Sistem Kesehatan Nasional
-
Upload
amille-rossalina -
Category
Documents
-
view
90 -
download
5
description
Transcript of Sistem Kesehatan Nasional
SISTEM KESEHATAN NASIONAL
SISTEM KESEHATAN NASIONAL
Jika menyebut perkataan Sistem Kesehatan Nasional, terdapat dua pengertian yang terkandung di
dalamnya. Pertama pengertian Sistem dan yang kedua adalah Kesehatan.
SISTEM
Beberapa pengertian sistem yang dipandang cukup penting adalah:
1. Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu proses atau
struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang
telah ditetapkan (Ryans)
2. Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan
yang bekerja sebagai satu unit organik untuk mencapai keluaran yang diinginkan secara efektif
dan efisien (John Mc Manama)
3. Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan dan membentuk satu kesatuan
yang majemuk, dimana masing-masing bagian bekerjasama secara bebas dan terkait untuk
mencapai sasaran kesatuan dalam suatu situasi yang majemuk pula.
4. Sistem adalah suatu kesatuan yg utuh dan terpadu dari berbagai elemen yg berhubungan serta
saling mempengaruhi yg dengan sadar dipersiapkan utk mencapai tujuan yg telah ditetapkan.
5. Sistem adalah kesatuan (rangkaian/gabungan) dari berbagai bagian yang saling berkait, bertaut
satu sama lain, pengaruh mempengaruhi, yang diarahkan untuk mencapai atau menghasilkan
sesuatu.
Jika diperhatikan pengertian-pengertian sistem ini, nampak bahwa pengertian sistem secara umum
dapat dibedakan atas dua macam yakni:
1. Sistem sebagai suatu wujud
Suatu sistem disebut sebagai suatu wujud (entity), apabila bagian-bagian atau elemen-elemen yang
terhimpun dalam sistem tersebut membentuk suatu wujud yang ciri-cirinya dapat dideskripsikan
dengan jelas.
Tergantung dari sifat bagian-bagian atau elemen-elemen yang membentuk sistem maka sistem
sebagai wujud dapat dibedakan atas dua macam:
a. Sistem sebagai suatu wujud yang konkrit
Pada bentuk ini, sifat dari bagian-bagian atau elemen-elemen yang membentuk sistem adalah
konkrit dalam arti dapat ditangkap oleh panca indra. Contohnya adalah suatu mesin yang
bagian-bagian atau elemen-elemennya adalah berbagai unsur suku cadang.
b. Sistem sebagai suatu wujud yang abstrak
Pada bentuk ini, sifat dari bagian-bagian atau elemen-elemen yang membentuk sistem adalah
abstrak dalam arti tidak dapat ditangkap oleh panca indra. Contohnya adalah sistem kebudayaan
yang bagian-bagian atau elemen-elemen-nya adalah berbagai unsur budaya
2. Sistem sebagai suatu metoda
Suatu sistem disebut sebagai suatu metoda (method), apabila bagian-bagian atau elemen-elemen
yang terhimpun dalam sistem tersebut membentuk suatu metoda yang dapat dipakai sebagai alat
dalam melakukan pekerjaan administrasi. Contohnya adalah sistem pengawasan yang bagian-bagian
atau elemen-elemen pembentuknya adalah berbagai peraturan.
Pemahaman sistem sebagai metoda berperanan besar dalam membantu menyelesaikan masalah-
masalah yang dihadapi oleh suatu sistem. Populer dengan sebutan pendekatan sistem (system
approach) yang akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan pada pekerjaan administrasi.
CIRI-CIRI SISTEM
Sesuatu disebut sebagai sistem apabila ia memiliki beberapa ciri pokok sistem, al:
Menurut Elias M. Awad (1979)
1. Sistem bukanlah sesuatu yang berada diruang hampa, melainkan selalu berinteraksi dengan
lingkungan.
Tergantung dari pengaruh interaksi dengan lingkungan tersebut, sistem dapat dibedakan atas 2
macam:
a. Bersifat terbuka : bila interaksi dengan lingkungan, mempengaruhi sistem
b. Bersifat tertutup : bila interaksi dengan lingkungan tidak mempengaruhi sistem
2. Sistem mempunyai kemampuan utk mengatur diri sendiri, yang antara lain juga disebabkan karena di
dalam sistem terdapat unsur umpan balik (feed back).
3. Sistem terbentuk dari 2 atau lebih subsistem, dan setiap subsistem terdiri dari 2 atau lebih subsistem
lain yang lebih kecil, demikian seterusnya.
4. Antara satu subsistem dengan subsistem lainnya terdapat hubungan yang saling tergantung dan
mempengaruhi. Keluaran suatu subsistem misalnya, menjadi masukan bagi subsistem lain yang
terdapat dalam sistem.
5. Sistem mempunyai tujuan atau sasaran yang ingin di capai. Pada dasarnya tercapainya tujuan atau
sasaran ini adalah sebagai hasil kerjasama dari berbagai subsistem yang terdapat dalam sistem
Menurut A Shode & Dan Voich Jr (1974), Ciri sistem yakni:
1. Sistem mempunyai tujuan dan karena itu semua perilaku yang ada pada sistem pada dasarnya
bermaksud mencapai tujuan tersebut (purposive behavior)
2. Sistem sekalipun terdiri dari berbagai bagian atau elemen-elemen tetapi secara keseluruhan
merupakan suatu yang bulat & utuh (wholism) jauh melebihi kumpulan bagian atau elemen tersebut
3. Berbagai bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem saling terkait, berhubungan serta
berinteraksi
4. Sistem bersifat terbuka & selalu berinteraksi dengan sistem lain yang lebih luas, yang biasanya
disebut dengan lingkungan
5. Sistem mempunyai kemampuan transformasi, artinya mampu mengubah sesuatu menjadi sesuatu
yang lain. Dengan perkataan lain sistem mampu mengubah masukan menjadi keluaran
6. Sistem mempunyai mekanisme pengendalian, baik dalam rangka menyatukan berbagai bagian atau
elemen, atau dalam rangka mengubah masukan menjadi keluaran
Jika diperhatikan ke dua pendapat tentang ciri-ciri sistem, maka bila di sederhanakan, ciri-ciri sistem
dapat dibedakan atas 4 macam :
1. Dalam sistem terdapat bagian atau elemen yang satu sama lain saling berhubungan & mempengaruhi
yang kesemuanya membentuk satu kesatuan, dalam arti semuanya berfungsi untuk mencapai tujuan
yang sama yang telah ditetapkan
2. Fungsi yang diperankan oleh masing-masing bagian atau elemen yang membentuk satu kesatuan
tersebut adalah dalam rangka mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan
3. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, semuanya bekerjasama secara bebas namun terkait, dalam arti
terdapat mekanisme pengendalian yang mengarahkannya agar tetap berfungsi sebagaimana yang
telah direncanakan
4. Sekalipun sistem merupakan satu kesatuan yang terpadu, bukan berarti ia tertutup terhadap
lingkungan
UNSUR SISTEM
Telah disebutkan bahwa sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling berhubungan dan
mempengaruhi. Adapun yang dimaksud dengan bagian atau elemen tersebut ialah sesuatu yang mutlak
harus ditemukan, yang jika tidak demikian maka tidak ada yang disebut sistem. Bagian atau elemen
tersebut banyak macamnya, yang jika disederhanakan dapat dikelompokkan kedalam 6 unsur yakni:
1. Masukan
Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem & yang
diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut
2. Proses
Proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem & yang berfungsi
untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan
3. Keluaran
Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses
dalam sistem
4. Umpan balik
Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem
& sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut
5. Dampak
Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran sistem tersebut
6. Lingkungan
Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi
mempunyai pengaruh besar terhadap sistem
JENJANG SISTEM
Untuk memudahkan pemahaman, peranan & kedudukan sistem terhadap lingkungan yang beraneka
ragam sering digambarkan dalam bentuk penjenjangan sistem.
Secara sederhana yang dimaksud dengan penjenjangan sistem ialah pembagian sistem ditinjau dari
sudut peranan dan kedudukannya terhadap lingkungan. Untuk itu, penjenjangan sistem tersebut dpt
dibedakan atas 3 macam yakni:
1. Suprasistem
Adalah lingkungan dimana sistem tersebut berada. Lingkungan yang dimaksud disini juga berbentuk
suatu sistem tersendiri, yang kedudukan dan peranannya lebih luas
2. Sistem
Adalah sesuatu yang sedang diamati yang menjadi objek dan subjek pengamatan
3. Subsistem
Adalah bagian dari sistem yang secara mandiri membentuk sistem pula. Subsistem yang mandiri,
kedudukan dan peranannya lebih kecil daripada sistem
Tergantung dari kedudukan dan peranan yang sedang diamati, maka sesuatu dapat berperan sebagai
suprasistem, sistem dan subsistem.
Jika yang diamati adalah Dinas Kesehatan, maka Dinas Kesehatan adalah sistem. Supra-sistemnya
ialah Sistem Kesehatan Nasional sedangkan sub-sistemnya ialah berbagai bidang/subdin yang
terdapat di Dinas Kesehatan. Sebaliknya kedudukan & peranan Dinas Kesehatan dapat menjadi
Suprasistem, apabila yang diamati ialah salah satu bidang/subdin Dinas Kesehatan (mis:
Bidang/Subdin Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan),
sedangkan subsistemnya adalah sub bidang/seksi dari bidang/subdin yang dimaksud (mis: sub
bidang/seksi pemberantasan dan pencegahan penyakit).
PENDEKATAN SISTEM
Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai tujuan tertentu yang ditetapkan. Untuk
terbentuknya sistem tersebut perlu dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga secara
keseluruhan membentuk suatu kesatuan & secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan
kesatuan. Prinsip atau cara kerja tsb diatas dikenal dengan nama pendekatan sistem (system approach).
Beberapa batasan pendekatan sistem yang terpenting adalah:
1. Pendekatan sistem adalah penerapan suatu prosedur yang logis dan rasional dalam merancang suatu
rangkaian komponen-komponen yang berhubungan sehingga dapat ber-fungsi sebagai satu kesatuan
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (L.James Harvey)
2. Pendekatan sistem adalah suatu strategi yang menggunakan metoda analisa, desain & manejemen
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien
3. Pendekatan sistem adalah penerapan dari cara berfikir yang sistematis & logis dalam membahas &
mencari pemecahan dari suatu masalah atau keadaan yang dihadapi
Jika pendekatan sistem dapat dilaksanakan, akan diperoleh beberapa keuntungan, al:
1. Jenis & jumlah masukan dapat diatur & disesuaikan dengan kebutuhan (menghindari penghamburan
sumber, tata cara & kesanggupan yang sifatnya terbatas)
2. Proses yang dilaksanakan dapat diarahkan untuk mencapai keluaran sehingga dapat dihindari
pelaksanaan kegiatan yang tidak diperlukan
3. Keluaran yang dihasilkan dapat lebih optimal serta dapat diukur secara lebih tepat & objektif
4. Umpan balik dapat diperoleh pada setiap tahap pelaksanaan program
ANALISIS SISTEM
Karena sistem terdiri dari kumpulan elemen atau bagian yang mempunyai fungsi masing-masing,
maka untuk dapat menjamin baiknya sistem tersebut, harus dapat diupayakan agar fungsi yang dimaksud
tetap sesuai dengan yang direncanakan. Berarti harus ada penilaian berupa kajian terhadap setiap
kumpulan elemen atau bagian yang ada dalam sistem, maka kajian ini disebut analisis sistem (system
analysis). Batasan analisis sistem yang terpenting sebagai berikut:
1. Analisis sistem adalah pelukisan atau penguraian opera-sional suatu sistem yang meliputi upaya
pengidentifikasian tujuan, kegiatan, pelaksanaan kegiatan, situasi yang dihadapi serta informasi yang
dibutuhkan oleh sistem pada setiap tahap pelaksanaannya.
2. Analisis sistem adalah suatu cara kerja yang dengan mempergunakan fasilitas yang ada, dilakukan
pengumpulan berbagai masalah yang dihadapi untuk kemudian dicarikan berbagai jalan keluarnya,
lengkap dengan uraiannya, sehingga membantu administrator dalam mengambil keputusan yang
tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Untuk dapat melakukan analisis sistem yang baik, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mula-mula lakukanlah penguraian sistem sehingga menjadi jelas bagian-bagian yang dimiliki serta
hubungannya satu dengan yang lain. Agar penguraian sistem ini dapat dilakukan dengan baik,
terapkan prinsip pokok pendekatan sistem
2. Lanjutkan dengan merumuskan masalah yang dihadapi oleh bagian-bagian tersebut atau sistem
secara keseluruhan. Masalah yang dimaksud dapat berupa ketidak jelasan fungsi, peranan, hak &
tanggung jawab & ataupun hubungan satu sama lain
3. Lakukan pengumpulan data atau informasi untuk lebih menjelaskan masalah yang ditemukan serta
untuk merumuskan kemungkinan jalan keluar yang dapat dilakukan
4. Berdasarkan data atau informasi yang dimiliki, kembangkan model-model sistem yang baru. Model-
model tersebut adalah yang dinilai dapat menyelesaikan masalah yang ditemukan
5. Lakukan uji coba, jika perlu lakukan perbaikan dan catatlah setiap hasil yang diperoleh. Atas dasar
catatan tersebut, pilihlah model yang paling menguntungkan
6. Terapkanlah model sistem yang terpilih & lakukanlah pemantauan dan penilaian berkala sesuai
dengan yang diperlukan
Sekalipun suatu model sistem telah terpilih, tetap diperlukan penyesuaian/penyempurnaan tergantung
hasil pemantauan secara berkala. Untuk ini diperlukan berbagai data dan informasi agar dapat dilakukan
berbagai persiapan yg dibutuhkan. Upaya untuk mendapatkan data atau informasi hanya akan berhasil
dengan memuaskan jika dapat dikembangkan suatu sistem informasi (information system), yang saat ini
telah diakui sebagai salah satu unsur penting dalam menjamin keberhasilan administrasi system.
KESEHATAN
Beberapa pengertian tentang kesehatan sebagai berikut:
1. Perkin, 1938
Sehat adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dengan berbagai
faktor yang berusaha mempengaruhinya.
2. WHO, 1947 & UU Pokok Kesehatan No.9 Tahun 1960
Sehat adalah suatu keadaan sejahtera sempurna fisik, mental dan sosial yang tidak hanya terbatas
pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja.
3. WHO, 1957
Sehat adalah suatu keadaan dan kualitas dari organ tubuh yang berfungsi secara wajar dengan segala
faktor keturunan dan lingkungan yang dipunyainya.
4. White, 1977
Sehat adalah keadaan dimana seseorang pada waktu diperiksa oleh ahlinya tidak mempunyai keluhan
ataupun tidak terdapat tanda-tanda penyakit atau kelainan.
5. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992
Sehat adalah suatu keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
SISTEM KESEHATAN
Pengertian Sistem Kesehatan menurut WHO, 2000 ialah semua kegiatan yang secara bersama-sama
diarahkan untuk mencapai tujuan utama berupa peningkatan & pemeliharaan kesehatan. Adapun tujuan
yang dimaksud adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, merespon harapan-harapan/
kebutuhan-kebutuhan masyarakat sesuai harga diri & hak azasi manusia (kepedulian) serta memberikan
perlindungan finansial bagi masyarakat terhadap kemungkinan biaya kesehatan (keadilan dalam
pembiayaan).
MAKSUD DAN KEGUNAAN
Penyusunan Sistem Kesehatan dimaksudkan untuk menyesuaikan berbagai perubahan dan tantangan
eksternal dan internal, agar dapat dipergunakan sebagai landasan, arah dan pedoman penyelenggaraan
pembangunan kesehatan baik oleh masyarakat, swasta maupun oleh pemerintah (pusat, provinsi,
kabupaten/kota) serta pihak-pihak terkait lainnya.
Sistem Kesehatan merupakan acuan dalam menerapkan pendekatan pelayanan kesehatan primer
(Primary Health Care) yang secara global telah diakui sebagai pendekatan yang tepat dalam mencapai
kesehatan bagi semua, yang untuk Indonesia diformulasikan sebagai visi Indonesia Sehat.
ANALISIS SITUASI DAN KECENDERUNGAN
Kita sudah memiliki Sistem Kesehatan Nasional (SKN), yang telah ditetapkan pada tahun 1982.
Esensi SKN 1982 telah dipergunakan dalam penyusunan GBHN Bidang Kesehatan, utamanya GBHN
1988, 1993, dan 1998 dan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
Lebih operasional, SKN 1982 juga dijadikan acuan dalam penyusunan perencanaan kebijakan dan
program pembangunan kesehatan seperti RPJPK, Indonesia Sehat 2010, Repelita, Propenas, dan Rencana
Strategis Pembangunan Kesehatan.
Sesuai dengan amanat TAP MPR-RI No. X tahun 1998, reformasi di bidang kesehatan juga telah
dilakukan dengan disusunnya Rencana Pembanguan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010, memuat
Visi, Misi, dan strategi Pembangunan Kesehatan dengan menerapkan paradigma baru, yaitu Paradigma
Sehat.
Paradigma Sehat menekankan pentingnya kesehatan sebagai hak asasi manusia, kesehatan sebagai
investasi bangsa, dan kesehatan menjadi titik sentral pembangunan nasional.
Visi Pembangunan Kesehatan
Adalah Indonesia Sehat 2010 yaitu masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai oleh penduduknya
hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Misi Pembangunan Kesehatan adalah:
1. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan
2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat beserta lingkungannya
Strategi Pembangunan Kesehatan adalah:
1. Pembangunan nasional berwawasan kesehatan;
2. Profesionalisme;
3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat;
4. Desentralisasi
SKN diharapkan dapat dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Sistem Kesehatan Nasional 1982, khususnya pada bagian bentuk pokoknya yang merupakan struktur dan
wujud penyelenggaraan pembangunan kesehatan hanya diatur/diuraikan secara ringkas (pokok-pokok)
saja, kurang terinci.
Di samping itu, banyak kebijakan baru yang telah ditetapkan dan munculnya berbagai tantangan atau
perubahan lingkungan yang dihadapi, baik internal maupun eksternal, seperti: globalisasi, demokratisasi,
desentralisasi, kesehatan sebagai investasi, dan kesehatan sebagai hak azasi manusia.
Oleh karena itu perlu disusun SKN yang baru. Kita telah berhasil menyusun SKN yang baru. Sistem
Kesehatan Nasional yang baru telah ditetapkan menggantikan Sistem Kesehatan Nasional 1982 dengan
Keputusan Menteri Kesehatan No:131/MENKES/SK/II/2004. Dengan demikian penye-lenggaraan
pembangunan kesehatan dilaksanakan tidak saja oleh Departemen Kesehatan, namun oleh semua potensi
bangsa termasuk Pemerintah Daerah, masyarakat, dan swasta. Oleh karena itu SKN yang baru perlu
dipahami oleh semua pihak.
PERKEMBANGAN POKOK-POKOK SUBSTANSI SKN & KAITANNYA DENGAN
PEMBANGUNAN KESEHATAN
SKN 1982 yang ditetapkan dengan SK Menkes No. 999/1982 berisikan lengkap tata nilai, proses,
dan struktur & wujud pembangunan kesehatan. Lengkapnya substansi SKN 1982 ini telah dimanfaatkan
dalam penyusunan UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan.
Sesuai amanat Tap MPR X/1998 tentang Reformasi, tata nilai pembangunan kesehatan ini juga telah
direformasi, yaitu dengan ditetapkannya Visi Indonesia sehat 2010 yang termuat dalam Rencana
Pembangunan Kesehatan menuju indonesia 2010. Dalam dokumen rencana kebijakan ini memuat pula
proses pembangunan kesehatan yang meliputi kebijakan dan program-program pembangunan kesehatan
sampai dengan tahun 2010.
Sesuai Tap MPR No. VII/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan, yang menetapkan pula visi
antaranya yaitu Indonesia 2020, maka proses pembangunan kesehatan juga sedang diperbaharui, dimana
dewasa ini kita sedang menyusun RPJPK 2005-2020.
SKN yang ditetapkan tahun 2004 ini menyampaikan secara rinci struktur dan wujud pembangunan
kesehatan. Bila RPJPK 2005-2020 telah selesai disusun, maka diharapkan materi yang meliputi tata nilai,
proses, dan struktur & wujud pembangunan kesehatan menjadi lengkap guna merevisi UU No. 23/1992
tentang Kesehatan.
ANALISIS SKN
Seperti dalam penyusunan rencana pada umumnya, perlu dilakukan analisis, untuk mengetahui
sejauh mana berjalannya dan keberhasilan dari sistem kesehatan yang telah kita miliki. Dari laporan
WHO tahun 2000, dengan cara pengukuran keberhasilan sistem kesehatan di suatu negara (meskipun
sampai saat metode ini masih terus dibahas dan disempurnakan), yang digunakan 2 (dua) indikator, yaitu
“indikator pencapaian” dan “indikator kinerja”.
Dari hasil penilaian tersebut, dalam indikator pencapaian Sistem Kesehatan Indonesia berada pada
peringkat 106 dari 191 negara yang dinilai. Sedangkan dari sisi indikator kinerja, berada pada peringkat
92 dari 191 negara yang dinilai.
Sudah barang tentu pencapaian dan kinerja sistem kesehatan tersebut, dipengaruhi oleh sejauh mana
berjalannya subsistem–ubsistemnya, yaitu: upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumberdaya manusia
kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan.
Upaya Kesehatan
Meskipun telah banyak hasil-hasil pembangunan kesehatan yang telah dicapai; antara lain Puskesmas
sudah terdapat di semua kecamatan yang ditunjang oleh 3-4 Puskesmas Pembantu, Tenaga bidan di desa
juga sudah ada di desa yang tidak memiliki fasilitas kesehatan, Rumah Sakit Umum sudah dimiliki oleh
semua kabupaten/kota (kecuali kab. baru/pemekaran); namun masih dihadapi permasalahan pemerataan,
mutu, dan keterjangkauan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sistem refferal juga belum
menggembirakan.
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah merupakan tantangan sekaligus peluang dalam upaya
meningkatkan pemerataan, mutu, dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.
Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat seperti Posyandu berjumlah lebih dari 200.000 buah,
disamping berkembangnya Polindes, Pos Obat Desa, dan sebagainya. Namun akhir-akhir ini dilaporkan
pendayagunaannya menurun, yang antara lain ditunjukkan dengan meningkatnya angka drop-out kader
dan menurunnya persentase kader Posyandu yang aktif.
Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan di Indonesia masih rendah, baru 2,2% dari PDB; masih jauh dari standard
atau anjuran WHO sebesar 5% PDB. Pembiayaan kesehatan dari masyarakat cukup besar (70%), namun
pengelolaan pendayagunaannya tidak efisien (antara lain out of pocket), dan pembelanjaan belum
mengedepankan keluarga miskin.
Sementara itu pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah yang terbatas, dialokasikan ke semua
lini; banyak dialokasikan kepada “private goods”, sehingga tidak efektif. Sejalan dengan perkembangan
iptek, biaya kesehatan juga meningkat. Sementara itu jumlah penduduk yang memiliki jaminan kesehatan
(Askes, Jamsostek, Asuransi Kesehatan Swasta, JPKM, dan lain-lain), masih terbatas. Dapat dijelaskan
secara singkat tentang jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat, antara lain dengan adanya
penyebaran risiko, kendali biaya, dan kendali mutu pelayanan kesehatan.
Sumber Daya Manusia Kesehatan
Masalah SDM kesehatan sangat kompleks, antara lain dapat dikemukakan: Jumlah, jenis, dan mutu
tenaga kesehatan belum memenuhi kebutuhan untuk pelayanan kesehatan. Ratio tenaga terhadap
penduduk masih rendah, dibandingkan dengan negara-negara tetangga (Singapore, Malaysia, Thailand).
Yang menarik ratio tenaga kesehatan terhadap penduduk di KTI lebih baik dari KBI (att: luas wilayah,
jumlah penduduk lebih kecil, letak geografi, dan sebagainya). Namun bila dilihat ratio tenaga kesehatan
terhadap fasilitas kesehatan keadaan di KTI jauh lebih jelek dibandingkan dengan KBI. Dapat
dikemukakan pula tentang tidak sinkronnya antara perencanaan kebutuhan, pengadaan (pendidikan &
latihan), dan pendayagunaan tenaga kesehatan.
Obat dan Perbekalan Kesehatan
Industri farmasi, PBF dan jaringan distribusi obat telah berkembang, CPOB telah diterapkan dan
kebijakan obat generik telah dilaksanakan. Banyak kemajuan yang telah dicapai, namun ketersediaan,
pemerataan, dan keterjangkauan obat masih merupakan masalah besar. Harga obat yang mahal
disebabkan karena sebagian besar (95%) bahan baku masih diimport; sementara itu bea masuk juga
tinggi.
Pemberdayaan Masyarakat
Berbagai bentuk pemberdayaan masyarakat telah dikenal seperti UKBM (Posyandu, Pos Obat Desa,
Polindes, Pos UKK), SDBM (Dana sehat, Dana Sosial Kemasyarakatan), Yayasan peduli dan penyandang
dana kesehatan (kanker, jantung, thalasemia, ginjal), Percepatan pencapaian IS-2010 dan kesertaan serta
kemitraan berbagai LSM/NGO dalam berbagai program kesehatan (Koalisi IS, Gebrak malaria, Gerdunas
TB, Gerakan Sayang Ibu, Gerakan Pita Putih, Gerakan Pita Merah) tetapi masih terbatas pada mobilisasi
masyarakat. Peranan to serve (memberikan pelayanan), to advocate (advokasi) dan to watch (melakukan
pengawasan) belum dikembangkan secara optimal, sementara public-private mix masih dalam perintisan.
Manajemen Kesehatan
Masalah pokok dalam manajemen kesehatan dapat dikemukakan sebagai berikut:
Dalam era desentralisasi, pasokan data SIM kesehatan di berbagai jenjang administrasi menjadi
berkurang, sehingga kurang dapat menunjang Administrasi kesehatan (perencanaan, pelaksanaan,
dan penilaian).
Iptek kesehatan kurang dapat mengimbangi pesatnya kemajuan ilmu, teknologi, dan globalisasi.
Hasil-hasil penelitian kesehatan kurang dapat dimanfaatkan oleh Administrasi kesehatan.
Perkembangan lingkungan strategis pembangunan kesehatan, baik internal maupun eksternal,
menuntut revisi dan penyesuaian dari berbagai peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan
yang ada.
POKOK-POKOK SISTEM KESEHATAN NASIONAL
PENGERTIAN
Secara ringkas pengertian “SISTEM”; terdiri dari beberapa komponen/unsur yang saling berinteraksi
dan saling ketergantungan, dan mempunyai suatu tujuan yang sama. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) salah satu dari arti kata sistem adalah “TATANAN”.
Oleh karenanya pengertian SKN adalah suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa
Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam Pembukaan
UUD 1945.
LANDASAN
SKN merupakan wujud dan metode penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Sedangkan
pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Oleh karenanya landasan
SKN adalah sama dengan landasan pembangunan nasional yaitu :
1. Landasan idiil yaitu Pancasila
2. Landasan konstitusional yaitu Undang-undang Dasar 1945
a. Pasal 28 a
b. Pasal 28 b ayat (2)
c. Pasal 28 c ayat (1)
d. Pasal 28 h ayat (1) dan (3)
e. Pasal 34 ayat (2) dan (3)
Dua hal penting yang perlu ditekankan adalah: Kesehatan sebagai hak azasi manusia dan negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan.
PRINSIP DASAR SKN
Prinsip dasar adalah norma, nilai, dan aturan pokok yang bermakna dari falsafah dan budaya Bangsa
Indonesia, yang dipergunakan sebagai acuan berfikir dan bertindak.
Terdapat 7 (tujuh) Prinsip Dasar SKN, dengan penekanan pada masing-masing uraian sebagai berikut:
1. Perikemanusiaan;
Terabaikannya pemenuhan kebutuhan kesehatan adalah bertentangan dengan prinsip kemanusiaan.
2. Hak Azasi Manusia;
Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah hak azasi manusia,
tanpa membedakan antara golongan, suku, agama, dan status sosial ekonomi.
3. Adil dan merata;
Pelayanan kesehatan harus merata, bermutu, dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat secara
ekonomi dan geografi.
4. Pemberdayaan dan kemandirian masyarakat;
Kesehatan merupakan tanggung jawab bersama, baik pemerintah maupun masyarakat dan
perorangan (individu).
5. Kemitraan;
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan menggalang kemitran yang dinamis dan harmonis
antara pemerintah dan masyarakat termasuk swasta.
6. Pengutamaan dan manfaat;
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan lebih mengutamakan kepentingan umum daripada
kepentingan golongan dan perorangan. Pemanfaatan iptek dalam pembangunan kesehatan.
7. Tata kepemerintahan yang baik;
Pembangunan kesehatan diselenggarakan secara demokratis, berkepastian hukum, terbuka,
rasional/profesional, bertanggung jawab dan bertanggung gugat.
TUJUAN SKN
SKN merupakan pedoman dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. SKN bukan pedoman
penyelenggaraan kesehatan bagi Departemen Kesehatan saja, tapi bagi semua potensi bangsa baik
pemerintah (pusat, provinsi, kab/kota), masyarakat, maupun swasta.
Dengan demikian tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi
bangsa, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah secara sinergis, berhasil-guna dan berdaya-guna,
sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
KEDUDUKAN SKN
SKN merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan negara dan bersama subsistem lainnya,
(misal: pendidikan) diarahkan untuk mencapai tujuan Bangsa Indonesia.
Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak hanya tanggung jawab
sektor kesehatan, tetapi tanggung jawab berbagai sektor terkait lainnya. Sebagai subsistem-subsistem dari
Sistem Penyelenggaran Negara, maka SKN berinteraksi dengan berbagai sistem nasional lainnya (seperti:
pendidikan, perekonomian, ketahanan pangan, hankamnas, dan lain-lain). Di daerah perlu dikembangkan
Sistem Kesehatan Daerah (SKD). SKD merupakan subsistem dari SKN dalam wilayah NKRI.
SKN juga merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan, yang dipergunakan sebagai acuan utama
dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat serta peran aktif masyarakat dalam pembangunan
kesehatan.
SUBSISTEM SKN
Banyak buku referensi maupun pengalaman di beberapa negara yang menguraikan tentang
subsistem–subsistem dari suatu sistem kesehatan.
Ada yang mengemukakan bahwa dalam sistem kesehatan hanya ada 2 (dua) subsistem, yaitu
subsistem upaya/pelayanan kesehatan dan subsistem pembiayaan kesehatan. Dalam hal ini
sumberdaya kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan manajemen kesehatan sudah termasuk dalam
subsistem upaya kesehatan.
Dengan memperhatikan kondisi dan situasi di Indonesia serta kebutuhan dewasa ini maka diputuskan
terdapat 6 (enam) subsistem dari SKN, yaitu:
1. Subsistem upaya kesehatan
2. Subsistem pembiayaan kesehatan
3. Subsistem sumberdaya manusia kesehatan
4. Subsistem obat dan perbekalan kesehatan
5. Subsistem pemberdayaan masyarakat
6. Subsistem manajemen kesehatan
POLA PIKIR SKN
Sebagai suatu sistem, maka SKN dengan 6 subsistemnya dapat digambarkan dalam input-proses-
output sebagai berikut:
Di sini kelihatan upaya kesehatan merupakan subsistem yang sentral dalam proses pembangunan
kesehatan dalam rangka mencapai tujuannya (output). Dalam proses pembangunan kesehatan, subsistem
upaya kesehatan ditunjang dengan subsistem pemberdayaan masyarakat dan subsistem manajemen
kesehatan.
Sebagai input adalah sumberdaya kesehatan yang terdiri dari subsistem sumberdaya manusia
kesehatan, subsistem obat dan perbekalan kesehatan, dan subsistem pembiayaan kesehatan. Namun perlu
ditekankan bahwa antar ke-enam subsistem tersebut harus saling berinteraksi secara harmonis dan
dinamis dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.
SUBSISTEM UPAYA KESEHATAN
PENGERTIAN
Pada dasarnya upaya kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP).
UKM adalah upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
menanggulangi masalah kesehatan di masyarakat. UKM merupakan “public goods”. UKP adalah upaya
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan. UKP merupakan “private goods”.
Oleh karenanya pengertian subsistem upaya kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
TUJUAN
Tujuan subsistem upaya kesehatan adalah terselenggaranya upaya kesehatan yg tercapai(accessible),
terjangkau (affordable) dan bermutu (quality) untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan
guna meningkatkan derajat kesehatan masy yg setinggi-tingginya.
UNSUR-UNSUR UTAMA
1. UKM adalah “public goods”, oleh karenanya tanggung jawab dan penyelenggara utama adalah
pemerintah, namun tetap dengan mendorong peran aktif masyarakat.
2. UKP sebagai “private goods” dapat diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat dan
swasta, dengan tetap memperhatikan fungsi sosial.
PRINSIP
Adapun prinsip dari subsistem upaya kesehatan sebagai berikut:
1. UKM diselenggarakan oleh pemerintah dengan peran aktif masyarakat dan swasta.
2. UKP diselenggarakan oleh masyarakat, swasta dan pemerintah.
3. Penyelenggaraan upaya kesehatan oleh swasta harus memperhatikan fungsi sosial.
4. Penyelenggaraan upaya kesehatan harus bersifat menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, terjangkau,
berjenjang, profesional dan bermutu.
5. Penyelenggaraan upaya kesehatan, termasuk pengobatan tradisional dan alternatif, harus tidak
bertentangan dg kaidah ilmiah.
6. Penyelenggaraan upaya kesehatan harus sesuai dengan nilai dan norma sosial budaya serta moral
dan etika profesi
BENTUK POKOK
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) :
1. Penyelenggara UKM strata I adalah Puskesmas dgn tiga fungsi dan enam jenis pelayanan tingkat
dasar yang ditunjang oleh berbagai bentuk UKBM
2. Penanggung jawab UKM strata II adalah Dinkes kab/kota dgn fungsi manajerial dan teknis
fungsional kesehatan yg dilengkapi dengan pelbagai UPT dan sarana kesehatan masyarakat lainnya
3. Penanggung jawab UKM strata III adalah Dinkes Provinsi dan Depkes
4. Untuk persaingan global perlu didirikan berbagai pusat unggulan nasional (National Institute)
Maksud dari bentuk pokok UKM tersebut adalah bahwa UKM diselenggarakan dalam 3 (tiga) strata;
penanggung jawab strata 1 adalah Puskesmas, strata 2 Dinas Kesehatan Kab/Kota, dan strata 3 Dinkes
Provinsi dan Departemen Kesehatan.
UKM strata I adalah UKM tingkat dasar, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan dasar yang ditujukan kepada masyarakat. UKM strata II adalah UKM tingkat
lanjutan, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik yang
ditujukan kepada masyarakat. UKM strata III adalah UKM tingkat unggulan, yaitu yang
mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan subspesialistik yang ditujukan kepada
masyarakat.
Tiga fungsi Puskesmas yang dimaksud adalah: (1) pusat penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan, (2) pusat pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, (3) pusat pelayanan kesehatan dasar.
Enam jenis pelayanan kesehatan dasar adalah: (1) promkes, (2) KIA & KB, (3) perbaikan gizi, (4)
kesehatan lingkungan, (5) P2M, dan (6) pengobatan dasar.
Fungsi manajerial Dinkes Kab/Kota yang dimaksud adalah Adminkes, mencakup perencanaan dan
pengendalian, serta pengawasan pertanggungjawaban pembangunan kesehatan. Sedangkan fungsi teknis
fungsional Dinkes Kab/Kota yang dimaksud adalah penyediaan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan
dalam melayani rujukan dari Puskesmas.
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP):
1. Penyelenggara UKP strata I adalah Puskesmas dgn peran serta masyarakat dan dunia usaha (sarana
kesehatan Swasta) serta berbagai pelayanan penunjang
2. Penyelenggara UKP strata II adalah RS kelas C dan B non pendidikan dgn peran serta masyarakat
dan dunia usaha (sarana kes/RS Swasta) serta berbagai pelayanan penunjang
3. Penyelenggara UKP strata III adalah RS kelas B pendidikan dan A serta RS khusus dgn peran serta
masyarakat dan dunia usaha (sarana kes/RS Swasta) serta berbagai pelayanan penunjang
4. Untuk persaingan global perlu didirikan berbagai pusat pelayanan unggulan nasional (National
Center)
5. Untuk meningkatkan mutu, dilakukan lisensi, sertifikasi dan akreditasi
Maksud dari bentuk UKP tersebut adalah bahwa UKP juga diselenggarakan dalam 3 (tiga) strata.
UKP strata I adalah UKP tingkat dasar, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan dasar yang ditujukan kepada perorangan. UKP strata II adalah UKP tingkat lanjutan, yaitu yang
mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik yang ditujukan kepada
perorangan. UKP strata III adalah UKP tingkat unggulan, yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan
dan teknologi kesehatan subspesialistik yang ditujukan kepada perorangan.
Untuk masa mendatang, apabila sistem jaminan kesehatan nasional telah berkembang, pemerintah
tidak lagi menyelenggarakan UKP strata pertama melalui Puskesmas. Penyelenggaraan UKP strata
pertama akan diserahkan kepada masyarakat dan swasta dengan menerapkan konsep dokter keluarga,
kecuali di daerah yang sangat terpencil masih dipadukan dengan pelayanan Puskesmas.
Dalam gambar ini dapat dijelaskan bahwa: Unsur subsistem upaya kesehatan adalah UKM & UKP. UKM
dan UKP dapat diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat/swasta. UKM maupun UKP
diselenggarakan dalam 3 (tiga) strata, dengan masing-masing penanggung-jawab/penyelenggaranya.
SUBSISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN
PENGERTIAN
Dalam subsistem pembiayaan kesehatan kita berbicara tentang penggalian dana, pengalokasian dana,
dan pembelanjaannya.
Penggalian dana adalah kegiatan menghimpun dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan upaya
kesehatan. Pengalokasian dana adalah penetapan peruntukan pemakaian dana yang telah dihimpun, baik
bersumber dari pemerintah maupun masyarakat dan swasta. Pembelanjaan adalah pemakaian dana yang
telah dialokasikan sesuai dengan peruntukannya atau dilakukan melalui jaminan pemeliharaan kesehatan
wajib atau sukarela.
Oleh karenanya pengertian subsistem pembiayaan kesehatan adalah tatanan yang menghimpun
berbagai upaya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan sumber daya keuangan secara terpadu dan
saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
TUJUAN
Tujuan subsistem pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan jumlah
yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk
menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya.
UNSUR-UNSUR UTAMA
Unsur-unsur utama dari subsistem pembiayaan kesehatan yakni:
1. Penggalian dana (sumber dana)
Adalah kegiatan menghimpun dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan upaya kesehatan dan
atau pemeliharaan kesehatan
2. Alokasi dana
Adalah penetapan peruntukan pemakaian dana yang telah berhasil dihimpun, baik yang bersumber
dari pemerintah, masyarakat maupun swasta.
3. Pembelanjaan dana
Adalah pemakaian dana yang telah dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja sesuai
dengan peruntukannyadan atau dilakukan melalui jaminan pemeliharaan kesehatan wajib atau
sukarela.
PRINSIP
Standar WHO dan TAP MPR menekankan bahwa untuk pembiayaan kesehatan secara bertahap 5%
PDB atau 15% APBN/APBD. Dana pemerintah diarahkan pada “public goods” sedangkan dana
masyarakat/swasta untuk “private goods”. Untuk UKP dana pemerintah untuk masyarakat rentan dan
keluarga miskin dikelola secara efektif dan efisien serta diarahkan dalam bentuk JPK baik wajib maupun
sukarela.
Adapun prinsip subsistem pembiayaan kesehatan ini sebagai berikut:
1. Jumlah dana kesehatan harus cukup dan dikelola secara berdaya-guna, adil dan berkelanjutan,
didukung oleh transparansi dan akuntabilitas.
2. Dana pemerintah untuk pembiayaan UKM dan UKP bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin.
3. Dana masyarakat diarahkan untuk pembiayaan UKP yang terorganisir, adil, berhasil-guna dan
berdaya-guna melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
4. Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan melalui penghimpunan dana sosial atau
memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun
5. Pada dasarnya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan pembiayaan kesehatan di daerah
merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.
BENTUK POKOK
Penggalian dana (sumber dana)
Sumber dana untuk UKM terutama berasal dari pemerintah baik pusat maupun daerah, melalui pajak
umum, pajak khusus, bantuan dan pinjaman, serta berbagai sumber lainnya. Sumber dana lain untuk
upaya kesehatan masyarakat adalah swasta serta masyarakat. Sumber dari swasta dihimpun dengan
menerapkan prinsip public-private partnership yang didukung dengan pemberian insentif, misalnya
keringanan pajak untuk setiap dana yang disumbangkan. Sumber dana dari masyarakat dihimpun secara
aktif oleh masyarakat sendiri guna membiayai upaya kesehatan masyarakat misalnya dalam bentuk dana
sehat, atau dilakukan secara pasif, yakni menambahkan aspek kesehatan dalam rencana pengeluaran dari
dana yang sudah terkumpul di masyarakat, misalnya dana sosial keagamaan.
Sumber dana untuk UKP berasal dari masing-masing individu dalam satu kesatuan keluarga. Bagi
masyarakat rentan dan keluarga miskin, sumber dananya berasal dari pemerintah melalui mekanisme
jaminan pemeliharaan kesehatan wajib.
Pengalokasian dana
Pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah, pengalokasiannya diarahkan untuk UKM sebagai
“public goods” dan UKP bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin. Secara bertahap diharapkan
pembiayaan dari pemerintah yang dialokasikan untuk kesehatan sebesar 15% dari total APB (anggaran
pendapatan dan belanja).
Pembiayaan kesehatan bersumber dari masyarakat, pengalokasiannya untuk UKP dikelola dalam
bentuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (wajib atau sukarela). Cara pengalokasian dana dengan cara ini
diharapkan dapat lebih efektif dan efisien, karena adanya kendali biaya sekaligus kendali mutu pelayanan.
Pembelanjaan dana
Pembiayaan kesehatan dari pemerintah dan public-proivate partnership digunakan untuk membiayai
UKM. Pembiayaan kesehatan yang terkumpul dari Dana sehat dan Dana Sosial Keagamaan digunakan
untuk membiayai UKM dan UKP.
Pembelanjaan untuk pemeliharaan kesehatan masyarakat rentan dan keluarga miskin dilaksanakan
melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan wajib. Sedangkan pembelanjaan untuk pemeliharaan kesehatan
keluarga mampu dilaksanakan melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan wajib dan sukarela.
Di masa mendatang, biaya kesehatan dari pemerintah secara bertahap digunakan seluruhnya untuk
pembiayaan UKM dan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat rentan dan keluarga miskin.
Dalam gambar ini dapat dijelaskan dan ditekankan bahwa unsur-unsur subsistem pembiayaan kesehatan
adalah penggalian dana, pengalokasian dana, dan pembelanjaannya. Sumber pembiayaan kesehatan dapat
dari pemerintah dan masyarakat. UKP bagi penduduk miskin dananya bersumber dari pemerintah, dan
diarahkan pengelolaannya melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan wajib. Di masa mendatang
pembiayaan kesehatan utamanya untuk UKP dapat dikelola dalam bentuk jaminan pemeliharaan
kesehatan (wajib dan sukarela).
SUBSISTEM SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
PENGERTIAN
SDM merupakan komponen input pada Sistem Kesehatan Nasional. Di era desentralisasi dan
globalisasi saat ini, permasalahan SDM kesehatan sangat pelik.
Pada dasarnya, SDM kesehatan terdiri dari komponen perencanaan, pendidikan, dan pelatihan, serta
pendayagunaan tenaga kesehatan. Komponen perencanaan menyangkut upaya penetapan kebutuhan
tenaga kesehatan basic jenis, jumlah, dan kualifikasinya. Komponen Diklat mencakup upaya pengadaan
tenaga kesehatan serta peningkatan kemampuan sesuai kebutuhan. Komponen pendayagunaan mencakup
upaya pemerataan, pemanfaatan, pembinaan, dan pengawasan tenaga kesehatan.
Oleh karenanya, pengertian subsistem SDM kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai
upaya perencanaan, pendidikan, dan pelatihan serta pendayagunaan tentang kesehatan secara terpadu dan
saling mendukung, guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
TUJUAN
Tujuan subsistem SDM kesehatan adalah tersedianya tenaga kesehatan yang bermutu secara
mencukupi, terdistribusi secara adil serta termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk
menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yg
setinggi-tingginya.
UNSUR-UNSUR UTAMA
Subsistem SDM Kesehatan terdiri dari tiga unsur utama yakni
1. Perencanaan tenaga kesehatan
Adalah upaya penetapan jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pembangunan kesehatan
2. Pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
Adalah upaya pengadaan tenaga kesehatan sesuai dengan jenis, jumlah dan kualifikasi yang telah
direncanakan serta peningkatan kemampuan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan
3. Pendayagunaan tenaga kesehatan
Adalah upaya pemerataan, pemanfaatan, pembinaan dan pengawasan tenaga kesehatan
PRINSIP
1. Pengadaan tenaga kesehatan mencakup jumlah, jenis dan kualifikasi Nakes disesuaikan dengan
kebutuhan dan dinamika pasar. Artinya Pengadaan tenaga kesehatan diupayakan tidak menyebabkan
suatu kondisi dimana “supply” jauh lebih besar dari “demand”. Sehingga ikut mempunyai andil
dalam memperbesar pengangguran.
2. Pendayagunaan Nakes memperhatikan asas pemerataan pelayanan kesehatan serta kesejahteraan dan
keadilan. Artinya Dalam pemerataan tenaga kesehatan guna memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di daerah terpencil dan daerah sulit lainnya harus pula memperhatikan kesejahteraan dan
keadilan bagi tenaga kesehatan.
3. Pembinaan Nakes diarahkan pada penguasaan IPTEK serta pembentukan moral dan akhlak sesuai
dengan ajaran agama dan etika profesi. Artinya Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan, kualitas tenaga kesehatan harus selalu dibina dan dikembangkan sejalan dengan
perkembangan iptek kesehatan.
4. Pengembangan karir dilaksanakan secara objektif, transparan, berdasarkan prestasi kerja dan
disesuaikan kebutuhan pembangunan kesehatan secara nasional. Artinya Pembinaan karir, yang
sesungguhnya sudah ada pedomannya, perlu ditegakkan.
BENTUK POKOK
Perencanaan Tenaga Kesehatan
1. Pembentukan Masjlis Tenaga Kesehatan Nasional dan Provinsi
2. Mencakup Penetapan Jenis Jumlah dan Kualifikasi Tenaga Kesehatan
Artinya Kebutuhan baik jenis, jumlah, dan kualifikasi Nakes ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
berdasarkan masukan dari Majelis Tenaga Kesehatan. Majelis Tenaga Kesehatan adalah badan otonom
yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan di pusat serta oleh Gubernur di provinsi dengan susunan
keanggotaan terdiri dari wakil berbagai pihak terkait, termasuk wakil konsumen dan tokoh masyarakat.
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan
1. Diselenggarakan oleh institusi Pendidikan dan Pelatihan yang terakreditasi
2. Pendidikan
a. Standar
b. Penyelenggaraan
Standar pendidikan vokasi, sarjana dan profesi tingkat pertama ditetapkan oleh asosiasi institusi
pendidikan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Penyelenggara pendidikan vokasi, sarjana dan
profesi tingkat pertama adalah institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terakreditasi. Pendirian
institusi pendidikan dan pembukaan program pendidikan harus memperhatikan keseimbangan antara
kebutuhan dan produksi.
Pendirian institusi pendidikan dan pembukaan program pendidikan untuk tenaga kesehatan yang
dibutuhkan oleh pembangunan kesehatan, tetapi belum diminati oleh swasta, menjadi tanggung
jawab pemerintah.
3. Pelatihan
a. Standar
b. Penyelenggaraan
Standar pelatihan Nakes ditetapkan oleh organisasi profesi yang bersangkutan. Sedangkan
penyelenggara pelatihan tenaga kesehatan termasuk yang bersifat berkelanjutan (continuing
education) adalah organisasi profesi serta institusi pendidikan, institusi pelatihan dan institusi
pelayanan kesehatan yang telah diakreditasi oleh organisasi profesi yang bersangkutan.
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan
1. Pemerintah
a. Penempatan Nakes di sarana yankes pemerintah dilakukan dengan kontrak kerja sesuai dengan
kebutuhan. Penempatan Nakes dengan sistem kontrak atas dasar suka rela antara kedua belah
pihak.
b. Penempatan Nakes sebagai PNS diselenggarakan dalam rangka mengisi formasi pegawai pusat
dan pegawai daerah, serta formasi Nakes strategis pusat yang dipekerjakan di daerah.
2. Swasta
Penempatan Nakes di sarana swasta dalam negeri melalui koordinasi dengan pemerintah.
3. Luar Negeri
a. Penempatan Ke Luar Negeri; Penempatan Nakes di luar negeri diselenggarakan oleh lembaga
yang dibentuk khusus.
b. Penempatan Dokter Lulusan Luar Negeri; Pendayagunaan Nakes WNI lulusan luar negeri
didahului program adaptasi yang diselenggarakan lembaga pendidikan yang diakreditasi
organisasi profesi.
c. Penempatan Dokter Asing; Pendayagunaan Nakes asing di dalam negeri harus memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
4. Pembinaan dan Pengawasan
a. Pembinaan dan pengawasan praktik profesi melalui sertifikasi, registrasi, uji kompetensi dan
pemberian lisensi.
b. Pembinaan dan pengawasan Nakes dilakukan sesuai peraturan, hukum tidak tertulis serta etika
profesi.
Pendayagunaan tenaga masyarakat di bidang kesehatan dilakukan secara serasi dan terpadu oleh
pemerintah dan masyarakat.
SUBSISTEM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN
PENGERTIAN
Subsistem obat dan perbekalan kesehatan terdiri dari tiga unsur utama yakni jaminan ketersediaan,
jaminan pemerataan serta jaminan mutu, obat dan perbekalan kesehatan.
Jaminan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya pemenuhan kebutuhan obat dan
perbekalan kesehatan sesuai dengan jenis dan jumlah yang dibutuhkan oleh masyarakat. Jaminan
pemerataan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya penyebaran obat dan perbekalan kesehatan
secara merata dan berkesinambungan, sehingga mudah diperoleh dan terjangkau oleh masyarakat.
Jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya menjamin khasiat, keamanan, serta keabsahan
obat dan perbekalan kesehatan sejak dari produksi hingga pemanfaatannya.
Oleh karenanya pengertian subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tatanan yg
menghimpun berbagai upaya yg menjamin ketersediaan, pemerataan serta mutu obat dan perbekalan
kesehatan secara terpadu dan saling mendukung dalam rangka tercapainya derajat kesehatan yg setinggi-
tingginya.
TUJUAN
Tujuan subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tersedianya obat dan perbekalan kesehatan
yang aman, bermutu dan bermanfaat, serta terjangkau oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya
pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
UNSUR-UNSUR UTAMA
1. Jaminan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya pemenuhan kebutuhan obat dan
perbekalan kesehatan sesuai dengan jenis dan jumlah yang dibutuhkan oleh masyarakat.
2. Jaminan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya penyebaran obat dan perbekalan
kesehatan secara merata dan berkesinambungan, sehingga mudah diperoleh dan terjangkau oleh
masyarakat.
3. Jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya menjamin khasiat, keamanan, serta
keabsahan obat dan perbekalan kesehatan sejak dari produksi hingga pemanfaatannya.
PRINSIP
1. Obat dan perbekalan kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia dan berfungsi sosial, sehingga
tidak boleh diperlakukan sebagai komoditas ekonomi.
2. Obat dan perbekalan kesehatan harus dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya, sehingga
penetapan harganya dikendalikan oleh pemerintah.
3. Agar harga obat tidak terlampau mahal dan terjangkau oleh masyarakat, maka obat dan perbekalan
kesehatan tidak dipromosikan secara berlebihan dan menyesatkan.
4. Peredaran serta pemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan tidak boleh bertentangan dengan hukum,
etika dan moral.
5. Penyediaan obat mengutamakan obat esensial generik bermutu yang didukung oleh pengembangan
industri bahan baku yang berbasis pada keanekaragaman sumberdaya alam.
6. Penyediaan perbekalan kesehatan diselenggarakan melalui optimalisasi industri nasional dengan
memperhatikan keragaman produk dan keunggulan daya saing.
7. Pengadaan dan pelayanan obat di RS disesuaikan dengan standar formularium obat rumah sakit,
sedangkan di sarana kesehatan lain mengacu DOEN
8. Pelayanan obat dan perbekalan kesehatan harus rasional memperhatikan aspek mutu, manfaat,
harga, mudah diakses serta aman.
9. Pengembangan dan peningkatan obat tradisional agar obat tradisional bermutu tinggi, aman,
memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas, baik untuk
pengobatan sendiri oleh masyarakat maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan formal.
10. Pengamanan obat dan perbekalan kesehatan diselenggarakan mulai dari tahap produksi, distribusi
dan pemanfaatan yang mencakup mutu, manfaat, keamanan dan keterjangkauan.
11. Kebijaksanaan Obat Nasional ditetapkan oleh pemerintah bersama pihak terkait lainnya.
BENTUK POKOK
Jaminan Ketersediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan
1. Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan secara nasional diselenggarakan pemerintah
bersama pihak terkait.
2. Perencanaan obat merujuk pada DOEN
3. Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan diutamakan melalui optimalisasi industri nasional.
4. Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan yang dibutuhkan oleh pembangunan kesehatan dan secara
ekonomis belum diminati swasta menjadi tanggung jawab pemerintah.
5. Pengadaan dan produksi bahan baku obat difasilitasi oleh pemerintah.
6. Pengadaan dan pelayanan obat di RS didasarkan pada formularium yang ditetapkan oleh Komite
Farmasi dan Terapi Rumah Sakit
Jaminan Pemerataan Obat dan Perbekalan Kesehatan
1. Pendistribusian obat diselenggarakan melalui pedagang besar farmasi.
2. Pelayanan dengan resep dokter diselenggarakan melalui apotek, sedangkan pelayanan obat bebas
diselenggarakan melalui apotek, toko obat dan tempat-tempat yang layak lainnya, dengan
memperhatikan fungsi sosial.
3. Dalam keadaan tertentu, dimana tidak terdapat pelayanan apotek, dokter dapat memberikan
pelayanan obat secara langsung kepada masyarakat.
4. Pelayanan obat di apotek harus diikuti dengan penyuluhan yang penyelenggaraannya menjadi
tanggung jawab apoteker.
5. Pendistribusian, pelayanan dan pemanfaatan perbekalan kesehatan harus memperhatikan fungsi
sosial.
Jaminan Pengawasan Obat dan Perbekalan Kesehatan
1. Pengawasan mutu dilakukan industri yang bersangkutan, pemerintah, organisasi profesi dan
masyarakat.
2. Pengawasan distribusi dilakukan pemerintah, kalangan pengusaha, organisasi profesi dan
masyarakat.
3. Pengamatan efek samping dilakukan pemerintah, bersama dengan kalangan pengusaha, organisasi
profesi dan masyarakat.
4. Pengawasan promosi dilakukan pemerintah bekerja sama dengan kalangan pengusaha, organisasi
profesi dan masyarakat.
5. Pengendalian harga dilakukan pemerintah bersama pihak terkait.
6. Pengawasan produksi, distribusi dan penggunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan
berbahaya lainnya dilakukan oleh pemerintah secara lintas sektor, organisasi profesi dan masyarakat.
7. Pengawasan produksi, distribusi dan pemanfaatan Batra dilakukan oleh pemerintah secara lintas
sektor, organisasi profesi dan masyarakat.
Dengan gambar ini dapat dikemukakan secara ringkas tentang unsur-unsur subsistem obat dan perbekalan
kesehatan, yaitu:
1. Jaminan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang diarahkan untuk adanya jaminan jenis dan
jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang memenuhi kebutuhan upaya kesehatan (UKM & UKP).
2. Jaminan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan yang diarahkan untuk adanya pemerataan obat
dan kesinambungan sesuai kebutuhan upaya kesehatan (UKM & UKP).
3. Jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan yang diarahkan agar adanya jaminan khasiat,
keamanan, dan keabsahan obat dan perbekalan kesehatan, NAPZA, dan obat tradisional.
SUBSISTEM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PENGERTIAN
Subsistem pemberdayaan masyarakat terdiri dari tiga unsur utama, yakni pemberdayaan perorangan,
pemberdayaan kelompok, dan pemberdayaan masy. umum.
Pemberdayaan perorangan adalah upaya meningkatkan peran, fungsi, dan kemampuan perorangan
dalam membuat keputusan untuk memelihara kesehatan. Target minimal yang diharapkan adalah untuk
diri sendiri yakni mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang diteladani oleh keluarga
dan masyarakat sekitar. Sedangkan target maksimal adalah berperan aktif sebagai kader kesehatan dalam
menggerakkan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih & sehat.
Pemberdayaan kelompok adalah upaya meningkatkan peran, fungsi, dan kemampuan kelompok-
kelompok di masyarakat, termasuk swasta sehingga di satu pihak dapat mengatasi masalah kesehatan
yang dihadapi kelompok dan di pihak lain dapat berperan aktif dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa program pengabdian (to serve),
memperjuangkan kepentingan masyarakat di bidang kesehatan (to advocate), atau melakukan
pengawasan sosial terhadap pembangunan kes. (to watch).
Pemberdayaan masyarakat umum adalah upaya meningkatkan peran, fungsi, dan kemampuan
masyarakat, termasuk swasta sedemikian rupa sehingga di satu pihak dapat mengatasi masalah kesehatan
yang ada di masyarakat dan di pihak lain dapat meningkatkan derajat kesehatan masy. secara
keseluruhan. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa program pengabdian, memperjuangkan kepentingan
masyarakat di bidang kesehatan, atau melakukan pengawasan sosial terhadap pembangunan kesehatan.
Oleh karenanya pengertian Subsistem pemberdayaan masyarakat adalah tatanan yang menghimpun
berbagai upaya perorangan, kelompok, dan masy. umum di bidang kesehatan secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
TUJUAN
Tujuan subsistem pemberdayaan masyarakat adalah terselenggaranya upaya pelayanan, advokasi dan
pengawasan sosial oleh perorangan, kelompok dan masyarakat di bidang kesehatan secara berhasil-guna
dan berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
UNSUR-UNSUR UTAMA
1. Pemberdayaan Perorangan
Adalah upaya meningkatkan peran, fungsi, dan kemampuan perorangan dalam membuat
keputusan untuk memelihara kesehatan. Target minimal yang diharapkan adalah untuk diri sendiri
yakni mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang diteladani oleh keluarga dan
masyarakat sekitar. Sedangkan target maksimal adalah berperan aktif sebagai kader kesehatan dalam
menggerakkan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih & sehat.
2. Pemberdayaan Kelompok
Adalah upaya meningkatkan peran, fungsi, dan kemampuan kelompok-kelompok di masyarakat,
termasuk swasta sehingga di satu pihak dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi kelompok
dan di pihak lain dapat berperan aktif dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Kegiatan yang dilakukan dapat berupa program pengabdian (to serve), memperjuangkan kepentingan
masyarakat di bidang kesehatan (to advocate), atau melakukan pengawasan sosial terhadap
pembangunan kes. (to watch).
3. Pemberdayaan Masyarakat Umum
Adalah upaya meningkatkan peran, fungsi, dan kemampuan masyarakat, termasuk swasta
sedemikian rupa sehingga di satu pihak dapat mengatasi masalah kesehatan yang ada di masyarakat
dan di pihak lain dapat meningkatkan derajat kesehatan masy. secara keseluruhan. Kegiatan yang
dilakukan dapat berupa program pengabdian, memperjuangkan kepentingan masyarakat di bidang
kesehatan, atau melakukan pengawasan sosial terhadap pembangunan kesehatan.
PRINSIP
1. Pemberdayaan masyarakat berbasis pada tata nilai perorangan, keluarga, dan masyarakat, sesuai
dengan sosial budaya, kebutuhan, dan potensi setempat.
2. Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan meningkatkan akses untuk memperoleh informasi dan
kesempatan untuk mengemukakan pendapat, serta keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan
yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan kesehatan.
3. Pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui pendekatan edukatif untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan serta kepedulian dan peran aktif dalam berbagai upaya kesehatan.
4. Pemberdayaan masyarakat dilakuakan dengan menerapkan prinsip kemitraan yang didasari semangat
kebersamaan dan gotong-royong serta terorganisasikan dalam berbagai kelompok atau kelembagaan
masyarakat.
5. Pemerintah bersikap terbuka, bertanggung-jawab, dan bertanggung gugat dan tanggap terhadap
aspirasi masyarakat, serta berperan sebagi pendorong, pendamping, fasilitator, dan pemberi bantuan
(asistensi) dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang berbasis masyarakat.
BENTUK POKOK
Pemberdayaan Perorangan
1. Pemberdayaan perorangan dilakukan atas prakarsa perorangan atau kelompok-kelompok yang ada
di masyarakat termasuk swasta dan pemerintah.
2. Pemberdayaan perorangan terutama ditujukan kepada tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama,
tokoh politik, tokoh swasta dan tokoh populer (Sasaran utama pemberdayaan perorangan adalah
tokoh masyarakat)
3. Pemberdayaan perorangan dilakukan melalui pembentukan pribadi-pribadi dengan perilaku hidup
bersih dan sehat serta pembentukan kader-kader kesehatan (Target minimal adalah untuk diri
sendiri dan keluarga dlm menerapkan PHBS dan Target maksimal dapat sebagai teladan dan aktif
sebagai kader di masyarakat).
Pemberdayaan Kelompok
1. Pemberdayaan kelompok dilakukan atas prakarsa perorangan atau kelompok-kelompok yang ada di
masyarakat termasuk swasta.
2. Pemberdayaan kelompok terutama ditujukan kepada kelompok atau kelembagaan yang ada di
masyarakat seperti: RT/RW, kelurahan/ banjar/ nagari, kelompok pengajian, kelompok budaya,
kelompok adat, organisasi swasta, organisasi wanita, organisasi pemuda dan organisasi profesi
(Sasaran utama adalah kelompok/ kelembagaan masyarakat seperti: RT/RW, kelurahan/ banjar/
nagari, organisasi keagamaan, dan sebagainya).
3. Pemberdayaan kelompok dilakukan melalui pembentukan kelompok peduli kesehatan dan atau
peningkatan kepedulian kelompok/lembaga masyarakat terhadap kesehatan (Target minimal adalah
terbentuknya kelompok (LSM)/kelembagaan masyarakat yang peduli kesehatan dan Target
maksimal, kelompok kemasyarakatan aktif dalam To Serve, To Advocate, dan To Watch).
Pemberdayaan Masyarakat Umum
1. Pemberdayaan masyarakat umum dilakukan atas prakarsa perorangan atau kelompok-kelompok
yang ada di masyarakat termasuk swasta.
2. Pemberdayaan masyarakat umum ditujukan kepada seluruh masyarakat dalam suatu wilayah
(Sasaran pemberdayaan masy umum adalah seluruh masyarakat dalam suatu wilayah).
3. Pemberdayaan masyarakat umum dilakukan melalui pembentukan wadah perwakilan masyarakat
yang peduli kesehatan. Wadah perwakilan yang dimaksud antara lain adalah Badan Penyantun
Puskesmas (di kecamatan), Konsil/Komite Kesehatan Kabupaten/Kota (di kabupaten/kota), atau
Koalisi/Jaringan/Forum Peduli Kesehatan (di provinsi dan nasional) denganTarget minimal adalah
terbetuknya wadah perwakilan masyarakat dan Target maksimal adalah ikut aktif dalam mengatsi
masalah di masy, meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta aktif dalam to Serve, to
Advocate, dan to Watch.
Sasaran pemberdayaan perorangan adalah individu dan tokoh masyarakat dengan target maksimal
yang bersangkutan dapat menjadi kader masyarakat yang ber-PHBS. Sasaran pemberdayaan kelompok
adalah kelompok atau lembaga kemasyarakatan dengan target maksimal terwujudnya kelompok peduli
kesehatan. Sasaran pemberdayaan masyarakat umum adalah seluruh masyarakat dalam satu wilayah
dengan target maksimal terwujudnya perwakilan masyarakat yang peduli kesehatan.
Pada akhirnya diharapkan masyarakat dapat berperan dalam memberikan pelayanan (to serve),
advokasi, dan melakukan pengawasan dalam pelaksanaan pembangunan/upaya kesehatan.
SUBSISTEM MANAJEMEN KESEHATAN
PENGERTIAN
Sebelumnya perlu dikemukakan bahwa pengertian manajemen di sini bukan seperti pada buku-buku
referensi (“text book”). Karena akan membingungkan bahwa dalam manajemen kesehatan terdapat unsur
Administrasi Kesehatan (Adminkes).
Adminkes mengacu kepada Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI)
meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian, serta pengawasan dan pertanggung
jawaban penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Oleh karenanya pengertian subsistem manajemen kesehatan adalah tatanan yang menghimpun
berbagai upaya Adminkes yang ditopang oleh pengelolaan data dan informasi, pengembangan dan
penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling
mendukung, guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
TUJUAN
Tujuan subsistem manajemen kesehatan adalah terselenggaranya fungsi-fungsi Adminkes yang
berhasil-guna dan berdaya-guna, didukung oleh sistem informasi, IPTEK dan hukum kesehatan, untuk
menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya
UNSUR-UNSUR UTAMA
Subsistem manajemen kesehatan terdiri dari 4 unsur utama yakni :
1. Administrasi Kesehatan
Adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan
pertanggungjawaban penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
2. Informasi Kesehatan
Adalah hasil pengumpulan dan pengolahan data yang merupakan masukan bagi pengambilan
keputusan dibidang kesehatan.
3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Adalah hasil penelitian dan pengembangan yang merupakan masukan bagi pengambilan keputusan
di bidang kesehatan.
4. Hukum Kesehatan
Adalah peraturan perundang-undangan kesehatan yang dipakai sebagai acuan bagi
penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
PRINSIP
1. Administrasi Kesehatan
Administrasi diselenggarakan berpedoman pada asas dan kebijakan desentralisasi,
dekonsentrasi, dan tugas perbantuan dalam kerangka NKRI.
Administrasi diselenggarakan dengan dukungan kejelasan hubungan administrasi dengan
berbagai sektor pembangunan lain.
Administrasi kesehatan diselenggarakan melalui kesatuan koordinasi yang jelas dengan
berbagai sektor pembangunan lain serta antar unit kesehatan dalam satu jenjang administrasi
pemerintahan.
Adminkes diselenggarakan dengan mengupayakan kejelasan pembagian wewenang, tugas, dan
tanggung jawab antar unit kesehatan dalam jenjang yang sama dan di berbagai jenjang.
2. Informasi Kesehatan
Infokes mencakup seluruh data yang terkait dengan kesehatan baik yang berasal dari sektor
kesehatan ataupun dari berbagai sektor pembangunan lain.
Infokes mendukung proses pengambilan keputusan di berbagai jenjang Adminkes.
Infokes disediakan sesuai dengan kebutuhan informasi untuk pengambilan keputusan.
Infokes yang disediakan harus akurat dan disajikan secara cepat dan tepat waktu, dengan
mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi.
Pengelolaan Infokes harus dapat memadukan pengumpulan data melalui cara-cara rutin (yaitu
pencatatan dan pelaporan) dan cara-cara nonrutin (yaitu survai, dan lain-lain).
Akses terhadap Infokes harus memperhatikan aspek kerahasiaan yang berlaku di bidang
kesehatan dan kedokteran.
3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pengembangan dan pemanfaatan IPTEK kes adalah untuk kepentingan masyarakat yang
sebesar-besarnya.
Pengembangan dan pemanfaatan IKTEK kesehatan tidak boleh bertentangan dengan etika moral
dan nilai agama.
4. Hukum Kesehatan
Pengembangan hukum kesehatan diarahkan untuk terwujudnya sistem hukum kesehatan yang
mencakup pengembangan substansi hukum, pengembangan kultur dan budaya hukum serta
pengembangan aparatur hukum kesehatan.
Tujuan pengembangan hukum kesehatan adalah untuk menjamin terwujudnya kepastian hukum,
keadilan hukum dan manfaat hukum.
Pengembangan dan penerapan hukum kesehatan harus menjunjung tinggi etika moral dan
agama.
BENTUK POKOK
1. Administrasi Kesehatan
a. Penanggung jawab Adminkes menurut jenjang administrasi pemerintahan adalah Departemen
Kesehatan di pusat, Dinas Kesehatan Provinsi di provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
di Kabupaten/Kota. Dinas kesehatan adalah instansi kesehatan tertinggi dalam satu wilayah
administrasi pemerintahan.
b. Depkes berhubungan secara teknis fungsional dengan Dinkes Provinsi dan Dinkkes
Kabupaten/Kota dan sebaliknya.
c. Fungsi Depkes adalah mengembangkan kebijakan nasional dalam bidang kesehatan, pembinaan
dan bantuan teknis serta pengendalian pelaksanaan pembangunan kesehatan.
d. Dinkes Provinsi melaksanakan kewenangan desentralisasi dan tugas dekonsentrasi bidang
kesehatan dengan fungsi perumusan kebijakan teknis bidang kesehatan, pemberian perizinan
dan pelaksanaan pelayanan kesehatan serta pembinaan dan bantuan teknis terhadap Dinkes
Kab/Kota.
e. Dinkes Kab/Kota melaksanakan kewenangan desentralisasi di bidang kesehatan, dengan fungsi
perumusan kebijakan teknis kesehatan, pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan
kesehatan serta pembinaan terhadap UPTD kesehatan.
f. Perencanaan nasional diselenggarakan dengan menetapkan kebijakan dan program
pembangunan kesehatan nasional yang menjadi acuan perencanaan daerah.
g. Pelaksanaan dan pengendalian pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan mengacu pada
pedoman dan standar nasional.
h. Perencanaan serta pelaksanaan dan pengendalian pembangunan kesehatan di daerah didasarkan
atas kewenangan wajib dan standar pelayanan minimal bidang kesehatan.
i. Pengawasan dan pertanggungjawaban pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan mengacu
pada pedoman, standar dan indikator nasional.
j. Dinkes Kab/Kota wajib membuat dan mengirimkan laporan pelaksanaan dan hasil
pembangunan kesehatan kepada Departemen Kesehatan dan Dinkes Provinsi.
k. Dinkes Provinsi wajib membuat dan mengirimkan laporan pelaksanaan dan hasil pembangunan
kesehatan kepada Depkes.
l. Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan dengan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah,
pemerintah pusat melakukan asistensi, advokasi dan fasilitasi.
m. Dalam keadaan tertentu untuk kepentingan nasional, misalnya dalam penanggulangan wabah
dan bencana, pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban
program pembangunan kesehatan diselenggarakan langsung oleh pemerintah pusat.
2. Informasi Kesehatan
a. Sistem informasi kesehatan nasional dikembangkan dengan memadukan sistem informasi
kesehatan daerah dan sistem informasi lain yang terkait.
b. Sumber data sistem informasi kesehatan adalah dari sarana kesehatan melalui pencatatan dan
pelaporan yang teratur dan berjenjang serta dari masyarakat yang diperoleh dari survai,
survailans dan sensus.
c. Data pokok sistem informasi kesehatan mencakup derajat kesehatan, upaya kesehatan,
pembiayaan kesehatan, sumberdaya manusia kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan,
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan serta manajemen kesehatan.
d. Pengolahan dan analisis data serta pengemasan informasi diselenggarakan secara berjenjang,
terpadu, multidisipliner dan komprehensif.
e. Penyajian data dan informasi dilakukan secara multimedia guna diketahui masyarakat secara
luas untuk pengambilan keputusan di bidang kesehatan.
3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
a. IPTEK kesehatan dihasilkan dari penelitian dan pengembangan kesehatan yang diselenggarakan
oleh pusat-pusat penelitian dan pengembangan milik masyarakat, swasta dan pemerintah.
b. Pemanfaatan IPTEK kesehatan didahului oleh penapisan yang diselenggarakan oleh lembaga
khusus yang berwenang.
c. Untuk kepentingan nasional dan global, dibentuk pusat-pusat penelitian dan pengembangan
unggulan.
d. Penyebarluasan dalam rangka pemanfaatan hasil-hasil penelitian dan pengembangan kesehatan
dilakukan melalui pembentukan jaringan informasi dan dokumentasi IPTEK kesehatan.
4. Hukum Kesehatan
a. Hukum kesehatan dikembangkan secara nasional dan dipakai sebagai acuan dalam
mengembangkan peraturan perundang-undangan kesehatan daerah.
b. Ruang lingkup hukum kesehatan mencakup penyusunan peraturan perundang-undangan,
pelayanan advokasi hukum dan peningkatan kesadaran hukum di kalangan masyarakat.
c. Penyelenggaraan hukum kesehatan didukung oleh pembentukan dan pengembangan jaringan
informasi dan dokumentasi hukum kesehatan serta pengembangan satuan unit organisasi hukum
kesehatan di Departemen Kesehatan.
d. Dalam gambar ini dapat kembali dijelaskan secara ringkas bahwa: Unsur-unsur subsistem
manajemen kesehatan adalah administrasi kesehatan, iptek, dan hukum kesehatan.
Administrasi kesehatan yang didukung infokes, iptek, dan hukum kesehatan menunjang
penyelenggaraan subsistem lainnya dari SKN (upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumberdaya
manusia kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat).
PENYELENGGARAAN SKN
PELAKU SKN
Pembangunan kesehatan bukan saja tanggung jawab departemen atau sektor kesehatan saja, namun
merupakan tanggung jawab semua potensi bangsa.
Oleh karenanya pelaku SKN adalah masyarakat termasuk swasta dan penyelenggara negara yang
terdiri dari pemerintah, badan legislatif, dan badan yudikatif.
Peran masyarakat & swasta; advokasi, pengawasan sosial, dan pelaksanaan pembangunan kesehatan
sesuai keahlian dan kemampuannya.
Peran pemerintah; penanggung jawab, penggerak, pembina, dan pelaksana pembangunan kesehatan.
Dapat ditambahkan pembagian peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Peran Badan legislatif; budget dan pengawasan.
Peran Badan yudikatif; penegakkan pelaksana hukum dan perundang-undangan kesehatan.
PROSES PENYELENGGARAAN SKN
Pendekatan kesisteman dapat diartikan sebagai cara berpikir dan bertindak yang logis, sistematis,
komprehensif, dan holistik.
Sebagai suatu sistem, maka SKN harus diselenggarakan dengan adanya interaksi yang harmonis dan
dinamis antara subsistem-subsistemnya. KISS harus diterapkan antar pelaku SKN, antar subsistem-
subsistem SKN dan antara SKN dengan sistem-sistem nasional lainnya.
PENTAHAPAN PENYELENGGARAAN SKN
Pada dasarnya pentahapan penyelenggaraan SKN adalah sebagaimana siklus perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan pada umumnya dan pembangunan kesehatan khususnya,
yaitu: perencanaan dan penetapannya, pelaksanaan dan pengendaliannya.
SKN telah ditetapkan dengan SK Menteri Kesehatan, yang oleh sementara pihak SK Menteri dinilai
kurang kuat. Dapat saja nanti dasar hukum ini ditingkatkan menjadi yang lebih tinggi, misalnya PP atau
bahkan Undang-undang. Yang penting adalah materi SKN dapat dimuat dalam revisi atau perubahan
Undang-undang Kesehatan yang baru nanti.
Pedoman penyusunan SKD sudah disusun, mudah-mudahan dapat dimanfaatkan oleh daerah dalam
penyusunan SKD.
Dewasa ini Depkes juga sedang melakukan pembahasan-pembahasan dalam menyepakati metode
atau cara untuk melakukan penilaian sistem kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
DR.Dr. Azrul Aswar, MPH, Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga, Binarupa Aksara, Jakarta,
1996.
Departemen Kesehatan RI, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta 2004
Departemen Kesehatan RI, Materi Sosialisasi SKN dan Kebijakan Depkes Tingkat Regional di Makassar
30 – 31 Agustus 2004
Secara praktis, para pemimpin di sistem pendidikan tinggi
kesehatan perlu memahami bagaimana dinamika terjadi di
lingkungannya yaitu sistem pelayanan kesehatan (rumahsakit,
pembiayaan, asuransi kesehatan,dan sebagainya).
Dalam artikel di Lancet di tahun 2010
(www.theLancet.com/journals/Lancet/article) terdapat kerangka
sistem menarik mengenai hubungan keduanya yang berdasarkan
hukum ekonomi, demand and supply, sebagai berikut:
Dalam keterkaitan ini ada berbagai isu penting yang perlu
dipahami oleh pengelola lembaga pendidikan tenaga kesehatan
dan lembaga pelayanan kesehatan.
Isu-isu tersebut antara lain:
1. 1. Perubahan ideologi (Perubahan Ideologis) yang saat ini terjadi
di sistem pelayanan kesehatan dan sistem pendidikan kesehatan.
Ideologi ini terkait dengan peran negara dalam pelayanan
kesehatan dan pendidikan tenaga kesehatan.
2. 2. Pemerataan penyediaan pelayanan kesehatan (health service
provision) dan kesempatan mendapat pendidikan (Medical
education provision) dan mutu pelayanan.
3. 3. Peranan lembaga pendidikan profesi kesehatan, perhimpunan
ahli/dokter, dan berbagai lembaga di sistem pendidikan dan
sistem pelayanan kesehatan.
1. Isu Ideologis dan Politik
Dalam konteks cara pandang (ideologi) di dalam sektor kesehatan
perlu dilihat mengenai peran Pemerintah dalam pelayanan dan
pendidikan kedokteran. Dalam konsep Lancet di atas terlihat
bahwa model penyediaan berbasis pasar perlu mempunyai peran
aktif pemerintah. Pemerintah perlu mendanai sistem pendidikan
dan sistem kesehatan, mengatur peran swasta, dan distribusi
supply tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan.
Tanpa ada peran pemerintah maka hukum pasar yang akan
berjalan sehingga yang terjadi adalah ideologi pasar. Di Indonesia
, dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini berjalan hukum pasar
yang fundamental, termasuk dalam sistem pendidikan tenaga
kesehatan khusus pendidikan dokter, termasuk residen.
Sektor dengan persaingan bebas mempunyai ciri kekuatan
permintaan dan penyediaan jasa yang tidak diintervensi
pemerintah. Akibatnya dapat terjadi sebuah kegagalan pasar
dimana masyarakat yang tidak mempunyai kekuatan dalam
meminta (masyarakat tidak mampu) akan sulit mendapatkan
pelayanan kesehatan atau pendidikan tinggi kedokteran.
Namun sejak reformasi politik di tahun 1998 dan terjadinya
pemilihan pemimpin negara dan daerah secara langsung, pelan
namun pasti, kesehatan menjadi isu politik yang menunjukkan
adanya (1) ideologi politik; dan/atau untuk (2) keperluan
pencitraan partai dan pemimpin politik.
1a. Perubahan Ideologis di Sistem Kesehatan
Oleh karena itu, dipandang dari aspek sejarah,
pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini mengalami apa
yang disebut sebagai perubahan ideologis. Pemerintah
semakin berperan dalam pembiayaan dan pelaksanaan
pelayanan kesehatan. Dalam konteks ideologi, pemerintah
semakin menerapkan welfare state atau sosialisme dalam
sektor kesehatan. Dalam 12 tahun terakhir berbagai
kebijakan publik untuk jaminan kesehatan berjalan dengan
berbagai nama: Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan,
Askeskin, Jamkesmas, Jamkesda, Jampersal, sampai terakhir
adalah Sistem Jaminan Sosial Nasional yang termasuk
kesehatan.
Namun perlu dicatat bahwa perubahan ini beranjak dari
sistem pelayanan kesehatan yang berbasis pasar, dimana
para pelaku kesehatan sudah terbiasa dengan hukum pasar
yang liberal tanpa peran negara cukup. Saat ini peran
pendanaan dan pelayanan kesehatan swasta sangat besar,
dan tidak akan tergantikan oleh SJSN karena keterbatasan
kemampuan fiskal pemerintah. Dengan demikian ada situasi
campuran antara pendanaan pemerintah dan
masyarakat/swasta.
1b. Perubahan Ideologis di Sistem Pendidikan Tenaga
Kesehatan
Bagaimana dengan perubahan ideologis di pendidikan
tenaga kesehatan? Saat ini mekanisme pasar terjadi di
pendidikan tenaga kedokteran. Pendidikan yang sebenarnya
merupakan public goods berubah menjadi private goods.
Selama ini sistem pasar di pendidikan tenaga kedokteran
berjalan sangat liberal tanpa peraturan cukup, termasuk di
pendidikan spesialis-subspesialis. Peserta pendidikan hanya
yang mampu membayar dengan besaran yang tinggi.
Setelah lulus, pengeluaran yang dilakukan dalam masa
pendidikan dapat disebut sebagai investasi yang perlu
dikembalikan.
Jika situasi pendidikan ini dibiarkan maka akan tidak cocok
dengan perkembangan sistem jaminan dan masalah
pemerataan tenaga kesehatan. Dokter umum dan dokter
spesialis yang dihasilkan menjadi dokter yang cenderung
materialistik dan enggan untuk ditempatkan di daerah sulit.
Oleh karena itu diperlukan peran pemerintah dalam
pendidikan tinggi kedokteran. Instrumen kebijakan seperti
subsidi untuk lembaga pendidikan, diberikan ke fakultas
kedokteran. Beasiswa diberikan ke peserta didik pendidikan
kedokteran. Perlu ada kebijakan affirmatif untuk rekrutmen
mahasiswa kedokteran.
Akan tetapi disadari bahwa peran pemerintah tidak
boleh membelenggu kemajuan ilmu pengetahuan dan minat
serta kemampuan masyarakat. Oleh karena itu fakultas
kedokteran swasta masih tetap dapat berjalan, dan fakultas
kedokteran pemerintah diperbolehkan untuk menerima dana
masyarakat dengan pengendalian. Hal ini penting karena
kemampuan fiskal pemerintah tidak akan cukup untuk
mendanai sektor pendidikan tenaga kesehatan seluruhnya.
Peran pemerintah dalam pendidikan kedokteran tidak
terbatas pada pemberi dana untuk mengatasi kegagalan
pasar. Pemerintah dapat berfungsi lebih jauh sebagai
pengendali mutu pendidikan. Dalam konteks hubungan
pemerintah dengan pelaku pendidikan memang ada
kecenderungan untuk menyerahkan ke elemen-elemen
dalam masyarakat dalam civil-society seperti ikatan profesi
ataupun asosiasi lembaga dan berbagai lembaga
independen. Akan tetapi penyerahan ini perlu dilakukan
secara bijaksana karena mempunyai risiko sektor pendidikan
menjadi sulit dikelola dan pemerintah akan kehilangan peran
sebagai penanggung jawab utama sektor pendidikan.
Oleh karena itu, dengan inisiatif DPR dilakukan
penyusunan RUU Pendidikan Kedokteran yang secara
ideologis berusaha mengendalikan atau mengurangi dampak
negatif pasar liberal di pendidikan dokter dan spesialis.
Hasilnya masih kita tunggu dalam waktu dekat ini.
2. Isu Pemerataan dan Mutu
2a. Isi Pemerataan dan Mutu di Sektor Kesehatan
Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus
diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya
kesehatan kepada seluruh masyarakat yang membutuhkan
melalui pelayanan kesehatan yang bermutu.
- Sistem Jaminan kesehatan seperti Jamkesmas telah berhasil
memberikan akses lebih banyak kepada masyarakat miskin untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan sehingga meningkatkan
demand.
- Jamkesmas dan Jampersal masih belum meningkatkan akses
bagi masyarakat miskin yang berada di tempat sulit. Hal ini
disebabkan karena pemberi pelayanan kesehatan (rumahsakit
dan tenaga kesehatan masih belum merata).Risiko bayi
meninggal di Papua masih jauh lebih besar dibanding bayi di
Jawa.
- Dalam konteks penyediaan tenaga dokter, data menunjukkan
bahwa masih cenderung berkumpul di Jawa.
- Di tahun 2014 akan dimulai program BPJS untuk meningkatkan
cakupan pelayaan kesehatan.
Saat ini di Indonesia pelayanan kesehatan menghadapi
situasi yang sulit. DI satu sisi harus memberikan pelayanan
yang bermutu untuk lebih dari 100 juta masyarakat miskin
dengan dasar pemerataan. Di sisi lain ada lebih dari 30 juta
masyarakat mampu yang berkeinginan untuk mendapatkan
pelayanan yang bermutu tinggi yang menyerupai pelayanan
di negara maju. Akibatnya saat ini banyak warga Indonesia
yang mencari pelayanan kesehatan sampai ke luar negeri.
2b. Isu Pemerataan dan Mutu di Sektor Pendidikan
Pendidikan kedokteran harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, khususnya isu: (1) sulitnya
masyarakat di daerah yang tidak maju untuk menjadi dokter
karena tes akademik yang mengurangi kesempatan; (2)
mahalnya biaya pendidikan Kedokteran yang pada ujungnya
berdampak pada mahalnya biaya kesehatan yang harus
ditanggung oleh masyarakat, dan (3) lokasi fakultas
kedokteran yang berada di daerah maju. Dampak tersebut
tentu saja membawa dampak buruk bagi masyarakat miskin,
yang semakin sulit mengakses pelayanan kesehatan karena
keterbatasan tenaga dokter dengan budaya yang cocok,
kualitas yang memadai, dan kemauan mengabdi.
Masalah pemerataan perlu diperhatikan oleh para pengelola
pendidikan kedokteran. Pertanyaan menarik adalah apakah
proses pendidikan memberikan semaam bekal bagi
lulusannya untuk bekerja di daerah yang sulit? Bekal ini
tentunya menyangkut aspek penegathuan dan ketrampilan
klinis, pengetahuan budaya dan sosial, mental-spiritual,
sampai ke fisik.
Di sisi lain sebagian fakultas kedokteran/kedokteran gigi
ditantang oleh arus globalisasi pelayanan kesehatan. Dokter
Indonesia kalau tidak hati-hati dapat kalah bersaing dengan
dokter Malaysia, dokter Australia dan sebagainya. Oleh
karena itu perlu ada fakultas kedokteran yang
memperhatikan dan menyiapkan lulusannya agar siap
bekerja di lingkungan internasional yang tentunya berbeda
dengan daerah terpencil.
Kegagalan penyelenggara pendidikan tinggi kedokteran
untuk menghasilkan lulusan yang cocok bekerja di daerah
yang membutuhkan akan menimbulkan pertanyaan
mengenai mutu.
3. Peranan Lembaga Pendidikan Profesi Kesehatan,
Perhimpunan Ahli/Dokter, dan Berbagai Lembaga di
Sistem Pendidikan dan Sistem Pelayanan Kesehatan.
3a. Peranan Lembaga-lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan tinggi kedokteran kesehatan seperti FK,
FKG, FKM, Poltekes, STIK dan lain-lain sangat penting dalam
pengembangan system kesehatan. Kegagalan lembaga
pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu dan
siap bekerja di berbagai tempat termasuk yang terpencil
akan mempengaruhi efektifitas sistem kesehatan. Oleh
karena itu diperlukan fakultas-fakultas yang baik dengan
didukung sistem manajemen pendidikan tinggi yang tepat.
Disamping lembaga pendidikan, juga ada asosiasi-
asosiasinya yang perlu dikembangkan untuk siap bekerja
bersama untuk meningkatkan mutu pendidikan profesi.
Asosiasi tersebut antara lain: Asosiasi institut
penyelenggaran pendidikankedokteran, Asosiasi Pendidikan
Dokter Gigi, Asosiasi fakultas kesehatan masyarakat, dan
sebagainya. Yang menarik di Indonesia, ikatan profesi seperti
IDI mempunyai kolegium yang sangat penting dalam
menentukan kurikulum pendidikan di Indonesia.
Sebagai catatan:
Di Indonesia, ikatan profesi berbeda dengan apa yang ada di
Amerika Serikat ataupun Australia. Di kedua negara tersebut,
ikatan profesi merupakan lembaga yang cenderung berfungsi
sebagai Labour Union. Kolegium yang berfungsi ke
pengembangan mutu dan kompetensi profesi berada di luar
ikatan profesi. Dengan demikian Ikatan Dokter Australia
mempunyai fungsi sebagai sebuah union, bukan untuk
pengembangan pendidikan. Peran ganda perhimpunan
profesi ini perlu diperhatikan secara serius.
3b. Peranan lembaga-lembaga di pelayanan kesehatan
Lembaga-lembaga pelayanan kesehatan di Indonesia
tersusun atas: (1) lembaga pemerintah yang berfungsi
sebagai penentu kebijakan, enforcement, pemberi dana,
sampai ke pemberi pelayanan langsung ke masyarakat: (2)
lembaga swasta yang banyak berfungsi sebagai lembaga
pelayanan; dan (3) lembaga-lembaga di masyarakat.
Pertanyaan penting: Apa yang menjadi masalah
hubungan antara sistem pendidikan dan pelayanan
kesehatan?
Masalah utama adalah belum cocoknya proses pendidikan
dengan kebutuhan pelayanan. Terbukti dengan adanya data:
- Penyebaran tenaga belum merata
- Jumlah dan kompetensi lulusan masih kurang;
- Proses pendidikan dirasakan mahal dan belum memberi
kesempatan bagi calon peserta yang dari kelompok terpinggirkan
- Kebutuhan untuk tenaga kesehatan untuk pelayanan kesehatan
internasional masih kurang
Mengapa terjadi hal seperti ini? Berbagai hal tercatat sebagai
berikut:
- Proses pendidikan belum memperhatikan apa yang terjadi di
sistem kesehatan;
- Lembaga-lembaga yang berada dalam sistem pendidikan belum
sinergi dengan lembaga-lembaga di sistem kesehatan. Sebagai
gambaran Asosiasi lembaga pendidikan tinggi belum mempunyai
hubungan dengan asosiasi lembaga di sistem kesehatan
- Lembaga-lembaga dan asosiasi lembaga pendidikan belum
mempunyai kemampuan kelembagaan yang cukup
- Perhimpunan profesi masih belum mempunyai kapasitas yang
cukup dalam mengemban berbagai misinya sebagai: (1)
pengembang ilmu; (2) membina dan membela anggotanya;
Referensi
Blanke O, Stephanine O., Theodor L. Medical education activities
of the Association of American Medical Colleges.
www.thelancet.com, Vol. 361 January 18, 2003, p.264.
Dewi Feri. Situasi fasilitas pendidikan kedokteran di 4 propinsi.
Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan FK UGM. 2011
Emilia O. Kompetensi dokter dan lingkungan pembelajaran klinik
di RS Pendidikan. Gadjah Mada University Press. 2009
Emilia O. Kurikulum Pendidikan Profesi untuk RS Daerah
Terpencil. Seminar dalam rangka Annual Scientific Meeting (ASM)
2011
Frenk J, Chen K. Dkk. Health Professionals for A New Century;
Transforming Education to Strengthen Health Systems in An
Interdependent World. Lancet. Vol 376 December 4, 2010. (klik
untuk download)
Gruppen I.D. Mangrulkar RS, Kolars JC. Competence based
education in the health professions: implication for improving
global health. Commission paper
2010. http://www.globalcommehp.com
Hans Karle, David Gordon. Quality standars in medical education.
www.thelancet.com, Vol. 370 December 1, 2007, p.1828. (klik
untuk download)
HPEQ. Kajian mengenai demand dan supply tenaga kedokteran di
Indonesia. 2011. Mimeo.
Lancet. Medical education and professionalism. Editorial.
www.thelancet.com, Vol. 373 March 21, 2009, p.980.(klik untuk
download).
Lancet. Medical education in the UK: building a firm foundation.
Editorial. www.thelancet.com, Vol. 366 August 20, 2005,
p.607. (klik untuk download)
Rafael Santana-Davila, Christina M. Quality of medical education
in Mexico. www.thelancet.com, Vol. 363 May 1, 2004, p.1475.
(klik untuk download)
Rokx, Claudia dkk. Health Financing in Indonesia, A Reform Road
Map. The World Bank. Washington DC, 2009.(klik untuk
download)
Rokx, Claudia dkk. New Insights into the Provision of Health
Services in Indonesia, A Health Workforce Study.The World Bank.
Washington DC, 2010 (klik untuk download)
Trisnantoro. L. Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi Dalam
Manajemen Rumah Sakit. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta, 2004. (klik untuk download)
Trisnantoro L, Sastrowijoto S, Ferry D. 2008. Kajian terhadap
insfrastruktur pendukung FK dan RS Pendidikan: Implikasinya
terhadap kebijakan pendanaan. Pusat Manajemen Pelayanan
Kesehatan FK UGM.
Trisnantoro L. 2009. Pengelolaan RS Pendidikan di University of
Melbourne. Studi banding dengan situasi di Indonesia. Pusat
Manajemen Pelayanan Kesehatan FK UGM.
WHO. 2006. The world health report: working together for
health.Geneve: World HealthOrganization. (klik untuk
download)
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. (klik untuk download)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992
tentang Sistem Kesehatan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. (klik untuk download)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. (klik
untuk download)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran. (klik untuk download)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen. (klik untuk download)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit. (klik untuk download)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.(klik untuk
download)
Pengantar
Sistem Pendidikan Nasional ditetapkan melalui undang-undang berupa Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 dan ditetapkan pada tanggal 27 Maret 1989.
Bab I Ketentuan Umum
Pasal 1Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang ;
2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ;
3. Sistem pendidikkan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional ;
4. Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya;
5. Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditempatkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran;
6. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu;
7. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan;
8. Tenaga pendidikan adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar dan/atau melatih peserta didik;
9. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar;
10.Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sarana, dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan Pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;
11.Warga negara adalah warga negara Republik Indonesia;12.Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab atas bidang pendidikan
nasional.
Bab II Dasar, Fungsi, dan Tujuan
Pasal 2Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.
Pasal 4
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Bab III. Hak Warga Negara untuk Memperoleh Pendidikan
Pasal 5Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk nemperoleh pendidikan.
Pasal 6
Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan tamatan pendidikan dasar.
Pasal 7
Penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 8
1. Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa.
2. Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bab IV. Satuan, Jalur, dan Jenis Pendidikan
Pasal 9
1. Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah.
2. Satuan pendidikan yang disebut sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan bersinambungan.
3. Satuan pendidikan luar sekolah meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus, dan satuan pendidikan sejenis.
Pasal 10
1. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.
2. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar secara berjenjang dan bersinambungan.
3. Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan bersinambungan.
4. Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan.
5. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang tidak menyangkut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
1. Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional.
2. Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat- tingkat akhir masa pendidikan.
3. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu.
4. Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental.
5. Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai suatu Depatemen Pemerintah atau Lembaga Pemerintah Non Departemen.
6. Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
7. Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan.
8. Pendidikan profesional merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu.
9. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (8) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bab V. Jenjang Pendidikan
Bagian Kesatu Umum
Pasal 12
1. Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
2. Selain jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diselenggarakan pendidikan prasekolah.
3. Syarat-syarat dan tata cara pendirian serta bentuk satuan, lama pendidikan, dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Pendidikan Dasar
Pasal 13
1. Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.
2. Syarat-syarat dan tata cara pendirian, bentuk satuan, lama pendidikan dasar, dan penyelenggaraan pendidikan dasar ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
1. Warga negara yang berumur 6 (enam) tahun berhak mengikuti pendidikan dasar.
2. Warga negara yang berumur 7 (tujuh) tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara sampai tamat.
3. Pelaksanaan wajib belajar ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga Pendidikan Menengah
Pasal 15
1. Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
2. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, dan pendidikan keagamaan.
3. Lulusan pendidikan menengah yang memenuhi persyaratan berhak melanjutkan pendidikan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat Pendidikan Tinggi
Pasal 16
1. Pendidikan tinggi merupakan kelanjutkan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyakarat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.
2. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
3. Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi, atau kesenian tertentu.
4. Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.
5. Sekolah tinggi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam satu disiplin ilmu tertentu.
6. Institut merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis.
7. Unversitas merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu.
8. Syarat-syarat dan tata cara pendirian, struktur perguruan tinggi dan penyelenggaraan pendidikan tinggi ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
1. Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
2. Sekolah tinggi, institut, dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan/ atau profesional.
3. Akademi dan politeknik menyelenggarakan pendidikan profesional.
Pasal 18
1. Pada perguruan tinggi ada gelar sarjana, magister, doktor, dan sebutan profesional.
2. Gelar sarjana hanya diberikan oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas.
3. Gelar magister dan doktor diberikan oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas yang memenuhi persyaratan.
4. Sebutan profesional dapat diberikan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan profesional.
5. Institut dan universitas yang memenuhi persyaratan berhak untuk memberikan gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa) kepada tokoh-tokoh yang dianggap perlu memperoleh penghargaan amat tinggi berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan ataupun kebudayaan.
6. Jenis gelar dan sebutan, syarat-syarat dan tata cara pemberian, perlindungan dan penggunaannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
1. Gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan digunakan oleh lulusan perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memiliki gelar dan/atau sebutan yang bersangkutan.
2. Penggunaan gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan atau dalam bentuk singkatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 20Penggunaan gelar akademik dan/atau sebutan profesional yang diperoleh dari perguruan tinggi di luar negeri harus digunakan dalam bentuk asli sebagaimana diperoleh dari perguruan tinggi yang bersangkutan, secara lengkap ataupun dalam bentuk singkatan.
Pasal 21
1. Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau profesor.
2. Pengangkatan guru besar atau profesor sebagai jabatan akademik didasarkan atas kemampuan dan prestasi akademik atau keilmuan tertentu.
3. Syarat-syarat dan tata cara pengangkatan termasuk penggunaan sebutan guru besar atau profesor ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
1. Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
2. Perguruan tinggi memiliki otonomi dalam pengelolaan lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi dan penelitian ilmiah.
3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bab VI. Peserta Didik
Pasal 23
1. Pendidikan nasional bersifat terbuka dan memberikan keleluasaan gerak kepada peserta didik.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 24Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak berikut:
1. mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;2. mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan
berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan;
3. mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan yang berlaku;
4. pindah ke satuan pendidikan yang sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi sesuai dengan persyaratan penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan yang hendak dimasuki;
5. memperoleh penilaian hasil belajarnya;6. menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang
ditentukan;7. mendapat pelayanan khusus bagi yang menyandang cacat.
Pasal 25
1. Setiap peserta didik berkewajiban untuk1. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi
peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku;
2. mematuhi semua peraturan yang berlaku;3. menghormati tenaga kependidikan;4. ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban,
dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan.2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh
Menteri.
Pasal 26Peserta didik berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan dirinya dengan belajar pada setiap saat dalam perjalanan hidupnya sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing- masing.
Bab VII. Tenaga Kependidikan
Pasal 27
1. Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
2. Tenaga kependidikan, meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
3. Tenaga pengajar merupakan tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar yang pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah disebut guru dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut dosen.
Pasal 28
1. Penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada suatu jenis dan jenjang pendidikan hanya dapat dilakukan oleh tenaga pendidik yang mempunyai wewenang mengajar.
2. Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pengajar, tenaga pendidik yang bersangkutan harus beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar.
3. Pengadaan guru pada jenjang pendidikan dasar dan menengah pada dasarnya diselenggarakan melalui lembaga pendidikan tenaga keguruan.
4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
1. Untuk kepentingan pembangunan nasional, Pemerintah dapat mewajibkan warga negara Republik Indonesia atau meminta warga negara asing yang memiliki ilmu pengetahuan dan keahlian tertentu menjadi tenaga pendidik.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30Setiap tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan tertentu mempunyai hak- hak berikut:
1. memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial :a. tenaga kependidikan yang memiliki kedudukan sebagai pegawai
negeri memperoleh gaji dan tunjangan sesuai dengan peraturan umum yang berlaku bagi pegawai negeri;
b. Pemerintah dapat memberi tunjangan tambahan bagi tenaga kependidikan ataupun golongan tenaga kependidikan tertentu;
c. tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat memperoleh gaji dan tunjangan dari badan/perorangan yang bertanggung jawab atas satuan pendidikan yang bersangkutan;
2. memperoleh pembinaan karir berdasarkan prestasi kerja;3. memperoleh perlindungan hukum dalam melakukan tugasnya;
4. memperoleh penghargaan seuai dengan darma baktinya;5. menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan yang lain
dalam melaksanakan tugasnya.
Pasal 31Setiap tenaga kependidikan berkewajiban untuk :
1. membina loyalitas pribadi dan peserta didik terhadap ideologi negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. menjunjung tinggi kebudayaan bangsa;3. melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan pengabdian;4. meningkatkan kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa;
5. menjaga nama baik sesuai dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, bangsa, dan negara.
Pasal 32
1. Kedudukan dan penghargaan bagi tenaga kependidikan diberikan berdasarkan kemampuan dan prestasinya.
2. Pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur oleh Pemerintah.
3. Pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
Bab VIII. Sumber Daya Pendidikan
Pasal 33Pengadaan dan pendayagunaan sumber daya pendidikan dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat, dan/atau keluarga peserta didik.
Pasal 34
1. Buku pelajaran yang digunakan dalam pendidikan jalur pendidikan sekolah disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
2. Buku pelajaran dapat diterbitkan oleh Pemerintah ataupun swasta.
Pasal 35Setiap satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat harus menyediakan sumber belajar.
Pasal 36
1. Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah.
2. Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat menjadi tanggung jawab badan/perorangan yang menyelenggarakan satuan pendidikan.
3. Pemerintah dapat memberi bantuan kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Bab IX Kurikulum
Pasal 37Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.
Pasal 38
1. Pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan.
2. Kurikulum yang berlaku secara nasional ditetapkan oleh Menteri atau Menteri lain atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen berdasarkan pelimpahan wewenang dari Menteri.
Pasal 39
1. Isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
2. Isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat :a. pendidikan Pancasila;b. pendidikan agama;c. pendidikan kewarganegaraan.
3. Isi kurikulum pendidikan dasar memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang :
a. pendidikan Pancasila;b. pendidikan agama;c. pendidikan kewarganegaraan;d. bahasa Indonesia;e. membaca dan menulis;f. matematika (termasuk berhitung);g. pengantar sains dan teknologi;h. ilmu bumi;i. sejarah nasional dan sejarah umum;j. kerajinan tangan dan kesenian;k. pendidikan jasmani dan kesehatan;l. menggambar; sertam. bahasa Inggris.
4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Menteri.
Bab X. Hari Belajar dan Libur Sekolah
Pasal 40
1. Jumlah sekurang-kurangnya hari belajar dalam 1 (satu) tahun untuk setiap satuan pendidikan diatur oleh Menteri.
2. Hari-hari libur untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur oleh Menteri dengan mengingat ketentuan hari raya nasional, kepentingan agama, dan faktor musim.
3. Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat mengatur hari-hari liburnya sendiri dengan mengingat ketentuan yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Bab XI. Bahasa Pengantar
Pasal 41Bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia.
Pasal 42
1. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan dan sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
2. Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
Bab XII. Penilaian
Pasal 43Terhadap kegiatan dan kemajuan belajar peserta didik dilakukan penilaian.
Pasal 44
Pemerintah dapat menyelenggarakan penilaian hasil belajar suatu jenis dan/atau jenjang pendidikan secara nasional.
Pasal 45
Secara berkala dan berkelanjutan Pemerintah melakukan penilaian terhadap kurikulum serta sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan.
Pasal 46
1. Dalam rangka pembinaan satuan pendidikan, Pemerintah melakukan penilaian setiap satuan pendidikan secara berkala.
2. Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan secara terbuka.
Bab XIII. Peranserta Masyarakat
Pasal 47
1. Masyarakat sebagai mitra Pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperanserta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
2. Ciri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.
3. Syarat-syarat dan tata cara dalam penyelenggaraan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bab XIV. Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional
Pasal 48
1. Keikutsertaan masyarakat dalam penentuan kebijaksanaan Menteri berkenaan dengan sistem pendidikan nasional diselenggarakan melalui suatu Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional yang beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat dan yang menyampaikan saran, dan pemikiran lain sebagai bahan pertimbangan.
2. Pembentukan Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional dan pengangkatan anggota-anggotanya dilakukan oleh Presiden.
Bab XV. Pengelolaan
Pasal 49Pengelolaan sistem pendidikan nasional adalah tanggung jawab Menteri.
Pasal 50
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang dislenggarakan oleh Pemerintah dilakukan oleh Menteri dan Menteri lain atau Pimpinan Lembaga Pemerintah lain yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 51
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh badan/perorangan yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Bab XVI. Pengawasan
Pasal 52Pemerintah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah ataupun oleh masyarakat dalam rangka pembinaan perkembangan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 53
Menteri berwenang mengambil tindakan administratif terhadap penyelenggara satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini.
Bab XVII. Ketentuan Lain-lain
Pasal 54
1. Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia di luar negeri khusus bagi peserta didik warga negara adalah bagian dari sistem pendidikan nasional.
2. Satuan pendidikan yang diselenggarakan di wilayah Republik Indonesia oleh perwakilan negara asing khusus bagi peserta didik warga negara asing tidak termasuk sistem pendidikan nasional.
3. Peserta didik warga negara asing yang mengikuti pendidikan di satuan pendidikan yang merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional wajib menaati ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi dan dari satuan pendidikan yang bersangkutan.
4. Kegiatan pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka kerja sama internasional atau yang diselenggarakan oleh pihak asing di wilayah Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dan sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
5. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bab XVIII. Ketentuan Pidana
Pasal 55
1. Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 18 (delapan belas) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kejahatan.
Pasal 56
1. Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 19 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 29 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelanggaran.
Bab XIX. Ketentuan Peralihan
Pasal 57
1. Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550),
2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550),
3. dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361),
4. Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80) dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81) yang ada pada saat diundangkannya undang-undang ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang-undang ini.
Bab XX. Ketentuan Penutup
Pasal 58
Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini,
1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550),
2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550),
3. dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361),
4. Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80) dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 59Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diumumkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.