Sistem Hybrid PLTS - PLN

20
JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372 * Alumni Jurusan Teknik Elektro FTI, Universitas Trisakti PERANCANGAN SISTEM HIBRID PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DENGAN JALA-JALA LISTRIK PLN UNTUK RUMAH PERKOTAAN Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo* Dosen-Dosen Jurusan Teknik Elektro - Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti Abstract Solar cell is one of renewable energy. Solar cell can convert directly sunlight dissociation energy of diatomic to become electric energy. Electric energy yielded by solar cell hardly influenced by the sun intensity of light received, so that solar cell can only yield electric energy if there are sunlight. Supply of electric energy should be able to be applied every time. Hybrid of solar energy alternator (PLTS) with electrical grid of PLN will yield continuous supply of electric energy. At this hybrid system, electrical supply from PLTS is designed to be around 30% from overall load of electrical equipment in household, the rest load around 70% is fulfilled by PLN.Hybrid process of PLTS with the electrical grid is controlled by a switch controller which its working principal based on one way direction; when PLTS works (on), hence electric supply from PLN is disconnected and so vice versa. Keywords: solar cell, hybrid system, switch controller 1. Pendahuluan Energi baru dan yang terbarukan mempunyai peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan energi. Hal ini disebabkan penggunaan bahan bakar untuk pembangkit-pembangkit listrik konvensional dalam jangka waktu yang panjang akan menguras sumber minyak bumi, gas dan batu bara yang makin menipis dan juga dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Salah satunya upaya yang telah dikembangkan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). PLTS atau lebih dikenal dengan sel surya (sel fotovoltaik) akan lebih diminati karena dapat digunakan untuk berbagai keperluan yang relevan dan di berbagai tempat seperti perkantoran, pabrik, perumahan, dan lainnya. Di Indonesia yang merupakan daerah tropis mempunyai potensi energi matahari sangat besar dengan insolasi harian rata-rata 4,5 - 4,8 KWh/m² / hari. Akan tetapi energi listrik yang dihasilkan sel surya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang diterima oleh sistem. Untuk kekontinuan ketersediaan listrik dan pemanfaatan energi listrik sel surya secara maksimal sangat diperlukan hibridasi dengan jala-jala listrik PLN.

Transcript of Sistem Hybrid PLTS - PLN

Page 1: Sistem Hybrid PLTS - PLN

JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

* Alumni Jurusan Teknik Elektro FTI, Universitas Trisakti

PERANCANGAN SISTEM HIBRID PEMBANGKIT

LISTRIK TENAGA SURYA DENGAN JALA-JALA

LISTRIK PLN UNTUK RUMAH PERKOTAAN

Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo*

Dosen-Dosen Jurusan Teknik Elektro - Fakultas Teknologi Industri

Universitas Trisakti

Abstract

Solar cell is one of renewable energy. Solar cell can convert directly sunlight dissociation

energy of diatomic to become electric energy. Electric energy yielded by solar cell hardly

influenced by the sun intensity of light received, so that solar cell can only yield electric

energy if there are sunlight. Supply of electric energy should be able to be applied every

time. Hybrid of solar energy alternator (PLTS) with electrical grid of PLN will yield

continuous supply of electric energy. At this hybrid system, electrical supply from PLTS is

designed to be around 30% from overall load of electrical equipment in household, the rest

load around 70% is fulfilled by PLN.Hybrid process of PLTS with the electrical grid is

controlled by a switch controller which its working principal based on one way direction;

when PLTS works (on), hence electric supply from PLN is disconnected and so vice versa.

Keywords: solar cell, hybrid system, switch controller

1. Pendahuluan

Energi baru dan yang terbarukan mempunyai peran yang sangat

penting dalam memenuhi kebutuhan energi. Hal ini disebabkan penggunaan

bahan bakar untuk pembangkit-pembangkit listrik konvensional dalam

jangka waktu yang panjang akan menguras sumber minyak bumi, gas dan

batu bara yang makin menipis dan juga dapat mengakibatkan pencemaran

lingkungan. Salah satunya upaya yang telah dikembangkan adalah

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

PLTS atau lebih dikenal dengan sel surya (sel fotovoltaik) akan

lebih diminati karena dapat digunakan untuk berbagai keperluan yang

relevan dan di berbagai tempat seperti perkantoran, pabrik, perumahan, dan

lainnya. Di Indonesia yang merupakan daerah tropis mempunyai potensi

energi matahari sangat besar dengan insolasi harian rata-rata 4,5 - 4,8

KWh/m² / hari. Akan tetapi energi listrik yang dihasilkan sel surya sangat

dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang diterima oleh sistem.

Untuk kekontinuan ketersediaan listrik dan pemanfaatan energi listrik sel

surya secara maksimal sangat diperlukan hibridasi dengan jala-jala listrik

PLN.

Page 2: Sistem Hybrid PLTS - PLN

JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

38

2. Perancangan Sistem

Sistem hibrid PLTS dengan listrik PLN (grid connected) atau

sumber pembangkit listrik yang lain dapat diklasifikasikan menjadi dua

jenis, yaitu tanpa baterai dan yang menggunakan baterai (Strong, Steven J

and William G. Scheller, 1993: 72). Pada penelitian ini akan dibahas

mengenai sistem hibrid PLTS dengan PLN yang menggunakan baterai

sebagai penyimpan energi listrik (storage system). Sistem hibrid PLTS

dengan listrik PLN dapat diterapkan pada rumah diperkotaan, serta

menganalisis faktor yang mempengaruhi besarnya energi listrik yang

dihasilkan sel surya berkaitan dengan waktu kerja sistem PLTS. PLTS akan

memasok energi listrik sekitar 30% dari beban keseluruhan peralatan listrik

rumah tangga, sedangkan 70% listrik sisanya dari PLN.

Hibridasi antara PLTS dengan listrik PLN bertujuan untuk

mendapatkan kekontinuan pasokan (supply) listrik ke beban. Pada sistem

hibrid PLTS dengan PLN yang akan dirancang, terdiri dari array

fotovoltaik, regulator (charge controller), baterai, dan inverter. Listrik arus

searah (DC) dari modul fotovoltaik, akan diubah menjadi arus bolak-balik

(AC) melalui inverter. Sistem hibrid yang akan dirancang menggunakan

prinsip kerja satu arah, yaitu dalam satu waktu tertentu beban hanya dipasok

oleh salah satu pembangkit; ketika PLTS bekerja mensuplai listrik ke beban

maka sambungan ke PLN dilepaskan dari beban (sebagai contoh keadaan

pada pagi hari sampai sore hari). Begitu pun sebaliknya apabila listrik PLN

sedang memberikan suplai listrik ke beban, maka PLTS dilepaskan dari

beban (sebagai contoh keadaan pada malam hari). Ketika pembangkit yang

sedang mensuplai listrik ke beban tiba-tiba mengalami trip, maka

pembangkit yang lain akan segera menggantikannya secara otomatis

melalui switch pengatur. Gambar 1 menjelaskan sistem hibrid PLTS dan

PLN yang akan dirancang.

Gambar 1. Sistem hibrid PLTS dan PLN

Array

PV BCR Inverte

r

PLN

Baterai Beban

Switch

Controller

Page 3: Sistem Hybrid PLTS - PLN

Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik

39

2.1. Switch Controller Proses kendali sistem hibrid antara PLTS dan PLN dilakukan oleh

unit kontroler. Sistem hibrid yang akan dirancang menggunakan prinsip

kerja satu arah, yaitu dalam satu waktu tertentu beban hanya disuplai oleh

salah satu pembangkit, oleh karena itu switch controller akan bertindak

mengatur sumber pembangkit yang akan mensuplai beban.

Pada switch controller yang akan dirancang, unit kontroler dapat

digunakan secara manual maupun otomatis. Secara manual yaitu pengguna

dapat memilih sumber pembangkit yang akan mensuplai beban dengan

menentukan salah satu sumber pembangkit yang akan bekerja terlebih

dahulu. Secara otomatis yaitu unit kontroler akan bekerja secara otomatis

mendeteksi kesiapan sumber pembangkit yang akan mensuplai beban. Jika

salah satu sumber pembangkit tidak dapat lagi mensuplai beban, maka

secara otomatis sumber pembangkit yang lain yang akan menggantikannya.

Pada saat sistem hibrid mulai bekerja (start), unit kontroler akan

memilih mode yang akan digunakan. Jika yang digunakan mode manual,

maka pengguna harus memilih sumber pembangkit yang akan digunakan

dengan menentukan pilihan mode PLN atau mode PLTS. Pada saat salah

satu sumber pembangkit tidak dapat lagi mensuplai beban, maka pengguna

harus mengaktifkan mode untuk pembangkit yang lain secara manual. Jika

yang digunakan mode otomatis, maka unit kontroler akan memeriksa

tegangan BCR pada PLTS. Apabila tegangan tidak lebih besar dari 22,2V,

maka PLTS akan melakukan pengisian (charging).

Pada saat PLTS melakukan pengisian (charging), perintah

diteruskan ke PLN untuk mensuplai beban. Apabila PLTS sudah melakukan

proses charging sampai pada tegangan lebih besar dari 23,3V, maka PLN

akan off dan unit kontroler akan mendeteksi lagi tegangan BCR pada PLTS.

Apabila tegangan lebih besar dari 22,2V, maka PLTS akan bekerja

mensuplai beban. Pada saat bekerja mensuplai beban, PLTS juga

melakukan pengisian (charging).

2.2. Beban Listrik (load)

Beban listrik yang terdapat di rumah yang akan dipasang sistem PV

yang terdiri dari 2 lantai adalah lampu penerangan, televisi, DVD, AC,

kulkas, magic jar, fan, pompa air, mesin cuci. Sambungan listrik ke PLN

sebesar 2200 VA. Pada saat beban listrik tersebut digunakan maka

sumbangan dari sistem PV sebesar 30% dari total energi listrik yang

dibutuhkan.

Page 4: Sistem Hybrid PLTS - PLN

JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

40

3. Hasil Penelitian Dan Pembahasan

3.1. Kontinuitas Sistem Hibrid PLTS dan PLN

3.1.1. Kapasitas PLTS Berdasarkan Perhitungan

a. Beban Total Rumah Tangga

Langkah awal dalam perancangan sistem hibrid PLTS dan PLN

untuk rumah tangga di perkotaan adalah penentuan beban total harian

rumah tangga (Lubis, 2006: 54). Dari penentuan beban total harian tersebut

akan didapatkan kurva beban listrik harian rumah tangga. Beban total

harian merupakan jumlah energi yang dibutuhkan oleh beban listrik rumah

tangga setiap harinya. Beban terpasang, daya terpasang, lama penggunaan

beban, serta kebutuhan energi setiap hari pada rumah tangga dapat dilihat

pada Tabel 1. berikut.

Tabel 1. Data Beban Rumah Tangga Untuk Suatu Rumah*

No. Beban

Daya

(W)

Jumlah

Total

Daya

(W)

Lama penggunaan

setiap hari

(Jam (H))

Energi

(WH)

1. Lampu :

a) Neon

b) Neon

c) Pijar

d) Halogen

14

20

25

50

35

2

16

2

490

40

400

100

6

3

2

2

2940

120

800

200

2. Televisi :

a) @ 140W

b) @ 80 W

140

80

2

1

280

80

4

4

1120

320

3. DVD ( 30Wx2 ) 60 1 60 2 120

4. AC :

a) a. @

b) b. @

470 3

3290

940

7

2

5170

5. Kulkas 110 1 110 24 2640

6. Magic Jar :

a) Rice Cooker

b) Jam Warmer

350

43

1

350

43

2

3

700

129

7. Fan 52 1 52 1 52

8. Pompa Air 250 1 250 5 1250

9. Mesin Cuci 365 1 365 1 365

Total Energi = 15926WH

*keterangan: rumah tinggal komplek Larangan Indah JL.Jawa no.8,

Ciledug, Tangerang

Page 5: Sistem Hybrid PLTS - PLN

Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik

41

Setelah menentukan kebutuhan beban total harian, didapatkan

kurva beban harian. Kurva beban listrik harian rumah tangga dapat dilihat

pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva Beban Harian Rumah Tangga

b. Beban Sistem yang Disuplai

Penentuan kebutuhan total beban rumah tangga merupakan langkah

awal dalam merancang sistem hibrid PLTS dan PLN. Penentuan kebutuhan

total beban harian rumah tangga telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

Pada sistem hibrid yang dirancang, PLTS mensuplai sebesar 30% dari

energi keseluruhan. Besar energi beban yang akan disuplai oleh PLTS

adalah sebesar:

EA = 30% x EB

= 30% x 15926 WH

= 4777,8 WH

Asumsi rugi-rugi (losses) pada sistem dianggap sebesar 15%,

karena keseluruhan komponen sistem yang digunakan masih baru (Mark

Hankins, 1991: 68). Total energi sistem yang disyaratkan adalah sebesar:

Page 6: Sistem Hybrid PLTS - PLN

JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

42

ET = EA + rugi-rugi system

= EA + (15% x EA)

= 4777,8 WH + (15% x 4777,8 WH)

≈ 5495 WH (Pembulatan)

Jadi total energi sistem yang disyaratkan sebesar 5495 WH.

c. Perhitungan Kapasitas Daya Modul Surya

Kapasitas daya modul sel surya dapat diperhitungkan dengan

memperhatikan beberapa faktor, yaitu kebutuhan energi sistem yang

disyaratkan, insolasi matahari, dan faktor penyesuaian (adjustment factor).

Kebutuhan energi sistem yang disyaratkan telah dihitung dalam

bahasan sebelumnya, yaitu sebesar 5495 WH. Insolasi matahari bulanan

yang terendah adalah pada bulan Januari yaitu 3,91 (sumber BMG, BPPT).

Diambil data insolasi matahari yang terendah dikarenakan agar PLTS dapat

memenuhi kebutuhan beban setiap saat. Gambar 3 berikut merupakan kurva

insolasi matahari untuk daerah Jakarta dalam kurun waktu satu tahun.

Gambar 3. Kurva Insolasi Matahari Bulanan Untuk Daerah Jakarta

Page 7: Sistem Hybrid PLTS - PLN

Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik

43

Faktor penyesuaian pada kebanyakan instalasi PLTS adalah 1,1

(Mark Hankins, 1991 Small Solar Electric System for Africa page 68).

Kapasitas daya modul surya yang dihasilkan adalah:

Kapasitas Daya Modul Surya = matahariinsolasi

ET x faktor penyesuaian (1)

= H

WH

91,3

5495 x 1,1

= 1545,91 W

Besarnya kapasitas daya modul surya 1545,91 watt peak.

d. Perhitungan Kapasitas Baterai

Satuan energi (dalam WH) dikonversikan menjadi Ah yang sesuai

dengan satuan kapasitas baterai sebagai berikut:

AH = s

T

V

E (2)

= V

WH

24

5495

= 228,96 AH

Hari otonomi yang ditentukan adalah satu hari, jadi baterai hanya

menyimpan energi dan menyalurkannya pada hari itu juga. Besarnya deep

of discharge (DOD) pada baterai adalah 80% (Mark Hankins, 1991: 68).

Kapasitas baterai yang dibutuhkan adalah:

Cb = DOD

dxAH (3)

= 8,0

196,228 xAH

= 286,2 AH

Page 8: Sistem Hybrid PLTS - PLN

JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

44

e. Perhitungan Kapasitas Battery Charge Regulator (BCR)

Beban pada sistem PLTS mengambil energi dari BCR. Kapasitas

arus yang mengalir pada BCR dapat ditentukan dengan mengetahui beban

maksimal yang terpasang. Beban maksimal yang terjadi pada sore hari

adalah 1083 watt pukul 18.00 (Gambar 2.). Dengan beban maksimal

tegangan sistem adalah 24 volt maka kapasitas arus yang mengalir di BCR:

Imaks = s

maks

V

P (4)

= volt

watt

24

1083

= 45,125 Ampere

Jadi kapasitas BCR yang digunakan harus lebih besar dari 45,125 A.

f. Inverter

Spesifikasi inverter harus sesuai dengan Battery Charge Regulator

(BCR) yang digunakan. Berdasarkan tegangan sistem dan perhitungan

BCR, maka tegangan masuk (input) dari inverter 24 V DC. Tegangan

keluaran (output) dari inverter yang tersambung ke beban adalah 220 V AC.

Arus yang mengalir melewati inverter juga harus sesuai dengan arus yang

melalui BCR. Berdasarkan perhitungan kapasitas BCR, arus maksimal yang

dapat melewati BCR sebesar 45,125 ampere. Berarti kapasitas arus inverter

yang digunakan harus lebih besar dari 45,125 ampere.

3.1.2. Kapasitas PLTS Terpasang

a. Modul Surya

Modul surya terdiri dari 16 modul PV yang dihubungkan secara seri

dan paralel, 2 modul dipasang secara seri, kemudian delapan kelompok seri

dipasang secara paralel. Kapasitas daya listrik setiap modul pada kondisi

standar adalah 100Wp (watt-peak) dengan arus maksimum (Im) 6 ampere

dan tegangan maksimum (Vm) 16,5 volt. Array PV mempunyai Im = 48A

dan Vm = 33V yang setara dengan daya keluaran (Pm) 1600 watt.

b. Baterai

Kapasitas baterai yang digunakan adalah 290 AH dengan tegangan

2V. Karena tegangan sistem yang digunakan adalah 24V, maka baterai

sebanyak 12 buah dipasang secara seri.

Page 9: Sistem Hybrid PLTS - PLN

Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik

45

c. Battery Charge Regulator

Battery Charge Regulator (BCR) mempunyai dua fungsi utama.

Fungsi utama sebagai titik pusat sambungan ke beban, modul sel surya dan

beterai. Fungsi yang kedua adalah sebagai pengatur sistem agar penggunaan

listriknya aman dan efektif, sehingga semua komponen-komponen sistem

aman dari bahaya perubahan level tegangan. BCR yang digunakan adalah

BCR dengan kapasitas arus 60A, dan tegangan 24V.

d. Inverter

Inverter berfungsi untuk merubah arus dan tegangan listrik DC (direct

current) yang dihasilkan array PV menjadi arus dan tegangan listrik AC

(alternating current). Inverter yang digunakan adalah inverter dengan

kapasitas 60A, tegangan masukkan DC 24V, dan tegangan keluaran AC

220V.

3.1.3. Kontinuitas Sistem Hibrid PLTS dan PLN

Kapasitas masing-masing komponen sistem PLTS telah

diperhitungkan pada pembahasan sebelumnya. Apabila setiap komponen

yang terpasang telah memenuhi spesifikasi dalam perhitungan, maka

kontinuitas sistem PLTS untuk rumah tangga dapat terpenuhi.

Pada Tabel 2. perbandingan antara kapasitas masing-masing

komponen dalam perhitungan dan kapasitas yang terpasang pada sistem

PLTS untuk rumah tangga.

Tabel 2. Perbandingan Kapasitas Terpasang dan Terhitung

Peralatan PLTS Kapasitas yang

ditentukan

Kapasitas yang

terpasang

Modul sel surya 1545,91 Wp 1600 Wp (16 x 100 Wp)

Baterai 286,2 Ah 290 Ah

BCR 45,125 Ampere 60 Ampere

Inverter 45,125 Ampere 60 Ampere

Dari Tabel 2. masing-masing peralatan sistem PLTS untuk rumah

perkotaan telah memenuhi persyaratan, sehingga kontinuitas sistem PLTS

untuk rumah perkotaan dapat terjamin.

Page 10: Sistem Hybrid PLTS - PLN

JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

46

3.2. Analisis Kapasitas PLTS Berdasarkan Tingkat Insolasi Matahari

a. Beban yang Mampu Disuplai

Perancangan sistem hibrid PLTS dan PLN yang direncanakan,

sistem PLTS mampu mensuplai listrik sekitar 30% dari beban total selama

satu hari, yang disesuaikan kapasitas modul PLTS, dan dari pengambilan

data insolasi terendah yaitu 3,91 (Gambar 3.), maka kapasitas modul surya

dapat mensuplai beban sebesar 1545,91 Watt (hasil perhitungan kapasitas

modul surya dengan menggunakan data insolasi matahari terendah).

Kapasitas modul surya yang didapat tersebut berkaitan dengan

pengambilan data insolasi matahari merupakan data insolasi yang terendah.

Apabila yang diambil data insolasi matahari yang tertinggi dan kapasitas

modul tetap sebesar 1545,91 W, maka besar beban yang dapat disuplai akan

berbeda. Berikut akan dianalisa apabila data insolasi matahari yang diambil

adalah yang tertinggi, yaitu 5,05 (Gambar 3.), berdasarkan persamaan (1)

maka besar beban yang dapat disuplai dapat diketahui yaitu sebesar:

ET = npenyesuaiafaktor

matahariinsolasiSuryaModulDayaKapasitas (5)

= 1,1

05,591,1545

= 7097,14 Wh

ET = EA + rugi-rugi system (6)

= EA + (15% EA )

maka

EA = ET / 1,15

= 7097,14 Wh / 1,15

= 6171,43 Wh

EA = % EB

% = EA / EB

Page 11: Sistem Hybrid PLTS - PLN

Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik

47

= Wh

Wh

15926

43,6171100%

= 38,75%

Energi beban yang dapat disuplai sistem PLTS dengan data insolasi

matahari yang tertinggi adalah sebesar 38,75% dari energi keseluruhan.

b. Energi yang Dihasilkan Modul

Salah satu faktor yang dapat menentukan daya keluaran modul

surya adalah tingkat insolasi matahari yang diterima oleh modul. Hasil

keluaran (output) maksimum dari modul surya dapat ditentukan.

Rating modul surya berdasarkan kapasitas modul yang terpasang

adalah 1600 watt. Berikut ini akan dianalisa energi yang dihasilkan oleh

modul surya berkaitan dengan data insolasi matahari yang terendah dan

yang tertinggi.

Apabila data yang digunakan adalah data insolasi matahari yang

terendah, yaitu 3,91 maka energi yang dihasilkan modul dapat dihitung

sebagai berikut:

Eout = Ei x insolasi matahari (7)

= 1600 W x 3,91 H

= 6256 WH

Energi yang dihasilkan modul adalah 6256 WH.

Apabila data yang digunakan adalah data insolasi matahari yang

tertinggi, yaitu 5,05. Berdasarkan persamaan (7) maka energi yang

dihasilkan modul dapat dihitung sebagai berikut:

Eout = 1600 W x 5,05 H

= 8080 WH

Energi yang dihasilkan modul adalah 8080 WH.

Page 12: Sistem Hybrid PLTS - PLN

JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

48

c. Perbandingan Berdasarkan Tingkat Insolasi Matahari

Pada Tabel 3. dapat dilihat perbandingan antara besar beban yang

mampu disuplai oleh PLTS dan energi yang dihasilkan oleh modul

berdasarkan tingkat insolasi matahari yang terendah dan tingkat insolasi

matahari yang tertinggi. Semakin tinggi tingkat insolasi matahari, maka

beban yang mampu disuplai PLTS dan energi yang dihasilkan modul surya

akan lebih besar.

Tabel 3. Perbandingan Tingkat Insolasi Matahari Terendah dan Tertinggi

Tingkat

Insolasi

Terendah 3,91

Tingkat

Insolasi

Tertinggi 5,05

Beban yang mampu disuplai PLTS 30% 38,75%

Energi yang dihasilkan modul surya 6256 WH 8080 WH

3.3. Analisis Kinerja Sistem Hibrid PLTS dan PLN

Sistem PLTS dirancang penyimpanan energi (storage system) oleh

baterai (accu). Pada baterai yang digunakan terdapat batas tegangan kerja

sistem yang diatur oleh Baterry Charge Regulator (BCR), yaitu indikator

waktu sistem kerja PLTS dalam mensuplai listrik ke beban.

Batas tegangan kerja yang terdapat pada baterai yaitu, tegangan

batas bawah, tegangan batas bawah rekoneksi, dan tegangan batas atas.

Sistem PLTS mulai bekerja pada saat tegangan baterai melebihi tegangan

batas bawah rekoneksi.

Apabila sistem PLTS tidak digunakan untuk memasok beban, maka

tegangan akan mencapai pada tegangan batas atas. Pada saat sistem PLTS

bekerja, terjadi penurunan tegangan. Bila penurunan tegangan mencapai

batas bawah, maka sistem PLTS akan off, pada saat itu pula PLN mulai

bekerja (on) memasok beban.

Dengan cara kerja seperti itu, maka sistem PLTS memiliki

kesempatan untuk melakukan pengisian ulang (recharging) mulai dari

tegangan batas bawah sampai pada batas bawah rekoneksi. Batas tegangan

kerja pada baterai berguna agar sistem PLTS tidak on atau off dalam waktu

yang singkat, yang dapat menyebabkan komponen sistem mudah cepat

rusak.

Page 13: Sistem Hybrid PLTS - PLN

Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik

49

Baterai dalam menyimpan energi dari modul membutuhkan waktu

yang tidak relatif singkat. Pada sistem PLTS yang dirancang, baterai yang

digunakan memiliki tegangan 2V sebanyak 12 buah dipasang seri. Baterai

2V yang digunakan memiliki batas atas +0,2V dan batas bawah -0,15V.

Berarti pada sistem PLTS, tegangan batas atas adalah 26,4V,

tegangan batas bawah adalah 22,2V, dan tegangan batas bawah rekoneksi

23,3V. Sistem PLTS akan bekerja (on) apabila tegangan baterai mencapai

batas bawah rekoneksi dan tidak bekerja (off) apabila tegangan baterai

mencapai batas bawah. Baterai akan terisi penuh sampai pada tegangan

batas atas.

a. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Sistem PLTS

Dalam analisis kinerja sistem PLTS ini, faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kinerja sistem yaitu:

- Pengaruh faktor beban (jika beban yang digunakan rumah tangga tinggi

maka PLTS tidak dapat bekerja lama, jika beban yang digunakan rumah

tangga rendah maka PLTS dapat bekerja relatif lebih lama).

- Pengaruh faktor intensitas sinar matahari (intensitas sinar matahari yang

diterima oleh sistem PLTS akan tinggi pada saat langit cerah, dan

intensitas tersebut akan berkurang bila dalam keadaan langit berawan).

Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi lamanya waktu PLTS

bekerja. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kondisi yang mempengaruhi

lamanya waktu PLTS bekerja, mengacu pada asumsi perhitungan

sebagaimana dipaparkan pada Tabel 4.

Kondisi yang mempengaruhi lama waktu PLTS bekerja dari kondisi

pertama sampai dengan kondisi ketujuh diuraikan sebagai berikut.

1. Kondisi Pertama: Kondisi → PLTS start, hanya melakukan pengisian.

Sistem PLTS pada kondisi pertama belum digunakan untuk

mensuplai beban listrik. Sistem hanya menerima energi dari matahari ke

modul dan mengisi (charging) baterai sampai pada keadaan penuh. Sistem

mulai bekerja mengisi energi ke baterai pada pukul 06.00 yaitu mulai pada

tegangan 0V. Pada pukul 11.00 baterai terisi sampai pada tegangan batas

bawah 22,2V. pada pukul 12.00 baterai terisi sampai pada tegangan batas

bawah rekoneksi 23,3V. Baterai terisi penuh pada tegangan batas atas

26,4V pada pukul 16.00. Keadaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 14: Sistem Hybrid PLTS - PLN

JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

50

Tabel 4. Profil Tegangan Baterai Charge Regulator yang Mempengaruhi

Kerja PLTS*

Waktu Kondisi

ke-1

Kondisi

ke-2

Kondisi

ke-3

Kondisi

ke-4

Kondisi

ke-5

Kondisi

ke-6

Kondisi

ke-7

06.00 0 V 26,4 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

07.00 5,2 V 26,2 V 22,7 V 22,7 V 22,7 V 22,7 V 22,7 V

08.00 10,2 V 26,1 V 23,3 V 23,3 V 23,3 V 23,3 V 23,3 V

09.00 15,2 V 26 V 23,8 V 23,8 V 23,7 V 23,6 V 23,5 V

10.00 19,2 V 25,9 V 24,3 V 24,3 V 24,1 V 23,9 V 23,8 V

11.00 22,2 V 25,8 V 24,8 V 24,8 V 24,5 V 24,2 V 23,5 V

12.00 23,3 V 25,6 V 25,3 V 25,3 V 24,9 V 24,8 V 23V

13.00 24,2 V 25,4 V 25,8 V 26 V 25,4 V 24,4 V 22,2 V

14.00 24,6 V 25,2 V 25,3 V 25,3 V 24,8 V 23,8 V 22,2 V

15.00 25,4 V 25 V 24,8 V 24,8 V 24,2 V 23 V 22,2 V

16.00 26,4 V 24,8 V 24,3 V 24,3 V 23,6 V 22,2 V 22,2 V

17.00 24,4 V 23,8 V 23,8 V 23 V 22,2 V 22,2 V

18.00 23,8 V 23,3 V 23,3 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

19.00 23,3 V 22,7 V 22,7 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

20.00 22,8 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

21.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

22.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

23.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

24.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

01.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

02.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

03.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

04.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

05.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

06.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

*Keterangan: Ilustrasi profil tegangan dibuat dalam daerah kerja batas

bawah 22,2V sampai dengan batas atas 26,4V berdasarkan variasi kondisi

intensitas sinar matahari dan kondisi beban.

Page 15: Sistem Hybrid PLTS - PLN

Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik

51

Gambar 3. Kurva Kerja PLTS Kondisi ke-1, Kondisi ke-2, dan Kondisi ke-3

2. Kondisi Kedua: Kondisi → beban kecil ; cuaca cerah

Pada kondisi kedua PLTS mulai bekerja mensuplai beban. Energi yang

disuplai ke beban diambil dari energi yang telah disimpan oleh baterai pada

kondisi pertama. Sistem PLTS mulai bekerja pada pukul 06.00 pada

tegangan 26,4V. Sewaktu baterai menyalurkan energi ke beban, baterai juga

melakukan pengisian energi dari modul. Pada kondisi kedua ini, beban yang

digunakan kecil (dapat dilihat pada Gambar 4.) dan intensitas penyinaran

matahari pada daerah tersebut dalam keadaan cukup baik (cuaca cerah).

Pada saat baterai sudah mencapai tegangan batas bawah 22,2V, maka

sistem PLTS tidak bekerja mensuplai beban (off), dan secara otomatis

pasokan listrik digantikan oleh PLN, yaitu sekitar pukul 21.00. Keadaan

tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

3. Kondisi Ketiga: Kondisi → beban kecil ; cuaca mendung

Pada kondisi ketiga baterai yang berada pada tegangan batas bawah 22,2V

harus mengisi energi (charging) terlebih dahulu sampai pada tegangan batas

bawah rekoneksi 23,3V. Keadaan tersebut terjadi pada pukul 06.00 sampai

pukul 08.00. Selama baterai melakukan pengisian energi sampai pada batas

bawah rekoneksi, maka PLTS belum dapat bekerja (off) dan suplai listrik

masih dilakukan oleh PLN. Mulai pukul 08.00, saat baterai telah terisi

sampai pada batas bawah rekoneksi, maka sistem PLTS mulai bekerja (on)

mensuplai beban dan PLN tidak bekerja (off). Karna pada kondisi ketiga ini

keadaan beban listrik kecil (dapat dilihat pada Gambar 4), dan keadaan

cuaca mendung (intensitas penyinaran matahari kurang), maka sistem PLTS

Waktu (jam)

Page 16: Sistem Hybrid PLTS - PLN

JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

52

dapat bekerja sampai pada pukul 20.00, yaitu pada saat tegangan baterai

sampai pada batas bawah. Setelah PLTS tidak bekerja (off), kemudian PLN

bekerja (on) mensuplai beban menggantikan PLTS. Keadaan tersebut dapat

dilihat pada Gambar 3.

Gambar 4. Kurva Beban Kondisi ke-2 dan Kondisi ke-3

4. Hari Keempat: Kondisi → beban normal ; cuaca cerah

Pada kondisi keempat tegangan baterai yang berada pada batas bawah

22,2V, mulai mengisi energi pada pukul 06.00. Pada saat pengisian energi

sampai pada batas bawah rekoneksi, yang bertindak sebagai pensuplai

beban adalah PLN. Kemudian PLTS mulai bekerja pada pukul 08.00, pada

saat baterai telah terisi sampai batas bawah rekoneksi 23,3V. Pada kondisi

keempat ini, keadaan beban listrik normal (dapat dilihat pada Gambar 6.),

dan keadaan cuaca cukup baik (cerah). Sistem PLTS tidak bekerja (off)

pada pukul 20.00 pada saat tegangan baterai mencapai batas bawah 22,2V,

dan kemudian pasokan beban digantikan oleh PLN. Keadaan tersebut dapat

dilihat pada Gambar 5.

5. Kondisi Kelima: Kondisi → beban normal ; cuaca mendung

Pada kondisi kelima baterai yang berada pada batas bawah 22,2V, harus

diisi ulang (recharging) sampai pada batas bawah rekoneksi. Baterai mulai

mengisi energi (charging) pada pukul 06.00. Pada pukul 08.00, baterai telah

Page 17: Sistem Hybrid PLTS - PLN

Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik

53

terisi sampai pada batas bawah rekoneksi 23,3V, dan PLTS mulai bekerja

(on) menggantikan PLN. Pada kondisi kelima, keadaan beban listrik normal

(dapat dilihat pada Gambar 6.), dan keadaan cuaca mendung (intensitas

penyinaran matahari kurang). PLTS mampu bekerja sampai pukul 18.00,

yaitu pada saat tegangan baterai sampai pada batas bawah. Kemudian PLN

bekerja (on) menggantikan PLTS mensuplai beban listrik. Keadaan tersebut

dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kurva Kerja PLTS Kondisi ke-4, ke-5, ke-6, dan ke-7

Gambar 6. Kurva Beban Kondisi ke-4 dan Kondisi ke-5

Waktu (jam)

Page 18: Sistem Hybrid PLTS - PLN

JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

54

6. Kondisi Keenam: Kondisi → beban besar ; cuaca cerah

Pada kondisi keenam tegangan baterai yang berada pada batas bawah

22,2V, mulai mengisi energi pada pukul 06.00. Pada saat pengisian energi

sampai pada batas bawah rekoneksi, yang bertindak sebagai pensuplai

beban adalah PLN. Kemudian PLTS mulai bekerja pada pukul 08.00, pada

saat baterai telah terisi sampai batas bawah rekoneksi 23,3V. Pada kondisi

keenam ini, keadaan beban listrik cukup besar daripada hari-hari

sebelumnya, dikarenakan penggunaan beban meningkat (dapat dilihat pada

Gambar 7.), dan keadaan cuaca cukup baik (cerah). Sistem PLTS hanya

mampu bekerja sampai pada pukul 16.00 pada saat tegangan baterai

mencapai batas bawah 22,2V, dan kemudian pasokan beban digantikan oleh

PLN. Keadaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 7. Kurva Beban Kondisi ke-6 dan Kondisi ke-7

7. Kondisi Ketujuh: Kondisi → beban besar ; cuaca mendung

Pada kondisi ketujuh baterai yang berada pada batas bawah 22,2V, harus

diisi ulang (recharging) sampai pada batas bawah rekoneksi. Baterai mulai

mengisi energi (charging) pada pukul 06.00. Pada pukul 08.00, baterai telah

terisi sampai pada batas bawah rekoneksi 23,3V, dan PLTS mulai bekerja

(on) menggantikan PLN. Pada kondisi ketujuh, keadaan beban listrik cukup

besar daripada hari-hari sebelumnya, dikarenakan penggunaan beban

Page 19: Sistem Hybrid PLTS - PLN

Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik

55

meningkat (dapat dilihat pada Gambar 7.), dan keadaan cuaca mendung

(intensitas penyinaran matahari kurang). PLTS mampu bekerja hanya

sampai pukul 13.00, pada saat tegangan baterai sampai pada batas bawah.

Kemudian PLN bekerja (on) menggantikan PLTS mensuplai beban listrik.

Waktu kerja PLTS relatif sangat singkat karena faktor beban yang begitu

besar dan keadaan cuaca buruk. Keadaan tersebut dapat dilihat pada

Gambar 5.

Berdasarkan Gambar 3. dan Gambar 5. dengan berbagai macam

kondisi dari kondisi pertama sampai dengan kondisi ketujuh, dapat

diketahui bahwa lama waktu kerja sistem PLTS dipengaruhi oleh faktor

beban dan faktor cuaca. PLTS dapat bekerja relatif lebih lama apabila beban

yang dipasok kecil dan kondisi cuaca cukup baik (cerah). PLTS dapat

bekerja relatif lebih pendek apabila beban yang dipasok besar dan kondisi

cuaca buruk (mendung).

Semakin kecil beban yang digunakan rumah tangga dan semakin

baik kondisi cuaca pada hari tersebut, maka akan semakin lama waktu kerja

sistem PLTS. Semakin besar beban yang digunakan rumah tangga dan

semakin buruk kondisi cuaca, maka akan semakin singkat waktu kerja

sistem PLTS. Apabila sistem PLTS sudah tidak mampu untuk memasok

beban, maka secara otomatis listrik PLN akan bekerja memasok beban.

5. Kesimpulan

1. Perancangan desain sistem hibrid antara PLTS dengan jala-jala listrik

PLN telah berhasil dilakukan. Sistem hibrid yang dirancang mempunyai

prinsip kerja satu arah yaitu pada saat PLTS bekerja (on) maka PLN

tidak bekerja (off) dan begitu pula sebaliknya. Sistem PLTS dirancang

untuk memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga sekitar 30% dari beban

keseluruhan, selebihnya sekitar 70% dipenuhi dari PLN.

2. Dalam perancangan sistem PLTS untuk daerah Jakarta, digunakan data

insolasi matahari yang terendah dalam satu tahun sebagai dasar

perhitungan agar sistem PLTS secara kontinu dapat tetap memasok

energi listrik ke beban rumah tangga minimal 30% dari beban total.

3. Kinerja sistem PLTS sangat dipengaruhi oleh faktor kondisi cuaca dan

faktor kondisi beban.

4. Semakin tinggi tingkat insolasi matahari, maka semakin besar energi

listrik yang dihasilkan modul surya, sehingga semakin besar pula beban

listrik yang mampu dipasok sistem PLTS.

Page 20: Sistem Hybrid PLTS - PLN

JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

56

5. Pada sistem hibrid PLTS dan PLN untuk rumah perkotaan diperlukan

switch controller yang berfungsi sebagai pengatur sumber pembangkit

yang akan memasok listrik ke beban.

6. Semua peralatan yang digunakan pada sistem PLTS untuk rumah

perkotaan telah memenuhi persyaratan yang dibutuhkan sesuai dengan

kapasitas berdasarkan perhitungan dan kapasitas terpasang, sehingga

diharapkan sistem PLTS tersebut mampu memasok energi listrik ke

beban secara kontinu dan handal.

Daftar Pustaka

1. Hankins, Mark. 1991. Small Solar Electric Systems for Africa. Motif

Creative Arts, Ltd. Kenya.

2. Lubis, Abubakar dan Adjat Sudrajat. 2006. Listrik Tenaga Surya

Fotovoltaik. BPPT Press, Jakarta.

3. Strong, Steven J and William G. Scheller. 1993. The Solar Electric

House. Chelsea Green ISBN 0-9637383-2-1