Skenario 1
Transcript of Skenario 1
Skenario 1 :
Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak dan Diare
Abstrak: Kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular menjadi masalah kesehatan
masyarakat karena dapat menyebabkan jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar,
menyerap anggaran biaya yang besar dalam upaya penanggulangannya, berdampak pada
sektor ekonomi, pariwisata serta berpotensi menyebar luas lintas kabupaten/kota, propinsi
bahkan internasional yang membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya. Campak dan
diare adalah dua penyakit yang pada umumnya memiliki prognosis baik, namun jika tidak
ditangani dengan baik dan dideteksi secara dini, kemungkinan terjadinya KLB semakin besar.
Dengan melakukan penyelidikan epidemiologi, kita dapat mengumpulkan data, mengolah,
menganalisis, melaporkan hasil data cakupan program pelayanan kesehatan.
Kata kunci: KLB, campak, diare, penyelidikan epidemiologi
Pendahuluan
Pada skenario 1 diketahui bahwa di Kecamatan Bojong Gede, Cianjur, Jawa Barat sering
terjadi KLB campak dan diare. Dari hasil evaluasi program didapatkan, cakupan imunisasi
rendah yaitu sebesar 60% dari target sebesar 90%, khususnya imunisasi campak baru
mencapai 45%. Penduduk di wilayah Bojong Gede menggunakan sungai sebagai sumber air,
yang juga digunakan untuk mencuci, mandi, dan buang air besar. Dinas Kesehatan telah
membangun MCK (mandi, cuci, kakus) tapi masyarakat kurang bisa memanfaatkannya.
Untuk itu diperlukan suatu penyelidikan epidemiologi untuk mencari penyebab masalah
kesehatan ini.
Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB)
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan
atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu.1 Wabah adalah berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
1
penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan
daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.1
Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa (KLB) mengacu pada Keputusan Dirjen PPM&PLP
No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan
KLB. Menurut aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa bila terdapat unsur:2
Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-
turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).
Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan
angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih
bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan > 2 kali
dibandingkan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya.
CFR suatu penyakit dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50 % atau
lebih dibanding CFR periode sebelumnya.
Proporsional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan > 2
kali dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.
Beberapa penyakit khusus, seperti kolera dan DHF/DSS: 1) Setiap peningkatan kasus
dari periode sebelumnya (pada daerah endemis); 2) Terdapat satu atau lebih penderita
baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari
penyakit yang bersangkutan.
Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita, seperti keracunan makanan dan
keracunan pestisida.
KLB penyakit masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan
jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar sehingga perlu diantisipasi dan dicegah
penyebarannya dengan tepat dan cepat. Kejadian-kejadian KLB perlu dideteksi secara dini
dan diikuti tindakan yang cepat dan tepat, perlu diidentifikasi adanya ancaman KLB beserta
kondisi rentan yang memperbesar risiko terjadinya KLB agar dapat dilakukan peningkatan
kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan KLB, dan oleh karena itu perlu
diatur dalam pedoman Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB).
Pen yelidikan Epidemiologi
2
Epidemiologi adalah cabang ilmu yang mempelajari distribusi kejadian kesakitan dan
kematian, serta faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi kejadiannya pada kelompok dan
masyarakat.3 Penyelidikan epidemiologi (PE) adalah rangkaian kegiatan untuk mengetahui
suatu kejadian baik sedang berlangsung maupun yang telah terjadi, sifatnya penelitian,
melalui pengumpulan data primer dan sekunder, pengolahan dan analisa data, membuat
kesimpulan dan rekomendasi dalam bentuk laporan. Pengertian istilah-istilah dalam
penyelidikan epidemiologi KLB/wabah, antara lain:
1. Infektifitas adalah kemampuan unsur penyebab masuk dan berkembang biak, dapat
dianggap dengan menghitung jumlah minimal dari unsur penyebab untuk menimbulkan
infeksi terhadap 50% pejamu spesies sama. Dipengaruhi oleh sifat penyebab, cara
penularan, sumber penularan, serta faktor pejamu seperti umur, sex dll.
2. Patogenesitas adalah kemampuan yang dimiliki oleh bibit penyakit untuk membuat
orang menjadi sakit, atau untuk membuat sekelompok penduduk yang terinfeksi menjadi
sakit.4 Patogenesitas sangat dipengaruhi oleh infektivitas, sehingga penghitungannya
mengunakan formulasi yang sama dengan infektifitas (patogenesitas = infektifitas).
Dengan tingkatan penyakit berdasarkan gejala dibagi menjadi: A = tanpa gejala, B =
penyakit ringan, C = penyakit sedang, D = Penyakit Berat, dan E = Mati. Maka,
infektifitas = patogenesitas dapat dihitung yaitu (B+C+D+E / A+B+C+D+E) artinya
kasus infeksi dibagi dengan jumlah yang terkena infeksi. Pengertian patogenestias =
infektifitas adalah 50% pejamu spesies yang sama. Misalnya, dalam suatu kelompok
penyelidikan (individu-individu dalam suatu kelompok) telah memiliki gejala yang sama
diatas 50 % dari jumlah individu dalam suatu kelompok) maka dapat dipastikan bahwa
kelompok masyarakat dalam suatu penyelidikan epidemiologi sudah dapat diketahui
unsur penyebabnya alias sudah dapat ditetap diagnosa epidemiologi komunitasnya.
3. Virulensi adalah nilai proporsi penderita dengan gejala klinis yang berat (D+E)
terhadap seluruh penderita dengan gejala klinis yang jelas (B+C+D+E). Virulensi
dipengaruhi oleh dosis, cara masuk/penularan, faktor pejamu.
4. Reservoir adalah organisme hidup atau mati (misalnya tanah) dimana penyebab
infeksi biasanya hidup dan berkembang biak. Reservoir dapat berupa manusia, binatang,
tumbuhan serta lingkungan lainnya. Reservoir merupakan pusat penyakit menular,
karena merupakan komponen utama dari lingkaran penularan dan sekaligus sebagai
sumber penularan.
5. Bentuk KLB/Wabah didasarkan pada cara penularan dalam kelompok masyarakat.
3
Gambar 1. Betuk KLB/Wabah yang didasarkan pada cara penularan dalam kelompok masyarakat
Sumber: http://arali2008.wordpress.com/2012/05/13/pentingnya-penyelidikan-epidemiologi-klbwabah/
6. Kasus adalah mereka dimana suatu agen infektif telah masuk dan tinggal dalam tubuh
mereka dan telah ada gejala infeksi.
7. Karier adalah mereka yang menyimpan agen infektif di dalam tubuhnya. Menurut
jenis dibagi menjadi: tanpa gejala (misalnya polio, hepatitis), karier dalam penyembuhan
(contoh: diphteriae), dan karier kronik (contoh: tifus).
Terdapat macam-macam penyelidikan epidemiologi, yaitu epidemiologi observasional
(dimana peneliti hanya mengamati dan tidak melakukan intervensi) dan epidemiologi
eksperimental (pembuktian bahwa suatu faktor sebagai penyebab terjadinya suatu keluaran
penyakit dengan diuji kebenarannya di laboratorium).4 Epidemiologi observasional dibagi
menjadi dua, yaitu untuk menjelaskan masalah kesehatan digunakan pendekatan
epidemiologi deskriptif, sedangkan untuk mencari faktor penyebab digunakan pendekatan
epidemiologi analitik.3 Epidemiologi deskriptif adalah bagian dari ilmu epidemiologi yang
mempelajari distribusi penyakit atau masalah di dalam masyarakat berdasarkan orang
(person), tempat kejadian (place), dan waktu kejadiannya (time).3 Di dalam epidemiologi
deskriptif dijelaskan suatu kejadian berdasarkan karakteristik masyarakat yang terkena (who),
daerah-daerah tempat kejadian (where), kapan, berapa lama, atau bagaimana kecenderungan
suatu kejadian ditinjau dari aspek waktu timbulnya kejadian (when). Epidemiologi analitik
berkaitan dengan upaya epidemiologi untuk menganalisis faktor risiko dan faktor penyebab
(determinan) masalah kesehatan.
Kegiatan penyelidikan epidemiologi dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu:
a. Tahap Survei pendahuluan:
Menegakan diagnosa.
Memastikan adanya KLB.
4
Membuat hipotesa mengenai penyebab, cara penyebaran, dan faktor yang
mempengaruhinya.
b. Tahap pengumpulan data:
Identifikasi kasus ke dalam variabel epidemiologi (orang, tempat, waktu).
Tentukan agen penyebab, cara penyebaran, dan faktor yang mempengaruhinya.
Menentukan kelompok yang rentan atau beresiko.
c. Tahap pengolahan data:
Lakukan pengolahan data menurut variabel epidemiologi, ukuran epidemiologi:
ukuran frekuensi (proporsi, rate, ratio, mean, median, dan modus), ukuran morbiditas
(incidence rate, point prevalence rate, periode prevalence rate), dan ukuran
mortalitas (crude death rate, infant mortality rate, perinatal mortality rate, neonatal
mortality rate, post neonatal mortality rate, angka kematian bayi, cause spesific
mortality rate, maternal mortality rate, case fatality rate, proportional mortality rate),
dan nilai statistik (mean, median mode, dan deviasi).
Lakukan analisa data kemudian bandingkan nilai-nilai tersebut dengan kejadian atau
nilai-nilai yang sudah ada.
Buat intepretasi hasil analisa.
Buat laporan hasil penyelidikan epidemiologi.
d. Tentukan tindakan penanggulangan dan pencegahannya:
Tindakan penanggulangan, terdiri dari pengobatan penderita dan isolasi kasus.
Tindakan pencegahan, terdiri dari surveilans yang ketat, perbaikan mutu lingkungan,
proteksi diri, dan perbaikan status kesehatan masyarakat.
Penyelidikan epidemiologi berkaitan dengan input, proses, output, dan efek. Input
berkaitan dengan jenis dan sumber data. Data yang dibutuhkan dapat dikelompokkan
menjadi:
Data umum, meliputi jumlah penduduk, jumlah kelahiran, kesakitan, kematian, luas
wilayah, mata pencaharian, dan sebagainya. Pada kasus 1, data umum diperoleh dari
monografi Kecamatan Bojong Gede.
Data penduduk sasaran yang disesuaikan dengan program yang dibina. Pada kasus
campak, sasaran program imunisasi campak adalah balita. Pada kasus diare, sasaran
program kesehatan lingkungan adalah wilayah Kecamatan Bojong Gede.
Data sumber daya berupa sarana, dana, dan tenaga.
5
Data cakupan program adalah jumlah penduduk yang mendapat pelayanan di wilayah
kerja Puskesmas.
Setelah data dikumpulkan, data tersebut diolah dan dianalisa. Hal ini disebut proses. Di
tingkat pelaksana program (misalnya di Puskesmas), pengolahan data hanya dilakukan
sampai dengan analisis data sesuai dengan kegiatan program pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan di tempat tersebut. Untuk program pelayanan kesehatan terpadu, cakupan yang
dihitung, antara lain:
Cakupan KIA dianalisis melalui perhitungan jumlah kunjungan baru ibu hamil, ibu
menyusui, bayi, dan anak balita dibagi dengan jumlah ibu hamil, ibu menyusui, bayi,
atau anak balita sebagai penduduk sasaran.
Cakupan gizi berupa hasil bagi antara jumlah balita yang datang dan ditimbang (D)
dengan jumlah semua balita yang ada di wilayah kerja posyandu (S). Selain perhitungan
D/S tersebut, masih ada perhitungan lain yang dapat dipakai untuk menghitung cakupan
gizi. Hasil D/S ini dipakai untuk menilai tingkat partisipasi masyarakat. Rumus
perhitungan: Cakupan Gizi = (Jumlah D : Jumlah S) x 100%
Cakupan imunisasi adalah hasil pencapaian kegiatan imunisasi (bagian program P2M),
dengan membandingkan jumlah penduduk yang telah diberikan imunisasi DPT1, polio 3,
campak, BCG, dan TT2 dengan jumlah masing-masing penduduk sasaran imunisasi.
Penduduk sasaran untuk imunisasi TT adalah ibu hamil atau wanita usia subur (WUS),
dan penduduk sasaran untuk imunisasi dasar adalah bayi yang berumur 3 – 12 bulan.
Berdasarkan kasus 1, hasil cakupan imunisasi Kecamatan Bojong Gede sebesar 45%
masih rendah apabila dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan dalam buku
stratifikasi Puskesmas 1987, yaitu 80%. Contoh analisis cakupan kegiatan imunisasi
campak yang didasarkan pada buku catatan imunisasi didistribusikan berdasarkan tempat
(bagaimana penyebaran cakupan imunisasi campak di tiap-tiap desa di wilayah kerja
Puskesmas?), waktu (bagaimana penilaian hasil cakupan setiap bulan, triwulan, atau
enam bulan? kapan terjadi penurunan hasil cakupan atau kapan cakupan yang terendah?),
dan orang: (kelompok penduduk yang mana cakupan imunisasinya terendah). Hal ini
dapat dilihat dari latar belakang pekerjaan, pendidikan penduduk (sosial ekonominya) di
suatu wilayah atau yang lainnya. Rumus perhitungan:
o Cakupan Imunisasi TT = (Jumlah bumil yang mendapat TT : Jumlah semua bumil) x 100%
o Cakupan Imunisasi Dasar = (Jumlah bayi yang diimunisasi : Jumlah semua bayi) x 100%
o Cakupan Imunisasi Campak = (Jumlah bayi yang diimunisasi campak : Jumlah semua bayi) x 100%
6
Cakupan program penanggulangan diare dianalisis dengan menghitung jumlah balita
yang menderita diare atau mencret dan mendapat pengobatan garam oralit dibagi dengan
semua balita yang menderita diare. Jumlah balita yang menderita didapatkan dari laporan
kader, kunjungan balita di posyandu, atau puskesmas. Laporan kejadian diare memang
leboh sukar didapatkan karena tidak semua penderita berobat kepada petugas Puskesmas
(provider), sehingga sering dipakai angka perkiraan berdasarkan besarnya angka insiden
diare di suatu wilayah. Sedangkan kasus yang berobat atau yang memperoleh oralit
dicatat dalam laporan mingguan puskesmas atau laporan posyandu. Rumus perhitungan:
Cakupan Diare = (Jumlah balita diare yang diobati : Jumlah semua balita yang diare) x 100%
Epidemiologi Penyakit Menular (Campak dan Diare)
Dalam bidang epidemiologi, terdapat tiga model yang dikenal, yaitu segitiga
epidemiologi, jaring-jaring sebab akibat, dan roda. Segitiga epidemiologi merupakan teori
dasar yang terkenal sejak disiplin ilmu epidemiologi mulai digunakan di dunia. Segitiga
epidemiologi yang saling terkait satu sama lain, yaitu:
1. Agent-Host-Environment (AHE)
Segitiga epidemiologi ini sangat umum digunakan oleh para ahli dalam menjelaskan
konsep berbagai permasalahan kesehatan, termasuk terjadinya penyakit.
Gambar 2. Model Segitiga Epidemiologi
Sumber: Prasetyawati AE. Ilmu kesehatan masyarakat untuk kebidanan holistik (integrasi commnity
oriented ke family oriented). Yogyakarta : Nuha Medika; 2011. h. 253 – 61.
Agens (agent) adalah faktor yang menjadi penyebab suatu penyakit. Penyebab penyakit
dapat mencakup agent biologis, kimia, atau fisik.
Tabel 1. Agens Penyebab Penyakit dan Cedera
Agens Biologi Agens Kimia Agens FisikVirus Pestisida Panas
Rickettsia Zat aditif makanan CahayaBakteri Zat farmakologis Radiasi
7
Jamur Zat kimia industri SuaraProtozoa Polutan udara GetaranMetazoa Asap rokok Objek berkecepatan
Sumber: McKenzie JF, Pinger RR. Kesehatan masyarakat : suatu pengantar. Edisi ke-4. Jakarta : EGC; 2006. h. 97.
Dalam kesehatan masyarakat, penyakit biasanya diklasifikasikan sebagai penyakit akut
atau kronis, atau sebagai penyakit menular (infeksius) atau tidak menular (non-infeksius).
Penyakit menular (infeksius) merupakan penyakit yang agent biologis atau produknya
menjadi penyebab dan yang dapat ditularkan dari satu individu ke individu lain. Proses
penyakit dimulai saat agens siap menetap dan tumbuh atau bereproduksi dengan tubuh
pejamu. Proses penetapan dan pertumbuhan mikroorganisme atau virus di dalam tubuh
pejamu adalah infeksi. Penyakit tidak menular (non-infeksius) atau kesakitan merupakan
penyakit yang tidak dapat ditularkan dari orang yang terkena pada orang sehat yang rentan.
Penetapan penyebab penyakit tidak menular ini seringkali lebih sulit karena adanya beberapa
atau bahkan banyak faktor yang berkontribusi dalam perkembangan kondisi kesehatan tidak
menular.
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit
Penyakit Akut Penyakit KronisMenular Tidak Menular Menular Tidak Menular
Salesma Pneumonia Gondong Campak Pertusis Demam tifoid Kolera
Usus buntu Keracunan Cedera (akibat
tabrakan kendaraan bermotor, api, tembakan, dsb)
AIDS Lyme disease TBC Sifilis Demam rematik akibat
infeksi streptokokus Hepatitis B
Diabetes Penyakit jantung koroner Osteoartritis Sirosis hati akibat
konsumsi alkohol
Sumber: McKenzie JF, Pinger RR. Kesehatan masyarakat : suatu pengantar. Edisi ke-4. Jakarta : EGC; 2006. h. 97.
Campak
Penyakit campak disebabkan oleh karena virus campak. Virus campak termasuk di dalam
famili Paramyxovirus.5 Virus campak sangat sensitif terhadap panas, sangat mudah rusak
pada suhu 37oC. Toleransi terhadap perubahan pH baik sekali. Bersifat sensitif terhadap eter,
cahaya, dan trysine. Virus mempunyai jangka waktu hidup yang pendek (short survival time)
yaitu kurang dari 2 jam. Apabila disimpan pada laboratorium, suhu penyimpan yang baik
adalah pada suhu -70oC.
Diare
Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya atau
lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat
mendadak datangnya serta berlangsung dalam waktu kurang dari dua minggu.6 Bila diare
8
berlangsung 2 – 4 minggu disebut diare persisten, namun jika berlangsung lebih dari 4
minggu disebut sebagai diare kronik.
Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sebab-sebab lain antara
lan obat-obatan, bahan-bahan toksik, iskemik, dan sebagainya. Diare akut karena infeksi
dapat ditimbulkan oleh:
Bakteri, seperti: Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A/B/C,
Salmonella spp, Sigella dysentriae, Shigella flexneri, Vibrio cholerae 01 dan 0139,
Vibrio cholerae non 01, Vibrio parachemolyticus, Clostridium perfringens,
Campylobacter (Helicobacter) jejuni, Staphylococcus spp, Streptococcus spp, Yersinia
intestinalis, Coccidosis.
Parasit, seperti: protozoa (Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis, Isospora sp), cacing (A. lumbricoides, A. duodenale, N. americanus, T.
trichura, O. vermicularis, T. saginata, S. stercoralis, T. sollium).
Virus, seperti Rotavirus, Adenovirus, dan Norwalkvirus.
Pejamu (host) adalah manusia yang mudah terkena atau rentan (susceptible) terinfeksi
suatu bibit penyakit yang menyebabkan sakit. Faktor utama pada host yang mempengaruhi
mudah tidaknya ia terkena penyakit adalah sistem kekebalan atau imunitas dan perilakunya
sendiri.2 Sistem kekebalan sendiri sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, status
ekonomi, dan ras. Perilaku atau gaya hidup host (seseorang) juga akan mempengaruhi
timbulnya penyakit.
Untuk mengetahui apa yang diderita pasien, seorang dokter perlu melakukan anamnesis.
Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang
dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien mengadakan
kunjungan ke dokter.7 Anamnesis bisa langsung dilakukan kepada pasien (disebut
autoanamnesis) atau kepada pihak pengantar pasien (alloanamnesis).
Komponen anamnesis komprehensif akan menyusun informasi yang diperoleh dari
pasien menjadi lebih sistematis. Akan tetapi ulasan dibawah ini sebaiknya tidak mendikte
rangkaian anamnesis yang akan anda lakukan diklinik, karena biasanya wawancara akan
lebih bervariasi dan anamnesis harus lebih dinamis mengikuti kebutuhan pasien. Komponen
anamnesis komprehensif mencakup :
1. Mencantumkan tanggal pengambilan anamnesis
9
Mencantumkan waktu pengambilan sangat penting dan pertama kali dilakukan pada saat
mencatat hasil anamnesis yang dilakukan pada pasien, terutama dalam keadaan darurat
atau pada rumah sakit.
2. Mengidentifikasi data pribadi pasien
Komponen ini mencakup nama, usia, dan jenis kelamin. Sumber informasi dapat diperoleh
dari pasien sendiri, anggota keluarga atau teman, atasan, konsultan, atau data rekam medis
sebelumnya.
3. Tingkat Reliabilitas (dapat dipercaya atau tidak)
Sebaiknya dicatat jika dapat diketahui. Komponen ini penting untuk menentukan kualitas
dari informasi yang diberikan oleh pasien dan biasanya ditentukan pada akhir anamnesis.
4. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan salah satu dari beberapa keluhan lainnya yang paling dominan
sehingga mengakibatkan pasien melakukan kujungan klinik. Usahakan untuk
mendokumentasikan kata-kata asli yang dipaparkan oleh pasien.
5. Anamnesis terpimpin
Anamnesis terpimpin merupakan infomasi yang lengkap, jelas, detail, dan bersifat
kronologik terkait dengan keluhan utama yang dialami pasien. Komponen ini harus
mencakupi onset keluhan, keadaan yang memicu terjadinya keluhan, manifestasinya, dan
pengobatan yang telah dilakukan. Gejala yang didapatkan harus memiliki karakteristik
yang menjelaskan (1) lokasi; (2) kualitas; (3) kuantitas atau keparahan; (4) waktu yang
mencakup onset, durasi, dan frekuensi; (5) keadaan yang memicu terjadinya keluhan; (6)
faktor lain yang memperberat atau memperingan gejala; (7) gejala lain yang terkait dengan
keluhan utama. Pengobatan yang telah dikonsumsi sebaiknya didokumentasi, termasuk
nama obat, dosis, cara pemberian, dan frekuensi. Jika ia telah atau pernah berhenti,
tanyakan sejak kapan ia berhenti dan seberapa lama.
6. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit pada masa kecil seperti cacar, rubella, mumps, polio, dll perlu ditanyakan dalam
anamnesis. Termasuk penyakit kronis yang dialami sejak masa kecil. Selain itu, informasi
mengenai riwayat penyakit pada masa dewasa perlu didapatkan dan mencakup empat hal
yaitu sebagai berikut:
a. Riwayat medis, tanyakan mengenai adanya diabetes, hipertensi, asma, hepatitis, HIV,
dan informasi riwayat opname.
b. Riwayat operasi, tanyakan mengenai waktu, indikasi, dan jenis operasi yang dilakukan.
10
c. Riwayat ginekologis, tanyakan mengenai riwayat obstetrik, riwayat menstruasi,
keluarga berencana, dan fungsi seksual.
d. Riwayat Psikiatrik, tanyakan mengenai waktu, diagnosis, riwayat opname, dan
pengobatan yang dijalani.
7. Riwayat Penyakit Pada Keluarga
Dalam memperoleh informasi ini, tanyakan mengenai usia, penyebab kematian, atau
penyakit yang dialami oleh keluarga terdekat pasien seperti orang tua, kakek-nenek,
saudara, anak, atau cucu. Tanyakan mengenai keberadaan penyakit atau keadaan yang
dicantumkan berikut: hipertensi, penyakit jantung koroner, dislipidemia, stroke, diabetes,
gangguan tiroid atau ginjal, kanker, arthritis, tuberkulosis, asma atau penyakit paru
lainnya, sakit kepala, kejang, gangguan mental, kecanduan obat-obatan, dan alergi, serta
keluhan utama yang dilaporkan oleh pasien.
Campak
Penyakit campak mempunyai kecenderungan untuk menyerang anak-anak, khususnya di
bawah lima tahun.5 Kekebalan terhadap campak dibawa sejak lahir, dan mulai menurun pada
usia 9 bulan, sehingga bayi sebelum berumur 9 bulan dianjurkan agar diberikan imunisasi
untuk lebih meningkatkan kekebalannya terhadap virus campak.
Diare
Faktor pejamu yang dapat menimbulkan diare akut terdiri atas faktor-faktor daya tangkis
dan lingkungan intern traktus intestinalis, seperti keasaman lambung, motilitas usus,
imunitas, dan juga mencakup lingkungan mikroflora usus, sekresi mukosa, dan enzim
percernaan.6 Kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan.
Penderita gizi buruk akan mengalami penurunan produksi antibodi serta terjadinya atropi pada
dinding usus yang menyebabkan berkurangnya sekresi berbagai enzim sehingga memudahkan
masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh terutama penyakit diare. Pemberian makanan berupa
ASI sampai bayi mencapai usia 4-6 bulan, akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap
berbagai macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang
dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh
karena itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan terlindungi dari
berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit.
11
Lingkungan (environment) adalah situasi atau kondisi di luar agens dan pejamu yang
memudahkan terjadinya sakit pada pejamu. Lingkungan dapat dibedakan menjadi lingkungan
biologis, fisik, kimia, dan sosial.3 Seperti pada kasus 1, lingkungan terjadinya KLB campak
dan diare adalah di Kecamatan Bojong Gede, Cianjur, Jawa Barat. Penduduknya
menggunakan sungai sebagai sumber air, yang juga digunakan untuk mencuci, mandi, dan
buang air besar. Dalam kasus ini, sungai dikatakan sebagai lingkungan biologis yang
memudahkan terjadinya sakit pada pejamu. Faktor lingkungan yang berkaitan dengan
penyebab terjadinya diare, meliputi sarana air bersih (SAB), sanitasi jamban, saluran
pembuangan air limbah (SPAL), kualitas bakteriologis air, dan kondisi rumah. Sanitasi yang
buruk dituding sebagai penyebab banyaknya kontaminasi bakteri E.coli dalam air bersih yang
dikonsumsi masyarakat.
2. Person-Place-Time (PPT)
Person (individu) adalah karakteristik dari individu yang mempengaruhi keterpaparan
yang mereka dapatkan, berupa faktor genetik, umur, jenis kelamin, pekerjaan, kebiasaan, dan
status sosial ekonomi. Place (tempat) berkaitan dengan karakteristik geografis. Time (waktu)
dapat dinyatakan dalam jam, hari, bulan, atau tahun. Informasi waktu dapat menjadi pedoman
tentang kapan kejadian timbul dalam masyarakat.
3. Frekuensi –Distribusi-Determinan (FDD)
Frekuensi menunjuk pada besarnya masalah kesehatan yang terdapat pada sekelompok
masyarakat. Distribusi menunjuk pada pengelompokan masalah kesehatan berdasarkan suatu
keadaan tertentu. Determinan menunjuk pada faktor penyebab dari suatu penyakit atau
masalah kesehatan, baik yang menjelaskan frekuensi, penyebaran, ataupun yang
menerangkan penyebab munculnya masalah itu sendiri.
Model jaring-jaring sebab akibat ingin menunjukkan apabila terjadi perubahan dari salah
satu faktor akan mengubah keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah atau
berkurangnya penyakit yang bersangkutan. Menurut model ini, suatu penyakit tidak
bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri tetapi sebagai akibat dari serangkaian proses
‘sebab akibat’. Dengan demikian, timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan
memotong rantai pada berbagai titik.
12
Seperti halnya model jaring-jaring sebab akibat, model roda memerlukan identifikasi dari
berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit dengan tidak begitu menekankan
pentingnya agens. Di sini dipentingkan hubungan antara manusia dengan lingkungan
hidupnya.
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)
Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menangani penderita,
mencegah perluasan kejadian dan timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu
kejadian luar biasa yang sedang terjadi.1 Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem
Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan
penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB.
Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang
mendukung sikap tanggap atau waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu
perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data
kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai
upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data
untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi.
Gambar 3. Program Penangggulangan KLB
Sumber: Peraturan Menteri Republik Indonesia No. 949/Menkes/SK/VIII/2004. Pedoman penyelengaraan
sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa. Agustus 2004.
Tahapan penanggulangan KLB, yaitu:
1. Isolasi Kasus
Untuk mengisolasi kasus, kita harus mengetahui penyakit apa yang mengalami
peningkatan angka kesakitan atau kematian dalam suatu wilayah. Untuk mengetahui
jenis penyakit, kita harus dapat mengenal cepat gejala dari tiap penyakit, yaitu:
Campak
13
Demam merupakan gejala khas dari campak. Demam timbul secara bertahap dan
meningkat sampai hari kelima atau keenam pada puncak timbulnya ruam. Kadang-kadang
kurva suhu menunjukkan gambaran bifasik, ruam awal pada 24 – 48 jam pertama diikuti
dengan turunya suhu tubuh sampai normal selama periode satu hari dan kemudian diikuti
dengan kenaikan suhu tubuh yang cepat mencapai 40oC pada waktu ruam sudah timbul di
seluruh tubuh. Gejala awal lainnya yang sering ditemukan adalah batuk, pilek, mata merah
selanjutnya dicari gejala Koplik’s spot.5 Dua hari sebelum ruam timbul, gejala Koplik’s spot
yang merupakan tanda patognomonis dari penyakit campak, dapat dideteksi.4 Lesi ini telah
didiskripsi oleh Koplik pada tahun 1896 sebagai suatu bintik berbentuk tidak teratur dan kecil
berwarna merah terang, pada pertengahannya didapatkan noda berwarna putih keabuan.
Timbulnya Koplik’s spot hanya berlangsung sebentar, kurang lebih 12 jam, sehingga sukar
terdeteksi dan biasanya luput pada waktu dilakukan pemeriksaan klinis.
Ruam timbul pertama kali pada hari ketiga sampai keempat dari timbulnya demam.
Ruam dimulai sebagai erupsi makulopapula eritematosa, dan mulai timbul pada bagian
samping atas leher, daerah belakang telinga, perbatasan rambut di kepala dan meluas ke dahi.
Kemudian menyebar ke bawah ke seluruh muka dan leher dalam waktu 24 jam. Seterusnya
menyebar ke ekstremitas atas, dada, daerah perut, dan punggung mencapai kaki pada hari
ketiga. Setelah tiga atau empat hari, lesi yang tersebut berubah menjadi berwarna kecoklatan.
Dengan menghilangnya ruam, timbul perubahan warna dari ruam, yaitu menjadi berwarna
kehitaman atau lebih gelap. Dan kemudian disusul dengan timbulnya deskuamasi berupa sisik
berwarna keputihan.
Diare
Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung atau memproduksi toksin akan
menyebabkan diare sekretorik dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan, disertai atau
tanpa nyeri (kejang perut), dengan feses lembek/cair.6 Umumnya gejala diare sekretorik
timbul dalam beberapa jam setelah makan/minum yang terkontaminasi. Diare sekretorik yang
berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan
kematian karena kekurangan cairan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena
gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan
seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, serta suara
menjadi serak. Sedangkan kehilangan karbonas dan asam karbonas berkurang yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan
sehingga frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (pernafasan Kussmaul). Gangguan
14
kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda
denyut nadi yang cepat (>120/menit), tekanan darah menurun sampai tak terukur. Bakteri
yang invasif akan menyebabkan diare yang disebut diare inflamasi dengan gejala mual,
muntah, dan demam yang tinggi, disertai nyeri perut, tenesmus, diare yang disertai lendir dan
darah.
2. Mengobati Kasus
Pada kasus Campak, pengobatan yang diberikan bersifat simtomatik, yaitu antipiretik
bila suhu tinggi, sedatif, obat antitusif, dan memperbaiki keadaan umum dengan
memperhatikan asupan cairan dan kalori serta pengobatan terhadap komplikasi.
Pada kasus Diare, ada tiga tahapan penatalaksanaan, yaitu:
Rehidrasi oral
Penggunaan terapi rehidrasi oral (TRO) telah semakin luas diterima di seluruh dunia
karena merupakan terapi yang cepat, aman, efektif, dan murah untuk diare. Larutan
rehidrasi yang optimal harus dapat mengganti air, natrium, kalium, dan bikarbonat, dan
larutan tersebut juga harus isotonik atau hipotonik.8 Penambahan glukosa ke dalam
larutan meningkatkan penyerapan natrium dengan memanfaatkan kotransportasi natrium
yang digabungkan dengan glukosa, yang maksimal apabila konsentrasi glukosa tidak
lebih daripada 110 sampai 140 mmol/L.8 Kontraindikasi pemakaian TRO adalah syok,
volume tinja lebih dari 10 mL/kg/jam, ileus, atau intoleransi monosakarida.
Pemulihan diet
Setelah rehidrasi yang adekuat tercapai, masalah berikutnya yang perlu diatasi adalah
pemulihan makanan yang normal sesuai usia. Pilihan makanan awal mungkin mencakup
makanan yang mudah diserap, misalnya nasi dan mi gandum serta makanan
komplementer, seperti pisang (yang banyak mengandung kalium).8
Obat antidiare
Terdapat tiga kategori obat diare, yaitu obat intralumen, antimotilitas, dan antisekretorik.
Obat intralumen yang paling luas digunakan adalah suspensi tanah liat atau silikat yang
berfungsi sebagai adsorben (penyerap). Opiat, termasuk paregorik serta obat sintetik,
seperti kodein, difenoksilat, dan loperamid sering digunakan sebagai obat antimotilitas
untuk pengobatan diare ringan pada orang dewasa sehingga karena efek sampingnya
jangan digunakan pada anak-anak. Okteotrid sangat efektif dalam menghambat diare
sekretorik yang berkaitan dengan tumor penghasil hormon dan dalam mengurangi
volume diare akibat AIDS.8
15
3. Pencegahan Kasus
Ada tingkat pelaksanaan tindakan pencegahan dalam pengendalian penyakit, yaitu:
Pencegahan primer, tujuannya untuk mencegah awitan suatu penyakit selama masa
prapatogenesis. Pencegahan primer meliputi health promotion dan spesific protection.
Health promotion merupakan suatu tindakan preventif yang dilakukan pada saat masih
sehat sehingga tidak menjadi sakit, seperti perilaku sehat (cuci tangan sebelum makan),
olahraga, kebersihan lingkungan, dll). Spesific protection merupakan tindakan preventif
yang dilakukan pada saat masih sehat sehingga tidak sakit dengan menggunakan suatu
alat pelindung khusus, seperti melakukan vaksinasi terhadap penyakit tertentu.
Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.10 Program imunisasi nasional dikenal
sebagai Pengembangan Program Imunisasi (PPI) atau expanded program on
immunisation (EPI) dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1977.11 Program PPI
merupakan program pemerintah dalam bidang imunisasi guna mencapai komitmen
internasional, yaitu universal child immunisation (UCI). Target UCI 80-80-80
merupakan tujuan antara (intermediate goal), yang berarti cakupan imunisasi unutk
BCG, DPT, poli, campak, dan hepatitis B harus mencapai 80%, baik di tingkat nasional,
propinsi, dan kabupaten bahkan di setiap desa.11 Pada kasus 1, cakupan imunisasi dasar
masih rendah yaitu sebesar 60 dari target 90 persen, terutama imunisasi campak baru
mencapai 45%. Maka tidak heran terjadi KLB campak di Kecamatan Bojong Gede.
Gambar 4. Jadwal imunisasi
Sumber: Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjamtmiko. Pedoman
imunisasi di Indonesia. Edisi ke-3. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.
16
Pencegahan sekunder adalah diagnosis dini dan pengobatan segera penyakit sebelum
penyakit itu berkembang dan disabilitas menjadi parah. Salah satu tindakan pencegahan
sekunder yang paling penting adalah skrinning kesehatan. Tujuan skrinning ini bukan
untuk mencegah terjadinya tetapi lebih untuk mendeteksi keberadaannya selama masa
patogenesis awal, sehingga intervensi (pengobatan) dini dan pembatasan disabilitas dapat
dilakukan.
Pencegahan tersier bertujuan untuk melatih kembali, mendidik kembali, dan
merehabilitasi pasien yang mengalami disabilitas permanen. Tindakan pencegahan
tersier mencakup tindakan yang diterapkan setelah berlangsungnya masa patogenesis.
4. Surveilans
Surveilans epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus menerus
terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang mempengaruhi risiko
terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. Tujuan
surveilans adalah engetahui perubahan epidemiologi kasus, mengidentifikasi populasi risiko
tinggi, memprediksi dan mencegah terjadinya KLB, dan penyelidikan epidemiologi setiap
KLB. Surveilans penyakit di tingkat desa dilaksanakan oleh kelompok kerja surveilans
tingkat desa, dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pemantauan situasi
penyakit/kesehatan masyarakat desa dan kemungkinan ancaman terjadinya KLB secara terus
menerus. Pemantauan tidak hanya sebatas penyakit tetapi juga dilakukan terhadap faktor
risiko munculnya suatu penyakit.
Ada dua jenis surveilans, yaitu surveilens sindromik dan surveilens penyakit menular.
Surveilans sindromik merupakan awal dari sistem deteksi dini penyakit menular. Surveilens
sindromik itu penting karena dengan mencatat dan mendata secara rapi, kemunculan penyakit
menular dapat ditemukan sejak awal. Jika deteksi dini dapat dilakukan, koordinasi dengan
ahli pun dapat dilakukan dengan cepat, gangguan akibat meluasnya wabah antara lain berupa
penularan massal serta penularan sekunder dapat dikendalikan sebelum meluas. Surveilans
penyakit menular adalah pengamatan dan analisis tren kemunculan penyakit menular dengan
cara memahami kondisi munculnya penyakit berdasarkan diagnose, peraturan perundang-
undangan terkait pencegahan penyakit menular dan pengobatan terhadap pasien penyakit
menular. Jenis laporan surveilans penyakit menular dapat berupa: W1 (KLB/Wabah), W2 dan
EWARS (mingguan), STP (bulanan).
17
Strategi surveilans meliputi:
Surveilans Rutin
Surveilans rutin merupakan pengamatan epidemiologi kasus campak yang telah
dilakukan secara rutin selama ini berdasarkan sumber data rutin yang telah ada serta sumber
data lain yang mungkin dapat dijangkau pengumpulannnya.
SKD dan Respon KLB
Pelaksanaan SKD dan Respon KLB campak dilakukan setelah diketahui atau adanya
laporan 1 kasus pada suatu daerah serta pada daerah yang memiliki populasi rentan lebih 5%.
Penyelidikan dan penanggulangan setiap KLB
Setiap KLB harus diselidiki dan dilakukan penanggulangan secepatnya yang meliputi
pengobatan simtomatis pada kasus, pengobatan dengan antibiotika bila terjadi komplikasi,
pemberian vitamin A dosis tinggi, perbaikan gizi dan meningkatkan cakupan imunisasi
campak/ring vaksinasi (program cepat,sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.
Pemeriksaan laboratorium pada kondisi tertentu
Contoh: pada tahap reduksi campak dengan pencegahan KLB, pemeriksaan laboratorium
dilakukan terhadap 10 – 15 kasus baru pada setiap KLB. Pada tahap eliminasi/eradikasi,
setiap kasus campak dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Studi epidemiologi
Melakukan survei cepat, penelitian operasional atau operational research (OR) sebagai
tindak lanjut hasil analisis surveilans untuk melengkapi data/informasi surveilans yang
diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam perbaikan program (corrective
action).
Pelayanan Kesehatan Primer
Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh (comprehensive health
care services) kepada seluruh masyarakat di wilayah kerjanya, Puskesmas menjalankan
beberapa usaha pokok (basic health care services) yang meliputi 12 program sebagai berikut:
kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB), pemberantasan penyakit menular
(P2M), peningkatan gizi, kesehatan lingkungan (kesling), pengobatan, penyuluhan kesehatan
masyarakat, laboratorium, kesehatan sekolah, perawatan kesehatan masyarakat, kesehatan
jiwa, dan kesehatan gigi.3 Dari ke-12 program pokok Puskesmas, dipilihlah empat program
yang sesuai dengan kasus 1, yaitu:
1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
18
Tujuan umum dari KIA adalah menurunkan kematian (mortality) dan kejadian sakit
(morbidity) di kalangan ibu serta meningkatkan derajat kesehatan anak, melalui pemantauan
status gizi dan pencegahan sedini mungkin berbagai penyakit menular yang bisa dicegah
dengan imunisasi dasar sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Sasaran
primernya adalah ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak (sampai dengan usia 5 tahun),
sedangkan sasaran sekunder adalah dukun beranak dan kader kesehatan. Jumlah sasaran ibu
hamil dan anak ditetapkan menggunakan dua cara, yaitu pendataan langsung dan perkiraan
(estimasi).
Kegiatan KIA terdiri dari kegiatan pokok dan kegiatan integratif. Kegiatan integratif
adalah kegiatan program lain (misalnya kegiatan imunisasi merupakan kegiatan pokok P2M)
yang dilaksanakan pada program KIA karena sasran penduduk program P2M juga menjadi
sasaran program KIA. Kegiatan KIA terdiri dari:
Memeriksa kesehatan ibu hamil (ANC).
Mengamati perkembangan dan pertumbuhan anak-anak balita (integrasi program gizi).
Memberikan nasihat tentang makanan, mencegah timbulnya masalah gizi karena
kekurangan protein dan kalori.
Memperkenalkan jenis makanan tambahan (vitamin dan garam yodium) → Integrasi
program PKM dan gizi.
Memberikan pelayanan KB kepada pasangan usia subur → Integrasi program KB.
Merujuk para ibu atau anak-anak yang memerlukan pengobatan→ Integrasi program
pengobatan.
Memberikan pertolongan persalinan dan bimbingan selama nifas → Integrasi dengan
program perawatan kesehatan masyarakat.
Mengadakan latihan untuk dukun bersalin.
2. Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
Di berbagai wilayah di Indonesia terdapat perbedaan tingkat dan jenis endemisitas
penyakit menular. Tujuan dari program P2M adalah menemukan kasus penyakit menular
sedini mungkin dan mengurangi berbagai risiko kesehatan masyarakat yang memudahkan
terjadinya penyebaran suatu penyakit menular.3 Sasaran primernya adalah ibu hamil, balita,
dan anak-anak sekolah untuk kegiatan imunisasi, sedangkan sasaran sekunder adalah
lingkungan pemukiman masyarakat.
3. Peningkatan Gizi
19
Masalah gizi masih cukup rawan di beberapa wilayah di Indonesia, terutama di wilayah
pemukiman kumuh. Tujuan program peningkatan gizi adalah meningkatkan status gizi
masyarakat melalui upaya pemantauan status gizi kelompok-kelompok masyarakat yang
mempunyai risiko tinggi, pemberian makanan tambahan, baik yang bersifat penyuluhan
maupun pemulihan.3 Sasarannya adalah ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak (sampai dengan
usia 5 tahun).
4. Kesehatan Lingkungan
a. Menyediakan Air Bersih
Air merupakan kebutuhan dasar yang dipergunakan sehari-hari untuk minum, mandi,
cuci, dan keperluan lainnya. Air merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam aspek
kesehatan masyarakat, dimana air dapat menjadi sumber dan tempat perindukan dan media
kehidupan bibit penyakit. Banyak penyakit terkait dengan air, baik air kotor dan bahkan juga
air yang bersih secara fisik, seperti diare. kimiawi. Secara fisik, air harus memenuhi syarat
berikut: tidak berwarna (bening/jernih), tidak keruh (bebas dari lumpur, sampah, busa, dll),
tidak berasa (asin, pahit, asam), tidak berbau (amis, anyir, busuk, belerang, dll). Kegiatan
yang dapat dilakukan, antara lain:
Perlindungan terhadap sumber mata air yang digunakan penduduk, misalnya dengan
kaporitisasi sumur.
Penyuluhan melalui demonstrasi tentang pembuatan sumur.
Penyediaan sumur pompa tangan, baik dangkal maupun dalam, sarana air minum, dan
sebagainya.
Mengadakan penyuluhan kesehatan tentang air minum sehat.
b. Memperbaiki sistem pembuangan kotoran manusia
Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat. Ada
tujuh kriteria yang harus diperhatikan, yaitu:
Tidak mencemari air, artinya:
o Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak
mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar
lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.
o Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter
20
o Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang
kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
o Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang, danau,
sungai, dan laut
Tidak mencemari tanah permukaan, artinya:
o Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai,
dekat mata air, atau pinggir jalan.
o Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau dikuras,
kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
Bebas dari serangga
o Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu.
Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah.
o Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang
nyamuk.
o Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang
kecoa atau serangga lainnya.
o Lantai jamban harus selalu bersih dan kering.
o Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup
Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan, artinya:
o Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai
digunakan
o Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat
oleh air
o Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk
membuang bau dari dalam lubang kotoran
o Lantan jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus
dilakukan secara periodik.
Aman digunakan oleh pemakainya, artinya:
o Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran
dengan pasangan batau atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lai yang
terdapat di daerah setempat.
Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya, artinya:
o Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran.
21
o Jangan membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena
dapat menyumbat saluran.
o Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan
cepat penuh.
o Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter
minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100.
Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan, artinya:
o Jamban harus berdinding dan berpintu
o Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari
kehujanan dan kepanasan.
Gambar 5. Syarat Jamban Sehat
Sumber: http://promkes-banyuurip.blogspot.com/2011_03_01_archive.html
c. Pembuangan Sampah
Sampah adalah limbah yang bersifat padat, terdiri dari bahan yang bias membusuk
(organik) dan tidak membusuk (anorganik) yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan harus
dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan masyarakat. Sampah harus dikelola
dengan baik dan benar, karena bila tidak akan dapat menjadi tempat perindukan vektor bibit
penyakit. Untuk pedesaan, pada umumnya sampah biasanya ditangani dengan beberapa cara,
yaitu dibakar, dibuang ke lubang galian, atau dibuat kompos. Kegiatan pembuangan sampah
dilaksanakan bekerjasama dengan kelompok-kelompok masyarakat. Masyarakat digerakkan
untuk melakukan pembuangan sampah yang baik sehingga sampah tidak lagi mencemari
lingkungan pemukiman mereka.3
Namun dengan berkembangnya dunia usaha dan juga ilmu pengetahuan, kini sampah
dapat dikelola dengan lebih menguntungkan, yaitu yang dikenal dengan istilah pendekatan
3R (reduce, reuse dan recycle). Reduce adalah upaya pengelolaan sampah dengan cara
22
mungurangi volume sampah itu sendiri. Cara ini sifatnya lebih mengarah ke pendekatan
pencegahan. Contoh: kalo beli sayuran pilihlah sayuran yang sesedikit mungkin dibuang,
kalo ambil makanan jangan berlebihan, sehingga akan mengurangi makanan yang menjadi
sampah. Reuse adalah suatu cara untuk menggunakan kembali sampah yang ada, untuk
keperluan yang sama atau fungsinya yang sama. Contoh: botol sirop digunakan kembali
untuk botol sirop, atau untuk botol kecap. Tentunya proses ini harus dilakukan dengan baik,
missal dengan dicuci yang benar. Recycle adalah pemanfaatan limbah melalui pengolahan
fisik atau kimia, untuk menghasilkan produk yang sama atau produk yang lain. Contoh:
sampah organik diolah menjadi kompos, besi bekas diolah kembali menjadi barang-barang
seni dari besi, dll.
d. Pengawasan terhadap tempat-tempat umum
Pengawasan biasanya dilakukan di perusahaan-perusahaan penghasil limbah cair, tempat
pengolahan dan penjualan makanan, tempat-temapt umum, dan sanitasi lingkungan. Kegiatan
ini dikoordinasikan secara lintas sektoral terutama dengan camat.3 Limbah cair rumah tangga
dapat berasal dari kamar mandi, peturasan, cucian barang/bahan dari dapur rumah tangga.
Dalam pengertian ini limbah cair ini tidak termasuk limbah cair yang berasal dari jamban
keluarga. Limbah cair dari kegiatan rumah tangga volumenya relatif sedikit dibanding dengan
luas lahan yang ada di desa tersebut. Namun demikian limbah cair tersebut tetap harus
dikelola, karena kalo dibuang sembarangan akan membuat lingkungan kotor, berbau, dan
mengurangi estetika dan kebersihan lingkungan. Limbah cair harus dikelola dengan baik dan
benar, karena bila tidak akan dapat menjadi tempat perindukan vektor bibit penyakit
penyakit.
Promosi Kesehatan
Dalam konteks kesehatan, promosi berarti upaya memperbaiki kesehatan dengan cara
memajukan, mendukung, dan menempatkan kesehatan lebih tinggi dari agenda, baik secara
perorangan maupun secara kelompok. Definisi WHO, berdasarkan piagam Ottawa/Ottawa
Charter (1986) mengenai promosi kesehatan sebagai hasil Konferensi Internasional Promosi
Kesehatan di Ottawa Canada adalah sebagai berikut: Health promotion is the process of
enabling people to control over and improve their health. To reach a state of complete
physical, mental, and social well-being, an individual or group must be able to identify and
realize aspiration, to satisfy needs, and to change or cope with the environment.9
Berdasarkan definisi tersebut, WHO menekankan bahwa promosi kesehatan merupakan suatu
23
proses yang bertujuan memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan
meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri.
Promosi kesehatan meliputi dan merangkum pengertian dari pendidikan kesehatan,
penyuluhan kesehatan, komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE), dan istilah lainnya.
Sasaran promosi kesehatan terdiri dari sasaran primer, sekunder, dan tersier. Sasaran primer
adalah sasaran yang mempunyai masalah, yang diharapkan mau berperilaku sesuai harapan
dan memperoleh manfaat paling besar dari perilaku tersebut. Dalam kasus 1, sasaran primer
adalah penduduk yang terkena diare dan balita yang terkena campak. Sasaran sekunder
adalah individu atau kelompok yang memiliki pengaruh atau disegani oleh sasaran primer.
Sasaran sekunder, seperti ketua RT, RW, Lurah, dan Camat, diharapkan mampu mendukung
pesan-pesan yang disampaikan kepada sasaran primer. Sasaran tersier adalah para pengambil
kebijakan, penyandang dana, pihak-pihak yang berpengaruh di berbagai tingkatan
pemerintahan.
Kegiatan PKM dilaksanakan secara integratif dengan semua usaha pokok puskesmas
karena semua program memerlukan komponen kegiatan penyuluhan untuk kelompok-
kelompok sasaran program. Di tingkat kabupaten, disediakan tenaga koordinator PKM yang
akan membantu petugas PKM puskesmas mengembangkan usaha pokok kesehatan dalam
rangka peningkatan peran serta masyarakat. Bantuan tenaga PKM dari Dinkes tingkat II
biasanya diberikan apabila di wilayah kerja puskesmas timbul KLB penyakit menular.
Karena kegiatan PKM adalah bagian integral dari semua program pokok puskesmas, semua
staf puskesmas harus mampu melaksanakannya, baik sasarannya individu pasien maupun
kelompok-kelompok masyarakat sasaran program. Tetapi kenyataannya di puskesmas masih
sulit mengembangkan kegiatan PKM karena berbagai kendala, kecuali terjadi wabah (KLB).
PKM sebaiknya merupakan kegiatan rutin dilakukan oleh staf, jangan hanya dilaksanakan
pada saat timbulnya KLB penyakit menular.
Menurut Notoatmodjo (1993) dan WHO (1992), metode pendidikan kesehatan
diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu:3
1. Metode pendidikan individu
Bimbingan dan konseling (guidance and counseling) serta wawancara. Bimbingan
berisi penyampaian informasi yang berkenaan dengan masalah pendidikan,
pekerjaaan, pribadi, dan masalah sosial yang disajikan dalam bentuk pelajaran.
Konseling memungkinkan peserta didik mengenal dan menerima diri sendiri serta
realistis dalam proses penyelesaian dengan lingkungannya.
Wawancara yang sebenarnya bagian dari bimbingan dan konseling.
24
2. Metode pendidikan kelompok
Ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh seorang pembicara dalam waktu yang
terbatas di depan sekelompok pendengar biasanya orang dewasa yang memahami
kata-kata yang digunakan pembicara. Namun cara ini sulit diterapkan pada anak-anak,
kurang menarik minat, dan menghalangi respon pendengar.
Seminar adalah presentasi dari satu atau beberapa ahli tentang suatu topik yang
dianggap penting dan dianggap hangat di masyarakat. Metode ini hanya cocok untuk
sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas.
Diskusi kelompok adalah percakapan terencana di antara tiga orang atau lebih dan
salah satunya sebagai pemimpin diskusi. Ini merupakan pendekatan demokratis dan
tiap anggota dapat mengemukakan pendapat.
Curah pendapat adalah semacam pemecahan masalah ketika tiap anggota
mengusulkan dengan cepat semua kemungkinan pemecahan yang dipikirkan. Metode
ini cocol digunakan untuk membangkitkan pikiran kreatif, merangsang partisipasi,
dan menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kelompok.
Snowball dilakukan dengan membagi secara berpasangan, mendiskusikan masalah
dan mencari kesimpulan. Selanjutnya, setiap dua pasang yang sudah beranggotakan
empat orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya, demikian seterusnya
akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.
Buzz group dilakukan dengan membagi kelompok sasaran yang lebih besar menjadi
kelompok kecil, kemudian membahas suatu masalah dan melaporkan hasilnya kepada
kelompok besar.
Role play adalah permainan sebuah situasi dalam hidup manusia mengenai kasus
tertentu. Hal ini sulit diterapkan karena banyak yang tidak senang memainkan peran
dan dibutuhkan pemimpin yang terlatih.
Simulasi adalah suatu cara peniruan karakteristik atau perilaku sehingga para peserta
dapat bereaksi seperti pada keadaan sebenarnya.
3. Metode pendidikan massa dilakukan dengan ceramah umum yaitu memberikan pidato di
hadapan massa dengan sasaran yang sangat besar.
Kesimpulan
Dalam penyelidikan epidemiologi (PE), setiap kasus penyakit yang dinyatakan sebagai
KLB/wabah dapat diketahui penyebab, tahu cara terjadinya, tahu sumber terjadinya dan tahu
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pada induvidu sebagai host dari kasus penyakit
25
yang terjadi. Dengan mengerti dan memahami ini semua maka upaya pencegahan dapat
dilakukan, kasus penyakit tidak akan muncul dengan penyebab yang sama.
Daftar Pustaka
1. Departemen Kesehatan RI. Peraturan Menteri Republik Indonesia No.
949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang pedoman penyelengaraan sistem kewaspadaan dini
kejadian luar biasa.
2. Departemen Kesehatan RI. Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999
tentang pedoman penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB.
3. Muninjaya AAG. Manajemen kesehatan. Jakarta : EGC; 1999. h. 115 – 38.
4. Prasetyawati AE. Ilmu kesehatan masyarakat untuk kebidanan holistik (integrasi
commnity oriented ke family oriented). Yogyakarta : Nuha Medika; 2011. h. 253 – 61.
5. Soegijanto S. Campak. Dalam : Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita
CB, Ismoedijanto, Soedjamtmiko. Pedoman imunisasi di Indonesia. Edisi ke-3. Jakarta :
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h. 171 – 7.
6. Budi Setiawan. Diare akut karena infeksi. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jilid ke-3. Jakarta :
InternaPublishing; 2009. h. 2836 – 42.
7. Bickley LS. Bates : buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi ke-8.
Jakarta : EGC; 2009. h. 392 – 406.
8. Maulana HDJ. Promosi kesehatan. Jakarta : EGC; 2009. h. 13 – 42.
9. Cohen MB. Evaluasi pada anak dengan diare akut. Dalam : Alper A, et al. Buku ajar
pediatri rudolph. Edisi ke-20. Jakarta : EGC; 2006. h. 1142 – 7.
10. Notoatmojo S. Kesehatan masyarakat : ilmu dan seni. Jakarta : Rineka Cipta; 2011. h. 44
– 53.
11. McKenzie JF, Pinger RR. Kesehatan masyarakat : suatu pengantar. Edisi ke-4. Jakarta :
EGC; 2006. h. 97 – 107.
26