sistem ekskresi

download sistem ekskresi

of 18

description

sistem ekskresi invertebrata

Transcript of sistem ekskresi

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDi dalam tubuh setiap makhluk hidup terjadi reaksi penyusunan dan pembngkaran (metabolisme). Reaksi metabolisme tersebut menghasilkan zat yang diperlukan dan juga zat sisa yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh harus dikeluarkan dari tubuh melalui suatu sistem organ yang disebut sistem ekskresi.Ekskresi berarti pengeluaran zat buangan atau zat sisa hasil metabolisme yang berlangsung dalam tubuh makhluk hidup. Sistem ekskresi membantu memelihara homeostasis dengan tiga cara, yaitu melakukan osmoregulasi, mengeluarkan sisa metabolisme, dan mengatur konsentrasi sebagian besar penyusun cairan tubuh.Setiap makhluk hidup mempunyai sistem ekskresi masing-masing yang berbeda-beda. Semakin tinggi tingkatan makhluk hidup semakin kompleks alat ekskresinya. Sistem ekskresi invertebrata berbeda dengan sistem ekskresi pada vertebrata. Pada invertebrata tingkat rendah, sistem ekskresi tidak mengkhusus dan hanya dilakukan dengan mekanisme difusi sederhana melalui permukaan tubuhnya. Hewan-hewan invertebrata lain ada yang sudah memiliki sistem ekskresi khusus mirip ginjal, namun belum berstruktur sempurna seperti pada vertebrata. Pada umumnya, invertebrata memiliki sistem ekskresi yang sangat sederhana, dan sistem ini berbeda antara invertebrata satu dengan invertebrata lainnya. Alat pengeluaran pada hewan invertebrata berupa nefridium, sel api, atau buluh Malphigi. Sedangkan Alat ekskresi pada manusia dan vertebrata lainnya berupa ginjal, paru-paru, kulit, dan hati. Organ nefridium yang disebut sebagai protonefridium. Protonefridium tersusun dari tabung dengan ujung membesar mengandung silia. Pembuluh Malpighi, yaitu alat pengeluaran yang berfungsi seperti ginjal pada vertebrata.Sistem ekskresi pada invertebrata cukup beragam, namun memiliki kemiripan fungsional. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis mencoba memaparkan mengenai sistem ekskresi pada invertebrata, khususnya pada filum Cnidaria, Echinodermata, Mollusca, cacing dan Arthropoda

1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.1) Apakah yang dimaksud dengan sistem ekskresi?2) Bagaimanakah struktur dan fisiologi sistem ekskresi pada Cnidaria, Echinodermata, Mollusca, cacing dan Arthropoda?1.3 TujuanAdapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.1) Untuk mengetahui pengertian dari sistem ekskresi.2) Untuk mengetahui struktur dan fisiologi sistem ekskresi pada Cnidaria, Echinodermata, Mollusca, cacing dan Arthropoda.1.4 ManfaatPenulisan makalah diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pembaca untuk menambah pengetahuan mengenai sistem ekskresi pada hewan-hewan invertebrata. Di samping itu penulisan makalah ini juga dapat memberikan manfaat kepada penulis, yakni menambah wawasan dan pengalaman dalam hal penulisan makalah.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem EkskresiSistem Ekskresi adalah proses pengeluaran zat sisa metabolisme yang sudah terakumulasi dalam tubuh agar kesetimbangan tubuh tetap terjaga. Sistem ekskresi merupakan hal yang pokok dalam homeostasis karena sistem ekskresi tersebut membuang limbah metabolisme dan merespon terhadap ketidakseimbangan cairan tubuh dengan cara mengekskresikan ion-ion tertentu sesuai kebutuhan. Sebagian besar sistem ekskresi menghasilkan urin dengan cara menyaring filtrat yang diperoleh dari cairan tubuh. Sistem ekskresi sangat beraneka ragam, tetapi semuanya mempunyai kemiripan fungsional (Campbell, 2006).Secara umum, sistem ekskresi menghasilkan urin melalui dua proses utama yaitu filtrasi cairan tubuh dan penyulingan larutan cair yang dihasilkan dari filtrasi itu.

gambar 2.1 Gambaran Umum Sistem EkskresiSelama filtrasi, dalah dan cairan tubuh lain bergantung pada jenis sistem ekskresi, terpapar ke suatu saringan yang terbuat dari membran epitelium transpor yang selektif permeabel. Membran ini menahan protein dan molekul besar lainnya dalam cairan tubuh, tekanan hidrostatik (tekanan cairan darah) mendesak air dan zat terlarut yang berukuran kecil, seperti garam, glukosa, asam amino, dan limbah bernitrogen melewati saringan tersebut dan masuk ke dalam sistem ekskresi. Larutan dalam sistem ekskresi ini disebut sebagai filtrat.Sistem ekskresi menghasilkan urine dari filtrat melalui dua mekanisme, dan keduanya melibatkan transpor aktif. Transpor selektif air dan zat-zat terlarut penting, seperti glukosa, garam, dan asam amino dari filtrat dan kembali ke cairan tubuh disebut sebagai reabsorpsi. Karena filtrasi bersifat nonselektif, sangatlah penting bahwa molekul-molekul kecil yang esensial bagi tubuh akan dikembalikan ke cairan tubuh. Dalam sekresi, zat-zat terlarut (misalnya kelebihan garam dan toksin) dikeluarkan dari cairan tubuh hewan dan ditambahkan ke dalam filtrat. Filtrat di dalam saluran ekskresi ini kemudian siap untuk dikeluarkan dari dalam tubuh.Sistem ekskresi pada hewan invertebrata sangat berbeda dengan sistem ekskresi pada hewan vertebrata. Sistem ekskresi yang beragam ini merupakan variasi dari tipe organ ekskresi tubular, yang merupakan tipe organ ekskretori yang dimiliki oleh semua hewan multiseluler.

2.2 Struktur dan Fisiologi Sistem Ekskresi pada Cnidaria, Echinodermata, Mollusca, Cacing dan ArthropodaInvertebrata belum memiliki ginjal yang berstruktur sempurna seperti pada vertebrata. Pada umumnya invertebrata memiliki sistem ekskresi yang sangat sederhana, dan sistem ini berbeda antara invertebrata satu dengan invertebrata lain nya. Alat ekskresi pada invertebrata secara umum berupa saluran malphigi, nefridium, dan sel api. Berikut akan dijelaskan struktur dan fisiologi sistem ekskresi pada beberapa hewan invertebrata yaitu diantaranya Cnidaria, Echinodermata, Mollusca, cacing dan Arthropoda.

2.2.1 Sistem Ekskresi pada CnidariaFilum ini disebut Cnidaria karena memiliki knidosit atau sel-sel penyengat yang terdapat pada epidermisnya. Cnidaria disebut juga Coelenterata karena mempunyai rongga besar di tengah-tengah tubuh. Coelenterata berasal dari kata coilos (berongga) dan enteron (usus). Jadi, semua hewan yang termasuk filum ini mempunyai rongga usus (gastrovaskuler) yang berfungsi untuk pencernaan. Cnidaria memiliki tubuh bersel banyak, simetri radial atau biradial, tidak mempunyai kepala atau ruas-ruas tubuh. Dalam pergiliran keturunan, cnidaria mempunyai dua tipe hidup atau bentuk tubuh, yaitu polip dan medusa. Cnidaria disebut sebagai fase polip ketika melekat pada suatu substrat dan tidak dapat berpindah tempat (sessil).Sedangkan cnidaria disebut sebagai fase medusa ketika hidup bebas berenang atau terapung di dalam air, hidup bebas berpindah tempat karena terbawa air (planktonik). Satu jenis cnidaria selama hidupnya dapat berbentuk polip, medusa, atau polip dan medusa yang dijumpai pada anggota kelas tertentu. Tubuh cnidaria terdiri dari 2 lapis sel (jaringan), yang lusr disebut epidermis dan yang dalam disebut gastrodermis (endodermis). Kedua jaringan tersebut dipisahkan oleh lapisan mesoglea yang berisi gelatin dan sel-sel saraf. Pada epidermis terdapat sel knidosit yang mengandung racun penyengat (nematosit). Nematosit pada permukaan knidoblas ini berfungsi untuk pertahanan diri (menyengat mangsa atau musuhnya) dan juga untuk membantu menangkap makanan, untuk bergerak dan melekat pada substrat.Pada cnidaria atau coelentrata pengambilan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida dilakukan oleh seluruh permukaan tubuhnya secara difusi. Demikian pula pengeluaraan sisa-sisa metabolisme dilakukan secara difusi melalui seluruh permukaan tubuh. Mulut berfungsi untuk menelan makanan dan mengeluarkan sisa makanan karena coelentrata tidak memiliki anus.

Gambar 2.2. Struktur Tubuh Cnidaria

Cnidaria melakukan ekskresi dengan cara difusi dari sel ke epidermis kemudian keluar tubuh. Pada cnidaria laut, tekanan osmotik tubuhnya seimbang dengan air laut. Memiliki permukaan tubuh yang permeable terhadap air laut sehingga tekanan osmotik cairan tubuh naik atau turun tergantung perubahan kadar garam air laut. Invertebrata air laut memiliki kemampuan sangat terbatas terhadap perubahan kadar garam jika di ekspos pada kadar garam rendah akan segera mati sehingga terbatas pada tempat tertentu.

2.2.2 Sistem Ekskresi pada EchinodermataEchinodermata berasal dari kata echinos yang artinya duri dan derma yang artinya kulit. Simetri tubuh echinodermata adalah radial dengan memiliki lengan berjumlah lima atau kelipatannya, habitatnya di laut. Sistem organ tubuh mengikuti jumlah lengan yang dimilikinya. Mulut terdapat pada bagian bawah. Sistem saluran airnya menggunakan sistem ambulakral yaitu sistem saluran air dari mulai madreporit ke kaki-kaki ambulakralnya. Sistem geraknya dengan menggunakan kaki ambulakral .Echinodermata bernafas menggunakan paru-paru kulit atau dermal branchiae (paulae) yaitu penonjolan dinding rongga tubuh(selom). Tonjolan ini dilindungi oleh silia dan pediselaria. Pada bagian inilah terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida, ion dan gas antara cairan selom (rongga tubuh) dengan air laut. Echinodermata tidak memiliki organ ekskretori khusus. Sisa metabolik dan sampah hasil ekskretori akan diambil atau diangkut oleh sel amoebosit dalam cairan selom dan secara difusi akan dibuang ke luar tubuh melalui dermal branchia. Kaki tabung dan caecum intestine dapat pula berfungsi sebagai organ ekskresi. Pada usus terdapat dua percabangan yang berwarna coklat yang mensekresikan cairan berwarna kecoklatan.

Gambar 2.3 Struktur Tubuh Echinodermata

2.2.3 Sistem Ekskresi pada MolluscaMolluscaa (filum Mollusca, dari bahasa Latin: molluscus = lunak) merupakan hewan triploblastik selomata yang bertubuh lunak. Ke dalamnya termasuk semua hewan lunak dengan maupun tanpa cangkang, seperti berbagai jenis siput, kiton, kerang-kerangan, serta cumi-cumi dan kerabatnya. Mollusca hidup di laut, air tawar, payau, dan darat. Tubuh mollusca tidak bersegmen, simetri bilateral dan terdiri dari "kaki" muskular, dengan kepala yang berkembang beragam menurut kelasnya. Kaki dipakai dalam beradaptasi untuk bertahan di substrat, menggali dan membor substrat, atau melakukan pergerakan.

Gambar 2.4 Struktur Tubuh MolluscaSistem ekskresi pada mollusca berupa protonefridia pada fase larva dan metanefridia pada fase dewasanya. Mollusca primitif Neopilina (Monoplacophora) mempunyai enam pasang metanefridia, dengan lubang nefrostoma terbuka ke rongga tubuh (anterior pairs) dan ke perikardial selom (posterios pairs 5 dan 6), nefridopor membuka ke dalam lekukan pallial di dekat insang bawah. Coelomoduct terbuka dri ovarium ke pasangan nefridia ketiga dan keempat, membentuk mixonefridia.Hanya satu dari pasangan nefridia posterior yang terdapat pada mollusca tingkat lebih tinggi, membentuk sistem ekskresi kantung renopericardial-nephridial. Pada chiton, misalnya, tidak ada nefrostoma bersilia, tetapi pericardium terhubung melalui kanal renopericardial bersilia ke kantung pericardial.Pada mollusca bivalvia, filtrat primer terbentuk melalui ultrafiltrasi dari arteria ke dalam kantung pericardial melalui kelenjar perikardial dan mengalir menuruni kanal renoperikardial, menuju ke ginjal melalui kanal perikardial dan corong perikardial. Setelah diproses di ginjal, urine keluar melalui pori ekskretori.

Gambar 2.5 Struktur Organ Ekskresi pada Bivalvia

Pada kelas chepalophoda, sitem ekskresinya juga sudah berkembang dengan baik. Hewan ini memiliki sepasang ginjal yang ada di dekat pankreas dan hati. Sisa hasil metabolisme akan diolah di dalam ginjal dan dikeluarkan dari tubuh melalui anus. Adapun pada kelas Gastropoda alat ekskresi berupa sebuah ginjal yang terletak dekat jantung. Hasil ekskresi dikeluarkan ke dalam rongga mantel.

2.2.4 Sistem Ekskresi pada CacingCacing memiliki sistem ekskresi tubuler yang berupa protonefridium dan metanefridium (nefridium). a. ProtonefridiumSistem ekskresi pada cacing pipih, misalnya Planaria, merupakan suatu sistem protonefridium (protonefridia: jamak). Sistem protonefridium merupakan suatu sistem yang tersusun atas dua saluran longitudinal yang memanjang sejajar pada setiap bagian lateral tubuh. Dari saluran tersebut terbentuk banyak cabang ke seluruh bagian tubuh cacing. Setiap cabang tersebut berakhir pada sel-sel api yang dilengkapi dengan berkas silia (rambut getar) dan beberapa flagella yang gerakannya seperti gerakan api lilin. Sel-sel api (selonosit) beserta salurannya tersebut disebut protonefridium (proto = sebelum; nephros = ginjal).

Gambar 2.6 Protonefridium pada Planaria

Cairan tubuh yang mengandung zat hasil metabolisme akan masuk ke sel-sel api, selanjutnya menuju ke saluran ekskresi. Silia dari setiap sel api tersebut selalu bergerak dan gerakannya mirip dengan nyala api. Akibat gerakan silia tersebut air atau cairan tubuh dan zat terlarut dari cairan intertisial terdorong masuk ke dalam tubula saluran ekskresi. Pada tempat tertentu, ujung akhir saluran ekskresi terbuka sebagai lubang di permukaan tubuh, yang dikenal dengan istilah nefridiopor. Pada cacing pipih air tawar, cairan yang diekskresikan sangat encer, dimana hal ini membantu menyeimbangkan pengambilan air secara osmotik dari lingkungannya yang hipoosmotik. Sebelum cairan tersebut keluar meninggalkan tubuh, tubula menyerap kembali sebagian besar zat terlarut dari cairan itu. Dari paparan tersebut, tampak bahwa sel api pada cacing pipih air tawar ini berperan terutama dalam osmoregulasi, sedangkan sebagian besar limbah metabolisme berdifusi keluar dari pemukaan tubuh atau diekskresikan ke dalam rongga gastrovaskuler dan dikeluarkan melalui mulut. Akan tetapi, pada beberapa cacing pipih parasit, yang isoosmotik dengan cairan di sekitar organisme inangnya, fungsi utama protonefridia adalah dalam ekskresi, dan membuang limbah bernitrogen. Perbedaan dalam fungsi ini menggambarkan bagaimana struktur yang sama bagi bagi suatu kelompok organisme dapat diadaptasikan dalam berbagai cara yang beragam melalui evolusi dalam lingkungan yang berbeda-beda. Protonefridoa juga ditemukan pada rotifer, beberapa cacing annelida, larva mollusca, dan lancelet, yang merupakan kordata invertebrata.Pada rotifer protonefridiumnya memiliki 2-8 buah sel api. Pronefridium ini bersatu pada kantung kemih dan bermuara pada bagian ventral kloaka dan berfungsi sebagai osmoregulator.

Gambar 2.7 Rotifera

b. MetanefridiumBerbeda dari cacing pipih, pada sebagian besar cacing annelida, termasuk cacing tanah mempunyai sistem ekskresi metanefridium (metanefridia: jamak) yang merupakan jenis lain dari sistem ekskresi tubuler. Masing-masing segmen seekor cacing mempunyai sepasang metanefridia, yang merupakan tubula yang tergenang dalam cairan selomik dan terbungkus oleh suatu jaringan kerja kapiler.Pada setiap segmen terdapat sepasang metanefridium di sebelah kanan dan kiri, kecuali pada tiga segmen pertama dan segmen terakhir. Setiap metanefridium terdiri atas 3 bagian berikut.a) Nefrostoma, yaitu corong bersilia yang terdapat pada rongga tubuh semu (pseudoselom).b) Saluran atau pipa halus yang berliku-liku, disebut duktus ekskretorius. Bagian akhir dari saluran ini membesar dan ujung akhir saluran ini berakhir pada nefridiopor (lubang nefridia).c) Nefridiopor, merupakan lubang tempat keluarnya sisa metabolisme, terletak pada permukaan ventral tubuh cacing. Jumlahnya sepasang pada setiap segmen. Setiap nefrostoma pada segmen tertentu memiliki saluran berliku dan berakhir pada nefridiopor di segmen berikutnya. Jadi hasil penyaringan larutan di segmen tertentu tidak bermuara lubang di segmen tersebut melainkan bermuara pada segmen berikutnya.

Gambar 2.8 Metanefridium pada Cacing TanahMetanefridium seekor cacing tanah mempunyai fungsi pengaturan ekskresi dan osmoregulasi. Jika silia di nefrostoma bergetar akan menimbulkan aliran cairan tubuh yang mengandung sisa-sisa metabolisme dari rongga menuju ke nefridium. Pada saat cairan tubuh mengalir dalm duktus ekskretori, bahan-bahan yang masih berguna antara lain glukosa, air, dan ion-ion akan direabsorpsi (diserap kembali) oleh sel-sel yang melapisi saluran. Zat-zat hasil reabsorpsi tersebut kemudian menembus pembuluh kapiler darah yang banyak terdapat di sekitar nefridium untuk disirkulasikan lagi ke seluruh tubuh. Bahan atau sisa cairan tubuh, seperti air, senyawa nitrogen, dan garam-garam yang tidak diperlukan oleh tubuh akhirnya akan dikeluarkan dari tubuh cacing menuju ke lingkungan sekitarnya melalui nefridiopor pada segmen berikutnya. Sedangkan karbondioksida akan dikeluarkan melalui permukaan kulit cacing tanah.Cacing tanah menempati tanah lembap dan umumnya mengambil air secara keseluruhan melalui osmosis. Metanefridiumnya menyeimbangkan aliran masuk air dengan cara menghasilkan urine encer (yang hipoosmotik dengan cairan tubuh cacing itu). Urine yang keluar melalui nefridiopor sebagian besar terdiri dari air dan limbah bernitrogen yang larut.

2.2.5 Sistem Ekskresi pada ArthropodaArthropoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu arthro yang berarti ruas dan podos yang berarti kaki. Jadi, Arthropoda berarti hewan yang kakinya beruas-ruas. Organisme yang tergolong filum arthropoda memiliki kaki yang berbuku-buku.Antropoda adalah filum yang paling besar dalam dunia hewan dan mencakup serangga, laba-laba, udang, lipan dan hewan jenis lainnya. Antropoda bisa ditemukan di laut, air tawar, darat dan lingkungan udara. Termasuk berbagai bentuk simbiosis dan parasit.

Gambar 2.9 Tubula Malphigi pada Serangga

Organ ekskresi pada serangga dan Arthropoda darat lain disebut sebagai tubula Malphigi. Organ-organ tersebut mengeluarkan limbah bernitrogen dari hemolimfa dan juga berfungsi dalam osmoregulasi. Pembuluh malphigi merupakan tabung kecil dan panjang yang berfungsi sebagai sebagai alat pengeluaran seperti ginjal pada vertebrata. Pembuluh malphigi terletak dalam homosal dan tergenang di dalam darah. Bagian pangkal pembuluh malphigi melekat pada ujung anterior dinding usus dan bagian ujungnya menuju ke homosal yang mengandung hemolimfa. Hemolimfa merupakan darah pada invertebrata dengan sistem peredaran darah terbuka. Pembuluh malphigi pada bagian dalam tersusun oleh selapis sel epitel yang berperan dalam pemindahan urea, limbah nitrogen, garam-garam dan air dari hemolimfa ke dalam rongga pembuluh. Bahan-bahan yang penting dan air masuk kedalam pembuluh, lalu diserap kembali secara osmosis di rektum untuk diedarkan keseluruh tubuh oleh hemolimfa. Sebaliknya, bahan yang mengandung nitrogen diendapkan sebagai kristal asam urat yang akan dikeluarkan bersama feses melalui anus. Disamping pembuluh malphigi, terdapat trakea yang berfungsi untuk mengeluarkan zat sisa hasil oksidasi yang berupa CO2. Sistem trakea ini berfungsi sebagai paru-paru pada invertebrata. Sistem ekskresi serangga adalah salah satu adaptasi yang telah berkontribusi terhadap keberhasilan besar hewan tersebut di darat, di mana penghematan air sangat penting dalam kelangsungan hidup.Adapun organ ekskresi yang dimiliki oleh Arthropoda air seperti Crustacea berupa kelenjar antenna atau kelenjar maksilla. Hasil buangannya berupa ammonia dan sedikit urea serta asam urat selai itu terdapat banyak amina. Organ ekskresi Crustacea terdiri atas sebuah kantong ujung dan saluran ekskresi yang berhubungan dengan bladder. Kelenjar antenna dan kelenjar maksilla juga menjadi saluran pembuangan sisa metabolisme, walaupun bukan sebagai saluran utama. Pada Crustacea insang memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan kadar garam dalam tubuh. Insang secara aktif mengarbsorbsi garam-garam dari lingkungannya. Pada sumbu insang biasanya terdapat Mephrocyte atau sel yang mampu mengambil dan mengumpulkan partikel buangan.

Gambar 2.10 Antennal Gland (kelenjar hijau) pada Crustacea

kelas Arachnoidea, misalnya pada laba-laba, sistem ekskresi dilakukan dengan kelenjar koksal. Kelenjar koksal merupakan kelenjar ekskretori buntu yang bermuara pada daerah koksa (segmen pada kaki insecta).

Gambar 2.11 Sistem Ekskresi pada Laba-laba

BAB IIIPENUTUP

3.1 SimpulanDari pembahasan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.1) Sistem Ekskresi adalah proses pengeluaran zat sisa metabolisme yang sudah terakumulasi dalam tubuh agar kesetimbangan tubuh tetap terjaga. Sistem ekskresi merupakan hal yang pokok dalam homeostasis karena sistem ekskresi tersebut membuang limbah metabolisme dan merespon terhadap ketidakseimbangan cairan tubuh dengan cara mengekskresikan ion-ion tertentu sesuai kebutuhan.2) Cnidaria dan Echinodermata tidak memiliki sistem ekskretori khusus. Cnidaria melakukan ekskresi dengan cara difusi dari sel ke epidermis kemudian keluar tubuh, sedangkan pada Echinodermata sampah hasil ekskretori akan diambil atau diangkut oleh sel amoebosit dalam cairan selom dan secara difusi akan dibuang ke luar tubuh. Sistem ekskresi pada mollusca berupa protonefridia pada fase larva dan metanefridia pada fase dewasanya. Adapun sistem ekskresi pada cacing pipih, misalnya Planaria, merupakan suatu sistem protonefridium, sedangkan pada anellida misalnya cacing tanah sistem ekskresinya berupa metanefridium. Pada serangga dan Arthropoda organ ekskresinya disebut sebagai tubula Malphigi, kelenjar hijau dan kelenjar koksal.

3.2 SaranSistem ekskresi pada hewan invertebrata masih sangat sederhana berbeda dengan sistem ekskresi pada hewan tingkat tinggi yaitu vertebrata. Maka dari itu perlu sistem ekskresi pada hewan tingkat tinggi perlu dibahas tersendiri. Selain itu pada makalah ini pembahasan hanya terbatas pada beberapa filum invertebrata saja, sehingga perlu dilengkapi dengan kajian dari filum invertebrata lainnya.

Daftar PustakaCampbell, Neil A., Mitchell, Lawrence G., Reece, Jane B. 2003. Biologi Edisi Kelima-Jilid 2. Jakarta: Erlangga.Campbell, Neil A., Mitchell, Lawrence G., Reece, Jane B. 2006. Biologi Edisi Kelima-Jilid 3. Jakarta: Erlangga.Kastawi, Yusuf. et al. 2005. Zoologi Avertebrata. Malang : UM Press.Rusyan, adun.2011.Zoologi invertebrate (teori dan praktik). Alfeta. Bandung.Syamsuri, Istamar. 2003. Biologi untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.Withers, Philip. 1992. Comparative Animal Physiology. USA: Thomson Brooks/Cole.

18