SINDROMAOVARIUM POLIKISTIK DAN INFERTILITASrepository.uki.ac.id/1691/1/SINDROMA...

6
Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 3 JanuariJuli 2018 1 ISSN ISSNL 23376686 23383321 SINDROMAOVARIUM POLIKISTIK DAN INFERTILITAS Batara Imanuel Sirait Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, Jakarta Email : [email protected] PENDAHULUAN Latar belakang dari penelitian ini adalah bahwa sindroma ovarium polikistik (SOPK) merupakan masalah endokrinologi reproduktif yang sering terjadi dan sampai saat ini masih menjadi kontroversi. Sindroma ovarium polikistik (SOPK) atau polycystic ovarium syndrome (PCOS) merupakan kondisi kelainan hormonal (endocrinopathy) yang umum terjadi pada wanita usia reproduksi. Diagnosisnya didasarkan pada setidaknya ada dua kriteria sebagai berikut: hiperandrogenisme yang ditentukan oleh adanya kelebihan testosteron bebas atau hirsutisme, adanya disfungsi ovarium yang ditandai dengan adanya oligomenore atau amenore dan anovulasi kronis, terlihatnya morfologi spesifik polikistik ovarium dari pemeriksaan USG. Diagnosis juga membutuhkan eksklusi faktorfaktor lain yang terkait dengan kelebihan hormon androgen. Berdampak pada 510% wanita usia muda dan seringkali berakibat kesulitan untuk berhasil hamil (Norman RJ, dkk. 2004;180:132 – 37). Wanita dengan kondisi ini dapat mengalami haid yang tidak teratur, pertumbuhan rambut yang tidak normal, dan ovarium yang mengandung kistakista kecil. Gambaran klinis dan biokimia beragam, masih menjadi perdebatan apakah keadaan ini merupakan penyakit tunggal atau merupakan kumpulan gejala. Pada akhirakhir ini semakin jelas bahwa SOPK bukan hanya penyebab tersering kejadian ovulasi dan hirsutisme namun juga berhubungan dengan gangguan metabolisme yang memiliki pengaruh penting dalam kesehatan wanita (Frank, 1995:333:853–61). Kejadian SOPK dengan gejala klinis beragam dan memberikan gambaran angka yang bervariasi. Adam dkk, 1986 melaporkan bahwa pada penderita ovarium polikistik (OPK) yang didiagnosa secara sonografi, didapati 30% menderita amenorrhea, 75% dengan oligomenorrhea, dan 90% didapati adanya peningkatan konsentrasi kadar luteinizing hormon (LH) dan androgen (Hershlag dkk., 1996:837–45). ABSTRAK: Sindroma Ovarium Polikistik (SOPK) merupakan kelainan poligenik dengan beragam fenotipe yang umum terjadi pada wanita usia reproduksi. SOPK dapat mempengaruhi kemampuan wanita untuk hamil dan juga mengganggu kualitas hidupnya. Penanganan yang efektif melibatkan pendekatan tim multidisiplin. SOPK ditandai dengan adanya kelebihan hormon androgen, disfungsi ovulasi dan morfologi polikistik ovarium yang terlihat dari USG. Juga berkaitan dengan beberapa abnormalitas metabolik seperti resistensi insulin dan obesitas yang memainkan peran penting pada patofisiologi SOPK khususnya memberi dampak negatif pada fungsi ovarium dan infertilitas. Penanganan dapat dilakukan dengan berbagai modalitas mulai dari perubahan gaya hidup sampai terapi seperti pemberian obatobatan dan operasi minimally invasive. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menjelaskan bahwa SOPK merupakan keadaan kronis yang bila tidak ditangani segera berpotensi untuk berdampak buruk terhadap kesehatan wanita jangka panjang. Dengan metode yang digunakan adalah dengan melakukan penelusuran kepustakaan terkait atas makalah makalah ilmiah hasil penelitian maupun laporan kasus dan tinjauan kasus mengenai SOPK dan infertilitas Dapat disimpulkan SOPK merupakan suatu keadaan yang banyak dialami wanita usia reproduksi. Datang dengan keluhan gangguan haid, sulit hamil maupun gejala hiperandrogenisme. Deteksi dini dan penanganan komprehensif lebih awal akan berdampak baik pada kesehatan wanita secara umum maupun kesehatan reproduksinya. Kata kunci: Sindroma ovarium polikistik (SOPK), infertilitas ABSTRACT : Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) is a polygenic condition comes with various phenotype which is common in reproductive age women. PCOS potentially affect women’s ability to get pregnant and also her quality of life. Effective management will need multidisiplinary approach. PCOS come with androgen excess, ovulatory disfunction and polycystic morphology on ultrasound examination. PCOS also related with some metabolic abnormalities like insulin resistance and obestiy which play important role on its pathophysiology especially negatively impact on ovarian function and infertility. Treatment could be done with several modalities such as medicine and minimally invasive surgical procedure. This review aimed to explain that PCOS is a chronic condition in which neglected has potency to alter women medical condition negatively. It can be concluded that PCOS is a common condition in reproductive age women. Appear with menstrual irregularities, infertility or clinical symptoms of hiperandrogenism. Early detection and comprehensive management are better to general and reproductive health respectively. Key word: Polycystic ovarian syndrome (PCOS), infertility.

Transcript of SINDROMAOVARIUM POLIKISTIK DAN INFERTILITASrepository.uki.ac.id/1691/1/SINDROMA...

Page 1: SINDROMAOVARIUM POLIKISTIK DAN INFERTILITASrepository.uki.ac.id/1691/1/SINDROMA OVARIUM...peningkatan konsentrasi kadar luteinizing hormon (LH) dan androgen (Hershlag dkk., 1996:837–45).

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 3 Januari­Juli 20181

ISSNISSN­L

2337­66862338­3321

SINDROMA OVARIUM POLIKISTIK DAN INFERTILITAS

Batara Imanuel SiraitFakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, Jakarta

E­mail : [email protected]

PENDAHULUANLatar belakang dari penelitian ini adalah bahwa

sindroma ovarium polikistik (SOPK) merupakanmasalah endokrinologi reproduktif yang sering terjadidan sampai saat ini masih menjadi kontroversi.Sindroma ovarium polikistik (SOPK) atau polycysticovarium syndrome (PCOS) merupakan kondisikelainan hormonal (endocrinopathy) yang umumterjadi pada wanita usia reproduksi. Diagnosisnyadidasarkan pada setidaknya ada dua kriteria sebagaiberikut: hiperandrogenisme yang ditentukan olehadanya kelebihan testosteron bebas atau hirsutisme,adanya disfungsi ovarium yang ditandai denganadanya oligomenore atau amenore dan anovulasikronis, terlihatnya morfologi spesifik polikistikovarium dari pemeriksaan USG. Diagnosis jugamembutuhkan eksklusi faktor­faktor lain yang terkaitdengan kelebihan hormon androgen. Berdampak pada5­10% wanita usia muda dan seringkali berakibatkesulitan untuk berhasil hamil (Norman RJ, dkk.2004;180:132 – 37). Wanita dengan kondisi ini dapat

mengalami haid yang tidak teratur, pertumbuhanrambut yang tidak normal, dan ovarium yangmengandung kista­kista kecil.

Gambaran klinis dan biokimia beragam, masihmenjadi perdebatan apakah keadaan ini merupakanpenyakit tunggal atau merupakan kumpulan gejala.Pada akhir­akhir ini semakin jelas bahwa SOPKbukan hanya penyebab tersering kejadian ovulasi danhirsutisme namun juga berhubungan dengangangguan metabolisme yang memiliki pengaruhpenting dalam kesehatan wanita (Frank,1995:333:853–61).

Kejadian SOPK dengan gejala klinis beragamdan memberikan gambaran angka yang bervariasi.Adam dkk, 1986 melaporkan bahwa pada penderitaovarium polikistik (OPK) yang didiagnosa secarasonografi, didapati 30% menderita amenorrhea, 75%dengan oligomenorrhea, dan 90% didapati adanyapeningkatan konsentrasi kadar luteinizing hormon(LH) dan androgen (Hershlag dkk., 1996:837–45).

ABSTRAK: Sindroma Ovarium Polikistik (SOPK) merupakan kelainan poligenik dengan beragam fenotipe yang umum terjadi padawanita usia reproduksi. SOPK dapat mempengaruhi kemampuan wanita untuk hamil dan juga mengganggu kualitas hidupnya.Penanganan yang efektif melibatkan pendekatan tim multidisiplin. SOPK ditandai dengan adanya kelebihan hormon androgen,disfungsi ovulasi dan morfologi polikistik ovarium yang terlihat dari USG. Juga berkaitan dengan beberapa abnormalitas metabolikseperti resistensi insulin dan obesitas yang memainkan peran penting pada patofisiologi SOPK khususnya memberi dampak negatifpada fungsi ovarium dan infertilitas. Penanganan dapat dilakukan dengan berbagai modalitas mulai dari perubahan gaya hidupsampai terapi seperti pemberian obat­obatan dan operasi minimally invasive. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menjelaskanbahwa SOPK merupakan keadaan kronis yang bila tidak ditangani segera berpotensi untuk berdampak buruk terhadap kesehatanwanita jangka panjang. Dengan metode yang digunakan adalah dengan melakukan penelusuran kepustakaan terkait atas makalah­makalah ilmiah hasil penelitian maupun laporan kasus dan tinjauan kasus mengenai SOPK dan infertilitas Dapat disimpulkan SOPKmerupakan suatu keadaan yang banyak dialami wanita usia reproduksi. Datang dengan keluhan gangguan haid, sulit hamil maupungejala hiperandrogenisme. Deteksi dini dan penanganan komprehensif lebih awal akan berdampak baik pada kesehatan wanita secaraumum maupun kesehatan reproduksinya.

Kata kunci: Sindroma ovarium polikistik (SOPK), infertilitas

ABSTRACT: Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) is a polygenic condition comes with various phenotype which is common inreproductive age women. PCOS potentially affect women’s ability to get pregnant and also her quality of life. Effective managementwill need multidisiplinary approach. PCOS come with androgen excess, ovulatory disfunction and polycystic morphology onultrasound examination. PCOS also related with some metabolic abnormalities like insulin resistance and obestiy which playimportant role on its pathophysiology especially negatively impact on ovarian function and infertility. Treatment could be done withseveral modalities such as medicine and minimally invasive surgical procedure. This review aimed to explain that PCOS is a chroniccondition in which neglected has potency to alter women medical condition negatively. It can be concluded that PCOS is a commoncondition in reproductive age women. Appear with menstrual irregularities, infertility or clinical symptoms of hiperandrogenism.Early detection and comprehensive management are better to general and reproductive health respectively.

Key word: Polycystic ovarian syndrome (PCOS), infertility.

Page 2: SINDROMAOVARIUM POLIKISTIK DAN INFERTILITASrepository.uki.ac.id/1691/1/SINDROMA OVARIUM...peningkatan konsentrasi kadar luteinizing hormon (LH) dan androgen (Hershlag dkk., 1996:837–45).

Batara Imanuel Sirait,1­6

Sindroma Ovarium Polikistikdan Infertilitas

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 3 Januari­Juli 20192

SOPK berdampak negatif pada kemampuanuntuk hamil karena wanita yang mengalaminya tidakberovulasi atau melepaskan sel telur setiap bulandisebabkan oleh produksi hormon estrogen olehovarium. Karena ovulasi tidak terjadi secara teratur,siklus haid menjadi tidak teratur dan peningkatankadar hormon seperti testosteron dapat berdampakterhadap kualitas oosit, menghambat ovulasi,mengarah pada resistensi insulin dan peningkatanrisiko kelainan seperti diabetes gestasional.

Pada wanita yang mencoba untuk hamil, langkahpertama penanganan SOPK adalah perubahan gayahidup, termasuk diet sehat dan berolahraga.Pengaturan makanan yang menunjukkan keberhasilanadalah dengan mengurangi karbohidrat yaitupengurangan kadar glikemik. Olah raga yangdianjurkan pada pasien SOPK sedikitnya 30 menitkegiatan yang bersifat sedang minimal tiga kaliseminggu.

Wanita yang masih mengalami ovulasi tidakteratur setelah perubahan gaya hidup mungkinmembutuhkan penanganan fertilitas dengan obat­obatan utnuk membantu terjadinya ovulasi. Terapiawal yang umum digunakan pada wanita denganSOPK yang tidak berovulasi ialah pemberianKlomifen sitrat atau Letrozol. Obat­obat tersebutadalah selective estrogen receptor modulator(SERM).

Gambar 1. Etiologi dan tampilan klinis termasukgangguan reproduksi, psikososial dan metabolik padaSOPK

Tujuan dari penulisan ini adalah untukmenjelaskan bahwa SOPK merupakan suatu keadaanyang dapat berlangsung lama dan bila tidak ditangani

dapat berpotensi untuk berdampak buruk terhadapkesehatan wanita jangka panjang baik dalam bentukkesulitan memperoleh keturunan, gangguan haidmaupun gangguan metabolik.

METODOLOGI PENELITIANMetode yang digunakan adalah dengan

melakukan penelusuran kepustakaan terkait atasmakalah­makalah ilmiah hasil penelitian maupunlaporan kasus dan tinjauan kasus mengenai SOPKdan infertilitas.

PEMBAHASAN

Disfungsi Ovarium dan InfertlitasPada tahun 2002, dua juta wanita usia

reproduktif di Amerika merupakan wanita infertil.Sedangkan di Indonesia, berdasarkan surveikesehatan rumah tangga tahun 1996, diperkirakan ada3,5 juta pasangan (7 juta orang) yang infertil. Merekadisebut infertil karena belum hamil setelah setahunmenikah.

Disfungsi ovarium biasanya tampil sebagaioligomenore/amenore yang mengikuti oligo­ovulasi/anovulasi kronis. Akan tetapi anovulasi yangberlangsung lama dapat menjadi perdarahan uterusdisfungsional yang dapat menyerupai siklus haidnormal. Kebanyakan pasien SOPK memilikidisfungsi ovarium dengan 70%­80% diantaranyamengalami oligomenore atau amenore. Diantarapasien yang datang dengan oligomenore 80%­90%akan terdiagnosis sebagai SOPK.

Menoragia dapat terjadi dengan adanya pengaruhestrogen tanpa keseimbangan dengan progesterone(unopposed oestrogenic effect) dan hiperplasiaendometrium yang akan diperberat oleh peningkatankadar estrogen pada obesitas. Umumnya dianjurkansedikitnya empat siklus haid pertahun akanmelindungi endometrium dari peningkatan risikoterjadinya hiperplasia endometrium yang dapatmenuju kepada terjadinya keganasan endometrium.Wanita dengan haid teratur juga dapat didiagnosisdengan SOPK berdasarkan kriteria diagnostik yanglebih baru.

SOPK merupakan penyebab umum infertilitaskarena anovulasi. Sekitar 90%­95% wanita datang keklinik infertilitas dengan masalah anovulasi. Akan

Page 3: SINDROMAOVARIUM POLIKISTIK DAN INFERTILITASrepository.uki.ac.id/1691/1/SINDROMA OVARIUM...peningkatan konsentrasi kadar luteinizing hormon (LH) dan androgen (Hershlag dkk., 1996:837–45).

Batara Imanuel Sirait,1­6

Sindroma Ovarium Polikistikdan Infertilitas

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 3 Januari­Juli 20193

tetapi sekitar 60% wanita dengan SOPK ternyatasubur (berdasarkan kemampuan untuk berhasil hamildalam 12 bulan), walaupun waktu untuk berhasilhamil seringkali memanjang.

Infertilitas dikatakan infertilitas primer jikasebelumnya pasangan suami istri belum pernahmengalami kehamilan. Sementara itu, dikatakaninfertilitas sekunder jika pasangan suami istri gagaluntuk memperoleh kehamilan setelah satu tahunpasca persalinan atau pasca abortus tanpamenggunakan kontrasepsi apapun (Prawirohardjo,2011:424–423). Infertilitas dapat disebabkan olehpihak istri maupun suami.

Sembilan puluh persen wanita SOPK yangdisertai infertilitas mengalami kelebihan berat badan.Obesitas memperberat infertilitas, mengurangikeberhasilan penanganan infertilitas dan meningkat­kan risiko keguguran. Terdapat perdebatan diantarapara ahli mengenai batas indeks massa tubuh (IMT)yang sesuai untuk program hamil. Idealnya, beratbadan sebaiknya dioptimalkan sebelum kehamilan.

HiperandrogenismeTanda klinis dan biokimiawi dari kelebihan

androgen pada SOPK merupakan hasil daripeningkatan sintesis dan pelepasan androgenovarium. Peningkatan kadar luteinizing hormone(LH) dan insulin secara bersama­sama meningkatkanproduksi androgen. Resistensi insulin mengarahkepada hyperinsulinemia, berkurangnya sex hormonebinding globuline (SHBG), peningkatan testosteronbebas dalam sirkulasi dan secara bersama­samahyperandrogenism dan hyperinsulinemia meng­ganggu perkembangan folikel.

Secara klinis hiperandrogenisme termasukhirsutisme, perumbuhan jerawat dan adanya alopesiamale pattern. Hirsutisme adalah pertumbuhan dandistribusi male type terminal hair. SOPK merupakanpenyebab hirsutisme yang umum, terjadi pada sekitar60% kasus, akan tetapi bervariasi pada ras yangberbeda dan derajat obesitas. Penilaian hirsutismesebaiknya dilakukan menggunakan skoring systemyang terstandar (Ferriman­Gallwey score).

Pertumbuhan jerawat terjadi pada sepertiga kasusdan tidak spesifik untuk kasus SOPK. Alopesiaandrogenic tidak sering terjadi pada kasus SOPK danumumnya membutuhkan predisposisi familial.Tampilan lain hiperandrogenisme ialah virilisasi yaitu

adanya clitoromegaly yang terjadi dalam waktusingkat, memerlukan ekslusi penyebab hormonal laintermasuk tumor adrenal atau ovarium yangmensekresi androgen. Hiperandrogenisme bio­kimiawi terdapat pada kebanyakan pasien SOPK.Pengukuran androgen bebas dianjurkan sedangkandehydroepiandrosterone sulfate (DHEAS) danandrostenedion tidak diperlukan secara rutin.

DislipidemiaDislipidemia pada pasien SOPK dihubungkan

dengan resistensi insulin yang umum dijumpaiwalaupun tidak semua wanita dengan SOPKmengalami resistensi insulin. Dislipidemia padapasien SOPK adalah multifaktorial. Faktor­faktoryang berkontribusi terhadap terjadinya dislipidemiapada pasien SOPK telah menjadi fokus penelitiankelompok kami selama beberapa tahun. Memahamialasan­alasan terjadinya dislipidemia memilikipotensi untuk mengurangi penyakit kardiovaskular,mengingat pentingnya dislipidemia sebagai penyebabutama aterogenesis dan mengingat juga kemampuankita untuk mencegah atau melawan perubahanaterosklerotik dan penyakit vaskular sebagaikonsekuensinya.

Wanita dengan SOPK memiliki kelebihanandrogen, resistensi insulin, paparan estrogen dalamjumlah bervariasi, dan banyak faktor lingkungan yangmana semua dapat mempengaruhi metabolisme lipid.Dislipidemia sering terjadi pada SOPK denganmeningkatnya kadar trigliserida dan rendahnya kadarhigh density lipoprotein cholesterol (HDL­C).Dislipidemia tidak tergantung status obesitasnya.Penyebab dislipidemia tenyata multifaktor. Resistensiinsulin memegang peranan penting pada lipolysis danberubahnya ekspresi enzim lipoprotein lipase danhepatic lipase. Pemeriksaan untuk kondisi inidilakukan dengan mengambil sampel darah puasa.Hal ini sangat penting karena kondisi ini dapatberlanjut menjadi penyakit kardiovaskulardikemudian hari.

Resistensi Insulin dan Metabolisme GlukosaAbnormal

Resistensi insulin muncul pada 50%­80% wanitadengan SOPK umumnya pada kelompok dengankelebihan berat badan. Wanita yang langsingmemiliki resistensi insulin yang lebih ringan.Abnormalitas spesifik pada metabolisme insulin yang

Page 4: SINDROMAOVARIUM POLIKISTIK DAN INFERTILITASrepository.uki.ac.id/1691/1/SINDROMA OVARIUM...peningkatan konsentrasi kadar luteinizing hormon (LH) dan androgen (Hershlag dkk., 1996:837–45).

Batara Imanuel Sirait,1­6

Sindroma Ovarium Polikistikdan Infertilitas

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 3 Januari­Juli 20194

terdapat pada SOPK termasuk berkurangnya sekresiinsulin, ekstraksi hepatik, terganggunya mekanismesupresi gluconeogenesis hepatik dan abnormalitassinyal reseptor insulin.

Resistensi insulin merupakan hasil darihyperinsulinaemia dengan efek yang kompleksdalam regulasi metabolisme lipid, sintesis protein danpengaturan produksi androgen. Penyebabnyakompleks dan multifaktor terkait genetik danlingkungan.

Wanita dengan SOPK juga mengalamimetabolisme glukosa yang abnormal pada usia mudadan dapat berubah dari toleransi glukosa terganggumenjadi diabetes melitus (DM) tipe 2. Risikoterjadinya diabetes melitus gestasional (GDM) terkaitjuga dengan obesitas. Federasi diabetes internasionaltelah menyatakan bahwa SOPK merupakan faktorrisiko penting yang tidak dapat dimodifikasi.

Penilaian SOPKTidak ada tes diagnostik tunggal untuk SOPK.

Penelusuran dilakukan dengan memeriksa kadarhormon prolaktin dan thyroid stimulating hormone(TSH) untuk menyingkirkan kelainan lain jugapemeriksaan testosteron, SHBG dan androgen bebasuntuk menilai status androgennya. Pemeriksaan lainmeliputi USG pelvis untuk menilai morfologiovarium dan ketebalan endometrium. Pemeriksaanglucose tolerance test dan profil lipid juga sebaiknyadiperiksa. Kadar insulin sebaiknya tidak diperiksadalam praktek sehari­hari karena variabilitas danketidak­akuratan pemeriksaan. Sindroma metabolikdan metabolisme glukosa abnormal memberigambaran terbaik mengenai resistensi insulin yangmungkin terjadi pada penderita SOPK.

Penanganan SOPKEdukasi dari sumber­sumber yang dapat

dipercaya merupakan bagian penting untukmeminimalisir dampak morbiditas pada penyakitkronis seperti SOPK. Perubahan gaya hidupmerupakan penanganan lini pertama pada wanitadengan SOPK yang kelebihan berat badan. Lebihlanjut lagi baiknya dilakukan pencegahan naiknyaberat badan pada penderita SOPK baik yang obesemaupun tidak. Pengurangan berat badan 5%­10%memberikan keuntungan klinis yang jelas terutamapada aspek fertilitasnya.

Gambar 2. Alur penanganan SOPK secara umumFSH: Follicle­stimulating hormone; LOD: Laparoscopicovarian drilling.

Tidak ada pengobatan ideal pada SOPK yangbenar­benar menormalkan kembali gangguanhormonal dan menangani tampilan klinisnya. Pilkontrasepsi kombinasi memperbaiki hyperandro­genism, mengembalikan regularitas haid danmelindungi endometrium. Mekanisme kerjanyaadalah meningkatkan produksi protein­protein dalamhepar seperti SHBG yang akan mengurangi kadarandrogen bebas yang bersirkulasi, bahkan dengandosis yang rendah. Mekanisme penting ini hanyaterjadi pada penggunaan pil kontrasepsi yangmengandung estrogen. Ada studi yang menyatakanbahwa pil KB kombinasi meningkatkan resistensiinsulin dan memperburuk toleransi glukosa.Penelitian­penelitian tersebut ternyata tidak konklusifdengan data yang saling bertentangan.

Insulin SensitisersInsulin sensitisers seperti metformin mem­

perbaiki resistensi insulin. Umumnya terapi medisbertujuan memperbaiki gejala dan sebaiknya tidakdigunakan sebagai pengganti perubahan gaya hidup.Metformin memainkan peran yang semakin pentingdalam penanganan SOPK, memperbaiki tampilanklinis seperti ovulasi, keteraturan siklus haid dan jugahirsutisme dengan efek positif pada metabolisme.Metformin tidak terbukti menurunkan berat badanwalaupun berperan untuk mencegah kenaikan beratbadan. Pada kasus infertilitas peranan metforminmasih kontroversial. Berperan juga dalammengurangi risiko hiperstimulasi dengan penggunaanobat stimulasi ovarium pada program hamil.Penggunaan metrofmin lebih ditoleransi bila dimulaidari dosis 500 mg ditingkatkan selama beberapaminggu dan bulan sampai mencapai dosis 2 g perhari

Page 5: SINDROMAOVARIUM POLIKISTIK DAN INFERTILITASrepository.uki.ac.id/1691/1/SINDROMA OVARIUM...peningkatan konsentrasi kadar luteinizing hormon (LH) dan androgen (Hershlag dkk., 1996:837–45).

Batara Imanuel Sirait,1­6

Sindroma Ovarium Polikistikdan Infertilitas

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 3 Januari­Juli 20195

untuk mengurangi efek samping mual dan muntahpada penggunaannya.

Aromatase InhibitorsAromatase inhibitors (AI) telah banyak diguna­

kan sebagai alternatif pengganti clomiphene citrate(CC) untuk induksi ovulasi. CC memiliki beberapakerugian baik secara klinis maupun farmakologi,ketidak­sesuaian yang terjadi antara angka ovulasidan kehamilan terlihat sebagai akibat efek anti­estrogenik dari CC pada endometrium dan mukusserviks, dan waktu paruhnya yang panjang berakibatpada deplesi reseptor estrogen dan gangguanmekanisme umpan balik pada aksis hipotalamus­hipofisis. Gangguan ini mengakibatkan peningkatankadar FSH yang dapat menyebabkan perkembanganbeberapa folikel dan juga ovulasi sehingga dapatmeningkatkan risiko kehamilan multipel.

AI menghambat perubahan androgen menjadiestrogen pada folikel ovarium, jaringan perifer danjuga otak. Penurunan aktivitas estrogenmembebaskan hipotalamus­hipofisis dari umpanbalik negatif, sehingga memungkinkan peningkatansekresi FSH. Karena AI waktu paruhnya pendek dantidak punya efek pada reseptor estrogen, mekanismeumpan balik sentral tetap berlangsung baik dan saatfolikel dominan bertumbuh dan kadar estrogen naik,umpan balik negatif tetap terjadi. Hal inimengakibatkan penekanan FSH dan folikel yanglebih kecil mengalami atresia, sehingga hanya satufolikel dominan yang lanjut bertumbuh danberovulasi. Letrozol merupakan AI yang palingumum digunakan untuk induksi ovulasi, diberikandalam dosis antara 2.5­7.5 mg perhari selama 5 haridimulai hari ketiga dari siklus haid.

Laparoscopic Ovarian DrillingLaparoscopic ovarian drilling (LOD) merupakan

versi moderen dari insisi baji ovarium (ovarianwedge resection) yang diperkenalkan tahun 1930anoleh Stein dan Leventhal untuk menangani wanitaSOPK yang infertil. Insisi baji ovarium sebelumnyadianggap sebagai standar baku emas penangananuntuk induksi ovulasi, tetapi kemudian ditinggalkankarena banyak menyebabkan perlengketan pelvikpasca operasi juga karena mulai diperkenalkannyaobat­obat untuk induksi ovulasi. Perkembanganoperasi minimally invasive telah mengubah intervensioperatif pada SOPK, tahun 1984 LOD pertama kali

diperkenalkan oleh Halvard Gjonnaess. LOD bekerjadengan merusak sebagian folikel dan stroma ovariumyang mengakibatkan penurunan kadar androgen daninhibin baik lokal maupun sistemik, diikuti olehpeningkatan kadar FSH, mendorong pertumbuhanfolikel dan ovulasi.

Umumnya LOD menggunakan kauterisasimonopolar, bipolar atau laser dengan hasil yangsebanding. Prosedurnya dilakukan dengan 3­8tusukan diatermi pada tiap ovarium dengan diameter3 mm dan kedalaman 3­4 mm. Karena kekuatiranterhadap terjadinya perlengketan pelvik danberkurangnya cadangan ovarium, maka dilakukanberberapa modifikasi. Armar dkk melakukan 4tusukan dengan kekuatan listrik yang rendah,melaporkan ovulasi yang baik dengan angkakehamilan 86%.

Setelah tindakan LOD terjadi penurunan kadarserum LH dan testosteron tanpa perubahan berartipada kadar serum FSH. Androstenedion, rasio LH/FSH dan DHEAS juga berkurang sementara kadarSHBG meningkat. Saat ini LOD dianjurkan sebagaiterapi lini kedua pada SOPK yang resisten CC.

Follicle Stimulating Hormone (FSH)Pada wanita yang mengalami infertilitas karena

SOPK, apabila mengalami resisten atau kegagalanCC, untuk terapi lini kedua juga dapat menggunakangonadotropins eksogen. Pada SOPK kadar FSHserum biasanya rendah, jadi dapat digunakangonadotropins eksogen untuk meningkatkan kadar­nya untuk dapat menstimulasi pertumbuhan folikel.Dengan adanya multipel folikel pada SOPK dosisgonadotropin konvensional biasanya berhubungandengan tingginya kejadian ovarian hyperstimulationsyndrome (OHSS) dan kehamilan multipel. Tetapipenggunaan terapi gonadotropin dosis rendah terbuktiefektif menginduksi ovulasi monofolikel.

PENUTUP

KesimpulanSOPK merupakan kondisi yang kompleks pada

wanita dengan tampilan gangguan pada aspekpsikologi, reproduksi dan metabolik. Merupakankeadaan yang bersifat kronis dengan manifestasi yangdapat muncul sepanjang usia kehidupan. Hyperandro­genism dan resistensi insulin memberi sumbangan

Page 6: SINDROMAOVARIUM POLIKISTIK DAN INFERTILITASrepository.uki.ac.id/1691/1/SINDROMA OVARIUM...peningkatan konsentrasi kadar luteinizing hormon (LH) dan androgen (Hershlag dkk., 1996:837–45).

Batara Imanuel Sirait,1­6

Sindroma Ovarium Polikistikdan Infertilitas

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 5 Nomor 3 Januari­Juli 20196

pada patofisiologi SOPK. Walaupun terdapatperbedaan tampilan klinis SOPK, terdapat beberapaupaya yang dapat dilakukan untuk memperbaikimanifestasi klinis dan biokimiawi SOPK.

Tiap dokter harus mampu memilih terapi yangpaling sesuai sehubungan dengan beratnya kondisiklinis dan infertilitasnya. Adanya kelebihan beratbadan harusnya mengindikasikan adanya kebutuhanterapi spesifik untuk penurunan berat badan.

Saran­SaranWanita usia reproduksi yang mengalami gejala­

gejala seperti haid tidak teratur, kelebihan beratbadan, pertumbuhan jerawat, hirsutisme sebaiknyasegera memeriksakan diri untuk kepentinganpenegakan diagnosis secara dini. Penanganan SOPKsecara dini sangat baik untuk mencegah komplikasilanjut seperti penebalan endometrium yang dapatmengarah kepada keganasan.

DAFTAR PUSTAKAAzziz R, Sanchez LA, Knochenhauer ES, Moran C, Lazenby J,

Stephens KC, Taylor K, Boots LR: Androgen excess inwomen: experience with over 1000 consecutive patients. JClin Endocrinol Metab 2004.

Balen AH, Conway GS, Kaltsas G, Techatrasak K, Manning PJ,West C, Jacobs HS: Polycystic ovary syndrome: thespectrum of the disorder in 1741 patients. Hum Reprod1995.

Frank S. Polycystic ovary syndrome. N Engl J Med 1995.Hershlag A, Peterson CM. Polycystic ovarian syndrome. In:

Novak’s Gynecology, Berek JS editor. William & Wilkins,New York, 1996

Norman RJ, Wu R, Stankiewicz MT. Polycystic ovary syndrome.Med J Aust 2004.

Prawirohardjo, S. Mohammad, A., A. Baziad, P. Prabowo. IlmuKandungan. Bina Pustaka. Jakarta. 2011.

Rotterdam ESHRE/ASRM­Sponsored PCOS ConsensusWorkshop Group: Revised 2003 consensus on diagnosticcriteria and long­term health risks related to polycysticovary syndrome Society. Fertil Steril 2004.

Vrbikova J, Cibula D, Dvorakova K, Stanicka S, Sindelka G, HillM, Fanta M, Vondra K, Skrha J: Insulin sensitivity in womenwith polycystic ovary syndrome.JClinEndocrinolMetab2004.

Teede H, Hutchison SK, Zoungas S: The management of insulinresistance in polycystic ovary syndrome. Trends EndocrinolMetab 2007.