SIROSIS HEPATIS

28
SIROSIS HEPATIS Fazririana, Linda, Luthfy Attamimi I. PENDAHULUAN Istilah sirosis hati pertama kali diperkenalkan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Scirrhus yang berarti permukaan hati yang berwarna oranye atau kuning kecoklatan yang tampak saat otopsi. 1 Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular dan regenerasi nodularis parenkim hati. Perkembangan cedera hati hingga menjadi sirosis dapat terjadi selama berminggu hingga bertahun-tahun lamanya. Bahkan pada pasien dengan hepatitis C, dapat 1

Transcript of SIROSIS HEPATIS

Page 1: SIROSIS HEPATIS

SIROSIS HEPATIS

Fazririana, Linda, Luthfy Attamimi

I. PENDAHULUAN

Istilah sirosis hati pertama kali diperkenalkan oleh Laence tahun 1819,

yang berasal dari kata Scirrhus yang berarti permukaan hati yang berwarna

oranye atau kuning kecoklatan yang tampak saat otopsi. 1

Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium

akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi

akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit

jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular dan regenerasi nodularis parenkim hati.

Perkembangan cedera hati hingga menjadi sirosis dapat terjadi selama berminggu

hingga bertahun-tahun lamanya. Bahkan pada pasien dengan hepatitis C, dapat

mengalami hepatitis kronik selama 40 tahun sebelum berkembang menjadi

sirosis. 1,2

Sirosis hati termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia barat.

Meskipun terutama disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol, kontributor utama

lainnya adalah hepatitis kronis, penyakit saluran empedu, dan kelebihan zat besi.

3

Sirosis merupakan tantangan yang sulit dalam hal penatalaksanaan,

sementara itu, pencegahan, deteksi dan terapi memerlukan biaya kesehatan yang

besar. Pemeriksaan radiologik menawarkan modalitas yang bermacam-macam

1

Page 2: SIROSIS HEPATIS

untuk digunakan untuk mengevaluasi hati secara non invasif dengan hasil sebaik

cara invasif. Cara invasif dapat digunakan untuk terapi pada kasus dengan

komplikasi hipertensi porta dan keganasan.4

II. INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI

Keseluruhan insidensi sirosis hati di Amerika diperkirakan 360 per

100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik

dan infeksi virus kronik. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada,

hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito

Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di

Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun pada tahun 2004. Di Medan

dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%)

pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.2

III. ETIOLOGI

Berikut ini adalah beberapa penyebab sirosis: 1,2,5

Penyakit Infeksi : - Bruselosis- Ekinokokus- Skistosomiasis- Toksoplasmosis- Hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C , hepatitis

D, sitomegalovirus)

Penyakit keturunan dan Metabolik :

- Defisiensi α1-antitripsin- Sindrom Fanconi- Galaktosemia- Penyakit Gaucher- Penyakit simpanan glikogen- Hemokromatosis- Intoleransi fluktosa herediter

2

Page 3: SIROSIS HEPATIS

- Tirosinemia herediter- Penyakit Wilson- Sindroma Budd-Chiari

Obat dan Toksin : - Alkohol- Amiodaron- Arsenik- Obstruksi bilier- Metotreksat - Αlfa metildopa- Penyakit perlemakan hati non alkoholik - Sirosis bilier primer ataupun sekunder- Kolangitis sklerosis primer

Penyebab lain atau tidak terbukti :

- Penyakit usus inflamasi kronik- Fibrosis kistik- Pintas jejunoileal- Sarkoidosis.- Chronic CHF (cardiac cirrhosis)- Hepatitis autoimun

Di negara barat penyebab dari sirosis hati yang tersering akibat alkoholik

sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil

penelitian di Indonesia menyebutkan penyebab terbanyak dari sirosis hati adalah

virus hepatitis B (30-40%), virus hepatitis C (30-40%), dan penyebab yang tidak

diketahui(10-20%). 2

IV. ANATOMI

Hati menempati daerah hipokondrium kanan tetapi lobus kiri dari hati

meluas sampai ke epigastrium. Hati berbatasan dengan diafragma pada bagian

superior dan bagian inferior hati mengikuti bentuk dari batas kosta kanan. Hati

secara anatomis terdiri dari lobus kanan yang berukuran lebih besar dan lobus kiri

3

Page 4: SIROSIS HEPATIS

yang berukuran lebih kecil. Lobus kanan dan kiri dipisahkan oleh ligamentum

falsiform pada anterosuperior serta ligamentum venosum dan ligamentum teres

pada postroinferior. Lobus kaudatus dan lobus kuadratus termasuk ke dalam

lobus kanan. 6

Porta hepatis adalah hilus dari hati dan menyalurkan (dari posterior ke

anterior) vena porta, cabang-cabang arteri hepatika dan duktur bilier. 6

Hati diselubungi oleh peritoneum, kecuali pada “Bare area”.6

Gambar 1. Anatomi hati. 7

4

Page 5: SIROSIS HEPATIS

Hati terbentuk dari banyak unit fungsional (lobulus). Cabang-cabang vena

porta dan arteri hepatika membawa darah dari kanalis porta ke vena sentralis

melalui sinusoid yang melintasi lobulus-lobulus. Vena sentralis akhirnya

bergabung ke vena hepatika kanan, kiri dan medius, dimana vena-vena ini

menyalurkan darah dari area hati yang sesuai dengan masing-masing vena ke

5

Coronary ligament

Bare area

Right triangular ligament

Gambar 2. Anatomi hati. 7

Gambar 3 (a) Lobulus hati. Tampak arah aliran darah dari sistem portal ke vena sentrilobular dan kemudian ke vena cava inferior. (b) Darah mengalir melalui sinusoid pada lobulus hati dan mengalirkan empedu dari kanalikuli biliaris ke duktus biliaris.6

Page 6: SIROSIS HEPATIS

dalam vena cava inferior. Kanalis porta juga mengandung cabang-cabang dari

duktus hepatikus yang menyalurkan empedu dari lobulus ke cabang-cabang bilier

yang kemudian terkonsentrasi di dalam kandung empedu dan akhirnya dilepaskan

ke duodenum. 6

V. PATOFISIOLOGI

Terbentuknya fibrosis hati menunjukkan adanya perubahan proses

keseimbangan yang normal dari produksi dan degradasi matriks ekstraselular.

Matriks ekstraselular adalah pembentuk rangka dari hepatosit dan terdiri dari

kolagen-kolagen (terutama tipe I,III dan V), glikoprotein dan proteoglikan. Sel

stelat, yang berada pada ruang perisinusoidal, sangat penting dalam produksi

matriks ekstraselular. Sel stelat yang juga dikenal sebagai sel Ito, liposit atau sel

perisinusoidal, teraktivasi oleh berbagai faktor parakrin menjadi sel yang

memproduksi kolagen. Faktor-faktor parakrin tersebut dilepaskan oleh hepatosit,

sel kupffer dan endotel sinusoidal setelah terjadi cedera pada hati. Cedera

parenkim dan fibrosis yang terjadi bersifat difus, meluas ke seluruh hati, dan

fibrosis hati yang terbentuk, umumnya irreversible, walaupun pada beberapa

kasus ditemukan regresi.1,3

Peningkatan penumpukan kolagen pada “Space of Disse” (ruang diantara

hepatosit dengan sinusoid-sinusoid) dan penyusutan ukuran ”lubang-lubang”

pada endotel menyebabkan kapilarisasi sinusoid-sinusoid. Sel stelat yang

6

Page 7: SIROSIS HEPATIS

teraktivasi juga bersifat kontraktil. Kapilarisasi dan konstriksi dari sinusoid-

sinusoid oleh sel stelat berperan dalam terjadinya hipertensi porta. 1

Tahap akhir penyakit kronis ini didefinisikan berdasarkan tiga

karakteristik :3

1. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut

lebar yang menggantikan lobulus.

2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan

ukuran bervariasi dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul)

hingga besar (garis tengah beberapa sentimeter, makronodul).

3. Kerusakan arsitektur hati keseluruhan.

VI. KLASIFIKASI

Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai: 2,8

1. Mikronodular (portal): besar nodul < 3 mm

2. Makronodular(paskanekrotik): besar nodul > 3 mm

3. Campuran mikro dan makronodular

Secara klinis, dibagi menjadi: 2

1. Sirosis Hati Kompensata yang berarti belum ada gejala klinis yang nyata

2. Sirosis Hati Dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang

jelas.

7

Page 8: SIROSIS HEPATIS

VII. GEJALA KLINIK

Stadium awal sirosis hati sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan

pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan

penyakit lain. Gejala awal sirosis hati (kompensata) meliputi perasaan mudah

lelah dan lemah, selera makan berkurang, perasaaan perut kembung, mual, berat

badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada

membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis

dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi

kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan

tidur, dan demam tidak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan

pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus

dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau melena, serta

perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi,

sampai koma.2,5,8,9

VIII. DIAGNOSIS

Pada saat ini penegakkan diagnosis sirosis hepatis berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium.

A. Anamnesis

Ada riwayat hepatitis/minum alkohol

Timbul keluhan seperti yang tercantum diatas.

8

Page 9: SIROSIS HEPATIS

B. Pemeriksaan fisis 2,5,9,10

Spiderangioma-spiderangiomata (atau spider teleangiektasi) pada bahu,

muka dan lengan atas. Hal ini berkaitan dengan peningkatan rasio

estradiol/testosterone bebas.

Eritema Palmaris, hal ini dikaitkan dengan perubahan metabolisme

hormon estrogen.

Muehrcke line, berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan warna

normal kuku. Kemungkinan karena hipoalbuminemia.

Ginekomastia, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion.

Feminism laki-laki (hilangnya rambut aksila dan pubis) dan atrofi testis.

Hepatosplenomegali. Ascites. Fetor hepatikum.

Ikterus, steatorrhea, pruritus.

Asteriksis bilateral. Caput medusae

Pembesaran kelenjar parotis dan lakrimal.

C. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis hati

antara lain : 2,5

Darah

Anemia normokrom normositer, hipokrom normositer, hipokrom

mikrositer atau hipokrom makrositer. Pansitopenia (hypersplenism).

Kenaikan kadar enzim transaminase (SGOT/SGPT), alkali fosfatase,

gamma-glutamil transpeptidase (GGT) dan bilirubin.

Albumin menurun dan globulin meningkat.

9

Page 10: SIROSIS HEPATIS

Perubahan fraksi protein yang paling sering terjadi pada penyakit hati

adalah penurunan kadar albumin dan kenaikan kadar globulin akibat

peningkatan globulin gamma

Penurunan kadar CHE

Hiponatremia dan hipokalemia

Pemanjangan masa protrombin,

Peningkatan kadar gula darah

Pemeriksaan marker serologi petanda virus seperti HBsAg/HBsAb,

HBeAg/HbeAb, HBv DNA penting untuk menentukan etiologi sirosis

hepatis.

D. Pemeriksaan Radiologi 2

1. Ultrasonography (USG)

Kontur hati tampak nodular, permukaan irregular dan ekho parenkim

kasar. Ekhogenitas meningkat yang disebabkan karena infiltrasi jaringan

lemak. Pembesaran lobus caudatus dan segmen lateral lobus kiri hati. Atrofi

dari lobus kanan dan segmen medial lobus kiri. 4,10,11

10

Gambar 4: Gambaran USG dari sirosis hati. Terlihat echo parenkim yang kasar dan pembuluh darah sulit dinilai.11

Page 11: SIROSIS HEPATIS

USG Doppler adalah salah satu metode yang baku untuk penilaian

sistem vena porta untuk medeteksi arah dari aliran darah porta. USG Doppler

merupakan salah satu cara diagnostik yang bersifat non invasif yang

digunakan untuk medeteksi intraabdominal portosystemic shunt khususnya

pada sirosis hati.12

Berikut ini adalah tabel pola USG Doppler pada sistem vena

porta. 12

Pola aliran yang fisiologik Pola aliran yang patologik

11

Gambar 5. Sirosis tipe mikronoduler pada pasien dengan penyakit hati alkoholik.10

Gambar 6. Sirosis tipe makronoduler pada pasien dengan primary biliary cirrhosis. Nodul sirosis ditunjukkan seluruh substansi hati perifer dengan garis hati membentuk lobus. Pada Gambaran USG ini juga terdapat asites.10

Page 12: SIROSIS HEPATIS

Continuous hepatopetal flow Pulsatile hepatopetal atau hepatofugal pada vena porta dan atau cabang-cabangnya

Pulsatile hepatopetal flow Hepatofugal flow pada vena porta dan atau cabang-cabangnya yang tergantung pada gerakan respirasi

Continuous hepatopetal flow pada vena porta dan cabang-cabangnya

Stagnant atau venous “O” flow

12

Gambar 7. USG Doppler pada pasien sirosis hati dan hipertensi porta menunjukkan aliran balik pada vena gastrika sinistra dan vena porta.12

Tabel 1. Pola aliran darah pada vena porta. 12

Page 13: SIROSIS HEPATIS

13

Gambar 10. USG Doppler pada pasien alcoholic fatty liver cirrhosis dengan hepatopetal flow saat ekspirasi (gambar kiri) dan suatu “O” flow pada vena porta saat inspirasi (gambar kanan).12

Gambar 9. USG Doppler pada pasien sirosis hati dan hipertensi porta menunjukkan aliran balik pada vena gastrika sinistra dan vena porta.12

Gambar 8. USG Doppler dari limpa pada pasien sirosis hati. Pembuluh darah trans-splenic tampak dengan hepatofugal venous flow (pada gambar tengah. Anak panah menunjukkan arah) .12

Page 14: SIROSIS HEPATIS

2. CT-SCAN

CT scan dianggap mempunyai sensitivitas yang sama dengan USG

namun lebih spesifik dai USG. Namun ada beberapa kerugian yang

disebabkan oleh resiko radiasi dan zat kontras. 4

3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Pada pemeriksaan MRI, kelainan-kelainan yang dapat ditemukan

antara lain atrofi lobus kanan dan segmen medial dari lobus kiri. Lobus

kaudatus dan segmen lateral dari lobus kiri hepar bisa mengalami hipetrofi.

14

Gambar 12. Penampakan batas hati bagian anterior yang irreguler menunjukkan tanda-tanda sirosis hati.13

Gambar 11. CT Scan pada pasien sirosis hati. Tampak arteri berliku-liku dan pembesaran lobus kiri dan lobus kaudatus. 4

Page 15: SIROSIS HEPATIS

Pada sirosis hati, pembesaran dari hilar periportal space juga biasanya

ditemukan pada pasien yang mengalami atrofi segmen medial dari lobus kiri

hati. Perluasan fisura interlobaris mayor dapat terlihat pada stadium lanjut,

menyebabkan jaringan lemak ekstrahepatik mengisi ruang di antara segmen

medial dan lateral lobus kiri. Hal ini sesuai dengan temuan adanya

pembesaran pericholecystic (gallbladder fossa) yang diisi oleh jaringan

lemak. Temuan ini disebut ”expanded gallbladder fossa sign”. 14

Jaringan fibrosis yang fokal ataupun difus mempunyai signal

intensitas yang rendah pada T1-weighted dan signal intensitas yang tinggi

atau rendah pada T2-weighted., tergantung pada lamanya penyakit, dimana

fibrosis akut mengandung lebih banyak cairan sehingga mempunyai signal

intensitas yang lebih tinggi. 14

15

Gambar 13. MRI pada pasien sirosis hati dengan nodul regeneratif. (nodul menunjukkan gambaran isointens).14

Gambar 14. MRI pada pasien sirosis hati. Pada T2-weighted, didapatkan nodul-nodul displastik.14

Page 16: SIROSIS HEPATIS

4. Angiografi

Pada sirosis, dinamika aliran pada arteri hepatika dan vena porta

berubah sesuai dengan derajat perubahan fibrosis. Pembuluh darah tampak

memanjang dan berliku-liku, hal ini disebabkan oleh distorsi struktur

parenkim. Hal ini pada angiografi disebut corkscrewing.4

IX. PENATALAKSANAAN 2,8,9

Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, ascites dan

demam.

Diet rendah protein. Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum,

jumlah protein dihentikan untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi

sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh.

Memperbaiki keadaan gizi.

Roboransia seperti vitamin B kompleks.

Mengatasi infeksi dengan antibiotik.

Terapi lainnya disesuaikan dengan komplikasi yang terjadi.

16

Gambar 15. Angiografi dari pasien sirosis hati menunjukkan pembesaran arteri hepatika. Percabangan intrahepatik berkelok-kelok membentuk corkscrew appearance.4

Page 17: SIROSIS HEPATIS

X. KOMPLKASI 2,8,9

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas

hidup pasien siross diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan

komplikasinya.

Komplikasi yang sering dijumpai antara lain:

Peritonitis bakterial spontan.

Sindrom hepatorenal.

Hipertensi porta yang bermanifestasi sebagai varises esophagus.

Ensefalopati hepatik, yang dapat berlanjut sampai koma

Sindrom hepatopulmonal.

Hepatoma.

XI. PROGNOSIS

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi

etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai. 2

Klasifikasi Child-Pugh dipakai sebagai petunjuk prognosis yang tidak

baik dari pasien sirosis. 2,8

Parameter klinis Derajat klasifikasi

1 2 3

Bilirubin (mg/dl) < 2 2-3 >3

Albumin (gr/dl) >3,5 3-3,5 < 3

17

Page 18: SIROSIS HEPATIS

Ascites Tidak ada Terkontrol Sulit dikontrol

Defisit

neurologik

Tidak ada Minimal Berat/koma

Nutrisi baik Cukup Kurang

Tabel 2. Kriteria Child (modifikasi) pada penderita sirosis hepatis. 8

Kombinasi skor: 5-6 (Child A), 7-9 (Child B), 10-15 (Child C)

Mortalitas Child A pada operasi sekitar 10-15%, Child B 30% dan C diatas 60%.

DAFTAR PUSTAKA

1. David C wolf. Cirrhosis. emedicine. 2012. [cited on 16 maret 2013].

Available from: URL : http://emedicine.medscape.com/article/185856-

overview

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi W, Simadibrata MK, Setiati S. Sirosis hati.

Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan

ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI. 2006; hal. 443-6.

3. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Hati dan saluran empedu Dalam :

Hartanto H, Darmaniah N, Wulandari N. Robbins Buku Ajar Patologi.

Edition 7. Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004; hal.

671-2.

4. Taylor CR. Cirrhosis. emedicine. 2009. [cited on 03 September 2012].

Available from: URL : http://emedicine.medscape.com/article/366426-

overview

18

Page 19: SIROSIS HEPATIS

5. Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL.

Cirrhosis and its complications. disorders. In : Harrison’s Principles of

Internal Medicine. Edition 16. USA : Mc-Graw Hill. 2005; p. 1858-62.

6. Faiz O, Moffat D. The liver, gall-bladder, biliary tree. In : Anatomy at a

glance. USA : Blackwell Publishing Company. 2002; p. 44-5.

7. Netter FH. Surface and bed of liver. In : Atlas of Human Anatomy. Edition 4.

USA : Saunders Elsevier. 2006; p. 270

8. Tim penyusun. Sirosis hepatis dan hepatis kronis dalam kapita selekta

kedokteran edisi ketiga jilid I. Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta. 2001. P :509

9. Mubin, MA. Sirosis hati dalam panduan praktis ilmu penyakit dalam edisi 2.

Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 2005. P :390

10. Bates JA. Cirrhosis. In : Abdominal Ultrasound How, Why and When.

Edition 2. USA: Churchill LivingStone. 2004; p. 97 – 102.

11. Sutton D. The liver. In : Textbook of Radiology and Imaging. USA :

Churchill LivingStone. 2003; p. 766-7

12. Gorg C, Riera-Knorrenschild J, Dietrich J. Colour doppler ultrasound flow

patterns in the portal venous system. In : The British Journal of Radiology.

The British Institute of Radiology. 2002; p. 919-28.

13. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Liver cirrhosis. In : Getting Started in

Clinical Radiology - from Image to Diagnosis. Jerman : Georg Thieme

Verlag. 2006; p. 209.

19

Page 20: SIROSIS HEPATIS

14. Reiser MF, Semmler W, Hricak H. Cirrhosis. In : Magnetic Resonance

Tomography. Jerman : Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2008; p. 878-83.

20