Sistem Kekebalan Tubuh

9
_jsphe Khkhdbibg Pxdxl B~bkbl kbijbg ~htgbl phtmbpxl `bg ehgabibej ixkb6 Phtkb`bga) ~b`b mbpxl bkbg pjedxi objtbg dhtqbtgb ~xpjl khkxgjgabg zbga `jshdxp gbgbl' shdhgbtgzb gbgbl phtshdxp phtdhgpxk kbthgb shi%shi `btbl ~xpjl dhtkxe~xi `j dbaj zbga phtixkb `bg ehgzhtbga djdjp ~hgzbkjp zbga ebsxk kh `bibe ixkb phtshdxp' _hi ~xpjl phtshdxp bkbg ehedxgxl djdjp ~hgzbkjp shljgaab pj`bk bkbg ehgzhdbdkbg jgch ehedblbzbkbg pxdxl' Gbexg) shi%shi `btbl ~xpjl jpx bkbg ebpj shphibl e ~hgzbkjp' Gbl) shi%shi `btbl ~xpjl zbga ebpj phtshdxp bkljtgzb ehgmb`j gbgbl' Bkpjjpbs shi `btbl ~xpjl zbga ehijg`xgaj ixkb `btj jgchksj djdjp ~hgzbkjp ofgpfl ehkbgjseh khkhdbibg pxdxl' _hi `btbl ~xpjl ehtx~bkbg sbibl sbpx kfe~fghg sjsphe khkhdbibg pxdxl zbga dhtcxgasj ehijg`xgaj pxdxl `btj shtbgabg djdjp%djdjp _hdhgbtgzb) b~bkbl `hcjgjsj khkhdbibg pxdxl6 B' @hcjgjsj Khkhdbibg Pxdxl Khkhdbibg pxdxl `jshdxp ~xib `hgabg jspjibl jexgjpbs' _hobtb xexe) khkhdbi `b~bp `j`hcjgjsjkbg shdbabj khebe~xbg pxdxl xgpxk ehibqbg ~hgzbkjp' Khkhdbibg px `b~bp dhtx~b khkhdbibg bkpjc bex~xg khkhdbibg ~bsjc' Khkhdbibg bkpjc ehtx~bkbg khkhdbibg zbga `jlbsjikbg shg`jtj fihl p ehths~fg sxbpx bgpjahg ,dhg`b bsjga* zbga ebsxk kh `bibe pxdxl' Khkhdbibg bkpjc dhtpblbg ibeb) dblkbg `b~bp dhtpblbg shxext lj`x~' Khkhdbibg bkpjc `b~bp ~xib `j shgabmb' Pxmxbggzb babt pxdxl `b~bp ehedxbp bgpjdf`j xgpxk ehibqbg dhg` ehgalbsjikbg khkhdbibg zbga dbtx' Obtbgzb b`bibl `hgabg ehebsxkkbg bgpja bsjga* dhtx~b bksjg kh `bibe pxdxl' Sbksjg jgj dhtx~b djdjp ~hgzbkjp bpbx jtxs `jiheblkbg' ^htofdbbg xgpxk ehe~htfihl khkhdbibg dxbpbg ~htgbl `jibkxkbg fihl ~hghijpj `btj Jgaatjs) zbjpx H`qbt` Mhgght ~b`b bdb` kh%2<' @jb ehibkxkbg ~htofd ehgabedji gbgbl `btj ~hgzbkjp obobt zbga `j`htjpb fihl shhkft sb~j' Dj shibgmxpgzb `jdhtjkbg ~b`b shftbga bgbk' Phtgzbpb) bgbk phtshdxp pj`bk ehg`htjpb sh~htpj sb~j) phpb~j mxsptx `b~bp ehedxbp bgpjdf`j phtlb`b~ ~hgzbkjp ob ~htofdbbg jgj) H`qbt` Mhgght `jkhgbi shdbabj ~hghex bksjg obobt' Gbl) ~htofdbbg jpx) exgoxi phftj dblqb khkhdbibg bkpjc djsb `jdxbp `hgabg e ehebsxkkbg bgpjahg zbga dhtx~b djdjp ~hgzbkjp zbga `jiheblkbg babt pxdxl `b~bp e shljgaab bkbg ehedhgpxk khkhdbibg phtphgpx' _xedht= gl`'qhhdiz'ofe' Abedbt 4'2 H`qbt` Mhgght ehibkxkbg ~htofdbbg xgpxk ehe~htfihl khkhdbibg dxbpb phtlb`b~ ~hgzbkjp obobt'

description

tipe, anatomi, dan komponen sistem kekebalan tubuh.

Transcript of Sistem Kekebalan Tubuh

Sistem Kekebalan Tubuh Apakah kalian pernah terjatuh dan mengalami luka? Terkadang, pada luka akibat jatuh akan timbul cairan berwarna putih kekuningan yang disebut nanah. Tahukah kalian, sebenarnya nanah tersebut terbentuk karena sel-sel darah putih berkumpul di bagian tubuh yang terluka dan menyerang bibit penyakit yang masuk ke dalam luka tersebut. Sel-sel darah putih tersebut akan membunuh bibit penyakit sehingga tidak akan menyebabkan infeksi dan membahayakan tubuh. Namun, sel-sel darah putih itu akan mati setelah menyerang bibit penyakit. Nah, sel-sel darah putih yang mati tersebut akhirnya menjadi nanah. Aktivitas sel darah putih yang melindungi luka dari infeksi bibit penyakit merupakan contoh mekanisme kekebalan tubuh. Sel darah putih merupakan salah satu komponen dari sistem kekebalan tubuh yang berfungsi melindungi tubuh dari serangan bibit-bibit penyakit. Sebenarnya, apakah definisi kekebalan tubuh? A. Definisi Kekebalan Tubuh Kekebalan tubuh disebut pula dengan istilah imunitas. Secara umum, kekebalan tubuh dapat didefinisikan sebagai kemampuan tubuh untuk melawan penyakit. Kekebalan tubuh ini dapat berupa kekebalan aktif amupun kekebalan pasif. Kekebalan aktif merupakan kekebalan yang dihasilkan sendiri oleh tubuh karena merespon suatu antigen (benda asing) yang masuk ke dalam tubuh. Kekebalan aktif ini akan bertahan lama, bahkan dapat bertahan seumur hidup. Kekebalan aktif dapat pula dibuat secara sengaja. Tujuannya agar tubuh dapat membuat antibodi untuk melawan benda asing dan menghasilkan kekebalan yang baru. Caranya adalah dengan memasukkan antigen (benda asing) berupa vaksin ke dalam tubuh. Vaksin ini berupa bibit penyakit atau virus yang sudah dilemahkan. Percobaan untuk memperoleh kekebalan buatan pernah dilakukan oleh seorang peneliti dari Inggris, yaitu Edward Jenner pada abad ke-18. Dia melakukan percobaan dengan mengambil nanah dari penyakit cacar yang diderita oleh seekor sapi. Bibit penyakit itu selanjutnya diberikan pada seorang anak. Ternyata, anak tersebut tidak menderita sakit cacar seperti sapi, tetapi justru dapat membuat antibodi terhadap penyakit cacar itu. Berkat percobaan ini, Edward Jenner dikenal sebagai penemu vaksin cacar. Nah, berdasarkan percobaan itu, muncul teori bahwa kekebalan aktif bisa dibuat dengan memberikan atau memasukkan antigen yang berupa bibit penyakit yang dilemahkan agar tubuh dapat merespon sehingga akan membentuk kekebalan tertentu.

Sumber: nhd.weebly.com. Gambar 2.1 Edward Jenner melakukan percobaan untuk memperoleh kekebalan buatan terhadap penyakit cacar.

Kekebalan pasif merupakan kekebalan yang diperoleh melalui antibodi yang dimasukkan ke dalam tubuh. Jadi, kekebalan pasif ini tidak dihasilkan sendiri oleh tubuh. Kekebalan pasif ini sifatnya sementara sehingga dalam jangka waktu tertentu antibodi tersebut akan hilang dari dalam tubuh. Kekebalan pasif dapat diperoleh dengan memasukkan antibodi yang dihasilkan oleh hewan tertentu. Pembuatan antibodi ini dilakukan dengan cara menyuntikkan suatu antigen ke dalam tubuh hewan yang sesuai. Selanjutnya, hewan itu akan membuat antibodi untuk merespon antigen tersebut. Antibodi yang sudah terbentuk di dalam tubuh hewan tersebut lalu diambil dan dimasukkan ke dalam tubuh seseorang yang memerlukan. Kekebalan pasif dapat pula diperoleh melalui air susu ibu (ASI). Selain sebagai makanan yang terbaik untuk bayi, ASI juga memberikan kekebalan tubuh kepada bayi. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa air susu ibu mengandung antibodi yang baik untuk bayi sehingga bayi memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu. B. Tipe Kekebalan Tubuh Ada dua tipe kekebalan tubuh, yaitu kekebalan bawaan dan kekebalan adaptif. Apabila ada bibit penyakit yang menyerang tubuh, kekebalan bawaan akan merespon terlebih dahulu utnuk melawan dan mencegah terjadinya infeksi. Namun, jika respon ini gagal dan bibit penyakit tetap mampu masuk ke dalam tubuh, sistem kekebalan adaptif akan aktif untuk melawan. Kedua tipe kekebalan ini memiliki perbedaan dalam hal asal serta sifatnya dalam melindungi tubuh. Bagaimana perbedaan kedua tipe kekebalan tubuh tersebut? 1. Kekebalan Bawaan Kekebalan bawaan merupakan kekebalan yang ada di tubuh sejak manusia dilahirkan dan merupakan lapisan perlindungan pertama terhadap serangan bibit penyakit dan benda asing lainnya. Kekebalan bawaan disebut pula kekebalan tidak spesifik, artinya kekebalan ini merespon berbagai jenis benda asing yang masuk ke tubuh, bukan benda asing atau bibit penyakit tertentu. Kekebalan tubuh ini hanya dapat menghalangi masuknya bibit penyakit dan tidak mampu mencegah penyakit secara menyeluruh. Kekebalan tubuh bawaan dilakukan oleh berbagai sel, kumpulan sel, maupun organ, baik yang ada di permukaan maupun dalam tubuh. Contohnya adalah kulit, membran mukosa, kelenjar air mata, kelenjar ludah, dan asam lambung. Bibit-bibit penyakit yang dapat melewati kulit dan membran mukosa akan dilawan oleh pertahanan tubuh yang berikutnya, yaitu kekebalan dari dalam tubuh. Kekebalan dari dalam tubuh ini termasuk dalam kekebalan bawaan dan dilakukan oleh sel darah putih (leukosit). 2. Kekebalan Adaptif Apabila bibit penyakit berhasil melewati kekebalan bawaan maka sistem kekebalan tubuh akan mengembangkan pertahanan khusus untuk bibit penyakit tersebut. Pertahanan khusus ini disebut dengan kekebalan adaptif atau kekebalan spesifik. Kekebalan adaptif memiliki karakteristik sebagai berikut. a. Kekebalan adaptif hanya memberi respon setelah bibit penyakit masuk ke dalam tubuh. b. Kekebalan adaptif bersifat spesifik, artinya hanya akan memberi respon terhadap bibit penyakit tertentu. Sebagai contoh, antibodi untuk menahan Mycobacterium tuberculosis tidak dapat menahan serangan Bacillus anthracis. c. Kekebalan adaptif memiliki kemampuan untuk mengingat bibit penyakit khusus dan mengembangkan kemampuan untuk melawannya sehingga saat melawan bibit penyakit yang sama untuk kedua kalinya akan memberikan respon yang lebih kuat. d. Kekebalan tubuh adaptif biasanya tidak menyerang bagian tubuh yang normal dan hanya menyerang zat atau bahan asing yang bukan merupakan bagian dari tubuh. Kekebalan adaptif dapat dimunculkan kembali oleh sistem kekebalan tubuh ketika bibit penyakit yang sama kembali menyerang. Nah, dalam kehidupan sehari-hari, kekebalan

adaptif inilah yang disebut sebagai kekebalan tubuh (imunitas) secara umum. Kekebalan adaptif dilakukan oleh antibodi dan antitoksin yang dapat menahan serangan bibit penyakit, baik sel mikronya maupun toksin yang dihasilkan oleh bibit penyakit tersebut. C. Anatomi Sistem Kekebalan Tubuh Kekebalan tubuh dilakukan oleh sekumpulan sel, molekul, dan organ yang tergabung dalam sebuah sistem yang disebut sistem kekebalan tubuh. Dalam uraian di atas, kalian telah mengenal beberapa komponen yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh, seperti sel darah putih dan antibodi. Komponen sistem kekebalan tubuh tersebut dihasilkan oleh organ tertentu di dalam tubuh kita. Selanjutnya, mereka diedarkan ke seluruh tubuh serta bagian tubuh yang terkena infeksi. Nah, untuk mengetahui organ yang berperan sistem kekebalan tubuh, mari simak ulasan mengenai anatomi sistem kekebalan tubuh berikut ini. 1. Limpa Limpa (spleen) terletak di rongga perut sebelah kiri atas, di belakang lambung atau di dekat pankreas dan ginjal. Limpa pada orang dewasa umumnya berukuran panjang 13 cm dengan berat 200 gram. Organ ini memiliki beragam fungsi, seperti menghancurkan sel darah merah yang sudah tua, mengangkut cairan dan protein dari jaringan tubuh ke dalam darah, dan mengangkut emulsi lemak dari usus ke dalam darah. Selain fungsi-fungsi tersebut, limpa memiliki fungsi dalam sistem kekebalan tubuh, yaitu membentuk sel darah putih (limfosit) yang akan melepas antibodi untuk membunuh bibit penyakit. Limpa juga menjadi tempat berkumpulnya limfosit T berkumpul dan saling bertukar informasi mengenai infeksi yang menyerang tubuh.

Sumber: hm.kuliah.wordpress.com. Gambar 2.2 Limpa menjadi tempat berkumpulnya limfosit T berkumpul dan saling bertukar informasi mengenai infeksi yang menyerang tubuh. 2. Pembuluh limfa Pembuluh limfa merupakan saluran tempat beredarnya limfa (getah bening). Selain itu, pembuluh limfa berfungsi untuk mengangkut limfa kembali ke peredaran darah. Limfa sebenarnya merupakan cairan plasma darah yang merembes keluar dari pembuluh kapiler di sistem peredaran darah dan kemudian menjadi cairan intersisial ruang antarsel pada jaringan. Limfa mengandung sel-sel darah putih (limfosit). Pembuluh limfa menyebar ke seluruh bagian tubuh, kecuali otak. Kurang lebih 100 mil cairan limfa akan dialirkan oleh pembuluh limfa menuju vena dan dikembalikan ke dalam darah. Peredaran limfa merupakan peredaran yang terbuka. Peredaran ini dimulai dari jaringan tubuh dalam bentuk cairan jaringan. Cairan jaringan ini selanjutnya akan masuk ke dalam kapiler limfa. Kemudian kapiler limfa akan bergabung dengan kapiler limfa yang

membentuk pembuluh limfa yang lebih besar dan akhirnya bergabung menjadi pembuluh limfa besar yaitu pembuluh limfa kanan dan kiri. a. Pembuluh limfa kanan (duktus limfatikus dexter) Pembuluh limfa kanan terbentuk dari cairan limfa yang berasal dari daerah kepala dan leher bagian kanan, dada kanan, lengan kanan, jantung dan paru-paru yang terkumpul dalam pembuluh limfa. Pembuluh limfa kanan bermuara di pembuluh balik (vena) di bawah selangka kanan. b. Pembuluh limfa kiri (duktus toraksikus) Pembuluh limfa kiri disebut juga pembuluh dada. Pembuluh limfa kiri terbentuk dari cairan limfa yang berasal dari kepala dan leher bagian kiri dan dada kiri, lengan kiri, dan tubuh bagian bawah. Pembuluh limfa ini bermuara di vena bagian bawah selangka kiri.

Sumber: hm.kuliah.wordpress.com. Gambar2.3 Pembuluh limfa terbagi atas pembuluh limfa kanan dan pembuluh kimfa kiri. Dengan beredarnya limfa ke seluruh bagian tubuh, sistem imun dapat bekerja dan terkoordinasi baik untuk memonitor tubuh dari zat asing serta bibit penyakit yang dapat menyebabkan infeksi serta penyakit. Pembuluh limfa sedikit berbeda dengan pembuluh darah karena memiliki katup yang lebih banyak dengan struktur seperti vena kecil dan bercabangcabang halus dengan bagian ujung terbuka. Dari bagian yang terbuka inilah cairan jaringan tubuh dapat masuk ke dalam pembuluh limfa. Pada tempat-tempat pertemuan pembuluh limfa terdapat nodus limfa. 3. Nodus limfa Nodus limfa merupakan sebuah jaringan yang berfungsi menarik sel-sel darah putih (limfosit), kemudian menyebarkannya menuju bagian tubuh yang terinfeksi oleh bibit-bibit penyakit. Selain itu, nodus limfa berfungsi menyaring mikroorganisme yang ada di dalam limfa. Nodus limfa terdapat di beberapa bagian tubuh, antara lain pada ketiak, leher, paha, lipatan siku, tonsil, amandel, dan adenoid. Nodus limfa terbagi menjadi ruangan yang lebih kecil yang disebut nodulus. Nodulus terbagi menjadi ruangan yang lebih kecil lagi yang disebut sinus. Di dalam sinus terdapat limfosit dan makrofag. 4. Sumsum tulang belakang Sumsum tulang merupakan jaringan lunak yang terdapat di bagian dalam beberapa jenis tulang. Sumsum tulang berfungsi sebagai penghasil sel darah putih (limfosit). Limfosit muda yang dihasilkan di dalam sumsum tulang akan berkembang menjadi dua jenis, yaitu limfosit B yang akan matang di dalam sumsum tulang dan limfosit T yang akan matang di kelenjar timus.

Sumber: unik.supericsun.com. Gambar 2.4 Sumsum tulang berfungsi sebagai penghasil sel darah putih (limfosit). 5. Timus Timus merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh. Namun, organ ini tidak berperan dalam membunuh bibit penyakit secara langsung. Fungsi timus dalam sistem kekebalan tubuh adalah sebagai tempat perkembangan limfosit yang dihasilkan oleh sumsum tulang. Sebagian limfosit yang terbentuk di sumsum tulang akan dibawa kelenjar timus. Selanjutnya, limfosit itu akan berkembang dan matang menjadi limfosit T. Untuk memberikan kekebalan pada limfosit T ini, maka timus mensekresikan hormon tipopoietin. Timus terletak di depan jantung. Pada anak-anak, ukuran timus sama dengan jantung. Namun, pada orang dewasa, ukurannya lebih kecil. Timus akan menyusut seiring bertambahnya usia hingga akhirnya hampir tidak terlihat pada usia delapan puluh tahun. Penyusutan ini diperkirakan ada hubungannya dengan fungsi timus sebagai bagian sistem kekebalan tubuh. Saat masih anak-anak, tubuh belum menerima banyak serangan penyakit. Seiring berjalannya usia, tubuh makin banyak menerima serangan kuman penyakit sehingga tubuh harus lebih banyak melakukan perlawanan. Akibatnya, ukuran timus menyusut. Penyusutan ukuran timus ini diperkirakan juga mengurangi ketahanan tubuh terhadap serangan penyakit. 6. Tonsil Tonsil terletak di bagian kiri dan kanan pangkal tenggorokan. Tonsil mensekresikan kelenjar yang banyak mengandung limfosit. Oleh karena itu, organ ini dapat berfungsi untuk membunuh bibit penyakit dan melawan infeksi pada saluran pernapasan bagian atas dan farink.

Sumber: hm.kuliah.wordpress.com.

Gambar 2.5 Tonsil terletak di bagian kiri dan kanan pangkal tenggorokan. D. Komponen Sistem Kekebalan Tubuh Sistem kekebalan tubuh terdiri atas beberapa komponen, seperti makrofag, neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, protein pelengkap, serta sitokinase. Tiap komponen tersebut memiliki peranan masing-masing. Nah, apa sajakah fungsi tiap komponen sistem kekebalan tubuh tersebut? 1. Makrofag Makrofag merupakan komponen sistem kekebalan tubuh yang terbentuk dari salah satu jenis sel darah putih, yaitu monosit. Ketika terjadi infeksi oleh bibit-bibit penyakit, monosit meninggalkan pembuluh darah menuju ke jaringan-jaringan tubuh yang teinfeksi. Sesampainya di jaringan tubuh yang terinfeksi, monosit akan membesar dan menghasilkan butiran di dalam dirinya sendiri. Butiran tersebut berisi enzim dan bahan lain untuk membantu mencerna bakteri dan sel asing lainnya. Monosit yang telah membesar dan mengandung butiran inilah yang disebut makrofag. Makrofag memiliki peran dalam kekebalan bawaan dengan memakan zat asing dan bibit-bibit penyakit. Makrofag bersifat fagosit sehingga mampu mengepung, menyerap dan memakan bibit penyakit yang menyerang. Selain itu, makrofag berperan dalam kekebalan adaptif dengan mengikat antigen dari bibit penyakit dan membawanya untuk dihancurkan oleh komponen dari sistem kekebalan adaptif yang lain.

Sumber: metabolicalchemy.com. Gambar 2.6 Makrofag bersifat fagosit sehingga mampu mengepung, menyerap dan memakan bibit penyakit yang menyerang. 2. Neutrofil Neutrofil merupakan salah satu jenis sel darah putih yang berperan mencerna zat asing, termasuk bibit penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Neutrofil mengandung butiran yang melepaskan enzim untuk membantu membunuh dan mencerna bibit-bibit penyakit. Neutrofil diedarkan melalui aliran darah. Neutrofil dapat menangkap tanda-tanda terjadinya infeksi dari bibit-bibit penyakit yang menyerang, dari protein tambahan, atau dari makrofag. Tanda-tanda tersebut akan menghasilkan bahan-bahan yang menarik neutrofil. Kemudian, neutrofil akan meninggalkan aliran darah menuju jaringan tubuh. Saat ada tanda-tanda infeksi, neutrofil akan meninggalkan aliran darah dan memasuki jaringan yang terinfeksi. 3. Eosinofil Eosinofil merupakan sel darah putih yang berbentuk butiran-butiran dan berisi enzim untuk mencerna zat asing dan bibit penyakit. Eosinofil memiliki peranan dalam reaksi alergi. Selain itu, eosinofil berperan merespon bibit penyakit yang menyerang tubuh. Namun, mereka kurang aktif melawan bibit penyakit dibandingkan neutrofil dan makrofag. Fungsi utama mereka kemungkinan untuk menempel dan dengan demikian membantu melumpuhkan dan membunuh parasit. Sel darah putih ini beredar di dalam aliran darah.

4. Basofil Jenis sel darah putih lain yang memiliki peranan dalam sistem kekebalan tubuh adalah basofil. Sel darah putih ini tidak dapat mencerna sel asing. Namun, mereka dapat menghasilkan bahan-bahan yang menarik neutrofil dan eosinofil menuju jaringan tubuh yang bermasalah. Basofil juga mengandung butiran yang melepaskan histamin, sebuah bahan yang berhubungan dalam reaksi alergi. 5. Limfosit Limfosit merupakan salah satu jenis sel darah putih yang berperan mengidentifikasi dan menghancurkan antigen dari bibit penyakit. Sel ini dibentuk di sumsum tulang dalam bentuk sel batang, kemudian akan mengalami kematangan di dua tempat yang berbeda, yaitu di kelenjar timus dan sumsum tulang. Limfosit yang matang di kelenjar timus disebut limfosit T, sedangkan limfosit yang matang di sumsum tulang disebut limfosit B. Limfosit T dan limfosit B memiliki peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Namun, keduanya memiliki cara kerja yang berbeda.

Sumber: Biologi 2 Kimball, 1999. Gambar 2.7 Limfosit dibentuk di sumsum tulang, kemudian akan mengalami kematangan di kelenjar timus dan sumsum tulang. Sebagian limfosit T dapat membunuh bibit penyakit secara langsung. Sel limfosit ini disebut limfosit T pembunuh. Ada pula limfosit T yang menghasilkan sitokinase untuk mengatur komponen sistem kekebalan yang lain. Limfosit ini disebut limfosit T pembantu. Limfosit T pembunuh yang telah matang akan membentuk reseptor antogen. Reseptor antigen merupakan struktur pada permukaan limfosit yang dapat mengikat antigen dengan struktur serupa. Pasangan reseptor antigen pada limfosit dengan antigen yang sesuai ini mirip pasangan lubang kunci dengan anak kuncinya. Ketika antigen tertentu masuk ke dalam tubuh, limfosit dengan struktur reseptor antigen yang sesuai akan aktif dan mengikat antigen tersebut. Tubuh dapat menghasilkan jutaan limfosit dengan struktur reseptor antigen berbedabeda. Namun, tiap struktur tersebut hanya dibuat satu buah. Limfosit T pembunuh akan menempel pada sel asing yang memiliki antigen sesuai dengan struktur reseptor antigennya. Lalu, mereka akan melepaskan enzim serta bahan-bahan lain yang merusak selaput bagian luar pada sel asing tersebut.

Sumber: imperial.ac.uk. Gambar 2.8 Limfosit T akan membunuh bibit penyakit, seperti bakteri, virus, dan racun secara langsung. Adapun limfosit B merespon infeksi dengan membuat antibodi. Antibodi inilah yang kemudian akan membunuh bibit penyakit. Jadi, limfosit B tidak bertindak secara langsung untuk membunuh bibit penyakit. Antibodi yang dihasilkan limfosit B merupakan protein yang disebut immunoglobulin. Antibodi ini hanya dapat dihasilkan oleh limfosit B. Immunoglobulin memiliki bentuk menyerupai huruf Y. Mereka dapat mengikat antigen di ujung tiap lengan dari huruf Y tersebut. Adapun bagian batang dari huruf Y akan menentukan bagaimana antigen tersebut dihancurkan. Ada beberapa jenis immunoglobulin berdasarkan bentuk batang dari huruf Y, yaitu immunoglobulin IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE.

Sumber: wapedia.mobi. Gambar 2.9 Immunoglobulin memiliki bentuk menyerupai huruf Y. Antibodi dapat melawan antigen dengan cara menetralkan mereka. Caranya dengan mengikat antigen dari bibit penyakit sehingga antgen tersebut tidak mengganggu sel tubuh lain yang masih normal. Contohnya adalah ketika antibodi melawan bakteri tetanus. Bakteri tetanus menghasilkan racun yang diikatkan ke sel saraf sehingga dapat mengganggu kontrol otot. Antibodi kemudian akan menempel ke racun tersebut dan menutupinya. Dengan demikian, racun tidak akan menyebar dan makin parah. Antibodi juga mampu memecah sel yang terinfeksi oleh bakteri atau virus. Setelah dinding sel pecah, immunoglobulin akan membunuh sel tersebut. Atau, limfosit B akan menandai bibit penyakit yang menyerang tubuh agar lebih mudah dihancurkan oleh komponen sistem kekebalan tubuh yang lain, misalnya makrofag. 6. Protein Pelengkap

Protein pelengkap terdiri atas lebih dari 30 protein yang bertindak berurutan di mana salah satu protein mengaktifkan yang lainnya dan seterusnya. Protein pelengkap dapat membunuh bibit penyakit secara langsung. Selain itu, protein pelengkap dapat menempel pada bibit penyakit sehingga neutrofil dan makrofag akan lebih mudah untuk mengenali dan mencerna bibit penyakit tersebut. Fungsi lain dari protein pelengkap, antara lain menarik makrofag dan neutrofil menuju daerah yang bermasalah, menyebabkan bakteri untuk berkumpul bersama-sama, serta menetralkan virus. Sistem pelengkap juga berpartisipasi dalam kekebalan khusus. 7. Sitokinase Sitokinase dihasilkan oleh sel darah putih dan sel lain pada sistem kekebalan tubuh ketika ada antigen yang terdeteksi masuk ke dalam tubuh. Dalam sistem kekebalan tubuh, sitokinase memiliki beberapa peran. Salah satunya adalah merangsang sel darah putih tertentu agar lebih aktif membunuh bibit penyakit. Selain itu, sitokinase berperan menarik sel darah putih lainnya menuju bagian tubuh yang terinfeksi. Ada pula sitokinase yang berperan menghalangi kegiatan dan menghentikan reaksi kekebalan. Beberapa sitokinase, disebut interferon, berhubungan dengan reproduksi (replication) virus. Sitokinase juga berpartisipasi dalam kekebalan khusus.