Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1
-
Upload
kholifah-z-al-aswaja -
Category
Documents
-
view
283 -
download
2
Transcript of Sistem Pemberian Skor (Angka) _Kelompok 1
Dosen : Ibu Ati Sumiati, S.Pd.,M.Si.
Disusun Oleh :
Dwi Alfrinna Alfalah (8105108060)
Renova (8105108074)
Siti Nurkholifah (8105108128)
Nur Cholifah Pratiwi (8105108130)
Program Studi Pendidikan Akuntansi Non Reguler 2010
Jurusan Ekonomi dan Administrasi
Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Jakarta
2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin , segala puji dan syukur kami ucapkan kepada
Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya maka penyusunan makalah ini dapat
kami selesaikan. Kami mengucapkan terima kasih kepada orang tua kami yang telah
mendukung kami dalam belajar selama ini, kami juga mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Ati Sumiati selaku Dosen Mata kulaih Evaluasi Pengajaran di Universitas
Negeri Jakarta yang banyak membantu kami dalam memahami materi disetiap mata
kuliah yang diajarkan.
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat memberi manfaat bagi
mahasiswa, ataupun masyarakat umum yang membaca dan mempelajarinya.
Pembahasan dalam makalah ini dipaparkan secara praktis dan sederhana sehingga
mudah untuk dipahami.
Seperti pepatah yang mengatakan “tak ada gading yang taj retak” begitu juga
dengan makalah ini yang belum sempurna kami buat. Oleh karena itu kami menerima
kritik dan saran dari para pembaca guna kesempurnaan makalah ini di masa yang akan
datang.
Jakarta, 15 September 2012
Penyusun
DAFTAR ISIKATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I...............................................................................................................................................2
PENDAHULUAN........................................................................................................................2
A. Latar Belakang................................................................................................................2
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan............................................................................................................3
BAB II..............................................................................................................................................4
PEMBAHASAN...........................................................................................................................4
A. Penskoran dan Penilaian................................................................................................4
B. Jenis-Jenis Kunci Pemberian Skor................................................................................6
C. Pedoman Penilaian Penilaian.......................................................................................18
D. Prinsip-Prinsip Penilaian..............................................................................................24
E. Prosedur Pemberian Nilai............................................................................................28
BAB III...........................................................................................................................................32
KESIMPULAN...........................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mendidik adalah tugas utama seorang Guru, di dalam mendidik terdapat kriteria-
kriteria tertentu dalam menentukan apakah siswa atau siswi yang didik tersebut berhasil
dalam mencapai kompetensi mata pelajaran yang di pelajari . Dalam menentukan
keberhasilan tersebut guru harus bisa memberi penskoran dan penilaian yang adil dan
obyektif kepada siswa dan siswinya .
Sama halnya seperti seorang ilmuwan , jika seorang ilmuwan melakukan berbagai
eksperimen di dalam laboratorium maka guru pun melakukan hal yang sama, hanya saja
yang menjadi penelitian untuk seorang guru adalah anak-anak bangsa yang wajib di
cerdaskan secara intelektual dan moral yang baik.
Dalam mencerdasakan anak-anak bangsa , guru harus pandai menentukan teknik-
teknik dalam sistem pemberian skor untuk menilai sejauh mana keberhasilan siswa dan
siswi dalam mengikuti pelajaran. Hasil-hasil tersebut menjadi tolak ukur bagaimana siswa
dan siswi memahami materi pelajaran yang di ajarkan. Dalam memberikan penilaian pun
seorang guru harus memahami apa saja yang menjadi acuan dan prinsip-prinsip dalam
memberikan penilaian secara obyektif kepada siswa dan siswi .
Makalah ini dibuat sebagai bentuk untuk memahami penguasaan konsep terhadap
materi perkuliahan terkait dengan sistem pemberian skor yang harus dikuasai oleh
mahasiswa sebagai seorang calon pendidik. Untuk mencapai kompetensi dasar , makalah
ini di susun dengan menggunakan berbagai sumber dari buku referensi yang
pembahasannya dapat di pertanggungjawabkan dan internet seperti yang terdapat dalam
daftar pustaka.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah perbedaan penskoran dan penilaian ?
2. Apa saja jenis-jenis dalam kunci pemberian skor ?
3. Apa saja yang menjadi pedoman dalam penilaian ?
4. Bagaimana prinsip-prinsip dalam pemberian penilaian ?
5. Apa saja jenis prosedur penilaian ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui perbedaan penskoran dan penilaian
2. Mengetahui jenis-jenis dalam kunci emberian skor
3. Mengetahui teknik-teknik yang tepat untuk memberikan penskoran dan
penilaian.
4. Mampu membandingkan teknik-teknik yang ada dan menyesuaikannya dengan
situasi dan kondisi perkembangan dunia pendidikan.
5. Dapat mengidentifikasi pedoman atau acuan dalam penilaian
6. Dapat menguraikan prinsip-prinsip penilaian
7. Mampu mengklasifikasikan jenis prosedur penilaian
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penskoran dan Penilaian
Penskoran merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes
pekerjaan siswa. Penskoran adalah suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi
angka-angka (mengadakan kuantifikasi).
Angka-angka hasil penskoran tersebut kemudian diubah menjadi nilai-nilai melalui
suatu proses pengolahan tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai itu ada
yang dengan angka, seperti angka dengan rentangan 0-10, 0-100, atau 0-4, dan ada pula
yang dengan huruf A, B, C, D, dan E. Yang terjadi selama ini, banyak diantara para guru
yang masih mencampuradukkan antara 2 pengertian yaitu skor dan nilai.
Skor : Hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka
bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa.
Nilai : Angka ubahan dari skor dengan menggunakan acuan tertentu, yakni acuan
normal atau acuan standar.
Pengubahan skor menjadi nilai dapat dilakukan untuk skor tunggal, misalnya
sesudah memperoleh skor ulangan harian atau untuk skor gabungan dari beberapa ulangan
dalam rangka memperoleh nilai akhir untuk rapor.
Secara rinci skor dapat dibedakan atas tiga macam,yaitu skor yang diperoleh, skor
sebenarnya, dan skor kesalahan. Kelemahan butir tes, situasi yang tidak mendukung,
kecemasan, dan lain-lain faktor dapat berakibat terhadap skor yang diperoleh.
Skor sebenarnya sering juga disebut dengan skor univers – skor alam, adalah nilai
hipotesis yang sangat tergantung dari perbedaan individu berkenaan dengan pengetahuan
yang dimiliki secara tetap.
Perbedaan skor yang diperoleh dan skor yang sebenarnya, disebut dengan istilah
kesalahan dalam pengukuran atau kesalahan skor. Hubungan antara ketiga macam skor
tersebut adalah sebagai berikut :
Skor yang diperoleh = skor sebenarnya + skor kesalahan
Cara menskor hasil tes biasanya disesuaikan dengan bentuk soal-soal tes yang yang
dipergunakan, apakah tes objektif atau tes essay. Untuk soal-soal objektif biasanya setiap
jawaban benar di beri skor 1 (satu) dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0 (nol); total
skor diperoleh dengan menjumlahkan skor yang diperoleh dari semua soal. Untuk soal-
soal essay dalam penskorannya biasanya digunakan cara member bobot kepada setiap soal
menurut tingkat kesukarannya atau banyak-sedikitnya unsure yang harus terdapat dalam
jawaban yang dianggap paling baik. Misalnya: untuk soal nomor 1 diberi skor maksimum
4, untuk soal nomor 3 diberi skor maksimum 6, untuk soal nomor 5 skor maksimum 10,
dan seterusnya.
Di lembaga-lembaga pendidikan kita, masih banyak pengajaran yang melakukan
penskoran soal-soal essay, tanpa pembobotan; setiap soal diberi skor yang sama meskipun
sebenarnya tingkat kesukaran soal-soal dalam tes yang disusunnya itu tidak sama.
Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, terutama dalam penilaian soal-soal essay,
proses penskoran dan penilaian biasanya tidak dibedakan satu sama lain; pekerjaan siswa
langsung diberi nilai, jadi bukan di skor terlebih dahulu. Oleh karena itu, hal ini sering kali
menimbulkan terjadinya halo effect, yang berarti dalam penilaiannya itu diikutsertakan
pula unsure-unsur yang irelevan seperti kerapian dan ketidakrapian tulisan, gaya bahasa,
atau panjang-pendeknya jawaban sehingga cenderung menghasilkan penilaian yang kurang
andal. Hasil penilaian jadi kurang objektif. Jika tes yang berbentuk soal-soal essay tersebut
dinilai oleh lebih dari satu orang, sering kali terjadi perbedaan-perbedaan di antara penilai,
bukan juga hasil penilaian seorang penilai sering kali berbeda terhadap jawaban-jawaban
yang sama dari soal tertentu. Kesalahan seperti ini tidak akan selalu terjadi jika dalam
pelaksanaannya diadakan pemisahan antara proses penskoran dan penilaian.
B. Jenis-Jenis Kunci Pemberian Skor
Disamping penyusunan dan pelaksanaan tes, menskor dan menilai merupakan
pekerjaan yang menuntut ketekunan yang luar biasa dari penilai, ditambah dengan
kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu. Nama lain dari menskor adalah memberi angka.
Dalam hal menskor atau menentukan angka, dapat digunakan tiga macam alat
bantu, yaitu :
1) Pembantu menentukan jawaban yang benar, disebut kunci jawaban
2) Pembantu menyeleksi jawaban yang benar dan yang salah, disebut kunci skoring
3) Pembantu menentukan angka, disebut pedoman penilaian
Keterangan dan penggunaannya dalam berbagai bentuk tes.
a. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk pilihan ganda (Multiple
Choice)
Dengan bentuk tes seperti ini, testte diminta untuk melingkari atau tanda silang
salah satu pilihan jawaban. Dalam hal menentukan kunci jawaban untuk bentuk ini
langkahnya sama seperti soal bentuk betul salah. Hanya untuk soal yang jumlahnya
melebihi 30 buah, sebaiknya menggunakan lembar jawaban dan nomor-nomor urutannya
dibuat sedemikian rupa sehingga tidak memakan tempat.
Dalam menentukan angka untuk tes bentuk pilihan ganda, dikenal 2 macam cara
pula yaitu dengan denda atau rumus tanpa denda. Untuk penskoran soal-soal objektif
jika yang dipergunakan rumus correction for guessing, atau dapat juga disebut system
denda. Rumus perhitungan skor dengan denda adalah :
Untuk multiple choice (obyektif)
Contoh :
- Banyanknya soal = 10 buah
- Yang betul = 8 buah
- Yang salah = 2 buah
- Banyaknya pilihan = 3 buah
Maka skornya adalah = 8 - 2
( 3 – 1 )
= 8 – 1 = 7
Adapun rumus perhitungan skor tanpa denda adalah :
S = R
Keterangan :
S = Skor yang sedang di cari
R = Right (Jumlah Jawaban betul )
Contoh : Tes Hasil belajar menyajikan 10 butir item bentuk multiple choice yang masing-
masing itemnya dilengkapi dengan 5 buah option. Siswa menjawab dengan betul sebanyak
8 butir item , sehingga jawaban yang salah sebanyak 2 butir. Maka skor yang diberikan
adalah S = R = 8
Suatu hal yang perlu di catat ialah, bahwa karena tes obyektif bentuk multiple
choice utem terdiri dari berbagai model yang masing-masing memiliki derajat kesukaran
yang berbeda, maka bobot jawaban betul yang diberikan belum tentu 1, melainkan bisa
saja diberikan bobot 1 ½ , 2, 2 ½ , 3,4, atau 5 misalnya. Dalam hubungan ini , orang yang
paling tahu berapa bobot yang seharusnya diberikan terhadapa jawaban betul itu adalah si
pembuat soal itu sendiri, yaitutester , karena dialah orang yang paling tahu mengenai
S=∑ R−∑W
n−1
dereajat kesukaran yang dimiliki oleh masing-masing butir item yang dikeluarkan dalam
tes hasil belajar. Sehubungan dengan itu, maka apabila dalam pemberian skor itu
ditentukan bobot (weight) yang berbeda-beda, maka kedua rumus yang telah disebutkan di
atas perlu dimodifikasi menjadi sebagai berikut :
S=R−( W❑
0−1)Wt
Rumus tanpa denda :
S = R X Wt
Contoh : Tes hasil belajar bidang studi bahasa arab menyajikan 50 butir item tes obyektif
bentuk multiple choice dengan rincian sebagai berikut :
Nomor urut item Model multiple choice item
Jumlah butir item Bobot jawaban betul
01-10 MCI Model melengkapi 5 pilihan
10 1
11-20 MCI Model asosiasi dengan 5 pilihan
10 1 ½
21-30 MCI Model melengkapi berganda
10 1 ½
31-40 MCI Model analisis hubungan antar hal
10 2
41-50 MCI model analisis kasus
10 4
Total 50 -
Misalkan dalam tes hasil belajar tersebut siswa bernama Erlina dari 50 butir utem tes
tersebut dapat menjawab betul sebagai berikut :
Model multiple choice item Jumlah jawaban betulMelengkapi 5 pilihan 8Asosiasi dengan 5 pilihan 6Melengkapi berganda 4Analisis hubungan antar hal 7Analisis kasus 3
Apabila dalam pemberian skor itu digunakan sanksi berupa denda, maka skor yang
diberikan kepada siswa bernama Erlina adalah sebagai berikut :
Butir item
NomorModel MCI
Option (0)
Jawaban Betul (R)
Jawaban salah (W)
Bobot (Wt)
Skor yang diberikan
S=R−( W❑
0−1)Wt
01-10 Melengkapi 5 pilihan
5 8 2 18−( 2
❑5−1)1=7,50
11-20 Asosiasi dengan 5 pilihan
5 6 4 1 ½ 6−( 4
❑5−1)1 1
2=4,50
21-30 Melengkapi berganda
5 4 6 1 ½ 4−( 6
❑5−1)1
12=1,75
31-40 Analisis hubungan antar hal
5 7 3 27−( 3
❑5−1)2=5,50
41-50 Analisis kasus 5 3 7 43−( 7
❑5−1)4=−4,00
Total 15,25
Adapun apabila dalam pemberian skor dilakukan tanpa memperhotungkan denda, maka
dengan menggunakan rumus : S = R x Wt, skor yang diberikan kepada Erlina adalah
sebagai berikut :
Butir item Nomor Skor01-10 8 x 1 = 811-20 6 x 1 ½ = 921-30 4 x 1 ½ = 631-40 7 x 2 = 1441-50 3 x 4 = 12Total 49
Kalau saja dalam tes hasil belajar tersebut seoraeng siswa dapat menjawab dengan betul
keseluruhan item (50 butir item), maka skor yang diberikan kepada siswa tersebut ialah :
Butir item Nomor Skor01-10 10 x 1 =1011-20 10 x 1 ½ = 1521-30 10 x 1 ½ = 1531-40 10 x 2 = 2041-50 10 x 4 = 40Total 100
Di samping pendapat yang menganggap perlu digunakannya correction for
guessing dalam penskoran, ada pula pendapat yang menganggap bahwa penggunaan rumus
correction for guessing itu tidak ada gunanya dan bahkan tidak mengenai sasarannya.
Adapun alasan dari pendapat yang terakhir ini dikemukakan sebagai berikut:
1) Dalam praktek sulit sekali diketahui mana jawaban yang benar dan atau salah yang
diperoleh sebagai hasil terkaan saja, dan mana yang bukan hasil terkaan.
2) Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan kepada keadaan kita harus
menarik kesimpulan tanpa memiliki data informasi yang lengkap sehingga kemampuan
menggunakan pengetahuan yang tidak lengkap menjadi suatu tujuan mata ajaran
tertentu. Misalnya, sulit bagi kita untuk membedakan secara halus antara nilai 5 ½, 5 ¾,
5 7/8 dan sebagainya. Persoalan ini akan lebih dipersulit lagi dengan adanya kebiasan
yang salah dari para penilai atau pengajar yang hanya memakai rentangan angka 5-8,
ada yang memakai 5-7, dan semacamnya sehingga kualitas yang sama tidak dilukiskan
dengan nilai yang sama. Atau dengan kata lain, untuk kualitas kemampuan atau
penguasaan yang sama terlukiskan dalam angka berbeda-beda bagi setiap penilai.
b. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk betul-salah
Untuk tes bentuk betul-salah (true-false) yang dimaksud dengan kunci jawaban
adalah deretan jawaban yang kita persiapkan untuk pertanyaan atau soal-soal yang kita
susun, sedangkan kunci skoring adalah alat yang kita gunakan untuk mempercepat
pekerjaan skoring.
Oleh karena itu dalam hal ini testee (tercoba) hanya diminta untuk melingkari huruf
B atau S, maka kunci jawaban yang disediakan hanya berbentuk urutan nomor serta huruf
dimana kita menghendaki untuk melingkari atau dapat juga diberi tanda X pada
jawabannya.
Misalnya :
1. B 6. S
2. S 7. B
3. S 8. S
4. B 9. S
5. B 10. B
Ada baiknya kunci jawaban ini ditentukan terlebih dahulu sebelum menyusun soalnya,
agar :
- Dapat diketahui imbangan antara jawab B dan S
- Dapat diketahui letak atau pola jawaban B dan S
Bentuk tes betul-salah sebaiknya disusun sedemikian upa sehingga jumlah jawaban
B hamper sama banyaknya dengan jawaban S, dan tidak dapat ditebak karena tidak
diketahui pola jawabannya. Kunci jawaban untuk tes bentuk ini dapat diganti kunci
skoring yang pembuatannya melalui langkah-langkah sebagai berikut :
Langkah 1 :
Menentukan letak jawaban yang betul.
Misalnya :
1. B - S 3. B - S 5. B - S
2. B - S 4. B - S
Langkah 2 :
Melubangi tempat-tempat lingkaran sedemikian rupa sehingga lingkaran yang
dibuat oleh testee dapat dilihat.
1. B - S 3. B - S 5. B - S
2. B - S 4. B - S
Catatan :
Dengan pengalaman ini dapat kita ketahui bahwa lubang yang terlalu kecil berakibat
tertutupnya jawaban testee, sedangkan lubang yang terlalu besar akan saling memotong.
Oleh karena itu, cara menjawab dengan member tanda silang akan lebih baik daripada
melingkari. Dengan demikian maka tanda yang dibuat akan tampak jelas.
Dalam menentukan angka (skor) untuk tes bentuk B-S ini kit adapt menggunakan 2
cara seperti telah disinggung didepan, yaitu :
- Tanpa hukuman atau tanpa denda
- Dengan hukuman atau dengan denda
Tanpa hukuman adalah apabila banyaknya angka yang diperoleh siswa sebanyak
jawaban yang cocok dengan kunci. Sedangkan dengan hukuman (karena diragukan adanya
unsure tebakan), digunakan 2 macam rumus, tetapi hasilnya sama.
Pertama, dengan rumus :
S = R - W
Singkatan dari :
S = Score
R = Right
W = Wrong
Skor yang diperoleh siswa sebanyak jumlah soal yang benar dikurangi dengan jumlah soal
yang salah.
Contoh :
- Banyaknya soal = 10 buah
- Yang betul = 8 buah
- Yang salah = 2 buah
Angkanya adalah : 8 - 2 = 6
Kedua, dengan rumus :
S = T – 2W
T singkatan dari Total, artinya jumlah soal dalam tes.
Contoh diatas dihitung :
- Banyaknya soal = 10 buah
- Yang salah = 2 buah
- Angkanya adalah = 10 – (2 x 2) = 10 – 4 = 6
c. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk jawaban singkat (Short
answer test)
Tes berbentuk jawaban singkat adalah bentuk tes yang menghendaki jawaban
berbentuk kata atau kalimat pendek. Bentuk tes ini dapat digolongkan kedaam bentuk tes
objektif. Tes bentuk isian ini, dianggap setaraf dengan tes jawaban singkat ini.
Dengan mengingat jawaban yang hanya satu pengertian saja, maka angka bagi tiap
nomor soal mudah ditebak. Usaha yang dikeluarkan oleh siswa sedikit, tetapi lebih sulit
daripada tes bentuk betul-salah atau bentuk pilihan ganda. Sebaiknya tiap soal diberi angka
2. Dapat juga angkah itu kita samakan dengan angka pada bentuk betul-salah atau pilihan
ganda jika memang jawaban yang diharapkannya ringan atau mudah. Tetapi sebaliknya
apabila jawabannya bervariasi misalnya lengkap sekali, lengkap dan kurang lengkap, maka
angkanya dapat dibuat bervariasi pula misalnya 2; 1,5; dan 1.
d. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan (Matching)
Pada dasarnya tes ini adalah bentuk tes pilihan ganda, dimana jawabannya
dijadikan satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya. Satu kesulitan lagi adalah bahwa
jawaban yang dipilih dibuat sedemikian rupa sehingga jawaban yang satu tidak diperlukan
bagi pertanyaan lain.
Kunci jawaban tes bentuk ini dapat berbentuk deretan jawaban yang dikehendaki
atau deretan nomor yang diikuti oleh huruf-huruf yang terdapat didepan alternative
jawaban.
Telah dijelaskan bahwa tes bentuk menjodohkan ini adalah tes bentuk pilihan
ganda yang lebih kompleks. Maka angka yang diberikan sebagai imbalan juga harus lebih
banyak. Sebagai ancar-ancar dapat ditentukan bahwa angka untuk tiap nomor adalah 2.
e. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk uraian (Essay test)
Sebelum menyusun sebuah tes uraian sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu
pokok-pokok jawaban yang kita kehendaki. Dengan demikian, akan mempermudah kita
dalam mengoreksinya.
Ada sebuah saran, langkah-langkah apa yang harus kita lakukan pada waktu kita
mengoreksi dan member angka tes bentuk uraian. Saran tersebut adalah sebagai berikut :
1) Membaca soal pertama dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban. Dengan
membaca seluruh jawaban, kita dapat memperoleh gambaran lengkap tidaknya jawaban
yang diberikan siswa secara keseluruhan.
2) Menentukan angka untuk soal pertam tersebut. misalnya jika jawaban itu lengkap diberi
angka 5, kurang sedikit diberi angka 4, demikian seterusnya.
3) Memberi angka bagi soal pertama
4) Membaca soal kedua dari seluruh jawaban siswa untuk mengetahui situasi jawaban,
dilanjutkan dengan pemberian angka untuk soal kedua
5) Mengulangi langkah-langkah tersebut bagi soal tes ketiga dan seterusnya hingga
seluruh soal diberi angka
6) Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes bentuk
uraian
Dengan membaca terlebih dahulu seluruh jawaban yang diberikan oleh ssiswa, kita
menjadi tahu bahwa mungkin tidak ada seorang pun dari siswa yang menjawab dengan
betul untuk sesuatu nomor soal. Menghadapi situasi seperti ini, kita gunakan cara
pemberian angka yang relatif. Misalnya untuk sesuatu nomor soal jawaban yang paling
lengkap mengandung 3 unsur, padahal kita menghendaki 5 unsur, maka pada jawaban
yang paling lengkap itulah kita berikan angka 5, sedangkan jika menjawab hanya 2 atau 1
unsur, kita berikan angka lebih sedikit. Ini adalah cara memberikan angka dengan
menggunakan atau mendasarkan pada norma kelompok. Apabila memberikan angka
berdasarkan pada standar mutlak, maka langkah-langkahnya akan lain, yaitu :
1) Membaca setiap jawaban yang diberikan siswa dan dibandingkan dengan kunci
jawaban yang telah kita susun
2) Membubuhkan skor disebelah kiri setiap jawaba. Ini dilakukan per nomor
3) Menjumlahkan skor-skor yang telah dituliskan pada setiap soal, dan terdapatlah skor
untuk bagian soal yang berbentuk uraian
Dengan cara kedua ini maka skor siswa tidak dibandingkan dengan jawaban yang
paling lengkap yang diberikan oleh siswa lain, tetapi dibandingkan dengan jawaban yang
sudah ditentukan oleh guru.
Adakalanya kita dituntut untuk memberikan nilai terhadap prestasi belajar siswa
tanpa memberikan skor terlebih dahulu. Misalnya pada ujian lisan. Apabila nilai ujian
diberikan terhadap setiap butir pertanyaan, cukuplah memadai. Bahaya yang mengancam
kita dalah masuknya unsur subjektivitas dalam diri kita sehingga kita seringkali melakukan
hal-hal diluar keadilan. Untuk menguragi masuknya unsure subjektivitas dalam penilaian,
kita dapat menentukan sendiri aspek-aspek yang menjadi bagian dari penilaian. Misalnya
untuk penilaian ujian skripsi :
a. Mutu skripsi yang tersusun, meliputi unsur metodologi dan pembahasan teoritik
b. Cara dan kemampuan mempertahankan kebenaran pendapatnya
c. Luasnya materi pendukung yang digunakan untuk menjawab
d. (untuk pembimbing) kemandirian dan kelancaran dalam konsultasi
Untuk masing-masing aspek dapat ditentukan berapa nilainya, kemudian dijumlah
dan ditentukan nilai akhir.
Dalam menentukan nilai terhadap tiap-tiap aspek ini pun kita dituntut untuk
memberikan pertimbangan yang didasari oleh kebijaksanaan. Sebenarnya kita dapat
mengambil salah satu dari 2 cara dibawah ini, yaitu :
a. Bertitik tolak dari batas bawah, yaitu berfikir dari pekerjaan yang paling jelek diberi
nilai berapa, kemudian membandingkan hasil pekerjaan yang kita hadapi dengan nilai
batas bawah tersebut. dari batas bawah ini kita memberikan tambahan nilai sebanyak
jarak antara nilai batas bawah dengan pekerjaan mahasiswa. Jadi kita berangkat dari
bawah, lalu nik. Menurut pengalaman, pemberian nilai dengan cara ini cenderung
menghasilkan nilai yang rendah.
b. Bertitik tolak dari plafon/batas atas. Dengan cari ini kita berfikir mengenai
kesempurnaan pekerjaan tetapi diukur menurut ukuran mahasiswa, bukan diukur
dengan kemampuan dosen atau ahli-ahli yang kita kagumi. Selanjutnya berangkat dari
nilai batas atas tersebut kita kurangkan sedikit-sedikit sejauh kesenjangan antara nilai
batas dengan pekerjaan mahasiswa yang kita hadapi. Jadi berangkat dari atas kemudian
turun. Menurut pengalaman, pemberian nilai dengan cara ini cenderung menghasilkan
nilai yang tinggi.
Cara ini juga bisa diterapkan untuk menilai tugas atau yang bersifat relatif, yang
berupa unjuk kerja atau penampilan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah tepatnya
waktu penyerahan nilai.
f. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tugas
Kunci jawaban untuk memeriksa tugas merupakan pokok-pokok yang harus
termuat didalam pekerjaan siswa. Hal ini menyangkut criteria teentaang isi tugass. Namun
sebagaai kelengkapan dalam pemberian skor, digunakan suatu tolok ukur tertentu.
Tolok ukur yang disarankan dalam buku ini sebagai ukuran keberhasilan tugas
adalah :
Ketepatan waktu menyerahkan tugas
Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandakan keseriusan siswa/mahasiswa dalam
mengerjakan tugas
Sistematika yang menunjukkan alur keruntutan pikiran
Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi
Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh
guru/dosen
Dalam mempertimbangkan nilai akhir perlu difikirkan peranan masing-masing
aspek kriteria tersebut, misalnya :
A1 - ketepatan waktu, diberi bobot 2
A2 - bentuk fisik, diberi bobot 1
A3 - sistematika, diberi bobot 3
A4 - kelengkapan isis, diberi bobot 3
A5 - mutu hasil, diberi bobot 3
Maka nilai hasil akhir tugas tersebut diberikan dengan rumus :
NAT = 2 x A1 + A2 + 3 x A3 + 3 x A4 + 3 x A5
12
NAT adalah Nilai Akhir Tugas.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa di satu pihak kita lihat adanya peranan
penting yang diberikan kepada nilai-nilai sebagai simbol prestasi akademis siswa, tetapi di
lain pihak kita melihat pula adanya kekurangan cara pemberiannya.
C. Pedoman Penilaian Penilaian
Di dalam setiap kegiatan belajar-mengajar selalu dilakukan penilaian. Hasil
penilaian disajikan dalam bentuk nilai angka atau huruf. Dalam hal ini, ada lembaga
pendidikan yang menggunakan nilai angka dengan skala 0 sampai 100, dan ada pula yang
menggunakan nilai angka itu dengan skala 0 sampai 10. Di perguruan tinggi umumnya
digunakan nilai huruf, yaitu A, B, C, D, atau E atauTL. Jika nilai-nilai huruf itu akan
digunakan untuk menentukan indeks prestasi mahasiswa pada akhir semester atau pada
akhir suatu program pendidikan, nilai-nilai huruf itu di transfer ke dalam nilai angka
dengan bobot masing-masing sebagai berikut A=4, B=3, C=2, D=1, dan F(TL)=0
Nilai angka ataupun huruf itu umumnya merupakan hasil tes atau ujian yang
diberikan oleh guru atau dosen kepada para siswa atau mahasiswanya setelah mereka
mengikuti pelajaran selama jangka waktu tertentu. Nilai-nilai tersebut dimasukkan ke
dalam buku laporan pendidikan atau daftar nilai lainnya.
Nilai-nilai yang dimasukkan ke dalam buku rapor dan lain-lain itu merupakan hasil
pengolahan dan skor mentah yang diperoleh dari pekerjaan siswa dalam tes; atau mungkin
juga merupakan hasil pengolahan dari nilai-nilai subsumatif, nilai tugas penyususnan
makalah, dan nilai ujian akhir semester.
Pengolahan nilai-nilai menjadi nilai akhir seorang siswa dapat dilakukan dengan
mengacu pada kriteria atau patokan tertentu. Dalam hal ini dikenal dengan adanya dua
patokan yang umum dipakai dalam penilaian itu, yaitu “penilaian acuan patokan” dan
“penilaian acuan norma”
1. Penilaian Acuan Patok (PAP)
Suatu penilaian disebut PAP jika dalam melakukan penilaian itu kita mengacu pada
suatu kriteria pencapain tujuan (instruksional) yang telah dirumuskan sebelumnya. Nilai-
nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan siswa
tentang materi pengajaran sesuai dengan tujuan (instruksional) yang telah ditetapkan.
Sebagai contoh , misalkan untuk dapat diterima sebagai calon penerbang di sebuah
lembaga penerbangan, setiap calon harus memenuhi syarat antara lain tinggi badan
sekurang-kurangnya165 cm dan memiliki tingkat kecerdasan (IQ)serendah-rendahnya130
berdasarkan hasil tes yang diadakan oleh lembaga yang bersangkutan. Berdasarkan criteria
atau patokan itu , siapa pun calon yang tidak memnuhi syarat-syarat tersebut dinyatakan
gagal dalam tes atau tidak akan diterima sebagai siswa calon penerbang.
Perlu kiranya dijelaskan di sini bahwa criteria atau patokan yang digunakan dalam
PAP bersifat mutlak. Artinya, kriteria itu bersifat tetap-setidak-tidaknya untuk beberapa
tahun atau jangka waktu tertentu-dan berlaku bagi semua siswa yang mengikuti tes di
lembaga yang bersangkutan.
2. Penilaian Acuan Norma (PAN)
Secara singkat dapat dirumuskan bahwa penilaian acuan norma adalah penilaian
yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok; nilai-nilai yang diperoleh siswa
diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam kelompok itu.
Yang dimaksud dengan “norma” dalam hal ini adalah kapasitas atau prestasi kelompok,
sedangkan yang dimaksud dengan “kelompok” disini adalah semua siswa yang mengikuti
tes tersebut. Jadi, pengertian “kelompok” yang dimaksud dapat berarti sejumlah siswa
dalam suatu kelas, sekolah, rayon, provinsi atau wilayah.
Sebagai contoh kongkret hasil UAN untuk siswa SMP dan SMA/K merupakan
hasil penilaian dengan cara PAP. Akan tetapi, setelah ternyata bahwa nilai-nalai UN itu
pada umunya sangat rendah sehingga tidak memnuhi syarat untuk dinyatakan lulus,
kemudian nilai UN itu diolah ke dalam PAN dengan menggunakan rumus tertentu dengan
maksud agar nilai-nilai tersebut dapat diperbesar. Rumus yang digunakan adalah :
p+q+nR(2+n)
Keterangan :
P = nilai rapor semester lima
q = nilai rata-rata subsumatif semester enam
R= Nilai UN murni
n = koefisien dari R
Dengan ketentuan bahwa rentangan harga atau koefisien R bergeral dari 2 sampai
0,5. Adanya rentangan harga n ini dimaksudkan agar masing-masing provinsi dapat
menggunakan nilai UN disesuaikan dengan kondisi wilayahnya.
Pengolahan nilai dengan cara PAN dapat pula dilakukan dengan statistik. Dalam
hubungan ini, penentuan norma kelompok besarnya prestasi kelompok yang merupakan
acuan penilaian (lihat kembali perumusan tentang PAN) menggunakan angka rata-rata
(mean) atau median. Jika hasil tes dari suatu kelompok menunjukkan kurva yang
mendekati normal, untuk menyatakan normal kelompok sebaiknya digunakan mean; dan
jika hasil tes itu ternyata menunjukkan kurva yang miring positif atau negatif, lebih dapat
menggunakan median sebagai norma atau prestasi kelompok. Untuk menentukan lebar
jarak skala nilai digunakan rentangan tertentu yang dihitung berdasarkan besarnya devisa
standar-bagi penilaian yang menggunakan mean sebagai norma kelompok atau
menggunakan rentangan persentilk-bagi penilaian yang menggunakan median sebagai
norma kelompok.
Pengolahan nilai secara PAN dapat pula dilakukan dengan statistic. Dalam
hubungan ini, penentuan norma kelompok besarnya prestasi kelompok yang merupakan
acuan penilaian menggunakan angka rata-rata atau median. Jika hasil tes suatu kelompok
menunjukkan kurva yang mendekati normal, untuk menyatakan norma kelompok
sebaiknya digunakan mean; dan jika ternyata hasil tes tersebut menunjukkan kurva yang
miring positif atau negative, lebih dapat menggunakan median sebagai norma atau prestasi
kelompok. Untuk menentukan lebar jarak skala nilai digunakan rentangan tertentu yang
dihitung berdasarkan besarnya deviasi standar-bagi penilaian yang menggunakan mean
sebagai norma kelompok atau menggunakan rentangan presentik- bagi penilaian yang
menggunakan median sebagai norma kelompok.
Seperti yang sudah disinggung sedikit tentang penggunaan PAN dan PAP. Didalam
PAP, siswa digantungkan dengan sebuah standar tertentu, yang dalam uraian sebelum ini,
dibandingkan dengan standar mutlak, yaitu standar 100. Penggunaan standar mutlak ini
terutama dipertahankan dalam penerapan prinsip tuntas.
Dalam penggunaan PAN, prestasi belajar seorang siswaa dibandingkan dengan
siswa lain dalam kelompoknya. Kualitas seseorang sangat dipengaruhi oleh kualitas
kelompoknya.
Dasar pikiran dari penggunaan standar ini adalah adanya asumsi bahwa di setiap
populasi yang heterogen, tentu terdapat :
1) Kelompok baik
2) Kelompok sedang
3) Kelompok kurang
Dimulai dengan bakat yang dibawa sejak lahir yang dalam hal ini tampak sebagai
indeks kecerdasan atau IQ, maka seluruh populasi tergambar sebagai sebuah kurva normal.
Apabila anak-anak itu belajar, maka prestasi atau hasil belajar yang diakibatkan itu pun
akan tergambar sebagai kurva normal.
kurva normal kurva normal
Intelligence Quotient prestasi belajar
Penggunaan penilaian dengan norma kelompok atau noma relatif ini untuk pertama
kali dikemukakan pada tahun 1908 (Cureton 1971), dengan landaan dasara bahwa tingkat
pencapaian belajar siswa akan tersebar kurva normal. Dengan demikian maka penilaian
berdasarkan kurva normal merupakan hal yang tidak dapat dibantah lagi. Apabila standar
relatif dan standar mutlak ini dihubungkan dengan pengubahan skor menjadi nilai, akan
terlihat demikian :
a. Dengan standar mutlak
1) Pengmbangan skor terhadap siswa, didasarkan atas pencapaian siswa terhadap
tujuan yang ditentukan
2) Nilai diperoleh dengan mencari skor rata-rata langsung dari skor asal (skor mentah)
Contoh :
- Dari ulangan ke-1, memperoleh skor 60 (mencapai 60% tujuan)
- Dari ulangan ke-2, memperoleh skor 80 (mencapai 80% tujuan)
- Dari ulangan ke-3, memperoleh skor 50 (mencapai 50% tujuan)
Maka nilai siswa tersebut : 60+80+50
3=63,3 dibulatkan menjadi 63
b. Dengan standar relatif
1) Pemberian skor terhadap siswa juga didasarkan atas pencapaian siswa terhadap
tujuan yang ditentukan
2) Nilai diperoleh dengan 2 cara :
a. Mengubah skor dari tiap-tiap ulangan lalu diambil rata-ratanya
b. Menjumlahkan skor tiap-tiap ulangan, baru diubah ke nilai
Persamaan dan Perbedaan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan
Patokan (PAP)
Penilaian Acuan Norma dan Penilaian Acuan Patokan mempunyai beberapa
persamaan sebagai berikut:
1. Penilaian acuan norma dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan evaluasi spesifik
sebagai penentuan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut termasuk tujuan
intruksional umum dan tujuan intruksional khusus
2. Kedua pengukuran memerlukan sample yang relevan, digunakan sebagai subjek yang
hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sample yang diukur mempresentasikan populasi
siwa yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan.
3. Untuk mandapatkan informasi yang diinginkan tenyang siswa, kedua pengukuran sama-
sama nenerlukan item-item yang disusun dalam satu tes dengan menggunakan aturan
dasar penulisan instrument.
4. Keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan diukur.
5. Keduanya menggunakan macam tes yang sama seperti tes subjektif, tes karangan, tes
penampilan atau keterampilan.
6. Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya.
7. Keduanya digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda.
Perbedaan kedua penilaian adalah sebagai berikut:
1. Penilaian acuan norma biasanya mengukur sejumlah besar perilaku khusus dengan
sedikit butir tes untuk setiap perilaku. Penilaian acuan patokan biasanya mengukur
perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan banyak butir tes untuk setiap
perilaku.
2. Penilaian acuan norma menekankan perbedaan di antara peserta tes dari segi tingkat
pencapaian belajar secara relatif. Penilaian acuan patokan menekankan penjelasan
tentang apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap peserta tes.
3. Penilaian acuan norma lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai tingkat
kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan terlalu sulit.
Penilaian acuan patokan mementingkan butir-butir tes yang relevan dengan perilaku
yang akan diukur tanpa perduli dengan tingkat kesulitannya.
4. Penilaian acuan norma digunakan terutama untuk survey. Penilaian acuan patokan
digunakan terutama untuk penguasaan.
D. Prinsip-Prinsip Penilaian
Kira-kira dua-tiga decade yang lalu, atau mungkin bahkan hingga kini, masih
banyak orang berpendapat bahwa “siapa yang menguasai materi, dengan sendirinya bisa
mengajarkannya; dan (implicit di dalamnya) siapa yang bisa mengajar, dengan sendirinya
dapat pula melakukan penilaian”. Akan tetapi, parallel dengan berkembangnya teknologi
pendidikan, termasuk di dalamnya teknologi pengukuran dan penilaian prestasi belajar
siswa, dalil tersebut sudah mulai luntur, kini banyak orang- khususnya para guru atau
pengajar – mulai menyadari bahwa masalah pengukuran dan penilaian prestasi belajar
siswa bukanlah pekerjaan yang mudah, yang dapat dilakukan secara intuitif atau secara
trial and error saja. Untuk dapat melakukan pengukuran dan penilaian secara efektif
diperlukan latihan dan penguasaan teori-teori yang relevan dengan tujuan dari proses-
belajar-mengajar sebagai bagian yang tidak terlepas dari kegiatan pendidikan sebagai suatu
sistem.
Sehubungan dengan itu, dalam uraian berikut ini akan dibicarakan beberapa prinsip
penilaian yang perlu diperhatikan sebagai dasar dalam pelaksanaan penilaian; sesudah itu
akan dibicarakan pula tentang prosedur pemberian nilai.
Adapun beberapa prinsip penilaian itu ialah sebagai berikut:
1. Penilaian hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran yang komperhensif. Ini berarti
bahwa penilaian didasarkan atas sampel prestasi yang cukup banyak, baik macamnya
maupun jenisnya. Untuk itu dituntut pelaksanaan penilaian secara sinambung dan
penggunaan bermacam-macam teknik pengukuran. Dengan macam dan jumlah ujian
yang lebih banyak, prestasi siswa dapat diungkapkan secara lebih mantap meskipun
harus pula dicatat bahwa banyaknya macam dan jumlah ujian harus dibarengi dengan
kualitas soal-soalnya, yang sesuai dengan fungsinya sebagai alat ukur.
2. Harus dibedakan antara penskoran dengan penilaian. Hal ini harus dibicarakan dalam
uraian terdahulu. Penskoran berarti proses pengubahan prestasi menjadi angka-angka,
sedangkan dalam penilaian kita memproses angka-angka hasil kuantifikasi prestasi itu
dalam hubungannya dengan “kedudukan” personal siswa yang memperoleh angka-
angka tersebut didalam skala tertentu, misalnya skala tentang baik-buruk, bisa
diterima-tidak bisa diterima, dinyatakan lulus-tidak lulus. Dalam penskoran, perhatian
terutama ditujukan kepada kecermatan dan kemantapan; sedangkan dalam penilaian,
perhatiannya terutama ditujukan kepada validitas dan kegunaan.
3. Dalam proses pemberian nilai hendaknya diperhatikan adanya dua macam orientasi,
yaitu penilaian yang norms-referenced dan yang criterion-referenced. Norms-
referenced adalah penilaian yang diorientasikan kepada suatu kelompok tertentu; jadi,
hasil evaluasi perseorangan siswa dibandingkan dengan kelompoknya. Prestasi
kelompoknya itulah yang dijadikan patokan atau norm dalam menialai siswa secara
perseorangan. Penilaian norms-referenced selalu bersifat kompetitif intrakelompok.
Criterion-referenced ialah penilaian yang dioreientasikan kepada suatu standar
absolute, tanpa dihubungkan dengan suatu kelompok tertentu. Misalnya, oenilaian
prestasi siswa yang didasarkan atas suatu kriteria pencapaian tujuan instruksional dari
suatu mata pelajaran atau bagian dari mata pelajaran yang diharapkan dikuasai oleh
siswa setelah melalui sejumlah pengalaman belajar tertentu. Penilaian criterion-
referenced sangat relevan bagi lembaga pendidikan yang telah menggunakan
kurikulum yang berdasarkan kompetensi.
4. Kegiatan pemberian nilai hendaknya merupakan bagian integral dari proses belajar-
mengajar. Ini berarti bahwa tujuan penilaian, disamping untuk mengetahui status siswa
dan menaksir kemampuan belajar serta penguasaannya terhadap bahan pelajaran, juga
digunakan sebagai feedback, baik kepada siswa sendiri maupun bagi guru atau
pengajar. Dari hasil tes, pengajar dapat menetahui kelebihan dan kelemahan siswa
tertentu sehingga selanjutnya ia dapat melakukan koreksi terhadap kesalahan yang
dibuatnya dan atau member reinforcemence bagi prestasinya yang baik. Bagi guru –
meskipun umumnya jarang dilakukan- seharusnya hasil penilaian para siswanya itu
dipergunakan untuk “mawas diri” sehingga ia dapat mengetahui dimana letak
kelemahan atau kekurangannya. Mungkin metode mengajar yang dipergunakannya
kurang tepat, atau baha pelajaran terlalu sukar dan tidak sistematis cara penyajiannya,
atau sikap pengajar yang tidak selalu memburu-buru setiap tugas yang diberikan, atau
mungkin juga alat evaluasinya yang tidak memenuhi syarat-syarat penyusunan soal
dan tidak atau kurang relevan dengan materi pelajaran yang telah diberikan. Ini semua
akan dapat dilakukan dengan baik jika guru benar-benar ikhlas dan beritikad baik
untuk meningkatkan kualitas profesinya. Ia menyadari bahwa kegagalan siswa tidak
automatis selalu merupakan tanggung jawab siswa, setidak-tidaknya menyadari bahwa
kegiatan belajar-mengajar itu pada hakikatnya adalah suatu proses komunikasi dua
arah, bahwa di dalam proses belajar-mengajar, baik siswa maupun pengajar sama-sama
belajar.
5. Penilaian harus bersifat komparabel. Artinya, setelah tahap pengukuran yang
menghasilkan angka-angka itu dilaksanakan, prestasi-prestasi yang menduduki skor
yang sama harus memperoleh nilai yang sama pula. Atau, jika dilihat dari segi lain,
penilaian harus dilakukan secara adil, jangan sampai terjadi penganakemasan atau
penganaktirian. Penilaian yang tidak adil mudah menimbulkan frustasi pada siswa,
yang selanjutnya dapat merusak perkembangan psikis siswa dan mahasiswa sehingga
pembentukan afektif dirusak karenanya.
6. System penilaian yang dipergunakan hendaknya jelas bagi siswa dan bagi pengajar
sendiri. Sumber ketidakberesan dalam penilaian terutama adalah tidak jelasnya system
penilaian itu sendiri bagi para guru; apa yang dinilai serta macam skala pe nilaian yang
dipergunakan dan makna masing-masing skala itu. Apa pun skala yang dipakai dalam
penilaian, hendaknya dipahami benar-benar apa isi dan maknanya.
Meskipun untuk masing-masing sekolah dan lembaga pendidikan tinggi umumnya
telah ditentukan criteria bagi tiap skala penilaian yang dipergunakannya, kriteria yang
hanya dinyatakan secara umum, seperti baik sekali-baik-cukup-sedang-kurang-kurang
sekali, belum dapat memberikan kejelasan yang memadai bagi keperluan penilaian yang
lebih baik. Dalam usaha merumuskan karakteristik siswa beserta prestasinya yang secara
ideal menggambarkan tingkat nilai pada tiap anak, skala penilaian demi pengembangan
sistem penilaian kiranya perlu dipertimbankan.
E. Prosedur Pemberian Nilai
Untuk dapat melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa dengan baik, perlu
kita kaji beberapa prosedur penilaian dari yang sangat sederhana dan mengandung banyak
kelemahan sampai kepada yang lebih rumit dan sophisticated. Dengan pengkajian ini
diharapkan kita dapat memahami kelemahaan-kelemaha maupun kebaikan yang
terkandung di dalam setiap prosedur penilaian.
1. Prosedur penilaian yang paling sederhana atau mungkin juga dapat dikatakan paling tua
dan banyak dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan kita, ialah prosedur yang tidak
membedakan dengan jelas adanya dua fase yaitu fase pengukuran dan penilaian.
Prosedur ini mengandung lebih banyak kelemahan dari pada kebaikan. Dalam
pelaksanaanya sering dikacaukan antara penskoran dan penilaian, atau yang lebih lazim
lagi angka atau skor yang sebenarnya merupakan “biji”, langsung dianggap sebagai
nilai, yang kemudian dipergunakan sebagai alat untuk menentukan vonnis kepada siswa
atau mahasiswa yang memperoleh “biji” tersebut.
seorang pengajar yang memberikan angka 6 pada pekerjan seorang siswa sudah implicit
di dalam benaknya mengatakan bahwa siswa tersebut “lulus”. Jadi, sambil memberi
skor sekaligus pengajar itu menilai, dan nilainya itulah angka yang diperoleh dari
penskoran. Cara demikian segera dapat kita lihat kelemahnnya, yakni bahwa angka 6
yang kemudian dikenakan sebagai nilai itu belum tentu mempunyai harkat yang sama
dengan angka 6 yang dibuat oleh guru lain. Apalagi jika diingat bahwa rentangan nilai
yang d ipergunakan guru-guru dalam angka 0-10 masih berbeda-beda.
2. Prosedur ini dan berikutnya adalah prosedur yang telah memisahkan fase pengukuran
dan fase penilaian dengan berbagai variaso, mulai dari yang relative sederhana sampai
dengan yang lebih rumit dan sophiscated. Yang pertama ialah prosedur penilaian
dengan membuat peringkat skor-skor dalam bentuk table-tabel distribusi dengan
membuat rentangan skor teoritis . jika kemudian skor-skor yang diperoleh siswa
dimasukkan ke dalam rentangan skor teoritis itu , maka rentangan dan distribusi skor-
skor actual itu dapat diperiksa secara visual bagaimana bentuk distribusi frekuensinya
sehingga sekaligus kita dapat melihat apakah tes itu terlalu mudah , terlalu sukar, atau
sedang bagi kelompok siswa yang bersangkutan. Dari pemeriksaan secara visual
demikian itulah penilai dapat menetapkan batas-batas penilaian sesuai dengan distribusi
kelompok skor yang terlukis di dalam table. Dalam hal ini , peran guru atau penilai
dituntut tanggung jawab profesionalnya dalam menentukan batas persyaratan
penguasaan minimal dari hasil tes yang telah ditabulasikan itu.
Hal ini yang perlu diperhatikan , dengan penggunaan prosdur “distribusi peringkat ini
guru atau penilai sekaligus menerapkan kedua orientasi penilaian, yaitu penilaian norm-
oriented dalam bentuk kompetisi intrakelompok dan penila criterion oriented yaitu dari
segi penguasaan minimal yang diharapkan sesuai dengan kapasitas (prestasi actual)
kelompok atau kelas masing-masing.
3. Prosedur penilaian dengan menggunakan persentase (%) banyak digunakan karena
dianggap lebih sederhana dan praktis. Penilaian dengan persentase ini umumnya
dikaitkan dengan skala penilaian 0-10 atau 0-100, dengan langsung mentransformasikan
persentase yang dimaksud menjadi nilai. Misalnya 50% benar sama dengan nilai 5
(dalam skala penilaian 0-10).
Prosedur ini didasarkan atas anggapan bahwa proses pengukuran yang dipergunakan
sebagai dasar untuk menghitung persentase itu telah mempergunakan alat-alat yang
memadai dan dianggap baik.noleh karena itu , keandalan hasil penilaian dengan
persentase ini sangat bergantung pada apakah “meteran” yang dipakai sebagai dasar
perhitungan persentase itu benar atau tidak.
4. Prosedur yang menggunakan teknik statistikk yang lebih kompleks, yaitu yang
dinamakan prosedur perstandardisasian dan penormalisasian. Dikatakan
penstandardisasian karena dalam mentransprmasikan skor-skor hasil pengukuran suatu
kelompok siswa menggunakan rentangan yang disebut deviasi standar yaitu
penyimpangan rata-rata yang di sebut mean. Proses penstandardisasian ini kemudian
diteruskan dengan penormalisasian yaitu distribusi skor-skor itu dikonfrontasikan
dengan distribusi kurva normal. Hal inilah yang menunjukan salah satu kelemahan dari
prosedur penstandardisasian dan penormalisasian itu. Kelemahan lain ialah : prosedur
ini hanya dapat memberikan informasi kepada kita mengenai posisi atau kedudukan
prestasi perseorangan di dalam kelompoknya, sebereapa jauh seorang siswa
menyimpang dari prestasi rata-rata kelompoknya, tetapi sama sekali tidak menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan persyaratan penguasaan minimal
yang dikehendaki atau dengan penilaian yang bersifat criterion-oriented.
Prosedur penilaian yang menggunakan teknik statistik seperti diuraikan di atas
cocok dan baik digunakan jika:
1) Pancaran skor-skor actual yang diperoleh mendekati pencaran kurva normal;
2) Jumlah kasus(siswa yang dites) cukup besar:minimal 50,atau lebih baik lagi jika 100
ke atas.
Oleh karena itu, untuk penilaian terhadap hasil-hasil ujian akhir sekolah yang
biasanya dilaksanakan secara rayonisasi,atau ujian masuk perguruan tinggi yang biasanya
diikuti oleh sejumlah besar siswa, prosedur penilaian terakhir ini lebih dapat
dipertanggungjawabkan penggunaannya.
Hal ini yang perlu juga disinggung dalam uraian tentang prosedur penilaian di sini
ialah penilaian akhir yang didasarkan atas hasil penilaian-penilaian sebelumnya. Misalnya
penilaian terhadap prestasi seorang mahasiswa yang telah mengikuti beberapa ujian dan
mengerjakan berbagai tugas di laboratorium, membuat makalah, dan sebagainya dalam
suatu mata kuliah selama satu semester. Pada prinsipnya, semua informasi hasil penilaian
terlebih dulu harus dikuantifikasikan, yaitu dinyatakan dalam bentuk angka-angka.
Untuk tes dengan soal-soal objektif hal ini dengan mudah dapat dilaksanakan,
tetapi untuk soal-soal subjektif dan yang tidak berbentuk tes(karya tulis atau makalah,
praktek di laboratorium, dan sebagainya) pengangkaannya dapat dilakukan dengan
mengadakan “pembobotan” (weighting). Menurut pelaksanaannya, nilai akhir seorang
mahasiswa diperoleh dengan mengalikan skor-skor dari tes dan tugas-tugas dengan bobot-
bobot itu. Prinsip pembobotan ini sejalan dengan prosedur perhitungan Indeks Prestasi (PI)
seperti yang biasa dikenakan terhadap mahasiswa pada akhir program studinya dilembaga
yang bersangkutan.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian-uraian singkat yang telah di tulis, maka dapat si simpulkan sebagai berikut:
1. Menskor adalah suatu tindakan pengukuran yaitu pemberian angka kepada suatu
atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obuek tertentu
menurut aturan atau formulasi yang jelas. Penilaian adalah suatu proses untuk
mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui
pengukuran (score) hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun non tes.
2. Dalam menentukan pemberian skor terdapat jenis-jenis kunci yang berbeda
tergantung dari setiap jenis tes yang diberikan apakah tes bentuk pilihan ganda
(Multiple Choice) , tes bentuk betul-salah, tes bentuk jawaban singkat (Short
answer test), tes bentuk menjodohkan (Matching), tes bentuk uraian (Essay test)
dan tes bentuk tugas.
3. Untuk menginterpretasikan suatu skor menjadi nilai atau mengolah skor menjadi
nilai diperlukan suatu acuan atau pedoman. Terdapat dua acuan guna menafsirkan
skor menjadi nilai. Kedua pendekatan ini memiliki tujuan, proses, standard an juga
akan menghasilkan nilai yang berbeda. Karena itulah pemilihan dengan tepat
pendekatan yang akan digunakan menjadi penting. Kedua pendekatan tersebut
adalah criterion-referenced atau Pendekatan Acuan Patokan (PAP) dan norms-
referenced atau Pendekatan Acuan Norma (PAN)
4. Prinsip penilaian yang perlu diperhatikan sebagai dasar dalam pelaksanaan
penilaian diantaranya adalah Penilaian hendaknya didasarkan atas hasil
pengukuran yang komperhensif, Harus dibedakan antara penskoran dengan
penilaian ,Dalam proses pemberian nilai hendaknya diperhatikan adanya dua
macam orientasi yaitu penilaian yang norms-referenced dan yang criterion-
referenced . Kegiatan pemberian nilai hendaknya merupakan bagian integral dari
proses belajar-mengajar, Penilaian harus bersifat komparabel dan System penilaian
yang dipergunakan hendaknya jelas bagi siswa dan bagi pengajar sendiri.
5. Jenis-jenis prosedur dalam penilaian diantaranya adalah prosedur yang tidak
membedakan dengan jelas adanya dua fase yaitu fase pengukuran dan penilaian,
prosedur penilaian dengan membuat peringkat skor-skor dalam bentuk table-tabel
distribusi, Prosedur penilaian dengan menggunakan persentase dan Prosedur yang
menggunakan teknik statistik
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi. 2007. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan . Jakarta : Bina Aksara
Purwanto, Ngalim. 1997. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran . Bandung :
Remaja Rosdakarya
Sudijono, Anas. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan . Jakarta : Raja Grafindo Persada
http://blogwirabuana.wordpress.com/2011/03/16/penilaian-acuan-norma-pan-dan-
penilaian-acuan-patokan-pap/