Sindrom Polikistik Ovarium

download Sindrom Polikistik Ovarium

of 21

description

materi

Transcript of Sindrom Polikistik Ovarium

  • 1

    REFERAT

    SINDROM POLIKISTIK OVARIUM

    Pembimbing : dr. Samsudin Sp.OG

    Disusun oleh :

    Mariyam

    1102008115

    KEPANITERAAN KLINIK SMF KEBIDANAN

    RSUD GUNUNG JATI

    PERIODE 14 MEI-21 JULI 2012

  • 2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Hampir setiap pasangan di dunia menginginkan seorang anak, namun sayangnya tidak

    setiap perkawinan dianugerahi keturunan. Di Indonesia terdapat sekitar 10-15% pasangan

    mengalami infertilitas. Infertilitas adalah kegagalan sepasang suami istri untuk hamil selama 12

    bulan atau lebih dengan koitus yang teratur dan tanpa menggunakan alat kontrasepsi. 1

    Faktor-faktor yang dapat menyebabkan infertilitas dapat disebabkan oleh faktor suami

    maupun faktor istri. Angka kejadian infertilitas karena faktor istri mencangkup 60-70%

    dikarenakan adanya masalah pada ovarium yang mengakibatkan tidak terjadinya ovulasi atau

    anovulasi sebanyak 35%. Anovulasi sendiri dapat disebabkan oleh bermacam-macam kelainan

    seperti kelainan interaksi susunan saraf pusat (SSP)-hipotalamus, kelainan perangkat

    hipotalamus-hipofisis, kelainan pada mekanisme umpan balik, kelainan pada ovarium (Sindroma

    ovarium resisten gonadotropin, Sindroma luteinized unruptured follicle (LUF), dan Sindrom

    ovarium polikistik). Peringkat utama infertilitas yang disebabkan oleh anovulasi dimiliki oleh

    sindrom ovarium polikistik, yaitu sebanyak 70%. 2

  • 3

    BAB II

    KERANGKA TEORI

    Sindrom ovarium polikistik (SOPK) adalah merupakan kumpulan gejala dan tanda yang

    terjadi akibat hiperandrogenisme dan gangguan ovulasi tanpa disertai adanya kelainan

    hiperplasia adrenal kongenital, hiperprolaktinemia atau neoplasma yang mensekresi androgen.

    Gejala yang timbul dapat bervariasi dari tanpa gejala sama sekali sampai gejala seperti

    infertilitas, anovulasi kronik yang ditandai dengan amenorea, oligomenorea, gangguan haid atau

    perdarahan uterus disfungsional dan hirsutisme.3

    Penampakan utama pada SOPK adalah hiperandrogenisme dan anovulasi kronik yang

    sering dihubungkan dengan resistensi insulin, serta perubahan frekuensi pengeluaran

    gonadotropin-releasing hormone dan pengeluaran hormon-hormon gonadotropin lainnya.4

    Hipotalamus dan hipofisis berperan penting dalam pengendalian perkembangan gonad

    dan fungsi reproduksi. Fungsi gonad pada wanita secara langsung dikontrol oleh hormon-hormon

    gonadotropik hipofisis anterior, follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone

    (LH). Kedua hormon ini, pada gilirannya, diatur oleh gonadotropin-releasing hormone (GnRH)

    hipotalamus yang sekresinya pulsatif serta efek umpan-balik hormon-hormon gonad. Sedangkan

    ovarium sebagai organ reproduksi primer wanita melakukan tugas ganda, yaitu menghasilkan

    ovum dan menghasilkan hormon-hormon seks wanita seperti estrogen dan progesterone. Kedua

    hormon ini bekerja bersama untuk mendorong fertilisasi ovum dan untuk mempersiapkan sistem

    reproduksi wanita untuk kehamilan.

  • 4

    Selama fase folikel (paruh pertama siklus ovarium), folikel ovarium mengeluarkan

    estrogen di bawah pengaruh FSH, LH, dan estrogen itu sendiri. Kadar estrogen yang rendah

    tetapi harus meningkat tersebut menghambat sekresi FSH, yang menurun selama bagian terakhir

    fase folikel, dan secara inkomplit menekan sekresi LH yang terus meningkat selama fase folikel.

    Pada saat pengeluaran estrogen mencapai puncaknya, kadar estrogen yang tinggi memicu

    lonjakan sekresi LH pada pertengahan siklus. Lonjakan LH, menyebabakan ovulasi yang

    matang. Sekresi estrogen merosot sewaktu folikel mati pada ovulasi.5

    Gambar 1. Kontrol lonjakan LH pada saat ovulasi

  • 5

    Tahap-tahap awal pertumbuhan folikel pra-antrum dan pematangan oosit tidak

    memerlukan stimulasi gonadotropik, namun bantuan hormon diperlukan untuk membentuk

    antrum, perkembangan folikel lebih lanjut, dan sekresi estrogen. Estrogen, FSH, dan LH

    semuanya diperlukan.

    Pembentukan antrum diinduksi oleh FSH. Baik FSH maupun estrogen merangsang

    proliferasi sel-sel granulosa. Baik FSH maupun LH diperlukan untuk sintesis dan sekresi

    estrogen oleh folikel. Baik sel granulosa maupun sel teka berpartipasi dalam pembentukan

    estrogen. Perubahan kolesterol menjadi estrogen memerlukan sejumlah langkah berurutan,

    dengan langkah terakhir adalah perubahan androgen menjadi estrogen. Sel-sel teka banyak

    menghasilkan androgen tetapi kapasitas mereka mengubah androgen menjadi estrogen terbatas.

    Sel-sel granulosa, dipihak lain mudah mengubah androgen menjadi estrogen tetapi tidak mampu

    membuat androgen sendiri. LH bekerja pada sel-sel teka untuk merangsang pembentukan

    androgen, sementara FSH bekerja pada sel-sel granulosa untuk meningkatkan perubahan

    androgen teka menjadi estrogen. Karena kadar basal FSH yang rendah sudah cukup untuk

    mendorong perubahan menjadi estrogen ini, kecepatan sekresi estrogen oleh folikel terutama

    bergantung pada kadar LH dalam darah, yang terus meningkat selama fase folikel. Selain itu,

    sewaktu folikel terus tumbuh, estrogen yang dihasilkan juga meningkat karena bertambahnya

    jumlah sel folikel penghasil estrogen.

  • 6

    Gambar 2. Pembentukan androgen oleh sel-sel teka folikel ovarium

    Pada keadaan SOPK kelainan utama anovulasi tampaknya karena kelebihan produksi

    androgen di dalam ovarium yang menyebabkan sejumlah besar folikel preovulasi gagal untuk

    merespons FSH. 2

    Sel theca yang membungkus folikel dan memproduksi androgen yang nantinya akan

    dikonversi menjadi estrogen didalam ovarium menjadi sangat aktif dan responsif terhadap

    stimulasi LH. Sel theca akan lebih besar dan akan menghasilkan androgen lebih banyak. Sel-sel

    theca yang hiperaktif ini akan terhalang maturasinya sehingga akan menyebabkan sel-sel

    granulosa tidak aktif dan aktifitas aromatisasinya menjadi minimal.

    Akibat ketidakmatangan folikel-folikel tersebut maka terjadi pembentukan kista-kista

    dengan diameter antara 2-6 mm dan masa aktif folikel akan memanjang, sehingga akan terbentuk

    folikel-folikel berbentuk seperti kista yang dilapisi oleh sel-sel theca yang hiperplastik yang

    mengalami luteinisasi sebagai respon peningkatan kadar LH.4

  • 7

    Gambar 3. Peningkatan produksi androgen oleh sel theca karena pengaruh LH yang tinggi

    Hiperespons pada ovarium dan androgen adrenal pada LH dan kortikotropin menjadi

    karakteristik wanita yang mengalami SOPK akibat hasil dari peningkatan stimulasi insulin secara

    kronik. Terlihat pada gambar bahwa kombinasi dari peningkatan level androgen dan obesitas

    akan meningkatkan aromatisasi ekstraglandular pada jaringan lemak dan menyebabkan

    pembentukan estrogen (asiklikestrogen) dalam bentuk estrone meningkat yang berdampak

    umpan balik positif terhadap LH dan umpan balik negatif terhadap FSH sehingga kadar LH

    meningkat dan kadar FSH menurun dalam plasma. Akibat dari peningkatan kadar LH dalam

    plasma akan meningkatkan stimulasi stroma pada sel theca dan menjadikan androgen

    meningkat.6

  • 8

    Gambar 4. Hubungan antara obesitas dan hiperandrogenisme pada SOPK

    Dalam patogenesis SOPK resistensi insulin telah memperoleh peran penting dalam

    beberapa waktu. Insulin adalah hormon yang diperlukan oleh sel untuk mendapatkan energi dari

    glukosa. Namun kadang-kadang sel tidak menunjukkan respon yang memadai terhadap aktivitas

    insulin. Keadaan ini disebut sebagai resistensi insulin.

    Resistensi insulin menyebabkan kenaikan kadar gula darah dan diabetes. Lebih dari 40%

    penderita SOPK menunjukkan adanya resistensi insulin, dan lebih dari 10% diantaranya akan

    menderita diabetes melitus tipe 2 saat berusia sekitar 40 tahun.. Kadar insulin yang tinggi seperti

    ini dapat meningkatkan kadar hormon pria sehingga keluhan SOPK menjadi semakin parah.

    Gangguan akibat dari resistensi insulin mengacu pada metabolisme glukosa. Kompensasi

    akibat adanya hiperinsulinemia adalah peningkatan kerja insulin dan menyebabkan efek-efek

  • 9

    yang berlebihan pada organ lain termasuk stimulasi sekresi androgen ovarium oleh sel-sel

    adrenal. Insulin juga dapat menurunkan produksi sex hormone-binding globulin (SHBG) di

    liver.7

    Gambar 5. Beberapa teori untuk menjelaskan patogenesis SOPK

  • 10

    MANIFESTASI KLINIK SINDROM OVARIUM POLIKISTIK

    Gejala SOPK cenderung terjadi secara bertahap. Awal perubahan hormon yang

    menyebabkan SOPK terjadi pada masa remaja setelah menarche. Gejala akan menjadi jelas

    setelah berat badan meningkat pesat. Gejala yang timbul dapat bervariasi mulai dari tanpa gejala

    sama sekali sampai gejala seperti infertilitas, anovulasi kronik yang ditandai dengan amenorea,

    oligomenorea, gangguan haid atau perdarahan uterus disfungsional, jerawat, hirsutisme atau

    maskulinisasi, dan obesitas.

    A. Kelainan menstruasi

    Pasien dapat mengeluh adanya oligomenorrhea, dimana siklus menstruasinya menjadi

    sangat lama yaitu antara 35 hari sampai dengan 6 bulan, dengan periode menstruasi < 9 per

    tahun. Dapat terjadi amenorrhea sekunder dimana ada fase tidak adanya menstruasi selama 6

    bulan, dapat pula terjadi episode menometrorrhagia dengan anemia.

    Pada SOPK sekresi estrogen berlangsung lama dan tidak disertai ovulasi. Sekresi tersebut

    juga tidak diimbangi oleh progesteron yang selanjutnya akan mempengaruhi pelepasan

    gonadotropin kelenjar hipofise. Umpan balik yang dihasilkan dari estrogen yang normal dapat

    mengakibatkan peningkatan sekresi LH. Peningkatan LH akan menstimulasi sel teka ovarium

    untuk menghasilkan androgen dalam jumlah besar, akan tetapi sekresi FSH sangat ditekan.

    Kurangnya stimulasi oleh FSH menyebabkan kegagalan perkembangan folikel, tidak

    adekuatnya induksi terhadap enzim aromatisasi yang penting untuk pembentukan estradiol serta

    menyebabkan kegagalan ovulasi.

  • 11

    B. Kelainan hiperandrogenisme

    Hirsutisme

    Pada wanita, hirsutisme didefinisikan sebagai adanya rambut terminal yang gelap dan

    kasar yang berdistribusi sesuai pola rambut pada laki-laki. Rambut sering terlihat di atas bibir,

    dagu, sekeliling puting susu, dan sepanjang linea alba abdomen. Beberapa pasien dapat

    mengalami perkembangan karakterisktik seks pria (virilisasi) lainnya seperti penurunan ukuran

    dada, suara berat, peningkatan massa otot, pembesaran klitoris. Untuk menentukan derajat

    hirsutisme dapat digunakan sistem skoring Ferriman-Gallwey. Pada sistem ini, distribusi rambut

    yang abnormal dinilai pada 9 bagian area tubuh dan dinilai dari angka 0-4.

    Gambar 6. Distribusi rambut yang abnormal pada hirsutisme

  • 12

    C. Resistensi insulin

    Resistensi insulin adalah berkurangnya respons glukosa terhadap insulin. Sindrom

    metabolik atau sindrom X juga disebut sindrom resistensi insulin merupakan suatu kumpulan

    faktor-faktor resiko yang bertanggung jawab terhadap peningkatan morbiditas penyakit

    kardiovaskuler. Pada keadaan resistensi insulin dan obesitas, komponen utama dari sindrom

    metabolik adalah:

    Hipertensi 130/85 mmHg

    Kadar Triglyceride 150 mg/dL

    Kadar HDL-kolesterol 50 mg/dL

    Obesitas abdominal Lingkar pinggang 35 inci

    Glukosa puasa 110 mg/dL

    Banyak mekanisme yang menjelaskan terjadinya resistensi insulin, yaitu resistensi target

    jaringan perifer, penurunan pengeluaran hepar atau peningkatan sensitifitas pancreas.

    Hiperinsulinemia dapat mencetuskan hipertensi dan meningkatkan resiko penyakit jantung

    coroner. Hiperinsulinemia dan sindrom ovarium polikistik juga berhubungan dengan

    peningkatan produksi plasminogen activator inhibitor type-1 (PAI-1) yang dapat meningkatan

    resiko penyakit jantung coroner.

    Bukti penelitian mengindikasikan wanita dengan SOPK memiliki resistensi insulin

    perifer dikarenakan defek pada aktifasi reseptor kinase, khusunya menurunkan tyrosine

    autophosphorylasi pada reseptor insulin. Serine phosphorylasi dan threonine residu pada reseptor

    insulin menurunkan sinyal transmis dan peningkatan serine phosphorylasi dapat mengubah

    transduksi sinyal. Pada keadaan SOPK terjadi peningkatan serine phosphorylasi.

  • 13

    Kebanyakan pasien dengan diabetes mellitus tidak tergantung insulin memiliki resitensi

    insulin perifer, tetapi tidak semua wanita dengan resistensi insulin adalah hiperandrogen.

    Terdapat beberapa alasan untuk membuktikan bahwa hiperinsulin menjadi penyebab

    hiperandrogen:

    1. Pemberian insulin untuk wanita dengan SOPK meningkatkan beredarnya androgen

    2. Pemberian glukosa untuk wanita dengan SOPK meningkatkan beredarnya insulin

    dan androgen

    3. Penurunan berat badan menurunkan kadar insulin dan androgen

    4. Pada in vitro, insulin menstimulasi produksi androgen pada sel teka

    5. Penelitian dengan mengurangi kadar insulin menurunkan kadar androgen pada

    wanita dengan SOPK tidak pada wanita normal

    6. Setelah menormalkan kadar androgen dengan terapi agonis GnRH, respon

    hiperinsulin tetap abnormal pada wanita obesitas dengan SOPK

    7. Koreksi hiperandrogenisme dengan terapi kontrasepsi oral, surgical wedge resection

    atau kauter laparoskopi tidak mengubah resistensi insulin dan kadar abnormal lipid.8

    Kelainan metabolik utama sindrom ovarium polikistik adalah tidak beresponsnya tubuh

    terhadap kadar insulin yang normal. Resistensi insulin ini mengakibatkan pankreas bekerja lebih

    keras sementara kadar gula yang tidak terolah pun meningkat. Beberapa penelitian

    menyimpulkan gangguan metabolisme insulin inilah yang mengakibatkan wanita penderita

    sindrom ovarium polikistik terancam mengalami penyakit diabetes melitus tiga kali lebih besar

    daripada wanita normal. Selain itu wanita penderita sindrom ovarium polikistik juga beresiko

    terkena penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah. Pada sindrom ini

    juga cenderung menyimpan lemak dalam tubuhnya sehingga mudah menjadi terjadi obesitas .9

  • 14

    DIAGNOSIS SINDROM OVARIUM POLIKISTIK

    Diagnosis SOPK menurut konsensus Rotterdam tahun 2003 mengenai sindrom ovarium

    polikistik, bahwa kriteria diagnostik untuk SOPK adanya 2 dari 3 keadaan berikut yaitu:

    oligomenorrhea atau anovulasi, tanda-tanda hiperandrogenisme secara klinis maupun

    biokimia dan ovarium polikistik dimana keadaan-keadaan tersebut diatas bukan disebabkan

    oleh hyperplasia adrenal kongenital, tumor yang mensekresi androgen atau cushing syndrome. 10

    Tanda hiperandrogenisme jika ditemukan adanya hirsutisme (dengan nilai skore

    ferryman-gallwey 8). Pengukuran biokimia hiperandrogenisme ditentukan dengan serum

    androgen (testosteron bebas, testosteron total, dehydroepiandrosteron sulfat, dan

    androstenedion). 11

    Untuk mendiagnosa adanya SOPK diperlukan juga pemeriksaan-pemeriksaan penunjang.

    Sindroma polikistik ovarium merupakan suatu diagnosis eksklusi. Sehingga pemeriksaan

    penunjang yang dilakukan untuk mendiagnosis SOPK umumnya adalah pemeriksaan untuk

    menyingkirkan adanya penyebab lain yang memberikan gambaran yang serupa dengan SOPK

    Sampel untuk pemeriksaan laboratorium harus diambil saat pagi hari, pada pasien yang

    dipuasakan, dan pada wanita dengan menstruasi yang reguler yaitu antara hari ke 5 sampai hari

    ke 9 dari siklus menstruasinya.

    Adanya peningkatan androgen dapat diketahui dengan mengukur kadar testosteran bebas

    dan kadar testosteron total atau index androgen bebas. Kadar testosteron bebas yang meningkat

    adalah suatu indikator yang sensitif untuk peningkatan hormon androgen.

    Adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain, seperti:

  • 15

    Kadar serum hCG harus diperiksa untuk menyingkirkan kehamilan pada pasien dengan

    oligomenorhea atau amenorrhea.

    Pasien dengan tumor adrenal atau tumor ovarium yang menghasilkan androgen dapat

    juga memberikan gambaran klinis hirsutisme dan amenorrhea. Namun, tumor ini biasanya sangat

    progresif, dan pasien dapat memiliki kadar androgen yang tinggi. Kadar testosteronenya dapat

    lebih besar dari 150 ng/dL, dan kadar DHEA-S nya mencapai 800 mcg/dL atau lebih.

    Hiperplasia adrenal kongenital dengan onset terlambat oleh karena defisiensi 21-

    hydrolase dapat disingkirkan dengan mengukur kadar 17-hydroxyprogesteron serum setelah tes

    stimulasi cosyntropin. Kadar 17-hydroxyprogesteron kurang dari 1000 ng/dL, yang diukur 60

    menit setelah tes stimulasi cosyntropin, menyingkirkan adanya hiperplasia adrenal kongenital

    dengan onset terlambat

    Sindroma Cushing dapat disingkirkan dengan memeriksa kadar kortisol bebas dan

    kreatinin pada sample urin 24 jam. Kadar kortisol bebas pada urin 24 jam yang 4 kali lipat dari

    batas normal adalah kadar diagnostik untuk sindroma cushing.

    Hiperprolaktinemia dapat disingkirkan dengan memeriksa konsentrasi serum prolaktin

    saat puasa.

  • 16

    Oleh karena prevalensi toleransi glukosa terganggu dan diabetes mellitus tipe 2 pada

    wanita dengan SOPK, test toleransi 75 gram glukosa dapat dilakukan. Glukosa 2 jam

    postprandial kurang dari 140 mg/dL mengindikasikan toleransi glukosa yang normal, nilai 140-

    199 mg/dL mengindikasikan adanya toleransi glukosa yang terganggu, dan nilai 200 mg/dL atau

    lebih mengindikasikan diabetes mellitus.

    Profil lipid saat puasa biasanya abnormal dan menunjukkan adanya kenaikan trigliserida

    dan kadar kolesterol lipoprotein berdensitas rendah dan penurunan kadar HDL-C.

  • 17

    Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis adanya SOPK adalah dengan

    suatu studi pencitraan yaitu dengan sonografi. Secara histologis polikistik ovarium tampak

    sebagai peningkatan volume, jumlah dari folikel matang, ketebalan stromal korteks. Banyak dari

    perubahan jaringan ini dapat dilihat melalui sonografi, dan pemeriksaan sonografis pelvik

    biasanya digunakan untuk mengevaluasi ovarium pada wanita dengan kecurigaan SOPK.

    Sonografi penting pada wanita dengan SOPK untuk melihat kesuburan dan pada wanita dengan

    tanda virilisasi.

    Kriteria sonografi untuk polikistik ovarii dari konferensi Rotterdam tahun 2003 temasuk

    kista kecil 12 buah (diameter 2-9 mm) atau peningkatan volume ovarium (>10mL) atau

    keduanya. Terkadang ada peningkatan jumlah stroma bersamaan dengan peningkatan folikel.

    Hanya satu ovarium dengan penemuan ini cukup untuk mendefinisikan SOPK. Bagaimanapun

    juga, kriteria tidak dapat diterapkan pada wanita yang mengkonsumsi pil kontrasepsi kombinasi.

    Lebih lanjut lagi, beberapa konferensi telah menetapkan kriteria diagnostik untuk menegakkan

    sindroma polikistik ovarii ini. Seperti sebuah konferensi para ahli pada tahun 1990 yang

    disponsori oleh National Institue of Child Health and Human Disease dari United States National

    Institutes of Health membuat suatu kriteria diagnosis dari SOPK, yaitu :

    1. oligo-ovulasi atau anovulasi yang bermanifestasi sebagai oligomenorea dan amenorrhea.

    2. Hiperandrogenisme (secara klinis ada peningkatan androgen) atau hiperandrogenemia

    (secara biokimiawi terdapat peningkatan hormon androgen)

    3. Telah disingkirkannya penyebab-penyebab lain yang dapat menimbulkan kelainan

    mestruasi dan hiperandrogenisme.

    Ada juga kriteria diagnosis yang direkomendasikan oleh The European Society for

    Human Reproduction and Embryology dan The American Society for Reproductive Medicine .

  • 18

    Dimana untuk menegakkan diagnosis SOPK apabila sekurangnya 2 dari kriteria yang ada

    terpenuhi. Kriteria diagnosisnya adalah:

    1. oligo-ovulasi atau anovulasi yang bermanifestasi sebagai oligomenorea dan amenorrhea.

    2. Hiperandrogenisme (secara klinis ada peningkatan androgen) atau hiperandrogenemia

    (secara biokimiawi terdapat peningkatan hormon androgen)

    3. Polikistik ovarii ( seperti yang tampak melalui pemeriksaan ultrasonografi.

    Polikistik ovarii didefinisikan sebagai adanya 12 atau lebih folikel pada sekurangnya 1

    ovarium dengan ukuran diameter 2-9 mm atau volume total ovarium > 10 cm3.

    TERAPI SINDROM OVARIUM POLIKISTIK

    Terdapat beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan ketika mengevaluasi dan

    mengobati SOPK. Pengobatan terapi bertujuan, pertama melancarkan siklus haid dan

    mengembalikan kesuburan, kedua merubah gangguan metabolik glukosa dan metabolisme lipid,

    ketiga mengidealkan berat badan karena kejadiannya berhubungan dengan kesakitan dan

    keempat untuk mengatasi aspek psikologis. Pengobatan SOPK adalah bersifat simptomatis.

    Merubah gaya hidup adalah terapi utama pada SOPK. 12

    Intolerasi glukosa

    Intoleransi glukosa dapat diatur dengan diet dan olahraga, dan pengontrolan berat badan

    adalah yang paling tepat. Metformin dapat mengubah sensitifitas insulin dan metabolisme

    glukosa dan memperbaiki hiperandrogenisme dan haid yang tidak teratur. Metformin juga

    bermanfaat untuk menormalkan lipid. Metformin diberikan pada dosis yang bervariasi mulai dari

  • 19

    1,5-2,5 mg/hari dibagi dalam 2 atau 3 dosis. Efek samping ringan yang dialami seperti gejala

    gangguan sistem pencernaan (mual, rasa logam di mulut, dan perubahan frekuensi buang air

    besar) dapat terjadi pada 5-10% kasus, tapi obat dapat ditoleransi dengan baik jika peningkatan

    dilakukan secara bertahap. Komplikasi yang paling ditakutkan adalah asidosis laktat yang

    untungnya terjadi sangat jarang dan hampir selalu berhubungan dengan kondisi hipoksia yang

    menjadi kontraindikasi terapi dengan metformin.13

    Infertilitas

    Pengobatan terhadap infertilitas akibat gangguan ovulasi terdiri dari bermacam-macam

    modalitas. Cara konvensional yang paling sering dilakukan adalah induksi ovulasi dengan

    preparat anti estrogen clomiphene citrate (CC). Preparat lain yang juga sering digunakan

    termasuk preparat gonadotropin (Human Menopausal Gonadotropin). Cara bedah untuk memicu

    ovulasi seperti tusukan elektrokauter pada ovarium (TEKO)/ovarian drilling dengan laparoskopi

    juga mulai banyak digunakan karena diperkirakan angka keberhasilan untuk hamil lebih tinggi

    dibandingkan dengan terapi konvensional.14

    Terapi lini utama yang dapat diberikan untuk menginduksi ovulasi dan infertilitas pada

    pasien SOPK diantaranya metformin dan CC, dapat diberikan tunggal atau kombinasi.

    Clomiphene citrate merupakan estrogen lemah sintetis yang meniru aktivitas antagonis

    estrogen bila diberikan pada dosis farmakologi khas untuk induksi ovulasi. Fungsi hipofise-

    hipotalamus-ovarium axis diperlukan untuk kerja CC yang tepat. Lebih khusus lagi, CC

    diperkirakan dapat mengikat dan memblokir reseptor estrogen di hipotalamus untuk periode

    yang lama, sehingga mengurangi umpan balik estrogen normal hipotalamus-ovarium. Blokade

    ini meningkatkan jumlah GnRH di beberapa wanita yang anovulatoir. Peningkatan kadar GnRH

  • 20

    menyebabkan peningkatan sekresi hipofise gonadotropin, yang memperbaiki perkembangan

    folikel ovarium. Clomiphene citrate juga dapat mempengaruhi ovulasi melalui tindakan langsung

    pada hipofisis atau ovarium. Sayangnya, efek antiestrogen CC pada tingkat endometrium atau

    serviks memiliki efek yang merugikan pada kesuburan pada sebagian kecil individu. Penggunaan

    CC untuk induksi ovulasi memiliki hasil yang sangat baik. Bahkan, pada beberapa populasi, 80%

    hingga 85% wanita akan berovulasi dan 40% akan hamil.14

    Metformin adalah suatu biguanide, obat yang paling banyak digunakan sebagai terapi

    diabetes tipe II di seluruh dunia. Kerja utamanya adalah untuk menghambat produksi glukosa

    hepatik, dan juga meningkatkan sensitivitas jaringan perifer terhadap insulin. Peningkatan

    sensitivitas insulin, yang memberikan kontribusi terhadap kemanjuran metformin dalam terapi

    diabetes, juga terjadi pada wanita non diabetik dengan sindrom ovarium polikistik. Pada wanita

    dengan sindrom ini, terapi jangka panjang dengan metformin dapat meningkatkan ovulasi,

    memperbaiki siklus menstruasi, dan menurunkan kadar androgen serum serta penggunaan

    metformin juga dapat memperbaiki hirsutism.

  • 21

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Winkjosastro, hanifa . Ilmu Kandungan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

    Prawirohadjo.2005.

    2. Fairley, hamilton diana, Alison Taylor.2009. Anovulation. BMJ 2009; 327: 546-549

    3. Sari, flori ratna. http://sweetnessofsweat.blogspot.com/2010/05/sindrom-ovarium-polikistik-

    diam-diam.html. 2001

    4. Ahmed, M.I. Naltrexone treatment in clomiphene resistant woman with polycystic ovary

    syndrome. Human reproduction 2008; 23(11):2564-2569.

    5. Sherwood, Lauralee .Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC. 2001

    6. Hadibroto, budi. Sindrom ovarium polikistik. Majalah kedokteran nusantara FKUSU.2005.

    38(4):333-337

    7. Brassard, maryse. Et all. Basic Infertility Including Polycystic Ovary Syndrom .Med Clin N

    Am;2008: 92 : 11631192.

    8. Speroff, L, Frist, MA. 2005. Clinical Gynecplogic Endocrinology And Infertility. 2005;7(2):

    493-511. Lippincoth Williams And Wilkins

    9. Cibula D, Cifkova R, Fanta M, et al. Increased risk of non-insulin dependent diabetes mellitus,

    arterial hypertension and coronary artery disease in perimenopausal women with a history of the

    polycystic ovary syndrome. Hum Reprod 2000;15(4):785-9.

    10. Aida, hanjalic-beck. et all. Metformin versus acarbose therapy in patients with polycystic ovary syndrome (PCOS): a prospective randomised double-blind study. Gynecological Endocrinology.

    2010; 26(9): 690697 11. Lamb JD, Johnstone EB, Rousseau J-A, et al. Physical activity in women with polycystic ovary

    syndrome: prevalence, predictors, and positive

    12. Norman RJ, Davies MJ, Lord J, Moran LJ. The role of lifestyle modification in polycystic ovary

    syndrome. Trends Endocrinol Metab. 2002;13: 251257.

    13. Nestler JE. Metformin for the treatment of the polycystic ovary syndrome. N Engl J Med 2008;

    358: 4754.

    14. Riesma, viovica. http://riesmaviovica.blogspot.com/2011/10/polycystic-ovary-syndrome-

    pcos.html. 2011