(Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

145
ISI MASA DEPAN INDUSTRI TELEKOMUNIKASI INDONESIA N/A 5 TEKNOLOGI DAN POLITIK N/A 8 RUPIAH Rhenald Kasali 11 PANGAN, ENERGI, DAN LINGKUNGAN Arif Satria 14 TANTANGAN EKONOMI PRESIDEN TERPILIH Firmanzah 17 MENIMBANG INVESTASI ASING PASCAPILPRES 2014 Ivan A Hadar 23 MENJADI SPONSOR OLAHRAGA Alberto Hanani 26 1

description

opini para pakar yang dimuat di Koran SINDO dan juga situs www.sindonews.com

Transcript of (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Page 1: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

ISI

MASA DEPAN INDUSTRI TELEKOMUNIKASI INDONESIA

N/A 5

TEKNOLOGI DAN POLITIK

N/A 8

RUPIAH

Rhenald Kasali 11

PANGAN, ENERGI, DAN LINGKUNGAN

Arif Satria 14

TANTANGAN EKONOMI PRESIDEN TERPILIH

Firmanzah 17

MENIMBANG INVESTASI ASING PASCAPILPRES 2014

Ivan A Hadar 23

MENJADI SPONSOR OLAHRAGA

Alberto Hanani 26

STABILITAS PASCAPILPRES

1

Page 2: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Firmanzah 29

MENGGUGAT JURUS ANTIKEMISKINAN

Khudori 32

JERMAN DAN LEGENDA LORELEI

Rhenald Kasali 35

TANTANGAN EKONOMI POLITIK PRESIDEN BARU

Bambang Setiaji 38

BERKAH LEBARAN BAGI MULTIFINANCE

Paul Sutaryono 42

PENGARUH SISTEM PEMBAYARAN TERHADAP INVESTASI

Achmad Deni Daruri 45

KEMEWAHAN

Rhenald Kasali 48

AGENDA EKONOMI PRESIDEN BARU

Ahmad Erani Yustika 51

MUDIK DAN PROYEK NASIONAL

2

Page 3: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Rhenald Kasali 54

MUNGKINKAH LEBARAN TANPA INFLASI?

Khudori 57

MEWASPADAI KEAMANAN PANGAN

Toto Subandriyo 60

GELOMBANG KE-3 PASCAREFORMASI

Firmanzah 63

SOLUSI PERMASALAHAN ENERGI

Marwan Batubara 66

TEOLOGI NEGARA MARITIM

Rokhmin Dahuri 69

MADE IN INDONESIA

Joko Mogoginta 73

BELAJAR DARI KEMAJUAN REPUBLIK KOREA

Vishnu Juwono 75

BUBUR PANAS DAN PENGENDALIAN BBM

3

Page 4: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Rhenald Kasali 78

KOREKSI SUBSIDI

Bambang Soesatyo 81

TRANSFORMASI SISTEM PEMBAYARAN

Achmad Deni Daruri 84

MIMPI INDONESIA MANDIRI

Ahmad Yani 87

APBN 2015: JEMBATAN ANTARPEMERINTAHAN

Firmanzah 90

MENGGAGAS INDONESIA SHIPPING INCORPORATED

Siswanto Rusdi 93

JERMAN, BIG DATA, DAN PIALA DUNIA

Alberto Hanani 95

MENUMBUHKAN KEWIRAUSAHAAN

Elfindri 98

4

Page 5: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Masa Depan Industri Telekomunikasi Indonesia

Industri telekomunikasi terus berubah. Semisal, pada awalnya, penggunaan telepon seluler hanya untuk komunikasi suara dan pengiriman pesan melalui SMS , tetapi kini telepon seluler sudah sangat canggih. 

Tak sekadar untuk kebutuhan komunikasi, melainkan juga dimanfaatkan untuk kegiatan bisnis. Kebutuhan komunikasi dan kegiatan bisnis yang semakin canggih membuat operator telekomunikasi harus berbenah dan berinovasi untuk memenangi persaingan. Apalagi kini pasar industri telekomunikasi sudah memasuki fase jenuh lantaran penetrasinya sudah mencapai hampir 100%. Dalam masa ini, para operator telekomunikasi harus berupaya dengan berbagai strategi untuk mempertahankan pelanggannya atau berinovasi untuk merebut pelanggan operator lain. 

Operator telekomunikasi dituntut bekerja lebih keras karena berdasarkan survei Tektronix Communications awal April lalu, operator seluler Indonesia memiliki risiko kehilangan hampir seperempat dari jumlah pelanggan mereka. Layanan pelanggan yang buruk adalah alasan yang menjadi pertimbangan utama berpindah operator.

Meski penetrasi seluler sudah mencapai hampir 100%, pasar di industri telekomunikasi, khususnya seluler, masih mempunyai ruang untuk berkembang. Industri operator seluler diprediksi mampu tumbuh 7- 8% tahun ini. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan adalah rencana operator yang terus meningkatkan layanan data dengan menggelontorkan dana triliunan rupiah guna memperkuat jaringan infrastrukturnya. Pengguna layanan internet yang masih terbilang sedikit dibandingkan dengan pelanggan seluler bisa menjadi celah bagi operator untuk mengembangkan bisnis. Saat ini penetrasi internet di Tanah Air baru mencapai 25% dari total penduduk. Masih ada ruang pertumbuhan menjanjikan untuk seluler, baik secara demografis, geografis maupun layanan seluler baru seperti digital. 

Secara industri, saat ini rata-rata 70% pendapatan operator berasal dari layanan suara dan pesan singkat, sedangkan 30% dari layanan data. Namun porsi tersebut bisa terbalik dalam tiga sampai empat tahun mendatang. Dengan kata lain, kontribusi layanan data bisa mencapai 70% pada 2016. Hal itu terkait dengan gencarnya perkembangan broadband dan smartphones sehingga mendorong perkembangan data dan digital business. 

Basic service seperti voice dan SMS tetap masih berperan penting untuk kebutuhan dasar konsumen dalam berkomunikasi, tetapi untuk 18 bulan ke depan kita akan melihat perkembangan cukup signifikan pada broadband dan digital business. Nantinya kedua hal ini akan menjadi pendapatan utama operator. Menyikapi perkembangan ini, Telkomsel telah jauh-jauh hari melakukan transformasi untuk menghadapi revolusi di industri telekomunikasi. 

5

Page 6: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Di era globalisasi ini persaingan tak hanya datang dari operator lokal lainnya, tetapi juga dari raksasa semacam Google, Facebook, dan masih banyak lagi. Meski begitu industri telekomunikasi Indonesia cukup beruntung karena majunya belakangan sehingga relatif mempunyai waktu yang lebih banyak atas dampak perubahan yang ekstrem di industri ini.

Sebagai gambaran di Amerika Serikat, dulu yang terkenal adalah operator AT&T, tapi sekarang pamornya sudah tenggelam dengan nama besar Google. Sementara di Eropa, dulu nama France Telecom dan British Telecom sangat dominan, tetapi sekarang digantikan Vodafone. Artinya terjadi perubahan industri di mana benang merahnya revolusi industri ini adalah lahirnya internet protocol (IP).

Dalam melihat industri ini ke depan, kunci utamanya terletak pada pembangunan ekosistem DNA: device, network, dan application. Dahulu hampir tidak ada device dan application, hanya network. Namun seiring dengan berjalannya waktu, karena di-drive oleh teknologi IP, yang jauh lebih berkembang ternyata adalah application atau over the top (OTT). 

Hal ini membuat bisnis network yang dominan selama ini dilakukan operator menjadi terjepit. Pasalnya, investasi di bisnis network itu ada dua, yaitu orang dan perangkat, sedangkan di application investasinya hanya orang. Jika perusahaan penyedia network tidak cerdas, ke depannya akan terjepit. Solusi untuk perusahaan network yang berhasil bukanlah persaingan, tetapi justru berkolaborasi dan mengekspansi diri. Hal inilah yang akan membuat terjadinya konsolidasi bisnis pada ekosistem DNA di tahun 2020 di mana sebuah perusahaan dapat memiliki ketiga unsur tersebut. 

Langkah ini yang sedang ditempuh Telkomsel di mana perusahaan tidak lagi disebut telecommunication company, tapi digital company (dico). Sebagai tahap awal untuk sepenuhnya menjadi digital company, Telkomsel memperkuat sisi network terlebih dahulu, sekalipun saat ini telah memiliki BTS sebanyak 76.000 unit yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, mencakup 98% populasi Indonesia. Terdapat tiga hal yang menjadi perhatian dalam pembangunan network, yaitu coverage, capacity, dan capability. 

Dengan pelanggan mencapai lebih dari 135 juta per April 2014, tentunya kebutuhan ini pun menjadi cukup besar, apalagi dengan penggunaan data (internet) yang semakin meningkat di kalangan pelanggan. Selain dari sisi network atau jaringan, untuk mempercepat terwujudnya digital company juga diperlukan sumber daya manusia yang andal. Jadi tidak salah jika tahun ini Telkomsel dan Telkom ingin membangun 20 digital valley sebagai pusat berkumpulnya developer lokal yang akan bisa melahirkan aplikasi-aplikasi yang tidak saja menguntungkan dari sisi bisnis, tetapi juga turut mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Melihat perkembangan saat ini, terdapat tiga cara untuk mendongkrak pertumbuhan digital services di tahun-tahun mendatang, yaitu bekerja sendiri, bermitra atau mengakuisisi perusahaan lain. Tentu para operator punya strategi masing-masing dalam mengembangkan bisnisnya. Namun yang pasti meski jumlah pelanggan tidak mungkin akan selalu naik atau

6

Page 7: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

bertambah, dari sisi application ternyata ke depannya masih banyak peluang yang bisa digarap.

7

Page 8: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Teknologi dan Politik

Globalisasi, pasar bebas, dan kapitalisme adalah sebuah fenomena yang sungguh revolusioner dalam sejarah manusia. 

Sejak Revolusi Industri pada awal Abad Ke-19, manusia telah mencapai lompatan sejarah yang sangat jauh dibandingkan dengan periode perkembangan manusia ratusan tahun sebelumnya. Salah satu bentuknya adalah kemajuan teknologi dan transportasi. Teknologi mampu membuat proses produksi dilakukan di tempat yang terpisah hingga jarak ribuan kilometer pada saat bersamaan dan kemudian hasilnya disatukan menjadi produk andalan. Semuanya karena kecanggihan sistem transportasi yang lebih cepat, lebih bisa diandalkan, dan aman. 

Kita dapat mengambil contoh proses produksi kendaraan roda empat. Dalam proses produksi kendaraan roda empat, pembagian kerja dilakukan secara regional. Dalam kasus ini, Thailand adalah pusat dari produksi mobil di Asia Tenggara yang bertugas untuk membuat dan memenuhi permintaan kendaraan negaranegara di Asia Tenggara. Produksi mobil di Thailand sangat tergantung pada ratusan ribu perusahaan pemasok onderdil yang berasal dari dalam dan luar negeri. Ratusan ribu pemasok saling berkompetisi satu sama lain untuk menjadi pemasok utama. 

Merek yang menjadi pemenangnya tidak lantas berdiam diri karena para pemilik merek seperti Toyota, Nissan, Mitsubishi, dan lainnya terus menuntut kualitas, kuantitas, dan waktu pengiriman barang yang makin cepat dan murah. Permintaan pasar yang tinggi membuat mereka bekerja sesuai dengan waktu dan jadwal yang ketat. Pengaturan ini dilakukan lewat inovasi teknologi, sumber daya manusia yang andal dengan mengandalkan infrastruktur transportasi yang baik. Inovasi ini mampu mengurangi kebutuhan akan tempat penyimpanan suku cadang sehingga secara hitungan ekonomi bisa lebih efisien dan efektif. 

Hal-hal tersebut tidak dapat dilakukan bila tidak ada inovasi teknologi, infrastruktur, dan kapasitas sumber daya manusia dalam industri kita. Kini produsen kendaraan tidak lagi pusing dengan masalah lokasi pabrik dan besaran lahan produksi. Prioritas mereka adalah dapat membangun pabrik perakitan sedekat mungkin dengan pasar. Saat ini para pemegang lisensi dan teknologi kendaraan mengincar negara-negara ASEAN karena saat ini ASEAN dan Asia adalah pasar yang sangat potensial karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan semakin tebalnya lapisan kelas menengah yang haus akan barang-barang konsumtif. 

Tujuan akhirnya adalah menjual mobil yang berkualitas sebanyak-banyaknya dengan harga yang semurah-murahnya agar dapat memenangi persaingan. Awalnya banyak pihak yang berpikir bahwa krisis politik di Thailand akan membuka peluang Indonesia menjadi negara eksportir mobil terbesar di Asia Tenggara, menggantikan Thailand, namun para investor tampaknya masih ragu bahwa infrastruktur dan jaringan pemasok di Indonesia mampu

8

Page 9: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

melebihi kemampuan Thailand. Krisis Thailand tidak ada hubungannya dengan meningkatnya daya saing Indonesia. 

Kemungkinan yang terjadi justru Indonesia memang mungkin akan menjadi produsen mobil terbesar, namun hanya sebagai pemain domestik yang memenuhi pasar dalam negeri, sementara produsen mobil ekspor negara-negara Asia Tenggara tetap dipegang oleh Thailand. Di sini dapat disaksikan inovasi teknologi jelas terkait dengan strategi ekspansi politik ekonomi sebuah negara. Negara-negara yang mengandalkan sumber daya manusianya sebagai keunggulan komparatif seperti Eropa, Amerika, Jepang, China, atau India mampu menaklukkan pasar luar negeri dengan kemajuan teknologi mereka. 

Sumber daya manusia mereka digembleng, bahkan disubsidi sedemikian rupa, supaya bisa berangkat dan belajar sebanyak-banyaknya dari lembaga-lembaga pendidikan di luar negeri, misalnya di bidang logistik, manajemen bisnis, ilmu rekayasa (teknik) dan teknologi industri. Tantangan untuk China atau India saat ini, dan tantangan ini juga dihadapi oleh Indonesia, adalah mendorong lebih banyak dana pemerintah untuk diarahkan bagi penelitian yang mendorong produksi barang-barang konsumen secara massal. Tetapi, pengembangan industri tidak bisa berhenti di situ. 

Jika belajar dari pengalaman Inggris dan Belanda, keduanya adalah negara yang mampu memproduksi kapal-kapal laut yang mampu menjelajahi samudra yang jauh jarak dan penuh tantangan iklim. Artinya, kecanggihan teknologi untuk memproduksi barang-barang konsumen juga perlu dilengkapi dengan teknologi alat-alat pengangkut dan kesiapan pelabuhan yang memadai. Dengan modal seperti itulah kedua negara ini dikenal sebagai penguasa samudra, bahkan sampai bisa menduduki sejumlah kerajaan dan kota di Asia. 

Dulu, bangsa Eropa tergolong canggih dalam hal persenjataan dan amunisi yang membuat mereka dapat menduduki daratan Afrika. Namun, musuh mereka yang paling berat bukanlah penduduk lokal, tetapi penyakit malaria. Di situ mereka tekun mengembangkan teknologi medis sampai akhirnya mereka menemukan vaksin yang membuat tubuh mereka menjadi kuat dan mampu menjajah negara-negara koloni.

Dalam kasus yang terakhir, kini kita menyaksikan betapa China dan negara-negara Eropa sedang berkompetisi dalam perdagangan panel surya. Panel surya adalah alternatif teknologi penghasil energi yang dianggap ramah lingkungan. Saat ini negara-negara Eropa yang selama ini banyak memproduksi panel surya mulai terdesak oleh produk-produk China yang lebih murah. Eropa menuduh China melakukan politik dumping dan memberi subsidi kepada sejumlah produsen solar panel. Hal ini tidak menggentarkan China.

Dari sejumlah cerita di atas, kita dapat menilai kualitas debat calon wakil presiden Hatta Rajasa dan Jusuf Kalla pekan lalu. Kita dapat mengambil kesimpulan bahwa inovasi teknologi sangat terkait dengan politik dagang dan pembangunan sebuah negara. Kedua hal ini luput dibahas dalam debat. Inovasi teknologi adalah perjuangan untuk dapat menduduki posisi rantai tertinggi dalam rantai produksi global, artinya tampil dengan sektor unggulan

9

Page 10: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

yang memiliki nilai tambah (value added) lebih besar dibandingkan negara-negara lain. Mustahil kita sekadar berandai-andai bahwa akan ada kecukupan sumber daya manusia, insentif penggunaan teknologi canggih atau kesiapan alat angkut dan sistem logistik di pelabuhan jika tak satu pun kebijakan kita sekarang mengarah pada perbaikan yang spesifik. 

Harus ada langkah konkret yang langsung bisa diterapkan dan hal ini, sekali lagi, tidak lepas dari politik dagang dan pembangunan yang akan diterapkan oleh pemimpin yang baru. Presiden dan wakil presiden baru akan ditentukan satu minggu dari hari ini. Tugas pokok mereka saat ini adalah menyinergiskan seluruh fokus perhatian mereka di dalam bidang ekonomi, politik luar negeri, ketenagakerjaan, dan sebagainya dalam bentuk strategi kebijakan yang andal. 

Hanya dengan demikian mereka bisa mempertahankan visi-misinya, bahkan di tengah tekanan penolakan yang mungkin saja muncul dari parlemen atau pemangku kepentingan tertentu. 

10

Page 11: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Rupiah

Saya terkenang dengan pidato Wakil Presiden RI Mohammad Hatta pada 29 Oktober 1946. Pidato itu ia sampaikan melalui Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta. Bunyinya begini, ”Besok tanggal 30 Oktober 1946 adalah suatu hari yang mengandung sejarah bagi Tanah Air kita. Rakyat kita menghadap penghidupan baru. ” 

”Besok mulai beredar Oeang Republik Indonesia sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah. Mulai besok kita akan berbelanja dengan uang kita sendiri, uang yang dikeluarkan oleh republik kita.” Ketika itu kata uang masih ditulis dengan oeang. Itu sebabnya singkatan yang muncul adalah ORI, singkatan dari Oeang Republik Indonesia. Sejak itu uang Jepang dan uang Belanda, yang kala itu digunakan untuk bertransaksi oleh masyarakat Indonesia, menjadi tidak berlaku lagi.

Saya membaca catatan yang menyebutkan, pasca-Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, keadaan ekonomi Indonesia memang sangat buruk. Jumlah uang yang beredar tidak terkendali sehingga inflasi pun merajalela. Kala itu ada tiga mata uang, yakni uang Jepang, uang Hindia Belanda, dan uang De Javashe Bank. Kondisi itu diperparah dengan kebijakan Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) Letjen Montagu Stopford yang memberlakukan penggunaan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesia yang diduduki AFNEI. Peredaran uang NICA itu betul-betul di luar kendali Pemerintah RI. Maka penerbitan ORI bukan sekadar sebagai alat transaksi yang menggantikan peran uang-uang tersebut. Ada visi yang lebih besar di baliknya, yakni mematahkan dominasi uang terbitan Netherlands Indische Civil Administration atau NICA tadi, yang penggunaannya kian luas di negara kita. 

Visi lainnya adalah untuk menunjukkan kedaulatan dan membesarkan hati bangsa Indonesia, yang baru menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Penerbitan ORI juga mempunyai visi ekonomi. Masa perang membuat masyarakat tak sempat berproduksi. Pasokan barang-barang pun terbatas, sementara permintaannya meningkat sehingga inflasi pun menggila. Maka ketika pemerintah menerbitkan ORI, nilai ORI terhadap mata uang Jepang pun dibuat menguat menjadi 1 : 50 untuk Jawa dan 1 : 100 untuk luar Jawa. 

Uang Asing 

Kalau membaca kisah seputar ORI tadi, saya merasakan betul adanya suasana yang heroik kala itu. Uang bukan sekadar alat untuk bertransaksi, tapi juga alat perjuangan. Lalu saya juga membaca kisah-kisah tentang betapa kerasnya perjuangan pemerintah ketika itu untuk mencetak ORI, sebelum akhirnya Wapres Mohammad Hatta mengumumkan berlakunya ORI. Kisah-kisah heroik tadi tentu membuat kita merasa bangga. Namun kebanggaan itu kini butuh ujian baru ketika globalisasi mengempaskan kita. Jangankan Indonesia, Belanda saja harus melepas mata uangnya (gulden), sama seperti Jerman, Italia, dan Prancis yang melebur dalam mata uang baru: euro. 

11

Page 12: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Jadi bagaimana kalau kita membaca berita tentang masih digunakannya mata uang dolar AS dalam transaksi yang justru terjadi di lingkungan pelabuhan? Di sana mata uang dolar AS itu ternyata digunakan untuk membayar biaya container handling charge (CHC) dan terminal handling charge (THC) yang nilainya masing-masing USD83 dan USD93. Namun, uniknya, pembayaran itu kabarnya harus menggunakan uang dolar AS dengan nomor seri terbaru. Pembayaran dengan dolar AS seri lama, yang lusuh dan ada bekas lipatannya, tidak akan diterima. Ini mungkin tradisi dunia perbankan dan money changer kita saja. 

Di luar negeri, sepengetahuan saya tak ada ketentuan seperti ini. Memang, UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang jelas-jelas melarang transaksi di wilayah Indonesia dengan menggunakan mata uang asing kecuali untuk transaksi ekspor-impor. Tapi globalisasi telah mengubah banyak hal. Ada airline yang minta dibayar dengan mata uang asing, demikian juga dengan jasa-jasa lainnya. Namun terkadang begitulah nasib UU kita. Meski di dalamnya ada aturan tentang sanksi, mulai dari sanksi denda hingga kurungan, pelanggaran atas aturan itu bisa dengan mudah kita temukan di sana-sini. 

Contohnya, selain di lingkungan pelabuhan, kalau Anda membeli berbagai produk elektronik entah laptop atau iPad di kawasan Glodok dan mau membayar dengan dolar AS, para penjual akan melayani dengan senang hati. Lalu tak jauh dari Jakarta, persisnya di Bandung, kita bisa menemukan transaksi dengan mata uang asing di kawasan Pasar Baru. Di sana para penjual produk-produk garmen dengan senang hati melayani pembelian yang menggunakan ringgit Malaysia. Itu karena kebanyakan pembeli adalah wisatawan Malaysia. Jika Anda pernah berkunjung ke kawasan resor Lagoi di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, di sana pun transaksi menggunakan mata uang dolar Singapura. Kemudian di beberapa wilayah perbatasan yang dekat negara tetangga, banyak masyarakat kita bertransaksi dengan menggunakan mata uang asing. Maksudnya, mata uang dari negara tetangga. 

Go International 

Bukan hanya itu cerita-cerita yang memicu kesan negatif tentang rupiah. Sebelumnya kita juga sudah dibombardir dengan berbagai ungkapan yang saya nilai kurang positif untuk rupiah. Contohnya, pada masa pemilu kali ini Anda pasti familier dengan ungkapan ”serangan fajar”. Buat Anda yang repot mengurus perizinan pasti juga akrab dengan istilah ”uang pelicin”, ”uang rokok”, ”uang semir” atau ”uang amplop”. Atau, kalau mau memakai bahasa asing, kita bisa pilih istilah undertable money. Kalangan legislatif kita lebih kreatif. Mereka mengganti kata uang dengan nama buah-buahan. Misalnya, ada istilah ”apel malang” dan ”apel washington”. 

Kalau Anda sudah pusing dengan banyaknya urusan, baik urusan yang terkait dengan instansi pemerintah atau aparat hukum, Anda tentu kenal dengan jurus pemungkas ini: ”kasih uang, habis perkara”. Semua ungkapan tadi tentu berkonotasi negatif. Tapi, jangan khawatir, ada juga cerita tentang rupiah yang membuat kita bangga. Di Korea Selatan, kalau Anda dalam perjalanan ke arah Bandara Incheon, di sana ada gerai suvenir yang melayani transaksi

12

Page 13: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

dengan mata uang rupiah. Sayang, maaf, saya lupa nama gerainya. Lalu, di Thailand, ada wisata candi yang bernama Wat Arun. Di seputar lokasi itu ada beberapa gerai suvenir yang Anda bisa membelinya dengan mata uang rupiah. 

Tapi, di Singapura, kalau membayar sesuatu, Anda bisa pakai mata uang Malaysia atau Brunei Darussalam. Anehnya, tak ada yang merasa terhina. Mungkin itulah keluwesan negeri pedagang. Yang penting untung. Jadi, siapa bilang rupiah tidak bisa go international. Ayo, sekarang kita pilih pemimpin yang bisa membuat rupiah lebih go international lagi sehingga kita bangga memegangnya. Lantas, kalau mau bepergian ke luar negeri, kita tak perlu repot-repot menukar mata uang kita dengan mata uang asing.

RHENALD KASALIPendiri Rumah Perubahan, @Rhenald_Kasali

13

Page 14: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Pangan, Energi & Lingkungan

Pada 5 Juli 2014 dilangsungkan debat capres-cawapres tentang pangan, energi, dan lingkungan. Ini debat terakhir sekaligus terlama sehingga menjadi kesempatan menggali lebih jauh bagaimana visi mereka tentang isu-isu tersebut. Bagaimana jawaban para capres-cawapres terhadap pertanyaan moderator?

 Lima Catatan Debat 

Ada sejumlah catatan isi perdebatan dari segmen pertama hingga terakhir. Pertama, dua pasangan mengusung ide kemandirian pangan. Namun, yang absen dalam penyampaian visi-misi mereka adalah bagaimana mereka menyikapi tantangan eksternal. Tantangan eksternal yang penting dicermati adalah sebenarnya negara-negara maju yang tergabung dalam OECD telah merekomendasikan kepada Pemerintah Indonesia agar tidak perlu mencapai swasembada pangan. 

Menurut OECD, liberalisasi perdagangan merupakan instrumen untuk saling mencukupi kebutuhan. Dengan skenario OECD tersebut, Indonesia tidak perlu swasembada beras, sapi, garam, kedelai, jagung, dan ikan. Di sinilah sebenarnya kekuatan tawar kepemimpinan nasional menghadapi dunia eksternal diuji. Tentu publik menunggu jawaban dari dua pasangan capres-cawapres untuk menyikapi tantangan tersebut. 

Beranikah mereka mengatakan ”tidak” kepada negara-negara maju yang selama ini berusaha menciptakan ketergantungan kita pada mereka? Jawaban ini sebenarnya penting untuk mengukur kekuatan kepemimpinan.

Kedua, pada 2015 sudah ada tantangan di depan mata yakni Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan meliberalisasi produk-produk pangan antarnegara di ASEAN. Isu eksternal ini juga luput dari perhatian para capres. Padahal publik menunggu resep jitu bagaimana strategi melindungi petani dan nelayan menghadapi perdagangan bebas antaranegara ASEAN ini. 

Pemikiran untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing tentu perlu, namun hal tersebut tidak bisa dicapai dalam setahun ini. Yang diperlukan adalah strategi jangka pendek untuk melindungi petani dan nelayan yang harus menghadapi gempuran produk impor tahun depan. Ikan patin Thailand bisa dijual Rp7.500/ kg, sementara biaya produksi patin di Indonesia bisa mencapai Rp7.500/kg sehingga harus menjual dengan harga Rp9.000 ke atas. 

Apakah patin kita bisa bersaing dengan Thailand? Mestinya mereka sudah memetakan produk pangan mana yang sudah bisa bersaing dan produk mana yang belum sehingga strateginya pun bisa bervariasi.

14

Page 15: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Ketiga, ketika ditanya tentang bagaimana harmonisasi antara pertumbuhan ekonomi dan lingkungan, keduanya terperangkap pada aliran modernisasi ekologi (ecological modernization). Prabowo misalnya menyalahkan pertumbuhan penduduk sebagai biangnya. Pertumbuhan penduduk dianggapnya beban bagi lingkungan karena menyebabkan daya dukung lingkungan makin menipis. Pemikiran Prabowo seperti itu tergolong aliran Malthusian. Sementara Jusuf Kalla (JK) menekankan pentingnya teknologi untuk menyelesaikan dilema pertumbuhan ekonomi dan lingkungan. Sudah banyak ditemukan teknologi ramah lingkungan. Pemikiran JK ini tergolong aliran Eco-developmentalism.

Baik Malthusian maupun Eco-developmentalism merupakan turunan dari aliran modernisasi ekologi. Dua pendekatan tersebut tidak salah dan selama ini memang mendominasi pemikiran lingkungan di dunia. Namun, mestinya dilengkapi dengan pandangan struktural bahwa sebenarnya isu penting kerusakan lingkungan adalah ketimpangan akses antarpelaku terhadap sumber daya alam. 

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama ini didominasi pelaku besar yang awalnya dibayangkan akan ada penetesan ke bawah ternyata tidak terjadi. Malah yang terjadi adalah ketimpangan dan angka rasio gini yang mencapai 0,43 adalah buktinya. Artinya, pertumbuhan tidak disertai pemerataan akses. Tingkat kerusakan lingkungan justru terjadi umumnya pada usaha skala besar dan pada saat itu pula penegakan hukum belum maksimal. 

Ini seperti pemikiran Forsyth yang mengatakan bahwa orang kaya menggunakan sumber daya lebih besar sehingga memberikan dampak lingkungan lebih besar dari orang miskin. Rakyat kesulitan mendapat akses untuk memanfaatkan sekaligus mengelola sumber daya. Dengan demikian, tidak hanya solusi teknis yang mestinya ditawarkan, tetapi juga solusi struktural seperti distribusi akses serta penegakan hukum lingkungan. 

Keempat, debat capres-cawapres terakhir ternyata bias darat. Dua pasangan sama sekali tidak menyentuh laut sebagai sumber pangan (protein hewani) yang penting untuk peningkatan kualitas gizi kita. Bila ikan dibicarakan, secara otomatis akan dibicarakan juga terumbu karang, kualitas air, bakau, serta pengaturan tata ruang laut sebagai instrumen penting dalam menjaga lingkungan laut. Ikan sangat bergantung pada lingkungan tersebut. Dengan demikian, bicara pangan yang bersumber dari laut secara otomatis akan mengait ke isu lingkungan. 

Begitu pula laut sebagai sumber energi tidak disentuh. Padahal ketika membicarakan sumber energi terbarukan, laut menyimpan potensi yang sangat besar dengan mikroalganya. Dengan laut yang sangat luas, kita tidak terlalu sulit untuk mengupayakan energi terbarukan dari laut. 

Kelima, sementara untuk menjawab pertanyaan moderator tentang ada potensi persaingan antara pangan dan energi dalam merebut lahan baik di darat maupun di laut, kuncinya tata ruang. Nah, bayangkan selama ini tata ruang pesisir dan laut—meski sudah diupayakan melalui UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil—ternyata belum tercipta dengan baik. 

15

Page 16: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Ini karena daerah sebagai ujung tombak tata ruang pesisir belum melaksanakan UU tersebut. Berapa banyak kabupaten yang sudah memiliki rencana zonasi? Tentu tidak sampai 5%. Ini mesti menjadi perhatian capres, bagaimana mengendalikan daerah agar bisa taat pada UU

Kerangka Eksekusi 

Memang debat terakhir sangat menarik sehingga publik bisa menilai visi dan program-program yang akan dilaksanakan para capres-cawapres bila mereka terpilih. Namun, yang penting, bukanlah visi dan gagasan tentang program-programnya, melainkan bagaimana kerangka eksekusinya. Pak SBY memiliki program yang sangat baik yakni Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) pada 2005-an. 

Apa hasilnya? Publik tidak bisa melihat hasilnya di lapangan karena RPPK sangat bagus pada tataran konsep, namun kurang pada kerangka eksekusinya. Semoga kita tidak mengulang ihwal seperti ini. ●

ARIF SATRIA

Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB, Ketua Umum Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI)

16

Page 17: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Tantangan Ekonomi Presiden Terpilih

Hari ini, 9 Juli 2014, masyarakat Indonesia akan memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 2014-2019. Selamat memilih bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Selamat menggunakan hak politik dalam semangat berdemokrasi yang damai, tertib, dan menjunjung tinggi persatuan-kesatuan. Kualitas dan kematangan demokrasi saat ini telah memberikan ruang dan atmosfer politik yang kondusif sebagai manifestasi kepribadian bangsa. Siapa pun pasangan presiden dan wakil presiden terpilih nantinya wajib didukung dan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai refleksi kematangan berdemokrasi kita selama ini.

Para tim sukses, media pendukung, relawan atau simpatisan dari tiap pasangan capres- cawapres diharapkan melebur dan bersatu pascapilpres, mendukung pihak yang menang dan bergegas untuk menatap Indonesia masa depan. Periode 2014-2019 merupakan tahapan RPJMN III dalam rangkaian RPJPN hingga 2025. Pada periode ini, pembangunan nasional diarahkan pada aktivitas ekonomi bernilai tambah tinggi yang memacu keunggulan kompetitif, pembangunan manusia, dan penguasaan iptek.

Pada periode ini pula Indonesia dihadapkan pada sejumlah tantangan pembangunan yang semakin kompleks. Kompleksitas tantangan pembangunan Indonesia tidak hanya bersumber dari persoalan domestik, melainkan juga dari dinamika dunia. Tantangan ini bisa terjadi secara sporadis, bergantian maupun bersamaan sekaligus. Dengan tantangan ini, kemampuan dan akurasi prediksi pun kerap meleset dan memerlukan koreksi berkali-kali.

Sebagian kalangan menganggap fenomena ini merupakan sinyal perubahan struktur ekonomi, sebagian lagi memandang hal itu sebagai berakhirnya hegemoni pandangan ekonomi klasik yang selama ini dianut sebagian besar negara di dunia. Presiden dan wakil presiden terpilih juga dihadapkan pada sejumlah agenda pembangunan kawasan dan dunia. Tahun 2015, kita memasuki era masyarakat ekonomi ASEAN, sebuah visi bersama bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Indonesia sebagai negara anggota ASEAN terbesar, baik dari sisi ukuran ekonomi (PDB) maupun jumlah penduduk, diharapkan dapat memimpin ASEAN sebagai kawasan yang berdaya saing di kancah global. Tahun 2015 menjadi tahun terakhir Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) dan dunia memerlukan rumusan baru pasca-MDGs. Sebagai salah satu anggota G-20, Indonesia sangat diharapkan dapat memberikan pandangan bagi arah pembangunan pasca-MDGs.

17

Page 18: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir dipandang mampu meramu strategi pembangunan dengan baik di tengah ekonomi dunia yang tertekan. Maka tidak mengherankan, pada setiap kesempatan, Indonesia sering diminta untuk memaparkan strategi pembangunan ekonomi nasional sebagai asupan bagi negara-negara lain, khususnya ketika krisis masih menyelimuti ekonomi global.

Periode 2014- 2019, presiden dan wakil presiden terpilih dihadapkan pada upaya tidak hanya meningkatkan ekonomi nasional, melainkan juga ikut aktif dalam pemulihan ekonomi global. Seperti kita ketahui, hingga triwulan I 2014, ekonomi global masih mengalami perlambatan. Bank Dunia, IMF, ADB, dan beberapa lembaga internasional lain memprediksi ekonomi dunia tahun 2014 masih relatif tertekan.

Sementara itu dari sisi internal, presiden dan wakil presiden terpilih nantinya bertanggung jawab untuk mewujudkan visi misi pembangunan yang tertuang dalam RPJPN 2005- 2025, membawa Indonesia menjadi lebih maju, mandiri, dan sejahtera. Pembangunan ekonomi saat ini memerlukan kesinambungan demi mewujudkan cita-cita pembangunan nasional.

Untuk itu, siapa pun presiden dan wakil presiden terpilih dihadapkan pada 8 tantangan pembangunan ekonomi dalam 5 tahun ke depan sebagai bagian yang tidak terpisah dari program reformasi struktural yang sedang berjalan.

Pertama, tantangan pengelolaan dan manajemen fiskal yang berkesinambungan (fiscal sustainability). Pengelolaan fiskal menjadi pilar utama bagi pembangunan ekonomi nasional mengingat energi pembangunan bersumber dari pengelolaan fiskal yang sehat. Pengelolaan fiskal yang hati-hati dengan kedisiplinan tinggi menjadi salah satu faktor yang telah menyelamatkan ekonomi nasional dari tekanan krisis ekonomi global pada 2008.

Kita juga banyak belajar dari pengalaman sejumlah negara di Zona Eropa yang mengalami masalah dengan pengelolaan fiskal di mana defisit anggaran terjadi begitu besar sehingga kemampuan ekonomi untuk bertumbuh menjadi melemah. Untuk terus mendorong pengelolaan fiskal yang sehat, berhati-hati dengan kedisiplinan tinggi, presiden dan wakil presiden wajib untuk terus menjaga ambang batas toleransi defisit anggaran yang ditetapkan dalam UU APBN.

Sementara untuk mendorong pertumbuhan yang lebih berkualitas, efektivitas belanja dan penyerapan anggaran perlu terus ditingkatkan. Di sisi penerimaan, mendorong optimalisasi sektor perpajakan yang dimulai dari pendataan hingga pelaporan wajib pajak badan usaha, merekapitulasi tunggakan pajak, dan mendisiplinkan pelaporan pajak badan usaha. Dengan upaya ini, kesehatan fiskal dapat terus ditingkatkan sehingga agenda pembangunan dapat terus berjalan.

Kedua, mendorong daya saing serta produktivitas nasional sehingga memberikan ruang yang besar bagi keberlanjutan pembangunan ekonomi. Mendorong daya saing nasional dilakukan dari sisi produktivitas dan kelembagaan. Produktivitas perlu terus ditingkatkan melalui

18

Page 19: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

kebijakan industrialisasi dan hilirisasi. Hal ini diharapkan dapat memperluas kapasitas ekonomi yang bernilai tambah tinggi.

Dari sisi kelembagaan, presiden dan wakil presiden perlu terus melanjutkan reformasi birokrasi yang sedang berjalan, menyederhanakan proses perizinan usaha, serta meningkatkan koordinasi lintas kementerian-lembaga, pusat-daerah. Produktivitas dari sisi pangan dan energi juga memerlukan perhatian khusus untuk terus ditingkatkan dalam kurun waktu lima tahun ke depan.

Tantangan ketiga adalah penciptaan dan perluasan pasar lapangan kerja. Untuk dapat mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi berkualitas, perluasan lapangan kerja menjadi salah satu prasyarat. Meluasnya lapangan kerja menjadi barometer bergeraknya sektor ekonomi produktif yang menjadi mesin bagi pertumbuhan yang berkualitas. Hubungan antara pertumbuhan dan perluasan lapangan kerja bersifat resiprokal pada kondisi yang stabil.

Hal ini mungkin sedikit berbeda dengan yang dialami Amerika Serikat pada triwulan II 2014 ketika lapangan kerja meningkat, sementara pertumbuhan relatif melambat akibat persoalan supply-demand pasar tenaga kerja yang dihadapi Amerika. Ini berbeda dengan Indonesia yang dalam 10 tahun terakhir relatif stabil dan positif.

Untuk memperluas lapangan kerja, kebijakan yang paling realistis adalah mendorong industrialisasi-hilirisasi dan percepatan pembangunan infrastruktur. Industrialisasi- hilirisasi dan percepatan infrastruktur akan mendorong lapangan kerja semakin terbuka.

Tantangan keempat, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Sebagai salah satu tujuan pembangunan milenium, pengentasan tersebut menjadi prioritas bagi siapa pun presiden-wakil presiden terpilih. Pengentasan masyarakat dari kemiskinan didorong dengan memperkuat program-program prorakyat dari sisi permintaan seperti program KUR, PNPM, BOS, beasiswa siswa miskin, raskin, Program Keluarga Harapan, dan sebagainya.

Dari sisi pasokan, presiden dan wakil presiden terpilih perlu menjamin dan memastikan ketersediaan sekaligus kemudahan akses terhadap kebutuhan dasar masyarakat mulai dari pangan, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Program-program seperti BPJS, rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) perlu untuk terus dioptimalkan. Selain itu, mengingat kemiskinan di perdesaan, UU Desa perlu segera ditindaklanjuti melalui sejumlah regulasi turunan sebagai acuan implementasinya.

Angka kemiskinan per September 2013 sebesar 11,47% atau sebanyak 28 juta orang dibandingkan tahun 2004 yang sebesar 16,6% atau sebanyak 36 juta orang. Dalam lima tahun ke depan, angka kemiskinan perlu ditekan ke angka 5-7 % pada akhir 2019. Ini menjadi tantangan bagi presiden dan wakil presiden terpilih sebagai bentuk komitmen nasional terhadap pengentasan masyarakat dari kemiskinan.

19

Page 20: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Tantangan kelima adalah persoalan disparitas yang terjadi baik antarkelompok rumah tangga maupun antarwilayah barat-timur. Angka koefisien gini dalam tiga tahun terakhir masih relatif tinggi di level 0,41. Kesenjangan pendapatan antarrumah tangga dan antarwilayah berpotensi memicu sejumlah persoalan ekonomi, sosial, dan politik.

Potret kesenjangan dapat terlihat dari sebaran jumlah penduduk miskin yang sebagian besar berada di kawasan Indonesia timur, persebaran industri yang sebagian besar berada di Pulau Jawa-Sumatera yang mengakibatkan perbedaan pendapatan per kapita cukup tajam antarwilayah. Begitu pula jika kita memotret sebaran infrastruktur yang masih sangat terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera.

Untuk itu, menjadi tugas dan tanggung jawab presiden-wakil presiden terpilih untuk dapat mempersempit disparitas ini, salah satunya melalui program MP3EI. Pemerintah sejak 2011 mencanangkan program MP3EI yang diharapkan dapat mengatasi persoalan kesenjangan pembangunan. Dengan 6 koridor ekonomi (Sumatera-Jawa-Kalimantan- Sulawesi-Bali & Nusa Tenggara-Papua & Maluku) yang dicanangkan dalam MP3EI, perluasan dan percepatan pembangunan dapat diwujudkan.

Hingga triwulan I 2014, realisasi investasi MP3EI telah mencapai Rp838,9 triliun yang terdiri atas proyek infrastruktur sebesar Rp397,7 triliun dan sektor riil Rp441,2 triliun. Untuk sektor infrastruktur, realisasi investasi tersebar pada tiap koridor, untuk Sumatera Rp55,63 triliun, Jawa Rp217 triliun, Kalimantan Rp57,1 triliun, Sulawesi Rp22,5 triliun, Bali dan Nusa Tenggara Rp17,54 triliun, dan Papua-Maluku Rp27,15 triliun.

Adapun realisasi investasi di sektor riil tersebar di Sumatera Rp77,6 triliun, Jawa Rp78,63 triliun, Kalimantan Rp120,1 triliun, Sulawesi Rp47,8 triliun, Bali dan Nusa Tenggara Rp36,3 triliun, serta Papua-Maluku Rp81,2 triliun. Percepatan infrastruktur di 6 koridor ekonomi (khususnya di luar Jawa) tentu akan membantu mengatasi disparitas antarwilayah di samping memperbaiki konektivitas nasional sebagai pilar penopang daya saing nasional.

Tantangan keenam adalah memperluas kebijakan industrialisasi dan penguasaan iptek. Kebijakan industri nasional yang tertuang dalam Perpres Nomor 28 Tahun 2008 dapat dijadikan rujukan bagi upaya pembangunan industri nasional. Presiden-wakil presiden yang terpilih nantinya perlu segera menyempurnakan struktur industri nasional baik dengan strategi kluster maupun yang berbasis unggulan daerah.

Kebijakan industrialisasi ini tentunya membutuhkan dukungan penguasaan iptek yang memadai. Hal ini dapat ditempuh melalui sinergi (link & match) antara industri dengan pusat-pusat penelitian yang tersebar baik di universitas maupun kementerian/lembaga. Industrialisasi dengan dukungan penguasaan iptek berdampak signifikan terhadap output ekonomi yang bernilai tambah tinggi.

Dengan industrialisasi berbasis iptek, daya saing ekonomi nasional akan semakin mudah diwujudkan. Dengan industrialisasi ini pula, perluasan lapangan kerja dapat ditingkatkan

20

Page 21: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

sehingga daya beli masyarakat akan semakin tinggi. Pembangunan industri nasional ini juga termasuk di dalamnya mendorong industri kreatif dan industri pariwisata yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai sektor-sektor produktif.

Tantangan ketujuh, mendorong pembangunan nasional dengan mengarusutamakan sektor kelautan (ocean-based economy). Posisi Indonesia yang terletak di antara Benua Asia dan Australia serta diapit Samudra Pasifik dan Samudra Hindia menjadikan wilayah perairan laut Indonesia sebagai perairan berproduktivitas tinggi serta daya dukung alam (carrying capacity) yang kuat.

Posisi geografis yang strategis ini menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang berpotensi besar baik dalam hal ekonomi maupun geopolitik. Dengan menguasai 2/3 wilayah Indonesia, laut menjadi sumber daya ekonomi yang potensial bagi keberlanjutan pembangunan nasional. Selama ini sektor kelautan hanya menyumbang rata-rata 20% PDB, bandingkan dengan Jepang (48%), Korea Selatan (37%), atau Vietnam yang lebih 50%.

Padahal, luas lautan negaranegara tersebut relatif lebih kecil dari luas laut yang dimiliki Indonesia. Pembangunan ekonomi berbasis kelautan atau dengan menjadikan kelautan sebagai mainstream pembangunan diharapkan dapat menyempurnakan sejumlah agenda pembangunan yang sedang berjalan.

Setidaknya tujuh sektor dalam bidang kelautan yang potensial untuk dikembangkan adalah (1) perhubungan laut, (2) industri maritim, (3) perikanan, (4) wisata bahari, (5) energi dan sumber daya mineral, (6) bangunan kelautan, serta (7) jasa-jasa kelautan.

 Tantangan kedelapan, yang perlu dilakukan presiden-wakil presiden terpilih di awal kepemimpinannya (2 tahun pertama) adalah mengatasi persoalan subsidi BBM dan konsolidasi persiapan menjelang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Subsidi BBM merupakan persoalan pelik yang kerap menyandera sejumlah upaya percepatan pembangunan nasional.

Subsidi BBM dari waktu ke waktu terus meningkat, sementara sebagian besar subsidi dinikmati kelompok nontarget. Besaran subsidi ini pula yang setiap tahunnya membebani APBN baik karena lonjakan permintaan, volatilitas harga minyak dunia maupun pelemahan nilai tukar rupiah. Maka dari itu, agenda mendesak bagi presiden terpilih untuk segera melakukan penataan kembali subsidi BBM seperti yang telah banyak dilakukan negara-negara lain (rezim subsidi sudah banyak ditinggalkan).

Delapan tantangan di atas sekaligus merupakan agenda yang perlu mendapatkan perhatian besar oleh presiden-wakil presiden yang terpilih pada hari ini. Saya percaya dan optimistis, siapa pun presiden yang menjadi pilihan rakyat Indonesia pada hari ini akan membawa Indonesia menjadi kekuatan ekonomi yang disegani baik di kawasan maupun global.

Sebagai salah satu dari 20 negara dengan kekuatan ekonomi terbesar dunia (G-20) dan 30%

21

Page 22: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

menguasai PDB di ASEAN, kita berharap pembangunan ekonomi nasional dalam lima tahun mendatang akan semakin maju, berdaya saing, merata, dan berkeadilan.

PROF FIRMANZAH PhD

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan 

22

Page 23: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Menimbang Investasi Asing Pasca-Pilpres 2014

Saat ini penanaman modal di Indonesia diatur dengan UU Nomor 25 Tahun 2007, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya atau berpatungan dengan modal dalam negeri.

Selain investasi portofolio melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga seperti saham dan obligasi, terdapat pula apa yang disebut foreign direct investment (FDI) dengan cara membangun, membeli total, atau mengakuisisi perusahaan. Ketika diwawancara Larry King dari CNN dalam acara konferensi global yang diselenggarakan Miken Institute di Los Angeles, 28 April-1 Mei 2013, orang terkaya dunia versi Forbes, Carlos Slim, menyatakan investasi paling menarik di dunia saat ini adalah Amerika Latin dan Indonesia.

Menurutnya, ”Bagi investor asing, Indonesia adalah surga bagi sektor portofolio dan FDI.” Bagi Indonesia, investasi dalam bentuk FDI umumnya dianggap memiliki dampak positif. Sejak dua-tiga dekade terakhir, berbarengan dengan penurunan jumlah overseas development assistance (ODA) yaitu utang berbunga rendah yang menjadi sumber utama dana pembangunan di banyak negara berkembang, terjadi peningkatan drastis FDI.

Ketika dana publik untuk pembiayaan pembangunan tidak mencukupi menjadi perlu untuk mencarikan alternatif pendanaan dari sumber lain. Dalam kaitan ini, oleh banyak pihak, FDI dianggap paling bermanfaat dari segi kebijakan pembangunan. Dalam kondisi ideal sebuah perusahaan asing yang melakukan investasi di negara berkembang memuluskan transfer teknologi, membuka lapangan kerja, menstimulasi industri, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Diyakini bahwa FDI, selain tidak meningkatkan utang luar negeri, juga tidak mudah hengkang saat krisis. Dalam New Horizons for Foreign Direct Investment (OECD, 2002) Michael Klein dari Bank Dunia bahkan menyebut FDI adalah alat terampuh memerangi kemiskinan. Karena itu, aturan yang mensyaratkan investor asing agar bekerja sama dengan pemasok dalam negeri dianjurkan dihapus.

Hal yang sama terkait regulasi yang mensyaratkan sebanyak mungkin menggunakan produk lokal, menghindari impor bahan baku untuk produksi. Penghapusan berbagai aturan tersebut konon telah meningkatkan pertumbuhan ekspor perusahaan mobil asing yang beroperasi secara tajam. Namun, suara yang tidak sependapat dan bertanya siapa yang diuntungkan dari pertumbuhan tersebut perlu menjadi pertimbangan. Investor asing biasanya lebih tertarik di sektor perkebunan, pertambangan, dan infrastruktur.

 Selain padat modal, dampak lingkungannya juga terbilang berat. Begitu pula dengan dampak pemutusan hubungan kerja dengan pemasok dan perusahaan lokal. Lalu, apa pula

23

Page 24: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

pengaruhnya terhadap lapangan kerja dalam negeri. Semua pertanyaan yang jawabannya diperlukan sebagai bahan analisis bagi kebijakan pembangunan.

Bob Woodword dalam bukunya, The Next Crisis? Direct and Equity Investment in Developing Countries (2001), mengingatkan bahwa FDI jarang membawa berkah. Seringkali arus modal yang masuk bersamaan dengan FDI jauh lebih kecil dibandingkan arus ke luar.

Kondisi tersebut terkait erat dengan transfer keuntungan ke luar negeri dan pengeluaran impor yang dibutuhkan untuk produksi. Bagi Woodword, FDI bahkan bisa menyebabkan defisitnya neraca anggaran belanja sebuah negara dan dengan demikian sebenarnya ikut mempertajam krisis utang luar negeri.

Liberalisasi dan FDI di Indonesia

Dalam UU Penanaman Modal pertama (No 1/1967), beberapa bidang usaha dilarang dimasuki oleh modal asing. Pelabuhan, pembangkitan dan transmisi listrik, telekomunikasi, pendidikan, penerbangan, air minum, KA, tenaga nuklir, dan media massa dikategorikan sebagai bidang usaha yang bernilai strategis bagi negara dan kehidupan sehari-hari rakyat banyak yang seharusnya tidak boleh dipengaruhi pihak asing (Pasal 6 ayat 1).

Setahun kemudian, UU Penanaman Modal Dalam Negeri (UUNo 6/1968) menyebut:”Perusahaan nasional adalah perusahaan yang sekurang-kurangnya 51% daripada modal dalam negeri yang ditanam di dalamnya dimiliki oleh negara dan/atau, swasta nasional” (Pasal 3 ayat 1). Dengan kata lain, pemodal asing hanya boleh memiliki modal sebanyak-banyaknya 49% dalam sebuah perusahaan.

Namun, pada 1994 Pemerintah Indonesia menerbitkan peraturan pemerintah yang menjamin investor asing bisa memiliki hingga 95% saham perusahaan yang bergerak dalam bidang ”... pelabuhan; produksi dan transmisi serta distribusi tenaga listrik umum; telekomunikasi; penerbangan, pelayaran, KA; air minum, pembangkit tenaga nuklir; dan media masa” (PP No 20/1994 Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 5 ayat 1).

Pada International Infrastructure Summit (17/1/2005) dan BUMN Summit (25-26/1/2005) diputuskan secara eksplisit bahwa seluruh proyek infrastruktur dibuka bagi investor asing untuk mendapatkan keuntungan tanpa perkecualian. Pembatasan hanya akan tercipta dari kompetisi antarperusahaan. Pemerintah juga menyatakan dengan jelas bahwa tidak akan ada perbedaan perlakuan terhadap bisnis Indonesia ataupun bisnis asing yang beroperasi di Indonesia.

BUMN Summit menyatakan dengan jelas bahwa seluruh BUMN bisa dijual pada sektor privat. Dengan kata lain, tak akan ada lagi barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah dengan biaya murah yang disubsidi dari pajak. Pada masa depan seluruh barang dan jasa bagi publik akan menjadi barang dan jasa yang bersifat komersial yang penyediaannya murni karena motif untuk mendapatkan laba.

24

Page 25: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

National Summit atau Rembuk Nasional yang digelar pada 29-31 Oktober 2009 antara lain bermaksud ”menyapu bersih” berbagai peraturan yang dianggap menghambat tercapai target pertumbuhan ekonomi 7- 8% pada 2014 (Kompas, 29/10/ 2009). Di satu sisi, demi efisiensi dan good governance, banyak pihak yang mendukung maksud tersebut.

Namun di sisi lain, suara kritis mencemaskan bahwa semua kebijakan dan keputusan dari beberapa pertemuan puncak tersebut menunjukkan bahwa proses liberalisasi sedang berlangsung di semua sektor di Indonesia. Dorongan untuk meningkatkan FDI di Indonesia dirasa telah menyingkirkan berbagai ayat dalam UUD 1945 yang bermaksud melindungi barang dan jasa publik yang bersifat strategis.

Ketika menerapkan demokrasi terpimpin, Bung Karno pernah menolak masuknya modal asing dan bantuan luar negeri sebelum Indonesia membuka diri lewat UU Nomor 1 Tahun 1967 pada zaman Orde Baru. Dua calon presiden saat ini terlihat mengidolakan Bung Karno meski mencermati perkembangan yang ada tidak mungkin mengikuti kebijakan drastis Bung Karno tersebut.

Namun, setidaknya siapa pun yang terpilih sebagai presiden perlu mengembalikan semangat kemandirian ekonomi yang termaktub dalam ayat-ayat UUD 1945 yang telah diamendemen. Semoga. ●

IVAN A HADAR

Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education (IDe); Ketua Badan Pengurus Indonesia for Global Justice (IGJ )

Menjadi Sponsor Olahraga

25

Page 26: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Koran SINDO

Jum'at,  11 Juli 2014

PECINTA sepak bola berpesta di Brasil tahun ini. Berbagai media dipenuhi dengan iklan dan pesan yang mengikutsertakan sponsor perusahaan-perusahaan pada perhelatan Piala Dunia kali ini.

Adakah menjadi sponsor pada acara semacam ini menguntungkan? Perusahaan multinasional memilih menjadi rekan resmi global perhelatan empat tahunan itu secara global. Sedangkan banyak pula perusahaan lokal memilih menjadi rekan resmi lokal di negaranya masing-masing. Beberapa perusahaan lain memilih untuk menggunakan endorser yang adalah atlet sepak bola guna meningkatkan penjualan produk-produknya.

Segenap manajer seakan tak ingin ketinggalan memanfaatkan kesempatan ini. Federasi sepak bola sejagat atau FIFA berhasil mengumpulkan uang hingga USD1,4 miliar dari kesepakatan sponsor dengan 20 perusahaan utama yang menjadi rekanan resmi global dalam Piala Dunia kali ini. Angka tersebut naik hingga 10% lebih banyak dari nilai total dari perhelatan serupa pada 2010. Perlu diketahui bahwa angka tersebut masih di luar biaya sponsor untuk endorsement para pemain bintang dan tim nasional.

Melihat hal ini, aspek ekonomis seperti apa yang sebenarnya dikejar para manajer pemasaran dari perusahaan-perusahaan tersebut. Apakah strategi menjadi sponsor tersebut untuk meraih sasaran penjualan tertentu?

Fenomena Sponsor Olahraga

Di Indonesia, fenomena sponsor olahraga oleh para perusahaan besar mulai meningkat. Beberapa yang menonjol adalah saat perusahaan-perusahaan kita memilih untuk menjadi sponsor tim papan atas di Liga Eropa. Salah satu kesepakatan yang mungkin paling banyak diperbincangkan adalah kesepakatan maskapai nasional, Garuda Indonesia, menjadi sponsor tim asal Merseyside, Liverpool.

Televisi kita diisi dengan sebuah TVC yang menampilkan Steven Gerrard, bintang kenamaannya, di dalam kabin Garuda mulai musim panas tahun lalu. Baru-baru ini diumumkan bahwa Garuda memilih untuk meningkatkan kerja sama tersebut. Garuda kini tidak hanya menjadi rekanan penyedia jasa penerbangan, logo Garuda juga akan ditampilkan dalam baju latihan punggawa Liverpool hingga Juni 2016.

Dalam sejumlah wawancara, pemimpin Garuda, Emirsyah Satar, menyampaikan bahwa nilai kontrak tersebut masuk akal dan akan membantu Garuda dalam meningkatkan angka penumpang internasionalnya. Garuda memilih tim ini terutama karena keselarasan nilai dan

26

Page 27: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

nama tim yang telah dikenal dunia. Pada 2013 penumpang internasional Garuda meningkat sebesar 11% dari tahun sebelumnya setelah menjadi rekanan dengan tim liga Inggris tersebut.

Selain transaksi besar di atas, masih banyak lagi kesepakatan-kesepakatan yang dilakukan antara perusahaan dan tim maupun penyelenggara kompetisi olahraga di Indonesia. Mulai dari menjadi sponsor tim sepak bola lokal hingga menjadi sponsor sebuah perhelatan bulutangkis internasional semacam Indonesia Open. Perusahaan memiliki pilihan menjadi sponsor olahraga sebagai bagian dari bauran pemasaran yang mereka miliki.

Kriteria Pemberian Sponsor yang Baik

Menjadi sponsor olahraga perlu diperlakukan seperti strategi pemasaran pada umumnya. Pemimpin perusahaan dan para manajernya tetap perlu menggunakan rasionalitas ekonominya dalam mengevaluasi program pemberian sponsor olahraga. Sebuah studi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa sepertiga dari perusahaan yang melakukan sponsor olahraga tidak memiliki alat ukur yang komprehensif untuk mengukur investasinya ini.

Studi tersebut juga menunjukkan bahwa dengan mengukur dampak dari pemberian sponsor olahraga secara komprehensif, perusahaan dapat meningkatkan return on investment (ROI) dari aktivitas ini hingga 30%. Langkah awal yang perlu dilakukan dalam mengelola sponsor olahraga secara efektif adalah menentukan sasaran yang jelas pada produk-produknya, target demografis, dan tahapan mana dalam awareness, interest, desire, dan action (AIDA) yang ingin dicapai.

Kemudian, perusahaan perlu mengukur pelaksanaan dari aktivitas sponsor olahraga dengan ukuran yang komprehensif dan tepat. Menurut Jeff Jacob, terdapat beberapa ukuran dalam mengukur efektivitas aktivitas ini. Pertama adalah cost per reach. Manajer pemasaran perlu mengevaluasi jumlah orang yang terpapar dengan pemberian sponsor ini. Jangkauan ini perlu dilakukan pada berbagai media yang memungkinkan audien target menerima pesan yang kita harapkan.

Kedua, perusahaan perlu melihat kaitan langsung dengan penjualan. Terdapat berbagai metodologi untuk memahami kaitan aktivitas pemasaran dengan penjualan. Salah satu yang sederhana adalah mekanisme kuesioner berkala dalam mengevaluasi aktivitas pemasaran apa yang mengarahkan konsumen untuk membeli barang miliki kita.

Ketiga adalah atribut merek jangka panjang. Perusahaan dapat melihat kekuatan merek setelah pemberian sponsor olahraga melalui penilaian kualitatif maupun survei terstruktur untuk melihat perkembangan atribut-atribut dari merek. Analisis terhadap efektivitas pemberian sponsor olahraga dapat disandingkan dengan strategi pemasaran lain. Penggabungan sponsor olahraga dengan aktivitas pemasaran lain juga dapat meningkatkan ROI dari aktivitas ini secara signifikan.

Pemberian sponsor olahraga akan semakin efektif jika dibarengi dengan aktivasi yang

27

Page 28: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

mengarahkan konsumen langsung kepada pembelian. Mengadakan acara terkait maupun mendirikan stan-stan yang memungkinkan penjualan langsung adalah bentuk yang paling sederhana. Aktivasi merek dan produk yang terkait pemberian sponsor semacam ini juga akan meningkatkan kesadaran (awareness) konsumen pada produk.

Aktivasi merupakan alat yang ampuh untuk memperkuat aktivitas sponsor olahraga. Dengan memerhatikan rasionalitas ekonomi dalam menentukan aktivitas sponsor olahraga, perusahaan dapat meningkatkan kinerja penjualannya.

Namun, lebih daripada itu, perusahaan juga dapat membantu perkembangan dunia olahraga Tanah Air dengan sumbangsih yang menguntungkan ini.

ALBERTO HANANIFounder dan Managing Partner Beda & Company

Stabilitas Pascapilpres

28

Page 29: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 9 Juli 2014 telah kita lalui. Seluruh masyarakat Indonesia yang terdaftar sebagai pemilih telah menggunakan hak politiknya untuk menentukan kepemimpinan nasional lima tahun ke depan. Pilpres untuk periode 2014- 2019 berjalan kondusif, damai, dan penuh kesejukan. 

Ini juga menjadi salah satu barometer semakin matangnya demokrasi Indonesia. Kematangan dan kualitas demokrasi telah ditunjukkan Indonesia dalam setidaknya empat periode pemilu yaitu 1999, 2004, 2009, dan 2014. Kesuksesan demokrasi ini sumbangsih dari seluruh pihak yang telah bekerja dan partisipasi seluruh lapisan masyarakat. Apresiasi sebesar-besarnya perlu diatributkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, DKPP, TNI-Polri, partai-partai politik, dan seluruh rakyat Indonesia yang telah mengawal proses berdemokrasi Indonesia hingga saat ini. 

Yang tidak kalah pentingnya adalah kematangan dari masing-masing kandidat capres-cawapres yang menunjukkan sisi kenegarawanan dengan komitmen yang besar dalam mengawal stabilitas serta mengedepankan asas persatuan. Ini modal besar bangsa ini karena siapa pun yang nanti memenangkan pilpres telah menunjukkan kualitas dan karakter kepemimpinannya. Komitmen kedua kandidat capres-cawapres untuk mengawal pilpres sejak masa kampanye hingga pemungutan suara menjadi bukti mesin demokrasi kita telah memproduksi pemimpin-pemimpin yang berkualitas. 

Suasana kondusif dan stabilitas yang sedemikian perlu untuk terus kita jaga hingga rekapitulasi perhitungan suara di tingkat KPU selesai. Mari kita jaga kondisi ini dan percayakan KPU untuk merampungkan tugasnya hingga pengumuman pada 22 Juli 2014. Stabilitas sepanjang proses perhitungan perolehan suara dari tingkat PPS, PPK, KPU kabupaten/ kota, dan KPU provinsi, sehingga sampai akhir rekapitulasi nasional merupakan komitmen nasional yang perlu terus dikedepankan. Jika pun ada perselisihan pada perhitungan perolehansuara, KPU juga memberikan ruang yang cukup bagi para kandidat untuk mengajukan penyelesaian perselisihan tersebut ke Mahkamah Konstitusi. 

KPU telah menetapkan jadwal perhitungan perolehan suara mulai perhitungan tingkat desa/ kelurahan 10-12 Juli, rekapitulasi di tingkat kecamatan 13-15 Juli, rekapitulasi tingkat kabupaten/ kota 16-17 Juli, rekapitulasi provinsi 18-19 Juli, dan rekapitulasi nasional 20-22 Juli. Setelah pengumuman pada 22 Juli 2014, diberikan waktu 3 x 24 jam untuk kandidat yang ingin mengajukan perselisihan hasil perhitungan ke MK. Selanjutnya MK akan bekerja maksimal dalam 14 hari kerja pascapendaftaran gugatan (maksimal 12 Agustus 2014) untuk memberikan putusan atas pengajuan perselisihan perhitungan hasil pilpres.

Kesinambungan penyelenggaraan pilpres yang damai, kondusif, dan menjunjung tinggi persatuan-kesatuan bangsa merupakan pijakan bagi dua kandidat capres-cawapres, para tim sukses, simpatisan, dan seluruh masyarakat Indonesia. Siapa pun yang akhirnya terpilih sebagai presiden dan wakil presiden 2014-2019 harus kita dukung bersama demi melanjutkan pembangunan nasional. Di tengah masa penghitungan suara yang dilakukan KPU, kita semua berharap masing-masing pihak mampu menjaga diri dan saling menghormati agar proses

29

Page 30: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

rekonsiliasi nasional pascapenetapan presiden dan wakil presiden secara sah dapat dilakukan dengan baik. 

Agenda pembangunan nasional masih menyisakan sejumlah tantangan, baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Pada 2015 kita akan memasuki babak Masyarakat Ekonomi ASEAN yang memerlukan perhatian serius mengingat waktu yang tersisa relatif singkat pasca penyelenggaraan pilpres. Presiden dan wakil presiden yang dilantik pada 20 Oktober 2014 perlu mengoptimalkan kerja dua bulan sebelum memasuki 2015. Ini bukan hal mudah. Konsolidasi dan koordinasi lintas sektor perlu dipacu di samping mengawal percepatan infrastruktur sehingga Indonesia bisa mengambil manfaat positif dari era komunitas ASEAN. 

Era baru masyarakat ASEAN ini juga memicu ketatnya persaingan antarkawasan pada masa mendatang. Tantangan lain terkait menjaga kedisiplinan fiskal. Pengelolaan fiskal memerlukan kehati- hatian dan kedisiplinan tinggi saat ekonomi dunia masih menyisakan ketidakpastian. Presiden dan wakil presiden terpilih nanti bertanggung jawab dan berkewajiban menjaga kesinambungan fiskal sehingga ekonomi nasional dapat terus tumbuh berkualitas. Pengalokasian dan penggunaan anggaran secara efisien, tepat guna, dan tepat manfaat. 

Pada saat yang bersamaan, reformasi birokrasi perlu dipercepat untuk memangkas ekonomi biaya tinggi yang selama ini banyak membelenggu daya saing nasional. Efisiensi penyelenggaraan pemerintahan menjadi salah satu potret reformasi birokrasi yang perlu terus ditingkatkan untuk mendorong kinerja penyelenggaraan pemerintahan yang optimal. Sinkronisasi regulasi lintas sektoral yang masih menjadi kendala bagi pembangunan sektoral. Begitu pula pelayanan terpadu satu pintu perlu untuk terus didorong sebagai moda bagi proses penyederhanaan regulasi. Industrialisasi dan hilirisasi perlu ditempatkan sebagai salah satu mesin pembangunan ekonomi, pembangunan ekonomi berbasis nilai tambah. 

Di samping tantangan ekonomi tersebut, kita juga masih menghadapi persoalan pengentasan kemiskinan, pengangguran, dan upaya perluasan pasar lapangan kerja. Dengan begitu, banyak pekerjaan yang menanti di depan mata, sinkronisasi energi dan kecepatan merespons menjadi sangat dibutuhkan pascapilpres. Kita tentu tidak ingin menghabiskan energi terlalu banyak di kontestasi politik penyelenggaraan Pilpres 2014. Kita masih membutuhkan energi yang besar menghadapi tahun-tahun mendatang. Sejumlah agenda pembangunan nasional menanti siapa pun presiden dan wakil presiden yang terpilih nanti. 

Penuntasan agenda pembangunan nasional yang telah berjalan dalam satu dekade ini menjadi harapan seluruh lapisan masyarakat Indonesia saat ini. Kontestasi politik dan kepentingan politik perlu kita dudukkan secara proporsional dengan meniadakan dendam politik pascapilpres. Ini sangat penting untuk memastikan penuntasan agenda pembangunan nasional kita. ●

30

Page 31: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

PROF FIRMANZAH PhDStaf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan 

Menggugat Jurus Antikemiskinan

31

Page 32: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1 Juni lalu merilis angka kemiskinan: per Maret 2014 angka kemiskinan mencapai 28,28 juta orang (11,25% dari total penduduk), naik 0,11 juta jiwa dari tahun sebelumnya sebesar 28,17 juta orang. Tahun-tahun sebelumnya angka kemiskinan turun, tapi penurunannya melandai. 

Menurut BPS, penduduk miskin di Indonesia ada pada taraf susah untuk diturunkan. Mengapa ini terjadi? Di mana salahnya? Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2013 mencapai 5,78%. Meski menurun ketimbang tahun sebelumnya, tingkat pertumbuhan ekonomi masih bisa dijaga di atas 5%. Sebetulnya pertumbuhan masih tinggi. Namun, kemampuan pertumbuhan dalam menciptakan lapangan kerja (baca: menurunkan kemiskinan) makin menurun. Saat Orde Baru tiap 1% pertumbuhan ekonomi bisa menciptakan lebih 400.000 lapangan kerja. Namun pada 2011 dan 2012 lapangan kerja yang tercipta hanya 225.000 dan 182.000.

Sebetulnya pemerintah memiliki komitmen besar untuk menekan kemiskinan. Ini bisa dilihat dari komitmen anggaran. Sejak 2005, anggaran antikemiskinan melonjak drastis. Alokasi anggaran antikemiskinan meningkat dari Rp23,4 triliun pada tahun 2005 menjadi hampir Rp100 triliun pada 2012 atau naik lebih empat kali. Ironisnya, meskipun anggaran terus meningkat sejak tahun 2009 terjadi gejala berupa tumpulnya jurus-jurus antikemiskinan dalam menurunkan jumlah warga miskin. 

Pada 2008 untuk melepaskan satu orang dari kemiskinan membutuhkan biaya Rp30 juta, namun pada 2012 biayanya Rp100 juta atau lebih dari tiga kali lipat. Ini bisa dilihat dari anggaran Rp100 triliun pada 2012, namun jumlah warga yang lepas dari kemiskinan hanya 1 juta (Prakarsa, 2012). Pada 2012, seseorang masuk kategori miskin apabila pengeluarannya kurang dari Rp249.000 per bulan atau sekitar Rp3 juta per tahun. Jika untuk melepaskan seseorang dari kemiskinan memerlukan biaya Rp100 juta, berarti ongkos pengurangan kemiskinan nilainya sudah lebih dari 30 kali lipat dari ukuran kemiskinan itu sendiri. 

Karena itu, amat relevan mempertanyakan efektivitas dan efisiensi jurus antikemiskinan. Mengapa program-program antikemiskinan makin tumpul dan tidak mujarab? Apa masalahnya?

Pada era Presiden SBY, program antikemiskinan dibagi jadi tiga kluster. Kluster pertama berupa bantuan dan perlindungan sosial pada keluarga kurang mampu, seperti beras untuk rakyat miskin (raskin), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Program Keluarga Harapan, dan Bantuan Operasional Sekolah. Kluster kedua berupa program dan anggaran berbasis masyarakat, yang dilaksanakan melalui Program Nasional Pemberdayaan Mandiri (PNPM). Warga yang miskin didampingi dan diberdayakan. Kluster ketiga dilakukan pemberdayaan UMKM dan penyediaan kredit usaha rakyat (KUR).

SBY menyebut kluster pertama sebagai pemberian ”ikan” bagi rakyat miskin dan hampir miskin. Kluster kedua dianalogikan sebagai pemberian ”kail” agar warga lebih mandiri. Dan kluster ketiga ibarat pemberian ”perahu”. Diharapkan masyarakat kecil bisa mengembangkan usahanya sendiri, bahkan menciptakan lapangan kerja bagi orang lain. 

32

Page 33: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Pengelompokan kluster bisa dipahami karena kelompok miskin tidak homogen. Pertanyaannya, jika pada kluster pertama hanya diberi ”ikan” tanpa jurus pemberdayaan, apakah itu tidak menimbulkan ketergantungan pada diri kelompok paling miskin itu? Bagaimanapun kelompok kluster pertama tetap mempunyai potensi pengembangan, bukan sekadar ”hidup dari pemberian”. Karena itu, pada kluster pertama porsi ”ikannya” lebih besar daripada kelompok lain agar bisa survive. Namun, pada saat bersamaan mereka juga perlu diberi kail. Kalau tidak, selamanya mereka miskin dan tidak berdaya.

Pada titik ini perlu mendudukkan kail dan ikan dalam penanganan kemiskinan secara proporsional. Dalam realitasnya, keduanya tidak bisa dipisahkan. Misalnya tukang bakso. Setelah punya modal bisa berjualan bakso dengan pendapatan sehari Rp50.000. Tapi begitu si tukang bakso sakit, karena dia satu-satunya tulang punggung keluarga, gerobak bakso dijual lantaran tidak punya kartu sehat.

Pemberian ikan dalam bentuk bantuan langsung juga tidak selamanya membuat orang miskin malas dan tergantung negara. Syaratnya sasaran, kriteria, dan mekanisme harus jelas. Visinya pun harus jangka panjang, bukan sekadar proyek yang sporadis ala BLT sebagai kompensasi kenaikan BBM. Persoalan lain menyangkut fokus program. Anggaran antikemiskinan ditebar pada 51 program yang menyebar hampir di semua kementerian/lembaga. Akibatnya, terjadi tumpang tindih, bahkan repetisi program yang ujung-ujungnya penghamburan anggaran. Akan lebih baik jika penanggulangan kemiskinan dikumpulkan dalam satu lembaga, sehingga pelaksanaan program lebih bermanfaat, efektif, dan efisien. 

Apa yang paling mengkhawatirkan adalah upaya antikemiskinan akan gagal seperti yang sudah-sudah. Sudah tidak terhitung program dan usaha pemerintah untuk memberdayakan ekonomi rakyat miskin. Tanpa mengecilkan hasilnya, sejatinya jumlah warga miskin masih banyak. Pada titik inilah patut mempertanyakan keampuhan jurus antikemiskinan. Ada keperluan mendesak untuk mengevaluasi secara menyeluruh jurus dan program-program antikemiskinan. 

DPR ada baiknya membentuk panitia khusus guna memeriksa dan mengevaluasi kinerja anggaran penanggulangan kemiskinan pemerintah. Pansus bisa saja membentuk tim independen yang diberi tugas mengaudit dan mengevaluasi kinerja penanggulangan kemiskinan. Audit ini untuk memeriksa dampak, efektivitas, efisiensi, potensi kebocoran atau penyelewengan anggaran antikemiskinan. Temuan tim akan jadi rekomendasi bagi pemerintah untuk merancang ulang jurus antikemiskinan yang ampuh.

KHUDORIAnggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat, Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Penulis Buku “Ironi Negeri Beras”

33

Page 34: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Jerman dan Legenda Lorelei

34

Page 35: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Saya masih terpengaruh oleh euforia keberhasilan Jerman menjadi juara Piala Dunia 2014 di Brasil. Memang angkanya tipis. Jerman hanya berhasil mengalahkan Argentina dengan skor 1-0. Tapi, mau bagaimana lagi? Final adalah pertarungan dua tim terbaik. Jadi, pasti tidak mudah untuk menang dengan skor telak.

Buat saya, kemenangan itu cermin keberhasilan Jerman melawan kisah dalam legenda klasik mereka: Lorelei. Buat Anda yang belum pernah mendengar, berikut ini kisah ringkasnya. Sungai Rhine membentang dari Pegunungan Alpen di Swiss melintasi Jerman, masuk ke Belanda, dan beranak cabang sampai ke Belgia hingga pada akhirnya bermuara di Laut Utara. Di sungai itulah legenda klasik Jerman, Lorelei, bermula. Dengan lebar hingga lebih dari 113 meter dan kedalaman sekitar 25 meter, arus Sungai Rhine sangat tenang. Itu sebabnya pada sekitar abad pertengahan banyak kapal Jerman yang suka berlayar melintasi sungai tersebut.

Namun arus yang tenang malah kerap kali menghanyutkan. Membuat para nakhoda yang kurang berpengalaman dan waspada menjadi lengah. Dongeng pada abad pertengahan yang telah melegenda itu bercerita, ketika kapal berlayar memasuki kawasan Sankt Goarhausen di Rhineland- Pfalz, di atas bukit setinggi 100-an meter, duduk seorang gadis cantik. Sambil menyisir rambutnya yang berwarna keemasan, gadis itu menyanyikan lagu yang berkisah tentang kerinduannya kepada sang kekasih. Ia duduk di atas bukit, menunggu sang kekasih yang lama pergi dan tak kunjung kembali.

Oleh karena tepi sungainya yang berupa bukit bebatuan, suara sang gadis tadi dipantulkan kembali oleh dinding-dinding bukit sehingga menghasilkan gema suara yang merdu mendayu. Nakhoda yang tengah berlayar terpana. Ia kagum dengan suara merdu sang gadis, darahnya berdesir melihat kecantikannya, tetapi sekaligus iba dengan nasibnya yang malang. Sebagian dari mereka mengutuk sang kekasih yang tega meninggalkan gadis itu.

Perangkap

Ketika perasaan tengah mengharu biru, mereka tak sadar bahwa di tengah sungai itu terdapat gundukan pasir yang membelah aliran sungai menjadi dua. Di sebelah kiri arusnya mengalir deras, sementara yang kanan lebih tenang. Setelah melewati gundukan pasir, dua arus tadi bertemu kembali dengan kecepatan yang berbeda dan menghasilkan pusaran. Banyak nakhoda yang tengah terpana dengan sang gadis tadi tak sadar masuk “perangkap” tersebut. Sejarah mencatat, sejumlah kapal pernah karam di tempat tersebut. Itu sebabnya kawasan itu kemudian dinamai Lorelei atau terjemahan bebasnya kurang lebih bukit batu dengan arus yang deras.

Legenda itu kemudian dituliskan dalam serangkaian puisi oleh sastrawan Jerman seperti Heinrich Heine (1824). Kini, untuk mencegah berulangnya kecelakaan tersebut, Pemerintah Jerman membangun rambu-rambu untuk mengingatkan kapal-kapal yang akan melintas di wilayah tersebut.

35

Page 36: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Sebenarnya tim sepak bola Jerman bisa senasib dengan kapal-kapal yang karam tersebut. Mereka bisa saja lengah karena pada pertandingan semifinal sebelumnya tim Jerman mampu menenggelamkan tim Brasil dengan skor telak 7-1 dalam tempo pertandingan 2 x 45 menit. Sementara itu tim Argentina baru lolos ke babak final setelah bertarung habis-habisan melawan Belanda selama 120 menit, ditambah dengan drama adu penalti yang menguras bukan saja fisik, tetapi juga mental para pemain.

Namun legenda Lorelei seakan mengingatkan tim Jerman. Meski banyak kalangan menilai di atas kertas posisi tim Jerman seakan-akan berada di atas angin, Argentina bisa saja menjadi gundukan pasir di Sungai Rhine dan menyebabkan tim Jerman terseret arus dan karam. Untungnya, tim Jerman tidak lengah. Hasilnya, kita sama-sama tahu, tim Jerman harus bertarung habis-habisan sebelum mencetak satu-satunya gol pada menit ke-113 dan dalam waktu yang tersisa harus bertahan sekuat tenaga menghindari gempuran Lionel Messi dan kawan-kawan.

Awan Mendung

Bagi kalangan bisnis, siapa pun pemenang dari partai final Jerman vs Argentina, hasilnya sebetulnya sama saja. Pemenang sesungguhnya adalah Adidas, merek perlengkapan olahraga asal Jerman. Sebab, selain menjadi salah satu sponsor utama Piala Dunia 2014, Adidas juga menjadi sponsor utama dua tim tersebut. Meski begitu, jika tim Jerman berhasil terhindar dari Lorelei, Adidas tampaknya masih berusaha keluar dari perangkap tersebut. Penjualan bersih Adidas selama kuartal I 2014 mencapai USD4,8 miliar atau turun hampir 6% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ditambah dengan meningkatnya berbagai biaya, selama kurun waktu itu pula laba bersih Adidas menurun hingga 33,5%. Jika kuartal I 2013 laba bersih Adidas masih USD419 juta, untuk tahun ini tinggal USD279 juta.

Adidas adalah potret kecil dari gambaran besar perekonomian Jerman yang juga tengah bergerak menurun. Contohnya di industri manufaktur. Menurut survei komposit Purchasing Manager Index (PMI) yang melacak aktivitas di sektor manufaktur dan jasa, selama Februari- Maret 2014 telah terjadi penurunan indeks dari 56,4 menjadi 55,0. Banyak kalangan di Jerman menilai ini penurunan tertinggi selama kurun waktu 2,5 tahun terakhir.

Potret penurunan yang lain juga terjadi pada sektor ritel. Indikator German Retail Sales bulan per bulan pun menunjukkan terjadinya penurunan tersebut. Pada bulan Mei 2014, misalnya, angka indikator ritel turun 0,6%. Meski begitu penurunan tersebut lebih baik ketimbang April 2014 yang angkanya turun hingga 1,5%.

Apa yang menjadi penyebab menurunnya kinerja perekonomian Jerman? Sejumlah ekonom di sana menunjuk pada krisis Ukraina-Rusia yang diperkirakan bakal berdampak pada pasokan energi di Jerman dan kinerja sektor-sektor bisnis lain. Kondisi itulah yang menyebabkan The Economist pada Juni lalu menulis, “Ada mendung di depan perekonomian Jerman.”

Meski begitu Pemerintah Jerman optimistis mereka bakal mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun ini yang 1,8%. Bahkan sebagian kalangan menduga angkanya bisa mendekati

36

Page 37: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

2%. Apakah itu pertanda bahwa mereka sudah melihat adanya “Lorelei” yang ada di depan? Saya berharap begitu. Jadi, bukan sekadar optimisme yang dipengaruhi sentimen positif keberhasilan Jerman menjadi juara Piala Dunia 2014. Sebab mengurus ekonomi jauh lebih rumit ketimbang mengurus sebuah tim sepak bola. ●

RHENALD KASALIPendiri Rumah Perubahan, @Rhenald_Kasali

Tantangan Ekonomi Politik Presiden Baru

37

Page 38: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Kedatangan pimpinan yang baru ditunggu-tunggu masyarakat karena diharapkan memberi angin perubahan. Presiden baru digambarkan sebagai ”satrio piningit” atau kesatria yang belum muncul sebelumnya— the new comer-- yang akan menyegarkan kepemimpinan nasional.

Dalam kesempatan ini kita akan membahas tantangan ekonomi yang menjadi pekerjaan rumah (PR) besar yang ditinggalkan Presiden SBY. Harus diakui Presiden SBY menorehkan prestasi ekonomi yang tumbuh konsisten di atas 5%, pada saat banyak negara lain mengalami gejolak ekonomi. SBY telah menghantar ekonomi Indonesia menjadi ekonomi yang memimpin di ASEAN, di mana kurang lebih setengah PDB ASEAN berasal dari Indonesia.

Negara ini juga menjadi ekonomi paling prospektif di Asia setelah China. Presiden SBY sudah menghantar Indonesia menjadi 10 besar dunia. Namun, perkembangan ekonomi umum tersebut tentu saja harus dicermati dalam persoalan yang dihadapi kelompok rawan dan sektoralnya. Walaupun secara umum ekonomi tumbuh dan menjadi negara adidaya sekalipun, bagi suatu sektor atau kelompok orang bisa jadi menjadi bencana. Misalnya pertumbuhan ekonomi akan mendorong biaya hidup makin mahal. Pertumbuhan ekonomi mendorong upah meningkat, upah minimum juga diizinkan meningkat oleh pemerintah di berbagai daerah.

Itu bukan semata-mata kebijakan populis yang bersifat politis, melainkan peningkatan upah diperlukan supaya pembagian nilai tambah hasil produksi domestik dibagi secara lebih baik. Apabila pekerja tidak ditingkatkan upah minimumnya, nilai tambah yang diperoleh dari hasil kerja industrinya akan jatuh ke tangan pemilik modal. Hasilnya ketimpangan ekonomi akan terjadi semakin besar. Para pekerja akan membawa pulang upah yang sama, tetapi masalahnya, pertumbuhan ekonomi akan membawa perubahan standar hidup. Pertama, barang-barang esensial seperti pangan dan sewa kamar akan meningkat sesuai peningkatan atau pertumbuhan ekonomi.

Perkotaan akan makin padat, pasar tanah atau pondokan akan meningkat, dan akibatnya biaya hidup akan makin tinggi. Di luar pekerja formal terdapat lebih besar lagi populasi pekerja mandiri yaitu orang-orang yang semula kesulitan memperoleh pekerjaan, kemudian memutuskan untuk bekerja sendiri. Mereka mendirikan usaha apa adanya dan dengan memutar modal yang sangat kecil.

Umumnya mereka dibantu oleh pekerja keluarga yang tidak dibayar. Kemampuan membayar mereka terhadap input produksi lebih rendah bahkan sangat rendah, dan akibatnya kelompok pekerja di sektor ini dibayar di bawah upah minimum. Jumlah pekerja dan keluarga kelompok ini jauh lebih besar dari pekerja industri menengah dan atas. Mereka ini, dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang kemudian mendorong peningkatan biaya hidup, merupakan kelompok yang berkorban.

Pengangguran PR Utama

Pengangguran tetap merupakan pekerjaan rumah (PR) terbesar yang diwariskan oleh

38

Page 39: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

kepemimpinan nasional sekarang. Penganggur paling terpukul dengan pertumbuhan ekonomi. Pertama, mereka tidak memiliki pendapatan. Kedua, harga dan standar hidup terus meningkat. Sementara pameran konsumsi di sekitarnya meningkat pesat memamerkan barang-barang konsumsi tinggi yang membuat mereka frustrasi. Ketiadaan pendapatan juga menghambat akses terhadap informasi—kunci penting kompetisi era sekarang—dan membuat rasa frustrasi makin meluas.

Ini ditandai oleh anomi sosial, peningkatan minuman keras, prostitusi, bunuh diri, serta peningkatan kejahatan terorganisasi yang tidak mudah diatasi. Pengangguran harus diatasi melalui dua sisi, pertama, dari sisi permintaan tenaga kerja harus dibuka seluas mungkin kran bisnis baik mikro atau keluarga, usaha kecil, usaha menengah dan besar. Investasi dan yang terkait misalnya perizinan harus diciptakan sistem yang seramah mungkin. Para investor harus disambut dengan karpet merah. Tujuan utamanya adalah menyerap tenaga kerja kita yang kini makin terdidik. Bisnis-bisnis konvensional kurang tepat lagi mewadahi kepada misalnya berbagai lulusan ahli teknik.

Mereka harus diwadahi dalam industri tinggi. Industri ini memerlukan investasi dan riset pengembangan yang besar dan itu hanya mungkin dimiliki kemampuannya oleh si kaya. Walaupun paradoksal, untuk menolong pengangguran yang frustrasi dengan pertumbuhan ekonomi cara menolong satu-satunya adalah mempercepat pertumbuhan yang menyakitkan itu. Hanya si kaya yang mungkin terjadi apabila ekonomi makin timpang seperti dalam dekade ini yang bisa melakukan atau membiayai riset pengembangan atau aplikasi produk baru.

Industri kita berputar pada industri lama yang sudah tidak cocok untuk mewadahi generasi muda sehingga di satu sisi kita kekurangan capaian pendidikan, tetapi di sisi lain dibandingkan dengan permintaan tenaga kerja yang ada kita sudah over pendidikan. Dari sisi suplai tenaga kerja yang tidak lain adalah dunia pendidikan, di samping perubahan mental bangsa yang berisi kejujuran dan disiplin, motivasi kerja, daya tahan kerja, kemampuan bekerja dalam tim yang multikultur.

Generasi muda juga harus dibekali pendidikan kewirausahaan. Perbankan dengan subsidi bunga dari pemerintah perlu diadakan untuk mendorong tumbuhnya wirausaha baru yang akan menolong generasi muda lain yang dididik siap bekerja melalui peningkatan jumlah SMK. Dengan hanya subsidi bunga bank tetap akan mengedepankan prinsip kehati-hatian karena risiko terbesar tetap pada perbankan. Dengan subsidi bunga pemerintah hanya cukup menyediakan 5% dari nilai investasi wirausaha baru. Dengan demikian, multiplier dana pemerintah juga akan makin besar.

Ekonomi Kelautan

Potensi laut dan wilayah timur bisa secara terpadu merupakan anugerah Indonesia yang sangat besar. Kebutuhan daging sapi misalnya yang selama ini diimpor dari luar negeri bisa diatasi dengan memelihara sapi di daerah yang masih terbentang luas di Papua dan di NTT.

39

Page 40: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Perlu dikembangkan industri penyembelihan dan teknologi pendinginan kapal untuk membawa daging terebut ke wilayah Barat. Sekolah-sekolah kelautan dan sekolah teknik perkapalan perlu dikembangkan. Generasi muda kita juga kurang mengenal laut. Perlu dibudayakan atau direorientasi supaya pelajar dan mahasiswa kita memperhatikan laut.

Riset dan karya tulis mengenai laut perlu diperkenalkan bahkan sejak sedini mungkin. Industri yang berhubungan dengan laut perlu dikembangkan, industri perkapalan mutlak diperlukan untuk memanfaatkan potensi ini. Pengangkutan barang esensial di kawasan Barat selama ini melebihi tonase kapasitas jalan raya bisa dipertimbangkan untuk dilarang dan dialihkan melalui laut. Tentu saja pelabuhan-pelabuhan yang memerlukan biaya yang tidak sedikit perlu menjadi prioritas pemerintahan yang baru.

Konsentrasi kepada laut sangat optimal dan efisien, laut tidak memerlukan biaya mengaspal yang mahal dan merupakan problem tersendiri. Ikan di laut juga tinggal mengambil, tidak perlu membibit dan memberi makan, dengan harga tangkapan yang sangat tinggi, di samping tujuan lain memperbaiki kualitas asupan rakyat dengan protein yang pada akhirnya meningkatkan kecerdasan.

Laut adalah pekerjaan rumah dan sekaligus warisan kekayaan dari kepemimpinan sebelumnya. Bank nelayan yang cocok adalah bank dengan sistem bagi hasil dan sebaiknya negara memelopori bank nelayan ini. Bank Indonesia sudah menyediakan perangkat yang memungkinkan angsuran naik-turun (sistem mudharabah) sesuai musim untuk nelayan muda. SMK kelautan atau SMK nelayan modern perlu dibuat untuk mewadahi semua gagasan ini.

Masalah BBM

BBM atau energi pada umumnya masih merupakan pekerjaan rumah terbesar. Pemerintahan demi pemerintahan selalu ragu dan berpikir ulang untuk menaikkan harga BBM dan mengurangi subsidi negara yang makin membengkak. Kenaikan BBM akan melukai si miskin bukanlah mitos. Itu fakta yang bisa diteliti besaran angkanya. Partai-partai politik juga terlihat ambil langkah aman dengan jalan memberikan keputusan yang mengambang.

Langkah termurah dengan mempertimbangkan aspek politik adalah meminta kembali subsidi BBM menjadi pajak kendaraan dan penggunaan mesin-mesin besar dalam berbagai industri. Pajak adalah hukuman dan jika hukuman dilakukan kepada si kaya, langkah yang semula berbahaya untuk mengurangi subsidi menjadi jurus populis. Ini seperti jurus Taichi yang memanfaatkan energi lawan untuk tujuan.

Korupsi

Pekerjaan rumah paling nyata dari pemerintahan SBY adalah masalah korupsi. Korupsilah yang menghancurkan dukungan kepada Partai Demokrat sehingga tidak sanggup lagi mengusung salah satu pasangan capres dan cawapres. Korupsi menghadang dari pucuk Partai Demokrat dan elite partai yang menjadi anggota kabinet bahkan suara sayup kepada Istana.

40

Page 41: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Mental korupsi belum pernah surut, bahkan makin merajalela yang terlihat dalam pilihan legislatif terakhir. Rakyat sudah disuguhi dengan suap untuk memilih. Rakyat awam mungkin kurang mengerti manfaat langsung dari legislatif yang sebenarnya banyak sekali dan yang paling dirasakan seperti undang-undang pendidikan, kesehatan, dan BPJS.

Demikian juga yang mungkin merugikan mereka seperti undang-undang mengenai eksploitasi sumber daya alam. KPK sebagai lambang pemberantasan korupsi harus diperkuat, para akuntan dan ahli teknologi informasi (TI) dua dari banyak profesi yang harus dipertimbangkan. Sistem penggunaan uang pemerintah harus diperbaiki bekerja sama dalam mengelola kas negara dengan perbankan nasional. Perbankan memanfaatkan sistem TI sehingga semua menjadi transparan karena tercatat. Bank masih bisa dibobol, namun dengan perkembangan TI kebobolan makin dapat dibendung.

Semua rekanan pemerintah diwajibkan menjadi nasabah bank pengelola kas suatu departemen. Cash management akan mentransparansikan semua transaksi. PPATK akan mudah memantau ke mana aliran dana negara dan catatan bank bisa menjadi pengganti tangkap tangan. Dengan tidak satu pun transaksi uang negara boleh dilakukan di luar perbankan, para koruptor akan berpikir keras untuk membobolnya. Generasi muda ahli yang kompeten harus direkrut khusus oleh KPK, PPATK, BPK, Irjen, dan lembaga pengontrol lain. Dalam sistem cash management yang diizinkan menjadi checker yaitu para pengawas uang negara yang bisa melihat lalu lintas uang, tetapi tidak bisa bertransaksi.

Dengan perubahan ini koruptor yang sampai sekarang umumnya belum melek teknologi akan berpikir ulang untuk bermain main. Indonesia online dalam 3-5 tahun ke depan akan ditakuti oleh koruptor dan pada tahun keenam pada akhir periode kepemimpinan nasional budaya korupsi diharapkan sudah menghilang.

BAMBANG SETIAJIRektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)

Berkah Lebaran bagi Multifinance

Perusahaan pembiayaan (multifinance) sedang menikmati berkah Lebaran sehingga mendorong pembiayaan konsumen (mobil dan sepeda motor) lebih melejit. Bagaimana kisahnya?

41

Page 42: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Sejauh mana aturan loan to value (LTV) yang berlaku efektif Juni 2012 dapat memengaruhi kinerja perusahaan pembiayaan? Aturan LTV itu termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 43/PMK/0.10/2012 pada 15 Maret 2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan. Pada saat bersamaan, Bank Indonesia (BI) menerbitkan Surat Edaran Nomor 14/10/DPNP mengenai LTV untuk kredit pemilikan rumah (KPR) dan uang muka kredit kendaraan bermotor bagi bank umum.

Hal itu untuk melakukan mitigasi risiko pembiayaan dan meningkatkan prinsip kehati-hatian untuk menangkis gelembung (bubble) pada pembiayaan konsumen. PMK itu mengatur uang muka bagi pembiayaan kendaraan bermotor, yakni bagi kendaraan bermotor roda dua, uang muka minimal 20% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan dan bagi kendaraan bermotor roda empat yang bertujuan untuk tujuan produktif, uang muka minimal 20% dari harga jual kendaraan. Uang muka minimal 25% dari harga jual kendaraan untuk kendaraan bermotor roda empat yang bertujuan untuk tujuan nonproduktif.

Sejak awal, aturan itu diduga akan menekan bisnis perusahaan pembiayaan. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI) yang diterbitkan BI menunjukkan perusahaan pembiayaan masih sanggup meningkatkan pertumbuhan tahunan (year on year/YoY) pembiayaan 13,50% dari Rp311 triliun per April 2013 menjadi Rp353 triliun per April 2014. Padahal, bulan sebelumnya “hanya” tumbuh 12,46% per Maret 2014.

Pertumbuhan itu dirajai oleh pembiayaan kartu kredit yang naik signifikan 150% dari Rp2 miliar menjadi Rp5 miliar, kemudian disusul pembiayaan anjak piutang (factoring) yang melejit 33,33% dari Rp6 triliun menjadi Rp8 triliun. Lantas menyusul pembiayaan konsumen (consumer finance) yang meningkat 14,93% dari Rp201 triliun menjadi Rp231 triliun dan pembiayaan sewa guna usaha (leasing) yang naik 9,62% dari Rp104 triliun menjadi Rp114 triliun pada periode yang sama.

Pertumbuhan itu menyiratkan kinerja perusahaan pembiayaan tetap bercahaya! Terkait dengan aturan LTV, mari kita cermati pertumbuhan bulanan (month to month/MtM) pembiayaan konsumen mobil dan motor. Pembiayaan konsumen per Juni 2012 ketika aturan itu terbit mencapai Rp178,67 triliun, kemudian menebal sedikit 1,68% menjadi Rp181,67 triliun per Juli 2012. Sejak itu, pertumbuhan bulanan itu terus menipis 1,16%, 1,03%, 0,98%, 0,59%, 1,71% masing-masing per Agustus, September, Oktober, November, dan Desember 2012.

Hal yang sama juga terjadi pada 2013 dengan rincian berikut: Meskipun pembiayaan konsumen tetap tumbuh, amat tipis misalnya 0,85% per Januari 2013 dibandingkan Desember 2012. Pertumbuhan bulanan itu kemudian berjalan fluktuatif menjadi 1,04% per Februari, 1,55% Maret, 1,44% April, 2,06% Mei, 2,14% Juni, 1,55% Juli, 0,51% Agustus, 2,16% September, 0,78% Oktober, 0,82% November, dan 1,32% Desember 2013.

Sejak Januari hingga April 2014, pertumbuhan pembiayaan konsumen masih fluktuatif 0,86%

42

Page 43: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Januari, 1,38% Februari, 0,77% Maret, dan 0,47% April 2014. Dengan bahasa lebih bening, dapat disimpulkan bahwa aturan LTV memang menekan laju pertumbuhan perusahaan pembiayaan. Artinya, meskipun masih tetap tumbuh tetapi sangat tipis.

Berkah Lebaran

Namun, bagaimana masa Lebaran 2014? Amat terang benderang, perusahaan pembiayaan akan menerima berkah melimpah. Apa saja berkah itu? Faktor apa saja yang patut dipertimbangkan?

Pertama, menerima rezeki dari tunjangan hari raya. Pada umumnya, dua minggu menjelang Lebaran, karyawan, pegawai, atau buruh akan menerima tunjangan hari raya (THR). Uang THR yang minimal sebesar satu kali gaji itu antara lain akan dibelanjakan untuk menambah dana pembelian mobil atau sepeda motor. Sudah barang tentu aksi itu akan menyuburkan pendapatan perusahaan pembiayaan.

Rezeki itu sesungguhnya juga dinikmati oleh dealer mobil atau sepeda motor. Mengapa demikian? Karena perusahaan pembiayaan sudah pasti akan bekerja sama dengan beberapa dealer di seluruh Tanah Air dalam memberikan pembiayaan konsumen. Oleh karena itu, saat ini banyak event sebagai kerja sama antara perusahaan pembiayaan dan dealer untuk memasarkan produk mobil dan terutama sepeda motor. Untuk menarik konsumen, mereka sepakat untuk memberikan diskon dan hadiah yang supermenawan.

Katakanlah, diskon tinggi dan undian berhadiah “Beli satu, dapat dua motor”. Oleh konsumen, mobil dan sepeda motor itu digunakan untuk mudik. Berapa target penjualan mobil dan sepeda motor pada 2014? Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) memproyeksikan 2014 memperkirakan penjualan mobil mencapai 1,2 juta unit. Padahal, sebelumnya Gaikindo memperkirakan penjualan mobil 2013 sama dengan penjualan tahun lalu 1,1 juta unit.

Penjualan terjadi pada September 2013 ketika diadakan Indonesia International Motor Show (IIMS) yang mencapai 115.921 unit atau naik 46,8% dari bulan sebelumnya Agustus 2013 sebesar 77.962 unit (Tribunnews, 7 Mei 2014). Sementara itu, Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) menargetkan penjualan sepeda motor pada 2014 sama dengan kinerja 2013 sebanyak 7,7 juta hingga 8 juta unit. Target yang bersifat stagnan ini sejalan dengan akumulasi kondisi makroekonomi yang terganggu sejak beberapa bulan lalu (Bisnis Indonesia, 12 Januari 2014).

Tak dapat dibendung lagi, penjualan mobil dan sepeda motor akan meledak saat Lebaran. Alhasil, pertumbuhan pembiayaan konsumen akan terbang tinggi. Namun, perusahaan pembiayaan sudah semestinya juga mempertimbangkan aji mumpung (moral hazard) konsumen yang nakal.

43

Page 44: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Kedua, meningkatkan kualitas kredit. Setelah Lebaran, biasanya akan terjadi pula peningkatan penarikan sepeda motor oleh perusahaan pembiayaan. Kok bisa? Begini ilustrasinya. Banyak konsumen akan mengambil pembiayaan sepeda motor untuk dipakai pulang kampung meskipun dana mepet.

Setelah Lebaran, konsumen mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban angsuran bulanan sehingga akhirnya sepeda motor ditarik. Dari sisi konsumen, mereka akan menarik keuntungan karena sudah menikmati sepeda motor baru untuk pulang kampung. Sebaliknya, perusahaan pembiayaan akan merugi karena harga jual sepeda motor tarikan sudah pasti akan menurun drastis daripada sepeda motor baru. Oleh karena itu, perusahaan pembiayaan wajib meningkatkan kualitas pembiayaan konsumen dengan mencermati perilaku konsumen seperti itu.

Ketiga, menggenjot modal. Dalam industri keuangan baik perbankan maupun nonperbankan seperti perusahaan pembiayaan, modal itu bagaikan tameng untuk sanggup bersaing dengan sigap. Bukan hanya itu. Modal juga bermanfaat untuk menepis aneka potensi risiko kredit, pasar, operasional, dan likuiditas. Potensi risiko itu bakal lebih tinggi ketika kelak Otoritas Jasa Keuangan(OJK) mendorong perusahaan pembiayaan untuk membiayai usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), perumahan, dan bahkan infrastruktur. Akibat logisnya, perusahaan pembiayaan wajib mengerek modal.

Modal dapat dicetak melalui penawaran saham perdana (initial public offering/IPO), menerbitkan subordinasi obligasi (subdebt) atau pengucuran dana segar. Ingat, modal pun bersumber dari laba ditahan (retained earnings). Alhasil, perusahaan pembiayaan bukan hanya memperoleh berkah Lebaran yang melimpah, melainkan juga mampu bersaing dengan trengginas. Sungguh! ●

PAUL SUTARYONO Pengamat Perbankan & Mantan Assistant Vice President BNI

Pengaruh Sistem Pembayaran terhadap Investasi

Kerja sama ekonomi regional baik itu di Eropa, Asia, ataupun Amerika akan berbentuk pasar bebas tingkat regional. Investasi akan terhambat jika pembayaran mengalami penundaan sebagaimana yang diteliti Ozbay. Dia (2013) mengatakan ”strong evidence that a prize linked

44

Page 45: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

saving payment option leads to greater rates of payment deferral than does a straightforward interest payment option of the same expected value ”.

Belajar di Uni Eropa akan sangat bermanfaat untuk menganalisis pengaruh sistem pembayaran terhadap investasi. Komisi Uni Eropa menerbitkan Green Paper yang mampu mengidentifikasi sistem pembayaran yang efisien dan kompetitif sebagai pendorong utama untuk pengembangan pasar internal di Uni Eropa.

Sistem ini ditopang oleh pesatnya kemajuan teknologi, khususnya online dan pembayaran seluler, yang kemungkinan akan mengubah fungsi pasar. Green Paper telah menilai lanskap saat ini dari pembayaran kartu, internet, dan seluler di Eropa. Ini juga mengidentifikasi kesenjangan antara situasi saat ini dan visi pasar pembayaran yang terintegrasi penuh dan hambatan yang telah menciptakan kesenjangan tersebut.

Tujuan dari Green Paper adalah memulai proses konsultasi skala luas dengan para pemangku kepentingan pada analisis ini dan untuk membantu mengidentifikasi cara yang tepat untuk meningkatkan integrasi pasar. Dengan demikian, kebutuhan akan investasi dan pengaruhnya terhadap investasi juga akan semakin terukur.

***

Dalam Green Paper, komisi menetapkan visi dan tujuan dari pasar pembayaran yaitu bahwa tidak boleh ada perbedaan antara pembayaran lintas batas dan domestik. Atas dasar standar dan buku aturan yang diberikan, perbedaan ini juga harus menjadi usang untuk pembayaran noneuro dalam Uni Eropa. Ini akan mengakibatkan pasar tunggal digital yang sebenarnya di tingkat Uni Eropa.

Integrasi penuh berarti lima hal: Pertama, konsumen menggunakan rekening bank tunggal untuk semua transaksi pembayaran, bahkan jika mereka tinggal di luar negara asal mereka atau sering bepergian di seluruh Uni Eropa. Dengan mempercepat inovasi, pembayaran menjadi lebih nyaman dan disesuaikan dengan keadaan khusus dari transaksi pembelian (pembayaran online vs offline, nilai mikro vs besar, dan sebagainya).

Kedua, bisnis dan administrasi publik dapat mempermudah dan memperlancar proses pembayaran mereka dan memusatkan operasi keuangan di seluruh Uni Eropa. Ini memiliki potensi signifikan untuk menghasilkan penghematan. Selain itu, standar terbuka umum dan penyelesaian yang lebih cepat dari transaksi pembayaran juga akan meningkatkan arus kas.

Ketiga, pedagang juga mendapat manfaat dari solusi pembayaran elektronik yang murah, efisien, dan aman. Peningkatan persaingan membuat alternatif dari penanganan uang tunai lebih menarik. Pada gilirannya ini juga memindahkan ke e-commerce lebih menarik dan mengarah ke peningkatan pengalaman pelanggan saat melakukan pembayaran.

45

Page 46: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Keempat, penyedia layanan pembayaran (PSP), yaitu PSP bank dan nonbank, dapat memperoleh manfaat dari skala ekonomi melalui instrumen pembayaran standardisasi sehingga mencapai penghematan biaya setelah investasi awal. Ini membuka akses ke pasar baru, baik untuk meningkatkan basis pendapatan untuk instrumen pembayaran yang ada maupun untuk meluncurkan inovasi pada skala yang lebih luas.

Kelima, penyedia teknologi seperti vendor perangkat lunak, prosesor, dan konsultan IT dapat mendasarkan pekerjaan pembangunan dan solusi mereka pada instrumen pan-Eropa, yang memfasilitasi inovasi di seluruh negara anggota Uni Eropa.

***

Agar visi ini menjadi kenyataan untuk pembayaran kartu, elektronik dan nonelektronik pembayaran, sejumlah isu tambahan perlu ditangani seperti keamanan, kebebasan memilih, tanpa hambatan teknis dan inovasi bisnis, standardisasi berbagai komponen dan interoperabilitas. Harmonisasi peraturan harus membantu mendobrak hambatan untuk pembayaran lintas batas dan meningkatkan cakupan untuk kompetisi dan mengembangkan peluang baik untuk penyedia pembayaran maupun konsumen.

Agar investasi sebagai input dan output dapat terintegrasi dengan baik dalam pasar bersama ASEAN, penegakan persaingan tampaknya akan tetap diperlukan untuk mengatasi perilaku pelaku pasar yang tidak sepenuhnya diatur. Regulasi diri, khususnya di bidang standar, akan menjadi penting juga dan pertanyaan kunci adalah bagaimana memastikan bahwa insentif dari semua yang terlibat akan mendorong perkembangan yang pesat dan rollout dari standar tersebut. Sebuah campuran yang tepat dari instrumen ini harus menghasilkan pasar pembayaran yang lebih siap untuk memenuhi kebutuhan pengguna mereka dan untuk menciptakan pasar yang terintegrasi berdasarkan teknologi saat ini dan masa depan.

Penggunaan kerja sama antarbank dan mekanisme kompensasi berarti bahwa bank-bank melepaskan penentuan diri atas posisi kompetitif mereka di pasar. Sementara mekanisme kerja sama antarbank tidak dilarang, namun dilarang bagi operator untuk menunjukkan bahwa mekanisme keuangan yang mungkin dilaksanakan seperti biaya antarbank multilateral lebih efektif daripada perjanjian bilateral bahwa mereka tidak menghilangkan persaingan dan bahwa mereka membawa kemajuan ekonomi untuk kepentingan konsumen. Kondisi ini tidak terpenuhi khususnya jika fee yang berkaitan dengan kerja sama antarbank diatur di atas tingkat fee yang kompetitif.

Dalam skenario ini, fee ini menjadi beban pedagang, yang memasukkan fee tersebut ke dalam beban mereka, dan karenanya ke dalam biaya produk atau jasa mereka dan akhirnya harga yang dibayar oleh konsumen. Jelas sekali bahwa investasi dalam sistem pembayaran sangat ditentukan oleh ada tidaknya manfaat ekonomi bagi konsumen. ●

46

Page 47: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

ACHMAD DENI DARURI President Director Center for Banking Crisis

Kemewahan

Sebentar lagi warga DKI Jakarta yang tidak mudik atau yang kampung halamannya Jakarta bakal menikmati ”kemewahan tahunan”. Apa itu?

47

Page 48: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Jalan-jalan raya yang bebas dari kemacetan. Langit biru jernih karena menurunnya tingkat polusi udara. Kemewahan semacam itu tidak gratis. Ada harganya. Hitungan-hitungannya bagaimana? Tapi bisakah kita menghitungnya dan bagaimana menikmati kemewahan kalau tak punya waktu?

Polisi dan Biaya Sosial

Begini. Setiap tahun biaya sosial akibat kemacetan di Jakarta terbilang tinggi. Menurut perkiraan Infrastructure Partnership & Knowledge Center, pada tahun 2013 saja nilainya Rp68 triliun. Di sini yang dimaksud dengan biaya sosial banyak ragamnya. Misalnya, biaya dalam bentuk pemborosan BBM. Ada juga biaya untuk pengobatan akibat infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) yang dipicu polusi dari asap kendaraan dan biaya-biaya lain. Jangan anggap remeh dengan biaya-biaya yang mungkin sulit sekali buat kita untuk menghitung nilainya. Tapi, saya punya ilustrasi sederhana untuk mengukurnya.

Setiap pagi saya selalu rutin melewati ruas jalan tertentu. Di situ selalu ada seorang polisi yang bertugas mengatur lalu lintas. Awalnya saya selalu mengamati gerak-geriknya. Setelah sekian lama, akhirnya saya bosan. Setahun berlalu. Dua tahun juga lewat. Belakangan ketika saya melihat lagi sosok polisi tersebut, saya agak kaget. Wajahnya terlihat lebih kurus, letih, dan menua. Padahal, mungkin usianya hanya bertambah sekitar dua tahun. Penasaran, saya kemudian membaca beberapa referensi tentang dampak polusi dari asap kendaraan bermotor. Memang di situ disebutkan, polusi akibat asap kendaraan bisa mengganggu beberapa fungsi tubuh manusia.

Kematian akibat polusi biasanya terjadi dalam bentuk penyakit jantung, stroke, paru-paru, dan ISPA tadi. Menurut data WHO, selama tahun 2012, 1 dari 8 orang di dunia meninggal akibat polusi udara. Maka, saya senang ketika suatu kali menyaksikan petugas polisi tadi sudah menggunakan masker untuk menutupi hidung dan mulutnya. Mestinya itu sudah ia lakukan sejak dulu. Apa yang ditanggung oleh polisi tadi adalah salah satu bentuk nyata dari kerugian sosial. Di DKI, kalau mau dihitung per hari, biaya sosial yang kita hambur-hamburkan akibat kemacetan adalah sekitar Rp186 miliar.

Jadi dengan libur Lebaran, yang kalau kita anggap efektif berlangsung selama dua minggu, berarti kita menikmati kemewahan dalam bentuk penghematan biaya sosial sebesar Rp2,6 triliun. Lumayan bukan? Kalau libur Lebarannya mau diperpanjang sampai sebulan, barangkali penghematan dari biaya sosial ini sudah cukup untuk menjadi modal awal membangun monorel di Jakarta yang Rp7 triliun—yang belakangan disebut-sebut malah ingin dibatalkan.

Masih ada kemewahan lain yang dinikmati warga Jakarta selama libur Lebaran. Selama dua minggu ke depan, kepadatan Jakarta juga akan berkurang drastis. Dari jumlah penduduk Jakarta yang sekitar 10 juta, menurut perkiraan Dinas Perhubungan DKI, untuk tahun ini sebanyak 4,2 juta di antaranya bakal pulang mudik, merayakan Lebaran di kampung

48

Page 49: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

halaman. Itu artinya jalan-jalan di sekitar perumahan di Jakarta selama beberapa hari akan menjadi semakin lengang. Buat warga Jakarta yang dulu mungkin hanya sempat jalan pagi setiap Sabtu-Minggu, kini bisa melakukannya setiap hari tanpa harus khawatir bersenggolan dengan pejalan kaki lain. Ini juga saya anggap sebagai sebuah kemewahan.

Rekor Baru

Tapi, kemewahan Lebaran juga bukan hanya milik warga Jakarta. Saudara-saudara kita yang pulang mudik juga menikmati kemewahan yang mungkin malah tidak bisa dirasakan warga Jakarta, yakni bertemu dengan kakek-nenek, orang tua, atau sanak saudara dan kerabat lainnya. Ini kemewahan rohani meski di situ ada juga harganya. Di antaranya bermacet- macet di jalan. Seorang tetangga saya yang rutin mudik dengan mobil bercerita, setiap tahun dia selalu memecahkan rekor baru. Jarak Jakarta-Yogyakarta tiga tahun lalu ia tempuh dalam waktu 19 jam.

Dua tahun lalu rekornya pecah menjadi 21 jam. Tapi, setahun kemudian rekornya sudah pecah lagi, 23 jam. Untuk tahun ini dia sudah bersiap-siap mencatatkan rekor baru. Penyebabnya, amblesnya Jembatan Comal di Pemalang. Jadi, selama Lebaran rupanya bukan hanya sebagian warga Jakarta yang berpindah, tetapi juga kemacetannya. Selain kemacetan di perjalanan tadi, selama Lebaran beberapa ruas jalan di daerah juga macet. Pemicunya, banyaknya mobil pelat B yang lalu lalang. Kode pelat B adalah untuk DKI Jakarta.

Meski harus menanggung beban kemacetan, sejumlah daerah yang menjadi tujuan pemudik juga menikmati kemewahan dalam bentuk limpahan rezeki. Di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, uang yang ditransfer para tenaga kerja Indonesia (TKI) selama Lebaran mencapai lebih dari Rp30 miliar. Itu di satu kabupaten. Kalau secara nasional, pada tahun lalu jumlah uang yang ditransfer para TKI menjelang Lebaran sudah Rp15 triliun. Untuk tahun ini rekor tersebut bakal pecah. Kemarin saya membaca artikel soal ini di sebuah media nasional. Anda tahu berapa nilainya? Sudah Rp17,9 triliun. Itulah kemewahan yang dinikmati oleh sejumlah daerah yang menjadi tujuan para pemudik.

Dalam Pikiran

Tapi, apa itu sebetulnya kemewahan? Anda mungkin pernah dengar cerita tentang seorang miliarder dan seorang miskin yang sama-sama pergi memancing di sebuah sungai. Melihat teman memancingnya yang miskin, sang miliarder menasihati tentang pentingnya bekerja keras. Sang miliarder bercerita, betapa ia memulai usahanya dari kecil dan harus bekerja tujuh hari dalam seminggu.

Ia melakukannya bertahun-tahun sehingga usahanya menjadi besar. Setelah usahanya besar, ia bisa merekrut banyak orang dan mendirikan pabrik. Kini, setelah puluhan tahun bekerja, pabriknya tersebar di mana-mana dan ia merekrut semakin banyak orang. Setelah usahanya kian meraksasa, ia merekrut orang-orang kunci, menggaji tinggi mereka untuk menggantikannya bekerja. Kini, dia punya banyak waktu untuk melakukan hobinya, yakni

49

Page 50: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

bersantai-santai dan memancing.

Pemancing yang miskin tadi hanya menimpali, ”Bukankah saya sekarang sama-sama sedang memancing.” Mungkin benar kata LWren Scott, seorang seniman, ”Luxury is state of mind. ” Kemewahan itu ada dalam pikiran. Selamat mudik Saudara-Saudaraku dan berbagi kemewahan.

RHENALD KASALI Pendiri Rumah Perubahan @Rhenald_Kasali

Agenda Ekonomi Presiden Baru

Pada malam hari 22 Juli 2014 KPU telah menetapkan pemenang pemilihan presiden (pilpres), yakni Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan perolehan suara 53,15%.

50

Page 51: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Kemenangan ini memang masih menyisakan persoalan karena pasangan Prabowo Subianto- Hatta Rajasa menyatakan menarik diri dari proses rekapitulasi penghitungan suara karena menganggap proses pilpres berjalan tidak adil. Terlepas dari masalah itu, KPU sudah menetapkan pemenang dan sisa masalah tentu akan diselesaikan secara hukum, khususnya di Mahkamah Konstitusi (jika ada pihak yang menggugat).

Dengan begitu, secara politik kemenangan Jokowi-JK harus dimulai dengan menyatukan seluruh kelompok kepentingan karena beda suara yang tidak terlalu jauh. Sementara itu, secara ekonomi terdapat banyak agenda yang ditunggu rakyat sesuai dengan janji-janji yang telah diikrarkan.

Fiskal dan Birokrasi

Dalam jangka pendek, pemerintahan baru telah dibekap oleh tiga masalah pokok yang perlu segera diputuskan. Pertama, defisit fiskal membutuhkan penyikapan yang solid dengan mempertimbangkan keseluruhan bangunan ekonomi. Defisit fiskal bersumber dari subsidi BBM yang membengkak karena jumlah impor yang terus naik dan harga minyak internasional yang meningkat. Pada tahun ini diperkirakan subsidi minyak sekitar Rp300 triliun, jumlah yang teramat besar bila dibandingkan dengan pos belanja lain (misalnya belanja modal hanya pada kisaran Rp240 triliun).

Sungguhpun begitu, penyelesaian dengan menaikkan harga minyak bukanlah solusi tunggal untuk mengatasi ini, sebab hulu persoalan sebetulnya adalah manajemen pengelolaan SDA (eksplorasi minyak) dan tata kelola impor minyak. Pemerintah mesti mengidentifikasi soal ini secara menyeluruh dan mengambil kebijakan yang adil.

Kedua, perbaikan birokrasi yang mendukung kegiatan ekonomi. Penyakit yang membuat ekonomi biaya tinggi di Indonesia adalah praktik pungutan liar (pungli) yang sebagian dilakukan oleh birokrasi dan perizinan yang mahal (dan lama).

Pungli sudah diketahui oleh umum, tapi tak juga ada penanganan secara sistematis. Contoh yang paling gamblang terjadi di Jawa Tengah beberapa waktu lalu, ketika Ganjar Pranowo (gubernur) memergoki aparat di jembatan timbang yang menerima uang dari sopir truk. Kejadian semacam ini jamak terjadi pada kegiatan ekonomi dengan modus yang tak jauh berbeda. Perizinan juga sama, di mana ongkos menjadi bengkak akibat praktik pungutan ilegal semacam itu, ditambah dengan waktu yang lama. Hal ini membuat kegiatan ekonomi menjadi tidak efisien dan menurunkan daya saing dalam persaingan internasional.

Ketiga, eksekusi pembangunan infrastruktur merupakan tugas yang harus diperhatikan secara saksama. Problem utama infrastruktur bukanlah aspek pendanaan, meskipun memang jumlah anggaran yang dimiliki pemerintah sangat terbatas. Sampai saat ini, anggaran infrastruktur kurang 3% dari PDB (idealnya 5%), padahal negara lain sudah di atas 7% (seperti China dan Vietnam). Jika tidak ada komitmen penambahan dana, upaya pembangunan infrastruktur

51

Page 52: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

memang akan tersendat.

Namun, soal yang lebih mendesak adalah optimalisasi pemanfaatan dana yang sudah ada. Sampai hari ini pemerintah tidak pernah menyerap belanja modal secara penuh, cuma sekitar 85-90%/tahun. Demikian pula persetujuan kredit dari perbankan yang tidak dieksekusi mencapai Rp750 triliun, yang sebagian tentu saja terkait dengan proyek infrastruktur. Pemerintah mesti mengidentifikasi sebabnya dan mencari solusi dengan sigap.

Reformasi Struktural

Di luar soal-soal jangka pendek yang harus dituntaskan, pemerintahan mendatang juga dibebani tugas berat terkait reformasi struktural perekonomian. Tema keadilan ekonomi, penguatan ekonomi domestik, dan partisipasi ekonomi rakyat menjadi pertaruhan yang harus dimenangkan. Keadilan ekonomi dirasakan makin menjauh dalam 10 tahun terakhir. Ekonomi tumbuh, namun sebagian besar dinikmati oleh golongan menengah-atas.

Pendapatan golongan bawah memang meningkat, tapi pertumbuhannya hanya cukup untuk menyerap inflasi. Sebaliknya, golongan menengah-atas pertumbuhannya di atas 20% tiap tahun. Akibatnya, ketimpangan pendapatan antargolongan kian melebar. Kebijakan penguatan aset (tanah dan modal) kaum miskin, reformasi pajak, dan transfer sosial merupakan pembaruan kebijakan yang seyogianya dijalankan pemerintah. Berikutnya, penguatan ekonomi domestik harus dimaknai sebagai kedaulatan dalam memformulasikan kebijakan ekonomi bagi kepentingan ekonomi nasional.

Sektor pertanian, industri, dan energi merupakan kegiatan ekonomi yang sarat dengan kepentingan pada level global, sehingga independensi pemerintah merupakan syarat yang tak bisa dikompromikan. Kebijakan input, produksi, dan distribusi pertanian harus diabdikan untuk kesejahteraan petani dan jangan dibuat sebagai instrumen transaksi dengan negara lain, misalnya lewat skema liberalisasi yang masif. Pada sektor energi, penguasaan produksi dan tata niaga impor harus diurus dengan benar, khususnya dengan merujuk spirit konstitusi.

Sementara itu, sektor industri merupakan pertarungan nilai tambah ekonomi yang mesti dijalankan dengan konsisten agar ekonomi hulu menjadi kokoh. Terakhir, partisipasi ekonomi merupakan tantangan mendesak karena selama ini pelaku ekonomi lemah kian tersisih dari kegiatan ekonomi. Pedagang tradisional, sektor informal, koperasi, dan usaha mikro/kecil merupakan bagian dari pelaku ekonomi yang terpinggirkan. Mereka harus dimasukkan dalam arena ekonomi lagi lewat pengaturan usaha yang adil dan akses ekonomi yang luas. Sektor keuangan didesain untuk melayani kepentingan mereka, bukan sekadar korporasi kakap.

Ekonomi pedesaan dihidupkan dan dijadikan jangkar modernisasi ekonomi, sehingga pendalaman pengetahuan dan akses lembaga keuangan memegang peranan utama. Bangun usaha koperasi menjadi model pengembangan ekonomi sehingga nisbah ekonomi terbagi secara merata dan berpotensi memperkuat kohesivitas sosial. Ikhtiar ini memang rumit dan penuh onak, namun hanya dengan jalan ini amanat konstitusi dapat ditunaikan. ●

52

Page 53: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

AHMAD ERANI YUSTIKA Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya; Direktur Eksekutif Indef

Mudik dan Proyek Nasional

Di sebuah media online, saya membaca cerita tentang sobat saya, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia Ignasius Jonan, yang terbengong-bengong ketika memantau arus mudik di Stasiun Senen, Jakarta, Lebaran kemarin.

53

Page 54: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Ia mendapati sejumlah penumpang kereta api kelas ekonomi yang datang ke stasiun tersebut dengan menggunakan taksi. Bagaimana bisa? Saking penasarannya, Jonan bertanya kepada seorang pemudik yang baru turun dari taksi, ”Berapa tarif taksinya tadi?” Sang pemudik menjawab, ”Lima puluh ribu.” Pemudik ini adalah salah satu penumpang Kereta Api Kertajaya tujuan Surabaya.

Anda tahu mengapa Jonan terbengong-bengong? Pasalnya, tarif KA Kertajaya jurusan Jakarta-Surabaya–yang jaraknya sekitar 800 kilometer–ternyata sama dengan tarif taksi tadi, yakni Rp50.000. Padahal, jarak tempuh taksi tadi mungkin hanya sekitar 10 kilometer. Harga tarif KA Kertajaya ini bisa murah sebab pemerintah menanggung sebagian biayanya dalam bentuk subsidi Rp60.000 per penumpang.

Jadi kalau penumpang mampu membayar tarif taksi Rp50.000, apakah pemerintah perlu memberikan subsidi lagi. Bukankah lebih baik subsidi tadi dialihkan untuk membangun jalur kereta api di daerah lain? Buat saya, cerita tadi adalah satu dari sejumlah fenomena irasional yang terjadi seputar mudik Lebaran. Mungkin tidak hanya kali ini, tetapi juga pada Lebaran tahun-tahun sebelumnya, dan mungkin kelak Lebaran tahun-tahun mendatang.

Fenomena Wisata?

Dulu mungkin kita masih menganggap mudik sebagai fenomena agama. Umat Islam, setelah menjalani ritual keagamaan– berpuasa sebulan penuh– mengakhirinya dengan saling bermaaf-maafan. Dengan sanak saudara, dan terutama dengan orang tua yang tinggal di kampung halaman. Namun, kalau kita cermati, mereka yang pulang mudik ternyata bukan hanya umat Islam.

Banyak orang yang nonmuslim pun memanfaatkan momentum tersebut untuk pulang ke kampung halamannya, menengok orang tua dan sanak-saudara, bahkan di sana mereka ikut merayakan Lebaran. Mereka bersilaturahmi, saling bermaaf-maafan. Kita melihat Lebaran akhirnya bukan hanya menjadi milik umat muslim, melainkan milik bersama. Melihat terus meningkatnya jumlah orang yang kembali ke kampung halaman saat Lebaran, kalangan sosiolog menyebut mudik sebagai fenomena sosial dan budaya.

Disebut fenomena sosial karena ini adalah momen di mana orang mencoba kembali untuk menemukan akar kesejatian dirinya. Mudik seakan-akan menjadi semacam ajang pelepasan. Para pemudik kembali ke kampung halaman, melepaskan diri dari semua kesibukan yang mendera selama bekerja di perkotaan. Lalu disebut sebagai fenomena budaya, karena mudik sudah menjadi tradisi. Pokoknya Lebaran harus mudik.

Tapi belakangan ini, kita juga bisa melihat ajang mudik sebagai fenomena wisata. Selama masa Lebaran, kita bisa melihat betapa sejumlah lokasi wisata di sejumlah daerah diserbu oleh para pengujung. Mereka tidak hanya menikmati indahnya kekayaan alam, sarana hiburan, tetapi juga menikmati hidangannya.

54

Page 55: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Fenomena Bisnis

Jelas, mudik adalah fenomena bisnis. Banyak pedagang yang memanfaatkan momentum menjelang dan semasa Lebaran dengan menaikkan harga jual produknya. Hotel-hotel di daerah tujuan pemudik, selama masa Lebaran selalu penuh. Begitu pula restoran-restoran dan pusat-pusat jajanan. Selain itu, banyak pula bisnis baru yang bermunculan selama musim mudik, di antaranya jasa infal untuk pembantu rumah tangga.

Lalu, bisnis rumah penitipan hewan peliharaan mulai kelas biasa-biasa saja sampai kelas mewah. Ada juga bisnis yang bersifat tahunan, tetapi permanen. Contohnya, bisnis perbaikan jalan di sepanjang jalur pantai utara jawa (pantura). Selama 2013, biaya perbaikan jalan sepanjang jalur ini menghabiskan anggaran hingga Rp1,28 triliun.

Sekadar informasi, yang disebut jalur pantura membentang sepanjang 1.340 kilometer, mulai Anyer di Provinsi Banten hingga Ketapang di Banyuwangi, Jawa Timur. Untuk tahun 2014, anggaran perbaikannya diperkirakan meningkat. Sebagai gambaran, untuk perbaikan ruas jalur pantura yang ada di wilayah Jawa Barat saja, yang sepanjang 70 kilometer, menghabiskan dana hingga Rp700 miliar. Belum termasuk perbaikan untuk jalur pantura yang ada di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Proyek Nasional

Bagi saya, mudik juga fenomena pergerakan penduduk terbesar di seluruh dunia. Mereka yang dari luar negeri, dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan berbagai daerah lainnya berduyun-duyun kembali ke Jawa dan berbagai daerah lainnya. Begitu pula sebaliknya terjadi perpindahan penduduk dalam jumlah besar dari Jawa ke berbagai daerah lain di luar Jawa. Jumlahnya setiap tahun selalu meningkat.

Untuk tahun ini, jumlah pemudik diperkirakan mencapai lebih dari 27 juta jiwa. Angka ini naik hampir 7% dibandingkan tahun lalu. Itu sebabnya jumlah pemudik yang menggunakan mobil pribadi pada tahun ini tumbuh 100%, sementara pemudik dengan menggunakan sepeda motor tumbuh sekitar 40%. Dengan perpindahan jumlah penduduk yang sebesar itu, bisa dipastikan sarana transportasi yang tersedia tak akan pernah memadai. Begitu pula dengan jalan-jalan raya.

Permintaannya pasti akan jauh lebih tinggi ketimbang pasokannya. Maka tak heran kalau kemacetan semasa mudik menjadi sangat luar biasa. Melihat besarnya perpindahan jumlah penduduk yang terjadi hanya dalam waktu sekitar satu-dua minggu, rasanya ritual mudik ini sudah tak memadai lagi jika ditangani dengan pendekatan business as usual. Hanya ditangani dengan cara-cara biasa. Sudah waktunya mudik dijadikan semacam ”proyek nasional”.

Apalagi korban jiwa yang terjadi semasa mudik Lebaran tidak sedikit jumlahnya. Setiap mudik, saya selalu sedih mendengar cerita tentang ”pemecahan rekor”. Mudik dua tahun lalu

55

Page 56: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

mereka harus menempuh waktu perjalanan hingga 20 jam. Untuk tahun lalu naik menjadi 22 jam. Dan, seterusnya. Sambil bergurau, mereka berkata, bukan mudik kalau tidak macet. Betulkah? Mestinya tidak. Saya menangkap gurauan itu sebagai pelarian dari rakyat kita yang sejatinya tidak pernah letih berharap agar perjalanan mudik bisa lebih singkat. Dan, tidak kena macet.

Dengan menjadi semacam ”proyek nasional”, mudah-mudahan mudik Lebaran 2015 bisa menjadi ”pemecahan rekor baru”. Bukan 24 jam, tetapi turun menjadi 20 jam, atau bahkan 18 jam. Saya yakin ini bisa dilakukan.

Mungkinkah Lebaran Tanpa Inflasi?Koran SINDO

Kamis,  31 Juli 2014

56

Page 57: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

INFLASI pada bulan Ramadan biasanya tinggi. Bank Indonesia memperkirakan inflasi pada Juli 2014 atau Ramadan 1435 Hijriah berada di kisaran 0,8%-1,2%.

Dalam kurun lima tahun terakhir rata-rata inflasi Juli secara month to month ada di angka 0,85 %. Sementara year on year setiap Juli di bawah 4,5%. Jika inflasi Juli 0,8%, diperkirakan inflasi year on year di angka 4,4%. Meskipun kecil, dipastikan inflasi Juli yang terbesar. Hampir bisa dipastikan, inflasi Juli 2014 tak bergeser dari karakteristik inflasi saat Ramadan di tahun-tahun sebelumnya.

Tahun lalu, inflasi saat Ramadan (Juli) meledak tinggi: 3,29%. Inflasi tahun kalender (Januari-Juli 2013) 6,75%, sedangkan inflasi tahunan 8,61%, melampaui target pemerintah (8,2%). Inflasi Juli 2013 merupakan yang tertinggi sejak inflasi Juli 1998 sebesar 8,56%. Bedanya, saat itu Indonesia dilanda krisis moneter. Inflasi tahunan 8,61% ini merupakan yang tertinggi sejak Juli 2008 (11,03%).

Menurut BPS, inflasi Juli 2013 merupakan hasil jalinan banyak faktor: kenaikan harga BBM bersubsidi, Ramadan, dan libur sekolah. Ada lima hal besar penyumbang inflasi Juli 2013: BBM, tarif angkutan dalam kota, bawang merah, daging ayam, dan ikan segar. Jika dipilah, harga yang diatur pemerintah menyumbang inflasi sebesar 1,41%, inflasi inti punya andil 0,59%, dan inflasi harga bergejolak menyumbang 1,29%.

Hampir bisa dipastikan, inflasi Juli 2014 akan disumbang Ramadan, libur sekolah, dan tarif listrik. Pertanyaannya, jika tidak ada kenaikan harga tarif listrik dan libur sekolah, akankah inflasi Juli rendah? Menarik untuk menelusuri jejak inflasi selama Ramadan. Pada 2005, Ramadan jatuh pada Oktober, kemudian 2008 (September), 2011 (Agustus), dan 2012 (Juli). Pada 2005, inflasi saat Ramadan mencapai rekor tinggi: 8,7%.

Ini terjadi karena saat itu pemerintah menaikkan harga BBM hanya empat hari menjelang Ramadan. Tahun 2013 kenaikan harga BBM dilakukan dua pekan menjelang Ramadan. Setelah itu, pada 2008 inflasi Ramadan 0,97%; 2011 (0,93%); dan 2012 (0,7%). Terlihat jelas bahwa inflasi Ramadan selalu tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir tak pernah di bawah 0,7%.

Seperti suatu kelaziman, kehadiran Ramadan dan kemeriahan perayaan Idul Fitri ditandai oleh kenaikan harga-harga (pangan). Pemerintah seperti mati kutu dan pasrah terhadap situasi ini. Tahun ini hampir semua komoditas pangan, seperti beras, daging (ayam dan sapi), telur, sayur-sayuran, dan buah-buahan harganya melejit tinggi. Alasannya, saat Ramadan terjadi kenaikan permintaan sekitar 20%.

Sesuai hukum besi supply-demand, ketika ada tekanan di sisi permintaan dengan pasokan tetap, harga akan terpantik tinggi. Akhirnya, inflasi tinggi saat Ramadan dan Lebaran dianggap sebagai sebuah kelaziman. Mungkinkah Ramadan dan Lebaran tanpa (deraan) inflasi? Bukankah di negara-negara maju, Amerika Serikat (AS), misalnya, perayaan tahunan Thanksgiving dan Natal tidak disertai lonjakan inflasi?

57

Page 58: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Di AS, Thanksgiving yang jatuh pada November ditandai pula dengan kebiasaan mudik. Saat itu petani gandum merayakan panen raya sebelum memasuki musim dingin. Sama seperti Lebaran, semua moda transportasi mendadak sibuk. Jalan-jalan antarkota macet, stasiun kereta dan bandara penuh penumpang. Uniknya, inflasi di AS tidak melonjak. Kenapa? Karena struktur pasar sudah mapan alias mendekati koordinat persaingan sempurna.

Produsen tidak memiliki peluang untuk menaikkan harga secara semena-mena dan sepihak. Kemungkinan adanya praktik kartel harga juga dapat dieliminasi oleh Komite Antikartel Harga. Akibatnya, ritual tahunan Thanksgiving tidak identik dengan kenaikan harga (barang dan jasa). Ada lonjakan permintaan barang dan jasa, tetapi tidak inflationary (Prasetiantono, 2010).

Di Indonesia, inflasi selalu melejit saat Ramadan dan Lebaran karena struktur dan mekanisme pasar masih jauh dari pasar persaingan sempurna. Produsen, pengusaha, atau sekelompok kecil orang yang memiliki kekuatan mengendalikan pasokan, dan mengatur harga di pasar masih terbuka peluangnya untuk melakukan kartel dan persekongkolan untuk mengatur volume, harga dan wilayah distribusi.

Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) belum optimal bekerja untuk menutup peluang kartel dan persekongkolan itu. Usaha KPPU selalu kandas. Celakanya, pemerintah sering kali memberi toleransi menaikkan harga, terutama pada sektor transportasi. Kenaikan tiket pesawat, bus, dan kereta api diizinkan sampai batas tertentu. Batas itu sering dilanggar tanpa sanksi tegas.

Mungkinkah Ramadan dan Lebaran tanpa inflasi? Mungkin saja. Tetapi, untuk mewujudkan itu selain perlu berbagai upaya yang tidak mudah, juga memerlukan konsistensi dan keteguhan pelaksanaan di lapangan.

Pertama, mendorong terciptanya struktur dan mekanisme pasar persaingan sempurna agar tidak ada produsen atau penjual yang bisa mendikte harga secara sepihak. Jika produsen menaikkan harga, konsumen dengan mudah pindah ke produsen lain tanpa biaya apa pun. Caranya, memperbanyak pemain dengan jalan mengatur pembatasan penguasaan barang pada segelintir pelaku. Penyebaran pemain ini diperlukan agar kemampuan kontrol pasokan dan harga tidak ditentukan oleh segelintir pelaku sehingga pasar tidak gampang dipermainkan.

Kedua, meningkatkan penegakan hukum. Pemerintah harus tegas menindak pelaku yang menaikkan harga atau tarif di luar ketentuan. Dalam kaitan ini, pemerintah dan DPR juga perlu memberdayakan lembaga KPPU. Bila dipandang perlu, sudah saatnya dilakukan amandemen pasal-pasal tertentu dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat untuk meningkatkan kewibawaan dan power KPPU. Ini penting agar KPPU mampu menutup setiap celah yang terbuka untuk melakukan kartel dan melakukan persekongkolan harga.

58

Page 59: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Ketiga, merevitalisasi Bulog dengan cara memperluas kapasitasnya. Bulog tidak hanya mengurus beras, tetapi juga menangani beberapa komoditas penting lain disertasi instrumen stabilisasi yang lengkap, seperti cadangan, harga, pengaturan impor (waktu dan kuota), dan anggaran yang memadai. Impor komoditas pangan pokok yang semula diserahkan swasta bisa dikembalikan sebagian atau seluruhnya pada Bulog. Ini akan mengeliminasi kuasa swasta dalam kontrol harga dan mereduksi praktik rente ekonomi.

Keempat, memperbaiki jalur distribusi barang. Selama ini harga barang mudah melejit tinggi ketika jalur distribusi terganggu. Ini terkait dengan kondisi infrastruktur yang buruk, sebuah pekerjaan rumah terbesar yang sedang dihadapi pemerintah.

Kelima, membenahi administrasi perdagangan dalam dan luar negeri. Paling penting adalah administrasi pergudangan. Ketika informasi gudang dikuasai, gerak arus barang dari satu titik ke titik lain akan mudah diestimasi, termasuk fluktuasi harga.

Lebih dari itu, administrasi yang baik dengan mudah mendeteksi dua adanya praktik moral hazard: aksi aji mumpung dalam bentuk penimbunan dan menciptakan kelangkaan pasar semu.

KHUDORIPegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat (2010-2014), Penulis buku "Ironi Negeri Beras"

Mewaspadai Keamanan Pangan

Meski semua berubah di negeri ini, ada satu hal yang tak pernah berubah dari tahun ke tahun. Setiap menjelang dan setelah lebaran, para pedagang dan produsen makanan selalu

59

Page 60: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

memanfaatkan situasi untuk menangguk keuntungan besar meski dengan cara-cara yang tidak terpuji (moral hazard). 

Beberapa hari terakhir media cetak dan elektronik Tanah Air gencar memberitakan beredarnya berbagai jenis makanan yang tidak memenuhi ketentuan keamanan pangan. Mulai daging sapi gelonggongan, ayam tiren (mati kemaren), makanan dengan pewarna dan pengawet yang dilarang, makanan kedaluwarsa, hingga daging celeng (babi hutan) yang dioplos dengan daging sapi. 

Tajuk KORAN SINDO (8/7) berjudul ”Daging Celeng” telah mengulas secara lugas tentang peredaran daging celeng yang dioplos dengan daging sapi pada sejumlah pasar tradisional di Jakarta dan sekitarnya. Menyitir data Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian, bahwa volume penyelundupan daging celeng meningkat sebesar 200% dari tahun lalu. Sepanjang Januari-Juni 2014, volume daging celeng selundupan tercatat sebanyak 35.341 kg. 

Secara psikologis, kewaspadaan masyarakat menjelang lebaran seperti saat ini mengendur seiring meningkatnya denyut nadi aktivitas sosial ekonomi. Saat ini kegiatan konsumtif lebih mendominasi kegiatan warga. Pada situasi seperti ini, masyarakat tidak lagi berpikir rasional dalam memenuhi kebutuhan puasa dan lebaran. Bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, situasi seperti ini merupakan peluang empuk untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. 

Pangan ASUH 

Mau tidak mau, suka tidak suka, pemerintah di semua tingkatan harus segera melakukan upaya untuk melindungi masyarakat dari praktik-praktik tidak terpuji. Melindungi masyarakat dari produk daging sapi yang mengandung cacing hati (Fasciola hepatica), produk makanan berformalin, produk makanan dengan pewarna terlarang Rodamin B dan methanyl yellow, produk makanan kedaluwarsa, produk pangan yang tidak halal, dan sebagainya. 

Sesuai aturan, pangan yang diedarkan ke masyarakat haruslah pangan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Pangan yang aman adalah pangan yang tidak mengandung residu obat-obatan dan bahan pengawet terlarang. Pangan sehat berasal dari sumber yang sehat dan tidak mengalami pencemaran kuman. Pangan utuh murni diperoleh dari hewan ternak sembelihan tertentu tidak tercampur dengan bagian hewan lain. 

Sedangkan pangan halal adalah pangan yang sesuai syariat Islam, tidak haram, bukan daging dari hewan mati sebelum disembelih. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan telah menegaskan bahwa setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan, dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan. 

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga telah

60

Page 61: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

mengamanatkan bahwa konsumen mempunyai hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. Secara generik, masyarakat memahami keamanan pangan dalam pengertian sempit. Keamanan pangan selalu diidentikkan dengan peristiwa keracunan. 

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, mendefinisikan keamanan pangan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama. 

Pemeriksaan pangan yang gencar dilaksanakan beberapa hari terakhir oleh tim terpadu dari unsur Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, mendapati penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) terlarang. Di antaranya penggunaan formalin sebagai pengawet, Rodamin B dan methanyl yellow sebagai pewarna. Keduanya sangat membahayakan kesehatan manusia. 

Formalin merupakan nama dagang dari larutan formaldehid dalam air dengan kadar 30-40% yang berfungsi sebagai pembunuh hama (disinfektan) dan pengawet mayat. Mengonsumsi makanan berformalin secara akut dapat mengakibatkan sakit perut dan kejang, kerusakan hati dan jantung, gangguan sistem syaraf pusat, dan gangguan ginjal. 

Rodamin B dan methanyl yellow adalah pewarna tekstil dan dilarang untuk pewarna makanan. Karena warnanya sangat menarik, produsen kue, penjual cendol, es sirup, dan kerupuk, sering menggunakan pewarna ini sebagai daya pemikat. Padahal, zat pewarna ini dapat menyebabkan gangguan hati, kandung kemih, saluran pencernaan, dan jaringan kulit. Sedangkan methanyl yellow dapat menyebabkan iritasi pada mata, paru-paru, tenggorokan, dan usus. 

Untuk konsumsi bahan pangan segar, peredaran daging gelonggongan dipastikan akan semakin marak mendekati lebaran. Daging ini diperoleh dari sapi yang sebelum disembelih dipaksa minum air sebanyak-banyaknya menggunakan pompa bertekanan tinggi (jet pump). Praktik tidak terpuji ini dilakukan agar lambung dan sistem pencernaan sapi penuh dengan air, tonase daging menjadi berlipat. 

Satu kilogram daging gelonggongan setara dengan 0,7 kilogram daging normal. Daging ini kualitasnya sangat rendah, karena kadar air yang tinggi secara tidak wajar akan merusak kandungan protein dan zat-zat gizi lainnya, serta mudah busuk. Untuk membedakan, permukaan daging gelonggongan selalu basah oleh air sampai ke serat-seratnya, sedangkan daging normal hanya lembap di permukaannya. 

Tingkat keasaman (pH) daging gelonggongan bisa di atas 6, sedangkan daging normal berkisar 5,3-5,8. Penjual daging gelonggongan tidak berani menjual daging tersebut dengan digantung, karena air yang telah digelonggong akan menetes. 

61

Page 62: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Sanksi Hukum 

Harus selalu ada pihak-pihak yang tak bosan mengingatkan kepada masyarakat untuk tetap waspada. Kewaspadaan yang tinggi tersebut diperlukan agar masyarakat konsumen terlindungi dan memperoleh hak-hak normatif mereka secara wajar. Langkah cepat dan tegas harus segera dilakukan untuk mencegah berbagai kecurangan para pedagang pangan ini. Langkah cepat ini setidaknya ditujukan untuk tiga alasan. 

Pertama, memberikan rasa aman dan nyaman terhadap konsumen dalam mengonsumsi makanan. Kedua, melindungi produsen yang benar-benar jujur dari kebangkrutan karena omzet yang menurun drastis akibat beredarnya kabar dan praktik-praktik usaha yang tidak sehat. Ketiga, memberikan sanksi hukum yang tegas bagi para pelanggar ketentuan dan para produsen nakal. 

Produk pangan yang membahayakan kesehatan manusia harus segera ditarik dari peredaran dan dimusnahkan. Langkah penegakan hukum menjadi kata kunci agar para produsen yang bertindak nakal tidak mengulangi perbuatannya. 

Penegakan hukum yang lemah membuat berbagai kasus keamanan pangan selalu mencuat ke wacana publik, membuat heboh masyarakat sejenak, masuk peti es, dan heboh kembali setelah muncul kasus serupa.

TOTO SUBANDRIYO

Praktisi Industri Pangan, Alumnus Bioindustri, Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB 

Gelombang Ke-3 Pascareformasi

Pascareformasi Indonesia telah melalui dua tahapan penting dan krusial dalam perjalanan sebagai bangsa dan negara. 

62

Page 63: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Dua tahapan pascareformasi yang telah kita lalui yaitu tahapan pertama yang berlangsung lima tahun dari 1999 sampai 2004 dan tahapan kedua selama 10 tahun dari 2004 sampai 2014. Sebentar lagi kita akan masuk ke tahapan ketiga pada Era Reformasi pascapemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan bersiap diri menyongsong 100 tahun jelang Indonesia merdeka pada 2045. 

Tahapan ketiga juga menandakan awal dari rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) ketiga yang akan dimulai pada 2015 sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Gelombang pertama pascareformasi terjadi selama kurang lebih lima tahun antara 1999-2004. Pada fase ini sejarah mencatat keberhasilan Indonesia dalam menjaga keutuhan NKRI dari risiko perpecahan pascakrisis multidimensi pada 1998. 

Penataan kelembagaan dan tata aturan terutama UU yang mencerminkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih governance, demokratis, terbuka, check and balance, dan partisipatif dilakukan. Kebebasan pers dijamin oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan sejumlah lembaga baru dihasilkan seperti KPK, MK, KY, DPD, BI yang otonom, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Selain itu juga tata pemerintahan menjadi lebih berimbang antara pusat dan daerah, baik kewenangan maupun tanggung jawabnya melalui kelahiran UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 

Harus diakui selama lima tahun pertama pascareformasi, Indonesia telah melakukan reformasi mendasar tentang pengelolaan pemerintahan. Meskipun dalam kurun waktu ini terdapat pergantian kepemimpinan tiga kali dari Presiden BJ Habibie ke Presiden Abdurrahman Wahid dan selanjutnya ke Presiden Megawati Soekarnoputri, sejarah mencatat keberhasilan Indonesia melewati transisi demokrasi dan pembangunan ekonomi secara damai dan baik. 

Dalam kurun waktu ini sejumlah pemulihan dan perbaikan dilakukan. Misalnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 1998 tercatat minus 13% dan pada 2004 meningkat menjadi 5,1%. Pendapatan per kapita pada 1999 tercatat sebesar USD640 berhasil meningkat tajam menjadi USD1.177. Pemantapan dua bidang yaitu politik dan ekonomi dalam kurun waktu 1999-2004 menjadi modal penting bagi jalan roda pemerintahan berikutnya yaitu gelombang kedua pascareformasi yang berlangsung selama 10 tahun antara 2004- 2014. 

Presiden SBY merupakan presiden pertama pascareformasi yang terpilih secara langsung melalui mekanisme pemilihan umum presiden. Kemudian terpilih kembali pada Pilpres 2009. Dua periode kepresidenan SBY merupakan gelombang kedua pascareformasi, di mana praktis periode ini masa produk kelembagaan dan tata pemerintahan hasil produk perundang-undangan selama kurun waktu 1999-2004 dijalankan secara konsisten. 

Meskipun masih terdapat sejumlah catatan dan kekurangan, hasil positif dari dua tahapan tersebut telah kita rasakan bersama di berbagai aspek kehidupan baik mulai ekonomi, politik, keamanan, sosial-budaya, kesejahteraan, maupun aspek kehidupan lain. Di bidang ekonomi,

63

Page 64: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

kedaulatan ekonomi dipulihkan melalui pelunasan utang RI ke IMF pada 2006 dan pembubaran CGI awal 2007. 

Pertumbuhan ekonomi terjaga positif selama 10tahun, fundamental ekonomi berhasil melalui serangkaian tes krisis ekonomi global, ruang fiskal terus membesar, proporsi utang terhadap produk domestik bruto (PDB) tetap terjaga, cadangan devisa terus meningkat, daya beli masyarakat meningkat, dan kelas menengah tumbuh semakin besar. Masuknya Indonesia dalam 20 negara dengan kekuatan ekonomi terbesar dunia menjadi salah satu bukti semakin diakui negeri ini sebagai pemain utama perekonomian global. 

Di bidang politik dan keamanan, meski Indonesia harus menghadapi berbagai macam risiko destabilitas seperti ancaman terorisme, separatisme, dan pelaksanaan pilkada, harus kita akui selama 10 tahun stabilitas dan keamanan terjaga secara baik. Konflik berkepanjangan di Aceh telah berhasil diselesaikan melalui jalan resolusi damai. Sementara solusi untuk Papua melalui rancangan UU Otonomi Khusus saat ini secara intensif dilakukan sebagai bentuk komitmen politik nasional bagi kehormatan rakyat Papua dan keutuhan NKRI. Peran Indonesia di pentas internasional juga terus meningkat dengan peran aktif pencarian solusi di sejumlah konflik kawasan seperti konflik Laut China Selatan, ketegangan Jepang-Korea Selatan, Suriah, dan lainnya.

Dalam waktu dekat ini, Indonesia akan mengalami fase transisi dari gelombang kedua ke gelombang ketiga pascareformasi. Seperti transisi dari gelombang pertama ke gelombang kedua, capaian positif yang dihasilkan selama 10 tahun terakhir menjadi modal penting bagi dimulai gelombang ketiga pascareformasi yaitu periode setelah 2015. 

Sejumlah tantangan pembangunan nasional telah menunggu presiden dan kabinet baru untuk membawa Indonesia menjadi lebih berdaya saing, maju, mandiri, dan berkeadilan. Di tengah pusaran persaingan baik di tingkat global maupun kawasan (ASEAN), ekonomi Indonesia ditantang untuk bernilai tambah baik dari sisi rantai proses produksi, tenaga kerja, maupun infrastruktur dan sarana pendukung. Kedalaman integrasi ekonomi Indonesia dalam sistem pembayaran, perdagangan, keuangan, dan investasi dunia menuntut kita semua untuk lebih berdaya tahan atas setiap gejolak perekonomian global. 

Selama 10 tahun, Indonesia mampu memitigasi dampak krisis ekonomi global melalui intensifikasi koordinasi dan harmonisasi kebijakan antara pemerintah, BI, LPS, dan OJK. Mekanisme yang telah berjalan baik selama ini modal berharga bagi presiden dan kabinet berikutnya untuk mengantisipasi dan menjawab setiap gejolak perekonomian dunia. 

Tantangan dari dalam negeri juga akan semakin kompleks. Percepatan pembangunan infrastruktur, pemerataan pembangunan, pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, perbaikan iklim doing-business, pemberdayaan usaha kecil-mikro dan menengah, reformasi birokrasi, peningkatan pendapatan perpajakan dan industrialisasi merupakan beberapa prioritas yang masih memerlukan perhatian khusus. Sementara harmonisasi kebijakan antara

64

Page 65: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

kementerian/lembaga dan pusat-daerah juga membutuhkan ekstra perhatian bagi pengambil kebijakan nasional selama periode 2015-2020.

Kita tentu optimistis dalam gelombang ketiga pascareformasi, stabilitas politik-keamanan dan ketertiban akan semakin baik. Sementara perekonomian nasional juga akan semakin berdaya saing dan berdaya tahan. Kunci dari semua itu adalah semangat keberlanjutan dan kontinuitas yaitu meneruskan ihwal yang telah baik dan memperbaiki apa yang masih kurang dari periode sebelumnya.

Solusi Permasalahan EnergiKoran SINDOSenin,  4 Agustus 2014 

65

Page 66: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

DALAM beberapa tahun terakhir Indonesia menghadapi berbagai permasalahan energi tanpa solusi memadai. Beberapa akar masalahnya terkait kebijakan politik, subsidi bahan bakar minyak (BBM), regulasi, kepemimpinan, komitmen, birokrasi, dan otonomi daerah.

Jika dalam setahun ke depan tidak tersedia rencana solusi yang menyeluruh dan konsisten dijalankan, dapat timbul krisis energi yang berdampak buruk pada perekonomian, pembangunan, dan kesejahteraan rakyat. Tulisan ini menawarkan solusi permasalahan energi bagi pemerintahan baru mendatang.

Kepentingan politik pencitraan membuat belanja subsidi BBM terus naik yakni Rp130 triliun pada 2011, Rp211 triliun (2012), Rp202 triliun (2013), dan Rp246 triliun (2014, perkiraan). Defisit APBN 2011, 2012, 2013, dan 2014 masing-masing Rp84 triliun, Rp150 triliun, Rp209 triliun, dan Rp241 triliun (perkiraan). Dengan begitu, porsi belanja subsidi BBM terhadap APBN 2011 (Rp1.295 triliun), 2012 (Rp1.491 triliun), 2013(Rp1.639 triliun), dan 2014 (Rp1.876 triliun) masing-masing 10%, 14%, 12%, dan 13%.

Defisit APBN selalu dipenuhi dengan utang dan penerbitan obligasi. Melalui subsidi BBM yang 72% tidak tepat sasaran, untuk citra politik jangka pendek, negara telah berutang ratusan triliun rupiah sebagai beban generasi mendatang.

Selain terimbas subsidi BBM yang besar, keuangan negara telah pula terpuruk akibat defisit neraca perdagangan yang didominasi defisit neraca perdagangan migas. Konsumsi minyak terus naik, pada 2010, 2011, 2012, dan 2013 masing-masing 1,34 juta barel per hari (bph), 1,55 juta bph, 1,57 juta bph, dan 1,53 juta bph.

Sedangkan produksi minyak siap jual (lifting) terus turun, pada 2010, 2011, 2012, dan 2013 masing-masing 954.000 bph, 898.000 bph, 860 bph, dan 825 bph. Pada kurs USD1= Rp11.500 dan impor minyak dan BBM saat ini sekitar 800.000 bph, Indonesia harus mengeluarkan devisa sekitar Rp1,4 triliun per hari.

Menurut BI, impor minyak kita mencapai USD34,2 miliar pada 2011, USD38,3 miliar pada 2012, dan USD43,3 miliar pada 2013. Adapun defisit perdagangan migas pada 2011, 2012, dan 2013 masing-masing USD0,7 miliar, USD5,2 miliar, dan USD9,7 miliar.

Memburuknya neraca migas, adanya rencana pengurangan stimulus AS, serta menurunnya aktivitas perekonomian dan harga komoditas dunia telah menimbulkan triple deficit: perdagangan, neraca pembayaran, dan APBN. Dampak lanjutannya adalah penurunan kurs rupiah dan peningkatan inflasi. Akibat itu, kualitas kehidupan ekonomi rakyat semakin menurun dan kemiskinan bertambah.

Guna mengatasi masalah subsidi BBM dan permasalahan defisit, seyogianya kita melakukan diversifikasi, konversi, dan konservasi energi sesuai Perpres No 5/2006 tentang Kebijakan

66

Page 67: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Energi Nasional (KEN). KEN bertujuan mewujudkan ketahanan energi dengan sasaran pada 2025 diperoleh elastisitas energi kurang dari 1 dan bauran energi minyak 20%, gas 30%, batu bara 33%, dan energi baru dan terbarukan (EBT) 17%.

Belakangan target bauran energi telah diubah menjadi 24%, gas 30%, batu bara 30%, dan EBT 26%. Diversifikasi dan konversi energi jelas membutuhkan alokasi anggaran investasi dan subsidi.

Dengan APBN yang terus defisit sekitar 2,4% dan ruang fiskal yang terbatas untuk tambahan belanja investasi dan subsidi selain BBM, kemungkinan perbaikan bauran energi melalui peningkatan penggunaan EBT dan konversi BBM ke BBG semakin kecil. Agar perbaikan dapat dilakukan, subsidi BBM harus dikurangi dan penghematannya direlokasikan untuk pengembangan EBT, konversi ke BBG, dan infrastruktur energi dalam satu paket kebijakan.

Langkah lain yang mendesak adalah memperbaiki regulasi. UU Migas yang liberal dan inkonstitusional perlu segera diganti dengan UU baru yang menjamin penguasaan negara melalui BUMN. Eksplorasi untuk memperoleh cadangan baru harus digalakkan melalui dana minyak (oil fund).

Begitu pula dengan pola open access dan unbundling sektor migas dan listrik harus dihentikan serta sinergi BUMN harus diutamakan. UU panas bumi dan sistem penarifannya harus segera ditetapkan.

PLN harus mendapat prioritas alokasi energi primer dengan harga khusus. Regulasi pun harus mengatur agar energi diperlakukan sebagai faktor pendukung perekonomian, bukan komoditas penghasil devisa. Birokrasi perlu meningkatkan profesionalisme, koordinasi, dan akuntabilitas guna menghasilkan roadmap dan blueprint pengembangan energi yang komprehensif ke depan. Ini diperlukan guna sinkronisasi kebijakan subsektor energi dan sektor lain serta koordinasi vertikal dan pusat-daerah.

Karena faktor kepemimpinan, politik, dan birokrasi, dalam delapan tahun terakhir pemerintah gagal menyelesaikan masalah subsidi BBM, mengembangkan EBT, konversi BBM ke BBG, serta membangun kilang BBM, pipa transmisi/distribusi gas, penerima LNG dan depot minyak/BBM guna ketahanan energi.

Karena itu, ke depan pemimpin baru harus mempunyai leadership yang kuat, bebas politik pencitraan, mengutamakan kedaulatan dan kemandirian, serta bebas pengaruh mafia.

Kepala negara dituntut mampu mengendalikan dan memimpin birokrasi, mencegah pemburu rente dan mengambil keputusan cepat dan efektif. Peran otonomi daerah pun perlu dibenahi dalam perizinan, bagi hasil, dan pengelolaan sumber daya energi.

Salah satu akar masalah yang mendesak diatasi adalah subsidi BBM yang telah menyandera APBN. Polanya harus diubah dari subsidi produk menjadi subsidi langsung sehingga harga

67

Page 68: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

BBM berubah menjadi harga keekonomian.

Perubahan harga perlu dilakukan dalam waktu singkat dan terkendali guna meminimalkan dampak inflasi. Sejalan dengan itu, sebagian dari penghematan yang diperoleh dari penghapusan subsidi harus dialokasikan terutama untuk masyarakat miskin yang terimbas dalam bentuk bantuan langsung tunai dan berbagai program pemberdayaan yang berkelanjutan misalnya pembentukan koperasi penghasil BBN di berbagai desa.

Bagian lainnya harus dialokasikan untuk investasi dan subsidi pengembangan EBT, peningkatan cadangan migas, konversi, dan infrastruktur.

Perlu dipahami bahwa IRESS tidak mengusulkan dihapuskan subsidi energi bagi rakyat. Gagasan yang ditawarkan adalah penerapan pola subsidi langsung yang tepat sasaran dan berkeadilan agar tersedia ruang fiskal lebih besar untuk diversifikasi dan infrastruktur. Program subsidi langsung, pemberdayaan masyarakat, konversi, dan diversifikasi harus dijalankan secara bersamaan dalam satu paket kebijakan.

Dengan demikian, kita diharapkan dapat keluar dari lingkaran setan permasalahan energi, subsidi besar tidak tepat sasaran, yang dampaknya terasa semakin merusak perekonomian dan kesejahteraan rakyat.

Sejalan dengan itu, guna mengeliminasi politisasi kenaikan harga BBM, pemimpin baru perlu menggalang dukungan seluruh komponen bangsa dalam suatu konsensus nasional sehingga penerapan harga BBM sesuai keekonomian dan solusi menyeluruh masalah energi dapat terlaksana dengan baik.

MARWAN BATUBARADirektur IRESS

Teologi Negara Maritim

68

Page 69: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Ada tiga alasan utama mengapa Indonesia mestinya menjadi negara maritim yang maju, kuat, sejahtera, dan berdaulat. 

Pertama, fakta empiris bahwa Indonesia merupakan negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia yang tersusun atas 17.504 pulau (baru 13.466 pulau yang telah diberi nama dan didaftarkan ke PBB), memiliki 95.181 km garis pantai (terpanjang kedua setelah Kanada), dan 75% wilayahnya berupa laut (5,8 juta km2) termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Sebagai catatan, Filipina sebagai negara kepulauan terbesar kedua di dunia hanya memiliki 7.100 pulau (Aroyo, 2012). 

Di wilayah pesisir dan laut itu terkandung kekayaan alam yang sangat besar dan beragam, baik berupa sumber daya alam (SDA) terbarukan (seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan produk-produk bioteknologi); SDA tak terbarukan (seperti minyak dan gas bumi, timah, bijih besi, bauksit, dan mineral lainnya); energi kelautan (seperti pasang-surut, gelombang, angin, dan ocean thermal energy conversion/OTEC); maupun jasa-jasa lingkungan kelautan untuk pariwisata bahari, transportasi laut, dan sumber keragaman hayati serta plasma nutfah. 

Kekayaan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan tersebut dapat kita daya gunakan untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa melalui sedikitnya 11 sektor ekonomi kelautan: (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budi daya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan, (5) pertambangan dan energi, (6) pariwisata bahari, (7) hutan mangrove, (8) perhubungan laut, (9) sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, (10) industri dan jasa maritim, dan (11) SDA nonkonvensional. 

Total nilai ekonomi dari kesebelas sektor ekonomi kelautan itu diperkirakan mencapai USD1,2 triliun per tahun dan dapat menyediakan lapangan kerja untuk 40 juta orang. Sampai sekarang potensi ekonomi yang luar biasa besar ibarat “raksasa yang tertidur “ itu belum dimanfaatkan secara produktif dan optimal.

Kedua, secara historis sebelum penjajahan, melalui Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan sejumlah Kesultanan Islam, bangsa Indonesia dengan kekuatan ekonomi, perdagangan, transportasi, dan hankam laut (sea power)-nya pernah berjaya, cukup makmur, dan disegani masyarakat dunia kala itu dengan wilayah kekuasaan hingga Campa (India), sebagian Siam (Thailand), dan Tiongkok. 

Ketiga, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia sekitar 200 juta jiwa, bangsa Indonesia memiliki landasan keyakinan (teologi) yang kokoh untuk menjadi bangsa maritim yang maju, kuat, dan makmur. Jumlah kata tentang laut disebutkan dalam Alquran sebanyak 32 kali, sedangkan banyak kata terkait daratan hanya 13 kali. Ternyata 32 dibagi 45 itu sama dengan 71%, sedangkan 13 dibagi 45 itu sama dengan 29%. Persis sama dengan fakta bahwa luas laut dunia memang sekitar 71% dan luas daratan adalah 29% dari seluruh permukaan bumi. 

69

Page 70: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Ini pasti bukan suatu kebetulan, melainkan design dari Allah SWT agar manusia lebih mendalami, mendayagunakan, dan mencintai lautan untuk keperluan hidupnya. Sebagaimana firman-Nya dalam QS An-Nahl, ayat-14, yang artinya: “Dan Dialah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daging yang segar (ikan dan seafood) darinya, dan (dari lautan itu) kamu mengeluarkan perhiasan (mutiara dan berkah lain) yang kamu gunakan. Kamu (juga) melihat perahu berlayar padanya, dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur “. 

Pekerjaan Rumah Kelautan 

Sayangnya, sejak masa penjajahan sampai sebelum berdiri Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), bangsa Indonesia melupakan jati dirinya sebagai bangsa maritim terbesar di dunia. Sumber daya kelautan hanya dipandang dengan “sebelah mata “. Kalaupun ada kegiatan pemanfaatan, dilakukan secara kurang profesional dan ekstraktif, kurang mengindahkan aspek kelestariannya. 

Laut dipandang sebagai keranjang sampah dari beragam jenis limbah baik yang berasal dari kegiatan manusia di darat maupun di laut. Dukungan infrastruktur, permodalan, IPTEK, SDM, dan kelembagaan terhadap bidang kelautan pada masa lalu sangat rendah. Karena itu, wajar bila pencapaian hasil pembangunan kelautan pada masa lalu menyisakan begitu banyak pekerjaan rumah. Saat ini kontribusi seluruh sektor kelautan terhadap PDB hanya sekitar 20%. Padahal negara-negara dengan potensi kekayaan laut yang lebih kecil ketimbang Indonesia seperti Islandia, Norwegia, Spanyol, Jepang, Korea Selatan, RRC, Selandia Baru, dan Thailand kontribusi bidang kelautannya rata-rata sudah di atas 30% PDB. 

Gara-gara kekuatan ekonomi, transportasi, dan hankam di laut kita lemah, biaya logistik Indonesia menjadi yang termahal di dunia, mencapai 26% PDB. Padahal, negara-negara lain lebih rendah dari 15% PDB-nya. Lebih dari 75% barang yang kita ekspor harus melalui Pelabuhan Singapura karena hampir semua pelabuhan Indonesia belum jadi hub port yang memenuhi sejumlah persyaratan internasional. Selain itu, dalam sistem rantai suplai dunia, posisi Indonesia juga belum sebagai produsen dan pemasok barang (produk) yang dibutuhkan masyarakat dunia, melainkan hanya sebagai konsumen (pasar) berbagai barang dan produk dari bangsa-bangsa lain. 

Poros Maritim 

Kita bersyukur bahwa presiden dan wapres terpilih dalam Pilpres 9 Juli lalu, Bapak Ir H Joko Widodo dan Drs H Muhammad Jusuf Kalla memiliki visi maritim yang sangat kuat dan jelas. Sebagaimana diungkapkan dalam pidatonya di atas Kapal Pinisi di laut Teluk Jakarta seusai menerima keputusan KPU yang menetapkan kemenangan dirinya sebagai presiden RI ke-7, Jokowi bertekad menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang maju, kuat, sejahtera, dan berdaulat sehingga dapat menjadi poros maritim dunia yang mampu menebarkan kesejahteraan, keadilan, dan kedamaian secara berkelanjutan, bukan saja bagi bangsa Indonesia, melainkan juga bagi seluruh warga dunia. 

70

Page 71: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut, kita harus membangun kelautan berbasis inovasi yang inklusif dan ramah lingkungan, menyinergikan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan pendekatan hankam (security and defence approach), dan mengembangkan kerja sama regional dan internasional yang saling menguntungkan. Pembangunan kelautan ke depan harus mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi (rata-rata di atas 7% per tahun), inklusif dan berkualitas (menciptakan banyak lapangan kerja yang menyejahterakan rakyat secara berkeadilan), ramah lingkungan, serta berkelanjutan. 

Pada tataran praksis, semua usaha ekonomi dan pembangunan di sebelas sektor ekonomi kelautan, baik yang sudah ada maupun yang baru akan dikembangkan, harus menerapkan lima prinsip berikut. Pertama, setiap unit bisnis kelautan diupayakan memenuhi skala ekonominya supaya keuntungan (pendapatan) yang diperoleh dapat menyejahterakan pelaku usaha. Kedua, menggunakan integrated supply chain management system, dari hulu (produksi) sampai ke hilir (pasar). Ketiga, menggunakan inovasi teknologi dalam setiap mata rantai sistem bisnis kelautan. 

Keempat, penguatan dan pengembangan industri hulu dan hilir, terutama untuk sektor perikanan tangkap, perikanan budi daya, industri bioteknologi kelautan, dan ESDM. Ini sangat krusial agar semua produk dan jasa kelautan Indonesia bernilai tambah dan berdaya saing tinggi, lebih banyak menyerap tenaga kerja, dan menghasilkan multiplier effects. Kelima, mengaplikasikan kaidah pembangunan ekonomi ramah lingkungan dan berkelanjutan. 

Dengan menerapkan lima prinsip pembangunan tersebut, segenap usaha individual dan kawasan industri kelautan yang ada (existing) perlu direvitalisasi. Pada saat yang sama, kluster-kluster industri terpadu berbasis kelautan, industri manufaktur, industri teknologi informasi, industri kreatif, atau industri baru lain dengan pola kawasan ekonomi khusus (KEK) atau pola lain yang sesuai mesti dikembangkan di wilayah pesisir dan pulau kecil di sepanjang ALKI dan wilayah perbatasan. 

Dengan demikian, akan terbangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi (kemakmuran) baru yang tersebar secara proporsional di seluruh wilayah NKRI yang berfungsi sebagai sabuk kesejahteraan (prosperity belt) dan sekaligus sebagai sabuk kedaulatan (sovereignty belt). Untuk mendukung pembangunan ekonomi kelautan semacam itu, infrastruktur dan konektivitas maritim (tol laut) mesti diperbaiki dan dikembangkan, yang meliputi armada kapal pengangkut barang maupun penumpang, pelabuhan, dan industri galangan dan perawatan kapal. 

Bank maritim yang khusus untuk membiayai pembangunan dan bisnis kelautan harus dibentuk mulai awal tahun depan. Program pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan harus disempurnakan dan dikembangkan agar mampu menyediakan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan unggul di semua aspek kelautan. Kegiatan penelitian dan pengembangan (R& D) kelautan mesti ditingkatkan supaya kita mampu menghasilkan dan mengaplikasikan

71

Page 72: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

teknologi karya bangsa sendiri sehingga daya saing dan kedaulatan bangsa semakin meningkat dan kokoh. 

Iklim investasi dan kemudahan berbisnis harus dibuat atraktif dan kondusif. Kekuatan hankam laut dan budaya maritim harus terus ditingkatkan. Dengan peta jalan pembangunan kelautan seperti di atas, Indonesia tidak hanya bakal menjadi negara maritim yang besar, kuat, maju, makmur, dan berdaulat, tetapi juga akan menjadi poros maritim dunia dalam waktu tidak terlalu lama, pada 2025 insya Allah. ●

PROF DR IR ROKHMIN DAHURI MSKetua Umum Gerakan Nelayan dan Tani Indonesia (GANTI)

Made In Indonesia

72

Page 73: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Saya mendirikan sekaligus memimpin perusahaan Tiga Pilar Sejahtera Food (TPS Food) sejak 22 tahun silam atau tepatnya pada 1992. 

Saya memiliki hobi di bidang makanan, apa pun bentuk dan jenisnya; rekreasi, yang membawa saya dan keluarga menikmati dunia lain; serta membaca. Karena itu, saya sendiri maupun bersama keluarga, rekan kerja, staf perusahaan, dan tidak jarang pula dengan kolega telah melakukan kunjungan di banyak negara (selain Afrika) yang berada di keempat benua: Asia, Australia, Amerika, dan Eropa. Saya selalu bergumam sendiri dan geregetan melihat produk-produk food pack branded yang terpampang di toko, supermarket atau pasar tradisional, sangat sulit atau jarang sekali dan hampir tidak ada yang made in Indonesia. 

Rasanya miris ketika yang saya jumpai produk-produk dari negara tetangga atau negara berkembang lainnya dengan kemasan bagus, kualitas produk yang baik, dan harganya tidak lebih murah dibandingkan produk lokal negara itu. Hal ini sangat bertolak belakang kalau kita melihat di supermarket kita yang banyak dibanjiri produk-produk negara lain. 

Pertanyaan yang sering muncul di benak saya setelah lima tahun bekerja atau pada tahun 1997, apakah kita bangsa Indonesia tidak bisa memproduksi produk-produk food yang bagus kualitasnya, khususnya rasanya, menarik desain kemasannya, dan menawarkan harga yang terjangkau agar konsumen memperoleh nilai dan kualitas yang tinggi atau maksimal, kemudian produk kita merambah ke mana-mana di negara di dunia ini, serta menjadi salah satu pilihan konsumen di mana pun berada di muka bumi. 

Saya ingin memaparkan beberapa pemikiran dan ide. Yang saya soroti dalam tulisan ini adalah kondisi industri makanan kita dan pasar domestik atau perhatian di industri ini. Lantas pada bagian akhir tulisan, saya berpendapat sudah saatnya industri makanan kita melakukan transformasi agar bisa Go to Global Market and Feed the World . 

Terlena dan Jago Kandang 

Pasar makanan dan minuman kemasan bermerek mencapai Rp700 triliun dan berkembang setiap tahun sekitar 6%. Industri ini kira-kira setara industri confectionery Jepang yang besarnya 15% dari total pasar makanan dan minuman kemasan bermerek negara itu, yang mencapai Rp5.000 triliun, dengan jumlah penduduk setengah dari Indonesia. 

Jika nanti pada 2030 kita menjadi negara dengan produk domestik bruto (PDB) nomor 6 di dunia, bisa dibayangkan potensi pasar makanan dan minuman kita. Apabila kita terlena dan jago kandang terus, jangan heran nanti industri makanan dan minuman kita didominasi asing yang memiliki pabrik di Indonesia. Saya melihat pemain di industri ini berada di zona nyaman (comfort zone), baik pemain yang bermerek atau apalagi yang ”abal-abal”, tidak memiliki standar kualitas, dan masih banyak yang bermain dengan strategi harga saja agar dibeli konsumen. 

Ini menunjukkan kelemahan-kelemahan pemain industri ini, dan biasanya juga tidak

73

Page 74: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

mematuhi peraturan yang ada. Ditambah lagi dengan lemahnya kontrol pemerintah yang berwenang di bidang makanan dan minuman. Bila keadaan ini dibiarkan terus-menerus, cepat atau lambat produk-produk kita akan mati, apalagi yang ”abal-abal”, nonbranded atau produk lokal lainnya yang saat ini asal laku saja. 

Mampu Bersaing 

Di depan mata, yaitu Desember 2015, akan diterapkan ASEAN Economic Community . Sebesar 60% pasar di ASEAN adalah Indonesia. Ini bisa menjadi mimpi buruk bagi industri makanan dan minuman kita bila tidak bersiap-siap, sejak kemarin-kemarin seharusnya. Kita masih bertarung sesama produsen tanpa berpikir panjang untuk mengantisipasi produk global yang masuk pasar Indonesia. Boro-boro menyerbu pasar negara lain atau ekspor demi merebut dan bersaing di negara lain. 

Bagi saya, seharusnya kita sama sekali tidak takut untuk bangkit dan bersaing dengan produk makanan dari mana pun karena kita mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang selama ini belum dioptimalkan. Ditambah manajemen yang bagus dan well prepared serta semua rencana dan eksekusi yang well planned, saya sangat yakin kita bisa mengantisipasi produk global sebelum mereka menyerang kita atau yang saat ini sudah banyak berada di tengah-tengah pasar kita. 

Transformasi dengan Change Mindset 

Saat ini sudah waktunya kita sadar dan melakukan transformasi di industri makanan dan minuman. Kita sudah saatnya memikirkan produk-produk yang bernilai atau lebih baik dari sisi kualitas, termasuk kemasan dengan desain yang menarik. Kita mesti menghentikan cara berpikir dan berbisnis ”yang penting laku” sehingga menghalalkan praktik-praktik ”murahan”. Semua pemain di industri ini harus berani keluar dari comfort zone dan bersama-sama melakukan promosi produk yang premium dengan taste yang bisa diterima oleh masyarakat dunia. 

Dengan demikian kita akan menjadi ”macan dunia” baru yang merambah segenap penjuru dunia dan menjadi tuan rumah di pasar domestik. Modal atau cara yang sangat mendasar untuk melakukan transformasi yang bertujuan menjadi negara dengan produk-produk food packed branded yang diperhitungkan di kancah pasar global adalah perubahan mindset bagi seluruh stakeholders di industri makanan dan minuman Indonesia.  

JOKO MOGOGINTA CEO PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

Belajar dari Kemajuan Republik Korea

74

Page 75: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Beberapa pekan lalu penulis mendapatkan kesempatan yang berharga untuk mempresentasikan makalah pada dua konferensi internasional yakni World Conference for Public Administration (WCPA) yang berlangsung pada 25-27 Juni 2014 di Kota Daegu serta Public Management Research Conference (PMRC) pada 29 Juni-1 Juli 2014 di Seoul National University. 

Penulis mempresentasikan makalah berjudul “The Partner in Prosecuting Crime: the Role of International Organization in Setting-Up Corruption Eradication Commission in Indonesia” pada kedua konferensi tersebut. Saat melakukan presentasi di forum WCPA yang menarik adalah akademisi dari universitas di Filipina dan Thailand yang ingin mengetahui lebih jauh sepak terjang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia. Mereka tertarik dengan keefektifan KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia karena pengalaman di Filipina dan Thailand dengan berbagai inisiatif antikorupsi serta lembaga antikorupsinya tidak berjalan efektif. Sebabnya, secara politik sengaja dilemahkan serta sumber dayanya terbatas karena telah mengganggu kepentingan elite politik di Thailand dan Filipina.

Di konferensi WCPA ini sesama akademisi Indonesia juga berkesempatan mempresentasikan makalahnya. Ada rekan penulis dari departemen administrasi di Universitas Indonesia Wahyu Mahendra, dosen dari Universitas Terbuka Nurcholis Hanif, Mani F Broto serta Yuli T E Anshori 

Pelajaran dari Republik Korea 

Namun, dari kunjungan selama hampir dua minggu ini yang mengesankan adalah kemajuan negara republik Korea yang begitu cepat hingga menjadi salah satu negara maju di dunia. Sebagai contoh kondisi Kota Seoul. Dengan desain bangunan-bangunan dalam kota yang mengombinasikan arsitektur modern seperti kompleks Dongdaemun Design Plaza dengan gedung-gedung bersejarah Korea yang dirawat dengan baik seperti Istana Changdeokgung, bisa dikatakan Seoul sudah memenuhi syarat sebagai salah satu kota megapolitan dunia yang modern dan maju. 

Awalnya republik Korea pada waktu merdeka kondisinya tidak berbeda dengan Indonesia, sebagai negara dengan tingkat pendidikan serta pendapatan yang masih rendah. Pada 1945 penduduk Korea yang menikmati bangku pendidikan tingkat menengah ke atas hanya 5% dan hingga 1960-an pendapatan per kapita republik Korea hanya USD100 per tahun. Selain itu juga akhir 1990-an republik Korea bersama-sama dengan Indonesia terkena imbas dari krisis ekonomi Asia sehingga mendapatkan bantuan dari Dana Moneter Indonesia (IMF). 

Saat ini Korea termasuk dalam 20 kelompok negara dengan ekonomi terbesar dunia, tetapi juga dengan pendapatan per kapita lebih dari lima kali Indonesia yakni di atas USD30.000 per tahun (OECD, 2012). Menurut Joseph Lee dari kantor Perdana Menteri Korea Selatan yang ditemui penulis di konferensi WCPA, orang tua warga Korea sangat mengutamakan pendidikan anaknya sehingga sebagian besar pendapatannya dialokasikan untuk kebutuhan anaknya tersebut.

75

Page 76: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Saat republik Korea berdiri sehabis perang saudara Korea kondisinya memprihatinkan di mana 1/3 penduduknya tidak punya rumah dan hanya 21% dari tanahnya layak untuk bertani. Akibat itu, mereka berinvestasi besar di dalam bidang pendidikan. Hasilnya siswa tingkat menengah Korea masuk dalam lima besar untuk bidang studi Membaca dan Matematika serta nomor tujuh untuk sains berdasarkan hasil tes Programme for International Student Assessment (PISA) pada 2013 untuk mengukur kualitas pendidikan internasional.

Selain kompetensi dan keahlian, budaya kompetisi juga ditekankan kepada warga Korea. Presiden Korea Park Chung Hee yang memimpin sejak 1961 menerapkan nilai-nilai kerja keras kepada warganya. Akibat itu, baik pegawai negeri maupun pegawai swasta Korea dikenal dengan etos kerja kerasnya dengan jam kerja yang sangat panjang. Berdasarkan data dari OECD pekerja Korea bekerja selama 2.193 jam per tahun, tertinggi dibandingkan negara-negara tergabung dalam OECD.

Selain itu, Korea juga sadar karena tidak memiliki kekayaan alam, satu-satunya jalan untuk meningkatkan pendapatan negara dan kemakmuran masyarakat dengan meningkatkan performa perdagangannya melalui produk ekspor yang unggul. Berkat kerja sama yang efektif antara pemerintah dan beberapa konglomerasi perusahaan yang dikenal sebagai Chaebol seperti Samsung, Hyundai, dan Lotte pada 1962-1967 mereka membangun industri yang kuat. Ini menjadi fondasi yang kokoh bagi kinerja ekspor Korea hingga saat ini. Tidak heran tingkat ekspor Korea selama 1964-1977 meningkat dari USD100 juta menjadi USD10 miliar. Pada periode yang sama pendapatan per kapita juga meningkat dari USD120 menjadi USD1.040 (Tudor, 2012). Dengan krisis ekonomi pada 1997, konglomerat Chaebol tidak mendapatkan proteksi sebanyak sebelum krisis dari pemerintah. 

Presiden Kim Dae Jung yang berkuasa sejak Januari 1998 mendorong disahkan berbagai undang-undang penting untuk perbaikan tata kelola korporasi, pelindungan pemilik minoritas dan mengurangi korupsi antara politisi dan para Chaebol . Akibat itu, para Chaebol dipaksa untuk berkompetisi pada pasar internasional. Hasilnya sebagai contoh produk-produk elektronik seperti smartphone dari Samsung, lemari es LG atau televisi Samsung cukup laku di pasar internasional, termasuk pasar Indonesia. 

Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Korea mencoba melakukan diversifikasi agar tidak terlalu bergantung pada Chaebol dengan mengembangkan industri hiburan. Ini dilihat bagaimana film-film komersial Korea menembus pasar Jepang dan negara Asia lain. Kemudian juga melalui industri musik pop, melalui K-Pop, mereka juga berhasil menembus pasar Asia. Tidak heran perusahaan rekaman SM Entertainment dan YM Entertainment mempunyai nilai kapitalisasi di bursa pasar modal Korea masing-masing sebesar USD1 miliar dan USD250 juta dolar. 

Membangun tenaga kerja melalui pendidikan dan etos kerja keras, berorientasi pada pengembangan produk ekspor teknologi tinggi serta kompetitif, serta fleksibilitas pemerintah dalam mengantisipasi persaingan global, menurut penulis, merupakan kebijakan yang patut diikuti pemerintah baru yang bekerja pada Oktober 2014 mendatang agar Indonesia dapat

76

Page 77: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

menjadi negara maju seperti Korea. ● 

VISHNU JUWONO Dosen Administrasi Publik FISIP Universitas Indonesia dan Kandidat Doktor dari London School of Economics (LSE), London, Inggris 

Bubur Panas dan Pengendalian BBM

77

Page 78: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Anda pernah makan bubur di kawasan Cikini, Jakarta? Dulu, menjelang tengah malam, kala pikiran jenuh dengan pekerjaan yang bertimbun, sementara perut lapar minta diisi, dari Kampus Salemba saya sering mampir makan bubur di daerah Cikini atau Hayam Wuruk-Kota. 

Panasnya bubur bisa membuat perut kita hangat. Energi kita serasa pulih dan kita bisa kembali bekerja hingga lewat tengah malam. Padahal, namanya juga bubur, airnya lebih banyak dari berasnya. Tapi, makan bubur panas tidak bisa dengan sekali serbu. Lidah bisa terbakar. Itu sebabnya saat makan bubur, kita memulai dengan pinggirnya terlebih dahulu. Baru setelah panasnya berkurang, kita mulai bergerak ke tengah. Strategi makan bubur panas seperti ini menginspirasi banyak kalangan. 

Contohnya, produsen sepatu merek lokal yang ingin menggarap pasar di kota-kota besar. Meski begitu, mereka tidak langsung menyerbu mal-mal di sejumlah kota. Kalau itu yang dilakukan, mereka akan langsung berhadapan dengan para kompetitor yang lebih dulu hadir. Kompetitor pasti akan melawan dan balik menekan mereka. Maka itu, si produsen sepatu lokal mulai dengan menggarap pasar-pasar di daerah pinggiran terlebih dahulu. Setelah solid, baru mereka perlahan-lahan bergerak ke tengah kota. Masuk ke mal-mal dan pusat-pusat perbelanjaan. 

Sepanjang musim libur Lebaran kemarin, ketika berjalan ke beberapa mal yang ada di Jakarta, saya lihat produk sepatu tersebut dijajakan di mal-mal. Kelihatannya produk sepatu tersebut diterima pasar. Itulah berkah dari strategi makan bubur panas.

Strategi serupa diterapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Misalnya, sebelum menjerat salah satu tokoh puncak suatu partai yang terlibat perkara korupsi, KPK mulai dengan menahan beberapa bawahannya. Akhirnya setelah cukup bukti, KPK pun menahan sang tokoh tersebut. 

Teman-teman di KPK menyebutnya sebagai ”strategi membakar obat nyamuk.” Agak mirip dengan makan bubur, obat nyamuk selalu terbakar dari bagian luar, perlahan-lahan (kalau tidak basah) akhirnya sampai pada kepalanya. Langkah KPK menuai pujian. Semula banyak kalangan menilai KPK takut dan menerapkan strategi tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. Sejak itu anggapan tersebut langsung gugur. 

Pengendalian BBM 

Awal Agustus 2014 pemerintah menerapkan kebijakan pengendalian konsumsi bahan bakar minyak (BBM). Saya agak ragu dengan efektivitas dari kebijakan ini. Bangsa kita senang berburu barang murah. Jadi, kalau di Jakarta Pusat tak ada solar bersubsidi, mereka tak akan segan-segan mencari ke tempat lain.

Meski begitu, bagi saya, pengendalian BBM ini sebuah langkah yang maju. Setidak-tidaknya kita mau lebih berdisiplin. Dulu kalau kuota konsumsi BBM terlampaui, kita tenang-tenang

78

Page 79: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

saja. Kini tidak. Kita mulai tak ingin kuota terlampaui. Saya berharap langkah pengendalian konsumsi BBM kali ini akan menjadi contoh lain dari strategi makan bubur panas. 

Pengendalian adalah bagian pinggiran bubur. Jika langkah ini tidak memicu aksi penolakan yang masif, saya berharap pemerintah berani bergerak ke tengah yakni berani menaikkan harga BBM. Buat saya, subsidi BBM jelas subsidi salah sasaran. Mayoritas penikmatnya justru mereka yang tidak berhak untuk memperoleh subsidi. Menurut survei Bank Dunia pada 2012, para pemilik mobil mengonsumsi BBM bersubsidi 10 kali lipat lebih banyak dari pemilik sepeda motor. Satu unit mobil per minggu bisa menghabiskan 50 liter BBM bersubsidi, sementara sepeda motor hanya lima liter. Apalagi kini ada banyak LCGC yang harganya hanya Rp90 jutaan.

Penumpang kereta api saja sudah mulai beralih ke mobil pribadi, membuat lalu lintas mudik memanjang 2,5 kali dari lama perjalanan biasa. Bagaimana tahun depan? Mungkin yang tahun ini bisa ditempuh 12 jam akan menjadi 25 jam dan seterusnya. Saat ini selisih harga BBM bersubsidi dengan nonsubsidi bisa mencapai Rp4.500. Dengan selisih tersebut, para pemilik mobil menikmati subsidi Rp11,7 juta per tahun, sementara pemilik sepeda motor hanya Rp1,17 juta. Bagaimana dengan yang tidak memiliki mobil atau sepeda motor? Mereka sama sekali tidak menikmati subsidi. Padahal, mereka inilah sebetulnya yang paling berhak menerima subsidi.

Adanya BBM bersubsidi juga membuat kita boros. Di banyak kompleks perumahan tidak sedikit warganya mengendarai mobil hanya untuk pergi ke minimarket yang jaraknya mungkin tak sampai 1 kilometer, bukan berjalan kaki yang lebih sehat. 

Di jalan raya kita lihat mobil dengan kapasitas delapan kursi hanya terisi satu-dua orang. Selebihnya kosong. Juga saat parkir, sebagian kita karena tak tahan panas, memilih menghidupkan mobil dan AC-nya. Lalu, karena ngantuk, kita tertidur dan baru terbangun satu-dua jam kemudian. Masih banyak perilaku boros energi lain yang dipicu murahnya harga BBM. Mungkin kalau harga BBM dua-tiga kali lebih mahal, perilaku semacam itu bisa kita tekan. 

Opportunity Cost 

Bagi saya, kenaikan harga BBM bukan hanya soal APBN. Ini soal keberanian kita untuk berubah. Kondisi sudah berubah, tetapi kita belum mau berubah. Ini celaka. Pada masa jayanya kita mampu memproduksi minyak mentah hingga 1,6 juta barel per hari (bph), sementara tingkat konsumsinya baru berkisar 400.000-500.000 bph. Kini volume produksi kita tinggal separuhnya, sekitar 800.000-an bph, sementara tingkat konsumsi kita sudah mencapai 1,4 juta bph. 

Kondisi sudah berubah, tapi perilaku kita masih belum berubah baik di tataran individual maupun kolektif. Perilaku masyarakat yang boros BBM itu seakan mendapat ”dukungan penuh” dari pemerintah dengan menyediakan BBM bersubsidi.

79

Page 80: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Dalam ilmu ekonomi kita mengenal konsep opportunity cost. Artinya, ada peluang yang hilang karena kita memilih untuk mengalokasikan sumber daya ke suatu pilihan tertentu. Dalam konteks ini misalnya selama 2013 kita memilih mengalokasikan Rp193,8 triliun untuk subsidi BBM. Apa peluang yang hilang akibat keputusan itu? 

Dengan biaya sebesar itu, sebetulnya kita bisa membangun ribuan tower rumah susun untuk rakyat, jalan-jalan, dan pelabuhan di pulau terpencil, sekolah TK untuk rakyat yang berkualitas, menyelesaikan pembangunan monorel yang kini terbengkalai, dan seterusnya. Menurut kajian, total panjang monorel dari Bekasi-Jakarta dan Cibubur-Jakarta mencapai 43,56 kilometer. Jika biaya pembangunan monorel USD20 juta per kilometer, total dana untuk membangun monorel sepanjang itu mencapai USD871,2 juta atau setara Rp8,45 triliun. Ini tak sampai 5% dari total dana untuk subsidi BBM pada 2013.

RHENALD KASALIPendiri Rumah Perubahan

@Rhenald_Kasali

Koreksi Subsidi

80

Page 81: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Koreksi atas salah kelola distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sudah dimulai. Tujuan besar dari koreksi ini tentu saja bukan sekadar potret Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sehat. Koreksi ini harus memulihkan kekuatan negara untuk membangun di segala bidang dan aspek kehidupan rakyat.

Bertindak atas nama pemerintah, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dan PT Pertamina mulai mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi. Sejak 1 Agustus 2014, Pertamina menghentikan penyaluran solar bersubsidi di 26 stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) di wilayah Jakarta Pusat. 

Berlanjut pada 4 Agustus, ketika Pertamina minta semua SPBU di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali hanya menjual solar bersubsidi sejak pukul 08.00 hingga pukul 18.00 di kluster-kluster tertentu. Lalu, 29 unit SPBU di jalan tol mulai 6 Agustus 2014 diperintahkan tidak lagi menjual premium bersubsidi. Bisa dipastikan bahwa pengendalian konsumsi BBM bersubsidi ini akan menimbulkan beberapa ekses yang temporer. Untuk mengantisipasi ekses itu, semua pemerintah daerah (Pemda) dan Pertamina di setiap wilayah harus koordinatif. 

Kalau perlu, diperkuat dengan satuan kerja bersama yang responsif. Pengendalian solar bersubsidi di Jakarta pusat misalnya, bukan tidak mungkin akan mengganggu lalu lintas manusia, terutama mereka yang menggunakan angkutan umum. Apalagi, dampak pengendalian ini akan dirasakan masyarakat yang baru mulai kembali beraktivitas setelah libur Lebaran. Jangan sampai armada angkutan umum, utamanya bus, tidak bisa beroperasi karena alasan langkanya solar bersubsidi.

Aspek lain yang juga harus dijaga adalah kelancaran distribusi barang dengan moda angkutan darat. Kelancaran arus distribusi barang bisa terganggu jika sosialisasi pembatasan penjualan solar bersubsidi tidak maksimal dan tidak merata. Mau tak mau, Pertamina dan semua pemda harus all out menyebarluaskan informasi tentang pembatasan jam penjualan itu.

Pengendalian konsumsi BBM bersubsidi ini bukan lagi sekadar corporate action Pertamina. Di dalamnya terkandung keberanian dan kebijakan politik pemerintah mengoreksi kesalahan distribusi BBM bersubsidi yang telah berlangsung puluhan tahun. Pembiaran atas salah distribusi BBM bersubsidi itu adalah potret ketidakadilan yang dipraktikkan semua rezim pemerintahan di negara ini. 

Tidak adil karena lebih dari 80% barang bersubsidi itu justru dinikmati oleh elemen-elemen masyarakat yang sesungguhnya tidak berhak. Selain menyajikan potret ketidakadilan, salah kelola BBM bersubsidi yang sudah berlangsung sangat lama jelas-jelas telah memperlemah kemampuan negara untuk membangun, baik infrastruktur maupun pembangunan manusia. Setiap rezim pemerintahan di negara ini rela menghambur-hamburkan ratusan triliun rupiah uang negara melalui kebijakan politik subsidi BBM. Biasanya untuk dua alasan ini: stabilitas atau popularitas. Dan, sudah berkali-kali instrumen subsidi BBM dijadikan alat politik pencitraan. 

Dilihat dari perkembangan dan aspek besarannya, subsidi BBM menjadi masalah yang sudah

81

Page 82: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

tidak masuk akal. Tahun 2009 volume subsidi BBM sudah mencapai jumlah Rp100,6 triliun. Tahun ini dipatok pada angka Rp210,7 triliun. Jumlah ini tidak menyisakan apa pun, kecuali asap kendaraan penyebab polusi. Kalau tidak ada pengendalian, realisasi subsidi BBM per 2014 dipastikan lebih besar dari pagu APBN. 

Bahkan, Bank Dunia memperkirakan realisasi subsidi BBM akan mencapai Rp267 triliun. Sebab, hingga 31 Juli 2014 realisasi konsumsi solar bersubsidi sudah mencapai 9,12 juta kiloliter atau 60% dari kuota 15,16 juta kiloliter. Sedangkan, realisasi konsumsi premium bersubsidi mencapai 17,08 juta kiloliter atau 58% dari kuota 29,29 juta kiloliter. 

Pemerintah Baru 

Subsidi BBM masih sangat dibutuhkan untuk beberapa program yang masuk akal dan produktif. Misalnya, sebagai penopang jasa angkutan umum yang murah sehingga masyarakat tidak lagi mengandalkan kendaraan pribadi. Atau, menjadi pendukung revitalisasi kekuatan komunitas nelayan. Namun, demi keadilan, salah kelola BBM bersubsidi harus dihentikan. BBM bersubsidi harus dikelola sebagaimana mestinya agar tepat sasaran. 

Harus ada semangat bersama untuk terus menekan volume BBM bersubsidi sampai ke level yang masuk akal. Misalnya, kota-kota besar yang sudah dipadati kendaraan bermotor pribadi sebaiknya menolak BBM bersubsidi, kecuali kebutuhan untuk melayani angkutan umum.

Kesediaan bersama menekan volume BBM bersubsidi akan memulihkan kemampuan negara mengakselerasi pembangunan di segala sektor. Dari percepatan pembangunan infrastruktur, pengembangan ekonomi daerah hingga revitalisasi sektor pertanian untuk mewujudkan ketahanan pangan. Semua target pembangunan itu membutuhkan dukungan pendanaan, teknologi, penyediaan lahan dan infrastruktur pendukung. Selain itu, keberhasilan menekan volume BBM bersubsidi juga akan berkontribusi bagi stabilitas nilai tukar rupiah. Karena itu, keberanian untuk menerapkan pembatasan dan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi hendaknya tidak dibatasi tahun ini saja. 

Langkah ini layak berkelanjutan dengan target penyehatan APBN dan pemulihan kekuatan negara di tahun-tahun mendatang. Apa yang sudah dimulai tahun ini patut diapresiasi. Target pengendalian itu harus tercapai sasarannya alias sukses, sehingga negara memiliki keberanian untuk mematok target yang lebih besar di APBN 2015. Jadi, kalau tahun ini volume BBM bersubsidi dipatok Rp210,7 triliun, harus ada keberanian untuk menurunkan jumlah itu pada 2015, misalnya menjadi Rp100 triliun dan terus mengecil di tahun-tahun berikutnya. 

Karena itu, bagi pemerintah baru yang akan menerima tanggung jawab pada 20 Oktober 2014, dimulainya koreksi atas salah kelola distribusi BBM bersubsidi sekarang ini setidaknya menjadi modal dasar atau pijakan untuk menormalkan postur APBN tahun-tahun mendatang. Dari pemerintah baru diharapkan muncul kreasi baru yang bisa mempertajam kebijakan pengendalian dan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi, sekaligus menjaga konsistensi kebijakan ini. 

82

Page 83: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Sejak diterapkan awal Agustus 2014 di Jakarta, tidak ada gejolak atau aksi-aksi yang menentang kebijakan pembatasan dan pengendalian ini. Suasana seperti itu bisa diterjemahkan sebagai sikap publik yang mau memahami dan menerima kebijakan itu. Ini pun bisa dilihat sebagai sentimen positif dari publik dalam menyikapi kebijakan pengendalian dan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. Persepsi publik seperti itu akan memberi keleluasaan bagi pemerintah baru untuk mengurangi subsidi BBM. 

Idealnya, pemerintah baru berani memperbesar skala kebijakan pengendalian dan pembatasan ini. Kalau sekarang ini pembatasan penjualan solar bersubsidi hanya diterapkan Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Bali, bisa saja dalam beberapa bulan ke depan diperluas menjadi berskala nasional. Target ini tidak sulit jika presiden bisa mendorong kerja sama antara gubernur-bupati dengan Pertamina di setiap daerah. ●

BAMBANG SOESATYOAnggota Komisi III DPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Intrnsional 

Transformasi Sistem Pembayaran

83

Page 84: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Transformasi dalam sistem pembayaran akan terjadi seiring dengan transformasi perekonomian. Namun berbeda dengan transformasi perekonomian ala neoklasik, transformasi dalam sistem pembayaran justru sangat kental dengan transformasi sosial. 

Biaya marjinal dari produksi, termasuk biaya dari setiap eksternalitas negatif, seperti polusi udara, ditanggung oleh individu dalam perekonomian selain produser. Tugas utama dari biaya sosial ini adalah menjaga keberlangsungan perubahan sosial, yaitu berupa tanggapan yang sesuai dengan yang diharapkan dari lingkungan sekitar populasi target adopter. Analisis mengenai hubungan sosial yang terjadi menurut cost and reward ini merupakan salah satu ciri khas teori pertukaran. 

Teori pertukaran ini memusatkan perhatiannya pada tingkat analisis mikro, khususnya pada tingkat kenyataan sosial antarpribadi (interpersonal). Pada artikel ini, saya menekankan pada pemikiran teori pertukaran oleh Homans dan Blau. Homans dalam analisisnya berpegang pada keharusan menggunakan prinsip-prinsip psikologi individu untuk menjelaskan perilaku sosial daripada sekadar menggambarkannya. Akan tetapi, Blau di lain pihak berusaha beranjak dari tingkat pertukaran antarpribadi di tingkat mikro, ke tingkat yang lebih makro yaitu struktur sosial. Ia berusaha untuk menunjukkan bagaimana struktur sosial yang lebih besar itu muncul dari proses-proses pertukaran dasar. 

***

Pada tahun 2009, Bank Sentral Norwegia (Norges Bank) melakukan penelitian biaya sistem pembayaran Norwegia. Analisis mencakup biaya sosial yang terkait dengan kartu pembayaran, giro, dan uang tunai. Biaya sosial untuk menggunakan dan memproduksi layanan pembayaran ini diperkirakan mencapai NOK11,16 miliar pada 2007, setara dengan 0,49% dari PDB. Pembayaran kartu menyumbang sekitar setengah biaya sosial, ketika mendistribusikan biaya sosial pada uang tunai, kartu, dan giro. 

Survei rumah tangga menunjukkan bahwa pembayaran tunai menyumbang 14% dari nilai pembayaran dan 24% dari jumlah transaksi pada titik penjualan di Norwegia. Dibandingkan dengan negara-negara lain ini adalah angka yang relatif rendah. Terlepas dari ini, uang tunai mewakili 31% dari biaya sosial. Kartu mewakili 48% dan giro 21%. Biaya pribadi untuk layanan pembayaran yang dihasilkan oleh bank adalah NOK7,1 miliar pada tahun 2007. Pendapatan yang sesuai adalah NOK5,2 miliar, biaya pemulihan 71%. Penghasilan didasarkan pada harga per transaksi pembayaran dan tetap, fee berkala dari pembayar dan penerima pembayaran. 

Biaya pemulihan meningkat menjadi 87% ketika layanan uang tunai dikeluarkan dari perhitungan. Perhitungan biaya sosial per instrumen menunjukkan biaya transaksi yang relatif rendah per pembayaran tunai dibandingkan dengan biaya pembayaran kartu, NOK1,80 dan NOK5,93. Namun ketika biaya untuk penarikan atau deposito dimasukkan, uang tunai lebih mahal per transaksi, menjadi USD7,06. 

84

Page 85: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

***

Suatu teknologi manajemen perubahan sosial harus dapat menjawab secara efektif pertanyaan berikut: Gagasan atau praktik sosial apa yang akan diubah, dan kelompok target adopter mana yang dituju? Hal-hal apa saja yang membuat suatu perubahan berkualitas baik? Bagaimana membawa perubahan tersebut untuk kelompok target adopter? Inilah nilai lebih dari sistem pembayaran Norwegia karena sistem ini mengambangkan sistem pembayaran setelah mampu menjawab tiga pertanyaan tersebut. 

Dengan demikian, transformasi sistem pembayaran di Norwegia bukan saja berbasis transformasi sosial tetapi juga terjadi karena didesain secara sadar dengan melakukan pengelolaan konflik sosial. Pertentangan yang terjadi ini merupakan akibat dari tumbuhnya pertentangan antara orientasi individualistis dan kolektivistik. Homans mungkin merupakan seseorang yang sangat menekankan pada pendekatan individualistis terhadap perkembangan teori sosial. 

Hasilnya sangat luar biasa di mana fee menjadi semakin efisien. Temuan dalam laporan (2012) menunjukkan penurunan yang stabil pada biaya layanan merchant (BLM) untuk Visa dan MasterCard di Norwegia sejak tahun 2002. Dengan kedua skema dihargai pada 2,15-1,85% sebagai rata-rata tertimbang pada tahun 2002, BLM untuk satu skema mengalami penurunan sebesar 35,3% (2011), sedangkan BLM untuk skema lain mengalami penurunan sebesar 24,9% (2011). 

American Express beroperasi dengan BLM yang jauh lebih tinggi dengan skema tiga partai dan empat partai lainnya di Norwegia. Namun, telah memiliki tren menurun 12,7% dari tahun 2002 hingga 2011. Untuk Diners Club penurunannya lebih sederhana dengan 4,2% selama periode yang sama. Namun, JCB (Japan Credit Bureu) meningkatkan BLM mereka sebesar 2,3% dari tahun 2005 hingga 2011. Dalam kasus skema data tiga partai menunjukkan bahwa tingkat fee memiliki pengembangan yang proporsional, BLM menurun ketika “tingkat penerbit” menurun, dan sebaliknya. 

Meskipun kurangnya kompetisi intra-sistem data menyiratkan bahwa BLM pada skema tiga partai tampaknya dipengaruhi oleh perkembangan BLM yang sesuai dari skema empat partai. Keberhasilan transformasi sistem pembayaran di Norwegia patut ditiru oleh Indonesia sehingga sudah saatnya analisis biaya sosial juga diperhitungkan dalam sistem pembayaran Indonesia! 

Hasil dari laporan (2012) menunjukkan bahwa margin pengakuisisi telah menurun. Rentangan antara MSC dan fee pertukaran telah menyempit, menunjukkan pass-through tingkat tinggi. ●

85

Page 86: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

ACHMAD DENI DARURIPresident Director Center for Banking Crisis

Mimpi Indonesia Mandiri

86

Page 87: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Akhir Ramadan dan awal Syawal 1435 H ditandai dengan beberapa peristiwa penting yang akan menentukan perjalanan bangsa Indonesia. 

Salah satunya adalah persetujuan pemerintah kepada PT Freeport Indonesia untuk mengekspor konsentrat. Padahal, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 102, Pasal 103 ayat (1) dan Pasal 170 telah mewajibkan perusahaan kontrak karya tambang mineral untuk melakukan pengolahan dan pemurnian konsentrat di dalam negeri Indonesia selambat-lambatnya 12 Januari 2014 (lima tahun setelah pengesahan UU). 

Awalnya, karena Freeport dan beberapa perusahaan besar asing, seperti Newmont, belum membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter), maka pemerintah memberikan kelonggaran untuk ekspor konsentrat. Pelonggaran yang dimaksud adalah menetapkan tarif bea keluar tembaga secara progresif dimulai dari 25%. Aturan tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.011/ 2014 tanggal 11 Januari 2014, atau sehari sebelum tenggat waktu pemberlakuan aturan pengolahan dan pemurnian. Namun, Freeport dan Newmont justru tidak melakukan ekspor konsentrat, dan malah melakukan lobi dengan pemerintah. 

Hasilnya, Menteri Keuangan menerbitkan PMK Nomor 153/PMK.011/2014 yang ditandatangani tanggal 25 Juli 2014, tepat pada hari terakhir kerja di bulan Ramadan. Isinya menurunkan tarif bea keluar dari 25% menjadi 7,5% bagi perusahaan yang telah membangun fasilitas pemurnian dengan tingkat kemajuan 7,5%. Pada tanggal yang sama Freeport McMoran Inc (induk perusahaan Freeport Indonesia) merilis berita kepada media massa bahwa mereka sudah menerima persetujuan pemerintah untuk mengekspor konsentrat tembaga. 

Dari paparan singkat di atas, kita dapat melihat bahwa pemerintah tidak mampu menegakkan hukum, meskipun aturan itu setingkat undang-undang. Lalu, karena ada kepentingan pengamanan penerimaan negara, maka aturan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral tersebut dilonggarkan dengan membolehkan ekspor konsentrat dengan bea keluar yang tinggi. Tujuannya baik, yakni memaksa perusahaan kontrak karya untuk segera membangun pabrik smelter sehingga bea keluar tersebut akan semakin turun.

Tetapi, ternyata perusahaan asing lebih sakti daripada yang dikira banyak orang. Tarif bea keluar progresif itu pun diturunkan jauh lebih rendah. Ini jelas merupakan indikasi kemandirian dan kedaulatan Indonesia belum menjadi kenyataan. Oleh karena itu, pemerintahan baru pengganti Presiden SBY perlu bersikap dan bertindak lebih baik.

Kedua pasangan capres yang lalu sebenarnya sama-sama mempunyai cita-cita untuk Indonesia yang mandiri dan berdaulat. Pasangan Jokowi-JK misalnya, menyatakan akan mewujudkan kedaulatan secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Sementara, pasangan Prabowo-Hatta dalam berbagai kesempatan menyatakan akan menutupi kebocoran negara. Salah satunya dari penerapan aturan pengolahan dan

87

Page 88: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

pemurnian mineral di Indonesia. Dari kedua pasangan tersebut kita dapat mempunyai harapan mereka akan membangun Indonesia lebih baik, utamanya dalam kedaulatan dan kemandirian. Tetapi, lidah itu tak bertulang, kata-kata dalam kampanye sering tak berbekas dalam pemerintahan. 

Biasanya itu terjadi karena kepentingan jangka pendek dari pribadi dan golongan lebih memengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Penyebab lainnya adalah kuatnya tekanan dan intervensi asing dalam setiap proses pengambilan keputusan. Perubahan berkali-kali dari aturan tarif bea keluar mineral adalah salah satu bukti kuatnya intervensi asing tersebut. Selain itu, ketiadaan strategi implementasi yang dipahami dan diikuti oleh semua pejabat akan mempersulit upaya pemerintah mempertahankan kedaulatan dan kemandirian Indonesia. 

Strategi yang baik akan memudahkan penataan program dan kegiatan setiap institusi dan sektor kepada tujuan yang sama, sehingga tidak mudah dipecah-belah oleh kepentingan asing. Salah satu indikasinya adalah gagalnya divestasi Newmont yang terjadi karena pertarungan kepentingan antara pemerintah pusat dan pemda NTB. Hal serupa juga bisa terjadi dalam kasus Freeport, yang hingga kini belum memenuhi komitmen divestasinya hingga 51%.

Akan tetapi, penyebab paling signifikan dari ketidakberhasilan suatu pemerintahan dalam mempertahankan kedaulatan dan kemandirian Indonesia adalah ketidaktegasan dalam menaati hukum. Hukum tidak menjadi panglima. Hukum tidak dirujuk oleh seluruh peraturan perundang-undangan. Hukum dibuat untuk kemudian diubah begitu mudah hanya karena tujuan-tujuan jangka pendek. 

Dalam kasus Freeport, jika semua pihak menaati hukum, maka kedaulatan dan kemandirian Indonesia akan terpelihara. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat 3 sudah menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Peraturan di bawahnya, yakni UU Pertambangan Mineral dan Batubara, sudah mengatur agar seluruh hasil tambang diolah lebih dulu di Indonesia sehingga memberikan nilai tambah, baik bagi pengusaha maupun pekerja Indonesia. 

Adanya pabrik smelter di sini akan meningkatkan perekonomian daerah, mulai dari penciptaan lapangan kerja, pembangunan infrastruktur jalan dan listrik, hingga pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan di bidang pendidikan, kesehatan, agama dan sosial. Manfaat maksimal akan dapat diperoleh rakyat. Ironisnya, peraturan pelaksana dari konstitusi dan undang-undang justru mudah diubah-ubah. Hal ini sangat ironis mengingat pembuat aturan tersebut bukanlah orang yang dipilih oleh rakyat. Mereka hanya dipilih oleh presiden, atau bahkan oleh pejabat yang lebih rendah. Tetapi, karena aturan yang mereka buat bersifat eksekusi/implementasi, maka aturan itu mendelusi aturan-aturan yang lebih kuat dan mendasar.

88

Page 89: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Kondisi ketidaktaatan kepada konstitusi dan undang-undang inilah yang harus dibenahi oleh pemerintahan mendatang, kecuali bila mereka memang hanya ingin mengajak kita bermimpi bersama menjadi bangsa yang berdaulat dan mandiri.

AHMAD YANIWakil Ketua Fraksi PPP DPR RI

APBN 2015: Jembatan Antarpemerintahan

89

Page 90: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Penyusunan, pembahasan, dan pengesahan RAPBN 2015 menjadi Undang-Undang (UU) APBN 2015 menarik untuk dicermati bersama. Pertama, proses ini bertepatan dengan periode transisi kepemimpinan nasional dan transisi anggota DPR dari periode 2009-2014 ke lima tahun berikutnya 2014-2019. 

Kedua, sementara pemerintah pada akhir periode akan memastikan proses RAPBN 2015 tetap sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, kepentingan untuk memberikan keleluasaan kepada presiden terpilih dan pemerintahannya untuk menjalankan program-program seperti janji politik perlu juga terfasilitasi. Ketiga, kelancaran masa transisi fiskal dan kepemimpinan nasional akan memberikan fondasi yang kuat bagi pembangunan nasional lima tahun ke depan yang tertuang dalam RPJMN III yaitu periode 2014- 2019. 

Penyusunan RAPBN dalam masa transisi kepemimpinan telah diatur dalam tata aturan perundang-undangan yang berlaku. Ini tercermin pada UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 Pasal 5 Ayat 1 yang menyebutkan: “Dalam rangka menjaga kesinambungan dan untuk menghindarkan kekosongan rencana pembangunan nasional, presiden yang sedang memerintah pada tahun terakhir pemerintahannya diwajibkan menyusun rencana kerja pemerintah (RKP) untuk tahun pertama periode pemerintahan presiden tahun berikutnya”. Ayat 2 menyebutkan: “RKP sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) digunakan sebagai pedoman untuk menyusun APBN tahun pertama periode pemerintahan presiden berikutnya”.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dijadwalkan akan membacakan penyampaian keterangan pemerintah atas rancangan UU tentang APBN 2015 beserta nota keuangannya di depan rapat paripurna DPR pada 15 Agustus 2014. Pidato penyampaian ini sesuai amanat Revisi UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, di mana Pasal 180 Ayat 1 menyebutkan: “Presiden mengajukan rancangan tentang undang-undang APBN, disertai nota keuangan dan dokumen pendukungnya kepada DPR pada Agustus tahun sebelumnya”. Pada Ayat 2 dinyatakan, penyampaian pidato tersebut di depan sidang paripurna DPR.

Proses penyusunan dan pembahasan RAPBN 2015 dilakukan sesuai tata aturan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Proses penyusunan RAPBN tahun fiskal 1 Januari-31 Desember tahun berikutnya merupakan proses panjang yang dimulai dari penyusunan rencana kerja pemerintah (RKP) dan rencana kerja kementerian/lembaga (RK L/P) sesuai amanat UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Nasional 2005-2025, dan UU RPJMN.

RKP memuat dokumen tentang prioritas pembangunan nasional, kerangka ekonomi makro, arah kebijakan fiskal, program kementerian, lintas kementerian, lintas kewilayahan, dan kegiatan dalam kerangka regulasi dan anggaran. Selanjutnya paling lambat pertengahan Mei setiap tahun dokumen RKP ditetapkan dalam bentuk peraturan presiden. Proses penyusunan RKP untuk tahun berikutnya merupakan proses yang cukup panjang. Bappenas dan kementerian/lembaga bekerja melakukan evaluasi, usulan, dan pembahasan inisiatif baru,

90

Page 91: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

musrenbangnas, penyelarasan kapasitas fiskal, dan penetapan rencana awal pagu indikatif. 

Selanjutnya pemerintah mengajukan Keppres tentang RKP kepada DPR untuk dibahas bersama. Pemerintah juga menyampaikan pokok-pokok pembicaraan pendahuluan RAPBN yang meliputi kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal serta kebijakan umum dan prioritas anggaran K/L. Kemudian proses antara pemerintah-DPR berjalan untuk melakukan komunikasi, sinkronisasi, dan sampai pengambilan keputusan oleh DPR mengenai RUU APBN tahun berikutnya. Apabila DPR tidak menyetujui RUU tersebut, sesuai UU Nomor 27 Tahun 2003 Pasal 15 ayat 6, pemerintah pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun sebelumnya. 

Mengingat APBN 2015 akan dijalankan oleh presiden dan kabinet baru, penyusunan RAPBN 2015 bersifat baseline yang memperhitungkan kebutuhan pokok penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Melalui hal ini, pemerintahan baru akan memiliki ruang fiskal yang lebih leluasa untuk memasukkan inisiatif program baru beserta anggarannya melalui APBN Perubahan yang dipercepat pada 2015. Inisiatif program baru harus masuk menjadi pokok-pokok kebijakan dan alokasi belanja dalam postur APBN Perubahan 2015. 

Kewenangan presiden baru untuk mengajukan perubahan atas APBN 2015 yang dipercepat telah diatur dalam tata aturan perundang-undangan. UU Nomor 27 Tahun 2009 dalam Pasal 156 C (1b) menyebutkan perubahan atas APBN tahun yang berlaku dapat dilakukan apabila terjadi perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal. Tentunya program-program prioritas harus dimasukkan dalam pokok-pokok kebijakan fiskal yang berisikan kerangka penerimaan dan alokasi belanja negara. Sebagaimana Presiden SBY dalam pengusulan APBN-P yang dipercepat pada 2005, di mana APBN 2005 disusun dalam masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2004. 

Selain itu juga Presiden SBY akan mengajak komunikasi presiden terpilih setelah ada keputusan MK terkait gugatan hasil Pilpres 2014 yang dijadwalkan akan ditetapkan pada 22 Agustus 2014. Antara tanggal 22 Agustus sampai presiden terpilih diambil sumpah pada 22 Oktober 2014 merupakan momen yang akan digunakan untuk melakukan proses transisi program kerja dan fiskal baik pelaksanaan APBN-P 2014 maupun APBN 2015. Untuk APBN-P 2014, ini penting mengingat presiden baru dan kabinetnya akan melaksanakan APBN-P 2014 di sisa akhir tahun fiskal yaitu 22 Oktober-31 Desember 2014. 

Komunikasi politik dan anggaran dari Presiden SBY dan presiden baru dilakukan agar terdapat kesinambungan dan keberlanjutan antara pemerintah yang menyusun dengan pemerintah yang akan melaksanakan. Dengan demikian, terwujud tata penyelenggaraan penyusunan dan pelaksanaan anggaran negara yang tertib, baik, dan sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

91

Page 92: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

PROF FIRMANZAH PhDStaf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan

Menggagas Indonesia Shipping Incorporated

92

Page 93: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Usai sudah kampanye dan pencoblosan untuk memilih presiden baru. Kini kita sedang menunggu hasil dari sengketa pemilu setelah sebelumnya pada 22 Juli Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah melakukan pengumuman hasil Pilpres 2014. 

Akhir dari semua ini tentu saja pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih periode 2014-2019. Kita tidak ingin ada kegagalan dalam pemilu, apa pun itu. Saat ini semua visi dan misi calon presiden saat kampanye lalu pastilah ada yang menguap begitu saja, namun ada pula yang relatif bertahan. 

Salah satunya gagasan tol laut. Gagasan ini memicu pro dan kontra di antara pengamat, akademisi, dan pelaku usaha pelayaran hingga saat ini. Namun, tidak berarti gagasan MP3EI milik capres yang satu lagi tidak kontroversial. Penulis lebih menyoroti tol laut karena ia relatif masih pada tataran konsep, sementara MP3EI sedikit-banyak sudah berjalan. Penulis salah satu pihak yang sebetulnya mengkritisi ide tol laut, karena paling tidak ada beberapa kelemahan dalam konsep itu. 

Pertama, istilah yang dipergunakan, tol laut, merupakan istilah yang sudah dipakai terlebih dahulu di lingkungan komunitas maritim internasional sehingga orisinalitas gagasan sangat rendah. Kedua, jalan tol laut tidak didiskusikan dengan kalangan pelayaran terlebih dahulu. Padahal, dalam konsep tol laut, operator kapal didorong untuk mengoperasikan kapal-kapal yang lebih besar kapasitasnya (3.000TEU keatas).

Ketiga, jalan tol laut akan menghadapi kendala masih beragamnya jenis kemasan (packaging) barang di berbagai pelabuhan domestik. Di sisi lain tol laut amat terkait pelayaran peti kemas. Ini berarti kita harus mendorong migrasi pengemasan barang yang akan dikapalkan menggunakan peti kemas. Namun, tidak semua barang dapat dikemas pengangkutannya dalam peti kemas. 

Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, pada 2011 jumlah kargo nasional mencapai 890,9 juta ton. Tetapi, dari data itu, tidak diketahui berapa yang dikemas pengangkutannya dalam peti kemas. Tidak terdata dengan baik jumlah barang yang diangkut dalam peti kemas, termasuk juga barang-barang general cargo atau break bulk, karena pencatatan bongkar dan muat barang di pelabuhan (tally) tidak berjalan. 

Padahal, mulai dari UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Pasal 31), PP No 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan hingga Permenhub No 15 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Tally di Pelabuhan, kegiatan pendukung bisnis pelabuhan ini memiliki hak untuk eksis. Karena itu, siapa pun presidennya nanti ia harus mampu mendorong berjalannya kegiatan tally, terutama yang independen, agar tak terjadi anarki statistik kepelabuhanan. 

93

Page 94: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Keempat, tidak jelasnya pelibatan pelayaran rakyat (pelra). Padahal, kontribusi kapal pelra dalam mendistribusikan barang di dalam negeri sudah tidak perlu diragukan lagi. Armada pelralah yang mendistribusikan berbagai kebutuhan masyarakat ke daerah-daerah terpencil yang tidak pernah mau dilayari oleh kapal-kapal besar. Harap diingat, jumlah armada pelra relatif banyak dibanding kapal besi.

 Indonesia Shipping Incorporated 

Dengan segala kelemahan yang dimiliknya, tol laut tetap memiliki arti bagi publik yakni ia menyadarkan kita bahwa Indonesia membutuhkan kapal-kapal dengan daya angkut besar. Hanya, dalam konsep Indonesia Shipping Incorporated kapal tersebut tidak dioperasikan pada lintasan domestik, melainkan mereka ditempatkan pada trayek internasional yang sampai saat ini hampir sepenuhnya dikuasai kapal-kapal asing (lebih dari 90%). 

Penguasaan pengangkutan ekspor-impor oleh pelayaran asing mencakup hampir semua komoditas: peti kemas, break bulk, bulk dan sebagainya. Ambil contoh, dari total ekspor batu bara nasional yang mencapai 208 juta ton (data 2010), hampir seluruhnya diangkut oleh kapal asing. Dalam Indonesia Shipping Incorporated kapal besar yang dibutuhkan bukan hanya tipe pengangkut peti kemas, melainkan juga mencakup bulker atau tanker. 

Kapal-kapal ini diadakan oleh sebuah korporasi yang dibentuk khusus untuk itu dengan melibatkan pengusaha-pengusaha pelayaran (swasta maupun BUMN). Korporasi ini berfungsi sebagai pool atau model lain, bergantung kesepakatan para pihak yang terlibat. Keterlibatan pelaku usaha bisa dalam bentuk saham atau bisa juga dalam bentuk penempatan kapal dalam pool. 

Lagi, keputusan terkait masalah ini diselesaikan berdasarkan kesepakatan para stakeholder dan perhitungan bisnis yang prudent. Pengoperasian kapal-kapal besar ini dalam lintasan yang telah dilayani oleh berbagai perusahaan asing bersifat kompetitif, sedapat mungkin tidak diberikan subsidi. Tapi, subsidi tidak diharamkan sama sekali. Banyak negara besar dalam bisnis kemaritiman memberikan subsidi kepada pelayaran nasionalnya. 

Ada subsidi operasi (ini dilakukan oleh Prancis). Atau, Italia yang memberikan subsidi kepada pelayaran nasional saat mereka membuat kapal baru. Karena barang yang diangkut milik nasional, Indonesia Shipping Incorporated tentu berpeluang besar mendapatkan kontrak pengangkutan.  

SISWANTO RUSDI

Direktur The National Maritime Institute (Namarin), Jakarta

Jerman, Big Data, dan Piala Dunia

94

Page 95: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Gegap gempita Piala Dunia 2014 telah kita alami bersama. Jerman merengkuh kemenangan dan berhasil meraih piala keempatnya. Namun, di balik kesuksesan tersebut, ada sebuah revolusi manajerial yang didukung big data. 

Tim nasional Jerman merevolusi kegiatan pelatihan sepak bola dengan menggunakan big data pada Piala Dunia 2014 kemarin dan berhasil membuat mereka mencapai tahta tertinggi di kancah sepak bola dunia. Secara sederhana big data adalah kumpulan data yang ukurannya sangat besar dan kompleks sehingga tidak dapat diolah maupun dimanipulasi dengan alat maupun metode yang standar. 

Dalam mengolah big data tersebut dikenal istilah analytics. Analytics adalah metode analisis komputer yang sistematis atas perangkat data. Informasi yang merupakan hasil keluaran dari metode analisis tersebut juga dikenal sebagai analytics. Tim nasional Jerman menggandeng raksasa perangkat lunaknya, SAP, untuk mengembangkan analytics yang membantu mereka menciptakan saran yang berdasarkan kumpulan data yang besar. Alat tersebut disebut sebagai Match Insight . 

Ini membantu pemain dan pelatih mengenali area yang menjadi kelemahan para pemain dan membantu mereka menentukan menu latihan yang sesuai untuk peningkatan kinerja di lapangan. Alat tersebut mengumpulkan informasi dari rekaman delapan kamera yang merekam permainan pemain di sebuah lapangan. Match Insight mengumpulkan ribuan titik data dalam satu detik, termasuk posisi dan kecepatan pemain. 

Big data tersebut kemudian diolah menjadi sebuah database dan diolah oleh analytics untuk merekomendasikan ukuran kinerja tertentu yang penting untuk masing-masing pemain dan tim. Fitur kunci dari perangkat lunak ini kemampuan untuk menerjemahkan video yang kompleks ke dalam rekomendasi sederhana yang memungkinkan untuk meningkatkan kinerja masing-masing pemain dan pada gilirannya meningkatkan kinerja tim. 

Contoh nyata dari pengalaman tim nasional Jerman adalah rekomendasi untuk meningkatkan kecepatan bermain. Menggunakan Match Insight, staf pelatih dan pemain dapat menganalisis pengaruh perubahan rata-rata penguasaan bola. Match Insight dapat menganalisis perubahan rata-rata penguasaan bola dari 3,4 detik menjadi 1,1 detik dan menyimpulkan bahwa hal tersebut akan meningkatkan efektivitas tim Jerman. 

Dengan mendasarkan pola latihan pada rekomendasi Match Insight tersebut, tim nasional berhasil menciptakan filosofi bermain yang agresif, pola permainan untuk mengoper bola dengan kecepatan tinggi guna mengambil keuntungan dari celah pertahanan lawan. 

Masih segar dalam ingatan bahwa dengan filosofi tersebut, tim nasional Jerman berhasil melumat tim nasional Brasil dengan skor telak, 7-1. Hanya dengan penguasaan bola sebesar 48%, tim nasional Jerman berhasil menyarangkan tujuh gol karena kecepatan umpannya. 

Babak Baru untuk Big Data 

95

Page 96: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Aplikasi big data sesungguhnya sangat luas dan memungkinkan untuk diimplementasikan ke dalam berbagai konteks kehidupan. Organisasi dapat meningkatkan efektivitas kinerjanya dengan memanfaatkan big data dan analytics yang ampuh. Kisah sukses tim nasional Jerman menjadi sebuah jawaban atas keraguan dari aplikasi dan adopsi penggunaan big data di dalam sebuah organisasi. 

Sebelumnya big data dan analytics disangsikan efektivitas penggunaannya oleh para manajer. Selain kisah sukses di atas, pemimpin organisasi perlu menyadari bahwa perubahan zaman telah meningkatkan relevansi big data pada ranah manajerial di dunia saat ini. Terdapat tiga perbedaan kunci dari zaman digital ini. 

Pertama, volume. Pada 2012, 2,5 exabytes (satu miliar gigabytes) data tercipta setiap hari. Angka tersebut terus bertumbuh secara eksponensial saat ini. Hal tersebut memungkinkan organisasi bekerja dengan banyak petabytes (satu juta gigabytes ) pada satu set data dan tidak hanya mengacu dengan data yang berasal dari internet. 

Kedua, kecepatan. Perusahaan berlomba-lomba menciptakan data sebanyak-banyaknya dengan waktu yang sesingkat-singkatnya untuk memenangkan persaingan. Perusahaan mengumpulkan data-data real-time guna merespons perubahan pasar lebih cepat dibanding kompetitornya. 

Ketiga, variasi data. Pada era digital dan merebak media sosial, variasi data meningkat secara signifikan. Dahulu organisasi hanya mengacu pada data internal, sekarang banyak organisasi mengacu pula pada data yang tercipta di media sosial dan internet yang variasinya sungguh beragam, mulai dari teks hingga video. 

Mengikuti Jejak Sukses Jerman dengan Big Data 

Dengan perubahan zaman yang demikian, pemimpin organisasi dapat memanfaatkan sepenuhnya aplikasi big data untuk meraih kinerja organisasi yang efektif seperti kisah sukses tim nasional Jerman. Banyak pihak masih bersikap skeptis atas penggunaan big data untuk meningkatkan kinerja perusahaan. 

Namun, data berbicara. Menurut studi yang dilakukan MIT, perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai data-driven company memiliki produktivitas yang lebih tinggi sebesar 5% dan lebih menguntungkan sebesar 6% dibanding mereka yang tidak. Secara filosofis, mengadopsi penggunaan big data adalah mengubah cara pengambilan keputusan di dalam organisasi. 

Sebelumnya keputusan diambil oleh pemimpin tertinggi dalam organisasi mengacu pada berbagai pengalaman yang telah mereka alami. Organisasi juga mungkin mengundang ahli yang berasal dari luar organisasi untuk menyusun rekomendasi atas permasalahan tertentu yang dihadapi organisasi. Banyak pemimpin organisasi mengacu pada intuisi dan

96

Page 97: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

pengalaman, namun tidak merujuk penuh pada data. 

Sebuah organisasi yang data-driven adalah organisasi yang selalu bertanya ”apa yang kita tahu” bukan ”apa yang kita pikirkan”. Pertanyaan tersebut membantu kita untuk mencoba meninggalkan insting dan mengambil keputusan berdasarkan data. Di sebuah era baru di mana data tersedia di mana-mana dan peningkatan dari segi volume, kecepatan, dan variasi data, pemimpin organisasi dapat memanfaatkannya sebaik-baiknya untuk pengambilan keputusan. 

Saat ini kita memang belum bisa menyimpulkan bahwa big data akan mentransformasi pengambilan keputusan. Namun, sebuah keniscayaan bahwa mengambil keputusan berdasarkan data akan menghasilkan keputusan yang lebih efektif.

ALBERTO HANANI

Founder dan Managing Partner BEDA Company

Menumbuhkan Kewirausahaan

97

Page 98: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Mudah untuk disebut, namun sulit untuk diimplementasikan. Itulah yang kita maksudkan bagaimana proses percepatan melahirkan wirausaha baru dalam konteks pembangunan. 

Sesuatu yang tidak dapat terbantahkan bahwa ada korelasi yang jelas antara jumlah wirausahawan dan skala kemajuan ekonomi. Semakin besar jumlah wirausahawan, semakin maju kemajuan ekonomi sebuah negara. Per definisi wirausaha memang suatu status pekerjaan di mana seseorang mampu berfungsi menghasilkan inovasi baru dalam memproduksi nilai tambah barang-barang dan jasa; termasuk memasarkannya. 

Dalam praktiknya, pembaruan inovasi dengan menanggung risiko yang bekal ditanggung. Dalam statistik tenaga kerja, data wirausahawan memang tidak mudah diperoleh. BPS mengklasifikasikan seseorang berdasarkan status pekerjaannya, dan dari informasi itu minimum kita bisa menemukan data jumlah wirausahawan. Status pekerjaan di luar sistem upah (bukan penerima upah) adalah mereka yang masuk dalam kelompok bagian dari wirausahawan. Bisa pekerja mandiri, pekerja keluarga tanpa dibayar, atau pengusaha dengan buruh tetap. Untuk status terakhir, wirausahawan bisa melahirkan berbagai jenis pekerjaan yang dia sendiri menyediakan upah untuk orang lain.

Telah dipatok bahwa Singapura dan Amerika Serikat memiliki proporsi wirausaha yang lebih tinggi dari status pekerjaan. Bisa jumlahnya pada kisaran 2,5% sampai 7,5% dari total angkatan kerja. Jumlah demikian tidaklah mudah dihasilkan, mengingat pada kondisi di Indonesia proporsi angkatan kerja yang masuk kategori berwirausaha masih jauh dari yang diinginkan. Wirausaha di Indonesia terutama berasal dari etnis China, Minang, Jawa, Sunda, Bugis, dan berbagai kelompok jenis pekerjaan. Bahkan, wirausahawan relatif mengikuti proses dan berkembangnya bisnis sesuai dengan jaringan bisnis semenjak tempo dulu. 

Telah banyak catatan menyatakan bahwa wirausaha di Indonesia, selain dari etnis Tionghoa, pada umumnya lahir dari etnis tertentu dengan bidang tertentu pula. Etnis Minang berwirausaha menjadi pedagang yang ulet. Etnis Batak banyak masuk dalam wirausaha jasa hukum dan transportasi. Demikian juga wirausaha yang berasal dari suku Bugis, Sunda, Jawa, dan sebagainya. 

Menumbuhkan Wirausaha 

Dapat dipahami bahwa semakin banyak wirausaha, semakin besar jumlah kesempatan kerja turunan yang bisa dihasilkan, mengingat untuk menjadi wirausaha adalah tidak dapat diajarkan di sekolah. Wirausaha dapat dihasilkan dari akumulasi dari pembiasaan seseorang untuk mampu mewujudkan sebuah pembaruan, dan kemudian pembaruan dapat diwujudkan dalam bentuk barang dan jasa yang dapat dinikmati oleh banyak orang. 

Belakangan wirausaha ekonomi berkembang seiring dengan perkembangan wirausaha sosial. Ketika wirausaha ekonomi dapat menumbuhkan orang-orang yang sanggup membuat sebuah pembaruan dalam struktur barang dan jasa, sementara wirausahawan sosial merupakan seseorang yang dapat mewujudkan barang publik lebih optimal. 

98

Page 99: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

Pentingnya menumbuhkan kewirausahaan telah dibuktikan secara empiris oleh Ryan Decker, John Haltiwanger, Ron Jarmin, dan Javier Miranda (2014) yang berjudul: ”The Role of Entrepreneurship in US Job Creation and Economic Dinamism”, yang diterbitkan di dalam Jurnal of Economic Perspectives Vo. 28 Issue 3, Summer, 2014. 

Dalam tulisannya, Decker dkk menemukan bahwa melambatnya pertumbuhan lapangan kerja Amerika Serikat hingga tahun 2000 diperlihatkan oleh kurangnya lahir bisnis baru. Dan, pelambatan bisnis baru sebagian juga disebabkan terbatasnya pembiayaan pada bisnis-bisnis baru, ”start up business”. Menumbuhkan bisnis baru adalah salah satu kata kunci penting dalam sebuah perekonomian. 

Namun, menumbuhkan sebuah bisnis menemukan banyak kendala jika ditinjau dari sisi pembiayaan. Katakan jika kita tujukan bagaimana bisnis pemula keadaannya. Misalnya seseorang ingin berusaha secara mandiri, dengan pengalaman minimum, serta tanpa modal yang tersedia. Kelompok ini cukup mendominasi khususnya para pencari kerja baru. 

Ketika mereka ingin berusaha, para pemilik modal, misalnya dunia perbankan, biasanya selalu memegang unsur, apakah pernah berpengalaman, apakah punya jaminan dan sebagainya dalam memberikan kredit. Katakan banyak kampanye yang memperlihatkan ”komitmen perbankan” dalam menyediakan kredit, semisal kredit usaha rakyat (KUR), kredit usaha tani (KUT). Kita yakin bahwa marketing kredit demikian hanya ditujukan kepada mereka yang sudah mapan usaha mandirinya. 

Penyediaan kredit demikian pada umumnya tidak akan banyak membiayai usaha-usaha bisnis baru ”start up business ” yang diusulkan oleh mereka yang membutuhkan kredit. Sebagai akibat sebenarnya mereka yang ingin berwirausaha baru ini menghadapi banyak kendala. Selain kendala keterampilan, kendala pembiayaan dan karakter juga sangat memegang peranan penting. 

Ketiga aspek itu yang ditemukan kenapa wirausahawan misalnya dari Minang mampu tampil karena ketiga aspek itu dapat diatasi oleh mereka yang sukses di kemudian hari (Elfindri, Wiko Saputra, dan Desri Ayunda 2008, Minang Entrepreunership, Baduose Media). Oleh karena itu, tantangan terbesar kabinet perekonomian ke depan adalah bagaimana melahirkan wirausahawan baru. 

Fokus pada tiga hal; pengembangan keterampilan, akses modal, dan membangun karakter diperkirakan akan dapat bermanfaat untuk mempercepat tumbuhnya bisnis-bisnis baru oleh wirausahawan muda. 

Dengan kata lain dapat diyakini bahwa sebuah perekonomian akan baik di kemudian hari ketika para warganya dapat didorong untuk selalu mampu melalui penahapan awal, sampai penahapan pematangan dalam melakukan usaha-usaha yang sifatnya spesifik, unik, dan dapat tampil mengambil posisi sebagai wirausaha kuat di kemudian hari.

99

Page 100: (Sindonews.com) Opini ekonomi Koran SINDO 1 Juli 2014-13 Agustus 2014

ELFINDRI

Profesor Ekonomi SDM dan Koordinator Program S-3 Ilmu Ekonomi Unand

100