SIMULASI MESOSCALE CONVECTIVE SYSTEM...

11
SIMULASI MESOSCALE CONVECTIVE SYSTEM MENGGUNAKAN MODEL WRF-ARW DI MAKASSAR (Studi Kasus Tanggal 6 & 8 Desember 2014) Ramadhan Nurpambudi 1 , Heri Ismanto 2 12 Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta Email : [email protected] Abstrak Mesoscale Convective System (MCS) banyak aktif Di Benua Maritim seperti Asia Tenggara khususnya Indonesia. Fenomena ini mampu menghasilkan area awan Cumulonimbus yang luas (ratusan hingga ribuan km) dengan masa hidup yang lebih panjang (lebih dari tiga jam). Identifikasi dan pelacakan MCS dengan menggunakan Radar cuaca dilakukan dengan melihat parameter yaitu, daerah mininum minimal (luasan) 1250km², untuk reflektivitas threshold >20 DBZ, setidaknya memiliki masa hidup 1 jam. Model WRF masih belum mampu merepresentasikan kondisi Mesoscale Convective System dengan baik. Dari analisis dinamika MCS yang terjadi di Makassar menggunakan model WRF diketahui proses terjadinya MCS sangat dipengaruhi dengan besarnya nilai CAPE yang terjadi sekitar Laut Jawa, proses terjadinya MCS diperlukan sebuah kolam dingin (cold pool) yang luas dan juga aktif dalam waktu yang lama, serta pola angin seringkali terjadi downdraft pada lapisan bawah dan juga pada beberapa lokasi terdapat arus siklonik pada lapisan ±500mb. Kata Kunci : MCS, Radar,WRF ARW Abstract Mesoscale Convective Syste (MCS) is widely active in maritime continent such as Southeast Asia, especially Indonesia.This phenomenon capable of producing Cumulonimbus clouds with large area (hundreds to thousands km) and a longer life span (over three hours).MCS identification and tracking using weather radar that is done by looking at the parameters, mininum area (area) 1250km², for reflectivity threshold> 20 DBZ, have a lifetime of at least 1 hour. WRF models are still not able to represent the condition of Mesoscale Convective System for well. From the analysis of the dynamics of MCS that occurred in Makassar using WRF models known to the MCS process is strongly influenced by the value of CAPE is happening around the Java Sea, the occurrence of MCS required a wide pool (cold pool) and is also active in a long time, and the pattern downdraft winds often occur in the substratum and also at several locations there are cyclonic flow in the lining of ± 500mb. Keywords : MCS, Radar, WRF ARW 1. PENDAHULUAN Fenomena MCS menghasilkan area awan Cumulonimbus luas (ratusan hingga ribuan km) dengan masa hidup yang lebih panjang (lebih dari tiga jam) (Laing, 2003:Houze, 2004). Di Benua Maritim seperti Asia Tenggara kondisi pembentukan MCS dipengaruhi oleh menyebarnya massa udara dingin dari dataran Siberia selama musim dingin. Identifikasi dan pelacakan MCS dengan menggunakan Radar cuaca dilakukan dengan melihat parameter yaitu, daerah mininum minimal (luasan) 1250km², untuk reflektivitas threshold> 20 DBZ, setidaknya masa hidupnya 1 jam (Gomes,

Transcript of SIMULASI MESOSCALE CONVECTIVE SYSTEM...

Page 1: SIMULASI MESOSCALE CONVECTIVE SYSTEM …eoffice.bmkg.go.id/Dokumen/Artikel/Artikel_20160629094236_dr8rl8... · Dengan resolusi data spasial awal 10 x 10 dan resolusi temporal awal

SIMULASI MESOSCALE CONVECTIVE SYSTEM MENGGUNAKAN

MODEL WRF-ARW DI MAKASSAR

(Studi Kasus Tanggal 6 & 8 Desember 2014)

Ramadhan Nurpambudi

1, Heri Ismanto

2

12Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta

Email : [email protected]

Abstrak

Mesoscale Convective System (MCS) banyak aktif Di Benua Maritim seperti Asia

Tenggara khususnya Indonesia. Fenomena ini mampu menghasilkan area awan

Cumulonimbus yang luas (ratusan hingga ribuan km) dengan masa hidup yang lebih

panjang (lebih dari tiga jam). Identifikasi dan pelacakan MCS dengan menggunakan Radar

cuaca dilakukan dengan melihat parameter yaitu, daerah mininum minimal (luasan)

1250km², untuk reflektivitas threshold >20 DBZ, setidaknya memiliki masa hidup 1 jam.

Model WRF masih belum mampu merepresentasikan kondisi Mesoscale

Convective System dengan baik. Dari analisis dinamika MCS yang terjadi di Makassar

menggunakan model WRF diketahui proses terjadinya MCS sangat dipengaruhi dengan

besarnya nilai CAPE yang terjadi sekitar Laut Jawa, proses terjadinya MCS diperlukan

sebuah kolam dingin (cold pool) yang luas dan juga aktif dalam waktu yang lama, serta

pola angin seringkali terjadi downdraft pada lapisan bawah dan juga pada beberapa lokasi

terdapat arus siklonik pada lapisan ±500mb.

Kata Kunci : MCS, Radar,WRF – ARW

Abstract

Mesoscale Convective Syste (MCS) is widely active in maritime continent such as

Southeast Asia, especially Indonesia.This phenomenon capable of producing

Cumulonimbus clouds with large area (hundreds to thousands km) and a longer life span

(over three hours).MCS identification and tracking using weather radar that is done by

looking at the parameters, mininum area (area) 1250km², for reflectivity threshold> 20

DBZ, have a lifetime of at least 1 hour.

WRF models are still not able to represent the condition of Mesoscale Convective

System for well. From the analysis of the dynamics of MCS that occurred in Makassar

using WRF models known to the MCS process is strongly influenced by the value of CAPE

is happening around the Java Sea, the occurrence of MCS required a wide pool (cold pool)

and is also active in a long time, and the pattern downdraft winds often occur in the

substratum and also at several locations there are cyclonic flow in the lining of ± 500mb.

Keywords : MCS, Radar, WRF – ARW

1. PENDAHULUAN Fenomena MCS menghasilkan area awan

Cumulonimbus luas (ratusan hingga ribuan

km) dengan masa hidup yang lebih panjang

(lebih dari tiga jam) (Laing, 2003:Houze,

2004). Di Benua Maritim seperti Asia

Tenggara kondisi pembentukan MCS

dipengaruhi oleh menyebarnya massa udara

dingin dari dataran Siberia selama musim

dingin. Identifikasi dan pelacakan MCS

dengan menggunakan Radar cuaca dilakukan

dengan melihat parameter yaitu, daerah

mininum minimal (luasan) 1250km²,

untuk reflektivitas threshold> 20 DBZ,

setidaknya masa hidupnya 1 jam (Gomes,

Page 2: SIMULASI MESOSCALE CONVECTIVE SYSTEM …eoffice.bmkg.go.id/Dokumen/Artikel/Artikel_20160629094236_dr8rl8... · Dengan resolusi data spasial awal 10 x 10 dan resolusi temporal awal

2003). Jumlah total curah hujan bulanan pada

bulan Desember 2014 melebihi jumlah curah

hujan normal bulanannya. Untuk

mensimulasikan keadaan ini digunakan model

cuaca yaitu WRF-ARW.WRF (WRF-ARW)

merupakan model generasi lanjutan sistem

simulasi cuaca numerik skala meso yang

didesain untuk melayani simulasioperasional

dan kebutuhan penelitian atmosfer. Dalam

WRF untuk menghasilkan suatu output

terdapat proses parameterisasi yang harus

disesuaikan dengan kondisi dinamika lokasi

yang akan diteliti.

2. DATA DAN METODE

2.1 Data Lokasi penelitian terletak di Stasiun

Meteorologi Hasanuddin Makassar dengan

koordinat Stasiun 05° 03′ 30,88″ LS (S) / 119°

32′ 46,58″ BT (E). Lokasi Radar berada pada

koordinat 4° 59’ 51,48’’ S dan 119°

34’19,02’’ E, jarak Radar dengan Bandara

Hasanuddin sejauh ± 8km.

Data yang digunakan yaitu Data Input

Model WRF-ARW Sebagai syarat awal dan

syarat batas model digunakan data Final

Analysis (FNL) yang diperoleh dari NCEP-

NCAR. Dengan resolusi data spasial awal 10

x 10 dan resolusi temporal awal

6jam.Kemudian dilakukan downscalling

hingga mendapatkan resolusispasial akhir 3

km x 3 km dan resolusi temporal 1 jam.Data

Radar yang digunakan adalah produk CMAX.

Data produk Radar yang digunakan yaitu

tanggal 6 dan 8 Desember 2014, data yang

diambil sesuai dengan kejadian yang akan

diteliti perkembangan awan pada kedua hari

tersebut.Data hujan observasi yang didapatkan

dari AWOS Stamet Hasanuddin Makassar

bulan Desember 2014 serta data hujan dari

Stasiun Meteorologi di sekitar wilayah

Makassar.

2.2 Metode pengolahan Cara pengolahan data untuk

pengklasifikasian sistem awan adalah sebagai

berikut :

1. Analisis Indikasi Mesoscale Convective

System Menggunakan Produk Radar

(CMAX)

Gambar 1. Domain penelitian

a. Menghitung nilai DBZ dengan melihat

nilainya pada kolom indeks DBZ yang

tertera pada produk data Radar, nilai DBZ

>20.

b. Menghitung luasan permukaan awan

menggunakan rumus luas lingkaran, luasan

minimal 1.250 km².

Gambar 2. Rumus Lingkaran

Gambar 3. Rumus Lingkaran

Page 3: SIMULASI MESOSCALE CONVECTIVE SYSTEM …eoffice.bmkg.go.id/Dokumen/Artikel/Artikel_20160629094236_dr8rl8... · Dengan resolusi data spasial awal 10 x 10 dan resolusi temporal awal

Contoh perhitungan :

Dari gambar kira-kira jari-jarinya

(r) = 50km

Luas lingkaran = π r²

= 3.14 x (50 km)²

= 3.14 x 2.500 km²

= 7.850 km²

Perhitungan jika bentuk dari MCS elips

menggunakan rumus Luas Elips = 22/7 x A x

B. Dimana A = jari - jari minor (yang

pendek)B = jari - jari major (yang panjang).

Luasan minimal 1.250 km².

Contoh perhitungan :

Jari-jari pendek (A) = 35 km

Jari-jari panjang (B) = 50 km

Luas Elips = 22/7 x A x B x 1/2

= 22/7 x 35 km x 50 km x 1/2

= 2.747 km²

c. Mengitung lama waktu keberadaannya,

minimal 1 jam dengan syarat poin a dan b

terverifikasi.

Syarat karakteristik Mesoscale Convective

System mengacu pada penelitian yang telah

dilakukan (Gomes, 2003) mengenai

penentuan karakteristik Mesoscale Convective

System menggunakan Radar.

2. Simulasi Mesoscale Convective System

Menggunakan Weather Research And

Forecasting (WRF)

Output WRF-ARW yang digunakan untuk

simulasi MCS :

a. DBZ

b. CAPE

c. Cloud Fraction

3. Analisis Dinamika Mesoscale Convective

System (MCS) Analisis vertikal cross section, RH,

updraft, dan downdraft untuk melihat kondisi

dinamis serta berapa lama masa lama hidup

dari Mesoscale Convective Systems.

4. Tabel Korelasi Data AWOS dan Output

WRF-ARW Tabel 1. Korelasi Data AWOS dan WRF

Korelasi dilakukan untuk menunjukaan

bahwa parameterisasi cumulus BMJ

merupakan korelasi yang lebih baik

dibandingkan dengan parameterisasi yang

lainnya (GD dan KF). Unsur yang digunakan

sebagai bahan korelasi yaitu Kelembaban

(RH), Suhu Udara (T), Tekanan (P), dan Titik

Embun (Td).

Digambarkan dalam diagram alir berikut

(gambar 4) :

Gambar 4. Diagram alir

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 ANALISIS INDIKASI

MESOSCALE CONVECTIVE

SYSTEM MENGGUNAKAN

PRODUK RADAR (CMAX)

Analisis indikasi Mesoscale Convective

System dengan Radar mengacu pada

pembahasan yang telah dilakukan oleh

(Gomes, 2003).

3.1.1Menghitung Nilai DBZ Dengan

Melihat Nilainya Pada Kolom Indeks

DBZ Yang Tertera Pada Produk Data

Radar (Nilai DBZ >20)

Analisis nilai DBZ baik untuk tanggal 6

dan tanggal 8 Desember sepanjang hari

minimal nilainya ≥ 20 (Gambar ada di

lampiran). Untuk tahap DBZ calon klasifikasi

awan masih banyak yang memenuhi syarat.

Page 4: SIMULASI MESOSCALE CONVECTIVE SYSTEM …eoffice.bmkg.go.id/Dokumen/Artikel/Artikel_20160629094236_dr8rl8... · Dengan resolusi data spasial awal 10 x 10 dan resolusi temporal awal

Sehingga sesuai dengan penelitian dari

(Gomes, 2003) akan diseleksi lebih lanjut

dengan perhitungan luasan awan.

Gambar 5. DBZ 20 berwarna hijau muda semua

calon awan yang berwarna minimal hijau muda dapat

dilanjutkan ke tahap perhitungan luas.

Analisis DBZ pada tanggal 6 desember

2014, sesuai penelitian dari (Gomes, 2003)

nilai DBZ harus >20. Sepanjang hari nilai

DBZ menunjukkan nilai yang lebih besar dari

20. Terlihat pumpunan awan mulai

berkembang pesat pada jam 03.00 UTC dan

mulai berkurang pada jam 12.00 UTC. Dari

nilai DBZ sudah masuk ke dalam syarat MCS

selanjutnya dilakukan metode perhitungan

luas.

Analisis DBZ pada tanggal 8 desember

2014, sesuai penelitian dari (Gomes, 2003)

nilai DBZ harus >20. Sepanjang hari nilai

DBZ menunjukkan nilai yang lebih besar dari

20, meskipun ada beberapa saat yang nilai

DBZnya tidak lebih besar dari 20. Terlihat

pumpunan awan mulai berkembang pesat

pada jam 02.00 UTC berhubung data yang

tersedia mulai jam 02.00 UTC tidak dimulai

dari jam 00.00 UTC dan mulai berkurang

pada jam 09.00 UTC. Pada pukul 14.00 UTC

mulai kembali terlihat pumpunan awan yang

berkembang hingga pukul 23.00 UTC. Dari

nilai DBZ sudah masuk ke dalam syarat MCS

selanjutnya dilakukan metode perhitungan

luas.

3.1.2 Menghitung Luasan Permukaan

Awan (Luasan Minimal 1.250 km²)

Cara Perhitungan :

A (Garis Merah) dan B (Garis Hitam)

Luas = 3.14 x A x B x ½

Gambar 6. Contoh Proses Penghitungan Luasan

Menggunakan 2 Jari-Jari A dan B

Dengan asumsi 5cm = 100km (output

standar produk Radar tanpa diperbesar

ataupun diperkecil), digunakan rumus oval

pada setiap gambar untuk mendapatkan luas

lingkaran. Luas yang didapatkan tidak

sepenuhnya berbentuk oval namun mendekati

dengan memiliki nilai eror yang berbeda pada

setiap luasannya. Tabel 2.Klasifikasi Awan Dengan Produk

Radar 6 &8 Desember 2014

Page 5: SIMULASI MESOSCALE CONVECTIVE SYSTEM …eoffice.bmkg.go.id/Dokumen/Artikel/Artikel_20160629094236_dr8rl8... · Dengan resolusi data spasial awal 10 x 10 dan resolusi temporal awal

Dari klasifikasi awan diatas dapat dilihat

dari kedua hari didominasi oleh sistem awan

yang terkategori Mesoscale Convective

System. Pada tanggal 6 desember hanya jam

12.40 dan 22.20 UTC yang luasnya < 1.250

km², selebihnya memiliki luas >1.250

km².Pada tanggal 8 desember sedikit lebih

bervariasi dan juga lebih banyak sistem awan

yang terbentuk. Pada jam 06.30 UTC yang

merupakan fase punah dari sistem awan II

hanya memiliki luas 879 km². Pada jam 07.10

dan 07.30 UTC hanya memiliki luas 1.206

km² dan 691 km² kedua sistem ini merupakan

fase punah dari sistem awan I. Sebuah sistem

baru yang terbentuk (IA) hanya memiliki

luasan 754 km² pada jam 09.00 UTC. Fase

punah dari sistem IB memiliki luasan 716 km²

pada jam 10.10 UTC. Fase pembentukan

suatu sistem baru (IIIA) pada jam 13.30 UTC

memiliki luasan 502 km². Fase punah dari

sistem awan (VA) pada jam 23.50 memiliki

luasan 452 km². Selebihnya pada jam lainnya

seluruh sistem awan memiliki luasan > 1.250

km².

Penamaan cluster atau sistem awan diatas

yaitu I, IA, IB, IC, II, III, IIIA, IV, V, dan

VA. Penamaan yang terdapat penambahan

alpahabet dibelakang angka utama merupakan

cluster pecahan dari cluster yang utama,

seperti cluster IA merupakan pecahan dari

cluster I, cluster IB merupakan pecahan dari

cluster IA. Untuk cluster II merupakan sebuah

sistem baru yang tidak ada kaitannya dengan

cluster sebelumnya dan berlanjut sampai

cluster V.

3.1.3Mengitung Lama Waktu Keberadaannya

(Minimal 1 Jam Dengan Syarat Poin

4.1.1 dan 4.1.2 Terverifikasi)

Tabel 3. Masa Hidup Awan Dengan Produk

Radar 6 & 8 Desember 2014

Tabel 4. Masa Hidup Awan Dengan Produk Radar 8 Desember 2014

Dari pembahasan mengenai klasifikasi

Awan diatas dapat dilihat bahwa Awan yang

tergolong kategori MCS hampir terbentuk

sepanjang hari baik pada tanggal 6 maupun

pada 8.Masa hidup MCS masih mengacu pada

pembahasan sebelumnya (Gomes, 2003)

dimana MCS harus memiliki masa hidup

paling tidak 1 jam. Pada tanggal 6 desember

terdapat 5 sistem awan atau cluster dengan

masa hidup sistem awan pada cluster I selama

±12 jam, unutk cluster II hidup selama ±10

jam, untuk cluster IA hidup selama 2 jam,

untuk cluster IB dan IC hidup selama ±1 jam.

Sedangkan untuk tanggal 8 terdapat 8 sistem

atau cluster selama 1 hari tersebut dengan

rincian masa hidup cluster I hidup selama ±7

jam, untuk cluster IB ±1 jam, untuk cluster II

hidup selama ±4 jam, untuk cluster III hidup

selama ±1 jam, untuk cluster IIIA hidup

selama ±1 jam, untuk cluster IV hidup selama

±5 jam, untuk cluster V hidup selama ±3 jam,

untuk cluster VA hidup selama <1 jam. Sesuai

dengan karakteristik Awan yang telah

dilakukan oleh (Gomes,2003) kedua tanggal

diatas sudah dapat dikatakan sebagai

fenomena Mesoscale Convective System

karena memiliki masa hidup lebih dari 1 jam.

Page 6: SIMULASI MESOSCALE CONVECTIVE SYSTEM …eoffice.bmkg.go.id/Dokumen/Artikel/Artikel_20160629094236_dr8rl8... · Dengan resolusi data spasial awal 10 x 10 dan resolusi temporal awal

Tabel 5. Masa Hidup Awan Yang Termasuk

Kategori Mesoscale Convective System

3.2 ANALISIS CURAH HUJAN PERJAM

Grafik 1.Curah Hujan Perjam 6 & 8 Desember

2014

Analisis curah hujan perjam merupakan

dampak yang terjadi dari fenomena Mesoscale

Convective System.Curah hujan rata-rata

untuk bulan desember yaitu 582 mm. Jumlah

curah hujan pada bulan desember 2014

sebesar 772 mm. Disini terdapat perbedaan

yang cukup besar dari rata-rata bulanannya,

ada sesuatu yang mempengaruhi sehingga

curah hujan pada desember 2014 ini sangat

besar. Dari analisis sebelumnya diketahui

Mesoscale Convective System mempunyai

peranan yang besar yang menyebabkan hujan

pada bulan tersebut sangat melimpah.

Pada tanggal 6 desember hujan terjadi

selama ±16 jam dalam sehari dengan jumlah

terbesar pada jam 05.00 UTC (50.2 mm).

Pada tanggal 8 desember hujan terjadi selama

±7 jam dengan jumlah terbesar pada jam

03.00 UTC (38.5 mm).

3.3 SIMULASI MESOSCALE CONVECTIVE

SYSTEM MENGGUNAKAN WEATHER

RESEARCH AND FORCASTING (WRF)

Simulasi Mesoscale Convective System

dengan WRF-ARW menampilkan beberapa

output yang diharapkan mampu

mensimulasikan keberadaan Mesoscale

Convective System berupa

Gambar 7. DBZ 6 & 8 Desember 2014

Nilai DBZ untuk tanggal 6 Desember 2014

disekitar wilayah Makassar pada jam 03.00

UTC cukup baik dimana mampu menangkap

awan dengan nilai DBZ yang cukup tinggi

sampai 40 DBZ. Pada jam 06.00 UTC nilai

DBZ tidak cukup baik dimana nilainya rata-

rata menunjukkan angka minus (-). Untuk jam

09.00 UTC nilai DBZ cukup tinggi sampai 40

DBZ, jika dilihat dari bentuknya awan

memiliki 3 sistem (cluster).

Page 7: SIMULASI MESOSCALE CONVECTIVE SYSTEM …eoffice.bmkg.go.id/Dokumen/Artikel/Artikel_20160629094236_dr8rl8... · Dengan resolusi data spasial awal 10 x 10 dan resolusi temporal awal

Pada jam 12.00 UTC nilai DBZ yang

ditampilkan rata-rata memiliki nilai minus (-)

berkisar antara (-30) – (-14). Pada jam 15.00

UTC nilainya tidak jauh berbeda dengan

sebelumnya berkisar antara (-30) – (-14). Pada

jam 18.00 UTC nilai DBZ berkisar antara (-

10) – 25. Lalu pada jam 21.00 UTC nilai DBZ

pada 1 sistem awan memiliki nilai sampai 30

DBZ.

Nilai DBZ untuk tanggal 8 Desember 2014

disekitar wilayah Makassar pada jam 03.00

UTC cukup baik dimana mampu menangkap

awan dengan nilai DBZ yang cukup tinggi

sampai 25 DBZ dengan bidang yang cukup

luas. Pada jam 06.00 UTC nilai DBZ cukup

tinggi dimana nilainya menunjukkan 35 DBZ.

Untuk jam 09.00 UTC nilai DBZ semakin

tinggi hingga nilai 50 DBZ, jika dilihat dari

bentuknya awan memiliki 1 sistem (cluster)

yang cukup besar. Pada jam 12.00 UTC

terdapat 2 sistem awan yang memiliki nilai

DBZ sampai 30. Pada jam 15.00 UTC

semakin meningkat jumlah sistem awan

menjadi 4 dengan nilai DBZ meningkat

menjadi 35 pada pusatnya .

Pada jam 18.00 UTC nilai DBZ pada

pusat sistem awan mencapai 25 dimana

terdapat 3 sistem awan lainnya dengan

intensitas DBZ yang lebih kecil. Lalu pada

jam 21.00 UTC terdapat banyak sistem awan

yang muncul dengan nilai DBZ yang cukup

besar sampai 40 DBZ, sistem awan pada jam

21.00 UTC lebih dari 5 sistem awan baru

yang muncul.

3.4 ANALISIS DINAMIKA MESOSCLAE

CONVECTIVE SYSTEM (MCS)

Gambar 8. Acuan Analisis Cross Section

Berdasarkan 4 Garis Diatas (Pada Saat Puncak

Hujan) Tanggal 6 & 8 Desember 2014

Gambar 9. CAPE 6 Desember 2014 Jam 03.00 &

04.00 UTC

Letak koordinat kota Makassar yaitu

(119.052°, -5.071°), pada kondisi diatas

puncak hujan terjadi pada sekitar pukul 03.00

– 04.00 UTC. Dengan membedah awan

menjadi 4 garis diatas didapatkan 4 garis

dengan koordinat, A (118.6°-119.8°, -5.2°), B

(118.6°-119.8°, -4.7°), C (119.2°, -5.3° - -

4.5°), D (119.4°, -5.3° - -4.5°). Analisis

dilakukan garis per garis mulai jam 03.00 –

04.00 UTC. Untuk jam 03.00 UTC garis A

(118.6°-119.8°, -5.2°) nilai CAPE untuk

wilayah Makassar sendiri berkisar ±1500

J/Kg.

Page 8: SIMULASI MESOSCALE CONVECTIVE SYSTEM …eoffice.bmkg.go.id/Dokumen/Artikel/Artikel_20160629094236_dr8rl8... · Dengan resolusi data spasial awal 10 x 10 dan resolusi temporal awal

Lalu untuk jam 03.00 UTC garis B (118.6°-

119.8°, -4.7°), nilai CAPE berkisar ±1300

J/Kg, nilai CAPE yang cukup besar terdapat

di sebelah barat kota Makassar pada bujur

119.45° dengan nilai ±1700 J/Kg. Untuk jam

03.00 UTC dengan koordinat (119.2°, -5.3° - -

4.5°) garis C, nilai CAPE cukup besar (±1600

J/Kg). Nilai CAPE makin ke selatan nilainya

semakin besar mencapai >1700J/Kg. Untuk

garis terakhir D jam 03.00 UTC (119.4°, -5.3°

- -4.5°) nilai cape tidak jauh berbeda dengan

koordinat sebelumnya dengan nilai ±1600

J/Kg.

Untuk jam 04.00 UTC garis A (118.6°-

119.8°, -5.2°) nilai CAPE ±1400 J/Kg

nilainya membesar semakin ke barat

mencapai ±1600 J/Kg. Untuk garis B (118.6°-

119.8°, -4.7°) nilai CAPE ±1500 J/Kg

nilainya kembali semakin membesar semakin

ke barat mencapai >1700 J/Kg. Untuk jam

04.00 garis C (119.2°, -5.3° - -4.5°) nilainya

untuk wilayah Makassar cukup besar ±1600

J/Kg dan terdapat nilai CAPE yang cukup

besar juga di bagian utara tepatnya pada

lintang -4.6° dengan nilai >1700 J/Kg.

Terakhir untuk koordinat (119.4°, -5.3° - -

4.5°) jam 04.00 UTC garis D merupakan nilai

CAPE yang terbesar yaitu >1700 J/kg dengan

cakupan wilayah yang cukup luas hingga -

5.3°. Diindikasikan terjadi proses

konvektivitas atau pembentukan awan yang

cukup kuat pada saat ini, karena energi yang

tersedia cukup besar.

Gambar 10. RH Vertikal 6 Desember 2014

Analisis kelembaban secara vertikal

dimulai dari lapisan surface hingga lapisan

100mb serta dari bujur 119° hingga 119.052°.

Analisis dilakukan pertiga jam mulai jam

00.00 UTC hingga pukul 21.00 UTC. Tanggal

6 desember pada jam 00.00 UTC kelembaban

cukup tinggi mulai lapisan 900mb (70%) –

400mb (80%), mulai lapisan 700mb – 500mb

kelembaban sangat tinggi >90% disepanjang

titik observasi. Pada jam 03.00 UTCnilai

kelembaban jauh lebih besar dari pada 3 jam

sebelumnya, pada jam ini mulai lapisan

permukaan nilai kelembaban sudah berkisar

80% - 90%. Kelembaban yang sangat lembab

terjadi pada lapisan 700mb – 500mb dengan

nilai kelembaban >90%. Pada jam 06.00 UTC

kondisi atmosfer semakin lembab mulai dari

permukaan hingga ke lapisan 500mb. Pada

lokasi 119.4° - 119.55° kelelmbaban bernilai

>90% mulai dari permukaan sampai hampir

mendekati lapisan 500mb, pada lokasi ini

sangat mendukung untuk pembentukan awan

konvektif yang bisa menjulang tinggi. Pada

jam 09.00 UTC konsentrasi kelembaban mulai

menurun pada lapisan diatas 800mb, tetapi

mulai lapisan permukaan sampai ke lapisan

900mb kelembaban masih sangat lembab

(>90%), dengan kondisi seperti ini masih

sangat mendukung untuk proses pembentukan

awan. Pada jam 12.00 UTC wilayah 119.25° -

119.55° sangat lembab hingga ke lapisa

900mb, lapisan 800mb – 700mb memiliki

nilai yang cukup rendah sekitar 60%. Jika ada

potensi pertumbuhan awan pada jam ini, awan

yang terbentuk tidak cukup tinggi. Pada jam

15.00 UTC konsentrasi kelembaban kembali

meningkat, dapat dilihat mulai lapisan

permukaan sampai lapisan 850mb memiliki

nilai yang sangat lembab (>90%).Area dingin

yang luas seperti ini merupakan aspek inti dari

pembentukan Mesoscale Convective System.

Pada jam 18.00 UTC jauh lebih lembab

lagi terbukti mulai dari lapisan permukaan

hingga lapisan 350mb. Nilai kelembaban rata-

rata diatas 80%.Kelembaban yang seperti ini

dapat membuat masa hidup dari Mesoscale

Convective System menjadi panjang karena

akan terus menerus mendapat suplai massa

udara yang lembab menyebabkan udara panas

disekitar sistem akan terus naik ke dalam

sistem. Terakhir pada jam 21.00 UTC kolam

dingin pada lapisan bawah masih tetap ada

hingga lapisan 900mb.

Page 9: SIMULASI MESOSCALE CONVECTIVE SYSTEM …eoffice.bmkg.go.id/Dokumen/Artikel/Artikel_20160629094236_dr8rl8... · Dengan resolusi data spasial awal 10 x 10 dan resolusi temporal awal

Pada lokasi 119.25° - 119.55° kelembaban

masih tinggi hingga lapisan atas (>80%).

Sistem Mesoscale Convective System masih

dapat hidup dengan waktu yang lama jika

dilihat kolam dingin (cold pool) masih

terbentuk pada jam ini.

Gambar 11. Pola Kecepatan Angin Vertikal 6

Desember 2014 (Pada Saat Puncak Hujan) Jam

03.00 – 04.00 UTC

Analisis pola angin secara vertikal untuk

tanggal 6 desember pada jam 00.00 UTC,

pada lapisan bawah (permukaan – 700mb)

angin bergerak secara baratan dengan

kecepatan berkisar 6 – 11 kt. Lalu pada

lapisan 600mb – 500mb terjadi konvergensi

antara angin lapisan bawah dan angin lapisan

atas, kondisi ini dapat menyebabkan

pertumbuhan awan pada lapisan steering level

tersebut. Pada jam 03.00 UTC angin pada

lapisan bawah masih tetap bergerak secara

baratan dan pada lapisan atas bergerak secara

timuran, konvergensi masih ada pada lapisan

500mb namun tidak sepadat waktu

sebelumnya.

Pada jam 06.00 UTC angin masih tetap

seperti sebelumnya untuk lapisan atas dan

bawah. Pada lapisan 600mb dan 300mb-

400mb terjadi perenggangan pola angin yang

cukup luas dimana pada lapisan 500mb

(steering level) angin tersebut kembali

berkumpul (konvergensi). Pada jam 09.00

UTC pola angin masih sama dengan

sebelumnya baratan pada lapisan bawah

timuran pada lapisan atas serta konvergensi

pada lapisan steering levelnya. Pada jam

12.00 UTC angin masih belum berubah

polanya pada lapisan bawah dan juga atas,

namun disini yang berubah adalah jika

sebelumnya pada lapisan 500mb tempat angin

berkumpul bergerak secara timuran untuk jam

ini angin bergerak secara baratan mengikuti

lapisan bawah. Pada jam 15.00 UTC

kecepatan angin pada lapisan bawah semakin

cepat dan semakin rapat, lalu pada steering

level angin kembali bergerak secara timuran

mengikuti pola angina lapisan atas. Pada jam

18.00 UTC tidak banyak perubahan dari jam

sebelumnya pola angin masih mengikuti pola

dari waktu sebelumnya. Terkahir pada jam

21.00 UTC angin pada lapisan bawah semakin

bertambah cepat (>11.7 kt), lalu kali ini

lapisan divergensi bergerak ke atas yaitu pada

lapisan 400mb dan bergerak secara baratan.

Dari hasil analisis dinamika Mesoscale

Convective System pada saat puncak curah

hujan sering terjadi arus downdraft, lalu

terdapat arus siklonik pada beberapa

koordinat yang mengindikasikan adanya

pusaran atau dalam sistem awan disebut

cyclogenesis.Dampaknya terhadap curah

hujan dapat dilihat pada tanggal 6 desember

sendiri curah hujan mencapai 50mm (jam

05.00 UTC).

Untuk tanggal 8 mencapai ±37mm (jam

03.00 UTC). Hujan cenderung terjadi mulai

pagi hingga siang hari, pada kondisi ini

konvektifitas kurang bisa memainkan

perannya sehingga indikasinya yang

menyebabkan hujan lebat pada pagi hingga

siang hari ini adalah proses adveksi. Yaitu

proses masuknya massa udara dari sekitar

Laut Jawa ataupun di sekitar Selat Makassar

yang memiliki energi potensial (CAPE) yang

besar sehingga menunjang proses

pembentukan awan disana, setelah itu awan

tersebut bergerak menuju ke daerah Makassar

dan mengalami fase matang disekitarnya dan

terjadi proses hujan pada saat tersebut.

Page 10: SIMULASI MESOSCALE CONVECTIVE SYSTEM …eoffice.bmkg.go.id/Dokumen/Artikel/Artikel_20160629094236_dr8rl8... · Dengan resolusi data spasial awal 10 x 10 dan resolusi temporal awal

Proses ini terus berulang hingga malam hari

dengan kelembaban yang sangat mendukung,

kelembaban pada saat kejadian sering kali

membentuk suatu kolam dingin (cold pool)

yang merupakan syarat agar Mesoscale

Convective System dapat hidup dalam waktu

yang lama.

4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil pembahasan

tentang Mesoscale Convective System pada

tanggal 6 & 8 Desember 2014 adalah sebagai

berikut :

1. Sistem Mesoscale Convective System benar

terjadi pada saat kejadian hujan lebat pada

tanggal 6 dan 8 Desember 2014 di

Makassar. Keberadaan Mesoscale

Convective System dihitung dengan

melakukan perhitungan serta analisis

menggunakan data Radar. MCS yang

terjadi di Makassar memiliki masa hidup

yang paling lama ±12 jam dengan luasan

yang paling luas 67.824 km².

2. Model WRF masih belum mampu

merepresentasikan kondisi Sistem

Mesoscale Convective System dengan baik,

WRF belum mampu menunjukkan luasan

yang identik dengan MCS dan juga nilai

DBZ yang dihasilkan masih belum sesuai.

Untuk CAPE nilainya cukup baik, WRF

mampu memberikan nilai yang cukup

besar pada beberapa jam kejadian.

3. Dari analisis dinamika Sistem Mesoscale

Convective System yang terjadi di

Makassar didapatkan :

a. Proses terjadinya MCS Sangat

dipengaruhi dengan besarnya nilai

CAPE yang terjadi sekitar Laut Jawa,

kondisi ini sangat membantu proses

pembentukan awan yang bergerak

secara adveksi ke wilayah Makassar

dan sekitarnya.

b. Proses terjaidnya MCS diperlukan

sebuh kolam dingin (cold pool) yang

luas dan juga aktif dalam waktu yang

lama, karena Mesoscale Convective

System sangat bergantung pada kolam

dingin ini agar dapat hidup

membentuk system yang baru secara

berulang.

c. Pola angin seringkali terjadi downdraft

pada lapisan bawah dan juga pada

beberapa lokasi terdapat arus siklonik

pada lapisan ±500mb. Arus siklonik

pada lapisan steering level ini disebut

cyclogenesis atau pusaran yang terdapat

di dalam sebuah MCS.

4.2 Saran

Untuk penelitian selanjutnya, lebih

banyak menggunakan sampel data penelitian

agar hasil yang didapat bisa lebih bervariatif

dan lebih maksimal. Proses maintenance

Radar agar lebih diperhatikan supaya data

tidak banyak kosong dan terkahir

menggunakan WRF dengan resolusi yang

lebih tinggi agar pola dari pergerakan awan

bisa lebih detail dan lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA Ahrens, C. D. (2001): Cloud Development

and Precipitation. Essentials of

Meteorology – An Invitation to the

Atmosphere, 504 pp.

Gomes, Ana Maria, Gerhard Held,

Marcelo Moreira Medeiros and

Jonas Teixeira Nery (2003) : The

Use Of A Radar Network To

Determine The Characteristics Of

Mesoscale Convective Systems In

The State Of São Paulo. Houze, R. A. Jr. (1993) :Cloud Dinamics.,

Academic, San Diego, Calif., 573 pp.

Houze, R. A. Jr. (2004) : Mesoscale

Convective System, Review of

Geophisics, American Geophisical

Union, 43 pp.

Houze, R. A., Jr., (2010) : Clouds in tropical

cyclones. Mon. Wea. Rev., 138, 293–

344.

Ismanto, Heri (2011) : Karakteristik

Kompleks Konvektif Skala Meso Di

Benua Maritim. Institut Teknologi

Bandung. Bandung

Laing, A. G. (2003) :Mesoscale Convective

System. Ensyclopedia Of Atmospheric

Science. Elseiver Science Ltd., 1251 -

1261.

Maddox, R. A. (1980) : Mesoscale

Convective Complexes, Bull. Amer.

Meteor. Soc., 61, 1374 - 1387.

Page 11: SIMULASI MESOSCALE CONVECTIVE SYSTEM …eoffice.bmkg.go.id/Dokumen/Artikel/Artikel_20160629094236_dr8rl8... · Dengan resolusi data spasial awal 10 x 10 dan resolusi temporal awal

Orlanski, I. (1975). "A rational subdivision of

scales for atmospheric

processes". Bulletin of the American

Meteorological Society 56 (5): 527–

530.

Yarcana, Agus. 2013. Sensitivitas

Parameterisasi Kumulus Model WRF-

ARW Dalam Prediksi Awan Pada

Fenomena Messoscale Convective

System (Studi Kasus Di Wasior

Tanggal 3-4 Oktober 2010), Universitas

Nasional, Jakarta.

Zakir, A., Sulistya, W., dan Khotimah, M. K.

2010. Perspektif Operasional Cuaca

Tropis. Badan Meteorologi Klimatologi

dan Geofisika, Jakarta.