Sinopsis Novel Khotbah Di Atas Bukit

download Sinopsis Novel Khotbah Di Atas Bukit

of 27

description

contoh analisis novel

Transcript of Sinopsis Novel Khotbah Di Atas Bukit

A. Sinopsis Novel Khotbah di Atas BukitKisah ini berawal dari sosok Barman,seorang laki-laki tua yang sejak awal hidup menjadi sebagai kepala keluarga, hidupnya selalu berpindah tempat tinggal. Hal ini disebabkan profesi yang digelutinya sebagai seorang diplomat. Laki-laki tua ini hidup bersama anaknya yaitu Boby, sedangkan istrinya telah meninggal dunia sejak Bobi masih kecil.Sebagai manusia normal yang diciptakan dengan adanya rasa ketertarikan dengan lawan jenis, Barman semenjek ditinggal oleh mendiang istrinya ia sering mengisi kesepiannya bersama wanita-wanita penghibur. Kehidupannya pun sangat mewah dan serba kecukupan. Sehingga baginya wanita adalah dunia yang sangat mengasyikan. Setelah pensiun sebagaiDiplomat, Barman kembali ke tanah air. Ia membuka usaha bidang percetakan namunlama-lama usaha tersebut membuatnya bosan dan jenuh. Lalu usaha ini diteruskan oleh anaknya. Dengan melihat sikap ayahnya selalu terlihat bosan dan kurang bersemangat, maka bobi memeriksa ayahnya ke dokter. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter Barman tidak bermsalah. Namun ia, merekomendasikan kepada Barman, bahwa masa pensiunnya sebaiknya diisi dengan menikmati hidup agar ia mendapat ketenagan. Dengan mendengarkan saran dari dokter tersebut, maka Bobi menyarankan agar laki-laki tua yang ia sayangi itu mengisi hari-hari tuanya untuk melancong ke bukit bersama Popi wanita yang telah dipilih olehnya. Kedatangan Popi sebagai anggota keluarga baru di keluarga Barman disambut oleh Bobi, Dosi, serta cucu-cucunya dengan mengadakan pesta kecil-kecilan di rumah Bobi.Popi adalah mantan wanita penghibur yang masih muda dan memiliki paras wajah yang cantik. Wanita ini berkeinginan untuk terlepas dari dunia yang salama ini menjeratnya kedalam dosa. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk bersedia menjadi pendamping Barman. Meski jarak usia yang begitu jauh berbeda antara keduanya. Namun, kehidupan mereka berdua sangat bahagia pada awal rumah tangganya, karena Popi selalu perhatian dan setia mendampingi Barman. Ia membuat Barman bangga. Tetapi Barman justru merasa gelisah karena ia selalu gagal dalam menikmati malam bersama Popi, terutama setelah ia bertemu dengan Human.Human merupakan laki-laki tua yang pertama kali dikenal oleh Barman di bukit tempat ia menghabiskan hari tuanya. Kemunculan Human dianggap sebagai orang sangat misterius oleh Barman. Namun, tak lama kemudia Barman mengetahui tempat tinggal laki-laki tua yang sebaya dengan dirinya tersebut. seiring dengan jalannya waktu perkenalan mereka menjadi dekat. Barman dan Human sangat akrab hingga mereka menjalin persahabatanantaradua laki-laki yang mempunyai postur tubuh yang sama. Tetapi Barman merasa bingung setelah mendapatkan pelajaran dari Human yang mengatakan bahwa milikmu adalah belenggumu. Setelah lama ia berpikir, Barman pun merasa bersalah karena meninggalkan Popi. Tak lama kemudian Human meninggal. Kematiannya dianggap oleh Barman dianggap misterius, pasalnya tak seorang pun yang memberitahu kepada orang pengurus kubur tiba-tiba jasat Human telah dibawah oleh dua orang yang berasal dari pengurus pemakaman. Setelah kematian Human, Barman menjalankan ajaran Human secara misterius. Sebelum meninggal rupanya Human telah membuat surat warisan rumahnya untuk sahabat yang baru ia kenal. Oleh karena itu, Barman menjadi ahli waris rumah yang ditempati Human dulu. Ia merasa cukup bahagia hidup atau tinggal di tempat itu. Pada saat ia merasakan kebahagiaan itu tiba-tiba ingin berbagi kebahagiaan dengan orang-orang pasar, ia selalu berkata, Berbahagialah engkau. Setelah esok harinya pasar gempar. Hal itu disebabkan oleh orang-orang yang menceritakan bahwa mereka menyimpulkan bahwa mereka itu tidak mimpi atau ia meresa kalau peristiwa itu benar-benar ada atau nyata.Mendengar kabar yang membahagiakan itu, mereka berdondong-bondong mengunjungi rumah Barman untuk meminta kebahagiaan. Tetapi orang-orang sampai di Bukit, Barman justru merasa bingung harus berbicara apa dengan orang-orang itu. Akhirnya ia mampu mengucapkan khutbahnya dengan berkata bahwa Hidupinitidak berharga untuk dilanjutkan, bunuh dirumu. Mendengar pernyataan dari Barman tersebut membuat semua orang ricuh sebagai konsekuensi dari khutbahnya, Barman pun bunuh diri tanpa sepengetahuan orang-orang disekitarnya. Dengan cara terjun ke jurang ia mengakhiri hidup dan masa depannya.Setelah Barman meninggal dunia, peristiwa itu disusul dengan kematian Pak Jaga. Namun ia tidak dapat ditemukan. Hal inilah yang membuat seluruh orang pasar menjadi gempar, mereka berbondong-bondong mencari keberadaan mayat Pak Jaga, namun sayangnya mereka tetap tidak mampu menemukan mayat Pak Jaga. Suasana pasar benar-benar ricuh, apalagi tukang sapu itu, ia hanya bisa merenung. Pada akhirnya Popi pun meninggakan rumah itu. Ia menemui sopir truk dan ia segera melepaskan hasratnya yang selama ini ia pendam pada orang yang disayanginya.

B. Unsur Intrinsik Novel Khutbah di Atas Bukit1. Tokoh dan PenokohanKebiasaan pengarang menggunakan pola pengenal identitas tokoh dalam cerita biasanya dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pemerian nama berdasarkan nama diri dan pemerian nama berdasarkan status dan profesi. Pembentukan tokoh dengan pemerian nama diri maksudnya identitas tokoh di berikan nama orang sesuai dengan latar cerita. Sedangkan pemerian nama berdasarkan profesi maksudnya identitas tokoh yang ada dalam cerita tersebut tidak disebutkan namanya melainkan profesi maupun status sosial yang dialakoninya.Dalam novel Khotbah di Atas Bukit terdapat beberapa tokoh yang memiliki nama di anataranya, Popi, Barman, Humam, Bobi dan Dosi. Sedangkan identitas tokoh dengan nama profesi atau status sosial terdiri dari dokter, walikota, petugas kotapraja, penjaga pasar, tukang sapu pasar, cucu-cucu, ibu-ibu, para lelaki, anak-anak, supir dan kernet. Tokoh yang muncul tanpa penyebutan nama tersebut merupakan tokoh yang tidak terlibat secara intensif dalam tiap peristiwa atau hanya berfungsi sebagai pelengkap (tokoh tambahan), sedangkan tokoh yang sering muncul adalah tokoh utama. Berikut akan gambarkan tentang watak dari tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel tersebut.

a. Barman Barman digambarkan sebagai orang tua pensiunan orang-orang diplomatis yang memiliki seorang anak, menantu dan cucu. di dalam novel ini Barman digambarkan dengan berbagai sifat yang menarik untuk dipahami. Beberapa sifat Barman sebagai berikut.Ia memiliki sifat bertanggung jawab. Sifat ini tergambar pada saat Barman memutuskan untuk kembali ke tanah air (Indonesia) dengan memilih untuk berusaha. Hal ini ia lakukan guna sebagai penopang kebuthan hidup keluarganya. Hal ini dapat terlihat pada kutipan berikut.Kembali ke tanah air dan memilih kota yang paling tepat berusaha. Anaknya, si Bobi telah melakukan seperti harapannya. Ia telah membeli mesin-mesin percetakan (hal: 14) Di bagian lain, dalam cerita ini Barman digambarkan sebagai tokoh yang berwatak keras. Memiliki kemauan yang keras dalam hidupnya. Termasuk mencari hakikat kebahagiaan.b. PopiPopi merupakan wanita muda dan cantik yang dipilih oleh Barman tua untuk menemaninya di temapat ia menghabiskan hari tuanya. Popi diceritakan awlanya sebagai wanita tuna susila yang berniat untuk berhenti melakukan profesi tersebut. Kuntowijoyo sebagai pengarang novel ini menempatkan Popi sebagai wanita yang memiliki sifat penyabar, dan perhatian. Gambaran sifat-sifat ini dapat kita pahami dalam kutipan berikut. Tambah lagi Pap dan ia pun menambahkan makanan di atas piring. Lauknya Pap. (hal: 17)

Kutipan tersebut merupakan wujud sikap perhatian yang ditunjukkan Popi kepada Barman pada saat mereka makan siang. Ia menawarkan kepada Barman untuk menambah porsi makanannya. Dengan sikap perhatian ini Barman benar-benar terasa sangat diperhatikan yang menganggap Popi sebagai nyonya rumah yang berbakat. Kutipan lain yang menunjukkan sikap perhatian Popi yang ditunjukkan kapada Barman sebagai berikut.sebentar. Ini mesti dibersihkan dulu. Mandi dengan air hangat. Berdandanlah dan baru makan. Atau kau sangat lapar? Boleh saja kau kotori bajumu setiap hari, pap (hal.39)Kutipan tersebut sangat mengontraskan bahwa popi memliki sikap perhatian yang ditunjukkan kepada laki-laki tua yang di temani di bukit tempat mereka akan menhabiskan masa usianya. Selain, ia mengurus makanan laki-laki tersebut ia pun perhatian terhadap kebersihan dan kesehatan Barman.c. BobiBobi merupakan anak Barman yang dibesarkan dengan oleh barmasn seorang diri karena ia telah ditinggal mati oleh ibunya. Selain itu, Bobi digambarkan sebagai orang yang meneruskan usaha percetakan yang diwarisi oleh ayahnya. Pengarang menggabarkan tokoh Bobi memiliki sifat yang perhatian kepada orang tua. Bentuk kepudulian yang diwujudkanya terhadap orang, yakni bagaimana ia selalu memperhatikan kondisi kesehatan ayahnya serta memenuhi keperluan materi yang dibuthkan oleh orang tua yang ia sanyangi.d. DosiDosi merupkan istri Bobi yang sekaligus menantu dari Barman. Kemunculan Dosi dalam cerita ini tidak begitu intensif di tonjolkan oleh pengarang. Namun, pengarang tetap menggambarkan watak yang dimiliki oleh Dosi. Watak yang digambarkan, yakni seorang wanita yang memiliki sikap perhatian dan penurut kepada mertuan. Hal ini dapat terlihat pada kutipan berikut.Ia dapat memesan apa saja pada menantunya. Dosi, air dingin! dan air dingin atau jeruk akan tersedia di mejanya, buru-buru. (hal:2)Berdasarkan kutipan tersebut dapat ditunjukkan bahwa sikap yang dimiliki oleh Dosi benar perhatian terhadap mertunya (Barman) dengan bersedia meladeni apa yang dibutuhkan oleh Barman.e. HumanAwalnya Humam digambarkan sebagai orang miskin yang malas. Tetapi kemudian Humam digambarkan sebagai sosok yang rajin, ulet, dan dikirim untuk mengajarkan hakikat kebahagiaan kepada Barman (hal: 43). Selain itu, Human digambarkan sebagai orang pandai memancing.Dalam novel ini Human digambarkan sebagai orang memiliki sifat kepedulian atas sesama. Hal dibuktikan dengan penceritaan terkait dengan pertolongan yang diberikannya kepada Barman pada saat laki-laki tua yang sebaya dengan sedang kelaparan di rumahnya dengan memberikan makanan. Dapat diliaht pada kutipan berikut. aku masih punya sedikit lagi makanan, maukah? Kau pasti belum makan. Ada ikan sungai, daging burng, roti juga (hal: 43)

Humam adalah tokoh yang tiba-tiba dikirim untuk menyampaikan nasihat seolah-olah ia adalah utusan Tuhan. Ia ditampilkan sebagai laki-laki tua yang selalu bergerak dan bisa mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa mengandalkan orang lain. Tokoh seperti Humam di sini terkesan kurang berkembang. Ia tidak memiliki kepribadiannya sendiri. Tokoh cerita seolah-olah hanya sebagai corong penyampai pesan, hanya sekadar refleksi pikiran, sikap, pendirian dan keinginan-keinginan pengarang.f. Cucu-cucunya Barman Cucu-cucu merupakan anak dari Bobi dan Dosi yang sekaligus cucu Barman. Sama halnya dengan tokoh Dosi, tokoh ini tidak begitu intesif berparan dalam cerita. Namun, pengarang memberikan sedikit gambaran watak yang dimiliki oleh tokoh cucu, yakni ia memeliki sifat manja terhadap kakenya (Barman) yang diwujud dalam bentuk keinginan dibelikan sesuatu oleh Barman.

2. Alur/PlotAlur/Plot cerita merupakan uraian runtutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Peristiwa-peristiwa dalam Khotbah di Atas Bukit dapat dikelompokkan menjadi empat bagian. Bagian pertama adalah pertemuan Barman dengan Popi yang sengaja disediakan Bobi untuk menemani Barman berlibur di bukit. Bagian kedua adalah pertemuan Barman dengan Humam, seorang penghuni bukit yang sederhana da mengajarinya tentang hakikat kehidupan. Dua bagian ini adalah bagian perkenalan. Bagian ketiga adalah kematian Humam yang mengakibatkan keresahan Barman (pertikaian dan perumitan). Pada bagian ini pula Barman bertemu dengan orang-orang pasar yang mengikutinya mencari hakikat kebahagiaan. Klimaksnya adalah saat Barman menyampaikan khotbah di atas bukit. Bagian keempat adalah kematian Barman. Bagian ini sekaligus menutup cerita dan merupakn penyelsaian dari keresahan orang-orang yang mengikuti Barman.3. Setting (latar)Latar merupakan lingkungan tempat peristiwa terjadi dalam karya sastra. Latar terdiri dari tiga unsur diantaranya: unsur tempat, waktu dan sosial. Berikut ini akan dipaparkan latar yang terdapat dalam novel Khotbah di Atas Bukit.a.) Latar tempatLatar tempat dapat memberikan penjelasan mengenai tempat, lokasi wilayah atau daerah terjadinya peristiwa. Dalam novel Khotbah di Atas Bukit terdapat beberapa latar seperti rumahnya Bobi, bukit/pegunungan, villa, rumah Human, pasar, dan stasiun bis. Nama kota yang di jadikan latar tempat dalam novel ini tidak disebut secara eksplisit. Namun, beberapa tempat seperti Paris, Amsterdam dan Haarlem disebutkan, akan tetapi hanya dalam percakapan, tidak masuk ke dalam latar tempat terjadinya peristiwa. Pengarang dalam mengambarkan latar tempat ini berfariasi. Pada beberapa bagian dijelaskan secara detail, sedangkan pada bagian lain tidak. Beberapa kutipan berikut akan menunjukkan latar tempat yang terdapat dalam novel tersebut.Sebelum kegunung ada kesibukan di rumah. Si Bobi sibuk mengurus surat-surat. Ada semacam pesta kecil di rumah menyambut kedatangan Popi. (hal: 6)

Latar tempat rumah yang terdapat dalam kutipan di atas tidak dijelaskan secara detail. Namun, jika dipahami dari teks latar rumah yang terdapat dalam kutipan dtersebut merujuk pada rumah yang dimiliki oleh Bobi bersama keluarganya.Kutipan lain yang menunjukkan latar tempat lain yang terdapat dalam novel Khotbah di Atas Bukit, yakni sebagai berikut.Villa itu terang benderang di tengah alam yang gelap. Bukit diam-diam menunggu malam dan tertidur. Ada bagian bukit itu yang terang. Listrik jalan yang menuju bukit itu membantu keremangan malam. Makhluk-makhluk terbang yang kecil mengerumuni warna itu. Kabut berputar di sekeliling listrik itu (hal:34).

Ia sudah menuruni bukit itu, jurang yang tak dalam, dari semak-semak dan rerumputan. Pada tanjakan terakhir, matahari sudah memanggangnya. Panas itu mengurangi dingin gunung, namun dalam baju Barman, dipermukaan kulitnya, ditiap poriporinya membasah air. Kain yang diluar sedikit lengket di kulit. Di bawah topi, cairan itu membasahi rambut putih, menitik di kening, dan beberapa butir tergantung di hidung. Barman menghapus butiran itu dengan pundaknya. Tak peduli! Ia sudah berdiri di depan rumah itu!. Kembang ungu dan merah melilit pohonnya. Tembok putih yang dilihatnya tadi ternyata bagian samping dari rumah itu. Siapakah di dalam: daun-daun kering, bunga-bunga layu tersebar (hal:.52). Terasa sangat sebentar olehnya, ia sudah tiba di pasar. Ia minta selembar kertas putih dari warung yang pertama dijumpainya. (hal: 79) dan Barman bertekat untuk membangunkan semua yang tertidur di bagian ini, menanyakan hal yang sama. Ia menuntun kudanya lewat gang sempit antara los-los pasar (hal: 108)

b.) Latar waktuLatar waktu berhubungan dengan masalah terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah cerita. Pengarang novel Khotbah di Atas Bukit menggambarkan latar waktu menggunakan system peredaran matahari dan bulan. Bukan berdasarkan satuan jam. Bentuk latar waktu yang menggunakan system peredaran matahari dan bulan. Misalnya, dini hari, pagi, siang hari, sore, dan malam. Terkait dengan penggambaran latar waktu, pengarang menggunakan penggambaran secara eskplisit dan implisit. Latar waktu yang terdapat dalam novel dapat dilihat pada beberapa kutipan berikut.Ia sudah menuruni bukit itu. Jurang yang tak dalam, dari semak-semak dan rerumputan. Pada tanjakan terakhir matahari sudah memanggangnya . (hal:52).

Matahari sudah tenggelam, dan kepalnya terasa pening. (hal: 57)

Berdasarkan kutipan di atas latar waktu perestiwa terjadi pada siang hari. Namun, latar waktu ini diungkap dengan secara eksplisit menggunakan istilah lain, yakni matahari sudah memanggangnya. Begitu juga halnya latar waktu malam hari diungkap secara eksplisit dengan kalimat matahari sudah tenggelam.Sekarang waktunya untuk berbicara. Ia dan keajaiban malam telah jadi satu. Ia ingin rahasia berahasia. Siapakah yang datang pada Muhammad di gua itu? Ia pun ingin membangunkan orang-orang itu dan berkata sesuatu padanya. Alangkah gaibnya. Ia datang dari gelap malam. Penuh rahasia dan tak dikenal. (hal:107)

Latar waktu malam yang terdapat dalam kutipan tersebut, digambarkan pada saat Barman mendatangi dan membanguni orang-orang yang tidur di pasar. Latar waktu ini dikontraskan dengan suasan yang terjadi di pasar. Suasan yang dimabarkan yakni beberapa orang terlihat sedang tidur di teras-teras tokoh dengan berselimutkan sarung. Kutipan lain yang menunjukkan latara waktu dalam novel Khotbah di Atas Bukit, yakni sebagai berikut.Kehadiran orang itu sama mengejutkan dengan pagi itu. Pagi-pagi ia bertemu dan melarikan diri demi melihat persamaan mereka (hal:36)

Berdasarkan kutipan tersebut pengarang menyebutkan latar waktu kejadianya secara insplisit. Latar waktu yang dimaksud adalah waktu pagi. Latar ini digunakan sebagai waktu prestiwa pada saat Barman khendak mengejar Human. Tubuh Brman menggil. Penjaga malam mengatakan bahwa akan datang kabut sore itu. Mereka berdiri mulai gelisah. Mereka tau kabut itu akan menutupi perjalan mereka. (hal:150) serta matahari di balik bumi mengirimkan ujung merahnya (hal151)

Kutipan di atas ada dua bentuk pengungkapan latar waktu sore yang dilakukan Kuntwijoyo, yakni secara inplisit dan eksplisit. Waktu sore ini menggambarkan waktu kejadian pada saat Barman bersama orang-orang yang mengikutinya ke bukit sedang berada di atas bukit.

c.) Latar sosialLatar sosial adalah hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Perilaku kehidupan masyarakat ini meliputi berbagai masalah berupa keyakinan, pandangan hidup, adat-istiadat, tradisi, cara berfikir, bersikap.Latar sosial yang diceritakan dalam novel Khotbah di Atas Bukit, yakni pola hidup masyarakat Indonesia yang hidupnya di perkotaan dan di perbukitan (pedesaan). Masyarakat perkotaan digambarkan melalui Barman, Bobi, dan Dosi. Dari pakaian gaya hidup dan kebiasaan. Seperti apa yang dirasakan Barman. Hal ini dapat terlihat pada kutipan berikut.Dan apa yang tak ada di kota.? Ia dapat memesan apa saja kepada menantunya. Juga untuk berjalan-jalan di kota dengan payung hitam yang dibelinya di Paris, pada sore hari, dengan mengenang seolah sedang berjalan-jalan di suatu kota di Eropa . (hlm:3)

Sedangkan pola hidup masyarakat yang berada di pedasaan dapat terlihata pada kutipan berikut.Dan ikan-ikan sungai. Di sini tidak ditemukan piring kembang bersih dengan serbet-serbet makan, hiasan sayur seperti selalu dibuat oleh Popi. (hlm.67).Berdasarkan perbandingan dati kedua katipan di atas digambarkan betapa hidup di bukit sangat berbeda dengan hidup di kota. Di bukit ini seseorang harus bisa hidup apa adanya. Tanpa ada yang melayani.

4. Foint of View (sudut pandang)Dalam Khotbah Di Atas Bukit, pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga sebagai orang di luar cerita yang serba tahu. Hal ini dapat terlihat dengan beberapa kutipan berikut.Barman merasa lagi bahwa umur mereka memang jauh, dan Popi akan lebih kuat dari padanya (hal:32)

Humam dilahirkan untuk hidup dengan caranya sendiri. Alangkah besarnya orang itu, keberanian yang tak mengenal takut. Ia pun ingin lahir kembali, merintis sesuatu yang baru dalam hidupnya. Ia tahu benar, ia sudah tua. (hlm.150).

Berdasarkan kedua kutipan di atas, dapat terlihat bahwa wujud sudut pandang pengarang sebagai orang ketiga menggunakan pronomina persona ketiga mereka dan pronominal persona ia. Dikatakan orang yang serba tahu karena pada kutipan pertama nampak bahwa pengarang tahu kondisi apa yang dirasakan Barman dan Popi. Sedangkan pada kutipan yang kedua nampak bahwa pengarang betul-betul mengetahui apa yang diinginkan oleh Barman yaitu lahir kembali dengan sesuatu yang baru dalam hidupnya.

5. Gaya BahasaDalam novel Khotbah di Atas Bukit pengarang menggunakan beberapa majas yang digunakan sebagai gaya bahasa dalam penyampain ide-idenya. Beberapa jenis majas yang terdapat dalam novel ini sebagai berikut.a. Majas HiperbolaGaya bahasa hiperbola merupakan bentuk gaya bahasa yang mengandung suatu perytaan yang berlebihan, dengan cara membesar-besarkan suatu hal. Pengarang novel Khotbah di Atas Bukit rupanya menggunakan gaya bahasa seperti ini. Seperti terlihat pada kutipan berikut.Seluruh bukit itu penuh dengan suaraunya (hal: 102)b. Majas PersonifikasiPersonifikasi adalah gaya bahasa yang memperlakukan benda mati sama dengan sifat-sifat yang dimiliki manusia sehingga dapat bersikap dan bertingkah laku seperti manusia. Majas ini dapat tergambar pada kutipan berikut.Kotamu sudah mati. Benda tiga dimensi yang tak berjiwa! (hal: 15)Bukit diam-diam menunggu malam dan tidur. Ada bagain bukit yang terang. (hal:23)Katika matahari menyentuh ujung rumha (hal: 41)Angin Pagi yang dingin menyentuh kulit. (hal.98) Di depan rumah itu cahaya bulan masi berbaur dengan gelap baying-bayang (hal: 102) Suara-suara itu menyelinap ke dalam rumpun pepohonan, bisikan-bisikan yang lemah, takut-takut dan berahasia. (hal. 133)

c. Majas Eponim

Eponim adalah gaya bahasa yang menyebut nama seseorang yang sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat-nya itu. Berikut kutipan yang menujukkan majas eponym.Omongan Humam selalu mengejutkan, tak terduga dan mengesan. Laki-laki itu seperti pertapa yang arif. Siapakah yeng menjelma ke dalam orang itu: Muhammad atau Jesus atau Abiyasa? (hal: 86)

Berdasarkan kutipan tersebut, kata yang menujukan majas eponim adalah kata Muhammad atau Jesus atau Abiyasa. Karena ketiga tokoh agama ini dipandang sebagai orang memiliki tutur kata yang selalu arib dan bijaksana, sehingga Barman dalam hal ini memandang si Human yang memiliki sifat dengan ketiga tokoh tersebut.d. Majas metaforaMetafora bentuk gaya bahasa yang memberikan analogy dengan membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Bentuk gaya bahasa ini juga digunakan oleh pengarang dalam novel Khotbah di Atas Bukit. Bentuk gaya bahasa seperti ini dapat dilihat pada kutipan berikut. Mata wanita yang bening- ah, seperti air sungai itu. Mungkin sedang menatap arah lurus-lurus dengan harapan ia akan muncul dari situ (hal: 51) Berdasarkan kutipan tersebut pengaran membuat sebuah analogi yang membandingkan mata wanita dengan air sungai.e. Majas litotesLitotes merupakan gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu untuk pengungkapan kerendahan diri. Wujud pemakaian gaya bahasa seperti ini lebih banyak digunakan oleh pengarang dalam dialog-dialog Barman. Seperti terlihat pada kutipan berikut. aku perempuan biasa bukan dokter (hal: 42)f. Paralellisme Paralelisme merupakan salah bentuk gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gmatikal yang sama. Bentuk kesejajaran yang dimaksud adalah anak kalimat yang bergantung pada sebuah induk kalimat yang sama. Dalam novel Khotbah di Atas Bukit pengarang juga menggunakan gaya bahasa seperti ini, yang dapat dilihat pada kutipan berikut.Barman pun suka memuji kebersihan: engkau yang rajin, engkau yang penyayang, engkau yang cantik, popiku. (hal: 39)

Kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa yang menjadi induk kalimat, yaitu Barman suka memuji kebersihan, sedangkan sisanya merupakan anak kalimat yang berperan sebagai penjelasan bentuk pujian yang diucapkan oleh Barman.6. Tema dan Masalaha. TemaTema adalah gagasan, ide atau pokok pikiran utama yang mendasari sebuah karya sastra (Sudjiman, 1988:50). Tema juga merupakan permasalahan utama yang ditampilkan pengarang. Dalam sebuah karya sastra bisa terdapat lebih dari satu permasalahan, tetapi dari beberapa permasalahan tersebut dapat dibedakan menjadi mayor dan minor.a.) Tema mayorTema mayor merupakan tema pokok cerita yang sering dan secara konsisten digambarkan pengarang melalui tokoh, setting, alur, lain sebagainya. Tema mayor yang mendasari Novel yang berjudul Khotbah di Atas Bukit karya Kuntowijoyo dapat terlihat pada beberapa kutipan berikut....Untuk apa umur habis di kota. Berliburlah, melanconglah ke gunung. Rumah kita di gunung itu, bukannya punya Papi (hal.2).

Berdasarkan kutipan tersebut, tokoh utama yang bernama Barman yang merupakan seorang pensiunan birokrat, yang pada hari-hari sebulumnya penuh dengan kesibukan. Numun, sekarang ia telah pension dan memutuskan untuk menghabiskan waktunya di kota bersama anak-cucunya. Semantara itu, anaknya menawarkan kepadanya untuk mengisi usia tuanya untuk berlibur dan melancong.Pada kutipan lain juga ditemukan bagaimana seorang yang pada usia tersebut benar-benar melepaskan diri dari yang ia meliki dengan tujuan terlepas dari pikiran-pikiran yang selama ini membani hidupnya. Dapat dilihat pada kutipan berikut.Untuk apa. Kita tak perlu apa pun lagi. Kita sudah Hilang Barman. Jadi Bagaimana?Kesendirian adalah hakikat kita, heAnakmu,istrimu, keluargamu, sahabantmuSemuanya sudah aku lepaskan (hal: 46)

Berdasarkan kutipan dialog tersebut digambarkan bagaimana Human seorang laki-laki tua yang seusia Barman melakukan hal sama seperti yang dilakukannya, yakni mencari ketenagan dan melepaskan diri dari hal-hal yang selama ini dia pikirkan tak terkecuali orang-orang terdekat, seperti anak-anak, istri, keluarga, sahabat dan lain sebagainya.Kutipan di bagian lain juga menggambarkan tema yang sama. Seperti terlihat pada kutipan berikut.Aku ingin melepaskan diri, Pop.Apa?Dari waktu yang mnyiksaku! Dari hidup! Dan beban itu! (hal:68)

Kutipan dialog dialog tersebut digambarkan bagaimana Barman berusaha dengan sungguh untuk melepaskan diri dari pikiran-pikirannya. Namun, Popi sebagai wanita satu-satunya yang bersedia menemani hidup tuanya bersuaha menesahati Barman untuk menjalani hidup sesuai dengan jalannya waktu.Jadi, dengan beberapa kutipan di atas cukup dapat dikatakan bahwa tema utama atau tema mayor dalam novel ini adalah potret pola kehidupan masyarakat setelah pensiun dari pekerjaan yang kemudian mencari ketenangan untuk terlepas dari hal-hal yang sebelumnya ia pikirkan dan dicita-citakan.b.) Tema minorTema minor merupakan makna tambahan yang hanya terdapat bagian-bagian tertentu dalam novel. banyak sedikitnya tema minor tergantung pada banyak sedikitnya makna tambahan yang dapat ditafsirkan dari sebuah cerita novel. Dalam novel Khotbah di Atas Bukit terdapat beberapa tema mayor. Hal ini dapat terlihat pada beberapa kutipan berikut.Tema minor pertama, yaitu kebiasaan masyarakat membuat perayaan dalam rangka penyambutan orang yang baru menjadi anggota keluarganya. Pembahasan dalam tema ini ditanggapi sebagai sebuah pembahasan baru yang melengkapi jalan cerita untuk pengembangan tema mayor. Pembicaraan dalam tema ini digambarkan bahwa sebuah kebiasaan dalam masyarakat ketika sebuah keluraga bertambah anggotanya pasti akan menyambutnya dengan pesta dan sejenisnya. Misalnya, kelahiran bayi pasti akan dirayakan dengan syukuran, begitu juga dengan pernikahan pasti ada sebuah syukuran atau resepsi sebagi sebuh perayaan atas kertergabungan dan bertambah anggota keluarganya. Gambaran tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.Sebelum ke gunung ada kesibukan di rumah. Si Bobi sibuk mengurus surat-surat. Ada semacam pesta kecil di rumah menyambut kedatangan Popi (hal:6)

Dalam kutipan ini, digambarkan bahwa Bobi dan Dosi sebagi anggota lama dalam keluarga Barma akan mengadakan sebuah pesta penyambutan kedatangan Popi sebagai anggota baru dalam keluarganya yang akan menemani Barman dalam mengisi hari-hari tuanya.Tema mayor kedua yang terdapat dalam novel ini, yaitu manusia diciptakan dengan memiliki sifat ketertarikan dengan lawan jenis. Tema ini dapat tergambar pada kutipan berikut.Ia suka pada perempuan. Masa yang panjang sejak kematian isterinya, yaitu sejak si Bobi masih suka menerbangkan laying-layang... (hal: 5)

Berdasarkan gambaran kutipan tersebut, pangarang menjelaskan tentang kehidupan Barman yang telah di tinggal istrinya, meskipun ia masih setia dengan mendiang istrinya namun rasa yang bergejolak melihat lawan jenis tetap timbul dibenaknya. Hal ini tidak bisa dipungkiri karena pada hakikatnya manusia elah diciptakan dengan dilengkapi rasa tertarik dengan lawan jenis.Tema minor ketiga yang dibicarakan dalam novel tersebut, yaitu tanggung jawab kepala keluarga terhadap keluarganya. Hal ini digambarkan dengan kutipan berikut.Kembali ke tanah air dan memilih kota yang paling tepat berusaha. Anaknya, si Bobi telah melakukan seperti harapannya. Ia telah membeli mesin-mesin percetakan. ia sendiri kemudian terpisah dari pekerjaan stelah anaknya dapat menjalankan sendiri usahanya. (hal:14)

Digambarkan dari tema ini bahwa wujud tanggunga jawab Barman sebagai orang tua setalah pension dari pekerjaan diplomatisnya, ia memikirkan bagaimana kelangsungan hidup keluraganya, sehingga ia memutuskan untuk memilih kota yang tepat untuk berusaha. Hal ini hampir merupakan pemikiran umum sebagaian masyarakat sebelum memutuskan pension dari pekerjaannya.b. Masalah Berbagai masalah yang diangkat pengarang dalam novel Khotbah di Atas Bukit yang dituangkan dalam pembahasan tema-tema di antranya, masalah bakti seorang anak terhadap orang tuanya, masalah gender, masalah kebahagiaan, masalah kematian, dan masalah kesederhanaan. Berikut akan dijelaskan beberapa masalah tersebut.a.) Kebahagian Masalah kebahagiaan dalam novel Khotbah Di Atas Bukit terlihat dalam kehidupan sehari-hari tokoh Barman dan Human yang merupakn laki sama tua yang berlatar kelas sosila yang berbeda. Barman seoarng yang kaya sedangkan Human sebagai orang yang sederhana. Kebahagiaan (kesenangan) yang dimiliki Barman selama ini ternyata semu belaka. Banyaknya harta yang melimpah, keinginan yang selalu terpenuhi dan perempuan ternyata masih belum bisa memberikan kebahagiaan bagi Barman.(hal.63)Barman begitu gila memburu kebahagiaan. Konsep bahagia pun menjadi berbeda ketika Barman bertemu dengan Humam. Barman adalah orang berada. Bagi Barman, bahagia adalah ketika seseorang berlimpah materi. Segala sesuatu serba ada ketika kita membutuhkannya.Sedangkan bagi Humam orang yang hidupnya sangat sederhana mengatakan bahwa ukuran kebahagiaan bukanlah materi. Bukan diukur dari apa-apa yang kita miliki. Melainkan apa yang ada di pikiran kita. Jika kita berpikir kita bahagia maka kita akan merasa bahagia. Sebaliknya jika berpikir bahwa kita menderita maka kita akan merasa menderita.Dari uraian tersebut dalam novel ini menampilkan dua konsep kebahagiaan menurut dua kelompok sosial. Kelas atas dan kelas bawah. Bagi orang-orang kelas atas kecenderungan sebuah kebahagiaan adalah materi, sedangkan kelas bawah bahagia itu ada pada perasaan dan pikiran.b.) Keberbaktian kepada orang tuaSikap berbakti kepada orang tua merupakan suatu anjuran yang terdapat dalam agama manapun di dunia ini. Misalnya, dalam agama Islam sikap ini merupakan suatu sikap yang sangatdimulaikan oleh Allah SWT. Dalam novel ini pengarang mengangkat masalah wujud berbakti kepada orang tua. Dalam hal ini pengarang menggambarkan sikap berbakti ini diwujudkan dalam sikap Bobi terhadap ayahnya (Barman). Wujud kebaktian Bobi terhadap orang tuanya salah satunya memperhatikan kondisi kesehatan ayahnya tersebut dengan membawanya ke dokter untuk memeriksa kesehatan Barman. Dapat dilihat pada kutipan berikut.

Juga Bobi menyuruh dokter memeriksnya. Dokter itu bilang, sesehat kuda papimu (hal: 15)

Wujud kepudulian lain yang digambarkan oleh pengarang pada Bobi sebagai anak Barman, yaitu mempasilitasi kebuthan materil yang dibutuhkan oleh ayahnya dalam mengisi hari-hari tuanya. Hal ini dapat terlihat pada kutipan berikut.Bobi pun tanggap. Ia segera membelikan villa di atas bukit lengkap dengan perabotan dan seorang gadis cantik (Popi) untuk melayaninya.(hal:7)

c.) Masalah kematianKhotbah di Atas Bukit memunculkan tokoh-tokoh yang berbeda karakter. Barman adalah orang kaya dengan banyak perusahaan, sering bepergian ke Amsterdam, Paris, atau Haarlem. Ia juga sering bermain dengan perempuan. Sedangkan Humam hanya seorang yang tinggal di bukit. Pakaiannya sederhana, rumahnya pun demikian. Ia membersihkan rumah, pakaiannya sendiri. Begitu juga dengan makanannya.Masalah kematian diungkap melalui Humam yang tiba-tiba ditemukan oleh Barman dalam keadaan mati di rumahnya.(hal:78). Barman pun terkejut melihat kematian sahabatnya. Ia kemudian memutuskan untuk mengabarkan kematian Humam kepada orangorang di Pasar. Melalui orang-orang pasar inilah Kuntowijoyo ingin mengungkapkan bahwa tidak ada jaminan hanya orang sakitlah yang akan mati, seperti dalam kalimat berikut:Dan orang-orang pasar tahu, siapapun dapat meninggal setiap saat (hlm.123).

Pemahaman pengarang terhadap agama sebagaimana uraian di atas tampak dalam sikap orang-orang pasar, bahwa jika kematian telah datang maka tidak satupun yang dapat mengajukan atau mengundurnya barang sesaat.d.) Masalah GenderKonsep gender kemudian diartikan sebagai alat untuk mendefinisikan peran sosial berdasar kondisi biologis seseorang. Perempuan di sektor domestik dan pria di sektor publik. Melalui tokoh Popi, Kuntowijoyo menggambarkan bahwa perempuan adalah makhluk yang hanya menurut kepada kehendak laki-laki.Perempuan hanya ditempatkan di sektor domestik. Seharihari Popi hanya bergelut dengan pekerjaan rumah. Dia membersihkan lantai, tempat tidur, hingga menyiapkan makanan dan mencuci pakaian. Beberpa kutipan yang menunjukkan hal tersebut sebagai berikut.ia dapat dapat memesan apa saja pada menantunya. Dosi, air dingin. Dan air dingin atau jeruj akan tersedia di mejanya, buru-buru. (hal: 2)

Perempuan cantik ialah untuk dicumbu, bukan untuk ditenggelamkan dalam pekerjaan dapur. (hal: 14)

popi telah menunjukkan bakat yang besar untuk menjadi nyonya rumah. Cobalah apa yang dikatakannya ketika ia meladeni Barman pada makan siang. (hal: 16-17)

Dari ketiga kutipan tersebut cukup menggambarkan bagaiman dua tokoh wanita diposisikan sebagai orang berkelut di sektor domestic rumah tangga. Serta melayani apa yang diperlukan laki-laki.

7. AmanatAmanat merupakan sesuatu pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, dan amanat adalah makna yang terkandung dalam sebuah karya, makna yang disarankan lewat cerita. Beikut ini akan deskripsikan beberapa amant yang terkandung dalam novel Khotbah di Atas Bukit.a. Berpegang Teguh Pada AgamaDalam novel ini pengarang menyelipkan pesan tentang bagaimana manusia harus berpegang teguh pada agama. Pesan ini di kontraskan dengan adanya kutipan berikut.Aku ingin melepaskan diri, Pop.Apa (maksudmu)?Dari (perjalanan) waktu yang (selama ini) menyiksaku! Dari(cobaan) hidup! Dari beban (hidup) itu!Itu (berarti) (engkau) bunuh diri!Tidak (bunuh diri), sekadar keluar daripada (cobaan dan beban hidup)nya . Kemudian Popi berbicara tentang keputusannya yang berani untuk hidup di bukit bersama Barman. Itu suatu keputusan, dan ia merasa berbahagia karenanya. Setiap detik dari hidup adalah untuk dinikmati. Waktu yang mengalir tak henti-hentinya adalah kebahagiaan terbesar bagi yang dapat merasakan. Ya, itulah kepercayaaanku (selama ini), Pap. Eh, (ajaran) agamaku, mungkin. (hal. 68-69)

Berdasarkan kutipan tersebut tergambar bahwa Barman ingin berusaha melepaskan diri dari waktu yang dianggapnya penuh cobaan dan beban hidup. Kemudian Popi menjelaskan bahwa ketika seseorang telah mengambil sebuah keputusan maka ia harus menerima dan menikmati keputusannya tersebut. Setiap detik perjalanan hidup ini haruslah kita nikmati. Itulah yang dipahami dan diyakini Popi, yaitu ajaran agamanya.Gambaran ini mengandung ajaran bahwa dalam hidup, kita harus berpegang pada sebuah keyakinan yaitu agama yang ajaran-ajarannya tertuang dalam kitab suci sebagai tempat berpijak dalam mengambil sebuah keputusan.b. Iman percaya kepada hari akhir (kematian)Pesan selanjutnya yang dapat ditarik dalam novel ini, yaitu sebagai manusia harus mempercayai akan datang suatu hari akhir bagi kehidupan. Pesan ini dapat terlihata pada kutipan dialog berikut.Dan mati? ia bertanya.Ialah kalau kita tak lagi punya gerak.Dan engkau tidak takut?Justru yang paling tidak menakutkan. (hal: 48)

Barman menanyakan tentang kematian. Humam menjelaskan bahwa kematian adalah ketika tubuh kita tidak bisa lagi digerakkan. Humam tidak takut pada kematian. Bagi Humam kematian adalah yang paling tidak menakutkan.Dialog di atas menggambarkan bahwa Humam menyadari bahwa manusia suatu saat pasti mati. Dan kematian bukanlah suatu hal yang harus ditakuti, karena segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya.c. Keharusan tolong menolong antarsesamaPesan yang ketiga yang terdapat dalam novel Khotbah di Atas Bukit, yaitu sebagai mahluk sosial yang hidup dengan di tengah masyarakat harus menamkan sikap kepudulian kita terhadap sesama dengan kegiatan tolong-menolong. Pesan ini tergambar pada suatu prestiwa yang menimpa Barman di pasar ketika khendak mau memberitahukan warga atas kematian Human. Seperti terlihat pada kutipan berikut.Tunggu sampai ia siuman, kata seseorang.Kita gotong bung, ayo! Nah, kakinya. Kepalanya!beberapa orang laki-laki membawa tubuhnya. centang perenang. Bagian baju yang tak kuat jahitanya, sedikit menganga. Rambutnya yang putih terjatuh beberapa helai, terpijak-pijak. Barman dibaringkan di sebuah warung sayur. (hal: 80)

d. Kewajiban untuk berbakti kepada orang tuaPesan yang selanjutnya yang dapat dipetik dari novel tersebut adalah terkait dengan kewajiban seorang anak untuk berbakti kepada orang tua. Wujud sikap berbakti kepada orang tua yang dapat dilakukan banyak sekali, salah satunya seperti apa yang dilakukan oleh Bobi kepada ayahnya memberikan suatu perhatian dalam wujud memperhatikan kesehatan ayahnya, memberikan ayahnya kesenangan dan ketengan.e. Menjalani hidup dengan penuh kesederhanaanSikap keserhanaan merupakan sikap seorang manusia yang menjalankan hidup tanpak melihat kebahagian dalam bentuk material secara berlebihan. Sikap kesederhanaan inilah yang ingiin di samapikan oleh Kuntowijyo dalam novel Khotabah di Atas Bukit. Hal ini diwujudkan dalam sikap yang dimiliki oleh tokoh Human.

C. Unsur Ekstrinsik Novel Khutbah di Atas Bukit1. Unsur Biografi KuntowijoyoProf. Dr. Kuntowijoyo dilahirkan di Sorobayan, Bantul, Yogyakarta, 18 September 1943. Namun, meski dilahirkan di Yogyakarta, masa kecil Kuntowijoyo lebih banyak dilewati di Klaten dan Solo. Di Klaten Kuntowijoyo tinggal di sebuah desa bernama Ngawonggo, di Kecamatan Ceper. Penyakit yang dideritanya pada 6 Januari 1992 (Meningo Encephalitis) menyebabkan Kuntowijoyo harus istirahat dari berbagai kegiatan, termasuk bersastra. Pada tahun 1993 kesehatan Kuntowijoyo kembali pulih. Ia kembali berkarya lagi, cerpen-cerpennya mengalir cukup deras.Di luar kegiatan belajar mengaji dan deklamasi, Kuntowijoyo kecil juga gemar menyimak siaran radio RRI Surakarta yang menggelar siaran sastra. Di siang hari Kuntowijoyo sering menyempatkan diri pergi ke kota kecamatan, memasuki gedung perpustakaan milik Masyumi. Di situlah Kuntowijoyo (siswa Madrasah Ibtidaiyah dan Sekolah Rakyat Negeri) membaca kisah-kisah Karl May, pengarang cerita-cerita petualangan di negeri Balkan dan pedalaman suku Indian. Pada usia SMP ia membaca karya-karya Nugroho Notosusanto, Sitor Situmorang, dan karya-karya yang dimuat di Majalah Kisah. Masa SR-SMP dijalaninya dengan berbagai ketertarikan terhadap dunia bacaan dan sastra, meski Kuntowijoyo hidup di sebuah desa. Setamat SMP pada tahun 1959, ia mengikuti kakeknya hidup di Solo. Dari kakeknya inilah (SMA) Kuntowijoyo membaca karya-karya Charles Dickens dan Anton Chekov. Bermula dari usia SMP berlajut ke SMA, ia menulis cerita dan sinopsis dengan tulisan tangan.Ayah Kuntowijoyo adalah seorang seniman pedalangan dan seni mocopat. Sementara eyang buyutnya seorang Khottat, penulis mushaf Al- Quran dengan tangan. Bisa jadi darah seni Kuntowijoyo mengalir dari mereka. Darah seni sejumlah pengalaman, dan bacaan masa kecil itulah yang mengantarkan Kuntowijoyo ke jalur penulisan sastra.Tahun 1964, ketika menjadi mahasiswa sejarah di Fakultas Sastra UGM (masuk 1962), ia menulis novel pertamanya, Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari dan dimuat di harian Jihad (1966). Di kampus UGM itulah bakat sastranya lebih terasa. Bersama beberapa temannya ia mendirikan LEKSI (Lembaga Kebudayaan dan Seniman Islam). Di Kampus itu pula Kuntowijoyo menulis prosa dan drama. Dramanya yang berjudul Sebuah Jembatan Telah Dibangun sempat dipanggungkan oleh LEKSI di Jakarta (1965) dengan sutradara A. Bastari Asnin, dalam acara Musyawarah Besar Tani Indonesia. Namun, pemanggungan ini kemudian dihentikan panitia yang sebagian besar adalah orang-orang kiri.Karya-karyanya yang ditulis semasa mahasiswa, banyak mendapatkan hadiah dari berbagai lomba. Misal hadiah Harapan dari Badan Pembina Teater Nasional Indonesia (BPTNI) untuk drama Rumput-Rumput Danau Bento (1968), hadiah pertama sayembara menulis cerpen di majalah sastra untuk cerpen Dilarang Mencintai Bunga-bunga (1968). Hadiah sayembara penulisan lakon Dewan Kesenian Jakarta untuk drama Tidak Ada Waktu Bagi Nyonya Fatma, Barda dan Cartas (1972), hadiah sayembara mengarang roman panitia tahun Buku Internasional untuk novel Pasar (1972), dan hadiah penulisan lakon Dewan Kesenian Jakarta untuk drama Topeng Kayu (1973).Pada tahun 1969 Kuntowijoyo menjadi Sarjana Sastra Jurusan Sejarah Fakultas Sastra UGM. Pada tahun itu juga, Kuntowijoyo menikahi Susiloningsih, gadis sarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dari pernikahan ini kemudian lahir dua anak, bernama Punang Amaripuja dan Alun Paradipta. Hingga kini mereka tetap tinggal di Yogyakarta utara. Tahun 1973 Kuntowijoyo mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di Amerika Serikat (AS). Dia memperoleh gelar Magister (MA) dari Universitas of Connecticus (1974) dan Ph.D. dari Columbia University (1980). Sekembalinya ke Indonesia, ia lebih disibukkan dengan berbagai kegiatan akademik, diskusi dan seminar. Praktis pada masa ini kegiatan bersastranya berkurang, dan ia sendiri mengakui bahwa untuk sekitar masa pensiun ia bahkan tidak menghasilkan sebuah cerpen pun. Namun justru pada masa inilah puisinya tercipta. Dalam kegiatan sastra dan budaya, berbagai penghargaan telah diraih. Berturut-turut : (1) Hadiah seni dari pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (1986); (2) Penghargaan penulisan sastra pusat pembinaan dan pengembangan bahasa untuk kumpulan cerpen Dilarang Mencintai Bunga- Bunga (1994); (3) Penghargaan kebudayaan ICMI (1995); (4) Cerpen terbaik Kompas (1995, 1996, 1997) untuk cerpen Laki-laki Yang Kawin dengan Peri, Pistol Perdamaian dan Anjing-Anjing yang Menyerbu Kuburan, (5) Asean Award on Cultural (1997); (6) Satya Lencana Kebudayaan RI (1997); (7) Mizan Award (1998); (8) Penghargaan Kalyanakretya Utama untuk Teknologi sastra dan Menristek (1999); dan Sea Write Award (1999).Kumpulan sajaknya yaitu Suluk Awang Uwung (1975), Isyarat (1976), Makrifat Daun-Daun Makrifat (1995). Sebagai cerpenis ia menghasilkan kumpulan cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga (1992), Hampir Sebuah Subversi (1999), Fabel Mengusir Matahari (2000), dan beberapa cerpennya terpilih sebagai cerpen terbaik pilihan kompas yang kemudian diterbitkan oleh Kompas dalam Laki-Laki Yang Kawin Dengan Peri (1995), Pistol Perdamaian (1996), dan Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan (1997). Dalam bidang drama ia menghasilkan Rumput-Rumput Danau Bento (1968), Tidak Ada Waktu Bagi Nyonya Fatma, Barda dan Cartas (1972), dan Topeng Kayu (1973). Sebagai Novelis ia telah menulis Kerata Api Yang Berangkat Pagi Hari (1966), Khotbah di Atas Bukit (1976), Pasar (1994), Impian Amerika (1998), dan Mantra Penjinak Ular (2000). Sebagai ilmuwan dan penganut Islam yang teguh, antara lain menghasilkan buku Sejarah Umat Islam Indonesia (1985) dan Paradigma Islam (1991).2. Corak Karya Sastra KuntowijoyoDi dalam diri Kuntowijoyo mengalir dua warna budaya, yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Kedua budaya itu masih sama-sama berlatarkan kultur kejawen, tetapi memiliki beberapa perbedaan. Budaya Yogyakarta bersifat serba seadanya-gagah-maskulin-aktif karena dilahirkan oleh seorang prajurit pemberontak (orang terusir). Sedang budaya Surakarta lebih bersifat kenes-penuh bunga-feminim-kontemplatif, karena lahir di tengah kemapanan dan kenyamanan. Kedua warna budaya itu tampaknya memberikan corak tersendiri dalam proses kreatif penulisan karya-karya Kuntowijoyo.Kuntowijoyo terbiasa menjalani kehidupan yang dialektis dan mencari sintesis atas berbagai perbedaan yang terjadi di sekelilingnya. Beberapa sikap dan pemikiran Kuntowijoyo, baik dalam bidang sejarah, keagamaan, maupun sastra menampakkan hal yang demikian.Dalam sastra misalnya, Kuntowijoyo memetakan setidaknya ada dua macam sastra yang saling bertentangan. Pertama, sastra universalhumanistik- emansipatoris-liberal. Kedua, sastra yang mementingkan hal religius-transendental-spiritual. Melihat peta semacam ini, maka sastra yang dipilih dan dicita-citakan Kuntowijoyo adalah jenis sastra yang menggabungkan keduanya, yaitu sastra (Islam) profetik. Sastra profetik adalah sastra yang sekaligus mengandung emansipasi (amar maruf), liberasi (nahi munkar), dan transendensi (iman bi Allah). Emansipasi itu sesuai dengan semangat peradaban Barat yang percaya kepada The Idea of Progress, demokrasi, HAM, Liberalisme, Kebebasan, Kemanusiaan, Kapitalisme, dan liberasi sesuai dengan prinsip sosialisme (marxisme, komunisme, teori ketergantungan, teologi pembebasan). Transendensi adalah prinsip semua agama dan terutama filsafat perenial.Sebagai terapannya, karya-karya sastra Kuntowijoyo adalah karya yang bergerak antara kutub imajinasi dan realitas atau nilai. Hasil sintesisnya adalah realisme yang diperluas atau realitas politik. Meski kesadaran politik Kuntowijoyo cukup tinggi, tetapi ia sendiri mengakui banyak kesulitan untuk produktif dalam menulis puisi.3. Unsur Nilaia. Nilai Sosial dalam Novel Khotbah di Atas BukitPerilaku sosial dan tata cara hidup sosial merupakan perilaku atau sikap yang selalu mengutamakan kepentingan orang lain dari pada kepentingan pribadi. Berdasarkan hasil temuan penelitian, nilai-nilai sosial dalam novel Khotbah di Atas Bukit terdiri atas, nilai pengorbanan, kekasihsayangan, nilai gotong royong dan nilai kepedulian. Berikut akan dijelaskan nilai-nilai tersebut. a.) PengorbananPengorbanan merupakan sikap yang ditunjukkan seseorang kepada orang lain untuk membuktikan keseriusannya terhadap suatu hal. Misalnya, pengorbanan seorang istri kepada suaminya dan sebaliknya, pengorbanan pembentu terhadap majikannya, dan lain sebagainya. Dalam novel Khotbah di Atas Bukit terdapat nilai pengorbanan yang wujudkan oleh sikap tokoh Popi yang rela mengorbankan dirinya yang masih muda untuk bersedia menemani dan melayani laki-laki tua (Barman). Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. kenapa kau mau menerimaku, Popi?Popi diam. Menghentikan pijitannya. Ia membungkukkan pada telingan Barman.Aku telah memutuskan untuk mengabdi padamu, Pap. Katanya denga penuh keyakinan (hal: 56)

b.) GotongroyongGotong royong merupakan suatu sikap kerja sama dalam masyarakat dalam melakukan sesuatu hal. Sikap lain yang muncul dari nilai gotong royong ini adalah kekompokan dan kesatuan tim. Nilai gotong royong ini di selipkan oleh pengarang yang diwujudkan dalam sikap yang ditunjukkan oleh para laki-laki yang mengikuti Barman dan tinggal bersamanya di rumah warisan Human. Wujud gotong royong yang mereka tunjukkan, yakni mereka membuat saluran air dan membersihakn rumah yang mereka tempati serta menanami pohon dan bunga-bunga untuk menghiasai rumah tersebut. hal ini dapat terlihat pada kutipan berikut.Beberapa orang telah membawa bambo-bambu untuk mengalirkan air dari suatu salauran di atas dan air itu sekarang memancar di belakang rumah. ...tidak ada lagi daun yang dibiarkan mengotori halaman. Sapu dengan rajin membersihan halaman rumha. Rumput yang dirasa tak perlu telah hilang. Kandang kuda telah dibangun. (hal: 129)

c.) KepudulianKepedulai merupakan sikap yang dimiliki seseorang berupa rasa toleransi dan rasa perhatian yang mucul karena adanya rasa kasihan dan rasa tertarik terhadap seseorang atau suatu hal yang dianggap membutuhkan. Nilai ini seperti terlihata pada kutipan berikut. Tunggu sampai dia siuman, kata seseorang.Kita gotong bung, ayo! Nah, kakinya. Kepalanya!Beberapa laki-laki membawa tubuhnya. ...Barman dibaringkan di sebuah warung sayaur....Mereka yang kembali selalu dengan: Kasihan, Ck-ck (hal:80)

Tubuh itu masih terlentang. Ukang sapu dengan tekun menunggunya. Ia seperti mengaharpkan gerakan dari orang itu. Ia memercikkan air dari sebuhan tempurung ke ubun-ubun. Dirabanya napas Barman. Kemudian, ia pun membuka baju yang kotoritu, mengahpus-hapuskan air di dada. (hal:81)

Bedasarkan gambarana pada kutipan tersebut orang-orang di pasar menunjukkan sikap kepeudulian terhadap Barman. Wujud kepudulian yang dilakukan orang-orang tersebut, yakni menolong Barman yang pada saat itu ia terjatuh di dari kuda dan pingsan. Kemudian, mengangkat serta membantunya untuk siuman kembali.2. Nilai PendidikanNilai pendidikan merupakan nilai yang terdapat dalam karya sastra yang mengandung unsur-unsur pengetahuan dan pengajaran tentang kebenaran. Novel yang berjudul Khotbah di Atas Bukit karya Kuntwijoyo tersebut juga terdapat nilai-nilai pendidikan. Bentuk nilai pendidikan yang masukan adalah nilai psikologis anak. Nilai ini terkait dengan perkembangan jiwa anak-anak. Dalam dunia pendidikan perkembangan psikologi anak sangat berperan penting terhadap pertumbuhan pada dewasanya. Jika, psikologi anak sejak kecil selalu tertekan dan selalu asingkan besar kemungkinan pada saat dewasa anak tersebut akan menjadi orang yang tertutup dan kurang berinteraksi dengan orang lain. Akan beda hal dengan anak-anak perkembangan pada saat kecil selalu diperhatikan, selalu gembira tentu besarnya akan mudah bersosialisasi dengan masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan dan perkembangan psikologi pada haru diperhatikan dari ia masih kecil hingga dewasa. dalam novel ini rupanya Kuntowijoyo juga menyelipi nilai tersebut yang digambarkan oleh sikap Barman yang sangat menjaga perkembangan psikolgi anaknya (Bobi). Hal ini terdapat gambaran kutipan berikut.Bobi waktu itu menanyakan siapa perempuan itu dalam bahasa indoneis hingga perempuan yang di bawanya itu menanyakan padanya apakah yang dikatakan anaknya itu. Ah, ia anak yang baik, ma Cherie. Keinginannya agar anak itu tak terganggu pertumbuhan kejiwaanya mencegahnya mencari istri baru.

3. Nilai Relegiusa. Kepercayaan kepada Tuhan (Allah)Sebagai mana halanya dengan masalah yang dibicarakan pengarang dalam Khotbah di Atas Bukit terkait dengan masalah kematian. Di dalam uraian masalah ini terdapat nilai-nilai bahwa manusia seharusnya percaya dan mengakui keberadaan Tuhan (Allah) dengan cara memahami dan memaknai alam semesta. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut.Alam ialah yang Maha Besar. Kita hanya bagian-Nya. Jangan sedih atau gembira. Kembalilah ke sana. Ia akan menerima kehadiranmu. (hal.81)

Berdasarkan kutipan tersebut menggambarkan pencipta ala, yaitu Allah sebagai maha pencipta. Sedangkan kita hanya bagian dari ciptaannya, bagian dari alam. Janganlah kita terlalu banyak bersedih atau terlalu banyak bergembira. Kembalilah berbaur dengan alam. Pastilah alam akan meyambut kehadiran kita.b. PertobatanPertobatan merupkan sikap merasa bersalah atau menyesalatas perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama.Tobat nasuhaberarti tobat yang sebenar-benarnya dengan janji tidak akan mengulangi lagi. Pengarang dalam hal ini menggambarkan profesi yang dilakoni oleh Popi sebagai WTS di rumah bodir merupkan suatu perbuatan yang tidak susui dengan ajaran agam, sehingga ia menggabarkan Popi sebagai wanita yang merubah dan bertobat untuk tidak menggeluti profesi tersebut. Bentuk pertoban Popi, yakni besedia mendampingi dan tinggal bersama Barman untuk tinggal dibukit yang jauh dari keramain kota yang membuat ia selalu berbuat dosa. hal ini terlihat pada kutipan berikut.Bukit yang dingin, sepi dan tak seorangpun yang mengenalnya membuatnya kerasan. Ia dapat merasakan perbedaan dengan hidupnya yang ramai di kota karena banyaknya tamu yang datang, tetapi membuatnya dosa. (hal: 66)

27