SIROSIS-HEPATIS

38
SIROSIS HEPATIS (SIROSIS HATI) A. DEFINISI Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H, 2002). Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001). Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004). B. KLASIFIKASI Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi: 1. Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata 2. Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas. Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati. Secara morfologi Sherrlock membagi Chirrosis hati bedasarkan besar kecilnya nodul, yaitu: a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler) b. Mikronoduler (reguler, monolobuler) c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.

description

laporan pendahuluan sirosis hepatis dekompensata

Transcript of SIROSIS-HEPATIS

Page 1: SIROSIS-HEPATIS

SIROSIS HEPATIS (SIROSIS HATI)

A.    DEFINISI

Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui

penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium

terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H, 2002).

Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai

dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan

adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan

usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi

mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul

tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).

Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai

dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses peradangan,

nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Iin

Inayah, 2004).

B.     KLASIFIKASI

Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi:1. Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata

2. Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas. Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.

Secara morfologi Sherrlock membagi Chirrosis hati bedasarkan besar kecilnya nodul,

yaitu:

a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)

b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)

c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.

Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis hati atas:

a. Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis

toksik atau subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk karena banyak terjadi

jaringan nekrose.

b. Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, chirrosis

alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis terjadi sebagai akibat

kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.

c. Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita

hepatitis.

Page 2: SIROSIS-HEPATIS

Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:

1. Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas

mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis

2. Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat

lanjut darihepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

3. Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran

empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).

Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus

biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu

baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama

terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh

jaringan parut.

C.    ETIOLOGI

Penyebab Chirrosis Hepatis :

Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada  dua

penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:

1.      Hepatitis virus

Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis

hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965

dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan

yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik

telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk

lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila

dibandingkan dengan hepatitis virus A

2.      Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.

Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan

pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau

degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat

hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena

alkoholisme sangat jarang, namun peminum yang  bertahun-tahun mungkin dapat

mengarah pada kerusakan parenkim hati.

3.      Hemokromatosis

Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya

hemokromatosis, yaitu:

a.    Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.

Page 3: SIROSIS-HEPATIS

b.   Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita

dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan

menyebabkan timbulnya sirosis hati.

D.    ANATOMI DAN FUNGSI HATI

       1.      ANATOMI HATI

Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut

di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal.

Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah.  

Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum

falciforme,di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum teres dan di posterior

oleh fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. . Lobus kanan hati enam kali lebih

besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas,

lobus caudatus, dan lobus quadrates. Hati dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang

dinamakan kapsul glisson dan dibungkus peritorium pada sebagian besar keseluruhan

permukaannnya

Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang berasal

dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida,

vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka

yang kaya akan oksigen.

Untuk lebih jelasnya anatomi hati dapat dilihat pada gambar berikut:

Sumber : Leanerhelp Image Liver

Untuk perbedaan hati yang sehat dengan yang sirosis dapat dilihat pada gambar berikut

Page 4: SIROSIS-HEPATIS

Sumber : Info Kesehatan Fungsi Organ Hati

      2.      FUNGSI HATI

Hati selain salah satu organ di badan kita yang terbesar , juga mempunyai fungsi yang

terbanyak. Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya dan dapat dilihat

dari sel-sel dalam hati.

a.       Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah;

1)      Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit, karena semua cairan dan

garam akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.

2)      Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada

dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.

3)      Sebagai alat saringan (filter)

Semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap

oleh intestine akan dialirkan ke organ melalui sistema portal.

b.      Fungsi dari sel-serl hati dapat dibagi

1)      Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah:

a)      Sebagai pusat metabolisme di antaranya metabolisme hidrat, arang,

protein, lemak, empedu, Proses metabolisme akan diuraikan sendiri

b)      Sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme.

Hati menyimpan makanan tersebut tidak hanya untuk kepentingannnya

sendiri tetapi untuk organ lainya juga.

c)      Sebagai alat sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya akan

mengeluarkan glukosa, protein, factor koagulasi, enzim, empedu.

Page 5: SIROSIS-HEPATIS

d)     Proses detoksifikasi, dimana berbagai macam toksik baik eksogen maupun

endogen yang masuk ke badan akan mengalami detoksifikasi dengan cara

oksidasi, reduksi, hidrolisa atau konjugasi.

2)      Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem

retikulo endothelial.

a)      Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin

b)      Membentuk a-globulin dan immune bodies

c)      Sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen puskuler atau

makromolekuler.

E.     PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY

Patofisiologi

Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini

menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus

hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus

dan nodul sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama

atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan

berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral.

Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran dan

ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah

porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis

alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis

pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa aktif.

Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa

permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini

bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi

mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah

sentral. Sel limposit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin

sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan

nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.

Page 7: SIROSIS-HEPATIS

F.     GEJALA DAN TANDA KLINIS

1.      GEJALA

Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver yang

mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan

lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip

laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus

menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.

2.      TANDA KLINIS

Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:

a.       Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.

Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia

sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika

liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk

beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama

perjalanan penyakit

b.      Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis

Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk

pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan

tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya

asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.

c.       Hati yang membesar

Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar

sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila

ditekan.

d.      Hipertensi portal

Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di

atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi

terhadap aliran darah melalui hati.

Page 8: SIROSIS-HEPATIS

G.    KOMPLIKASI

Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:

1.   Perdarahan

Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada chirrosis hati

adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan

ialah muntah darah atau hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri.

Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku karena sudah

bercampur dengan asam lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak

duodeni.

2.   Koma hepatikum

Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati

tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum mempunyai gejala

karakteristik yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua,

yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas

dan fungsi vital terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan

sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan

karena kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena

perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh substansia

nitrogen.

3.   Ulkus Peptikum

Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan

dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya

hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan

kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan

Page 9: SIROSIS-HEPATIS

4.   Karsinoma Hepatoselular

Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk

postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi

adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple

5.   Infeksi

Setiap  penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita

sirosis, kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis,

diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru,

glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas

maupun septikemi.

H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG

           1.      Pemeriksaan Laboratorium

a.    Urine

Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada

ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang (

urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome

hepatorenal.

b.   Tinja

Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,

ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah,

di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang

menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.

c.    Darah

Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –kadang

dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin

B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami

perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga

dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.

d.   Tes Faal Hati

Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita

yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik,

sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16

gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per

hari.9 Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL38. Jumlah albumin dan

globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis

protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau

Page 10: SIROSIS-HEPATIS

lebih. 39 Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang

peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.

            2.      Sarana Penunjang Diagnostik

a.    Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan fototoraks,

splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)

b.   Ultrasonografi

Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati,

termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya

penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan

irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG,

yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak

membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.

c.    Peritoneoskopi (laparoskopi)

Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas

kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau

kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali

didapatkan pembesaran limpa.

I.       PENATALAKSANAAN MEDIS1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.

2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.

3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak hepatotoksik.

4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai cabang dengan glukosa.

5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang mengandung alkohol.

Page 11: SIROSIS-HEPATIS

Penatalaksanaan asitesis dan edema adalah :1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-500

mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.

2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak terdapat perubahan.

3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak kembali dicoba untuk digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila disertai dengan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian untuk mencegah pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan.

4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat, dapat mencetuskan ensefalopati hepatik

ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari pengumpulan data

yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat

kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji

pada klien degan chirrosis hepatis :

1.      Aktivitas dan istirahat :

kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa otot/tonus.

2.      Sirkulasi

Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik,

kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), Distrimia, bunyi jantung ekstra (S3,

S4).

3.      Eliminasi

Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan atau tidak

ada bising usus, Feces warna tanah liat, melena, urin gelap, pekat.

Page 12: SIROSIS-HEPATIS

4.      Nutrisi

Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima, Mual, muntah,

Penurunan berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan, Edema umum

pada jaringan, Kulit kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma spider, Nafas berbau/fetor

hepatikus, perdarahan gusi.

5.      Neurosensori

Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental,

perubahan mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.

6.      Nyeri

Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer, Perilaku berhati-

hati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.

7.      Respirasi

Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, Ekspansi paru

terbatas (asites), Hipoksia

8.      Keamanan

Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik, ekimosis, petekia.

Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.

9.      Seksualitas

Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada,

bawah lengan, pubis).

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan

2.      Perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada

sirosis

3.      Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.

4.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status imunologi yang

terganggu

5.      Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia dan gangguan gastrointestinal.

6.      Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan mekanisme

pembekuan dan gangguan dalam proses detoksifikasi obat.

7.      Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang membesar serta

nyeri tekan dan asites)

8.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema.

Page 13: SIROSIS-HEPATIS

9.      Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan

peningkatan kadar ammonia

10.  Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi

pengembangan toraks akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam

rongga toraks

C.    RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa

Keperawata

n

Rencana Keperawatan

NOC NIC Rasional

Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

kelelahan

dan

penurunan

berat badan

Tujuan:

Peningkatan

energi dan

partisipasi

dalam aktivitasKriteria Hasil:

·       Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien.

·       Merencanakan aktivitas untuk memberikan kesempatan istirahat yang cukup.

·       Meningkatkan aktivitas dan latihan bersamaan dengan bertambahnya kekuatan.

·       Memperlihatkan asupan nutrien yang adekuat dan

1. Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).

2. Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)

3. Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat

4. Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap

1.   Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.

2.   Memberikan nutrien tambahan.

3.   Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.

4.   Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri

Page 14: SIROSIS-HEPATIS

menghilangkan alkohol dari diet.

Perubahan

suhu tubuh:

hipertermia

berhubungan

dengan

proses

inflamasi

pada sirosis

Tujuan:

Pemeliharaan

suhu tubuh yang

normal

Kriteria Hasil:·       Melaporkan

suhu tubuh yang normal dan tidak terdapatnya gejala menggigil atau perspirasi.

·       Memperlihatkan asupan cairan yang adekuat.

1.    Catat suhu tubuh secara teratur.

2.    Motivasi asupan cairan

3.    Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh.

4.    Berikan antibiotik seperti yang diresepkan.

5.    Hindari kontak dengan infeksi.

6.    Jaga agar pasien dapat beristirahat sementara suhu tubuhnya tinggi.

1.   Memberikan dasar untuk deteksi hati dan evaluasi intervensi.

2.   Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.

3.   Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi, dan meningkatkan tingkat kenyaman pasien.

4.   Meningkatkan konsentrasi antibiotik serum yang tepat untuk mengatasi infeksi.

5.   Meminimalkan resiko peningkatan infeksi, suhu tubuh serta laju metabolik.

Page 15: SIROSIS-HEPATIS

6.   Mengurangi laju metabolik.

Gangguan

integritas

kulit yang

berhubungan

dengan

pembentuka

n edema.

Tujuan:

Memperbaiki

integritas kulit

dan proteksi

jaringan yang

mengalami

edema.Kriteria Hasil:·     Memperlihatka

n turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang tubun.

·     Tidak memperlihatkan luka pada kulit.

·     Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema, perubahan warna atau peningkatan suhu di daerah tonjolan tulang.

·     Mengubah posisi dengan sering.

1.      Batasi natrium seperti yang diresepkan.

2.      Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.

3.      Balik dan ubah posisi pasien dengan sering.

4.      Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.

5.      Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus.

6.      Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.

1.  Meminimalkan pembentukan edema.

2.  Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.

3.  Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.

4.  Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik.

5.  Meningkatkan mobilisasi edema.

6.  Melindungi tonjolan tulang

Page 16: SIROSIS-HEPATIS

dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar.

Gangguan

integritas

kulit

berhubungan

dengan

ikterus dan

status

imunologi

yang

terganggu

Tujuan:

Memperbaiki

integritas kulit

dan

meminimalkan

iritasi kulit

Kriteria Hasil:·   Memperlihatka

n kulit yang utuh tanpa terlihat luka atau infeksi.

·   Melaporkan tidak adanya pruritus.

·   Memperlihatkan pengurangan gejala ikterus pada kulit dan sklera.

·   Menggunakan emolien dan menghindari pemakaian sabun dalam menjaga higiene sehari-hari.

1.  Observasi dan catat derajat ikterus pada kulit dan sklera.

2.  Lakukan perawatan yang sering pada kulit, mandi tanpa menggunakan sabun dan melakukan masase dengan losion pelembut (emolien).

3.  Jaga agar kuku pasien selalu pendek.

1.  Memberikan dasar untuk deteksi perubahan dan evaluasi intervensi.

2.  Mencegah kekeringan kulit dan meminimalkan pruritus.

3.  Mencegah ekskoriasi kulit akibat garukan.

Perubahan

status

nutrisi,

kurang dari

kebutuhan

tubuh

Tujuan:

Perbaikan status

nutrisi

Kriteria Hasil:·   Memperlihatka

n asupan makanan yang

1.  Motivasi pasien untuk makan makanan dan suplemen makanan.

2.  Tawarkan

1.   Motivasi sangat penting bagi penderita anoreksia dan gangguan gastrointestinal.

Page 17: SIROSIS-HEPATIS

berhubungan

dengan

anoreksia

dan

gangguan

gastrointesti

nal.

tinggi kalori, tinggi protein dengan jumlah memadai.

·   Mengenali makanan dan minuman yang bergizi dan diperbolehkan dalam diet.

·   Bertambah berat tanpa memperlihatkan penambahan edema dan pembentukan asites.

·   Mengenali dasar pemikiran mengapa pasien harus makan sedikit-sedikit tapi sering.

·   Melaporkan peningkatan selera makan dan rasa sehat.

·   Menyisihkan alkohol dari dalam diet.

·   Turut serta dalam upaya memelihara higiene oral sebelum makan dan menghadapi mual.

·   Menggunakna obat kelainan gastrointestinal

makan makanan dengan porsi sedikit tapi sering.

3.  Hidangkan makanan yang menimbulkan selera dan menarik dalam penyajiannya.

4.  Pantang alkohol.

5.  Pelihara higiene oral sebelum makan.

6.  Pasang ice collar untuk mengatasi mual.

7.  Berikan obat yang diresepkan untuk mengatasi mual, muntah, diare atau konstipasi.

8.  Motivasi peningkatan asupan cairan dan latihan jika pasien melaporkan konstipasi.

9.  Amati gejala yang membuktikan adanya

2.   Makanan dengan porsi kecil dan sering lebih ditolerir oleh penderita anoreksia.

3.Meningkatkan selera makan dan rasa sehat.

4.   Menghilangkan makanan dengan “kalori kosong” dan menghindari iritasi lambung oleh alkohol.

5.   Mengurangi citarasa yang tidak enak dan merangsang selera makan.

6.   Dapat mengurangi frekuensi mual.

7.   Mengurangi gejala gastrointestinal dan perasaan tidak enak pada perut yang mengurangi selera makan dan keinginan terhadap makanan.

8.   Meningkatkan pola

Page 18: SIROSIS-HEPATIS

seperti yang diresepkan.

·   Melaporkan fungsi gastrointestinal yang normal dengan defekasi yang teratur.

·   Mengenali gejala yang dapat dilaporkan: melena, pendarahan yang nyata.

perdarahan gastrointestinal.

defekasi yang normal dan mengurangi rasa tidakenak serta distensi pada abdomen.

9.   Mendeteksi komplikasi gastrointestinal yang serius.

Resiko

cedera

berhubungan

dengan

hipertensi

portal,

perubahan

mekanisme

pembekuan

dan

gangguan

dalam proses

detoksifikasi

obat.

Tujuan:

Pengurangan

resiko cedera

Kriteria Hasil:·  Tidak

memperlihatkan adanya perdarahan yang nyata dari traktus gastrointestinal.

·  Tidak memperlihatkan adanya kegelisahan, rasa penuh pada epigastrium dan indikator lain yang menunjukkan hemoragi serta syok.

·  Memperlihatkan hasil

1.      Amati setiap feses yang dieksresikan untuk memeriksa warna, konsistensi dan jumlahnya.

2.      Waspadai gejala ansietas, rasa penuh pada epigastrium, kelemahan dan kegelisahan.

3.      Periksa setiap feses dan muntahan untuk mendeteksi darah yang tersembunyi.

4.      Amati manifestasi

1.      Memungkinkan deteksi perdarahan dalam traktus gastrointestinal.

2.      Dapat menunjukkan tanda-tanda dini perdarahan dan syok.

3.      Mendeteksi tanda dini yang membuktikan adanya perdarahan.

4.      Menunjukkan perubahan pada mekanisme pembekuan darah.

Page 19: SIROSIS-HEPATIS

pemeriksaan yang negatif untuk perdarahan tersembunyi gastrointestinal.

·  Bebas dari daerah-daerah yang mengalami ekimosis atau pembentukan hematom.

·  Memperlihatkan tanda-tanda vital yang normal.

·  Mempertahankan istirahat dalam keadaan tenang ketika terjadi perdarahan aktif.

·  Mengenali rasional untuk melakukan transfusi darah dan tindakan guna mengatasi perdarahan.

·  Melakukan tindakan untuk mencegah trauma (misalnya, menggunakan sikat gigi yang lunak, membuang ingus secara perlahan-lahan, menghindari

hemoragi: ekimosis, epitaksis, petekie dan perdarahan gusi.

5.      Catat tanda-tanda vital dengan interval waktu tertentu.

6.      Jaga agar pasien tenang dan membatasi aktivitasnya.

7.      Bantu dokter dalam memasang kateter untuk tamponade balon esofagus.

8.      Lakukan observasi selama transfusi darah dilaksanakan.

9.      Ukur dan catat sifat, waktu serta jumlah muntahan.

10.  Pertahankan pasien dalam keadaan puasa jika diperlukan.

11.  Berikan vitamin K seperti yang diresepkan.

5.      Memberikan dasar dan bukti adanya hipovolemia dan syok.

6.      Meminimalkan resiko perdarahan dan mengejan.

7.      Memudahkan insersi kateter kontraumatik untuk mengatasi perdarahan dengan segera pada pasien yang cemas dan melawan.

8.      Memungkinkan deteksi reaksi transfusi (resiko ini akan meningkat dengan pelaksanaan lebih dari satu kali transfusi yang diperlukan untuk mengatasi perdarahan aktif dari varises esofagus)

9.      Membantu

Page 20: SIROSIS-HEPATIS

terbentur serta terjatuh, menghindari mengejan pada saat defekasi).

·  Tidak mengalami efek samping pemberian obat.

·  Menggunakan semua obat seperti yang diresepkan.

·  Mengenali rasional untuk melakukan tindakan penjagaan dengan menggunakan semua obat.

12.  Dampingi pasien secara terus menerus selama episode perdarahan.

13.  Tawarkan minuman dingin lewat mulut ketika perdarahan teratasi (bila diinstruksikan).

14.  Lakukan tindakan untuk mencegah trauma :

a.  Mempertahankan lingkungan yang aman.

b.   Mendorong pasien untuk membuang ingus secara perlahan-lahan.

c.   Menyediakan sikat gigi yang lunak dan menghindari penggunaan tusuk gigi.

d.  Mendorong konsumsi makanan dengan kandungan vitamin C yang tinggi.

e.   Melakukan kompres

mengevaluasi taraf perdarahan dan kehilangan darah.

10.  Mengurangi resiko aspirasi isi lambung dan meminimalkan resiko trauma lebih lanjut pada esofagus dan lambung.

11.  Meningkatkan pembekuan dengan memberikan vitamin larut lemak yang diperlukan untuk mekanisme pembekuan darah.

12.  Menenangkan pasien yang merasa cemas dan memungkinkan pemantauan serta deteksi terhadap kebutuhan pasien selanjutnya.

13.  Mengurangi resiko perdarahan

Page 21: SIROSIS-HEPATIS

dingin jika diperlukan.

f.    Mencatat lokasi tempat perdarahan.

g.   Menggunakan jarum kecil ketika melakukan penyuntikan.

15.  Berikan obat dengan hati-hati; pantau efek samping pemberian obat.

lebih lanjut dengan meningkatkan vasokontriksi pembuluh darah esofagus dan lambung.

14.  Meningkatkan keamanan pasien.

a.  Mengurangi resiko trauma dan perdarahan dengan menghindari cedera, terjatuh, terpotong, dll.

b.  Mengurangi resiko epistaksis sekunder akibat trauma dan penurunan pembekuan darah.

c.  Mencegah trauma pada mukosa oral sementara higiene oral yang baik ditingkatkan.

d. Meningkatkan proses penyembuhan

e.  Mengurangi perdarahan ke dalam jaringan

Page 22: SIROSIS-HEPATIS

dengan meningkatkan vasokontriksi lokal.

f.   Memungkinkan deteksi tempat perdarahan yang baru dan pemantauan tempat perdarahan sebelumnya.

g.  Meminimalkan perambesan dan kehilangan darah akibat penyuntikan yang berkali-kali.

15.  Mengurangi resiko efek samping yang terjadi sekunder karena ketidakmampuan hati yang rusak untuk melakukan detoksifikasi (memetabolisasi) obat secara normal.

Nyeri kronis

berhubungan

dengan agen

injuri biologi

Tujuan:

Peningkatan

rasa

kenyamanan

1.     Pertahankan tirah baring ketika pasien mengalami

1.     Mengurangi kebutuhan metabolik dan melindungi

Page 23: SIROSIS-HEPATIS

(hati yang

membesar

serta nyeri

tekan dan

asites)

Kriteria Hasil:·      Mempertahank

an tirah baring dan mengurangi aktivitas ketika nyeri terasa.

·      Menggunakan antipasmodik dan sedatif sesuai indikasi dan resep yang diberikan.

·      Melaporkan pengurangan rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman pada abdomen.

·      Melaporkan rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman jika terasa.

·      Mengurangi asupan natrium dan cairan sesuai kebutuhan hingga tingkat yang diinstruksikan untuk mengatasi asites.

·      Merasakan pengurangan rasa nyeri.

·      Memperlihatkan pengurangan rasa nyeri.

gangguan rasa nyaman pada abdomen.

2.     Berikan antipasmodik dan sedatif seperti yang diresepkan.

3.     Kurangi asupan natrium dan cairan jika diinstruksikan.

hati.2.     Mengurangi

iritabilitas traktus gastrointestinal dan nyeri serta gangguan rasa nyaman pada abdomen.

3.     Memberikan dasar untuk mendeteksi lebih lanjut kemunduran keadaan pasien dan untuk mengevaluasi intervensi.

4.     Meminimalkan pembentukan asites lebih lanjut.

Page 24: SIROSIS-HEPATIS

·      Memperlihatkan pengurangan lingkar perut dan perubahan berat badan yang sesuai.

Kelebihan

volume

cairan

berhubungan

dengan

asites dan

pembentuka

n edema.

Tujuan:

Pemulihan

kepada volume

cairan yang

normal

Kriteria Hasil:·       Mengikuti

diet rendah natrium dan pembatasan cairan seperti yang diinstruksikan.

·       Menggunakan diuretik, suplemen kalium dan protein sesuai indikasi tanpa mengalami efek samping.

·       Memperlihatkan peningkatan haluaran urine.

·       Memperlihatkan pengecilan lingkar perut.

·       Mengidentifikasi rasional pembatasan natrium dan cairan.

1.     Batasi asupan natrium dan cairan jika diinstruksikan.

2.     Berikan diuretik, suplemen kalium dan protein seperti yang dipreskripsikan.

3.     Catat asupan dan haluaran cairan.

4.     Ukur dan catat lingkar perut setiap hari.

5.     Jelaskan rasional pembatasan natrium dan cairan.

1.     Meminimalkan pembentukan asites dan edema.

2.     Meningkatkan ekskresi cairan lewat ginjal dan mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit yang normal.

3.     Menilai efektivitas terapi dan kecukupan asupan cairan.

4.     Memantau perubahan pada pembentukan asites dan penumpukan cairan.

5.     Meningkatkan pemahaman dan kerjasama pasien dalam menjalani dan melaksanakan

Page 25: SIROSIS-HEPATIS

pembatasan cairan.

Perubahan

proses

berpikir

berhubungan

dengan

kemunduran

fungsi hati

dan

peningkatan

kadar

amonia.

Tujuan:

Perbaikan status

mental

Kriteria Hasil:·       Memperlihatk

an perbaikan status mental.

·       Memperlihatkan kadar amonia serum dalam batas-batas yang normal.

·       Memiliki orientasi terhadap waktu, tempat dan orang.

·       Melaporkan pola tidur yang normal.

·       Menunjukkan perhatian terhadap kejadian dan aktivitas di lingkungannya.

·       Memperlihatkan rentang perhatian yang normal.

·       Mengikuti dan turut serta dalam percakapan secara tepat.

·       Melaporkan kontinensia

1.     Batasi protein makanan seperti yang diresepkan.

2.     Berikan makanan sumber karbohidrat dalam porsi kecil tapi sering.

3.     Berikan perlindungan terhadap infeksi.

4.     Pertahankan lingkungan agar tetap hangat dan bebas dari angin.

5.     Pasang bantalan pada penghalang di samping tempat tidur.

6.     Batasi pengunjung.

7.     Lakukan pengawasan keperawatan yang cermat untuk memastikan keamanan pasien.

1.     Mengurangi sumber amonia (makanan sumber protein).

2.     Meningkatkan asupan karbohidrat yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan energi dan “mempertahankan” protein terhadap proses pemecahannya untuk menghasilkan tenaga.

3.     Memperkecil resiko terjadinya peningkatan kebutuhan metabolik lebih lanjut.

4.     Meminimalkan gejala menggigil karena akan meningkatkan kebutuhan metabolik.

Page 26: SIROSIS-HEPATIS

fekal dan urin.·       Tidak

mengalami kejang.

8.     Hindari pemakaian preparat opiat dan barbiturat.

9.     Bangunkan dengan interval.

5.     Memberikan perlindungan kepada pasien jika terjadi koma hepatik dan serangan kejang.

6.     Meminimalkan aktivitas pasien dan kebutuhan metaboliknya.

7.     Melakukan pemantauan ketat terhadap gejala yang baru terjadi dan meminimalkan trauma pada pasien yang mengalami gejala konfusi.

8.     Mencegah penyamaran gejala koma hepatik dan mencegah overdosis obat yang terjadi sekunder akibat penurunan kemampuan hati yang rusak untuk memetabolisme preparat narkotik dan barbiturat.

Page 27: SIROSIS-HEPATIS

9.     Memberikan stimulasi kepada pasien dan kesempatan untuk mengamati tingkat kesadaran pasien.

Pola napas

yang tidak

efektif

berhubungan

dengan

asites dan

restriksi

pengembang

an toraks

akibat aistes,

distensi

abdomen

serta adanya

cairan dalam

rongga

toraks

Tujuan:

Perbaikan status

pernapasan

KriteriaHasil:·       Mengalami

perbaikan status pernapasan.

·       Melaporkan pengurangan gejala sesak napas.

·       Melaporkan peningkatan tenaga dan rasa sehat.

·       Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (12-18/menit) tanpa terdengarnya suara pernapasan tambahan.

·       Memperlihatkan pengembangan toraks yang penuh tanpa

1.     Tinggalkan bagian kepala tempat tidur.

2.     Hemat tenaga pasien.

3.     Ubah posisi dengan interval.

4.     Bantu pasien dalam menjalani parasentesis atau torakosentesis.

a.       Berikan dukungan dan pertahankan posisi selama menjalani prosedur.

b.      Mencatat jumlah dan sifat cairan yang diaspirasi.

c.       Melakukan observasi terhadap bukti terjadinya

1.     Mengurangi tekanan abdominal pada diafragma dan memungkinkan pengembangan toraks dan ekspansi paru yang maksimal.

2.     Mengurangi kebutuhan metabolik dan oksigen pasien.

3.     Meningkatkan ekspansi (pengembangan) dan oksigenasi pada semua bagian paru).

4.     Parasentesis dan torakosentesis (yang dilakukan

Page 28: SIROSIS-HEPATIS

gejala pernapasan dangkal.

·       Memperlihatkan gas darah yang normal.

·       Tidak mengalami gejala konfusi atau sianosis.

batuk, peningkatan dispnu atau frekuensi denyut nadi.

untuk mengeluarkan cairan dari rongga toraks) merupakan tindakan yang menakutkan bagi pasien. Bantu pasien agar bekerja sama dalam menjalani prosedur ini dengan meminimalkan resiko dan gangguan rasa nyaman.

a.      Menghasilkan catatan tentang cairan yang dikeluarkan dan indikasi keterbatasan pengembangan paru oleh cairan.

b.      Menunjukkan iritasi rongga pleura dan bukti adanya gangguan fungsi respirasi oleh pneumotoraks atau hemotoraks (penumpukan

Page 29: SIROSIS-HEPATIS

udara atau darah dalam rongga pleura).