Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

31
IDENTIFIKASI RESIKO KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY) DI RUMAH SAKIT 1. PENDAHULUAN Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah Keselamatan Pasien (Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali pada tahun 2000-an, sejak laporan dan Institute of Medicine (IOM) yang menerbitkan laporan: to err is human, building a safer health system. Keselamatan pasien adalah suatu disiplin baru dalam pelayanan kesehatan yang mengutamakan pelaporan, analisis, dan pencegahan medical error yang sering menimbulkan Kejadian Tak Diharapkan (KTD) dalam pelayanan kesehatan. Frekuensi dan besarnya KTD tak diketahui secara pasti sampai era 1990-an, ketika berbagai Negara melaporkan dalam jumlah yang mengejutkan pasien cedera dan meninggal dunia akibat medical error. Menyadari akan dampak error pelayanan kesehatan terhadap 1 dari 10 pasien di seluruh dunia maka World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa perhatian terhadap Keselamatan Pasien sebagai suatu endemis. Organisasi kesehatan dunia WHO juga telah menegaskan pentingnya keselamatan dalam pelayanan kepada pasien: “Safety is a fundamental principle of patient care and a critical component of quality management.” (World Alliance for Patient Safety, Forward Programme WHO, 2004), sehubungan dengan data KTD di Rumah Sakit di berbagai negara menunjukan angka 3 – 16% yang tidak kecil. Sejak berlakunya UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 29 tentang Praktik Kedokteran, muncullah berbagai tuntutan hukum kepada Dokter dan Rumah Sakit. Hal ini hanya dapat ditangkal apabila Rumah Sakit menerapkan Sistem Keselamatan Pasien. Sehingga Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) pada tanggal 1 Juni 2005. Selanjutnya Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit ini kemudian dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI pada Seminar Nasional PERSI pada tanggal 21 Agustus 2005, di Jakarta Convention Center Jakarta. KKP-RS telah menyusun Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien bagi staf RS untuk mengimplementasikan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Di samping itu pula KARS (Komisi Akreditasi Rumah

description

identifikasi

Transcript of Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

Page 1: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

IDENTIFIKASI RESIKO KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY) DI RUMAH SAKIT

1. PENDAHULUAN

Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah Keselamatan

Pasien (Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali pada tahun

2000-an, sejak laporan dan Institute of Medicine (IOM) yang menerbitkan

laporan: to err is human, building a safer health system. Keselamatan pasien

adalah suatu disiplin baru dalam pelayanan kesehatan yang mengutamakan

pelaporan, analisis, dan pencegahan medical error yang sering menimbulkan

Kejadian Tak Diharapkan (KTD) dalam pelayanan kesehatan.

Frekuensi dan besarnya KTD tak diketahui secara pasti sampai era 1990-an,

ketika berbagai Negara melaporkan dalam jumlah yang mengejutkan pasien

cedera dan meninggal dunia akibat medical error. Menyadari akan

dampak error pelayanan kesehatan terhadap 1 dari 10 pasien di seluruh dunia

maka World Health Organization(WHO) menyatakan bahwa perhatian terhadap

Keselamatan Pasien sebagai suatu endemis.

Organisasi kesehatan dunia WHO juga telah menegaskan pentingnya

keselamatan dalam pelayanan kepada pasien: “Safety is a fundamental principle

of patient care and a critical component of quality management.” (World Alliance

for Patient Safety, Forward Programme WHO, 2004), sehubungan dengan data

KTD di Rumah Sakit di berbagai negara menunjukan angka 3 – 16% yang tidak

kecil.

Sejak berlakunya UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 29

tentang Praktik Kedokteran, muncullah berbagai tuntutan hukum kepada Dokter

dan Rumah Sakit. Hal ini hanya dapat ditangkal apabila Rumah Sakit

menerapkan Sistem Keselamatan Pasien. Sehingga Perhimpunan Rumah Sakit

Seluruh Indonesia (PERSI) membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit

(KKP-RS) pada tanggal 1 Juni 2005. Selanjutnya Gerakan Keselamatan Pasien

Rumah Sakit ini kemudian dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI pada Seminar

Nasional PERSI pada tanggal 21 Agustus 2005, di Jakarta Convention Center

Jakarta.

KKP-RS telah menyusun Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien

bagi staf RS untuk mengimplementasikan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit.

Di samping itu pula KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) Depkes telah

menyusun Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang akan menjadi salah

satu Standar Akreditasi Rumah Sakit.

Page 2: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan Permenkes 1691

tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit sebagai pedoman bagi

penerapan Keselamatan Pasien di rumah sakit. Dalam permenkes 1691 tahun

2011 dinyatakan bahwa rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di

rumah sakit wajib melaksanakan program dengan mengacu pada kebijakan

nasional Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

(1)    Setiap rumah sakit wajib membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit

(TKPRS) yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit sebagai pelaksana kegiatan

keselamatan pasien.

(2)    TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada

kepala rumah sakit.

(3)    Keanggotaan TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari

manajemen rumah sakit dan unsur dari profesi kesehatan di rumah sakit.

(4)    TKPRS melaksanakan tugas:

1. Mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit sesuai

dengan kekhususan rumah sakit tersebut;

2. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan

pasien rumah sakit;

3. Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi,

pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang terapan

(implementasi) program keselamatan pasien rumah sakit;

4. Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk

melakukan pelatihan internal keselamatan pasien rumah sakit;

5. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden serta

mengembangkan solusi untuk pembelajaran;

6. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala rumah sakit

dalam rangka pengambilan kebijakan keselamatan pasien rumah sakit; dan

7. Membuat laporan kegiatan kepada kepala rumah sakit.

Dalam pelaksanaannya, Keselamatan Pasien akan banyak menggunakan prinsip

dan metode manajemen risiko mulai dan identifikasi, asesmen dan pengolahan

risiko. Diharapkan, pelaporan & analisis insiden keselamatan pasien akan

meningkatkan kemampuan belajar dan insiden yang terjadi untuk mencegah

terulangnya kejadian yang sama di kemudian hari.

2.    Keselamatan pasien dan manajemen risiko klinis

Page 3: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit

membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi

dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan

analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta

implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah

terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu

tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Kemenkes RI,

2011).

Risiko adalah “peristiwa atau keadaan yang mungkin terjadi yang dapat

berpengaruh negatif terhadap perusahaan. perusahaan.” (ERM) Pengaruhnya

dapat  berdampak terhadap kondisi :

Sumber Daya (human and capital)

Produk dan jasa , atau

Pelanggan,

Dapat juga berdampak eksternal terhadap masyarakat,pasar atau

lingkungan.

Risiko adalah “fungsi dari probabilitas (chance, likelihood) dari suatu kejadian

yang tidak diinginkan, dan tingkat keparahan atau besarnya dampak dari

kejadian tersebut.

Risk = Probability (of the event) X Consequence

Risiko di Rumah Sakit:

Risiko klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap

pencapaian pelayanan pasien yang bermutu tinggi, aman dan efektif.

Risiko non klinis/corporate risk adalah semua issu yang dapat berdampak

terhadap tercapainya tugas pokok dan kewajiban hukum dari rumah sakit

sebagai korporasi.

Kategori risiko di rumah sakit ( Categories of Risk ) :

Patient care care-related risks

Medical staff staff-related risks

Employee Employee-related risks

Property Property-related risks

Financial risks

Other risks

Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai

dan menyusun prioritas risiko, dengan tujuan untuk menghilangkan atau

Page 4: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

meminimalkan dampaknya. Manajemen risiko rumah sakit adalah kegiatan

berupa identifikasi dan evaluasi untuk mengurangi risiko cedera dan kerugian

pada pasien, karyawan rumah sakit, pengunjung dan organisasinya sendiri (The

Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations/JCAHO).

Manajemen Risiko Terintegrasi adalah proses identifikasi, penilaian, analisis  dan

pengelolaan semua risiko yang potensial dan kejadian keselamatan pasien.

Manajemen risiko terintegrasi diterapkan terhadap semua jenispelayanan

dirumah sakit pada setiap level

Jika risiko sudah dinilai dengan tepat, maka proses ini akan membantu rumah

sakit, pemilik dan para praktisi untuk menentukan prioritas dan perbaikan dalam

pengambilan keputusan untuk mencapai keseimbangan optimal antara risiko,

keuntungan dan biaya.

Dalam praktek, manajemen risiko terintegrasi berarti:

Menjamin bahwa rumah sakit menerapkan system yang sama untuk

mengelola semua fungsi-fungsi manajemen risikonya, sepertipatient safety,

kesehatan dan keselamatan kerja, keluhan, tuntutan (litigasi) klinik, litigasi

karyawan, serta risiko keuangan dan lingkungan.

Jika dipertimbangkan untuk melakukan perbaikan, modernisasi dan

clinical governance,  manajemen risiko menjadi komponen kunci untuk setiap

desain proyek tersebut.

Menyatukan semua sumber informasi yang berkaitan dengan risiko dan

keselamatan, contoh: “data reaktif” seperti insiden patient safety, tuntutan

litigasi klinis, keluhan, dan insiden kesehatan dan keselamatan kerja, “data

proaktif” seperti hasil dari penilaian risiko; menggunakan pendekatan yang

konsisten untuk pelatihan, manajemen, analysis dan investigasi dari semua

risiko yang potensial dan kejadian aktual.

Menggunakan pendekatan yang konsisten dan menyatukan semua

penilaian risiko dari semua jenis risiko di rumah sakit pada setiap level.

Memadukan semua risiko ke dalam program penilaian risiko dan risk

register

Menggunakan informasi yang diperoleh melalui penilaian risiko dan

insiden untuk menyusun kegiatan mendatang dan perencanaan strategis.

Proses manajemen risiko

 

Page 5: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

Diagram: Proses Manajemen Risiko diadaptasi dari (AS/NZS 4360:1999–Risk

Management)

RISK MANAGEMENT AS A WAY OF WORKINGSETTING

 

Identifikasi risiko adalah usaha mengidentifikasi situasi yang dapat

menyebabkan cedera, tuntutan atau kerugian secara finansial. Identifikasi akan

membantu langkah-langkah yang akan diambil manajemen terhadap risiko

tersebut.

Instrument:

1. Laporan KejadianKejadian(KTD+KNC+Kejadian Sentinel+dan lain-lain)

2. Review Rekam Medik (Penyaringan Kejadian untuk memeriksa dan

mencari penyimpangan-penyimpangan pada praktik dan prosedur)

3. Pengaduan (Complaint) pelanggan

4. Survey/Self Assesment, dan lain-lain

 

Pendekatan terhadap identifikasi risiko meliputi:

Brainstorming

Mapping out proses dan prosedur perawatan atau jalan keliling dan

menanyakan kepada petugas tentang identifikasi risiko pada setiap lokasi.

Membuat checklist risiko dan menanyakan kembali sebagai umpan balik

Penilaian risiko (Risk Assesment) merupakan proses untuk membantu organisasi

menilai tentang luasnya risiko yg dihadapi, kemampuan mengontrol frekuensi

dan dampak risiko risiko. RS harus punya Standard yang berisi Program Risk

Assessment tahunan, yakni Risk Register:

1. Risiko yg teridentifikasi dalam 1 tahun

2. Informasi Insiden keselamatan Pasien, klaim litigasi dan komplain,

investigasi eksternal & internal, external assessments dan Akreditasi

3. Informasi potensial risiko maupun risiko actual (menggunakan

RCA&FMEA)

Penilaian risiko Harus dilakukan oleh seluruh staf dan semua pihak yang terlibat

termasuk Pasien dan publik dapat terlibat bila memungkinkan. Area yang dinilai:

Operasional

Page 6: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

Finansial

Sumber daya manusia

Strategik

Hukum/Regulasi

Teknologi

Manfaat manajemen risiko terintegrasi untuk rumah sakit

1. Informasi yang lebih baik sekitar risiko sehingga tingkat dan sifat risiko

terhadap pasien dapat dinilai dengan tepat.

2. Pembelajaran dari area risiko yang satu, dapat disebarkan di area risiko

yang lain.

3. Pendekatan yang konsisten untuk identifikasi, analisis dan investigasi

untuk semua risiko, yaitu menggunakan RCA.

4. Membantu RS dalam memenuhi standar-standar terkait, serta kebutuhan

clinical governance.

5. Membantu perencanaan RS menghadapi ketidakpastian, penanganan

dampak dari kejadian yang tidak diharapkan, dan meningkatkan keyakinan

pasien dan masyarakat.

Risk Assessment Tools

Risk Matrix Grading

Root Cause Analysis

Failure Mode and Effect Analysis

3.    Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Standar I. Hak pasien

Standar:

Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang

rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

Kriteria:

1.1.            Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.

1.2.            Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana

pelayanan.

1.3.            Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan

secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan

Page 7: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan

terjadinya insiden.

Standar II. Mendidik pasien dan keluarga

Standar:

Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan

tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

Kriteria:

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan

keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena

itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan

keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan

pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat:

1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.

2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.

3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.

4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.

5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.

6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.

7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Standar III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan

Standar:

Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan

dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriteria:

3.1.            Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat

pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan

pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit

3.2.            Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan

pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada

Page 8: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan

lancar.

3.3.            Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan

komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,

pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan

tindak lanjut lainnya.

3.4.            Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan

efektif.

Standar IV.    Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

Standar:

Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,

memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis

secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja

serta keselamatan pasien.

Kriteria:

4.1.      Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang

baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien,

petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat,

dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh

Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.

4.2.      Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang

antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko,

utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.

4.3.      Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan

semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko

tinggi.

Page 9: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

4.4.      Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil

analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan

keselamatan pasien terjamin.

Standar V.     Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

Standar:

1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan 

pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh

Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit “.

2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi

risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden.

3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi

antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang

keselamatan pasien.

4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,

mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan

keselamatan pasien.

5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam

meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.

Kriteria:

5.1.      Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan

pasien.

5.2.      Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan

program meminimalkan insiden.

5.3.      Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari

rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.

5.4.      Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan

kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan

penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.

5.5.      Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan

insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis

Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada

saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.

Page 10: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

5.6.      Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya

menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk

memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan

dengan “Kejadian Sentinel”.

5.7.      Terdapat kolaboratoriumorasi dan komunikasi terbuka secara sukarela

antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan

pendekatan antar disiplin.

5.8.      Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam

kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien,

termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.

5.9.      Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan

kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit

dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.

Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Standar:

1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk

setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien

secara jelas.

2. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang

berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta

mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.

Kriteria:

6.1.      Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan

orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan

tugasnya masing-masing.

6.2.      Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien

dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas

tentang pelaporan insiden.

6.3. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama

kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan

kolaboratoriumoratif dalam rangka melayani pasien.

Page 11: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan pasien

Standar:

1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi

keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan

eksternal.

2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria:

7.1.      Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses

manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait

dengan keselamatan pasien.

7.2.      Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk

merevisi manajemen informasi yang ada.

4.    Sasaran Keselamatan Pasien

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua

rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan

sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO

Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien

Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI).

Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik

dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah

dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus

berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem

yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang

aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan

pada solusi-solusi yang menyeluruh.

Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut:

Sasaran I.: Ketepatan Identifikasi Pasien

Kesalahan karena keliru pasien terjadi di hampir semua aspek/tahapan 

diagnosis dan pengobatan. Kesalahan  identifikasi pasien bisa terjadi pada

pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak

Page 12: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

sadar; bertukar tempat tidur/kamar/lokasi di  rumah sakit, adanya kelainan

sensori; atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua

kali pengecekan: pertama untuk  identifikasi pasien sebagai individu yang akan

menerima  pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan

atau pengobatan terhadap individu tersebut.

Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratoriumoratif dikembangkan

untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk

mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah/produk darah;

pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; memberikan

pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan

sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien,

nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan

lain-lain.

Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi.

Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas yang

berbeda pada lokasi yang berbeda  di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat

jalan, unit gawat darurat, atau kamar  operasi, termasuk identifikasi pada pasien

koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratoriumoratif digunakan untuk

mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua

kemungkinan situasi dapat diidentifikasi.

Sasaran II.: Peningkatan Komunikasi yang Efektif

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami

oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan

keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk  elektronik, lisan, atau tertulis.

Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan  terjadi  pada saat

perintah diberikan secara lisan atau melalui telpon. Komunikasi  yang mudah

terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis,

seperti  melaporkan  hasil laboratorium klinik cito melalui telpon ke unit

pelayanan.

Rumah sakit secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan

dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: 

mencatat/(memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil

pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah membacakan

kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi

bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan

dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan  

Page 13: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan

seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.

Sasaran III.:   Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert)

Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen

harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-

obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering

menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang

berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome)

seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa

dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).

Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan pasien adalah

pemberian elektrolit konsentrat secara  tidak sengaja (misalnya, kalium klorida

2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari

0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat-). Kesalahan ini bisa terjadi

bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien,

atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan  terlebih dahulu  sebelum

ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk

mengurangi atau mengeliminasi kejadian tsb adalah dengan meningkatkan

proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan

elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.

Rumah sakit secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan

dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai

berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga

mengidentifikasi  area mana saja  yang membutuhkan elektrolit konsentrat,

seperti di IGD atau kamar operasi serta  pemberian laboratoriumel secara benar 

pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga

membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-

hati.

Sasaran IV.: Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi

Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi, adalah sesuatu yang

mengkhawatirkan dan  tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah

akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat  antara anggota tim

bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site

Page 14: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu

pula asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak

adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim

bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca

(illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor

kontribusi yang sering terjadi.

Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu

kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang

mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang

digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di

The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong

Procedure, Wrong Person Surgery.

Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada

tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan  secara konsisten di

rumah sakit dan harus dibuat oleh operator /orang yang akan melakukan

tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan

harus terlihat  sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi ditandai

dilakukan pada semua kasus termasuk sisi  (laterality), multipel struktur (jari

tangan, jari kaki, lesi), atau  multipel level  (tulang belakang).

Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:

Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;

Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan

yang relevan tersedia, diberi laboratoriumel dengan baik, dan dipampang;

Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan/atau

implant-implant yang dibutuhkan.

Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau

kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan

dilakukan,  tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi.

Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara

ringkas, misalnya menggunakan ceklist. 

Sasaran V.: Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam

tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi

yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan  keprihatinan besar

Page 15: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya

dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran

kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering

kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).

Pokok  eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand

hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa di baca di kepustakaan  WHO,

dan berbagai organisasi nasional dan intemasional.

Rumah sakit mempunyai proses kolaboratoriumoratif untuk mengembangkan

kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk

hand hygiene yang sudah  diterima secara umum untuk implementasi petunjuk

itu di rumah sakit.

Sasaran VI.:  Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat

inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani,  pelayanan yang

diberikan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh

dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh.

Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi

alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan

oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit.

5.     Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka rumah sakit harus

merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan

mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif

insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta

keselamatan pasien.

Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah

sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini,

praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi

pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.

Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang

komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah

tersebut secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam

Page 16: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus

serentak. Pilih langkah-langkah yang paling strategis dan paling mudah

dilaksanakan di rumah sakit. Bila langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan

langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah

dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat menambah penggunaan metoda-

metoda lainnya.

Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai

berikut:

A.      Membangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien

Menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.

1. Bagi Rumah Sakit:

Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang harus

dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah

pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan

kepada staf, pasien dan keluarga.

1)         Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan

akuntabilitas individual bilamana ada insiden.

2)         Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di

rumah sakit.

3)         Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan

pasien.

1. Bagi Unit/Tim:

1)      Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara

2)      mengenai kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada

insiden.

3)      Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah

sakit anda untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi

proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.

B.      Memimpin Dan Mendukung Staf

Page 17: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

Pimpinan melakukan pencanangan/deklarasi program keselamatan pasien RS RS

membentuk komite/tim/panitia keselamatan pasien yang bertugas

mengkoordinasikan dan melaksanakan program keselamatan pasien di RS. 

Pimpinan melakukan rapat koordinasi multi disiplin secara berkala untuk menilai

perkembangan program keselamatan pasien.

Pimpinan melakukan ronde keselamatan pasien (patient safety walk around)

secara rutin, diikuti berbagai unsure terkait. Setiap timbang terima antar shift

dilakukan briefing untuk mengidentifikasi risiko keselamatan pasien dan

debriefing untuk meminitor risiko tersebut.

Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan

Pasien di rumah sakit. Pimpinan memilih dan menetapkan champion disetiap

unit/bagian sebagai motor penggerak pelaksanaan program keselamatan pasien

di RS.

1. Untuk Rumah Sakit:

1)      Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas

Keselamatan Pasien

2)      Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat diandalkan

untuk menjadi “penggerak” dalam gerakan Keselamatan Pasien

3)      Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan

maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit

4)      Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah

sakit anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya.

1. Untuk Unit/Tim:

1)      Nominasikan “penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin

Gerakan Keselamatan Pasien

2)      Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi

mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien

3)      Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden.

C.      Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko

Page 18: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikas

dan asesmen hal yang potensial bermasalah.

1. Untuk Rumah Sakit:

1)      Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko

klinis dan nonklinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi

dengan Keselamatan Pasien dan staf;

2)      Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko

yang dapat dimonitor oleh direksi/pimpinan rumah sakit;

3)      Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem

pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan

kepedulian terhadap pasien.

1. Untuk Unit/Tim:

1)      Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu-isu

Keselamatan Pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen yang

terkait;

2)      Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen

risiko rumah sakit;

3)      Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan

akseptabilitas setiap risiko, dan ambillah langkah-langkah yang tepat untuk

memperkecil risiko tersebut;

4)      Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses

asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.

D.      Mengembangkan Sistem Pelaporan

Memastikan staf dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta rumah sakit

mengatur pelaporan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

1. Untuk Rumah Sakit:

Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke

luar, yang harus dilaporkan ke Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah

Sakit.

1. Untuk Unit/Tim:

Page 19: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan

setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi

juga, karena mengandung bahan pelajaran yang penting.

E.      Melibatkan dan Berkomunikasi dengan Pasien

Mengembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.

1. Untuk Rumah Sakit:

1)      Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan

cara-cara komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang insiden dengan

para pasien dan keluarganya.

2)      Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan

jelas bilamana terjadi insiden.

3)      Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar

selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya.

1. Untuk Unit/Tim:

1)      Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan

keluarganya bila telah terjadi insiden

2)      Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi

insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar

secara tepat

3)      Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien

dan keluarganya.

F.      Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan Pasien

Mendorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana

dan mengapa kejadian itu timbul.

1. Untuk Rumah Sakit:

1)      Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden

secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab.

Page 20: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

2)      Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas criteria

pelaksanaan Analisis Akar Masalah (root cause analysis/RCA) yang mencakup

insiden yang terjadi dan minimum satu kali per tahun melakukan Failure Modes

and Effects Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi.

1. Untuk Unit/Tim:

1)      Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden.

2)      Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa

depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.

G.      Mencegah Cedera Melalui Implementasi Sistem Keselamatan Pasien

Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan

perubahan pada sistem pelayanan.

1. Untuk Rumah Sakit:

1)      Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem

pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk

menentukan solusi setempat.

2)      Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang system (struktur dan

proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk

penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.

3)      Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.

4)      Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh Komite Nasional

Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

5)      Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas

insiden yang dilaporkan.

                Untuk Unit/Tim:

1)      Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat

asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.

2)      Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan

pelaksanaannya.

Page 21: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

3)      Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang

insiden yang dilaporkan.

6.     Insiden keselamatan pasien

Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan

kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat

dicegah pada pasien, terdiri dari:

1. Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden

yang mengakibatkan cedera pada pasien.

2. Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya

insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.

3. Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang

sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.

4. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang

sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.

5. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau

cedera yang serius.

7.    Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien, Analisis dan Solusi

Pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan

insiden keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk pembelajaran. Sistem

pelaporan insiden dilakukan secara internal di rumah sakit dan eksternal kepada

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) Perhimpunan Rumah Sakit

Seluruh Indonesia (PERSI) sampai terbentuknya Komite Nasional Keselamatan

Pasien Rumah Sakit. Dalam Pasal 17 permenkes no 1691 tahun 2011 ayat (1)

menyatakan “Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang telah ada dan

dibentuk oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) masih tetap

melaksanakan tugas sepanjang Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah

Sakit belum terbentuk”

Laporan Insiden keselamatan pasien Internal adalah pelaporan secara tertulis

setiap kondisi potensial cedera dan insiden yang menimpa pasien, keluarga

pengunjung, maupun karyawan yang terjadi di rumah sakit. Laporan insiden

keselamatan pasien eksternal KKP-RS. Pelaporan secara anonim dan tertulis ke

KKP-RS setiap Kondisi Potensial cedera dan Insiden Keselamatan Pasien yang

terjadi pada pasien, dan telah dilakukan analisa penyebab, rekomendasi dan

solusinya.

Page 22: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

Pelaporan insiden bertujuan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi sistem

dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan

orang (non blaming). Setiap insiden harus dilaporkan secara internal kepada

TKPRS dalam waktu paling lambat 2×24 jam sesuai format laporan.

TKPRS melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas

insiden yang dilaporkan dan melaporkan hasil kegiatannya kepada kepala rumah

sakit. Rumah sakit harus melaporkan insiden, analisis, rekomendasi dan solusi

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis kepada Komite Nasional

Keselamatan Pasien Rumah Sakit sesuai format laporan:

–          Akses Website KKP-RS: http://www.inapatsafety-persi.or.id

–          Klik Banner Laporan Insiden Rumah Sakit di sebelah kanan atas.

–          Setelah tampil terdapat 2 isian yang perlu diperhatikan yaitu :

–          Bagi Rumah Sakit yang telah mempunyai kode rumah sakituntuk

melanjutkan ke form laporan Insiden keselamatan pasien KKP-RS

–          Bagi Rumah sakit yang belum mempunyai kode rumah sakitdiharapkan

mengisi Form data isian RS  untuk mendapatkan kode rumah sakit yang dapat

digunakan untuk melanjutkan ke form Laporan Insiden, KKP-RS.

–          Apabila masih kurang jelas silahkan hubungi :

SekretariaT KKPRS PERSI d/a Kantor PERSI : Jl. Boulevard Artha Gading Blok A-7 A

No. 28, Kelapa Gading – Jakarta Utara 14240 Telp : (021) 45845303/304 Jakarta.

Sistem pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah

Sakit harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonym (tanpa identitas),

tidak mudah diakses oleh yang tidak berhak. Pelaporan insiden kepada Komite

Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit mencakup KTD, KNC, dan KTC,

dilakukan setelah analisis dan mendapatkan rekomendasi dan solusi dari TKPRS.

Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan pengkajian dan

memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas laporan yang sampaikan

oleh rumah sakit.

Empat Prinsip Penting Pelaporan Insiden:

Page 23: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

1. Fungsi utama pelaporan Insiden adalah untuk meningkatkan Keselamatan

Pasien melalui pembelajaran dari kegagalan/ kesalahan.

2. Pelaporan Insiden harus aman. Staf tidak boleh dihukum karena melapor

3. Pelaporan Insiden hanya akan bermanfaat kalau menghasilkan respons

yang konstruktif. Minimal memberi umpan balik ttg data KTD & analisisnya.

Idealnya, juga menghasilkan rekomendasi utk perubahan proses/SOP dan

sistem.

Analisis yang baik & proses pembelajaran yang berharga memerlukan

keahlian/keterampilan. Tim KPRS perlu menyebarkan informasi, rekomendasi

perubahan, pengembangan solusi.

Karakteristik laporan:

1. Bersifat tidak menghukum: Pelapor bebas dari rasa takut dan pembalasan

dendam atau hukuman sebagai akibat laporannya

2. Rahasia: Identitas pasien, pelapor dan institusi disembunyikan

3. Independen: sistem pelaporan yang independen bagi pelapor dan

organisasi dari hukuman.

4. Expert analysis: laporan di evaluasi oleh ahli yang menguasai masalah

klinis dan telah terlatih untuk mengenal penyebab system yang utama.

5.  Tepat waktu: Laporan dianalisa segera dan rekomendasinya

didesiminasikan secepatnya, khususnya bila terjadi bahaya serius.

6. Orientasi sistem: Rekomendasi lebih berfokus kepada perbaikan dalam

system, proses, atau produk daripada terhadap individu

7. Responsif: Lembaga yang menerima laporan merupakan lembaga yang

punya kapasitas memberikan rekomendasi.

8. Pendekatan Komprehensif dalam Pengkajian Keselamatan Pasien

Pengkajian pada keselamatan pasien secara garis besar dibagi kepada struktur,

lingkungan, peralatan dan teknologi, proses, orang dan budaya.

1. Struktur 

• Kebijakan dan prosedur organisasi: Cek telah terdapat kebijakan dan prosedur

tetap yang telah dibuat dengan mempertimbangkan keselamatan pasien. 

• Fasilitas: Apakah fasilitas dibangun untuk meningkatkan keamanan ?

• Persediaan: Apakah hal-hal yang dibutuhkan sudah tersedia seperti persediaan

di ruang emergency, ruang ICU

2. Lingkungan 

• Pencahayaan dan permukaan: berkontribusi terhadap pasien jatuh atau

cedera 

• Temperature: pengkondisian temperature dibutuhkan dibeberapa ruangan

Page 24: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

seperti ruang operasi, hal ini diperlukan misalnya pada saat operasi bedah

tulang suhu ruangan akan berpengaruh terhadap cepatnya pengerasan dari

semen

• Kebisingan: lingkungan yang bising dapat menjadi distraksi saat perawat

sedang memberikan pengobatan dan tidak terdengarnya sinyal alarm dari

perubahan kondisi pasien 

• Ergonomic dan fungsional: ergonomic berpengaruh terhadap penampilan

seperti teknik memindahkan pasien, jika terjadi kesalahan dapat menimbulkan

pasien jatuh atau cedera. Selain itu penempatan material di ruangan apakah

sudah disesuaikan dengan fungsinya seperti pengaturan tempat tidur, jenis,

penempatan alat sudah mencerminkan keselamatan pasien. 

3. Peralatan dan teknologi 

• Fungsional: perawat harus mengidentifikasi penggunaan alat dan desain dari

alat. Perkembangan kecanggihan alat sangat cepat sehingga diperlukan

pelatihan untuk mengoperasikan alat secara tepat dan benar.

• Keamanan: Alat-alat yang digunakan juga harus didesain penggunaannya

dapat meningkatkan keselamatan pasien. 

4. Proses 

• Desain kerja: Desain proses yang tidak dilandasi riset yang adekuat dan

kurangnya penjelasan dapat berdampak terhadap tidak konsisten perlakuan

pada setiap orang hal ini akan berdampak terhadap kesalahan. Untuk mencegah

hal tersebut harus dilakukan research based practice yang diimplementasikan. 

• Karakteristik risiko tinggi: melakukan tindakan keperawatan yang terus-

menerus saat praktek akan menimbulkan kelemahan, dan penurunan daya ingat

hal ini dapat menjadi risiko tinggi terjadinya kesalahan atau lupa oleh karena itu

perlu dibuat suatu system pengingat untuk mengurangi kesalahan 

• Waktu: waktu sangat berdampak pada keselamatan pasien hal ini lebih mudah

tergambar ada pasien yang memerlukan resusitasi, yang dilanjutkan oleh

beberapa tindakan seperti pemberian obat dan cairan, intubasi dan defibrilasi

dan pada pasien-pasien emergency oleh karena itu pada saat-saat tertentu

waktu dapat menentukan apakah pasien selamat atau tidak. 

• Perubahan jadual dinas perawat juga berdampak terhadap keselamatan pasien

karena perawat sering tidak siap untuk melakukan aktivitas secara baik dan

menyeluruh. 

• Waktu juga sangat berpengaruh pada saat pasien harus dilakukan tindakan

diagnostic atau ketepatan pengaturan pemberian obat seperti pada pemberian

antibiotic atau tromblolitik, keterlambatan akan mempengaruhi terhadapap

diagnosis dan pengobatan. 

• Efisiensi: keterlambatan diagnosis atau pengobatan akan memperpanjang

waktu perawatan tentunya akan meningkatkan pembiayaan yang harus di

tanggung oleh pasien. 

Page 25: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

5. Orang 

• Sikap dan motivasi: sikap dan motivasi sangat berdampak kepada kinerja

seseorang. Sikap dan motivasi yang negative akan menimbulkan kesalahan-

kesalahan. 

• Kesehatan fisik: kelelahan, sakit dan kurang tidur akan berdampak kepada

kinerja dengan menurunnya kewaspadaan dan waktu bereaksi seseorang. 

• Kesehatan mental dan emosional: hal ini berpengaruh terhadap perhatian akan

kebutuhan dan masalah pasien. tanpa perhatian yang penuh akan terjadi

kesalahan – kesalahan dalam bertindak. 

• Faktor interaksi manusia dengan teknologi dan lingkungan: perawat

memerlukan pendidikan atau pelatihan saat dihadapkan kepada penggunaan

alat-alat kesehatan dengan teknologi baru dan perawatan penyakit-penyakit

yang sebelumnya belum tren seperti perawatan flu babi (swine flu).

• Faktor kognitif, komunikasi dan interpretasi: kognitif sangat berpengaruh

terhadap pemahaman kenapa terjadinya kesalahan (error). Kognitif seseorang

sangat berpengaruh terhadap bagaimana cara membuat keputusan, pemecahan

masalah baru mengkomunikasikan hal-hal yang baru. 

6. Budaya 

• Faktor budaya sangat bepengaruh besar terhadap pemahaman kesalahan dan

keselamatan pasien. 

• Pilosofi tentang keamanan: keselamatan pasien tergantung kepada pilosofi dan

nilai yang dibuat oleh para pimpinanan pelayanan kesehatan 

• Jalur komunikasi: jalur komunikasi perlu dibuat sehingga ketika terjadi

kesalahan dapat segera terlaporkan kepada pimpinan (siapa yang berhak

melapor dan siapa yang menerima laporan). 

• Budaya melaporkan, terkadang untuk melaporkan suatu kesalahan mendapat

hambatan karena terbentuknya budaya blaming. Budaya menyalahkan

(Blaming) merupakan phenomena yang universal. Budaya tersebut harus dikikis

dengan membuat protap jalur komunikasi yang jelas.

• Staff-kelebihan beban kerja, jam dan kebijakan personal. Faktor lainnya yang

penting adalah system kepemimpinan dan budaya dalam merencanakan staf,

membuat kebijakan dan mengantur personal termasuk jam kerja, beban kerja,

manajemen kelelahan, stress dan sakit

9.    Alur Sirkulasi Pasien di Rumah Sakit

Alur Sirkulasi Pasien dalam Rumah Sakit adalah sebagai berikut:

1. Pasien masuk rumah sakit melakukan pendaftaran/ admisi pada instalasi

rawat jalan (poliklinik) atau pada instalasi gawat darurat apabila pasien dalam

kondisi gawat darurat yang membutuhkan pertolongan medis segera/ cito.

Page 26: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

2. Pasien yang mendaftar pada instalasi rawat jalan akan diberikan

pelayanan medis pada klinik-klinik tertentu sesuai dengan penyakit/ kondisi

pasien.

Pasien dengan diagnosa penyakit ringan setelah diberikan pelayanan

medis selanjutnya dapat langsung pulang.

Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke

instalasi radiologi dan atau laboratorium. Setelah mendapatkan hasil foto

radiologi dan atau laboratorium, pasien mendaftar kembali ke instalasi rawat

jalan sebagai pasien lama.

Selanjutnya apabila harus dirawat inap akan dikirim ke ruang rawat inap.

Selanjutnya akan didiagnosa lebih mendetail ke instalasi radiologi dan atau

laboratorium. Kemudian jika pasien harus ditindak bedah, maka pasien akan

dijadwalkan ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya

belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya

stabil akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien meninggal akan

dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah pasien sehat dapat pulang

Pasien kebidanan dan penyakit kandungan tingkat lanjut akan dirujuk ke

instalasi kebidanan dan penyakit kandungan. Apabila harus ditindak bedah,

maka pasien akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang

kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang

kondisinya stabil akan dikirim ke ruang rawat inap kebidanan. Selanjutnya

pasien meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah

pasien sehat dapat pulang.

1. Pasien melalui instalasi gawat darurat akan diberikan pelayanan medis

sesuai dengan kondisi kegawat daruratan pasien.

Pasien dengan tingkat kegawatdaruratan ringan setelah diberikan

pelayanan medis dapat langsung pulang.

Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke

instalasi radiologi dan atau laboratorium. Selanjutnya apabila harus ditindak

bedah, maka pasien akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien

yang kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien

yang kondisinya stabil akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien

meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah, pasien sehat

dapat pulang.

 

10.       Pendidikan dan Pelatihan

RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk

meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan

Page 27: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

interdisiplin dalam pelayanan pasien. RS mengintegrasikan topik keselamatan

pasien dalam setiap kegiatan in-service training.

RS melaksanakan program pengembangan dan pelatihan staf secara konsisten.

RS melakukan workshop keselamatan pasien secara in-house training dan

melibatkan Tim KKPRS atau mengirim 2-3 orang staf untuk mengikuti workshop

keselamatan pasien yang diselenggarakan KKPRS-PERSI.

RS mempunyai program orientasi yang memuat topik keselamatan pasien bagi

staf yang baru masuk/pindahan/mahasiswa. Staf yang bertugas di unit khusus

(ICU, ICCU, IGD, HD, NICU, PICU, OK) harusmendapat pelatihan keselamatan

pasien.

 11.    Penutup

Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan

kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari

manajemen kualitas.  Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem

dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya

cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan

atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut

meliputi pengenalan risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan

dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari

insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan risiko.

Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien,

tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami

KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error)

maupun yang dapat dicegah (error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.

Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang penting

dalam sebuah rumah sakit, maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah

sakit yang dapat digunakan sebagai acuan bagi rumah sakit di Indonesia.

Standar keselamatan pasien rumah sakit yang saat ini digunakan mengacu pada

“Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Join Commision on

Accreditation of Health Organization di Illinois pada tahun 2002 yang kemudian

disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia. Pada akhirnya untuk

mewujudkan keselamatan pasien butuh upaya dan kerjasama berbagai pihak

dari seluruh komponen pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 28: Sk Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien

Depkes RI. 2008, Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient

Safety), 2 edn, Bakti Husada, Jakarta.

_____. 2008, Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient

Safety Incident Report), 2 edn, Bakti Husada, Jakarta.

IOM, 2000. To Err Is Human: Building a Safer Health

Systemhttp://www.nap.edu/catalog/9728.html

___, 2004. Patient Safety: Achieving a New Standard for

Carehttp://www.nap.edu/catalog/10863.html

Kemkes RI. 2010. Pedoman Teknis Fasilitas Rumah Sakit Kelas B. Pusat Sarana,

Prasarana dan Peralatan Kesehatan, Sekretariat Jenderal, KEMKES-RI

Manojlovich, M, et al 2007, ‘Healthy Work Environment, Nurse-Phycisian

Communication, and Patient’s Outcomes’, American Journal of Critical Care vol.

16, pp. 536-43.

Millar, J, et al 2004, ‘Selecting Indicators for Patient Safety at the Health Systems

Level in OECD Countries’. DELSA/ELSA/WD/HTP, Paris, OECD Health Technical

Paper.

Pallas, LOB, et al 2005, Nurse-Physician Relationship Solutions and

Recomendation for Change, Nursing Health Services Research Unit, Ontario.

database.

Parwijanto, H 2008, ‘Kajian Komunikasi Dalam Organisasi’, in Perilaku

Organisasi. uns.ac.id, Jakarta, 10 Desember 2009.

Robbins, SP 2003, Perilaku Organisasi, 10 edn, PT. Indeks Gramedia, Jakarta.

Vazirani, S, et al 2005, ‘Effect of A Multidicpinary Intervention on Communication

and Collaboratoriumoration’, American Journal of Critical Care, Proquest Science

Journal, vol. 14, p. 71.

Wakefield, JG & Jorm, CM 2009, ‘Patient Safety – a balanced measurements

framework’, Australian Health Review, vol. 33, no. 3.

Yahya, A. 2009 Integrasikan Kegiatan Manajemen Risiko. Workshop Keselamatan

Pasien&Manajemen Risiko Klinis. PERSI: KKP-RS