Sindrom Down

49
Skenario A Blok 4 Hanny Michael (40 tahun) dan Rossy (38 tahun) merasa ada yang ganjil pada fisik anak pertamanya, Hanny yang berhidung datar/Flattened nose, berjidat sempit, berleher pendek dan lebar, telinga kecil dan mulut terbuka dengan macroglossia disertai jarak kedua mata berjauhan. Celakanya lagi, meski telah berusia 3 tahun, penampilan fiisk anaknya tidak sebaik dan sepintar teman sebayanya baik dalam perilaku maupun bertutur kata. Belum pernah ada yang mempunyai anak berpenampilan fisik seperti itu di keluarga mereka. Pernah mengalami abortus tahun lalu, membuat Rossy cemas dan khawatir akan memperoleh anak lagi. Dengan kondisi Hanny yang tidak normal ini, mereka bersepakat untuk menambah satu anak lagi yang tentu saja tanpa cacat. Saudara diminta unutk memberikan penjelasan kelainan yang diderita Hnny dan langkah-langkah apa saja yang mereka lakukan untuk mendapatkan anak normal. I. Klarifikasi Istilah 1. Macroglossia = ukuran lidah yang besar (tidak normal/lidah yang menjulur keluar. 2. Hidung datar = oss nasal yang sejajar dengan ozygomatis. 3. Abortus = fetus yang mati/non viabel (beratnya kurnag dari 500 gr ketika lahir). 4. Cacat = keadaan yang tidak normal. 1

Transcript of Sindrom Down

Page 1: Sindrom Down

Skenario A

Blok 4

Hanny

Michael (40 tahun) dan Rossy (38 tahun) merasa ada yang ganjil pada fisik anak

pertamanya, Hanny yang berhidung datar/Flattened nose, berjidat sempit, berleher pendek

dan lebar, telinga kecil dan mulut terbuka dengan macroglossia disertai jarak kedua mata

berjauhan. Celakanya lagi, meski telah berusia 3 tahun, penampilan fiisk anaknya tidak

sebaik dan sepintar teman sebayanya baik dalam perilaku maupun bertutur kata.

Belum pernah ada yang mempunyai anak berpenampilan fisik seperti itu di keluarga

mereka. Pernah mengalami abortus tahun lalu, membuat Rossy cemas dan khawatir akan

memperoleh anak lagi. Dengan kondisi Hanny yang tidak normal ini, mereka bersepakat

untuk menambah satu anak lagi yang tentu saja tanpa cacat.

Saudara diminta unutk memberikan penjelasan kelainan yang diderita Hnny dan langkah-

langkah apa saja yang mereka lakukan untuk mendapatkan anak normal.

I. Klarifikasi Istilah

1. Macroglossia = ukuran lidah yang besar (tidak normal/lidah yang menjulur keluar.

2. Hidung datar = oss nasal yang sejajar dengan ozygomatis.

3. Abortus = fetus yang mati/non viabel (beratnya kurnag dari 500 gr ketika lahir).

4. Cacat = keadaan yang tidak normal.

II. Identifikasi Masalah

1. Hanny yang berhidung datar/Flattened nose, berjidat sempit, berleher pendek dan

lebar, telinga kecil dan mulut terbuka dengan macroglossia disertai jarak kedua mata

berjauhan.

2. Meski telah berusia 3 tahun, penampilan fiisk anaknya tidak sebaik dan sepintar teman

sebayanya baik dalam perilaku maupun bertutur kata.

3. Belum pernah ada yang mempunyai anak berpenampilan fisik seperti itu di keluarga

mereka.

4. Pernah mengalami abortus tahun lalu, membuat Rossy cemas dan khawatir akan

memperoleh anak lagi.

5. Dengan kondisi Hanny yang tidak normal, mereka bersepakat untuk menambah satu

anak lagi yang tentu saja tanpa cacat.

1

Page 2: Sindrom Down

III. Analisis Masalah

1. Identifikasi Masalah I

a. Apa saja kemungkinan penyakit yang ditandai dengan kelainan-kelainan berhidung

datar/Flattened nose, berjidat sempit, berleher pendek dan lebar, telinga kecil dan

mulut terbuka dengan macroglossia disertai jarak kedua mata berjauhan?

Gejala-gejala fisik yang dipaparkan di atas spesifik dengan suatu kelainan genetik

yang dikenal sebagai Sindrom Down. Penderita kelainan ini dengan mudah dapat

dilihat yaitu wajah yang khas dengan mata sipit yang membujur keatas, jarak kedua

mata yang berjauhan dengan jembatan hidung yang rata, hidung yang kecil, mulut

kecil dengan lidah yang besar sehingga cenderung dijulurkan dan telinga letak

rendah. Tangan dengan telapak yang pendek dan mempunyai rajah telapak tangan

yang melintang lurus (horisontal/ tidak membentuk huruf M), jari pendek-pendek,

jari ke 5 sangat pendek hanya mempunyai 2 ruas dan cenderung melengkung

(clinodactily). Tubuh umumnya pendek dan cenderung gemuk.

b.Michel (40 tahun) dengan Rossy (38 tahun) mempunyai ank pertama bernama

Hanny yang mempunyai kelainan .

Apa penyebab penyakitnya?

Secara umum, Syndrome Down dapat disebabkan oleh 3 hal.

1. Nondisjunction

Nondisjunction adalah kegagalan dua kromosom homolog untuk memisahkan

sel-sel yang membelah selama divisi meiosis. Nondisjunction dapat terjadi pada

meiosis I dan II atau selama mitosis (Mujosemedi, 2008), namun kemungkinan

terjadinya pada waktu meiosis I 3x lebih besar dari pada waktu meiosis II.

Terjadinya nondisjunction dapat dilihat pada gambar 3.

2

Page 3: Sindrom Down

Banyak kesalahan dapat terjadi selama pembelahan sel. Pada meiosis, pasang

kromosom yang seharusnya untuk berpisah dan pergi ke tempat yang berbeda

dalam sel membagi, peristiwa ini disebut "disjungsi". Namun, kadang-kadang

salah satu pasangan tidak membagi, dan seluruh pasangan pergi ke satu tempat.

Ini berarti bahwa dalam sel-sel yang dihasilkan, seseorang akan memiliki 24

kromosom dan yang lain akan memiliki 22 kromosom. Kecelakaan ini disebut

"nondisjunction”. Jika sperma atau sel telur dengan jumlah abnormal

kromosom menyatu dengan pasangan normal, sel telur dibuahi yang dihasilkan

akan memiliki jumlah abnormal kromosom. Pada sindrom Down, 95% dari

semua kasus disebabkan oleh acara ini: satu sel memiliki dua kromosom 21,

bukan satu, sehingga telur yang dibuahi yang dihasilkan memiliki tiga

kromosom 21. Oleh karena itu nama ilmiah, trisomi 21. Penelitian terbaru telah

menunjukkan bahwa dalam kasus ini, sekitar 90% dari sel-sel abnormal telur.

Penyebab kesalahan nondisjunction tidak diketahui, tetapi pasti ada kaitannya

dengan usia ibu. Penelitian saat ini bertujuan untuk mencoba untuk menentukan

penyebab dan waktu acara nondisjunction.

Adapun penyebab terjadinya nondisjunction sampai saat ini belum diketahui

secarapasti, namun beberapa pakar berpendapat bahwa, nondisjunction ini

disebabkan karena:

a. Production line Hypothesis: Pada hipotesis ini oosit matur pada usia dewasa

identik dengan oogonia yang memasuki fase meiosis pada saat fetal. Oogonia

yang memasuki tahap meiosis lebih lama memungkinkan untuk mengalami

kecacatan pada saat pembentukan kiasma. Hal ini menyebabkan

kemungkinan terjadinya nondisjunction.6 Dalam penelitian ini juga

3

Page 4: Sindrom Down

ditemukan frekuensi abortus pada Ibu terdapat pada 3 kasus. Hal ini sesuai

dengan pernyataan bahwa sekitar 80% dari kehamilan dengan trisomi 21

berakhir dengan abortus spontan dan bayi lahir mati, kira kira 2% dari

abortus spontan dan 1% dari bayi lahir mati kemungkinan adalah trisomi 21.

b. Limited oocyte pool model: Pada hipotesis ini, jumlah dari folikel akan

menurun seiring dengan kenaikan usia ibu. Ketika jumlah folikel rendah , hal

ini memungkinkan oosit yang tidak berada dalam kondisi optimal akan

mengalami ovulasi.

c. Abberant Recombination : Pada penelitian terdapat asosiasi antara usia ibu

dan perubahan rekombinasi genetik yang merupakan dua faktor risiko

penting dalam nondisjunction kromosom 21. Perubahan pola dari

rekombinasi genetik ini terlihat pada nondisjunction wanita usia muda.

Rekombinasi kromosom 21 (pada telomere ketiga atau pericentromer region)

rupanya memberikan ketidakstabilan meiosis dibandingkan dengan

perpindahan pada pertengahan kromosom. Pada penelitian terbaru ditemukan

bahwa sexual intercourse yang terlalu cepat atau terlalu lama setelah

terjadinya ovulasi meningkatkan risiko kelahiran anak dengan Sindrom

Down.

2. Translokasi

Translokasi adalah peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom,

disebabkan karena statu potongna kromosom bersambungan dengan potongan

kromosom lain yang bukan homolognya (Suryo, 2008). Pada kasus Down

Syndrome, biasanya diperoleh dari kromosom ibu yang terdapat translokasi

sedangkan ayah normal. Kromosom tersebut nampak berjumlah 46

kromosom, padahal kromosom yang seharusnya terdapat pada kromosom 21

menempel pada kromosom lain (biasanya 14 atau 15).

Translokasi Robertsonian

Translokasi adalah peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom,

disebabkan karena suatu potongan kromosom bersambung dengan potongan

kromosom lainnya yang bukan homolognya. Pada sindrom down

translokasi, lengan panjang dari autosom nomor 21 melekat pada autosom

lain, kadang – kadang dengan autosom nomor 15, tetapi yang lebih sering

4

Page 5: Sindrom Down

dengan autosom nomor 14. Dengan demikian individu yang menderita

sindroma Down translokasi memiliki 46 kromosom.

3. Mosaicisme

Sisa kasus trisomi 21 adalah karena mosaicism. Orang-orang ini memiliki

campuran garis sel, beberapa di antaranya memiliki satu set kromosom

normal dan lainnya yang memiliki trisomi 21. Dalam mosaicism seluler,

campuran ini terlihat dalam sel yang berbeda dari jenis yang sama. Dalam

mosaicism jaringan, satu set sel, seperti semua sel darah, mungkin memiliki

kromosom normal, dan jenis lain, seperti semua sel-sel kulit, mungkin

memiliki trisomi 21.

c. Apa hubungan usia orang tua terhadap kelainan yang ditunjukan pada anak

mereka?

Hingga saat ini, diketahui adanya hubungan antara usia sang ibu ketika

mengandung dengan kondisi bayi. Yaitu semakin tua usia ibu, maka semakin tinggi

pula risiko melahirkan anak dengan down syndrome (Monks, Knoers, Haditono,

50-1).

Apabila umur ibu di atas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang

dapat menyebabkan terjadinya disjunction pada kromosom. perubahan endokrin,

seperti menurunnya kadar peningkatan tajam kadar LH dan FSH secara tiba-tiba

saat mendekati menopause.

Selain itu, hal ini ada hubungannya dengan prosuksi tel telur ibu. Sel telur wanita

telah dibentuk pada saat wanita tersebut masih dalam kandungan yang akan

dimatangkan satu per satu setiap bulan pada saat wanita tersebut akil balik. Karena

itu, pada saat wanita menjadi tua, kondisi sel telur tersebut kadang-kadang menjadi

kurang baik dan pada waktu dibuahi oleh sel telur laki-laki, sel benih ini

mengalami pembelahan yang kurang sempurna.

Faktor resiko tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

o Ibu berusia di atas 35 tahun memiliki kecenderungan mendapatkan anak dengan

kelainan genetik down syndrome. Resiko ini meningkat sesuai dengan

meningkatnya usia saat hamil.

o Ayah yang berusia lebih dari 40 tahun bila beristrikan wanita berusia lebih dari

35 tahun memiliki resiko 2 kali lipat dibanding biasanya. Akan tetapi bila

5

Page 6: Sindrom Down

wanita berada di bawah usia 35 tahun, usia ayah tidak berpengaruh walaupun

Down syndrome tetap dapat terjadi.

o Dengan usia ibu 35 tahun, risikonya adalah 1 dalam 385.

o Dengan usia ibu 40 tahun, risikonya adalah 1 dalam 106.

o Dengan usia ibu 45 tahun, risikonya adalah 1 dalam 30.

d. Bagaimana patofisiologi kelainan fisik tersebut?

2. Identifikasi MasaIah II

a. Bagaimana hubungan penyakit yang diderita Hanny dengan perkembangan mental

dan kecerdasan?

Kelainan fisik dan mental yang dialami oleh Hanny menunjukan bahwa Hanny

menderita Syndrome Down. Anak yang menderita Sindrom Down mempunyai

jumlah kromosom 21 yang berlebih ( 3 kromosom ) di dalam tubuhnya. Adanya

kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal yang mengatur

embriogenesis. Materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan

bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya

menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya

penyimpangan perkembangan fisik ( kelainan tulang ), SSP ( penglihatan,

pendengaran ) dan kecerdasan yang terbatas.

6

Page 7: Sindrom Down

b. Bagaimana perbandingan penampilan fisik dan mental anak yang berumur 3 tahun

normal dengan anak kelainan seperti Hanny?

Pada anak yang menderita Sindrome Down , terdapat kelainan fisik yang tidak

ditemukan pada anak-anak normal. Kelainan fisik tersebut antara lain :

Bagian belakang kepalanya mendatar

Lesi pada iris mata yang disebut bintik Brushfield

Kepalanya lebih kecil daripada normal (mikrosefalus) dan bentuknya abnormal

Hidungnya datar, lidahnya menonjol dan matanya sipit ke atas

Pada sudut mata sebelah dalam terdapat lipatan kulit yang berbentuk bundar

(lipatan epikantus)

Tangannya pendek dan lebar dengan jari-jari tangan yang pendek dan seringkali

hanya memiliki 1 garis tangan pada telapak tangannya

Jari kelingking hanya terdiri dari 2 buku dan melengkung ke dalam

Telinganya kecil dan terletak lebih rendah

Diantara jari kaki pertama dan kedua terdapat celah yang cukup lebar

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan (hampir semua penderita sindroma

Down tidak pernah mencapai tinggi badan rata-rata orang dewasa)

Selain memiliki kelainan fisik, anak-anak penderita Syndrome Down juga

mengalami retardasi mental. Dimana penderita memiliki tingkat kecerdasan di

bawah anak-anak normal seusianya,dimana IQ dari anak Sindrom Down berada

pada tingkat IQ di bawah normal.

7

Page 8: Sindrom Down

3. Identifikasi Masalah III

a. Apa hubungan riwayat keluarga dengan penyakit yang diderita Hanny?

Gejala-gejala kelainan menunjukkan bahwa Hanny menderita Sindrom Down. Dari

segi sitologi, Sindrom Down dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu:

i. Sindrom Down Trisomi 21, yaitu terdapatnya kelainan jumlah pada kromosom

nomor 21 berupa munculnya satu tambahan kromosom, sehingga penderitanya

memiliki 47 kromosom. Lahirnya anak penderita sindrom ini berhubungan erat

dengan umur ibu. Seorang perempuan lahir dengan oosit yang berjumlah hampir

tujuh juta. Seluruh oosit tersebut berada dalam keadaan istirahat untuk 12-45

tahun. Selama itu, oosit dapat mengalami non-disjunction. Sehingga makin lanjut

usia seorang ibu, makin tinggi resiko kelahiran anak dengan Sindrom Down.

ii. Sindrom Down Translokasi, yaitu Sindrom Down yang disebabkan terjadinya

translokasi pada kromosom nomor 21. Translokasi ialah peristiwa terjadinya

perubahan struktur kromosom yang disebabkan karena suatu potongan kromosom

bersambungan dengan potongan kromosom lain yang bukan homolognya. Pada

Sindrom Down translokasi, lengan panjang dari kromosom nomor 21 melekat

pada kromosom lain (terkadang kromosom nomor 14 atau 15). Sehingga

penderita Sindrom Down translokasi memiliki jumlah kromosom seperti

normalnya, yaitu 46 kromosom. Tidak seperti Sindrom Down trisomi 21,

Sindrom Down translokasi dapat disebabkan keturunan genetik. Hal ini

dikarenakan orang tua dapat menjadi pembawa (carrier) Sindrom Down

translokasi.

Perlu diketahui bahwa penderita kedua tipe Sindrom Down ini memiliki kesamaan

tanda-tanda klinis. Sehingga tipe Sindrom Down yang diderita Hanny dapat

diketahui dari ada atau tidaknya riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti

Hanny.

4. Identifikasi Masalah IV

a. Apa hubungan riwayat abortus anak ke dua dengan penyakit (kelainan) ?

Kehamilan resiko tinggi akan menyebabkan anak selanjutnya mengalami abortus

lagi atau kematian pada saat lahir. Abortus adalah pengakhiran kehamilan sebelum

mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu. Salah satu penyebab

terjadinya abortus adalah riwayat kehamilan terlebih dahulu dan usia ibu yang

sudah lanjut. Pada skenario telah di tuliskan bahwa Rossy mempunyai riwayat

8

Page 9: Sindrom Down

kehamilan yaitu pada anak pertama mengidap sindrom down dan anak ke dua

mengalami abortus. Kemudian usia Rosyy saat menginginkan anak ketiga juga

sudah lanjut, karena saat hamil anak ke dua Rossy sudah berumur 27 tahun.Dengan

adanya data di atas dapat di simpulkan pada hamil ke tiga merupakan kehamilan

beresiko.

Didapat data bahwa apabila pasangan pernah mengalami abortus, maka punya

resiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali maka

meningkat 25%. Dan jika mengalami abortus selama 3 kali berturut maka risiko-

nya menjadi 30/45%. Akan tetapi dengan lanjutnya usia ibu mempertinggi

persentase terjadinya abortus kembali pada anak ke tiga. Selain itu juga, dengan

adanya kelainan pada anak pertama, dan abortusnya anak kedua masih

berhubungan dengan kehamilan pertama membuat kehamilan ketiga menjadi

beresiko tinggi.

5. Identifikasi Masalah V

a. Apa saja langkah-langkah untuk mendapatkan anak normal?

1. Melakukan diagnosis prenatal.

Tindakan ini bertujuan untuk melihat kondisi kesehatan fetus sebelum dilahirkan.

Diagnosis prenatal ini memiliki fungsi antara lain adalah untuk menentukan hasil

kehamilan, memutuskan apakah akan melanjutkan kehamilan, perencanaan untuk

kemungkinan komplikasi, dan mengetahui kondisi yang dapat mempengaruhi

kehamilan. Jika didapatkan janin yang dikandung menderita sindrom Down, maka

dapat ditawarkan terminasi kehamilan kepada orang tua. Metode yang digunakan

meliputi ultrasonografi, amniosintesis, maternal serum, dan chorionic virus

sampling.

a. Ultrasound Screening (USG Screening)

Kegunaan utama USG (juga disebut sonografi) adalah untuk mengkonfirmasi

usia kehamilan janin (dengan cara yang lebih akurat daripada yang berasal dari

ibu siklus haid terakhir).

b. Amniosintesis

Prosedur ini digunakan untuk mengambil cairan ketuban, cairan yang ada di

rahim. Ini dilakukan di tempat praktek dokter atau di rumah sakit.

* Alpha-fetoprotein dibuat di bagian rahim yang disebut yolk sac dan di hati

janin, dan sejumlah AFP masuk ke dalam darah ibu. Pada sindrom Down, AFP

9

Page 10: Sindrom Down

menurun dalam darah ibu, mungkin karena yolk sac dan janin lebih kecil dari

biasanya.

* Estriol adalah hormon yang dihasilkan oleh plasenta, menggunakan bahan

yang dibuat oleh hati janin dan kelenjar adrenal. estriol berkurang dalam

sindrom Down kehamilan.

* Human chorionic gonadotropin hormon yang dihasilkan oleh plasenta, dan

digunakan untuk menguji adanya kehamilan. bagian yang lebih kecil tertentu

dari hormon, yang disebut subunit beta, adalah sindrom Down meningkat pada

kehamilan.

* Inhibin A adalah protein yang disekresi oleh ovarium, dan dirancang untuk

menghambat produksi hormon FSH oleh kelenjar hipofisis. Tingkat inhibin A

meningkat dalam darah ibu dari janin dengan Down syndrome.

* PAPP-A , yang dihasilkan oleh selubung telur yang baru dibuahi. Pada

trimester pertama, rendahnya tingkat protein ini terlihat dalam sindrom Down

kehamilan.

c. Chorionic Villus Sampling (CVS) Chorionic Villus Sampling (CVS)

Dalam prosedur ini, bukan cairan ketuban yang diambil, jumlah kecil jaringan

diambil dari plasenta muda (juga disebut lapisan chorionic).

Carrier testing

Merupakan tes untuk mengetahui apakah seseorang menyimpan gen yang

membawa kelainan genetik. Metode yang digunakan adalah uji darah sederhana

untuk melihat kadar enzim terkait kelainan genetik tertentu dan atau dengan

mengecek DNA untuk mengetahui kelainan tertentu.

Preimplantasi diagnosis

Merupakan uji yang melibatkan pembuahan in vitro untuk  mengetahui

kadar kelainan genetik embrio preimplantasi.

b. Apa penyebab dari kemungkinan kelainan pada anak selanjutnya?

Penyebab dari kemungkinan kelahiran anak selanjutnya dengan mengidap

kelainan seperti yang dialami Hanny adalah karena faktor usia ibu yang semakin

tua yang memungkinkan terjadinya risiko kehamilan dengan janin yang memiliki

kelainan semakin besar. Usia ibu yang semakin tua sangat rentan untuk

menyebabkan terjadinya nondisjunction pada kromosom. Selain itu, riwayat ibu

10

Page 11: Sindrom Down

yang sebelumnya pernah melahirkan anak dengan sindrom Down dan mengalami

keguguran juga memperbesar peluang terjadinya kelainan pada anak selanjutnya.

IV. Keterkaitan antar Masalah

V. Learning Issues

Topic What I know What I don’t

know

What I have to

prove

How I learn

Abortus Definisi - Jenis-jenis

- Penyebab

- Riwayat A

Hubungan

abortus dengan

skenario pada ibu

Rossy

Textbook

Journal

Kelainan Genetik Definisi - Jenis-jenis

- Patofisiologi

penyakit

Hubungan dengan

kelainan yang

dialami oleh

Hanny

11

Michael (40 tahun) dan Rossy (38 tahun)

ingin punya anak

Anak I (abnormal)

Kelainan fisik dan mentalAnak ke-2 abortus

Non

genetics

Rossy cemas dan khawatir untuk punya anak normal

Langkah-langkah agar Rossy mmempunyai anak normal

Page 12: Sindrom Down

Kelainan

Kromosom

Definisi - Kelainan

kromosom

pada Sindrom

Down

Hubungan dengan

kelainan pada

kromosom tubuh

Hanny

Sindrom Down Definisi - Etiologi

- Patofisiologi

- Penatalaksana

an

Kelainan yang

dialami Hanny

Konseling

Geenetika

Definisi - Jenis-jenis

- Faktor-faktor

Hubungan dengan

keinginan ibu

Rossy untuk

memiliki anak

normal

VI. Kerangka Konsep

VII. Sintesis

1. ABORTUS

Abortus/keguguran adalah berakhirnya kehamilan yang ditandai dengan pengeluaran

hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan, dan sebagai batasan

digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat anak kurang dari 500 gram.

Etiologi Abortus

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi

Kelainan hasil konsepsi yang berat dapat menyebabkan kematian mudigah

pada kehamilan muda. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kelainan dalam

pertumbuhan ialah sebagai berikut.

1. Kelainan kromosom.

Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan adalah trisomi,poliploidi dan

kemungkinan pula kelainan kromosom seks.

2. Lingkungan kurang sempurna.

12

Page 13: Sindrom Down

Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi kurang sempurna

sehinggga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.

3. Pengaruh dari luar.

Radiasi, virus, obat-obatan, dan sebagainya dapat mempengaruhi baik hasil

konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya

dinamakan pengaruh teratogen. Zat teratogen yang lain misalnya tembakau,

alkohol, kafein, dan lainnya.

4. Kelainan pada plasenta

Endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan menyebabkan oksigenisasi

plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian

janin. Keadaan ini biasa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi

menahun.

5. Penyakit ibu.

a.  Penyakit infeksi dapat menyebabkan abortus yaitu pneumonia, tifus

abdominalis, pielonefritis, malaria, dan lainnya. Toksin, bakteri, virus, atau

plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan

kematian janin, kemudian terjadi abortus.

b. Kelainan endokrin misalnya diabetes mellitus, berkaitan dengan derajat kontrol

metabolik pada trimester pertama.selain itu juga hipotiroidism dapat

meningkatkan resiko terjadinya abortus, dimana autoantibodi tiroid

menyebabkan peningkatan insidensi abortus walaupun tidak terjadi

hipotiroidism yang nyata.

6. Kelainan traktus genitalia

Retroversion uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan

abortus. Tetapi, harus diingat bahwa hanya retroversion uteri gravid inkarserata

atau mioma submukosa yang memegang peranan penting. Sebab lain abortus

dalam trimester ke 2 ialah serviks inkompeten yang dapat disebabkan oleh

kelemahan bawaan pada seviks, dilatasi serviks berlebihan,konisasi, amputasi, atau

robekan serviks luas yang tidak dijahit.

Patologi Abortus

Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti

oleh nekrosis jaringan disekitarnya. Hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya,

13

Page 14: Sindrom Down

sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus

berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil

konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales  belum menembus

desidua lebih dalam, sehingga hasil konsepsi mudah dilepaskan. Pada kehamilan 8

sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya

plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan.

Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah

adalah janin disusul dengan plasenta. Pendarahan jumlahnya tidak banyak jika

plasenta segera terlepas dengan lengkap.

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk.

Adakalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa

bentuk yang jelas (blighted ovum) atau janin telah mati dalam waktu yang lama

(missed abortion). Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan secepatnya, maka

akan menjadi mola karneosa. Mola karneosa merupakan suatu ovum yang dikelilingi

oleh kapsul bekuan darah. Kapsul memiliki ketebalan bervariasi, dengan villi koriales

yang telah berdegenerasi tersebar diantaranya. Rongga kecil didalam yang terisi

cairan tampak menggepeng dan terdistorsi akibat dinding bekuan darah lama yang

tebal. Bentuk lainnya adalah mola tuberosa, dalam hal ini amnion tampak berbenjol-

benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses

mumifikasi. Mumifikasi merupakan proses pengeringan janin karena cairan amnion

berkurang akibat diserap, kemudian janin menjadi gepeng (fetus kompresus). Dalam

tingkat lebih lanjut janin dapat menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus

papiraseus). Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak cepat dikeluarkan adalah

terjadinya maserasi. Tulang-tulang tengkorak kolaps dan abdomen kembung oleh

cairan yang mengandung darah. Kulit melunak dan terkelupas in utero atau dengan

sentuhan ringan. Organ-organ dalam mengalami degenerasi dan nekrosis.

Klasifikasi Abortus

Berdasarkan jenis tindakan, abortus dibedakan menjadi 2 golongan yaitu:

1. Abortus spontan

14

Page 15: Sindrom Down

Abortus yang berlangsung tanpa tindakan. Kata lain yang luas digunakan adalah

keguguran (miscarriage).

2. Abortus provokatus

Abortus provokatus adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat

suatu tindakan. Abortus provokatus dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Abortus provokatus terapeutik / artificialis

American College Obstetricians and Gynecologists (1987) menetapkan petunjuk

untuk abortus terapeutik :

Apabila berlanjutnya kehamilan dapat mengancam nyawa ibu atau mengganggu

kesehatan secara serius.

Apabila kehamilan terjadi akibat perkosaan atau incest.

Apabila berlanjutnya kehamilan kemungkinan besar menyebabkan lahirnya bayi

dengan retardasi mental atau deformitas fisik yang berat.

b. Abortus provokatus kriminalis

Interupsi kehamilan sebelum janin mampu hidup atas permintaan wanita yang

bersangkutan, tetapi bukan karena alasan penyakit janin atau gangguan

kesehatan ibu. Sebagian besar abortus yang dilakukan saat ini termasuk dalam

katagori ini.

Secara klinik abortus dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Abortus imminens

Abortus imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada

kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan

tanpa dilatasi serviks. Pada kondisi seperti ini, kehamilan masih mungkin

berlanjut atau dipertahankan.

2. Abortus insipiens

Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20

minggu dengan adanya dilatasi serviks uterus yang meningkat, tetapi hasil

konsepsi masih dalam uterus. Kondisi ini menunjukan proses abortus sedang

berlangsung dan akan berlanjut menjadi abortus inkomplit atau komplit.

3. Abortus inkomplit

Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan

sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.

15

Page 16: Sindrom Down

4. Abortus komplit

Abortus komplit adalah pengeluaran seluruh hasil konsepsi pada kehamilan

sebelum 20 minggu.

5. Abortus tertunda (missed abortion)

Abortus tertunda adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin

yang mati tersebut tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed

abortion tidak diketahui, tetapi diduga adanya pengaruh hormone progesteron.

Pemakaian hormon progesteron pada abortus imminens mungkin juga dapat

menyebabkan missed abortion.

6. Abortus habitualis

Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-

turut. Etiologi abortus habitualis pada dasarnya sama dengan penyebab abortus

spontan. Selain itu telah ditemukan sebab imunologik yaitu kegagalan reaksi

terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Pasien dengan

reaksi lemah atau tidak ada akan mengalami abortus.

7. Abortus infeksiosa, abortus septik

Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedangkan

abortus septik adalah abortus infeksiosa berat disertai penyebaran kuman atau

toksin ke dalam peredaran darah atau peritoneum.

8. Abortus servikalis

Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium

uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam

kanalis servikalis, dan serviks uteri menjadi besar dengan dinding yang menipis.

Diagnosis Abortus

Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh

tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami terlambat haid. Kecurigaan

tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual

dan dengan tes kehamilan secara biologis (Galli Mainini) atau imunologik

(Pregnosticon, Gravindex).

Sebagai kemungkinan diagnosis yang lain harus dipikirkan kehamilan ektopik

terganggu, mola hidatidosa, atau kehamilan dengan kelainan pada serviks. Kehamilan

16

Page 17: Sindrom Down

ektopik terganggu dengan hematokel retrouterina kadang sulit dibedakan dengan

abortus dimana uterus posisi retroversi.

Karsinoma serviks uteri, polypus serviks dan sebagainya dapat menyertai

kehamilan. Perdarahan dari kelainan ini dapat menyerupai abortus. Pemeriksaan

dengan spekulum, pemeriksaan sitologik dan biopsi dapat menentukan diagnosis

dengan pasti.

Abortus imminens

Diagnosis abortus imminens ditentukan karena adanya perdarahan melalui ostium

uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar

sebesar tuanya kehamilan , serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif.

Pada beberapa wanita hamil dapat timbul perdarahan sedikit pada saat haid yang

semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh

penembusan villi koriales kedalam desidua, pada saat implantasi ovum.

Perdarahan implantasi biasanya sedikit, darah berwarna merah, dan cepat

berhenti, serta tidak disertai rasa mulas.

Abortus insipiens

Diagnosis abortus insipiens ditentukan karena adanya perdarahan melalui ostium

uteri eksternum, disertai mules atau adanya kontraksi uterus. Pada pemeriksaan

dalam,ostium terbuka, buah kehamilan masih didalam uterus, serta ketuban masih

utuh dan dapat menonjol.

Abortus inkomplit

Diagnosis abortus inkomplit ditentukan karena adanya perdarahan melalui ostium

uteri eksternum, disertai mules atau adanya kontraksi uterus. Apabila perdarahan

banyak dapat menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa

hasil konsepsi dikeluarkan. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka

dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol

dari ostium uteri eksterum.

Abortus komplit

Pada abortus komplit ditemukan adanya perdarahan yang sedikit, ostium uteri

telah menutup, dan uterus telah mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila

hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah

keluar dengan lengkap.

17

Page 18: Sindrom Down

Abortus tertunda (missed abortion)

Gejala subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi, uterus

tidak membesar lagi bahkan mengecil, tes kehamilan menjadi negatif, serta

denyut jantung janin menghilang. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion

kadang-kadang disertai gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia,

sehingga pemerikaan kearah ini perlu dilakukan.

Abortus habitualis

Diagnosis abortus habitualis tidak sukar ditentukan dengan anamnesis.

Khususnya diagnosis abortus habitualis karena inkompetensia menunjukan

gambaran klinik yang khas yaitu dalam kehamilan triwulan kedua terjadi

pembukaan serviks tanpa disertai mulas, ketuban menonjol dan pada suatu saat

pecah. Kemudian timbul mulas yang selanjutnya diikuti dengan melakukan

pemeriksaan vaginal tiap minggu. Penderita sering mengeluh bahwa ia telah

mengeluarkan banyak lender dari vagina. Diluar kehamilan penentuan serviks

inkompeten dilakukan dengan histerosalfingografi yaitu ostium internum uteri

melebar lebih dari 8 mm.

Abortus infeksiosa, abortus septik

Diagnosis abortus infeksiosa ditentukan dengan adanya abortus yang disertai

dengan gejala dan tanda infeksi alat genitalia, seperti panas, takikardi, perdarahan

pervaginam yang berbau, uterus yang membesar, lembek serta nyeri tekan, dan

adanya leukositosis.

Abortus servikalis

Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium

uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam

kanalis servikalis, dan serviks uteri menjadi besar dengan dinding yang menipis.

Pada pemeriksaan ditemukan serviks membesar dan diatas ostium uteri

eksternum teraba jaringan.

Penanganan Abortus

o Keadaan umum pasien

o Tanda-tanda syok seperti pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik < 90

mmHg, nadi > 112 x/menit

18

Page 19: Sindrom Down

o Bila syok disertai dengan massa lunak di adneksa, nyeri perut bawah, adanya

cairan bebas dalam cavum pelvis, pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik yang

terganggu.

o Tanda-tanda infeksi atau sepsis seperti demam tinggi, sekret berbau pervaginam,

nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri goyang portio, dehidrasi, gelisah

atau pingsan.

o Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat ditatalaksana pada fasilitas

kesehatan setempat atau dirujuk (setelah dilakukan stabilisasi)

Komplikasi Abortus

1. Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi

dan jika perlu diberikan transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi

apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

2. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi

hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika

ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan

bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.

3. Infeksi

4. Syok

Syok pada abortus dapat terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dank arena

infeksi berat (syok endoseptik).

2. KELAINAN GENETIK

Gangguan sitogenik.

1. Kelainan jumlah

2n = 46, kromosom normal. Setiap kelipatn bult jumlah haploid (n) disebut

euploid. Jumlah kromosom seperti 3n dan 4n disebut polipoid. Polipoid

menyebabkan abortus spontan.

2. Kelainan struktur

Terjadi akibat krusakkn kromosom yang diikuti oleh hilang atau tertata-ulangnya

kromosom.

19

Page 20: Sindrom Down

a. Translokasi

Pemindahan satu bagian dari sebuah kromosom ke kromosom lain. Saat

gametogenesisi, timbu kesulitan yang menyebabkan kelainan keturunan.

b. Isokromosom

Terbentuk apabila sentromer terbagi secara horizontal dan tidak secara vertkal.

Salah satu dari kedua lenngan kromosom lenyap, dan lengan yanng tersissa

mengalami duplikasi, sehingga terbentuk sebuah kromosom dengan dua

lengan pendek atau dua lengan panjang.

c. Delesi

Hilngnya sebagian dari sebuah kromosom. Suatu kerusakan dapat

menyebabkan delesi satu segmen terminal. Dua kerusakan intertisium, disertai

penyatuan kembali segmen proksimal dan distal., dapat menyebabkan

hilangnya segmen intermediet. Fragmen yang terisolasi , yang tidak memiliki

sentromer, hampir tidak pernah bertahan sehingga banyak gen yang hilang.

d. Inversi

Apabila terapat dua kerusakan intertisium di sebuah kromosom, dan segmen

menyatu kembali setelah berputar penuh.

e. Kromosom cincin

Variasi dari delesi. Setelah segmen dari setiap ujung kromosom lenyap,

lengan-lengan kembali menyatu untuk membentuk sebuauh cincin.

Gangguan sitogenik yang melibatkan autosom

- Sindrom down

Penyebab : nondisjunction meiotik. Orang tua para anak ini memiliki kariotipe

normal dan normal dalam semua aspek. Usia ibu memperoleh pengaruh kuat pada

insiden sindrom Down. Tiak dittemukan efek usia ayah pda kasus yang kromosom

tambhannya berasal dari ayah. Merupakan translokasi lengan panjang kromosom

21 ke kromosom 22 atau 14. Secara teoritis pembawa sifat memiliki kamungkinn 1

dari 3 memlki seorg anak sondrom down, pada kasus ini frekuensi anak yang

menggidap penyaki ini jauh lebh rendah. Yanng ckup khas adalah kombinasi

llipatan epikantus dan profil wajah yg rata. Trisomi 21 adalh penyebab utama

retardasi mental. Derajat retardasi mental ckup berat : IQ bervariasi dari 25 sampai

50. Malfoormasi kongenital sering ditemukn dan menimbulkan gejla yg ckup berta.

- Sindrom delesi kromosom 22q11

20

Page 21: Sindrom Down

Spektrum gangguan yang trjadi akibat delesi intertisium pita 11 di lengan panjang

kromosom 22. Gambran klnis : cacat jantung bawaan yanng mengenai salurn kluar.

Kelainan langit-langit, dimorfisme wajah, hambatabn pertumbuhan, hipoplasia

timus disertai gangguan immunitas T, dan hipoplasia pratiroid yang menyebabkan

hipokalsemia.

Gangguan sitogenetik yang melibatkan kromosm sex

1. Sindrom klinefelter

Hipoginadisme yang terjadi apabila terdapat paling sedikit dua kromosom X dan

satu atau lebih kromoskm Y. Terjadi akibat nondisjunction kromosom seks

sewaktu meiosisi. Kromosm X tambhan mungkin bersal dari ibu atau ayah. Usia

ibu yang lanjut dan iradiasi salah satu orang mungkin berperan menyebabkan

terjadi gangguan. Gambran : peningktan panjg antra telapk kaki dan tubulus

pubis, yang menciptkan kesan tububh enukoid khas, berkurgnya rmbut wajah,

tbuh dan pubis serta ginekomastia. Testis sangat kecil. Efek klinis utama yiatu

sterilitas.

2. Sindrom turner

Ditandai dengan hipogonadisme primer pada fenotipe perempuan, terjadi aibat

monosomi parsialpda fenotipe perempuan.

3. KELAINAN KROMOSOM

Karyotyope pada trisomi 21

Kromosom adalah benang-seperti struktur terdiri dari DNA dan protein

lain. Mereka hadir di setiap sel tubuh dan membawa informasi genetik yang

diperlukan untuk itu sel untuk berkembang. Gen, yang adalah unit informasi, adalah

"dikodekan" dalam DNA. Sel manusia normal memiliki 46 kromosom yang dapat

disusun dalam 23 pasang. Dari jumlah tersebut 23, 22 sama dalam pria dan wanita, ini

adalah disebut "autosom." Pasangan kromosom 23 adalah seks ('X' dan 'Y'). 

Sel manusia membagi dalam dua cara. Yang pertama adalah pembelahan sel

biasa ( "mitosis" ), dimana tubuh tumbuh. Dalam metode ini, satu sel menjadi dua sel

yang memiliki jumlah yang sama persis dan jenis kromosom sebagai sel

induk. Metode kedua pembelahan sel terjadi dalam ovarium dan testis ( "meiosis" )

dan terdiri dari satu sel membelah menjadi dua, dengan sel-sel yang dihasilkan

memiliki setengah jumlah kromosom sel induk. Jadi, telur normal dan sel sperma

21

Page 22: Sindrom Down

hanya memiliki 23 kromosom bukan 46. Ini adalah satu set kromosom normal tampak

seperti gambar di bawah. Perhatikan, kromosom merata dipasangkan 22 kromosom

ditambah kromosom seks. XX berarti bahwa orang ini adalah perempuan. Tes di

mana darah atau kulit sampel yang diperiksa untuk jumlah dan jenis kromosom

disebut kariotipe , dan hasilnya terlihat seperti gambar ini.

Karyotype dapat memberikan informasi tentang jumlah kromosom, karena itu kita

dapat mengidentifikasi penyakit sindrom down dengan menggunakan karyotype. Pada

sindrom down terdapat kelebihan satu kromosom pada kromosom 21, sehingga pada

penderita sindrom down mempunyai jumlah kromosom Karyotype pada sindrom

down dapat di lihat pada gambar di bawah.

Kromosom adalah pemegang dari gen, mereka bit DNA yang mengarahkan produksi

beragam bahan yang dibutuhkan tubuh. Arah oleh gen disebut "ekspresi." Gen dalam

trisomi 21, kehadiran set ekstra gen menyebabkan overekspresi dari gen yang

terlibat, yang menyebabkan peningkatan produksi produk tertentu. Untuk sebagian

besar gen, overekspresi mereka memiliki pengaruh yang kecil karena mekanisme

tubuh mengatur gen dan produk mereka. Namun gen yang menyebabkan sindrom

Down tampaknya pengecualian. Salah satu aspek yang lebih penting dari sindrom

22

Page 23: Sindrom Down

Down adalah berbagai fitur dan karakteristik dari orang dengan trisomi 21: Ada

berbagai macam retardasi mental dan keterlambatan perkembangan anak-anak dengan

sindrom Down. Beberapa bayi lahir dengan cacat jantung dan yang lain

tidak. Beberapa anak memiliki penyakit yang berhubungan seperti penyakit epilepsi,

hipotiroidisme atau celiac, dan yang lainnya tidak. mungkin ini di karenakan

perbedaan dalam gen yang triplicated.Gen dapat datang dalam bentuk-bentuk

alternatif yang berbeda, yang disebut "alel." Pengaruh overekspresi dari gen-gen

mungkin tergantung pada alel yang hadir pada orang dengan trisomi 21. Alasan kedua

yang mungkin terlibat disebut "penetrasi." Jika satu alel yang menyebabkan kondisi

yang akan hadir pada beberapa orang tetapi tidak yang lain, yang disebut "penetrasi

variabel," dan yang muncul untuk menjadi apa yang terjadi dengan trisomi 21: alel

tidak melakukan hal yang sama untuk setiap orang yang memiliki itu .

Secara umum, Syndrome Down dapat disebabkan oleh 3 hal.

1. Nondisjunction

Nondisjunction adalah kegagalan dua kromosom homolog untuk memisahkan sel-

sel yang membelah selama divisi meiosis. Nondisjunction dapat terjadi pada

meiosis I dan II atau selama mitosis (Mujosemedi, 2008), namun kemungkinan

terjadinya pada waktu meiosis I 3x lebih besar dari pada waktu meiosis II.

Terjadinya nondisjunction dapat dilihat pada gambar 3.

Banyak kesalahan dapat terjadi selama pembelahan sel. Pada meiosis, pasang

kromosom yang seharusnya untuk berpisah dan pergi ke tempat yang berbeda

dalam sel membagi, peristiwa ini disebut "disjungsi". Namun, kadang-kadang

salah satu pasangan tidak membagi, dan seluruh pasangan pergi ke satu tempat. Ini

berarti bahwa dalam sel-sel yang dihasilkan, seseorang akan memiliki 24

23

Page 24: Sindrom Down

kromosom dan yang lain akan memiliki 22 kromosom. Kecelakaan ini disebut

"nondisjunction”. Jika sperma atau sel telur dengan jumlah abnormal kromosom

menyatu dengan pasangan normal, sel telur dibuahi yang dihasilkan akan memiliki

jumlah abnormal kromosom. Pada sindrom Down, 95% dari semua kasus

disebabkan oleh acara ini: satu sel memiliki dua kromosom 21, bukan satu,

sehingga telur yang dibuahi yang dihasilkan memiliki tiga kromosom 21. Oleh

karena itu nama ilmiah, trisomi 21. Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa

dalam kasus ini, sekitar 90% dari sel-sel abnormal telur. Penyebab kesalahan

nondisjunction tidak diketahui, tetapi pasti ada kaitannya dengan usia ibu.

Penelitian saat ini bertujuan untuk mencoba untuk menentukan penyebab dan

waktu acara nondisjunction.

Adapun penyebab terjadinya nondisjunction sampai saat ini belum diketahui

secarapasti, namun beberapa pakar berpendapat bahwa, nondisjunction ini

disebabkan karena:

d. Production line Hypothesis: Pada hipotesis ini oosit matur pada usia dewasa

identik dengan oogonia yang memasuki fase meiosis pada saat fetal. Oogonia yang

memasuki tahap meiosis lebih lama memungkinkan untuk mengalami kecacatan

pada saat pembentukan kiasma. Hal ini menyebabkan kemungkinan terjadinya

nondisjunction.6 Dalam penelitian ini juga ditemukan frekuensi abortus pada Ibu

terdapat pada 3 kasus. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa sekitar 80% dari

kehamilan dengan trisomi 21 berakhir dengan abortus spontan dan bayi lahir mati,

kira kira 2% dari abortus spontan dan 1% dari bayi lahir mati kemungkinan adalah

trisomi 21.

e. Limited oocyte pool model: Pada hipotesis ini, jumlah dari folikel akan menurun

seiring dengan kenaikan usia ibu. Ketika jumlah folikel rendah , hal ini

memungkinkan oosit yang tidak berada dalam kondisi optimal akan mengalami

ovulasi.

f. Abberant Recombination : Pada penelitian terdapat asosiasi antara usia ibu dan

perubahan rekombinasi genetik yang merupakan dua faktor risiko penting dalam

nondisjunction kromosom 21. Perubahan pola dari rekombinasi genetik ini terlihat

pada nondisjunction wanita usia muda. Rekombinasi kromosom 21 (pada telomere

ketiga atau pericentromer region) rupanya memberikan ketidakstabilan meiosis

dibandingkan dengan perpindahan pada pertengahan kromosom. Pada penelitian

terbaru ditemukan bahwa sexual intercourse yang terlalu cepat atau terlalu lama

24

Page 25: Sindrom Down

setelah terjadinya ovulasi meningkatkan risiko kelahiran anak dengan Sindrom

Down.

2. Translokasi

Translokasi adalah peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom, disebabkan

karena statu potongna kromosom bersambungan dengan potongan kromosom lain

yang bukan homolognya (Suryo, 2008). Pada kasus Down Syndrome, biasanya

diperoleh dari kromosom ibu yang terdapat translokasi sedangkan ayah normal.

Kromosom tersebut nampak berjumlah 46 kromosom, padahal kromosom yang

seharusnya terdapat pada kromosom 21 menempel pada kromosom lain (biasanya

14 atau 15).

Translokasi Robertsonian

Translokasi adalah peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom, disebabkan

karena suatu potongan kromosom bersambung dengan potongan kromosom

lainnya yang bukan homolognya. Pada sindrom down translokasi, lengan panjang

dari autosom nomor 21 melekat pada autosom lain, kadang – kadang dengan

autosom nomor 15, tetapi yang lebih sering dengan autosom nomor 14. Dengan

demikian individu yang menderita sindroma Down translokasi memiliki 46

kromosom.

3. Mosaicisme

Sisa kasus trisomi 21 adalah karena mosaicism. Orang-orang ini memiliki

campuran garis sel, beberapa di antaranya memiliki satu set kromosom normal dan

lainnya yang memiliki trisomi 21. Dalam mosaicism seluler, campuran ini terlihat

dalam sel yang berbeda dari jenis yang sama. Dalam mosaicism jaringan, satu set

sel, seperti semua sel darah, mungkin memiliki kromosom normal, dan jenis lain,

seperti semua sel-sel kulit, mungkin memiliki trisomi 21.

4. SONDROM DOWN

EPIDEMIOLOGI

Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi

pada manusia. Diperkirakan angka kejadiannya terakhir adalah 1,0-1,2 per 1000

kelahiran hidup, di mana 20 tahun sebelumnya dilaporkan 1,6 per 1000. Penurunan ini

diperkirakan berkaitan dengan menurunnya kelahiran dari wanita yang berumur di

atas 35 tahun.

25

Page 26: Sindrom Down

Sindrom Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya

pada bangsa kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak

bermakna. Sedangkan angka kejadiannya pada berbagai golongan sosial ekonomi

adalah sama.

ETIOLOGI

Selama satu abad sebelumnya, banyak hipotesis tentang penyebab sindrom Down

yang dilaporkan. Tetapi semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada

sindrom Down pada tahun 1959, maka sekarang penelitian lebih dipusatkan pada

kejadian “non-disjunction” sebagai penyebabnya, yaitu :

1. Genetik

Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap “non-disjunction”. Bukti yang

mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang

menyatakan adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak

dengan sindrom Down.

2. Radiasi

Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya “non-disjunction” pada

sindrom Down ini. Uchida 1981 (dikutip Pueschel dkk.) menyatakan bahwa sekitar

30% ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down pernah mengalami radiasi di

daerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan peneliti lain tidak mendapatkan

adanya hubungan antara radiasi dengan penyimpangan kromosom.

3. Infeksi

Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya sindrom Down. Sampai

saat ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat

mengakibatkan terjadinya “non-disjunction”.

4. Autoimun

Faktor lain yang juga diperkirakan sebagai etiologi sindrom Down adalah autoimun.

Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid. Penelitian

Fialkow 1966 (dikutip dari Pueschel dkk.) secara konsisten mendapatkan adanya

perbedaan autoantibodi tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down

dengan ibu yang kontrolnya sama.

5. Umur ibu

Apabila umur ibu di atas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang

dapat menyebabkan :non-disjunction” pada kromosom. Perubahan endokrin, seperti

26

Page 27: Sindrom Down

Gambaran Klinis Sindrom Down Anggota Badan

Umum Klinodaktili pada jari ke-5

Hipotonia neonatal Garis tangan tunggal

Retardasi mental ringan sampai sedang Celah yang lebar antara jari kaki pertama

Perawakan pendek dan kedua

Daerah Kepala dan Wajah Lain-lain

menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon,

dan peningkatan secara tajam kadar LH (Luteinizing Hormon) dan FSH (Follicular

Stimulating Hormon) secara tiba-tiba sebelum menopause dapat meningkatkan

kemungkinan terjadinya “non-disjunction”.

6. Umur ayah

Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya pengaruh

umur dari ayah. Penelitian sitogenetik pada orang tua dari anak dengan sindrom Down

mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom bersumber dari ayahnya. Tetapi

korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.

Faktor lain sperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan kimia

dan frekuensi koitus masih didiskusikan kemungkinan sebagai penyebab dari sindrom

Down.

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis yang paling mencolok pada neonatus adalah hipotonia. Meskipun

diagnosis biasanya dapat ditegakkan pada saat neonatus, namun dapat juga

terlewatkan bila bayi tersebut sangat prematur atau penampakan wajahnya tertutup

alat-alat ventilator. Pada bayi dan anak-anak yang lebih besar, gambaran klinis yang

paling khas adalah fisura palpebra miring ke arah atas dan lidah yang menjulur, garis

tangan yang tunggal, perawakan sedikit pendek, dan gangguan perkembangan yang

ringan sampai sedang. Nilai IQ berkisar dari 25-70 dan keterampilan sosialnya

seringkali melampaui parameter intelektual yang lain. Anak dengan sindrom Down

biasanya gembira dan sangat penyayang.

Harapan hidup penderita sindrom Down meningkat secara dramatis akibat semkain

banyaknya antibiotik yang dapat digunakan dan adanya perkembangan yang pesat

pada bedah jantung. Sekitar 15-20% anak-anak dengan sindrom Down meninggal

sebelum usia 5 tahun, biasanya akibat penyakit jantung bawaan yang berat dan tidak

dapat dioperasi. Sisanya memiliki angka kelangsungan hidup yang baik, hingga

mencapai usia dewasa. Menjelang usia 40 tahun mengalami Alzheimer mungkin

akibat langsung dari pengaruh suatu dosis gen, karena gen yang mengode protein

amiloid yang tampaknya menyebabkan penyakit Alzheimer terletak di kromosom 21.

27

Page 28: Sindrom Down

Gambaran Klinis Sindrom Down Anggota Badan

Umum Klinodaktili pada jari ke-5

Hipotonia neonatal Garis tangan tunggal

Retardasi mental ringan sampai sedang Celah yang lebar antara jari kaki pertama

Perawakan pendek dan kedua

Daerah Kepala dan Wajah Lain-lain

PENANGANAN SECARA MEDIS

Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama

dengan anak yang normal. Mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan, imunisasi,

kedaruratan medis serta dukungan dan bimbingan dari keluarganya. Tetapi terdapat

beberapa keadaan di mana anak dengan sindrom Down memerlukan perhatian khusus,

yaitu dalam hal :

1. Pendengarannya

28

Page 29: Sindrom Down

70-80% anak dengan sindrom Down dilaporkan terdapat gangguan pendengaran. Oleh

karenanya diperlukan pemeriksaan telinga sejak awal kehidupannya, serta dilakukan

tes pendengarannya secara berkala oleh ahli THT.

2. Penyakit jantung bawaan

30-40% anak dengan sindrom Down disertai dengan penyakit jantung bawaan.

Mereka memerlukan penanganan jangka panjang oleh seorang ahli jantung anak.

3. Penglihatannya

Anak dengan kelainan ini sering mengalami gangguan penglihatan atau katarak

sehingga perlu evaluasi secara rutin oleh ahli mata.

4. Nutrisi

Beberapa kasus, terutama yang disertai kelainan kongenital yang berat lainnya akan

terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi/prasekolah. Sebaliknya, ada juga kasus

justru terjadi obesitas pada masa remaja atau setelah dewasa sehingga diperlukan

kerja sama dengan ahli gizi.

5. Kelainan tulang

Kelainan tulang juga dapat terjadi pada sindrom Down yang mencakup dislokasi

patela, subluksasio pangkal paha atau ketidakstabilan atlantoaksial. Bila kelainan yang

terakhir ini samapi menimbulkan depresi medula spinalis atau apabila anak

memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolis maka diperlukan pemeriksaan

radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurologis.

6. Lain-lain

Aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan ahlinya meliputi masalah

imunologi, gangguan fungsi metabolisme atau kekacauan biokimiawi.

Pada akhir-akhir ini dengan kemajuan bidang bilogi molekuler maka

memungkinkan dilakukan pemeriksaan secara langsung kelainan genetik yang

mendasari sindrom Down.

5. GENETIC COUNSELING

Genetic counseling merupakan sebuah proses komunikasi yang berhubungan

dengan risiko kelainan genetik yang mungkin terjadi dalam sebuah keluarga, termasuk

penjelasan mengenai konsekuensi dan sifat dari kelainan genetik tersebut beserta jalan keluar yang

ditawarkan. Konseling genetic juga dapat berarti sebuah usaha untuk membantu mengerti

dan beradaptasi dengan pengobatan maupun proses terapi, juga keadaan psikologis pasien dan

29

Page 30: Sindrom Down

keluarga pasien yang disebabkan oleh penyakit genetik. Dalam melakukan konseling genetik,

seorang konselor perlu mempertimbangkan aspek psikologis dan emosi yang terkait dengan

diagnosis, memahami berbagai faktor yang berkaitan dengan konseling, membantu keluarga

mengatasi rasa bersalah dan malu, membantu klien, membuat tujuan konseling, serta memahami bisa

yang disebabkan oleh konselor.

Terdapat beberapa tahapan dalam melakukankonseling genetika, yaitu:

1. Mencari info mengenai keadaan pasien:

a. Alasan menguikuti konseling genetik, pengetahuan mengenai penyakit yang diderita,diagnosis

penyakit, kekhawatiran pasien. (kita dapat mendapatkannya dalam

konselingpertama, dengan melakukan anamnesis pasien)

b. Sejarah kelahiran pasien, sejarah penyakit dan status medis pasien.

c. Membuat sejarah keluarga pasien dengan merancang pedigree meliputi::

i. First degree (anak, saudara, orang tua) dan Second degree (kakek, cucu, tante,

paman,sepupu); (dalam kasus ini kurang essensial, karena sebenarnya, penyakit

downsyndrome tidak diturunkan, pemicunya adalah usia ibu saat kehamilan )

ii. Status kehamilan (bila sedang hamil)

iii.Latar belakang suku, etnisi

iv. Kehadiran consanguinity  (hubungan darah)

d. Melihat additional medical record yang terbaru, termasuk pasien dan anggota keluarga

yangterkena penyakit

e. Meninjau sejarah sosial, edukasi, pekerjaan dan fungsi sosial keluarga.

f. Meninjau sumber psikososial keluarga (komunitas, agama)

g. Mengidentifikasi isu etis potensial, seperti confidentiality (kerahasiaan),

insurability (dapatdipertanggungjawabkan), discrimination dan non-paternity ( hal ini cukup

penting mengingat reputasi kedua orang tua memiliki profesi berdasarkan kepercayaan)

h. Melakukan physical examination (pemeriksaan fisik) terhadap pasien

2. Evaluasi: Menginterpretasikan hasil-hasil yang telah didapatkan dari proses assessment

a. Merujuk referensi yang relevan

b. Membandingkan riwayat pasien dengan hasil pengujian untuk merancang diagnosis

c. Mendiskusikan hasil diagnosis

i. Clear diagnosis : Share information about the condition

ii. Differential diagnosis : Suggest further test or evaluation

iii.Unknown diagnosis : discuss what known diagnoses are ruled out, follow ovet time

30

Page 31: Sindrom Down

3. Komunikasi: Membicarakan kondisi keluarga saat ini, memberikan pengetahuan dan

informasi yang diperlukan pasien, dalam batas kemampuan pasien untuk mengerti.

a. Meninjau kembali penyakit yang diderita, termasuk

i. Harapan perkembangan penyakit

ii. Intervensi dan tindakan yang memungkinkan

iii. Mencari kemungkinan penyebab genetis yang diketahui

b. Menjelaskan risiko penyakit terhadap anggota keluarga dan masyarakat

c. Mendiskusikan pilihan reproduktif, jika memungkinkan. Termasuk:

:i. Kehamilan dengan test prenatal

ii. Kehamilan tanpa test prenatal

iii. Tidak ada kehamilan lagi

4. Dukungan terhadap keluarga

a.Meninjau apakah akan ada grief response (respon sedih) yang mungkin membutuhkan

dukungan psikososial lebih jauh

b. Merancang strategi untuk pemberitahuan informasi kepada anggota keluarga yang mungkin

memiliki risiko yang sama

c. Mengetahui dan mendiskusikan response keluarga terhadap hasil informasi

d. Memberi rujukan terhadap komunitas yang memiliki kondisi yang sama

5. Follow up

a.Menyusun follow up diagnostic testing atau menyusun jadwal pertemuan berikutnya

b. Mendokumentasikan hasil konseling sebagai rujukan bagi tenaga kesehatan

lainnya dan untuk pasien jika diperlukan

c. Menghubungi pasien untuk mengetahui tingkat pemahaman pasien dan pilihan keputusan

d. Memberi saran kepada pasien untuk mengunjungi klinik untuk mendapatkan informasi

e.Bersiap-siap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan ditanyakan

kemudian.

Pada akhirnya, Konseling genetic dikatakan berhasil apabila konseling tersebut dapat

membantu pasien untuk mengerti sehingga mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan yang

benar mengenai penyakit tersebut, dan sesuai dengan norma dan agama yang dianut oleh

31

Page 32: Sindrom Down

keluargatersebut (sesuai tujuan keluarga); bukan mengurangi jumlah kelahiran dengan kelainan

genetic.

 Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang

dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:

1. pemeriksaan fisik penderita,

2. pemeriksaan kromosom

3. ultrasonograpgy

4. Electro Cardio Gram (ECG)

5. echocardiogram

6. neuroradiologi dapat menemukan adanya kelainan dalam struktur kranium,

misalnya klasifikasi intrakranial atu peningkatan intracranial.

7. Ekoensefalografi dapat memperlihatkan tumor dan hematoma.

8. Biopsi otak hanya berguna pada sejumlah kecil anak dengan retardasi mental.

9. Penelitian biokimiawi menentukan tingkat dari berbagai bahan metabolik yang

diketahui mempengaruhi jaringan otak jika ditemukan dalam jumlah besar atau kecil.(1,6)

Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis

kromosom dengan cara mengambil sedikit bagian janin pada plasenta, pada

kehamilan 10-12 minggu. atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada

kehamilan 14-16 minggu.(6)

32