Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

40
BAB 1 PENDAHULUAN Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum nasi. Sinus – sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis. 1 Hidung dan sinus paranasalis merupakan struktur berongga dalam kranium yang berhubungan satu sama lain. Kedudukan dan hubungan kavum nasi dengan sinus paranasalis serta terhadap organ di sekitarnya (orbita, gigi, fossa cranii media dll) sangat penting dalam menjelaskan patofisiologi penyakit di bidang THT. 2 Sinus yang dalam keadaan fisiologis adalah steril, apabila klirens sekretnya berkurang atau tersumbat, akan menimbulkan lingkungan yang baik untuk perkembangan organisme patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis. 2, 3,4,5 Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia. 6 Sinusitis bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian antibiotik. 2,3 Lima milyar dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan untuk pengobatan operatif 1

Transcript of Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

Page 1: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

BAB 1

PENDAHULUAN

Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum

nasi. Sinus – sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan

diberi nama sesuai dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus

sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus etmoidalis.1 Hidung dan sinus paranasalis

merupakan struktur berongga dalam kranium yang berhubungan satu sama lain.

Kedudukan dan hubungan kavum nasi dengan sinus paranasalis serta terhadap

organ di sekitarnya (orbita, gigi, fossa cranii media dll) sangat penting dalam

menjelaskan patofisiologi penyakit di bidang THT.2

Sinus yang dalam keadaan fisiologis adalah steril, apabila klirens

sekretnya berkurang atau tersumbat, akan menimbulkan lingkungan yang baik

untuk perkembangan organisme patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus,

bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis.2,

3,4,5

Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia.6

Sinusitis bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan

pemberian antibiotik.2,3 Lima milyar dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk

pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan untuk pengobatan

operatif sinusitis di Amerika Serikat.7 Sinusitis maksila paling sering ditemukan,

kemudian diikuti oleh sinusitis ethmoidalis, sinusitis frontalis dan sinusitis

sphenoidalis. Hal ini disebabkan sinus maksila merupakan sinus paranasalis

terbesar yang apabila mengalami infeksi akan lebih jelas menimbulkan gangguan.

Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), infeksi pada gigi

dapat menyebabkan sinusitis maksilaris. Letak ostium sinus lebih tinggi dari dasar

menyebabkan drainase sinus hanya tergantung pada gerakan silia, disamping itu

letak ostium yang berada di meatus nasi media, sekitar hiatus semilunaris yang

sempit juga menyebabkan ostium sering tersumbat. Berdasarkan fakta tersebut

diatas, sinusitis adalah penyakit yang penting untuk diketahui oleh seorang

praktisi kesehatan.6 Oleh karena itu tema ini diangkat agar diagnosis, dan

penanganan sinusitis maksilaris bisa dimengerti dengan lebih baik.

1

Page 2: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sinus paranasalis adalah rongga udara berlapis mukosa pada tulang

kranium, yang berhubungan dengan rongga hidung dan meliputi sinus frontalis,

sinus etmoidalis, sinus maksilaris, dan sinus sfenoidalis. Sedangkan sinusitis

adalah kondisi inflamatorik yang melibatkan satu atau lebih dari keempat rongga

berpasangan yang mengelilingi kavum nasi (sinus paranasalis). Menurut anatomi

yang terkena, sinusitis dibagi atas sinusitis frontalis, sinusitis etmoidalis, sinusitis

maksilaris, dan sinusitis sfenoidalis. Jadi, sinusitis maksilaris adalah suatu kondisi

inflamatorik yang melibatkan sinus maksilaris.1,2

2.2. Embriologi dan Perkembangan Sinus Maksila

Pada bulan ketiga kehidupan embrio, sinus maksila terbentuk dimulai dari suatu

invaginasi mukosa meatus media ke arah lateral dan ke arah korpus maksila os

maksila.6

Perubahan-perubahan progresif pada dinding hidung lateral dengan

pembentukan sinus paranasal terjadi secara simultan dengan perkembangan

palatum. Pada hari ke 40 dari fetus sewaktu perkembangan rongga hidung, maka

lekukan horizontal (horizontal groove) nampak pada dinding lateral, yang

kemudian akan membentuk meatus medius dan inferior. Proliferasi mesenkim

maxilloturbinate menonjol ke dalam lumen dan kemudian menjadi konka inferior.

Konka yang lebih atas berkembang dari lipatan etmoid turbinate yang tampak

kemudian. Perkembangan sinus terjadi ketika lipatan konka terbentuk. Ini

merupakan proses lambat, yang berlanjut sampai terhentinya pertumbuhan tulang

pada awal kehidupan dewasa. Dari keempat sinus paranasal, hanya sinus maksila

dan etmoid yang ada waktu lahir. Sinus maksila tampak pertama kali seperti suatu

depresi ektodermal tepat diatas prosesus unsinatus pada konka inferior.6

Pada saat lahir rongga sinus maksila berbentuk tabung dengan ukuran 7 x

4 x 4 mm, ukuran posterior lebih panjang daripada anterior, sedangkan ukuran

tinggi dan lebar hampir sama panjang. Dengan kecepatan pertumbuhan setiap

2

Page 3: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

tahunnya sebesar 2-3 mm ke arah vertikal dan ke arah posterior, maka pada usia 8

tahun rongga sinus maksila telah mencapai meatus inferior.6

Pada usia 10-12 tahun dasar sinus maksila telah mencapai tinggi yang

sama dengan dasar kavum nasi. Di atas umur 12 tahun pertumbuhan sinus maksila

ke arah inferior, berhubungan erat dengan erupsi gigi permanen, sehingga ruang

yang semula ditempati oleh tunas-tunas gigi permanen akan mengalami

pneumatisasi yang mengakibatkan volume sinus maksila bertambah besar ke arah

inferior. Pada umur 18-19 tahun erupsi gigi permanen telah lengkap dan

diperkirakan pertumbuhan sinus maksila telah selesai.6

2.3. Anatomi Sinus Maksila

Sinus maksila atau antrum Highmore adalah suatu rongga pneumatik berbentuk

piramid yang tak teratur dengan dasarnya menghadap ke fosa nasalis dan

puncaknya ke arah apeks prosesus zigomatikus os maksila. Sinus ini merupakan

sinus yang terbesar diantara sinus paranasal. Pengukuran sinus maksila dapat

dilakukan dengan dua cara, yaitu rontgenologik dan manometrik. Pada saat lahir

volume sinus maksila dan sekitarnya berukuran 6-8 ml dan penuh dengan cairan,

sedangkan volume sinus maksila orang dewasa kira-kira 15 ml. Tidak ada

perbedaan kapasitas antara laki-laki dan perempuan. Ukuran kedua sinus maksila

kanan dan kiri tidak selalu sama, tetapi diantara sinus paranasal yang lain, sinus

maksila yang paling simetris antara kanan dan kiri serta paling sedikit mengalami

variasi dalam perkembangan. Besar kecilnya rongga sinus maksila terutama

tergantung pada tebal tipisnya dinding sinus.6

Gambar 1. Anatomi sinus maksilarisSinus mempunyai beberapa dinding, dinding anterior dibentuk oleh

3

Page 4: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

permukaan maksila os maksila, yang disebut fosa kanina. Dinding posterior

dibentuk oleh permukaan infratemporal maksila. Dinding medial dibentuk oleh

dinding lateral rongga hidung. Dinding superior dibentuk oleh dasar orbita dan

dinding inferior oleh prosesus alveolaris dan palatum.6

Dasar sinus maksila berdekatan dengan tempat tumbuhnya gigi premolar

ke-2, gigi molar ke-1 dan ke-2, bahkan kadang-kadang gigi tumbuh ke dalam

rongga sinus dan hanya tertutup oleh mukosa. Proses supuratif yang terjadi sekitar

gigi-gigi ini dapat menjalar ke mukosa sinus melalui pembuluh darah atau limfe,

sedangkan pencabutan gigi ini dapat menimbulkan hubungan dengan rongga sinus

melalui fistel oroantral yang akan mengakibatkan sinusitis. Di dalam sinus kadang-

kadang ada sekat-sekat yang membentuk ruang-ruang di bagian posterior, sehingga

dapat menjadi sumber infeksi terus menerus.6

Sinus maksilaris bermuara ke dalam meatus nasi medius melalui hiatus

semilunaris yang sempit. Simon berpendapat bahwa ostium sinus maksilaris

berupa satu saluran karena ia menemukan ukuran dari ujung medial sampai lateral

lebih panjang 3 mm dari panjang rata-rata 5,55 mm. Hal ini penting karena

berhubungan dengan patofisiologi terjadinya sinusitis maksilaris, dimana

drainasenya mengandalkan pergerakan silia pada dinding sinus.2

Gambar 2. Hiatus semilunaris dan ostium sinus maksilaris

4

Page 5: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

A. alveolaris superior posterior

A. spenopalatina

A. infraorbitalis

A. maxillaris

A. carotis eksterna

A. carotis interna

A. palatina descendens

A. fascialis

Yang harus diingat dari anatomi sinus maksilaris dalam segi klinik adalah

yang pertama, akar gigi dan dasar dari sinus maksilaris hanya dipisahkan dengan

lamina tulang yang sangat tipis dan bahkan sama sekali tidak dipisahkan oleh

tulang. Kedua, sinusitis maksilaris dapat menimbulkan komplikasi orbita.

Terakhir, ostium sinus maksilaris terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga

drainase kurang baik .1,2

Gambar 3. Hubungan dasar sinus maksilaris dengan akar gigi

2.4. Vaskularisasi dan Persarafan

Mukosa sinus maksila mendapat aliran darah dari arteri karotis eksterna melalui

cabang-cabangnya, yaitu arteri maksilaris interna, arteri palatina desenden yang

merupakan cabang arteri maksilaris interna, arteri alveolaris superior posterior dan

anterior yang merupakan cabang arteri infra orbitalis dan arteri nasalis posterior

lateral yang merupakan cabang langsung arteri maksilaris interna.6

Darah dari sinus maksila dialirkan ke vena infraorbitalis, vena

supraorbitalis dan pleksus venosus lakrimalis. Selain itu berhubungan dengan

pleksus venosus pterigoideus dan vena sinus sphenoid. Aliran darah rata-rata pada

mukosa sinus maksila sebesar 125 ml/100 gr jaringan/ menit yang lebih besar dari

aliran darah pada organ otot, otak dan ginjal.6

Sistem pembuluh limfa pada sinus maksila menuju ke muara sinus sampai

ke meatus medius, kemudian menuju ke arah pleksus limfatikus di sekitar muara

tuba Eustachius, selanjutnya bermuara pada kelenjar limfa retrofaring lateral.6

5

Page 6: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

V. supraorbitaV. temporalis superficialis

V. labialis superior

V. facialis

V. retromandibularis

V. jugularis interna

Pleksus pterygoideus

V. maxillaris

N. maksillaris

N. opthalmicus

N. alveolaris superior

N. infraorbitalis

N. alveolaris inferior

N. trigeminus

Ganglion trigeminale

N. lingualis

Gambar 4. Vaskularisasi arteri sinus maksilaris

Gambar 5. Vaskularisasi vena sinus maksilarisPersarafan sensorik sinus maksila oleh n. alveolaris superior yang

merupakan cabang kedua dari n.trigeminus. Persarafan simpatik berasal dari

pleksus nervosus karotikus melalui ganglion sfenopalatina dan berakhir pada

tunika propria sebagai jalinan serabut-serabut saraf yang banyak.6

6

Page 7: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

Gambar 6. Persarafan sinus maksilaris

2.5. Fungsi Sinus Maksila.

Beberapa teori menyebutkan sinus paranasalis mempunyai fungsi sebagai berikut :

mengurangi berat cranium, resonansi udara dan mempengaruhi kualitas suara,

penahan suhu (termal insulator), pengatur kondisi udara (air conditioning),

mempengaruhi gaya berat pada saat mengunyah ke arah lateral sehingga tekanan

tidak langsung mengenai orbita, sebagai peredam perubahan tekanan udara seperti

pada saat bersin atau membuang ingus, membantu produksi mukus untuk

membersihkan partikel yang masuk bersama udara inspirasi ke dalam sinus.1

2.6. Klasifikasi

Berdasarkan konsensus pada Internasional Conference of Sinus Disease, sinusitis

maksilaris dibagi menjadi 2 yaitu:2, 3

1. Sinusitis maksilaris akut

Sinusitis maksilaris akut adalah infeksi sinus maksilaris yang berlangsung

selama 7 hari sampai 8 minggu, dengan episode serangan kurang dari 4 kali

dalam setahun dan setelah diberikan terapi optimal , mukosa sinus akan

kembali normal.

2. Sinusitis maksilaris kronis

Sinusitis maksilaris kronis adalah infeksi sinus yang berlangsung lebih dari

8 minggu sampai jangka waktu yang tidak terbatas, dengan episode

serangan lebih dari 4 kali dalam setahun dan walaupun diberikan terapi

yang optimal, mukosa tetap abnormal sehingga harus dibuang lewat

pembedahan.

7

Page 8: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

2.7. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Dalam keadaan fisiologis, sinus dalam keadaan steril. Penyebab dari sinusitis

maksilaris bermacam-macam diantaranya:2,4

a. Virus, bakteri atau infeksi jamur dari saluran pernafasan.

b. Penularan dari infeksi sinus di dekatnya, seperti faringitis, tonsilitis atau

radang pada gigi geraham atas (odontogen).

c. Rhinitis alergi dan rhinitis kronik. Pada keadaan ini terjadi hipersekresi

cairan mukus yang dapat menyumbat osteum sinus dan menjadi media

bagi pertumbuhan kuman

d. Obstruksi mekanik seperti kelainan septum (spina septum, deviasi septum,

dislokasi septum), hipertropi konka media, benda asing dalam hidung,

polip dan tumor di rongga hidung akan menyebabkan salah satu atau

kedua rongga hidung menjadi lebih sempit

e. Trauma kapitis yang melibatkan sinus maksilaris.

f. Polusi udara.

Sinusitis maksilaris odontogen dapat disebabkan oleh:2,4

1. Granuloma pada akar gigi sebagai fokal infeksi yang menuju sinus

maksilaris.

2. Ekstrasi gigi yang menyebabkan akar gigi masuk ke dalam sinus.

3. Tindakan yang menyebabkan akar gigi masuk ke dalam sinus.

4. Adanya alat yang merusak lapisan epitel sinus.

5. Tindakan pada gigi impaksi M3, bicuspid atau yang masuk kedalam

sinus.

6. Fraktur prosesus maksilaris yang melibatkan beberapa gigi sehingga

sinus terbuka.

7. Adanya radicular cyst yang menyangkut kedalam sinus.

8. Adanya dry socket akibat pencabutan gigi, dimana socketnya tidak

terisi bekuan darah, sehingga mudah kemasukan sisa makanan yang

menyebabkan infeksi dan menjalar ke dalam sinus.

9. Abses akar gigi yang mengalami gangren.

8

Page 9: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

2.8 Epidemiologi Sinusitis Maksilaris Dentogen

Dari berbagai penelitian mengenai sinusitis maksilaris dentogen, didapatkan

bahwa prevalensi sinusitis maksilaris paling banyak pada usia dewasa muda (20-

40 tahun) dan perempuan lebih banyak terkena dibandingkan laki-laki. Dari

berbagai penelitian, didapatkan sebagian besar keluhan penderita sinusitis

maksilaris adalah hidung berbau, diikuti dengan nyeri di daerah pipi atau hidung,

hidung tersumbat, dan hidung berair. Penyakit gigi seperti abses apikal atau

periodontal dapat menimbulkan gambaran bakteriologik yang didominasi oleh

gram negatif, karenanya menimbulkan bau busuk, sehingga timbul keluhan

hidung berbau.7

Sinusitis maksilaris dentogen dapat terjadi secara unilateral maupun

bilateral. Prevalensi sinusitis maksilaris unilateral lebih tinggi daripada bilateral.

Keterlibatan antrum unilateral (satu sisi) seringkali merupakan indikasi dari

keterlibatan gigi sebagai penyebab. Bila hal ini terjadi, maka organisme yang

bertanggung jawab kemungkinan adalah jenis gram negatif, yang merupakan

organisme yang lebih banyak didapatkan pada infeksi gigi daripada bakteri gram

positif yang merupakan bakteri khas pada sinus.7

Penyakit gigi terbanyak yang menyebabkan sinusitis maksilaris dentogen

berdasarkan penelitian di departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik

Medan adalah abses apikal (71,43%), diikuti oleh periodontitis (34,29%),

ginggivitis (20%), fistula oroantral (8,57%), kista dentigerous (2,86%) dan

granuloma periapikal (2,86%).7

Lokasi gigi yang terbanyak menyebabkan sinusitis maksilaris dentogen

berdasarkan berbagai penelitian adalah gigi molar pertama, diikuti oleh premolar

kedua, dan premolar pertama. Akar gigi premolar kedua dan molar pertama

berhubungan dekat dengan lantai dari sinus maksila dan pada sebagian individu

berhubungan langsung dengan mukosa sinus maksila sehingga dapat terjadi

penyebaran infeksi bakteri langsung dari akar gigi ke dalam sinus maksila.7

Dari hasil perhitungan resiko relatif yang dilakukan oleh Primartono dan

Suprihati (Semarang, 2003) disapatkan bahwa infeksi gigi premolar atas

mempunyai kemungkinan 12 kali lebih besar untuk terjadi sinusitis maksilaris

kronik dibandingkan dengan yang tanpa infeksi gigi.7

9

Page 10: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

2.9. Patofisiologi

Sinus paranasalis mempunyai sistem pertahanan terhadap infeksi. Mekanisme

pertahanan tersebut didapat dengan adanya daya untuk menghancurkan kuman

oleh lisozim. Lisozim yang terdapat pada lapisan mukus bersifat destruktif

terhadap sebagian bakteri. Mekanisme pertahanan yang lain diperoleh dari daya

gerak silia. Sistem pertahanan sinus paranasalis dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu:2

1. Transport mukosilia

Kuman atau benda asing yang masuk ke dalam sinus akan diselubungi

oleh suatu lapisan yang disebut mucous blanket, kemudian gerakan silia

akan mengalirkan ke arah ostium dan akhirnya keluar. Apabila gerakan

silia mengalami gangguan maka drainase sinus akan terganggu sehingga

terjadi penimbunan mukus.

2. Ostium sinus.

Ostium merupakan titik paling lemah dari mekanisme pertahanan sinus

karena pada keadaan normal pun sinus sangat sempit sehingga ventilasi

sinus sering terganggu.

3. Pertukaran O2.

Pertukaran O2 sering terganggu pada pembentukan ostium. Kadar O2 dalam

sinus mempunyai hubungan dengan ukuran dan terbukanya ostium. Bila

ostiumnya tersumbat, kadar O2 akan berkurang sehingga aktivitas

mukosilia juga berkurang.

4. Peredaran darah dalam mukosa sinus.

Absorbsi oksigen terjadi secara perfusi dan jumlahnya tergantung dari

jumlah darah pada daerah tersebut. Adanya gangguan peredaran darah

dalam sinus akan menyebabkan gangguan absorbsi oksigen.

Komplek osteomeatal terdiri dari infundibulum ethmoid yang terdapat di

belakang prosesus uncinatus, resesus frontalis, bula ethmoid dan sel-sel ethmoid

anterior dengan ostiumnya dan osteum sinus maksila merupakan faktor yang

sangat menentukan dalam patofisiologi sinusitis paranasalis. Struktur ini

mempunyai lebar hanya beberapa millimeter, sehingga merupakan celah yang

amat sempit dan ditutup oleh permukaan mukosa yang saling berhadapan dan

10

Page 11: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

bahkan kadang-kadang saling menempel, seperti leher botol. Kondisi ini

memudahkan terjadinya gangguan fungsi tuba dan drainase sinus paranasalis.2

2.10. Gejala dan Tanda

1. Sinusitis maksilaris akut

Gejala sinusitis maksilaris akut meliputi gejala sistemik dan lokal. Gejala sistemik

berupa demam sampai menggigil, malaise, lesu serta nyeri kepala terutama pada

sisi yang sakit. Gejala lokal dapat berupa rasa nyeri tumpul dan menusuk di

daerah pipi atau di bawah kelopak mata yang bisa menyebar ke alveolus sehingga

sering dikelirukan sebagai sakit gigi. Nyeri alih lain bisa juga dirasakan di dahi

dan di depan telinga. Nyeri semakin berat jika kepala digerakkan secara

mendadak, misalnya sewaktu naik turun tangga. Sekret mukopurulen dapat keluar

dari hidung dan terkadang berbau busuk bahkan bercampur darah. Batuk serta

kurangnya sensitifitas dalam merasakan rasa dan bau.8

Pada pemeriksaan di dapatkan pembengkakan di daerah muka yaitu pipi

dan kelopak mata bawah. Pada palpasi dan perkusi di daerah tersebut akan terasa

nyeri. Dengan rhinoskopi anterior akan tampak mukosa konka hiperemis dan

edema serta tampak adanya sekret mukopurulen di meatus nasi media. Pada

rhinoskopi posterior tampak sekret mukopurulen di nasofaring( post nasal drip).

Dengan pemeriksaan transiluminasi akan tampak gambaran bulan sabit di bawah

rongga mata yang menjadi lebih suram/gelap dibandingkan dengan normal.1, 3, 5

2. Sinusitis Maksilaris Kronis

Gejala sinusitis maksilaris kronis umumnya sangat bervariasi. Gejala dapat

dirasakan berat sehingga menghalangi penderita untuk bekerja atau dapat ringan

tetapi berlangsung lama. Selama eksaserbasi akut, gejala-gejala mirip dengan

gejala sinusitis akut, sedangkan di luar masa tersebut akan didapatkan gejala-

gejala sesuai dengan faktor predisposisinya, disertai gejala-gejala yang meliputi:1,5

a. Gejala pada hidung dan nasofaring antara lain obstruksi hidung akibat

hipertropi mukosa hidung dan konka, sekret hidung berupa pus atau

mukopus yang disertai bau busuk, post nasal drip dan epistaksis.

b. Gejala pada faring yaitu rasa tidak nyaman di tenggorokan.

11

Page 12: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

c. Gejala pada telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena

tersumbatnya tuba eusthachius.

d. Rasa nyeri dan sakit kepala.

e. Gejala pada mata yaitu epifora dan konjungtivitis oleh karena penjalaran

infeksi melalui duktus nasolakrimalis.

f. Gejala saluran pernafasan berupa batuk dan terdapat komplikasi di paru

berupa bronkitis atau bronkiektasis atau asma bronkiale, sehingga terjadi

penyakit sinobronkitis.

g. Gejala pada saluran pencernaan oleh karena mukopus yang tertelan.

2.11. Diagnosis

1. Anamnesis.

Dicurigai sinusitis akut apabila terjadi infeksi saluran nafas yang menetap dalam

7-10 hari, terutama jika infeksinya berat dan disertai demam tinggi, sekret purulen

dari hidung, atau edema periorbital. Batuk pada malam hari adalah gejala nomor 2

tersering atau tanda dari sinusitis yang diikuti oleh rhinitis purulen. Sakit kepala,

nyeri wajah atau edema tidak sering ditemukan.8

Gejala dari sinusitis kronik adalah tidak spesifik dan bervariasi. Bila ada

demam, suhu badan tidak begitu tinggi. Malaise, cepat lelah dan anoreksia

mungkin ada. Sekret dari hidung bervariasi dari tipis sampai tebal, dari serus

sampai purulen. Bau mulut dilaporkan lebih sering pada orangtua daripada anak.

Obstruksi hidung ditandai dengan bernafas melalui mulut dan adanya nyeri

tenggorok.8

Beberapa anak kecil dengan sinusitis maksilaris kronik, orang tuanya

mungkin menemukan secara kebetulan pada pagi hari, mata yang bengkak dan

tanpa rasa nyeri. Anak yang lebih besar mungkin mengeluh hilangnya

kemampuan perasa oleh karena hubungannya dengan obstruksi nasal dan

anosmia. Gejala pada malam hari mungkin juga termasuk mengorok dan batuk

oleh karena hubungannya dengan post nasal drip.8

2. Pemeriksaan fisik

Untuk melihat tanda-tanda klinis dapat dilakukan pemeriksaan antara lain:1,2

12

Page 13: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

a. Inspeksi, yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada wajah.

Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-

merahan mungkin menunjukkan sinusitis maksila akut.

b. Palpasi, nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya

sinusitis maksila.

c. Rhinoskopi anterior, tampak mukosa hidung hiperemis dan edema, terlihat

pus pada meatus nasi media.

d. Rhinoskopi posterior, tampak sekret kental di nasofaring (post nasal drip)

e. Transiluminasi. Pada sinus normal tampak gambaran bulan sabit yang

terang di bawah mata, dan bila ada sinusitis, sinus yang sakit akan menjadi

suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna apabila salah satu sisi

sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan sisi yang normal.

3. Pemeriksaan mikrobiologik dan laboratorium.

Untuk pemeriksaan mikrobiologik sebaiknya diambil sekret dari meatus medius

atau meatus superior. Pada sinusitis akut, kemungkinan akan ditemukan

bermacam-macam bakteri yang merupakan flora normal di hidung atau kuman

patogen, seperti Pneumococcus, Sterptococcus, Sthaphylococcus dan H.influenza

atau bahkan virus/jamur. Sedangkan pada sinusitis kronis biasanya ditemukan

infeksi campuran oleh berbagai macam mikroba seperti kuman aerob S.aureus,

S.viridans, H.influenza dan kuman anaerob Peptostreptokokus dan

Flusobakterium.8

Adanya kultur sinus adalah satu-satunya cara definitif untuk

mengkonfirmasi diagnosa dari sinusitis yang infeksius. Kultur bisa diperoleh dari

meatus nasi media dibawah tuntunan endoskopi atau melalui tehnik punksi.

Organisme spesifik dipertimbangkan patogen saat lebih dari 104 koloni terbentuk,

spesies-spesies ini timbul pada kultur atau saat hitung jenis PMN lebih dari 5000

ml.8

Pemeriksaan endoskopi pada sinus maksilaris disebut sinuskopi atau

antroskopi. Caranya adalah kanul dan trokar dimasukkan ke dalam antrum melalui

dinding lateral meatus nasi inferior dengan memakai anestesi lokal. Kemudian

trokar dicabut dan antroskop dimasukkan ke dalam sinus melalui kanul. Apabila

13

Page 14: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

dalam sinus masih banyak terdapat cairan maka terlebih dahulu dilakukan irigasi.

Pada sinusitis maksilaris kronis dijumpai gambaran mukosa yang menebal, edema

atau polipoid dan pada bagian tertentu kemungkinan terjadi fibrosis serta dilapisi

oleh sekret berupa pus atau mukopus.8

Tujuan dilakukan punksi sinus maksilaris selain untuk membantu

menegakkan diagnosis juga bertujuan untuk memberikan terapi dengan

melakukan irigasi memakai cairan fisiologis.8

4. Pemeriksaan radiologi

Evaluasi radiologi berguna bila diagnosis sinusitis akut yang meragukan setelah

anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan radiologi sinus (posisi water’s,

Caldwell, lateral dan oblique) mempunyai nilai prediksi 72-96% dalam

mendiagnosa sinusitis akut. Posisi water’s sendiri mempunyai nilai prediksi yang

sama untuk mendiagnosa sinusitis maksilaris. Pada sinusitis maksilaris akut

ditemukan penebalan mukosa, air fluid level dan perselubungan sinus. Kelemahan

dari pemeriksaan radiologi adalah adanya variasi hasil pemeriksaan,

ketidakmampuan untuk membedakan polip atau tumor dan visualisasi yang buruk

dari sinus etmoid dan sinus sphenoid.1,2

Pemeriksaan radiologi pada individu dengan sinusitis kronik menunjukkan

respon osteoblastik yang mempengaruhi dinding sinus, penebalan

mukoperiosteum, perselubungan rongga sinus dan kadang menyempitnya rongga

sinus.. Akhir-akhir ini, CT scan banyak digunakan untuk evaluasi preoperative

dan MRI untuk membedakan penyebaran orbita dan intrakranial.1,2

Gambar 7. Roentgen posisi Water’s untuk menilai sinus maksillaris

14

Page 15: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

Gambar 8. Sinus maxilaris pada pemeriksaan CT scan

5. Pemeriksaan gigi

Infeksi gigi berperanan pada 10% kasus sinusitis maksilaris, sehingga perlu

dilakukan pemeriksaan gigi rahang atas. Penyebab tersering adalah gigi premolar

dan molar 1 yang mengalami gangren pulpa, abses pada apeks gigi akibat cabut

gigi dan periodontis kronis.7

2.12. Diagnosis Banding.

Diagnosis banding dari sinusitis maksilaris akut adalah:8

1. Rhinitis alergi

2. Infeksi gigi geraham atas

3. Benda asing dalam rongga hidung

Dignosis banding dari sinusitis maksilaris kronik adalah:8

1. Karsinoma sinus maksila

2. Ozaena

3. Benda asing dalam rongga hidung.

2.13. Penatalaksanaan.

Terapi sinusitis maksilaris akut,umumnya terdiri dari:1,2,8

1. Istirahat

2. Antibiotika

Antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spectrum luas yang relative murah dan

aman. Lama pemberian antibiotika yang disarankan oleh beberapa kepustakaan

juga bervariasi tergantung kondisi penderita. Pada kasus akut, antibiotika

15

Page 16: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

diberikan selama 5-7 hari sedangkan pada kasus kronik diberikan selama 2

minggu hingga bbas gejala selama 7 hari. Antibiotika yang dapat diberikan antara

lain:

a. Amoksisilin 3 kali 500 mg

b. Ampicillin 4 kali 500 mg

c. Eritromisin 4 kali 500 mg

d. Sulfametoksasol – TMP

e. Doksisiklin

3. Dekongestan

a. Sol efedrin 1-2 % sebagai tetes hidung

b. Sol.Oksimetasolin HCL 0,05%(semprot hidung untuk dewasa.

c. Oksimetasolin HCL 0,025%(semprot hidung untuk anak-anak)

d. Tablet pseudoefedrin 3 kali 60mg (dewasa)

4. Analgetika dan antipiretik: parasetamol atau metampiron

5. Antihistamin

Antihistamin berguna untuk mengurangi obstruksi KOM pada pasien alergi

yang menderita sinusitis akut. Terapi antihistamin ini tidak

direkomendasikan untuk penggunaan rutin pada pasien dengan sinusitis

akut, karena dapat menimbulkan komplikasi melalui efeknya yang

mengentalkan dan mengumpulkan sekresi sinonasal.

6. Mukolitik

Secara teori, mukolitik memiliki kelebihan dalam mengurangi sekresi dan

memperbaiki drainase. Namun tidak biasa digunakan dalam praktek klinis

untuk mengobati sinusitis akut.

7. Tindakan operatif

Irigasi antrum segera dilakukan jika dalam waktu 10 hari, penderita tidak

menunjukkan tanda-tanda perbaikan dengan terapi konservatif, atau telah

didapatkan adanya air fluid level dalam antrum. Tindakan ini dapat

dilakukan dengan menusukkan jarum melalui meatus nasi inferior, atau

16

Page 17: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

melalui celah bukalis gusi menembus fosa insisiva. Kemudian dengan

mengalirkan larutan saline hangat ke dalam antrum maksilaris, akan

mendorong pus ke luar melalui ostium alami. Selain untuk memperbaiki

aliran mukosilier, tehnik irigasi ini dimaksudkan untuk memperoleh material

yang dapat digunakan untuk kultur dan tes sensitifitas.

Sinusitis yang berulang atau persisten dan menimbulkan komplikasi

dapat dilakukan terapi pembedahan. Bila tidak ada komplikasi, pasien

dengan sinusitis akut jarang membutuhkan pembedahan. Bila pengobatan

konservatif gagal, dilakukan terapi radikal yaitu pembedahan Caldwel-luc,

yaitu dengan mengangkat mukosa yang patologis dan membuat drainase

sinus. Kegagalan respon terhadap terapi antibiotik, terutama pada sinusitis

kronik dan persisten adalah indikasi intuk intervensi bedah.

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) atau Functional

Endoscopic Sinus Surgery (FESS) merupakan tehnik penanganan terkini

dari sinusitis oleh karena pembedahan dengan metode Caldwel-luc sudah

jarang dipakai. Pembedahan ini dapat memperbaiki ventilasi sinus dan dapat

mengembalikan fungsi mukosilier.

Pendekatan terdahulu untuk membuat saluran nasoantral dalam sinus

maksilaris (untuk memfasilitasi gravitasi drainase) adalah tidak efektif,

karena pembersihan normal mukosilier adalah satu arah dan melawan

gravitasi. Oleh karena itu, pembersihan normal mukosilier tidak akan

berubah walaupun telah dibuatkan saluran nasoantral. Konsultasi

pembedahan dipertimbangkan saat sinusitis kronik refrakter terhadap terapi

medis yang maksimal atau adanya komplikasi seperti bentukan mukopiokele

dengan kecurigaan penyebaran ke orbita atau intracranial.

2.14 Pencegahan.

Pasien dengan rhinitis alergi yang sudah menunjukkan gejala dan tanda dari

edema mukosa harus segera diobati karena edema mukos dapat menyebabkan

obstruksi sinus yang berperanan untuk terjadinya sinusitis sekunder. Bila adenoid

mengalami infeksi, meghilangkan itu berarti eliminasi sarang infeksi dan dapat

17

Page 18: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

mengurangi infeksi sinus. Menjaga kebersihan gigi dan mulut adalah salah satu

upaya untuk mengurangi resiko terjadinya sinusitis maksilaris odontogen.1

2.15 Komplikasi

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata setelah ditemukannya antibiotik.

Menurut David E. Schuller(1994), komplikasi sinusitis maksilaris jarang terjadi.

Komplikasi sinusitis dianggap tidak berbahaya kecuali osteomielitis dari maksila

superior. Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis

kronik dengan eksaserbasi akut. Apabila antibiotika diindikasikan, harus

diteruskan sampai infeksi reda, yaitu tidak kurang dari 10 hari. Komplikasi yang

terjadi antara lain:2,8

1. Lokal.

a. Ostomielitis tulang maksila, dapat menyebabkan timbulnya

fistula oroantral.

b. Mukokel, yaitu berupa kista yang mengandung mukus terletak

di dalam sinus.

c. Piokel yaitu mukokel yang terinfeksi.

2. Orbita

Infeksi intra orbita seperti edema palpebra, selulitis orbital, abses

subperiosteal, abses orbita dan cavernous sinus trombosis.

3. Intrakranial

a. Meningitis akut.

b. Epidural

c. Subdural abses.

d. Abses otak

4. Sistemik

a. Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis,

nosokomial empyema. Adanya kelainan sinus paranasal disertai

dengan kelainan paru disebut sinobronkitis.

b. Sepsis.

c. Empyema

18

Page 19: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

2.16 Prognosis.

Pasien dengan sinusitis maksilaris akut, apabila diobati dengan antibiotika yang

tepat biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat, apabila tidak ada respon dalam

48 jam atau gejala makin memburuk, pasien dievaluasi kembali. Prognosis

tergantung dari ketepatan serta cepatnya penanganan yang diberikan. Semakin

cepat maka prognosis semakin baik. Pemberian antibiotik serta obat-obat

simptomatis bersama dengan penanganan faktor penyebab dapat memberikan

prognosis yang baik. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional akan mengembalikan

fungsi sinus dan gejala akan sembuh secara komplit atau moderat sekitar 80-90%

pada pasien dengan sinusitis kronis rekuren atau sinusitis kronis yang tidak

responsif terhadap terapi medikamentosa.1

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : DMK

Umur : 31 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Klungkung

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Hindu

Bangsa : Indonesia

Pemeriksaan : 3 Mei 2011

3.2. Anamnesis

Keluhan Utama:

Hidung kanan berbau

Perjalanan Penyakit:

Pasien mengeluh hidung kanannya dirasakan berbau sejak kurang lebih 1

tahun yang lalu. Pada awalnya pasien merasakan nyeri pada gigi kanan bagian

atas. Beberapa minggu setelah itu disertai pilek hilang timbul. Dikatakan

19

Page 20: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

warna cairan hidung ketika pilek terkadang kuning dan terkadang kehijauan

yang kental disertai bau yang tidak enak. Beberapa bulan setelah itu pasien

merasa nyeri pada daerah pipi bagian kanan yang dirasakan hingga ke dahi

yang hilang timbul serta sering mengeluh rasa tidak enak badan.

Riwayat sakit mata sebelumnya disangkal. Riwayat pusing, mual dan

muntah pun disangkal.

Riwayat Pengobatan:

Riwayat pemeriksaan ke dokter gigi di sangkal oleh pasien. Riwayat

pengobatan untuk sakit giginya juga disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit terdahulu:

Riwayat menderita gejala bersin yang berulang bila terpapar agen tertentu dan

sekret yang encer, pilek lama, asthma, hipertensi, jantung, diabetes, disangkal.

Riwayat penyakit serupa dalam keluarga:

Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit serupa dengan pasien.

Riwayat Sosial:

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga

3.3. Pemeriksaan Fisik

Status General

Status hemodinamik stabil

Status THT:

Telinga Kanan Kiri

Aurikula normal normal

Liang telinga lapang lapang

Membran tympani intak intak

Mastoid normal normal

Hidung Kanan Kiri

20

Page 21: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

Hidung luar normal normal

Cavum nasi lapang lapang

Septum tidak ada deviasi

Discharge minimal negatif

Mukosa merah muda merah muda

Tumor negatif negatif

Konka dekongesti dekongesti

Choana normal normal

Regio sinus maksilaris nyeri tekan normal

Mulut dan Tenggorok

Karies positif (M1atas) negatif

Dispneu negatif

Stridor negatif

Cyanosis negatif

Suara normal

Mukosa merah muda

Tonsil T1/T1 tenang

Dinding belakang merah muda

Post nasal drip negatif

Gambar 9. Lokasi gigi pasien yang sakit

3.4. Pemeriksaan Penunjang (3 Mei 2011)

21

Page 22: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

Gambar 10. Foto Water’s dengan kesan sinusitis maksilaris dextra

3.5. Resume

Pasien perempuan, 31 tahun, Hindu, Bali datang dengan keluhan hidung

kanan terasa bau sejak 1 tahun sebelum memeriksakan diri ke rumah sakit.

Pada awalnya pasien merasakan nyeri pada gigi bagian kanan. Beberapa

minggu setelah itu disertai pilek hilang timbul. Dikatakan warna cairan hidung

ketika pilek terkadang kuning dan terkadang kehijauan yang kental disertai

bau yang tidak enak. Beberapa bulan setelah itu pasien merasa nyeri pada

daerah pipi bagian kanan, dirasakan hingga ke dahi yang hilang timbul serta

sering mengeluh rasa tidak enak badan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present dan status general

dalam batas normal. Status THT : telinga tenang, cavum nasi lapang,

discharge negatif, konka dekongesti. Pada pemeriksaan regio sinus maxila,

ditemukan nyeri tekan dextra. Pemeriksaan mulut dan tenggorok ditemukan

karies gigi molar pertama maxila dextra. Pemeriksaan Rontgen posisi Water’s

didapatkan kesan sinusitis maksilaris kanan.

3.6. Diagnosa Banding

Sinusitis maksilaris kronis dextra

Rhinitis alergi

22

Page 23: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

3.7. Diagnosis

Sinusitis maksilaris kronis dextra

3.8. Penatalaksanaan

Irigasi sinus maksillaris

Konsul dokter gigi

3.9. Prognosis

Dubius ad bonam

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini, diagnosis sinusitis maksilaris kronik ditegakkan dari

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis

didapatkan keluhan hidung berbau sejak satu tahun yang lalu. Perjalanan

penyakitnya berawal dari nyeri pada gigi atas bagian kanan. Beberapa minggu

setelah nyeri, muncul gejala pilek yang hilang timbul. Dikatakan warna cairan

hidung ketika pilek terkadang kuning dan terkadang kehijauan yang kental disertai

bau yang tidak enak. Beberapa bulan setelah itu pasien merasa nyeri pada daerah

pipi bagian kanan yang dirasakan hingga ke dahi dan bersifat hilang timbul.

Pasien juga sering mengeluh rasa tidak enak badan. Hal ini sesuai dengan gejala

dari sinusitis maksilaris dimana terdapat gejala hidung berbau, pilek yang hilang

timbul, nyeri di area maksilaris, dan adanya nyeri alih ke dahi.8 Sinusitis

maksilaris ini bersifat kronis karena keluhan tersebut telah dialami pasien selama

satu tahun, dimana hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa

sinusitis dikatakan kronis jika telah berlangsung lebih dari 8 minggu2,3.

Dari riwayat penyakit terdahulu tidak didapatkan riwayat alergi terhadap

bahan-bahan tertentu, makanan, maupun obat. Riwayat sering pilek sejak kecil,

asma, gejala bersin yang berulang bila terpapar agen tertentu dan sekret yang

23

Page 24: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

encer disangkal oleh pasien. Dari riwayat penyakit dalam keluarga seperti asma

atau alergi juga disangkal oleh pasien. Dengan demikian maka dari anamnesis

dapat disingkirkan diagnosis banding rhinitis alergi.

Dari pemeriksaan fisik status lokalis didapatkan karies pada gigi molar

pertama rahang atas kanan dan pada pemeriksaan penekanan regio sinus

didapatkan nyeri tekan pada sinus maksilaris kanan. Hal ini sesuai dengan

kepustakaan dimana pada pemeriksaan fisik akan didapatkan nyeri tekan pada saat

palpasi atau perkusi regio maksila.1,2

Melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik, ditetapkan diagnosa klinik

sinusitis maksilaris kronik dextra dengan diagnosis banding rhinitis alergi.

Untuk menetapkan diagnosa kerja dilakukan pemeriksaan penunjang foto

roentgen posisi Water’s. Dari hasil roentgen didapatkan gambaran perselubungan

pada sinus maksilaris kanan dengan dinding yang masih baik. Hal ini sesuai

dengan kepustakaan bahwa pada pasien dengan sinusitis maksilaris dapat

ditemukan gambaran perselubungan maupun air fluid level pada daerah sinus

maksilaris.1,2

Sinusitis maksilaris pada kasus ini kemungkinan akibat riwayat infeksi

pada gigi geraham atas molar 1 atau disebut sinusitis maksilaris dentogen karena

penderita mengeluh sakit pada gigi hilang timbul dan belum pernah

memeriksakan ke dokter gigi. Menurut kepustakaan, prevalensi sinusitis

maksilaris paling banyak pada usia dewasa muda (20-40 tahun) dan perempuan

lebih banyak terkena dibandingkan laki-laki. Dari berbagai penelitian, didapatkan

sebagian besar keluhan penderita sinusitis maksilaris dentogen adalah hidung

berbau, diikuti dengan nyeri di daerah pipi atau hidung, hidung tersumbat, dan

hidung berair. Hal ini sesuai dengan yang didapatkan pada pasien, dimana pasien

adalah perempuan berusia 31 tahun dan mengalami gejala-gejala seperti yang

disebutkan pada kepustakaan.7

Prevalensi sinusitis maksilaris unilateral lebih tinggi daripada bilateral.

Keterlibatan antrum unilateral (satu sisi) seringkali merupakan indikasi dari

keterlibatan gigi sebagai penyebab. Dari gejala yang didapatkan yaitu nyeri pada

pipi sebelah kanan saja, adanya riwayat nyeri gigi disebelah kanan, pada

pemeriksaan fisik ditemukan karies gigi molar pertama pada rahang atas, dan dari

24

Page 25: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

hasil roentgen yang menggambarkan perselubungan di area maksilaris kanan,

menunjukkan bahwa pasien mengalami sinusitis maksilaris unilateral yang

semakin mengarahkan keterlibatan gigi sebagai penyebab.7

Kemudian beberapa minggu setelah itu disertai pilek hilang timbul.

Dikatakan warna cairan hidung ketika pilek terkadang kuning dan terkadang

kehijauan yang kental disertai bau yang tidak enak. Beberapa bulan berikutnya

pasien merasa nyeri pada daerah pipi bagian kanan, dirasakan hingga ke dahi yang

hilang timbul serta sering mengeluh rasa tidak enak badan. Sesuai dengan

kepustakaan, gejala ini sudah mengarah ke diagnosis sinusitis.8

Lokasi gigi yang dapat menyebabkan sinusitis maksilaris dentogen

berdasarkan berbagai penelitian adalah gigi premolar pertama, premolar kedua,

molar pertama, dan molar kedua. Akar gigi premolar kedua dan molar pertama

berhubungan dekat dengan lantai dari sinus maksila dan pada sebagian individu

berhubungan langsung dengan mukosa sinus maksila sehingga dapat terjadi

penyebaran infeksi bakteri langsung dari akar gigi ke dalam sinus maksila.7 Hal

ini sesuai dengan yang ditemukan pada pasien, yaitu pada pemeriksaan fisik

ditemukan karies gigi pada molar pertama rahang atas.

Penanganan yang dilakukan untuk mengeluarkan sekret dari sinus adalah

dengan melakukan irigasi. Irigasi dilakukan dengan memasukkan trokar ke dalam

meatus nasi inferior untuk membuat lubang sebagai akses cairan pembilas. Cairan

di semprotkan ke dalam sinus dan keluar melalui ostium alami.1,2,8 Namun karena

alat irigasi sinus di RSUD Sanjiwani Gianyar rusak, maka pasien dirujuk ke

RSUP Sanglah.

Sebagai terapi definitif harus dicari faktor penyebabnya untuk kemudian di

tanggulangi sehingga memberikan prognosis yang baik. Pada pasien ini dicurigai

penyebabnya adalah karies gigi molar pertama kanan atas, sehingga sebagai terapi

definitif gigi tersebut harus dicabut setelah dilakukan irigasi sinus. Karena itu

pasien juga dikonsulkan ke dokter gigi untuk mendapatkan penanganan lebih

lanjut.

25

Page 26: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

DAFTAR PUSTAKA

1. Higler PA. Nose: Applied Anatomy dan Physiology. In: Adams GL, Boies LR,

Higler PA, editors. Boies Fundamentals of Otolaryngology. 6th ed.

Philadelphia, PA: WB Saunders Company; 1989. p.173-90

2. Sobol SE, Schloss MD, Tewfik TL. Acute Sinusitis Medical Treatment.

August 8, 2005. Available from: http://www.emedicine.com. Accessed August

15, 2006

3. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. Infections of the Upper Respiratory Tract.

In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,

editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY:

McGraw Hill; 2005. p. 185-93

4. Bajracharya H, Hinthorn D. Sinusitis. January 16, 2003. Available from:

http://www.emedicine.com. Accessed August 15, 2006

5. Kennedy E. Chronic Sinusitis. November 28, 2005. Available from:

http://www.emedicine.com. Accessed August 15, 2006

6. Zalfina Cora. Korelasi Tes Kulit Cukit dengan Kejadian Sinusitis Maksila

Kronis di Bagian THT FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2001.

26

Page 27: Sinusitis Cilik Wita Yenny FINAL

7. Farhat.Peran Infeksi Gigi Rahang Atas Pada Kejadian Sinusitis Maksila di

RSUP H.Adam Malik Medan. Dalam : Majalah Kedokteran Nusantara

Volume 39 No.4, Hal 386-92.

8. Mangunkusumo E, Rifki N. Sinusitis. Dalam: Supardi EA, Iskandar N, editor.

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Ed 5.

Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2001. p.120-4

27