Silvikultur Intensif Acacia Mangium

9
Silvikultur Intensif Acacia mangium Tidak bisa disangsikan lagi, bahwa pembangunan dan pengelolaan hutan tanaman memerlukan penerapan teknik-teknik silvikultur yang intensif untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas tegakan secara lestari dan berkesinambungan. Penerapan teknik silvikultur intensif, dimulai ketika memilih spesies yang cocok dan sesuai ditumbuhkan pada lahan yang ada, serta diintegralkan kedalam industri atau peluang pasar. Di dalam operasional kegiatannya, perlu dicari dan ditentukan teknik-teknik yang mudah dan mendukung dalam memperoleh produktivitas yang tinggi, sekaligus meningkatkan mutu lingkungan dan bermanfaat bagi masyarakat (Arisman, 2000). Untuk itu perlunya penataan areal (di awal kegiatan), dan penerapan teknologi dan dukungan ilmu pengetahuan pada setiap komponen kegiatan. Penataan areal Sebelum dilakukannya pembangunan tanaman, proses pertama yang dilakukan adalah penataan areal. Secara garis besar areal bisa dibagi menjadi Wilayah-wilayah (berdasarkan letak geografis dan luas areal). Kemudian dari wilayah ini dibagi ke dalam beberapa unit, dengan luas 15.000 - 20.000 ha. Unit dibagi lagi ke dalam blok, dengan luas sekitar 5.000 ha. Kemudian, blok dibagi ke dalam subblok, dengan luas sekitar 1.000 ha, dan sub-blok dibagi kedalam petak seluas 50 ha, arah utara-selatan 1.000 m, dan barat-timur 500 m. Petak merupakan satuan pengelolaan terkecil. Tetapi petak ini bisa terbagi lagi menjadi anak petak.Pada daur kedua, setelah penebangan daur pertama, dilakukan rekonstruksi petak berdasarkan kondisi geografis, dengan diterapkannya teknologi sistem informasi geografi (geographic information systems).Untuk mendukung operasional, dibangunlah infrastruktur,

description

Forestry Faculty Of Mulawarman University, East Borneo

Transcript of Silvikultur Intensif Acacia Mangium

Page 1: Silvikultur Intensif Acacia Mangium

Silvikultur Intensif Acacia mangium

Tidak bisa disangsikan lagi, bahwa pembangunan dan pengelolaan hutan tanaman memerlukan

penerapan teknik-teknik silvikultur yang intensif untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas tegakan

secara lestari dan berkesinambungan. Penerapan teknik silvikultur intensif, dimulai ketika memilih

spesies yang cocok dan sesuai ditumbuhkan pada lahan yang ada, serta diintegralkan kedalam industri

atau peluang pasar. Di dalam operasional kegiatannya, perlu dicari dan ditentukan teknik-teknik yang

mudah dan mendukung dalam memperoleh produktivitas yang tinggi, sekaligus meningkatkan mutu

lingkungan dan bermanfaat bagi masyarakat (Arisman, 2000). Untuk itu perlunya penataan areal (di awal

kegiatan), dan penerapan teknologi dan dukungan ilmu pengetahuan pada setiap komponen kegiatan.

Penataan areal

Sebelum dilakukannya pembangunan tanaman, proses pertama yang dilakukan adalah penataan

areal. Secara garis besar areal bisa dibagi menjadi Wilayah-wilayah (berdasarkan letak geografis dan luas

areal). Kemudian dari wilayah ini dibagi ke dalam beberapa unit, dengan luas 15.000 - 20.000 ha. Unit

dibagi lagi ke dalam blok, dengan luas sekitar 5.000 ha. Kemudian, blok dibagi ke dalam subblok, dengan

luas sekitar 1.000 ha, dan sub-blok dibagi kedalam petak seluas 50 ha, arah utara-selatan 1.000 m, dan

barat-timur 500 m. Petak merupakan satuan pengelolaan terkecil. Tetapi petak ini bisa terbagi lagi

menjadi anak petak.Pada daur kedua, setelah penebangan daur pertama, dilakukan rekonstruksi petak

berdasarkan kondisi geografis, dengan diterapkannya teknologi sistem informasi geografi (geographic

information systems).Untuk mendukung operasional, dibangunlah infrastruktur, seperti jalan utama, jalan

cabang, jalan tanam maupun jalan inspeksi, jembatan, dan sebagainya. Areal yang dipakai untuk

infrastruktur ini, mencapai sekitar 20 m2/ha. Untuk mendukung kelestarian hutan dan lingkungan, perlu

dipertahankannya kawasan hutan konservasi, zona proteksi (lebung, dan sempadan sungai), serta

penanaman jenis lokal dan MPTS (multi purpose trees species).

Sistem silvikultur

Sistem silvikultur yang diterapkan untuk jenis Acacia mangium adalah tebang habis permudaan

buatan. Sistem ini sesuai diterapkan pada lahan-lahan terdegradasi untuk tujuan pengusahaan hutan

tanaman, dengan memakai teknik silvikultur yang intensif. Oleh karenanya, diperlukan areal yang luas

dan relatif kompak, sehingga dapat dibuat tegakan tanaman yang sama umur, seragam, dan

berkesinambungan dengan produksi yang tinggi dan kualitas yang baik.

Selain untuk produksi pulp, Acacia mangium juga baik digunakan sebagai kayu pertukangan. Pada petak-

Page 2: Silvikultur Intensif Acacia Mangium

petak untuk menghasilkan kayu pertukangan dilakukan penjarangan. Hasil penjarangan ini dapat

dimanfaatkan untuk bahan pulp, particle board atau energi.

Pengadaan Benih

Bibit A. mangium yang digunakan berasal dari benih dan diproduksi di persemaian. Pada

awalnya, digunakan benih dari tegakan benih lokal yang belum terimprove, tetapi selanjutnya harus

ditingkatkan dengan menggunakan benih unggul (asal benih maupun famili terpilih) dari hasil program

pemuliaan pohon. Dilihat dari nilai riap, hasil penelitian di Subanjeriji terdapat 5 provenans (dari 20

provenan) yang paling baik adalah berasal dan Papua Niugini dan Queensland, yaitu Oriomo R (PNG),

Olive R (QLD), Wipim (PNG), Lake Muarray (PNG), dan Kini (PNG). Tetapi, apabila dilihat dari

nilai/indeks kelurusan batang dan persistensi sumbu batang, 5 provenans terbaik adalah Oriomo R (PNG),

Wipim (PNG), Muting (Merauke), Kuru (PNG), dan INHUTANI (Pohon plus) (Siregar dan Khomsatun,

2000). Untuk membangun tegakan kayu pertukangan, perlu dipertimbangkan pemakaian benih yang

mempunyai indeks kualitas bentuk batang dan kelurusan tinggi, di samping riap pertumbuhannya.

Program pemuliaan pohon harus terus dilakukan, seperti upaya peningkatan genetik melalui seleksi

provenans dan seedlot, dalam rangka menghasilkan bahan tanam yang terbaik dan paling

menguntungkan.

Saat ini, untuk menyebut contoh, di Sumatra Selatan telah terdapat area produksi benih (SPA; Seed

Production Area) seluas 96,8 ha, kebun benih semai generasi pertama (SSO; Seedling Seed Orchard)

seluas 49,5 ha, dan telah dibangun kebun benih campuran (composite seed orchard) seluas 14,5 ha. Setiap

tahunnya, dari areal kebun benih seluas itu, mampu diproduksi benih A. mangium lebih dari 1 ton.

Persemaian

Pada awalnya (uji coba dan pengalaman awal) bibit diproduksi dalam kantong polybag dengan

media topsoil, sabut kelapa sawit, dan gambut. Tetapi setelah melalui serangkaian penelitian, kemudian

didapatkan container dan bahan yang efektif dan ekonomis, yaitu memakai polytube dan side slit, yang

dapat merangsang pertumbuhan akar. Media yang dipakai adalah seresah yang diambil dari lantai hutan

tanaman A. mangium dicampur dengan topsoil (perbandingan 70:30) atau sisa kulit A. mangium dari

pabrik pulp yang telah dikomposkan. Bibit dipelihara selama 3 bulan, kemudian dilakukan sortasi

(grading). Standar bibit dilakukan agar bibit yang sampai ke lokasi penanaman benar-benar memiliki

kualitas yang baik, seragam, mampu hidup dan tumbuh dengan baik. Bibit A. mangium yang berkualitas

baik dan diperbolehkan untuk dikirim ke lapangan adalah yang mempunyai tinggi bibit 25-30 cm dan

diameter > 3,0 mm, batang keras dan lurus, warna kecoklatan, daun tebal hijau, struktur akar kompak,

media tidak pecah, bebas hama dan penyakit serta segar. Bibit diangkut ke lokasi pertanaman memakai

Page 3: Silvikultur Intensif Acacia Mangium

truk atau traktor. Untuk menjaga kualitas bibit, perlu dibuatkan tempat penampungan bibit (TPB)

sementara di dekat lokasi pertanaman.

Persiapan lahan

Pada tahap awal pembangunan HTI, lahan alang-alang bertopografi datar/landai (kemiringan

<15%),> 22 cm untuk kayu gergajian.Membangun tegakan untuk kayu pertukangan melalui proses

penjarangan. Selain untuk kayu konstruksi dan pertukangan, peruntukan kayu A. mangium yang lain

adalah sebagai bahan baku pembuatan papan partikel. Hashim et.al. (1998) melaporkan bahwa ketebalan

papan partikel kayu A. mangium setara dengan papan partikel kayu karet. Kayu A. mangium dapat juga

diproses menjadi vinir dan kayu lapis. Vinir yang dihasilkan bersifat teguh, halus dan kualitasnya dapat

diterima. Studi pembuatan kayu lapis dengan menggunakan perekat phenol formaldehide atau penol resin

memberikan kualitas kayu lapis yang dapat diterima atau melebihi persyaratan minimum (Abdul-Kader

and Sahri, 1993; Yamamoto, 1998). Abdul-Kader dan Sahri (1993) juga membuktikan bahwa kayu A.

mangium dapat dipakai sebagai bahan MDF yang memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan

MDF dari beberapa spesies di Jepang, seperti Pinus resinosa, Cryptomeria japonica, Chamaecyparis

obtusa dan Larix leptolepis. Kayu A. mangium telah digunakan sebagai bahan baku oleh beberapa

perusahaan MDF di Indonesia. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa keteguhan lentur dan geser

LVL (laminated veneer lumber) dari kayu A. mangium lebih baik daripada nilai minimum (Abdul-Kader

and Sahri, 1993). Kayu A. mangium telah dicoba untuk pembuatan OSB (oriented strand board) yang

hasilnya menunjukkan bahwa stabilitas dimensi dan kekuatannya memenuhi standar persyaratan Jepang

(Lim, et.al., 2000) Pembuatan arang dari kayu A. mangium telah dicoba (Hartoyo, 1993; Nurhayati, 1994;

Pari, 1998; Fakultas Kehutanan, UGM 2000; Okimori et.al., 2003), dan berkualitas baik. Dengan diolah

menjadi briket arang, nilai kalor dan karbon terikat meningkat, dan hasilnya lebih baik apabila

dibandingkan dengan briket batubara (Fakultas Kehutanan UGM, 2000).

Membangun tegakan kayu pertukangan

Pada prinsipnya, silvikultur hutan tanaman untuk menghasilkan kayu pertukangan sama dengan

membangun tegakan untuk bahan pulp (hingga umur tanaman 2 tahun). Setelah umur 2 tahun terdapat

perbedaan, yaitu adanya kegiatan penjarangan (thinning), pemangkasan cabang (pruning), dan perawatan

lanjutan. Penjarangan dimaksudkan untuk mengurangi jumlah pohon dalam tegakan dan memberikan

ruang tumbuh yang cukup untuk memperoleh tegakan berdiameter pohon besar. Pemangkasan cabang

dimaksudkan untuk menghilangkan percabangan untuk mengurangi cacat mata kayu (knot) yang

berpengaruh pada kualitas kayu yang dihasilkan. Agar tegakan kayu pertukangan berkualitas baik, maka

Page 4: Silvikultur Intensif Acacia Mangium

perlu dilakukan tahapan-tahapan, antara lain penentuan petak, kegiatan penjarangan, pemangkasan

cabang dan perawatan (Gunawan, 2003).

Penentuan petak

Petak yang ditentukan sebagai calon tegakan kayu pertukangan harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut :

1. Tanaman telah berumur antara 2 – 3 tahun, tajuk (canopy) sudah saling menutup, diameter (dbh)

batang sudah mencapai 9 – 12 cm, dan tinggi mencapai 7 – 9 m.

2. Pohon-pohon didalam Petak memiliki pertumbuhan yang baik (tinggi rata-rata 8 m, diameter rata-

rata 11 cm) serta kualitas batang yang baik (lurus, tidak menggarpu (forking) sampai ketinggian 6

m).

3. Luas petak memadai, sehingga hanya diperlukan sedikit jumlah petak untuk mencapai target ,

dan letaknya mengelompok, agar lebih mudah dalam pelaksanaannya,

4. Aksesibilitas petak baik, yaitu dekat jalan dan tidak terpencil jauh. Hal ini untuk memudahkan

pengawasan dan pengamatannya.

Penjarangan

Penjarangan dilakukan dalam 2 tahap dalam 1 daur tanaman. Setiap tahap menghilangkan 50% dari

populasi yang ada. Penjarangan tahap pertama, dilakukan saat tanaman umur 2 tahun. Metode yang

dipakai adalah selektif dan sistematik. Metode selektif, dilakukan dengan cara memilih tegakan yang

mempunyai sifat baik untuk kayu pertukangan, seperti kelurusan batang, ketinggian bebas cabang,

diameter batang, dan kesehatan tanaman. Metode sistematik hanya dilakukan pada jalur sarad (setiap

jarak 50 m), yaitu menebang seluruh pohon pada jalur sarad. Jalur sarad ini dipakai untuk akses

mengeluarkan kayu hasil penjarangan untuk dimanfaatkan dengan tujuan lain (pulp, energi, papan

partikel dsb). Penjarangan tahap kedua dilakukan sewaktu tajuk antar-tanaman sudah saling menutup

kembali (tanaman berumur 4 – 5 tahun). Penebangan (penjarangan) menggunakan chainsaw ukuran kecil,

dan dilakukan secara hati-hati karena pola tebangnya tidak teratur. Rebah pohon tebangan diarahkan

sedemikian rupa, sehingga tidak merusak tajuk pohon-pohon yang ditinggalkan. Batang hasil penebangan

dipotong-potong sesuai kebutuhan untuk dimanfaatkan dan dikumpulkan (secara manual) di pinggir jalur

sarad, kemudian dikeluarkan ke TPn (pinggir jalan).

Page 5: Silvikultur Intensif Acacia Mangium

Perawatan lanjutan

Perawatan tanaman setelah penjarangan yang perlu dilakukan adalah kegiatan pemangkasan cabang

dan pengendalian gulma (weeding). Pemangkasan cabang dilakukan dua kali; bersamaan penjarangan

pertama, dan setahun setelah penjarangan pertama. A. mangium mempunyai kemampuan self pruning

yang sangat rendah, oleh karenanya sangat penting dilakukan pruning untuk memperoleh kayu

pertukangan yang baik. Keterlambatan tindakan pruning akan mengakibatkan beberapa hal:

1. Mengurangi sifat keteguhan kayu, karena serat mata kayu relatif tegak lurus serat batang pohon,

2. Menyulitkan pengerjaan karena kerasnya penampang mata kayu,

3. Mengurangi keindahan permukaan kayu, dan

4. Menyebabkan berlubangnya lembaran-lembaran veneer.

Pohon-pohon tinggal harus dipangkas cabangnya menggunakan gergaji pangkas atau gunting

pruning. Pemangkasan dilakukan dengan memotong cabang tepat pada leher cabang. Pemangkasan yang

meninggalkan sisa cabang, akan menyebabkan sisa cabang tersebut mati dan membusuk yang pada

akhirnya menjadi jalan bagi infeksi jamur, disamping akan membuat kayu cacat. Sebaliknya,

pemangkasan terlalu dalam akan meninggalkan luka besar yang membutuhkan waktu lama untuk

penyembuhannya. Pemangkasan yang tepat akan meninggalkan luka yang kecil dan tanpa sisa cabang,

sehingga luka akan cepat tertutup kembali oleh kalus. Setiap periode pemangkasan, tajuk hidup yang

ditinggalkan minimal sebesar 50% dari tinggi pohon. Meninggalkan tajuk kurang dari 50% akan

menghambat pertumbuhan diameter pohon. Pada akhirnya nanti diharapkan kayu pertukangan yang

dihasilkan memiliki batang bebas mata kayu sampai pada ketinggian 4–6 m. Oleh karena itu

pemangkasan cabang dilakukan sampai setinggi 4,2 m dimana 0,2 m adalah cadangan untuk kerusakan

dan pecah ujung. Weeding setelah penjarangan, tidak seintensif seperti 2 tahun pertama. Kalau weeding

pada dua tahun pertama bertujuan untuk mengurangi kompetisi dengan gulma, maka kegiatan weeding

pasca penjarangan ini lebih ditujukan untuk mepermudah akses inventory dan supervisi, dalam

mendapatkan tegakan kayu pertukangan yang berkualitas.

Biaya pembangunan tegakan kayu pertukangan

Pembangunan tegakan A. mangium untuk pertukangan hingga umur 2 tahun sama dengan biaya

pembangunan untuk bahan pulp. Tetapi setelah umur 2 tahun diperlukan tambahan biaya, yaitu

penjarangan, pemangkasan cabang dan perawatan. Total biaya operasional dari awal hingga siap panen

adalah Rp. 2.841.250,-/ha (diluar biaya investasi dan overhead).

Page 6: Silvikultur Intensif Acacia Mangium

Kesimpulan

1. Hutan tanaman merupakan sebuah keniscayaan untuk menyediakan bahan baku industri secara

berkelanjutan.

2. Pemilihan jenis-jenis cepat tumbuh dilakukan untuk memenuhi pertimbangan ekonomi, finansial

dan tuntutan kesejahteraan masyarakat sekitar. A. mangium merupakan jenis yang memenuhi

syarat untuk diusahakan, mudah dibudidayakan, adaptable untuk lahan-lahan marginal, produktif

dan responsif terhadap upaya pemuliaan pohon, serta multiguna.

3. Penerapan silvikultur intensif, manipulasi genetik dan pemuliaan pohon, mutlak diperlukan untuk

peningkatan riap dan kualitas kayu.

4. Pemilihan jenis cepat tumbuh dan penerapan silvikultur intensif merupakan langkah awal yang

harus segera ditempuh untuk memupuk sumberdaya guna membangun kembali kehutanan

Indonesia.