Sistem Ekonomi Islam

download Sistem Ekonomi Islam

of 41

Transcript of Sistem Ekonomi Islam

SISTEM EKONOMI ISLAM(FIQH RIBA)Oleh:

Adang Djumhur Salikin

PROGRAM PASCASARJANA STAIN CIREBON

EKONOMI ISLAM ATAU EKONOMI SYARIAHADALAH ILMU EKONOMI SEBAGAI HASIL IJTIHAD ATAS AL-QURAN DAN AL-SUNNAH.

DALAM PENGERTIAN INI, EKONOMI SYARIAH DALAM KHAZANAH KEILMUAN TERMASUK FIQH MUAMALAH

EKONOMI SYARIAHMERUPAKAN UPAYA PEMENUHAN HAJAT HIDUP DALAM RELASI INTERAKSIONAL (MUAMALAH) DI ANTARA MANUSIA SESUAI DENGAN NILAI-NILAI AJARAN ISLAM.

EKONOMI SYARIAHMERUPAKAN SIKAP HIDUP BERDASARKAN NILAI-NILAI SYARIAH. IBNU QAYYIM AL-JAUZIYAH: NILAI-NILAI SYARIAH ADALAH: 1. AL-MASHLAHAH 2. AL-ADALAH 3. AL-HIKMAH 4. AL-MANFAAH

SYARIAHADALAH SISTEM NILAI BUKAN INSTITUSI

BAGAIMANAPUN PENDAKUAN, BAHWA SESUATU ITU SYARI, BILA BERTENTANGAN DENGAN NILAI-NILAI TERSEBUT, MAKA ITU BUKAN SYARIAH. SEBALIKNYA, APAPUN, YANG MESKIPUN DIDAKU TIDAK BERDASARKAN WAHYU, TETAPI MENGANDUNG NILAI-NILAI SYARI, MAKA IA ADALAH SYARIAH.

PRINSIP UTAMA EKONOMI SYARIAH ADALAH KEADILAN DAN KETIADAAN RIBA

RIBA DALAM FIQH ADALAH TAMBAHANDALAM TRANSAKSI EKONOMI DENGAN TIDAK ADA IMBANGAN/ KOMPENSASI (AL-ZIYADAH LA IWADHA FIHA) DALAM ARTI LUAS, RIBA DIMAKNAI SEGALA PERILAKU EKONOMI YANG TIDAK MEMILIKI IMBANGAN RIIL DALAM TRAKSAKSI (IWADH AL-AQDIYAH)

AMANAH MODAL SOSIAL EKONOMI SYARIAH

FRANCIS FUKUYAMA, DALAM TRUST: SOSIAL VIRUE AND CREATIONOF PROSPERITY, MEBUKTIKAN BAHWA KEMAJUAN NEGARA-NEGARA INDUSTRI MODERN SEPERTI JERMAN, JEPANG DAN AMERIKA, BERMUARA PADA NILAI-NILAI KEBUDAYAAN TRADISIONAL SEBAGAI SOCIAL CAPITAL. MASYARAKAT BERKEPERCAYAAN TINGGI (HIGH TRUST COMMUNITY) MEMILIKI MODAL SOIAL YANG SANGAT BESAR UNTUK BEREMBANG MENJADI NEGARA MAJU DENGAN KESANGGUPAN KOMPETITIF DI ERA GLOBAL. SEBALIKNYA, MASYARAKAT DENGAN SIKAP KEPERCAYAAN RENDAH (LOW TRUST COMMUNITY) AKAN MENGALAMI KESULITAN UNTUK BERKEMBANG DAN BERHASIL DALAM PERSAINGAN GLOBAL.

DALAM ISLAM, MODAL SOSIAL ITU ADALAH AMANAH, YANG MENJADI CIRI KEIMANAN SESEORANG. SEBALIKNYA, KHIYANAH DINILAI SEBAGAI SIFAT PALING BURUK. DI ATAS AMANAH INILAH DIBANGUN BERBAGAI MACAM BENTUK HUBUNGAN EKONOMI BILA MASYARAKAT SUDAH KEHILANGAN MODAL SOSIAL (AMANAH) INI, DIPERLUKAN BERABADABAD UNTUK MEMULIHKANNYA.

JIWA WIRAUSAHA MUSLIM NABI MUHAMMAD SAW MENGAJARKAN SUATU DOA BAGI ORANG YANG TERLILIT UTANG:ALLAHUMMA INNI AUDZUBIKA MIN AL-HAMMI WA AL-HUZNI, WA AUDZUBIKA MIN AL-AJZI WA ALKASALI, WA AUDZUBIKA MIN AL-JUBNI WA ALBUKHLI, WA AUDZUBIKA MIN GHALABAT AL-DAIN WA QAHRI AL-RIZAL. INTI DOA INI ADALAH ETOS KERJA, JIWA BESAR, OPTIMISME DAN BERMENTAL KEWIRAUSAHAAN YANG TINGGI

PESANTREN, STAIN, IAIN, DAN UIN SEYOGYANYA MENJADI PUSAT PENGEMBANGAN EKONOMI SYARIAH, DALAM ARTI:1. PUSAT KAJIAN FIQH MUAMALAH YANG APLIKABEL (WAQIIYAH) 2. KANTONG PENGEMBANGAN MODEL-MODEL PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT BERBASIS NILAI-NILAI SYARIAH

GARIS BESAR AJARAN ISLAMAQIDAH Landasan MUAMALAT IBADAH Shalat Shaum Zakat Haji KHILAFAT Ekonomi Perdagangan Sosial Manajemen Keuangan Perbankan Pendidikan Lain-lain MUNAKAHAT Keluarga Waris Nikah Thalaq Rujuk JINAYAT Peradilan Perdata Pidana Saksi SYARIAH Pelaksanaan AKHLAQ Hasil

Politik Pertahanan Penerangan Hubungan LN Pemilu Lain-lain

PRINSIP-PRINSIP MUAMALAH DALAM ISLAM1. SALING MENGUNTUNGKAN (TAAWUN) 2. SALING RIDHA (AN TARADHIN) 3. HALAL-THAYYIB (HALALAN THAYYIBAN) 4. BEBAS RIBA DAN EKSPLOITASI (DZULM) 5. BEBAS MANIPULASI (GHOROR) 6. TIDAK MEMBAHAYAKAN (MUDHARAT) 7. DILARANG SPEKULASI (MAYSIR) 8. DILARANG MONOPOLI DAN MENIMBUN (IHTIKAR)

7 PANTANGAN BISNISMaysir Asusila Gharar Haram Riba Ihtikar Bahaya : : : : : : : Spekulasi, tidak produktif, gambling Amoral dan melanggar kesusilaan Manipulasi, tidak transparan (QS. 83:1-4) Obyek dan proyek bisnis yang haram Menggunakan sistem bunga Penimbunan dan monopoli (QS. 59:71) Menimbulkan kemudharatan dan kedzaliman

IDENTIFIKASI TRANSAKSI YANG DILARANGHaram Zatnya (lidzatihi) Tradisi Tidak didasarkan prinsip kerelaan Rekayasa pasar (Supply) Rekayasa pasar (demand) Uncomplete information Uncomplete information Uncomplete information Uncomplete information

P E N Y E B A Ban taradin minkumHaram Selain Zatnya Melanggar syarat-syarat Rukun tdk terpenuhi Tidak Sah Taaluq Two in One Melanggar prinsip Ihtikar Bai Najasy Gharar Riba

8 NILAIDALAM BISNIS ISLAMIShiddiq Istiqamah Tabligh Amanah Fathanah Riayah Masuliyah Adil Kejujuran, akurasi, akuntabilitas Konsistensi, komitmen dan loyalitas Transparansi, kontrol, edukatif, komunikatif Kepercayaan, integritas, reputasi, kredibilitas Profesional, kompeten, kreatif, inovatif Solidaritas, empati, kepedulian, awareness Responsibilitas Tidak eksploitatif, win-win solution

Definisi Riba Riba dari segi bahasa: al-ziyadah artinya tambahan.Menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok (modal) secara batil. Secara umum riba adalah penambahan terhadap hutang. Maknanya setiap penambahan pada hutang baik kualitas ataupun kuantitas, baik banyak ataupun sedikit, adalah riba yang diharamkan. Landasannya Al Quran Surat An Nisa (4) ayat 29 yang berarti: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil. Yang dimaksud dengan jalan yang batil dalam hal ini, yaitu pengambilan tambahan dari modal pokok tanpa ada imbalan pengganti (kompensasi) yang dapat dibenarkan oleh syarie.

MACAM-MACAM RIBAFADLRiba karena pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitas, kuantitas dan waktu penyerahan

RIBA

NASIAH

Riba karena hutang piutang yang tidak memenuhi kriteria: untung muncul bersama Resiko, dan hasil usaha muncul bersama biaya

JAHILIAH

Hutang yang dibayar melebihi pokoknya Karena peminjam tidak mampu mengembalikan tepat waktu

Gambaran Riba Jenis TransaksiJual BeliBeli 100.000 Jual 120.000 Kelebihan 20.000 Ket. Laba Pinjam

PinjamanKembali Kelebihan Ket.

100.000

120.000

20.000

Riba

Jual Beli (Riba Fadhl)Beli Rp 100.000 Jual Rp 120.000 Kelebihan 20.000 Ket. Riba Jual US$ 100.000

Jual Beli Tidak Spot / TunaiBeli IDR 120.000 Waktu Tidak Tunai/ Spot Ket. Riba

Jenis RibaSecara garis besar riba terbagi kepada dua bagian, yaitu riba hutang piutang dan riba jual beli. 1. Riba hutang piutang : a. Riba Qord Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh) b. Riba Jahiliyyah Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.

2. Riba Jual Beli a. Riba Fadhl Pertukaran antar barang-barang sejenis dengan kadar/ takaran yang berbeda dan barang yang dipertukarkan termasuk dalam jenis barang ribawi. b. Riba Nasiah Penanggungan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi dengan jenis barang ribawi lainnya.

ILLAT (Alasan Syari) Pelarangan Riba Menurut Berbagai MadzhabPara fuqaha sepakat bahwa riba diharamkan pada 7 barang yaitu emas, perak, burr, syair, korma, anggur kering dan garam. Namun mereka berselisih di luar dari tujuh barang tersebut.PesoalanRiba Fadhl

HanafiKadar (ditimbang atau ditakar) dan kesatuan jenis

MalikiSebagai bahan makanan. Untuk emas dan perak karena tsumuniyyah sebagai pematok harga barangbarang.

SyafiiUntuk emas dan perak karena tsumuniyyah. Untuk lainnya karena berfungsi sebagai bahan makanan, buahbuahan dan untuk obatobatan.

HambaliSebagian pengikutnya berpendapat seperti Hanafi. Sebagian lagi seperti pendapat Syafiiyah dan sebagian lagi berkata selain dari emas dan perak, illatnya karena dapat dimakan. Sama Lebih dari tujuh

Riba Nasiah Barang Ribawi

Salah satu dari dua illat riba fadhl Lebih dari tujuh, asal dapat ditimbang, ditakar atau kesatuan jenis.

Dapat dimakan Lebih dari tujuh asal dapat disimpan dan dimakan.

Tsamaniyah Lebih dari tujuh asal sebagai makanan dan berfungsi sebagai buah-buahan dan obatobatan.

Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil

Penentuan tingkat suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung. Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam.

Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad berpedoman pada kemungkinan untung rugi. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan sekitarnya itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil.

Alasan dan Bantahan

Interest (Bunga) Bukan Riba1. 2. Dalam keadaan darurat bunga halal hukumnya. Hanya bunga yang berlipat ganda yang dilarang, adapun suku bunga yang wajar dan tidak menzalimi diperkenankan. Bunga diberikan sebagai ganti rugi (opportunity cost) atas hilangnya kesempatan untukmemperoleh keuntungan dari pengolahan dana tersebut. Hanya kredit yang bersifat konsumtif yang bunganya dilarang, adapun yang produktif tidak dilarang. Uang dapat dianggap sebagai komoditas sebagaimana barang-barang lain, karenanya dapat disewakan dan diambil upah atasnya. Bunga diberikan untuk mengimbangi laju inflasi yang mengakibatkan menyusutnya nilai uang. Bunga diberikan atas dasar abstinence Sejumlah uang pada masa kini mempunyai nilai yang lebih tinggi dari jumlah yang sama pada suatu masa nanti. Oleh karena itu bunga diberikan untuk mengimbangi penurunan nilai ini. Bank, demikian juga Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) sebagai lembaga hukum tidak termasuk dalam wilayah hukum taklif.

3.4. 5.

6.7. 8.

9.

DISKUSI 9 ALASAN(1) DaruratKonsep darurat harus dalam pengertian yang dinyatakan oleh syara, bukan pengertian seharihari. Batasan tentang dispensasi karena darurat, sesuai dengan metodologi usul fiqh. Terutama penerapan Al Qawaid Al Fiqhiah seputar kadar darurat.

(2) Berlipat GandaDiperlukan pemahaman secara lebih cermat atas surat Ali Imran 130, dan spirit ayat-ayat riba lainnya secara komprehensif, demikian juga fase-fase pelarangan riba secara menyeluruh. Perlu dipahami secara lebih mendalam mafhum mukhalafah dalam pemahaman teks-teks Al-Quran dan Sunnah, serta syarat-syarat pengambilan hukum darinya.

(3) Opportunity CostMenghilangkan asumsi sepihak dalam urusan ganti rugi, ketika deposan secara di muka mengharuskan keuntungan minimal dalam proyek debitur (paling minimal sama dengan suku bunga). Tidak demikian manakala si deposan menangani sendiri proyeknya, mungkin untung atau rugi usahanya. Tidak menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dari proyek dengan prinsip bagi hasil.

(4) Konsumtif ProduktifDapat dipastikan bahwa imbalan produksi marginal dari dana senantiasa lebih besar daripada suku bunga. Dapat diperhatikan, bahwa bentuk-bentuk kredit di jaman pra Islam adalah seluruhnya konsumtif mengingat luasnya jaringan perdagangan Arab dengan India dan Cina, yang memerlukan suplai produksi yang memadai, dan kredit untuk tujuan tersebut adalah suatu persyaratan utama.

(5) Uang sebagai KomoditasMemahami sifat-sifat khusus yang dimiliki uang dan kemungkinan penyamaannya dengan komoditi lain terutama kepercayaan masyarakat kepadanya, dan daya tukar yang dimilikinya, serta sanksi hukum atas penolakannya. Mendefinisikan kembali pengertian sewa terutama perbedaannya dari pinjam meminjam. Kalau dalam keadaan normal (tidak ada inflasi), apakah uang seperti komoditi lainnya katakanlah rumah mengalami penyusutan nilai karena dipergunakan sehingga berhak atas sewa untuk mengimbangi penyusutan nilai tersebut. Sejauhmana bisa keluar dari Riba Al Fadl.

(6) InflasiMemantau roda ekonomi dari atas dan bawah, dalam artian tidak hanya inflasi tetapi juga deflasi, yakni ketika perekonomian mengalami masa lesu yang memaksa produsen untuk menjual produksinya mendekati biaya produksi yang pada gilirannya akan menurunkan daya beli uang. Tidak menghilangkan kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dari prinsip bagi hasil, yang tidak jarang melebihi tingkat inflasi. Mengukur sejauh mana sifat-sifat yang dimiliki inflasi dapat dijadikan sebagai illah dalam Hukum dengan menggunakan standar syarat-syarat Illah yang telah menjadi konsensus dalam metodologi Ushul Fiqh.

(7) AbstinenceStandar apa yang digunakan untuk mengukur unsur Pengobatan (dengan penundaan konsumsi) dari teori bunga Abstinence. Seandainya standar telah didapatkan bagaimana menentukan suku yang adil bagi kedua belah pihak. Dapatkah hal ini menjadi illah dalam Hukum sesuai dengan Rules of Games Ushul Fiqh? Tidak menghilangkan kemungkinan laba dari investasi bagi hasil selama masih penundaan.

(8) Time Preference TheoryMenganalisa Filsafat Time Preference Theory yang menyatakan bahwa saat ini lebih berharga dari masa yang akan datang, bukankah setiap orang menabung dan belajar beranggapan bahwa hari depan harus lebih baik dari hari ini? Menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari misalnya praktek asumsi dimana pemegang polis mengorbankan masa kini untuk kenyamanan masa depan.

(9) Badan Hukum dan Hukum TaklifApakah yang dimaksud dengan Dela Personnalite Juridique? Dari catatan-catatan sejarah apakah tidak pernah terjadi adanya suatu perkumpulan individu yang mendapatkan perizinan dari pihak yang berwenang untuk memberikan jasa-jasa tertentu, sebelum masa Rasulullah. Sehingga ketika ayat-ayat Riba turun ia berada di luar jangkauannya? Apakah konsekuensi dari tidak termasuknya Badan Hukum dalam khitab Taklif berarti bebas dari segala tuntutan hukum?

Tahap Pelarangan Riba dalam Al-QuranLarangan riba dalam al-Quran tidak diturunkan, sekaligus melainkan secara bertahap. Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba pada zahirnya menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah SWT. Firman Allah SWT :Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya) (QS. Ar Rum:39).

Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yangburuk dan balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba.Firman Allah SWT:Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang-orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih (QS. An-Nisa:160-161).

Tahap terakhir, ayat riba diturunkan oleh Allah SWT yangdengan jelas sekali mengharamkan sebarang jenis tambahan yang diambil dari pada pinjaman. Firman Allah SWT:Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya. (QS. Al-Baqarah:278-279).

Larangan Riba dalam HaditsSekiranya mereka menerima, hal itu baik dan bagus. Penolakan berarti (tantangan untuk) perang. Hadits ini merupakan isi surat Rasulullah SAW kepada Itab bin Usaid, gubernur Mekkah, agar kaum Thaif tidak menuntut hutangnya (riba yang telah terjadi sebelum kedatangan Islam) dari Bani Mughirah. Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu, dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba, oleh karena itu, hutang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan. Hadits ini merupakan amanat terakhir Rasulullah SAW pada 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriah.

Larangan Riba dalam HaditsDiriwayatkan oleh Samura bin Jundab bahwa Rasulullah SAW bersabda, Malam tadi aku bermimpi, telah datang dua orang dan

membawaku ke tanah suci. Dalam perjalanan, sampailah kami ke suatu sungai darah, dimana di dalamnya berdiri seorang laki-laki. Di pinggir sungai tersebut berdiri seorang laki-laki dengan batyu di tangannya. Laki-laki yang di tengah sungai itu berusaha untuk keluar, tetapi laki-laki yang di pinggir sungai tadi melempari mulutnya dengan batu dan memaksanya kembali ke tempat asal. Aku bertanya, Siapakah itu?, Aku diberitahu, bahwa laki-laki yang di tengah sungai itu ialah orang yang memakan riba. (HR. Bukhari). Jabir berkata, bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian Beliau bersabda, Mereka itu semuanya sama. (HR. Muslim).

FATWA ULAMA DAN LEMBAGA FATWA INTERNASIONAL TENTANG BUNGADewan Studi Islam Al-Azhar, Cairo: Bunga dalam segala bentuk pinjaman adalah riba yang diharamkan (Konferensi DSI Al-Azhar, Muharram 1385 H / Mei 1965M). Rabithah Alam Islamy: Bunga bank yang berlaku dalam perbankan konvensional adalah riba yang diharamkan (Keputusan No. 6 Sidang ke 9, Mekkah 12-19 Rajab 1406 H). Majma Fiqih Islamy, Organisasi Konferensi Islam: Seluruh tambahan dan bunga atas pinjaman yang jatuh tempo dan nasabah tidak mampu membayarnya, demikian pula tambahan (atau bunga) atas pinjaman dari permulaan perjanjian adalah dua gambaran dari riba yang diharamkan secara syariah (Keputusan No. 10 Majelis Majma; Fiqih Islamy, Konferensi OKI II, 22-28 Desember 1985).

PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG BANK Nahdlatul Ulama:Sebagian ulama mengatakan bunga sama dengan riba, sebagian lain mengatakan tidak sama dan sebagian lain mengatakan syubhat. Rekomendasi : Agar PB NU mendirikan bank Islam NU dengan sistem tanpa bunga (Bahtsul Masail, Munas Bandar Lampung, 1992).

Muhammadiyah:Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara mutasyabihat. Menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan qaidah Islam (Lajnah Tarjih Sidoarjo, 1968).

Majelis Ulama Indonesia:Kelanjutan dari fatwa lokakarya Alim Ulama, Cisarua 1991, pada lokakarya MUI 2003 dihasilkan fatwa bulat tentang keharaman bunga bank.

PENOLAKAN SEJARAH DAN AGAMA-AGAMA TERHADAP KONSEPSI RIBA YUNANI KUNO Plato (427-347 SM) Bunga menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat. Bunga merupakan alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin. Aristoteles (384-322 SM) Fungsi uang adalah sebagai alat tukar (medium of exchange) bukan alat menghasilkan tambahan melalui bunga.

YAHUDI

Kitab Eksodus (keluaran) 22:25 Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang umatku, orang yang miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya. Kitab Dauteronomy (Ulangan) 23:19 Janganlah engkau meminjamkan uang kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apapun yang dapat dibungakan.

Kitab Levicitus (Imamat) 35:7Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu bisa hidup diantaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba.

KRISTEN

Dan janganlah kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu darinya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang berdosa, suapaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Maha Tinggi, sebab ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat (Lukas, 6:34-35). Karena tidak disebutkan secara jelas, timbul berbagai tanggapan dan tafsiran tentang boleh tidaknya melakukan praktek pembungaan. Pandangan para sarjana Kristen terhadap praktek pembungaan terbagi pada tiga periode, yaitu pandangan pendeta awal (abad I-XII), pandangan para sarjana Kristen (abad XII-XV), pandangan para reformis Kristen (abad XVI-tahun 1836).