Sk 3 Blok Endokrin Edit

43
LI 1. MM Anatomi Alat Reproduksi Interna Wanita LO 1.1 Makroskopis Organa genitalia feminina interna, terdiri dari: 1) Ovarium - Jumlah sepasang - Terletak di dalam pelvis minor - Berbentuk bulat memanjang, agak pipih (seperti buah almond dengan ukuran 3 x 1,5 x 1 cm) - Terdiri dari cortex (luar) dan medulla (sebelah dalam, berisi pembuluh darah, limfe, dan syaraf) - Dilekatkan oleh mesovarium pada ligamentum latum (berupa lipatan peritoneum sebelah lateral kiri dan kanan uterus. Meluas sampai dinding panggul dan dasar panggul, sehingga seolah-olah menggantung pada tubae) - Difiksasi oleh: Lig. Suspensorium ovarii (Lig. Infundibulopelvicum) Ligamentum ini menggantungkan uterus pada dinding panggul antara sudut tuba Lig. Ovarii proprium (mengarah ke uterus ovarium) Lig. Teres uteri (lig. Rotundum) Terdapat di bagian atas lateral dari uterus, caudal dari tuba, kedua ligamentum ini melalui canalis inguinalis ke bagian cranial labium majus. Pada saat kehamilan mengalami hipertrofi dan dapat diraba dengan pemeriksaan luar. 2) Tuba Uterina (Salpinx) - Jumlah sepasang kanan dan kiri 1

description

hjhghhhbygghbhgghhhhhhjjjjjkkkkbbbhhh

Transcript of Sk 3 Blok Endokrin Edit

Page 1: Sk 3 Blok Endokrin Edit

LI 1. MM Anatomi Alat Reproduksi Interna Wanita

LO 1.1 Makroskopis

Organa genitalia feminina interna, terdiri dari:

1) Ovarium

- Jumlah sepasang

- Terletak di dalam pelvis minor

- Berbentuk bulat memanjang, agak pipih (seperti buah almond dengan ukuran 3 x 1,5 x 1 cm)

- Terdiri dari cortex (luar) dan medulla (sebelah dalam, berisi pembuluh darah, limfe, dan syaraf)

- Dilekatkan oleh mesovarium pada ligamentum latum (berupa lipatan peri-toneum sebelah lateral kiri dan kanan uterus. Meluas sampai dinding panggul dan dasar panggul, sehingga seolah-olah menggantung pada tubae)

- Difiksasi oleh:

• Lig. Suspensorium ovarii (Lig. Infundibulopelvicum)

Ligamentum ini menggantungkan uterus pada dinding panggul antara sudut tuba

• Lig. Ovarii proprium (mengarah ke uterus ovarium)

• Lig. Teres uteri (lig. Rotundum)

Terdapat di bagian atas lateral dari uterus, caudal dari tuba, kedua ligamen-tum ini melalui canalis inguinalis ke bagian cranial labium majus. Pada saat kehamilan mengalami hipertrofi dan dapat diraba dengan pemeriksaan luar.

2) Tuba Uterina (Salpinx)

- Jumlah sepasang kanan dan kiri

- Merupakan saluran muscular, panjang 10 cm. Menjulur dari uterus ke arah ovarium dengan ujung distal (fimbriae) terbuka ke dalam rongga peritoneum disebut ostium abdominale

- Infundibulum adalah bangunan yang berbentuk corong

- Ampula adalah bangunan yang membesar

- Isthmus adalah bangunan yang menyempit

- Pars uterina tubae adalah bagian yang melalui dinding uterus

1

Page 2: Sk 3 Blok Endokrin Edit

- Ostium uterinum adalah muara tuba di dalam uterus

3) Uterus

- Organ muscular, berbentuk buah jambu (pir), agak pipih, dibedakan:

• Facies vesicalis, di daratan ventral menghadap ke vesica urinaria

• Facies intestinalis, di daratan dorsal menghadap ke usus

• Margo lateralis kanan dan kiri

- Dinding uterus dari luar ke dalam terdiri atas:

• Perimetrium

• Myometrium

• Endometrium

- Uterus dapat dibagi dalam:

• Fundus uteri, bagian yang terletak di atas (proksimal) ostium tuba uterine

• Corpus uteri, bagian tengah uterus yang berbentuk bulat melebar. Batas an-tara corpus uteri dan cervix uteri dibentuk oleh isthmus uteri yakni suatu penyempitan di dalam rongga uteri yang terletak antara ostium uteri inter-num anatomicum dengan ostium uteri histologicum. Distal dari isthmus uteri terdapat ruangan melebar disebut cervix uteri

• Cervix uteri, bagian yang paling sempit dan menonjol ke dalam rongga vagina. Pada bagian ujung distal cervix ada bangunan yang menyempit dise-but ostium uteri externum. Rongga di dalam cervix uteri disebut canalis cer-vicis

4) Vagina

- Bentuk tabung muskular dari cervix sampai genitalia eksterna

- Panjang antara 8-12 cm

- Bagian distal cervix menonjol ke dalam rongga vagina, disebut portio vaginalis

cervicis uteri. Bagian cervix proksimal disebut portio supravaginalis cervicis uteri

- Rongga vagina yang mengelilingi portio vaginalis cervicis disebut fornix yang dapat dibedakan:

• Fornix lateralis dextra dan sinistra

• Fornix anterior dan posterior

2

Page 3: Sk 3 Blok Endokrin Edit

- Tunika muskularis dapat dipandang lanjutan myometrium tetapi lebih tipis

- Tunika mukosa membentuk rugae yang transversal pada dinding ventral dan dorsal disebut columna rugarum

- Fascia endopelvis memadat menjadi ligamentum fasialis yang fungsinya me-nunjang cervix dan vagina

- Ligamentum-ligamentum yang ikut memfiksasi uterus diantaranya adalah:

• Lig. Cardinale (Mackenrodt’s) atau lig. Cervicalis lateralis

Melewati sebelah lateral cervix dan bagian atas vagina ke dinding pelvis

• Lig. Uterosacrale atau lig. Rectouterina

Melewati bagian belakang cervix dan fornix vagina ke fasia yang melapisi sendi sacroiliaca. Mulai dari isthmus ke jaringan pengikat di sebelah lateral dari rectum setinggi vertebra sacralis III mengandung otot polos

• Lig. Puboservicale

Meluas ke anterior dari lig. Cardinal ke pubis

• Lig. Pubovesicale

Dari belakang symphysis pubis menuju collum vesica urinaria

- Fiksasi yang utama pada uterus ke vagina adalah:

• Lig. Cardinale

• Lig. Uterosacrale

- Fungsi vagina adalah:

• Saluran keluar uterus yang dapat mengalirkan darah pada waktu menstruasi dan sekret dari uterus

• Alat bersenggama

• Jalan lahir pada waktu partus

- Pada virgo intacta introitus vaginae sebagian ditutupi oleh suatu selaput yang disebut hymen

- Menurut bentuknya dapat dibedakan:

• Hymen anularis (sebagai cincin)

• Hymen semilunaris (sebagai bulan sabit)

• Hymen cribriformis (berlubang-lubang sebagai saringan)

• Hymen fimbriatus (dengan tepi sebagai jari-jari)

• Hymen imperforatus (tidak berlubang)

3

Page 4: Sk 3 Blok Endokrin Edit

- Setelah diadakan coitus berulang-ulang hanya terdapat sisa-sisanya sebagai ton-jolan-tonjolan disebut carunculae hymenales yang hilang setelah melahirkan

- A. uterina pergi ke ventrocaudal setinggi isthmus uteri, membelok ke medial berjalan di pangkal lig. Latum, cranial lig. Cardinale uteri memberi cabang a. vaginalis ke dinding vagina, pangkalnya ke arah fundus kemudian bercabang-cabang menjadi:

• R. ovaricus melalui lig. Ovarii proprium menuju ovarium

• A. ligamenti teretis uteri mengikuti lig. Teres uteri

• R. tubarius mengikuti tuba uterine

- Saraf-saraf otonom systema urogenitale wanita adalah N. pudendus yang meninggalkan pelvis melalui foramen infrapiriformis, dorsal spina ishiadica masuk ke foramen ischiadicum minus sebagai N. clitoridis. Cabang yang lain: N. hemorrhoidalis inferior untuk m. sphincter ani externus dan ke kulit pada re-gio analis. N. perinealis berakhir sebagai N. labialis untuk labium majus yang memberi k err musculares dan rr. Cutanei ke kulit

- Vasa lymphatica dan nodi lymphatici (lymphonodi):

• Bagian proksimal mengikuti kembali r. vaginalis a. uternae ke lnn. Iliaci in-terni

• Bagian medial mengikuti kembali r. vaginali a. vesicalis inferior ke lnn sep-anjang a. vesicalis inferior ke lnn. Iliaci interni

• Bagian dari vagina distal, dinding vestibulum vaginae, labia minora, labia majora, minora ke lnn. Inguinale superficialis

• Radang dan metastase tumor ganas dapat diketahui

(Sofwan, 2014)

4

Page 5: Sk 3 Blok Endokrin Edit

Gambar 1. Uterus dan tuba uterina

Sumber: Sobotta

Gambar 2. Uterus dan tuba uterina

Sumber: Sobotta

Gambar 3. Perdarahan organa genitalia feminina interna

Sumber: Sobotta

LO 1.2 Mikroskopis

5

Page 6: Sk 3 Blok Endokrin Edit

Sistem reproduksi terdiri atas sepasang ovarium internal dan sepasang tuba uterina (oviduktus) yang merupakan saluran penghubung ovarium ke uterus. Di dekat uterus dan dipisahkan oleh serviks terdapat vagina. Selama masa reproduktif seo-rang wanita, organ-organ reproduksinya (baik struktur maupun fungsi) mengalami perubahan siklik sebulan sekali. Pada manusia, perubahan ini disebut siklus men-struasi. Siklus menstruasi terutama dikendalikan oleh hormon adenohipofisis (ke-lenjar pituitaria), yaitu FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone), dan hormon ovarium yaitu estrogen dan progesterone. Organ-organ sistem reproduksi wanita melakukan banyak fungsi penting seperti menyekresi hormon seks wanita (estrogen dan progesterone), menghasilkan ova, mengadakan lingkungan yang cocok untuk pembuahan oosit, membawa dan mengimplantasi blastokist, perkembangan fetus selama kehamilan, dan nutrisi bayi yang baru lahir (neonatus).

Ovarium

Setiap ovarium merupakan struktur lonjong gepeng yang terletak di bagian dalam rongga pelvis. Satu bagian ovarium melekat pada ligamentum latum melalui se-buah lipatan peritoneal yang disebut mesovarium dan bagian lain lagi pada dind-ing uterus melalui ligamentum ovarii. Permukaan ovarium ditutupi selapis sel yang disebut epitel germinal atau germinativum yang menutupi sejenis jaringan ikat padat yaitu tunika albuginea. Di bawah tunika albuginea terdapat korteks ovarii. Di bagian dalam terdapat pusat jaringan ovarium yang sangat vaskular yaitu medulla ovarium. Tidak ada batas tegas antara korteks dan medulla, dan ke-dua bagian ini menyatu. Korteks biasanya dipenuhi folikel ovarium dalam berba-gai tahap perkembangan, termasuk folikel besar, matang, yang menempati daerah sampai ke bagian dalam medulla. Selain itu, mungkin terdapat korpus luteum be-sar yang berasal dari folikel yang telah ovulasi, korpus albikans korpus luteum yang berdegenerasi, dan folikel atretis yang berdegenerasi dalam berbagai tahap perkembangan.

Semasa kehidupan reproduktif seseorang, ovarium mengalami perubahan struktur dan fungsi selama siklus menstruasi. Perubahan ini terlihat sebagai pertumbuhan dan pematangan folikel, ovulasi, pembentukan dan degenerasi korpus luteum. Paruh pertama siklus menstruasi mencakup pertumbuhan folikel ovarium. FSH adalah hormon gonadotropik utama yang beredar selama pertumbuhan folikel. FSH mempengaruhi pertumbuhan dan pematangan folikel ovarium, dan merangsang sel-sel teka interna folikel untuk menghasilkan androgen yang kemu-dian dikonversi oleh sel granulosa menjadi estrogen. Dengan naiknya kadar estro-gen yang beredar, hormon pelepas gonadotropin dihambat pembebasannya dari hypothalamus dan pembebasan FSH oleh hipofisis. Selain itu, hormon inhibin yang dihasilkan oleh sel-sel granulosa di dalam folikel ovarium kemudian meng-hambat pembebasan FSH dari hipofisis. Dipertengahan siklus atau sesaat sebelum ovulasi, sekresi estrogen mencapai puncaknya. Hal ini mengakibatkan banyak LH dan sedikit FSH dari adenohipofisis. Peningkatan kadar LH dan FSH mengaki-batkan hal-hal berikut ini: pematangan akhir folikel ovarium serta ovulasinya, penyelesaian pembelahan meiosis pertama dan pembebasan oosit sekunder ke dalam tuba uterina, dan luteinisasi folikel yang telah ovulasi dan pembentukan ko-rpus luteum. Pematangan akhir oosit sekunder hanya terjadi pada saat pembuahan,

6

Page 7: Sk 3 Blok Endokrin Edit

sewaktu sperma memasuki ovum. Telur yang dibebaskan hanya dapat dibuahi ku-rang lebih dalam 24 jam di dalam saluran reproduksi wanita.

Selapis epitel germinal kuboid menutupi permukaan ovarium. Di bawah epitel permukaan terdapat lapisan jaringan ikat padat yaitu tunika albuginea. Tepat di bawah tunika albuginea terdapat banyak folikel primordial. Setiap folikel primor-dial terdiri atas sebuah oosit primer yang dikelilingi selapis sel folikular gepeng. Pada folikel yang lebih besar, sel-sel folikel berubah menjadi kuboid atau silindris rendah. Pada folikel yang sedang berkembang, sel folikel berproliferasi melalui mitosis, membentuk lapisan-lapisan sel kuboid yang disebut sel granulosa yang mengelilingi oosit primer. Lapisan terdalam sel granulosa yang langsung men-gelilingi oosit membentuk korona radiata, sel-sel ini lebih silindris dari sel granu-losa lain. Di antara korona radiata dan oosit sekelilingnya terdapat lapisan gliko-protein nonselular yaitu zona pelusida. Sel-sel stroma yang mengelilingi sel-sel folikel berdiferensiasi menjadi teka interna, pada tahap perkembangan folikular ini, teka eksterna (lapisan sel luar teka interna) belum terbentuk. Oosit yang sedang berkembang memiliki inti besar yang letaknya eksentrik dengan nukleolus mencolok.

Sel-sel granulosa mengelilingi sebuah rongga sentral atau antrum folikel. Antrum ini berisi cairan folikular yang disekresi oleh sel-sel granulosa di sekitarnya. Kumpulan terisolasi dan lebih kecil cairan folikel mungkin terlihat di antara sel granulosa. Sebagian tampak sebagai vakuol bening atau sedikit asidofilik, asal dan fungsinya tidak diketahui. Penebalan lokal sel granulosa pada satu sisi folikel matang membungkus oosit matang dan menonjol ke dalam antrum membentuk hillock yang disebut kumulus ooforus. Oosit dikelilingi zona pelusida mencolok yang terpulas asidofilik dan selapis sel yang tersusun radier yaitu korona radiata yang melekat pada zona pelusida. Barisan basal sel-sel granulosa terletak di atas membrane basal tipis. Di dekat membrane basal terdapat teka interna yaitu lapisan dalam yang vaskuler dengan sel-sel sekretoris. Di sekeliling teka interna terdapat teka eksterna yaitu lapisan dengan sel-sel jaringan ikat.

7

Page 8: Sk 3 Blok Endokrin Edit

Gambar 4. Ovarium

Sumber: www.pathologyoutlines.com

Korteks merupakan bagian terbesar ovarium dan mengandung folikel-folikel dan korpus luteum. Medulla menempati bagian pusat ovarium. Di medulla terdapat pembuluh-pembuluh darah yang lebih besar yang bercabang dan memasok daerah korteks ovarium. Korpus luteum yang baru dibentuk adalah struktur besar, dibentuk setelah sebuah folikel matang ruptur dan dindingnya kolaps. Lapisan tipis sel tukein teka dibentuk oleh sel teka interna folikel, terletak di tepi korpus luteum dan di kontur lipatan-lipatannya. Massa dinding korpus luteum dibentuk oleh sel-sel lutein granulosa yang merupakan sel granulosa berhipertrofi folikel. Jaringan ikat teka eksterna berproliferasi membentuk stroma bagi pembuluh darah dan kapiler di dalam dinding korpus luteum dan mengisi berkas rongga folikel. Di dalam ovarium juga terlihat sebagian korpus luteum yang beregresi sedang dengan bidang irisan memotong dinding luarnya. Sel-sel granulosa lutein lebih kecil, intinya piknotik dan pembuluh darah lebih besar dari stroma. Sel teka lutein tidak tampak. Tahap lebih lanjut regresi korpus luteum menampakkan penciutan sel-sel lutein, piknosis inti dengan inti pusat fibrosa. Jaringan ikat menyusup di antara sel lutein yang beregresi dan menggantikan sel luteal yang berdegenerasi. Stroma membentuk simpai atau kapsul di sekeliling korpus luteum yang beregresi, namun hal ini bukan merupakan ciri tetap. Penggantian sel-sel lutein dengan jaringan ikat menghasilkan sebuah korpus albikans yaitu parut fibrosa berhialin. Sebuah folikel normal yang besar memiliki teka interna dan lapisan granulosa tebal, dipisahkan sebuah membran basal tipis. kumulus ooforus mengandung sebuah oosit normal, antrum terisi cairan folikel. Banyak folikel mengalami perubahan degeneratif yang disebut atresia pada setiap waktu sebelum menjadi matang. Atresia pada folikel besar terjadi berangsur, namun tahap perubahan degenerasi dapat dilihat pada folikel-folikel yang mengalami atresia pada berbagai tingkat. Teka interna dan sel-sel granulosa adalah intak, namun beberapa sel mulai terlepas masuk ke antrum yang masih tetap mengandung cairan folikel. kumulus ooforus juga terlihat tidak utuh dan degenerasi oosit sudah berada dalam tahap lanjut. Sisa oosit dikelilingi zona pelusida tebal, tampak di dalam antrum. Juga tampak sebuah folikel pada tahap atresia lanjut. Teka interna masih tampak, namun sel-selnya tampak agak hipertrofi. Sel-sel granulosa suda tidak ada, semuanya telah dilepaskan dan diresorpsi. Membran basal di antara kedua lapisan ini telah menebal dan berlipat dan kini disebut membran vitrea (glassy membrane) yang telah mengalami hipertrofi. Jaringan ikat longgar berasal dari stroma dan telah mengisi sebagian rongga folikel yang telah mengecil yang masih mengandung cairan folikel. Pada atresia lebih lanjut, jaringan ikat stroma mengganti sel-sel teka interna. Membrane vitrea yang hipertrofi bertambah tebal dan lebih berlipat dan jaringan ikat longgar dengan pembuluh darah mengisi bekas antrum. Pada tahap terakhir atresia, seluruh folikel telah diganti oleh jaringan ikat, membran vitrea yang hipertrofi dan berlipat tetap ada untuk waktu tertentu sebagai satu-satunya tanda yang menunjukkan folikel.

Setelah ovulasi folikel matang, ovarium memasuki fase luteal. Selama fase ini, LH mengubah sel-sel granulosa dan teka interna folikel ovarium yang ruptur men-jadi sel-sel granulosa lutein dan teka lutein korpus luteum. LH kemudian

8

Page 9: Sk 3 Blok Endokrin Edit

merangsang sel-sel lutein untuk menyekresi estrogen dan banyak progesterone. Kadar hormon yang tinggi ini merangsang perkembangan uterus dan kelenjar mammae selanjutnya sebagai persiapan kehamilan. Perkembangan dan aktivitas fungsi korpus luteum tergantung pada LH. Sebaliknya, kadar progesterone yang tinggi yang dihasilkan korpus luteum menghambat pelepasan LH lebih lanjut den-gan memengaruhi hipotalamus dan gonadotrof di dalam adenohipofisis. Jika oosit itu tidak dibuahi, korpus luteum akhirnya beregenerasi menjadi jaringan parut nonfungsional disebut korpus albikans. Kadar estrogen dan progesterone kemu-dian menurun terjadilah menstruasi. Dengan beregresinya korpus luteum, efek in-hibitoris hormon-hormon ini terhadap hipofisis dan hipotalamus hilang. Hal ini mengakibatkan pembebasan FSH dari adenohipofisis dan mengawali siklus ovar-ium baru perkembangan folikular.

Tuba uterina

Ampulla: banyaknya percabangan lipatan mukosa tinggi membentuk lumen tidak teratur pada tuba uterine (fallopi). Lumen itu meluas di antara lipatan mukosa dan membentuk alur yang dalam pada tuba. Epitel pelapisnya adalah selapis silindris dan lamina proprianya adalah jaringan ikat longgar yang sangat vaskular. Musku-laris terdiri atas dua lapisan otot polos yaitu lapisan sirkular dalam dan lapisan longitudinal luar. Jaringan ikat interstitialnya banyak dan sebagai akibatnya, lapisan-lapisan ototnya, khususnya lapisan luar, tidak jelas batasnya. Serosa mem-bentuk lapisan terluar tuba uterina.

Lipatan mukosa: epitel pelapis sebenarnya selapis, namun mungkin terlihat bert-ingkat. Epitel ini terdiri atas sel-sel bersilia dan sel-sel (sekretoris) nonsilia. Se-lama awal fase proliferasi siklus menstruasi, sel-sel bersilia mengalami hipertrofi, silianya bertumbuh dan menjadi dominan. Aktivitas sekresi sel nonsilia bertam-bah. Epitel tuba uterina menunjukkan perubahan siklik dan proporsi sel-sel bersilia dan nonsilia bervariasi sesuai tahap siklus menstruasinya.

Gambar 5. Gambaran mikroskopik tuba uterina

Sumber: http://histoweb.co.za/

Tuba uterina melaksanakan sejumlah fungsi penting. Saat ovulasi, fimbria in-fundibulum menyapu permukaan ovarium untuk menangkap dan menghantar oosit ke dalam tuba uterina ke arah uterus. Fungsi ini terlaksana dengan gerak peristaltik halus otot polos pada dinding tuba dan fimbria. Selain itu, sel-sel

9

Page 10: Sk 3 Blok Endokrin Edit

bersilia lebat pada permukaan fimbria menciptakan arus yang memandu oosit ma-suk ke infundibulum tuba uterina. Epitel tuba uterina terdiri atas sel-sel bersilia dan nonsilia. Sebagian besar silia melecut ke arah uterus dan bersama kontraksi otot dari dinding tuba, menghantar oosit yang tertangkap atau telur yang sudah dibuahi melalui tuba ke uterus. Sel-sel nonsilia pada tuba uterina merupakan sel sekretoris dan menghasilkan materi nutritif penting bagi perkembangan awal em-brio. Tuba uterina juga merupakan tempat terjadinya pembuahan bagi telur, yang umumnya terjadi di bagian atas ampula tuba. Epitel tuba uterina mengalami pe-rubahan siklik yang sesuai dengan siklus ovarium. Tinggi atau tebal epitel pada tuba uterina paling besar selama fase folikular, saat folikel ovarium sedang mematang dan kadar estrogen yang beredar sedang tinggi.

Uterus

Selama setiap siklus menstruasi, endometrium mengalami tiga fase berurutan, se-tiap fase berlanjut ke fase berikutnya. Fase proliferasi (folikular, praovulasi) di-tandai dengan pertumbuhan dan perkembangan endometrium. Fase ini dimulai pada akhir fase menstruasi, kira-kira hari ke 5 dan berlanjut sampai hari ke 14 sik-lus. Aktivitas mitotik sel-sel di dalam lamina propria dan dari sisa kelenjar uterina pada stratum basale ditingkatkan sehingga permukaan mukosa yang telah rusak selama menstruasi mulai tertutup. Dengan menebalnya stratum fungsionale, ke-lenjar uterina berproliferasi, memanjang dan mulai berhimpitan. Arteri spiralis mulai tumbuh ke arah permukaan endometrium dan hanya sedikit bergelung. Per-tumbuhan endometrium selama fase proliferasi bersamaan dengan pertumbuhan folikel ovarium dan peningkatan sekresi estrogen.

Fase sekresi (luteal, pascaovulasi) dimulai tidak lama setelah ovulasi, kira-kira hari ke 15 dan berlanjut sampai hari ke 28 dari siklus. Fase ini tergantung pada sekresi progesterone (terutama oleh sel-sel lutein granulosa) dan estrogen (oleh sel teka lutein) korpus luteum fungsional ovarium yang terbentuk setelah ovulasi. Se-lama fase ini endometrium tetap menebal dan menimbun cairan sehingga menjadi edematosa. Selain itu, kelenjar uterina mengalami hipertrofi dan menjadi gberkelok, dan lumennya mulai terisi produk sekresi yang kaya nutrient (khusus-nya glikogen). Arteri spiralis di dalam endometrium memanjang, mulai bergelung dan meluas sampai hampir ke permukaan endometrium.

Gambar 6. Lapisan-lapisan pada dinding uterus

10

Page 11: Sk 3 Blok Endokrin Edit

Sumber: www.ansci.wisc.edu

Fase menstruasi dimulai bila tidak terjadi pembuahan atau implantasi. Kadar pro-gesterone dan estrogen yang menurun akibat regresi korpus luteum, mengawali fase ini. Kadar estrogen dan progesterone yang rendah ini menyebabkan arteri spi-ralis di dalam stratum fungsionale berkontriksi secara intermitten. Hal ini men-gakibatkan stratum fungsionale kurang oksigen dan menjadi iskemia (sementara), nekrosis, dan berkerut. Setelah periode vasokontriksi yang berkepanjangan, arteri spiralis melebar dan dindingnya pecah, timbullah perdarahan ke dalam stroma. Stratum fungsionale yang nekrotik kemudian dilepaskan bersama aliran menstru-asi. Darah, cairan uterina, sel-sel stroma, materi sekresi, dan sel-sel epitel stratum fungsionale bercampur jadi satu, membentuk discharge melalui vagina. Pelepasan endometrium berlanjut hingga tersisa stratum basale. Proliferasi cepat sel-sel dari stratum basale yang dipengaruhi oleh kadar estrogen yang meningkat memulihkan permukaan endometrium yang hilang sebagai persiapan fase berikut dari siklus menstruasi.

Fase proliferasi (folikular): selama siklus menstruasi normal, endometrium men-galami sejumlah perubahan yang erat hubungannya dengan fungsi ovarium. Ak-tivitas siklik pada uterus tidak hamil dibagi dalam tiga fase berbeda: fase prolif-erasi (folikular), fase sekresi (luteal), dan fase menstruasi.

Dinding uterus terdiri atas tiga lapisan: endometrium (dalam), lapisan muskular tengah (myometrium), dan membran serosa di luar (perimetrium). Endometrium dibagi lagi menjadi dua lapisan: lapisan (stratum) basale, sempit dan dekat my-ometrium, dan lapisan (stratum) fungsionale yang lebih lebar dan superfisial ter-hadap lapisan basal dan meluas sampai lumen uterus.

Permukaan endometrium dilapisi epitel selapis silindris di atas lamina propria tebal. Epitel permukaan menyusup ke dalam jaringan ikat lamina propria untuk membentuk banyak kelenjar uterina tubular panjang. Kelenjar uterina umumnya lurus di bagian superfisial endometrium, namun dapat bercabang di bagian lebih dalam di dekat myometrium. Akibatnya, terlihat banyak kelenjar uterina yang ter-potong melintang.

Selama fase proliferasi, arteri yang terutama terlihat adalah potongan melintang arteri spiralis yang terletak di bagian lebih dalam endometrium. Pada fase prolif-erasi, arteri spiralis biasanya tidak meluas sampai sepertiga bagian suerfisial en-dometrium yang mengandung vena dan kapiler. Endometrium melekat erat pada myometrium yang dibawahnya sangat vaskular. Lapisan ini terdiri atas berkas-berkas otot polos padat dan dipisahkan oleh sedikit jaringan interstitial. Berkas otot tersebut terpotong melintang, oblik, dan memanjang.

Fase sekresi (luteal): selama fase sekresi (luteal) siklus menstruasi, stratum fung-sionale dan stratum basale menebal karena bertambahnya sekresi kelenjar dan edema di dalam lamina propria. Epitel kelenjar uterina mengalami hipertrofi karena menimbun banyak produk sekresi. Kelenjar uterina menjadi sangat berkelok dan lumennya melebar dan terisi materi sekresi nutritif yang kaya karbo-hidrat. Arteri spiralis kini meluas sampai bagian atas endometrium (stratum fung-sionale). Pembuluh darah ini menjadi jelas terlihat pada sediaan uterus karena dindingnya lebih tebal. Perubahan pada epitel silindris permukaaan, kelenjar ute-

11

Page 12: Sk 3 Blok Endokrin Edit

rina, dan lamina propria merupakan ciri khas stratum fungsionale endometrium selama fase sekresi atau luteal siklus menstruasi. Stratum basale tidak banyak berubah. Di bawah stratum basale terdapat myometrium yang terdiri atas berkas-berkas otot polos yang terpotong melintang dan memanjang dan banyak pembuluh darah.

Fase Menstruasi

Selama setiap siklus menstruasi, endometrium stratum fungsionale dilepaskan se-lama fase menstruasi. Endometrium yang dilepaskan mengandung fragmen-frag-men stroma yang hancur, bekuan darah, dan kelenjar-kelenjar uterina. Sebagian kelenjar uterina utuh terisi darah. Stratum basale, dasar kelenjar uterina terlihat tetap utuh selama menstruasi pada lapisan yang lebih dalam endometrium. Stroma endometrium kebanyakan stratum fungsionale mengandung kelompok-kelompok eritrosit, eritrosit ini keluar dari pembuluh darah yang robek dan rusak. Selain itu, stroma endometrium memiliki cukup banyak limfosit dan neutrophil. Stratum basale endometrium umumnya tetap utuh selama fase ini. Bagian distal (super-fisial) arteri spiralis menjadi nekrotik dan bagian lebih dalam pembuluh ini tetap utuh.

Vagina

Mukosa vagina sangat tidak teratur dan memiliki banyak lipatan. Epitel pelapis permukaan vagina adalah epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Lamina propria lebar mengandung jaringan ikat tak teratur, kepadatan sedang, kaya serat elastin. Serat-serat dari lamina propria meluas ke bawah, masuk ke dalam lapisan muskular sebagai serat-serat interstitial. Jaringan limfatik difus, limfonoduli, dan banyak pembuluh darah kecil (arteriole dan venula) biasanya terdapat di dalam lamina propria. Muskularis terutama terdiri atas berkas-berkas otot polos meman-jang dan oblik. Serat-serat otot melintang tidak begitu banyak, namun lebih banyak pada lapisan dalam. Jaringan ikat interstitial mengandung banyak serat elastin, sedangkan adventisia mengandung pembuluh-pembuluh darah dan berkas saraf. Epitel vagina mengalami perubahan siklik ringan selama siklus menstruasi. Selama fase folikular dan stimulasi estrogen, epitel vagina menebal. Sel-sel vagina menyintesis dan mengumpulkan sejumlah glikogen yang meningkat saat bermigrasi ke arah dan dilepaskan ke dalam lumen. Bakteri di dalam vagina memetabolisir glikogen menjadi asam laktat sehingga meningkatkan keasaman saluran vagina.

(Eroschenko, 2003)

12

Page 13: Sk 3 Blok Endokrin Edit

Gambar 7. Gambaran mikroskopik vagina

Sumber: www.lab.anhb.uwa.edu.au

LI 2. MM Fisiologi Menstruasi dan Hormon yang Terkait

Siklus Menstruasi

2.1 Siklus Ovarium

Sejak saat lahir, terdapat banyak folikel primordial di dalam kapsul ovarium. Tiap-tiap folikel mengandung sebuah ovarium imatur. Pada permulaan setiap daur, beberapa folikel membesar, dan terbentuk suatu rongga di sekitar ovarium (pembentukan antrum). Rongga ini terisi oleh cairan folikel. Pada manusia, bi-asanya satu folikel dari salah satu ovarium mulai tumbuh cepat pada sekitar hari keenam dan menjadi folikel dominan, sementara yang lain mengalami regresi, dan membentuk folikel atretik. Proses atresia ini melibatkan apoptosis. Tidak dike-tahui cara pemilihan satu folikel menjadi folikel dominan dalam fase folikular daur haid ini, namun hal ini tampaknya berkaitan dengan kemampuan folikel menyekresikan estrogen yang terkandung di dalamnya yang diperlukan untuk pe-matangan akhir. Bila wanita diberikan preparat gonadotropin hipofisis manusia yang sangat murni melalui suntikan, ada banyak folikel yang berkembang secara serentak.

Struktur sebuah folikel ovarium matang (folikel Graff). Sel teka interna folikel adalah sumber utama estrogen dalam darah. Namun, cairan folikel memiliki kan-dungan estrogen yang tinggi, dan banyak dari estrogen ini berasal dari sel granu-lose.

Pada sekitar hari ke – 14 siklus, folikel yang membesar menjadi pecah, dan ovar-ium terlepas ke dalam rongga abdomen. Ini adalah proses ovulasi. Ovum diambil oleh ujung – ujung tuba uterine (oviduk) yang berfimbria. Ovum disalurkan ke uterus, dan keluar melalui vagina bila tidak terjadi pembuahan.

Folikel yang pecah pada saat ovulasi segera terisi darah, dan membentuk sesuatu yang kadang – kadang disebut sebagai korpus hemoragikum. Perdarahan ringan dari folikel ke dalam rongga abdomen dapat menimbulkan iritasi peritoneum dan iritasi peritoneum dan nyeri abdomen bawah yang berlangsung singkat (‘mittelschmerz”). Sel granulose dan teka yang melapisi folikel mulai berpolif-erasi, dan bekuan darah dengan cepat diganti oleh sel luteal yang kaya lemak dan berwarna kekuningan, membentuk korpus luteum. Hal ini mencetuskan fase luteal daur haid, saat sel luteum menyekresikan estrogen dan progesterone. Pertum-buhan korpus luteum bergantung pada kemampuannya membentuk vaskularisasi untuk mendapatkan darah, dan terdapat bukti bahwa VEGF penting untuk peruses ini.

Bila terjadi kehamilan, korpus luteum akan bertahan dan biasanya tidak terjadi lagi periode haid sampai setelah melahirkan. Bila tidak terjadi kehamilan, korpus luteum mulai mengalami degenerasi sekitar 4 hari sebelum haid berikutnya (hari

13

Page 14: Sk 3 Blok Endokrin Edit

ke – 24 daur haid) dan akhirnya digantikan oleh jaringan ikat, yang membentuk korpus albikans.

Siklus ovarium pada mamalia lain juga serupa, kecuali bahwa pada banyak spe-sies, lebih dari satu folikel berovulasi dan biasanya terjadi kelahiran multiple. Pada beberapa spesies submamalia terbentuk korpus luteum namun tidak pada spesies lainnya.

Pada manusia, tidak ada ovum baru yang terbentuk setelah lahir. Selama perkem-bangan masa janin, ovarium mengandung lebih dari 7 juta folikel primordial. Na-mun, banyak yang mengalami atresia (involusi) sebelum lahir dan yang lain menghilang setelah lahir. Pada saat lahir, terdapat 2 juta ovum, namun 50% nya mengalami atresia. Sejuta ovum yang normal mengalami bagian pertama pembe-lahan meiosis I di sekitar periode ini dan masuk ke dalam tahap istirahat dalam stadium profase tempat ovum yang bertahan menetap sampai masa dewasa. Proses atresia berlanjut selama perkembangan sehingga jumlah ovum di kedua ovarium pada saat puberitas adalah kurang dari 300.000. hanya satu dari ovum – ovum ini yang secara normal mencapai kematangan per siklus (atau sekitar 500 selama masa reproduksi normal); sisanya berdegenerasi. Tepat sebelum ovulasi, pembela-han miosis pertama selesai. Salah satu sel anak, oosit sekunder, menerima seba-gian besar sitoplasma, sementara yang lain, badan polar pertama, terpecah – pecah dan menghilang. Oosit sekunder segera memulai pembelahan meiosis kedua, tetapi pembelahan ini terhenti pada metaphase dan dilanjutkan hanya jika sperma menembus oosit. Pada saat itu badan polar kedua terlepas dan ovum yang dibuahi terus berkembang menjadi individu baru. Penghentian pada metaphase disebabkan, paling tidak pada beberapa spesies, oleh pembentukan protein pp39 di ovum yang dikode oleh proto-onkogen c-mos. Bila pembuahan terjadi, pp39 akan dihancurkan dalam waktu 30 menit oleh kalpain, yakni suatu protease sistein yang bergantung pada kalsium.

2.2 Siklus Uterus

Pada akhir menstruasi, semua lapisan endometrium, kecuali lapisan dalam telah terlepas. Kemudian terbentuk kembali endometrium baru dibawah pengaruh estro-gen dari folikel yang sedang tumbuh. Ketebalan endometrium cepat meningkat dari hari ke – 5 sampai ke – 14 daur haid. Seiring dengan peningkatan ketebalan, kelenjar uterus tertarik keluar sehingga memanjang, namun kelenjar tersebut tidak menjadi berkelok – kelok atau mengeluarkan secret. Perubahan endometrium ini disebut proliferative, dan bagian daur haid ini kadang – kadang disebut fase prolif-erative. Fase ini juga disebut fase praovulasi atau folikular. Setelah ovulasi, vaskularisasi endometrium menjadi sangat meningkat dan endometrium menjadi agak sembab dibawah pengaruh estrogen dan progesterone dari korpus luteum. Kelenjar mulai bergelung dan berkelok – kelok, serta mulai menyekresikan cairan jernih. Akibatnya, fase daur ini disebut fase sekretorik atau luteal. Pada akhir fase luteal, endometrium, seperti hipofisis anterior, menghasilkan prolaktin, namun fungsi prolaktin endometrium ini tidak diketahui.

Endometrium diperdarahi oleh dua jenis arteri. Dua pertiga endometrium bagian superficial yang terlepas sewaktu haid, yaitu stratum fungsional, dipasok oleh ar-teri spiralis yang panjang dan berkelok – kelok, sedangkan lapisan sebelah dalam

14

Page 15: Sk 3 Blok Endokrin Edit

yang tidak terlepas, yakni stratum basal, diperdarahi oleh arteri basilaris yang pen-dek dan halus.

Pada saat korpus luteum mengalami regresi, pasokan hormone untuk en-dometrium terhenti. Endometrium menjadi lebih tipis, menambah gulungan arteri spiralis. Focus nekrosis kemudian bermunculan di endometrium kemudian bersatu. Selain itu, terjadi spasme dan degenerasi dinding arteri spiralis, yang menyebabkan timbulnya bercak perdarahan yang kemudian menyatu dan meng-hasilkan darah haid.

Vasopasme mungkin ditimbulkan oleh prostaglandin yang dilepaskan secara lo-cal. Dalam endometrium fase sekretorik dan darah haid, banyak ditemukan prostaglandin, dan pemberian PGF menyebabkan nekrosis endometrium dan per-darahan.

Ditinjau dari fungsi endometrium, fase proliferative daur haid mencerminkan pemulihan epitel dari haid sebelumnya, dan fase sekretorik mencerminkan persia-pan uterus untuk implantasi ovum yang telah dibuahi. Lama fase sekretorik sangat konstam yaitu sekitar 14 hari, dan variasi lama daur haid tampaknya sebagian be-sar disebabkan oleh variasi lama fase proliferative. Bila pembuahan tidak terjadi selama fase sekretorik, endometrium akan terlepas dan dimulai daur yang baru.

(Ganong, 2008)

15

Page 16: Sk 3 Blok Endokrin Edit

Gambar 8. Grafik siklus menstruasi

Sumber: biologi.ucoz.com

LI 3. MM Kelainan Menstruasi

LO 3.1 Definisi

Gangguan haid atau disebut juga dengan perdarahan uterus abnormal merupakan keluhan yang sering menyebabkan seorang perempuan datang berobat ke dokter atau tempat pertolongan pertama (Anwar et al, 2011).

Terminologi perdarahan uterus abnormal (gangguan haid):

Hipermenorea (Menoragia) adalah perdarahan haid yang lebih banyak dari nor-mal, atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari)

Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan/ atau lebih kurang dari biasa

Polimenorea adalah perdarahan haid kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid biasa dengan siklus haid yang lebih pendek dari biasa (kurang dari 21 hari)

16

Page 17: Sk 3 Blok Endokrin Edit

Oligomenorea adalah perdarahan haid berkurang dari biasanya dengan siklus haid lebih panjang (lebih dari 35 hari)

Amenorea adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-tu-rut.

(Winkjosastro, 1999)

LO 3.2 Etiologi

Hipermenorea (Menoragia) disebabkan oleh kondisi dalam uterus, misalnya adanya mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih luas dari biasa dan dengan kontraktilitas yang terganggu, polip endometrium, gangguan pelepasan endometrium pada waktu haid (irregular endometrial shedding), dan sebagainya. Pada gangguan pelepasan endometrium biasanya terdapat juga gangguan dalam pertumbuhan endometrium yang diikuti dengan gangguan pelepasannya pada waktu haid.

Hipomenorea disebabkan oleh konstitusi penderita, pada uterus misalnya sesudah miomektomi, pada gangguan endokrin, dan lain-lain.

Oligomenorea disebabkan oleh peningkatan hormone androgen sehingga terjadi gangguan ovulasi pada sindroma ovarium polikistik, pada remaja terjadi karena imaturitas poros hipotalamus hipofisis ovarium endometrium, penyebab lain oleh stress fisik dan emosi, penyakit kronis, serta gangguan nutrisi, dan oligomenorea yang disertai infertilitasa dan obesitas mungkin berhhubungan dengan sindroma metabolik.

Amenorea dibedakan menjadi amenorea primer yang umumnya mempunyai se-bab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit untuk diketahui, seperti kelainan-ke-lainan kongenital dan kelainan-kelainan genetik, sedangkan amenorea sekunder disebabkan oleh gangguan gizi, gangguan metabolism, tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain.

(Winkjosastro, 1999)

Tiga kategori penyebab utama kelainan menstruasi (Anwar et al, 2011), yaitu:

1. Keadaan patologi panggul

a. Lesi permukaan pada traktus genital

- Mioma uteri, adenomiosis

- Polip endometrium

- Hyperplasia endometrium

- Adenokarsinoma endometrium, sarcoma

- Infeksi pada serviks, endometrium, dan uterus

- Kanker serviks, polip

- Trauma

17

Page 18: Sk 3 Blok Endokrin Edit

b. Lesi dalam

- Adenomiosis difus, mioma uteri, hipertrofi myometrium

- Endometriosis

- Malformasi arteri vena pada uterus

2. Penyakit medis sistemik

- Gangguan hemostasis: penyakit von Willebrand, gangguan faktor II, V, VII, VIII, IX, XIII, trombositopenia, gangguan platelets

- Penyakit tiroid, hepar, gagal ginjal, disfungsi kelenjar adrenal, SLE

- Gangguan hipotalamus hipofisis: adenoma, proklatinoma, stress, olahraga berlebih

3. Perdarahan uterus disfungsi (PUD)

adalah perdarahan uterus abnormal yang terjadi tanpa adanya keadaan patologi pada panggul, penyakit sistemik tertentu, atau kehamilan

LO 3.3 Klasifikasi

Gangguan haid dan siklus khususnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam:

1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid:

a. Hipermenorea atau menoragiab. Hipomenorea

2. Kelainan siklus:

a. polimenorea

b. oligomenorea

c. amenorea

3. Perdarahan di luar haid:

Metroragia

4. Gangguan lain yang ada hubungan dengan haid:

a. premenstrual tension (ketegangan prahaid)

b. mastodinia

c. Mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi)

d. dismenorea

(Winkjosastro, 1999)

LO 3.4 Patofisiologi

18

Page 19: Sk 3 Blok Endokrin Edit

Pada siklus ovulasi terjadi perdarahan uterus disfungsi yang disebabkan oleh ter-ganggunya control lokal hemostasis dan vasokontriksi yang berguna untuk mekanisme membatasi jumlah darah saat pelepasan jaringan endometrium haid. Saat ini telah diketahui berbagai molekul yang berguna untuk mekanisme control tersebut, antara lain yaitu endotelin, prostaglandin, VEGF, MMPs, enzim lisosom, dan fungsi platelet. Beberapa keadaan lain yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan uterus disfungsi pada siklus ovulasi adalah korpus luteum persisten dan insufisiensi korpus luteum.

Pada siklus anovulasi terjadi stimulasi estrogen berlebihan (unopposed estrogen) pada endometrium. Endometrium mengalami proliferasi berlebih tetapi tidak di-ikuti dengan pembentukan jaringan penyangga yang baik karena kadar proges-terone rendah. Endometrium menjadi lebih tebal tapi rapuh, jaringan endometrium lepas tidak bersamaan dan tidak ada kolaps jaringan sehingga terjadi perdarahan yang tidak teratur. Penyebab anovulasi bermacam-macam mulai dari belum matangnya aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium sampai suatu keadaan yang mengganggu aksis tersebut. Sindroma ovarium polikistik merupakan salah satu contoh keadaan yang mengganggu aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium sehingga terjadi perdarahan uterus disfungsi anovulasi.

(Anwar et al, 2011)

LO 3.5 Manifestasi Klinis

PUD menggambarkan spektrum pola perdarahan uterus abnormal yang dapat ter-jadi setiap saat dan tidak diduga, yaitu dapat berupa perdarahan akut dan banyak, perdarahan ireguler, metroragia, menometroragia, oligomenorea, dan menoragia. PUD dapat terjadi pada setiap umur antara menarke dan menopause, tetapi paling sering dijumpai pada masa perimenarke dan perimenopause (Anwar et al, 2011).

LO 3.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Perlu diperhatikan bahwa gangguan haid atau perdarahan uterus abnormal bukan suatu diagnosis, tetapi merupakan keluhan yang membutuhkan evaluasi secara seksama untuk mencari faktor penyebab keluhan perdarahan tersebut. Melakukan anamnesis yang cermat merupakan langkah yang sangat penting untuk evaluasi dan menyingkirkan diagnosis banding. Anamnesis yang baik akan menuntun kepada penatalaksanaan lanjut secara lebih terarah. Perlu ditanyakan bagaimana mulainya perdarahahan, apakah didahului oleh siklus memanjang, oligomenorea atau amenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikit), lama perdarahan dan seba-gainya. Jangan lupa menyingkirkan adanya kehamilan atau kegagalan kehamilan pada perempuan usia reproduksi. Keluhan terlambat haid, mual, nyeri, dan mulas sebaiknya ditanyakan. Pemeriksaan palpasi bimanual untuk melihat pembesaran uterus, tes kehamilan beta-hCG, dan USG sangat membantu memastikan adanya gangguan kehamilan. Penyebab iatrogenik juga harus dievaluasi, termasuk di dalamnya adalah pemakaian obat hormon,kontrasepsi, antikoagulan, sitostatika, kortikosteroid, dan obat herbal. Bahan obat tersebut akan mengganggu kadar es-trogen dan faktor pembekuan darah sehingga berpotensi terjadi juga perdarahan. Riwayat dan tanda penyakit sistemik perlu secara cermat ditanyakan. Beberapa penyakit yang mungkin bisa jadi penyebab perdarahan, misalnya penyakit tiroid,

19

Page 20: Sk 3 Blok Endokrin Edit

hati, gangguan pembekuan darah, tumor hipofisis, sindroma ovarium polikistik dan keganasan tidak boleh dilewatkan untuk dieksplorasi.

Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan hemod-inamik akibat perdarahan uterus abnormal. Bila kondisi stabil selanjutnya pe-meriksaan umum ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kelainan yang men-jadi sebab perdarahan. Periksa tanda hiperandrogen, menilai indeks massa tubuh, galaktorea, gangguan lapang pandang yang mungkin suatu sebab adenohipofisis, ikterus, hepatomegali, dan takikardia.

Pemeriksaan ginekologi dilakukan untuk menyingkirkan kelainan organik yang dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal, misalnya mioma uteri, polip serviks, ulkus, trauma, erosi, tumor, atau keganasan, seringkali evaluasi untuk menentukan diagnosis tumpang tindih dengan penanganan yang dilakukan pada perdarahan uterus abnormal.

(Anwar et al, 2011)

LO 3.7 Penatalaksanaan

Penanganan pertama

Penanganan pertama ditentukan pada kondisi hemodinamik. Bila keadaan hemod-inamik tidak stabil segera masuk rumah sakit untuk perawatan perbaikan keadaan umum. Bila keadaan hemodinamik stabil, segera dilakukan penanganan untuk menghentikan perdarahan seperti tertera di bawah ini.

▪ Perdarahan akut dan banyak

Perdarahan akut dan banyak sering terjadi pada tiga kondisi yaitu pada remaja dengan gangguan koagulopati, dewasa dengan mioma uteri, dan pada pemaka-ian obat antikoagulansia. Ditangani dengan du acara, yakni dilatasi kuret dan medikamentosa.

a. Dilatasi dan kuretase

Tidak mutlak dilakukan, hanya bila ada kecurigaan keganasan dan kegagalan dengan terapi medikamentosa. Perdarahan uterus abnormal dengan risiko keganasan yaitu bila usia > 35 tahun, obesitas, dan siklus anovulasi kronis.

b. Penanganan medikamentosa

Terdapat beberapa macam obat hormone yang dapat dipakai untuk terapi per-darahan uterus abnormal, yakni:

• Kombinasi estrogen progestin

Perdarahan akut dan banyak biasanya akan membaik bila diobati dengan kombinasi estrogen dan progesterone dalam bentuk pil kontrasepsi. Dosis dimulai dengan 2x1 tablet selama 5-7 hari dan setelah terjadi perdarahan lu-cut dilanjutkan 1x1 tablet selama 3-6 siklus. Dapat pula diberikan dengan dosis tapering 4x1 tablet selam 4 hari, diturunkan dosis menjadi 3x1 tablet selama 3 hari, 2x1 tablet selama 2 hari, 1x1 tablet selama 3 minggu kemu-dian berhenti tanpa obat selama 1 minggu, dilanjutkan pil kombinasi 1x1

20

Page 21: Sk 3 Blok Endokrin Edit

tablet Selama 3 siklus. Pemakaian pil kontrasepsi kombinasi akan mengu-rangi jumlah darah haid sampai 60% dan patofisiologi terjadinya kondisi anovulasi akan terkoreksi sehingga perdarahan akut dan banyak akan disem-buhkan.

• Estrogen

Terapi estrogen dapat diberikan dalam dua bentuk, intravena atau oral, tetapi sediaan intravena sulit didapatkan di Indonesia. Pemberian estrogen oral do-sis tinggi cukup efektif untuk mengatasi perdarahan uterus abnormal, yakni estrogen konjugasi dengan dosis 1,25 mg atau 17-beta-estradiol 2 mg setiap 6 jam selama 24 jam. Setelah perdarahan berhenti dilanjutkan dengan pem-berian pil kontrasepsi kombinasi. Rasa mual bisa terjadi pada pemberian ter-api estrogen.

• Progestin

Progestin diberikan selama 14 hari kemudian berhenti tanpa obat selama 14 hari, diulang selama 3 bulan. Biasanya progestin diberikan bila ada kon-traindikasi terhadap estrogen. Saat ini tersedia beberapa sediaan progestin oral yang bisa digunakan yaitu Medroksi Progesterone Asetat (MPA) den-gan dosis 2x10 mg, Noretisteron asetat dosis 2x5 mg, Didrogesteron dosis 2x10 mg dan Normegestrol asetat dosis 2x5 mg. Dalam pemilihan jenis pro-gestin harus diperhatikan dosis yang kuat untuk mengentikan perdarahan uterus abnormal. Progestin merupakan anti estrogen yang akan menstimu-lasi aktivitas enzim 17-beta-hidroksi steroid dehydrogenase dan sulfotrans-ferase sehingga mengkonversi estradiol menjadi estron. Progestin akan mencegah terjadinya endometrium hyperplasia.

▪ Perdarahan irregular

Perdarahan irregular dapat dalam bentuk metroragia, menometroragia, oligomenorea, perdarahan memanjang yang sudah terjadi dalam hitungan minggu atau bulan dan berbagai bentuk pola perdarahan lainnya. Bentuk pola perdarahan di atas digabungkan karena mempunyai penanganan yang relatif sama. Perdarahan irregular melibatkan banyak macam pola perdarahan dan ten-tunya mempunyai berbagai macam penyebab. Metroragia, menometroragia, oligomenorea, perdarahan memanjang, dan lain sebagainya merupakan bentuk pola perdarahan yang bisa terjadi. Sebelum memulai dengan terapi hormone sebaiknya penyebab sistemik dievaluasi lebih dulu, seperti yang dilakukan di bawah ini:

- Periksa TSH: evaluasi penyakit hipotiroid dan hipertiroid sebaiknya di-lakukan sejak awal.

- Periksa prolactin: bila ada oligomenorea atau hipomenorea

- Lakukan PAP smear: bila didapatkan perdarahan pascasanggama

- Bila curiga atau terdapat risiko keganasan endometrium: lakukan biopsy endometrium dan pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan dengan

21

Page 22: Sk 3 Blok Endokrin Edit

UDG transvagina. Bila terdapat keterbatasan untuk melakukan evaluasi seperti tersebut di atas dapat segera melakukan pengobatan seperti di bawah ini:

• Kombinasi estrogen progestin

Berikan pil kontrasepsi kombinasi dosis 1x1 tablet sehari, diberikan se-cara siklik selama 3 bulan

• Progestin

Bila terdapat kontraindikasi pemakaian pil kontrasepsi koperdmbinasi, dapat diberikan progestin misalnya MPA 10 mg 1x1 tablet per hari. Pengobatan dilakukan selama 14 hari dan dihentikan selama 14 hari. Pengobatan progestin diulang selama 3 bulan

Bila pengobatan medikamentosa gagal sebaiknya dipertimbangkan untuk dirujuk ke tempat pengobatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Pemeriksaan USG transvagina atau infus salin sonohisterografi dilakukan untuk mendeteksi mioma uteri dan polip endometrium. Kegagalan terapi medikamentosa bisa menjadi per-timbangan untuk melakukan tindakan bedah, misalnya ablasi endometrium, re-seksi histeroskopi, dan histerektomi.

Pada keadaan tertentu terjadi variasi minor perdarahan irregular yang tidak diper-lukan evaluasi seperti diterangkan di atas. Perdarahan irregular yang terjadi dalam 2 tahun setelah menarke biasanya karena anovulasi akibat belum matangnya poros hipotalamus-hipofisis-ovarium. Haid tidak datang dengan interval memanjang ser-ing terjadi pada periode perimenopause. Pada keadaan demikian konseling sangat diperlukan, tetapi bila diperlukan dapat diberi kombinasi estrogen progesterone.

▪ Menoragia

Menoragia adalah perdarahan lebih dari 80 ml atau ganti pembalut lebih dari 6 kali per hari dengan siklus yang normal teratur. Perhitungan jumlah darah ser-ingkali tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang keluar. Menoragia dapat ditangani tanpa biopsy endometrium. Karena siklusnya yang masih teratur jarang merupakan tanda kondisi keganasan. Walaupun demikian, bila perdara-han lebih dari 7 hari atau terapi dengan obat gagal, pemeriksaan lanjut meng-gunakan USG transvagina dan biopsy endometrium sangat dianjurkan. Pe-meriksaan faal pembekuan darah sebaiknya dilakukan.

Pengobatan medikamentosa untuk menoragia dapat dilakukan seperti di bawah ini:

• Kombinasi estrogen progestin

Tata cara pengobatan sesuai pada pengobatan perdarahan irregular

• Progestin

Diberikan bila terdapat kontraindikasi pemakaian estrogen. Tata cara pengo-batan sesuai dengan pengobatan perdarahan irregular.

• NSAID

22

Page 23: Sk 3 Blok Endokrin Edit

• Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) berisi levonorgestrel

AKDR levonorgestrel terbukti efektif dan efisien dibandingkan operasi his-terektomi pada kasus menoragia

Penanganan dengan medikamentosa nonhormon

Penanganan medikamentosa diberikan bila tidak ditemukan keadaan patologi pada panggul. Tujuan medikamentosa tersebut adalah mengurangi jumlah darah yang keluar, menurunkan risiko anemia, dan meningkatkan kualitas hidup. Medikamen-tosa nonhormon yang dapat digunakan untuk perdarahan uterus abnormal adalah sebagai berikut:

▪ NSAID

Terdapat lima kelompok NSAID berdasarkan susunan kimianya, yaitu:

i. Salisilat (aspirin)ii. Analog asam indoleasetik (indometasin)iii. Derivat asam aril proponik (ibuprofen)iv. Fenamat (asam mefenamat)v. Coxibs (celecoxib)

Empat kelompok pertama bekerja dengan menghambat siklooksigenase-1 (COX-1) dan kelompok terakhir bekerja menghambat siklooksigenase-2 (COX-2).

Asam mefenamat diberikan dengan dosis 250-500 mg 2-4 kali sehari. Ibuprofen diberikan dengan dosis 600-1200 mg per hari. NSAID dapat memperbaiki hemostasis endometrium dan mampu menurunkan jumlah darah haid 20-50 %. Efek samping secara umum adalah dapat menimbulkan keluhan gastrointestinal dan merupakan kontraindikasi pada perempuan dengan ulkus peptikum.

▪ Anti Fibrinolisis

Endometrium memiliki sistem fibrinolitik. Pada perempuan dengan keluhan menoragia ditemukan kadar aktivator plasminogen pada endometrium yang lebih tinggi dari normal. Penghambat aktivator plasminogen atau obat anti fib-rinolisis dapat digunakan untuk pengobatan menoragia.

Asam traneksamat bekerja menghambat plasminogen secara reversible dan bila diberikan saat haid mampu menurunkan jumlah perdarahan 40-50 %. Efek samping asam traneksamat adalah keluhan gastrointestinal dan tromboemboli yan ternyata kejadiannya tidak berbeda bermakna dibandingkan kejadian pada populasi normal.

Penanganan dengan terapi bedah

Faktor utama yang mempengaruhi pilihan penanganan perdarahan uterus abnor-mal adalah apakah penderita telah menggunakan pengobatan medikamentosa pili-han pertama dengan sedikit kesembuhan atau tidak ada perbaikan keluhan sama sekali. Jika keadaan ini terjadi, penderita akan menolak untuk kembali ke pengob-atan medikamentosa, sehingga terapi bedah menjadi pilihan.

Histerektomi merupakan prosedur bedah utama yang dilakukan pada kegagalan terapi medikamentosa. Angka keberhasilan terhadap perdarahan mencapai 100 %.

23

Page 24: Sk 3 Blok Endokrin Edit

Angka kepuasan cukup tinggi mencapai 95 % setelah 3 tahun pascaoperasi. Walaupun demikian komplikasi tetap bisa terjadi berupa perdarahan, infeksi, dan masalah penyembuhan luka operasi. Saat ini telah dikembangkan prosedur bedah invasive minimal dengan cara ablasi untuk mengurangi ketebalan endometrium. Cara ini diduga lebih mudah dilakukan dan sedikit komplikasi. Namun, tentunya masih perlu bukti dengan dilakukan evaluasi lebih lanjut. Beberapa prosedur be-dah yang saat ini digunakan pada penanganan perdarahan uterus abnormal adalah ablasi endometrium, reseksi transerviks, histeroskopi operatif, miomektomi, his-terektomi, dan oklusi atau emboli arteria uterina.

(Anwar et al, 2011)

LO 3.8 Komplikasi

Amenorea: Komplikasi yang paling ditakutkan dari amenorrhea adalah infertili-tas. Komplikasi lainnya adalah tidak percaya dirinya penderita sehingga dapat menggangu kompartemen IV dan terjadilah lingkaran setan terjadinya amenor-rhea. Komplikasi lainnya munculnya gejala-gejala lain akibat insufisiensi hormon seperti osteoporosis (Sperof, Glass, and Kace, 1999).

Oligomenorea: Komplikasi yang paling menakutkan adalah terganggunya fertili-tas dan stress emosional pada penderita sehingga dapat meperburuk terjadinya ke-lainan haid lebih lanjut. Prognosa akan buruk bila oligomenorrhea mengarah pada infertilitas atau tanda dari keganasan.

LO 3.9 Prognosis

Prognosis pada semua ketidakteraturan adalah baik bila diterapi dari awal.

LO 3.10 Pencegahan

Penanganan PUD dilakukan untuk mencapai dua tujuan yang saling berkaitan, yaitu yang pertama mengembalikan pertumbuhan dan perkembangan en-dometrium abnormal yang menghasilkan keadaan anovulasi dan kedua membuat haid yang teratur, siklik dengan volume dan jumlah yang normal. Kedua tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara menghentikan perdarahan dan mengatur haid supaya normal kembali. Mengatur haid supaya normal kembali setelah penghen-tian pendarahan tergantung dua hal, yakni usia dan paritas.

Usia remaja, dapat diberikan obat:

- Kombinasi estrogen progesterone (pil kontrasepsi kombinasi)

- Progestin siklik, misalnya MPA dosis 10 mg per hari selam 14 hari, 14 hari berikutnya tanpa diberikan obat. Kedua pengobatan di atas diulang selama 3 bulan.

Usia reproduksi:

- Bila paritas multipara: berikan kontrasepsi hormone seperti di atas

- Bila infertilitas dan ingin hamil: berikan obat induksi ovulasi

Usia perimenopause:

24

Page 25: Sk 3 Blok Endokrin Edit

Berikan pil kontrasepsi kombinasi dosis rendah atau injeksi DMPA

(Anwar et al, 2011)

LI 4. Haid dan Istihadhah Menurut Islam

Istihadhah berbeda dengan haidh. Perbedaan ini menuntut banyak hal. Terutama terkait dengan praktek ibadah. Pembahasan ringkas berikut insya Allah mem-berikan kemudahan untuk memahami apa sesungguhnya istihadhah itu. Sebagian wanita ada yang mengeluarkan darah dari farji (kemaluan) di luar kebiasaan bu-lanannya (haidh) dan bukan karena melahirkan. Darah ini diistilahkan dengan darah istihadhah. Al Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan, istihadhah adalah darah yang mengalir dari farji wanita di luar waktunya dan berasal dari urat yang dinamakan ‘adzil (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi, 4/17).

o Keadaan Wanita yang Istihadhah

Keadaan pertama:

Dia memiliki ‘adat (kebiasaan haidh) yang tertentu setiap bulannya sebelum ditimpa istihadhah. Ketika keluar darah dari farjinya, untuk membedakan apakah darah tersebut darah haidh atau darah istihadhah, kembali kepada kebiasaan haidhnya. Dia meninggalkan shalat dan puasa di hari-hari kebiasaan haidhnya dan berlaku padanya hukum wanita haidh. Adapun di luar waktu itu bila masih keluar darah, berarti ia mengalami istihadhah dan berlaku pada dirinya hukum wanita suci (yakni suci dari haidh/ nifas).

Misalnya: seorang wanita ‘adatnya 6 hari di tiap awal bulan. Kemudian ia ditimpa istihadhah yang menyebabkan darah keluar terus menerus dari farjinya. Maka 6 hari di awal bulan itu dianggap haidh, selebihnya istihadhah. Ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Fathimah bintu Abi Hubaisy radliallahu anha. Fathimah menyangka, ia harus meninggalkan shalat karena istihadhah yang dialaminya. Maka beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memberikan tuntunan:  “Engkau tidak boleh meninggalkan shalat. (Apa yang kau alami) itu hanyalah darah dari urat bukan haidh. Apabila datang haidhmu maka tinggalkanlah shalat dan bila telah berlalu hari-hari haidhmu, cucilah darah darimu (mandilah) dan shalatlah.” (HR. Al Bukhari no. 228, 306, 320, 325, 331 dan Mus-lim no. 333)

Keadaan kedua:

Ia tidak memiliki ‘adat tertentu sebelum ditimpa istihadhah ataupun ia lupa ‘adat-nya, namun ia bisa membedakan darah. Maka untuk membedakan darah haidh dengan istihadhah ia memakai cara tamyiz (mengenali sifat darah). Bila ia dap-atkan bau tidak sedap dari darah yang keluar dan sifat-sifat lain yang ia kenali, be-rarti ia sedang haidh, selain dari itu berarti ia istihadhah.

Misalnya: seorang wanita keluar darah dari kemaluannya secara terus menerus, namun 10 hari yang awal darah yang keluar berwarna hitam selebihnya berwarna merah. Maka 10 hari yang awal itu dihitung haidh, selebihnya istihadhah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam kepada Fathimah bintu Abi Hubaisy radliallahu anha: “Apabila darah itu darah haidh, maka dia berwarna hi-

25

Page 26: Sk 3 Blok Endokrin Edit

tam yang dikenal. Bila demikian darah yang keluar darimu, berhentilah shalat. Namun bila tidak demikian keadaannya, berwudhulah dan shalatlah.” (HR. Abu Dawud, An Nasa’i, dan lainnya. Dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani t dalam Shahih Abi Dawud no. 283, 284)

Adapun Abu Hanifah berpendapat ‘adat didahulukan. Pendapat ini dikuatkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dengan berdalil sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam : “Tinggalkanlah shalat sekadar hari-hari haidhmu kemudian mandi-lah.” (HR. Muslim no.334)

Dalam hadits ini Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyuruh Ummu Habibah untuk melihat kebiasaan haidhnya, meski Ummu Habibah bisa saja membedakan darah tersebut. Namun ternyata beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak mem-inta perincian, misalnya dengan bertanya: “Apakah darah yang keluar itu war-nanya berubah?”. Jadi jelaslah, bahwa `adat-lah yang dipegangi bukan tamyiz.

Pendapat terakhir ini yang lebih benar, kata Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah,dengan alasan:1. Hadits yang di dalamnya ada penyebutan tamyiz diperselisihkan keshahihan-nya.2. Penetapan dengan ‘adat lebih meyakinkan bagi seorang wanita karena sifat darah terkadang berubah atau keluarnya bergeser ke akhir bulan atau awal bulan atau terputus-putus sehari berwarna hitam, hari berikutnya berwarna merah. (Asy Syarhul Mumti‘, 1/427)

Dengan demikian, bila seorang wanita ‘adatnya 5 hari, pada hari ke-4 dari masa haidhnya keluar darah berwarna merah seperti darah istihadhah, namun pada hari ke 5 kembali darahnya berwarna hitam, maka ia berpegang dengan ‘adatnya yang 5 hari sehingga hari ke-4 yang keluar darinya darah berwarna merah, tetap terhi-tung dalam masa haidhnya. Wallahu a‘lam.

Keadaan ketiga:

Wanita itu tidak memiliki kebiasaaan haidh (‘adat) dan tidak pula dapat membe-dakan darah. Sementara, darah keluar terus menerus dari farjinya dan sifat darah itu sama (tidak berubah) atau tidak jelas. Maka cara membedakannya dengan melihat kebiasaan umumnya wanita, yaitu menganggap dirinya haidh selama enam atau tujuh hari pada setiap bulannya, dimulai sejak awal dia melihat kelu-arnya darah. Adapun selebihnya berarti istihadhah.

Misalnya: seorang wanita melihat pertama kali keluar darah dari vaginanya pada hari Kamis bulan Ramadhan dan darah itu terus keluar tanpa dapat dibedakan apakah darah haidh atau bukan. Maka dia menganggap dirinya haidh selama 6 atau 7 hari dimulai hari Kamis. Hal ini berdasarkan sabda Rasululah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Hamnah: “Yang demikian itu hanyalah satu gangguan dari syaitan, maka anggaplah dirimu haidh selama enam atau tujuh hari. Setelah lewat dari itu mandilah, maka apabila engkau telah suci shalatlah selama 24 atau 23 hari, puasalah dan shalatlah. Hal ini mencukupimu, demikianlah engkau lakukan setiap bulannya sebagaimana para wanita biasa berhaidh.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi dan ia menshahihkannya. Dinukilkan pula penshahihan Al Imam Ahmad terhadap hadits ini, sedangkan Al Imam Al Bukhari meng-hasankannya. Lihat Subulus Salam, 1/159-160)

26

Page 27: Sk 3 Blok Endokrin Edit

Definisi Istihadhah

Secara bahasa, dikatakan: “Wanita itu terkena istihadhah,” kalau darahnya terus keluar padahal adat haidnya telah berakhir. [Mukhtar Ash-Shihah hal. 90]

Adapun secara istilah, maka ada beberapa definisi di kalangan ulama. Akan tetapi mungkin bisa disimpulkan sebagai berikut: Istihadhah adalah darah yang berasal dari urat yang pecah/putus, yang keluarnya bukan pada masa adat haid dan nifas -dan ini kebanyakannya-, tapi terkadang juga keluar pada masa adat haid dan saat nifas. Karena dia adalah darah berupa penyakit, maka dia tidak akan berhenti mengalir sampai wanita itu sembuh darinya.Karena itulah, darah istihadhah ini kadang tidak pernah berhenti keluar sama sekali dan kadang berhentinya hanya sehari atau dua hari dalam sebulan.[Lihat: Al-Ahkam Al-Mutarattibah ala Al-Haidh wa An-Nifas wa Al-Istihadhah hal. 16-17]

Ciri-Ciri Darah Istihadhah

Berbeda dengan darah haid, darah istihadhah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Warnanya merah, tipis, baunya seperti darah biasa, berasal dari urat yang pecah/putus dan ketika keluar langsung mengental.

Hukum Wanita Yang Terkena Istihadhah.

Hukumnya sama seperti wanita yang suci (tidak haid dan nifas) pada semua hal-hal yang diwajibkan dan yang disunnahkan berupa ibadah. Ibnu Jarir dan selain-nya menukil ijma’ ulama akan bolehnya wanita yang terkena istihadhah untuk membaca Al-Qur`an dan wajib atasnya untuk mengerjakan semua kewajiban yang dibebankan kepada wanita yang suci. Lihat nukilan ijma’ lainnya dalam Al-Ma-jmu’ (2/542), Ma’alim As-Sunan (1/217) dan selainnya.Dari penjelasan di atas, kita juga bisa menarik kesimpulan bahwa darah istihadhah bukanlah najis, karena akan diterangkan bahwa wanita yang terkena istihadhah tetap wajib mengerjakan shalat walaupun saat darahnya tengah mengalir keluar.

Waktu Keluarnya Istihadhah.

a. Kalau keluarnya istihadhah bukan pada waktu haid atau nifas, dalam artian waktu keduanya tidak bertemu. Misalnya darah istihadhah keluar bukan saat masa adat haidnya, atau darah istihadhah keluar setelah berlalunya masa nifas.

Maka di sini tidak ada masalah, masa adat haid dihukumi haid dan setelahnya di-hukumi istihadhah, demikian pula halnya dengan nifas.

b. Tapi kalau keluarnya istihadhah bertemu dengan masa adat haid atau masa ni-fas, maka di sini hukumnya harus dirinci. Kami katakan:Wanita yang terkena haid (atau pada masa adat haidnya) sekaligus terkena istihad-hah, tidak lepas dari empat keadaan:

1.  Dia sudah mempunyai masa adat haid sebelum terjadinya istihadhah. Maka yang seperti ini dia tinggal menjadikan masa adatnya sebagai patokan. Kalau adat-nya tiba maka dia dihukumi terkena haid, dan kalau adatnya sudah berlalu maka darah yang keluar setelahnya -apapun ciri-cirinya- dihukumi istihadhah.

Misalnya: Seorang wanita biasanya haid selama enam hari pada setiap awal bulan, tiba-tiba mengalami istihadhah dan darahnya keluar terus-menerus tanpa bisa dibedakan mana yang haid dan mana yang istihadhah (misalnya karena hari per-

27

Page 28: Sk 3 Blok Endokrin Edit

tama keluar dengan ciri-ciri haid sedang hari yang kedua dengan ciri-ciri istihad-hah dan seterusnya). Maka masa haidnya dihitung enam hari pada setiap awal bu-lan, sedang selainnya merupakan istihadhah, sehingga dia wajib untuk mandi lalu shalat walaupun darahnya keluar terus. Ini berdasarkan sabda Nabi -shallallahu alaihi wasallam- kepada Ummu Habibah binti Jahsy tatkala dia terkena istihadhah, “Diamlah (tinggalkan shalat) selama masa haid yang biasa menghalangimu, lalu mandilah dan lakukan shalat.” (HR. Muslim)

2. Tidak mempunyai adat sebelumnya -baik karena itu awal kali dia haid (al-mub-tada`ah) ataukah dia lupa adat haidnya karena sudah lama dia tidak haid-, tapi dia mempunyai tamyiz, yaitu darah yang keluar bisa dibedakan mana haid dan mana istihadhah, berdasarkan ciri-ciri haid dan nifas yang telah disebutkan.

Misalnya: Seorang wanita pada saat pertama kali mendapati darah dan darah itu keluar terus-menerus. Akan dia dapati selama 10 hari dalam sebulan darahnya berwarna hitam, berbau busuk, dan tebal (kental) kemudian setelah 10 hari itu darah yang keluar berwarna merah, tidak berbau dan encer (tipis). Maka masa haidnya adalah 10 hari tersebut, sementara sisanya dihukumi darah istihadhah.

Berdasarkan sabda Nabi -shallallahu alaihi wasallam- kepada Fathimah binti Abi Hubaisy -tatkala dia terkena istihadhah-, “Jika suatu darah itu darah haid, maka ia berwarna hitam diketahui, jika demikian maka tinggalkan shalat. Jika selain itu maka berwudhulah dan lakukan shalat karena itu darah penyakit.” (HR. Abu Dawud dan An Nasai).

Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata, “Hadits ini, meskipun perlu ditinjau lagi dari segi sanad dan matannya, namun telah diamalkan oleh para ulama’. Dan hal ini lebih utama daripada dikembalikan kepada kebiasaan kaum wanita pada umumnya.”

3. Dia mempunyai adat dan tamyiz sekaligus. Maka di sini ada dua keadaan:

a. Adat dan tamyiznya tidak bertentangan.Misalnya: Dia mempunyai adat haid tanggal 1-6 tiap bulan. Ternyata darah yang keluar pada masa adatnya mempunyai ciri-ciri haid, sedang sisanya mempunyai ciri-ciri darah istihadhah. Maka ini tidak ada masalah.

b. Adat dan tamyiznya bertentangan.

Misalnya: Dia mempunyai adat haid 6 hari di awal bulan, akan tetapi darah yang keluar saat itu kadang dengan ciri haid dan kadang dengan ciri istihadhah. Man-akah yang dijadikan patokan? Apakah adat ataukah tamyiznya? Yang kuat dalam masalah ini adalah bahwa adatnya lebih didahulukan. Sehingga yang menjadi masa haidnya adalah yang 6 hari, apapun warna darah yang keluar, sedangkan se-belum dan setelah ke 6 hari ini bukanlah haid, walaupun cirinya darah haid. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Al-Auzai, satu pendapat dari Asy-Syafi’i, dan juga pendapat Imam Ahmad, dan yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiah, Syaikh Ibnu Al-Utsaimin dan Syaikh Muqbil -rahimahumullah-.

4. Tidak mempunyai adat -baik karena baru pertama kali haid (al-mubtada`ah) maupun karena lupa adat haidnya- dan tidak pula tamyiz.

Contoh: Ada seorang wanita yang pertama kali haid dan juga terkena istihadhah dengan ciri-ciri darah yang tidak beraturan. Pada hari ini berwarna hitam (ciri-ciri

28

Page 29: Sk 3 Blok Endokrin Edit

haid), besoknya berwarna merah dan demikian seterusnya, dan ini terjadi sebulan penuh atau kurang dari itu. Apa yang harus dilakukan wanita ini?

Jawab: Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata, “Dalam kondisi ini, hendaklah ia mengambil kebiasaan kaum wanita pada umumnya. Maka masa haidnya adalah enam atau tujuh hari pada setiap bulan dihitung mulai dari saat pertama kali men-dapati darah. Sedang selebihnya merupakan darah istihadah.

Misalnya: Seorang wanita pada saat pertama kali melihat darah pada tanggal 5 dan darah itu keluar terus menerus tanpa dapat dibedakan secara tepat mana yang darah haid, baik melalui warna ataupun dengan cara lain. Maka haidnya pada se-tiap bulan dihitung selama enam atau tujuh hari mulai dari tanggal lima tersebut.”

(Al-Atsariyyah, 2010)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Atsariyyah, U.I.Z.H (2010). Diakses melalui http://aburamiza.wordpress.com/

2010/12/15/darah-istihadhah/, 24-09-2014 08.24 pm

Anwar et al (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono PrawiroHardjo. Edisi III. Hal. 162-172

Eroschenko, Victor P (2003). Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Jakarta: EGC. Hal. 297-320

29

Page 30: Sk 3 Blok Endokrin Edit

Ganong, W.F (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Hal. 451-454

Sofwan, Achmad (2014). Sistem Reproduksi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Uni-versitas YARSI. Hal. 5-11

Sperof, Glass, Kace (1999). Amenorrhea in Clinical Gynecologic Endokrinology & Infertility. 6th edition. Washington. pp. 421-475

Winkjosastro, Hanifa (1999). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono PrawiroHardjo. Hal. 203-205

30