[Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

143
DAFTAR ISI LOMPATAN KUANTUM Rhenald Kasali 5 QUO VADIS PERTANIAN KITA? Ali Khomsan 8 ADU SANKSI EKONOMI Dinna Wisnu 11 PENGANGGUR TRANSISI Elfindri 14 PARETO, SHAW, DAN GEROBAKPRENEUR Rhenald Kasali 17 BELAJAR DARI KEGAGALAN BAYAR ARGENTINA Paul Sutaryono 20 PELAJARAN MUNDURNYA KAREN 1

description

opini para pakar yang dimuat di Koran SINDO dan juga situs www.sindonews.com

Transcript of [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Page 1: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

DAFTAR ISI

LOMPATAN KUANTUM

Rhenald Kasali 5

QUO VADIS PERTANIAN KITA?

Ali Khomsan 8

ADU SANKSI EKONOMI

Dinna Wisnu 11

PENGANGGUR TRANSISI

Elfindri 14

PARETO, SHAW, DAN GEROBAKPRENEUR

Rhenald Kasali 17

BELAJAR DARI KEGAGALAN BAYAR ARGENTINA

Paul Sutaryono 20

PELAJARAN MUNDURNYA KAREN

Handi Sapta Mukti 23

1

Page 2: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

BERKACA PADA DEFLASI DI ZONA EURO

Firmanzah 26

HARGA BBM DAN MEA 2015

Prodjo Sunarjanto 29

PEMIMPIN PUNCAK YANG MEREDUP

Alberto Hanani 31

RAPBN 2015 DAN TRANSISI KEKUASAAN

Ahmad Erani Yustika 34

RAHASIA BISNIS

Rhenald Kasali 37

MENGUPAS JANJI EKONOMI JOKOWI-JK

Berly Martawardaya 40

POLITIK RUANG FISKAL DAN SUBSIDI BBM

Muhamad Ikhsan Modjo 43

DIFERENSIASI HARGA BBM UNTUK KEADILAN

Bambang Setiaji 46

2

Page 3: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

NEGARA MARITIM

Tridoyo Kusumastanto 49

STANDARDISASI PASAR MODAL ASEAN

Abiprayadi Riyanto 53

SUBSIDI MANDAT KONSTITUSI

W Riawan Tjandra 56

SISTEM PEMBAYARAN NONTUNAI YANG KOMPETITIF

Achmad Deni Daruri 59

BUDAYA AKUNTABILITAS

Rhenald Kasali 62

KEMBALI KE RUPIAH DAN MENYIKAPI PERGERAKANNYA

Untoro Kayatnan 65

PEMIMPIN YANG MELAYANI

Handi Irawan D 68

MANFAATKAN ENERGI TERBARUKAN

Ivan Hadar 71

3

Page 4: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

REFLEKSI MP3EI

Firmanzah 74

INTERNET UNTUK SEMUA ORANG

N/A 77

BERTEMPUR MELAWAN KEMISKINAN, PERBAIKI DWELLING TIME

Rhenald Kasali 80

REALOKASI SUBSIDI BBM

Fahmy Radhi 83

PENGENTASAN KEMISKINAN

Rahmat Hidayat 86

PENTINGNYA LITERASI KEUANGAN

Paul Sutaryono 89

EKONOMI MUSEUM

Elfindri 92

UMKM PENDORONG EKONOMI NASIONAL

Firmanzah 96

4

Page 5: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Lompatan Kuantum

KORAN SINDO

14 Agustus 2014

Kita mengenal kaizen sebagai filosofi bisnis yang dianut raksasa automotif asal Jepang, Toyota Motor Corp. Kaizen artinya perbaikan sedikit demi sedikit, tetapi dilakukan secara terus-menerus (continuous improvement). 

Filosofi bisnis ini terbukti ampuh. Sebab dengan filosofinya tersebut, Toyota Motor Corporation pernah menyalip General Motors (GM) sebagai produsen automotif terbesar di dunia. Menurut The Wall Street Journal, sepanjang 2012, Toyota mampu menjual 9,75 juta mobil, sementara GM sedikit di bawahnya, 9,29 juta. 

Ketika Korea Selatan ingin produk-produknya bisa mengalahkan Jepang di pasar dunia, mereka tentu tak bisa kalau hanya mengandalkan filosofi bisnis atau cara-cara kerja yang sama. Mereka harus melakukannya dengan cara yang berbeda. Kata Albert Einstein, Anda bisa gila kalau menginginkan hasil yang berbeda, tetapi terus-menerus melakukan hal yang sama. Maka, chaebol-chaebol Korea Selatan pun menggagas ide yang berbeda dengan keiretsu-keiretsu Jepang, yakni lompatan kuantum (quantum leap). 

Apa gagasan utama dari lompatan kuantum? Sebetulnya sederhana. Mereka mematok target di depan, lalu berhitung mundur dengan menetapkan tahap-tahap apa saja yang harus mereka lakukan untuk mencapai target tersebut. Tapi, tentu target yang dipatok di depan bukan sekadar target yang biasa-biasa saja. Harus ambisius. Misalnya, jika biasanya kita hanya tumbuh 5% per tahun, ke depan target pertumbuhannya harus berlipat dua. Bahkan lipat tiga. Katakanlah menjadi 10% atau bahkan 15%. Itu baru lompatan kuantum. 

Tiga Cara 

Bagaimana cara mencapainya? Kunci dari keberhasilan strategi lompatan kuantum ada tiga, yakni memaksa diri, saling bersinergi, dan melakukannya secara konsisten. Pertama, memaksa diri itu artinya begini. Kalau ada suatu proses yang pada tahap biasa dilakukan membutuhkan waktu sampai satu minggu, entah bagaimana caranya waktu tersebut mesti berhasil dipangkas. Misalnya menjadi tinggal tiga hari. 

Bagaimana caranya? Entah. Tapi, intinya adalah kita harus memaksa diri untuk mencari dan menemukan caranya. Memang sulit, tetapi kalau dicari caranya pasti akan ketemu.

Hari-hari ini saya tengah kedatangan tamu-tamu penting dari Boston, para guru besar senior dari Babson College yang akan memberi pelatihan mendalam untuk para dosen Podomoro University yang saya pimpin. Pimpinan rombongan bercerita betapa business school (MBA)

5

Page 6: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Amerika mulai kehilangan market share karena kalah bersaing dengan sekolah-sekolah bisnis dari Eropa. Mengapa demikian? Jawabannya karena business school dari Eropa bisa menawarkan MBA satu tahun saja. “Saya usulkan agar membuat master program dalam entrepreneurial leadership dan hasil survei pasar menandaskan mereka mau ikut kalau hanya terdiri atas 42 SKS sudah selesai.” Ini sekadar contoh saja. Lantas berhasilkah? “Nah itu tugasnya dekan, saya hanya memberi informasi pasar sekaligus meminta produknya. Seminggu kemudian mereka datang dengan menawar. Bisakah menjadi 54 SKS? Saya katakan, tidak bisa, pasar maunya 42 SKS. Akhirnya mereka bekerja lagi dan jadilah MBA baru itu.”

Bicara soal ini, saya kerap terkagum-kagum dengan sopir saya yang piawai menemukan jalan-jalan tikus. Kita pasti sudah sangat jenuh menghadapi kemacetan di Jakarta. Menghadapi kondisi semacam itu, pilihannya hanya tinggal kita jalan terus seraya terus mengutuk kemacetan tersebut. Atau kita mau berubah. Caranya? Kita keluar dari jalan utama dan mulai mencari jalan-jalan tikus. Memang tidak mudah. Kadang Anda harus berhadapan dengan jalan buntu. Tapi, kalau kita tidak lelah mencari, pasti akan ketemu juga jalannya. 

Jadi, paksa diri dan temukan. Pasti ada. Mentalitas seperti ini harus ada kalau kita mau melakukan lompatan kuantum.

Kedua, upaya memangkas waktu tersebut hanya bisa dilakukan kalau semua unit yang ada di dalam organisasi perusahaan saling bersinergi. Jadi, setiap unit saling memberikan dukungan kepada unit yang lain. Bahkan kalau perlu kita menanamkan sikap mental bahwa unit saya baru dinilai berhasil kalau unit yang lain juga berhasil. Bukan kita berhasil sendirian. 

Dengan sikap mental yang seperti itu, semua unit kemudian memberikan kontribusinya untuk membenahi proses-proses yang ada pada setiap tahap. Bukan unit yang satu justru menjegal unit yang lain atau sebaliknya. 

Ketiga, harus selalu ada pihak yang perannya mengingatkan secara terus-menerus. Kalau kita ingin produk kita menjadi nomor satu, harus ada bagian dalam organisasi di perusahaan yang selalu mengingatkan, “Hei, kita harus menjadi nomor satu ... kita harus menjadi nomor satu!” Begitu terus-menerus, berulang-ulang, persis seperti kaset rusak. 

Konsistensi yang seperti itu, meski kadang sangat menjemukan, harus dilakukan dan harus ada bagian yang ditunjuk untuk melakukannya. Jangan mengandalkan kesediaan bagian lain untuk melakukannya secara sukarela (voluntary). 

Dengan tiga cara tersebut, kini kita semua bisa menyaksikan hasil dari lompatan kuantum yang dilakukan Korea Selatan. Produk-produk elektronik mereka, seperti Samsung, kini mulai meninggalkan Sony. Bahkan smartphone Samsung terus mengimbangi iPhone dari Apple. Apa yang bisa kita pelajari dari pengalaman Samsung? 

Semuanya Butuh Waktu 

6

Page 7: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Saya selalu sebal kalau membaca atau mendengar iklan yang menawarkan iming-iming, “Cara cepat menjadi kaya ... cara cepat menjadi miliarder ... dan sebagainya.” Mereka seakan-akan ingin mengatakan bahwa keberhasilan bisa kita raih secara instan. Omong kosong! Keberhasilan selalu bisa kita raih kalau kita mau bekerja keras dan bekerja cerdas. Bukan dengan cara-cara instan. 

Orang-orang Jepang terkenal dengan kemampuan engineering-nya. Mereka mampu bekerja dengan sangat detail dan cermat. Tapi, tahukah Anda bagaimana caranya sehingga mereka bisa membentuk SDM-SDM yang seperti itu?

Anda tahu origami, seni melipat kertas menjadi berbagai macam mainan sampai hiasan yang indah. Sejak kecil, di sekolah-sekolah, anak-anak Jepang itu diajari tentang bagaimana caranya membuat origami. Itulah pelajaran pertama yang membangkitkan kemampuan rancang bangun dari anak-anak Jepang. Setelah bertambahnya usia, anak-anak itu tumbuh, siap ditempa untuk menjadi engineer-engineer yang andal seraya sekaligus memiliki cita rasa akan keindahan. Jadi, mereka menempa SDM-nya sejak dini. 

Keterampilan dan pengetahuan yang mereka miliki bukan hanya tertanam di dalam otak, tetapi juga dalam memori yang ada di syaraf dan otot. Saya menyebut ini dengan istilah myelin atau muscle memory. Membangun SDM yang seperti itu tidak bisa dilakukan dengan cara-cara yang terburu-buru, yang maunya serbacepat. Cara-cara seperti itu hanya akan melahirkan mentalitas main terabas. Padahal, dalam dunia bisnis kita juga harus taat aturan.

Analogi yang sama juga bisa kita gunakan dalam membangun brand. Dari sejumlah brand favorit pilihan pembaca dari hasil survei Litbang KORAN SINDO, saya tak melihat ada di antara mereka yang dibentuk secara instan. Semuanya merek lama yang sudah bertahun-tahun kita rasakan kehadirannya termasuk jatuh bangunnya. 

Dan, hampir semua brand itu sempat mengalami krisis. BCA pernah terkena isu rush. Beberapa produk Toyota sempat harus ditarik dari pasar. Nokia harus menghadapi gempuran BlackBerry dan berbagai gadget yang berbasis android. Dan sebagainya. Mereka melakukan kesalahan, terpukul, tetapi mampu bangkit kembali. 

Benar kata Daniel Coyle, “One you makes mistakes, it makes you smarter.” Jadi, jangan malah mundur kalau Anda melakukan kesalahan. Sebab, kalau mundur, berarti Anda membuang pengalaman yang mestinya membuat Anda bertambah pintar. Sayang bukan! ●

7

Page 8: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Quo Vadis Pertanian Kita?

Koran SINDO

15 Agustus 2014

Menurut prediksi pakar ekonomi target pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan dan surplus beras 10 juta ton tahun ini semakin sulit terwujud. Menurut sensus Badan Pusat Pertanian, jumlah rumah tangga pertanian kian menyusut drastis. Kalau pada 2003 jumlah rumah tangga pertanian sekitar 31 juta, pada 2013 tinggal 26 juta.

Lahan pertanian juga kian susut akibat konversi lahan. Sektor pertanian dianggap kurang menjanjikan untuk meningkatkan kesejahteraan. Populasi petani kita lebih banyak didominasi petani gurem dengan pemilikan lahan sangat sempit. Sekitar 14,5 juta rumah tangga petani memiliki lahan kurang dari 0,5 ha. Persentase penduduk miskin terbesar hampir di seluruh kabupaten/provinsi adalah mereka yang bekerja di sektor pertanian. Presiden baru yang akan dilantik 20 Oktober nanti mempunyai pekerjaan rumah (PR) berat di bidang pertanian. 

Banyak produk pertanian impor yang menjejali pasar-pasar di Indonesia menunjukkan bahwa kita sesungguhnya telah kalah sebagai negara agraris. Sebentar lagi akan diimplementasikan pasar bebas ASEAN dan ini akan semakin memperbesar peluang produk pertanian negara-negara lain memasuki Indonesia dengan harga lebih murah dan kualitas lebih baik. Apabila sektor pertanian tidak segera dibenahi, petani Indonesia hanya akan melongo alias tak berkutik dan semakin terempas dalam kehidupan yang semakin sulit karena tidak mampu bersaing. 

Pangan adalah soko guru bangsa. Ketidakberdayaan sektor pertanian dalam mencukupi kebutuhan pangan penduduk akan menyebabkan ketergantungan pada impor yang semakin besar. Ketidakmampuan petani-petani Indonesia menghasilkan produk pertanian bermutu menyebabkan daya saing rendah dalam menghadapi produk pertanian Tiongkok, Thailand, dan negara-negara tetangga. Telah banyak dilakukan penelitian dan kajian faktor-faktor yang memengaruhi keterpurukan petani. 

Salah satu di antaranya kesulitan pembiayaan usaha tani dan kebutuhan dana tunai untuk keperluan hidup selama masa menunggu penjualan hasil panen. Banyak petani terjebak sistem ijon dan atau utang kepada para tengkulak yang mematok harga pertanian dengan harga rendah. Para petani kini semakin tidak memiliki bargaining position lagi. Pekerja pertanian dan industri memiliki nasib yang berbeda. Industri melaju jauh lebih cepat dibandingkan sektor pertanian. 

Serapan tenaga kerja pertanian memang bertambah. Namun, kalau pertanian kita hanya dijejali dengan petani gurem, sektor pertanian akan menjadi penyumbang kemiskinan yang signifikan. Kita yang selalu bangga mengklaim diri sebagai bangsa agraris atau negara

8

Page 9: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

maritim ternyata tidak pernah meraih kemakmuran dari dua bidang tersebut. Impor beras dan produk-produk pertanian lainnya masih saja terjadi. Potensi laut kita tidak termanfaatkan secara maksimal karena ketidakmampuan teknologi penangkapan ikan. Akhirnya produk kelautan banyak dicuri nelayan-nelayan luar. 

Salah satu teori tentang kelaparan menyebutkan bahwa hunger adalah bencana kemanusiaan yang dapat terjadi bilamana kebijakan pertanian dirumuskan secara tidak tepat. Kebijakan pertanian yang tepat adalah kebijakan yang berpihak petani. Kebijakan pertanian yang keliru akan menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan yang tidak mustahil akan meningkatkan jumlah orang miskin di Indonesia. Kebijakan pengentasan kemiskinan akan mengabur tanpa hasil karena dampak positifnya tertutup oleh dampak negatif kebijakan lain yang tidak tepat. 

Kerja keras pemerintah akan tampak nihil karena orang miskin tidak berkurang, tapi justru bertambah. Pertanian seharusnya tidak identik dengan kemiskinan. Sektor pertanian adalah andalan bangsa kita. Kebijakan pertanian pada masa datang diharapkan bisa lebih fokus pada usaha-usaha memperbaiki kesejahteraan para pelaku pertanian dan sekaligus menggapai kedaulatan pangan. Kemiskinan yang mendominasi masyarakat petani harus segera diatasi. 

Deklarasi Copenhagen yang dirumuskan dalam UNs World Summit on Social Development menjelaskan fenomena kemiskinan sebagai deprivasi kebutuhan dasar manusia yang tidak hanya menyangkut sandang, pangan, dan papan, tetapi juga akses terhadap pendidikan, fasilitas kesehatan, air bersih, dan informasi. Kemiskinan di Indonesia mungkin merupakan kombinasi beragam kemiskinan yakni kemiskinan subsistens yang dicirikan oleh daya beli rendah, waktu kerja panjang, lingkungan tempat tinggal buruk, dan sulit mendapatkan air bersih. 

Masyarakat juga mengalami kemiskinan kultural yaitu keengganan untuk mengentaskan diri dari kemiskinan. Mereka yang mengalami kemiskinan kultural mungkin sudah pasrah dan menerima keadaan apa adanya. Membahas soal kemiskinan tidak bisa terlepas dari standar kebutuhan hidup minimum/layak yang merupakan garis pembatas untuk membedakan orang miskin dan tidak miskin. 

Garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia senilai USD1 atau USD2 per kapita per hari memungkinkan bagi setiap negara untuk membandingkan posisinya dengan negara-negara lain. Sebuah penelitian tentang garis kemiskinan telah dilakukan di salah satu kabupaten di Jawa Barat (Nani Sufiani dkk., 2008) dan hasil temuannya cukup menarik. Garis kemiskinan versi penelitian ini adalah Rp457.558 per kapita per bulan (USD1,6 per kapita per hari).

Angka ini lebih besar dibandingkan garis kemiskinan Badan Pusat Statistik dan berada di antara garis kemiskinan Bank Dunia sebesar USD1 dan USD2 per kapita per hari. Apa pun garis kemiskinan yang dipakai, Indonesia telanjur memiliki jumlah penduduk miskin sangat banyak. Sebab itu, presiden yang akan datang harus mampu mengangkat nasib dan memberdayakan petani kita untuk segera lepas dari jerat-jerat kemiskinan. 

9

Page 10: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Jangan biarkan petani kita mogok sebagaimana yang dilakukan para buruh industri karena pemogokan petani akan mengakibatkan krisis pangan yang tiada berkesudahan.

ALI KHOMSAN

Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB

Adu Sanksi Ekonomi

10

Page 11: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Koran SINDO

20 Agustus 2014

Dalam menghadapi krisis di Ukraina, Uni Eropa telah sepakat menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Mereka melakukan embargo atas perdagangan senjata, menetapkan pembatasan terhadap eksplorasi minyak dan gas, serta membatasi perdagangan dengan bank-bank Rusia di Eropa. 

Pilihan sanksi ini tidak sembarangan karena perekonomian Rusia sangat tergantung pada produk minyak dan gas. Aset bank Rusia yang dibekukan juga telah mencapai 30%, menurut pejabat resmi Amerika. Biasanya, pendapatan dari sektor ini bisa mencapai 60%. Secara keseluruhan, 45% dari produk ekspor Rusia diserap oleh pasar Eropa, sementara Eropa sendiri mengekspor sekitar 3% dari keseluruhan ekspornya ke Rusia.

Rusia tidak tinggal diam. Sejak dua minggu lalu, Rusia mengumumkan larangan impor bagi produk-produk pertanian, buah-buahan, ikan dan sayur-mayur dari Amerika, Uni Eropa, Kanada, Australia, dan Norwegia. Bagi Rusia, sanksi ekonomi yang ditetapkan terhadap mereka adalah kabar baik untuk membangkitkan produksi barang-barang yang masuk dalam daftar larangan ekspor. Nilai ekspor pertanian Eropa ke Rusia mencapai 5,25 miliar euro pada tahun lalu. Mayoritas petani yang mengalami dampaknya adalah Jerman, Belanda, Polandia, Spanyol, dan Prancis.

Kerugian tiap negara Eropa adalah relatif terhadap produk-produk yang dihasilkan. Contoh untuk dairy product (produk turunan susu), Belanda kehilangan 257 juta Euro, sementara pada produk-produk buah-buahan Polandia adalah negara yang paling dirugikan. Namun, secara keseluruhan, kerugian dari larangan impor produk dari Eropa ke pasar Rusia paling besar dirasakan dampaknya oleh Lithuania, Polandia, Jerman, dan Belanda. Larangan terhadap produk-produk pertanian secara politik juga adalah pukulan besar bagi Uni Eropa karena dibandingkan dengan produk lain, produk pertanian sangat rentan terhadap penurunan harga. 

Dengan adanya larangan impor, Eropa akan kebanjiran produk-produk pertanian. Mereka tidak hanya akan mengalami kerugian dengan tidak terjualnya hasil pertanian di dalam gudang, tetapi juga terhadap produksi yang sedang berjalan. Apabila mereka tidak segera menemukan pasar yang baru, produk-produk itu akan kehilangan nilai akibat dikejar waktu kedaluwarsa yang melekat dalam produk-produk organik. Untuk itu, Uni Eropa menjanjikan bantuan kepada perusahaan-perusahaan perkebunan dalam menghadapi krisis akibat larangan impor dari Rusia terhadap produk-produk dari Eropa.

Pemerintahan Uni Eropa telah menghitung kerugian-kerugian tersebut dan mereka akan memberikan bantuan sebesar 125 juta euro untuk membantu agar para produsen tidak

11

Page 12: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

mengalami kerugian yang besar. Selain bantuan keuangan, Uni Eropa juga tengah membujuk negara-negara lain mengambil kesempatan embargo Rusia ini untuk tidak memasarkan produk mereka ke Rusia. Misalnya, dengan membujuk Brasil dan Mesir untuk tidak melakukan perdagangan buah-buahan ke Rusia. 

Dalam waktu dekat, sanksi ekonomi Amerika Serikat dan Uni Eropa kepada Rusia kemungkinan tidak akan berkurang dan malah akan meningkat. Baru-baru ini, Amerika Serikat dan Jerman telah mengancam akan meningkatkan sanksi ekonomi terkait dengan meledaknya pesawat MH17 dan sulitnya rombongan bantuan kemanusiaan masuk ke Ukraina. Namun, di sisi lain, Rusia juga mengancam balik bahwa apabila sanksi tambahan diberlakukan, mereka akan melarang impor kendaraan dari Eropa dan Amerika Serikat. 

Sanksi ekonomi adalah opsi keputusan politik ekonomi yang biasa diambil sebagai jalan untuk menekan negara lain agar mengubah perilakunya sesuai dengan yang diharapkan pemberi sanksi. Secara teoretis, dalam sistem pasar di mana pasar satu negara dengan negara lain saling terhubung dan bergantung, sanksi ekonomi akan menghentikan atau mengurangi volume dan nilai peredaran barang dan jasa sehingga akan mengurangi pendapatan suatu negara. Pendapat saya tentang sanksi ekonomi, yang saya sampaikan dalam kolom KORAN SINDO setahun lalu, menyimpulkan bahwa sanksi ekonomi sangat relatif keberhasilannya. 

Sanksi ekonomi dapat mengubah perilaku negara dalam memenuhi tuntutan pemberi sanksi, tetapi bisa juga memperdalam krisis kemanusiaan dan konsekuensi sosial. Isolasi ekonomi terhadap rezim apartheid telah mendorong rezim untuk membuka demokrasi dan mengakhiri politik diskriminasi terhadap kulit berwarna. Sanksi terhadap Kamboja telah mengisolasi rezim Khmer Merah dan mendorong negeri itu untuk mengadopsi pemilu yang demokratis. Demikian pula dengan Libya, Irak, Serbia, Kosovo, dan negara lain di Afrika. Namun ada juga negara-negara yang mendapat sanksi ekonomi, tetapi tetap bertahan dan mampu melewati masa-masa krisis dengan baik. 

Contoh adalah Kuba yang telah diembargo selama 50 tahun oleh Amerika. Ada pula Suriah, Iran atau Korea Utara. Di sisi lain, sanksi ekonomi justru merugikan masyarakat di suatu negeri dan bukannya menghukum sang pemimpin negara. Sanksi ekonomi justru memperdalam krisis kemanusiaan dan konsekuensi sosial. Embargo terhadap ekonomi Haiti selama setahun, misalnya, telah berdampak negatif pada kesehatan anak-anak karena sulitnya mendapatkan obat-obatan, demikian pula dengan pelayanan kesehatan publik di Kuba dan Nikaragua. 

Matheew Krain dalam penelitiannya mengenai hubungan antara sanksi ekonomi dan pembunuhan massal sejak 1978 hingga 2008 menyimpulkan sanksi ekonomi tidak membawa perubahan berarti untuk mengurangi atau menghentikan pembunuhan massal. Sanksi justru berdampak negatif kepada kelompok yang bukan menjadi target seperti masyarakat sipil, kelompok minoritas, dan kelompok-kelompok lain. Terlepas dari efektif atau tidak sebuah sanksi ekonomi, pertanyaannya adalah sejauh mana kita memanfaatkan fakta politik tersebut? 

12

Page 13: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Apakah kita perlu memanfaatkan kesempatan yang terbuka dari sanksi tersebut, misalnya dengan menggantikan produk-produk yang masuk di dalam daftar yang dilarang? Dari sisi praktis, Indonesia sulit mengambil alih peran sebagai pemasok barang-barang kebutuhan Rusia. Selain karena jarak geografis yang terlalu jauh dan persoalan logistik, Indonesia bukanlah produsen andal untuk produk-produk pertanian yang ditolak Rusia dari Eropa dan Amerika. 

Paling mungkin, Indonesia mengambil manfaat dengan cara mengembangkan kerja sama alternatif dengan negara-negara yang produknya ditolak Rusia, misalnya dengan sistem swap (tukar) agar produk Indonesia pun bisa dibeli oleh para negara yang sedang kebanjiran produk pertanian itu. Sistem tukar penjualan ini perlu supaya APBN kita tidak terbebani peningkatan impor. Namun ada juga pertanyaan lain, yakni apakah Indonesia mau ikut menekan Rusia dan solider menjatuhkan sanksi ekonomi? 

Apakah secara etis pergaulan internasional, tindakan tersebut akan memperkuat atau memperlemah kedudukan kita? Di sinilah kita harus jelas keberpihakannya. Tidak mungkin kita sekadar abstain demi politik bebas aktif. Dalam sejarah, sanksi ekonomi sifatnya diskriminatif. Pada saat rezim otoriter propasar bebas berkuasa di Amerika Latin dan Asia Tenggara pada 1970-an hingga akhir 1990-an, tidak ada sanksi ekonomi yang dikeluarkan negara-negara Barat, tetapi sebaliknya pada negara yang memiliki perbedaan garis ideologi dengan Barat seperti Rusia, Kuba, Iran, dan Korea Utara. Mereka dengan mudah dijatuhi sanksi.

Keberpihakan Indonesia selayaknya pada sisi kemanusiaan, demokrasi, dan penghidupan masyarakat madani. Di sinilah Indonesia perlu memisahkan diri dari ”kerumunan pemberi sanksi ekonomi” dan menunjukkan dasar sikap yang berbeda.  

Penganggur Transisi

13

Page 14: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Koran SINDO

20 Agustus 2014

Data pengangguran yang diterbitkan selama lima tahun terakhir memang menggembirakan. Pasalnya angka pengangguran terbuka turun dari 9,1% tahun 2007 atau 10,0 juta orang menjadi 6,1% tahun 2012 atau sebanyak 7,2 juta orang. Memang kita sama-sama maklum bahwa penurunan angka pengangguran terutama karena manfaat dari pertumbuhan ekonomi. Pengangguran yang tertinggi adalah mereka yang berusia muda 15-24 tahun dan berpendidikan menengah (tamat SMA/sederajat). Untuk mereka yang berpendidikan menengah tamat SMA, angka pengangguran terakhir telah mencapai rentang 9,6% sampai 9,9%. 

Tidak ada tanda-tanda bahwa angka pengangguran tamat sekolah menengah atas vokasi lebih rendah dibandingkan dengan tamatan SMA pendidikan umum. Secara implisit memang pendidikan menengah pun belum memiliki daya saing. Banyak yang menyangsikan kualitas dari penyelenggaraan pendidikan menengah mengingat orientasi pendidikan kita belum menyiapkan mereka untuk siap pakai, atau siap kerja. Pertanyaannya adalah dimensi apa yang tidak terbaca selama ini dalam data pengangguran? Kenapa hal ini penting dan apa implikasinya? 

Penganggur Transisi? 

Pemuda dapat diasumsikan pada analisis ini mereka yang berusia 15-24 tahun. Sekiranya kita lihat angka pengangguran terbuka pemuda, secara nasional tahun 2012 adalah sebesar 4,0 juta orang. Jumlah ini lebih separo dari pencari kerja keseluruhannya. Namun ketika patokan kita dalam melihat keadaan adalah pada mereka yang mencari pekerjaan, jelas itu ada pada usia muda. 

Selain jumlahnya besar, mereka terdidik dan pengangguran tentunya merupakan beban sosial (social costs) yang serius. Tampaknya ketika kita hanya mengakui mereka yang masuk ke dalam kelompok usia angkatan kerja, jumlah pengangguran anak muda tidak seberat persoalan pengangguran terbuka anak muda di negara-negara maju. Sebab angka pengangguran anak muda telah mencapai di atas dua digit. Berbagai kajian menemukan, ketika angka pengangguran anak muda tinggi, angka partisipasi kerja penduduk usia tua mengalami peningkatan. 

Akan tetapi tunggu dulu, survei angkatan kerja memang memperlakukan mereka yang masuk ke dalam usia kerja. Ketika kegiatan utama mereka adalah bekerja atau mencari pekerjaan selama seminggu yang lalu masuk ke dalam angkatan kerja. Bagaimana ketika anak muda berusia 15-24 tahun, mereka tidak bekerja, tidak pula mencari pekerjaan? Mereka ketika ditanya juga tidak sedang sekolah atau tidak mengurus rumah tangga. Maka opsi yang ada dalam jawaban adalah kelompok ini adalah kelompok “lainnya”. 

14

Page 15: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Masalahnya adalah siapa mereka yang menjawab kelompok “lainnya” itu? Sebuah pertanyaan penting mengingat dari segi jumlah, angkanya relatif cukup serius. Ketika jumlah pengangguran pada kelompok usia 15-24 tahun adalah pada kisaran 10,1 juta orang, data mereka yang masuk usia yang sama yang berstatus “lainnya” adalah sebanyak lebih 2 juta orang. Secara logika saja sebenarnya mereka yang mengaku secara terang-terangan menganggur ditambah dengan mereka yang sebenarnya masih tetap menganggur menjadi 6,1 juta orang. 

Ini menghasilkan proporsi mereka yang mesti mendapatkan penanganan yang bermakna menjadi lebih luas dan semakin kompleks. Kelompok yang menganggur memang tidak lagi sekolah, mereka sedang mencari pekerjaan. Sementara mereka yang menjawab lainnya pada kelompok usia muda, diperkirakan mereka yang sehari-harinya tidak sekolah lagi, mungkin sedang mempersiapkan diri untuk melanjutkan pendidikan atau beraktivitas yang mereka akui tidak bekerja, padahal mereka memerlukan pekerjaan. Kelompok inilah yang kita istilahkan sebagai kelompok pengangguran “transisi”. 

Dari sisi penawaran supply side, mereka yang masa transisi, selain berusia muda, tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk bekerja atau dengan kondisi tertentu mereka tetap bertahan dengan kondisi seadanya, tidak berinisiatif untuk menambah keterampilan, atau pasrah dengan keadaan yang ada. Apalagi aktivitas ekonomi sepi gara-gara rendahnya investasi pada daerah tempat mereka tinggal. Begitu juga kelompok transisi ini menjadi target tersendiri agar mereka semakin terbekali. Mereka ini sekiranya tidak termasuk ke dalam target untuk mendapatkan kebijakan, beban pasar kerja dalam waktu yang tidak terlalu lama akan semakin berat. 

Tanggung Jawab Siapa? 

Pertanyaan kita tentu ditujukan apakah mereka yang menganggur dibiarkan saja? Untuk kelompok penganggur, jelas mereka tidak lagi terikat dalam sistem pendidikan. Maka penganggur ini tentunya sebagian di antaranya adalah merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah, terutama meningkatkan keterampilan mereka serta menyalurkan mereka untuk dapat bekerja. Namun pada kelompok pemuda “lainnya”, mereka tidak lagi sedang sekolah dan bukan merupakan tanggung jawab departemen pendidikan, mengingat mereka bukan lagi pada rentang usia wajib belajar. 

Sementara kelompok ini tidak juga merupakan definisi pencari kerja. Pemerintah bisa lepas tangan karena tidak terdefinisi sebagai pencari kerja. Lantas siapa? Sebenarnya telaah lebih mendalam diperlukan mengenai siapa dan kenapa mereka masuk ke dalam kategori “lainnya”. Dalam kaitan ini setidaknya kita dapat menetapkan lebih baik mereka masuk ke dalam kategori transisi selepas menjalani pendidikan, kemudian sebaiknya mereka diarahkan pada penyediaan keterampilan kerja. 

Pastikanlah, upaya untuk membekali keterampilan kerja dan membekali mereka untuk

15

Page 16: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

merasa terpanggil bekerja adalah salah satu program penting pada masa yang akan datang. Bukankah kita dapat melihat bahwa semakin besar partisipasi angkatan kerja, semakin besar nilai tambah yang dihasilkan? Oleh karenanya, kita perlu menyarankan, agenda peningkatan keterampilan dan kewirausahaan mesti dapat meringankan beban tekanan pasar tenaga kerja pada masa yang akan datang. ●

ELFINDRI Profesor Ekonomi SDM dan Koordinator Program S-3 Ilmu Ekonomi Universitas Andalas, Padang 

Pareto, Shaw, dan Gerobakpreneur

16

Page 17: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Kita semua pemakai gadget. Dari telepon seluler (ponsel) biasa hingga ponsel cerdas. Bentuknya bisa telepon sentuh, iPhone, tablet, atau peranti jinjing lainnya. 

Semuanya produk berbasis teknologi. Ada yang langsung sentuh dan pakai, tetapi tak sedikit yang masih hidup dalam peradaban membaca manual. Namun berapa banyak dari kita yang membaca manualnya sepenuh hati sebelum menggunakannya? Dugaan saya, sedikit sekali. Bahkan button theory mengatakan, kaum muda langsung mengoprek-oprek layar sentuhnya atau knopnya meski berisiko salah, lalu bingung tak tahu apa yang meski dilakukan, keliru berulang kali, dan sebagainya. 

Jika tidak atau kurang mengerti, ketimbang repot mencari tahu dari manualnya, kita lebih suka bertanya ke orang lain. Faktanya, anak-anak kita, entah bagaimana, ternyata bisa jauh lebih cepat paham ketimbang kita. Perilaku semacam ini tentu ada risikonya. Vilfredo Pareto, ekonom dan sosiolog berkebangsaan Italia, mengatakan, ”Sebanyak 80% hasil ternyata diperoleh hanya dari 20% usaha.” Itu sebabnya Hukum Pareto kemudian kita sederhanakan dengan prinsip 80/20. Maksud saya begini. 

Dari seluruh pemakai gadget, ternyata hanya 20% di antara kita yang mampu memanfaatkan 80% dari fungsi-fungsi yang tersedia pada gadget-nya. Sebaliknya, sebanyak 80% pemakai gadget ternyata hanya bisa memakai 20% dari seluruh fungsi yang tersedia dalam peranti tersebut. Maka, tak mengherankan, meski ada begitu banyak pemakai smartphone, sebagian besar ternyata hanya menggunakannya untuk menelepon, mengirim SMS, atau sesekali membuka email. Sebagian besar lainnya menggunakannya untuk ber-selfie dengan bantuan tongsis (tongkat narsis) atau paling-paling untuk bermain game. Aplikasi-aplikasi lainnya? Nyaris tidak digunakan.

Prinsip Pareto ini berlaku di mana-mana. Dalam setiap perubahan, ternyata hanya 20% pegawai dan staf yang mendukung proses transformasi. Selebihnya menolak, diam saja, tidak mengerti atau ikut arus. Soal distribusi kekayaan juga sama, ternyata sebanyak 80% dikuasai hanya oleh 20% warga dunia. Sebaliknya, 80% masyarakat dunia memperebutkan 20% kekayaan yang tersisa dan masih banyak lagi contoh lain. 

Prinsip 2 - 3 - 95 

Vilfredo Pareto mungkin seorang ekonom yang sangat optimistis. Ia jauh lebih optimistis ketimbang George Bernard Shaw, seorang sastrawan. Cobalah simak pernyataan Bernard Shaw tentang manusia berpikir: ”Only 2% people think, three percent think they think, the remaining 95% would rather die than think .” Betulkah hanya 2% di antara kita yang berpikir? Kalau melihat fenomena yang terjadi di dunia pendidikan kita, saya merasa Bernard Shaw ada benarnya. Hanya 2% dari seluruh tenaga pendidik yang betul-betul menjalankan perannya sebagai pendidik. 

Mereka ini adalah orang-orang yang tidak sekadar memindahkan isi buku ke kepala murid-

17

Page 18: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

muridnya, tetapi juga memperbaiki cara berpikirnya dan menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Makanya hanya sedikit akademisi yang punya karya besar, bukan? Lalu, sebanyak 3% adalah mereka yang merasa dirinya pendidik. Padahal bukan. Lalu, mayoritas sisanya adalah mereka yang menyebut dirinya pengajar. Di antara mereka yang menjadi pengajar pun hanya 2% yang betul-betul bisa memindahkan isi buku ke dalam benak dan tindakan murid-muridnya. 

Lalu, sebanyak 3% merasa dirinya berhasil memindahkan isi buku ke dalam pikiran murid-muridnya. Selebihnya tidak berhasil memindahkan isi buku tersebut. Fenomena yang sama terjadi di kalangan para pemimpin. Hanya 2% di antara para pemimpin yang benar-benar melakukan perubahan. Sebanyak 3% merasa dirinya sudah melakukan perubahan, padahal belum. Lalu, mayoritas lainnya adalah pemimpin yang selalu ikut arus. Mereka memimpin bawahannya dengan cara-cara yang sama, seperti yang dilakukan para pendahulunya. 

Mereka dengan bangga menyebut dirinya sebagai generasi penerus. Padahal, zaman sudah berubah. Problematika sudah menjadi semakin kompleks sehingga tidak bisa lagi dipimpin dengan cara-cara lama. Di mana kita bisa melihat fenomena tersebut? Di mana-mana. Kita mempunyai banyak seniman lukis, tetapi hanya ada beberapa yang layak disebut maestro sekelas Affandi, Jeihan atau Sudjojono. Begitu pula di tingkat dunia, hanya ada beberapa gelintir yang layak disebut seperti Van Gogh, Rembrandt, Picasso atau Leonardo da Vinci. 

Bukan Gerobakpreneur 

Angka 2% seakan-akan menjadi magic number. Ia menjadi indeks penting dalam dunia kewirausahaan di berbagai negara. Anda tentu mengenal rule of thumb yang mengatakan suatu negara akan menjadi negara maju jika 2% dari jumlah penduduknya menjadi pengusaha atau entrepreneur. Kita belum menjadi negara maju karena jumlah penduduknya yang menjadi pengusaha tak sampai 1%.

Sumber-sumber yang lain menyebut bahwa jumlah pengusaha kita hanya 0,24% dari seluruh penduduk Indonesia. Bahkan ada yang menyebut jumlah pengusaha kita baru 0,18% dari seluruh penduduk. Banyak kalangan menilai Malaysia lebih maju dari kita. Di sana jumlah penduduknya yang menjadi pengusaha sudah lebih dari 6%. Amerika Serikat yang jauh lebih maju ketimbang kita sebanyak 12% dari jumlah penduduknya menjadi pengusaha. 

Saya percaya kuantitas memang penting. Tapi, kualitas juga tak kalah penting. Itu sebabnya saya risau kalau kita hanya berpegang pada angka 2% dan mengabaikan kualitas. Maksudnya begini. Untuk mengejar angka yang 2%, beberapa perguruan tinggi membuka program studi atau jurusan kewirausahaan atau minimal mengaktifkan mata kuliah-mata kuliah untuk menjadikan lulusannya wirausaha. Lalu, sejumlah lembaga juga menggelar lomba kewirausahaan. Mulai dari wirausaha muda hingga wirausaha paling inovatif dan sebagainya. 

Semua baik-baik saja. Tapi, kalau Anda cermati, banyak lulusan perguruan tinggi yang

18

Page 19: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

kemudian menjadi pengusaha sebetulnya bisnis-bisnis mereka hanya menjadi pesaing dari pedagang kaki lima. Mereka bukan melahirkan merek-merek franchise baru, tetapi mengembangkan apa yang disebut dengan istilah gerobakchise. Bisnis franchise ala gerobak. Bagi saya, mereka tidak menjadi berkah bagi ekonomi rakyat. Malah mereka menjadi pesaing bagi para pedagang kali lima. 

Mereka pasti menang karena memiliki bekal pengetahuan dan penguasaan teknologi informasi. Padahal, 20-30 tahun yang lalu, Soeharto saja sudah mencetak konglomerat atau Bung Karno 60 tahun yang silam sudah mencetak pengusaha Benteng yang skala usahanya besar. Kita juga sudah saksikan lahirnya pengusaha pribumi lulusan S-1 sekelas Medco dan Bukaka.

Kita memang masih membutuhkan banyak entrepreneur. Tapi, entrepreneur yang kelak bakal menjadi pengusaha-pengusaha besar sekelas Arifin Panigoro, Ciputra, Trihatma Kusuma Haliman, atau Chairul Tanjung. Maksud saya, bukan sekadar gerobakpreneur. 

Maksud saya pula, kalau sudah besar, bantulah yang kecil-kecil, bukan mematikan mereka yang tak berdaya. Caranya, jadikan mereka besar juga. Itulah mimpi saya sekarang ini, yang ingin saya wujudkan melalui dunia pendidikan.  

Belajar dari Kegagalan Bayar Argentina

19

Page 20: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Argentina dinyatakan berstatus gagal bayar (default) oleh lembaga pemeringkat terkemuka Standard & Poors (S&P). Status itu mencuat di permukaan ketika Argentina menolak untuk membayar bunga utang lebih dari nilai yang seharusnya kepada kreditor internasional. 

Pelajaran apa yang patut dipetik dari peristiwa yang menggegerkan pasar keuangan global itu? Keadaan tersebut berawal dari status default Argentina pada 2001, saat negara itu menyatakan tidak mau membayar bunga dan cicilan utang. Alasan Argentina saat itu, kreditor mengenakan bunga terlalu tinggi secara sepihak saat Argentina amat tidak berdaya. Argentina saat itu menolak utang-utang lama yang tidak masuk akal oleh pemerintah lama. Namun, Argentina kemudian menawarkan perundingan ulang atas utang-utangnya dengan para kreditor pada 2005. Total utang Argentina kini sekitar USD200 miliar. 

Dari jumlah itu, USD30 miliar direstrukturisasi kembali. Dengan kata lain, ada bagian utang yang dirundingkan kembali dengan pembayaran yang lebih ringan, yakni untuk utang USD30 miliar. Dari USD30 miliar utang yang direstrukturisasi, persoalan terjadi pada total utang USD13 miliar. Akan tetapi, persoalan ini hanya terjadi pada sebuah perusahaan yang memberikan pinjaman kepada Argentina, Elliot Management Corp yang dipimpin Paul Singer dan beberapa rekan kreditor. 

Pelajaran Berharga 

Lantas, pelajaran berharga (lesson learned) apa yang layak dipetik? Pertama, meningkatkan kewaspadaan terhadap posisi utang luar negeri Indonesia. Mari kita cermati dulu pertumbuhan ekonomi nasional. Kita patut bersyukur lantaran ekonomi Indonesia tumbuh cukup tinggi, 5,12% per kuartal II 2014, meskipun menipis dari 5,21% per kuartal I 2014. Meskipun angka itu di bawah Nigeria 7,72%, Tiongkok 7,70%, Filipina 6,50% dan Singapura 5,50%, Indonesia jauh meninggalkan negara jiran di kawasan ASEAN: Malaysia 5,10% dan Thailand 0,60%. 

Pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan jauh di atas sebagian besar negara-negara BRICS, yakni Brasil 1,90%, Rusia 2,00%, India 4,70%, dan Afrika Selatan 2,00%. Bukan hanya itu. Rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) pun menggembirakan 23,10% di tengah rasio ideal 60%. Coba bandingkan dengan negara ASEAN Filipina 40,10%, Thailand 44,30%, Malaysia 53,10% dan Singapura 97,90%. Tengok pula rasio utang Brasil yang baru saja menyelenggarakan Piala Dunia 2014 65,10%, juga Rusia 8,40%, India 67,57%, China 26,00% ,dan Afrika Selatan 39,90%. Sejatinya, Argentina memiliki rasio yang baik 43,20%. 

Bagaimana kondisi utang Indonesia saat ini? Utang luar negeri Indonesia mencapai USD283,7 miliar (setara dengan Rp3.319 triliun dengan kurs Rp11.700 per USD1) per Mei 2014. Jumlah itu naik 9,7% dibandingkan Mei 2013. Perhatikan, utang swasta sudah mencapai USD151,5 miliar (Rp1.772 triliun) atau 53,4% dari utang luar negeri Indonesia. Inilah yang wajib diwaspadai pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Karena itu, utang swasta

20

Page 21: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

wajib dibatasi dengan menerapkan rasio utang terhadap modal inti (debt to equity) misalnya 25%. Rasio itu bertujuan final untuk memitigasi risiko gagal bayar seperti krisis 1998.

Kedua, mengendalikan utang bank nasional. Jangan alpa bahwa ternyata yang memiliki utang itu bukan hanya bank nasional kelas bawah, tetapi juga kelas kakap. Saat ini, BI menerima permohonan utang luar negeri USD6 miliar (Rp70,2 triliun) pada 2014 yang diajukan bank nasional. Utang itu untuk apa? Bukankah bank nasional telah menghimpun dana triliunan dari masyarakat (dana pihak ketiga/DPK)? Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan, DPK perbankan nasional mencapai Rp2.090 triliun per Mei 2014. Angka itu meningkat Rp7,2 triliun dari April 2014. 

Utang bank nasional itu antara lain untuk mengembangkan bisnis di dalam dan luar negeri bagi yang memiliki kantor di luar negeri seperti BNI, Bank Mandiri, BCA, dan BRI. Selain itu, utang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur berupa jaringan teknologi informasi, gedung baru, renovasi atau relokasi (pindah lokasi yang lebih menjanjikan dipandang dari sudut bisnis). Namun ingat, utang pun dapat digunakan untuk berjaga-jaga atau disebut pinjaman siaga (standby loan). 

Pemerintah pun mempunyai pinjaman jenis yang satu ini. Untuk itu, lagi-lagi BI sudah semestinya mengetatkan persyaratan utang luar negeri yang diajukan bank nasional. Karena ancaman krisis global masih belum hilang hingga kini meskipun ekonomi Amerika Serikat sebagai pusat ekonomi global mulai bangkit.

Ketiga, menerapkan lindung nilai (hedging). Adalah benar bahwa rasio utang nasional terhadap PDB rendah 23,10%. Tetapi jangan lupa, jumlah utang luar negeri Indonesia terus mendaki setiap tahun. Karena itu, pemerintah dan BI wajib menetapkan peraturan lindung nilai sebagai salah satu kiat untuk memitigasi risiko utang. Aturan lindung nilai wajib diberlakukan baik untuk utang oleh badan usaha milik negara (BUMN), pemerintah daerah dan pihak swasta. Sebagai catatan, pada umumnya, bank nasional telah melakukan lindung nilai terhadap utang mereka.

Keempat, melirik Undang-Undang (UU) Desa. Kini Indonesia telah memiliki UU Nomor 6/2014 tentang Desa. Berkahnya, setiap desa akan menerima dana sekitar Rp1,4 miliar setiap tahun dari pemerintah pusat sebagai kampanye yang manis ketika berlangsung pemilihan umum presiden. Aturan ini bertujuan untuk melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis. Dengan demikian, pemerintahan dan pembangunan desa benar-benar menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

Namun, liriklah Pasal 91 undang-undang tersebut, bahwa desa dapat mengadakan kerja sama dengan desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga. Terkait dengan utang tersebut, pasal itu suka tidak suka akan mendorong utang luar negeri semakin membengkak suatu saat, padahal kini kita memiliki 73.000 desa di seluruh pelosok Tanah Air.

Ringkas tutur, sungguh pemerintah dan BI tidak boleh lalai untuk terus-menerus berupaya mengamankan kondisi utang luar negeri Indonesia. Berbekal aneka langkah demikian, gagal bayar yang dialami Argentina tidak akan menimpa Indonesia ke depan. ● 

21

Page 22: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

PAUL SUTARYONO Pengamat Perbankan, Mantan Assistant Vice President BNI & Anggota Pengawas Yayasan Bina Swadaya

Pelajaran Mundurnya Karen

22

Page 23: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Pada 19 Agustus 2014 kita semua dikejutkan oleh berita pengunduran diri Karen Agustiawan dari jabatannya sebagai direktur utama Pertamina, satu posisi yang banyak diincar orang. 

Dalam beberapa periode kepemimpinan sebelumnya jabatan ini dipegang tidak lebih dari 3 tahun, Karen sudah lebih dari 6 tahun menjabat. Berita ini tentu sangat mengejutkan karena masa jabatan Karen baru saja diperpanjang untuk periode kedua sampai 2018 melalui keputusan RUPS Perseroan. Kedua, selama periode kepemimpinan Karen, Pertamina menunjukkan kinerja yang sangat bagus dan menorehkan banyak prestasi yang belum pernah dicapai pada periode-periode sebelumnya, seperti diberitakan oleh KORAN SINDO (19/8/2014). 

Salah satu langkah yang paling strategis yang dilakukan Karen adalah mengonversi visi dan misi perusahaan dari perusahaan minyak dan gas bumi menjadi perusahaan energi, termasuk energi terbarukan. Energizing Asia adalah salah satu program yang dicanangkannya. Dengan perubahan visi dan misi ini Pertamina akan lebih mengonsentrasikan dirinya menjadi perusahaan yang melakukan penelitian dan pengembangan serta eksplorasi sumber-sumber energi baru dan terbarukan seperti biodiesel, gasifikasi sampah, bioetanol, dan sebagainya. Ini merupakan langkah yang dinantikan dan menjadi tantangan untuk mengantisipasi semakin menipisnya cadangan energi fosil di Indonesia, bahkan dunia. 

***

Banyak spekulasi yang berkembang di luar, selain masalah personal tentunya, terkait mundurnya Karen, misalnya perseteruan antara Pertamina dan pemerintah soal penentuan harga gas elpiji 12 kg yang tak kunjung selesai. Masalah antara Pertamina dan PLN soal penggunaan bahan bakar solar, yang terakhir telah disepakati untuk menggunakan bioetanol. Belum lagi persoalan subsidi BBM yang terus melambung. 

Isu miring pun tidak lepas dari beliau yang sempat berurusan dengan KPK untuk kasus yang melibatkan Kementerian ESDM beberapa waktu lalu. Tidak mudah memang memimpin perusahaan sebesar dan sestrategis Pertamina. Begitu banyak kepentingan yang terlibat, begitu besar dan luas dampak yang timbul dari setiap kebijakan yang dibuat dan begitu banyak pihak yang ingin ikut memengaruhi setiap kebijakan yang akan dibuat oleh seorang Karen. Berbagai dilema sudah pasti sangat sering dihadapi. 

Enam tahun memang bukan waktu yang singkat untuk dapat mengelola, menahan tekanan, dan tetap berdiri pada koridor yang benar dan profesional. Kepemimpinan yang kuat sekalipun dapat saja tergelincir dan terjerumus dengan bertubi-tubinya tekanan dan godaan yang datang. Dan batasan kekuatan itu mungkin saja sudah terlampaui pada tahun ini, pada saat dia memutuskan mundur. Joel C. Peterson, seorang ahli manajemen bisnis dan kepemimpinan, menyebut tiga alasan atau pertanyaan yang akan dipertimbangkan oleh seorang profesional sebelum memutuskan untuk keluar dari posisinya. 

Pertama, apakah saya mendapatkan respek dalam posisi saya? Kedua, apakah saya berada

23

Page 24: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

dalam tim pemenang? Terakhir, apakah saya melakukan sesuatu yang berarti bagi pemangku kepentingan? Jika melihat dari ketiga pertanyaan tersebut, semua jawaban seharusnya positif untuk Karen. Namun, apa jawaban sesungguhnya hanya dia yang tahu, karena bisa saja kita salah dalam menilai dan banyak hal yang mungkin tidak kita ketahui. Mungkin kita tidak perlu memperpanjang apa alasan mengapa dia mundur, karena itu sudah menjadi hak yang diatur anggaran dasar perusahaan. 

Hal yang perlu dipikirkan adalah apa yang harus dilakukan dengan dia keluar? Selain mencari pengganti yang sepadan, jawaban yang paling klise adalah melanjutkan program-program yang baik dan memperbaiki program kerja yang masih belum sempurna. Itu menjadi klise jika hanya sebatas perkataan di bibir, tetapi akan menjadi sesuatu yang berarti apabila betul-betul dilaksanakan. Menurut hemat saya, salah satu program yang harus dilanjutkan adalah menggarap dan mengembangkan sumber-sumber energi baru dan terbarukan (renewable energy). 

Ini harus menjadi konsentrasi Pertamina dalam program-programnya ke depan yang telah dirintis pada masa kepemimpinan Karen. Inilah yang harus dilanjutkan. Ini juga tentu didasari dengan kenyataan bahwa sumber energi fosil yang selama ini menjadi sumber energi utama dunia sudah semakin menipis cadangannya, baik cadangan domestik maupun dunia. Pengembangan biodiesel, bioetanol dan gasifikasi sampah adalah salah satu contoh program yang telah dirintis Karen. 

Hal kedua, kita harus melihat mundurnya seorang profesional dari sisi yang positif, dalam arti tidak ada yang salah bagi seseorang untuk memutuskan keluar dari pekerjaannya karena itu adalah hak mendasar yang dimiliki oleh seorang profesional. Dalam ilmu mikromanajemen perusahaan, keluarnya seorang profesional yang diandalkan dari perusahaan bisa dipandang sebagai aset atau liabilitas. 

Dia akan menjadi aset jika kita memandangnya dari aspek positif yang melihat keluarnya seseorang yang andal akan dapat mengembangkan jaringan perusahaan kepada saluran-saluran baru yang tidak tersentuh selama ini dan memberikan referensi positif tentang perusahaan. Sebaliknya, itu akan menjadi liabilitas jika keluarnya seseorang dianggap sebagai suatu pembangkangan, ketidakdisiplinan dan perbuatan tidak bertanggung jawab yang patut dihakimi dan dihukum, sehingga yang muncul adalah liabilitas, berupa permusuhan, referensi buruk terhadap perusahaan, dan tertutupnya peluang-peluang baru bagi perusahaan yang seharusnya dapat dibawa oleh profesional tersebut. 

Ibarat pepatah mengatakan kondisi perusahaan yang menganggap negatif keluarnya sang profesional dari sisi negatif seperti orang yang sudah jatuh tertimpa tangga pula, tidak ada keuntungan apapun yang diperoleh perusahaan melainkan hal-hal negatif dan destruktif, sudah kehilangan orang, kehilangan peluang pula. 

Dalam kasus Karen, kita semua harus memandang dia mundur dari perspektif yang positif agar prestasi yang dicapai dan langkah strategis yang telah dimulai dapat dilanjutkan oleh

24

Page 25: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

penerusnya, sehingga langkah Pertamina untuk menjadi perusahaan Energizing Asia pada 2025 dapat terwujud. ● 

HANDI SAPTA MUKTI, SSI MM Praktisi Manajemen Resensibuku

Berkaca pada Deflasi di Zona Euro

25

Page 26: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Koran SINDO

25 Agustus 2014

Pemulihan ekonomi Zona Euro kembali menghadapi ancaman serius ketika tiga kekuatan ekonomi terbesar kawasan itu pada Juli lalu mencatatkan kinerja di luar perkiraan Bank Sentral Eropa (ECB). Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kawasan Euro diperkirakan hanya mencapai 0,1% pada kuartal kedua dan lebih rendah dari kuartal pertama sebesar 0,2%. 

Ekonomi Jerman terkontraksi 0,2%, Prancis melaporkan mengalami stagnasi pertumbuhan dengan ancaman defisit di atas 4%, sementara Italia kembali meneruskan tren kontraksi mengarah ke resesi yang telah dialami dalam beberapa kuartal terakhir. Di Eropa Timur, khususnya Polandia, Republik Ceko, dan Rumania juga menunjukkan perlambatan, bahkan ekonomi Rumania dilaporkan berkontraksi 1% pada kuartal II 2014. Kondisi di atas diperburuk situasi politik Zona Euro dengan perseteruan antara Rusia dan Ukraina yang menyebabkan potensi terhentinya bantuan internasional ke kawasan ini. 

Indeks kepercayaan konsumen di 18 negara yang tergabung dalam Zona Euro juga melemah. ECB Juli lalu mengumumkan kawasan Zona Euro kembali dibayang-bayangi risiko deflasi yang berpotensi menjerumuskan ekonomi kawasan tersebut. Bank Sentral Eropa itu melaporkan inflasi yang sangat rendah Juli lalu di level 0,4% dan merupakan inflasi terendah sejak 2009. Inflasi yang di bawah 1% ini dipandang banyak kalangan akan semakin menyulitkan otoritas kawasan tersebut untuk mendorong pemulihan di kawasan Eropa. 

Dengan profil inflasi terebut, ECB mengisyaratkan akan menurunkan suku bunga ke level 0,15% atau lebih rendah dari saat ini 0,25% dan rencana peningkatan stimulus moneter di kawasan tersebut. Ekspektasi inflasi kawasan Euro yang didesain 2% oleh ECB untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sepertinya sulit diwujudkan dari perkembangan yang dijelaskan di atas. Deflasi memiliki efek yang sama dengan inflasi yang terlalu tinggi sehingga inflasi perlu dijaga dalam rentang yang aman dan memungkinkan ekonomi terus tumbuh, tetapi tidak membahayakan fundamental ekonomi. 

Negara-negara kawasan Euro yang menghadapi risiko inflasi rendah (deflasi) seperti Portugal, Spanyol, dan Italia diperkirakan semakin membebani pemulihan kawasan Euro dengan target inflasi yang disampaikan ECB. Tingkat inflasi di Portugal mencapai minus 0,7% pada kuartal II 2014, inflasi di Spanyol diperkirakan turun ke level 0,3%, sementara Italia juga semakin buruk. Kinerja inflasi di Portugal, Spanyol, dan Italia ini juga menyebabkan ekonomi di ketiga negara tersebut semakin sulit keluar dari persoalan utang dengan tren yang terus meningkat. 

Italia kini menghadapi persoalan utang yang sangat serius di mana rasio utang terhadap PDB telah mencapai 135,6%, sementara rasio utang Portugal juga meningkat ke level 132,9%.

26

Page 27: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Belajar dari realitas di kawasan Euro, pengelolaan risiko inflasi menjadi sangat relevan bagi perekonomian nasional. Desain kebijakan ekonomi nasional, khususnya pengelolaan risiko inflasi, menjadi fokus perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dilakukan tidak hanya dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi juga menggairahkan aktivitas-aktivitas ekonomi produktif.

Badan Pusat Statistik (BPS) melansir indeks harga konsumen Juli 2014 sebesar 0,93%, inflasi tahun kalender sebesar 2,94%, inflasi tahun ke tahun (yoy) 4,53%, inflasi komponen inti 0,52%, dan inflasi komponen inti yoy 4,64%. Inflasi Juli 2014 dipengaruhi utamanya oleh kelompok bahan makanan sebesar 1,94%. Kinerja neraca perdagangan semester I 2014 juga menunjukkan perbaikan signifikan. Pada periode semester I 2014, nilai ekspor Indonesia kumulatif mencapai USD88,83 miliar atau menurun 2,46% jika dibandingkan periode tahun lalu. Dan nilai impor mencapai USD89,98 miliar atau menurun 4,7% dibandingkan periode tahun lalu. 

Dengan demikian secara keseluruhan defisit semester I 2014 berkisar USD1 miliar akibat besarnya defisit migas. Namun kinerja perdagangan nonmigas semester I 2014 mencatatkan surplus USD5 miliar (di luar migas yang defisit USD6,1 miliar). Kebijakan masuk ke pasar-pasar nontradisional seperti Nigeria, Mesir, Peru, Meksiko, Brasil, Afrika Selatan, Laos, Kamboja, Myanmar, Taiwan, dan Hong Kong telah berhasil mendorong kinerja perdagangan nasional di tengah melambatnya permintaan dunia. Perbaikan kinerja neraca dagang dan inflasi menunjukkan berjalannya bauran kebijakan (policy mix) yang ditempuh selama ini. 

Bauran kebijakan antara otoritas fiskal dan moneter dilakukan untuk terus menjaga stabilitas perekonomian nasional di tengah risiko global yang semakin kompleks. Pengendalian inflasi di rentang tertentu yang dipandang tidak hanya sebagai instrumen pertumbuhan, melainkan juga mendorong penguatan fundamental ekonomi nasional sehingga sejumlah proses pembangunan dapat terus berjalan. Tahun 2014, pemerintah dalam APBN Perubahan 2014 menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional di level 5,5%, sedangkan inflasi ditargetkan berada di level 5,3%. 

Dengan target ini, perekonomian nasional diharapkan dapat tumbuh positif sehingga sejumlah agenda pembangunan dapat semakin ditingkatkan. Pengendalian risiko inflasi juga ditunjukkan pemerintah pada tahun 2013 lalu ketika menempuh kebijakan penyesuaian harga BBM subsidi. Artinya desain kebijakan inflasi perlu dirumuskan dengan sangat hati-hati. Inflasi yang terlalu tinggi dan terlalu rendah (deflasi) adalah kondisi yang dihindari pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. 

Hal ini menyebabkan kehati-hatian dalam sejumlah kebijakan yang akan ditempuh. Pengendalian inflasi juga diwujudkan dengan membentuk tim pengendalian inflasi baik di tingkat pusat maupun daerah sehingga gejolak harga di tingkat masyarakat dapat terus terjaga. Kita optimistis pemerintahan berikutnya periode 2014- 2019 akan terus meningkatkan pengelolaan inflasi sebagai salah satu kebijakan utama perekonomian nasional. Pemerintahan ke depan juga perlu mewaspadai dan mengantisipasi normalisasi moneter

27

Page 28: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

dengan dinaikkannya suku bunga di Amerika Serikat yang direncanakan tahun 2015 dan tentunya akan memiliki dampak bagi perekonomian nasional. 

Koordinasi dan bauran kebijakan baik di sektor fiskal, moneter maupun riil perlu untuk terus ditingkatkan sebagai manifestasi kedisiplinan serta kehati-hatian dalam pengelolaan kebijakan perekonomian nasional. Dengan upaya ini, kita berharap perekonomian nasional akan terus tumbuh kuat, berkualitas, dan semakin bertenaga dalam mewujudkan pembangunan yang sedang berjalan.

PROF FIRMANZAH PhDStaf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan

Harga BBM dan MEA 2015

28

Page 29: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Koran SINDO

26 Agustus 2014

Beberapa pekan terakhir, media massa ramai memberitakan wacana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Namun hingga kini belum ada kejelasan kapan dan berapa besaran kenaikan harga BBM. Padahal kepastian itu sangat dibutuhkan pelaku usaha, terutama untuk menghitung rencana bisnis di masa mendatang.

Sebagian besar pelaku usaha sebenarnya tidak mempersoalkan jika pemerintah benar-benar menaikkan harga atau membatasi konsumsi BBM asalkan berlaku di semua daerah. Tapi kalau hanya berlaku pada satu daerah tertentu dikhawatirkan bisa menimbulkan kelangkaan. Para pelaku usaha ketika hendak membuat keputusan bisnis harus terlebih dahulu berhitung. Bagaimana ongkosnya, berapa tarif listrik dan air, bagaimana tingkat inflasi, dan berapa suku bunganya? Untuk itu pelaku usaha membutuhkan kepastian. Pelaku usaha membutuhkan setidaknya tiga bulan untuk menyusun perencanaan.

Tidak bisa mendadak. Jadi kalau rencana kenaikan harga BBM ini tidak juga diumumkan, bagaimana pelaku usaha bisa berhitung? Ada baiknya pemerintah tidak khawatir mengeluarkan kebijakan yang tidak populis. Daripada tidak memberikan kejelasan, itu sama saja telah menyandera perekonomian. Pemerintah bisa mengimbangi kenaikan harga BBM dengan kebijakan prorakyat. Misalkan saja membebaskan pajak masuk onderdil kendaraan sehingga pelaku usaha bisa menurunkan tarif yang dikenakan kepada masyarakat.

Untuk bisnis penyewaan (rental) kendaraan, pada tiga hingga enam bulan pertama pascakenaikan harga BBM akan terimbas negatif. Ini karena konsumen akan mengurangi mobilitasnya. Apalagi BBM merupakan bagian terpenting bagi operasional perusahaan rental kendaraan. Jadi kemungkinan akan banyak perusahaan rental yang mengurangi kendaraan yang disewakan. Karena itu rencana ekspansi kemungkinan akan direm dulu. Setelah pasar bisa menerima kenaikan harga BBM, bisnis akan kembali bergerak. Selama ekonominya maju, kebutuhan transportasi, baik orang ataupun barang, akan naik.

Saya rasa semakin lama orang semakin peduli untuk tidak perlu berinvestasi di kendaraan. Semisal suatu perusahaan, kalau mempunyai 20 mobil saja, dengan asumsi harga mobil Rp150 juta per unit, maka harus mengeluarkan dana sekitar Rp3 miliar untuk membeli aset yang tidak produktif. Akan lebih menguntungkan jika dana sebesar itu dipergunakan untuk membiayai kebutuhan di bisnis intinya, seperti membeli mesin, sehingga kinerja perusahaan menjadi lebih efisien. Apalagi dengan menyewa kendaraan, pelaku usaha tidak lagi harus berpikir mengurus administrasi seperti perpanjangan STNK atau ketika ada musibah kecelakaan.

Dengan demikian aktivitas bisnis pelaku usaha tidak terganggu. Jadi saya yakin, bisnis rental

29

Page 30: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

kendaraan akan terus berkembang di masa mendatang. Saat ini, pemain-pemain besar bisnis rental kendaraan ada 5-10 perusahaan. Kita memiliki market share di kisaran 13-14%. Kalau bicara potensi pasar, kira-kira bisa 1,5 juta unit. Padahal sekarang suplainya baru di kisaran 150.000-an unit kendaraan. Jadi masih banyak ruang bagi industri ini untuk terus berkembang. Di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015, ancaman perusahaan penyewaan kendaraan asing tidak terlalu mengkhawatirkan.

Mereka kan tidak memiliki local knowledge, semisal bagaimana cara mengembangkan dan mengurus driver di sini. Mereka tidak memiliki kemampuan itu karena di luar negeri lebih banyak yang self driving. Berbeda dengan di sini di mana sebagian besar sudah menggunakan driver. Jadi menurut saya, pada era MEA bisnis kita tidak akan banyak terganggu karena bisnis modelnya lain.

Bisnis ini butuh modal besar. Ibaratnya seperti menanam pohon, tumbuhnya bisa empat tahun lagi. Kalau kita mau terus tumbuh, ya harus berinvestasi. Selain itu, pembiayaannya juga berbeda. Kalau di luar negeri cost of money-nya murah karena tingkat suku bunga rendah. Di Indonesia umumnya bisa 14%.

Itulah sebabnya masuk ke Indonesia tidaklah gampang. Apalagi Indonesia adalah negara kepulauan. Di ASEAN yang seperti kita hanya Filipina, lainnya daratan. Kalau seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam itu bisa langsung melalui darat. Kalau mau ke Indonesia naik apa? Naik pesawat atau kapal laut. Jadi tidak gampang bagi perusahaan rental kendaraan asing masuk ke Indonesia. Malah kita berpikir berencana masuk ke negara-negara lain. Tinggal melihat aturan-aturannya, memungkinkan tidak kita main ke sana.

PRODJO SUNARJANTO Direktur Utama PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) 

Pemimpin Puncak yang Meredup

30

Page 31: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Koran SINDO

26 Agustus 2014

Seminggu ini berita di berbagai media dipenuhi oleh pengajuan pengunduran diri Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan. Berbagai media menyampaikan berbagai spekulasi atas alasan tersebut. Mengapa pemimpin puncak perusahaan yang begitu baik kinerjanya memilih untuk mundur?

Sebagai sebuah perusahaan yang berorientasi profit, Pertamina memiliki kinerja yang baik. Pada saat produksi minyak nasional cenderung menurun, Pertamina berhasil meningkatkan produksinya hingga menjadi yang terbesar di Indonesia untuk saat ini. Pendapatan Pertamina mencapai USD71,1 miliar pada 2013. Angka tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2012 yang mencapai USD70,9 miliar. Selain pendapatan, kinerja perusahaan juga meningkat secara baik. Dari berbagai lini bisnisnya, hanya bisnis LPG nonsubsidi 12 kg yang mengalami kerugian sebesar 5,7 triliun. Secara akumulasi, Pertamina membukukan laba bersih senilai USD3,07 miliar pada 2013.

Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 11% dari tahun sebelumnya, dari USD2,77 miliar. Bila dilihat lebih jauh lagi, Pertamina mengalami kenaikan laba bersih sebesar 97% dari tahun 2009 yang tercatat USD1,55 miliar. Seluruh kinerja keuangan yang superior itu tercermin saat Pertamina berhasil masuk pada jajaran perusahaan terbesar di dunia, Global Fortune 500, pada 2013 dan berhasil mempertahankannya pada 2014. Mengelola perputaran uang hingga Rp2 triliun per hari, Pertamina merupakan BUMN yang strategis dan penuh dengan berbagai kepentingan.

Berbagai spekulasi didengungkan media mengenai keterkaitan pengunduran diri tersebut dengan aktivitas politik yang meningkat pada tahun ini. Dengan segala kenyataan bahwa Pertamina mengalami kinerja yang superior, direktur utamanya tetap memilih untuk mengajukan pengunduran diri. Mengapa pemimpin puncak perusahaan nasional yang berkinerja baik seperti Pertamina memilih untuk mengajukan pengunduran diri? Apakah tekanan menjadi pemimpin perusahaan dengan skala besar begitu penuh tekanan? Menteri BUMN Dahlan Iskan akhirnya menyatakan bahwa pengunduran diri tersebut murni terkait alasan pribadi.

Meredup, Kehilangan Daya

Di tengah pekerjaannya, pemimpin perusahaan selalu menghadapi tantangan tertentu yang akan selalu unik pada setiap tempat dan waktu yang berbeda. Tantangan tersebut dapat menimbulkan stres. Dalam kondisi tertekan tersebut, para eksekutif tersebut mulai meredup. Mereka kehilangan cahaya guna menjadi pijar dan menginspirasi anak buahnya. Seakan kehilangan energi, mereka bagai lokomotif yang sedikit demi sedikit kehilangan daya. Saat

31

Page 32: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

pemimpin puncak sudah tidak dapat lagi menolerir tekanan dan stres yang dibebankan di pundak mereka, mereka perlu jalan keluar.

Salah satunya adalah berhenti dari jabatan mereka. Berbagai studi telah dilakukan untuk memahami kondisi yang dialami oleh para pemimpin organisasi seperti itu. Terdapat sebuah istilah teknis psikologi yang telah banyak digunakan untuk menggambarkan kondisi ini. Pemimpin perusahaan tersebut mengalami apa yang disebut sebagai burn out. Herbert J Freudenberger, seorang psikolog asal New York, menyampaikan karakteristik orang-orang yang mengalami burn out. Kondisi mental tersebut menggambarkan sebuah kelelahan kondisi mental yang biasa ditandai gejala tertentu.

Kelelahan mental tersebut tidak hanya mengambil wujud dalam gejala fisik seperti sakit kepala, namun juga berbagai gejala psikis seperti mudah marah, keraguan dan kecurigaan pada orang lain. Christina Maslach menggambarkan burn out sebagai sindrom kelelahan emosional dan sinisme. Pemimpin perusahaan yang mengalami kondisi ini dipahami memiliki enak karakteristik utama yang dapat diamati. Enam karakteristik tersebut adalah: (1) kelelahan yang berlebihan; (2) marah kepada mereka yang meminta sesuatu; (3) otokritik terhadap berbagai tuntutan yang menerpa; (4) Sinisme, berpikir negatif, dan mudah tersinggung; (5) merasa seolah-olah terkepung, dan; (6) emosi yang meledak-ledak.

Selain gejala dan tanda-tanda di atas, pemimpin perusahaan yang telah kehilangan daya sering kali memilih lari dari berbagai kondisi yang menekan tersebut. Mereka mengambil jalan keluar melalui sakit, absen, obat-obatan, alkohol, mengunjungi psikolog, hingga meditasi.

Kondisi yang Menyebabkan Burn Out

Kelelahan mental tersebut dipicu oleh sebuah kondisi yang menimbulkan tingkat stres yang tinggi. Harry Levinson menyampaikan dalam artikelnya yang masyhur beberapa kondisi yang menimbulkan pemimpin perusahaan mengalami burn out. Pertama, kesulitan berhubungan dengan banyak sekali pihak. Semakin besar dan strategis sebuah perusahaan, pemimpinnya mau tak mau harus berhubungan dengan banyak pihak. Menaruh perhatian pada begitu banyak pihak yang memiliki kebutuhan dan tuntutannya masing-masing, menimbulkan tekanan yang tidak berkesudahan bagi seorang pemimpin perusahaan.

Kedua, tekanan masalah waktu. Pemimpin perusahaan dewasa ini tidak dapat menunda suatu agenda tertentu mengingat signifikansinya. Mereka akan memiliki waktu yang sangat terbatas untuk keperluan mereka. Pada sebuah perusahaan yang mengelola juga barang publik yang terkadang harus segera mengikuti aturan pemerintah yang baru saja efektif tentu akan melahirkan tekanan waktu yang luar biasa.

Ketiga, kerumitan organisasi. Ukuran perusahaan baik dari segi aset, pendapatan, hingga jumlah karyawan tentu berbanding lurus dengan kerumitan organisasi. Dengan berkembangnya organisasi dengan merger, adopsi berbagai pendekatan manajerial seperti

32

Page 33: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

struktur matriks dan manajemen partisipatif, serta berkembangnya ukuran organisasi membuat pemimpin perusahaan harus bekerja lebih banyak orang.

Kerumitan organisasi tersebut melahirkan berbagai tekanan pada seorang pemimpin perusahaan. Pemimpin perusahaan pada dasarnya pasti mengalami tekanan. Namun, saat mereka memasuki fase burn out, bukan tidak mungkin mereka mengabaikan seluruh rasionalitas guna mendapatkan ruang agar dapat bernapas lega. Saya kembali teringat dengan kalimat nada sambung Karen Agustiawan yang ditampilkan dalam sebuah tajuk majalah terkait pengunduran dirinya, “Nomor telepon yang Anda hubungi kemungkinan disadap, berhati-hatilah dalam melakukan pembicaraan!” Mungkin hal tersebut adalah bentuk kelakar beliau di tengah kelelahan yang dihadapinya.

Bila disetujui pengunduran dirinya, Karen Agustiawan akan mengajar pada sebuah universitas bisnis top di Amerika. Membagikan kebijaksanaan yang telah direngkuh dalam memimpin sebuah raksasa BUMN dengan kinerja sehat di tanah air Indonesia. ●

ALBERTO HANANI Founder dan Managing Partner BEDA & Company 

RAPBN 2015 dan Transisi Kekuasaan

33

Page 34: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Koran SINDO

27 Agustus 2014

Pada 15 Agustus lalu presiden telah membacakan RUU APBN 2015 beserta nota keuangannya di depan anggota DPR. Postur RAPBN 2015 menyentuh angka Rp2.000 triliun (tepatnya Rp2.020 triliun). Jumlah ini terlihat sangat besar, namun sebetulnya jika dibandingkan dengan PDB yang sekitar Rp10.500 triliun tahun depan, anggaran itu kurang dari 20%.

Sungguh pun begitu, dari sisi penerimaan jumlah yang direncanakan hanya Rp1.762,3 triliun sehingga seperti tahun-tahun sebelumnya anggaran 2015 masih didesain defisit sebesar Rp257,6 triliun (2,32% terhadap PDB). Demikian pula, anggaran tahun depan juga mengalami defisit keseimbangan primer (jumlah penerimaan lebih kecil ketimbang pengeluaran di luar pembayaran utang), jumlahnya sebesar Rp103,5 triliun. Situasi ini terjadi sejak 2012 dan terus membesar hingga tahun depan.

Asumsi Makroekonomi

Data di atas menunjukkan bahwa pemerintah harus melakukan utang lagi tahun depan sebesar defisit tersebut, baik yang bersumber dari luar maupun dalam negeri. Informasi lain yang bisa disampaikan menyangkut porsi belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.379,9 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa Rp640 triliun. Dari sisi penerimaan, penerimaan perpajakan diharapkan menyumbang Rp1.370,8 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp388 triliun.

Ini berarti tahun depan rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) ditargetkan masih rendah seperti tahun-tahun sebelumnya yang selalu pada kisaran 12%. Sementara asumsi pertumbuhan ekonomi adalah 5,6%, inflasi 4,4%, suku bunga SPN 3 bulan 6,2%, nilai tukar Rp11.900/dolar AS, harga minyak mentah Indonesia (ICP) 105 dolar AS/barel/ hari, dan lifting minyak mentah 845 ribu barel/hari. Titik krusial dalam RAPBN 2015 adalah pos subsidi yang mencapai Rp433 triliun. Subsidi energi memakan porsi paling besar (Rp363 triliun) dan nonenergi Rp70 triliun.

Subsidi energi itu dibagi menjadi subsidi minyak (Rp291 triliun) dan listrik (Rp72 triliun). Sebaliknya, pos belanja yang dialokasikan untuk belanja modal sebesar Rp206 triliun. Hampir pasti pemerintahan baru akan merevisi subsidi ini, khususnya minyak, sehingga akan memengaruhi pencapaian asumsi makroekonomi (di samping realokasi belanja). Jika harga minyak dinaikkan, inflasi 4,4% menjadi tidak realistis. Tiap kenaikan harga minyak Rp1.000/ liter diperkirakan inflasi akan naik 1,0-1,2%. Demikian pula pertumbuhan ekonomi juga akan tertekan seiring kenaikan tingkat suku bunga yang tentu saja akan menekan pertumbuhan

34

Page 35: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

investasi.

Sementara asumsi nilai tukar sebetulnya juga rentan berubah bila inflasi meningkat yang mengakibatkan nilai tukar akan tertekan. Tahun depan rasanya pemerintah (baru) juga sulit untuk mencapai lifting minyak sebesar itu, paling tinggi pada kisaran 820 ribu barel/hari. Jika asumsi lifting berubah, jumlah impor minyak akan bertambah dan menyebabkan kenaikan jumlah subsidi.

Dengan mengandaikan kenaikan harga minyak Rp1.000/liter, tahun depan diperkirakan inflasi akan mencapai 5,5-6%, nilai tukar berpotensi menembus Rp12.000/USD, dan pertumbuhan ekonomi tertekan ke level 5,3% saja. Apabila harga minyak dinaikkan Rp2.000/liter, inflasi bisa mencapai 7% dan pertumbuhan ekonomi tertekan menjadi 5,0%. Pilihan-pilihan sulit ini yang akan diambil pemerintah dengan manfaat di satu sisi dan ongkos di sisi yang lain.

Program Strategis

Apa yang bisa dilakukan pemerintah mendatang agar anggaran lebih sehat dan berdaya? Isu pokok yang harus dijawab adalah mengembalikan keseimbangan primer. Dengan begitu, paling tidak dibutuhkan peningkatan penerimaan sebanyak Rp103,5 triliun atau penghematan sebesar itu. Menambah penerimaan sebesar itu rasanya sulit karena membutuhkan waktu dan upaya yang lebih keras. Demikian pula, PNBP juga tak mudah ditingkatkan. Jika dilakukan upaya yang sangat serius, mungkin hanya bisa diperoleh kenaikan penerimaan sebesar Rp90-100 triliun.

Dengan begitu, penghematan merupakan pilihan yang mesti diambil. Apa yang dapat dihemat? Beberapa pos yang bisa dikurangi adalah belanja barang, program yang tumpang tindih dan bukan prioritas, perjalanan dinas, pengurangan fasilitas pejabat, dan sebagainya. Dari sini bisa dihemat Rp30-40 triliun. Apabila skenario di atas berjalan, keseimbangan primer akan bisa dicapai sehingga defisit anggaran tinggal 1,5%. Meskipun belum ideal, defisit itu masih dapat diterima pada tahun pertama transisi kekuasaan. Persoalannya, kualitas alokasi belanja masih buruk karena belanja terkait motor pembangunan seperti belanja modal sangat sedikit.

Apa yang bisa dilakukan lagi? Tak ada cara lain, kecuali mengurangi subsidi (meski tak harus menaikkan harga minyak). Jika targetnya subsidi minyak tinggal Rp150 triliun, dapat ditambahkan ke belanja modal sehingga akan menjadi Rp300-an triliun. Sebelum kebijakan ini diambil, sebaiknya pemerintah menangani dulu masalah penyelundupan dan mafia impor minyak. Jika ini sukses, resistensi rakyat terhadap kebijakan penghematan atau kenaikan harga tidak akan terlalu besar. Pekerjaan rumah terakhir yang masih dapat dilakukan adalah merevisi program sesuai janji pemerintahan terpilih.

Isu yang harus masuk adalah pengarusutamaan pembangunan maritim, alokasi dana desa sesuai perintah undang-undang, reforma agraria, mitigasi liberalisasi perdagangan (khususnya

35

Page 36: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Masyarakat Ekonomi ASEAN), dan desain skema jaminan sosial semesta (termasuk di dalamnya pendalaman subsidi kesehatan, pendidikan, perumahan, pengangguran, dan lain-lain). Tentu saja program itu tak akan diselesaikan tahun depan, namun sudah harus dirintis sejak dini karena menyangkut janji yang telah diikrarkan. Kendala yang dihadapi juga banyak, terutama desain anggaran sudah dirumuskan oleh pemerintah sebelumnya. Namun, segala soal itu bisa dikelola selama terdapat komitmen yang utuh dan ketulusan hati.

AHMAD ERANI YUSTIKAGuru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya; Direktur Eksekutif Indef

Rahasia Bisnis

36

Page 37: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Koran SINDO

28 Agustus 2014

Suatu siang pada beberapa tahun silam. Saya menerima telepon dari seorang pemimpin perusahaan. Ia mengajak saya bertemu sambil makan malam.

Oleh karena tak ada agenda khusus, saya mengiyakan. Malamnya kami bertemu di sebuah restoran. Setelah basa-basi dan makan malam, sampailah ia pada tujuan utamanya. Ia mengambil setumpuk dokumen dari dalam tasnya. Katanya, itu dokumen tentang perusahaan kompetitor. Isinya sebagian besar tentang rencana masa depan sang kompetitor yang dibumbui dengan adanya analisis mengenai dugaan kecurangan-kecurangan mereka dalam berbisnis.

Untuk mendapatkan dokumen tersebut, ia mengaku harus membelinya dengan harga yang lumayan mahal dari sebuah institusi yang kerap disebut-sebut sebagai “pusat intelijen bisnis”. Ia berharap saya mau menuliskan materi yang dibawanya, terutama yang berisi tentang dugaan kecurangan tersebut, di media cetak. Lalu, panjang lebar ia menjelaskan tentang isi dokumen tersebut, termasuk menunjuk dugaan-dugaan kecurangannya. Kami menghabiskan waktu selama lebih dari tiga jam.

Ketika malam semakin larut, kami pun memutuskan untuk berpisah. Jangan salah, saya tak ingin berkisah tentang bagaimana kelanjutan dari dokumen tersebut. Tapi, yang ingin saya sampaikan adalah betapa di masa lalu kita begitu sulit mendapatkan dokumen-dokumen tentang rahasia bisnis, terutama milik kompetitor. Dokumen semacam itu, antara lain, berisi apa saja yang ingin kompetitor lakukan dalam setahun, dua atau bahkan lima tahun ke depan.

Kian Terbuka

Kini, era sudah berganti. Kondisi sudah berbalik 180 derajat. Mengelola perusahaan saat ini ibarat masuk ke dalam sebuah akuarium. Apa yang kita lakukan bisa dengan mudah dilihat banyak orang. Bahkan oleh kompetitor kita. Apalagi kalau perusahaan itu adalah perusahaan terbuka. Kita harus membuka semua data masa lalu. Dari situ, kompetitor bisa dengan mudah membaca jejaknya dan mencari peristiwa-peristiwa penting yang relevan, yang pernah terjadi pada masa lalu.

Berbekal informasi tersebut, ditambah dengan analisis dari para pakar, strategi bisnis kita pun begitu mudah terungkap. Tapi, hal yang sebaliknya juga bisa kita lakukan terhadap para kompetitor. Kita juga bisa dengan mudah mempelajari rekam jejak mereka dan strategi bisnisnya. Jadi, saat ini boleh dibilang nyaris tak ada rahasia bisnis yang bisa kita tutup-tutupi dengan sempurna. Kecuali mungkin kalau semuanya masih tersimpan di dalam kepala kita.

37

Page 38: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Belum dituliskan dan terlebih lagi belum dilakukan. Bagaimana rahasia bisnis yang di masa lalu tersimpan rapat-rapat, kini bisa dengan mudahnya tersingkap?

Semua itu terjadi berkat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Perangkat teknologi tersebut memang membuat pasokan data tiba-tiba menjadi berlimpah, tersedia di mana-mana. Ini memudahkan kerja intelijen bisnis. Di tangan mereka, data yang digali dari berbagai sumber tersebut kemudian mereka olah menjadi informasi sehingga memudahkan banyak pemimpin perusahaan untuk menganalisis situasi yang berkembang dan menyusun strategi bisnis. Mungkin karena semakin sulit menyimpan rahasia, kini banyak perusahaan malah menjadi tak segan memaparkan strategi bisnisnya.

Mereka dengan enteng memaparkan rencana-rencana bisnisnya hingga beberapa tahun ke depan. Itu mereka lakukan terutama untuk memikat perhatian para investor. Mereka tidak takut rahasia semacam itu diketahui para kompetitornya. Sebab, sebagaimana para kompetitor dengan mudah mengetahui rahasia bisnisnya, ia pun dengan mudah mencari tahu strategi para kompetitornya. Kondisi semacam inilah yang membuat platform bisnis berubah. Apa yang dahulu oleh banyak perusahaan dianggap sebagai rahasia bisnis, kini tidak lagi. Hari-hari belakangan ini kian sulit bagi kita untuk menyembunyikan rahasia bisnis.

Man Behind the Gun

Apa yang membuat perusahaan-perusahaan tersebut kini tak terlalu khawatir lagi jika strategi bisnisnya diketahui para kompetitornya? Rupanya, sehebat-hebatnya kita menyusun strategi bisnis, semua akhirnya terpulang pada sumber daya manusia (SDM)-nya. Apakah kita mempunyai SDM yang hebat, yang mampu mengeksekusi semua strategi yang tadi sudah dirumuskan. Jadi, ujung-ujungnya tetap man behind the gun. Maka, kini medan pertempuran berganti.

Mungkin strategi bisnis yang menjadi penentu, tetapi kemampuan untuk memperebutkan SDM-SDM yang andal kini menjadi jauh lebih menentukan. Para pemenang perang adalah perusahaan-perusahaan yang mampu mendapatkan dan mempertahankan SDM unggulannya. Buat perusahaan-perusahaan di Indonesia, kondisi semacam ini bisa menjadi masalah besar. Sebab di pasar tenaga kerja, pasokan SDM yang unggul jumlahnya sangat terbatas. Kondisi semacam inilah yang kemudian memaksa perusahaan untuk mengubah konsep rekrutmen, retain, talent management, termasuk juga sistem kompensasi dan lingkungan kerjanya.

Dulu banyak perusahaan besar tak terlalu peduli dengan sistem retain atau talent management dan pentingnya membangun lingkungan kerja yang kondusif. Untuk menahan SDM-SDM-nya, termasuk yang unggulan, mereka menganggap semuanya cukup dengan menaikkan gaji. Nyatanya strategi semacam itu sama sekali tidak bisa diandalkan. Meski ditawari gaji lebih tinggi, satu per satu SDM-SDM unggulan meninggalkan perusahaan itu. Mereka lupa bahwa banyak karyawan yang mencari sesuatu yang lebih dari sekadar gaji.

38

Page 39: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Imbasnya signifikan. Laju pertumbuhan perusahaan mulai melambat. Bahkan terancam stagnan. Bagaimana itu bisa terjadi? Sederhana saja. Persaingan yang kian sengit menghadapkan perusahaan pada semakin banyak masalah. Lalu, persaingan yang kian sengit juga memaksa perusahaan tak boleh berhenti berinovasi. Tapi, itu semua seakan-akan mandek karena perusahaan tak lagi memiliki SDM unggul yang mampu mencari solusi-solusi bisnis yang inovatif.

Sayangnya masih ada saja perusahaan yang kurang menyadari adanya fenomena semacam ini sebagaimana saya saksikan terjadi pada sebuah perusahaan besar yang tengah merintis usaha barunya. Akibat salah mengelola SDM-nya, kini satu per satu karyawan mulai meninggalkan perusahaan.

Mungkin perusahaan itu bisa menutupinya dengan merekrut karyawan-karyawan baru. Tapi, saya lihat itu akan menyisakan masalah besar. Membangun kesamaan visi dan chemistry agar sejalan dengan visi dan chemistry perusahaan, juga dengan karyawan lama, adalah masalah yang tidak mudah untuk diurus. Maka, jangan sembarangan mengelola SDM. ●

RHENALD KASALI Pendiri Rumah Perubahan

@Rhenald_Kasali

Mengupas Janji Ekonomi Jokowi-JK

39

Page 40: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Koran SINDO

28 Agustus 2014

Mahkamah Konstitusi telah mengukuhkan keputusan KPU yang menetapkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sebagai pemenang pemilu presiden 2014.   

Sangat banyak permasalahan bangsa yang dihadapi Indonesia, sehingga pembahasan arah kebijakan pemerintah periode 2014-2019 khususnya sektor ekonomi, perlu dilakukan sejak sekarang. Tidak sulit untuk menjanjikan sesuatu dalam kampanye politik untuk menarik dukungan kelompok masyarakat tertentu. Namun, tidak mudah untuk menyiapkan dan menerapkan program konkret yang berdampak positif. Kerap ada yang dirugikan pada suatu perubahan.   

Pendanaan serta sumber daya yang terbatas dan banyak prioritas lain. Beberapa negara maju bahkan mengharuskan para peserta pemilu untuk mengirimkan program ekonomi dan rancangan anggaran belanja pemerintah yang akan diterapkan bila menang pemilu, untuk dianalisis dampaknya oleh lembaga pemerintah yang netral dan kompeten.   

Dari Janji ke Aksi   

Apa saja janji ekonomi Jokowi-JK dan apa dampaknya pada ekonomi Indonesia bila diterapkan pada pemerintah 2014-2019? Janji kampanye Jokowi-JK terangkum dalam Nawa Cita yang terbagi dalam sembilan kategori. Tiga di antaranya terkait erat dengan ekonomi, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, serta mewujudkan kemandirian ekonomi. Indikator yang kerap digunakan untuk mengukur kualitas hidup adalah pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan lingkungan.   

Dalam Nawa Cita, hal ini akan dicapai dengan beberapa program, yaitu wajib belajar 12 tahun untuk anak usia sekolah, jaminan kesehatan, reformasi agraria 9 juta ha, dan jaminan sosial. Data Angka Partisipasi Kasar (APK) dari BPS tahun 2013 menyatakan bahwa 95,5% penduduk usia SD sedang menjalani pendidikan dasar. APK menurun pada tingkat SMP menjadi 72,7% dan terus menurun pada tingkat SMA menjadi 52,9%. Apabila tidak ada perubahan pada tingkat APK, dari 31,9 juta siswa SD maka 13,6 juta tidak akan lulus SMA. Bukan jumlah yang sedikit.   

Padahal pada tahun 2015, Indonesia akan menjadi bagian dari Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) di mana tenaga kerja terdidik dari negara ASEAN dapat bekerja di Indonesia. Rakyat yang tidak berpendidikan rendah akan sulit untuk bersaing dalam era KEA. Karena proporsi lulusan SMA yang masuk ke universitas masih rendah, Nawa Cita juga berjanji membangun lebih banyak SMK dan Politeknik serta kawasan industri untuk mendorong daya saing dan penyerapan tenaga kerja. 

40

Page 41: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Penyediaan lahan untuk petani membutuhkan sumber lahan untuk dibagi. Apakah berasal dari tanah pemerintah, tanah pemerintah yang dikelola swasta atau milik swasta yang masing-masing berbeda aspek legal serta kebutuhan dananya. Ketersediaan jaminan sosial dan kesehatan akan mengurangi risiko individual dan meningkatkan produktivitas masyarakat. Stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir menarik banyak investasi asing langsung (FDI). 

Namun, sebagian besar FDI ditanamkan di pulau Jawa yang relatif lebih baik infrastrukturnya. Padahal, lahan pulau Jawa terbatas dan konversi tanah subur pertanian menjadi pabrik atau perumahan membahayakan ketahanan pangan Indonesia. Bila dibiarkan, kondisi ini akan memperbesar kesenjangan Jawa dan luar Jawa. Nawa Cita Jokowi-JK menjanjikan akan tingkatkan daya saing dan produktivitas dengan membangun 1.000 km jalan, 10 pelabuhan dan 10 bandara. serta 10 kawasan industri. Akan dibangun juga 5.000 pasar tradisional untuk mendorong ekonomi rakyat. 

Apabila sebagian besar infrastruktur itu dibangun di luar Jawa, dampaknya akan besar pada pertumbuhan dan produktivitas jangka panjang Indonesia. Apalagi bila janji memotong proses izin bisnis menjadi 15 hari, yang selama ini banyak menghambat berhasil direalisasikan. Nawa Cita berikut menargetkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis. Program pada sektor ini adalah membangun kedaulatan pangan, energi, dan keuangan serta mendirikan bank petani/nelayan dengan fasilitas pengolahan pascapanen di sentra produksi dan sistem inovasi nasional. 

Jokowi-JK juga menjanjikan untuk tingkatkan elektrifikasi dan tarik 20 juta turis asing setiap tahun, yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendorong perekonomian. Secara umum, terdapat keterkaitan antara di mana sumber daya manusia yang lebih terdidik dengan infrastruktur yang lebih baik dan perpendek administrasi pemerintah (de-bottle necking) yang saling memperkuat (virtuous cycle). Namun, masih banyak pertanyaan dan kebijakan penting yang belum dijelaskan padahal perannya sangat besar. 

Detail dan Celah 

Satu pertanyaan penting yang belum tegas dijabarkan dalam Nawa Cita adalah, dari mana sumber dananya? Program rutin tahunan pemerintah sudah memakan banyak biaya, bagaimana biayai program yang perlu dana tinggi seperti perbaikan infrastruktur. Apalagi, setahun ini ekonomi Indonesia alami defisit perdagangan, penurunan perubahan, dan defisit fiskal. 

Dalam beberapa kesempatan Jokowi menyatakan akan menaikkan pertumbuhan ekonomi hingga menembus 7%, serta menaikkan tax ratio ke 16%. Subsidi BBM yang tahun ini diperkirakan menembus Rp200 triliun juga akan dihapus dalam lima tahun. Sumber-sumber dana tersebut akan digunakan dan dialihkan untuk biayai perwujudan janji kampanye. Namun, apakah jumlahnya mencukupi perlu didetailkan lebih lanjut dalam angka di APBN.

41

Page 42: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Petani di Indonesia terus terjebak dalam kemiskinan walau harga produknya meningkat. Produk mereka dibeli dengan harga murah, lalu dijual ke penduduk kota dan diekspor dengan keuntungan besar. Penguatan institusi dan pemberdayaan petani, yang tidak disebut dalam Nawa Cita, untuk memotong jalur distribusi menjadi syarat perlu (necessary condition) dari kemajuan sektor pertanian dan penyejahteraan petani. Tidak cukup dengan hanya membangun jalan dan penyediaan fasilitas pascapanen di pedesaan. Nawa Cita juga tidak mengupas kebijakan sektor pertambangan, industri dan perdagangan luar negeri yang besar peranannya dalam ekonomi Indonesia. 

Apakah memoratorium ekspor mineral mentah akan diteruskan atau dihentikan. Industri dan investasi apa yang akan didorong di Indonesia? Apa kriteria untuk ikut dalam kerja sama perdagangan bebas (Free Trade Agreement) yang beberapa kali kurang matang persiapan dan berdampak negatif? Kurangnya sinergi antara pemerintah pusat-daerah menjadi penyebab tidak efektifnya kebijakan pemerintah attitude sejak era desentralisasi. 

Pada debat topik ekonomi, Jokowi menyatakan bahwa akan dilakukan politik anggaran di mana jumlah dana transfer ke APBD akan dikaitkan dengan keselarasan program pusat-daerah. Kebijakan ini membutuhkan perubahan formula dana alokasi khusus, dana alokasi umum, dan dana perimbangan serta dekonsentrasi. Namun, harus juga diantisipasi bahwa pemerintah daerah yang alami penurunan dana transfer akan melakukan lobi dengan berbagai ke DPR.

Janji ekonomi Jokowi-JK adalah awal yang baik untuk kerangka kebijakan ekonomi 2014-2019. Namun masih diperlukan upaya serius dan konsisten dalam mendetailkan, mengimplementasikan, dan mengawasi pelaksanaan. Jangan sampai ada dusta antara kita. Dalam pidato pelantikannya sebagai presiden Amerika Serikat, John F Kennedy menyatakan banyak perubahan yang diajukannya tidak mudah diterapkan dan akan memakan waktu lama untuk diwujudkan. But let us begin. ● 

BERLY MARTAWARDAYA Ekonom dan Dosen di Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP) FEUI 

Politik Ruang Fiskal dan Subsidi BBM

42

Page 43: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Koran SINDO

29 Agustus 2014

Persoalan ruang fiskal dan beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) kembali menjadi perdebatan hangat di Tanah Air, sebagai akibat munculnya kelangkaan dan antrean BBM di beberapa daerah. 

Bila dirunut dari perjalanannya, kelangkaan BBM bersubsidi di beberapa kota, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur, terjadi karena diambilnya langkah pengendalian konsumsi BBM bersubsidi oleh Pertamina berupa pengurangan jatah BBM bersubsidi di setiap SPBU sebesar 5%. Langkah pengendalian ini sendiri merupakan antisipasi dari realisasi konsumsi BBM bersubsidi yang mencapai 22,9 juta kiloliter selama semester I/2014. Dari realisasi semester satu ini diprediksikan angka konsumsi BBM bersubsidi hingga akhir tahun bisa mencapai 47,261 juta kiloliter. Yang berarti, melebihi kuota Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 yang ditetapkan sebesar 46 juta kiloliter.

Pada saat yang sama, kelangkaan akibat langkah pengendalian PT Pertamina ini juga diperparah oleh desakan dari Rumah Transisi Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) ke pemerintah SBY-Boediono untuk menaikkan harga BBM secepatnya. Desakan ini menimbulkan spekulasi di masyarakat bahwa harga BBM bersubsidi akan dinaikkan secepatnya, yang menimbulkan panic buying dan penimbunan BBM bersubsidi di masyarakat. Maka tidak mengherankan di banyak tempat muncul antrean panjang, bahkan disinyalir hilangkan BBM bersubsidi dari SPBU.

Seruan menaikkan harga BBM bersubsidi dari Rumah Transisi, sebagaimana dijelaskan Presiden terpilih Joko Widodo, didasarkan kebutuhan atas satu ruang fiskal yang besar bagi pemerintah terpilih nanti untuk menjalankan program-programnya. Lebih lanjut, ruang fiskal ini dirasakan menyempit akibat adanya peningkatan jumlah subsidi BBM dalam RAPBN 2015 sebesar Rp44,6 triliun, hingga mencapai Rp363,53 triliun. 

Jadi sebenarnya seruan Rumah Transisi ini lebih menyorot RAPBN 2015, yang kini tengah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat, bukan terhadap APBN-P 2014. Namun merujuk pada hasil pertemuan kedua pemimpin di Bali (27/8), desakan untuk menaikkan harga BBM ini tidak digubris. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono bertekad untuk tidak menaikkan lagi harga BBM bersubsidi hingga akhir masa pemerintahannya pada 20 Oktober 2014 nanti. Beberapa alasan kuat yang dimiliki Presiden SBY adalah sebagai berikut: Pertama, harga BBM bersubsidi sudah dinaikkan oleh pemerintah pada Juni 2013. Dampak dari kenaikan ini adalah lonjakan inflasi dan jumlah penduduk yang hidup di dalam kemiskinan (lonjakan 0,72% dari perkiraan). Maka bila dipaksakan adanya kenaikan lagi pada 2014, sudah hampir bisa dipastikan hal yang sama akan terulang: inflasi akan meningkat begitu juga angka kemiskinan, yang berujung pada tambahan penderitaan rakyat.

43

Page 44: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Kedua, pemerintahan SBY juga sudah menaikkan harga tarif dasar listrik (TDL) dan berencana menaikkan harga LPG 12 kilo dalam waktu dekat pada tahun ini. Kedua hal ini dipastikan akan memicu tingkat kenaikan harga-harga dan menambah beban kehidupan rakyat. Karena itu, pemerintah tidak sampai hati untuk menambahnya dengan menaikkan harga BBM bersubsidi.

Ketiga, sejatinya dari kedua hal ini saja, kenaikan TDL, dan harga LPG 12 kilo, sudah terdapat ruang fiskal yang lebih dari cukup hingga akhir tahun. Sehingga tidak semestinya menggunakan alasan ini sebagai argumen menaikkan harga BBM bersubsidi pada APBN-P 2014. 

Keempat, terkait dengan APBN-P 2014, keputusan mengurangi kuota BBM bersubsidi dari 48 juta ke 46 juta kiloliter merupakan keputusan yang diambil bersama oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, yang di dalamnya juga terdapat fraksi-fraksi pendukung Jokowi-JK. Maka sebelum mendesakkan kenaikan harga BBM pada pemerintah SBY, ada baiknya Jokowi menanyakan terlebih dahulu ke partai-partai pendukungnya, termasuk ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang dahulu selalu menolak kenaikan harga BBM, apakah setuju dengan usulan kenaikan ini? 

Kelima, dalam APBN-P 2014 juga sesungguhnya terdapat catatan resmi yang memungkinkan pemerintah memasok BBM bersubsidi ke masyarakat lebih dari kuota yang ditetapkan sebesar 46 juta kiloliter. Akibatnya, lonjakan kuota seharusnya permasalahan yang harus dibesar-besarkan. Sementara kekurangan anggaran yang disebabkan lonjakan kuota ini, yang diperkirakan di dalam kisaran Rp35-38 triliun bisa ditutupi dari sisa anggaran lebih (SAL) APBN yang setiap tahunnya di kisaran Rp40-50 triliun, atau mengurangi lebih lanjut anggaran-anggaran kementerian/lembaga yang ada.

Keenam, dalam hal RAPBN 2015. Pemerintahan SBY sudah mengalokasikan kuota BBM bersubsidi yang lebih dari cukup sebesar 48 juta kiloliter pada 2015. Di mana alokasi ini seharusnya cukup sampai dengan akhir 2015 tanpa perlu melakukan menaikkan harga. Dengan kata lain, pemerintah SBY tidak meninggalkan bom waktu kebutuhan menaikkan harga subsidi BBM dengan memberikan pilihan opsi yang luas pada pemerintahan mendatang. Tentu saja pilihan yang diambil nanti tergantung pada pertimbangan politik Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla kelak. 

Ketujuh, dengan momentum dan dukungan politik yang masih hangat dari rakyat, sungguh sangat disayangkan bila presiden dan wakil presiden terpilih mereduksi pilihan kebijakan yang akan diambil semata-mata menjadi menaikkan harga BBM atau tidak. Ada banyak pilihan dan alternatif kebijakan yang bisa diambil, baik dalam jangka pendek maupun menengah untuk mengatasi lonjakan subsidi tanpa menaikkan harga. Apalagi dalam visi dan misinya, saya tidak mengingat pasangan terpilih ada menyebutkan akan menaikkan harga BBM. 

Yang saya ingat mereka akan melakukan konversi ke gas dan pembangunan infrastruktur,

44

Page 45: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

sebagai satu alternatif mengurangi subsidi BBM. Tentu saja menjadi hal yang patut dipertanyakan mengapa sekonyong-konyong terjadi perubahan pemikiran?

Alhasil, bisa disimpulkan bahwa pemerintahan SBY-Boediono memiliki alasan yang sangat kuat untuk mempertahankan harga BBM bersubsidi hingga pengujung masa baktinya pada 20 Oktober 2014. Desakan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dari presiden terpilih hanya meningkatkan tensi suhu politik yang bukan pada tempatnya, dan malah bisa menjadi bumerang dalam perjalanan mereka selanjutnya. ●

DR MOHAMAD IKHSAN MODJOEkonom Senior/Ketua DPP Partai Demokrat 

Diferensiasi Harga BBM untuk Keadilan45

Page 46: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Koran SINDO

1 September 2014

Tugas utama pemerintah adalah menjaga gawang keadilan. Hal ini karena pasar yang menghasilkan keseragaman harga buta terhadap perbedaan daya beli rakyat banyak. 

Tanpa menegakkan keadilan, keberadaan pemerintah menjadi tidak bermakna. Di negara liberal pun keberadaan pemerintah bertugas mengoreksi pasar dan merekayasa keadilan. Misalnya, pemerintah di berbagai negara menetapkan upah minimum yang bertujuan membuat keadilan pembagian nilai tambah antara pengusaha dan pekerja. Pada kesempatan atau ada momentum yang mengharuskan kenaikan harga BBM sekarang ini, sebagai penjaga gawang keadilan, pemerintah perlu memikirkan diferensiasi harga BBM sesuai daya beli masyarakat yang berbeda-beda. 

Jumlah subsidi dengan tingkat konsumsi sekarang ini memerlukan sekitar Rp360 triliun untuk menyubsidi pembelian BBM masyarakat. Subsidi ini tidak adil dan harus dihentikan karena dinikmati lebih besar oleh kelompok atas. Persoalannya, apakah kesempatan emas ini akan diselesaikan melalui jalan mudah, yaitu harga BBM bagi orang kaya dan miskin dinaikkan dengan jumlah yang sama? 

Katakanlah, harga diseragamkan pada Rp8.500 per liter. Itu bagi si miskin terasa berat, sedangkan bagi si kaya, walaupun subsidi sudah berkurang, tetap saja tidak tepat karena masih mendapat subsidi atas tindakannya mencemari udara. Dengan diferensiasi harga bisa diformulasi misalnya kelompok bawah hanya naik Rp500 atau tetap pada harga lama, tetapi kelompok atas tidak perlu diberi subsidi lagi mengikuti harga pasar di sekitar Rp11.000. 

Pilihan terakhir itulah yang perlu didiskusikan di sini karena menyangkut tugas utama pemerintah sebagai penjaga gawang keadilan. Berapa persen yang dianggap kelompok bawah dan atas? Katakanlah, setengah-setengah sehingga harga rata-rata yang dicapai Rp9.500 per liter. Dengan cara ini, kebutuhan subsidi jauh menurun dan diharapkan terdapat ruang fiskal baru Rp150-200 triliun yang sangat bermakna untuk membiayai infrastruktur dan pembangunan sumber daya manusia yang membentang begitu bervariasi dari Papua sampai Aceh. 

Diferensiasi harga merupakan cara yang tepat dan adil karena memperhatikan daya beli rakyat banyak. Program ini sebenarnya sudah ada dan bukan cara yang baru. Di bidang energi listrik sudah dilakukan dengan membuat harga berbeda antara pengguna keluarga miskin dan keluarga kaya untuk tujuan bisnis dan tujuan sosial. Di bidang BBM pemerintah melalui Pertamina juga sudah membuat ketentuan diferensiasi harga dengan menjual beberapa jenis BBM seperti premium yang merupakan BBM bersubsidi dan pertamax yang tidak bersubsidi. 

46

Page 47: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Kenaikan harga BBM secara sama memang memudahkan administrasi pemerintah di mana premium mendekati pertamax tidak lain adalah mengikuti nature pasar, tetapi itu bagaimanapun menghilangkan derajat peran pemerintah sebagai penjaga keadilan. Ketidakefektifan diferensiasi harga sekarang disebabkan oleh kegagalan pemisahan konsumen. Seperti tertuang dalam peraturan pemerintah, kendaraan dinas pemerintah, BUMN, BUMD, sektor pertambangan, perkebunan, dan kehutanan tidak diperkenankan mengonsumsi BBM bersubsidi. 

Kenyataannya, petugas SPBU kesulitan dalam menyaring kendaraan bermotor yang hendak mengisi BBM. Ketentuan larangan ini perlu ditambah dengan mobil pribadi keluaran lima tahun terakhir. Untuk memudahkan petugas, ketentuan perlu diubah bukan siapa yang tidak boleh yang tentu saja menyulitkan petugas dalam beberapa menit, tetapi siapa yang boleh dengan menyerahkan voucher, katakanlah, dua literan. Target group harus membeli voucher ini di toko-toko ritel sambil membantu UMKM. 

Kuantitas vs Harga 

Di samping masalah harga, BBM juga menghadapi masalah kuantitas. Jumlah penduduk yang besar kurang dikembangkan budaya menggunakan transportasi massal, tetapi dikembangkan mobil murah yang mendorong konsumen marginal menjadi konsumen riil. Akibat itu, bisa diduga kebutuhan BBM terus menanjak. Sementara produksi minyak Indonesia justru menurun selama sepuluh tahun terakhir dengan penurunan sekitar 5% per tahun dari 1,094 juta barel per hari pada 2004 menjadi 850.000 barel pada 2013. 

Sekali lagi, sebenarnya moda transportasi massa kita misalnya kereta api Jabodetabek merupakan pilihan yang sangat baik, terutama bagi yang ingin terhindar dari kemacetan. Beberapa hal dapat ditingkatkan seperti jumlah armada masih kurang sepadan dengan jumlah penduduk sehingga masih berdiri berdesakan. Bila armada ditambah dan ruang berdiri diberi tambahan kursi, kenyamanan akan meningkat. Soal keamanan seperti pencopet dan tindak kekerasan susila bisa diatasi misalnya dengan menambah dan mengefektifkan gerbong khusus wanita dan menugaskan militer teritorial untuk membantu polisi yang jumlahnya tidak mencukupi membantu keamanan transportasi. 

Guna menurunkan jumlah kendaraan yang menyedot lebih banyak lagi BBM dan akhirnya anggaran subsidi negara, pajak kendaraan harus dinaikkan. Dengan meningkatkan harga kendaraan baik roda dua maupun roda empat, tentu laju pembelian kendaraan akan melambat dan laju kebutuhan kuantitas BBM akan bisa diperlambat. 

Lebih Jauh dengan Voucher BBM 

Bagaimana cara melakukan diferensiasi harga dengan tujuan meningkatkan skema keadilan di mana kelompok bawah membayar lebih rendah dan kelompok atas membayar lebih tinggi? Voucher sebaiknya dicetak oleh Perum Peruri dengan kualitas cetak seperti uang. Voucher ini

47

Page 48: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

dibeli oleh target group misalnya kelompok bawah, siswa dan mahasiswa, kendaraan umum, petani, dan nelayan. 

Pada masa depan mereka akan memiliki kartu kuota seperti kartu ponsel untuk membeli berapa banyak voucher yang bisa dibeli setahun. Pada jangka pendek ini, sebelum sistem elektronik siap, voucher tidak bisa dibeli oleh mobil pemerintah dan seterusnya yang didaftar dalam keputusan pemerintah yang selama ini dan perluasannya misalnya pemilik mobil yang berumur kurang dari lima tahun sehingga tercapai jumlah subsidi yang masuk akal. 

Dengan sistem voucher, SPBU tidak bisa menjual premium ke bukan yang berhak dengan uang tunai karena SPBU hanya bisa membeli BBM bersubsidi ke Pertamina juga dengan voucher. Apabila BBM dijual kepada yang tidak berhak dengan uang tunai, SPBU tidak bisa kulakan. Gagasan ini mungkin memiliki banyak kendala yang perlu disempurnakan di lapangan, tetapi yang penting wacana keadilan harus terus-menerus digulirkan untuk membantu si lemah dan memandirikan si kuat. ●

PROF BAMBANG SETIAJI Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta

Negara Maritim

48

Page 49: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Koran SINDO

1 September 2014

Visi Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk membangun negara maritim perlu dikaji dengan cermat sehingga dapat diimplementasikan untuk kemakmuran rakyat Indonesia. 

Kemaritiman adalah peradaban dunia karena kepentingan negara-negara di dunia akan sangat ditentukan bagaimana pengelolaan dan pemanfaatan laut untuk kemakmuran maupun keberlanjutan bangsa-bangsa di dunia. Demikian pula Indonesia yang 70% wilayahnya berupa laut dan lautan perlu meletakkan arah pembangunan sebagai negara maritim. 

Nenek moyang bangsa Indonesia pernah mencapai abad keemasan sebagai negara maritim saat Kerajaan Mataram dan Sriwijaya serta kerajaan lainnya di Nusantara yang ”menguasai laut” dari berbagai belahan bumi sehingga mendapatkan kemakmuran bagi rakyatnya dari laut melalui aktivitas ekonomi maupun perdagangan global dengan memanfaatkan laut. 

Zaman kejayaan maritim tersebut pudar pada masa penjajahan dan berimbas sampai sekarang. Orientasi pembangunan kurang mengintegrasikan pembangunan darat dan laut sebagai sebuah kekuatan pembangunan yang menyejahterakan bangsa Indonesia. 

Epistemologi Maritim 

Dalam mengembalikan kejayaan Nusantara, Indonesia harus mengedepankan visi pembangunan negara maritim. Untuk mewujudkan Indonesia sebagai sebuah negara maritim, harus dipenuhi empat kriteria kriteria: a) berdaulat di wilayah NKRI dan disegani negara lain atas wilayahnya; b) menguasai seluruh wilayah darat, laut, dan udara melalui ”effective occupancy” dan memiliki ”sea power” yang diandalkan secara nasional dan global; c) mampu mengelola dan memanfaatkan berbagai potensi pembangunan sesuai aturan nasional dan internasional; d) menghasilkan kemakmuran bagi segenap rakyat Indonesia. 

Dengan demikian, keterpaduan darat dan laut dalam pembangunan harus menjadi dasar spasial serta berorientasi pada wawasan nasional maupun global dengan mengutamakan kepentingan nasional. Perspektif pembangunan negara maritim juga didasari bahwa keberlanjutan pembangunan guna mencapai keberlanjutan bangsa Indonesia.

Negara maritim adalah negara yang berdaulat, menguasai, mampu mengelola dan memanfaatkan secara berkelanjutan dan memperoleh kemakmuran dari laut. Dengan demikian, apabila membicarakan negara, digunakan istilah negara maritim karena terkait kata sifat yakni mengelola dan memanfaatkan laut untuk kejayaan negaranya. Sedangkan kelautan adalah yang terkait artian fisik dan properti (physical property) yakni terkait sumber daya kelautan dan fungsi laut yang digunakan untuk mencapai negara maritim. Visi kelautan adalah visi dalam mendayagunakan sumber daya dan fungsi laut secara berkelanjutan untuk kemakmuran bangsa. 

49

Page 50: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Visi kelautan tersebut digunakan untuk menyatukan pembangunan yang berwawasan ke dalam (inward looking) yakni mengembangkan kemajuan Nusantara dan negara kepulauan dan wawasan keluar (outward looking) yakni mengembangkan berbagai kemampuan bangsa untuk menguasai potensi laut secara global sesuai peraturan internasional untuk kemakmuran bangsa Indonesia. 

Strategi Pembangunan Negara Maritim 

Kendati demikian, pembangunan bidang kelautan Indonesia belum berperan optimal dalam pembangunan ekonomi Indonesia karena berbagai kebijakan yang memarginalkannya. Ini karena sampai saat ini kebijakan pemerintah di bidang kelautan belum muncul sebagai sebuah arus utama (mainstream) kebijakan politik dan ekonomi dalam pembangunan bangsa sehingga pembangunan bidang kelautan jauh tertinggal dibanding pembangunan daratan. 

Berdasarkan kondisi yang dimilikinya seharusnya Indonesia kembali mengarusutamakan pembangunan kelautan sesuai jati diri bangsa. Dengan demikian, mewujudkan negara maritim memerlukan kebijakan kelautan (ocean policy) yang diharapkan dapat mewujudkan tujuan untuk menjadi negara maritim yang sejahtera. 

Dalam menjabarkan ocean policy menjadi sebuah mainstream pembangunan ekonomi nasional, pembangunan dituangkan dalam kebijakan-kebijakan nyata yang implementatif melalui kebijakan ekonomi kelautan (ocean economic policy), kebijakan tata kelola kelautan (ocean governance policy), kebijakan lingkungan laut (ocean environment policy), kebijakan pengembangan budaya bahari (maritime culture policy), dan kebijakan keamanan maritim (maritime security policy) sehingga lima pilar tersebut dijabarkan secara implementatif menjadi program pembangunan negara maritim. 

Kebijakan tersebut acuan pembangunan kelautan baik jangka pendek, menengah, maupun panjang dalam kerangka besar mengukir masa depan bangsa (reframing the future). Dengan demikian, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan serta fungsi laut dapat dilaksanakan secara holistik menyinergikan semua sektor yang berkaitan dengan pembangunan nasional. 

Dengan begitu, kelembagaan kementerian yang menangani laut yakni Kementerian Kelautan Perikanan dan koordinasi dengan kementerian terkait lainnya harus diperkuat dan bukan sebaliknya. Ini karena pada dasarnya satu sektor dan sektor lainnya baik yang memanfaatkan sumber daya daratan, laut, maupun udara akan saling melengkapi dan mendukung sehingga menghasilkan pemanfaatan pada tingkat optimal dari sumber kekayaan nasional dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional demi kesejahteraan bangsa Indonesia. 

Konsep ekonomi kelautan mengedepankan pembangunan ekonomi yang mendayagunakan sumber daya kelautan (ocean based resource) dan fungsi laut secara bijaksana sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia dengan

50

Page 51: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

didukung oleh pilar-pilar ekonomi berbasis daratan (land based economy) yang tangguh dan mampu bersaing dalam kancah kompetisi global antar bangsa (Kusumastanto, 2013). 

Aktivitas ekonomi di pesisir, laut, dan lautan sebagai ekonomi kelautan (ocean economy) terdiri atas tujuh sektor yakni perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri kelautan/maritim, transportasi laut, bangunan kelautan, dan jasa kelautan. Batasan secara spasial ekonomi kelautan adalah ke darat adalah wilayah kabupaten/kota pesisir dan ke arah laut adalah wilayah laut sampai ZEE Indonesia serta landas kontinen Indonesia (Kusumastanto, 1995). 

Keanekaragaman sumber daya di bidang kelautan terlihat dari jenis potensi yang dimiliki. Pertama, sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) seperti sumber daya perikanan beserta ekosistem laut dengan megabiodiversitasnya. Kedua, sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable) seperti sumber daya minyak, gas, dan berbagai jenis mineral lainnya. 

Ketiga, selain dua jenis sumber daya tersebut, juga terdapat berbagai macam fungsi dan jasa kelautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan nasional seperti transportasi laut, pariwisata bahari, energi terbarukan (pasang surut, OTEC, dan sebagainya), industri kelautan/maritim, dan jasa lingkungan laut. Potensi ekonomi diperkirakan minimal sebesar USD 171 miliar per tahun (Dekin, 2013) dan saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dalam pembangunan nasional.

Pengembangan perekonomian Indonesia belum memanfaatkan potensi kelautan dengan sungguh-sungguh yang ditunjukkan belum optimumnya perhatian terhadap ekonomi kelautan Indonesia. Potensi kekayaan pesisir dan laut belum menjadi basis ekonomi bagi pembangunan nasional. Ini dapat dilihat dari masih relatif tidak berkembangnya kontribusi ekonomi bidang kelautan dalam produk domestik bruto (PDB) nasional. 

Dibandingkan nilai ekonomi kelautan Jepang, Korea Selatan, China, dan Vietnam yang mampu menyumbang hingga 48% bagi PDB nasionalnya, tampak ekonomi kelautan Indonesia kurang berkembang walaupun potensi yang dimilikinya lebih besar. Proporsi ini bisa dikatakan besar jika dilihat panjang pantai dan kekayaan laut mereka memang relatif kecil jika dibandingkan Indonesia. Bila dilihat dari kontribusi bidang kelautan dan perannya dalam kehidupan masyarakat, cukup signifikan namun kurang berkembang. 

Berdasarkan perhitungan dengan berbagai keterbatasan data yang tersedia, sejak 1995-2005 kontribusi ekonomi bidang kelautan diperkirakan berkisar pada 20,06% pada 2000 hingga 22,42% dari total PDB pada 2005, sektor pertambangan (minyak, gas, dan mineral) memberikan kontribusi terbesar diikuti perikanan dan pariwisata bahari. Sektor-sektor yang ada dalam bidang ekonomi kelautan ini memiliki nilai incremental capital output ratio (ICOR) yang relatif baik. 

ICOR merupakan indikator untuk mengukur sejauh mana efisiensi dari suatu investasi di

51

Page 52: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

mana semakin rendah angka ICOR menunjukkan investasi yang dilakukan semakin efisien. Berdasarkan perhitungan tabel input-output 2005, nilai ICOR terendah terdapat pada sektor wisata bahari dengan nilai indeks ICOR sebesar 3,01. Ini menunjukkan bahwa sektor wisata bahari merupakan bidang yang paling efisien dalam penanaman investasi jika dibandingkan dengan bidang lain. 

Dalam efisiensi penyerapan tenaga kerja dapat digunakan adalah incremental labour output ratio (ILOR). Semakin besar nilai ILOR, penyerapan tenaga kerjanya akan semakin tinggi. Perhitungan pada 2005 menunjukkan koefisien ILOR terbesar adalah sektor perikanan sebesar 14,02. Ini berarti sektor perikanan merupakan sektor yang memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi. Karena itu, pengembangan sektor ini akan mampu menjadi sebuah solusi bagi pengurangan angka pengangguran. 

Kelautan adalah tumpuan masa depan Indonesia yang harus dikembangkan secara lestari dan mampu menyejahterakan segenap komponen bangsa di tanah airnya sendiri serta sebagai unsur utama dalam membangun Indonesia sebagai negara maritim. Dengan demikian, bidang kelautan sebagai arus utama dalam pembangunan negara maritim, pendekatan kebijakan yang dilakukan harus dilaksanakan secara terpadu antarsektor ekonomi dalam lingkup bidang kelautan maupun sektor ekonomi berbasis daratan bagi kemakmuran bangsa dan negara Indonesia.  

TRIDOYO KUSUMASTANTO Guru Besar Kebijakan Ekonomi Kelautan IPB Bogor

Standardisasi Pasar Modal ASEAN

52

Page 53: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Koran SINDO

2 September 2014

Tak lama lagi kita akan menghadapi implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau pasar bebas ASEAN. Seluruh pelaku bisnis di ASEAN harus bisa meningkatkan daya saing demi menghadapi pasar yang semakin terbuka. 

Salah satunya para pelaku usaha pasar modal di Indonesia dituntut dapat naik ke level standar internasional. Agar bisa bersaing dengan pelaku bisnis dari negara-negara lain, pelaku usaha pasar modal harus mempunyai standar yang sama. Dengan demikian, kita mempunyai lapangan bermain yang fair. Ini yang harus diutamakan terlebih dahulu. Bagaimana kita bisa memasuki MEA kalau standarnya tidak selevel? Di Amerika Serikat (AS), profesi analis keuangan yang telah memiliki sertifikasi ujian The Chartered Financial Analyst (CFA) pasti diakui di seluruh Negeri Paman Sam tersebut. 

Tidak hanya di AS, sertifikasi ini bahkan diterima di bursa saham seluruh dunia. Dengan memiliki sertifikasi ujian CFA, analis saham tersebut memiliki standar profesionalisme dan kompetensi yang tinggi. Tidak hanya di wilayah AS, sejumlah bursa saham Eropa juga mulai menerapkan standar maupun level yang sama di bidang sertifikasi profesi analis keuangan pasar modal. Sertifikasi standar yang digunakan Eropa yaitu The European Federation of Financial Analysts Societies (EFFAS). Seperti CFA, sertifikasi EFFAS bisa digunakan di seluruh bursa saham dunia. 

Bagaimana dengan ASEAN? Hingga saat ini standar profesionalisme dan kompetensi bagi analis keuangan yang sama tinggi levelnya di ASEAN belum ada. Pelaku usaha pasar modal seharusnya sudah mempunyai pegangan maupun standar dengan level yang sama. Kenyataannya di ASEAN, siapa yang lebih tinggi standar sertifikasinya diakui lebih bagus. Dari catatan saya, di Indonesia saat ini sudah ada ujian sertifikasi profesi di pasar modal. Ini dilakukan oleh panitia standar pasar modal, ujian sertifikasinya terdiri atas wakil perantara pedagang efek (WPPE) untuk pialang atau broker. 

Selain itu juga ada wakil penjamin emisi efek (WPEE) untuk profesi penjamin pelaksana emisi dan terakhir wakil manajer investasi (WMI) bagi profesi manajer investasi. Kenyataannya, sertifikasi yang memberikan standar penilaian profesionalisme dan kompetensi bagi pelaku usaha pasar modal nasional ini tidak berlaku di bursa saham lain di wilayah ASEAN. Sedangkan kebalikannya, standar sertifikasi dari negara lain misalnya Singapura bisa diakui di negara lain. 

Seperti yang saya katakan sebelumnya, siapa yang tinggi pasti diakui lebih bagus. Ini baru satu hal yaitu kompetensi di level yang sama bagi profesi analis keuangan. Masih banyak

53

Page 54: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

profesi lain dalam pelaku usaha pasar modal. Segala insan pasar modal di Indonesia seharusnya yang sudah dibilang qualified atau berkualitas diakui juga di tingkat ASEAN.

Untuk menyamakan standar, telah diadakan pertemuan di tingkat ASEAN. Pertemuan ini dihadiri tidak hanya perwakilan pemerintah masing-masing wilayah ASEAN, tapi juga dihadiri langsung oleh perwakilan tiap-tiap pelaku usaha pasar modal misalnya asosiasi-asosiasi profesi di pasar modal seperti asosiasi mutual fund/reksadana. Sepengetahuan saya, hal tersebut sudah berkali-kali dibicarakan di tingkat ASEAN. Kalaupun sudah mempunyai standar yang sama, tentu banyak perusahaan sekuritas nasional yang bisa ekspansi juga hingga ke bursa saham Malaysia, Singapura, dan Thailand. 

Dalam pertemuan tersebut, saya sempat membicarakan, apakah sertifikasi misalnya WPPE di Indonesia dianggap memenuhi standar negara lain di ASEAN. Kenyataannya belum diakui di negara lain dan baru akan menuju ke sana. Ini yang salah satunya menjadi pekerjaan rumah dalam menghadapi MEA 2015. Kedua, yang dilihat dalam pasar modal yaitu standar yang sama bagi pelaporan akuntansi keuangan. 

Di negara AS standar Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) menjadi pedoman standar akuntansi keuangan dalam pencatatan, perangkuman, dan penyusunan laporan keuangan sebuah perusahaan. Apakah ASEAN akan memiliki acuan pedoman yang sama di bidang akuntansi keuangan? Lalu, bagaimana caranya supaya pelaku pasar modal bisa mengejar karena waktunya tinggal sedikit? Memang harus sering diadakan seminar dan pertemuan. 

Dalam beberapa tahun terakhir regulator dan SRO (self regulatory organizations) sudah melakukan pembicaraan dengan kolega-kolega mereka, sesama regulator dan SRO di ASEAN. Namun, di level asosiasi-asosiasi profesi masih belum merasakannya. Misalnya pembahasan dari segi practice-nya, code of conduct-nya, dan standard operation procedure-nya (SOP). Selanjutnya dibahas individunya, kemudian kompetensi orangnya. Inti dan keseriusan dari pelaku pasar nasional yaitu harus menyamakan ke level playing field tersebut. Indonesia sudah pasti kalah kalau tidak mempunyai level yang sama. 

Ini bukan bicara kepintaran. Hanya bicara kelas yang bebas dan standar internasional. Itu yang harus kita kejar. Khusus Mandiri Sekuritas, kami telah memiliki kantor cabang di Singapura. Kenapa Singapura? Negara ini sudah dianggap sebagai financial hub dan mempunyai basic rules dengan negara lain seperti Malaysia dan Hong Kong. Singapura memiliki kemiripan regulasi karena sesama bekas koloni Inggris. 

Untuk bisa berkompetisi dengan negara ASEAN, kita harus mempunyai regulasi yang kurang lebih setara. Selain itu, sesama asosiasi profesi menyamakan lagi levelnya. Pelaku usaha pasar modal harus mempunyai dan menciptakan pegangan standar ASEAN yang sama. Ke depan tidak harus menggunakan level yang paling tinggi atau paling rendah.

54

Page 55: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Pertanyaannya, sekiranya kita belum siap, apakah bisa menunda keikutsertaan kita? Tentunya perlu ditentukan bersama dengan seluruh stakeholders mengenai batas waktu ini sehingga kita bisa siap berkompetisi dan mendapatkan manfaat dari implementasi pasar bebas ASEAN ini. ● 

ABIPRAYADI RIYANTO Direktur Utama Mandiri Sekuritas 

55

Page 56: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Subsidi Mandat Konstitusi

Koran SINDO

2 September 2014

Di bagian akhir pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II sempat terjadi gejolak sosial akibat kelangkaan (scarcity) semua jenis BBM di nyaris semua daerah. 

Situasi itu sebagai dampak dari pembatasan kuota BBM dalam APBNP 2014 yang dipatok dengan jatah BBM bersubsidi yang disalurkan sebanyak 46 juta kiloliter. Dalam APBNP 2014, pemerintah memangkas kuota BBM bersubsidi 2 juta kiloliter dari 48 juta kiloliter menjadi 46 juta kiloliter. Di sisi lain, di beberapa daerah juga terjadi panic buying, sehingga bahkan BBM nonsubsidi seperti pertamax dan solar nonsubsidi pun turut mengalami kelangkaan sebagai dampak dari eksternalitas kebijakan. 

Memang harus diakui, anggaran subsidi energi tahun ini naik drastis dari Rp282,1 triliun menjadi Rp350,31 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp50 triliun dimasukkan dalam anggaran tahun 2015 (carry over). Pemerintah saat ini dituduh telah ”mengijonkan” dana subsidi. Pemerintahan SBY beralasan, beban fiskal tahun ini sudah teramat berat sehingga harus mencuil lebih dulu jatah APBN 2015. Celakanya, bersamaan dengan lonjakan anggaran subsidi, sumber pemasukan dari setoran pajak juga kian seret. 

APBNP 2014 menetapkan setoran perpajakan sekitar Rp1.246,1 triliun, turun dari target APBN 2014 yang mematok Rp1.280,3 triliun. Alhasil, karena besar pasak daripada tiang, pemotongan anggaran belanja hingga Rp43 triliun pun jadi jalan pintas. Guna menutup jurang defisit yang semakin menganga, konon utang bakal digenjot. Perburuan utang baru bakal digenjot sekitar Rp66 triliun, dari sebelumnya Rp175,5 triliun menjadi Rp241,49 triliun. 

Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, tetap perlu berkaca pada makna penting subsidi sebagai salah satu instrumen pemerintahan (bestuursmiddel). Subsidi dalam teori hukum administrasi negara senantiasa diperlukan untuk mewujudkan tujuan pemerintah tertentu melalui alokasi APBN dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagai suatu negara yang bertipologi negara kesejahteraan (welfare state). 

Dengan demikian, meskipun subsidi dalam hitungan kuantitatif sering dilihat cukup banyak menyedot kapasitas fiskal dalam APBN, optik yang juga perlu digunakan untuk memaknai subsidi, termasuk dalam hal subsidi BBM, adalah subsidi merupakan instrumen pokok dalam negara kesejahteraan yang diperlukan untuk melaksanakan amanat konstitusi. Paradigma negara kesejahteraan yang dideklarasikan dalam Mukadimah UUD 1945 dan dikukuhkan dalam Pasal 33 UUD 1945 menjadi landasan konstitusional keharusan pemerintah selalu

56

Page 57: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

berpijak pada prinsip-prinsip dasar negara kesejahteraan dalam penyelenggaraan pemerintahan. 

Di beberapa negara lain pun subsidi terhadap BBM merupakan hal yang jamak dilakukan. Di Venezuela harga BBM seliter hanya USD0,05 atau setara Rp585, di Iran USD0,11 atau Rp1.287. Bahkan di Turkmenistan, negara yang terletak di perbatasan antara Asia dan Eropa ini, harga BBM hanya mencapai USD0,08 atau Rp936 per liter, lebih rendah dari harga sebungkus mi instan. Karena itu, sejatinya subsidi terhadap BBM juga menjadi sesuatu yang lazim dilakukan, karena hal itu merupakan konsekuensi dari amanat Pasal 33 UUD 1945 yang mengandung semangat negara kesejahteraan sebagaimana dideklarasikan dalam pembukaannya. 

Subsidi dalam negara kesejahteraan bersifat korektif dan redistributif, artinya subsidi diperlukan untuk memperbaiki social gap akibat terjadinya kesenjangan sosial sebagai implikasi perbedaan kemampuan ekonomi individual atau rumah tangga privat. Selain itu, subsidi diperlukan untuk meredistribusi alokasi anggaran negara untuk mengatasi atau sekurang-kurangnya meminimalkan kesenjangan sosial tersebut. Hanya, diperlukan struktur kebijakan, mekanisme penyaluran subsidi dan desain kebijakan subsidi berdasarkan tujuan, sasaran, dan besaran yang tepat. 

Di sisi lain, dinamika policy PT Pertamina, yang mengacu pada analisis bisnis dalam pengalokasian BBM bersubsidi berdasarkan kuota dalam APBN-P 2014 dan intervensi kebijakan pemerintah (baca: Menko Perekonomian) dengan konsiderasi situasi aktual sebagai implikasi gejolak sosial, justru memperlihatkan tak sinergisnya desain pengelolaan BUMN yang diserahi wewenang mengelola bidang usaha yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dengan politik kebijakan publik yang menjadi tanggung jawab negara. 

Pengelolaan BUMN 

Pengelolaan BUMN, yang kini merujuk pada UU Nomor 19/2003 tentang BUMN, terkesan terlalu kuat diwarnai cara pandang liberalistik. Akibatnya, semua BUMN didorong untuk diprivatisasi dengan tujuan untuk mengefisienkan pengelolaannya dan mencapai benefit sebesar-besarnya melalui penyertaan saham swasta di dalamnya. Bahkan, untuk BUMN yang mengelola bidang usaha dalam rangka memenuhi hajat hidup orang banyak (public utilities) juga tak ketinggalan dilakukan privatisasi. 

Parameter untuk mengukur kinerja BUMN yang mengelola kebutuhan vital rakyat atau public utilities pun kemudian nyaris tak berbeda dengan BUMN yang mengelola produk-produk barang privat yang kompetitif. BUMN yang tak berhasil meraih keuntungan sebanyak-banyaknya maka dianggap merugi, bahkan salah-salah bisa dijerat UU Tipikor karena kerugiannya dimasukkan dalam ranah merugikan keuangan negara/korupsi. 

Bidang-bidang yang berkaitan dengan kebutuhan vital rakyat yang memiliki karakteristik sebagai public utilities seperti listrik, gas, BBM, dan air seharusnya dikelola dengan

57

Page 58: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

pendekatan yang lebih mengutamakan pelayanan publik dengan tidak sekadar berhitung menggunakan cost-benefit analysis untuk mengukur kinerja pengelolaannya. Dengan demikian, parameter yang sama untuk mengukur kinerja badan-badan publik di lingkungan pemerintah kiranya lebih tepat untuk mengukur kinerja pengelolaan public utilities oleh berbagai BUMN tersebut. 

Itu akibat paradigma berpikir yang rancu dalam menentukan pengaturan terhadap BUMN yang mengelola public utilities–seharusnya diukur dengan indeks public welfare dan bukan dengan rasio laba/keuntungan. Subsidi yang menjadi kewajiban negara yang harus disalurkan melalui BUMN tersebut dihitung membebani APBN dan jika rugi dianggap sebagai kerugian negara. Berkaca pada semua hal di atas, kiranya menjadi suatu keharusan untuk mengembalikan paradigma tata kelola BUMN public utilities dalam semangat Pasal 33 UUD 1945 untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

Desain subsidi yang tepat dan didukung mekanisme pengelolaannya yang selaras dengan filosofi welfare state sebagai mandat dari Pasal 33 UUD 1945 diharapkan dapat memperbaiki pengelolaan benda-benda publik (public goods) yang langsung bersentuhan dengan hajat hidup rakyat. Di sinilah komitmen mewujudkan welfare state pemerintah (baik yang sekarang maupun yang baru nanti) sedang diuji.  

DR W RIAWAN TJANDRA Pengajar Hukum Kenegaraan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta

58

Page 59: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Sistem Pembayaran Nontunai yang Kompetitif

Koran SINDO

3 September 2014

Kompetisi dalam sistem pembayaran akan menyebabkan kontribusi pembayaran nontunai dalam masyarakat semakin meningkat karena tidak ada dead weight loss dalam perekonomian. 

Pergeseran yang sedang berlangsung dari sistem pembayaran tunai dan kertas ke sistem pembayaran elektronik berpotensi membawa manfaat ekonomi yang besar. Namun, kartu pembayaran pada khususnya tetap mahal untuk pedagang, dan regulasi mungkin memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan. Tidak ada konsensus di antara para ekonom dan pembuat kebijakan tentang apa yang merupakan struktur biaya yang efisien untuk pembayaran berbasis kartu, dan tidak jelas apakah kompetisi pembayaran mungkin melakukan trik. 

Peraturan harus diarahkan untuk menghilangkan hambatan masuk di pasar pembayaran dan melarang pembatasan pedagang (harga). Jamie B Steward, Chief Operating Officer Bank Sentral New York, mengatakan: ”Given the electronic nature of most securities, the payments system depends on an extensive communications network to maintain transaction flow. Any blockage in one segment of the payments system can cause gridlock throughout the network and have spill over effects on the financial markets and eventually on the real economy. One of our missions at the Federal Reserve is to make sure such gridlock does not occur.” 

Hambatan itu dapat dihindari jika ada kompetisi yang sehat. Sementara di OECD secara keseluruhan, kompetisi OECD pada kompetisi dan penggunaan kartu pembayaran yang efisien dan terutama berfokus pada: Pengembangan instrumen pembayaran baru dan meningkatnya persaingan di sektor pembayaran secara umum; isu-isu kunci yang berkaitan dengan industri pembayaran yang telah ditantang selama beberapa tahun terakhir (yaitu kewajiban fee pertukaran, aturan nonbiaya tambahan dan kehormatan-semua-kartu); biaya dan manfaat dari fitur tersebut, dan dampak mengatur industri pembayaran. 

Industri pembayaran telah mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir dengan perkembangan teknologi baru dan pendatang baru. Otoritas persaingan dan regulator sektoral harus berhati-hati, khususnya saat mempertimbangkan intervensi dalam pasar yang bergerak cepat dengan perubahan permintaan konsumen dan pola pasokan. Sebelum otoritas melakukan intervensi, harus jelas bahwa tindakan penegakan hukum yang dilakukan proporsional dan perlu untuk melindungi konsumen dan bahwa setiap langkah perbaikan yang dikenakan akan menguntungkan konsumen. 

59

Page 60: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Oleh karena itu diperlukan penilaian alternatif mengenai apakah suatu peraturan baru akan menghilangkan kelebihan dari peraturan status quo. Otoritas kompetisi harus melanjutkan dengan penanganan khusus ketika mempertimbangkan apakah akan campur tangan dalam industri teknologi tinggi yang mengalami transisi dengan cepat. Intervensi yang terlalu cepat dan terlalu agresif dapat menghambat inovasi dan pertumbuhan pasar masa depan. 

Hal ini sangat relevan dengan industri pembayaran yang telah mengalami kemajuan teknologi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Kemajuan ini bisa dilihat pada beberapa area seperti pembayaran seluler yang saat ini ada pada tahap awal. Ada sedikit keraguan di antara para pemangku kepentingan dalam industri pembayaran bahwa inovasi telah menjadi semakin marak di sektor ini dan bahwa, sebagai akibatnya, industri pembayaran berubah dengan cepat. 

***

Ada berbagai produk dan teknologi baru dan muncul, khususnya di bidang pembayaran elektronik (e-payment) dan pembayaran seluler (m-payment). Harapan yang besar muncul pada model bisnis baru dan banyak pemain yang bekerja secara paralel dengan skema kartu pembayaran. Sebagai contoh, di Inggris, kompetisi di antara penyedia berbasis nonkartu masih berkembang. 

Pemain online besar seperti PayPal dan Google telah memasuki ruang ini, sementara operator berbasis seluler di Inggris seperti Mobile Money Network telah mengombinasikan dengan pedagang untuk menawarkan layanan pembayaran seluler kepada pelanggan. Atau contoh lain pengembangan sistem pembayaran yang berkembang baik di Norwegia. Pada 2009, Bank Sentral Norwegia (Norges Bank) melakukan penelitian biaya sistem pembayaran Norwegia. 

Analisis mencakup biaya sosial yang terkait dengan kartu pembayaran, giro dan uang tunai. Biaya sosial untuk menggunakan dan memproduksi layanan pembayaran ini diperkirakan mencapai NOK11,16 miliar pada 2007, setara dengan 0,49% dari PDB. Survei rumah tangga menunjukkan bahwa pembayaran tunai menyumbang 14% dari nilai pembayaran dan 24% dari jumlah transaksi pada titik penjualan di Norwegia. 

Dibandingkan dengan negara-negara lain ini adalah angka yang relatif rendah. Sistem kartu pembayaran Norwegia sangat dipengaruhi oleh sistem kartu debit nasional BankAxept. BankAxept, yang dimiliki oleh bank yang beroperasi di Norwegia melalui asosiasi perbankan FNO, berfungsi tanpa fee pertukaran. Bank yang beroperasi di Norwegia (memegang lisensi perbankan adalah persyaratan) dapat bergabung dengan skema BankAxept dengan membayar fee akses. Fee dalam skema BankAxept sangat rendah bagi pedagang dan pemegang kartu. 

Pedagang biasanya membayar per transaksi fee antara NOK0,0- 0,30 dan biaya bulanan pedagang sekitar NOK125. Sementara itu, skema internasional yang beroperasi di Norwegia adalah Visa, MasterCard, American Express, Diners Club, JCB, dan UnionPay. Visa

60

Page 61: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

dikeluarkan oleh sebagian besar bank yang beroperasi di Norwegia (136 bank-bank penerbit pada 2010), dan sering co-branded dengan BankAxept. MasterCard diterbitkan oleh sekitar 20 bank dan lembaga keuangan. American Express dikeluarkan oleh DNB, yang sejauh ini bank terbesar Norwegia, dan Diners Club diterbitkan oleh Diners Club Norge. 

JCB dan UnionPay tidak diterbitkan di Norwegia. Di antara skema kartu internasional, pangsa pasar agregat dari dua skema kartu utama telah stabil sekitar 90% dalam satu dekade terakhir. Ada enam pengakuisisi skema kartu internasional yang beroperasi di Norwegia (2011). Dua operator terbesar, Teller dan Elavon, adalah pengakuisisi murni, mengakuisisi Visa, MasterCard, dan JCB. Teller adalah satu-satunya yang mengakuisisi American Express dan UnionPay, sementara Diners Club Norge adalah pengakuisisi Diners Club di Norwegia. 

Tiga bank lain— Nordea, Handelsbanken, dan Swedbank, juga mengakuisisi transaksi Visa dan MasterCard di pasar Norwegia. Teller dan Elavon memiliki pangsa gabungan 50-80% (2011). Pertumbuhan tahunan volume skema kartu internasional adalah dua kali lipat dari BankAxept. Dalam hal jumlah transaksi, pertumbuhan kartu skema internasional adalah 60% lebih tinggi dari pertumbuhan BankAxept. Perbedaan pendapatan aktual dan potensial dari fee dalam skema BankAxept dibandingkan dengan skema kartu internasional dapat mendorong bank untuk lebih memilih yang skema kartu internasional dan juga dapat menghambat inovasi dan promosi skema BankAxept. 

Seiring dengan itu, jaringan kartu kredit mulai membuat perubahan yang signifikan untuk operasi mereka sendiri. Visa dan MasterCard meluncurkan berbagai macam program-program kartu kredit yang disebut ”premium”, dengan imbalan yang lebih tinggi dan manfaat lainnya (seperti layanan concierge 24 jam). Beberapa pedagang mendesak regulator untuk menghilangkan fee pertukaran sama sekali, sementara yang lain merekomendasikan dengan menetapkan batas atasnya. 

Secara umum, respons yang disukai dari regulator di Uni Eropa adalah; untuk Visa dan MasterCard, Komisi Eropa menerima usaha untuk mengurangi fee pertukaran dan untuk meningkatkan transparansi biaya pertukaran. Dari penjabaran pengalaman pengembangan di beberapa negara, kita mendapatkan insight bahwa dalam mengembangkan sistem pembayaran nontunai yang kompetitif harus ada keseimbangan antara biaya dan risiko!

ACHMAD DENI DARURIPresident Director Center for Banking Crisis

61

Page 62: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Budaya Akuntabilitas

Koran SINDO

4 September 2014

Saya ajak Anda mengikuti kisah berikut. Fast Grill, perusahaan makanan, tengah merumuskan berapa pertumbuhan profit yang harus dicapai agar perusahaan tetap bertahan di tengah sengitnya persaingan bisnis. 

Dalam suatu rapat, jajaran manajemen membahas beberapa angka. Ada yang menyebut 3,5%, lalu lainnya 5,5%, tapi ada juga yang usul 7,5%. Jadi, berapa angka pastinya? Mereka menoleh ke sang CEO. Jawaban sang CEO kurang lebih begini, “Antara 3,5% dan7,5%.” Semua peserta rapat bingung. Sang CEO menjelaskan, 3,5% adalah angka yang akan mereka sodorkan ke pemegang saham. Lalu, 5,5% angka yang mestinya bisa mereka capai. Kemudian, angka 7,5% adalah angka bisa diraih jika seluruh jajaran perusahaan betul-betul bekerja keras dan mau memaksa diri.

Jadi berapa angkanya? Ketidakjelasan semacam ini bisa menimbulkan masalah bagi perusahaan. Angka mana yang menjadi pegangan bawahan ketika akan membuat rencana kerja untuk mencapai hasil yang diharapkan. Rencana kerja untuk mencapai pertumbuhan profit 3,5% tentu sangat berbeda dengan target 5,5%, apalagi yang 7,5%. 

Kasus yang menimpa Fast Grill, saya kira, menimpa kita juga. Kita kerap mengalami kesulitan untuk menetapkan satu target yang jelas dan terukur. Kalau targetnya terlalu tinggi, kita khawatir tidak akan tercapai sehingga bisa mencoreng reputasi jajaran manajemen. Sementara kalau angkanya terlalu rendah, kita juga cemas para pemegang saham akan menilai kita terlalu malas. 

ATL vs BTL 

Bagaimana kondisi semacam ini bisa terjadi? Roger Connors dan Tom Smith (2004) menuturkan, kasus itu adalah potret dari kurangnya pengembangan budaya akuntabilitas (culture of accountability) di dalam perusahaan. Membangun budaya semacam ini jelas bukan pekerjaan satu malam. Di dalam perusahaan, kita bisa memulai dengan memilah-milah perilaku karyawan dalam dua kelompok yang berbeda secara ekstrem. 

Yakni kelompok dengan pemikiran dan perilaku yang bertanggung jawab dan kelompok yang tidak bertanggung jawab. Kelompok pertama (bertanggung jawab) saya sebut sebagai drivers dan kelompok lainnya passengers. Pada kelompok drivers tampak, setiap menjumpai permasalahan, mereka akan berpikir dan bertindak dengan penuh tanggung jawab. Sementara

62

Page 63: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

mereka yang passengers, apalagi yang bad passengers, biasanya akan terperangkap dengan mulai mencari siapa yang salah dan merasa selalu menjadi korban.

Hidup tidak selalu lurus. Jadi wajar saja jika suatu saat kita terperangkap masuk dalam kelompok passengers. Itu alamiah. Siapa manusia yang tak pernah melakukan kesalahan? Tapi, kita jangan juga terus membiarkan diri terperangkap di kotak penumpang itu. Begitu sadar, segeralah keluar. Sebab mereka yang berada di kelompok penumpang biasanya tak akan pernah bisa memberikan hasil positif bagi perusahaan.

Sementara kelompok drivers akan selalu menjadi bagian dari solusi bagi perusahaan. Setiap kali menemukan masalah, mereka akan selalu mencari cara-cara untuk mengatasinya. Bagi mereka, setiap masalah adalah peluang untuk menjadikan dirinya lebih maju lagi ketimbang sekadar mencari-cari alasan atas suatu kegagalan. Kelompok ini biasanya akan fokus pada apa yang bisa mereka lakukan ketimbang pada apa yang tidak bisa mereka lakukan. 

Membangun Drivers 

Untuk membangun lebih banyak kelompok drivers yang disebut above the line (ATL) oleh Connors dan Smith, pertama-tama kita harus menyadari pentingnya mengenalkan tahap-tahap menuju budaya akuntabilitas, yakni See It, Own It, Solve It , dan Do It . See It artinya kita akan terus mencari perspektif baru dari orang lain, berkomunikasi secara jujur dan terbuka, selalu menawarkan dan meminta feedback, siap mendengarkan hal yang paling sulit sekalipun sehingga kita memahami kenyataan yang sebenarnya. Sikap ini bisa diterapkan secara bolak-balik. 

Misalnya, dari atasan ke bawahan atau bawahan ke atasan, unit yang satu dengan unit yang lain, atau ke sesama rekan kerja. Mereka adalah mitra-mitra yang akan membantu kita agar berani menghadapi kenyataan. Setelah itu kita jadikan pengalaman tersebut sebagai investasi pribadi atau Own It . Pada tahap ini biasanya kita mulai selalu menyinergikan pekerjaan kita dengan rencana perusahaan. Bila kita mampu melakukannya, akan muncul rasa memiliki. 

Jadi, kepemilikan ini sangat tergantung pada kemampuan kita mengaitkan antara di mana kita, apa yang sudah kita lakukan pada hari ini dengan akan ke mana kita dan apa yang akan kita lakukan. Tahap Own It ini adalah jantung dari akuntabilitas. Solve It. Pada tahap ini dibutuhkan upaya yang gigih untuk mengatasi berbagai masalah yang menghadang upaya kita meraih hasil. Mereka yang sudah mencapai tahap ini bisa dengan mudah kita kenali dari pertanyaannya, “Apalagi yang bisa saya kerjakan?” Ini cerminan dari kesungguhannya dalam mengejar hasil, menghadapi permasalahan, dan meraih kemajuan. 

Tahap Solve It ini juga meliputi kemampuannya dalam menghadapi permasalahan lintas fungsi, kreativitas kita ketika mengatasi masalah, dan keberanian dalam mengambil risiko secara terukur. Do It. Tahap ini merupakan puncaknya. Ini berarti kita harus melakukan apa yang ingin kita lakukan, fokus pada yang menjadi prioritas, bertahanlah di kelompok ATL dengan tidak menyalahkan orang lain, dan terus menjaga kepercayaan yang sudah tumbuh.

63

Page 64: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Meski kita sudah melewati tiga tahap sebelumnya, untuk bisa bertahan pada kelompok ATL, kita harus melakukan tahap terakhir, Do It. 

Perilaku ATL inilah yang menjadi fondasi dari budaya akuntabilitas. Budaya ini hanya akan muncul jika kita menapaki tahap-tahap menuju budaya tersebut. Saat ini kita hidup di lingkungan di mana menjadi nomor satu adalah sesuatu yang penting. Kita juga hidup di lingkungan bisnis yang cepat berubah, entah karena kehadiran teknologi baru, inovasi atau perubahan regulasi. Maka, penting bagi kita untuk mampu dengan cepat mengubah budaya perusahaan. 

Semakin cepat kita bisa melakukannya, semakin cepat pula kita mendapatkan hasil dan semakin adaptif pula perusahaan merespons cepatnya perubahan lingkungan bisnis. Ingat, dahulu kita mampu meraih hasil melalui budaya kerja lama. Tapi, dengan berubahnya lingkungan bisnis, mungkin kita tak akan pernah mampu meraih hasil yang sama dengan hanya mengandalkan cara-cara kerja dan budaya kerja yang lama. 

Kata Albert Einstein, kita bisa gila jika berharap memperoleh hasil yang berbeda dengan hanya melakukan hal yang sama. Sesederhana itu. Maka, penting bagi seorang pemimpin untuk mampu membangun budaya kerja baru di perusahaannya. ● 

RHENALD KASALI Pendiri Rumah Perubahan

@Rhenald_Kasali 

64

Page 65: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Kembali ke Rupiah dan Menyikapi Pergerakannya

Koran SINDO

4 September 2014

Fluktuasi nilai tukar rupiah tidak terlepas dari permasalahan struktural, baik dilihat dari skala makro maupun mikro. Pembentukan kurs rupiah di pasar uang juga hasil dari mekanisme penawaran dan permintaan valuta asing (valas). 

Kecenderungan pasar sangat dipengaruhi sentimen sebagian besar pelaku pasar. Saat kecenderungan nilai tukar rupiah menguat, pada umumnya pelaku pasar akan menjual mata uang asing yang mereka miliki. Demikian pula sebaliknya, ketika rupiah mengalami pelemahan, pelaku pasar akan mengambil posisi melepas rupiah. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing akan memengaruhi arus kas perusahaan. 

Perusahaan dengan kegiatan utama sebagai importir akan mengalami kesulitan ketika penerimaan mereka dalam bentuk rupiah yang menjadi sumber penerimaannya terdepresiasi. Ketika penerimaan mereka dalam rupiah di konversi ke mata uang asing, penerimaan mereka akan turun. Di pihak lain kewajiban dalam mata uang asing mereka akan meningkat ketika dikonversi ke dalam rupiah. Beberapa perusahaan mengantisipasi itu dengan melakukan kontrak dalam mata uang asing (baca: dolar AS) meskipun transaksi dilakukan di wilayah Republik Indonesia. 

Transaksi dalam mata uang dolar AS ini dilakukan pula oleh beberapa badan usaha milik negara (BUMN) dalam melakukan transaksi dengan mitra bisnisnya. Di sisi lain, sebagai eksportir, perusahaan akan menghadapi risiko penguatan nilai tukar rupiah karena atas dasar sales contract dalam dolar AS, sedangkan ongkos produksi didasarkan pada rupiah. Dengan demikian, biaya yang dikeluarkan perusahaan bila dikonversi ke dolar AS akan lebih mahal.

Saat ini Indonesia menganut sistem devisa bebas dengan sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate). Konsekuensinya, pergerakan nilai tukar rupiah sangat dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran valuta asing (valas) di pasar. Bila tanpa campur tangan bank sentral melalui tindakan intervensi di pasar valas, pembentukan nilai tukar rupiah akan benar-benar terbentuk dari kekuatan permintaan dan penawaran valas di pasar. Hanya, sesuai amanat undang-undang, di mana dinyatakan bahwa tugas Bank Indonesia menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, baik stabilitas nilai tukar rupiah terhadap barang dan jasa (inflasi) maupun stabilitas nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lainnya, Bank Indonesia cukup aktif berada di pasar guna menjalankan amanat undang-undang tersebut. 

***

65

Page 66: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Tugas yang diemban oleh Bank Indonesia terkait nilai tukar tersebut kurang memperoleh dukungan perusahaan di dalam negeri. Banyak perusahaan baik domestik maupun asing yang sering membuat ”kejutan” di pasar valas melalui permintaan valas dalam jumlah yang besar melalui transaksi spot. Untuk menghindari risiko nilai tukar tersebut, beberapa transaksi di dalam negeri misalnya sewa ruang usaha dilakukan dengan menggunakan denominasi mata uang asing. 

Kejutan ini dimeriahkan pula dengan berbagai sentimen terkait perkembangan politik dalam negeri, di samping pengaruh global lain. Akibat itu, kita sering mendengar keluhan berbagai perusahaan yang mengalami kerugian usaha akibat kerugian kurs. Pertanyaannya, bisakah ini kita antisipasi bersama? Dalam dunia usaha cash flow perusahaan pada dasarnya sudah dapat diprediksi sesuai rencana kegiatan bisnis mereka. Karena itu, terjadi risiko nilai tukar yang timbul dari bisnis mereka seharusnya dapat diatasi. 

Transaksi spot valas harus diminimalisasi karena transaksi spot akan memengaruhi ketersediaan valas di pasar yang akan berakibat pada gejolak nilai tukar. Memenuhi kewajiban dalam mata uang asing harus dapat direncanakan dan dikontrol melalui tindakan lindung nilai (hedging) transaksi derivatif valas. Pada level operasional, transaksi derivatif dapat menggunakan konsep lindung nilai (hedging) sebagai bentuk pengamanan dan dapat dilakukan dengan basis tujuan untuk spekulasi.

Transaksi derivatif valas dilakukan antara perusahaan dan perbankan, khususnya bank devisa. Pada umumnya perusahaan melakukan transaksi derivatif valas sebagai tindakan manajemen risiko perubahan nilai tukar, untuk mengurangi borrowing cost, atau untuk memperoleh keuntungan melalui tindakan trading atau spekulasi. Transaksi derivatif dibedakan dalam dua kelompok yaitu forward-type derivatives dan option-type derivatives (Pearl Tan dan Peter Lee, 2009 hal 437). 

Di dunia perbankan, transaksi derivatif valas sering dilakukan selain untuk tindakan lindung nilai untuk memenuhi kebutuhan nasabahnya, dilakukan pula untuk tindakan spekulasi dengan tujuan memperoleh laba. Beberapa kasus bahkan laba dari transaksi derivatif tersebut menyumbangkan laba yang signifikan bagi bank. Pada saat yang bersamaan posisi transaksi derivatif yang dicatat di posisi off balance sheet memberikan ”stimulus” bagi bank dalam pembentukan laba dengan tanpa memengaruhi total aset yang tercatat dalam bank. 

Kondisi ini makin terlihat bila dilihat pada rasio antara posisi off balance sheet transaksi derivatif baik posisi beli maupun posisi jual. Walaupun sudah ada aturan pembatasan transaksi derivatif untuk tindakan spekulasi, dalam kasus seperti ini diperlukan kejelian dari otoritas. Apabila posisi jual transaksi derivatif dengan posisi beli transaksi derivatif menunjukkan seimbang, dapat diindikasikan bahwa transaksi derivatif yang dilakukan bertujuan untuk tindakan lindung nilai. 

Namun, apabila menunjukkan ketidakseimbangan, dapat diindikasikan ada kecenderungan untuk tindakan spekulatif. Indikasi ini dapat pula dilihat dari laba potensial transaksi derivatif

66

Page 67: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

yang dilaporkan di laporan keuangan bank sebagai akibat dari kewajiban penyampaian nilai wajar aset yang dimiliki. Sesuai PSAK 50 dan PSAK 55, bank di Indonesia wajib melakukan tindakan fair value atas aset valas yang dimiliki, termasuk dalam hal ini posisi hak dan kewajiban valas yang dicatat pada off balance sheet berupa transaksi derivatif. 

Di beberapa negara, kontrak derivatif valas dipakai oleh bank sentral sebagai peranti kebijakan moneter dalam pengendalian nilai tukar (Kohlscheen Emanuel dan Andrade C Sandro, 2013). Transaksi derivatif valas tidak memengaruhi jumlah valas di pasar sehingga tidak menimbulkan gejolak harga spot-nya. Otoritas melakukan intervensi di pasar derivatif valas dengan tanpa memengaruhi jumlah uang beredar dan tanpa mengganggu cadangan devisa (Blejer and Schumacher, 2000). 

Dengan memperhatikan hal diatas, tampaknya bisnis di dalam negeri selalu menggunakan rupiah bukan sesuatu yang merugikan. Semua risiko nilai tukar dapat diantisipasi melalui tindakan hedging valas. Maraknya tindakan hedging perusahaan akan mengembangkan pasar derivatif dalam negeri dan tentu harus diikuti kedisiplinan dari perbankan untuk tidak melakukan tindakan spekulatif di pasar derivatif. Makin tinggi pasar derivatif, akan membantu bank sentral dalam mengemban tugas pengendalian nilai tukar rupiah.

 

UNTORO KAYATNAN Doktor Akuntansi dari Universitas Indonesia dan Peneliti Senior pada Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral Bank Indonesia

*) Artikel ini pandangan pribadi

67

Page 68: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Pemimpin yang Melayani

Koran SINDO

4 September 2014

Pada 4 September 2014 perusahaan-perusahaan akan merayakan Hari Pelanggan Nasional. Deklarasi bahwa tanggal 4 September adalah Hari Pelanggan Nasional ditetapkan oleh mantan Presiden Megawati pada 2003. Pada awal-awal tahun penetapannya, perayaan Hari Pelanggan Nasional banyak didukung oleh perusahaan-perusahaan dalam grup BUMN. Kemudian setelah itu semangat untuk merayakan Hari Pelanggan Nasional justru lebih berkembang di perusahaan-perusahaan swasta. 

Hari Pelanggan Nasional diharapkan perusahaan-perusahaan ingat akan pentingnya memberikan pelayanan berkualitas dan memuaskan pelanggan. Tentu memberikan pelayanan yang baik kepada para pelanggan bukan hanya di Hari Pelanggan Nasional. Perusahaan yang ingin berkembang sehat harus berupaya memberikan pelayanan yang baik, pelayanan yang mampu menciptakan kepuasan dan loyalitas pelanggan sepanjang tahun. 

Tema yang saya usung saat pertama kali Hari Pelanggan Nasional digulirkan adalah bahwa Indonesia memerlukan revolusi kepuasan pelanggan melalui kualitas layanan. Ini didasarkan atas pemahaman yang sudah sangat dikenal oleh para pelaku bisnis. Aset utama perusahaan, selain merek yang kuat, adalah pelanggan yang loyal. Bahkan untuk beberapa bisnis yang masuk industri jasa, loyalitas pelanggan inilah aset perusahaan sesungguhnya. Setiap pelanggan memiliki nilai untuk perusahaan. Semakin loyal pelanggan, semakin tinggi pula nilai seorang pelanggan. 

Untuk industri seperti perbankan atau telekomunikasi, misalnya, setiap pelanggan bisa bernilai jutaan rupiah. Bila perusahaan memiliki jutaan pelanggan, nilai intangible asset yang diperoleh dari pelanggan yang puas dan loyal ini bisa mencapai triliun rupiah. Nilai dari pelanggan loyal ini bisa melebihi nilai buku atau aset perusahaan yang bersifat tangible. 

Di era kompetisi yang semakin ketat, sumber penciptaan kepuasan dan loyalitas pelanggan bukan lagi karena harga murah, tetapi karena kualitas dan terutama kualitas pelayanan. Pelanggan yang puas dan loyal akan siap membayar harga premium dan siap untuk menjadi relawan untuk perusahaan karena siap menjadi duta penyebar rekomendasi untuk pelanggan lain dengan sukarela.

Problem dan Tantangan 

Problem dan tantangan terbesar dalam menciptakan kualitas pelayanan yang baik adalah di tangan pemimpin perusahaan yang tidak berkualitas. Menciptakan kualitas pelayanan adalah

68

Page 69: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

proses yang top-down. Karyawan gugus depan tidak akan mampu mengubah perusahaan yang buruk pelayanannya dan menjadi baik kualitas pelayanannya.

Pimpinan perusahaan dan direksi inilah yang bertanggung jawab terhadap baik dan buruknya pelayanan. Lihat saja perusahaan-perusahaan yang baik di Indonesia dalam hal kualitas pelayanan. Anda bisa melihat, di balik perusahaan ini pastilah ada jajaran direksi yang 10 tahun yang lalu, 5 tahun yang lalu, atau yang saat ini menjabat adalah sosok pimpinan yang memberi komitmen terhadap kualitas pelayanan. 

Sekitar 10 tahun lalu banyak perusahaan-perusahaan pelat merah memiliki indeks kepuasan yang masih di bawah 70%. Indeks kepuasan layanan publik hanya berkisar 50%. Atau sederhananya, dari 100 orang yang disurvei hanya 50% yang menyatakan puas terhadap kualitas pelayanan mereka. Hari ini, perusahaan pelat merah seperti Garuda, Telkom, Mandiri, BRI dan BNI adalah perusahaan dengan indeks kepuasan yang sudah di atas 80%. 

Semua ini bisa terjadi karena banyak pimpinan dari perusahaan tersebut berkomitmen untuk terus bersaing melalui kualitas pelayanan. Kondisi yang terburuk adalah perusahaan yang memiliki pemimpin yang tidak menyadari pentingnya kualitas pelayanan. Atau yang sedikit lebih baik, mereka menyadari tetapi merasa tidak yakin bahwa perusahaan mampu melakukan. Akibatnya, mereka juga tidak memberikan komitmen yang cukup membuat perubahan dalam perusahaan. Biasanya, kondisi ini kemudian akan diperparah dengan political office di dalam perusahaan. 

Pimpinan di level tengah memiliki banyak tujuan pribadi dan menciptakan proses kerja sama yang lemah antardivisi dan departemen. Pengangkatan atau promosi jabatan akhirnya tidak berjalan efektif. Dengan kondisi seperti ini, perusahaan tidak akan mampu menciptakan kualitas pelayanan yang baik. Tidak mengherankan bila pelayanan publik belum berjalan dengan baik karena biasanya terlalu banyak political office di dalam lembaga atau organisasi tersebut. 

Hari Pelanggan Nasional juga tidak akan mampu memberikan dorongan dan inspirasi kepada pemimpin seperti ini. Tidak mungkin melakukan perubahan untuk perusahaan di mana para pemimpinnya tidak siap berubah. Melakukan perubahan kualitas pelayanan, harus dimulai dengan aspirasi. Sering kali aspirasi terhadap kualitas pelayanan ini bisa terlihat dari visi dan misi yang dibuat oleh pimpinan perusahaan. 

Pemimpin yang Melayani 

Pada tahap selanjutnya, pemimpin yang sudah memiliki aspirasi seperti ini perlu untuk membangun terciptanya budaya pelayanan. Bila hal ini terbentuk, kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang baik bisa berjalan berkelanjutan. Untuk menciptakan budaya pelayanan, salah satu fokus yang perlu diperhatikan adalah membangun sumber daya manusia. 

69

Page 70: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Walau harus diakui, bahwa teknologi sering kali menjadi pendukung yang baik. Bank-bank yang memiliki teknologi ATM, internet dan mobile yang baik, tentunya memiliki peluang yang besar untuk memberi kualitas pelayanan yang baik. Walau demikian, tetap saja kualitas manusia adalah faktor terpenting dalam menciptakan kualitas pelayanan. Pemimpin yang beraspirasi dengan kualitas pelayanan akan melakukan promosi orang-orang yang tepat dan bukan yang disukai. 

Mereka juga selalu berorientasi untuk menciptakan kewenangan dan teamwork yang efektif. Mereka akan memiliki standar layanan dan sasaran kinerja yang mendorong agar setiap jajaran melakukan implementasi pelayanan yang baik. Hari Pelanggan Nasional adalah momen yang baik untuk menciptakan aspirasi yang lebih tinggi lagi. Setelah itu, Hari PelangganNasional juga mendorong pimpinan perusahaan untuk memperkuat budaya pelayanan yang lebih kuat lagi. 

Mencapai tangga budaya layanan yang lebih tinggi diperlukan untuk menciptakan kebiasaan dan aktivitas yang baru. Tidak banyak teori dan konsep dari sebuah pelayanan yang baik. Pelayanan yang baik sering tercipta karena pemimpin memiliki keteladanan dan ini akan mendorong kebiasaan yang baru. Kebiasaan yang dilakukan terus menerus inilah yang akhirnya menciptakan budaya perusahaan. 

Semoga pada 4 September, saya bisa melihat, akan ada ratusan dan ribuan CEO dan direksi yang akan memberi keteladanan dalam memberi pelayanan yang baik. Kita membutuhkan ratusan dan ribuan pemimpin yang melayani untuk menciptakan Indonesia yang lebih kompetitif menghadapi pasar bebas ASEAN. Selamat merayakan Hari Pelanggan Nasional 2014!  

HANDI IRAWAN D CEO Frontier Consulting Group, Penggagas Hari Pelanggan Nasional

70

Page 71: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Manfaatkan Energi Terbarukan

Koran SINDO

6 September 2014

Saat ini harga minyak mentah di bursa internasional berada pada kisaran USD98 per barel, jauh dibandingkan USD80 per barel pada 2010. Tren penguatan ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga menembus batas psikologis USD100 per barel.

Harga minyak yang tinggi diakui oleh pemerintah telah menyebabkan pembengkakan anggaran dan menekan nilai tukar rupiah. Sebuah lembaga penelitian menghitung bahwa setiap kenaikan USD1 per barel harga minyak di atas asumsi APBN akan memperbesar defisit setidaknya Rp550 miliar.

Namun, ketika Jokowi menyatakan siap menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), sejumlah politisi PDIP malah meminta Jokowi untuk tidak memaksakan rencana itu. Itu bisa dipahami karena selama ini PDIP paling getol menolak kenaikan harga BBM sebab dipastikan akan menyengsarakan rakyat kecil. Hasil survei yang dilakukan LSI pada 24-26 Agustus 2014 juga menyebut bahwa sekitar 73% rakyat menyatakan tidak setuju harga BBM dinaikkan.  

Sebenarnya hal yang mendesak setelah perubahan status kita sebagai negara yang pernah menjadi salah satu pengekspor minyak terbesar menjadi negara pengimpor sekitar lima tahun lalu adalah memanfaatkan potensi energi terbarukan yang dimiliki negeri ini secara berlimpah. Karena tidak dilakukan oleh pemerintahan SBY, setidaknya pemerintahan Jokowi-JK harus menunjukkan keseriusan untuk keluar dari ketergantungan pada energi fosil, baik minyak bumi, gas maupun batu bara. Ini sekaligus menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap kelestarian lingkungan hidup 

Energi Terbarukan  

Kebijakan energi nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 5/2006 menempatkan penggunaan energi baru dan energi terbarukan pada prioritas keempat setelah batu bara, gas, dan BBM. Energi baru yang dimaksud adalah energi yang dihasilkan teknologi baru, termasuk nuklir. Namun, sebagai negara yang sering diguncang gempa, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) terbilang rawan. Jepang bisa menjadi pembelajaran yaitu ketika diterpa gempa berkekuatan 6,8 Skala Richter saja telah merusak sebagian fasilitas PLTN di Kashiwazaki.  

71

Page 72: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Sedangkan energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan sumber daya energi yang secara alamiah tidak akan habis seperti aliran sungai, panas bumi, biofuel, panas surya, angin, biomassa, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut. Bagi negeri tropis seperti Indonesia, salah satu energi alternatif yang tak terbatas adalah sinar matahari. Saat ini energi sinar matahari yang dipancarkan ke planet bumi 15.000 kali lebih besar dibandingkan penggunaan energi global dan 100 kali dibandingkan cadangan batu bara, gas, dan minyak bumi.  Sementara teknologi mutakhir telah mampu mengubah 10-20% pancaran sinar matahari tersebut menjadi energi.

Secara teoritis, untuk mencukupi kebutuhan energi global, penempatan peralatan tersebut hanya memerlukan kurang dari 1% permukaan bumi. Sebuah besaran yang jauh lebih kecil dibandingkan lahan yang dibutuhkan bendungan pembangkit tenaga listrik. Sayangnya, meski Indonesia memiliki energi matahari berlimpah ruah berikut seabrek kelebihannya, toh pemanfaatannya saat ini masih sangat minim.  

Ironisnya, negara-negara di belahan utara yang relatif miskin matahari lebih banyak memanfaatkan sumber energi terperbaharui, ramah lingkungan, dan aman ini, dibandingkan kita di kawasan tropis. Mulanya sumber energi ini dikembangkan penggunaannya bagi satelit ruang angkasa. Kini pemanfaatannya mulai menyebar ke kawasan industri, rumah pribadi, dan bahkan ke pelosok desa. Tak lama lagi ia diramal akan menjadi sumber energi pada pembangkit tenaga listrik kapasitas besar.  

Ketika harga minyak pasar internasional mencapai USD60 per barel, minat industri pembangkit tenaga listrik pada sumber energi terperbaharui semakin membesar. Pertimbangan ekonomi menjadi alasan pertama. Kini persaingan ini telah terjadi di negara-negara industri, khususnya di sektor industri kecil dan menengah. Menurut Report on World Development (UN, 1992), kebutuhan energi global dalam 30 tahun ke depan meningkat dua kali lipat per tahun. Empat puluh tahun mendatang kebutuhan tersebut menjadi tiga kali lipat atau sepadan dengan energi 20 miliar ton minyak bumi.  

Perkembangan ini ditaksir bakal mahal karena eksploitasi dan eksplorasinya lebih sulit. Ada baiknya kita bayangkan bahwa penggunaan 20 miliar ton energi per tahun itu memerlukan biaya sebesar USD4,5 triliun. Separuhnya adalah pengeluaran negara-negara berkembang. Indonesia yang setiap tahun disinari energi matahari berpotensi besar untuk keluar dari ketergantungan pada energi fosil seperti BBM.  

Kelebihan energi matahari yang sering diungkapkan adalah pembakarannya tidak menghasilkan CO2, SO2, dan gas racun lainnya. Uraian singkat tentang dua pembangkit energi dari sinar matahari yaitu solar thermal dan photogalvanic berikut ini menggambarkan hal tersebut. Keduanya tidak membutuhkan areal yang luas bagi peralatannya. Ide awal tentang pembangkit tenaga listrik solar thermal sudah sangat tua. Pembangkit listrik pertama dibangun di Mesir pada 1912, tetapi ditutup saat usai perang dunia I karena rendahnya harga minyak.  

72

Page 73: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Sementara pengembangan pembangkit listrik photogalvanic berkembang cepat sejak dua dasawarsa terakhir. Harga peralatannya merosot tajam berkat keberhasilan teknologi, padahal kebijakan energi nasional maupun internasional sama sekali tidak mendukung. Awal 70-an harga per modul masih sangat mahal yaitu USD300.000. Kini harganya sekitar USD5. Masih relatif mahal memang. Tetapi, melihat pesatnya perkembangan pasar, harganya akan terus menukik turun. Salah satu pasar potensial adalah mobil bertenaga listrik yang diramal bakal menjadi mobil massal abad ini. 

Kemauan Politik  

Menilik berbagai kelebihan energi terperbaharui, pertanyaan yang kemudian timbul, apakah cara menunjang pengembangan dan perluasan penggunaan energi ini sehingga sinkron dengan kebijakan energi nasional dan global. Pertama, harus ada diversifikasi penelitian dan pengembangan. Dana penelitian energi ramah lingkungan ini. Sayangnya, dari tahun ke tahun menyusut.  Di negara-negara industri, hanya sekitar 5% dana penelitian yang diperuntukan bagi sektor energi. Darinya, sebagian besar untuk jenis energi fosil. Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, hal tersebut lebih memprihatinkan.

Kedua, dengan perkembangan teknologi saat ini, biaya produksi energi terbarukan ini bisa bersaing dengan harga energi fosil. Namun, tentu saja, untuk memproduksi energi matahari dengan “Solar Thermal Technic“ dan “PV Technic“ dalam kategori massal, diperlukan kemauan politik.  

Ketika Indonesia masih menjadi produsen dan eksportir minyak dan di dalam negeri harga jualnya masih sepenuhnya disubsidi, mungkin terkesan tidak realistis untuk mendudukkan energi terperbaharui pada posisi penting. Namun, kini keadaan sudah sangat mendesak untuk berpikir dan bertindak mengantisipasinya. Semoga! ●

 

IVAN HADAR

Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education (IDE) 

73

Page 74: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Refleksi MP3EI

Koran SINDO

8 September 2014

Tahun ini merupakan tahun ketiga pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). MP3EI dilandasi perlunya program nasional untuk mempercepat dan memperluas pembangunan infrastruktur dan sektor riil di Tanah Air. Meski disadari masih banyak hal yang perlu diperbaiki dalam pelaksanaan MP3EI, program ini terbukti mampu mendorong percepatan pembangunan, utamanya di luar Pulau Jawa.

Saat ini dan ke depan Indonesia masih memerlukan lebih banyak lagi infrastruktur seiring kebijakan industrialisasi dan hilirisasi yang berjalan. Percepatan pembangunan infrastruktur dan hilirisasi masih terus dibutuhkan tidak hanya lima tahun ke depan, melainkan juga 10-20 tahun berikutnya.

MP3EI juga dapat merupakan manifestasi dari strategi pencapaian rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) nasional di bidang infrastruktur fisik. Total investasi proyek MP3EI yang sudah groundbreaking sejak diresmikan pada 2011 hingga akhir Agustus 2014 mencapai Rp863,5 triliun dengan 383 proyek. Sebanyak 174 proyek merupakan investasi di sektor riil dengan nilai Rp441,2 triliun dan 209 proyek investasi di sektor infrastruktur senilai Rp422,3 triliun. Dari total investasi yang sudah groundbreaking ini, Rp134 triliun di koridor Sumatera, Rp309,7 triliun di koridor Jawa, Rp177,3 triliun di koridor Kalimantan, Rp69,9 triliun di koridor Sulawesi, Rp 53,8 triliun di Bali dan Nusa Tenggara, serta Rp187 triliun di Papua dan Maluku. 

Investasi ini didominasi oleh pembiayaan swasta dan BUMN dengan komposisi sebanyak 26,2% investasi berasal dari BUMN, 37,9% swasta, 15,6% APBN dan APBD, serta 20,1% dari pembiayaan campuran BUMN dan swasta. Dari total proyek MP3EI yang telah groundbreaking hingga Agustus 2014, 63% berada di luar Pulau Jawa yang diharapkan dapat mendorong lahirnya pusat-pusat pertumbuhan baru. Melalui program MP3EI, koridor-koridor ekonomi selain Jawa diharapkan dapat semakin berkembang dan berdaya saing tinggi. 

Pemekaran ekonomi di koridor-koridor di luar Pulau Jawa ini juga diharapkan dapat mengatasi disparitas pembangunan yang selama ini berpotensi menghambat proses perluasan dan percepatan pembangunan. Melalui program MP3EI, perluasan dan percepatan pembangunan diharapkan dapat menyebar ke seluruh wilayah Indonesia, khususnya di luar Jawa. 

74

Page 75: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Melalui program MP3EI dengan enam koridor ekonomi diharapkan dapat mendorong pusat-pusat pertumbuhan baru melalui pengembangan kluster industri dan kawasan ekonomi khusus (KEK) yang berbasis sumber daya unggulan di setiap koridor ekonomi. Dalam dokumen MP3EI, pemerintah menargetkan perluasan pasar tenaga kerja hingga mencapai 9,44 juta tenaga kerja yang tersebar di sektor utama (industri) sebanyak 4,73 juta orang dan sektor pendukung (infrastruktur) 4,98 juta orang. 

Perluasan pasar tenaga kerja ini tentunya sangat dibutuhkan untuk menopang kekuatan ekonomi domestik yang ditunjukkan sektor konsumsi rumah tangga. Sektor ini merupakan penopang struktur ekonomi nasional dalam 10 tahun terakhir termasuk di antaranya menyelamatkan perekonomian dari imbas krisis global. Dengan program MP3EI ini pula, target pembangunan dan pemekaran ekonomi nasional dapat terus ditingkatkan. 

Pemerintah optimistis, dengan berjalannya proyek-proyek dalam MP3EI ini, keinginan untuk menembus ekonomi ketujuh terbesar di dunia dapat diwujudkan di 2045 atau seabad setelah kemerdekaan. Target pendapatan per kapita pada akhir program MP3EI di 2025 diperkirakan mampu mencapai USD15.000 dan produk domestik bruto (PDB) berada di kisaran USD4,5 triliun. 

Semangat percepatan dan perluasan pembangunan dalam program MP3EI ditujukan untuk memperkuat ekonomi domestik melalui konektivitas nasional dan sekaligus mengantisipasi integrasi ekonomi global. Melalui program MP3EI, penciptaan pusat-pusat pertumbuhan baru (selain Jawa) diharapkan dapat semakin mendorong kesejahteraan masyarakat sebagai cita-cita pembangunan nasional. Dengan konektivitas nasional, pembangunan daya saing nasional dapat ditingkatkan dan disebar ke seluruh wilayah Indonesia. 

Konektivitas nasional ini sekaligus memperkokoh struktur ekonomi nasional melalui jalur distribusi yang lebih efisien dan berdaya saing. Di sisi lain, konektivitas nasional juga akan membantu perluasan pembangunan di luar Jawa sekaligus mengantisipasi tidak hanya sebaran penduduk, tetapi juga sebaran industri dan sumber daya lainnya. Secara mendasar, program MP3EI merupakan komitmen pemerintah untuk mempercepat dan memperluas pembangunan ke seluruh wilayah Indonesia. 

Program ini sekaligus merupakan wujud perhatian besar pemerintah, baik secara ekonomi maupun sosial politik kepada masyarakat khususnya di luar Jawa sehingga pertumbuhan nasional tidak lagi bertumpu pada satu pulau saja. Ke depan, kita berharap koridor-koridor ekonomi selain Jawa dapat menjadi motor pertumbuhan nasional dan bertransformasi sebagai kekuatan ekonomi baru penopang ekonomi nasional. 

Tentunya ini sudah bisa dirasakan dalam beberapa waktu terakhir, misalnya bagaimana daerah di luar Jawa seperti Makassar di Sulawesi Selatan yang mampu tumbuh hingga 9% jauh melebih pertumbuhan nasional. Dengan sejumlah pertimbangan, pengembangan infrastruktur di 6 koridor khususnya di luar Jawa menjadi syarat mutlak untuk mewujudkan pembangunan yang berkeadilan. 

75

Page 76: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Percepatan dan perluasan pembangunan infrastruktur perlu untuk terus dilakukan hingga mencapai apa yang telah dicita-citakan selama ini. Pembangunan infrastruktur menjadi keniscayaan bagi pemerintahan mendatang untuk terus mendorong kesejahteraan yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia. 

Percepatan dan perluasan pembangunan infrastruktur dalam MP3EI menjadi wujud nyata keinginan untuk mendorong pembangunan dan pertumbuhan yang berkualitas. Di tengah proses transisi kepemimpinan nasional, kita berharap program MP3EI ini dapat terus berjalan mengingat besarnya harapan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, yakni kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. 

Komitmen pelaksanaan MP3EI bagi pemerintahan mendatang tidak hanya didudukkan sebagai komitmen politik terhadap konstituen, tetapi juga komitmen moral bagi terciptanya pembangunan yang adil dan merata. Inklusivitas pembangunan perlu untuk terus didorong demi mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Program MP3EI bukan sekadar program politik melainkan program nasional yang diarahkan untuk memastikan terwujudnya cita-cita luhur para pendiri bangsa. Kita tentunya berharap program MP3EI ini dapat tercapai hingga 2025. 

Dinamika peralihan kekuasaan dan kepemimpinan nasional tentunya tidak menegasikan program ini sebagai salah satu roadmap jangka panjang yang kini dimiliki Indonesia untuk dapat menjadi negara dengan ekonomi yang maju dan terpandang di mata dunia. 

76

Page 77: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Internet untuk Semua Orang

Koran SINDO

9 September 2014

Sudah sekitar 33 tahun saya bekerja dan bergelut di dunia telekomunikasi Indonesia. Selama itu pula saya telah mengalami evolusi sarana telekomunikasi itu. 

Dari mulai hanya ada telepon rumah yang tergolong barang mewah hingga kemudian muncul ponsel yang terjangkau banyak orang. Dari ketika tarif telepon seluler begitu mahalnya hingga sekarang demikian murahnya dan dapat dinikmati siapa saja. Dari komputer yang masih berupa word processor yang hanya satu kantor satu unit hingga kini setiap anak sekolah di perkotaan memiliki komputer jinjing sendiri. Meski begitu, saya merasa masih berutang untuk dunia telekomunikasi ini. 

Dari lubuk hati terdalam, saya masih ingin ikut memperjuangkan agar setiap orang di negeri ini bisa mengakses internet dan menimba manfaatnya. Saya yakin sepenuhnya, internet memiliki manfaat sangat besar yang sangat mungkin salah satu modal bagi republik ini untuk melakukan lompatan besar guna menyejajarkan diri dengan negara-negara maju. Karena itu, dengan kapasitas yang saya miliki saat ini, saya ingin setidaknya ikut mendorong tersedia layanan akses internet yang tidak hanya canggih, tapi juga berkualitas. 

Meski layanan internet memang sudah sangat memasyarakat di Indonesia, hanya sebagian kecil masyarakat yang sudah mampu menimba manfaatnya secara maksimal. Dari segi harga sebetulnya internet sudah terjangkau, malah termasuk salah satu yang termurah di dunia. Namun, sudah menjadi rahasia umum, kualitasnya belum baik, kecepatan kurang memadai, dan kalaupun sudah ada peningkatan, belum merata di semua daerah. 

Ada beberapa hal pokok yang perlu dilakukan untuk mewujudkan layanan internet berkualitas yang memberikan manfaat optimal bagi masyarakat. Pertama, menambah frekuensi yang cocok untuk internet. Saat ini masyarakat memanfaatkan internet masih sebatas untuk layanan yang tidak banyak memakan kapasitas. Masih sebatas kirim e-mail dan layanan bersifat teks maupun gambar. Belum banyak yang mengakses layanan video. Namun, ke depan saya yakin pola konsumsi layanan internet ini akan berubah sebagaimana terjadi di negara-negara lain, layanan video telah banyak diakses, lebih dari 40%-nya. Karena itu, saya yakin kita membutuhkan tambahan frekuensi untuk internet.

Frekuensi yang sudah dialokasikan saat ini tidak akan cukup untuk menyediakan layanan yang berkualitas pada masa mendatang. Tanpa tambahan frekuensi, tidak akan lama lagi

77

Page 78: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

kualitas internet kita akan semakin menurun. Selain itu juga perlu didorong penyediaan dan pengembangan infrastruktur internet broadband. Layanan jaringan internet kabel atau fiber optik ini kalah populer dibandingkan jaringan mobile dan masih terbatas di perkotaan. Padahal, secara kualitas, jaringan internet jenis ini lebih baik, lebih cepat dan stabil. Infrastruktur ini sangat terkait butir berikut yaitu pola akses.

Kedua, mengubah pola akses internet masyarakat. Seperti yang telah kita pahami, akses internet bisa dilakukan melalui dua jenis jaringan yaitu nirkabel (mobile internet) dan kabel (broadband internet). Namun, berbeda dengan di negara-negara maju, di Indonesia akses internet lebih banyak dilakukan melalui jaringan mobile alias menggunakan ponsel. 

Kenyataan ini memunculkan ketimpangan yang berarti dan berisiko. Bayangkan saja, jumlah pengguna aktif internet melalui jaringan seluler, alias mengakses melalui ponsel, ini hanya sekitar 3% dari seluruh pengguna layanan seluler. Namun, yang hanya 3% ini menghabiskan 40-50% kapasitas jaringan seluler. 

Mengapa bisa begitu? Mereka menggunakan ponsel termasuk untuk mengakses layanan yang membutuhkan kapasitas besar seperti download video. Seharusnya akses untuk layanan internet dengan kapasitas besar, terutama dari perumahan, dilakukan melalui jaringan broadband. Inilah yang terjadi di negara-negara lain. 

Selain memiliki kemampuan lebih cepat, jaringan internet rumah yang menggunakan kabel atau fiber optik ini juga lebih stabil sehingga cocok untuk mengunduh/mengunggah konten berkapasitas besar. Namun, harus kita pahami kendala masyarakat untuk bisa menggunakan layanan internet rumah. Selain tarifnya yang masih tergolong tinggi untuk masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah, layanan broadband juga masih sebatas tersedia di wilayah perkotaan. Jika pola penggunaan internet ini bisa disesuaikan antara kebutuhan dan jenis jaringannya yang tepat, beban yang ditanggung jaringan seluler akan berkurang sehingga bisa ditingkatkan kualitasnya.

Ketiga, kebijakan pemerintah yang tepat. Saya sangat mengapresiasi usaha pemerintah dalam memeratakan layanan internet hingga ke tingkat perdesaan. Usaha tersebut patut terus didorong mengingat besarnya kebutuhan atas akses internet pada tahun-tahun ke depan. Kebijakan terkait pemerataan layanan internet ini juga perlu diserasikan dengan kebijakan industri. Dengan demikian, kalangan industri bisa terus memberikan dukungan tanpa kehilangan kesempatan mengambangkan usahanya.

Dengan memperhatikan kepentingan pelaku industri untuk tetap bisa bertahan dan berkembang, tarif internet juga tidak perlu gratis. Cukup bisa terjangkau masyarakat luas. Jika gratis, dampaknya bisa mematikan pelaku usaha. Padahal, pemerintah membutuhkan peran pelaku usaha untuk ikut menyelenggarakan layanan internet berkualitas hingga ke pelosok daerah. 

Memelopori Mobile Office 

78

Page 79: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Sekitar lima tahun silam mantan bos saya, salah satu Direktur Indosat Alm Bapak Soemitro Rustam, mengatakan, lalu lintas akan semakin padat dan harga bahan bakar (BBM) semakin mahal. Beliau menyarankan untuk memulai memopulerkan home office yaitu bekerja dari rumah. Ide menarik, namun juga riskan karena dibutuhkan dua hal, internet berkualitas dan karyawan profesional. 

Apa yang beliau sampaikan kini menjadi kenyataan. Ketika artikel ini ditulis, hampir semua media massa sedang mengangkat berita kelangkaan BBM dan kemungkinan pemerintah yang baru akan menaikkan harganya. Kemacetan memang menjadi keseharian masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Namun, jika semakin parah dan mulai memengaruhi produktivitas, perlu dicarikan jalan keluar. Mari kita hitung. 

Jika rata-rata karyawan harus menghabiskan waktu 1,5 jam di jalan dari rumah untuk menuju kantor dan dengan waktu sama untuk pulang, setidaknya ada tiga jam yang hilang dalam sehari. Padahal itu terjadi di waktu yang produktif. Kami di XL berencana secara bertahap mencoba menerapkan home office tersebut. Secara bergantian karyawan akan mendapatkan kesempatan bekerja dari rumah. 

Kami telah melakukan pengamatan dan menghitung waktu keharusan karyawan hadir di kantor. Kami yakin, home office bisa diterapkan tanpa mengurangi kinerja karyawan. Saya bahkan memberikan apresiasi tinggi kepada karyawan XL, yang meski tanpa perlu pengawasan yang berarti, ternyata tetap bekerja dengan dedikasi tinggi. Mereka sangat profesional, modal lain selain internet untuk suksesnya program home office.

Saya justru percaya, home office bisa meningkatkan motivasi kerja karyawan. Mereka tidak perlu capek dan membuang waktu di tengah kemacetan. Mereka bisa bekerja di rumah sambil bersama keluarganya. Saya merasa terkadang lebih produktif ketika tidak berada di kantor karena pikiran lebih terbuka.

Untuk menerapkan itu, kami mulai menyiapkan sarana dan prasarananya. Antara lain koneksi internet bagus, yang memungkinkan karyawan tetap bisa terakses dengan jaringan kantor. Semoga bisa kami terapkan dalam satu atau dua tahun ke depan.

79

Page 80: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Bertempur Melawan Kemiskinan, Perbaiki Dwelling Time

Koran SINDO

11 September 2014

Untuk mengetahui gerakan ekonomi suatu negara, tak harus menjelajahi negeri itu ke pedalaman atau mencari data statistik tentang jumlah penduduk miskin atau pendapatan per kapitanya. Kita misalnya bisa menilai dari kesibukan pelabuhannya.

Di situlah tampak peradaban, perputaran uang, dan kemahiran me-manage perekonomian yang ujungnya menghasilkan kesejahteraan atau pemborosan. Negara yang pelabuhannya sepi bisa dikategorikan tertinggal dibandingkan tetangganya. Jika sangat ramai dan teratur, hampir pasti itu negara maju. Koordinasi berlangsung baik, perputaran barang lancar, aparaturnya bekerja dengan governance, dan sopir truknya bisa punya rumah yang layak.

Sebaliknya, bila pelabuhannya ramai, tetapi semrawut, sulit mengurus dokumen, aparaturnya bekerja sendiri-sendiri, mungkin kita tengah berada di negara berkembang. Di negara ini koordinasi menjadi masalah serius, banyak rigidity yang berakibat pemborosan, sopir truknya kumuh, dan rakyatnya miskin.

Melihat tiga perbandingan tadi, kita bisa menilai di mana posisi Indonesia saat ini. Inilah yang sedang saya kaji dalam penelitian saya tentang ”Perekonomian Negeri Kepulauan”. Keberhasilan kita menata pelabuhan menjadi penentu apakah kita akan naik kelas atau tertinggal. Ini bukan semata-mata tugas Kementerian BUMN atau perusahaan di bawahnya, melainkan MANAJEMEN BIROKRASI lintas sektoral.

Tumpang Tindih

Isu krusial yang mesti kita benahi itu bernama dwelling time. Bagi yang belum familier, begini penjelasannya. Menurut World Bank (2011), ini waktu yang dihitung sejak saat kontainer (barang) dibongkar dari kapal sampai meninggalkan pelabuhan. Prosesnya meliputi urusan pre-clearance, customs, dan post-clearance. Pre-clearance adalah peletakan kontainer di tempat penimbunan sementara dan penyiapan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Sedang customs clearance meliputi pemeriksaan fisik kontainer (khusus jalur merah), verifikasi dokumen oleh Bea Cukai, dan instansi terkait lain (Karantina, Kementerian Perdagangan, Perindustrian, BPOM). Setelah itu Bea Cukai mengeluarkan Surat Persetujuan

80

Page 81: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Pengeluaran Barang (SPPB). Lalu, post-clearance adalah saat peti kemas diangkut ke luar pelabuhan.

Sebenarnya, kalau mau, sehari saja semua bisa beres, jika clearance dari semua instansi terkait memiliki standard waktu yang jelas, terintegrasi dan dapat dilakukan secara online. Dengan adanya kepastian dan kecepatan waktu perolehan clearance, inventory dapat ditekan sehingga pasti akan menurunkan biaya logistik dan semakin mengundang pengusaha untuk memakai jalur laut.

Jadi, secara matematis dwelling time hasil penjumlahan tiga clearance tadi. Inilah komponen utama penilaian kinerja layanan, efisiensi birokrasi dan kualitas aparatur negara dalam logistik. Sampai Juni lalu di Pelabuhan Tanjung Priok lama dwelling time sudah turun dari 8,34 hari menjadi 6,2 hari. Namun, masih kalah jauh dengan di Singapura (1,5 hari), Malaysia 3 hari, dan Thailand 4-5 hari. Potret ini kemudian tercermin pada peringkat Indonesia dalam Global Competitiveness Index 2013-2014 (World Economic Forum). Di situ infrastruktur pelabuhan Indonesia menempati peringkat ke-89 dari 148 negara. Kalah dari Malaysia (ke- 24) dan Thailand (ke-56).

Mengapa dwelling time kita begitu buruk? Sederhana. Persoalannya bukan ada di Pelindo I s/d IV, melainkan pada instansi-instansi pemerintah yang mengurus izin barang keluar dan masuk. Memang Bea Cukai telah memperbaiki pelayanannya setahun belakangan ini. Tetapi, tidak yang lainnya. Semua sibuk urus diri sendiri, tidak ada koordinasi dan integrasi sehingga tidak tercipta one stop service, dan tidak efisien.

Ini terjadi baik di lapangan maupun regulasinya. Bayangkan bahan baku yang diimpor berulang-ulang oleh perusahaan bereputasi tinggi, perizinannya harus diurus per shipment dari awal lagi. Ini menjadi kegelisahan pula bagi pemerintahan daerah yang ingin mengurus sendiri pelabuhannya. Regulasinya jadi pertempuran ekonomi. Ini misalnya tampak ketika Perda No 1/2001 yang diterbitkan Pemkot Cilegon dibatalkan Mendagri (ketika itu dijabat Hari Sabarno), melalui SK No 112/2003, lalu sejumlah pemkab mengajukan uji materiil ke Mahkamah Agung (MA).

MA mengabulkan judicial review tersebut karena SK Mendagri tersebut tidak sejalan dengan semangat otonomi daerah. Ada 27 pasal dalam PP No 69/2001 yang dibatalkan MA. Di lapangan UU No 17/2008 tentang Pelayaran juga memicu tumpang tindih kewenangan. Misalnya, Syahbandar dengan Otorita Pelabuhan sama-sama mengatur soal safety dan security di pelabuhan. Ini sudah pasti memicu saling lempar tanggung jawab.

SLA vs SLG

Dampak dari overlapping ini sungguh menyengsarakan. Benar dwelling time kita telah lebih baik, tetapi itu rata-ratanya. Nah, bahayanya, ada pada variannya. Walaupun rata-rata bisa keluar enam hari, faktanya ada kontainer yang clearance-nya bisa keluar dari pelabuhan hanya satu hari, namun juga bisa 50 hari, bahkan ada yang dua tahun!! Inilah yang disebut

81

Page 82: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

pengusaha sebagai KETIDAKPASTIAN, pemicu high cost economy. Pengusaha, jadi harus menyediakan buffer stock yang besar, cari alternatif lain, dan memicu keinginan membayar suap.

Pada 2013 misalnya salah satu bahan baku turunan hewan tertahan di pelabuhan selama 53 hari. Akibat itu, biaya sewa di tempat penimbunan sementara meningkat dari Rp8 miliar menjadi Rp15 miliar. Parahnya, bahan baku tersebut tidak lagi dapat digunakan karena sudah rusak. Produksi dan penjualan terganggu dan mereka memutuskan memindahkan pabrik ke negeri tetangga, buruhnya menganggur, pengusaha jadi enggan menyediakan perumahan, apalagi menaikkan upah bagi buruhnya.

Saya kira untuk meretas masalah ini, pemerintah harus bersungguh-sungguh memenggal red tapes ini dengan menetapkan service level agreement (SLA) dan service level guarantee (SLG) di antara mereka. Semua aturan clearance dibuat jelas: persyaratannya, biayanya, dan jelas selesainya. Artinya, masing-masing pihak perlu merumuskan dan menyepakati SLA dan SLG-nya. Jika semua persyaratan lengkap, kontainer otomatis bisa meninggalkan pelabuhan selambat-lambatnya dalam tiga hari.

Ini akan menciptakan kepastian berusaha, menurunkan biaya logistik sehingga harga barang dapat menjadi lebih murah dan dapat dinikmati seluruh warga negara Indonesia dan meningkatkan daya saing Indonesia. Bukan menjadi bancakan oknum. Siapa yang mesti menangani? Jelas bukan pejabat setingkat menteri. Pengalaman di negara kita, koordinasi sesama menteri tidak pernah berjalan dengan baik. Jadi, harus dipimpin pejabat di atasnya. Bisa Menko, bahkan Presiden atau Wakilnya. Dan, yang penting lagi, harus segera!

RHENALD KASALIPendiri Rumah Perubahan

@Rhenald_Kasali 

82

Page 83: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Realokasi Subsidi BBM

Koran SINDO

11 September 2014

Subsidi bahan bakar minyak (BBM) merupakan permasalahan pelik dan dilematis, yang dihadapi pemerintah sejak Soeharto hingga pemerintahan SBY. Tentunya permasalahan subsidi BBM juga akan dihadapi oleh pemerintahan Jokowi.

Selama ini, hampir setiap tahun pemerintah selalu dihadapkan pada masalah pembengkakan subsidi BBM pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selama periode 2011-213, total anggaran subsidi BBM sudah mencapai Rp635,6 triliun. Pada APBN 2014, dari total belanja subsidi sebesar Rp333,7 triliun, hampir 80 persen di antaranya dialokasikan untuk subsidi BBM yang mencapai sebesar Rp246,5 triliun. Sedangkan dalam RAPBN 2015, subsidi BBM dianggarkan sebesar Rp291,1 triliun atau naik sekitar Rp44,6 triliun dibanding APBN Perubahan 2014.

Kendati sudah berulang kali menaikkan harga BBM bersubsidi, namun di penghujung pemerintahannya SBY tidak bersedia lagi menaikkan harga BBM. Bahkan, SBY tetap kukuh menolak permintaan presiden terpilih Jokowi untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dengan alasan tidak mau menambah beban bagi masyarakat, yang baru saja menghadapi kenaikan tarif dasar listrik dan gas elpiji 12 kg. Sementara sikap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), pengusung Jokowi- JK yang selama hampir 10 tahun “istikamah “ menolak kebijakan penaikan harga BBM bersubsidi, justru saat ini yang paling getol mendesak SBY untuk menaikkan harga BBM sebelum lengser pada Oktober 2014. Apakah perubahan sikap PDIP ini merupakan bentuk inkonsistensi atau memang ada urgensi untuk menaikkan harga BBM bersubsidi?

Urgensi Realokasi Subsidi BBM

Barangkali desakan PDIP untuk menaikkan harga BBM bersubsidi lantaran sempitnya ruang fiskal RAPBN 2015, yang sudah disusun oleh pemerintahan SBY, sehingga menyebabkan keterbatasan bagi Jokowi dalam menerapkan program kerakyatan, utamanya Program Indonesia Pintar dan Indonesia Sehat serta Pembangunan Infrastruktur Pedesaan, seperti yang dijanjikan pada saat kampanye Pilpres 2014.

Memang ada kenaikan total pendapatan negara pada RAPBN 2015 sebesar 10% atau setara dengan Rp124,7 triliun dibanding APBNP 2014. Namun, besaran subsidi BBM juga mengalami peningkatan signifikan sebesar 18,1% atau setara Rp44,6 triliun pada periode

83

Page 84: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

yang sama. Dengan kenaikan subsidi BBM tersebut, proporsi alokasi subsidi BBM sudah mencapai 21,5% dari total RAPBN 2015. Dari total subsidi sebesar Rp361,1 triliun, 77,8% di antaranya dialokasikan untuk subsidi BBM, sedangkan subsidi non-BBM hanya kebagian sebesar 22,2% yang dialokasikan untuk berbagai program. Alokasi subsidi non-BBM di antaranya subsidi pangan Rp18,9 triliun, pupuk Rp35,7 triliun, benih Rp0,9 triliun, PSO Rp3,2 triliun, bunga kredit programRp2,5triliun, dan subsidi pajak sebesar Rp8,6 triliun.

Kalau benar sebagian besar alokasi subsidi BBM selama ini hanya dinikmati oleh golongan menengah-atas para pemilik kendaraan bermotor, sedangkan alokasi subsidi pangan, pupuk, dan benih diperuntukkan bagi masyarakat golongan bawah, tidak diragukan lagi adanya ketidakseimbangan alokasi subsidi pada RAPBN 2015 antara golongan menengah-atas dengan golongan masyarakat bawah. Oleh karena itu, ada urgensi untuk realokasi subsidi dengan proporsi yang lebih besar untuk masyarakat golongan bawah ketimbang golongan menengah-atas, minimal proporsinya berimbang.

Realokasi subsidi BBM tersebut semakin urgen, jika membandingkan antara pengeluaran subsidi BBM sebesar Rp291,1 triliun dengan penerimaan dari sektor minyak bumi dan gas yang dianggarkan hanya sebesar Rp206,8 triliun, sehingga terdapat defisit sebesar Rp84,3 triliun. Defisit itu menunjukkan bahwa seluruh penerimaan negara yang berasal dari sektor minyak dan gas tidak mencukupi lagi untuk membiayai alokasi subsidi BBM, bahkan tekor. Data menunjukkan bahwa ketekoran tersebut sebenarnya sudah berlangsung dua tahun lalu, terhitung sejak APBN 2013.

Penaikan Harga BBM Bersubsidi

Tidak ada jalan lain yang bisa ditempuh untuk relokasi anggaran subsidi BBM, kecuali hanya menaikkan harga BBM bersubsidi. Masalahnya selalu muncul dilema setiap penaikan harga BBM bersubsidi, lantaran menaikkan inflasi. Padahal, setiap kenaikan inflasi berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan rakyat, utamanya rakyat miskin yang tidak menikmati subsidi BBM lantaran tidak memiliki kendaraan bermotor.

Penaikan harga BBM dari Rp4.500 menjadi Rp6.000 per liter pada April 2012 telah memicu kenaikan inflasi sebesar 0,93% sehingga inflasi 2012 mencapai 6,8% per tahun. Peningkatan inflasi itu menyebabkan penurunan daya beli masyarakat yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Selain itu, selalu muncul resistensi dari Parlemen dan Parlemen Jalanan setiap kali pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi.

Untuk meminimkan dampak inflasi penaikan harga BBM bersubsidi dan resistensi dari berbagai kalangan, paling tidak ada dua langkah yang harus ditempuh oleh presiden terpilih Jokowi. Pertama, penaikan harga BBM secara bertahap sebesar Rp500 per liter setiap tiga bulan sekali, dengan total kenaikan Rp2.000 per tahun anggaran.

Penetapan penaikan harga BBM bersubsidi harus diputuskan pada bulan-bulan yang tingkat

84

Page 85: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

inflasinya secara siklus sedang rendah, pada Oktober, Februari, Mei, dan Agustus. Upaya ini selain dapat meminimkan efek inflasi dan memberikan kepastian, juga dapat mencegah adanya resistensi. Para anggota DPR dan Demonstran barangkali enggan lantaran tidak punya alasan kuat untuk menentang kebijakan penaikan harga BBM yang ditetapkan hanya sebesarRp500 per liter.

Kedua, realokasi dana subsidi BBM harus dilakukan secara transparan untuk membiayai program-program populis. Di antaranya untuk membiayai Program Indonesia Pintar dan Indonesia Sehat serta Pembangunan Infrastruktur Pedesaan, utamanya pembangunan jalan dan irigasi serta mencetak lahan pertanian di pedesaan. Agar lebih berdaya guna, pembangunan infrastruktur pedesaan harus melibatkan masyarakat pedesaan setempat, dengan skema jaring pengaman sosial (social safety net).

Bantuan dana tunai untuk meringankan beban akibat kenaikan harga BBM masih perlu dibagikan kepada masyarakat yang benar-benar miskin. Mekanisme penyaluran dana tunai tersebut dilakukan dengan cara mentransfer dana ke rekening warga yang berhak menerima, yang sebelumnya sudah dibukakan rekening bank, sehingga warga tidak perlu berdesak-desakan mengambil dana tunai.

Memang penaikan harga BBM bersubsidi selama ini dianggap sebagai kebijakan nirpopulis yang menimbulkan resistensi cukup kuat dari berbagai kalangan. Namun, jika nanti pemerintahan Jokowi dapat merealokasi subsidi BBM secara transparan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program-program populis, tidak diragukan lagi rakyat pasti akan mendukung kebijakan penaikan harga BBM bersubsidi. ●

FAHMY RADHIPeneliti pada Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada

85

Page 86: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Pengentasan Kemiskinan

Koran SINDO

11 September 2014

Salah satu persoalan besar yang dihadapi bangsa Indonesia adalah masalah kemiskinan yang memerlukan perhatian dan penanganan secara serius, sistematis dan berkesinambungan (sustainable), serta memerlukan komitmen bersama untuk mengatasinya.

Ali bin Abi Thalib, salah seorang khalifah (khulafa-arrasyidin) mengatakan: “Seandainya kemiskinan berwujud manusia, niscaya aku akan memeranginya”. Kemiskinan merupakan masalah kompleks dan multidimensional, dalam literatur ekonomi pembangunan dikenal dengan lingkaran setan (vicious cycle) kemiskinan. Pendidikan yang rendah, produktivitas yang rendah, serta tingkat hidup yang rendah yang sering kali dijadikan alat pengukur kemiskinan, pada hakikatnya hanyalah merupakan suatu mata rantai dari sejumlah faktor yang menyebabkan kemiskinan.

Dari segi politik-ekonomi, kemiskinan sering kali dipahami sebagai hasil dari relasi (hubungan) kekuasaan dalam masyarakat yang keseluruhannya menciptakan kondisi miskin. Sebut saja nelayan yang terbelenggu oleh mata rantai eksploitasi tauke-nelayan, petani gurem yang terjerat dalam belenggu utang piutang dengan pelepas uang, serta indeks nilai tukar petani yang mengalami penurunan nilai (deteriorasi) karena tidak mampu beradaptasi dengan sektor modern.

Dari segi politik-ekonomi ini, kemiskinan dipandang sebagai konsekuensi dari proses yang telah mendorong konsentrasi kekayaan dan kekuasaan di satu pihak dan menumbuhkan masa pinggiran (marginal) yang mempunyai posisi tawar yang lemah di lain pihak (Moeljarto, 1996). Badan Pusat Statistik (BPS) mengklasifikasi miskin menjadi: hampir miskin, miskin dan miskin kronis. Hampir miskin dengan pengeluaran per bulan per kepala antara Rp233.740- 280.488 atau Rp7.780-9.350 per orang per hari, jumlahnya mencapai 30,02 juta; miskin dengan pengeluaran per orang per bulan per kepala Rp233.740 ke bawah atau sekitar Rp7.780 ke bawah per orang per hari, jumlahnya mencapai 31 juta; dan sangat miskin (kronis) tidak ada kriteria berapa pengeluaran per orang per hari. Tidak diketahui dengan pasti berapa jumlah pastinya. Namun, diperkirakan mencapai sekitar 15 juta (Kemenpera, 8 Juli 2014).

Berdasarkan klasifikasi dan kriteria BPS tersebut, total penduduk miskin (hampir miskin, miskin dan sangat miskin) sebanyak 76,02 juta orang. Bank Dunia membuat kriteria miskin yaitu orang yang berpenghasilan USD2/orang/ hari. Berdasarkan kriteria tersebut, jumlah

86

Page 87: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

penduduk miskin di Indonesia diperkirakan sebanyak 47% dari total penduduk Indonesia. Jika jumlah Indonesia pada tahun 2014 diperkirakan 246 juta, penduduk miskin diperkirakan berjumlah 115,62 juta. Berdasarkan kedua kriteria di atas, jumlah penduduk miskin di Indonesia sangat besar.

Kemudian jumlah pengangguran juga sangat besar. Untuk pengangguran terbuka, jumlahnya diperkirakan sebanyak 7,39 juta orang dan setengah menganggur sebanyak 13,56 juta orang (BPS, Mei 2013). Implikasi dari persoalan di atas menyebabkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masih rendah, berada di peringkat 121 dari 187 negara (UNDP, 2013). Daya saing ekonomi Indonesia juga berada di ranking ke 38 dari 148 negara yang disurvei dan berada pada ranking ke 5 dari negara-negara (World Competiveness Year Book , 2013-2014). Namun di sisi lain penduduk Indonesia yang masuk kategori kelas menengah jumlahnya cukup besar sekitar 45 juta orang pada 2012 (Mc Kinsey GI, 2012). Bahkan berdasarkan data Tribun News Com, 26 Oktober 2011, pendapatan 60 orang terkaya di Indonesia setara dengan pendapatan 40 juta penduduk miskin.

Berbagai data di atas menunjukkan tingkat kesenjangan kaya vs miskin sangat lebar dan tergambar juga dari angka rasio gini yang berada pada kisaran 0,43 pada tahun 2013. Tingkat kesenjangan ekonomi di Indonesia sering digambarkan seperti dua piramida berbalik, di mana sekelompok kecil orang superkaya Indonesia menikmati bagian terbesar dari sumber daya ekonomi Indonesia, sebaliknya sebagian besar rakyat Indonesia menikmati bagian terkecil sumber daya ekonomi Indonesia.

***

Jokowi-JK yang akan dilantik pada 20 Oktober nanti akan menghadapi tantangan dan tanggung jawab yang berat untuk mengurangi angka kemiskinan secara signifikan di Indonesia. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan nanti. Pertama, menjaga pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam lima tahun ke depan pada kisaran 6,3%- 6,8% bahkan lebih, agar dapat menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap banyak tenaga kerja serta mengurangi tingkat kemiskinan secara signifikan.

Kedua, harus ada grand design dan road map untuk memutus mata rantai dan lingkaran setan kemiskinan. Caranya melalui berbagai kebijakan dan program yang secara nyata berpihak kepada masyarakat miskin yang harus dilakukan secara terpadu, konsisten dan berkesinambungan.

Ketiga, membuat terobosan untuk memastikan kebutuhan dasar (pokok) rakyat miskin seperti pendidikan, kesehatan, sanitasi, rumah murah serta kebutuhan dasar lainnya dapat terpenuhi, antara lain melalui kemudahan akses, harga yang terjangkau, serta keamanan pasokan (supply). Keempat, menghapus korupsi di semua lini sampai ke akar-akarnya, karena telah nyata-nyata merusak dan merugikan masyarakat, bangsa dan negara serta menyebabkan tidak terpenuhinya pelayanan masyarakat (public services) sebagaimana mestinya.

87

Page 88: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Kelima, menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan sinergi dan optimalisasi pemberdayaan masyarakat perdesaan dan perkotaan serta memperkuat penyediaan dukungan pengembangan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin. Keenam, menggalakkan zakat, infak, sekedah, wakaf, dan dana sosial keagamaan lainnya untuk membantu mengatasi masalah kemiskinan.

Ketujuh, menciptakan pembangunan yang inklusif (development for all), yang melibatkan dan memberikan akses sebanyak-banyaknya masyarakat termasuk masyarakat miskin. Dengan demikian, jumlah penduduk miskin semakin berkurang secara signifikan dan kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. ●

RAHMAT HIDAYAT, PHDPengajar di Pascasarjana Universitas Trisakti & Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah-Jakarta, Anggota Dewan Pakar ICMI, Pengurus Pusat MES dan Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) 

88

Page 89: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Pentingnya Literasi Keuangan

Koran SINDO

13 September 2014

Kini hampir semua bank nasional papan menengah ke atas menawarkan kartu kredit dan kartu debit (ATM) sehingga kian banyak orang mengantongi kartu plastik itu. Bagaimana mitigasi risiko alat pembayaran tersebut? Literasi keuangan (financial literacy) yang bernas dan cerdas!

Sebelumnya, mari kita cermati perkembangan ATM. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan pertumbuhan ATM naik 7,68% dari 6.292.164 lembar per Desember 2013 menjadi 6.775.560 lembar per Juli 2014. Pertumbuhan ATM itu ternyata lebih subur daripada kartu kredit yang hanya naik 3,05% dari 15.091.684 lembar menjadi 15.552.463 lembar pada periode yang sama. Mengapa kartu kredit menurun tajam? 

Hal ini disebabkan lahirnya Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 dilanjutkan dengan Surat Edaran BI Nomor 142/27/DASP yang membatasi kepemilikan kartu kredit. Aturan itu membatasi maksimal dua kartu kredit bagi konsumen yang mempunyai pendapatan antara Rp3 juta dan Rp10 juta dari dua penerbit kartu kredit. Aturan tersebut bertujuan untuk mengerek tingkat kehati-hatian bank nasional dan melindungi konsumen. Hal ini juga untuk mencegah terulangnya kasus konsumen kartu kredit yang pernah menerpa bank asing pada beberapa tahun silam.

Pertumbuhan ATM yang begitu subur itu berarti orang makin banyak melakukan pembayaran non-tunai. Bagi bank nasional, hal itu merupakan pendapatan non-operasional (fee based income) yang gurih. Namun kian subur pertumbuhan ATM, kian tinggi pula potensi risikonya. Tengok saja kasus pembobolan ATM pada dua bank nasional papan atas pada medio Mei 2014. Itu yang layak dicegah!

Upaya Pencegahan 

Sungguh, kartu kredit dan ATM sudah menjadi simbol gaya hidup orang di kota besar saat ini. Namun ternyata kartu ajaib itu juga mendorong orang untuk makin konsumtif. Celakanya, konsumen yang gelap mata mulai memanfaatkan ATM untuk membobol bank. Oleh karena itu, ada tiga pihak yang wajib meningkatkan kewaspadaan yakni regulator, bank nasional, dan konsumen. 

Upaya apa saja yang patut dipertimbangkan untuk mitigasi risiko kartu kredit dan ATM? Pertama, regulator merapatkan barisan. Pada prinsipnya, BI sebagai regulator yang mengatur alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) telah menerbitkan aneka aturan untuk menjaga keamanan penggunaan kartu ATM atau kartu debit. Misalnya, aturan PIN yang harus terdiri

89

Page 90: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

dari enam digit dan migrasi kartu pita magnetik ke microchip. 

Empat bulan sebelum kasus ATM itu meledak di dua bank nasional kelas kakap, BI telah meluncurkan PBI Nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Keuangan. Aturan yang berlaku efektif 16 Januari 2014 menetapkan prinsip perlindungan konsumen yang meliputi keadilan dan keandalan, transparansi, perlindungan data dan/atau informasi konsumen, serta penanganan dan penyelesaian pengaduan yang efektif. 

Aturan paling anyar itu pun mewajibkan penyelenggara untuk menyediakan sistem yang andal dalam menyelenggarakan kegiatan jasa sistem pembayaran. Namun, lahirnya kasus dua bank besar itu menegaskan bahwa bank kelas kakap justru belum memiliki sistem yang canggih dan andal seperti harapan konsumen. Ini merupakan pelajaran berharga bagi semua kelompok bank nasional. 

Kedua, mengadakan sosialisasi dan edukasi. Oleh karena itu, bank nasional pun wajib menyelenggarakan sosialisasi dan edukasi. Hal ini lebih efektif ketika dilakukan di kampus dan sekolah sebagai sumber utama pengguna kartu kredit dan ATM selain pusat keramaian. Literasi keuangan dalam bidang kartu wajib ditanamkan terutama kepada konsumen pemula agar tidak terjebak pada penggunaan kartu secara sembarangan. 

Sosialisasi dan edukasi itu bukan hanya tentang kartu kredit dan ATM tetapi juga literasi (melek) keuangan secara umum. Ambil contoh, misalnya mengenai investasi. Ini akan sangat bermanfaat bagi konsumen (nasabah dan investor) terkait dengan banyaknya kasus perbankan dan non-perbankan selama ini. Lirik saja, kasus demi kasus muncul di permukaan bagai tiada putusnya. 

Qurnia Subur Alam Raya (QSAR), investasi keuangan dengan kerugian Rp800 miliar pada 2002, Adess Sumber Hidup Dinamika (investasi peternakan itik, Rp200 miliar, 2003), Medical (multilevel marketing/MLM, Rp50 miliar, 2004), Berlian Artha Sejahtera (arisan berantai, Rp200 miliar, 2005), Futurista International Paradana (MLM, Rp puluhan miliar, 2005), Platinum Invesmet (valas, Rp500 miliar, 2005), Interbanking Bisnis Terencana (penyertaan modal, Rp42 miliar, 2006), Mitra Wira Usaha Mandiri (MLM, Rp puluhan miliar, 2006), Java Lintas Niaga (MLM, Rp70 miliar, 2006), Wahyu Sejahtera Mandiri (MLM, Rp30 miliar, 2006). Disusul Wahana Bersama Globalindo (WBG) (valas, Rp3,5 triliun, 2007), Gama Smart Karya Utama (valas, Rp12 triliun, 2007), Sarana Perdana Indoglobal (valas, Rp2,1 triliun, 2007), PT Gradasi Anak Negeri (MLM, Rp 390 miliar, 2012), Koperasi Langit Biru (bisnis daging, Rp6 triliun, 2012) dan PT Gemilang Reksa Jaya (MLM, Rp ratusan miliar, 2012) (Harian Kontan, 25 Juli 2012). Paling gres, kasus Koperasi Cipaganti dengan potensi kerugian Rp3,2 triliun.

Ketiga, meningkatkan manajemen risiko operasional. Risiko operasional merupakan risiko yang berkaitan dengan operasional bisnis (Michel Crouhy, Dan Galai, dan Robert Mark, 2000). Risiko operasional itu meliputi dua komponen. Satu, risiko kegagalan operasional (operational failure risk) atau risiko intern yang meliputi risiko yang bersumber dari sumber

90

Page 91: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

daya manusia, proses dan teknologi. Dua, risiko strategi operasional (operational strategic risk) atau risiko ekstern yang berasal dari faktor-faktor antara lain politik, pajak, regulasi, pemerintah, masyarakat dan kompetisi.

Dibandingkan dengan risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas, pada dasarnya risiko operasional itu mempunyai cakupan yang lebih luas. Lantaran risiko operasional juga meliputi risiko yang bersumber dari karyawan dari semua level dari manajemen puncak hingga paling bawah. Kasus ATM itu termasuk risiko operasional yang bersumber dari lemahnya sistem teknologi informasi. 

Untuk itu, bank nasional wajib membentengi diri dengan bukan hanya audit komputer tetapi juga audit antikasus perbankan yang berkaitan dengan teknologi informasi (anti-cyber crime). Ingat, bank besar saja sempat kelimpungan menghadapi kasus ATM, apalagi bank berskala kecil. Artinya, kasus semacam itu tidak memandang bank nasional papan atas atau bawah.

Tentu saja, pengadaan sistem teknologi informasi yang canggih itu membutuhkan dana tinggi. Namun, ini mutlak diperlukan dalam waktu dekat mengingat perkembangan teknologi informasi begitu pesat terlebih ketika Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) efektif 2015. Bank nasional pun wajib merevitalisasi sistem dan prosedur (system operating procedures/SOP) disesuaikan dengan perkembangan produk dan jasa perbankan dan lingkungan bisnis. 

Bank nasional perlu pula meningkatkan penerapan segregasi wewenang. Pembagian dan pembatasan wewenang (siapa melakukan apa) wajib terus ditingkatkan. Amat dianjurkan setiap karyawan untuk senantiasa mengganti sandi (password). Jangan pernah membuat sandi yang merupakan tanggal lahir karena itu amat mudah dideteksi. Sandi seharusnya meliputi gabungan angka dengan huruf. Sangat tidak disarankan untuk saling berbagi sandi dengan sesama karyawan sekalipun dengan atasan. 

Dengan aneka upaya pencegahan demikian, sangat diharapkan kasus pembobolan perbankan dengan ATM dapat ditekan serendah mungkin. Kartu kredit pun laris manis sehingga laba bank nasional kian tinggi. Sungguh! ●

PAUL SUTARYONO

Pengamat Perbankan, Mantan Assistant Vice President BNI dan Anggota Pengawas Yayasan Bina Swadaya 

91

Page 92: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Ekonomi Museum

Koran SINDO

13 September 2014

Sering kita dengar bahwa sektor pariwisata (tourism) diharapkan sebagai bagian yang tidak kalah penting untuk menggerakkan ekonomi. 

Ketika sektor pariwisata dipilih menjadi sebagai salah satu sektor andalan, hal itu sering diikuti dengan semangat yang menggebu-gebu para pemangku kepentingan, bahkan dipaksakan masuk ke dalam rencana jangka panjang dan jangka menengah. Setelah itu garapan untuk menjadikan pariwisata menjadi maju hilang menguap entah ke mana, pariwisata tinggal di bibir saja. 

Demikian juga semenjak sektor industri kreatif menjadi salah satu andalan perekonomian, ramai-ramai banyak yang membicarakan industri kreatif. Para pejabat sering mengutarakan di berbagai kesempatan, tetapi tidak diikuti dengan usaha untuk mengarahkan agar industri kreatif benar-benar tumbuh.

Arah peningkatan industri kreatif juga masuk akal sekali mengingat kontribusi sektor ini memang relatif tinggi. Secara nasional, sekitar 7,74% dari pendapatan nasional disumbangkan oleh sektor ini. Sekarang tahun 2014 diperkirakan nilai industri kreatif sudah mencapai Rp700 triliun, padahal tahun 2006 dulu sekitar Rp104,4 triliun. Sebuah pertambahan nilai yang luar biasa, yang berimplikasi lapangan kerja dan kesejahteraan. Dari perkembangan nilai tambah itu, dua sektor andalan, fashion dan kerajinan, menyumbang masing-masingnya sebesar 43,1% dan 25,1%. 

Sektor-sektor industri kreatif lain belum meningkatkan nilai tambah, padahal itu sektor-sektor yang berkaitan dengan sektor ikutan pariwisata, di antaranya tingkat kunjungan yang bertujuan pada kepurbakalaan, sejarah, atau barangseni. Kenapa hal ini penting? 

Sejarah dan Museum 

Ketika kali kedua penulis berkunjung ke Istanbul, Turki, nuansanya berbeda ketika berkunjung pada akhir musim dingin lalu. Pada kunjungan kali ini penulis datang pada musim panas di daerah utara, yang melibatkan Eropa, China, Jepang, Korea, serta Amerika Utara. Negara- negara ini kebanyakan negara kaya dan pada musim panas penduduknya cenderung memenuhi rencananya melaksanakan perjalanan wisata. 

92

Page 93: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Tidak berlebihan kiranya bila perjalanan kali ini terkesan dan menemukan titik terang kenapa Istanbul menjadi salah satu tujuan wisata yang sangat diperhitungkan. Jawabannya adalah Turki memiliki berbagai lokasi wisata yang boleh dikata tergarap secara jelas, terencana, dan terlaksana secara terintegrasi. 

Tiga andalan utama yang membuat wisatawan memilih tujuan kunjungan ke Istanbul adalah, pertama, para wisatawan melihat bagaimana perkembangan pembangunan Masjid Biru (Blue Mosque) yang dibangun Sultan Ahmad pada abad ke-16. Kedua, melihat peninggalan gereja yang diubah fungsinya menjadi Masjid Aga Sofia. Ketiga mengarungi Selat Bosphorus sebagai salah satu peradaban dua benua, Asia bagian timur dan Eropa bagian barat. 

Ketika kita melihat dua tujuan wisata di atas, jelaslah yang menjadi kata kunci diminati oleh para turis adalah menyaksikan sejarah kesultanan Ahmad dengan segala cerita yang dirangkum dan disampaikan kepada pengunjung. Sementara pada masing-masing bangunan selalu ada museum sebagai barang bukti. 

Museum yang menghimpun dan memperlihatkan benda-benda purbakala serta benda sejarah semenjak kesultanan abad ke-16 itu dilengkapi dengan lanskap bangunan, tempat pejalan kaki, petunjuk, dan diakhiri dengan ekshibisi penjualan cendera mata yang mengacu pada sejarah dan kepurbakalaan. 

Salah satu sahabat penulis, Bapak Mudjito selaku direktur Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus, yang ikut dalam perjalanan menuturkan bahwa peninggalan baju Sultan Ahmad pun memberikan berkah beratus-ratus tahun setelah itu. Tentu kemasan dan isi cerita yang dirancang itu menjadi sesuatu yang terkesan bagi pengunjung.

Dalam mendukung sektor wisata ini, tumbuhlah hotel yang hampir di sepanjang jalan dapat kita lihat. Hotel-hotel penuh kalau musim panas datang. Harga satu kamar untuk bintang empat saja dapat sekitar Rp2,5 juta semalam dan sekitar 2 setengah kali lebih mahal dibandingkan ketika musim dingin berkunjung ke kota ini. Makanan seperti kebab juga mengalami kenaikan selama musim panas sekitar 20%. Jika musim dingin kebab di pasar tradisional berharga 4-5 lira atau sekitar 20.000-25.000, pada musim panas meningkat menjadi 6 lira atau sekitar 25.000. Satu kebab sudah cukup untuk sebungkus nasi.

Hal lain yang menarik adalah kota ini (Istambul) benar-benar siap dengan sistem transportasi yang teratur. Dengan jumlah penduduk sekitar 14 juta orang, lebih banyak dibandingkan dengan penduduk Jakarta, pengangkutan antarlokasi pada umumnya dengan menggunakan kereta listrik. Empat gerbong sanggup membawa penumpang sebanyak 500 orang. Bisa berjalan hilir mudik. 

Betapa efisiennya, jika empat gerbong yang jalan sama dengan 50 buah angkot yang bermuatan 10 orang, berapa BBM yang digunakan dan berapa banyak badan jalan yang habis? Taksi dan mobil pribadi juga banyak digunakan. Namun masyarakat cenderung menggunakan transportasi umum. Pengendalian penggunaan kendaraan pribadi dan/atau taksi

93

Page 94: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

dapat dilakukan terutama disebabkan harga minyak bensin sebesar 4,41 lira (pada tanggal 7 September 2014 sekitar Rp22.000), sekitar tiga setengah kali dibandingkan dengan harga BBM yang dibeli di Indonesia. 

Sangat jelas kiranya bahwa membanjirnya para turis ke kota ini karena sejarah Kesultanan Ahmad pada abad ke-16 dulu telah dijadikan oleh pemerintahan Presiden Attaturk dan kemudian dilanjutkan hingga kini dengan membenahi infrastruktur publik yang sangat mengesankan. Lantas dampak ikutan yang terjadi dengan tumbuhnya wisatawan mancanegara dan lokal ke Istambul jelas meningkatkan kreativitas para perajin lokal untuk menyediakan berbagai jenis industri kreatif. 

Karya-karya seni seperti lukisan berbagai tempat penting dicetak berulang kali, jewelery dan segala pernik-pernik perhiasan wanita berkembang pesat dengan motif dan bentuk yang lengkap dan rapi. Salah seorang penjual perhiasan wanita mengungkapkan bahwa mereka lebih banyak membeli bahan baku permata dari India, kemudian mengolahnya dalam skala industri rumah tangga. 

Apalagi kuliner, selain khas menghasilkan kebab, industri roti rumah tangga di daerah ini pun tumbuh pesat sekali. Selain itu buah-buahan peras lokal, jagung bakar, serta hasil bumi kuliner menjadi sangat mudah terjual habis. Bayangkan, dengan didasari kenyataan demikian, dapat dipahami bahwa daerah ini berkembang industri pariwisatanya tidak datang begitu saja, tetapi sangat terencana.

Bagaimana dengan daerah kita? Sebenarnya menggarap pariwisata mesti dilakukan secara terintegrasi. Tidak bisa dilakukan sepotong-sepotong. Mesti dimulai dengan perencanaan yang komprehensif. Apalagi berdebat tidak ada habisnya tentang pariwisata. Selalu menyatakan pentingnya pariwisata, tetapi tidak tekun untuk menjadikan alias tanggung dan menganggap sepele. Bayangkan saja untuk satu kawasan spesifik lokal di beberapa daerah yang potensial sebenarnya dapat dihasilkan sebuah kawasan tujuan wisata yang jauh lebih baik dan terencana. 

Sebaiknya konsep dan gagasan ini dapat ditawarkan kepada siapa saja yang sanggup menuangkan gagasannya mengenai bagaimana pengembangan kawasan wisata dalam rentang 10 sampai 25 tahun mendatang. Ketika hal itu disepakati kemudian dapat diwujudkan berbagai kegiatan seperti bagaimana penataan ruang, pembuatan sarana dan prasarana, rencana pengembangan hotel, pelatihan industri kreatif, dan pengembangan masyarakat di sekitar kawasan tujuan wisata. 

Kita tunggu reaksi banyak pihak, daripada kita habis membual mengenai persoalan wisata serta industri kreatif, nanti sering hanya tinggal wacana. Menguap antara satu pimpinan ke pimpinan lain. Tidak usah tanggung-tanggung mengembangkan pariwisata karena Turki dengan Blue Mosque dan Aga Sofya mampu meraup perhatian dunia, yang membuat negara ini menjadi banyak mendapatkan keuntungan. 

94

Page 95: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Museum tidak dibuat hanya untuk menjadi tempat yang sepi, tetapi justru dibuat dan ditata untuk keperluan para turis yang menyukai berkunjung untuk mengikuti sajian cerita yang menarik. Di tempat kita urusan kepurbakalaan mesti lebih cerdik melihat peluang ini.

Banyak lapangan kerja yang akan terbuka ketika suatu daerah sudah tertata secara baik pariwisata. Selain industri kreatif berkembang karena adanya permintaan, para pemandu turis pun akan diperlukan. Begitu pula dengan pengangkut bus pariwisata, manajemen karcis, penjaga toko, tukang masak, penjual kuliner, pegawai hotel, dan sebagainya. ●

ELFINDRI

Profesor Ekonomi SDM dan Koordinator Program S-3 Ilmu Ekonomi Universitas Andalas 

95

Page 96: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

UMKM Pendorong Ekonomi Nasional

Koran SINDO

15 September 2014

Dalam waktu dekat, pemerintah akan menerbitkan regulasi terkait perizinan satu lembar untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM). Regulasi ini dimaksudkan untuk memberi ruang bergerak bagi UMKM agar dapat terus meningkatkan daya saing, terutama di tengah kompetisi yang sangat terbuka. 

Perizinan satu lembar merupakan salah satu mekanisme insentif yang diberikan kepada para pelaku UMKM untuk memberi kepastian hukum yang selama ini sering terkendala legalitas usaha. Seperti kita ketahui, sebagian besar sektor UMKM merupakan usaha-usaha yang dikelola secara sederhana oleh masyarakat dan tak jarang yang tidak memiliki legalitas usaha. Mekanisme insentif melalui perizinan satu lembar ini secara spesifik bertujuan untuk membantu para pelaku UMKM dalam hal kepastian berusaha (hukum) dan kesinambungan usaha. 

Perizinan ini lebih bersifat insentif, di mana dengan perizinan satu lembar, pelaku UMKM dapat mengakses seluruh fasilitas atau program pemerintah yang terkait dengan pengembangan sektor UMKM, misalnya pembiayaan, pembinaan, pelatihan, pameran, akses pasar. Regulasi ini sekaligus digunakan pemerintah sebagai salah satu instrumen untuk mengadvokasi UMKM sebagai entitas yang menopang perekonomian nasional.

Dalam satu dekade terakhir, kinerja sektor UMKM konsisten, khususnya ketika ekonomi dunia melambat. Seperti kita ketahui bersama, pascakrisis 1998 dan 2008, UMKM merupakan sektor yang relatif kebal dari berbagai tekanan efek krisis yang banyak menghancurkan usaha-usaha di sektor besar. Hal ini mengingat kekhasan sektor UMKM seperti minim penggunaan kredit lembaga keuangan, tidak berhubungan dengan nilai tukar mata uang, dan lain sebagainya.

Karena relatif terhindar dari imbas krisis, UMKM merupakan salah satu sektor yang banyak dinilai sebagai penyelamat ekonomi nasional dalam 10 tahun terakhir ini. Perekonomian nasional dapat tumbuh positif di tengah tekanan krisis ekonomi dunia, proses pembangunan terus berjalan, sejumlah program kesejahteraan terus menunjukkan peningkatan yang signifikan. 

Capaian ini bahkan diraih ketika negara-negara lain sedang menghadapi persoalan serius dari imbas krisis global. Tidaklah berlebihan bila UMKM dipandang sebagai sektor strategis yang selama ini yang tidak hanya berkontribusi terhadap pertumbuhan nasional, tetapi juga telah menyelamatkan perekonomian nasional dari imbas krisis global.

96

Page 97: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

Di samping sebagai penopang ekonomi nasional dari efek krisis, UMKM juga merupakan sektor dengan partisipasi pelaku ekonomi (masyarakat) terbesar di Indonesia. Tercatat sekitar 107 juta masyarakat Indonesia yang berada dalam sektor ini atau hampir setengah populasi Indonesia. Atau bisa dikatakan UMKM merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar dari total angkatan kerja yang dimiliki saat ini sebanyak 125 juta orang (BPS, Februari 2014).

Dari sisi jumlah unit usaha, sektor UMKM tercatat menguasai 99% pangsa pasar sektor usaha atau mencapai 56 juta unit usaha, sisanya 1% merupakan sektor usaha besar. Yang menarik dari 56 juta unit usaha di sektor UMKM, usaha mikro merupakan usaha dengan jumlah unit usaha terbesar yang mencapai 55 juta unit usaha. Sektor mikro inilah yang selama ini menjadi penopang imunitas perekonomian nasional dari imbas krisis seperti kerentanan terhadap isu kemiskinan, pengangguran, kesehatan dan sebagainya. 

Sektor UMKM yang strategis ini mendorong pemerintah untuk terus memberikan pembinaan dan sejumlah insentif, agar sektor ini dapat bertumbuh menjadi sektor yang berdaya saing tinggi khususnya di tengah sejumlah agenda integrasi ekonomi regional dan global. Termasuk di antaranya memberikan insentif perizinan satu lembar yang tidak hanya memberi kepastian hukum pelaku UMKM, tetapi juga membantu para pelaku UMKM untuk dapat mengakses sejumlah program atau fasilitas yang selama ini diberikan oleh pemerintah seperti kredit usaha rakyat, kredit program, bantuan pelatihan, pembinaan, promosi, serta akses informasi pasar. 

Realisasi kredit usaha rakyat sejak diluncurkan tahun 2007 hingga saat ini telah mencapai Rp161 triliun dengan jumlah debitur 11,5 juta orang. Kredit ini memang dikhususkan untuk sektor mikro yang memerlukan pendampingan bantuan modal usaha dan modal investasi dengan jumlah kredit hingga mencapai Rp20 juta per debitur. Di samping bantuan atau insentif permodalan dan pembiayaan, pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UMKM juga aktif melakukan pembinaan UMKM melalui kegiatan-kegiatan pameran baik dalam maupun luar negeri. 

Di dalam negeri, pameran produk-produk UMKM yang diikuti dengan berbagai pelatihan peningkatan kapasitas produksi dengan memanfaatkan iptek yang diselenggarakan melalui kerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sementara untuk pameran luar negeri, pemerintah juga terus mempromosikan sektor UMKM melalui kerja sama dengan lembaga seperti KOTRAKorea, Taiwan-ICDF, VECO, Netherland-GKSI. Pameran dalam negeri dan luar negeri ini bertujuan memperlebar akses pasar dan pertukaran informasi UMKM agar dapat mengembangkan usahanya melalui jejaring yang tersedia. Selain kegiatan pameran, kegiatan-kegiatan pelatihan teknik produksi, difusi teknologi, dan manajemen ekspor-impor juga dilakukan untuk membekali pelaku UMKM agar dapat melakukan penetrasi pasar dunia tidak hanya pasar domestik.

Penerbitan regulasi perizinan satu lembar bagi UMKM yang akan dikeluarkan pemerintah dalam bentuk peraturan presiden merupakan salah satu komitmen nasional untuk mendorong penguatan ekonomi domestik. Penguatan ekonomi domestik melalui pemberdayaan sektor

97

Page 98: [Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014

UMKM diyakini dapat memberi daya dorong yang besar dalam mewujudkan perluasan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. 

Sebagai salah satu katup pengaman dalam program penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, sektor UMKM diharapkan dapat sekaligus menjadi motor pembangunan nasional yang memberi efek distribusi pembangunan yang lebih merata. Kita percaya dan optimistis keberpihakan pada sektor UMKM sebagaimana komitmen pemerintah selama ini akan memberi efek yang besar bagi proses pembangunan nasional yang sedang berjalan. Melalui keberpihakan terhadap sektor UMKM ini, agenda pengentasan kemiskinan dapat lebih mudah dilakukan, tingkat pengangguran dapat ditekan dengan optimal, dan sebaran faktor produksi (ekonomi) dapat lebih merata, sehingga disparitas akan lebih mudah diatasi. 

Jika semua ini dapat berjalan lancar, saya yakin dan percaya fundamental ekonomi nasional akan semakin kuat dan kokoh. Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi akan tersebar dengan lebih merata, baik dari sisi ekonomi wilayah maupun dari sisi rumah tangga. Untuk waktu-waktu ke depan, kita berharap komitmen politik terhadap pemberdayaan sektor UMKM dapat terus meningkat, seiring dengan semakin besarnya peluang untuk mendorong UMKM sebagai sektor usaha berdaya saing dan kearifan lokal yang tinggi. ●

PROF FIRMANZAH PhD   Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan

98