SK2 Telinga Sakit

19
Lo 1. Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis & mikroskopis telinga 1.1 memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis telinga Telinga dapat dibagi menjadi telinga luar, tengah dan dalam. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari pinna atau aurikula yaitu daun kartilago yang menangkap gelombang bunyi dan menjalarkannya ke kanal auditori eksternal (meatus), suatu lintasan sempit yang panjangnya sekitar 2,5cm yang merentang dari aurikula sampai membran timpani. (Sloane, 2003) Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada

description

m.yudha

Transcript of SK2 Telinga Sakit

Page 1: SK2 Telinga Sakit

Lo 1. Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis & mikroskopis telinga 1.1 memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis telinga

Telinga dapat dibagi menjadi telinga luar, tengah dan dalam.

Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari pinna atau aurikula yaitu daun kartilago yang menangkap gelombang bunyi dan menjalarkannya ke kanal auditori eksternal (meatus), suatu lintasan sempit yang panjangnya sekitar 2,5cm yang merentang dari aurikula sampai membran timpani. (Sloane, 2003) Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalamnya hanya dijumpai sedikit kelenjar serumen. (Soepardi, 2007)

Page 2: SK2 Telinga Sakit

Telinga Tengah Terletak di rongga berisi udara dalam bagian dalam bagian petrosus tulang temporal. Batas-batas telinga tengah adalah sebagai berikut : - Batas luar : membran timpani - Batas depan : tuba eustachius - Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis) - Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis - Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak) - Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani merupakan perbatasan telinga tengah, berbentuk kerucut dan dilapisi kulit pada permukaan eksternal dan membran mukosa permukaan internal. Membran ini memisahkan telinga luar dan telinga tengah dan memiliki tegangan, ukuran dan ketebalan yang sesuai untuk menggetarkan gelombang bunyi secara mekanis. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Sharpnell) sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria).

Page 3: SK2 Telinga Sakit

Tulang pendengaran di telinga tengah terdiri dari maleus, inkus dan stapes yang saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Tulang-tulang ini mengarahkan getaran dari membran timpani ke fenestra vestibulii yang memisahkan telinga tengah dari telinga dalam.

Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. Tuba yang biasanya tertutup dapat terbuka saat menguap, menelan atau mengunyah. Saluran ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani.

Telinga Dalam

Berisi cairan dan terletak dalam tulang temporal, di sisi medial telinga tengah. Telinga tengah terdiri dari dua bagian : Labirin tulang (ossea)

Merupakan ruang berliku berisi perilimfe, suatu cairan yang menyerupai cairan serebrospinalis. Bagian ini melubangi bagian petrosus tulang temporal dan terbagi menjadi tiga bagian :

Page 4: SK2 Telinga Sakit

1. Vestibula - Dinding lateral vestibula mengandung fenestra vestibuli dan venestra cochleae, yang berhubungan dengan telinga tengah. - Membran melapisi fenestra untuk mencegah keluarnya cairan perilimfe.

2. Saluran Semisirkularis - Menonjol dari bagian posterior vestibula. - Saluran semisirkular anterior dan posterior mengarah pada bidang vertikal di setiap sudut kanannya. - Saluran semisirkular lateral terletak horizontal dan pada sudut kanan kedua saluran di atas. - Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) di antaranya. - Skala vestibuli berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. - Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan skala media adalah membran basalis. - Pada membran basalis terdapat organ corti. - Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria. - Pada membran basal melekat sel rambut dalam, sel rambut luar dan canalis corti yang membentuk organ corti.

Page 5: SK2 Telinga Sakit

3. Koklea - Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. - Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. - Koklea mengandung reseptor pendengaran.

Page 6: SK2 Telinga Sakit

Labirin membranosa Merupakan serangkaian tuba berongga dan kantong yang terletak dalam labirin tulang dan mengikuti kontur labirin tersebut. Bagian ini mengandung endolimfe, cairan yang menyerupai cairan intraseluler. 1. Labirin membranosa dalam regia vestibula merupakan lokasi awal dua kantong, utrikulus dan sakulus yang dihubungkan dengan duktus endolimfe sempit dan pendek. 2. Duktus semisirkuler yang berisi endolimfe terletak dalam saluran semisirkular pada labirin tulang yang mengandung perilimfe. 3. Setiap duktus semisirkuler, utrikulus dan sakulus mengandung reseptor untuk ekuilibrium statis dan ekuilibrium dinamis. 4. Utrikulus terhubung dengan duktus semisirkuler sedangkan sakulus terhubung dengan duktus koklear dalam koklea.

1.2 memahami dan menjelaskan anatomi mikroskopis telinga 1) Telinga Luar - Daun telinga Kerangka terdiri tl rawan elastis,bentuk tak teratur Perikondrium mengandung banyak serat elastis Kulit menutupi tl rawan tipis, Jaringan subkutis tipis. Didalam kulit terdapat : rambut halus, kel sebacea , kel keringat sedikit, pada lobus auricula terdiri dari jaringan lemak

- Meatus acusticus externa Dilapisi kulit tipis tanpa subcutis dan berhubungan erat dengan perichondrium / periosteum yang ada di bawahnya. Pada kulit bagian sepertiga luar terdapat: Rambut pendek,Kel sbacea (bermuara d folikel rambut), Kel ceruminosa (tubulosa apocrin /modifikasi kel keringat) bermuara pada permukaan / pada ductus kel.sebacea. - Membrana tympani

2 lapisan jaringan penyambung : Lap Luar ,mgd serat-serat kolagen tersusun radial Lap dalam,mgd serat-serat kolagen tersusun circular Serat Elastin terutama di bagian central dan perifer Bagian superior tidak mengandung serat collagen,lunak dan tipis disebut pars flaccida (membrana schrapnell) Permukaan luar diliputi :kulit,tanpa rambut,kel sebacea,maupun kelenjar keringat. Pemukaan Dalam dilapisi mukosa yang terdiri dari epithel selapis cuboid dan lamina propria yang tipis.

2) Telinga tengah

- Cavum tympani Medial dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang : Fenestra ovalis dan fenestra rotundumTerdapat tulang pendengaran : Maleus,Incus,Stapes.ketiga tulang ini menghubungkan membrana tympani dengan fenestra ovalis. Cavum tympani,tulang pendengaran nervus dan musculi dilapisi mucosa yang terdiri dari epithel selapis cuboid dan l.propria tipis. Epithel tympani sekitar muara tuba faryngotympani t.d epithel selapis cuboid/silindris dengan cilia.

- Tuba Faringotympani Mucosa berbentuk rugae t.d epitel selapis / bertingkat silindris dengan cilia dan l propria tipis.disekitar mucosa terdapat lymposit. 3) Telinga Dalam - Labirynth Ossea - Berisi caira perilimph

Page 7: SK2 Telinga Sakit

Terdiri dari 3 bagian : Vestibulum Canalis semisircularis tulang Cochlea

- Labirynth Membranosa (terdapat di dalam labirynth ossea)

Berisi cairan endolimf Terdiri dari : Labyrinth Vestibularis : terdiri dari Makula ( utrikulus dan sakulus ).krista ampularis. Labyrinth Vestibularis untuk keseimbangan Labirynth Cochlearis : epitel selapis gepeng - Organo Corti

Terdiri 2 bagian : Sel rambut : dalam dan luar Sel Penyokong :

Sel Batas dalam dan luar Sel Phalanx dalam dan luar Sel Tiang dalam dan dalam

Page 8: SK2 Telinga Sakit

L0. 2 memahami dan menjelaskan memahami dan menjelaskan fisiologi pendengaran

Page 9: SK2 Telinga Sakit

Lo.3. OTITIS MEDIA AKUT 1. Definisi dan Klasifikasi

Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva (Djaafar, 2007).

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003). Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore (Kerschner, 2007).

Gambar 2.2. Skema Pembagian Otitis Media Berdasarkan Gejala

Page 10: SK2 Telinga Sakit

2. Etiologi

1. Bakteri

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2007).

2. Virus

Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus (Buchman, 2003).

3. Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain (Kerschner, 2007).

4. Gejala Klinis

Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5°C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur tenang (Djaafar, 2007).

Page 11: SK2 Telinga Sakit

5. Fisiologi, Patologi dan Patogenesis

5.1. Tuba Eustachius Fungsi abnormal tuba Eustachius merupakan faktor yang penting pada otitis media. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring, yang terdiri atas tulang rawan pada dua pertiga ke arah nasofaring dan sepertiganya terdiri atas tulang (Djaafar, 2007).

Tuba Eustachius biasanya dalam keadaan steril serta tertutup dan baru terbuka apabila udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan dan menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh kontraksi muskulus tensor veli palatini apabila terjadi perbedaan tekanan telinga tengah dan tekanan udara luar antara 20 sampai dengan 40 mmHg. Tuba Eustachius mempunyai tiga fungsi penting, yaitu ventilasi, proteksi, dan drainase sekret. Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara luar. Proteksi, yaitu melindung telinga tengah dari tekanan suara, dan menghalangi masuknya sekret atau cairan dari nasofaring ke telinga tengah. Drainase bertujuan untuk mengalirkan hasil sekret cairan telinga tengah ke nasofaring (Djaafar, 2007; Kerschner, 2007).

5.2. Patogenesis OMA

Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi (Kerschner, 2007).

Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid (Kerschner, 2007).

5.3. Penyebab-penyebab Anak Mudah Terserang OMA

Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang dewasa. Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm (Djaafar, 2007). Ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring menganggu drainase melalui tuba Eustachius. Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur lebih tua berkurang, karena tuba telah berkembang sempurna dan diameter tuba Eustschius meningkat, sehingga jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah melalui tuba Eustachius (Kerschner, 2007).

Page 12: SK2 Telinga Sakit

Gambar 2.4. Perbedaan Antara Tuba Eustachius pada Anak-anak dan Orang Dewasa

6. Diagnosis

1. Kriteria Diagnosis OMA

Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut, yaitu:

1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut. 2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan

adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.

3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi 39,0°C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.

7. Penatalaksanaa 1. Pengobatan Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik (Titisari, 2005).

Page 13: SK2 Telinga Sakit

Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik (Djaafar, 2007).

Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis (Djaafar, 2007).

Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur (Djaafar, 2007). Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari (Djaafar, 2007).

Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis (Djaafar, 2007).

Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik meningkat.

2. Pembedahan Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi (Buchman, 2003).

1. Miringotomi Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur (Kerschner, 2007).

2. Timpanosintesis Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.

Page 14: SK2 Telinga Sakit

3. Adenoidektomi Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren (Kerschner, 2007).

8. Komplikasi Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada otitis media supuratif kronik. Mengikut Shambough (2003) dalam Djaafar (2005), komplikasi OMA terbagi kepada komplikasi intratemporal (perforasi membran timpani, mastoiditis akut, paresis nervus fasialis, labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses subperiosteal), dan intracranial (abses otak, tromboflebitis).

9. Pencegahan Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dan lain-lain (Kerschner, 2007).

Lo.4. Memahami dan Menjelaskan menjaga indera pendengaran secara Islam

Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'âla berfirman: "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semua itu akan diminta pertanggung jawabannya". (QS. al-Isra': 36). Betapa banyak manusia di zaman sekarang ini yang tidak mau menjaga pendengarannya, sehingga ia gunakan pendengaran tersebut kepada hal yang haram, seperti mendengarkan musik, nyanyian yang mengumbar dan membangkitkan syahwat. Dan betapa banyak diantara manusia yang tidak mau menjaga penglihatan-penglihatannya, sehingga ia gunakan kepada melihat yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'âla. Lidah wajib dijaga dengan berkata benar, kalau tidak hendaklah diam, karena salah satu sebab terbesar yang menyebabkan seseorang masuk ke dalam api neraka adalah karena tidak mau memelihara lidah mereka. Dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang bisa menjaga yang terletak antara dua jenggot maka dia akan masuk syorga" (HR. al-Hakim yang dishahihkan oleh Imam adz-Dzahabi)

Adapun menjaga makanan dan minuman dari hal yang diharamkan merupakan hal wajib kita lakukan, disamping itu juga menjaganya dari hal yang berlebihan, karena hal itu akan merusak kesehatan dan juga satu bentuk kemubadziran.