SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH PRODUK OLAHAN … · Nilai Tambah Produk Olahan Ubi Jalar ... 10...

77
SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH PRODUK OLAHAN UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) DI DESA CIKARAWANG DAN DESA PETIR, KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR FEBRIANI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Transcript of SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH PRODUK OLAHAN … · Nilai Tambah Produk Olahan Ubi Jalar ... 10...

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH PRODUK OLAHAN UBI JALAR (Ipomoea batatas L.)

DI DESA CIKARAWANG DAN DESA PETIR, KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR

FEBRIANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Produk Olahan Ubi Jalar (Ipomoea batatas, L.) di Desa Cikarawang dan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Febriani NIM H34090047

ABSTRAK FEBRIANI. Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Produk Olahan Ubi Jalar (Ipomoea batatas, L.) di Desa Cikarawang dan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh RITA NURMALINA. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan protein yang relatif murah untuk konsumsi. Petani memiliki ketergantungan yang tinggi kepada pedagang pengumpul, kurangnya akses pasar serta informasi harga di tingkat petani menjadikan posisi tawar petani rendah, dan adanya kegiatan pengolahan ubi jalar. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sistem pemasaran dan nilai tambah olahan ubi jalar. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis lembaga dan fungsi pemasaran, saluran pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar; menganalisis marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya; menghitung nilai tambah pangsit, tepung, dan kremes. Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan dan wawancara langsung kepada petani dan pelaku usaha olahan ubi jalar di Desa Cikarawang dan Desa Petir menggunakan metode purposive sampling, sedangkan untuk lembaga pemasaran pengambilan data dilakukan dengan mengikuti aliran informasi dari lembaga pemasaran sebelumnya dan purposive sampling. Hasil penelitian sistem pemasaran menunjukkan bahwa saluran III relatif efisien dalam menyalurkan ubi jalar grade A, B sedangkan saluran I relatif efisien dalam menyalurkan ubi jalar grade C. Hasil penelitian nilai tambah olahan ubi jalar menunjukkan bahwa pangsit memiliki rasio nilai tambah dan tingkat keuntungan terbesar dibanding olahan ubi jalar lainnya. Kata kunci: marjin pemasaran, saluran pemasaran, struktur pasar, nilai tambah

ABSTRACT

FEBRIANI. Marketing System and Value Added of Sweet Potato (Ipomoea batatas, L.) product in Cikarawang Village and Petir Village, Sub-district Dramaga, Bogor Regency. Supervised by RITA NURMALINA. Sweet potato is a source of carbohydrat and protein, relatively inexpensive for consumption. The farmers had high dependency to the middleman, the lack of market access and price information in farmer’s level lead the bargaining position of the farmers low, and the activity of sweet potatoes processing. Therefore, the research is conducted to determine the marketing systems and value-added of processed sweet potato product. The objective of this research is to analyze the agency and functions of marketing, marketing channel, market structure and market behavior; to analyze marketing margin, farmer’s share, and the ratio of benefits to costs; to calculate value-added of dumpling, flour, and cracker. Data collection was held by observation and interviews to the farmers and entrepreneurs of processed sweet potato products in the Cikarawang village and Petir village by purposive sampling method, whereas for the marketing agency data collection was held by following the flow of information from the previous marketing agency and purposive sampling. The results are shown that the third channel was relatively efficient to distribute grade A and B sweet potato, while the first channel was relatively efficient to distribute grade C sweet potato. The results of value added analysis of processed sweet potato products have shown that the value added ratio and profit level of dumpling was the highest than other processed sweet potato products. Keywords: marketing margin, marketing channel, market structure, value-added

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH PRODUK OLAHAN UBI JALAR (Ipomoea batatas, L.)

DI DESA CIKARAWANG DAN DESA PETIR, KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR

FEBRIANI

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

Judul Skripsi : Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Produk Olahan Ubi Jalar (Ipomoea batatas, L.) di Desa Cikarawang dan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor

Nama : Febriani NIM : H34090047

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah sistem pemasaran dan nilai tambah, dengan judul Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Produk Olahan Ubi Jalar (Ipomoea batatas, L.) di Desa Cikarawang dan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, saran, kesabaran, dan waktu kepada penulis selama penulisan skripsi. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama dan Rahmat Yanuar, SP Msi selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini, serta kepada Dr Ir Rachmat Pambudy, MS selaku wali akademik selama masa perkuliahan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Evrina, SP dari Badan Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Dramaga, Bapak Ahmad Bastari dari Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terakhir penulis sampaikan terima kasih atas segala dukungan dari rekan-rekan Agribinis 46 dan Asrama TPB. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Febriani

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 5 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5 TINJAUAN PUSTAKA 5 Deskripsi Ubi Jalar 5 Definisi Agroindustri 6 Produk Olahan Ubi Jalar 7 Penelitian Terdahulu 8 KERANGKA PEMIKIRAN 9 Kerangka Pemikiran Teoritis 9 Konsep Pemasaran 9 Lembaga dan Fungsi Pemasaran 10 Saluran Pemasaran 12 Struktur Pasar 13 Perilaku Pasar 14 Marjin Pemasaran 14 Farmer’s Share 15 Rasio Keuntungan dan Biaya 15 Nilai Tambah Hayami 16 Kerangka Pemikiran Operasional 16 METODE PENELITIAN 19 Lokasi dan Waktu Penelitian 19 Jenis dan Sumber Data 19 Metode Pengumpulan Data 19 Metode Pengolahan dan Analisis Data 20 Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran 20 Analisis Saluran Pemasaran 20 Analisis Struktur Pasar 20 Analisis Perilaku Pasar 20 Analisis Marjin Pemasaran 21 Analisis Farmer’s Share 21 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya 21 Analisis Nilai Tambah 22 HASIL DAN PEMBAHASAN 22 Kondisi Umum Wilayah Penelitian 22 Gambaran Umum Desa Cikarawang 22 Gambaran Umum Desa Petir 24 Gambaran Umum Usahatani Ubi Jalar 25 Karakteristik Petani Responden 28 Umur 28

Tingkat Pendidikan 29 Status Usahatani Ubi Jalar 29 Pengalaman Usahatani 29 Luas Lahan 30

Karakteristik Pedagang Responden 30 Umur 30 Tingkat Pendidikan 31 Gambaran Umum Usaha Pengolahan Ubi Jalar 31 Pangsit Ubi Jalar 32 Tepung Ubi Jalar 34 Kremes Ubi Jalar 35 Sistem Pemasaran Ubi Jalar 37 Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran 37 Analisis Saluran Pemasaran 41 Analisis Struktur Pasar 45 Analisis Perilaku Pasar 47 Analisis Marjin Pemasaran 50 Analisis Farmer’s Share 53 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya 54 Nilai Tambah Produk Olahan Ubi Jalar 55 Analisis Nilai Tambah 55 SIMPULAN DAN SARAN 58 DAFTAR PUSTAKA 60 RIWAYAT HIDUP 65

DAFTAR TABEL

1 Kandungan gizi dan kalori beras, jagung, ubi jalar, ubi kayu 1 2 Perkembangan ekspor ubi jalar Indonesia tahun 2009-2012 2 3 Produksi ubi jalar di Kabupaten Jawa Barat tahun 2010-2011 3 4 Karakteristik struktur pasar pangan dan serat berdasarkan sudut pandang penjual dan pembeli 13 5 Prosedur analisis nilai tambah metode Hayami 22 6 Penggolongan usia penduduk di Desa Cikarawang tahun 2012 23 7 Mata pencaharian penduduk di Desa Cikarawang tahun 2012 23 8 Tingkat pendidikan penduduk di Desa Petir tahun 2012 24 9 Mata pencaharian penduduk di Desa Petir tahun 2012 25 10 Karakteristik petani responden berdasarkan umur 29 11 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikan 29 12 Status usahatani petani responden 29 13 Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani 30 14 Karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan usahatani ubi jalar 30 15 Karakteristik pedagang responden berdasarkan umur 31 16 Karakteristik pedagang responden berdasarkan tingkat pendidikan 31 17 Rincian kebutuhan bahan penolong pembuatan pangsit 32 18 Pembagian kerja dan upah tenaga kerja pembuatan tepung ubi jalar 35 19 Rincian kebutuhan bahan penolong pembuatan kremes 36 20 Pelaksanaan fungsi lembaga pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang 37 21 Struktur pasar yang dihadapi setiap lembaga pemasaran di Desa Cikarawang 46 22 Perilaku pasar antar tingkat lembaga pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang 47 23 Marjin pemasaran ubi Jalar di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor 51 24 Farmer’s share pada saluran pemasaran di Desa Cikarawang 53 25 Rasio keuntungan dan biaya pada saluran pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang 54 26 Harga ubi jalar dari petani berdasarkan produk olahan ubi jalar di Desa Cikarawang dan Petir 55 27 Analisis nilai tambah olahan ubi jalar (pangsit, tepung, kremes) dengan metode Hayami 57

DAFTAR GAMBAR

1 Marjin pemasaran 14 2 Kerangka pemikiran operasional 18 3 Tanaman ubi jalar dan lahan milik petani responden 26 4 Hasil panen ubi jalar berdasarkan grade dan penimbangan ubi jalar 28 5 Produk olahan ubi jalar (pangsit, tepung, kremes) 32 6 Tahap pembuatan pangsit ubi jalar 33

7 Tahap pembuatan tepung ubi jalar 34 8 Tahap pembuatan kremes ubi jalar 36 9 Kegiatan pengupasan dan pengemasan ubi jalar 39 10 Kegiatan penjualan ubi jalar di Pasar Induk Kramat Jati 40 11 Penjualan ubi jalar di tingkat pedagang pengecer 41 12 Skema saluran pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang 42

DAFTAR LAMPIRAN

1 Luas panen, produktivitas, dan produksi ubi jalar seluruh provinsi di Indonesia tahun 2012 62 2 Data petani responden di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor tahun 2013 63 3 Biaya pemasaran yang dikeluarkan lembaga pemasaran pada setiap

saluran 64

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada masa krisis moneter, sektor pertanian memiliki pertumbuhan positif dibandingkan dengan sektor lainnya. Oleh karena itu, sektor pertanian melalui komoditas-komoditasnya dapat memberikan peningkatan nilai bagi PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia. Hal ini didukung dengan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia pada triwulan III-2012 memiliki pertumbuhan tertinggi sebesar 6.15% (BPS 2012). Sektor pertanian juga memiliki peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), dari 110 880 154 angkatan kerja pada tahun 2012 sekitar 35.08% diantaranya bekerja di sektor pertanian (BPS 2012).

Salah satu subsektor pertanian yang memiliki peranan strategis dalam pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor tanaman pangan. Tanaman pangan merupakan semua jenis tanaman yang dapat menghasilkan karbohidrat dan protein. Peran subsektor tanaman pangan antara lain pengembangan dan pertumbuhan ketahanan pangan, sumber pendapatan negara, PDB (Produk Domestik Bruto), serta kesempatan kerja (Sudiyono 2002). Dalam hal pengembangan dan pertumbuhan ketahanan pangan, program diversifikasi pangan menjadi salah satu upaya pemerintah untuk membangun ketahanan pangan di Indonesia. Diversifikasi pangan dapat diartikan sebagai penganekaragaman pangan konsumsi masyarakat dengan tanaman pangan non beras khususnya tanaman palawija. Tanaman palawija merupakan tanaman semusim yang dapat ditanam di lahan kering. Tanaman-tanaman yang tergolong palawija adalah kacang-kacangan, serealia selain padi (seperti jagung), dan umbi-umbian semusim (ketela pohon dan ubi jalar). Salah satu jenis tanaman pangan dan palawija yang dapat mengurangi ketergantungan terhadap beras adalah ubi jalar.

Tabel 1 Kandungan gizi dan kalori beras, jagung, ubi jalar, ubi kayua

Bahan Kalori (kal)

Karbohidrat (g)

Protein (g)

Lemak (g)

Vit. A (SI)

Vit. C (mg)

Ca (mg)

Beras 360 78.9 6.8 0.7 0 0 6 Jagung 361 72.4 8.7 4.5 350 0 9 Ubi Jalar 123 27.9 1.2 0.7 7 000 22 30 Ubi Kayu 146 34.7 1.2 0.3 0 30 33 aSumber: Harnowo et al. (1994).

Ubi jalar memiliki kandungan vitamin A paling tinggi dibandingkan dengan jenis tanaman pangan lain yaitu sebesar 7 000 SI (Satuan Internasional). Dari jenis umbi-umbian, ubi jalar memiliki kandungan gizi dan kalori yang lebih lengkap dibandingkan dengan ubi kayu yang tidak mengandung vitamin A.

Berdasarkan Tabel 1, kandungan gizi dan kalori pada ubi jalar yang lengkap menjadikan komoditi pangan ini potensial untuk dikembangkan sebagai produk substitusi beras. Adapun beberapa alasan penting mengembangkan ubi jalar diantaranya yaitu (1) Tanaman ini sesuai dengan agroklimat sebagian besar

2

wilayah Indonesia; (2) Kandungan gizi yang terkandung pada ubi jalar lebih lengkap dan berpengaruh positif terhadap kesehatan karena mengandung kalori (123 kalori/100 gram), vitamin A, vitamin C, beta karoten, antocianin, zat prebiotik, serat makanan, dan anti oksidan; (3) Potensi pengunaannya cukup luas yaitu sebagai bahan mentah (dalam bentuk umbi segar), bahan baku (pembuat saos dan pakan ternak), produk setengah jadi (tepung ubi jalar), maupun produk akhir (produk pangan olahan), sehingga ubi jalar cocok untuk program diversifikasi pangan (Jamrianti 2007).

Di Indonesia, ubi jalar masih digunakan sebagai bahan pangan sampingan, kecuali bagi penduduk di bagian timur Indonesia yaitu Papua, ubi jalar digunakan sebagai makanan pokok atau bahan pangan utama. Sedangkan di luar negeri khususnya negara-negara maju, ubi jalar merupakan makanan yang mewah serta bahan baku untuk aneka industri seperti industri fermentasi, lem, farmasi, kosmetika, sirup, serta tekstil. Selain itu juga bagi masyarakat Jepang, ubi jalar merupakan makanan tradisional yang publisitasnya setara dengan pizza dan hamburger sehingga aneka makanan olahan ubi jalar banyak dijual di toko-toko sampai restoran-restoran bertaraf internasional. Di Amerika Serikat, ubi jalar digunakan sebagai bahan pengganti (substitusi) kentang (Rukmana 1997). Oleh karena itu, ubi jalar merupakan salah satu komoditas ekspor non migas Indonesia. Beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor ubi jalar Indonesia adalah Jepang, Hongkong, Korea, China, Thailand, Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Oman, Arab Saudi, Qatar, dan Amerika Serikat (BPS 2012). Perkembangan ekspor ubi jalar Indonesia dari keseluruhan negara tujuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perkembangan ekspor ubi jalar Indonesia tahun 2009-2012a

Tahun Volume (kg) Nilai (US$) 2009 7 343 583 6 052 634 2010 7 083 483 5 317 067 2011 7 166 772 6 241 854 2012 9 649 217 8 565 114 aSumber: Badan Pusat Statistik 2012.

Pembudidayaan ubi jalar relatif mudah bagi petani karena dapat ditanam disawah maupun kebun. Total luas panen ubi jalar di Indonesia tahun 2012 sebesar 178 298 hektar dengan tingkat produksi mencapai 2 483 467 ton dan produktivitas sebesar 139.29 ton per hektar. Provinsi-provinsi sentra produksi ubi jalar di Indonesia tahun 2012 secara berturut-turut yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Papua, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Sentra produksi ubi jalar terbesar di Indonesia adalah Jawa Barat dengan produksi sebesar 436 577 ton (BPS 2012). Adapun beberapa daerah sentra produksi ubi jalar di Kabupaten Jawa Barat adalah Kabupaten Kuningan, Kabupaten Garut, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, Kabupaten Purwakarta. Data produksi ubi jalar di Kabupaten Jawa Barat tahun 2010 sampai 2011 sebagai berikut (Tabel 3):

3 Tabel 3 Produksi ubi jalar di Kabupaten Jawa Barat tahun 2010-2011a

Kabupaten Produksi (ton) 2010 2011

Kuningan 96 862 96 610 Garut 90 594 91 880 Bogor 59 574 64 882 Bandung 29 224 32 140 Purwakarta 25 323 19 901 aSumber: BPS Provinsi Jawa Barat 2011 (diolah).

Kabupaten Bogor merupakan sentra produksi ubi jalar ketiga terbesar di Kabupaten Jawa Barat setelah Kuningan dan Garut. Salah satu sentra produksi ubi jalar di Kabupaten Bogor adalah Kecamatan Dramaga dengan 62% penduduk bekerja di sektor pertanian (BP3K Kecamatan Dramaga 2013). Desa Cikarawang dan Desa Petir merupakan desa di Kecamatan Dramaga yang sedang mengembangkan agribisnis ubi jalar. Hal ini didukung dengan sebagian besar penduduk di desa tersebut bekerja sebagai petani ubi jalar dan terdapat pengolahan pascapanen ubi jalar berupa tepung, pangsit, dan kremes.

Dari berbagai penjelasan yang telah disebutkan maka komoditi ubi jalar memiliki prospek yang cerah untuk terus dikembangkan terutama di Kabupaten Bogor. Akan tetapi dalam pengembangannya keuntungan yang layak bagi petani sangat penting agar produksi ubi jalar (khususnya di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor) dapat terus optimal sehingga membuat ketersediaan ubi jalar kontinu dengan harga yang terjangkau sehingga perlu adanya penelitian mengenai sistem pemasaran ubi jalar. Selain itu perlu juga perlu diteliti mengenai besaran nilai tambah dari produk-produk olahan ubi jalar yang telah dikembangkan di Desa Cikarawang dan Desa Petir, Kecamatan Dramaga.

Perumusan Masalah

Kabupaten Bogor sebagai daerah penghasil ubi jalar terbesar ketiga di Jawa Barat, diharapkan dapat terus mempertahankan dan meningkatkan produksi ubi jalar baik dari segi kuantitas dan kualitas. Sejalan dengan hal tersebut, keuntungan yang layak bagi petani sangat berpengaruh terhadap kontinuitas produksi ubi jalar. Jaminan harga yang tidak menentu serta pengolahan ubi jalar yang masih sedikit menjadi masalah dalam pengembangan agribisnis ubi jalar (BP3K Kecamatan Dramaga 2013).

Jenis varietas ubi jalar yang banyak ditanam oleh petani di Desa Cikarawang adalah ubi jalar AC (Ipomoea batatas, L.). Dari segi harga, ubi jalar AC memiliki harga yang relatif rendah dibandingkan dengan ubi jalar varietas Cilembu. Berdasarkan informasi dari pihak lembaga pemasaran di lapangan, harga jual ubi jalar dari petani kepada pedagang pengumpul di Desa Cikarawang pada tahun 2012 berkisar antara Rp1 000 per kilogram sampai Rp2 200 per kilogram. Sebaliknya harga yang harus dibayar oleh konsumen sebesar Rp4 000 per kilogram sampai Rp4 500 per kilogram. Perbedaan harga ubi jalar yang terjadi ditingkat petani dengan konsumen cukup besar sekitar 25% sampai 48%. Hal ini diduga ada pihak-pihak lembaga pemasaran yang mengambil keuntungan

4

yang lebih dari sistem pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang. Petani di Desa Cikarawang sebagai produsen sekaligus pihak yang menerima harga hanya mengetahui harga yang ada dipasaran dari pedagang pengumpul atau tengkulak, sehingga petani memiliki bargaining position yang rendah dalam penentuan harga.

Selain itu, petani memiliki ketergantungan yang tinggi kepada pedagang pengumpul dalam menjual hasil panennya. Hal ini terlihat dari keseluruhan petani di Desa Cikarawang menjual hasil panen langsung kepada pedagang pengumpul dan tidak ada yang berani terjun langsung ke pasar untuk menjual produknya. Beberapa alasan petani lebih memilih menjual ubi jalar langsung kepada pedagang pengumpul yaitu adanya kepastian dalam penjualan hasil panen meskipun harga yang diterima terkadang tidak sesuai dengan biaya produksi atau mendapatkan keuntungan yang relatif kecil, kurangnya akses pasar petani, dan membutuhkan biaya operasional yang cukup besar apabila menyalurkan ubi jalar langsung ke pasar.

Permasalahan lain yaitu hasil panen petani yang tidak memenuhi standar pasar serta kegiatan sortasi dari pedagang pengumpul membuat ada hasil produksi tidak terjual. Oleh karena itu, peningkatan nilai tambah ubi jalar sangat diperlukan untuk menurunkan tingkat hasil panen yang terbuang. Desa Cikarawang telah mengembangkan pengolahan ubi jalar untuk peningkatan nilai tambah tersebut dengan cara ubi jalar yang tidak terjual tersebut dibeli dan dimanfaatkan oleh KWT (Kelompok Wanita Tani) Melati di Desa Cikarawang menjadi tepung. Selain itu juga pelaku usaha industri rumahan (home industry) di Desa Petir melakukan kegiatan peningkatan nilai tambah ubi jalar menjadi kremes dan pangsit ubi jalar.

Berdasarkan kondisi tersebut, kurangnya akses pasar yang dimiliki petani dan juga petani sebagai price taker menjadikan posisi tawar yang rendah dalam penentuan harga. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan dalam sistem pemasaran sehingga petani ubi jalar diharapkan dapat memperoleh bagian harga yang memadai guna mendorong peningkatan produksi ubi jalar dari segi kualitas maupun kuantitas. Selain itu pengolahan ubi jalar menjadi berbagai macam makanan (pangsit, kremes) dan produk setengah jadi (tepung) sebagai upaya peningkatan nilai tambah perlu dihitung besaran nilai untuk mengetahui produk olahan ubi jalar jenis apa yang memiliki tingkat keuntungan dan rasio nilai tambah terbesar untuk dapat dikembangkan lebih lanjut oleh petani.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana sistem pemasaran ubi jalar meliputi lembaga dan fungsi pemasaran,

saluran pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor ?

2. Bagaimana marjin pemasaran, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya pada pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor ?

3. Seberapa besar nilai tambah dari pengolahan ubi jalar menjadi pangsit, tepung, dan kremes di Desa Cikarawang dan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor ?

5

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis sistem pemasaran ubi jalar meliputi lembaga dan fungsi

pemasaran, saluran pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar. 2. Menganalisis marjin pemasaran, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan

biaya. 3. Menghitung nilai tambah pangsit, tepung, dan kremes ubi jalar.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan

pengetahuan mengenai sistem pemasaran dan nilai tambah olahan ubi jalar. 2. Bagi petani, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi

dalam menjual produknya sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. 3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi

dan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang dan Desa Petir Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Pada analisis sistem pemasaran berfokus ubi jalar dalam bentuk segar (fresh product) yang dilakukan di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga. Responden dalam penelitian sistem pemasaran ini adalah petani yang berada di Desa Cikarawang dan lembaga pemasaran terkait. Sedangkan untuk nilai tambah berfokus pada produk hasil olahan ubi jalar berupa pangsit, tepung, serta kremes yang dilakukan di Desa Cikarawang dan Desa Petir Kecamatan Dramaga. Pada sistem pemasaran ubi jalar, analisis yang digunakan difokuskan kepada ubi jalar segar. Analisis sistem pemasaran tersebut meliputi lembaga dan fungsi pemasaran, saluran pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Analisis nilai tambah yang dilakukan fokus menganalisis besaran nilai tambah dari produk olahan ubi jalar berupa pangsit, tepung, serta kremes. Metode yang digunakan untuk menganalisis nilai tambah produk ubi jalar yang dilakukan di Desa Cikarawang dan Desa Petir adalah metode Hayami.

TINJAUAN PUSTAKA

Ubi Jalar (Ipomoea batatas, L.)

Ubi jalar atau ketela rambat (sweet potato) berasal dari benua eropa. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah

6

Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika Tengah. Pada abad ke-16, ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama negara-negara beriklim tropis. Penyebaran ubi jalar ke kawasan Asia terutama Filipina, Jepang, dan Indonesia dilakukan oleh masyarakat Spanyol. Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar terbesar keempat di dunia setelah China, Nigeria, dan Uganda. Sentra produksi ubi jalar di Indonesia adalah Jawa Barat, Papua, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Jawa Tengah (Purwono et al. 2007). Bagi daerah bagian timur Indonesia, ubi jalar merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang menjadi makanan pokok. Ubi jalar relatif mudah untuk diusahakan mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Tanaman ini juga mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering. Selain dapat dijual dalam bentuk fresh product, ubi jalar juga dapat diolah menjadi berbagai macam produk olahan. Beberapa peluang penganekaragaman ubi jalar sebagai berikut : 1. Daun : sayuran, pakan ternak 2. Batang : pakan ternak 3. Kulit ubi : pakan ternak 4. Tepung : makanan 5. Pati : fermentasi, pakan ternak, dan asam sitrat Jenis ubi jalar yang paling banyak dibudidayakan petani di Desa Cikarawang dan Desa Petir adalah ubi jalar varietas AC. Adapun beberapa karakteristik ubi jalar AC sebagai berikut: Nama Varietas : AC (Anak Ciremai) Kategori : Varietas lokal (Kuningan) Hasil : 15-25 ton/ha Tipe tanaman : Kompak Umur panen : 3-4 bulan Bentuk kerangka daun : Berbentuk hati Ukuran daun dewasa : Sedang Warna kulit umbi : Krem Warna daging umbi : Krem Rasa umbi : Enak dan manis Ketahanan terhadap hama : Cukup tahan hama boleng (Cylas formicarius) dan

tahan hama penggulung daun

Definisi Agroindustri

Agroindustri merupakan kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang, dan menyediakan peralatan seperti mesin dan alat pertanian serta menciptakan jasa untuk kegiatan tersebut. Menurut Soekartawi (2000) agroindustri dapat didefinisikan menjadi dua hal, yaitu pertama agroindustri sebagai industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian, kedua agroindustri sebagai suatu tahapan pembangunan kelanjutan dari pembangunan pertanian tetapi didahului dengan mencapai tahapan pembangunan industri. Soeharjo (1991) mengartikan agroindustri sebagai industri yang

7 mengolah hasil-hasil pertanian. Dalam industri pengolahan terdapat 3 kegiatan utama, yaitu : (1) kegiatan pengadaan bahan baku; (2) kegiatan pengolahan produk primer; (3) kegiatan pemasaran.

Produk Olahan Ubi Jalar

Industri-industri pengolahan yang berorientasi ekspor telah melakukan pengolahan umbi menjadi bentuk-bentuk tepung, pati, dan pasta serta olahan makanan jadi. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung ubi jalar masih sedikit dimanfaatkan oleh petani ubi jalar. Di negara-negara maju tepung ubi jalar lebih disukai dibandingkan tepung ubi kayu karena tepung ini dapat mensubstitusi terigu hingga 50% (Antarlina et al.1999). Oleh karena itu, prospek pengembangan bisnis ubi jalar sangat menjanjikan tidak hanya dalam bentuk umbi segar tetapi juga berbagai hasil olahan antara (tepung) maupun hasil olahan selanjutnya (pangan dan non-pangan). Adapun beberapa produk olahan dari ubi jalar sebagai berikut : 1. Tepung ubi jalar Tepung ubi jalar merupakan jenis makanan alternatif dari tepung ubi kayu. Cara pembuatan tepung dari ubi jalar yaitu kulit ubi dikupas sampai bersih, kemudian dicuci dalam air mengalir lalu ditiriskan. Ubi jalar diiris hingga menjadi irisan tipis, lalu irisan ubi jalar dijemur, setelah kering irisan tersebut digiling dan diayak kemudian didapat tepung ubi jalar. 2. Pati ubi jalar

Ubi jalar dalam bentuk ini diharapkan dapat lebih meningkatkan jenis-jenis makanan berbahan dasar ubi jalar, karena bentuk pati sangat mudah untuk diolah menjadi suatu jenis makanan baru. Cara pembuatannya adalah ubi jalar dikupas kulitnya lalu dicuci hingga bersih. Kemudian umbi diparut atau digiling hingga bertekstur halus atau lembut. Parutan ubi jalar diperas dengan kain penyaring untuk memisahkan ampas dengan airnya. Selanjutnya air perasan ditampung didalam baskom kemudian diendapkan selama satu malam. Endapan berupa pati basah dari ubi jalar dijemur hingga kering dan berbentuk tepung. 3. Kremes

Kremes merupakan salah satu jenis makanan ringan yang bahan dasar pembuatannya dari ubi jalar. Cara pembuatan kremes ubi jalar yaitu ubi jalar diiris hingga menjadi irisan kecil, lalu irisan ubi jalar tersebut dicampur dengan gula merah dan gula pasir setelah tercampur rata kemudian adonan tersebut dibentuk bulat dengan menggunakan cetakan, adonan yang telah dicetak kemudian digoreng. 4. Pangsit

Pangsit ubi jalar terbuat dari ubi jalar dan tepung terigu dengan perbandingan 1 000 gram ubi jalar dan 5 00 gram tepung terigu. Cara pembuatannya adalah ubi jalar dikukus kemudian ubi dihancurkan dan dicampur dengan tepung terigu. Setelah adonan tercampur kemudian di potong kecil dan digoreng.

8

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini yaitu mengenai pemasaran atau tataniaga ubi jalar segar dan nilai tambah produk pangan. Ada 4 penelitian terdahulu (berupa skripsi maupun jurnal) yang dikaji dalam penelitian ini antara lain: 1) Pradika et al. (2013) melakukan penelitian tentang. Analisis Efisiensi Pemasaran Ubi Jalar di Kabupaten Lampung Tengah; 2) Purba (2010) melakukan penelitian tentang Analisis Tataniaga Ubi Jalar di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor; 3) Zakaria (2007) melakukan penelitian tentang Analisis Nilai Tambah dan Kelayakan Finansial Agroindustri Tahu dan Tempe di Kota Metro; 4) Lestari (2007) melakukan penelitian tentang Analisis Nilai Tambah Agroindustri Mi Segar, Mi Basah, Bihun, dan Soun di Provinsi Lampung. Keempat penelitian terdahulu tersebut dikaji berdasarkan analisis yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan seperti pada penelitian pemasaran atau tataniaga yang dikaji mengenai analisis lembaga dan fungsi pemasaran, saluran pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Sedangkan pada penelitian nilai tambah yang dikaji mengenai analisis rasio nilai tambah dan tingkat keuntungan dari produk pangan. Pada analisis efisiensi pemasaran ubi jalar yang dilakukan oleh Pradika et al. (2013), lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran ubi jalar adalah petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Setiap lembaga pemasaran yang terlibat melakukan fungsi-fungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Saluran pemasaran ubi jalar yang terdapat di Kabupaten Lampung Tengah terdiri atas 4 saluran pemasaran yaitu: saluran 1 (Petani – Pedagang pengumpul – Pedagang besar – Pedagang pengecer I – Pedagang pengecer II – Konsumen akhir); saluran 2 (Petani – Pedagang pengumpul – Pedagang besar – Pedagang pengecer I – Konsumen akhir); saluran 3 (Petani – Pedagang pengumpul – Pedagang pengecer I – Konsumen akhir); saluran 4 (Petani – Pedagang besar – Pedagang pengecer I – Konsumen akhir). Struktur pasar yang dihadapi oleh lembaga pemasaran yang terlibat adalah oligopsoni. Perilaku pasar yang dihadapi oleh lembaga pemasaran antara lain praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan atas dasar rasa saling kepercayaan (langganan), penentuan harga ubi jalar melalui proses tawar-menawar kecuali petani yang ditentukan oleh pedagang pengumpul, dan pembayaran dilakukan secara tunai. Berdasarkan hasil analisis marjin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya dari keempat saluran pemasaran tidak ada yang efisien karena penyebaran biaya dan keuntungan yang tidak merata. Penelitian pemasaran atau tataniaga ubi jalar yang dilakukan oleh Purba (2010), memperlihatkan bahwa lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran ubi jalar antara lain petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. Saluran pemasaran yang terbentuk dalam pemasaran ubi jalar di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya terdapat 3 saluran yaitu saluran I (petani – pedagang pengumpul tingkat I – konsumen), saluran II (petani – pedagang pengumpul tingkat I – pedagang pengumpul tingkat II – pedagang grosir – pedagang pengecer – konsumen), saluran III (petani – pedagang pengumpul tingkat I – pedagang pengumpul tingkat II – pedagang grosir –

9 konsumen). Struktur pasar petani dan pedagang grosir cenderung mendekati pasar persaingan sempurna, sedangkan pedagang pengumpul dan pedagang pengecer cenderung mendekati pasar oligopoli. Berdasarkan hasil analisis marjin pemasaran dan farmer’s share maka saluran pemasaran ubi jalar di Desa Gunung Malang yang relatif efisien adalah saluran pemasaran I sebesar 25.49% dan 74.51%. Penelitian analisis nilai tambah yang dilakukan oleh Zakaria (2007) terhadap 2 produk olahan tanaman pangan (kedelai) berupa tahu dan tempe, menunjukkan bahwa rasio nilai tambah yang dihasilkan oleh agroindustri tahu lebih besar dibandingkan dengan tempe yaitu sebesar 56.89% sedangkan tempe sebesar 34.19%. Tingkat keuntungan terbesar juga terdapat pada agroindustri tahu sebesar 44.19% sedangkan agroindustri tempe memiliki tingkat keuntungan sebesar 26.15%. Pada analisis nilai tambah yang dilakukan oleh Lestari (2007) terhadap 4 produk olahan pangan yaitu mi segar, mi basah, bihun, dan soun menggunakan metode Hayami menunjukkan bahwa produk mi basah memiliki rasio nilai tambah terbesar dibandingkan jenis produk olahan mi lainnya sebesar 35.44% sedangkan secara berturut-turut untuk olahan mi segar, bihun, dan soun memiliki rasio nilai tambah sebesar 22.70%, 17.50%, dan 9.83%. Tingkat keuntungan terbesar terdapat pada produk mi basah sebesar 25.37% sedangkan untuk nilai tingkat keuntungan produk lainnya masing-masing sebesar 16.56% untuk mi segar, 8.08% untuk bihun, dan 0.76% untuk soun.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori berupa analisis yang akan digunakan sebagai landasan dalam melakukan penelitian. Analisis-analisis yang akan diteliti dalam penelitian Sistem Pemasaran dan Nilai Tambah Produk Olahan Ubi Jalar (Ipomoea batatas, L.) di Desa Cikarawang dan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor terdiri atas lembaga dan fungsi-fungsi pemasaran, saluran pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya, serta nilai tambah metode Hayami. Konsep Pemasaran Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai kepada pihak lain (Kotler 2002). Purcell (1979) menyatakan bahwa pemasaran menjadi penghubung antara kegiatan produksi dan konsumsi sehingga dapat menjembatani gap antara produsen dan konsumen. Kohls et al. (1985), pemasaran pertanian merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa komoditas pertanian mulai dari titik produsen (petani) sampai ke konsumen akhir. Menurut Limbong et al. (1985),

10

pemasaran mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan barang-barang kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen dan ke tangan konsumen, termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasaan yang lebih tinggi kepada konsumennya. Bila ditinjau dari segi ekonomi, kegiatan pemasaran adalah kegiatan yang produktif karena kegiatan memberikan kegunaan bentuk, waktu, tempat, dan hak milik. Dalam pemasaran, kegiatan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen melalui aktivitas pertukaran. Aktivitas pertukaran menjadi hal yang sentral dalam pemasaran karena adanya perpindahan hak milik atas benda-benda dan jasa-jasa yang menimbulkan distribusi fisik. Pemasaran dapat didefinisikan sebagai semua aktivitas bisnis yang menyalurkan barang atau jasa dari tingkat produsen (petani) ke konsumen akhir melalui beberapa lembaga atau pelaku pemasaran, termasuk didalamnya aktivitas yang menghasilkan perubahan bentuk untuk mempermudah penyaluran sehingga dapat memberikan kepuasaan yang lebih tinggi kepada konsumen. Kohls et al. (1985) menggunakan beberapa pendekatan dalam menganalisis sistem pemasaran yaitu: 1. Pendekatan Fungsi (The Functional Approach)

Pendekatan fungsi merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui fungsi pemasaran yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisisk, dan fungsi fasilitas. 2. Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach)

Pendekatan kelembagaan dilakukan untuk mengetahui individu atau kelompok bisnis yang terlibat selama proses pemasaran. Pendekatan ini menjelaskan peran dari masing-masing pelaku bisnis yang terlibat selama kegiatan pemasaran berlangsung. 3. Pendekatan Sistem Perilaku (The Behavioral Systems Approach)

Pendekatan sistem perilaku, pelengkap dari pendekatan fungsi dan kelembagaan, artinya memandang dari keseluruhan dimensi yang terbentuk dari interaksi antar lembaga pemasaran yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran pada saluran pemasaran yang terbentuk.

Lembaga dan Fungsi-Fungsi Pemasaran

Limbong et al. (1985) mendefinisikan lembaga pemasaran sebagai suatu lembaga perantara yang berperan dalam kegiatan penyaluran barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Lembaga-lembaga pemasaran tersebut dapat berupa individu atau kelompok bisnis yang terlibat dalam proses pemasaran produk. Adapun lembaga-lembaga pemasaran yang biasa terlibat dalam kegiatan pemasaran (Kohls et al. 1985), sebagai berikut: 1. Pedagang Perantara (Merchant Middlemen)

Pedagang perantara merupakan lembaga pemasaran yang mengumpulkan barang yang kemudian barang tersebut dimiliki dan ditangani untuk meningkatkan nilai tambah yang berimplikasi kepada perolehan marjin pemasaran yang akan didapat. Lembaga pemasaran ini memiliki dan menguasai barang.

11 a. Pedagang Pengumpul (Assembler), mengumpulkan dan membeli langsung

produk dari petani (produsen) untuk kemudian dijual kembali kepada pedagang besar, pedagang pengecer, atau lembaga pemasaran lain.

b. Pedagang Besar (Wholeseller), menjual produk kepada pedagang pengecer, pedagang besar lain atau industri tetapi tidak menjual produk kepada konsumen akhir.

c. Pedagang Eceran (Retailer), membeli produk dari pedagang besar ataupun pedagang pengumpul untuk kemudian dijual kepada konsumen akhir.

2. Agen Perantara (Agent Middlemen) Agen perantara merupakan lembaga pemasaran yang tidak memiliki barang

tetapi menguasai barang, memperoleh pendapatan dari komisi atau bayaran dari kegiatan jual-beli. a. Broker (Brokers), bertugas dalam menyalurkan produk untuk mendapatkan

komisi tanpa memiliki hak menguasai produk secara langsung. b. Komisioner (Commision Men), menyalurkan produk tetapi tidak memiliki

produk hanya memperoleh hak dan keluasaan dalam mengontrol barang yang diperjual-belikan guna mendapatkan komisi.

3. Spekulator (Speculative Middlemen) Spekulator merupakan lembaga pemasaran yang melakukan pejualan dan

pembelian produk dengan memanfaatkan pergerakan harga yang terjadi pasar untuk mendapatkan keuntungan. 4. Pengolah dan Pabrik (Processor and Manufactures)

Pengolah dan pabrik merupakan lembaga pemasaran yang melakukan beberapa tindakan pada produk dapat berupa perubahan bentuk fisik produk guna meningkatkan nilai tambah (value added) dan memperoleh marjin pemasaran. 5. Organisasi Pendukung (Facilitative Organizations)

Organisasi pendukung berperan membantu lembaga pemasaran dalam menjalankan aktivitas bisnisnya dan memperoleh pendapatan dari perkiraan biaya dari lembaga pemasaran yang menggunakan jasa mereka. Penyaluran barang atau jasa dari produsen ke konsumen memerlukan berbagai kegiatan fungsional yang ditujukan untuk memperlancar proses penyaluran barang atau jasa secara efisien dan efektif guna memenuhi kebutuhan konsumen. Kegiatan fungsional tersebut adalah fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang berguna untuk peningkatan nilai guna dari komoditi pertanian. Kegiatan-kegiatan yang dapat memperlancar proses penyampaian produk dari produsen (petani) ke konsumen disebut fungsi-fungsi pemasaran (Limbong et al. 1985). Fungsi-fungsi pemasaran diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama yaitu (Kohls et al. 1985): 1. Fungsi Pertukaran, merupakan kegiatan yang melibatkan pertukaran

kepemilikan melalui proses penjualan dan pembelian antara penjual dan pembeli. Fungsi pertukaran terdiri atas: a. Pembelian

Pembelian merupakan kegiatan menentukan jenis barang atau jasa yang akan dibeli sesuai dengan kebutuhan konsumen dengan mengalihkan kepemilikan.

b. Penjualan

12

Penjualan merupakan kegiatan yang berupaya menciptakan permintaan melalui strategi promosi dan periklanan untuk dapat menarik minat pembeli serta terciptanya kepuasaan konsumen yang dilihat dari jumlah, bentuk, mutu.

2. Fungsi Fisik, merupakan kegiatan yang berhubungan langsung dengan barang atau jasa berupa penanganan, pergerakan, dan perubahan fisik atas produk guna menimbulkan nilai guna, tempat, bentuk, waktu, dan kepemilikan. Fungsi fisik terdiri atas: a. Pengangkutan

Pengangkutan bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa pada tempat yang tepat sesuai dengan jumlah, waktu, dan mutu.

b. Penyimpanan Penyimpanan bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa tersedia pada waktu yang diinginkan.

c. Pengolahan Pengolahan merupakan kegiatan mengubah bentuk produk untuk memperpanjang daya tahan produk serta meningkatkan nilai tambah produk tersebut.

3. Fungsi Fasilitas, merupakan kegiatan memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi fasilitas terdiri atas: a. Standarisasi dan grading

Standarisasi merupakan ukuran yang menjadi standar penentuan mutu terhadap suatu barang dapat berupa warna, bentuk, ukuran, kadar air, dan tingkat kematangan. Grading merupakan tindakan menggolongkan atau mengkalsifikasikan barang agar menjadi seragam dari segi kualitas maupun kuantitas.

b. Pembiayaan Pembiayaan merupakan kegiatan mengelola keuangan yang diperlukan selama proses pemasaran.

c. Penanggungan risiko Penanggungan risiko merupakan kegiatan yang menghitung tingkat kemungkinan kehilangan atau kerugian selama proses pemasaran berlangsung.

d. Informasi pasar Informasi pasar merupakan kegiatan mengumpulkan, menginterpretasikan berbagai macam informasi yang dibutuhkan untuk kelancaran proses pemasaran.

Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran merupakan rangkaian lembaga-lembaga pemasaran yang melakukan kegiatan penyaluran barang dari produsen (petani) ke konsumen (Limbong et al. 1985). Adapun beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam memilih saluran pemasaran yaitu : 1. Pertimbangan pasar yang meliputi konsumen akhir dengan melihat pembeli

potensial, konsentrasi pasar secara geografis, volume pesanan, dan kebiasaan pembeli.

2. Pertimbangan barang yang meliputi nilai barang per unit, besar, berat, tingkat kerusakan, dan sifat teknis barang untuk memenuhi pesanan atau pasar.

13 3. Pertimbangan internal perusahaan yang meliputi sumber permodalan,

pengawasan, penyaluran, pelayanan, dan pengalaman penjualan. 4. Pertimbangan terhadap lembaga pemasaran yang meliputi pelayanan lembaga

pemasaran, kesesuaian lembaga pemasaran dengan kebijaksanaan perusahaan, dan pertimbangan biaya.

Struktur Pasar

Dahl et al. (1977), mendefinisikan struktur pasar sebagai dimensi yang menjelaskan jumlah perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, distribusi perusahaan menurut sifat produk, diferensiasi produk, dan syarat-syarat masuk pasar, serta penguasaan pasar. Ada 4 faktor penentu dari karakteristik struktur pasar : (a) jumlah atau ukuran pasar, (b) kondisi atau keadaan produk, (c) hambatan keluar atau masuk pasar, (d) tingkat informasi pasar atau pengaruh terhadap harga. Adapun karakteristik struktur pasar dari sudut pandang penjual dan pembeli, yaitu : Tabel 4 Karakteristik struktur pasar pangan dan serat berdasarkan sudut pandang

penjual dan pembelia

Karakteristik Struktur Pasar Produk Jumlah Perusahaan Sifat Produk Sisi Pembeli Sisi Penjual Banyak Homogen Persaingan Murni Persaingan Murni Banyak Diferensiasi Persaingan

Monopolistik Persaingan Monopolistik

Sedikit Homogen Oligopsoni Murni Oligopoli Murni Sedikit Diferensiasi Oligopsoni

Diferensiasi Oligopoli Diferensiasi

Satu Unik Monopsoni Monopoli aSumber: Dahl et al. (1977). Pada struktur pasar persaingan sempurna murni terdapat banyak penjual dan pembeli. Barang dan jasa yang dipasarkan bersifat homogen. Hambatan keluar masuk dalam struktur pasar ini relatif rendah. Penetapan harga dalam struktur pasar ini, penjual maupun pembeli adalah price taker sehingga tidak ada pembeli atau penjual yang mempunyai pengaruh besar terhadap harga yang tengah berlangsung Struktur pasar monopolistik terdapat banyak penjual dan pembeli dengan barang atau jasa yang dipasarkan bersifat tidak homogen atau produk terdeferensiasi. Penjual melakukan penawaran yang berbeda pada setiap segmen pembeli dan bebas menggunakan merek, periklanan, dan personal selling. Penjual melakukan transaksi pada berbagai tingkat harga dan bukan atas dasar satu harga. Pasar oligopoli terdiri atas beberapa penjual yang sangat peka akan strategi pemasaran dan penetapan harga pada perusahaan lain. Produk yang dijual bersifat homogen atau heterogen. Hambatan masuk dan keluar pada struktur pasar ini tinggi sehingga menyebabkan jumlah penjual yang berada pada struktur pasar ini sedikit. Hambatan ini berupa hak paten, kebutuhan modal yang besar, pengendalian bahan baku, pengetahuan pasar yang dimiliki perorangan, dan lokasi yang langka.

14

Struktur pasar monopoli memiliki ciri-ciri satu penjual yang mempunyai pengaruh atas penawaran produk tertentu sehingga dapat menetapkan atau mempengaruhi harga pasar (price maker). Hambatan masuk dan keluar pada struktur pasar ini tinggi sehingga bagi pendatang baru memiliki kesulitan untuk masuk dalam struktur pasar ini. Produk yang diperdagangkan bersifat unik. Perilaku Pasar

Perilaku pasar merupakan pola strategi pemasaran yang disesuaikan dengan struktur pasar yang terbentuk dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian, penentuan harga, serta kerjasama antar lembaga pemasaran (Dahl et al. 1977).

Kohls et al. (1985) menjelaskan bahwa ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam menggambarkan perilaku pasar, yaitu: (1) Input-output system, digunakan untuk menerangkan bagaimana perusahaan mengelola input yang dimiliki untuk menghasilkan output bagi perusahaan; (2) Power system, menjelaskan cara perusahaan dalam suatu sistem pemasaran, misalnya kedudukan perusahaan dalam suatu sistem pemasaran sebagai perusahaan yang memonopoli suatu produk sehingga perusahaan dapat sebagai penentu harga; (3) Communications system, menjelaskan cara mendirikan saluran informasi yang efektif; (4) System for adapting to internal and external change, menerangkan cara perusahaaan beradaptasi dalam suatu sistem pemasaran dan bertahan di pasar.

Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dijual dengan harga yang dibeli pada berbagai tingkat lembaga pemasaran. Marjin dapat juga diartikan sebagai balas jasa dari adanya kegiatan produktif berupa penambahan atau penciptaan nilai guna dalam pelaksanaan kegiatan pemasaran dari tingkat produsen sampai ke tingkat konsumen. Marjin sering digunakan untuk menjelaskan fenomena yang menjembatani gap antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat eceran (Asmarantaka 2009).

P Sr

Pr ----------------------------------- Sf M

Pf ------------------------------------ Dr Df Q Qr,f

Gambar 1 Marjin pemasaran

15 Keterangan : Dr = Permintaan di tingkat konsumen akhir atau retailer (primary demand) Df = Permintaan di tingkat petani (derived demand) Sr = Penawaran di tingkat konsumen akhir atau retailer (derived supply) Sf = Penawaran di tingkat petani (primary supply) Pr = Harga di tingkat konsumen akhir atau retailer Pf = Harga di tingkat petani Qr,f = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan konsumen akhir atau retailer M = Marjin pemasaran

Tomek et al. (1990), memberikan dua alternatif definisi marjin pemasaran yaitu: (1) perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen (petani) yang secara matematis dapat dirumuskan yaitu M=Pr-Pf, (2) harga dari kumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya aktivitas-aktivitas bisnis yang terjadi dalam sistem pemasaran tersebut. Penentuan nilai marjin pemasaran dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu melalui return to factor dan return to institution. Return to factor merupakan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses pemasaran seperti upah, bunga, dan keuntungan. Sedangkan return to institution merupakan pengembalian terhadap jasa atau aktivitas yang dilakukan setiap lembaga dalam proses pemasaran. Farmer’s Share

Farmer’s share merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan efisiensi pemasaran dari segi operasional secara kuantitatif. Kohls et al. (1985), farmer’s share merupakan perbedaan harga di tingkat petani dan pedagang pengecer. Farmer’s share merupakan proporsi nilai yang dibayarkan konsumen akhir dengan nilai yang diterima petani, dinyatakan dalam persentase (%).

Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa dalam menginterpretasikan besaran marjin dan farmer’s share harus hati-hati. Marjin pemasaran yang tinggi atau rendahnya farmer’s share tidak selalu menunjukkan penerimaan petani dan efisiensi pemasaran, atau nilai dari pangan di tingkat konsumen akhir. Ukuran kecenderungan dari farmer’s share tidak selalu dapat digunakan sebagai ukuran dari efisiensi pemasaran karena kompleksnya penanganan produk yang harus dilakukan untuk meningkatkan kepuasaan konsumen. Walaupun demikian dari analisis farmer’s share ini dapat diketahui nilai yang diterima petani dari nilai yang dibayarkan oleh konsumen akhir.

Rasio Keuntungan dan Biaya

Rasio keuntungan dan biaya pemasaran menunjukkan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya yang dikeluarkan dalam aktivitas pemasaran. Menurut Asmarantaka (2012), keuntungan memiliki pengertian yang relatif luas yaitu balas jasa dari penggunaan sumberdaya (kapital fisik maupun manusia) dan biaya imbangan (opportunity cost) dari kesempatan terbaik. Membandingkan laju keuntungan (profit rates) antara perusahaan-perusahaan dan industri penuh dengan risiko, karena ada perbedaan cara perhitungan dengan teknik laporan. Akan tetapi membandingkan laju keuntungan dengan biaya atau rasio keuntungan dan biaya sering digunakan sebagai indikator efisiensi relatif, efisiensi, dan keragaan pasar.

16

Nilai Tambah Hayami Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas berupa

perubahan bentuk, tempat, dan waktu karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan dalam suatu proses produksi. Hayami et al. (1987) menyatakan bahwa nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi yang bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses pengubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility) maupun proses penyimpanan (time utility). Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal, dan manajemen.

Sudiyono (2002) menyatakan bahwa pada kegiatan subsistem pengolahan alat analisis yang sering digunakan adalah analisis nilai tambah. Analisis nilai tambah ini dikemukakan oleh Hayami. Kelebihan analisis nilai tambah metode Hayami, sebagai berikut : 1. Lebih tepat digunakan untuk produk-produk olahan pertanian 2. Dapat mengetahui balas jasa bagi pemilik faktor produksi 3. Dapat mengetahui produktivitas produksi (rendemen dan efisiensi tenaga kerja) 4. Dapat digunakan untuk menghitung nilai tambah selain subsistem pengolahan

Menurut Hayami et al. (1987) ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dibagi menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku, dan tenaga kerja. Faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan nilai input lain.

Dalam analisis nilai tambah, terdapat tiga komponen pendukung yaitu faktor konversi menunjukkan banyak output yang dihasilkan dari satu-satuan input, faktor koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu-satuan input, dan nilai produk yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu-satuan input. Dari analisis nilai tambah Hayami dapat diperoleh informasi sebagai berikut : 1. Perkiraan nilai tambah (dalam rupiah) 2. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk yang dihasilkan (dalam persen) 3. Pangsa tenaga kerja (dalam persen) 4. Imbalan bagi modal dan manajemen yaitu tingkat keuntungan yang diterima

perusahaan (dalam persen) Distribusi nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang diterapkan

dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan keterampilan serta kualitas bahan baku. Penerapan teknologi yang cenderung padat karya akan memberikan proporsi bagian terhadap tenaga kerja yang besar daripada proporsi keuntungan bagi perusahaan. Sedangkan jika diterapkan teknologi padat modal maka besarnya proporsi bagian pengusaha lebih besar daripada proporsi bagian tenaga kerja.

Kerangka Pemikiran Operasional

Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang memiliki kandungan gizi dan kalori lengkap dibandingkan komoditi pangan lainnya (Tabel

17 1). Hal tersebut menjadikan ubi jalar memiliki potensi yang besar dalam mendukung program diversifikasi pangan di Indonesia. Selain itu ubi jalar juga memiliki potensi pasar yang masih sangat terbuka. Hal ini terlihat dari pengolahan ubi jalar bagi sektor industri baik pasar lokal maupun ekspor dapat digunakan sebagai bahan baku untukpembuatan bahan pakan ternak, tekstil, lem, fermentasi, bioethanol, dan kosmetika sehingga menjadikan ubi jalar sebagai salah satu komoditi ekspor non migas Indonesia.

Salah satu sentra produksi ubi jalar di Indonesia adalah Jawa Barat. Ada beberapa daerah di Kabupaten Jawa Barat yang memiliki potensi pengembangan agribisnis ubi jalar, salah satu diantaranya adalah Kabupaten Bogor. Desa Cikarawang yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor merupakan desa dengan sebagian besar petaninya melakukan usahatani ubi jalar. Jenis ubi jalar yang banyak ditanam oleh petani di Desa Cikarawang adalah ubi jalar AC. Keseluruhan petani di Desa Cikarawang menjual hasil panen langsung ke pedagang pengumpul atau dengan kata lain petani di desa tersebut memiliki ketergantungan yang tinggi kepada pedagang pengumpul dalam pemasaran ubi jalar. Kondisi ini terjadi karena petani kurang memiliki akses pasar serta membutuhkan biaya operasional yang cukup besar untuk menjual produknya langsung ke pasar. Selain itu, akses informasi mengenai harga perkembangan ubi jalar dipasaran hanya diketahui petani dari pedagang pengumpul sehingga bargaining position lemah dalam penentuan harga.

Di Desa Cikarawang hasil panen ubi jalar yang tidak terjual karena terdapat tidak memenuhi standar pasar dan terserang hama penyakit oleh KWT (Kelompok Wanita Tani) Desa Cikarawng memanfaatkan ubi jalar tersebut untuk diolah menjadi tepung ubi jalar. Sedangkan di Desa Petir pelaku usaha mengolah ubi jalar menjadi pangsit dan kremes ubi jalar.

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sistem pemasaran ubi jalar segar yang diukur dari dua analisis yaitu kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif mencakup saluran pemasaran, lembaga pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar, sedangkan analisis kuantitatif meliputi marjin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Selain itu juga, menghitung nilai tambah dari ketiga produk olahan ubi jalar yaitu pangsit, tepung, dan kremes. Metode yang digunakan untuk menganalisis nilai tambah produk ketiga tersebut adalah metode Hayami. Dengan melihat dari kedua hasil analisis tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran bagi pengembangan subsistem hilir agribisnis ubi jalar.

18

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional

- Potensi pengembangan ubi jalar - Petani memiliki ketergantungan yang

tinggi kepada pedagang pengumpul - Kurangnya akses pasar serta informasi

harga di tingkat petani - Kegiatan pengolahan ubi jalar

Sistem pemasaran ubi jalar dan nilai tambah produk olahan ubi jalar di Desa Cikarawang dan Desa Petir

Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor

Pengolahan ubi jalar

Pemasaran ubi jalar segar

Kremes Tepung Pangsit Analisis Kuantitatif 1.Marjin Pemasaran 2.Farmer’s share 3. Rasio keuntungan dan biaya

Analisis Kualitatif 1.Lembaga dan Fungsi Pemasaran 2. Saluran Pemasaran 3.Struktur Pasar 4.Perilaku Pasar

Analisis Nilai Tambah Produk 1. Besarnya nilai tambah 2. Nilai output 3. Tingkat Keuntungan 4. Pangsa Tenaga Kerja

Pengembangan subsistem hilir agribisnis ubi jalar

19

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang dan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) berdasarkan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan kedua desa yang memiliki potensi pengembangan agribisnis ubi jalar dengan sebagian besar petani di desa tersebut melakukan budidaya ubi jalar serta terdapat pengolahan pascapanen ubi jalar. Waktu pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan April 2013.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil observasi langsung di lapang, pengisian kuesioner, dan wawancara langsung dengan petani ubi jalar dan pelaku usaha olahan ubi jalar di lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur buku dan jurnal yang relevan dengan penelitian serta data-data dari dinas atau instansi terkait seperti Kementrian Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, Buku Profil Desa Cikarawang, Buku Profil Desa Petir, Badan Pusat Statistik, BP3K (Badan Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan), Perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor, dan literatur-literatur lain yang berasal dari internet, hasil penelitian terdahulu (skripsi dan jurnal).

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam sistem pemasaran menggunakan metode pengamatan langsung dan wawancara kepada petani ubi jalar dan lembaga pemasaran yang terkait. Pengambilan responden untuk petani dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu petani di Desa Cikarawang yang melakukan budidaya ubi jalar. Pada penentuan lembaga pemasaran dilakukan dengan cara menelusuri saluran pemasaran ubi jalar berdasarkan informasi dari lembaga pemasaran sebelumnya dan purposive. Jumlah responden petani ubi jalar sebanyak 30 orang. Jumlah responden lembaga pemasaran sebanyak 10 orang yaitu pedagang pengumpul sebanyak 2 orang, pedagang besar sebanyak 2 orang, dan pedagang pengecer sebanyak 6 orang. Pada analisis nilai tambah metode pengumpulan data menggunakan metode purposive yaitu kepada pelaku usaha olahan ubi jalar. Jumlah responden pelaku usaha nilai tambah olahan ubi jalar sebanyak 3 orang, yakni 1 orang berasal dari Desa Cikarawang dan 2 orang berasal dari Desa Petir.

20

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan analisis kualitatif dan analisis kuantatif. Analisis data kualitatif menggambarkan secara deskriptif lembaga dan fungsi pemasaran, saluran pemasaran, struktur, dan perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui marjin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya, dan menghitung nilai tambah produk olahan ubi jalar. Alat untuk analisis data kuantitatif yang digunakan adalah Microsoft Excel dan kalkulator. Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran

Analisis lembaga pemasaran digunakan untuk melihat pihak-pihak yang melakukan kegiatan atau fungsi pemasaran baik secara perorangan maupun kelompok sehingga barang-barang tersebut dapat berpindah dari produsen ke konsumen. Fungsi pemasaran adalah kegiatan atau tindakan yang dapat memperlancar aliran barang dari tingkat produsen (petani) ke tingkat konsumen. Analisis fungsi pemasaran meliputi (1) fungsi pertukaran yang terdiri atas fungsi penjualan dan fungsi pembelian, (2) fungsi fisik terdiri atas penyimpanan dan pengolahan, pengangkutan dan pengemasan produk, (3) fungsi fasilitas yang terdiri atas fungsi standarisasi (sortasi) dan grading, pembiayaan, penanggungan risiko, dan informasi pasar.

Analisis Saluran Pemasaran

Analisis saluran pemasaran dilakukan untuk mengetahui lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemindahan barang dari produsen (petani) ke konsumen di desa penelitian. Dari analisis saluran pemasaran dapat diperoleh informasi mengenai jumlah lembaga pemasaran yang terlibat dalam aliran pemasaran pada desa penelitian. Semakin banyak lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran suatu komoditi, maka semakin panjang aliran pemasaran yang dilalui komoditi tersebut. Akan tetapi, panjang atau pendek suatu saluran pemasaran tidak selalu mencerminkan keefisienan dari suatu sistem pemasaran.

Analisis Struktur Pasar

Analisis struktur pasar dilakukan untuk mengetahui kecenderungan struktur pasar yang dihadapi oleh masing-masing lembaga pemasaran. Penentuan struktur pasar ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi jumlah penjual dan pembeli, sifat dari produk yang diperjualbelikan, hambatan keluar masuk pasar, dan akses informasi pasar atau pengaruh terhadap harga.

Analisis Perilaku Pasar

Perilaku pasar adalah pola tingkah laku dari peserta pasar, yaitu produsen, konsumen, dan lembaga pemasaran lainnya. Perilaku pasar diasumsikan bagaimana pelaku pasar, yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer, dan konsumen menyesuaikan diri terhadap situasi penjualan dan pembelian yang terjadi. Tingkah laku pasar dapat dianalisis dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh pelaku pasar, sistem penentuan dan pembayaran harga, serta kerjasama diantara lembaga pemasaran.

21 Analisis Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran pada setiap lembaga pemasaran dihitung untuk mengetahui jenis dan besaran biaya setiap lembaga dalam jalur pemasaran, mulai dari produsen hingga konsumen. Marjin pemasaran merupakan selisih antara harga yang diterima konsumen dengan harga yang diterima pada tingkat produsen (petani). Marjin pemasaran pada setiap lembaga dihitung dari selisih antara harga penjualan dan harga pembelian di setiap lembaga pemasaran sedangkan untuk marjin pemasaran dalam satu saluran dihitung dari total seluruh keuntungan setiap lembaga ditambah dengan total biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh seluruh lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran tersebut. Secara matematis analisis marjin pemasaran dapat ditulis sebagai berikut :

MT = Pr – Pf = ∑Mi

Keterangan : M = marjin pemasaran Mi = marjin pemasaran di tingkat lembaga ke-i; Mi = Pji – Pbi MT = marjin total Pji = harga jual di tingkat lembaga pemasaran ke-i Pbi = harga beli di tingkat lembaga pemasaran ke-i Pr = harga jual di tingkat pengecer atau yang diterima konsumen Pf = harga jual di tingkat petani Analisis Farmer’s Share

Farmer’s share merupakan bagian pendapatan yang diterima petani dari kegiatan pemasaran. Analisis farmer’s share digunakan untuk membandingkan persentase dari harga yang dibayar konsumen terhadap harga yang diterima petani (Limbong et al. 1985). Semakin tinggi harga yang diterima konsumen dari lembaga pemasaran (pedagang), maka persentase yang diterima oleh petani semakin sedikit. Hal ini dikarenakan adanya hubungan negatif antara marjin pemasaran dengan bagian yang diterima petani. Secara matematis farmer’s share dihitung sebagai berikut :

Fs =PfPr

× 100% Keterangan : Fs : persentase yang diterima petani dari harga konsumen akhir Pf : harga di tingkat petani Pr : harga di tingkat konsumen akhir Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

Analisis rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran yang tercermin dalam saluran pemasaran. Rasio keuntungan dan biaya adalah persentase keuntungan pemasaran terhadap biaya pemasaran yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

Rasio keuntungan dan biaya = πi /Ci

Keterangan : πi = keuntungan lembaga pemasaran ke-i Ci = biaya pemasaran lembaga ke-i

22

Analisis Nilai Tambah Metode yang digunakan untuk menghitung nilai tambah dalam penelitian ini

adalah metode Hayami. Prosedur analisis nilai tambah dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Prosedur analisis nilai tambah metode Hayamia

No Variabel Nilai I. Output, Input, dan Harga 1. Output (Kg) A 2. Input (Kg) B 3. Tenaga kerja (HOK) C 4 Faktor konversi D = A/B 5. Koefisien tenaga kerja (HOK) E = C/B 6. Harga output (Rp/Kg) F 7. Upah tenaga kerja langsung (Rp/HOK) G II. Penerimaan dan Keuntungan 8. Harga bahan baku (Rp/Kg) H 9. Sumbangan input lain (Rp/Kg) I 10. Nilai output (Rp/Kg) J = D x F 11 a. Nilai tambah (Rp/Kg) K = J – H – I b. Rasio nilai tambah (%) L% = (K/J) x 100% 12 a. Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/Kg) M = E x G b Pangsa tenaga kerja (%) N% = (M/K) x 100% 13 a. Keuntungan (Rp/Kg) O = K – M b. Tingkat keuntungan (%) P% = (O/J) x 100% III. Balas Jasa Pemilik Faktor-faktor Produksi 14. Marjin (Rp/Kg) Q = J – H a. Pendapatan tenaga kerja langsung (%) R% = (M/Q) x 100% b. Sumbangan input lain (%) S% = (I/Q) x 100% c. Keuntungan pemilik perusahaan (%) T% = (O/Q) x 100% aSumber: Hayami et al. (1987)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Gambaran Umum Desa Cikarawang Desa Cikarawang merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah desa yaitu 226.56 hektar (Ha). Desa Cikarawang terletak pada ketinggian 193 meter diatas permukaan laut dan memiliki suhu udara 250 sampai 300 Celcius. Jarak dari pemerintahan Kecamatan Dramaga adalah 5 kilometer, sedangkan jarak dari Kabupaten Bogor adalah 35 kilometer. Batas-batas administratif pemerintahan Desa Cikarawang sebagai berikut: - Sebelah Utara : Sungai Cisadane - Sebelah Timur : Kelurahan Situ Gede - Sebelah Selatan : Sungai Ciapus

23 - Sebelah Barat : Sungai Ciaduan (pertemuan Sungai Ciapus dan Cisadane)

Wilayah Desa Cikarawang terdiri atas 3 Dusun dan 7 Rukun Warga (RW). Wilayah ini terbagi ke dalam wilayah kelompok masyarakat, yaitu 32 Rukun Tetangga (RT) yang menyebar di 11 kampung. Jumlah penduduk di Desa Cikarawang pada tahun 2012 adalah 8 228 jiwa yang terdiri atas 4 199 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 4 029 jiwa berjenis kelamin perempuan dengan jumlah kepala keluarga 2 144 KK. Penggolongan usia penduduk Desa Cikarawang tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Penggolongan usia penduduk di Desa Cikarawang tahun 2012a

No Usia (tahun)

Laki-laki Perempuan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 0-14 1 295 1 316 2 611 31.73 2 15-29 1 157 1 120 2 277 27.67 3 30-44 870 820 1 690 20.54 4 45-59 552 490 1 042 12.66 5 60-74 325 283 608 7.40 Jumlah 4 199 4 029 8 228 100.00 aSumber: Profil Desa Cikarawang 2012.

Jumlah penduduk Desa Cikarawang yang pernah mengikuti pendidikan formal sebesar 4 395 orang atau 53.42% dan sebanyak 3 833 orang atau 46.58% adalah lulusan sekolah dasar dari total jumlah penduduk 8 227 orang. Sarana pendidikan yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta di wilayah Desa Cikarawang terdiri atas 4 PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), 2 TK, 4 Sekolah Dasar atau sederajat, dan 1 SMP sederajat. Tingkat pendidikan penduduk dengan mayoritas petani akan berpengaruh pada tingkat pemahaman petani dalam menjalankan usahatani ubi jalar, selain pengalaman dalam usahataninya. Sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Cikarawang berada di sektor pertanian sebagai petani sebesar 310 orang dan buruh tani berjumlah 225 orang atau sekitar 32.94% dari jumlah keseluruhan penduduk yang bekerja. Selain itu, profesi penduduk di Desa Cikarawang yaitu adalah pedagang, PNS, TNI atau POLRI, dan karyawan swasta. Mata pencaharian penduduk Desa Cikarawang tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Mata pencaharian penduduk di Desa Cikarawang tahun 2012a

No Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Petani 310 19.09 2 Buruh Tani 225 13.85 3 Pedagang 435 26.79 4 PNS 175 10.78 5 TNI/POLRI 2 0.12 6 Karyawan Swasta 477 29.37 Jumlah 1 624 100.00 aSumber: Profil Desa Cikarawang 2012.

Desa Cikarawang memiliki 4 kelompok tani dan 1 kelompok tani wanita yang aktif dalam kegiatan di bidang pertanian serta sering melakukan kerjasama

24

dengan Institut Pertanian Bogor (IPB). Kelompok tani tersebut tersebar di empat kampung yang berbeda yaitu kelompok tani Hurip di kampung Carangpulang Bubulak, kelompok tani Mekar di kampung Carangpulang Kidul, kelompok tani Setia di kampung Cangkrang, kelompok tani Subur Jaya di Kampung Petapaan, dan kelompok wanita tani Melati di kampung Carangpulang Bubulak. Adapun beberapa pertanian yang diusahakan oleh penduduk Desa Cikarawang adalah padi, ubi jalar, jagung, kacang tanah, jambu kristal, dan pepaya. Komoditi unggulan petani di Desa Cikarawang adalah ubi jalar dan kacang tanah. Sedangkan untuk komoditi padi yang telah dipanen tidak dijual ke pasar atau tengkulak, melainkan digunakan untuk memenuhi kebutuhan persediaan pangan bagi keluarga petani. Gambaran Umum Desa Petir

Desa Petir merupakan salah satu desa di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Jarak Desa Petir dari pusat Kecamatan sekitar 5 kilometer, jarak dari Kabupaten Bogor adalah 30 kilometer, dan jarak dari Provinsi Jawa Barat sekitar 120 kilometer. Luas wilayah desa adalah 420 Hektar (ha). Desa Petir merupakan dataran rendah dengan ketinggian 300 meter dari permukaan laut dengan suhu udara rata-rata adalah 300C. Pembagian wilayah Desa Petir secara administratif sebagai berikut: - Sebelah Utara : Desa Neglasari - Sebelah Timur : Desa Sukawening - Sebelah Selatan : Desa Sukajadi Kecamatan Ciomas - Sebelah Barat : Kecamatan Ciampea

Desa Petir memiliki 9 Rukun Warga (RW), 4 Rukun Tangga (RT), dan 4 Dusun diantaranya Dusun Babakan, Dusun Petir, Dusun Sempur, dan Dusun Cibeureum. Berdasarkan buku profil Desa Petir tahun 2012, jumlah penduduk Desa Petir berjumlah 12 385 jiwa yang terdiri atas 6 532 jiwa laki-laki dan 5 853 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 3 006 Kepala Keluarga (KK). Tingkat pendidikan penduduk Desa Petir berdasarkan buku profil Desa Petir tahun 2012 masih tergolong rendah. Tingkat pendidikan yang paling banyak diterima oleh penduduk Desa Petir adalah SD (Sekolah Dasar) sebanyak 3 182 orang. Tingkat pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama) sebanyak 501 orang, SMA (Sekolah Menengah Atas) sebanyak 415 orang, akademi (D1-D3) sebanyak 18 orang, sarjana (S1) sebanyak 21 orang. Tingkat pendidikan penduduk Desa Petir tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Tingkat pendidikan penduduk di Desa Petir tahun 2012a

No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Sekolah Dasar 3 182 76.92 2 Sekolah Menengah Pertama 501 12.11 3 Sekolah Menengah Atas 415 10.03 4 Akademi (D1-D3) 18 0.44 5 Sarjana (S1) 21 0.50 Jumlah 4 137 100.00 aSumber: Profil Desa Petir 2012.

25

Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Petir antara lain: 2 buah TK (Taman Kanak-kanak), 6 buah SD (Sekolah Dasar), 1 buah SMP (Sekolah Menengah Pertama), 4 buah Lembaga Pendidikan Agama. Sarana transportasi umum yang digunakan oleh penduduk Desa Petir adalah angkutan perkotaan (angkot) dan ojek sepeda motor. Prasarana transportasi yang ada di Desa Petir berupa jalan sudah dalam kondisi yang baik dan teraspal sehingga mudah untuk dilalui kendaraan. Penduduk Desa Petir memiliki mata pencaharian yang beragam, akan tetapi sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian utama bagi penduduk Desa Petir. Selain itu, profesi penduduk di Desa Petir yaitu sebagai PNS, TNI atau POLRI, karyawan swasta, jasa (tukang ojek dan supir angkot), pedagang atau wiraswasta. Mata pencaharian penduduk Desa Petir tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Mata pencaharian penduduk di Desa Petir tahun 2012a

No Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Petani 850 27.66 2 Buruh tani 1 213 39.47 3 PNS 75 2.44 4 TNI/POLRI 10 0.33 5 Pedagang/wiraswasta 610 19.85 6 Jasa (tukang ojek dan supir angkot) 315 10.25 Jumlah 3 073 100.00 aSumber: Profil Desa Petir 2012.

Jumlah penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai petani dan buruh tani masing-masing sebanyak 850 orang dan 1 213 orang. Mata pencaharian terbesar kedua terbesar setelah sektor pertanian sebanyak 610 orang adalah pedagang atau wiraswasta. Penduduk yang berprofesi sebagai pedagang atau wiraswasta di Desa Petir biasanya dapat berupa usaha sembako dan agroindustri. Salah satu bentuk agroindustri yang dilakukan oleh wiraswasta di Desa Petir adalah pengolahan hasil produksi petani berupa ubi jalar menjadi kremes, mie, pangsit, dan stik. Skala usaha agroindustri di Desa Petir masih dalam skala rumahan (home industry). Salah satu usaha agroindustri pengolahan ubi jalar di Desa Petir tersebut adalah usaha bersama ibu-ibu rumah tangga di Desa Petir yang bernama POSDAYA BERSAMA.

Gambaran Umum Usahatani Ubi Jalar

Usahatani ubi jalar yang dilakukan oleh petani di Desa Cikarawang melalui beberapa tahapan mulai dari persiapan lahan (pemupukan), persiapan bibit, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan panen. Kegiatan budidaya ubi jalar tersebut dijelaskan sebagai berikut:

Persiapan Lahan Berdasarkan hasil wawancara dengan petani di lokasi penelitian, pengolahan tanah yang dilakukan pada tanaman ubi jalar adalah dengan cara digemburkan terlebih dahulu dengan menggunakan cangkul dan setelah itu tanah dibiarkan

26

selama satu minggu agar terkena sinar matahari. Petani di Desa Cikarawang biasanya melakukan penanaman ubi jalar setelah panen padi sehingga perlu dilakukan pembersihan jerami terlebih dahulu dengan cara dibabat sebatas permukaan, sedangkan untuk petani yang menggunakan lahan kering dapat langsung melakukan pembajakan tanpa dilakukan pembersihan rumput. Pembuatan guludan yang dilakukan oleh petani responden berukuran lebar 70 centimeter, tinggi 40 centimeter dengan jarak antar guludan 30 sampai 100 centimeter yang disesuaikan dengan kondisi lahan. Ukuran guludan tidak melebihi 40 centimeter karena guludan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terbentuknya ubi yang berukuran panjang dan dalam sehingga sulit untuk dilakukan pemanenan. Sebaliknya guludan yang terlalu dangkal akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan atau perkembangan ubi jalar dan memudahkan serangan hama seperti boleng atau lanas (Cylas sp). Arah bedengan yang digunakan petani responden adalah memanjang dari utara-selatan. Setelah dilakukan pembuatan bedengan tanah maka bedengan tanah tersebut dibiarkan selama satu minggu agar terkena sinar matahari dan kemudian dilakukan penggemburan kembali dengan dicangkul tipis. Pemberian pupuk organik atau pupuk kandang sebagai pemupukan dasar dilakukan untuk menambah bahan organik di dalam tanah.

Gambar 3 Tanaman ubi jalar dan lahan milik petani responden Persiapan Bibit Bibit yang digunakan oleh petani responden berasal dari tunas-tunas umbi yang telah terlebih dahulu disemai melalui proses penunasan. Perbanyakan tanaman dengan cara setek batang atau setek pucuk dilakukan maksimal sampai tiga turunan (F1, F2, dan F3). Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas umbi yang dihasilkan karena apabila terlalu banyak turunan akan menyebabkan hasil umbi atau panen menurun. Dari hasil wawancara, petani responden menyatakan bahwa jumlah bibit yang dibutuhkan untuk luas lahan 1 yaitu kurang lebih 40 000 setek. Jumlah bibit yang digunakan disesuaikan dengan jarak tanam 100 x 25 centimeter. Berdasarkan hasil wawancara, tata cara dalam penyiapan bibit dengan penunasan umbi sebagai berikut: a. Pilih umbi ubi jalar yang cukup tua, keadaan sehat, dan berukuran minimal

sebesar telur ayam.

27 b. Umbi ditanam pada lahan khusus penunasan dengan jarak tanam kurang lebih

100 x 25 centimeter. c. Pemotongan tanaman bibit dilakukan pada saat umbi sudah bertunas berumur 2

sampai 3 bulan. Tanaman bibit yang dijadikan setek dipotong bagian pucuknya dengan ukuran sebesar 20 sampai 30 centimeter menggunakan pisau. Pemotongan setek ini biasanya dilakukan petani pada pagi hari atau sore hari agar kandungan dalam setek masih maksimum.

d. Setek pucuk yang telah dipotong, ditanam kembali di lahan penunasan yang berbeda. Proses penunasan kedua dilakukan selama 1 sampai 2 bulan.

e. Setek pucuk ditanam ke lahan sebenarnya sampai tiba masa panen selama 3 sampai 4 bulan.

f. Apabila penanaman tidak dilakukan secara langsung, maka bibit dapat disimpan di dalam karung atau keranjang maksimal 7 hari.

Penanaman Pada umumnya penanaman yang dilakukan oleh petani responden adalah monokultur (tunggal), yaitu menanam ubi jalar saja. Adapun tahapan-tahapan penanaman ubi jalar yang dilakukan oleh petani responden sebagai berikut: a. Membuat larikan atau lubang tunggal memanjang di sepanjang puncak guludan

dengan cangkul sedalam lebar cangkul dengan jarak antar lubang tunggal 20 sampai 30 centimeter.

b. Petani responden menanam setek ubi jalar (pangkal batang) dengan kedalaman kurang lebih 5 sampai 10 centimeter.

c. Setek ubi jalar yang telah ditanam disiram dengan air secukupnya di sekitar tanaman.

d. Melakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang, urea, dan NPK. Pemberian pupuk kandang dilakukan dilakukan saat umur tanaman satu minggu sedangkan untuk pupuk kimia diberikan pada saat tanaman berumur dua minggu dan dibiarkan lagi selama satu minggu.

Pemeliharaan Berdasarkan hasil wawancara, pemeliharaan tanaman ubi jalar yang

dilakukan oleh petani di Desa Cikarawang meliputi penyiangan dan pembumbunan, pembalikan batang, pengedalian hama dan penyakit. a. Penyiangan dan Pembumbunan

Penyiangan dilakukan petani responden untuk membersihkan gulma atau rumput yang berada di sekitar tanaman ubi jalar. Pembumbunan dilakukan untuk menggemburkan dan meninggikan permukaan tanah di sekitar tanaman. Biasanya petani responden melakukan penyiangan dan pembumbunan secara bersamaan pada saat tanaman berumur 1 bulan setelah ditanam dan dilakukan kembali pada saat tanaman berumur 2 bulan.

b. Pembalikan Batang Pembalikan batang dilakukan untuk mencegah tumbuhnya umbi ubi jalar pada

setiap ruas batang yang menempel pada tanah. Umbi pada ruas batang tersebut berukuran kecil dan tidak dikonsumsi, serta mempengaruhi ukuran umbi utamanya.

c. Pengendalian Hama dan Penyakit

28

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden, pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara fisik dan kimiawi. Hama yang sering menyerang ubi jalar adalah hama boleng atau lanas akibat ular. Petani mengatasi hama boleng atau lanas tersebut dengan menggunakan insektisida seperti Decis dengan konsentrasi yang dianjurkan.

Panen Ubi jalar yang banyak ditanam oleh petani responden adalah ubi jalar varietas AC yang dapat dipanen pada saat umur 3 sampai 4 bulan. Waktu pemanenan ubi jalar biasanya dilakukan pada pagi atau sore hari sama seperti waktu penanaman.

(a) (b)

Gambar 4 (a) Hasil panen ubi jalar berdasarkan grade A,B, C (dari kiri); (b) Penimbangan ubi jalar

Karakteristik Petani Responden

Responden sistem pemasaran dalam penelitian ini adalah petani ubi jalar di Desa Cikarawang. Jumlah petani ubi jalar yang menjadi responden sebanyak 30 orang. Beberapa karakteristik petani responden yang dianggap penting mencakup umur, tingkat pendidikan, status usahatani ubi jalar, luas lahan yang ditanam ubi jalar, dan pengalaman usahatani.

Umur

Secara umum, persentase penyebaran umur petani responden cukup beragam sehingga diharapkan dapat mewakili seluruh petani yang terdapat di Desa Cikarawang. persentase umur terbesar berada pada kelompok umur 41 sampai 50 tahun, sedangkan persentase umur terendah pada kelompok umur 21 sampai 30 tahun dan 71 sampai 80 tahun. Karakteristik petani responden berdasarkan umur dapat diidentifikasi bahwa sebagian besar (73.33%) dari petani responden masih berada pada usia produktif yaitu dengan rentang umur 21 sampai 60 tahun. Sebaran umur petani responden dapat dilihat pada Tabel 10.

29 Tabel 10 Karakteristik petani responden berdasarkan umura

Kelompok Umur (tahun) Jumlah Responden (orang) Persentase (%) 21-30 2 6.67 31-40 3 10.00 41-50 10 33.33 51-60 7 23.33 61-70 6 20.00 71-80 2 6.67 Total 30 100.00

aSumber: Data Primer.

Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan sebagian besar petani responden masih tergolong

rendah. Hal ini terlihat dari jumlah responden yang memiliki tingkat pendidikan hanya sampai Sekolah Dasar (SD) lebih dari setengah keseluruhan jumlah responden yaitu sebesar 56.67% dan responden yang tidak sekolah sebesar 6.67%. Tingkat pendidikan formal petani responden di Desa Cikarawang dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Karakteristik petani responden berdasarkan tingkat pendidikana

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (orang)

Persentase (%)

Tidak Sekolah (TS) 2 6.67 Sekolah Dasar (SD) 17 56.67 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 3 10.00 Sekolah Menengah Atas (SMA) 8 26.66 Total 30 100.00 aSumber: Data Primer.

Status Usahatani Ubi Jalar Status usahatani ubi jalar dari 30 orang petani responden, sebanyak 17 orang

atau sebesar 56.67% menjadikan ubi jalar sebagai usahatani utama dan sebesar 43.33% atau sebanyak 13 orang menjadikan bertani ubi jalar sebagai pekerjaan sampingan, dimana pekerjaan utamanya yaitu bertani komoditas lain, pedagang, montir, dan pengrajin. Status usahatani petani responden tersebut dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Status usahatani petani respondena

Status Usahatani Jumlah Responden (orang) Persentase (%) Pekerjaan Utama 17 56.67 Pekerjaan Sampingan 13 43.33 Total 30 100.00 aSumber: Data Primer.

Pengalaman Usahatani Pengalaman dalam bertani menjadi salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi keberhasilan suatu usahatani. Petani yang berpengalaman dalam usahatani suatu komoditas seharusnya dapat lebih mampu untuk meningkatkan

30

produktivitas dibandingkan dengan petani yang kurang berpengalaman. Usahatani ubi jalar telah dilakukan oleh petani responden sebagai usahatani turun-temurun. persentase pengalaman petani dalam usahatani ubi jalar terbesar pada 0 sampai 10 tahun yaitu sebesar 53.33% (Tabel 13). Tabel 13 Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatania

Pengalaman (tahun) Jumlah Responden (orang) Persentase (%) 0-10 16 53.33 11-20 6 20.00 21-30 3 10.00 31-40 2 6.67 41-50 3 10.00 Total 30 100.00 aSumber: Data Primer.

Luas Lahan Luas lahan yang ditanami ubi jalar oleh petani responden masih relatif kecil

yaitu berkisar antara 0.08-1.00 hektar. persentase terbesar luas lahan petani yang ditanami ubi jalar yaitu ≤ 0.50 hektar sebesar 86.67% atau sebanyak 26 orang, sedangkan untuk luas lahan 0.51 sampai 1.00 hektar sebesar 13.33% atau sebanyak 4 orang (Tabel 14).

Tabel 14 Karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan usahatani ubi

jalara

Luas Lahan (hektar) Jumlah Responden (orang) Persentase (%) ≤ 0.50 26 86.67 0.51-1.00 4 13.33 Total 30 100.00 aSumber: Data Primer.

Karakteristik Pedagang Responden

Pedagang yang menjadi responden dalam penelitian sistem pemasaran adalah pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Jumlah masing-masing responden lembaga pemasaran tersebut yaitu pedagang pengumpul sebanyak 2 orang, pedagang besar sebanyak 2 orang, dan pedagang pengecer sebanyak 6 orang. Pedagang besar merupakan pedagang di Pasar Induk Kramat Jati. Pedagang pengecer sebanyak 6 orang tersebut merupakan 4 orang pedagang pengecer di Pasar Ciputat, 2 orang lainnya pedagang pengecer di daerah Jakarta yaitu Pasar Klender. Keseluruhan pedagang responden adalah 10 orang. Beberapa karakteristik dari pedagang responden yang dianggap penting diantaranya adalah umur dan tingkat pendidikan.

Umur

Persentase umur terbesar terdapat pada rentang umur 41 sampai 50 tahun sebesar 40%, sedangkan persentase umur terkecil terdapat pada kelompok umur 21 sampai 30 tahun dan 31 sampai 40 tahun sebesar 30%. Keseluruhan

31 penyebaran umur pada pedagang responden masih dalam usia produktif. Jenis kelamin pedagang responden seluruhnya adalah laki-laki. Adapun penyebaran umur pedagang responden dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Karakteristik pedagang responden berdasarkan umura

Kelompok Umur (tahun) Jumlah Responden (orang) Persentase (%) 21-30 3 30.00 31-40 3 30.00 41-50 4 40.00 Total 10 100.00 aSumber: Data Primer.

Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan tertinggi pedagang responden adalah Sekolah Menengah

Pertama (SMP) sebesar 40%, sedangkan sebesar 30% masing-masing dari pedagang responden memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Adapun data mengenai tingkat pendidikan formal pedagang responden dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Karakteristik pedagang responden berdasarkan tingkat pendidikana

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (orang) Persentase (%) Sekolah Dasar (SD) 3 30.00 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 4 40.00 Sekolah Menengah Atas (SMA) 3 30.00 Total 10 100.00 aSumber: Data Primer.

Gambaran Umum Usaha Pengolahan Ubi Jalar

Ubi jalar merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang memiliki kandungan gizi dan kalori lebih lengkap dibandingkan dengan ubi kayu (Tabel 1). Pada saat ini ubi jalar dapat dikonsumsi dalam bentuk segar (fresh product) maupun olahan setengah jadi untuk industri makanan lanjut dan olahan akhir. Beberapa jenis olahan yang berbahan baku ubi jalar yaitu tepung, pangsit, stik, kremes, keripik, dan mie. Agroindustri ubi jalar yang dikembangkan di Desa Cikarawang dan Desa Petir, Kecamatan Dramaga adalah pangsit, tepung, dan kremes. Pemilihan ketiga jenis olahan ubi jalar didasarkan pada proporsi pengunaan bahan baku (ubi jalar) lebih dari 50% dibanding bahan penolongnya dan merupakan produk turunan pertama dari ubi jalar. Industri olahan ubi jalar di lokasi penelitian menggunakan jenis ubi jalar varietas AC sebagai bahan baku utama dalam pembuatan pangsit, tepung, dan kremes ubi jalar. Keseluruhan responden memperoleh bahan baku dari petani di sekitar lingkungan usaha. Hal ini dikarenakan harga ubi jalar yang dijual oleh petani lebih murah apabila dibandingkan dengan harga jual ubi jalar di pedagang pengecer yaitu sebesar Rp1 000 per kilogram sampai Rp2 500 per kilogram.

32

(a) (b)

(c)

Gambar 5 Produk olahan ubi jalar (a) pangsit; (b) tepung; (c) kremes

Pangsit Ubi Jalar Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan pangsit adalah ubi jalar varietas AC. Pemilihan jenis ubi jalar AC dikarenakan jenis ubi jalar ini paling banyak dibudidayakan di lokasi penelitian. Jumlah ubi jalar yang digunakan untuk satu kali produksi sebanyak 5 kilogram. POSDAYA BERSAMA melakukan kegiatan produksi pangsit secara kontinu yaitu dalam satu minggu sebanyak 5 hari. Selain bahan baku utama terdapat bahan penolong yang digunakan dalam pembuatan pangsit yaitu tepung terigu, maizena, sagu, garam, minyak goreng, seasoning, plastik dan label. Adapun kebutuhan bahan penolong untuk satu kali produksi dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Rincian kebutuhan bahan penolong pembuatan pangsita

Bahan Penolong Satuan Jumlah Tepung terigu Kilogram 2.50 Maizena Kilogram 0.20 Sagu Kilogram 0.10 Garam Kilogram 0.01 Minyak goreng Kilogram 1.50 Seasoning Kilogram 0.04 Plastik (250 gram) Lembar 22 Label Lembar 22 aSumber: Data Primer.

33

Dari Tabel 17 dapat diketahui bahwa penggunaan tepung terigu untuk 5 kilogram ubi jalar sebesar 2.5 kilogram. Selain itu besaran penggunaan bahan penolong lain yang dibutuhkan untuk pembuatan pangsit yaitu maizena sebesar 0.2 kilogram, sagu sebanyak 0.1 kilogram, garam sebanyak 0.01 kilogram, minyak goreng sebanyak 1.5 kilogram, seasoning sebanyak 0.04 kilogram, plastik dan label (kemasan) masing-masing sebanyak 22 lembar. POSDAYA BERSAMA memperoleh bahan baku dari petani di sekitar lingkungan usaha yaitu di Desa Petir, Kecamatan Dramaga. Proses pembuatan pangsit ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 6. Ubi jalar Pencucian

Dikukus

Pengupasan kulit

Dihancurkan

2.5 jam Ubi jalar + bahan penolong (adonan)

Pembentukkan adonan (helaian persegi)

Pemotongan adonan

Penggorengan

Pengemasan

0.5 jam Pangsit ubi jalar

Gambar 6 Tahap pembuatan pangsit ubi jalar

Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui tahapan pembuatan ubi jalar menjadi pangsit. Ubi jalar yang sudah dibeli dari petani terlebih dahulu dibersihkan umbinya dengan menggunakan air untuk menghilangkan sisa-sisa tanah yang masih menempel. Setelah itu ubi jalar yang telah dicuci tadi dikukus untuk kemudian dilakukan pengupasan kulit. Ubi jalar yang telah dikupas kemudian dihancurkan dan dicampur dengan bahan penolong hingga membentuk sebuah adonan. Adonan tersebut dibentuk menjadi helaian persegi untuk dilakukan pemotongan adonan dengan menggunakan pisau cetakan. Adonan yang telah dipotong dimasukkan ke dalam minyak goreng yang telah didihkan sebelumnya. Setelah dilakukan penggorengan adonan tersebut ditiriskan untuk mengurangi sisa-sisa minyak yang masih tertinggal di pangsit dan dilakukan pengemasan dengan menggunakan plastik yang telah diberi label. Ukuran kemasan pangsit ubi jalar sebesar 250 gram dan dijual dengan harga Rp7 000 per kemasan. Lama proses pembuatan pangsit adalah 3 jam dengan waktu kerja mulai dari jam 08.00 sampai 11.00 WIB. Upah tenaga kerja per hari sebesar Rp5 000 dengan jumlah

34

tenaga kerja sebanyak 5 orang yakni 3 orang dibagian pengolahan dan 2 orang dibagian pengemasan. Tepung Ubi Jalar Bahan baku utama dalam pembuatan tepung ubi jalar adalah ubi jalar. Jenis ubi jalar yang digunakan adalah ubi jalar varietas AC. Hal ini dikarenakan varietas ubi jalar AC paling banyak dibudidayakan oleh petani di lokasi penelitian. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung dikembangkan oleh KWT Melati Desa Cikarawang. Jumlah ubi jalar yang digunakan untuk satu kali produksi sebanyak 100 kilogram dengan lama jam kerja sebesar 6 jam. Akan tetapi, pada analisis nilai tambah ini jumlah ubi jalar yang diperbandingkan dalam pengolahan tepung ubi jalar sebesar 5 kilogram. Dalam pembuatan tepung ubi jalar tidak menggunakan bahan penolong lain melainkan hanya menggunakan plastik sebanyak 40 lembar sebagai kemasan tepung ubi jalar. Ukuran kemasan tepung ubi jalar sebesar 500 gram. Harga per kemasan tepung ubi jalar sebesar Rp6 000 per kemasan. Lama proses pembuatan tepung untuk 5 kilogram ubi jalar diolah menjadi tepung ubi jalar membutuhkan waktu 0.3 jam atau 18 menit. Proses produksi tepung ubi jalar dilakukan 4 kali dalam 1 bulan, dikarenakan untuk menghindari penumpukan tepung ubi jalar sehingga proses produksi dilakukan sesuai dengan pesanan dan persediaan untuk pembeli harian. Tahapan pembuatan tepung ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 7.

Ubi jalar

Pengupasan

Pemotongan Pencucian Penyautan

Pemerasan pati 0.3 jam Penjemuran 1-2 hari Penggilingan

Pengayakan

Pengemasan

Tepung ubi jalar

Gambar 7 Tahap pembuatan tepung ubi jalar

Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa proses pengolahan tepung ubi jalar diawali dengan pengupasan dan pemotongan ubi jalar menjadi dua bagian. Setelah ubi jalar dipotong kecil kemudian dicuci dengan menggunakan air. Ubi

35 jalar yang telah dicuci kemudian dilakukan penyautan. Hasil sautan ubi jalar direndam dengan air agar tidak terjadi pencoklatan untuk tahap selanjutnya. Setelah direndam hasil sautan (parutan) ubi jalar tersebut diperas dan disaring 2 sampai 3 kali untuk didapatkan ampas dan cairan yang akan diolah menjadi tepung ubi jalar. Penyaringan dan pemerasan dilakukan dengan menggunakan kain saring untuk memisahkan ampas dan cairan, cairan ditampung dan didiamkan dalam baskom. Ampas ubi jalar yang dihasilkan dari proses pemerasan dan penyaringan sebelumnya dikeringkan dengan cara dijemur atau diangin-anginkan. Cairan yang dihasilkan dari tahap penyaringan dan pemerasan diendapkan untuk mendapatkan patinya. Pemisahan ampas dan pati dilakukan untuk membuang getah-getah yang terdapat pada ubi jalar. Setelah melakukan proses pengendapan, dilakukan pemisahan endapan dengan air yang tidak mengendap. Hasil endapan merupakan pati. Ampas dan pati dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari. Proses pengeringan dibawah sinar matahari sangat dipengaruhi oleh cuaca, biasanya pengeringan dilakukan selama 1 sampai 2 hari. Ampas dan pati yang telah dikeringkan diurai untuk dilakukan penggilingan. Penggilingan dilakukan dengan menggunakan mesin penggiling tepung. Campuran ampas dan pati yang telah digiling kemudian dilakukan pengayakan. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan hasil tepung yang halus. Tahapan terakhir dalam pembuatan tepung ubi jalar adalah pengemasan tepung ke dalam plastik yang telah diberi label. Dari 5 kilogram ubi jalar yang digunakan dapat menghasilkan 1 kilogram tepung ubi jalar. Upah tenaga kerja dalam pembuatan tepung ubi jalar berbeda-beda sesuai dengan pembagian kerjanya. Adapun pembagian kerja dan upah tenaga kerja untuk satu kali produksi produksi, dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Pembagian kerja dan upah tenaga kerja pembuatan tepung ubi jalara

Pembagian Kerja Jumlah Tenaga Kerja (orang)

Lama Jam Kerja (jam)

Jumlah Upah Tenaga Kerja (Rp)

Pengupasan 1 0.05 50 Penyautan dan Pemerasan Pati 2 0.05 1 000

Penggiling 1 0.10 2 500 Pengayak 1 0.05 625 Pengemas 1 0.05 625 Jumlah 6 0.30 4 800 aSumber: Data Primer (diolah).

Kremes Ubi Jalar Pengolahan ubi jalar menjadi kremes di Desa Petir, Kecamatan Dramaga menggunakan jenis ubi jalar AC. Hal ini dikarenakan jenis ubi jalar ini yang paling banyak dibudidayakan oleh petani disekitar lingkungan usaha. Jumlah ubi jalar yang digunakan untuk satu kali proses produksi kremes di lokasi penelitian sebanyak 5 kilogram. Selain ubi jalar dibutuhkan bahan penolong untuk membuat kremes ubi jalar yakni gula merah, gula pasir, dan minyak goreng. Adapun kebutuhan bahan penolong dalam pembuatan kremes untuk satu kali produksi dapat dilihat pada Tabel 19.

36

Tabel 19 Rincian kebutuhan bahan penolong pembuatan kremesa

Bahan Penolong Volume (kg) Gula Merah 1.00 Gula Pasir 0.50 Minyak Goreng 1.00 aSumber: Data Primer.

Dari Tabel 19 dapat diketahui bahwa penggunaan gula merah untuk membuat kremes ubi jalar untuk satu kali produksi sebanyak 1 kilogram. Selain itu penggunaan gula pasir dan minyak goreng masing-masing secara berurutan sebesar 0.5 kilogram dan 1 kilogram untuk satu kali produksi. Proses produksi kremes membutuhkan waktu selama 3 jam. Tahapan pembuatan kremes ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 8. Ubi jalar

Potong kecil

Goreng 2.5 jam Campur adonan + gula merah dan gula pasir

Bentuk menjadi bulatan kecil

Diamkan hingga mengeras 0.5 jam Pengemasan

Gambar 8 Tahap pembuatan kremes ubi jalar

Berdasarkan Gambar 8 diketahui bahwa ubi jalar yang telah dibeli dari petani dikupas dan dipotong kecil sebesar korek api rendam dengan air kemudian tiriskan. Ubi jalar yang telah dipotong kecil tersebut kemudian digoreng dengan menggunakan minyak goreng yang telah dipanaskan sebelumnya. Ubi jalar digoreng hingga kuning kecoklatan kemudian kecilkan api dan campurkan adonan berupa irisan gula merah, gula pasir, aduk hingga rata sampai gula mencair dan tercampur dengan ubi menjadi gumpalan. Selanjutnya angkat dan dibentuk menjadi bulatan kecil, diamkan hingga mengeras untuk kemudian dapat dikemas ke dalam topless. Dari 5 kilogram ubi jalar dapat menghasilkan 150 buah kremes atau setara dengan 3.1 kilogram kremes. Harga per buah kremes ubi jalar sebesar Rp500 per buah. Dalam 1 bulan usaha pembuatan kremes diproduksi sebanyak 5 kali. Jumlah tenaga kerja dalam pembuatan kremes di lokasi penelitian sebanyak 2 orang. Upah tenaga kerja per hari berbeda-beda seperti bagian pengolahan sebesar Rp15 000 per hari dan bagian pengemasan sebesar Rp5 000 per hari.

37

Sistem Pemasaran Ubi Jalar

Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran

Sistem pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang dari petani hingga konsumen melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran ubi jalar di lokasi penelitian sebagai berikut : 1. Pedagang pengumpul merupakan lembaga pemasaran yang memiliki peranan

sebagai pedagang yang membeli dan mengumpulkan ubi jalar langsung dari petani, serta sebagai pedagang perantara yang menyalurkan hasil panen petani kepada pedagang besar, pengecer maupun konsumen antara (pabrik)

2. Pedagang besar (Pasar Induk Kramat Jati) merupakan lembaga pemasaran yang berperan sebagai pedagang yang membeli ubi jalar dari pedagang pengumpul

3. Pedagang pengecer merupakan lembaga pemasaran yang berperan sebagai pedagang yang menjual ubi jalar kepada konsumen akhir

Setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran barang atau hasil panen dari tingkat produsen ke tingkat konsumen memerlukan berbagai kegiatan yang dapat memperlancar pemasaran dinamakan fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran dikelompokkan menjadi tiga yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Adapun pelaksanaan fungsi pada lembaga pemasaran yang terlibat dalam sistem pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Pelaksanaan fungsi lembaga pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang

Lembaga Pemasaran Fungsi Pemasaran Aktivitas Pedagang Pengumpul

Fungsi Pertukaran Pembelian dan Penjualan Fungsi Fisik Pengangkutan, Pengolahan, dan

Pengemasan Fungsi Fasilitas Pembiayaan, Sortasi dan Grading,

Informasi Pasar, Penanggungan Risiko

Pedagang Besar Fungsi Pertukaran Pembelian dan Penjualan Fungsi Fisik Pengangkutan dan Pengemasan Fungsi Fasilitas Pembiayaan, Sortasi dan Grading,

Informasi Pasar, Penanggungan Risiko

Pedagang Pengecer Fungsi Pertukaran Pembelian dan Penjualan Fungsi Fisik Pengangkutan, Pengemasan Fungsi Fasilitas Pembiayaan, Sortasi dan Gradinga,

Informasi Pasar, Penanggungan Risiko

aAktivitas hanya dilakukan oleh pedagang pengecer yang membeli ubi jalar langsung dari pedagang pengumpul.

38

Petani Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani ubi jalar di Desa Cikarawang adalah fungsi pertukaran dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh petani responden berupa aktivitas penjualan. Dari hasil wawancara dengan 30 petani ubi jalar di Desa Cikarawang, keseluruhan petani menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul dan tidak ada yang menjual langsung ke pasar. Hal ini dikarenakan biaya operasional yang tinggi meliputi pengangkutan dan pengemasan. Selain itu, petani dapat memperkecil ketidakpastian dalam penjualan dengan menjual langsung semua hasil panen ke pedagang pengumpul dan tidak sulit untuk mencari pasar sehingga dapat menghemat waktu dan biaya. Petani menjual ubi jalar kepada pedagang pengumpul yang sudah berlangganan atau ada ikatan keluarga. Pemanenan ubi jalar dilakukan dengan sistem tebasan oleh pedagang pengumpul. Sistem tebasan merupakan proses pemanenan yang dilakukan oleh buruh yang telah disediakan oleh pedagang pengumpul, dimana buruh mengangkut ubi jalar dari kebun petani ke tempat pengumpulan sehingga petani tidak mengeluarkan biaya pascapanen seperti biaya pengangkutan, biaya tenaga kerja, dan biaya pengemasan karena sudah menjadi tanggungjawab dari pedagang pengumpul. Transaksi jual beli yang dilakukan antara petani dan pedagang pengumpul dengan menggunakan sistem bukti, yaitu petani mengetahui dengan jelas hasil panen dari kebunnya dengan ikut langsung menyaksikan penimbangan dan dengan menggunakan nota penjualan. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh petani responden adalah aktivitas penanggungan risiko dan pembiayaan. Petani ubi jalar menanggung risiko fluktuasi harga, pada saat panen raya harga relatif rendah dan terkadang tidak sesuai dengan biaya produksi yang telah dikeluarkan. Selain itu, petani juga menanggung risiko pada saat kualitas dan kuantitas ubi jalar yang dihasilkan tidak sesuai dengan keinginan pasar atau hasil panen yang terkena serangan hama dan penyakit. Fungsi pembiayaan meliputi modal untuk kegiatan produksi. Dari 30 petani responden sebanyak 10 orang petani yang melakukan fungsi pembiayaan dengan modal sendiri yaitu sumber keluarga, sedangkan sisanya petani melakukan fungsi pembiayaan dengan menggunakan modal pinjaman dari pedagang pengumpul. Pedagang Pengumpul

Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang pengumpul meliputi aktivitas pembelian dan penjualan. Pedagang pengumpul membeli ubi jalar langsung dari kebun petani dengan menggunakan buruh untuk mengangkut hasil panen petani ke tempat pengumpulan. Pedagang pengumpul menjual ubi jalar kepada pedagang besar, pedagang pengecer, dan konsumen antara (pabrik). Kegiatan penjualan yang dilakukan pedagang pengumpul kepada beberapa lembaga pemasaran yang sudah berlangganan. Sedangkan antara pabrik saos dengan pedagang pengumpul biasanya mengadakan sistem kerjasama atau kemitraan yang mengharuskan pedagang pengumpul mengirimkan atau menjual ubi jalar sesuai dengan kuantitas dan kualitas yang dibutuhkan oleh pabrik.

39

Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berupa pengangkutan, pengemasan, dan pengolahan. Aktivitas pengangkutan dilakukan pedagang pengumpul pada saat membeli ubi jalar dari kebun petani. Pedagang pengumpul menggunakan jasa buruh untuk mengangkut hasil panen petani ke tempat pengumpulan. Selain itu, pedagang pengumpul juga melakukan aktivitas pengolahan ubi jalar. Hal ini dilakukan khusus untuk penjualan ubi jalar ke pabrik saos karena pihak pabrik menginginkan ubi jalar dalam bentuk yang telah dikupas agar lebih memudahkan untuk proses selanjutnya. Sebelum disalurkan ke berbagai lembaga pemasaran ubi jalar dari pedagang pengumpul dilakukan proses pengemasan dengan menggunakan karung untuk mempermudah dalam kegiatan pengangkutan. Dalam proses penjualan ke pabrik maupun pedagang besar dan pengecer, pihak pembeli membawa angkutan sendiri ke tempat pengumpulan sehingga pedagang pengumpul tidak menanggung biaya pengangkutan untuk mengantar ubi jalar ke lembaga pemasaran selanjutnya dan konsumen antara (pabrik saos) tersebut.

Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengumpul meliputi pembiayaan, sortasi, grading, penanggungan risiko, dan informasi pasar. Fungsi pembiayaan yang dilakukan pedagang pengumpul adalah penyediaan modal untuk melakukan kegiatan pembelian ubi jalar dari petani. Selain itu, aktivitas pembiayaan juga dilakukan untuk membantu penyediaan modal bagi petani bagi kegiatan produksi, membeli karung dan membayar biaya tenaga kerja (angkut, sortasi, grading, dan pengupasan). Kegiatan penyortiran dan grading dilakukan untuk memisahkan ubi jalar berdasarkan busuk, tidak busuk, serta grade A (besar), B (sedang), dan C (kecil). Biasanya ubi jalar yang grade A (besar) dan grade B (sedang) dijual kepada pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati dan pedagang pengecer. Sedangkan ubi jalar yang berukuran kecil dijual kepada konsumen antara (pabrik). Pedagang pengumpul dalam pemasaran ubi jalar menanggung risiko pada saat pasokan ubi jalar di Desa Cikarawang tidak mencukupi kebutuhan pelanggan maka pedagang pengumpul harus membeli ubi jalar dari pedagang pengumpul lain dengan harga yang lebih tinggi. Informasi pasar diperoleh pedagang pengumpul dari pedagang pengumpul lain dan dari pedagang besar di pasar induk. Biasanya sesama pedagang pengumpul dan pedagang besar bertukar informasi harga ubi jalar pada saat bertemu atau dapat juga menggunakan media telepon seluler.

(a) (b)

Gambar 9 (a) Kegiatan pengupasan ubi jalar untuk ke pabrik saos;

(b) Pengemasan ubi jalar untuk ke pasar

40

Pedagang Besar Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang besar yaitu pertukaran, fisik, dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang besar berupa aktivitas pembelian dan penjualan. Pedagang besar membeli ubi jalar dari pedagang pengumpul yang sudah saling berlangganan. Transaksi jual beli antara pedagang besar dengan pedagang pengumpul dilakukan di tempat pengumpulan ubi jalar Desa Cikarawang. Selanjutnya pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati menjual ubi jalar tersebut ke pedagang pengecer. Pedagang besar menjual ubi jalar di kios sehingga pembeli (pedagang pengecer) datang ke kios pedagang besar untuk membeli ubi jalar. Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang besar adalah aktivitas pengangkutan dan pengemasan. Pedagang besar mengangkut ubi jalar dari tempat pengumpulan milik pedagang pengumpul ke kios pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati. Dalam penjualan ubi jalar di kios pedagang besar ke pedagang pengecer menggunakan karung untuk pengemasan ubi jalar. Pedagang besar tidak melakukan kegiatan penyimpanan karena biasanya ubi jalar dalam 1 hari sudah habis terjual. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang besar berupa aktivitas pembiayaan, sortasi, grading, penanggungan risiko, dan informasi pasar. Aktivitas pembiayaan yang dilakukan oleh pedagang besar adalah penyediaan modal untuk membeli ubi jalar dari pedagang pengumpul, sewa kios, biaya pengangkutan, sortasi, grading, pengemasan, penyusutan, dan retribusi pasar. Aktivitas sortasi dan grading dilakukan untuk memisahkan ubi jalar yang berukuran besar dan sedang. Risiko yang ditanggung oleh pedagang besar adalah berkaitan dengan kondisi dalam perjalanan diantaranya pecah ban, kerusakan mesin kendaraan dan pungutan liar. Informasi pasar yang diperoleh pedagang besar dari pedagang besar lain.

Gambar 10 Kegiatan penjualan ubi jalar di Pasar Induk Kramat Jati Pedagang Pengecer Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer yaitu fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah pembelian dan penjualan. Kegiatan pembelian dilakukan oleh pedagang pengecer (pasar tradisional di daerah Jakarta) dari pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati. Selanjutnya pedagang pengecer menjual ubi jalar ke

41 konsumen akhir sehingga tidak ada lembaga pemasaran lain yang terlibat dalam penyaluran ubi jalar. Sedangkan untuk pedagang pengecer di daerah Ciputat melakukan kegiatan pembelian langsung dari pedagang pengumpul. Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengecer berupa pengangkutan, pengemasan. Aktivitas pengangkutan dilakukan pedagang pengecer pada saat mengangkut ubi jalar dari kios pedagang besar. Apabila ada ubi jalar yang belum laku terjual maka ubi tersebut disimpan tempat penyimpanan milik pedagang pengecer. Aktivitas pengemasan dengan menggunakan plastik dilakukan oleh pedagang pengecer menjual ubi jalar ke konsumen akhir. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengecer meliputi pembiayaan, infomasi pasar, sortasi dan grading, penanggungan risiko. Pembiayaan yang dilakukan pedagang pengecer adalah pembelian ubi jalar dari pedagang besar, sewa lapak, retribusi pasar, iuran harian, pengangkutan, sortasi, grading, dan penyusutan. Aktivitas sortasi hanya dilakukan oleh pedagang pengecer yang membeli langsung ubi jalar dari pedagang pengumpul. Sedangkan untuk pedagang pengecer yang membeli dari pedagang besar (Pasar Induk Kramat Jati) tidak melakukan aktivitas sortasi. Risiko yang ditanggung oleh pedagang pengecer yaitu adanya ubi jalar yang tidak habis terjual sehingga ubi jalar dapat menjadi busuk atau tidak layak untuk dijual. Informasi pasar diperoleh pedagang pengecer dari pedagang pengecer lain dan pedagang besar dalam penentuan harga jual dan beli ubi jalar.

Gambar 11 Penjualan ubi jalar di tingkat pedagang pengecer

Analisis Saluran Pemasaran

Analisis saluran pemasaran digunakan untuk mengetahui lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemindahan ubi jalar dari produsen (petani) ke konsumen di Desa Cikarawang. Saluran pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Saluran pemasaran yang terjadi di Desa Cikarawang dapat dilihat pada Gambar 12. Pada Gambar 12 menunjukkan bahwa terdapat tiga saluran pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang. Saluran pemasaran II merupakan saluran pemasaran terpanjang sedangkan saluran pemasaran terpendek terdapat pada saluran I.

42

Panjang ataupun pendeknya saluran pemasaran mencerminkan jumlah lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran ubi jalar dari petani hingga konsumen. Penelitian ini berfokus pada petani yang melakukan kegiatan pemanenan bulan April sebanyak 30 responden. Saluran pemasaran ubi jalar diantara lembaga pemasaran seperti pedagang pengumpul dengan petani, pedagang besar, serta pabrik saos telah terjalin selama bertahun-tahun sehingga tumbuh rasa saling percaya dalam hubungan dagang dan sulit untuk beralih ke pedagang lain. 100% 45.84% 13.37%

Gambar 12 Skema saluran pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang

Keterangan : : Saluran pemasaran I (Petani - Pedagang Pengumpul - Pabrik Saos) : Saluran pemasaran II (Petani - Pedagang Pengumpul - Pedagang Besar - Pedagang

Pengecer – Konsumen) : Saluran pemasaran III (Petani - Pedagang Pengumpul - Pedagang Pengecer - Konsumen)

Jumlah ubi jalar yang dipanen petani pada saat penelitian bulan April sebanyak 104 700 kilogram dan jumlah ubi jalar yang dipasarkan tiap minggu pada bulan April sebesar 26 175 kilogram. Dari ketiga saluran pemasaran tersebut, keseluruhan petani 100% menjual ubi jalar kepada pedagang pengumpul. Hal ini dikarenakan kemudahan dalam pemasaran dan dapat menghemat biaya pemasaran. Dari 30 responden sebanyak 22 petani menjual hasil panen sebesar 45.84% atau sebanyak 12 000 kilogram kepada 2 orang pedagang pengumpul dan selanjutnya disalurkan kepada pabrik saos terdapat pada saluran I. Pada masing-masing pedagang pengumpul diwajibkan mengirimkan ubi jalar kepada pabrik saos sebesar 6 000 kilogram tiap minggunya sehingga jumlah ubi jalar yang

Petani

Pedagang Pengumpul

Pedagang Besar (Pasar Induk Kramat Jati)

Pedagang Pengecer

Pabrik Saos

Konsumen

43 disalurkan kepada pabrik saos per minggu sebanyak 12 000 kilogram. Pada saluran II sebanyak 6 petani menjual hasil panennya sebesar 40.78% atau sebanyak 10 675 kilogram per minggu kepada 1 orang pedagang pengumpul yang selanjutnya disalurkan ke pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati kemudian dari pedagang besar disalurkan ke pedagang pengecer di sekitar Jakarta. Pada saluran III sebanyak 2 petani menjual hasil panen ke 1 orang pedagang pengumpul sebanyak 3 500 kilogram per minggu atau sebesar 13.37% yang kemudian dijual kepada pedagang pengecer di Ciputat. Pada tingkat pedagang pengumpul ubi jalar disortasi berdasarkan ukuran yaitu grade AB (besar, sedang) dan C (kecil), sedangkan di tingkat pedagang besar dan pengecer ubi jalar tersebut disortasi lagi untuk memisahkan grade A dan B dengan harga yang berbeda setiap grade-nya. Berdasarkan informasi dari pedagang pengumpul bahwa proporsi grade AB dan C pada saat penelitian masing-masing sebesar 55% dan 45%. Sedangkan berdasarkan informasi dari pedagang besar dan pengecer proporsi ubi jalar untuk grade A dan B yang disalurkan ke pasar masing-masing sekitar 36.40% dan 63.60% Akan tetapi rata-rata harga ubi jalar ditingkat petani sama untuk setiap grade yaitu sebesar Rp1 845/kg.

Saluran Pemasaran I Saluran pemasaran I merupakan saluran pemasaran terpendek yang dilalui oleh beberapa lembaga pemasaran diantaranya adalah petani – pedagang pengumpul – pabrik saos. Pola saluran ini digunakan oleh 22 orang petani responden (73.33%) dengan 2 orang pedagang pengumpul. Petani memilih saluran ini karena dapat menjual ubi jalar yang berukuran kecil sehingga dapat mengurangi tingkat ubi jalar yang tidak terjual. Pedagang pengumpul menjual ubi jalar langsung ke pabrik saos yang sebelumnya telah terjalin hubungan kerjasama atau kemitraan. Dalam hubungan kemitraan tersebut masing-masing pedagang pengumpul diharuskan menjual ubi jalar ke pabrik saos sebesar 6 000 kg per minggu sehingga jumlah seluruh ubi jalar yang dijual dari 2 orang pedagang pengumpul tersebut adalah 12 000 kilogram per minggu atau sebesar 45.84%. Pada saluran I ubi jalar yang dipasarkan ke pabrik saos adalah ubi jalar grade C (kecil), karena disesuaikan dengan permintaan pabrik saos yang menginginkan ubi jalar yang berukuran panjang dan kecil. Pedagang pengumpul saluran pemasaran I mengeluarkan biaya pengupasan. Hal ini dikarenakan permintaan dari pabrik saos yang menginginkan ubi jalar dikupas dan dipotong kecil agar memudahkan proses pengolahan menjadi saos. Harga yang ditetapkan oleh pedagang pengumpul pada saluran I berbeda dengan saluran II dan III sebesar Rp3 000 per kilogram. Pada saluran pemasaran I pedagang pengumpul menanggung biaya penyusutan untuk grade C sebesar 5% atau Rp92.25 per kilogram dan ditambah dengan penyusutan ubi jalar yang telah dikupas sebesar 10% atau Rp184.50 per kilogram. Pengangkutan ubi jalar dari pedagang pengumpul ke konsumen antara (pabrik saos) dilakukan oleh pihak pabrik dengan menggunakan mobil pick up. Sistem pembayaran yang dilakukan antara pedagang pengumpul dan pihak pabrik saos adalah tunai. Sedangkan sistem pembayaran yang dilakukan antara pedagang pengumpul dengan petani adalah tunai ataupun kemudian, dimana hasil penjualan hari ini akan dibayar 1 sampai 2 hari setelah semua ubi jalar terjual.

44

Saluran Pemasaran II Saluran pemasaran II merupakan saluran pemasaran terpanjang dibanding dengan saluran pemasaran lainnya. Pada saluran pemasaran II melibatkan beberapa lembaga pemasaran dalam menyalurkan ubi jalar di Desa Cikarawang yaitu petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen. Dari 30 petani responden sebanyak 6 petani (20.00%) menjual hasil panen kepada pedagang pengumpul melalui saluran II. Petani memilih saluran ini karena dapat menjual ubi jalar dalam jumlah banyak ataupun sedikit dan adanya keterikatan modal dengan pedagang pengumpul. Harga yang berlaku di tingkat petani ditentukan pedagang pengumpul berdasarkan harga yang terjadi di pasar. Penentuan harga ubi jalar tersebut berdasarkan permintaan dan penawaran ubi jalar di pasar serta tingkat keuntungan yang ingin diraih oleh masing-masing lembaga pemasaran kecuali petani. Rata-rata harga ubi jalar yang berlaku pada bulan April sebesar Rp1 845 per kilogram. Pedagang pengumpul menjual ubi jalar kepada pedagang besar sebanyak 10 675 kilogram per minggu atau 40.78%. Selanjutnya pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati menjual seluruh ubi jalar tersebut kepada pedagang pengecer di pasar tradisional daerah Jakarta seperti Pasar Klender. Pedagang pengumpul biasanya menyortir ubi jalar dari petani terlebih dahulu sebelum disalurkan ke pihak pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati. Ubi jalar yang disalurkan ke pedagang besar adalah ubi jalar grade AB (besar, sedang) kemudian dikemas dengan menggunakan karung. Penyerahan ubi jalar dari pedagang pengumpul ke pihak pedagang besar dilakukan di tempat pedagang pengumpul dengan rata-rata harga yang sama untuk grade AB pada saat penelitian yaitu sebesar Rp2 045 per kilogram dan biaya pengangkutan ditanggung oleh pedagang besar. Biaya penyusutan untuk ubi jalar grade AB yang ditanggung oleh pedagang pengumpul sebesar 3% atau Rp55.35 per kilogram. Pengangkutan ubi jalar dari pedagang pengumpul oleh pedagang besar dilakukan dengan menggunakan mobil pick up. Pedagang besar menyortir kembali ubi jalar grade AB dari pedagang pengumpul sebelum dijual. Kegiatan penyortiran dilakukan oleh pedagang besar untuk memisahkan ubi jalar grade A (besar) dan grade B (sedang), kemudian dikemas dengan menggunakan karung untuk disalurkan ke pedagang pengecer. Pedagang besar memberikan batas minimal jumlah pembelian kepada pedagang pengecer yaitu sebanyak 1 karung atau sebanyak 70 sampai 80 kilogram. Biaya penyusutan yang ditanggung oleh pedagang besar untuk grade A sebesar 4% atau Rp81.80 per kilogram dan grade B sebesar 6% atau sebesar Rp122.70 per kilogram. Pembelian ubi jalar oleh pedagang pengecer dilakukan di kios pedagang besar. Biaya pengangkutan ubi jalar tersebut ditanggung oleh pedagang pengecer. Rata-rata harga yang terjadi antara pedagang besar dan pedagang pengecer untuk grade A sebesar Rp3 230 per kilogram dan grade B sebesar Rp2 730 per kilogram. Biaya penyusutan yang ditanggung oleh pedagang pengecer grade A sebesar 4% atau Rp129.20 per kilogram dan grade B sebesar 6% atau Rp163.80 per kilogram. Pedagang pengecer menjual seluruh ubi jalar tersebut ke konsumen akhir. Pedagang pengecer melakukan aktivitas penjualan yang tidak berfokus pada komoditas ubi jalar varietas AC melainkan juga menjual umbi-umbian lain seperti singkong dan ubi jalar merah. Rata-rata harga di tingkat pedagang pengecer pada saluran II untuk grade A sebesar Rp4 530 per kilogram dan grade B sebesar Rp4 030 per kilogram.

45 Saluran Pemasaran III Saluran pemasaran III merupakan saluran pemasaran yang terdiri atas petani – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – konsumen. Pola saluran pemasaran ini digunakan oleh 2 orang petani responden (6.67%) dengan 1 orang pedagang pengumpul. Petani memilih saluran ini karena dapat menjual ubi jalar dalam jumlah yang sedikit dan adanya keterikatan modal petani kepada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul membeli ubi jalar dari petani sebanyak 3 500 kilogram per minggu atau 13.37%. Pedagang pengumpul menyalurkan ubi jalar grade AB (besar, sedang) ke pedagang pengecer. Biaya penyusutan yang ditanggung oleh pedagang pengumpul untuk grade AB sebesar 3% atau Rp55.35 per kilogram. Rata-rata harga ubi jalar yang dari pedagang pengumpul ke pedagang pengecer pada saluran ini grade AB sebesar Rp2 045 per kilogram. Pedagang pengecer yang membeli langsung ke pedagang pengumpul merupakan pedagang pengecer yang menjual ubi jalar di Pasar Ciputat. Alasan pedagang pengecer membeli langsung karena bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan membeli dari pedagang besar. Pengangkutan ubi jalar dari pedagang pengumpul ke pedagang pengecer dilakukan dengan menggunakan mobil pick up. Biaya sewa mobil pick up ditanggung oleh pedagang pengecer. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer adalah biaya pengangkutan, bongkar muat, sewa lapak, retribusi pasar, sortasi, penyusutan, dan pengemasan (plastik). Pedagang pengecer melakukan kegiatan penyortiran untuk memisahkan ubi jalar grade A dan grade B. Biaya penyusutan yang ditanggung oleh pedagang pengecer untuk grade A sebesar 4% atau Rp81.80 per kilogram dan grade B sebesar 6% atau Rp122.70 per kilogram. Sistem pembayaran yang digunakan antara pedagang pengecer dengan pedagang pengumpul dan konsumen adalah pembayaran tunai. Pedagang pengecer menjual ubi jalar tersebut kepada konsumen yang datang langsung ke lapak pedagang pengecer. Jika ada ubi jalar yang tidak habis terjual maka ubi jalar akan disimpan keesokan harinya dan dicampur dengan ubi jalar yang baru. Pedagang pengecer tidak memberikan batas minimal pembelian kepada konsumen akhir. Harga ubi jalar yang dijual ke tingkat konsumen akhir pada saluran ini untuk grade A sebesar Rp4 030 per kilogram dan grade B sebesar Rp3 730 per kilogram.

Analisis Struktur Pasar

Struktur pasar dapat didefinisikan sebagai sifat atau karakteristik pasar. Indikator-indikator yang diperlukan dalam penentuan struktur yaitu jumlah partisipan (pembeli dan penjual), sifat produk yang dipasarkan, dan hambatan keluar masuk pasar. Struktur pasar dianalisis mulai dari tingkat petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Analisis struktur pasar dilakukan untuk melihat kecenderungan struktur pasar yang dihadapi oleh masing-masing lembaga pemasaran di lokasi penelitian. Dengan mengetahui struktur pasar yang dihadapi lembaga pemasaran dapat diketahui keterikatan indikator-indikator tersebut dalam sistem pemasaran ubi jalar di lokasi penelitian (Desa Cikarawang).

46

Tabel 21 Struktur pasar yang dihadapi setiap lembaga pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang

Karakteristik Lembaga Pemasaran

Petani Pedagang Pengumpul

Pedagang Besar

Pedagang Pengecer

Jumlah Penjual Banyak Sedikit Sedikit Sedikit Jumlah Pembeli Sedikit Banyak Banyak Banyak Sifat Produk Homogen Homogen Homogen Homogen Pengaruh terhadap Harga Tidak ada Sedikit Banyak Banyak Hambatan Rendah Tinggi Tinggi Rendah Struktur Pasar Oligopsoni

Murni Oligopsoni Murni

Oligopoli Murni

Oligopoli Murni

Struktur Pasar di Tingkat Petani

Struktur pasar yang dihadapi oleh petani ubi jalar di Desa Cikarawang terhadap pedagang pengumpul mengarah kepada oligopsoni murni. Hal ini dikarenakan jumlah petani ubi jalar di Desa Cikarawang lebih banyak dibanding dengan jumlah pedagang pengumpul dan komoditas yang diperjualbelikan bersifat homogen berupa ubi jalar varietas AC. Dalam penentuan harga petani bertindak sebagai penerima harga karena sistem penentuan harga ditentukan oleh pedagang pengumpul didasarkan pada harga yang berlaku dipasar sehingga kedudukan petani dalam sistem penentuan harga sangat lemah atau tidak ada. Hambatan keluar masuk pasar di tingkat petani relatif rendah karena petani bebas keluar masuk pasar jika terjadi kerugian pada usahatani ubi jalar maka dengan mudah petani dapat beralih mengkonversi ke tanaman lain yang lebih menguntungkan.

Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul

Struktur pasar yang dihadapi pada tingkat pedagang pengumpul terhadap pedagang besar mengarah kepada struktur pasar oligopsoni murni. Jumlah pedagang pengumpul lebih sedikit dibanding dengan jumlah pedagang besar. Komoditas yang diperjualbelikan bersifat homogen yaitu ubi jalar varietas AC. Pada tingkat pedagang pengumpul terdapat hambatan keluar masuk pasar tinggi karena membutuhkan ketersediaan modal yang besar untuk membeli ubi jalar dari petani, mencari petani pemasok dan pasar yang akan membeli ubi jalar. Jika dikaitkan dengan perilaku pasar, penentuan harga dilakukan secara tawar-menawar namun penentuan harga dominan oleh pedagang besar. Hal ini dikarenakan pedagang pengumpul mendapatkan informasi perkembangan harga beli dan harga jual dari pedagang besar (Pasar Induk Kramat Jati) serta dari pedagang pengumpul lain. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Besar

Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang besar terhadap pedagang pengecer mengarah kepada struktur pasar oligopoli murni. Hal ini dicirikan dari jumlah pedagang besar yang sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah pedagang pengecer. Komoditas yang diperjualbelikan bersifat homogen yaitu ubi jalar varietas AC. Adapun hambatan keluar masuk bagi pedagang besar yaitu ketersediaan modal yang besar untuk membeli ubi jalar dari pedagang pengumpul. Penentuan harga jual ubi jalar didasarkan pada informasi harga yang didapat dari pedagang besar lain.

47 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer

Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer terhadap konsumen akhir mengarah kepada oligopoli murni. Hal ini dikarenakan jumlah penjual yang sedikit dari jumlah konsumen akhir. Komoditas yang diperjualbelikan bersifat homogen. Proses penentuan harga didasarkan pada tawar-menawar antara pedagang pengecer dengan konsumen akhir, namun keputusan penentuan harga tetap pada pedagang pengecer. Informasi harga didapatkan oleh pedagang pengecer dari pedagang lainnya. Selain itu pedagang pengecer dapat dengan mudah keluar masuk pasar, karena skala usaha pedagang pengecer relatif kecil dan jika tidak mendapatkan keuntungan maka pedagang pengecer dapat meninggalkan usaha ataupun mengganti komoditas yang diperjualbelikan.

Analisis Perilaku Pasar

Perilaku pasar adalah pola tingkah laku lembaga-lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana tempat kegiatan penjualan dan pembelian oleh lembaga pemasaran. Perilaku pasar dapat diidentifikasi dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh pelaku pasar, sistem penentuan harga dan pembayaran, serta kerjasama antar lembaga pemasaran. Adapun uraian mengenai perilaku pasar yang dilakukan antar lembaga pemasaran dalam sistem pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Perilaku pasar antar tingkat lembaga pemasaran ubi jalar di Desa

Cikarawanga

Kegiatan

Hubungan Antar Lembaga Pemasaran Petani-Pedagang Pengumpul

Pedagang Pengumpul-Pedagang Besar

Pedagang Pengumpul-Pedagang Pengecer

Pedagang Besar-Pedagang Pengecer

Penjualan dan Pembelian

Bebas dan Terikat

Bebas Bebas Bebas

Penentuan Harga

Patokan harga dari pedagang pengumpul

Ditentukan oleh pedagang besar

Ditentukan oleh pedagang pengumpul

Ditentukan oleh pedagang besar

Pembayaran Tunai dan kemudian

Tunai Tunai Tunai

Kerjasama antar Lembaga

Saling kepercayaan (langganan dan ikatan keluarga)

Saling kepercayaan (langganan)

Saling kepercayaan (langganan)

Saling kepercayaan (langganan)

aSumber: Data Primer. Praktek Pembelian dan Penjualan

Setiap lembaga pemasaran di Desa Cikarawang melakukan kegiatan pembelian dan penjualan kecuali petani hanya melakukan kegiatan penjualan. Hampir keseluruhan petani di Desa Cikarawang menjual hasil panen ubi jalar

48

kepada pedagang pengumpul. Dari 30 orang petani responden ubi jalar, 100% petani menjual hasil panen ke pedagang pengumpul dengan sistem tebasan. Petani di lokasi penelitian tidak menanggung biaya panen karena seluruh biaya angkut dan pikul dari kebun petani ke tempat pengumpulan ditanggung oleh pedagang pengumpul. Transaksi jual beli antara petani dan pedagang pengumpul dilakukan di tempat pengumpulan dengan menggunakan sistem bukti, petani menyaksikan langsung penimbangan hasil panen dari kebunnya.

Pedagang pengumpul di Desa Cikarawang membeli ubi jalar langsung dari petani. Biasanya pedagang pengumpul melakukan kegiatan pemanenan langsung di kebun petani dengan menggunakan jasa buruh dan membeli seluruh hasil panen secara borongan kemudian dibawa ke tempat pengumpulan untuk dilakukan penimbangan. Pedagang pengumpul melakukan kegiatan penjualan langsung setelah seluruh hasil panen ubi jalar selesai ditimbang. Selanjutnya ubi jalar tersebut dijual oleh pedagang pengumpul ke pabrik saos, pedagang besar, dan pedagang pengecer.

Pedagang besar merupakan lembaga pemasaran yang melakukan kegiatan pembelian dan penjualan. Kegiatan pembelian ubi jalar oleh pedagang besar dilakukan melalui pedagang pengumpul. Pedagang besar membeli ubi jalar dengan cara langsung datang ke tempat pengumpulan ubi jalar milik pedagang pengumpul. Ubi jalar yang telah dibeli tersebut diangkut ke kios pedagang besar dengan menggunakan mobil pick up milik pedagang besar. Kegiatan penjualan dilakukan di kios milik pedagang besar (Pasar Induk Kramat Jati) kepada pedagang pengecer pasar tradisional daerah sekitar Jakarta seperti Pasar Klender. Kegiatan penjualan dan pembelian yang terjadi di tingkat pedagang besar didasarkan atas hubungan saling kepercayaan berupa berlangganan akan tetapi ada juga pedagang pengecer yang baru pertama kali membeli ubi jalar di pedagang besar tersebut.

Pedagang pengecer melakukan kegiatan pembelian ubi jalar langsung dari pedagang pengumpul atau ada juga yang melalui pedagang besar. Perbedaan harga yang cukup besar membuat pedagang pengecer di pasar tradisional Ciputat lebih memilih membeli ubi jalar dari pedagang pengumpul. Sedangkan untuk pedagang pengecer di pasar tradisional daerah Jakarta lebih memilih membeli ubi jalar di pedagang besar (Pasar Induk Kramat Jati) karena biaya pengangkutan yang besar apabila membeli langsung ke pedagang pengumpul daerah Bogor. Ubi jalar yang telah dibeli kemudian dijual oleh pedagang pengecer kepada konsumen akhir. Apabila ada ubi jalar yang tidak laku terjual akan disimpan dan dijual keesokan hari setelah dicampur dengan ubi jalar baru.

Sistem Penentuan Harga dan Pembayaran Sistem penentuan harga ubi jalar di Desa Cikarawang dilakukan berdasarkan atas harga pasar yang berlaku. Akan tetapi keputusan penentuan harga jual maupun beli terakhir ditentukan oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi karena lebih mengetahui informasi perkembangan harga berlaku di pasar. Harga ubi jalar sangat tergantung pada jumlah permintaan dan penawaran yang ada di pasar. Pada saat jumlah penawaran ubi jalar tinggi yaitu panen raya maka harga ubi jalar akan lebih murah. Sistem pembayaran ubi jalar di berbagai tingkat lembaga pemasaran adalah tunai namun ada juga yang menggunakan sistem

49 pembayaran kemudian yaitu sistem pembayaran yang ditunda setelah barang habis terjual biasanya 1 sampai 2 hari.

Penentuan harga ubi jalar yang diterima petani dilakukan oleh pedagang pengumpul karena mengetahui informasi harga yang berlaku di pasar. Hal ini membuat posisi tawar (bargaining position) petani lemah dan akibatnya petani tidak memiliki kekuatan dalam menentukan harga. Pada saat penelitian rata-rata harga ubi jalar di tingkat petani sebesar Rp1 845 per kilogram. Sistem pembayaran yang dilakukan antara petani dan pedagang pengumpul adalah tunai dan ada juga menggunakan sistem kemudian yaitu penundaaan pembayaran sampai hasil panen laku terjual. Jumlah petani responden yang menerima sistem pembayaran kemudian dari 2 orang pedagang pengumpul sebanyak 20 orang. Hal ini dikarenakan petani tersebut sebelumnya mendapatkan pinjaman modal untuk kegiatan produksi dari pedagang pengumpul.

Harga ubi jalar ditingkat pedagang pengumpul ditentukan berdasarkan harga berlaku di pasar yang telah disesuaikan dengan permintaan dan penawaran ubi jalar yang terjadi di pasar induk seperti Pasar Induk Kramat Jati sehingga pedagang pengumpul memiliki kekuatan dalam penentuan harga diantara hubungan dengan petani dan pedagang pengecer. Sedangkan hubungan pedagang pengumpul dengan pedagang besar sistem penentuan harga ditentukan dari lembaga pemasaran yang lebih tinggi yaitu pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati. Sistem pembayaran pedagang pengumpul ke petani adalah tunai dan kemudian, sedangkan pembayaran antara pedagang pengumpul dan pedagang besar, pengecer, dan pabrik dilakukan secara tunai.

Sistem penentuan harga di tingkat pedagang besar ditentukan berdasarkan harga yang berlaku di pasar. Selain itu, penentuan harga juga didasarkan pada biaya pemasaran (pengangkutan, pengemasan, penyusutan, sortasi, retribusi, dan sewa kios) yang dikeluarkan dan tingkat keuntungan yang ingin diraih. Sistem pembayaran penjualan maupun pembelian di tingkat pedagang besar yaitu dengan pedagang pengumpul dan pedagang pengecer adalah tunai. Rata-rata harga yang berlaku di tingkat pedagang besar pada saat penelitian grade A sebesar Rp3 230 per kilogram ubi jalar dan grade B sebesar Rp2 730 per kilogram. Sedangkan harga beli dari pedagang pengumpul untuk grade AB sebesar Rp2 045 per kilogram.

Sistem penentuan harga ditingkat pedagang pengecer ditentukan berdasarkan mekanisme pasar (harga berlaku di pasar) akan tetapi penentuan harga juga didasarkan pada biaya pemasaran yang dikeluarkan serta tingkat keuntungan yang ingin diraih. Harga jual ubi jalar ditingkat pedagang pengecer Ciputat yang membeli dari pedagang pengumpul grade A sebesar Rp4 030 per kilogram dan grade B sebesar Rp3 730 per kilogram. Sedangkan pedagang pengecer yang membeli ubi jalar dari pedagang besar menjual ubi jalar dengan harga Rp4 530 per kilogram untuk grade A dan Rp4 030 per kilogram untuk grade B. Pembayaran yang dilakukan antara pedagang pengecer dengan konsumen akhir adalah tunai. Selain itu ditingkat pedagang pengecer terdapat kegiatan tawar menawar dengan konsumen akhir dalam transaksi jual beli akan tetapi keputusan penentuan harga tetap di pihak pedagang pengecer.

50

Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran Kerjasama antar lembaga pemasaran sangat diperlukan untuk menunjang kelancaran dan kemudahan dalam proses penyampaian ubi jalar dari petani (produsen) ke konsumen. Kerjasama antar lembaga pemasaran Desa Cikarawang di tingkat petani adalah pendirian 4 kelompok tani. Akan tetapi, keberadaan kelompok tani tersebut belum berjalan dengan baik dalam pengadaan sarana produksi untuk kebutuhan usahatani ubi jalar sehingga petani lebih memilih membeli saprotan di toko pertanian. Jalinan kerjasama antar lembaga pemasaran seperti petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer terjalin karena sudah berlangganan atau ikatan kekeluargaan sehingga timbul rasa saling percaya. Adapun bentuk kerjasama yang dilakukan antar pedagang yaitu pertukaran informasi mengenai perkembangan harga ubi jalar dan informasi lain seperti ketersediaan ubi jalar di pasar.

Analisis Marjin Pemasaran

Analisis marjin pemasaran merupakan salah satu indikator untuk mengetahui besaran biaya yang dikeluarkan setiap lembaga dalam saluran pemasaran suatu produk dari tingkat produsen (petani) sampai tingkat konsumen. Marjin pemasaran merupakan selisih antara harga jual dan harga beli di setiap lembaga pemasaran. Marjin pemasaran meliputi seluruh biaya pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang diterima setiap lembaga pemasaran dalam penyaluran ubi jalar dari petani (produsen) ke konsumen. Dalam penelitian marjin pemasaran dihitung berdasarkan tiga saluran pemasaran yaitu saluran pemasaran I : petani – pedagang pengumpul – pabrik saos; saluran pemasaran II : petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen ; saluran pemasaran III : petani – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – konsumen. Pada analisis marjin pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang rata-rata harga jual petani responden untuk setiap saluran pemasaran sama yaitu sebesar Rp1 845 per kilogram. Hal ini dikarenakan petani menjual hanya kepada pedagang pengumpul di setiap saluran pemasaran sehingga tidak ada perbedaan harga jual yang diterima oleh petani. Biaya yang dikeluarkan oleh petani hanya biaya produksi karena biaya pemasaran (panen) telah mejadi tanggungjawab dari pedagang pengumpul. Biaya-biaya yang ditanggung oleh lembaga pemasaran lain seperti pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer adalah biaya pemanenan, pengangkutan, pengemasan, sortasi, pengupasan, penyusutan, sewa kios, sewa lapak, dan retribusi pasar. Marjin pemasaran dianalisis dengan membedakan ubi jalar menjadi 3 grade yaitu grade A, B, dan C. Analisis marjin pemasaran pada saluran I hanya ubi jalar grade C, sedangkan untuk saluran II dan III analisis marjin pemasaran yang dianalisis grade A dan B. Hal ini disesuaikan dengan grade ubi jalar yang disalurkan pada masingmasing saluran pemasaran. Uraian analisis marjin pemasaran ubi jalar pada setiap lembaga pemasaran di Desa Cikarawang dapat dilihat pada Tabel 23.

51

Tabe

l 23

Mar

jin p

emas

aran

ubi

jala

r di D

esa

Cik

araw

ang

Kec

amat

an D

ram

aga,

Kab

upat

en B

ogor

Ura

ian

Sa

lura

n Pe

mas

aran

I

II

III

Har

ga (R

p/kg

) Pe

rsen

tase

(%)

Har

ga (R

p/kg

) Pe

rsen

tase

(%)

Har

ga (R

p/kg

) Pe

rsen

tase

(%)

G

rade

A

B

C

A

B

C

A

B

C

A

B

C

A

B

C

A

B

C

Peta

ni

a. H

arga

Jual

-

-

1845

-

- 6

1.50

1845

1

845

- 4

0.72

4

5.78

-

18

45

18

45

- 4

5.78

4

9.46

-

Peda

gang

Pen

gum

pul

a. H

arga

Bel

i -

-

1845

-

- 6

1.50

1845

1845

-

40.

72

45.

78

-

1845

1845

-

45.

78

49.

46

- b.

Bia

ya P

emas

aran

-

- 41

6.12

-

- 1

3.87

7

2.85

8

5.97

-

1

.60

2

.13

- 7

2.85

8

5.97

-

1.

80

2

.30

- c.

Har

ga Ju

al

- -

30

00

- -

100.

00

20

45

20

45

- 4

5.14

5

0.74

-

20

45

20

45

- 5

0.74

5

4.82

-

d. K

eunt

unga

n

- -

738.

88

- -

24.

62

127.

15

114.

03

-

2.8

0

2.8

2 -

127.

15

114.

03

-

3.15

3.0

5 -

e. M

arjin

Pem

asar

an

- -

115

5 -

- 3

8.50

200

200

-

4

.41

4

.96

-

200

200

-

4.

96

5

.36

- Pe

daga

ng B

esar

a.

Har

ga B

eli

- -

- -

- -

20

45

20

45

- 4

5.14

5

0.74

-

- -

- -

- -

b. B

iaya

Pem

asar

an

- -

- -

- -

160.

26

259.

79

-

3.5

3

6.4

4 -

- -

- -

- -

c. H

arga

Jual

-

- -

- -

-

3230

2730

-

71.

30

67.

74

- -

- -

- -

- d.

Keu

ntun

gan

-

- -

- -

- 10

24.7

4

25.2

-

22.

62

10.

55

- -

- -

- -

- e.

Mar

jin P

emas

aran

-

- -

- -

- 1

185

6

85

- 2

6.15

1

6.99

-

- -

- -

- -

Peda

gang

Pen

gece

r a.

Har

ga B

eli

- -

- -

- -

323

0

2730

-

71.

30

67.

74

-

2045

2045

-

50.

74

54.

82

- b.

Bia

ya P

emas

aran

-

- -

- -

- 21

0.73

30

6.26

-

4

.65

7

.59

- 19

5.57

32

1.50

-

4

.85

8

.61

- c.

Har

ga Ju

al

- -

- -

- -

453

0 4

030

- 10

0.00

10

0.00

-

40

30

37

30

- 10

0.00

10

0.00

-

d. K

eunt

unga

n

- -

- -

- -

1089

.2

993

.7

- 2

4.04

2

4.65

-

1789

.4

1363

.5

- 4

4.40

3

6.55

-

e. M

arjin

Pem

asar

an

- -

- -

- -

130

0 1

300

- 2

8.69

3

2.25

-

19

85

16

85

- 4

9.25

4

5.17

-

Tota

l Bia

ya (R

p/kg

) -

- 41

6.12

-

- 1

3.87

44

3.84

65

2.02

-

9

.79

16.

17

- 26

8.42

40

7.47

-

6.

66

10.

92

- To

tal K

eunt

unga

n (R

p/kg

) -

- 73

8.88

-

- 2

4.62

2241

15

32.9

-

49.

47

38.0

3 -

1916

.5

1477

.5

- 4

7.55

3

9.61

-

Tota

l Mar

jin

Pem

asar

an (R

p/kg

) -

- 1

155

- -

38.

50

268

5

2185

-

59.

27

54.2

1 -

21

85

18

85

- 5

4.21

5

0.53

-

πi/C

i -

- 1

.77

- -

-

5.04

2.3

5 -

- -

-

7.1

3

3.62

-

- -

-

52

Berdasarkan pada Tabel 23, rata-rata harga jual ubi jalar petani responden sebesar Rp1 845 per kilogram untuk semua grade pada setiap saluran pemasaran ke pedagang pengumpul. Pada saluran I hanya menyalurkan ubi jalar grade C sehingga marjin pemasaran yang dianalisis hanya berdasarkan 1 grade ubi jalar. Sedangkan pada saluran II dan III menyalurkan ubi jalar grade A dan B sehingga marjin pemasaran yang dianalisis pada saluran pemasaran tersebut berdasarkan 2 grade ubi jalar.

Saluran pemasaran I tidak melibatkan pedagang besar dan pedagang pengecer sebagai lembaga pemasaran karena pedagang pengumpul langsung menjual ubi jalar grade C ke pabrik saos. Pedagang pengumpul mengeluarkan biaya pemasaran berupa biaya kuli Rp22.5 per kilogram untuk grade C; biaya sortasi Rp11.25 per kilogram (grade C); biaya pengupasan Rp100 per kilogram khusus untuk grade C; biaya pengemasan (karung) Rp2.5 per kilogram untuk grade A, Rp4.37 per kilogram untuk grade B, dan Rp 5.62 per kilogram untuk grade C; biaya penyusutan ubi jalar grade C sebesar 5% atau Rp55.35 per kilogram dan ubi jalar yang telah dikupas sebesar 10% atau Rp184.50 per kilogram jadi total biaya pemasaran yang dikeluarkan adalah Rp416.12 per kilogram. Biaya pemasaran yang ditanggung oleh pedagang pengumpul lebih besar dibanding dengan biaya pemasaran pada saluran II dan III. Marjin pemasaran pada saluran pemasaran I sebesar Rp1 155 per kilogram untuk grade C.

Saluran pemasaran II merupakan saluran pemasaran yang paling banyak melibatkan lembaga pemasaran dari ketiga saluran pemasaran. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan dan keuntungan yang ingin diraih oleh masing-masing lembaga pemasaran menyesuaikan dengan biaya pemasaran. Pada saluran II ubi jalar yang disalurkan adalah grade A dan grade B. Rata-rata harga yang diterima petani responden untuk harga ubi jalar dari pedagang pengumpul untuk grade A dan B sebesar Rp1 845 per kilogram. Pedagang pengumpul mengeluarkan biaya pemasaran pada saluran II untuk grade A dan B masing-masing sebesar Rp72.85 dan Rp85.97 per kilogram. Ubi jalar grade AB yang telah dikemas tersebut disalurkan kepada pedagang besar (Pasar Induk Kramat Jati) dengan biaya pengangkutan ditanggung oleh pedagang besar. Harga ubi jalar yang diterima oleh pedagang besar untuk grade AB sebesar Rp2 045 per kilogram. Marjin pemasaran yang diperoleh pedagang pengumpul untuk grade A,B sebesar Rp200 per kilogram. Pedagang besar mengeluarkan biaya pemasaran yang berbeda untuk setiap grade karena didasarkan penyusutan dari masing-masing grade yaitu grade A dan B. Biaya pemasaran yang ditanggung oleh pedagang besar berupa biaya pengangkutan Rp54.6 per kilogram untuk grade A, Rp95.4 per kilogram untuk grade B; biaya sortasi Rp4.09 per kilogram (grade A), Rp7.15 per kilogram (grade B); biaya bongkar muat Rp5.46 per kilogram untuk grade A dan Rp9.54 per kilogram untuk grade B; biaya pengemasan (karung) Rp2.5 per kilogram untuk grade A, Rp4.37 per kilogram untuk grade B; biaya penyusutan untuk grade A sebesar 4% atau Rp81.8 per kilogram dan grade B sebesar 6% atau Rp122.70 per kilogram. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang besar untuk grade A sebesar Rp160.26 per kilogram dan untuk grade B sebesar Rp259.79 per kilogram. Rata-rata harga jual ubi jalar dari pedagang besar (Pasar

53 Induk Kramat Jati) pada saat penelitian Rp3 230 per kilogram grade A, Rp2 730 per kilogram grade B kepada pedagang pengecer di daerah Jakarta seperti Pasar Klender. Marjin pemasaran yang diperoleh pedagang besar Rp1 185 per kilogram grade A dan Rp685 per kilogram grade B.

Rata-rata harga jual ubi jalar di tingkat pedagang pengecer grade A sebesar Rp4 530 per kilogram dan grade B sebesar Rp4 030 per kilogram kepada konsumen akhir pada saat penelitian. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer untuk grade A sebesar Rp210.73 per kilogram dan untuk grade B sebesar Rp306.26 per kilogram. Marjin pemasaran yang diperoleh pedagang pengecer untuk grade A dan B sebesar Rp1 300 per kilogram. Secara keseluruhan marjin pemasaran yang diperoleh pada saluran II untuk grade A sebesar Rp2 685 per kilogram dan untuk grade B sebesar Rp2 185 per kilogram.

Saluran pemasaran III merupakan saluran pemasaran yang tidak melibatkan pedagang besar. Pedagang pengecer langsung datang ke Desa Cikarawang untuk membeli ubi jalar kepada pedagang pengumpul. Pedagang pengecer yang membeli langsung ke pedagang pengumpul tersebut merupakan pedagang pengecer yang menjual ubi jalar di Pasar Ciputat. Ubi jalar yang disalurkan pada saluran pemasaran ini adalah grade A dan B. Rata-rata harga jual ubi jalar di tingkat pedagang pengecer daerah Ciputat lebih murah dibandingkan dengan pedagang pengecer di daerah Jakarta Rp4 030 per kilogram grade A, Rp3 730 per kilogram grade B. Sedangkan biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer untuk grade A sebesar Rp195.57 per kilogram dan untuk grade B Rp321.50 per kilogram. Marjin pemasaran pada saluran III Rp2 185 per kilogram untuk grade A dan Rp1 885 per kilogram grade B.

Analisis Farmer’s Share

Farmer’s share merupakan salah satu indikator efisiensi operasional yang membandingkan harga di tingkat petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen dalam bentuk persentase. Farmer’s share berhubungan negatif dengan marjin pemasaran, artinya semakin tinggi marjin pemasaran maka bagian yang diterima petani semakin rendah. Farmer’s share yang diterima pada setiap saluran pemasaran di Desa Cikarawang dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Farmer’s share pada saluran pemasaran Desa Cikarawang

Saluran Pemasaran Grade Harga di tingkat

petani (Rp/kg) Harga di tingkat

konsumen (Rp/kg) Farmer’s Share

(%)

I A - - - B - - - C 1 845 3 000 61.50

II A 1 845 4 530 40.72 B 1 845 4 030 45.78 C - - -

III A 1 845 4 030 45.78 B 1 845 3 730 49.46 C - - -

54

Tabel 24 menunjukkan nilai farmer’s share dari saluran pemasaran I, II, dan III di Desa Cikarawang. Nilai farmer’s share tersebut didasarkan pada grade masing-masing saluran pemasaran seperti saluran pemasaran I menunjukkan nilai bagian yang diterima petani dari grade C dan saluran pemasaran II, III menunjukkan nilai farmer’s share dari grade A, B. Farmer’s share pada saluran I sebesar 61.50% untuk grade C. Pada saluran II nilai farmer’s share untuk grade A sebesar 40.72% dan grade B sebesar 45.78%. Nilai farmer’s share saluran III sebesar 45.78% untuk grade A dan 49.46% untuk grade B. Nilai farmer’s share terbesar untuk grade A terdapat pada saluran pemasaran III sedangkan farmer’s share terbesar untuk grade B terdapat pada saluran pemasaran II. Akan tetapi analisis farmer’s share ini tidak dapat mencerminkan bagian diterima petani yang paling menguntungkan untuk setiap salurannya karena harga yang berlaku ditingkat petani sama pada setiap grade masing-masing saluran pemasaran yaitu Rp1 845 per kilogram.

Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

Analisis rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh pada masing-masing saluran pemasaran. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh pada setiap saluran pemasaran berbeda-beda. Adapun rasio keuntungan dan biaya pada setiap saluran pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Rasio keuntungan dan biaya pada saluran pemasaran ubi jalar di Desa

Cikarawanga

Saluran Pemasaran Grade

Total Keuntungan Pemasaran

(Rp/kg)

Total Biaya Pemasaran

(Rp/kg)

Rasio Keuntungan dan Biaya

I A - - - B - - - C 738.88 416.12 1.77

II A 2 241.00 443.84 5.04 B 1 532.90 652.02 2.35 C - - -

III A 1 916.50 268.42 7.13 B 1 477.50 407.47 3.62 C - - -

Berdasarkan Tabel 25, rasio keuntungan dan biaya pada saluran I yang menyalurkan ubi jalar grade C sebesar 1.77, artinya setiap Rp1 biaya pemasaran yang dikeluarkan memberikan keuntungan sebesar Rp1.77. Rasio keuntungan dan biaya pada saluran II untuk grade A sebesar 5.04 dan grade B sebesar 2.35, artinya untuk grade A setiap Rp1 biaya pemasaran yang dikeluarkan memberikan keuntungan sebesar Rp5.04 dan untuk grade B setiap Rp1 biaya pemasaran yang dikeluarkan memberikan keuntungan sebesar Rp 2.35. Pada saluran III nilai rasio keuntungan dan biaya untuk grade A sebesar 7.13 sedangkan untuk grade B

55 sebesar 3.62. Hal ini memiliki arti bahwa setiap Rp1 biaya pemasaran yang dikeluarkan untuk grade A pada saluran III memberikan keuntungan sebesar Rp7.13 dan untuk grade B memberikan keuntungan sebesar Rp3.62.

Nilai Tambah Produk Olahan Ubi Jalar

Analisis Nilai Tambah

Jenis ubi jalar yang digunakan sebagai bahan baku dalam pengolahan ubi jalar di Desa Cikarawang dan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor adalah jenis ubi jalar varietas AC .Ubi jalar tersebut dibeli dari petani ubi jalar di sekitar lingkungan usaha. Harga ubi jalar berkisar antara Rp1 000 per kilogram sampai Rp2 500 per kilogram. Harga ubi jalar di tingkat petani untuk olahan tepung ubi jalar memiliki harga terendah sebesar Rp1 000 per kilogram. Hal ini dikarenakan ubi jalar yang digunakan adalah ubi jalar afkir atau tidak layak untuk dijual ke pasar sehingga harga yang ditawarkan oleh petani juga relatif murah. Adapun harga ubi jalar yang dibeli dari petani oleh pelaku usaha pengolahan ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26 Harga ubi jalar dari petani berdasarkan produk olahan ubi jalar di Desa

Cikarawang dan Desa Petira No Produk Olahan Ubi Jalar Harga (Rp/kg) 1 Pangsit 2 500 2 Tepung 1 000 3 Kremes 2 500

aSumber: Data Primer.

Analisis nilai tambah dalam kegiatan produksi olahan ubi jalar dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai tambah pengolahan bahan baku ubi jalar menjadi tepung, pangsit, dan kremes serta untuk mengetahui distribusi marjin (tingkat keuntungan) yang diperoleh dari aktifitas pengolahan. Dalam analisis nilai tambah terdapat komponen-komponen yang digunakan dalam perhitungan nilai tambah antara lain output olahan ubi jalar, bahan baku, tenaga kerja langsung, dan sumbangan input lain. Dasar perhitungan analisis nilai tambah pada penelitian ini adalah kuantitas penggunaan input (ubi jalar) sebanyak 5 kilogram pada masing-masing olahan ubi jalar (tepung, pangsit, kremes). Prosedur perhitungan nilai tambah pada penelitian ini mengunakan metode Hayami.

Bahan baku utama dalam pembuatan olahan ubi jalar menjadi tepung, pangsit, dan kremes adalah ubi jalar. Selain bahan baku ubi jalar diperlukan juga bahan penolong untuk memproduksi olahan ubi jalar tersebut. Dalam pembuatan pangsit ubi jalar membutuhkan beberapa bahan penolong yaitu tepung terigu, maizena, sagu, garam, minyak goreng, seasoning, plastik dan label. Tepung ubi jalar hanya menggunakan plastik (kemasan) sebagai bahan penolong karena dalam pembuatannya tidak menggunakan bahan tambahan lain dan hanya menggunakan ubi jalar. Sedangkan untuk pembuatan kremes membutuhkan bahan penolong seperti gula merah, gula pasir, dan minyak goreng. Adapun persentase komposisi

56

bahan baku dan bahan penolong utama (terigu, gula merah) masing-masing olahan ubi jalar yaitu pangsit (67% ubi jalar : 33% terigu), tepung (100% ubi jalar), kremes (62.5% ubi jalar : 32.5% gula merah).

Harga bahan penolong (sumbangan input lain) yang digunakan untuk pembuatan pangsit sebesar Rp46 947 atau apabila dikonversikan per kilogram bahan baku untuk memproduksi pangsit mengeluarkan biaya bahan penolong sebesar Rp9 389.4 per kilogram bahan baku. Pada pengolahan ubi jalar menjadi tepung biaya yang dikeluarkan untuk bahan penolong sebesar Rp1 348 atau Rp269.6 per kilogram bahan baku. Sedangkan dalam pembuatan kremes biaya bahan penolong yang dikeluarkan adalah Rp30 300 atau sebesar Rp6 060 per kilogram bahan baku.

Rata-rata bahan baku ubi jalar yang digunakan dalam perhitungan analisis nilai tambah adalah 5 kilogram untuk pangsit, tepung, dan kremes. Rata-rata produksi yang dihasilkan masing-masing agroindustri adalah 5.5 kilogram untuk pangsit, 1 kilogram untuk tepung, dan 3.1 kilogram (150 buah) untuk kremes. Dalam satu kali produksi agroindustri pangsit, tepung, dan kremes memerlukan tenaga kerja rata-rata 1.87 HOK, 0.18 HOK, dan 1.12 HOK. Koefisien tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang terlibat untuk mengolah satu kilogram bahan baku (ubi jalar). Koefisien tenaga kerja untuk agroindustri pangsit sebesar 0.37, artinya bahwa dalam mengolah 1 kilogram ubi jalar menjadi pangsit dibutuhkan tenaga kerja 0.37 HOK. Pada pengolahan tepung memiliki nilai koefisien tenaga kerja sebesar 0.03, artinya dalam mengolah 1 kilogram ubi jalar menjadi tepung membutuhkan tenaga kerja 0.03 HOK. Nilai koefisien tenaga kerja untuk agroindustri kremes sebesar 0.22, artinya bahwa dalam mengolah 1 kilogram ubi jalar menjadi kremes membutuhkan tenaga kerja 0.22 HOK.

Nilai faktor konversi dihitung berdasarkan pembagian nilai output terhadap nilai input. Nilai faktor konversi yang diperoleh masing-masing olahan ubi jalar (pangsit, tepung, kremes) berbeda-beda tergantung pada output yang dihasilkan pada pengolahan ubi jalar menjadi pangsit, tepung, dan kremes. Nilai konversi pada pengolahan ubi jalar menjadi pangsit sebesar 1.1, 0.2 nilai konversi dari tepung ubi jalar, dan kremes memiliki nilai faktor konversi sebesar 0.6. Hal ini berarti setiap satu kilogram ubi jalar yang diolah menghasilkan 1.1 kilogram pangsit, 0.2 kilogram tepung, dan 0.6 kilogram kremes.

Nilai output merupakan hasil perkalian antara harga output dengan faktor konversi. Nilai output terbesar terdapat pada olahan ubi jalar berupa pangsit yaitu sebesar Rp30 800 per kilogram, artinya nilai pangsit yang dihasilkan dari pengolahan bahan baku sebesar Rp30 800 per kilogram. Nilai output terkecil terdapat pada olahan ubi jalar berupa tepung sebesar Rp2 400 per kilogram berarti nilai tepung yang dihasilkan dari pengolahan ubi jalar sebesar Rp2 400 per kilogram. Nilai output untuk kremes yaitu sebesar Rp14 400 per kilogram, artinya nilai tepung yang dihasilkan dari pengolahan bahan baku sebesar Rp14 400 per kilogram. Nilai output lebih besar dibandingkan dengan harga bahan baku yang digunakan. Adapun perhitungan nilai tambah olahan ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 27.

57 Tabel 27 Analisis nilai tambah olahan ubi jalar (pangsit, tepung, kremes) dengan

metode Hayami

aSumber: Data Primer (diolah).

Nilai tambah masing-masing olahan ubi jalar memiliki besaran nilai yang berbeda-beda yaitu sebesar Rp18 910.6 per kilogram untuk olahan ubi jalar berupa pangsit, Rp1 130.4 per kilogram untuk tepung ubi jalar, dan Rp5 840 per kilogram untuk kremes. Nilai tambah didapat dari selisih antara nilai produk dengan harga bahan baku dan sumbangan input lain. Nilai tambah yang diperoleh merupakan nilai tambah kotor karena selisih mengandung sumbangan bahan lain. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk pada pangsit adalah 61.39%, untuk tepung rasio nilai tambah sebesar 47.10%, dan kremes memiliki rasio nilai tambah sebesar 40.55%. Hal ini artinya adalah untuk setiap Rp 1 nilai output pangsit akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp61.39, untuk tepung diperoleh nilai tambah sebesar Rp47.10, dan untuk kremes nilai tambah yang diperoleh sebesar Rp40.55. Nilai tambah terbesar terdapat pada olahan ubi jalar pangsit dan terkecil pada olahan ubi jalar kremes.

Pendapatan tenaga kerja langsung yang diperoleh dari pengolahan satu kilogram bahan baku untuk pangsit adalah Rp4 946.1 per kilogram, untuk tepung sebesar Rp799.9 per kilogram, dan untuk kremes adalah Rp3 928.5 per kilogram.

No Variabel Perhitungan Produk Olahan Ubi Jalar Pangsit Tepung Kremes

I. Output, Input, dan Harga 1. Output (Kg) A 5.5 1 3.1 2. Input (Kg) B 5 5 5 3. Tenaga kerja (HOK) C 1.87 0.18 1.12 4 Faktor konversi D = A/B 1.1 0.2 0.6 5. Koefisien tenaga kerja E = C/B 0.37 0.03 0.22 6. Harga output (Rp/kg) F 28000 12000 24000 7. Upah tenaga kerja

langsung (Rp/HOK) G 13368 26666 17857.1

II. Penerimaan dan Keuntungan (Rp/kg bahan baku) 8. Harga bahan baku

(Rp/kg) H 2500 1000 2500

9. Sumbangan input lain (Rp/kg)

I 9389.4 269.6 6060

10. Nilai output (Rp/kg) J = D x F 30800 2400 14400 11 a Nilai tambah (Rp/kg) K = J – H – I 18910.6 1130.4 5840 b Rasio nilai tambah (%) L% = (K/J) x 100% 61.39 47.10 40.55 12 a Pendapatan tenaga kerja

langsung (Rp/kg) M = E x G 4946.1 799.9 3928.5

b Pangsa tenaga kerja (%) N% = (M/K) x 100% 26.41 70.76 67.26 13 a Keuntungan (Rp/kg) O = K – M 13964.5 330.5 1911.5 b Tingkat keuntungan (%) P% = (O/J) x 100% 45.33 13.77 13.27 III. Balas Jasa Pemilik Faktor-faktor Produksi 14. Marjin (Rp/kg) Q = J – H 28300 1400 11900 a Pendapatan tenaga kerja

langsung (%) R% = (M/Q) x 100% 17.47 57.13 33.01

b Sumbangan input lain (%)

S% = (I/Q) x 100% 33.17 19.25 50.92

c Keuntungan pemilik perusahaan (%)

T% = (O/Q) x 100% 49.34 23.60 16.06

58

Nilai ini diperoleh hasil perkalian antara koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja. Besarnya pendapatan tenaga kerja pada setiap proses pengolahan ubi jalar tergantung pada jumlah tenaga kerja dan tingkat upah yang berlaku. Besaran pangsa tenaga kerja yang diperoleh dari proses pengolahan dihitung berdasarkan perbandingan antara pendapatan tenaga kerja dengan nilai tambah yang didapat dari proses pengolahan tersebut. Dari perhitungan didapatkan nilai pangsa tenaga kerja pada olahan ubi jalar berupa pangsit sebesar 26.41%, untuk tepung diperoleh nilai sebesar 70.76%, dan untuk kremes diperoleh nilai sebesar 67.26%. Nilai pangsa tenaga kerja terbesar adalah olahan ubi jalar berupa tepung. Hal ini menunjukkan agroindustri tepung menerapkan teknologi padat karya, artinya proporsi bagian terhadap tenaga kerja daripada proporsi bagian keuntungan bagi perusahaan atau pemilik usaha.

Nilai keuntungan dari pengolahan bahan baku menjadi pangsit adalah Rp13 964.5 per kilogram, untuk tepung sebesar Rp330.5 per kilogram, dan untuk kremes sebesar Rp1 911.5 per kilogram. Nilai keuntungan diperoleh dari selisih antara nilai tambah dengan pendapatan tenaga kerja. Tingkat keuntungan yang diperoleh dari pangsit adalah 45.33%, untuk tepung sebesar 13.77%, dan kremes memperoleh tingkat keuntungan sebesar 13.27%. Tingkat keuntungan tertinggi terdapat pada agroindustri pangsit. Hal ini menunjukkan bahwa agroindustri pangsit menerapkan teknologi padat modal yaitu proporsi bagian keuntungan bagi pemiliki usaha lebih besar dibandingkan dengan proporsi bagian tenaga kerja. Namun, secara keseluruhan agroindustri pangsit, tepung, dan kremes aktivitasnya telah berorientasi pada pencapaian tingkat keuntungan tertentu. Nilai marjin dari proses pengolahan bahan baku menjadi pangsit, tepung, dan kremes diperoleh dari nilai produk dikurangi dengan harga bahan baku. Nilai marjin yang diperoleh pada pengolahan bahan baku menjadi pangsit adalah Rp28 300 per kilogram. Nilai marjin pada olahan ubi jalar berupa tepung sebesar Rp1 400 per kilogram dan untuk kremes sebesar Rp11 900 per kilogram. Nilai marjin dari keuntungan yang diperoleh agroindustri-agroindustri tersebut terdiri atas balas jasa terhadap tenaga kerja, balas jasa terhadap sumbangan input lain, dan balas jasa terhadap keuntungan pemilik usaha (modal dan manajemen). Pada agroindustri pangsit balas jasa yang diperoleh untuk faktor produksi tenaga kerja adalah 17.47%, untuk agroindustri tepung sebesar 57.13%, dan agroindustri kremes sebesar 33.01%. Balas jasa terhadap sumbangan input lain untuk agroindustri pangsit sebesar 33.17%, untuk agroindustri tepung sebesar 19.25%, dan untuk agroindustri kremes sebesar 50.92%. Nilai marjin terhadap modal dan manajemen (keuntungan pemilik perusahaan) pada agroindustri pangsit sebesar 49.34%, untuk agroindustri tepung sebesar 23.60%, sedangkan untuk agroindustri kremes sebesar 16.06%.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran ubi jalar di Desa Cikarawang antara lain pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang

59 pengecer. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran tersebut adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Salah satu fungsi fisik yang hanya dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pengolahan. Fungsi pengolahan tersebut dilakukan untuk ubi jalar yang disalurkan kepada pihak pabrik saos. Saluran pemasaran yang dihadapi petani ubi jalar di Desa Cikarawang sebanyak 3 saluran, yaitu saluran pemasaran I (Petani - Pedagang Pengumpul - Pabrik Saos), saluran pemasaran II (Petani - Pedagang Pengumpul - Pedagang Besar - Pedagang Pengecer - Konsumen), dan saluran pemasaran III (Petani - Pedagang Pengumpul - Pedagang Pengecer - Konsumen). Struktur pasar yang dihadapi oleh petani dan pedagang pengumpul mengarah kepada oligopsoni murni sedangkan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang besar dan pedagang pengecer mengarah kepada pasar oligopoli murni. Perilaku pasar di tingkat petani dilihat dari praktik penjualan menggunakan sistem pembayaran tunai dan kemudian. Sistem pembayaran kemudian dilakukan 1 sampai 2 hari. Penentuan harga ubi jalar di tingkat petani ditentukan oleh pedagang pengumpul sedangkan penentuan harga ditingkat lembaga pemasaran lain ditentukan oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi tingkatannya. Kerjasama antar lembaga pemasaran terjalin atas saling kepercayaan yaitu berlangganan dan ikatan keluarga. Berdasarkan efisiensi operasional (marjin pemasaran, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya), saluran pemasaran III merupakan alternatif saluran pemasaran yang relatif efisien untuk menyalurkan ubi jalar grade A, B bagi petani di Desa Cikarawang karena memiliki nilai marjin pemasaran terkecil, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya terbesar. Sedangkan untuk penyaluran ubi jalar grade C saluran pemasaran yang relatif efisien adalah saluran I karena pada saluran ini khusus menyalurkan ubi jalar grade C dengan volume penjualan terbesar dan kontinu. Pada analisis nilai tambah olahan ubi jalar di Desa Cikarawang dan Desa Petir, rasio nilai tambah produk olahan ubi jalar terbesar terdapat pada olahan ubi jalar berupa pangsit. Tingkat keuntungan terbesar juga terdapat pada produk olahan ubi jalar berupa pangsit. Hal ini menunjukkan bahwa pangsit memiliki nilai tambah dan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan tepung dan kremes.

Saran

1. Petani sebaiknya melakukan penjualan ubi jalar secara kolektif melalui kelompok tani untuk meningkatkan bargaining position dalam penentuan harga. Selain itu, petani sebaiknya dapat menggunakan kelompok tani yang telah ada (pengaktifan kembali) sebagai sarana pendukung kegiatan usahatani ubi jalar seperti penyedia saprodi, bibit, pupuk, dan pembiayaan.

2. Bagi petani yang ingin melakukan pengembangan subsistem hilir agribisnis seperti peningkatan nilai tambah ubi jalar disarankan memilih pangsit ubi jalar karena memiliki rasio nilai tambah dan tingkat keuntungan terbesar dibandingkan tepung dan kremes ubi jalar.

3. Terkait keterbatasan ruang lingkup penelitian, perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai keterpaduan pasar ubi jalar di Desa Cikarawang dengan Pasar Induk Kramat Jati dan analisis nilai tambah olahan ubi jalar lainnya.

60

DAFTAR PUSTAKA

Antarlina SS, Utomo JS. 1999. Prospek Penggunaan Tepung Ubi Jalar Untuk Produk Pangan. Di dalam Edisi Khusus Balitkabi 15-1999. pp 30-44. Malang (ID): BALITKABI.

Asmarantaka RW. 2009. Pemasaran Produk-produk Pertanian. Di dalam Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran. Editor: Nunung K, Anna F, Dwi R, dan Jahro S, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Pr.

Asmarantaka RW. 2012. Pemasaran Pertanian (Agrimarketing). Bogor (ID): Departemen Agribisnis FEM-IPB.

[BP3K] Badan Penyuluh Pertanian Perikanan Kehutanan. 2013. Programa Penyuluhan Pertanian Wilayah Dramga Tahun 2013. Di dalam Laporan Penyuluh Pertanian. Bogor (ID): BP3K.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produk Domestik Bruto dan Angkatan Kerja Indonesia. Berita Resmi Statistik [Internet]. [diunduh 2013 Februari 13]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/brs_file/pdb_05nov12.pdf. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Luas Lahan, Produktivitas, dan Produksi Ubi Jalar di Seluruh Indonesia. Berita Resmi Statistik [Internet]. [diunduh 2013 Februari 13]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/proses_ pgnxls.php?adodb_next_page=&eng=0&pgn=7&prov=99&thn1=2012&thn2=2012&luas=0&produktivitas=0&produksi=1&display=34&page=1&offset=0. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Ekspor Komoditi Ubi Jalar Indonesia. Berita Resmi Statistik [Internet]. [diunduh 2013 Juli 8]. Tersedia pada: http://bps.go.id/exim-frame.php?kat=2. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2011. Luas Panen, Produktivitas, Produksi Ubi Jalar di Jawa Barat. Berita Resmi Statistik [Internet]. [diunduh 2013 Februari 13]. Tersedia pada: http://data%20statistik%20ubi%20jalar/luas-panenproduktivitas-dan-produksi-ubi-jalar-di-jawa-barat-1.htm. Jawa Barat (ID): Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat.

Dahl DC, Hammond I. 1977. Market and Price Analysis The Agricultural Industries. New York (US): McGraw-Hill Company.

Hanafiah AM, Saefuddin AM. 2006. Tataniaga Hasil Perikanan. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Pr.

Harnowo D, Antarlina SS, Mahagyosuko H. 1994. Pengolahan Ubi Jalar guna Mendukung Diversifikasi Pangan dan Agroindustri. Di dalam: Winarto A, Widodo Y, editor Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pascapanen Ubi Jalar Mendukung Agroindustri. hlm 145-147. Malang (ID): Balittan Malang.

Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, Siregar M. 1987. Agricultural Marketing and Processing in Upland Java A PerspectiveFrom A Sunda Village. Bogor (ID): CGPRT Center.

Jamrianti R. 2007. Ubi Jalar, Saatnya Menjadi Pilihan. Berita Iptek [ Internet]. [diunduh 2013 Februari 14]. Tersedia pada:

61

http//http://rinrinjamrianti.multiply.com/journal/item/106. Jakarta (ID): Berita IPTEK.

Kohls RL, Uhl JN. 1985. Marketing of Agricultural Products Six Edition. New York (US): McMillan Publishing Company.

Kotler P. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Kesepuluh. Jakarta (ID): PT Prenhalindo.

Lestari DAH. 2007. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Mi Segar, Mi Basah, Bihun, dan Soun di Provinsi Lampung. Jurnal SOSIO EKONOMIKA. 13(2): 159-165. Bandar Lampung (ID): Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian UNILA.

Limbong WH, P Sitorus. 1985. Pengantar Pemasaran Pertanian. Bahan Kuliah. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pradika A, Hasyim AI, Soelaiman. 2013. Analisis Efisiensi Pemasaran Ubi Jalar di Kabupaten Lampung Tengah. JIIA. 1(1): 25-35. Bandar Lampung (ID): Jurusan Agribisnis UNILA.

Purba S. 2010. Analisis Tataniaga Ubi Jalar (Studi Kasus: Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Purcell WD. 1979. Agriculture Marketing System, Coordination, Cash and Future Prices. Virginia (US): A Prentice-Hall Company.

Purwono, Purnamawati H. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Rukmana R. 1997. Ubi Jalar dan Pasca Panen. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.

Saragih SA. 2009. Mengapa Diversifikasi Pangan Menjadi Penting?.Kabar Indonesia[Internet]. [diunduh 2013 Februari 14]. Tersedia pada: http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&jd=Mengapa+Diversifikasi+Pangan+Menjadi+Penting%3F&dn=20090529150258. Jakarta (ID): Kabar Indonesia.

Soeharjo A. 1991. Konsep dan Ruang Lingkup Agroindustri dalam Kumpulan Makalah Agribisnis. Buku I. Laboratorium Agribisnis. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Sudiyono A. 2002. Pemasaran Pertanian. Malang (ID): Universitas

Muhammadiyah Malang Pr. Suismono. 2003. Hasil-hasil Penelitian Pengembangan Industri Pengolahan Ubi

Jalar dengan Teknologi Pedesaan. Di dalam: Hafsah JM, editor Seminar Inovasi Pertanian Tanaman Pangan; 2004 Agustus; Bogor, Indonesia. hlm 112-115. Bogor (ID): Sinar Harapan.

Tomek WG, Robinson K.L. 1990. Agricultural Product Prices. New York (US) : Cornell University Pr.

Zakaria WA. 2007. Analisis Nilai Tambah dan Kelayakan Finansial Agroindustri Tahu dan Tempe di Kota Metro. Jurnal SOSIO EKONOMIKA. 13(1): 49-56. Bandar Lampung (ID): Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian UNILA.

62

Lampiran 1 Luas panen, produktivitas, dan produksi ubi jalar seluruh provinsi di Indonesia tahun 2012a

Provinsi Luas Panen(Ha)

Produktivitas (Ku/Ha)

Produksi (Ton)

Indonesia 178 298 139.29 2 483 467 Aceh 1 264 105.66 13 356 Sumatera Utara 14 595 127.84 186 583 Sumatera barat 4 372 285.64 124 881 Riau 1 137 82.88 9 424 Jambi 3 076 260.26 80 057 Sumatera Selatan 2 475 70.22 17 380 Bengkulu 3 855 96.68 37 271 Lampung 4 849 97.77 47 408 Bangka Belitung 356 93.34 3 323 Kepulauan Riau 246 77.89 1 916 DKI Jakarta - - - Jawa Barat 26 531 164.55 436 577 Jawa Tengah 8 000 208.72 166 978 DI Yogyakarta 440 114.70 5 047 Jawa Timur 14 264 288.81 411 957 Banten 2 564 127.75 32 756 Bali 5 619 110.97 62 352 Nusa Tenggara Barat 1 100 120.29 13 232 Nusa Tenggara Timur 18 604 81.62 151 838 Kalimantan Barat 1 742 87.08 15 169 Kalimantan Tengah 1 338 71.14 9 518 Kalimantan Selatan 1 644 119.27 19 608 Kalimantan Timur 1 691 97.31 16 455 Sulawesi Utara 4 216 97.79 41 227 Sulawesi Tengah 2 516 107.04 26 932 Sulawesi Selatan 6 774 139.47 94 474 Sulawesi Tenggara 3 434 85.65 29 411 Gorontalo 202 99.11 2 002 Sulawesi Barat 1 483 111.86 16 589 Maluku 1 975 97.94 19 343 Maluku Utara 3 836 90.36 34 661 Papua Barat 1 029 103.47 10 647 Papua 33 071 104.35 345 095

aSumber: Badan Pusat Statistik (2012).

63 Lampiran 2 Data petani responden berdasarkan luas lahan dan produksi di Desa

Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor tahun 2013a

No Nama Petani Luas Lahan (m2) Produksi (kg)b 1 Ahmad Bastari 10 000 15 000 2 Napi 1 000 1 630 3 Nanah 1 000 1 000 4 Narsi 10 000 8 000 5 Nurmayanti 3 000 4 580 6 Amung 10 000 10 000 7 Amas 1 500 2 000 8 Arsi 2 000 3 000 9 Jani 1 000 1 500 10 Aman Gobet 800 1 288 11 Titin 1 200 1 500 12 Dedi Amran 4 000 6 050 13 Iding 2 000 3 000 14 Riko 1 500 2 200 15 Meri 1 500 2 050 16 Hendri 2 500 4 000 17 Umik 1 000 1 500 18 Mista 10 000 10 100 19 Yayan 1 000 880 20 Ichi 1 000 1 500 21 Mihara 1 000 2 220 22 Madyusa 5 000 3 000 23 Mina 1 000 620 24 Nara 2 000 3 000 25 Misnan 3 000 3 080 26 Owi Robini 1 000 1 050 27 Supriatna 2 000 3 190 28 Casmawati 3 000 4 500 29 Jamsari 1 200 1 712 30 Armi 2 000 1 550

aSumber: Data Primer.;bHasil Panen Ubi Jalar Bulan April 2013.

64

Lampiran 3 Biaya pemasaran yang dikeluarkan lembaga pemasaran pada setiap salurana

aAsumsi biaya per 1000 kg.

Uraian Biaya (Rp/Kg)

Saluran Pemasaran I II III

Grade A B C A B C A B C

Pedagang Pengumpul Biaya kuli - - 22.50 10.00 17.50 - 10.00 17.50 - Biaya pengupasan - - 100.00 - - - - - - Biaya sortasi - - 11.25 5.00 8.75 - 5.00 8.75 - Biaya penyusutan - - 92.25 55.35 55.35 - 55.35 55.35 - Biaya pengemasan - - 5.62 2.50 4.37 - 2.50 4.37 - Pedagang Besar Biaya pengangkutan

- - - 54.60 95.40 - - - -

Biaya bongkar muat

- - - 5.46 9.54 - - - -

Biaya sortasi - - - 4.09 7.15 - - - - Biaya penyusutan - - - 81.8 122.7 - - - - Biaya pengemasan - - - 4.55 7.95 - - - - Biaya retribusi - - - 2.18 3.81 - - - - Sewa kios - - - 7.58 13.24 - - - - Pedagang Pengecer Biaya pengangkutan

- - - 36.40 63.60 - 72.80 127.20 -

Biaya bongkar muat

- - - 18.20 31.80 - 10.92 19.08 -

Biaya sortasi - - - - - - 5.46 9.54 - Biaya penyusutan - - - 129.20 163.80 - 81.8 122.70 - Biaya pengemasan - - - 16.01 27.98 - 16.01 27.98 - Biaya retribusi - - - 3.64 6.36 - 2.54 4.45 - Sewa lapak - - - 7.28 12.72 - 6.04 10.55 -

65

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Palembang pada tanggal 14 Februari 1992 dari ayah Muhammad Sahpri dan ibu Juwita. Penulis adalah putri ketiga dari 3 bersaudara. Kakak pertama penulis Dina Oktariana Sari dan Kakak kedua penulis Vivin Septiyana. Penulis lulus dari SMA Plus Negeri 17 Palembang pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program Mayor Agribisnis di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Selain itu, penulis juga mengambil program Minor Ekonomi Pertanian di Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB.

Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis menerima beasiswa dari Bank Indonesia. Penulis juga aktif di berbagai kegiatan dan kepanitiaan di IPB seperti Leadership and Entrepreneurship School (LES) periode tahun 2009/2010, Staff divisi Dana dan Usaha pada Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) tahun 2011, Anggota COAST TEATER Fakultas Ekonomi dan Manajemen tahun 2011, Staff divisi Desain, Dekorasi, dan Dokumentasi pada Sharia Economics Seminar, Expo, and Campaign tahun 2012. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti lomba marketing dan program kreativitas mahasiswa. Beberapa prestasi yang diraih penulis antara lain Juara 1 Lomba Marketing Pin HADEmedia tahun 2010, Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Masyarakat yang dibiayai DIKTI tahun 2011.