interlobularis tidak terdapat lemak sebagai glandula parotis

2. Kelenjar ludah tambahan / minor / kecil-kecil

Kebanyakan kelenjar ludah merupakan kelenjar kecil-kecil yang terletak di dalam mukosa atau submukosa (hanya menyumbangkan 5% dari pengeluaran ludah dalam 24 jam) yang diberi nama lokasinya atau nama pakar yang menemukannya. Semua kelenjar ludah mengeluarkan sekretnya kedalam rongga mulut.

Ø Kelenjar labial (glandula labialis) terdapat pada bibir atas dan bibir bawah dengan asinus-asinus seromukus

Ø Kelenjar bukal (glandula bukalis) terdapat pada mukosa pipi, dengan asinus-asinus seromukus

Ø Kelenjar Bladin-Nuhn ( Glandula lingualis anterior) terletak pada bagian bawah ujung lidah disebelah menyebelah garis, median, dengan asinus-asinus seromukus

Ø Kelenjar Von Ebner (Gustatory Gland = albuminous gland) terletak pada pangkal lidah, dnegan asinus-asinus murni serus

Ø Kelenjar Weber yang juga terdapat pada pangkal lidah dengan asinus-asinus mukus .

Kelenjar Von Ebner dan Weber disebut juga glandula lingualis posterior

Ø Kelenjar-kelenjar pada pallatum dengan asinus mukus .

Struktur-struktur kelenjar saliva

Tiap-tiap kelenjar sebagai suatu organ terdiri dari:

1. Parenkim, yaitu bagian kelenjar yang terdiri dari asinus-asinus dan duktus-duktus bercabang.

Asinus merupakan bagian-bagian sekretoris yang mengeluarkan sekret. Sekret ini akan dialirkan melalui suatu duktus untuk menyalurkan sekret kemana mestinya.

2. Stroma / jaringan ikat interstisial yang merupakan jaringan antara asinus dan duktus tersebut.

Jaringan ikat ini membungkus organ (kapsel) dan masuk kedalam organ dan membagi organ tersebut menjadi lobus dan lobulus. Pada jaringan ikat tersebut ditemukan duktus kelenjar, pembuluh darah,s erat saraf dan lemak.

Kelenjar saliva mayor terdiri dari beberapa jenis sel:

1. Unit sekretori

Terdiri dari : sel-sel asinar , duktus interkalaris , duktus striata , dan main excretory ducts.

Sebagai tambahan kepada sel-sel ini yang bertanggung jawab besar untuk sekresi dan modifikasi dari saliva, sel-sel plasma juga berkontribusi pada sekresi saliva, setidaknya pada kelenjar minor.

2. Unit non sekretori

Terdiri dari myoepitel sel dan sel saraf

Sel-sel asinar

Merupakan unit sekretori sel.

Sel asinar mengandung olyco protein, protein dan elektrolit.

Menurut sekretnya , asinus dapat dibedakan menjadi asinus serus, mukus, dan tercampur

a. Asinus serus

- Sekretnya encer

- Terdapat pada kelenjar parotis

- Pengecatan HE bewarna ungu kemerahan

- Lumennya sempit

- Batas sel sukar dilihat dan antara sel terdapat kanalikuli sekretoris interseluler

- Inti sel bulat kearah basal

- Penampakan sel tergantung fase sekresi selnya, dimana pada fase istirahat, bagian apikalnya banyak terdapat butir sekresi (zimogen) sehingga inti sel terdesak ke basal. Dan setelah sekresi sel, maka sel menjadi mengecil.

- Terdapat sel myoepitel diantara sel kelenjar dan membran basal yang dapat berkontraksi untuk membantu mengeluarkan sekret asinus

b. Asinus mukus

- Sekretnya kental

Page 6: skenario 1

- Terdapat pada kelenjar saliva minor / tambahan / kecil-kecil

- Pengecatan HE berwarna jernih kebiruan

- Lumennya besar

- Batas sel lebih jelas terlihat, tidak terdapat kanalikuli interseluler sehingga sekretnya langsung dituangkan oleh sel sekretoris kedalam lumen asinus

- Inti sel pipih kearah basal

- Pada fase istirahat, sitoplasmanya mengandung butir mucigen yang sering rusak saat preparat fifiksasi/dicat sehingga sel menjadi lebih terang

- Terdapat sel myoepitel

- Organela selnya berbeda dengan sel serus, dimana terdapat lebih sedikit mitokondria, RE, dan banyak apparatus golgi sehingga terdapat lebih banyak komponen karbohidrat pada sekretnya

c. Asinus campuran

- Yang dimaksud dengan kelenjar-kelenjar yang mempunyai asinus tercampur, adalah kelenjar-kelenjar yang mempunyai baik asinus serus maupun asinus-asinus mukus sebagai parenkimnya. Campuran tersebut dapat berupa asinus-asinus murni mukus dengan asinus-asinus murni serus atau dapat pula satu asinus mempunyai bagian mukus dan serus bersama-sama

- Kelenjar submandibularis (submaksilaris) memiliki sel serus lebih banyak dari pada sel mukusnya

- Kelenjar sublingualis memiliki sel mukus lebih banyak daripada sel serusnya

- Pada asinus tercampur sel-sel mukus sering didapatkan dekat duktus sedangkan sel-sel serus pada bagian yang jauh dari duktus

- Kadang-kadang sel mukus berasal dari melendirnya sel-sel asinus karena terganggunay pengeluaran sekretnya. Gangguan tersebut sering terjadi pada duktus Boll

- Bila dalam satu asinus sel-sel mukus lebih banyak lagi, maka sel-sel albumin (serus) tadi akan terdesak kearah apikal (puncak) asinus, sehingga sel-sel serus tadi merupakan suatu lengkungan yang pada penampang sering terlihat sebagai bulan sabit, yangs ering disebut lanula Gianuzzi (Demilines of Haidenhain, Crescent of Gianuzzi, serous demilunes of Gianuzzi). Bagian ini masih mempunyai kanalikuli sekretoris interseluler yang bermuara ke lumen asinus.

Duktus

Saluran kelenjar ludah terdiri dari beberapa bagian yang panjangnya berbeda-beda menurut jenis kelenjar. Jika dipandang dari segi lobulasi, ada yang letaknya intralobularis dan ada yang interlobularis.

1. Duktus intralobularis

a. Duktus interkalaris (Duktus Boll)

- Duktus yang menghubungkan asinus dengan saluran berikutnya (duktus Pfluger)

- Bersifat non sekretorius

- Terdiri dari epitel selapis pipih atau selapis kubis

- Fungsi : a. mengatur sekresi saliva asinar

b. memodifikasi komponen elektrolit

c. mengangkut komponen makromolekuler

b. Duktus sekretorius (Pfluger)

- Duktus yang lebih besar dan bersifat sekretorious, sehingga disebut juga duktus salivatorius, terutama menghasilkan Ca dan air

- Epitelnya terdiri dari epitel selapis kubis sampai silindris dimana bagian basalnya menunjukkan garis-garis sehingga juga disebut striated duct (duktus bergaris-garis)

- Fungsi : a. Transport elektrolit dengan menyerap sodium dari sekresi utama diangkut keluar melalui pembuluh darah kapiler

b. memodifikasi kompisisi elektrolit saliva

2. Duktus Interlobularis

Duktus pfluger tadi dilanjutkan oleh saluran yang lebih besar keluar dari lobulus kelenjar tadi, masuk ke dalam jaringan ikat interlobular. Saluran ini merupakan duktus pengeluaran atau eksretorius yang mengalirkan saliva ke dalam rongga mulut. Terdiri dari epitel selapis silindris atau berlapis semu dan dekat muara duktus, epitel ini berubah menjadi epitel berlapis pipih dan berlanjut ke epitel rongga mulut.

Penamaan duktus berdasarkan atas pakar yang menemukannya :

§ Kelenjar parotis : Stensen

§ Kelenjar Submandibular (submaksilaris) : Whartoni

§ Kelenjar Sublingualis : Bartholini

Fungsi = Resorpsi Na dan sekresi K

Sel Myoepitel

- Terdapat dalam asinar

- Fungsinya untuk mengatur pergerakan saliva dari asinar kesistem duktus dengan cara kontraksi asinar

Apa yang terjadi pada saluran saliva saat melewati saluran tersebut :

1. Sekresi bikarbonat dan Kalium (Potassium)

2. Reabsorbsi Natrium dan Chlorida

Saraf kelenjar ludah

- Kelenjar ludah disarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis (N VII)

- Saraf parasimpatis = merangsang keluarnya saliva

- Saraf simpatis = merangsang reseptor α dan β

Kelenjar ludah mendapatkan supply saraf parasimpatis dari nukleus ludah inferior, kelenjar submandibula dan sublingualis mendapat supply saraf dari nukleus ludah superior. Supply

Page 7: skenario 1

saraf simpatis untuk kelenjar parotis, submandibularis, sublingualis berasal dari ganglion simpatis servikal superior, dengan pleksus saraf yang berjalan ke kelenjar ludah di sepanjang arteri. Kelenjar ludah minor mungkin juga mempunyai supply saraf simpatis dan parasimpatis.

Sekresi kelenjar ludah

Saliva atau ludah merupakan campuran dari beberapa sekresi kelenjar ludah. Sekresi normal saliva sehari berkisar antara 800 – 1500 ml. Pada umumnya saliva merupakan cairan viskus, tidak berwarna yang mengandung air, mukoprotein, immunoglobulis, karbohidrat komponen-komponen organis seperti, Ca, P, Na, Mg, Cl, Fe, dan J. Kecuali itu saliva mengandung pula enzim amilase yaitu ptialin Selanjutnya saliva juga mengandung sel-sel desquamasi yang lazim disebut korpuskulus salivatorius. Komposisi saliva tadi sangat tergantung pada keaktivan kelenjar-kelenajar ludah. Sekresi kelenjar ludah dapat terjadi oleh beberapa faktor, yaitu : reflek saraf, rangsangan mekanis, rangsangan kimaiwi. Bahan makanan dan zat kimia dapat memberi rangsangan langsung pada mukosa mulut. Bahan makanan juga dapat merangsang serat saraf eferens yang berasal dari bagian thorakal. Sekresi air ludah dapat pula timbul secara reflektoris hanya dengan jalan mencium bau makanan, melihat makanan, atau dengan memikirkan dan membayangkan makanan saja.

Saliva mengandung 2 tipe sekresi protein yang utama yaitu : sekresi serus ( merupakan enzim untuk mencernakan serat à ptyalin) , sekresi mukus (untuk pelumasan dan perlindungan permukaan).

Pada umumnya kelenjar ludah kaya dengan pembuluh darah. Pembuluh darah besar berjalan bersama-sama dengan duktusnya pada jaringan ikat interlobularis dan memberi cabang-cabang mengikuti cabang-cabang duktusnya kedalam lobuli, dimana pada akhirnya ia membentuk anyaman-anyaman kapiler mengitari asinus dan akhirnya kembali membentuk vena yang berjalan bersama-sama dengan pembuluh darah arterinya.

Faktor yang mempengaruhi sekresi saliva :

Ø Irama siang malam

Ø Sifat dan besar stimulus

Ø Tipe kelenjar

Ø Diet

Ø Umur, jenis kelamin dan fisiologi seseorang

Ø Kadar hormon

Ø Elektrolit

Ø Kapasitas buffer

Ø Obat-obatan

Ø Gerak badan

Daftar Pustaka

Haskell R and Gayford J.J , Penyakit Mulut. Jakarta:1991

Arey Leslie Brainerd, Ph.D.,LL.D., Human Histology a textbook in outline from W.B. Saunders Company, Third edition Philadelphia. London, Toronto 1968.

Regina dan Nahak M Maria, Dasar-Dasar Imlu Pencabutan Gigi. Akademi Kesehatan Gigi Denpasar.

Roth Gerald I and Camles Robert, Oral Biology.The C. V. Mosby Company. Chapter 8:196-213 , 1981.

HAUS

Mekanisme nafsu lain yang diatur oleh hipotalamus adalah haus. Lesi pada tempat-tempat tertentu pada hipotalamus mengurangi atau menghilangkan pemasukan cairan, pada beberapa keadaan tanpa terdapat perubahan pada pemasukan makanan, dan perangsangan listrik pada hipotalamus menyebabkan binatang minum. Pada tikus daerah yang berhubungan dengan haus adalah pada hipotalamus lateral lebih ke belakang dari pusat makan, pada anjing dan kambing daerah haus ini terletak pada hipotalamus dorsal ke lateral dan posterior dari nuklei para ventrikel .

Minum meningkat oleh kenaikkan tekanan osmotik efektif plasma, oleh pengurangan volume CES, dan oleh faktor psikologi dan faktor-faktor lainnya. Penyuntikan NaCL hipertonik kedalam hipotalamus anterior menyebabkan minum pada binatang yang sadar.

Observasi ini menyebabkan dugaan bahwa dalam hipotalamus terdapat osmoreseptor, yaitu sel-sel yang terangsang oleh kenaikkan tekanan osmotik dari cairan tubuh yang menimbulkan haus dan minum.

Penurunan volume CES juga merangsang haus, melalui lintasan yang tidak tergantung dari lintasan yang memerantai rasa haus akibat hiperosmolitas plasma. Jadi perdarahan menyebabkan kenaikkan minum meskipun tidak terdapat perubahan pada osmolalitas plasma. Efek penurunan volume CES pada haus sebagian diprakarsai melalui sistem renin-angiotensin. Sekresi Renin naik karena hipovolemia, yang menyebabkan kenaikkan angiotensin II yang beredar. Angiotensin II bekerja pada organ subforniks, yaitu daerah reseptor khusus dalam diensefalon, yang merangsang daerah neural yang berhubungan dengan haus. Ada tanda bahwa angiotensin II juga kerja pada organum vasculosum lamina terminalis ( OVLT ). Daerah ini sangat permeabel, dan merupakan dua dari organ-organ circumventrikel, yang berada diluar sekatan darah otak. Hubungan dari organ subforniks ke daerah neural mungkin kolinergik. Obat-obat yang menghambat kerja angiostensin II tidak menghambat seluruh respon haus terhadap hipovalemia, dan nampak bahwa ada lain mekanisme ikut berperan.

Apabila perasaan haus tertekan baik oleh kerusakan langsung pada diensefalon atau oleh defresi atau perubahan kesadaran, pasien berhenti minum cairan mencukupi. Dehidrasi terjadi jika tidak diambil tindakan yang sesuai untuk mempertahankan keseimbangan air. Jika pemasukan protein tinggi, metabolit-metabolit protein menimbulkan diuresis osmotik, dan jumlah air yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan adalah besar. Kebanyakan kasus dari hipernatremia sebenarnya disebabkan oleh dehidrasi biasa pada pasien-pasien dengan psikosis atau kelainan otak yang tidak atau tidak dapat menaikkan pemasukan cairan mereka bila mekanisme haus mereka dirangsang.

Faktor-faktor lain yang mengatur pemasukan air.

Sejumlah faktor lain telah dikenal yang ikut berperan dalam pengaturan pemasukan air. Faktor psikologik dan sosial adalah penting. Kering pada membran mukosa farings menyebabkan perasaan haus. Pasien yang harus mengurangi pemasukan cairannya, kadang-kadang hausnya sangat diperingan dengan mengisap sepotong kecil es atau kain basah. Tikus dengan lesi pada daerah haus akan minum air sedikit apabila tenggorokannya menjadi kering meskipun mereka tidak memberi respons terhadap dehidrasi sendiri.

Anjing, kucing, onta dan beberapa binatang lainnya dalam dehidrasi, dengan cepat minum cukup air untuk mengatasi kekurangan cairan mereka. Mereka berhenti minum sebelum air diserap ( sementara plsmanya masih hipertonik ), jadi ada sejenis alat pengukur dari farings dan saluran pencernaan yang ikut berperan. Pada manusia, kemampuan untuk minum air dalam jumlah yang tepat cukup, tidak berkembang sebaik ini, dan kekurangan air biasanya diatasi lebih lambat.

Referensi :

Fisiologi kedokteran Ganong.

Page 8: skenario 1