Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

56
Dosen : Ibu Ati Sumiati, S.Pd.,M.Si. Disusun Oleh : Dwi Alfrinna Alfalah (8105108060) Renova (8105108074) Siti Nurkholifah (8105108128) Nur Cholifah Pratiwi (8105108130) Program Studi Pendidikan Akuntansi Non Reguler 2010 Jurusan Ekonomi dan Administrasi Fakultas Ekonomi

Transcript of Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

Page 1: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

Dosen : Ibu Ati Sumiati, S.Pd.,M.Si.

Disusun Oleh :

Dwi Alfrinna Alfalah (8105108060)

Renova (8105108074)

Siti Nurkholifah (8105108128)

Nur Cholifah Pratiwi (8105108130)

Program Studi Pendidikan Akuntansi Non Reguler 2010

Jurusan Ekonomi dan Administrasi

Fakultas Ekonomi

Universitas Negeri Jakarta

2012

Page 2: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin , segala puji dan syukur kami ucapkan kepada

Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya maka penyusunan makalah ini dapat

kami selesaikan. Kami mengucapkan terima kasih kepada orang tua kami yang telah

mendukung kami dalam belajar selama ini, kami juga mengucapkan terima kasih

kepada Ibu Ati Sumiati selaku Dosen Mata kulaih Evaluasi Pengajaran di Universitas

Negeri Jakarta yang banyak membantu kami dalam memahami materi disetiap mata

kuliah yang diajarkan.

Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat memberi manfaat bagi

mahasiswa, ataupun masyarakat umum yang membaca dan mempelajarinya.

Pembahasan dalam makalah ini dipaparkan secara praktis dan sederhana sehingga

mudah untuk dipahami.

Seperti pepatah yang mengatakan “tak ada gading yang taj retak” begitu juga

dengan makalah ini yang belum sempurna kami buat. Oleh karena itu kami menerima

kritik dan saran dari para pembaca guna kesempurnaan makalah ini di masa yang akan

datang.

Jakarta, 15 September 2012

Penyusun

Page 3: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I...............................................................................................................................................2

PENDAHULUAN........................................................................................................................2

A. Latar Belakang................................................................................................................2

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................3

C. Tujuan Penulisan............................................................................................................3

BAB II..............................................................................................................................................4

PEMBAHASAN...........................................................................................................................4

A. Penskoran dan Penilaian................................................................................................4

B. Jenis-Jenis Kunci Pemberian Skor................................................................................6

C. Pedoman Penilaian Penilaian.......................................................................................18

D. Prinsip-Prinsip Penilaian..............................................................................................24

E. Prosedur Pemberian Nilai............................................................................................28

BAB III...........................................................................................................................................32

KESIMPULAN...........................................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mendidik adalah tugas utama seorang Guru, di dalam mendidik terdapat kriteria-

kriteria tertentu dalam menentukan apakah siswa atau siswi yang didik tersebut berhasil

dalam mencapai kompetensi mata pelajaran yang di pelajari . Dalam menentukan

keberhasilan tersebut guru harus bisa memberi penskoran dan penilaian yang adil dan

obyektif kepada siswa dan siswinya .

Sama halnya seperti seorang ilmuwan , jika seorang ilmuwan melakukan berbagai

eksperimen di dalam laboratorium maka guru pun melakukan hal yang sama, hanya saja

yang menjadi penelitian untuk seorang guru adalah anak-anak bangsa yang wajib di

cerdaskan secara intelektual dan moral yang baik.

Dalam mencerdasakan anak-anak bangsa , guru harus pandai menentukan teknik-

teknik dalam sistem pemberian skor untuk menilai sejauh mana keberhasilan siswa dan

siswi dalam mengikuti pelajaran. Hasil-hasil tersebut menjadi tolak ukur bagaimana siswa

dan siswi memahami materi pelajaran yang di ajarkan. Dalam memberikan penilaian pun

seorang guru harus memahami apa saja yang menjadi acuan dan prinsip-prinsip dalam

memberikan penilaian secara obyektif kepada siswa dan siswi .

Makalah ini dibuat sebagai bentuk untuk memahami penguasaan konsep terhadap

materi perkuliahan terkait dengan sistem pemberian skor yang harus dikuasai oleh

mahasiswa sebagai seorang calon pendidik. Untuk mencapai kompetensi dasar , makalah

ini di susun dengan menggunakan berbagai sumber dari buku referensi yang

pembahasannya dapat di pertanggungjawabkan dan internet seperti yang terdapat dalam

daftar pustaka.

Page 5: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

B. Rumusan Masalah

1. Apakah perbedaan penskoran dan penilaian ?

2. Apa saja jenis-jenis dalam kunci pemberian skor ?

3. Apa saja yang menjadi pedoman dalam penilaian ?

4. Bagaimana prinsip-prinsip dalam pemberian penilaian ?

5. Apa saja jenis prosedur penilaian ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui perbedaan penskoran dan penilaian

2. Mengetahui jenis-jenis dalam kunci emberian skor

3. Mengetahui teknik-teknik yang tepat untuk memberikan penskoran dan

penilaian.

4. Mampu membandingkan teknik-teknik yang ada dan menyesuaikannya dengan

situasi dan kondisi perkembangan dunia pendidikan.

5. Dapat mengidentifikasi pedoman atau acuan dalam penilaian

6. Dapat menguraikan prinsip-prinsip penilaian

7. Mampu mengklasifikasikan jenis prosedur penilaian

Page 6: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

BAB II

PEMBAHASAN

A. Penskoran dan Penilaian

Penskoran merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes

pekerjaan siswa. Penskoran adalah suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi

angka-angka (mengadakan kuantifikasi).

Angka-angka hasil penskoran tersebut kemudian diubah menjadi nilai-nilai melalui

suatu proses pengolahan tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai itu ada

yang dengan angka, seperti angka dengan rentangan 0-10, 0-100, atau 0-4, dan ada pula

yang dengan huruf A, B, C, D, dan E. Yang terjadi selama ini, banyak diantara para guru

yang masih mencampuradukkan antara 2 pengertian yaitu skor dan nilai.

Skor : Hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka

bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa.

Nilai : Angka ubahan dari skor dengan menggunakan acuan tertentu, yakni acuan

normal atau acuan standar.

Pengubahan skor menjadi nilai dapat dilakukan untuk skor tunggal, misalnya

sesudah memperoleh skor ulangan harian atau untuk skor gabungan dari beberapa ulangan

dalam rangka memperoleh nilai akhir untuk rapor.

Secara rinci skor dapat dibedakan atas tiga macam,yaitu skor yang diperoleh, skor

sebenarnya, dan skor kesalahan. Kelemahan butir tes, situasi yang tidak mendukung,

kecemasan, dan lain-lain faktor dapat berakibat terhadap skor yang diperoleh.

Skor sebenarnya sering juga disebut dengan skor univers – skor alam, adalah nilai

hipotesis yang sangat tergantung dari perbedaan individu berkenaan dengan pengetahuan

yang dimiliki secara tetap.

Page 7: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

Perbedaan skor yang diperoleh dan skor yang sebenarnya, disebut dengan istilah

kesalahan dalam pengukuran atau kesalahan skor. Hubungan antara ketiga macam skor

tersebut adalah sebagai berikut :

Skor yang diperoleh = skor sebenarnya + skor kesalahan

Cara menskor hasil tes biasanya disesuaikan dengan bentuk soal-soal tes yang yang

dipergunakan, apakah tes objektif atau tes essay. Untuk soal-soal objektif biasanya setiap

jawaban benar di beri skor 1 (satu) dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0 (nol); total

skor diperoleh dengan menjumlahkan skor yang diperoleh dari semua soal. Untuk soal-

soal essay dalam penskorannya biasanya digunakan cara member bobot kepada setiap soal

menurut tingkat kesukarannya atau banyak-sedikitnya unsure yang harus terdapat dalam

jawaban yang dianggap paling baik. Misalnya: untuk soal nomor 1 diberi skor maksimum

4, untuk soal nomor 3 diberi skor maksimum 6, untuk soal nomor 5 skor maksimum 10,

dan seterusnya.

Di lembaga-lembaga pendidikan kita, masih banyak pengajaran yang melakukan

penskoran soal-soal essay, tanpa pembobotan; setiap soal diberi skor yang sama meskipun

sebenarnya tingkat kesukaran soal-soal dalam tes yang disusunnya itu tidak sama.

Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, terutama dalam penilaian soal-soal essay,

proses penskoran dan penilaian biasanya tidak dibedakan satu sama lain; pekerjaan siswa

langsung diberi nilai, jadi bukan di skor terlebih dahulu. Oleh karena itu, hal ini sering kali

menimbulkan terjadinya halo effect, yang berarti dalam penilaiannya itu diikutsertakan

pula unsure-unsur yang irelevan seperti kerapian dan ketidakrapian tulisan, gaya bahasa,

atau panjang-pendeknya jawaban sehingga cenderung menghasilkan penilaian yang kurang

andal. Hasil penilaian jadi kurang objektif. Jika tes yang berbentuk soal-soal essay tersebut

dinilai oleh lebih dari satu orang, sering kali terjadi perbedaan-perbedaan di antara penilai,

Page 8: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

bukan juga hasil penilaian seorang penilai sering kali berbeda terhadap jawaban-jawaban

yang sama dari soal tertentu. Kesalahan seperti ini tidak akan selalu terjadi jika dalam

pelaksanaannya diadakan pemisahan antara proses penskoran dan penilaian.

B. Jenis-Jenis Kunci Pemberian Skor

Disamping penyusunan dan pelaksanaan tes, menskor dan menilai merupakan

pekerjaan yang menuntut ketekunan yang luar biasa dari penilai, ditambah dengan

kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu. Nama lain dari menskor adalah memberi angka.

Dalam hal menskor atau menentukan angka, dapat digunakan tiga macam alat

bantu, yaitu :

1) Pembantu menentukan jawaban yang benar, disebut kunci jawaban

2) Pembantu menyeleksi jawaban yang benar dan yang salah, disebut kunci skoring

3) Pembantu menentukan angka, disebut pedoman penilaian

Keterangan dan penggunaannya dalam berbagai bentuk tes.

a. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk pilihan ganda (Multiple

Choice)

Dengan bentuk tes seperti ini, testte diminta untuk melingkari atau tanda silang

salah satu pilihan jawaban. Dalam hal menentukan kunci jawaban untuk bentuk ini

langkahnya sama seperti soal bentuk betul salah. Hanya untuk soal yang jumlahnya

melebihi 30 buah, sebaiknya menggunakan lembar jawaban dan nomor-nomor urutannya

dibuat sedemikian rupa sehingga tidak memakan tempat.

Dalam menentukan angka untuk tes bentuk pilihan ganda, dikenal 2 macam cara

pula yaitu dengan denda atau rumus tanpa denda. Untuk penskoran soal-soal objektif

jika yang dipergunakan rumus correction for guessing, atau dapat juga disebut system

denda. Rumus perhitungan skor dengan denda adalah :

Page 9: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

Untuk multiple choice (obyektif)

Contoh :

- Banyanknya soal = 10 buah

- Yang betul = 8 buah

- Yang salah = 2 buah

- Banyaknya pilihan = 3 buah

Maka skornya adalah = 8 - 2

( 3 – 1 )

= 8 – 1 = 7

Adapun rumus perhitungan skor tanpa denda adalah :

S = R

Keterangan :

S = Skor yang sedang di cari

R = Right (Jumlah Jawaban betul )

Contoh : Tes Hasil belajar menyajikan 10 butir item bentuk multiple choice yang masing-

masing itemnya dilengkapi dengan 5 buah option. Siswa menjawab dengan betul sebanyak

8 butir item , sehingga jawaban yang salah sebanyak 2 butir. Maka skor yang diberikan

adalah S = R = 8

Suatu hal yang perlu di catat ialah, bahwa karena tes obyektif bentuk multiple

choice utem terdiri dari berbagai model yang masing-masing memiliki derajat kesukaran

yang berbeda, maka bobot jawaban betul yang diberikan belum tentu 1, melainkan bisa

saja diberikan bobot 1 ½ , 2, 2 ½ , 3,4, atau 5 misalnya. Dalam hubungan ini , orang yang

paling tahu berapa bobot yang seharusnya diberikan terhadapa jawaban betul itu adalah si

pembuat soal itu sendiri, yaitutester , karena dialah orang yang paling tahu mengenai

S=∑ R−∑W

n−1

Page 10: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

dereajat kesukaran yang dimiliki oleh masing-masing butir item yang dikeluarkan dalam

tes hasil belajar. Sehubungan dengan itu, maka apabila dalam pemberian skor itu

ditentukan bobot (weight) yang berbeda-beda, maka kedua rumus yang telah disebutkan di

atas perlu dimodifikasi menjadi sebagai berikut :

S=R−( W❑

0−1)Wt

Rumus tanpa denda :

S = R X Wt

Contoh : Tes hasil belajar bidang studi bahasa arab menyajikan 50 butir item tes obyektif

bentuk multiple choice dengan rincian sebagai berikut :

Nomor urut item Model multiple choice item

Jumlah butir item Bobot jawaban betul

01-10 MCI Model melengkapi 5 pilihan

10 1

11-20 MCI Model asosiasi dengan 5 pilihan

10 1 ½

21-30 MCI Model melengkapi berganda

10 1 ½

31-40 MCI Model analisis hubungan antar hal

10 2

41-50 MCI model analisis kasus

10 4

Total 50 -

Misalkan dalam tes hasil belajar tersebut siswa bernama Erlina dari 50 butir utem tes

tersebut dapat menjawab betul sebagai berikut :

Model multiple choice item Jumlah jawaban betulMelengkapi 5 pilihan 8Asosiasi dengan 5 pilihan 6Melengkapi berganda 4Analisis hubungan antar hal 7Analisis kasus 3

Apabila dalam pemberian skor itu digunakan sanksi berupa denda, maka skor yang

diberikan kepada siswa bernama Erlina adalah sebagai berikut :

Page 11: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

Butir item

NomorModel MCI

Option (0)

Jawaban Betul (R)

Jawaban salah (W)

Bobot (Wt)

Skor yang diberikan

S=R−( W❑

0−1)Wt

01-10 Melengkapi 5 pilihan

5 8 2 18−( 2

❑5−1)1=7,50

11-20 Asosiasi dengan 5 pilihan

5 6 4 1 ½ 6−( 4

❑5−1)1 1

2=4,50

21-30 Melengkapi berganda

5 4 6 1 ½ 4−( 6

❑5−1)1

12=1,75

31-40 Analisis hubungan antar hal

5 7 3 27−( 3

❑5−1)2=5,50

41-50 Analisis kasus 5 3 7 43−( 7

❑5−1)4=−4,00

Total 15,25

Adapun apabila dalam pemberian skor dilakukan tanpa memperhotungkan denda, maka

dengan menggunakan rumus : S = R x Wt, skor yang diberikan kepada Erlina adalah

sebagai berikut :

Butir item Nomor Skor01-10 8 x 1 = 811-20 6 x 1 ½ = 921-30 4 x 1 ½ = 631-40 7 x 2 = 1441-50 3 x 4 = 12Total 49

Kalau saja dalam tes hasil belajar tersebut seoraeng siswa dapat menjawab dengan betul

keseluruhan item (50 butir item), maka skor yang diberikan kepada siswa tersebut ialah :

Butir item Nomor Skor01-10 10 x 1 =1011-20 10 x 1 ½ = 1521-30 10 x 1 ½ = 1531-40 10 x 2 = 2041-50 10 x 4 = 40Total 100

Page 12: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

Di samping pendapat yang menganggap perlu digunakannya correction for

guessing dalam penskoran, ada pula pendapat yang menganggap bahwa penggunaan rumus

correction for guessing itu tidak ada gunanya dan bahkan tidak mengenai sasarannya.

Adapun alasan dari pendapat yang terakhir ini dikemukakan sebagai berikut:

1) Dalam praktek sulit sekali diketahui mana jawaban yang benar dan atau salah yang

diperoleh sebagai hasil terkaan saja, dan mana yang bukan hasil terkaan.

2) Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan kepada keadaan kita harus

menarik kesimpulan tanpa memiliki data informasi yang lengkap sehingga kemampuan

menggunakan pengetahuan yang tidak lengkap menjadi suatu tujuan mata ajaran

tertentu. Misalnya, sulit bagi kita untuk membedakan secara halus antara nilai 5 ½, 5 ¾,

5 7/8 dan sebagainya. Persoalan ini akan lebih dipersulit lagi dengan adanya kebiasan

yang salah dari para penilai atau pengajar yang hanya memakai rentangan angka 5-8,

ada yang memakai 5-7, dan semacamnya sehingga kualitas yang sama tidak dilukiskan

dengan nilai yang sama. Atau dengan kata lain, untuk kualitas kemampuan atau

penguasaan yang sama terlukiskan dalam angka berbeda-beda bagi setiap penilai.

b. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk betul-salah

Untuk tes bentuk betul-salah (true-false) yang dimaksud dengan kunci jawaban

adalah deretan jawaban yang kita persiapkan untuk pertanyaan atau soal-soal yang kita

susun, sedangkan kunci skoring adalah alat yang kita gunakan untuk mempercepat

pekerjaan skoring.

Oleh karena itu dalam hal ini testee (tercoba) hanya diminta untuk melingkari huruf

B atau S, maka kunci jawaban yang disediakan hanya berbentuk urutan nomor serta huruf

dimana kita menghendaki untuk melingkari atau dapat juga diberi tanda X pada

jawabannya.

Page 13: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

Misalnya :

1. B 6. S

2. S 7. B

3. S 8. S

4. B 9. S

5. B 10. B

Ada baiknya kunci jawaban ini ditentukan terlebih dahulu sebelum menyusun soalnya,

agar :

- Dapat diketahui imbangan antara jawab B dan S

- Dapat diketahui letak atau pola jawaban B dan S

Bentuk tes betul-salah sebaiknya disusun sedemikian upa sehingga jumlah jawaban

B hamper sama banyaknya dengan jawaban S, dan tidak dapat ditebak karena tidak

diketahui pola jawabannya. Kunci jawaban untuk tes bentuk ini dapat diganti kunci

skoring yang pembuatannya melalui langkah-langkah sebagai berikut :

Langkah 1 :

Menentukan letak jawaban yang betul.

Misalnya :

1. B - S 3. B - S 5. B - S

2. B - S 4. B - S

Langkah 2 :

Melubangi tempat-tempat lingkaran sedemikian rupa sehingga lingkaran yang

dibuat oleh testee dapat dilihat.

1. B - S 3. B - S 5. B - S

2. B - S 4. B - S

Catatan :

Dengan pengalaman ini dapat kita ketahui bahwa lubang yang terlalu kecil berakibat

tertutupnya jawaban testee, sedangkan lubang yang terlalu besar akan saling memotong.

Page 14: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

Oleh karena itu, cara menjawab dengan member tanda silang akan lebih baik daripada

melingkari. Dengan demikian maka tanda yang dibuat akan tampak jelas.

Dalam menentukan angka (skor) untuk tes bentuk B-S ini kit adapt menggunakan 2

cara seperti telah disinggung didepan, yaitu :

- Tanpa hukuman atau tanpa denda

- Dengan hukuman atau dengan denda

Tanpa hukuman adalah apabila banyaknya angka yang diperoleh siswa sebanyak

jawaban yang cocok dengan kunci. Sedangkan dengan hukuman (karena diragukan adanya

unsure tebakan), digunakan 2 macam rumus, tetapi hasilnya sama.

Pertama, dengan rumus :

S = R - W

Singkatan dari :

S = Score

R = Right

W = Wrong

Skor yang diperoleh siswa sebanyak jumlah soal yang benar dikurangi dengan jumlah soal

yang salah.

Contoh :

- Banyaknya soal = 10 buah

- Yang betul = 8 buah

- Yang salah = 2 buah

Angkanya adalah : 8 - 2 = 6

Kedua, dengan rumus :

S = T – 2W

T singkatan dari Total, artinya jumlah soal dalam tes.

Contoh diatas dihitung :

- Banyaknya soal = 10 buah

- Yang salah = 2 buah

- Angkanya adalah = 10 – (2 x 2) = 10 – 4 = 6

Page 15: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

c. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk jawaban singkat (Short

answer test)

Tes berbentuk jawaban singkat adalah bentuk tes yang menghendaki jawaban

berbentuk kata atau kalimat pendek. Bentuk tes ini dapat digolongkan kedaam bentuk tes

objektif. Tes bentuk isian ini, dianggap setaraf dengan tes jawaban singkat ini.

Dengan mengingat jawaban yang hanya satu pengertian saja, maka angka bagi tiap

nomor soal mudah ditebak. Usaha yang dikeluarkan oleh siswa sedikit, tetapi lebih sulit

daripada tes bentuk betul-salah atau bentuk pilihan ganda. Sebaiknya tiap soal diberi angka

2. Dapat juga angkah itu kita samakan dengan angka pada bentuk betul-salah atau pilihan

ganda jika memang jawaban yang diharapkannya ringan atau mudah. Tetapi sebaliknya

apabila jawabannya bervariasi misalnya lengkap sekali, lengkap dan kurang lengkap, maka

angkanya dapat dibuat bervariasi pula misalnya 2; 1,5; dan 1.

d. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan (Matching)

Pada dasarnya tes ini adalah bentuk tes pilihan ganda, dimana jawabannya

dijadikan satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya. Satu kesulitan lagi adalah bahwa

jawaban yang dipilih dibuat sedemikian rupa sehingga jawaban yang satu tidak diperlukan

bagi pertanyaan lain.

Kunci jawaban tes bentuk ini dapat berbentuk deretan jawaban yang dikehendaki

atau deretan nomor yang diikuti oleh huruf-huruf yang terdapat didepan alternative

jawaban.

Telah dijelaskan bahwa tes bentuk menjodohkan ini adalah tes bentuk pilihan

ganda yang lebih kompleks. Maka angka yang diberikan sebagai imbalan juga harus lebih

banyak. Sebagai ancar-ancar dapat ditentukan bahwa angka untuk tiap nomor adalah 2.

Page 16: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

e. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk uraian (Essay test)

Sebelum menyusun sebuah tes uraian sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu

pokok-pokok jawaban yang kita kehendaki. Dengan demikian, akan mempermudah kita

dalam mengoreksinya.

Ada sebuah saran, langkah-langkah apa yang harus kita lakukan pada waktu kita

mengoreksi dan member angka tes bentuk uraian. Saran tersebut adalah sebagai berikut :

1) Membaca soal pertama dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban. Dengan

membaca seluruh jawaban, kita dapat memperoleh gambaran lengkap tidaknya jawaban

yang diberikan siswa secara keseluruhan.

2) Menentukan angka untuk soal pertam tersebut. misalnya jika jawaban itu lengkap diberi

angka 5, kurang sedikit diberi angka 4, demikian seterusnya.

3) Memberi angka bagi soal pertama

4) Membaca soal kedua dari seluruh jawaban siswa untuk mengetahui situasi jawaban,

dilanjutkan dengan pemberian angka untuk soal kedua

5) Mengulangi langkah-langkah tersebut bagi soal tes ketiga dan seterusnya hingga

seluruh soal diberi angka

6) Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes bentuk

uraian

Dengan membaca terlebih dahulu seluruh jawaban yang diberikan oleh ssiswa, kita

menjadi tahu bahwa mungkin tidak ada seorang pun dari siswa yang menjawab dengan

betul untuk sesuatu nomor soal. Menghadapi situasi seperti ini, kita gunakan cara

pemberian angka yang relatif. Misalnya untuk sesuatu nomor soal jawaban yang paling

lengkap mengandung 3 unsur, padahal kita menghendaki 5 unsur, maka pada jawaban

yang paling lengkap itulah kita berikan angka 5, sedangkan jika menjawab hanya 2 atau 1

unsur, kita berikan angka lebih sedikit. Ini adalah cara memberikan angka dengan

Page 17: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

menggunakan atau mendasarkan pada norma kelompok. Apabila memberikan angka

berdasarkan pada standar mutlak, maka langkah-langkahnya akan lain, yaitu :

1) Membaca setiap jawaban yang diberikan siswa dan dibandingkan dengan kunci

jawaban yang telah kita susun

2) Membubuhkan skor disebelah kiri setiap jawaba. Ini dilakukan per nomor

3) Menjumlahkan skor-skor yang telah dituliskan pada setiap soal, dan terdapatlah skor

untuk bagian soal yang berbentuk uraian

Dengan cara kedua ini maka skor siswa tidak dibandingkan dengan jawaban yang

paling lengkap yang diberikan oleh siswa lain, tetapi dibandingkan dengan jawaban yang

sudah ditentukan oleh guru.

Adakalanya kita dituntut untuk memberikan nilai terhadap prestasi belajar siswa

tanpa memberikan skor terlebih dahulu. Misalnya pada ujian lisan. Apabila nilai ujian

diberikan terhadap setiap butir pertanyaan, cukuplah memadai. Bahaya yang mengancam

kita dalah masuknya unsur subjektivitas dalam diri kita sehingga kita seringkali melakukan

hal-hal diluar keadilan. Untuk menguragi masuknya unsure subjektivitas dalam penilaian,

kita dapat menentukan sendiri aspek-aspek yang menjadi bagian dari penilaian. Misalnya

untuk penilaian ujian skripsi :

a. Mutu skripsi yang tersusun, meliputi unsur metodologi dan pembahasan teoritik

b. Cara dan kemampuan mempertahankan kebenaran pendapatnya

c. Luasnya materi pendukung yang digunakan untuk menjawab

d. (untuk pembimbing) kemandirian dan kelancaran dalam konsultasi

Untuk masing-masing aspek dapat ditentukan berapa nilainya, kemudian dijumlah

dan ditentukan nilai akhir.

Page 18: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

Dalam menentukan nilai terhadap tiap-tiap aspek ini pun kita dituntut untuk

memberikan pertimbangan yang didasari oleh kebijaksanaan. Sebenarnya kita dapat

mengambil salah satu dari 2 cara dibawah ini, yaitu :

a. Bertitik tolak dari batas bawah, yaitu berfikir dari pekerjaan yang paling jelek diberi

nilai berapa, kemudian membandingkan hasil pekerjaan yang kita hadapi dengan nilai

batas bawah tersebut. dari batas bawah ini kita memberikan tambahan nilai sebanyak

jarak antara nilai batas bawah dengan pekerjaan mahasiswa. Jadi kita berangkat dari

bawah, lalu nik. Menurut pengalaman, pemberian nilai dengan cara ini cenderung

menghasilkan nilai yang rendah.

b. Bertitik tolak dari plafon/batas atas. Dengan cari ini kita berfikir mengenai

kesempurnaan pekerjaan tetapi diukur menurut ukuran mahasiswa, bukan diukur

dengan kemampuan dosen atau ahli-ahli yang kita kagumi. Selanjutnya berangkat dari

nilai batas atas tersebut kita kurangkan sedikit-sedikit sejauh kesenjangan antara nilai

batas dengan pekerjaan mahasiswa yang kita hadapi. Jadi berangkat dari atas kemudian

turun. Menurut pengalaman, pemberian nilai dengan cara ini cenderung menghasilkan

nilai yang tinggi.

Cara ini juga bisa diterapkan untuk menilai tugas atau yang bersifat relatif, yang

berupa unjuk kerja atau penampilan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah tepatnya

waktu penyerahan nilai.

f. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tugas

Kunci jawaban untuk memeriksa tugas merupakan pokok-pokok yang harus

termuat didalam pekerjaan siswa. Hal ini menyangkut criteria teentaang isi tugass. Namun

sebagaai kelengkapan dalam pemberian skor, digunakan suatu tolok ukur tertentu.

Page 19: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

Tolok ukur yang disarankan dalam buku ini sebagai ukuran keberhasilan tugas

adalah :

Ketepatan waktu menyerahkan tugas

Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandakan keseriusan siswa/mahasiswa dalam

mengerjakan tugas

Sistematika yang menunjukkan alur keruntutan pikiran

Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi

Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh

guru/dosen

Dalam mempertimbangkan nilai akhir perlu difikirkan peranan masing-masing

aspek kriteria tersebut, misalnya :

A1 - ketepatan waktu, diberi bobot 2

A2 - bentuk fisik, diberi bobot 1

A3 - sistematika, diberi bobot 3

A4 - kelengkapan isis, diberi bobot 3

A5 - mutu hasil, diberi bobot 3

Maka nilai hasil akhir tugas tersebut diberikan dengan rumus :

NAT = 2 x A1 + A2 + 3 x A3 + 3 x A4 + 3 x A5

12

NAT adalah Nilai Akhir Tugas.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa di satu pihak kita lihat adanya peranan

penting yang diberikan kepada nilai-nilai sebagai simbol prestasi akademis siswa, tetapi di

lain pihak kita melihat pula adanya kekurangan cara pemberiannya.

Page 20: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

C. Pedoman Penilaian Penilaian

Di dalam setiap kegiatan belajar-mengajar selalu dilakukan penilaian. Hasil

penilaian disajikan dalam bentuk nilai angka atau huruf. Dalam hal ini, ada lembaga

pendidikan yang menggunakan nilai angka dengan skala 0 sampai 100, dan ada pula yang

menggunakan nilai angka itu dengan skala 0 sampai 10. Di perguruan tinggi umumnya

digunakan nilai huruf, yaitu A, B, C, D, atau E atauTL. Jika nilai-nilai huruf itu akan

digunakan untuk menentukan indeks prestasi mahasiswa pada akhir semester atau pada

akhir suatu program pendidikan, nilai-nilai huruf itu di transfer ke dalam nilai angka

dengan bobot masing-masing sebagai berikut A=4, B=3, C=2, D=1, dan F(TL)=0

Nilai angka ataupun huruf itu umumnya merupakan hasil tes atau ujian yang

diberikan oleh guru atau dosen kepada para siswa atau mahasiswanya setelah mereka

mengikuti pelajaran selama jangka waktu tertentu. Nilai-nilai tersebut dimasukkan ke

dalam buku laporan pendidikan atau daftar nilai lainnya.

Nilai-nilai yang dimasukkan ke dalam buku rapor dan lain-lain itu merupakan hasil

pengolahan dan skor mentah yang diperoleh dari pekerjaan siswa dalam tes; atau mungkin

juga merupakan hasil pengolahan dari nilai-nilai subsumatif, nilai tugas penyususnan

makalah, dan nilai ujian akhir semester.

Pengolahan nilai-nilai menjadi nilai akhir seorang siswa dapat dilakukan dengan

mengacu pada kriteria atau patokan tertentu. Dalam hal ini dikenal dengan adanya dua

patokan yang umum dipakai dalam penilaian itu, yaitu “penilaian acuan patokan” dan

“penilaian acuan norma”

1. Penilaian Acuan Patok (PAP)

Suatu penilaian disebut PAP jika dalam melakukan penilaian itu kita mengacu pada

suatu kriteria pencapain tujuan (instruksional) yang telah dirumuskan sebelumnya. Nilai-

Page 21: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan siswa

tentang materi pengajaran sesuai dengan tujuan (instruksional) yang telah ditetapkan.

Sebagai contoh , misalkan untuk dapat diterima sebagai calon penerbang di sebuah

lembaga penerbangan, setiap calon harus memenuhi syarat antara lain tinggi badan

sekurang-kurangnya165 cm dan memiliki tingkat kecerdasan (IQ)serendah-rendahnya130

berdasarkan hasil tes yang diadakan oleh lembaga yang bersangkutan. Berdasarkan criteria

atau patokan itu , siapa pun calon yang tidak memnuhi syarat-syarat tersebut dinyatakan

gagal dalam tes atau tidak akan diterima sebagai siswa calon penerbang.

Perlu kiranya dijelaskan di sini bahwa criteria atau patokan yang digunakan dalam

PAP bersifat mutlak. Artinya, kriteria itu bersifat tetap-setidak-tidaknya untuk beberapa

tahun atau jangka waktu tertentu-dan berlaku bagi semua siswa yang mengikuti tes di

lembaga yang bersangkutan.

2. Penilaian Acuan Norma (PAN)

Secara singkat dapat dirumuskan bahwa penilaian acuan norma adalah penilaian

yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok; nilai-nilai yang diperoleh siswa

diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam kelompok itu.

Yang dimaksud dengan “norma” dalam hal ini adalah kapasitas atau prestasi kelompok,

sedangkan yang dimaksud dengan “kelompok” disini adalah semua siswa yang mengikuti

tes tersebut. Jadi, pengertian “kelompok” yang dimaksud dapat berarti sejumlah siswa

dalam suatu kelas, sekolah, rayon, provinsi atau wilayah.

Sebagai contoh kongkret hasil UAN untuk siswa SMP dan SMA/K merupakan

hasil penilaian dengan cara PAP. Akan tetapi, setelah ternyata bahwa nilai-nalai UN itu

pada umunya sangat rendah sehingga tidak memnuhi syarat untuk dinyatakan lulus,

Page 22: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

kemudian nilai UN itu diolah ke dalam PAN dengan menggunakan rumus tertentu dengan

maksud agar nilai-nilai tersebut dapat diperbesar. Rumus yang digunakan adalah :

p+q+nR(2+n)

Keterangan :

P = nilai rapor semester lima

q = nilai rata-rata subsumatif semester enam

R= Nilai UN murni

n = koefisien dari R

Dengan ketentuan bahwa rentangan harga atau koefisien R bergeral dari 2 sampai

0,5. Adanya rentangan harga n ini dimaksudkan agar masing-masing provinsi dapat

menggunakan nilai UN disesuaikan dengan kondisi wilayahnya.

Pengolahan nilai dengan cara PAN dapat pula dilakukan dengan statistik. Dalam

hubungan ini, penentuan norma kelompok besarnya prestasi kelompok yang merupakan

acuan penilaian (lihat kembali perumusan tentang PAN) menggunakan angka rata-rata

(mean) atau median. Jika hasil tes dari suatu kelompok menunjukkan kurva yang

mendekati normal, untuk menyatakan normal kelompok sebaiknya digunakan mean; dan

jika hasil tes itu ternyata menunjukkan kurva yang miring positif atau negatif, lebih dapat

menggunakan median sebagai norma atau prestasi kelompok. Untuk menentukan lebar

jarak skala nilai digunakan rentangan tertentu yang dihitung berdasarkan besarnya devisa

standar-bagi penilaian yang menggunakan mean sebagai norma kelompok atau

menggunakan rentangan persentilk-bagi penilaian yang menggunakan median sebagai

norma kelompok.

Page 23: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

Pengolahan nilai secara PAN dapat pula dilakukan dengan statistic. Dalam

hubungan ini, penentuan norma kelompok besarnya prestasi kelompok yang merupakan

acuan penilaian menggunakan angka rata-rata atau median. Jika hasil tes suatu kelompok

menunjukkan kurva yang mendekati normal, untuk menyatakan norma kelompok

sebaiknya digunakan mean; dan jika ternyata hasil tes tersebut menunjukkan kurva yang

miring positif atau negative, lebih dapat menggunakan median sebagai norma atau prestasi

kelompok. Untuk menentukan lebar jarak skala nilai digunakan rentangan tertentu yang

dihitung berdasarkan besarnya deviasi standar-bagi penilaian yang menggunakan mean

sebagai norma kelompok atau menggunakan rentangan presentik- bagi penilaian yang

menggunakan median sebagai norma kelompok.

Seperti yang sudah disinggung sedikit tentang penggunaan PAN dan PAP. Didalam

PAP, siswa digantungkan dengan sebuah standar tertentu, yang dalam uraian sebelum ini,

dibandingkan dengan standar mutlak, yaitu standar 100. Penggunaan standar mutlak ini

terutama dipertahankan dalam penerapan prinsip tuntas.

Dalam penggunaan PAN, prestasi belajar seorang siswaa dibandingkan dengan

siswa lain dalam kelompoknya. Kualitas seseorang sangat dipengaruhi oleh kualitas

kelompoknya.

Dasar pikiran dari penggunaan standar ini adalah adanya asumsi bahwa di setiap

populasi yang heterogen, tentu terdapat :

1) Kelompok baik

2) Kelompok sedang

3) Kelompok kurang

Dimulai dengan bakat yang dibawa sejak lahir yang dalam hal ini tampak sebagai

indeks kecerdasan atau IQ, maka seluruh populasi tergambar sebagai sebuah kurva normal.

Page 24: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

Apabila anak-anak itu belajar, maka prestasi atau hasil belajar yang diakibatkan itu pun

akan tergambar sebagai kurva normal.

kurva normal kurva normal

Intelligence Quotient prestasi belajar

Penggunaan penilaian dengan norma kelompok atau noma relatif ini untuk pertama

kali dikemukakan pada tahun 1908 (Cureton 1971), dengan landaan dasara bahwa tingkat

pencapaian belajar siswa akan tersebar kurva normal. Dengan demikian maka penilaian

berdasarkan kurva normal merupakan hal yang tidak dapat dibantah lagi. Apabila standar

relatif dan standar mutlak ini dihubungkan dengan pengubahan skor menjadi nilai, akan

terlihat demikian :

a. Dengan standar mutlak

1) Pengmbangan skor terhadap siswa, didasarkan atas pencapaian siswa terhadap

tujuan yang ditentukan

2) Nilai diperoleh dengan mencari skor rata-rata langsung dari skor asal (skor mentah)

Contoh :

- Dari ulangan ke-1, memperoleh skor 60 (mencapai 60% tujuan)

- Dari ulangan ke-2, memperoleh skor 80 (mencapai 80% tujuan)

- Dari ulangan ke-3, memperoleh skor 50 (mencapai 50% tujuan)

Maka nilai siswa tersebut : 60+80+50

3=63,3 dibulatkan menjadi 63

b. Dengan standar relatif

1) Pemberian skor terhadap siswa juga didasarkan atas pencapaian siswa terhadap

tujuan yang ditentukan

Page 25: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

2) Nilai diperoleh dengan 2 cara :

a. Mengubah skor dari tiap-tiap ulangan lalu diambil rata-ratanya

b. Menjumlahkan skor tiap-tiap ulangan, baru diubah ke nilai

Persamaan dan Perbedaan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan

Patokan (PAP)

Penilaian Acuan Norma dan Penilaian Acuan Patokan mempunyai beberapa

persamaan sebagai berikut:

1. Penilaian acuan norma dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan evaluasi spesifik

sebagai penentuan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut termasuk tujuan

intruksional umum dan tujuan intruksional khusus

2. Kedua pengukuran memerlukan sample yang relevan, digunakan sebagai subjek yang

hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sample yang diukur mempresentasikan populasi

siwa yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan.

3. Untuk mandapatkan informasi yang diinginkan tenyang siswa, kedua pengukuran sama-

sama nenerlukan item-item yang disusun dalam satu tes dengan menggunakan aturan

dasar penulisan instrument.

4. Keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan diukur.

5. Keduanya menggunakan macam tes yang sama seperti tes subjektif, tes karangan, tes

penampilan atau keterampilan.

6. Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya.

7. Keduanya digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda.

Perbedaan kedua penilaian adalah sebagai berikut:

1. Penilaian acuan norma biasanya mengukur sejumlah besar perilaku khusus dengan

sedikit butir tes untuk setiap perilaku. Penilaian acuan patokan biasanya mengukur

Page 26: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan banyak butir tes untuk setiap

perilaku.

2. Penilaian acuan norma menekankan perbedaan di antara peserta tes dari segi tingkat

pencapaian belajar secara relatif. Penilaian acuan patokan menekankan penjelasan

tentang apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap peserta tes.

3. Penilaian acuan norma lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai tingkat

kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan terlalu sulit.

Penilaian acuan patokan mementingkan butir-butir tes yang relevan dengan perilaku

yang akan diukur tanpa perduli dengan tingkat kesulitannya.

4. Penilaian acuan norma digunakan terutama untuk survey. Penilaian acuan patokan

digunakan terutama untuk penguasaan.

D. Prinsip-Prinsip Penilaian

Kira-kira dua-tiga decade yang lalu, atau mungkin bahkan hingga kini, masih

banyak orang berpendapat bahwa “siapa yang menguasai materi, dengan sendirinya bisa

mengajarkannya; dan (implicit di dalamnya) siapa yang bisa mengajar, dengan sendirinya

dapat pula melakukan penilaian”. Akan tetapi, parallel dengan berkembangnya teknologi

pendidikan, termasuk di dalamnya teknologi pengukuran dan penilaian prestasi belajar

siswa, dalil tersebut sudah mulai luntur, kini banyak orang- khususnya para guru atau

pengajar – mulai menyadari bahwa masalah pengukuran dan penilaian prestasi belajar

siswa bukanlah pekerjaan yang mudah, yang dapat dilakukan secara intuitif atau secara

trial and error saja. Untuk dapat melakukan pengukuran dan penilaian secara efektif

diperlukan latihan dan penguasaan teori-teori yang relevan dengan tujuan dari proses-

belajar-mengajar sebagai bagian yang tidak terlepas dari kegiatan pendidikan sebagai suatu

sistem.

Page 27: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

Sehubungan dengan itu, dalam uraian berikut ini akan dibicarakan beberapa prinsip

penilaian yang perlu diperhatikan sebagai dasar dalam pelaksanaan penilaian; sesudah itu

akan dibicarakan pula tentang prosedur pemberian nilai.

Adapun beberapa prinsip penilaian itu ialah sebagai berikut:

1. Penilaian hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran yang komperhensif. Ini berarti

bahwa penilaian didasarkan atas sampel prestasi yang cukup banyak, baik macamnya

maupun jenisnya. Untuk itu dituntut pelaksanaan penilaian secara sinambung dan

penggunaan bermacam-macam teknik pengukuran. Dengan macam dan jumlah ujian

yang lebih banyak, prestasi siswa dapat diungkapkan secara lebih mantap meskipun

harus pula dicatat bahwa banyaknya macam dan jumlah ujian harus dibarengi dengan

kualitas soal-soalnya, yang sesuai dengan fungsinya sebagai alat ukur.

2. Harus dibedakan antara penskoran dengan penilaian. Hal ini harus dibicarakan dalam

uraian terdahulu. Penskoran berarti proses pengubahan prestasi menjadi angka-angka,

sedangkan dalam penilaian kita memproses angka-angka hasil kuantifikasi prestasi itu

dalam hubungannya dengan “kedudukan” personal siswa yang memperoleh angka-

angka tersebut didalam skala tertentu, misalnya skala tentang baik-buruk, bisa

diterima-tidak bisa diterima, dinyatakan lulus-tidak lulus. Dalam penskoran, perhatian

terutama ditujukan kepada kecermatan dan kemantapan; sedangkan dalam penilaian,

perhatiannya terutama ditujukan kepada validitas dan kegunaan.

3. Dalam proses pemberian nilai hendaknya diperhatikan adanya dua macam orientasi,

yaitu penilaian yang norms-referenced dan yang criterion-referenced. Norms-

referenced adalah penilaian yang diorientasikan kepada suatu kelompok tertentu; jadi,

hasil evaluasi perseorangan siswa dibandingkan dengan kelompoknya. Prestasi

kelompoknya itulah yang dijadikan patokan atau norm dalam menialai siswa secara

Page 28: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

perseorangan. Penilaian norms-referenced selalu bersifat kompetitif intrakelompok.

Criterion-referenced ialah penilaian yang dioreientasikan kepada suatu standar

absolute, tanpa dihubungkan dengan suatu kelompok tertentu. Misalnya, oenilaian

prestasi siswa yang didasarkan atas suatu kriteria pencapaian tujuan instruksional dari

suatu mata pelajaran atau bagian dari mata pelajaran yang diharapkan dikuasai oleh

siswa setelah melalui sejumlah pengalaman belajar tertentu. Penilaian criterion-

referenced sangat relevan bagi lembaga pendidikan yang telah menggunakan

kurikulum yang berdasarkan kompetensi.

4. Kegiatan pemberian nilai hendaknya merupakan bagian integral dari proses belajar-

mengajar. Ini berarti bahwa tujuan penilaian, disamping untuk mengetahui status siswa

dan menaksir kemampuan belajar serta penguasaannya terhadap bahan pelajaran, juga

digunakan sebagai feedback, baik kepada siswa sendiri maupun bagi guru atau

pengajar. Dari hasil tes, pengajar dapat menetahui kelebihan dan kelemahan siswa

tertentu sehingga selanjutnya ia dapat melakukan koreksi terhadap kesalahan yang

dibuatnya dan atau member reinforcemence bagi prestasinya yang baik. Bagi guru –

meskipun umumnya jarang dilakukan- seharusnya hasil penilaian para siswanya itu

dipergunakan untuk “mawas diri” sehingga ia dapat mengetahui dimana letak

kelemahan atau kekurangannya. Mungkin metode mengajar yang dipergunakannya

kurang tepat, atau baha pelajaran terlalu sukar dan tidak sistematis cara penyajiannya,

atau sikap pengajar yang tidak selalu memburu-buru setiap tugas yang diberikan, atau

mungkin juga alat evaluasinya yang tidak memenuhi syarat-syarat penyusunan soal

dan tidak atau kurang relevan dengan materi pelajaran yang telah diberikan. Ini semua

akan dapat dilakukan dengan baik jika guru benar-benar ikhlas dan beritikad baik

untuk meningkatkan kualitas profesinya. Ia menyadari bahwa kegagalan siswa tidak

automatis selalu merupakan tanggung jawab siswa, setidak-tidaknya menyadari bahwa

Page 29: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

kegiatan belajar-mengajar itu pada hakikatnya adalah suatu proses komunikasi dua

arah, bahwa di dalam proses belajar-mengajar, baik siswa maupun pengajar sama-sama

belajar.

5. Penilaian harus bersifat komparabel. Artinya, setelah tahap pengukuran yang

menghasilkan angka-angka itu dilaksanakan, prestasi-prestasi yang menduduki skor

yang sama harus memperoleh nilai yang sama pula. Atau, jika dilihat dari segi lain,

penilaian harus dilakukan secara adil, jangan sampai terjadi penganakemasan atau

penganaktirian. Penilaian yang tidak adil mudah menimbulkan frustasi pada siswa,

yang selanjutnya dapat merusak perkembangan psikis siswa dan mahasiswa sehingga

pembentukan afektif dirusak karenanya.

6. System penilaian yang dipergunakan hendaknya jelas bagi siswa dan bagi pengajar

sendiri. Sumber ketidakberesan dalam penilaian terutama adalah tidak jelasnya system

penilaian itu sendiri bagi para guru; apa yang dinilai serta macam skala pe nilaian yang

dipergunakan dan makna masing-masing skala itu. Apa pun skala yang dipakai dalam

penilaian, hendaknya dipahami benar-benar apa isi dan maknanya.

Meskipun untuk masing-masing sekolah dan lembaga pendidikan tinggi umumnya

telah ditentukan criteria bagi tiap skala penilaian yang dipergunakannya, kriteria yang

hanya dinyatakan secara umum, seperti baik sekali-baik-cukup-sedang-kurang-kurang

sekali, belum dapat memberikan kejelasan yang memadai bagi keperluan penilaian yang

lebih baik. Dalam usaha merumuskan karakteristik siswa beserta prestasinya yang secara

ideal menggambarkan tingkat nilai pada tiap anak, skala penilaian demi pengembangan

sistem penilaian kiranya perlu dipertimbankan.

Page 30: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

E. Prosedur Pemberian Nilai

Untuk dapat melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa dengan baik, perlu

kita kaji beberapa prosedur penilaian dari yang sangat sederhana dan mengandung banyak

kelemahan sampai kepada yang lebih rumit dan sophisticated. Dengan pengkajian ini

diharapkan kita dapat memahami kelemahaan-kelemaha maupun kebaikan yang

terkandung di dalam setiap prosedur penilaian.

1. Prosedur penilaian yang paling sederhana atau mungkin juga dapat dikatakan paling tua

dan banyak dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan kita, ialah prosedur yang tidak

membedakan dengan jelas adanya dua fase yaitu fase pengukuran dan penilaian.

Prosedur ini mengandung lebih banyak kelemahan dari pada kebaikan. Dalam

pelaksanaanya sering dikacaukan antara penskoran dan penilaian, atau yang lebih lazim

lagi angka atau skor yang sebenarnya merupakan “biji”, langsung dianggap sebagai

nilai, yang kemudian dipergunakan sebagai alat untuk menentukan vonnis kepada siswa

atau mahasiswa yang memperoleh “biji” tersebut.

seorang pengajar yang memberikan angka 6 pada pekerjan seorang siswa sudah implicit

di dalam benaknya mengatakan bahwa siswa tersebut “lulus”. Jadi, sambil memberi

skor sekaligus pengajar itu menilai, dan nilainya itulah angka yang diperoleh dari

penskoran. Cara demikian segera dapat kita lihat kelemahnnya, yakni bahwa angka 6

yang kemudian dikenakan sebagai nilai itu belum tentu mempunyai harkat yang sama

dengan angka 6 yang dibuat oleh guru lain. Apalagi jika diingat bahwa rentangan nilai

yang d ipergunakan guru-guru dalam angka 0-10 masih berbeda-beda.

2. Prosedur ini dan berikutnya adalah prosedur yang telah memisahkan fase pengukuran

dan fase penilaian dengan berbagai variaso, mulai dari yang relative sederhana sampai

dengan yang lebih rumit dan sophiscated. Yang pertama ialah prosedur penilaian

dengan membuat peringkat skor-skor dalam bentuk table-tabel distribusi dengan

Page 31: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

membuat rentangan skor teoritis . jika kemudian skor-skor yang diperoleh siswa

dimasukkan ke dalam rentangan skor teoritis itu , maka rentangan dan distribusi skor-

skor actual itu dapat diperiksa secara visual bagaimana bentuk distribusi frekuensinya

sehingga sekaligus kita dapat melihat apakah tes itu terlalu mudah , terlalu sukar, atau

sedang bagi kelompok siswa yang bersangkutan. Dari pemeriksaan secara visual

demikian itulah penilai dapat menetapkan batas-batas penilaian sesuai dengan distribusi

kelompok skor yang terlukis di dalam table. Dalam hal ini , peran guru atau penilai

dituntut tanggung jawab profesionalnya dalam menentukan batas persyaratan

penguasaan minimal dari hasil tes yang telah ditabulasikan itu.

Hal ini yang perlu diperhatikan , dengan penggunaan prosdur “distribusi peringkat ini

guru atau penilai sekaligus menerapkan kedua orientasi penilaian, yaitu penilaian norm-

oriented dalam bentuk kompetisi intrakelompok dan penila criterion oriented yaitu dari

segi penguasaan minimal yang diharapkan sesuai dengan kapasitas (prestasi actual)

kelompok atau kelas masing-masing.

3. Prosedur penilaian dengan menggunakan persentase (%) banyak digunakan karena

dianggap lebih sederhana dan praktis. Penilaian dengan persentase ini umumnya

dikaitkan dengan skala penilaian 0-10 atau 0-100, dengan langsung mentransformasikan

persentase yang dimaksud menjadi nilai. Misalnya 50% benar sama dengan nilai 5

(dalam skala penilaian 0-10).

Prosedur ini didasarkan atas anggapan bahwa proses pengukuran yang dipergunakan

sebagai dasar untuk menghitung persentase itu telah mempergunakan alat-alat yang

memadai dan dianggap baik.noleh karena itu , keandalan hasil penilaian dengan

persentase ini sangat bergantung pada apakah “meteran” yang dipakai sebagai dasar

perhitungan persentase itu benar atau tidak.

Page 32: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

4. Prosedur yang menggunakan teknik statistikk yang lebih kompleks, yaitu yang

dinamakan prosedur perstandardisasian dan penormalisasian. Dikatakan

penstandardisasian karena dalam mentransprmasikan skor-skor hasil pengukuran suatu

kelompok siswa menggunakan rentangan yang disebut deviasi standar yaitu

penyimpangan rata-rata yang di sebut mean. Proses penstandardisasian ini kemudian

diteruskan dengan penormalisasian yaitu distribusi skor-skor itu dikonfrontasikan

dengan distribusi kurva normal. Hal inilah yang menunjukan salah satu kelemahan dari

prosedur penstandardisasian dan penormalisasian itu. Kelemahan lain ialah : prosedur

ini hanya dapat memberikan informasi kepada kita mengenai posisi atau kedudukan

prestasi perseorangan di dalam kelompoknya, sebereapa jauh seorang siswa

menyimpang dari prestasi rata-rata kelompoknya, tetapi sama sekali tidak menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan persyaratan penguasaan minimal

yang dikehendaki atau dengan penilaian yang bersifat criterion-oriented.

Prosedur penilaian yang menggunakan teknik statistik seperti diuraikan di atas

cocok dan baik digunakan jika:

1) Pancaran skor-skor actual yang diperoleh mendekati pencaran kurva normal;

2) Jumlah kasus(siswa yang dites) cukup besar:minimal 50,atau lebih baik lagi jika 100

ke atas.

Oleh karena itu, untuk penilaian terhadap hasil-hasil ujian akhir sekolah yang

biasanya dilaksanakan secara rayonisasi,atau ujian masuk perguruan tinggi yang biasanya

diikuti oleh sejumlah besar siswa, prosedur penilaian terakhir ini lebih dapat

dipertanggungjawabkan penggunaannya.

Hal ini yang perlu juga disinggung dalam uraian tentang prosedur penilaian di sini

ialah penilaian akhir yang didasarkan atas hasil penilaian-penilaian sebelumnya. Misalnya

Page 33: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

penilaian terhadap prestasi seorang mahasiswa yang telah mengikuti beberapa ujian dan

mengerjakan berbagai tugas di laboratorium, membuat makalah, dan sebagainya dalam

suatu mata kuliah selama satu semester. Pada prinsipnya, semua informasi hasil penilaian

terlebih dulu harus dikuantifikasikan, yaitu dinyatakan dalam bentuk angka-angka.

Untuk tes dengan soal-soal objektif hal ini dengan mudah dapat dilaksanakan,

tetapi untuk soal-soal subjektif dan yang tidak berbentuk tes(karya tulis atau makalah,

praktek di laboratorium, dan sebagainya) pengangkaannya dapat dilakukan dengan

mengadakan “pembobotan” (weighting). Menurut pelaksanaannya, nilai akhir seorang

mahasiswa diperoleh dengan mengalikan skor-skor dari tes dan tugas-tugas dengan bobot-

bobot itu. Prinsip pembobotan ini sejalan dengan prosedur perhitungan Indeks Prestasi (PI)

seperti yang biasa dikenakan terhadap mahasiswa pada akhir program studinya dilembaga

yang bersangkutan.

Page 34: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian-uraian singkat yang telah di tulis, maka dapat si simpulkan sebagai berikut:

1. Menskor adalah suatu tindakan pengukuran yaitu pemberian angka kepada suatu

atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obuek tertentu

menurut aturan atau formulasi yang jelas. Penilaian adalah suatu proses untuk

mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui

pengukuran (score) hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun non tes.

2. Dalam menentukan pemberian skor terdapat jenis-jenis kunci yang berbeda

tergantung dari setiap jenis tes yang diberikan apakah tes bentuk pilihan ganda

(Multiple Choice) , tes bentuk betul-salah, tes bentuk jawaban singkat (Short

answer test), tes bentuk menjodohkan (Matching), tes bentuk uraian (Essay test)

dan tes bentuk tugas.

3. Untuk menginterpretasikan suatu skor menjadi nilai atau mengolah skor menjadi

nilai diperlukan suatu acuan atau pedoman. Terdapat dua acuan guna menafsirkan

skor menjadi nilai. Kedua pendekatan ini memiliki tujuan, proses, standard an juga

akan menghasilkan nilai yang berbeda. Karena itulah pemilihan dengan tepat

pendekatan yang akan digunakan menjadi penting. Kedua pendekatan tersebut

adalah criterion-referenced atau Pendekatan Acuan Patokan (PAP) dan norms-

referenced atau Pendekatan Acuan Norma (PAN)

4. Prinsip penilaian yang perlu diperhatikan sebagai dasar dalam pelaksanaan

penilaian diantaranya adalah Penilaian hendaknya didasarkan atas hasil

pengukuran yang komperhensif, Harus dibedakan antara penskoran dengan

penilaian ,Dalam proses pemberian nilai hendaknya diperhatikan adanya dua

Page 35: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

macam orientasi yaitu penilaian yang norms-referenced dan yang criterion-

referenced . Kegiatan pemberian nilai hendaknya merupakan bagian integral dari

proses belajar-mengajar, Penilaian harus bersifat komparabel dan System penilaian

yang dipergunakan hendaknya jelas bagi siswa dan bagi pengajar sendiri.

5. Jenis-jenis prosedur dalam penilaian diantaranya adalah prosedur yang tidak

membedakan dengan jelas adanya dua fase yaitu fase pengukuran dan penilaian,

prosedur penilaian dengan membuat peringkat skor-skor dalam bentuk table-tabel

distribusi, Prosedur penilaian dengan menggunakan persentase dan Prosedur yang

menggunakan teknik statistik

Page 36: Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,Suharsimi. 2007. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan . Jakarta : Bina Aksara

Purwanto, Ngalim. 1997. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran . Bandung :

Remaja Rosdakarya

Sudijono, Anas. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan . Jakarta : Raja Grafindo Persada

http://blogwirabuana.wordpress.com/2011/03/16/penilaian-acuan-norma-pan-dan-

penilaian-acuan-patokan-pap/