SimposiumNasionalSainsGeoinformasi_Toponim Pengelolaan Wilayah AjiPutraPerdana

download SimposiumNasionalSainsGeoinformasi_Toponim Pengelolaan Wilayah AjiPutraPerdana

of 11

description

Dipresentasikan oleh Aji Putra Perdana dalam Sains Geoinformasi tanggal 27-28 Oktober 2011 di Gedung Pascasarjana UGM

Transcript of SimposiumNasionalSainsGeoinformasi_Toponim Pengelolaan Wilayah AjiPutraPerdana

Pentingnya Toponimi dalam Pengelolaan Wilayah dan Manajemen Bencana di IndonesiaAji Putra Perdana1 *, Widodo Edi Santoso 2, Sukendra Martha2Staf Pusat Pemetaan Dasar Rupabumi-BAKOSURTANAL 2 Peneliti-BAKOSURTANAL Abstrak "Apalah artinya sebuah nama?, kurang lebih demikian yang kadang kita dengar. Seolah-olah nama itu tidak penting atau tidak mempunyai arti apa-apa. Akan tetapi kenyataan yang terjadi di permukaan bumi ini, hampir semua memiliki nama bahkan yang belum memiliki nama pun juga dicarikan nama yang tepat untuknya. Nama geografi atau toponimi lebih dikenal sebagai salah satu unsur dalam sebuah peta. Toponim adalah nama tempat di muka bumi, sedangkan toponimi dapat berarti ilmu tentang nama geografi dan dapat pula merupakan totalitas dari toponim dalam suatu wilayah. Obyek alami di permukaan bumi (seperti sungai, gunung, bukit, lembah, tanjung, selat, pulau) hingga wilayah adminisrasi memiliki nama sebagai cara untuk identifikasi lingkungan dan menjadi acuan dalam komunikasi untuk pengelolaan wilayah. Di sisi lain, kejadian bencana di Indonesia dalam kurun waktu belakangan ini seperti banjir, gempa bumi, letusan gunungapi mempunyai dampak yang cukup signifikan. Nama geografi menjadi bagian penting dalam informasi geografis suatu daerah terkait pengelolaan wilayah dan manajemen bencana, sehingga pembakuan nama dilanjutkan dengan penyusunan basisdata nama geografi merupakan pencapaian yang diharapkan dapat terwujud kelak. Tulisan ini merupakan kajian mengenai toponimi atau nama geografi yang disadari ataupun tidak menjadi bagian penting dalam pengelolaan wilayah dan manajemen bencana di Indonesia.

Kata kunci: Toponimi, Gasetir, Pengelolaan Wilayah, Manajemen Bencana

* Corresponding author.

Pendahuluan"Apalah artinya sebuah nama?, kurang lebih demikian yang kadang kita dengar. Seolah-olah nama itu tidak penting atau tidak mempunyai arti apa-apa. Akan tetapi kenyataan yang terjadi di permukaan bumi ini, hampir semua memiliki nama bahkan yang belum memiliki nama pun juga dicarikan nama yang tepat untuknya. Nama geografi atau toponimi lebih dikenal sebagai salah satu unsur dalam sebuah peta. Toponim adalah nama tempat di muka bumi, sedangkan toponimi dapat berarti ilmu tentang nama geografi dan dapat pula merupakan totalitas dari toponim dalam suatu wilayah (Santoso, 2006). Secara geografis wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kaya akan unsur alami dengan keunikan nama gunung, bukit, sungai, anak-sungai, teluk, selat, pulau, laut, danau. Perkembangan wilayah sejalan dengan kegiatan manusia melahirkan unsur buatan manusia yakni adanya jalan raya, jalan tol, bandara, pelabuhan, bendungan, kawasan pemukiman, kawasan administrasi (provinsi, kabupaten, kecamatan, kota, desa, kawasan cagar alam, kawasan konservasi, taman nasional). Di lain pihak, secara geografis pula Indonesia berada pada kawasan rawan bencana sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana. Tren kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana tsunami di Aceh dan Nias tahun 2004 yang merupakan kejadian tsunami paling besar sepanjang masa dan menewaskan ratusan ribu orang nda menimbukan krusakan lingkungan. Tahun 2005 terjadi kebakaran hutan dan lahan yang meluas di Pulau Sumatra dan Kalimantan hingga terasa dampaknya ke negara-negara tetangga. Tahun 2006 terjadi bencana tanah longsor di berbagai tempat di Indonesia, yang paling parah di Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah dan di tahun yang sama, bencana gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah yang menimbulkan korban jiwa cukup besar. Tahun 2007 terjadi bencana banjir di berbagai tempat di Indonesia dan banjir 5 tahunan di Jakarta. Tahun 2008 Bencana meletusnya Gunungapi Merapi di Jawa Tengah. Tahun 2009 gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat. Tahun 2010 terjadi banjir bandang di Wasior, gempa bumi dan tsunami di Mentawai dan letusan Gunungapi Merapi di Jawa Tengah dan Yogyakarta yang menyebabkan hamper 400 orang meninggal (BNPB, 2009, Kardono dkk, 2009, Anonim, 2011). Manajemen bencana, pengelolaan wilayah dan penataan ruang merupakan satu rangkaian yang berhubungan sebagaimana diamanatkan dalam dalam UU No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta UU No.24 Tahun 2007 mengenai Penanggulangan Bencana. Pengelolaan wilayah perlu memperhatikan bencana (UU No.26 Tahun 2007, Pasal 6) dan penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana tetap melaksanakan dan menegakkan tata ruang (UU No.24 Tahun 2007, Pasal 35). Kejadian bencana di Indonesia dalam kurun waktu belakangan ini seperti banjir, gempa bumi, letusan gunungapi, tsunami, tanah longsor dan puting beliung mempunyai dampak yang cukup signifikan. Kerugian secara fisik, psikis hingga membawa perubahan pada ekosistem.

Keunikan nama-nama obyek alami dan buatan tersebut sebagai cara manusia dalam mengidentifikasi lingkungan dan menjadikannya penting sebagai acuan dalam berkomunikasi untuk pengelolaan wilayah berbasis kebencanaan. Nama-nama geografi sebagai pintu akses langsung dan intuitif terhadap informasi lainnya yang berguna bagi pengambilan kebijakan pengelolaan wilayah dan bencana. Nama menjadi bagian penting dalam informasi geografis suatu daerah terkait pengelolaan wilayah dan manajemen bencana, sehingga pembakuan nama dilanjutkan dengan penyusunan basisdata nama geografi merupakan pencapaian yang diharapkan dapat terwujud kelak. Kondisi yang sekarang terjadi ialah butuh usaha dan waktu yang lebih, misalnya: di dalam mencari tahu dimana dapat menemukan daftar desa, siapa yang memiliki hingga batas administasi, bisakah Anda mengirimi saya daftar desa yang terkena dampak, atau ketiadaan metada, usia data, dan sebagainya (Box, 2011). Berdasarkan permasalahan tersebut di atas maka toponimi yang baku untuk unsur alami dan buatan dan pembangunan gasetir nasional sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia. Hal ini menjadi tugas bagi Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi untuk dicapainya tujuan tersebut dan selaras dengan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi disebutkan bahwa salah satu tujuan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi adalah mewujudkan adanya gasetir nasional sehingga ada kesamaan pengertian mengenai nama rupabumi di Indonesia. Struktur organisasi tim tersebut menurut Peraturan Presiden No.112/2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi, Menteri Dalam Negeri sebagai Ketua dan anggota-anggotanya adalah Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, Menteri Kelautan dan Perikanan, dan Menteri Pendidikan Nasional. Kemudian Kepala Bakosurtanal sebagai Sekretaris I dan Dirjen Pemerintahan Umum sebagai Sekretatis II dan dalam pelaksanaannya dibantu oleh Tim Pelaksana dan Sekretariat. Pelaksanaan pembakuan nama rupabumi secara nasional dilakukan melalui dibentuknya Panitia Pembakuan Nama Rupabumi Provinsi, dan Kabupaten/Kota, yang ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota sebagai upaya memantapkan peran daerah dalam kegiatan pembakuan nama rupabumi. Nama rupabumi sebagai bagian dari informasi geospasial dasar seperti yang tertuang dalam Undang-undang No. 4 Tahun 2011 mengenai Informasi Geospasial (UU IG) menjadikan toponimi sebagai bagian yang kokoh dan perlu diperhatikan terkait informasi geospasial sebagai bagian pula dalam pengelolaan wilayah dan manajemen bencana. Tulisan ini merupakan kajian mengenai toponimi atau nama geografi yang disadari ataupun tidak menjadi bagian penting dalam pengelolaan wilayah dan manajemen bencana di Indonesia.

Studi AreaWilayah kajian ialah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk melihat secara nasional pemanfaatan nama rupabumi dalam pengelolaan wilayah dan manajemen bencana. Indonesia adalah negara di Asia Tenggara dan merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua lautan (Lautan Hindia dan Lautan Pasifik). Indonesia terletak di garis khatulistiwa dan berada pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Indo-Australia,Eurasia dan Pasifik. Pergerakan terus menerus dari pergerakan lempeng dunia menyebabkan Indonesia rawan terhadap bencana.

Gambar 1. Lokasi Kajian (Sumber: Peta NKRI, Bakosurtanal 2011)

Data dan MetodeMetodologi dalam kajian ini menitikberatkan pada studi literature, inventarisasi dan analisa atas pengelolaan wilayah dan kejadian bencana untuk melihat dan menunjukkan adanya kebutuhan akan nama rupabumi sebagai titik akses untuk informasi terkait lainnya. Sebuah analisa pemanfaatan toponimi dan pembangunan gasetir disajikan dengan mengambil lokasi Gunung Semeru. Proses meliputi studi literatur, pengumpulan peta dan data spasial lokasi/tempat serta data rawan bencana, kependudukan, dan lain-lain yang relevan. Survei lapangan dilakukan untuk melihat kondisi dan akses ke lokasi, verifikasi toponimi dan observasi lokasi-lokasi strategis disimpan dalam koordinat geografis. Analisa spasial juga dilakukan untuk analisis lokasi dan melengkapi data spasial, dan pembuatan model gasetir.

Hasil dan pembahasanWilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan data wilayah administrasi pemerintahan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2008, Indonesia terbagi ke dalam wilayah administrasi Provinsi sejumlah 33 Provinsi, 370 Kabupaten, 95 Kota, 6.093 Kecamatan, 7.878 Kelurahan dan 65.189 Desa. Jumlah tersebut telah berubah untuk tingkat Kabupaten hingga di bawahnya, sebagai contoh; Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Permendagri No.6/2008) berubah nama menjadi Provinsi Aceh (hasil validasi nama rupabumi wilayah adminitrasi di Provinsi Aceh pada bulan Juni tahun 2011 yang dilakukan oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi). Kemudian terjadi pemekaran di tingkat Kabupaten, contoh kasus di Provinsi Kalimantan Barat yakni lepasnya Kubu Raya yang sebelumnya berada di Kabupaten Pontianak kini telah menjadi Kabupaten tersendiri (Perdana, 2011). Pemekaran juga tidak berhenti pada level Kabupaten, di tingkat Kecamatan di sebagian besar Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Misalnya Kabupaten Cirebon dari data awal sebelum verifikasi tercatat 22 Kecamatan, akan tetapi setelah kegiatan verifikasi nama rupabumi wilayah administrasi dapat diketahui bahwa Kabupaten Cirebon sekarang telah terbagi menjadi hampir dua kali lipatnya yakni 40 Kecamatan (Mayasari, dkk., 2011). Hal yang perlu menjadi perhatian ialah pemekaran wilayah bukan sekedar jumlahnya yang bertambah atau berkurang tetapi juga berimplikasi pada pengelolaan wilayahnya. Kabupaten atau Kecamatan baru akan melahirkan inventarisasi data wilayah adminitrasi, penataan ruang dan perencanaan pembangunan, tata kelola kepemerintahan dan menghindari adanya konflik akibat pemekaran. Hal yang unik dan sederhana ialah adanya perubahan alamat atau nama tempat terkait lokasi relatif dan nama administratif. Permasalahan wilayah tidak berhenti pada administratif saja, permasalahan lingkungan seperti kejadian bencana alam. Berdasarkan pada beberapa kejadian bencana terutama diawali adanya tsunami Aceh yang mengundang banyak pihak hingga mencuatkan pentingnya informasi geografis, dilanjut dengan kejadian gempabumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah dimana informasi spasial berperan penting bagi pendistribusian bantuan. Informasi geografis dalam hal ini nama-nama geografis membantu masyarakat untuk mengenali lingkungannya, sebagai contoh sebuah situs di Australia yakni Marysville.vic.au berbasis gasetir web yang dibangun seketika setelah kebakaran tahun 2009 dengan fokus membantu masyarakat dalam upaya pemulihan (Gambar 2). Di Indonesia, ide serupa berupa banyak berkembang dengan berbasis WebGIS karena nama rupabumi melekat pada peta sebagai layer dan belum berwujud gasetir web dimana nama rupabumi menjadi titik akses menuju informasi yang dibutuhkan (Gambar 3).

Gambar 2. Gasetir Web berbasis Komunitas (Sumber: Marysville.vic.au)

Contoh basisdata nama rupabumi (Gambar 3) dalam penanggulangan bencana alam (studi kasus: Gunung Semeru) dimana menunjukkan bahwa gasetir dapat menjadi pintu masuk untuk informasi lainnya yang relevan. Data toponimi dapat pula divisualisasikan dan dilakukan analisa spasial terkait kawasan rawan bencana dan perhitungan jarak apakah unsur nama rupabumi berada pada kawasan buffer tertentu (Gambar 4).

Gambar 3. Gasetir Kabupaten Lumajang (Analisa, 2011)

Gambar 4. Sebaran titik nama rupabumi dalam Kawasan Rawan Bencana Gunung Semeru dan Buffer 5 Km serta 8 Km (Analisa, 2011)

Kesemua hal tersebut di atas membutuhkan pembakuan nama rupabumi baik unsur alami maupun buatan manusia. Pembakuan nama rupabumi wilayah administrasi tidak akan selesai pada satu titik jika pemekaran wilayah terus terjadi di level Kabupaten dan di bawahnya. Tantangan semakin besar akan muncul terkait pembakuan unsur alami seperti gunung, sungai, danau, teluk dan sebagainya yang bersentuhan erat dengan pengelolaan wilayah. Informasi nama-nama rupabumi yang konsisten dan akurat tentu akan membantu terjalinnya komunikasi efektif antar wilayah hingga tingkat nasional dan mendukung pembangunan sosial ekonomi. Mengapa diperlukan pembakuan? Sebagai contoh: Nama nama gunung, seperti Gunung Semeru (ditulis dengan dua kata terpisah, karena gunung adalah elemen generik dari bentuk rupabumi dan Semeru nama dirinya, atau elemen spesifik). Di sisi lain, ada kota yang menggunakan kata gunung di dalam nama dirinya dan menulisnya dalam kaedah bahasa Indonesia yang benar, yaitu Kota Gunungsitoli (ditulis sebagai satu kata Gunungsitoli karena elemen generiknya bukan gunung tetapi Kota). Hal yang serupa juga sama saat menulis nama-nama kota Tanjungpinang, Pangkalpinang, Bukittinggi, Ujungpandang, Muarajambi. Akan tetapi dapat kita lihat, misalnya kota pelabuhan di Jakarta ditulis Tanjung Priok, yang tentunya hal ini tidak konsisten dalam bahasa Indonesia. Seharusnya ditulis Tanjungpriok atau Tanjungperiuk, Tanjungperak, Tanjungemas, dan

sebagainya. Semua harus ditulis dalam satu kata karena bukan nama suatu tanjung. Contoh lain lagi seperti: Cimahi (kota), tetapi Ci Tarum ditulis dua kata, karena Ci adalah elemen generik dari sungai, demikian Wai Seputih (sungai) dan Waikambas (daerah konservasi gajah). Wai dan buka Way yang selama ini ditulis secara resmi, karena wai artinya air atau sungai yang berasal dari bahasa Polynesia. Oleh karena itu, toponimi bukan sekedar nama tanpa makna akan tetapi nama yang menjadi pintu utama atas informasi lainnya. Secara umum dapat dirangkum beberapa kegunaan toponimi dalam pengelolaan wilayah dan manajemen bencana seperti dapat dilihat dalam Tabel 1. Masih ada berbagai manafaat lainnya yang belum terangkum dalam tulisan kali ini. Tabel 1. Kegunaan Toponimi dalam Pengelolaan Wilayah dan Manajemen Bencana No. Pengelolaan Wilayah Manajemen Bencana 1. Data Wilayah Administrasi (Nama yang Identifikasi Lokasi, Analisa Spasial dibakukan, Lokasi dan Jumlah Wilayah) 2. Tata Ruang dan Perencanaan Pembangunan Evakuasi Korban 3. Potensi Wilayah (Sumberdaya dan Bencana) Perkiraan Dampak 4. Tata Kelola Kepemerintahan yang baik Pendistribusian Sumberdaya 5. Penggalian sejarah budaya Inisiasi bantuan hibah 6. Pencarian Alamat Pemulihan 7. Permasalahan/Konflik antar Wilayah Dukungan Masyarakat/KomunitasSumber: Analisis, 2011 dan Anonim 2011

KesimpulanInventarisasi basisdata nama rupabumi yang telah ada dilanjutkan dengan verifikasi terhadap nama rupabumi tersebut untuk kemudian dicek keakuratan dan konsistensinya, sehingga selanjutnya dapat dilakukan pembangunan basisdata nama-nama rupabumi sebagai bagian dari infrastruktur data geospasial nasional. Koordinasi pembakuan dan pengelolaan nama rupabumi sebagai tugas Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi untuk mewujudkan gasetir nasional guna mendukung informasi geografis wilayah yang siap digunakan dan akurat.

Ucapan terima kasihKami mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Pemetaan Dasar Rupabumi beserta rekan-rekan Pusat Pemetaan Dasar Rupabumi dan Peneliti Bakosurtanal. Terimakasih juga kami haturkan kepada Tim Penyusun Peta NKRI-Bakosurtanal, Kementrian Dalam Negeri Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Direktorat Wilayah Administrasi dan Perbatasan Subdit Toponimi dan Data Wilayah, Tim Pelaksana, dan Sekretariat Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi.

Daftar Pustaka------------, [Undang-undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasia], Jakarta, Indonesia (2011). ------------, [Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi], Jakarta Pusat, Indonesia (2006). ------------, [Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2008 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan]. Ditjen PUM Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, Jakarta Pusat, Indonesia (2008). ------------, [Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pembakuan Nama Rupabumi], Jakarta Pusat, Indonesia (2008). ------------, Penyusunan dan Pembentukan Basis Data Nama-Nama Unsur Rupabumi (Gasetir), Kerangka Acuan Kerja Teknis, Pusat Pemetaan Dasar RupabumiBAKOSURTANAL, Cibinong, Bogor, Indonesia (2011). ------------, Laporan Utama: Lima Bencana Terbesar Tahun 2010, Gema BNPB Maret 2011 Volume 2 No.1, 4-6 (2011) ------------, Laporan Utama: Dari Wasior, Mentawai hingga Merapi, Gema BNPB Maret 2011 Volume 2 No.1, 7-16 (2011) BNPB, Profil BNPB: Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Film Dokumenter, BNPB (2009) Box, P., Spatial Information for Social Protection, Vulnerability Analysis and Poverty Reduction, Proposal Proyek, Gazetteer Framework for Social Protection CSIRO (2011). Kardono, P., Hermana, Neulis, Z., Lestari, L., Sulistyowati, Maulidhini, N., dan Pinuji, S.E., [Data Bencana Indonesia Tahun 2009], Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta, Indonesia (2009). Mayasari, R., Perdana, A.P., and Firdaus, W., The Use of Topographic Map Scale 1:25.000 in Geographical Names Validation in West Java, Indonesia, 10th Annual Asian Conference & Exhibition on Geospatial Information Technology & Applications, ASIA GEOSPATIAL

FORUM Geospatial Convergence-Paradigm for Future, , 17-19 Oktober 2011, Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Indonesia (2011). Santoso, W.E., [Pengantar Toponimi-Modul Pelatihan Jabatan Fungsional Surveyor Pemeta Tingkat Terampil dan Ahli], Balai Pendidikan dan Pelatihan Survey dan Pemetaan, BAKOSURTANAL, Cibinong, Bogor, Indonesia (2006). Santoso, W.E., Inventarisasi dan Penyusunan Gasetir Odonim, Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 12 No. 1 Agustus 2006, BAKOSURTANAL, Cibinong, Bogor, Indonesia (2006). http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/tata-nama-rupabumi http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/workshop-toponimi http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/workshop-toponimi-2/ http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/geografi-indonesia.html http://unstats.un.org/unsd/geoinfo/ungegn/docs/26th-gegndocs/Place%20Names%20and%20Disaster%20Mgt.ppt