Sirosis Hepatis Et Causa Hepatitis B

20
Sirosis Hepatis et causa Hepatitis B Ivanalia Soli Deo 102012359 / E1 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Koresponden: [email protected] Pendahuluan Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi stuktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian sel-se hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik (sel mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal. Perubahan ini menyebabkan hepar kehilangan fungsinya. Peyebab terjadinya sirosis hepatis dapat dikarenakan kolestasis, hepatitis virus, hepatotoksin, alkoholisme, malnutris, dsb. 1 Di Indonesia, virus hepatitis B dan virus hepatitis C merupakan penyebab paling sering. 2 Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun. 1 Pada PBL kali ini didapati kasus: laki-laki berusia 58 tahun datang ke UGD RSUD dengan keluhan perut membesar disertai sesak nafas sejak 1 minggu smrs. Ada kembung dan mual. BAB BAK biasa. Riwayat sakit kuning 3 tahun yang lalu, beberapa kali kambuh. Dokter mengatakan sakit hepatitis B. Berdasarkan pada kasus tersebut maka pada 1

description

Makalah blok 16

Transcript of Sirosis Hepatis Et Causa Hepatitis B

Sirosis Hepatis et causa Hepatitis BIvanalia Soli Deo

102012359 / E1FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Koresponden: [email protected]

PendahuluanSirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi stuktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian sel-se hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik (sel mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal. Perubahan ini menyebabkan hepar kehilangan fungsinya. Peyebab terjadinya sirosis hepatis dapat dikarenakan kolestasis, hepatitis virus, hepatotoksin, alkoholisme, malnutris, dsb.1 Di Indonesia, virus hepatitis B dan virus hepatitis C merupakan penyebab paling sering.2 Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang berusia 45 46 tahun.1Pada PBL kali ini didapati kasus: laki-laki berusia 58 tahun datang ke UGD RSUD dengan keluhan perut membesar disertai sesak nafas sejak 1 minggu smrs. Ada kembung dan mual. BAB BAK biasa. Riwayat sakit kuning 3 tahun yang lalu, beberapa kali kambuh. Dokter mengatakan sakit hepatitis B. Berdasarkan pada kasus tersebut maka pada makalah kali ini akan dibahas mengenai sirosis hati yang disebabkan oleh hepatits B. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.Pembahasan

Anamnesis3Anamnesis dapat dilakukan kepada pasien secara langsung apabila kondisinya memungkinkan, namun dapat ditanyakan pula pada orang terdekat atau orang yang mengantar pasien ke dokter. Sesuai dengan kasus, pertanyaan yang diajukan dapat meliputi identitas diri, keluhan utama, sejak kapan keluhan utama muncul, keluhan lain yang mungkin dirasakan, riwayat penyakit yang diderita saat ini, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, pengobatan yang sudah dilakukan dan kondisi sosial ekonomi pasien.

Keluhan utama pasien sirosis hati biasanya meliputi nyeri di kuadran kanan atas, mual, anoreksia, perut buncit, bengkak pada kaki, dan cepat lelah. Ditanyakan pula apakah ada mual atau muntah, frekuensi terjadinya, warna muntahan, disertai darah atau tidak, jumlah muntahan, terasa asam atau tidak, dan berkaitan dengan nyeri atau tidak. Bila ada keluhan nyeri abdomen, ditanyakan lokasi nyeri, penjalaran nyeri, dan onset nyeri. Bila ada anoreksia ditanyakan ada/tidaknya penurunan berat badan, nafsu makan normal atau tidak ada, atau takut makan akibat nyeri. Bila ada keluhan sesak napas, ditanyakan berapa jauh jarak yang ditempuh sehingga merasa sesak, dapat berbaring telentang atau tidak, terbangun pada malam hari atau tidak karena sesak. Bila ada pembengkakan pada pergelangan kaki disertai sesak napas dicurigai adanya kelainan pada jantung. Pada ikterus ditanyakan onsetnya dan warna urin ketika sakit. Dokter harus pula menanyakan apakah pasien pernah mengalami penyakit kuning sebelumnya dan bagaimana penanganannya. Ditanyakan pula apakah ada riwayat konsumsi alkohol atau tidak, berapa banyak alkohol yang dikonsumsi. Bila dianggap perlu, dapat pula ditanyakan riwayat penggunaan obat-obatan terlarang, baik menggunakan jarum suntik atau tidak, riwayat transfusi darah, dan riwayat penggunaan obat-obatan lain (yang mungkin mempengaruhi hati).Sesuai dengan kasus didapatkan hasil anamnesis sebagai berikut:Usia

: 58thn

Keluhan Utama

: Perut membesar disertai sesak sejak 1

mingguKeluhan Lain

: Kembung dan mual

Riwayat Penyakit Dahulu

: Sakit kuning 3 tahun yang lalu, dokter

mengatakan sakit hepatits BPemeriksaan FisikPemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pada inspeksi, hal-hal yang dapat dilihat antara lain: apakah mata dan kulit terlihat menguning, apakah ada bengkak pada perut dan tungkai, apakah terjadi penurunan kesadaran, apakah mudah terjadi memar, serta apakah ditemukan erythema palmaris dan spider nevi. Mata dan kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam darah. Perut yang membengkak dapat menjadi indikasi terjadinya asites. Ditemukannya erythema palmaris yaitu warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan, sering dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen dan tidak spesifik untuk sirosis hati. Spider nevi adalah suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil yang sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas.3

Gambar 1. Gambaran Spider Nevi pada Penderita Sirosis Hepatis

Palpasi yang dilakukan adalah palpasi hati dan lien. Pada palpasi hati harus diperhatikan apakah terdapat pembesaran hati. Besar hati normal selebar telapak tangannya sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada perabaan hati. Pada palpasi lien juga perlu diperhatikan apakah terdapat pembesaran. Pemeriksaan untuk melihat pembesaran lien dapat dilakukan dengan cara Schuffner. Pembesaran lien sering ditemukan pada sirosis hati non-alkoholik, disebabkan oleh hipertensi porta.4Perkusi ditujukan untuk melihat apakah terdapat asites. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave). Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang akan diteruskan ke sisi yang lain. Pada auskultasi tidak terdengar bising usus.3Dari hasil pemeriksaan didapatkan:

Tanda-tanda vital

: Normal

Inspeksi

: Konjungtiva anemis, sklera ikterik, compos mentis,

vena kolateral di abdomen, palmar eritem.Palpasi

: Nyeri tekan abdomen (-), pembesaran lien Schuffner 2Perkusi

: Pekak berpindah (+)Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan Darah Lengkap, Kadar Bilirubin Total dan Albumin

Pada sirosis hati, pemeriksaan darah lengkap memperlihatkan adanya anemia, leucopenia, atau trombositopenia. Hipersplenisme menyebabkan leukopenia dan trombositopenia, sedangkan defisiensi vitamin dan kehilangan darah kronis menyebabkan anemia. Pada kasus didapati, Hb: 10g/dL, leukosit: 2.700uL, Ht: 29%, trombosit 58.000. Kadar bilirubin total cenderung meningkat, lebih dari 1.1 mg/dL (normalnya 0-1.1 mg/dL), kadar globulin serum cenderung meningkat (normalnya 1.5-3.0 g.dL) dan kadar albumin serum cenderung menurun, normalnya 3.8-5.1 g/dL. 2. Pemeriksaan EnzimPasien sirosis dapat memiliki kadar AST (aspartat aminotransferase) dan ALT (alanin aminotransferase) yang normal, namun peningkatan AST dan ALT dapat terjadi pada pasien dengan hepatitis autoimun, hepatitis virus, hepatitis alkoholik, dan cedera hati karena obat. Nilai alkali phosphatase akan meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali dari upper limit of normal. Konsentrasi yang tinggi sering ditemukan pada kolangitis dan sirosis bilier primer. Gamma glutamil transpeptidase (GGT) ditemukan seperti halnya pada alkali phosphatase.23. Pemeriksaan Serologi

Pemeriksaan serologi dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis yang lain. Pemeriksaan serologi dilakukan untuk hepatitis B (HbsAg), C (anti HCV), pemeriksaan jumlah besi dan gen HFE untuk analisis hemokromatosis herediter, pemeriksaan Cu pada serum dan urin 24 jam dan kadar seruloplasmin untuk penyakit Wilson, kadar 1-antitripsin dan genotip terhadap antitripsin defisiensi, dan pemeriksaan serum autoantibodi dan serum immunoglobulin kuantitatif untuk diagnosis penyakit hati autoimun. Evaluasi secara periodik dengan tumor marker (alfa-fetoprotein, CEA, dan CA 19-9) diindikasikan untuk mendeteksi komplikasi karsinoma hepatoseluler primer. 4. Pemeriksaan Radiologi dan Biospi Hati

Pemeriksaan radiologis tidak selalu dibutuhkan namun dapat memberikan informasi tambahan untuk screening karsinoma hepatoseluler primer dan kolangiokarsinoma. Pemeriksaan ini dihubungkan dengan tumor marker yang biasanya dihubungkan dengan sirosis karena berbagai penyebab.5 Pemeriksaan histologi dari spesiemen biopsy seringkali merupakan kunci diagnosis. Pada sirosis alkoholik, terdapat mikronodul, infiltrasi lemak, dan badan Mallory. Pada sirosis biliaris primer, kolangitis sklerosis primer dan sekunder, dan hepatitis autoimun memiliki gambaran histology yang sama, yaitu adanya infiltrasi limfosit pada daerah portal, terbentuk bridging fibrosis, dan akhirnya terjadi sirosis.2Differential Diagnosis: HepatomaHepatoma lebih dikenal sebagai kanker hati (hepatocellular carcinoma) atau kanker hati primer. Hepatoma adalah suatu kanker yang timbul dari hati.3 Hepatoma 75% berasal dari sirosis hati yang lama/ menahun. Khususnya yang disebabkan oleh alkoholik dan post nekrotik.6 Penyebab kanker hati sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun kanker hati kanker hati primer (karsinoma hepatoseluler) cenderung terjadi pada hati/liver yang rusak karena cacat lahir, penyalahgunaan alkohol, atau infeksi kronis akibat penyakit seperti hepatitis B dan C, hemochromatosis (terlalu banyaknya kadar besi dalam hati) dan sirosis.

Gambar 2. Berbagai Penyebab Haptoma

Lebih dari 50% orang yang terdiagnosa kanker hati primer, telah mengalami sirosis hati. Mereka yang menderita kondisi genetik yang disebut hemochromatosis memiliki risiko yang lebih besar. Berbagai zat penyebab kanker yang berhubungan dengan kanker hati primer, termasuk diantaranya: herbisida, aflatoksin (sejenis jamur tanaman pada gandum & palawija), dan bahan kimia tertentu seperti vinil klorida dan arsen. Merokok plus penyalahgunaan alcohol juga dapat meningkatkan risiko terkena kanker hati.5Kanker hati seringkali tidak menimbulkan gejala. Ketika kanker bertambah besar, orang mungkin melihat satu atau lebih dari gejala umum ini: rasa sakit di perut bagian atas di sisi kanan, sebuah benjolan atau rasa berat di perut bagian atas, bengkak (kembung) pada perut, kehilangan nafsu makan dan perut terasa penuh, penurunan berat badan tanpa sebab jelas, kelelahan, mual dan muntah, kulit dan mata berwarna kuning, tinja pucat, urine berwarna gelap, demam, dan asites. Pada pemeriksaan fisik, didapati suatu kondisi dimana hati membesar dan strukturnya lembut.

Working Diagnosis: Sirosis Hepatis1. Epidemiologi2Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis non alkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati alobat steatohepatitis alkoholk dilaporkan 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4% ) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.2. Etiologi

Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya dikarenakan penyakit infeksi, penyakit keturunan dan mentabolik, obat dan toksin (contoh: alkohol), dan penyebab-penyebab lainnya (contoh: penyakit usus inflamatorik kronis, sirosis bilier primer). Penyakit infeksi diantranya dikarenakan: bruselosis, ekinokokus, toksoplasmosis, hepatitis virus (B, C, D, sitomegalovirus), dsb. Penyakit keturunan dan metabolik misalnya disebaban oleh: defisiensi 1-antitripsin, sindrom Fanconi, galaktosemia, penyakit Wilson, dsb. Di negara barat yang tersering adalah akibat alkohol, sementara di Indonesia adalah akibat Hepatitis B maupun C.2Berdasarkan pada kasus, sirosis hati yang terjadi pada pasien disebabkan oleh karena hepatitis B, maka akan dibahas sedikit mengenai virus hepatitis B. Virus hepatitis B termasuk famili Hepadnavirus dari genus Orthohepadnavirus. Virus ini berbentuk sferik. Kebanyakan merupakan partikel membulat dengan diameter 22 nm dibentuk oleh HBsAg sebagai bentuk tubuler atau filamen. Selain itu juga ada virion bulat yang ukurannya lebih besar 42 nm namun terlihat agak jarang. Permukaan luar atau envelop mengandung HBsAg dan mengelilingi inti nukleokapsid. Genom virus terdiri dari DNA sirkuler, partially double stranded.7

Gambar 3. Struktur Virus Hepatitis B3. Patofisologi8Patofisiologi dari sirosis hepatis yang disebabkan oleh virus hepatitis adalah sebagai berikut. HAV, HBV, dan HCV menyerang sel hati (hepatosit) yang menjadi tempat yang kondusif bagi virus untuk berkembang biak. Sebagai reaksi terhadap infeksi, sistem kekebalan tubuh memberikan perlawanan dan menyebabkan peradangan hati (hepatitis). Bila hepatitisnya akut (yang dapat terjadi dengan HAV dan HBV) atau menjadi kronis (yang dapat terjadi dengan HBV dan HCV) maka dapat bekembang menjadi jaringan parut di hati, sebuah kondisi yang disebut fibrosis. Lambat laun, semakin banyak jaringan hati diganti dengan jaringan parut seperti bekas luka, yang dapat menghalangi aliran darah yang normal melalui hati dan sangat mempengaruhi bentuk dan kemampuannya untuk berfungsi semestinya. Ini disebut sebagai sirosis. Bila hati rusak berat, mengakibatkan bendungan di limpa dan kerongkongan bagian bawah akibat tekanan di organ yang tinggi. Dampak dari kondisi ini yang disebut sebagai hipertensi portal termasuk perdarahan saluran cerna atas dan penimbunan cairan dalam abdomen (asites). Kerusakan pada hati juga dapat mengurangi pembuatan cairan empedu yang dibutuhkan untuk pencernaan yang baik dan mengurangi kemampuan hati untuk menyimpan dan menguraikan bahan nutrisi yang dibutuhkan untuk hidup. Dampak lain dari hati yang rusak temasuk ketidakmampuan untuk menyaring racun dari aliran darah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan bahkan koma.4. Gejala KlinisStadium awal sirosis hati sering tanpa gejala sehingga hanya ditemukan pada saat pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit yang lain.2 Gejala yang dapat timbul meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perut kembung, mual, berat badan menurun, impotensi pada laki-laki, testis mengecil, dan hilangnya dorongan seksual.2Pasien dapat merasa mudah lelah dikarena terjadi gangguan pada hati yang menyebabkan proses metabolisme dimana hati menghasilkan energi tidak dapat berjalan dengan baik. Energi yang seharusnya bisa dipakai dan disimpan pun jadi tidak maksimal. Itu yang bisa menyebabkan cepat lelah, selain juga mungkin pasien juga tidak nafsu makan yang menyebabkan karbohidrat, protein dan lemak yang dibutuhkan untuk diolah jadi energi juga tidak ada.2Mual dapat terjadi dikarenakan adanya peningkatan SGOT dan SGPT yang bersifat iritatif di saluran cerna sehingga merangsang nervus vagal dan menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis. Akibatnya akan terjadi penurunan peristaltik sistem pencernaan di usus dan lambung, menyebabkan makanan tertahan di lambung dan peningkatan rasa mual yang mengaktifkan pusat muntah di medula oblongata dan pengaktifan saraf kranialis ke wajah, kerongkongan serta neuron-neuron motorik spinalis ke otot-otot abdomen dan diafragma sehingga menyebabkan muntah. Apabila saraf simpatis teraktifasi akan menyebabkan akumulasi gas usus di sistem pencernaan yang menyebabkan rasa penuh dengan gas maka terjadilah kembung.9Bila sudah lanjut, sirosis hepatis dapat menyebabkan gejala yang lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi gagal hati dan hipertensi porta. Gejala yang timbul seperti gangguan tidur, demam yang tidak begitu tinggi, gangguan siklus haid, ikterus, air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis dan/atau melena, serta gangguan mental misalnya mudah lupa.2 Manifestasi klinis lainnya yang dapat ditemukan pada pasien penderita sirosis hepatis adalah hipertensi portal, asites, spider nevi, eritema palmaris, anemia, hematom/mudah terjadi perdarahan, splenomegali, varises esofagus, caput medusa, leukopeni, trombositopeni, dsb.5. Penatalaksanaan

Etiologi sirosis mempengaruhi penganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi.25.1 MedikamentosaPemberian asetaminofen, kolkisin dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama 1 tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi, sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.2Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standard. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis MIU tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan. Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Untuk penatalaksanaan asites digunakan Diuretika. Diuretika yang dianjurkan adalah yang bersifat anti-aldosteron, misalnya spironolakton yang menahan reabsorpsi Na. Dosis yang dianjurkan antara 100-600mg/hari.5.2 Non Medikamentosa

Penatalksanaan untuk asites adalah melakukan tirah baring. Tirah baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika, berhubung dengan perbaikan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus. Pasien diminta tidur terlentang, kaki sedikit angkat, selama bebrapa jam setelah minum obat diuretika. Diet rendah garam ringan sampai sedangdapat membantu diuresis. Konsumsi garam (NaCl) per hari sebaiknya dibatasi hingga 40-60mEq/hari. Pada penyakit hati non alkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis.6. Komplikasi2Komplikasi yang ditakuti dari sirosis hepatis adalah hepatocellular carcinoma atau hepatoma. Pada hepatoma terdapat gambaran klinis seperti nyeri atau perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas abdomen, teraba pembengkakan lokal di hepar, tidak adanya perbaikan pada asites, perdarahan, varises atau pre-koma setelah terapi yang adekuat. Selain itu, terdapat keluhan rasa penuh di abdomen, disertai perasaan lesu, penurunan berat badan dengan atau tanpa demam.Komplikasi yang terbanyak dari penderita sirosis hepatis juga adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentesis, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.

Komplikasi lain yang juga sering dijumpai antara lain perotinitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. Duapuluh sampai 40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.7. PrognosisPrognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh dapat digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B dan C berturut-turut 100, 80 dan 45%.bTabel 1. Klasifikasi Child-Pugh untuk Sirosis Hati

8. Pencegahan

Cara terbaik untuk mencegah terjadinya sirosis hati adalah mencegah berdasarkan etiologinya. Untuk mencegah hepatitis B adalah degan melakukan vaksinasi. Dua jenis vaksin tersedia adalah Recombivax HB dan Energix-B.7 Kedua vaksin membutuhkan tiga suntikan yang diberikan selama jangka waktu enam bulan. Efek samping, bila terjadi, biasanya ringan dan dapat termasuk rasa sakit pada daerah suntikan dan gejala mirip flu yang ringan. Juga tersedia vaksin kombinasi terhadap HAV dan HBV (Twinrix), yang menawarkan manfaat tambahan yaitu pemberian perlindungan terhadap kedua infeksi virus.2Dengan tiadanya vaksin terhadap hepatitis C, cara terbaik untuk mencegah infeksi adalah untuk mengurangi risiko tersentuh oleh darah orang lain. Hal ini juga berlaku untuk orang yang sudah terinfeksi HCV, agar menghindari penularan kepada orang lain. Cara terbaik untuk menghindari faktor risiko terbesar terhadap penularan HCV adalah untuk menghentikan penggunaan narkoba suntikan atau tidak memulai. Jangan memakai sikat gigi, alat cukur, pemotong kuku, atau alat lain yang mungkin terkena darah secara bergantian. Bila ingin dilakukan tato atau tindikan lain, pastikan dilakukan oleh ahli yang dapat dipercaya, dan dengan cara yang bersih.7Untuk menghindari sirosis hati antara lain adalah kurangi konsumsi alkohol atau tidak mengkonsumsi sama sekali. Meskipun kadar alkohol yang boleh mengakibatkan sirosis hati adalah sangat tinggi dan mengambil masa sekitar 10 tahun untuk timbul, tetapi sekiranya seseorang terinfeksi virus hepatitis, konsumsi alkohol akan mempercepat proses sirosis hati.Asetaminofen terutama dengan dosis tinggi (2000mg per hari), dapat meracuni hati. Asetaminofen dikandungkan dalam banyak macam obat, jadi baca etiket dengan seksama. Maka dari itu penting untuk mengontrol pemakaian asetaminofen. Makan diet yang seimbang dengan sayuran segar, buah-buahan, daging tidak berlemak. Kurangi makanan dengan kandungan garam, gula atau lemak yang tinggi. Selain itu, minum banyak air untuk membilas racun dari tubuh.7KesimpulanSirosis adalah kondisi di mana hati perlahan memburuk dan rusak karena cedera kronis. Jaringan parut menggantikan jaringan hati yang normal dan sehat, mencegah hati dari bekerja sebagaimana mestinya. Penyebab sirosis yang sering ditemukan adalah hepatitis B, hepatitis C, hepatitis imbas obat dan hepatitis alkoholik. Banyak orang dengan sirosis tidak memiliki gejala pada tahap awal penyakit. Apabila fungsi hati memburuk, satu atau lebih komplikasi bisa terjadi, seperti varises esofagus dan perdarahan. Pada beberapa orang, komplikasi mungkin menjadi tanda-tanda pertama dari penyakit. Pengobatan yang dapat dilakukan sebaiknya disesuaikan dengan penyebab dari sirosis hati tersebut.

Daftar Pustaka

1. Baradero M, Dayrit MW, Siswandi Y. Klien gangguan hati: seri asuhan keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.2. Sudoyo AW et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I dan II. Jakarta: Interna Publishing; 2009.3. Jonathan Gleadle. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi ke-1. Erlangga Medical Series:2007.h. 154-5.4. Dacre, Jane dan Kopelman, Peter. Buku saku keterampilan klinis. Jakarta: EGC; 2005.h.109-134.5. Lindseth, Glenda N. Sirosis hati. Dalam: Price, S.A., Wilson, L.M. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006.h.493-501.6. Price SA, Wilson LM. Fisiologi proses-proses penyakit: hati, saluran empedu dan pankreas. 4th ed vol 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005.h. 439-47.7. Hepatitis B and hepatitis C. University of Washington. May 2012. Available from: http://depts.washington.edu/hepstudy/hepB/clindx/serology/discussion.html. Last accessed on June 06,20148. Horn T, Learned J. Viral hepatitis and HIV. Jakarta: Yayasan Spiritia; 2005.h.5-39.9. Sherwood Lauralee .Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed2. Jakarta:EGC.2003.h.537-9.

1