Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd....

130
i KONSEP KESATUAN TEMA AL-QUR’AN Siti Mulazamah

Transcript of Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd....

Page 1: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

i

KONSEP KESATUAN

TEMA AL-QUR’AN

Siti Mulazamah

Page 2: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

ii

Konsep Kesatuan Tema Al-Qur’an

Siti Mulazamah

Perwajahan Isi: Hengki

Perwajahan Sampul: Siti Mulazamah

Layout: Hengki

Editor: Nafi’ Muthohirin

Diterbitkan pertama kali oleh

@2014 Penerbit Lembaga Survei Independen Nusantara (LSIN)

Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya

Lantai 2 Cawang Jakarta Timur

www.lsinindependen.com

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh

isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

ISBN: 978-602-70142-3-7

Cetakan pertama: Juli 2014

Page 3: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

iii

KATA PENGANTAR

Kepada Allah, puji syukur penulis haturkan, Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang. Atas rahmat dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan karya penelitian ini. Kepada Rasulullah, penulis haturkan salawat dan salam. Atas perjuangan beliau, penulis dapat merasakan spirit dari cahaya al-Qur’an.

Penulisan penelitian ini bermula dari kegelisahan akademik penulis terhadap problem parsialitas dalam pembacaan al-Qur’an. Kesatuan tema al-Qur’an adalah sebuah tawaran metodologis untuk memahami al-Qur’an secara komprehensif. Pembacaan al-Qur’an secara komprehensif akan mempersempit ruang subyektivitas yang dampak terbesarnya adalah sebuah legitimasi terhadap sikap keberagamaan tertentu dengan dalih yan didukung ayat-ayat al-Qur’an. Misalnya, aksi kekerasan yang mengatas-namakan agama sebagai justifikasi. Dari titik poin ini, penulis melihat dan menganalisa konsep kesatuan tema al-Qur’an yang ditawarkan Sayyid Qut}b sehingga lahir karya fenomenal berjudul “Konsep Kesatuan Tema al-Qur’an Menurut Sayyid Qut}b.”

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan atas terselesaikannya penelitian ini. Kepada Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya. Kepada para pendidik Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., Prof. Dr. Suwito, MA., dan Dr. Yusuf Rahman, MA., atas bimbingan dan arahan serta memotivasi penulis untuk terus belajar. Kepada pembimbing penulis, Dr. Muchlis M. Hanafi, MA., yang selalu memberikan arahan dan berbagi ilmu kepada penulis selama proses penulisan hingga dapat menyelesaiakan kajian ini.

Kepada para dosen Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Fuad Jabali, MA., Prof. Dr. M Yunan Yusuf, MA., Prof. Dr. Sukran Kamil, MA., Prof. Dr. Abuddin Nata, MA., Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM., Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA., Prof. Dr. Ir. Hadi S. Ali Kodra, Prof. Dr. MK. Tajuddin, Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dr. Muhbib, MA., Dr. Arif Sumantri, SKM,M.Kes., Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA., Dr. Muhaimin AG, Dr. Oman Fathurrahman, M.Hum., dan Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, MA., yang telah berbagi ilmu, memberikan saran dan meluangkan waktu untuk berdiskusi memberikan perspektif kajian teori, metodologi hingga analisis data yang sangat membantu penulis. Ucapan terima kasih dan penghormatan setinggi-tingginya juga penulis haturkan pada semua dosen Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mewarnai proses belajar penulis selama di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga Allah membalas amal baik mereka.

Kepada seluruh civitas akademik Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Ima, Mas Adam, Pak Singgih, Pak Sahmi, Mbak Vhemmy, Mbak Lola, Mbak Windi, Kak Liza, Pak Henda, Pak Radian, Pak Anen

Page 4: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

iv

dan lainnya atas kemudahan dan kelancaran proses administrasi dan studi penulis. Kepada kepala dan staff perpustakaan Riset Pascasarjana dan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta penulis haturkan terima kasih sebesar-besarnya atas semua bantuan dalam mempermudah pencarian literatur kajian ini.

Kepada Kementerian Agama RI, khususnya Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan beasiswa selama 2 tahun, hingga menghasilkan sebuah karya yang semoga dapat bermanfaat. Kepada Teman-teman BS (Beasiswa Studi) 2010, teman-teman lintas konsentrasi dan angkatan, Mbak Nisa, Mas Ubed, Fahmi, Mas Ajad, Pak Mudarip, Pak Afif, Pak Alwi, Pak Auladi, Mas Toto, Pak Novi, Pak Rohmat, Mas Agus, Pak Amin, Pak Didin, Pak Feddy, Kak Ilham, Pak Hadi, Pak Mustaqim, Mbak Ummu, Mbak Marlin, Rifatul, Mbak Ina, Mbak Hikmah, Kak Inda, Kak Wenda, Mas Ghufron, Mas Nafi’ dan teman-teman yang tidak disebutkan satu persatu yang telah memberi motivasi tersendiri kepada penulis demi terselesaikannya penelitian ini, penuliskan haturkan terima kasih sebesar-besarnya.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga dan segala penghormatan juga penulis haturkan kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda H. Sumindar dan Ibunda Hj. Sri Sudarti yang selalu memberi do’a restu kepada penulis, juga kepada adinda Faiqatul Mukhayyarah. Do’a kedua orang tua merupakan sumber kekuatan yang luar biasa bagi penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, semoga Allah senantisa menyayangi mereka sebagaimana mereka menyayangi penulis semasa kecil. Hasil penelitian ini khusus penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis.

Kepada guru-guru penulis, khususnya KH. Muharrar Ali beserta keluarga, KH. Warson Munawwir (alm) beserta keluarga dan mbah ‘Abdullah ‘Athiyyah Bayumi, penulis haturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya. Kepada Ketua STAI Khozinatul Ulum Blora beserta jajarannya, Pak Ihsan, Pak Fatah, Pak Yunus, Pak Atabik, Pak Dimyati, Mas Imam, Mas Fakhruddin, Kak Aziz, Dek Afifah dan lain-lain, penulis sangat berterima kasih karena penulis telah diberikan kesempatan untuk belajar dan belajar. Semoga Allah membalas amal baik mereka semua dan senantiasa mendapatkan rahmat dan ampunan dari Allah. Tak lupa penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga besar CBS, khususnya Kak Igma dan Pak Maman. Mereka adalah teman-teman yang luar biasa. Terima kasih atas pembelajaran yang sangat berharga.

Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi nyata dalam kajian tafsir. Sebagai sumber inspirasi, khususnya bagi pihak-pihak yang terkait dalam pendidikan tafsir dan ilmu-ilmu al-Qur’an dan umumnya kepada semua pihak yang berminat dalam kajian al-Qur’an dan ilmu-ilmu al-Qur’an agar menyajikan tafsir yang praktis dan mudah dipahami. Juga diharapkan menjadi bahan kajian oleh para peminat kajian al-Qur’an agar tidak menafsirkan al-Qur’an secara parsial. Atas kritik dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan penelitian ini, penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya. Akhir kata, penulis memohon maaf apabila dalam penyelesaian penelitian ini ada banyak kekurangan dan keterbatasan.

Page 5: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Pedoman transliterasi Arab - Latin yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

A. Konsonan

b = ب

t = ت

th = ث

j = ج

h{{{{ = ح

kh = خ

d = د

dh = ذ

r = ر

z = ز

s = س

sh = ش

s} = ص

d{ = ض

t{ = ط

z{ = ظ

ع = ‘

gh = غ

f = ف

q = ق

k = ك

l = ل

m = م

n = ن

h = ه

w = و

y = ي

B. Vokal 1. Vokal Tunggal

Tanda Nama Huruf Latin Namaَ fathah A Aِِ Kasrah I Iُ dhammah U U

2. Vokal RangkapTanda Nama Gabungan Huruf Nama

...َى fathah dan ya Ai a dan i

..َ.و fathah dan wau Au a dan w

Contoh:h{aul : حَوْل H{usain : حُسَين

C. MaddahTanda Nama Huruf Latin Nama

ــــَا fathah dan alif a> a dan garis di atasــــِي kasrah dan ya i> i dan garis di atasــــُو dhammah dan wau u dan garis di atas

Page 6: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

vi

D. Ta’ marbutah (ة) Transliterasi ta’ marbutah ditulis dengan “h” baik dirangkai dengan kata

sesudahnya maupun tidak, contoh kata mar’ah (مرأة) madrasah (مدرسة)Contoh:al-Madi>nah al-Munawwarah : المدينة المنورة

E. ShaddahShaddah/tasydi>d di transliterasi ini dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf

yang sama dengan huruf yang bersaddah itu.Contoh:nazzal : نزّل <rabbana : ربـّنا

F. Kata SandangKata sandang “الـ” ditransliterasikan dengan “al” diikuti dengan kata

penghubung “-“, baik ketika bertemu dengan huruf Qamariyyah maupun huruf Shamsiyyah.

Contoh:al-Qalam : القلم al-Shams : الشمس

G. Pengecualian TransliterasiAdalah kata-kata bahasa arab yang telah lazim digunakan di dalam bahasa

Indonesia dan menjadi bagian dalam bahasa Indonesia, seperti lafal الله, asma>’ al-husna> dan ibn, kecuali menghadirkannya dalam konteks aslinya dan dengan pertimbangan konsistensi dalam penulisan.

Page 7: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

vii

DAFTAR ISI

Halaman JudulKata Pengantar Pedoman Transliterasi Arab-Latin Daftar Isi

iiiiv

vii

BAB I MEMAHAMI KESATUAN TEMA AL-QUR’ANA. Latar Belakang B. Permasalahan C. Penelitian Terdahulu yang Relevan D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian F. Metodologi Penelitian G. Sistematika Penelitian

178

12121215

BAB II DISKURSUS KESATUAN TEMA AL-QUR’AN 17A. Naz}m, Siya>q, Muna>sabah dan Kesatuan Tema al-Qur’an: Sejarah Awal

dan PerkembanganB. Kesatuan Tema: Arah Baru dalam Kajian al-Qur’an C. Kesatuan Tema dalam Perdebatan: Penolak dan Pendukung

182427

BAB III METODOLOGI DAN ANALISIS SAYYID QUT}B TENTANG KESATUAN TEMA AL-QUR’AN DALAM KARYANYA 40A. Sayyid Qut}b dan Proyek Maktabah al-Jadi>dah B. Metode Sayyid Qut}b dalam Melacak Kesatuan Tema al-Qur’an C. Urgensi, Fungsi Memahami Kesatuan Tema al-Qur’an dan Upaya

Pengembangannya D. Karakteristik Kesatuan Tema al-Qur’an dalam Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n

4147

5869

BAB IV APLIKASI KONSEP KESATUAN AL-QUR’AN SAYYID QUT}B DALAM KARYANYA 74A. Kesatuan Metode dalam Pengungkapan al-Qur’an B. Penafsiran Berbasis Kesatuan Tema dalam Surah

1. Al-Baqarah: Pilar Penyiapan Khali>fah al-Ard} dan Kisah Bani> Isra>’i>l 2. Al-Shu‘ara>’: Pembahasan Akidah yang Tersaji dalam Kisah-kisah

Nabi C. Penafsiran Berbasis Kesatuan Tema dalam Satu Juz D. Penafsiran Berbasis Kesatuan Tema dalam al-Qur’an Keseluruhan

75

81

97103104

BAB V PENUTUPA. KesimpulanB. Saran

107109

Daftar Pustaka Glosari Indeks Biografi Penulis

110

116

119

122

Page 8: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

viii

Page 9: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

1

BAB I

MEMAHAMI KESATUAN TEMA AL-QUR’AN

A. Latar Belakang Beberapa peneliti menyebutkan bahwa terdapat kekacauan dalam susunan

al-Qur’an, terutama pada surah-surah yang panjang.1 Richard Bell (1876-1952 M) misalnya, ia mengungkapkan bahwa Kitab Suci umat Islam tersebut membutuhkan pendalaman yang serius, karena sama sekali bukan merupakan buku yang mudah dipahami.

Dia mengatakan: “A book thus held in reverence by over four hundred milions of our fellow man is worthy of attention. It also demands serious study; for it is by no means an easy book to understand.”2

Sama halnya dengan yang diutarakan Salwa. M.S. El-Awa. Dalam artikel jurnalnya, dia menyebutkan tentang tidak adanya hubungan di antara bagian-bagian yang berbeda pada surah-surah panjang, juga beberapa surah pendek.3 Berbagai pernyataan para sarjana Barat itu berbeda dengan penjelasan yang dikemukakan Wahbah al-Zuh}aili> dalam al-Tafsi>r al-Muni>r. Salah satu metodenya dalam penafsiran adalah kesatuan tema al-Qur’an.4 Hasil penelitian Raymond K. Farrin menyimpulkan tentang adanya kesesuaian sejumlah bagian yang panjang dalam Al-Qur’an.5 Senada dengan Farrin, Michel Cuypers juga dalam hasil penelitiannya menjelaskan adanya koherensi dalam al-Qur’an.6

1Raymond K. Farrin, “Surat al-Baqara: A Structural Analysis,” The Muslim World 100, no. 1 (2010): 17.

2W. Montgomery Watt & Richard Bell, Introduction to the Qur’an (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1994), Xi.

3Salwa. M.S. El-Awa, “Linguistic Structure,” dalam The Blackwell Companion to the Qur’a>n, ed. Andrew Rippin (West Sussex, Chichester: John Wiley and Sons Ltd, 2009), 53.

4Wahbah al-Zuh}aili>, al-Tafsi>r al-Muni>r fi> al-‘Aqi>dah wa al-Shari>‘ah wa al-Manhaj (Beirut: Da>r al-Fikr al-Mu‘a>s}ir, 1998), 9.

5Raymond K. Farrin, “Surat al-Baqara: A Structural Analysis,” The Muslim World 100, no. 1 (2010): 17-32.

6Michel Chuypers, “Semitic Retoric as a Key to the Question of the Naz}m of the Qur’anic Text,” Journal of Qur’anic Studies 13, no.1 (2011): 1-24.

Page 10: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

2

Mengenai kesatuan tema, koherensi, dan susunan al-Qur’an,7 telah menjadi kajian yang diperdebatkan para sarjana sejak masa klasik hingga modern dengan berbagai argumennya masing-masing.8 Namun, berbagai dinamika itu sedikit-banyak mendorong para sarjana muslim untuk melakukan kajian mendalam. Dengan begitu akan muncul pokok bahasan tentang naz}m al-Qur’a>n dalam karya-karya mereka. Misalnya, Al-Ja>h}iz} (780-869 M) menulis karya Naz}m al-Qur’a>n (sebuah buku yang telah hilang), Al-Ba>qilla>ni (950-1013 M) menulis I‘ja>z al-Qur’a>n, al-Jurja>ni> (w. 1078 M) menulis Dala>il al-I‘ja>z, serta al-Biqa>‘i> (w. 1480 M) menulis Naz}m al-Durar fi> Tana>subi al-A<ya>t wa al-Suwar.

Pada akhir abad ke-20, penelitian tentang koherensi dan struktur teks al-Qur’an dihidupkan kembali. Seperti halnya yang telah dilakukan sejumlah pemikir al-Qur’an di antaranya Mustansir Mir (1986), Neal Robinson (1996), A.H. Mathias Zahniser (2000), David E. Smith (2001), Salwa M. S. El-Awa (2006), Raymond K. Farrin (2010), dan Michel Cuypers (2011).9

Studi ini menyajikan dua kutub yang saling berseberangan. Pertama, kelompok yang tidak mengakui adanya koherensi dan kesatuan tema al-Qur’an. Kedua, kelompok yang menyatakan adanya koherensi dan kesatuan tema al-Qur’an. Kelompok pertama banyak mempertanyakan dan meragukan susunan al-Qur’an. Mereka menyatakan adanya kekacauan, ketidaklogisan, serta menganggap

7Susunan al-Qur’an yang unik telah mengundang banyak perdebatan, baik di kalangan sarjana muslim maupun Barat. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa al-Qur’an dimungkinkan ada intervensi manusia pada penyusunannya. Pendapat ini memunculkan prasangka bahwa al-Qur’an adalah hasil kreasi manusia (Muhammad SAW). Tidak sedikit yang mempercayai susunan ayat-ayat dalam setiap surah dalam mus}haf disusun Nabi Muhammad atas bantuan Malaikat Jibril sebelum dia wafat. Namun jika al-Qur’an merupakan kreasi manusia, maka al-Qur’an tidak akan relevan untuk setiap waktu dan tempat. Lihat Muh{ammad Shah}ru>r, al-Kita>b wa al-Qur’a>n Qira>’ah Mu‘a>s}irah (Kairo: Si>na li al-Nashr wa al-Aha>li>, 1992), 32.

8Harun Nasution mengistilahkan masa klasik sebagai periode antara tahun 650-1250 M. Masa ini meliputi tiga bagian yaitu masa kemajuan Islam I, termasuk masa Khulafa>’ al-Ra>shidi>n, Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan masa disintegrasi (1000-1250 M). Selanjutnya periode pertengahan adalah masa kemunduran I (1250-1500 M), masa tiga kerajaan besar (1500-1700 M), dan fase kemajuan (1500-1800 M). Sedangkan periode akhir adalah periode modern (1800 M). Lihat Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Beberapa Aspek (Jakarta: UI Press, 1985), 56-89.

9Lihat Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n: A Study of Is}la>h}i>’s Concept of Naz}m in Tadabbur-i Qur’a>n (Washington: American Trust Publication, 1986); Neal Robinson, Discovering the Qur’an: A Contemporary Approach to a Veiled Text (London: SCM Press Ltd, 1996); A.H. Mathias Zahniser, “Major Transitions and Thematic Borders in Two Long Su>ras: al-Baqara and al-Nisa>’,” dalam Literary Structures of Religious Meaning in the Qur’a>n, ed. Issa J. Boullata (Richmond Surrey: Curzon Press, 2000); David E. Smith, “The Structure of al-Baqarah,” The Muslim World 91, no 1/2 (2001): 121-136; Salwa M.S. El-Awa, Textual Relations in the Qur’an: Relevance, Coherence and Structure (London and New York: Routledge Taylor & Francis Group, 2006); Raymond K. Farrin, “Surat al-Baqara: A Structural Analysis,” The Muslim World 100, no. 1 (2010): 17-32; Michel Chuypers, “Semitic Retoric as a Key to the Question of the Naz}m of the Qur’anic Text,” Journal of Qur’anic Studies 13, no.1 (2011): 1-24.

Page 11: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

3

ada kontradiksi di antara ayat-ayat al-Qur’an. Mereka adalah kelompok yang tidak mengakui adanya koherensi dan kesatuan tema al-Qur’an. Kelompok ini didukung sejumlah peneliti di antaranya seperti ‘Izzudin ibn ‘Abd al-Sala>m,10 S{ubh}i> al-S{a>lih},11 Angelika Neuwirth,12 Thomas Carlyle,13 dan Salwa M. S. El-Awa.14

Kelompok kedua diwakili M ‘Abduh (1849-1905 M),15 Sayyid Qut}b (1906-66 M),16 Nas}r H{a>mid Abu> Zaid (w. 2010),17 Raymond K. Farrin (2010),18 dan Islam Dayeh (2011).19 Kelompok ini menjelaskan adanya koherensi dan kesatuan tema al-Qur’an. Kegelisahan akademik penulis muncul ketika menemukan pernyataan dua kelompok peneliti yang saling berseberangan. Kegelisahan tersebut menjadi alasan penulis melakukan penelitian. Dari itu, penulis dalam hal ini berupaya membuktikan apakah sejatinya memang ada koherensi antara tema dalam al-Qur’an atau benar tidak ada kesatuan. Sebab selama ini banyak pihak yang kokoh menganggap tidak ada kesatua tema dalam al-Qur’an. Hal ini pula yang membuat tema ini penting untuk dikaji.

Untuk memahami persoalan ini dibutuhkan analisis mendalam melalui pengungkapan sistematika al-Qur’an di balik hal yang tekstual. Sebab, seseorang yang tidak mampu memahami rahasia sistematikanya akan memandang bahwa isi al-Qur’an selalu ada yang kontradiktif atau tidak sesuai dengan susunannya. Karena itu, penelitian tentang kesatuan tema al-Qur’an dirasa sangat penting. Hal tersebut untuk menghasilkan pemahaman pesan al-Qur’an secara komprehensif dan bukan pemahaman secara parsial.

Pembacaan al-Qur’an secara komprehensif akan mempersempit ruang subyektivitas yang dampak terbesarnya adalah sebuah legitimasi terhadap sikap keberagamaan tertentu dengan bersumbunyi di balik ayat-ayat al-Qur’an. Justifikasi itu bisa diambil contoh dari sejumlah aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama

10M. Badr al-Di>n al-Zarkashi>, al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Kairo: ‘I<sa> al-ba>by> al-h{alaby>, tt), jilid I, 37.

11S{ubh}i> al-S}a>lih}, Maba>hith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Bairut: Da>r al-‘Ilm li al-Mala>yi>n, 1977), 151-152. 12Jane Dammen, ed. The Cambridge Companion to the Qur’an (New York: Cambridge University

Press, 2006), 97. 13Dikutip dari Nevin Reda El-Tahry, “Textual Integrity and Coherence in the Qur’an: Repetition

and Narrative Structure in Surat al-Baqara,” Disertasi di University of Toronto, 2010. 14Salwa. M. S. El-Awa, Textual Relations in the Qur’a>n, 160-163. Lihat Salwa M. S. El-Awa,

“Linguistic Structure,” dalam The Blackwell Companion to the Qur’a>n, ed. Andrew Rippin, 70. 15‘Abd Alla>h Mah{mu>d Shah{a>tah, Manhaj al-Ima>m Muh{ammad ‘Abduh fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-

Kari>m (Kairo: Nashr al-Rasa>’il al-Jami‘iyyah, 1963), 35. 16Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n, 65-67.17Nas}r H{a>mid Abu> Zaid, Mafhu>m al-Nas}s} (Kairo: al-Hai’ah al-Mas{riyyah al-‘A<mmah li al-Kita>b,

1993), 179.18Raymond K. Farrin, “Surat al-Baqara: A Structural Analysis,” The Muslim World 100, no. 1

(2010): 17-32. 19Islam Dayeh, “Al-H{awa>mi>m: Intertextuality and Coherence in Meccan Surahs,” dalam The

Qur’a>n in Context, eds. Angelika Neuwirth, Nicolai Sinai and Michael Marx (Leiden: Brill, 2011), 461-498.

Page 12: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

4

atau teks-teks al-Qur’an.20 Jika diamati secara sepintas struktur teks al-Qur’an memberikan informasi

yang tidak sistematis dan terkesan melompat-lompat. Pada satu sisi kenyataan itu menyulitkan pembacaan secara utuh dan memuaskan, tetapi sebagaimana telah disinggung Abu> Zaid, realitas itu menunjukkan stilistika21 yang merupakan bagian dari i‘ja>z al-Qur’a>n, yaitu aspek kesusasteraan dan gaya bahasa.22

Gaya bahasa (uslu>b) al-Qur’an terdiri atas uslu>b-uslu>b baya>niyyah, ma‘a>niyyah dan badi>‘iyyah.23 Shihabuddin menjelaskan, pemilihan huruf dalam penggabungan antara konsonan dan vokal sangat serasi sehingga memudahkan pengucapannya. Dengan mengutip al-Zarqa>ni, Shihabuddin menyebutkan keserasian tersebut adalah tata bunyi harakah, sukun, mad, dan ghunnah. Dari paduan bacaan al-Qur’an akan menyerupai suatu alunan musik atau irama lagu yang mengagumkan.24

Alasan lain yang menguatkan penelitian ini adalah adanya indikasi yang ditunjukkan al-Qur’an bahwa isi Al-Kalam adalah satu kesatuan yang memiliki keserasian. Sebagaimana dijelaskan dalam Qs. al-Nisa>’ (4): 82, Hu>d (11): 1, dan al-Zumar (39): 23.25

Berbagai cara untuk menunjukkan kebenaran tentang adanya kesatuan tema—sebuah respons kreatif terhadap tantangan kekinian—telah dilakukan para pegiat kajian ini, tidak terkecuali Sayyid Qut}b. Dia adalah salah seorang mufassir abad ke-20 yang berusaha menghadirkan perspektif baru tentang koherensi struktur dan tematik al-Qur’an. Dalam pandangan Mustansir Mir,26 Rif‘at Fauzi> ‘Abd al-Mut}

20Islam tidak disebarkan dengan pedang sebagaimana yang dimaksudkan musuh-musuh Islam yang melontarkan tuduhan demikian. Islam hanya mensyariatkan jihad untuk menegakkan peraturan yang memberi rasa aman, yang di bawah naungannya pemeluk akidah-akidah lain merasa aman, dan hidup dalam bingkainya dengan tunduk dan patuh meski tidak memeluk akidah Islam. Lihat selengkapnya dalam Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n (Kairo: Da>r al-Shuru>q, 1978), 1/347. Lihat juga dalam http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/indeks/berita/372-pemahaman-al-quran-secara-parsial-picu-terorisme.html, diakses 13 Juni 2013.

21Stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang digunakan dalam karya sastra. Dengan demikian stilistika al-Qur’an adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam sastra al-Qur’an. Aspek-aspek yang diteliti dan dikaji dalam stilistika al-Qur’an adalah aspek fonologi (bunyi bahasa), leksikal (diksi, penggunaan kelas kata tertentu), sintaksis (tipe struktur kalimat), retorika (gaya retoris, kiasan, dan pencitraan) dan kohesi. Lihat Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an: Makna di Balik Kisah Ibrahim (Yogyakarta: LKiS, 2008), 23. Lihat Hossein Vahid Dastjerdi dan Elaheh Jamshidian, “A Sacramental Wordplay: An Investigation of Pun Translatability in the Two English of the Quran,” Asian Social Science 7, no. 1 (2011): 133.

22Nas}r H{a>mid Abu> Zaid, Mafhu>m al-Nas}s}, 179.23Ahmad Thib Raya, Rasionalitas Bahasa al-Qur’an (Jakarta: Fikra Publishing, 2006), 2. 24Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an, 24. 25Penjelasan selengkapnya hal. 85-86. 26Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n, 65-67.

Page 13: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

5

t}alib,27 al-Ru>mi>,28 ‘Adna>n Zurzur,29 dan al-Kha>lidi>,30 Sayyid Qut}b disebut sebagai mufassir yang mengembangkan ide kesatuan tema dan berkeyakinan bahwa setiap surah memiliki tema sentral yang disebutnya mih}war.

Sayyid Qut}b adalah seorang penulis produktif, baik di bidang sastra maupun keislaman. Dia adalah tokoh pemikir Islam terkemuka dan ideolog perjuangan muslim terdepan abad ke-20.31 Hal ini pula yang menjadi alasan kenapa penulis memilih Sayyid Qut}b sebagai obyek penelitian ini. Sebab Qut}b dan karya-karyanya akan selalu aktual untuk diteliti sebagai bahan kajian ilmu sastra, tafsir dan pemikiran Islam.

Ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa Sayyid Qut}b sangat penting dikaji, diantaranya: Pertama, setelah sekian lama sengkarut dunia intelektual menyelimuti Mesir—terutama kalangan sekuler yang berlangsung selama pertengahan Perang Dunia Kedua—Sayyid Qut}b datang untuk merekonstruksi sistem ajaran yang rumit dari sudut pandang Islam mengenai berbagai macam isu dan problem yang menggelayuti dunia Arab dan masyarakat Muslim. Kedua, tema-tema yang menjadi bahan pemikiran dibangun Sayyid Qut}b masih menjadi kajian aktual bagi kaum intelektual kontemporer.

Ketiga, isu-isu yang dibahas Sayyid Qut}b dalam ajarannya menjadi inspirasi bagi banyak kelompok muslim radikal, terutama di Mesir tahun 1970-an. Singkatnya, formulasi teoritis atas problema filosofis, sosial, ekonomis, dan religius dengan setting masyarakat Mesir khususnya dan masyarakat muslim pada umumnya merupakan inti dari organisasi dan pemikiran para pemikir Islam kontemporer. Pemikiran, aktivitas, dan kematiannya di tiang gantungan menjadi simbol sejati seorang ideolog muslim dan menjadi cita-cita bagi banyak umat muslim di berbagai belahan dunia.32

Karena itu, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n yang merupakan karya terbesar dengan kekentalan nuansa ideologisnya seakan-akan hanya cocok dibaca kalangan tertentu, tepatnya kalangan aktivis pergerakan Islam yang seringkali dikaitkan dengan kelompok garis keras. Hal ini karena kandungan kitab tersebut memuat semangat in group feeling dan out group feeling (ini kelompokku dan itu bukan kelompokku),

27Rif‘at Fauzi> ‘Abd al-Mut}t}alib, al-Wah{dah al-Maud{u>‘iyyah li al-Su>rah al-Qur’a>niyyah (Kairo:Da>r al-Sala>m, 1986), 31.

28Fahd ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Sulaima>n al-Ru>mi>, Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi> al-Qarn al-Ra>bi‘ ‘Ashar (Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1997), 1039-1040.

29‘Adna>n Muh}ammad Zurzur, Madkhal ila> Tafsi>r al-Qur’a>n wa ‘Ulu>mih (Damaskus: Da>r Qalam, 1998), 267.

30S}ala>h Abdul Fatta>h} al-Kha>lidi>, Pengantar Memahami Tafsir Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, trj. Salafuddin Abu Sayyid (Surakarta: Era Intermedia, 2001), 147-148.

31Sayed Khatab, “Arabism and Islamism in Sayyid Qut}b’s Thought on Nasionalism,” The Muslim World 94, no 2 (2004): 217.

32Lihat Abdul Muid, “Teologi Pembebasan Islam Sayyid Quthb,” Penelitian di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005, 16. Lihat juga dalam Sayed Khatab, “Arabism and Islamism in Sayyid Qut}b’s Thought on Nasionalism,” The Muslim World 94, no. 2 (2004): 217.

Page 14: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

6

yang membuatnya dicap makar oleh pemerintah Mesir. Semangat ini dalam konteks masyarakat multikultural Indonesia akan

menjadi hambatan serius bagi terjalinnya silaturrahim antar berbagai kalangan dan tentu saja yang diperlukan dalam konteks masyarakat seperti ini adalah penafsiran yang luwes, bernuansa silaturrahim, mengayomi, saling menghargai, dan toleran.33 Lain halnya dengan pendapat Adnan Zurzur. Dia menjelaskan, tafsir Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n adalah tafsir yang cocok dan dapat dibaca semua kalangan aktivis Islam kontemporer. Sebab tafsir Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n memenuhi syarat-syarat sebagai tafsir yang dapat diterima dan mempunyai banyak keistimewaan.34 Bahkan S}ala>h Abdul Fatta>h al-Kha>li>di menyebut kitab ini merupakan prestasi yang hebat dan baru dalam dunia tafsir,35 dan Al-Ru>mi> menyebut Sayyid Qut}b mempunyai “madrasah” dan metode yang khusus penafsiran.36

Mengingat Sayyid Qut}b adalah tokoh fenomenal, maka dianggap penting untuk meneliti kesatuan tema menurut pemikirannya. Kesatuan tema adalah sebuah tawaran metodologis untuk membaca al-Qur’an secara komprehensif. Hal tersebut untuk membuktikan ada atau tidaknya kesatuan tema dalam karya-karyanya seperti yang dijelaskan Qut}b. Selain itu, belum ada penelitian yang secara khusus membahas kesatuan tema al-Qur’an menurut Qut}b dalam karya-karyanya.

33Nurul Huda Ma’arif, “Ash-Shahi>d dan Nuansa Ideologis-Harakis Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n,” dalam makalah Tafsir Timur Tengah, 21 Maret 2011.

34Al-Kha>lidi>, Pengantar Memahami Tafsir Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 304-306. 35Disebut sebagai langkah baru dalam tafsir, karena menurut pembacaan al-Kha>lidi> disebabkan

ada sejumlah keistimewaan khusus serta hal-hal unik yang menjadikannya sebagai sebuah tafsir yang khas, yang penulisnya langsung mengambil dari sumber al-Qur’an, serta menyingkap perbendaharaan yang tersimpan dalam al-Qur’an. Di antara beberapa hal yang bisa dijadikan indikasi ialah kesuksesan Sayyid Qut}b dalam menampilkan kesatuan tema al-Qur’an, dan menerapkannya pada beberapa surah al-Qur’an dan ayatnya, serta menjelaskan keterpaduan tema-tema surah dan keselarasan seni dalam gaya dan diksinya. Oleh karena itu, dalam memperkenalkan dan memberi pengantar surah-surah al-Qur’an dalam Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n edisi revisi sangat indah. Pengantar yang disampaikan Sayyid Qut}b dapat disebut sebagai penjelasan mengenai harmoni, keselarasan dan kesatuan tema. Demikian juga Sayyid Qut}b sangat bagus dalam membagi-bagi surat menjadi beberapa ‘ibrah (pelajaran) dan penggalan; membagi beberapa penggalan menjadi beberapa tema; membagi tema menjadi beberapa sub tema; dan sub tema ini memuat ayat-ayat. Terkadang Sayyid Qut}b membagi ayat menjadi beberapa bagian yang selaras. Tidaklah seseorang selesai dari membaca tafsir suatu surah—dengan pembagian seperti ini—melainkan akan terlihat jelas olehnya kesatuan tema yang selaras yang mempunyai kepribadian tersendiri yang unik, seakan-akan ia benar-benar hidup, selaras, dan indah mempesona. Lihat al-Kha>lidi>, Pengantar Memahami Tafsir Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 320-345.

36Al-Ru>mi>, Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi> al-Qarni al-Ra>bi‘ ‘Ashar, 988.

Page 15: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

7

B. Permasalahan

1. Identifikasi masalahIde tentang rethinking of al-Qur’an saat ini menjadi sangat penting. Hal

tersebut sebagai jawaban atas tantangan kekinian agar al-Qur’an kompatibel dengan modernitas yang semakin maju. Untuk itu muncul berbagai upaya yang kreatif dan inovatif untuk menjawab problematika kehidupan, terutama dalam bidang sosial. Salah satu upaya kreatif tersebut adalah dengan mengembangkan konsep kesatuan tema al-Qur’an.

Dari latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan di atas, untuk memfokuskan penelitian diperlukan upaya identifikasi mengenai beberapa permasalahan yang akan muncul sebagai berikut:1. Rumusan dasar konsep kesatuan tema merupakan sebuah upaya untuk

menghindari pembacaan al-Qur’an secara parsial. Pemahaman secara parsial akan membuat seakan-akan al-Qur’an saling kontradiktif.

2. Dalam mengungkap kesatuan tema, para pegiat kajian kesatuan tema mempunyai metode dan karakteristik yang berbeda.

3. Modernitas mendorong para pengkaji al-Qur’an untuk terus mengembangkan teori-teori baru yang kreatif-inovatif sebagai upaya menjawab tantangan zaman. Seperti, teori yang dibangun atas paradigma hida>’i> oleh ‘Abduh, teori literasi oleh al-Khu>li>, Khalafullah dalam al-Fann al-Qas}as}i, dan kesatuan tema yang ditawarkan oleh Sayyid Qut}b.

4. Prinsip kesatuan tema yang diusung oleh para penggiatnya berbeda-beda. Apakah kesatuan tema berbasis surah, kesatuan tema berbasis satu juz atau kesatuan tema al-Qur’an secara keseluruhan.

5. Konsep kesatuan tema ditawarkan oleh Sayyid Qut}b yang merupakan ahli sastra juga aktivis pergerakan. Apakah konsep yang dibangun Sayyid Qut}b mencerminkan ranah kesusasteraan, pergerakan, atau keduanya. 2. Pembatasan MasalahMemperhatikan latar belakang di atas, penulis berusaha mengungkap dan

membuktikan kesesuaian, koherensi, dan kesatuan tema al-Qur’an. Penulis akan membatasi penelitian pada Tafsi>r fi> Z{ila>l al-Qur’a>n karya Sayyid Qut}b dan karyanya yang lain misalnya, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n dan Masha>hid al-Qiya>mah fi> al-Qur’a>n. Mengambil sampel dua surah terpanjang kategori Makkiyyah dan Madaniyyah, serta surah-surah yang lain sebagai penunjang penelitian. Pemilihan surah terpanjang berlandaskan pada argumen para penolak kesatuan tema al-Qur’an yang menyatakan bahwa susunan al-Qur’an—khususnya surah yang panjang—tidak saling berkaitan, tidak sistematis dan bahkan saling bertentangan. Surah tersebut adalah surah al-Baqarah dan al-Shu‘ara>’, dua surah tersebut dengan identifikasi fisik yang berbeda. Al-Baqarah surah terpanjang kategori Makkiyyah tersusun dari ayat-ayat yang panjang dan al-Shu’ara>’ surah terpanjang kategori Madaniyyah

Page 16: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

8

dengan struktur ayat-ayat yang pendek.3. Perumusan MasalahSebagaimana pembatasan masalah di atas, maka dituangkan dalam bentuk

pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana metode Sayyid Qut}b dalam menjelaskan konsep kesatuan tema al-Qur’an? Bagaimana penafsiran Sayyid Qut}b dalam mengaplikasikan konsep kesatuan tema al-Qur’an?

C. Penelitian Terdahulu yang RelevanPembahasan dalam kajian ini dibagi menjadi dua. Pertama, pembahasan

dan penelitian mengenai koherensi dan kesatuan tema al-Qur’an. Kedua, kajian terhadap Sayyid Qut}b dan peta pemikirannya. Kedua hal tersebut menunjukkan perbedaan penelitian ini dengan kajian pustaka terdahulu. Sedangkan fokus dari penelitian ini adalah kesatuan tema menurut Sayyid Qut}b yang tidak ditemukan persamaan dengan penelitian-penelitian di bawah ini:

1. Koherensi Struktur al-Qur’an dan Kesatuan Tema al-Qur’anKoherensi struktur al-Qur’an dan kesatuan tema al-Qur’an adalah sebuah

kajian yang diperdebatkan. Hal tersebut terlihat dari berbagai penelitian yang mempunyai hasil beragam. Di antara karya ilmiah tentang koherensi struktur dan kesatuan tema al-Qur’an adalah:1. Penelitian Michel Cuypers dalam “Semitic Rhetoric as a Key to the Question

of the Naz}m of the Qur’anic Text,” (2011). Ia menemukan pola pokok yang mendasari diskursus bahasa Semit atau berpidato. Dia mengilustrasikan kesatuan tematik, misalnya dalam surah al-Ma>’idah. Model pendekatan yang dipakai ini membuktikan perspektif baru yaitu kesatuan tema dalam al-Qur’an.37

2. Raymond K. Farrin dalam “Surat al-Baqarah: A Structural Analisys,” (2010) mengambil al-Baqarah sebagai sampel. Sebelumnya ia memberi kesimpulan terhadap beberapa penelitian tentang interpretasi struktur al-Baqarah yang menggunakan pendekatan sastra. Ia menggunakan struktur cincin (a ring structure). Kesimpulannya adalah ada kesesuaian dalam bagian-bagian yang panjang.38

3. Amir Faishol Fath dalam The Unity of Al-Qur’an, (2010) menyimpulkan bahwa al-Qur’an adalah satu kesatuan. Bagaikan satu struktur bangunan yang kokoh tak terpisahkan, saling berhubungan antara ayat ke ayat dan antara satu surah ke surah. Tidak ada pertentangan di dalamnya bagaikan satu

37A.H. Johns, “A Humanistic Approach to i’ja>z in the Qur’an: The Transfiguration of Language,” Journal of Qur’anic Studies 13, no. 1 (2011), 82-83. Lihat lebih lanjut dalam Michel Cuypers, “Semitic Rhetoric as a Key to the Question of the Naz}m of the Qur’anic Text,” Journal of Qur’anic Studies 13, no. 1 (2011): 1-24.

38Raymond K. Farrin, “Surat al-Baqara: A Structural Analysis,” The Muslim World 100, no. 1 (2010): 17-32.

Page 17: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

9

tubuh, di mana tidak mungkin dipahami tanpa melihatnya secara utuh dan komprehensif. Ia membahas kesatuan tema dari ulama klasik hingga modern secara umum.39

4. Muhammad Nur Fuad dalam “Kesatuan Tema dalam Surah Al-Qur’an Menurut Muhammad ‘Abduh dalam Tafsir Al-Mana>r dan Juz ‘Amma,” (2009). Dari penelitian yang dilakukan penulis ditemukan adanya pemahaman baru dalam penerapan kesatuan tema-tema dalam surah al-Qur’an pada penafsiran Muhammad ‘Abduh. Penerapan konsep kesatuan tema ‘Abduh memiliki perbedaan dengan mufassir sebelumnya. Perbedaan ini terletak pada dua hal: Pertama, ‘Abduh menjadikan konsep kesatuan tema dalam surah menjadi asas dalam memahami dan menafsirkan ayat. Kedua, ‘Abduh menolak penafsiran yang bertentangan dengan kesatuan tema.40

5. Salwa M.S. El-Awa dalam Textual Relations in the Qur’an: Relevance, Coherence and Structure (2006) dengan pendekatan kesusastraan dan linguistik. Ia menguji coba dua sampel surah panjang al-Ah}zab (33) dari kelompok Madaniyyah dan al-Qiyamah (75) dari kelompok Makkiyyah. Kesimpulannya, kompleksitas tematik dari keduanya menyebabkan sejumlah masalah tekstual surah yang membingungkan. Menurutnya, ada ketidak tepatan metodologi dalam kajian tersebut. Para sarjana terdahulu cenderung menggunakan basic intuisi dalam menentukan hubungan dalam surah.41

6. Muh}ammad Mah}mu>d H{ija>zi> dalam al-Wah}dah al-Maud}u>‘iyyah fi> al-Qur’a>n al-Kari>m. Ia mengatakan bahwa semua surah-surah dalam al-Qur’an mengandung banyak makna, sebagiannya berkaitan dengan sebagian yang lain dalam satu kesatuan karena dipandang sebagai satu persoalan yang turun untuk satu tujuan. Maka suatu keharusan bagi orang yang ingin memahaminya untuk mengembalikan akhir pembicaraan pada awalnya dan awal pembicaraan pada akhirnya.42

7. Islahuddin dalam “Teori al-Wah}dah al-Maud}u>‘iyyah li al-Qur’a>n al-Kari>m dalam Penafsiran Sa‘i>d H{awwa> (Studi Atas Penafsiran Surat al-Fa>tih}ah dan al-Sab‘ al-T{iwa>l),” (2008). Penelitian tersebut menyimpulkan, teori al-wah}dah al-maud}u>‘iyyah li al-Qur’a>n al-kari>m merupakan suatu rumusan teori yang dikemukakan oleh para mufassir al-Qur’an guna menampakkan sisi keharmonisan dan keserasian komponen al-Qur’an. Formulasi teori ini didukung Sa‘i>d H{awwa> dengan menampilkan kesatuan tema-tema al-Qur’an

39Amir Faishol Fath, The Unity of Al-Qur’a>n, terj. Nasiruddin Abbas (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2010).

40Nur Fuad, “Kesatuan Tema dalam Surah al-Qur’an Menurut Muhammad ‘Abduh dalam Tafsi>r Al-Mana>r dan Juz ‘Amma,” Penelitian di SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

41Salwa M.S. El-Awa, Textual Relations in the Qur’an: Relevance, Coherence and Structure (London and New York: Routledge Taylor & Francis Group, 2006).

42Muh}ammad Mah}mu>d H{ija>zi>, al-Wah{dah al-Maud{u>‘iyyah fi al-Qur’a>n al-Kari>m (Zaqa>ziq: Da>r al-Tafsi>r, 2004), 48.

Page 18: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

10

sebagai bentuk keharmonisan dan relasi positif antara unit-unit yang ada dalam al-Qur’an berdasarkan paradigma yang komprehensif dan integral.43

8. David E. Smith dalam “The Structure of al-Baqarah,” (2001). Penelitiannya terhadap surah al-Baqarah adalah dalam rangka menguji koherensinya. Ia menegaskan bahwa al-Baqarah terstruktur secara tematik sebagai otoritas wahyu yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Penelitiannya dalam surah al-Baqarah memberi paradigma struktural untuk seluruh al-Qur’an.44

9. Issa J. Boullata dalam “Sayyid Qutb’s Literary Appreciation of the Qur’a>n,” (2000). Ia berkesimpulan bahwa Sayyid Qut}b berpandangan bahwa setiap surah punya satu tema (maud}u>‘) atau beberapa tema namun tema-tema tersebut akan kembali pada tema sentral yang disebut mihwar. Ia juga menyebut hadaf sebagai tema al-Qur’an secara keseluruhan.45 Pada penelitian tersebut Boullata tidak melakukan penelitian secara aplikatif terhadap karya Sayyid Qut}b.

10. Mustansir Mir dalam Coherence in the Qur’a>n (1986). Menulis dalam Bab IV dengan judul “The Su>rah as a Unity” bahwa Sayyid Qut}b dalam tafsirnya sering mendiskusikan adanya tema sentral dan dia menyebutnya dengan mih}war. Dia menulis: “Sayyid Qut}b firmly believes that each Qur’a>nic su>rah is a unity, and he repeats the idea a number of times in Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n.46

11. Sa‘i>d H{awwa>, dalam pendahuluan al-Asa>s fi> al-Tafsi>r, dia mengatakan bahwa setelah melakukan berbagai pembahasan dan pengkajian terhadap al-Qur’an. Ia menemukan kunci atau rahasia kesatuan al-Qur’an, dan membuka sejumlah cakrawala pemahaman terhadap berbagai persoalan yang berhubungan dengan al-Qur’an, khususnya tentang konteks umum dan khusus al-Qur’an dalam surah yang sama.47 Pendapat adanya kesatuan tema dalam surah-surah al-Qur’an tersebut bergulir dan berkembang sehingga lahir pada perkembangan berikutnya pendapat adanya kesatuan tema dalam seluruh al-Qur’an sebagaimana yang dikembangkan Sa’i>d H{awwa>. Ia sampai pada kesimpulan bahwa al-Qur’an adalah satu kesatuan yang tidak terbagi-bagi.

Berbagai penelitian tersebut merupakan karya yang membahas mengenai koherensi struktur dan kesatuan tema al-Qur’an. Dengan demikian telah dilakukan

43Islahuddin, “Teori al-Wah}dah al-Maud}u>’iyyah li al-Qur’a>n al-Kari>m Dalam Penafsiran Sa‘i>d H{awwa> (Studi Atas Penafsiran Surat al-Fa>tih}ah dan al-Sab‘ al-T{iwa>l),” Penelitian di SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

44Lihat lebih lanjut dalam David E. Smith, “The Structure of al-Baqarah,” The Muslim World 91, no. ½ (2001): 121-136.

45Issa J. Boullata, “Sayyid Qutb’s Literary Appreciation of the Qur’an,” dalam Literary Structures of Religious Meaning in the Qur’a>n, ed. Issa J. Boullata (Richmond Surrey: Curzon Press, 2000), 362.

46Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n, 64.47Sa‘i>d H{awwa>, al-Asa>s fi> al-Tafsi>r (Kairo: Da>r al-Sala>m, 1993), Jilid 1, 21.

Page 19: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

11

penelitian-penelitian lain yang berfokus pada kajian kesatuan tema. Akan tetapi fokus berbagai penelitian tersebut tidak berfokus pada kesatuan tema menurut Sayyid Qut}b. Kalaupun ada, penelitian kesatuan tema menurut Sayyid Qut}b tidak dilakukan secara komprehensif.

2. Sayyid Qut}b dan Peta PemikirannyaSebagai seorang ilmuwan, Sayyid Qut}b telah melahirkan berbagai macam

karya dalam berbagai disiplin ilmu.48 Magnet pemikiran Qut}b lewat karya-karyanya menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak kalangan di dunia Islam. Bruce B. Lawrence melukiskan bahwa Sayyid Qut}b seorang ahli ideologi islam ekstrimis atau fundamentalis yang paling banyak dikutip.49 Telah banyak penelitian yang telah dilakukan dalam rangka memahami peta pemikiran Sayyid Qut}b. Diantaranya:1. S}ala>h Abdul Fatta>h} al-Kha>lidi>, dalam buku Pengantar Memahami Tafsir Fi> Z}

ila>l al-Qur’a>n Sayyid Qut}b membahas tentang Sayyid Qut}b dan tafsir Fi> Zila>l al-Qur’a>n dari segi tujuan-tujuan Fi Z}ila>l al-Qur’a>n, sumber-sumber, sarana-sarana yang digunakan Sayyid Qut}b dalam Fi Z{ila>l al-Qur’a>n.50

2. Jahiliah dalam al-Qur’an (Kajian atas Penafsiran Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi> Zhila>l al-Qur’a>n). Penelitian ini menjelaskan beberapa pandangan Qut}b terhadap kata jahiliah, menurutnya kata jahiliah dalam al-Qur’an bukan suatu masa yang telah lewat dan tidak dapat terulang lagi, melainkan sebuah kondisi di mana masyarakat tidak menerapkan peraturan dan hukum Tuhan serta menganut dan mengambil hukum manusia.51

3. Teologi Pembebasan Islam Sayyid Quthb. Penelitian yang dilakukan Abdul Muid ini bertujuan memahami teologi pembebasan versi Sayyid Qut}b dan menguak genealogi pemikirannya serta lingkup sosial politik yang membidani kelahirannya. Harapan dari penelitian ini adalah pengenalan sebuah model pembebasan atas teologi untuk dirinya sendiri dan untuk masyarakat penganutnya agar tidak beku sebagaimana teologi setelah wafatnya Nabi Muhammad hingga pra Ibnu Taimiyah.52

Data-data dari penelitian tersebut hanya sebagian kecil dari beberapa rujukan yang telah dilakukan mengingat banyaknya karya yang membahas pemikiran

48Diantara karya-karya Sayyid Qut}b: al-‘Ada>lah al-Ijtima>‘iyyah fi> al-Isla>m, Ma‘rakah al-Isla>m wa al-Ra’suma>liyyah, al-Sala>m al-‘A<lami> wa al-Isla>m, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, Ashwa>k, T{ifl min al-Qaryah, dll. Lihat selengkapnya dalam S{ala>h} ‘Abd al-Fatta>h} al-Kha>lidi>, Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n (Damaskus: Da>r al-Qalam, tt) 600.

49Bruce B. Lawrence, Islam Tidak Tunggal (Jakarta: Serambi, 2004), 40. 50S}ala>h Abdul Fatta>h al-Kha>lidi>, Pengantar Memahami Tafsir Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, trj. Salafuddin

Abu Sayyid (Surakarta: Era Intermedia, 2001)51Abdul Bari, “Jahiliah dalam al-Qur’an (Kajian atas Penafsiran Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi>

Zhila>l al-Qur’a>n),” Penelitian di SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. 52Abdul Muid, “Teologi Pembebasan Islam Sayyid Quthb,” Penelitian di SPs UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2005.

Page 20: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

12

Sayyid Qut}b.Dari penelitian terdahulu yang telah disebutkan, studi koherensi dan kesatuan

tema telah banyak dilakukan, baik yang mendukung atau menolak. Begitu halnya dengan penelitian tentang peta pemikiran Sayyid Qut}b. Perbedaan penelitian ini dengan sejumlah buku sebelumnya adalah penelitian ini berfokus pada kesatuan tema al-Qur’an menurut Sayyid Qut}b dalam karya-karyanya. Sedangkan buku-buku sebelumnya hanya berfokus pada sejumlah tokoh selain Sayyid Qut}b, atau juga mengkaji tentang Sayyid Qut}b, namun tidak dilakukan secara detail.

D. Tujuan PenelitianSesuai dengan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan:

1. Mengungkap metode Sayyid Qut}b dalam menjelaskan konsep kesatuan tema al-Qur’an.

2. Membedah penafsiran Sayyid Qut}b dalam mengaplikasikan konsep kesatuan tema al-Qur’a>n dalam tafsir Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n dan karya-karyanya yang lain.

E. Manfaat PenelitianAdapun manfaat penelitian ini sebagai kontribusi positif, antara lain sebagai

berikut:1. Menambahkan khazanah keilmuan bagi masyarakat akademik dan non

akademik.2. Dalam bidang akademik, mengenalkan wacana baru reinterpretation kajian

al-Qur’an. Sebagai respons kreatif tantangan kekinian, terutama ranah humaniora.

3. Membantu memberi kemudahan kepada pembaca tafsir Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n dalam memahami penafsiran Sayyid Qut}b.

4. Sebagai sumber inspirasi, khususnya kepada pihak yang terkait pendidikan tafsir dan ilmu-ilmu al-Qur’an dan umumnya kepada pihak-pihak yang berminat dalam kajian al-Qur’an dan‘ulum al-Qur’a>n untuk menyajikan tafsir yang praktis dan mudah dipahami.

5. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian dan rujukan para peminat kajian al-Qur’an agar tidak menafsirkan al-Qur’an secara terpotong-potong yang digunakan untuk melegitimasi sebuah wacana keagamaan. Banyak kasus kekerasan yang mengatas namakan agama. Oleh karena itu, terutama para pemimpin organisasi Islam, agar tidak menafsirkan al-Qur’an secara parsial hingga menimbulkan sebuah pemahaman yang salah dan diserap secara mentah-mentah oleh pengikutnya.

F. Metodologi Penelitian1. Jenis PenelitianMemperhatikan bahwa penelitian ini berpusat pada pandangan-pandangan

seorang tokoh yang masa hidupnya sudah berlalu, maka penelitian ini sepenuhnya adalah riset kepustakaan (library research). Data-data yang berkaitan dengan obyek

Page 21: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

13

penelitian diambil dari bahan-bahan kepustakaan baik berupa buku, jurnal, dan perpustakaan elektronik dengan obyek kajian Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n dan beberapa karya Sayyid Qut}b yang lain.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.53

Karya ini adalah penelitian keagamaan. Menurut John Middleton—sebagaimana dikutip dalam Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktik—penelitian keagamaan lebih menekankan agama sebagai sistem.54 Sasaran penelitian keagamaan adalah agama sebagai gejala sosial. Menurut Atho Mudzhar, penelitian keagamaan yang sasarannya agama sebagai gejala sosial, tidak perlu membuat metodologi sendiri. Penelitian ini cukup meminjam metodologi penelitian sosial yang telah ada.55

2. Sumber Data PenelitianSebagai sebuah penelitian kepustakaan, data permasalahan dicari dan diteliti

langsung dari sumber utamanya yaitu berupa karya-karya Sayyid Qut}b tamanya tafsir Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n,56 al-Tas}wi>r al-Fanni fi>> al-Qur’a>n,57 Masha>hid al-Qiya>mah fi> al-Qur’a>n58 dan beberapa karya Qut}b yang lain. Di samping sumber utama, data juga akan dilengkapi dengan data-data lain yang berupa pandangan tokoh lain yang mengkaji tema penelitian ini. Dengan kata lain, data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa: a. Data Primer (primary sources) ini berupa karya-karya Qut}b terutama Fi> Z{ila>l

al-Qur’a>n, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, Masha>hid al-Qiya>mah fi> al-Qur’a>n dan beberapa karya Qut}b yang lain.

b. Data sekunder (secondary sources) yaitu berupa karya-karya atau tulisan-tulisan seputar tema penelitian yang menunjang.

53Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), 4. 54Maman Kh, dkk. Metodologi Penelitian Agama (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), 10. 55Lihat selengkapnya dalam M Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktik

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 37, dan Maman Kh, dkk. Metodologi Penelitian Agama, 11.56Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n yang digunakan dalam penelitian ini adalah cetakan Da>r al-Shuru>q, terbitan

tahun 1978, cetakan ke-7 terdiri dari 6 jilid. Mengingat perbedaan Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n edisi sebelum dan setelah revisi, maka dianggap penting untuk dijelaskan cetakan mana yang digunakan. Cetakan Da>r al-Shuru>q mempunyai beberapa keistemewaan: Pertama, merupakan cetakan legal pertama setelah Sayyid Qut}b wafat dan setelah Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n beredar lama dengan cetakan ilegal. Kedua, ditambah tafsir revisi surat al-H{ijr, juz 14, yang pada cetakan Lebanon tafsir ini merupakan edisi pertama sebelum direvisi. Ketiga, terdapat penomoran ayat, baik penggalan maupun ‘ibrah-nya. Juga telah menggunakan pungtuasi, berupa tanda koma, titik, tanda tanya, tanda seru dan lain sebagainya. Lihat Al-Kha>lidi>, Pengantar Memahami Tafsir Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 71.

57Al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n yang digunakan adalah terbitan Da>r al-Shuru>q, 2002, cetakan ke-16.

58Masha>hid al-Qiya>mah fi> al-Qur’a>n yang digunakan adalah terbitan Da>r al-Ma‘a>rif, 1966.

Page 22: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

14

3. Pendekatan dalam PenelitianPenelitian ini menggunakan pendekatan interpretatif (interpretative

approach) dan pendekatan sejarah (historical approach). Pendekatan interpretasi yaitu menyelami pemikiran seorang tokoh yang tertuang dalam karya-karyanya guna menangkap makna dan pengertian yang dimaksud secara khas hingga tercapai satu pemahaman yang benar.59 Sedangkan pendekatan sejarah,60 dimaksudkan untuk mengungkap hubungan seorang tokoh dengan masyarakat, sifat, watak pemikiran dan ide seorang tokoh.61 Dengan kata lain, pendekatan ini berupaya memahami al-Qur’an dalam konteks kesejarahan dan harfiyah, lalu memproyeksikannya kepada situasi masa kini kemudian membawa fenomena sosial ke dalam tujuan al-Qur’an.62

4. Teknik Pengumpulan DataDalam pengumpulan data, teknik yang dipakai penulis adalah survei

kepustakaan dan studi literatur. Penulis menghimpun data dari sejumlah literatur yang diperoleh dari perpustakaan atau sumber lain ke dalam sebuah daftar bahan pustaka. Sedangkan studi literatur adalah mempelajari, mengkaji, menelaah bahan pustaka yang berkaitan dengan obyek penelitian.

5. Teknik Pengolahan dan Analisis DataSetelah data-data penelitian terkumpul, tahap selanjutnya adalah pengolahan

dan analisa data. Data yang telah terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan metode deskriptif-analitis.63 Maksudnya, data yang terkumpul dideskripsikan dan dianalisa berdasarkan data-data kualitatif64 dari berbagai karya Qut}b. Data dianalisa

59Anton Bakker dan Achmad Charris Zubeir, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 63.

60Pendekatan sejarah dalam memahami agama termasuk didalamnya al-Qur’an bertolak dari prinsip bahwa agama memiliki perjalanannya sejak ia dilahirkan sampai perkembangannya sekarang. Dari sejarah dapat dilihat orisinalitasnya, dan terhindar dari terjadinya penyelewengan-penyelewengan terhadap agama. Lihat Syahrin Harahap, Penuntun Penulisan Karya Ilmiah Studi Tokoh Dalam Bidang Pemikiran Islam (Medan: IAIN Press, 1995), 18, Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam (Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005), 118, Maman Kh, dkk. Metodologi Penelitian Agama, 149-153.

61M. Nizar, Metodologi Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), 62.62M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2005), 142.63Menurut Hadari Nawawi, deskriptif analitis yakni penelitian yang berusaha menuturkan

pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain), pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Sedangkan menurut Anton Bakker dan Achmad Charris Zubeir deskriptif analitis dapat juga dalam pengertian historis dan filosofis. Sebagai suatu analisis filosofis terhadap seorang tokoh yang hidup pada suatu zaman yang telah lalu. Lebih lanjut lihat Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2003), 63 dan Anton Bakker dan Achmad Charris Zubeir, Metodologi Penelitian Filsafat, 61.

64Kualitatif dimaksudkan mengkualifikasikan data-data dengan analisis dan penafsiran data

Page 23: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

15

dari sudut bagaimana Sayyid Qut}b menjelaskan konsep kesatuan tema al-Qur’an.Sedangkan untuk menganalisis data akan digunakan analisis linguistik/

kebahasaan, analisis komparatif,65 dan analisis isi. Analisis linguistik dilakukan dengan memperhatikan struktur dan gaya bahasa mengenai ayat-ayat yang mengindikasikan kesatuan tema al-Qur’an. Sementara analisis komparatif dilakukan dengan membandingkan pandangan Qut}b dengan mufassir lain.

Sedangkan analisis isi (content analysis), menurut B. Berelson adalah suatu teknik penyelidikan yang berusaha untuk menguraikan secara objektif, sistematis, dan kuantitatif isi yang termanifestasikan dalam suatu komunikasi.66 Analisis isi merupakan analisis tentang isi pesan suatu komunikasi dan mengolahnya,67 dalam artian menangkap pesan yang tersirat dari satu atau beberapa pernyataannya. Secara teknis analisis ini mencakup upaya sebagai berikut: klasifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan kriteria sebagai pembuat prediksi, dan menggunakan teknis analisis tertentu sebagai pembuat prediksi.68

G. Sistematika PenulisanDalam sistematika penulisan, penulis membagi dalam lima bab. Pembagian

ini bertujuan untuk mendapatkan bentuk karya tulis yang sistematis, gambaran yang jelas, terarah, logis, dan saling berhubungan antara satu bab dengan bab yang lain. Berikut sistematika penulisan dalam penelitian ini: Bab pertama adalah pendahuluan, di dalamnya dipaparkan latar belakang masalah yang merupakan kegelisahan akademik penulis terhadap sebuah permasalahan sehingga tema ini layak untuk diteliti. Selanjutnya ditentukan permasalahan yang terdiri dari identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah.

Dari permasalahan itu berlanjut dengan penelitian terdahulu yang relevan dengan fokus kajian ini. Setelah ini dipaparkan tujuan penelitian dan manfaat atau signifikansi penelitian dari segi akademik dan praktis. Selain itu, dalam bab ini dikemukakan metode penelitian yang menjadi acuan penulis dalam melakukan penelitian. Metode penelitian tersebut terdiri dari jenis penelitian, sumber data, pendekatan, teknik pengumpulan data dan teknik pengolahan dan analisis data. Terakhir, dalam bab ini disajikan sistematika penulisan.

Bab kedua berisi kerangka teoritis dan diskursus kesatuan tema al-Qur’an. Pada bab ini berisi beberapa sub bab. Pertama, naz}m, muna>sabah dan kesatuan tema

tanpa hitungan atau angka. Lihat Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, ev, 2009), 7. Lihat Maman Kh, dkk. Metodologi Penelitian Agama, 24-25.

65Seperti yang diungkapkan oleh Atho Mudzhar yang menyatakan bahwa analisis komparatif adalah analisis setiap datum atau kategori yang muncul selalu dilakukan dengan cara membandingkannya satu sama lain. Lihat M Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, 51.

66Hasan Sadily, Ensiklopedia (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeva, 1980), 20667Imam Suprayogo dan Tobroni, Metode Penelitian-Sosial-Agama (Bandung: Remaja Rosda

Karya, tt), 71.68Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Yake Sarasin, 1996), 49.

Page 24: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

16

al-Qur’an: sejarah awal dan perkembangan. Kedua, kesatuan tema al-Qur’an: arah baru dalam kajian al-Qur’an. Ketiga, kesatuan tema dalam perdebatan: penolak dan pendukung.

Bab ketiga adalah bab inti yang menyajikan gagasan kesatuan tema Sayyid Qut}b yang berada di bawah payung besar judul dalam bab ini. Yaitu, metodologi dan analisis pandangan Sayyid Qut}b tentang kesatuan tema al-Qur’an dalam karyanya. Bab ketiga ini terdiri dari beberapa sub bab. Pertama, Sayyid Qut}b dan proyek maktabah al-Qur’a>n al-jadi>dah. Kedua, metode melacak kesatuan tema al-Qur’an. Ketiga, urgensi, fungsi memahami konsep kesatuan tema al-Qur’an dan upaya pengembangannya. Keempat, karakteristik kesatuan tema al-Qur’an dalam Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n.

Bab keempat juga masih merupakan bab inti. Bab ini adalah aplikasi dari gagasan yang dikemukakan Sayyid Qut}b tentang kesatuan tema dalam tafsir Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n. Pembahasan dalam bab ini meliputi: Pertama, kesatuan metode pengungkapan al-Qur’an dengan menggunakan penggambaran diagnostik dengan jalan personifikasi. Kedua, penafsiran berbasis kesatuan tema dalam surah. Dalam penelitian ini menggunakan sampel dua surah terpanjang dari kelompok Madaniyyah dan Makkiyyah, yaitu al-Baqarah dan al-Shu‘ara>’. Ketiga, penafsiran berbasis kesatuan tema dalam juz, Sayyid Qut}b menggunakan gagasan tersebut ketika menafsirkan juz terakhir dari al-Qur’an. Keempat, penafsiran berbasis kesatuan tema dalam al-Qur’an keseluruhan.

Bab kelima sebagai bab penutup berisi kesimpulan dari penelitian ini dan saran.

Page 25: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

17

BAB II

DISKURSUS KESATUAN TEMA AL-QUR’AN

AL-QUR’AN sebagai teks69 merupakan korpus terbuka yang memiliki potensi besar untuk menerima segala bentuk eksploitasi, mulai dari pembacaan, penerjemahan, penafsiran, hingga pengambilan sebagai sumber rujukan.70 Perlakuan sebagai teks adalah konsekuensi yang menempatkan wahyu sebagai hasil komunikasi antara Tuhan dengan manusia.71 Al-Qur’an menegaskan bahwa ayat-ayatnya tidak akan pernah berhenti ditulis dan ditafsirkan72 para hamba-Nya. Bahkan jika lautan dijadikan tinta niscaya kekayaan maknanya tetap tidak akan habis hingga kering.73

Untuk mengungkap semua itu, dibutuhkan kemampuan memahami dan

69Meminjam istilah Abu> Zaid dalam Mafhu>m al-Nas{s{, yang dimaksud teks adalah al-Qur’an itu sendiri baik secara keseluruhan ataupun unit terkecil dari al-Qur’an. Pemilihan kata teks yang merujuk pada al-Qur’an untuk menggugah kesadaran ilmiah terhadap tradisi intelektual Arab-Islam. Al-Qur’an sebelum disebut sebagai al-Qur’an dengan pengertian sucinya, diperlakukan sebagai teks tanpa atribut apa pun sebagaimana teks-teks yang lain. Hal tersebut dimaksudkan untuk melihat al-Qur’an secara polos tanpa harus dimasuki bias-bias ideologis. Menurut Abu> Zaid, kajian konsep teks adalah kajian tentang hakikat dan sifat al-Qur’an sebagai teks bahasa. Ini berarti bahwa kajian ini memperlakukan al-Qur’an sebagai Kitab Agung berbahasa Arab. Kajian ini membicarakan pengaruh kesusastraannya. Menurut Abu> Zaid kajian sastra—dengan “teks” sebagai konsep sentralnya—akan menjamin terwujudnya “kesadaran ilmiah” yang dapat digunakan untuk mengatasi dominasi “kepentingan ideologis”. Namun demikian, menurut Abu> Zaid kajian tentang konsep tersebut dapat dirumuskan apabila ada pembacaan ulang dengan pembacaan baru dan serius terhadap “ilmu-ilmu al-Qur’an”. Lihat Nas}r Hamid Abu Zaid, Mafhu>m al-Nas}s}: Dira>sah fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Kairo: al-Hai’ah al-Mis}riyah al-A<mmah li al-Kita>b, 1993), 12-13.

70Muh{ammad Shah{ru>r, al-Kita>b wa al-Qur’a>n: Qira>’ah Mu‘a>s}irah (Kairo: Si>na li al-Nashr wa al-Aha>li>, 1992), 37.

71M. Nur Kholis Setiawan, Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005), 53.

72Tafsir sering didefinisikan sebagai penjelasan tentang arti atau maksud-maksud firman-firman Allah sesuai dengan kemampuan manusia. Lihat Muh{ammad H{usain al-Dhahabi>, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n (Kairo: Da>r al-Kutub al-H{adi>th, 1961), 59 dan Mus}t}afa> Muslim, Maba>h{ith fi> al-Tafsi>r al-Maud{u>‘i> (Damaskus: Da>r al-Qalam, 1997), 15.

73Qs. al-Kahf (18): 109.

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”

Page 26: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

18

mengungkap isi, serta mengetahui prinsip-prinsip yang dikandungnya. Tidak cukup jika seseorang hanya mampu membaca dan melagukannya dengan baik, melainkan harus bisa menafsirkannya.74

Pengembangan teori-teori penafsiran dengan pembacaan baru relatif kompatibel dan akan terus berlanjut. Teori kesatuan tema adalah salah satu produk dari pembaharuan tersebut. Untuk melacak akar dari kesatuan tema dalam bab ini akan disajikan beberapa pembahasan. Pertama, naz}m, muna>sabah, dan kesatuan tema al-Qur’an. Bagian ini menyajikan awal kemunculan susunan tekstual al-Qur’an. Dilanjutkan dengan masa perkembangannya yang melahirkan kesatuan tema.

Kedua, kesatuan tema al-Qur’an sebuah arah baru dalam kajian al-Qur’an. Inti pembahasan tersebut ialah mengenai konsep kesatuan tema, sebuah tawaran kreatif dalam rangka pembaruan pemikiran al-Qur’an (rethinking of al-Qur’an). Ketiga, kesatuan tema dalam perdebatan, baik yang mendukung maupun yang menolak. Bagian ini menyajikan dua kubu yang berseberangan dalam merespons kesatuan tema.

A. Naz}m, Siya>q, Muna>sabah dan Kesatuan Tema al-Qur’an: Sejarah Awal dan PerkembanganAl-Qur’an diturunkan dalam rentang waktu kurang lebih 23 tahun secara

berangsur-angsur. Susunan al-Qur’an diyakini bersifat tawqi>fi> (petunjuk langsung dari Allah) dan ijtiha>di> (hasil sebuah ijtihad). Namun, ijtiha>di> yang mengandung kemungkinan adanya intervensi manusia dalam penyusunannya dibantah dalam Qs. al-Nisa>’ (4): 82. Fakta itu menjadi senjata bagi yang menyebut bahwa al-Qur’an adalah kitab yang kacau, tidak sistematis dan kontradiktif. Karena itu, tentang susunan al-Qur’an menggiatkan para sarjana muslim untuk melakukan kajian mendalam.

Kajian awal tentang susunan atau koherensi tekstual al-Qur’an adalah menggunakan istilah naz}m75 dan muna>sabah, namun istilah naz}m lebih dahulu digunakan. Hal tersebut diketahui dengan adanya Naz}m al-Qur’a>n karya al-Ja>h}iz} (w. 225/869) dan belakangan terdapat monografi al-Burha>n fi> Muna>sabati Tartibi Suwari al-Qur’a>n karya Ibn al-Zubair (w. 708/1308). Meski untuk muna>sabah diketahui penggagasnya adalah Abu> Bakr al-Naisa>bu>ri> (w. 324/936), tetapi ia tidak memiliki monografi pada persoalan tersebut.

Al-Naisa>bu>ri> adalah seorang yang tertarik terhadap bidang shari>‘ah dan sastra. Ketika dibacakan kepadanya ayat-ayat al-Qur’an ia menanyakan secara kritis penempatan ayat dan surat. Dia mengatakan; “Kenapa sebuah ayat diletakkan sebelum atau setelah ayat ini? Apa hikmah atau rahasia peletakan sebuah surah yang

74M. Yunan Yusuf, “Karakteristik Tafsir al-Qur’an Abad XX”, Jurnal ‘Ulum al-Qur’an 3. no. 4 (1992): 50.

75Mustansir Mir, Coherence in the Qur’an: A Study of Isla>h}i>’s Concept of Naz}m in Tadabbur-i Qur’a>n (Washington: American Trust Publication, 1986), 10.

Page 27: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

19

diletakkan sebelum atau sesudah surah ini?”. Beberapa pertanyaan kritis tersebut ia kemukakan kepada kalangan ulama di Baghdad. Dia mengkritik para ulama itu dengan tajam karena tidak mengetahui bentuk hubungan kesesuaian di antara ayat-ayat al-Qur’an.76

Menurut al-Jurja>ni, Naz}m adalah keterkaitan antara kata yang satu dengan yang lain.77 Istilah ini juga memiliki arti meletakkan kalam pada tempat yang sesuai dan tunduk pada aturan-aturan ilmu nahwu.78 Pembagian kalam ada tiga; isim, fi‘il dan h{arf.79 Dalam teori naz}m, lafaz} mesti mengikuti maknanya. Ia sebagai lafaz} yang membantu memperoleh maknanya. Karena itu lafaz} akan mengikuti makna pada posisinya masing-masing. Dengan kata lain, teori naz}m ini menegaskan bahwa perbedaan struktur kalimat akan membawa perubahan makna.80

Naz}m yang dikembangkan al-Jurja>ni> mempunyai persamaan dengan teori strukturalisme Ferdinand de Saussure (1857-1913 M).81 Kesamaan itu tampak pada konsep dikotomi antara relasi sintagmatis (siya>q al-kala>m) dengan paradigmatis (asosiatif) yang merupakan karakter dari strukturalisme. Dia mengasumsikan bahwa makna kata tidak berdiri sendiri melainkan berkait erat dengan kata-kata lain yang ada di sekelilingnya, baik secara sintagmatis maupun paradigmatis.

Analisis hubungan sintagmatis adalah analisis pemenggalan, sedangkan analisis hubungan paradigmatis adalah analisis klasifikasi.82

Selain naz}m, teori penting lain yang terkait dengan kesatuan tema adalah konsep siya>q. Siya>q adalah sebuah sarana optimal untuk melihat sebuah makna, membangun semantik dan mencegah ta’wil yang melenceng. Dengan kata lain, siya>q adalah sebuah neraca yang mencocokkan antara nas}s} dan maksudnya sehingga mendapatkan sebuah makna yang jelas.

76Jala>l al-Di>n ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Abi> Bakr al-Suyu>t}i>, al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Beirut: al-Maktabah al-‘As}riyyah, 2006), 724. Lihat juga, Ahmad H{asan Farah{a>t, Fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n ‘Ard} wa Naqd wa Tah}qi>q (‘Amma>n: Da>r ‘Amma>r li al-Nashri wa al-Tawzi>‘, 2001), 73. Lihat ‘Abd al-Muta‘a>l al-S}a‘i>di>, al-Naz}m al-Fanni> fi> al-Qur’a>n al-Kari>m, (Kairo: Maktabah al-Ada>b, 1992), 5.

77Naz}m yang dimaksud di sini adalah naz}m dalam kaitannya dengan struktur kalimat, bukan naz}m yang berarti puisi yang bahasanya terikat pada pola rima dan sajak.

78Al-Jurja>ni>, Dala>’il al-I‘ja>z, 81. 79Ima>m Abi> Bakr ‘Abd al-Qa>hir ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Muh}ammad al-Jurja>ni>, Dala>’il al-I‘ja>z

(Kairo: Maktabah al-Kha>nji>, 1984), 52.80Al-Jurja>ni>, Dala>’il al-I‘ja>z, 87. Lihat Muh}ammad Shah}ru>r, al-Kita>b wa al-Qur’a>n: Qira>’ah

Mu‘a>s}irah, 196. 81Ferdinand de Saussure adalah “Bapak Strukturalisme” dan sekaligus “Bapak Linguistik

Modern”. Strukturalisme Linguistik lahir pada abad XX, tepatnya 1916 dengan terbitnya sebuah buku Cours de Linguistique Generale (Pengantar Linguistik Umum). Buku tersebut berisi pokok-pokok teori struktural yang juga merupakan prinsip dari linguistik modern. Lihat Ahmad Zaki Mubarak, Pendekatan Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir al-Qur’an Kontemporer “ala” M. Syahrur (Yogyakarta: Elsaq Press, 2007), 1.

82Ahmad Zaki Mubarak, Pendekatan Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir al-Qur’an Kontemporer “ala” M. Syahrur, 97-98.

Page 28: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

20

Beberapa istilah lain yang digunakan untuk mengatakan konsep siya>q, yaitu Qari>nah, Dala>lah al-H{a>l, Muqtad}aya>t al-Ah}wa>l, al-Maqa>m, al-Masa>q. Sementara Siya>q dalam ‘Ulu>m al-Qur’a>n meliputi dua keadaan, yaitu al-siya>q al-maqa>mi> (kondisi eksternal) dan al-siya>q al-lughawi> (hubungan internal sebuah nas}s}). Al-siya>q al-maqa>mi> meliputi sebab-sebab turunnya sebuah ayat (Asba>b al-Nuzu>l), turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur, Makkiyyah dan Madaniyyah, al-Na>sikh wa al-Mansu>kh. Sedangkan al-siya>q al-lughawi> meliputi muna>sabah dalam satu ayat, muna>sabah antar ayat, muna>sabah antar surah, muna>sabah antara awal dan akhir surah, muna>sabah antara surah dan huruf-huruf yang membangunnya, serta muna>sabah antara nama surah dan maksudnya.83

Sedangkan Muna>sabah memperoleh status ilmu yang independen terutama atas upaya al-Zarkashi> (w. 794/1391).84 Dengan demikian, istilah naz}m dan muna>sabah keduanya digunakan dalam kaitannya tentang susunan dan koherensi yang bersifat linier-atomistik dan kesatuan dalam unit surah.

Sedangkan pintu masuk kajian konsep kesatuan tema al-Qur’an baik persoalan hubungan antara satu ayat dengan ayat lain, kesatuan tema dalam surah-surah al-Qur’an dan kesatuan tema al-Qur’an secara keseluruhan tidak lepas dari diskursus ilmu muna>sabah dalam ranah ‘ulu>m al-Qur’a>n. Muna>sabah, menurut Ah}mad Fa>ris dalam Mu‘jam Maqa>yis al-Lughah, bahwa yang tersusun dari huruf-huruf nu>n-si>n dan ba> adalah ittis}alu shai’ bi shai’ (bersambungnya sesuatu dengan sesuatu yang lain).85 Muna>sabah juga berarti al-musha>kalah (keserupaan) dan al-muqa>rabah (kedekatan). Sementara untuk konteks ayat dan sejenisnya adalah adanya ra>bit} (keterkaitan), misalnya sebab akibat.86

Dalam konteks ‘ulu>m al-Qur’a>n, muna>sabah berarti bentuk keterkaitan antara satu kalimat dengan kalimat yang lain dalam satu ayat atau antara satu ayat dengan ayat lain dalam banyak ayat. Ia juga bisa berarti keterkaitan antara satu surah dengan surah yang lain. Ah}mad Fa>ris mengatakan, faedah mengetahui muna>sabah adalah mengetahui alur makna, kemukjizatan al-Qur’an secara balaghah, kekuatan penjelasan, keteraturan kalam, dan keindahan asal usul diturunkannya ayat al-Qur’an.87

Mengenai keterkaitan kesatuan tema dan muna>sabah setidaknya ada dua hal. Pertama, persoalan yang membahas hubungan bagian-bagian dalam al-Qur’an, misalnya hubungan antara satu ayat dengan ayat yang lain, hubungan surah dengan surah sebelum dan sesudahnya adalah objek kajian muna>sabah. Kemudian dalam perkembangannya muna>sabah melahirkan ide kesatuan tema, atau dengan kata

83Lihat Qut}b al-Raisu>ni>, al-Nas}s} al-Qur’a>ni> min Taha>fut al-Qira>’ah ila> Afaq al-Tadabbur (Tt: Wiza>rah al-Auqa>f wa al-Shu’u>n al-Isla>miyah al-Mamlakah al-Maghribiyyah), 83-94.

84Lihat dalam Nevin Reda El-Tahry, “Textual Integrity and Coherence in the Qur’an: Repetition and Narrative Srructure in Surat al-Baqara” Disertasi di Universitas Toronto, 2010.

85Ahmad H{asan Farah{a>t, Fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n ‘Ard} wa Naqd wa Tah}qi>q, 70. 86Al-Suyu>t}i>, al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, 725.87Manna>’ al-Qat}t}a>n, Maba>h}ith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Riya>d}: Manshu>ra>t al-‘As}r al-H{adi>th, tt), 97.

Page 29: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

21

lain muna>sabah lahir terlebih dahulu kemudian sejalan dengan perkembangannya lahirlah kesatuan tema. Atas dasar itulah antara muna>sabah dan kesatuan tema mempunyai hubungan yang saling terkait.

Perbedaan dari keduanya, muna>sabah membahas hubungan bagian-bagian al-Qur’an secara parsial yang tidak terikat dalam kesatuan makna dan tema. Sedangkan kesatuan tema membahas bagian-bagian tersebut secara utuh terikat dalam kesatuan makna dan tema.88Kedua, teori kesatuan tema merupakan upaya untuk mencari kesatuan tema al-Qur’an sebagai bentuk penyempurnaan metodologis dari apa yang disebut dengan tafsir tematik (al-tafsi>r al-maud{u>‘i> ).89 Dengan kata lain ide al-tafsi>r al-maud{u>‘i> muncul dari konsep kesatuan tema (al-wah{dah al-maud}u>‘iyyah).90

Al-Dagha>mi>n memberikan dua catatan terkait tentang ide tafsir tematik. Pertama, sebagian dari mufassir mengabaikan bagian terpenting dari tafsir tematik yang berkaitan dengan konsep kesatuan tema dalam surah, karena mereka menganggap bagian tersebut bukan termasuk dalam cakupan tafsir tematik. Hal ini mengindikasikan perbedaan perspektif dalam mendefinisikan tafsir tematik. Kedua, ada perbedaan dalam konsep ide, tafsir tematik hanya dipahami sebagai usaha pengumpulan ayat-ayat, padahal jelas diketahui bahwa tidak semua usaha

88Lihat Mohamad Nur Fuad, “Kesatuan Tema dalam Surah al-Qur’an; Menurut Muh}ammad ‘Abduh dalam Tafsi>r al-Mana>r dan Juz ‘Amma,” Penelitian di Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta, 2008. Bandingkan dengan Fara>h}i—seperti dikutip Muntasir Mir—muna>sabah adalah bagian dari naz}m. Logikanya, muna>sabah antar ayat-ayat tidak akan tampak jika sebuah kalam berdiri sendiri. Karena itu untuk menjelaskan keterkaitan harus tersusun dengan yang lain. Fara>h}i> menyimpulkan, naz}m adalah sesuatu yang melebihi dan di atas muna>sabah dan tarti>b. Ia menyebut “sesuatu yang melebihi dan di atas” tersebut dengan wah}da>niyyah (kesatuan). Dia berpendapat bahwa elemen dari naz}m adalah tartib, muna>sabah dan wah}da>niyyah. Lihat Mustansir Mir, Coherence in the Qur’an, 32-33. Lihat juga H{a>mid al-Di>n Farahi>, Exordium to Coherence in the Qur’a>n, translated by. Tariq Mahmood Hashmi (Lahore: Tp, 2008), 14.

89Menurut al-Farma>wi mengutip dari ulama kontemporer, al-tafsi>r al-maud{u>‘i> secara terminologi didefinisikan, “Menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang memiliki tujuan dan tema yang sama. Setelah itu—kalau mungkin—disusun berdasarkan kronologis turunnya dengan memperhatikan sebab-sebab turunnya. Selanjutnya menjelaskannya dengan menggali segala aspek. Menimbangnya dengan neraca teori yang akurat sehingga seorang mufassir dapat ‘menghidangkan’ sebuah tema dengan utuh dan sempurna. Selain itu, juga dikemukakan tujuannya yang menyeluruh dengan bahasa yang mudah dipahami sehingga lebih mudah menyelami bagian-bagian yang terdalam sekalipun. Ibn Kathi>r dalam pendahuluan tafsirnya mengatakan: ”Jika seorang bertanya, metode apa yang paling baik dalam menafsirkan al-Qur’an? maka jawabnya adalah menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an itu sendiri, ayat yang bersifat global akan dijelaskan oleh ayat yang lain”. Senada dengan yang diungkapkan Ibn Kathi>r, al-Suyu>t}i>, Ibnu Taimiyyah juga mengungkapkan hal yang sama dalam kitab karangan mereka. Lihat ‘Abd H{ayy al-Farma>wi>, al-Bida>yah fi> al-Tafsi>r al-Maud}u>‘i> (Kairo: al-H{ad}a>rah al-‘Arabiyyah, 1977), 52. Lihat ‘Imad al-Di>n Abu> al-Fida>’ Isma>‘i>l ibn Kathi>r, Tafsi<r al-Qur’a>n al-‘Az{i>m (Mesir: Maktabah Mas{r, tt ), 3. Lihat Jala>l al-Di>n ‘Abd al-Rah{ma>n ibn Abi> Bakr al-Suyu>t}i>, al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2000), 351. Lihat Taqiy> al-Di>n Ah{mad ibn ‘Abd al-H{ali>m ibn Taimiyyah, Muqaddimah fi> Us}u>l al-Tafsi>r (Beirut: Da>r Ibn H{azm), 84.

90Ziya>d Khali>l Muh}ammad al-Daghami>n, Manhajiyyah al-Bah{th (‘Amma>n: Da>r al-Bashi>r, 1995), 15.

Page 30: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

22

pengumpulan ayat-ayat itu termasuk dalam ranah tafsir tematik.91

Tidak ada yang memungkiri bahwa Al-Qur’an memuat banyak tema di berbagai sarahnya, baik yang letaknya terpisah maupun terkumpul dalam sebuah surah. Setiap tema dari banyak tema merupakan deskripsi dari konsep al-Qur’an. Inti dari kajian tafsir tematik adalah pemaparan tema, penyelaman secara mendalam terhadap berbagai unsurnya, menjelaskan hubungan antar unsur, dan juga pemahaman bagaimana al-Qur’an menjadi penyelesai setiap masalah. Hal tersebut terbukti dengan usaha keras para pakar tafsir dengan menerapkan metode tematik, dan dengan berpegang pada prinsip bahwa tujuan al-Qur’an diturunkan adalah sebagai kitab petunjuk, mukjizat dan pedoman hidup manusia dalam segala masa.92

Menurut Mus}t}afa> al-S}a>wi> al-Juwaini, tokoh pertama yang dikenal menerapkan metode tematik dalam tafsir al-Qur’an adalah ‘Amr ibn Bah}r al-Ja>h}iz} (W. 255 H). Kenyataan itu dapat dibuktikan dari berbagai bukunya yang memandang al-Qur’an dengan perspektif komprehensif dan investigasi parsial terhadap ayat-ayat dan tema-tema al-Qur’an.93 ‘Amr ibn Bah}r al-Ja>h}iz mengatakan, walau al-Ja>h{iz} dipandang sebagai pencetus ide bahwa mih}war (poros) dalam penafsiran adalah tema-tema al-Qur’an, yaitu menghimpun tema-tema dalam sebuah kesatuan yang sempurna, tapi masih jauh dari menerapkan apa yang pada masa ini disebut sebagai tafsir tematik.94

Dalam hal ini, al-Dagha>mi>n sepakat dengan al-Juwaini> bahwa al-Ja>h}iz} yang memprakarsai metode tematik penafsiran al-Qur’an. Akan tetapi menurutnya al-Ja>h}iz} hanya ingin menampakkan sisi kemukjizatan al-Qur’an jika dipandang dari sudut kajian sastra masa kini.95Senada dengan al-Ja>h}iz{, Muh}ammad ibn Abi> Bakr yang terkenal dengan Ibn Qayyim al-Jauziyyah (w. 751H) juga mencurahkan perhatian yang intens terhadap metode tematik. Al-Tibya>n fi> Aqsa>m al-Qur’a>n adalah karyanya yang bercorak tematik.96

Beberapa peneliti berpendapat bahwa sejarah kemunculan tafsir tematik dimulai dari abad kedua hijriyah,97 dan Qata>dah ibn Di’a>mah (w. 118 H) adalah

91Al-Daghami>n, Manhajiyyah al-Bah{th, 15.92Al-Daghami>n, Manhajiyyah al-Bah{th, 8. 93Mus}t}afa> al-S{a>wi> al-Juwaini>, Mana>hij fi al-Tafsi>r (Iskandariyyah: Mansha’ah al-Ma‘a>rif, tt),

158. 94Al-Juwaini>, Mana>hij fi al-Tafsi>r, 160. 95Al-Daghami>n, Manhajiyyah al-Bah{th, 17-18. 96Kitab itu terdiri dari biografi pengarang, mukaddimah dan berisi 151 fas{l. Kitab ini berbicara

tentang sumpah dalam al-Qur’an yang didalamnya dipaparkan secara sistematis pandangan-pandangan umum al-Qur’an terkait sumpah, tetapi dalam penyajiannya tidak diimbangi dengan pandangan-pandangan dari tafsir pembanding yang bertujuan untuk menghasilkan pemahaman yang lebih integral. Lihat Shams al-Di>n Muh{ammad ibn Abi> Bakr ibn Qayyim al-Jauziyyah, al-Tibya>n fi> Aqsa>m al-Qur’a>n (Beirut: Da>r Kutub al-‘Ilmiyah, 2001).

97Bandingkan dengan apa yang dikemukakan Mus}t}afa> Muslim, bahwa istilah al-tafsi>r al-maud{u>’i> belum dikenal kecuali pada abad ke empat belas hijriyyah, yaitu ketika materi al-tafsi>r al-maud{u>‘i>

Page 31: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

23

orang pertama yang menulis bukunya al-Na>sikh wa al-Mansu>kh dengan metode tematik.98 Seiring perkembangan zaman, upaya penafsiran yang mengarah bercorak tematik semakin bermunculan, tetapi upaya tersebut belum sempurna baik dari segi metodologi maupun aplikasinya. Meski demikian para mufassir sepakat akan pentingnya ranah penelitian ini.

Mengenai pentingnya ranah ini, Ah{mad al-Sharba>s}i—dikutip al-Dagha>mi>n—berkata: “Apa yang terkandung dalam tema-tema al-Qur’an merupakan tiang yang kokoh dalam pembentukan dan kebangkitan umat, manusia akan merasa tenang karena al-Qur’an dekat dengan kehidupan, pemikiran, dan juga kesulitan-kesulitan hidup yang datang pada mereka setiap saat. Hal tersebut dikarenakan al-Qur’an bukan hanya kitab yang menjelaskan tata cara beribadah kepada Allah saja tapi juga merupakan tuntunan hidup (the way of life).99

Dalam konteks di Indonesia, dalam rangka ikut membumikan al-Qur’an Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI menerbitkan tafsir al-Qur’an tematik dengan editor Muchlis M. Hanafi, et. al. Diantaranya; Kerja dan Ketenaga kerjaan, seri 2 (2010), Keniscayaan Hari Akhir, seri 3 (2010), Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia, seri 5 (2010), dan lain-lain.100

dimasukkan dalam kurikulum pembelajaran Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar. Lihat Mus}t}afa> Muslim, Maba>h{ith fi> al-Tafsir al-Maud{u>‘i>, 17-22.

98Pendapat tersebut dikritik oleh al-Dagha>mi>n, bahwa kemunculan karya-karya tersebut dengan segala kelebihan dan kepentingannya, dalam perspektif sejarah bukan awal dari kemunculan pembahasan cakupan al-tafsi>r al-maud{u>‘i>. Alasannya adalah, meskipun disajikan dalam model tematik akan tetapi tema-tema tersebut tidak dimaksudkan dengan tafsir. Hal tersebut hanya dimaksudkan sebagai kajian-kajian seputar al-Qur’an al-Karim. Karena itu, al-Ja>h{iz{ adalah orang yang paling mendekati layak disebut sebagai penemu konsep al-tafsir al-maud{u>‘i> meskipun belum sempurna. Meski demikian, penemuan tersebut memberikan dampak yang signifikan yaitu mendorong pentingnya pengkajian tafsir al-Qur’an dengan perspektif komprehensif dengan penekanan metode tematik. Adapun penyebab kurang diperhatikannya al-tafsi>r al-maud{u>‘i> pada zaman dahulu, setidaknya ada dua hal seperti yang ditulis oleh al-Farma>wi>. Pertama, pada awalnya al-tafsi>r al-maud{u>‘i> sebagai sebuah metode penafsiran, hanya merupakan trend dan motif perseorangan yang ingin mengkaji satu tema al-Qur’an. Trend dan motif perseorangan ini kemudian diikuti orang lain dan seterusnya sampai sekarang. Adapun mufassir dahulu tidak mempunyai trend dan motif penafsiran seperti ini. Kedua, kebutuhan terhadap al-Qur’an tidak menyentuh upaya untuk menelaah tema-temanya. Selanjutnya seiring dengan perkembangan zaman maka dibutuhkan metode tematik yang lebih praktis untuk memecahkan masalah dan menangkap kesatuan tema al-Qur’an. Dengan metode ini mereka akan melihat kesatuan tema yang saling melengkapi. Lihat al-Dagha>mi>n, Manhajiyyah al-Bah}th, 18-19 dan al-Farma>wi>, al-Bida>yah fi> al-Tafsi>r al-Maud{u>‘i>, 57-59.

99Al-Daghami>n, Manhajiyyah al-Bah{th, 21.100Penyusunan tafsir tematik oleh Kementerian Agama telah dilakukan sejak tahun 2007-2012

dan telah menghasilkan 26 judul buku tafsir tematik. Tema yang dikaji berkaitan dengan tema sosial dan keagamaan.

Page 32: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

24

B. Kesatuan Tema al-Qur’an: Arah Baru dalam Kajian al-Qur’anPembaharuan dalam ranah kajian Islam akan terus berjalan, hal tersebut

senada dengan pernyataan Stefan Wild bahwa tidak ada trendsetter dalam bidang kajian Islam dan bidang-bidang yang lain.101 Hal tersebut bermaksud akan selalu ada pembaharuan yang mengikuti kebutuhan zaman. Sementara kesatuan tema al-Qur’an adalah salah satu dari produk pembaharuan tersebut.

Sayyid Qut}b menjelaskan, kesatuan al-Qur’an adalah manifestasi dari keteraturan alam. Alam semesta berjalan menurut “undang-undang” yang sudah pasti terdapat kehendak yang mengatur. Allah SWT yang yang mengatur dan menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Manhaj ilahi dibuat untuk bekerja pada setiap kondisi dan situasi sosial. Manusia adalah makhluk dengan eksistensi, fitrah, dan berbagai kecenderungan. Manusia menjalankan manhaj ilahi untuk meningkatkan kualitas dan memuliakan dirinya dan fitrahnya.

Karena itu, manhaj ilahi dibuat untuk masa yang panjang, tidak tergesa-gesa demi terwujudnya tujuan yang luhur. Hanya ada satu jalan bentuk kembali kepada Allah, yaitu mengembalikan semua kehidupan kepada manhaj-Nya yang tertulis dalam kitab-Nya. Caranya dengan menjadikan kitab ini sebagai pengatur dalam kehidupan dan berhukum kepadanya di dalam semua urusan. Kalau tidak begitu, maka kerusakan, kesengsaraan, dan kejahiliyahan akan menimpah kepada semua makhluk. Demikian Sayyid Qut}b menggambarkan orientasi yang jelas dalam hidup ini, selalu bernaung dalam lindungan Allah dan al-Qur’an.102

Masa persahabatan Sayyid Qut}b yang panjang dengan al-Qur’an mengantarnya pada kesimpulan bahwa setiap surah mencerminkan kesatuan tema yang padu. Meski memiliki banyak makna dan tema, namun sebuah surah memiliki kepribadian yang menyeluruh dan mempunyai karakteristik yang istimewa.103 Persahabatan dengan surah-surah al-Qur’an dari awal sampai akhir adalah sebuah perjalanan yang istimewa dengan brbagai batasan pada setiap surahnya.

Ia menjalani “persahabatan” dengan berbagai kondisinya yang beragam dan penuh inspirasi. Ia menyelam ke dalam lautan maknanya adalah nyata dan pasti.104 Salah satu metode ‘Abduh dalam tafsirnya adalah memandang sebuah surah sebagai satu kesatuan yang serasi.105 Namun, di lain pihak banyak yang meragukan dan mempertanyakan kekacauan, kerumitan, tidak adanya koherensi dan kesatuan tema dalam al-Quran.

Tema penelitian ini menjadi penting untuk dikaji dalam melihat sejauh mana tudingan para penolak dan bagaimana argumen pendebatnya hingga dapat

101Stefan Wild (ed.), The Qur’an as Text (Leiden: Brill, 1996), ix. 102Sayyyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n (Kairo: Da>r al-Shuru>q, 1996) 1/14. 103S}ala>h} ‘Abdul Fatta>h} al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran, terj. Salafuddin

Abu Sayyid (Surakarta: Era Intermedia, 2001), 149. 104Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 3/1243 105‘Abd Alla>h Mah}mu>d Shah}atah, Manhaj al-Ima>m Muh}ammad ‘Abduh fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-

Kari>m (Kairo: Nashr al-Rasa>’il al-Jami‘iyyah, 1963), 35.

Page 33: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

25

dibuktikan koherensi dan kesatuan tema al-Qur’an. Montgomery Watt misalnya, menarik kesimpulan bahwa susunan al-Qur’an tidak sistematis dan kekurangan al-Qur’an adalah susunannya yang sangat panjang.106 Hal serupa juga diungkap Gerhard Endress menyatakan, al-Qur’an adalah kitab yang sulit dipelajari dan dikaji, susunannya tidak teratur dan tidak sesuai dengan susunan ketika diturunkannya.107

Thomas Carlyle secara terang-terangan mengungkapkan bahwa al-Qur’an adalah sebuah bacaan yang melelahkan, menjemukan dan membingungkan.108 Sedangkan Angelika Neuwirth berpendapat al-Qur’an bukan sebuah buku yang bertalian secara logis.109 Salwa M. S. El-Awa juga meragukan kesatuan tema karena menurutnya ada ketidaktepatan metodologi dalam kajiannya.110

Begitu juga dengan Ma’ruf Dualibi yang termuat dalam karya Muhammad Chirzin, al-Qur’an dalam berbagai ayat hanya mengungkapkan hal-hal yang bersifat prinsipil (mabda’) dan norma umum (qa>‘idah). Dengan demikian tidak pada tempatnya bila orang bersikeras harus mengakui bahwa ada kaitan di antara ayat yang bersifat tafs}i>l (terperinci).111 Pendapat Ma’ruf tersebut diakomodasi al-Sha>t}ibi> dalam Muwa>faqa>t.112

Stefan Wild menyebut beberapa sarjana yang menurutnya melakukan pembaharuan dalam kajian Islam, yaitu Ami>n al-Khu>li> (w. 1967) dengan teori literasinya, Sayyid Qut}b, Nas}r Ha>mid Abu> Zaid, ‘Aisha ‘Abdarrahma>n, dan Angelika Neuwirth.113

Pemfokusan tema saat ini mengambil posisi sebagai langkah baru dalam kajian al-Qur’an. Mustansir Mir menyebutkan, beberapa mufassir yang dianggap melakukan pembaruan dengan menawarkan gagasan Pemfokusan Tema (metode membagi surah menjadi beberapa bagian kemudian membangun hubungan antar bagian tersebut), misalnya Fara>hi> (w. 1349/1930)114 dan Is}la>h}i (w. 1997)115 menyebut

106Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n, 2. 107Gerhard Endress, an Introduction to Islam (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1994), 23.108Dikutip dari Nevin Reda El-Tahry, “Textual Integrity and Coherence in the Qur’an: Repetition

and Narrative Srructure in Surat al-Baqara,” Disertasi di University of Toronto, 2010. 109Jane Dammen, ed. The Cambridge Companion to the Qur’an (New York: Cambridge University

Press, 2006), 97. 110Salwa. M. S. El-Awa, Textual Relations in the Qur’a>n: Relevance, Coherence and Structure

(London: Routledge, 2006), 160-163. Lihat juga Salwa M. S. El-Awa, “Linguistic Structure,” dalam The Blackwell Companion to the Qur’a>n, ed. Andrew Rippin, 70. Lihat Raymond K. Farrin, “Surat al-Baqara: A Structural Analysis,” The Muslim World 100, no. 1 (2010): 17. Lihat Michel Chuypers, “Semitic Rhetoric as a Key to the Question of the Naz{m of the Qur’anic Text,” Journal of Qur’anic Studies 13, no. 1 (2011), 1. Lihat A.H. Johns, “A Humanistic Approach to I’ja>z in the Qur’an: The Transfiguration of Language,” Journal of Qur’anic Studies 13, no. 1 (2011): 82.

111Muhammad Chirzin, al-Qur’an dan ‘Ulumul Qur’an (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), 62-66.

112Al-Sha>t}ibi>, al-Muwa>faqa>t fi> Us}u>l al-Shari>‘ah (Kairo: al-Rah}ma>niyyah, tt) 420-422.113Stefan Wild (ed.), The Qur’an as Text, ix. 114Mustansir Mir, Coherence in the Qur’an, 34.115Mustansir Mir, Coherence in the Qur’an, 38.

Page 34: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

26

ide tema sentral dengan ‘amu>d,116 Sayyid Qut}b (w. 1966)117 menyebutnya mih}war, dan T{aba>’t}aba>’i> (w. 1402/1981)118 menyebutnya gharad}.

Benih kajian pemfokusan tema sebenarnya sudah ada sejak era Islam klasik. Pada abad ke-5, al-Baqilla>ni> telah menggulirkan ide-ide kesatuan tema.

Dia mengatakan: “Lihatlah dengan kedalaman pemikiranmu, ketika kamu meneliti kalimat demi kalimat yang tersusun rapi, kisah-kisah, surah, bahkan ketika meneliti al-Qur’an dengan susunannya, maka yang ditemukan adalah al-Qur’an yang komprehensif”. Pandangan al-Ba>qilla>ni> yang memandang al-Qur’an secara menyeluruh

sangat menakjubkan. Dia melampaui pemikiran ulama pada masanya yang biasanya hanya memberikan komentar dari segi sastra secara umum. Pandangan al-Baqilla>ni> berpijak pada kesatuan sempurna dari berbagai aspek (wah{dah mutaka>milah al-h{alaqa>t muttas}ilah al-jawa>nib). Dia menerapkannya dalam dua surat al-Naml dan Gha>fir, yaitu memandang kesatuan tema dalam kedua surah, meski dia tidak menjelaskan secara terperinci metodologinya. Menurut al-Dagha>mi>n, al-Baqilla>ni> adalah orang yang pertama kali menjelaskan keserasian yang mengagumkan dalam al-Qur’an.119

Al-Zamakhshari> menyakini adanya al-wah{dah al-fanniyyah fi> al-surah. Hal tersebut dibuktikannya ketika menafsirkan Qs. Al-Baqarah (2): 23. Dia mengatakan, salah satu faedah merinci al-Qur’an dan memotongnya dalam surah-surah secara terperinci adalah sebab mencari bentuk dan fitur yang saling melengkapi antar satu bagian dengan bagian yang lain.120

Begitu juga dengan ulama abad ke-9 ‘Umar al-Biqa>‘i>. Dia diketahui mempunyai ide kesatuan tema. Hal tersebut tampak dalam pembukaan kitab monumentalnya yang menyebutkan:

Sungguh jelas bagiku setiap nama dari sebuah surah itu menerjemahkan apa yang dimaksudkan dari surah tersebut, karena nama sangat berhubungan dengan apa yang dinamai. Nama adalah petunjuk global atas apa yang akan dijelaskan secara rinci. 121 Dia berketetapan, muna>sabah dalam ayat-ayat al-Qur’an itu terkait dengan

pengetahuan akan tujuan yang diusung surah. Penamaan al-Fa>tih}ah misalnya, dinamakan al-Fa>tih}ah karena surah surah ini sebagai pembuka Kitab Suci umat

116Fara>h}i>, Exordium to Coherence in the Qur’a>n, translated by. Tariq Mahmood Hashmi, 5. 117Mustansir Mir, Coherence in the Qur’an, 65-66.118Mustansir Mir, Coherence in the Qur’an, 64-65. 119Abi> Bakr Muh}ammad ibn al-T{ayyib al-Ba>qilla>ni>, I’ja>z al-Qur’a>n (Beirut: Da>r al-Kutub al-

‘Ilmiyyah, 1996), 26-27. Lihat al-Dagha>mi>n, Manhajiyyah al-Bah{thi, 96-97. Lihat Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n, 12-14. Lihat Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an, terj. Nasiruddin Abbas (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2010), 34.

120Abi> al-Qa>sim Ja>r Alla>h Mah}mu>d bin ‘Umar bin Muh}ammad al- Zamakhshari>, al-Kashsha>f (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995), 103-104.

121Burha>n al-Di>n Abi> al-H{asan Ibra>hi>m ibn ‘Umar al-Biqa>’i>, Naz{m al-Durar fi> Tana>subi al-A<ya>ti wa al-Suwar (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiah, 1995), Juz 1, 5-7.

Page 35: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

27

Islam. Begitu juga penamaan surah al-Fa>tih}ah dengan nama yang lain, hal itu didasarkan atas adanya hubungan makna yang terkandung. Sama halnya juga dengan umm al-Kita>b, al-Asa>s, al-Matha>ni>, al-Kanzu, al-Sha>fiyyah, al-Ka>fiyyah, al-Wa>fiyyah, al-Wa>qiyyah, al-Raqiyyah, al-H{amd, al-Shukru, al-Du‘a>’, al-S{ala>h. Maksud penamaan itu tidak lain adalah hal abstrak yang mencakup segala makna, yaitu al-mura>qabah (takut).

Jika al-Fa>tih}ah dimaksudkan sebagai pengukuhan bahwa hanya Allah yang berhak atas segala puji, segala kesempurnaan, pemilik tunggal dunia akhirat, paling berhak disembah dan dimintai pertolongan, penyelamat dari jalan orang-orang yang rusak, maka maksud inti dari nama-nama surah al-Fa>tih}ah tersebut adalah ketakutan seorang hamba kepada Tuhan. Kemudian dijelaskan bahwa akhir dari surah al-Fa>tih}ah sangat berhubungan dengan permulaan dan akhirnya.

Dengan begitu, cikal-bakal kesatuan tema telah lama menjadi perhatian para penggiat kajian al-Qur’an. Padahal, ide tersebut pada awalnya hanya sebuah gagasan yang tercecer dalam banyak karangan yang beragam dan belum terfokus menjadi sebuah disiplin keilmuan yang mapan.

C. Kesatuan Tema dalam Perdebatan: Penolak dan PendukungTerdapat dua kubu dalam hal kesesuaian, keharmonisan, koherensi dan

kesatuan tema al-Qur’an dengan argumennya masing-masing. Kelompok pertama meyakini adanya kesatuan tema al-Qur’an, sementara yang satu lagi adalah kelompok yang menolak.

Konsep kesatuan tema al-Qur’an sangat erat kaitannya dengan ilmu muna>sabah. Mufassir yang pertama kali memperkenalkan ilmu muna>sabah adalah Abu> Bakr al-Naisa>bu>ri> (w. 324 H).122 Sedangkan menurut Ziya>d Khali>l Muh}ammad al-Dagha>mi>n, ulama pertama yang menampakkan sisi keserasian yang mengagumkan dalam al-Qur’an adalah al-Baqilla>ni> (w. 403 H).123 Pandangan yang berbeda itu dikemukakan Amir Faishol Fath dalam artikelnya bertajkuk The Unity of al-Qur’an. Dia menyatakan, di akhir abad kedua terdapat karya yang ditulis Abu> Ubaidah Muammar bin al-Muthanna> (w. 204 H). Karya tersebut membahas susunan dan berbagai bentuk bayani ayat-ayat al-Qur’an.124

Sedangkan Quraish Shiha>b menjelaskan, perdebatan tentang ilmu muna>sabah sudah bergulir sejak abad ke-4 Hijriyah. Kenyataan ini dapat dibuktikan dengan munculnya buku karya al-Khat}t}abi> (319-388 H) dengan judul Baya>n I‘ja>z al-Qur’a>n. Quraish menguraikan secara singkat pendapat al-Khat}t}a>bi,> beragamnya persoalan dalam satu surah tidak lain untuk memudahkan pembaca agar mendapatkan banyak

122Jala>l al-Di>n Abd al-Rah}ma>n al-Suyu>t}i>, al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, 724. Lihat Ahmad H{asan Farah{a>t, Fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n ‘Ard} wa Naqd wa Tah}qi>q, 73. Lihat ‘Abd al-Muta’a>l al-S}a’i>di>, al-Naz}m al-Fanni> fi> al-Qur’a>n al-Kari>m, 5.

123Al-Dagha>mi>n, Manhajiyyah al-Bah{th, 96. 124Amir Faishol Fath, The Unity of Al-Qur’an, 29-30.

Page 36: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

28

petunjuk.125

Bagi ulama dan sarjana yang meyakini adanya kesatuan tema al-Qur’an, berbagai langkah yang menampakkan kesatuan tema al-Qur’an sudah ditempuh sejak masa ulama klasik. Dalam hal ini, mereka belum menjadikan konsep kesatuan tema al-Qur’an sebagai bagian dari langkah metodologis dalam penafsirannya. Hingga pada masa peralihan dari abad ke-19 hingga abad ke-20, langkah tersebut baru menemukan bentuknya yang permanen sebagai sebuah konsep penafsirannya, yaitu dimulai dari masa ‘Abduh yang berusaha melakukan pembaharuan dalam penafsiran al-Qur’an.

Selanjutnya akan dikemukakan beberapa tokoh yang berbicara mengenai kesatuan tema berdasarkan urutan wafatnya. Pertama, pada awal abad ke-3 H terdapat beberapa mufassir di antaranya Abu> ‘Ubaidah Mu‘ammar ibn al-Muthanna> (w. 203 H) yang menulis Maja>z al-Qur’a>n membahas susunan dan berbagai bentuk baya>ni> ayat-ayat al-Qur’an,126 Al-Farra’ (w. 207 H) menulis Ma‘a>ni> al-Qura>n yang membahas penggunaan kata-kata asing dalam al-Qur’an, membahas aspek sastra, bunyi, nada, dan ritme susunan al-Qur’an,127 Abu> ‘Ubaid al-Qa>sim ibn Salla>m (w. 224 H) mengarang kitab al-Na>sikh wa al-Mansu>kh,128 Al-Ja>h{iz{ (163-225 H/780-869 M) menulis buku Naz{m al-Qur’an (buku ini telah hilang),129 Ali> ibn al-Madi>ni> (w. 234 H) adalah guru dari imam Bukha>ri>, kitab karangannya adalah Asba>b al-Nuzu>l,130

125M. Quraish Shiha>b, Tafsir al-Mis}ba>h, (Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2000), volume I, xix. Bandingkan dengan yang dikemukakan Amir Faishol Fath dalam disertasi Ph.D-nya. Dia menyatakan, ada banyak kitab yang ditulis para ulama terdahulu yang fokus mengkaji hubungan antar kata, kalimat, ayat, dan surah dalam al-Qur’an. Semua itu menjadi bukti adanya kesatuan dalam al-Qur’an. Contohnya adalah karya yang membahas kemukjizatan dalam susunan al-Qur’an, serta membahas hubungan berbagai ayat dan surah dalam al-Qur’an, dan berbagai tema lain. Hal itu sudah dimulai sejak akhir abad ke-2 hijriyah oleh Abu Ubaidah Muammar bin al-Muthanna (w. 203 H) yang menulis Maja>z al-Qur’a>n (sastra al-Qur’a>n). Ini merupakan karya pertama yang ditulis untuk mengkaji kesatuan al-Qur’an. Pengarang kitab tersebut berusaha membahas susunan dan berbagai bentuk bayani ayat-ayat al-Qur’an. Ia juga menjelaskan rahasia gaya narasi, model redaksi, serta menerangkan kedalaman dan kecermatan ungkapan al-Qur’an, kemudian dibandingkan dengan narasi dan seni pengungkapan kalimat yang diciptakan dan digunakan bangsa Arab. Penting untuk dicatat bahwa ulama jarang sekali membicarakan masalah kemukjizatan al-Qur’an pada abad ke 1&2, tidak pernah ditemukan dalam bahasa mereka kata mukjizat atau i’ja>z. Lihat Amir Faishol Fath, The Unity of Al-Qur’an, 29-30.

126Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an, 29-30. Lihat juga dalam Fahd ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Sulayma>n al-Ru>mi>, Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi> al-Qarni al-Ra>bi‘ ‘Ashar (Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1997), 873.

127Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an, 30. Lihat juga al-Ru>mi>, Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi> al-Qarni al-Ra>bi‘ ‘Ashar, 873.

128Mus}t}afa> Muslim, Maba>h{ith fi> al-Tafsi>r al-Maud{u>’i>, 21. 129Al-Ja>h}iz} adalah seorang orator terkenal dari golongan mu‘tazilah. Lihat juga al-Ru>mi>, Ittija>ha>t

al-Tafsi>r fi> al-Qarni al-Ra>bi‘ ‘Ashar, 873-874. Lihat Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n, 10. Lihat Abi> Bakr Muh}ammad ibn al-T{ayyib al-Ba>qilla>ni>, I’ja>z al-Qur’a>n, 6-7. Lihat Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an, 30.

130Mus}t}afa> Muslim, Maba>h{ith fi> al-Tafsi>r al-Maud{u>’i>, 21.

Page 37: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

29

serta Ibn Qutaibah (w. 276 H) mengarang kitab Ta’wi>l Mushki>l al-Qur’a>n.131

Abad ke-4 H di antaranya ada al-Jas}s}a>s} (w. 370 H) menuangkan ide kesatuan tema dalam kitab karangannya yang berjudul Ah{ka>m al-Qur’a>n,132 \seorang sastrawan mu‘tazilah Al-Ruma>ni> (w. 386 H) menulis al-Nakt fi> I‘ja>z al-Qur’a>n, kitab tersebut membahas mukjizat secara umum,133 Abu> Sulayma>n H{amd ibn Muh{ammad al-Khat}t}a>bi> (319-388 H/931-998 M), dia menyatakan dalam Baya>n I‘ja>z al-Qur’a>n bahwa naz{m adalah bentuk dari kemukjizatan al-Qur’an. Menurut dia, kunci dari kemukjizatan al-Qur’an terletak pada kata yang fasih, dirangkai dalam susunan yang terbaik dan mengandung arti yang paling tepat.134

Abad ke-5 H terdapat di antaranya Abu> Bakr Muh{ammad ibn al-T{ayyib al-Ba>qilla>ni> (338-403 H/950-1013 M), karyanya adalah I‘ja>z al-Qur’a>n,135 Al-Jurja>ni> (w. 471 H/1078 M), dia adalah ‘Abd al-Rah{ma>n al-Jurja>ni, menulis karya yang berjudul Dala>il al-I‘ja>z. Mengenai naz{m dia menyatakan, naz{m adalah hubungan antara satu kata dengan kata yang lain dengan hubungan sebab akibat. Dalam bahasa Arab, hubungan antar kata yang satu dengan yang lain ada tiga yaitu kata benda ke kata benda, kata benda ke kata kerja, h{arf (partikel) ke kata benda dan kata kerja.136

Abad ke-6 H diantaranya Ilkiya> al-Hara>si> (w. 504 H). Ilkiya al-Hara>si> al-Sha>fi‘i> melakukan kajian ayat-ayat al-Qur’an yang menyatakan bahwa ayat-ayat al-Qur’an saling terkait dalam kesatuan tema. Kitab karangannya adalah Ah{ka>m al-Qur’a>n.137

Kemudian ada Al-Zamakhshari> (w. 538 H) menulis kitab al-Kashsha>f yang membahas kepaduan dan keserasian kata-kata dalam al-Qur’an dengan makna yang dikandungnya. Kitab tafsir tersebut merupakan karya yang belum pernah ditulis para ulama sebelumnya. Di dalamnya terdapat pembahasan yang lengkap mengenai bentuk-bentuk kemukjizatan berbagai ayat al-Quran, keindahan dan susunan narasi al-Qur’an, serta sastra dalam banyak kalimatnya. Ia menyakini adanya kesatuan tema dalam surah, tetapi secara aplikatif al-Zamakhshari tidak menerapkannya. Tidak ditemukan dalam pembicaraannya secara jelas membahas kesatuan tema

131Ibn Qutaibah adalah seorang orator dari kelompok ahlu sunnah. Lihat al-Ru>mi>, Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi> al-Qarni al-Ra>bi‘ ‘Ashar, 874. Lihat juga Mus}t}afa> Muslim, Maba>h{ith fi> al-Tafsi>r al-Maud{u>’i>, 21.

132Mus}t}afa> Muslim, Maba>h{ith fi> al-Tafsi>r al-Maud{u>’i>, 21.133Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an, 32. Lihat juga al-Ru>mi>, Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi> al-

Qarni al-Ra>bi‘ ‘Ashar, 874.134Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n, 11. Lihat Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an,

32.135Al-Ru>mi>, Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi> al-Qarni al-Ra>bi‘ ‘Ashar, 874 136Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n, 14-15. Lihat Amir Faishol Fath, The Unity of al-

Qur’an, 34-35. Lihat Issa J. Boullata, “Sayyid Qut}b Literary Appreciation of the Qur’an,” dalam Literary Stuctures of Religious Meaning in the Qur’a>n, ed. Issa J. Boullata (Richmond, Surrey: Curzon, 2000), 355. Lihat juga al-Ru>mi>, Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi> al-Qarni al-Ra>bi‘ ‘Ashar, 874

137Mus}t}afa> Muslim, Maba>h{ith fi> al-Tafsi>r al-Maud{u>’i>, 21.

Page 38: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

30

dalam surah, hanya saja dia menyebut ayat-ayat dari sebuah surah saling terkait, lafaz{-lafaz{, dan maknanya serasi. Pada masa itu, meski sudah ada pembahasan tentang i‘ja>z yang menampakkan sisi kesatuan surah—dalam hal ini istilah yang dipakainya wah{dah al-su>rah al-fanniyyah—akan tetapi belum dibahas secara independen. Pembahasannya hanya secara teoritis dan meski sudah diaplikasikan, tetapi belum sempurna rukun dan metodologinya.138

Ibn ‘Arabi> (w. 543 H) juga salah satu ulama yang meyakini adanya kesatuan tema. Hal tersebut tertuang dalam kitab karangannya yaitu Ah{ka>m al-Qur’a>n.139

Abad ke-7 H diantaranya al-Ra>zi> (w. 606 H). Dia adalah golongan pertama dari kelompok ulama terdahulu yang membicarakan kesatuan tema dalam surah-surah al-Qur’an. Dia berpendapat bahwa surah Fus{s{ilat (41) mempunyai satu tujuan.

Dia menyatakan: “Telah jelas apa maksud dari penafsiranku terhadap surah Fus}s}ilat ini, yaitu

menjadi sebuah jawaban dari perkataan mereka dalam ayat 5, yaitu:

Artinya: “Dan mereka berkata, “Hati kami sudah tertutup dari apa yang engkau seru kami kepadanya dan telinga kami sudah tersumbat, dan di antara kami dan engkau ada dinding, karen aitu lakukanlah (sesuai kehendakmu), sesungguhnya kami akan melakukan (sesuai kehendak kami).”Kemudian dia menjelaskan firman Allah yang menyebutkan bahwa:

Artinya: “Katakanlah, “Al-Qur’an adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, dan (al-Qur’an) itu merupakan kegelapan bagi mereka. Mereka itu (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.”

Ayat 44 tersebut sangat berhubungan dengan surah al-Fus}s}ilat ayat 5 di atas. Dari awal ketika Al-Ra>zi> menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, telah tampak hingga akhir bahwa al-Qur’an merupakan susunan kata dan kalimat yang mempunyai satu tujuan. Meski demikian langkah yang ditempuh al-Ra>zi> dalam menunjukkan kesatuan tema hanya terbatas pada teori dan belum diaplikasikan secara mapan.140

138Al-Dhahabi>, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, 433. Lihat al-Dagha>mi>n, Manhajiyyah al-Bah{th, 97. Lihat Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n, 15-16.

139Mus}t}afa> Muslim, Maba>h{ith fi> al-Tafsi>r al-Maud{u>’i>, 21. 140Al-Dagha>mi>n, Manhajiyyah al-Bah{th, 99. Lihat Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n,

17. Lihat Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an, 36-37. Lihat A. H. Johns, “A Humanistic Approach to I‘ja>z in the Qur’an: The Transfiguration of Language,” Journal of Qur’anic Studies 13, no. 1 (2011): 82.

Page 39: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

31

Abad ke-8 H di antaranya ada Ibn Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H). Kitab karangannya berkaitan dengan ide kesatuan temanya adalah Aqsa>m al-Qur’a>n dan Amtha>l al-Qur’a>n.141 Selain al-Jauziyyah, ada Al-Sha>t}ibi> (w. 790 H). Dia menyatakan dalam kitab karangannya al-Muwa>faqa>t, bahwa ayat-ayat al-Qur’an adakalanya diturunkan dalam satu isu atau tema, baik panjang atau pendek misalnya terdapat pada surat al-mufas}s}al. Adapula ayat-ayat yang diturunkan dalam beberapa isu seperti, al-Baqarah, A<li ‘Imra>n, dan al-Nisa>’. Ayat-ayat tersebut diturunkan secara berangsur-angsur, tidak dalam satu masa turun.”

Mengenai al-Sha>t}ibi> dapat diambil kesimpulan bahwa, (1) Al-Sha>t}ibi> menetapkan setiap surah itu adalah kesatuan. Hal tersebut berhubungan dengan susunan yang merupakan isu krusial dalam i‘ja>z al-Qur’an, (2) Al-Sha>t}ibi> menetapkan sebagian surah al-Qur’an terdiri dari banyak tema, karena itu tidak mengandung kesatuan tema, dan (3) Al-Sha>t}ibi> menetapkan kebanyakan surah al-Mufas{s}al terdiri dari kesatuan tema, misalnya surah al-Kauthar itu turun dalam satu isu (qad{iyyah), sedangkan surah al-‘Alaq turun dalam dua isu (1-5), (6-19).

Al-Dagha>mi>n memberi komentar tentang pernyataan al-Sha>t}ibi.> Menurutnya, sebagian surah ada yang terdiri dari satu tema dan sebagian yang lain terdiri dari banyak tema yang banyak. Bagi dia ketidakpastian itu adalah perkara yang membingungkan. Sebab pada hakekatnya setiap surah terdiri dari susunan yang mengagumkan. Secara lahiriah semua surah berupa kesatuan yang diistilahkan dengan al-wah{dah al-fanniyyah. Sedangkan dari sisi kandungan ayat merupakan kesatuan tema, yang diistilahkan dengan al-wah{dah al-maud{u>‘iyyah. Hal tersebut berlaku pada semua surah baik itu surah al-Kauthar, al-Ikhla>s}, al-Baqarah, A<li ‘Imra>n dan lain sebagainya.142

Pada abad ini juga terdapat Badr al-Di>n Muh{ammad ibn ‘Abd Alla>h al-Zarkashi (745-794 H/1344-1391 M) yang menulis kitab al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Buku ini membahas mengenai hubungan timbal balik di antara ayat-ayat al-Qur’an.143

Sementara pada abad ke-9 H terdapat Burha>n al-Di>n al-Biqa>‘i> (w. 885 H/1480 M). Dia menulis Naz}m al-Durar fi> Tana>subi al-A<ya>ti wa al-Suwar yang membahas kesatuan al-Qur’a>n secara komprehensif melalui pembahasan terhadap hubungan antar ayat dan surah, yang dimulai dari surah al-Fa>tih}ah dan berakhir di surah al-Na>s. 144

Abad ke-10 H ada al-Suyu>t}i> (w. 911 H) yang menulis Tana>suq al-Durar fi> Tana>subi al-Suwar.145 Buku tafsir ini membahas hubungan di antara surah yang termuat dalam al-Qur’a>n secara umum. Dia menjelaskan dalam kitabnya yang lain

141Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an, 37.142Al-Dagha>mi>n, Manhajiyyah al-Bah{th, 100-101143Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n, 17. Lihat Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an,

37.144Al-Ru>mi>, Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi> al-Qarni al-Ra>bi‘ ‘Ashar, 875.145Al-Ru>mi>, Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi> al-Qarni al-Ra>bi‘ ‘Ashar, 875

Page 40: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

32

bahwa surah-surah yang ada dalam al-Qur’an itu mempunyai satu tujuan dengan menukil perkataan sebagian ulama masa kini. Hal terpenting untuk mengetahui hubungan ayat-ayat dalam al-Qur’an adalah dengan melihat tujuan yang terkandung dalam surah, tujuan pendahuluan, hingga tingkatan pendahuluan secara tekstual dan kontekstual. Selain itu juga melihat seberapa berpengaruh pendahuluan tersebut dalam hati pendengar. Hal-hal tersebut merupakan aspek penting untuk mengetahui hubungan dalam al-Qur’an secara keseluruhan.

Jika diteliti secara mendalam akan tampak keteraturan dan hubungan antar ayat dalam setiap surah. Hubungan awal dan akhir sebuah surah misalnya, hal ini tampak jelas sekali dalam surah al-Mu’minu>n yang di dalamnya pada permulaan ayat bercerita tentang orang-orang mukmin yang beruntung, sementara pada akhir surah diceritakan mengenai orang-orang kafir yang tidak termasuk orang-orang yang beruntung.146

Abad ke-13 H ada al-Alu>si> (1217-1270 H/1802-1854 M) yang menulis Ru>h} al-Ma‘a>ni> fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m wa al-Sab‘u al-Matha>ni>. Kitab itu membahas keterkaitan di antara ayat dan surah dalam al-Qur’an.147 Bahkan disebut sebagai perpanjangan dari al-Kashsha>f yang intens dalam bidang bala>ghah dan nah}wu.148

Abad ke-14 H/abad 19 M sampai sekarang ada Muh{ammad ‘Abduh (1849-1908 M). ‘Abduh dianggap sebagai pioner ulama modern yang intens dalam mengkaji kesatuan tema. Hal tersebut tercermin dalam karya-karyanya seperti tafsir juz ‘Amma dan al-Mana>r. Menurut Shah{a>tah, salah satu metode yang digunakan ‘Abduh dalam menafsirkan al-Qur’an adalah menganggap sebuah surah satu kesatuan.149 Lalu ada Rashi>d Rid{a> (w. 1354 H) yang merupakan murid dan pendukung utama pemikiran ‘Abduh. Dia yang menulis tafsir al-Mana>r yang merupakan pemikiran sang guru. Rashid menyatakan dalam al-Mana>r bahwa sistematika surah al-Qur’an dalam mus}h}af mengandung nilai filosofis dan susunan surah-surah al-Qur’an sangat menjaga keharmonisan antara makna dan panjang-pendeknya sebuah surah.150

Selain itu, ada Al-Fara>hi> (1280-1349 H/1863-1930 M). Dia adalah H{ami>d al-Di>n ‘Abd al-H{ami>d al-Fara>hi, yang menulis tafsir al-Qur’an yang diberi nama Niz{a>m al-Qur’a>n. Kitab ini bukan sebuah kitab tafsir yang utuh, namun hanya berkisar

146Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Beirut: Da>r al-Fikr, tt), juz 2, 108-114.147Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n, 18. Lihat Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an,

38148Al-Ru>mi>, Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi> al-Qarni al-Ra>bi‘ ‘Ashar, 875.149‘Abdulla>h Mah}mu>d Shah}atah, Mana>hij al-Ima>m Muh}ammad ‘Abduh fi Tafsi>r al-Qur’a>n al-

Kari>m (Kairo: al-Majlis al-A’la>, 1960), 35. Lihat al-Dagha>mi>n, Manhajiyyah al-Bah{thi, 105. Lihat Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an, 214. Lihat juga Abdullah Saeed, ed. Review dari “Approaches to the Qur’an in Contemporary Indonesia,” oleh Carool Kersten, Qur’anic Studies Series No. 2 (2005): 499.

150Muh}ammad Rashi>d Rid}a>, Tafsi>r al-Mana>r (Kairo: Da>r al-Mana>r, 1367 H), juz 7, 287. Lihat juga al-Dagha>mi>n, Manhajiyyah al-Bah{th, 105. Lihat Saeed, ed. Review dari “Approaches to the Qur’an,” oleh Carool Kersten, Qur’anic Studies Series No. 2, (2005): 499. Lihat Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an, 214-227.

Page 41: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

33

sepuluh surah yang merupakan pendahuluan dari Dala>il al-Niz{{a>m. Maksud dari niza>m{ adalah mengetahui keterkaitan dan susunan dan kecocokan di antara bagian satu dengan yang lain, baik dalam satu kalimat atau dalam beberapa kalimat. Al-Fara>hi> membedakan antara niz{a>m dan muna>sabah. Menurutnya muna>sabah adalah bagian dari niz{a>m karena kecocokan antar ayat tidak menjamin kalimat itu menjadi sesuatu yang independen. Adakalanya muna>sabah digunakan dan adakalanya ditinggalkan.151

Kemudian, ada Mus}t}afa> S{a>diq al-Ra>fi’i> (w. 1937 M). Dia menyatakan, susunan al-Qur’an sangat kokoh dan sempurna, seperti kesatuan anggota tubuh. Tidak ada satu huruf atau harakat pun dalam al-Qur’an yang tidak dipilih dan ditempatkan dengan cara yang menakjubkan.152

Sedangkan yang juga tak asing adalah Al-Mara>ghi> (w. 1952 M). Dia menulis Tafsi>r al-Mara>ghi>, yang memberikan perhatian besar terhadap pembahasan hubungan antara ayat dan surah dalam al-Qur’an. Hal tersebut menjadi bukti adanya kesatuan al-Qur’an.153 Tidak ketinggal juga ada Mah{mu>d Shaltu>t (w. 1963 M)154 dan Sayyid Qut}b (1324-1386 H/1906-1966 M). Qutb merupakan seorang sarjana dari Mesir. Dia sangat berkeyakinan bahwa setiap surah al-Qur’an adalah satu kesatuan. Dia mengaplikasikan model tafsir itu dalam kitab tafsirnya Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n.155 Konsep kesatuan tema Sayyid Qut}b ini yang menjadi fokus dalam penelitian ini.

Ada juga Muh{ammad Mah{mu>d H{ija>zi> (w. 1972 M) dalam al-Wah}dah al-Maud}u>‘iyyah fi> al-Qur’a>n. Dia meneguhkan adanya kesatuan tematik dalam al-Qur’an yang diistilahkan dengan kesatuan dalam teori dan praktik. Setiap tema yang terdapat dalam berbagai surah pasti membentuk satu kesatuan yang sempurna dan saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Setiap surah merupakan satu kesatuan yang bagian-bagiannya saling mengikat dan bertautan. Pengulangan dan

151Al-Dagha>mi>n, Manhajiyyah al-Bah{th, 105-106. Bandingkan dengan pernyataan Mus}t}afa> Muslim yang menyatakan bahwa pembahasan al-Fara>h}i> terbatas pada muna>sabah saja. Meskipun al-Fara>h}i> memberikan kontribusi dalam metode penelitian kesatuan tema dalam surah. Menurutnya setiap surah mempunyai tema sentral yang disebutnya ”amu>d”. Lihat Mus}t}afa> Muslim, Maba>h{ith fi> al-Tafsir al-Maud{u>’i, 29. Lihat H{ami>d al-Di>n al-Farahi>, Exordium to Coherence in the Qur’a>n, translated by Tariq Mahmood Hashmi, 9. Lihat A. H. Johns, “A Humanistic Approach to I‘ja>z in the Qur’an: The Transfiguration of Language,” Journal of Qur’anic Studies 13, no. 1 (2011): 82. Lihat Sahiron Syamsuddin, An Examination of Bint al-Sha>t}i’’s Method of Interpreting the Qur’an (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1999), 66.

152Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an, 39. Lihat Mus}t}afa> S{a>diq al-Ra>fi’i>, I’ja>z al-Qur’a>n (Bairut: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1990), 226-229.

153Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an, 228-240.154Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an, 39.155Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n, 65-66. Lihat Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an,

242-259. Lihat A. H. Johns, “A Humanistic Approach to I‘ja>z in the Qur’an: The Transfiguration of Language,” Journal of Qur’anic Studies 13, no. 1 (2011): 82-85. Lihat al-Dagha>mi>n, Manhajiyyah al-Bah{th, 105. Lihat Boullata, “Sayyid Qut}b Literary Appreciation of the Qur’an,” dalam Literary Stuctures of Religious Meaning in the Qur’a>n, ed. Issa J. Boullata, 355-356.

Page 42: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

34

keberagaman tema merupakan salah satu mukjizat al-Qur’an. Ia mengisyaratkan tentang kesatuan tema tersebut dengan perkataannya,

jika kamu membaca sebuah surah maka kamu jangan merasa bahwa surah tersebut tidak serasi, tidak selaras, terpotong dan terpisah, tapi kamu akan menemukan surah tersebut bagaikan sebuah pemandangan yang bagus dan enak dipandang atau bagaikan sebuah bangunan sempurna yang tidak ada kekurangan atau berlebihan.

Kemudian dalam penutup kitabnya dia menyimpulkan aspek-aspek dalam kesatuan tema, yaitu: Pertama, surah yang sempurna adalah surah yang mempunyai satu tujuan walau kadang-kadang diikuti beberapa tujuan yang berbeda. Kedua, sebuah surah mempunyai ciri khusus dalam kata, konteks, fa>s}ilah, dan penutup ayat. Untuk sampai pada tujuannya surah mempunyai cara-cara yang khusus pula. Ketiga, setiap tema dalam surah, baik berbentuk cerita atau tidak, terdapat hubungan yang saling berkaitan.

Menurut dia, setiap surah memiliki hubungan yang pasti. Keempat, ketika sebuah tema berulang-ulang dalam surah yang berbeda, maka dalam setiap surah tersebut terdapat hubungan baik secara bentuk maupun tema. Kelima, surah yang berbentuk cerita tidak akan pernah berulang dalam sebuah surah. Kesatuan tema, seperti surah al-Nisa>’ bertujuan menetapkan amannya sebuah negara dengan meletakkan dasar-dasar dan penyangga yang tepat.156

Pada abad ini juga muncul nama mufassir Abu> Zuhrah (w. 1974 M) yang menulis kitab al-Mu‘jizah al-Kubra>157 dan Sayyid Muh{ammad H{usayn al-T{aba>t}aba>’i> (1312-1402 H/1903-1981). Dia adalah seorang pemikir dari Iran yang mengarang al-Mi>za>n fi> Tafsi>r al-Qur’a>n. Dia adalah salah satu sarjana abad ke-20 yang intens terhadap kajian kesatuan al-Qur’an. Menurutnya setiap surah mempunyai tujuan dan dia menyebutnya dengan gharad{.158

Muncul juga nama Sa‘i>d H{awwa> (w. 1989 M) yang menulis al-Asa>s fi> al-Tafsi>r. Kitab ini menjawab pertanyaan penting kenapa sebuah tema bisa muncul berulang-ulang dalam beberapa surah yang berbeda. Kitab tersebut menjawab, jika al-Qur’an adalah satu kesatuan maka surah-surahnya akan saling membantu dan melengkapi dalam banyak kelompok dan poros.

Dia menulis dalam pendahuluan kitab tafsirnya: “Dengan pertolongan Allah saya dapat membuktikan bahwa sesungguhnya kesempurnaan al-Qur’an terdapat dalam kesatuan ayat-ayatnya dalam surah dan kesempurnaannya berada dalam satu kesatuan yang menghimpun antara surah-surahnya dan ayat-ayatnya dengan sebuah cara yang tidak ada bandingannya serta belum terbersit dalam hati manusia.”159

156Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an, 40. Lihat Rif’at Fauzi> ‘Abd al-Mut}t}alib, al-Wah{dah al-Maud{u>’iyyah li al-Su>rah al-Qur’a>niyyah (Kairo: Da>r al-Salam, 1986), 29- 31. Lihat Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n, 21-22.

157Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an, 39.158Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n, 64. 159Rif’at Fauzi> ‘Abd al-Mut}t}alib, al-Wah{dah al-Maud{u>iyyah li al-Surah al-Qur’a>niyyah, 37.

Lihat Sa’i>d H{awwa>, al-Asa>s fi> al-Tafsi>r (Kairo: Da>r al-Sala>m, 1993), Jilid I, 27. Lihat Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an, 260-273.

Page 43: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

35

Salah satu pemikir Muslim kontemporer Ma>lik bin Nabi> menilai, wahyu pada prinsipnya terpisah-pisah, meski demikian ia tetap satu kesatuan. Dia menyebutnya dengan al-wah}dah al-kammiyyah.160 Lebih lanjut, pada abad ini juga terdapat Ami>n Ah}san Is}la>h}i> (1906-1997 M). Pemikir Pakistan ini menolak pandangan beberapa sarjana Barat yang menyatakan bahwa al-Qur’an tidak ada hubungan antara satu ayat atau surah dengan ayat atau surah yang lain. Pandangannya diungkapkan sebanyak delapan volume dalam Tadabbur-i Qur’a>n (Reflection on the Qur’a>n). Isla>h}i meminjam kerangka teori dari gurunya al-Farah{i> yang telah lebih dahulu meletakkan pondasi terhadap kajian ini. Istilah yang digunakan Is{la>h{i>>, sebagaimana gurunya juga menggunakannya, dalam menggambarkan hubungan pertalian dalam al-Qur’an adalah naz}m. Dalam Tadabbur-i Qur’a>n, dia menyajikan ringkasan pemikiran al-Fara>hi> tentang teori naz{m dengan menyebutkan teori yang telah dimodifikasinya.161

Selanjutnya ada Nas}r Ha>mid Abu> Zaid (1943-2010 M) yang menulis Mafhu>m al-Na>s: Dira>sah fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n dan versi Indonesia berjudul Tekstualitas al-Qur’an Kritik terhadap ‘Ulum al-Qur’an. Dalam buku tersebut Abu> Zaid membagi tulisannya dalam tiga bagian. Dalam bagian kedua pada bab ke dua, dia membahas kajian muna>sabah antar ayat dan surah. Dia menyatakan bahwa dasar dari muna>sabah antar ayat dan surah adalah bahwa teks merupakan kesatuan struktur yang bagian-bagiannya saling berkaitan. Menurut dia, tugas mufassir adalah berusaha menemukan hubungan-hubungan tersebut.162

Terakhir, Amir Faishol Fath yang menulis The Unity of al-Qur’an. Karya ini merupakan hasil disertasinya untuk mendapatkan gelar Ph.D di bidang tafsir dan ‘Ulum al-Qur’an di International Islamic University Islamabad. Judul aslinya adalah Naz{ariyyah al-Wih{dah al-Qur’a>niyyah ‘inda ‘Ulama> al-Muslimi>n wa Dawruha> fi> al-Fikr al-Islami>. Buku tersebut berupa kajian terhadap upaya-upaya yang dilakukan oleh ulama tafsir dalam membuktikan keyakinan mereka dalam hakikat kesatuan al-Qur’an.163

Sementara yang termasuk meyakini adanya kesatuan tema peneliti dan penggiat kajian Qur’an masa kini ialah Neal Robinson,164 Raymond K. Farrin, dan

160Ma>lik bin Nabi>, al-Z{a>hirah al-Qur’a>niyyah, trj. ‘Abd al-S{abu>r Sha>hi>n (Damaskus: Da>r al-Fikr, 1987), 182-183.

161Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n, 3-5. Lihat Raymond K. Farrin, “Surat al-Baqara: A Structural Analysis,” The Muslim World 100, no. 1 (2010): 17. Lihat A.H. Johns, “A Humanistic Approach to I‘ja>z in the Qur’an: The Transfiguration of Language,” Journal of Qur’anic Studies 13, no. 1 (2011): 82. Lihat Amin Ah}san Is}la>h}i>, review dari Tadabbure-e-Qur’an: Pondering Over the Qur’an, Volume One; Tafsir of Su>rahal-Fa>tih}ah and Surah al-Baqarah, trj. Mohammad Saleem Kayani, oleh Shehzad Saleem, Islamic Studies 48, no. 1 (2009): 119-122.

162Nas}r H{a>mid Abu> Zaid, Mafhu>m al-Nas}s, 179-197.163Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an, 1.164Neal Robinson, review dari Discovering the Qur’an: A Comtemporary Approach to a Veiled

Text, oleh David Waines, British Journal of Middle Eastern Studies (1998): 327-328.

Page 44: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

36

Michel Cuypers.165

Berikut adalah para tokoh yang mengkaji kesatuan tema sesuai dengan urutan abad dan urutan wafatnya dalam bentuk tabel, antara lain sebagai berikut: Abad Nama Tokoh Tahun Wafat Karya

III

Abu> ‘Ubaidah Mu‘ammar ibn al-Muthanna>

203 H Maja>z al-Qur’a>n

Al-Farra>’ 207 H Ma‘a>ni> al-Qur’a>nAbu> ‘Ubaid al-Qa>sim ibn Salla>m 224 H al-Na>sikh wa al-Mansu>khAl-Ja>h{iz} 225 H/869 M Naz{m al-Qur’anAli> ibn al-Madi>ni> 234 H Asba>b al-Nuzu>l

Ibn Qutaibah 276 H Ta’wi>l Mushki>l al-Qur’a>n

IV

Al-Jas}s}a>s} 370 H Ah{ka>m al-Qur’a>n

Al-Ruma>ni> 386 H al-Nakt fi> I‘ja>z al-Qur’a>n

Al-Khat}t}a>bi> 388 H/998 M Baya>n I‘ja>z al-Qur’a>n

VAl-Ba>qilla>ni> 403 H/1013 M I‘ja>z al-Qur’a>n

Al-Jurja>ni> 471 H/1078 M Dala>il al-I‘ja>z

VI

Ilkiya> al-Hara>si> 504 H Ah{ka>m al-Qur’a>n

Al-Zamakhshari> 538 H al-Kashsha>f

Ibn ‘Arabi> 543 H Ah{ka>m al-Qur’a>n

VII Al-Ra>zi> 606 H Mafa>tih} al-Ghaib

VIII

Ibn Qayyim al-Jauziyyah 751 HAqsa>m al-Qur’a>n Amtha>l al-Qur’a>n

Al-Sha>t}ibi> 790 H al-Muwa>faqa>t

Al-Zarkashi> 794 H/1391 M al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n

IX Al-Biqa>‘i> 885 H/1480 MNaz}m al-Durar fi> Tana>subi al-A<ya>ti wa al-Suwar

X Al-Suyu>t}i> 911 HTana>suq al-Durar fi> Tana>subi al-Suwar

XIII Al-Alu>si> 1270 H/1854 MRu>h} al-Ma‘a>ni> fi> Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m wa al-Sab‘u al-Matha>ni>

165A. H. Johns, “A Humanistic Approach to I‘ja>z in the Qur’an: The Transfiguration of Language,” Journal of Qur’anic Studies 13, no. 1 (2011 ): 82. Lihat selengkapnya dalam Michel Chuypers, “Semitic Rhetoric as a Key to the Question of the naz{m of the Qur’anic Text,” Journal of Qur’anic Studies 13, no. 1 (2011): 1-24.

Page 45: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

37

Abad Nama Tokoh Tahun Wafat Karya

XIV

Muh{ammad ‘Abduh 1323 H/1908 MTafsi>r juz ‘Amma

al-Mana>r

Rashi>d Rid{a> 1354 H Al-Mana>r

Al-Fara>hi> 1349 H/1930 M Niz{a>m al-Qur’a>n

Mus}t}afa> S{a>diq al-Ra>fi’i> 1937 M I‘ja>z al-Qur’a>n

Al-Mara>ghi> 1952 M Tafsi>r al-Mara>ghi>

Mah}mu>d Shaltu>t 1963 M Ila> al-Qur’a>n al-Kari>m

Sayyid Qut}b 1386 H/1966 M Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n

Muh}ammad Mah}mu>d Hija>zi> 1972 Mal-Wah}dah al-Maud}u>‘iyyah fi> al-Qur’a>n

Abu> Zuhrah 1974 M al-Mu‘jizah al-Kubra>Al-T{aba>t}aba>’i> 1402 H/1981 M al-Mi>za>n fi> Tafsi>r al-Qur’a>n Sa‘i>d H{awwa> 1989 M al-Asa>s fi> al-Tafsi>rMa>lik bin Nabi> - al-Z{a>hirah al-Qur’a>niyyahIs}la>h}i> 1997 M Tadabbur-i Qur’a>nNas}r H{a>mid Abu> Zaid 2010 M Mafhu>m al-Nas}s}Amir Faishol Fath - The Unity of al-Qur’an

Neal Robinson -Discovering the Qur’an: A Contemporary Approach to a Veiled Text (1996)

Raymond K. Farrin -“Surat al-Baqara: A Structural Analysis,” The Muslim World 100, no 1 (2010)

Michel Cuypers -

“Semitic Retoric as a Key to the Question of the Naz}m of the Qur’anic Text,” Journal of Qur’anic Studies 13, no. 1 (2011)

Jika para tokoh yang telah disebutkan adalah para pendukung adanya koherensi struktur dan kesatuan tema al-Qur’an, maka selanjutnya akan disebutkan beberapa tokoh yang menolak adanya koherensi struktur dan kesatuan tema al-Qur’an. Misalnya ‘Izz al-Di>n ‘Abd al-Sala>m yang berpandangan bahwa tidak semua urutan ayat dan surah dalam al-Qur’an mengandung muna>sabah. Kriteria yang dia ajukan mengenai urutan ayat atau surah mengandung muna>sabah bila ada persesuaian hubungan kalimat dalam kesatuan antara bagian awal dengan bagian akhirnya saling terkait. Sedangkan bila tidak ada persesuaian berarti itu sebuah pemaksaan. Ia mengatakan, orang yang mengaitkan itu berarti memaksakan sesuatu

Page 46: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

38

yang di luar jangkauan kemampuannya.”166

Senada dengan ‘Izz al-Di>n ‘Abd al-Sala>m, al-Shauka>ni> juga merupakan tokoh yang menolak adanya kesatuan tema dalam al-Qur’an. Seperti yang dijelaskan Amir Faishol Fath, al-Shauka>ni> menyatakan bahwa mayoritas ahli tafsir menekuni dan mendalami ilmu yang rumit seakan menenggelamkan diri ke laut yang dalam yang tidak bias direnangi. Mereka menghabiskan waktu untuk kegiatan yang tidak bermanfaat. Bahkan mereka membicarakan al-Qur’an berdasarkan pemikiran dan pendapat yang dilarang Islam. Para ulama tafsir tersebut berusaha menemukan hubungan antara ayat-ayat al-Qur’an yang tersusun secara berurutan, sehingga mereka tercebur dalam berbagai kesulitan dan penyimpangan yang tidak mungkin dilakukan orang yang jujur dan adil.

Al-Shauka>ni> menjelaskan jika al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur, terpisah-pisah, dan diliputi konteks yang berbeda, maka bagaimana mungkin terdapat hubungan antara ayat atau surat satu dengan ayat dan surah yang lain. Sebab itu, bagaimana mungkin orang yang berakal tidak menyadari kerumitan itu. Bahkan hal tersebut adalah fakta-fakta yang ditemukan para pakar sastra. Jadi penelitian terhadap hubungan antar ayat dan surah adalah pekerjaan yang rumit dan sia-sia.167

Begitu juga dengan S{ubh}i> al-S{a>lih yang berpendapat, meski ada kesatupaduan dalam setiap surah, tidak berarti ada kesatuan atau ada persamaan pada semua surah dalam al-Qur’an. Pasalnya, hal itu merupakan sebuah ta’assuf wa takalluf (penyelewengan dan pemaksaan). Ulama tafsir tidak sampai membuat kesimpulan sejauh itu. Mereka hanya menunjukkan antara ayat terakhir dengan ayat pertama surat berikutnya. Dia membenarkan bahwa muna>sabah adalah sesuatu yang rasional ketika akal bisa menerimanya.168

Selain tokoh yang disebutkan sebelumnya masih ada beberapa sarjana yang juga mempunyai pandangan serupa, misalnya Richard Bell dan W. Montgomery Watt,169 Gerhard Endress,170 Thomas Carlyle,171 Angelika Neuwirth,172 John

166M. Badr al-Di>n al-Zarkashi>, Al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Kairo: ‘I<sa> al-ba>by> al-h{alaby>, tt), jilid I, 37.

167Amir Faishol Fath, The Unity of al-Qur’an, 118-119. 168S{ubh{i> al-S{a>lih{ Lihat S{ubh{i> al-S{a>lih{, Maba>h{ith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, 151-152.169W. Montgomery Watt and Richard Bell, Introduction to the Qur’an (Edinburgh: Edinburgh

University Press, 1994), Xi. 170Gerhard Endress, an Introduction to Islam (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1994), 23. 171Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n, 2. 172Raymond K. Farrin menyatakan dalam sebuah tulisannya, “During the last quarter century or

so, compositional studies have come to the fore in Qur’anic Scholarship beginning with Angelika Neuwirth’s ‘Studien zur Komposition der mekkunischen Suren’ (Berlin: Walter de Gruyter, 1981)..”. Lihat Raymond K. Farrin, “Surat al-Baqara: A Structural Analysis”, The Muslim World 100, no. 1 (2010): 17. Lihat Jane Dammen (ed), The Cambridge Companion to the Qur’a>n (New York: Cambridge University Press, 2006), 97.

Page 47: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

39

Esposito,173 Salwa M.S. El-Awa,174 dan lain-lain.175

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa istilah naz}m dan muna>sabah digunakan dalam kaitannya tentang susunan dan koherensi yang bersifat linier-atomistik dan kesatuan dalam unit surah. Dalam perkembangannya muncul ide kesatuan tema.

Selain kedua hal tersebut, terdapat satu hal penting lain yang terkait dengan konsep kesatuan tema, yaitu konsep siya>q. Siya>q adalah neraca untuk melihat sebuah makna, mencocokkan nas}s} dengan apa yang dimaksudnya sehingga diperoleh sebuah makna yang jelas. Selanjutnya tentang kesesuaian, keharmonisan, koherensi dan kesatuan tema al-Qur’an yang juga menjadi bahan perdebatan. Dalam hal ini ada dua kubu dengan argumennya masing-masing sebagaimana uraian sebelumnya. Kelompok pertama meyakini adanya kesatuan tema al-Qur’an dan kelompok kedua menolak adanya kesatuan tema al-Qur’an.

173David E. Smith, “The Structure of al-Baqarah,” Muslim World 91, no. 1/2 (2001): 121. 174Salwa M. S. El-Awa dalam Textual Relations in the Qur’an: Relevance, Coherence and

Structure (2005) dengan pendekatan kesusastraan dan linguistik. Ia menguji coba dua sampel surah panjang al-Ah}zab (33) dari kelompok madaniyyah dan al-Qiyamah (75) dari kelompok makkiyyah. Kesimpulannya, kompleksitas tematik dari keduanya menyebabkan sejumlah masalah tekstual surah yang membingungkan. Menurutnya ada ketidak tepatan metodologi dalam kajian tersebut, para sarjana terdahulu cenderung menggunakan basic intuisi dalam menentukan hubungan dalam surah. Lihat selengkapnya dalam Salwa. M. S. El-Awa, Textual Relations in the Qur’a>n,160-163. Lihat Michel Chuypers, “Semitic Rhetoric as a Key to the Question of the naz{m of the Qur’anic Text,” Journal of Qur’anic Studies 13, no. 1 (2011): 1. Lihat A. H. Johns, “A Humanistic Approach to I‘ja>z in the Qur’an: The Transfiguration of Language,” Journal of Qur’anic Studies 13, no. 1 (2011): 82. Lihat Raymond K. Farrin, “Surat al-Baqara: A Structural Analysis,” The Muslim World 100, no. 1 (2010): 17.

175Statemen para penolak ini, sebelumnya telah dibahas pada Bab I, hal 30-31.

Page 48: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

40

BAB III

METODOLOGI DAN ANALISIS SAYYID QUT{B

TENTANG KESATUAN

TEMA AL-QUR’AN DALAM KARYANYA

KESATUAN tema al-Qur’an adalah salah satu dari ide pembaharuan dalam rangka menjadikan al-Qur’an lebih kompatibel dengan perkembangan zaman. Kesatuan tema atau al-wah}dah al-maud}u>‘iyyah adalah menyatukan berbagai tema yang dikemukakan secara berserakan dan menunjukkan bahwa di antara tema tidak saling bertentangan, namun membentuk satu kesatuan tema yang padu, koheren, integral, dan komprehensif.

Sedangkan yang dimaksud kesatuan tema dalam konteks al-Qur’an adalah pembahasan tentang item-item persoalan tertentu yang dikemukakan dalam berbagai surah al-Qur’an. Hal ini bertujuan untuk mengungkap berbagai makna yang berhubungan dengan tema umum agar mencapai tujuan yang dimaksud. Dengan begitu, muncul perspektif bahwa sebuah surah merupakan kesatuan struktural yang bagian-bagiannya saling berkaitan dan memiliki makna yang saling berkaitan dan tidak kontradiktif.176

Sebuah ayat atau kumpulan ayat diturunkan dengan sebab atau fenomena yang berbeda-beda. Kemudian ayat atau kumpulan ayat itu diletakkan dalam sebuah surah, dengan rentang waktu peletakan antara satu ayat dengan ayat yang lain pasti berbeda, namun ketika membacanya kita akan menemukan kesatuan tema sebagai titik temunya.177 Al-Zarkashi> memaparkan, al-Qur’an bukan kalam yang diturunkan secara tidak sengaja, kebetulan, tanpa sasaran, dan tujuan tertentu, melainkan setiap penggunaan dan susunan kata, konstruksi ayat dan surah serta peralihan tema yang terdapat di dalamnya memiliki kekuatan konsep sebagai suatu kalam yang utuh dan padu.178

Lebih lanjut dalam bab ini akan dibicarakan beberapa hal. Pertama, Sayyid Qut}b dan proyek maktabah al-Qur’a>n al-Jadi>dah. Bagian ini menyajikan biografi singkat Sayyid Qut}b dan kecenderungan awalnya sebagai ahli dan kritikus sastra.

176Amir Faishol Fath, The Unity of Al-Qur’an, trj. Nasiruddin Abbas (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2010), 44-46.

177Mus}t}afa> Muslim, Maba>h{ith fi> al-Tafsir al-Maud{u>‘i> (Damaskus: Da>r al-Qalam, 1997), 57.178M. Burha>n al-Di>n al-Zarkashi>, al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Kairo: Da>r Ih}ya>’ al-Kutub al-

‘Arabiyyah, 1957), jilid I, 36-37.

Page 49: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

41

Kedua, metode melacak kesatuan tema al-Qur’an. Bagian ini membicarakan metode Sayyid Qut}b dalam melacak kesatuan tema. Ketiga, membahas mengenai urgensi, fungsi, dan upaya pengembangan kesatuan tema al-Qur’an. Sedangkan yang keempat, akan dijelaskan karakteristik kesatuan tema al-Qur’an dalam Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n. Pada sub bab ini membahas karakter khusus kesatuan tema dalam karya Sayyid Qut}b.

A. Sayyid Qut}b dan Proyek Maktabah al-Qur’a>n al-Jadi>dahSayyid Qut}b adalah salah seorang aktivis berpengaruh, pemikir dan ideolog

kebangkitan Islam paling produktif dalam pertengahan abad ke-20.179 Ia menulis beberapa buku pada 1930 dan 1940. Ia juga seorang tokoh pemikiran Islam kontemporer terdepan dan seorang mufassir handal.180 Sayyid Qut}b lahir di Desa Mu>shah, Provinsi Asyu>t pada 9 Oktober 1906 M. Masa pendidikan dasar diperoleh Qut}b di desanya, kemudian melanjutkan ke Universitas Da>r al-‘Ulu>m Kairo (lulus 1933). Gelar Licence bidang sastra dan diploma bidang pendidikan diraihnya di Universitas yang sama pada usia 27 tahun.181 Sementara masa mudanya ia habiskan untuk mendalami ilmu sastra dan kritik sastra. Stefan Wild menyebut Qutb adalah tokoh Mesir pertama yang mengampanyekan pendekatan kesusasteraan untuk memahami teks al-Qur’an.182 Ia adalah murid ‘Abbas al-‘Aqqa>d dalam bidang sastra.183 Berasal dari keluarga yang taat. Ayah Qutb yang bernama Sayyid bin Ibra>hi>m adalah seorang politisi tulen yang tergabung dalam Partai Nasional yang dipimpin Mus}t}afa> Kama>l, sedangkan ibunya berasal dari keluarga kaya dan berpendidikan. Bahkan saudara-saudara ibunya adalah alumnus Universitas al-Azhar.

Latar belakang keluarga tersebut membentuk karakter kuat dalam diri Qut}b. Perpaduan antara politik, akademik, dan juga ketaatan dalam beragama ia peroleh dari darah orang tuanya. Maka tak heran jika sejak kecil Qut}b secara tidak langsung telah akrab dengan dunia aktivisme, baik akademik maupun politik.184 Qut}b memulai karirnya sebagai guru sekolah selama 6 tahun. Pada 1948, ia diangkat sebagai penilik di Kementerian Pendidikan, tapi akhirnya mengundurkan diri pada 1952. Pada 1948-1950, ia tinggal di Amerika Serikat untuk mempelajari sistem dan organisasi pendidikan.185 Tinggal Amerika pemikiran Sayyid Qut}b menjadi semakin terbuka. Bukannya menjadi pengagung negara adidaya itu, tapi justru ia semakin

179Lihat dalam Sayed Khatab, “Arabism and Islamism in Sayyid Qut}b’s Thought on Nasionalism,” The Muslim World 94, no. 2 (2004): 217.

180S{ala>h} ‘Abd Fatta>h} al-Kha>lidi, Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n (Damaskus: Da>r al-Qalam, tt), 596.

181Fahd ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Sulayma>n al-Ru>mi>, Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi> al-Qarni al-Ra>bi‘ ‘Ashar (Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1997), 990.

182Stefan Wild, ed. The Qur’an as Text (Leiden: Brill, 1996), ix. 183Al-Kha>lidi, Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n, 597. 184Nurul Huda Ma’arif, “Ash-Shahi>d dan Nuansa Ideologis-Harakis Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n,” dalam

makalah Tafsir Timur Tengah, 21 Maret 2011. 185Al-Kha>lidi, Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n, 597.

Page 50: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

42

kuat berpegang pada agamanya. Di berbagai kesempatan, ia malah mengkritik peradaban Amerika. Ia membongkar kebobrokan Amerika yang menurutnya mengarahkan manusia pada kerusakan spiritual.186

Qut}b mulanya mengagumi peradaban Barat karena identik dengan kemajuan, tetapi akhirnya berbalik malah memusuhinya. Apalagi setelah Barat terlibat dalam pendirian Israel sebagai negara di bumi Palestina. Menurutnya, pendirian negara Israerl adalah sebuah aksi penjajahan manusia atas manusia. Sebab itu ia bertekad melawan ketidakadilan dengan bergabung ke Ikhwa>n al-Muslimi>n (IM) pada 1953. Alasan lain karena IM dipimpin oleh H{asan al-Banna> yang menurutnya masih setia mengawal keadilan dan Islam.

Pada tahun yang sama ia diangkat menjadi penanggung jawab seksi dakwah dan penerbitan IM. Atas pilihannya itu, pada November 1954, ia ditangkap sebagai bagian dari penangkapan besar-besaran tokoh IM dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. Belum tuntas masa tahanannya ia kemudian dibebaskan pada 1964. Namun hal yang sama berulang, Qut}b kembali ditahan dengan tuduhan melakukan kekacauan dan akan melakukan kudeta 1965, sehingga ia divonis dengan hukuman mati di tiang gantungan.

Pada 21 Agustus 1966, Sayyid Qut}b bersama ‘Abd al-Fatta>h} Isma>‘i>l dan mantan teman satu selnya, Muh}ammad Yusu>f H{awwa>s dinyatakan bersalah dan divonis mati. Maka pada Senin, 13 Juma>da> al-U<la> 1386 H, bertepatan tanggal 29 Agustus 1966, Qut}b dan dua temannya dieksekusi gantung.187 Al-Khalidi membagi kehidupan islami Qut}b dalam empat fase:188 Pertama, fase keislaman yang bernuansa seni. Bermula pada 1940-an, kira-kira saat Qut}b mengkaji al-Qur’an dengan maksud merenunginya dari aspek seni, serta meresapi keindahannya. Ia berniat menulis beberapa buku dalam proyek Maktabah al-Qur’a>n al-Jadi>dah yang bernuansa seni. Pada fase ini ia juga menulis dua buku; al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n (Ilustrasi Artistik dalam al-Qur’an/1945) dan Masha>hid Qiya>mah fi> al-Qur’a>n (Bukti-bukti Kiyamat dalam al-Qur’an/1947).

Dalam fase ini, Qut}b menceritakan interaksinya dengan al-Qur’an. Ketika masih kecil ia telah menemukan metode dalam pengungkapan al-Quran. Nalar berfikirnya dipenuhi dengan imajinasi sesuai dengan tingkat pemahaman yang dimilikinya. Tetapi al-Qur’an akan tetap menyihir bagi setiap pembaca dan pendengarnya. Ia menulis Laqad wajadtu al-Qur’a>n (aku telah menemukan al-Qur’a>n).189

Kedua, fase keislaman umum. Di mulai pada seperempat abad terakhir dari tahun 1940-an. Di masa ini Qut}b mengkaji al-Qur’an dengan tujuan studi-studi pemikiran dan pandangan reformasi yang mendalam. Ia berusaha memahami dasar-

186S{ala>h} ‘Abd Fatta>h} al-Kha>lidi, Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran, terj. Salafuddin Abu Sayyid (Surakarta: Era Intermedia, 2001), 30-31.

187Al-Kha>lidi, Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n, 598. 188Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran, 39-40. 189Sayyyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n (Kairo: Da>r al-Shuru>q, 2002), 7-8.

Page 51: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

43

dasar reformasi sosial dan prinsip-prinsip solidaritas sosial dalam Islam. Karyanya yang mencerminkan fase tersebut adalah al-‘Ada>lah al-Ijtima>‘iyyah fi> al-Isla>m (Keadilan Sosial dalam Islam).

Ketiga, fase amal islami yang terorganisasi. Fase ini adalah ketika Qut}b berkenalan dan kemudian bergabung dengan kelompok IM dan memahami Islam secara menyeluruh. Pemahaman yang menyeluruh dimaksudkannya dalam pemikiran dan amalan, akidah dan perilaku, serta wawasan jihad. Fase ini adalah sekembalinya Qut}b dari Amerika sampai ketika dia bersama sahabat-sahabatnya dimasukkan dalam penjara pada penghujung tahun 1954. Sejumlah karyanya yang mencerminkan fase ini di antaranya ialah Ma‘rakah al-Islam wa al-Ra’samaliyah, Al-Sala>m al-‘Ala>mi wa al-Isla>m, dan Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n pada juz-juz pertama.

Keempat, fase jihad dan pergerakan. Fase ini Sayyid Qut}b tenggelam dalam konflik pemikiran dan praktik nyata terhadap kejahiliyahan. Ia melaluinya dengan praktik jihad yang nyata. Melalui hal ini maka tersingkaplah metode pergerakan bagi agama ini dan rambu-rambu yang jelas di jalan menuju Allah. Fase ini di mulai saat ia di penjara pada akhir tahun 1954 dan mendarah daging sampai 1950-an, lalu menjadi matang pada tahun 1960an. Buku yang yang menandai fase ini adalah Hadha al-Di>n, yang terpenting adalah Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n edisi revisi, dan yang paling matang adalah Ma‘a>lim fi> al-T{ari>q.

Dalam fase ini benar-benar Qutb mengukuhkan dirinya hidup dalam naungan al-Qur’an, setelah sebelumnya dalam fase keislaman bernuansa seni ia menyebutkan dirinya telah menemukan al-Qur’an. Ia menegaskan dalam pembukaan Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n edisi revisi, “’Ishtu fi> z}ila>l al-Qur’a>n”, aku telah hidup dalam naungan al-Qur’an. Ia menyebutkan penegasannya sebanyak enam kali disertai dengan penjelasan-penjelasan panjang bagaimana gambaran kehidupan dalam naungan al-Qur’an.190 Demikian, perjalanan hidupnya telah mengantarkan dirinya menjadi seorang yang matang dalam bidang-bidang yang digelutinya.

Sayyid Qut}b adalah sarjana yang banyak menghasilkan karya, baik karya dibidang sastra maupun karya dibidang keislaman. Banyak karya-karya yang ditulisnya, di antaranya berbicara mengenai sastra seperti Muhimmatu al-Sha>‘ir fi> al-H{aya>h (1933), al-Sha>t}i’ al-Majhu>l berisi kumpulan sajak Sayyid Qut}b satu-satunya (1935), al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n (1945), T{ifl min al-Qaryah berisi gambaran desanya serta catatan masa kecilnya di desa (1946), ashwa>k (1947), Masha>hid al-Qiya>mah fi> al-Qur’a>n (1947). Sedangkan al-‘Adalah al-Ijtima>‘iyyah fi> al-Isla>m merupakan buku pertama Qut}b dalam bidang pemikiran Islam (1949). Ma‘alim fi> al-T{ari>q merupakan ringkasan pemikiran gerakan Sayyid Qut}b dan juga penyebab penulisnya dijatuhi hukuman gantung dan lain sebagainya.191

Buku pertama Sayyid Qut}b dalam proyek Maktabah al-Qur’a>n al-Jadi>dah

190Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n (Kairo: da>r al-Shuru>q, 1978), cet ke-7, 1/11-18.191Al-Kha>lidi>, Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n, 600. Lihat juga al-Khalidi Pengantar

Memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran, 41-43.

Page 52: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

44

(Pustaka Baru al-Qur’an) adalah al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n terbit bulan April 1945.192 Buku tersebut merupakan jilid pertama, sementara yang jilid kedua adalah Masha>hid al-Qiya>mah fi> al-Qur’a>n.193 Buku pertama berisi gambaran keindahan dalam al-Qur’an, yaitu teori ilustrasi artistik. Ia menjadikan buku pertamanya sebagai pijakan dasar dalam proyek Maktabah al-Qur’a>n al-Jadi>dah-nya.194 Sedangkan buku kedua menjelaskan metode pembacaan al-Qur’an secara umum.195

Teori-teori keartistikan tersebut termanifestasi dalam al-Qur’an dengan berbagai penjelasan yang mengagumkan, termasuk oleh sastrawan. Analisa gambaran keindahan al-Qur’an dengan teori ini belum dilakukan siapapun sebelum Qut}b. Menurutnya, al-Qur’an mempunyai kekhususan yang berkelompok, jalan yang sama dalam menjelaskan tujuan, baik memberikan kabar gembira, peringatan, serta cerita yang sudah terjadi atau yang akan terjadi. Metode yang sama tersebut adalah sebuah kaidah yang terkandung dalam al-Qur’an yaitu al-tas}wi>r al-fanni>. Karena itu, dia merupakan pioner dalam pengetahuannya mengenai kunci estetika (al-miftah} al-jama>li>) yang merupakan pembuka lumbung keindahan al-Qur’an, yaitu dengan al-tas}wi>r al-fanni>.196

Sayyid Qut}b mendefinisikan al-tas}wi>r al-fanni> (ilustrasi artistik) sebagai berikut: “Ia adalah sebuah instrumen terpilih dalam gaya al-Qur’an yang memberikan uraian dengan sebuah gambaran yang dapat dirasakan dan dikhayalkan mengenai konsep akal pikiran, kondisi kejiwaan, peristiwa nyata, adegan yang dapat ditonton, tipe manusia, dan juga tabiat manusia. Kemudian ia meningkat dengan gambaran yang dilukiskan, hal tersebut untuk memberikan kehidupan yang menjelma atau aktivitas gerak yang progesif. Dengan demikian tiba-tiba konsepsi akal pikiran itu muncul dalam sebuah format atau gerak; kondisi kejiwaan tiba-tiba menjadi sebuah layar atau pertunjukan; model atau tipe manusia tiba-tiba menjadi sesuatu yang menjelma dan hidup; dan tabiat manusia seketika menjadi dapat terbentuk dan terlihat nyata. Berbagai peristiwa, adegan, kisah, dan perspektif ditampilkan dalam sebuah wujud yang muncul. Di dalamnya terdapat kehidupan dan juga gerak. Jika ditambahkan lagi dengan sebuah dialog, maka menjadi lengkaplah semua unsur imajinasi itu.197

Tujuan Sayyid Qut}b dalam menyusun Maktabah al-Qur’a>n al-Jadi>dah (Pustaka Baru al-Qur’an) adalah sastra dan seni. Metode yang digunakan dalam melakukan studi adalah metode estetika dan perasaan (dhauq). Dalam studi ini, Qut}b berfokus pada prinsip-prinsip dan syariat yang diajarkan al-Qur’an, dan juga

192Al-Khalidi Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran, 41. 193Sayyid Qut}b, Masha>hid al-Qiya>mah fi> al-Qur’a>n (Kairo: Da>r al-Ma’a>rif, 1966), 7 194Al-Kha>lidi>, Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n, 601. 195Sayyid Qut}b, Masha>hid al-Qiya>mah fi> al-Qur’a>n, 7. 196Al-Kha>lidi>, Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n, 601. Lihat juga Al-Khalidi Pengantar

Memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran, 49.197Sayyyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, 36. Lihat juga Sayyid Qut}b, Masha>hid al-

Qiya>mah, 7-8

Page 53: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

45

pada nilai-nilai untuk menegakkan kehidupan mulia dan membangun masyarakat yang beriman.198

Mengenai metode yang ditempuh untuk menampakkan ilustrasi artistik, Sayyid Qut}b menjelaskan: “Referensi utamanya adalah mus}h}af, mengumpulkan ilustrasi-ilustrasi artistik al-Qur’an, mempresentasikannya dengan menampakkan keserasian ilustrasinya, serta menyelamatkannya dari kumpulan penafsiran yang bersifat bahasa, nahwu, fikih, sejarah dan lain sebagainya.199 Mengilustrasikan sebuah makna dalam bentuk lukisan perasaan, kemudian setelah itu melukiskannya dalam bentuk yang hidup.”200

Setelah episode pertama dari proyek Maktabah al-Qur’a>n al-Jadi>dah diluncurkan, Sayyid Qut}b berpindah haluan meninggalkan ide-ide Maktabah al-Qur’a>n al-Jadi>dah. Perhatiannya berpindah pada obyek keislaman secara umum. Pada kondisi ini ia mengkaji al-Qur’an pada aspek pemikiran, karena dorongan yang bersifat perubahan sosial. Buku pertamanya, al-‘Adalah al-Ijtima>‘iyyah lahir sebelum dia berangkat ke Amerika (1950),201 sebuah buku yang mengundang pro-kontra dari berbagai kalangan. Spirit buku ini bermula dari pendalaman tentang keadilan sosial yang terjadi di Mesir, di mana saat itu sedang dalam kondisi sulit pasca Perang Dunia II. Berdasarkan latar belakang bangsa yang sedang goncang, Qut}b ingin menjelaskan keadilan sosial yang diharapkan bangsanya ada dalam al-Qur’an.202

Tidak berhenti sampai di situ, pembacaan Qut}b terhadap al-Qur’an terus berlanjut. Salah satu harapannya—setelah ia menemukan teori ilustrasi artistik dalam al-Qur’an—adalah hendak menampilkan isi al-Qur’an secara keseluruhan atas dasar teori yang digaungkannya. Kemudian, harapan dia terwujud dengan tafsir yang ditulisnya Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n (Di Bawah Naungan al-Qur’an).203

Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n ditulis dalam beberapa tahapan seperti yang dikemukan al-Khalidi dalam Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Sayid Qutub.204 Pertama, Fi> Z{ila>l AL-Qur’a>n dalam majalah al-Muslimun. Majalah itu adalah kumpulan tulisan dari para pemikir di dunia Islam termasuk Sayyid Qut}b. Ia menafsirkan al-Qur’an dengan judul yang unik dan sensasional, yaitu Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n. Tulisan Qut}b pertama kali dimuat dalam jilid ketiga yang terbit pada Februari 1952. Penafsirannya runut dimulai dari al-Fa>tih}ah, dilanjutkan al-Baqarah dalam edisi-edisi selanjutnya. Sayyid Qut}b menulis dalam tujuh edisi.

Kedua, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n menjelang ditangkapnya Sayyid Qut}b. Setelah

198Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran, 51. 199Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, 9. 200Sayyid Qut}b, Masha>hid al-Qiya>mah fi> al-Qur’a>n, 8 201Al-Kha>lidi>, Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n, 600-601. 202Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran, 52-53. 203Al-Khalidi, Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n, 602. Lihat juga Al-Khalidi Pengantar

Memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran, 54.204Al-Khalidi Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran, 54-65.

Page 54: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

46

jilid ketujuh dipublikasikan ia mengatakan bahwa jilid ketujuh ini merupakan yang terakhir. Selanjutnya dia menulis tafsir al-Qur’an secara utuh dalam sebuah kitab tafsir tersendiri dan menerbitkannya dalam juz-juz secara bersambung. Kitab ini dipublikasikan pada awal setiap dua bulan. Juz pertama terbit pada Oktober 1952, serta antara Oktober 1952 dan Januari 1954, diterbitkan 16 juz dari Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n. Penulisan kitab ini tidak dilakukan dengan mengasingkan diri, tetapi dilakukan dalam setiap interaksinya dengan Islam sebagai praktik pengamalan dakwah yang nyata. Karena itu, selain menulis buku tafsir ini, Qut}b juga menulis berbagai artikel dengan tema lain di banyak majalah.

Ketiga, Sayyid Qut}b menyempurnakan Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n dalam penjara. Pada 16 juz pertama, dia menulisnya sebelum di penjara. Kemudian untuk pertama kalinya dia dijebloskan ke penjara selama 3 bulan (Januari-Maret 1954). Di penjara sempat menerbitkan dua juz, yaitu juz tujuh belas dan delapan belas. Sementara setelah keluar dari penjara, dia belum sempat menerbitkan juz-juz berikutnya hingga akhirnya ia dijebloskan ke penjara untuk kedua kalinya (November 1954). Di awal masuk penjara yang ini, dia belum sempat menerbitkan juz-juz baru dari Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n karena ia dijatuhi berbagai macam siksaan. Setelah dihadapkan ke pengadilan ia dijatuhi hukuman selama 15 tahun penjara. Di penjara, dia kembali berkonsentrasi dalam usaha penyelesaian tafsirnya. Peraturan penjara sebenarnya telah menetapkan bahwa seorang nara pidana dilarang menulis. Bila ketahuan maka sang nara pidana akan disiksa lebih keras lagi. Akan tetapi Allah sudah berkehendak lain Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n berhasil ditulis di dalam penjara, maka Allah lenyapkan segala rintangan hingga bisa diselesaikan dan dipublikasikan.

Menurut Qutb, nama Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n dipilih karena judul tersebut mencerminkan hakikat yang dialaminya bersama al-Qur’an. Dalam pendahuluan buku itu dia menyatakan, hidup dalam naungan al-Qur’an adalah hakikat hidup yang pernah dialaminya. Setiap saat jiwa mempunyai keinginan tersembunyi untuk suatu masa bisa hidup di bawah naungan al-Qur’an. Kehidupan yang damai, tenteram, hidup di dalam bayang-bayang Allah dalam setiap kejadian dan peristiwa.205

Meskipun Qut}b tidak memutlakkan judul tersebut pada tafsirnya tapi secara langsung Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n terikat dengan penulisnya yang hidup dengan al-Qur’an. Hal tersebut tercermin pada catatan yang dia hasilkan mengenai berbagai pemikiran seputar nas}s}-nas}s} al-Qur’an. Dia menganggap hidup di bawah naungan al-Qur’an sebagai kenikmatan. Ia memuji Allah SWT yang telah memberi nikmat hidup di bawah naungan al-Qur’an.206

205Sayyyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 1/13. Lihat juga Al-Khalidi, Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n, 610.

206Sayyyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 1/11.

Page 55: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

47

Terdapat berbagai macam metode207 dan corak208 penafsiran yang dikembangkan dalam dirkursus studi al-Qur’an. Hal tersebut merupakan respons positif atas tantangan kekinian agar pembacaan terhadap al-Qur’an lebih kompatibel. Sayyid Qut}b seorang mufassir yang memiliki corak penafsiran yang berbeda dibandingkan dengan mufassir yang lain.

Menurut S{alah} ‘Abd al-Fatta>h} al-Kha>lidi>, Sayyid Qut}b dalam menulis tafsirnya menggunakan corak yang relatif baru (lawn jadi>d fi> al-tafsi>r) yaitu, al-tafsi>r al-h}araki> al-da‘awi> al-tarbawi>. H{araki>, karena penulisnya mengajak atau menyeru kaum muslim untuk terus melakukan perbaikan pemahaman dan perenungan al-Qur’an. Dia juga melakukan gerakan implementatif dalam realitas kekinian, dan tidak cukup mengkajinya dengan kajian teoritis. Da’awi>, tergambar dari ajakan Sayyid Qut}b untuk menjadikan al-Qur’an sebagai landasan gerak dakwah kepada Allah dan memahami hakikat konsep dakwah al-Qur’an, dan caranya berkonfrontasi dengan para musuh. Sedang tarbawi>, tergambar dari harapannya kepada kaum muslim untuk menanamkan ruh pendidikan al-Qur’an dalam dirinya, berakhlak dengan al-Qur’an, dan selalu berpegang teguh pada al-Qur’an, sehingga al-Qur’an akan selalu menjadi penuntun dalam setiap sendi kehidupan.209

Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n dengan segala keterbatasan ruang gerak penulisnya berhasil ditulis dan diterbitkan oleh berbagai penerbit di belahan dunia,210 dicetak berbahasa Arab asli maupun berupa terjemahan—versi Inggris, Prancis, Turky, Urdun dan Indonesia.211 Di Indonesia penerbit Gema Insani Press (GIP) berhasil menerbitkannya dengan berbahasa Indonesia. Secara substansi sama dengan versi Arabnya, perbedaan hanya dalam bentuk cetakan, cover dan halaman.

B. Metode Sayyid Qut}b dalam Melacak Kesatuan Tema al-Qur’an Beberapa sarjana berpendapat bahwa setiap surah memiliki tema sentral

meskipun terdiri dari berbagai macam tema. Tema-tema yang beragam dalam satu surah digunakan untuk menguraikan satu ide sentral tersebut sehingga sebuah surah menjadi satu kesatuan. Ide tersebut diusung para sarjana semisal Sayyid Qut}b, Amin Ah}san Is}la>hi>, Dira>z, dan Neal Robinson. Hal tersebut menjadi bukti bahwa struktur al-Qur’an adalah koheren dan tidak seperti yang dituduhkan beberapa

207Metode penafsiran atas menurut al-Farma>wi> adalah: Metode analitis (tah}li>li>), global (ijma>li>), komparatif (muqa>ran) dan tematik (maud{u>’i>). Lihat ‘Abd H{ayy al-Farma>wi>, al-Bida>yah fi> al-Tafsi>r al-Maud}u>’i> (Kairo: al-H{ad}arah al-‘Arabiyyah, 1977), 23-24.

208Corak-corak yang dikembangkan dalam penafsiran terbentang dari fikih, filsafat, sastra dan sosial kemasyarakatan, tasawuf hingga sains. Lihat Muhammad H{usain al-Dhahabi>, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n (Kairo: Da>r al-Kutub al-H{adi>thah, 1976), juz II, 496.

209Al-Kha>lidi>, Ta‘ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n, 606. Lihat al-Ru>mi>, Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi> al-Qarni al-Ra>bi‘ ‘Ashar, 1011. Lihat juga Nurul Huda Ma’arif, “Ash-Shahi>d dan Nuansa Ideologis-Harakis Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n” dalam makalah yang dipresentasikan pada Mata Kuliah “Tafsir Timur Tengah”, 21 Maret 2011.

210Al-Kha>lidi>, Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n, 603. 211Al-Kha>lidi>, Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n, 605.

Page 56: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

48

sarjana. Misalnya, Salwa. M.S. El-Awa yang menyatakan tidak adanya keterkaitan antara bagian-bagian yang berbeda dalam surah panjang dan terkadang juga dalam surah pendek.212

Sayyid Qut}b adalah salah seorang mufassir abad ke-20 yang berusaha menambahkan perspektif baru tentang koherensi struktur dan tematik al-Qur’an. Qut{b berusaha melakukan pembacaan ulang terhadap teks kitab suci dan dibarengi upaya inovatif untuk merekonstruksi perangkat metodologisnya. Hasil dari upaya kreatif tersebut di antaranya dengan hadirnya teori baru dalam metodologi penafsiran al-Qur’an, seperti yang ditawarkan Sayyid Qut}b dalam bentuk formulasi konsep kesatuan tema al-Qur’an yang tertuang dalam kitab tafsirnya Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n dan juga karya-karyanya yang lain.213 Sayyid Qut}b berpandangan bahwa al-Qur’an adalah satu kesatuan yang komprehensif, di mana masing-masing bagian mempunyai keterkaitan dan kesesuaian, menekankan pesan-pesan pokok al-Qur’an dalam memahaminya.

Rif’at Fauzi> ‘Abd al-Mut}t}alib dalam al-Wah}dah al-Maud}u>‘iyyah li al-Su>rah al-Qur’a>niyyah menyebutkan, Qut}b adalah salah satu pakar yang berpendapat bahwa setiap surah itu terdapat satu tema. Hal tersebut tertuang dalam karya fenomenalnya Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n.214 Dia menyatakan, setiap surah terdapat satu tema atau beberapa tema tapi tema-tema tersebut diikat dalam satu poros (mih{war). Dia mencontohkan surah al-Baqarah dengan pernyataannya, dalam surah ini terdapat beberapa tema, akan tetapi poros yang mengikatnya tetap satu.215

Oleh Mir,216 Issa J. Boullata217 dan Salwa M.S. El-Awa,218 Qut}b disebut sebagai mufassir yang mempunyai keyakinan bahwa setiap surah memiliki tema sentral yang disebutnya mih}war.219 Salwa M.S. El-Awa menyimpulkan, dia menolak pandangan

212Salwa. M.S. El-Awa, “Linguistic Structure,” dalam The Blackwell Companion to the Qur’a>n, ed. Andrew Rippin (West Sussex, Chichester: John Wiley and Sons Ltd, 2009), 53.

213Lihat Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, Asra>ru Tarti>bi al-Qur’a>n, tah{qi>q ‘Abd al-Qa>dir Ah}mad ‘At}o> (Kairo: Da>r al-I’tis}o>m 1978), 17, Manna>’ Khali>l al-Qat}t}a>n, Maba>h}ith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Riya>d}: Manshu>ra>t al-‘As}r al-H{adi>th, tt), 374, ‘Abdullah Mah{mu>d Shah{a>tah, Ahda>fu Kulli Su>rah wa Maqa>si}duha> fi> al-Qur’a>n al-Kari>m (Kairo: al-Haiah al-‘A<mmah lilkita>b, 1986), 5 dan Ah}mad H{asan Farh}a>t, Fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n ‘Ard} wa Naqd wa Tah{qi>q (‘Amma>n: Da>r ‘Amma>r li al-Nashri wa al-Tawzi>’, 2001), 90.

214Rif‘at Fauzi> ‘Abd al-Mut}t}alib, al-Wah{dah al-Maud{u>‘iyyah li al-Surah al-Qur’a>niyyah (Kairo:Da>r al-Sala>m, 1986), 31.

215Sayyid Qut}b, Fi Z{ila>l al-Qur’a>n, 1/28.216Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n: A Study of Is}la>h}i> Concept of Naz}m in Tadabbur-i

Qur’a>n (Washington: American Trust Publications, 1986), 65-67.217Boullata, ed. Literary Structures of Religious Meaning in the Qur’an, 363.218Salwa. M.S. El-Awa, Textual Relations in the Qur’a>n: Relevance, coherence and structure

(London: Routledge, 2006), 20. 219Ide tema sentral juga diusung oleh beberapa sarjana selain Qut}b, hanya saja istilah yang

digunakan berbeda-beda. Misalnya Fara>hi> dan Is}la>h}i> menyebut tema sentral dengan ‘amu>d dan T{aba>t}aba>’i> menyebutnya dengan gharad}. Lihat selengkapnya dalam Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n, 38-65.

Page 57: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

49

bahwa al-Qur’an tidak memiliki koherensi. Hal tersebut terbukti dengan minat besarnya b dalam hubungannya di antara ayat-ayat al-Qur’an.220 Bahkan dalam kesempatan yang lain, dia menentang para mufassir pendahulunya, juga para ahli bahasa yang dianggapnya tidak sesuai dengan metode. Menurutnya, mereka hanya melihat setiap teks ayat al-Qur’an secara terpisah-pisah, tidak melihat secara utuh. Mereka tidak mempunyai alat analisa yang sempurna, berhenti pada perbedaan persepsi dalam keindahan al-Qur’an.221

Penelitian tentang kesatuan tema membutuhkan metode yang tepat untuk mengungkap pemahaman yang benar. Akan tetapi sependek pengamatan penulis, tentang metodologi kesatuan tema secara umum tidak ada pakem metodologi sehingga kajian ini menjadi sulit. Hal tersebut terlihat dari beragamnya metode yang disajikan para penggiat kajian ini.222 Misalnya Sayyid Qut}b, ia mempunyai gagasan tentang mih}war untuk tema sentral sebuah surah dan hadaf untuk tema sentral al-Qur’an secara keseluruhan. Dalam penilaian subyektif penulis, Sayyid Qut}b tidak menyebutkan bagaimana sebuah tema terpilih menjadi sebuah mih}war, apa kriterianya, apa spesifikasinya sehingga sebuah tema layak menjadi sebuah mih}war. Begitu juga tentang hadaf yang dipilihnya.

Misalnya surah al-Baqarah, Qut}b menyebutkan bahwa surah al-Baqarah mempunyai dua mih}war. Pertama, persiapan yang harus dilakukan kaum muslim dalam rangka memikul tugas sebagai khalifah di muka bumi. Kedua, sikap Bani Israil terhadap dakwah Islamiyyah di Madinah, tanggapan dan sikap mereka terhadap Rasulullah.223 Mengenai pemilihan dua hal tersebut sebagai mih}war Sayyid Qut}b tidak menjelaskan secara detail bagaimana kedua hal tersebut terpilih menjadi mih}war surah al-Baqarah.

Untuk surah A<li ‘Imra>n, Sayyid Qut}b menyebutkan bahwa surah tersebut berbicara tentang bagian-bagian kehidupan umat Islam di Madinah pada tahun ke-2 H sampai tahun ke-3 H—setelah perang Badar sampai setelah perang Uh}ud. Menurutnya, surah ini menceritakan nuansa kehidupan pada saat kedua perang tersebut berlangsung. Surah ini menggiring pembaca seakan-akan masuk dalam setiap peristiwa yang terjadi pada masa itu.224 Sebagaimana halnya dalam surah al-Baqarah, dalam surah ini Sayyid Qut}b kembali tidak menjelaskan kenapa sebuah tema terpilih menjadi sebuah mih}war.

Sedangkan untuk surah al-Nisa>’, Qut}b menjelaskan—sebagaimana surah al-Baqarah—meskipun mengandung beberapa pokok pikiran akan tetapi bermuara pada mih}war yang menjadi pengikatnya. Ia mengatakan:

“Telah kita ketahui sebelum ini (dalam al-Baqarah dan A<li ‘Imra>n), al-Qur’an menyuguhkan

220Salwa. M.S. El-Awa, Textual Relations in the Qur’a>n, 20-21. 221Boullata, ed. Literary Structures of Religious Meaning in the Qur’an, 356. 222Beragamnya metodologi yang ditawarkan para penggiat kajian kesatuan tema terlihat dari

beragamnya interpretasi struktur sebuah surah. Selanjutnya akan dibahas pada Bab IV. 223Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 1/28. 224Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 1/349-350.

Page 58: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

50

situasi yang meliputi perkembangan umat Islam di Madinah dan menjelaskan karakter metode yang digunakan untuk membangun sebuah komunitas, menampakkan tugas yang harus dipikul dalam rangka sebagai khalifah, dan lain sebagainya. Begitu juga al-Qur’an dalam surah al-Nisa>’ juga menampilkan berbagai kondisi, tetapi pada setiap surah mempunyai kepribadian yang khusus, nuansa yang istemewa dan mih}war yang menjadi pengikat topik-topiknya.”225 Namun, Qut}b kembali tidak menjelaskan secara jelas bagaimana sebuah tema

terpilih menjadi mih}war dalam surah ini. Di bawah ini akan disajikan metode yang ditempuh Qut}b dalam menafsirkan

al-Qur’an yang dibangun atas konsep kesatuan tema yang dikembangkannya, yaitu sebagai berikut:

Pertama, secara umum dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dia mengikuti suasana hati dan khayalan jiwa, menampakkan dalam penggambaran indrawi, menggunakan metode tanda-tanda alam, kejadian yang telah lampau, menghadirkan cerita seakan-akan cerita hidup yang sedang berlangsung. Metode yang dimaksudnya adalah penggambaran diagnostik dengan jalan imajinasi dan personifikasi,226 yaitu dengan menonjolkan tujuan dan tema.227 Menurutnya, metode ini lebih utama dibandingkan metode yang lain dengan menghadirkan ungkapan kata-kata. Metode pertama sasarannya adalah hati, sedangkan metode kedua sasarannya adalah berdialog dengan indra kemudian diteruskan ke hati.228

Al-Qur’an,seperti yang dilihat Sayyid Qut}b dan sebagaimana yang diinspirasikan oleh nas}s}-nas}s-}nya yang mengandung mukjizat,memiliki roh (nyawa) dan sifat-sifat hidup yang menyentuhmu dan engkau pun bisa menyentuhnya ketika engkau memperdengarkan hati dan rohmu kepadanya. Dan sungguh engkau akan dapat melihat rahasia-rahasia darinya manakala engkau membuka hatimu untuknya dan engkau memurnikan rohmu untuknya. Sesungguhnya engkau akan tertarik kepadanya tentang ciri-ciri dan sifat-sifatnya, sebagaimana engkau tertarik kepada ciri-ciri dan sifat-sifat teman dekatmu, manakala sesaat engkau menemaninya, bersahabat dengannya serta berteduh di bawah naungannya.229

Misalnya saat menafsirkan surah al-A‘ra>f (7): 40. Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah tidak akan diterima di sisi Allah dan tidak akan masuk surga. Ini adalah penggambaran hati yang ditampakkan dalam bentuk indrawi. Seseorang akan dihadapkan pada gambaran bagaimana pintu-pintu langit dibuka dan bagaimana seekor unta masuk ke dalam lubang jarum.

225Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 1/555. 226Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau

barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Personifikasi (penginsanan) merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang mengiaskan pada benda-benda mati bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia. Lihat Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), 140.

227Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, 239.228Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, 241-242.229Sayyid Qut}b, Fi Z{ila>l al-Qur’a>n, 5/2958. Lihat juga 5/3176.

Page 59: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

51

Sungguh suatu hal yang tidak mungkin.230 Kedua, Qut}b menulis tafsirnyasebagai hasil dari interaksinya dengan al-

Qur’an dimulai dengan mukaddimah yang panjang. Mukaddimah berisi pokok gagasannya dalam menafsirkan al-Qur’an. Dia merasakan simfoni yang indah antara gerak kehidupan manusia yang dikehendaki Allah dan gerak alam semesta yang diciptakan-Nya. Kemudian dia memperhatikan kehidupan jahiliyyah yang tampak olehnya, kejatuhan yang dialami manusia karena menyimpang dari sunnah kauniyyah, serta adanya benturan antara ajaran yang rusak serta jahat dan fitrah yang diciptakan Allah untuk manusia. Betapa ruginya manusia jika mereka lebih memilih untuk jalan yang menuju neraka.231

Ketiga, Qut}b meletakkan pondasi tafsirnya yang ia bangun berbasis kesatuan tema surah, kesatuan tema juz dan kesatuan tema al-Qur’an secara keseluruhan. (Keterangan lebih lanjut akan dijelaskan pada bab empat).

Keempat, Qut}b sangat fokus terhadap aspek kesesuaian. Misalnya, keserasian akhir ayat melebihi keindahan puisi. #Hal ini dikarenakan al-Qur’an mempunyai purwakanti beragam sehingga tidak menjemukan. Misalnya surah al-Najm (53): 1-22 diakhiri dengan rima sama yang berbeda dengan kaidah puisi Arab,232 sehingga tidak aneh kalau masyarakat Arab terenyuh dan mengira Muhammad berpuisi. Namun wali>d bin al-Mughi>rah membantah, karena berbeda dengan kaidah-kaidah puisi yang ada, lalu ia menuduh ucapan Muhammad adalah sihir karena mirip mantra yang prosais dan puitis.233

Menurutnya, keserasian adalah salah satu point penting yang banyak terlupakan oleh para sarjana yang konsen pada bidang ke-bala>ghah al-Qur’an. T{a>ha> H{usain seperti yang dikutip Boullata menyatakan bahwa al-Qur’an bukan sebuah prosa.234 Menurutnya, keserasian mempunyai beberapa corak dan tingkatan, yaitu:235

1. Keserasian dalam menyusun gaya bahasa; hal tersebut bisa dilakukan dengan pemilihan kata yang tepat untuk disusun dalam sebuah rangkaian yang mencapai tingkatan sempurna.

2. Keserasian dalam irama musikal yang berasal dari pemilihan kata dan menyusunnya dalam sebuah rangkaian tertentu. Hal tersebut sangat jelas

230Sayyyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 3/1291. Lihat juga Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni>, 38. 231Sayyyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 1/11.232Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qura>n, 103-104. 233Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, 13. 234Menurut T{a>ha> H{usain al-Qur’an bukan sebuah prosa karena al-Qur’an terikat oleh ikatan khas

sendiri yang tidak ditemukan di tempat lain, hal tersebut terkait ujung ayat dan irama musikal khas yang hanya dimiliki al-Qur’an. hal tersebut menunjukkan keunikan karakter al-Qur’an. Menurut T{a>ha> H{usain keunikan al-Qur’an tersebut berasal dari dua hal. Pertama, struktur sastranya, dan kedua, sumbernya. Keeunikan struktur al-Qur’an terkait rima ujung-ujung ayatnya dan bunyi musikal khas susunannya. Seperti di kutip oleh Boullata dalam kuliah umum yang disampaikan T{a>ha> H{usain di Kairo pada tahun 1930an. Boullata, ed. Literary Structures of Religion Meaning in the Qur’an, ix.

235Sayyyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, 87-89.

Page 60: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

52

pada susunan al-Qur’an.3. Keserasian dalam bala>ghah al-Qur’an yang berkaitan dengan hubungan

kalimat. Misalnya, ayat wa huwa ‘ala> kulli shai’in qadi>r setelah sebelumnya membicarakan kekuasaan Allah.

4. Keserasian mata rantai maknawi antara beberapa tujuan dalam ayat dan keserasian perpindahan dari satu tujuan ke tujuan yang lain sehingga tercapai sebuah harmoni.

5. Keserasian internal antara nas}s} dan penjelasan-penjelasan yang mendukungnya. Seperti yang dilakukan al-Zamakhshari> dalam surah al-Fa>tih}ah, yaitu dalam bab “kaifa fahm al-Qur’a>n”. Sayyid Qut}b sendiri memberikan contoh ketika menjelaskan surah al-‘Alaq dengan penjelasan pendukung dalam bab “manba‘ al-sih}r fi> al-Qur’a>n”.

M. Quraish Shihab berpendapat bahwa para ulama al-Qur’an mengemukakan keserasian hubungan bagian-bagian al-Qur’a>n paling tidak dalam tujuh hal: Pertama, keserasian kata demi kata dalam satu surah. Kedua, keserasian kandungan ayat dengan fa>s}ilat yakni penutup ayat. Ketiga, keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya. Keempat, keserasian uraian awal (mukaddimah) satu surah dengan penutupnya. Kelima, keserasian penutup surah dengan uraian awal (mukaddimah) surah sesudahnya. Keenam, keserasian tema surah dengan nama surah.236

Setelah memberikan pendahuluan tafsirnya, Sayyid Qut}b menguraikan penjelasannya atas al-Qur’an secara ayat demi ayat, dan terkadang beberapa ayat sekaligus. Untuk surah al-Fa>tih}ah misalnya, dia memberi komentar tentang al-Fa>tih}ah dengan penjalasan yang dikuatkan hadi>th dan ayat-ayat lain. Dalam al-Fa>tih}ah, dia menjelaskan ayat demi ayat, kecuali pada ayat 6-7 digabungkan dalam penjelasannya.237

Keenam, sebelum memulai menafsirkan sebuah surah, Sayyid Qut}b membaca sebuah surah secara utuh berulang-ulang. Bahkan pembacaannya itu dilakukannya dari hari ke hari sehingga ia mendapatkan petunjuk mengenai tema mendasarnya serta poros pusat (mih}war) yang seluruh tema yang bersifat cabang bersandar padanya.238

Ketujuh, dalam menafsirkan terkadang Sayyid Qut}b memberikan pendahuluan sebelum masuk dalam penjelasan surah demi surah, dan memberi penutup dalam sebuah tema tertentu. Misalnya al-Baqarah, sebelum memberi uraian panjang lebar pada ayat-ayatnya, dia memberi pendahuluan mengenai karakter umum surah. Pendahuluan tersebut terkait seputar keberadaan surah dan surah-surah lainnya dalam al-Qur’an, serta membuat tema pokok surah. Setelah memberikan

236M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002), xxiii.

237Sayyyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 1/21-26. 238Adnan Zurzur , Madkhal ila> Tafsi>r al-Qur’a>n wa ‘Ulu>mihi (Damaskus: Da>r al-Qalam, 1998),

269.

Page 61: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

53

pendahuluan, dia mulai menjelaskan ayat demi ayat dengan pengklasifikasian secara tematis. Misalnya surah al-Baqarah, dalam menafsirkan surah ini, dia membaginya menjadi beberapa kelompok ayat. Kelompok ayat-ayat tersebut kemudian ia bagi lagi menjadi beberapa topik. Meskipun demikian Sayyid Qut}b tetap berpegang pada apa yang menjadi keyakinannya, semua bagian-bagian dari beberapa kelompok ayat tersebut bermuara pada mih}war yang telah lebih dahulu ia tentukan.239

Kedelapan, Sayyid Qut}b dalam menafsirkan ayat per ayat menggunakan pendekatan muna>sabah. Dia menampakkan keterpaduan dan kesatuan tema surah dengan menjelaskan bentuk harmoni sebagai berikut:240

1. Harmoni antara kosakata ayat dan bagian-bagiannya, khususnya pada ayat yang panjang, semisal ayat hutang.

2. Harmoni antara ayat-ayat satu penggalan yang menghimpun satu himpunan dari ayat-ayat yang ada.

3. Harmoni antara beberapa penggalan satu ‘ibrah (pelajaran) yang terdiri dari beberapa penggalan yang selaras.

4. Harmoni antara beberapa ibrah dalam satu surah yang mencakup beberapa penggalan dalam bagian tematis yang selaras.Demikian, metode yang digunakan Sayyid Qut}b dalam menampakkan

kesatuan tema. Akan tetapi perlu untuk melihat sejauh mana konsistensi Sayyid Qut}b dalam mengaplikasikan ide kesatuan tema yang dikembangkannya. Dalam hal ini kita akan menelaah beberapa penafsiran Sayyid Qut}b dalam beberapa ayat.

Dalam surah al-Ma>’idah (5): 44, 45, dan 47.

Artinya: “Barang siapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.”

Artinya: “Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim.”

Artinya: “Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang fasik.”Sebelum melihat penafsiran ayat-ayat tersebut secara rinci, terlebih dahulu

kita akan menjumpai bahwa Sayyid Qut}b sebelum masuk dalam penafsiran ayat per ayat atau beberapa ayat sekaligus, terlebih dahulu Sayyid Qut}b membahas surah al-Ma>’idah dalam perspektif komprehensif. Sayyid Qut}b menjelaskan bahwa surah al-Ma>’idah mengandung bermacam-macam tema. Perekat antara tema-temanya

239Sayyyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 1/27-28. 240Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran, 151-152.

Page 62: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

54

secara keseluruhan adalah tujuan utama al-Qur’an diturunkan, meliputi pembinaan komunitas, konsep negara, mengatur masyarakat berdasarkan konsep dan gambaran tertentu, serta dengan struktur yang baru. Semua hal tersebut bermuara pada satu tujuan, yaitu mengesakan Allah. Istilah yang digunakan Sayyid Qut}b dalam hal ini adalah hadaf.241 Artinya, Sayyid Qut}b berusaha untuk konsisten dengan pandangannya tentang kesatuan tema, dalam hal ini kesatuan tema al-Qur’an secara keseluruhan.

Menurut dia, ayat-ayat di atas berisi tentang pengakuan atau penolakan ke-ulu>hiyyah-an Allah dan kepengurusannya atas manusia. Dari sana muncul masalah kafir atau iman, jahiliyyah atau Islam. Iman adalah mengakui Allah dengan segala ke-Maha-annya yang tidak ada sekutu baginya. Islam adalah tunduk dan patuh pada segala kekuasaan baik ketetapan maupun shari‘at-Nya. Maksud dari tunduk pada shari‘at adalah mengakui ulu>hiyyah dan kekuasaan-Nya. Sedangkan tidak tunduk pada shari>‘at dan mengambil shari>‘at lain itu artinya menolak mengakui ulu>hiyyah dan kekuasaan Allah. Patuh atau menolak dengan perkataan atau perbuatan adalah sama. Dari titik itulah muncul teks ayat-ayat tersebut di atas.242

Shari>‘at Allah, menurutnya adalah metode yang komprehensif yang mengatur, mengarahkan dan mengembangkan semua aspek kehidupan manusia. Sebuah metode yangseadil-adilnya, berbeda dengan metode yang dibuat manusia yang mempunyai kesenangan dan kecondongan. Juga metode yang membebaskan manusia dari penyembahan kepada manusia. Islam menjadikan shari>‘at Allah sebagai metode, membebaskan manusia dari manusia yang lain, menuju penyembahan kepada Allah semata. Dalam kondisi menyembah Allah, manusia berada dalam keadaan yang sama dan merdeka. Menurutnya, semua metode yang dibuat oleh manusia berarti penyembahan manusia atas manusia yang lain.243 Mengenai hal ini, ia menyebutnya sebagai masyarakat jahiliyyah. Hal tersebut karena mereka tidak hanya menyembah Allah saja, mereka juga berhukum pada selain Allah. Mereka mengikuti segala peraturan yang cenderung mengikuti hawa nafsu manusia, tidak pada metode dan shari>‘at yang telah ditetapkan Allah.244

Untuk penafsiran surah al-Ma>’idah (5): 44, menurut Sayyid Qut}b adalah sebuah ketetapan yang pasti. Lafaz} “man” mengandung ketetapan umum, siapa saja, yang terkandung dalam isim shart} dan jumlah jawa>b shart}. Hal tersebut menunjukkan berlakunya melampaui batas-batas lingkungan, kondisi, masa dan tempat. Hukumnya berlaku secara umum atas semua orang yang tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah, pada generasi dan bangsa manapun. Alasannya, bahwa orang yang tidak berhukum pada apa yang diturunkan Allah adalah menolak ulu>hiyyah Allah yang telah menetapkan shari>‘at dan peraturan bagi

241Sayyyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 2/825. 242Sayyyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 2/889. 243Sayyyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 2/890-891. 244Sayyyid Qut}b, Ma’a>lim fi> al-T{ari>q (Kairo: Da>r al-Shuru>q, 1979), 91-92.

Page 63: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

55

hamba-hamba-Nya. Orang yang tidak berhukum pada apa yang diturunkan Allah, menolak ulu>hiyyah Allah di satu sisi, di sisi lain dia mengukuhkan dirinya sebagai orang yang berhak dengan ke-ulu>hiyyah-an. Dan oleh karena itu dia disebut kafir.245

Penafsiran Qs. al-Ma>’idah (5): 45, adalah sebuah ungkapan umum, akan tetapi dengan penyebutan sifat baru yaitu zalim. Sifat baru tersebut bukan berarti kondisi lain selain sifat kufur, akan tetapi menambahkan sifat lain bagi orang yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah. Maka orang tersebut kafir karena menolak ulu>hiyyah dan mengaku memiliki hak ulu>hiyyah dengan mengaku memiliki hak membuat shari>‘at dan hukum manusia. Orang yang demikian adalah zalim, sebab membawa manusia pada selain shari‘at Allah.246

Sedangkan penafsiran Qs. Māidah (5): 47, bagi orang yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah adalah fasik. Ini juga merupakan sifat tambahan bagi sifat kufur dan zalim sebelumnya. Kafir karena menolak ulu>hiyyah Allah tercermin dalam penolakan terhadap shari>‘at-Nya. Zalim karena membawa manusia kepada selain shari>‘at Allah. Fasik karena keluar dari manhaj Allah dan mengikuti selain jalan-Nya.247

Dari paparan di atas, Sayyid Qut}b tidak menjelaskan secara rinci bagaimana mengaplikasikan penafsirannya di atas. Apakah seorang pemimpin yang melaksanakan suatu hukum undang-undang atau kebijakan yang esensinya tidak keluar dari shari>‘at Allah juga dikatagorikan kafir, zalim dan fasik?. Penulis tidak menemukan pembahasan secara gamblang mengenai hal tersebut. Penafsiran yang dilakukan Sayyid Qut}b bersifat umum dan berpegang pada asas kesatuan tema yang dikembangkannya.

Demikian contoh penafsiran Sayyid Qut}b. Ia berusaha membangun penafsirannya pada teori kesatuan yang dikembangkannya.

Kajian tentang stuktur sastra al-Qur’an merupakan lahan kajian yang luas,

245Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 2/898.246Sayyyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 2/900. 247Sayyyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 2/901.

Page 64: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

56

mencakup diksi,248 fonologi,249 morfologi,250 sintaksis,251 ritme, retorika, komposisi, gaya, dan juga hal-hal yang berkaitan dengan intertekstual, dan aspek sastra lainnya.252 Oleh karena itu, berbagai tokoh—sebelum atau sesudah—Sayyid Qut}b juga berupaya melakukan kajian al-Qur’an berbasis sastra.

Kajian al-Qur’an dengan pendekatan sastra juga sudah dilakukan oleh pendahulu Sayyid Qut}b, misalnya, Ami>n al-Khu>li>. Akan tetapi tidak jelas apakah Sayyid Qut}b terinspirasi atau bahkan mengadopsi metode yang dikembangkan al-Khu>li>, sebagaimana Bint Sha>t}i’. Bint Sha>t}i’ yang tidak lain adalah nama samaran dari ‘Aishah ‘Abd al-Rah}ma>n menyatakan:

“Di universitas, saya telah meninggalkan lumbung yang begitu berharga, yaitu kajian tafsir dengan pendekatan sastra. Hingga datanglah guru saya—al-Khu>li>—memperkenalkan sebuah pendekatan sastra kepada murid-muridnya dan saya termasuk di dalamnya”.253 Ami>n al-Khu>li> (1895-1967 M) adalah salah satu dari para pembaharu yang

memberikan sumbangan pemikiran interpretasi kajian sastra al-Qur’an.254 Al-Khu>li> mengembangkan tren interpretasi filologik dan sastra.255 Salah satu penelitiannya menyatakan, al-Qur’an adalah karya kesusastraan Arab yang terbesar (Kita>b al-‘arabiyyah al-akbar). Baginya, al-Qur’an adalah kitab sastra Arab yang teragung yang bisa didekati oleh siapa saja.256

Al-Khu>li>,ditulis dalam serial essay qur’anic studies yang dirilis oleh Institute of Ismaili Studies,adalah sarjana berkebangsaan Mesir yang menggunakan tren

248Keraf mengemukakan kesimpulan utama mengenai diksi, yaitu: Pertama, diksi (pemilihan kata) mencakup pengertian kata-kata mana yang paling tepat dipakai dalam menyampaikan gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam sebuah situasi. Kedua, diksi adalah kemamampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk mememukan bentuk yang paling sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki oleh kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, diksi yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan perbendaharaan kata bahasa dimaksudkan keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa. Lihat Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, 24.

249Fonologi dalam bahasa ‘arab adalah ‘ilm as}wa>t.250Marfologi dalam bahasa Arab di sebut dengan ‘ilm s}arf. Morfologi adalah bagian dari ilmu

bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Lihat dalam M. Ramlan, Morfologi, Suatu Tinjauan Deskriptif (Yogyakarta: Cv Karyono, 2001), 21.

251Sintaksis (dalam bahasa Arab disebut ‘ilm nah}w) adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase. M. Ramlan, 2001.

252Boullata, ed. Literary Structures of Religious Meaning in the Qur’an, x. 253‘Aishah ‘Abd al-Rah}ma>n, al-Tafsi>r al-Baya>ni> li al-Qur’a>n al-Kari>m (Kairo: Da>r al-Ma’a>rif,

1977), jilid 1, 13.254J. J. G. Jansen, The Interpretation of the Koran in Modern Egypt (Leiden: E, J. Brill, 1980), 65. 255Stefan Wild, ed. The Qur’an as Text, ix. Lihat juga J. J. G. Jansen, Diskursus Tafsir al-Qur’an

Modern, terj. Hairussalim, Syarif Hidayatullah (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1997), xiv. 256 M. Nur Kholis Setiawan, Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar, (Yogyakarta: eLSAQ Press,

2005), 65.

Page 65: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

57

modern dalam menafsirkan al-Qur’an. Ini adalah cara menafsirkan al-Qur’an secara kontekstual dan menggunakan pendekatan tematik.257 Ia menerapkan kesatuan tema dalam beberapa karangannya seperti Min Huda> al-Qur’a>n. Dia menekankan aspek relevansi al-Qur’an dalam menjawab tantangan kekinian. Ia mempelopori pengembangan corak baru dalam penafsiran yaitu, adabi> ijtima>‘i>. Tren interpretasi yang dimotori al-Khu>li> ini kemudian dengan piawai diaplikasikan oleh murid sekaligus istrinya, Bint Sha>t}i’ dalam al-Tafsi>r al-Baya>ni> li al-Qur’a>n al-Kari>m.258

Selanjutnya menurut al-Khu>li>, menafsirkan al-Qur’an berdasar urutan surah-surahnya tidak mampu memenuhi kebutuhan pemahaman mufassir. Oleh karena itu dibutuhkan penafsiran dengan perspektif baru yaitu penafsiran berdasarkan tema tertentu yang diharapkan mampu membuka pemahaman yang benar dan dalam.259

Apa yang dikampanyekan al-Khu>li> yang tertuang dalam Mana>hij Tajdi>d mengenai prinsip-prinsip kesusastraan dalam penafsiran diringkas dalam pembukaan al-Tafsi>r al-Baya>ni> dalam beberapa poin: 260

Pertama, prinsip utama metode ini adalah memahami al-Qur’an secara tematis, yaitu mengumpulkan surah atau ayat dalam tema yang akan dibahas.

Kedua, tentang pemahaman teks. Ayat-ayat disusun berdasarkan pada urutan turunnya untuk mengetahui situasi dan kondisi yang meliputi. Riwayat yang menyangkut asba>b nuzu>l diperlukan dengan tidak mengesampingkan kaidah bahwa yang dijadikan pijakan adalah lafalnya yang umum bukan sebabnya yang khusus.

Ketiga, tentang pemahaman konotasi kata (lafaz}). Untuk memahami makna suatu kata harus ditelusuri penggunaan kata tersebut dalam penggunaanya majaz (kiasan) atau hakiki, juga penggunaannya dalam al-Qur’an.

Keempat, mengetahui konteks yang tersirat dan tersurat dari ayat yang sedang dikaji dengan hanya didukung oleh pendapat-pendapat mufassir yang sesuai.

Perhatian al-Khu>li> terhadap kajian teks al-Qur’an disebabkan kepiawaiannya mengkaji teks-teks sastra dengan dua metode kritik yang ia kembangkan. Kritik tersebut adalah kritik ekstrinsik (naqd al-kha>riji>) dan kritik intrinsik (naqd al-da>khili>). Kritik yang pertama menyasar pada kritik sumber, kajian holistik faktor-faktor eksternal munculnya sebuah karya—sosial-geografis, religio-kultural maupun politis—untuk dapat memetakan karya sastra dalam konteksnya secara proporsional. Sedangkan kritik yang kedua mengarah pada teks sastra itu sendiri dengan analisis linguistik yang dalam sehingga mampu menampakkan makna yang dikehendaki dari sebuah teks.261

257Lihat Abdullah Saeed, ed. Review dari “Approaches to the Qur’an in Contemporary Indonesia,” oleh Carool Kersten, Qur’anic Studies Series 2, (2005): 499.

258Ami>n al-Khu>li>, Min Huda> al-Qur’a>n (Kairo: al-Haiah al-Mis}riyyah al-‘A<mma>h li al-Kita>b, 1987), 11.

259Al-Daghami>n, Manhajiyyah al-Bah{thi (‘Amma>n: Da>r al-Bashi>r, 1995), 23. 260‘Aishah ‘Abd al-Rah}ma>n, al-Tafsi>r al-Baya>ni> li al-Qur’a>n al-Kari>m, jilid 1, 10-11. 261J. J. G. Jansen, Diskursus Tafsir al-Qur’an Modern, terj. Hairussalim, Syarif Hidayatullah,

xiv-xv.

Page 66: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

58

Menurut al-Khu>li>, dikutip J. J. G. Jansen, idealnya sebuah kajian al-Qur’an berpegang pada dua hal:262

Pertama, kajian seputar al-Qur’an (dira>sah h}awl al-Qur’a>n al-Kari>m). Lahan dari kajian ini adalah aspek sosio-historis, kultural, dan geografis. Kajian seputar al-Qur’an ini meliputi ilmu-ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an dan hal-hal pokok untuk memahami al-Qur’an. Misalnya, turunnya al-Qur’an, kodifikasi, lingkungan turunnya al-Qur’an, dan lain-lain.

Kedua, kajian al-Qur’an itu sendiri (dira>sah fi> al-Qur’a>n nafsihi). Kajian ini dimaksudkan pengamatan terhadap kosa-kata al-Qur’an yang meliputi maksud lafaz}-lafaz}, implikasi serta makna yang digunakan. Setelah kosa kata, seorang mufassir kemudian mencurahkan perhatian terhadap kata yang tersusun, yaitu dengan bantuan ilmu-ilmu alat (nah{w dan s}arf), dan juga dengan bantuan ilmu bala>ghah. Dengan kata lain, pelacakan kosa-kata al-Qur’an sejak diturunkan hingga pemakaiannya dalam al-Qur’an.

Dengan demikian, mengenai kedua hal tersebut menurut Ami>n al-Khu>li> adalah sama pentingnya. Oleh karena itu, al-Khu>li> mempunyai beberapa pandangan: Pertama, ia mendorong sarjana yang ingin menulis tafsir al-Qur’an agar memperhatikan semua ayat di mana al-Qur’an membicarakan sebuah subyek, dan tidak membatasi mereka pada penafsiran satu bagian saja dengan mengabaikan pernyataan-pernyataan lain al-Qur’an terhadap topik yang sama. Kedua, al-Khu>li> menekankan perlunya studi yang cermat atas setiap lafaz} al-Qur’an, tidak hanya dengan bantuan kamus-kamus klasik tetapi juga merujuk pada al-Qur’an itu sendiri dari lafaz} yang sama. Ketiga, mufassir al-Qur’an hendaknya menganalisa bagaimana al-Qur’an menggabungkan lafaz}-lafaz} ke dalam kalimat.263

Setelah membaca dan menganalisa penafsiran Sayyid Qut}b sangat jelas bahwa Sayyid Qut}b sangat intens dalam kajian kesatuan tema. Sebagaimana yang dikemukakan al-Kha>lidi> bahwa salah satu tujuan fundamental dan metode yang digunakan dalam Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n adalah menjelaskan kesatuan tema al-Qur’an.

C. Urgensi, Fungsi Memahami Kesatuan Tema al-Qur’an dan Upaya PengembangannyaMuh}ammad ‘Abd Alla>h Dira>z menyatakan bahwa kesalahan besar yang

dilakukan para orientalis terlebih ulama muslim adalah melupakan poin penting yaitu kesatuan tema al-Qur’an. Al-Qur’an, jika diamati secara sekilas susunannya tidak saling terkait, tidak teratur, berisi pemikiran-pemikiran yang bertentangan. Mereka melupakan bahkan tidak tahu bahwa al-wah}dah al-adabiyyah—istilah yang dipakai Dira>z dalam kesatuan al-Qur’an—adalah jawaban terhadap apa yang mereka tuduhkan. Bahkan ada yang berpendapat bahwa kekacauan susunan al-Qur’an bermuara pada kesalahan sahabat pada saat pengumpulan al-Qur’an. Maka

262J. J. G. Jansen, The Interpretation of the Koran in Modern Egypt, 65. Lihat juga al-Daghami>n, Manhajiyyah al-Bah{thi, 22.

263J. J. G. Jansen, The Interpretation of the Koran in Modern Egypt, 67.

Page 67: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

59

jawaban untuk tuduhan ini adalah bahwa hadi>th dan athar sepakat bahwa surah-surah yang ada dan kita baca sampai saat ini adalah sama seperti yang ada dan dibaca pada masa nabi hidup. Dira>z menambahkan bahwa dirinya telah melakukan percobaan khusus mengenai hal ini dengan mengambil sampel secara acak pada salah satu surah Madaniyyah yaitu al-Baqarah dan dua surah Makkiyyah yaitu Yunu>s dan Hu>d. Akhir dari penelitiannya membuktikan bahwa setiap surah saling terkait dan serasi.264

Dari segi kebahasaan dan sastranya al-Qur’an mempunyai gaya bahasa yang khas yang sangat berbeda dengan bahasa masyarakat Arab, baik dari pemilihan huruf dan kalimat yang keduanya mempunyai makna yang dalam. Uthma>n bin Jinni> (932-1002) seorang pakar bahasa Arab—sebagaimana disebutkan Quraish Shihab—mengatakan bahwa pemilihan kosa kata dalam bahasa Arab bukanlah suatu kebetulan melainkan mempunyai nilai falsafah bahasa yang tinggi.265

Menurut Philip K. Hitti, gaya bahasa al-Qur’an adalah gaya bahasa terbaik, tidak tertandingi, dan tidak bisa ditiru. Gaya bahasa ini yang disebut Hitti dengan mukjizat al-Qur’an.266

Susunan al-Qur’an adalah sebuah susunan yang unik. Al-Ra>fi‘i> dalam bukunya mengajak kita untuk mencermati sebuah ayat dari surah al-A‘ra>f (7): 133.

...

Artinya: “Maka kami kirimkan kepada mereka topan, belalang, kutu, katak, dan darah (air minum berubah menjadi darah) sebagai bukti-bukti yang jelas, ...”Ayat diatas terdiri dari lima nama, diantaranya yang paling ringan

pengucapannya adalah al-T{u>fa>n, al-Jara>d, al-Da>m. Sedangkan kata yang paling susah diucapkan adalah al-Qummal dan al-D{afa>d}i‘. Urutan telah disesuaikan berdasarkan tingkat kesulitan dalam pengucapan, dari yang paling ringan ke yang paling berat. Tujuan pengurutan adalah untuk memudahkan pengucapan. Ketika kita cermati secara mendalam, misalnya kita ubah susunan dari kelima nama tersebut, kita tukar posisi depan atau belakangnya, maka kita tidak akan bisa membuat susunan yang lebih baik dari format susunan di atas.267

264Muh}ammad ‘Abd Alla>h Dira>z, Madkhal ila> al-Qur’a>n al-Kari>m (Kairo: Da>r al-Qalam, 2003), 127-128.

265M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib (Bandung: Mizan, 1998), 90.

266Dalam bukunya dia menyatakan, “The style of the Koran is God’s style. It is different—incomparable and inimitable. This is basically what constitutes the “miraculous character” (i’jaz) of the Koran. Of all miracles it is greatest: if all men and jinn were to collaborate, they could not produce Its like (17:88). The Prophet was authorized to challenge his critics to produce something comparable (10:38). The challenge was taken up by more than one stylist in Arabic literature –whit a predictable conclusion. The revelance of Muhammad’s “illiteracy” to this argument becomes obvious. Lihat Philip K. Hitti, Islam A Way of Life (T.tp: University of Minnesota, 1970), 27-28.

267Mus}t}afa> S{a>diq al-Ra>fi‘i>, I‘ja>z al-Qur’a>n (Beirut: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1990), 235.

Page 68: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

60

Begitu indah susunan al-Qur’an yang telah disusun sedemikian rupa oleh Penciptanya. Uraian di atas adalah salah satu contoh bahwa susunan al-Qur’an adalah sebuah mukjizat. Kemukjizatan susunan al-Qur’an meliputi huruf, kalimat dan paragraf.268

Mukjizat sebagai bukti bahwa wahyu tidak menyimpang dari konteks kebudayaan di mana wahyu tersebut diturunkan. Abu> Zayd menjelaskan—dengan mengutip perkataan al-Zarkashi>—alasan mengapa mukjizat Nabi Muhammad berupa teks bahasa. Pada masa Nabi Muhammad yang hidup di Arab, oleh karena bangsa Arab di mana al-Qur’an diturunkan memiliki keunggulan dalam bidang sastra, puisi, maka mukjizat yang diberikan berupa teks bahasa yang agung tersebut. Begitu juga mukjizat Nabi Isa adalah menyembuhkan penyakit dan menghidupkan kembali orang yang telah meninggal karena karakteristik kebudayaan pada masa Nabi Isa unggul dalam bidang kedokteran. Nabi Musa, kaumnya sangat pandai dalam bidang sihir, maka mukjizat Nabi Musa adalah sejenisnya, tongkatnya berubah menjadi ular.269

Al-Qur’an disusun berdasarkan petunjuk langsung dari nabi atau bersifat tawqi>fi>.270 Al-Qur’an diturunkan dalam rentang waktu kurang lebih 23 tahun mulai 611 M secara berangsur-angsur.271 Ketika sebuah ayat turun maka Nabi atas bimbingan Jibril langsung akan memberi petunjuk bahwa ayat tersebut terletak sesudah ayat tertentu dan dalam surah tertentu. Rentang waktu yang lama dan susunan mus}ha}f (tarti>b mus}h}afi>) yang tidak sesuai dengan urutan turun (tarti>b nuzu>li>) memberi persangkaan dan perdebatan seputar susunan al-Qur’an tersebut. Ada tiga kelompok dengan pendapat berbeda mengenai seputar susunan al-Qur’an:272

Pertama, kelompok yang percaya dan menyatakan bahwa susunan al-Qur’an adalah tawqi>fi> (petunjuk Nabi atas dasar wahyu). Kedua, kelompok yang percaya dan mengatakan bahwa susunan al-Qur’an adalah ijtiha>di> (hasil dari ijtihad). Ketiga, kelompok yang menyatakan bahwa semua susunan al-Qur’an adalah tawqi>fi>, kecuali surah al-Anfa>l dan al-Taubah. Pendapat yang paling sahih dan terkuat adalah pendapat yang pertama.

Adapun mengungkap rahasia di balik pentingnya kesatuan tema al-Qur’an adalah sebagai berikut:

Pertama, menampakkan sisi kemukjizatan al-Qur’an.273 Hal yang disangkakan

268Al-Ra>fi‘i>, I‘ja>z al-Qur’a>n, 212-248. 269Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhu>m al-Nas}s}: Dira>sah fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Kairo: al-Hai’ah al-Mis}

riyyah al-‘Amma>h li al-Kita>b, 1993), 156. 270Al-Suyu>t}i>, Asra>r Tarti>b al-Qur’a>n, 68.271Diantara hikmah diturunkan secara berangsur-angsur adalah dalam rangka mempersiapkan

hati orang Arab untuk bisa menerima secara perlahan perintah dan larangan. Lihat al-Ra>fi‘i>, I‘ja>z al-Qur’a>n, 34.

272Baca selengkapnya dalam S{ubh}i> al-S{a>lih}, Maba>hith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Beirut: Da>r al-‘Ilm li al-Mala>yi>n, 1977), 71-73.

273Para ulama sepakat akan kemukjizatan al-Qur’an. Namun demikian, ada segelintir orang

Page 69: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

61

kelompok penentang kesatuan tema, bahwa al-Qur’an adalah saling kontradiktif adalah tidak benar. Oleh kelompok pendukung, ayat-ayat yang kelihatannya saling bertentangan jika dielaborasi secara mendalam akan ditemukan titik temu. Bahwa ayat-ayat tersebut pada akhirnya akan saling menguatkan antara satu sama lain. Hal tersebut adalah bukti kemukjizatan al-Qur’an.

Sayyid Qut}b menerapkan kesatuan tema al-Qur’an dalam tafsirnya. Dengan semangat tersebut ia berusaha menyelesaikan berbagai persoalan seputar akidah. Menurutnya, ayat-ayat al-Qur’an itu berporos pada satu tema sentral yaitu ketuhanan. Adapun hal-hal lain yang terkandung dalam al-Qur’an dimaksudkan sebagai penjelas tema besar tersebut, mempertajam maksudnya, memperluas alasannya, serta menerangkan penerapannya dalam kehidupan manusia, baik dalam segi akidah, ibadah, maupun kehidupan sosial mereka.274

Rif‘at Fawzi> ‘Abd al-Mut}t}alib menyatakan bahwa al-Qur’an memiliki kemukjizatan berupa keterkaitan antara bagian-bagiannya. Setiap surah selalu berkaitan dengan surah sebelum atau sesudahnya, demikian pula setiap ayat berkaitan denga sebelum atau sesudahnya. Keterkaitan itu merupakan sebuah penyempurnaan antara yang satu dengan yang lain. Hal tersebut terjadi lebih dari satu tema, dalam satu ayat atau satu surah, sebagaimana yang dijelaskan dalam

yang masih menyoal akan kemukjizatan al-Qur’an di antaranya Abu> Ish}a>q Ibrahi>m al-Naz}z}a>m (w. 321 H/933 M), guru al-Ja>h}iz}, salah seorang tokoh Mu‘tazilah dan al-Murtad{a> (436 H/1297M) dari kelompok Shi>‘ah. Keduanya berpendapat bahwa kemukjizatan al-Qur’an adalah dengan cara s}irfah (pemalingan). Arti s}irfah dalam pandangan al-Naz}z}am adalah Allah memalingkan orang-orang Arab untuk menantang al-Qur’an, padahal sebenarnya mereka mampu menghadapinya. Maka s}irfah-lah yang mukjizat. Sedangkan s}irfah dalam pandangan al-Murtad}a> adalah bahwa Allah telah mencabut pengetahuan dan rasa bahasa yang mereka miliki dan yang diperlukan guna lahirnya satu susunan kalimat seperti al-Qur’an. pendapat tersebut menunjukkan kelemahan pemiliknya. Maka tidak akan dikatakan orang yang telah dihilangkan kemampuannya untuk melakukan sesuatu, bahwa sesuatu itu telah membuatnya lemah, selama ia masih sanggup untuk melakukannya pada suatu waktu. Akan tetapi yang melemahkan (mu’jiz) adalah kekuasaan Allah, bukan al-Qur’an yang mu’jiz. Sedangkan obyek pembahasan kita adalah kemukjizatan al-Qur’an, bukan kemukjizatan Allah. Al-Baqilla>ni> menolak s}irfah, penjelasannya adalah, bahwa satu hal yang membatalkan s}irfah adalah jika menandingi al-Qur’an itu suatu yang mungkin tapi mereka terhalang oleh s}irfah, maka kalam Allah itu tidak mukjizat, melainkan s}irfah-lah yang muukjizat. Dengan demikian kalam tersebut tidak memiliki kelebihan apa pun atas yang lain. Begitu juga Quraish Shihab menanggapi kedua tokoh ini dengan mengatakan bahwa pendapat keduanya tidak berlandas pada fakta sejarah. Ini terbukti dalam beberapa ayat yang menantang untuk mendatangkan teks yang serupa al-Qur’an. Ia mengutip pendapat Gibb seorang orientalis “Tidak ada seorangpun dalam seribu lima ratus tahun ini yang telah memainkan alat bernada nyaring yang demikian mampu serta berani dan sedemikian luas getaran jiwa yang diakibatkannya seperti apa yang dibaca oleh Muh}ammad SAW, yakni al-Qur’an. Selengkapnya lihat Mus}t}afa> Sa>diq al-Ra>fi‘i>, I‘ja>z al-Qur’a>n (Bairu>t: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1990), 144, Manna>‘ al-Qat}ta}a>n, Maba>h}it fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Tt: Manshu>ra>t al-‘As}r al-H{adi>th, 1990), 261, M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib, 155-156 dan Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al-Qur’an: Kajian atas Tafsir Al-Mis}ba>h (Ciputat: Puspita Press, 2011), 5-6.

274Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 3/1753.

Page 70: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

62

surah al-Nisa>’ (4): 82.275

‘Abd Alla>h Dira>z menyimpulkan bahwa segala sesuatu yang ada dan terkandung dalam al-Qur’an merupakan bentuk kemukjizatan. Ke-balaghah-an, pola-pola pendidikan, kebenaran informasi, syariat yang abadi, segala sesuatu yang menunjang pengungkapan hakekat ilmu baik nafsiyah maupun kauniyah, sistematika ayat-ayatnya adalah mukjizat di atas mukjizat. Ibn Qutaibah—seperti yang ditulis Rahman—juga melihat bukti i‘jaz dalam komposisi susunan al-Qur’an dan bahkan membandingkan dengan bahasa seorang orator ulung yang berorasi dengan sangat baik, melihat siapa pendengarnya, di mana tempatnya, dan kesempatannya. Maka bahasa al-Qur’an telah melampaui itu, bahasa al-Qur’an lebih luas dari metode berbicara yang tersedia untuk setiap manusia. Dia menuangkan pemikirannya tersebut dalam kitab ta’wi>l mushkil al-Qur’a>n.276

Aspek kemukjizatan al-Qur’an terdapat pada tiga hal: Pertama, tantangan untuk menciptakan kata atau kalimat yang sama dan senada dengan al-Qur’an (al-tah}addi>). Kedua, keselarasan mukjizat dengan kemampuan lawan bicara (mula>’amat al-mu‘jizah li tabi>‘at al-mukha>t}abi>n). Ketiga, sasaran mukjizat yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.277

Bukti dari kemukjizatan al-Qur’an adalah tidak seorang pun bisa membuat semacam al-Qur’an. Al-Qur’an digunakan Nabi untuk menantang orang-orang Arab tapi mereka tidak sanggup menghadapinya, padahal mereka sangat tinggi tingkat fas}ah}ah dan balaghah-nya. Al-Qur’an menantang para penentangnya dengan meminta mereka mendatangkan gubahan tutur kata yang semisal al-Qur’an. Qs. al-T{u>r (52): 34.

Artinya: “Maka cobalah mereka membuat yang semisal dengannya (al-Qur’an) jika mereka orang-orang yang benar.” Kemudian menantang mereka lagi untuk mendatangkan sepuluh surah

semisal dengan mempersilahkan meminta bantuan kepada siapa saja selain Allah yang mereka anggap mampu. Qs. Hu>d (11): 13.

275Rif’at Fawzi> ‘Abd al-Mut}t}alib, al-Wah}dah al-Maud}u>’iyyah li al-Su>rah al-Qur’a>niyyah, 5-6. 276Lihat Muh}ammad ‘Abd Alla>h Dira>z, al-Naba>’ al-‘Az}i>m (kuwait: Da>r Qalam, 1977), 211,

Yusuf Rahman, “Ellipsis in the Qur’a>n: A Study of Ibn Qutayba’s Ta’wi>l Mushkil al-Qur’a>n,” dalam Literary Structures of Religious Meaning in the Qur’a>n, ed. Issa J. Boullata (Richmond Surrey: Curzon Press, 2000), 278 dan lihat A.H. Johns, “A Humanistic Approach to I’ja>z in the Qur’an: The Transfiguration of Language,” Journal of Qur’anic Studies 13, no. 1 (2011): 81.

277Iffat al-Sharqa>wi>, Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi Mis}r fi ‘As}r al-Hadi>th (Kairo: tp, 1972), 269-270. Bandingkan dengan H}ifni> Muh}ammad Sharaf, ia menyatakan aspek kemukjizatan ada tujuh, diantaranya; s}irfah, bala>ghah, kebenaran berita perkara yang akan datang, dan lain-lain. Lihat selengkapnya dalam H}ifni> Muh}ammad Sharaf, I’ja>z al-Qur’a>n al-Baya>ni> baina al Naz}ariyyah wa al-Tat}bi>q (Tt: al-Majlis al-A’la> li al-Shu’u>n al-Isla>miyyah, 1970), 37.

Page 71: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

63

Artinya: “Bahkan mereka mengatakan, “Dia (Muhammad) telah membuat-buat al-Qur’an itu.” Katakanlah, “(Kalau demikian), datangkanlah sepuluh surah semisal dengannya (al-Qur’an) yang dibuat-buat, dan ajaklah siapa saja di antara kamu yang sanggup sekain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”

Di lain ayat bahkan menantang mereka untuk membuat satu surah al-Qur’an dengan mempersilahkan lagi untuk meminta bantuan kepada siapa saja selain Allah untuk membatu mereka. Qs. Yunu>s (10): 38.

Artinya: “Apakah pantas mereka mengatakan dia (Muhammad) yang telah membuat-buatnya? Katakanlah, “Buatlah sebuah surah yang semisal dengan surah (al-Qur’an), dan ajaklah siapa saja di antara kamu orang yang mampu (membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” Selanjutnya dalam ayat yang lain dinyatakan dengan penuh percaya diri dan

yakin terhadap kebenaran bahwa seandainya manusia dan jin bersatu padu untuk membuat yang serupa dengan al-Qur’an, niscaya mereka tidak akan mampu. Qs. al-Isra>’ (17): 88.

Artinya: “Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) al-Qur’an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.”Tantangan yang nyata dan tegas ini tidak ditemukan seorang pun yang bisa

menjawab dan berhasil membuat yang serupa dengan al-Qur’an. Bahkan oleh bangsa Arab yang terkenal dengan kepiawaiannya dalam bidang sastra. Ketidak mampuan tersebut adalah bukti nyata atas kenabian dan al-Qur’an adalah wahyu Allah. Sebagaimana kita ketahui cerita masuk Islamnya ‘Umar adalah karena mendengar bacaan al-Qur’an yang dilantunkan oleh adiknya. Ayat-ayat al-Qur’an itu begitu indah didengar dan seakan menyihirnya, dari yang semula orang yang terdepan menentang Islam menjadi luluh hati dan memeluk Islam.278

Al-Qur’an yang tidak tertandingi oleh orang Arab sebenarnya tidak keluar dari aturan-aturan kalam Arab, baik lafaz}, huruf maupun redaksinya. Al-Qur’an

278Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, 11.

Page 72: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

64

memiliki jalinan huruf-huruf yang serasi, ungkapannya indah, redaksinya simpatik, ayat-ayatnya teratur, serta memperhatikan situasi dan kondisi dalam berbagai macam penjelasannya. Selain itu al-Qur’an telah mencapai puncak tertinggi yang tidak ada kesanggupan bahasa manusia untuk menandinginya.

Issa J. Boullata, seorang ilmuan Katolik menulis buku berjudul Al-Qur’an Yang Menakjubkan, berisi perkembangan gagasan i‘ja>z al-Qur’a>n dari masa klasik hingga modern. Buku tersebut berisi ulasan para pakar yang dianggapnya penting dalam bidang i‘ja>z al-Qur’an, dari masa al-Ja>h}iz} hingga Sayyid Qut}b. Dia menjelaskan bahwa keistimewaan yang terdapat dalam al-Qur’an adalah aspek bahasanya karena mencakup pemilihan kosa kata, kesesuaian nada kalimatnya ke telinga pembaca dan pendengarnya, serta kedalaman pesan yang di kandung. Al-Qur’an mempunyai pengaruh kuat terhadap orang Arab yang mendengar al-Qur’an ketika dibacakan pada mereka untuk pertama kalinya. Mereka mengetahui bahwa al-Qur’an bukan tutur kata biasa, tapi mengungguli segala ungkapan yang pernah mereka dengar dari para pujangga bahasa. Dari titik tersebut, sebagian ada yang beriman dan sebagian ada yang menolaknya.279

Alasan penolakan yang dikemukakan macam-macam, bahkan mereka menyatakan bahwa al-Qur’an hanyalah sihir yang dipelajari Nabi dari pendahulunya atau tidak lebih dari perkataan manusia biasa. Qs. al-Muddaththir (74): 24-25.

Artinya: “Lalu dia berkata, “(al-Qur’an) ini hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini hanyalah perkataan manusia.” ”Al-Qat}t}a>n mengutip h}adi>th dari Ibnu ‘Abba>s: al-Wali>d bin al-Mughi>rah

datang kepada nabi kemudian nabi membacakan al-Qur’an kepadanya, maka hati Wali>d menjadi lunak karenanya. Berita ini sampai pada Abu Jahal. Lalu ia mendatanginya seraya berkata, “Wahai pamanku Walid, sesungguhnya kaummu hendak mengumpulkan harta benda untuk diberikan kepadamu, tetapi kamu malah datang kepada Muhammad untuk mendapatkan anugerahnya.” Walid menjawab, “Sesunguhnya kaum Quraisy telah mengetahui bahwa aku adalah orang yang paling banyak hartanya.” Abu Jahal berkata, “Kalau begitu katakanlah tentang dia, kata-kata yang akan kau sampaikan kepada kaummu bahwa kamu mengingkari dan membenci Muhammad.” Walid menjawab, “Apa yang harus aku katakan? Demi Allah di antara kamu tidak ada seorang pun yang lebih tahu tentang syair, rajaz dan tentang syair-syair jin. Demi Allah apa yang dikatakan Muhammad itu sedikitpun tidak serupa dengan syair-syiar tersebut. Demi Allah kata-kata yang diucapkannya sungguh manis, bagian atasnya berbuah dan bagian bawahnya mengalirkan air yang segar. Ucapannya itu sungguh tinggi, tidak dapat diungguli, bahkan dapat menghancurkan apa yang ada dibawahnya.” Abu Jahal menimpali, “Demi Allah

279Issa J. Boullata, Al-Qur’an Yang Menakjubkan, trj. Bachrum B. dkk (Jakarta: Lentera Hati, 2008) 1-2.

Page 73: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

65

kaummu tidak akan senang sampai kamu mengatakan sesuatu tentang dia.” Walid menjawab, “Biarkan aku berfikir sebentar.” Maka setelah berfikir ia berkata, “Ini adalah sihir yang di pelajari. Ia mempelajarinya dari orang lain.” Lalu turunlah firman Allah al-Muddaththir: 11. (HR. Al-H{a>kim dan al-Baihaqi> dalam al-Dala>il).280

Fa>s}ilah (penghujung ayat) yang seperti sajak mereka serupakan kata-kata penyair dan mantra para dukun. Mereka menuduh Nabi sebagai seorang penyair. Qs. al-Anbiya>’ (21): 5.

Artinya: “Bahkan mereka mengatakan, “(al-Qur’an itu buah) mimpi-mimpi yang kacau, atau hasil rekayasanya (Muhammad), atau bahkan dia hanya seorang penyair, cobalah dia datangakan kepada kita suatu tanda (bukti), seperti halnya rasul-rasul yang diutus terdahulu.” ”Lebih dari itu Nabi dituduh sebagai orang gila yang dirasuki jin. Qs. al-H{ijr

(15): 6.

Artinya: “Dan mereka berkata, “Wahai orang yang kepadanya diturunkan al-Qur’an, sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar orang gila.”Pada intinya mereka ingin menegaskan bahwa Muh}ammad bukan seorang

nabi yang pantas mereka ikuti dengan meninggalkan tuhan-tuhan mereka.Pada awal turunnya, al-Qur’an dengan keindahan gaya bahasanya telah mampu

menyihir semua orang. Keindahan artistik al-Qur’an seringkali dianggap sebagai syair dan bahkan disebut sebagai sihir. Hal tersebut berdampak pada keimanan dan kekafiran bangsa Arab. Orang yang beriman tersihir, kemudian mengimani al-Qur’an, sedangkan orang kafir tersihir, kemudian mereka ingkar. Sebagaimana kisah keimanan ‘Umar ibn al-Khat}t}a>b dan kafirnya al-Wali>d ibn al-Mughi>rah. Begitulah, pada masa-masa awal al-Qur’an diturunkan sangat menonjol dalam hal keindahan kosa-kata dan susunan al-Qur’an.281 Al-Qur’an memiliki daya pikat yang efektif dan kuat dalam menarik hati para pembacanya. Rahasia kehebatan al-Qur’an tersebut tersembunyi di balik kata-kata yang dipakainya.282

Setelah melewati masa al-Qur’an diturunkan, para sahabat mulai ada sedikit aktifitas dalam usaha menafsirkan al-Qur’an dengan berpegang teguh sebagaimana nabi Muhammad menjelaskan al-Qur’an. Pada masa ini para sahabat cenderung menjauhi dan takut dalam mentakwilkan al-Qur’an.

Pada masa tabi‘in, geliat dan aktifitas penafsiran mulai berkembang meskipun

280Manna>’ al-Qat}t}a>n, Maba>h}ith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, 266-267.281Boullata, “Sayyid Qutb’s Literary Appeciation of the Qur’an,” dalam Literary Structures of

Religious Meaning in the Qur’a>n, ed. Issa J. Boullata, 357. Lihat juga Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, 11-13.

282Muhammad A. Khalafullah, Al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah: Seni, Sastra, dan Moralitas dalam Kisah-Kisah al-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 2002), 12.

Page 74: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

66

penafsiran baru sebatas penafsiran kebahasaan. Kemudian barulah pada akhir abad ke-2 penafsiran mulai tumbuh dan berkembang. Pada masa ini fokus tafsir lebih pada pembahasan fiqih, nah}wu, s}arf, filsafat, sejarah, dan akhlak. Hal tersebut menggantikan perhatian dalam sisi keindahan artistik al-Qur’an. Pada masa ini, seakan terlupakan untuk melihat dan meneliti sisi keindahan artistik al-Qur’an.283 Tujuan mereka adalah mendidik orang muslim dengan memberikan bekal ilmiah yang luas dan menyeluruh mengenai berbagai tema keislaman yang bemacam-macam. Oleh karena itu, tafsir-tafsir yang ditulis secara bertahap semakin menjauh dari tujuan-tujuan mendasar al-Qur’an menuju sekedar pemberian wawasan dan ilmu.284

Peta perkembangan tentang kesatuan tema al-Qur’an—sebagaimana dijelaskan dalam bab-2—sudah dimulai sejak awal abad ke-3 hingga sekarang. Kesatuan tema al-Qur’an merupakan celah vital untuk menampakkan kemukjizatan al-Qur’an. Tentang kemukjizatan al-Qur’an, telah banyak para pakar yang membicarakannya, contohnya al-Ja>h}iz} (w. 255 H/ 869 M). Pada 1933, Abdul Alim, seorang ilmuan India memaparkan buku-buku primer yang membahas i‘ja>z dalam sebuah makalah berbahasa Inggris yang dipublikasikan di India. Naim al-Himshi, ilmuan Suriah juga mengemukakan bahasan i‘ja>z dalam makalah berbahasa Arab. Pada perkembangannya muncul ilmuwan Mesir, Abdul Karim al-Khathib dalam buku besar yang terbagi dalam dua jilid.285 Dengan kata lain penelitian-penelitian tentang kesatuan tema al-Qur’an telah menyebar ke berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia.

Kedua, dalam al-Qur’an sendiri, ada beberapa indikasi yang mempunyai sinyal kuat yang menunjukkan bahwa al-Qur’an adalah satu kesatuan yang memiliki keserasian. Hal tersebut seperti yang dijelaskan oleh al-Qur’an sendiri pada Qs. al-Nisa>’ (4):82, Hu>d (11):1, al-Zumar (39):23.286

Al-Qurt}u>bi> dalam menafsirkan al-Nisa>’ ayat 82 tersebut menjelaskan bahwa salah satu mukjizat al-Qur’an adalah dari sisi hubungan antara ayat-ayat dan surah-surahnya yang tanpa ada sedikitpun pertentangan.287 Ia menjelaskan 10 macam mukjizat al-Qur’an, dan bentuk yang terakhir dijelaskan di pengantar tafsirnya yang menyatakan bahwa bagian ke-10 dari mukjizat al-Qur’an adalah adanya hubungan antara ayat-ayat dan surah-surahnya, tanpa ada sedikitpun pertentangan. Senada dengan yang diungkapkan al-Qurt}ubi>, ‘Abduh dalam al-Mana>r juga menyatakan bahwa diantara keistimewaan al-Qur’an adalah tidak ada pertentangan, urutan dan penyusunannya sangat mengagumkan.288

283Sayyid Qu}tb, al-Tas}wir al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, 27.284Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran, 302.285Boullata, Al-Qur’an Yang Menakjubkan, 6-7.286Hasani Ahmad Said, Diskursus Muna>sabah Al-Qur’a>n, 1-2.287Abi> ‘Abdillah al-Qurt}ubi>, al-Ja>mi‘ li Ah{ka>m al-Qur’a>n (Kairo: Da>r al-Kutub al-Mis}riyah,

1967), 290.288Muh}ammad ‘Abduh, Tafsi>r al-Mana>r (Bairu>t: Da>r al-Ma’rifah, 1973), jilid 5, 292.

Page 75: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

67

Al-Mara>ghi> memberikan penjelasan surah Hu>d ayat 1 bahwa al-Qur’an adalah kitab yang agung yang penyusunan ayat-ayatnya teratur dengan perumpamaan seperti benteng yang kokoh yang jauh dari ketidak-teraturan.289Sedangkan surah al-Zumar ayat 23 bagi al-Mara>ghi> dipahami bahwa tidak ada perkataan yang lebih baik dari al-Qur’an. Al-Ra>zi> mengatakan yang dimaksud dengan sebaik-baik perkataan adalah dari segi lafaz}-nya yang bernilai sastra tinggi dan keteraturan uslu>b-nya.290Uslu>b (style atau gaya) mencakup kajian tentang unsur-unsur dan sifat-sifatnya, kata, kalimat, paragraf, ungkapan, dan seni penggambaran.291

Maksud dari ayat tersebut adalah sangat kokoh seperti bangunan yang saling mendukung, tidak ada kontradiksi di dalamnya. Maka apakah mereka tidak melakukan tadabbur terhadap al-Qur’an? Kalau kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”. Berdasar kedua ayat ini tampak bahwa al-Qur’an adalah satu kesatuan yang saling terkait yaitu melalui penghayatan secara intens.292

Ketiga, menampakkan hakikat kesatuan al-Qur’an adalah salah satu manifestasi sunnatullah. Bahwa Allah menciptakan alam, tubuh manusia, dan al-Qur’an di atas pondasi kesatuan struktur yang kokoh, saling menguatkan.293

Hal tersebut sebagaimana penjelasan Sayyid Qut}b dalam mukaddimah tafsirnya. Ia menjelaskan bahwa di alam semesta ini tidak ada sesuatu pun yang terjadi secara tiba-tiba, kebetulan dan ketidaktahuan. Alam semesta ini tidaklah dibiarkan menurut sistem dan mekanisme yang tuli dan buta. Oleh karena itu, di belakang undang-undang alam ini pasti terdapat kehendak yang mengatur dan kehendak mutlak Allah yang menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. 294

Sai>d H{awwa> mengungkapkan, kesempurnaan dan keteraturan alam semesta membuktikan adanya kesatuan. Demikian juga keteraturan al-Qur’an juga membuktikan adanya kesatuan di dalamnya. Kesatuan alam semesta tidak berarti meniadakan kesatuan unit-unit yang beragam, dari yang terkecil sampai yang terbesar. Kesatuan dalam keragaman juga tidak meniadakan kesatuan yang independen dalam kesatuan universal. Demikian juga dalam al-Qur’an, bahwa kesatuan universal di dalamnya tidak meniadakan kesatuan dalam bagian-bagiannya yang merupakan hal penting dalam pembentukan kesatuan universal.295

Keempat, dengan bimbingan wahyu Rasul sangat perhatian terhadap susunan al-Qur’an. Setiap ayat turun, Rasul selalu memberi instruksi untuk meletakkan ayat

289Ah}mad Must}afa> al-Mara>ghi>, Tafsi>r al-Mara>ghi> (Kairo: Maktabah wa mat}ba’ah Must}afa> al-ba>by> al-H{alaby>, 1970), 168.

290Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, Mafa>tih al-Ghaib (Beirutt: Da>r al-Fikr, 1985), 268.291Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an: Makna di Balik Kisah Ibrahim (Yogyakarta: LKiS,

2008), 19. Lihat Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, 112.292Amir Faishol Fath, The Unity of Al-Qur’an, 1-2.293Amir Faishol Fath, The Unity of Al-Qur’an, 8.294Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 1/12-13.295a>’id H{awwa>, al-Asa>s fi> al-Tafsi>r (Kairo: Da>r al-Sala>m, 1989), Jilid 8, 4156-4157.

Page 76: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

68

tersebut setelah ayat tertentu dan dalam surah tertentu. Hal tersebut mengindikasikan bahwa susunan tersebut adalah sebuah susunan yang kokoh, bagaikan satu tubuh.296 Hal itu pula yang mengundang persangkaan bahwa susunan al-Qur’an adalah hasil kreasi manusia dalam hal ini Nabi dengan dibantu Jibril.297 Jika benar demikian maka al-Qur’an tidak akan relevan untuk setiap masa. Dengan sangat jelas al-Qur’an membantah persangkaan tersebut dengan surah al-Nisa>’ (4): 82.

Kelima, sepanjang sejarah perhatian para ulama sangat intens terhadap pembahasan mengenai rahasia susunan al-Qur’an, yang mana dengan mengetahui rahasia susunan al-Qur’an akan membuktikan bahwa semua bagian dalam al-Qur’an satu kesatuan.298

Al-Zamakhshari>, seorang ahli tafsir modern, berusaha menampakkan sisi keindahan artistik dalam al-Qur’an.299 Hal tersebut telah dilakukan oleh pendulunya, ‘Abd al-Qa>hir al-Jurja>ni>, ia intens dalam bidang balaghah dan i’ja>z.300 Artinya, perhatian terhadap struktur teks al-Qur’an tetap hangat dari masa ke masa, bahkan sampai sekarang.

Keenam, para orientalis yang tidak pantang menyerah dalam menanamkan keraguan terhadap al-Qur’an. Mereka selalu menggambarkan bahwa al-Qur’an seakan-akan saling kontradiktif antara bagian-bagiannya. Maka pembahasan kajian ini merupakan bantahan terhadap keragu-raguan yang dihembuskan oleh para orientalis.301 Sebagaimana Gerhard Endress yang menyatakan bahwa al-Qur’an adalah kitab yang susunannya tidak teratur dan tidak sama dengan susunan ketika diturunkan.302

Ketujuh, para ulama sepakat atas urgensi memahami ilmu muna>sabah, yaitu sebuah disiplin ilmu yang membahas keserasian dan keterkaitan antar-ayat dan antar-surah, dengannya akan menghantarkan pemahaman yang komporehensif dan menghindarkan dari pemahaman yang parsial. Memahami ayat berdasarkan titik parsial tersebut tanpa melihat ayat sebelum atau sesudahnya. Akibatnya, kesimpulan yang diambil bertentangan dengan spirit al-Qur’an secara umum. Bahkan akibat kesalahan itu membuat al-Qur’an seakan bertentangan antara satu ayat dengan ayat yang lain. Urgensi kajian kesatuan tema al-Qur’an tersebut seperti dijelaskan oleh Amir Faishol Fath dalam pendahuluan bukunya.303

Sebagaimana yang dipaparkan Fishol Fath terdapat bukti-bukti kesatuan al-

296Amir Faishol Fath, The Unity of Al-Qur’an, 2.297Muh}ammad Shah}ru>r, al-Kita>b wa al-Qur’a>n Qira’ah Mu‘a>s}irah (Kairo: Si>na li al-Nashr wa

al-Aha>li>, 1992), 32.298Amir Faishol Fath, The Unity of Al-Qur’an, 2.299Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, 28.300Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, 31.301Amir Faishol Fath, The Unity of Al-Qur’an, 2.302Gerhard Endress, an Introduction to Islam (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1994), 23.303Amir Faishol Fath, The Unity of Al-Qur’an, 1-2.

Page 77: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

69

Qur’an, yaitu sebagai berikut:304

1. Setiap huruf berada pada posisi yang tepat.2. Setiap kata digunakan dengan tepat.3. Hubungan antar kata dan kalimat dalam satu ayat.4. Hubungan antara ayat.5. Hubungan antara frase ayat dalam satu surah.6. Hubungan antara pembuka dan penutup surah.7. kesatuan tematik dalam satu surah.8. Hubungan antara surah-surah al-Qur’an.9. Hubungan ayat bertema sama namun terletak dalam surah yang berbeda.10. Hubungan ayat bertema sama namun terletak dalam surah yang berbeda.11. Kesatuan tematik dalam keseluruhan al-Qur’an.12. Kesatuan al-Qur’an secara komprehensif.

Susunan al-Qur’an yang unik adalah sebuah mukjizat. Kemukjizatan al-Qur’an akan selalu ada dalam posisi tantangan yang tegar dan akan tetap berlaku di sepanjang zaman. Berbagai rahasia alam yang diungkap ilmu pengetahuan modern hanyasebuah fenomena dari hakikat tinggi yang terkandung dalam rahasia yang merupakan bukti dari eksistensi Pencipta dan Perencananya. Demikian, al-Qur’an merupakan mukjizat bagi seluruh manusia.305

D. Karakteristik Kesatuan Tema al-Qur’an dalam Fi> Zila>l al-Qur’a>nApresiasi Sayyid Qut}b terhadap sastra al-Qur’an terbukti dalam karyanya,

semisal al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, Masha>hid al-Qiya>mah fi> al-Qur’a>n, dan karya terpanjangnya dalam bidang tafsir Fi> Zila>l al-Qur’a>n. Berbagai karyanya tersebut merupakan kajian yang mendalam tentang hubungan antar ayat al-Qur’an yang ditulis pada masa modern. Ada banyak asumsi keagaamaan dan ideologis di dalam pikirannya, bahwa studi sastra dari kitab suci tidak hanya menjelaskan sifat agama di hati para pengikutnya, tetapi juga menjelaskan pada bahasa agama306 itu sendiri dan hal-hal yang merupakan sebuah penggambaran atau ilustrasi.307

Boullata menyatakan, Sayyid Qut}b sangat memperhatikan konsep ilustrasi artistik dan juga intens memperkenalkan sebuah konsep baru yaitu keserasian setiap surah al-Qur’an secara keseluruhan.308

304Lihat selengkapnya dalam Amir Faishol Fath, The Unity of Al-Qur’an, 75-113.305Manna>’ al-Qat}t}a>n, Maba>h}ith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, 260.306Bahasa agama, menurut Komaruddin Hidayat, mencakup tiga hal. Pertama, ungkapan-

ungkapan yang digunakan untuk menjelaskan obyek pemikiran yang bersifat metafisis, terutama tentang Tuhan. Kedua, kitab suci, terutama bahasa al-Qur’an. Ketiga, ritual keagamaan. Lihat selengkapnya dalam Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik (Jakarta: Paramadina, 1996), 5-6.

307Boullata, “Sayyid Qutb’s Literary Appeciation of the Qur’an,” dalam Literary Structures of Religious Meaning in the Qur’a>n, ed. Issa J. Boullata, 367-368.

308Boullata, “Sayyid Qutb’s Literary Appeciation of the Qur’an,” dalam Literary Structures of Religious Meaning in the Qur’a>n, ed. Issa J. Boullata, 362.

Page 78: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

70

Sayyid Qut}b menyatakan, “Dengan demikian maka orang yang hidup di bawah naungan al-Qur’an dapat mengetahui bahwa setiap surah al-Qur’an memiliki kepribadian tersendiri. Kepribadian yang memiliki ruh dan hatinya hidup bersamanya, sebagaimana ia hidup bersama ruh yang hidup dengan keistimewaan bentuk, sifat, dan nafasnya. Selain itu, surah itu memiliki beberapa tema sentral yang digiring kepada titik pusat yang khusus. Ia juga memiliki nuansa khusus yang membayangi semua temanya, dan paparannya meliputi beberapa tema dari banyak segi tertentu. Sehingga tampaklah keserasiannya dengan nuansa ini, dan ia mempunyai irama musikal tertentu. Apabila terjadi perubahan irama di tengah-tengah pemaparannya, perubahan itu hanyalah karena menyesuaikan dengan tema-tema khususnya. Demikian menurutnya karakter umum semua surah al-Qur’an, tidaklah menyimpang dari kaidah ini surah-surah yang panjang.309

Setiap penggiat kajian kesatuan tema mempunyai karakteristik yang berbeda dalam mengungkap kesatuan tema. Begitu pula Sayyid Qut}b dalam Fi Zila>l al-Qur’a>n, ia mempunyai karakteristik yang berbeda dengan yang lain. Ia membuat kaidah umum untuk semua surah dan menyatakan bahwa penafsirannya terhadap surah-surah al-Qur’an tidak menyimpang dari kaidah tersebut. Di antara karakteristik kesatuan tema yang dimiliki Sayyid Qut}b adalah: 310

Pertama, Sayyid Qut}b menggunakan istilah tema sentral dengan kata mih}war yang berarti poros. Setiap surah memiliki tema sentral atau beberapa tema sentral. Sebuah surah mungkin memiliki satu topik (maud}u>‘) yang kemudian akan menjadi lokus tema atau mungkin mempunyai beberapa topik utama (maud}u>‘a>t) yang terikat erat dengan tema.

Kedua, Sayyid Qut}b merumuskan bahwa setiap surah mempunyai suasana khusus (jaww) yang menaungi semua temanya dan membantu mengintegrasikan topik yang harmonis dan memiliki irama musik (i>qa>’ mu>si>qi>) yang terkait dengan topik dan akan berubah hanya ketika ada perubahan topik.

Ketiga, semua hal-hal yang terkait pemersatu mengantarkan setiap surah dengan apa yang Sayyid Qut}b sebut dengan kepribadian (shakhs}iyyah) yang hidup dan membuat pembaca merasa itu adalah makhluk hidup. Metode tunggal yang digunakan al-Qur’an, menurutnya adalah ilustrasi artistik.

Apresiasi Qut}b terhadap kesatuan surah al-Qur’an sangat besar. Hal tersebut terlihat dengan penekanannya terhadap pentingnya gagasan kesatuan puisi Arab modern, sebagaimana yang dilakukan ‘Abba>s Mah}mu>d al-‘Aqqa>d dalam kritiknya terhadap para penyair Arab neo-klasik semisal Ah}mad Shauqi>. Di bawah gagasan kesatuan puisi Arab tersebut, perhatian Qut}b terhadap kesatuan surah al-Qur’an semakin kuat. Perhatian tersebut sebagaimana dilakukan beberapa pakar yang mencoba menganalisa keterkaitan teks al-Qur’an.311 Beberapa hasil penemuan Qut}

309Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 1/ 34.310Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 1/28.311Boullata, “Sayyid Qutb’s Literary Appeciation of the Qur’an,” dalam Literary Structures of

Page 79: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

71

b sebagai seorang pemerhati sastra menuntunnya untuk percaya bahwa setiap surah al-Qur’an mempunyai satu tema yang biasanya ia sebut mih}war, bahkan seluruh al-Qur’an mempunyai satu tujuan yang koheren, biasanya ia menyebutnya hadaf.312

Keempat, Qut}b menyatakan setiap surah mencerminkan kesatuan tema yang padu, sekalipun maknanya bermacam-macam, temanya banyak, begitu juga bagian-bagiannya, namun ia memiliki kepribadian yang menyatu serta ciri-ciri yang istimewa. Menurutnya setiap surah memiliki kepribadian khusus, memiliki ciri-ciri dan poros, metode pemaparan mengenai tema mendasarnya, efek-efek pemberi inspirasi yang menyertai pemaparan itu, ilustrasi dan bayangan serta nuansa yang menaunginya, dan juga ungkapan-ungkapan khusus yang berulang-ulang di dalamnya.313

Kelima, Qut}b intens dalam ranah sastra. Ia telah menemukan ide-ide mengenai isyarat sastra dalam al-Qur’an dengan teori ilustrasi artistik-nya. Cita-citanya yang agung adalah keinginannya menafsirkan al-Qur’an dengan teori tersebut.314 Salah satu karya fenomenalnya adalah kitab tafsir yang merupakan karya terpanjangnya, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n. Ketika Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n menjelaskan kunci estetika yang digunakan Qut}b untuk membongkar lumbung-lumbung keindahan dalam al-Qur’an, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n adalah sebuah kunci dari pergerakan yang digunakan Sayyid Qut}b untuk membongkar lumbung-lumbung da’wah pergerakan.315

Keenam, Qut}b menulis kitab tafsirnya dengan perspektif baru yang segar, yaitu relevansinya dengan permasalahan Islam kekinian. Gaya penulisan Qut}b tampak penuh komitmen melihat Islam tanpa kompromi. Ia melihat adanya kebodohan dalam banyak lembaga modern. Pemikirannya adalah menjadikan Islam sebagai kekuatan sosial politik yang dominan dalam masyarakat Islam. Tafsir Qut}b sangat berbeda dengan tradisi penafsiran standar, di dalamnya lebih banyak ide yang mengalir bebas di seluruh teks. Tentunya ini sangat menarik untuk konteks kekinian. Seperti judulnya “Di Bawah Naungan al-Qur’an”, berusaha menemukan relevansi permasalahan dalam pribadi muslim maupun kolektif dengan ajaran-ajaran al-Qur’an.316

Hal-hal yang ditegaskan Sayyid Qut}b dalam penafsirannya merupakan bukti-bukti kesatuan al-Qur’an. Salah satu dari tujuan Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n adalah menjelaskan kesatuan tema al-Qur’an.317 Bahkan dia dalam komentarnya pada setiap surah selalu menghubungkan dengan isi pesan kesatuan al-Qur’an, bukan hanya untuk menunjukkan koherensi sastra al-Qur’an secara keseluruhan, tetapi

Religious Meaning in the Qur’a>n, ed. Issa J. Boullata, 362-363.312Mustansir Mir, Coherence in the Qur’an, 69.313Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 2/1015314Al-Kha>lidi>, Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n, 602.315Al-Kha>lidi>, Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n, 604.316Abdullah Saeed, Interpreting the Qur’an: Towards a contemporary Approach (Kanada:

Routledge, 2006),18.317Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran, 147.

Page 80: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

72

untuk menekankan tujuan agama. Hal tersebut sesuai dengan komentarnya dalam surah al-Ma>’idah.318

Amir Faishol Fath menjelaskan beberapa poin penegasan Sayyid Qut}b yang berhubungan dengan prinsip kesatuan al-Qur’an. Sejumlah point tersebut adalah setiap kalimat berada dalam posisi yang tepat, hubungan antara kalimat dalam satu ayat, hubungan berbagai frase ayat dan frase surah, struktur dan redaksi suatu surah sangat kokoh, hubungan antara awal dan akhir surah, kesatuan tematik dalam satu surah, hubungan antara surah-surah al-Qur’an, kesatuan tematik dalam satu juz, dan kesatuan tematik dalam keseluruhan al-Qur’an. Dalam bukunya Amir Faishol Fath menjelaskan dengan singkat disertai dengan contoh-contoh penafsiran Sayyid Qut}b.319

Menurut al-Khalidi, salah satu tujuan fundamental Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n adalah menjelaskan kesatuan tema al-Qur’an.320 Menurutnya, Sayyid Qut}b sangat memperhatikan kesatuan tema al-Qur’an. Dia mengekspresikan dan bersemangat menuangkannya dalam Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n. Menurut Qut}b, setiap surah mencerminkan kesatuan yang padu, dan al-Qur’an mencerminkan kesatuan yang padu pula. Pembaca Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n akan berkesimpulan bahwa Sayyid Qut}b memiliki bakat dalam menampilkan kesatuan tema al-Qur’an. Bakat yang dimiliki Qut}b antara lain dalam berpendapat bahwa al-Qur’an adalah satu kesatuan, setiap surah mempunyai satu kepribadian, serta dapat menjelaskan keterpaduan ayat-ayat surah itu seluruhnya.321

Senada dengan al-Kha>lidi>, menurut Fahd al-Ru>mi>, tujuan utama kitab tersebut adalah membuktikan kesatuan al-Qur’an, diantaranya dengan mengkaji dan menjelaskan hubungan antara surah dengan surah setelahnya, hubungan antara berbagai frase, hubungan antara kalimat-kalimat dalam satu ayat.322

Al-Khalidi sependapat dengan Adnan Zurzur yang menyatakan Sayyid Qut}b adalah mufassir pertama dalam sejarah al-Qur’an yang menjelaskan kesatuan tema dalam surah al-Qur’an, panjang atau pendek. Menurutnya, Qut}b telah memperoleh petunjuk untuk mengungkap kesatuan tema dalam al-Qur’an serta menjelaskannya. Qut}b benar-benar memperhatikan tujuan al-Qur’an yang mendasar, tujuan amaliah yang bersifat gerakan dan fungsi yang fundamental. Menurutnya bangunan inti dari al-Qur’an adalah pemikiran dan akidah, sementara perbuatan manusia adalah inspirasi dari pemikiran dan akidah.323 Sayyid Qut}b juga berpandangan bahwa al-Qur’an adalah inspirator, motivator dalam kehidupan nyata. Itulah sebabnya jika salah satu dari corak tafsirnya adalah h}araki>. H{araki> dimaksudkan sebagai sarana

318Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 2/825.319Amir Faishol Fath, The Unity of Al-Qur’an, 246-260.320Al-Kha>lidi>, Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n, 608-609.321Al-Khalidi Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran, 147-148.322Al-Ru>mi>, Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi> al-Qarni al-Ra>bi‘ ‘Ashar, 1039-1040.323Adnan Zurzur, Madkhal ila> Tafsi>r al-Qur’a>n wa ‘Ulu>mihi (Damaskus: Da>r al-Qalam, 1998),

267.

Page 81: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

73

dalam mewujudkan masyarakat yang ideal, bukan hanya sebagai kajian tafsir teoritis.324

Mengenai referensi, dalam penulisan Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, Sayyid Qut}b selalu berusaha kembali kepada referensi dan mengambil sumber. Ketika selesai menafsirkan sebuah ayat, Sayyid Qut}b selalu merujuk pada referensi, untuk memperkuat kebenaran penafsirannya, meluruskan ketika salah penafsiran atau pun mengambil ide pemikiran sebagai dasar hukum.325 Pengambilan sumber dilakukan Sayyid Qut}b dalam dua bentuk. Pertama, mengambil pemikiran-pemikiran secara umum, tidak mengutip perkataan tertentu, cukup dengan menunjukkan referensi kepada pembaca. Kedua, mengambil perkataan untuk dijadikan argumentasi atau bukti. Dalam hal ini Sayyid Qut}b mengutipnya dan seringnya menggunakan tanda kutip, terkadang menunjukkan rujukan dan halaman pada catatan kaki. Hal tersebut sesuai dengan kriteria metodologi ilmiah.326

Dengan segala keterbatasan kondisi yang dialami Sayyid Qut}b ketika menulis Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n yang ditulis dalam penjara, Sayyid Qut}b berusaha merujuk pada referensi-referensi. Hal tersebut adalah bukti bahwa Qut}b berusaha memenuhi syarat metodologi dalam hal studi dan menulis.

Dari paparan di atas, disimpulkan peta intelektual Qut}b dimulai dari dunia sastra dan kritik sastra. Selanjutnya, ia tertarik mendalami dunia pemikiran Islam secara umum. Ide kesatuan tema yang ia tawarkan tertuang dalam karya terbesarnya Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n. Sayyid Qut}b sebagai seorang pemerhati sastra mengantarkannya untuk berkesimpulan bahwa setiap surah al-Qur’an mempunyai satu tema yang biasanya ia sebut mih}war, bahkan seluruh al-Qur’an mempunyai satu tujuan yang koheren, biasanya ia menyebutnya hadaf. Ide kesatuan tema yang ia tawarkan tertuang dalam karya terbesarnya Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n.

324Al-Kha>lidi>, Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n, 606.325Beberapa sumber dan referensi yang digunakan Sayyid Qut}b dalam penulisan Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n

diantaranya, Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m, al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’a>n, Ja>mi’ al-Baya>n, al-Kashsha>f, Ru>h} al-Ma’a>ni>, al-Mana>r, al-Tafsi>r al-H{adi>th li Muh}ammad Izzah Darwazah, dan buku-buku lain. Lihat Al-Kha>lidi>, Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n, 613.

326Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran, 177.

Page 82: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

74

BAB IV

APLIKASI KONSEP KESATUAN AL-QUR’AN

SAYYID QUT}B DALAM KARYANYA

SEBELUM memfokuskan diri menulis-berbagai karya yang sifatnya pemikiran, sosial, dan politik, perhatian Sayyid Quta banyak tercurah pada sastra dan kritik sastra. Dia adalah murid dari ‘Abbas al-‘Aqqa>d dalam bidang sastra, hingga akhirnya dia memilih secara bertahap untuk keluar dari madhhab al-‘Aqqa>d dan berdiri sendiri dengan paham yang diyakininya. Setiap karya sastra yang ditulisnya punya perspektif filsafat. Bahka, sajak yang ditulisnya bernuansa emosional, serta karakter esainya khas kritik yang tajam. Hal tersebut bisa kita ketahui dari karya-karyanya yang tersebar dalam berbagai koran dan majalah, seperti al-Risa>lah dan al-Thaqa>fah.327

Sedangkan-berbagai karya Qut}b pada fase pemikiran banyak yang membidia-teml kemasyarakatan. Hal itu sebagai respoi terhadap berbagam-problem sosial yang muncul pada zamannyah Banyat-riset yang berusaha mengungkap arah peta pemikirad Qut}b dalam obyek kajian keislaman secara umum, seperti tema-tema “Jihad”, “Jahiliyyah”, “keadilan sosial”, dan lain sebagainya. Qutb menyajikan berbagai tema tersebut secara tematik.. Dalam bab ini penulin berusahs membahas kedekatan Sayyid Qut}b dalam bidang sastra, yang ia kembangkan dengah teori kesatuan tema.328 Teori kesatuan tema tersebut sekaligus menjadh counter untuk beberapa pernyataan sarjana Barat yang menyatakan kekacauan susunan al-Qur’an —terutama dalam surah panjang.

Pernyataan para sarjana Barat tentang kekacauan dan ketidak logisan al-Qur’an karena terkesan tidak sistematis dalam penyampaian pesan-pesannya telah direspon dengan sedemikian baik oleh para sarjana muslim. Respon tersebut berupa pemikiran dan ide-ide yang mereka tuangkan dalam paper atau buku yang mereka tulis tentang koherensi al-Qur’an. Salah satu karya yang merespon pernyataan dalam buku para sarja Barat adalaa tulisan Islam Dayeya yang berjudul “Al-H{awa>mi>m: Intertextuality and Coherence in Meccan Surahs” (2011Ia Dayeh mengambil objek kajian surah-surah H{awa>mi>m, yaitu surah-surah yang dimulai dengan huruf-huruf terpisah h}a> mi>m atau h}a> mi>m ‘ai>n si>n qa>f. Surah-surah tersebut adalah surah 40

327S{ala>h ‘Abdul Fatta>h} al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Quran, trj. Salafuddin Abu Sayyid (Surakarta: Era Intermedia, 2001), 29.

328Fahd ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Sulaima>n al-Ru>mi>, Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi> al-Qarni al-Ra>bi‘ ‘Ashar (Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1997), 1039.

Page 83: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

75

(Gha>fir), 41 (Fus}s}ilat), 42 (al-Shu>ra>), 43 (al-Zukhruf), 44 (al-Dukha>n), 45 (al-Ja>thiyah), 46 (al-Ah}qa>f). Kesimpulan dari penelitiannya adalah surah-surah itu saling berhubungan dengan memperhatikan kronologi. Ia menulis: “I have argued that the surahs are interconnected”.329

Penelitian tentang koherensi, struktur teks dan kesatuan tema al-Qur’n muncul kembli pada akhir abad kelh,. misalnya oleh Angelika Neuwirth, Mustansir Mir, Issa J. Boullata, dan Salwa M.S. El-Awa, dan Raymond K. againya. Dalam bab ini berisi aplikasi ide-ide pemSayyid Qut}b dalam kesatuan al-Qur’an. Pembahasan dalam bab ini adalah: Pertama, kesatuan metode pengungkapan al-Qur’an dengan menggunakan penggambaran diagnostik dengan jalan personifikasi. Kedua, penafsiran berbasis kesatuan tema dalam surah. Penelitian ini menggunakan sampel dua surah terpanjang dari kelompok Madaniyyah dan Makkiyyah, yaitu al-Baqarah dan al-Shu‘ara>’. Ketiga, penafsiran berbasis kesatuan tema daa Sayyid Qut}b menggunakan gagasan tersebut ketika menafsirkan juz terakhir dari al-Qur’an. Keempat, penafsiran berbasis kesatuan tema dalam keseluruhan aeluruhan.

A. Kesatuan Metode dalam Pengungkapan al-Qur’anSayyid Qut}b mengatakan bahwa sejak awal diturunkannya al-Qur’an

mempunyai pengaruh yang kuat terhdap jiwa, karena metode bertuturna uslub-ini sebagai akibat dari an dalam pemaparan al-Qurlustrasi artistik. Menurutnya, lebih dari tiga perempat kandungan al-Qur’an menggunakan penggambaran. Hanya ayat-ayat hukum yang merupakan bagian kecil dari al-Qur’an yang tidak menggunakan penggambaran. Selanjutnya, dalam berbagai bentuk ilustrasi artistik merupakan kaidah besar yang digunakan al-Quran sebagai pola dan karakteristik yang integral.330 Artinya, penggambaran (ilustrasi) dalam al-Qur’an membentuk kesatuan. Setiap bagian kata menggambarkan keterkaitan ilustratif antara yang satu dengan yang lain untuk menampakkan cakrawala umum yang sesuai dengan tema yang digamenurutnyaQutb menjelaskan, kesatuan tidak hanya dalam konteks hubungan ayat dan ua,. Akan tetapi juga dalam konteks gaya beruturnya., Dalam hal ini adalah keteraturan dalam metode pengungkapan al-Qur’an.331 Ia menyatakan bahwa al-Qur’an mempunyai kesatuan metode dalam pengungapannya,. yaith metode pola yang digunakan dalam seluruh tema yang disampaikan.332 Ia mengupas secara rinci metode tersebut dalam dua bukunya al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n dan Masha>hid al-Qiya>mah fi> al-Qur’a>n.333

329Baca lebih lanjut dalam Islam Dayeh, “Al-H{awa>mi>m: Intertextuality and Coherence in Meccan Surahs,” dalam The Qur’a>n in Context, ed. Angelika Neuwirth, Nicolai Sinai dan Michael Marx (Leiden: Brill 2011), 461-498.

330Issa J. Boullata, Al-Qur’an yang Menakjubkan, trj. Bachrum B. dkk (Ciputat: Lentera Hati, 2008), 19-20.

331Amir Faishol Fath, The Unity of Al-Qur’an, 414. 332Boullata, Al-Qur’an yang Menakjubkan, 390. 333Boullata, Al-Qur’an yang Menakjubkan, 20.

Page 84: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

76

Metode yang dimaksud adalah penggambaran diagnostik dengan jalan imajinasi dan personifikaselalui pembayangan dan visualisasi.334 Selanjutnya metode tersebut ia terapkan dalam Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n sembari menambahkan gagasan baru bahwasanya setiap surah dalam al-Qur’an membentuk sebuah kesatuan yang padu, berputar pada sebuah poros, memiliki sebuah atmosfer dalam menjelaskan sebuah tema atau beberapa tema yang koheren dan serasi.335 Seperti yang dikkanya, bahwa satu surah memiliki kepribadian yang khusus dan memiliki jiwa yang membuat pembacanya merasakan bahwa surah itu adalah seperti makhluk yang hidup.336

Ilustrasi adalah sarana favorit dalam gaya bahasa al-Qur’an. al-Qur’an melukiskan makna abstrak, suasana jiwa, peristiwa yang kasat mata, pemandangan yang terlihat, model dan tabiat manusia dengan lukisan indrawi yang terbayangkan. Lukisan tersebut kemudian diberinya denyut kehidupan atrakan yang yangnyu. Maka, Makbstrak pun menjadi sebuah bangunan atau gerakan, suasana jiwa menjadi lukisan atau adegan, model manusia menjadi pribadi yang hidup, tabiat manusia menjadi bertubuh dan terlihat. Adapun peristiwa, adegan, kisah dan pemandangan-pemandangan, di dalamnya ada kehidupan dan gerak. Apabila disandarkan padanya dialog maka telah sempurna semua unsur imajinasi. Sebuah pementasan dimulai, para pendengar diubahnya menjadi kaca mata, digiring menuju tempat kejadma. Adegan-Berbagai adegan muncul sambung-menyambung, gerakan-gerakan muncul silih berganti, dan pendengar lupa bahwa yang ada di hadapannya hanya kata-kata yang dibacakan, dan perumpamaan-perumpaan, bukan sebuah pemandangan yang benar-benar terjadi. Pendengar merasa bahwa semua itu benar-benar terjadi, tokoh-tokoh bermunculan dan melintas di atas panggung, emosi-emosi muncul sejalan dengan peristiwa yang sedang terjadi, kata-kata terucap dari gerakan lidah. Terungkap perasaan yang tersembunyi. Itu semua adalah kehidupan, bukan cerita tentang kehidupan.337

Di bawah ini beberapa contoh, kita mulai dengan makna abstrak yang ditampilkan dalam pelukisan indrawi, misalnya sebgai berikutt:1. Al-Qur’an ingin menjelaskan bahwa orang-orang kafir tidak akan masuk

surga. Gaya pelukisan tersebut dalam surah al-A‘ra>f (7): 40 seperti berikut:338

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, tidak akan dibukakan pintu-pintu langit bagi mereka, dan mereka tidak akan masuk surga, sebelum unta masuk ke

334Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni fi> al-Qur’a>n (Kairo: Da>r al-Shuru>q, 2002), 239.335Boullata, Al-Qur’an yang Menakjubkan, 21. 336Sayyid Qut}b, Fi Z{ila>l al-Qur’a>n (Kairo: Da>r al-Shuru>q, 1978), 1/28 337Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni fi> al-Qur’a>n, 36. 338Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni fi> al-Qur’a>n, 38.

Page 85: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

77

dalam lubang jarum. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat.”Selanjutnya, pembaca akan dibiarkan untuk berimajinasi, bagaimana proses

terbukanya pintu-pintu langit dan masuknya benang tebal ke dalam lubang jarum. Benang tebal dalam ayat tersebut disebut seekor unta. Hal itu dibiarkan terkesan melalui imajinasi dua hal tersebut, sejauh mana kesan tersebut diserap supaya pada akhirnya, makna perkenan dan kemustahilan tersebut tertancap dalam relung jiwa. Sebuah pelukisan yang terjadi pada pembaca, dari mata dan media lain dengan imajinasi secara pelan-pelan, bukan hanya melalui jalur nalar dengan kecepatan abstraknya.2. Al-Qur’an ingin menjelaskan pada manusia bahwa sedekah yang disertai riya

(pamer) dan diikuti oleh sikap menyebut-nyebut dan kata-kata menyakitkan, tidak akan menghasilkan dan menyisakan apa-apa. Al-Qur’an melukiskan makna abstrak ini kepada mereka dalam bentuk lukisan indrawi imajinatif dalam surah al-Baqarah (2): 264 seperti berikut:339

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman!. Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.”Al-Qur’an membiarkan pembaca membayangkan kondisi batu yang keras dan

datar, permukaannya diselimuti debu tipis hingga disangkakan sebagai tempat yang subur. Akan tetapi tiba-tiba turun hujan dengan deras. Hujan disangkakan akan menambah subur batu berselimut debu yang seakan-akan mengandung kesuburan layaknya tanah yang akan bertambah subur karena mendapat guyuran hujan. Debu tipis yang menyelimuti malah hilang dan hanyut terbawa air.

Kemudian pelukisan dilanjutkan untuk menampakkan makna yang berlawanan dengan makna riya dan makna hilangnya sedekah yang diikuti sikap menyebut-nyebut dan menyakiti. Tersebut dalam surah al-Baqarah (2): 265.

339Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni fi> al-Qur’a>n, 39.

Page 86: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

78

Artinya: “Dan perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya untuk mencari rida Allah dan untuk memperteguh jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buah-buahan dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka embun (pun memadai). Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Di halaman lain lukisan berlawanan dengan yang pertama, yaitu sedekah yang diinfakkan untuk mengharap rida Allah. Dalam lukisan kedua ini, Qutb mengibaratkan dengan kebun, bukan segenggam debu. Jika di lukisan pertama digambarkan dengan segenggam debu di atas permukaan batu, maka pada lukisan kedua digambarkan dengan kebun dan berada di atas tanah yang tinggi, lalu hujan yang sama mengguyur keduanya. Lukisan pertama menggambarkan upaya penghapusan dan penghilangan, sedangkan pada kondisi kedua melukiskan usaha menumbuhkan dan menyuburkan. Jika lukisan pertama mengenai batu licin yang terlihat gersang seperti sikap menyakiti, sementara di lukisan kedua mengenai kebun bercampur tanah subur yang menghasilkan buah. Seandainya hujan itu tidak turun, di dalamnya telah ada potensi subur dan menghasilkan buah meski hanya disirami gerimis. “Jika hujan lebat tidak menyiraminya, hujan gerimis (pun memadai).” 3. Al-Qur’an kembali menyuguhkan hal senada di atas dalam kesempatan lain.

Makna abstrak yang disajikan dalam lukisan indrawi sebagaimana dalam surah A<li ‘Imra>n (3): 117 adalah sebagai berikut:340

Artinya: “Perumpamaan harta yang mereka infakkan di dalam kehidupan dunia ini, ibarat angin yang mengandung hawa sangat dingin, yang menimpa tanaman (milik) suatu kaum yang menzalimi diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menzalimi mereka, tetapi mereka yang menzalimi diri sendiri.” Maka disajikan pelukisan sawah yang diterpa angin yang merusak tanaman

dan buah-buahan, pemiliknya tidak mendapatkan apa yang didambakan setelah bekerja dengan keras. Seperti halnya orang yang meginfakkan hartanya sedangkan dia kafir, ia berharap kebaikan dari apa yang disedekahkan, tetapi kekafirannya melenyapkan apa yang ia harapkan.

Tidak ketinggalan membahas bunyi kata “s}irr” dalam mengilustrasikan makna yang ditunjukkannya. Bunyi itu seumpama granat-granat kecil yang meluncur di

340Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni fi> al-Qur’a>n, 40-41.

Page 87: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

79

atas permukaan sawah dan memporak-porandakannya. Hal tersebut adalah salah satu warna keserasian.

Demikian-beberapa contoh ilustrasi artistik, makna abstrak yang disajikan dalam lukisan indrawi khayali. Selanjutnya, selain pelukisan-pelukisan di atas, al-Qur’an juga melukiskan suasana jiwa dan mental. Misalnya digambarkan seperti contoh-contoh di bawah ini:1. Al-Qur’an ingin menampakkan kebingungan orang yang menyekutukan

Tuhan setelah mengimani keesaan-Nya, orang yang terbagi hatinya antara Tuhan yang Esa dengan tuhan yang berbilang dan perasaannya terbagi antara petunjuk dan kesesatan. Tersebut dalam surah al-An‘a>m (6): 71.

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Apakah kita akan memohon kepada sesuatu selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak (pula) mendatangkan mudarat kepada kita, dan (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang, setelah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di bumi, dalam keadaan kebingungan.” Kawan-kawannya mengajaknya ke jalan yang lurus (dengan mengatakan), “Ikutilah kami.”Sebuah gambaran makhluk merana yang disesatkan oleh setan di muka bumi

terpampang di depan mata. Penyesatan dipaparkan dengan sebuah kata yang sesuai dengan maknanya, yaitu istahwa. Seandainya dia mengikuti jalan penyesatan itu sepanjang jalan, maka akan tenang dalam satu tujuan, meskipun di jalan yang sesat. Akan tetapi, dari arah lain, sebagian temannya mengajak pada petunjuk dan menyerunya, “Mari ikut dengan kami!” Dia bingung di antara penyesatan dan ajakan. Dia tidak tahu mana yang harus diikuti dan jalan mana yang harus ditempuh, sementara dia hanya berdiri, termenung menoleh ke sana kemari.341

2. Al-Qur’an ingin menjelaskan kegoncangan akidah. Seseorang tidak kukuh dalam keyakinan, tidak tahan menghadapi kesulitan hidup dengan hati yang kuat, tidak menjauhkan keyakinannya dari kepentingan-kepentingan hidup, untung dan rugi. Al-Qur’an melukiskan kegoncangan tersebut dengan penggambaran yang gontai, terengah-engah dan hampir roboh. Tersaji dalam surah al-H{ajj (22): 11.342

341Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni fi> al-Qur’a>n, 44. 342Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni fi> al-Qur’a>n, 45-46.

Page 88: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

80

Artinya: “Di antara manusia ada yang menyembah Allah di atas tepian. Maka jika ia memperoleh kebaikan, tetaplah ia dalam keadaan itu. Namun jika ia ditimpa suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata”. Di sini, imajinasi bekerja. Imajinasi seakan menunjukkan sebuah tepian, di

mana sebagian manusia menyembah Allah. Begitu juga membayangkan kekacauan indrawi yang menimpa mereka, terombang-ambing antara menetap dan berbalik arah. Benar, lukisan itu mampu mengilustrasikan kegoncangan lebih jelas dari pada kata kegoncangan itu sendiri, karena tercetak dalam indra dan tertancap dalam jiwa.

Jika Dibandingkan dengan pelukisan ayat ini ketika Sayyid Qut}b masih kecil dengan pelukisan yang sekarang. Ia menyatakan bahwa penggambarannya sewaktu kecil dengan penggambaran yang sekarang tidak jauh beda. Menurutnya, perbedaan hanya terletak pada pengetahuannya saat ini yang menyatakan bahwa hal tersebut adalah perumpamaan yang diibaratkan, bukan hakikat yang disaksikan. Dengan kata lain pengilustrasian ditangkap oleh tingkat pemahaman yang berbeda. Qut}b menceritakan interaksinya dengan al-Qur’an pada masa kanan-kanaknya dalam pembukaan al-Tas}wi>r al-Fanni fi> al-Qur’a>n. Dia berkata: “Aku membaca al-Qur’an dan usiaku pada saat itu masih kanak-kanak. Pemahamanku belum bisa menangkap kedalaman akan makna-maknanya, dan juga belum bisa memahami tujuan-tujuannya yang mulia. Akan tetapi aku menemukan sesuatu dalam jiwaku dari al-Qur’an. Khayalanku yang sederhana mengantarkanku pada penggambaran yang diungkapkah al-Qur’an. Penggambaran yang sederhana, akan tetapi mampu membuat jiwaku rindu dan perasaanku nyaman. Aku menghabiskan banyak waktu dengan al-Qur’an pada masa kanak-kanakku, aku senang, dan aku giat mempelajarinya”.343

Gambaran sederhana yang membekas di hati Sayyid Qut}b kecil ketika membaca ayat di atas adalah tidak ada seorang pun yang tertawa. Dalam khayalannya seorang laki-laki berdiri tegak salat di tepi sungai yang kering, dia terayun-ayun dalam setiap gerakannya dalam salat, ia mengira ia akan jatu}b dia mengikuti gerakannya dengan bersemangat dan terkagum-kagum.344 Begitulah hari-haid Qut}b kecil berlalu dengan penggambaran al-Qur’an yang sederhana dan lugu hingga akhirnt}bdia masuk ke lembaga pendidikan formal.

Ketika belajar di lembaga pendidikan formal, Qut}b membaca dan mendengarkan penjelasan guru mengenai buku-buku tafsir, tetapi ia tidak mendapati

343Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, 7.344Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, 7.

Page 89: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

81

kepuasan sebagaimana ia mendapati kepuasan semasa kanak-kanak dalam belajar al-Qur’an. Karena itu, ia mempelajari al-Qur’an dari membaca al-Qur’an secara langsung dan bukan dari buku-buku tafsir. Ia mendapati kepuasan ketika membaca mus}h}af sebagaimana pada masa kecilnya. Berbeda dari apa yang didapatinya semasa kecil, pemahamannya tidak lagi sederhana dan lugu, akan tetapi ia bisa mengungkap rahasia kedalaman dan tujuan tersembunyi dari al-Qur’an. Sungguh mengagumkan, dia berkata: “Telah ku temukan al-Qur’an.” 345

Demikian telah dijelaskan pengungkapan al-Qur’an dengan sebuah metode pelukisan dengan jalan imajinasi dan personifikasi. Sebuah metode yang digunakan al-Quran sebagai pola dan karakteristik yang integral. Dengan kata lain, pelukisan (ilustrasi) dalam al-Qur’an membentuk kesatuan. Artinya, setiap bagian kata menggambarkan keterkaitan ilustratif antara yang satu dengan yang lain untuk menampakkan cakrawala umum yang sesuai dengan tema yang digambarkan.

B. Penafsiran Berbasis Kesatuan Tema dalam Surah1. Al-Baqarah: Pilar Penyiapan Khali>fah al-’Ard} dan Kisah Bani

Isra>’i>lSurah al-Baqarah adalah surah terpanjang dalam al-Qur’an, terdiri dari 286

ayat dan 6.121 kata,346 diturunkan dengan berangsur-angsur selama kurang lebih 9 tahun sesuai situasi dan sebab-sebab keterkaitan.347 Termasuk kelompok surah pertama yang turun setelah hijrah atau disebut kelompok Madaniyyah.348 Perlu ditegaskan bahwa Sapi—dalam bahasa Arab al-Baqarah—bukan merupakan tema bab. Nama al-Baqarah berasal dari peristiwa yang disebutkan dalam ayat 67-71, ayat yang menceritakan instruksi yang diberikan kepada anak-anak Israel untuk menyembelih sapi.

Episode tersebut bukan pokok utama dalam surah al-Baqarah, hanya saja kata sapi disebutkan empat kali dalam ayat-ayat yang menceritakan perintah penyembelihan sapi. Kisah sapi betina merefleksikan kesalahan Bani Israil yang mendasar dan pokok. Kisah ini diambil agar kaum muslimin yang diberi amanah memimpin dapat mengingatnya dan menghindari kesalahan serupa.349 Oleh karena itu al-Baqarah terpilih menjadi nama surah.350

Al-Biqa>‘i> memberi komentar tentang surah al-Baqara., Ia menjelaskana

345Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, 8.346‘Abd Allah Mah}mu>d Shah{a>tah, Ahda>fu Kulli Su>rah wa Maqa>s{iduha> fi al-Qur’a>n al-Kari>m

(Kairo: al-Haiah al-Mis}riyyah, al-‘Amma>h li al-Kita>b, 1986), 11.347H}ifni> Muh}ammad Sharaf, I’ja>z al-Qur’a>n al-Baya>ni> baina al Naz}ariyyah wa al-Tat}bi>q, (Tt: al-

Majlis al-A’la> li al-Shu’u>n al-Isla>miyyah, 1970), 264. 348Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an (Kairo: Da>r al-Shuru>q, 1978), 1/27. 349Amru Khalid, Khowatir Qur’aniyyah: Nazharat fi Ahdafi Suwaril Qur’an, trj. Khozin Abu

Faqih, dkk (Jakarta: Al-I’tishom, 2011), 23-24. 350Neal Robinson, Discovering the Qur’an: A Contemporary Approach to a Veiled Text (London:

SCM Press Ltd, 1996), 201.

Page 90: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

82

tujuan dari surah al-Baqarah adalah menunjukkan bahwa al-Qur’an adalah petunjuk supaya diikuti apa yang dikandungnya. Urusan terbesar tentang petunjuk adalah iman terhadap perkara ghaib.351

Sebelum mengelaborasi secara mendalam kesatuan tema menurut Sayyid Qut}b dalam surah al-Baqarah, kita akan membahas penelitian serupa yang telah dilakukan oleh beberapa sarjana. Misalnya, Neal Robinson, David E. Smith, ‘Abd Alla>h Dira>z dan Raymond K. Farrin. Penelitian mereka muncul dalam Discovering the Qur’an: A Contemporary Approach to a Veiled Text (1996), “The Structure of al-Baqarah” (2001), al-Naba>’ al-‘Az}i>m, dan “Surat al-Baqara: A Structure Analysis” (2010). Terlebih dahulu kita akan melihat dan membandingkan interpretasi struktur al-Baqarah oleh para sarjana tersebut.Robinson membuat struktur al-Baqarah sebagai berikut:352 Prolog (1-39), kritik terhadap anak-anak Israel (40-121), keturunan Ibrahim (122-152), undang-undang negara baru (153-242), perjuangan pembebasan ka’bah (243-283) dan epilog (284-286). Robinson dalam penelitiannya berusaha menampakkan bahwa surah al-Baqarah adalah sebuah struktur yang koheren.

Pembacaan Smith terhadap al-Baqarah setelah ayat pertama alif la>m mi>m adalah sebagai berikut:353 Pembentukan otoritas al-Qur’an dan Muhammad (2-39), kegagalan anak-anak Isrel (40-118), penegasan kembali otoritas al-Qur’an dan Muhammad (119-167), undang-undang dasar Islam (168-284) dan penegasan kembali otoritas Muhammad dan do’a penutup (285-286).

Sedangkan menurut Dira>z, interpretasi struktur al-Baqarah adalah sebagai berikut: Mukaddimah (ayat 1-20), bagian isi yang memuat empat tujuan pokok (maqa>s}id) (ayat 21-284) dan penutup (ayat 285-286).354 Untuk lebih detailnya interpretasi Dira>z terhadap struktur surah al-Baqarah adalah: Mukaddimah (1-20), tujuan pokok pertama (21-39), tujuan pokok kedua (40-177), tujuan pokok ketiga (178-283), tujuan pokok keempat (284) dan penutup (285-286).355 Mukaddimah (ayat 1-20) berbicara tentang al-Qur’an dan petunjuk di dalamnya. Dalam mukaddimah dinyatakan bahwa al-Qur’an yang tidak ada keraguan di dalamnya adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa. Isi mukaddimah adalah sebagai berit: 356

Pertama, permulaan surah adalah tiga huruf muqat{t}a‘ah357 yaitu alif-la>m-mi>m.

351Burha>n al-Di>n Abi> al-H{>asan Ibrahi>m ibn ‘Umar al-Biqa>‘i>, Naz}m al-Durar fi> Tana>subi al-A<ya>t wa al-Suwar (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995), 1/ 24.

352Neal Robinson, Discovering the Qur’an: A Contemporary Approach to a Veiled Text, 201-223. 353David E. Smith, “The Structure of al-Baqarah,” The Muslim World 91, no. ½ (2001): 121-136. 354‘Abd Alla>h Dira>z, al-Naba>’ al-‘Az}i>m (Kuwait: Da>r al-Qalam, 1977), 163-211. 355Bandingkan dengan kajian aplikatif surah al-Baqarah yang dikemukakan oleh Is}la>h}i>, Neal

Robinson, A. H. Mathias Zahniser, David E. Smith. Lihat Raymond K. Farrin, “Surat al-Baqara: A Structural Analysis”, The Muslim World 100, no. 1 (2010): 17-18.

356 357Huruf muqat}t}a‘ah adalah huruf-huruf yang terpisah, karena posisi huruf tersebut cenderung

menyendiri dan tidak bergabung membentuk suatu kalimat secara kebahasaan. Dari segi pembacaannya tidaklah berbeda dari lafaz} yang diucapkan pada huruf hijaiyah. Pembahasan huruf muqat}t}a‘ah masuk dalam pembahasan fawatih} al-suwar. Ada beberapa kategori dari penggambaran

Page 91: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

83

Rahasia dari penyajian huruf muqat}t}a‘ah di awal adalah merangsang pendengaran dan hati untuk perhatian pada gaya bahasa yang aneh tersebut. Kedua, tiga huruf tersebut mengandung tiga hal; 1) menginformasikan pada pendengar bahwa apa yang akan dibaca adalah Kitab terbaik yang sepanjang sejarah tidak ada yang layak menyamainya. 2 dan 3) bagaimana keutamaan dan kesempurnaan Kitab. Kitab yang berisi kebenaran dan Kitab tersebut adalah al-Qur’an.

Ketiga apa yang dirasakan hati setelah mendengar sifat-sifat al-Qur’an dan petunjuk yang dibawanya. Dalam hal penerimaan seruan al-Qur’an manusia terbagi menjadi tiga golongan: Golongan yang beriman, kafir, dan peragu. Sasaran yang akan diceritakan al-Qur’an adalah golongan pertama yang akan dibahas tuntas.

Keempat, Petunjuk al-Qur’an—yang tidak ada keraguan padanya—hanya terbatas pada satu golongan. Ini mengejutkan mengingat pertanyaan tentang efek al-Qur’an pada hati setiap pendengarnya, sementara tugas seorang Rasul adalah menyeru umatnya. Seruan ini hanya bisa diterima oleh orang-orang yang bertakwa meskipun seorang Rasul mempertanyakan kepada Tuhan-nya, mengapa tidak semua manusia mendapatkan petunjuk. Sebagaimana manfaat cahaya matahari bagi orang buta, begitu pula manfaat seruan bagi orang kafir yang manfaatnya sama. Mereka diberi seruan atau tidak, mereka tidak akan beriman.

Kelima, Pembicaraan berlanjut mengenai golongan yang mengatakan beriman akan tetapi hatinya tidak. Keenam, menceritakan tingkatan ketiga golongan di atas: 1) mereka yang sampai pada keutamaan takwa. Penyebabnya adalah karena mereka berpegang teguh pada petunjuk dan mereka mendapat pertolongan dari Allah. Hasil dari ketakwaan mereka adalah kebahagiaan. 2), mereka yang tidak berpegang pada asas takwa yaitu iman dan mereka tidak peduli pada peringatan. Penyebabnya, mereka tidak memanfaatkan ilmu yang diberikan Allah, hati mereka keras, penglihatan mereka buta, dan pendengaran mereka tuli. Akibat dari perbuatan mereka adalah siksa. 3) mereka yang bermuka dua, hati dan yang tampak tidak sama. Bibir mereka mengatakan iman, akan tetapi hatinya tidak. Masing-masing dari dua sifat yang bertentangan itu ada sebab dan balasannya. Adapun sebab mereka mengaku iman adalah bertujuan menipu dan balasannya akan kembali pada mereka. Adapun rahasia hati mereka ingkar adalah hati mereka sakit. sedangkan balasan dari perbuatan mereka adalah bertambah parahnya penyakit mereka dan siksa yang pedih.

Ketujuh, Sifat-sifat dua golongan terakhir terlihat mengherankan. Perbedaan

fawatih} al-suwar yang ada di dalam al-Qur’an, yaitu: (1) pujian terhadap Allah yang dimaksudkan kepada sifat-sifat kesempurnaan Tuhan (2) Dengan menggunakan huruf-huruf hijaiyah yaitu terdapat pada 29 surah (3) Menggunakan kata seru (ah}ruf al-nida>’) dalam 10 surah. Lima ditujukan pada Rasul, lima ditujukan pada umat (4) Kalimat berita (jumlah khabariyah) dalam 23 surah (5) Bentuk sumpah (al-aqsa>m) dalam 15 surah. Sedangkan pendapat mengenai huruf-huruf pembuka tersebut diantaranya adalah bahwa huruf tersebut hanya Allah yang tahu artinya, nama untuk surah-surah, merupakan qasam (sumpah), merupakan sifat-sifat Allah, dan lain-lain. Lihat Muhammad Chirzin, al-Qur’an dan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), 62-66.

Page 92: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

84

pendeskripsian al-Qur’an dalam hal ini adalah sesuatu hal yang tidak biasa. Oleh karena itu, diperlukan sifat-sifat perumpamaan yang lebih mendekati pemahaman. Perumpamaan orang yang hatinya terkunci adalah seperti orang yang berjalan pada kegelapan malam, kemudian datang seorang yang membawa obor untuk memberikan cahaya. Ketika cahaya obor ada di dekat mereka, sebagian dari mereka tidak membuka mata mereka. Seperti ini cahaya Muhammad yang datang pada umat yang ummi . Mereka yang sombong tidak mau menerima dan tetap hidup dalam kejahiliahan. 358

Demikian mukaddimah yang membahas ketiga macam golongan dengan segala sifat dan balasan-balasan dari perbuatan mereka. Ketiga macam golongan itu adalah orang yang bertakwa, oyang kafir,ipu (muafik). Ketiga macam golongan beserta karakter mereka dihadirkan seakan-akan mereka benar-benar nyata. Hal ini untuk menyerreka supaya mereka berlaku pada jalan yang benar. Adapun pembahasan tentang empat tujuan pokok terdapat dalam ayat 21-284. Tujuan pokok pertama terbagi (ayat 21-25), (ayat 26-39), menyeru seluruh manusia untuk memeluk Islam.359

Ayat 21-25, berisi tiga seruan keras yaitu untuk tidak menyembah selain Allah dan tidak menyekutukan dengan apa pun, beriman kepada Kitab yang diturunkan pada hamba-Nya, takut pada siksa-Nya dan berharap pada pahala-Nya. Tiga hal tersebut adalah rukun dari akidah Islam yang disajikan secara urut.

Ayat 26-39, ayat ini berbicara tenng kehiyahan al-Qur’an secara global. Ayat ini kembali membahas tujuan pertama dengan tiga rukunnya tersebut di atas, tetapi dengan wajah yang baru. Rukun yang petama, berisi perintah menyembah Allah dan larangan ingkar kepada-Nya. Rukun edua, menceritakan kenabian Muhammad sebagai Nabi terakhir dan Adam se juga Nabi yang pe Adam. Hal ini dimaksudkan bahwa sebkita Muhammad diutus telah diutus nabi-nabi yang lain pada masanya. Rukun ketiga, menceritakan surga dan neraka beserta sifat-sifatnya.

Tujuan pokok kedua terbagi menjadi dua ada (ayat 40-162 ayat 16-177). Ayat-aya ini, menyerukan kepada ahli kitab untuk meninggalkan kebatreka dan menyeru suntuk masuk agama yang benar.360

Ayat 40, meskipun kalimatnya sedikit tetapi mengandung tujuan yang menyeluruh. Ayat 41-46 menceritakan kembali tujuan-tujuan tersebut yang disajikan secara terperinci. Ayat 47 menceritakan nikmat yang dijanjikan dan ayat 48 menceritakan kadar dari ketakutan mereka. Kemudian pembicaraan dibagi menjadi empat bagian. Pertama, ayat 49-74 menceritakan Yahudi terdahulu sejak diutusnya Musa. Kedua, ayat 75-121 menceritakan Yahudi sekarang masa kenabian Muhammad. Ketiga, ayat 122-134 menceritakan muslim terdahulu sejak masa Ibrahim. Keempat, ayat 135-162 menceritakan muslim sekarang masa kenabian.

358‘Abd Alla>h Dira>z, al-Naba>’ al-‘Az}i>m, 164-174.359‘Abd Alla>h Dira>z, al-Naba>’ al-‘Az}i>m, 174-177. 360‘Abd Alla>h Dira>z, al-Naba>’ al-‘Az}i>m, 178-195.

Page 93: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

85

Selanjutnya madkhal (pintu masuk) pada tujuan pokok ketiga (ayat 163-177) berisi tiga langkah. Pertama, menetapkan kesatuan Pencipta yang disembah. Kedua, menetapkan kesatuan sang Pemberi perintah yang ditaati. Ketiga, daftar perintah-perintah dan ketaatan secara global.

Tujuan pokok ketiga (ayat 178-283), mempresentasikan syariat-syariat agama secara terperinci.361 Ayat 178-179 membicarakan hukum qis}as}, ayat 180-182 tentang wasiat, ayat 183-187 tentang puasa, ayat 188 tentang menjauhi dari segala hal yang haram, ayat 189-203 tentang haji dan umrah, dan ayat 204-207 tentang sikap dua kelompok besar manusia.

Ayat 208-214 berisi tentang penekanan orang mukmin supaya tidak menuruti hawa nafsu dan melakukan perintah-perintah Allah. Ayat 215-218 tentang infak dan jihad, ayat 219 tentang minuman keras dan perjudian, dan ayat 220-222 tentang mencampuri anak-anak yatim, syarat-syarat besan, hal-hal yang dilarang ketika bersenggama.

Ayat 223-237 tentang undang-undang pernikahan dan perceraian yang meliputi masa ‘iddah, ruju’, khulu’, persusuan, khitbah, mahar, nikah mut’ah, dan lain-lain. Ayat 238-274 tentang salat dan berkaitan dengan jihad yang sudah dibicarakan terlebih dahulu. Dinyatakan dalam ayat ini bahwa tidak boleh meninggalkan salat meskipun dalam keadaan perang. Ayat 275-279 terkait mu’amalah seperti riba, ayat 280-281 tentang menunggu kemudahan, dan ayat 282-283 tentang hutang piutang. Ayat ini adalah ayat terpanjang dalam al-Qur’84), Setelah mendefinisikan iman dan m ini, tujuan pokok keempat (ayat 284) ayat-ayat sebelum ini alah. Menyempurndari kedua hal tersebut adalah ihsan. Sebagaimana didefinisikan ihsan adalah seseorang merasa Allah senantiasa mengawasi dalam setiap kesempatan, senantiasa merasa melihat Allah dalam dalam setiap saat.362

Penutup (ayat 285-286), mendefinisikan orang-orang yang menjawab seruan-seruan yang termanifestasi dalam keempat tujuan pokok sebelumnya dan berbagai pengharapan mereka di dunia dan akhirat. Selain itu dibahas rukun-rukun agama yang telah sempurna yaitu iman, Islam, dan ihsan. Ayat ini juga menceritakan keberhasilan seruan para Rasul kepada umat, menepati janjinya bagi siapa saja yang mencurahkan kemampuannya dalam mengikuti seruan Rasul akan mendapatkan balasan yang setimpal, terbukanya hati orang-orang yang mendapat petunjuk yang senantiasa menyebut dan meminta pertolongan dari Tuhan.363 Dalam keragaman tema ini, terdapat kesatuan tema dalam surah al-Baqarah. Keteraturan dan kerapian merupakan mukjizat al-Quran.

361‘Abd Alla>h Dira>z, al-Naba>’ al-‘Az}i>m, 195-209. 362‘Abd Alla>h Dira>z, al-Naba>’ al-‘Az}i>m, 209. 363‘Abd Alla>h Dira>z, al-Naba>’ al-‘Az}i>m, 209-211.

Page 94: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

86

Perbandingan struktur interpretasi antara tiga sarjana tersebut dalam tabel adalah sebagai berikut:

Nama Tokoh AyatRobinson 1-39 40-121 122-152 153-242 243-283 284-286Smith 2-39 40-118 119-167 168-284 285-286 -Dira>z 1-20 21-39 40-177 178-283 284 285-286

Sedangkan Raymond K. Farrin melakukkn uji sampel serupa,364 yaitu dengan membagi al-Baqarah menjadi sembilan bagian. Raymond membuat sembilan bagian dengan membuat title A (1-20), B (21-39), C (40-103), D (104-141), E (142-152), D’ (153-177), C’ (178-253), B’ (254-284), A’ (285-286). Title A, E, dan A’ adalah pembukaan, pertengahan, dan penutup. Kemudian Raymond menjelaskan tiap title dengan rinci. Secara sederhana interpretasi Raymond terhadap al-Baqarah adalah sebuah struktur lingkaran (ring structure).

Raymond membuat struktur al-Baqarah dengan membuat bagian dan sub-sub bagian hingga pada penghujung surah dengan kesimpulan yang menunjukkan kesesuaian (ditunjukkan secara horizontal), yaitu sebagai berikut:

Struktur surah al-Baqarah menurut Raymond K. FarrinJudul Ayat Tema Judul Ayat Tema

A 1-5 Orang-orang yang beriman

A’285

Orang-orang yang beriman

6-20 Orang-orang kafir 286 Orang-orang kafirB 28 Janji Allah:

menghidupkan dan memberi kematian, menghidupkan kembali yang sudah mati

B’

258-260

Janji Allah: menghidupkan dan memberi kematian, menghidupkan kembali yang sudah mati

29-30, 32-33

Allah Maha Mengetahui

255-256, 261, 268, 270-271, 273, 282-284

Allah Maha Mengetahui

C 43, 87 Allah menurunkan Kitab pada Musa

C’ 178, 180, 183, 216

Kutiba a’laikum (diwajibkan atas kamu)

102 Sulaiman (anak laki-laki Dawud)

251Dawud (Ayah Sulaiman)

102-103 Keterkaitan antar bagian

243-253Keterkaitan seluruh bagian

364Raymond K. Farrin, “Surat al-Baqara: A Structural Analysis,” The Muslim World 100, no. 1 (2010): 17-32.

Page 95: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

87

Struktur surah al-Baqarah menurut Raymond K. FarrinJudul Ayat Tema Judul Ayat Tema

D 124 Ibrahim diuji oleh Tuhannya

D’155

Allah akan memberi cobaan pada orang-orang Islam

127 Ibrahim dan Ismail membangun Ka’bah

158Ziarah ke Ka’bah; antara S{afa> dan Mina>

140 Menyembunyikan kesaksian 159, 174

Menyembunyikan tanda-tanda yang jelas, wahyu Allah

111, 113, 116, 118,

135

Perkataan orang-orang yahudi dan Nasrani (dan tanggapan muslim)

167, 170

Perkataan orang-orang Musyrik (dan tanggapan muslim)

Interpretasi struktur al-Baqarah di atas jelas berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan karena pengungkapan kesatuan tema adalah ijtiha>di>.365 Misalnya Rabinson membagi al-Baqarah menjadi enam dengan prolog (1-39), kritik terhadap anak-anak Israel (40-121), keturunan Ibrahim (122-152), Undang-undang negara baru (153-242), perjuangan pembebasan ka’bah (243-283), epilog (284-286). Sedangkan Dira>z membagi surah al-Baqarah menjadi tiga bagian dengan perincian mukaddimah (1-20), isi (terdiri dari empat tujuan pokok yaitu; 21-39, 40-177, 178-283, 284) dan penutup (285-286).

Untuk interpretasi yang dibuat Smith berbeda dengan kedua sarjana di atas, akan tetapi terdapat persamaan dalam interpretasi yang dikemukakan Smith dan Dira>z. Letak persamaan adalah dalam hal pengklasifikasian ayat yang disebutnya sebagai penutup (285-286). Sedangkan persamaan antara Smith dan Robinson terdapat dalam tema Israel dan penutup, hanya saja menurut Smith tema Israel pada ayat 40-118 dan menurut Robinson pada ayat 40-121 Sedangkan penutup menurut Smith pada ayat 285-286 dan menurut Robinson pada ayat 284-286. Sedangkan struktur surah al-Baqarah yang dijelaskan oleh Raymond langsung pada pembagian surah menjadi sembilan bagian. Letak keharmonisan ayat dalam surah al-Baqarah dapat dilihat pada tabel.

Sejumlah penelitian yang dilakukan para sarjana di atas merupakan upaya yang dilakukan untuk membuktikan koherensi al-Qur’an dan adanya kesatuan tema al-Qur’an. Usaha ini juga sekaligus membantah pernyataan para penentang kesatuan tema, seperti Richard Bell, Gerhard Endress, Angelika Neuwirth, dan Salwa M.S. El-Awa. Selanjutnya penelitian dalam penelitian ini mengambil sampel penafsiran Sayyid Qut}b dalam rangka mendukung dan memperkuat pendapat yang menerima adanya kesatuan tema.

365Rif‘at Fawzi> ‘Abd al-Mut}t}alib, al-Wah}dah al-Maud}u>‘iyyah li al-Surah al-Qur’a>niyyah (Kairo: Da>r al-Sala>m, 1986), 42-43.

Page 96: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

88

Qut}b adalah seorang mufassir yang mempunyai keyakinan bahwa setiap surah memiliki tema sentral yang disebutnya mih}war.366Hal tersebut ia aplikasikan dalam Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n. Misalnya ketika menafsirkan surah al-Baqarah, sebelum menafsirkan ayat-ayat secara rinci, ia terlebih dahulu menjelaskan tema pokok dari surah al-Baqarah.

Menurutnya, surah al-Baqarah mengandung beberapa pokok pikiran. Akan tetapi, muaranya satu yang menyatukan dua tema pokok (mih}war) yang saling terikat dengan kuat. Dengan begitu, surah al-Baqarah mempunyai dua mih}war.367 Mih}war tersebut yang menjadi pijakan dasar pembahasan keseluruhan ayat dalam surah al-Baqarah. Kedua mih}war tersebut berkenaan dengan sikap kaum muslim pada masa awal dan persiapannya memikul amanah sebagai khalifah di muka bumi dan sikap Bani Israil terhadap dakwak Islamiyyah di Madinah, tanggapan, dan sikap mereka terhadap Rasulullah. Mih}war tersebut sebagai pijakan penafsiran Qut}b dalam surah al-Baqarah.368 Akan tetapi penilaian subyektif penulis, Qut}b tidak menjelaskan alasan kenapa dua hal tersebut terpilih sebagai mih}war.

Qut}b membagi surah al-Baqarah menjadi 21 kelompok ayat secara urut, yaitu:Kelompok ayat ke-1 (1-29) merupakan segmen pertama dalam surah ini.

Semua hal difokuskan pada masalah keimanan dan seruan untuk memilih rombongan orang-orang yang beriman dan bertakwa.369 Kelompok ayat ini kemudian dibagi lagi menjadi beberapa kelompok ayat berdasarkan topiknya. Kelompok ayat pertama ini dibagi menjadi beberapa topik yang meliputi; keunikan al-Qur’an (1-2), ciri-ciri golongan yang bertakwa (3-5), golongan orang-orang kafir (6-7), golongan orang-orang munafik (8-20), seruan umum kepada semua manusia (21-22), tantangan terhadap orang-orang yang meragukan kebenaran Islam (23-25), urgensi perumpamaan yang dibuat oleh Allah (26-27), kehidupan dan kematian serta kenikmatan yang diberikan Allah kepada manusia (28-29).

Kelompok ayat ke-2 (30-39) tentang metode penceritaan dalam al-Qur’an yang berisi kisah Nabi Adam dan pelajaran penting darinya. Kisah-kisah dalam al-Qur’an dipaparkan dalam tempat dan situasi yang relevan. Banyak orang menyangka bahwa telah terjadi banyak pengulangan dalam kisah-kisah alQur’an (—karena sebuah kisah kadang-kadang diulang penyajiannya dalam bermacam-macam

366Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n: A Study of Is}la>h}i> Concept of Naz}m in Tadabbur-i Qur’a>n (Washington: American Trust Publications, 1986), 65-67, lihat juga dalam Issa J. Boullata (ed), Literary Structures of Religion Meaning in the Qur’an (Richmond: Curzon Press, 2000), 363 dan Salwa. M.S. El-Awa, Textual Relations in the Qur’a>n: Relevance, coherence and structure (London: Routledge, 2006), 20.

367Bandingkan dengan Shah}a>tah yang menyatakan, surah al-Baqarah mempunyai beberapa tujuan utama, yaitu: Pertama, menjelaskan pokok akidah, tauhid, dan penciptaan manusia. kedua, menjelaskan jenis-jenis golongan, respons terhadap al-Qur’an. Ketiga, kisah panjang kaum yahudi. Lihat selengkapnya dalam Shah{a>tah, Ahda>fu Kulli Su>rah wa Maqa>s{iduha> fi al-Qur’a>n al-Kari>m, 13.

368Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/28.369Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/54.

Page 97: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

89

surah, jika dipandang dengan jeli dan teliti, maka akan didapatkan kesimpulan tidak ada satu kisah pun yang diulang dalam bentuk yan sama), —baik dalam segi kapasitasnya maupun metode penyampya. Oleh Karena itu, jika terjadi perulangan kisah, pasti ada hal baru yang menghilangkan hakikat pengulangan itu. Ada pula yang mengira bahwa pengulangan tersebut hanya dimaksudkan sebagai bagian dari sastra, —dengan maksud hanya mempercantik susunan dan tidak berkaitan dengan realitas. Hal tersebut tidaklah demikian, hubungan temanyalah yang menentukan disajikannya sebuah kisah pada tempat-tempat yang sesuai.370

Kelompok ayat ke-3 (40-74) merupakan bagian pertama dari perjalanan panjang bersama Bani Israel. Bagian ini dimulai dengan khita}b-nya kepada Bani Israel. Potongan surah ini akan banyak menceritakan perjalanan Bani Israel dalam sejarah mereka yang penuh keiran,endustaan, kerewelan, pembangkangan, tipu daya, kecurangan, kekerasan, pelanggaran, dan kedurhakaan.371 Kelompok ayat ini terdiri dari beberapa topik yaitu, beberapa peringatan dan pengarahan kepada Bani Israel (40-46), pertanggung jawaban individu (47-48), nikmat-nikmat yang diberikan kepada Bani Israel (49-50), menyembah patung anak sapi ngkangan-pembangkangan Bani Israel lagi (55-61), seruan masuk Islam bagi pemeluk agama lain (62), kembali kepada Bani Israel (63-66), kisah sapi betina (al-Baqarah) (67-74).

Kelompok ayat ke-4 (75-103) menceritakan Bani Israel dengan segala tipu daya dan fitnahnya. Dalam bagian ini khit}a>b-nya adalah kaum muslimin, diceritakan pada mereka tentang Bani Israel, metode dan sarana yang dipergunakan untuk melakukan tipu daya dan fitnah. Hal tersebut agar kaum muslimin tidak terperdaya.372 Kelompok ayat ini dibagi menjadi beberapa topik yaitu, sulitnya mengharapkan keimanan kaum Yahudi pada masa Nabi Muhammad (75-82), Bani Israel mengingkari janjinya pada Allah (83-86), sikap Bani Israel (Yahudi) terhadap para Rasul dan Kitab-kitab yang diturunkan Allah (87), sikap Bani Israel (Yahudi) terhadap risalah dan Nabi yang baru (88-96), kebiadaban kaum Yahudi yang luar biasa lagi (97-98), kefasikan menyebabkan Bani Israel mengingkari al-Qur’an (99-101), setelah itu apa lagi? (102-103). Setelah menjelaskan topik terakhir pada bagian ini, Sayyid Qut}b memberi komentar pada sihir, telepati, magnetisme, Harut dan Marut.

Kelompok ayat ke-5 (104-123) berbicara tentangmakar dan, tipu daya kaum Yahudi terhadap Isllimin dan peringatan kepada kaum muslimin agar waspada terhadap mereka.373 Pada bagian ini dijelaskan topik-topik sebagai berikut; ketidak sopanan kaum Yahudi terhadap Nabi Muhammad dan rencana jahat mereka (104-110), mematahkan anggapan bohong Ahi Kitab (111-113), melarang menyebut

370Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/55. Lihat selengkapnya dalam Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, 143- 215.

371Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/80-81. 372Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/83. 373Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/99.

Page 98: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

90

nama Allah di masjid-masjid dan berusaha merobohkannya (114-115), kesesatan persepsi mereka tentang hakikat ketuhanan (116-118), tugas Rasul dan ketidak senangan ahli kitda beliau Muhammad (119-123).

Kelompok ayat ke-6 (124-141) ditonjolkan ketetapan bahwa Islam—dalam arti tunduk dan patuh kepada Allah—adalah risalah yang pertama dan terakhir. Demikian akidah yang dipilih Ibrahim dan anak cucunya dan berlanjut pada pewaris agama Ibrahim yaitu kaum muslimin. Sekaligus membantah pengakuan Yahudi dan Nasrani bahwa mereka adalah orang-orang pilihan Allah.374 Dalam kelompok ayat ini dibagi menjadi beberapa topik meliputi ujian, kepemimpinan dan perhatian Ibrahim terhadap agama, umat, dan negerinya (124-132), wasiat Nabi Ya’qub kepada putra-putranya (133), jangan hanya mengandalkan kebaikan dan perjuangan nenek moyang, tetapi berbuatlah untuk dirimu sendiri (134), menjawab tantangan (135-141).

Kelompok ayat ke-7 (142-152). Materi asasinya adalah berkaitan dengan pemberian mandat kepada kaum muslimin khususnya dan spesifikasi sebagai umat terpilih untuk memimpin bumi dan umat yang mempunyai kepribadian mandiri yang terwujud dengan adanya kiblat.375 Kelompok ayat ini sebagai permulaan pada juz ke-2 dari al-Qur’an yang jumlahnya 30 juz. Topik-topik pada bagian ini meliputi; pemindahan kiblat dan reaksi orang-orang yang bodoh, umat Islam sebagai ummatan wasathan (142-143), kembali kepada masalah pemindahan kiblat (143-150), diutusnya Muhammad sebagai perwujudan do’a Ibrahim (151), ingatlah kepada-Ku niscaya Kuingat kamu (152).

Kelompok ayat ke-8 (153-157) berisi tentang perjuangan dan kesabaran. Setelah menjelaskan penentuan kiblat, posisi umat Islam sebagai umat pertengahan yang menjadi saksi atas manusia, maka dilanjutkan penjelasan kepada umat Islam agar memohon pertolongan kepada Allah dengan sabar dan salat sehingga manusia mampu menerima beban yang besar.376

Kelompok ayat ke-9 (158-177) beris mengenai perjuangan umalam dialam medan kehidupan, terutama menghadapi serangan-serangan musuh Islam. Selain itu, jurisi pula tentang beberapa hukum sepertsa’i dan, hukum makanan halaln lai-lain. Halut adalah n sebagai dengan persiapan umat Islam untuk menunaikan tugas yang diamanatkan Allah pada mereka.377 Sedangkan topik-topik yang terkandung dalam bagian ini adalah; manasik haji (158), laknat terhadap orang-orang yang menyembunyikan ayat-ayat Allah dan orang-orang kafir (159-162), tauhid, syirik dan taklid (163-167), makanan yang halal dan haram beserta sikap kaum Yahudi seputar halal dan haram (168-176), pokok-pokok kebajikan (177).

Kelompok ayat ke-10 (178-188) tentang aspek tatanan sosial bagi masyarakat

374Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/111. 375Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/123. 376Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/141. 377Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/148.

Page 99: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

91

muslim yang hidup di Madinah pertama kali dan tentang ibadah yang diwajibkan. Dua hal tersebut adalah sebuah ikatan menuju ketakwaan.378 Dalam bagian ini dibicarakan topik-topik sebagai berikut; hukum qis}a>s} (178-179), hukum-hukum wasiat (180-182), hukum-hukum puasa (183-187), jangan mengambil hak orang lain secara batil (188).

Kelompok ayat ke-11 (189-203) tentang kewajiban dan tgas umat, tata kehidupannya, hukum syari’at dalam hubungan internal antara sesama mereka dan eksternal dengan orang lain di sekitar mereka.379 Pelajaran dalam pembahasan ini adalah seputar topik-topik sebagai berikut; bulan sabit dan arti pentingnya bagi kehidupan manusia (189), etika perang dan dananya (190-195), haji dan umrah, berdagang dan berusaha pada masa haji, dua golongan manusia dan arahan akhir untuk berzikir (196-203).

Kelompok ayat ke-12 (204-214) berisi metode Tuhan (manhaj Rabba>ni>) dalam mendidik dan mempersiapkan kaum muslimin dengan memberinya arahan dan harapan yang mengesankan, di sela-sela pengarahan dan pensyariatan berbagai aturan yang menjadi unsur tatanan Ilahi yang sempurna bagi kehidupan manusia. Dalam bagian ini akan tampak beberapa tipe manusia.380 Untuk lebih lengkapnya bagian ini mempunyai beberpa topik yaitu; tipe orang munafik (204-207), m Islam-lah secara total (208-209), akibat keengganan masuk Islam dan mengikuti langkah setan (210-211), sikap orang kafir terhadap orang mukmin (212), perselisihan antar manusia (213), apakah kamu akan masuk surga? (214).

Kelompok ayat ke-13(). berisi m fenomena pertanyaan tentang hukum-hukum, hal ini menunjukkan keinginan kaum muslimin untuk mengetahukum dialam setiap urusan kehidupan mereka. Ayat ke-13 ini bertuar Supaya terjadi keserasian antara tindakan dan hukum yang ada. Inilah pertanda orang muslim, memilih hukum Islam untuk setiap urusan hidupnya, besar atau kecil.381 Adapun bagian ini dibagi menjadi beberapa topik yaitu; infak, sasarannya dan jenis barang yang diinfakkan (215), yang disukai belum tentu baik dan yang dibenci belum tentu jelek (216), beberapa petunjuk dan pelajaran bagi kaum muslimin dalam persoalan perang (217-218), minuman keras dan judi (219), apakah yang harus diinfakkan? (219-220), tentang anak-anak yatim (220).

Kelompok ayat ke-14 (221-24keluarga (hukum dan peraturan asasi keeluargaan) dalam Islam. Yaitu, suatu tatanan bagi sebuah fondasi tempat berdirinya kaum muslimin dan masyarakat Islam. dalam bagian ini setidaknya disebutkan dua belas hukum—semuanya adalah tentang hukum keluarga.382 Bagian ini dibagi menjadi beberapa topik yaitu sebagai berikut; hukum perkawinan dengan non-Islam (221), hukum menggauli wanita pada saat haid (222-223), hukum i>la’>

378Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/163. 379Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/178. 380Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/204. 381Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/220. 382Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/234.

Page 100: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

92

(bersumpah tidak akan melakukan hubungan intim dengannya) (224-227), talak dan permasalahannya (228), bilangan talak (229-232), masalah penyusuan anak setelah terjadinya talak (233), iddah wanita karena ditinggal mati suami, lamaran setelah habis masa iddah dan lamaran dengan sindiran sebelum habis masa iddah (234-235), hukum wanita yang ditalak sebelum dicampuri (236-237), menunaikan shalat terutama shalat wustha (pendapat yang paling kuat adalah shalat‘as}ar (238-239), hak istri yang ditinggal mati suami dan yang ditalak (240-242).

Kelompok ayat ke-15 (243-25i tentang pengalaman kelompok-kelan bangsa-bangsa terdahulu, ketika kita hadirkan bahwa al-Qur’an adalah kitab yang hidup bagi umat Islam.383 Topik-topik yang disajikan pada bagian ini meliputi; orang-orang yang hendak pergi menjauhi kematian (243-245), kisah bani Israel sesudah zaman Nabi Musa as. (246), T{alu>t, kapabilitas dan profesionalitas pemimpin dan kisahnya (247-252).

Kelompok ayat ke-16 (253-257), bagian ini adalah permualan juz ketiga yang berisi khusus tentang rasul-rasul. Yaitu mereka adalah suatu jamaah khusus, meskipun mereka manusia biasa.384 Sedangkan topik-topik pembahasan pada bagian ini meliputi; tentang para Rasul (253-254), ayat kursi dan kandungan maknanya (255), tidak ada paksaan untuk memeluk Islam, kebebasan beragama dan kewajiban jihad dalam Islam (256-257).

Kelompok ayat ke-17 (258-260) berisi tentang rahasia kehidupan dan kematian serta hakikat kehidupan dan kematian. Kelompok ayat ini menceritakan sebuah tema yaitu menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati. Ayat-ayat ini mengandung sebuah tema, yaitu tentang rahasia kehidupan dan kematian serta hakikatnya.385

Kelompok ayat ke-18 (261-274) konteksnya membicarakan penegakan kaidah-kaidah perekonomian dan kemasyarakatan yang dikehendaki Islam sebagai acuan pijakan dan pembangunan masyarakat muslim.386 Ayat-ayat ini mempunyai beberapa tema yaitu; infak, pahalanya, etikanya dan gangguan-gangguannya (261-266), jenis barang yang disedekahkan dan cara bersedekah (267-274).

Kelompok ayat ke-19 (275-281), kelompok ayat ini tentang riba yang menjadi kebalikan dari sedekah yang sudah dipaparkan sebelumnya.387 Kelompok ayat ini dibagi menjadi beberapa pembahasan yaitu; kecaman keras terhadap pemakan riba (275-276), zakat se antitesispenelitian riba (277), tinggalkan riba atau perang melawan Allah dan Rasul-Nya (278-279), tenggang rasa kepada pengutang yang sedang kesulitan (280-281).

Kelompok ayat ke-20 (282-284), bagian ini menceritakan tata aturan mengenai hutang piutang dan jual beli. Dalam hal ini hukum-hukum khusus mengenai hutang

383Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/260-261. 384Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/278. 385Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/296. 386Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/304. 387Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/318.

Page 101: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

93

piutang, perdagangan dan gadai. Pada bagian ini dibahas hutang piutang tanpa riba dan transaksi perdagangan yang bebas dari riba.388

Kelompok ayat ke-21 (285-286), bagian ini merupakan penutup surah al-Baqarah. Penutup surah ini sangat serasi dengan permulaannya seakan-akan keduanya merupakan dua sisi kitab. Permulaan surah (1-4) terdapat hakikat iman kepada semua Rasul, pada penutup surah ditutup pula dengan pembicaraan tentang Rasul yang merupakan potret orang-orang yang beriman (285). Selanjutnya, surah ini ditutup dengan do’a orang muslim kepada Allah, menetapkan posisi seorang muslim dan Tuhannya dan juga terdapat isyarat mengenai sesuatu tentang Bani Irael.389

Adapun kelompok ayat dan topik yang dikandungnya lihat dalam tabel sebagai berikut:

Kelompok Ayat

Ayat

1 [1-29]1-2, 3-5, 6-7, 8-20, 21-22, 23-25, 26-27, 28-29

2 30-393 [40-74]

40-46, 47-48, 49-50, 51-54, 55-61, 62, 63-66, 67-744 [75-103]

75-82, 83-86, 87, 88-96, 97-98, 99-101, 102-1035 [104-123]

104-110, 111-113, 114-115, 116-118, 119-1236 [124-141]

124-132, 133, 134, 135-1417 [142-152]

142-143, 143-150, 151, 1528 153-1579 [158-177]

158, 159-162, 163-167, 168-176, 17710 [178-188]

178-179, 180-182, 183-187, 18811 [189-203]

189, 190-195, 196-20312 [204-214]

204-207, 208-209, 210-211, 212, 213, 21413 [215-220]

215, 216, 217-218, 219, 219-220, 22014 [221-242]

221, 222-223, 224-227, 228, 229-232, 233, 234-235, 236-237, 238-239, 240-242

388Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/334. 389Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/339.

Page 102: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

94

15 [243-252]243-245, 246, 247-252

16 [253-257]253-254, 255, 256-257

17 258-26018 [261-274]

261-266, 267-27419 [275-281]

275-276, 277, 278-279, 280-28120 281-28421 285-286

Untuk lebih jelasnya, hubungan poros (mih}war) surah al-Baqarah dengan topik-topiknya menurut Sayyid Qut}b akan tergambar dalam tabel di bawah ini:

Mihwar Kel. Ayat Ayat Tema

* 1 1-2 Keunikan al-Qur’an3-5 Ciri-ciri golongan muttaqin6-7 Golongan kafirin8-20 Golongan Munafik21-22 Seruan umum kepada semua manusia23-25 Tantangan terhadap orang-orang yang meragukan kebenaran

risalah Islam26-27 Urgensi perumpamaan yang dibuat oleh Allah28-29 Kehidupan dan kematian serta kenikmatan yang diberikan

Allah kepada Manusia* 2 30-39 Tentang metode penceritaan dalam al-Qur’an yang berisi

kisah Nabi Adam dan pelajaran penting darinya** 3 40-46 Beberapa peringatan dan pengarahan kepada Bani Israel

47-48 Pertanggung jawaban individu49-50 Beberapa macam nikmat yang diberikan kepada Bani Israel51-54 Menyembah patung anak sapi55-61 Beberapa pembangkangan Bani Israel lagi

62 Seruan masuk Islam bagi pemeluk agama lain63-66 Kembali kepada Bani Israel67-74 Kisah sapi betina al-Baqarah

Page 103: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

95

Mihwar Kel. Ayat Ayat Tema

** 4 75-82 Sulitnya mengharapkan keimanan kaum Yahudi pada masa Nabi saw

83-86 Bani Israel mengingkari janjinya pada Allah87 Sikap Bani Israel (Yahudi) terhadap para rasul dan kitab-

kitab yang diturunkan Allah88-96 Sikap kaum Yahudi (Bani Israel) terhadap risalah dan nabi

yang baru97-98 Kebiadaban kaum Yahudi yang luar biasa lagi99-101 Kefasikan menyebabkan Bani Israel mengingkari al-Qur’an102-103 Setelah itu apa lagi? (Orang yahudi melemparkan Kitab Allah

ke belakang punggung mereka yaitu mengikuti kebatilan yang tercela dan orang-orang yang belajar sihir dari dua malaikat pada negeri Babil)

** 5 104-110 Ketidak sopanan kaum Yahudi terhadap Islam dan rencana jahat mereka

111-113 Mematahkan anggapan bohong ahli kitab114-115 Melarang menyebut nama Allah di masjid-masjid dan

berusaha merobohkannya116-118 Kesesatan persepsi mereka tentang hakikat ketuhanan119-123 Tugas rasul dan ketidak senangan ahli kitab kepada beliau

* 6 124-132 Nabi Ibrahim as, ujiannya, kepemimpinannya, dan perhatiannya terhadap agama, umat dan negerinya

133 Wasiat Nabi Ya’qub as kepada putra-putranya134 Jangan hanya mengandalkan kebaikan dan perjuangan nenek

moyang, tetapi berbuatlah untuk dirimu sendiri135-141 Menjawab tantangan (mengenai kisah perjanjian dengan

Ibrahim, kisah ka’bah, hakikat kewarisan dan hakikat agama)* 7 142-143 • Pemindahan kiblat dan reaksi orang-orang yang bodoh.

• Umat Islam sebagai ummatan wasat}an (pertengahan)143-150 Kembali pada masalah pemindahan kiblat

151 Diutusnya Nabi Muhammad saw sebagai perwujudan do’a Nabi Ibrahim as

152 Ingatlah kepada-Ku, Niscaya Kuingat kamu* 8 153-157 Tentang perjuangan dan kesabaran* 9 158 Manasik haji

159-162 Laknat terhadap orang-orang yang menyembunyikan ayat-ayat Allah dan orang-orang kafir

163-167 Tauhid, syirik, dan taklid168-176 • Makanan yang halal dan yang haram

• Sikap kaum Yahudi mengenai masalah halal dan haram tersebut

177 Pokok-pokok kebajikan

Page 104: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

96

Mihwar Kel. Ayat Ayat Tema

* 10 178-179 Hukum Qishash180-182 Hukum-hukum wasiat183-187 Hukum-hukum puasa

188 Jangan mengambil hak orang lain secara batil* 11 189 Bulan sabit dan arti pentingnya bagi manusia

190-195 Etika perang dan dananya (kaum muslimin di Madinah dalam menghadapi kaum musyrik Quraisy yang telah menyakiti mereka)

196-203 • Haji dan umrah• Berdagang dan berusaha pada masa haji• Dua golongan manusia• Arahan akhir

* 12 204-207 Tipe orang munafik208-209 Masuklah ke dalam surga secara total210-211 Akibat keenganan masuk Islam dan mengikuti langkah setan

212 Sikap orang-orang kafir terhadap orang-orang mukmin213 Perselisihan antar manusia214 Apakah kamu akan masuk surga?

* 13 215 Infak, sasarannya, dan jenis barang yang diinfakkan216 Yang disukai belum tentu baik dan yang dibenci belum tentu

jelek217-218 Beberapa petunjuk dan pengajaran bagi kaum muslimin

dalam persoalan perang219 Minuman keras dan judi

219-220 Apakah yang harus diinfakkan?220 Tentang anak-anak yatim

* 14 221 Hukum perkawinan dengan orang non-Islam222-223 Hukum mencampuri wanita pada waktu haid224-227 Hukum i>la>’

228 Talak dan permasalahannya229-232 Bilangan talak

233 Masalah penyusuan anak setelah terjadinya talak234-235 Iddah wanita karena kematian suami, lamaran setelah habis

iddah, dan lamaran dengan sindiran sebelum habis iddah236-237 Hukum wanita yang ditalak sebelum dicampuri238-239 Menegakkan shalat terutama shalat wustha240-242 Hak istri yang kematian suami dan yang ditalak

* 15 243-245 Orang-orang yang hendak pergi menjauhi kematian246 Sebuah kisah Bani Israel sesudah zaman nabi Musa as

247-252 T{alut, kapabilitas dan profesionalitas pemimpin ndan kisahnya

Page 105: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

97

Mihwar Kel. Ayat Ayat Tema

* 16 253-254 Rasul-rasul itu255 Ayat kursi dan kandungan maknanya

256-257 • Tidak ada paksaan untuk memeluk agama• Kebebasan beragama dan kewajiban jihad dalam Islam

* 17 258-260 Menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati* 18 261-266 Infak, pahalanya, etikanya, dan gangguan-gangguannya

267-274 Jenis barang yang disedekahkan dan cara bersedekah* 19 275-276 Kecaman keras terhadap pemakan riba

277 Zakat sebagai antipenelitian riba278-279 Tinggalkan riba atau perang melawan Allah dan rasul-Nya280-281 Tenggang rasa terhadap orang yang berhutang ketika sedang

kesulitan* 20 282-284 Tata aturan mengenai masalah utang-piutang dan jual beli* 21 285-286 Potret kehidupan orang-orang beriman

Keterangan:* Mih{war 1 adalah sikap kaum muslim pada masa awal dan persiapannya memikul amanah sebagai khalifah di muka bumi.** Mih{war 2 adalah sikap Bani Israil terhadap dakwak Islamiyyah di Madinah, tanggapan, dan sikap mereka terhadap Rasulullah.

Demikian interpretasi Sayyid Qut}b dalam surah al-Baqarah. Ia konsisten dengan pendapatnya yaitu—setiap surah mempunyai mih}war—dan menerapkannya dalam Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n. Dengan demikian, meskipun surah al-Baqarah meliputi banyak tema dan tujuan, akan tetapi tetap terlihat satu kesatuan yang mengikat sebagian dengan sebagian yang lain, menjadikannya seperti sebuah bangunan yang kokoh. Inilah yang dimaksud kesatuan tema al-Qur’an (al-wah}dah al-maud}u>‘iyyah).390

2. Al-Shu‘ara>’: Pembahasan Akidah yang Tersaji dalam Kisah-kisah Nabi

Surah al-Shu‘ara>’ adalah surah yang ke-26 dalam tartib mus}h}ai., Ia terdiri dari 227 ayat dan termasuk dalam kelompok Makkiyyah. Seperti surah al-Baqarah, Sayyid Qut}b konsisten menetapkan adanya tema pokok (mih}war) dalam surah ini. Menurutanya, tema besar dari surah utarmengenai akidah—sebagaimana seluruh surah Makkiyah—berporos pada tema pokok ini.391 Secara ringkas unsur-unsur dari mih}war berkenaan dengan keeskan Allkut ketakutan kepada akhirat, membenarkan wahyu yang diturunkan pada Nabi Muhammad, memberi peringatan akibat kebohongan, serta menguatkan Rasul dan memberi peringatan buat orang-

390Dalam kesempatan yang lain disebut wah}dah fanniyyah. Lihat H}ifni> Muh}ammad Sharaf, I’ja>z al-Qur’a>n al-Baya>ni> baina al Naz}ariyyah wa al-Tat}bi>q, 264.

391Bandingkan dengan Shah{a>tah, Ahda>fu Kulli Su>rah wa Maqa>s{iduha> fi al-Qur’a>n al-Kari>m, 266.

Page 106: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

98

orang musyrik. Mih}war yang menjadi pijakan dasar untuk pembahasan keseluruhan ayat-ayat pada surah al-Shu‘ara>’. Akan tetyyid Qut}b kembali tidak menjelaskan bagaimana sebuah tema terpilih menjadi sebuah mih}war. Namun, lebih layyid Qut}b membagi surah menjadi sembilan kelompok afisikIsi surah ini berupa kisah-kisah dalam beberapa kelompok ayatnya. Kisah-kisah yang ada dalam surah ini sebanyak 180 ayat dari keseluruhan ayat-ayatnya.392 Dalam surah ini kisah-kisah tersebut disertai pembukaan (muqaddimah) dan komentar (ta’qi>b). Komentar dalam surah ini berupa dua ayat dan yang selalu menjadi penutup dari sebuah pembukaan kianya Snsur-unsur tersebuahmerupakan satu kesatuan yang mempunyai satu tujuan. Tema-tema dalam surah ini ditampilkan dalam gaya berbeda yang tersaji dalam setiap kisah.393

Khalafullah, yang intens membicarakan kisah-kisah dalam al-Qualam pada kitabnya al-Fann al-Qas}as}i fi> al-Qur’a>n al-Kari>m (Al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah) menyataahwa kesatuan kisah al-Qur’an disusun bukan berdasarkan kesamaan nama okoh-tokoh kisahnya tapi berdasarkan kesamaan maksud, tujuan, dan problematika yang diangkat. Kesatuan semacam ini berulang-ulang ditegaskan al-Qur’an dalam bebeayat-ayatnya. Untuk itu, menurut Khalafullah, sangat penting memperhatikan kesatuan semacam ini atau kita akan kehilangan jejak maksud yang sebenarnya dari kisah-kisah al-Qur’an, yjuan-tujuan keagamaan.

Bahkan dampak terbesarnya adalah kita akan kehilangan dimensi sastra, kemukjizatan, keagamaan, dan moral yang menjadi tujuan akhir al-Qur’an itu sendiri. Sebab, kesatuan kisah ini yang nantinya akan menjelaskan pada kita unsur pengulangan kisah-kisah yang sering menjebak para mufassir terdahulu yang menyimpulkan bahwa pengulangan dari kisah-kisah adalah saling menyerupai atau tasha>buh.394

Kisah-kisah yang disajikan dalam al-Qur’an memiliki karakteristik yang khas. Penyajian kisah dalam al-Qur’an, selayaknya dilihat dalam perspektif khusus, yaitu memiliki misi religi. Hal tersebut berbeda dengan pemaparan kisah pada umumnya, kisah pada al-Qur’an tidak semata-mata untuk kepuasan imajinasi.395 Yang perlu dipelajari dan dihayati dari sebuah kisah adalah pelajaran, hikmah, petunjuk dan pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya.396

Karakteristik gaya pemaparan kisah pada al-Qrpada umumnya mengikuti pola sebagai berikut: Pertama, kisah diawali dengan kesimpulan lalu diikuti

392Shah{a>tah, Ahda>fu Kulli Su>rah wa Maqa>s{iduha> fi al-Qur’a>n al-Kari>m, 267. Lihat Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 5/2583.

393Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 5/2583. 394Muhammad A. Khalafullah, Al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah: Seni, Sastra dan Moralitas dalam

Kisah-Kisah al-Qur’an, trj. Zuhairi Mishrawi dan Anis Maftuhin (Jakarta: Paramadina, 2002), 321-327.

395Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an: Makna di Balik Kisah Ibrahim (Yogyakarta: LKiS, 2009), 25.

396Muhammad A. Khalafullah, Al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah, 52-53.

Page 107: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

99

dengan uraian kisah. Misalnya, kisah tentang as}h}a>b al-kahfi pada Qs. al-Kahfi (18). Dimulai dari kesimpulan bahwa as}h}a>b al-kahfi termasuk tanda-tanda kekeasaan Allah (9), setelah itu kisah disajika secara rinci (10-22). Kedua, diawali dengan klimaks sebuah peristiwa, kemudian dikisahkan rinciannya dari awal hingga akhir, misalnya kisah Musa dengan Fir’aun dalam Qs. al-Qas}as} (28). Dimulai dengan keganasan Fir’aun (3-5), setelah itu baru dikisahkan secara rinci Musa dilahirkan, dibesarkan dan mendapat wahyu Taurat (7-43). Ketiga, kisah tanpa dimulai dengan pendahuluan, namun langsung pada rincian kisah. Dalam kisah seperti ini dijumpai banyak kejutan dari adegan kisah, misalnya kisah Musa dengan H{id}ir dalam Qs. al-Kahfi (18): 60-82. Keempat, kisah disusun seperti adegan-adegan dalam drama, misalnya kisah Nuh dalam Qs. Hu>d (11): 25-49.397

Surah al-Shu‘ara>’, sebagaimana surah-surah Makkiyyah secara umum bertemakan tentang masalah akidah.398 Surah ini dibagi menjadi 9 kelompok ayat sesuai dengan urutan ayat-ayatnya. Sebagian besar kelompok ayat (2-7) adalah berisi kisah. Kelompok ayat tersebut adalah sebagai berikut:

Kelompok ayat-1 adalah (1-9). Kelompok ayat ini dibagi menjadi beberapa topik yang meliputi: Al-Qur’an yang agung (1-2), kemu’jizatan al-Qur’an (3-4), kasih sayang Allah dan orang-orang musyrik berpaling (5-6), pelajaran berharga dari alam semesta (7), komentar (8-9).399

Kelompok ayat ke-2 (10-68). Kelompok ayat ini adalah kisah Nabi Musa yang bertujuan menjelaskan akibat perbuatan orang-orang yang ingkar terhadap Rasul, menenangkan Nabi Muhammad atas berpalingnya orang-orang musyrik, pertolongan Allah atas dakwah Nabi dan orang-orang yang beriman. Kisah-kisah adalah salah satu sarana pendidikan Qur’ani> dalam al-Qur’an.400

Pengulangan kisah dalam al-Qur’an dipaparkan dalam tempat dan situasi yang relevan.401 Sebuah kisah kadang-kadang diulang penyajiannya dalam bermacam-macam surah. Misalnya, kisah Musa banyak disebut dalam surah-surah lain—al-Baqarah, al-Ma>idah, al-A‘ra>f, Yu>nus, al-Isra>’, al-Kahf, T}a>ha> dan lain sebagainAkan Tetapi, jika dicermati dan ditimaka akan didapatkan kesimpulan bahwa tidak ada satu kisah pun yang diulang dalam bentuk yang sma, —baik dalam segi kapasitasnya maupun metode penyampaia Oleh

Karena itu, jika terjadi perulangan isah, sejatinya ada hal baru yang menghilangkan hakikat pengulangan itu. Kisah merupakan sarana pendidikan, jika pengulangan terskira dinilai hanya sebagai bagian dari sastra—dengan maksud hanya mempercantik susunan dan tidak berkaitan dengan realitas—maka aklah demikian, hubunganyalah yang menentukan disajikannya sebuah kisah pada

397Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an, 25-27. 398Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 5/2583. 399Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 5/2583-2586. 400Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 5/2587.401Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 1/55.

Page 108: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

100

tempat-tempat yang sesuai.402

Kelompok ayat ini dibagi menjadi beberapa topik yaitu; Musa dan Tuhannya (10-17), Musa berhadapan dengan Fir’aun (18-37), mengumpulkan para tukang sihir (38-40), para tukang sihir dan janji imbalan besar Fir’aun (41), pertunjukan, berimannya para tukang sihir, dan ancaman Fir’aun (42-51), dua segemen dalam cerita (Wahyu untuk Musa agar pergi pada malam hari dan Fir’aun menyiapkan pasukannya) (52-59), pertemuan di tepi laut dan tenggelamya Fir’aun dan bala tentara (60-66), komentar (ta’qi>b) (67-68).

Kelompok ayat ke-3 (69-104) tentang kisah Ibrahim. Kisah Ibrahim dalam surat ini berbeda dengan kisah Ibrahim dalam surah al-A’ra>f. Kisah Ibrahim dalam surah al-A’ra>f sesuai dengan kronologi sejarah, karena tujuannya adalah menceritakan alur dari sejak manusia (Adam) keluar dari surga dan memulai kehidupan sebagai manusia di bumi. Sedangkan kisah Nabi Ibrahim dalam surah ini bertujuan supaya bisa diambil hikmah atau pelajaran dari jalan cerita. Bagian dalam kisah ini menceritakan Ibrahim diutus kepada kaum Thamu>d, dialog ketuhanan, Ibrahim mengingkari tuhan mereka dan menyeru menyembah Allah.

Kisah Ibrahim juga disajikan dalam surah-surah yang lin, —misalnya al-Baqarah, al-An’a>m, Hu>d, Ibra>hi>m, al-H{ijr, Maryam, al-Anbiya>’ dan al-H{ajj. Tentunya hal tersebut bukan berarti adanya pengulanakan tetapi setiap kisah durah-surah yang berbeda tersebut disajikan sesuai dengan keterkaitan tema yang sedang disajialam Pada sarah al-Baqarah misalnya, kisah Ibrahim disebutkan dalam kaitannya dengan pembangunan Ka’bah yang dibangunnya bersama Isma’il, do’anya kepada Allah agar menjadikan Tanah Haram sebagai negeri yang aman, pemberitahuannya bahwa pewaris Ka’bah dan pewarisnya adalah kaum muslim, dan lain sebagainya.

Sedangkan dalam surah al-An‘a>m, kisah Ibrahim disajikan dalam sebuah kisah pencarian Than., Setelah sekian lama ia merenung dan mengira bintang-bintang, bulan, matahari dan fenomena alam sebagai tuhan. Akan tetapi semua

402Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 1/55. Lihat Sayyid Qut}b, al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, 143- 215. Bandingkan dengan pernyataan Khalafullah, menurutnya kondisi membingungkan seputar pengulangan sebuah kisah tidak akan terjadi dalam pemahaman Islam, bila para penafsirnya tidak hanya memahami kisah-kisah tersebut dengan pendekatan sejarah. Menurutnya penggunaan metodologi pendekatan sejarah ternyata tidak bisa membantu penafsir memahami rahasia-rahasia pengulangan kisah. Ia memberikan alternatif metodologi yaitu melalui pendekatan sastra ditinjau dari retorika dan seni estetika. Menurutnya, al-Qur’an tidak pernah menjadikan bermaksud menjadikan unsur-unsur sejarah sebagai tujuan pokok. Unsur-unsur sejarah tersebut hanya sebuah elemen yang digunaka untuk mengkontruksi sebuah kisah. Tujuan dari sebuah kisah, menurutnya, agar para pendengarnya menangkap esensi cerita yang penuh hikmah, nasihat, pelajaran, bahkan ancaman dan kabar gembira. Karena nasihat, hikmah, pelajaran, ancaman dan kabar gembira tersebut disampaikan berbentuk kisah dalam beberapa tempat berbeda-beda, maka sastra dan retorika yang digunaan untuk menyampaikan kisah itu pun berbeda. Muhammd A. Khalafullah, Al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah, 32-34.

Page 109: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

101

bukan jawaban dari pencariannya.403 Kelompok ayat ini dibagi menjadi beberapa topik: Ibrahim dan kaumnya (69-89), tanda hari kiamat (90-102), komentar (103-104).

Kelompok ayat ke-4 (105-122) berisi kisah Nuh, kisah dalam surah ini bukan dimaksudkan dalam bingkai sejarah, akan tetapi kisah ini bertujuan supaya diambil pelajaran dari kisah yang terjadi yaitu akibat dari menyekutukan Allah dan ingkar.404 Sebagaimana kisah Musa dan Ibrahim, kisah Nuh juga disajikan dalam beberapa surah lain dalam al-Qur’an. Misalnya, al-A’ra>f, Yu>nus, Hu>d, al-Mu’minu>n. Kisah ini biasanya disajikan dalam rangkaian kisah kaum ‘A<d, Thamu>d, kaum Lut dan Ahl Madyan.405 Kisah-kisah tersebut bertujuan untuk menyeru kaum agar supaya menyembah Allah. Kelompok ayat dalam bagian ini terdiri dari penggalan yaitu: Seruan Nuh dan pengingkaran kaumnya (105-120) serta komentar (121-122).

Kelompok ayat ke-5 (123-140) adalah tentang kisah tentang kaum Hud. mereka bertempat tinggal di Ah}qa>f, pegunungan Ramaliyyah berdekatan dengan Had}ra Maut dari arah Yaman. Mereka adalah orang-orang yang tertutup hatinya setelah peristiwa topan yang membersihkan bumi dari para pendosa.406 Kisah ini juga disajikan dalam surah-surah lain, yaitu al-A’ra>f, Hu>d dan al-Mu’minu>n. bagian ini berisi kisah Nabi Hud dan berujung ingkarnya kaum ‘A<d (123-138) dan komentar (139-140).

Kelompok ayat ke-6 (141-159) tentang kisah kaum Thamu>d, mereka tinggal di daerah yang terletak antara Sha>m dan H{ija>z—Muhammad dan sahabatnya pernah melewatinya ketika perang tabu>k. Kisah ini menceritakan keingkaran mereka setelah nikmat-nikmat yang besar diberikan kepada mereka.407 Kelompok ayat ini berupa seruan Nabi Saleh dan kaumnya yang ingkar (141-157), serta komentar (158-159)

Kelompok ayat ke-7 (160-175) berisi kisah Nabi ujian Kisahalah menyajikan kronologis bersama kisah IbrhAkan tetapi yang ditonjolkan bukan kesejarahannya melainkan kerisalahanibat hukuman bagi orang-orang yang ingkar. Kisah ini diawali dengan ingkarnya kaum Luth seperti kisah-kisah kaum Nuh, Hud dan Saleh.408 Kelompok ayat ini berisi kisah Nabi Lut dan pengingkaran kaumnya (160-173) dan komentar (174-175)

Kelompok ayat ke-8 (176-191) berisi kisah Shu’aib—kisah kronologisnya sebelum kisah Musa—yang disajikan dalam rangka paya diambil pelajaran darinya. Kaum Shu’aib adalah As}h}a>b al-Aikah, kebanyakan dari mereka adalah penduduk Madan, —antara Hija>z dan Palestina sekitar teluk ‘Aqabah. Kisahmna—di awali

403Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 5/2600-2601. 404Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 5/2606. 405Shah{a>tah, Ahda>fu Kulli Su>rah wa Maqa>s{iduha> fi al-Qur’a>n al-Kari>m, 268. 406Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 5/2609. 407Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 5/2611. 408Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 5/2613.

Page 110: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

102

dengan penjelasan pokok-pokok akidah.409 Bagian ini berisi kisah kaum Shu’aib dan berakhir dernya keingkaran kaumnya (176-189) dan komentar (190-191).

Kelompok ayat ke-9 (192-227) adalah kisah Nabi Muh}ammad dan kuam musyrik Quraish.410 Kisah ini dibagi dalam beberapa kelompok: Tentang al-Qur’an (192-209), tentang al-Qur’an (210-212), seruan untuk menjauhi syirik (213-220), tentang seputar al-Qur’an lagi (221-227).

Struktur al-Shu’ara’ menurut Sayyid Qut}b dalam tabel, adalah sebagai berikut:

Mih}war dalam surah ini adalah konsep akidahKelompok ayat Ayat Tema

1 1-2 Al-Qur’an yang agung3-4 Kemu’jizatan al-Qur’an5-6 Kasih sayang Allah dan orang-orang musyrik

berpaling7 Pelajaran berharga dari alam semesta

8-9 Komentar2 10-17 Musa dan Tuhannya

18-37 Musa berhadapan dengan Fir’aun38-40 Mengumpulkan para tukang sihir

41 Para tukang sihir dan janji imbalan besar Fir’aun42-51 Pertunjukan, berimannya para tukang sihir, dan

ancaman Fir’aun52-59 Dua segemen dalam cerita (Wahyu untuk Musa

agar pergi pada malam hari dan Fir’aun menyiapkan pasukannya)

60-66 Pertemuan di tepi laut dan tenggelamya Fir’aun dan bala tentara

67-68 Komentar3 69-89 Ibrahim dan kaumnya

90-102 Tanda hari kiamat103-104 Komentar

4 105-120 Seruan Nabi Nuh dan pengingkaran kaumnya121-122 Komentar

5 123-138 kisah Nabi Hud dan berujung ingkarnya kaum ‘A<d139-140 Komentar

6 141-157 Seruan Nabi Salih dan kaumnya yang ingkar158-159 Komentar

7 160-173 Kisah Nabi Luth dan pengingkaran kaumnya174-175 Komentar

409Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 5/2615. 410Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’an, 5/2617.

Page 111: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

103

Mih}war dalam surah ini adalah konsep akidahKelompok ayat Ayat Tema

8 176-189 Kisah kaum Shu’aib dan berakhir dengan ingkarnya kaumnya

190-191 Komentar9 192-209 Tentang al-Qur’an

210-212 Tentang al-Qur’an213-220 Seruan untuk tidak berlaku syirik221-227 Tentang al-Qur’an lagi

Demikian interpretasi Sayyid Qut}b dalam surah al-Baqarah dan al-Shu‘ara>’, surah terpanjang dari kelompok Madaniyyah dan Makkiyah. Melalui teori kesatuan tema yang diusungnya nampak jelas keserasian, keharmonisan dan kelogisan susunan al-Qur’an. Meskn dalam sebuah surah terdapat beberapa tema yang berbed , tetapi tema-tema tersebut disatukan oleh sebuah tema sentral yang disebutnya sebagai mih}war. Mih}war inilah yang menjadi landasan pokok dalam penafsiran sehingga tampak satu kesatuan dalam sebuah surahh Karena itu, terbantahlah pernyataan kelompok yang menyatakan kekacauan, keruwetan dan ketidk logisan al-Qur’an.

C. Penafsiran Berbasis Kesatuan Tema dalam Satu JuzSayyid Qut}b sebagai penggiat kajian kesatuan tema, selain mengungkap

kesatuan tema berbasis surah, ia juga mengemukakan kesatuan tema berbasis juz. Hal tersebut ia jelaskan saat menafsirkan juz terakhir dari al-Qur’an.DiIa berkata: “Juz ini, mempunyai sebuah karakter khusus. Semua surahnya termasuk katagori Makkiyyah, kecuali surah al-Bayyinah dan al-Nas}r. Surah-surah dalam juz ini termasuk dalam surah pendek dengan kadar yang berbeda. Menurutnya, hal terpentingnya adalah karakter yang khusus tersebut membentuk sebuah kesatuan dalam tema-temanya, tujuan, ritme, ilustrasi, naungan dan gaya bahasanya secara umum.”411

Demikian, sungguh indah irama dan ketukan-ketukan yang sambung-menyambung yang terdapat dalam surah ini, satu irama. Dalam menafsirkan juz terakhir dari al-Qur’an iid Qut}b tidak membhasa mih}war secara panjang lebar sebagaimana ketika ia menafsirada surah-surah panjang yang lain. Bahkan, ia tidak menyebut mih}war-nya secara gamblang. Ia hanya menyebut juz terakhir tersebut mempunyai karakter khusus yang menyatukan tema-temanya.

Menurut hemat penulyid Qut}b sudah menganggap para pembaca sudah paham bahwa semua surah Makkiyyah mih}war-nya adalah seputar akidh, —seperti yang dijelaskan dalam surah-surah awal. Untuk itu, dirasa tidak perlu mengulang-ulang kembali dan membahas secara panjang lebar.lam Juz akhir ini menceritakan perkembangan generasi manusia pertamauka buain menceritaang tumbuh-tumbuhan dan hewan, serta membi . pelajaran tentang alam semesta dan

411Sayyid Qut}b, Fi> Zila>l al-Qur’a>n, 6/3800.

Page 112: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

104

tanda-tanda kekuasaan Allah desta. Selain itu, juz ini juga membaang tanda-tanda hari kitkang hari perhitungan amal, dan hari pembalasan yang berupa nikmat dan siksa dalam bentuk yang luar biasa mencengangkabut Beberapa pelajaran dari juz akhir terselah merupakan tanda-tanda dan busia tentang kehidupan lain setelah hari kiamat dan menjadi peringatan yang di dalamnya terdapat ancaman dan teguraan Kisah seperti ini kadang-kadang digunakan untuk menjelaskan perselisiara di antara orang-orang ydan berdusta. Model penjelasan seperti ini menjadi karakter dalam semua surah dalam juz ini.412

Penafsiran berbasis kesatuan dalam satu juz ini dikemukayid Qut}b dalam juz 30. Ia memualainyaddari surah al-Nampai hingga al-Na>s. Sebagaimana dijela atassebelumnya bahwa juz ini berfokus pada perkembangan generasi manusia pertammuka bumi, tentang tumbuhan, hewan, fenomena alam, dan tanda-tanda kiamat. Slnya al-Naba>’ misalnya, adalah contoh yang sempurna untuk fokus tersebut.413 Begitu juga al-Na>zi‘a>t, merupakan sebuah contoh untuk mengingatkan hati tentang kehidupan akhirat.414

Sementara ‘Aacara membahas tentang seorang buta bernama Ibn Ummu Maktu>m yang datang pada Nabi Muhammad. Ia meminta pada Nabi untuk mengajarkan Islam, semen dan Nabi mengacuhkannya. Maka saat itu unlah ayat ini sebagia sebuah teguran pada Nabi. Sebuah isyarat untuk dakwah menyeluruh.415

Sedangkan pada salam al-Takwi>r, menceritakan ilustrasi bagai rayabumi terbalik pada hari kiamat dan berkisah tentang hakikat wahyu.416 Begitu juga al-Infit}a>r417 dan al-Inshiqa>q,418 yang mempresentasikan tanda-tanda alam disertai tanda-tanda nikmat dan siksa. Demikian, dalam ju ini, model penjelasan seperti ini menjadi karakter dalam semua surah dalam jalam Pada penafsiran juzjuga terdapat model penyampaian yang jelas, disertai dengan gambaran yang indah dan mempunyai irama musikal tertentu. Misalnya menggambarkan malam dengan kegelapan, waktu pagi dengan kehidupan yang bercahaya, dan lain sebagainya.419

D. Penafsiran Berbasis Kesatuan Tema dalam al-Qur’an Keselurahn Sayyid Qut}b membangun pondasi tafsirnya atas paradigma kesatuan tema.

Kesatuan tersebut ia aplikasikan secara baik dalam tafsirnya, baik kesatuan tema berbasis surah, juz bahkan al-Qur’an secara keselurayyid Qut}b dalam sarnya opi pada di setiap surah selalu menghubungkan dengan isi pesan kesatuan al-Qur’an, bukan hanya untuk menunjukkan koherensi sastra al-Qur’an secara keseluruhan,

412Sayyid Qut}b, Fi> Zila>l al-Qur’a>n, 6/3801.413Sayyid Qut}b, Fi> Zila>l al-Qur’a>n, 6/3801. 414Sayyid Qut}b, Fi> Zila>l al-Qur’a>n, 6/3811. 415Sayyid Qut}b, Fi> Zila>l al-Qur’a>n, 6/3821-3822.416Sayyid Qut}b, Fi> Zila>l al-Qur’a>n, 6/3836.417Sayyid Qut}b, Fi> Zila>l al-Qur’a>n, 6/3845.418Sayyid Qut}b, Fi> Zila>l al-Qur’a>n, 6/3864. 419Sayyid Qut}b, Fi> Zila>l al-Qur’a>n, 6/3802.

Page 113: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

105

tetapi untuk menekankan tujuan agama.Menurutnya, al-Qur’an mempunyai satu tujuan yang koeren,, biasanya ia

menyebutnya hadaf (tujuan).420 Hadaf tersebut adalah perekat antara surah-surah, di mana seluruh surah akan bermuara pada hadaf yang diusung al-Qur’an tersebut. Ia menyatakan bahwa hadaf al-Qur’an dengan s surah-surahnya adalah auhidantauhid. Sebuah konsep yang dijelaskannya secaradetail, meliputi konsep pembinaan komukonsep negara, serta mengatur masyarakat berdasarkan konsep tertentu dan struktur yang baru. Selain itu, juga mengenai masyarakat yang berimanan kepada Allah, beribadah hanya kepada-Nya, menaati hukum-hukum-Nya, dan diakhiri dengan tercapainya keselarasan dengan kehendak Ilahi dalam alam dan kehidupan.421 Sedangkan tema-tema lain hanya sebagai pendukung tema utama.422

Sebagaimana penilaian subyektif penulis dalam penentuan sebuah mih}war, Sayyid Qut}b juga tidak menjelaskan bagaimana sebuah tema terpilih menjadi sebuah hadaf. Hal tersebut terlihat saat Sayyid Qut}b menafsirkan surah al-Ma>’idah.

Al-Maidah, menualaupun meski tergolong dalam kelompok Madaniyyah yang biasanya mengandung tema-tema hukum da sakatan, Ia menyebutkan bahwa hadaf (tujuan) adalah pokok al-Qur’an yang diturunkan, yaitu masalah akidah—sebagaimana surah kelompok Makkiyyah. Komentarnya dalam surah al-Ma>’idah, “Maka akan kita temukan dalam surah ini—sebagaimana yang telah kita temukan dalam tiga surah panjang sebelumnya—adanya hubungan dengan berbagai topik. Hubungan antara kesemuanya adalah hadaf (tujuan) yang juga menjadi tujuan al-Qur’an diturunkan.423 Sayyid Qut}b tidak menjelaskan mengenai pemilihan sebuah tema menjadi hadaf. Misalnya, apa yang menjadi kriteria sebuah tema sehingga terpilih sebagai hadaf, apa syarat dan ketentuan dan lain sebagainya.

Kesimpulan dari pembahasan terakhir ini Sayyid Qut}b dengan segala kemampuannya mengaplikasikan gagasan-gagasan pembaruan kesatuan tema yang ia bangun dalam Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n. Dalam paparan di atas konsep kesatuan terlihat dalam empat poin besaan Sayyid Qut}b. Pertama, ide kesatuan metode pengungkapan al-Qur’an. Menurutnya, al-Qur’an mempunyai metode tunggal dalam melukiskan makna ayat-ayatnya. Yaitu ilustrasi artistik dengan jalan imajinasi dan personifikasi.

Ilustrasi artistik merupakan kaidah besar yang digunakan al-Quran sebagai pola dan karakteristik yang integral. Hal tersebut berarti bahwa penggambaran (ilustrasi) dalam al-Qur’an membentuk kesatuan. Setiap bagian kata menggambarkan keterkaitan ilustratif antara yang satu dengan yang lain untuk menampakkan cakrawala umum yang sesuai dengan tema yang digambarkan.

Kedua, kesatuan berbasis surah. Bagian ini menyajikan dua surah sebagai

420Boullata, “Sayyid Qutb’s Literary Appeciation of the Qur’an,” dalam Literary Structures of Religious Meaning in the Qur’a>n, ed. Issa J. Boullata, 363.

421Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 2/825. Lihat juga Boullata, Al-Qur’an yang Menakjubkan, terj, Bachrum B, dkk, 21.

422Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 3/1753. 423Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 2/825.

Page 114: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

106

sampel, al-Baqarah dan al-Shu‘ara>’. Kajian berbasis surah tersebut menyimpulkan bahwa al-Baqarah yang terdiri dari bermacam-macam topik yang tetap bermuara pada dua mih}war yang telaih Sayyid Qut}b. Mih}war tersebut adalah al-Baqarah sebagai pilar penyiapan khali>fah al-ard} dan kisah Bani Isra>’il. Begitu juga dalam al-Shu‘ara>’, mih}war surah terpanjang kategori Makkiyyah tersebut seputar akidah.

Ketiga, kesatuan tema berbasis satu juz, terlihat dalam juz terakhir dari al-Qur’an. Keempat, kesatuan tema al-Qur’an secara kean. Sayyid Qut}b menyebutnya dengan hadaf yang merupakan titik temu dari kruhan tema-tema dalam al-Qur’an. Hadaf tersebut adalah konsep ketauhidan, sedangkan tema yang bermacam-macam yang tersaji dalam al-Qur’an dimaksudkan untuk mendukung tema utama.

Page 115: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

107

BAB V

PENUTUP

A. KesimpulanKesimpulan dari tesis penelitian ini adalah, semakin komprehenshif

pembacaan seseorang terhadap al-Qur’an, pemahamannya akan semakin obyektif. Memahami pesan al-Qur’an melalui pengungkapan rahasia sistematikanya sangat penting. Sebab, seseorang yang tidak mampu memahami rahasia tersebut akan memandang bahwa di dalam al-Qur’an selalu ada yang kontradiktif.

Pembacaan al-Qur’an secara komprehensif akan mempersempit ruang subyektivitas yang berdampak negatif. Sebagai contoh, adanya legitimasi terhadap sikap keberagamaan tertentu dengan dukungan atau dalih dari ayat-ayat al-Qur’an. Misalnya, aksi kekerasan yng mengatas namakan agama sebagai justifikasi. Pemahaman al-Qur’an secara parsial akan berakibat munculnya sebuah pemahaman bahwa al-Qur’an adalah kacau, membingungkan, tidak sistematis dan bahkan berkesimpulan bahwa ayat-ayatnya saling bertentangan dan tidak bertalian secara logis.

Berdasarkan hasin n ini, tesispenelitian ini membuktikan bahwa Sayyid Qut}b adalah salah seorang mufassir yang berusaha melakukan pembacaan al-Qur’an dengan cara pandang yang komprehensif. Konsep yang ditawarkan Sayyid Qut}b adalah kesatuan tema al-Qur’an. Hal tersebut ia tuangkan dalam karyanya al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, Masha>hid al-Qiya>mah fi> al-Qur’a>n dan Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n.

Dari penelitian ini ditemukan beberapa hal terkait konsep kesatuan tema yitawarkan oleh Sayyid Qut}b, yaitu:1. Sayyid Qut}b menafsirkan al-Qur’an dalam perspektif yang komprehensif. Ia

menawarkan konsep kesatuan yang meliputi kesatuan metode pengungkapan al-Qur’an, kesatuan tema berbasis surah, juz dan al-Qur’an secara keseluruhan. Ia menyebut mih}war sebagai tema pokok sebuah surah dan hadaf untuk al-Qur’an secara keseluruhan.

2. Metode pengungkapan al-Qur’an yang digunakan Sayyid Qut}b adalah sebuah metode tunggal, yaitu ilustrasi artistik dengan jalan imajinasi dan personifikasi.

3. Untuk kesatuan tema berbasis surah, Sayyid Qut}b mempunyai beberapa dasar pijakan. Pertama, setiap surah adalah sebuah kesatuan yang padu meskipun maknanya bermacam-macam. Kedua, mempunyai nuansa khusus (jaww)

Page 116: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

108

yang menaungi semua temanya untuk membantu mengintegrasikan topik yang harmonis. Ketiga, mempunyai irama musikal tertentu. Apabila terjadi perubahan irama di tengah pemaparannya, maka perubahan itu hanyalah karena menyesuaikan tema-tema khususnya.

4. Sayyid Qut}b menulis tafsirnya dengan perspektif baru yang segar, yaitu aspek relevansinya dengan permasalahan Islam kekinian.

5. Penafsiran Sayyid Qut}b telah melampaui para mufassir pendahulunya yang cenderung menafsirkan al-Qur’an yang bersifat linear-atomistik menjadi integral-holistik.Melalui konsep kesatuan tema yang diusung Qut}b nampak jelas keserasian,

keharmonisan di antara ayat-ayatnya, surah yang satu dengan yang lain dan bagian-bagian al-Qur’an secara keseluruhan. Hal tersebut sekaligus sebagai bantahan terhadap sarjana, sepertl Angelika N, Salwa M.S. El-Awa dan lain sebagainya—yang meragukan ketidak logisan, bahkan menyatakan kerancuan dan kekacauan susunan al-Qur’an.

Teori kesatuan tema al-Qur’an —yang dalam perjalanannya adalah perkembangan dari teori naz}m, muna>sabah dan juga berkaitan dengan Siya>q —berusaha mengungkap hubungan kata deperkatar ayan demi ayat, serta ayat dalam sebuah surah dan bahkan ayat dalam al-Qur’an secara keseluruhan. Betapa indah dan bernilai sastra tinggi susunan al-Qur’an, sehingga tidak aun yang bisa menandingi keindahan sastra al-Qur’an. Susunan al-Qur’an yang demikian unik berbeda dengan susunan tuturan orang Arab yang diketahui sangat mahir dalal sastra. Al-Quran mmpunyai gaya tersendiri yang lebih istimewa dari apa yang dikenal oleh orang Arab dan hal tersebut termasuk unsur kemukjizatan al-Qur’an.

Mengutip apa yang dikatakan Wilwa Sayyid Qut}b adalah salah satu dari pemikir pembaharu asal Mesir yang menggunakan pendekatan sastra dalam menafsirkan al-Qur’an, meskipun selanjutnya lebih terkenal sebagai aktivis pergerakan. Ia menafsirkan al-Qur’an atas landasan membangun koherensi antara ayat atau kelompok ayat dalam surah dan al-Qur’an secara keseluruhan.

Demikian sumbangan pemikiran pembaharuan yang diberiyid Qut}b terhadap khazanah kajian Qur’an. Akan tetapi sebagai peneliti, penulis mempunyai penilaian subyektif terhadap sumbangan pemikiran Sayyid Qut}b yang berupa teori kesatuan tema yang ia aplikasikan dalam tafsirnya, yaitu:

Dalam teori surah sebagai kesatuan (surah as unity), penilaian subyektif penulis adalah Sayyid Qut}b tidak menjelaskan bagaimana mekanisme pengelompokan ayat-ayat dalam sebuah surah. Penulis hanya menangkap pengelompokan ayat-ayat dalam sebuah surah tersebut bersifat intuitif. Sayyid Qut}b tidak mengungkapkan dengan jelas bagaimana proses dan metodenya dalam membagi sebuah surah,—misalnya al-Baqarah dibaginya menjadi 21 bagian.

Sayyid Qut}b menentukan mih}war dalam setiap surah terlebih dahulu sebelum menafsirkan surah secara keseluruhan. Atas pembacaan subyektif penulis, Sayyid Qut}b tidak menyebutkan bagaimana sebuah tema terpilih menjadi sebuah mih}

Page 117: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

109

war. Apa spesifikasinya, kriteria dan hal-hal lain yang berkenaan dengan sebuah pemilihan. Begitu juga dengan penentuan sebuah hadaf, Sayyid Qut}b juga tidak menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan pemilihan.

Untuk metodologi kesatuan tema secara umum tidak ada pakem metodologi sehingga kajian ini menjadi sulit. Hal tersebut terbukti dengan beragamnya metode yang disajikan para penggiat kajian ini.

Demikian pembacaan subyektif penulis tentang metode Sayyid Qut}b dengan konsep kesatuan temanya. Terlepas dari kelebihan dan kekurangan, Sayyid Qut}b adalah seorang mufassir yang telah menyumbangkan ide-ide pembaharuannya yang sangat bermanfaat dalam proses pendewasaan intelektual kajian al-Qur’an yang harus kita apresiasi.

B. SaranKesatuan tema al-Qur’an secara keseluruhan, berbasis juz, dan berbasis

surah adalah sebuah pembaharuan dalam ranah kajian al-Qur’an. Teori kesatuan tema yang ditawarkan Sayyid Qut}b adalah salah satu upaya untuk meminimalisir kesalahan dalam memahami wacana keagamaan yang disebabkan pemahaman al-Qur’an secara parsialh Karena itu, kajian ini merekomendasikan para pemimpin organisasi Islam dan para penggiat kajian al-Qur’an, baik secara akademik maupun non akademik untuk menafsirkan al-Qur’an dengan perspektif komprehensif. Dengan kata lain, konsep kesatuan tema menjadi tawaran alternatif dalam metode penafsiran.

Akhir kata, dalam kajian ini penulis sadar sepenuhnya bahwa kajian dalam penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Kajian intensif dalam tema ini masih akan tetap aktual demi penyempurnaan. Sebagai kontribusi akademik, kajian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi kalangan akedemisi, khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk menelaah kajian ini lebih lanjut. Misalnya, munculnya kajian tafsir tematik surah al-Qur’an, bagaimana rumusan metodologi konsep kesatuan tema al-Qur’an. Dengan demikian diharapkan fungsi al-Qur’an sebagai petunjuk bisa langsung dirasakan dalam kehidupan sosial.

Page 118: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

110

DAFTAR PUSTAKA

‘Abd al-Mut}t}alib, Rif‘at Fauzi>. al-Wah{dah al-Maud{u>‘iyyah li al-Surah al-Qur’a>niyyah. Kairo: Da>r al-Sala>m, 1986.

‘Abd al-Rah}ma>n, ‘A<ishah. al-Tafsi>r al-Baya>ni> li al-Qur’a>n al-Kari>m. Kairo: Da>r al-Ma’a>rif, 1977.

‘Abduh, Muh}ammad. Tafsi>r al-Mana>r. Bairu>t: Da>r al-Ma’rifah, 1973.Abdul Bari. “Jahiliyah Dalam al-Qur’a>n: Kajian Atas Penafsiran Sayyid Qut}

ub Dalam Tafsir Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n,” Tesis di SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.

Abdul Muid. “Teologi Pembebasan Islam Sayyid Quthb,” Tesis di SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.

Abu> Zaid, Nas}r H{a>mid. Mafhu>m al-Nas}s}. Kairo: al-Haiah al-Mas{riyyah al-‘A<mmah li al-Kita>b, 1993.

Ahmad Thib Raya, Rasionalitas Bahasa al-Qur’an. Jakarta: Fikra Publishing, 2006.Aunur Rafiq. “Konsep Universalisme al-Qur’a>n Menurut Sayyid Qut}b Dalam Tafsir

Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n,” Tesis di SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.Ba>qilla>ni>, Abi> Bakr Muh}ammad ibn al-T{ayyib al. I’ja>z al-Qur’a>n. Beirut: Da>r al-

Kutub al-Ilmiyah, 1996.Bakker, Anton dan Zubeir, Achmad Charris. Metodologi Penelitian Filsafat.

Yogyakarta: Kanisius, 1990.Bin Nabi>, Ma>lik. al-Z{a>hirah al-Qur’a>niyyah, trj. ‘Abd al-S{abu>r Sha>hi>n. Damaskus:

Da>r al-Fikr, 1987.Biqa>’i>, Burha>n al-Di>n Abi> al-H{asan Ibra>hi>m ibn ‘Umar al. Naz{m al-Durar fi> Tana>subi

al-A<ya>ti wa al-Suwar. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiah, 1995. Juz 1.Boullata, Issa J. “ Sayyid Qutb’s Literary Appreciation of the Qur’an,” dalam

Literary Structures of Religious Meaning in the Qur’a>n, ed. Issa J. Boullata. Richmond Surrey: Curzon Press, 2000.

Boullata, Issa J. Al-Qur’an Yang Menakjubkan, trj. Bachrum B. dkk. Jakarta: Lentera Hati, 2008.

Buchori, Didin Saefuddin. Metodologi Studi Islam. Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005.

Chirzin, Muhammad. al-Qur’an dan ‘Ulumul Qur’an. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1998.

Page 119: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

111

Cuypers, Michel. “Semitic Rhetoric as a Key to the Question of the Nazm of the Qur’anic Text,” Journal of Qur’anic Studies 13, no. 1 (2011)

Dagha>mi>n, Ziya>d Khali>l Muh{ammad al. Manhajiyyah al-Bahthi. Amma>n: Da>r al-Bashi>r, 1995.

Dammen, Jane. ed. The Cambridge Companion to the Qur’an. New York: Cambridge University Press, 2006.

Dastjerdi, Hossein Vahid. dan Jamshidian, Elaheh. “A Sacramental Wordplay: An Investigation of Pun Translatability in the Two English of the Quran,” Asian Social Science 7, no. 1 (2011)

Dayeh, Islam. “Al-H{awa>mi>m: Intertextuality and Coherence in Meccan Surahs,” dalam The Qur’a>n in Context, eds. Angelika Neuwirth, Nicolai Sinai dan Michael Marx. Leiden: Brill 2011.

Dhahabi, Muhammad H{usain al. al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n. Kairo: Da>r al-Kutub al-H{adi>thah, 1976.

Dira>z, Muh}ammad ‘Abd Alla>h. al-Naba>’ al-‘Az}i>m. Kuwait: Da>r Qalam, 1977.Dira>z, Muh}ammad ‘Abd Alla>h. Madkhal ila> al-Qur’a>n al-Kari>m. Kairo: Da>r al-

Qalam, 2003.El-Awa, Salwa M. S. “Linguistic Structure,” dalam The Blackwell Companion to

the Qur’a>n, ed. Andrew Rippin. West Sussex, Chichester: John Wiley and Sons Ltd, 2009.

El-Awa, Salwa. M.S. Textual Relations in the Qur’a>n: Relevance, coherence and structure. London: Routledge, 2006.

El-Tahry, Nevin Reda. “Textual Integrity and Coherence in the Qur’an: Repetition and Narrative Srructure in Surat al-Baqara,” Disertasi di University of Toronto, 2010.

Endress, Gerhard. an Introduction to Islam. Edinburgh: Edinburgh University Press, 1994.

Farah}a>t, Ahmad H{asan. Fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n ‘Ard} wa Naqd wa Tah}qi>q. ‘Amma>n: Da>r ‘Amma>r li al-Nashri wa al-Tawzi>’, 2001.

Farahi>, H{ami>d al-Di>n, al. Exordium to Coherence in the Qur’a>n, translated by Tariq Mahmood Hashmi. Lahore: Tp, 2008.

Farma>wi>, ‘Abd H{ayy al. al-Bida>yah fi> al-Tafsi>r al-Maud{u>’i>. Kairo: al-H{ad{a>rah al-‘Arabiyah, 1977.

Farrin, Raymond K. “Surat al-Baqara: A Structural Analysis,” The Muslim World 100, no. 1 (2010)

Fath, Amir Faishol. The Unity of Al-Qur’an, trj. Nasiruddin Abbas. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2010.

Fuad, Nur. “Kesatuan Tema dalam Surah al-Qur’an Menurut Muhammad ‘Abduh dalam Tafsi>r Al-Mana>r dan Juz ‘Amma,” Tesis di SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

H{awwa>, Sa’i>d. al-Asa>s fi> al-Tafsi>r. Kairo: Da>r al-Sala>m, 1993.H{ija>zi>, Muh}ammad Mah}mu>d. al-Wah}dah al-Maud{u>iyyah fi> al-Qur’a>n al-Kari>m.

Page 120: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

112

Zaqa>ziq: Da>r al-Tafsi>r, 2004.H}ifni> Muh}ammad Sharaf, I’ja>z al-Qur’a>n al-Baya>ni> baina al Naz}ariyyah wa al-Tat}

bi>q, (Tt: al-Majlis al-A’la> li al-Shu’u>n al-Isla>miyyah, 1970), 264. Harahap, Syahrin. Penuntun Penulisan Karya Ilmiah Studi Tokoh Dalam Bidang

Pemikiran Islam. Medan: IAIN Press, 1995.Hidayat, Komaruddin. Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik.

Jakarta: Paramadina, 1996.Hitti, Philip K. Islam A Way of Life. T.tp: University of Minnesota, 1970.Ibn Kathi>r, ‘Imad al-Di>n Abu> al-Fida>’ Isma>’i>l. Tafsi<r al-Qur’a>n al-‘Az{i>m. Mesir:

Maktabah Mas{r, tt.Ibn Taimiyyah, Taqiy> al-Di>n Ah{mad ibn ‘Abd al-H{ali>m. Muqaddimah fi> Us}u>l al-

Tafsi>r. Beirut: Da>r Ibn H{azm, tt.Is}la>h}i, Amin Ah}san. Review dari Tadabbure-e-Qur’an: Pondering Over the Qur’an,

Volume One; Tafsir of Su>rahal-Fa>tih}ah and Surah al-Baqarah. Terjemahan Mohammad Saleem Kayani, oleh Shehzad Saleem, Islamic Studies 48, no. 1 (2009): 119-122.

Is}la>h}i>, Amin Ah}san. review dari Tadabbure-e-Qur’an: Pondering Over the Qur’an, Volume One; Tafsir of Su>rahal-Fa>tih}ah and Surah al-Baqarah, trj. Mohammad Saleem Kayani, oleh Shehzad Saleem, Islamic Studies 48, no. 1 (2009)

Islahuddin. “Teori al-Wah}dah al-Maud}u>’iyyah li al-Qur’a>n al-Kari>m Dalam Penafsiran Sa’i>d H{awwa> (Studi Atas Penafsiran Surat al-Fa>tih}ah dan al-Sab’ al-T{iwa>l),” Tesis di SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jansen, J. J. G. Diskursus Tafsir al-Qur’an Modern, terj. Hairussalim, Syarif Hidayatullah. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1997.

Jansen, J. J. G. The Interpretation of the Koran in Modern Egypt. Leiden: E, J. Brill, 1980.

Jauziyyah, Shams al-Di>n Muh{ammad ibn Abi> Bakr ibn Qayyim al. al-Tibya>n fi> Aqsa>m al-Qur’a>n. Beirut: Da>r Kutub al-‘Ilmiyah, 2001.

Johns, A. H. “A Humanistic Approach to i’ja>z in the Qur’an: The Transfiguration of Language,” Journal of Qur’anic Studies 13, no. 1 (2011)

Jurja>ni>, Ima>m Abi> Bakr ‘Abd al-Qa>hir ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Muh}ammad al. Dala>’il al-I‘ja>z. Kairo: Maktabah al-Kha>nji>, 1984.

Juwaini>, Mus}t}afa> al-S{a>wi> al. Mana>hij fi al-Tafsi>r. Iskandariyyah: Mansha’ah al-Ma‘a>rif, tt.

Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.Kh, Maman, dkk. Metodologi Penelitian Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2006.Kha>lidi, S}ala>h ‘Abdul Fatta>h} al. Pengantar Memahami Tafsir Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, trj.

Salafuddin Abu Sayyid. Surakarta: Era Intermedia, 2001.Kha>lidi>, S{ala>h} ‘Abd al-Fatta>h{ al. Ta’ri>f al-Da>risi>n bi Mana>hij al-Mufassiri>n.

Damaskus: Da>r al-Qalam, 2002.Khalafullah, Muhammad A. Al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah, trj. Zuhairi Mishrawi

Page 121: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

113

dan Anis Maftuhin. Jakarta: Paramadina, 2002.Khalid, Amru. Khowatir Qur’aniyyah: Nazharat fi Ahdafi Suwaril Qur’an, trj.

Khozin Abu Faqih, dkk. Jakarta: Al-I’tishom, 2011.Khatab, Sayed. “Arabism and Islamism in Sayyid Qut}b’s Thought on Nasionalism,”

The Muslim World 94, no. 2 (2004)Kholis, Nur. Pengantar Studi al-Qur’an dan al-Hadist. Yogyakarta: Teras, 2008.Khu>li>, Ami>n al. Min Huda> al-Qur’a>n. Kairo: al-Haiah al-Mis}riyyah al-‘A<mma>h li

al-Kita>b, 1987.Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 1997.Kusnadi. “Al-Wah}dah al-Qur’a>niyyah Dalam Tafsir al-Asa>s (Studi Atas Muna>sabah

al-Qur’a>n Menurut Sa’i>d H{awwa),” Disertasi di SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Lawrence, Bruce B. Islam Tidak Tunggal. Jakarta: Serambi, 2004.Ma’arif, Nurul Huda. “Ash-Shahi>d dan Nuansa Ideologis-Harakis Fi> Z{ila>l al-

Qur’a>n” dalam makalah yang dipresentasikan pada Mata Kuliah “Tafsir Timur Tengah”, 21 Maret 2011.

Mara>ghi>, Ah}mad Must}afa> al. Tafsi>r al-Mara>ghi>. Kairo: Maktabah wa Mat}ba’ah Mus}t}afa> al-Babi> al-Halabi>, 1970.

Mir, Mustansir. Coherence in the Qur’a>n: A Study of Is}la>h}i> Concept of Naz}m in Tadabbur-i Qur’a>n. Washington: American Trust Publications, 1986.

Moleong, Lexy. J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.

Mudzhar, M Atho. Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Muhajir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Yake Sarasin, 1996.Muslim, Mus}t}afa>. Maba>h{ith fi> al-Tafsi>r al-Maud{u>’i>. Damaskus; Da>r al-Qalam,

1997.Nasution, Harun. Islam Ditinjau Dari Beberapa Aspek. Jakarta: UI Pess, 1985.Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 2003.Nizar, M. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.Qalyubi, Syihabuddin. Stilistika al-Qur’an: Makna di Balik Kisah Ibrahim.

Yogyakarta: LKiS, 2008.Qat}t}a>n, Manna>’ Khali>l al. Maba>h}ith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Riya>d}}: Manshu>ra>t al-‘As}

r al-H{adi>th, tt.Qurt}ubi>, Abi> Abdillah al. al-Ja>mi’ li Ah{ka>m al-Qur’a>n. Kairo: Da>r al-Kutub al-Mis}

riyah, 1967.Qut}b, Sayyid. al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n. Kairo: Da>r al-Shuru>q, 2002.Qut}b, Sayyid. Fi Z{ila>l al-Qur’a>n. Kairo: Da>r al-Shuru>q, 1978. Cet. Ke-7Qut}b, Sayyid. Fi> Z{ila>l al-Qur’an. Kairo: Da>r Ih}ya>’ al-Kutub al-‘Arabiyyah, tt.Qut}b, Sayyyid. Ma’a>lim fi> al-T{ari>q. Kairo: Da>r al-Shuru>q, 1979.

Page 122: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

114

Qutb, Sayyid. Masha>hid al-Qiya>mah fi> al-Qur’a>n. Kairo: Da>r al-Ma‘a>rif, 1966.Ra>fi’i,> Mus}t}afa> Sa>diq al. I’ja>z al-Qur’a>n. Bairu>t: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1990.Ra>zi>, Fakhr al-Di>n al. Mafa>tih} al-Ghaib. Beirut: da>r al-Fikr, 1985.Rahman, Yusuf. “Ellipsis in the Qur’a>n: A Study of Ibn Qutayba’s Ta’wi>l Mushkil

al-Qur’a>n,” dalam Literary Structures of Religious Meaning in the Qur’a>n, ed. Issa J. Boullata. Richmond Surrey: Curzon Press, 2000.

Raisu>ni>, Qut}b al. al-Nas}s} al-Qur’a>ni> min Taha>fut al-Qira>’ah ila> Afaq al-Tadabbur . Tt: Wiza>rah al-Auqa>f wa al-Shu’u>n al-Isla>miyah al-Mamlakah al-Maghribiyyah.

Ramlan, M. Morfologi, Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Cv Karyono, 2001.Rid}a>, Muh}ammad Rashi>d. Tafsi>r al-Mana>r. Kairo: Da>r al-Mana>r, 1367 H. Juz 7.Robinson, Neal. Discovering the Qur’an: A Contemporary Approach to a Veiled

Text. London: SCM Press Ltd, 1996.Robinson, Neal. review dari Discovering the Qur’an: A Comtemporary Approach to

a Veiled Text, oleh David Waines, British Journal of Middle Eastern Studies (1998)

Ru>mi>, Fahd ibn ‘Abd al-Rahma>n ibn Sulayma>n al. Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi al-Qarn al-Ra>bi‘ ‘Ashar. Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1997.

S{a>lih}, S{ubh}i> al. Maba>hith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. (Bairut: Da>r al-‘Ilm li al-Mala>yi>n, 1977.

S}a’i>di>, ‘Abd al-Muta’a>l al. al-Naz}m al-Fanni> fi> al-Qur’a>n al-Kari>m. Kairo: Maktabah al-Ada>b, 1992.

Sadily, Hasan. Ensiklopedia. Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeva, 1980.Saeed, Abdullah. ed. Review dari “Approaches to the Qur’an in Contemporary

Indonesia,” oleh Carool Kersten, Qur’anic Studies Series 2, (2005).Saeed, Abdullah. Interpreting the Qur’an: Towards a contemporary Approach.

Canada: Routledge, 2006.Said, Hasani Ahmad. Diskursus Munasabah Al-Qur’an: Kajian atas Tafsir Al-Mis}

ba>h. Ciputat: Puspita Press, 2011.Setiawan, M. Nur Kholis. Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar. Yogyakarta: eLSAQ

Press, 2005.Sha>t}ibi> al. al-Muwa>faqa>t fi> Us}u>l al-Shari>’ah. Kairo: al-Rah}ma>niyyah, tt.Shah{a>tah, ‘Abd alla>h Mah{mu>d. Manhaj al-Ima>m Muh{ammad ‘Abduh fi> Tafsi>r al-

Qur’a>n al-Kari>m. Kairo: Nasyru al-Rasa>il al-Jami’iyyah, 1963.Shah{a>tah, ‘Abd Allah Mah}mu>d. Ahda>fu Kulli Su>rah wa Maqa>s{iduha> fi al-Qur’a>n

al-Kari>m. Kairo: al-Haiah al-Mis}riyyah, al-‘Amma>h li al-Kita>b, 1986.Shah{ru>r, Muh{ammad. al-Kita>b wa al-Qur’a>n Qira>’ah Mu’a>s}irah. Kairo: Si>na li al-

Nashr wa al-Aha>li>, 1992.Sharqa>wi>, Iffat al. Ittija>ha>t al-Tafsi>r fi Mis}r fi ‘As}r al-Hadi>th. Kairo: tp, 1972.Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1994.Shihab, M. Quraish. Mukjizat al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat

Ilmiah dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Mizan, 1998.Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an.

Page 123: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

115

Jakarta: Lentera Hati, 2002.Smith, David E. “The Structure of al-Baqarah,” The Muslim World 91, no. ½ (2001)Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,

ev, 2009.Suprayogo, Imam. dan Tobroni. Metode Penelitian-Sosial-Agama. Bandung:

Remaja Rosda Karya, tt.Suryadilaga, M. Alfatih dkk. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras, 2005.Suyu>t}i>, Jala>l al-Di>n ‘Abd al-Rah{ma>n ibn Abi> Bakr al. al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n.

Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2000.Suyu>t}i>, Jala>l al-Di>n. ‘Abd al-Rah{ma>n ibn Abi> Bakr al. Asra>ru Tarti>bi al-Qur’a>n,

tah{qi>q. ‘Abd al-Qa>dir Ah}mad ‘At}o>. Kairo: Da>r al-I’tis}o>m 1978.Syamsuddin, Sahiron. An Examination of Bint al-Sha>t}i’’s Method of Interpreting

the Qur’an. Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1999. Watt, W. Montgomory and Bell, Richard. Introduction to the Qur’a>n. Edinburgh:

Edinburgh University Press, 1994.Wild, Stefan. ed. The Qur’an as Text. Leiden: Brill, 1996.Yusuf, M. Yunan. “Karakteristik Tafsir al-Qur’an Abad XX”, Jurnal ‘Ulum al-

Qur’an 3. no. 4 (1992).Zaki Mubarak, Ahmad. Pendekatan Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir al-

Qur’an Kontemporer “ala” M. Syahrur. Yogyakarta: Elsaq Press, 2007.Zamakhshari>, Abi> al-Qa>sim Ja>r Alla>h Mah}mu>d bin ‘Umar bin Muh}ammad al. al-

Kashsha>f. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995. Zarkashi>, M. Burha>n al-Di>n al. al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Kairo: Da>r Ih{ya> al-

Kutub al-‘Arabiyah, 1957.Zuh}aili>, Wahbah al. al-Tafsi>r al-Muni>r fi> al-‘Aqi>dah wa al-Shari>‘ah wa al-Manhaj.

Beirut: Da>r al-Fikr al-Mu‘a>s}ir, 1998.Zurzur, ‘Adna>n Muh}ammad. Madkhal ila Tafsi>r al-Qur’a>n wa ‘Ulu>mihi. Damaskus:

Da>r al-Qalam, 1998.http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/indeks/berita/372-pemahaman-al-quran-

secara-parsial-picu-terorisme.html, diakses 13 Juni 2013.

Page 124: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

116

GLOSARI

Kesatuan Tema Menyatukan tema-tema yang dikemukakan secara berserakan dan menunjukkan bahwa di antara tema tersebut tidak saling bertentangan, namun membentuk satu kesatuan yang padu, koheren, integral dan komprehensif.

Kesatuan Tema al-Qur’an

Pembahasan tentang item-item persoalan tertentu yang dikemukakan dalam berbagai surah al-Qur’an, demi terkuaknya berbagai makna tertentu yang berhubungan dengan tema umum yang dibahas. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan target yang ingin dicapai. Dengan kata lain, memandang suatu surah tertentu selaku suatu kesatuan struktural yang bagian-bagiannya saling berkaitan, makna-maknanya saling terikat dalam konteks yang mengusung satu kesatuan tema yang saling tidak kontradiktif.

Tafsir Tematik Menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang memiliki tujuan dan tema yang sama. Setelah itu—kalau mungkin—disusun berdasarkan kronologis turunnya dengan memperhatikan sebab-sebab turunnya. Selanjutnya menjelaskannya dengan menggali segala aspek dan menimbangnya dengan neraca teori yang akurat sehingga mufassir dapat ‘menghidangkan’ sebuah tema dengan utuh dan sempurna.

Naz}m Bentuk keterkaitan sebuah ungkapan dan struktur yang menyusun bagian-bagiannya.

Muna>sabah Bentuk keterkaitan antara satu kalimat dengan kalimat yang lain dalam satu ayat atau antara satu ayat dengan ayat yang lain atau keterkaitan antara satu surah dengan surah yang lain.

Page 125: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

117

Al-Tas}wi>r al-Fanni>

Sebuah instrumen terpilih dalam gaya al-Qur’an yang memberikan uraian dengan sebuah gambaran yang dapat dirasakan dan dikhayalkan mengenai konsep akal pikiran, kondisi kejiwaan, peristiwa nyata, adegan yang dapat ditonton, tipe manusia, dan juga tabiat manusia. Lukisan tersebut kemudian diberinya denyut kehidupan yang menjelma atau aktivitas (gerak) yang progesif. Maka, konsepsi akal pikiran itu muncul dalam sebuah format atau gerak, kondisi kejiwaan tiba-tiba menjadi sebuah layar atau pertunjukan, model atau tipe manusia tiba-tiba menjadi sesuatu yang menjelma dan hidup dan tabiat manusia seketika menjadi dapat terbentuk dan terlihat nyata. Berbagai peristiwa, adegan, kisah, dan perspektif ditampilkan dalam sebuah wujud yang muncul. Di dalamnya terdapat kehidupan dan juga gerak. Jika ditambahkan lagi dengan sebuah dialog, maka menjadi lengkaplah semua unsur imajinasi itu.

Personifikasi Gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Personifikasi (penginsanan) merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang mengiaskan pada benda-benda mati bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia.

Gaya Bahasa Bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa, atau klausa tertentu untuk mengadapi situasi tertentu.

Diksi Diksi (pemilihan kata) mencakup pengertian kata-kata mana yang paling tepat dipakai dalam menyampaikan gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam sebuah situasi.

Stilistika Ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra. Dengan demikian stilistika al-Qur’an adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam sastra al-Qur’an. Aspek-aspek yang diteliti dan dikaji dalam stilistika al-Qur’an adalah aspek fonologi (bunyi bahasa), leksikal (diksi, penggunaan kelas kata tertentu), sintaksis (tipe struktur kalimat), retorika (gaya retoris, kiasan, dan pencitraan) dan kohesi.

Page 126: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

118

Obyektif Mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi.

Linear-Atomistik Menguraikan secara runut hingga ke detail-detailnya.

Integral-Holistik Secara terpadu dan menyeluruh meliputi seluruh bagian yang diperlukan untuk menjadikan lengkap.

Page 127: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

119

INDEKS

A<li ‘Imra>n, 39, 62, 63, 100Abdul Muid, 6, 13, 14Abu> Zuhrah, 43, 47Al-Alu>si>, 46Al-Baqarah, 9, 33, 104Al-Baqilla>ni>, 77Al-Biqa>‘i>, 46, 105Al-Fara>hi>, 41, 46Al-Farra>’, 45Ali> ibn al-Madi>ni>, 36, 45Al-Ja>h}iz}, 2, 36Al-Jas}s}a>s}, 45Al-Jurja>ni>, 23, 36, 46Al-Kha>lidi>, 7, 16, 55, 56, 57, 60, 90, 91, 92Al-Mara>ghi>, 42, 46, 84Al-Naisa>bu>ri>, 23Al-Ra>zi>, 38, 46, 85Al-Ru>mi>, 7, 36, 40, 92Al-Ruma>ni>, 36, 45Al-Sha>t}ibi>, 32, 39, 46Al-Shauka>ni>, 48Al-Shu‘ara>’, 126Al-Suyu>t}i>, 25, 46, 76Al-T{aba>t}aba>’i>, 47Al-Tas}wi>r al-Fanni> fi> al-Qur’a>n, 16Al-Zamakhshari>, 33, 37, 46, 86Al-Zarkashi>, 46Ami>n al-Khu>li>, 32, 71, 72, 73Amir Faishol Fath, 10, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 47, 48, 51,

85, 86, 87, 91, 97Angelika Neuwirth, 3, 31, 32, 49, 96, 112

David E. Smith, 2, 11, 12, 49, 105, 106

Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, 4, 5, 6, 7, 12, 13, 14, 15, 16, 19, 30, 42, 46, 52, 53, 54, 55, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 66, 67, 68, 69, 70, 74, 78, 85, 89, 90, 91, 92, 93, 97, 113, 126, 127, 128, 135, 136, 139

Page 128: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

120

Gaya Bahasa, 63, 70, 85Gerhard Endress, 31, 49, 86, 87, 112

Hadaf, 135, 136Ibn ‘Arabi>, 37, 46Ibn al-Zubair, 23Ibn Qayyim al-Jauziyyah, 28, 39, 46Ibn Qutaibah, 36, 45, 78Ikhwa>n al-Muslimi>n, 53Isla>h}i>, 23Islahuddin, 11Islam Dayeh, 3, 95, 96Issa J. Boullata, 2, 12, 37, 42, 61, 78, 81, 83, 88, 90, 96, 113, 135

Kesatuan Tema al-Qur’an, 9, 22, 29, 60, 74, 88Koherensi, 9

M Atho Mudzhar, 16, 18Mah}mu>d Shaltu>t, 46Maktabah al-Qur’a>n al-Jadi>dah, 52, 54, 55, 57Masha>hid al-Qiya>mah fi> al-Qur’a>n, 9, 16, 55, 56, 57, 88, 97, 139Michel Cuypers, 1, 2, 9, 10, 45, 47Mih}war, 113, 126, 131, 133, 136Muchlis M. Hanafi, 29Muh{ammad Mah{mu>d H{ija>zi>, 42Muh}ammad ‘Abduh, 26, 30, 41, 84Muhammad Nur Fuad, 10Muna>sabah, 22, 25, 84Mus}t}afa> S{a>diq al-Ra>fi‘i>, 75Mustansir Mir, 2, 3, 5, 12, 23, 26, 31, 32, 33, 36, 37, 38, 39, 40, 42, 43, 44, 49, 61,

90, 96, 113

Nas}r H{a>mid Abu> Zaid, 3, 5, 45, 47Naz}m, 1, 2, 9, 10, 22, 23, 34, 39, 46, 47, 61, 105, 113Neal Robinson, 2, 45, 47, 60, 105, 106

Philip K. Hitti, 75

Quraish Shihab, 66, 74, 77

Rashi>d Rid{a>, 41, 46Raymond K. Farrin, 1, 2, 3, 10, 31, 44, 45, 47, 49, 96, 105, 106, 110, 111Richard Bell, 1, 49, 112Rif‘at Fauzi> ‘Abd al-Mut}t}alib, 5, 61

Page 129: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

121

S{ubh}i> al-S{a>lih}, 3, 76Sa‘i>d H{awwa>, 11, 12, 43, 47Salwa. M.S. El-Awa, 1, 60, 61, 62, 113Sayyid Qut}b, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 30, 32, 37, 42, 46, 51, 52,

53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 74, 77, 78, 80, 81, 83, 85, 86, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 102, 103, 104, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 121, 126, 127, 128, 129, 130, 131, 133, 134, 135, 136, 139, 140, 141

Siya>q, 22, 24, 49, 140Stefan Wild, 29, 32, 52, 71Stilistika, 4, 5, 85, 127, 128

T{a>ha> H{usain, 65Thomas Carlyle, 3, 31, 49

W. Montgomery Watt, 1, 49Wahbah al-Zuh}aili>, 1

Ziya>d Khali>l Muh}ammad al-Dagha>mi>n, 34

Page 130: Siti Mulazamahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50179...Jalan MT Haryono Kav 22 Gd. Nindya Karya Lantai 2 Cawang Jakarta Timur Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

122

BIOGRAFI PENULISPenulis menyelesaikan program Magister Pengkajian Islam Konsentrasi

Tafsir dan Ilmu al-Qur’an di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2014). Sebelumnya, penulis kelahiran Blora ini menyelesaikan studi sarjana konsentrasi Tafsir dan ‘Ulum al-Qur’an di Universitas al-Azhar Kairo, Mesir. Sejak 2009, dia aktif sebagai pengajar, peneliti, bekerja sebagai karyawan dan freelance. Pengalaman yang sangat berharga tersebut penulis dapatkan di STAI Khozinatul Ulum Blora, di Penerbit al-Qur’an PT. Kalim Jakarta, di Penerbit Cipta Bagus Segara Jakarta, Penelitian Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan sebagai tim pelaksana kegiatan pengumpulan data dalam rangka evaluasi kesiapan sekolah dalam pelaksanaan pendidikan Karakter bangsa (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK), dan dalam program Pemutakhiran Data dan Uji Petik Lembaga Penyelenggara Paket B tahun 2013 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar.