SINTESIS TERINISIASI MIKROGELOMBANG DAN PENCIRIAN ... · SINTESIS TERINISIASI–MIKROGELOMBANG DAN...

29
SINTESIS TERINISIASIMIKROGELOMBANG DAN PENCIRIAN KOPOLIMER CANGKOK PATI SAGU DENGAN KOPOLIMER AKRILAMIDA DAN ASAM 2-AKRILAMIDO-2-METILPROPANASULFONAT SHAEFUL FIRMANSYAH DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Transcript of SINTESIS TERINISIASI MIKROGELOMBANG DAN PENCIRIAN ... · SINTESIS TERINISIASI–MIKROGELOMBANG DAN...

SINTESIS TERINISIASI–MIKROGELOMBANG DAN

PENCIRIAN KOPOLIMER CANGKOK PATI SAGU

DENGAN KOPOLIMER AKRILAMIDA DAN ASAM

2-AKRILAMIDO-2-METILPROPANASULFONAT

SHAEFUL FIRMANSYAH

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis Terinisiasi

mikrogelombang dan pencirian kopolimer Cangkok Pati Sagu dengan Kopolimer

Akrilamida dan Asam 2-akrilamido-2-metilpropanasulfonat adalah benar karya

saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

Shaeful Firmansyah

NIM G44104001

iii

ABSTRAK

SHAEFUL FIRMANSYAH. Sintesis Terinisiasi–Mikrogelombang dan Pencirian

Kopolimer Cangkok Pati Sagu dengan Kopolimer Akrilamida dan Asam 2-

Akrilamido-2-metilpropanasulfonat. Dibimbing oleh PURWANTININGSIH

SUGITA dan TUN TEDJA IRAWADI.

Sintesis terinisiasi–mikrogelombang dan pencirian kopolimer cangkok pati

sagu dengan kopolimer akrilamida dan asam 2-akrilamido-2-metilpropanasulfonat

[Sagu-g-poli(AM-co-AMPS)] telah berhasil disintesis dengan metode inisiasi

menggunakan mikrogelombang. Hasil sintesis berwarna putih, keras, dan

higroskopis. Nisbah mol (AM-AMPS) 7:3 memperlihatkan nisbah dan efisiensi

pencangkokan tertinggi, yaitu 76% dan 84%. Keberhasilan pencangkokan

dicirikan oleh spektrum yang memperlihatkan puncak serapan ulur C=O 1720–

1740 cm-1

dan puncak serapan ulur N–H yang kuat dan tajam pada 1545–1560

cm-1

. Puncak-puncak serapan tersebut memperlihatkan telah tercangkoknya AM

pada tulang punggung pati. Keberadaan gugus sulfonat dari AMPS dibuktikan

oleh puncak serapan di 1260–1150 cm-1

untuk ulur S=O simetris dan pada 1080–

1010 cm-1

untuk ulur S=O asimetris. Kenaikan kadar nitrogen memperkuat bukti

bahwa AM dan AMPS telah berhasil dicangkokkan pada pati.

Kata kunci: akrilamida, asam 2-akrilamido-2-metilpropanasulfonat,

kopolimerisasi cangkok, mikrogelombang, sagu.

ABSTRACT

SHAEFUL FIRMANSYAH. Microwave-initiated Synthesis and Characterization

of Sago Starch Graft Copolymer with Acrylamide and 2-Acrylamido-2-

Methylpropanesulfonate Acid Copolymer. Supervized by PURWANTININGSIH

SUGITA and TUN TEDJA IRAWADI.

Sago starch graft copolymer with acrylamide and 2-acrylamido-2-

methylpropanesulfonate acid copolymer [Sago-g-poly(AM-co-AMPS)] has been

successfully performed using microwave initiation method. The product was

white, hard, and hygroscopic. The 7:3 mole ratio of AM-AMPS showed the

highest grafting ratio and efficiency, namely 76% and 84%, respectively. The

synthesized graft copolymer was characterized by infrared spectrum that showed

C=O stretching absorption peak at 1720–1740 cm-1

and strong N–H stretching

absorption peak at 1545–1560 cm-1

. Both peaks indicated that AM has been

grafted to the starch backbone. The presence of sulfonate groups from AMPS was

proved by absorption peak at 1260–1150 cm-1

from S=O symmetric stretching,

and 1080–1010 cm-1

from S=O asymmetric stretching. The increasing nitrogen

content also gave additional evidence that AM and AMPS hve been successfully

grafted to the sago starch.

Key words: acrylamide, 2-acrylamido-2-methylpropanesulfonic acid, graft

copolymerization, microwave, sago.

iv

SINTESIS TERINISIASI-MIKROGELOMBANG DAN

PENCIRIAN KOPOLIMER CANGKOK PATI SAGU

DENGAN KOPOLIMER AKRILAMIDA DAN

ASAM 2-AKRILAMIDO-2-METILPROPANASULFONAT

SHAEFUL FIRMANSYAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

Pada Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

v

Judul Skripsi : Sintesis Terinisiasi–Mikrogelombang dan Pencirian Kopolimer

Cangkok Pati Sagu dengan Kopolimer Akrilamida dan Asam

2-akrilamido-2-metilpropanasulfonat

Nama : Shaeful Firmansyah

NIM : G44104001

Disetujui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS

Ketua Departemen Kimia

Tanggal Lulus:

vi

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas semua limpahan nikmat dan

karunia-Nya yang begitu besar sehingga akhirnya penulis dapat menyusun karya

ilmiah yang berjudul sintesis terinisiasi mikrogelombang dan pencirian kopolimer

cangkok pati sagu dengan kopolimer akrilamida dan asam 2-akrilamido-2-

metilpropanasulfonat. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi

Muhammad SAW, para keluarga, para sahabat, dan kepada seluruh umat yang

mengikuti jalan-Nya.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Prof Dr Dra

Purwantiningsih Sugita, MS selaku pembimbing pertama, Ibu Prof Dr Ir Tun

Tedja Irawadi, MS sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan

dan arahan selama penulis melakukan penelitian. Ucapan terima kasih yang tak

terkira kepada Prof Dr Ir Erliza Hambali selaku direktur SBRC-LPPM IPB yang

telah menyediakan fasilitas selama penulis studi hingga penulis menyelesaikan

penelitian ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada almarhum Ayah, Ibu

tercinta, adik-adik dan kakak yang senantiasa memberikan dorongan semangat

dan doanya.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Hendri, Ika, Farahdina,

Genny, Bagus, Ari juga seluruh rekan-rekan ekstensi kimia 2010 atas bantuan dan

dukungannya, kemudian kepada Dahlia, Dina, Dipo, Otto, Mas Dhani, Ainun,

Indah, Dona, Nely, Kang Anas, Mas Ari, Mba Mira dan rekan-rekan staf SBRC

lainnya yang senantiasa memberikan bantuan dan dorongannya selama penulis

melakukan studi dan penelitian di Laboratorium Polimer, SBRC-LPPM IPB.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat, amin.

Bogor, Mei 2014

Shaeful Firmansyah

vii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Alat dan Bahan 2

Penyiapan Bahan Baku 2

Kadar Air 2

Kadar Abu 3

Kadar Serat Kasar 3

Kadar Pati 4

Penyiapan Polimer S-g-poli(AM-co-AMPS) 4

Pemurnian Polimer 5

Penentuan Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer FTIR 5

Kelarutan 5

Kadar Nitrogen dan Protein 6

Nisbah Pencangkokan dan Efisiensi Pencangkokan (NP dan EP) 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Hasil Analisis Bahan Baku 7

Sagu-g-poli(AM-co-AMPS) 7

Spektrum Inframerah 9

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

DAFTAR RIWAYAT HIDUP 21

viii

DAFTAR TABEL

1 Komposisi bahan baku pembuatan sagu-g-poli(AM-co-AMPS) 5

2 Hasil analisis sifat fisiko-kimia sagu 7

3 Rendemen produk kasar dan murni sagu-g-poli(AM-co-AMPS) 7

4 Pita-pita serapan FTIR sagu dan sagu-g-poli (AM-co-AMPS) pada berbagai

nisbah AM dan AMPS 11

5 Kadar nitrogen sagu dan produk sagu-g-poli(AM-co-AMPS) 12

6 Data penimbangan uji kelarutan sagu-g-poli(AM-co-AMPS) dalam akuades 13

DAFTAR GAMBAR

1 Spektrum inframerah AM, AMPS, sagu, dan sagu-g-poli (AM-co-AMPS)

nisbah AM-AMPS (5:5) 10

2 Spektrum serapan inframerah sagu-g-poli(AM-co-AMPS) pada berbagai nisbah

AM dan AMPS 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir penelitian 15

2 Perhitungan bahan yang digunakan, produk hasil sintesis, hasil pemurnian NP,

dan EP. 16

3 Produk sagu-g-poli(AM-co-AMPS) pada berbagai nisbah AM dan AMPS.

Sebelum dilarutkan (a) dan setelah dilarutkan (b) 17

4 Mekanisme reaksi pencangkokkan dan kopolimerisasi sagu 18

1

PENDAHULUAN

Pati merupakan salah satu bahan alam yang sangat melimpah dan perannya

sangat vital dalam kehidupan manusia. Penggunaan pati dewasa ini tidak hanya

sebagai bahan pangan, tetapi sudah semakin meluas ke berbagai bidang

nonpangan seperti kosmetik, lem, kayu lapis, antibiotik, film, plastik organik,

hingga produk fermentasi (asam sitrat, asam laktat, dan etanol). Sagu sebagai

salah satu sumber pati yang melimpah di Indonesia, terutama di daerah Kepulauan

Meranti (Riau), menempati urutan ketiga terbesar di dunia. Saat ini sagu tersebut

sebagian besar masih digunakan sebagai sumber makanan sehubungan dengan

program diversifikasi pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional.

Banyak penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan dan memperbaiki

kelemahan dari karakteristik pati. Salah satu cara yang paling banyak digunakan

adalah melalui modifikasi, seperti karboksimetilasi (Goyal et al. 2006) atau

pencangkokan dengan bahan sintesa seperti akrilamida (Sen et al. 2011),

akrilonitril (Tong dan Zhang 2005), polistirena (Kaewtatip dan Tanrattanakul

2008), metakrilonitril (Athawale dan Lele 1999), sagu-g-poli(AM-co-AMPS)

(Song et al. 2006) atau gabungan modifikasi dengan pencangkokan seperti

poliakrilamida-g-karboksimetilpati (Sen et al. 2009). Polimer gabungan antara

alami dan sintetis yang didapat diharapkan memperbaiki sifat polimer yang

dihasilkan tanpa menghilangkan sifat pati yang mudah terurai. Pati hasil

modifikasi ini dapat digunakan sebagai superadsorben (Goyal et al. 2006, Tong

dan Zhang 2005), flokulan (Sen et al. 2011) hingga untuk enhanced oil recovery

(EOR) (Song et al. 2006).

Modifikasi pati sagu dengan penambahan bahan-bahan sintetis menjadi

pilihan utama dalam penelitian ini untuk memperbaiki karakteristik pati. Song et

al. (2006) telah berhasil mencangkok pati jagung dengan kopolimer akrilamida

(AM) dan asam 2-akrilamido-2-metilpropanasulfonat (AMPS) melalui reaksi

radikal yang diinisiasi oleh kompleks serium sulfat dan amonium persulfat.

Polimer yang dihasilkan memiliki ketahanan terhadap suhu dan tekanan yang

lebih tinggi daripada partially hydrolized polyacrylamide (HPAM) yang biasa

digunakan dalam EOR, sehingga berpotensi untuk menggantikan peran HPAM

tersebut. Metode yang digunakan oleh Song et al.(2006) ini masih membutuhkan

waktu yang lama dan kondisi yang lembam. Sen et al. (2009) melakukan

pendekatan lain dalam melakukan pencangkokan pada pati, yaitu dengan

memanfaatkan mikrogelombang untuk menghasilkan radikal bebas.

Mikrogelombang merupakan gelombang elektromagnetik yang berada pada

kisaran frekuensi 300 MHz hingga 300 GHz. Saat molekul kecil yang polar

seperti air terpapar oleh mikrogelombang, molekul tersebut akan mengalami rotasi

mengikuti perubahan arah medan elektromagnetik. Molekul besar seperti

polisakarida tidak dapat mengalami rotasi, tetapi mikrogelombang akan

memengaruhi gugus yang memiliki perbedaan kepolaran. Menurut Singh et al.

(2011), pada panjang gelombang 2.45 GHz rotasi gugus polar pada molekul atau

perubahan kutub kepolaran sebagai akibat perubahan arah medan elektromagnetik

tidak dapat diikuti oleh molekul, sehingga terjadi gesekan molekula yang

kemudian menghasilkan panas. Metode inisiasi dengan mikrogelombang

memanfaatkan pemanasan dielektrik yang melemahkan ikatan pada gugus polarik

2

sehingga mudah putus secara homolitik menghasilkan radikal bebas. Metode

inisiasi dengan mikrogelombang ini ramah lingkungan (Singh et al. 2011) dengan

keterulangan dan tingkat pencangkokan yang tinggi (Sen et al. 2009). Waktu

reaksi dengan metode ini singkat, tidak dibutuhkan banyak pelarut, serta

pemanasan yang dihasilkan lebih homogen dan cepat. Dengan banyaknya

kelebihan dari metode ini, penelitian ini bertujuan menyintesis sagu-g-poli(AM-

AMPS) dengan menggunakan metode inisiasi mikrogelombang dan kemudian

mencirikan produk yang dihasilkan.

METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah oven mikrogelombang

Panasonic NN-ST340M dengan frekuensi kerja 2450 MHz dan daya 800 watt,

Spektrofotometer Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) Bruker Tensor 37,

penangas air, termometer, pengaduk magnetik, neraca analitik, pompa vakum,

radas soxhlet, radas kjeldahl, serta peralatan kaca yang umum berada di

laboratorium.

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu yang

diperoleh dari pabrik pembuatan sagu di Cimahpar, Bogor Utara. Bahan utama

lainnya adalah akrilamida (AM) dan asam 2-akrilamido-2-metilpropanasulfonat

(AMPS). Akrilamida diperoleh dari PT Merck, AMPS diperoleh dari Sigma-

Aldrich. Bahan lain yang digunakan sebagai pendukung adalah aseton, etanol

96% untuk pencucian, asam asetat dan etilena glikol untuk pemurnian.

Penyiapan Bahan Baku

Tepung sagu disaring agar ukurannya lebih seragam, kemudian dikeringkan

dalam oven pada suhu 60 oC selama semalam. Setelah didinginkan pada udara

terbuka selama 3 jam, sagu dimasukkan ke dalam kantong plastik kedap udara.

Karakteristik awal sagu diuji melalui analisis proksimat (kadar air, abu, serat

kasar, protein, karbohidrat). Setiap tahapan proses dalam penelitian ini dapat

dilihat pada Lampiran 1.

Kadar Air (SNI 3729:2008)

Cawan aluminium dipanaskan dalam oven pada suhu 130 ± 3 oC selama 1

jam, kemudian didiamkan dalam eksikator selama 30 menit. Sampel sagu

ditimbang ke dalam cawan sebanyak 2 g. Cawan berisi sagu lalu dipanaskan

dalam oven 130 ± 3 oC selama 1 jam, kemudian kembali didinginkan dalam

eksikator selama 30 menit dan ditimbang. Pengerjaan dilakukan duplo. Kadar air

dihitung menggunakan persamaan:

3

W₁ = bobot cawan dan sagu sebelum pengeringan (g)

W₂ = bobot cawan dan sagu setelah pengeringan (g)

W = bobot sagu (g)

Kadar Abu (SNI 3729:2008)

Cawan porselen dipijarkan dalam tanur listrik pada suhu 550 ± 10 oC selama

1 jam. Cawan didinginkan dalam eksikator selama 30 menit kemudian ditimbang

(W₁). Contoh sagu ditimbang ke dalam cawan (W), kemudian dipanaskan diatas

api kecil hingga menjadi arang. Pemanasan dilanjutkan dalam tanur listrik pada

suhu 550 ± 10 oC selama 5–8 jam. Cawan berisi abu dimasukkan ke dalam

eksikator selama 30 menit kemudian ditimbang (W₂). Cawan dimasukkan kembali

ke dalam tanur pada suhu yang sama selama 1 jam, kemudian didinginkan

kembali di dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang kembali. Pengerjaan

dilakukan hingga bobotnya tetap (selisih penimbangan tidak lebih dari 1 mg).

Pengerjaan dilakukan duplo.

W₁ = bobot cawan porselen (g)

W₂ = bobot cawan dan abu (g)

W = bobot sagu (g)

Kadar Serat Kasar (SNI 3729:2008)

Sebanyak 2–4 g sagu ditimbang ke dalam erlenmeyer asah kemudian

berturut-turut ditambahkan 50 mL H2SO4 1.25%, dididihkan selama 30 menit,

ditambahkan 50 mL NaOH 3.25%, dididihkan kembali selama 30 menit. Dalam

keadaan panas, larutan disaring menggunakan corong Büchner yang berisi kertas

saring tak berabu Whatman 54, 41, atau 541 yang telah diketahui bobotnya.

Endapan yang tersaring dicuci berturut-turut dengan H2SO4 1.25%, air panas, dan

etanol 96%. Endapan dalam kertas saring dipindahkan ke dalam wadah yang telah

diketahui bobotnya dikeringkan dalam oven 105 oC selama 1 jam, dan ditimbang.

Pengeringan dilakukan hingga bobotnya tetap (selisih tiap penimbangan

maksimum 1 mg). Pengerjaan dilakukan duplo.

Kadar serat ≤ 1% dihitung menggunakan persamaan :

Kadar serat ≥ 1% dihitung menggunakan persamaan :

4

W₁ = bobot endapan pada kertas saring (g)

W₂ = bobot abu (g)

W = bobot sagu yang ditimbang (g)

Kadar Pati (SNI 3729:2008)

Sebanyak 5 g sagu ditimbang ke dalam erlenmeyer asah500 mL, kemudian

ditambahkan 200 mL HCl 3% dididihkan selama 3 jam. Larutan didinginkan dan

dinetralkan dengan NaOH 30%, lalu ditambahkan sedikit asam asetat 3% agar

suasana larutan sedikit asam. Larutan yang telah netral dipindahkan ke dalam labu

takar 500 mL kemudian ditambahkan air suling hingga batas tanda tera. Sebanyak

10 mL larutan ini dipipet ke dalam erlenmeyer 500 mL kemudian ditambahkan 25

mL larutan Luff-Schrool, batu didih, dan air. campuran dipanaskan hingga

mendidih dalam jangka waktu 3 menit, dibiarkan mendidih selama 10 menit tepat,

dan didinginkan dengan cepat dengan merendam dalam bak air es. Sebanyak 25

mL H2SO4 25%, 15 mL KI 20% ditambahkan perlahan, kemudian dititrasi dengan

Na2S2O3 0.1 N. Pengerjaan balngko dilakukan dengan mengganti larutan dengan

air suling.

b = volume titran balngko (mL)

a = volume titran contoh (mL)

N = normalitas Na2S2O3 yang digunakan

Wg = bobot glukosa yang terkandung untuk tiap mL Na2S2O3

0.1 N yang diggunakan (mg)

fp = faktor pengenceran

W = bobot contoh (mg)

Penyiapan Polimer S-g-poli(AM-co-AMPS) (Song et al. 2006; Sen et al. 2009)

Sebanyak 0.25 mol anhydrous glucose unit (AGU)/L bubuk sagu

dipanaskan dalam penangas air 80 oC selama 30 menit hingga membentuk gel.

Sagu yang telah mengalami gelatinisasi ini kemudian didinginkan hingga 30 oC.

Setelah itu AM dan AMPS dimasukkan ke dalam campuran dengan variasi nisbah

molar 3:7, 4:6, 5:5, 6:4 dan 7:3. Total monomer yang dimasukkan adalah 1 mol/L.

Banyaknya sagu dan monomer yang akan digunakan dapat dilihat pada Tabel 1;

data penimbangan dan perhitungannya diberikan di Lampiran 2.

Tahap inisiasi untuk membentuk radikal bebas dilakukan dengan metode

penyinaran mikrogelombang. Daya yang digunakan pada oven mikrogelombang

adalah high dengan lama pemaparan 3 menit, diberi jeda tiap 1 menit untuk

menurunkan suhu agar tidak terbentuk uap akrilamida yang beracun dan

mencegah rusaknya ikatan glikosidik pada sagu. Setelah itu, campuran dibiarkan

5

mendingin dan didiamkan selama 24 jam agar reaksi berjalan sempurna. Reaksi

polimerisasi kemudian dihentikan dengan menambahkan larutan hidrokuinon

jenuh sebanyak 50% dari volume larutan dan diaduk selama 30 menit. Larutan

polimer dari selanjutnya diendapkan menggunakan aseton; produk yang

mengendap dikeringkan dalam oven suhu 40 oC hingga bobotnya tetap.

Tabel 1 Komposisi bahan baku pembuatan sagu-g-poli(AM-co-AMPS)

Nisbah

mol AM-AMPS Bobot sagu (g) Bobot AM (g) Bobot AMPS (g)

7:3 2.025 2.485 3.110

6:4 2.025 2.130 4.145

5:5 2.025 1.775 5.180

4:6 2.025 1.420 6.220

3:7 2.025 1.065 7.255 Keterangan: Total monomer yang dimasukkan 1.0 mol/L, sagu yang digunakan 0.25

mol AGU/L

Pemurnian Polimer (Song et al. 2006)

Homopolimer dan kopolimer AM-AMPS disingkirkan dengan cara

diekstraksi soxhlet selama 12 jam menggunakan campuran etilena glikol dan asam

asetat (60:40 v/v). Polimer kemudian dicuci dengan etanol dan diendapkan

kembali dengan aseton berlebih. Setelah itu, polimer dikeringkan dalam oven

suhu 40 oC hingga bobotnya tetap.

Penentuan Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer FTIR

Gugus fungsi dalam sagu-g-p(AM-co-AMPS) ditentukan dengan

menggunakan Spektrofotometer FTIR Bruker Tensor 37. Sejumlah tertentu

sampel ditambahkan KBr kemudian dibuat pelat film tipis. Pelat ditempatkan

dalam tempat sampel untuk kemudian dianalisis.

Kelarutan

Polimer murni yang telah kering ditimbang kedalam wadah, kemudian

ditambahkan akuades hingga terbentuk larutan polimer 0.1% b/b. Larutan diaduk

dengan pengaduk magnetik selama 24 jam pada kecepatan 300–400 rpm, lalu

setelah itu, disaring dengan menggunakan kain saring 500 mesh yang telah

diketahui bobotnya. Gel yang tidak ikut tersaring dikeringkan dalam oven suhu

105 oC hingga bobotnya tetap. Kelarutan polimer dalam air ditentukan dengan

perhitungan sebagai berikut:

m₁ = bobot polimer awal (g)

m₂ = bobot polimer setelelah pengeringan (g)

6

Kadar Nitrogen dan Protein (SNI 01-2891-1992)

Sebanyak 0.5 g polimer ditimbang ke dalam labu kjeldahl beserta 2 g

campuran selen, kemudian ditambahkan 25 mL asam sulfat pekat. Campuran

dipanaskan di atas pembakar dalam ruang asam hingga terbentuk larutan jernih

kehijauan atau selama kurang lebih 2 jam. Larutan dibiarkan mendingin,

selanjutnya diencerkan dengan akuades menjadi 100 mL dalam labu takar.

Sebanyak 5 mL larutan tersebut dipipet ke dalam wadah bersama dengan 5 mL

NaOH 30% dan beberapat tetes indikator fenolftalein. Lalu didistilasi selama 10

menit, distilatditampung dalam 10 mL asam borat yang telah ditambahkan

campuran indikator metil merah dan hijau bromkresol. Larutan asam borat

kemudian dititrasi dengan HCl 0.01 N. Blangko tetap dengan mengganti larutan

sampel dengan akuades. Kadar nitrogen dihitung dengan persamaan berikut:

Vs = volume titran sampel (mL)

Vb = Volume titran balngko (mL)

N = normalitas HCl (N)

fp = faktor pengenceran

m = bobot sampel (g)

Nisbah Pencangkokan dan Efisiensi Pencangkokan (NP dan EP)

Nisbah dan Efisiensi pencangkokan dapat ditentukan melalui analisis kadar

nitrogen menggunakan metode Kjeldahl. Berikut adalah persamaan yang

digunakan:

BM AM = bobot molekul akrilamida (g/mol)

BM AMPS = bobot Molekul asam 2-akrilamido-2-metilpropanasulfonat (g/mol)

BA N = bobot atom nitrogen (g/mol)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Bahan Baku

Sagu yang digunakan dalam penelitian didapatkan dari Cimahpar, Bogor

Utara. Sifat fisiko-kimia sagu tersebut terlebih dahulu dianalisis untuk mengetahui

mutunya. Karakteristik sagu yang diperoleh ditunjukkan pada Tabel 2. Dari Tabel

tersebut dapat dilihat bahwa kadar air sagu 8.37% lebih rendah daripada kadar air

maksimum dalam tepung sagu yang dapat diterima, yaitu 13%. Kadar air dalam

sagu merupakan parameter yang sangat penting karena kadar air berpengaruh

terhadap mutu dan ketahanan sagu dalam penyimpanan. Kandungan serat kasar

berada di bawah 0.5% menandakan bahwa sagu yang digunakan bebas dari

pengotor. Kadar pati sagu sebesar 89.87% juga memenuhi standar mutu, yaitu

minimum 65%. Secara umum, sagu yang digunakan dalam percobaan ini bermutu

baik sesuai dengan SNI 3729:2008.

Tabel 2 Hasil analisis sifat fisiko-kimia sagu

No. Karakteristik Nilai

1 Kadar air % (b/b *) 8.37

2 Kadar au (% b/b **) 0.28

3 Kadar serat kasar (% b/b **) 0.30

4 Kadar protein (% b/b **) 1.32

5 Kadar karbohidrat (% b/b **) 89.87 Keterangan: *) Basis basah, **) Basis kering, Analisis dilakukan dengan

menggunakan metode uji makanan dan minuman SNI 01-

2891-1992

Sagu-g-poli(AM-co-AMPS)

Sintesis dan kopolimerisasi pati menggunakan AM dan AMPS pernah

dilaporkan oleh Song et al. (2006) yang menggunakan pati jagung sebagai tulang

punggung. Dengan menggunakan hasil percobaan tersebut sebagai panduan,

percobaan dengan menggunakan pendekatan metode mikrogelombang yang lebih

baru dan lebih baik hasilnya menurut Sen et al. (2011). Jumlah bahan yang

digunakan serta produk sintesis dan hasil pemurnian yang diperoleh pada

percobaan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Rendemen produk kasar dan murni sagu-g-poli(AM-co-AMPS)

Nisbah mol

AM-AMPS

Bobot bahan

total (g)

Bobot

produk (g)

Rendemen produk

kasar (% b/b)

Rendemen produk

murni (% b/b)

7:3 7.6200 3.9730 52.14 55.12

6:4 8.3009 5.2085 62.75 66.83

5:5 8.9804 5.9312 66.05 61.20

4:6 9.6656 3.4695 35.90 44.50

3:7 10.3456 4.9934 48.26 11.80

8

Produk polimer yang dihasilkan berupa padatan berwarna putih, keras dan

higroskopis, dan bagian permukaannya akan berubah warna menjadi kecokelatan

apabila dibiarkan dalam udara terbuka seperti terlihat pada gambar di lampiran 3.

Tabel 3 memperlihatkan seiring naiknya jumlah AMPS yang ditambahkan, terjadi

kenaikan bobot produk hingga mencapai titik maksimum yaitu pada nisbah AM-

AMPS 5:5. Penambahan AMPS selanjutnya menurunkan signifikan bobot produk

pada nisbah AM-AMPS 4:6, tetapi kemudian naik kembali pada nisbah 3:7.

Fenomena ini berkaitan dengan reaktivitas dari tiap monomer dalam sistem.

Gupta (2010) menyebutkan, dalam reaksi kopolimerisasi radikal bebas, reaktivitas

setiap monomer diwakili oleh reaktivitas nisbah relatif (relative reactivity ratio),

yaitu nisbah reaktivitas spesies propagasi dari suatu monomer dan dari monomer

lain, yang dinyatakan dalam r.

Aggour (1994) yang melakukan studi degradasi termal kopolimer AM dan

AMPS mendapatkan nisbah reaktivitas AM sebesar 1.1±0.1 dan nisbah reaktivitas

AMPS sebesar 0.7±0.08. Nilai nisbah reaktivitas yang lebih besar menandakan

bahwa monomer tersebut lebih mudah bereaksi sehingga akan lebih cepat masuk

ke dalam rantai kopolimer dan mengambil proporsi yang lebih besar daripada

monomer lainnya. Dalam hal ini nilai r AM yang lebih besar dari pada AMPS

menyebabkan AM akan lebih dominan dalam rantai kopolimer terutama ketika

jumlahnya banyak yaitu pada nisbah AM-AMPS 7:3. Pada nisbah selanjutnya,

jumlah AMPS meningkat sehingga semakin banyak molekul AMPS yang ikut

menyusup masuk ke dalam rantai membentuk kopolimer. Hal ini menyebabkan

bobot produk semakin besar hingga mencapai maksimum pada nisbah AM-AMPS

5:5, yaitu sebesar 66.05%. Penyusutan signifikan produk menjadi 35.90% dan

48.26% yang menandakan bahwa tingkat pencangkokan semakin menurun, karena

AMPS yang kurang reaktif berlimpah jumlahnya dalam sistem.

Pencampuran bahan baku (sagu, AM, dan AMPS) secara bersamaan

sebelum pemaparan oleh mikrogelombang memungkinkan terbentuknya radikal-

radikal bebas dari setiap bahan tersebut. Terbentuknya radikal monomer ini

memungkinkan banyak reaksi samping terjadi, sedangkan mekanisme reaksi yang

diinginkan adalah putusnya ikatan O–H pada rantai utama sagu yang membentuk

radikal sagu, yang kemudian menjadi cikalbakal dari pertumbuhan rantai samping

dengan menyerang monomer yang tersedia melimpah dalam sistem (Sen et al.

2011). Mekanisme reaksi secara lengkap yang dikembangkan berdasarkan

mekanisme reaksi yang dikemukakan oleh Sen et al. (2010) dapat dilihat pada

Lampiran 4.

Produk samping dapat dihasilkan dari reaksi antarmonomer, yaitu kopolimer

dan homopolimer. Produk ini tidak diinginkan sehingga perlu disingkirkan. Proses

penyingkiran menggunakan ekstraksi cara soxhlet dengan pelarut campuran asam

asetat glasial dan etilena glikol dengan nisbah 6:4. Proses ekstraksi membutuhkan

waktu yang lama karena tingginya titik didih campuran pelarut. Tingginya titik

didih pelarut ini juga memerlukan penggunaan kondensor yang cukup tinggi

(sedikitnya 50 cm) karena berpotensi menimbulkan bahaya letupan sebagai akibat

dari perbedaan suhu yang tinggi antara pelarut di bagian dalam badan soxhlet dan

pelarut pada labu penampungan.

Rendemen hasil pemurnian yang Tabel 3 juga menunjukkan penurunan

persentase kemurnian polimer seiring dengan kenaikan jumlah AMPS yang

ditambahkan. Juga hal ini menunjukkan bahwa pada jumlah mol AMPS yang

9

lebih besar, kandungan homopolimer dan kopolimer yang tidak diinginkan

tersebut sangat tinggi. Mekanisme reaksi pada Lampiran 4 memperlihatkan bahwa

pembentukkan homopolimer dan kopolimer diawali dengan pembentukan radikal

monomer yang kemudian menyerang monomer lainnya. Dari tingkat kemurnian

produk yang rendah dapat disimpulkan bahwa AMPS lebih mudah membentuk

radikal dibandingkan dengan sagu, padahal yang diinginkan adalah radikal sagu.

Spektrum Inframerah

Spektrum inframerah produk polimer memperlihatkan keberhasilan

pencangkokan AM danatau AMPS ke dalam rantai sagu. Hal ini dibuktikan

dengan munculnya puncak-puncak serapan pada bilangan gelombang tertentu.

Spektrum bahan baku (sagu, AM, dan AMPS) dan produk polimer pada nisbah

AM–AMPS 5:5 (Gambar 1), memperlihatkan puncak yang lebar dan kuat pada

3200–3700 cm-1

untuk gugus O–H yang memiliki ikatan hidrogen polimerik

intramolekul. Gugus ini adalah ciri khas polisakarida. Terlihat juga puncak

serapan yang kuat dan tajam di 2929.14 cm-1

yang merupakan vibrasi ulur ikatan

C–H, disertai dengan puncak pada 1464.22 cm-1

untuk vibrasi tekuknya. Gugus

C=O ditunjukkan oleh puncak serapan ulur di 1648.86 cm-1

. Sementara pada

bilangan gelombang 1550 cm-1

dihasilkan dari vibrasi ulur ikatan N–H (Mistry

2009).

Spektrum inframerah produk kopolimer lainnya (Gambar 2) juga

menunjukkan beberapa penambahan puncak serapan yang mirip satu sama lain.

Secara garis besar, keseluruhan nisbah AM–AMPS memperlihatkan puncak

serapan tambahan di 1720–1740 cm-1

yang bertumpuk dengan serapan dengan

1650 cm-1

. Serapan tersebut merupakan serapan ulur C=O untuk amida, yang

bertumpuk dengan ulur C=O pada rantai karbon. Pada nisbah mol AM-AMPS 7:3,

6:4, 5:5, dan 4:6 terdapat puncak serapan tambahan pada bilangan gelombang

2340 dan 2370 cm-1

yang berasal dari ulur C–N pada amida. Selain itu, terdapat

puncak serapan yang kuat dan tajam di 1545–1560 cm-1

pada semua nisbah yang

memperlihatkan ulur ikatan N–H. Keberadaan gugus sulfonat dari AMPS

dibuktikan oleh puncak serapan pada 1260–1150 cm-1

untuk ulur simetris S=O

dan pada 1080–1010 cm-1

untuk ulur asimetris S=O. Puncak-puncak serapan yang

menunjukkan gugus fungsinya secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4

10

Gambar 1 Spektrum inframerah AM, AMPS, sagu, dan sagu-g-poli (AM-

co-AMPS) nisbah AM-AMPS (5:5)

Gambar 2 Spektrum serapan inframerah sagu-g-poli(AM-co-AMPS) pada

berbagai nisbah AM dan AMPS

T

r

a

n

s

m

i

t

t

a

n

Bilangangelombang

11

Tabel 4 Pita-pita serapan FTIR sagu dan sagu-g-poli (AM-co-AMPS) pada

berbagai nisbah AM dan AMPS

Polimer Bilangangelombang (cm-1

) Gugus Fungsi

Sagu 3248.54

2929.14

1648.86

1464.22

O–H ulur

C–H ulur

C=O ulur

C–H tekuk

AM-AMPS 7:3 3432.87

2926.35

1721.16

1638.18

1560.14

1257.47

1158.09

1041.23

O–H ulur

C–H ulur

C=O ulur (amida)

C=O ulur

C–N ulur

S=O ulur simetris

S=O ulur simetris

S=O asimetris

AM-AMPS 6:4 3432.65

2928.16

1652.27

1546.39

1400.42

1221.07

1159.40

1042.83

O–H ulur

C–H ulur

C=O ulur

C–N ulur

C–H tekuk

S=O ulur simetris

S=O ulur simetris

S=O asimetris

AM-AMPS 5:5 3432.94

2931.08

1651.18

1555.68

1454.68

1212.31

1159.39

1042.44

O–H ulur

C–H ulur

C=O ulur

C–N ulur

C–H tekuk

S=O ulur simetris

S=O ulur simetris

S=O asimetris

AM-AMPS 4:6 3432.73

2932.81

1651.61

1558.22

1400.33

1213.51

1158.01

1042.24

O–H ulur

C–H ulur

C=O ulur

C–N ulur

C–H tekuk

S=O ulur simetris

S=O ulur simetris

S=O asimetris

AM-AMPS 3:7 3399.55

2931.25

1651.79

1556.03

1401.03

1156.14

1023.37

O–H ulur

C–H ulur

C=O ulur

C–N ulur

C–H tekuk

S=O ulur simetris

S=O asimetris

Keberhasilan pencangkokan juga dapat dibuktikan dari perubahan

kandungan nitrogen. Kadar nitrogen dari tiap sampel produk polimer

menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan sagu (Tabel 5). Kadar nitrogen

tertinggi diperoleh pada produk polimer dengan nisbah AM-AMPS 7:3, yaitu

12

8.03% atau naik 7.28%. kenaikan itu terus menurun seiring dengan berkurangnya

AM yang ditambahkan. Kadar nitrogen juga berhubungan dengan nisbah

pencangkokan (% NP) dan efisiensi pencangkokan (% EP) monomer pada sagu,

karena AM dan AMPS masing-masing memiliki gugus amida yang mengandung

nitrogen. Nilai NP memperlihatkan banyaknya monomer yang terikat ke rantai

utama polimer, yaitu sagu, sedangkan EP memperlihatkan banyaknya monomer

yang terikat dibandingkan dengan total monomer yang ditambahkan. Semakin

tinggi NP, menjadi semakin banyak monomer yang terikat pada sagu, sedangkan

semakin tinggi EP, penambahan monomer semakin efisien karena tidak banyak

monomer yang terbuang. Nisbah mol AM-AMPS 7:3 memperlihatkan NP dan EP

tertinggi. Menurunnya nilai EP dan NP seiring dengan berkurangnya AM atau

bertambahnya jumlah AMPS dalam sistem. Hal ini mengindikasikan bahwa AM

lebih efisien dan lebih mudah terikat ke dalam sagu dibandingkan dengan AMPS.

Tabel 5 Kadar nitrogen sagu dan produk sagu-g-poli(AM-co-AMPS)

Nisbah mol

AM-AMPS

Kadar Nitrogen Total (%

b/b)

Kadar nitrogen

monomer (% b/b) % NP % EP

Sagu 0.25 - - -

7:3 8.03 7.28 76.36 84.14

6:4 7.23 6.98 68.50 82.22

5:5 5.73 5.48 53.79 69.84

4:6 0.79 0.54 5.30 7.40

3:7 1.72 1.47 17.08 25.54

Kelarutan produk sintesis dalam air merupakan faktor yang sangat

menentukan untuk aplikasi produk tersebut. Polimer yang digunakan dalam

bidang EOR harus dapat larut dalam air dengan fraksi taklarut maksimum 0.1%

(Lemigas 2008). Hasil uji kelarutan yang ditunjukkan pada Tabel 6 kurang

memuaskan karena pada nisbah mol yang seimbang atau AM lebih besar dari

AMPS, produk polimer hanya larut sebagian, sisanya membentuk gel yang tidak

larut. Pada mol AMPS dominan, produk cenderung lebih larut dalam air, tetapi

masih mengandung fraksi taklarut yang cukup besar. Fenomena kelarutan polimer

ini tidak lepas dari pengaruh bobot molekul dan konfigurasi rantai polimer

tersebut. Semakin tinggi bobot molekul polimer, kelarutannya akan semakin

terbatas. Pembentukan taut-silang pada polimer akan meningkatkan bobot

molekul secara signifikan karena menggabungkan unit-unit polimer membentuk

polimer makroskopik. Keberadaan taut-silang menyebabkan polimer akan

membentuk jejaring yang akan menahan air di dalamnya dan membentuk gel

(Okay 2009).

13

Tabel 6 Data penimbangan uji kelarutan sagu-g-poli(AM-co-AMPS) dalam

akuades

Nisbah mol

AM:AMPS

Bobot

polimer (g)

Bobot polimer

taklarut

% Kelarutan

(b/b)

7:3 0.0513 0.0244 52.44

6:4 0.0512 0.0281 45.12

5:5 0.0510 0.0249 51.18

4:6 0.0527 0.0028 94.69

3:7 0.0546 0.004 92.67

Pembentukan gel yang tidak larut pada produk kopolimer, terutama dengan

porsi AM lebih besar sangat mungkin disebabkan oleh terjadinya taut-silang.

Rantai sagu yang relatif lurus kemudian dicangkok oleh monomer sehingga

membentuk percabangan. Saat percabangan yang masih aktif bertemu dengan

radikal percabangan yang lain, akan terjadi terminasi yang kemudian membentuk

taut-silang. Proses taut-silang ini relatif tidak terjadi pada porsi AMPS yang lebih

besar, karena proses pencangkokan tidak efektif berjalan. Monomer lebih

cenderung bereaksi dengan monomer lainnya membentuk homopolimer dan

kopolimer sebagaimana dibuktikan dari kemurniannya. Kelarutan yang tinggi dari

produk pada nisbah AM-AMPS 4:6 dan 3:7 juga dapat disebabkan oleh pengaruh

AMPS dalam rantai polimer. Tong dan Zhang (2005) menyebutkan bahwa

penambahan AMPS lebih dari 8% pada pencangkokan pati akan menyebabkan

produk menjadi larut.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pencangkokan akrilamida (AM) dan asam 2-akrilamido-2-

metilpropanasulfonat (AMPS) pada sagu melalui metode radikal bebas dengan

menggunakan mikrogelombang sebagai inisiator telah berhasil dilakukan. Produk

yang dihasilkan berupa padatan berwarna putih, keras, dan bersifat higroskopis.

Spektrum FTIR membuktikan keberhasilan pencangkokan dengan keberadaan

gugus khas amida (-CONH2) dan sulfonat (-SO3). Rendemen produk yang

dihasilkan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya AMPS yang

ditambahkan dengan rendemen produk maksimum dihasilkan pada nisbah AM-

AMPS 5:5, tetapi menurun pada penambahan AMPS lebih lanjut. Kadar nitrogen

menunjukkan peningkatan setelah pencangkokan dibandingkan dengan kadar

nitrogen pada sagu. NP dan EP terbesar dihasilkan pada nisbah AM-AMPS 7:3,

dan semakin menurun dengan meningkatnya AMPS yang ditambahkan.

Meningkatnya jumlah AMPS juga menurunkan kemurnian dan kadar nitrogen

dalam produk polimer, tetapi meningkatkan kelarutannya dalam air.

14

Saran

Perlu dilakukan kajian mengenai perbedaan karakteristik produk yang

dihasilkan jika monomer dimasukkan sebelum atau setelah pemaparan sagu

dengan oven mikrogelombang.

DAFTAR PUSTAKA

Aggour AY. 1994. Thermal degradation of copolymers of 2-acrylamido-2-

methylpropanesulphonic acid with acrylamide. Polymer Degradation and

Stability, 44(1):71-73.

Athawale VD, Lele V. 2000. Synthesis and characterization of graft copolymers

of maize starch and methacrylonitrile. Carbohydr Polym. 41(4):407-416.

[BSN], Badan Standandarisasi Nasional. 2008. SNI 3729:2009. Tepung sagu.

Jakarta (ID) Badan Standarisasi Nasional.

[BSN], Badan Standandarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara uji

makanan dan minuman. Jakarta (ID) Badan Standarisasi Nasional.

Goyal T, Kumar V, Sharma P. 2007. Carboxymethylation of tamarind kernel

powder. Carbohydr Polym. 69(2):251-255.

Gupta AL. 2010. Polymer Chemistry. Meerut (IN): Pragati Prakashan.

Kaewtatip K, Tanrattanakul V. 2008. Preparation of cassava starch grafted with

polystyrene by suspension polymerization. Carbohydr Polym. 73(4):647-

655.

[Lemigas], Lembaga Minyak dan Gas. 2008. Standard Operational Procedures

for Laboratory Screening of ASP Injection. Jakarta (ID) EOR Research

Group.

Mistry BD. 2009. A Handbook of Spectroscopic Data. Jaipur (IN): Oxford.

Okay O. 2009. General properties of hydrogels. Hydrogels Sensor and Actuator:

Berlin: Springer-Verlag. doi: 10.1007/978-3-540-75645-3_1.

Sen G, Kumar R, Ghosh S, Pal S. 2009. A novel polymeric flocculant based on

polyacrylamide grafted carboxymethylstarch. Carbohydr Polym. 77:822-

831.

Sen G, Ghosh S, Jha U, Pal S. 2011. Hydrolyzed grafted carboxymethylstarch

(Hyd. CMS-g-PAM): an efficient flocculant for treatment of textile industry

wastewater. Carbohydr Polym. 171:495-501.

Silverstein RM, Webster FX, Kiemle DJ. 2005. Spectrometric Identification of

Organic Compound. Hoboken (USA): John Wiley and Sons Inc.

Singh V, Kumar P, Sanghi R. 2011. Use of microwave irradiation in the grafting

.odification of the polysaccharides-A review. Progr Polym Sci, 37:340-364

Song H, Zhang SF, Ma XC, Wang DZ, Yang JZ. 2006. Synthesis and application

of starch-graft-poly(AM-co-AMPS) by using a complex initiation system of

CS-APS. Carbohydrate Polymer, 69: 189-195.

Tong Q, Zhang G. 2005. Rapid synthesis of a superabsorbent from a saponified

Starch and Acrylonitrile/AMPS Graft Copolymers. Carbohydr Polym.

60(1):74-79.

15

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Uji pendahuluan:

analisis proksimat

Penyeragaman

ukuran

Pencangkokan sagu oleh

AM dan AMPS pada

nisbah mol

7:3; 6:4; 5:5; 4:6; dan 3:7

Pemurnian dengan soxhlet

menggunakan campuran

pelarut etilena glikol–

asam asetat (6:4)

Pencirian

Sagu

Mutu

Baik

Spektrum FTIR,

Kadar Nitrogen,

Kelarutan

Mulai

Selesai

Ya

Tidak

16

Lampiran 2 Perhitungan bahan yang digunakan, produk hasil sintesis, hasil

pemurnian NP, dan EP.

a. Perhitungan bahan yang digunakan dalam sintesis

Nisbah AM-AMPS Sagu W AM W AMPS

7-3 2.0256 2.4854 3.1137

6-4 2.0259 2.1304 4.1456

5-5 2.0254 1.7755 5.1802

4-6 2.0256 1.4198 6.2219

3-7 2.0258 1.0658 7.2552

Sagu

AGU = anhydrous glucose unit

= unit glukosa dari amilosa dan amilopektin

dikurangi oleh satu molekul air

BM AGU = 162 g/mol

Bobot sagu (g) = mol AGU × BM AGU

= 0.25 mol × 162 g/mol

Bobot sagu dalam 1 L = 40.5 g

Bobot sagu dalam 50 mL = 2.025 g

Pada nisbah AM-AMPS (5:5)

Akrilamida (AM)

BM AM = 71.07 g/mol

Bobot AM (g) = mol akrilamida BM akrilamida

= 0.5 mol 71.01 g/mol

Bobot AM dalam 1 L = 35.535 g

Bobot AM dalam 50 mL = 1.07 g

2-Akrilamido-2-metilpropanasulfonat (AMPS)

BM AMPS = 207.25 g/mol

Bobot AMPS = mol AMPS BM AMPS

= 0.5 mol 207.25 g/mol

Bobot AMPS dalam 1 L = 103.625 g

Bobot AMPS dalam 100 mL = 7.025 g

b. Produk hasil sintesis dan pemurnian

Contoh perhitungan:

17

c. NP dan EP

Dengan: BM AM = 71.07 g/mol

BM AMPS = 207.25 g/mol

BA N = 14 g/mol

Contoh Perhitungan:

Nisbah AM-AMPS 7:3

Lampiran 3 Produk sagu-g-poli(AM-co-AMPS) pada berbagai nisbah AM dan

AMPS. Sebelum dilarutkan (a) dan setelah dilarutkan (b)

(a)

AM-AMPS

7:3

AM-AMPS

6:4

AM-AMPS

5:5

AM-AMPS

4:6

AM-AMPS

3:7

18

Lanjutan Lampiran 3

(b)

Lampiran 4 Mekanisme reaksi pencangkokkan dan kopolimerisasi sagu

(dikembangkan dari Sen et al. 2009)

7:3 6:4 5:5 4:6 3:7

19

Lanjutan Lampiran 4

20

Lanjutan Lampiran 4

21

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 April 1985 dari pasangan Udin

Saepudin (Alm) dan Entin Martini. Penulis merupakan anak kedua dari 4

bersaudara, dengan kakak bernama Muhammad Shaeful Jabarudin dengan 2 adik

yang bernama Shaeful Andriansyah dan Shaeful Irvanulkarim.

Pada tahun 2002, penulis meyelesaikan pendidikan menengah di SMUN 1

Leuwiliang dan lulus pada tahun 2002 dan melanjutkan pendidikan D3 di

Akademi Kimia Analisis Bogor. Setelah lulus pada tahun 2005, penulis

melanjutkan ke Program S1 Alih Jenis di Departemen Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB pada tahun 2010.

Penulis pernah melakukan praktik kerja lapangan pada tahun 2005 dengan

judul “Pengujian Margarin dengan Standar Srilanka (SLS)” di Pusat Pengawasan

Mutu Barang (PPMB), Direktorat Kementerian Perdagangan RI, Ciracas, Jakarta

Timur. Penulis saat ini bekerja di Surfactant and Bioenergy Research Center-

LPPM IPB sejak tahun 2007. Selama bekerja, penulis aktif dalam kegiatan

pelatihan bioenergi baik sebagai panitia, maupun sebagai pelatih terutama dalam

pelatihan biodiesel dan bioetanol. Penulis hingga saat ini juga masih berperan

dalam beberapa penelitian mengenai surfaktan dan polimer untuk mendukung

enhanced oil recovery.