SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA … · Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti...

14
22 HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan Hammer mill yang dilengkapi dengan saringan 2 mm menghasilkan produk yang lolos pada saringan mesh 4 dan 8, dan tidak lolos pada saringan mesh 16, 30, 50 dan 100. Berdasarkan pengamatan umum yang telah dilakukan, terlihat bahwa semua bungkil inti sawit memiliki penampilan warna cokelat dan memiliki aroma khas kelapa. Nomor mesh ayakan menunjukkan tekstur pada bungkil inti sawit. Nomor mesh 100 memiliki tekstur paling halus pada sampel bungkil inti sawit yang diamati. Tabel 2 menunjukkan persentase produk hasil ayakan bungkil inti sawit giling. Tabel 2. Persentase Jumlah Bungkil Inti Sawit Hasil Ayakan Ukuran Ayakan Persentase BIS (%) Mesh 16 14,185 Mesh 30 57,09 Mesh 50 24,24 Mesh 100 4,47 Jumlah produk hasil ayakan terendah pada bungkil inti sawit gilingan berada pada nomor mesh 100 yaitu sebesar 4,47% dan tertinggi berada pada nomor mesh 30 sebesar 57,09%. Penelitian lain menunjukkan hal yang serupa yaitu produk bungkil inti sawit hasil ayakan tanpa digiling terendah berada pada mesh 100 sebesar 2,31% dan tertinggi berada pada mesh 30 sebesar 29,04% (Harianto, 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya penggilingan, persentase jumlah hasil ayakan lebih banyak diperoleh dibandingkan dengan bungkil inti sawit tanpa digiling. Tingkat Kehalusan Berdasarkan ketentuan nilai MF (Modullus of Finenes) 2,1-4 termasuk katagori medium/ sedang (Khalil, 1999) sehingga sampel bungkil inti sawit yang digunakan tergolong sedang dengan nilai MF 3,81±0,0078. Nilai MF berbanding lurus dengan besarnya partikel bahan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa bungkil inti sawit

Transcript of SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA … · Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti...

Page 1: SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA … · Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan

22

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit

Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan

Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan Hammer mill yang dilengkapi

dengan saringan 2 mm menghasilkan produk yang lolos pada saringan mesh 4 dan 8,

dan tidak lolos pada saringan mesh 16, 30, 50 dan 100.

Berdasarkan pengamatan umum yang telah dilakukan, terlihat bahwa semua

bungkil inti sawit memiliki penampilan warna cokelat dan memiliki aroma khas

kelapa. Nomor mesh ayakan menunjukkan tekstur pada bungkil inti sawit. Nomor

mesh 100 memiliki tekstur paling halus pada sampel bungkil inti sawit yang diamati.

Tabel 2 menunjukkan persentase produk hasil ayakan bungkil inti sawit giling.

Tabel 2. Persentase Jumlah Bungkil Inti Sawit Hasil Ayakan

Ukuran Ayakan Persentase BIS (%)

Mesh 16 14,185

Mesh 30 57,09

Mesh 50 24,24

Mesh 100 4,47

Jumlah produk hasil ayakan terendah pada bungkil inti sawit gilingan berada

pada nomor mesh 100 yaitu sebesar 4,47% dan tertinggi berada pada nomor mesh 30

sebesar 57,09%. Penelitian lain menunjukkan hal yang serupa yaitu produk bungkil

inti sawit hasil ayakan tanpa digiling terendah berada pada mesh 100 sebesar 2,31%

dan tertinggi berada pada mesh 30 sebesar 29,04% (Harianto, 2011). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dengan adanya penggilingan, persentase jumlah hasil ayakan

lebih banyak diperoleh dibandingkan dengan bungkil inti sawit tanpa digiling.

Tingkat Kehalusan

Berdasarkan ketentuan nilai MF (Modullus of Finenes) 2,1-4 termasuk katagori

medium/sedang (Khalil, 1999) sehingga sampel bungkil inti sawit yang digunakan

tergolong sedang dengan nilai MF 3,81±0,0078. Nilai MF berbanding lurus dengan

besarnya partikel bahan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa bungkil inti sawit

Page 2: SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA … · Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan

23

yang digunakan berada di taraf sedang. Hal ini disebabkan karena faktor

penggilingan sebelum perlakuan pada bungkl inti sawit.

Penggilingan dilakukan dengan tujuan untuk memecah sisa dari batok

bungkil kelapa sawit yang menjadikan bungkil inti sawit lebih halus sehingga jika

diberikan kepada ternak dapat mudah dicerna. Bungki inti sawit yang telah diayak

dan diukur tingkat kehalusannya disajikan pada Gambar 7.

Mesh 16 ulangan 1 Mesh 16 ulangan 2 Mesh 16 ulangan 3

Mesh 30 ulangan 1 Mesh 30 ulangan 2 Mesh 30 ulangan 3

Mesh 50 ulangan 1 Mesh 50 ulangan 2 Mesh 50 ulangan 3

Mesh 100 ulangan 1 Mesh 100 ulangan 2 Mesh 100 ulangan 3

Gambar 7. Perbedaan Jumlah Bungkil Inti Sawit Hasil Pengayakan Menggunakan Rika Moisture Meter

Berat Jenis

Berat jenis merupakan sifat yang penting dalam mengetahui kualitas pakan

secara fisik. Hasil penelitian menunjukkan nilai tertinggi berat jenis berada pada

nomor mesh 16 yaitu sebesar 1440 kg/m3 dan terendah berada pada nomor mesh 50

dan mesh 100 yaitu sebesar 1051 kg/m3 dan 987,33 kg/m3. Semakin besar nomor

Page 3: SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA … · Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan

24

ayakan maka semakin rendah nilai berat jenis pada bungkil inti sawit. Nilai berat

jenis pada bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Berat Jenis pada BIS Berdasarkan Ukuran Ayakan.

Nomor Mesh Berat Jenis (kg/m3)

16 1440±17,32A

30 1176±0,00B

50 1051±1,00C

100 987,33±54,41C Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat

nyata pada BIS (P<0,01).

Gambar 8 menunjukkan korelasi berat jenis pada bungkil inti sawit dan

nomor ayakan yang bernilai negatif yaitu sebesar 83,60% dengan y sebagai berat

jenis BIS dan x sebagai nomor ayakan dan persamaannya adalah y= - 4,555x+1386.

Pengayakan mempengaruhi besarnya berat jenis produk bungkil inti sawit, semakin

besar nomor ayakan maka semakin rendah nilai berat jenis bungkil inti sawit.

y = -4,555x + 1386.R²= 0,698

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

0 20 40 60 80 100 120

Bera

t jen

is (k

g/m

3 )

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa berat jenis dari produk bungkil

inti sawit hasil ayakan tanpa digiling terendah berada pada mesh 100 sebesar 440

kg/m3 dan tertinggi pada mesh 8 sebesar 1403,33 kg/m3 dengan korelasi yang dicapai

bungkil inti sawit yaitu sebesar 92,19% dengan persamaan y = -10,09x+1335

(Harianto, 2011). Perbedaan nilai BJ selain dipengaruhi oleh perbedaan

karakteristik permukaan partikel adalah kandungan nutrien bahan. Hal ini sesuai

Gambar 8. Korelasi Berat Jenis BIS dan Nomor Ayakan

Y=-4,555x+1386

R2=0,698

Page 4: SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA … · Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan

25

dengan pendapat Khalil (1999) yang menyatakan bahwa adanya variasi dalam nilai

BJ dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan, distribusi ukuran partikel dan

karakteristik permukaan partikel. Berat jenis berpengaruh terhadap homogenitas

penyebaran partikel dan stabilitas suatu campuran pakan. Ransum yang tersusun

dari bahan pakan yang memiliki perbedaan berat jenis cukup besar, akan

menghasilkan campuran tidak stabil dan mudah terpisah kembali (Chung dan Lee,

1995).

Kerapatan Tumpukan

Kerapatan tumpukan pada bungkil inti sawit dilakukan untuk mengetahui

volume ruang yang dibutuhkan oleh suatu bahan dengan berat tertentu seperti

dalam pengisian alat pencampur, elevator dan silo. Berat jenis erat hubungannya

dengan kerapatan tumpukan, semakin besar berat jenis maka kerapatan

tumpukannya semakin besar pula. Nilai kerapatan tumpukan pada BIS berdasarkan

ukuran ayakan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Kerapatan Tumpukan pada BIS Berdasarkan Ukuran Ayakan.

Nomor Mesh Kerapatan Tumpukan BIS (kg/m3)

16 523,33±20,81A

30 456,66±20,81B

50 430,00±0,00BC

100 393,33±5,77C Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat

nyata pada BIS (P<0,01).

Berdasarkan hasil perhitungan analisis varian menunjukan perlakuan ayakan

pada bungkil inti sawit sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi nilai kerapatan

tumpukan bungkil inti sawit.

Data hasil pengukuran kerapatan tumpukan pada bungkil inti sawit

menunjukkan nilai tertinggi kerapatan tumpukan berada pada nomor mesh 16 yaitu

sebesar 523,33 kg/m3 dan terendah berada pada nomor mesh 100 yaitu sebesar

393,33 kg/m3. Penelitian sebelumnya menunjukkan nilai kerapatan tumpukan

bungkil inti sawit hasil ayakan tanpa digiling tertinggi berada pada nomor mesh 4

sebesar 802,33 kg/m3 dan terendah sebesar 335,33 kg/m3 berada pada nomor mesh

100 (Harianto, 2011). Semakin kecil ukuran diameter lubang ayakan semakin kecil

Page 5: SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA … · Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan

26

nilai kerapatan tumpukan bungkil inti sawit. Perbedaan nilai kerapatan tumpukan

menentukan karakteristik dalam pencampuran bahan.

Menurut Chang dan Lee (1985), kerapatan tumpukan lebih penting dari

berat jenis bahan dalam hal pengeringan dan penyimpanan bahan secara praktis.

Kandungan nutrisi dan distribusi ukuran partikel diduga ikut mempengaruhi

besarnya nilai kerapatan tumpukan. Bungkil inti sawit dengan kadar lemak yang

tinggi dan distribusi ukuran partikel kecil yang seragam cenderung memiliki nilai

kerapatan tumpukan yang rendah dan bahan tersebut membutuhkan ruang yang

lebih besar artinya bobot per satuan volume pada keadaan curah lebih kecil.

Korelasi kerapatan tumpukan bungkil inti sawit dan nomor ayakan yang bernilai

negatif yaitu sebesar 90,16% dengan y sebagai nilai kerapatan tumpukan BIS dan x

sebagai nomor ayakan dan persamaannya adalah y=-1,346x+516,8 (Gambar 9).

Penelitian sebelumnya menunjukkan korelasi yang dicapai bungkil inti sawit yaitu

sebesar 86,6% dengan persamaan y= -3,035x+596,6 (Harianto, 2011). Korelasi

negatif memiliki arti bahwa pengayakan mempengaruhi besarnya nilai kerapatan

tumpukan dengan meningkatnya nomor ayakan maka nilai kerapatan tumpukan

bungkil inti sawit semakin menurun.

Kerapatan Pemadatan Tumpukan

Kerapatan pemadatan tumpukan diukur setelah dilakukan pengukuran

kerapatan tumpukan. Kerapatan pemadatan tumpukan dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui kemampuan dalam penentuan kapasitas silo dan pencampuran bahan.

Gambar 9. Korelasi Kerapatan Tumpukan BIS dan Nomor Ayakan

Y=-1,346x+516,8

R2=0,813

Page 6: SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA … · Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan

27

Berdasarkan hasil perhitungan analisis varian menunjukan perlakuan ayakan pada

bungkil inti sawit sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi nilai kerapatan pemadatan

tumpukan. Nilai tertinggi kerapatan pemadatan tumpukan berada pada nomor mesh

16 yaitu sebesar 676,67 kg/m3 dan terendah berada pada nomor mesh 100 yaitu

sebesar 543,33 kg/m3. Semakin besar nomor ayakan maka semakin kecil nilai

kerapatan pemadatan tumpukan pada bungkil inti sawit.

Nilai kerapatan pemadatan tumpukan pada BIS berdasarkan ukuran ayakan

disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Kerapatan Pemadatan Tumpukan pada BIS Berdasarkan Ukuran Ayakan.

Nomor Mesh Kerapatan Pemadatan Tumpukan (kg/m3)

16 676,67±15,27A

30 603,67±3,21B

50 570,33±0,57C

100 543,33±5,77D Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat

nyata pada BIS (P<0,01).

Penelitian sebelumnya menunjukkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan

produk bungkil inti sawit tanpa digiling terendah berada pada mesh 100 sebesar

493,33 kg/m3 dan tertinggi berada pada nomor mesh 4 dan 8 sebesar 723,33 dan

696,67 kg/m3 dengan korelasi yang dicapai bungkil inti sawit yaitu sebesar 80,60%

dengan persamaan y = -1,913x+648.4 (Harianto, 2011). Korelasi kerapatan

pemadatan tumpukan pada bungkil inti sawit giling dan nomor ayakan yang bernilai

negatif yaitu sebesar 86,77% dengan y sebagai nilai kerapatan pemadatan tumpukan

BIS dan x sebagai nomor ayakan dengan persamaan y= -1,362x+665,2 (Gambar

10). Korelasi negatif yang diperoleh memiliki arti bahwa perlakuan pengayakan

pada bungkil inti sawit mempengaruhi besarnya nilai kerapatan pemadatan

tumpukan sebesar 86,77%. Meningkatnya nomor ayakan maka nilai kerapatan

tumpukan bungkil inti sawit semakin menurun.

Page 7: SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA … · Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan

28

y = -1,362x + 665.2R² = 0,753

0

100

200

300

400

500

600

700

800

0 20 40 60 80 100 120

Ker

apat

an P

emad

atan

Tum

puka

n (k

g/m

3)

Nomor ayakan

Kerapatan PemadatanTumpukan

Daya Ambang

Perlakuan ayakan pada bungkil inti sawit sangat nyata (P<0,01)

mempengaruhi nilai daya ambang. Semakin kecil ukuran diameter lubang ayakan

semakin besar nilai daya ambang bungkil inti sawit. Daya ambang memiliki

hubungan berkebalikan dengan tingginya kecepatan bahan jatuh. Semakin cepat

bungkil inti sawit yang jatuh ke bidang datar, semakin rendah daya ambang dari

bungkil inti sawit. Demikian sebaliknya, semakin rendah kecepatan bungkil inti

sawit yang jatuh ke bidang datar maka semakin tinggi daya ambang yang dimiliki

oleh bungkil inti sawit. Nilai daya ambang pada BIS berdasarkan ukuran ayakan

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Daya Ambang pada BIS Berdasarkan Ukuran Ayakan.

Nomor Mesh Daya Ambang (m/s)

16 3,11±0,07 A

30 1,87±0,25B

50 1,63±0,25B

100 1,55±0,05B Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat

nyata pada BIS (P<0,01).

Nilai tertinggi daya ambang berada pada nomor mesh 100 dengan kecepatan

bahan jatuh sebesar 1,55 m/s dan terendah berada pada nomor mesh 16 dengan

kecepatan bahan jatuh 3,11 m/s. Penelitian sebelumnya menunjukkan daya

Gambar 10. Korelasi Kerapatan Pemadatan Tumpukan BIS dan Nomor Ayakan

Page 8: SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA … · Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan

29

ambang produk bungkil inti sawit hasil ayakan tanpa digiling tertinggi berada pada

nomor mesh 50 dan 100 dengan kecepatan bahan jatuh sebesar 1,81 dan 1,79 m/s,

sedangkan terendah berada pada nomor mesh 4 dan 8 dengan kecepatan bahan

jatuh sebesar 5,34 dan 4,09 m/s (Harianto, 2011). Hasil ini sesuai dengan

pendapat Henderson dan Perry (1976) yang menyatakan daya ambang dikatakan

besar bila semakin pendek jarak yang dicapai dalam satu menit.

Perolehan data menunjukkan semakin halus bungkil inti sawit maka

semakin besar daya ambang yang dimiliki sehingga daya ambang meningkat dari

mesh 16, 30, 50 dan 100. Hal ini berarti apabila terjadi proses pencurahan bahan

dari ketinggian tertentu, maka waktu bahan tersebut mencapai dasar adalah lebih

cepat terurut mulai mesh 16 sampai 100. Daya ambang yang terlalu lama akan

menyulitkan dalam proses pencurahan bahan karena dibutuhkan waktu yang lebih

lama. Semakin besar nomor ayakan maka semakin kecil besar daya ambang pada

bungkil inti sawit. Gambar 11 menunjukkan korelasi kecepatan jatuhnya bungkil

inti sawit dan nomor ayakan yang bernilai negatif sebesar 71,76%. Hal ini berarti

bahwa meningkatnya nomor ayakan maka nilai daya ambang bungkil inti sawit

juga meningkat (nilai daya ambang berhubungn terbalik dengan kecepatan jatuhnya

bahan) dengan y sebagai kecepatan jatuhnya BIS dan x sebagai nomor ayakan dan

persamaannya adalah y = -0,014x+2,735. Penelitian sebelumnya menunjukkan

korelasi yang dicapai bungkil inti sawit yaitu sebesar 69,28% dengan persamaan y

= -0,018x+3,215 (Harianto, 2011).

y = -0,014x + 2.735R² = 0,515

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

0 20 40 60 80 100 120

Day

a Am

bang

(m/s)

Nomor ayakan

Daya Ambang

Gambar 11. Korelasi Kecepatan Jatuhnya BIS dan Nomor Ayakan

Y=-0,014x+2,735

R2=0,515

Page 9: SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA … · Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan

30

Sudut Tumpukan

Pengukuran sudut tumpukan dilakukan untuk menunjukkan kebebasan

bergerak suatu partikel dari suatu tumpukan bahan. Kegunaan praktis dari sifat sudut

tumpukan adalah dalam pemindahan dan pengangkutan bahan karena akan

mempengaruhi kapasitas belt conveyor dan material handling. Nilai sudut tumpukan

pada BIS berdasarkan ukuran ayakan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Sudut Tumpukan pada BIS Berdasarkan Ukuran Ayakan.

Nomor Mesh Sudut Tumpukan(°)

16 25,77±0,84 C

30 27,07±0,98 C

50 37,32±1,86 B

100 43,28±0,93 A Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat

nyata pada BIS (P<0,01). Perlakuan ayakan pada bungkil inti sawit sangat nyata (P<0,01)

mempengaruhi sudut tumpukan. Semakin kecil ukuran diameter lubang ayakan

semakin meningkatkan nilai sudut tumpukan bahan. Nilai tertinggi sudut tumpukan

berada pada nomor mesh 100 yaitu sebesar 43,28° dan terendah berada pada nomor

mesh 16 yaitu sebesar 25,77°. Gambar 12 menunjukkan korelasi sudut tumpukan

pada bungkil inti sawit giling dan nomor ayakan yang bernilai positif yaitu

sebesar 95,23% dengan y sebagai sudut tumpukan BIS dan x sebagai nomor ayakan

dan persamaannya adalah y =0,217x+22,56.

y = 0,217x + 2,56R²= 0,9068

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

0 50 100 150

sudu

t tum

puka

n (°

)

Su

Gambar 12. Korelasi Sudut Tumpukan BIS dan Nomor Ayakan

Page 10: SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA … · Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan

31

Korelasi tersebut menunjukkan besarnya pengaruh pengayakan terhadap

besarnya nilai sudut tumpukan bungkil inti sawit. Besarnya nomor ayakan dalam

pengayakan mempengaruhi nilai sudut tumpukan sebesar 95,23%. Semakin besar

nomor ayakan maka semakin tinggi nilai sudut tumpukan pada bungkil inti sawit.

Penelitian sebelumnya menunjukkan nilai sudut tumpukan tertinggi pada produk

bungkil inti sawit hasil ayakan tanpa digiling berada pada nomor mesh 100 sebesar

43,19° dan terendah berada pada nomor mesh 4 sebesar 12,67° dengan korelasi

sebesar 94,33% dengan persamaan y =0,25x+19,81 (Harianto, 2011). Perbedaan

nilai sudut tumpukan berdasarkan ukuran ayakan akan menentukan karakteristik

aliran bahan dalam industri pakan. Nilai sudut tumpukan yang tinggi akan

mempersulit proses produksi karena aliran bahan dalam bin akan lambat sehingga

sering menyumbat silo.

Kelarutan Total

Perlakuan ayakan pada bungkil inti sawit tidak berbeda nyata (P>0,05)

terhadap nilai kelarutan total. Nilai kelarutan total pada BIS berdasarkan ukuran

ayakan. disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Kelarutan Total pada BIS Berdasarkan Ukuran Ayakan.

Nomor Mesh Kelarutan Total(%)

16 18,13±1,22

30 23,33±1,67

50 20,80±1,44

100 22,27±3,61

Kelarutan total bungkil inti sawit dilakukan untuk mengetahui berapa banyak

bungkil inti sawit yang terlarut dalam pelarut akuades sehingga diketahui pula

kualitas dari bungkil inti sawit yang digunakan. Kontaminasi bungkil inti sawit oleh

lapisan luar (endokaprium) inti sawit akan meningkatkan kelarutan total bahan.

Tinggi rendahnya nilai kelarutan total tidak hanya dipengaruhi oleh tinggi rendahnya

komponen tidak larut dalam bahan pakan tersebut dan kontaminasi luar pada proses

pengolahan pakan maupun pemalsuan bahan.

Kelarutan total bahan (bungkil inti sawit) dipengaruhi juga oleh komponen

kimia bahan. Semakin tinggi kandungan polisakarida bahan khususnya polisakarida

Page 11: SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA … · Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan

32

non pati maka semakin rendah kelarutan bahan dalam air, hal ini disebabkan

polisakarida non pati sulit mengalami hidrolisa dalam air. Bahan dengan kelarutan

total yang lebih tinggi bahan tersebut akan tinggi kecernaannya.

Perbedaan kelarutan total mengindikasikan kualitas dari bungkil inti sawit

yang digunakan. Kelarutan dalam air dipengaruhi oleh jenis komponen kimia

karbohidrat penyusunnya. Semakin tinggi kandungan polisakarida khususnya

polisakarida bukan pati dari bahan pakan, maka semakin rendah kelarutannya dalam

air. Polisakarida bukan pati sulit mengalami hidrolisis dalam air.

Kelarutan total yang tinggi pada pakan mengindikasikan bahwa pakan

tersebut memiliki kecernaan yang tinggi (Murni, 2003). Berdasarkan hasil yang

diperoleh, kecernaan bungkil inti sawit Mesh 30 lebih tinggi dibandingkan dengan

kecernaan dari bungkil inti sawit ukuran lain. Penelitian sebelumnya menunjukkan

nilai kelarutan total produk bungkil inti sawit hasil ayakan tanpa digiling tertinggi

berada pada nomor mesh 16, 30, 50 dan 100, sedangkan terendah pada nomor mesh 4

dan 8 (Harianto, 2011). Bahan dengan kelarutan total yang lebih tinggi bahan

tersebut akan tinggi kecernaannya (Suardi, 2002).

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) bungkil inti sawit diukur untuk mengetahui pengaruh

setelah diberikan kepada ternak. Nilai derajat keasaman (pH) pada BIS berdasarkan

ukuran ayakan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Derajat Keasaman (pH) pada BIS Berdasarkan Ukuran Ayakan.

Nomor Mesh Derajat Keasaman(pH)

16 5,60±0,00

30 5,55±0,01

50 5,54±0,01

100 5,53±0,01

Perlakuan ayakan pada bungkil inti sawit tidak berbeda nyata (P>0,05)

terhadap derajat keasaman (pH). Derajat keasaman (pH) bungkil inti sawit

berdasarkan ukuran ayakan berkisar antara 5,50-5,60. Penelitian sebelumnya

Page 12: SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA … · Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan

33

menunjukkan derajat keasaman (pH) bungkil inti sawit berdasarkan ukuran ayakan

berkisar antara 5.40-5.45 (Hariyanto, 2011). Derajat keasaman (pH) bungkil inti

sawit yang disajikan menyatakan bahwa bungkil inti sawit bersifat asam karena

memiliki pH dibawah 7. Derajat keasaman (pH) dalam saluran pencernaan akan

dipengaruhi oleh pH pakan karena kehadiran pakan dalam lambung akan

meningkatkan pH lambung. Pengukuran derajat keasaman (pH) bungkil inti sawit

dimaksudkan untuk mendeteksi kondisi bahan jika kemungkinan suatu saat

mengalami penurunan pH akibat proses produksi. Umumnya keasaman yang tinggi

akan cenderung mengganggu kecernaan zat makanan (Tonnedy, 2006). Hal ini

karena enzim pembantu pencernaan tidak dapat bekerja optimal.

Tahap 2 : Jumlah Gula Pereduksi dengan Penambahan Enzim Komersial dan Cairan Rumen pada Bungkil Inti Sawit

Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat

mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron (Lehninger, 1982). Peningkatan gula

pereduksi pada bungkil inti sawit mengindikasikan adanya peningkatan ikatan gula

yang dapat dipecah oleh enzim mannan. Semakin tinggi ikatan gula yang dapat

dipecah, maka semakin baik kualitas bungkil inti sawit. Data hasil pengujian jumlah

gula pereduksi pada bungkil inti sawit setelah diberi penambahan enzim mannan

disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai Gula Pereduksi Bungkil Inti Sawit Hasil Ayakan dengan Penambahan Enzim

Jenis Enzim Jumlah Gula Pereduksi (mg/g)

Kontrol 4,806±0,04c

BIS+ Rumen 0,1ml/gram BIS 5,921±0,04b

BIS+ Enzim komersial 0,1ml/gram BIS 10,516±0,09a

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada BIS (P<0,05).

Berdasarkan data perolehan pengukuran gula pereduksi pada bungkil inti

sawit hasil ayakan yang telah diberi penambahan enzim mannan komersial dan

cairan rumen nyata (P<0,05) mempengaruhi peningkatan total gula pereduksi

bungkil inti sawit. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang

menunjukkan bahwa penambahan enzim pada BIS secara nyata meningkatkan

Page 13: SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA … · Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan

34

efisiensi dan daya cerna nutrien serta menurunkan viskositas nutrien dalam saluran

pencernaan (jejunum) (Sundu et al., 2004).

Nilai gula pereduksi pada bungkil inti sawit hasil ayakan menunjukkan

peningkatan setelah diberi enzim cairan rumen dibandingkan dengan nilai gula

pereduksi bungkil inti sawit tanpa menambahan dari 4,806 mg/g meningkat menjadi

5,921 mg/g. Enzim cairan rumen yang ditambahkan memiliki aktivitas sebesar

0,013x106 U/liter enzim cairan rumen. Nilai gula pereduksi mengalami peningkatan

lebih tinggi setelah bungkil inti sawit hasil ayakan ditambahkan dengan enzim

mannan komersial yaitu 10,516 mg/g (setara 919,27x106 U/liter enzim mannanase

komersial). Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa nilai

aktivitas enzim (IU/ml) menunjukkan kemampuan enzim untuk mempercepat proses

hidrolisis substrat yang digunakan, semakin tinggi angka yang diperoleh memberikan

indikasi semakin banyak gula yang tereduksi (Handoko, 2010).

Nilai total gula pereduksi bungkil inti sawit dari penambahan enzim cairan

rumen lebih kecil daripada nilai total gula pereduksi bungkil inti sawit dengan

penambahan enzim komersial. Namun, jika dilihat dari jumlah aktivitas dari enzim

yang diberikan, kualitas enzim cairan rumen lebih baik. Aktivitas enzim mannanase

pada cairan rumen jauh lebih rendah dibanding dengan aktivitas enzim mannanase

komersial, namun enzim cairan rumen dapat memberikan pengaruh pada

peningkatan jumlah gula pereduksi bungkil inti sawit. Semakin tinggi aktivitas

mannanase yang terkandung pada bungkil inti sawit, maka semakin pekat

kecokelatan warna sampel hasil analisis gula pereduksi (Gambar 13).

Gambar 13. Perbedaan Warna Hasil Ekstraksi Bungkil Inti Sawit dengan Penambahan Enzim Mannan

Page 14: SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA … · Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan

35

Pengaruh peningkatan gula pereduksi bungkil inti sawit dengan penambahan

enzim cairan rumen tidak jauh berbeda dengan pengaruh dari enzim mannanase

komersial. Pengaruh enzim cairan rumen yang tinggi dapat disebabkan karena

terkandungnya beberapa enzim penghidrolisis serat selain enzim mannanase

(selulase, amillase, protease, lipase). Pengujian gula pereduksi bungkil inti sawit

hasil ayakan yang diberi penambahan enzim komersial dan enzim cairan rumen

(Gambar 14) menghasilkan warna yang berbeda-beda pada hasil uji gula pereduksi.

Gambar 14. Bungkil Inti Sawit dengan Penambahan Enzim Mannan Komersial dan dari Cairan Rumen

BIS+Enzim Mannan

Cairan Rumen

BIS+Enzim

Mannan

Kontrol