Sipp Print,Tolong Di Cek

67
MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III ‘OTITIS MEDIA’ Di susun oleh Kelompok 1 1. Hajar Qurrota Ayyun (09600023) 2. Sayyadi (09600063) 3. wigi agus hariyadi (20101660006) 4. Anik Mudifah (20101660040) 5. Nurviki Ledi Martviakristy (20101660023) 6. Inayatur R (20101660025) 7. SebtiAKMELYA F.R (20101660052) 8. Moch. Maksum Arip (20101660055) 9. Moch. Ibrahim (20101660015) S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

Transcript of Sipp Print,Tolong Di Cek

Page 1: Sipp Print,Tolong Di Cek

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

‘OTITIS MEDIA’

Di susun oleh Kelompok 1

1. Hajar Qurrota Ayyun (09600023)

2. Sayyadi (09600063)

3. wigi agus hariyadi (20101660006)

4. Anik Mudifah (20101660040)

5. Nurviki Ledi Martviakristy (20101660023)

6. Inayatur R (20101660025)

7. SebtiAKMELYA F.R (20101660052)

8. Moch. Maksum Arip (20101660055)

9. Moch. Ibrahim (20101660015)

S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

2013

Page 2: Sipp Print,Tolong Di Cek

Daftar Isi

Cover.........................................................................................................................

Daftar Isi....................................................................................................................

Kata Pengantar...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................

1.2 Permasalahan.......................................................................................................

1.3 Tujuan..................................................................................................................

1.4 Metode Penelitian...............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Otitis Media.......................................................................................

2.2 Etiologi Otitis Media............................................................................................

2.3 Patofisiologi Otitis Media.....................................................................................

2.4 Tanda dan Gejala pada Otitis Media .....................................................................

2.5 Gambaran Umum yang Khas pada OtitisMedia.....................................................

2.6 Pemeriksaan diagnostik pada Otitis Media.............................................................

2.7 Komplikasi pada Otitis Media.................................................................................

2.8 Prognosa Otitis Media.............................................................................................

2.9 Pencegahan pada Otitis Media................................................................................

2.10 Penatalaksanaan pada Otitis Media.......................................................................

BAB III Asuhan Keperawatan pada pasien anak dengan Otitis Media

3.1 Pengkajian Keperawatan.........................................................................................

3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................................

3.3 Intervensi Keperawatan...........................................................................................

3.4 Implementasi Keperawatan....................................................................................

3.5 Evaluasi Keperawatan............................................................................................

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan..........................................................................................................

4.2 Saran....................................................................................................................

Daftar Pustaka.............................................................................................................

Page 3: Sipp Print,Tolong Di Cek

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat rahmat dan karunia-Nya makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan

OTITIS MEDIA” dapat terselesaikan. Makalah ini di susun guna memenuhi tugas

mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I.

Keperawatan di Indonesia saat ini masih dalam suatu proses profesionalisasi

yaitu terjadinya suatu perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai tuntunan

secara global dan local atau otonomi. Untuk mewujudkannya maka perawat Indonesia

harus mampu memberikan Asuhan Keperawatan secara profesional kepada pasien

dan berpartisipasi secara aktif dalam membangun bangsa dan negara Indonesia

tercinta. Sehingga masyarakat (masyarakat umum dan masyarakat profesional)

mengenal dan mengakui eksistensi profesi keperawatan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bu Eni S.Kep, Ns. selaku dosen

mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III, apabila terdapat kesalahan dalam

penulisan makalah ini, maka mohon dimaaafkan dan demi kesempurnaan makalah ini

kami memerlukan kritik, saran, maupun masukan dari dosen mata kuliah dan rekan-

rekan. Akhirnya penulis mengharapkan makalah ini bisa bermanfaat bagi semua.

                                                                           Surabaya,  September 2013

                                                 

Kelompok 1

Page 4: Sipp Print,Tolong Di Cek

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks

(pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera pende¬ngaran

berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.

Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan

kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada

kemampuan mendengar.

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara

adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi

karena kompresi (pemampatan)molekul-molekul udara yang berselang seling dengan

daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. (Sherwood,

2001).

Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu

gelombang tekanan di telinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan perpindahan

mirip-gelombang pada membran basilaris terhadap membrana tektorium. Sewaktu

menggesek membrana tektorium, sel-sel rambut tertekuk. Hal ini menyebabkan

terbentuknya potensial aksi. Apabila deformitasnya cukup signifikan, maka saraf-

saraf aferen yang bersinaps dengan sel-sel rambut akan terangsang untuk melepaskan

potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak (Corwin, 2001).

Proses mendengar pada anak atau orang dewasa normal merupakan proses yang

alami, timbul tanpa usaha tertentu dari individu dan sepertinya terjadi secara otomatis

dan tanpa kita sadari, padahal untuk dapat mendengar bunyi atau suara percakapan

harus melalui suatu tahapan atau proses.

Proses mendengar sebenarnya sudah terjadi segera setelah bayi dilahirkan

normal ke dunia, bahkan organ pendengaran sudah berfungsi seperti layaknya orang

dewasa tatkala janin berusia 20 minggu kehamilan. Janin sudah dapat memberikan

reaksi ketika diberikan stimulus berupa nada murni berfrekwensi tinggi melalui

microphone yang ditempatkan pada perut ibu seperti yang dilaporkan pertama kali

oleh seorang peneliti yang bernama Johansson et al pada tahun 1964.

Kemudian dalam perjalanan hidupnya sejak dilahirkan, bayi akan mendapat

input suara-suara yang ada dilingkungan sekitarnya sehari-hari secara terus menerus.

Dalam keadaan pendengaran normal, rangsangan suara tadi akan direkam dan

Page 5: Sipp Print,Tolong Di Cek

dipersepsikan dipusat sensorik diotak sehingga anak dapat mengenal suara yang

pernah didengarnya.

Pendengaran sebagai salah satu indera, memegang peranan yang sangat penting

karena perkembangan bicara sebagai komponen utama komunikasi pada manusia

sangat tergantung pada fungsi pendengaran.

Dari uraian diatas sangatlah jelas hubungan antara kemampuan anak untuk

mendengar dan kemampuan untuk berbicara. Apabila terjadi gangguan pendengaran

sejak dini maka akan terjadi pula gangguan perkembangan bicara

2.        Tujuan

2.1      Tujuan umum

Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami masalah dengan kasus gangguan

persepsi dan sensori pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal

dan etis.

2.2      Tujuan khusus

1.      Mahasiswa mampu memahami anatomi fisiologi system persepsi dan sensori

pendengaran.

2.      Mahasiswa mampu memahami patofisiologi pada gangguan sistem persepsi dan

sensori pendengaran pada berbagai tingkat usia.

3.      Mahasiswa mampu melakukan pengkajian dengan gangguan system persepsi dan

sensori pendengaran pada berbagai tingkat usia.

4.      Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dengan gangguan system

persepsi dan sensori pendengaran pada berbagai tingkat usia

5.      Mahasiswa mampu memahami system pelayanan kesehatan untuk pasien dengan

gangguan system persepsi dan sensori pendengaran.

6.      Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pencegahan primer, sekunder, dan

tersier pada masalah system persepsi dan sensori pendengaran

7.      Mahasiswa mampu mengklasifikasi kasus dan mampu memprioritaskan masalah

keperawatan dengan gangguan system persepsi dan sensori pendengaran

8.      Mahasiswa mampu melakukan fungsi advocacy pada kasus gangguan system

pendengaran

9.      Mahasiswa mampu menggunakan hasil-hasil penelitian dalam mengatasi masalah

system persepsi dan sensori pendengaran.

10.  Mahasiswa mampu mendemonstrasikan intervensi keperawatan pada kasus dengan

gangguan system persepsi dan sensori pendengaran pada berbagai tingkat usia dengan

standar yang berlaku dengan berfikir kreatif dan inovasi sehingga menghasilkan

pelayanan yang efisien dan efektif dengan memperhatikan aspek legal dan etik.

Page 6: Sipp Print,Tolong Di Cek

3.         Rumusan masalah

Dilihat dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :

“Bagaimana melakukan simulasi asuhan keperawatan, pendidikan kesehatan,

pengelolaan asuhan keperawatan, nursing advokasi, mengidentifikasi masalah

penelitian dan mengatasi masalah keperawatan dengan kasus system persepsi dan

sensori pendengaran pada berbagai tingkat usia dengan tetap memperhatikan aspek

legal dan etis ?”

4.         Metode penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah pengumpulan data,

yaitu studi kepustakaan untuk mendapatkan sumber-sumber teoritis

yang berhubungan dengan asuhan keperawatan dengan kasus gangguan system

persepsi sensori.

Sistematika Penulisan digunakan untuk menyusun urutan makalah secara lebih

rinci dan jelas, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari penulisan makalah

ini,maka penulis menguraikan sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan, meliputi Latar Belakang, Tujuan, Rumusan Masalah,

Metode Penulisan.

BAB II Tinjauan Teoritis, meliputi Anatomi dan Fisiologi System

Pendengaran, Konsep Dasar Penyakit Otitis Media (OM), Asuhan Keperawatan

BAB III Pembahasan Kasus, meliputi Scenario Kasus 1 dan Jawaban Scenario.

BAB IV Penutup.

Page 7: Sipp Print,Tolong Di Cek

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Otitis Media

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,

tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga yang paling

sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada

orang dewasa (Soepardi, 1998).

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,

tuba eustaruchius,antum mastoid dan sel-sel mastoid.

Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non superativ (=otitis

media sorusa,otitis media sekrotoria,otitis media musinosa,otitismedia efusi(OME)

masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis,yaitu otitis media

supuratif akut(otitis media akut = OMA)dan otitis media supuratif kronis (OMSK).

Begitu pula otitis media serosa terbagi menjadi otitis media surosa akut (barotruma

=aerotitis ) dan otitis media serosa kronis . selain itu terdapat otitis media spesifik,

seperti otitis media tuberkolosa atau otitis media sifilitika . otitis media yang lain

ialah otitis media adhesive. (dr.Bambang Hermani,Sp.THT.2001)

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,

tuba eustacheus, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid/( soepardi, iskandar ,1990)

Otitis media perforata (OMP) atau otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah

infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang

keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul, sekret mungkin encer

atau kental, bening atau bernanah.(Kapita selekta kedokteran, 1999)

Otitis media koronik adalah perforasi pada gendang telinga ( warmasif, 2009)

Otitis media kronis adalah peradangan teliga tengah yang gigih, secara khas

untuk sedikitnya satu bulan serta orang awam biasanya menyebut congek (Alfatih,

2007)

Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan

struktur tulang di dalam kavum timpani. Otitis media sering dijumpai pada anak –

anak di bawah usia 15 tahun.

Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi

jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut

yang tak tertangani.

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,

tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga yang paling

Page 8: Sipp Print,Tolong Di Cek

sering adalah infeksi eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada

orang dewasa (Soepardi, 1998).

Otitis media kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur

tulang di dalam kavum timpani. Otitis media sering dijumpai pada anak – anak di

bawah usia 15 tahun. Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di

klinik, yaitu :

A.  Otitis Media Akut

Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah

dengan tanda dan gejala infeksi. Otitis media akut Adalah peradangan akut sebagian

atau seluruh periosteum telinga tengah, yang disebabkan oleh bakteri atau virus.

Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada

anak-anak terutama usia 3 bulan – 3 tahun.

B.  Otitis Media Serosa (Otitis media dengan efusi)

Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah

tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat

tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii.

Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi,

meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah

sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue ear”. Bila terjadi

pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii

harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami

radioterapi dan barotrauma ( eg : penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba

eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi.

C.  Otitis Media Kronik

Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi

jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut

yang tak tertangani. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane

timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrane

timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan

mastoid. Sebelum penemuan antibiotic, infeksi mastoid merupakan infeksi yang

mengancam jiwa. Sekarang, penggunaan antibiotic yang bijaksana pada otitis media

akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut menjadi jarang. Kebanyakan

Page 9: Sipp Print,Tolong Di Cek

kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan

perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga yang tak ditangani.

Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa dari infeksi kronik ini, dapat

mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke

dalam ( epitel skuamosa ) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit

dari membrane timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang

telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan

mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan

paralysis nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan pendengaran sensorineural

dan/ atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak

2.2 Pembagian Otitis Media

Otitis media terbagi atas :

1. Otitis media supuratif

a. Otitis media supuratif akut atau otitis media akut

b. Otitis media supuratif kronik

2. Otitis media non supuratif atau otitis media serosa

a. Otitis media serosa akut (barotrauma atau aerotitis)

b. Otitis media serosa kronik (glue ear)

3. Otitis media spesifik, seperti otitis media sifilitika atau otitis media tuberkulosa.

4. Otitis media adhesiva

2.3 Otitis Media Akut

2.3.1 Pengertian

Page 10: Sipp Print,Tolong Di Cek

Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah

dengan tanda dan gejala infeksi.

Adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah, yang

disebabkan oleh bakteri atau virus. Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia,

tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak terutama usia 3 bulan – 3 tahun.

2.3.2 Etiologi

Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media.

Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan

invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga

merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA

adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Pneumoniae

(38%), Pneumococcus. Influenzae (27%), Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus

Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya

otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya

pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.

Streptococcus.

Stapilococcus.

Diplococcus pneumonie.

Hemopilus influens.

Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus.

Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.

Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.

Page 11: Sipp Print,Tolong Di Cek

2.3.3 Patogenesis

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang

tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di

saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya

saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih

akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya

terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar

saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah

terkumpul di belakang gendang telinga.

a

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena

gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ

pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran

yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih

banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran

pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat,

cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena

tekanannya.

Page 12: Sipp Print,Tolong Di Cek

Pathway Otitis Media

Otitis Media

Otitis media supuratif Otitis media non Supuratif

(Otitis media serosa)

Otitis media akut (OMA) Otitis media serosa akut

(lebih 2 bulan)

Otitis media supuratip kronis Otitis media serosa kronis

(OMSK) (Glue ear)

2.3.4 Manifestasi Klinis

Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri.

Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya.

Virus ditemukan pada 25% kasus da  da dan n kadang menginfeksi telinga

tengah bersama bakteri.

Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae,

diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis. Yang perlu

diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh bakteri,

hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan

karena tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga

bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir.   

 Anak Lebih Mudah Terserang OMA

Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal

Page 13: Sipp Print,Tolong Di Cek

sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.

saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek

sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.

adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan

dalam kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa.

Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid

yang besar dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu

adenoid sendiri dapat terinfeksi di mana infeksi tersebut kemudian menyebar

ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

MANIFESTASI KLINIS

A.  Otitis Media Akut

Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan

dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa.

Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat

dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau

negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ),

dapat mengalami perforasi.

Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani Keluhan nyeri telinga ( otalgia )

Sakit telinga yang berat dan menetap.

Terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara .

Pada anak-anak bisa mengalami muntah, diare dan demam sampai 40,5ºC

Gendang telinga mengalami peradangan dan menonjol.

Demam

Anoreksia

Limfadenopati servikal anterior

B.  Otitis Media Serosa

Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam

telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi

ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak kusam (warna

Page 14: Sipp Print,Tolong Di Cek

kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung

udara dalam telinga tengah. Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan

pendengaran konduktif.

C.  Otitis Media Kronik

Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat

otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri

kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan

dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan

nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan

kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau

keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak

terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus

kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau

campuran.

Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli

konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian

tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas

Derajat ketulian nilai ambang pendengaran

Normal : -10 dB sampai 26 dB

Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB

Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB

Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB

Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB

Tuli total : lebih dari 90 dB.

Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :

1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-

20 dB

2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli

konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.

Page 15: Sipp Print,Tolong Di Cek

3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang

masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.

4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun

keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.

Pemeriksaan Radiologi.

1. Proyeksi Schuller

Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto

ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan

tegmen.

2. Proyeksi Mayer atau Owen,

Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-

tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah

mengenai struktur-struktur.

3. Proyeksi Stenver

Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas

memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis.

Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat

menunjukan adanya pembesaran.

4. Proyeksi Chause III

Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan

kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat

menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom.

Bakteriologi

Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,

Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus

pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada

OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp.

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang

tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di

saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya

Page 16: Sipp Print,Tolong Di Cek

saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih

akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya

terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar

saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah

terkumpul di belakang gendang telinga.

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena

gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ

pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran

yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus).

 Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga

45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri.1

Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek

gendang telinga karena tekanannya.

Sebagaimana halnya dengan kejadian infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), otitis

media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Di Amerika Serikat, 

diperkirakan 75% anak mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum usia

tiga tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di

Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh

tahun.4 Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun.

2.4 Tanda dan Gejala pada Otitis Media

1. Telinga Berair (Otorrhoe)

Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada

OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering

kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan

infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak

dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret

telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.

Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan

polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu

sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.

2. Gangguan Pendengaran

Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.

Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta

Page 17: Sipp Print,Tolong Di Cek

keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe

maligna biasanya didapat tuli konduktif berat.

3. Otalgia (Nyeri Telinga)

Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri

dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,

terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses

otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis,

subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo

Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin

akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat

perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan

vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan

menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran

infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa

terjadi akibat komplikasi serebelum.

2.6 Pemeriksaan diagnostik pada Otitis Media

1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar

2. Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani

3. Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis

(Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).

2.7 Komplikasi pada Otitis Media

Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan

patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan

kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi

didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu

eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat

menyebabkan komplikasi.

Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi

akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom.

A. Komplikasi ditelinga tengah :

1. Perforasi persisten membrane timpani

2. Erosi tulang pendengaran

3. Paralisis nervus fasial

B. Komplikasi telinga dalam

1. Fistel labirin

Page 18: Sipp Print,Tolong Di Cek

2. Labirinitis supuratif

3. Tuli saraf ( sensorineural)

C. Komplikasi ekstradural

1. Abses ekstradural

2. Trombosis sinus lateralis

3. Petrositis

D. Komplikasi ke susunan saraf pusat

1. Meningitis

2. Abses otak

3. Hindrosefalus otitis

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3

macam lintasan:

1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak

2. Menembus selaput otak.

3. Masuk kejaringan otak.

Otitis media kronik ditandai dengan riwayat keluarnya cairan secara kronik

dari satu atau dua telinga.

Jika gendang telinga telah pecah lebih dari 2 minggu, risiko infeksi menjadi

sangat umum.

Umumnya penanganan yang dilakukan adalah mencuci telinga dan

mengeringkannya selama beberapa minggu hingga cairan tidak lagi keluar.

Otitis media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga

tengah, termasuk otak. Namun komplikasi ini umumnya jarang terjadi.

Salah satunya adalah mastoiditis pada 1 dari 1000 anak dengan OMA

yangtidak diobati.

Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan

pendengaran permanen.

Cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat mengurangi

pendengaran anak serta menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan

bahasa.

Page 19: Sipp Print,Tolong Di Cek

Otitis media dengan efusi didiagnosis jika cairan bertahan dalam telinga

tengah selama 3 bulan atau lebih.

Komplikasi yang serius adalah:

Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)

Labirintitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)

Kelumpuhan pada wajah

Tuli

Peradangan pada selaput otak (meningitis)

Abses otak.

sakit kepala

tuli yang terjadi secara mendadak

vertigo (perasaan berputar)

demam dan menggigil.

2.8 Prognosa

Biasanya , infeksi telinga adalah kondisi sederhana tanpa komplikasi . Sebagian besar

anak-anak akan memiliki kecil , gangguan pendengaran sementara selama dan tepat

setelah infeksi telinga . Kehilangan pendengaran permanen sangat jarang , tetapi

risikonya meningkat jika anak memiliki banyak infeksi telinga . Komplikasi potensial

lainnya termasuk :

Pecah atau berlubang gendang telinga , yang biasanya sembuh sendiri

Kronis , infeksi telinga berulang

Adenoid membesar atau amandel

Mastoiditis , infeksi pada tulang di sekitar tengkorak

Pidato atau keterlambatan bahasa pada anak yang menderita gangguan pendengaran

yang berlangsung dari beberapa , infeksi telinga berulang , sangat jarang

mendukung Penelitian

2.9 Penatalaksanaan pada Otitis Media

Infeksi diobati dengan antibiotika per-oral (melalui mulut).

Page 20: Sipp Print,Tolong Di Cek

Pilihan pertama adalah amoxicillin, tetapi untuk penderita dewasa bisa diberikan

penisilin dosis tinggi.

Obat flu yang mengandung phenilephrine bisa membantu membuka tuba eustakius

dan jika terdapat alergi bisa diberikan antihistamin.

Miringotomi dilakukan jika nyerinya menetap atau hebat, demam, muntah atau diare

atau jika gendang telinga menonjol.

Pada prosedur ini dibuat sebuah lubang pada gendang telinga untuk mengeluarkan

cairan dari telinga tengah. Pembuatan lubang ini tidak akan mengganggu fungsi

pendengaran penderita dan nantinya akan menutup kembali dengan sendirinya

II. Terapi

1. Tipe tubetimpanal stadium aktif:

o    Anti biotik : Ampisilin / Amoksilin, (3-4 X 500 mg oral) atau klidomisin (3 X 150

– 300 mg oral) Per hari selama 5 –7 hari

o    Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya

o    Perawatan lokal dengan perhidoral 3% dan tetes telinga (Klora menikol 1- 2%)

o    Pengobatan alergi bila ada latar belakang alergi

o    Pada stadium tenang (kering) di lakukan miringoplastik. ICOPIM (5. 194).

 

2. Tipe degeneratif :

o    Atikoantrotomi (5.203)

o    Timpanoplastik (5.195).

 

3. Tipe meta plastik / campuran

-            Mastoidektomi radikal (5.203)

-            Mastoidektomi radikal dan rekonstruksi.

Page 21: Sipp Print,Tolong Di Cek

Untuk OMK dengan penyulit :

Abses retroaurikuler

1. Insisi abses

2. Antibiotik : Penisilin Prokain 2 X 0,6-1,2 juta IU i.m / hari dan metronidazol X 250

– 500mg oral / sup / hari.

3. Mastoid dektomi radikal urgen.

B. Obat-obatan

Infeksi diobati dengan antibiotika per-oral (melalui mulut).

Pilihan pertama adalah amoxicillin, tetapi untuk penderita dewasa bisa

diberikan penisilin dosis tinggi.

Obat flu yang mengandung phenilephrine bisa membantu membuka tuba

eustakius dan jika terdapat alergi bisa diberikan antihistamin.

Miringotomi dilakukan jika nyerinya menetap atau hebat, demam, muntah

atau diare atau jika gendang telinga menonjol.

Pada prosedur ini dibuat sebuah lubang pada gendang telinga untuk

mengeluarkan cairan dari telinga tengah. Pembuatan lubang ini tidak akan

mengganggu fungsi pendengaran penderita dan nantinya akan menutup

kembali dengan sendirinya

Ibuprofen , asetaminofen - Tanyakan kepada dokter Anda tentang

penggunaan obat oral over-the -counter untuk rasa sakit atau demam ,

seperti ibuprofen ( Advil , Motrin ) atau acetaminophen ( Tylenol ) . Anak

di bawah 19 sebaiknya tidak menggunakan aspirin , karena risiko

mengembangkan penyakit langka tapi serius yang disebut sindrom Reye .

Bedah dan Prosedur Lain

Tabung Drainase ( myringotomy ) - Jika anak Anda telah berulang infeksi

telinga yang tidak merespon terhadap antibiotik atau jika cairan di telinga

mempengaruhi pendengarannya , dokter mungkin menyarankan

menempatkan dalam tabung drainase . Selama operasi ini , yang

membutuhkan anestesi umum , menyisipkan ahli bedah drainase tabung

kecil melalui gendang telinga . Cairan di belakang gendang telinga bisa

mengalir keluar , menyamakan tekanan antara telinga tengah dan luar , yang

harus meningkatkan pendengaran anak Anda . Tabung biasanya keluar pada

mereka sendiri sebagai anak Anda tumbuh dan lubang drainase

Page 22: Sipp Print,Tolong Di Cek

menyembuhkan . OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh

dengan sendirinya.

Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan

antibiotik tidak mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk

berkurangnya pendengaran.

Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak

membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik

diberikan.4,6 American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan

OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik

sebagai berikut:

Usia Diagnosis pasti Diagnosis meragukan

 

< 6 bln Antibiotik Antibiotik

6 bln – 2 th Antibiotik Antibiotik jika gejala berat; observasi

jika gejala ringan

 2 thn Antibiotik jika gejala

berat; observasi jika

gejala ringan

Observasi

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39°C

dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang – berat

atau demam 39°C.

Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam

bulan – dua tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan

pada anak di atas dua tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus

dipastikan dapat terlaksana. Analgesia tetap diberikan pada masa observasi.

British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk menerapkan

observasi ini.10 Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama pada anak

tanpa gejala umum seperti demam dan muntah.

Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar

anak adalah amoxicillin.

Page 23: Sipp Print,Tolong Di Cek

Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician)

menganjurkan pemberian 40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko

rendah dan 80 mg/kg berat badan/hari untuk anak dengan risiko tinggi.

Risiko tinggi yang dimaksud antara lain adalah usia kurang dari dua tahun,

dirawat sehari-hari di daycare, dan ada riwayat pemberian antibiotik dalam

tiga bulan terakhir.

WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya

500 mg.

AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari.6 Dosis ini terkait

dengan meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis

standar di Amerika Serikat. Sampai saat ini di Indonesia tidak ada data yang

mengemukakan hal serupa, sehingga pilihan yang bijak adalah menggunakan

dosis 40 mg/kg/hari. Dokumentasi adanya bakteri yang resisten terhadap dosis

standar harus didasari hasil kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik.

Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam.

Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai

terjadi perbaikan. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan

ada penyakit lain atau pengobatan yang diberikan tidak memadai. Dalam

kasus seperti ini dipertimbangkan pemberian antibiotik lini kedua. Misalnya:

Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan

Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian

dipilih adalah amoxicillin-clavulanate.6 Sumber lain menyatakan pemberian

amoxicillin-clavulanate dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari

atau kembali muncul dalam 14 hari.4

Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin

seperti cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.

Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin

atau clarithromycin

Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-

trimethoprim.

Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik

dengan amoxicillin.

Page 24: Sipp Print,Tolong Di Cek

Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan

yang diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari.

Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada

anak berusia di bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat.

Pada usia enam tahun ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris,

anjuran pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.

Tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka

waktu kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh

hari. Dan karena itu pemberian antibiotik selama lima hari dianggap cukup

pada otitis media. Pemberian antibiotik dalam waktu yang lebih lama

meningkatkan risiko efek samping dan resistensi bakteri.

Analgesia/pereda nyeri

Penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia).

Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti

paracetamol atau ibuprofen.

Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus

dipastikan bahwa anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah

atau diare karena ibuprofen dapat memperparah iritasi saluran cerna.  

Obat lain

Pemberian obat-obatan lain seperti antihistamin (antialergi) atau dekongestan

tidak memberikan manfaat bagi anak.

Pemberian kortikosteroid juga tidak dianjurkan.

Myringotomy (myringotomy: melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan

cairan yang menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada kasus-

kasus khusus di mana terjadi gejala yang sangat berat atau ada komplikasi.

Cairan yang keluar harus dikultur.

Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya OMA

tidak memiliki bukti yang cukup.

Page 25: Sipp Print,Tolong Di Cek

BAB III

Asuhan Keperawatan pada pasien anak dengan Otitis media

3.1 Pengkajian Keperawatan

3.1 Asuhan Keperawatan Teori pada Otitis Media, meliputi :

I. Diagnosis

1. Anamnesis

- Otorea terus menerus / kumat – kumatan lebih dari 6 – 8 minggu

- Pendengaran menurun (Tuli).

2. Pemeriksaan

b) Tipe tubotimpanal (Hipertrofi, benigna).(382.1).

a) Perforasi sentral

b) Mukosa menebal

c) Audiogram: Tuli konduktif dengan “air bone gab” sebesar kl 30 dB

d) X – foto mastoid : Sklerotik.

c) Tipe degeneratif (382.1).

a) Perforasi sentral besar

b) Granulasi atau polip pada mukosa kavum timpani

c) Audiogram : tuli konduktif/campuran dengan penurunan 50 – 60

dB

d) X-foto mastoid : sklerotik.

d) Tipe metaplastik (atikoantral, maligna). (385.3)

a) Perforasi atik atau marginal

b) Terdapat kolesteatom

c) Desttruksi tulang pada margotimpani

d) Audiogram : tuli konduktif / campuran dengan penurunan 60 dB

atau lebih.

e) X- foto mastoid : sklerotik/rongga.

e) Tipe campuran (degeneratif, metaplastik). (385.3)

a) Perforasi marginal besar atau total

b) Granulasi dan kolesteatom

c) Audiogram : tuli konuktif / campuran dengan penurunan 60 dB

atau lebih

d) X- foto mastoid : sklerotik / rongga.

Page 26: Sipp Print,Tolong Di Cek

3. Pemeriksaan tambahan : Pembuatan audiogram dan X- foto mastoid

(seperti diatas).

II. Penyulitan

1. Abses retro airkula (383.0)

2. Paresis atau paralisis syaraf fasialis (351)

3. Komplikasi intrakranial :

- Meningitis

- Abses ekstradural

- Abses otak

III. Terapi

1. Tipe tubetimpanal stadium aktif:

- Antibiotik : Ampisilin / Amoksilin, (3-4 X 500 mg oral) atau klidomisin

(3 X 150 – 300 mg oral) Per hari selama 5 –7 hari

- Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya

- Perawatan lokal dengan perhidoral 3% dan tetes telinga (Klora menikol

1- 2%)

- Pengobatan alergi bila ada latar belakang alergi

Pada stadium tenang (kering) di lakukan miringoplastik. ICOPIM (5.

194).

2. Tipe degeneratif :

- Atikoantrotomi (5.203)

- Timpanoplastik (5.195).

3. Tipe meta plastik / campuran

- Mastoidektomi radikal (5.203)

- Mastoidektomi radikal dan rekonstruksi.

Untuk OMK dengan penyulit :

ABSES RETROAURIKULER

1. Insisi abses

2. Antibiotik : Penisilin Prokain 2 X 0,6-1,2 juta IU i.m / hari dan metronidazol

X 250 – 500mg oral / sup / hari.

3. Mastoid dektomi radikal urgen.

Page 27: Sipp Print,Tolong Di Cek

PARESIS ATAU PARALISIS SYARAF FASIALIS

1. Menentukan lokasi lesi :

- Dengan test Scrimer supra atau infra ganglion

- Refleks stapedeus : Positif : lesi di bawah N. Stapedeus

Negatif : lesi di atasnya

- Tes pengecapan pada lidah :

Positif : lesi di bawah korda timpani

Negatif : lesi di atasnya

2. Mastoidektomi urgen dan dekompresi saraf fasialis

3. Rehabilitasi.

LABIRINGITIS

1. Tes fistel

2. Mastoidektomi urgen.

MENINGITIS

1. Perawatan bersama dengan bagian syaraf

2. Antibiotik:

- ampicilin 6 x 2-3 g/ hari i.v di tambah

- Kloranfenikol 4 x 1 G atau seftriakson 1 –2 g / hari i.v

3. Bila meningitis sudah tenang segera di lakukan mastoidektomi radikal.

ABSESE EKSTRADURAL

1. Antibiotik : Ampisilin 4-6 X 2-3 gram/hari i.v

2. ditambah metronodazol 3 X 500mg Sup / hari.

3. Perawatan bersama dengan bagian bedah syaraf

4. Drainase abses oleh bagian bedah syaraf

5. Bila sudah tenang dilakukan matoiddektomi radikal

ASUHAN KEPERAWATAN

Page 28: Sipp Print,Tolong Di Cek

PENGKAJIAN

Pengumpulan data

Riwayat

Identitas Pasien

Riwayat adanya kelainan nyeri

Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang

Riwayat alergi.

OMA berkurang.

Pengkajian Fisik

a) Nyeri telinga

b) Perasaan penuh dan penurunan pendengaran

c) Suhu Meningkat

d) Malaise

e) Nausea Vomiting

f) Vertigo

g) Ortore

h) Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium.

Pengkajian Psikososial

a) Nyeri otore berpengaruh pada interaksi

b) Aktifitas terbatas

c) Takut menghadapi tindakan pembedahan.

Pemeriksaan Laboratorium.

pemeriksaan Diagnostik

a) Tes Audiometri : AC menurun

b) X ray : terhadap kondisi patologi

Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid.

Pemeriksaan pendengaran

a) Tes suara bisikan

b) Tes garputala

Page 29: Sipp Print,Tolong Di Cek

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan

2. Gangguan sensori / presepsi berhubungan dengan kerusakan pada telinga tengah

3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan

pencegahan kekambuhan

4. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan gangguan presepsi pendengaran

INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnose 1

Tujuan: Memberikan rasa nyaman, mengurangi rasa nyeri, Mencegah penyebaran

infeksi.

Beri aspirin/analgesik sesuai instruki

Kompres dingin di sekitar area telinga

Atur posisi

Beri sedatif sesuai indikasi

Ganti balutan

tiap hari sesuai keadaan

Observasi tanda

– tanda infeksi lokal

Ajarkan klien

tentang pengobatan

Amati

penyebaran infeksi pada otak : menggigil, kaku kuduk.

Diagnosa 2

Monitor gangguan sesori

Catat status pendengaran

Ingatkan klien bahwa vertigo dan nausea dapat terjadi setelah radikal

mastoidectomi karena gangguan telinga dalam. Berikan tindakan

pengamanan.

Perhatikan droping wajah unilateral atau mati rasa karena perlukaan (injuri)

saraf wajah.

Diagnosa 3

Page 30: Sipp Print,Tolong Di Cek

H.E

Ajarkan klien mengganti balutan dan menggunakan antibiotik secara kontinu

sesuai aturan

Beritahu komplikasi yang mungkin terjadi dan bagaimana melaporkannya

Tekankan hal – hal yang penting yang perlu di follow up,evaluasi

pendengaran

Diagnosa 4

Terapi medik

Antibiotik dan tetes telinga : Steroid

Pengeluaran debris dan drainase pus untuk melindungi jaringan dari

kerusakan : miringotomy

Interfensi bedah

Indikasi jika terdapat chaolesteatoma

Indikasi jika terjadi nyeri, vertigo,paralise wajah, kaku kuduk, (gejala awal

meningitis atau obses otak)

Tipe prosedur

Simpel mastoid decstomi

Radical mastoiddectomi

Posteronterior mastoiddectomi

Page 31: Sipp Print,Tolong Di Cek

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.

Penyakitnya muncul mendadak (akut)

Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh)

di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda

berikut:

o menggembungnya gendang telinga

o terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga

o adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga

o cairan yang keluar dari telinga

Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan

adanya salah satu di antara tanda berikut:

o kemerahan pada gendang telinga

o nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal 

Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun

telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam,

sulit makan, mual dan muntah, serta rewel.4,6,7 Namun gejala-gejala ini (kecuali

keluarnya cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA

tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.6

Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan

gendang telinga dengan jelas).4 Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga

yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak

kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.

Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik

(pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi

dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan

tekanan udara).6 Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali

dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas

diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop

biasa.4

Page 32: Sipp Print,Tolong Di Cek

Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan

terhadap gendang telinga).6 Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang

anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah

usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan

gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa

pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.8

OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA.

Untuk membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.4

Gejala dan tanda OMA Otitis media dengan

efusi

Nyeri telinga, demam,

rewel

+ -

Efusi telinga tengah + +

Gendang telinga suram + +/-

Gendang yang

menggembung

+/- -

Gerakan gendang

berkurang

+ +

Berkurangnya pendengaran+ +

3.1.2 Fokus Intervensi

1) Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada telinga

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang

Intervensi:

(a) Beri posisi nyaman ; dengan posisi nyaman dapat mengurangi nyeri.

(b) Kompres panas di telinga bagian luar ; untuk mengurangi nyeri.

(c) Kompres dingin ; untuk mengurangi tekanan telinga (edema)

(d) Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotik

Page 33: Sipp Print,Tolong Di Cek

Evaluasi: nyeri hilang atau berkurang

2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pengobatan

Tujuan : tidak terjadi tanda-tanda infeksi

Intervensi:

(a) Kaji tanda-tanda perluasan infeksi, mastoiditis, vertigo ; untuk mengantisipasi

perluasan lebih lanjut.

(b) Jaga kebersihan pada daerah liang telinga ; untuk mengurangi pertumbuhan

mikroorganisme

(c) Hindari mengeluarkan ingus dengan paksa/terlalu keras (sisi) ; untuk menghindari

transfer organisme dari tuba eustacius ke telinga tengah.

(d) Kolaborasi pemberian antibiotik

Evaluasi: infeksi tidak terjadi

3) Resiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan persepsi sensori

Tujuan : tidak terjadi injury atau perlukaan

Intervensi:

(a) Pegangi anak atau dudukkan anak di pangkuan saat makan ; meminimalkan anak

agar tidak jatuh

(b) Pasang restraint pada sisi tempat tidur ; meminimalkan agar anak tidak jatuh.

(c) Jaga anak saat beraktivitas ; meminimalkan agar anak tidak jatuh

(d) Tempatkan perabot teratur ; meminimalkan agar anak tidak terluka

Evaluasi : anak terhindar dari injury/perlukaan

Page 34: Sipp Print,Tolong Di Cek

3.2 Asuhan Keperawatan Pada Otitis Media

Ruang : THT Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo.

Pengkajian diambil tanggal : 1 Oktober 2009 Jam BBWI

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. N

Umur : 11 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Agama : Islam

Pekerjaan : -

Pendidikan : SD

Bahasa yang digunakan : Indonesia

Alamat : Surabaya

Tanggal MRS : 1Oktober 2009

Diagnosa Medis : Otitis Media Kronika

Keluhan Utama : Keluar cairan dan darah dari telinga kiri dan

pendengaran berkurang

2. RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)

1) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada usia 2 tahun klien pernah menderita Malaria dan sering kejang-

kejang. Setelah kejang-kejang bagian ekstrimitas lemah.

Klien pernah menderita Meningitis.

Sejak usia 2 tahun pada telinga kiri klien sering mengeluarkan cairan

dan darah.

Page 35: Sipp Print,Tolong Di Cek

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Klien post op Radikal Maestoidektomi Sinistra hari pertama

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat kesehatan keluarga yang lain tidak ada yang menderita

penyakit seperti yang diderita klien saat ini.

4) Keadaan Kesehatan Lingkungan

Klien mengatakan bahwa Lingkungan rumah tempat tinggal cukup

bersih.

3. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK

1) Keadaan Umum : Lemah dan pucat.

2) Tanda-tanda vital

Suhu : 370 C

Nadi : 92 X/menit.

Tekanan darah : 100/60 mmHg.

Respirasi : 20 x/menit

3) Body Systems

(1) Pernafasan (B 1 : Breathing)

Pernafasan melalui hidung. Frekuensi 20 x/menit, Irama teratur,

tidak terlihat gerakan cuping hidung, tidak terlihat Cyanosis, tidak

terlihat keringat pada dahi, tidak terdengar suara nafas tambahan,

dentuk dada simetris.

(2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)

Nadi 92 X/menit kuat dan teratur, tekanan darah 100/60 mmHg,

Suhu 37 0C, perfusi hangat. Cor S1 S2 tunggal reguler, ekstra

sistole/murmur tidak ada.

(3) Persyarafan (B 3 : Brain)

Tingkat kesadaran (GCS) Membuka mata : Spontan (4)

Verbal : Orientasi baik (5)

Motorik : Menurut perintah (6)

Page 36: Sipp Print,Tolong Di Cek

Compos Mentis : Pasien sadar baik.

Persepsi Sensori :

Pendengaran : Tuli konduksi sinistra

Penciuman : Tidak ada kelainan

Pengecapan : Tidak ada kelainan

Penglihatan : Tidak ada kelainan

Perabaan : Tidak ada kelainan

(4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)

Jumlah urine 1200 cc/24 jam, warna urine kuning.

(5) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)

Mulut dan tenggorokan normal, Abdomen normal, Peristaltik

normal, tidak kembung, tidak terdapat obstipasi maupun diare,

Rectum normal, klien buang air besar 1 X/hari.

(6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)

Kemampuan pergerakan sendi bebas/terbatas

Parese ada/tidak, Paralise ada/tidak, Hemiparese ada/tidak,

Ekstrimitas :

Atas : Tidak ada kelainan

Bawah : Tidak ada kelainan

Tulang Belakang : Tidak ada kelainan

Warna kulit : Coklat

Akral : Dingin

Turgor : Baik

Tidak terdapat kontraktur maupun dikubitus.

(7) Sistem Endokrin

Terapi hormon : -

Page 37: Sipp Print,Tolong Di Cek

Hipoglikemia : -

Polidipsi : -

Poliphagi : -

Poliuri : -

Postural hipotensi : -

Kelemahan :

4. DIAGNOSTIC TEST/PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratoriun

Hb :11,5 gr%

Otoskopi/Mikroskopik tanggal 17 April 2002

Telinga : Kapum timpani : Penebalan mukosa (-), Granulasi (+).

Hidung : Tidak ada kelainan

Tenggorokan : Tidak ada kelainan.

5. ANALISA DATA

NO DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH

1. S : Klien mengatakan

telinga kiri sakit

O :

- Telinga kiri bekas

operasi.

- Klien pucat.

- Mimik wajah

menahan kesakitan.

- Perfusi dingin

Kerusakan kulit jaringan

pada tempat operasi

Nyeri akut

2. S : Klien menyatakan

tidak bisa tidur.

O :

- Keadaan umum klien

Nyeri akut Pola istirahat tidur.

Page 38: Sipp Print,Tolong Di Cek

lemah.

- Mata sayu.

3. S : Klien mengatakan

telinga kiri kurang

pendengaran

O :

- Telinga sebelah kiri

tuli kondoksi

- Telah dilakukan

radikal

mastoidektomi.

gangguan persepsi

pendengaran

Resiko tinggi trauma

6. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan pada tempat operasi

2. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan nyeri akut

3. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan gangguan persepsi pendengaran

Page 39: Sipp Print,Tolong Di Cek

7. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Tanggal : 1 Oktober 2009

1. Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan pada

tempat operasi

Tujuan : Klien dapat mengekspresikan penurunan

nyeri/tidaknyamanan dalam waktu 2 X 24 jam.

Kriteria hasil : Klien tampak rileks

Mampu tidur atau istirahat dengan tepat

RENCANA TINDAKAN RASIONAL

1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan

lokasi, lamanya dan intensitas (skala

0 – 10). Perhatikan reaksi verbal dan

non verbal.

2. Bantu klien dengan posisi nyaman.

3. Berikan tindakan kenyamanan dasar.

Dorong ambulasi dini dan

menggunakan teknik relaksasi,

bimbing imajinasi, sentuhan

terapeutik.

4. Kompres dingin di sekitar area

telinga.

5. Kolaborasi pemberian analgesik.

1. Membantu dalam mengidentifikasi

derajat ketidaknyamanan dan

kebutuhan untuk keefektifan

analgesik.

2. Mempengaruhi kemampuan klien

untuk rileks dan tidur/istirahat secara

efektif.

3. Meningkatkan relaksasi, membantu

untuk mengalihkan perhatian dan

dapat mengalihkan koping.

4. Untuk menghilangkan nyeri

akut/hebat.

2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan

nyeri akut

Tujuan : Klien dapat istirahat atau tidur secara adekuat

Kriteria hasil : Klien tidur 6 – 8 jam sehari.

Beristirahat minimal sesuai kebutuhan.

Mengutarakan perasaan segar pada waktu bangun.

Page 40: Sipp Print,Tolong Di Cek

RENCANA TINDAKAN RASIONAL

1. Berikan kesempatan untuk

beristirahat/tidur sejenak

2. Evaluasi tingkat nyeri.

3. Lengkapi jadwal tidur dan ritual

secara teratur.

4. Berikan makanan kecil dan susu

hangatpada waktu sore hari.

5. Turunkan jumlah minum pada sore

hari. Lakukan berkemih sebelum

tidur.

6. Putarkan musik yang lembut.

7. Kolaborasi pemberian sedatif

1. Karena aktifitas fisik dan mental

dapat mengakibatkan kelelahan.

2. Karena nyeri dapat mengganggu

istirahat/tidur.

3. Penundaan waktu tidur

memungkinkan pembuangan energi.

4. Meningkatkan relaksasi dengan

perasaan mengantuk.

5. Menurunkan kebutuhan akan bangun

untuk pergi ke kamar

mandi/berkemih selama malam hari.

6. Menurunkan stimulasi sensori

dengan menghambat suara-suara lain

disekitar yang akan membuat tidur

nyeyak.

7. Sedatif dosis rendah mungkin efektif

dalam mengatasi insomnia.

Page 41: Sipp Print,Tolong Di Cek

3. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi trauma berhubungan dengan gangguan

presepsi pendengaran

Tujuan : Setelah diberikan intervensi keperawatan klien

menurunkan faktor resiko cedera dan melindungi diri

dari cedera.

Kriteria hasil : Mengungkapkan suatu keinginan untuk melakukan

tindakan pengamanan untuk mencegah cedera.

Mengungkapkan suatu maksud untuk melakukan

pencegahan.

RENCANA TINDAKAN RASIONAL

1. Orientasikan klien pada sekeliling,

jelaskan penggunaan alarm/bel

bantuan.

2. Awasi individu secara ketat selama

beberapa malam pertama.

3. Gunakan penerangan/lampuyang

cukup.

4. Anjurkan untuk meminta bantuan

jika diperlukan.

5. Jelaskan tentang kondisi klien

berkaitan dengan penurunan

pendengaran.

1. Klien mampu mengidentifikasi

lingkungan untuk mencegah

kecelakaan.

2. Untuk mengkaji keananan dan

adaptasi klien

3. Untuk meningkatkan keamanan

ruangan dan rangsangan penglihatan.

4. Mengurangi resiko cedera.

5. Keterbukaan dan penjelasan yang

sesungguhnya tentang kondisi klien

akan membantu proses penerimaan

klien pada kondisinya.

Page 42: Sipp Print,Tolong Di Cek

8. TINDAKAN KEPERAWATAN

TANGGAL JAM TINDAKAN KEPERAWATAN

1 Oktober

2009

Mengkaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya dan

intensitas (skala 0 – 10).

Memperhatikan reaksi verbal dan non verbal.

Membantu klien dengan posisi nyaman.

Memberikan tindakan kenyamanan dasar.

Mendorong ambulasi dini dan menggunakan teknik

relaksasi, bimbing imajinasi, sentuhan terapeutik.

mengompres dingin di sekitar area telinga.

Mengkolaborasikan pemberian analgesik.

1 Oktober

2009

Memberikan kesempatan untuk beristirahat/tidur sejenak.

Mengevaluasi tingkat nyeri.

melengkapi jadwal tidur dan ritual secara teratur.

Memberikan makanan kecil dan susu hangat pada waktu

sore hari.

Menurunkan jumlah minum pada sore hari.

menganjurkan berkemih sebelum tidur.

Memutarkan musik yang lembut.

Mengkolaborasikan pemberian sedatif.

1 Oktober

2009

Mengorientasikan klien pada sekeliling, jelaskan

penggunaan alarm/bel bantuan.

Mengawasi individu secara ketat selama beberapa malam

pertama.

Menggunakan penerangan/lampuyang cukup.

Page 43: Sipp Print,Tolong Di Cek

Menganjurkan untuk meminta bantuan jika diperlukan.

Menjelaskan tentang kondisi klien berkaitan dengan

penurunan pendengaran.

Page 44: Sipp Print,Tolong Di Cek

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pendengaran sebagai salah satu indera, memegang peranan yang sangat penting karena

perkembangan bicara sebagai komponen utama komunikasi pada manusia sangat tergantung

pada fungsi pendengaran. Apabila pendengaran mengalami gangguan pada telinga seperti

otitis media yang tekait dengan kasus ini.

4.2     Saran

Sebaiknya tidak mencoba pemindahan serumen telinga di rumah dengan cotton bud, jepit

rambut, pensil, atau peralatan lain apa pun. Tindakan seperti itu biasanya hanya memasukkan

lilin lebih banyak dan bisa merusakkan gendang pendengar dan akan mengalami

penyumbatan pada bagian telinga dalam.Sabun dan air di atas sehelai waslap menyediakan

higienis telinga eksternal yang memadai.

44

Page 45: Sipp Print,Tolong Di Cek

DAFTAR PUSTAKA

1. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of ototopical

antibiotics for chronic suppurative otitis media in Aboriginal children: a

community-based, multicentre, double-blind randomised controlled trial. Medical

Journal of Australia. 2003. Available from URL: http://www.mja.com.au/

2. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal of

Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au/

3. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intracranial complication of chronic

suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of Otorhinolaringology.

2005. Available from URL: http://www.rborl.org.br/

4. Dunna, D.I. Et al. 1995. Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process

Approach 2 nd Edition : WB Sauders.

5. Makalah Kuliah THT. Tidak dipublikasikan

6. Rothrock, C. J. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC :

Jakarta.

7. Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.

8. Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. 1998. Buku Ajar Ilmu penyakit

THT. FKUI : Jakarta.

9. Vouloumanou EK , Karageorgopoulos DE , Kazantzi MS , Kapaskelis AM ,

Falagas ME . Antibiotik dibandingkan dengan plasebo atau menunggu waspada

untuk otitis media akut : meta - analisis dari percobaan terkontrol acak . J

Antimicrob Chemother . 2009; 64 ( 1 ) :16 - 24 .

10. Dunna, D.I. Et al. (1995). Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process

Approach 2 nd Edition : WB Sauders.

11. Rothrock, C. J. (2000). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC :

Jakarta.

12. Sjamsuhidajat & Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.

13. Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (1998). Buku Ajar Ilmu penyakit

THT. FKUI : Jakarta

45