skenario 1

download skenario 1

of 7

Transcript of skenario 1

  • 5/28/2018 skenario 1

    1/7

    WBC : *Nilai Normal [3,5-10,0 ] L 103/mm3

    RBC : *Nilai Normal [3,80-5,80] 106/mm3

    HGB : *Nilai Normal [11,0-16,5] g/dl

    HCT : *Nilai Normal [35,0-50,0] %

    PLT : *Nilai Normal [ 150-390 ] L 103/mm3

    MCV : *Nilai Normal [ 80 - 97 ] m3

    MCH : *Nilai Normal [26,5-33,5] L pg

    MCHC : *Nilai Normal [31,5-35,0] g/dlRDW : *Nilai Normal [10,0-15,0] H %

    MPV : *Nilai Normal [6,5- 11,0] m3

    PDW : *Nilai Normal [10,0-18,0] %

    KETERANGAN:

    WBC : *Nilai Normal [3,5-10,0 ] L 103/mm3 ==> Hitung Lekosit

    Hitungan Lekosit/ White Blood Cell adalah komponen dalam darah yang berfungsi untuk memerangi infeksi akibat virus, bakteri atau

    proses metabolik tosik. Ada dua kemungkinan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan ini yaitu:

    1. WBC Meningkat Ditemukan pada: Penyakit inflamasi kronis, penyakit infeksi bakteri, perdarahan akut, leukimia, gagal ginjal( nefritis)

    pengobatan seperti quini, adrenalin, steroid, dll

    2. WBC turun Ditemukan pada: Penyakit infeksi virus, penyakit sumsum tulang, dll

    RBC : *Nilai Normal [3,80-5,80] 106/mm3 ==> Hitung Eritrosit

    Hitungan Eritrosit/ Red Blood Cell adalah komponen dalam darah yang paling banyak jumlahnya yang berfungsi sebagai

    pengangkut/membawa oksigen dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh tubuh dan mengakut karbondioksida dari seluruh tubuh ke

    paru-paru. ada dua kemungkinan dari hasil pemeriksaan yaitu:

    1. RBC Meningkat Ditemukan pada: hemokosentrasi (Perburukan DHF, Resistensi Insulin), PPOK( Penyakit Paru Obstruktif Kronik),

    Jantung Kongestif, Perokok, Preeklamsi, penggunaan Obat-obat (Gentamicyn, methyldopa) dll

    2. RBC Menurun Ditemukan Pada: Amenia kecuali jenis thalassemia, Leukemia, hipertiroid, Penyakit Hati Kronik, Hemolisis (Reaksi

    terhadap Tranfusi, infeksi, reaksi kimia, terbakar, pacu jantung buatan) Penyakit Sistemik seperti Lupus, Kanker dll

    HGB : *Nilai Normal [11,0-16,5] g/dl ==> Hemoglobin

    Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media transport yang mengangkut oksigen dari

    paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari seluruh jaringan ke paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam

    hemoglobin membuat darah berwarna merah. Ada dua hasil pemeriksaan yaitu:

    1. HGB Meningkat Ditemukan pada Orang yang hidup didataran tinggi, perokok. Beberapa penyakit seperti Radang paru-paru, tumor,

    preeklamsi, hemokosentrasidll

    2. HGB Menurun atau Hemoglobin dalam darah rendah dikenal dengan Amenia. Anemia disebabkan oleh banyak hal seperti:

    perdarahan, kekurangan gizi, gangguan sumsum tulang, akibat kemoterapi, hemolisis, penyakit sistemik (kanker, lupus, sarcoidosis)dll

    HCT : *Nilai Normal [35,0-50,0] % ==> Hematokrit

    Hematokrit merupakan ukuran yang menentukan banyaknya jumlah sel darah merah dalam 100ml darah yang dinyatakan dalam %.

    Karena kadar hemotakrit berbanding lurus dengan kadar hemoglobin maka penurunan dan peningkatan kosentrasi hemoatokrit terjadi

    pada penyakit yang sama seperti hemoglobin.

    PLT : *Nilai Normal [ 150-390 ] L 103/mm3 ==> Hitung Trombosit

    Trombosit atau Platelet adalah bagian dari sel darah yang berfungsi dalam pembekuan darah dan menjaga intergritas vaskuler.

    Beberapa kelainan yang dapat ditemukan pada trombosit yaitu giant platelet ( trombosit besar) dan platelet clumping (trombosit

    bergerombol). Hasil lab jika :

    1. PLT Meningkat, Trombosis yang tinggi disebut Trombositosis pada beberapa orang tidak ada keluhan

    2. PLT Menurun, Trombosis yang rendah disebut Trombositopenia ini ditemukan pada kasus Demam Berdarah DBD, Idiopatik

    trombositopenia Purpur (ITP), Supresi Sumsum tulang dll

    Indeks Eritrosit Dapat dinyatakan dam 3 bentuk Yaitu:

    MCV : *Nilai Normal [ 80 - 97 ] m3 ==> Rata-rata Volume Eritrosit

    MCV atau Mean Corpuscular Volume atau Rata-rata volume eritrosit adalah volume rata-rata yang dinyatakan dalam satuan

    femtoliter (fl)/m3 . sehingga dapat MembedakanAnemia Mikrositik (MCV dibawah normal) dan Anemia makrositik (MCV diatas

    normal)dapat dihitung dengan rumus

    MCV = Hematokrit x 10

    Eritrosit

    Hasil Pemeriksaan yaitu:1. MCV Meningkat Anemia Makrositik ditemukan pada Anemia Pernisiosa, defisiensi asam folat, peminum alkohol, terapi HIV zidovudine,

    abacavir, stavudin.

    2. MCV Menurun Anemia Mikrositik ditemukan pada Anemia defisiensi besi, thalasemia, keracunan timah.

    MCH : *Nilai Normal [26,5-33,5] L pg ==> Rerata Hb Eritosit

    MCH atau Mean Corouscular Hemoglobin atau rata-rata Hb Eritrosit adalah Banyaknya Hemoglobin per eritrosit dinyatakan adalam

    satuan Pikogram(pg).

    MCH = Hemoglobin x 10

    Eritrosit

    MCHC : *Nilai Normal [31,5-35,0] g/dl ==> Rerata kosentrasi Hb Eritrosit

    MCHC atau Mean Corpuscular Hemoglobin Cosentrasion atau Rerata kosentrasi Hb Eritrosit adalah Kadara Hemoglobin yang didapat

    dari hemoglobin per hematokrit.

    MCHC = Hemoglobin x 100

    Hematokrit

    RDW : *Nilai Normal [10,0-15,0] H % ==> Red cell Distribution WidthRDW atau Rentang Distribusi Eritrosit adalah koofisiensi variasi dari volume eritrosit. Hasil pemeriksaan yaitu:

  • 5/28/2018 skenario 1

    2/7

    1. RDW Meningkat Mengindikasikan adanya ukuran eritrosit yang heterogen. Dan ditemukan pada pasien dengan Anemia Defisiensi

    Besi, Anemia Defisiensi Asam Folat, Anemia Defisiensi Vitamin B12.

    2. RDW Rendah Menunjukan adanya variasi ukuran eritrosit yang kecil

    MPV : *Nilai Normal [6,5- 11,0] m3 ==> Mean Platelet Volume

    MPV atau Mean Platelet Volume adalah ukuran rata-rata trombosit/platelet. Trombosit baru lebih besar, dan peningkatan MPV

    terjadi ketika terjadi peningkatan jumlah platelet yang sedang diproduksi. Sebaliknya, penurunan MPV merupakan indikasi penurunan

    jumlah trombosit (trombositopenia).

    PDW : *Nilai Normal [10,0-18,0] % ==> Plateler Distribution WidthPDW atau Rentang Distribusi trombosit adalah koofisien variasi ukuran trombosit. Hasil pemeriksaan yaitu:

    1. PDW Meningkat Ditemukan pada sickle cell disease dan Trombositosis

    2. PDW Menurun Menunjukan variasi ukuran trombosis yang kecil

    * Keterangan : Nilai normal dari Pemeriksaan mungkin berbeda-beda tergantung ketentuan dari laboratariumnya sendiri tapi jarak nilai

    normalnya tidak terlalu jauh.

    Hb ; fungsinya mengangkut O2

    Nilai normal :

    Wanita : 12-16 gr/dl

    Pria : 14-18 gr/dl

    Bayi : 12-24 gr/dl

    Anak : 10-16 gr/dl

    Penurunan hb biasanya terjadi pada penderita anemia, kanker, penyakit ginjal, pemberian cairan intravena berlebihan dan penyakit

    Hodkins.

    2. Leukosit (WBC); Pertahanan Tubuh

    Nilai normal

    Dewasa :4000-10000/mm3

    Anak :9000-12000/mm3

    Bayi baru lahir : 9000-30000/mm3

    3. Trombosit/Platelet; proses pembekuan darah

    Jumlah normal : 150000-400000

    4. Different count/ hitung jenis leukosit

    Urutan : basofil/eosinofil/Netrofil batang/Netrofil

    segmen/limfosit/Monosit

    Nilai normal : 0,4-1/1-3/0-5/50-65/25-35/4-6

    Netrofil paling cepat bereaksi terhadap radang disbanding leukosit lain. Netrofil segmen merupakan netrofil matang. Peningkatan netrofil

    biasanya pada kasus infeksi akut, kerusakan jaringan (AMI).

    5. Sediment RBC(LED) (normal: 0-15 mm/jam)

    Mengukur kecepatan endap eritrosit dan menggambarkan komposisi plasma serta perbandingannya antara eritrosit dan plasma.

    Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah

    rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemiaakan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur,

    nafsu makan hilang, dan infeksi berulang.

    Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan

    untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat

    besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen

    dari paru-paru keseluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi

    hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan

    fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi

    menjalankan aktivitasnya secara normal.Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang

    merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino

    yang membentuk hemoglobin.Thalasemia adalah penyakit yang sifatnya diturunkan. Penyakit ini, merupakan penyakit kelainan

    pembentukan sel darah merah.

    B. PENYEBAB

    Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam

    pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita

    penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1gen yang

    diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala

    dari penyakit ini.

    Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis yang utama adalah :

    1. AlfaThalasemia (melibatkan rantai alfa) AlfaThalasemia paling sering ditemukan pada orang

    kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen).

  • 5/28/2018 skenario 1

    3/7

    2. BetaThalasemia (melibatkan rantai beta) Beta Thalasemia pada orang di daerah Mediterania

    dan Asia Tenggara.

    Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :

    1. Thalasemia Mayor, karena sifat sifat gen dominan.

    Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam

    darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampaklebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang

    bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya

    Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan

    mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak

    lebih kencang danfacies cooley. Facies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang

    hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras

    untuk mengatasi kekurangan hemoglobin.

    Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada

    umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur

    hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar

    1-8 bulan.Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya

    penyakit. Semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.

    2. Thalasemia Minor

    Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal,tanda-tanda

    penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah

    dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita

    thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor

    dengan berbagai ragam keluhan.

    Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor

    sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan

    transfusi darah di sepanjang hidupnyaC. GEJALA

    Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Sebagian besar

    penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang lebih berat, misalnya beta-

    thalasemia mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu

    empedu dan pembesaran limpa.

    Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama

    tulang kepala dan wajah.Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang

    menderita thalasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat

    dibandingkan anak lainnya yang normal.

    Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi

    bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagaljantung.

    Oleh karena itu, untuk memastikan seseorang mengalami thalasemia atau tidak, dilakukan dengan

    pemeriksaan darah. Gejala thalasemia dapat dilihat pada banak usia 3 bulan hingga 18 bulan.Bila

    tidak dirawat dengan baik, anak-anak penderita thalasemia mayor ini hidup hingga 8 tahun saja

    Satu-satunya perawatan dengan tranfusi darah seumur hidup. jika tidak diberikan tranfusi darah,

    penderita akan lemas, lalu meninggal.

    D. DIAGNOSA

    Thalasemia lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit hemoglobin lainnya.

    Hitung jenis darah komplit menunjukkan adanya anemia dan rendahnya MCV (mean corpuscular

    volume).

    Elektroforesa bisa membantu, tetapi tidak pasti, terutama untuk alfa-thalasemia. Karena itudiagnosis biasanya berdasarkan kepada pola herediter dan pemeriksaan hemoglobin khusus.

  • 5/28/2018 skenario 1

    4/7

    E. PENGOBATAN

    Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat

    Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang

    bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan

    keracunan.

    Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapigenetik masih dalam tahap penelitian.

    F. PENCEGAHAN

    Pada keluarga dengan riwayat thalasemia perlu dilakukan penyuluhan genetik untuk

    menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalasemia.

    Pengidap thalasemia yang mendapat pengobatan secara baik dapat menjalankan hidup layaknya

    orang normal di tengah masyarakat. Sementara zat besi yang menumpuk di dalam tubuh bisa

    dikeluarkan dengan bantuan obat, melalui urine.

    Penyakit thalasemia dapat dideteksi sejak bayi masih di dalam kandungan, jika suami atau istri

    merupakan pembawa sifat (carrier) thalasemia, maka

    anak mereka memiliki kemungkinan sebesar 25 persen untuk menderita thalasemia.Deteksi dini thalasemia sangat dianjurkan oleh para ahli karena pertambahan jumlah penderita yang cukup pesat, dan hasil penanganan

    juga akan lebih baik dibandingkan melakukan screening ketika perjalanan penyakit telah lanjut. Sasaran untuk melakukan deteksi dini

    adalah pasangan yang akan menuju jenjang pernikahan, ibu hamil sebagai syarat pemeriksaan prenatal, anak-anak yang dicurigai gejala

    thalasemia. Pemeriksan laboratorium tersebut meliputi pemeriksaan darah lengkap yaitu Hb, Lekosit, Eritrosit, Trombosit,Hematokrit,

    Diffcount, LED,MCV, MCH, MCHC.

    Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan

    besi untukeritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang.1

    Gambaran diagnosis etiologis dapat ditegakkan dari petunjuk patofisiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, diagnosis

    banding, penatalaksanaan dan terapi. Beberapa zat gizi diperlukan dalam pembentukan sel darah merah. Yang paling penting adalah zat

    besi, vitamin B12 dan asam folat, tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin dan tembaga serta keseimbangan

    hormone, terutama eritroprotein. Tanpa zat gizi dan hormone tersebut, pembentukan sel darah merah akan berjalan lambat dan tidak

    mencukupi, dan selnya bisa memiliki kelainan bentuk dan tidak mampu mengangkut oksigen sebagaimana mestinya. 1,2

    PATOFISIOLOGI

    Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb).Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb.Walaupun

    pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa sehingga timbul anemia hipokromik

    mikrositik.3

    ETIOLOGI

    Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan

    menahun.

    1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :

    Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.

    Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.

    Saluran kemih : hematuria

    Saluran napas : hemoptoe.

    2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan

    banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).

    3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.

    4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.

    Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau

    peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan

    gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karenamenormetrorhagia.1

    EPIDEMIOLOGI

    Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak

    sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein, vitamin A dan

    yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekitar 30 40%, pada anak sekolah 2535% sedangkan

    hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita sebesar 5,55%. ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa

    gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi

    belajar di sekolah.3

    PATOGENESIS

    Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi sehingga cadangan zat besi makin menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan

    ini disebutiron depleted state. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus maka penyediaan zat besi untuk eritropoesis berkurang

    sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient

    erythropoiesis.Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut iron deficiency anemia.1

    GEJALA KLINIS

    Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensibesi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti :

    Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.

  • 5/28/2018 skenario 1

    5/7

    Glositis : iritasi lidah

    Keilosis : bibir pecah-pecah

    Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.1

    PEMERIKSAAN LABORATORIUM

    Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah :

    1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan

    sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW

    (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelumkadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena

    anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel

    pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan

    thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasusankilostomiasis sering

    dijumpai eosinofilia.1

    2. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast

    kecil-kecil, sideroblast.2

    3. Kadar besi serum menurun 350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.

    4. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan,

    khususnya retikuloendotel. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat

    menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya

    pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik.

    5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.

    6. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.

    7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop, pemeriksaan ginekologi.1

    DIAGNOSIS

    Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium

    yang tepat. Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi

    sebagai berikut :

    Adanya riwayat perdarahan kronis atau terbukti adanya sumber perdarahan.

    Laboratorium : Anemia hipokrom mikrosister, Fe serum rendah, TIBC tinggi.

    Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang (sideroblast-)

    Adanya respons yang baik terhadap pemberian Fe.1,2

    DIAGNOSIS BANDING

    Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti :

    1. Thalasemia (khususnya thallasemia minor) :

    Hb A2 meningkat

    Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.

    2. Anemia kaena infeksi menahun :

    Biasanya anemia normokromik normositik. Kadang-kadang terjadi anemia hipokromik mikrositik.

    Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.

    3. Keracunan timah hitam (Pb) :

    Terdapat gejala lain keracunan P.

    Terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang.1

    Anemia sideroblastik :

    PENATALAKSANAAN

    1. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai.

    2. Pemberian preparat Fe :

    Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di

    antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.

    3. Bedah

    Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel.

    4. Suportif

    Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam,

    kacang-kacangan).2,4

    TERAPISetelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa :

    Terapi kausal: tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi

    kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.

    Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh :

    Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman.preparat yang tersedia, yaitu:

    Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif). Dosis: 3 x 200 mg.

    Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate,harga lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir

    sama.

    Besi parenteral

    Efek samping lebih berbahaya,serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu :

    Intoleransi oral berat;

    Kepatuhan berobat kurang;

    Kolitis ulserativa;

    Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).4

    DAFTAR PUSTAKA[1] Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.

    [2] Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC.

  • 5/28/2018 skenario 1

    6/7

    [3] Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 : 1011-1023.

    [4] Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence, significance, and causes in patients receiving palliative

    care.Medlineplus. 26:1132-1139.

    1. Jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin

    Pada orang dewasa normal jumlah eritrosit pada laki-laki 4,6-6,2 juta/mm3 dan pada perempuan 4,2-5,4 juta/mm3. Kadar

    hemoglobin normal pada laki-laki 13,5-18 gr/dl dan perempuan 12-16 gr/dl (Ronald A. Sacher, Richard A McPherson, 2004). Angka

    normal jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin dari setiap penulis memiliki perbedaan begitu juga dengan angka normal pemeriksaanlaboratorium lainnya sehingga tidak memiliki angka mutlak. Jumlah eritrosit pada ADB normal atau sedikit menurun dan kadar hemoglobin

    turun.

    2. Indeks erirosit

    Pemeriksaan indeks eritrosit meliputi Mean Corpuscular Volume(MCV), volume rata-rata sel darah merah; Mean Corpuscular

    Haemoglobin (MCH), volume hemoglobin rata-rata dalam eritrosit; danMean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC), volume

    konsentrasi hemoglobin rata-rata. Secara manual perhitungan MCV didapatkan dari pembagian antara hematokrit dengan jumlah eritosit

    di mana nilai normalnya sebesar 80-98 fl (femtoliter). Perhitungan MCH didapatkan dari perbandingan antara kadar hemoglobin (Hb)

    dengan jumlah eritrosit dengan nilai normalnya antara 26-32 pg (pikogram). MCHC didapatkan dari perhitungan antara kadar Hb dibagi

    dengan hematokrit dikalikan 100% dengan nilai rujukan 32-36% (Ronald A. Sacher, Richard A McPherson, 2004). Pada ADB, terjadi

    penurun ketiga indeks eritrosit di atas sehingga apusan darah tepinya menunjukkan anemia mikrositik hipokromik, anisositosis, dan

    poikilositosis. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada ADB dan thalassemia major. Leukosit dan trombosit pada umumnya normal (I Made

    Bakta, et al., 2006).

    3. TIBC, Saturasi Transferin, dan Besi Sumsum Tulang

    TIBC atau kapasitas mengikat besi total merupakan suatu pengukuran untuk mengukur kapasitas transferin serum mengikat besi.

    Pengambilan darah unutk pemeriksaan ini sebaiknya pada pagi hari setelah puasa 12 jam dan eksklusi suplemen besi selama 12-24 jam.

    Kemampuan total transferin mengikat besi diukur dari mengukur besi total yang terikat dan pemeriksaan TIBC ini tidak mengukur kadar

    transferin. Rentang normal untuk TIBC pada orang dewasa adalah 240-360 g/dl, dan cenderung akan berkurang seiring bertambahnya

    usia sampai 250 g/dl pada orang dengan usia di atas 70 tahun. TIBC meningkat pada defisiensi besi dan kehamilan, tetapi mungkin

    normal atau rendah pada penyakit kronis dan malnutrisi (Ronald A. Sacher, Richard A McPherson, 2004).

    Saturasi transferin menggambarkan perbandingan antara besi serum yang ada dengan TIBC dalam bentuk persentase. Saturasi

    transferin ini memiliki pola diurnal, tinggi pada pagi hari dan rendah pada siang dan sore hari. Persentase saturasi rendah pada defisiensi

    besidan penyakit kronis dan tinggi pada anemia sideroblastik, keracunan besi, serta hemolisis intravascular dan hemokromatosis (Ronald A.

    Sacher, Richard A McPherson, 2004). Pemeriksaan sumsum tulang untuk melihat kadar cadangan besi untuk proses eritropoesis.

    4. Besi serum, protoporfirin eritrosit, ferritin serum

    Pemeriksaan besi serum dan ferritin serum untuk melihat ada/tidaknya besi dan cadangannya dalam tubuh. Dan protoporfirin

    eritrosit untuk menentukan pembentukan heme dimana besi akan diikat oleh protoporfirin.

    Anemia adalah suatu keadaan di mana terjadi kelainan hematologi yang ditandai dengan disfungsi eritrosit dan/atau hemoglobin dalam

    mensuplai oksigen ke jaringan. Secara laboratorik, anemia terjadi penurunan kadar Hb, hitung eritrosit, dan hematokrit (I Made Bakta,

    2006). Kriteria klinik anemia untuk di Indonesia pada umumnya adalah:

    - Hemoglobin < 10 g/dl

    - Hematokrit < 30%

    - Eritrosit < 2,8 juta/mm3 (I Made Bakta, 2006)

    Klasifikasi anemia menurut morfologi eritrosit

    A. Anemia mikrositik hipokromik (MCV < 80 fl ; MCH < 27 pg)

    - Anemia defisiensi besi

    - Thalassemia

    - Anemia akibat penyakit kronis

    - Anemia sideroblastik

    B. Anemia Normokromik Normositik (MCV 80-95 fl; MCH 27-34 pg)

    - Anemia pascaperdarahan akut

    - Anemia aplastik-hipoplastik

    - Anemia hemolitik- terutama didapat- Anemia akibat penyakit kronik

    - Anemia mieloptisik

    - Anemia pada gagal ginjal kronik

    - Anemia pada mielofibrosis

    - Anemia pada sindrom mielodisplastik

    - Anemia pada leukemia akut

    C. Anemia Makrositik

    1. Anemia megaloblastik

    - Anemia defisiensi asam folat

    - Anemia defisiensi vitamin B12

    2. Nonmegaloblastik

    - Anemia pada penyakit hati kronik

    - Anemia pada hipotiroid

    - Anemia pada sindrom mielodisplastik

    Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh kosongnya cadangan besi dalam tubuh sehingga penyediaan besi untukeritropoesis berkurang dan menyebabkan penurunan kadar hemoglobin. ADB dapat disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya:

    - Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan aku maupun kronis dapat berasal dari:

  • 5/28/2018 skenario 1

    7/7

    Saluran cerna: akibat tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker kolon, infeksi cacing tambang, dll.

    Saluran genitalia : menorrhagia atau metrorhagia

    Saluran kemih : hematuria

    Saluran napas : hemoptoe

    - Faktor Nutrisi: akibat kurangnyajumlah besi total dalam makanan atau bioavaibilitasnya

    - Kebutuhan besi meningkat : prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, kehamilan, menstruasi.

    - Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, colitis kronik, dll.

    Adanya penyebab dari salah satu diatas menyebabkan cadangan besi menurun yang ditandai dengan penurunan ferritin serum,

    peningkatan absorbsi dalam usus, pengecatan sumsum tulang negative sebagai kompensasi atau mekanisme homeostatis. Apabila

    kekuragan besi ini berlanjut maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali sehingga menyebabkan berkurangnya besi untuk

    eritropoesis dalam sumsum tulang sehingga menyebabkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Pada

    keadaan ini terjadi peningkatan protoporfirin bebas dikarenakan sintesis heme berkurang sehingga produksi prekusor (protoporfirin)

    meningkat. Saturasi transferin menurun dan TIBC meningkat. Apabila jumlah besi terus-menerus menurun sehingga eritropoesis menurun

    yang menyebabkan kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia mikrositik hipokromik khususnya anemia defisiensi besi.

    Gejala umum pada anemia berupa pucat yang disebabkan oleh kurangnya volume darah,berkurangnya hemoglobin, dan

    vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital. Adanya takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan

    oleh peningkatan kecepatan aliran darah) mencerminkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Badan lemah dikarenakan

    pasokan O2 untuk respirasi sel menghasilkan energi berkurang. Telingan mendenging pada anemia disebabkan oleh kurangnya oksigenasi

    pada system saraf pusat dikarenakan oksigenasi lebih mengutamakn organ vital. Pucat pada konjungiva anemis dan jaringan di bawah

    kuku dikarenakan kurangnya suplai O2 yang dibawa oleh hemoglobin.

    Gejala khas pada anemia defisiensi besi diantaranya: koilonikia (kuku sendok) di mana kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical,

    dan menjadi cekung. Disfagia di mana terdapat nyeri telan karena kerusakan epitel hipofaring. Koilonikia dan disfagia disebabkan oleh

    kurangnya zat besi pada epitel yang juga menyebabkan atrofi papil lidah (lidah licin dan mengkilap) serta stomatitis angularis (keradangan

    pada sudut mulut, berwarna pucat keputihan). Stomatitis juga dapat diakibatkan karena kurangnya oksigenasi pada jaringan tersebut

    dikarenakan mengutamakan suplai O2 pada organ vital. Pica (keinginan memakan makanan yang tidak lazim) pada ADB, penulis belum

    dapat menjelaskan bagaimana bisa terjadi pada ADB.

    Pada pemeriksaan laboratorium, ADB bisa diidentifikasi melalui penurunan kadar Hb, MCV < 70 fl (DD: thalassemia major),

    penurunan serum besi (< 50 g/dl), penurunan indeks eritrosit keseluruhan yang menggambarkan apusan darah tepi mikrositik

    hipokromik, anisositosis, dan poikilositosis. Selain itu adanya peningkatan TIBC (> 360 g/dl) dan penurunan saturasi transferin (< 15%)

    merupakan hasil laboratorium khas pada anemia defisiensi besi yang dapat membedakan dengan anemia lainnya. Hercberg untuk daerah

    tropic menganjurkan angka ferritin serum < 20 mg/l untuk diagnosis ADB. Peningkatan reseptor transferin dalam serum dapat

    membedakan antara ADB dengan anemia penyakit kronik. Dan pemeriksaan laboratorium besi sumsum tulang merupakan pembeda

    antara ADB dengan anemia mikrositik hipokromik lainnya di mana pada ADB besi sumsum tulang negative (tidak terdapat besi dalam

    sumsum tulang) sedangkan anemia mikrositik hipokromik lainnya meningkat atau normal.

    Setelah diagnosis ditegakkan maka selanjutnya dibuat rencana pemebrian terapi. Terapi untuk ADB terdiri dari dua bagian, yaitu:

    terapi kausal dan pemberian preparat besi. Terapi kausal merupakan terapi yang dimaksudkan terapi pada penyebab dari timbulnya ADB

    itu sendiri, hal ini dilakukan agar anemia tersebut tidak kambuh lagi. Tujuan pemberian preparat besi untuk menggantikan kekurangan

    besi dalam tubuh. Ada dua cara pemberian preparat besi, yaitu: melalu oral dan parenteral. Terapi besi oral meruapakan pilihan yang

    pertama dikarenakan efektif, murah, dan aman. Preparat yang tersedia adalah sulfas ferrosus merupakan preparat pilihan pertama oleh

    karena paling murah tetapi efektif. Dosisnya adalah 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas ferrosus mengandung besi elemental. Pemberian

    sulfas ferrosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali

    normal. Preparat besi lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate. Efek samping besi per oral yaitu

    gangguan gastrointestinal berupa mual , konstipasi, nyeri perut, diare, dan kolik sehingga dianjurkan diminum setelah makan dan dalam

    dosis kecil. Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi memiliki risiko lebih besar dan harganya mahal. Efek sampingnya lebig besar dan

    berisiko diantaranya: reaksi yang sakit/nyeri pada daerah yang diinjeksi, warna kulit kecoklatan, reaksi sistemik berupa mual, muka merah,

    alergi, menggigil, dan rasa tidak enak di mulut.

    Pencegahan ADB dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan (seperti penyuluhan masyarakat tentang kesehatan lingkungan dan

    gizi), suplementasi besi, fortufikasi besi ke dalam bahan makanan, dan pemberantasan infeksi cacing tambang.