Sistem Ketatanegaraan RI

43
Ketatanegaraan Indonesia Sebelum & Sesudah Amandemen UUD 1945 Negara adalah suatu organisasi yang meliputi wilayah, sejumlah rakyat, dan mempunyai kekuasaan berdaulat. Setiap negara memiliki sistem politik (political system) yaitu pola mekanisme atau pelaksanaan kekuasaan. Sedang kekuasaan adalah hak dan kewenangan serta tanggung jawab untuk mengelola tugas tertentu. Pengelolaan suatu negara inilah yang disebut dengan sistem ketatanegaraan. Sistem ketatanegaraan dipelajari di dalam ilmu politik. Menurut Miriam Budiardjo (1972), politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari negara itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut. Untuk itu, di suatu negara terdapat kebijakan- kebijakan umum (public polocies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi kekuasaan dan sumber-sumber yang ada. Di Indonesia pengaturan sistem ketatanegaraan diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Sedangkan kewenangan kekuasaan berada di tingkat nasional sampai kelompok masyarakat terendah yang meliputi MPR, DPR, Presiden dan Wakil Presiden, Menteri, MA, MK, BPK, DPA, Gubernur, Bupati/ Walikota, sampai tingkat RT. Lembaga-lembaga yang berkuasa ini berfungsi sebagai perwakilan dari suara dan tangan rakyat, sebab Indonesia menganut sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat. Kekuasaan

description

sistem ketatanegaraan Indonesia

Transcript of Sistem Ketatanegaraan RI

Page 1: Sistem Ketatanegaraan RI

Ketatanegaraan Indonesia Sebelum & Sesudah Amandemen UUD 1945

Negara adalah suatu organisasi yang meliputi wilayah, sejumlah rakyat, dan mempunyai

kekuasaan berdaulat. Setiap negara memiliki sistem politik (political system) yaitu pola

mekanisme atau pelaksanaan kekuasaan. Sedang kekuasaan adalah hak dan kewenangan serta

tanggung jawab untuk mengelola tugas tertentu. Pengelolaan suatu negara inilah yang disebut

dengan sistem ketatanegaraan.

Sistem ketatanegaraan dipelajari di dalam ilmu politik. Menurut Miriam Budiardjo

(1972), politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut

proses menentukan tujuan-tujuan dari negara itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut.

Untuk itu, di suatu negara  terdapat kebijakan-kebijakan umum (public polocies) yang

menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi kekuasaan dan sumber-sumber yang

ada.

Di Indonesia pengaturan sistem ketatanegaraan diatur dalam Undang-Undang Dasar

1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Sedangkan kewenangan kekuasaan

berada di tingkat nasional sampai kelompok masyarakat terendah yang meliputi MPR, DPR,

Presiden dan Wakil Presiden, Menteri, MA, MK, BPK, DPA, Gubernur, Bupati/ Walikota,

sampai tingkat RT.

Lembaga-lembaga yang berkuasa ini berfungsi sebagai perwakilan dari suara dan

tangan rakyat, sebab Indonesia menganut sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi,

pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan

penyelenggaraannya bersama-sama dengan rakyat.

Pada kurun waktu tahun 1999-2002, Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami

empat kali perubahan (amandemen). Perubahan (amandemen) Undang-Undang Dasar 1945

ini, telah membawa implikasi terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia. Dengan berubahnya

sistem ketatanegaraan Indonesia, maka berubah pula susunan lembaga-lembaga negara yang

ada.

Berikut ini akan dijelaskan sistem ketatanegaraan Indonesia sebelum dan sesudah

Amandemen UUD 1945.

·        Sebelum Amandenen UUD 1945

Page 2: Sistem Ketatanegaraan RI

Sebelum diamandemen, UUD 1945 mengatur kedudukan lembaga tertinggi dan

lembaga tinggi negara, serta hubungan antar lembaga-lembaga tersebut.  Undang-Undang

Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat diberikan seluruhnya kepada

MPR (Lembaga Tertinggi). MPR mendistribusikan kekuasaannya (distribution of power)

kepada 5 Lembaga Tinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA),

Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK).

Adapun kedudukan dan hubungan antar lembaga tertinggi dan lembaga-lembaga

tinggi negara menurut UUD 1945 sebelum diamandemen, dapat diuraikan sebagai berikut:

·         Pembukaan UUD 1945

Bahwa sesungguhnya Kemerdekaaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka

penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan

peri-keadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang

berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang

kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur,

supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka Rakyat Indonesia menyatakan dengan ini

kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan

Page 3: Sistem Ketatanegaraan RI

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka

disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar

Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang

berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian

yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan

sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

            Pembukaan UUD 1945 tidak dapat dirubah karena di dalam Pembukaan UUD 1945

terdapat tujuan negara dan pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia. Jika Pembukaan

UUD 1945 ini dirubah, maka secara otomatis tujuan dan dasar negara pun ikut berubah.

·         MPR

Sebelum perubahan UUD 1945, kedudukan MPR berdasarkan UUD 1945 merupakan

lembaga tertinggi negara dan sebagai pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan

rakyat. MPR diberi kekuasaan tak terbatas (Super Power). karena “kekuasaan ada di tangan

rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh

rakyat Indonesia” yang berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan

wakil presiden.

·         MA

Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama

dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya.

Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum,

lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha

negara.

·         BPK

Badan Pemeriksa Keuangan (disingkat BPK) adalah lembaga tinggi negara dalam

sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan

Page 4: Sistem Ketatanegaraan RI

tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas

dan mandiri.

Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan

pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden.

Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung

jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang

peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan

kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

·         DPR

Tugas dan wewenang DPR sebelum amandemen UUD 1945 adalah memberikan

persetujuan atas RUU [pasal 20 (1)], mengajukan rancangan Undang-Undang [pasal 21 (1)],

Memberikan persetujuan atas PERPU [pasal 22 (2)], dan Memberikan persetujuan atas

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara [pasal 23 (1)].

            UUD 1945 tidak menyebutkan dengan jelas bahwa DPR memiliki fungsi legislasi,

fungsi anggaran dan pengawasan.

·         Presiden

ü  Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris MPR, meskipun

kedudukannya tidak “neben” akan tetapi “untergeordnet”.

ü  Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi (consentration of power and

responsiblity upon the president).

ü  Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power), juga memegang kekuasaan

legislative (legislative power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power).

ü  Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.

ü  Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai presiden serta

mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya.

·         Sesudah Amandemen UUD 1945

Page 5: Sistem Ketatanegaraan RI

Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen)

terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada

masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di

tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu

“luwes” (sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945

tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.

Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti

tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi

dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan

kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah

Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan

atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta

mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.

Sistem ketatanegaraan Indonesia sesudah Amandemen UUD 1945, dapat dijelaskan

sebagai berikut:  Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan

berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan

pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 lembaga negara dengan kedudukan

yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).

a.      MPR

·                     Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi

negara

Page 6: Sistem Ketatanegaraan RI

            lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.

·                     Menghilangkan supremasi kewenangannya.

·                     Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.

·                     Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden

·                     Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.

·                     Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan

Perwakilan

           Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung

           melalui pemilu.

b.      DPR

·         Posisi dan kewenangannya diperkuat.

·         Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan

DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU.

·         Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.

·         Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan

sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.

c.       DPD

·         Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah

dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan

golongan yang diangkat sebagai anggota MPR.

·         Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia.

·         Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.

·         Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan

otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan

daerah.

d.      BPK

Page 7: Sistem Ketatanegaraan RI

·         Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

·         Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah

(APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti

oleh aparat penegak hukum.

·         Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

·         Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang

bersangkutan ke dalam BPK.

e.       Presiden

·         Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan

pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan

presidensial.

·         Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.

·         Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.

·         Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan

DPR.

·         Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan

DPR.

·         Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden

menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian

jabatan presiden dalam masa jabatannya.

f.       Mahkamah Agung

·         Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang

menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)].

·         Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di

bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.

·         Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum,

lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata

Usaha Negara (PTUN).

Page 8: Sistem Ketatanegaraan RI

·         Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur

dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.

g.      Mahkamah Konstitusi

·         Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the

constitution).

·         Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan

antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu

dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden

dan atau wakil presiden menurut UUD.

·         Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah

Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan

perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :  

1. Setelah amandemen UUD 1945 banyak perubahan terjadi, baik dalam struktur

ketatanegaraan maupun perundang-undangan di Indonesia.  

2. Tata urutan perundang-undangan Indonesia adalah UUD 1945, UU/ Perpu, PP, Peraturan

Presiden dan Perda.  

3. Lembaga-lembaga Negara menurut sistem ketatanegaraan Indonesia meliputi: MPR,

Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK, dan Komisi Yudisial. Lembaga pemerintahan yang

bersifat khusus meliputi BI, Kejagung, TNI, dan Polri. Lembaga khusus yang bersifat

independen misalnya KPU, KPK, Komnas HAM, dan lain-lain.

Refrensi

http://abdulhafi.wordpress.com/2008/11/22/sistem-ketatanegaraan-indonesia-dan-

pembelajarannya-di-sd/

Page 9: Sistem Ketatanegaraan RI

http://senyumpelangi.wordpress.com/2009/09/17/lembaga-negara-sebelum-dan-

sesudah-amandemen-yang-ke-4/

http://nizzarrahman.blogspot.com/2009/10/sebelum-dan-sesudah-amandemen-

dewan.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Pemeriksa_Keuangan

http://id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Agung_Indonesia

http://intanispratiwi.blogspot.com/2012/06/ketatanegaraan-indonesia-sebelum.html

Page 10: Sistem Ketatanegaraan RI

KONSTITUSI RIS

A.    Latar Belakang Terbentuknya Negara Republik Indonesia Serikat

Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 Belanda masih merasa mempunyai

kekuasaan atas Hindia Belanda yaitu Negara bekas jajahan masih dibawah kekuasaan

Kerajaan Belanda , dengan alasan :

a. Ketentuan Hukum Internasional

Menurut Hukum Internasional suatu wilayah yang diduduki sebelum statusnya tidak berubah,

ini berarti bahwa Hindia-Belanda yang diduduki oleh Bala Tentara Jepang masih merupakan

bagian dari Kerajaan Belanda, oleh karena itu setelah Jepang menyerah, maka kekuasaan di

Hindia-Belanda adalah Kerajaan Belanda sebagai pemilik/ penguasa semula.

b. Perjanjian Postdan

Yaitu pernjajian diadakan menjelang berakhirnya Perang Dunia II yang diadakan oleh Negara

Sekutu dengan phak Jepang, Italia dan Jerman, perjanjian ini menetapkan bahwa setelah

Perang Dunia II selesai, maka wilayah yang diduduki oleh ketiga Negara ini akan

dikembalikan kepada penguasa semula.

Atas dasar perjanjian di atas, maka Belanda merasa memiliki kedaulatan atas Hindia-Belanda

secara De Jure. Akibat adanya pandangan ini yang kemudian menimbulkan konflik senjata

antara Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dengan NICA pada tanggal 10 Nopember 1946 di

Surabaya (Bewa Ragawino, 2007: 82-82). Untuk mengakhiri konflik ini, maka diadakan

perundingan antara Indonesia dengan Belanda pada tangga 25 Maret 1947 di Linggarjati

(Perundingan Linggajati) yang antara lain menetapkan :

1. Belanda mengakui RI berkuasa secara de facto atas Jawa, Madura dan Sumatra, di

wilayah-wilayah lain yang berkuasa adalah Belanda.

2. Belanda dan Indonesia akan bekerja sama membentuk RIS.

3. Belanda dan Indonesia akan membentuk Uni Indonesia Belanda.

Hasil perundingan ini sesungguhnya merugikan bangsa Indonesia karena kedaulatan wilayah

Indonesia semakin sempit. Selain itu, timbul penafsiran yang berbeda antara Belanda

Indonesa mengenai soal Kedaulatan Indonesia-Belanda, yaitu :

1. Sebelum RIS terbentuk yang berdaulat menurut Belanda adalah Belanda, sehingga

hubungan luar negeri/ Internasional hanya boleh dilakukan oleh Belanda.

2. Menurut Indonesia sebelum RIS terbentuk yang berdaulat adalah Indonesia, terutama

Pulau Jawa, Madura dan Sumatra sehingga hubungan luar negeri juga boleh dilakukan oleh

Indonesia.

Page 11: Sistem Ketatanegaraan RI

3.     Belanda meminta dibuat Polisi bersama, tetapi Indonesia menolak.

Dalam diktat Bewa Ragawino (2007: 83), akibat adanya penafsiran ini terjadi Clash I (Agresi

Militer I) pada tanggal 21 Juli 1947 dan Clash II (Agresi Militer II) tanggal 19 Desember

1948. Menurut Indonesia, Belanda menyerbu dan melanggar wilayah Negara Republik

Indonesia yang telah diakuinya sendiri sehingga hal tersebut diistilahkan dengan agresi.

Sedangkan menurut Belanda terjadinya agresi militer Belanda adalah dalam rangka

penertiban wilayah Kedaulatan Belanda. Bentrok senjata Indonesia-Belanda ini kemudian

dilerai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan melakukan genjatan senjata serta dibuat

suatu perundingan baru di atas Kapal Renville tahun 1948 (Perjanjian Renville) yang

menetapkan :

1. Belanda dianggap berdaulat penuh di seluruh Indonesia sampai terbentuk RIS.

2. RIS mempunyai kedudukan sejajar dengan Belanda.

3. RI hanya merupakan bagian RIS

Tindak lanjut dari Perjanjian Renville ini, maka pihak PBB merencanakan pengadaan

Konferensi antara Negara Republik Indonesia dan Belanda guna membahas mengenai

Republik Indonesia Serikat. Konferensi ini dinamakan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang

mana diadakan mulai tanggal 23 Agustus 1949 di S’Gravenhage (Den Haag). Terdapat tiga

pihak yang terlibat dalam konferensi ini, yaitu: Negara Republik Indonesia, BFO

(Byeenkomst voor Federal Overleg) dan Belanda, serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia.

Pada tanggal 2 Nopember 1949, KMB menghasilkan beberapa kesepakatan, yaitu meliputi:

1. Didirikannya Negara Republik Indonesia Serikat

2. Penyerahan (baca: pengakuan) kedaulatan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda kepada

Pemerintah Negara RIS yang terdiri dari tiga persetujuan induk, yaitu:

a. Piagam Pengakuan Kedaulatan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda kepada Pemerintah

Negara RIS

b. Statut UNI

c. Persetujuan Perpindahan

3. Didirikannya UNI antara Negara RIS dengan kerajaan Belanda.

Dalam Piagam Pengakuan Kedaulatan ditentukan bahwa hal itu akan dilakukan pada tanggal

27 Desember 1949 (Soehino, 1992: 44-54).

Sementara Konferensi Meja Bundar berlangsung, delegasi dari Negara Republik Indonesia

dan Delegasi dari negara-negara BFO telah mebuat Rancangan Undang-Undang Dasar

(RUUD) untuk Negara Republik Indonesia Serikat yang akan dibentuk nanti. RUUD tersebut

kenudian disahkan oleh Pemerintah Negara Indonesia dan Komite Nasional Indonesia Pusat,

Page 12: Sistem Ketatanegaraan RI

dan disahkan pula oleh Pemerintah dan Badan Perwakilan Rakyat dari negara-negara BFO.

Pengesahan itu tertera dalam Piagam Penandatanganan Konstitusi Republik Indonesia Serikat

pada tanggal 14 Desember 1949, dan mulai berlaku pada hari pengakuan kedaulatan oleh

Pemerintah Kerajaan Belanda kepada pemerintah negara Republik Indonesia Serikat, yaitu

pada tanggal 27 Desember 1949 (Soehino, 1992: 54).

Jadi, pada tanggal 27 Desember 1949 berdirilah negara Republik Indonesia Serikat yang

meliputi seluruh wilayah Indonesia, yaitu bekas wilayah Hindia Belanda dahulu dan Negara

Republik Indonesia (berstatus sebagai negara bagian) (Soehino, 1992: 54).

B.    Sistem dan Perkembangan Ketatanegaraan Pemerintahan Republik Indonesia Sesuai

Muatan Konstitusi RIS

1.    Sifat Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949

Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) 1949 meskipun namanya tidak memakai kata

“Sementara”, namun Konstitusi RIS 1949 ini dimaksudkan masih bersifat sementara

(Soehino, 1992: 62). Hal ini dapat diketahui dari ketentuan Konstitusi RIS pada pasal 186

yang berbunyi “Konstituante (Sidang Pembuat Konstitusi) bersama-sama dengan pemerintah

selekas-lekasnya menetapkan konstitusi Republik Indonesia Serikat yang akan menggantikan

konstitusi sementara ini ”.

Sifat kesementaraannya ini, kiranya disebabkan karena Pembentuk UUD merasa dirinya

belum representative untuk menetapkan sebuah  UUD, selain daripada itu disadari pula

bahwa pembuatan UUD ini (Konstitusi RIS) dilakukan dengan tergesa-gesa sekedar dapat

memenuhi kebutuhan sehubungan akan dibentuknya Negara Federal. Itulah sebabnya, maka

menurut Konstitusi RIS itu sendiri, di kemudian hari akan dibentuk suatu badan Konstituante

yang bersama-sama Pemerintah untuk menetapkan UUD yang baru sebagai UUD tetap yang

lebih representative (Joeniarto, 1990: 65-66).

Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 itu ternyata hanya berlaku kurang lebih 8 bulan

saja, dari tanggal 27 Desember 1949 sampai tanggal 17 Agustus 1950. Selama 8 bulan

berlakunya konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 itu, bahwa konstitusi Republik

Indonesia Serikat ditetapkan oleh konstituante bersama-sama pemerintah tidaklah pernah

terwujud. Sekalipun ada ketentuan, bahwa konstituante bersama pemerintah seleks-lekasnya

menetapkan konstitusi Republik Indonesia Serikat, namun sejarah ketatanegaraan Indonesia

membuktikan, bahwa pengertian selekas-lekasnya itu tidak mencakup masa waktu yang

kurang dari 8 bulan (Simorangkir, 1983: 63).

2.    Daerah Negara Republik Indonesia Serikat

Page 13: Sistem Ketatanegaraan RI

Berdasarkan Konstitusi RIS pada bagian II mengenai Daerah Negara, ketentuan pasal 2,

dinyatakan bahwa Republik Indonesia Serikat meliputi seluruh daerah Indonesia, yaitu

daerah bersama:

a.    Negara Republik Indonesia, dengan daerah menurut status quo seperti tersebut dalam

Perjanjian Renville tanggal 17 Januari tahun 1948;

Negara Indonesia Timur;

Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta;

Negara Jawa Timur;

Negara Madura;

Negara Sumatera Timur, dengan pengertian bahwa status quo Asahan Selatan dan

Labuhanbatu berhubungan dengan Negara Sumatera Timur tetap berlaku;

Negara Sumatera Selatan.

b.    Satuan-satuan kenegaraan yang tegak sendiri:

Jawa Tengah;

Bangka;

Belitung;

Riau;

Kalimantan Barat (daerah istimewa)

Dayak Besar;

Daerah Banjar;

Kalimantan Tenggara; dan

Kalimantan Timur.

a dan b ialah daerah-daerah bagian yang dengan kemerdekaan menetukan nasib sendiri

bersatu dalam ikatan federasi Republik Indonesia Serikat, berdasarkan yang ditetapkan dalam

konstitusi ini, dan lagi,

c.    Daerah-daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah-daerah bagian

Dengan berdirinya negara Republik Indonesia Serikat berdasarkan Konstitusi RIS tahun 1949

itu, wilayah Republik Indonesia sendiri masih tetap ada di samping negara federal Republik

Indonesia Serikat. Karena sesuai dengan pasal 2 Konstitusi RIS, Republik Indonesia diakui

sebagai salah satu negara bagian dalam wilayah Republik Indonesia Serikat, yaitu mencakup

wilayah yang disebut dalam Persetujuan Renville. Dalam wilayah federal, berlaku Konstitusi

RIS, tetapi dalam wilayah Republik Indonesia sebagai salah satu negara bagian tetap berlaku

UUD 1945 (Jimly Asshiddiqie, 2010: 37-38).

3.    Bentuk Negara Republik Indonesia Serikat

Page 14: Sistem Ketatanegaraan RI

Dalam muatan Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 maka dapat diketahui bahwa

bentuk negaranya adalah Federal. Hal ini dapat dilihat  dalam Mukaddimah Konstitusi

Republik Indonesia Serikat dalam alinea III yang mengemukakan antara lain: “Maka demi ini

kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu Piagam negara yang berbentuk republik

federasi, berdasarkan….”

Selain itu, dalam ketentuan pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS berbunyi, “Republik Indonesia

Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk

Federasi”.

Hal tersebut menegaskan bahwa Republik Indonesia Serikat memiliki bentuk negara federal.

4.    Alat Perlengkapan Negara

Ketentuan pada Bab III tentang Perlengkapan Republik Indonesia Serikat dalam ketentuan

umum mengatur mengenai siapa-siapa yang menjadi alat perlengkapan negara Republik

Indonesia Serikat. Ketentuan tersebut berbunyi: alat perlengkapan federal Republik Indonesia

Serikat ialah:

a.    Presiden

b.    Menteri-menteri

c.    Senat

d.    Dewan Perwakilan Rakyat

e.    Mahkamah Agung Indonesia

f.    Dewan Pengawas Keuangan

Presiden dan menteri-menteri bersama-sama merupakan pemerintah (pasal 68 ayat (2));

Pemerintah dipilih oleh orang-orang yang dikuasakan oleh pemerintah daerah-daerah bagian

(pasal 69 ayat (2)); pemerintah ini bertugas untuk melakukan penyeleggaraan pemerintahan

federal (pasal 117 ayat (2)); dan bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah

(pasal 118 ayat (2)).

Senat ialah wakil dari setiap negara bagian (pasal 80 ayat 1); setiap negara bagian diwakili

oleh dua orang senat (pasal 80 ayat 2); dan tugas senat adalah setiap anggota senat

mengeluarkan satu suara dalam Senat (ketika permusyawaratan) (pasal 80 ayat 3). Anggota-

anggota senat ditunjuk oleh pemerintah daerah-daerah bagian (pasal 81 ayat 1).

Dewan Perwakilan Rakyat dipilih berdasarkan aturan-aturan yang ada (pasal 111); anggota

DPR terdiri atas 150 anggota untuk mewakili seluruh bangsa Indonesia (pasal 98). DPR

memiliki hak interpelasi dan hak menanya (pasal 120) dan juga hak menyelidiki (pasal 121),

hak ini dilakukan ketika meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah.

Mahkamah Agung berfungsi pada bidang peradilan, sedang untuk susunan dan kekuasaannya

Page 15: Sistem Ketatanegaraan RI

diatur dalam UU (pasal 113). MA diangkat oleh Presiden dengan mendengarkan Senat (pasal

114 ayat 1).

Susunan dan kekuasaan Dewan Pengawas Keuangan diatur dalam UU (pasal 115). Dewan

Pengawas Keuangan diangkat oleh Presiden dengan mendengarkan Senat (pasal 116 ayat 1).

5.    Sistem Pemerintahan Republik Indonesia Serikat

Dalam pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat

dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat.

Tugas penyelenggaraan pemerintah federal dijalankan oleh Pemerintah. Dalam ketentuan

pasal 117 (2) dinyatakan bahwa Pemerintah menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan

teristimewa mengurus supaya konstitusi, UU Federal, dan peraturan-peraturan lain yang

berlaku untuk Republik Indonesia Serikat.

Asas dasar atas kekuasaan penguasa diatur dalam ketentuan pasal 34 Konstitusi RIS yang

berbunyi, “Kemauan Rakyat adalah dasar kekuasaan penguasa; kemauan itu dinyatakan

dalam pemilihan berkala yang jujur dan dilakukan menurut hak pilih yang sedapat mungkin

bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun

menurut cara yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara”.

Menurut pasal-pasal Konstitusi RIS 1949 sistem pemerintahan negara yang dianut adalah

sistem pemerintahan Kabinet Parlementer. Dalam sistem ini, Kabinet bertanggung jawab

kepada Dewan Perwakilan Rakyat, dan apabila pertanggungjawaban itu tidak dapat diterima

oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dapat membubarkan Kabinet,

atau Menteri yang bersangkutan yang kebijaksanaannya tidak dapat diterima oleh Dewan

Perwakilan Rakyat. Sebaliknya, apabila Pemerintah tidak dapat menerima kebijaksanaan

Dewan Perwakilan Rakyat dan menganggap Dewan Perwakilan Rakyat tidak representative,

Pemerintah dapat membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat; dan pembubaran ini diikuti

dengan pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat yang baru (Soehino, 1992: 66).

Ketentuan pasal 118 Konstitusi RIS berbunyi, “(1) Presiden tidak bisa diganggu gugat; (2)

Menteri-menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-

sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri dalam hal

itu”. Dari ketentuan tersebut, Republik Indonesia Serikat dikatakan memiliki sistem

pemerintahan parlementer karena yuridis formal yang ada mengatur bahwa Kabinet

bertanggungjawab atas DPR. Hal tersebut sesuai dengan ciri sistem pemerintahan

parlementer.

Namun, ketika pasal 122 Konstitusi RIS ditelaah, maka akan ditemukan penyimpangan dari

sistem pemerintahan parlementer. Ketentuan pasal 122 Konstitusi RIS berbunyi, “Dewan

Page 16: Sistem Ketatanegaraan RI

Perwakilan Rakyat yang ditunjuk menurut pasal 109 dan 110 tidak dapat memaksa Kabinet

dan masing-masing Menteri meletakkan jabatannya”. Muatan dari ketentuan tersebut berbeda

dengan cirri-ciri sistem pemerintahan parlementer. Sudah disebutkan di atas bahwa cirri

sistem parlementer adalah apabila pertanggungjawaban Menteri tidak dapat diterima oleh

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dapat membubarkan Kabinet, atau

Menteri yang bersangkutan yang kebijaksanaannya tidak dapat diterima oleh Dewan

Perwakilan Rakyat. Jadi, di dalam penyelenggaraan ketatanegaraan RIS, ketika Kabinet tidak

mampu mempertanggungjawabkan segala kebijakan yang telah dilakukannya maka pihak

DPR tidak dapat berbuat apa-apa.

6.    Hubungan Negara dengan Rakyat

Di dalam suatu negara, dalam penyelenggaraan pemerintah negara tentu terjadi interaksi

antara peguasa (pemerintah) dengan yang diperintah (Rakyat). dalam interaksi tersebut maka

akan terjadi adanya hak dan kewajiban antara keduanya. Terkait hal tersebut, Konstitusi RIS

mengatur pula hubungan antara negara (pemerintah) dengan rakyat. di dalam Konstitusi RIS,

rakyat dijamin hak dan kebebasan dasar manusia. Hal tersebut dapat dilihat dalam Konstitusi

RIS bagian V mengenai hak-hak dan kebebasan – kebebasan dasar manusia, yang

diantaranya:

a.    Hak hidup pasal 7 ayat 1

b.    Hak merdeka meliputi hak politik (pasal 22), hak hukum (pasal 7 ayat 2-3), hak sipil

(pasal 19, pasal 20)

c.    Hak memiliki pasal 25, meliputi hak tentang pekerjaan (pasal 27 ayat 1) dan hak

mendapatkan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2)

Sedangkan rakyat Indonesia memiliki kewajiban yang tertera dalam pasal 31 yaitu “setiap

orang yang berada di daerah negara harus patuh kepada UU termasuk aturan-aturan hukum

yang tak tertulis, dan kepada penguasa-penguasa yang sah dan yang bertindak sah”.

Kewajiban dari pemerintah tertera pada ketentuan pasal 117 (2) dinyatakan bahwa

Pemerintah menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan teristimewa mengurus supaya

konstitusi, UU Federal, dan peraturan-peraturan lain yang berlaku untuk Republik Indonesia

Serikat.

Dari muatan Konstitusi RIS tersebut maka dapat dilihat bagaimana hubungan antara

pemerintah dengan rakyat secara yuridis formal selam RIS berlangsung.

C.    Faktor-Faktor Penyebab Runtuhnya Negara Republik Indonesia Serikat

Sejak terbentuknya Negara Republik Indonesia Serikat di bawah kekuasaan Konstitusi RIS

Page 17: Sistem Ketatanegaraan RI

1949 pada tanggal 27 Desember 1949, perjuangan bangsa Indonesia menentang susunan

negara yang federalistik semakin kuat, rakyat Indonesia menghendaki susunan negara yang

unitaris (kesatuan). Bentuk dari penentangan tersebut dilakukan rakyat Indonesia dengan

menyampaikan tuntutan-tuntutan dan hal tersebut terjadi di berbagai daerah. Karena faktor

kesamaan pemikiran ini, beberapa daerah bagian menggabungkan diri dengan negara

Republik Indonesia. Hal ini dibenarkan dalam UU Darurat No. 11 Tahun 1950 tentang Tata

Cara Perubahan Susunan Kenegaraan dari Wilayah Negara Republik Indonesia Serikat; LN

No. 16 Tahun 1950 mulai berlaku 9 Maret 1950. UU Darurat tersebut sebagi pelaksanaan dari

ketentuan pasal 44 konstitusi RIS. “Perubahan daerah sesuatu daerah bagian, begitu pula

masuk ke dalam atau menggabungkan diri kepada suatu daerah bagian yang telah ada, hanya

boleh dilakukan oleh sesuatu daerah-sungguhpun sendiri bukan daerah bagian- menurut

aturan-aturan yang ditetapkan dengan UU federal, dengan menjunjung asas-asas seperti

tersebut dalam pasal 43, dan sekedar hal itu mengenai masuk atau menggabungkan diri,

dengan persetujuan daerah bagian yang bersangkutan” (Soehino, 1992: 73).

Akibat dari adanya penggabungan ini, maka negara Republik Indonesia Serikat terdiri dari

tiga negara bagian yaitu meliputi negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur dan

negara Sumatera Timur. Atas kejadian ini maka kewibawaan pemerintahan negara federal

menjadi berkurang dan sebagai solusinya maka diadakan permusyawaratan antara pemerintah

negara Republik Indonesia Serikat dengan Pemerintah Negara Republik Indonesia

(meawakili negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur dan negara Sumatera Timur).

Dari permusyawaratn tersebut dihasilkan keputusan bersama yaitu persetujuan 19 Mei 1950

yang pada pokoknya disetujui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya untuk bersama-sama

melaksanakan negara kesatuan dan untuk itu diperlukan sebuah undang-undang dasar

Sementara dari kesatuan ini, yaitu dengan cara mengubah konstitusi RIS sedemikian rupa

sehingga essentialia UUD 1945 yaitu antara lain pasal 27, pasal 29, pasal 33 ditambah

bagian-bagian yang baik dari konstitusi Republik Indonesia Serikat termasuk didalamnya

(Joeniarto, 1990: 71-72).

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. 2010. Konstitusi dan Konstistusionalisme Indonesia. Jakarta: Sinar

Grafika.

Joeniarto. 1990. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Yogyakarta: Bumi Aksara

Page 18: Sistem Ketatanegaraan RI

Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1950

Ragawino. Bewa. 2007. Diktat Hukum Tata Negara. Bandung: —-

Simorangkir, J.C.T. 1984. Penetapan Undang-Undang Dasar Dilihat dari Segi Hukum Tata

Negara. Jakarta: Gunung Agung.

Soehino. 1992. Hukum Tata Negara: Sejarah Ketatanegaraan Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

http://khoiriyaningsih.wordpress.com/sejarah-ketatanegaraan-ri/konstitusi-ris/

Ketatanegaraan Indonesia menurut UUDS 1950 dan UUD 1945 Setelah Amandemen

Page 19: Sistem Ketatanegaraan RI

Konstitusi bisanya digunakan paling tidak dalam dua pengertian, pertama, kata ini digunakan

dalam penggambaran seluruh sistem ketatanegaraan suatu negara, kumpulan peraturan-

peraturan yang mendasari dan mengatur atau mengarahkan pemerintahan. Kumpulan

peraturan tersebut bisa berasal dari peraturan yang legal atau non legal. Di hampir semua

negara di dunia, sistem ketatanegaraan berisi campuran dari peraturan legal dan non legal

yang biasa disarikan dan disebut dengan Konstitusi.Kedua, konstitusi dengan pengertian yang

lebih sempit, tidak berisi kumpulan peraturan legal non legal, namun lebih spesifik dan

merupakan hasil seleksi dari pengertian konstitusi pertama. Pengertian kedua inilah yang

kerap dugunakan pada konstitusi di berbagai negara di dunia.

Indonesia sendiri pernah menggunakan beberapa konstitusi sejak masa kemerdekaan1945

silam. Konstitusi yang pertama dan menjadi dasar yakni Undang-Undang Dasar 1945 atau

sebagian kalangan menyebutnya dengan Undang-undang Proklamasi. Selanjutnya terdapat

Konstitusi Republik Indonesia Serikat, dimana konstitusi ini mendasari adanya perubahan

pada bentuk negara yang semula negara kesatuan menjadi negara federal empat tahun tahun

setelah kemerdekaan 1945, namun, perubahan bentuk negara diara tidak cocok dengan

hakekat perjuangan bangsa indinesia yang sejak awal menghendaki adanya persatuan dari

penjuru ke penjuru Indonesia, hal inilah yang menbuat Konstitusi RIS hanya bertahan selama

satu tahun, dimana pada tahun 1950 dibentuk Undang-Undang Dasar Sementara dengan

tujuan merubah sistem negara federal kembali ke negara kesatuan dan menyongsong adanya

konstitusi baru dengan membentuk badan konstituante. Rupanya setelah lebih dari satu windu

dioperasikan, UUDS 1950 dengan badan Konstituantenya tidak mampu membentuk

konstitusi yang baru, hingga muncul dekrit presiden guna mengembalikan UUD 1945 sebagai

Konstitusi saat itu.

Page 20: Sistem Ketatanegaraan RI

Selama lebih dari empat dekade setelah ditetapkan kembali, UUD 1945 dirasa mesih perlu

penggenapan dari sudut substansi, meskipun pada awalnya muncul polemik terkait dengan

sifat sakralnya suatu konstitusi, namun dengan rasionalisasi yang kuat UUD 1945 berhasil

mengalami perubahan periode 1999 hingga tahun 2004. Empat perubahan yang disebut

amandemen konstitusi ini merupakan buah dari pembenahan atas subtansi konstitusi-

konstitusi sebelumnya. Sehubungan dengan itu penting disadari bahwa sistem ketatanegaraan

Indonesia setelah Perubahan Keempat UUD 1945 itu telah mengalami perubahan-perubahan

yang sangat mendasar. Perubahan-perubahan itu juga mempengaruhi struktur dan mekanisme

struktural organ-organ negara Republik Indonesia yang tidak dapat lagi dijelaskan menurut

cara berpikir lama.

Banyak pokok-pokok pikiran baru yang diadopsikan ke dalam kerangka UUD 1945 itu.

Empat diantaranya adalah (a) penegasan dianutnya citademokrasi dan nomokrasi secara

sekaligus dan saling melengkapi secara komplamenter; (b) pemisahan kekuasaan dan prinsip

“checks and balances’ (c) pemurnian sistem pemerintah presidential; dan (d) pengeuatan cita

persatuan dan keragaman dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam tulisan

ini penulis bermaksud membandingkan beberapa permasalah sistem ketatanegaraan dari dua

konstitusi berbeda yang pernah digunakan di Indonesia, kedua konstitusi tersebut ialah

UUDS 1950 dengan UUD 1945 setelah amandemen. Objek perbandingan dalam tulisan ini

yaknilembaga-lembaga negara, sistim pemerintahan, sistim kabinet, konsep Hak Asasi

Manusia, dan konsep perubahan UUD. Hal yang menarik dari kedua konstitusi tersebut ialah

adanya kesatuan pandang mengenai negara kesatuan yang hingga kini ditetapkan di Indonesia

namun dengan sistem pemerintahan yang berbeda, UUDS 1950 dapat dikatakan sebagai

pengawal bagi eksisnya konstitusi yang ada saat ini yakni UUD 1945.

2.1 Lembaga Negara

Struktur Ketatanegaraan RI Sebelum Amandemen UUD 1945 (UUDS 1950):

Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat diberikan

seluruhnya kepada MPR (Lembaga Tertinggi). MPR mendistribusikan kekuasaannya

(distribution of power) kepada 5 Lembaga Tinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu

Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan

Agung (DPA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BAPEKA) .

Page 21: Sistem Ketatanegaraan RI

MPR 

Sebagai Lembaga Tertinggi Negara diberi kekuasaan tak terbatas (super power) karena

“kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah

“penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang menetapkan UUD, GBHN,

mengangkat presiden dan wakil presiden. Susunan keanggotaannya terdiri dari anggota DPR

dan utusan daerah serta utusan golongan yang diangkat. Lembaga Negara yang paling

mungkin menandingi MPR adalah Presiden, yaitu dengan memanfaatkan kekuatan partai

politik yang paling banyak menduduki kursi di MPR.

PRESIDEN 

Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris MPR, meskipun

kedudukannya tidak “neben” akan tetapi “untergeordnet”. Presiden menjalankan kekuasaan

pemerintahan negara tertinggi (consentration of power and responsiblity upon the president).

Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power), juga memegang

kekuasaan legislative (legislative power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power).

Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat besar dan tidak ada aturan mengenai batasan

periode seseorang dapat menjabat sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian presiden

dalam masa jabatannya.

DPR 

Tugas DPR pada masa itu adalah, memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan

presiden, memberikan persetujuan atas PERPU, memberikan persetujuan atas Anggaran,

meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban

presiden.

DPA DAN BPK 

Di samping itu, UUDS 1950 tidak banyak mengintrodusir lembaga-lembaga negara lain

seperti DPA dan BPK dengan memberikan kewenangan yang sangat minim.

Struktur Ketatanegaraan RI “Setelah” Amandemen UUD 1945:

Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan

rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan

Page 22: Sistem Ketatanegaraan RI

(separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar,

yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),

Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung

(MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Perubahan dalam amandemen antara lain, mempertegas prinsip negara berdasarkan atas

hukum {Pasal 1 ayat (3)} dengan menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan

yang merdeka, penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas

prinsip due process of law. Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para

pejabat negara, seperti Hakim.

Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu setiap

kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masing-masing. Setiap lembaga

negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945 dengan menata kembali lembaga-lembaga

negara yang ada serta membentuk beberapa lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem

konstitusional dan prinsip negara berdasarkan hukum. Penyempurnaan pada sisi kedudukan

dan kewenangan maing-masing lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan negara

demokrasi modern.

MPR 

Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti

Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK. Menghilangkan supremasi kewenangannya.

Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN. Menghilangkan kewenangannya

mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu). Tetap

berwenang menetapkan dan mengubah UUD. Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri

dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih

secara langsung melalui pemilu.

DPR 

Posisi dan kewenangannya diperkuat. Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya

ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara

pemerintah berhak mengajukan RUU. Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR

dan Pemerintah. Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan

fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.

Page 23: Sistem Ketatanegaraan RI

DPD 

Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah

dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan

golongan yang diangkat sebagai anggota MPR. Keberadaanya dimaksudkan untuk

memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia. Dipilih secara langsung oleh masyarakat

di daerah melalui pemilu. Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU

yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait

dengan kepentingan daerah.

BPK 

Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Berwenang

mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta

menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat

penegak hukum. Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang

bersangkutan ke dalam BPK.

PRESIDEN 

Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan

pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan

presidensial. Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR. Membatasi masa

jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja. Kewenangan pengangkatan duta dan

menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR. Kewenangan pemberian grasi,

amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR. Memperbaiki syarat dan

mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung

oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa

jabatannya.

MAHKAMAH AGUNG 

Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang

menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)].

Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di bawah

Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang. Di bawahnya terdapat

badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama,

Page 24: Sistem Ketatanegaraan RI

lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Badan-

badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam

Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.

MAHKAMAH KONSTITUSI 

Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the

constitution). Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa

kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa

hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh

presiden dan atau wakil presiden menurut UUD. Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang

diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh

Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu

yudikatif, legislatif, dan eksekutif.

KOMISI YUDISIAL

Selain kedua badan kekuasaan kehakiman tersebut ada lagi satu lembaga baru yang

kewenangannya ditentukan dalam UUD, yaitu komisi Yudisial. Dewasa ini, banyak negara

terutama negara-negara yang sudah maju mengembangkan lembaga komisi Yudisial (judicial

commisions) semacam ini dalam lingkungan peradilan dan lembaga-lembaga penegak hukum

lainnya maupun di lingkungan organ-organ pemerintahan pada umumnya. Meskipun lembaga

baru ini tidak menjalankan kekuasaan kehakiman, tetapi keberadaannya diatur dalam UUD

1945 Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman, karena itu, keberadaannya tidak dapat

dipisahkan dari kekuasaan kehakiman.

2.2 Sistim Pemerintahan & Sistim Kabinet

Sistem Parlementer pada UUDS 1950

Negara Indonesia merupakan negara yang berpenduduk terbesar keempat di dunia.

Komposisi penduduknya sangat beragam, baik dari suku bangsa, etnisitas, anutan agama,

maupun dari segi-segi lainnya dengan wilayah yang sangat luas. Kompleksitas dan

keragaman itu sangat menentukan peta konfigurasi kekuatan-kekuatan politik dalam

masyarakat, sehingga tidak dapat dihindari keharusan berkembangnya sistem multi-partai

dalam sistem demokrasi yang hendak dibangun. Agar peta konfigurasi kekuatan-kekuatan

politik dalam masyarakat tersebut dapat disalurkan dengan sebaik-baiknya menurut prosedur

demokrasi (procedural democracy), berkembang keinginan agar sistem pemerintahan yang

Page 25: Sistem Ketatanegaraan RI

dibangun adalah sistem Parlementer ataupun setidak-tidaknya varian dari sistem

pemerintahan parlementer dengan konsep negara serikat atau federal.

UUDS 1950 sejatinya merupakan hasil koreksi atas konstitusi sebelumnya yakni Konstitusi

RIS yang mengedepankan konsep negara federal . Perubahan dari Konstitusi RIS ke UUDS

1950 merupakan hasil kehendak rakyat dimana keseluruhan konsep federal dianggap tidak

mengena dengan kondisi masyarakat Indonesia. Kehendak rakyat ialah mengganti konsep

negara federal dengan konsep negara kesatuan namun tetap menggunakan sistem

pemerintahan kabinet Parlementer. Sistem parlementer atau sistem pertanggungjawaban

dewan menteri kepada Parlemen menempatkan presiden sebagai Kepala Negara dan bukan

Kepala Pemerintahan. Hal ini disebut dengan tegas pada pasal 45 UUDS 1950.

Pertanggungjawaban atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan sesuai dengan pasal 83 (2)

UUDS 1950 diletakkan pada pundak menteri-menteri baik secara bersama-sama atau masing-

masing.

Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa Kabinet (Dewan Menteri) dapat dijatuhkan oleh

Parlemen (DPR), yakni bilamana parlemen menganggap cukup alasan dari tidak diterimanya

kebijakan-kebijakan pemerintah yang dijalankan oleh kabinet tersebut. Namun, sebagai

imbangan dari pertanggungjawaban Menteri, DPR pun dapat dibubarkan apabila Dewan

Menteri mengganggap DPR tidaklah representatif dengan pengajuan kepada Presiden, hal ini

sesuai dengan pasal 84 UUDS 1950 dimana pembubaran tersebut membawa konsekuensi

adanya pemilihan anggota DPR ulang.

Sistem Presidensil pada UUD 1945

Namun, terlepas dari kenyataan bahwa sistem parlementer pernah gagal dipraktekkan dalam

sejarah Indonesia modern di masa lalu, dan karena itu membuatnya kurang populer di mata

masyarakat, realitas kompleksitas keragaman kehidupan bangsa Indonesia seperti tersebut

diatas, justru membutuhkan sistem pemerintahan yang kuat dan stabil. Jika kelemahan sistem

presidensiil yang diterapkan dibawah Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen yang

cenderung sangat “executive heavy” sudah dapat diatasi melalui pembaharuan mekanisme

ketatanegaraan yang diwujudkan dalam Undang-Undang Dasar setelah amandemen, maka

ekses-ekses atau efek samping dalam prakek penyelenggaraan sistem pemerintahan

Presidensiil seperti selama ini terjadi tidak perlu dikhawatirkan lagi. Keuntungan sistem

presidensiil justru lebih menjamin stabilitas pemerintahan. Sistem ini juga dapat dipraktekkan

dengan tetap menerapkan sistem multi-partai yang dapat mengakomodasikan peta konfigurasi

kekuatan politik dalam masyarakat yang dilengkapi pangaturan konstitusional untuk

Page 26: Sistem Ketatanegaraan RI

mengurangi dampak negatif atau kelemahan bawaan dari sistem presidensiil tersebut.

Ketentuan mengenai cita-cita negara hukum ini secara tegas dirumuskan dalam pasal 1 ayat

(3) UUD 1945, yang menyatakan: ‘Negara Indonesia adalah Negara Hukum’, sebelum ini,

rumusan naskah asli UUD 1945 tidak mencantumkan ketentuan mengenai negara hukum ini,

kecuali hanya dalam penjelasan UUD 1945 yang menggunakan istilah ‘rechtsstaat’. Rumusan

eksplisit bahwa Indonesia adalah negara hukum baru terdapat dalam Konstitusi Republik

Indonesia Serikat tahun 1949 dan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950. Untuk

mengatasi kekuarangan itulah maka dalam perubahan ketiga UUD 1945, ide negara hukum

(rechtstaat atau the rule of law) itu diadopsikan secara tegas ke dalam rumusan pasal UUD,

yaitu pasal 1 ayat (3) tersebut diatas. Sementara itu, ketentuan mengenai prinsip kedaulatan

rakyat terdapat dalam pembukaan dan juga pada pasal 1 ayat (2). Cita-cita kedaulatan

tergambar dalam pembukaan UUD 1945, terutama dalam rumusan alinea IV tentang dasar

negara yang kemudian dikenal dengan sebutan Pancasila. Dalam alinea ini, cita-cita

kerakyatan dirumuskan secara jelas sebagai “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Sedangkan dalam rumusan pasal 1 ayat

(2), semangat kerakyatan itu ditegaskan dalam ketentuan yang menegaskan bahwa

“kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. 

2.3 Konsep Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan

manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang

wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap

orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1

UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan

HAM). Definisi dan pengaturan HAM dalam Undang-undang tersebut nampaknya dianggap

relevan dan dimasukkan kedalam rancangan amandemen UUD 1945. Dalam Undang-undang

ini pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia ditentukan dengan berpedoman pada Deklarasi

Hak Asasi Manusia PBB, konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi

terhadap wanita, konvensi PBB tentang hak-hak anak dan berbagai instrumen internasional

lain yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia. Materi Undang-undang ini disesuaikan juga

dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan

Pancasila, UUD 45 dan TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998. Dengan landasan tersebut,

Page 27: Sistem Ketatanegaraan RI

maka para perancang amandemen dengan yakin mengoreksi segala kurangan mengenai HAM

yang ada pada konstitusi sebelumnya, dan apabila dibandingan dengan UUDS 1950

meskipun menurut Soepomo hak-hak dan kebebasan dasar serta asas-asas Konstitusi RIS dan

yang sesuai dengan Universal Declaration of Human Rights (UDHR) serta sesuai hak-hak

dan kebebasan yang dimuat dalam Lampiran Statuta Uni Indonesia-Belanda, dimuat dalam

UUDS 1950. Namun, yang menarik ialah pada pasal 18 dan Pasal 43 tidak menegaskan

apakah kebebasan agama termasuk kebebasan bertukar agama seperti Pasal 18 Konstitusi

RIS. Menurut Supoemo pula rumusan “Setiap orang berhak atas kebebasan agama,

keinsyafan batin dan pikiran”, cukup sempurna dalam menunjuk pengakuan kemerdakaan

beragama dan kebebasan orang untuk bertukar agama. Rumusan demikian untuk

menghilangkan kesan seolah-olah menganjurkan untuk perubahan agama, dan rumusan ini

cukup menjamin kemerdakaan perubahan agama, tidak membatasi mengembangkan agama,

dan mendidik anak-anak dalam keyakinan orang tuanya. Hak berdemonstrasi dan hak mogok

seperti diatur dalam Pasal 21 UUDS 1950 dalam Konstitusi yang pernah berlaku dan UDHR-

pun tidak dimuat. Kekurangan-kekurangan tersebut dilengkapkan kemudian pada

amandemen pasal 28 UUD 1945 hingga menjadi 10 sub (28A-28J).

2.4 Konsep Perubahan UUD

Dalam teori konstitusi dikenal adanya perubahan konstitusi, biasanya hal tersebut termakhtub

dalam pasal-pasal akhir suatu konstitusi. Undang-undang dasar yang fleksibel biasanya dapat

diubah secara relatif lebih mudah dengan tatacara pembuatan atau pengubahan layaknya

undang-undang biasa. Dikaitkan dengan hal tersebut, UUD 1945 dikenal dengan Undang-

Undang Dasar yang kaku, sebab untuk mengubahnya tidak dapat dilakukan dengan cara

pengubahan undang-undang biasa. Hasil amandemen UUD 1945 tetap menempatkan

lembaga negara yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pengampu weweanag

mengubah Undang-Undang Dasar (Pasal 37 UUD 1945), namun hal yang dikhususkan untuk

tidak dapat dilakukan perubahan yakni bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perbedaan mengenai tata cara perubahan dalam UUDS 1950 yakni pada UUDS 1950,

semangat yang dibawa memang semangat untuk merubah konstitusi dengan dibentuknya

badan khusus untuk merumuskan konstitusi RI yang baru, namun hingga sembilan tahun

berjalan, lembaga tersebut tidaklah dapat membenuk konstitusi baru sehingga kembali pada

UUD 1945 melalui dekrit presiden 1959. Meskipun UUD 1945 sebelum amandemen pun

sifatnya sementara hingga ada konstitusi yang tetap dari hasil badan konstituante, namun

Page 28: Sistem Ketatanegaraan RI

dengan lambatnya kinerja konstituante, membuat UUD 1945 tetap digunakan dengan

beberapa perubahan, namun semangat yang dibawa ialah kesan kaku atau sulit untuk

merubah suatu konstitusi. {gambar: bp.blogspot.com}

Pustaka

Mahfud, Muhammad, 2001, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta, Rineka

Cipta.

Wheare, KC, 2003, Konstitusi-Konstitusi Modern, Jakarta, Pustaka Eureka.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar 1945 Sebelum Amandemen

Undang-Undang Dasar 1945 Setelah Amandemen

Undang-Undang Dasar Sementara 1950 

http://akubukanmanusiapurba.blogspot.com/2011/06/ketatanegaraan-indonesia-menurut-

uuds.html