sirosis hepatis

download sirosis hepatis

of 25

description

interna (penyakit dalam)

Transcript of sirosis hepatis

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAMLAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERANJUNI 2015

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

SIROSIS HEPATIS

OLEH:NAHLA ZAIMAH JAINUDDIN1102100001

PEMBIMBING:dr. RUSMAN RAHMAN Sp.PD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIKPADA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIAMAKASSAR2015

Lembar Pengesahan

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama:Nahla Zaimah JainuddinNIM:1102100001Judul Laporan Kasus:Sirosis Hepatis

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Juni 2015

KonsulenPembimbing,

Nahla Zaimah Jainuddin(dr. Isdiana Kaelan, Sp. Rad)dr. Rusman Rahman Sp.PD

Mengetahui,Ketua Bagian InternaFakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Daftar IsiLembar Pengesahan1Daftar Isi3Pendahuluan1Anatomi Hati4Histologi Hati6Vaskularisasi Hati7Fisiologi Hati8Regenerasi Hati11Etiologi12Patofisiologi12Diagnosis dan Manifestasi Klinis13Pemeriksaan Penunjang17Komplikasi20Penatalaksanaan21Prognosis23Daftar Pustaka25Laporan KasusError! Bookmark not defined.

TINJAUAN PUSTAKA

1. PendahuluanCirrhosis hepatic (sirosis hepatis) didefinisikan sebagai sekelompok penyakit hati kronis yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik normal dengan fibrosis, dan dengan destruksi sel-sel parenkim beserta regenerasinya berbentuk nodul-nodul. Penyakit ini mempunyai periode laten yang panjang, biasanya diikuti dengan pembengkakan dan nyeri abdomen, hematemesis, edema dependen, atau ikterus secara mendadak. Pada stadium lanjut, asites, ikterus, hipertensi portal, dan gangguan sistem saraf pusat, yang dapat berakhir dengan koma hepatik, menjadi menonjol. [1]Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis dekompensata yang ditandia gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati. [2]2. Anatomi HatiHati merupakan organ terbesar dalam tubuh, berkontribusi sekitar 2% dari total berat badan atau sekitar 1,5 kg pada orang dewasa. Hati merupakan organ plastis lunak dan tercetak oleh struktur disekitarnya. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap ginjal kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura segmentalis yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati. Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini melapisi mulai dari hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. [3,4]

Gambar 1. Permukaan anterior hati [5]

Gambar 2. Permukaan posterior hati [5]Histologi HatiSetiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang dinamakan lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal dengan diameter antara 0,8 2 mm yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid, tang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti kapiler lain, sinosoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Hanya sumsum tulang yang mempunyai massa sel monosit-makrofag yang lebih banyak daripada yang terdapat dalam hati, jadi hati merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan terhadap invasi bakteri dan organ toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteria hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang dinamakan kanalikuli, berjalan ditengah-tengah lempengan sel hati. Empedu yang dibentuk dalam hepatosit diekskresi ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yang semakin lama semakin besar (duktus koledokus). [3,4]Gambar 3. Struktur dasar lobulus hati [4]

Gambar 4. Pola lobular hati normal [5]

3. Vaskularisasi HatiHati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta, dan aorta melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteria dan sekitar dua pertiga adalah darah dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menit adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena hepatika dekstra dan sinistra, yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior. [3]Vena porta bersifat unik karena terletak antara dua daerah kapiler, satu dalam hati dan lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta bercabang-cabang yang menempel melingkari lobulus hati. Cabang-cabang ini kemudian mempercabangkan vena interlobularis yang berjalan di antara lobulus-lobulus. Vena-vena ini selanjutnya membentuk sinusoid yang berjalan diantara lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari beberapa lobulus membentuk vena sublobularis yang selanjutnya kembali menyatu dan membentuk vena hepatika. Cabang-cabang terhalus dari arteria hepatika juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid, sehingga terjadi campuran darah arteria dari arteria hepatika dan darah vena dari vena porta. Peningkatan tekanan dalam sistem ini sering menjadi manifestasi gangguan hati dengan akibat serius yang melibatkan pembuluh-pembuluh darimana darah portal berasal. Beberapa lokasi anastomosis portakaval memiliki arti klinis yang penting. Pada obstruksi aliran ke hati, darah porta dapat dipirau ke sistem vena sistemik. [3]

4. Fisiologi HatiHati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas lebih dari 500 aktivitas berbeda. Untunglah hati memiliki kapasitas cadangan yang besar, dan hanya dengan 10-20% jaringan yang berfungsi, hati mampu mempertahankan kehidupan. Destruksi total atau pembuangan hati mengakibatkan kematian dalam 10 jam. Hati memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Pada sebagian besar kasus, pengangkatan sebagian hati, baik karena sel sudah mati atau sakit, akan diganti dengan jaringan hati yang baru. [3]Tabel 1. Fungsi utama hati [3]FungsiKeterangan

Pembentukan dan ekskresi empeduGaram empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak di usus.

Metabolisme garam empedu

Metabolisme pigmen empeduBilirubin, pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua; proses konjugasinya.

Metabolisme karbohidratHati memegang peranan penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah normal dan menyediakan energi untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati sebagai glikogen.

Glikogenesis

Glikogenolisis

Glukoneogenesis

Metabolisme proteinProtein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin serta dan globulin ( globulin tidak).Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah fibrinogen (I), protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII, IX, dan X. Vitamin K diperlukan sebagai kofaktor pada sintesis semua faktor ini kecuali faktor V.

Sintesis protein

Pembentukan ureaUrea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH3, yang kemudian diekskresi dalam kemih dan feses.NH3 dibentuk dari deaminsasi asam amino dan kerja bakteri usus terhadap asam amino.

Penyimpanan protein (asam amino)

Metabolisme lemakHidrolisis trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dan lipoprotein (diabsorbsi dari usus) menjadi asam lemak dan gliserol.

Ketogenesis

Sintesis kolesterolHati memegang peranan utama pada sintesis kolesterol, sebagian besar diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol atau asam kolat.

Penyimpana lemak

Penyimpanan vitamin dan mineralVitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam hati; juga vitamin B12, tembaga dan besi.

Metabolisme steroidHati menginaktifkan dan mensekresi aldosteron, glukokortikoid, estrogen, dan testosteron.

DetoksifikasiHati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya menjadi zat-zat tidak berbahaya yang kemudian dieksresi oleh ginjal (misalnya obat-obatan)

Ruang penampung dan fungsi penyaringSinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir kembali dari vena kava (payah jantung kanan); kerja fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.

Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utam ahati; saluran empedu hanya mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan mengeluarkan empedi ke usus halus sesuai kebutuhan. Hati mensekresi sekitar 1 liter empedu kuning setiap hari. Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin) kolesterol, dan pigmen empedu (terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak dalam usus halus. Setelah diolah oleh bakteri usus halus, maka sebagian besar garam empedu akan direabsorbsi di ileum, mengalami resirkulasi ke hati, serta kembali dikonjugasi dan disekresi. Bilirubin (pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak penting, namun merupakan petunjuk penyakit hati dan saluran empedu yang penting, karena bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang berkontak dengannya. [3]Hati memegang peranan penting pada metabolisme tiga bahan makanan yang dikirimkan oeh vena porta pasca absorbsi di usus. Bahan makanan tersebut adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini, glukosa dilepaskan secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan panas dan energi, dan sisanya diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam jaringan subkutan. Hati mampu mensintesis glukosa dari protein dan lemak (glukoneogenesis). Peranan hati pada metabolisme sangat penting untuk kelangsungan hidup. Semua protein plasma, kecuali gamma globulin, disintesis oleh hati. Protein ini termasuk albumin yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid, dan protrombin, fibrinogen, dan faktor-faktor pembekuan lain. Selain itu, sebagian besar degradasi asam amino dimulai dalam hati melalui proses deaminasi atau pembuangan gugus amonia (NH3). Amonia yang dilepaskan kemudian disintesis menjadi urea dan disekresi oleh ginjal dan usus. Amonia yang terbentuk dalam usus oleh kerja bakteri pada protein juga diubah menjadi urea dalam hati. Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak, penyimpanan vitamin, besi, dan tembaga; konjugasi dan ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah besar zat endogen dan eksogen. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh enzim-enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang dapat berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. Zat-zat seperti indol, skatol, dan fenol yang dihasilkan oleh kerja bakteri pada asam amino dalam usus besar dan zat-zat eksogen seperti morfin, fenobarbital, dan obat-obat lain, didetoksifikasi dengan cara demikian. [3]Akhirnya, fungsi hati adalah sebagai ruang penampung atau saringan karena letaknya yang strategis antara usus dan sirkulasi umum. Sel kupffer pada sinusoid menyaring bakteri darah portal dan bahan-bahan yang membahayakan dengan cara fagositosis. [3]

5. Regenerasi HatiBerbeda dengan organ padat lainnya, hati orang dewasa tetap mempunyai kemampuan beregenerasi. Ketika kemampuan hepatosit untuk beregenerasi sudah terbatas, maka sekelompok sel pruripotensial oval yang berasal dari duktulus-duktulus empedu akan berproliferasi sehingga membentuk kembali hepatosit dan sel-sel bilier yang tetap memiliki kemampuan beregenerasi. [6,4]Dari penelitian model binatang ditemukan bahwa hepatosit tunggal dari tikus dapat mengalami pembelahan hingga 34 kali, atau memproduksi jumlah sel yang mencukupi sel-sel untuk membentuk 50 hati tikus. Dengan demikian dpaat dikatakan sengatlah memungkinkan untuk melakukan hepatektomi hingga 2/3 dari seluruh hati. [6,4]

6. Definisi Sirosis HepatisIstilah sirosis hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul- nodul yang terbentuk. Sirosis hepatis adalah penyakit hepar menahun difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul.1,2Sirosis hepatis adalah fase lanjut dari penyakit hati kronis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif, ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Sirosis hepatis ditandai oleh proses keradangan difus menahun pada hati, nekrosis sel hati, usaha regenerasi dan proliferasi jaringan ikat difus (fibrosis) di mana seluruh kerangka hati menjadi rusak disertai dengan bentukan-bentukan regenerasi nodul.6,8,9,13,14 Sirosis hepatis pada akhirnya dapat mengganggu sirkulasi darah intrahepatik dan pada kasus lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap.77. EtiologiSecara konvensional, sirosis hepatis dapat diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm), mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm), atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan morfologis. [2]Sebagian besar jenis sirosis diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi alkoholik, kriptogenik dan post hepatitis (postnekrotik), biliaris, kardiak, dan metabolik,keturunan, dan terkait obat [2]Di negara barat, penyebab sirosis yang utama adalah alkoholik, sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, disebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (non B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia diduga frekuensinya sangat kecil walaupun belum terdapat data yang menunjukkan hal tersebut. [2]8. PatofisiologiGambaran patologi hati biasanya mengerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dna lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. [2]Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peranan dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembenrukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus menerus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan digantikan oleh jaringan ikat. [2]9. Diagnosis dan Manifestasi KlinisGejala SirosisStadium awal sirosis sering kali dijumpai tanpa gejala (asimptomatis) sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rtin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.. Mungkin disertai hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi [2]

Gambar 5. Manifestasi klinis dari sirosis hepatis [1]

10. Pemeriksaan Fisis

Gambar 6. Manifestasi hipertensi portal [7]

Gambar 7. Manifestasi kegagalan fungsi hati [7]Temuan klinis sirosis meliputi, spider angioma-spiderangiomata (atau spider telangiektasis), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya belum diketahui secara pasti, diduga berkaitan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil. [2]Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, arthritis rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi. [2]Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik. [2]Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis billier. Osteoarthropati hipertrofi suatu periostitis proliferative kronik, menimbulkan nyeri. [2]Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien diabetes mellitus, distrofi reflex simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol. [2]Ginekomastia secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksilla pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminism. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga diduga fase menopause. [2]Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. [2]Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. [2]Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. [2]Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. [2]Foetor Hepatikum, Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat. [2]Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap, seperti air teh. [2]Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa pergerakan mengepak-ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan. [2]Tanda-tanda lain lain yang menyertai diantaranya: [2] Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar Batu pada vesika felea akibat hemolisis Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema.Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas. [2]11. Pemeriksaan PenunjangAdanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi amino transferase, alkali fosfatase, gamma glutamil peptidase, bilirubin, albumin dan waktu protrombin. [2]Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glumatil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak terlalu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak mengeyampingkan adanya sirosis. [2]Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis billier primer. [2]Gama-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkohol kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. [2]Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. [2]Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi immunoglobulin. [2]Prothrombin time mencerminkan derajat/ tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang. [2]Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan eksresi air bebas. [2]Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme. [2]

Gambar 8. Algoritma untuk evaluasi tes fungsi hati abnormal [8][footnoteRef:1] [1: Algoritma untuk evaluasi tes fungsi hati abnormal. Pada pasiendengan dugaan penyakit hati, pendekatan yang tepat untuk evaluasi adalah pemeriksaan awal fungsi hati rutin, seperti bilirubin, albumin, alanin aminotransferase (ALT), aspartat aminotransferase (AST) dan alakaline pohospatase (ALP). Hasil ini (kadang disertai dengan pemeriksaan -glutamyl transpeptidase , GGT) akan menunjukkan apakah pola kelainan yang ada merupakan hepatik, kolestatik, atau campuran. Sebagai tambahan, durasi dari gejala akan memberikan gambaran apakah penyakit tersebut akut atau kronik. Jika penyakit tersebut adalah akut dan jika dari adanmnesis, pemeriksaan laboratorium, dan pencitraan tidak menunjukkan sebuah diagnosis, biopsi hati merupakan langkah yang tepat untuk menegakkan diagnosis. Kalau penyakit tersebut kronik, biopsi hati dapat bermanfaat bukan hanya untuk diagnosis, tetapi juga untuk menilai aktivitas dan staging perjalanan penyakit. Pendekatan ini sebagian besar berlaku pada pasien tanpa penurunan kekebalan tubuh. Pada pasien dengan infeksi HIV atau setelah transplantasi sumsum tulang atau transplantasi organ padat, evaluasi diagnostik juga harus mencakup evaluasi infeksi oportunistik (adenovirus, sitomegalovirus, coccidioidomyocosis, dll) serta pembuluh darah dan kondisi imunologi (penyakit, venoocclusive graft-vs-host penyakit). HAV, HCV: Hepatitis A atau C virus, HbsAg, Hepatitis B sulface antigen, anti-HBc, antibodi terhadap hepatitis B inti (antigen); ANA, antibodi antinuklear, SMA, mulus-otot antibodi, MRI, magnetic resonance imaging, MRCP; cholangiopancreatography resonansi magnetik; ERCP cholangiopancreatography, endoscopic retrograde; 1AT, 1 antitrypsin; AMA; antimitochondrial antibodi; P-ANCA, antibodi sitoplasmik antineutrofil perifer. [8]]

Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta. Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis. [2]Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal. [2]Magnetic Resonance Imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis selain mahal biayanya. [2]12. KomplikasiMorbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. [2]Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus. [2]Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20 sampai 40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan berbagai cara. [2]Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hydrothorax dan hipertensi portopulmonal. [2]Tabel 2. Grade ensefalopati hepatik [8]

13. PenatalaksanaanSekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus tanpa dapat dibendung. Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk mencegah timbulnya penyulit-penyulit. Membatasi kerja fisik, tidak minum alcohol, dan menghindari obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan suatu keharusan. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. [2]a. Penatalaksanaan sirosis kompensata Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. Hepatitis autoimun; bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. [2]Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu bulan. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh. [2]Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6 bulan. [2]Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon memiliki aktifitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum tebukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penlitian. [2]b. Penatalaksanaan sirosis dekompensata Asites, Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sehari.Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. [2]Ensefalopati hepatik, Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. [2]Varises esophagus, Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat -blocker. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. [2]Peritonitis bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. [2]Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan sirkulasi darah hati, mengatur keseimbangan garam dan air. [2]Transplantasi hati, terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu. [2]

14. PrognosisPrognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. [2]Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan manjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan angka kelangsungan hidup selama satu tahun pada pasien. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk penderita sirosis dengan Child-Pugh A, B, dan C diperkirakan masing-masing 100, 80, dan 45% [2]Tabel 3. Klasifikasi Child-Pugh pada Sirosis [8][footnoteRef:2] [2: Klasifikasi Child-Pugh dihitung dengan menjumlahkan skor dari lima faktor dan dapat bernilai dari 5 sampai 15. Klasifikasi Child-Pugh kelas A (5-6), B (7-9), atau C (10 atau lebih). Keadaan dekompensasi mengindikasikan cirrhosis dengan skor Child-Pugh 7 atau lebih (kelas B). [8]]

FaktorUnit123

Serum bilirubinmol/L< 343451> 51

mg/dL< 2,02,03,0> 3,0

Serum albuming/L> 353035< 30

g/dL> 3,53,03,5< 3,0

Prothrombin timeDetik pemanjangan0446>6

INR< 1,71,7-2,3> 2,3

AscitesTidak adaDapat dikontrolTidak dapat dikontrol

Hepatic encephalopathyTidak adaMinimalBerat

Daftar Pustakax1.Raymon T. Chung, Daniel K. Podolsky. Cirrhosis and its complication. In: Kasper DL et.al, eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th Edition. USA : Mc-Graw Hill; 2005. p. 1858-62

2.Nurdjanah S. Sirosis hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 443-6.

3.Wilson LM, Lester LB. Hati, saluran empedu, dan pankreas. In Wijaya C, editor. Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit. Jakarta: ECG; 1994. p. 426-63.

4.Guyton AC, Hall JE. The liver as an organ. In Textbook of medical physiology. 11th ed.: Elsevier; 2006. p. 859-64.

5.Netter FH, Machade CAG. Interactive atlas of human anatomy [Electronic Atlas].: Saunders/Elsevier; 2003.

6.Amiruddin R. Fisiologi dan biokimia hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 415-9.

7.Porth CM. Alterations in hepatobiliary function. In Essentials of pathophysiology: concepts of altered health states. 2nd ed.: Lippincott Williams & Wilkins; 2004. p. 494-516.

8.Ghany M, Hoofnagle JH. Approach to the patient with liver disease. In Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison's principles of internal medicine. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 1808-13.