Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang...

513
RENUNGAN SEORANG PATRIOT INDONESIA SIAUW GIOK TJHAN LEMBAGA KAJIAN SINERGI INDONESIA 2010

Transcript of Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang...

Page 1: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

RENUNGAN SEORANG PATRIOT

INDONESIA

SIAUW GIOK TJHAN

LEMBAGA KAJIAN SINERGI INDONESIA

2010

Page 2: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Judul

Renungan Seorang Patriot Indonesia

Siauw Giok Tjhan

Penerbit: Lembaga Kajian Sinergi Indonesia

Pengantar: Siauw Tiong Djin

Desain Cover: Chan Chung Tak

ISBN 978-602-96260-1-8

Memperbanyak dengan fotokopi atau bentuk reproduksi lain apa pun tidak dibenarkan, kecuali dengan izin Penerbit.

Hak Cipta dilindungi Undang-UndangAll Rights Reserved

Page 3: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Istri tercinta, Tan Gien Hwa

Page 4: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

KATA PENGANTAR Siauw Giok Tjhan ditahan oleh rezim Orde Baru selama 12 tahun, dari November 1965 hingga Juni 1978 tanpa proses pengadilan apapun. Dua tahun terakhir ia lalui sebagai tahanan rumah. Semasa berstatus tahanan rumah, Siauw menyelesaikan beberapa naskah tulisan. Buku ini adalah gabungan dari naskah-naskah tersebut. Ia merupakan renungan dan pandangan Siauw tentang apa yang dialami sebagai seorang pejuang dalam kancah politik nasional. Naskah-naskah yang dimaksud adalah Lima Jaman, Perwujudan Integrasi Wajar, terbit pada tahun 1981, Renungan, terbit dalam bahasa Tionghoa dan Inggris (Siauw Giok Tjhan remembers) pada tahun 1981, tetapi tidak pernah diterbitkan dalam bahasa Indonesia, For a Brighter Future, diterbitkan dalam bahasa Tionghoa pada tahun 1985, tetapi tidak pernah diterbitkan dalam bahasa Indonesia dan berbagai tulisan yang dijadikan bahan kuliah di Eropa antara 1979 – 1981, antara lain: Menuju Indonesia yang baik dan Kewarganegaraan Bukan Barang Dagangan, yang juga tidak pernah diterbitkan. Nama Siauw Giok Tjhan menandakan bahwa ia adalah seorang peranakan Tionghoa. Orang mudah menganggap bahwa sebagai seorang pejuang, ia hanya membela kepentingan komunitas Tionghoa. Buku ini menentang anggapan tersebut dan menunjukkan bahwa Siauw adalah seorang patriot Indonesia, yang meletakkan kepentingan Rakyat di atas kepentingan komunitas Tionghoa. Siauw Giok Tjhan akan tercatat di dalam sejarah sebagai seorang tokoh politik yang berbobot. Keberadaannya di dalam kancah politik nasional selama berpuluhan tahun, telah memungkinkannya untuk mengerahkan massa peranakan Tionghoa di Indonesia, untuk menyadari bahwa upaya menyelesaikan masalah komunitas Tionghoa adalah bagian dari perjuangan mewujudkan Nasion Indonesia yang ber- Bhineka Tunggal Ika. Lahir di Surabaya pada tanggal 23 Maret 1914, semasa hidupnya, ia gigih menuntut pemerintah dan para tokoh nasional

Page 5: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Indonesia untuk memenuhi salah satu janji para pembentuk RI, yang tercantum dalam Manifesto Politik 1 November 1945: Menjadikan semua golongan Indo-Asia dan Eropa orang Indonesia sejati, warga negara, patriot dan demokrat Indonesia dalam waktu sesingkat mungkin. Kepositifan Siauw sebagai seorang pejuang nampak dari sepak terjangnya. Tuntutan itu dilakukan dengan sepenuhnya bersikap dan bertindak sebagai seorang patriot Indonesia. Dalam perjuangan mengikis habis diskriminasi rasial, rumusannya pun membangun: Memperjuangkan tercapainya kondisi yang memungkinkan komunitas Tionghoa meng-integrasikan dirinya ke dalam tubuh Bangsa Indonesia secara wajar, sehingga rasisme tidak bisa berkembang dan pada akhirnya lenyap dari bumi Indonesia. Menentang dan bersikap anti rasisme semata-mata, menurutnya, tidak akan mencapai hasil yang diinginkan. Kepositifan inilah yang membuat Siauw berhasil mengembangkan BAPERKI (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia) sebagai sebuah organisasi massa Tionghoa terbesar yang berpengaruh dan berperan positif dalam sejarah Indonesia. Karena ke-patriotannya, ia dikenal sebagai Bung Siauw di kalangan tokoh politik nasional. Ia duduk dalam bidang legislatif – KNIP, BP-KNIP, DPR, DPR-GR dan MPRS, mengetuai berbagai fraksi berpengaruh, dari tahun 1946 hingga ia “dipecat dengan hormat” oleh Soeharto pada tahun 1966. Ia juga duduk sebagai anggota DPA, Dewan Harian Angkatan 45 dan berbagai lembaga kenegaraan lainnya. Ia-pun aktif dalam mengembangkan berbagai surat kabar dan majalah, baik sebagai wartawan, Pem-Red maupun sebagai Pengasuh dan pembina. Karena pendirian politik dan sepak terjangnya, ia berkali-kali ditahan dan meringkuk dalam penjara, baik di zaman penjajahan maupun kemerdekaan. Terakhir, selama 12 tahun, sebagai seorang tahanan politik rezim Orde Baru (1965 – 1978). Ini terjadi di negara yang pendiriannya ia turut perjuangkan. Akan tetapi penahanan berkali-kali ini, tidak pernah berhasil mematahkan semangat dan komitmen perjuangan yang ia pertahankan hingga akhir hayatnya, 20 November 1981. Gabungan naskah-naskah ini dipersembahkan sebagai buku yang mencerminkan gaya penulisan Siauw yang memang tumbuh

Page 6: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

dalam kancah nasional sebagai seorang wartawan. Tidak ada pretensi menjadikannya sebuah karya akademik. Oleh karena itu, di sana sini, pementasan berbagai bahan bisa mengundang perdebatan akademik. Akan tetapi, pengamatan jujur dan objektif dari pembaca akan menyimpulkan bahwa ingatan, memoar dan pandangan yang tertuang di dalam buku ini mencerminkan perkembangan sejarah Indonesia yang sesungguhnya. Tidak ada pemutar- balikan fakta. Tidak ada pemalsuan sejarah. Upaya menggabung dan meng-edit tulisan-tulisan Siauw merupakan kegiatan gotong royong. Tidak mudah menggabung karya-karya Siauw dan membuku-kannya dalam satu jilid buku. Perasaan terima kasih saya haturkan ke semua saudara dan teman yang telah membantu. Saya sepenuhnya bertanggung jawab atas produksi gabungan karya ini. Oleh karena itu, saya pula-lah yang bertanggung jawab atas semua kesalahan dan kekurangan yang terkandung di dalam buku ini. Semoga berbagai pengalaman dan pandangannya, yang masih relevan dalam membangun Nasion Indonesia di masa kini, dapat dimanfaatkan, terutama oleh generasi penerus. Siauw Tiong DjinFebruari - 2010

Page 7: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1BHINNEKA TUNGGAL IKA -REALISASI PROSES INTEGRASI WAJAR 1BAB I ZAMAN PENJAJAHAN 6KAPASAN 6MATA MULAI TERBUKA 20KEBANGKITAN NASIONAL 34PERS PERANAKAN TIONGHOA 52MASALAH LOYALITAS DAN SOLIDARITAS 65BAB II ZAMAN JEPANG & AWAL KEMERDEKAAN 81DI BAWAH TELAPAK MILITER JEPANG 81AWAL KEMERDEKAAN 93TIONGHOA BERPERAN dalam PEMBENTUKAN RI 105BAB III PENGKONSOLIDASIAN RI 117DOMINASI POLITIK PARTAI SOSIALIS 117TIONGHOA DIJADIKAN PERISAI BELANDA 127KONPERENSI ANTAR ASIA I – NEW DEHLI 138KABINET AMIR SYARIFUDDIN 147SISTEM MULTI PARTAI DAN DEMOKRASI PARLEMENTER

160DI PENJARA OLEH BELANDA 173HASIL KMB, RIS DAN MODAL BELANDA 177BAB IV ZAMAN NEGARA KESATUAN R.I. 193PEMBELIAN DUKUNGAN POLITIK 193RAZZIA SUKIMAN 195DEMOKRASI DAN PEMILIHAN UMUM 208MENGGALANG SOLIDARITAS ASIA-AFRIKA 225MINORITAS PERANAKAN TIONGHOA 245PEMILU BUKAN “ KUNCI WASIAT “ 256BAB V ZAMAN KEMBALI KE UUD 1945 281MENORMALISASI KEADAAN RI 281PP -10 DAN PEMBOROSAN 294DEKON DAN BERDIKARI 298NASIB MINORITAS TIONGHOA 306

Page 8: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

BAB VI KEWARGANEGARAAN DAN BAPERKI 313ASAL USUL KEWARGANEGARAAN INDONESIA 313DWI KEWARGANEGARAAN 319LAHIRNYA BAPERKI 327PERKEMBANGAN BAPERKI 346KONSEP ASSIMILASI DAN LPKB 360SUMBANGSIH BAPERKI DALAM BIDANG PENDIDIKAN 367BAB VII G-30-S, HAM DAN ANTI-TIONGHOA 381PROVOKASI ATAU KETELEDORAN FATAL? 381TUMBUH DAN BERKEMBANGNYA SOEHARTO 396PELANGGARAN HAM 402GERAKAN DAN KEBIJAKAN ANTI TIONGHOA 416BAB VIII ZAMAN “ORDE BARU” 438PELANGGARAN UUD-45 DAN PANCASILA 438LENYAPNYA DEMOKRASI 459BAB IX MENGHADAPI MASA DEPAN 469BELAJARLAH DARI PENGALAMAN 469MENUNGGAL DENGAN RAKYAT 484

Page 9: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pendahuluan

1

PENDAHULUAN

BHINNEKA TUNGGAL IKA -REALISASI PROSES INTEGRASI WAJAR

Dunia sudah banyak berubah. Jumlah anggota PBB bertambah. Kekayaan negara-negara maju meningkat. Teknologi mencapai tingkat yang mengagumkan. Manusia sudah bisa mendarat di bulan. Persenjataan dengan bom nuklir yang bisa menghancurkan sebuah wilayah besar dalam waktu sekejap mata, sudah disiapkan oleh negara-negara super power. “Bantuan” negara-negara kaya mengalir deras ke negara-negara miskin. Investasi korporasi multi-nasional di negara-negara berkembang yang memiliki kekayaan alam juga berlimpah terus meningkat. Akan tetapi anehnya, perkembangan yang digambarkan di atas tidak menghapus kemiskinan dan kemelaratan Rakyat terbanyak. Kemajuan teknologi tidak mampu mendeteksi datangnya bencana alam, sehingga manusia bisa dipersiapkan untuk menghindari bencana itu. “Bantuan” dan investasi asing yang masuk ke negara-negara berkembang seperti Indonesia, melahirkan sekelompok orang kaya baru. Tetapi Rakyat terbanyak masih miskin. Negara-negara maju tidak menitik beratkan kemakmuran Rakyat terbanyak, tetapi malah mengeluarkan banyak ongkos dan tenaga untuk menciptakan alat penghancur umat manusia. Bukankah sebaiknya uang dan tenaga yang dicurahkan untuk hal-hal yang tidak menguntungkan umat manusia secara keseluruhan, dipergunakan untuk mengubah hutan belukar dan gurun pasir menjadi ladang-ladang yang subur, yang bisa menghasilkan berbagai rupa makanan yang bergizi sehingga banyak manusia yang kelaparan dan yang mengalami malnutrition, tertolong? Manusia di dunia juga akan lebih menghargai bilamana jauh lebih banyak uang dan tenaga yang dipergunakan untuk mencegah bangkitnya dan menjalarnya berbagai penyakit yang

Page 10: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

2

merenggut jiwa banyak manusia. Keganjilan ini terus berlangsung. Prioritas dan tindakan pimpinan negara-negara maju memang sangat tergantung atas kepentingan para korporasi multi-national raksasa, karena mereka-lah yang berperan dalam perputaran roda ekonominya. Kepentingan korporasi multi-nasional tentu berbeda dengan prioritas hidup Rakyat terbanyak. Perubahan menyolok akan terasa bilamana di banyak negara yang berkembang, yang jumlah penduduknya melebihi 70% dari penduduk dunia, dilaksanakan sistem pemerintahan yang bersandar atas prinsip dari Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat. Kalau perkembangan di luar Indonesia seperti tergambar di atas secara keseluruhan menimbulkan pertanyaan yang tidak terjawab, pelanggaran UUD-45 dan Pancasila, penginjakkan Hak Azasi Manusia (HAM) dan penyimpangan dari cita-cita perjuangan 45 di Indonesia, membangkitkan kekecewaan dan rasa penasaran. Mengapa di negara yang menyatakan berprinsip Pancasila, terdapat puluhan ribu orang yang setelah peristiwa yang dinamakan G-30-S, ditahan ber-belasan tahun tanpa proses hukum? Bagaimana pemerintah yang menyatakan bersandar atas UUD-45 bisa melakukan pengejaran dan pembunuhan massal tanpa dasar hukum sehingga yang jatuh korban melebihi sejuta orang? Bagaimana pemerintah yang melakukan pelanggaran HAM secara dahsyat ini didukung oleh negara-negara maju tanpa adanya sanksi yang sanggup menghentikannya? Para pejuang kemerdekaan seperti MH Thamrin, Bung Karno dan Bung Hatta ber-api-api menuntut penjajah Belanda untuk melaksanakan HAM di Indonesia. Mereka rela masuk penjara dan dibuang untuk mencapai kemerdekaan. Ternyata di alam kemerdekaan yang dicapai dengan pengorbanan jiwa dan raga itu, pemerintah justru melakukan penindasan dan pelanggaran HAM terhadap bangsanya sendiri, dalam skala yang lebih besar dari apa yang dilakukan penjajah Belanda. Para perumus UUD di awal kemerdekaan menjunjung tinggi HAM, terutama setelah dikeluarkannya Universal Declaration of

Page 11: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pendahuluan

3

Human Rights. Salah satu pasalnya tegas menyatakan: “No one shall be subjected to arbitrary arrest, detention or exile”. Jelas, mereka tidak menginginkan Indonesia menjadi negara tahanan, negara yang mengenal pembuangan untuk warga negara-nya. Inilah esensi jiwa proklamasi 45, setelah menghancurkan belenggu penjajahan. Indonesia adalah negara yang “The-ist”. Sila pertama “Ke-Tuhanan Yang Maha-esa” menunjukkan ini. Agama Islam yang dianut sebagian besar penduduk Indonesia mengandung istilah “fitnah”. Dalam surat Al Baqaroh ayat 191, “fitnah” dinyatakan lebih kejam dari pembunuhan. “Fitnah” yang dimaksud berbeda dengan pengertian “fitnah” dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Arab, “fitnah” berarti pengejaran atau persecution. Jadi agama Islam dengan tegas mengutuk adanya “fitnah”, pengejaran dan persekusi terhadap sebuah golongan, sebagai hal yang lebih kejam dari pembunuhan. Dengan demikian, pemerintah Indonesia telah melanggar ajaran Islam yang dianut oleh sejumlah besar penduduknya. Apalagi yang dilakukan adalah pengejaran massal, penangkapan massal dan pembunuhan massal terhadap sebuah golongan yang menganut aliran politik, yang sebelum peristiwa G30S merupakan aliran yang bukan saja resmi, tetapi juga diterima oleh para tokoh yang kini berkuasa: yaitu bagian dari prinsip NASAKOM – Nasionalis, Agama dan Komunis, yang menjadi program kesatuan politik Bung Karno. Selain pelanggaran yang sewenang-wenang tergambar di atas, terdapat pula sebuah penyelewengan hukum dan prinsip Pancasila, yaitu dikeluarkan dan dilaksanakannya berbagai kebijakan rasis, terutama terhadap komunitas Tionghoa. Manifesto Politik 1 November 1945 dengan jelas menyatakan bahwa pemerintah dalam waktu sesingkat mungkin akan menjadikan semua peranakan Asia dan Eropa yang ada di Indonesia, warga negara dan patriot Indonesia. Ini dilanggar. Karena dalam prakteknya, peranakan Tionghoa selalu dipersulit. Keinginan menjadi warga negara sering tidak bisa dipenuhi karena adanya berbagai peraturan yang mempersulit. Dan berbagai kebijakan menciptakan suasana di mana orang Tionghoa merasa di-anak-tiri-

Page 12: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

4

kan. Tentu saja ini tidak membangkitkan keinginan menjadi patriot Indonesia. Penilitian sejarah akan menyimpulkan bahwa komunitas peranakan Tionghoa, yang sudah ber-generasi hidup di Indonesia, sesuai dengan apa yang dinyatakan Bung Karno sejak tahun 1963, bisa dikategorikan sebagai salah satu suku bangsa Indonesia. Suku yang tidak terpisahkan dari Bangsa Indonesia. Kebijakan yang bersandar atas adanya pembagian warga negara “asli” atau “pribumi” dan warga negara “non pribumi” bertentangan dengan undang-undang. Menurut undang-undang, Indonesia hanya mengenal satu macam warga negara dan semua yang ber-kewarganegaraan Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama. Tentunya di dalam masyarakat ada yang dikategorikan “ekonomi lemah” dan “ekonomi kuat”. Akan tetapi pembagian ini tidak boleh didasarkan atas latar belakang ras. Dalam zaman “Orde Baru”, telah dilaksanakan pemaksaan proses assimilasi yang dilakukan dalam bentuk pergantian nama, penanggalan ciri-ciri ke Tionghoaan dan pelarangan merayakan tahun baru Imlek di tempat umum. Kesemuanya ini merupakan tindakan yang melanggar hukum, melanggar Pancasila dan melanggar HAM. Perjuangan untuk menghapus diskriminasi rasial memang memerlukan waktu panjang. Karena pengotakan masyarakat atas dasar ras adalah warisan sistem penjajahan yang berlangsung lebih dari 100 tahun. Penyelesaiannya sangat erat berkaitan dengan pengikisan sistem masyarakat kolonialisme dan perwujudan masyarakat adil dan makmur. Dan ini hanya bisa tercapai bilamana masyarakat Tionghoa menunggal dengan Rakyat Indonesia, berjuang bersama Rakyat dalam mewujudkan bangsa Indonesia yang ber Bhinneka Tunggal Ika; berjuang bersama Rakyat membentuk negara yang bersandar atas UUD-45 dan Pancasila sesuai dengan apa yang dicita-citakan para pejuang kemerdekaan; berjuang bersama Rakyat mencapai kemakmuran yang bersandar atas azas demokrasi. Rasisme akan lenyap dari bumi Indonesia bilamana kesemuanya ini tercapai. Dan saya yakin bahwa ini

Page 13: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pendahuluan

5

akan tercapai. Oleh karena itu, saya-pun yakin bahwa masa depan Indonesia gemilang. Saya adalah seorang peranakan Tionghoa yang lahir dan dibesarkan di Indonesia. Saya ikut berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Setelah kemerdekaan, saya ikut serta dalam kegiatan menegakkan kemerdekaan dan merumuskan berbagai UU, sebagai anggota KNIP, Badan Pekerja KNIP, menteri dalam kabinet Amir Syarifuddin, DPR-RIS, DPR hasil pemilihan umum pertama, Konstituante, DPRG-GR, MPRS dan DPA. Saya turut mendirikan dan memimpin BAPERKI – Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia, sebuah organisasi massa yang berjuang untuk perwujudan nasion Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Pengalaman panjang di dalam lima zaman -- zaman penjajahan, zaman pendudukan Jepang dan perjuangan fisik, zaman negara kesatuan RI, zaman kembali ke UUD-45 dan zaman “Orde Baru” – saya tuturkan dalam tulisan ini. Penuturan ini dilakukan tanpa dokumentasi lengkap, sehingga bisa saja mengandung berbagai kesalahan. Saya tidak bermaksud mengeluarkan karya ilmiah dengan berbagai kutipan-kutipan yang bersifat akademik. Harapan saya adalah penuturan pengalaman yang menggambarkan berbagai kelemahan dalam bentuk pelanggaran hukum dan upaya memperbaikinya di berbagai zaman, bisa dijadikan pelajaran yang berguna, terutama untuk generasi penerus. Diharap pula renungan seorang putera Indonesia ini membangkitkan gaerah untuk meneruskan perjuangan merealisasi Bhinneka Tunggal Ika.

Page 14: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

6

BAB I ZAMAN PENJAJAHAN

KAPASAN

KAPASAN adalah nama sebuah daerah di kota Surabaya. Sebagian besar penghuni daerah itu adalah orang Tionghoa atau peranakannya. Di daerah itu terdapat sebuah gedung besar, semacam “istana kecil”, yang dihuni oleh keluarga seorang “majoor der Chinezen”. Nama keluarganya adalah The dan ia menjadi pemilik seluruh tanah dan rumah di daerah Kapasan itu. Jumlah penghuni daerah pada awal abad ke 20 itu kurang lebih 5000 orang.

Di daerah itu terdapat satu-satunya “Boen Bio” di seluruh propinsi Jawa Timur. “Boen Bio” bukanlah Kelenteng untuk pemuja Taoisme. “Boen Bio” adalah rumah berhala untuk Nabi Kong Hu Cu (Confucius), di mana upacara sembahyang hanya dilakukan pada hari lahir dan wafatnya Nabi Kong Hu Cu. Sedangkan di Klenteng, para pemuja Taoisme bisa bersembahyang setiap saat, untuk meminta “Ciam Si”, untuk meminta obat atau ramalan nasib.

Bentuk gedung “Boen Bio” juga berlainan dari pada bentuk Kelenteng. “Boen Bio” lebih megah dengan arsitektur khas Tionghoa. Gedung “Boen Bio” itu didirikan pada akhir abad ke-19 dan di belakang gedung “Boen Bio” itu dibangun gedung sekolah Tiong Hoa Hwee Kwan (THHK), gedung THHK pertama di Jawa Timur.

Gedung itu mempunyai lapangan olah-raga yang cukup luas dan di pojok lapangan olah-raga itu terdapat sebuah bangunan sederhana, yang dijadikan gedung gymnastiek, gedung pertama perkumpulan olah-raga “Tionghoa”. Perkumpulan ini mula-mula dikenal sebagai “Sport & Gymnastiekvereniging Tionghoa”, karena pada ketika didirikan ia lebih mengutamakan olah-raga gymnastiek. Setelah tahun 30-an “Tionghoa” lebih dikenal sebagai perkumpulan sepak-bola dari pada perkumpulan gymnastiek. Gedung perkumpulannya juga pindah dari Kapasan, ke sebuah gedung besar milik seorang hartawan besar Tionghoa di Surabaya. Ia lalu memperoleh juga lapangan sepak-bola yang megah di sebelah “Jaarmarkt” (pasar

Page 15: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

7

malam tahunan) di daerah baru Ketabang. Setelah proklamasi kemerdekaan, Jaarmarkt itu dikenal sebagai Taman Hiburan Rakyat dan berhadapan dengan Taman Pahlawan Surabaya.

Dengan adanya Boen Bio dan Tiong Hoa Hwee Kwan, orang bisa menyimpulkan bahwa Kapasan adalah peninggalan politik “Apartheid” penjajah Belanda. Daerah itu dulunya tentu sebuah “ghetto” Tionghoa.

Anehnya, di daerah itu terdapat juga sebuah kuburan seorang tokoh agama Islam, dikenal sebagai “Cungkup”. Yang menarik perhatian adalah letak “Cungkup” itu terpisah hanya kurang lebih 1.150 meter di seberang Boen Bio. Apakah kenyataan ini merupakan bukti bahwa di zaman itu sudah berkembang toleransi agama? Penjajah Belanda pada akhir abad ke-19 menjalankan “wijkenstelsel” yang membatasi kebebasan bergerak orang Tionghoa. Sekalipun orang Tionghoa ketika itu merasakan perlunya membangun gedung Beon Bio yang megah dan membuka sekolah THHK untuk menyebarkan ajaran-ajaran Nabi Kong Hu Cu, tetapi ternyata bersikap toleran terhadap agama lain, seperti dibuktikan dengan adanya “Cungkup” yang pada hari-hari besar agama Islam menarik pengunjung pengikut agama Islam cukup besar. Di antara pengunjung “Cungkup” pada hari-hari raya Islam terdapat juga …. kaum ibu peranakan Tionghoa! Penghuni daerah Kapasan terdiri dari dua bagian. Yang ting-gal di sepanjang Jalan Raya Kapasan adalah golongan “the haves”, sedangkan yang tinggal di dalam gang-gang di belakang gedung-gedung sepanjang jalan raya adalah golongan kurang mampu. Se-bagian besar dari mereka adalah pegawai/pelayan toko-toko atau tukang jam, tukang jahit, tukang pangkas rambut, tukang kayu dan lain-lain. Di samping itu ada juga yang bekerja sebagai penjaga keamanan societeit atau rumah-rumah judi di luar daerah Kapasan sebagai “tukang kepruk” atau “tukang pukul”, semacam “body guards” untuk bandar-bandar judi atau orang-orang kaya.

Nama Kapasan pada masa tahun 1930-1934 menimbulkan perasaan campur-aduk bagi pendengarnya. Ada perasaan gelisah-takut dicampur dengan rasa hormat kagum. Memang, daerah

Page 16: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

8

Kapasan mungkin merupakan sebuah daerah yang bersih dari gangguan pencuri tanpa ada penjagaan polisi. Pencuri segan beroperasi di Kapasan, yang menjadi tempat kediaman banyak jago “tukang pukul” terkenal di kalangan mereka. Bila ada pencuri berani beroperasi di Kapasan, ia akan dicari dan siallah nasibnya bila diketemukan. Keragaman atau solidaritas penduduk Kapasan terkenal di luar daerah. Apa bila seorang penghuni Kapasan dihina orang luar daerah atau bentrok dengan orang daerah lain maka jago-jago Kapasan bangkit serentak membela pihaknya. Keadaan itu membuat orang segan untuk mengganggu seorang penghuni Kapasan.

Orang asal Kapasan juga bangga dengan daerah tempat kelahiran dan dibesarkannya. Betapa tidak! Regu bola basket Kapasan “All White” pernah menjagoi bola basket di Surabaya. Sekalipun tidak semua pemainnya penghuni Kapasan, karena sebagaian terbesar pemainnya terdiri dari murid-murid THHK, regu “All White” berlatih dan digembleng di Kapasan. Kesebelasan “Tionghoa” di masa jayanya juga diperkuat oleh arek-arek Kapasan. Malahan diantara mereka ada yang terpilih menjadi pemain “Voetbalbond” Surabaya. Di antara “arek-arek Kapasan” ada juga yang menjadi dokter dan politikus terkenal, yang sebagai Ketua SOS (Servants Of Society) Surabaya kemudian dapat menggagalkan usaha penjajah Belanda untuk mendatangkan delegasi minoritas Tionghoa Surabaya ke konperensi Pangkalpinang, yaitu Dr. Tjoa Sik Ien.

Arek-arek Kapasan juga telah banyak memberi bantuan dalam kampanye pemilihan umum beberapa kali untuk Gemeenteraad Surabaya. Chung Hua Hui (CHH), perkumpulan kaum “Packards” (kaya) Tionghoa, yang tadinya memborong semua kursi perwakilan untuk peranakan Tionghoa, mesti menderita kekalahan total. Semua kursi peranakan Tionghoa di Gemeenteraad Surabaya lalu diborong oleh Partai Tionghoa Indonesia (PTI), yang baru didirikan tahun 1932 dan ada arek-arek Kapasan duduk dalam pimpinannya.

Kadang-kadang menurut keperluan ada juga sementara penghuni Kapasan mengadakan perjudian atau adu ayam. Permainan judi dan adu ayam termasuk permainan adu nasib yang dilarang polisi.

Page 17: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

9

Solidaritas arek Kapasan ternyata cukup baik untuk mencegah jangan sampai ada penghuni Kapasan ditangkap polisi karena permainan judi atau adu ayam di Kapasan. Penjagaan masuk dalam halaman kampung Kapasan diatur sedemikian rupa sehingga bila terjadi penggerebekan polisi, polisi selalu menghadapi keadaan … beres! Tidak bisa memperoleh bukti bahwa telah terjadi perjudian atau adu ayam.

Keadaan demikian itu membuat “uang kunci” untuk rumah-rumah di Kapasan sangat tinggi. Sewa rumah dalam ukuran ketika itu murah. Penghuni baru dari luar daerah sukar masuk karena “uang kunci” yang tinggi. Oleh karenanya penghuni perkampungan Kapasan itu umumnya menjadi penghuni selama beberapa keturunan.

Di antara penghuni Kapasan adalah ayah saya, Siauw Gwan Swie. Ia dilahirkan di Kapasan dan ketika berusia 11 tahun ayahnya meninggal dunia. Keadaan ekonomi keluarganya sangat payah. Menurut ceritanya, ia harus membantu memikul ongkos rumah tangga. Ia melakukannya dengan jual kue onde-onde dan “perut ayam”. Di zaman itu perusahaan yang membuat onde-onde ternyata membuat juga kue yang dinamakan “perut ayam”. Ia harus mulai berjualan kue jam 4 pagi, karena pada jam 8 pagi ia bekerja di sebuah toko di Kembang Jepun, tidak jauh dari Kapasan, sebagai pelayan toko. Di waktu malam ia ikut kursus bahasa Inggris.

Ini menarik. Walaupun di Kapasan ada THHK, tetapi ia ikut kursus bahasa Inggris. Menurutnya pada ketika itu belum ada sekolah sore di THHK. Sekolah sore baru diadakan di THHK setelah 1930. Di samping itu, ia berpendapat bahwa dengan kemampuan ber-bahasa Inggris, ia akan memperoleh kesempatan bekerja dengan gaji yang lebih baik.

Di zaman itu, peranakan Tionghoa harus menerima berbagai macam penghinaan. Mereka diharuskan menguncir rambutnya dan dililit pita merah. Mereka sering mendengar cacian “Cina loleng” dari orang-orang Barat. Keadaan ini mendorong ayah untuk bekerja dan belajar keras supaya ia bisa sederajat dengan mereka yang

Page 18: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

10

menghina komunitas Tionghoa.Dengan belajar dan bekerja tekun, ayah berhasil lulus ujian

untuk guru bahasa Inggris. Dengan demikian ia maju setingkat. Kemudian dari guru bahasa Inggris ia menjadi pesero sebuah perusahaan “makelaar” yang disumpah oleh seorang Belanda, yang membuka kantor “Schmidt & Co”. Dengan perkembangan ini ia membanggakan dirinya sebagai “self made man”.

Pada ketika itu terbuka kemungkinan luas untuk orang yang berkemauan keras, yang rajin belajar dan ulet untuk menjadi “self made man”. Dari salah seorang penghuni di salah satu gang Kapasan, ayah berhasil menjadi penghuni di jalan raya Kapasan.

Sekalipun ia mampu berbahasa Inggris dan tidak mengerti bahasa Tionghoa, ia tetap menganggap dirinya seorang Tionghoa. Ia sangat dipengaruhi oleh gerakan pembaharuan di Tiongkok, yang dipimpin oleh Liang Chi Chiao dan Kang Yu Wei, kemudian oleh Dr. Sun Yat Sen.

Ia menjalin hubungan baik dengan pemilik dan manajemen perusahaan penerbitan surat kabar, harian Sin Po dan “Pewarta Surabaya”. Ini menyebabkan ia tetap mengikuti perkembangan di Tiongkok, yang memberikan harapan akan adanya perbaikan nasib bagi orang Tionghoa.

Menurut ceritanya, ketika gerakan yang dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen berhasil menggulingkan kerajaan Manchu, di Surabaya diadakan demonstrasi pencukuran kuncir dengan upacara. Semenjak itu istilah “Cina” dihapus dari kamus orang Tionghoa di Indonesia. “Cina”, yang mengandung unsur penghinaan, diganti dengan “Tionghoa”, karena telah didirikan Chung Hua Min Kuo (Tionghoa Bin Kok) atau Republik Tiongkok dan Rakyatnya semenjak itu dinamakan Chung Kuo Ren (Tionghoa Jin).

Ayah sering mengunjungi kantor “Pewarta Surabaya”, yang terletak di Panggung dan di sebelah sebuah toko “serba ada” yang dimiliki seorang pedagang totok – Hakka, Kwan Sin Liep. Kwan memiliki seorang putri cantik yang bernama Kwan Tjian Nio.

Ayah jatuh cinta pada Kwan Tjian Nio, tapi upayanya untuk menikahi Tjian Nio ditolak oleh Kwan Sin Liep. Kwan tidak

Page 19: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

11

mengizinkan putrinya untuk menikah dengan seorang peranakan yang tidak mampu berbahasa Tionghoa. Lamarannya ditolak berkali-kali. Akan tetapi ayah tidak menyerah. Atas bantuan sahabatnya, direktur Pewarta Surabaya, The Ping Oen, ia berhasil meyakinkan Kwan Sin Liep untuk mengizinkan pernikahan yang ia inginkan. Berhasil, tetapi dengan syarat! Syaratnya: Anak lelaki pertama harus masuk sekolah Tionghoa.

Kakek rupanya seorang chauvinist. Ia adalah seorang Khe - Hakka, asal Swatou, Tiongkok Selatan. Syarat itu ditentukan, karena ia menganggap orang Tionghoa harus bisa berbahasa Tionghoa, tidak seperti ayah. Ini menandakan bahwa pada zaman itu masih terdapat jurang pemisah antara komunitas peranakan dan Totok. Terdapat perbedaan persepsi hidup, kebudayaan, bahasa dan cara hidup yang bisa menimbulkan masalah dalam menerima berlangsungnya sebuah perkawinan “campuran”.

Untuk seorang yang sedang jatuh cinta, tidak ada syarat yang terasa berat. Ayah segera menerimanya dan terlaksanalah perkawinan antara ayah dan ibu.

Saya adalah putera pertama hasil perkawinan “campuran” yang tergambar di atas. Untuk memenuhi persyaratan, pada usia empat setengah tahun, saya diantar oleh kakek Kwan Sin Liep ke THHK - Surabaya, di mana ia memainkan peranan sebagai seorang anggota pengurusnya. Syarat perkawinan campuran itu dipenuhi pada akhir 1918.

Akan tetapi ayah memiliki rencana jangka panjang yang berbeda. Ia tidak sepenuh hati menerima persyaratan ini. Ia berpendapat bahwa anak-anaknya perlu memperoleh pendidikan Barat. Peseronya seorang Belanda dan ia berpengalaman bahwa dengan pendidikan Belanda orang lebih mudah maju dan berkembang. Secara diam-diam ia tetap berencana untuk menyekolahkan saya di sekolah Belanda.

Kesempatan yang dinantikan tiba. Kakek memutuskan untuk pulang ke Tiongkok untuk hidup di sana – sambil bersandar atas penghasilan usaha dagangnya di Surabaya. Tokonya diserahkan ke mantu laki-laki-nya, seorang totok pula. Ayah, yang peranakan,

Page 20: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

12

tidak memperoleh kepercayaan untuk meneruskan usaha dagang si kakek.

Begitu kakek berangkat pulang ke Tiongkok pada tahun 1920, ayah memindahkan saya dari THHK ke Institut Buys, sekolah swasta yang mewah untuk anak-anak Belanda dan bukan Belanda. Perpindahan ini tentunya menimbulkan masalah karena selama dua tahun saya hanya dididik dalam bahasa Tionghoa. Di rumah hanya berbicara dalam bahasa Tionghoa Melayu. Bahasa Belanda sangat asing.

Di Institut ini saya hanya sebentar. Begitu izin dari kepala daerah (residen) keluar, saya dipindahkan ke 3de Europese Lagere School (ELS).

ELS diselenggarakan untuk anak-anak Belanda. Anak bukan Belanda hanya boleh masuk kalau memperoleh izin dari Residen. 3de ELS ini termasuk tingkat bawahan bila dibandingkan para Europese School lainnya. Oleh karena itu, terdapat cukup banyak anak-anak bukan Belanda. Sehingga di sekolah terdapat pembagian kelompok ras, antara yang Belanda dan non Belanda.

Di sekolah ini sering terjadi saling caci antara murid “Cina Loleng” dan “Belanda Godong”. Cacian sering diikut sertai dengan perkelahian fisik. Kwan Sin Liep seorang akhli silat. Sebagai cucu pertamanya, saya memperoleh didikan silat dari dia sendiri. Ini menolong posisi saya ketika di “cina-loleng-kan” murid-murid Belanda. Bilamana terjadi keroyokan, kami yang non Belanda sering memperoleh bantuan teman-teman yang sekolah di Hollands Chinese School (HCS).

Mendadak, adik ibu yang ditugaskan menjaga usaha kakek meninggal dunia pada usia muda dan tanpa keturunan. Ini mendorong kakek untuk segera kembali ke Surabaya untuk[ mengurus usaha dagangnya. Ketika kakek kembali saya telah duduk di kelas 6 Europese Lagere School. Dalam pertemuan pertama dengan kakek, ia mengajak saya bercakap dalam bahasa Tionghoa. Saya tidak mampu untuk menanggapinya. Hal ini tentu mengejutkannya. Bagaimana setelah sekolah Tionghoa 8 tahun, saya tidak mampu bercakap dalam bahasa Tionghoa. Ketika ibu

Page 21: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

13

menjelaskan duduk persoalan, ia marah dan berlalu tanpa pamit. Clash ini menimbulkan sebuah kompromi baru. Ia tetap

menginginkan saya memperoleh didikan dagang totok. Saya diwajibkan membantu kakek mengurus tokonya setelah pulang sekolah. Rencananya yalah saya dilatih menjadi pengusaha penerus. Ciri ini patut diperhatikan, karena di kalangan peranakan Tionghoa, umumnya orang tua tidak terlalu memaksa keinginan anak untuk melanjutkan usahanya.

Dengan kompromi ini, setiap siang setelah sekolah diantar ayah, yang berkantor di Kembang Jepun, ke toko kakek, yang terletak di Panggung. Menjaga toko dari pukul 2 siang hingga pukul 5 sore, dengan upah 10 sen. Kakek setiap siang menunggu kedatangan saya dan setelah menyerahkan catatan-catatan langganan yang harus datang membayar dan mengambil barang, serta catatan rekening-rekening yang harus dibayar dan mempercayakan kunci lemari besinya, ia lalu pergi tidur siang. Uang sepuluh sen ketika itu cukup untuk jajan 4 porsi tahu campur atau 2 bakpao.

Langganan toko kakek banyak datang dari pulau-pulau Nusatenggara: Bali, Lombok, Sumba, Sumbawa, Flores dan Timor. Pada umumnya langganan kakek adalah pedagang-pedagang Tionghoa totok, Arab atau Haji. Mereka datang dari pulau-pulau Nusatenggara dengan perahu. Umumnya mereka membawa kulit biawak, kulit buaya dan kulit hewan lainnya, di samping membawa kuda atau sapi untuk dijual di Surabaya. Ketika itu di Surabaya memang sering diadakan lelang kuda Sumbawa. Pulangnya mereka membawa barang dagangan. Yang banyak disukai adalah merjan (kralen), terutama berukuran besar dengan warna terang mengkilat hitam, merah, kuning atau hijau. Merjan merupakan barang hiasan untuk wanita di tempat asal mereka. Lain barang yang banyak diminta adalah benang emas, benang perak, kain beledru, yang merupakan bahan-bahan untuk menyulam sarung atau baju. Di samping itu barang lain, seperti benang jahit, benang sulam, jarum, lampu tomplok, jarum gramofon, jam saku kwalitet kasar yang suaranya dapat didengar se meter darinya.

Pada ketika itu belum ada radio dan TV. Hubungan dengan

Page 22: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

14

perahu layar antara Surabaya dan pulau-pulau itu cukup lancar. Belakangan diketahui bahwa atas usaha P.B.I. yang dipimpin oleh Dr. Sutomo, telah dibentuk RUPELIN (Rukun Pelayaran Indonesia) yang sanggup menjalankan perang tarif pengangkutan cukup hebat untuk memusingkan KPM.

Resiko mengangkut barang-barang antara pulau-pulau dengan perahu-perahu rakyat ternyata tidak besar. Sayang RUPELIN tidak berkembang sehat, karena mismanagement sehingga gagal menjadi koperasi perlayaran yang berguna dalam perjuangan kemerdekaan.

Dari pekerjaan di toko kakek, saya mengetahui bahwa pengusaha Tionghoa pada umumnya—terutama yang totok—sangat memperhatikan perkembangan di Tiongkok. Hal ini tidak mengherankan karena umumnya mereka mengirim sebagaian keuntungan ke Tiongkok untuk menjadi tabungan di hari tua mereka. Kakek, dari hasil perdagangan kecil di Indonesia, di desa asalnya, membangun gedung besar dan membeli banyak sawah, yang setelah pembebasan dan proklamasi Republik Rakyat Tiongkok, turut kena land-reform, artinya dibagikan ke para petani tanpa tanah.

Ketika tentara Jepang menyerbu masuk Manchuria dalam tahun 1931 pengusaha-pengusaha Tionghoa di Surabaya mengadakan aksi boikot barang-barang Jepang. Kakek adalah seorang tokoh penting Tionghoa Siang Hwee (Chinese Chamber of Commerce) Surabaya. Rapat-rapat merundingkan tindakan-tindakan terhadap para pengusaha Tionghoa yang masih mau menjual barang-barang Jepang, sering diadakan di toko kakek. Tindakan yang diambil berupa, antara lain … toko-tokonya dilabur teer atau kotoran manusia. Tindakan ini dilakukan oleh tenaga-tenaga tukang pukul, yang ketika itu diorganisasi dalam perkumpulan seperti Gie Hoo, Hoo Hap, Sing Khie dan lain-lain.

Kegiatan utama organisasi-organisasi itu yalah menarik iuran dari para anggotanya untuk dana penguburan dan untuk menolong keluarga yang ditimpa kemalangan. Mereka juga mengurus tanah-tanah kuburan dan berbagai kebutuhan penguburan.

Page 23: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

15

Pengamatan menunjukkan bahwa para pengusaha yang membangkang gerakan boikot barang-barang Jepang adalah orang-orang peranakan Tionghoa. Mereka ini memang perasaannya berbeda dengan mereka yang totok.

Hal ini menentang teori bahwa dengan memiliki nama Tionghoa dan memeluk kepercayaan Konghucu, seseorang otomatis ber-orientasi ke Tiongkok. Gerakan boikot Jepang, karena Jepang menyerbu masuk wilayah Tiongkok, ternyata kurang ditaati oleh para pengusaha peranakan Tionghoa, walaupun sebagai akibatnya, toko-toko mereka diteer atau dilabur kotoran manusia. Jadi menggunakan nama Tionghoa tidak otomatis membenarkan segala apa dari Tiongkok, apalagi ketika itu barang Jepang mendatangkan banyak keuntungan.

Lain halnya dengan kakek. Ia tidak mempersoalkan keuntungan. Ia lebih mengutamakan tindakan yang merugikan kepentingan Jepang, yang menjadi aggressor. Beberapa pedagang Belanda dari importir-importir besar seperti Borsumij, Geo Wehrey dan lain-lain diusir pergi dari toko kakek bila mereka berani menawarkan barang-barang Jepang, sekalipun bisa untung bagus!

Orang semacam kakek ini ternyata cukup banyak di Surabaya. Menurut apa yang diketahui jumlah tokoh yang diteer atau dilabur kotoran manusia pun cukup besar. Kabarnya Politieke Inlichtingen Dienst (PID) giat mencari pelaku-pelakunya, tetapi tidak pernah berhasil. Tidak pernah dimuat dalam harian ada pelaku yang diajukan ke sidang pengadilan. Juga tidak pernah “bocor” bahwa gerakan itu diorganisasi oleh Tionghoa Siang Hwee, di toko kakek.

Pengalaman saya semasa remaja, melukiskan sebuah hal, yang membuktikan bahwa usaha mengintegrasikan secara wajar golongan peranakan Tionghoa ke tubuh Rakyat Indonesia bukanlah sebuah hal yang sulit. Malahan dapat dikatakan mudah.

Ibu saya adalah seorang puteri Tionghoa totok yang kental ke-Tionghoaannya. Ia sangat disiplin dalam mematuhi kebudayaan Tionghoa di dalam keluarganya. Ayahnya hanya bersedia mengizinkan putrinya menikah dengan seorang peranakan Tionghoa dengan syarat yang telah dituturkan di atas.

Page 24: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

16

Walaupun demikian, setelah menikah dengan ayah dan bertempat tinggal di sebuah rumah, yang berhadapan dengan “Cungkup” Kapasan, lambat laun ia mempunyai kebiasaan untuk membakar kemenyan pada hari Senin dan Kamis. Dan pada tiap Hari Raya Islam tertentu ia mengajak anak-anaknya pergi menyekar ke berbagai kuburan tokoh-tokoh Islam, dimulai dari Cungkup Kapasan, Ngampel di Kampung Arab Surabaya, lalu ke Gresik dan Gunung Giri. Saya tentunya gembira ikut menyekar ini, karena ditugaskan membawa uang “ketengan” (bernilai setengah sen) untuk disebarkan pada anak-anak kecil, yang bersorak-sorak menyambut para pengunjung tempat-tempat berziarah ini.

150 m dari rumah orang tua saya di jalan raya Kapasan terletak Boen Bio – Kelenteng Kong Hu Cu terbesar di pulau Jawa. Anehnya ibu yang suka berziarah ke tempat-tempat suci Islam, tidak pernah mengajak anak-anaknya untuk mengunjungi Boen Bio, walaupun bisa dikatakan sama-sama dekatnya dengan Cungkup.

Sebagai anak-anak kecil kami suka menonton upacara-upacara sembahyang di Boen Bio. Upacara-upacara itu sangat khidmat, ruang sembahyang dihias dan terdapat babi panggang utuh, sapi panggang utuh, pohon pisang yang berbuah dan tebu.

Akan tetapi Anehnya, ibu saya, puteri seorang literatur Tionghoa, yang bisa membuat resep obat ramuan Tionghoa, bisa menujum dengan melihat jalan bintang (astrolog) dan pengikut ajaran Kong Hu Cu, tidak menaruh perhatian besar terhadap ajaran-ajaran Kong Hu Cu. Ia ternyata lebih tertarik kepada kebiasaan membakar kemenyan dan pergi ziarah ke tempat-tempat makam tokoh-tokoh agama Islam.

Apakah ini berarti ibu lebih tertarik pada agama Islam? Buktinya tidak. Karena ketika saya sakit keras dan menurut kakek sebagai ahli nujum, perlu diserahkan ke Toapekong, untuk dipungut sebagai anak, ibu ternyata bersedia melakukannya dengan upacara sembahyang khusus di Klenteng Toapekong Kampung Dukuh, yang terletak kurang lebih 1 km dari rumah. Sebagai konsekwensi dipungutnya saya sebagai anak Toapekong Klenteng itu, setiap tanggal 1 dan 15 bulan Tionghoa saya diajak untuk sembahyang di

Page 25: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

17

Klenteng Kampung Dukuh. Jadi dalam hal agama dan kepercayaan berkembang kekaburan di

antara pengaruh kuat kepercayaan takhayul. Mungkin hal demikian ini terjadi karena toleransi agama yang kuat di Indonesia. Orang yang pernah pergi ke tempat yang dinyatakan keramat seperti Gunung Kawi Jawa Timur, tentunya pernah menyaksikan pemandangan yang menarik perhatian, di mana seorang pria memakai mondolan (ikat kepala) sembahyang dengan menggunakan hioswa (dupa bergagang) dan di sampingnya ada seorang wanita Tionghoa totok setengah tua pakai celana hitam dan kaki diikat kecil, nyekar dan membakar kemenyan!

Ya, semua ini melukiskan bahwa dengan kebijakan yang sanggup menciptakan iklim tumbuh kuatnya rasa bersatu sebagai “suku” dalam tubuh Rakyat Indonesia, proses realisasi integrasi wajar, natural integration, bisa berjalan lancar, sehingga BHINNEKA TUNGGAL IKA menjadi kenyataan!

Lain pengalaman yang perlu dikemukakan adalah bahwa politik memisahkan golongan penduduk yang satu dengan yang lain berdasarkan “ras” atau asal keturunan, sampai pada tahun 1930-an menyebabkan seseorang yang berasal dari sebuah kelompok “ras” tertentu tidak menaruh perhatian terhadap apa yang terjadi pada golongan “ras” lain.

Di dalam pembicaraan keluarga sehari-hari, yang diungkapkan pada umumnya adalah berita-berita yang dimuat dalam surat kabar. Tidak pernah disinggung masalah pemberontakan PKI pada tahun 1927. Tidak pernah dipersoalkan meningkatnya gerakan Rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan politik. Demikian juga, adanya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 tidak pernah disinggung.

Pada waktu itu saya baru berusia antara 13-14 tahun. Di kalangan keluarga lebih banyak terdengar persoalan menyewa mobil untuk pergi ziarah ke Gunung Giri atau ke Asem Bagus dan Cekong Emas, makam tokoh Islam di daerah Banyuwangi. Masalah gerakan Rakyat mencapai kemerdekaan rupanya tidak perlu dipersoalkan dalam keluarga.

Page 26: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

18

Gambaran keluarga semasa saya remaja di atas melukiskan sebuah contoh (sample) keluarga peranakan Tionghoa dari tahun 1900-1930. Mungkin gambaran itu merupakan pengecualian, jadi tidak representative dari keadaan umum ketika itu. Walaupun demikian, patut diperhatikan dalam merumuskan proses integrasi wajar yang menjadi dasar perjuangan politik saya di kemudian hari.

Gambaran ini perlu dikaitkan dengan situasi masyarakat Tionghoa di Surabaya yang bisa dikatakan terisolasi hingga tahun 1928. Pada waktu itu terdapat dua organisasi Tionghoa besar yang terkenal, yaitu Tiong Hoa Hwee Kwan (THHK) dan Tionghoa Siang Hwee. Terdapat juga beberapa organisasi sosial yang disinggung sebelumnya, yang mengurus penguburan.

Jumlah organisasi sosial ini cukup banyak. Sebagian organisasi itu berdasarkan asal propinsi di Tiongkok, seperti Hok Kian Kong Tik Sioe untuk mereka yang berasal dari propinsi Hok Kian. Di samping itu ada Hoa Kiao Bian Hap Hwee dan Sing Khie Hwee yang menampung peranakan Tionghoa. Adapula organisasi sosial yang mengurus penguburan sekaligus menjadi perguruan silat, seperti Hoo Hap dan Gie Hoo. Mereka besar pengaruhnya, karena jago-jago silatnya disegani. Kun Tao atau Kung Fu menurut istilah sekarang, banyak dipelajari oleh pemuda Tionghoa pada masa itu.

Pada waktu itu, literature - bacaan untuk masyarakat Tionghoa terbatas pada terjemahan-terjemahan cerita-cerita Tiongkok kuno, seperti See Yu, yang menceritakan utusan Kaisar Lie Sie Bin dari dinasti Teng, untuk mencari kitab agama Budha asli ke daerah India; Hong Sin, yang menceritakan kemukjijatan dan roman-roman sejarah seperti Sie Jin Kwie Ceng Tang, Ceng See, 108 Pahlawan Gunung Liang San dan lain-lain lagi. Cerita-cerita itu pada umumnya menuturkan bahwa setiap orang yang berusaha keras secara jujur dan ulet, pasti berhasil mencapai tujuannya.

Pergantian dinasti di Tiongkok memperlihatkan bahwa raja korup dan tamak kuasa, akhirnya dapat digulingkan oleh anak tani biasa, yang berani membela keadilan, menjunjung tinggi kebenaran dan mampu menggerakkan rakyat banyak dalam

Page 27: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

19

perjuangan mencari perbaikan nasib. Di samping itu cerita-cerita kuno kebanyakan mengagungkan tata-susila menurut ajaran Nabi Kong Hu Cu. Karena pengaruh cerita-cerita itu maka tidaklah heran apabila ada rombongan opera Peking datang di Surabaya, tidak sedikit peranakan Tionghoa, termasuk ayah, yang gemar menonton. Opera itu menggambarkan secara visuil tentang apa yang pernah dibacanya. Saya pun sebagai anak belasan tahun sering diajak oleh ayah untuk menikmati pertunjukan-pertunjukan opera Peking sehingga turut menjadi pencandu cerita-cerita kuno Tiongkok untuk mengerti apa yang saya tonton.

Tanpa disadari keluarga saya telah berakulturalisasi, sebagai proses menuju integrasi wajar dengan Rakyat. Pada hampir setiap upacara sembahyang Tuhan Allah atau King Thie Kong, yaitu upacara sembahyang 7 hari setelah Tahun Baru Imlek, ayah memanggil wayang orang atau wayang kulit. Pertunjukkan itu dilakukan di halaman depan rumah. Disamping mengajak rekan-rekan dagangnya, banyak penduduk daerah Kapasan datang menikmati pertunjukan wayang ini. Pertunjukan-pertunjukan itu dilakukan dalam bahasa Jawa, tetapi dapat diikuti dengan baik oleh penonton-penonton peranakan Tionghoa. Dengan demikian kita lihat berkembangnya proses akulturalisasi wajar, yaitu upacara sembahyang menurut ajaran Kong Hu Cu, dimeriahkan oleh pertunjukan-pertunjukan wayang orang atau wayang kulit yang dilakukan dalam bahasa Jawa. Pada ketika itu yang digambarkan tidak dianggap aneh.

Pada tahun 1920-an di Surabaya belum ada organisasi pemuda yang berasal dari sekolah Belanda. Baru tumbuh organisasi murid-murid THHK. dengan nama Hak Sing Hwee (Perkumpulan Murid), yang setelah tahun 30-an diperluas sebagai Hua Chiao Tsing Nien Hui (Perkumpulan Pemuda Hoakiao), jadi tidak terbatas pada murid-murid THHK saja.

Pada masa itu, suasana hidup masyarakat Tionghoa dan peranakannya memang terasa bersifat “menyendiri” (eksklusif). Pengaruh sisa-sisa politik kolonial Belanda, yang dikenal sebagai “wijkenstelsel” masih meraja lela. Walaupun demikian sudah

Page 28: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

20

terdapat banyak gejala-gejala yang mendorong proses akulturalisasi yang menguntungkan realisasi proses integrasi wajar dengan Rakyat Indonesia. Dengan kebijakan yang tepat proses wajar ini bisa berkembang dan mewujudkan keharmonisan masyarakat yang didambakan semua orang. Akan tetapi Penjajah Belanda ketika itu tidak merasa berkepentingan untuk menggarapnya. Bahkan sebaliknya. Mereka tidak menginginkan terwujudnya sebuah persatuan.

MATA MULAI TERBUKA

Latar belakang penghidupan rumah-tangga dan pendidikan seperti dituturkan di atas, membuat saya yang masih remaja cukup bingung. Saya harus mencernakan apa yang dialami. Saya harus berpikir sendiri apa yang perlu dikerjakan untuk bisa menjadi tenaga masyarakat yang berguna.

Di rumah bahasa pergaulan adalah Tionghoa-Melayu. Di sekolah, terutama setelah masuk HBS (Hogere Burger School) saya bergaul dengan anak-anak Belanda totok, Indo dan sedikit siswa peranakan Tionghoa dan lebih sedikit lagi siswa pribumi. Di sekolah saya diwajibkan berbahasa Belanda dan memperhatikan etika pergaulan dan adat istiadat yang berlainan dengan yang dikenal di rumah.

Bacaan di sekolah dasar Belanda tentang petualangan-petualangan Dik Trom & Pietje Bel, tentang cerita Van Krantenjongen tot miilionair (Dari tukang jual koran hingga menjadi milioner), cerita khayalan Jules Verne dan cerita detektif Sherlock Holmes banyak mempengaruhi jalan pikiran saya.

Di luar sekolah, saya banyak membaca buku-buku Tionghoa yang diterjemahkan ke dalam bahasa Tionghoa-Melayu seperti digambarkan di atas. Ditambah pula dengan apa yang saya saksikan dalam pertunjukan wayang orang, wayang kulit dan opera Peking.

Bioskop ketika itu kebanyakan mempertunjukkan film-film Western Cow Boy. Cow Boy jujur di out law, ditempatkan di luar

Page 29: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

21

hukum dan dikejar-kejar, tetapi kemudian menjadi pemenang karena dia mengabdikan diri pada kepentingan orang banyak. Film-film Tom Mix dan Eddie Polo merupakan kesenangan remaja ketika itu.

Masukan-masukan ini tercampur aduk. Dan saya yakin yang saya alami juga dialami oleh banyak remaja peranakan Tionghoa pada ketika itu.

Tetapi sejak tahun 1930 hidup saya berubah secara drastik. Saya yang tadinya tidak pernah memusingkan bagaimana mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan tidak pernah memusingkan penghidupan di kemudian hari, harus mengubah sikap.

Krisis ekonomi yang mulai mengamuk di Indonesia pada tahun 30-an menyebabkan “malaise” (ketidak-tenangan hidup). Di Surabaya tidak sedikit pengusaha Tionghoa menderita pukulan berat, terutama dengan bangkrutnya Incasso Bank. Uang simpanan yang didepositokan di Bank yang terkenal baik perlayanannya dan tinggi bunganya, ludas.

Malaise itu secara langsung mempengaruhi kehidupan keluarga saya. Kemanjaan sebagai seorang pelajar sekolah menengah atas – HBS dari keluarga berada, harus dihentikan dan saya harus meniadakan banyak kesukaan. Misalnya sepeda motor untuk keperluan gerak cepat dari sekolah ke rumah lalu ke toko kakek harus dijual dan diganti dengan sepeda. Di samping itu keluh-kesah orang tua saya dalam menghadapi mengecilnya penghasilan sangat mempengaruhi pikiran saya yang tadinya bebas dari kekhawatiran akan menderita kekurangan.

Untuk menggambarkan hebatnya malaise itu dapat dikemukakan berbagai angka antara lain sebagai berikut:

Bila di Jawa dalam tahun 1928 terdapat 178 pabrik gula yang beroperasi dengan baik, pada tahun 1934, yang masih beroperasi hanya 50 pabrik. Pada tahun 1931 terdapat 200.800 Ha lahan tebu. Pada tahun 1934 hanya 34.200 ha.

Pada tahun 1928 jumlah buruh musiman pada masa penggilingan tebu ada 129.248 orang. Pada tahun 1934 turun menjadi 28.632 orang saja. Sedangkan produksi gula turun dari 2.923.550 ton

Page 30: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

22

hingga 636.104 ton. Barometer ekonomi pada masa itu bukan minyak tanah atau karet. Melainkan gula.

Harga gula, karet, kopi, teh, kina dan lain-lain yang menjadi hasil Indonesia yang dieksport merosot keras. Pun harga padi ikut turun. Penghasilan perusahaan-perusahaan kebun karet, kopi, teh, kina dan lain-lain diperkirakan merosot hingga 60%. Kaum tani yang menggarap padi juga ditekan hebat sekali. Harga padi jatuh dari F.7,50 per 100 kg menjadi hanya F.2,50 per kwintal pada tahun 1934.

Kaum modal raksasa Belanda ternyata bisa main silat dengan malaise ini. Mereka masih bisa bekerja dengan untung, walaupun sangat tipis. Caranya?

Upah buruh ditekan serendah mungkin. Sewa tanah diturunkan dan untuk ini harga padi diturunkan. Jadi kaum ondernemers raksasa bertahan bekerja dengan untung tipis dengan memperhebat penindasan terhadap kaum tani dan buruh Indonesia. Keadaan tingkat kemakmuran di desa merosot drastik.

Hal ini nampak pada angka-angka yang pernah diumumkan oleh pihak penjajah Belanda sendiri. Antara lain:

Pada tahun 1925 jumlah hewan peliharaan untuk tiap 1000 keluarga ada 151 ekor. Akibat tekanan ekonomis jumlah itu merosot menjadi hanya 122.

Jumlah konsumsi garam, yang merupakan “ukuran” tingkat kemakmuran Rakyat desa telah merosot. Menurut para ahli gizi sebaiknya konsumsi garam itu 3,65 kg per kapita per tahun. Tetapi jumlah ini belum pernah dicapai. Pada tahun 1920 tercatat konsumsi garam tiap kepala per tahun 3,13 kg. Pada tahun 1934 turun menjadi 1,91 kg, dan penghuni desa menderita malnutrition, kurang makan!

Puluhan juta Rakyat Indonesia menderita hebat untuk memungkinkan kaum modal raksasa Belanda mempertahankan keuntungan, sekalipun sangat tipis. Penindasan kejam ini diakui oleh penjajah Belanda dan mendorong ketua ondernemersbond Belanda, Welter, untuk mendirikan patung untuk memperingati jasa … Pak Kromo.

Page 31: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

23

Keadaan yang menyedihkan ini tentu memiliki dampak negatif di kalangan kaum menengah, terutama pengusaha Tionghoa dan peranakannya. Ini membuka mata mereka bahwa kemakmuran mereka sebagai pengusaha menengah tidak tergantung pada keadaan pengusaha penjajah Belanda, melainkan lebih pada tingkat kemakmuran Rakyat terbanyak. Pengusaha penjajah Belanda yang menjadi penjajah selalu dapat lolos dari cengkeraman krisis ekonomi dengan berbagai cara, terutama dengan mengorbankan kepentingan Rakyat terbanyak.

Untuk dapat memutar roda pemerintahan, penjajah Belanda mengambil tindakan-tindakan yang memperhebat tekanan pajak, hingga meningkat 80%. Di lain pihak, mereka melakukan penghematan dengan menurunkan gaji pegawai sebanyak 45%.

Kesemuanya ini mempersulit kedudukan pengusaha menengah, karena menyebabkan peredaran barang macet. Harga mesti diturunkan, tetapi hutang-hutang atau kredit-kredit dari perusahaan-perusahaan penjajah Belanda harus tetap dibayar. Banyak perusahaan menengah harus gulung tikar.

Sebagai seorang pengusaha Tionghoa totok kolot, kakek saya ternyata tidak dapat menyesuaikan diri dengan keadaan. Ia tidak bersedia mencari kompromi dengan para kreditornya. Malahan penawaran para kreditornya untuk kompromi, yaitu jumlah hutang dikurangi asalkan ia mau berdagang terus, telah ditolaknya sebagai hal tidak sesuai dengan ajaran Confusianisme. Ia lebih baik menjual habis semua miliknya menurut harga pasar dan melunasi semua hutangnya dengan tepat, sekalipun dengan akibat ia harus menutup tokonya. Menurut pendapatnya dengan demikian ia bertindak sesuai dengan etika Tionghoa untuk menjaga nama baik pengusaha Tionghoa.

Setelah menjual semua miliknya dengan harga asal jadi saja, karena jumlah pembeli seperti rumah dan barang-barang perhiasan berkurang drastik, ia lalu pulang ke Tiongkok. Di Tiongkok ia mengharap dapat melewatkan hari tuanya dengan bantuan anak-anak lelakinya, yang mengusahakan pertanian cukup besar.

Ayah saya tidak bebas dari pengaruh malaise. Sebagai makelar

Page 32: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

24

hasil bumi ia sering menggunakan kesempatan untuk menambah penghasilan dengan main spekulasi a la hausse atau a la baisse, yaitu menjual atau membeli barang di muka dengan harapan harga akan naik atau turun pada saat jatuh tempo menyediakan barang. Dalam waktu malaise, segala perhitungan menurut pengalaman kerja ternyata meleset. Kopi yang diperkirakan akan naik, ternyata merosot keras sekali, sehingga dalam tempo beberapa tahun harga kopi tinggal 25% saja. Hal demikian ini menurut keterangan belum pernah terjadi.

Pukulan salah hitung ini tentu saja dirasakan sangat berat oleh keluarga. Keadaan diperburuk dengan bangkrutnya Incasso bank, yang menyebabkan uang tabungan ditukar dengan surat hutang, yang tidak bisa di-uangkan. Pukulan hebat ini mempengaruhi kesehatan kedua orang tua saya yang meninggal dunia berturut-turut dalam waktu 6 bulan di usia yang relatif muda.

Dari seorang yang dimanjakan dan serba kecukupan, saya berubah menjadi seorang yatim piatu. Saya harus memecahkan sendiri persoalan menutup ongkos rumah tangga, menyelesaikan pendidikan HBS tingkat terakhir, mencari dana untuk menyelesaikan pendidikan sekolah adik tunggal saya, Siauw Giok Bie yang baru lulus MULO. Beban yang dihadapi tidak ringan, terutama di zaman malaise itu.

Keadaan ini membuka mata saya dan memperkaya pengalaman hidup saya. Hubungan sahabat antara kalangan menengah atas atau antara sahabat-sahabat karib orang tua, ternyata sangat erat berkaitan dengan keberadaan uang. Setelah mengetahui, bahwa kedua orang tua saya sudah meninggal dunia, “sahabat-sahabat” orang tua saya menjauhkan diri, khawatir dimintai bantuan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan. Mereka tentu serba-sulit. Menolak susah, karena tidak bersedia menjelaskan, bahwa mereka juga tidak bebas dari pukulan dalam masa malaise.

Situasi ini membangkitkan keteguhan untuk tidak mempersulit “sahabat-sahabat” orang tua dan timbullah keinginan untuk membuktikan bahwa saya mampu mengatasi kesulitan dengan usaha sendiri. Upaya berdikari ini membawa saya ke dunia baru di

Page 33: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

25

mana bertemulah saya dengan sahabat-sahabat baru, yang ternyata senasib.

Pengalaman membuktikan bahwa solidaritas, setia kawan, antara sahabat-sahabat yang kurang mampu dan senasib lebih positif. Memang satu sama lain tidak dapat membantu dengan uang yang berjumlah besar, tetapi mereka dapat membantu dalam menceritakan pengalaman masing-masing serta memberi petunjuk-petunjuk bagaimana mengatasi berbagai kesulitan. Salah satu jalan keluar yang diketemui adalah menjual semua perabot rumah tangga yang mewah dan menggunakan uang yang diperoleh untuk membeli dua kendaraan bermotor roda tiga merk “Raileigh” yang ketika itu di Surabaya dikenal sebagai “Atax”. Dengan hasil menyewakan dua “Atax” ongkos hidup bisa diatasi.

Penghidupan baru ini membangkitkan keinginan untuk mengetahui lebih banyak tentang keadaan masyarakat yang sesungguhnya. Karena saya turut mendirikan kepanduan Hua Chiao Tsing Nien Hui, dan menjabat wakil pimpinan kepanduan, saya secara aktif bisa melakukan penelitian tentang keadaan masyarakat ketika itu.

Penelitian yang dimaksud tidak termasuk dalam kegiatan kepanduan. Akan tetapi saya bisa meyakinkan pimpinan kepanduan lainnya untuk menerima konsep: Kepanduan seharusnya mengabdikan diri secara baik untuk kepentingan masyarakat. Badan ini harus melakukan sebuah penilitian kongkrit tentang penghidupan sesungguhnya. Akhirnya disetujuilah penelitian secara sederhana. Hasil-hasil penelitian yang dilakukan ini, antara lain:

Perjudian yang meluas dalam masyarakat Tionghoa 1. terutama di kalangan peranakan pada masa itu, disebabkan karena meluasnya pengangguran. Kesulitan memperoleh pekerjaan, yang mempersulit upaya memenuhi kebutuhan rumah tangga, mendorong mereka untuk mengadu untung di meja perjudian. Keadaan sulit itu menyebabkan banyak anak-anak usia 2. sekolah, dihentikan orang tuanya dari sekolah. Di Kapasan,

Page 34: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

26

umpamanya, tercatat jumlah anak kecil usia sekolah terbanyak yang tidak dikirim ke sekolah. Sekalipun di Kapasan terdapat THHK yang memungut uang sekolah minimum F.0,50 sebulan. Kegiatan organisasi pemuda HCTNH3. terbatas pada usaha pengumpulan pakaian tua dan pembagiannya ke pada yang membutuhkan pada hari raya Imlek. Juga diadakan pengumpulan beras untuk dibagikan pada kesempatan tertentu. Usaha lain untuk memperbaiki tingkat penghidupan tidak dapat dikerjakan.

Di dalam masyarakat Tionghoa ketika itu terdapat dua organisasi pemuda. Yang pertama adalah Hua Chiao Tsing Nien Hui (HCTNH), kelanjutan dari Hak Sing Hwee (murid-murid sekolah THHK). Fungsi terutama dari organisasi pemuda ini adalah semacam “bursa perjodoan”, karena dengan mengadakan “social gatherings”, organisasi ini memberi kesempatan pada para muda-mudi untuk saling bertemu, saling berkenalan dan saling memilih jodoh. Di samping itu HCTNH juga menyelenggarkan berbagai kegiatan olah raga, seperti angkat besi, badminton, sepak bola, bilyart dan paling akhir juga turut serta dalam kegiatan kepanduan.

Organisasi pemuda peranakan Tionghoa lainnya adalah Chung Hsioh, yang didirikan oleh pemuda sekolah menengah peranakan Tionghoa yang berpendidikan Belanda. Chung Hsioh kemudian diperluas, menerima juga anggota yang sudah menjadi sarjana. Namanya diganti menjadi Hsin Tsung Hui. Kegiatannya tidak banyak beda dengan HCTNH. Perbedaan pokok yalah, bila di HCTNH orang lebih banyak menggunakan bahasa pengantar Tionghoa Melayu dan kadang-kadang bahasa Kuo-yu, tetapi dikalangan Chung Hsioh/Hsin Tsung Hui, bahasa pengantarnya adalah Belanda.

Di samping itu perbedaan kedudukan sosial ekonomi merupakan garis pemisah antara dua organisasi pemuda peranakan Tionghoa itu. Kedudukan sosial-ekonomis mereka yang berbahasa Belanda umumnya lebih baik.

Perkumpulan pemuda peranakan Tionghoa yang khusus bergerak di bidang olah raga, terutama sepak bola adalah Sport &

Page 35: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

27

Gymanstiekvereniging “Tionghoa”. Organisasi ini tidak berfungsi sebagai bursa perjodohan dan anggota wanita praktis tidak ada pada tingkat permulaannya. Belakangan karena mengembangkan juga “korfbal”, ia menarik juga anggota wanita. Di “Tionghoa” bahasa pengantar adalah bahasa Tionghoa-Melayu.

Penggunaan bahasa pengantar menarik perhatian. Walaupun mereka menggunakan nama Tionghoa, tapi bahasa pengantar yang digunakan bukan Tionghoa. Kepanduan Chung Hsioh menggunakan aba-aba bahasa Belanda. Kepanduan

HCTNH menggunakan aba-aba bahasa Inggris. Pada waktu itu Tionghoa diserang penyakit latah…cara gila Barat.

Ada pengaruh inferiority complex, merasa diri lebih rendah. Di Tiongkok orang menggunakan nama-nama Alfred Sze, Wellington Koo. Di Indonesia banyak peranakan Tionghoa menjadi Belanda tiga suku (F.1,50) dengan menjungkir balikkan nama, seperti Liem Kun Kong dijadikan K.K. Liem. Sedang mereka yang tidak menjadi Belanda tiga suku, menggunakan juga nama panggilan Albert, William, Lucas atau Marie, Charlotte dan lain-lain.

Masa Malaise menyebabkan rasa inferiority complex ini lebih meraja lela. Akan tetapi ada pula yang berhasil menyelamatkan diri dari tekanan ekonomi berat. Mereka ini tidak menghiraukan masalah yang dihadapi golongannya. Biarlah banyak pemuda menganggur, biarlah anak-anak tidak bersekolah, sehingga kemudian menjadi buta huruf. Biarlah perjudian merusak banyak rumah tangga.

Perkembangan ini mengecewakan saya dan mendorong saya untuk menghubungi Studie Club Surabaya yang dipimpin oleh Dr. Sutomo dan Dr. Samsi. Hubungan ini membuka mata saya akan berbagai masalah nasional, masyarakat dan perjuangan kemerdekaan nasional. Berbagai hal yang berkaitan dengan picnics, camping, social gatherings dan lain-lain tidak lagi merupakan prioritas hidup. Perhatian saya lebih banyak diberikan kepada persoalan penghidupan kelak kemudian hari sebagai manusia asal keturunan Tionghoa di antara Rakyat Indonesia, yang menderita penindasan kolonialisme.

Ini mendorong saya untuk membaca pembelaan (pleidooi) Ir.

Page 36: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

28

Soekarno di depan pengadilan negeri yang diterbitkan dalam bahasa Belanda: “Indonesia klaagt aan!” (Indonesia menggugat). Saya juga merasakan perlu mempelajari San Min Chu I, karangan Dr. Sun Yat Sen, yang memperjelas apa sebab Rakyat-Rakyat Asia perlu kerja sama, saling membantu untuk mencapai dan menyempurnakan kemerdekaannya.

Saya meyakini ketepatan pribahasa Tionghoa yang dikutip oleh Dr. Sun Yat Sen: “To know is easy, to understand is difficult! To understand is easy, to do is difficult!” (Tahu adalah gampang, tetapi mengerti sukar! Mengerti adalah gampang, tetapi melaksanakan adalah sukar!). Setelah membaca banyak buku, yang tidak pernah saya sentuh sebelumnya, dan setelah memahami isinya, timbullah pertanyaan, bagaimana mencapai cita-cita yang timbul dari bacaan yang dimengerti itu?

Pada ketika itu sikap penjajah Belanda terhadap gerakan kemerdekaan nasional sangat bengis. Ir. Soekarno, setelah dibebaskan dari penjara Sukamiskin pada tahun 1932, karena urusan Partai Indonesia (Partindo), ditahan lagi untuk dibuang ke Flores. Pemimpin-pemimpin Pendidikan Nasional Indonesia, Drs. Moh. Hatta, Sutan Syahrir dan lain-lain, dibuang ke Boven Digul karena dianggap lebih radikal dari PNI/Partindo. Orang Partindo oleh Pendidikan Nasional Indonesia dicemoohkan sebagai kaum priyayi.

Partai Bangsa Indonesia (PBI) di bawah pimpinan Dr. Sutomo berhasil mempertahankan diri dan bebas melangsungkan kegiatannya. Pada ketika itu banyak tokoh gerakan nasional berpendapat, bahwa setiap golongan suku bangsa mengurus kepentingan golongan masing-masing.

Masalah yang dihadapi Rakyat Indonesia tentu saja jauh lebih rumit dari pada apa yang dihadapi golongan Tionghoa dan peranakannya. Hubungan dengan PBI menyimpulkan bahwa pekerjaan politik tidak bisa berhasil hanya dengan agitasi dan pidato berapi-api. Diperlukan pendidikan kongkrit yang secara nyata bertujuan memperbaiki pernghidupan massa.

Untuk memberantas woeker (lintah darat), memberantas

Page 37: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

29

pelacuran, PBI mendirikan antara lain: Bank Nasional, pemondokan untuk bakul-bakul wanita, pemondokan untuk kuli-kuli, pendidikan-pendidikan pertukangan dan ketramplian. Juga dikembangkan Rukun Tani dan Rukun Pelayaran. Semboyan pemimpin India, Tilah: “Self reliance! No mendicancy!” (Berdiri di atas kaki sendiri! Jangan mengemis!) banyak didengungkan ketika itu.

Ini mendorong saya untuk berbuat sesuatu yang memungkinkan golongan Tionghoa mengatasi kesulitan yang dihadapinya sendiri dengan mengerahkan kemampuan golongan itu sendiri. Dimulai dalam bidang pendidikan. Pikiran dan inisiatif saya disambut baik oleh beberapa teman di Surabaya. Dengan bantuan mereka yang juga sudah lulus sekolah menengah, saya berhasil mendirikan sebuah sekolah malam di daerah Kapasan, dengan menggunakan gedung milik Tong Hiang Hwee, sebuah rukun kampung yang berfungsi menyediakan perabotan yang diperlukan pada upacara penguburan dan perkawinan. Sekolah ini dinamakan sekolah Tong Hiang Hwee.

Sekolah Tong Hiang Hwee menampung anak-anak Kapasan, yang tidak bersekolah karena orang tuanya tidak mampu. Sekolah ini tidak memungut uang sekolah. Pembukaan sekolah ini diumumkan di sebuah harian yang berakibat pengurus dipanggil PID (intel Polisi) karena dilanggarnya undang-undang yang dinamakan “Wilde Scholen Ordonantie” (Undang-undang pengawasan sekolah liar). Akan tetapi setelah kami, para anggota pengurus sekolah dan juga para guru, menyerahkan foto dan riwayat hidup, sekolah itu dapat dilanjutkan.

Partai Tionghoa Indonesia (PTI), yang didirikan pada tahun 1932 dan di mana saya aktif berpartisipasi, mengikuti jejak ini. Dengan menggunakan gedung THHK, PTI mendirikan sekolah dengan memungut bayaran antara f.0,10 sampai f.0,25 per anak, setiap bulan.

Persoalan lain yang saya anggap perlu ditangani adalah pengangguran remaja/pemuda. Mereka putus sekolah. Karena tidak memiliki keahlian yang bisa diandalkan, mereka tidak bisa memperoleh pekerjaan. Banyak dari mereka menjadi “Siu

Page 38: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

30

Hong” atau pembantu “Siu Hong” di Nan Yang Societeit, yang menyelenggarakan permainan atau perjudian yang dinamakan Cap Ji Ki. Permainan ini menggunakan 12 macam kartu dengan 12 macam simbol. Bila seorang penebak menang, ia memperoleh 10 kali jumlah uang tombokannya. Permainan ini dilakukan dalam societeit dan bersifat “tertutup”, artinya hanya anggota societeit saja diperkenankan masuk dan ikut main menebak simbol apa dari 12 macam simbol itu akan ditarik. Polisi sering melakukan penggerebekan pada societeit untuk memeriksa apakah para pemainnya adalah anggota societeit.

Keterbatasan ini tentu saja membatasi keuntungan pemilik bandar perjudian. Oleh karena itu timbullah akal yang memungkinkannya jumlah tombokan yang diterima berlipat ganda. Lahirlah sistem “Siu Hong”. Yang menjadi Siu Hong adalah anggota societeit, tetapi ia mengumpulkan taruhan atau tombokan masyarakat di luar societeit. Untuk memperluas dan memperbesar akses ke masyarakat, para “Siu Hong” dibantu oleh banyak pembantu “Siu Hong”. Para “Siu Hong” datang di societeit dengan membawa tombokan-tombokan orang banyak. Penarikan satu kartu dari 12 kartu itu dilakukan di societeit setiap hari 2 kali, yaitu jam 1 siang dan jam 8 malam.

Dengan demikian keuntungan pemilik bandar berganda lipat. Dan dengan sendirinya timbul permainan antara pemilik bandar dan polisi setempat sehingga sistem ini berlangsung terus dengan mulus.

Sistem “Siu Hong” mengerjakan banyak penganggur yang digambarkan di atas. Akan tetapi, sistem perjudian yang meluas ini menimbulkan berbagai kerusakan parah. Banyak sekali keluarga berantakan karena menjadi korban sistem perjudian ini. Timbullah hasrat saya untuk berupaya mengembalikan pada masyarakat sebagian keuntungan yang diperoleh secara tidak halal itu.

Pada waktu itu pangkas rambut di Surabaya umumnya dilakukan oleh orang-orang Tionghoa totok. Praktis tidak ada orang peranakan yang bekerja sebagai pemangkas rambut. Kenyataan itu menimbulkan pemikiran: Apakah kursus pangkas rambut dapat self-supporting? Jumlah orang yang mau ikut kursus tercatat

Page 39: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

31

puluhan orang. Untuk melatih mereka menjadi pemangkas rambut diperlukan cukup banyak kepala orang, yang bersedia menjadi kelinci percobaan. Ternyata jumlahnya peminat cukup banyak. Banyak anak-anak kecil di Kapasan. Jumlah peminat yang bersedia membayar-pun ternyata cukup banyak. Banyak Siu Hong bisa dihimbau untuk memotong rambutnya di tempat kursus.

Yang dibutuhkan adalah modal untuk membeli perabot, sewa rumah beberapa bulan dan gaji ahli yang menjadi pemimpin kursus. Saya berhasil memperoleh dana dari pengurus societeit Nan Yang yang bersedia menampung semua kebutuhan. Kursus dipimpin oleh seorang ahli salon pemangkas rambut terbesar di Cantian-Surabaya. Kehadirannya menarik banyak langganan, sehingga deficit diperkecil.

Kursus ternyata berjalan baik. Tetapi hasilnya kurang memuaskan. Para peserta kursus tidak tekun. Walaupun penghasilan sebagai pemangkas rambut lebih tinggi dari pada sebagai juru tulis kecil atau pelayan toko, masih ada kesan bahwa tingkat pemangkas rambut di dalam masyarakat rendah. Walaupun demikian, kami masih terhibur juga. Kursus itu tidak gagal total. Salah seorang yang lulus itu Oen Tjhing Tjay, adik Oen Thjing Tiauw, salah seorang tokoh peranakan Tionghoa Surabaya.

Kegiatan saya di bidang sosial ini mempererat hubungan saya dengan Liem Koen Hian, yang kemudian berhasil mendirikan Partai Tionghoa Indonesia (PTI) dan bekerja sama dengan PBI yang dipimpin Dr. Sutomo. Saya turut serta mendirikan PTI dan aktif di dalamnya sebagai salah satu anggota termuda.

Pada zaman itu dunia sepak bola didominasi Belanda. Keinginan untuk mendobrak dominasi ini mendorong adanya beberapa pertemuan. Ada dua organisasi sepak bola terkemuka yang menyelenggarakan pertandingan-pertandingan tingkat nasional setiap tahunnya. Tingkat nasional dalam arti merebut gelar juara antara kesebelasan-kesebelasan terkuat di pulau Jawa. Organisasi yang didominasi Belanda adalah NIVB (Nederland Indische Voetbalbond). Setiap kota besar mempunyai bond tersendiri. Surabaya mengenal adanya SVB. Organisasi terkemuka

Page 40: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

32

lainnya adalah Hua Nan, yang menyelenggarakan pertandingan-pertandingan antara kesebelasan-kesebelasan terkuat dari golongan Tionghoa.

Olah raga sepak bola banyak penggemarnya. Baik NIVB maupun Hua Nan berusaha mengumpulkan dana dengan mendatangkan kesebelasan-kesebelasan luar negeri. Pemain-pemain terbaik dihimbau untuk mau menetap di Indonesia. Umpamanya kesebelasan Belanda THOR diperkuat oleh pemain Belanda Bakhuys, yang mampu menendang bobol jaring gawang dengan bola yang ditendang dari dua belas langkah.

Hua Nan mengundang beberapa kali kesebelasan dari Shanghai, sehingga “Tionghoa” Surabaya bisa diperkuat oleh pemain-pemain hebat seperti P.Z. Chen (Tan Ping Siang), Tso Kway Sing dan Lee Hway Tong, yang dikagumi banyak orang, karena keahlian dalam main akrobatik bola. Nomor bajunya, 19, digunakan sebagai merek arak obat perusahaan obat di Surabaya.

Ikut sertanya Bakhuys dalam THOR, P.Z. Chen, Tso Kway Sing dan Lee Hway Tong dalam Na Han melanggar prinsip amatir perkumpulan-perkumpulan sepak bola. Ini diselesaikan dengan pengaturan di mana mereka tidak digaji oleh perkumpulan. Mereka bekerja di perusahaan-perusahaan yang menjadi pendukung perkumpulan. Seperti Bakhuys bekerja di kongsi minyak BPM. Karena mereka popular dan kehadirannya mengundang banyak pengunjung, perkumpulan-perkumpulan sepak bola berhasil membuat keuntungan besar, yang menyebabkan para perusahaan yang mendukungnya tidak perlu lagi merogoh saku untuk menutup defisit.

Akan tetapi dunia olah raga sepak bola tidak terpisah dari pengaruh politik. NIVB mengeluarkan peraturan yang melarang anggota NIVB, seperti “Tionghoa” untuk mengadakan pertandingan dengan perkumpulan yang tidak diakui oleh NIVB. Dengan demikian “Tionghoa” tidak mungkin bertanding dengan kesebelasan, yang hanya menjadi anggota PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia), yang ketika itu berusaha mengembangkan olah raga sepak bola antara pemuda, yang sekarang dikenal dengan istilah

Page 41: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

33

“pribumi”. Peraturan NIVB itu merugikan perkembangan keahlian sepak bola organisasi-organisasi di bawah naungan PSSI.

Di Surabaya didirikan organisasi tandingan SVB yang dinamakan Chinese Union Football Association (CUFA), terdiri dari para pemain peranakan Tionghoa. Tetapi pertandingan-pertandingan yang diselenggarakan tidak dapat menarik penonton. Di samping teknik permainan masih terbelakang, lapangan yang dipergunakan juga agak terpencil, karena lapangan-lapangan terbaik dikuasai oleh SVB.

Ini mendorong saya dan beberapa kawan lain untuk mengadakan aksi boikot NIVB, ketika NIVB menyelenggarakan pertandingan-pertandingan di Surabaya. Pertandingan-pertandingan itu diadakan di lapangan “Tionghoa” yang megah di Jalan Raya Ketabang (Cannalaan). Pada waktu yang bersamaan, PSSI menyelenggarakan pertandingan imbangan di lapangan Pasar Turi yang agak terpencil.

Liem Koen Hian sebagai pemimpin harian Sin Tit Po menulis karangan-karangan untuk menggelorakan nafsu memboikot pertandingan-pertandingan NIVB dan datang ke Pasar Turi. Pada waktu pertandingan akan dimulai, saya mengadakan piket di depan lapangan “Tionghoa” untuk menghimbau penonton meninggalkan pertandingan dan menonton di Pasar Turi, di mana diadakan pertandingan-pertandingan kesebelasan veteran dari orang-orang terkemuka gerakan kemerdekaan nasional, antara lain ikut main Wethounder kota Surabaya, Radjimin.

Upaya saya tidak berhasil baik. Karena kurang berhati-hati dalam melakukan tugas piket, saya kepergok ketua NIVB, Necker, yang menjadi juga wartawan Soerabayasch Handelsblad dan juga oleh Dr. Zijp, pengurus NIVB, sekaligus direktur HBS di mana saya sekolah. Saya ditangkap dan diserahkan kepada polisi. Di kantor polisi saya bertemu dengan Liem Koen Hian yang telah ditahan lebih dahulu bersama beberapa orang lainnya. Karena tidak menggunakan kekerasan dan hanya menghimbau tanpa paksaan, maka saya dan yang lain dibebaskan pada hari yang sama. Hanya Liem Koen Hian ditahan semalam.

Page 42: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

34

Walaupun bebas dari tuntutan polisi, esoknya saya harus mempertanggung jawabkan tindakan saya kepada Dr. Zijp, direktur HBS. Karena melakukan kegiatan politik, saya dihukum tidak boleh masuk sekolah seminggu. Hukuman ini dinyatakan ringan mengingat ujian terakhir sudah sangat dekat.

Pengalaman ini membangkitkan rasa penasaran dan sekaligus menyadarkan saya akan tujuan “law & order” colonial, yaitu mempertegak kokohkan kekuasaan menjajah. Usaha untuk menggoyahkan dominasi Belanda di lapangan sepak bola saja sudah dianggap sebagai upaya mengacau. Ini juga membangkitkan rasa kagum terhadap Liem Koen Hian, yang mampu menyusun karangan mendorong aksi boikot tetapi tidak bisa dituntut hukum kolonial. Liem Koen Hian dalam pemeriksaan mengatakan bahwa tidak bisa dibuktikan bahwa karangannya menimbulkan kekacauan.

Kekaguman ini mendorong saya untuk bekerja sebagai seorang wartawan setelah selesai HBS. Atas bantuan Liem Koen Hian, saya menjadi wartawan di kantor perwakilan harian Mata Hari Surabaya. Harian ini mulai diterbitkan pada tanggal 1 Agustus 1934 di Semarang. Kantor perwakilan di Surabaya dipimpin oleh The Boen Liang, yang menjadi anggota Dewan Kotapraja Surabaya sebagai orang kedua PTI.

Bekerja sebagai wartawan di bawah bimbingan The Boen Liang mendorong saya untuk memperluas pengetahuan dalam bidang politik.

KEBANGKITAN NASIONAL

Pada awal abad ke-20 pengaruh modal barat di kawasan Asia Tenggara semakin membesar dengan lebih banyaknya modal yang mengalir. Mereka berlomba mencari peluang penanaman modal dan mengejar keuntungan yang lebih besar.

Ada sementara pengusaha Belanda yang berpendapat bahwa jumlah orang Tionghoa di pulau Jawa terlampau besar dan ini tidak

Page 43: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

35

menguntungkan usaha dagang Belanda. Atas desakan golongan ini, timbul pikiran agar orang-orang Tionghoa di pulau Jawa di-pribumi-kan. Rencana ini akan dilaksanakan sebagai berikut:

Orang Tionghoa dilarang masuk ke pulau Jawa;1. Anak Tionghoa yang dilahirkan dari ibu Tionghoa dan 2. ayah pribumi, tidak diakui sebagai Tionghoa. Ia akan dikategorikan sebagai pribumi.

Ini dilakukan dengan harapan mereka memperbaiki kwalitas “ras” Jawa yang dianggap kurang gesit dan kurang ulet dalam bekerja. Akan tetapi rencana ini ditentang oleh banyak pengusaha Belanda. Modal-modal besar Belanda membutuhkan kehadiran para pedagang Tionghoa, terutama dalam bidang distribusi. Dengan ndemikian rencana ini tidak dilaksanakan.

Sementara itu penyerbuan modal besar barat di daerah Asia telah membangkitkan kesadaran nasional di wilayah Asia. Di Tiongkok bangkit perlawanan sengit terhadap kekuasaan asing dan Dr. Sun Yat Sen berhasil memimpin gerakan untuk mencapai kekuasaan nasional. Jepang berhasil mengalahkan serangan Rusia. Pada umumnya kemenangan tentara Jepang atas tentara Rusia itu dianggap sebagai kemenangan kulit berwarna atas kulit putih, yang semula dikira tak mungkin terkalahkan.

Timbullah kepercayaan pada diri sendiri di kalangan orang Asia dan ini mempercepat tergugahnya kebangkitan nasional di seluruh Asia, termasuk Indonesia.

Tanggal 20 Mei 1908 dianggap sebagai Hari Kebangkitan Nasional Indonesia, karena pada hari itu, Dr Wahidin Sudirohusodo mempropagandakan perlunya orang Jawa terdidik dan bangsawan berorganisasi demi pengembangan kebudayaan Jawa. Organisasi yang terbentuk dinamakan Budi Utomo. Pada tanggal 5 Oktober 1908 Kongres di Yogyakarta membentuk pengurus besar pertama dibawah pimpinan R.T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar. Pada akhir 1909 Budi Utomo sudah berkembang hingga 40 cabang dengan 10,000 orang anggota.

Akan tetapi Budi Utomo dianggap umum terlalu terbatas, karena anggotanya terdiri dari mereka yang berkebudayaan Jawa,

Page 44: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

36

jadi mereka yang berasal dari Jawa, Madura, Bali dan Lombok saja. Dan tujuannya terbatas pada tercapainya keselarasan tanah air dan bangsa.

Sebenarnya sebelum Budi Utomo, pada tahun 1907, sudah ada organisasi lain yang dipelopori oleh peranakan Belanda dengan nama “Insulindo”. Ia didirikan sebagai reaksi atas berdirinya Indische Bond, yang dianggap reaksioner dan menguasai kursi-kursi untuk kaum Indo dalam dewan-dewan kotapraja, yang didirikan dengan ketentuan Decentralisassie pada tahun 1905. Akan tetapi “Insulindo” gagal memperoleh dukungan luas.

Pada tahun 1911, “Indische Partij” didirikan oleh 3 serangkai, yaitu Dr. Tjipto Mangunkusumo, Douwes Dekker dan Suwandi Surodiningrat (Ki Hajar Dewantoro). Kongres pertama pada tanggal 25 Desember 1912 mencatat 5.000 anggota dengan kota Semarang sebagai cabang terbesar. Kehadiran Indische Partij sangat penting karena ia adalah organisasi politik pertama yang dengan tegas menentukan beberapa hal pokok:

Warganegara adalah semua orang yang dilahirkan di 1. Indonesia dan bersedia menjadi warga negaranya. Wilayah negara meliputi wilayah Ned. Indisch. 2. Tujuannya adalah membangkitkan patriotisme semua 3. “Indisch” (istilah “Indonesia” baru digunakan dan disahkan pada saat Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928), untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Pada tahun 1911 di Solo, berdiri juga Sarikat Dagang Islam Indonesia, yang bertujuan meningkatkan kedudukan pedagang-pedagang pribumi. Terbentuknya organisasi ini menimbulkan bentrokan-bentrokan dengan pengusaha Tionghoa, sehingga Residen Soerakarta dischorst dari tanggal 12 – 26 Agustus 1912. Organisasi ini kemudian diubah menjadi Sarikat Islam (SI) , yang merupakan organisasi nasionalisme religious. Kemudian di bawah pimpinan Tjokroaminoto berkembang menjadi sosialisme religious, menentang “Zondig kapitalisme” (Kapitalisme buruk).

Dr Tjokroaminoto membeberkan apa yang ia maksud dengan Kapitalisme Buruk dalam pidatonya di Volksraad pertama pada

Page 45: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

37

tanggal 18 Mei 1918. Ini melenyapkan kesan bahwa Sarikat Islam bersifat anti-Tionghoa. Berkembangnya SI membuat pengaruh Budi Utomo merosot karena SI bergerak berdasarkan sentimen agama Islam. Budi Utomo yang tidak menitik beratkan Islam tidak dapat bersaing dengan SI.

Menjelang pembentukan Volksraad – Dewan Rakyat, yang memenuhi tuntutan kaum modal besar untuk turut menentukan kebijakan pemerintah penjajahan, pada tahun 1917, ditiadakan larangan untuk berorganisasi dan mengadakan persidangan politik. Kebijakan ini disambut dengan pembentukan berbagai partai politik.

Pada waktu yang bersamaan beberapa surat kabar diterbitkan. Dunia pers ketika itu didominasi oleh peranakan Tionghoa, karena mereka-lah yang bermodal dan mereka-lah yang mampu membeli surat kabar. Bahasa yang digunakan adalah Tionghoa Melayu. Di Jakarta terbit Sin Po yang berhaluan tidak mau mengandalkan diri pada perlindungan kekuasaan kolonial Belanda dan berpendirian “Sekali Tionghoa, tetap Tionghoa”. Juga terbit harian “Perniagaan” dari kaum ondernemers, tuan tanah Tionghoa dan orang-orang kepercayaan penguasa kolonial Belanda.

Di Surabaya terbit harian Suara Publik, dibawah pimpinan Lim Koen Hian dan Kwee Thiam Tjing. Pada tahun 1930 ia berubah menjadi Sin Tit Po. Harian ini mewakili aliran yang berlainan dengan Sin Po dan Perniagaan. Di Jawa-timur umumnya, dan Surabaya khususnya, para pembacanya adalah pedagang menengah kebawah, tidak seperti di Jawa-barat yang lebih banyak tuan tanah besar.

Pers Tionghoa ini memainkan peranan besar dalam mengembangkan bahasa Indonesia dan dalam menyebarluaskan kebangkitan nasional. Walaupun diterbitkan oleh Tionghoa akan tetapi banyak pembacanya juga non-Tionghoa.

Berdirinya Volksraad ternyata menimbulkan kekecewaan besar, karena pembentukan tersebut hanya dimaksudkan untuk memperkokoh kekuasaan kolonial Belanda. “Hak ikut serta menentukan” tidak dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Ini kemudian membangkitkan gerakan yang menentangnya. Proses

Page 46: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

38

radikalisasi kiri ini-lah yang mempercepat lahirnya aliran Marxist yang dipelopori oleh seorang Belanda, Sneevliet, pendiri Indische Social-demokratische Vereeniging di Semarang, yang kemudian berhasil mempengaruhi tokoh-tokoh SI, Semaun dan Darsono.

Timbul apa yang dikenal dengan “Janji November” 1918, yang kemudian melahirkan Indische Staataregeling 1925, yang mengubah susunan Volksraad. Volksraad terdiri dari 61 orang, termasuk ketuanya yang dipilih dan diangkat oleh Raja Belanda. Sisanya dibagi menjadi 30 wakil Nederlanders, 25 wakil “Inlanders” dan 5 wakil “Uitheensche Onderdaan niet Nederlanders”. Baru kemudian perimbangan itu diubah, yaitu 30 “Inlanders” dan 25 “Nederlanders”, tetapi mayoritas “Inlanders” ini tidak ada artinya, karena dalam hal pengangkatan dan pemilihan sudah diatur imbangan suara yang menjamin kestabilan kekuasan kolonial Belanda.

Proses radikalisasi ini mendorong terbentuknya Partai Komunis Indonesia (PKI) di bawah pimpinan Semaun dan Dharsono yang kemudian memimpin pemberontakan pada tanggal 12 November 1926 di Batavia dan Januari 1927 di Sumatera Utara. Pemberontakan ditindas tegas oleh penguasa Belanda. Pada tahun 1927 4.500 orang di buang ke Boven Digul dan pada akhir Maret 1928, 823 orang lain dibuang. Ini dilakukan tanpa proses pengadilan dan dengan wewenang luar biasa Gubernur Jendral Belanda. PKI kemudian dilarang. Di antara mereka yang dibuang itu terdapat paling sedikit 10 orang Tionghoa. Ini membuktikan bahwa sejak zaman kebangkitan gerakan menuju kemerdekaan, orang Tionghoa sudah turut berpartisipasi.

Dengan dilarangnya PKI dan adanya pembuangan banyak pengikutnya ke Boven Digul, pembentukan Partai Nasional Indonesia pada tahun 1927, oleh Bung Karno memperoleh sambutan hangat. Banyak yang radikal masuk ke PNI. PNI memperjuangkan tercapainya rasa kebangsaan yang kuat dan kesadaran persatuan kokoh dengan bangsa-bangsa Asia lainnya. PNI juga memperjuangkan kemerdekaan dan penghapusan wewenang luar biasa Gubernur Jendral, yang memungkinkannya membuang orang tanpa proses pengadilan dan membatasi gerak gerik orang

Page 47: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

39

di Indonesia. Juga dituntut kebebasan ber-politik dengan jaminan berserikat, berkumpul, menerbitkan surat-kabar dan selebaran untuk menyatakan pendapat.

Sikap PNI yang tegas ini menyebabkan Bung Karno dituntut di depan pengadilan dan dijatuhi hukuman 4 tahun, dan dengan pengurangan masa tahanan menjadi 2 tahun hidup didalam penjara. PNI dilarang. Ini lalu melahirkan PNI baru (Pendidkan Nasional Indonesia) di bawah pimpinan Hatta dan Syahrir. Tetapi juga tidak tahan lama. Lalu didirikan Partindo (Partai Indonesia) yang melibatkan lagi Bung Karno, sehingga ia dibuang ke Flores, Bengkulu, kemudian ke Padang dari Desember 1933 hingga akhir Februari 1942.

Dr. Sutomo, salah seorang pendiri Budi Utomo, memimpin Studieclub di mana saya tergabung, di Surabaya. Ia mempelopori berdirinya Partai Bangsa Indonesia (PBI), yang kemudian pada bulan Juli 1934 mengadakan fusi dengan Budi Utomo dengan nama Partai Indonesia Raya (Parindra). PBI merumuskan tujuannya: Menyempurnakan derajat bangsa Indonesia dan Tanah air berdasarkan kebangsaan Indonesia. Rumusan yang secara samar-samar menginginkan satu tanah air yang bebas dan merdeka!

Malaise yang mengamuk hebat di Indonesia menimbulkan polemik keras tentang kedudukan orang Tionghoa di Indonesia. Sin Tit Po yang dipimpin Liem Koen Hian dengan bantuan Junus D. Syaramanual (putra Maluku), tegas berpendirian bahwa, peranakan Tionghoa yang lahir di Indonesia dan dibesarkan di Indonesia dan akan dikubur di Indonesia pula, wajib berdiri tegak memihak saudara-saudara, yang menurut Indische Staatsregeling, tergolong sebagai “Inlanders”. Perbaikan nasib peranakan Tionghoa hanya dapat dicapai dengan tercapainya Indonesia Merdeka!

Pendirian tegas demikian ini belum pernah terjadi sebelumnya, dan menarik perhatian mereka yang dinamakan pribumi. Akan tetapi kesadaran bersatu sebagai bangsa Indonesia pada waktu itu masih kabur. Syaramanual yang juga aktif di PBI, berpendapat Partai Politik berdasarkan golongan etnis diperlukan, yaitu berdasarkan ketentuan I.S. pasal 163, yang membagi-bagi penduduk Indonesia

Page 48: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

40

menjadi 3 golongan keturunan dengan hak dan kewajiban yang berbeda. Inilah yang mendorong Liem Koen Hian mendirikan Partai Tionghoa Indonesia (PTI) pada tahun 1932. Dan kemudian, dengan bantuannya, Baswedan, seorang peranakan Arab yang bekerja sebagai wartawan di harian Sin Tit Po, kemudian di harian Matahari, mendirikan Partai Arab Indonesia (PAI).

Memang pada waktu itu desakan Indische Partij untuk tidak membedakan orang atas dasar keturunan belum bisa diterima. Dari kalangan Pribumi-pun menjadi masalah, karena ada kekhawatiran bahwa hilangnya pengotakan masyarakat atas dasar ras bisa memungkinkan Tionghoa memiliki tanah yang digarap pribumi. Inilah rintangan terhadap upaya membangun nasion Indonesia sejak zaman penjajahan.

Tekanan ekonomi yang mengakibatkan meningkatnya jumlah pengangguran mendorong Tionghoa Indonesia untuk menentukan pendirian, untuk menentukan pilihan. Apa yang harus mereka pilih?

Pada tahun 30-an peranakan Tionghoa di Indonesia terdiri dari 3 golongan dan 3 macam aliran besar, walaupun keberadaannya tidak ternaung dalam 3 wadah yang jelas. Yang dinamakan peranakan Tionghoa adalah:

Mereka yang dilahirkan dari seorang ibu dan ayah asal 1. Tiongkok dan menurut ketentuan hukum kolonial Belanda, yaitu Wet op de Nederlandsch Onderdaanschap adalah “onderdaan” Belanda. Mereka yang lahir dari perkawinan campuran, yaitu pria 2. Tionghoa dan wanita pribumi. Sebagai anak diakui sah oleh ayahnya dan didaftarkan sebagai anak sahnya dengan diberi nama keluarga (she). Mereka yang dilahirkan dari perkawinan campuran ayah 3. pribumi dan ibu Tionghoa. Karena pengaruh keadaan sosial-ekonomis dalam masyarakat, diberi nama keluarga Tionghoa (she) dan dididik dalam lingkungan masyarakat golongan Tionghoa.

Di samping tiga golongan besar itu, terdapat juga jumlah

Page 49: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

41

yang lebih besar lagi golongan peranakan Tionghoa yang sudah terabsorpsi, sudah terlebur, tenggelam dalam masyarakat pribumi.

Patut juga diperhatikan bahwa sampai akhir abad ke-19 penjajah Belanda sendiri berpendapat dan memperlakukan semua peranakan Tionghoa sebagai “inlanders” atau pribumi. Baru pada tahun 1910 dengan diundangkannya Wet op de Nederlandsch Onderdaanschap, ada segolongan peranakan “baru”, jadi yang dilahirkan sekitar undang-undang itu diadakan, yang dinyatakan “onderdaan” Belanda golongan Vreemde Oosterling (Timur Asing).

Angka statistik tentang jumlah “peranakan” Tionghoa tidak pernah tersusun baik, karena mereka yang hidup terpencil di kota-kota kecil tidak pernah menghiraukan cacah jiwa atau catatan sipil, yang baru diadakan di Jawa pada tahun 1928. Patut diperhatikan bahwa di zaman penjajahan Belanda, sebagai akibat sistem pasif, mereka memperoleh Nederlandsch onderdaanschap. Orang tidak pernah dikejar dan diminta surat bukti sebagai “onderdaan” Belanda. Keperluan minta “bukti” tidak terasa ada ketika itu.

Masyarakat Indonesia sekarang mewarisi perkembangan masyarakat di masa lampau. Kepulauan Indonesia terletak di persimpangan dua samudera besar dengan lalu-lintas yang ramai semenjak dahulu kala. Banyak orang merantau dari negerinya yang jauh mampir di Indonesia atau sebagian antara perantau itu menetap di Indonesia. Sukar dicegah timbulnya…peranakan, hasil kawin campuran orang asing dengan orang Indonesia. Hal ini sekarang dapat diketahui lebih tertib dari dahulu karena sudah ada catatan sipil yang teratur. Walaupun demikian tidaklah tertutup kemungkinan bahwa ada orang berambut pirang dengan mata belau, memiliki “legal status” (kedudukan berdasar hukum) Indonesia. Malahan tidak tertutup kemungkinan orang berambut pirang dengan mata belau, harus dinyatakan, diakui dan diperlakukan sebagai … pribumi, akibat dari ketentuan hukum, bahwa siapa bapak seorang tidak dapat diteliti dan disahkan menurut hukum, di samping undang-undang kewarga-negaraan Indoensia menentukan bahwa anak yang tidak jelas orang tuanya adalah warga negara Indonesia.

Page 50: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

42

Tiga golongan besar itu mengenal juga 3 aliran besar, yaitu:Aliran yang dinamakan aliran “Sin Po1. ”. Harian Sin Po mulai diterbitkan pada tanggal 1 Oktober 1910 di Jakarta menjelang berhasilnya revolusi nasional di Tiongkok di bawah pimpinan Dr. Sun Yat Sen, yang berhasil membentuk Republik Tiongkok. Aliran ini mendukung konsep “sekali Tionghoa tetap Tionghoa”. Aliran Chung Hua Hui2. , yang didirikan untuk mengisi perwakilan Tionghoa di Volksraad. Aliran ini mendukung penjajah Belanda. Belanda beranggapan golongan Vreemde Oosterling (termasuk peranakan Tionghoa) bisa dipergunakan untuk mengimbangi posisi golongan pribumi di Volksraad, yang terkadang menentang kebijakan pemerintah. Anggapan ini memang benar karena Chung Hua Hui bersikap loyal terhadap Belanda. Mereka menganggap dirinya: “Trouwe onderdanen van hare Mayesteit de Koningin” (Onderdaan Sri Baginda Ratu yang setia). Aliran Partai Tionghoa Indonesia3. yang didirikan bulan September 1932 sebagai kesimpulan polemik dalam harian-harian di Surabaya, karena karangan-karangan Liem Koen Hian di dalam harian Sin Tit Po. Aliran PTI ini disimpulkan dalam pernyataan: “Lahir di Indonesia, dibesarkan di Indonesia dan mati dikubur juga di Indonesia”. Pernyataan ini mengakui Indonesia sebagai tanah air satu-satunya. Jadi pendirian ini menolak apa yang dinamakan loyalitas berganda (dual loyalties). PTI dengan tegas menyatakan ikut aktif memperjuangkan tercapainya Indonesia merdeka! Hal ini mempertegas PTI berdiri di pihak Rakyat dan bersama Rakyat memperjuangkan tercapainya kemerdekaan nasional. PTI merupakan aliran termuda dan timbul di tengah-tengah krisis ekonomi mengamuk di Indonesia. Bagaimanakah keadaan sebelum krisis ekonomi? Apakah

keadaan penghidupannya memuaskan? Apakah betul sebagai golongan orang Tionghoa di anak-emaskan? Yang pasti yalah bahwa golongan Tionghoa bukanlah anak emas penjajah. Penjajah malahan menganut politik yang menggencetnya, yaitu antara lain mengadakan kebijakan:

Membatasi ruang gerak orang Tionghoa di Indonesia dengan 1.

Page 51: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

43

adanya “Wijken & passenstelsel”, artinya di samping ada tempat pemukiman tertentu bagi orang Tionghoa, orang Tionghoa perlu surat ijin jalan bila melakukan perjalanan keluar dari daerahnya.Mengadakan tarif pajak lebih berat dari pada tarif pajak 2. untuk perusahaan Belanda. Melakukan tindakan main tangkap, main tahan dan macam-3. macam perbuatan sewenang-wenang, yang menimbulkan “Gerakan Tionghoa”, yang menuntut perlakuan sama sebagai orang Jepang, yang dipersamakan dengan orang Eropa (kulit putih). Pendidikan anak-anak Tionghoa tidak memperoleh 4. perhatian cukup. Tidak diperkenankan menjadi pegawai negeri. 5.

“Gerakan Tionghoa” yang timbul pada permulaan abad ke-20 berhasil menghapuskan “Wijken & passenstelsel”. Belanda juga mencabut larangan menjadi pegawai negeri dan peraturan-peraturan pajak khusus untuk orang Tionghoa. Pada tahun 1908 pemerintah penjajahan mendirikan HCS sebagai imbangan berdirinya THHK. THHK yang didirikan pada tahun 1900, dalam waktu singkat, memiliki 400 buah cabang sekolah di seluruh Indonesia.

Perjuangan “Gerakan Tionghoa” yang mengikutsertakan tokoh-tokoh peranakan dan Totok Tionghoa, untuk mencapai hak dan kedudukan sama sebagai orang kulit putih, seperti orang Jepang, ternyata tidak berhasil.

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan terasa keras akibatnya hingga tahun 1935 menimbulkan kesadaran lebih kokoh di kalangan peranakan Tionghoa, bahwa nasib mereka erat hubungannya, tak terpisahkan, dari nasib Rakyat Indonesia. Golongan totok, bila mengalami kesulitan di Indonesia, bisa angkat kaki pulang ke Tiongkok, di mana mereka ditampung oleh keluarganya untuk menikmati hasil tabungannya. Tetapi peranakan Tionghoa tidak bisa demikian. Dalam keadaan susah, mereka tidak bisa ke Tiongkok, karena tidak memiliki tabungan di sana dan tidak

Page 52: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

44

ada keluarga yang menampung. Di zaman krisis ekonomi peranakan Tionghoa harus menerima

nasib sebagai penganggur dan mesti ikut menderita bersama-sama dengan Rakyat Indonesia. Perkembangan ini memperjelas bahwa mereka merupakan bagian tak terpisahkan dari Rakyat Indonesia. Sama-sama dilahirkan di Indonesia dan bila mati juga dikubur di Indonesia. Tanah airnya adalah Indonesia.

Kesadaran demikian mulai merata. Mulai bangkitlah kemauan mempersatukan diri dengan Rakyat Indonesia. Mempersatukan diri dengan Rakyat Indonesia berarti lebih memperhatikan dan berusaha meningkatkan daya membangun Rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia merupakan tubuh dan golongan peranakan Tionghoa menjadi salah satu sukunya. Tidak mungkin suku dari satu tubuh bisa tumbuh sesat, bila tubuhnya sakit. Demikian juga tidak mungkin tubuh sehat, bila salah satu sukunya sakit.

Kesadaran seperti di atas itu terasa lebih mudah berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Timur dari pada di Jawa Barat. Di Jawa Barat peranakan Tionghoa yang memiliki pendidikan berkembang sebagai tuan tanah dan ondernemer (pemilik kebun) besar. Tuan-tuan tanah besar peranakan Tionghoa mengerjakan juga peranakan Tionghoa, yang cara hidupnya tidak beda dengan Rakyat sekelilingnya. Kepentingan peranakan Tionghoa sebagai tuan tanah besar dan sebagai ondernemer besar sejalan dengan kepentingan ondernemer besar Belanda. Kebijakan penjajah Belanda secara tidak langsung menguntungkan juga kepentingan ondernemer peranakan Tionghoa.

Ini rupanya yang menyebabkan penjajah Belanda menggolongkan peranakan Tionghoa menjadi satu dalam golongan European (Vreemde Oosterling) dalam struktur Volksraad. Penyatuan berdasarkan kepentingan ekonomis pada ketika itu. Anggota-anggota peranakan Tionghoa Volksraad pertama adalah pemilik-pemilik kebun besar, adalah tokoh-tokoh CHH, H.H. Kan dan Loa Sek Hie. Juga Phoa Liong Gie, wakil pengusaha tuan tanah besar dan Yo Heng Kam, pengusaha besar.

Karena massa peranakan Tionghoa bukanlah pengusaha

Page 53: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

45

onderneming dan juga bukan tuan tanah atau pengusaha besar, maka sekalipun di dalam Volksraad ada tercantum nama-nama peranakan Tionghoa, massa peranakan Tionghoa merasa tidak diwakili dalam Volksraad. Anggota peranakan Tionghoa di Volksraad, oleh massa peranakan Jawa Timur dinamakan kaum “packard”, karena bila meninjau mereka naik mobil “Packard”, mobil termewah ketika itu. Pada ketika itu lazimnya, baik dalam masayarakat Tionghoa peranakan maupun totok, yang diangkat sebagai pimpinan organisasi adalah mereka yang kaya raya, baik sebagai pengusaha atau tuan tanah besar. Oleh karena kebiasaan ini, maka “pemimpin-pemimpin” peranakan Tionghoa di Jawa Timur pada umumnya memiliki mobil “Packard”.

Ciri kedua dari seorang ”pemimpin” masyarakat peranakan Tionghoa ketika itu, terutama Chung Hua Hui, yalah harus lancar berbahasa Belanda. Rapat-rapat pengurus Chung Hua Hui menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.

Perkembangan ini tidak memungkinkan CHH menjadi wadah untuk massa peranakan Tionghoa, yang sebagian besar tidak bisa berbicara Belanda dan sebagian terbesar bukan pengusaha besar. Kepentingan sosial-ekonomisnya malahan bertentangan dengan mereka yang “memimpin”.

Pada waktu PTI memutuskan untuk ikut pemilihan umum untuk Dewan Kota Praja Surabaya, massa peranakan Tionghoa menentukan pilihannya. PTI telah memperoleh kemenangan dengan menduduki semua kursi untuk peranakan Tionghoa di dalam Dewan itu. Hasil ini mengejutkan pimpinan CHH dan masyarakat peranakan Tionghoa umumnya.

Orang bertanya: Masa “gelinding” (cikar, karena PTI dalam kampanye pemilihan umum menggunakan cikar ditarik sapi) bisa memperoleh kemenangan dari “Packard”? Pertanyaan semacam ini memang lumrah pada ketika itu, karena biasanya dalam pemilihan “pemimpin” yang menang adalah yang kaya, successful business men. Di dalam pemilihan umum itu kok PTI justru yang menang.

Kemenangan gemilang PTI dalam pemilihan umum itu ternyata disebabkan karena masyarakat peranakan Tionghoa, setelah

Page 54: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

46

diserang krisis ekonomi hebat, mulai memikirkan kemudian harinya. Mereka menentukan pilihannya, yaitu jalan yang ditunjukkan oleh PTI, jalan ….. Rakyat, karena senasib dengan Rakyat, aspirasi Rakyat menjadi juga aspirasi mereka.

Memang di dalam kampanye pemilihan umum ada juga tokoh-tokoh CHH yang mengejek, bahwa PTI mengajak massa peranakan Tionghoa…tjhiep hwan (masuk menjadi “inlanders”). Chung Hua Hui justru berjuang untuk memperoleh persamaan dengan orang Eropa.

Atas ejekan CHH itu, oleh PTI dikemukakan jawaban antara lain sebagai berikut:

Apakah artinya “tjhiep hwan”? Apakah peranakan Tionghoa dengan mempersatukan diri dengan Rakyat Indonesia dapat diartikan “tjhiep hwan”? Tidak! Bersatu dengan Rakyat adalah akibat dari kenyataan dilahirkan di Indonesia, sama halnya dengan Rakyat Indonesia. Sebagai akibat dilahirkan di Indonesia, dibesarkan di Indonesia dan bila mati juga dikubur di Indonesia, memang menjadi sama-sama “anak negeri” Indonesia. Dalam bahasa Belanda digunakan istilah “Inlanders” atau “Hwan” menurut istilah Chung Hua Hui yang mengandung elemen menghina. Karena memang sesama “anak negeri”-nya tidak ada persoalan “masuk” (tjhiep) dan tidak ada persoalan “ke luar”. Penjajah Belanda justru menjalankan politik untuk memisahkan golongan peranakan Tionghoa dari batang tubuh besarnya, yaitu Rakyat Indonesia, karena bersatunya peranakan Tionghoa pada batang tubuh besarnya (Rakyat Indonesia) dapat merugikan kepentingan penjajah. Jadi mereka, yang mencegah bersatunya golongan peranakan Tionghoa dengan Rakyat Indonesia, berarti menjadi pembela politik penjajah.

Mereka membela politik penjajah Belanda, karena mereka diuntungkan oleh karenanya. Tetapi massa peranakan Tionghoa tidak diuntungkan oleh politik penjajah, sehingga sadar akan perlunya bersatu dengan Rakyat melikwidasi kolonialisme. Dilikwidasinya kolonialisme di Indonesia akan berarti membebaskan seluruh Rakyat Indonesia (termasuk golongan peranakan Tionghoa) dari penindasan.

Page 55: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

47

Lain cemohan CHH dalam kampanye pemilihan umum itu adalah: PTI bertujuan memerosotkan derajad peranakan Tionghoa sebagai “Inlanders”, sedang Chung Hua Hui berjuang mencapai persamaan dengan orang Eropa.

Atas ini PTI mengemukakan pendapat kurang lebih sebagai berikut:

“Apakah yang menyebabkan kedudukan orang Eropa-Belanda unggul dalam masyarakat Indonesia dan kedudukan “Inlanders” rendah ? Yang menyebabkan adalah…kolonialisme. Bila kolonialisme sudah dilikwidasi dan Rakyat Indonesia sudah menjadi kekuataan yang melaksanakan kedaulatan penuh di tangannya, tentu tidak mungkin orang Eropa-Belanda unggul di Indonesia. Dengan dilikwidasinya kolonialisme akan ikut lenyap juga kedudukan “Inlanders”, dalam arti golongan yang diperas, karena Rakyat Indonesia sendiri lalu menjadi pemegang dan pelaksana kedaulatan atas Indonesia. Sebagai pemegang dan pelaksana kedaulatan di tangan Rakyat, ia tidak bisa disamakan dengan kedudukan “Inlanders” di zaman kolonial. Bersatu dengan Rakyat tidak berarti turun derajat, melainkan berarti naik derajat, karena bersama bangkit dari golongan yang tergencet menjadi golongan yang ikut memegang dan melaksanakan kedaulatan di atas bumi Indonesia!”

Persoalan lain yang juga timbul dalam tanya-jawab itu adalah masalah kemungkinan diskriminasi berdasarkan asal keturunan yang merugikan peranakan Tionghoa. Ya, masalah ini memerlukan penelitian keadaan ketika itu dan apakah yang mendorong adanya diskriminasi.

Pada ketika itu peranakan Tionghoa didiskriminasi oleh Penjajah Belanda, baik terhadap peranakan Belanda maupun Belanda totok. Yang mendorong adanya diskriminasi itu adalah rasa takut terhadap saingan dan ingin mendahulukan kepentingan golongan peranakan Belanda. Sebagai pegawai, walaupun mengerjakan pekerjaan serupa, tanggung-jawab yang serupa, tetapi dalam tingkat gaji dan kesempatan promosi berlainan.

Golongan peranakan Belanda dan peranakan Tionghoa juga

Page 56: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

48

didiskriminasi terhadap golongan Belanda totok, karena tujuan kolonialisme yalah melindungi kepentingan modal Belanda dengan sekaligus menimbulkan inferiority complex, rasa diri lebih rendah, yang melenyapkan rasa berkemampuan sama, dari golongan-golongan yang dijajah.

Prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh PTI di dalam kampanye pemilihan umum di Surabaya itu tidak banyak berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh PNI-Bung Karno dan Partindo. Juga tidak banyak berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh PNI-Bung Hatta-St. Syahrir. Dengan pendirian PTI yang demikian itu, maka tergalanglah hubungan baik dengan partai-partai politik yang memperjuangkan Indonesia merdeka. Hubungan Liem Koen Hian, sebagai pendiri PTI, dengan tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan sangat akrab.

Kemenangan yang dicapai PTI dalam pemilihan umum di Surabaya merupakan permulaan bagi meningkatnya kegiatan di bidang politik di kalangan peranakan Tionghoa. Kemenangan yang dicapai menyebabkan PTI memperoleh kedudukan “Wethouder”. Dalam menentukan orang menjadi “wethouder”, ia ternyata belum bebas dari pengaruh menonjolkan orang bergelar. “Wethouder” PTI pertama dipilih Mr. Yap Sin Fong, seorang sarjana hukum lulusan Leiden, Nederland. Ketua fraksi PTI adalah The Boen Liang dan kemudian diganti oleh Thio Hian Sioe.

Kemenangan itu menyebabkan PTI memperoleh kedudukan juga dalam propinsi Jawa Timur. Sebagai anggota Dewan Propinsi ini merangkap anggota College van gedeputeerden (Dewan Harian Dewan Propinsi) ditentukan Tan Ling Djie, ketika itu memimpin redaksi harian Sin Tit Po, Surabaya. Di samping memperoleh kedudukan di Dewan Propinsi Jawa Timur, PTI memperoleh juga seorang wakil dalam Volksraad. Mr. Ko Kwat Tiong, pengacara di Semarang.

PTI dapat berkembang di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Akan tetapi karena perbedaan sosial ekonomi para aktivis Tionghoa di Jawa Barat, ia tidak berkembang di Jawa Barat. Di Medan pun tidak berhasil dibentuk cabang PTI. Tetapi di Makasar PTI berhasil

Page 57: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

49

membentuk cabang. Perkembangan sosial-ekonomis masyarakat peranakan Tionghoa di Sulawesi Selatan ternyata membangkitkan kesadaran untuk memilih jalan PTI. Promotor-promotor PTI di Makasar adalah Tjan Tjoan Tek dan Thio Heng Sioe, yang setelah proklamasi kemerdekaan bersama-sama mendirikan PERTIP (Persatuan Tionghoa Peranakan), yang kemudian menjadi cabang BAPERKI (Badan Permusyawaratan Kewarga-negaraan Indonesia) di Makasar.

Kemenangan yang dicapai PTI juga menarik banyak sarjana peranakan Tionghoa yang kembali dari Nederland. Memang di Nederland sebagai imbangan terhadap CHH Holland dibentuk SPTI (Sarekat Pemuda Tionghoa Indonesia), yang dipimpin oleh Dr. Tjoa Sik Ien. Ketika ia pulang ke Indonesia dia dipilih menjadi Ketua Umum PTI untuk menggantikan Liem Koen Hian, yang pindah dari Surabaya ke Jakarta untuk belajar di Rechte Hoge School (Perguruan Tinggi Hukum). Kembalinya pelajar-pelajar peranakan Tionghoa dari Nederland telah menyebabkan redaksi Sin Tit Po diperkuat dengan Kho Sin Boan.

PTI turut mendukung gerakan yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara untuk menentang Undang-Undang Sekolah Liar penjajah Belanda. Undang-undang itu dianggap mengekang kebebasan usaha-usaha memperluas pendidikan untuk meningkatkan kecerdasan Rakyat.

Patut juga diperhatikan bahwa PTI tidak pernah menyinggung masalah perkawinan campuran dan tidak pernah mempersoalkan ganti nama. Memilih nama atau memilih jodoh adalah persoalan pribadi dan tidak perlu dicampuri oleh masyarakat. Pada ketika itu kegiatan agama Kristen dan Katolik untuk memperoleh pengikut di kalangan peranakan Tionghoa masih lemah sekali, sekalipun di Tiongkok sudah diadakan gerakan-gerakan luas oleh orang Kristen dan Katolik. Kegiatan-kegiatan agama Kristen dan Katolik di Indonesia secara nyata menjadi lebih hebat setelah Perang Dunia II. Setelah Perang Dunia II, terutama setelah RRT berdiri, banyak tokoh agama Kristen dan Katolik di Tiongkok mengungsi keluar, antara lain ke Indonesia.

Page 58: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

50

PTI mendukung berdirinya GERINDO (Gerakan Rakyat Indonesia) untuk melanjutkan perjuangan yang terhenti karena di-Digul-kannya pemimpin-pemimpin PNI, Partindo dan lain-lainnya. GERINDO juga dibentuk dalam rangka meningkatkan kegiatan-kegiatan Rakyat dalam usaha membendung mulai tumbuhnya benih fasisme di Indonesia, setelah Hitler di Eropa berhasil merebut kekuasaan pemerintahan. GERINDO memperoleh dukungan PTI, karena setelah Indische Partij tahun 1912, baru GERINDO-lah yang membuka pintunya lebar-lebar untuk semua peranakan berdasarkan keputusan Kongresnya di Palembang. Oei Gee Hwat, sekretaris pengurus besar PTI adalah salah satu orang pertama yang menjadi anggota GERINDO. GERINDO didirikan pada tanggal 18 Mei 1937 di Jakarta di bawah pimpinan A.K. Gani, Amir Syarifudin, Moh. Yamin, S. Mangunsarkoro dan lain-lain. GERINDO memilih garis demokrasi dan lebih mengutamakan memperjuangkan menangnya demokrasi atas fasisme dari pada masalah pertentangan warna kulit. GERINDO juga tegas memperjuangkan hak sama bagi semua warga negara Indonesia tanpa mempersoalkan asal keturunan. Di bidang ekonomi GERINDO memperjuangkan terbentuknya koperasi-koperasi, bukan pembentukan usaha perorangan. Setelah kongresnya di Palembang, yang menerima desakan Mr. Amir Syarifudin, GERINDO mulai lebih giat lagi dalam menggalang persatuan demokratis. Putusan Kongres GERINDO itu mempertegas:

Nasionalisme tidak ditentukan oleh darah dan warna kulit. 1. Persamaan cita-cita, persamaan nasib dan persamaan ke-2. mauan untuk mewujudkan cita-cita yang sama itu dapat mendorong persatuan sehat di antara golongan yang berasal dari berbagai latar belakang keturunan. Rasa persamaan nasib antara semua orang yang dilahirkan 3. di Indonesia perlu terus dipupuk kuat dengan gerakan kop-erasi untuk perbaikan nasib kaum tani dan buruh.

Tetapi sayang, pengembangan GERINDO tidak dapat

Page 59: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

51

dilangsungkan karena pecahnya Perang Pasifik. Walaupun demikian cita-cita GERINDO mempengaruhi pandangan banyak pejuang kemerdekaan, yang kemudian menjadi pendukung perjuangan saya dalam kancah nasional. Diskusi di atas menunjukkan bahwa Liem Koen Hian sangat berjasa. Sebagai pendiri PTI dan wartawan, pandangan dan visi politiknya merupakan landasan penting untuk perkembangan masyarakat Tionghoa di zaman kemerdekaan.

Ia dilahirkan di Banjarmasin dan dikenal sebagai seorang autodidact, seorang yang mengembangkan bakatnya atas dasar kemampuan sendiri tanpa melalui tingkatan pendidikan formal. Ia menguasai bahasa Belanda sehingga mampu berpolemik dalam bahasa itu. Ia menguasai juga bahasa Inggris untuk membaca buku-buku dalam bahasa ini. Sebagai wartawan penanya cukup tajam dan dalam berpolemik, sesuai dengan “stijl” wartawan ketika itu, ia tidak segan membelejeti lawannya sampai pada urusan pribadi paling intim. Hubungan Liem Koen Hian dengan tokoh-tokoh perjuangan sangat akrab. Ia dianggap sebagai salah satu “Bung” yang dapat diandalkan bantuannya pada waktu sulit. Pada waktu ia menyusun staf pembantu harian “Mata Hari” atas permintaan Kwee Hing Tjiat, ia mengikutsertakan tokoh-tokoh seperti Ir. Soekarno, yang masih dibuang di Endeh, Flores, Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Mr. Iwa Kusumasumantri, yang dibuang di Bandaneire, Drs. Moh. Hatta, yang juga masih dalam interniran di Banda, Mr. Amir Syarifudin, Mr. Moh. Yamin dan Mr. Ahmad Subardjo.

Mereka bersedia membantu harian yang diterbitkan oleh sebuah perusahaan raksasa, karena percaya pada Liem Koen Hian, bahwa penerbitan harian itu dapat menguntungkan perjuangan mencapai kemerdekaan. Mereka yang rela diinternir, tentu saja tidak akan bersedia membantu sebuah penerbitan bila tidak menguntungkan perjuangan kemerdekaan. Sebagai seorang pergerakan, Liem Koen Hian hidup dalam keadaan serba kekurangan. Walaupun demikian, ia tidak pernah mengecewakan sahabat yang datang padanya untuk minta bantuan.

Page 60: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

52

Justru dalam waktu sulit, ia berpendapat, tidak boleh mengecewakan harapan seorang sahabat. Karena dalam waktu sulit orang dapat mengetahui dengan lebih jelas siapa sesungguhnya sahabat setia. Tetapi ia sendiri dikecewakan oleh salah seorang sahabatnya, yang ia pernah bantu dalam kesulitan. Rasa kecewa itu ternyata demikian hebatnya, sehingga ia menolak menjadi warga negara Indonesia. Ia meninggal dunia dengan status hukum sebagai…orang asing!

PERS PERANAKAN TIONGHOA

PERS mempengaruhi perkembangan masyarakat. Tetapi masyarakat menentukan perkembangan pers di dalamnya. Oleh karenanya dalam meninjau masalah pers peranakan Tionghoa orang perlu meneliti keadaan masyarakat Tionghoa, yang menentukan pers yang dibutuhkan dan dapat hidup. Seperti yang dituturkan sebelumnya, pers Tionghoa-Melayu memainkan peranan besar dalam perkembangan nasionalisme di Indonesia.

Dalam meninjau keadaan pers peranakan Tionghoa di zaman permulaan abad ke-20 hingga Perang Dunia II, perlu sekaligus dipelajari keadaan masyarakatnya pada ketika itu.

Telah diterangkan bahwa masyarakat peranakan Tionghoa telah terbagi dalam 3 aliran besar, yaitu: aliran Sin Po yang menginginkan Tionghoa tetap berkiblat ke Tiongkok, aliran Chung Hua Hui (CHH) yang berkiblat ke Belanda dan aliran PTI yang berkiblat ke Indonesia. Tiga macam aliran itu timbul, karena dipengaruhi oleh perbedaan perkembangan tingkat sosial-ekonomi masing-masing.

Yang paling menarik adalah PTI. Di dalam semua rapatnya, para anggota PTI menggunakan bahasa Indonesia, ketika itu masih dinamakan Tionghoa-Melayu. Para pemimpinnya walaupun bergelar dan lulusan perguruan tinggi Nederland, menggunakan bahasa Tionghoa-Melayu sebagai bahasa pengantarnya. Nama Partainya juga tidak menggunakan bahasa asing.

Aliran Sin Po mula-mula dipimpin oleh para tokoh yang

Page 61: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

53

mempelopori berdirinya THHK, yang menyelenggarakan pendidikan Tionghoa dan menyebarkan ajaran-ajaran Kong Hu Cu. Tetapi lambat laun setelah banyak sarjana peranakan Tionghoa pulang kembali ke Indonesia dari Nederland, aliran pertama diperkuat pula oleh mereka yang memperoleh pendidikan Belanda. Mereka mendirikan “China Institut”. Majalahnya “Jade” (Batu Giok) berisi karangan dalam bahasa Belanda diselingi karangan dalam bahasa Inggris. Sangat sedikit karangan dalam bahasa Tionghoa-Melayu. Walaupun aliran ini ber-orientasi ke Tiongkok, dan banyak pendukungnya tidak fasih berbahasa Belanda atau Inggris, bahasa pergaulan yang dipakai pada umumnya adalah Tionghoa Melayu.

Aliran Chung Hua Hui berkembang secara berbeda. Mereka menggunakan nama Tionghoa untuk organisasinya. Akan tetapi pengurus dan para anggotanya menggunakan bahasa Belanda dalam rapat-rapat atau pergaulan sehari-hari.

Pembagian aliran ini mempengaruhi perkembangan pers peranakan Tionghoa. Aliran CHH segan membaca harian Tionghoa-Melayu. Mereka merasa turun derajat bila membaca harian Tionghoa-Melayu. Di rumah mereka menggunakan bahasa Belanda. Anak-anaknya, walaupun memiliki nama Tionghoa, lebih banyak dipanggil dengan nama Belanda. Mereka pun merasa rugi berlangganan harian Tionghoa-Melayu, karena anak-anaknya tidak dapat menyempurnakan penguasaan bahasa Belanda. Oleh karenanya aliran ini merupakan pasaran bagi harian-harian Belanda. Pikiran dan pandangannya tentu saja dipengaruhi oleh apa yang tertuang di harian-harian Belanda. Dengan demikian mereka tidak mengerti persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat peranakan Tionghoa. Mereka lebih mengerti pikiran dan pandangan yang hidup di kalangan masyarakat Belanda.

Melihat keadaan demikian itu maka timbullah pertanyaan: Pers bagaimanakah yang dapat hidup dan berkembang dalam masyarakat demikian itu?

Pada akhir abad ke-19 memang sudah ada penerbitan-penerbitan dalam bahasa Melayu pasaran. Isinya terutama untuk menawarkan barang-barang dagangan. Di Semarang dari tahun 1860 hingga

Page 62: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

54

1910 diterbitkan “Selompret Melayu” dengan penerbit Van Dorp Semarang. Di Surabaya oleh Gobr. Gimberg pernah diterbitkan “Bintang Timur” dan di Batavia pernah diterbitkan “Bintang Barat” dan “Mata Hari” oleh Ogilvie. Dua penerbitan ini bertahan hingga tahun 1899.

Harian pertama Tionghoa-Melayu yang tegas bertujuan membela kepentingan peranakan Tionghoa adalah “Perniagaan”, yang dipimpin oleh seorang Menado, yaitu F.D.J. Pangemanan. Harian “Perniagaan” ini diterbitkan sebagai reaksi terhadap karangan-karangan yang menghina orang Tionghoa dalam “Bintang Batavia” yang ditulis oleh seorang Belanda bernama “Kiezer”. Untuk menjawab karangan yang bersifat menghina itu masyarakat Tionghoa telah mengumpulkan dana untuk mendirikan percetakan dengan nama “Hoa Siang In Kiok” dan perusahaan percetakan ini menerbitkan “Perniagaan”.

Menurut cerita, pemimpin redaksi harian pertama peranakan Tionghoa adalah Sie Hian Ling dari “Bintang Semarang”. Malahan “Sin Po” sebagai harian nasionalis Tionghoa ketika terbit pertama kali dipimpin oleh seorang Belanda bekas kontroleur, yaitu J.R. Razoux Kwehr. Sin Po diterbitkan pada tanggal 1 Oktober dan karangan-karangan untuk menjadi tajuk adalah terjemahan karangan Sinoloog Henri Borel di dalam bukunya “Het Daghet In Het Oosten” (Fajar Di Timur). Karena Sin Po mendukung gerakan revolusioner Rakyat Tiongkok, maka dengan sendirinya timbul polemik dengan “Perniagaan” yang kolot. Polemik ini mendorong pergantian pimpinan “Sin Po”. Seorang peranakan Tionghoa, yaitu Hauw Tek Kiong mulai memimpin harian itu. Menjelang perang dunia pertama “Sin Po” dipimpin oleh Kwee Hing Tjiat.

Ketika pada 1917 dibentuk cabang Indonesia dari Socialistiscne Demokratische Arbeiders Partij (SDAP) oleh Sneevliet, maka timbullah gerakan menentang “Indie Weerbaar”. Gerakan “Indie Weerbaar” ini digerakkan oleh pemerintah Belanda dengan tujuan supaya Indonesia dapat membiayai semua pertahanannya sendiri. Pelopor gerakan menentang “Indie Weerbaar” ini adalah SDAP cabang Indonesia. “Sin Po” yang dipimpin oleh Kwee Hing Tjiat ikut

Page 63: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

55

menentang “Indie Weerbaar”. Gerakan ini memperoleh dukungan luas. Akan tetapi sebagai akibat Kwee Hing Tjiat dicap “extremist” oleh penjajah Belanda dan diusir ke luar negeri.

Pada permulaan abad ke-20, karena kesulitan transport, tidak mudah bagi harian yang terbit di Jakarta, untuk tiba di Jawa Tengah dan Jawa Timur dalam tempo sehari. Kenyataan ini menyebabkan pada tahun 1902 terbit di Jawa tengah “Warna Warta” oleh Hap Sing Kongsie, yang kemudian menjadi “Djit Po” dan baru dalam tahun 1909 terbit “Jawa Tengah” dengan perusahaan penerbitan “N.V. Java In Boe Kongsie”.

Di Surabaya pada permulaan abad ke-20 terbit “Bintang Surabaya”, kemudian menyusul “Pewarta Surabaya”, lalu “Suara Publiek”, dan kemudian baru “Sin Tit Po”, yang tadinya direncanakan sebagai edisi Sin Po di Surabaya. Tetapi karena kesulitan masalah haluan politik, menjadi harian tersendiri dan pimpinannya diserahkan pada Liem Koen Hian, yang semula, bersama Kwee Thiam Tjing, memimpin “Suara Publiek”. Pewarta Surabaya diasuh oleh The Ping Oen dan pada tahun 30-an pemimpin redaksinya seorang penggemar tenis, yaitu Tjio See Tjioe, sehingga harian itu dikenal sebagai harian yang memuat berita-berita olah raga terbaik.

Pada tahun 30-an timbul perkembangan baru. Kalangan “Sin Po” melihat bahwa di bidang ekonomi terjadi pergeseran yang berarti, yang meningkatkan kebutuhan akan adanya harian dengan huruf Tionghoa. Indonesia mulai didatangi pendatang Tionghoa terpelajar, bukan hanya buruh pertambangan dan perkebunan. Di samping itu banyak bekas pelajar THHK yang belajar di Tiongkok, kembali ke Indonesia. Mereka sebagai pendatang ada yang mencari pekerjaan sebagai guru sekolah, tetapi ada juga pendatang membawa modal. Di samping itu, bila semula lapangan dagang eceran dan perantara (distribusi) di Indonesia kebanyakan dikuasai oleh peranakan Tionghoa, pada tahun 30-an mulai beralih ke tangan totok.

Malahan di Surabaya orang melihat perkembangan yang menarik perhatian, terutama di Pasar Bong, pusat perdagangan besar tekstil. Semula perdagangan besar tekstil berada dalam tangan peranakan

Page 64: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

56

Tionghoa. Banyak di antara mereka tumbuh besar dan sanggup mengirimkan anak-anaknya ke Nederland. Tetapi ketika anak-anak itu kembali pulang, mereka ternyata lebih suka menjadi dokter, pengacara, notaris atau menjadi klerk besar pada perusahaan-perusahaan asing dari pada menjadi penerus usaha orang tuanya.

Sementara itu perdagangan tekstil kecil, yang tadinya terdiri dari orang-orang totok, berhasil tumbuh besar karena ketelitian bekerja, berani hidup sangat sederhana, keragaman dalam saling membantu mengatasi kesulitan-kesulitan. Mereka ini lambat laun “merembes” masuk dalam Pasar Bong. Kita lalu melihat perubahan yang menarik perhatian, yaitu bila grossier tekstil Pasar Bong Surabaya antara tahun 1920-1930 didominasi oleh pengusaha peranakan Tionghoa, pada tahun 1930-1940 kedudukannya diganti oleh pengusaha-pengusaha totok. Grossier totok cepat berkembang karena memperoleh dukungan dari pengusaha-pengusaha tekstil kecil yang sebagian terbesar adalah Tionghoa totok atas dasar hubungan keluarga atau asal sedistrik. Hubungan sedistrik mempermudah urusan pembayaran. Akibatnya grossier peranakan Tionghoa lenyap dari Pasar Bong Surabaya.

Perkembangan serupa telah terjadi di Gang Warung, Semarang. Nama-nama grossier tekstil peranakan Tionghoa seperti Sih Khay Hie, Liem Kiem Ling, ternyata tidak dapat mempertahankan diri dan lenyap. Pengusaha tekstil Tionghoa totok di Indonesia terutama di pulau Jawa umumnya berasal dari Hokkian.

Bukan hanya perdagangan grossier tekstil saja yang mengalami pergeseran seperti dilukiskan itu. Cabang-cabang usaha lain juga mengalami hal serupa. Di antaranya bisa disebut usaha perdagangan sepeda. Dulunya perdagangan grossier sepeda dan spare parts-nya dikuasai oleh pengusaha peranakan Tionghoa. Di Surabaya dikenal Tio Tin Tjioe dan Teng Tjin Giok sebagai grossier sepeda besar. Sebagian terbesar tukang-tukang sepeda di Surabaya dan segala pelosok Jawa Timur adalah Tionghoa totok. Kebanyakan mereka itu pendatang dari propinsi Hokkian, tetapi suku Hing Hwa. Lambat laun, karena hal yang sama, yaitu tidak ada generasi penerus, peranakan Tionghoa terdesak ke luar dari cabang usaha

Page 65: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

57

ini. Kedudukan mereka di Jawa Timur diambil oleh orang-orang Hing Hwa.

Lain contoh lagi adalah perdagangan barang-barang makanan dan minuman, provisien & dranken, yang semula didominasi oleh pengusaha peranakan Tionghoa. lambat laun cabang usaha ini pun didominasi oleh pengusaha-pengusaha Tionghoa totok. Pergeseran-pergeseran ini dilihat dengan tepat oleh pimpinan Sin Po. Penerbitan “Sin Po” edisi Tionghoa yang dimulai pada tahun 1921 ternyata jauh lebih menguntungkan dari pada “Sin Po” edisi Tionghoa-Melayu. Pada awalnya “Sin Po” Tionghoa-Melayu tersebar luas dengan perantaraan pos, tetapi kemudian penyebaran dilakukan melalui kereta api malam. Penyebaran “Sin Po” edisi Tionghoa di Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadi sangat luas karena itu. Walaupun ongkos “zet” huruf-huruf Tionghoa lebih tinggi dari pada ongkos “zet” huruf Latin, sehingga harga langganan edisi Tionghoa lebih tinggi dari pada edisi Tionghoa-Melayu, peredaran edisi Tionghoa ternyata jauh lebih luas.

Sementara itu di Jakarta lahir sebuah harian Tionghoa-Melayu dengan haluan yang berorientasi lebih ke Indonesia, Harian “Keng Po”. Yang menarik yalah 50% modal “ Keng Po” berada di tangan PT “Sin Po”, 50% lainnya berasal dari kaum pekerja “Sin Po”, yaitu dimiliki bersama Directeur, Hoofd redacteur sampai tukang antar koran. Susunan modal demikian ini memang lain dari pada kebiasaan orang mendirikan perseroan terbatas pada ketika itu. Azas kekeluargaan antara pimpinan dan pekerja biasa di “Sin Po” dapat dikatakan menjadi tauladan pada ketika itu.

Lain perubahan yang menarik adalah diubahnya harian “Perniagaan” menjadi “Siang Po” dan dipimpin oleh seorang sarjana hukum, yaitu Mr. Phoa Liong Gie. Pimpinan redaksinya juga diperkuat oleh seorang yang pulang dari Nederland, yaitu Kwee Djie Hoo. Ia telah belajar ekonomi di Rotterdam. Semula ia menyandang gelar D.H. di depan namanya. Ketika diejek dalam polemik, bahwa D.H. berarti anjing gembala Jerman, titel D.H. juga melenyap dari depan namanya.

Isi harian-harian yang peredarannya antara 3000 – 6000 per

Page 66: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

58

hari itu, dipengaruhi oleh selera pembaca ketika itu. Sin Po bisa memperoleh jumlah langganan terbesar, karena memuat iklan berita keluarga terlengkap. Di Surabaya “Pewarta Surabaya” terkenal sebagai harian yang muat iklan berita keluarga terlengkap. Iklan berita keluarga bagi peranakan Tionghoa merupakan berita yang jauh lebih menarik dari pada editorial (tajuk) yang hebat. Orang Surabaya yang pindah tempat ke kota lain, selalu tidak lupa untuk tetap berlangganan “Pewarta Surabaya”. Bukan untuk dapat mengikuti berita-berita dari Surabaya, tetapi untuk dapat mengikuti iklan-iklan berita keluarga tentang … kematian dan perkawinan.

Pada permulaan tahun 1934, Kwee Hing Tjiat, yang oleh penjajah diexterneer, karena kegiatannya menentang gerakan “Indie Weerbaar” seperti dituturkan duluan, telah diperkenankan pulang ke Indonesia. Di dalam perantauannya, di Shanghai ia berjumpa dengan Oei Tjong Hauw, ketika itu pimpinan Oei Tiong Ham Concern. Dalam pertemuan itu, Kwee Hing Tjiat berhasil meyakinkan Oei Tjong Hauw akan perlunya sebuah penerbitan harian Tionghoa-Melayu, yang tegas membantu perjuangan Rakyat Indonesia dan yang mendukung pikiran-pikiran bahwa peranakan Tionghoa sebagai golongan merupakan bagian tak terpisahkan dari Rakyat Indonesia. Kwee Hing Tjiat dapat kembali ke Indonesia dengan tanggungan Oei Tjong Hauw sebagai pengusaha raksasa peranakan Tionghoa.

Persiapan menerbitkan harian menurut rencana pikiran Kwee Hing Tjiat telah dilakukan dengan bantuan Liem Koen Hian. Atas saran Liem Koen Hian, seperti dituturkan sebelumnya, banyak tokoh perjuangan kemerdekaan nasional masuk dalam daftar staf pengarang. Dan Sudarjo Tjokrosiswojo, ketika itu ketua Persatuan Jurnalis Indonesia, menjadi redacteur pertama dari harian yang akan diterbitkan.

Harian itu semula akan dinamakan “MERDIKA”, menurut ejaan waktu itu. Pintu kantor dalam rangka persiapan dicat merah. Persiapan itu menarik perhatian PID Semarang. Nama “MERDIKA” dan cat merah pintu kantor menyebabkan Kwee Hing Tjiat diminta pertanggung jawaban oleh PID dan residen Semarang.

Page 67: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

59

Sebagai akibat, nama harian diubah menjadi “Mata Hari” dan cat kantor warna merah diubah dengan warna merah gelap. Menurut keterangan Kwee Hing Tjiat, bila nama “Merdika” dipertahankan, ia akan mengalami kesulitan untuk memperoleh percetakan yang bersedia untuk mencetaknya. Dengan nama “Mata Hari” percetakan harian Belanda “De Locomotief” menyatakan kesanggupannya untuk mencetak.

Dianggap perlu menggunakan percetakan Belanda “De Locomotief”, karena menurut rencana diperlukan kemampuan mencetak untuk mencapai oplaag besar. Percetakan harian “De Locomotief” menggunakan mesin cetak rotasi ‘”vlak druk”, yang mampu mencetak 6.000 exemplaar sejam dengan hasil koran sudah terlipat baik. Pada hal harian-harian Tionghoa-Melayu masih dicetak dengan mesin yang dianggap sudah ketinggalan zaman dengan kecepatan cetak 1.500 lembar bolak-balik sejam, jadi hanya seperempat kapasitet mencetak. Untuk sebuah harian, persaingan dalam hal fasilitas percetakan memainkan peranan penting.

Pers Tionghoa-Melayu belum membutuhkan alat-alat semodern itu. Daya beli masyarakatnya belum cukup tinggi untuk dapat berlangganan harian, yang dapat menarik juga banyak iklan. Langganan harian “Mata Hari” ditentukan f.1,50 sebulan diantar sampai rumah pembaca dengan tiap terbit terdiri dari 12 halaman. Tiap Rabu dan Sabtu 16 halaman. Di dalam penelitian ternyata bahwa belum ada 10% langganan “Mata Hari” yang mampu berlangganan dua harian pada ketika itu. Malahan langganan satu harian saja sudah dinyatakan … berat!

Dengan didukung oleh perlengakapan cetak cepat penyebaran harian “Mata Hari” dapat diukur sedemikian rupa, sehingga seluruh Jawa Tengah hingga Surabaya di Jawa Timur dan Cirebon di Jawa Barat dapat membaca harian “Mata Hari” pada tanggal penerbitannya. Walaupun demikian merebut pasar bagi sebuah harian baru ternyata memerlukan waktu. Oleh karenanya oplaag yang dimulai dengan 10.000 exemplaar terpaksa diturunkan menjadi 5.000 saja.

Jumlah langganan merupakan hal penting untuk dapat menarik

Page 68: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

60

iklan masuk. Pada ketika itu harian-harian lebih banyak tergantung dari pada penghasilan langganan tetap, karena sistem penjualan harian ketengan belum lumrah. Bila penghasilan dari langganan sudah berhasil menutup ongkos cetak, maka dengan uang iklan dapat dibayar ongkos-ongkos lainnya.

Sebelum iklan-iklan masuk, beban redaksi memang terasa berat. Patut juga diperhatikan, pada ketika itu kantor berita “Antara” belum sehebat sekarang ini. Berita-berita luar negeri dan dalam negeri sebagian diperoleh dari “Aneta”, yang meneruskan berita-berita “Reuter”, “Havas” dalam bahasa aslinya, yaitu Inggris dan Perancis, sehingga redaksi perlu diperkuat dengan tenaga-tenaga yang dapat mengolah berita-berita dalam bahasa asing itu secara langsung untuk menang waktu.

Penerbitan harian “Mata Hari” ketika itu memang merupakan peristiwa spectaculair. Menurut keterangan kaum pergerakan kemerdekaan agak kecewa, karena nomor perkenalan “Mata Hari” disertai nomor ekstra, yang memuat riwayat Mangku Negoro. Penerbitan ini memang menarik perhatian kalangan feodal, tetapi kurang memperoleh sambutan kalangan pergerakan kemerdekaan.

“Mata Hari” pernah menimbulkan geger karena berturut-turut memuat editorial dengan judul “assimilasi”, ditulis oleh Kwee Hing Tjiat. Perlu dicatat bahwa yang mempersoalkan asimilasi secara luas dan terbuka bukanlah PTI, melainkan Kwee Hing Tjiat. Artikel ini tidak mengajurkan orang ganti nama, juga tidak menganjurkan ganti agama. Artikel-artikel itu mengupas keadaan masyarakat peranakan Tionghoa dan mengemukakan perlunya sebagai golongan menyatukan diri dengan Rakyat. Alasan-alasan itu diperkuat dengan pengalaman Kwee Hing Tjiat sendiri. Sekalipun ia tinggal cukup lama di Tiongkok, tetapi ia ternyata merasa “lain” dari Rakyat Tiongkok. Ia merasa “asing” di Tiongkok dan sering merindukan cara hidup di Indonesia, di mana ia dilahirkan dan dibesarkan. Tulisan ini menimbulkan reaksi hebat dari pembaca-pembaca peranakan Tionghoa. Ada yang mengirim ikat kepala

Page 69: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

61

batik melalui pos, ada yang mengirim peci dan ada yang mengirim kain blangkon batik dan lain-lain lagi. Di samping itu diterima juga banyak surat kaleng, yang mengejek Kwee Hing Tjiat telah “tjhiep hwan” dan lain-lain ejekan pula. Banyak salah saham perlu dilempengkan, sama halnya ketika ada kampanye PTI di Surabaya.

Keadaan pun mereda setelah dijelaskan, bahwa persoalan yang dihadapi peranakan Tionghoa bukanlah masalah “tjhiep hwan” atau tidak. Harus diterima sebagai kenyataan bahwa peranakan Tionghoa dilahirkan di Indonesia. Tidak ada seorang pun di Indonesia yang pernah ditanya sebelum dilahirkan, ia hendak dilahirkan di mana. Kenyataan dilahirkan di Indonesia sebagai putera Indonesia, sama halnya dengan putera-putera Indonesia lainnya, mewajibkan untuk kerja sama, untuk bersetia-kawan, bergotong-royong, dengan semua sesama putera Indonesia membangun kemakmuran hidup bersama, yang menjamin kebahagiaan hidup bersama.

Kwee Hing Tjiat dapat digolongkan sebagai pengarang satiris. Artikel berturut-turut yang ditanda-tangani dengan “Baba Cao” (Baba Tahu) merupakan sindiran-sindiran pedas dan menarik perhatian. Sindiran-sindiran itu dapat membantu banyak dalam usaha melenyapkan salah paham.

Karangan lain yang menimbulkan geger adalah kritik terhadap Mr. Ko Kwat Tiong, wakil PTI dalam Volksraad. Ia dikritik bertindak lain dari pada ucapannya. Ia selalu menganjurkan hidup hemat, jangan mewah. Harus dekat dengan Rakyat biasa. Tetapi bila naik kereta api ke Jakarta, ia berangkat dari Semarang duduk di klas tiga, tetapi sering dilihat orang turun dari kereta api klas satu.

Pada zaman itu, bilamana ada polemic, lumrah pengarang melakukan pembelejetan urusan pribadi, bahkan kalau perlu menggunakan kekerasan. Pernah terjadi di Jakarta, Injo beng Goat sebagai wartawan “Keng Po” dibacok golok oleh seorang tukang pukul, ketika ia turun dari trem. Kwee Hing Tjiat ternyata mempunyai keahlian khusus untuk membungkam lawan. Dalam sebuah polemik dengan Loa Sek Hie dari CHH, ia melukiskan Loa Sek Hie sebagai seorang bertubuh besar, hidung mancung dan … bermata belau! Orang keturunan Tionghoa dengan ibu-bapak

Page 70: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

62

peranakan Tionghoa tentunya tidak mungkin bermata belau. Ia menggunakan itu untuk menyindir Loa yang dianggap terlalu ke Belanda-Belanda-an.

Untuk menarik pembaca, sebuah harian harus berusaha untuk memuat karangan-karangan yang menarik perhatian, di samping berusaha menjadi pembela kepentingan sebagian terbesar pembacanya. Hal ini menyebabkan “Mata Hari” berkali-kali menerbitkan nomor-nomor khusus untuk mempersoalkan berbagai persoalan perkembangan ekonomi dan perbaikan penghidupan Rakyat terbanyak. Pernah diterbitkan nomor-nomor ekstra tentang industri batik, karena Jawa Tengah mengenal pusat-pusat perusahaan batik, seperti Solo, Yogya dan Pekalongan. Nomor ekstra industri kretek pernah menarik perhatian cukup besar. Masalah perjudian dan masalah perlakuan polisi Belanda terhadap Tionghoa yang disorot oleh “Mata hari” membangkitkan tuntutan untuk meninjau kembali ketentuan-ketentuan Indische Reglement (IR) yang memperoleh sambutan Volksraad.

Seperti diketahui I.R. sebagai hukum acara pidana pada tahun 1940 diganti dengan perbaikan-perbaikan menjadi H.I.R (Herziende Indische Reglement), yang mulai berlaku hampir dekat timbulnya Perang Dunia II.

Lain persoalan yang menarik perhatian ketika itu adalah masalah pendidikan anak-anak peranakan Tionghoa. Pendidikan di rumah-rumah sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah ternyata bertujuan untuk menjadikan anak-anak didiknya pegawai negeri, klerk, pegawai pada perusahaan-perusahaan Belanda. Memang, terasa tidak ada mata pelajaran yang akan bisa menjadikan mereka berdikari bila mereka mesti putus sekolah. Ketika itu sudah mulai terasa, bahwa peranakan Tionghoa terdesak dari dunia pengusaha menengah. Pengusaha-pengusaha Tionghoa totok lebih pandai bergaul dengan langganannya, Lebih luwes melayani langganan sampai yang paling kecil. Di samping itu mereka yang berasal dari satu distrik di Tiongkok memelihara terus perasaan setia-kawan dan saling bantu dalam kesulitan-kesulitan. Dengan demikian mereka selalu dapat bekerja lebih murah. Pada

Page 71: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

63

pertengahan tahun 30-an sudah terlihat bahwa peranakan Tionghoa lebih banyak yang menjadi pegawai perusahaan dari pada berusaha dagang sendiri.

Pengusaha besar Belanda, seperti Borsumij, pernah mengungkapkan bahwa keragaman bekerja dari pengusaha Tionghoa totok yang berasal dari satu distrik di Tiongkok, merupakan kekuatan yang perlu diperhatikan bagi tiap usaha memasukkan sesuatu barang ke dalam pasar. Diceritakan pengalaman dalam memasukkan merek sepeda tertentu dalam pasar. Usaha ini baru bisa berhasil bila ada hubungan baik dengan pengusaha grossier sepeda terbesar, umpamanya Ban Hong Liong di Surabaya. Perusahaan ini mempunyai hubungan berantai dengan perusahaan-perusahaan sepeda dan tukang sepeda di seluruh Jawa Timur dan Nusa Tenggara. Bila bentrok dengannya, merek yang sudah masuk pasar bisa juga terpental ke luar dan menjadi tidak laku.

Bila pada tahun 20-an, peranakan Tionghoa ingin anaknya memperoleh pendidikan Belanda, setelah kedudukannya terdesak oleh Tionghoa totok, mulai pertengahan 30-an, timbul pemikiran lain mengenai pendidikan. Mereka yang berhasil sekolah Belanda hingga memperoleh gelar, mudah untuk memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang baik. Akan tetapi mereka yang putus sekolah dan tidak memperoleh gelar, terlantar. Mencari sesuap nasi pun sulit. Mereka terlalu besar menjadi sapu tangan, tetapi terlampau kecil untuk menjadi taplak meja. Keadaan kepalang-tanggung ini terasa menjadi lebih parah karena mereka itu tidak berakar lagi di dalam masyarakat asalnya.

Mau masuk golongan Belanda tidak bisa. Mau masuk golongan Tionghoa terasa asing, tidak mengerti bahasanya. Mereka sudah membiasakan diri untuk dipanggil dengan nama Belanda, seperti Karel, William, Carolina, Marie dan lain-lain. Sudah jarang dipanggil menurut nama yang diberi oleh kakeknya, yaitu nama Tionghoa. Untuk bergaul dengan golongan yang dinamakan “pribumi” mereka kalah jauh luwesnya dengan orang-orang Tionghoa totok atau mereka yang memperoleh pendidikan THHK, karena mereka ini

Page 72: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

64

bersih dari prasangka rasial. Apalagi memang menjadi kenyataan bahwa mereka yang dididik di THHK telah dipengaruhi juga oleh ajaran-ajaran Dr. Sun Yat Sen, yang menentang kolonialisme, sedang di sekolah-sekolah Belanda anak didik diloloh dengan semangat penjajah. Lagi pula banyak yang berpendapat bahwa masalah itu adalah masalah peranakan Tionghoa sendiri. Kaum pejuang kemerdekaan nasional merasa tidak perlu ikut campur mencari jalan ke luar. Kelompok inilah yang menjadi pasaran “Mata Hari”.

Terasa bahwa sebuah harian, yang tidak memperoleh dukungan organisasi di dalam masyarakat atau tidak berhasil menciptakan organisasi yang mendukungnya dan memperjuangkan pelaksanaan pikiran-pikirannya, tidak mempunyai kelanjutan yang menciptakan perbaikan. Walaupun demikian, berkat bantuan tokoh-tokoh seperti Dr. Tjipto Mangunkusumo, yang sering mengirim tulisan dari Bandaneira; dari Bung Karno yang mengirim tulisan dari Bengkulu; bantuan periodik dari R.A.A. Achmad Djajadiningrat, anggota Raad van Indie; dari Mr. Moh. Yamin dan Mr. Achmad Subardjo, yang menjadi pembantu tetap di Tokyo, “Mata Hari” berhasil memperluas jumlah pembacanya. Telah dicapai jumlah pembaca 12 ribu langganan dan ketika itu mempunyai oplaag lebih besar dari De Locomotief dan Algemeen Handelsblad digabung menjadi satu.

Memang, sebagai usaha dagang, penerbitan “Mata Hari” dapat dikatakan berhasil lumayan. Tetapi bilamana diukur dari segi tujuan politik, ia kurang berhasil. Ada juga yang menyatakan bahwa isi “Mata Hari” merupakan sumbangan maksimal peranakan Tionghoa untuk perjuangan mencapai kemerdekaan nasional pada zaman itu. Walaupun demikian, untuk aliran nasionalis radikal apa yang disumbangkan oleh “Mata Hari” kurang memuaskan, sekalipun diketahui bahwa akibat tulisan-tulisan yang diterbitkan, anggota redaksi, termasuk saya, kerap dipanggil PID.

Di antara usaha-usaha nasional yang memperoleh dukungan cukup banyak dari penerbitan “Mata Hari” adalah TAMAN SISWA. Hampir semua kegiatan Taman Siswa memperoleh tempat layak

Page 73: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

65

dalam “Mata Hari”. Hal ini disebabkan karena pembantu tetap “Mata Hari” di Yogya adalah wartawan kawakan Darmosugito, yang berhubungan dekat dengan Ki Hajar Dewantara.

MASALAH LOYALITAS DAN SOLIDARITAS

Krisis ekonomi dunia yang dimulai tahun 1929 ternyata membangkitkan Naziisme dan Fasisme yang ganas. Kekuatan-kekuatan demokrasi tidak sanggup membendung tumbuhnya fasisme di Spanyol ketika Jenderal Franco berusaha menumbangkan kekuasaan demokrasi di sana.

Banyak orang tidak mengetahui bahwa Rakyat Indonesia juga diwakili di dalam BRIGADE INTERNASIONAL, yaitu kekuatan bersenjata kekuatan demokrasi yang berusaha menggagalkan usaha Franco. Wakil Rakyat Indonesia di dalam Brigade Internasional itu tidak banyak. Hanya seorang saja. Kebetulan seorang peranakan Tionghoa, yaitu Dr. Tio Oen Bik, anak Tuban, Jawa Timur. Ia lulus permulaan tahun 30-an di NIAS Surabaya dan pergi ke Nederland dengan tujuan melanjutkan pelajarannya sebagai dokter. Atas prakarsa Perhimpunan Indonesia Nederland, ia menyatakan bersedia menjadi wakil Rakyat Indonesia di dalam Brigade Internasional dalam perjuangan bersenjata melawan kekuatan fasisme Jenderal Franco. Komandan Brigade Internasional dari kekuatan-kekuatan demokrasi itu adalah seorang Rusia, Radion Menuilsky, yang kemudian menjadi Marshall dan menteri pertahanan Uni Soviet.

Setelah perjuangan bersenjata kekuatan-kekuatan demokrasi di Spanyol dipatahkan, Dr. Tio Oen Bik diajak komandannya ke Moskow dan setelah Perang Dunia II ia bekerja pada World Health Organisation PBB. Organisasi ini lalu mengirimnya ke Tiongkok sebagai dokter.

Kemenangan Jenderal Franco memberi hati pada kekuatan-kekuatan Nazi dan Fasisme di dunia, termasuk juga kekuatan fasisme militer Jepang. Semenjak tahun 1931 fasisme militer Jepang telah

Page 74: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

66

menyerbu masuk Manchuria, wilayah Tiongkok, tanpa dihukum oleh dunia sehingga menjadi lebih kurang ajar dan menimbulkan Peristiwa Jembatan Loukuchiao pada tanggal 7 Juli 1937, yang melahirkan perang Tiongkok-Jepang dan merupakan permulaan timbulnya perang Pasifik.

Sebagian dari pemimpin-pemimpin gerakan kemerdekaan nasional seperti Dr. Tjipto Mangunkusumo, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta telah meramalkan bahwa perang Tiongkok-Jepang itu akan berlarut menjadi perang Pasifik dan Perang Dunia II. Malahan ada juga yang mengemukakan bahwa Perang Dunia I telah melahirkan negeri sosialis pertama yaitu USSR dan Perang Dunia II akan melahirkan banyak Negara merdeka.

Tetapi ada juga sementara pemimpin gerakan kemerdekaan nasional Indonesia yang ingin bersandar atas bantuan fasisme militer Jepang. Ada juga yang semenjak zaman penjajahan Belanda sudah main mata dengan fasisme Jepang. Tetapi sikap tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan nasional yang masih meringkuk dalam interniran tidak demikian. Di antaranya Dr. Tjipto Mangunkusumo yang dengan tegas mencanangkan bahaya fasisme militer Jepang. Dalam karangan-karangan yang dimuat dalam “Mata Hari”. ia mengemukakan bahwa perjuangan Rakyat Tiongkok melawan fasisme militer Jepang merupakan juga perjuangan Rakyat Indonesia dan simpati Rakyat Indonesia berada di pihak Rakyat Tiongkok.

Timbulnya perang Tiongkok-Jepang menimbulkan keinginan golongan Tionghoa, termasuk golongan peranakannya, untuk mengadakan gerakan mengumpulkan obat-obatan dan lain-lain dengan tujuan meringankan penderitaan para korban keganasan militer Jepang. Kwee Hing Tjiat mendukung pendapat, bahwa perang Tiongkok-Jepang merupakan permulaan Perang Dunia II dan akan mempengaruhi perkembangan politik di Indonesia. Sebagai “arek Suroboyo” ia ingin hariannya memperoleh pembaca lebih banyak di Surabaya. Untuk keperluan memperbanyak jumlah langganan di Surabaya, dikirimlah saya sebagai “arek Suroboyo” untuk pulang ke kota asal dan memimpin perwakilan “Mata Hari” di Surabaya.

Page 75: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

67

Tugas ini dengan sendirinya saya terima dengan senang hati. Apa lagi ketika itu sedang digiatkan gerakan Tjin Tjay Hwee untuk mengumpulkan dana untuk membantu meringankan penderitaan para korban di Tiongkok.

Di Surabaya orang tidak puas hanya mengumpulkan dana untuk dibelikan obat guna meringankan penderitaan para korban perang. Bangkitlah gerakan untuk mengirim ambulance lengkap dengan mobil-mobil ambulance, dokter-dokter serta para perawatnya. Keinginan ini menimbulkan sebuah persoalan: “Apakah sebagai ‘Nederlansch Onderdaan’ yang mestinya loyal terhadap kekuasaan Belanda, dapat mengembangkan kegiatan sampai mengirimkan ambulance, yang dapat melibatkan Nederland Indie dalam perang Tiongkok-Jepang? Apakah perang Tiongkok-Jepang itu telah memobilisasi masyarakat Tionghoa di Indonesia karena mereka itu orang Tionghoa?”

Pimpinan Tjin Tjay Hwee berada di tangan peranakan Tionghoa, yaitu Oei Chiao Liong (peranakan generasi pertama) dan Liem Hwie Giap (peranakan beberapa generasi), yang tidak dapat berbahasa Tionghoa, karena berpendidikan Belanda. Oei Chiao Liong adalah seorang pengusaha besar, sedang Liem Hwie Giap adalah pemimpin kantor perwakilan Oei Tiong Ham Concern di Surabaya. Mereka berdua adalah successful businessmen, pengusaha-pengusaha berhasil. Alasan memilih orang kaya sebagai pimpinan sesungguhnya masuk diakal. Mereka akan didorong untuk memberi teladan dalam memberi sumbangan dan di samping itu tidak akan mengkorup hasil pengumpulan dana.

Tjin Tjay Hwee bukan gerakan amal biasa dan mengandung aspek politik. Seperti dikatakan di muka bila di Jakarta-Semarang orang merasa puas hanya dengan mengumpulkan dana dalam menghadapi perang Tiongkok-Jepang, di Surabaya orang menghendaki perbuatan lebih dari pada itu. Tanpa menunggu komando pimpinan ada juga seorang pemuda berangkat atas biaya sendiri ke Tiongkok untuk menjadi sukarelawan, yaitu saudara tunggal saya … Siauw Giok Bie.

Berkat dorongan kuat dari Surabaya dengan bantuan dana yang

Page 76: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

68

dihimpun oleh Jakarta-Semarang, telah berhasil dikirim ambulance pertama di bawah pimpinan Dr. Go In Tjhan dan Que Qeng Lead.

Selama pengumpulan dana dan persiapan pengiriman ambulance ke Tiongkok, dalam masyarakat ramai dipersoalkan masalah loyalitas peranakan Tionghoa sebagai Nederlandsch Onderdaan (Kaula Belanda). Ada yang menyatakan bahwa sebagai Nederlandsch Onderdaan perlu menunggu sikap resmi pemerintah Belanda. Bila Belanda bersikap netral, sebagai “onderdaan” yang loyal juga harus netral dan bila memihak Jepang terpaksa mesti memihak Jepang juga. Pendirian semacam itu adalah pendirian CHH, hanya tidak pernah diumumkan secara resmi. Tetapi Liem Hwie Giap, ketua CHH Jawa Timur, ikut akitf dalam kegiatan Tjin Tjay Hwee. Orang yang tidak suka pada Liem Hwie Giap menyatakan bahwa ia ikut, karena ... terpaksa. Ia lebih berat pada kedudukannya di antara para pengusaha Tiongkok, apalagi ia memiliki juga beberapa pabrik di Tiongkok.

Ketika ditanya, Liem Hwie Giap menjelaskan bahwa ia memang seorang Nederlandsch Onderdaan dan sebagai Nederlandsch Onderdaan ia loyal terhadap pemerintah Belanda. Tetapi ia melihat perang Tiongkok-Jepang ini disebabkan oleh nafsu agresif Jepang. Rakyat Tiongkok menentang aggressor fasisme militer Jepang. Sebagai seorang cinta damai ia merasa berkewajiban ikut menentang aggressor fasisme militer Jepang. Membuktikan dan menunjukkan sikap solider anti aggressor sama sekali tidak mengurangi loyalitas terhadap pemerintah Belanda sebagai Nederlandsch Onderdaan. Apa lagi bila aggressor fasisme Jepang dibiarkan maju terus, ia dapat mengganas juga di Nederland Indie. Di samping itu mengirim ambulance bukan merupakan tindakan militer tetapi tindakan peri kemanusiaan.

Pendirian bahwa solidaritas anti aggressor tidak merugikan dan mengurangi loyalitas terhadap negerinya, ternyata menjadi pendirian umum di Surabaya, di antara kalangan peranakan Tionghoa, yang sudah merasa putera Indonesia. Liem Seng Tee, pemilik pabrik rokok kretek terbesar di Surabaya dengan merek dagang Djie Sam Soe (234) dan produsen rokok putih dengan merek

Page 77: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

69

“Sempurna”., menyatakan antara lain: Bagi kita di Indonesia adalah jauh lebih aman dan murah bila membendung jalannya aggressor Jepang di Tiongkok, dari pada baru membendung dan melawannya bila sudah tiba di Indonesia. Oleh karenanya membendung aggressor di Tiongkok wajib dilakukan dengan sepenuh kekuatan kita untuk mencegah keganasannya di tanah air sendiri.

Liem Seng Tee di Surabaya dapat dikatakan penderma terbesar untuk keperluan Tjin Tjay Hwee. Banyak orang di Jawa Barat yang jauh lebih kaya dari padanya tidak dapat menandinginya. Ada juga yang menyatakan bahwa keberanian Liem Seng Tee dalam hal memberi derma dan sumbangan dikarenakan ia seorang self-made man dan tumbuh besar dari jerih payah usahanya sendiri. Pada tahun 1912-an ia menjadi pedagang rokok ketengan di pojok jalan Kapasan, Kampung Dukuh. Ada juga cerita yang mengatakan bahwa modal kerjanya ketika itu hanya cukup untuk keperluan melinting rokok untuk dijual sehari saja. Rokok yang dijual ketengan itu dikenal sebagai rokok 234, karena nomor rumahnya 234. dari ketekunan kerja suami-istri Liem Seng Tee, mereka berdua berhasil membangun pabrik rokok terbesar di Surabaya dan rokok kretek Djie Sam Soe bertahan larisnya hingga dewasa ini.

Liem Seng Tee bukan hanya dikenal masyarakat karena kedermawaannya, tetapi di kalangan pergerakan kemerdekaan nasional ia pun dikenal baik. Gedung Sempurna sering dipinjam untuk keperluan rapat-rapat Partindo dengan Bung Karno sebagai pembicaranya. Oleh Bung Karno, Liem Seng Tee dikenal sebagai seorang yang selalu memihak perjuangan mencapai kemerdekaan nasional yang setia. Liem Seng Tee sendiri sering menyatakan bahwa nasibnya sebagai pengusaha rokok kretek sangat tergantung dari usaha memperbaiki nasib rakyat. Nasib rakyat menjadi baik berarti daya beli Rakyat meningkat dan rokok banyak laku.

Gerakan Tjin Tjay Hweee di Surabaya diusahakan oleh kaum pengusaha Tionghoa peranakan dan totok. Yang menarik perhatian adalah bahwa tokoh-tokoh Kuomintang Surabaya seperti Yap Liep King, malah tidak terlihat menonjolkan diri.

Adanya gerakan Tjin Tjay Hwee ternyata membawa pengaruh

Page 78: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

70

baik untuk memperbaiki hubungan dan saling mengerti antara golongan Tionghoa totok dan peranakan yang semula terasa meruncing akibat pergeseran sosial-ekonomis dan runtuhnya dominasi peranakan Tionghoa di banyak cabang usaha. Di dalam gerakan Tjin Tjay Hwee dengan pengurus terdiri dari totok dan peranakan, bahasa pengantarnya ternyata Tionghoa-Melayu.

Pada ketika itu masih cukup banyak pengusaha Tionghoa totok belum dapat menggunakan bahasa Kuo Yu sebagai bahasa pengantarnya. Ini disebabkan karena sebagian besar mereka adalah self-made men, tumbuh dari pengusaha kecil menjadi besar dan tidak memperoleh pendidikan sekolah. Dibanding dengan kecakapan menggunakan bahasa Tionghoa-Melayu, kecakapan mereka menggunakan bahasa daerah, Jawa atau Madura, malahan jauh lebih baik.

Gerakan Tjin Tjay Hwee yang anti-Jepang pada tahun 37-an, tidak dirintangi Belanda. Rupanya gerakan ini dianggap menguntungkan Belanda.

Semenjak tahun 30-an barang-barang Jepang memang menyerbu masuk pasar Indonesia. Terutama barang-barang tenun Jepang dapat dijual dengan harga jauh lebih murah dari pada barang-barang buatan Nederland. Industri tekstil Tuente, Nederland terpukul dengan masuknya barang tenun Jepang dalam pasar Indonesia. Karena penjajah Belanda khawatir modal Jepang akan menyerbu masuk di Indonesia maka di undangkan peraturan-peraturan pembatasan berusaha. Dengan undang-undang ini, pengusaha yang ingin mendirikan perusahaan yang termasuk di dalam peraturan itu, diwajibkan meminta izin terlebih dahulu. Yang masuk dalam daftar antara lain adalah percetakan, penggilingan beras, perusahaan permen, perusahaan minuman limun, perusahaan tekstil dan lain-lain. Peraturan ini melindungi perusahaan-perusahaan modal besar Belanda yang sudah ada, seperti Van Dorp, Kolf dan lain-lain. Juga perusahaan-perusahaan kecil milik peranakan Tionghoa turut menarik manfaatnya, termasuk pengusaha penggilingan beras dan kopra. Mereka merasa terlindungi dalam menghadapi kelompok pengusaha totok.

Page 79: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

71

Tujuan golongan Tionghoa totok dan peranakan dalam kegiatan Tjin Tjay Hwee berbeda. Golongan totok hendak membuktikan rasa patriotismenya, sedang peranakan Tionghoa mau membendung aggressor Jepang. Tetapi pada akhirnya kedua-duanya ingin menghentikan aggressor Jepang.

Gerakan Tjin Tjay Hwee ternyata berbeda dengan gerakan boikot barang Jepang yang dipimpin oleh kakek saya pada tahun 1931. Gerakan Tjin Tjay Hwee tidak mem-boikot barang Jepang. Hal ini terjadi walaupun jumlah pengusaha peranakan Tionghoa menurun dan jumlah perusahaan totok meningkat. Tekstil Jepang tetap membanjiri pasar Indonesia melalui grossier dan pedagang ketengan Tionghoa totok, yang banyak menggantikan pedagang ketengan peranakan Tionghoa. Pun patut dicatat bahwa usaha pengumpulan barang-barang hasil bumi, seperti jagung, iles-iles, dan lain-lain untuk dieksport ke Jepang tidak ikut terhenti. Mungkin hal ini disebabkan karena ekonomi baru saja membaik setelah mengalami malaise yang panjang.

Di kalangan pengurus Tjin Tjay Hweee juga tidak pernah dipersoalkan kenyataan itu. Mereka tidak berani dan merasa tidak bijaksana untuk menganjurkan boikot barang-barang Jepang, yang justru mendatangkan keuntungan besar pada ketika itu. Pengurus Tjin Tjay Hweee merasa lebih perlu membangkitkan kemauan menderma dalam jumlah besar. Kenyataannya memang daya menderma menjadi bertambah besar.

Memang janggal kedengarannya. Agresor Jepang menimbulkan banyak korban di Tiongkok, Tjin Tjay Hwee mengumpulkan uang untuk meringankan penderitaan para korban perang, tetapi uang itu sebagian diperoleh dari keuntungan dagang barang-barang Jepang. Oleh pengurus keanehan ini tidak dipersoalkan.

Pengurus Tjin Tjay Hwee sudah merasa puas bila usahanya memperoleh penghargaan dari pemerintah Tiongkok. Ketika itu pemerintah Tiongkok dikuasai Kuomintang. Pemerintah Kuomintang Tiongkok telah mengirim seorang utusan tingkat duta besar untuk menyampaikan rasa penghargaaan kepada para pengurus Tjin Tjay Hwee.

Page 80: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

72

Kwee Hing Tjiat, yang selama merantau paksaan di luar negeri, pernah menetap di Tiongkok cukup lama, merasa tidak puas dengan perkembangan demikian itu. Ia sangsikan, apakah semua sumbangan yang dikirim itu betul-betul bermanfaat bagi perlawanan Rakyat Tiongkok terhadap aggressor Jepang. Besarnya derma yang mengalir ke Tiongkok ternyata juga tidak memperbesar daya juang pemerintah Kuomintang melawan aggressor Jepang. Dari sumber-sumber di Tiongkok ia malahan memperoleh penjelasan bahwa Kuomintang berusaha mencapai kompromi dengan Jepang, dengan tujuan menindas Rakyat Tiongkok bersama-sama.

Serangan Jepang terhadap Shanghai telah menimbulkan perlawanan sengit di bawah pimpinan Tsai Ting Kai. Perlawanan ini menimbulkan harapan, bahwa selanjutnya akan menghebat perlawanan di bawah pimpinan Kuomintang. Harapan itu ternyata dikecewakan. Kekecewaan itu tentu saja sangat mempengaruhi gerakan Tjin Tjay Hweee. Sekalipun tidak menyebabkan Tjin Tjay Hweee dikubur, tetapi daya geraknya menjadi lamban. Melihat perkembangan itu, Kwee Hing Tjiat memanggil saya kembali ke Semarang. Ia kehilangan antusias membantu gerakan Tjin Tjay Hwee di Surabaya.

Saya dibimbing oleh dua tokoh wartawan peranakan yang kawakan, Liem Koen Hian dan Kwee Hing Tjiat. Pandangan dan visi politik mereka sama. Akan tetapi cara kerjanya berbeda. Liem Koen Hian bekerja cepat. Sedangkan Kwee Hing Tjiat, lebih perlahan dan hati-hati. Lebih intelektualistis. Inilah sebabnya mengapa Liem Koen Hian lebih dikenal di kalangan pergerakan nasional. Tetapi sebagai satiris, pena Kwee Hing Tjiat lebih tajam dari Liem Koen Hian. Dalam mengkritik kepicikan-kepicikan peranakan Tionghoa pada ketika itu Kwee Hing Tjiat terasa lebih mendorongkan adanya perbaikan-perbaikan.

Sebagai contoh satire Kwee Hing Tjiat dalam karangan-karangan yang ditanda-tangani dengan “Baba-cao” sering mensitir orang yang mempamerkan gelar-nya. Gelar yang bersifat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah menyelesaikan pendidikan akademis, di Indonesia ketika itu dipamerkan guna memancing “ikan emas” (puteri hartawan). Dalam karangan-karangannya ia mendorong

Page 81: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

73

mereka yang memperoleh gelar akademis berlomba mengabdikan ilmu untuk kemajuan masyarakat dan mencapai prestasi yang dapat dibanggakan karena secara nyata membantu perkembangan kemajuan seluruh masyarakatnya.

Masyarakat peranakan Tionghoa pada ketika itu dapat dikatakan masih a-politis, tidak menaruh banyak perhatian pada persoalan-persoalan politik. Pada umumnya harian-harian yang diusahakan oleh peranakan Tionghoa ketika itu merupakan penerbitan-penerbitan bersifat komersial dan masalah mengemban suatu cita-cita adalah masalah kedua. Yang pokok adalah mengikat pembaca dengan berita-berita yang menarik perhatian, sehingga dengan banyaknya pembaca bisa menarik iklan, yang mendatangkan keuntungan.

“Sin Tit Po” merupakan pengecualian, karena harian ini menjadi harian PTI serta mendorong peranakan Tionghoa ikut mengembangkan GERINDO. Tetapi sebagai penerbitan “Sin Tit Po” tidak menghasilkan keuntungan materiil.

Di Jakarta “Sin Po” dapat dikatakan “mengambang” di atas keuntungan komersial yang diperoleh dari penerbitan edisi bahasa Tionghoa yang tersebar lebih luas dengan memperoleh lebih banyak pembaca.

Kwee Hing Tjiat suka mensinyalir keganjilan yang ditimbulkan oleh aliran “Sin Po”, yaitu berdirinya organisasi-organisasi dengan nama Tionghoa, seperti Chung Hsioh, Ta Hsioh, Chung Hua Hui, tetapi para anggotanya umumnya merasa lebih gagah bila dapat mendemonstrasikan kehebatannya berbahasa Belanda, dan bila dipanggil orang dengan sebutan “engko” merasa “dihina”. Keganjilan-keganjilan semacam itu lambat laun menyebabkan tidak sedikit peranakan Tionghoa tidak berakar lagi dalam masyarakat asalnya, mereka menjadi terkatung-katung di atas awang-awang, karena mau minta dianggap Belanda, tidak diakui oleh orang Belanda sebagai Belanda, walaupun sudah ada yang menjadi Belanda “tiga suku” dengan proses “gelijk stelling” (dipersamakan). Ada juga yang ingin diperlakukan sebagai orang Tionghoa, tetapi oleh masyarakat Tionghoa totok sikap dan tindakannya tidak dimengerti, karena sok

Page 82: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

74

... ke-Belanda-Belandaan. Ajakan “Mata Hari”, “Sin Tit Po” dan PTI supaya mereka tegas

menyatakan diri putera Indonesia, tidak sepenuhnya diterima. Sebagian merasa ragu-ragu untuk meng-iya-kan, walaupun tidak dapat membantah kenyataan, bahwa mereka dilahirkan di Indonesia. Mereka ini masih mengendap anggapan salah, yaitu merasa turun derajat bila mengakui diri sebagai putera Indonesia. Pada hal perasaan sebagai putera Indonesia ini perlu dibangkitkan, dipupuk sehingga menimbulkan kemauan untuk ikut berjuang dalam satu barisan bersama putera Indonesia lainnya mencapai perbaikan nasib dengan mencapai kemerdekaan nasional. Usaha membangkitkan kesadaran bahwa kedudukan sebagai putera Indonesia di Indonesia sendiri adalah kedudukan nomor wahid, karena menjadi peserta pemegang dan pelaksana kedaulatan di tangan Rakyat dengan dilikwidasinya kolonialisme atas bumi Indonesia, terasa perlu diperhebat.

Dalam mengusahakan kesemuanya ini, Kwee Hing Tjiat mendadak menghembuskan nafas terakhir. Visi dan harapannya belum tercapai. Wafatnya Kwee Hing Tjiat menimbulkan persoalan di kalangan redaksi “Mata Hari”, siapakah yang harus menggantikannya.

Mengganti seorang tokoh yang berbobot tidak mudah. Apa lagi tokoh itu mempunyai “cap” tertentu dan belum tentu penggantinya memperoleh “cap” sama. Bila “cap” dianggap tidak sama, dapat menimbulkan spekulasi terjadi perubahan haluan, perubahan garis. Mengingat semua ini, maka redaksi “Mata Hari” yang perkembangannya dipimpin sendiri oleh Kwee Hing Tjiat, berpendapat sebaiknya tidak memasukkan orang luar baru dan mempertahankan kepemimpinan secara kolektif, dengan saya sebagai “de facto” pemimpin redaksi, sambil meneruskan pelaksanaan haluan yang telah digariskan oleh Kwee Hing Tjiat. Keputusan ini memungkinkan “Mata Hari” tetap pada haluan yang sama walaupun Kwee Hing Tjiat sudah tutup usia.

Sementara itu kegentingan dunia telah meningkat. Nederland telah dikuasai oleh Nazi-Jerman dan di London dibentuk pemerintahan pelarian Belanda. Tuntutan Fraksi Nasional dalam Volksraad untuk

Page 83: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

75

mencapai perubahan tata-negara dengan tujuan membangkitkan kemauan Rakyat Indonesia untuk mempertahankan kedudukannya sebagai negara merdeka dalam lingkungan kerajaan Belanda, ternyata tidak mendapat hasil. “Mata Hari” tanpa Kwee Hing Tjiat menghadapi peristiwa delik yang terberat selama sejarahnya. Delik itu disebabkan karena sebuah artikel Dr. Tjipto Mangunkusumo yang memperingatkan Rakyat Indonesia, supaya tidak terjebak dalam tipu muslihatnya fasisme militer Jepang. Karangan Dr. Tjipto Mangunkusumo dimuat karena terdapat kenyataan bahwa sebagian pemimpin gerakan kemerdekaan Indonesia telah terpincut oleh iming-iming Jepang yang menjanjikan kemerdekaan Indonesia. Karangan Dr. Tjipto itu memang menarik perhatian besar, karena secara terang menyatakan pilihannya, yaitu: tidak membantu kaum fasisme militer Jepang untuk masuk berkuasa di Indonesia.

Karangan Dr. Tjipto itu membangkitkan kemarahan Jepang. Sebelumnya pemerintah Jepang telah mengirimkan nota pada pemerintah penjajah Belanda, supaya segala kegiatan anti-Jepang di Indonesia dilarang. Saya dipanggil PID dan pemeriksaan membuat saya menyimpulkan bahwa pemerintah Jepang melalui utusan khususnya, Kobayashi, telah minta pada Gouverneur General Belanda supaya menuntut harian yang telah memuat karangan Dr. Tjipto itu. Pemeriksaan tidak berbuntut penuntutan karena memang terasa ganjil, bila penanggung jawab karangan itu harus dituntut. Karangan itu menganjurkan Rakyat Indonesia untuk bersikap waspada, supaya tidak dibujuk fasisme militer Jepang dan memihak kekuasaan Belanda bila Indonesia diserbu oleh fasisme militer Jepang. Tetapi untuk tidak membuat Jepang marah, pemeriksaan saya terasa diulur lama sekali.

Selama berlangsung pemeriksaan mengenai delik pemuatan karangan Dr. Tjipto, terjadilah peristiwa mengejutkan, yaitu wafatnya M.H. Thamrin. Ia menutup mata secara mendadak setelah rumahnya digeledah. Belum pernah jelas, apakah sebab M.H. Thamrin menginggal dunia, tetapi sebagai anggota Volksraad, M.H. Thamrin banyak jasanya dalam perjuangan menyempurnakan

Page 84: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

76

kebebasan pers, kebebasan bermusyawarah dan berorganisasi, di samping membatasi kebebasan alat-alat negara untuk main tangkap dan tahan. Ia memang seorang tokoh pejuang hak-hak demokrasi yang patut dihormati.

Setelah perang Pasifik dimulai, terasalah bahwa kesanggupan penjajah Belanda mempertahankan diri terhadap serangan Jepang tidak ada. Pernyataan-pernyataan Gouverneur General dan Panglima Perang Belanda, bahwa lebih baik mati berdiri dari pada bertekuk lutut, ternyata tidak dapat membendung kemajuan pasukan-pasukan fasisme militer Jepang. Rasa kecewa lebih memuncak di antara mereka yang semula percaya akan kesungguhan penjajah Belanda mempertahankan diri, ketika melihat kenyataan bahwa pasukan-pasukan militer Belanda mundur tanpa pertempuran sengit. Bahkan ketika mundur, pasukan-pasukan Belanda masih sempat membongkar pintu-pintu toko, terutama pintu-pintu toko makanan kaleng dan minuman, yang ditinggalkan tidak terjaga oleh para pemiliknya, yang mengungsi ke tempat-tempat yang dianggap lebih aman. Pasukan-pasukan Belanda itu mundur dengan memboyong makanan dalam kaleng dan minuman-minuman keras. Sisa yang ditinggalkan di toko-toko yang sudah rusak pintunya diambil oleh Rakyat, yang menderita serba kekurangan …

Tentara fasisme Jepang masuk ke pulau Jawa.

Page 85: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

77

Ibunda Siauw, Kwan Tjian Nio - 1930

Siauw, siswa HBS, Surabaya - 1931

Page 86: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

78

Boen Bio di Kapasan, Surabaya, dekat rumah Siauw

Siauw (di tengah berkaca mata), pemimpin kepanduan Hua Chiao Tsing Nien Hui, Surabaya - 1932

Page 87: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Penjajahan

79

Pernikahan Siauw dengan Tan Gien Hwa, Pemalang - 1940

Page 88: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

80

Tan Gien Hwa, Semarang - 1939

Siauw, Redaktur Harian Matahari, Semarang - 1941

Page 89: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Jepang dan Awal Kemerdekaan

81

BAB II ZAMAN JEPANG & AWAL KEMERDEKAAN

DI BAWAH TELAPAK MILITER JEPANG

Kekuasaan Fasisme militer Jepang telah lama mengincar kepulauan Indonesia. Ketika krisis ekonomi melanda dunia, barang-barang Jepang dan pengaruh ekonomi Jepang menyerbu masuk Indonesia. Terutama setelah Jepang mengambil tindakan untuk mendevaluasi mata uangnya pada akhir tahun 1931, harga barang-barang Jepang yang di eksport menjadi sangat murah. Bila sebelum krisis ekonomi hanya 10 macam saja barang Jepang yang mendapat pasaran di Indonesia, setelah Jepang mengadakan devaluasi, barang-barang Jepang berhasil mendesak mundur barang-barang buatan Eropa dan banyak perusahaan Jepang mulai menyerbu untuk mencari lapangan penanaman modal di Indonesia.

Di samping barang dan modal Jepang, mulai ikut masuk juga imigran Jepang. Pada tahun 1934 neraca perdagangan antara Nederland dan Jepang mengalami defisit sebesar f.7,4 juta.

Setelah Nazi-Jerman menyerbu masuk ke Nederland, fasisme militer Jepang mengajukan nota pada penjajah Belanda. Nota Jepang itu mengandung tuntutan-tuntutan:

Mempermudah masuknya orang-orang Jepang dengan 1. melunakkan peraturan-peraturan imigrasi untuk orang Jepang yang telah dipersamakan dengan orang Eropa. Memberi bagian lebih besar pada Jepang untuk ikut serta 2. mengembangkan sumber kekayaan alam Indonesia. Memperlunak peraturan-peraturan pembatasan import dan 3. eksport dari dan ke Jepang. Mengendalikan pers Indonesia untuk melarang propaganda 4. anti Jepang.

Pada tanggal 20 Mei 1940 tuntutan Jepang diperkeras dengan nota tambahan. Belanda di Indonesia dituntut untuk menjamin kelancaran eksport 13 macam bahan penting untuk Jepang. Antara lain: minyak tanah, bauksit, karet dan lain-lain. Bersamaan

Page 90: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

82

dengan tuntutan-tuntutan baru itu, Jepang mengumumkan doktrin “kemakmuran bersama di Asia Raya!”

Jepang berusaha untuk menguasai sumber-sumber kekayaan alam Indonesia tanpa menggunakan kekerasan militer. Untuk keperluan ini dikirimlah delegasi Jepang yang dipimpin oleh Kobayashi. Delegasi ini tidak mencapai hasil seperti diharapkan dan diganti oleh Yoshiwara dengan tugas memaksa Belanda menerima uang Yen sebagai nilai tukar dan tidak menggunakan lagi uang dollar Amerika Serikat.

Menjelang serbuan fasisme militer Jepang itu, telah terjadi beberapa hal penting:

Semenjak tahun 1934 tokoh-tokoh gerakan kemerdekaan telah 1. mendesak penjajah Belanda untuk memungkinkan Dr. Tjipto Mangunkusumo kembali ke Jawa. Dalam menghadapi tuntutan itu penjajah Belanda mengajukan syarat: Boleh kembali, tetapi dilarang mengikuti kegiatan politik. Dr. Tjipto Mangunkusumo menolak syarat Belanda. Ia lebih suka hidup dalam interneering, dari pada tunduk dilarang ikut memperjuangkan kemerdekaan Rakyat Indonesia. Baru pada bulan Oktober 1940 Dr. Tjipto yang menderita sakit, dibebaskan dari interneering. Tokoh-tokoh lain, seperti Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Iwa Kusumasumantri, Sutan Sjahrir, masih tetap diinternir. Dibebaskannya Dr. Tjipto dalam keadaan sakit tidak banyak mempengaruhi kebangkitan Rakyat Indonesia.Untuk menina-bobokan gerakan Rakyat yang menuntut 2. perubahan-perubahan tata-negara, pada tahun 1941 dibentuklah komisi Visman untuk menghimpun keinginan ketata-negaraan Rakyat Indonesia. Pada pertengahan Februari 1942 Dewan Pimpinan Majelis 3. Rakyat Indonesia dan Sekretariat GAPI (Gabungan Partai-Partai Politik Indonesia) telah mengeluarkan pernyataan politik penting, antara lain:

Rakyat Indonesia ditempatkan dalam keadaan perang yang a. mengancam tanah airnya;Menjadilah kewajiban nasional untuk menolak setiap b.

Page 91: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Jepang dan Awal Kemerdekaan

83

serangan dari luar;Menuntut Belanda untuk membuka kesempatan untuk ikut c. sertanya Rakyat Indonesia dalam pembangunan masyarakat Indonesia dan memperkuat pertahanan Indonesia;Menyerukan kepada Rakyat Indonesia untuk membantu d. pemerintah memelihara keamanan dan ketertiban.

Pernyataan demikian ini oleh pemerintah hanya dijawab dengan memberi janji bahwa setelah perang akan diadakan konperensi meja bundar guna mempermusyawarahkan keinginan mengubah ketata-negaraan.

Sikap demikian menyebabkan Rakyat Indonesia tinggal menjadi penonton ketika tentara Jepang menyerbu masuk, walaupun pemerintah penjajah Belanda telah mengadakan aturan wajib militer.

Setelah militer Jepang berhasil bercokol di pulau Jawa, ia segera mengambil tindakan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Tindakan tegas pertama terhadap mereka yang bertugas memegang senjata, sedangkan pegawai-pegawai sipil Belanda di pemerintah dan perusahaan-perusahaan Belanda dibiarkan bekerja kembali. Oleh penguasa militer Jepang hal itu dianggap perlu, terutama untuk mendidik petugas-petugas militer Jepang untuk menjalankan administrasi negara dan perusahaan-perusahaan Belanda.

Sementara itu kekuasaan militer Jepang berusaha mencari dukungan massa Rakyat melalui agama Islam. Hal ini dilakukan karena Jepang mengakui besarnya pengaruh agama Islam di Indonesia. Di Filipina, Jepang menguasai Rakyat melalui gereja Katolik.

Usaha pertama yang dilakukan Jepang adalah membentuk organisasi 3-A, yang bertujuan mengakui:

Jepang sebagai pemimpin bangsa Asia;a. Jepang sebagai pelindung Asia;b. Jepang sebagai sinar terang Asia.c.

Gerakan 3-A ini mula-mula dipimpin oleh Mr. Samsudin yang kemudian menjadi salah seorang tokoh Masyumi.

Sementara itu di kalangan tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan

Page 92: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

84

terdapat dua macam aliran besar. Satu aliran menolak kerja sama dengan Jepang. Antara lain adalah Dr. Tjipto Mangunkusumo, yang menyatakan bahwa dari pada menjadi burung dalam kurungan emas, lebih baik bebas merdeka. Amir Syarifudin dan Sutan Sjahrir juga termasuk tokoh-tokoh yang menolak kerja sama dengan Jepang. Aliran kedua yalah aliran yang ingin menggunakan “kerja sama” dengan Jepang untuk membangkitkan nasionalisme Rakyat, sehingga tumbuh kekuatan cukup besar untuk membangun negara merdeka. “Kerja sama” dinyatakan sebagai “alat” dan bukan “tujuan”. Aliran ini dipimpin oleh Bung Karno dan Bung Hatta.

Adalah keliru untuk menarik kesimpulan bahwa dengan demikian timbullah perpecahan, masing-masing mencari jalan sendiri-sendiri. Mereka berpisah, tetapi saling membantu. Yang bekerja di kalangan massa Rakyat secara langsung memperkuat “bargaining position” (kedudukan tawar menawar) mereka yang bekerja sama. Sedang yang bekerja sama wajib “melindungi” yang bekerja langsung di kalangan Rakyat. Dengan cara bekerja demikian itu dapat dicegah tertipunya Rakyat oleh janji-janji muluk Jepang. Dengan demikian dapat dibangkitkan kekuatan yang tumbuh dari Rakyat untuk mencapai kemerdekaan, yang melaksanakan prinsip dari Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat. Adanya berpisah, tetapi bekerja sama dengan saling membantu itu, ternyata berhasil menyelamatkan jiwa Mr. Amir Syarifudin, yang telah dijatuhi hukuman mati hingga dua kali oleh Jepang. Juga telah diselamatkan Liem Koen Hian dari tahanan Kenpeitai. Penangkapan-penangkapan dan penahanan-penahanan dalam bulan-bulan pertama kekuasaan militer Jepang mewajibkan tiap pejuang kemerdekaan untuk bekerja lebih berhati-hati. Di kalangan masyarakat ketika itu timbul juga istilah “4 serangkai”. Yang dimaksudkan yalah: Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara dan Kyai Haji Mansur (tokoh Muhammadiah). Empat Serangkai disebut demikian karena mereka sebagai kesatuan memimpin Jawa Hookookai dan kemudian PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), yang didirikan pada tanggal 9 Maret 1943.

Page 93: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Jepang dan Awal Kemerdekaan

85

Kekuasaan militer Jepang tidak mengikuti apa yang Belanda lakukan dalam menangani masalah Tionghoa. Jepang menjalankan politik “Tionghoa tetap Tionghoa”. Untuk mengetahui jumlah dan untuk keperluan pengawasan gerak-gerik orang Tionghoa di Indonesia diadakanlah pendaftaran wajib. Mereka yang telah mendaftarkan diri diberi “kartu kuning”, surat keterangan telah mendaftarkan diri. Kertas karton yang digunakan untuk keterangan itu berwarna kuning. Setelah PUTERA diperkenankan berdiri, kekuasaan militer Jepang -- untuk mewajibkan golongan Tionghoa berpartisipasi -- telah membentuk “wadah” untuk golongan Tionghoa dan peranakannya. Kakyo Shokai didirikan. Bila dibaca huruf Tionghoanya Kakyo Shokai dalam bahasa Tionghoa berarti Huachiao Tsunghui (Perkumpulan Perantau Tionghoa). Di dalam badan ini tidak diperbedakan antara Tionghoa peranakan atau totok. Dua golongan ini dipaksa untuk berada di dalam satu wadah. Dengan masuknya tentara Jepang ke Indonesia, untuk masyarakat Tionghoa timbul persoalan, yaitu mengadakan aksi membangkang atau mengakui kekuasaan pemerintah boneka militer Jepang di Tiongkok yang dipimpin oleh Wang Ching Wei. Menurut pengalaman di Singapura, Jepang bersikap sangat bengis terhadap usaha membangkang peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh militer Jepang. Militer Jepang main tangkap, dan main membunuh banyak orang. Bila di Malaya ditimbulkan gerakan perlawanan bersenjata terhadap kekuasaan militer Jepang dengan terbentuknya Malayan People’s Anti Japanese Army (MPJA = Tentara Rakyat Malaya Anti Jepang), di Indonesia dianggap lebih bijaksana, bila mereka yang berhaluan anti fasis mengambil sikap diam, tidak muncul atau memperdagangkan suara antinya. Biarlah mereka yang mau mengakui Wang Ching Wei tampil ke depan. Intel Jepang ternyata mengetahui adanya persoalan demikian dalam masyarakat Tionghoa. Sebelum Kakyo Shokai didirikan Jepang, semua tokoh gerakan Tjin Tjay Hwee dan semua wartawan Tionghoa, baik totok maupun peranakan, yang dikenal anti Jepang, ditangkap atau ditahan. Penangkapan-penangkapan itu

Page 94: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

86

dilakukan serentak di semua kota besar di pulau Jawa dan Madura. Tetapi Anehnya, mereka yang tidak “terciduk” di dalam gerakan penangkapan massal itu, tidak dikejar dan dibiarkan hidup dan bergerak bebas, asal saja tidak kepergok melakukan kegiatan anti Jepang. Mereka yang ditahan kemudian dikumpulkan dalam kamp interniran di Cimahi, Jawa Barat. Dijadikan satu bersama-sama dengan orang Belanda. Karena kebijakan militer Jepang, Kwee Kek Beng, pemimpin redaksi “Sin Po” yang tidak kena “ciduk” di Jakarta dan Tan Ling Djie, yang tidak kena tangkap di Surabaya, masing-masing dapat tinggal bebas tinggal di Bandung dan Krawang. Sedangkan saya sendiri, yang tidak kena ditahan di Semarang, walaupun seluruh anggota staf redaksi Mata-Hari ditahan, dapat tetap tinggal di Surabaya dan Malang. Hal ini bisa terjadi, walaupun ada seorang anggota keluarga staf redaksi, yang protes, bahwa atasan suaminya tidak turut ditahan. Golongan peranakan Tionghoa yang dulunya terpecah menjadi dua golongan, yaitu mereka yang memperoleh pendidikan Belanda dan mereka yang memperoleh pendidikan Tionghoa, di bawah kekuasaan militer Jepang dipaksakan bersatu. Dalam arti, yang suka berbahasa Belanda dan suka sok keBelanda-Belandaan, tidak berani berbahasa Belanda di depan umum, karena bisa ditampar mukanya bila kedengaran Jepang. Bisa juga lebih sial, ditahan di kantor Kenpei dengan tuduhan pro Belanda. Panggilan dengan nama Belanda seperti Marie, Mien, Wim atau Karel segera lenyap. Papan nama diwajibkan ditulis dalam bahasa Tionghoa. Yang mengerti huruf Tionghoa menjadi “laku”, karena cukup banyak peranakan Tionghoa tidak tahu cara menulis namanya dalam huruf Tionghoa. Sekolah-sekolah Belanda ditutup. Anak-anak Tionghoa tidak diperkenankan masuk sekolah Rakyat. Tidak ada pilihan, semua anak harus masuk sekolah Tionghoa yang diasuh oleh Kakyo Shokai. Lain perubahan yang menyolok yalah bilamana sebelumnya

Page 95: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Jepang dan Awal Kemerdekaan

87

orang-orang kaya yang dipilih sebagai pemimpin organisasi Tionghoa, di zaman Jepang, hanya orang yang berani tampil sebagai pemimpin. Orang-orang kaya yang dahulu memimpin gerakan Tjin Tjay Hwee ditangkap, sedangkan yang tidak ditangkap tidak berani tampil ke depan. Di berbagai tempat muncullah tokoh-tokoh baru. Di Solo tampil Ong Siang Tjoen, pengusaha rokok sebagai tokoh, di Bandung tampil Drs. Yap Tjwan Bing dan di Malang dipilih Han Kang Hoen sebagai ketua Kakyo Shokai. Jabatan Ketua Kakyo Shokai bukan jabatan yang “enak”. Untuk menjadi ketua yang “berhasil” ia harus sangat lincah dan “lihai” dalam berunding dengan para pembesar Jepang setempat. Apa lagi permintaan para pembesar Jepang setempat beraneka macam, termasuk juga kebutuhan sex. Drs. Yap Tjwan Bing di Bandung termasuk ketua Kakyo Shokai yang cukup berhasil. Ia berhasil memperoleh fasilitas untuk mengirim makanan ekstra untuk orang-orang Tionghoa dan peranakannya yang diinternir di Cimahi. Hal ini besar sekali artinya untuk mereka yang diinternir itu, karena menurut berita mereka sampai perlu masak juga zool kulit sepatu untuk tambahan lauk, selain makan kucing dan tikus. Ketua Kakyo Shokai Malang, Han Kang Hoen memperoleh banyak bantuan dari See Owen Howe, yang menjadi ketua penggilingan padi Jawa Timur. Jepang membutuhkan bantuannya dalam mengurus persediaan beras untuk militer Jepang. Di samping See Owen Howe, Han Kang Hoen juga memperoleh banyak bantuan berharga dari Nyoo Tiong Gie, yang lebih dikenal sebagai Fred Young. Ia adalah seorang ahli dalam menyelenggarakan hiburan, sehingga kemudian memperoleh fasilitas untuk membangun rombongan sandiwara “Bintang Surabaya”. Seperti diketahui, di zaman pendudukan militer Jepang, “Bintang Surabaya” lah yang mentenarkan lagu-lagu gubahan Gesang seperti “Bengawan Solo”, “Jembatan Merah” dan lain-lain lagi. Pengalaman di zaman ini membuktikan bahwa hubungan pribadi yang baik dari pimpinan dapat meringankan berbagai beban dan penderitaan untuk seluruh golongan yang diwakilinya.

Page 96: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

88

Zaman kekuasaan Jepang dapat dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah ketika Jepang masih unggul di semua front pertempuran. Dalam tahap ini Jepang hanya membutuhkan bahan-bahan mentah untuk keperluan industrinya, di samping membutuhkan tenaga-tenaga pembantu, yaitu sebagai Heiho dan barisan wanita untuk menghibur tentara di front. Untuk keperluan ini Kakyo Shokai tidak mendapat tugas. Tugas ini dibebankan kepada pamong praja. Tugas semacam itu merupakan tugas yang paling bertentangan dengan perasaan. Tetapi tiap masyarakat mengenal adanya orang-orang tukang cari muka dan ingin menjadi kaya dengan menjadi “leverancier” wanita penghibur. Hal ini sangat menyedihkan tetapi kenyataan. Tahap kedua dimulai setelah Perdana Menteri Jepang, Tojo, mengumumkan dalam pidatonya pada tanggal 16 Juni 1943, bahwa perperangan mencapai tingkat paling kritis. Jepang tidak bisa selalu menang lagi. Berulang kali harus mundur. Kebijakan militer Jepang di Jawa mengalami perubahan. Di dalam masyarakat Tionghoa diadakan gerakan kebaktian, yaitu mengumpulkan barang-barang perhiasan emas-berlian. Untuk ketua Kakyo Shokai, tugas gerakan kebaktian semacam itu adalah tugas paling tidak enak untuk seumur hidupnya. Sedangkan PUTERA, di bawah pimpinan EMPAT SERANGKAI juga memperoleh tugas yang sangat pahit. Mereka mulai menyadari bahwa “kerja sama” sebagai “alat” untuk membangkitkan kekuatan yang sanggup mencapai kemerdekaan nasional, ternyata harus dibayar mahal sekali. Tugas berat itu antara lain mengumpulkan tenaga Roomusha dalam jumlah besar untuk keperluan pertahanan baru Jepang. Pekerjaan ini sangat berat, karena segala apa dikerjakan dengan tangan, karena kurang alat, di samping makanan tidak cukup. Akibatnya banyak tenaga Roomusha yang gugur. Sebagai “lubang angin” (ventiel) untuk mencegah meledaknya rasa tidak puas Rakyat terbanyak, oleh kekuasaan militer Jepang didirikanlah Tyoo Sangi Kai. Badan ini merupakan Dewan Penasehat Pusat. Tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan dijadikan anggota. Dari kalangan peranakan Tionghoa diangkat sebagai anggota: Oei

Page 97: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Jepang dan Awal Kemerdekaan

89

Tjong Hauw, Oei Tiong Tjoei (ketua Hoo Hap), Teng Eng Hoa (ketua Warungbond Tionghoa), Yap Tjwan Bing dan Liem Koen Hian. Dua dari mereka pada tanggal 1 Maret 1945 dipilih menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan yang diketuai oleh Bung Karno yaitu Liem Koen Hian dan Yap Tjwan Bing. Di samping mendirikan Tyoo Sangi Kai, penguasa militer Jepang juga memperluas latihan-latihan dan menambah jumlah anggota Seinendan - Angkatan Muda. Demikian juga Keibodan diperluas jumlah anggotanya. Dalam pertengahan tahun 1944 PUTERA diberi wewenang untuk membentuk PETA (Pembela Tanah Air), yang bersemboyan: “Berjuang dan mati dengan orang Jepang”. Tetapi tokoh-tokoh PUTERA sebagai ahli-ahli pidato berhasil menggunakan kesempatan mendidik kader-kader PETA untuk membangkitkan semangat nasionalisme dan keberanian berkorban untuk mencapai Indonesia Merdeka! Kakyo Shokai juga tidak bebas dari tugas tambahan. Tugas tambahan itu yalah membangun Keibotai (Pasukan Pembantu Polisi). Banyak orang yang pernah mengalami perampokan ketika Jepang masuk, menyambut pembentukan pasukan ini. Setengah dibisikkan pada pemimpin Kakyo Shokai, bila Keibodan adalah alat keamanan yang terdiri dari orang-orang “pribumi”, Keibotai itu perlu berfungsi sebagai pasukan “imbangan”. Yang perlu memperoleh latihan di pusat adalah calon-calon pimpinannya saja dan Kakyo Shokai diberi tugas mengajukan calon-calon itu secepatnya. Di Malang dicarilah tokoh pemuda yang bersedia mengikuti latihan itu. Kakyo Shokai Malang menyanggupi untuk memberi honorarium yang cukup menarik. Karena latihan itu adalah latihan-latihan setengah militer, maka dicarilah pemuda peranakan Tionghoa yang pernah menjadi pemimpin pandu. Tokoh kepanduan Malang dari Hua Chiao Tsing Nien Hui dulu adalah Tio Khong An. Ia dihimbau untuk bersedia mengikuti latihan-latihan di Tanggerang. Setelah Tio Khong An pulang dari latihan, polisi Jepang setempat memerintahkan pendaftaran pemuda-pemuda Tionghoa dari usia 24-30 tahun. Latihan bertahap dilakukan di bawah

Page 98: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

90

pimpinan Tio Khong An dibantu oleh beberapa polisi Jepang setempat. Karena termasuk pemuda, berumur di bawah 30 tahun, saya kena juga wajib latihan dan diangkat menjadi wakil pemimpin Kebotai. Saya kerap bertukar pikiran dengan Tio Kong An, terutama ketika latihan di asrama. Dalam diskusi itu, saya meyakinkannya bahwa pimpinan Keibotai hendaknya tidak terjerumus dalam jebakan politik adu-domba Jepang, yang bertujuan mengembangkan Keibotai sebagai kekuatan “imbangan” terhadap Keibodan. Pikiran demikian itu dapat mengakibatkan bentrokan rasial, yang pasti tidak akan menguntungkan golongan Tionghoa. Perlu diusahakan, supaya Keibotai tidak menjadi kekuatan “imbangan” untuk Keibodan, tetapi bisa ada kerja sama yang baik. Kalau perlu Keibotai boleh subordinated pada Keibodan. Karena pikiran-pikiran semacam itu tidak sejalan dengan pikiran Jepang, maka kami harus selalu waspada dalam bekerja sebagai pimpinan Keibotai. Di samping itu, saya berupaya untuk memperluas pandangan hidup pemuda peranakan Tionghoa, artinya mempertinggi kesadaran bahwa mereka adalah putera Indonesia dan wajib memperkokoh persatuan dengan semua putera Indonesia lainnya untuk mengganyang imperialisme dan mencapai kemerdekaan nasional. Lalu menjadi persoalan: Bagaimana bisa melakukan kesimpulan tukar-menukar pikiran itu. Pimpinan Kakyo Shokai bisa dirugikan, bila kesimpulan-kesimpulan seperti di atas itu sampai pada kuping Jepang. Di kalangan pimpinan Kakyo Shokai sendiri terdapat juga cukup banyak orang yang menghendaki Keibotai bisa menjadi kekuatan “imbangan” terhadap Keibodan. Tidak semua orang dapat memahami kekeliruan pikiran itu, terutama bila diperhatikan kuatnya arus di kalangan Rakyat yang menuntut tercapainya Indonesia Merdeka! Pada ketika itu telah diterima berita tentang pemberontakan kaum tani di Indramayu. Demonstrasi rasa tidak puas Rakyat perlu diperhatikan, supaya “Keibotai” tidak berfungsi sebagai “perisai” tentara Jepang dan digunakan untuk membendung badai hantaman kemarahan Rakyat.

Page 99: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Jepang dan Awal Kemerdekaan

91

Memang persoalan yang dihadapi adalah persoalan berat. Kebetulan sekali di Batu pada ketika itu berdiam seorang tua, paman dari seorang teman, she Oei. Orang tua itu berpandangan luas sekali. Saya kerap menemuinya untuk berdiskusi. Ia ternyata mendukung pendapat saya untuk tidak masuk dalam perangkap Jepang dan menjadikan Kebotai perisai dalam menghadapi kemarahan Rakyat. Ia-pun mendukung pendapat bahwa Keibotai harus berkembang sebagai organisasi penggugah kesadaran pemuda Tionghoa untuk bekerja sama dengan para pejuang kemerdekaan. Baru setelah Jepang menyerah, saya ketahui bahwa orang tua di Batu itu adalah Tan Kah Kee, yang terkenal menggerakkan perlawanan Rakyat Malaya terhadap Jepang dan berhasil melarikan diri ketika Jepang menguasai Singapura. Ia bersembunyi di Batu di bawah perlindungan seorang murid sekolah Tjip Bie-Amoy, yang didirikan atas prakarsa Tan Kah Kee. Setelah Jepang menyerah, 6 pesawat terbang Spitfire dari pasukan udara Inggris menjemput Tan Kah Kee dari lapangan udara Malang untuk dibawa kembali ke Singapura. Pemerintah Inggris melakukannya demikian sebagai penghargaan terhadap jasa-jasa Tan Kah Kee dalam perlawanan terhadap Jepang. Setelah proklamasi Republik Rakyat Tiongkok pada tanggal 1 Oktober 1949, Tan Kah Kee dipilih menjadi salah satu Wakil Ketua Kongres Rakyat Nasional, memperoleh kedudukan sebagai salah seorang Wakil Presiden. Menyembunyikan Tan Kah Kee di zaman pendudukan militer Jepang di pulau Jawa tentu saja merupakan keberanian dan meminta urat syaraf yang cukup kuat. Dari peristiwa inipun terbukti bahwa selama pendudukan Jepang ada kegiatan bawah tanah Tionghoa yang bekerja sama dengan gerakan bersenjata anti Jepang di Malaya. Kembali pada persoalan mencegah agar Keibotai tidak dijadikan “perisai”. Perkembangan politik ketika itu mendorong saya untuk merundingkan persoalan dengan Ketua Kakyo Shokai, Han Kang Hoen dan pembantunya See Owen Howe. Diakui, bahwa “kebebasan” mengorganisasi Keibotai bukanlah “kebaikan” Jepang

Page 100: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

92

pada golongan Tionghoa, tetapi terutama untuk kepentingan militer Jepang sendiri. Diakui juga akan perlunya bersikap hati-hati. Pada tanggal 14 Februari 1944 timbullah pemberontakan PETA di Blitar, yang memperkuat pendirian mengenai Keibotai seperti dijelaskan di atas. Pada saat meluasnya kesadaran akan perlunya diusahakan agar Keibotai tidak menjadi “perisai” militer Jepang terhadap kemarahan Rakyat, Tio Khong An meletakkan jabatannya sebagai pimpinan Keibotai. Han Kang Hoen mendorong saya untuk menggantikannya berdasarkan pertimbangan bahwa saya berkemampuan untuk memelihara hubungan baik dengan pemuda Indonesia. Saya lalu berupaya untuk menyelenggarakan terus latihan-latihan, malahan dengan persetujuan pihak Jepang diadakan juga latihan-latihan silat. Akan tetapi kegiatan ini dilakukan untuk mempertinggi kesadaran untuk tidak masuk perangkap Jepang. Saya banyak menemui pimpinan laskar-laskar yang dipimpin oleh “pribumi” dan menjalin hubungan baik dengan mereka. Usaha ini tidak terbatas untuk daerah Malang saja, tetapi untuk seluruh Jawa Timur. Hubungan baik dengan banyak tokoh pemuda Indonesia menyebabkan saya mengetahui tentang persiapan proklamasi kemerdekaan di Jakarta. Ketika itu saya mulai terlibat dalam pembicaraan mempersiapkan kemerdekaan sebagai “hadiah” Jepang atau memproklamasikan kemerdekaan. Pembicaraan secara terbuka tentu saja berbahaya. Juga telah diterima berita bahwa kekuasaan militer Jepang di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan telah mengambil tindakan bengis, menahan semua intelektuil Indonesia dan peranakan Tionghoa untuk kemudian dibunuh secara keji dan kejam. Keadaan yang serba tidak menentu ini mendorong sekelompok pemuda Tionghoa membentuk Pao An Tui. Mereka katanya tergabung dalam gerakan anti Jepang di bawah tanah, San Tsing Toan (San Min Chu I Tsing Nien Thoan = Pemuda San Min Chu I). Pemuda Tionghoa ini menyusun “daftar hitam”, yaitu daftar

Page 101: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Jepang dan Awal Kemerdekaan

93

nama-nama orang Tionghoa, yang oleh mereka dinyatakan “han kan” (penghianat). Untuk mencegah timbulnya “kekacauan” yang merugikan, saya segera mengadakan hubungan dengan mereka untuk menganalisa daftar hitam yang mereka susun. Setelah ditinjau kembali, banyak nama yang masuk daftar hitam itu dikeluarkan dari daftar. Ini yang menyebabkan di Malang dan daerahnya, dapat dicegah terjadinya penganiayaan fisik terhadap tokoh-tokoh Kakyo Shokai, yang oleh San Tsing Toan dinyatakan sebagai “han kan”. Berbeda dengan yang terjadi di Surabaya.

AWAL KEMERDEKAAN

Ketika pada tanggal 17 Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, terjadilah berbagai kegiatan bersenjata di Jawa Timur. Hubungan baik yang telah digalang dengan pemuda Indonesia menolong posisi masyarakat Tionghoa di Jawa Timur umumnya, dan Malang khususnya. Kakyo Shokai sebagai produk kekuasaan militer Jepang harus dibubarkan. Atas anjuran tokoh-tokoh Indonesia daerah, dibentuk sebagai gantinya Hua Chiao Tse An Hui (Badan Membantu Menjaga Keamanan Tionghoa Perantau). Di Malang, Badan ini tetap dipimpin oleh Han Kang Hoen. Di samping badan ini dianggap perlu dibentuk sebagai badan pembantunya, Angkatan Muda Tionghoa. Angkatan Muda Tionghoa -- Malang ini dipimpin oleh Siauw Giok Bie. Berdirinya dua badan ini disetujui juga oleh pimpinan BKR (Badan Keamanan Rakyat) yang mengambil alih tugas militer Jepang. PETA dibubarkan dan menjadi BKR. Hua Chiao Tse An Hui dan Angkatan Muda Tionghoa oleh pimpinan BKR dirasakan bermanfaat untuk membantu terpeliharanya keamanan dan untuk menyelesaikan secara cepat banyak macam persoalan yang timbul di daerah-daerah rawan dekat tapal batas Surabaya dan Malang. BKR memberi beberapa

Page 102: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

94

kendaraan yang diambil dari dump militer Jepang untuk kedua badan. Kendaraan mobil dianggap perlu untuk memungkinkan gerakan cepat. Bagaimana dengan pemuda Tionghoa yang dihimpun dalam Keibotai? Dengan persetujuan pembesar polisi setempat saya membentuk “Palang Biru”, untuk menampung mereka. Badan ini membantu pekerjaan polisi menjaga keamanan di daerah perkampungan Tionghoa. Di samping itu mereka diberi latihan untuk memberi pertolongan pertama pada kecelakaan. Ketika pada tanggal 10 November 1945 terjadi serangan umum Sekutu terhadap kota Surabaya dan arek-arek Surabaya memberi perlawanan nekat, pemuda Tionghoa di Malang tidak mau berlaku sebagai penonton. Dengan persetujuan Dr. Imam, pemimpin rumah sakit militer Malang, dan kemudian dengan persetujuan wakilnya Dr. Sumarno, dikirimlah dari Malang regu-regu Palang Merah pemuda Tionghoa dengan dua tugas, yaitu memberi pertolongan pada mereka yang mendapat luka dan menolong pengangkutan para pengungsi. Di samping itu regu-regu pemuda Tionghoa yang bergabung dalam Angkatan Muda Tionghoa dan Palang Biru membawa makanan-makanan yang diawetkan untuk diberikan kepada pemuda-pemuda yang bertempur di garis depan. Siauw Giok Bie dan saya turut serta dalam kegiatan ini. Regu-regu dari Malang itu bekerja hingga Jembatan Merah. Pekerjaan regu-regu Malang ini memperoleh penghargaan dari pimpinan Rumah Sakit Surabaya, karena berjasa mengangkut orang-orang yang semula dirawat di RSUP ke garis belakang yang lebih aman, yaitu Mojokerto, Pasuruan dan Malang. Regu-regu pemuda Tionghoa Malang juga memperoleh kepercayaan untuk mengatur kereta api Palang Merah yang berangkat dari stasiun Gubeng Surabaya. Frekwensi kereta api Surabaya-Malang yang diurus oleh regu-regu pemuda Tionghoa Malang ini tambah lama tambah sering. Sekutu rupanya mencurigainya. Sekalipun di atas atap wagon-wagon diberi tanda Palang Merah, pada satu ketika di

Page 103: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Jepang dan Awal Kemerdekaan

95

dekat Pandaan, ia diserang dari atas udara oleh Inggris. Kereta api menderita kerusakan. Tetapi untung, tidak ada anak buah dari regu pemuda Tionghoa Malang yang menderita cedera. Beberapa anggota regu pemuda Tionghoa Malang itu kemudian menggabungkan diri pada Palang Merah Angkatan Bersenjata, sehingga yang pasti seorang dari mereka dianugerahi “Bintang Gerilya”, karena kegiatan-kegiatannya dalam menghadapi agresi Belanda pertama dan kedua di daerah Malang. Sementara itu Angkatan Muda Tionghoa Malang telah banyak membantu usaha menertibkan jalannya pengungsi dari Surabaya ke Malang. Pengungsian itu banyak menimbulkan persoalan, akibat salah mengerti atau akibat napsu yang tidak dapat dikendalikan dalam mencari keuntungan pribadi dari keadaan yang serba tidak ada kepastian. Sebagai contoh dapat dikemukakan beberapa peristiwa sebagai berikut: Seorang pengungsi Tionghoa di tapal batas Surabaya-Sidoarjo ketahuan membawa banyak perhiasan dan uang logam. Ia dituduh mata-mata, barang-barangnya disita dan orangnya diarak di pasar Malang sebagai mata-mata musuh. Berkat gerak cepat Angkatan Muda Tionghoa, peristiwa itu dapat diselesaikan. Ini menghilangkan salah sangka bahwa semua pengungsi Tionghoa adalah mata-mata musuh. Dijelaskan bahwa semua orang yang mengungsi, tentu saja membawa harta miliknya yang dapat dibawa, karena mengungsi berarti mencari tempat selamat dan untuk ongkos hidupnya di tempat baru perlu dibawa barang-barang yang berharga. Sebagian barang yang dirampas dikembalikan. Tetapi sebagian tidak dapat dikumpulkan kembali. Dapat diakui bahwa tidak semua peristiwa dapat diselesaikan dengan baik. Ada juga seorang pengungsi Tionghoa, yang dicurigai menjadi mata-mata musuh, seluruh barang-barang yang dibawanya disita, sedang orangnya dibakar hidup-hidup di alun-alun Sidoarjo, karena tidak keburu diselamatkan. Pekerjaan mencapai penyelesaian memang membutuhkan adanya pengertian baik, kerja sama dan bantuan dari laskar-laskar perjuangan, angkatan bersenjata, dan organisasi-organisasi pemuda

Page 104: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

96

di daerah-daerah perbatasan dan medan pertempuran. Patut dicatat kerja sama baik dengan pimpinan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia, BPRI, yang dipimpin oleh Bung Tomo, yang dikenal di luar negeri sebagai Jenderal Radio. Pidato-pidatonya untuk membangkitkan semangat bertempur melawan Sekutu, ada kalanya menimbulkan ekses-ekses yang merugikan penggalangan front persatuan menghadapi sekutu dan memobilisasi potensi yang ada. Dalam menghadapi ekses-ekses yang merugikan ini, timbul persoalan: apakah masyarakat Tionghoa perlu memiliki barisan bersenjata? Saya tetap berpendirian untuk tidak membentuk barisan bersenjata Tionghoa, karena ini mempermudah penjajah Belanda untuk menjalankan siasat “adu domba”. Memang kebijakan Jepang yang memisahkan kelompok Tionghoa dan kelompok pribumi menimbulkan hal yang negatif. Adanya prasangka rasial menyebabkan persatuan dan kerja sama yang diinginkan dari kedua kelompok ini, sulit terjalin. Bila kedua belah pihak memegang senjata, lebih mudah terjadinya bentrokan bersenjata dalam keadaan kekuasaan tidak menentu. Di samping itu tidak sedikit orang tua Tionghoa yang masih berkeberatan bila anak-anaknya ikut aktif memegang senjata. Akhirnya usul saya untuk tidak membentuk barisan bersenjata diterima. Saya berhasil meyakinkan para pemuda Tionghoa untuk membantu berbagai barisan bersenjata yang sudah berdiri dalam menghalau serbuan musuh. Yang ingin terjun dalam pertempuran bersenjata, dihimbau untuk masuk ke dalam laskar-laskar bersenjata yang sudah terbentuk. Himbauan ini menyebabkan adanya beberapa pemuda Tionghoa yang terjun di medan pertempuran. Di antaranya Giam Hian Tjong dan Auwyang Tjoe Tek. Mereka masuk ke dalam Barisan Pemberontak yang dipimpin oleh Bung Tomo. Yang terakhir ini menurut keterangan adalah seorang ahli pembuat peluru, karena pengalaman yang diperolehnya di Tiongkok. Ia ini yang antara lain menyebabkan dalam gambar perjuangan bersenjata Indonesia

Page 105: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Jepang dan Awal Kemerdekaan

97

ada seorang memegang senjata dengan bendera Tjhin Thian Pek Djit (bendera Republik Tiongkok, Kuomintang ketika itu). Giam Hian Tjong ketika itu memperoleh tugas BPRI untuk menjadi penghubung dengan masyarakat Tionghoa. Di dalam Laskar Merah ikut seorang pemuda Tionghoa, yang dikenal sebagai pemain bola baik, yaitu The Djoe Eng. Di samping itu ada pula pemuda-pemuda Tionghoa yang bergabung dalam berbagai laskar bersenjata lainnya. Dalam kesatuan KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi) terdapat sejumlah pemuda peranakan Tionghoa. Ini dianggap lebih menguntungkan untuk mencegah timbulnya salah pengertian dan mencegah berhasilnya siasat “adu domba” musuh. Angkatan Muda Tionghoa juga berjasa dalam membantu banyak pemuda Tionghoa yang putus sekolah karena Perang Dunia II. Ia menyelenggarakan kursus-kursus kilat untuk para siswa tingkat MULO dan HBS, yang memungkinkannya meneruskan sekolah di zaman damai. Tenaga-tenaga ahli dimobilisasi untuk membantu ratusan siswa, sehingga mereka siap untuk melanjutkan pendidikan di sekolah-sekolah formil. Cukup banyak sarjana Tionghoa yang menghargai keberadaan sekolah Angkatan Muda Tionghoa ini di masa itu. Setelah memproklamasikan Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, tugas Rakyat Indonesia adalah menegakkan kemerdekaan. Kemerdekaan harus dipertahankan dan dikonsolidasi supaya Indonesia diakui dan diterima oleh para negara yang lebih telah merdeka. Pada waktu itu fasisme-militerisme baru saja berakhir. Timbullah keinginan untuk menjamin pelaksanaan “the four freedom” (4 kebebasan azasi manusia), sesuai dengan Atlantic Charter yang diumumkan Rossevelt dan Churchill:

Freedom of religion (bebas memeluk agama sesuai dengan 1. pilihan masing-masing);Freedom of speech (bebas menyatakan pendapat dan 2. pikiran);

Page 106: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

98

Freedom from want (bebas dari kemiskinan);3. Freedom from fear (bebas dari rasa takut macam apapun)4.

Akan tetapi menjamin perwujudan sebuah kekuasaan pemerintah yang dapat mewujudkan pelaksanaan hak-hak azasi manusia bukanlah hal mudah. Kabinet Presidentiil pertama di bawah Bung Karno dan Bung Hatta mengundang Panitia Persiapan Kemerdekaan yang terdiri dari 21 orang, ditambah 6 orang, diantaranya 3 tokoh yang di zaman Jepang bergerak di bawah tanah. Panitia inilah yang menyusun dan mengesahkan UUD Sementara yang kita kenal sebagai UUD 1945 itu. Setelah itu, dibentuklah Komite Nasional Pusat pertama, yang terdiri dari 125 orang. Komite yang terdiri dari tokoh-tokoh politik dan wakil-wakil golongan terkemuka, mengesahkan Bung Karno dan Bung Hatta sebagai Presiden dan wakil Presiden RI pertama. Disamping pembentukan Komite Nasional Pusat, yang kemudian lebih dikenal sebagai Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), juga dibentuk Kabinet pertama yang terdiri dari 12 kementerian. Juga dibentuk Komite Nasional daerah, Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan Partai Nasional Indonesia sebagai satu-satunya Partai Politik. Pada tanggal 31 Agustus 1945 diumumkan maklumat Pemerintah pertama yang mengumumkan penundaan pembentukan Partai Nasional Indonesia dan memerintahkan pengibaran bendera Merah-Putih di seluruh wilayah Republik Indonesia dengan menentukan “MERDEKA!” sebagai salam nasional. Pada tanggal 10 September 1945, Presiden Soekarno mengumumkan pengambil alihan kekuasaan dari tangan kekuasaan militer Jepang di wilayah Jawa, Sumatra dan Madura. Di luar wilayah itu, tentara Sekutu telah lebih dahulu mendarat dan mengambil alih kekuasaan militer Jepang. Pada tanggal 16 September 1945, setelah kapal “Cumberland” berlabuh dengan Laksamana W.R. Patterson, Panglima SEAC (South East Asian Command) Lord Louis Mountbatten dan CH. O. Van der Plas (wakil Lt. Gubernur Jendral H.J. van Mook) datang kembali

Page 107: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Jepang dan Awal Kemerdekaan

99

ke Indonesia, untuk memelihara keamanan “status quo”, dengan perlindungan militer Jepang. Ketika seorang petugas Belanda, Mr. Ploegman, memerintahkan pengibaran bendera Belanda di hotel Yamato (Hotel Oranye) di Surabaya, timbullah perselisihan berdarah pertama. Rakyat Surabaya yang merasa sudah berdaulat penuh, tidak sudi menerima kembalinya kekuasaan Belanda di Indonesia. Peristiwa ini menyebabkan Mr. Ploegman terbunuh. Pada tanggal 29 September Pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Letjen Sir Philip Christison dengan tiga divisi, tiba di Tanjung Periok, Jakarta. May.Jen Hawthorn memimpin divisi pertama untuk penguasaan Jakarta; May Jen Manserh memimpin divisi kedua untuk Surabaya dan May.Jen H Chambers untuk Sumatra. Tugas ketiga divisi ini adalah melindungi dan meng-evakuasi tawanan-tawanan perang dan tahanan sipil; melucuti tentara Jepang dan memulangkannya ke Jepang; menjaga keamanan dan ketertiban Sementara itu, pengambil alihan kekuasaan dari tangan Jepang diikuti oleh perlucutan senjata oleh berbagai barisan perjuangan. Penegakkan kemerdekaan bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan. Dalam masa kekuasaan Jepang, Rakyat hidup dalam keadaan serba kekurangan. Banyak penyakit diderita Rakyat. Kemiskinan meraja lela. Tidak sedikit yang berpakaian dengan kain bagor, karena tidak ada kain yang terbeli. Ini menyebabkan sulit menciptakan dan mempertahankan ketertiban. Timbulnya perampokan dan penjarahan yang dilakukan terhadap penduduk Tionghoa, seperti yang digambarkan sebelumnya, menyebabkan kekacauan yang tidak diinginkan para tokoh perjuangan. Di Medan, timbul perlawanan sengit dari penduduk Tionghoa, terutama para pemilik toko, yang diserang oleh Rakyat yang didukung oleh kekuatan bersenjata. Pertempuran salah alamat ini terjadi karena ada barisan Tionghoa yang terbentuk dalam melawan kekuasaan Jepang. Inilah bukti bahwa adanya barisan bersenjata Tionghoa bisa menimbulkan mala petaka yang

Page 108: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

100

lebih parah, apalagi kalau pimpinan barisan tersebut tidak matang dan tidak ber-kepala dingin. Pada tanggal 17 September 1945 Masyarakat Tionghoa di Medan mengeluarkan sebuah pernyataan yang ditandatangani oleh Perhimpunan Wartawan Tionghoa Sumatera, Lembaga Anti-fasis Sumatera, Badan Peneliti soal-soal Indonesia dan Perkumpulan Kehidupan Baru Sumatera (Perkumpulan Anti-Nippon Sumatera). Pernyataan itu menegaskan:

Tiongkok adalah sebuah negara yang mencintai 1. perdamaian dan tidak mempunyai maksud untuk menjajah Indonesia ataupun ikut campur mempengaruhi politik dalam negeri-nya.Pemerintah Tiongkok bersandar atas prinsip: setiap 2. bangsa berhak untuk menentukan nasib sendiri (Right of self determination) dan mendukung berdirinya RI .Perantau Tionghoa di Indonesia adalah tamu dan tidak 3. bermaksud melancarkan pertengkaran dengan bangsa Indonesia.Perantau Tionghoa mengharapkan dapat membantu 4. pembangunan Indonesia di lapangan ekonomi,Dalam perjuangan menegakkan kemerdekaan, kedua 5. belah pihak hendaknya saling bantu-membantu dan saling menghargai dengan kehidupan rukun yang damai.

Para pemimpin baru RI mengerti betapa pentingnya memberi kesan yang membangun tentang kemerdekaan Indonesia dan mengundang simpati negara-negara asing sehingga Belanda terpencil dalam usahanya membangun kembali kekuasaan di Indonesia. Mereka juga berupaya agar pimpinan Sekutu di Indonesia, Letjen Christison, diyakinkan bahwa RI adalah keinginan Rakyat RI. Usaha ini ternyata cukup berhasil dan menyebabkan Letjen Christison menyatakan: “The RI Government will not be expelled and will be expected to continue civil administration in the area outside those occupied by British forces.” (Pemerintah RI tidak akan diasingkan dan diharap menjalankan kekuasaan sipil diluar

Page 109: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Jepang dan Awal Kemerdekaan

101

wilayah yang dikuasai oleh tentara Inggris). Lebih jauh dinyatakan keinginan untuk mempertemukan wakil-wakil Belanda dengan tokoh pimpinan RI dalam pertemuan Meja-Bundar. Untuk menggambarkan pentingnya simpati dunia untuk penegakkan kemerdekaan RI, bisa dikemukakan beberapa hal sbb:

Pada tanggal 2 Oktober 1945, BBC London menyiarkan 1. bahwa jurubicara tentara sekutu di Jawa, Richard Strauss, telah menyanggah kebenaran keterangan Van der Plas. Ia menyatakan bahwa Republik Indonesia bukan buatan Jepang dan didirikan atas dasar prinsip Demokrasi, yang sesuai dengan azas Atlantic Charter Bahkan olehnya Bung Karno dinyatakan sebagai orang terhebat di Pulau Jawa.Nehru2. mengajukan protes keras kepada pemerintah Inggris, sehubungan dengan kenyataan bahwa pasukan Inggris yang didaratkan di pulau Jawa terdiri dari orang-orang India. Protes ini menyebabkan tidak sedikit tentara Inggris dari bangsa India menyeberang ke pihak Indonesia.Fanner Brockway, sekretaris politik Labour Party, 3. mendesak pemerintah Inggris, yang ketika itu dipimpin Labour Party, untuk menarik tentara Inggris dari Indonesia. Patut diketahui, Suripno, yang ketika itu Ketua Perhimpunan Indonesia di London, berperan dalam membangun opini dunia tentang kemerdekaan Indonesia. Buruh pelabuhan Sydney (Australia) tidak mau 4. memindahkan emas dari Bank of Sydney ke kapal Belanda “Japara”, karena emas itu dapat digunakan untuk menindas perjuangan kemerdekaan Indonesia. Selanjutnya Buruh Australia juga mengadakan aksi-aksi boikot kapal 5. Belanda. Di Australia dikumandangkan seruan: “Hands off Indonesia!”Pada tanggal 8 Oktober 1945, melalui RRI, Presiden 6. Soekarno mengundang 4 tokoh internasional untuk melakukan peninjauan ke Indonesia, Jawahral Nehru dari

Page 110: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

102

India, Madame Chiang Kai Shek dari Tiongkok, Carlos P. Romulo dari Filipina, dan Herbert Evatt dari Australia.

Banyaknya penduduk Hoakiao-perantau Tionghoa di Indonesia mendorong Presiden Soekarno meminta simpati dan bantuan Tiongkok. Ini ditunjukkan dengan telegram khusus darinya ke Generalissimo Chiang Kai Shek pada tanggal 10 Oktober 1945, sebagai ucapan selamat akan berdirinya Republik Tiongkok 34 tahun dengan ajakan untuk mempererat persahabatan kedua negara. Republik Indonesia berhasil merebut simpati dunia. Tekanan public opinion international, yang masih sangat dipengaruhi oleh Atlantic Charter dan Piagam Pembentukan PBB, menentang usaha Belanda memulihkan kekuasaan kolonial di Indonesia. Pihak pimpinan tentara Inggris yang bertugas di Indonesia terpaksa memberi tekanan pada Belanda untuk berunding. Setelah Van Mook diundang ke Singapore untuk berunding di Markas Besar SEAC (South East Asian Command), ia terpaksa menyatakan didepan pers-interview di Jakarta pada tanggal 15 Oktober 1945, bahwa pemerintah Belanda bersedia mengadakan perundingan dengan pemimpin Indonesia, termasuk Soekarno, jika pekerjaan tentara Inggris untuk melucuti tentara Jepang dan membebaskan semua tawanan perang telah diselesaikan. Belanda mundur selangkah. Tapi masih tetap saja berkepala batu dan tidak mau mengakui kenyataan kekuasaan Republik Indonesia. Pada tanggal 16 Oktober 1945, dikeluarkanlah Maklumat No.X Wakil Presiden, yang menentukan, bahwa Komite Nasional Pusat selain berfungsi sebagai badan penasehat, juga mempunyai hak legislatif. Pekerjaan sehari-hari Komite Nasional Pusat dilakukan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, yang bersama-sama Presiden menentukan Undang-undang. Pada tanggal 1 November 1945, diumumkan “Manifesto Politik” yang memperjelas Haluan Politik Pemerintah. Didalam Manifesto Politik ini tercantum sebuah janji yang berbunyi: “… di dalam negeri kita akan melaksanakan kedaulatan rakyat kita dengan

Page 111: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Jepang dan Awal Kemerdekaan

103

aturan kewargaan yang akan lekas membuat semua golongan Indo-Asia dan Eropa menjadi orang Indonesia sejati, menjadi patriot dan demokrat Indonesia”. Sebuah janji yang dengan jelas menyatakan bahwa RI akan menjadikan semua peranakan Asia, termasuk peranakan Tionghoa dan peranakan Eropa, warga negara dan patriot Indonesia, dalam waktu sesingkat mungkin. Karena memang demikianlah tekad para pejuang kemerdekaan pada waktu itu. Menggalang kesatuan berdasarkan garis Indiche Partij yang didirikan pada tahun 1912, di mana jelas dirumuskan apa yang dinamakan Warga Negara Indonesia, dan di mana jelas dinyatakan bahwa status hukum sebagai warga negara Indonesia tidak bersandar atas asal usul keturunan. Semua warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama. Pada tanggal 3 November 1945 diumumkan lagi sebuah Maklumat yang menganjurkan pendirian partai-partai politik, karena “dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam masyarakat”. Partai-partai politik itu diharap sudah disusun menjelang pemilihan umum, yang menurut rencana pemerintah akan diselenggarakan pada bulan Januari 1946. Sebagai pelaksanaan berbagai Maklumat tersebut, sistem pemerintahan diubah. Kabinet Presidensiel dirasakan kurang sesuai dan pada tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Sjahrir pertama. Kabinet ini bertanggungjawab pada Badan Pekerja sebagai parlemen sementara. Pada bulan yang sama mulai dibentuk partai-partai politik di Indonesia dan dimulai berlaku sistem multi-partai. Sementara itu, pertempuran-pertempuran menjadi lebih gencar. Orang-orang NICA (Nederlands Indies Civil Administration) ternyata mempunyai tugas lain. Mereka menyelusup ke barisan Sekutu yang tidak bertugas bertempur di Indonesia. NICA berusaha menimbulkan bentrokan bersenjata antara tentara Sekutu dengan para pemuda pejuang kemerdekaan. Bentrokan dianggapnya merugikan kekuatan Indonesia. Akan

Page 112: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

104

tetapi, Belanda salah hitung. Akibat kegiatan NICA ini, pihak Inggris menjadi kalap dan dalam pertempuran-pertempuran di Surabaya dan sekitarnya, dari 10 November 1945 sampai akhir November 1945 menurut United Press, telah terjadi penyembelihan terhadap Rakyat sampai 60.000 orang, termasuk 5.000 orang Tionghoa, yang dilakukan oleh tentara Inggris. Partisipasi pemuda Tionghoa dalam pertempuran ini sudah dituturkan sebelumnya. Akibat meluasnya daerah pertempuran, pemerintah RI memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Yogya dan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat yang semula pindah ke Purworejo kemudian juga pindah ke Yogya. Bung Karno dan Bung Hatta baru pada tanggal 4 Januari 1946 pindah ke Yogya. Kedudukan Menteri Keamanan Rakyat, yang memimpin Tentara Keamanan Rakyat (TKR), kemudian diganti namanya menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI), juga pindah ke Yogya dan diikuti berbagai departemen penting lainnya, termasuk Departemen Penerangan dan Pendidikan. Kantor Perdana Menteri dan Departemen Luar Negeri tetap berada di Jakarta. Sementara itu Pemerintah bekerja keras bersama Badan Pekerja Komite Nasional Pusat untuk melaksanakan janji pemerintah, yang dikemukakan dalam Amanat Politik Pemerintah, yaitu: “... akan melaksanakan kedaulatan Rakyat kita dengan aturan kewarga-negaraan yang akan lekas membuat semua golongan Indo-Asia dan Eropa menjadi orang Indonesia sejati, menjadi patriot dan demokrat Indonesia.” Sebagaimana dikatakan terdahulu, perhatian umum lebih banyak dicurahkan pada sikap golongan Tionghoa, yang merupakan golongan Indo-Asia terbesar di Indonesia. Perhatian itu juga bukan karena besar dalam jumlah, tetapi juga dalam rangka usaha menarik simpati Republik Tiongkok, yang setelah Perang Dunia-II menjadi “One of The Big Five” (Satu dari 5 besar) yang mempunyai hak veto di sidang Dewan Keamanan PBB. Pada waktu itu, umumnya orang Tionghoa totok masih merasa diri sebagai warga negara Tiongkok, seperti yang

Page 113: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Jepang dan Awal Kemerdekaan

105

ditunjukkan di dalam pernyataan sikap di Medan, yang disinggung sebelumnya. Inilah sebabnya mengapa di pertempuran di Surabaya dan sekitarnya pada bulan November 1945, terlihat pemuda-pemudi Tionghoa mendukung perjuangan melawan agresi Sekutu dan NICA dengan mengibarkan bendera Republik Tiongkok. Bagaimana sikap golongan peranakan Tionghoa? Pada umumnya mereka menerima dan mendukung berdirinya RI. Seperti dituturkan sebelumnya, Angkatan Muda Tionghoa didirikan di Malang untuk mendukung kemerdekaan. Mereka yang terlatih di dalam Kebotai mendirikan Palang Biru. Angkatan Muda dan Palang Biru turut berperan di dalam pertempuran-pertempuran di Surabaya pada bulan November 1945. Atas prakarsa saya, diadakan pula musyawarah di Selecta yang melahirkan Hua Chiao Tsing Nien Hui, di mana saya diangkat sebagai salah satu ketuanya. Musyawarah ini mendukung RI dan menyatakan sikap pemuda Tionghoa dalam menerima Indonesia sebagai tanah airnya. Sikap ini menyebabkan wakil kesatuan pemuda Tionghoa diundang sebagai tamu kehormatan dalam musyawarah Barisan Pemberontak Republik Indonesia di Nongkojajar yang dipimpin Bung Tomo.

TIONGHOA BERPERAN DALAM PEMBENTUKAN RI

Panitia Persiapan Kemerdekaan yang dibentuk oleh Tyoo Sangi Kai atas perintah pemerintah Jepang, semenjak terbentuknya, telah berusaha merumuskan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang hendak diproklamasikan kemerdekaannya. Sebagian pemimpin perjuangan kemerdekaan pada ketika itu masih sangat meragukan tentang cara memproklamasikan kemerdekaan, karena pada waktu Jepang menyelenggarakan konperensi Asia Timur Raya, tidak ada wakil Indonesia yang ikut diundang. Yang diundang oleh Jepang adalah wakil-wakil Tiongkok

Page 114: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

106

(Wang Ching Wei), Manchukuo (Henri Puyi), Birma, Muangthai dan Filipina. Tidak pernah dijelaskan, apakah sebab Indonesia tidak diundang dalam musyawarah ini. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa Indonesia menurut rencana Jepang tidak akan diberi kedudukan merdeka, dalam arti sejajar dengan negeri-negeri yang diundang itu. Walaupun ada keragu-raguan yang tercampur rasa curiga akan maksud sesungguhnya Jepang, merumuskan UUD untuk negara Indonesia merdeka, dirasakan berguna juga. UUD merupakan bentuk tertulis sebuah negara dan orang menilai sesuatu negara dari rumusan Undang-Undang Dasarnya. Persoalan-persoalan yang mau diatur dalam UUD itu ternyata tidak dibicarakan secara terbuka. Tokoh-tokoh perjuangan mengadakan konsultasi dalam ruangan-ruangan tertutup. Di antara anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan dari golongan peranakan Tionghoa, yang menggunakan kesempatan untuk berkonsultasi adalah Liem Koen Hian. Ia berulang kali datang di Surabaya dari Jakarta untuk mengadakan konsultasi yang dilakukan di rumah Dr. Tjoa Sik Ien, Undaan Wetan 50, Surabaya. Tan Ling Djie yang baru kembali dari Ambarawa, ikut dalam diskusi itu. Saya, dari Malang, diikut sertakan dalam diskusi-diskusi penting ini. Masyarakat peranakan Tionghoa umumnya menghendaki, supaya UUD itu mengandung ketentuan tegas, yang menjamin persamaan hak dan kewajiban untuk memperkokoh rasa senasib dan sepenanggungan jawab sebagai sesama putera Indonesia. Diskusi yang dilakukan sekitar bulan Mei 1945 ini membahas latar belakang kehadiran Bangsa Indonesia dan perjuangan kemerdekaan nasional. Rumusan keberadaan sebuah bangsa yang bersatu tanpa mengindahkan latar belakang asal keturunan dan prinsip bahwa semua yang berada di dalam kesatuan itu memiliki hak dan kewajiban yang sama, lahir pada tahun 1912 dengan berdirinya Indiche Partij, yang dipimipin oleh Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara.

Page 115: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Jepang dan Awal Kemerdekaan

107

Alasan-alasan untuk dihapuskannya diskriminasi rasial sudah cukup banyak dan cukup kuat. GERINDO-pun telah membantah pandangan bahwa orang dari berbagai macam ras tidak mungkin dipersatukan. Diskusi dengan Liem Koen Hian mempertegas perlunya diciptakan Undang-Undang yang melarang praktek-praktek diskriminasi rasial dan adanya ketentuan hukum yang menjamin adanya persamaan hak dan kewajiban. Bilamana UU itu berhasil dikeluarkan, mekanisme apa yang harus disiapkan untuk mencegah terjadinya penyelewengan? Masalah ini mengandung banyak segi dan pada umumnya banyak tergantung pada sistem pembangunan masyarakat Indonesia nanti. Pada ketika itu masih segarlah ingatan orang tentang kebuasan Hitler terhadap golongan Yahudi di Jerman. Isteri Dr. Tjoa, seorang Yahudi Jerman, mengalami sendiri kebuasan Hitler, yang telah menyebabkannya mengungsi ke Nederland. Pengalaman Yahudi perlu dipelajari untuk mencegah terulangnya nasib serupa untuk golongan peranakan, terutama peranakan Tionghoa Indonesia. Memang, tidak bisa main mengadakan persamaan, karena antara kedudukan Yahudi di Jerman khususnya dengan golongan peranakan Tionghoa di Indonesia terdapat banyak hal berlainan. Peranakan Tionghoa di Indonesia berasal dari anak-anak kuli kontrak zaman kolonial Belanda. Sebagian lagi berasal dari orang-orang pelarian politik dari Tiongkok sebagai akibat pergantian dinasti, terutama dari dinasti Ming ke dinasti Tsing (Manchu). Pelarian-pelarian politik memang membawa modal bekerja. Baik sebagai kuli kontrak maupun sebagai pengusaha mereka telah berjasa dalam mengembangkan perekonomian Indonesia. Di samping itu orang Yahudi di dunia ketika itu belum berhasil membentuk negara Israel dan jumlahnya tidak sebesar jumlah orang Tionghoa di dunia. Orang Tionghoa dapat menyebutkan Tiongkok sebagai negara asal leluhurnya dengan Rakyat yang sangat besar jumlahnya.

Page 116: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

108

Industri Indonesia belum mencapai tingkat sehebat kemajuan industri Jerman, yang menjadi landasan Hitler untuk membangun kekuasaan Nazi-nya dengan dalih Nationalis Sosialisme. Kemajuan hebat di bidang industri Jerman telah menimbulkan pikiran-pikiran takabur dan serakah, juga menimbulkan nafsu dan pikiran “ras” Aria adalah “ras” unggul, jadi perlu dimurnikan dengan membasmi peranakan Yahudi. Ini dilakukan dengan penekanan Nasionalisme. Oleh karena itu Liem Koen Hian didorong untuk mencanangkan kemungkinan nasionalisme berkembang menjadi chauvinisme yang berbahaya. Untuk mencegahnya, para peserta diskusi itu bersepakat, bahwa demokrasi Rakyat yang menjamin pemerintahan berdasarkan prinsip dari Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat harus dijunjung tinggi. Yang harus dicapai adalah demokrasi materiil – yaitu demokrasi yang menjamin kepentingan dan perbaikan nasib Rakyat terbanyak, bukan demokrasi formal, yang mengutamakan sistem pemungutan suara dengan ketentuan jumlah separoh tambah satu adalah yang benar. Ditekankan pula bahwa Undang-Undang Dasar RI yang akan dirumuskan itu hendaknya tegas menjamin kepentingan Rakyat terbanyak. Rakyat Indonesia yang memegang kedaulatan penuh di tangannya dan kepentingan Rakyat terbanyak dijamin secara tegas. Diskusi intensif ini juga membicarakan perlu atau tidaknya PTI didirikan kembali. Keputusannya: PTI tidak akan didirikan lagi. Di zaman penjajahan Belanda PTI telah dibentuk, karena ketentuan penjajah mengenai pembagian penduduk atas dasar rasial. Bilamana UUD RI tidak mengenal lagi pembagian semacam itu maka dasar sosial pembentukan sebuah partai politik atas dasar rasial tidak ada lagi. Dengan hapusnya pengotakan golongan atas dasar perbedaan rasial itu, timbul juga masalah kebudayaan. Adakah kebudayaan khas untuk peranakan Tionghoa di Indonesia? Paling pertama ditinjau adalah masalah bahasa Tionghoa-Melayu. Tidak bisa disangkal bahwa bahasa Tionghoa-Melayu sebagai bahasa pengantar dan digunakan oleh harian-harian “Sin Po”. “Mata Hari”

Page 117: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Jepang dan Awal Kemerdekaan

109

dan “Sin Tit Po” adalah berlainan dari pada bahasa Melayu kantor pajak. Apakah bahasa Tionghoa-Melayu itu perlu dipertahankan sebagai ciri khas kebudayaan peranakan Tionghoa? Demikian juga cara berpakaian peranakan Tionghoa terutama kaum wanitanya, serta gelung rambutnya, yang berlainan dari pada cara wanita golongan “pribumi”. Juga sarung yang banyak digunakan wanita peranakan Tionghoa di pulau Jawa mempunyai design berlainan. Semua ini dapat dikatakan ciri khas kebudayaan. Hasil diskusi itu yalah mempertegas bahwa tidak ada perlunya untuk mempertahankan sesuatu yang tidak perlu dipertahankan dalam perkembangan masyarakat Indonesia. Mempertahankan hal-hal khusus yang berlebih-lebihan akan membuang banyak energi dan merugikan proses integrasi wajar, proses mempersatukan diri dengan Rakyat terbanyak Indonesia. Bahasa Tionghoa-Melayu pasti memberi banyak sumbangsih dalam proses perkembangan bahasa pemersatu Indonesia. Bahasa pemersatu Indonesia perlu dibantu perkembangannya. Harian-harian yang diterbitkan oleh pengusaha-pengusaha peranakan Tionghoa kelak pasti akan memperoleh pasaran lebih luas dengan menggunakan bahasa Indonesia sebaik mungkin untuk membantu mempercepat perkembangannya sebagai bahasa pemersatu. Mengenai pakaian wanita peranakan Tionghoa, diperkirakan akan ada perubahan yang mengikuti perkembangan zaman. Tidak perlu dipaksa harus dipertahankan. Yang penting, tidak ada pula pemaksaan untuk mengubahnya, bilamana wanita Tionghoa masih ingin mempertahankan ke-khasan mereka dalam cara berpakaian. Diskusi panjang lebar itu membuahkan berbagai kesimpulan, yang menjadi dasar pidato Liem Koen Hian dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan. Dan yang lebih penting lagi, kesimpulan ini menjadi dasar perjuangan politik saya di dalam zaman kemerdekaan:

Nasionalisme tidak boleh meluncur menjadi chauvinisme. 1. Hanya ada satu macam warga-negara dengan hak dan 2. kewajiban sama.Memperjuangkan sistem pemerintahan dari Rakyat, oleh 3. Rakyat dan untuk Rakyat.

Page 118: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

110

Mewujudkan demokrasi materiil, bukannya demokrasi formil, 4. sehingga kepentingan Rakyat terbanyak selalu didahulukan. UUD harus tegas dalam ketentuan-ketentuan yang menjamin 5. didahulukannya kepentingan Rakyat terbanyak dari pada kepentingan golongan yang manapun.

Ternyata sambutan Bung Karno di dalam pidatonya yang sekarang dikenal sebagai “Lahirnya Panca Sila” pada tanggal 1 Juni 1945 mengikutsertakan beberapa butir pemikiran yang didiskusikan. Antara lain penegasannya tentang nasionalisme yang bersih dari unsur chauvinisme dan Nasionalisme Indonesia bersandar atas pri-kemanusiaan. Juga dipertegas juga bahwa nasionalisme Indonesia menolak pikiran kosmopolitanisme, yang menghendaki dihapusnya kewarga-negaraan satu negara diganti dengan kewarga-negaraan dunia. Penjelasan Bung Karno memang memuaskan, karena Nasionalisme yang bersandar atas pri-kemanusiaan dengan sendirinya tidak memungkinkan adanya diskriminasi rasial. Rasisme bertentangan dengan pri-kemanusiaan. Kemanusiaan yang adil dan beradab tidak memungkinkan praktek meng-anak-emaskan atau meng-anak-tiri-kan sebuah golongan atas dasar ras. Rumusan Pancasila dan ketentuan UUD 45 menunjukkan bahwa kelompok Tionghoa yang berada di dalam diskusi di Surabaya ini memiliki jalan pikiran yang sama dengan para pejuang kemerdekaan. Jiwa proklamasi 45 memang demikian, pro-Rakyat, pro-Demokrasi untuk kepentingan Rakyat dan adanya satu warga negara dengan hak dan kewajiban yang sama. Ini nampak dari beberapa pasal Dikutip di bawah: Pasal 1 ayat 2: Kedaulatan adalah di tangan Rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pasal 27 ayat 1: Segala warga-negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal 27 ayat 2: Tiap-tiap warga-negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak untuk kemanusiaan.

Page 119: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Jepang dan Awal Kemerdekaan

111

Pasal 31 ayat 1: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar azas kekeluargaan. Pasal 33 ayat 2: Cabang-cabang produksi yang penting untuk negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Pasal 33 ayat 3: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasal 34: Fakir-miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara. Jiwa perjuangan bisa tercantum di dalam UUD karena Panitia Persiapan Kemerdekaan terdiri dari para pejuang kemerdekaan nasional. Idealisme masih tinggi untuk memerdekakan Rakyat dari belenggu penjajahan dan menaruh kepentingan Rakyat di atas semua golongan. Peribahasa Belanda menyatakan: “Papier is geduldig”, artinya secara bebas: apa yang ditulis di atas kertas, belum tentu terjamin pelaksanaanya. Ya, memang demikianlah! Pelaksanaan ketentuan UUD secara murni memang sangat tergantung dari pada orang-orang yang ditugaskan untuk melaksanakannya dan juga tergantung dari kesadaran Rakyat yang kokoh untuk mencegah terjadinya penyelewengan. Inilah yang kemudian dialami oleh Rakyat Indonesia dalam zaman kemerdekaan – setelah lebih dari 30 tahun. Mengenai persoalan: Siapa dinyatakan warga-negara RI nanti, diperoleh kenyataan bahwa Pasal 26 ayat 1 menentukan: “Yang menjadi warga-negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disyahkan dengan undang-undang sebagai warga-negara”. Jadi memerlukan permusyawaratan lain untuk menentukan siapa yang dinyatakan warga negara Indonesia. Jadi masalah itu digantungkan pada perkembangan politik, yang akan menentukan imbangan kekuatan dalam pembentuk undang-undang. Panitia Persiapan Kemerdekaan itu sendiri ternyata hanya bersidang dua kali saja, yaitu sidang pertama terjadi dari tanggal

Page 120: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

112

26 Mei hingga 2 Juni 1945 dan sidang kedua terjadi pada bulan Juli tahun itu. Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang telah menyerah tanpa syarat dan pada tanggal 17 Agustus 1945 atas desakan para pemuda Indonesia telah diproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tanggal 18 Agustus Panitia Persiapan Kemerdekaan bersidang kembali dengan diperluas oleh wakil-wakil Sulawesi, Bali dan Maluku. Di dalam sidang ini disyahkan UUD sesuai dengan naskah hasil Panitia Persiapan Kemerdekaan, dengan sebuah perubahan. Yang diubah adalah Mukadimah UUD, yang tadinya menitik beratkan pemeluk agama Islam menjalankan hukum Syariah. Adanya keputusan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) berfungsi sebagai lembaga legislatif, menyebabkan ia giat merumuskan berbagai undang-undang sebagai pelaksanaan UUD. Kabinet Sjahrir pertama telah dibentuk dan BP KNIP bersama dengan pemerintah mulai merumuskan undang-undang. Salah satu undang-undang pertama hasil kerja sama kabinet dengan BP KNIP adalah undang-undang kewarga-negaraan dan penduduk RI. Persoalan-persoalan penting mengenai kewarga-negaraan yang menimbulkan perdebatan dalam Badan Pekerja adalah:

Stelsel pasif1. atau aktif. Menjamin pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri.2. Usia dewasa 21 tahun. 3.

Mengenai stelsel aktif atau pasif menimbulkan pembicaraan agak lama karena terdapat dua aliran. Kedua aliran itu bersama-sama hendak melaksanakan demokrasi. Yang mempertahankan stelsel aktif adalah Lukman Hakim, yang mewakili PNI. Ia berpendapat bahwa stelsel aktif lebih demokratis, karena menjamin pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri. Aliran kedua, yang menghendaki stelsel pasif diwakili oleh Tan Ling Djie, yang ketika itu menjadi sekretaris jenderal Partai Sosialis, partai Sutan Sjahrir, yang menjadi Perdana Menteri dari Amir Syarifudin, yang menjadi menteri pertahanan. Aliran ini menolak stelsel aktif, dan menghendaki stelsel pasif. Stelsel aktif dapat memperbanyak jumlah orang asing di

Page 121: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Jepang dan Awal Kemerdekaan

113

negeri kita, sedangkan untuk kepentingan national security jumlah orang asing perlu diusahakan menjadi sekecil mungkin. Mengapa Stelsel aktif itu memperbanyak jumlah orang asing? Sebabnya yalah selama orang keturunan asing itu belum menyatakan memilih, belum melakukan optie menentukan kewarga-negaraan Indonesia, statusnya adalah asing. Sifat manusia pada umumnya tidak suka repot mengumpulkan berbagai surat atau dokumentasi yang diperlukan untuk mengajukan optie di pengadilan. Di tambah kenyataan Indonesia adalah negara kepulauan. Logistik untuk pergi ke pengadilan sulit. Dengan demikian pelaksanaan Stelsel aktif akan menjadikan banyak orang menjadi asing, bukan karena tidak mau menjadi warga negara Indonesia, tetapi karena kesulitan teknis dan biaya. Lain segi negatif dari stelsel aktif itu yalah: pemilihan kewarganegaraan dilakukan pada waktu yang berbeda-beda, sehingga bisa menimbulkan perasaan tidak sama. Ada warga negara baru dan warga negara lama. Dengan stelsel pasif, semua orang yang dilahirkan di Indonesia dinyatakan sebagai warga-negara pada saat undang-undang diundangkan. Jadi menjadi warga-negara pada waktu bersamaan. Tentu saja timbul persoalan. Bagaimana bisa menjamin pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri dengan stelsel pasif? Untuk menjamin hal ini diadakan ketentuan hak repudiasi, hak menolak untuk mereka yang tidak mau dinyatakan sebagai warga-negara Indonesia. Dengan demikian UU itu lebih demokratis dari ketentuan Undang-Undang Kaula Belanda tahun 1910, yang tidak mengenal hak repudiasi. Kesempatan berpikir disetujui satu tahun, yaitu dari 10 April 1946, tanggal diundangkannya UU itu, hingga 10 April 1947. jadi selama belum menolak, orang keturunan asing yang lahir di Indonesia adalah warga-negara Indonesia dan untuk mencegah a-patriatie (status tanpa warga-negara = stateless) maka untuk menolak kewarga-negaraan RI harus membuktikan bahwa ketika menolak kewarga-negaraan RI harus ia memiliki kewarganegaraan asing.

Page 122: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

114

Waktu berlangsungnya hak repudiasi itu kemudian diperpanjang 2 x 2 tahun untuk menjamin kesempatan berpikir cukup lama dan melenyapkan kesan salah dari pihak pemerintah Tiongkok (Kuomintang ketika itu, yang mencela stelsel pasif kurang demokratis). Stelsel Pasif juga menyebabkan semua orang yang lahir di Indonesia Warga Negara Indonesia pada waktu bersamaan. Jadi tidak ada pengertian “asli” atau “tidak asli”. Dengan demikian pokok pemikiran yang terkandung di dalam UU kewarganegaraan itu seirama dengan apa yang diperjuangkan oleh PTI dan para pengikutnya, termasuk saya. Akan tetapi adanya undang-undang baik, tidak menjamin adanya pelaksanaan yang baik pula. Perjalanan politik yang saya tempuh untuk menjamin pelaksanaan UU ini ternyata berlika liku, karena perkembangan politik dan karena adanya penyelewengan dari jiwa proklamasi 45. Undang-undang kewarga-negaraan Indonesia itu telah disambut dengan hangat oleh Angkatan Muda Tionghoa di Malang. Dilakukanlah penjelasan-penjelasan di Jawa Timur. Kebetulan di Malang ketika itu sedang beristirahat Mr. Tan Po Goan. Ia ikut dimobilisasi untuk memberi penjelasan-penjelasan tentang Undang-Undang No. 3 tahun 1946 itu. Rapat-rapat penerangan tentang UU No. 3/1946 di seluruh Jawa Timur ternyata memberi kesan-kesan sebagai berikut:

Pendudukan militer Jepang memang mempertajam pemisahan 1. golongan-golongan penduduk dan di kalangan peranakan Tionghoa timbul rasa “kebanggaan” Tionghoa secara berlebih-lebihan. Lebih aneh rasanya, bila diperoleh kenyataan bahwa mereka yang “bangga” secara berlebih-lebihan, karena termasuk golongan peranakan Tionghoa, justru adalah mereka yang raut mukanya tidak mengandung lagi ciri-ciri etnis Tionghoa sama sekali. Umumnya mereka juga tidak dapat berbahasa Tionghoa, baik Kuo Yu maupun salah satu dialek propinsi Tiongkok. Alasan terutama mereka demikian itu yalah karena Tiongkok setelah Perang Dunia II, termasuk “one of the big five” di

Page 123: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Jepang dan Awal Kemerdekaan

115

dunia. Mereka itu berpendirian: Sungguh tolol untuk menukar kewarga-negaraan negeri, yang diakui sebagai “one of the big five” dengan kewarga-negaraan satu negeri yang belum ada yang mengakuinya. Ketika ditegaskan bahwa sikap demikian itu tidak tepat dan juga tidak sesuai dengan ajaran Dr. Sun Yat Sen yang mencela pandangan-pandangan chauvinistis, di antara mereka ada yang marah dan ada yang menyiapkan telor busuk untuk dilemparkan kepada para pembicara dalam rapat-rapat penerangan itu. Pasal 6 ayat 1 UUD 1945 yang menentukan bahwa Presiden 2. yalah orang Indonesia “asli”, ternyata menimbulkan rasa khawatir akan berkembangnya diskriminasi rasial. Berdasarkan ketentuan itu orang Indonesia yang dikatakan tidak asli tidak bisa menjadi Presiden. Memang ketentuan itu dirasakan tidak bijaksana. Tetapi ia lahir karena para perumus UUD ketika itu dihinggapi oleh rasa takut akan adanya kemungkinan Jepang mengangkat seorang Jepang sebagai presiden. Di dalam masyarakat ketika itu timbul juga istilah warga-negara 3. Indonesia “baru”. Bila ada warga-negara “baru” tentunya ada warga-negara “lama”. Yang “lama” tidak pernah ada, jadi demikian juga tidak beralasan untuk mengatakan ada yang “baru”. Lagi pula semua menjadi warga-negara pada saat bersamaan, yaitu dengan diundangkannya UU No. 3/1946. Persoalan lain yang timbul dalam rapat-rapat penerangan itu 4. adalah masalah “kawin campuran”. Apakah akan ada “paksaan”? Dijelaskan bahwa menentukan jodoh adalah persoalan pribadi seseorang. Negara tidak dapat memaksa orang memilih kawan hidupnya.Persoalan hak milik tanah juga timbul dalam rapat-rapat 5. penerangan itu. Masih banyak yang meragukan bahwa dengan adanya satu macam kewarga-negaraan nanti akan terhapus juga ketentuan keturunan asing tidak dapat memiliki hak milik atas tanah yang digarap. Memang menurut ketentuan warisan kolonial di pulau Jawa peranakan Tionghoa tidak

Page 124: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

116

dapat mempunyai hak milik atas tanah, walaupun hidupnya tergantung dari hasil mengusahakan tanah. Ketentuan kolonial ini tentu diubah dan tentu akan diganti untuk menjamin mereka yang hidupnya tergantung dari hasil mengusahakan tanah dapat memiliki tanah garapannya.

Rapat-rapat penerangan itu menyimpulkan bahwa dalam masyarakat Tionghoa masih terdapat banyak hal yang mendorongnya untuk tidak mendukung negara yang baru diproklamasikan kemerdekaannya. Di samping itu, ekses-ekses revolusi yang mengarah serangan ke masyarakat Tionghoa menyebabkan dukungan darinya semakin berkurang. Perkembangan yang dituturkan di atas mendorong Partai Sosialis untuk mengangkat seorang menteri negara dengan tugas khusus: penyelesaian masalah minoritas, sehingga proses integrasi dapat diperlancar. Di dalam Kabinet Sjahrir ke tiga, diangkatlah Tan Po Goan sebagai menteri negara urusan minoritas, Sekembalinya dari Malang.

Page 125: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

117

BAB III PENGKONSOLIDASIAN RI

DOMINASI POLITIK PARTAI SOSIALIS

Proklamasi Kemerdekaan tidak segera mengubah masyarakat warisan kolonial menjadi masyarakat yang dicita-citakan. Kemerdekaan politik, menurut Bung Karno adalah jembatan emas untuk memasuki masyarakat yang dikehendaki. Masyarakat yang dikehendaki sesuai dengan cita-cita Kemerdekaan harus dibina. Persatuan Rakyat Indonesia masih perlu diperkokoh untuk itu. Segala potensi perlu dikerahkan. Akan tetapi karena tindakan memproklamasikan kemerdekaan itu bertentangan dengan kehendak pihak Sekutu, maka timbul upaya penyelesaian yang bersifat jangka panjang. Kepentingan Uni Soviet bertentangan dengan Inggris-Amerika. Adanya pertentangan ini ternyata menguntungkan Indonesia dalam upaya mengkonsolidasi kemerdekaannya. USA tidak mau terdahului oleh Uni Soviet yang telah mendominasi Eropa Timur. Mereka lalu segera menyerbu Jepang dan daratan Tiongkok, sedangkan Inggris mementingkan pemulihan kekuasaan di wilayah-wilayah jajahannya. Akibatnya pihak Sekutu tidak bisa menyediakan pasukan untuk membebaskan Indonesia dari pendudukan militer Jepang. Inilah yang mendorong Sekutu menuntut Jepang untuk menjamin keamanan di wilayah Indonesia ketika ia menyerah tanpa syarat. Ini memberi kesempatan kepada Bung Karno dan Bung Hatta untuk mengkonsolidasi Kemerdekaan. PETA dijadikan BKR (Badan Keamanan Rakyat) yang dengan bantuan pemuda Indonesia menyerbu perlengkapan militer Jepang untuk memperkuat perlengkapan senjata BKR. Komite Nasional Indonesia Pusat disusun dengan Badan Pekerjanya dan di daerah-daerah dibentuk Komite Nasional Daerah. Alat-alat pemerintahan seperti Pamong Praja dan polisi diambil alih dari tangan kekuasaan Jepang. Untuk merombak alat-alat negara buatan Jepang dan

Page 126: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

118

penjajahan Belanda, diperlukan dukungan partai politik yang berakar dalam massa Rakyat. Agitasi Belanda yang hendak memulihkan kekuasaan di Indonesia dan yang menyatakan, bahwa RI adalah buatan Jepang menyebabkan rencana untuk mendirikan satu partai politik saja dibatalkan. Dianggap perlu untuk mengubah sistem Kabinet presidensiel menjadi Kabinet bertanggung-jawab pada parlemen, yaitu dengan dikeluarkannya Maklumat Presiden No. X tahun 1945, seperti dituturkan di sebelumnya. Partai-partai politik lalu bermunculan seperti jamur di musim hujan dan Rakyat Indonesia lalu menghadapi Kabinet yang satu diganti Kabinet yang lain secara cepat sekali. Penyerbuan gudang-gudang senjata Jepang ternyata menimbulkan juga lahirnya banyak badan-badan perjuangan pemuda bersenjata. Partai-partai politik yang saling berbeda pendapat lalu mencari dukungan badan perjuangan yang bersenjata, sehingga tidak jarang terjadi saling culik-menculik. Persoalan pokok yang memperuncing pertentangan antara partai-partai dan badan perjuangan bersenjata adalah: Apa dasar perundingan dengan pihak Belanda atau Sekutu? Bertempur terus, tidak perlu berunding! Atau: Tidak perlu bertempur, mencari penyelesaian dengan berunding! Atau: Ya bertempur, tetapi ya berunding! Tan Malaka, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia pada tahun 20-an dan kemudian dikeluarkan dari Komintern (Komunis Internasional) di Moskow, ternyata bisa menyelundup masuk ke Indonesia di zaman pendudukan militer Jepang dan bekerja sebagai buruh pertambangan emas di Cikotok (Banten). Setelah proklamasi kemerdekaan ia menyusun kekuatan politik, yang akhirnya berhasil membentuk sebuah wadah yang dinamakan Persatuan Perjuangan. Di dalam Persatuan Perjuangan ini bersatulah PNI, Masyumi, BPRI dan Badan-Badan perjuangan bersenjata lainnya. Persatuan Perjuangan berpendapat: Hanya berunding kalau ada pengakuan kedaulatan atas Indonesia berada di tangan Rakyat Indonesia. Pemerintah RI dipimpin oleh Sutan Syahrir dengan dukungan Partai Sosialis, yang berhasil membentuk Sayap Kiri, terdiri dari

Page 127: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

119

Partai Sosialis, PBI, PKI, SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), BTI (Barisan Tani Indonesia) dan PESINDO (Pemuda Sosialis Indonesia), berpendirian: Bila mereka mau berunding berarti mereka telah mengakui adanya RI, jadi tidak perlu menuntut pengakuan kedaulatan terlebih dahulu. Perbedaan garis ini ternyata menyebabkan terjadinya penculikan atas diri Sutan Syahrir. Amir Syarifuddin tidak berhasil diculik. Presiden Soekarno hendak dipaksa oleh sebuah delegasi yang terdiri dari Moh. Yamin, Jenderal Soedarsono dan kawan-kawan, untuk menandatangani penghentian Kabinet Syahrir dan membentuk Kabinet baru dengan orang-orang Persatuan Perjuangan. Peristiwa ini dikenal sebagai Peristiwa 3 Juli 1946. Kekuatan Persatuan Perjuangan berhasil dipatahkan dan para tokohnya ditangkap. Di dalam pemeriksaan di depan Mahkamah Agung di Yogya, para terdakwa menerangkan bahwa mereka memang mengajukan pada Presiden Soekarno empat macam Maklumat yang disusun di Wiyoro, tempat bekas Overste Soeharto (kemudian menjadi Kepala Negara) dalam rangka melaksanakan perintah jenderal Soedirman, Panglima Besar ketika itu. Empat macam Maklumat yang disusun di Wiroyo itu adalah:

Menghentikan Syahrir1. sebagai perdana menteri dan Amir Syarifuddin sebagai menteri pertahanan. Menyerahkan seluruh keamanan dan pertahanan Negara 2. pada Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Berarti Menteri Pertahanan tidak mencampuri urusan pertahanan Negara. Membentuk Dewan Politik yang menentukan kebijakan 3. politik. Membentuk Kabinet baru yang menurut rencana dipimpin 4. Tan Malaka.

Jenderal Soedirman sendiri membantah ada sangkut paut dengan rencana mereka. Pada ketika itu seorang Panglima Besar dipilih secara demokratis yaitu di antara panglima-panglima daerah

Page 128: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

120

dan panglima-panglima angkatan. Dalam peristiwa ini semua terdakwa dijatuhi hukuman penjara. Tidak seorang pun dihukum mati, maupun dihukum seumur hidup. Juga tidak dilakukan pengejaran dan penangkapan massal terhadap mereka yang tergabung dalam kelompok Persatuan Perjuangan. Setelah Syahrir diketemukan kembali, Komite Nasional Pusat segera bersidang di Solo untuk mendengarkan pertanggung-jawaban Syahrir dan Amir. Sidang ini dianggap sidang yang menyeramkan. Banyak pemuda datang dari medan pertempuran untuk hadir sebagai anggota. Tokoh-tokoh seperti B.M. Diah dan Chaerul Saleh datang ke Sidang memakai “kaplaars” a la perwira Jepang, ada pula yang masuk ke ruang sidang dengan membawa pedang samurai. Chaerul Saleh dalam pidatonya mengucapkan ancaman bahwa ia tidak segan menembak dengan senjata api. Oleh karena itu, semua anggota, pada waktu menanda-tangani daftar hadir, diwajibkan menitipkan senjata api, pedang samurai dan lain-lain bentuk senjata di depan ruangan sidang. Senjata yang dititipkan ternyata cukup banyak. Jenisnya juga beraneka macam. Maklumlah banyak anggota KNIP ikut berbagai badan perjuangan bersenjata. Dalam sidang itu hadir Bung Karno, yang diapit oleh Bung Hatta di sebelah kanan dan Panglima Besar Soedirman di sebelah kirinya. Pada ketika itu pembagian anggota-anggota KNIP dalam fraksi-fraksi partainya belum berlangsung dengan tertib. Tempat penginapan para anggota juga tidak diatur menurut fraksi partainya, sehingga Rois Aam NU, kyai Wahab Chasbullah dan saya bisa ditempatkan dalam satu kamar dengan satu tempat tidur besar dalam Hotel Trio, Solo. Sidang KNIP di Solo itu ternyata meresmikan kebijakan yang ditempuh oleh Syahrir dan Amir Syarifuddin dalam berunding. Ketika Syahrir menyusun Kabinet baru lagi, di dalam Kabinet itu diajak serta orang-orang Masyumi seperti Moh. Natsir dan Moh. Roem, orang-orang PNI seperti Mr. Ali Sastroamidjojo dan Mr.

Page 129: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

121

Suwandi. Kabinet baru Syahrir ini siap berunding dengan Belanda di Linggarjati. Sementara itu penjajah Belanda berusaha memperkuat kedudukannya. NICA yang dipimpin oleh Dr. H.J. Van Mook sebagai Lt. Gouverneur Generaal telah berusaha memecah-belah kekuatan Rakyat Indonesia, yaitu dengan membentuk “negara-negara” kecil seperti Negara Indonesia Timur, Negara Sumatera Selatan, Negara Sumatera Utara dan lain-lain, sebagai kelanjutan konperensi yang diselenggarakan di Den Pasar dan Malino (Sulawesi Selatan). Golongan peranakan didorong untuk mendukung politik Belanda guna memulihkan kekuasaan penjajah Belanda, yaitu dengan mengadakan konperensi Pangkal Pinang. Van Mook berpendapat sebagai negara yang mengandung banyak macam suku, bentuk unitaristis, kesatuan, tidaklah bijaksana. Bentuk federasi dianggap lebih demokratis. Konperensi Pangkal Pinang diselenggarakan untuk membahas jaminan apa yang diperlukan dan bagaimana jaminan ini, dalam bentuk negara federasi diadakan. Yang hadir adalah wakil-wakil golongan peranakan Indo Belanda, Indo Tionghoa dan Indo Arab. Golongan Indo Belanda menuntut supaya Irian Barat dijadikan wilayah khusus untuk menampung orang-orang Indo Belanda yang tidak sanggup hidup sebagai “minority” di negara-negara kecil yang akan dibentuk. Tuntutan pihak Indo Belanda ini patut diperhatikan karena mereka telah membayangkan tidak akan sanggup hidup sebagai “minority” dan menghendaki wilayah penampungan tersendiri di satu wilayah besar, kaya dengan bahan pertambangan dan penduduknya sedikit. Republik Indonesia tidak berpeluk tangan. Sebagai imbangan di Yogya diselenggarakan musyawarah Chung Hua Tsung Hui seluruh Indonesia. Konperensi itu diselenggarakan oleh CHTH Yogya, walaupun kehendak mengadakannya datang dari pemerintah RI. Acara rapat ditentukan oleh CHTH sendiri. Panitia penyelenggara dipimpin oleh Ong Siang Tjoen, pengusaha rokok kretek di Solo, yang kebetulan menjadi ketua CHTH Yogya. Konperensi ini bukanlah konperensi “minority” dalam bentuk

Page 130: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

122

rencana Pangkal Pinang, melainkan usaha menciptakan koordinasi antara CHTH-CHTH seluruh Indonesia. Karena bentuk demikian organisasi SOS (Servants of Society) Surabaya yang dipimpin oleh Dr. Tjoa Sik Ien, tidak bersedia mengirim utusan ke Yogya. Berkat aksi-aksi yang dilakukan oleh SOS di Surabaya, peranakan Tionghoa di Surabaya juga telah menolak mengirimkan utusan ke konperensi Pangkal Pinang yang dipelopori Van Mook. Golongan peranakan Tionghoa di Jakarta ternyata mengirimkan utusan-utusan ke kedua konperensi. Ke Pangkal Pinang telah dikirim Thio Thiam Tjong, yang telah diangkat menjadi penasehat Lt. G.G. Van Mook, sedang yang ke Yogya dikirim tokoh-tokoh, yang dikenal sebagai sahabat dalam perjuangan Kemerdekaan, Dr. Kwa Tjoan Sioei dan Ang Yan Goan (Direktur “Sin Po”). Lain kekhususan dari konperensi CHTH itu adalah bahwa sebagai acara penutup, Tan Ling Djie sebagai sekretaris jenderal Partai Sosialis diminta untuk memberi ceramah dengan tanya-jawab tentang sosialisme ilmiah. Konperensi Yogya dapat dikatakan behasil. Terbentuklah federasi Chung Hua Tsung Hui seluruh Indonesia. Sebagai ketua federasi dipilih Ong Siang Tjoen. Patut juga dicatat bahwa Chung Hua Tsung Hui tidak mengadakan garis pemisah antara peranakan Tionghoa, yang berstatus warga-negara RI berdasarkan UU No.3-1946 dan orang Tionghoa asing, karena tidak dilahirkan di Indonesia dan belum mengajukan permohonan naturalisasi. Dengan terbentuknya federasi Chung Hua Tsung Hui itu, pemerintah RI memperlakukan organisasi itu sebagai penasehat urusan orang Tionghoa, baik ia berstatus asing maupun berstatus sebagai warga-negara Indonesia. Berdasarkan perkembangan ini, ketika pemerintah RI menghadapi pelaksanaan politik bumi hangus karena diancam oleh serbuan tentara penjajah Belanda, wakil CHTH ketika itu, yaitu Dr. Sim Kie Ay telah diajak berunding. Juga dalam perundingan Meja Bundar di Den Haag, Dr. Sim diajak serta dalam delegasi RI yang dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta sebagai penasehat

Page 131: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

123

delegasi. Perkembangan ini menyebabkan timbulnya dua macam pendapat dalam pemerintahan RI. Pendapat pertama beranggapan bahwa menyerahkan pengurusan orang-orang Tionghoa, baik peranakan dengan status warga-negara Indonesia maupun berstatus asing, ke organisasi non pemerintah, sama dengan yang dilakukan oleh penguasa Jepang, melalui Kakyo Shokai. Pendapat lain menyatakan bahwa dengan cara demikian golongan Tionghoa itu didorong ke arah eksklusivisme dan tidak memperlancar proses integrasi wajar yang dikehendaki UU No.3-1946 dan janji Manifesto Politik 1 November 1945. Pengangkatan Mr. Tan Po Goan sebagai menteri negara dalam Kabinet Syahrir dengan tugas penyelesaian masalah minoritas mencerminkan kebijakan pemerintah yang menganggap pemerintah harus langsung terjun menangani masalah minoritas. Ketika itu, terdapat berbagai macam organisasi Tionghoa. Di Malang terdapat Angkatan Muda Tionghoa. Chung Hua Tsung Hui berdiri hampir di semua kota besar. Di Solo ada juga organisasi peranakan Tionghoa yang bekerja dengan nama Barisan Pemberontak Tionghoa di bawah pimpinan Tonny Wen (Wen Tjin Too). Walaupun dinamakan Barisan Pemberontak, tetapi ia bukan badan bersenjata, seperti BPRI di bawah pimpinan Bung Tomo. Mereka membantu penyediaan kebutuhan badan-badan perjuangan di Solo, mengurus logistik dengan melaksanakan “barter” (tukar-menukar barang-barang) hasil bumi dari daerah kekuasaan RI dengan barang-barang daerah kekuasaan Belanda dan yang dibutuhkan di daerah “pedalaman”. Tonny Wen sebelum Perang Dunia II adalah seorang pemain sepak bola yang terkenal dari kesebelasan peranakan Tionghoa UMS (Union Makes Strength) di Jakarta. Ia seorang lulusan sekolah Pa Hua (THHK Jakarta) kelahiran Bangka. Ia bekerja sebagai juru bahasa di kantor urusan Hoa Kiao (Kakyo Hanbu) bagian dari pusat intelligence Jepang (Sambu Beppan). Ketika Jepang menyerah ia merasa lebih aman untuk menghilang dari Jakarta dan lalu menetap di Solo. Barisan Pemberontak Tionghoa itu ternyata bekerja sama

Page 132: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

124

erat dengan Barisan Pelopor, yang dipimpin oleh Sudiro, salah seorang tokoh PNI. Tonny Wen sendiri kemudian menjadi anggota PNI dan menjadi pembantu R.P. Suroso membentuk kantor urusan minoritas di Departemen Dalam Negeri. Tonny Wen tidak ikut hadir dalam konperensi Chung Hua Tsung Hui di Yogya. Menjelang berakhirnya perjuangan bersenjata ia menjadi pembantu Mukarto, yang menjalankan tugas sebagai kepala Opium dan Zoutregie. Ia terlihat banyak mondar-mandir ke luar negeri. Ia kemudian menjadi anggota parlemen mewakili PNI di DPR RIS dan DPR-RI. Keberadaan badan-badan perjuangan bersenjata memang menimbulkan kekhawatiran karena mereka bisa tumbuh sebagai kekuatan yang malah menghancurkan kekuatan melawan serangan Belanda. Menteri pertahanan Amir Syarifuddin berusaha keras untuk membentuk koordinasi yang dapat menjadikan Badan-Badan Perjuangan itu kekuatan pembantu tentara Republik Indonesia yang lebih dapat diandalkan dalam mempertahankan dan menegakkan Republik Indonesia. Dibentuklah Biro Perjuangan dan semua pimpinan Badan-Badan Perjuangan Bersenjata diberi pangkat Mayor Jendral. Di samping Biro Perjuangan itu dibentuklah Dewan Pertahanan Nasional di pusat. Di tiap daerah dibentuk Dewan Pertahanan Daerah, sehingga inisiatif Rakyat untuk mengembangkan daya juang melawan serbuan tentara Belanda dipupuk dan dikembangkan. Amir berpendapat bahwa kekuatan RI bertahan tidak dapat hanya tergantung atas kekuatan Angkatan Bersenjatanya saja. Rakyat harus turut membantu. Kekuatan RI bertahan didasarkan pada kekuatan Rakyat secara keseluruhan. Kekuatan itu tidak terbatas pada kekuatan bertempur dengan menggunakan segala macam senjata, mengganggu musuh yang menyerbu masuk daerah, melainkan juga pada kekuatan hidup hemat dan tahan hidup menderita rupa-rupa kekurangan. Di zaman itu seorang menteri harus dapat bekerja tanpa dipenuhi syarat-syarat perumahan dan kendaraan mobil beserta

Page 133: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

125

sopir. Bila perlu seorang menteri harus bersedia jalan kaki, naik sepeda, naik andong dan tidur di atas meja tulis, karena tidak kebagian kamar hotel. Untuk membiasakan hidup sederhana, maka dilaksanakanlah kebiasaan, yang menurut ukuran sekarang mungkin dirasakan “keras”. Resepsi-resepsi kenegaraan, bahkan resepsi 17 Agustus di Istana Negara Yogya, untuk mendengarkan laporan Ketua Badan Pekerja dan amanat Presiden Soekarno hanya dihadiri oleh pejabat-pejabat negara. Isteri-isteri mereka tidak diikut sertakan. Karena ikut-sertanya sang isteri tidak bisa tidak menambah anggaran belanja negara dan menambah beban sang suami. Pakaian wanita untuk resepsi bukan saja tidak terjangkau oleh daya-beli isi saku seorang pejabat negara, melainkan juga sangat sulit diperolehnya di pasar. Di kalangan kaum isteri sendiri timbul sikap menolak main “sorga nunut”, yaitu ikut menikmati kekayaan sang suami. Mereka tidak bersedia menjadi “pameran” dan “dipamerkan”. Tentu saja peristiwa 17 Agustus bukan peristiwa yang hanya diperingati oleh kaum pria. Kaum wanita juga mempunyai saham tidak kecil dalam perjuangan mencapai kemerdekaan nasional. Banyak wanita ikut menghadiri resepsi negara 17 Agustus, bukan sebagai isteri seorang pejabat melainkan sebagai pejabat Negara, baik sebagai menteri, sebagai anggota Badan Pekerja maupun sebagai pegawai negeri tinggi. Dalam hal memperlakukan wanita sama dengan pria RI dapat dikatakan maju, bahkan lebih maju dari pada negeri-negeri maju ketika itu. Indonesia pernah mengangkat Maria Ulfa sebagai seorang menteri urusan sosial dan S.K. Trimurti sebagai menteri perburuhan. S.K. Trimurti bahkan dalam perjuangan lebih menonjol dari pada suaminya, Sayuti Melik. Undang-undang Perburuhan yang dihasilkan di zaman S.K. Trimurti sebagai menteri urusan perburuhan merupakan undang-undang perburuhan yang progresif, yaitu menentukan tujuh jam kerja sehari dan menjamin upah penuh pada buruh wanita yang sedang haid (datang bulan, atau menstruasi). Dalam rangka mendorong keberanian hidup sederhana,

Page 134: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

126

baik juga dicatat sumbangan Mr. Asaat sebagai ketua Badan Pekerja Komite Nasional Pusat. Dalam pidato-pidato memberi laporan pada Presiden atau pada seorang menteri, ia tidak menggunakan sebutan “Paduka Yang Mulia” dan “Yang Mulia” yang telah banyak digunakan orang ketika itu, melainkan menggunakan sebutan “Saudara Presiden yang kami muliakan” atau “saudara menteri”. Aliran menghapus sebutan “Paduka Yang Mulia” dan “Yang Mulia” ternyata tidak bertahan lama. Lenyapnya keberanian hidup sederhana juga melenyapkan kebiasaan-kebiasaan dalam zaman hidup sederhana itu. Pada ketika itu tidak ada yang memikirkan hidup menurut “international standard”. Pikiran terpokok yalah: bagaimana dapat mempertegak-kokohkan Republik Indonesia. Untuk keperluan ini harus berani hidup hemat dan menguntungkan berkembangnya daya-tahan nasional dan memperhebat daya pukul Rakyat untuk menghalau pergi tentara penjajah Belanda. Ini tidak diperhitungkan pihak penjajah Belanda dalam usaha memulihkan kekuasaannya. Penjajah Belanda hanya bersandar atas perhitungan kekuatan bersenjata saja. Inilah yang menyebabkan mereka gagal. Lain hal yang menggagalkan Belanda adalah bangkitnya solidaritas Rakyat-Rakyat Asia untuk melikwidasi kolonialisme. Pernyataan Rakyat Indonesia yang dicerminkan dalam Mukadimah UUD-nya ternyata berkumandang jauh di kalangan Rakyat-Rakyat Asia dan memperoleh sambutan positif. Pernyataan itu adalah: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas bumi harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan pri-kemanusiaan dan pri-keadilan!” Syahrir melihat dengan tepat kebangkitan Rakyat-Rakyat Asia dan berkembangnya rasa setia kawan yang positif. Begitu ada berita bahwa Rakyat India menderita kekurangan makanan, karena panen gagal, atas nama pemerintah RI, Syarir mengulurkan tangan untuk membantu Rakyat India dengan ... beras. Pada ketika itu timbul juga pertanyaan: Apakah Indonesia telah kelebihan beras? Tentu saja tidak. Indonesia tidak mempunyai kelebihan beras. Tetapi karena dilakukan hidup sederhana dan hemat, di samping

Page 135: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

127

berani membuktikan setiakawan dalam keadaan sendiri tidak longgar, maka janji membantu Rakyat India dengan beras ternyata dapat dilaksanakan. Untuk mengkonsolidasi berkembangnya rasa setiakawan Rakyat-Rakyat Asia, Perdana Menteri India, Nehru menyelenggarakan Inter Asia Conference I di New Dehli. Konperensi Antar Asia ternyata memupuk rasa setiakawan Rakyat-Rakyat Asia secara positif. Indonesia telah mengalami sendiri manfaatnya, ketika Belanda nekat mengadakan agresi I terhadap RI. Ketangkasan konperensi Asia I yang diselenggarakan oleh India berhasil menghentikannya, karena Dewan Keamanan PBB didesak untuk bergerak cepat. Penjualan beras ke India ternyata menimbulkan keuntungan untuk perjuangan Rakyat Indonesia. Hasil penjualan beras ke India itu dapat membiayai keberangkatan delegasi Indonesia yang cukup besar ke Konperensi Asia I, memungkinkan Indonesia mencharter pesawat terbang India untuk membobol blokade Belanda dan untuk modernisasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

TIONGHOA DIJADIKAN PERISAI BELANDA

Setelah gagal menguasai keadaan di Indonesia, Penguasa militer Inggris akhirnya mengakui Kekuasaan de facto Pemerintah Republik Indonesia. Berlangsunglah perundingan di Solo, antara Perdana Menteri Syahrir dan Lord Killearn, yang menggantikan Sir Archibald Kerr Clark. Perundingan yang telah menghasilkan tercapainya “truce” – gencatan senjata. Pemerintah RI juga berhasil memaksa Pemerintah Republik Tiongkok untuk berurusan langsung dengan Pemerintah RI. Pemerintah Belanda dipaksa minggir. Tidak bisa mengganti arus diterimanya RI sebagai kekuatan sah di wilayah Indonesia. Usaha Belanda untuk memencilkan Republik Indonesia di dunia internasional juga gagal. Pemerintah RI pada akhir November 1946 berhasil melaksanakan kontrak penjualan padi,

Page 136: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

128

yang dikenal dengan kontrak Syahrir-Punjabi. 700.000 ton padi dengan pengangkutan kapal-kapal yang diusahakan India dari berbagai pelabuhan di Jawa. Kontrak penjualan padi ke India ini mempunyai arti penting dibidang politik luar-negeri, sebagai langkah memperkokoh posisi RI di mata dunia internasional. Disamping kontrak dagang dengan India, pedagang-pedagang Tionghoa di Singapore juga melakukan perdagangan “two way traffic”, yaitu mengangkut barang-barang keperluan untuk RI, juga membawa keluar barang-barang hasil produksi onderneming yang banyak ditimbun Jepang di gudang-gudang, pada saat menguasai Indonesia. Kelangsungan usaha dagang demikian in menguntungkan Pemerintah RI dengan penghasilan devisa. Pihak pengusaha Tionghoa juga mendapatkan keuntungan “empuk” dengan mendapatkan harga bagus, sekalipun harus menerjang resiko yang oleh Belanda dicap sebagai penyelundupan, karena harus menjebol blokade “keamanan” Belanda. Setelah kekuatan militer tentara Sekutu ditarik mundur dan keamanan dipegang langsung oleh Angkatan Bersenjata Belanda, antara awal hingga pertengahan 1947, banyak kapal pengusaha Tionghoa Singapore disita, digeledah dan ditarik ke Muntok, pulau Bangka untuk ditahan. Akibatnya perkumpulan dagang Tionghoa di Singapore mengeluarkan ancaman pada Belanda untuk melancarkan pemboikotan umum di seluruh Asia Tenggara terhadap Belanda. Keberhasilan RI di berbagai bidang ini mendesak Belanda untuk menyetujui kompromi di pertemuan di Linggarjati, tanggal 10 November 1946. Persetujuan Linggarjati yang diumumkan pada tanggal 18 November 1946 mengandung beberapa pokok sbb:

Pemerintah Belanda mengakui kenyataan kekuasaan de facto 1. Republik Indonesia di Jawa, Sumatera dan Madura (JaSuMa). Daerah-daerah JaSuMa yang diduduki tentara Belanda, secara berangsur dan dengan kerjasama akan dimasukkan kedalam kekuasaan RI. Pengembalian wilayah yang masih diduduki tentara Belanda akan dilaksanakan sepenuhnya pada tanggal 1 Januari 1949, bersamaan dengan dibentuknya Negara Indo-nesia Serikat

Page 137: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

129

Belanda berjanji untuk mendorong diterimanya Indonesia 2. Serikat sebagai anggota PBB.Negara Indonesia Serikat itu akan terdiri dari Republik 3. Indonesia, Borneo dan Timur Besar, yang wilayahnya meliputi seluruh wilayah Ned. Indie dahulu.Kekuatan bersenjata masing-masing akan dikurangi dan 4. diadakan permusyawaratan untuk keperluan ini.Bila terjadi perselisihan, yang tidak dapat diatasi oleh delegasi 5. kedua pihak, putusan diserahkan pada sebuah arbitrase.

Perjanjian Linggarjati ini mesti disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat masing-masing, sesuai dengan prosedur demokrasi. Di Republik Indonesia, Naskah Perjanjian ini ditentang oleh mereka yang bergabung dalam Persatuan Perjuangan, yang dipimpin oleh Tan Malaka. Melihat situasi ini, Bung Karno dan Bung Hatta merasa perlu untuk turun tangan sendiri, dengan mengeluarkan Dekrit Presiden No.6, yang menyempurnakan susunan Komite Nasional Pusat, dengan tujuan mengikut sertakan Rakyat untuk mempertimbangkan naskah Perjanjian Linggarjati. Dekrit Presiden No.6 menentukan pembagian anggota dalam Partai politik dan golongan masyarakat sbb:Partai/Golongan Wakil Tambahan TotalMasyumi 35 25 60Partai Sosialis 20 15 35PBI 8 29 35PKI 2 33 35PARKINDO 4 4 8PKRI (Katolik) 2 2 4Golongan Buruh -- -- 40Golongan Tani -- -- 40Sumatera 1 50 51Kalimantan 4 8 12Sulawesi 5 10 15

Page 138: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

130

Maluku 2 5 7Sunda Kecil 2 5 7Golongan Tionghoa 5 2 7Golongan Arab 2 1 3Golongan Belanda 1 2 3

Penyempurnaan susunan KNIP ditujukan agar semua aliran politik, semua golongan dan daerah dalam masyarakat bisa diikut sertakan dalam menentukan nasib. Penyempurnaan ini diikut-sertai dengan beberapa keputusan yang menunjukkan adanya kesungguhan pemerintah untuk mengajak orang-orang Indo-Asia dan Indo-Eropa berpartisipasi. Selain pengangkatan tokoh-tokoh peranakan Tionghoa dalam KNIP, juga pengangkatan di lembaga-lembaga eksekutif. Dimulai dengan diangkatnya Tan Po Goan sebagai menteri negara di Kabinet Syahrir ke tiga. Oei Gee Hwat, tokoh Partai Sosialis, diangkat sebagai Residen daerah Madiun, dari mana ia lahir dan tumbuh menjadi dewasa. Oei ternyata menolak pengangkatan ini, dengan alasan ia tidak memiliki pengalaman berfungsi sebagai Pamongpraja. Sidang KNIP ke-V yang diselenggarakan di Malang, ternyata harus dibagi dalam 2 babak. Babak pertama memusyawarahkan usul oposisi, yang menyatakan Dekrit Presiden No.6 tidak sah. Sidang KNIP di Malang itu, masih dengan komposisi lama sebelum Dekrit Presiden No.6 ini dilaksanakan. Dan karena dianggap sidang KNIP kali itu sangat penting, Bung Karno dan Bung Hatta ikut langsung dalam sidang dan memberi pidato pengantar. Bung Karno mengutib kata-kata negarawan asing yang tujuannya memperlemah disiplin partai politik: “My loyalty to my party ends where my loyalty to my country begins!” (Kesetiaan saya pada Partai berakhir, pada saat kesetiaan saya pada tanah air dimulai). Sedangkan Bung Hatta yang biasa berpidato “zakelijk”, kali itu juga berpidato dengan berapi-api, dengan tegas menyatakan, apabila Dekrit Presiden No.6 dinyatakan tidak sah, sidang KNIP boleh memilih Presiden dan Wakil Presiden yang lain. Suasana menjadi tegang, tapi ternyata dengan ketegasan pidato Bung Hatta yang berapi-api itu, pihak oposisi menarik kembali mosi yang

Page 139: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

131

menyatakan Dekrit Presiden No.6 tidak sah itu. Sidang KNIP dilanjutkan pada tanggal 2 Maret 1947 dengan susunan baru, dan pada tanggal 5 Maret Persetujuan Linggarjati disahkan. Sekalipun Masyumi dan PNI sebagian besar tidak ikut memberikan suara, karena tidak bulat menyetujui untuk mendukung Perjanjian Linggarjati. Setelah itu susunan Badan Pekerja KNIP diubah pula – diperbesar untuk mengikut sertakan wakil-wakil peranakan Tionghoa, Arab dan Belanda. De Roock diangkat sebagai Wakil peranakan Belanda. AR. Baswedan sebagai wakil peranakan Arab. Siauw Giok Tjhan diangkat sebagai wakil peranakan Tionghoa. Di Badan Pekerja juga ada Tan Ling Djie, yang mewakili Partai Sosialis. Ini patut diperhatikan karena kehadiran Tan Ling Djie sebagai seorang peranakan Tionghoa tidak mengurangi jatah perwakilan Tionghoa, yang diisi oleh saya. Di dalam KNIP sendiri ada 7 wakil peranakan Tionghoa. 4 berasal dari Jawa Timur, Yap Tjwan Bing (Madiun); Oey Hway Kiem (Bondowoso); Tan Boen An (Kediri) dan Siauw Giok Tjhan (Malang). Sedang 3 wakil lainnya adalah Liem Koen Hian (Jakarta); Inyo Beng Goat (Jakarta) dan Tan Po Goan (Jakarta). Disamping itu, sebenarnya masih ada 3 orang peranakan Tionghoa lainnya di dalam KNIP, Tan Ling Djie dan Oei Gee Hwat (Wakil Partai Sosialis), dan Lauw Khing Hoo (Wakil PKI). Daftar ini menunjukkan bahwa perwakilan Tionghoa di KNIP di dominasi oleh orang-orang yang ikut aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan mayoritas berasal dari Jawa Timur, sebagai tokoh-tokoh PTI dan Angkatan Muda Tionghoa. KNIP dan Badan Pekerjanya memang sudah dari pembentukannya mengikutsertakan wakil-wakil Tionghoa. Ketika disusun Komite Nasional Indonesia Pusat Pertama, dipertahankanlah dua orang wakil peranakan Tionghoa, yang semula duduk sebagai wakil golongan Tionghoa dalam Tyuo Sangikai, yaitu Drs. Yap Tjwan Bing dan Liem Koen Hian. Kedua orang ini terpilih sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan. Di antara kedua orang ini, hanya Drs. Yap Tjwan Bing yang dapat dikatakan pengusaha, karena

Page 140: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

132

pemilik beberapa apotik. Ketika KNIP ditambah jumlah anggotanya, dua orang lagi dari peranakan Tionghoa telah diangkat, yaitu Tan Ling Djie dan Inyo Beng Goat. Kedua-keduanya bukan pengusaha. Tan Ling Djie dalam sidang KNIP kedua dipilih sebagai salah seorang anggota Badan Pekerja. Jumlah anggota ditambah lagi untuk kedua kalinya menjelang sidang KNIP di Solo. Jumlah anggota peranakan Tionghoa KNIP ditambah lagi dengan Siauw Giok Tjhan. Wakil golongan peranakan Tionghoa dalam Badan Pekerja dipilih dan ditentukan oleh wakil-wakil peranakan Tionghoa, sedang wakil Partai ditentukan oleh partainya. Partai politik tidak menentukan wakil golongan kecil. Asal sosial ekonomisnya para anggota KNIP bukan pengusaha. Sebagian besar adalah guru, terutama guru Taman Siswa. Sidang-sidang KNIP, maupun sidang-sidang Badan Pekerjanya tidak pernah mempermasalahkan persoalan fasilitas kredit untuk keperluan usaha golongan pribumi maupun golongan yang dinamakan “ekonomis lemah”. Inilah kwalitas lembaga legislatif di zaman Revolusi. Jiwa perjuangan masih tinggi. Perwakilan diisi sesuai dengan keinginan menjamin aspirasi golongan yang diwakilinya didengar di lembaga legislatif dan eksekutif. Belum ada keinginan meng-korup jaminan perwakilan ini. Dan belum ada juga keinginan menggunakan posisi di KNIP atau Badan Pekerjanya untuk kepentingan dagang. Bagaimana perkembangan masyarakat Tionghoa ketika itu? Semenjak masuknya tentara Jepang di Indonesia, perkembangan masyarakat Tionghoa mengalami perubahan yang berarti. Banyak di antara pemuda peranakan Tionghoa yang bekerja pada perusahaan import dan eksport modal Belanda menjadi penganggur. Mereka yang berdagang menghadapi kenyataan bahwa barang-barang yang didagangkan menjadi sangat terbatas. Tidak ada barang lagi masuk. Mereka yang hidup sebagai tengkulak untuk hasil bumi yang dieksport, juga harus berhenti bekerja. The stomach does not wait! (Perut tidak bisa dibiarkan lapar). Manusia bukan tenaga konsumen saja. Otak manusia dapat mencari

Page 141: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

133

akal. Daya kreasi manusia berkembang pada saat semuanya hampir serba macet. Botol kosong ternyata bisa menjadi barang dagangan. Bila botol kosong dulunya dipakai sebagai penghias kebun, sekarang menjadi barang dagangan yang membantu memperbaiki isi perut. Di samping itu lambat-laun dalam pasar kelihatan beredar berbagai barang buatan dalam negeri sendiri. Jumlah barang dagangan buatan Indonesia sendiri terus bertambah banyak dengan kwalitas terus membaik. Dari tinta tulis, hingga kertas tulis, sampaipun … kurma untuk bulan puasa dihasilkan sendiri di Indonesia. Memang di Indonesia tidak ada buah kurma, tetapi akal manusia tidak terhenti. Buah belimbing dapat “disaleh” dan “saleh” belimbing rasanya mirip dengan kurma. Tekstil yang langka diganti dengan goni dan karet. Hanya jarum mesin jahit yang belum dapat dibuat sendiri ketika itu. Jarum jahit tidak dapat dibuat sendiri dengan tangan. Bila di zaman sebelum Perang Dunia II, sebagian besar peranakan Tionghoa bekerja sebagai pegawai kantor-kantor dagang, dalam zaman pendudukan militer Jepang dan selama perjuangan fisik mempertegak-kokohkan Republik Indonesia banyak di antara mereka telah menjadi usahawan kecil, mengusahakan pembuatan barang-barang kebutuhan hidup, dari sikat gigi hingga “saleh” belimbing alias … kurma Indonesia. Dengan adanya kreasi demikian itu, ekonomi Indonesia tidak mati dengan macetnya hubungan perdagangan dengan luar negeri dan terhentinya rupa-rupa industri, karena kehabisan bahan mentah. Pengangguran di kalangan Rakyat juga bisa ditekan rendah dengan tumbuhnya kerajinan membuat sikat gigi, obat gosok gigi dan lain-lain yang memerlukan tenaga pekerja dalam jumlah lebih besar. Mereka yang tidak dapat berusaha sendiri, ternyata bisa hidup sebagai “tukang catut”, istilah yang timbul ketika itu dan berarti seorang pedagang perantara. Mereka ini melancarkan perpindahan barang-barang hasil import zaman dahulu dari satu ke lain tangan dengan sedikit keuntungan untuk menutup ongkos Rumah tangga.

Page 142: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

134

Para pemuda yang berjuang dengan senjata di medan-medan pertempuran tidak ada yang memikirkan masalah kredit, masalah dagang, karena seperti dikemukakan duluan, masalah terpokok adalah mengusir pergi tentara Belanda dari tanah-air Indonesia. Mereka itu ikhlas berkorban dan menderita banyak kekurangan di front untuk menyelamatkan Republik Indonesia yang telah diproklamasikan. Pada umumnya mereka tidak terlalu memperhatikan persoalan-persoalan ideologi maupun teori-teori diplomasi dan ketata-negaraan. Sebagai bukti bahwa mereka itu umumnya tidak memperhatikan masalah-masalah dunia luar Indonesia, dapat dikemukakan sebuah contoh percakapan yang pernah saya lakukan di dekat front Surabaya dengan seorang pemimpin pasukan. Ketika itu dibicarakan masalah adanya pemuda Tionghoa yang ikut berjuang bersenjata di front dengan memasang bendera negara Republik Tiongkok (Koumintang) di laras bedilnya. Dalam percakapan dengan saya, ia memanggil saya sebagai “wakil dari kaisar Chiang Kai Shek …”. Ketika itu rupanya belum dipahami perbedaan pengertian dalam sebutan “Kaisar” dan “Presiden”. Apa lagi untuk mengerti isi ajaran Dr. Sun Yat Sen di dalam San Min Chu I. Peristiwa itu juga melukiskan bahwa yang penting bukanlah pengetahuan politik, melainkan tekad perjuangan mencapai kedaulatan di tangan Rakyat dan membebaskan Rakyat dari penjajahan Belanda. Di antara pemuda yang memegang senjata di front tentu saja ada yang lemah. Artinya tidak tahan melihat barang mewah yang tidak pernah dimilikinya, pada waktu memeriksa para pengungsi yang hendak melewati garis penjagaannya. Oleh karena itu timbullah ekses-ekses. Ada juga pemimpin pasukan yang mengambil tindakan tegas terhadap ekses-ekses tetapi ada juga pemimpin pasukan yang juga lemah, bahkan turut menjarah. Melihat perkembangan ini, penjajah Belanda yang lebih berpengalaman, pandai menggunakan kelemahan-kelemahan untuk menarik keuntungan, yaitu dengan menjalankan siasat perang urat syaraf.

Page 143: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

135

Belum cukup dipahami bahwa proklamasi kemerdekaan adalah sebuah tindakan revolusioner dan tanda permulaan revolusi untuk mengalihkan masyarakat warisan kolonial menjadi masyarakat nasional yang bersih dari penindasan. Revolusi memang bukan pesta dansa, tetapi juga bukan main bunuh, main culik dan mengambil barang-barang milik orang lain. Revolusi adalah proses pembongkaran, perubahan sistem masyarakat kolonial menjadi sistem masyarakat yang mengakhiri penindasan. Juga belum disadari secara meluas bahwa dalam menjamin berhasilnya revolusi perlu dibangkitkan simpati ummat manusia di dunia akan kemurnian tujuan revolusi itu, oleh karenanya perlu menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan kejam yang dapat merusak penilaian orang. Dalam membina simpati ummat manusia ke pihaknya, Belanda menggambarkan kepada dunia bahwa pemuda Indonesia yang berjuang bersenjata itu adalah pembunuh-pembunuh buas, perampok-perampok milik orang lain, pemerkosa wanita, dan lain-lain lagi. Penjajah Belanda menggambarkan tindakan-tindakan militernya sebagai usaha memulihkan …. law and order, memulihkan ditegakkannya hukum dan ketertiban. Belanda berhasil menyebabkan persoalan Tanggerang sebagai hal yang menimbulkan kepanikan di kalangan masyarakat Tionghoa di Indonesia. Ketika itu tersiar kabar bahwa peranakan Tionghoa dipaksa untuk memeluk agama Islam, dipaksa untuk sunat, serta mengalami rupa-rupa tindakan terror. Peristiwa di Tanggerang sangat mengherankan karena justru di daerah itu telah terjadi proses pembauran wajar sehingga tidak sedikit peranakan Tionghoa terabsorbsi di dalam Rakyat daerah itu. Orang tidak dapat membedakan mana peranakan dan mana penduduk “asli” setempat, bila dilihat dari ciri-ciri etnis saja. Malahan seorang peranakan Tionghoa di Tanggerang bila berdiri sejajar dengan seorang pribumi dari Jawa Tengah, bisa membuat orang terkicuh. Orang pribumi Jawa Tengah itu dianggap peranakan Tionghoa, sedang peranakan Tionghoa dari Tanggerang itu dikira pribumi. Sebagian terbesar Rakyat Tanggerang, termasuk peranakan

Page 144: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

136

Tionghoa, hidup dari hasil usaha menggarap tanah. Peranakan Tionghoa di Tanggerang juga tidak saling menyebut dirinya dengan nama-nama Tionghoa, melainkan dengan sebutan si Picis, si Talen, si Ringgit, dan lain-lain lagi. Yang masih membedakan siapa peranakan Tionghoa dan siapa bukan, ternyata hanya …. agamanya. Peranakan Tionghoa di Tanggerang kebanyak menganut agama Budha, Khong Kauw (Confucianisme), atau Too Kauw (Tao-isme) dan sebagian dari Rumah mereka ditempeli kertas kuning, kertas-kertas “Hoe” hasil sembahyang di klenteng. Klenteng atau bio di Tanggerang selalu mendapat banyak pengunjung untuk minta obat, untuk minta nasehat dan bertanya tentang perjodohan dan untuk minta “hoe”, surat wasiat menolak setan dan lain-lain lagi. Petani peranakan Tionghoa Tanggerang merasa lebih gampang pergi ke klenteng dan lebih murah dari pada pergi ke dokter bila sakit. Keadaan sosial-ekonomi para petani peranakan Tionghoa di Tanggerang juga tidak lebih baik dari petani-petani Rakyat daerah itu sendiri. Malahan banyak Rumah kyai dan haji di Tanggerang jauh lebih baik dari pada Rumah-Rumah petani kecil peranakan Tionghoa. Memang terdapat gedung-gedung besar milik peranakan Tionghoa sebagai tuan tanah besar dan sebagai pengusaha tanggung. Tapi jumlahnya kecil. Walaupun demikian siasat perang urat syaraf penjajah Belanda ternyata berhasil mencetuskan peristiwa yang menimbulkan masalah minoritas yang Rumit di Indonesia. Peristiwa Tanggerang merupakan peristiwa minoritas rasial, sekaligus religius yang merugikan prestise Republik Indonesia di mata dunia internasional. Penyelidikan yang dilakukan membuktikan bahwa di antara penduduk Tanggerang sendiri tidak ada terdapat pertentangan-pertentangan kepentingan yang bersifat antagonistis, yang tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah. Setelah berhasil menimbulkan peristiwa yang merugikan RI di Tanggerang itu, Belanda mendapat angin dan perang urat syarafnya dilanjutkan secara lebih intensif untuk mengadu domba. Salah satu contoh dari upaya ini adalah sebuah peristiwa lain, di

Page 145: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

137

kota Demak. Menurut keterangan di daerah kota Demak ada satu penduduk “pribumi” yang meninggal dunia karena keracunan makan tempe. Tempe itu dibuat dengan air yang diambil dari Rumah seorang penghuni Tionghoa di kota Demak. Komandan militer segera memerintahkan untuk menahan semua penduduk laki-laki di atas umur 16 tahun dari golongan Tionghoa. Sengaja di buat cerita bahwa penduduk Tionghoa yang memiliki sumur itu telah meracuni air sumur. Pada hal keracunan makan tempe di Indonesia merupakan peristiwa yang lumrah. Hingga kini masih terdapat orang meninggal karena keracunan makan tempe. Rasa curiga berlebih-lebihan yang ditimbulkan oleh perang urat-syaraf Belanda menyebabkan ujung tombak revolusi tidak ditujukan ke arah penjajah Belanda, melainkan pada golongan Tionghoa. Ini bertentangan dengan teori revolusi. Golongan Tionghoa yang sebagian terbesar terdiri dari kelompok yang sosial ekonomi-nya rendah, perlu dijadikan sekutu untuk menundukkan musuh utama revolusi nasional demokratis Indonesia. Perang urat-syaraf Belanda memiliki dampak keji. Dapat dikemukakan satu contoh peristiwa di front Jawa Timur, di front Sidoarjo. Ada dua pemuda yang coba menyerbu melewati garis pertahanan Belanda ditangkap dan diintegrogasi secara kejam oleh seorang berpakaian uniform Belanda. Ia mengaku dirinya sebagai anak peranakan Tionghoa yang menjadi korban teror Tanggerang. Setelah menderita pukulan siksaan yang lama, masuklah dalam kamar pemeriksaan seorang perwira Belanda totok. Ia menghentikan interogasi yang disertai dengan siksaan itu dan memberi perintah untuk membebaskan dua orang pemuda itu. Begitu bebas, dua pemuda itu menjadi penyebar kebencian terhadap orang Tionghoa di daerah kekuasaan RI dan menimbulkan kecurigaan berlebih-lebihan, seolah-olah semua orang Tionghoa adalah sekutu penjajah Belanda. Kecurigaan berlebih-lebihan itu telah menimbulkan banyak peristiwa yang menyedihkan dan mempersulit dipupuknya rasa senasib dan suasana hidup yang menguntungkan pelaksanaan janji negara di dalam Manifesto Politik 1 November 1945.

Page 146: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

138

KONPERENSI ANTAR ASIA I – NEW DEHLI

Dalam suasana demikian itu, RI diundang oleh Perdana Menteri India, Nehru, untuk mengirimkan sebuah delegasi untuk menghadiri Konperensi Antar Asia I di New Dehli. Jauh hari sebelum konperensi dimulai dalam salah satu pertemuan dengan Perdana Menteri Syahrir, ia telah memberi saya buku karangan Mao Tse-Tung “On New Democracy” disertai dengan keterangan bahwa saya diminta menyiapkan diri untuk ikut serta dalam delegasi RI ke New Dehli sebagai wakil golongan minoritas peranakan Tionghoa dalam Badan Pekerja KNIP. Delegasi RI yang berangkat ke New Delhi ternyata cukup besar dan dibagi dalam dua rombongan. Rombongan pertama berangkat duluan langsung dari Yogya di bawah pimpinan wakil menteri luar negeri H. Agus Salim. Rombongan kedua yang menyusul kemudian dipimpin oleh Perdana Menteri Syahrir disertai dengan staf departemen luar negeri. Rombongan pertama terdiri dari wakil-wakil partai politik, yaitu Mr. Sastroamijoyo (sebagai wakil PNI), Dr. Abu Hanifah (Masyumi), Mr. Tambunan (Partai Kristen Indonesia), Djohan Syahrosah (Partai Sosialis), Drs. Maruto Darusman (PKI), Suripno (Badan Kongres Pemuda), Yetty Zain (Pesindo), Sityah (Wanita Indonesia), Dr. Hurustiati Subandrio (Perwari), Ir. Mutalib (Barisan Tani Indonesia) dan Siauw Giok Tjhan (wakil minoritas peranakan Tionghoa dalam BP KNIP). Rombongan ini ikut berangkat dengan utusan Raja Farouk (Mesir), Abdul Munim, yang berhasil mencharter pesawat terbang Filipina (Philippine’s Commercial Airline). Turut serta dalam rombongan ini seorang wanita yang ketika itu lebih dikenal sebagai Ktut Tantri. Karena rombongan ini berangkat dari lapangan udara Maguwo, Yogya, tanpa izin dari pihak Belanda, maka keberangkatannya diatur pagi-pagi buta yaitu jam empat pagi. Saya diangkat sebagai sekretaris rombongan dan ditugaskan mengatur keuangan rombongan. Oleh karena itu ketika mau berangkat, saya menghubungi Presiden Direktur Bank Negara

Page 147: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

139

Indonesia, ketika itu Mr. A.K. Pringgodigdo untuk mengambil dana perjalanan. Darinya di peroleh keterangan bahwa ongkos perjalanan rombongan ini ditanggung oleh Abdul Munim. Sesampainya di Singapura, anggota rombongan akan memperoleh uang saku. Untuk keperluan lain diberi secarik kertas dengan tulisan pada satu alamat di Singapura, disertai penjelasan bahwa pada orang tersebut bisa diminta sejumlah uang, yang datang sebagai hasil penjualan gula pasir yang diselundupkan ke Pelabuhan Singapura. Dengan demikian dianggap tidak perlu diberi “sangu” uang asing. Pengalaman sebagai delegasi RI ke konperensi Asia I itu menggambarkan keistimewaan RI pada ketika itu. Tidak ada seorang pun memperoleh passport dalam bentuk buku yang bagus. Sebagai ganti passport diberikan secarik kertas, yang ditik di atasnya “Certificate en lieu de passport”, di samping surat kesehatan satu lembar, yang memberi keterangan bahwa pembawa sudah disuntik dan dicacar. Ketika tiba di Singapura, delegasi RI ini disambut oleh sebuah delegasi panitia penyambutan dipimpin oleh Dr. Samad. Ia seorang putera Minangkabau dan telah menetap lama di Singapura untuk bekerja sebagai dokter. Ia ternyata menjadi orang terkemuka di Singapura di antara suku Melayu. H.A. Salim sebagai ketua rombongan diminta untuk berpidato, yang disambut hangat oleh para penyambut. Ketika H. Agus Salim berpidato dengan memperoleh sambutan hangat, saya mengurus surat-surat imigrasi dan surat-surat keterangan kesehatan. Petugas imigrasi Singapura heran dengan surat-surat yang ditunjukkan itu, tetapi karena di bawah orang bersorak riuh menyambut pidato H. Agus Salim, pimpinan imigrasi Singapura memerintahkan untuk cepat membereskan surat-surat yang ditunjukkan itu. Oleh Panitia penyambutan rombongan delegasi itu dibawa ke Hotel Adelphi, sebuah hotel mewah ketika itu. Pelayan-pelayan hotel juga menyambut rombongan itu dengan penuh hormat, karena dikatakan rombongan orang-orang besar. Tetapi mereka menjadi kecewa ketika harus diberi “tip” ternyata “tip” yang dinantikan tidak

Page 148: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

140

ada. Tidak ada seorang pun dari delegasi membawa uang asing. Pada hal, para pelayan mengharap “tip” besar, karena para tetamu dikatakan orang-orang “besar”. Untuk tidak terlalu mengecewakan mereka, saya, yang baru menerima honorarium Badan Pekerja Rp. 1000,- uang RI yang baru keluar percetakan, uang yang masih dibungkus rapi itu, saya berikan seluruhnya kepada pelayan kepala sebagai “tip”. Melihat satu pak uang baru dalam jumlah besar, pelayan yang menerimanya menjadi gembira, ia berlalu. Tetapi belum 10 menit kemudian ia kembali. Ia ternyata pergi ke depan hotel tempat penukaran uang. Money Changer menyatakan uang RI itu belum mempunyai nilai tukar. Jadi tidak laku. Keadaan memaksa untuk mencari jalan buat memperoleh uang dengan cepat. Ketika itu juga tidak diketahui di mana adanya Abdul Munim, utusan Raja Farouk itu. Dengan bantuan tilpon dicarilah alamat Tan Kah Kee, yang saya kenal sejak di Malang, ketika ia bersembunyi di Batu. Ternyata ia berada di Rumah dan letaknya tidak jauh dari hotel. Diusahakanlah untuk pergi ke Rumah Tan Kah Kee. Diperolehlah pengalaman yang membesarkan hati. Tiba di luar hotel, jumpa sebuah mobil Austin kecil dengan mengibarkan bendera merah putih. Melihat saya berada dipinggir trotoir, Austin itu berhenti dan sang sopir bertanya apakah saya termasuk rombongan dari Indonesia yang tiba pagi tadi. Ketika di-ya-kan, ia menawarkan saya untuk naik mobilnya untuk diantar ke tempat yang saya hendak tuju. Ketika padanya diberikan alamat Tan Kah Kee, sang sopir kelihatan gembira. Ia menyatakan kenal baik alamat itu dan dalam perjalanan menuju ke alamat itu, ia menceritakan bahwa ia termasuk anggota Malayan People’s Anti Japanese Army (MPAJA) yang berjuang dengan senjata melawan pendudukan militer Jepang. Ketika perang berakhir, semua hadiah dari Inggris untuk jasa-jasa mereka dikumpulkan dan lalu diputuskan untuk mendirikan pool taksi terdiri dari auto-auto Austin. Dalam rangka menyambut kedatangan rombongan delegasi RI di Singapura, semua mobil Austin milik MPAJA mengibarkan bendera merah putih, tanda setiakawan mereka terhadap perjuangan Rakyat Indonesia

Page 149: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

141

yang perwira. Ketika tiba di alamat yang dituju, ia menyatakan akan membawa saya kembali ke hotel. Pertemuan dengan Tan Kah Kee sangat menggembirakan, karena diperlakukan sebagai sahabat karibnya. Ia ternyata mengerti bahwa sebagai seorang Indonesia “menyelundup” ke luar negeri, tentunya mengalami kekurangan dana. Tanpa diminta ia bertanya apakah delegasi tidak membutuhkan sesuatu bantuan uang. Ketika dijelaskan duduk persoalannya, ia semula bersedia memberikan sumbangan yang besar jumlahnya. Pemberian ini saya tolak dan saya terima $ 500,- saja. Taksi yang mengantarkan pulang setelah menunggu kurang lebih setengah jam, ternyata tidak mau dibayar. Ia melakukan itu sebagai pernyataan rasa kagum terhadap keperwiraan Rakyat Indonesia dalam perjuangan menegakkan Republik Indonesia yang telah diproklamasikan itu. Sopir itu ternyata seorang peranakan Tionghoa di Singapura. Tiba kembali di hotel, kepada pelayan yang melayani delegasi saya beri “tip” $ 100,- untuk menebus rasa kecewa mereka dan sisanya dibagikan kepada para anggota delegasi, sehingga mereka mempunyai uang dollar Singapura untuk keperluan pribadi masing-masing. Baru di waktu sore hari H. Agus Salim tiba di hotel dengan membawa berita bahwa rombongan tidak dapat meneruskan perjalanan Keesokan harinya seperti yang direncanakan semula. Karena masih ada waktu satu hari lagi maka bersama-sama dengan Djohan Syahrosah dicarilah alamat untuk menyampaikan surat Mr. A.K. Pringgodigdo kepada petugas yang menampung hasil penyelundupan gula dari pelabuhan Tegal. Ketika kami tiba di alamat yang disebutkan dalam surat Mr. Pringgodigdo, kami disambut dengan marah-marah oleh seorang ibu yang menyatakan bahwa suaminya tidak lagi tinggal bersamanya lagi. Sang suami ternyata sudah mempunyai isteri muda dan ternyata lebih suka berdiam bersama isteri mudanya ini. Kepada kami diberikan alamatnya yang baru. Di alamat ini kami jumpai petugas yang bersangkutan. Setelah membaca surat Mr. Pringgodigdo, ia menjawab: “Wah, sayang! Uang baru dikirim

Page 150: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

142

kemarin!” Artinya kami tidak bisa memperoleh uang dari padanya. Apakah betul uang telah dikirimkan? Sukar untuk dicek ketika itu. Jadi kami terpaksa kembali ke hotel dengan tangan kosong. Untung penundaan keberangkatan ke New Delhi hanya sehari saja. Jadi rombongan tidak mengalami kesulitan keuangan. Di New Delhi rombongan memperoleh tempat di tempat penginapan anggota-anggota Konstituante India dan dinamakan “Constitution House”. Gedung itu dalam waktu Perang Dunia II merupakan asrama perwira Inggris. Oleh karenanya akomodasi cukup lumayan. Tempat delegasi RI berhadapan dengan tempat penginapan delegasi Tibet. Satu hari menjelang pembukaan resmi konperensi, Sutan Syahrir bersama stafnya tiba dengan pesawat terbang KLM. Delegasi Indonesia di India di mana-mana memperoleh sambutan meriah. Orang India mengagumi keberanian Rakyat Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Delegasi lain yang selalu memperoleh sambutan meriah adalah delegasi Vietnam. Bila delegasi RI berjumlah kurang lebih 20 orang, delegasi Vietnam hanya terdiri dari tiga orang saja dan mereka telah menempuh perjalanan yang sulit untuk bisa tiba di New Delhi. Upacara pembukaan konperensi Asia I ini dilakukan dengan meriah. Konperensi diadakan di bawah tenda yang sangat besar, karena ketika itu di New Delhi belum ada gedung yang cukup besar untuk menampungnya. Pada upacara pembukaan ini turut hadir tokoh pujaan Rakyat India, Mahatma Gandhi. Sekalipun ia kelihatan sudah tua, tetapi ketika saya berjabatan tangan dengannya, saya rasakan kehangatannya dan tangannya terasa masih keras. Dalam upacara pembukaan konperensi itu terasalah besarnya pemujaan Rakyat India terhadap Mahatma Gandhi. Mereka bersorak-sorak lama sekali. Perintah Perdana Menteri Nehru untuk berhenti bersorak tidak dihiraukan sehingga Nehru yang sudah berdiri di atas mimbar terpaksa turun dan …. membagi beberapa tamparan ke muka beberapa orang India yang duduk di barisan depan untuk menghentikan sorakan mereka. Memang, peristiwa ini sangat mengejutkan. Seorang wartawan USA yang

Page 151: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

143

menyaksikannya ternyata bergeleng-geleng kepala dan menyatakan peristiwa semacam itu sulit dibayangkan dapat terjadi di negeri lain. Ya, peristiwa itu merupakan peristiwa khas dan mungkin terjadi di India karena tingkat perkembangan kebudayaan pada ketika itu. Incident lain tidak terjadi. Delegasi Republik Tiongkok (Kuomintang) ketika itu dipimpin oleh seorang wakil menteri luar negeri, George Yeh dan dalam rapat-rapat komisi ternyata telah menyiapkan diri untuk mengemukakan berbagai persoalan yang merugikan golongan Tionghoa di Indonesia. Selain Mr. Ali Sastroamidjojo, turutlah saya berbicara untuk menangkis serangan-serangan delegasi Tiongkok. Pembicaraan saya ternyata memperoleh sambutan hangat dari utusan India, Pannikar, yang kemudian menjadi duta-besar pertama India untuk Republik Rakyat Tiongkok. Pendirian yang saya telah kemukakan kurang lebih sebagai berikut:

Rakyat Indonesia, sebagai bagian Rakyat Asia turut menyambut 1. dengan gembira bahwa Tiongkok sebagai satu negara Asia, tercantum sebagai “one of the big five” dalam United Nations dengan mempunyai hak veto. Kegembiraan Rakyat Indonesia itu berdasarkan pengetahuannya 2. bahwa Dr. Sun Yat Sen di dalam San Min Chu I-nya telah memesankan kepada Rakyat Tiongkok, bahwa kewajiban Rakyat Tiongkok adalah membantu perjuangan Rakyat negeri-negeri tetangganya untuk mencapai kemerdekaan nasional masing-masing yang sempurna. Keamanan hidup Rakyat Tiongkok sebagai bangsa merdeka dan kedaulatan penuh tidak mungkin menjadi sempurna, selama Rakyat-Rakyat negeri-negeri tetangganya masih hidup sebagai rakyat terjajah dan belum dapat mencapai kemerdekaan nasional penuh dan sempurna. Oleh karenanya di dalam perjuangan mencapai kemerdekaan 3. nasional dengan kedaulatan penuh, Rakyat Indonesia percaya, Rakyat Tiongkok akan memberi bantuan dan pemerintah Tiongkok tidak akan membantu penjajah Belanda untuk memulihkan kekuasaan menjajahnya. Pemerintah Tiongkok akan menggunakan kedudukannya sebagai salah satu dari lima

Page 152: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

144

besar untuk melindungi hak daulat Rakyat Indonesia untuk menentukan nasib sendiri dan memilih sistem pemerintah menurut kehendaknya sendiri. Mengenai peristiwa-peristiwa menyedihkan yang telah meminta 4. korban harta dan jiwa Tionghoa di Indonesia, perlu diperhatikan bahwa peristiwa-peristiwa itu telah terjadi pada waktu timbul “vaccum kekuasaan”, karena pergeseran imbangan kekuatan di dalam perjuangan, di samping adanya siasat perang urat syaraf penjajah Belanda untuk menarik keuntungan politik. Tiongkok yang pernah dan mengalami agresi asing, tentu telah menghimpun banyak macam pengalaman tentang cara kaum agresor mencari alasan untuk menyerbu masuk wilayah Tiongkok dengan dalih melindungi golongan minoritas di satu wilayah tertentu, setelah berhasil menimbulkan provokasi-provokasi dan pancingan-pancingan yang merugikan keamanan hidup golongan “minoritas” atau golongan penduduk asing tertentu di suatu wilayah. Berdasarkan pengalaman-pengalaman Tiongkok yang banyak 5. itu mestinya dapat diharapkan bahwa Tiongkok akan selalu menekan Belanda untuk tidak mengadakan siasat-siasat busuk yang dapat merugikan keamanan hidup, harta dan jiwa golongan Tionghoa di Indonesia. Rakyat Asia mengharap Tiongkok menggunakan kedudukannya di dalam United Nations secara menguntungkan perjuangan mencapai kemerdekaan penuh rakyat-Rakyat Asia sesuai dengan pesan Dr. Sun Yat Sen dalam San Min Chu I-nya.

Melihat suasana dalam rapat komisi itu wakil Tiongkok membatalkan rencana yang membuahkan pencelaan terhadap Republik Indonesia. Setelah konperensi Asia I selesai, Perdana Menteri Syahrir serta stafnya membawa pulang sebagian rombongan lain dengan menumpang pesawat terbang KLM menuju ke Jakarta. Rombongan yang ketika itu masih termasuk muda, seperti saya, menerima undangan All Indian Trade Union Congress (ATTUC) untuk meninjau India. Meninjau India berarti memperoleh kesempatan

Page 153: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

145

untuk mempelajari pengalaman-pengalaman perjuangan mencapai kemerdekaan Rakyat India. India ketika itu sudah memiliki pabrik-pabrik tekstil besar di samping industri-industri baja raksasa milik Birla dan Tata. Usia tokoh-tokoh India ketika itu umumnya lebih tinggi dari usia pemimpin-pemimpin Indonesia. Masalah pangan di India terasa berat dan penghidupan kaum tani India lebih sulit dari pada di Indonesia. Orang India menyatakan bahwa Indonesia memperoleh berkah dengan adanya tanaman “bambu” yang sangat banyak gunanya. Di India tidak ada bambu. Rumah Rakyat-Rakyat miskin masih dibikin dari lempung yang di waktu hujan bisa larut hanyut dan di musim panas bisa rontoh berlubang-lubang. Pada ketika itu terasa perbedaan agama menjadi tambah tajam dan kemudian ternyata menimbulkan gerakan memisahkan diri sehingga lahirlah Paksitan di samping India. Kekurangan India yang terasa berat yalah tidak ada bahasa pemersatu yang tumbuh di India sendiri, yaitu seperti bahasa Indonesia di Indonesia. Bahasa Inggris merupakan bahasa pemersatu untuk lapisan atasan saja. Tiap suku kokoh mempertahankan bahasa masing-masing. Selain delegasi Indonesia, yang ikut tinggal di India untuk meninjau adalah delegasi Malaya. Beda dengan delegasi Indonesia, delegasi Malaya adalah delegasi swasta, artinya dari gerakan buruh dan dari organisasi Malayan Democratic Union. Delegasi Malaya swasta ini dipimpin oleh seorang peranakan Malaya, Phill Ho A Lim. Untuk menghemat ongkos perjalanan dalam perjalanan pulang delegasi Indonesia naik kapal pengangkut militer Inggris dari Madras ke Singapura. Kekhawatiran bahwa dalam perjalanan pulang akan memperoleh kesulitan dalam mencharter pesawat terbang langsung ke Yogya ternyata dibenarkan. Ketika tiba di Singapura diperoleh berita bahwa pihak Belanda telah mengancam semua perusahaan penerbangan di Singapura untuk tidak mencharter pesawat terbang langsung ke Yogya karena Belanda menyatakan Jakarta sebagai “port of entry”. Tidak dilarang terbang ke Yogya asal terlebih dahulu mampir di Jakarta.

Page 154: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

146

Delegasi Indonesia itu tidak bersedia mengakui hak daulat Belanda dan tetap berkeras mencari pesawat terbang yang mau langsung ke Yogya sekalipun pihak Perdana Menteri Syahrir memberi nasehat untuk pulang bersama KLM saja. Tekad delegasi itu yalah berangkat langsung ke Yogya. Sikap ini tentu menimbulkan kesulitan. Sisa uang saku sudah menipis. Uang saku diterima di New Delhi setelah rombongan Syahrir tiba di sana dan berhasil memperoleh pembayaran harga beras yang dieksport ke India. Jadi delegasi perlu mengambil tindakan-tindakan hidup hemat. Dua orang anggota wanita dari delegasi itu dititipkan pada keluarga Melayu sedangkan sisanya masuk ke hotel murah. Menu makanan juga diatur. Harga sepiring nasi ketika itu sangat mahal, dibandingkan dengan harga satu porsi mie. Sepiring nasih putih ketika itu seharga $ 0,75. karena perut Indonesia tidak merasa diisi bila makan mie saja, maka supaya dapat tidur nyenyak makan nasi diatur di waktu malam. Tetapi makan mie juga menimbulkan persoalan. Yaitu sahabat-sahabat Melayu yang kokoh beragama Islam, berkeberatan bila rombongan delegasi Indonesia masuk di lorong ke tempat jual mie dengan memakai peci, atribut orang beragama Islam. Untuk mengatasi keberatan sahabat-sahabat Melayu itu, maka di waktu siang, masuk lorong mencari tempat penjualan mie murah tanpa mengenakan peci. Organisasi buruh di Singapura mengetahui kesulitan keuangan delegasi Indonesia dan mereka sering mengusahakan adanya pertemuan dengan ceramah bergilir dari anggota-anggota delegasi setelah ceramah diadakan makan-makan di persimpangan jalan. Jadi banyak juga petugas negara mondar-mandir dari dan ke Jakarta, antara lain Mr. Pringgodigo yang dalam perjalanan ke luar negeri singgah di Singapura dan dipaksa untuk meninggalkan sebagian uang sakunya untuk menyambung ongkos delegasi. Setelah berlangsung kurang lebih setengah bulan, tidak ada penyelesaian memuaskan maka bersama-sama dengan Suripno, Djohan Syahrosah, saya menjumpai konsul jenderal India untuk minta bantuannya untuk mencharter pesawat terbang langsung ke Yogya. Atas pertanyaan akan kesanggupan membayar ongkos

Page 155: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

147

charter, ketika itu dikemukakan bahwa di lapangan terbang Maguwo Yogya selalu disediakan dua ton vanille untuk diangkut ke luar negeri dan sebagian hasil penjualannya sudah cukup untuk menutup ongkos charter. Kepastian itu diberikan karena laksamana Suryadarma pada waktu keberangkatan delegasi dari Yogya telah menyatakan demikian kepada saya. Bantuan konsul jenderal India ternyata cepat, karena beberapa hari kemudian diterima berita bahwa perusahaan penerbangan yang dipimpin oleh Patnaik, berani memikul risiko mengantar delegasi pulang langsung ke Yogya. Ketika delegasi kembali ke Yogya dengan pesawat terbang Patnaik dari India, pihak Angkatan Udara, khususnya Laksamana Udara Suryadarma sangat gembira, karena pesawat terbang India itu dapat dicharter untuk selanjutnya dan dipergunakan untuk terbang ke luar negeri berulang kali, serta mencari kesempatan untuk melatih personil Angkatan Udara RI. Akhirnya pihak Belanda mengambil tindakan keras dan menembak jatuh pesawat terbang India milik Patnaik itu di atas kota Yogya, sehingga pihak Angkatan Udara RI kehilangan sejumlah perwiranya yang baik, antara lain Dr. Abdulrachman yang dikenal sebagai “Karbol”. Nama “Karbol” ini kemudian digunakan sebagai nama sebutan para taruna Akademi Angkatan Udara RI.

KABINET AMIR SYARIFUDDIN

Dua minggu setelah kembali dari India, saya dipanggil kembali ke Yogya untuk dilantik sebagai menteri negara dengan tugas khusus urusan minoritas. Saya menggantikan Mr. Tan Po Goan dengan penggantian Kabinet Syahrir menjadi Kabinet Amir Syarifuddin. Bila saya bisa memilih, lebih enak menjadi anggota Badan Pekerja, karena lebih bebas mengkritik cara bekerja menteri. Sebagai menteri, saya harus lobbying di Badan Pekerja, untuk

Page 156: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

148

memperoleh dukungan sehingga kebijakan kementerian saya bisa dilaksanakan. Permintaan saya untuk tidak menjadi menteri ditolak oleh Amir Syarifuddin. Keluarga harus mengalah dan ditinggalkan di Malang. Saya menerima tugas untuk memenuhi janji pemerintah yang tercantum di dalam Manifesto Politik 1 November 1945: menjadikan semua peranakan Tionghoa, Arab dan Eropa yang lahir di Indonesia, warga negara dan patriot Indonesia, dalam waktu sesingkat mungkin. Setiba di Yogya saya harus segera menghadiri pelantikan. Berusaha hadir di pelantikan dengan mengenakan pakaian terbaik yang saya miliki dan berangkat ke “Istana” dengan naik andong (kereta yang ditarik kuda model Yogya-Solo). Baru kali itu memperoleh pengalaman bahwa masuk “istana” tempat kediaman Presiden di Yogya, tidak diperkenankan naik andong. Kuda penarik andong dapat mengotori halaman istana karena tidak mungkin mencegah kuda membuang air besar atau kecil. Aturan protokol itu tidak bisa tidak ditaati walaupun tidak diperhitungkan kenyataan bahwa ketika itu tidak semua kementerian memiliki mobil. Jadi yang tidak ada mobil masuk halaman “istana” harus jalan kaki. Pada ketika itu saya tidak menjumpai Mr. Tan Po Goan yang berkediaman di Jakarta. Juga tidak pernah terjadi timbang-terima kementerian. Memang pada ketika itu belum ada tata-tertib yang mengatur timbang-terima kementerian. Saya ternyata termasuk seorang menteri yang beruntung karena dapat warisan mobil yang dapat dikatakan baru, sekalipun merek Austin kecil. Ketika itu belum menjadi kebiasaan bahwa seorang menteri mendapat Rumah dinas dengan segala perlengkapan Rumahnya. Masing-masing harus mengurus sendiri. Yang berasal dari luar kota Yogya boleh menentukan menginap di Hotel Merdeka atau di tempat lain. Masalah “prestise” dan “standard internasional” belum menjadi persoalan. Yang terpokok adalah dapat bekerja cepat, hemat dan murah. Dengan suasana demikian itu saya memilih bertempat tinggal di gedung kementerian negara di Jalan Djetis, Yogya. Karena tidak ada perlengkapan untuk penginapan sementara, saya putuskan

Page 157: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

149

tidur di atas meja tulis. Baru kemudian bisa memperoleh pinjaman tempat tidur, ketika salah seorang sahabat dan istrinya menjenguk datang di waktu sore hari, yaitu Mr. Liem Ting Tjay. Sekretaris Jenderal Kementerian itu adalah Moh. Tabrani, wartawan kawakan, pemimpin harian “Pemandangan” di zaman sebelum Perang Dunia II. Ia diminta Tan Po Goan pindah dari Kementerian Penerangan ke Kementerian Negara, karena ia telah berjasa dalam usaha menyelenggarakan konperensi Chung Hua Tsung Hui di Yogya sebagai imbangan konperensi minoritas di Pangkal Pinang oleh Van Mook. Hubungan khusus antara Moh. Tabrani dengan pengurus Chung Hua Tsung Hui telah menyebabkan ketua CHTH, Ong Siang Tjoen mengirim surat ucapan selamat untuk pengangkatan saya sebagai Menteri Negara disertai sejumlah uang yang cukup besar. Surat dan uang diterima oleh Moh. Tabrani, karena saya sedang menghadiri sidang Kabinet. Bunyi surat ucapan selamat memang sangat simpatik, tetapi bagaimana sebuah Kementerian Negara dapat menerima sumbangan sebuah organisasi swasta untuk ongkos keperluan Kementerian? Tabrani berpendapat karena uang itu diberikan tanpa diminta dan juga tanpa syarat, seharusnya diterima. Tetapi saya berpendapat bahwa biaya sebuah Kementerian harus dipikul oleh Negara, dari hasil pendapatan Negara, antara lain penghasilan dari uang pajak. Biaya kementerian tidak bisa dipikul oleh sebuah organisasi swasta. Sekalipun pemberian uang itu bersih dari keinginan minta imbalan jasa, saya berpendapat sumbangan itu sebaiknya dipulangkan pada si pemberi dengan pernyataan terima kasih. Sebuah Kementerian tentunya harus bekerja sesuai dengan anggaran belanja yang ditentukan oleh Badan Pekerja bersama dengan Pemerintah. Putusan saya memulangkan uang sumbangan itu saya beritahukan juga pada sahabat saya Mr. Liem Ting Tjay, yang ketika itu menjadi Ketua Pengadilan Negeri Yogya. Pendirian saya dibenarkan tetapi dicelanya karena bersikap terlampau kaku.

Page 158: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

150

Peristiwa semacam itu tentu saja saya laporkan kepada Perdana Menteri, Amir Syarifuddin. Ia membenarkan pendirian mengembalikan uang sumbangan dari pihak swasta. Kerja-sama dengan swasta tidak boleh berdasarkan ada tidaknya sumbangan dari pihak swasta, tetapi berdasarkan keperluan untuk menjamin pelaksanaan sebuah kebijakan yang mesti menguntungkan semua golongan Rakyat. Bila tadinya kementerian negara itu hanya bekerja menjadi penerus laporan-laporan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dan yang diterima dari pihak organisasi-organisasi swasta kepada kementerian yang wajib memperhatikan penyelesaian peristiwa-peristiwa itu, maka dalam melaksanakan tugas untuk memenuhi janji negara pada 1 November 1945, saya mengambil tindakan yang lebih nyata. Dari Sumatera diterima laporan bahwa di Bagan Siapi-api terjadi peristiwa-peristiwa sebagai akibat salah pengertian. Saya segera mengirim seorang petugas yang mengerti bahasa Tionghoa ke daerah itu untuk memberi penerangan. Saya meminta bantuan Ir. Setiadi, Menteri Penerangan dan wakilnya, Syahbudhi Latif, untuk melakukan siaran radio dalam bahasa Mandarin. Isi siaran diurus oleh Kementerian Negara yang saya pimpin. Dengan persetujuan ini disusunlah tim penerangan dalam bahasa Mandarin yang terdiri dari pemuda-pemuda peranakan Tionghoa, sebagian dari Jawa Timur dan sebagian dari Yogya sendiri. Di antara tenaga itu kemudian ada yang terus bekerja pada RRI dan ikut bergerilya dalam perjuangan menghadapi agresi Belanda. Penerangan dalam bahasa Mandarin itu menurut laporan-laporan yang diterima ternyata cukup efektif dan besar gunanya untuk menciptakan saling mengerti. Adanya penerangan-penerangan dalam bahasa Mandarin yang intensif tentang revolusi Indonesia dan hasil-hasil yang dicapai telah mendorong Konsul Jenderal Tiongkok, Chiang Tsia Tung untuk melakukan perjalanan ke Yogya untuk menemui saya. Rencana perjalanan pertama terpaksa dibatalkan karena justru pada hari

Page 159: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

151

keberangkatannya tentara Belanda melancarkan agresinya yang pertama. Sebagai menteri negara saya mengambil inisiatif untuk mengeluarkan pernyataan melalui RRI pada tanggal 22 Juli 1947 malam: “Tindakan kaum militer Belanda menyerang pertahanan Republik Indonesia, ternyata dilakukan diluar dugaan kalangan diplomatik internasional di Jakarta. Buktinya ialah pidato Konsul-Jenderal Republik Tiongkok, dimana pidato menjelaskan: bahwa beliau sudah siap untuk berangkat ke Yogya pada tanggal 21 Juli 1947. Sedang pihak Republik Indonesia telah menyiapkan orang-orang pengantarnya, juga sudah menyiapkan kereta-api istimewa untuk keperluan itu lengkap dengan jam berangkat pada jam 06.00 pagi. Tetapi, aksi militer Belanda, yang dilakukan pada saat dan dalam suasana orang belum putus-asa akan kemungkinan penyelesaian secara damai, ternyata telah membuat batal perjalanan Konsul-jenderal Republik Tiongkok.” “Law & Order atau ketertiban dan keamanan yang hendak diciptakan oleh tindakan-tindakan kaum militer Belanda itu tidak lain dan tidak kurang ialah menjelmakan kembali kekuasaan penjajah. Buktinya, di daerah-daerah yang dikuasai oleh kaum militer Belanda sudah tidak mungkin ada kemerdekaan berpikir. Tuan Liem Shui Chuan, wijkmeester di Bandung, ternyata ditangkap oleh Belanda melulu karena ia adalah sahabat Bung Karno. Bersamaan dengan Liem Shui Chuan ditangkap juga belasan penduduk Tionghoa lainnya di Bandung.” “Kaum buruh Tionghoa di Belitton, yang mengadakan pemogokan telah diusir dari Rumah-Rumah pondoknya, serta 40 pemimpin buruh Tionghoa di Beliton itu ditangkap.” “Kaum militer Belanda nampak sangat takut apabila Konsul Jenderal Tiongkok bisa berada di Yogya, untuk melihat sendiri ketulusan hati pihak Republik Indonesia, kemauan keras pihak pemuda-Indonesia untuk mewujudkan jiwa UUD-nya dengan menjamin keamanan dan kebahagiaan hidup setiap penduduknya dari ancaman bangsa lain. Sekalipun usaha yang dikerjakan

Page 160: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

152

sungguh-sungguh oleh pihak Republik Indonesia dan oleh para pemuda patriot Indonesia sejati untuk membentuk Indonesia sebagai tempat bekerja dan hidup yang aman dan bahagia bagi penduduknya belum berhasil sebagaimana diinginkan. Karena kaum militer Belanda selalu berusaha keras dengan membayar orang-orang untuk menciptakan kekacauan dan kerusuhan dimana-mana. Pihak Belanda yang semula berlaga tidak tahu-menahu akan asal-usul dan sebab kekacauan dan kerusuhan itu, tetap sekarang mereka tidak dapat cuci bersih tangannya. Tindakan yang mereka ambil sekarang ini membuktikan, bahwa dengan tidak adanya kekacauan dan kerusuhan mereka tidak bisa mendapatkan alasan kuat untuk bergerak.” “Kaum militer Belanda mencoba mengelabui mata dunia dengan alasan yang pernah digunakan oleh kaum militer Jepang di Tiongkok dan dunia, yang pernah menderita , yang pernah mengalami kepahit-getiran dikelabui Jepang itu, tentu saja tidak akan mengulangi kesalahan demikian itu, untuk dapat menjamin adanya perdamaian dunia yang adil dan abadi.” Dengan adanya agresi militer Belanda I ini pekerjaan Kementerian saya menjadi lebih banyak. Kementerian Negara harus menangani masalah pengungsian massal yang terjadi karena rasa curiga berlebih-lebihan dari pihak pimpinan militer di daerah-daerah perbatasan. Resminya, orang Tionghoa yang dipaksa mengungsi itu telah “dilindungi” di daerah-daerah terpencil. Di dalam tindakan-tindakan “melindungi” telah timbul berbagai peristiwa yang merugikan harta dan kadang-kadang juga jiwa mereka yang “dilindungi” itu. Sebagai contoh dapat dikemukakan berbagai peristiwa yang patut dicatat:

Seluruh penduduk Tionghoa di Salatiga “dilindungi ke daerah 1. aman”, tetapi yang tidak mau ikut dinyatakan sebagai “musuh” dengan segala akibatnya. Karena praktis tidak ingin dinyatakan sebagai musuh, semua ikut mengungsi dengan meninggalkan semua barang miliknya yang tidak dapat dibawa. Pengungsian massal demikian ini menimbulkan penderitaan-penderitaan

Page 161: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

153

hebat untuk yang bersangkutan, di samping menimbulkan beban pada negara, yang mesti mengurus penampungan pengungsian massal itu. Tetapi penampungan paling minimum pun tidak ada. Atas usaha Kementerian saya, mereka diungsikan ke Solo dan di Solo dengan bantuan Chung Hua Tsung Hui setempat diusahakan penempatan di Rumah-Rumah sekolah Tionghoa dan Rumah-Rumah perkumpulan yang besar. Yang berharta tentu berusaha mencari tempat penampungan pada keluarga. Yang memerlukan penampungan justru mereka yang kurang mampu. Melihat kenyataan ini Kementerian saya mengusahakan pemerintah mengeluarkan anggaran belanja khusus guna mendorong mereka membangun koperasi-koperasi produksi, membikin kecap, tahu, tempe dan lain-lainnya yang dapat diusahakan bersama dengan dorongan modal pemerintah yang tidak terlalu besar. Kemampuan RI untuk memberi bantuan modal juga sangat terbatas pada ketika itu. Mereka didorong untuk berusaha menghasilkan barang-barang kebutuhan masyarakat sekalipun dengan modal kecil, supaya mereka dapat mempertahankan harga diri, kepercayaan akan kemampuan berdiri di atas kaki sendiri dipelihara dengan baik sehingga tidak menjadi beban masyarakat. Kebijakan saya ini telah menyebabkan harian “Sin Po” Jakarta mengkritik saya sebagai menteri tahu, tempe, kecap. Kritik itu dilontarkan tanpa memperhatikan kemampuan sangat terbatas dari RI ketika itu. Peristiwa “melindungi” semua pegawai pabrik gula Krebet, yang 2. sebagian terbesar terdiri dari tenaga-tenaga ahli peranakan Tionghoa, antara lain Ir. Yap Kie Tjwan, seorang ahli kimia yang dapat digunakan tenaganya untuk pembangunan negara. Mereka “dilindungi” di sebuah tempat yang “dirahasiakan” oleh komandan pertempuran setempat setelah pabrik gula Krebet dibumi-hanguskan. Usaha mencari tempat mereka disembunyikan dengan bantuan residen Malang, Mr. Sunarto

Page 162: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

154

juga tidak berhasil. Tempat mereka “dilindungi” baru diketahui setelah ada keputusan Komisi Tiga Negara akan meninjau keadaan medan pertempuran dengan bantuan Dr. Mustopo, ketika itu koordinator medan pertempuran Jawa Timur. Dalam tim peninjau KTN itu ikut serta dua orang perwira Kuomintang, yaitu Kapten Pao dan Kapten Wu. Yang tersebut belakangan ini malahan seorang kelahiran Bangka dan mengerti bahasa Indonesia. Tenaga-tenaga ahli dari pabrik gula Krebet itu ternyata “dilindungi” di daerah terpencil di atas Dampit di sebuah gudang onderneming kopi di atas Gunung Merapi. Alangkah gembira mereka, ketika saya jumpai dengan pemberian tahu bahwa mereka segera dibawa turun ke Blitar. Penduduk lelaki Tionghoa (asing atau warga-negara Indone-3. sia) dari usia 15 hingga 72 tahun dikumpulkan di sebuah Ru-mah di Nganjuk, Jawa Timur. Setelah dimasukkan kedalam Ru-mah itu, dibakar, dan ... yang mencoba lari keluar dari Rumah itu, diberondong dengan senapan mesin. Karena peristiwa ini, Nganjuk dikenal sebagai kota ... janda!Contoh lain adalah “dilindunginya” seluruh penduduk “Pecinan” 4. kota Kebumen. Mereka “dilindungi” ke tempat yang agak jauh dari kota. Tetapi yang menyedihkan yalah bahwa pimpinan militer setempat memungkinkan penduduk untuk mencari “harta terpendam” di Rumah-Rumah penduduk Tionghoa yang ditinggalkan kosong itu. Tempat-tempat abu sembahyang telah dijungkir-balikan untuk mencari harta. Ruangan kamar tidur berubah menjadi sumur karena digali untuk mencari harta yang ditanam di dalam kamar dan lain-lain lagi. Di tempat “perlindungan” terjadi juga paksaan ganti agama, masuk agama Islam. Di daerah itu terdapat aliran yang menamakan diri Islam Haq.

Semua peristiwa itu menyebabkan saya sebagai Menteri Negara dengan tugas khusus menyelesaikan masalah minoritas, diinterpelasi oleh Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat. Selama Kabinet Amir Syarifuddin, saya satu-satunya yang mesti

Page 163: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

155

menghadapi interpelasi Badan Pekerja KNIP. Interpelasi itu ternyata merupakan kesempatan sangat baik untuk menjelaskan bahwa Mr. Amir Syarifuddin sebagai Ketua Dewan Pertahanan Nasional bersama dengan Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar telah mengeluarkan instruksi bersama. Dalam instruksi bersama ini diperintahkan kepada semua alat keamanan negara untuk mengambil tindakan tegas terhadap orang-orang yang tidak bertanggung-jawab, yang merugikan keamanan harta, jiwa dan keamanan hidup golongan Tionghoa di daerah-daerah dekat medan pertempuran. Instruksi bersama itu memerintahkan juga supaya orang-orang tidak bertanggung-jawab itu ditembak ditempat, bila tertangkap basah sedang melakukan perbuatan kejahatan. Dalam Badan Pekerja saya nyatakan bahwa pemerintah RI dengan penuh kesungguhan berusaha melaksanakan janji Manifesto Politik 1 November 1945. Pemerintah yakin bila semua alat negara dengan bantuan semua partai politik yang memimpin massa di daerah-daerah melaksanakan dengan penuh kesungguhan jiwa yang terkandung di Manifesto Politik tersebut, peristiwa-peristiwa menyedihkan tidak akan terulang lagi terjadinya. Ajakan saya supaya semua partai politik suka memberi bantuan ternyata memperoleh sambutan positif, antara lain dari Prawoto Mangkusasmita yang berbicara atas nama Masyumi. Ia menyatakan kesediaan Masyumi untuk membantu berusaha melenyapkan banyak salah pengertian dan prasangka-prasangka negatif yang menimbulkan rasa curiga berlebih-lebihan. Ia juga menyatakan kesediaannya untuk membantu menghubungi pimpinan gerakan Islam Haq di Kebumen. Sambutan-sambutan wakil-wakil fraksi dalam BP KNIP itu ternyata memuaskan dan sekalipun interpelasi itu dengan adanya jawaban memuaskan tidak disusul dengan adanya mosi kepercayaan seperti lazim di negeri-negeri Barat, tetapi dari semua sambutan dicapai kebulatan pengertian bahwa revolusi tidak berarti boleh melakukan perampokan, pembunuhan atau pemaksaan orang untuk “mengungsi” untuk kemudian dirampok dan disiksa.

Page 164: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

156

Revolusi bukan proses pembasmian sebuah golongan penduduk, yang dikenal sebagai tindakan “genocide” terkutuk. Revolusi bertujuan membongkar sistem masyarakat lama dan membangun sistem masyarakat baru, yang menjamin pada Rakyat terbanyak penghidupan yang aman, bebas dari rasa ketakutan dan bebas kemiskinan. Tujuan revolusi tentunya harus diperjuangkan dengan pengorbanan seminimal dengan hasil semaksimal mungkin. Dalam menjalankan tugas untuk secepat mungkin memberi pertolongan pada penduduk Tionghoa yang “dilindungi” itu dengan Rumah-Rumah dan barang-barang berharganya dirampok, patut dihargai bantuan-bantuan pemuda-pemuda pejuang di medan pertempuran. Yang menarik perhatian yalah bahwa perbuatan-perbuatan merampok dan “mengungsikan” dengan alasan untuk “dilindungi” itu ternyata bukan Rakyat setempat, tetapi oleh gerombolan-gerombolan tidak bertanggung-jawab dari luar daerah bersangkutan. Seperti diterangkan sebelumnya, dengan bantuan jenderal Dr. Mustopo, di daerah kekuasaan Republik Indonesia bisa ditiadakan adanya kamp-kamp konsentrasi pengungsian massal penduduk Tionghoa. Ini mencegah berkembangnya pandangan yang dapat menurunkan prestise RI di luar negeri, yaitu pandangan adanya orang main “usung-usung” (mengangkut) melalui jalan-jalan kecil di sawah-sawah: lemari es, lemari besi, lemari toilet, tempat tidur besi dan lain-lain yang bukan milik sendiri. Ketika KTN meninjau daerah kekuasaan RI, mereka menyaksikan bahwa alat-alat keamanan negara mampu menjamin ketertiban dan keamanan hidup cukup baik. Hasil baik dengan bantuan Dr. Mustopo serta kesatuan-kesatuan pemuda pejuang memang telah memperkuat kedudukan RI di dalam menghadapi Belanda di meja perundingan. Di antara pemuda-pemuda yang banyak membantu memulihkan ketentraman hidup orang-orang Tionghoa yang “dilindungi” itu, patut dicatat nama seorang pemuda peranakan

Page 165: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

157

Tionghoa yaitu Koo Thian Poo. Ia bekerja tanpa pamrih. Karena ia menguasai bahasa Belanda, ia bisa mengadakan hubungan dengan daerah-daerah pendudukan Belanda. Mr. Sunarko, sebagai residen Malang, yang berpangkalan di Dampit, mengakui besar artinya jasa-jasa Thian Poo dalam menjalankan tugas keluar masuk garis demarkasi. Untuk saya pribadi ia lebih banyak lagi jasanya, karena dengan perantaraannya dipeliharalah hubungan saya dengan keluarga yang tinggal di daerah kota Malang. Berkat bantuannya dengan perlindungan pemuda-pemuda TRIP Jawa Timur, seluruh keluarga saya diselundupkan masuk melalui garis demarkasi ke ibu-kota Republik ketika itu, Yogya. Seluruh keluarga saya dan saya sendiri menjadi sangat sedih, ketika memperoleh berita bahwa ia bersama dengan teman-temannya telah tewas dalam menjalankan tugas tanpa meninggalkan bekas sama sekali. Tempat kuburnya pun tidak diketahui orang. Setelah membantu mempersiapkan peninjauan KTN, saya diikut sertakan oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin dalam delegasi RI untuk perundingan RI-Belanda di atas kapal Renville. Tjoa Sik Ien juga menjadi anggota delegasi ini. Sementara perundingan-perundingan ini dilangsungkan, tugas Kementerian saya adalah membantu lancarnya pelaksanaan UU No. 3/1946, UU kewarganegaraan Indonesia. Konsul jenderal Tiongkok, Chiang Tsia Tung, setelah menunda perjalanannya ke Yogya dengan adanya agresi militer Belanda yang pertama, telah melangsungkan niatnya mengunjungi Yogya setelah perundingan Renville dimulai. Kunjungannya ke Yogya menghasilkan ditempatkannya seorang wakil konsul di Yogya, yaitu New Shu Chun. Pihak pemerintah Tiongkok mendesak saya untuk mengubah stelsel pasif menjadi aktif. Pihak RI bertahan pada pendiriannya. Untuk membuktikan bahwa RI tidak ingin memaksa orang Tionghoa menjadi warga negara Indonesia, saya memperoleh persetujuan Badan Pekerja untuk memperpanjang hak berpikir untuk menolak kewarganegaraan Indonesia hingga 10 April 1949. Ini kemudian

Page 166: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

158

diperpanjang lagi hingga 10 April 1951. Stelsel pasif dikokohkan oleh pihak RI, karena dengan stelsel pasif itu dapat dikurangi jumlah orang asing di Indonesia. Semasa antara Perjanjian Linggarjati hingga dimulainya Perjanjian Renville, tercatat beberapa pengalaman sebagai berikut:

Dikeluarkannya Undang-Undang Kewarga-negaraan yang cukup 1. baik, demokratis dan mengindahkan hak menentukan nasib sendiri tidak menjamin pelaksanaan janji Manifesto Politik 1945. Undang-Undang Kewarga-negaraan yang menguntungkan proses integrasi wajar, bersih dari pikiran paksaan macam apapun juga, ternyata harus diikutsertai oleh usaha usaha yang menimbulkan saling pengertian, saling menghargai perbedaan-perbedaan etnis, perbedaan adat, agama dan kebiasaan hidup. Artinya diperlukan adanya toleransi yang konstruktif, dan bersih dari rasa iri hati yang dapat mengembangkan rasa curiga secara berlebih-lebihan.Faktor-faktor luar, extern, ternyata dapat merusak usaha ke 2. arah diciptakannya suasana hidup saling mempercayai. Pen-jajah Belanda berusaha menarik keuntungan politik dengan perang urat syaraf dengan menggunakan masyarakat Tionghoa sebagai “dongkrak”. Di samping itu penjajah Belanda menga-caukan ekonomi daerah RI dengan mengacaukan peredaran ba-rang. Ini dicapai dengan menimbulkan ketegangan di kalangan pengusaha-pengusaha Tionghoa, sehingga mau mengungsi ke daerah-daerah pendudukan Belanda. Dengan demikian Belanda dapat membakar lebih hebat rasa curiga terhadap pengungsian massal. Dengan dalih melindungi Tionghoa, mereka melakukan tindakan militer. Pengungsian massal ini merugikan proses in-tegrasi yang ingin dicapai.

Siasat penjajah Belanda dalam hal pengotakan masyarakat telah menimbulkan:

Adanya “Pecinan” di hampir semua kota besar. Ini a. adalah akibat politik “Apartheit” dengan “wijkenstelsel” dan “passenstelsel”. Politik penjajah Belanda dahulu

Page 167: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

159

itu berhasil memisahkan golongan Tionghoa dan peranakannya dari Rakyat biasa. Adanya perbedaan garis sosial-ekonomi yang jatuh b. bersamaan dengan perbedaan keturunan. Hal ini mempermudah usaha menimbulkan rasa iri-hati yang dapat berkembang menjadi rasa curiga berlebih-lebihan, yang membuat kabur pengertian revolusi.

Sebagai contoh dapat dikemukakan satu peristiwa kurang lebih sebagai berikut: Dalam menghadapi kemungkinan penyerbuan tentara Belanda dalam agresi militer Belanda pertama, saya sebagai Menteri Negara ditugaskan Perdana Menteri untuk menghadiri rapat tokoh-tokoh militer yang dipimpin oleh Jenderal Urip sebagai kepala staf. Di dalam rapat itu hadir juga jenderal-jenderal dari Biro Perjuangan, seperti Bung Tomo, Ir. Sakirman dan lain-lain. Dr. Sim Kie Ay ternyata ikut hadir sebagai wakil Chung Hua Tsung Hui. Hal ini dianggap perlu karena rapat itu mempersoalkan usul seorang komandan resimen setempat untuk mengadakan pengungsian massal, yaitu seluruh penduduk jalan Malioboro, yang dapat dikatakan “Pecinan” kota Yogya, sehingga mempermudah tindakan membumi-hanguskan daerah itu bila tentara Belanda menyerbu kota Yogya. Ketika pada pengusul saya tanyakan: Bagaimana dengan nasib para penduduk daerah itu yang berjumlah besar sekali, dan mereka hendak ditampung di mana, bagaimana pembiayaan penampungan, apakah mengurus pengungsian demikian besar tidak menghalangi gerakan militer untuk mempertahankan Yogya, si pengusul menyatakan belum memikirkan demikian jauhnya. Ia hanya memikirkan, bagaimana membumi-hanguskan Malioboro, bagaimana mencegah jangan sampai gedung-gedung berloteng dapat digunakan tempat bersembunyi “snipers” musuh. Pada pengusul juga saya tegaskan pertimbangan bahwa dalam pertempuran mempertahankan Yogya, perlu diadakan bertempur di jalan-jalan raya, dari pada Malioboro diratakan yang bisa mempermudah masuknya pasukan tank.

Page 168: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

160

Dari pembicaraan itu timbul kesan bahwa si pengusul tidak bebas dari pengaruh rasa iri-hati yang rasis. Rapat itu ternyata tidak dapat menyetujui usul semacam itu dan dapat dicegah terulangnya peristiwa semacam Kebumen. Faktor dalam negeri juga penting artinya dalam menciptakan suasana hidup favorable untuk lancarnya proses integrasi wajar. Kebijakan pembangunan ekonomi, yang dapat menjamin lancarnya pembangunan masyarakat adil dan makmur, yang membebaskan Rakyat dari kemiskinan dan memperkecil perbedaan kaya-miskin, sehingga tidak bisa menimbulkan kegoncangan-kegoncangan karena tajamnya pertentangan perbedaan sosial-ekonomis. Mencegah masalah “minoritas” penting artinya untuk menjunjung tinggi “prestise” negara.

SISTEM MULTI PARTAI DAN DEMOKRASI PARLEMENTER

Telah dituturkan bahwa Maklumat Presiden no. X tahun 1945 telah mengubah sistem Kabinet presidensiil menjadi sistem Kabinet parlementer, yang di dalam pelaksanannya menimbulkan adanya banyak partai politik. UUD 1945 hanya dilaksanakan beberapa bulan saja sesudah 17 Agustus 1945. Alasan untuk mengubah Kabinet presidensiel menjadi Kabinet parlementer yalah menangkis tuduhan bahwa RI adalah bikinan Jepang. Partai-partai yang didirikan setelah Maklumat Presiden itu ternyata bukanlah partai tertua di Indonesia, yaitu PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia). Seperti diketahui PSII dimulai dengan Sarekat Islam. Sarekat Islam ini pernah dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan Semaun dan Darsono, yang memasukkan pengaruh ajaran Marxisme sehingga Sarekat Islam kemudian juga PSII menjadi partai politik yang tegas anti kapitalisme dan imperialisme. Kemudian di bawah pengaruh H. Agus Salim PSII giat dalam gerakan pan Islamisme. Setelah Jepang berkuasa di Indonesia, semua partai politik dilarang dan PSII terpaksa menggabungkan diri ke dalam

Page 169: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

161

Masyumi yang dibentuk pada tanggal 24 Oktober 1943 dengan izin pemerintah Jepang. Dengan dikeluarkannya Maklumat Presiden No. X, Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) yang semula bukan partai politik dinyatakan sebagai partai politik. Partai-partai lain menyusul, dimulai dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) di bawah pimpinan Mr. Sartono, Iskaq, S. Mangunsarkoro dan Suwiryo. Di samping ini ada dua partai politik baru berhaluan sosialis, yaitu Partai Rakyat Sosialis (Paras) di bawah pimpinan Sutan Syahrir dan Partai Sosialis Indonesia (Parsi) di bawah pimpinan Mr. Amir Syarifuddin. Dua partai sosialis ini kemudian mengadakan fusi dan menjadi Partai Sosialis dengan Sutan Syahrir sebagai ketua dan Amir Syarifuddin sebagai wakil ketua. Tan Ling Djie berperan sebagai Sekretaris Jendral. Ini menarik. Memang Partai Sosialis tidak memperdulikan latar belakang ras. Selain Tan Ling Djie, Oei Gee Hwat dan saya juga turut dalam pimpinan harian partai tersebut. Pada ketika berdirinya partai-partai ini memang orang sudah mempersoalkan apakah bedanya PNI dan Partai Sosialis. Pada umumnya perbedaan yang dianggap menonjol ketika itu adalah Partai Sosialis dipimpin oleh dua orang Sumatera, sedang PNI dipimpin oleh orang-orang Jawa, malahan dikatakan priyayi Jawa. Partai Komunis yang merupakan salah satu partai tertua di Indonesia, ternyata tidak dihidupkan kembali seketika keluar Maklumat Presiden No.X. Tokoh-tokoh tuanya masih belum kembali dari Boven Digul dan sebagian dalam Perang Dunia II diketahui dibawa penjajah Belanda ke Australia. Tetapi di Cirebon diumumkan berdirinya PKI-Merah di bawah pimpinan dua orang sarjana hukum, yaitu Mr. Jusuf dan Mr. Suprapto. Kabinet bertanggung-jawab kepada Parlemen pertama yang dipimpin oleh Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri, bukan Kabinet koalisi, tetapi lebih merupakan yang dinamakan “zaken Kabinet”. Artinya orang-orang yang menjadi menteri tidak ditentukan oleh partai masing-masing, melainkan titik berat diletakkan pada

Page 170: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

162

“keahliannya”. Sebagai akibat Kabinet Syahrir mengalami oposisi sengit baik dari Masyumi maupun dari PNI, walaupun di dalam Kabinetnya duduk dua orang tokoh PNI dan dua orang tokoh Masyumi. Disiplin partai ketika itu dapat dikatakan lemah. Dalam membentuk beberapa Kabinetnya, Syahrir lebih memperhatikan komposisi cabinet daripada kepartaian orang-orang yang diajak menjadi menteri yang diangkat tanpa persetujuan partai masing-masing. Dengan demikian orang-orang yang menjadi menteri pun lebih bebas, tidak perlu mengadakan konsultasi dengan pimpinan partainya bila menghadapi keputusan-keputusan penting. Rasa tidak puas dengan pimpinan-pimpinan partai ketika itu telah melahirkan juga dua partai baru lagi. PKI berdiri kembali dengan kembalinya pimpinan lama dari Australia setelah dibuang oleh Belanda ke Boven Digul (Irian Barat). Orang-orang PKI yang kembali itu dipimpin oleh Sardjono. Hampir berbarengan dengan terbentuknya PKI itu, lahir juga Partai Buruh Indonesia yang dipimpin oleh Prof. Abidin dan Asrarudin dan kemudian dipimpin oleh Drs. Setiadjit dan S.K. Trimurti. Ketika Amir Syarifuddin diberi tugas membentuk Kabinet pada tahun 1947, maka untuk pertama kali diusahakan pembentukan Kabinet berdasarkan “koalisi”, artinya orang-orang yang duduk dalam Kabinet ditentukan oleh partai masing-masing. Untuk menjamin didukung oleh suara terbanyak di dalam Badan Pekerja perlu diusahakan supaya elemen-elemen tidak puas dalam Masyumi membentuk partai baru atau menghidupkan kembali partai lama, yang dipaksa Jepang masuk ke dalam Masyumi. Usaha Amir Syarifuddin ternyata berhasil, yaitu PSII berdiri sebagai partai Islam tersendiri, keluar dari Masyumi dan Kabinet Amir menjadi Kabinet “koalisi” pertama. Dengan mendapat dukungan PSII, partai Islam yang dikenal radikal dalam menghadapi penjajah Belanda dan selalu bersikap “non”, artinya tidak bersedia kerja sama dengan Belanda, dukungan di dalam masyarakat terhadap Kabinet Amir menjadi lebih besar dan luas.

Page 171: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

163

Tetapi dalam pembentukan Kabinet “koalisi” pertama itu telah diperoleh pengalaman bahwa pembentukan itu makan banyak waktu dan menimbulkan …. dagang sapi dalam menentukan pembagian kursi dalam Kabinet. Tawar-menawar dalam jumlah kursi untuk masing-masing partai, di samping ada kursi penting dan tidak penting, makan banyak waktu dan meminta kesabaran dalam perundingan. Tawar-menawar itu lebih banyak makan waktu dari pada menyetujui program kerja Kabinet. Menyusun Kabinet “koalisi” juga bisa menimbulkan kompromi-kompromi yang sangat menarik perhatian. Umpamanya di dalam Kabinet Amir, kursi Menteri Dalam Negeri dituntut untuk diisi oleh tokoh Islam karena dalam Kabinet Syahrir, Mr. Moh. Roem dari Masyumi telah menduduki Menteri Luar Negeri dalam Kabinet-Kabinet Syahrir yang mendahuluinya. Akhirnya dicapai kompromi, PSII harus menerima Mr. Abdulmadjid sebagai wakil Menteri Luar Negeri. Dengan demikian untuk pertama kali, mungkin, dalam sejarah RI, seorang tokoh Islam kerja sama dalam “koalisi” dengan tokoh Komunis, melaksanakan politik luar negeri. Lain ciri yang menarik dari Kabinet Amir itu adalah untuk pertama kali diajak serta di dalam Kabinet seorang tokoh Katolik, I.J. Kasimo. Ia menjadi Menteri Muda Urusan Perekonomian dengan Dr. H. Tjokronegoro sebagai menterinya. Dalam menyusun Kabinetnya Mr. Amir ternyata memperhatikan juga tokoh-tokoh suku-suku daerah, yaitu seperti Dr. Leimena, seorang tokoh Kristen sekaligus tokoh Maluku dan Ir. Djuanda, seorang tokoh Sunda. Memang menjadi fakta bahwa untuk menimbulkan rasa berpartisipasi, ikut bertanggung-jawab, karena ikut serta, perlu juga tokoh-tokoh suku daerah diajak serta dalam menentukan, merumuskan putusan-putusan dan melaksanakan politik. Walaupun Amir dalam membentuk Kabinetnya telah memperhatikan segala macam segi yang dapat memperkokoh dukungan terhadap Kabinetnya, tetapi dalam menghadapi Belanda dalam perundingan-perundingan dianggap perlu untuk mengajak serta juga Masyumi di dalam Kabinet.

Page 172: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

164

Lahirlah Kabinet Amir II yang mengenal lebih dari 40 orang menteri. Kabinet ini lalu mengenal dua orang sebagai Wakil Perdana Menteri, yaitu Wondoamiseno dari PSII dan Mr. Syamsudin dari Masyumi, sedang kursi Menteri Dalam Negeri, yang semula diduduki oleh Wondoamiseno diberikan kepada Dr. Sukiman dari Masyumi. Perundingan-perundingan dengan Belanda dilakukan di atas kapal Renville. Susunan anggota delegasi RI untuk perundingan ini diperbaiki. Dr. Tjoa Sik Ien dari Surabaya diangkat sebagai anggota delegasi. Putusan mengangkat Dr. Tjoa Sik Ien ini berdasarkan pertimbangan bahwa ia telah berjasa sebagai ketua “Servants of Society” (SOS) di Surabaya untuk mengadakan aksi menolak undangan Belanda pada masyarakat peranakan Tionghoa di Surabaya untuk mengirim utusan ke Konperensi Pangkal Pinang, yang diadakan untuk membicarakan masalah minoritas di Indonesia. Belakangan Dr. Tjoa bersama dengan Prof. Sumitro dikirim ke Sidang Umum PBB, New York untuk menjelaskan kedudukan RI dan memperjuangkan adanya putusan adil PBB untuk RI. Dihitung secara matematik di atas kertas susunan Kabinet Amir sudah cukup kuat. Dukungan terhadap delegasi RI untuk perundingan dengan Belanda juga lebih baik. Tetapi perhitungan atas kertas ternyata tidak mutlak tepat. Di samping itu sikap delegasi RI di dalam perundingan dengan Belanda memang tidak bebas dari kebiasaan yang dianut selama itu. Perhitungan masih dipengaruhi oleh pandangan intelektuil yang kurang percaya pada kemungkinan memobilisasi kemampuan bertahan Rakyat terbanyak dalam mempertahankan kemerdekaan RI. Pikiran delegasi masih sangat dipengaruhi oleh perhitungan perimbangan nyata kekuatan bersenjata RI menghadapi kekuatan bersenjata Belanda. Kabinet Amir menghadapi ujian berat, ketika perundingan-perundingan di atas kapal Renville mencapai rumusan naskah persetujuan. Ketika delegasi kembali ke Yogya, pimpinan-pimpinan partai-partai telah giat mempelajari naskah persetujuan itu. Persoalan yang dianggap berat dalam persetujuan itu adalah

Page 173: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

165

persetujuan pihak RI untuk mengosongkan “pockets” (kantong-kantong = daerah-daerah yang masih dikuasai oleh sisa-sisa Angkatan Bersenjata RI dan kekuatan-kekuatan bersenjata Rakyat) di wilayah Belanda. Pengosongan itu diartikan “hijrah” (mundur). Mundur selangkah untuk dapat maju dua langkah. Memang, macam-macam alasan dikemukakan supaya persetujuan Renville dapat diterima. Prosedur pembicaraan dalam Kabinet adalah biasa. Tiap menteri mengadakan konsultasi dengan partai masing-masing. Kemudian berkumpul kembali untuk memberi keputusan. Untuk menteri-menteri Partai Sosialis, Partai Buruh dan PKI, konsultasi ternyata melalui dua tahap. Tahap pertama perundingan dilakukan dengan pimpinan partai masing-masing, kemudian dengan pimpinan FDR, yaitu Front Demokrasi Rakyat, yang dibentuk untuk mempersatukan kegiatan partai Sosialis, Partai Buruh, PKI, Pesindo, SOBSI, BTI dan GERWIS (Gerakan Wanita Sadar, yang kemudian menjadi GERWANI). Semula nama kesatuan aksi itu adalah “Sayap Kiri”, tetapi selama Kabinet Amir diubah menjadi Front Demokrasi Rakyat berdasarkan alasan bahwa tujuan bersama mencapai pelaksanaan Demokrasi Kerakyatan. Nama ini dirasakan lebih mencerminkan tujuan bersama dari pada istilah “Sayap Kiri”. Baik juga diperhatikan bahwa di dalam SOBSI ketika itu masih terdapat juga anggota-anggota pimpinannya yang menjadi pimpinan dari PNI yang bukan anggota FDR, antara lain R.H. Kusnan. Perundingan mengenai persetjuan Renville makan waktu lama. Suasana dalam perundingan dengan pimpinan Partai Sosialis maupun dengan FDR terasa hangat. Perundingan baru berjalan lancar ketika diterima berita bahwa PNI dan Masyumi cenderung menerima persetujuan itu. Bila partai-partai yang menjadi partner koalisi sudah setuju, dirasakan kurang bijaksana untuk ngotot menolak, terutama sikap SOBSI dan BTI serta PESINDO menjadi kurang keras. Sebagai organisasi-organisasi massa yang erat hubungannya dengan Rakyat

Page 174: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

166

di daerah-daerah pertempuran, mereka mempertahankan pendapat bahwa dalam hal senjata tentara Belanda memang lebih unggul, tetapi kemampuan Rakyat bertahan dapat mengatasi keunggulan senjata pihak Belanda. Dalam sidang Kabinet malamnya, sidang Kabinet perlu ditunda hingga tengah malam untuk dapat memberi kesempatan kepada PNI dan Masyumi menentukan sikapnya. Ternyata bahwa yang dilaporkan setuju baru sebagian pimpinan kedua partai itu. Ketika sidang Kabinet dimulai, Masyumi dan PNI ternyata menolak persetujuan Renville. Mr. Amir Syarifuddin sebagai Perdana Menteri dan seorang intelektuil, merasa dirinya “dijual” dengan adanya berita semula bahwa PNI-Masyumi setuju, tetapi menurut kenyataan kedua partai itu telah menolak. Secara impulsif, tanpa mengadakan konsultasi dengan partainya dan tanpa memberi kesempatan partai-partai lain meninjau kembali pendiriannya, Mr. Amir menyatakan bahwa ia akan menyerahkan kembali mandat Kabinetnya kepada Presiden esok harinya. Semua anggota Kabinet yang hadir tidak bisa berbuat lain dari pada menyetujui sikap perdana menterinya. Dengan demikian diperolehlah satu pengalaman bahwa seorang perdana menteri dapat menentukan sendiri satu keputusan yang penting tanpa merasa perlu berkonsultasi dengan partainya yang berakibat krisis Kabinet. Selama tahun-tahun permulaan itu memang diperoleh pengalaman bahwa seorang perdana menteri dan juga seorang menteri sering mengambil putusan yang menghadapkan partainya pada satu kedudukan sulit. Perasaan dirinya sendiri yang dianggap lebih menentukan dan belum merasa dirinya hanya sebagai “alat” partai untuk memperjuangkan pelaksanaan tujuan/ideologi partai dari mana ia menjadi anggotanya. Bila ia merasa “alat” partai, tentu putusan wajib diserahkan pada pimpinan partai untuk me-recallnya, untuk minta ia mengundurkan diri. Apa yang dialami dengan Kabinet Amir dapat dikatakan merupakan penyakit “anak-anak” dari sistem kepartaian.

Page 175: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

167

Setelah mandat diserahkan kembali kepada Presiden, Mr. Amir Syarifuddin tanpa berkonsultasi pada partainya juga menolak pengangkatan kembali sebagai formatur Kabinet baru. Kepada partainya dan juga kepada FDR ia menjelaskan tidak mau menerima pengangkatan itu karena ia akan menghadapi partai-partai yang sama, yang telah “menjual” dirinya, di samping menghadapi persoalan pokok serupa. Untuk mengatasi kesulitan menemukan seorang formatur maka Presiden Soekarno menunjuk Drs. Moh. Hatta sebagai formatur. Sebagai formatur Bung Hatta menyodorkan usul program: melaksanakan persetujuan Renville, yang pernah ditolak oleh PNI dan Masyumi. Atas dasar ini dibentuk Kabinet baru. Dalam menentukan orang-orang sebagai menteri, Drs. Moh. Hatta sebagai formatur telah menawarkan pada Amir untuk duduk kembali sebagai Menteri Pertahanan. Tetapi karena dalam jatah kursi yang hendak diberikan kepada FDR sebagai keseluruhan, dinyatakan tidak cukup oleh FDR, tawaran pada Mr. Amir untuk duduk kembali sebagai Menteri Pertahanan telah ditolak. Mencari orang sebagai Menteri Pertahanan yang berwibawa ternyata tidak gampang dan fungsi Menteri Pertahanan dipegang sendiri oleh Drs. Moh. Hatta. Alasan FDR menolak ikut serta dalam Kabinet Hatta itu yalah karena tidak dapat menyetujui program Kabinet, di samping jatah kursi yang diperoleh tidak disetujui. Ada juga yang menyatakan bahwa Drs. Moh. Hatta memang menjalankan siasat untuk memencilkan FDR dengan sengaja memberi jatah yang diketahui lebih dahulu pasti ditolak. Susunan Kabinet baru itu memperoleh dukungan PNI dan Masyumi, walaupun programnya menerima persetujuan Renville yang dulunya ditolak dan menyebabkan krisis Kabinet. Dengan demikian diperolehlah pengalaman ganjil yaitu bisa menerima persetujuan Renville asal saja dapat jatah kursi lebih besar. Dengan demikian untuk partai-partai politik itu, yang terpokok bukanlah politik atau bertahan pada prinsip yang pernah diambil, melainkan portfolio, kursi-kursi untuk dapat melanjutkan

Page 176: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

168

kekuasaan. Pengalaman ini memang patut diperhatikan, karena dalam melaksanakan demokrasi parlementer terjadi banyak penyelewengan dan tujuan bisa dikorupsi, hanya karena kursi kementerian. Lain hal yang patut diperhatikan adalah, dengan hilangnya dominasi Partai Sosialis, di mana Tan Ling Djie memegang peranan penting, Kabinet Hatta tidak merasa perlu mempertahankan kementerian negara yang bertugas melaksanakan janji Manifesto Politik November 1945. Tidak dirasakan perlu menitik beratkan penyelesaian masalah minoritas sebagai kegiatan kementerian. Upaya mempercepat proses integrasi wajar tidak dianggap penting. Sementara itu Front Demokrasi Rakyat, yang dulunya selalu menjadi pendukung Kabinet, sekarang harus melakukan oposisi. Di dalam melakukan oposisi itu, terutama terhadap pelaksanaan persetujuan Renville, partai-partai dan organisasi-organisasi massa yang tergabung dalam FDR telah memperoleh dukungan massa lebih besar lagi. Hal ini dianggap sebagai proses radikalisasi massa yang justru dianggap merugikan global strategy USA ketika itu. Memang di tubuh FDR telah terjadi proses radikalisasi, yaitu antara lain karena:

Syahrir1. mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari Partai Sosialis dan membentuk Partai Sosialis Indonesia, kemudian dikenal sebagai PSI. Tindakan ini tidak memperkecil arti Partai Sosialis. Partai Sosialis di bawah pimpinan Amir Syarifuddin malahan berkembang besar sebagai partai oposisi. Muso2. tiba di Indonesia. Ia adalah seorang tokoh PKI pada tahun 20-an dan berdiam di luar negeri sebagai wakil PKI dalam Komintern (Komunis Internasional) di Moskow. Tibanya Muso telah mempengaruhi perkembangan politik di Indonesia ketika itu.

Muso telah melontarkan kritik-kritik tajam, antara lain: Apakah faedahnya mengadakan sampai tiga partai politik a. yang berdasarkan Marxisme-Leninisme? Apakah perpecahan dalam tiga macam partai itu, yaitu Partai Sosialis, Partai

Page 177: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

169

Buruh dan PKI, tidak memperlemah perjuangan mencapai pelaksanaan Marxisme-Leninisme? Apakah sebab FDRb. yang tadinya menjadi partai pemerintah menyerahkan “pentung” kekuasaan memerintah kepada kekuatan lain? Menyerahkan kekuasaan secara sukarela kepada pihak lain, kepada klas lain, bertentangan dengan ajaran-ajaran Marxisme-Leninisme. Mengingat kenyataan bahwa Indonesia adalah satu negeri c. yang mengenal banyak macam suku, apakah tidak lebih demokratis, bila negara berbentuk federasi dan tidak berbentuk unitaris (kesatuan) seperti ditentukan oleh UUD 1945?

Kritik-kritik Muso telah menimbulkan “self-koreksi” besar-besaran di kalangan pimpinan partai-partai yang tergabung di dalam FDR dan akhirnya lahirlah putusan untuk mengadakan fusi antara Partai Sosialis, Partai Buruh dan PKI, menjadi satu partai, PKI. Prosedur fusi itu disetujui kurang lebih sebagai berikut: Tiap partai mengadakan kongres masing-masing untuk mempersoalkan usul fusi dengan kongres PKI terakhir. Setelah Partai Buruh dan Partai Sosialis mengadakan kongres masing-masing dan telah menyetujui usul fusi, maka terlebih dahulu anggota-anggota Partai Buruh dan Partai Sosialis harus mengajukan permohonan masuk PKI. Jadi mereka itu tidak otomatis menjadi anggota PKI, bila dalam kongres partainya telah menyetujui fusi dengan PKI. Peraturan ini diadakan karena syarat penerimaan anggota PKI adalah lebih berat dari pada syarat masuk Partai Sosialis dan Partai Buruh. Tiba kembalinya Muso menimbulkan angin baru di kalangan orang-orang ex Digulist, yang menguntungkan PKI. Mereka yang “dibuang” ke Digul oleh penjajah Belanda ternyata terbagi dalam dua golongan besar, yaitu yang “keras kepala” dimasukan dalam golongan “onverzoenlijken” (yang tidak mau bertobat), dan yang lain masuk golongan “werkwilligen” (mau bekerja). Ketika tentara Jepang menyerbu masuk Irian Barat, orang-orang Digulist itu

Page 178: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

170

semuanya diangkut ke Australia. Tetapi di Australia mereka tetap dibagi dalam dua golongan. Golongan “onverzoenlijken” dimasukkan ke dalam kamp-kamp tawanan perang dan dipersamakan dengan tawanan perang Jepang, Italia, Jerman, dan lain-lain, sedangkan mereka yang tergolong “werkwilligen” ditempatkan di kamp kerja untuk bekerja memperoleh upah. Ketika Perang Dunia berakhir, yang “werkwilligen” diperkenankan kembali ke Indonesia. Dalam golongan ini termasuk Sardjono, Djoko Sudjono, Achmad Sumadi dan lain-lain yang ketika tiba di Jawa membentuk kembali PKI dan memimpinnya. Golongan yang termasuk “onverzoenlijken” dibawa kembali dari Australia ke Digul untuk tetap diinternir. Baru diperkenankan kembali ke Jawa setelah ada persetujuan Linggarjati. Tetapi ketika mereka tiba di Yogya, mereka memperoleh kenyataan bahwa PKI telah dipimpin oleh “werkwilligen”, sehingga mereka segan bergabung. Di antara mereka ada yang menggabungkan diri pada golongan Tan Malaka. Tiba kembalinya Muso di Indonesia yang menimbulkan koreksi pada PKI, memang menyebabkan banyak juga orang-orang ex Digulist yang tergolong pada “onverzoenlijken” itu menggabungkan diri kembali pada PKI. Panitia Persiapan Kongres Fusi PKI ternyata dipimpin sendiri oleh Muso sebagai sekretaris jenderal dan wakil sekretaris jenderalnya adalah Tan Ling Djie. Tetapi kongres ini tidak dapat berlangsung. Pada tanggal 19 September 1948 timbullah peristiwa yang dalam sejarah Indonesia dikenal sebagai peristiwa Madiun. Peristiwa ini oleh PKI dinamakan “red drive” dan “teror putih” kedua. Teror Putih pertama adalah teror yang dilakukan oleh penjajah Belanda setelah pemberontakan PKI yang gagal dalam tahun 1926-1927. Pihak pemerintah, Kabinet Bung Hatta, menamakan peristiwa Madiun sebagai “pemberontakan PKI Muso”, yang oleh sementara jenderal disebut “menikam RI di geger” (“menikam dari belakang”). Apakah sesungguhnya yang terjadi, tidak cukup jelas. Banyak hal yang masih “tertutup”, belum diketahui umum. Y a n g diketahui adalah bahwa setelah diadakan musyawarah pemuda-

Page 179: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

171

pemuda progresif sedunia di Kalkuta, ada terjadi perkembangan politik internasional yang memperhebat gerakan perjuangan mencapai kemerdekaan di Asia. Di Vietnam perjuangan bersenjata menghebat kembali. Di Tiongkok, Mao Tse Tung mencatat kemajuan-kemajuan berarti. Di Malaya, Inggris mengambil tindakan melarang Partai Komunis Malaya, yang tadinya bekerja legal sehingga anggota-anggota MPAJA, yang telah dipuji Inggris karena berjasa melawan Jepang, masuk kembali ke hutan-hutan dan memulai lagi perjuangan bersenjata melawan Inggris. Di Indonesia telah tiba kembali Muso, yang dikhawatirkan mempercepat proses radikalisasi. Di dalam perundingan menghadapi Belanda, Kabinet Hatta memang berusaha memperoleh dukungan USA, yang memegang peranan aktif dalam panitia perantara yang terdiri dari tiga negara, yaitu USA, Belgia dan Australia. Diperkirakan bahwa bila USA mau menekan Belanda, persetujuan yang menguntungkan Indonesia akan dapat dicapai. Tetapi USA tentu mau mendukung RI bila hal ini pasti menguntungkan politiknya yang ketika itu bertujuan membendung gerakan dan perjuangan kemerdekaan Rakyat yang dianggap menguntungkan USSR. Memang, sebelum peristiwa Madiun telah diadakan perundingan terbatas antara tokoh-tokoh USA dan Drs. Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri/Wakil Presiden RI. Peristiwa Madiun dijadikan alasan untuk menangkap dan menahan puluhan ribu orang dan melakukan juga pengejaran, persekusi, terhadap banyak tokoh partai-partai dan organisasi-organisasi massa yang tergabung dalam FDR. Pengejaran-pengejaran itu tentu menimbulkan perlawanan dan pertempuran yang menyebabkan banyak darah mengalir dan memperlemah daya tahan RI menghadapi Belanda. Pihak PKI belakangan mengeluarkan “Buku Putih” di mana dinyatakan bahwa Peristiwa Madiun itu adalah “provokasi” pihak pemerintah Hatta untuk dapat menindas meningkatnya gerakan komunis yang ketika itu sangat ditakuti oleh USA. Tetapi bila dikatakan “provokasi” pimpinan PKI mestinya sanggup untuk mencegah terjadinya.

Page 180: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

172

Di pihak pemerintah ada tuduhan bahwa Peristiwa Madiun itu adalah “pemberontakan” untuk membangun daerah-daerah Soviet. Tetapi bila betul demikian, apakah sebabnya peristiwa itu tidak dipersiapkan masak-masak, malahan peninjauan yang dilakukan oleh utusan-utusan Angkatan Darat, antara lain dilakukan oleh overste Soehato (kemudian presiden), ternyata tidak menemukan tanda-tanda pembentukan “Soviet”. Bendera Merah Putih masih berkibar di Madiun dan di penjara-penjara Madiun tidak ada orang-orang tahanan baru. Akibat dari apa yang dinamakan Peristiwa Madiun itu memang sangat menyedihkan. Praktis semua kader tinggi PKI dan organisasi-organisasi massa yang tergabung dalam FDR telah tewas, baik tewas karena ditembak mati atas perintah Gubernur Militer Solo di desa Ngalihan, ketika tentara Belanda menyerbu masuk Yogya, maupun tewas karena tempat-tempat tahanan didinamit ketika tentara Belanda masuk. Perkara mereka tidak diajukan untuk proses hukum pidana yang adil. Tidak sedikit perwira-perwira tentara RI juga dicopot pangkatnya, ditangkap dan ditahan tanpa proses hukum yang adil. Banyak di antara mereka ini yang dituduh “merah”, dalam perjuangan gerilya di daerah Wonogiri, ternyata aktif memimpin perjuangan gerilya mewalan tentara Belanda serta berhasil melindungi Jenderal besar Sudirman. Ini yang menyebabkan Jenderal Sudirman merehabilitasi mereka di tempat perjuangan. Rasa keadilan dan kejujuran memang menuntut generasi muda untuk menyelidiki peristiwa itu dengan mengumpulkan bahan-bahan yang terjamin obyektivitasnya untuk mengetahui duduk persoalan Peristiwa Madiun yang sesungguhnya. Dengan adanya penelitian itu maka generasi-generasi muda selanjutnya dapat menarik pelajaran dan mencegah terulanganya peristiwa tragedi nasional yang minta banyak korban jiwa dan harta. Setelah Kabinet Hatta berhasil menindas kekuatan yang paling disegani tentara Belanda, tentara Belanda melakukan agresi ke II dan berhasil menawan praktis semua pimpinan negara, kecuali Jenderal Sudirman yang berhasil lolos. Presiden Soekarno, Wakil

Page 181: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

173

Presiden/PM Hatta dan juga Sutan Syahrir, yang menjadi penasehat Kabinet Hatta, ikut ditangkap dan ditahan tentara Belanda.

DI PENJARA OLEH BELANDA

Selain berhasil menangkap hampir semua pucuk pimpinan pemerintah RI, Belanda berhasil menguasai Yogya. Belanda ternyata mempunyai nama-nama mereka yang telah ditahan oleh Kabinet Hatta karena Peristiwa Madiun. Berdasarkan daftar nama itu, tentara Belanda berusaha menangkap kembali mereka itu. Penjara Wirogunan di Yogya termasuk tempat tahanan Peristiwa Madiun, yang tidak sempat dihancurkan dengan dinamit oleh pimpinan militer Yogya, karena mereka buru-buru mundur dari Yogya dengan menyerbu masuknya tentara Belanda. Para tahanan di Wirogunan itu telah membebaskan diri sendiri. Sebagian berhasil langsung ke daerah untuk melanjutkan dan aktif dalam perjuangan gerilya melawan tentara penjajah Belanda. Sebagian lagi hendak bertemu dengan keluarga dahulu. Di antara mereka yang berusaha menuju ke Rumah dahulu, ternyata ada yang sial dan ditembak mati oleh tentara Belanda. Ia adalah Mr. Hendromartono, seorang tokoh gerakan buruh di Indonesia. Ketika menyaksikan masuknya tentara Belanda ia masuk ke Rumah kolonel Wiyono di dekat sekolah Taman Siswa Wirogunan. Tetapi ia ditembak mati di halaman depan Rumah Wiyono. Yang tidak tertembak mati, pada umumnya ditangkap kembali oleh tentara Belanda, termasuk diri saya. Dalam tahanan militer Belanda para tahanan dibagi dalam dua golongan besar, yaitu golongan yang diakui sebagai tokoh politik dan golongan pemuda yang dicurigai ikut aktif dalam perjuangan bersenjata. Tahanan politik di bawah kekuasaan militer Belanda memperoleh perlakuan lumayan, artinya mereka tidak harus melakukan pekerjaan corvee, yaitu membersihkan halaman atau membersihkan WC dan saluran-saluran air di dalam bloknya. Tidak perlu mengangkut makanan dari dapur dan lain-lain lagi. Fasilitas

Page 182: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

174

lain untuk tahanan politik yalah memperoleh radio di dalam blok, tanpa dizegel sehingga dapat mendengarkan siaran dari seluruh dunia. Fasilitas demikian mendorong saya untuk “menerbitkan” sebuah harian di penjara. Dibantu oleh Bang Bejat (Anwar Tjokroaminoto, seorang putera dari H.O.S. Tjokroaminoto, pendiri PSII) dan Sajuti Melik, diterbitkanlah “harian” yang dinamakan “Suara Tapa”. Saya yang menulis isinya. Siaran tiap hari ini merupakan harian untuk para tahanan di seluruh penjara Wirogunan. Tiap pagi, bila corvee masuk mengantarkan makanan, pada mereka diberikan “Suara Tapa”, yang kadang-kadang ditambah dengan komentar hasil diskusi di antara tahanan politik itu. “Suara Tapa” itu ternyata dibaca dengan teliti oleh semua tahanan. Hal ini dapat dibuktikan ketika secara tidak menyolok dianjurkan oleh “Suara Tapa”, supaya pada jam 12 pada tanggal 31 Desember, semua tahanan harus menyanyikan lagu “Indonesia Raya”, persis pada pukulan jam terakhir. Hal ini ternyata benar terjadi dan membuat para penjaga tempat tahanan resah. Di dalam memperhatikan orang-orang yang ditahan di dalam blok politik itu, diperolehlah kesan bahwa tentara Belanda ternyata mengetahui tokoh-tokoh politik yang termasuk golongan “keras”. Mereka memang tidak menahan semua tokoh-tokoh politik. Yang “lunak” tidak ikut ditahan. Di antara tokoh-tokoh PNI yang ditahan di Wirogunan hanya dua orang saja, yaitu Suwiryo dan Wilopo. Dari Masyumi hanya terdapat seorang saja, yaitu Mr. Jusuf Wibisono. Dari PSII ditahan Abikusno Tjokrosuyoso (saudara muda dari H.O.S. Tjokroaminoto, pendiri PSII), Anwar Tjokroaminoto dan Arudji Kartawinata. Kemudian terdapat tokoh-tokoh yang di zaman penjajahan Belanda sudah pernah diinternir dan sudah diincar Belanda karena kegiatan-kegiatan politiknya, yaitu Mr. Iwa Kusumasumantri, Adam Malik, Maruto Nitimihardjo, Moh. Joni (alias Banteng Merah, seorang tokoh PKI-Merah dan ex Digulist), Mr. Achmad Subardjo, yang di zaman penjajahan Belanda mengungsi ke Tokyo untuk menghindarkan diri dari penangkapan penjajah Belanda. Dr. Tjoa

Page 183: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

175

Sik Ien ternyata menjadi satu-satunya anggota delegasi RI dalam perundingan di kapal Renville yang ikut ditahan. Di dalam tahanan penjajah Belanda itu tidak terasa ada sikap kaku terhadap diri saya yang pernah ditahan Kabinet Hatta dalam Peristiwa Madiun. Sebagai tahanan politik ketika itu dapat melakukan diskusi politik untuk mencari titik-titik pertemuan di antara semua tokoh politik, yang dalam “alam bebas” sering bertentangan. Karena CPM sering juga datang untuk melihat apa yang dikerjakan oleh para tokoh-tokoh politik itu maka dianggap perlu untuk mengadakan diskusi-diskusi dalam bahasa Inggris, di samping memberi kesempatan kepada mereka yang ingin memperbaiki pengetahuannya dalam bahasa Inggris. Tujuan semua diskusi itu yalah mencapai kerukunan nasional yang sanggup mempersatukan kekuatan-kekuatan nasional untuk mempercepat tercapainya kemerdekaan nasional yang sempurna. Hasil diskusi-diskusi itu dirumuskan dalam sebuah karangan yang diberi judul “Wirogunan Charter”, karena disusun dalam penjara Wirogunan. Wirogunan Charter itu ditulis dengan tangan saya dan diselundupkan keluar. Sayang tidak diketahui siapa yang telah menerimanya, Wirogunan Charter itu merupakan sebuah kebulatan tekad tokoh-tokoh itu untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan pasal-pasal 33 UUD 1945 dalam hubungan melaksanakan pasal 27 ayat 2, pasal 34 untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, yang tidak mengenal lagi pengemis dan tidak mengenal lagi adanya anak-anak terlantar. Di dalam apa yang dinamakan “Wirogunan Charter” itu dengan jelas dikemukakan bahwa tanpa melaksanakan ketentuan-ketentuan pasal 33 UUD 1945 secara konsekwen dan sungguh-sungguh tidak akan mungkin sebuah pemerintahan dapat mengumpulkan dana untuk melaksanakan adanya pekerjaan untuk tiap orang warga-negara dengan penghasilan cukup untuk hidup layak sebagai manusia. Menggantungkan diri pada “bantuan” luar negeri akan menjerumuskan negara ke dalam neo-kolonialisme, karena pengalaman membuktikan bahwa negara-negara yang

Page 184: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

176

mampu memberi “bantuan” tentunya tidak bersedia memberi “bantuan” tanpa pamrih dan pasti tidak bersedia memberi “bantuan” yang akhirnya merugikan perkembangan ekonominya sendiri. Di dalam tahanan juga dihimpun bahan-bahan mengenai keganasan penjajah Belanda terutama yang dialami oleh para tahanan. Antara bahan-bahan yang dapat dihimpun itu diceritakan juga kebuasan militer Belanda terhadap seorang wanita totok Belanda, isteri Mr. Jusuf, tokoh pendiri PKI-Merah di Cirebon. Mr. Jusuf memang dicari Belanda, tetapi ketika alamatnya diketemukan dan ia tidak berada di Rumah, isterinya ditangkap untuk ditahan sebagai sandra. Tetapi penahanan sebagai sandra ini dilakukan dengan siksaan yang paling keji. Ketika Mr. Jusuf akhirnya tertangkap, ia pun mengalami siksaan-siksaan di luar batas pri-kemanusiaan yang beradab. Bahan-bahan itu disusun dalam sebuah memorandum dan berhasil diselundupkan ke luar menjelang kedatangan sebuah Panitia PBB di Yogya, yang menurut rencana akan meninjau keadaan penjara Wirogunan. Katanya Memorandum yang disusun oleh tahanan politik itu telah dapat disampaikan kepada Panitia PBB. Benih kerukunan nasional yang dipupuk dalam tahanan penjajah Belanda, diusahakan untuk dipelihara dan diperkokoh di dalam masyarakat bebas, yaitu dengan didirikannya “Lembaga Masyarakat” untuk menggerakkan masyarakat luar untuk memberikan sumbangan pikiran kepada Pemerintah dalam usaha memperkokoh persatuan nasional. Tanpa persatuan yang kokoh dan efektif, penjajah Belanda tidak akan dapat dipaksakan untuk mencapai kompromi yang menguntungkan pihak Indonesia. Mengharap USA akan menekan Belanda untuk mengalah dan mencari kompromi yang menguntungkan Indonesia, berdasarkan pengalaman, sama halnya seperti mengharapkan air embun menetes pada waktu siang hari dengan sinar matahari yang terik. Belanda oleh USA pasti lebih dipercaya sebagai sekutunya dalam memperhatikan kepentingan USA di kawasan Timur Jauh

Page 185: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

177

ini.

HASIL KMB, RIS DAN MODAL BELANDA

Perjuangan Rakyat mencapai kemerdekaan dan kebebasan penuh di satu bagian dunia ternyata mempengaruhi perjuangan Rakyat di bagian dunia yang lain. Kenyataan ini ternyata tidak diperhitungkan oleh pihak Belanda. Ketika mengadakan agresi militer kedua terhadap RI, Belanda salah hitung. Bukan saja Belanda salah hitung tentang tekad Rakyat Indonesia untuk memberi perlawanan sengit, yang mengkhawatirkan juga USA sebagai sekutu Belanda. USA ketika itu sedang kewalahan menghadapi perkembangan perjuangan Rakyat di Vietnam dan di Tiongkok yang memperhebat semangat anti imperialisme di seluruh dunia. Perkembangan politik di Asia mendorong USA untuk mendesak Belanda untuk mencari kompromi dengan Indonesia setelah diperoleh kenyataan bahwa penjajah Belanda dengan kekerasan militer tidak dapat menundukkan Rakyat Indonesia dalam waktu singkat. Bila Rakyat Indonesia memperoleh pengalaman perjuangan bersenjata terlalu lama, pengalaman demikian itu bisa mengembangkan kekuatan yang merugikan kepentingan kaum modal monopoli raksasa di dunia. Dengan tekanan USA, Belanda dipaksa mengadakan perundingan-perundingan baru yang akhirnya menuju ke perundingan-perundingan di Konperensi Meja Bundar di Belanda. Belanda dipaksa untuk mundur ke garis perbatasan awal dan semua tahanannya dibebaskan. Dalam perundingan KMB itu Belanda berusaha keras untuk mempertahankan kepentingan modal raksasa Belanda. Di Belanda ketika itu masih ada pikiran bahwa “Indie verloren rampsped geboren” (kehilangan Indonesia berarti dimulailah kemiskinan). Berdasarkan kenyataan ini dapat diramalkan terlebih dahulu bahwa pihak Belanda tentu ngotot untuk mempertahankan kepentingan modal raksasa Belanda. Dalam merumuskan UUD untuk Republik

Page 186: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

178

Indonesia Serikat (RIS) pihak Belanda berusaha keras dan ternyata berhasil untuk mencoret ketentuan pasal 33 UUD 1945. Pasal 33 UUD RI memang mengkhawatirkan kaum modal raksasa Belanda, karena pelaksanaan ketentuan pasal 33 itu mencegah modal raksasa Belanda melanjutkan usaha-usaha untuk menggali kekayaan alam Indonesia yang menguntungkan Belanda. Mereka memperhatikan kenyataan bahwa para pemuda Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan telah mencoret-coret gedung-gedung besar perusahaan Belanda dengan huruf-huruf besar “Milik Republik”. Berdasarkan kenyataan ini, istilah “dikuasai” negara dalam ketentuan pasal 33 UUD RI disimpulkan tidak bisa berarti lain dari pada “dimiliki” negara. Di dalam permusyawaratan KNIP untuk mengesahkan Perjanjian KMB ada yang mengemukakan bahwa ketentuan “hak milik mempunyai fungsi sosial” sudah cukup sebagai jaminan bahwa tiap usaha yang dianggap penting untuk perkembangan negara, seperti BPM di bidang perminyakan, ANIEM di bidang perlistrikan, KPM di bidang perkapalan, dapat saja dinasionalisasi, dijadikan milik negara berdasarkan ketentuan “hak milik mempunyai fungsi sosial”. Selanjutnya dikatakan juga bahwa mempertahankan rumusan hitam di atas putih tidak ada gunanya. Sekalipun ditulis di atas kertas cukup jelas, seperti halnya rumusan pasal 33 UUD RI, tetapi bila imbangan kekuatan tidak menguntungkan juga tinggal tulisan yang enak dibaca saja. Memang tulisan di atas kertas tidak otomatis dapat diwujudkan karena sangat tergantung pada keadaan, pada kemampuan dan keahlian yang dapat dihimpun untuk melaksanakan ketentuan. Pendapat demikian itu, tentu saja tidak berarti bahwa segala ketentuan di atas kertas boleh dilempar ke dalam keranjang sampah. Memang, perimbangan kekuatan politik itu besar artinya dan kekuatan politik itu tumbuh dari ujung laras bedil. Sekalipun demikian, ketentuan di atas kertas tidak dapat diabaikan begitu saja. Ketentuan hitam di atas putih yang dinamakan UUD

Page 187: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

179

merupakan pegangan untuk Rakyat untuk menilai kebijakan pemerintah. Menyeleweng atau tidak! Jadi memperjuangkan ketentuan tegas dalam UUD besar artinya, karena mempersulit penyelewengan, karena ada ukuran jelas untuk menegurnya bila ada penyelewengan. Pengalaman Rakyat Indonesia sendiri membuktikan bahwa ketentuan di atas kertas itu penting. Sekalipun akhirnya yang menentukan memang adanya kehebatan tekad Rakyat untuk memperjuangkan pelaksanaannya menurut ketentuan yang diadakan. Di dalam Konperensi Pangkal Pinang, seperti yang dituturkan sebelumnya, golongan Indo-Belanda mengajukan usul supaya Irian Barat dapat dijadikan wilayah cadangan untuk menampung golongan Indo-Belanda bila mereka tidak bisa tahan di daerah RIS, tetapi hendak menetap di kawasan Asia Tenggara. Menurut Perjanjian KMB, Irian Barat dinyatakan sebagai wilayah sengketa, yang akan diselesaikan dengan perundingan-perundingan setelah RIS berusia setahun. Dalam tempo setahun Belanda mengharap sudah memperoleh gambaran suasana penghidupan golongan Indo-Belanda di Indonesia. Kemudian ternyata bahwa Belanda berusaha mempertahankan Irian Barat sebagai daerah kekuasaannya, walaupun Belanda tiap tahunnya menderita defisit (kekurangan anggaran) US $10 juta. Irian Barat dipertahankan oleh Belanda bukan hanya untuk memenuhi usul golongan Indo-nya, melainkan memegang peranan di Asia Tenggara, berhubung dengan perkembangan politik di kawasan tersebut. Karena Belanda masih menguasai Irian Barat, Belanda ikut duduk dalam SEATO dalam permulaan tahun 50-an. SEATO (South East Asian Treaties Organization) adalah organisasi pertahanan bersama di kawasan Asia Tenggara, dipimpin oleh USA. Masalah Irian Barat telah terkatung-katung lama juga dan menyebabkan jatuhnya banyak Kabinet. Baru di bawah pimpinan langsung dari Bung Karno Rakyat Indonesia dapat memperjuangkan pulihnya kembali Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik

Page 188: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

180

Indonesia. Bila di dalam Perjanjian KMB tidak ditentukan hitam di atas putih bahwa wilayah Irian Barat merupakan wilayah sengketa maka tuntutan supaya Irian Barat dipulihkan ke dalam wilayah kekuasaan RI tidak mempunyai dasar dan menjadi sulit. Sikap mengalah, membiarkan pasal 33 UUD RI yang merupakan esensi jiwa proklamasi 45, dicoret dan diganti dengan “hak milik mempunyai fungsi sosial”, merupakan kesalahan yang memiliki dampak negatif. Hal ini diakui juga oleh Bung Hatta. Lain hasil KMB yang melahirkan banyak kritik adalah menerima bentuk federasi dan melepaskan bentuk “unitaristis”. Ada juga yang mengatakan bahwa tokoh PKI yang pulang dari Moskow, Muso, pernah mengusulkan bentuk “federasi” yang dinyatakan lebih demokratis dari pada bentuk “kesatuan” (unitaristis). Pendirian Muso ini diperjelas dalam Program PKI yang dinamakan “Jalan baru”. Tetapi mereka itu tidak dapat mengatakan bahwa “isi” federasi yang diusulkan oleh Muso adalah sama dengan “isi” federasi yang diusulkan oleh Van Mook. Pihak PKI sendiri juga belum pernah memberi penjelasan tentang “isi” federasi seperti diusulkan oleh Muso itu. Di samping ini PKI kemudian dalam pemilihan umum dan juga di dalam Konstituante, tidak pernah aktif memperjuangkan bentuk federasi lagi. Yang Muso canangkan pasti bentuk federasi ala USSR. Tetapi setelah 1 Oktober 1949 dengan diproklamasikannya RRT, orang di Indonesia pun memperoleh penjelasan bahwa federasi bukanlah bentuk satu-satunya yang baik untuk satu negara yang terdiri dari macam-macam “nasion” atau suku. RRT menurut penjelasannya berbentuk “Multi Nations Unitarian Republic”, jadi Republik Unitaris yang terdiri dari banyak nasion/suku. RRT tidak memilih bentuk federasi, karena masih perlu menghadapi siasat memecah-belah imperialis. Untuk mengatasi siasat memecah-belah imperialis diperlukan adanya kekuasaan sentral yang tangguh, yang hanya mungkin terjadi dengan bentuk “unitaris”.

Page 189: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

181

Dalam mempelajari bentuk “federasi” yang diusulkan Van Mook, terasalah bahwa “isinya” sangat berlebih-lebihan. Hal ini dapat dirasakan bila diperhatikan bahwa di Jawa saja, selain ada wilayah Republik Indonesia, sebagai salah satu negara bagian, ada terdapat Negara Pasundan, Negara Jawa Tengah, Negara Jawa Timur dan Negara Madura. Dari pembentukan negara-negara bagian a la Van Mook itu ternyata juga bahwa yang diutamakan bukanlah perkembangan demokratis dari nasion-nasion yang banyak jumlahnya itu, melainkan bagaimana memperkecil wilayah yang berada di bawah kekuasaan RI dengan Yogya sebagai ibu kotanya. Jawa Tengah dan Jawa Timur tidak merupakan dua suku dengan kebudayaan sendiri-sendiri, demikian juga suku Jawa Tengah juga tidak merupakan suku tersendiri dari mereka yang hidup di Solo dan Yogya. Sedangkan orang-orang dari Cirebon Selatan pasti bukan orang Jawa, melainkan dapat dikatakan orang Sunda yang membentuk Negara Pasundan. Tetapi orang-orang Cirebon Selatan itu termasuk dalam wilayah kekuasaan “Negara Bagian” RI. Walaupun bentuk federasi “berisi” banyak macam keanehan, tetapi delegasi RI dalam perundingan KMB telah bersedia menerimanya. Di dalam menentukan jumlah anggota DPR untuk negara-negara bagian, RI sebagai negara bagian memperoleh jatah lumayan, yaitu sepertiga jumlah anggota DPR-RIS. Jumlah perwakilan yang besar itu diperoleh dari penetapan berdasarkan jumlah penghuni, karena sistem perwakilan adalah sistem proportional (berimbang) sesuai dengan banyaknya penduduk. Permusyawaratan dalam sidang KNIP, yang diadakan di Pendapa Sitihinggil, Keraton Yogya ternyata tidak menimbulkan banyak kesulitan. Jalan permusyawaratan juga tidak seseram sidang KNIP di Solo setelah Peristiwa 3 Juli 1946 dan juga tidak setegang sidang KNIP Malang ketika membicarakan perjanjian Linggarjati. Persetujuan KMB dapat digoalkan dengan mudah. Oposisi memang belum berkumpul dalam jumlah besar. Anggota-anggota organisasi-organisasi yang tergabung dalam FDR masih banyak belum “turun” dari gunung-gunung dalam mengikuti perjuangan gerilya

Page 190: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

182

melawan tentara Belanda. Wakil peranakan Tionghoa yang hadir hanya terlihat dua orang saja, yaitu Drs. Yap Tjwan Bing dan Siauw Giok Tjhan. Dari dua orang yang berbicara untuk menunjukkan kelemahan-kelemahan KMB adalah saya seorang. Keberatan yang saya ajukan adalah sbb:

Perjanjian KMB1. telah menjadikan Indonesia lapangan exploitasi neo-kolonialisme. Hal ini antara lain dibuktikan dengan dicoretnya pasal 33 UUD 1945 dan Pernyataan dalam RUUD RIS, bahwa “hak milik mempunyai funksi sosial” tidak akan dapat mencegah praktek-praktek neo-kolonialisme.Dalam keadaan demikian, modal nasional Indonesia 2. hanya dapat tumbuh sebagai komprador-komprador modal monopoli-asing, tidak mungkin tumbuh menjadi kekuatan bebas yang menguntungkan perjuangan menyempurnakan kemerdekaan Indonesia secara penuh, termasuk kebebasan dibidang ekonomi.Perjanjian tentang Kewarga-negaraan mengandung 3. perbedaan perlakuan berdasarkan ras. Yaitu orang Belanda totok tanpa syarat lahir di Indonesia, mendapatkan hak “optie”, hak memperoleh kewarga-negaraan Indonesia. Apabila bangsa Belanda diberi hak istimewa demikian, sedangkan bangsa Indonesia tidak diberi hak optie untuk menjadi warga-negara Belanda, tentu ketentuan yang tidak adil demikian menimbulkan kecurigaan. Pihak Belanda mempunyai rencana untuk memasang orang-orangnya di kedudukan penting, yang hanya boleh dipegang oleh Warga Negara Indonesia. Jadi dengan demikian, ketentuan ini, memungkinkan dilangsungkannya subversi yang menguntungkan Belanda, membuka pintu lebar-lebar agar Belanda tetap menguasai kedudukan penting di Indonesia. Menerima beban hutang Kerajaan Belanda dan 4. berkewajiban mengganti-rugi pada perusahaan Belanda yang diambil-alih atau menderita kerusakan pada saat

Page 191: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

183

revolusi fisik, menjadi beban berat Pemerintah RI, sangat tidak menguntungkan RI.Irian Barat dijadikan wilayah sengketa yang baru akan 5. ditentukan kemudian. Sedangkan sejak Kemerdekaan RI meliputi wilayah seluruh wilayah “Ned. Indie” dahulu.

Ada sementara orang menganggap Perjanjian KMB ini menguntungkan golongan peranakan Tionghoa, karena terkandung ketentuan:

Stelsel pasif1. , yaitu menjadi warga-negara Indonesia dengan tidak menggunakan kesempatan menolak kewarga-nega-raan Indonesia;Mudah menjadi Warga-negara Belanda dengan jalan menya-2. takan menolak kewarga-negaraan Indonesia dengan mener-ima jadi kewarga-negaraan Belanda;Mudah menjadi Warga-negara Tiongkok dengan jalan meno-3. lak kewarga-negaraan Indonesia dan menerima jadi kewar-ga-negaraan Tiongkok.

Untuk orang-orang kaya yang berduit, yang berkemampuan terbang ke Nederland atau ke Tiongkok, persetujuan demikian memungkinkan orang memiliki pilihan itu, dan menguntungkan mereka. Tetapi, bagi mayoritas peranakan Tionghoa, ketentuan yang memberi pilihan demikian tidaklah ada artinya. Tetap saja tidak ada pilihan lain kecuali menerima jadi warga-negara Indonesia tanpa harus menolaknya. Pemilihan Presiden RIS juga tidak menimbulkan banyak persoalan. Calon RI adalah Bung Karno. Mr Assaat, ketua BP KNIP, ditentukan sebagai kepala negara untuk “Negara Bagian” RI. Ia akan menjadi pejabat Presiden sampai dapat dilangsungkan pemilihan umum. Dengan lancarnya pengesahan persetujuan KMB, maka diatur juga secara cepat “boyongan” dari Yogya yang menjadi ibu kota RI ke Jakarta, yang menjadi ibu kota RIS. Sementara itu Bung Hatta, yang dipilih sebagai formatur Kabinet RIS pertama telah sibuk menyusun Kabinet RIS pertama. “Boyongan” ke Jakarta itu merupakan kesempatan untuk

Page 192: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

184

penjajah Belanda menggerowoti keteguhan pendirian tokoh-tokoh RI, yang dipilih sebagai menteri-menteri RIS dan sebagai pejabat-pejabat tinggi departemen-departemen RIS di Jakarta. Sultan Hamid Algadri, yang pernah menjadi ajudan Sri Ratu Wilhelmina dari Nederland, dipilih sebagai orang yang mengatur persiapan-persiapan dan perlengkapan-perlengkapan negara di Jakarta. Dalam melaksanakan tugasnya Sultan Hamid berpedoman pada “internasional standard”. RIS adalah negara kaya dengan sumber kekayaan alam, jadi menteri-menterinya harus mencerminkan petugas-petugas negara yang kaya itu. Rumah, tempat tinggal menteri, dan mobilnya harus representatif. Ditentukan sebagai mobil menteri mobil merek “Buick”. Rumah menteri juga perlu mendapat perlengkapan yang representatif. Untuk keperluan ini para isteri menteri memperoleh “bon” kosong untuk diisi sendiri dan memilih sendiri barang-barang keperluan Rumah tangga dari toko-toko besar “Van de Pol” dan Onderling Belag di Jalan Nusantara, Jakarta. Yang dilakukan dan ditentukan oleh Sultan Hamid mempengaruhi perkembangan jiwa perjuangan orang-orang dari Yogya. Perubahan dari berani hidup sederhana dan menderita rupa-rupa kekurangan ke penghidupan serba mewah menurut “internasional standard”, membuat mabuk juga banyak orang. Salah seorang yang waspada tentang perkembangan negatif ini adalah Mr. Wilopo, yang dalam Kabinet pertama RIS diangkat sebagai menteri perburuhan. Mr. Wilopo pernah mempersoalkan pada saya: Apakah keberanian hidup sederhana tidak perlu dipupuk terus? Negara dalam pembangunan masih memerlukan banyak dana guna melaksanakan pembangunan dan keberanian hidup sederhana dapat menghemat belanja rutin, sehingga dapat memperbesar daya pembangunan. Tetapi kewaspadaan Mr. Wilopo tidak memperoleh sambutan layak. Arus ingin hidup menurut “internasional standard” ternyata cukup kuat dan memang menimbulkan juga ekses-ekses yang menggelikan, tetapi menyedihkan juga. Umpamanya ada seorang

Page 193: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

185

isteri menteri yang menuntut untuk memperoleh mobil ”Buick” dengan cat “maroon red”. Cat hitam seperti kereta mati. Untuk memenuhi keinginan ibu menteri, mobil “maroon red” khusus didatangkan dari Hongkong. Kebutuhan perabot rumah tangga juga meningkat pesat, sehingga stock barang-barang dari toko “Van der Pol” dan onderling Belag dalam sekejap mata habis. Ya “internasional standard” membutuhkan banyak uang dan membuat Indonesia menjadi pasaran untuk barang-barang hasil industri negeri Barat. Menteri keuangan RIS, Mr. Syarifuddin Prawiranegara, dalam menjawab teguran dalam DPR-RIS tentang pengeluaran uang yang banyak untuk keperluan perlengkapan Rumah-Rumah menteri, mengakui bahwa hal demikian itu adalah akibat mengikuti “internasional standard”. Sayang, pembicaraan itu tidak disertai dengan mosi yang menuntut supaya “internasional standard” itu diganti dengan “Indonesian standard” yang mendorong keberanian hidup sederhana. Bila hal ini terjadi, mungkin kini orang Indonesia tidak perlu heboh tentang komersialisasi jabatan negara. Jarum lonceng tidak dapat diputar mundur. Uang yang telah dikeluarkan menjadi barang-barang mewah, tidak bisa ditarik pulang. Generasi mendatang merasakan akibat mabuk hidup menurut “internasional standard” dari generasi-generasi yang mendahuluinya. Watak konsumerisme dibangkitkan. Mobil-mobil mewah membanjir masuk, demikian juga barang-barang mewah lainnya, yang mendorong ... korupsi. Ketika DPR-RIS diundang bersidang untuk pertama kalinya, ternyata belum bisa disediakan gedung cukup representative. Sultan Hamid berpendapat sidang dapat diadakan di ruangan resepsi Hotel Des Indes. Gedung bekas societeit di Concordia di Lapangan Banteng, sedang disiapkan untuk gedung DPR secara lebih permanen. Untuk keperluan DPR bersidang telah disediakan rencana Tata-tertib oleh Sultan Hamid, yang menentukan bahwa DPR harus mempunyai seorang Ketua dan tiga orang Wakil Ketua. Tetapi rencana Tata-tertib itu hanya digunakan untuk keperluan memilih Ketua dan tiga orang Wakil Ketua dan kemudian dibentuk

Page 194: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

186

panitia khusus untuk menyusun tata-tertib sesuai dengan keperluan DPR-RIS itu. Dalam mengatur persiapan sidang pertama untuk melaksanakan pemilihan pimpinan, terasalah bahwa anggota-anggota dari negara-negara bagian lain merasa agak canggung terhadap orang-orang dari Yogya. Melihat kenyataan ini maka orang-orang Yogya telah mengatur siasat, supaya seluruh pimpinan DPR-RIS terdiri dari orang-orang Yogya. Orang-orang Yogya merasa dirinya “non” dan mereka yang diutus oleh negara-negara bagian lain adalah “co”. Sekalipun jumlah perwakilan negara bagian RI hanya sepertiga dari seluruh jumlah anggota, tetapi usaha menggoalkan semua pimpinan terdiri dari orang-orang Yogya ternyata tidak susah. Mr. Sartono telah dipilih sebagai Ketua, sedang wakil-wakil ketua terdiri dari Zainal Abidin Achmad (Masyumi), Mr. A.M. Tambunan (Parkindo) dan Arudji Kartawinata (PSII). Pemilihan untuk sekretaris jenderal dan wakilnya juga dimenangkan oleh calon-calon dari Yogya, yaitu Mr. Sumardi dan Mr. Rusli. Dominasi pikiran dan pendapat orang-orang Yogya demikian kuatnya sehingga utusan dari negara Pasundan bisa dibatalkan. Pada saat mereka mau diterima sebagai anggota, Tentara Republik Indonesia berhasil mengambil-alih kekuasaan militer di daerah itu, telah berhasil membubarkan juga negara bagian Pasundan buatan Belanda. Negara bagian yang dibentuk dengan kekuatan bayonet penjajah Belanda telah dibubarkan oleh kekuatan bayonet Indonesia. Bubarnya negara bagian Pasundan itu menyebabkan batalnya anggota-anggota utusan negara Pasundan. Pemerintah RIS diwajibkan untuk mengangkat anggota-anggota DPR RIS baru untuk mengisi lowongan utusan dari negara bagian Pasundan yang telah dibubarkan itu. Dengan pengalaman bubarnya negara bagian Pasundan itu, Mr. Moh. Yamin lalu mempelopori adanya mosi-mosi membubarkan negara bagian, selekasnya Tentara Republik Indonesia mengambil alih kekuasaan militer di negara bagian yang bersangkutan. Van

Page 195: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

187

Mook tentu saja tidak pernah mengimpikan bahwa negara-negara bagian yang dibentuk secara susah-payah dengan mengeluarkan banyak duit dan janji kenaikan pangkat pada orang-orang yang bersedia memegang peranan dalam pembentukannya, ternyata bisa dinyatakan bubar sedemikian mudahnya. Tentu saja menarik perhatian bahwa tidak pernah mosi pembubaran negara bagian itu ditentang oleh anggota-anggota asal dari negara bagian yang dinyatakan bubar itu. Memang, orang-orang “co” dapat dikatakan kalah angin … Hal ini disebabkan susunan keanggotan DPR-RIS. Kurang lebih 85% anggota-anggota DPR terdiri dari pegawai negeri. Menentang pembubaran bisa merugikan kemungkinan promosinya. 10% adalah guru-guru Taman Siswa dan sekolah partikelir lainnya. Hanya 5% saja yang melakukan pekerjaan bebas, wartawan, dokter dan pengacara. Tidak ada seorang pun yang terkenal sebagai pengusaha. Proses menggulung negara-negara bagian dengan mosi DPR-RIS hanya berlangsung beberapa bulan saja, sedang usaha Van Mook mendirikannya makan waktu bertahun-tahun. “Negara Bagian” RI tidak turut digulung dengan mosi, tetapi karena RIS hanya mempunyai sebuah negara bagian saja yaitu RI, maka perlu diadakan permusyawaratan untuk memulihkan bentuk … kesatuan. Sebagai akibat dari “internasional standard” dalam cara hidup yang boros, cadangan negara telah menipis. Untuk menolong kedudukan rupiah, Menteri Keuangan Syarifuddin Prawiranegara menjalankan politik gunting uang, yang berakibat merosotnya kepercayaan orang terhadap mata uang Rupiah. Pengalaman dari tindakan ini pun memberi pelajaran bahwa kesulitan ekonomi tidak dapat diatasi dengan tindakan moneter! Permusyawaratan yang dilangsungkan antara pimpinan DPR-RIS dengan pimpinan Badan Pekerja KNIP telah mencapai kata sepakat untuk membentuk Panitia Bersama dengan tugas mengusulkan sebuah rencana UUD Negara Kesatuan RI, yang menampung semua esensi jiwa Proklamasi 17 Agustus 1945. Panitia

Page 196: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

188

itu telah bekerja cepat sekali, karena ditentukan batas waktu, Negara Kesatuan RI itu harus sudah dapat dibentuk berdasarkan UUD baru pada tanggal 17 Agustus 1950. UUD Negara Kesatuan RI yang disahkan telah mencakup semua esensi jiwa Proklamasi, antara lain adalah:

Panca Sila, yang termuat dalam UUD 1945, dimuat juga dalam 1. UUD-RIS dan dimasukkan kembali di dalam Mukaddimah UUD Negara Kesatuan RI. Pasal 33 UUD 1945 yang dicoret dalam UUD RIS diambil alih 2. dan dihidupkan dalam UUD Negara Kesatuan RI sebagai pasal 38.Hak-hak azasi yang tercantum secara tidak lengkap dalam UUD 3. 45, diperlengkapi dengan mengambil alih seluruh Universal Declaration of Human Rights dari PBB yang disahkan oleh Sidang Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Menjamin pelaksanaan hak-hak azasi itu jadi merupakan esensi jiwa Proklamasi 17 Agustus 1945. Bentuk “unitaris” ditentukan dalam UUD Negara Kesatuan yang 4. berarti bentuk “federasi” diakhiri. Adanya satu macam warga-negara dengan hak dan kewajiban 5. sama merupakan juga esensi jiwa Proklamasi. Dan dengan di-masukkannya seluruh Universal Declaration Of Human Rights dalam tubuh UUD Negara Kesatuan RI, maka terjaminlah kes-empatan sama untuk mengembangkan kemampuan tiap orang warga-negara.

Sayangnya tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa kebijakan yang mengandung diskriminasi rasial dinyatakan sebagai tindak pidana, jadi dapat dituntut dan dihukum. Sejak pemerintah RIS telah lahir kebijakan pemerintah untuk mengadakan perbedaan perlakuan berdasarkan asal keturunan. Peraturan yang digunakan untuk mengadakan diskriminasi itu adalah peraturan warisan penjajah Belanda. Menjelang akhir kekuasaan Belanda, mereka memerlukan adanya ketentuan yang memungkinkan mereka “membeli” bantuan tokoh-tokoh Indonesia, yang dapat “dibeli” dengan diberi fasilitas

Page 197: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

189

untuk menjadi importir. “Membeli” dukungan politik secara demikian itu cukup “halus”, tidak melukai perasaan orang yang “dibeli”. Dengan demikian sesungguhnya sudah terjadi “korupsi politik” dan mendorong orang untuk mengkomersialisasikan jabatannya. Tanpa kedudukan berarti, seseorang tidak mungkin memperoleh fasilitas yang disediakan itu. Peraturan itu dikenal sebagai peraturan “benteng importir” atau “golongan benteng”. Mengingat sejarah terjadinya peraturan itu, semestinya pemerintah RIS menghapus sistem “importir benteng” itu. Tetapi peraturan itu tidak dihapuskan, melainkan dipergunakan untuk “membeli” dukungan politik. Kebijakan ini ternyata diteruskan di zaman Negara Kesatuan RI. Setiap Kabinet perlu “membeli” pendukung dengan fasilitas-fasilitas “golongan benteng”. Fasilitas itu dapat digunakan juga untuk mengumpulkan dana untuk partai-partai politik. Karena Kabinet sering berganti maka jumlah orang yang memperoleh fasilitas untuk memperoleh kredit, izin import barang-barang yang mendatangkan keuntungan bertambah banyak. Akhirnya sistem ini menimbulkan kesulitan karena jumlah yang ingin memperoleh bagian kue terus bertambah tetapi besarnya kue tidak turut bertambah secara proporsional. Sistem “golongan benteng” ini melahirkan sistem “Ali-Baba”, yaitu si Ali (“asli”) mencari fasilitas dan si Baba (Tionghoa) menjadi pelaksananya. Di samping istilah “Ali-Baba” itu timbul juga istilah “importir aktentas”, karena yang memperoleh fasilitas itu umumnya tidak mempunyai kantor yang tetap, hanya menenteng aktentas keluar masuk departemen ekonomi untuk minta izin import berbagai macam barang. Ada yang membela sistem “golongan benteng” itu, karena dianggap sebagai proses kerja sama antara yang dinamakan “asli” dengan Tionghoa asing atau peranakan Tionghoa. Kerja sama demikian ini dinyatakan menguntungkan proses integrasi. Tetapi mereka yang mendukung kebijakan ini lupa bahwa kerja sama demikian itu membuat beban hidup Rakyat bertambah berat. Di

Page 198: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

190

samping itu, ia bisa menjadikan Tionghoa sebagai kambing hitam dan menjadi “perisai” dalam menghadapi kemarahan Rakyat, yang menjadi lebih menderita karena sistem ini.. Keadaan semacam itu menimbulkan interpelasi Siauw Giok Tjhan dalam Parlemen RIS, yang bertujuan mendesak pemerintah untuk memperkuat susunan Dewan Pengawasan Keuangan, yang menurut UUD 1945 adalah Badan Pemeriksa Keuangan. Susunan Dewan Pengawas Keuangan ketika itu terasa lemah dan para menteri sering tidak bersedia membantu pelaksanaan pengawasan penggunaan uang negara. Sikap para menteri ini mendorong penyalah-gunaan kekuasaan. Dalam interpelasi itu dikemukakan juga keganjilan di mana pemerintah belum dapat menyusun daftar kekayaan negara. Padahal seorang pemilik warung paling kecil memulai usahanya dengan membuat daftar milik dan modal yang dibutuhkan. Saya juga memasalahkan hak budget DPR dengan tuntutan supaya anggaran belanja diajukan pada DPR sebelum uangnya digunakan. Mr. Syarifuddin Prawiranegara sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet RIS telah menjanjikan untuk melaksanakan apa yang diminta di dalam interpelasi saya, akan tetapi pengalaman membuktikan janji tinggal janji. ... Ada perusahaan yang didirikan dengan bagian saham terbesar milik negara, tetapi setelah perusahaan itu berkembang menjadi sangat besar, saham milik negara menjadi lebih kecil dari saham milik swasta. DPR baru mengetahuinya secara kasip. Hal ini diakibatkan oleh lemahnya kedudukan Dewan Pengawas Keuangan sehingga tidak dapat dicegah terjadinya permainan “silat” pimpinan perusahaan untuk mengeluarkan saham-saham baru, yang dapat dibelinya untuk rekening sendiri, sedang saham milik negara tinggal tetap seperti sediakala, sehingga imbangan saham Negara - saham swasta dalam tempo beberapa tahun berubah untuk keuntungan swasta. Menurut hukum perdata dan hukum dagang hal demikian dapat dibenarkan dan tidak bisa menimbulkan penuntutan. Memang, sejak zaman RIS telah terasa lemahnya DPR sehingga dapat menimbulkan rupa-rupa penyakit “kanak-kanak”

Page 199: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Pengkonsolidasian RI

191

dalam pengelolahan keuangan negara. Tetapi penyakit yang semula dapat dinyatakan sebagai penyakit “kanak-kanak” itu ternyata dapat berkembang menjadi “kanker”, bila DPR tidak cepat berkembang menjadi “volwaardig”. Parlemen dan Badan Pemeriksa Keuangan tidak “bergigi” untuk melaksanakan pengawasan yang efektif. Tetapi di samping segala kekurangannya, Kabinet Hatta di zaman RIS itu ternyata dapat menentukan politik luar negeri, yang mengejutkan USA. Politik luar negeri yang sekarang dikenal dengan sebutan “bebas dan aktif”. Pelaksanaan politik luar negeri pada ketika itu menyebabkan RIS menolak himbauan Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya, tetap mengakui Republik Rakyat Tiongkok sebagai satu-satunya pemerintah sah atas seluruh wilayah Tiongkok. Memang, sebelum Kabinet Hatta memutuskan untuk mengakui RRT sebagai satu-satunya pemerintah sah atas seluruh wilayah Tiongkok, terasa ada kegiatan diplomatik luas dari negeri-negeri Barat, terutama dari USA. Kantor penerangan USA yaitu USIS yang dipimpin oleh seorang Dr. Hanna, yang pernah bekerja di Tiongkok sebagai Dean (Pemimpin) Yenching University, Peking, memobilisasi bekas lulusan Yenching yang cukup banyak di Indonesia. Kegiatan ini dipimpinnya dengan bantuan Hsieh Hsian Chai, juga seorang Yenching, kelahiran Tegal dan menjadi wakil CAN (kantor Berita Kuomintang) di Indonesia. Tetapi USA salah hitung. Salah hitung itu terjadi karena tidak memperhitungkan kerja sama yang baik antara Hatta dan Nehru yang sama-sama pernah menjadi aktivis Liga Anti Imperialis di zaman tahun 30-an. Menurut kedua orang tokoh ini Republik Tiongkok di Taiwan tidak menguasai wilayah Tiongkok lagi dan merupakan pemerintahan yang mewakili zaman lampau. RRT merupakan pemerintahan yang mewakili hari kemudian Rakyat Tiongkok, yang mengandung harapan-harapan baru dan kemungkinan baru yang diharap menguntungkan perkembangan Rakyat-Rakyat Asia untuk mencapai kemerdekaan penuh. Dalam menjalankan politik luar negeri itu, di samping usaha menagih janji USA untuk memberi bantuan USA guna melaksanakan

Page 200: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

192

pembangunan, RIS harus mengalami kekecewaan. Bantuan yang diharapkan adalah bantuan tanpa syarat. Hasil yang diperoleh di zaman RIS itu adalah bantuan kredit dagang dari EXIM Bank USA sebesar US $100 juta dengan bunga 6% setahun. Bantuan dagang ini ternyata bukan tidak bersyarat. Syaratnya dapat mempengaruhi arah pembangunan Indonesia. Misalnya dalam mendatangkan ban-ban mobil dengan bantuan itu, Indonesia tidak bebas dalam menentukan ukuran ban mobil dan truck yang dibutuhkan. Akibatnya Indonesia harus menerima ukuran-ukuran ban yang tidak banyak digunakan di Indonesia. Ketika di zaman RIS dipermusyawaratkan Rencana Undang-Undang tentang kedudukan hukum dan keuangan anggota DPR, mayoritas menginginkan parlemen Indonesia bergengsi dalam bentuk nilai uang yang diterimanya. Anggota DPR bukan pegawai negeri, melainkan wakil Rakyat yang berkewajiban membela kepentingan Rakyat. Akibat dari pendapat demikian itu, maka dicapailah penetapan bahwa kedudukan ketua DPR disamakan dengan Perdana Menteri, wakil-wakil ketua disamakan dengan menteri, sedang para anggota memperoleh kedudukan antara menteri dan sekretaris jenderal departemen. Dengan penilaian demikian itu, tentu saja diharap bahwa anggota-anggota DPR akan bekerja keras, di samping belajar keras, sehingga prestasinya sebagai anggota DPR sepadan dengan nilai materiilnya, terutama dalam usaha menjadikan DPR “volwaardig”, parlemen yang menjadi cita-cita Rakyat Indonesia semenjak di zaman kekuasaan penjajah Belanda. Dalam proses peralihan DPR-RIS menjadi DPR Negara Kesatuan RI, berdasarkan UUD Sementara Negara Kesatuan RI, jumlah anggota DPR-RI diperbesar, mengikut sertakan Senat RIS, ditambah dengan para anggota Badan Pekerja KNIP. Zaman RIS berakhir pada tanggal 17 Agustus 1950 dan dimulailah zaman Negara Kesatuan RI.

Page 201: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

193

BAB IV ZAMAN NEGARA KESATUAN R.I.

PEMBELIAN DUKUNGAN POLITIK

Proklamasi Negara kesatuan RI berdasarkan UUD sementara pada tanggal 17 Agustus 1950 tentu saja melanggar Perjanjian KMB. Demikian juga “digulungnya” semua “negara-negara bagian”. Rakyat Indonesia merasa berhak untuk menentukan nasib sendiri dan memilih bentuk negara seperti yang dikehendakinya. Rupanya untuk Belanda diubahnya bentuk negara “federasi” menjadi “kesatuan” bukan masalah penting, asal saja ketentuan-ketentuan lain perjanjian KMB, terutama mengenai keuangan dan ekonomi dapat dilaksanakan tanpa rintangan. Dimasukkannya kembali pasal 33 UUD 1945 sebagai pasal 33 UUD Sementara tidak menimbulkan keberatan pihak Belanda, karena diketahui bahwa untuk melaksanakan ketentuan itu diperlukan banyak tenaga ahli berpengalaman dan dana besar. Keadaan keuangan RI diketahui tidak akan memungkinkan pelaksanaan pasal 33 itu. Belanda mengambil sikap “wait and see“. Proklamasi Negara Kesatuan RI mendorong pemerintah mengganti Kabinet Hatta dengan Kabinet yang sesuai dengan imbangan politik dalam DPR-RI. Fraksi terbesar dalam DPR-RI adalah fraksi Masyumi. Oleh karena itu dibentuklah Kabinet Natsir. Natsir dianggap orang sebagai moderat dalam pandangan agamanya, tetapi ia banyak dipengaruhi oleh Syahrir. Hal ini terbukti pada susunan Kabinetnya. Ia mendasarkan dukungannya pada fraksi Masyumi, PSI, Parkindo, Partai Katolik. Diikut sertakan juga beberapa orang PNI dengan harapan fraksi PNI akan dapat mendukungnya. Perhitungan ini ternyata meleset. Kabinet Natsir juga diperkenalkan sebagai “zaken-Kabinet“, jadi tidak berdasarkan koalisi partai-partai . Oposisi terhadap Kabinet Natsir juga cukup kuat. Di samping itu Kabinet Natsir juga menghadapi meningkatnya inflasi yang perlu dikendalikan. Usaha ini tidak mudah karena politik

Page 202: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

194

“gunting“ uang Mr. Syafrudin tidak memperbaiki keadaan bahkan menjatuhkan kepercayaan terhadap uang kertas. Daya beli nyata uang rupiah tidak dapat dipertahankan dan jumlah uang beredar terus meningkat, karena defisit anggaran belanja dilakukan dengan mempercepat jalan mesin percetakan uang kertas. Kesulitan pokok yang dicoba untuk diatasi oleh Kabinet Natsir yalah bagaimana DPR dapat didorong untuk menerima keadaan bahwa Kabinetnya belum sanggup menyusun anggaran belanja seperti yang diharapkan dalam rangka menyempurnakan hak budget DPR. DPR menyelenggarakan berbagai perdebatan tentang program Kabinet. Akan tetapi perdebatan tanpa angka anggaran belanja kongkrit tidak memiliki arti yang berfaedah. Untuk menyempurnakan hak budget DPR, pihak DPR pernah mengusulkan jadwal kerja kurang lebih sebagai berikut:

Amanat Presiden langsung kepada Rakyat setiap 17 Agustus 1. dijadikan juga amanat yang mempersembahkan Rencana Anggaran Belanja untuk tahun mendatang. Permusyawaratan mengenai RAPBN dapat dilakukan antara tanggal 17 Agustus – 25 Desember. Tahun anggaran dimulai tanggal 1 Januari. Rencana anggaran belanja tambahan dapat diajukan setelah 1 2. Januari dengan ketentuan bahwa rencana tambahan itu harus diajukan sebelum uang lama untuk keperluan itu digunakan. Disamping ini tiap tahun pada DPR perlu disampaikan daftar perhitungan milik negara dan perubahannya.

Usul jadwal DPR itu tidak dapat dilaksanakan oleh Kabinet Natsir. Mengenai amanat Presien setiap tanggal 17 Agustus timbul persoalan antara Presiden dan Perdana Menteri. Perdana Menteri Moh. Natsir berpendapat bahwa dalam melaksanakan sistem “President can do no wrong“ Amanat Presiden harus disusun oleh Perdana Menteri atau sedikitnya diketahui dan disetujui oleh Perdana Menteri yang harus mempertanggung-jawabkan isinya. Presiden Soekarno, yang merasa dirinya adalah penyambung lidah Rakyat tidak mau dijadikan pembaca pendapat seorang Perdana Menteri. Dengan demikian sebagai Presiden ia ingin bebas dalam menyampaikan pikirannya sendiri langsung kepada Rakyat.

Page 203: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

195

Dari pengalaman kerja Kabinet Natsir, terasalah bahwa Masyumi sebagai partai besar belum memiliki program yang menyeluruh mengenai peralihan masyarakat warisan kolonial ke masyarakat nasional yang merdeka. Ia juga tidak memiliki program yang jelas untuk melaksanakan UUD Sementara RI. Penyelesaian persoalan masih menurut cara-cara lama. Artinya Kabinet Natsir, sebagai Kabinet pertama berdasarkan UUD Sementara, tidak berbuat apa-apa dalam meningkatkan kemakmuran Rakyat. Sistem ekonomi kolonial masih berlangsung, artinya: harga beras, penghasilan terpenting Rakyat, tetap ditekan rendah. Dengan rendahnya beras, penjajah Belanda dahulu menekan rendah harga sewa tanah untuk penanaman tebu, bahan penting bagi industri gula. Rendahnya harga beras juga menyebabkan upah buruh ditekan rendah. Kabinet Natsir juga melanjutkan kebijakan “benteng importir” untuk masuknya barang-barang kebutuhan Rakyat. Ini dilakukan untuk “membeli“ dukungan bagi Kabinetnya. Politik memberi fasilitas-fasilitas khusus kepada pendukung-pendukung Kabinet, yang tidak dapat melaksanakannya sendiri, tentu saja mempertinggi ongkos import barang-barang kebutuhan Rakyat. Dengan demikian, upaya memperkaya ratusan tokoh yang dinamakan “asli” memperberat beban hidup Rakyat. Kabinet Natsir ternyata menganggap memulihkan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Indonesia sebagai hal penting. Dilakukanlah perundingan, karena usia KMB sudah hampir setahun. Tetapi perundingan tidak bisa mencapai hasil. Berunding tanpa mendasarkan diri pada kekuatan Rakyat yang nyata, tidak menimbulkan rasa segan di pihak lawan. Pihak Belanda tidak bersedia memberi goodwill dalam perundingan-perundingan itu. Kabinet Natsir juga tidak bisa bertahan lama .

RAZZIA SUKIMAN

Untuk mengatasi krisis Kabinet, Presiden Soekarno

Page 204: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

196

menunjuk Dr. Sukiman dari fraksi Masyumi sebagai formator. Dr. Sukiman berhasil menyusun Kabinet koalisi antara dua fraksi terbesar Masyumi-PNI. Oleh karena itu wakil Perdana Menteri yang dipilih adalah Suwirjo. Kabinet Sukiman lebih dikenal sebagai Kabinet Su-Su. Kabinet Su-Su tidak dapat berbuat banyak untuk kebahagiaan hidup Rakyat terbanyak, walaupun ia memperoleh “berkah“ dari timbulnya perang Korea, yang mengembangkan apa yang dinamakan “Korean boom“. Harga bahan mentah yang biasa dieksport oleh Indonesia naik. Terutama harga karet naik keras dan penghasilan Indonesia dari eksport meningkat menjadi US$1.100 juta. Tetapi sungguh sayang! Meningkatnya penghasilan eksport di luar dugaan itu tidak digunakan untuk meningkatkan penghidupan Rakyat terbanyak secara nyata. Penghasilan eksport itu diikuti dengan meningkatnya import untuk golongan elite. Selain sejumlah importir beruntung besar, para menteri-pun menikmati Korea Boom, karena memperoleh mobil-mobil baru. Perang Korea menimbulkan kegiatan diplomatik yang mempengaruhi perkembangan politik di Indonesia. RRT mengirim pasukan-pasukan sukarela dan ini berhasil membendung tentara USA yang dipimpin oleh Jenderal Mac Arthur. Kekuatan RRT ini menimbulkan kekhawatiran. Lahirlah “China containment policy“ (politik membendung Tiongkok) yang dikenal juga sebagai politik membendung pengaruh komunisme di Asia. Duta besar RRT pertama di Indonesia adalah Wang Ren Shu alias Bah-Ren, seorang yang mengenal baik keadaan Indonesia dan di zaman pendudukan Jepang menyembunyikan diri di Pematang Siantar. Di sana ia berhasil menggalang hubungan baik dengan tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia, antara lain Saleh Umar, seorang tokoh PNI Sumatera dan dalam perjuangan fisik memimpin pasukan bersenjata Harimau Liar. Bah-ren tinggal di Pematang Siantar hingga tahun 1947. Setelah itu menggabungkan diri dengan kelompok pendukung Tan Kah Kee di Singapura. Kemudian ia bersama Tan Kah Kee pergi ke Tiongkok dan dengan proklamasi RRT, Wang Ren Shu dipilih sebagai duta besar RRT di

Page 205: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

197

Indonesia. Sementara itu masyarakat Tionghoa di Indonesia mengalami perpecahan antara golongan yang pro dan kontra RRT. Golongan Tionghoa yang pro RRT telah menerbitkan harian berbahasa Tionghoa “Shen Huo Pao“ (Harian Hidup Baru). Harian ini dipimpin oleh Wang Chu Yuan. Seperti harian Sin Po edisi bahasa Tionghoa, harian baru ini juga mendukung RI. Golongan yang anti RRT semenjak zaman Belanda telah memperoleh izin menerbitkan harian bahasa Tionghoa, yaitu Thian Sheng Yit Pao, yang diasuh oleh tokoh-tokoh Kuomintang di Indonesia . Setelah proklamasi RRT pada 1 Oktober 1949, dua golongan berlomba dalam mendominasi berbagai organisasi Tionghoa yang banyak jumlahnya di Indonesia. Organisasi-organisasi Tionghoa itu ada yang berdasarkan kesukuan, yaitu menurut asal provinsi pendukungnya, tetapi ada juga yang berkecimpung dalam dunia perdagangan, yaitu Tionghoa Siang Hwee (Chinese Chamber of Commerce = Kamar Dagang Tionghoa). Golongan yang pro RRT ternyata berhasil mendominasi hampir seluruh organisasi Tionghoa sosial, dari kesukuan hingga pengurusan sekolah-sekolah berbahasa Tionghoa. Akan tetapi Chinese Chamber of Commerce tetap dikuasai oleh golongan Kuo Min Tang. Dan didominasi oleh seorang pengusaha ikan asin terbesar di Indonesia, Tan Hin Hie. Menurut cerita ia menguasai perdagangan ikan asin di Asia Tenggara dari Bangkok hingga Makasar. Produksi ikan asin di tempat perikanan Indonesia terbesar, yaitu Bagan Siapi-api juga dikuasai oleh perusahaan Tan Hin Hie, “Ban Goan“. Di Jakarta ia di kenal sebagai tuan tanah besar dan sebagian tanah miliknya dijadikan Taman Hiburan, yang dikenal sebagai “Prinsen Park“ di Mangga Besar, Jakarta Barat. Taman Hiburan ini kemudian dinamakan Lokasari, ketika pemerintah RI mengambil alih usaha-usaha milik Kuomintang. Selain Tan Hin Hie ada sejumlah tokoh-tokoh pengusaha Tionghoa, yang berkeras mempertahankan kekuasaannya atas

Page 206: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

198

Tionghoa Siang Hwee, seperti Bong A Lok, New Shu Chun, yang pernah menjadi konsul muda untuk Kuomintang di Yogya dan kemudian menjadi bankier di Jakarta. Pada umumnya, mereka yang sudah menjadi pengusaha besar semenjak zaman Belanda mendukung Kuomintang – Taiwan dan mampu mempertahankan hubungan baik dengan polisi dan jaksa. Hubungan baik itu tidak terganggu dengan penyerahan kedaulatan. Orang-orang Tionghoa perantau baru, yang berhasil mengambil-alih pimpinan organisasi sosial ternyata belum sempat menggalang hubungan dengan alat-alat pemerintah, sehingga gagal mempengaruhi Tionghoa Siang Hwee, walaupun semenjak RIS, Indonesia hanya mengakui RRT sebagai satu-satunya kekuasaan sah di wilayah Tiongkok. Organisasi Tionghoa yang berdiri pada umumnya adalah badan hukum menurut ketentuan kolonial Belanda. Sebagai negara hukum proses mengubah pengurus harus sesuai dengan ketentuan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan. Alat-alat negara RI memang bertugas menjamin keamanan dan ketertiban dengan melindungi hak-hak orang pribadi dan badan-badan hukum. Pada ketika itu timbullah persoalan kewarganegaraan orang-orang Tionghoa asing. Memang, berbeda dengan kebijakan yang pernah di ambil oleh USSR, pemerintah RRT tidak mengeluarkan peraturan yang mewajibkan semua orang Tionghoa di luar negeri untuk mendaftarkan diri pada perwakilan RRT terdekat. Bila ia tidak mendaftarkan diri, berarti ia kehilangan kewarganegaraan RRT. Peraturan demikian tidak pernah ada. Jadi timbullah persoalan, bagaimana dengan orang-orang Tionghoa asing yang berkeras kepala tidak mau mengakui RRT, sedang RIS/RI mengakui RRT sebagai satu-satunya kekuasaan sah di seluruh wilayah Tiongkok? Dapatkah alat-alat negara RIS/RI memperlakukan mereka sebagai “stateless“ (tanpa warga-negara) berdasarkan pernyataan mereka tidak bersedia mengakui RRT ? Akhirnya, kebijakan inilah yang diambil pemerintah RIS/RI. Bagi banyak pengusaha besar Tionghoa perantau ternyata kedudukan “tanpa warga-negara“ lebih menguntungkan daripada

Page 207: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

199

memperoleh passport RRT, karena banyak negeri industri ketika itu berkeras tidak mengakui RRT. Seorang pedagang dengan passport RRT tidak mungkin memperoleh visa ke USA, Jerman, dan lain-lain. Oleh banyak pengusaha besar perantau Tionghoa kebijakan alat-alat negara RIS/RI dihargai tinggi, karena sekalipun mereka mengakui RRT sebagai negaranya, tetapi untuk keperluan dagangnya ke luar negeri, mereka dapat menggunakan “passport stateless“ . Ketika timbul Perang Korea dan RRT ikut aktif dalam pertempuran, duta besar RRT di Indonesia merasa perlu untuk memberi penjelasan kepada warga-negara RRT di Indonesia. Dalam sebuah rapat di Tamansari, Jakarta Barat, Duta Besar RRT, Wang Ren Shu menyerang Amerika Serikat yang meng-agresi Korea, hingga RRT tidak dapat berpeluk tangan dan Rakyat Tiongkok mengirimkan pasukan-pasukan sukarela untuk mendesak mundur serbuan tentara USA di Korea. Pidato Duta Besar RRT itu diprotes Duta Besar USA di Indonesia. Ketika itu menteri luar negeri RI dalam Kabinet Su-Su adalah Mr. Achmad Subardjo, yang sedang berupaya untuk membujuk USA memberi tekanan terhadap Belanda untuk menyerahkan Irian Barat kembali ke wilayah kekuasaan RI. Pada ketika itu, Indonesia melalui pemerintah Belanda termasuk sebagai negeri yang memperoleh bantuan USA berdasarkan Mutual Security Act (Undang-undang Keamanan Bersama), yang merupakan kelanjutan Marshall Plan, yang tujuannya mempercepat rehabilitasi negeri industri di Eropa Barat. MSA itu diadakan oleh USA untuk menyalurkan dua macam bantuan kepada negeri-negeri yang dinilai oleh USA sebagai kekuatan “non-communist“: berbentuk bantuan untuk memperkuat pertahanan militer dan bantuan teknik untuk pembangunan ekonominya. Dengan demikian jelas, Kabinet SU-SU harus menunjukkan sikap “non-Komunis” untuk memperoleh bantuan USA atas dasar MSA dan memperoleh dukungan USA untuk menekan Belanda mengembalikan wilayah Irian Barat ke RI. Bisalah dimengerti mengapa kecaman Wang Ren Shu terhadap USA, harus ditindak oleh Kabinet Su-Su dengan cara yang menyenangkan pihak USA.

Page 208: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

200

USA juga merasa tidak senang dengan meningkatnya pengaruh RRT di kalangan masyarakat Tionghoa di Indonesia. Sekolah-sekolah Tionghoa berkembang maju dan sikap murid-murid sekolah itu terlihat lebih disiplin dan giat belajar daripada dahulu. Pengaruh karangan-karangan dalam harian huruf Tionghoa, terutama dari Sheng Huo Pao, juga memperluas simpati golongan Tionghoa terhadap RRT . Kabinet Su-Su tidak berani memutuskan hubungan diplomatik dengan RRT, yang diterimanya sebagai warisan Kabinet RIS. Akan tetapi tidak dapat menolak tekanan USA untuk membuktikan sifat “non komunis“ nya. Sekalipun “non komunis“ tidak harus berarti anti komunis dan anti Tionghoa, Kabinet Su-su memutuskan Wang Chi Yuan, pemimpin redaktur Shen Huo Pao sebagai persona non grata, harus keluar dari Indonesia. Tindakan pemerintah dirasakan ganjil, karena di zaman Belanda masih berkuasa, Wang Chi Yuan dikenal sebagai seorang yang pro RI. Di samping itu, Wang Chi Yuan adalah seorang penduduk RI yang sah, sudah menetap di Indonesia lebih dari 5 tahun. Kesalahannya atau “dosa“ nya terhadap RI tidak pernah dibuktikan oleh keputusan pengadilan. Ia pun tidak pernah di bawa kepengadilan untuk dijatuhi hukum. Tadinya pemerintah menghendaki Wang untuk bersedia meninggalkan RI secara sukarela, sehingga tidak menyolok mata, bahwa tindakan itu ada sangkut-pautnya dengan tekanan USA. Akan tetapi Wang Chi Yuan tidak bersedia meninggalkan RI secara sukarela dan menuntut supaya ia diajukan ke pengadilan, bila ia dianggap melakukan sebuah kesalahan. Kabinet Su-Su tidak mengajukan Wang Chi Yuan ke sidang pengadilan, melainkan dengan paksa mengangkut seluruh keluarganya dengan pesawat terbang atas biaya negara dengan diantar oleh seorang petugas negara pulang ke RRT. Rupanya USA tidak puas dengan tindakan tegas terhadap Wang Chi Yuan. Pada waktu yang bersamaan, PKI berkembang pesat. Ini tentu mengkhawatirkan USA. Kemajuan PKI tentu saja tidak

Page 209: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

201

menguntungkan usaha Kabinet Su-Su untuk memperoleh dukungan USA dalam menekan Belanda. Akibatnya, Kabinet Su-Su mengambil tindakan yang lebih tegas. Menjelang perayaan 17 Agustus 1951, Kabinet Su-Su mengambil tindakan, yang dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai “razzia Sukiman“, yang dapat di sebut juga “Red Drive 2“. “Red-Drive 1” dilakukan terhadap kaum kiri di zaman Kabinet Hatta dengan peristiwa Madiun . Belasan ribu orang ditangkap dan di tahan tanpa ada tuduhan yang dapat dibuktikan bahwa mereka melakukan tindakan yang melanggar hukum pidana. Red Drive 2 ini menimbulkan berbagai peristiwa yang membuktikan bahwa pelaksanaan permainan “sandiwara“ ini kurang dipikirkan secara masak-masak karena dilakukan secara terburu-buru. Razzia Sukiman dilakukan tanpa mengabaikan segala ketentuan hukum untuk menahan orang. Penangkapan dilakukan dengan surat perintah Jaksa Agung. Bukti bahwa “Red Drive“ itu dilakukan secara terburu-buru, antara lain adalah:

Jaksa-jaksa yang ditugaskan mulai melakukan pemeriksaan 1. setelah penahanan berlangsung dua hari ternyata tidak mempunyai bahan sama sekali tentang orang-orang yang mereka harus periksa. Mereka yang di periksa ini diminta untuk menuliskan “riwayat hidupnya“. Menurut HIR (Herziende Indlands Reglement = Hukum acara pidana warisan kolonial) seorang tertuduh tidak diwajibkan menulis riwayat hidupnya. Sebagian terbesar orang yang ditahan menolak untuk menulis riwayat hidupnya. Menurut ketentuan HIR, seorang jaksa diwajibkan mengemukakan data-data peristiwa yang menjadi dasar penahanan, disertai dengan pasal-pasal KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ) yang dituduhkan terhadap orang yang sedang diperiksa. Menurut ketentuan kedudukan hukum anggota DPR2. pada ketika itu, seorang anggota DPR tidak dapat di tahan selama sidang DPR, kecuali bila ia tertangkap basah melakukan

Page 210: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

202

sesuatu yang memungkinkan penangkapan. Bila dianggap perlu ada penahanan pimpinan DPR wajib diberitahu terlebih dahulu disertai dengan alasan-alasan penahanan yang jelas. Hal demikian itu ternyata tidak terjadi. Hanya pada hari terjadi penahanan, ketua DPR diberitahukan dengan surat, disertai lampiran daftar nama anggota-anggota DPR yang ditahan. Tetapi menurut kenyataan ada juga anggota DPR yang ditahan walaupun namanya tidak tercantum dalam daftar lampiran surat kepada ketua DPR. Anggota DPR itu adalah saya. Atas pertanyaan ketua DPR, Mr. Sartono, dengan tilpon, Jaksa Agung, Suprapto, sendiri menyatakan heran bahwa saya turut ditahan walaupun nama saya tidak tercantum.Di samping saya ada juga seorang anggota DPR dari fraksi Masyumi, jadi fraksi Perdana Menteri Sukiman sendiri, yang turut ditahan, walaupun namanya juga tidak tercantum dalam daftar. Ia adalah Abdullah Aidit, ayah D.N.Aidit, ketua PKI, yang memang termasuk dalam daftar namanya. Hal ini diketahui ketika ada pembagian makan siang. Anggota DPR yang namanya tercantum dalam daftar mendapat makan siang dengan telor bebek asin .… menurut ketentuan rantsoem makanan Rumah Penjara Cipinang. Baru diketahui bahwa mereka salah menahan orang. Yang seyogyanya ditahan adalah DN Aidit, bukan ayahnya, Abdullah Aidit. Juga belakangan baru diketahui bahwa saya ditahan berdasarkan daftar swasta yang disusun oleh staf Kejaksaan Agung dengan bantuan orang-orang Kuomintang, yang ditugaskan untuk menyusun daftar orang Tionghoa yang perlu ditahan dalam rangka “Red Drive“ itu. Ada dua tokoh yang ditahan karena daftar Kuomintang yang diserahkan ke Jaksa Agung ini. Mereka adalah Direktur Sin Po, Ang Yan Goan dan Liem Koen Hian. Juga ditahan sejumlah anggota staf redaksi Sin Po. Dari belasan ribu orang yang di tahan selama kurang lebih 3. setengah tahun, tidak ada seorang pun yang dapat diajukan ke

Page 211: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

203

sidang pengadilan. Penahanan bisa diselesaikan cepat karena Mr.Tambunan dan Mr.Tan Po Goan mengadakan interpelasi di DPR. Ketua Mahkamah Agung ketika itu Dr.Mr. Kusuma Atmadja, menolak untuk memperpanjang lebih dari dua kali penahanan massal yang melanggar hukum itu. Akan tetapi di daerah-daerah penahanan berlangsung dua kali lipat lebih lama, karena pelaksanaan pembebasan diperlambat.

Penahanan massal yang dilakukan ini lalu menimbulkan tekanan pada Kabinet Su-Su untuk melaksanakan UUD Sementara, yang mengutip seluruh Universal Declaration of Human Rights, yang melarang penahanan tanpa bukti nyata tentang kesalahan seorang, di samping melarang adanya perbedaan perlakuan berdasarkan perbedaan ras, agama atau aliran politik yang di anut seseorang. Gugatan terhadap Kabinet Su-Su diajukan oleh banyak pembicara dalam DPR sehubungan dengan interpelasi Tambunan – Tan Po Goan. Di dalam DPR terdapat cukup banyak tokoh pejuang tua yang pernah menderita tindakan-tindakan sewenang-wenang penjajah Belanda. Diantaranya adalah Mr. Iwa Kusumasumantri, yang pernah diinternir penjajah Belanda di Banda selama belasan tahun. Dalam gugatannya terhadap tindakan sewenang-wenang Kabinet Su-Su, ia mengemukakan bahwa RI adalah Negara hukum yang demokratis, bukan …. Negara hukuman. RI tidak boleh menjadi rumah tahanan besar, di mana banyak warga-negaranya meringkuk dan kehilangan kebebasan bergerak. Penyelesaian penahanan razzia Sukiman itu dilakukan tanpa ramai-ramai. Hal ini dibuktikan oleh pengalaman saya sendiri. Setelah ditahan dua bulan lamanya, karena menderita sakit mata, saya perlu dirawat di rumah sakit Yang Seng Ie dan dioperasi oleh Dr.Sie Boen Lian. Di rumah sakit di jaga oleh seorang anggota polisi negara. Ketika perawatan hampir selesai, saya diberitahukan bahwa sifat penahanan terhadap diri saya diubah yaitu menjadi tahanan rumah. Oleh karenanya ketika perawatan selesai, saya tidak kembali ke penjara, melainkan langsung pulang ke rumah. Beberapa hari kemudian, walaupun masih berstatus tahanan rumah, saya memberanikan diri untuk menghadiri sidang DPR, di

Page 212: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

204

mana Dr.Sukiman diminta memberi penjelasan . Di depan gedung DPR, ketika mau masuk ke ruang sidang, saya berjumpa dengan Perdana Menteri Sukiman, yang mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. Lalu ia bertanya: Bagaimana dengan mata saudara? Ini membuktikan bahwa ia mengetahui nasib saya selama berada dalam tahanan. Padanya diberikan penjelasan tentang operasi mata dan perkembangannya. Setelah penuturan ini, ia lalu mengatakan : “Sorry, saya tidak tahu bahwa saudara ketika itu ikut di tahan“. Saya menjelaskan bahwa saya sesungguhnya masih berstatus “tahanan rumah“, tetapi didorong oleh keinginan mendengarkan keterangannya di DPR , saya memberanikan diri untuk hadir. Lalu saya tambahkan : “Jaksa Agung disana menyaksikan kita bercakap-cakap. Mungkin ia marah, melihat saya melanggar keputusan “tahanan rumah“. Mendengar penjelasan ini, tanpa ragu, ia menyatakan : ”Bilang saja padanya, saudara telah dipekenankan oleh saya untuk menghadiri sidang DPR malam ini“. Setelah bersalaman sekali lagi, saya langsung menuju ke tempat duduk Jaksa Agung dan menyatakan padanya: ”Mas, saya memperoleh izin Perdana Menteri untuk menghadiri sidang malam ini!“ Jaksa Agung hanya menganggukkan kepala dan saya mengambil tempat duduk setelah bersalaman dengan banyak anggota lainnya. Esok harinya, tepat jam 8 pagi, saya didatangi seorang perwira polisi. Ia mengantarkan surat keputusan Jaksa Agung yang baru. Status saya dirubah dari “tahanan rumah“ menjadi “tahanan kota“, berlangsung surut mulai kemarin. Jadi kehadiran saya kemarin di sidang DPR tidak merupakan pelanggaran. Surat keputusan ini tidak pernah diubah dan saya melakukan perjalanan keluar kota dan ke luar negeri berulang kali. Persoalan dianggap selesai tanpa ramai-ramai. Tetapi di kalangan masyarakat peranakan Tionghoa “razzia Sukiman“ itu telah mempunyai dampak luas.

Page 213: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

205

Seperti dituturkan sebelumnya, Liem Koen Hian ikut ditahan dalam “Red Drive 2“ ini. Liem memainkan peranan penting dalam mendorong Kabinet Hatta menerima RRT sebagai negara Tiongkok yang sah, menolak pemerintahan Kuomintang di Taiwan. Rupanya inilah dasar masuknya dia dalam daftar hitam yang disiapkan kelompok Kuomintang. Salah satu sahabat karib Liem Koen Hian adalah Mr. Achmad Subardjo. Hubungan kedua tokoh ini sama dengan saudara angkat. Di zaman penjajah Belanda, Liem sering membantu Mr. Achmad Subardjo untuk lolos dari lobang jarum penahanan penjajah Belanda. Ketika Indonesia menjadi terlampau “panas“ untuk Subardjo, Liem mengusahakan supaya Subardjo diangkat sebagai pembantu tetap harian “Mata Hari“ di Tokyo dengan honorarium F.250,- sebulan. Mengingat hubungan akrab ini, dan adanya Mr. Subardjo sebagai menteri luar negeri dalam Kabinet Su-Su, Liem terperanjat bahwa ia dapat ditahan atas daftar yang di susun oleh orang-orang Kuomintang di Indonesia. Semasa penjajahan Belanda, ia tidak pernah masuk penjara. Bagaimana di masa kemerdekaan yang ia turut perjuangkan, ia malah masuk penjara? Liem menjadi lebih kecewa setelah mengetahui kunjungan anak tunggalnya ke rumah Achmad Subardjo tidak mendapatkan sambutan yang diharapkan. Kejengkelannya menimbulkan emosi tak terkendalikan. Liem Koen Hian dalam tahanan itu mengambil keputusan untuk menggunakan hak repudiasinya menolak kewarga-negaraan RI dan menjadi orang asing. Usaha saya untuk meyakinkan Liem Koen Hian bahwa keputusannya itu akan membingungkan banyak peranakan Tionghoa, tidak berhasil menggugahnya. Ia tetap menjalankan hak repudiasinya di penjara. Persoalan memilih kewarga-negaraan Indonesia sebelum terjadi “razzia Sukiman“ memang sudah menjadi topik yang hangat. Atas anjuran Dr. Tjoa Sik Ien dan Drs.Yap Tjwan Bing, saya berulang kali memberi ceramah di Surabaya dan Bandung. Pada umumnya massa peranakan Tionghoa yang mendengarkan penjelasan-penjelasan saya, akhirnya memilih kewarganegaraan Indonesia.

Page 214: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

206

Banyak tokoh peranakan yang pada akhir 1945 bersikeras ingin mempertahankan kewarga-negaraan Tiongkok, pada tahun 1950 dan permulaan tahun 1951 telah berganti haluan. Alasan-alasan dari perubahan sikap antara lain adalah :

Dunia ternyata telah mengakui Republik Indonesia dan telah 1. diterima sebagai anggota United Nations. Dengan jumlah penduduk yang besar dan dengan kekayaan alamnya yang banyak, RI dapat menjadi negara yang penting juga. Kuomintang2. , yang dulunya telah dijagoi, ternyata ambruk. Di Tiongkok telah diproklamasikan RRT dibawah kekuasaan Partai Komunis Tiongkok. Banyak yang menganut paham kapitalisme tidak setuju dengan komunisme. Republik Indonesia telah mengakui RRT3. sebagai satu-satunya kekuasaan sah atas seluruh wilayah Tiongkok, sehingga dapat diharapkan akan berkembang hubungan persahabatan saling menguntungkan, yang bermanfaat bagi keamanan jiwa, harta dan milik orang Tionghoa dan peranakan Tionghoa yang sudah menjadi warga-negara Indonesia. Pengalaman-pengalaman pahit di zaman vacuum kekuasaan ketika Jepang menyerbu masuk Indonesia dan ketika zaman perjuangan fisik melawan tentara Belanda, diharapkan tidak akan terulang lagi.

Persoalan yang masih belum jelas ketika itu adalah masalah perbedaan perlakuan berdasarkan perbedaan keturunan. Ada yang mengemukakan bahwa penyelesaiannya sangat sulit, yaitu berdasarkan peribahasa Belanda yang mengatakan “het hemd is nader dan de jas “(kemeja melekat lebih dekat pada tubuh daripada jas). Oleh karenanya dianggap tidaklah rasionil untuk mengharap diskriminasi bisa bebas sama sekali. Segala ketentuan Universal Declaration of Human Rights yang tercantum dalam UUD diakui memang baik, tetapi pelaksanaannya tidak mudah. Memerlukan banyak waktu. Diskriminasi rasial terutama menonjol di negeri-negeri dimana ekonominya berdasarkan atas sistem kapitalisme. Oleh karenanya timbul anggapan bahwa diskriminasi rasial adalah pembawaan sistem kapitalisme. Karena sistem kapitalisme

Page 215: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

207

menjamin adanya kelompok yang kaya dan kelompok yang miskin. Bilamana pembagian kelompok ini berkaitan dengan latar belakang ras, iri hati kelompok akan membangkitkan dan mengembangkan diskriminasi rasial. UUD -45 pasal 33 menunjukkan bahwa Indonesia bukan negara kapitalis. Dengan demikian, pelaksanaan pasal itu akan melenyapkan diskriminasi rasial. Liem Sang Tee, seorang pengusaha rokok kretek terbesar di Surabaya ketika itu dalam rapat di gedung Sin Khie Hwee, Surabaya, mendukung pendapat bahwa untuk mengurangi diskriminasi rasial, pelaksanaan pasal 33 UUD 45 merupakan hal penting. Ia berpendapat dalam rangka pelaksanaan ketentuan, modal peranakan Tionghoa yang telah menjadi warga-negara Indonesia dapat dimanfaatkan untuk mengkatrol naik secara lebih cepat tingkat kemakmuran Rakyat Indonesia secara keseluruhan. Ia berpendapat bahwa proses nivellering (penyama-rataan) dalam rangka pelaksanaan UUD pasal 33, hendaknya tidak terjadi dengan jalan menarik turun ke bawah mereka yang sudah di atas sampai mencapai titik sama rendahnya, melainkan terjadi dengan menarik lebih cepat naik ke atas mereka yang masih berada di paling bawah, sedang yang sudah di atas dibiarkan terus naik dengan kecepatan lebih perlahan, sehingga dapat disusul secara lambat laun oleh lapisan terendah yang ditarik dengan kecepatan lebih tinggi. Pikiran-pikiran semacam itu memperteguh keinginan memilih kewarga-negaraan Indonesia. Walaupun demikian, tidak dapat disangkal, bahwa tindakan Liem Koen Hian untuk menolak kewarga-negaraan Indonesia dan dampak Razzia Sukiman mempengaruhi pikiran banyak peranakan Tionghoa. Hal ini terbukti pada kenyataan berjubelnya orang-orang peranakan Tionghoa yang menolak kewarga-negaraan Indonesia di gedung-gedung pengadilan negeri. Mereka pada umumnya memilih menjadi warga-negara RRT. Dengan demikian warga-negara RRT di Indonesia menjadi di perbanyak. Hal demikian ini mestinya bukan menjadi tujuan Kabinet Su-Su dan juga USA. Sama halnya dengan Kabinet Natsir, Kabinet Su-Su mengalami

Page 216: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

208

kegagalan didalam usahanya menyelesaikan masalah Irian Barat, karena perjuangan menyelesaikannya tidak berdasarkan kekuatan Rakyat Indonesia sendiri, melainkan berdasarkan harapan ada negara lain terutama USA yang dapat menekan Belanda untuk menyerah. Perkembangan politik di Asia dengan perkembangan pertempuran di Korea, membuat USA masih membutuhkan Belanda untuk membendung meluasnya komunisme di Asia. Belanda bagi USA lebih terpercaya sebagai sekutu daripada Republik Indonesia. Kegagalan memulihkan Irian Barat kedalam wilayah RI membuat Kabinet Su-Su sulit mempertahankan diri. Timbullah krisis Kabinet. Dalam tempo dua tahun RI mengalami dua krisis Kabinet. Setelah dua Kabinet dipimpin oleh Masyumi gagal, maka mulailah diangkat seorang PNI sebagai formator, yang berhasil membentuk Kabinet Wilopo-Prawoto. Berbeda dengan Kabinet-Kabinet yang mendahuluinya, Kabinet Wilopo-Prawoto mendapat dukungan PKI, sekalipun tidak ada seorang PKI yang duduk sebagai menteri. Tetapi dukungan PKI juga terbatas dan rumusan yang diberikan yalah: Memberi kesempatan bekerja!

DEMOKRASI DAN PEMILIHAN UMUM

Mr. Wilopo pernah menjadi sekertaris jenderal GERINDO di zaman penjajahan Belanda dan di zaman RI di Yogya bertahun-tahun menjadi sekjen departemen perburuhan yang menyebabkan ia diangkat sebagai menteri perburuhan di zaman RIS. Di kalangan PKI, ia dikenal sebagai seorang ahli teori yang kuat. Hubungannya dengan gerakan buruh di Indonesia dan gerakan buruh Internasional juga cukup baik. Hal ini menyebabkan Mr. Wilopo dipilih sebagai ketua panitia perumus “ideologi“ Marhaen pada waktu PNI merasa perlu menjelaskan apa arti Marhaenisme. Dipilihnya Mr. Wilopo sebagai Perdana Menteri

Page 217: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

209

menimbulkan banyak harapan di kalangan buruh Indonesia dan hal ini menyebabkan PKI bersedia memberi kesempatan bekerja kepada Kabinet yang dipimpinnya itu. Pada saat mulai terbentuknya Kabinet Wilopo, ia menghadapi kenyataan jatuhnya harga karet, karena berakhirnya Korean boom. USA di Korea telah dipaksa untuk mencapai kompromi, karena tentara USA dengan peralatan jauh lebih modern kalah dalam menghadapi tentara sukarela Rakyat Tiongkok dengan persenjataan yang jauh lebih sederhana. Jatuhnya harga karet, menurunkan secara drastik penghasilan RI. Bila harga karet dalam pasar internasional jatuh dengan 2 sen dollar per poundnya maka penghasilan Indonesia dari eksport karet sudah berkurang dengan 700.000.000 x US.$.0,02 = US.$.14,- juta, berdasarkan perhitungan eksport karet dari Indonesia adalah sebesar 700.000 ton setahun. Biaya rutin ternyata meningkat, karena Kabinet yang mendahuluinya bersikap boros dalam rangka memupuk dukungan untuk bertahan lama. Sementara itu pelaksanaan bantuan USA melalui EXIM Bank ternyata tidak memenuhi harapan, sedangkan usaha memperoleh bantuan baru dari USA juga tidak terpenuhi. Semua ini menyebabkan Kabinet Wilopo harus memulai masa kerjanya dengan memperkecil pengeluaran uang negara. Salah satu tindakan yang diambil adalah mengurangi penggunaan mobil dinas. Mobil-mobil dinas diberi tanda segitiga dalam lingkaran merah pada kaca depan. Maksud tindakan itu yalah mencegah mobil dinas digunakan untuk keperluan pribadi. Dengan tindakan ini biaya untuk pemeliharaan mobil-mobil dinas dapat berkurang, karena diharapkan dengan tanda yang mencolok itu, pegawai negeri “malu“ bepergian dengan menggunakan mobil dinas. Ternyata perhitungan demikian meleset. Mobil dinas dengan tanda cukup jelas, masih banyak digunakan di luar dinas. Orang sudah terseret oleh arus hidup menurut … internasional standard. Sukar untuk kembali hidup sederhana … jalan kaki, naik sepeda

Page 218: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

210

atau naik kendaraan umum di luar dinas dirasakan merosotkan derajatnya. Memang RI ketika itu mungkin salah satu negeri miskin dan sedang berkembang, yang memiliki jumlah mobil dinas terbesar. Ada yang membandingkan dengan Birma di mana menteri sekalipun tidak diberi mobil dinas dan masuk ke kantor bersama-sama naik minibus. Di Jakarta ketika itu seorang menteri mempunyai dua mobil dinas, yaitu mobil sebagai menteri dan mobil lainnya untuk ibu menteri … pergi shopping, pergi belanja ke pasar. Ada juga yang membandingkan dengan Nederland, dengan tingkat kemakmuran jauh lebih tinggi dari Indonesia, banyak menteri, pegawai tinggi, Jenderal dan kolonel yang masuk kantor naik trem atau naik sepeda. Di Indonesia seorang letnan sudah mondar-mandir naik jeep dinas. Di Semarang, seorang presiden Weeskamer (Balai Harta Peninggalan), Mr. Ko Kwat Tiong, tokoh PTI di zaman Belanda, terkenal sebagai teladan baik dalam menggunakan mobil dinas. Ia pergi dan pulang kantor naik sepeda dan hanya menggunakan mobil dinas bila betul-betul pergi ke pengadilan untuk urusan dinas. Contoh demikian ternyata membuat bawahannya mengeluh. Katanya mempersulit gerak cepat. Teladan yang diberikan oleh Mr. Ko Kwat Tiong ternyata tidak mudah meluas. Oleh banyak pegawai bawahannya, teladan hidup sederhana Mr. Ko itu dikatakan sebagai akibat usia telah lanjut dan mulai … pikun! Kebiasaan hidup mewah selama beberapa tahun saja sudah mempersulit untuk hidup sederhana kembali. Walaupun kesederhanaan dituntut oleh keadaan keuangan negara, yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan hidup mewah menurut standard internasional. Pada permulaan usaha membatasi penggunaan mobil dinas itu diperkeras dengan berbagai “razzia“ oleh polisi militer. Banyak mobil dinas di cegat di jalan-jalan raya dan pemakaiannya di proses verbal. Tetapi pengaruhnya sama seperti “menggrengsengnya air soda“. Pengaruh baik “razzia“ oleh polisi militer tidak berlangsung lama. Akhirnya gerakan membatasi penggunaan mobil dinas mesti

Page 219: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

211

diakui gagal total. Kabinet-Kabinet yang mendahuluinya memang mentaati secara tertib larangan eksport bahan-bahan strategis ke negeri-negeri sosialis, terutama ke RRT. Larangan itu dikeluarkan oleh USA dan berlaku bagi semua negeri yang memperoleh dan mengharap memperoleh bantuan USA. Dengan mentaati larangan itu RI jadi telah membatasi juga pasar untuk karetnya. RRT pada ketika itu berani membayar cukup tinggi untuk karet. Dalam ukuran harga perjanjian barter antara Sri Langka 1 kg karet ditukar dengan 5 kg beras. Harga ini sangat menarik bagi Indonesia. Melihat perkembangan ini Kabinet Wilopo terpaksa mengendorkan larangan eksport karet ke negeri-negeri sosialis. Eksport karet Indonesia ke RRT diperkenankan. Sebelum keputusan Kabinet Wilopo itu, karet Rakyat Sumatera Selatan yang mengalami “upgrading“ (diperbaiki kwalitasnya) oleh Singapura, ternyata banyak dijual ke RRT. Memang “slab“ karet Rakyat Sumatera Selatan yang diupgrade menjadi “blanket“ resminya dieksport ke Hongkong dari Singapura, tetapi banyak yang nyasar ke RRT. RI lalu memperjelas arti politik luar negerinya yang “bebas dan aktif“. Dengan “bebas” diartikan bebas dari ikatan kepentingan-kepentingan negeri-negeri imperialis, yang ternyata tidak bersedia memberi “bantuan“ bila tidak menguntungkan politiknya. Politik luar negeri “bebas“ dan “aktif“ mendorong RI untuk menjadi salah satu negeri sponsor untuk mengadakan konperensi Asia-Afrika di Bandung dan menuju ke persiapan Conference of The Emerging Forces (CONEFO = Konperensi negeri-negeri yang baru bangkit). Berhasil diselenggarakannya CONEFO tentu merupakan pukulan moril berat bagi negeri-negeri imperialis. Oleh karenanya dapatlah dimengerti bahwa ada usaha-usaha dari pihak imperialis untuk menggagalkannya dengan menyingkirkan Bung Karno sebagai Presiden RI. Perkembangan ekonomi di masa Kabinet Wilopo adalah buah dari pemborosan yang dimulai dari pindahnya pusat pemerintahan

Page 220: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

212

ke Jakarta pada tahun 1949 dan tidak adanya kebijakan yang membangun kekuatan ekonomi domestik. Kerajinan-kerajinan dalam negeri yang telah tumbuh semenjak pendudukan militer Jepang dan diperluas dalam zaman perjuangan fisik menghadapi militer Belanda, ternyata satu demi satu gulung tikar dalam penghidupan mencapai tingkat penghidupan internasional. Produksi kertas merang bukannya disempurnakan dengan mengimport mesin-mesin untuk menyempurnakannya tetapi mati sama sekali, karena orang lebih suka membeli kertas import. Demikian juga dengan produksi untuk tinta tulis, tinta cetak, kertas karbon, pita mesin dan cat. Yang di import bukan alat-alat produksi untuk menyempurnakannya, tetapi di import hasil industri luar negeri yang membuat produksi dalam negeri tidak mampu bersaing. Akhirnya RI menjadi ebih tergantung atas produksi luar negeri. Corak ekonomi kolonial dihidupkan kembali. Memang hidup menurut “standard internasional“ membuat orang “malu“ untuk menggunakan sisir kayu pohon sawo, menggunakan shampoo buatan dalam negeri dengan soda merang, dan lain-lain. Orang membiasakan diri untuk menggunakan barang-barang import lagi. Perusahaan-perusahaan yang menggunakan banyak tenaga buruh memang secara kebetulan sebagian terbesar milik orang Tionghoa, baik asing maupun warga-negara Indonesia. Hal demikian ini tidak menimbulkan napsu untuk memberi proteksi, sekalipun gulung tikarnya perusahaan-perusahaan itu memperbanyak jumlah penganggur! Perkembangan ekonomi Indonesia pasti berbeda, bila semenjak RIS lebih diutamakan megimport mesin-mesin untuk menyempurnakan produksi barang-barang kebutuhan dalam negeri yang sudah banyak dibuat di dalam negeri oleh pengusaha-pengusaha Tionghoa, baik berstatus asing maupun warga-negara Indonesia, yang mampu memperkerjakan banyak tenaga buruh dalam rangka mengikis bersih ciri ekonomi kolonial. Tetapi politik yang dianut ternyata bukan megikis habis ciri-ciri ekonomi kolonial, melainkan memperkuat lagi ciri-ciri yang tadinya sudah melenyap.

Page 221: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

213

Kabinet Wilopo ternyata sulit untuk membebaskan diri dari arus (sleur ) politik yang dimulai oleh penjajah Belanda menjelang akhir massanya, yang diteruskan oleh Kabinet RIS, Kabinet Natsir dan Kabinet Sukiman, yaitu memberi fasilitas-fasilitas khusus untuk melahirkan pengusaha “asli“ atau “pribumi“, sebagai upaya “membeli“ dukungan untuk berlangsung hidupnya Kabinet. Politik ini pada hakekatnya bukan memperkuat Kabinet, bukan memelihara “working majority“ (suara terbanyak yang memungkinkan Kabinet bekerja), tetapi malah akhirnya mempersulit kelangsungan hidupnya Kabinet. Karena kebijakan ini kian menambah jumlah orang yang harus “dibeli“. Penghasilan dari eksport menurun, sedang fasilitas yang diberikan untuk “membeli“ dukungan Kabinet adalah untuk import barang-barang dari luar negeri dengan devisa (uang asing hasil eksport). Jumlah anggota DPR yang menjadi “new comer” (pendatang baru) di bidang import barang-barang juga bertambah. Sebagai akibatnya, lebih keras tuntutan melaksanakan politik main “asli-aslian“ atau “pribumisasi“. Sama halnya dengan para kabinet yang mendahuluinya, dalam membagi rejeki kepada para pedagang baru “asli”, Kabinet Wilopo tidak berani menyinggung kepentingan modal raksasa asing seperti Shell, Stanvac, Caltex, di bidang minyak bumi, KPM di bidang perkapalan dan JCJL (Japan China-Japan Lijn). Yang dijadikan sasaran adalah modal menengah milik orang Tionghoa karena pengurusannya lebih sederhana dan tidak membangkitkan reaksi multi-nasional. Kebijakan ini melahirkan “Pedoman baru“ pada tahun 1953 untuk perusahaan-perusahaan transportasi darat, yaitu truk dan bis yang umumnya dimiliki oleh orang Tionghoa, baik sebagai warga-negara Indonesia maupun sebagai orang asing. Peraturan ini menentukan bahwa perusahaan-perusahaan truk dan bis tidak boleh bersifat monopoli, jadi tiap perusahaan hanya boleh memiliki 20 kendaraan saja dengan trayek dibatasi 250 km. Perusahaan-perusahaan selanjutnya harus minta pembaruan izin dan perusahaan-perusahaan yang sudah menjadi besar dan

Page 222: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

214

mempunyai trayek lebih panjang dari 250 km harus memecah diri ke dalam berbagai perusahaan kecil dengan nama berlainan dan pimpinan berlainan. Peraturan baru itu menjadi obyek untuk memperoleh extra-income, penghasilan tambahan bagi tidak sedikit tokoh partai yang berpengaruh. Syarat menjadi anggota direksi perusahaan harus yang dinamakan “asli“ atau “pribumi“ . Akibatnya timbullah “verhuuderij“ (usaha meyewakan) nama tokoh-tokoh “asli“ untuk dipamerkan dalam akta-akta notaris pendirian perusahaan-perusahaan baru. Banyak anggota fraksi partai pemerintah dan ketua fraksi partai pemerintah menjadi pemilik dan anggota direksi dari selusin perusahaan truk dan bis. Hal ini menujukkan bahwa pemerintah dihinggapi perasaan diri lebih rendah (inferiority complex) terhadap modal raksasa asing yang seyogyanya disingkirkan karena merupakan perintang utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sedangkan modal domestik, yang mestinya dijadikan sekutu dalam pembangunan ekonomi kerakyatan, malah dipukul dengan tindakan-tindakan yang memperlemahnya. Yang dimaksud dengan modal domestik adalah modal yang dimiliki oleh Warga negara atau orang asing yang sudah menetap di Indonesia. Perputaran modal dan keutntungan pada umumnya berada di Indonesia. Berbeda dengan modal raksasa asing. Keuntungan biasanya dibawa keluar Indonesia untuk dinikmati para pemiliknya. Yang ganjil adalah sikap menteri keuangan Mr. Jusuf Wibisono, tokoh Masyumi. Ia menuntut sumber minyak milik BPM yang diambil alih dalam zaman revolusi fisik di Sumatera Utara untuk dikembalikan, karena menurutnya politik ambil alih ini merugikan penilaian dunia terhadap RI. Akan tetapi pembatasan lapangan kerja modal domestik di bidang pengangkutan tidak diprotes oleh fraksi Masyumi. Dianggap lumrah dan pantas, walaupun kebijakan ini melanggar ketentuan-ketentuan UUD Sementara Negara Kesatuan RI. Pasal 26 UUD itu menentukan 3 macam hal penting, yaitu :

Page 223: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

215

Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun 1. bersama orang lain.Seorangpun tidak boleh dirampas miliknya dengan semena-2. mena.Hak milik itu adalah suatu fungsi sosial.3.

Pencabutan hak-milik untuk kepentingan umum atas sesuatu benda atau hak tidak diperbolehkan, kecuali dengan mengganti kerugian dan menurut aturan undang-undang . Kelemahan kebijakan di bidang peralihan ekonomi kolonial ke ekonomi nasional, yang membiarkan modal raksasa asing tetapi berkuasa, sedang modal domestik yang mestinya dijadikan sekutu malah diperlemah kedudukannya dan dibatasi lapangan usahanya, ternyata dipengaruhi oleh anggapan bahwa mengurus perusahaan raksasa seperti BPM sulit, sedangkan mengurus perusahaan bis dan truk jauh lebih mudah. Dalam UUD Sementara pasal 25 sebenarnya mempertegas dilarangnya tindakan meng- anak emas-kan atau meng-anak tiri- kan sebuah golongan berdasarkan perbedaan asal keturunan, perbedaan agama dan aliran politik yang dianutnya. Walaupun ketentuan itu demikian tegasnya, tetapi Jawatan Kehutanan pada ketika itu mengeluarkan peraturan bahwa yang diperkenankan ikut lelang kayu hanya mereka yang dinamakan “asli“. Demikian juga usaha dagang antar-pulau. Hanya pengusaha yang dinyatakan “asli” diizinkan melakukan usaha dagang antar-pulau. Peraturan-peraturan yang tidak menghiraukan ketentuan-ketentuan UUD itu ternyata menimbulkan kebiasaan baru, yaitu “menyewa“ nama orang-orang yang dinyatakan “asli“ dengan bayaran cukup tinggi, yang dibebankan kepada perhitungan harga barang-barang yang harus dijual kepada Rakyat terbanyak. Patut juga diperhatikan bahwa “menyewa“ nama mereka yang dinamakan “asli“ juga tidak boleh sembarangan, melainkan harus “tokoh“ atau keluarga “tokoh“ yang besar pengaruh politiknya. Harga “sewa“ nya tentu saja tidak bisa rendah. Yang digambarkan adalah “ekses“ sistem multi-partai. Karena

Page 224: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

216

para partai politik pada umumnya tidak bisa hidup dari uang iuran anggota, mereka harus mengumpulkan dana, seringkali dengan menyalah-gunakan wewenang sebagai partai yang berkuasa. Perkembangan ekonomi nasional tentu saja tidak mungkin menjadi baik dengan beban “ekses-ekses“ seperti dituturkan diatas itu. Mudah dimengerti bahwa tuntutan-tuntutan mengadakan perbaikan menjadi tambah banyak, yang tentu saja sulit untuk dapat dipenuhi oleh sebuah Kabinet. Patut juga diperhatikan bahwa ketika itu timbul tuntutan keras untuk mengurangi jumlah anggaran belanja untuk keperluan keamanan. Oleh karenanya timbul keinginan untuk meyempurnakan Organisasi Angkatan Darat. Penyempurnaan organisasi Angkatan Darat, termasuk juga organisasi seluruh Angkatan Bersenjata, diharap dapat mengurangi pemborosan. Dipertimbangkan pula pengecilan jumlah anggota ABRI. Pengeluaran untuk keperluan keamanan bejumlah antara 60 – 65 % ketika itu, sedang untuk pengembangan ekonomi hanya 17 – 18 % saja. Upaya ini menimbulkan debat sengit dan bertele-tele dalam DPR, sehingga di kalangan Angkatan Darat timbul rasa tidak puas. Meletuslah apa yang dikenal sebagai Peristiwa 17 Oktober, yaitu demonstrasi “Rakyat“, yang didalangi oleh sementara perwira Angkatan Darat. Demonstrasi “Rakyat“ itu merusak ruangan sidang DPR, sedang mulut beberapa meriam ditujukan ke gedung DPR. Setelah merusak ruang sidang DPR, demonstrasi itu menuju ke Istana Merdeka. Presiden Soekarno ternyata telah siap menyambut demonstrasi buatan orang-orang Angkatan Darat itu. Dalam pidato menyambut demonstrasi itu ia menolak tawaran untuk menjadi “diktator“. Ia tetap bertahan pada sistem demokrasi. Ketegasan Presiden Soekarno dilakukan walaupun ada beberapa mulut meriam ditodongkan ke arah Istana Merdeka. Para demonstran itu merasa diguyur es dengan pidato Bung Karno. Akibat dari adanya demonstrasi itu yalah ditangkapnya sejumlah perwira Angkatan Darat yang dicurigai menjadi “dalang“ demonstrasi dan pimpinan Angkatan Darat dimutasi.

Page 225: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

217

Sementara itu Presiden Soekarno minta waktu khusus untuk menjelaskan kepada DPR akan perlunya mempertahankan demokrasi dan menyempurnakan pelaksanaan demokrasi untuk menjamin kekuasaan memerintah berdasarkan keinginan Rakyat, dari Rakyat, oleh Rakyat, untuk Rakyat. Dalam hubungan ini tentu patut diperhatikan ketentuan pasal 35 UUD Sementara yang mempertegas: “Kemauan Rakyat adalah dasar kekuasaan penguasa; kemauan itu dinyatakan didalam pemilihan berkala jujur, dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan berkesamaan serta dengan pungutan suara ataupun menurut cara yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara“. Pidato khusus Bung Karno mengenai peristiwa 17 Oktober menyebabkan Jenderal A.H. Nasution tidak menjadi pemimpin Angkatan Darat lagi. Ia juga mendorong pemerintah dan DPR untuk merumuskan undang-undang pemilihan umum. Timbullah harapan bahwa dengan adanya Undang-Undang Pemilu akan dapat dipercepat terlaksananya Pemilu. Undang-Undang Pemilu Pertama diundangkan pada tanggal 4 April 1953, sebagai UU No. 7 /1953. Undang-Undang ini mencerminkan pikiran DPR dan pemerintah pada ketika itu tentang pelaksanaan demokrasi dengan syarat pemilihan umum untuk mengetahui kehendak Rakyat Indonesia. Pada ketika itu memang dihadapi sebagai kenyataan bahwa sebagian terbesar Rakyat Indonesia masih belum tertampung dalam partai-partai politik. Berdasarkan kenyataan itu, di dalam DPR ada juga yang memperjuangkan dengan gigih, antara lain Prof. Mr. Moh Yamin, supaya didalam UU Pemilu ada ketentuan bahwa disamping partai politik, warga-warga negara dapat menyusun kelompok pemilih untuk mengajukan calon-calonnya. Perjuangan itu berhasil sehingga dalam UU Pemilu ditentukan adanya daftar calon perseorangan dan daftar calon bersama menurut partai masing-masing. Tiap 200 orang yang terdaftar sebagai pemilih dapat mengajukan seorang calon. Calon kedua dapat diajukan oleh 25 orang pemilih. Bila seorang tokoh memperoleh dukungan 300

Page 226: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

218

orang yang terdaftar sebagai pemilih, ia dapat menyusun daftar calon terdiri dari 5 orang. Lain perjuangan yang cukup sengit juga adalah ketentuan bahwa tiap 300.000 penduduk Indonesia diwakili oleh seorang anggota DPR. Dengan demikian jumlah anggota DPR tiap periode bisa bertambah seimbang dengan bertambahnya jumlah penduduk. Ketika itu diakui secara mutlak bahwa hak memilih dan dipilih untuk seorang warga-negara Indonesia adalah hak azasi terpokok. Hak memilih dan dipilih dari seorang warga-negara tidak dapat dicabut secara sepihak oleh penguasa. Hak memilih dan dipilih dari mereka yang berada di tahanan dan dalam penjara karena di hukum harus diindahkan. Pendirian ini berdasarkan ketentuan UUDS RI pasal 14 yang menentukan :

Setiap orang yang dituntut, karena disangka melakukan 1. sesuatu peristiwa pidana berhak dianggap tak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya dalam suatu sidang pengadilan, menurut aturan-aturan hukum yang berlaku ia dalam sidang itu diberikan segala jaminan yang telah ditentukan dan yang perlu untuk pembelaan.Tiada seorang juapun boleh dituntut untuk dihukum atau 2. dijatuhi hukuman, kecuali karena suatu aturan yang sudah ada dan berlaku terhadapnya.

Disamping ketentuan itu telah turut diperhatikan ketentuan pasal 15 ayat 2 UUD Sementara RI, yang menegaskan; “Tiada suatu hukuman pun mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan segala hak-hak kewarga-negaraan“. Pasal 33 UUD Sementara RI memang mempertegas, bahwa hak-hak azasi manusia, seperti hak memilih dan dipilih tidak bisa dicabut, hanya dapat dibatasi untuk menjamin pengakuan dan penghormatan yang tidak boleh tidak terhadap hak-hak serta kebebasan orang lain dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil untuk ketenteraman, kesusilaan dan kesejahteraan dalam suatu masyarakat yang demokratis. Pembatasan hanya mungkin dengan undang-undang. Ketentuan-ketentuan tentang hak-hak azasi manusia itu

Page 227: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

219

tentu wajib diperhatikan, ditaati dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh, karena sekalipun UUD 1945 tidak mencantumkan secara terperinci, tetapi Sila: Prikemanusiaan yang adil dan beradab tidak bisa tidak mencakup Universal Declaration of Human Rights dari PBB secara keseluruhan. Dalam hubungan dengan ini patut diperhatikan juga bahwa ketentuan-ketentuan yang di kutip dari Universal Declaration OF Human Rights itu telah dikenal oleh warga-negara Indonesia selama berlakunya UUD RIS dan UUD Sementara RI, yaitu selama 29 Desember 1949 hingga 5 Juli 1959. Terutama hak memilih dan dipilih merupakan hak azasi manusia yang tidak dapat ditawar-tawar lagi bagi suatu negara hukum demokratis yang berdasarkan kedaulatan di tangan Rakyat. Dalam memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam UU No. 7/1953 bahwa hak memilih dan dipilih hanya tidak dapat dilaksanakan oleh warga-warga negara, karena:

Tidak terdaftar dalam daftar pemilih.1. Putusan pengadilan yang tidak dapat diubah lagi sedang 2. dalam keadaan dipecat dari hak pilih. Putusan pengadilan yang tidak dapat diubah lagi sedang 3. menjalani hukuman penjara atau kurungan, termasuk di dalamnya pengurungan pengganti. Nyata-nyata terganggu ingatannya. 4.

Dengan ketentuan-ketentuan tegas itu di dalam pasal 2 UU Pemilu Pertama, ternyatalah bahwa mereka yang berada dalam “tahanan“ atau “dilindungi“ karena alasan-alasan politik, tidak dapat dicabut hak pilihnya. Juga Anggota ABRI tidak boleh kehilangan hak pilihnya. Malahan Anggota ABRI dan polisi, yang sedang menjalankan tugas operasi, sehingga tidak dapat pergi ke tempat-tempat pemungutan suara pada hari Pemilu diberi kesempatan memberikan suaranya dalam kesempatan khusus yaitu pada waktu dilakukan pemungutan suara susulan. Patut diperhatikan bahwa menurut UU Pemilu itu usia dewasa bagi warga-negara Indonesia ditentukan pada usia 18 tahun atau sudah kawin sebelum mencapai usia 18 tahun.

Page 228: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

220

Dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan UU Pemilu di banyak negara Eropa ketika itu, UU Pemilu 1953 itu cukup maju, karena mencerminkan dilaksanakannya ketentuan-ketentuan hak-hak azasi manusia. Pria dan wanita memperoleh hak yang sama. Lain soal yang patut diperhatikan adalah masalah jaminan perwakilan untuk golongan kecil (minoritas). UUD Sementara RI mengenal adanya jaminan perwakilan untuk golongan kecil, yang ditentukan golongan peranakan Tionghoa, peranakan Eropa dan peranakan Arab, masing-masing 9,6 dan 3 orang wakil. Hal ini ditentukan dalam pasal 58 UUD Sementara. Pikiran untuk memberi jaminan perwakilan pada golongan-golongan kecil itu yalah supaya mereka itu turut berpartisipasi, diikut-sertakan dalam mengurus negara, jadi ikut serta dalam bertanggung jawab melaksanakan UU dan kebijakan negara yang telah ikut dirumuskan . Pasal 136 UU Pemilu juga mempertegas : “Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 68 dan 135 (untuk Konstituante) UUD Sementara RI, pemerintah melakukan pengangkatan dengan memenuhi keinginan golongan masing-masing“. Ketentuan “memenuhi keinginan golongan masing-masing“ ini penting artinya untuk mencegah korupsi jaminan perwakilan itu. Kelemahan dari UU Pemilu 1953 itu yalah bahwa dalam melaksanakan pemilu diperlukan persiapan-persiapan yang makan waktu satu setengah tahun. Oleh karenanya ketentuan-ketentuan UU Pemilu itu tidak dapat digunakan untuk mengetahui secara cepat keinginan Rakyat. Walau satu setengah tahun adalah terlampau lama, karena perkembangan politik bisa menimbulkan perubahan-perubahan penting. Oleh karenanya timbullah pertanyaan: “Apakah demokrasi itu hanya memerlukan pelaksanaan Pemilu? Apakah sisitim demokrasi yang menggantungkan diri pada pelaksanaan pemilu tidak akan meluncur kearah tercapainya demokrasi formil yang lebih mengutamakan dukungan separoh tambah satu saja? Demokrasi tentu saja tidak tergantung pada adanya pemilu secara periodik saja karena dengannya tidak terjamin demokrasi

Page 229: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

221

akan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, yaitu dalam arti kepentingan Rakyat terbanyak akan dijamin secara tertib dan sempurna dalam rangka pelaksanaan prinsip dari Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat. Demokrasi dengan pemilu periodik juga bukan menjadi tujuan perjuangan Rakyat. Hal ini perlu dipertegas juga karena terasa masih ada banyak orang yang sudah merasa puas, bila sudah dapat melaksanakan pemilu secara periodik, tetapi membiarkan Rakyat terbanyak hidup dalam serba kekurangan. Pemilu jadi bukanlah tujuan, tetapi alat untuk dapat melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat atau AMPERA yang hingga kini masih sering diucapkan, tetapi tidak terasa dilaksanakan dengan kesungguhan. Kabinet Wilopo yang telah merumuskan UU Pemilu yang dapat dikatakan menjamin demokrasi terbaik, ternyata gagal dalam usaha mempercepat peralihan ekonomi kolonial ke ekonomi nasional. Kaum tani yang diakui merupakan kekuatan penting dalam melaksanakan perjuangan fisik melawan tentara penjajah Belanda, menghendaki pelaksanaan demokrasi yang dapat membebaskan mereka dari kemiskinan. Mereka menghendaki syarat terpenting yaitu memiliki sendiri tanah yang mereka garap. Untuk ini dirasakan perlu ada perubahan dalam pemilikan tanah. Melaksanakan jaminan pada tiap orang warga-negara yang hidupnya tergantung dari menggarap tanah, dapat memiliki sendiri tanah garapannya, ternyata bukanlah suatu tugas ringan. Memang dikatakan bahwa jumlah tuan tanah di Indonesia tidak terlampau banyak, disamping tanah-tanah yang dimiliki tuan tanah juga tidak terlalu luas, tetapi menjamin pelaksanaan semboyan : “Tanah bagi penggarap tanah!“ terasa maha berat. Tidak pernah disangkal bahwa melaksanakan semboyan itu adalah kunci pelaksanaan Amanat Penderitaan Rakyat. Dikatakan kunci untuk dapat melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat, karena orang dapat membayangkan sendiri bahwa tidak mungkin nasib Rakyat terbanyak diperbaiki selama

Page 230: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

222

mereka sebagai penggarap tanah tidak memiliki sendiri tanah garapannya. Pun tidak mungkin menjamin perbaikan penghasilan mereka untuk mengembangkan ekonomi nasional yang sehat, selama mereka tidak bisa memiliki tanah garapannya yang menjadi salah satu sebab pemerasan atas kaum tani tanpa tanah dan menyebabkan mereka terpaksa hidup di bawah garis kemiskinan mutlak. Kemerdekaan Indonesia tidak mungkin sempurna hanya dengan membangun gedung-gedung pencakar langit saja. Hubungan produksi kolonial antara modal raksasa asing dengan Rakyat di desa-desa Indonesia perlu diubah dengan menguntungkan Rakyat terbanyak. Kabinet Wilopo terasa ketinggalan dari perkembangan kesadaran Rakyat di desa-desa yang mulai menuntut pelaksanaan jaminan tanah bagi penggarap tanah. Disamping itu banyak kaum tani di desa-desa ternyata terlibat dalam perjuangan mempertahankan tanah-tanah garapannya yang telah digarap semenjak zaman Jepang. Tanah-tanah itu dibiarkan terlantar dan di zaman penjajahan Belanda menjadi hak modal-modal raksasa asing untuk menggarapnya. Berdasarkan perjanjian KMB kaum modal raksasa asing ingin menguasai kembali tanah-tanah kebun yang dulu dikuasai itu. Untuk memperoleh kembali kekuasaan atas tanah-tanah kebun yang menjadi hak modal raksasa asing itu, seringkali modal asing raksasa memperoleh bantuan alat-alat negara untuk “membebaskan“ tanah-tanah yang telah digarap Rakyat selama kebun-kebun itu di terlantarkan. Melihat tanah-tanah garapannya ditraktor oleh alat-alat negara dan mereka “digusur” dari desa-desa yang mereka bangun sendiri, membangkitkan perlawanan Rakyat. Bentrokan-bentrokan terjadi antara Rakyat yang hendak mempertahankan tanah garapannya dengan alat-alat negara yang membantu modal raksasa asing. Bentrokan-bentrokan itu bukan saja berakibat garapan Rakyat menjadi rusak, tetapi juga menimbulkan korban jiwa. Bentrokan yang terhebat terjadi di Tanjung Morawa (Sumatera Utara) di mana terdapat banyak kebun-kebun tembakau

Page 231: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

223

yang dahulu menjadi milik modal raksasa asing. Kebun tembakau memang memerlukan tanah luas sekali karena tanaman tembakau itu dilakukan dengan sistem bergilir selama beberapa tahun. Artinya sebagian ditanami untuk dipanen dan sebagian terbesar dibiarkan kosong. Masalah bentrokan tanah di Tanjung Morawa itu kemudian dibawa ke DPR. Sebelum timbul bentrokan antara kaum tani penggarap tanah bekas kebun modal raksasa asing dengan alat-alat negara, telah terjadi juga masalah tanah-tanah kebun tanggung milik peranakan Tionghoa di Bali, tepatnya di desa Kembangsari. Sebagian terbesar peranakan Tionghoa didaerah itu sudah terabsorbsi di dalam masyarakat “pribumi“ setempat dan sebagai buktinya dapat dikemukakan beberapa di antara tokoh mereka telah menjadi “pandanda“ (guru agama Hindu-Bali) dengan memperoleh penghormatan dan penghargaan sebagai guru agama Rakyat. Dalam proses absorbsi itu banyak diantara peranakan Tionghoa memperoleh warisan tanah dari ibunya, seorang “pribumi“ di daerah itu. Tanah-tanah warisan itu digarap menjadi kebun-kebun kopi. Ketekunan membangun kebun-kebun kopi itu ternyata berhasil. Tetapi hal ini membangkitkan iri hati di kalangan sementara orang “pribumi“ di daerah lain. Mereka lalu menyatakan bahwa tanah-tanah yang digarap ini milik leluhur mereka dan menuntut dikembalikan kepada mereka. Sekalipun berasal dari daerah lain, mereka merasa berhak untuk mengambil tanah. Claim itu dipenuhi oleh gubernur Bali dan dengan paksa kebun-kebun kopi milik warga peranakan Tionghoa diambil alih dan dibagi kepada orang-orang “pribumi“ dari daerah lain. Tindakan ini berdasarkan UU agraria kolonial. Peristiwa itu menggambarkan keganjilan. Di satu pihak pemerintah membantu pemilik-pemilik kebun modal raksasa memperoleh kembali hak usahanya, malahan kalau perlu mengerahkan traktor untuk menggilas hancur garapan Rakyat setempat yang telah menggarap tanah itu semenjak zaman pendudukan Jepang. Di lain pihak tanah-tanah liar yang diperoleh

Page 232: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

224

sebagai warisan ibu “pribumi“, yang sudah diubah menjadi perkebunan kopi subur oleh peranakan Tionghoa, dibatalkan hak-haknya dan “dikembalikan“ sebagai kebun untuk dikuasai oleh orang-orang “pribumi“, yang mengajukan claim sebagai turunan 2-3 generasi dari pemilik-pemilik tanah yang dulunya liar itu. Proses melalui pengadilan yang bertele-tele akhirnya dimenangkan oleh pemilik-pemilik kebun peranakan Tionghoa yang telah menjadi warga-negara Indonesia, tetapi kebun-kebun kopi dikembalikan dalam keadaan rusak dan diterima kembali pada saat harga kopi itu jatuh. Kabinet Wilopo akhirnya jatuh sebagai akibat peristiwa berdarah di Tanjung Morawa, karena dianggap tidak mampu membela kepentingan nasional. Persoalan melaksanakan Perjanjian KMB lalu menjadi persoalan umum juga. Tidak ada seorang nasionalis, yang dengan senang hati melaksanakan perjanjian KMB, yang menuntut rehabilitasi kedudukan modal asing. Dalam usaha melaksanakan perjanjian KMB itu timbullah berbagai perbedaan pendapat antara partai yang satu dan partai lain yang sedang berkoalisi dalam satu Kabinet. Perkembangan politik di Indonesia juga menjadi rumit, karena tidak sedikit orang telah masuk partai politik bukan untuk menjadikan partai politik alat perjuangan mencapai ideologi yang dianutnya, melainkan menjadi alat untuk mencapai kenaikan pangkat dan memperbaiki taraf hidup dalam waktu singkat, dengan memperoleh fasilitas import dan kredit atau izin usaha. Menertibkan perkembangan partai politik di Indonesia yang tidak bersih dari nafsu-nafsu menjadi cepat kaya, tidak mudah. Jatuhnya Kabinet Wilopo didalam masyarakat mendorong lahirnya gerakan: Hapuskan Perjanjian KMB sepihak! Tuntutan ini datang dari pihak oposisi dalam DPR tetapi memperoleh dukungan luas dari masyarakat setelah melihat kenyataan pelaksanaan perjanjian itu menimbulkan penderitaan. Disamping timbul tuntutan: “Hapuskan KMB secara sepihak!“, Partai Murba mulai melontarkan seruan: “Kembali ke

Page 233: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

225

UUD 1945!“. Ide “Kembali ke UUD 1945“ ketika itu tidak memperoleh dukungan luas. Ini disebabkan karena “kembali ke UUD 1945“ berarti mengubah sistem “President can do no wrong” menjadi sistem pemerintahan dibawah pimpinan Presiden. Dalam keadaan menghadapi kesulitan, terutama kesulitan keuangan yang sangat rumit, dianggap mengatasi krisis Kabinet lebih mudah daripada mengatasi krisis bila Presiden tidak mampu menyelesaikan semua kesulitan yang dapat menimbulkan konflik antara Presiden dan MPR. Menurut UUD 1945 MPR adalah pelaksana kedaulatan ditangan Rakyat yang berarti Presiden tidak dapat membubarkan MPR, melainkan harus mentaati ketentuan-ketentuan MPR. Dalam pelaksanaan Kabinet presidensiel, Presiden mau tidak mau harus dapat menguasai partai yang dapat dukungan terbesar di MPR untuk mengamankan jalan kekuasaannya. Presiden harus berdiri diatas semua partai. Penyelesaian masalah di atas itu ternyata ditunda.

MENGGALANG SOLIDARITAS ASIA-AFRIKA

Setelah Kabinet Wilopo jatuh, Mr. Ali Satroamidjojo, dari PNI, diangkat sebagai formator untuk membentuk Kabinet baru. Keadaan politik dalam negeri mengalami perubahan yang harus diperhitungkan dalam menyusun Kabinet baru itu. Perubahan politik itu disebabkan oleh perkembangan kepartaian. Rasa tidak puas dengan pimpinan PNI ketika itu, telah menimbulkan keluarnya tokoh-tokoh seperti Mr.Wongsonegoro, Prof. Rooseno, Prof. Hazairin dan berbagai tokoh daerah lainnya, meninggalkan PNI dan membentuk Partai Indonesia Raya (PIR). Disamping PIR, Mr. Djody Gondokusumo, yang pernah ikut memimpin PNI, keluar juga dan membentuk Partai Rakyat Nasional (PRN). PNI dirasakan kurang kerakyatannya. Sementara itu sebagai akibat Peristiwa 17 Oktober, yang menyebabkan Jenderal A.H. Nasution dihentikan sebagai

Page 234: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

226

pimpinan angkatan darat, telah lahir partai politik baru sebagai hasil perjalanan keliling Jenderal A.H. Nasution ke daerah-daerah. Partai baru itu diberi nama IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia), yang dipimpin oleh bekas tokoh-tokoh angkatan darat dalam perjuangan fisik melawan penjajah Belanda. Dalam pembentukan Kabinet Ali Sastroamidjojo, IPKI belum diperhitungkan karena di dalam DPR tidak ada anggota-anggotanya. Masyumi yang tadinya menjadi partai terbesar dalam DPR tidak bebas dari pengaruh meluasnya rasa tidak puas terhadap pimpinan partai. Dalam tubuh Masyumi dikenal dua aliran, aliran Masyumi-Sukiman yang condong kerja sama dengan orang-orang Murba dan aliran Masyumi-Natsir yang condong kerjasama dengan PSI-Syahrir. Akan tetapi di dalam tubuh Masyumi sebenarnya terdapat lebih banyak kelompok daripada dua aliran itu. Dalam tiga Kabinet, Masyumi telah memegang peranan penting, tetapi tidak mampu membantu mengatasi kesulitan dan mengubah struktur masyarakat kolonial menjadi masyarakat nasional. Inflasi terus meningkat karena defisit spending tidak memperhebat daya produksi, yang mampu mengurangi inflation rate yang disebabkan oleh defisit spending. Karena defisit spending ditujukan untuk membiayai defisit anggaran belanja dan bersifat konsumtif serta mempertinggi import barang-barang keperluan hidup mewah, maka inflasi meningkat dan mesin cetak uang mesti bekerja keras. Sementara itu di dalam masyarakat Indonesia timbul ketidak-puasan yang meningkat, karena perkembangan di atas malah memacu keserakahan tokoh-tokoh politik untuk menjadi pengusaha nasional. Bertambahnya partai politik menyebabkan kebutuhan untuk mendanai perkembangan partai semakin meningkat. Untuk itu partai politik perlu ikut duduk dalam pemerintahan, sehingga dapat membagi/menentukan fasilitas yang menghasilkan dana untuk pengusaha dan partai. Inilah yang mendorong terjadinya penggantian Kabinet dengan susunan partai-partai saling berganti.

Page 235: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

227

Semua Kabinet sejak zaman RIS gagal untuk menyelesaikan masalah Irian Barat. Timbullah keyakinan bahwa masalah Irian Barat harus diselesaikan dengan memperkokoh kekuatan Rakyat Indonesia sendiri. Penyelesaian Irian Barat tidak dapat dicapai dengan menggantungkan diri pada kesediaan USA sebagai super-power untuk memaksa Belanda untuk menyerah. Politik luar negeri yang bebas dan aktif terasa perlu diisi dengan pikiran-pikiran baru yaitu terutama memperkokoh solidaritas Asia-Afrika. Tujuan memperkokoh solidaritas Asia-Afrika itu tidak bisa tidak mencakupi dipercepatnya likwidasi kolonialisme di atas bumi Asia dan Afrika. Keinginan mempercepat likwidasi kolonialisme itu meningkat setelah USA dipaksa mundur dari Korea dan di USA sendiri berkembang Mac Carthyisme yang menyebabkan bukan hanya orang-orang yang di curigai penganut ideoligi komunis yang dikejar-kejar, tetapi juga mahaguru-mahaguru pendukung demokrasi. Karena pelaksanaan cita-cita demokrasi yang tujuannya memperbaiki nasib Rakyat terbanyak di dunia, dinyatakan sebagai perbuatan yang merugikan USA dan dicap sebagai Un-American, sehingga harus di ganyang. Pengalaman perjuangan bersenjata Rakyat-Rakyat di Indocina membuktikan bahwa adanya solidaritas kokoh diantara Rakyat-Rakyat dalam menentang imperialisme, telah berhasil memaksa kaum imperialisme menerima kompromi-kompromi yang menguntungkan perjuangan Rakyat-Rakyat mencapai kemerdekaan nasional. Perjuangan Rakyat mencapai kemerdekaan nasional dulunya terasa lemah, karena kaum imperialisme berhasil memecah-belah kekuatan anti imperialisme. Kabinet Ali Sastroamidjojo dibentuk dalam suasana politik dalam dan luar negeri yang dilukiskan secara ringkas di atas. Kabinet Ali tidak mengikut sertakan dua partai politik yang selalu ikut serta dalam Kabinet-Kabinet yang mendahuluinya, yaitu Masyumi dan PSI. Ali malah menarik dua partai politik yang keluar dari Masyumi yaitu NU dan Perti. Keluarnya NU dari Masyumi sangat memperlemah Masyumi karena massa NU sama besarnya

Page 236: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

228

dengan massa Mohammadiyah, yang masih tetap dibawah naungan Masyumi. Untuk pertama kali yang menjadi wakil Perdana Menteri bukan orang Masyumi, melainkan seorang tokoh NU yaitu Zainul Arifin, sehingga Kabinet Ali dikalangan masyarakat dikenal sebagai Kabinet A-A. Perti memperoleh kursi tanpa portfolio dengan tugas khusus membasmi korupsi. Kursi ini diduduki oleh ketua Perti, Siradjudin Abbas. Perti di Jawa tidak besar pengikutnya tetapi di Sumatera, terutama di Aceh memiliki dukungan massa yang cukup berarti. Di-ikutsertakan juga seorang pejuang kemerdekaan Sumatera Utara yang memperoleh nama harum, Dr. Ferdinand Lumban Tobing, sebagai menteri penerangan. PRN memperoleh kursi dengan Mr. Djody Gondokusumo sebagai menteri kehakiman. Wakil Perdana Menteri ke dua dalam Kabinet itu adalah Mr. Wongsonegoro dari PIR. Untuk memperkuat posisi dalam perundingan, saya memprakarsai pembentukan sebuah fraksi yang mengikutsertakan partai-partai kecil, seperti PIR, PRN, SKI (Sarekat Kerakyatan Indonesia yang menjadi pendukung Dr. F.L. Tobing sebagai menteri penerangan). Partai Murba, Permai (Persatuan Marhaen Indonesia), AKOMA (Angkatan Komunis Muda) dan orang-orang yang tidak berpartai, seperti Moh. Yamin dan Iwa Kusumasumantri. Fraksi ini terbentuk dan dinamakan Fraksi Nasional Progresif dan saya diangkat sebagai ketuanya. Lain faset yang menarik perhatian dari Kabinet Ali itu adalah di-ikutsertakannya dua orang peranakan Tionghoa sebagai menteri, yaitu Dr. Ong Eng Die, sebagai menteri keuangan – mewakili PNI, dan Dr. Lie Kiat Teng, yang dipilih oleh PSII untuk menduduki kursi menteri kesehatan. Ikut sertanya dua orang peranakan Tionghoa didalam Kabinet menimbulkan harapan dari kalangan masyarakat peranakan Tionghoa bahwa praktek-praktek diskriminasi rasial yang mulai meluas bisa dikurangi. Ditunjuknya Dr. Ong Eng Die sebagai menteri keuangan oleh PNI juga menarik perhatian karena ia adalah salah seorang

Page 237: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

229

yang turut menjadi korban “Razzia Sukiman“ pada tahun 1951. Pengangkatannya seolah-olah menyatakan bahwa PNI menganggapnya sebagai korban Kuomintang yang perlu diberi kesempatan. Memang terbentuknya Kabinet A-A membingungkan para wartawan asing. NU yang dianggapnya lebih kolot daripada Masyumi dalam agama Islam, ternyata bersedia kerjasama dengan orang-orang yang menurut ukuran Masyumi-Sukiman adalah orang-orang “kiri“. Disamping Dr. Ong Eng Die, terdapat juga sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mr. Moh Yamin, yang menurut ukuran wartawan USA, tidak dapat disebut “kanan“, karena ia terlibat dalam peristiwa 3 Juli, dalam mana terlibat juga Tan Malaka. Para wartawan Asing sering mencari tahu siapa menteri “kanan“ dan siapa “kiri“, karena kebijakan politiknya berperan dalam mengundang dukungan USA atau Inggris. Tetapi tidak bisa disangkal bahwa Kabinet yang berhaluan “kanan” seperti Kabinet Su-Su, bisa juga mengikutsertakan seorang yang “kiri” seperti Achmad Subardjo, menteri luar negeri. Ya, politik Indonesia tidak dapat dinilai dengan ukuran yang lazim digunakan di Barat. Menggunakan ukuran ini bisa menimbulkan banyak macam salah tafsir. Di Indonesia masalah “like and dislike“ (suka dan tidak suka) terhadap seseorang dan hubungan pribadi orang lebih menentukan daripada ideologi yang dianutnya. Sebagai contoh, Masyumi-Natsir/Roem lebih suka bekerja sama dengan orang-orang PSI yang dulunya menganut Marxisme. Pada tahun 1953, PSI memutuskan untuk tidak menganut Marxisme lagi, karena dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Dilain pihak kita melihat Masyumi-Sukiman lebih dekat dengan orang-orang aliran Tan Malaka, seperti Achmad Subardjo umpamanya. Ini menandakan bahwa ukuran “kiri“ di Indonesia perlu di standardisasi dan tidak dapat menggunakan daftar-daftar hitam masa lampau. Perlunya ada patokan itu terasa, ketika di Jakarta diadakan

Page 238: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

230

sidang Kongres Rakyat Indonesia pertama kali atas anjuran Bung Karno. Ia sangat gandrung akan persatuan semua kekuatan revolusioner di Indonesia. Panitia persiapan Kongres Rakyat Seluruh Indonesia diketuai oleh Arudji Kartawinata dari PSII. Ketika memilih presidium, hampir terjadi kemacetan. Pada awalnya disetujui bahwa Kongres dipimpin oleh tiga aliran besar yang nyata ada di Indonesia, yaitu aliran Agama, aliran Nasionalisme dan aliran berdasarkan Marxisme. PKI telah mengajukan claim bahwa PKI lah satu-satunya partai berdasarkan Marxisme. Tetapi pernyataan ini segera dibantah oleh Murba dan AKOMA, yang menyatakan diri juga berdasarkan Marxisme . Susunan Presidium Kongres membuktikan bahwa “kiri“ tidak otomatis harus berarti menganut dasar Marxisme atau Marxisme-Leninisme. PSI yang melepaskan dasar Marxisme ternyata masih memperjuangkan terbentuknya masyarakat sosialis. Hal ini menyebabkan di Indonesia dikenal istilah “sosialis kanan“ dan mereka bergabung di PSI. Bila ada “kanan“ tentu ada “kiri“. Partai Murba dan AKOMA menyatakan diri tergolong aliran “sosialis kiri“. Di kalangan golongan nasionalis, banyak juga yang ingin digolongkan “kiri“. Sebagai contoh dapat dikemukakan PIR (Partai Indonesia Raya) yang kemudian terpecah menjadi dua PIR : PIR-Wongsonegoro dan PIR-Hazairin. Tokoh-tokoh dari dua PIR ini saling merasa diri sebagai “progresif“ dan menuding golongan lain sebagai “reaksioner“. Dengan “progresif“ diartikan juga “kiri“. Didalam praktek ternyata PIR Wongsonegoro tetap menjadi anggota Fraksi Nasional progresif yang dipimpin oleh seorang peranakan Tionghoa dan dalam Kabinet bekerjasama dengan PNI-NU, tetapi PIR-Hazairin kemudian bekerja sama dengan Masyumi dan PSI dalam Kabinet Burhanudin Harahap. Kesemuanya ini menandakan bahwa hubungan pribadi lebih berperan ketimbang ideologi, sehingga sulit membagi tokoh-tokoh politik di Indonesia dengan kwalifikasi “kiri“ atau “kanan“. Kembali pada masalah diangkatnya dua orang peranakan Tionghoa didalam Kabinet A-A. Ini ternyata tidak bebas dari keinginan untuk menarik simpati dan perhatian masyarakat

Page 239: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

231

peranakan Tionghoa. Karena saat itu partai-partai sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi Pemilu yang diundangkan oleh Kabinet Wilopo. PNI sangat giat menarik massa peranakan Tionghoa ke pihaknya. Di Jakarta mereka menyelenggarkan rapat-rapat penerangan dimana tampil kedepan sebagai pembicara ketua umum PNI ketika itu, Sidik Djojosoekarto dan dibantu oleh Tan Kiem Liong, yang ketika itu bekerja sebagai juru warta pers dari harian “Suluh Indonesia“. Tan Kiem Liong belakangan diangkat sebagai anggota DPR untuk mengisi jaminan perwakilan untuk golongan peranakan Tionghoa. Tetapi yang menarik perhatian yalah bahwa yang mengangkatnya ternyata bukanlah PNI, melainkan NU dan ia dalam DPR pun menjadi anggota fraksi NU. Kemudian ia menjadi menteri keuangan dan menteri anggaran belanja negara untuk mewakili NU didalam Kabinet Djuanda, setelah ia berhasil memuaskan pimpinan NU dalam menggalang dana. Tan Kiem Liong kemudian mengganti namanya menjadi Moh. Hassan dan menjadi pengusaha dengan fasilitas NU. Banyak pimpinan jajaran NU yang beranggapan bahwa Moh Hassan berfungsi sebagai tangan kanan Idham Chalid, ketua NU, dalam usaha menghimpun dana, baik untuk dirinya sendiri dan Idham Chalid maupun untuk NU. Bagaimana cara dana itu dibagi, tidak pernah diketahui umum. Perkembangan kepartaian di Indonesia memungkinkan orang berfungsi sebagai “shuttle cock“ dalam mencari tempat yang paling enak dan paling “empuk“. Gambaran ini menunjukkan bahwa banyak orang masuk partai politik bukan karena komitmen ideologi, melainkan untuk memperoleh kedudukan dan fasilitas yang mempercepat kekayaan. Apakah praktek dsikriminasi berkurang setelah di Kabinet duduk dua orang menteri peranakan Tionghoa? Ternyata tidak. Harapan ini tidak terpenuhi. Walaupun diskriminasi rasial hingga saat itu tidak dirumuskan secara tertulis dalam sebuah peraturan negara ataupun peraturan pemerintah, tetapi banyak kebijakan yang mengandung

Page 240: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

232

diskriminasi rasial. Adanya dua orang peranakan Tionghoa sebagai menteri, menyebabkan kebijakan bisa ditawar. Artinya, tergantung pada siapa yang memberi “surat pengantar“ untuk memperoleh izin-izin berusaha. Semasa Kabinet A-A timbul masalah wajib giling padi pemerintah. Peraturan ini menentukan bahwa penggilingan-penggilingan beras hanya boleh menggiling padi yang telah dibeli oleh pemerintah. Kebijakan ini diambil karena pemerintah hendak menguasai perdagangan dan peredaran beras di pasar. Tujuannya untuk menjamin harga beras mantap buat keuntungan Rakyat terbanyak dan kaum tani yang menanam padi. Peraturan itu mempersempit lapangan usaha modal peranakan Tionghoa. Menurut kenyataan 98 % penggilingan padi adalah milik peranakan Tionghoa atau Tionghoa asing . Disamping ini pekerjaan tengkulak padi dari Rakyat dilakukan oleh orang-orang peranakan Tionghoa, yang bermodal kecil dan bekerja dengan uang muka pengusaha penggilingan beras. Bilamana peraturan ini dilaksanakan tanpa pengaturan modal pembelian padi, dampaknya tentu negatif. Para pemilik modal tentu tidak ingin modalnya yang biasanya digunakan untuk membeli padi untuk digiling, menjadi menganggur dan nilainya menjadi merosot akibat inflasi. Sebagai akibat modal yang tidak terpakai itu lalu diputarkan dalam perdagangan spekulasi dan menimbulkan “hot money“ yaitu uang yang tidak diperhitungkan pada jawatan pajak. Di lain pihak, pemerintah harus membangun aparat pembelian padi dari Rakyat. Aparat ini terdiri dari pegawai-pegawai negeri yang tidak berpengalaman dalam pekerjaan membeli padi sehingga menimbulkan pemborosan dan korupsi yang malah memperberat beban hidup Rakyat. Pengaturan persedian beras memang dikacaukan dengan adanya hasrat dan keserakahan para tokoh politik. Fasilitas import beras menghasilkan dana untuk partai dan pribadi. Kenyataan ini tidak mendukung adanya pelaksanaan kebijakan yang seyogyanya menguntungkan Rakyat terbanyak. Kebijakan semacam itu ternyata

Page 241: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

233

membuat industri beras dari tahun 1950-1965 tidak berkembang. Malahan banyak penggilingan beras menjadi tua dan tidak ada terjadi pembaharuan mesin-mesin. Tidak ada orang yang dapat membantah bahwa keadaan demikian itu adalah ganjil . Tetapi sistem kepartaian ketika itu memungkinkan berlangsungnya keganjilan dan pemborosan yang merugikan kepentingan Rakyat terbanyak. Lain keganjilan berkaitan dengan politik persediaan cengkeh. Cengkeh adalah bahan baku penting untuk industri rokok kretek, yang merupakan lapangan kerja untuk banyak orang. Industri rokok kretek adalah industri yang labour-intensive atau padat karya. Produksi cengkeh dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan yang meningkat. Jadi perlu di import cengkeh dari Madagaskar. Izin mengimport cengkeh selalu mendatangkan keuntungan besar, yang bermanfaat bagi pelaksana dan juga bermanfaat bagi partai yang mengurus fasilitas importnya. Memang, masalah import cengkeh ini menarik perhatian besar, karena petugas partai yang berkuasa memberi fasilitas bisa membangun gedung mewah. Ketika Kabinet A-A jatuh, Mr. Iskaq yang menjadi menteri perekonomiannya terpaksa tinggal di luar negeri untuk sekian lamanya. Disamping Mr. Iskaq ada sejumlah pelaksana import cengkeh merasa lebih aman tinggal diluar negeri untuk sementara waktu sebagai “cooling off”, karena soal keuntungan import cengkeh sedang diselidiki, baik oleh alat penuntut negara maupun oleh jawatan pajak. Demikianlah sedikit gambaran tentang akibat sistem multi partai dengan demokrasi parlementer, yang memaksa Kabinet selalu berusaha “membeli“ dukungan suara untuk dapat bekerja, yang ternyata melahirkan berbagai ekses yang tidak sehat. Sistem itu membangkitkan iri hati yang destruktif, sehingga lahirnya banyak partai politik baru yang kemudian giat menghalangi berlangsungnya kebijakan pemerintah demi menjatuhkan Kabinet. Dengan tujuan utama, turut berpartisipasi dalam Kabinet yang menggantinya sehingga bisa memperoleh fasilitas dan memperkaya diri. Ekses-ekses seperti dilukiskan itu tentu saja tidak bisa tidak memperberat beban hidup Rakyat terbanyak.

Page 242: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

234

Pada akhir tahun 1953, banyak anggota DPR yang ingin mengakhiri perkembangan yang tidak sehat itu. Tetapi DPR bukan badan kepolisian yang dapat mengambil tindakan-tindakan represif, penindasan terhadap pelanggaran-pelanggaran. Kekuatan DPR terletak pada sifat “terbuka“ nya, sifat umum dalam mendebatkan berbagai persoalan. Keterbukaan dalam DPR ini harus didukung oleh pers, sehingga pengkritikan terhadap berbagai kebijakan bisa diketahui masyarakat luas. Sayangnya pers yang mulai berkembang dijadikan alat partai-partai politik. Artinya pers memihak dan tidak mengumumkan hal-hal yang merugikan partainya. Hal-hal yang menguntungkan disoroti secara luas, yang merugikan tidak diumumkan. Melihat kenyataan ini, banyak anggota DPR berupaya menggunakan “alat“ legislatif yang diluar negeri dikenal sangat ampuh, yaitu hak Angket, hak mengadakan penyelidikan. Di luar negeri seperti Amerika Serikat, hak ini berhasil membongkar berbagai kejahatan. Saya termasuk anggota DPR yang aktif memprakarsai adanya hak Angket ini. Untuk bisa efektif, hak Angket itu perlu disertai “gigi“ yang kuat. Saksi-saksi diwajibkan memenuhi panggilan dan memberi keterangan di bawah sumpah. Bila keterangan ternyata tidak benar, saksi dapat di tuntut melakukan perbuatan “sumpah palsu“.Sedang saksi yang menolak memberi keterangan yang dipastikan ia ketahuinya, dapat disandra. Akhirnya Undang-undang Angket itu disahkan DPR pada bulan Februari 1954. Tetapi melaksanakan hak Angket ternyata tidak mudah karena sisitim kepartaian yang ketat dapat menjegal pelaksanaan hak ampuh itu. Kabinet pada umumnya berpendapat bahwa adanya usul Angket disetujui DPR merupakan permulaan tidak adanya kepercayaan terhadap Kabinet yang sedang berkuasa. Jadi Kabinet yang didukung oleh suara terbanyak dalam DPR tentu saja dapat menggagalkan Angket yang dapat meluncur kepada adanya pernyataan tidak percaya terhadap Kabinet. Rasa tidak puas dalam masyarakat menumpuk karena keadaan ekonomi tidak berkembang seperti yang diharapkan.

Page 243: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

235

Dalam keadaan serba tidak puas ini, masyarakat peranakan Tionghoa dikejutkan oleh sebuah rencana undang-undang kewarga-negaraan Indonesia baru . Menurut rencana undang-undang itu akan ditentukan hal-hal antara lain sebagai berikut :

Kewarga-negaraan Indonesia dari peranakan yang telah 1. dipilihnya di masa lalu dinyatakan batal. Mereka diwajibkan memilih kembali. Syarat menjadi warga-negara Indonesia diperberat. Tidak lagi 2. lahir di Indonesia sudah cukup. Ayahnya juga harus dilahirkan di Indonesia.Sistem memilih kewarga-negaraan adalah aktif, artinya yang 3. hendak memilih kewarga-negaraan Indonesia harus datang ke pengadilan dengan membawa bukti-bukti, antara lain terpenting :

Surat keterangan lahir ayahnya bahwa ia ini dilahirkan a. di Indonesia. Surat keterangan lahir dirinya sendiri bahwa ia b. dilahirkan juga di Indonesia.

Hak optie yang diberikan pada keturunan kedua bukan hak 4. optie penuh (artinya bisa ditolak). Hak optie yang diberikan merupakan proses naturalisasi yang bisa ditolak bila orang yang melakukan optie itu dianggap dapat membahayakan “national security“. Pada kesempatan menggunakan hak optie di depan pengadilan 5. harus tegas menanggalkan kewarga negaraan lain bila masih memilikinya.Prinsip kewarga negaraan tunggal berlaku hingga: 6.

seorang istri asing dalam tempo satu tahun otomatis a. menjadi warga negara Indonesia ikut sang suami kecuali bila dalam tempo itu ia menyatakan dengan tegas hendak mempertahankan kewarga negaraan asalnya (hak menentukan nasib sendiri diindahkan). bila seorang istri warga negara Indonesia menikah b. dengan suami asing ia diberi waktu satu tahun setelah perkawinan untuk menyatakan menanggalkan kewarga

Page 244: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

236

negaraan Indonesianya atau mempertahankan kewarganegaraan Indonesia-nya.

Adanya naskah rencana undang-undang kewarga-negaraan Indonesia baru itu mengejutkan orang karena di dalam Kabinet terdapat dua orang peranakan Tionghoa. Dengan sistem aktif berarti bahwa selama mereka belum menggunakan hak optienya, hak memilih kewarga-negaraan Indonesia, mereka itu harus diperlakukan sebagai orang asing. Ini berarti ada orang asing menjadi menteri dan mereka harus berhenti dahulu sebelum menyatakan pilihannya. Syarat yang sulit untuk dipenuhi, juga untuk dua orang menteri peranakan Tionghoa itu adalah syarat turunan kedua. Membuktikan bahwa ayahnya juga dilahirkan di Indonesia adalah hal sulit, karena di Indonesia baru ada catatan sipil untuk peranakan Tionghoa pada tahun 1918 di Jawa dan diluar Jawa baru pada tahun 1926. Akibatnya syarat itu tidak akan dapat dipenuhi dan bila rencana ini diundangkan, maka undang-undang itu berakibat men-denasionalisasi banyak orang. Jumlah orang asing di Indonesia menjadi jauh lebih banyak. Pikiran untuk men-denasionalisasi itu timbul dari nafsu serakah sementara orang, yang beranggapan, bila pengusaha-pengusaha peranakan Tionghoa dijadikan warga negara asing, sehingga tidak bisa berusaha karena berbagai macam peraturan yang melarangnya, maka mereka yang “asli” bisa menggantikan mereka sebagai pengusaha. Saya memberitahu ke dua menteri peranakan Tionghoa itu dan menjelaskan dampaknya. Mereka terkejut dan merasa tidak dikonsultasi oleh para kolega Kabinet. Dengan dukungan menteri-menteri Fraksi Nasional Progresif, yang saya pimpin, persoalan ini dibawa ke sidang Kabinet. Mereka menekan dibatalkannya rencana semacam itu. Upaya ini berhasil. Kabinet mengeluarkan pernyataan bahwa naskah ini tidak pernah disetujui oleh Kabinet. Timbul pertanyaan: mengapa sementara tokoh politik gigih

Page 245: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

237

memperjuangkan di–asingkannya para warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa? Jawabannya ternyata berkaitan dengan nafsu serakah para tokoh yang bersangkutan itu. Pada ketika itu masih berlaku apa yang dikenal sebagai “devizen-regiem“ (kekuasaan yang mengawasi penggunaan mata uang asing). Tindakan yang semula dilaksanakan oleh Belanda, ketika perang dunia II meletus, untuk mengontrol devisa. Orang yang ingin import barang-barang dari luar negeri harus memperoleh izin terlebih dahulu dengan harga yang disetujui (check price). Demikian juga untuk mengeksport barang dari Indonesia harus memperoleh izin dengan harga yang disetujui karena hasil eksport harus disetor kepada Bank Indonesia dan si pengeksport barang hanya menerima harga lawannya dalam rupiah. Ketentuan itu memberi peluang untuk memperoleh keuntungan besar. Bila import barang dari luar diusahakan ada potongan harga yang tidak dilaporkan pada devizien instituut (lembaga pengawas devisa) sehingga izin mengirim uang asing ke luar negeri memungkinkan sang importir menabung uang asing di luar negeri. Bila memperoleh izin eksport harga eksport tercantum pada izin ditentukan lebih rendah dari harga di luar negeri yang sesungguhnya. Dengan demikian penerimaan mata uang asing yang sesungguhnya diterima lebih tinggi dari apa yang sang exporter setor di Bank Indonesia. Ini memungkinkan sang exporter menjual uang mata asing di pasar gelap dengan keuntungan besar dan di luar jangkauan kantor pajak. Manipulasi demikian itu menimbulkan keuntungan yang berlipat ganda. Dan para importir dan eksportir bisa beruntung besar tanpa membayar pajak. Banyak pedagang Tionghoa, terutama mereka yang orang tuanya masih asing, jadi termasuk golongan totok, berkecimpung di dalam bidang export and import ini. Mereka, berdasarkan UU kewarganegaraan 46 dan persetujuan KMB adalah warga Negara Indonesia. Keberhasilan mereka menarik keuntungan besar dari

Page 246: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

238

kegiatan ini dengan sendirinya membangkitkan rasa iri hati di kalangan pedagang “asli”. Pengusaha “asli” sebenarnya lebih mudah memperoleh fasilitas bermacam-macam izin karena hubungan kepartaian politik atau karena kedudukannya sendiri didalam DPR. Tetapi mereka harus mengakui kalah lincah dengan pengusaha Tionghoa yang baru saja menjadi warga negara Indonesia karena perjanjian KMB. Apakah sebabnya? Sebab utamanya yalah adanya kepercayaan dagang di luar Indonesia. Para pedagang Tionghoa lebih dipercaya di luar sehingga mereka mudah memperlancar negosiasi harga dengan para pedagang asing di luar Indonesia. Pengaturan harga-pun lebih mudah, karena ada kepercayaan. Inilah dasar utama gerakan yang menginginkan mereka dijadikan orang asing, sehingga fasilitas untuk memperoleh izin import dan eksport tidak lagi mudah diperoleh. Gerakan mende-nasionalisasikan atau meng-asing-kan para warga negara keturunan Tionghoa ini dilakukan tanpa mengindahkan komposisi masyarakat Tionghoa, yang sebagian terbesar bukan pedagang, bukan importir dan eksportir yang mendapat keuntungan besar dan yang membuat para pengusaha “asli” iri hati. Kesulitan-kesulitan yang dialami mepersulit berlangsung hidupnya Kabinet A-A. Akan tetapi persiapan penyelenggaraan Konperensi Asia-Afrika Pertama di Bandung telah memperpanjang usia Kabinet. Politik luar negeri Kabinet A-A ternyata mengarah ke sikap anti imperialisme dan mempercepat likwidasi kolonialisme. Atas prakarsa Perdana Menteri Nehru, telah diselenggarakan konperensi perdana-perdana menteri dari India, Pakistan, Birma, Sri Langka dan Indonesia. Konperensi itu bertempat di Colombo dan mengambil keputusan :

Menyelenggarakan konperensi Asia-Afrika1. tingkat pemerintahan di Bandung. PM Ali Sastroamidjojo ditugaskan mengatur penyelenggaraannya. PBB2. didesak untuk menggantikan Taiwan dengan RRT, karena

Page 247: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

239

ikut sertanya RRT di dalam PBB akan banyak membantu tercapainya stabilisasi dan perdamaian dunia. Perancis didesak untuk mempertegas pendiriannya dalam 3. konperensi Jenewa untuk menyelesaikan masalah Indocina. Ketegasan Perancis diperlukan untuk menjamin pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri dari Rakyat-Rakyat Indocina dan Perancis menjamin diberikannya kemerdekaan nasional yang penuh kepada Rakyat-Rakyat Indocina itu.

Konperensi Colombo dilanjutkan dengan konperensi di Bogor pada tanggal 28-29 Desember 1954 untuk mendengarkan persiapan-persiapan yang dilakukan oleh Perdana Menteri Indonesia. Dalam meninjau arti konperensi di Bogor itu, baik juga diperhatikan bahwa ada kekuatan yang cukup besar untuk menggulingkan Kabinet A-A supaya Konperensi batal. Persoalan menjadi hangat ketika RI menolak untuk menggabungkan diri ke dalam SEATO yang diprakarsai oleh USA. Konsepsi mengadakan SEATO datang dari menteri luar negeri USA Foster Dulles, yang gagal menjegal konperensi Jenewa untuk menyelesaikan masalah Indocina. Pamor Foster Dulles jatuh dengan berlangsungnya konperensi Jenewa. Berhasilnya konperensi Jenewa ternyata meningkatkan pamor Chou En Lai sebagai Perdana Menteri RRT. Perang Indocina terhenti sebagai hasilnya. Untuk membendung RRT dan pengaruh komunisme di Asia, Foster Dulles memerintahkan pembentukan SEATO, disertai penanda-tanganan perjanjian Mutual Security dengan Chiang Kai Shek, yang mewajibkan USA melindungi Taiwan terhadap kemungkinan penyerangan RRT. Penolakan ajakan masuk ke SEATO menyebabkan Kabinet Ali di DPR menghadapi Mosi tidak percaya. Mosi ditolak dengan imbangan suara 115 – 92 suara. Kemenangan ini memperkuat kedudukan berunding PM Ali dalam konperensi di Bogor. Hasil konperensi di Bogor meresahkan pers barat. Konperensi Bogor memutuskan dengan tegas bahwa RRT sebagai satu-satunya kekuasaan sah di seluruh Tiongkok dan RRT-lah yang akan diundang

Page 248: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

240

ke Konperensi AA di Bandung. Taiwan tidak diundang. Dalam sebuah interview dengan seorang wartawan Amerika, Perdana Menteri Nehru dengan tegas menyatakan : “I know of no such state“ (saya tidak tahu adanya satu negara semacam itu). Menurut keputusan di Bogor, dalam konperensi Asia-Afrika akan diundang 29 negara Asia-Afrika, yang mempunyai penghuni separoh ummat manusia. Konperensi itu akan menghimpun kesatuan pendapat dari tokoh-tokoh Rakyat-Rakyat seluruh Asia-Afrika yang berjumlah setengah dari ummat manusia di dunia. Kaum imperialis, terutama USA tidak berpeluk tangan menghadapi perkembangan ini. Di antara lima negara sponsor, Indonesia ternyata dijadikan sasaran utama untuk usaha menggagalkan konperensi. Pada ketika itu keadaan ekonomi Indonesia memang menyedihkan. Harga karet terus jatuh. Dengan bantuan Nederland, USA memanipulasi dan menekan lebih rendah lagi harga karet di pasaran dunia. Dengan sendirinya ini memperburuk keadaan Indonesia. Tetapi kesulitan ekonomi tidak bisa mencegah penyelenggaraan konperensi Asia-Afrika di Bandung. Konperensi berhasil dimulai dengan amanat pembukaan oleh Presiden Soekarno, yang menganjurkan semua peserta untuk mencurahkan segala kesabaran, toleransi, untuk bersama-sama “melahirkan Asia baru dan Afrika baru“ bersih dari kekuasaan penjajah baik lama maupun baru. USA dan antek-anteknya sampai pada saat terakhir masih berusaha menggagalkan penyelenggaraan konperensi. Mereka berusaha mencegah hadirnya Chou En Lai dalam konperensi itu. Pesawat terbang Kashmir Princess, yang sedianya mengangkut PM Chou En Lai ke Indonesia di atas pulau Natuna ternyata mengalami kecelakaan, pecah menjadi dua. Untung PM Chou menumpang pesawat lain dan berhasil tiba di Indonesia dengan selamat. Usaha menggagalkan kehadiran PM Chou dapat dimengerti karena ia diketahui sebagai seorang diplomat lincah, berwibawa dan berpengaruh. Konperensi Jenewa yang menghentikan pertempuran

Page 249: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

241

di Indocina bisa dikatakan hasil kewibawaan PM Chou. Selama Konperensi Asia-Afrika di Bandung, mereka yang mengikuti dari dekat mengakui bahwa pada saat-saat timbul ketegangan dan mengancam konperensi akan macet, PM Chou berhasil mengambil kebijakan yang mencegah kemacetan dan melenyapkan suasana tegang. Ramalan USA bahwa Konperensi itu tidak akan mungkin mencapai hasil ternyata tidak tepat. Konperensi A-A itu telah mencatat hasil gemilang dan mendorong Rakyat-Rakyat Asia-Afrika untuk memperhebat perjuangan mencapai kemerdekaan nasional penuh. Dasa-Sila hasil konperensi di Bandung yang merupakan perluasan Pancasila Nehru-Chou, ternyata dapat menjadi dasar untuk mengembangkan ke-setia kawasan Rakyat-Rakyat Asia dan Afrika untuk mempercepat likwidasi kolonialisme. USA memprakarsai adanya semacam konperensi tandingan di Taipei, Ibukota Taiwan. Konperensi di Taipei pada pertengahan tahun 1955 untuk membentuk liga anti komunis. Tetapi hasil konperensi liga anti komunis di Taipei itu ternyata tidak banyak mempengaruhi pikiran umat manusia seperti halnya hasil konperensi Bandung. Konperensi Bandung juga membuahkan persetujuan penyelesaian masalah dwi kewarga-negaraan antara RI- RRT. Pemerasan naskah persetujuan itu dilakukan oleh kedua belah pihak untuk memperkokoh hubungan bersahabat antara Rakyat Indonesia dan Rakyat Tiongkok. Masalah dwi kewarga-negaraan adalah warisan zaman lampau yang perlu diselesaikan dengan semangat bersahabat. Dengan penyelesaian masalah dwi kewarga-negaraan diharap dapat juga melenyapkan kemungkinan berhasilnya siasat adu domba kaum imperialis yang merugikan hubungan persahabatan antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok. Sekalipun jumlah peranakan Tionghoa di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi jumlahnya pasti lebih besar dari pada angka-angka statistik, karena banyak orang Tionghoa menetap di Indonesia dan telah melahirkan banyak keturunannya. Sebagian

Page 250: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

242

terbesar diantara mereka ini sudah terabsorpsi dalam masyarakat “pribumi“ Indonesia karena perkembangan sejarah ratusan tahun dan orang tidak mungkin membedakan antara keturunan Tionghoa dan penduduk anak negeri tempat bersangkutan. Buku-buku sejarah Belanda mengakui bahwa ketika kapal-kapal Belanda pertama tiba di Indonesia, mereka ternyata pendahuluan oleh pedagang Tionghoa, yang sudah banyak jumlahnya di pesisir utara pulau Jawa. Sebelum kedatangan Belanda di Indonesia, orang-orang Tionghoa di Indonesia telah berfungsi sebagai pengusaha yang memperlengkapi kebutuhan Rakyat Indonesia. Kedatangan Belanda menimbulkan perubahan, yaitu pengusaha Tionghoa menjadi perantara antara Rakyat Indonesia dan pedagang Belanda. Ketika modal Belanda mulai ditanam secara besar-besaran di Indonesia untuk membuka kebun-kebun dan pertambangan, Belanda telah mendatangkan banyak tenaga Tionghoa sebagai kuli-kuli kontrak. Akibatnya banyak peranakan Tionghoa menetap di daerah-daerah kebun besar di Sumatera Utara dan di Bangka-Billiton. Sejarah pun mengungkapkan bahwa ada orang-orang Tionghoa yang menjadi tokoh pengajar agama Islam di Indonesia, dan di berbagai daerah Indonesia terdapat orang-orang peranakan Tionghoa yang menjadi tokoh agama Islam yang disegani. Perkembangan sejarah inilah yang menghasilkan situasi di mana tidak sedikit orang yang merasa dirinya “asli“ atau “pribumi“, tetapi menurut kenyataannya mereka memiliki cirri-ciri etnis Tionghoa yang lebih nyata dari pada orang yang merasa dirinya peranakan Tionghoa. Politik penjajah Belanda pada abad ke-19 menyamakan orang Tionghoa dan keturunannya sebagai “inlanders“ (pribumi), sehingga pelaksanaan politik penjajah Belanda itu tadinya telah menimbulkan proses “pribumisasi“ yang cukup lancar. Penjajah Belanda baru mengubah kebijakannya setelah di Tiongkok timbul gerakan revolusioner dibawah pimpinan Dr. Sun Yat Sen. Seperti diterangkan duluan gerakan revolusioner Rakyat

Page 251: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

243

Tiongkok menyebabkan Belanda mengeluarkan undang-undang tentang kaula Belanda (Wet op de Nederlands onderdaanschap) dalam tahun 1910 dalam rangka memperkecil jumlah warga negara Tiongkok di Indonesia. Disamping itu imigrasi ke wilayah Indonesia diperketat. Walaupun “pintu masuk“ dengan diperkecilnya jumlah imigran Tionghoa dipersempit, tetapi jumlah imigran Tionghoa baru tetap besar. Inilah yang menyebabkan proses “absorbsi“ dalam masyarakat “pribumi“ dalam abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 memperbesar jumlah golongan peranakan Tionghoa di Indonesia. Malahan perkembangan dalam abad ke-20 menyebabkan banyak peranakan Tionghoa mengabsorbsikan diri dalam masyarakat “pribumi“ setempat, jadi ikut arus “pribumisasi“ sedangkan yang berhasil mencapai tangga tinggi dalam tingkat sosial-ekonomi, menjadikan diri dan keturunannya “Nederlanders“, dengan proses naturalisasi atau menjadi Belanda “tiga suku“ (satu suku = F.0,50). Belanda “tiga suku“ adalah orang-orang yang mengajukan permohonan untuk dipersamakan hak-hak sipilnya dengan orang Belanda, berdasarkan alasan kedudukan sosial-ekonomis dan pendidikannya di sekolah Belanda. Mereka ini hanya hak-haknya saja dipersamakan, tetapi status hukumnya masih “Nederlands onderdaan“. Banyaknya orang Tionghoa dan peranakannya diseluruh kawasan Asia Tenggara dipakai sebagai landasan upaya pemecah belah oleh kaum imperialis. Mereka memompa pendapat bahwa besarnya jumlah orang Tionghoa di Asia Tenggara itu bisa membangkitkan kolone ke-V, yang membahayakan kemerdekaan Rakyat-Rakyat Asia Tenggara. Bahaya potensial kolone ke-V ini dipompakan secara lebih intensif ketika setelah RRT diproklamasikan pada tanggal 1 Oktober 1949. Untuk membesar-besarkan bahaya potensial kolone ke-V itu digunakanlah sebagai contoh Nazi-Jerman pernah menyerbu masuk menguasai Cekoslowakia, dengan alasan untuk “melindungi“ peranakan

Page 252: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

244

Jerman yang merupakan “minoritas“ di Cekoslowakia . Dipandang dari hal-hal yang digambarkan di atas, wajar upaya menyelesaikan masalah dwi kewarga-negaraan RI-RRT dianggap sebagai keinginan yang membantu terjalinnya hubungan baik antara RRT dan RI. Walaupun Tiongkok tidak mengganti kebijakannya, yaitu menganggap peranakan Tionghoa diseluruh dunia sebagai warga-negara Tiongkok, tetapi RRT secara resmi telah menganjurkan pada orang-orang peranakan Tionghoa untuk memilih kewarga-negaraan negeri dimana ia menetap dan RRT akan mengindahkan pilihan mereka itu. Mereka baru diperlakukan sebagai warga-negara Tiongkok, bilamana mereka sendiri dengan tegas menyatakannya ingin menjadi warga-negara Tiongkok . Pihak RI memang sudah lama ingin mengadakan persetujuan penyelesaian masalah dwi kewarga-negaraan untuk mempertegas status hukum peranakan Tionghoa di Indonesia dan untuk melaksanakan prinsip adanya kewarga-negaraan tunggal untuk warga-negara Indonesia. Pendirian ini diambil walaupun diketahui bahwa peranakan Tionghoa yang pergi ke RRT dengan pasport Indonesia diperlakukan sebagai orang asing. Tidak sebagai warga-negara Tiongkok, walaupun pandai berbahasa Kuo-Yu. Ketika duta besar RI pertama di Tiongkok, Arnold Mononutu, berangkat ke Tiongkok, ia membawa juga pesan untuk mengadakan persiapan-persiapan untuk melangsungkan perundingan-perundingan mencapai persetujuan penyelesaian masalah dwi kewarga-negaraan. Naskah yang diparaf setelah berakhirnya konperensi A-A disiapkan oleh pihak RI. Hal ini antara lain tercermin pada kenyataan bahwa dengan persetujuan tersebut dicantumkan “sisitim aktif“ yang sudah lama diperjuangkan oleh tokoh PNI, Mr.Sunarjo, yang ketika itu kebetulan menjadi menteri luar negeri RI. Keinginannya supaya UU kewarga-negaraan RI menggunakan sisitim “aktif“ telah ditolak berkali-kali dan UU kewarga-negaraan RI menggunakan sistem “pasif“. Mr. Sunarjo cukup gigih berusaha supaya sistem “pasif“ yang telah disetujui dalam tiga tingkat

Page 253: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

245

permusyawaratan diubah menjadi sisitim “aktif“. Ia gagal dalam permusyawaratan Badan Pekerja waktu mengesahkan UU No.3/1946 , kemudian dalam pertemuan BFO, yaitu pertemuan persiapan antara delegasi RI dengan delegasi-delegasi negara bagian lain menjelang Konperensi Meja Bundar di Den Haag dan dalam perundingan KMB sendiri. Persetujuan itu ternyata dilakukan tanpa mendengarkan keinginan golongan peranakan Tionghoa yang bersangkutan yang telah melakukan pemilihan kewarga-negaraan dua kali, yaitu berdasarkan UU No.3/1946 dan berdasarkan perjanjian KMB. Persetujuan itu menghendaki dilakukan pemilihan satu kali lagi. Persoalan ini akan dibicarakan di bagian lain. Hasil konperensi A-A telah memperkuat juga kedudukan Kabinet A-A yang lalu mempersiapkan pelaksanaan pemilu berdasarkan undang-undang hasil Kabinet Wilopo.

MINORITAS PERANAKAN TIONGHOA

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat pluralistis, masyarakat majemuk. Di dalamnya terdapat banyak macam suku. Ada yang besar, ada yang kecil dalam jumlahnya. Di samping itu terdapat banyak macam keturunan asing, yang karena turun-menurun menetap di Indonesia berkembang menjadi suku-suku baru. Ada yang mengatakan bahwa keturunan asing tidak dapat merupakan suku tersendiri, karena tidak berwilayah tersendiri. Peryataan demikian itu tidak seluruhnya benar. Secara sepintas lalu dapat dikatakan bahwa diberbagai kepulauan Indonesia terdapat juga daerah-daerah, sekalipun tidak meliputi daerah seluruh kabupaten, dimana sebagian terbesar penghuninya terdiri dari peranakan Tionghoa yang dapar dikatakan merupakan penghuni “asli“ di daerah-daerah itu. Contohnya di kota pelabuhan nelayan yang sebelum Perang Dunia II dinyatakan sebagai kota nelayan nomor dua terbesar di dunia sesudah Bergen di Norwegia, Bagan Siapi-api. Hampir

Page 254: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

246

seluruh penghuninya adalah peranakan Tionghoa. Mereka tidak dapat dikatakan keturunan asing, karena sudah lebih dari sepuluh generasi menetap di daerah itu. Akibat politik penjajah Belanda mereka itu hidup terisolasi, terasing, terpencil. Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa yang dahulu digunakan oleh leluhur mereka yang datang dari propinsi Hokkian di Tiongkok. Bahasa Hokkian yang digunakan dalam pergaulan ternyata adalah bahasa Hokkian “kuno“. Sengaja dikatakan “kuno“ karena menurut seorang ahli bahasa Hokkian penghuni Bagan Siapi-api itu masih menggunakan istilah-istilah yang di propinsi Hokkian sendiri pada tahun 50-an sudah tidak digunakan lagi. Juga wanita di Bagan Siapi-api masih menggunakan perhiasan-perhiasan seperti anting-anting dan gelang dari perak atau emas menurut design yang di propinsi Hokkian sendiri sudah tidak dipakai lagi. Di zaman penjajahan Belanda, tiap petugas negara yang dikirim ketempat itu harus mengerti bahasa Hokkian atau harus menggunakan perantara juru bahasa. Walaupun ada daerah khusus dimana mayoritas penduduknya adalah peranakan Tionghoa diluar daerah Bagan Siapi-api tidak semuanya berasal dari Bagan Siapi-api . Jadi memang tidak sama dengan orang Batak, yang banyak tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Mereka berasal dari daerah Tapanuli atau masih mempunyai keluarga berasal dari Tapanuli, sekalipun sudah lahir di luar daerah Tapanuli selama beberapa keturunan. Di daerah-daerah lain terdapat juga “enclave“, wilayah “tertutup“, dimana mayoritas penghuninya adalah peranakan Tionghoa, tetapi berasal dari propinsi lain di Tiongkok. Umpamanya di Kalimantan Barat dikenal daerah kota Singkawang dan beberapa daerah lain dengan mayoritas penduduknya peranakan Tionghoa. Akibat politik penjajahan Belanda, mereka tidak merasakan keperluan untuk berbahasa lain daripada bahasa yang digunakan oleh leluhurnya. Bahasa yang digunakan di daerah-daerah ini adalah Tio-chu dan mereka memiliki keahlian masak makanan yang khas juga. Selama beberapa keturunan mereka menetap di

Page 255: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

247

daerah tersebut. Dengan demikian orang tidak dapat mengatakan lagi bahwa mereka itu “asing“ atau “keturunan asing“, apabila syarat untuk dinyatakan “asli“ hanya diperlukan 100 tahun umpamanya. Sama halnya dengan mereka yang berasal dari Bagan Siapi-api. Kebanyakan dari mereka itu tidak pernah meninggalkan daerah tempat kelahirannya. Pergi jalan-jalan ke Jakarta saja, juga tidak pernah, karena makan banyak ongkos dan di luar kemampuan untuk membayarnya. Di Bangka dan Biliton juga terdapat daerah-daerah serupa Bagan Siapi-api dan Singkawang di Kalimantan Barat. Di Sumatera Utara antara Medan dan Binjai terdapat beberapa desa yang penduduknya 100% terdiri dari peranakan Tionghoa dan mereka hidup sebagai petani, bukan sebagai pedagang. Hal ini terjadi berdasarkan ketentuan urusan tanah warisan penjajah Belanda. Bila pada tahun 50-an orang masuk di desa-desa itu, ia akan merasakan suasana yang tidak berbeda dengan desa-desa di Tiongkok Selatan. Penduduknya tidak dapat berbahasa Tionghoa-Melayu atau Indonesia. Mereka hanya mengerti bahasa Hokkian sekalipun hidup di desa-desa itu semenjak beberapa keturunan. Banyak diantara mereka tidak pernah pergi ke Medan yang letaknya tidak sampai 100 km dari desa-desa nya. Mereka menanam padi, sayur dan kebun buah-buahan, antara lain kebun rambutan Binjai yang terkenal rasa manisnya. Di Jawa keadaannya berlainan. Di Tanggerang memang terdapat juga “enclave“, di mana sebagian besar penghuninya adalah peranakan Tionghoa. Mereka ini hidup dari menggarap tanah, berladang untuk menanam padi, memelihara babi, membuat kecap. Produksi kecapnya terkenal di seluruh Jawa Barat sebagai “kecap benteng“. Babi panggang, sek-ba, ting-ting kacang Tanggerang juga terkenal. Ini dibuat menurut resep leluhur mereka. Beda dengan keadaan di Kalimantan Barat, Bangka, Biliton, Sumatera Utara dan Bagan Siapi-api, peranakan Tionghoa di Tanggerang ini umumnya tidak dapat lagi berbahasa Tionghoa, baik Kuo-yu maupun dialek

Page 256: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

248

yang digunakan oleh leluhurnya dahulu. Mereka menggunakan bahasa Betawi yang juga berbeda dengan bahasa Tionghoa-Melayu. Sebagai penggarap tanah dan pengrajin kecil, hidupnya tidak banyak berbeda dengan hidup Rakyat sekitarnya. Apakah tidak ada yang menjadi kaya? Ya ada. Di antara anak Tanggerang yang berhasil menonjol sebagai usahawan besar antara lain adalah Ang Tiauw Bie. Ia memang bangga sebagai self made man dan menjadi salah satu pelopor dalam usaha perhubungan pelayaran antar pulau. Perusahaannya berkembang cukup baik dengan nama “Swan Liong“ yang kemudian diganti menjadi “Naga Berlian“. Anak cucunya yang memperoleh didikan sekolah cukup tinggi ternyata tidak dapat mempertahankan dan mengembangkan usaha yang telah dimulainya itu. Seperti diceritakan sebelumnya, praktis di seluruh kota besar Indonesia masih terdapat sisa politik “Apartheit“ penjajah Belanda yang mengadakan “wijkenstelsel“ dan menimbulkan daerah-daerah pemukiman khusus untuk orang Tionghoa dan peranakannya. Daerah-daerah pemukiman untuk orang Tionghoa dahulu itu umumnya dikenal sebagai “Pecinan“. Daerah-daerah itu kemudian dikenal sebagai pusat perdagangan dan pusat berbelanja untuk keperluan rumah tangga dan dapur, serta tempat mencari makanan Tionghoa khusus. Yang berhasil menjadi pengusaha besar hanya sebagian kecil. Sebagian terbesar hidup sebagai buruh kasar, buruh kantor, pelayan-pelayan toko-toko atau melakukan kerajinan tangan kecil-kecilan atau menjadi berbagai macam tukang. Di kepulauan lain seperti di Bali, Lombok, Sulawesi, Maluku hingga dengan Irian Barat terdapat peranakan-peranakan Tionghoa yang hidupnya menyesuaikan diri dengan keadaan setempat mereka, bekerja mencari nafkah menurut keadaan dan kemungkinan di sekitarnya. Cara hidup peranakan Tionghoa di Indonesia Timur memang berlainan daripada peranakan Tionghoa di daerah pulau jawa apalagi dengan Kalimantan Barat. Sebagian terbesar peranakan Tionghoa di Indonesia Timur telah terabsorbsi di dalam masyarakat. Proses “pribumisasi“

Page 257: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

249

terjadi lebih lancar, karena pelaksanaan politik “Apartheit“ tidak begitu ketat dan perjuangan mencari nafkah di Indonesia Timur lebih berat. Ada juga beberapa peranakan Tionghoa yang tumbuh sebagai orang berpengaruh dan mempunyai hubungan baik dengan penguasa di zaman penjajahan Belanda. Keturunannya menjadi orang Belanda (Nederlander), seperti Ong Kie Hong dan Kho Hong Khim. Mereka tidak merasa lagi peranakan Tionghoa, bahkan merasa 100 % Nederlander. Sedikit gambaran ini bisa dijadikan landasan argumentasi yang membantah kebenaran anggapan bahwa golongan peranakan Tionghoa sebagai golongan dinyatakan “ekonomi kuat”. Berdasarkan pengamatan tentang perkembangan sejarah kehidupan peranakan Tionghoa di Indonesia orang dengan aman dapat meyimpulkan bahwa terdapat pembagian sebagai berikut:

Golongan terbesar telah terabsorbsi didalam Rakyat setempat. a. Mereka tidak mempertahankan nama keluarga asalnya dan memilih nama keluarga (marga) Rakyat. Mereka menganut agama Rakyat setempat. Oleh karenanya seringkali orang menemui mereka yang dianggap “pribumi” tetapi memiliki ciri etnis Tionghoa. Golongan yang karena ketatnya politik “Apartheit“ penjajah b. Belanda hidup terpencil dan menyendiri. Mereka memelihara cara hidup peninggalan leluhurnya serta mempertahankan nama keluarganya. Golongan ini dapat dibagi dalam beberapa golongan lagi yaitu :

Golongan yang mempunyai daerah tersendiri dalam 1. arti merupakan mayoritas mutlak di daerah-daerahnya, seperti Bagan Siapi-api beberapa wilayah Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Bangka, Biliton dan lain-lain. Golongan yang tidak mempunyai daerah tersendiri dan 2. tersebar luas dalam jumlah-jumlah kecil. Mereka ini umumnya bekerja sebagai buruh, pelayan toko, tukang dan lain-lain pekerjaan tangan. Karena perbaikan pendidikan sekolah diantara keturunannya ada yang menjadi sarjana, dokter, pengacara, pengusaha dan

Page 258: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

250

lain-lain. Golongan yang perkembangan sosial ekonominya telah 3. terabsorbsi dalam masyarakat Belanda dan menjadi Belanda.

Bilamana orang berbicara tentang masyarakat Tionghoa, maka yang dibicarakan adalah mereka yang berada dalam kategori golongan b sub 1 dan 2. Massa dari golongan ini adalah massa pekerja yang mengharuskan dirinya bekerja keras. Jadi golongan peranakan Tionghoa bukanlah terdiri dari orang-orang yang bisa hidup enak dengan main ongkang-ongkang kaki. Bila orang bicara tentang pembagian dalam “klas“ atau lapisan sosial ekonomi maka massa peranakan Tionghoa dapat dikatakan terdiri dari :

Petani kecil dan tanggung.a. Nelayan kecil dan tanggung.b. Pengusaha kecil dan tanggung.c. Tukang dan buruh tingkat rendah dan menengah.d.

Ringkasnya sebagian terbesar bisa digolongkan sebagai golongan burjuis kecil, bahkan sebagian terbesar diantaranya lagi golongan burjuis paling kecil. Hanya sebagian kecil dapat digolongkan sebagai golongan burjuis tanggung atau menengah. Ini perlu diperhatikan, terutama dalam menggalang persatuan semua kekuatan nasional untuk mempercepat proses peralihan masyarakat kolonial ke masyarakat nasional yang tidak mengenal pengangguran. Sementara itu, kebijakan berbagai Kabinet yang melegalisasi politik “asli” dan “ekonomi lemah” yang menyebabkan diskriminasi rasial di berbagai bidang, termasuk pendidikan di laksanakan secara sistematik dan seolah-olah berdasarkan hukum, karena bersandar atas berbagai ketentuan menteri, menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat. Pasti tidak ada pihak yang berkeberatan bila pemerintah menjalankan kebijakan untuk melindungi golongan ekonomi lemah terhadap pemerasan oleh golongan yang kuat ekonominya. Umpamanya pemerintah mengadakan ketentuan “tani yang tidak

Page 259: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

251

memiliki tanah untuk digarap sendiri memperoleh jatah distribusi beras”. Tetapi kebijakan demikian itu harus bersih dari ukuran asal keturunan atau asal suku seseorang. Artinya bilamana ada seorang peranakan Tionghoa yang penghidupannya tergantung dari pekerjaan menggarap tanah dan tidak memiliki tanah garapannya sendiri, ia juga memperoleh jatah distribusi beras. Tidak akan ada yang berkeberatan bilamana buruh dengan penghasilan dibawah Rp.10.000,- setahun umpamanya memperoleh kartu khusus untuk dapat perawatan kesehatan cuma-cuma di rumah-rumah sakit asal saja tindakan demikian itu tidak menggunakan syarat asal keturunan. Dapat dipastikan pula bahwa tidak ada yang berkeberatan apabila pemerintah memberi kredit khusus tanpa bunga pada pengusaha dengan modal di bawah Rp.25.000,- umpamanya sehingga mereka dapat bersaing dengan pengusaha yang lebih kuat asal saja kredit itu diberikan tanpa syarat asal keturunan. Ringkasnya tidak ada pihak dan golongan yang tidak setuju dengan pikiran untuk melindungi golongan yang ekonominya lemah, sehingga mereka mampu bersaing dan memperoleh kesempatan sama untuk maju dengan mereka yang lebih kuat ekonominya. Tetapi kebijakan ini harus bebas dari syarat asal keturunan. Penentuan golongan ekonomi lemah atau kuat tidak ditentukan oleh asal keturunan seseorang, melainkan ditentukan oleh kenyataan milik materiilnya. Yang terjadi ternyata tidak demikian. Banyak ketentuan dikeluarkan dengan dalih melindungi golongan ekonomi lemah, tetapi di dalam praktek, asal keturunan dijadikan dasar penentuannya. Timbullah keganjilan karena seorang tukang kecap A-Sam asal Tanggerang karena ia peranakan Tionghoa, ternyata tidak bisa memperoleh kredit dan fasilitas sebagai ekonomi lemah. Sedangkan Dasaad Muchsin pemilik pabrik tekstil besar di Bangil yang terkenal hartawan, bisa memperoleh kredit dan fasilitas sebagai ekonomi lemah. Padahal menurut kenyataan keadaan ekonominya jauh lebih

Page 260: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

252

kuat daripada si A Sam. Contoh lain, Seorang A Khong tukang jual sate babi dari Tanggerang bisa dinyatakan ekonomi lebih kuat dari Hasjim Ning, direktur perusahaan import mobil, sekalipun bila A Khong berdiri di samping Hasjim Ning dengan pakaian kurang lebih sama kwalitasnya, orang yang tidak kenal mereka berdua tentunya menunjuk A Khong sebagai “asli“ dan Hasjim Ning sebagai “non asli“. Keganjilan-keganjilan demikian itulah yang ternyata telah mendorong berdirinya sebuah organisasi massa yang dinamakan Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (BAPERKI), pada bulan Maret 1954. Ia bertujuan memperjuangkan terjaminnya pelaksanaan janji negara dalam Manifesto Politik November 1945 untuk menjadikan tiap peranakan warga negara dan patriot Indonesia sejati. Dengan sendirinya semua praktek diskriminasi rasial ditentangnya karena selain merugikan pelaksanaan janji negara itu, juga bertentangan dengan ketentuan hak-hak azasi manusia seperti yang tercantum dalam UUD Sementara Negara Kesatuan RI. Organisasi demikian tentu saja mendapat dukungan dari mereka yang merasa dianak-tirikan dan didiskriminasi. Oleh karenanya, dalam waktu singkat, praktis di semua ibu kota kabupaten Indonesia, telah terbentuk cabang BAPERKI. Cepat berkembangnya BAPERKI di seluruh Indonesia bukan karena kehebatan para pemimpin BAPERKI atau kehebatan ketua umumnya. BAPERKI dapat berkembang cepat ia berupaya mengikis habis kepincangan yang merugikan pelaksanaan janji negara RI. Perasaan serupa itu merata di lapisan tipis paling atas sampai pada lapisan tebal paling bawah. Perkembangan dan peran BAPERKI dalam kancah politik nasional dibicarakan di bagian lain. Sementara itu didalam masyarakat Indonesia timbul persoalan baru pada mulanya tidak banyak dimengerti orang, khususnya oleh banyak peranakan Tionghoa, yaitu persoalan dwi kewarga negaraan, yang dianggap dapat menimbulkan dwi loyalitas.

Page 261: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

253

Dwi kewarga negaraan dianggap otomatis menimbulkan loyalitas berganda. Sehingga timbullah pikiran untuk mengeluarkan larangan bagi anak-anak warga negara Indonesia keturunan Tionghoa menjadi murid sekolah-sekolah Tionghoa. Ini menimbulkan dampak berat, terutama di kota-kota kecil Indonesia. Sekolah yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar tidak mampu menampung semua anak warga negara keturunan Tionghoa. Sebelum larangan ini dikeluarkan, banyak peranakan Tionghoa berwarganegara Indonesia tidak bisa mengirim anak-anaknya ke sekolah nasional karena adanya diskriminasi. Dengan demikian banyak anak-anak warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa masuk ke sekolah-sekolah Tionghoa, yang telah meningkat kwalitas-nya setelah RRT berdiri. Di zaman Kuomintang berkuasa di Tiongkok, penduduk Tionghoa asing di Indonesia kurang meperhatikan masalah pendidikan. Banyak sekolah Tionghoa kurang terurus. Setelah RRT berdiri, penduduk Tionghoa asing lebih memperhatikan masalah pendidikan anak-anaknya. Bukan saja jumlah gedung-gedung bertambah, tetapi nilai pendidikan juga menjadi jauh lebih baik. Gedung-gedung lama diperbaharui dan gedung-gedung baru dibangun. Disiplin belajar dipertinggi sehingga semangat dan kemauan belajar pun meningkat. Ini mendorong orang mengirim anak-anaknya ke sekolah Tionghoa, termasuk mereka yang “asli”. Pesatnya perkembangan sekolah Tionghoa menimbulkan kesan yang salah. Seolah-olah masyarakat Tionghoa mampu mendirikan banyak sekolah untuk masyarakatnya sendiri. Ini mendorong Prof. Takdir Alisyahbana, tokoh PSI di Jakarta dan anggota DPRD Jakarta Raya, mengajukan mosi untuk melarang pelajar yang berkewarganegaraan Indonesia belajar di sekolah-sekolah asing. Mosi yang kemudian diterima oleh penguasa militer sebagai keputusan melarang pelajar WNI belajar di sekolah-sekolah Tionghoa tentunya memiliki dampak negatif. Untunglah BAPERKI

Page 262: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

254

bisa bergerak cepat untuk menampung mereka yang diharuskan keluar dari sekolah-sekolah asing. Selain gerakan yang diskriminatif dalam bidang pendidikan yang lahir dari tokoh PSI, ada tokoh PSI lain, BR Motik, yang mempertajam garis perbedaan “asli“ dan “tidak asli“ dikalangan pengusaha Indonesia . B.R.Motik bergerak di bidang pengusaha kecil dan menjadi ketua “Warong Bond“ (Perserikatan warung). Setelah penyerahan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949, ia meningkatkan usahanya di bidang import-eksport. Gerakan mempertajam perbedaan perlakuan dan pemberian fasilitas pada pengusaha-pengusaha “asli“ itu diperkuat, setelah Mr. Assaat, tokoh PSI lainnya, turut aktif di bidang usaha import dan eksport. Mr.Assaat adalah seseorang tokoh yang pernah menolak namanya dicantumkan sebagai pengurus PSI, ketika PSI didirikan. Dalam Kongres Ekonomi Nasional Seluruh Indonesia (KENSI), Mr. Assaat dipilih sebagai ketuanya. KENSI menuntut supaya ketentuan ekonomi lemah dan ekonomi kuat berdasarkan pada ukuran “asli“ dan “tidak asli“, tanpa penjelasan syarat apa yang harus dipenuhi untuk dinyatakan “asli“. Akibatnya yalah berlakunya kembali pembagian golongan penduduk ala kolonial yang sudah dinyatakan hapus dengan proklamasi kemerdekaan dengan adanya UU kewarga negaraan RI. Lebih aneh lagi melihat gerakan itu dipimpin oleh seorang seperti Mr.Assaat yang mestinya aktif memperjuangkan pelaksanaan janji negara dalam Manifesto Politik RI November 45. Ternyata gerakan KENSI salah sangka. Ia tidak mengetahui jumlah importir dan eksportir peranakan Tionghoa ketika itu tidak banyak. Tidak juga dipikirkan masalah sasaran revolusi dalam rangka memperjuangkan pelaksanaan UUD Sementara RI pasal 38 (pasal 33 UUD 1945). Mereka tidak pernah menjawab dengan tegas: Apakah dalam tahap revolusi ketika itu tidak perlu memfokuskan diri terhadap upaya likwidasi modal monopoli raksasa di Indonesia? Apakah tidak sebaiknya membangun ekonomi Indonesia dengan menggunakan

Page 263: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

255

dan mengerahkan pengalaman kerja, entrepreneurship dan modal pengusaha-pengusaha Tionghoa yang belum mencapai tingkat kekuasaan modal monopoli? Ternyata KENSI lebih mengutamakan bagaimana pengusaha “asli” bisa cepat mengganti kedudukan pengusaha-pengusaha Tionghoa, sebagai importir dan eksportir. Mereka tidak mau melawan kedudukan perusahaan multi nasional, tetapi menjadikan pengusaha Tionghoa sebagai sasaran. Bagi KENSI revolusi Indonesia sudah terlaksana bila orang-orang anggota KENSI sudah mengambil alih kedudukan pengusaha-pengusaha Tionghoa di Indonesia. Baginya, terbentuk tidaknya ekonomi nasional yang tidak lagi mengenal adanya pengangguran, bukan masalah KENSI, tetapi masalah pemerintah. Reaksi BAPERKI terhadap gerakan KENSI adalah: Pengertian ekonomi nasional bukan mengantikan pengusaha-pengusaha import dan eksport dengan orang-orang anggota KENSI, melainkan ekonomi yang menjamin keadilan dan kemakmuran yang merata kepada seluruh Rakyat Indonesia, sehingga tiap orang warga negara Indonesia dapat menuntut penghidupan layak sebagai manusia dalam suasana adil dan makmur. Tanpa upaya meningkatkan kemakmuran Rakyat, dalam arti mempertinggi daya beli Rakyat terbanyak, perusahaan-perusahaan import dan eksport, baik “asli” maupun “tidak asli” tidak mungkin bisa maju. Akibatnya mereka akan meluncur sebagai komprador modal monopoli asing dan menjadi antek-antek korporasi multi nasional. Tentu saja menarik perhatian bahwa yang paling ngotot dalam perjuangan “mengaslikan“ pengusaha import dan eksport ternyata adalah mereka yang paling gigih menyatakan tidak mengenal adanya perjuangan “klas“. Akan tetapi dalam prakteknya, merekalah yang paling gigih memperjuangkan klasnya, yaitu klas usahawan. Nasib golongan lain, terutama golongan rakyat, tidak diindahkan. Sementara itu persiapan untuk melaksanakan pemilu pertama di Indonesia dilanjutkan. Karena tidak sanggup mengatasi

Page 264: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

256

kesulitan-kesulitan ekonomi Kabinet A-A, akhirnya jatuh juga dan diganti oleh Kabinet Burhanudin Harahap dari Masyumi. Dikenal sebagai Kabinet BH, tugas utamanya adalah melaksanakan pemilu. Kabinet BH ini setelah pemilu diganti oleh Kabinet A-A ke II, karena PNI keluar dari pemilu sebagai partai politik terbesar.

PEMILU BUKAN “ KUNCI WASIAT “

Rakyat Indonesia dalam melaksanakan pemilu pertama telah memperoleh pengalaman bahwa pemilu bukanlah kunci wasiat. Pelaksanaan pemilu, sekalipun cukup baik dan demokratis, tidak berarti segala macam kesulitan akan lenyap oleh karenanya. Pemilu hanya merupakan cara untuk mengetahui keinginan Rakyat terbanyak dan merupakan “saringan“ untuk partai-partai poltik. Yang tidak disukai Rakyat akan gugur dan yang disukai Rakyat akan mencatat kemenangan. Lebih dari ini juga tidak. Dalam pemilu pertama di Indonesia, Rakyat juga belum dapat memilih partai berdasarkan program partai, karena Rakyat terbanyak ketika itu masih buta huruf, sehingga sulit untuk membaca siaran-siaran partai untuk menjelaskan programnya. Oleh karenanya masalah tanda gambar yang menarik bisa merupakan hal penting. Disamping itu pemimpin tanda gambar itu perlu seorang yang dikenal Rakyat terbanyak. Dalam hubungan dengan masalah tanda gambar, baik juga dikemukakan pengalaman BAPERKI dalam pemilu pertama itu. Tanda gambar BAPERKI adalah kembang teratai yang merupakan juga simbol agama Budha. Agama ini dan juga simbol kembang teratai ternyata mempunyai pengaruh besar dan merupakan daya tarik bagi aliran “Kejawen“ (agama Rakyat kecil di Jawa Tengah, yang banyak pengikutnya sebelum Islam masuk ke Indonesia). Kejawen itu ternyata banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran agama Budha. Di luar dugaan di Jawa Tengah, dekat Purbalinggo, desa Bobotsari hampir seluruh suara yang masuk dalam kotak suara di situ untuk Kembang Teratai. Di desa itu praktis tidak ada

Page 265: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

257

seorangpun penghuni peranakan Tionghoa. Hasil pemungutan suara yang mengherankan semua tokoh partai setempat dinyatakan sah. Juga dibuktikan bahwa tanda gambar perseorangan yang menarik bisa menang suara. Mr. Moh Yamin dalam pemilu itu maju dengan tanda tangan telapak tangan, simbol Pancasila. Ia berhasil mencapai “kiesquotient“ (angka pembagi suara). Di hitung dari jumlah suara tanda gambar Mr. Moh Yamin, meraih jumlah suara sama banyaknya seperti tanda gambar Partindo, yang dibangun kembali di bawah pimpinan Asmara Hadi dengan tanda gambar “banteng utuh“. Tanda gambar PNI adalah “kepala banteng“ dikurung dalam segitiga. Partindo dibangun kembali oleh tokoh-tokoh PNI yang tidak puas dengan pimpinan PNI pada ketika itu. Peristiwa ini membuktikan bahwa didalam pemilu di Indonesia tanda gambar masih memegang peranan penting. Pemilu pertama itu juga membuktikan bahwa aliran Kejawen di pulau Jawa masih cukup kuat. Pak Sudjono, seorang tua terkenal sebagai ahli mistik (dukun klenik) di daerah Madiun, ternyata masih berhasil merebut dua kursi dalam pemilu, sehingga dalam pelantikan DPR hasil pemilu pertama itu, Pak Sudjono sebagai anggota tertua yang terpilih telah menjadi ketua sementara DPR hasil pemilu. Pengalaman sidang hari-hari pertama dipimpin oleh seorang anggota tertua yang telah mencapai usia mendekati 80 tahun bisa menimbulkan kesulitan-kesulitan yang tidak terduga terlebih dahulu. Pengalaman ini menimbulkan pikiran supaya pimpinan DPR hasil pemilu pada hari-hari pertama diserahkan pada seorang anggota termuda, pasti lebih gesit. Telah di ramalkan terlebih dahulu bahwa pemilu itu akan merupakan “saringan“ bagi partai-partai politik. Tidak semua partai berhasil menguasai kembali kedudukannya dalam DPR. Partai Sosialis Indonesia (PSI) dibawah pimpinan Sutan Syahrir yang melepaskan ajaran Marxisme sebagai dasar partainya, ternyata menderita kekalahan dalam pemilu. Hanya berhasil memperoleh kembali separoh dari jumlah kursi yang

Page 266: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

258

didudukinya. Partai Komunis Indonesia ternyata “menang“ dan memperoleh jumlah wakil dua kali dari jumlah semula. Daftar calon PKI mengandung kekhususan yaitu ada juga calon yang masih bukan anggota PKI. Dalam menyusun fraksi PKI didalam DPR, calon-calon yang belum menjadi anggota PKI diberi keleluasaan untuk membentuk fraksi tersendiri. Fraksi ini dinamakan fraksi pembangunan yang dipimpin oleh seorang bekas anggota angkatan darat, seorang veteran yaitu Moh . Supardi , terdiri dari enam orang anggotanya. IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) sebagai partai politik baru yang didirikan oleh jenderal A.H. Nasution ternyata berhasil memperoleh kedudukan dalam DPR. Anggotanya terdiri daripada orang-orang bekas angkatan darat. Sama halnya didalam DPR Sementara yang lalu, dalam DPR hasil pemilu pertama ini telah berhasil dibentuk fraksi Nasional Progresif yang menghimpun fraksi-fraksi/partai-partai kecil untuk mempermudah perjuangan parlementer yang membutuhkan dukungan suara. Fraksi Nasional Progresif merupakan fraksi yang cukup besar dan oleh karenanya selalu memperoleh kedudukan didalam Panitia Permusyawaratan dan berbagai macam Panitia lainnya yang penting artinya bagi pekerjaan parlementer. Fraksi Nasional Progresif setelah pemilu ini menghimpun partai-partai seperti Partai Murba, Partindo, Permai, Gerindo, Pak Sudjono, AKOMA dan BAPERKI. Ya demokrasi parlementer didalam praktek ternyata merupakan kelincahan dalam “engineering“(mengatur imbangan) suara secara matematik untuk mencapai kemenangan suara setengah tambah satu. Di dalam pemilu pertama ini tidak ada satu partaipun yang mencapai suara terbanyak mutlak. Partai-partai terbesar berdasarkan hasil pemilu pertama adalah Masyumi, PNI, NU dan PKI. Untuk menguasai “working majority“, sebuah Kabinet parlementer harus memperoleh dukungan dari sedikitnya tiga partai besar atau dua partai besar dengan sejumlah partai-partai “guram“ (kecil). Tetapi didalam praktek ternyata bahwa untuk

Page 267: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

259

mencari dukungan partai-partai kecil tidaklah mudah karena bila diharap dukungannya, setelah gagal menyusun Kabinet dengan dukungan tiga partai besar, partai guram akan jual mahal dalam ketentuan pembagian portfolio Kabinet. Pengalamanpun membuktikan bahwa menyusun Kabinet dalam mana duduk Masyumi dan NU juga tidaklah mudah, karena persoalan yang sulit adalah mengisi portfolio “menteri agama“. Pandangan agama dari Masyumi dan NU mengandung berbagai kelainan prinsipil, disamping kenyataan bahwa kementerian agama merupakan alat untuk memperbesar pengaruh atas madrasah-madrasah (pesantren) disamping mempengaruhi masalah menentukan quota haji, menentukan permulaan bulan puasa, pembagian kafan dan lain-lain lagi. Akibat adanya perbedaan-perbedaan itu, Indonesia selalu mengenal dua hari permulaan puasa dan dua hari lebaran. Setelah pemilu pertama ini dibentuklah Kabinet Ali Sastroamidjojo kedua tanpa Masyumi tetapi dengan ikut sertanya NU. PKI yang selama ini menjadi partai oposisi, memberikan Peryataan dukungan, dalam pengertian memberi “kesempatan bekerja“ kepada Kabinet Ali yang kedua. Dengan demikian Kabinet itu terjamin memperoleh dukungan suara yang cukup, karena adanya dukungan tiga partai besar. Karena dukungan PKI itu tidak mutlak maka dalam menjalankan kebijakannya, Kabinet Ali perlu juga memperhatikan keinginan dan harapan-harapan PKI. PKI dapat menarik keuntungan dari kedudukan setengah oposisi ini, PKI dapat mengkritik rupa-rupa kebijakan Kabinet, tetapi tidak bersedia menjatuhkan Kabinet. Keadaan semacam itu tentu saja tidak dapat berlangsung terlalu lama. Persoalan pertama yang mesti dihadapi oleh Kabinet Ali II adalah masalah pengisian jaminan 9 perwakilan untuk peranakan Tionghoa, 6 untuk Indo Eropa dan 3 untuk Indo Arab. Pasal 135 UUD itu menentukan jaminan perwakilan dalam Konstituante 18 untuk peranakan Tionghoa, 12 untuk Indo Eropa dan 6 untuk peranakan Arab. Pasal 136 UU pemilu dengan tegas menentukan

Page 268: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

260

bahwa pengangkatan untuk memenuhi jaminan perwakilan itu harus dilakukan dengan … memenuhi keinginan golongan masing-masing. Kabinet Ali II ternyata tidak sanggup memperlancar peralihan menuju ke masyarakat yang mewujudkan ketentuan-ketentuan UUD sebagai kenyataan hidup. Paling menonjol adalah masalah besarnya pengaruh sisa modal asing, terutama dibidang penyediaan minyak tanah dan bensin untuk keperluan konsumsi dalam negeri. Kongsi-kongsi minyak tertua di Indonesia ketika itu adalah Shell dan Stanvac. Mereka ini bekerja atas dasar perjanjian yang dikenal sebagai 5 A contract. Dalam kontrak itu ditentukan kewajiban bahwa perusahaan-perusahaan minyak yang mengebor minyak dari sumber-sumber di Indonesia, harus menyediakan minyak untuk kebutuhan dalam negeri. Di zaman Belanda “gulden“ Nederlands Indie sangat kuat, sehingga kongsi-kongsi minyak lebih suka menjual minyak didalam negeri, tidak repot mencari pasar di luar negeri. Oleh karenanya berlakulah ketentuan bahwa Shell dalam mana terdapat banyak modal Belanda akan memenuhi dua pertiga kebutuhan dalam negeri Indonesia, sedang Stanvac hanya memenuhi sepertiga jatah dalam negeri. Setelah Perang Dunia II mata uang RI tidak sekuat gulden Nederlands Indie dahulu lagi. Gairah menjual minyak tanah didalam negeri menjadi turut turun sama kerasnya dengan kecepatan menjadi kempesnya nilai Rupiah. Shell dan Stanvac menuntut harga dinaikkan. Tetapi tidak ada Kabinet yang berani menaikkan harga minyak tanah dan bensin, yang memegang peranan penting dalam menentukan ongkos hidup Rakyat terbanyak. Akibatnya … Shell dan Stanvac menghambat cukupnya persediaan bensin dan minyak tanah sehingga menimbulkan pasar gelap untuk bahan bakar itu disamping menimbulkan kemacetan dan antri-antri panjang di semua pompa bensin dan tempat penjualan minyak. Di Indonesia ketika itu mulai diadakan kampanye untuk

Page 269: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

261

membenarkan kenaikan harga bensin, yaitu dengan dilontarkan ejekan-ejekan bahwa harga bensin seliter lebih murah dari pada segelas es teh. Walaupun usahanya untuk mendapat harga lebih tinggi tidak berhasil, kongsi-kongsi minyak tanah itu ternyata tidak bersedia angkat kaki secara sukarela. Mereka tidak mau melepaskan konsesi pengeboran minyak yang empuk dan besar hasilnya. Di dalam masyarakat timbul tuntutan-tuntutan untuk melaksanakan pasal 38 UUD Sementara RI , sehingga kekayaan alam Indonesia dapat digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat Indonesia sendiri. Tuntutan melaksanakan ketentuan UUD Sementara pasal 38 juga menjadi lebih luas, karena dalam sebuah pertemuan di Pegangsaan Timur, gedung proklamasi dengan panitia penyelenggara kongres Rakyat, Presiden Soekarno untuk pertama kalinya menyatakan : Pancasila dengan UUD 1945 sebagai esensi UUD Sementara RI yang berlaku adalah … sosialistis. Jadi pertama-tama digunakan istilah sosialistis, yang kemudian ternyata berkembang menjadi lebih jelas dengan rumusan: mencapai pelaksanaan sosialisme yang disesuaikan dengan kondisi-kondisi yang nyata di Indonesia. Sosialisme ala Indonesia! Penegasan yang diberikan oleh Presiden Soekarno telah memperjelas penyelewengan-penyelewengan yang telah terjadi selama itu, yang membuat tingkat kemakmuran Rakyat tidak terasa maju, walaupun sudah merdeka selama sebelas tahun. Penegasan yang diberikan oleh Presiden Soekarno menimbulkan harapan bahwa penyelewengan-penyelewengan selanjutnya akan dapat dihentikan. Orang mengharap Konstituante dapat bekerja cepat dan membantu menentukan penegasan-penegasan lebih jauh. Konstituante telah bekerja merumuskan UUD baru, tetapi mencapai rumusan yang dapat disahkan ternyata makan tempo lama juga. Mr. Wilopo dari PNI telah dipilih sebagai ketua Konstituante dan Prawoto dari Masyumi sebagai wakil

Page 270: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

262

ketua. Partai-partai kecil antara lain IPKI berusaha untuk dapat menduduki salah satu kursi wakil ketua Konstituante. Melihat ada kesempatan untuk mencapai penegasan persamaan hak antara pria dan wanita, Saya sebagai ketua Fraksi Nasional Progresif menyatakan hanya bersedia mendukung pencalonan seorang IPKI sebagai calon wakil ketua bila calonnya seorang wanita. Syarat ini ternyata menyebabkan Ratu Aminah Hidayat dari IPKI dipilih sebagai wakil ketua. Seorang wanita turut memimpin Konstituante Indonesia untuk merumuskan UUD baru. Lambatnya Konstituante berhasil merumuskan UUD baru, ternyata menimbulkan rasa tidak sabar. Antara lain dari Presiden Soekarno sendiri. Ia telah melontarkan pikiran yang dikenal sebagai “shock therapy“ (cara menyembuhkan “penyakit“ dengan kejutan). Shock therapy itu diberikan pada kesempatan memperingati hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1956. Dalam amanatnya Presiden Soekarno menyatakan bahwa sebelum berangkat ke rapat, ia telah bermimpi. Impiannya itu yalah semua partai telah berkumpul dan telah mengambil keputusan: “Mengubur semua Partai Politik“. Pernyataan Bung Karno, bahwa semua partai-partai politik hendaknya dibubarkan tentu saja menimbulkan reaksi hebat. Tetapi Bung Karno memang terkenal sebagai seorang pemimpin yang “ bandel “ tidak mudah mau menyerah, bila ia yakin pikirannya adalah benar . “Shock therapy“ itu diulangi lagi, ketika ia memberi amanat pada Persatuan Guru Republik Indonesia pada tanggal 30 Oktober 1956. Pikiran Bung Karno supaya semua partai politik dibubarkan ternyata tidak memperoleh dukungan. Praktis tidak ada partai politik yang mau membubarkan diri. Kenyataan ini mendorong Bung Karno yang gandrung menciptakan persatuan dari semua kekuatan revolusioner untuk memperlancar proses peralihan menuju ke masyarakat Pancasila, untuk mengemukakan “konsepsi” politik baru. “Konsepsi“ Presiden Soekarno itu adalah :

Page 271: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

263

Membentuk Kabinet gotong royong, yang terdiri dari 1. semua partai politik/semua fraksi dalam DPR hasil pemilu, sehingga di DPR tidak dikenal lagi bentuk oposisi untuk oposisi. Membentuk Dewan Nasional yang akan diketuai oleh 2. Presiden Soekarno sendiri. Tugas dewan ini adalah memberi nasehat yang diminta atau tidak diminta pada pemerintah mengenai segala persoalan negara dan masyarakat yang dianggap penting. Dewan Nasional itu merupakan “perahan“ dari DPR karena semua benggolan partai dikutsertakan.

Memang, konsepsi itu mencerminkan rasa tidak puas dengan keadaan yang terasa macet. Pemilu ternyata bukan “kunci wasiat“ untuk memperbaiki keadaan masyarakat. Semenjak terjadi penyerahan kedaulatan dari tangan penjajah ke tangan RI, belum pernah RI mengalami suasana tenang untuk melaksanakan pembangunan yang dapat mepercepat proses peralihan ke masyarakat nasional yang dicita-citakan. Rakyat terbanyak masih hidup dibawah garis kemiskinan. Setelah mengalami gangguan gerombolan APRA dengan Westerling-nya, RI terus-menerus mengalami pengacauan oleh gerombolan-gerombolan DI-TII di Jawa Barat yang disusul dengan pemberontakan satu batalyon angkatan darat dipimpin oleh seorang tokoh Islam dari Kudus. Pemberontakan itu telah memperluas daerah-daerah yang dikacau oleh DI-TII dan menyebabkan terbentuknya Gerakan Banteng Nasional (GBN) yang berusaha membasmi DI-TII di daerah segitiga Tegal-Slawi-Purwokerto, di Jawa Tengah. Kemudian timbul gerakan pengacauan oleh gerombolan-gerombolan bersenjata di Kalimantan, Sulawesi Selatan dengan tokoh Kahar Muzakar dan juga di Sumatera Selatan. Keadaan demikian itu menyebabkan pemerintah tidak dapat mengendalikan inflasi. Mesin cetak uang diputar lebih cepat untuk dapat menutupi kekurangan anggaran belanja. Deficit spending yang bersifat konsumtif ini tidak bisa tidak terus memperhebat inflasi.

Page 272: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

264

Tidak sedikit perusahaan produktif yang memperoleh jatah bahan-bahan asal import, lebih suka menjual bahan-bahan yang diterimanya dengan keuntungan bagus dan menjadi malas untuk mengerjakan sendiri bahan-bahan mentah itu. Hal ini mempertinggi jumlah penganggur dan mengacaukan perkembangan ekonomi. Ini memperhebat juga korupsi. Partai-partai politik terasa tidak mampu untuk mengendalikan para aktivisnya untuk tidak memperluas sumber-sumber penghasilan “ekstra“ guna mempertahankan tingkat hidupnya yang mulai mewah. Keadaan ini mendorong keganjilan lebih besar lagi karena daerah yang menghasilkan devisa lebih besar dari pusat, tidak memperoleh bagian yang layak. Ditambah dengan komandan-komandan atau panglima-panglima di daerah merasa perlu untuk mengatasi kekurangan anggaran belanja dengan melaksanakan sendiri perdagangan dengan luar negeri secara langsung, tanpa izin dari pusat. Perdagangan ini dapat dinamakan “barter“ atau perdagangan “penyelundupan“ dengan perlindungan angkatan bersenjata resmi. Untuk mengatasi perkembangan yang tidak sehat itu di Jakarta diadakan Musyawarah Nasional. MUNAS ini diadakan di Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur dibawah pimpinan langsung Bung Karno dan Bung Hatta. Setelah MUNAS itu diselenggarakan juga Musyawarah Pembangunan Nasional di Gedung Ikada, Gambir Selatan, Jakarta Pusat. Musyawarah Pembangunan ini diharapkan dapat merumuskan konsepsi untuk melaksanakan pembangunan nasional secara cepat, yang mampu membebaskan Rakyat terbanyak dari macam-macam kekurangan. Tokoh-tokoh KENSI, seperti Mr. Assaat dan B.R. Motik ternyata menggunakan kesempatan adanya Musyawarah itu untuk “mengaslikan“ perdagangan import dan eksport sebagai cara menyehatkan ekonomi Indonesia menurut pendapat mereka. Musyawarah pada permulaannya dipengaruhi oleh pikiran-pikiran yang dikemukakan oleh KENSI itu.

Page 273: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

265

Pada kesempatan istirahat, Bung Karno ternyata mencari saya dan mendorong saya untuk mendaftarkan diri sebagai pembicara. Bung Karno berpendapat perlu ada pandangan lain dalam musyawarah ini untuk dijadikan bahan pertimbangan. Anjuran untuk ikut bicara saya penuhi untuk memperjelas bahwa kunci pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional seperti dicita-citakan oleh jiwa proklamasi adalah pelaksanaan sistematik dan konsekwen pasal 38 UUD Sementara RI (pasal 33 UUD 1945). Pokok-pokok pikiran yang saya ajukan sbb :

Kewajiban pemerintah RI adalah melaksanakan secara 1. sistimatis dan konsekwen pasal 38 UUD Sementara RI untuk dapat melaksanakan pasal 27 ayat 2 UUD 1945 untuk mencapai demokrasi ekonomi. Di dalam UUD Sementara RI dan juga UUD 1945 tidak ada 2. dicantumkan ketentuan tentang kedudukan pengusaha swasta. Yang ada adalah ketentuan “usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan“. Ketentuan ini perlu dirumuskan secara jelas. Ada yang memberi arti “usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan“ ini adalah “koperasi“. Istilah koperasi ini sendiri perlu diperjelas supaya tidak disalahgunakan. GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) merupakan organisasi dari “juragan-juragan“ dan pedagang-pedagang besar batik Indonesia. Organisasi ini yang menggunakan nama “koperasi“ bisa memperoleh fasilitas-fasilitas sebagai koperasi, sehingga memperoleh kedudukan sebagai “single seller“ (penjual tunggal) bahan-bahan mentah yang diimport dan juga status “single buyer“ (pembeli tunggal) semua bahan mentah dari luar negeri. Kedudukan itu memang menguntungkan “juragan-juragan“ dan pedagang-pedagang besar, tetapi tukang-tukang batik kecil tetap payah, karena mereka tidak bisa meningkat menjadi anggota koperasi dan harus puas dengan menerima upah borongan yang tidak mengubah imbangan penghasilan buruh – pemilik modal, sekalipun GKBI sebagai koperasi

Page 274: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

266

tambah kaya. GKBI bukanlah “koperasi“ dalam arti kata sebenarnya melainkan konsentrasi pemilik modal yang bekerja dibidang perusahaan-perusahaan batik. Yang dibutuhkan untuk memperbaiki tukang-tukang batik adalah koperasi produksi dari pembatik-pembatik itu sendiri, bukan dari para “juragan“.“Mengaslikan“ perdagangan import dan eksport dan 3. perdagangan distribusi barang-barang yang diimport dengan mengganti mereka yang dikatakan “non asli“ tetapi berpengalaman luas, dengan mereka yang dinamakan “asli“ tetapi belum berpengalaman, tidak akan memperlancar proses peralihan menuju ke masyarakat tanpa penganggur. Banyak modal akan diboroskan karena tenaga-tenaga berpengalaman yang bisa bekerja secara lebih murah dan efisien diganti oleh tenaga-tenaga yang tidak berpengalaman. Di samping menuntut fasilitas izin pengusaha-pengusaha new 4. comers juga menuntut kredit yang longgar dan bunga rendah, dan menurut kenyataan tidak terjamin pelunasannya secara tertib dan sempurna, sehingga timbullah persoalan: “Apakah tidak lebih bermanfaat dan lebih menguntungkan Rakyat terbanyak bila modal yang disediakan untuk memberi kredit-kredit pada sejumlah pengusaha “ new comers“ itu digunakan untuk pembangunan waduk-waduk, pabrik-pabrik pupuk, perbaikan saluran-saluran air dan mempertinggi kesuburan tanah pertanian? Ini akan mempercepat pembangunan ekonomi nasional.Ekonomi Indonesia semenjak proklamasi kemerdekaan 5. belum mengalami perubahan strukturil. Harga beras masih ditekan rendah sekali, sedangkan harga kebutuhan kaum tani menanjak, tidak ditekan rendah. Harga beras ditekan rendah untuk dapat menekan rendah upah buruh dan sewa tanah, yang menarik penanaman modal asing di perkebunan-perkebunan besar. Akhirnya yang rugi dan ditindas adalah Rakyat. Yang untung besar adalah pemilik modal besar

Page 275: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

267

asing. Jumlah tani tanpa tanah terus meningkat, yang menimbulkan urbanisasi dan barisan penganggur di kota-kota besar. Keadaan yang tidak sesuai dengan jiwa proklamasi ini tidak diperbaiki dengan main “asli-aslian” dan praktek diskriminasi rasial di berbagai bidang. Pelaksanaan land reform dengan tujuan menjamin tanah 6. bagi penggarap tanah terus-menerus ditunda, padahal pelaksanaan land reform sangat perlu untuk mencapai perubahan strukturil di desa-desa dan meningkatkan daya produksi yang menguntungkan pembangunan desa, sehingga mampu menyedot kembali orang-orang dari kota ke desa-desa asalnya. Membangun ekonomi nasional untuk mewujudkan cita-cita 7. proklamasi tidak perlu melalui proses Nivelleering “kebawah“, yaitu mereka yang sudah berada di atas ditarik turun ke bawah. Nivelleering atau pemerataan dapat dilakukan di tingkat atas berdasarkan pelaksanaan rencana, yang mempercepat kenaikan tingkat kemakmuran yang paling bawah dengan daya meningkat jauh lebih tinggi dari meningkatnya tingkat kemakmuran yang di atas. Politik transmigrasi seringkali macet karena kekurangan 8. biaya. Disamping itu banyak daerah luar Jawa segan menerima transmigran-transmigran karena pelaksanaannya hanya bersifat pemindahan kemiskinan dari Jawa ke luar Jawa. Belanda di masa lampau mengirim pekerja dari Jawa untuk membuka kebun-kebun raksasa dan pertambangan-pertambangan. Kemudian menyusul keluarga-keluarganya. Pengalaman ini membuktikan bahwa mengirim tenaga kerja dari daerah miskin di Jawa ke proyek perkebunan atau pertambangan di luar Jawa, merupakan upaya yang sehat. Oleh karena itu daripada memboroskan dana yang dipergunakan untuk memperkaya segelintir pengusaha “asli”, apakah tidak lebih produktif membangun perkebunan-perkebunan raksasa di luar Jawa yang mampu mengerjakan banyak orang

Page 276: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

268

dari daerah miskin di Jawa. Dengan demikian transmigrasi dilakukan dengan dasar adanya lapangan pekerjaan yang menampung. Masih banyak orang berpendapat bahwa manusia adalah 9. beban. Kurang disadari bahwa manusia juga merupakan tenaga produktif penting dan memiliki daya cipta yang berguna. Persoalan pokok yang dihadapi yalah: Bagaimana dapat mengembangkan tenaga produktif dan daya cipta itu demi perkembangan ekonomi nasional?

Saya diserang oleh banyak tokoh KENSI. Akan tetapi uraian saya berhasil menimbulkan pendekatan sehingga rumusan putusan terakhir dari Musyawarah Pembangunan Nasional itu tidak termuat tuntutan-tuntutan untuk “mengaslikan“ pedagang-pedagang import dan eksport serta distribusi. Musyawarah itu ternyata berhasil menggugah kembali bergeloranya semangat revolusi 17 Agustus 1945 yang bersih dari pandangan-pandangan rasis. Akan tetapi keputusan di atas kertas saja, seperti yang dialami sebelumnya tidak menjamin pelaksanaan yang diharapkan. Kebijakan pemerintah yang merugikan pembangunan ekonomi nasional tetap saja berjalan seperti biasa. Diskriminasi rasial tetap meraja lela. Diskriminasi rasial di bidang pendidikan menyebabkan seorang bintang pelajar lulusan sekolah Kristen Jakarta, Pintu Air, yang kebetulan peranakan Tionghoa, tidak bisa masuk Universitas Indonesia. Hal ini tentu mengecewakan karena bertentangan dengan jiwa proklamasi 45 dan bertentangan dengan UUD. Masyarakat melakukan protes dan akibatnya, si bintang pelajar Tionghoa ini bisa masuk Universitas Indonesia. Akan tetap ada juga sambutan negatif. Seorang tokoh NU Drs. Rachmat Mulyamiseno, menyatakan bahwa tindakan diskriminasi terhadap masyarakat Tionghoa adalah lumrah karena mereka tergolong ... “ngenger“, sama dengan anak tanpa orang tua yang dipelihara oleh orang lain karena belas kasihan. Jadi tidak berhak menuntut perlakuan sama seperti anak orang

Page 277: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

269

lain itu sendiri. Status “bukan anak sendiri“, bagi Rachmat Mulyamiseno, sudah cukup bagi peranakan Tionghoa. Ini menggambarkan bahwa Rachmat Mulyomiseno tidak menangkap jiwa proklamasi RI dan tidak menyadari bahwa untuk menjunjung tinggi prestise RI sebagai negara hukum yang demokratis dan melaksanakan nasionalisme dengan unsur prikemanusiaan yang kuat, praktek diskriminasi rasial di segala bidang kehidupan tidak bisa dikembangkan. Kabinet Ali II akhirnya jatuh karena tidak sanggup mengatasi berbagai kesulitan. Soekarno terjun berperan sebagai formator. Kabinet Karya dengan menteri pertama Ir. Djuanda dibentuk. Terbentuknya Kabinet Karya ini merupakan titik permulaan usaha mengikis habis liberalisme dan pengembangan ide demokrasi terpimpin.

Page 278: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

270

Bersama Sartono, Anwar Tkokroaminoto dan Sunito, dalam perjalanan dinas DPR - 1956

Bersama romobongan DPR di USA - 1957

Page 279: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

271

Bersama Sartono, Mao Tse Tung, Beijing - 1957

Bersama Sartono dan Liu Sao Chi, Beijing - 1957

Page 280: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

272

Bersama seorang anggota Kongres Rakyat Tiongkok, Beijing - 1957

Bersama Sartono dan Sunito, Hanoi -1958

Page 281: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

273

Bersama Sunito, Hanoi - 1958

Bersama seorang Menteri Negara Vietnam, Hanoi - 1958

Page 282: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

274

Bersama Pengurus Baperki Banda Aceh - 1955

Berkampanye di Banda Aceh untuk Pemilu I - 1955

Page 283: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

275

Berkampanye untuk Pemilu I, Makasar - 1955

Page 284: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

276

Bersama Oengurus Baperki Nganjuk - 1958

Suasana ceramah Siauw di Nganjuk - 1958

Page 285: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

277

Menyelamati Ratu Haminah Hidayat, yang didukung oleh Siauw menjadi wakil ketua Konstituante - 1955

Menyelamati bintang pelajar sekolah Baperki - 1959

Page 286: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

278

Bersama para anggota kesenian Permusyawaratan Pemuda Indonesia (PPI), Badan Pemuda Baperki - 1960

Page 287: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Negara Kesatuan RI

279

Memberi sambutan di acara PPI, Jakarta - 1960

Page 288: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

280

Memberi selamat tahun baru ke Bung Karno di Istana Merdeka, 1 Januari 1960

Page 289: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Kembali ke UUD-45

281

BAB V ZAMAN KEMBALI KE UUD 1945

MENORMALISASI KEADAAN RI

Setelah mengalami enam Kabinet saling bergantian tanpa menimbulkan perbaikan, Ir. Soekarno sebagai Presiden RI memutuskan untuk menjadi formatur dan membentuk Kabinet yang dipimpin oleh Ir. Djuanda. Ia adalah seorang yang tidak berpartai. Dengan dukungan Presiden Soekarno, ia menjabat kedudukannya hingga ia meninggal dunia secara mendadak karena serangan jantung. Ia seorang suku Sunda dan di zaman penjajahan, menjadi tokoh gerakan Kerukunan Sunda. Ia cukup tertib melaksanakan keinginan dan petunjuk-petunjuk Presiden Soekarno dalam sistem pemerintahan “President can do no wrong” (Kabinet bertanggung jawab kepada DPR). Kabinet-Kabinet yang mendahuluinya tidak dapat berumur panjang. Ini disebabkan berbagai hal. Selain pengambil alihan Irian Barat dan perbaikan kondisi ekonomi, yang menjadi masalah penting adalah penertiban organisasi Angkatan Bersenjata. Pada waktu itu Angkatan Bersenjata diinginkan menggiatkan usaha mencapai keamanan dan ketentraman. Juga didorong untuk menyempurnakan organisasi angkatan dan mengembalikan bekas anggota tentara dan pasukan gerilya ke dalam masyarakat. Pergantian 6 Kabinet terjadi selama kurang lebih tujuh tahun. Kabinet Natsir jatuh, karena mosi Hadikusumo (PNI) mengenai susunan DPR Daerah yang tidak dapat diterima. Sedangkan Kabinet Su-Su telah jatuh karena mosi Djody Gondokusumo mengenai masalah keanggotaan Mutual Security Act dari USA. Kabinet Wilopo jatuh karena mosi mengenai peristiwa di tanah Tanjung Morawa. Kabinet A-A I jatuh karena gagal menyelesaikan masalah

Page 290: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

282

organisasi Angkatan Bersenjata dan tidak bisa mengendalikan adanya peristiwa yang merugikan wibawa Angkatan bersenjata. Sebagai akibat timbul aksi-aksi sementara perwira Angkatan Darat dalam menghadapi terbongkarnya peristiwa-peristiwa korupsi. Kewibawaan pemerintah telah rusak oleh karenanya. Program Kabinet Djuanda yang dibentuk pada tahun 1957 tidak mencantumkan rumusan mengenai keamanan. Program Kabinet Djuanda adalah:

Membentuk Dewan Nasional. 1. Normalisasi keadaan Republik Indonesia 2. Melanjutkan pelaksanaan pembatalan Perjanjian KMB3. .Perjuangan Irian Barat 4. Mempergiat pembangunan. 5.

Jadi menurut penilaian formatur Ir. Soekarno, keadaan Indonesia ketika itu tidak normal. Oleh karenanya perlu dinormalisasi. Pengertian Angkatan Bersenjata ber dwifungsi mulai didengungkan di masa Kabinet Djuanda. Artinya seorang anggota ABRI bukan hanya “alat” negara untuk menjamin keamanan, tapi dapat melakukan fungsi di bidang perkembangan politik negara. Hal ini ternyata sangat mempengaruhi perkembangan politik selanjutnya. ABRI tidak hanya “alat” negara, yang berdiri di atas semua partai politik, melainkan ikut aktif menentukan politik negara. Untuk pertama kalinya seorang jendral yaitu Brigjen. Suprayogi, diangkat sebagai Menteri Urusan Pembangunan. Akan tetapi keadaan upaya menormalisasi Indonesia tidak berhasil. Pada tanggal 30 November 1957, Rakyat dikejutkan dengan adanya peristiwa percobaan pembunuhan Presiden Soekarno, ketika ia sembahyang Nuzulul Al Qur’an di lapangan Istana Negara. Usaha pembunuhan itu ternyata dilakukan oleh gerombolan di bawah pimpinan KSAD (Kepala Staff Angkatan Darat) Zulkifli Lubis. Bung Karno sendiri tidak tertembak, tetapi wakil ketua I DPR, Zainul Arifin dari NU, yang berdiri di sampingnya, terluka.

Page 291: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Kembali ke UUD-45

283

Peristiwa ini menggambarkan bahwa Bung Karno dianggap sebagai perintang oleh mereka yang mendukung gerombolan bersenjata itu. Perkembangan politik di Indonesia memburuk. Pada pertengahan Februari 1958 meletus pemberontakan PRRI-Permesta. Pemberontakan yang dipelopori oleh tokoh-tokoh Masyumi dan PSI ini ternyata didukung kekuatan-kekuatan reaksioner di luar negeri. Pemberontakan itu disiapkan cukup lama dan ternyata didukung oleh USA dan Taiwan. Seorang penerbang Amerika, Pope tertangkap, ketika pesawat terbang yang dikemudikannya dalam aksi militer di Sulawesi ditembak jatuh. Di Sulawesi Utara telah diketemukan berpeti-peti perlengkapan perang yang didrop dari udara berasal dari USA melalui Taiwan. Pemberontakan itu tidak memperhitungkan kenyataan bahwa Angkatan Bersenjata RI tidak terdiri dari satu aliran politik tertentu. Sekalipun mereka memperoleh dukungan dari golongan Islam, tetapi sebagian besar kekuatan di dalamnya tidak menyetujui bahwa negara kesatuan RI diubah menjadi negara berdasarkan agama Islam. Oleh karena itu, walaupun perlengkapannya tidak berstandard tinggi, ABRI masih mampu menumpas pembrontakan dalam waktu singkat. Penumpasan pembrontakan juga dilakukan terbatas kepada mereka yang langsung terlibat. Banyak tokoh Masyumi dan PSI tidak ditahan atau dikejar. Penangkapan hanya dilakukan kepada yang terlibat. Setelah pemberontakan PRRI-Permesta dapat diselesaikan dengan cepat, harapan Rakyat tertuju kepada Konstituante. Memang Konstituante mencapai berbagai hasil cukup baik, tetapi belum dapat menyelesaikan tugas untuk merumuskan UUD baru. Rakyat menjadi tidak sabar dengan lambatnya kemajuan-kemajuan yang dicapai di dalam Konstituante dan timbullah tuntutan-tuntutan lebih keras supaya UUD 1945 disahkan kembali. Sistem Kabinet bertanggung jawab kepada DPR, yang telah berlaku sejak November 1945,

Page 292: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

284

dirasakan tidak membawa manfaat bagi Rakyat terbanyak. Banyak energi telah diboroskan, tetapi usaha memulihkan keamanan dan ketenteraman yang memungkinkan pelaksanaan pembangunan yang menguntungkan Rakyat terbanyak ternyata tidak mencapai kemajuan bahkan menimbulkan pemberontakan, karena timbul aliran yang hendak memaksakan kehendaknya dengan kekerasan bersenjata. Menghebatnya tuntutan untuk kembali ke UUD 1945 menyebabkan Kabinet Djuanda mengajukan usul kepada DPR untuk menyetujui niat pemerintah untuk mengajukan kepada Konstituante pengesahan UUD 1945. Permusyawaratan dalam DPR untuk itu makan waktu cukup panjang. Usul Kabinet Djuanda diajukan ke DPR dalam sidangnya pada tanggal 19 Februari 1959. Penjelasan Djuanda dalam DPR menimbulkan masalah “KeRakyatan dengan hikmah kebijaksanaan musyawarah perwakilan”. Dialog dalam masyarakat mengenai pelaksanaan sistem itu ternyata menimbulkan terbentuknya Lembaga Demokrasi di mana terdapat duduk tokoh-tokoh oposisi. Lembaga ini telah menggunakan dasar pendirian Hatta yang dikemukannya di SESKOAD (Sekolah Staf komando Angkatan darat). Hatta menyatakan bahwa ciri khas demokrasi adalah adanya oposisi. Adanya oposisi menimbulkan bahan banding untuk Rakyat. Rakyat dapat membandingkan keterangan pemerintah dan keterangan oposisi. Dengan demikian Rakyat dapat menentukan siapa yang benar dan harus didukungnya. Secara teoritis memang demikian, tetapi dalam prakteknya oposisi seringkali mengemukakan konsepsi tandingan, tetapi hanya untuk keperluan mengadakan oposisi. Pengalaman membuktikan bahwa satu Kabinet dijatuhkan karena kenaikan harga bensin, tetapi Kabinet yang menjatuhkan tidak menurunkan harga bensin. Oposisi pernah menentang suatu persetujuan. Kabinet jatuh oleh karenanya, tetapi Kabinet yang dibentuk tidak membatalkan persetujuan, melainkan melaksanakannya. Jadi pernah dialami adanya oposisi bukan untuk memperoleh pandangan dan konsepsi

Page 293: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Kembali ke UUD-45

285

tandingan, melainkan untuk merebut kekuasaan memerintah saja. Oposisi demikian ini tentu menimbulkan obstruksi dan memboroskan energi nasional. Pengalaman yang demikian itulah yang menyebabkan Bung Karno melontarkan ide Demokrasi Terpimpin, yang bersih dari praktek liberalisme. Pengertian tentang Demokrasi Terpimpin itu sendiri berkembang dengan pengalaman-pengalaman dalam pelaksanaannya. Demokrasi Terpimpin tetap menghendaki dilaksanakannya demokrasi di segala soal kenegaraan dan kemasyarakatan yang meliputi bidang-bidang politik, ekonomi dan sosial. Untuk memperoleh gambaran lebih jelas, baik dikutip penjelasan bung Karno sendiri, seperti yang dikemukakan dalam “RESOPIM” (Revolusi, Sosialisme dan Pimpinan) yaitu: “Demokrasi kita adalah Demokrasi Terpimpin. Demokrasi kita bukan demokrasi adu suara, bukan tempat untuk mencari popularitet di kalangan masyarakat, bukan alat untuk memperkuda Rakyat untuk kepentingan seseorang atau partai. Demokrasi kita mengajak kita semua dan memberi kesempatan pada kita semua untuk bermusyawarah atas dasar gamblang yaitu bagaimana melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat, bagaimana memperbaiki nasib Rakyat supaya bahagia di kemudian hari. Demokrasi kita bukan mayoritet melawan minoritet. Buka oposisi melawan yang berkuasa, bukan pula yang berkuasa melawan oposisi. Bukan majikan melawan buruh dan juga bukan buruh melawan majikan. Bukan golongan politisi melawan golongan karya. Bukan golongan Angkatan bersenjata melawan Rakyat! “Bukan! Demokrasi kita bukan medan pertempuran antara oponen-oponen satu sama lain, medan hantam-hantaman antara antagonisme, medan untuk mencari kemenangan satu golongan atas golongan yang lain. Demokrasi kita tidak lain, tidak bukan, yalah mencari sintese, mencari akumulasi pikiran dan tenaga untuk melaksanakan Amanat penderitaan Rakyat”

Page 294: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

286

Lebih jauh dijelaskan juga : “Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi pelaksanaan daripada Amanat Penderitaan Rakyat. Ia harus diharmonisir dengan Amanat Penderitaan Rakyat. Jika tidak, ia kehilangan dasar, kehilangan tujuan. Demokrasi Terpimpin karena itu, harus pula ditujukan untuk melindungi dan menambah hak-hak bagi si Rakyat, dengan itu ia harus ditujukan pula untuk mengurangi atau menghapuskan hak-hak yang berlebih-lebihan daripada kaki-tangan imperialis dan kontra revolusioner, kaum anti progresif dan kaum penghisap Rakyat!” Pada Panitia Perumus Undang Undang Pemilihan Umum pada tanggal 2 Juli 1962 Bung Karno mempertegas arti “Demokrasi Terpimpin” dengan keterangan: “tidak perlu saya jelaskan bahwa apa yang oleh dunia Barat dinamakan ‘parlementaire democratie’, demokrasi parlementer itu adalah ‘de politieke philosophie’ daripada kapitalisme yang sedang naik. Tiap tiap kapitalisme yang sedang menaik mempunyai philosophie politik yang bernama demokrasi, demokrasi parlementer. Tetapi keadaan kita sekarang ini sebenarnya belum meninggalkan samasekali philosophie demokrasi parlementer itu. Sebab kita masih mempunyai 10 partai. Kita masih bebas antara partai dengan partai mengemukankan kita punya kehendak-kehendak. “Maka oleh karena itulah kita dengan tegas mengatakan, sebenarnya kita harus meninggalkan apa yang dinamakan parlementaire democratie a la Barat dan kita ganti dengan demokrasi Rakyat sejati, Demokrasi Terpimpin yang sejati. Sebab hanya dengan demokrasi Rakyat maka masyarakat sosialis, yang menjadi tujuan utama dari revolusi kita ini bisa tercapai!” Demikianlah berbagai penjelasan dari pencipta Demokrasi Terpimpin di Indonesia. Baik juga dikemukakan bahwa berkembangnya pikiran melaksanakan Demokrasi Terpimpin itu telah menyebabkan Drs. Moh. Hatta mengundurkan diri sebagai wakil Presiden. Kedudukan Wakil Presiden itu dibiarkan tinggal

Page 295: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Kembali ke UUD-45

287

lowong. Usul pada Konstituante untuk menerima UUD 1945 seperti apa adanya memang menimbulkan banyak keberatan. Menerima usul itu berarti Konstituante harus membekukan hak amandemennya, hak demokrasi yang pokok. Bagi BAPERKI ketika itu timbul masalah adanya istilah “asli” dalam UUD 1945 pasal 6, yang dirasakan ganjil. Pasal UUD 1945 menurut naskah aslinya menentukan syarat sebagai Presiden adalah “beragama Islam dan asli” Dalam musyawarah Panitia Persiapan Kemerdekaan yang diperluas pada tanggal 18 Agustus 1945, syarat agama Islam dengan suara bulat telah dicoret untuk memelihara persatuan, dan dirasakan tidak relevan. Dikatakan tidak relevan karena “mayoritas” Rakyat Indonesia beragama Islam, sehingga dalam memilih Presiden tidak akan terpilih orang dari kalangan “minoritas” dalam hal agama. Alasan itu mestinya berlaku juga bagi ketentuan syarat “asli”. Tetapi ketika itu tidak ada yang menggugatnya dan tidak ada usul untuk mencoretnya juga. Lain alasan bagi syarat “asli” itu, yalah ketika itu masih terdapat kemungkinan dan bahaya angkatan bersenjata Jepang memaksa dipilihnya seorang Jepang sebagai Presiden RI. Untuk mencegah jangan sampai adanya ketentuan dalam UUD 1945 bahwa Presiden harus seorang “asli”, dijadikan alasan untuk memperluas politik diskriminasi rasial dengan main membedakan siapa “asli” dan siapa bukan, maka saya sebagai ketua fraksi BAPERKI di dalam DPR maupun dalam Konstituante menuntut Perdana Menteri Djuanda untuk mempertegas bahwa ketentuan pasal itu tidak dapat dijadikan alasan untuk mengadakan diskriminasi rasial. Djuanda di dalam DPR dan di dalam Konstituante telah memenuhi permintaan saya dengan penegasan bahwa ketentuan pasal 6 ayat 1 UUD 1945 tidak bisa dijadikan alasan untuk mengadakan diskriminasi rasial. Ketentuan itu, tegasnya, harus dinilai dengan memperhatikan sejarah terjadinya ketentuan itu.

Page 296: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

288

Menurut kebiasaan parlementer dan juga kebiasaan pekerjaan Konstituante, penjelasan seorang Perdana Menteri dalam memberi interpretasi pasal pasal UUD bersifat “binding” - “mengikat”. Seharusnya penegasan Perdana Menteri Djuanda melenyapkan pikiran bahwa ketentuan pasal 6 ayat 1 UUD 1945 bisa dijadikan alasan untuk mempraktekkan diskriminasi rasial. Lain persoalan yang tidak menimbulkan kegairahan untuk kembali ke UUD 1945 adalah kenyataan bahwa ketentuan-ketentuan tentang hak-hak azasi manusia dan hak-hak kewarganegaraan di dalam UUD Sementara lebih terperinci dan lebih jelas. Seperti diketahui UUD Sementara mengutip seluruh pernyataan yang tercantun di dalam Universal Declaration of Human Rights yang disahkan oleh sidang Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Rumusan UUD 1945 tentangnya sangat ringkas. Akan tetapi karena Indonesia menerima ketentuan PBB tentang Hak Azazi Manusia dan berdasarkan Pancasila, dianggap konsepsi yang tercantum di dalam UUD 45 memenuhi persyaratan. Setelah DPR-RI menyetujui keputusan Kabinet Djuanda, maka Presiden Soekarno telah menyampaikan usul kembali ke UUD 1945 pada Konstituante dengan sebuah amanatnya dengan judul :”Res publica, sekali lagi Res publica!” Konstituante telah melangsungkan sidangnya dari tanggal 22 April 1959 hingga dengan 2 Juni 1959 mempermusyawarahkan usul pemerintah kembali ke UUD 1945 tanpa perubahan sama sekali. Partai-partai Islam menginginkan kembalinya ke UUD 1945 itu disertai juga kembali kepada naskah Mukadimah UUD 1945 yang asli. Mukadimah itu dikenal juga sebagai Jakarta Charter ( Piagam Jakarta) yang disahkan oleh sebuah Panitia Kecil pada tanggal 22 Juni 1945. Rumusan yang tercantum di dalam piagam itu: “Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Panitia Persiapan kemerdekaan yang diperluas

Page 297: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Kembali ke UUD-45

289

pada tanggal 18 Agustus 1945 mencoret “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, karena Indonesia dianggap bukan Negara Islam. Partai-partai Islam berhasil mengadakan musyawarah khusus untuk membulatkan tekad supaya Piagam Jakarta yang asli disahkan sebagai Mukadimah UUD 1945. Ternyata gerakan DI-TII berhasil menciptakan kesatuan di kalangan partai partai Islam dalam Konstituante. Keinginan ini lalu dipersembahkan di Konstituante. Karena jumlah Fraksi Islam besar di Konstituante, permasalahan Mukadimah menimbulkan dead-lock. Pemungutan suara dalam Konstituante diulang hingga tiga kali tetapi hasilnya tetap kurang dari syarat quorum. Hal ini menyebabkan para pendukung UUD 1945 mengeluarkan pernyataan tidak akan menghadiri lagi sidang-sidang Konstituante karena dinyatakan membuang-buang waktu tanpa hasil. Jumlah mereka lebih dari separuh jumlah anggota Konstituante. Dengan demikian Konstituante macet. Kemacetan Konstituante perlu diatasi dengan cepat karena dapat menimbulkan perkembangan politik yang tidak diinginkan. Untuk mengatasi situasi ini, pada tahun 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden dengan tujuan:

mengesahkan kembali berlakunya UUD 1945 tanpa ada 1. perubahan membubarkan Konstituante yang tidak dapat bersidang 2. kembali

Dekrit Presiden itu ternyata dapat di sahkan dengan suara bulat oleh DPR, hasil pemilu I. Dengan Dekrit presiden, yang disetujui DPR, Kabinet Karya, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Djuanda meyerahkan kembali mandatnya pada tanggal 5 Juli 1959. Pada tanggal 9 Juli dibentuk Kabinet presidensiil pertama menurut ketentuan UUD 1945, dengan program:

memperlengkapi sandang pangan Rakyat dalam waktu 1. singkat

Page 298: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

290

Menyelenggarakan keamanan Rakyat dan negara 2. Melanjutkan perjuangan menentang imperialisme ekonomi 3. dan imperialisme politik (Irian Barat)

Jadi Kabinet Presidensiil pertama juga menghadapi “penyelenggaraan keamanan Rakyat dan negara” Dalam perkembangan politik selanjutnya, Kabinet Presidensiil pertama menghadapi berbagai macam kesulitan di bidang ekonomi dan keamanan sebagai warisan Kabinet-kabinet yang telah mendahuluinya. Akhirnya Kabinet itu harus menghadapi clash dengan DPR hasil Pemilu I dalam menentukan anggaran belanja untuk tahun 1960. Clash ini menyebabkan DPR hasil pemilu I dibubarkan dan Presiden Soekarno bersama-sama dengan top pimpinan tiga partai besar, yaitu PNI, NU dan PKI merumuskan konsepsi pembentukan DPR-GR sebelum dapat disiapkan pemilu baru. Musyawarah dilakukan di Tapaksiring, Bali. Suwirjo mewakili PNI, Idham Chalid mewakili NU dan D.N. Aidit mewakili PKI. DPR-GR itu diresmikan pada tanggal 24 Juni 1960 berdasarkan ketentuan-ketentuan Tapaksiring sbb:

Mereka yang terpilih dalam pemilu pertama dipertahankan 1. duduk dalam DPR-GR, kecuali anggota-anggota fraksi Masyumi dan PSI. Kursi-kursi lowong dari Masyumi2. dan PSI diisi oleh golongan karya, yaitu mewakili golongan pemuda, buruh, tani, wanita dan Angkatan bersenjata, ditambah dengan 2 golongan usahawan, yaitu koperasi dan usaha swasta.

Dengan perubahan demikian itu, di dalam DPR-GR lalu terjadi perubahan susunan fraksi-fraksi. Susunan fraksi menurut azas kepartaian masing-masing tidak diadakan. Fraksi-fraksi disusun berdasarkan pembagian lima golongan, yaitu golongan nasionalis terdiri dari PNI, Partindo, IPKI dan Murba; golongan Islam terdiri dari NU, PSII dan Perti; golongan komunis yang terdiri dari fraksi PKI; golongan Karya Besar yang mencakup semua golongan karya. Saya berada di Fraksi Golongan Karya besar.

Page 299: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Kembali ke UUD-45

291

Golongan yang terkecil adalah golongan Kristen/ Katolik terdiri dari anggota-anggota fraksi Parkindo dan partai Katolik. Dengan kembalinya UUD 45, Kebijakan presiden dilaksanakan dengan Penetapan Presiden. Keluarlah banyak Pen-Pres semasa kekuasaan Presiden Soekarno. Ini menimbulkan masalah hukum ketatanegaraan. Prof. Mr. Djokosutono, seorang ahli hukum tata-negara yang terkemuka ketika itu, dan yang anggota Dewan pertimbangan Agung (DPA), berpendapat bahwa Presiden memang berwenang untuk mengeluarkan Pen-Pres. Akan tetapi saya, yang duduk di dalam DPA mengetengahkan bahwa Pen-Pres bisa melanggar ketentuan yang tercantum dalam UUD. Seharusnya UUD-lah yang menjadi patokan. Pen-Pres hanya dikeluarkan di dalam keadaan darurat. Dalam perkembangan selanjutnya, Pen Pres dianggap memungkinkan Presiden bergerak cepat. Kelompok yang menentangnya harus menerima keadaan praktis yang sebenarnya melanggar azas demokrasi. Menurut UUD 1945 dalam keadaan mendesak pemerintah dapat mengeluarkan Peraturan pemerintah pengganti Undang Undang, yang dikenal sebagai undang-undang darurat yang harus disahkan oleh DPR. Bilamana tidak disetujui, ia harus ditarik kembali. Menurut Prof. Djokosutono, berdasarkan “Peraturan Peralihan” pasal IV, Presiden mempunyai wewenang lebih besar. Ketentuan pasal IV “Peraturan Peralihan” menentukan: “Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut UUD ini, segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden Soekarno dengan bantuan sebuah Komite Nasional” Berdasarkan ketentuan ini Presiden berhak mengeluarkan Penetapan Presiden. Pen-Pres No 1. adalah untuk membubarkan Konstituante dan mengesahkan berlakunya kembali UUD 1945. Pen-Pres No 2/59 adalah tentang pembentukan MPR

Page 300: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

292

Sementara. Jadi Presiden tidak membentuk Komite nasional, melainkan MPR Sementara. Dikatakan sementara, karena bukan hasil dari Pemilu. Pen-Pres no 3/59 adalah tentang pembentukan Dewan Pertimbangan Agung, yang kemudian disusul dengan Pen-Pres no. 4 tentang pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas) Dengan penpres-penpres itu Presiden dapat bertindak cepat untuk membentuk alat-alat negara, seperti MPR-S, DPA - Sementara, Depernas dan kemudian dikeluarkan juga Penpres No 7 untuk membatasi jumlah partai politik di Indonesia menjadi 10 partai

PNI1. NU2. PSII3. PKI4. Partai Indonesia (Partindo5. ) Partai Murba6. ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI7. ) Partai Perti 8. Partai Kristen Indonesia9. Partai Katolik10. .

Di dalam Pen Pres yang sama ditentukan bahwa semua partai diwajibkan mencantumkan Pancasila sebagai dasarnya. Dalam Pemilu pertama 28 tanda-gambar yang mencapai hasil, yaitu 10 tanda-gambar mencapai masing-masing dua orang wakil, 2 tanda gambar mencapai masing-masing empat orang wakil (IPKI dan Perti), 1 tanda gambar mencapai 5 orang wakil (PSI), satu tanda gambar mencapai 6 orang wakil (partai katolik), 2 tanda gambar mencapai 8 orang wakil (PSII dan Parkindo). Sisanya adalah empat besar yaitu PNI (57 wakil) Masyumi (57 wakil) NU (45 orang wakil) dan PKI (39 orang wakil). Ini berarti Penpres 7/1959 memiliki dampak lebih besar daripada sekedar melarang Masyumi dan PSI yang dianggap mendalangi pemberontakan PRRI-Permesta.

Page 301: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Kembali ke UUD-45

293

Dengan kembali ke UUD 1945, cara bekerja DPR harus diubah, terutama dalam mengambil keputusan. Mengenai hal ini terdapat dua macam pendapat. Pendapat yang satu beranggapan bahwa putusan harus diambil “simple majority” (suara terbanyak secara paling sederhana). Saya mendukung pendapat ini. Tetapi pihak kedua berpendapat bahwa keputusan selanjutnya hendaknya diambil dengan “consensus of opinion” (suara bulat) sebagai konsekwensi sifat gotong-royong DPR. Sistem jegal jegalan dengan adu suara dinyatakan berakhir. Tetapi pendirian ini memiliki dampak negatif. Di dalam praktek, suara atau pendapat lain, yang merupakan pendapat “minoritas” (golongan kecil) dalam mencari kebulatan pendapat, dipaksa untuk --- mengalah. Tidak ada pemungutan suara, jadi mesti mengalah pada suara terbanyak. Main ngotot mempertahankan pendapat seperti zaman lalu, tidak bisa dilakukan. Hal ini dapat dilihat dalam rapat-rapat golongan-golongan. Misalnya, Golongan nasionalis didominasi oleh PNI. Akibatnya anggota-anggota IPKI, Murba, Partindo hanya datang untuk menandatangani daftar hadir untuk keluar lagi dari sidang golongan. Akhirnya yang berapat tinggal orang-orang dari fraksi PNI sendiri. Akibat lebih ekstrim yalah hanya pimpinan fraksi PNI saja yang menentukan sikap golongan nasionalis dalam membahas berbagai rencana undang-undang dan lain-lain. Pelaksanaan “gotong-royong” semacam itu menyebabkan banyak anggota dari fraksi-fraksi kecil, menjadi malas untuk menyatakan pendapat dalam membahas berbagai macam RUU. Banyak pikiran, yang mungkin bagus dan konstruktif tinggal “terpendam”. Akhirnya DPR-GR berfungsi sebagai semacam stempel karet, yang meng-iyakan saja segala usul pemerintah. Keadaan dengan cara bermusyawarah dan mengambil keputusan ini menyebabkan orang tidak puas dan menghendaki dilakukannya parlemen di jalanan!

Page 302: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

294

PP -10 DAN PEMBOROSAN

Pada tahun 1959, DPR-Daerah Sukabumi telah menganggap sudah waktunya untuk “meng-aslikan” perusahaan warung-warung kecil di desa-desa. Resolusi dari DPRD itu kemudian diperkuat oleh peraturan penguasa perang yang melarang orang-orang “asing” melanjutkan usaha-usaha perdagangannya di desa-desa, dengan alasan “security”. Tindakan itu tentu saja memukul modal Tionghoa kecil dan menengah, yang tersebar di Indonesia sebagai modal perdagangan distribusi barang-barang hasil import dan hasil-hasil bumi Rakyat untuk dieksport. Ini tentu mengecewakan mereka yang sudah beberapa keturunan hidup di desa-desa terpencil, tetapi masih berstatus “asing”, karena kurang menghiraukan berbagai rupa peraturan tentang kewarga-negaraan. Bahkan bukan saja tidak boleh berusaha, oleh sementara penguasa perang, mereka dipaksa untuk meninggalkan desa-desa. Timbul pertanyaan, mengapa hal ini bisa terjadi di kota Sukabumi? Ini memang memerlukan penilitian sejarah yang objektif. Bilamana analisa dikaitkan dengan berkembangnya kekuatan anti Soekarno, yang didukung oleh kekuatan luar, yang terjadi bisa masuk diakal. Sukabumi dekat dengan basis DI/TII yang dipimpin oleh Kartosuwiryo. Kekuatan Islam di daerah itu sangat kuat. Pada ketika itu penduduk di daerah itu pada umumnya mendukung NU atau PSII, karena Masyumi sudah dilarang. Daerah itu subur sehingga pemilik tanah yang digarap sebagai sawah bisa dikatakan kaya. Kekayaan sebagai pemilik tanah saja tidak dianggap cukup. Timbullah keinginan untuk berkembang sebagai pedagang di bidang yang dikuasai pengusaha Tionghoa, yang pada umumnya masih berstatus asing, yaitu bidang kepemilikan warung-warung dan distribusi barang-barang import dan produksi Rakyat di desa-desa. Para pemilik warung Tionghoa ini memiliki berbagai fungsi.

Page 303: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Kembali ke UUD-45

295

Selain memenuhi kebutuhan barang-barang yang diperlukan di desa desa, mereka menjadi pengumpul hasil produksi di desa-desa. Dan banyak yang berfungsi sebagai kreditor pula – meminjami uang kepada para petani yang membutuhkan uang untuk berbagai keperluan yang mendesak. Upaya mereka yang “asli” bersaing dengan pengusaha-pengusaha Tionghoa ini gagal, karena memang para pengusaha Tionghoa sudah lama, bahkan bergenerasi berkecimpung dalam bidang itu. Mereka-pun sudah memiliki jaringan baik, sehingga harga dan kecepatan dalam penyebaran barang bisa dijamin lancar. Jiwa dagang mereka-pun sudah mendarah mendaging. Ini yang tidak bisa diciptakan dalam waktu sekejap. Faktor kepercayaan, karena hubungan kekeluargaan, persahabatan jangka lama, terutama dalam metode pembayaran, memainkan peranan besar dalam bidang ini. Para pengusaha “asli” belum memiliki jaringan seperti ini, sehingga akhirnya mereka tidak bisa bersaing secara efektif. Ini menimbulkan rasa iri hati, yang membangkitkan kemauan dengan paksa menghentikan dominasi pengusaha Tionghoa dalam waktu secepat mungkin. Ketidak-puasan inilah yang mendorong penguasa militer setempat, yang pasti tidak bebas dari keinginan menentang Soekarno akibat pengaruh DI/TII, bertindak dan mengeluarkan peraturan yang destruktif untuk ekonomi daerah. Peraturan militer ini mengakibatkan para pemilik warung di daerah Sukabumi keluar dari daerah itu. Semua kegiatan dagang di desa macet. Karena pemilik warung “asli” kekurangan modal dan pengalaman untuk berdagang. Barang-barang yang dibutuhkan masyarakat desa tidak bisa disediakan. Pembelian hasil produksi daerah tidak ada yang membeli, sehingga bertumpuk. Dan tidak ada lagi orang yang bisa meminjamkan uang bilamana diperlukan. Untuk mengatasi keadaan semacam itu, dikeluarkanlah sebagai kompromi Peraturan Pemerintah No. 10 yang dikenal sebagai PP-10. Akibat PP-10 malah menyebabkan “mini exodus” Hoakiao pertama dari Indonesia. Tujuan PP-10 sesungguhnya mencapai “kompromi”

Page 304: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

296

karena di dalamnya diadakan ketentuan bahwa orang asing yang mengusahakan warung, dapat dijadikan penasehat dari koperasi-koperasi yang didirikan oleh Rakyat setempat. Tetapi dalam pelaksanaannya PP-10 itu menyebabkan orang-orang Tionghoa asing keluar dari desa-desa untuk berkumpul di kota-kota ibukota Kabupaten. Dari orang-orang yang berguna dan mampu berdikari, menjadi orang-orang yang tergantung dari kedermawanan masyarakat Tionghoa di kota atau keluarganya di kota-kota. Sebagian dapat menyesuaikan diri dengan penghidupan di kota-kota, dan kemudian berusaha kembali. Sebagian berduyun-duyun kembali ke Tiongkok. PP-10 itu ternyata merugikan penghidupan Rakyat di desa-desa yang ditinggalkan karena peredaran barang kota-desa menjadi kacau dan mahal. Hasil bumi Rakyat yang dulunya dikumpulkan untuk eksport, tidak terurus. Ada juga laporan yang menggambarkan bahwa banyak singkong tertumpuk di pinggir jalan di daerah-daerah pedalaman Sukabumi. Ini mengakibatkan pabrik-pabrik tepung berhenti dan tutup. Pelaksanaan PP-10 di daerah-daerah luar Jawa Barat tidak seintensif seperti di Jawa Barat. Penguasa perang setempat memang dapat menjalankan kebijaksanaan menurut keadaan dan keperluan setempat. Bahkan banyak penguasa militer di berbagai daerah tidak melaksanakannya sama sekali, terutama di banyak daerah Jawa Tengah, Jawa Timur dan di luar Jawa. Mereka menyadari bahwa pelaksanaan akan melumpuhkan ekonomi yang secara langsung merugikan posisi mereka sendiri. PP-10 itu tentu saja memperlemah kekuatan, daya mengalihkan ekonomi kolonial ke ekonomi nasional sesuai dengan jiwa proklamasi karena:

Memperlemah perkembangan modal domestik, yang 1. semestinya dikembangkan untuk pembangunan ekonomi nasional. Modal-modal kecil dan tanggung, yang beredar untuk perdagangan distribusi dan pengumpulan hasil bumi

Page 305: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Kembali ke UUD-45

297

Rakyat menjadi menganggur. Karena tidak disalurkan ke lapangan produksi, modal domestik ini lalu beredar dalam perdagangan spekulatif, artinya memperbanyak modal yang beredar dalam perdagangan “catut” di kota-kota besar, yang mempersulit lancarnya peredaran barang dan mempertinggi beban hidup Rakyat terbanyak. Merugikan Rakyat terbanyak sebagai konsumen dan juga 2. sebagai produsen. Sebagai “konsumen” dirugikan karena pemilik warung yang telah berpengalaman kerja dan dapat bekerja dengan ongkos rendah, tidak ada lagi. Digantikan oleh pemilik warung yang kurang pengalaman, yang bekerja dengan ongkos lebih tinggi. Akibatnya sebagai konsumen Rakyat harus membayar harga barang-barang kebutuhannya lebih tinggi. Sebagai produsen mereka dirugikan karena produksi mereka tidak ada yang membeli dan disalurkan ke kota-kota besar. Pemilik Warung Tionghoa menjalankan fungsi ini.

Sebagai akibat, banyak Tionghoa yang memutuskan untuk meninggalkan Indonesia dan pergi ke Tiongkok. Jumlah orang yang ingin pulang ternyata besar sekali. RRT bergerak cepat. Mereka mengirim banyak kapal untuk mengangkut mereka yang ingin pergi ke Tiongkok. Sasaran revolusi, yang bertujuan mengubah struktur ekonomi desa-desa dan ekonomi nasional, ternyata diselewengkan. Bukan koperasi-koperasi Rakyat desa menggantikan pemilik warung, supaya kepentingan Rakyat terjamin lebih baik, tetapi pemilik warung A Khong diganti dengan pemilik warung Achmad yang ternyata bekerja lebih mahal dan beban Rakyat terbanyak menjadi lebih berat. Daya juang Rakyat malahan diperlemah, struktur ekonomi nasional tidak berubah. Mungkin jumlah orang yang “berdasi” dan bercelana “all wool”, yaitu sebagai “new comers” bertambah untuk sementara waktu. Dikatakan sementara waktu, karena akhirnya mereka “tenggelam” dalam hutang yang tidak dapat dibayar. Kemampuan nasional telah diboroskan!

Page 306: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

298

DEKON DAN BERDIKARI

Memang, pada ketika itu telah timbul persoalan dalam menilai proyek-proyek “dasi” dan “pantalon”, yang berakibat dibangunnya Hotel Indonesia, Sarinah dan “hutang” dari USSR digunakan untuk membangun kompleks olah-raga yang megah di Senayan. Apakah Rakyat Indonesia tidak akan lebih bangga, bila di Indonesia tidak ada lagi warga-negara Indonesia yang terpaksa bertempat tinggal di bahwa truk-truk tua dan gerbong-gerbong kereta api tua, yang tidak layak dikatakan sebagai “rumah” bagi manusia yang beradab? Dalam hubungan ini patut diperhatikan tugas tiap pemerintah RI menurut ketentuan Mukaddimah UUD’45 yang berbunyi sebagai berikut: “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia…” dan seterusnya. Selanjutnya juga baik diperhatikan kutipan penjelasan resmi pasal 33 UUD 1945, yang menjadi tugas tiap pemerintah untuk melaksanakannya dalam rangka mewujudkan kesejahteraan Rakyat. Penjelasan itu adalah sebagai berikut: “Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.” “Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh

Page 307: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Kembali ke UUD-45

299

ke tangan orang seorang yang berkuasa dan Rakyat yang banyak ditindasnya.” “Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak, boleh berada di tangan orang seorang.” “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran Rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat.” Di zaman itu masih banyak orang plin-plan dalam melaksanakan secara jujur ketentuan-ketentuan, yang merupakan esensi jiwa proklamasi. Dalam rangka usaha mengakhiri sikap plin-plan itu, dalam Manifesto Politik yang dikenal sebagai Manipol mengenai ketentuan pasal 33 UUD 1945 itu dipertegas, yaitu: 1. “Cabang-cabang yang penting bagi Negara dan yang menguasai hayat-hidup orang banyak, akan dikuasai oleh Negara, dan tidak akan dipartikelirkan! (Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi, disingkat TUBAPI, Cetakan I, halaman 135). 2. …kita akan mengutamakan kredit dari pada penanaman modal asing. (TUBAPI, halaman 136). 3. “Juga tenaga dan modal bukan-asli yang sudah menetap di Indonesia… akan mendapat tempat dan kesempatan yang wajar dalam usaha-usaha kita untuk memperbesar produksi di lapangan perindustrian dan pertanian. ‘Funds and forces’ bukan asli itu dapat disalurkan ke arah pembangunan perindustrian, misalnya dalam sektor industri menengah, yang masih terbuka bagi inisiatif partikelir. Dalam hal ini maka kini waktunya sudah tiba, untuk mempelajari dan menyusun peraturan khusus yang memuat syarat-syarat dan cara-cara mempergunakan ‘funds and forces’ tersebut. Untuk melaksanakan maksud itu maka perlu adanya iklim kerja-sama yang baik.” (TUBAPI, halaman 124) Salah satu keberhasilan BAPERKI sebagai sebuah “pressure group” adalah penekanan penggunaan modal domestik – modal yang dimiliki Tionghoa asing maupun WNI keturunan Tionghoa, untuk membangun ekonomi nasional. Dasar program ekonomi BAPERKI

Page 308: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

300

ini adalah pandangan-pandangan yang saya canangkan sejak zaman RIS, baik di dalam pidato-pidato saya di DPR mapun di luar DPR. Pandangan saya tentu saja bertentangan dengan kelompok KENSI dan banyak pendukung kebijakan yang meng’aslikan” perdagangan di Indonesia. Akhirnya, program ekonomi BAPERKI tentang modal domestik ini diterima dan rumusan yang terkandung di dalam Deklarasi Ekonomi, yang dikenal sebagai “DEKON” mencerminkan berbagai tuntutan BAPERKI. Dalam DEKON, yang dinyatakan oleh Bung Karno pada tanggal 28 Maret 1963, telah ditentukan garis pembangunan: Pertanian adalah dasar dan industri adalah tulang-punggung pembangunan. Garis ini ditentukan berdasarkan pendirian bahwa tidak mungkin dilaksanakan pembangunan selama nasib kaum tani, Rakyat terbanyak tidak diperbaiki secara nyata. Untuk melaksanakan pembangunan industri, tenaga produktif di desa-desa harus dibebaskan dari segala macam kekangan-kekangan yang ada. Segala kekangan-kekangan itu harus dibebaskan untuk dapat mempertinggi daya beli Rakyat terbanyak. Industri tidak mungkin berkembang bila daya beli Rakyat terbanyak tidak meningkat. Ditekankan dengan tegas bahwa semua potensi nasional, termasuk modal domestik harus dikerahkan untuk membangun ekonomi nasional. Selain memprioritaskan kegiatan yang berkaitan dengan kekayaan alam, juga ditekankan pentingnya pengembangan kegiatan produksi agararia dan hasil produksi Rakyat terbanyak, bidang yang ditekuni oleh pengusaha Tionghoa, baik yang asing mapun yang sudah menjadi warga negara. DEKON tentunya mengundang reaksi negatif dari USA. Karena di dalamnya tidak terkandung ajakan modal korporasi multi-nasional. Pada waktu DEKON dideklarasikan, di Indonesia hadir sebuah delegasi yang dipimpin oleh Senator Humphrey. Juga ada di Jakarta delegasi World Bank yang sedang mempertimbangkan pemberian bantuan untuk Indonesia. DEKON ternyata tidak dapat dilaksanakan. Kepentingan modal raksasa asing tidak akan mengizinkan pelaksanaannya.

Page 309: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Kembali ke UUD-45

301

Pada waktu bersamaan harga karet yang menjadi sandaran eksport Indonesia terus merosot – turun 30%. Ini memukul posisi ekonomi Indonesia, karena 60% dari eksport Indonesia bersandar atas karet. Bilamana tadinya Soekarno bisa menjaga keseimbangan kekuatan politik blok Timur dan blok Barat, keadaan ekonomi yang demikian membuatnya terpojok. Ia harus memilih, antara melaksanakan DEKON atau menerima bantuan kredit dari USA dan World Bank. Akhirnya pemerintah Indonesia mengenyampingkan DEKON dan menerima persyaratan USA dan World Bank:

Mendevaluasi Rupiah untuk mempertinggi volume eksport1. Mengurangi pengeluaran untuk memperkecil defisit2.

Delegasi IMF membantu Djuanda untuk menyiapkan sebuah program ekonomi dalam bentuk peraturan pemerintah yang pelaksanaannya bertentangan dengan apa yang tercantum dalam DEKON. Akibatnya, Rupiah didevaluasi dan semua subsidi sosial dihentikan. Sebagai imbalan Indonesia memperoleh bantuan sebesar US$ 17 juta yang bisa digunakan untuk import untuk kebutuhan konsumtif. PKI menentang Peraturan ini. Akibat penentangan ini, pimpinan Angkatan Darat mengeluarkan instruksi untuk menahan pimpinan PKI karena dianggap melanggar hukum keamanan dan ketertiban. Soekarno melibatkan diri dan mencegah penangkapan, dengan kompromi, mengizinkan Angkatan darat melakukan pemeriksaan saja. Pada bulan Juni 1963, USA, Inggris, Jerman Barat dan Jepang mengadakan pertemuan dengan World Bank dan IMF untuk memutuskan apakah Indonesia bisa diberi bantuan sebesar US$ 400 juta untuk memperkecil defisit. USA, World Bank dan IMF akan menyediakan US$200 juta. Sisanya akan disediakan oleh Inggris, Jerman Barat dan Jepang. Akan tetapi perkembangan politik mengubah kecenderungan politik Indonesia. Gerakan “Ganyang Malaysia” bangkit. Ini diikuti oleh kegiatan yang mengambil alih semua usaha milik Inggris. Ini menyebabkan USA memutuskan untuk membatalkan

Page 310: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

302

semua persetujuan yang berkaitan dengan bantuan keuangan untuk Indonesia. Semua yang sudah disetujui dan disiapkan dinyatakan batal. Ini menunjukkan bahwa bantuan yang ditawarkan memang sangat berkaitan dengan garis politik Indonesia. Tidak ada bantuan tanpa persyaratan. Pada tanggal 17 Agustus 1963, dalam amanatnya, Soekarno dengan tegas menyerukan: ‘To hell with your aids”. Setelah itu, usaha asing di Indonesia diambil alih oleh pemerintah, tanpa kompensasi yang layak. Hanya perusahaan asing yang berkecimpung di dalam bidang pertambangan tidak diambil alih, walaupun PKI dan SOBSI menekan pemerintah untuk juga menasionalisasikan mereka. Tekanan PKI ini akhirnya mengakibatkan pemerintah mengambil kebijakan: mengawasi jalannya perusahaan-perusahaan asing yang berkecimpung dalam dunia pertambangan. Timbullah semangat BERDIKARI – Berdiri di atas kaki sendiri. Untuk itu Bung Karno harus berusaha menyatukan semua kekuatan politik yang ada di Indonesia untuk mendukung kebijakan ekonomi yang tidak menggantungkan diri ke bantuan luar negeri. Lahirlah arus NASAKOM – Nasionalisme, Agamaisme dan Komunisme. Kekuatan politik Soekarno memang terlihat memuncak, sehingga konsepsi NASAKOM didukung oleh semua pihak, juga oleh elemen-elemen yang jelas tidak menyetujuinya. Keadaan ini yang ternyata membuat Soekarno dan pendukungnya terkicuh. Mereka kurang menyadari bahwa banyak yang menyatakan dukungan itu hanya dalam bentuk “lip service”. Perkembangan politik ini mendorong pemerintah bertindak mengambil alih Irian barat. Untuk itu, ABRI harus diperkuat dengan persenjataan yang modern. Berpalinglah Soekarno ke blok Timur, terutama USSR. USSR memberi bantuan persenjataan yang dibutuhkan. Karena bantuan dari blok barat tidak bisa lagi diandalkan, Soekarno tidak memiliki pilihan lain. Harus lebih dekat dengan blok Timur. Yang mampu memberi bantuan adalah USSR dan RRT. Dengan demikian arus politik ke “kiri” kian kuat. Dan PKI diuntungkan dengan iklim politik demikian.

Page 311: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Kembali ke UUD-45

303

Akan tetapi arus ke kiri ini yang seharusnya memperkuat keinginan untuk menghilangkan kebijakan diskriminasi rasial tidak banyak mengubah kedudukan masyarakat Tionghoa di Indonesia. Sudah dicapai penegasan-penegasan yang memperjelas sasaran revolusi nasional Indonesia. Tetapi penegasan hitam di atas putih belum cukup. Pelaksanaannya masih menimbulkan persoalan. Terutama mengenai arti istilah “dikuasai”. Katanya “dikuasai” tidak perlu berarti “dimiliki” sekalipun di dalam Manipol-45 ada penegasan “akan dikuasai oleh negara dan tidak akan dipartikelirkan”, yang berarti tidak dapat menjadi milik “swasta”. Untuk melenyapkan keragu-raguan, MPRS dalam salah satu sidangnya merumuskan resolusi “Banting setir untuk berdikari”. Rumusan itu mempertegas bahwa istilah “dikuasai” tidak bisa tidak berarti “dimiliki”. Tetapi persetujuan yang dicapai di atas kertas ternyata belum dapat dilaksanakan. “Deficit spending”, pembelanjaan negara secara defisit, menutup kekurangan dengan mencetak uang, tentu menimbulkan inflasi. Inflasi itu menghebat bila deficit spending itu bersifat konsumtif, tidak untuk mempertinggi daya produksi, yang seharusnya meningkat dengan laju lebih tinggi dari pada lajunya inflasi. Salah satu anggaran yang berat adalah pemeliharaan mobil dinas yang jumlahnya terus meningkat. Pernah timbul usul supaya mobil dinas dihapus sama sekali dengan adanya ketentuan pegawai negeri harus datang di tempat kerja pada waktunya. Mobil dinas yang banyak jumlahnya dijual pada umum sehingga dapat menutup kekurangan anggaran belanja negara untuk satu sampai dua tahun. Syarat untuk dapat melaksanakan semua itu adalah pengangkutan umum harus diperbaiki. Untuk keperluan ini bis-bis umum diperbanyak dengan bis-bis milik negara yang ketika itu digunakan secara tidak produktif, yaitu hanya untuk mengambil dan mengangkut pulang para pegawai rendahan. Jadi hanya digunakan sehari untuk beberapa jam saja. Tiap hari sedikitnya nongkrong nganggur enam jam.

Page 312: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

304

Pikiran ini disetujui, tetapi tidak dapat dilaksanakan karena sangat banyak pegawai negeri ingin tetap menguasai mobil dinas dan pulang-pergi dijemput dengan bis pemerintah dari pada mesti pulang-pergi naik kendaraan umum. Defisit anggaran belanja menjadi sulit untuk dilenyapkan. Pemberantasan korupsi berhubungan erat dengan pembrantasan inflasi. Di bagian lain sudah dikemukakan pengalaman sulitnya memberantas korupsi. Tetapi ada gunanya untuk menuturkan sebagai tambahan berbagai pengalaman yang memperjelas hubungan pemberantasan korupsi dengan pengendalian inflasi. Ketika produksi tekstil dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan Rakyat sepenuhnya, perlu ditambah dengan import tekstil. Menjelang tiap Lebaran sudah mulai diatur ketentuan dalam pembagian jatah import tekstil antara pengusaha-pengusaha simpatisan menteri atau partai politik. Memperoleh jatah import tekstil untuk Lebaran mendatangkan keuntungan besar. Sebab itu Menteri Perekonomian atau Perdagangan yang menguasai pembagian jatah import tekstil menentukan syarat. Ada tiga syarat, yaitu untuk keuntungan diri yang memberi izin, untuk keuntungan usaha mengumpulkan dana untuk keperluan partai politiknya, dan untuk memperoleh keuntungan ekstra buat keperluan lain. Bila keuntungan itu untuk keperluan diri-sendiri, tentu saja perbuatan itu dapat dikategorikan … perbuatan korupsi. Tetapi bila keuntungan untuk keperluan dana partainya? Mestinya juga termasuk korupsi! Hanya ada faktor peringan. Bila keuntungan untuk keperluan suatu Yayasan sosial, amal, bagaimana? Tetap termasuk korupsi. Hal ini mestinya tidak bisa ditawar-tawar. Dalam praktek ternyata bahwa tiga macam syarat dan kemungkinan itu bercampur-aduk, yaitu sebagian untuk kantong sendiri, sebagian lain untuk dana partainya dan sebagian juga untuk amal. Menteri yang bersangkutan mestinya dapat dituntut dan dibawa ke pengadilan karena melakukan korupsi.

Page 313: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Kembali ke UUD-45

305

Di Indonesia hal demikian itu sering terjadi tanpa mengakibatkan penuntutan. Belum pernah ada seorang menteri pun yang dibawa ke sidang pengadilan karena korupsi. Walaupun diketahui tidak sedikit orang yang pernah menjadi menteri telah meningkat harta kekayaannya. Hal demikian itu membuktikan masih lemahnya pendapat umum dan lemahnya apa yang disebut “social control”. Ketika itu juga sudah timbul persoalan: Apakah fungsi jawatan pajak? Petugas-petugas jawatan pajak tentu melihat bahwa tidak sedikit petugas negara, terutama yang berwenang memberi berbagai izin, menuntut penghidupan jauh lebih mewah dari pada yang dimungkinkan oleh penghasilannya sebagai pegawai negeri. Sudahkah mereka membayar pajak atas penghasilan tambahan? Di dalam praktek, petugas-petugas jawatan pajak juga tidak dapat bekerja efektif, karena mereka tidak bergigi menghadapi “bapak-bapak” yang berpangkat lebih tinggi. Lain lubang yang menimbulkan korupsi adalah masalah izin usaha, izin bangunan dan berbagai rupa izin lagi. Merupakan “rahasia umum” bahwa tidak sedikit orang yang memperoleh izin harus memenuhi syarat “tambahan” yang tidak tercantum dalam ketentuan hukum. Syarat tambahan itu bisa mendatangkan harta kekayaan dan penghasilan tambahan yang cukup besar, karena syarat tambahan itu bisa mengakibatkan si pemberi izin memperoleh bagian milik berusaha, yang dikenal dalam masyarakat sebagai “saham kosong”. Artinya saham perusahaan yang diperoleh secara gratis. Tidaklah mengherankan bila cukup banyak petugas negara selama masa jabatannya telah menjadi peserta banyak perusahaan dan telah menambah harta kekayaan pribadinya. Bila Jawatan Pajak “bergigi” cukup kuat, uang pemasukan pajak negara dari perseorangan dapat dipertinggi, mungkin berlipat-ganda. Tetapi cara bekerja “ketimuran” yang “sungkan” atau segan terhadap “bapak-bapak” harus dilepas dan diganti dengan sikap lebih tertib menjalankan tugas negara. Di samping memperbaiki cara kerja Jawatan Pajak, telah

Page 314: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

306

timbul juga pikiran untuk mengeluarkan undang-undang yang mengatur pengangkatan menteri, pengangkatan petugas-petugas negeri yang mempunyai wewenang mengeluarkan berbagai izin. Seorang petugas negara sebelum diangkat, diwajibkan melaporkan kepada panitia khusus DPR tentang kekayaan pribadinya. Bila kemudian ia berhenti, ia harus melaporkan juga keadaan kekayaan pribadi pada saat ia berhenti. Kenaikan kekayaan itu perlu dipertanggung-jawabkan asal-usulnya dan juga dipertanggung-jawabkan secara fiskal, artinya menurut ketentuan pajak. Usaha ke arah itu belum berhasil. Banyak yang menentang. Tetapi di kalangan masyarakat sudah terasa timbul kekhawatiran bahwa korupsi akan membudaya di Indonesia, mendarah-daging, yang tidak menguntungkan usaha mempertinggi prestise Indonesia di mata dunia. Pelaksanaan kredit luar negeri membuka lubang korupsi. Apa lagi pelaksanaan kredit-kredit luar negeri itu menentukan bahwa pembelian harus dilaksanakan di negeri donor dan dapat menimbulkan masalah “retour commission”. Dibeli dengan harga lebih tinggi dan kelebihan harga diberikan kepada petugas yang wajib melaksanakan pembelian. Di luar negeri “retour commission” itu dihalalkan. Bagaimana di Indonesia?

NASIB MINORITAS TIONGHOA

Perkembangan masyarakat Tionghoa di Pulau Jawa tidak dapat digunakan sebagai “ukuran” dalam menganalisa perkembangan masyarakat Tionghoa di luar Jawa. Oleh karena itu, cara penyelesaian yang dianggap baik untuk masyarakat peranakan Tionghoa di Pulau Jawa, tidak dapat otomatis dinyatakan baik untuk masyarakat peranakan Tionghoa di luar Pulau Jawa. Demikian juga yang dianggap baik untuk mereka yang tinggal di Sulawesi belum tentu sama baiknya untuk mereka di daerah kepulauan Riau. Perkembangan ekonomi dan kebudayaan sangat

Page 315: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Kembali ke UUD-45

307

mempengaruhi penghidupan masyarakat peranakan Tionghoa. Mereka berkembang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Rakyat setempat. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa masyarakat Tionghoa di Sulawesi Selatan. Karena proses integrasi wajar berlangsung dengan baik, umumnya mereka tidak dapat berbahasa Tionghoa lagi, baik dialek Hokkian (propinsi asal leluhurnya maupun bahasa Kuo yu (bahasa Tionghoa yang standard). Anehnya, wanita peranakan Tionghoa di sana ternyata banyak menterjemahkan ke dalam bahasa Makassar (Bugis) cerita-cerita klasik Tionghoa dan ditulis di atas daun lontar. Di lain pihak, Peranakan Tionghoa di kepulauan Riau, terutama mereka yang hidup menetap di atas desa papan di seberang kota Tanjung Pinang, tidak fasih berbahasa Indonesia. Bahasa pergaulannya adalah bahasa Hokkian. Bahasa Kuo Yu tidak dikuasainya dengan baik. Ini disebabkan karena mereka hidup terpencil di satu desa di atas papan, di mana penduduknya hanya terdiri dari golongan peranakan Tionghoa. Mereka hidup terpisah dari Rakyat banyak semenjak turun-temurun. Hubungan dengan kota Tanjung Pinang, ibu-kota kepulauan itu saja tidak begitu gampang, karena tidak ada perahu tambangan. Mereka yang tingal di atas desa papan itu tidak mengenal cara bercocok tanam. Lantai rumahnya adalah papan dan di bawah papan adalah air laut. Mereka hidup dari pekerjaan nelayan atau berdagang dengan perahu-perahu yaitu menjadi tengkulak hasil bumi dan hasil usaha Rakyat kepulauan, seperti karet Rakyat dan arang kayu bakau, yang dibawa ke Singapura untuk ditukar dengan barang-barang kebutuhan Rakyat. Terutama di pulau-pulau kecil dekat Singapura, tetapi masih termasuk wilayah RI, terdapat cukup banyak peranakan Tionghoa yang hidup dari pembuatan arang kayu bakau, penyadapan getah, penangkapan ikan untuk dijual ke Singapura dan kembali dari Singapura membawa masuk banyak macam barang dagangan. Di bagian pertokoan kota Tanjung Pinang orang dapat membeli segala macam barang yang ketika itu di Jakarta merupakan barang

Page 316: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

308

yang sukar didapat, tetapi biasa diperdagangkan di Singapura. Pada tahun 50-an di daerah itu banyak peranakan Tionghoa berjualan es air tebu di pinggir jalan. Sebagian terbesar dilahirkan dan dibesarkan di daerah itu. Tidak pernah menyatakan menolak kewarga-negaraan Indonesia. Tetapi oleh petugas negara setempat dianggap dan diperlakukan sebagai orang-orang “asing”. Karena mereka itu terlibat dalam perdagangan mondar-mandir ke Singapura, maka masalah kewarga-negaraan lalu menjadi persoalan. Perjalanan ke Singapura merupakan sumber hidup mereka. Mereka tidak mempersoalkan surat apa yang mereka perlukan asal saja dapat mondar-mandir. Belakangan diketahui bahwa pihak imigrasi mengeluarkan surat keterangan izin masuk. Jadi dianggap asing. Pada hal mereka dilahirkan di Indonesia, dibesarkan juga di Indonesia dan tidak pernah menolak kewarga-negaraan Indonesia. Ketika RI mengadakan “konfrontasi” terhadap “Malaysia”, penduduk di atas desa papan, tidak mengerti duduk persoalannya. Pada umumnya mereka memasang radio mereka dengan volume suara keras untuk mendengarkan siaran radio Singapura dalam bahasa Hokkian. Bukan warta-berita yang mereka ikuti, tetapi siaran musik dan lagu-lagu klasik Tionghoa. Pemerintah setempat juga kurang memperdulikan dan RRI Tanjung Pinang juga tidak berusaha mengatasinya dengan menyesuaikan program siarannya. Memang bagi RI lalu timbul persoalan: Apakah untungnya untuk menyatakan dan memperlakukan peranakan Tionghoa di Riau sebagai orang “asing”? RI memang bisa memperoleh keuntungan yaitu memperbanyak jumlah orang yang diwajibkan membayar pajak bangsa asing. Tetapi menurut kenyataan sebagian terbesar di antara mereka tidak mampu membayarnya. Lalu apakah mereka mau diusir ke luar? Bila diusir ke luar sebagai asing, diusir ke luar ke mana? Mereka itu bisa dinyatakan warga-negara negeri mana? Dapatkah Singapura mengakui mereka sebagai warga-negaranya? Bila tidak, apakah mereka mau dinyatakan menjadi warga-negara RRT, melulu karena mereka memakai nama-nama Tionghoa? Bisakah dibuktikan

Page 317: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Kembali ke UUD-45

309

bahwa leluhur mereka betul berasal dari Tiongkok semuanya? Ya, masalah yang bisa menjadi ruwet. Pada tahun 1965 Oei Tjoe Tat sebagai menteri negara ditugaskan oleh BAPERKI untuk menyelesaikan masalah kewarga-negaraan mereka itu. Tetapi hingga pertengahan tahun 1965 belum juga bisa diselesaikan karena banyak liku-likunya dalam hubungan teknis hukum dan soal surat bukti kelahiran yang sulit karena kelahiran tidak pernah didaftarkan, di samping masalah “national security”. Menganut agama Kong Hu Cu tidak menjadi perintang untuk kemauan hidup bersatu dan mengembangkan rasa senasib dengan Rakyat setempat. Hal ini dibuktikan oleh seorang tokoh agama Kong Hu Cu di Yogya, yaitu The Ong Oe. Ia adalah seorang yang cukup berada dan dikenal sebagai ahli dalam memahami ajaran-ajaran Kong Hu Cu. Ia menjadi warga-negara RI dan berani memikul konsekwensi pilihannya. Beberapa anaknya masuk ke sekolah Rakyat setempat. Karena sebagian terbesar anak-anak sekolah setempat pergi ke sekolah tanpa mengenakan sepatu, ia-pun melarang anak-anaknya pergi ke sekolah dengan sepatu. Ia ingin anak-anaknya berkembang seperti murid-murid lainnya dan aspirasi murid-murid lain itu menjadi aspirasi anak-anaknya juga. Akan tetapi penghidupan setelah RI terbentuk dan kedaulatannya diakui dunia menimbulkan ketidak tentraman hidup. Orang Tionghoa dan peranakannya dikejar-kejar “surat bukti” ini dan “surat bukti” itu. Malahan ada komandan militer setempat mengeluarkan perintah supaya rumah-rumah orang Tionghoa diberi tanda papan dengan bendera kebangsaannya. Keadaan menjadi lebih parah dengan timbulnya bentrokan ideologi antara Peking dan Moskow. Akibatnya Moskow melalui radionya juga mempropagandakan bahwa orang Tionghoa di Indonesia merupakan bahaya potensial dan bisa dijadikan koloni ke-V. Ini membangkitkan rasa curiga berlebih-lebihan. Satu kali pendaftaran yang didukung berbagai macam surat bukti tidaklah cukup. Diulangi beberapa kali. Di zaman kekuasaan Bung Karno, berkembangnya gerakan-

Page 318: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

310

gerakan anti-Tionghoa, sebagai perkembangan anti-komunisme, masih dapat diimbangi oleh pelaksanaan politik luar negeri. Bung Karno ketika gandrung menciptakan kerja-sama lebih erat antara negeri-negeri anti-imperialis di Asia dengan rumusan poros Jakarta-PnomPenh-Hanoi-Peking-Pyongyang. Hubungan baik dengan Peking member harapan untuk peranakan Tionghoa. Akan tetapi penggalangan kerja sama anti-imperialisme dengan poros demikian itu, mengundang oposisi lebih kuat dari luar negeri dan antek-anteknya di dalam negeri. Oposisi bukan saja terdapat di kalangan kekuatan politik, tetapi di kalangan pimpinan Angkatan Bersenjata. Lahirlah usaha untuk mengurangi makna politik luar negeri Bung Karno itu dengan melaksanakan kontrol lebih keras terhadap orang Tionghoa dan warga-negara Indonesia keturunan Tionghoa. Dengan alasan “security”, terutama setelah di Indonesia berlaku keadaan darurat perang, setelah pemberontakan PRRI-Permesta, pimpinan Angkatan Darat merasa perlu terlibat dalam pengaturan “pembuktian kewarga-negaraan”. Sementara itu PKI telah menarik banyak keuntungan dengan pelaksanaan politik Bung Karno. Meluasnya dukungan PKI memperbesar rasa “takut” sementara golongan yang dihinggapi komunisto-phobia. Desakan dari PKI menyebabkan disahkannya UU Pokok Agraria 1962. Perlawanan terhadap kemungkinan adanya land-reform, perubahan hak milik tanah, yang memungkinkan pelaksanaan menjamin tanah untuk penggarap tanah, ternyata cukup besar. Sekalipun sering didengarkan pernyataan bahwa di Indonesia tidak terdapat tuan-tuan tanah besar, tetapi pelaksanaan land-reform dianggap merugikan banyak orang juga. Akibatnya UU Pokok Agraria itu merupakan semacam kompromi. Kompromi itu antara lain menentukan: 1. Dibentuk Panitia Land-reform yang menentukan besarnya jumlah ganti-rugi atas tanah yang harus dibagikan kepada petani tanpa sawah. 2. Batas hak milik tanah ditentukan menurut keadaan setempat.

Page 319: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman Kembali ke UUD-45

311

3. Hanya warga-negara Indonesia yang memiliki kewarga-negaraan tunggal dapat memiliki tanah dengan “hak milik”. Ketentuan ke-3 itu tentu saja ditujukan pada warga-negara Indonesia keturunan Tionghoa yang ketika itu masih belum selesai melaksanakan persetujuan penyelesaian dwi kewarga-negaraannya. Land-reform di desa-desa macet pelaksanaannya, karena sering kali Panitia Land-reform tidak dapat bekerja cepat. Tetapi di kota-kota perubahan hak Eropa yang dinamakan “hak eigendom” ke hak Indonesia berdasarkan UU Pokok Agraria, berlangsung cukup lancar. Artinya gedung-gedung milik Hoakiao yang berstatus “asing” dan dulunya “hak eigendom” dialihkan menjadi “hak guna bangunan” karena hanya warga-negara Indonesia yang berwarga-negara tunggal boleh mempunyai “hak milik”. “Hak guna bangunan” harus diperpanjang tiap 20 tahun sekali, jadi harus membayar lagi. Peranakan Tionghoa yang memiliki “hak eigendom”, tetapi belum menyelesaikan dwi kewarga-negaraannya, juga harus mengalihkan miliknya dari “eigendom” menjadi “hak guna bangunan” dengan ketentuan tiap 20 tahun harus memperpanjangnya. Artinya “land reform” di desa-desa macet, tetapi “land-reform” di kota-kota dapat berlangsung karena tidak merugikan pendukung-pendukung partai politik. Belum banyak peranakan Tionghoa masuk partai politik dan orang “asing” tentu saja tidak dapat menjadi anggota partai politik. Macetnya “land-reform” di desa-desa ternyata menimbulkan rasa tidak puas di kalangan pendukung Barisan Tani Indonesia dan timbullah gerakan aksi sepihak. Aksi ini melakukan pembagian tanah tanpa menunggu keputusan Panitia Land-reform yang bekerja ngular-kambing, sangat lambat. Aksi-aksi sepihak menimbulkan perlawanan-perlawanan sengit. Dalam keadaan demikian itulah kekuatan reaksioner di luar dan dalam negeri berusaha menyusun kekuatan untuk menghadapi meningkatnya persatuan anti-imperialisme di luar dan di dalam negeri.

Page 320: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

312

Kekuatan reaksioner ini ternyata berkembang cepat. Dan kekuatan kiri yang terasa semakin jaya menjadi lengah, tidak waspada dengan tumbuhnya kekuatan anti Soekarno, anti-PKI di dalam negeri. Kekuatan yang terselubung ini ternyata mampu menghancurkan kekuatan kiri dalam waktu sangat singkat, setelah terjadinya peristiwa yang dinamakan G-30-S pada bulan Oktober 1965. Peristiwa G-30-S melahirkan pula gerakan anti RRT yang dituduh terlibat. Secara langsung, tombak pembalasan dendam ditujukan pula ke golongan Tionghoa. Ketentraman dan ketenangan hidup golongan Tionghoa sebagai “minoritas” di Indonesia memang sangat tergantung pada perkembangan politik di Indonesia sendiri, yang tidak bisa tidak dipengaruhi oleh perkembangan politik internasional. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh imbangan kekuatan internasional yang terus berkembang di luar kekuasaan masyarakat Tionghoa yang hadir sebagai “minoritas” di Indonesia. Menghadapi hal ini sebagai kenyataan, timbullah persoalan: Apakah yang dapat diusahakan oleh golongan “minoritas” Tionghoa di Indonesia untuk mencegah terulangnya “eksplosi-eksplosi” rasialis yang merugikan harta dan jiwa orang Tionghoa? Bila “eksplosi-eksplosi” demikian tidak dapat dicegah terulangnya, apakah dapat diusahakan pembatasan kerugiannya? Perjuangan mencegah golongan Tionghoa menjadi masalah “minoritas” merupakan perjuangan menuju ke terjaminnya secara sempurna hak-hak azasi manusia di Indonesia. Ini harus bersandar atas proses integrasi wajar yang memungkinkan masyarakat Tionghoa dan peranakannya mengembangkan daya kreasi, daya cipta dan daya produksi yang bermanfaat bagi perkembangan seluruh masyarakat, dalam mana mereka hidup.

Page 321: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

313

BAB VI KEWARGANEGARAAN DAN BAPERKI

ASAL USUL KEWARGANEGARAAN INDONESIA

Menurut Regerings Reglement 1854, penduduk Indonesia dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu Europeanen, Inlanders dan Vreemde Oosterlingen. Ketika pemerintah Belanda mengundangkan Wet op de Nederlandserschap tahun 1892 ditimbulkan sebuah keganjilan. Mereka yang hidup di Nederland Indie, termasuk yang dinamakan “Inlanders”, dan yang disamakan dengan “Inlanders”, tidak diberi status “Nederlander. Padahal seorang Tionghoa yang dilahirkan di Suriname dengan undang-undang tersebut memperoleh status Nederlander. Orang Jepang yang dilahirkan di Indonesia, dengan undang-undang itu juga memperoleh status Nederlander. Akan tetapi orang Tionghoa dan juga mereka yang dinamakan “Inlanders” tidak. Orang yang memperoleh kedudukan “terhina” tentu sukar dapat diharap dapat mengembangkan “kesetiaan”. Hal ini tidak diinsyafi oleh Belanda. Pada tahun 1910 Belanda dipaksa oleh perkembangan politik di Timur Jauh untuk mengeluarkan Wet op de Nederlandsch Onderdaanschap (Undang-Undang Kaula Belanda). Perkembangan politik di Timur Jauh itu dipengaruhi oleh bangkitnya nasionalisme di India dan Tiongkok. Di bawah pimpinan Dr. Sun Yat Sen gerakan Rakyat untuk menggulingkan kekuasaan Manchu mencapai kemajuan-kemajuan pesat. Kemajuan ini menimbulkan kekhawatiran pihak penjajah Belanda. Belanda takut perkembangan itu dapat menggugah pikiran Rakyat Indonesia dengan bantuan orang-orang Tionghoa peranakannya. Belanda mengeluarkan Undang-Undang ini untuk mengurangi jumlah orang Tionghoa yang berada di bawah jurisdiksi perwakilan pemerintah Tiongkok di Indonesia. Untuk mencapai tujuan itu, Belanda menggunakan stelsel pasif dan tidak memberi hak untuk repudiate (menolak). Artinya semua peranakan

Page 322: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

314

Tionghoa yang dilahirkan di Indonesia, menjadi kaula Belanda (Nederlandsch onderdaan) dan tidak memiliki hak menolak. Dengan demikian semua orang Tionghoa yang lahir di Indonesia berada dalam jurisdiksi pemerintah Belanda. Pemerintah Tiongkok tidak memiliki hak hukum untuk mengaturnya. Pemerintah Manchu ketika itu protes dan menyatakan ketentuan undang-undang itu tidak demokratis. Tetapi setiap negara yang berdaulat berhak menentukan sendiri siapa warga negaranya dan bila timbul persoalan, penyelesaian persoalan dapat dirundingkan, selama ketentuan-ketentuan kewarga-negaraan itu tidak melanggar kelaziman internasional. Perundingan-perundingan yang dilakukan antara Nederland dan Tiongkok menghasilkan perjanjian konsuler. Orang-orang peranakan Tionghoa pergi ke Tiongkok dengan passport Nederlansch Indie karena dengan demikian memperoleh perlakuan baik dari pada orang Tionghoa yang lahir di Tiongkok sendiri. Ketika pemerintah Belanda mengubah Regerings Reglement menjadi Indsiche Staatsinrichting, di dalam pasal 163 ditentukan masih ada tiga macam golongan penduduk, yang ditentukan berdasarkan perbedaan ras, yaitu golongan Nederlanders/Europeanen dan mereka yang disamakan statusnya yaitu Jepang, Inheemsen (istilah “Inlanders” diganti) dan Uitheemsen (termasuk yang dahulu dinamakan Vreemde Oosterlingen = Timur Asing). Menurut Mr. Schrieke, penentuan itu berdasarkan perbedaan “nationaliteit”, bukan berdasarkan perbedaan “ras”. Tetapi kriteria “ras” tetap digunakan. Penentuan demikian itu tidak memuaskan semua pihak yang bersangkutan. Ia juga tidak memupuk rasa bersatu sebagai sesama putera satu negara. Apa lagi kemudian ternyata juga bahwa partai-partai di Indonesia lalu bekerja untuk golongan “ras” masing-masing. Kecuali SDAP cabang Indonesia, Insulinder (penerus Indische Partij yang dilarang bekerja terus oleh penjajah Belanda), Partai Komunis Indonesia dan paling akhir GERINDO (Gerakan Rakyat Indonesia). Rasa tidak puas itu telah merata, sehingga pada tahun 1936 dalam Volksraad menimbulkan petitie Roep, yang menuntut

Page 323: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

315

supaya di Indonesia diadakan undang-undang kewarga-negaraan. Istilah Belanda yang digunakan adalah “Burgerschap”, yang oleh Mr. Moh. Yamin diterjemahkan menjadi—warga negara. Roep adalah seorang tokoh PEB, golongan Persatuan Ekonomi. Di dalam fraksi PEB terdapat seorang peranakan Tionghoa, Yo Heng Kam dan seorang “pribumi”, Prawoto. Kedua-duanya mewakili kepentingan usahawan. Petitie itu isinya kurang lebih:

Menuntut hapusnya pembagian penduduk atas dasar “ras”, yang 1. dirasakan umum sangat tidak adil. Menuntut diadakannya dua macam kewarga-negaraan. 2. Dua macam kewarga-negaraan itu tidak berdasarkan “ras”, melainkan berdasarkan perbedaan tingkat sosial dan intelek. Warga-negara yang tingkat sosial-ekonomisnya rendah dan tingkat inteleknya rendah dinamakan “Inheemsch Burgerschap” (warga-negara pribumi).

Petitie Roep itu tidak simpatik, karena mau mengadakan kewarga-negaraan klas satu dan klas dua dengan garis pemisah perbedaan tingkat sosial-ekonomis. Oleh banyak pihak, Roep cs. dicela dan dituduh hendak mementingkan kepentingan golongan “atas” saja. Kaum nasionalis menolak usul itu dengan tegas, walaupun Roep cs. kemudian mencoret pikiran untuk mengadakan “inheemsch burgerschap”. Pikiran untuk mencapai hanya ada satu macam kewarga-negaraan tanpa diskriminasi ditimbulkan lagi, oleh petitie Soetarjo, yang menyatakan antara lain:

Ketentuan-ketentuan yang ada sangat merintangi dipupuknya 1. rasa senasib dan sepenanggungan jawab dari semua golongan putera Indonesia. Harus hanya ada satu macam kewarga-negaraan dengan hak 2. dan kewajiban sama. Syarat-syarat untuk diakui sebagai warga-negara dapat 3. ditentukan antara lain: lahir di Indonesia, asal keturunan, orientasi hidup kemudian hari. Semua orang Indonesia dan semua golongan Indo, yang 4.

Page 324: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

316

dilahirkan di Indonesia dan orang asing, yang bersedia mengakui negeri ini sebagai tanah-airnya, bersedia memikul segala konsekwensinya dari pengakuan ini, dinyatakan sebagai warga-negara.

Jawaban pemerintah penjajah Belanda mengecewakan. Belanda baru hendak menyelidikinya setelah Perang Dunia berakhir. Jawaban ini diberikan Belanda walaupun para pengusul menekankan bahwa pertahanan sebuah negara tidak hanya tergantung pada organisasi ketentaraan secara sempit, melainkan sangat tergantung pada semangat bersatu yang kokoh, karena rasa senasib dan sepenanggungan jawab yang bulat sebagai putera negeri. Yang dituturkan di atas adalah sandaran hukum keberadaan masyarakat Tionghoa, baik yang peranakan maupun yang totok, di Indonesia di zaman penjajahan Belanda. Salah satu hal yang diprioritaskan Badan Pekerja KNIP setelah lembaga ini dibentuk adalah penentuan siapa yang dianggap warga negara Indonesia. Para anggota Badan Pekerja pada waktu itu masih bersandar atas jiwa proklamasi dan mematuhi janji yang dicantumkan dalam Manifesto Politik November 1945: menjadikan semua orang keturunan asing, Indo-Asia dan Indo-Eropa, warga negara dan patriot Indonesia dalam waktu sesingkat mungkin. Inilah yang menyebabkan UU No3/1946 tentang Kewarganegaraan Indonesia yang dikeluarkan pada tahun 1946 bersandar atas azas Ius Soli dan Sistem Pasif. Ius Solis berarti siapa yang lahir di Indonesia diakui sebagai warga negara Indonesia. Sistem pasif berarti kewarganegaraan Indonesia diperoleh tanpa tindakan apa-apa, secara pasif. Seseorang baru hilang kewarganegaraan Indonesia-nya bilamana ia secara aktif menyatakan menolak kewarganegaraan Indonesia di pengadilan. Dengan demikian UU ini menjamin semua orang Tionghoa yang lahir di Indonesia menjadi Warga Negara Indonesia, kecuali bilamana dalam waktu yang ditentukan, yaitu setahun, mereka menyatakan menolak kewarganegaraan Indonesia. UU ini menjamin jumlah orang asing dibuat sekecil mungkin di Indonesia.

Page 325: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

317

UU ini juga menjamin keadaan di mana tidak ada warga negara baru dan warga negara lama. Semua yang lahir di Indonesia, pada waktu bersamaan, dinyatakan warga negara Indonesia, tanpa ada perbedaan apa-pun. Tidak ada perbedaan atas dasar keturunan ataupun agama. Hak menolak ini kemudian di perpanjang menjadi 2 tahun hingga tahun 1949, kemudian diperpanjang lagi hingga tahun 1951. Kebijakan ini ternyata ditentang oleh Republik Tiongkok di bawah kekuasaan Kuo Min Tang. Mereka merasa diuntungkan bilamana jumlah warga negara Tiongkok di Indonesia tetap tinggi. Oleh karena itu pihak kedutaan dan konsulat Republik Tiongkok di zaman revolusi fisik giat melakukan kampanye mendorong Tionghoa di Indonesia menolak kewarganegaraan Indonesia. Akan tetapi kampanye ini tidak berhasil mendorong masyarakat Tionghoa untuk menolak kewarganegaraan Indonesia. Masyarakat Tionghoa tidak tertarik untuk menjadi warga negara Tiongkok, karena memang perkembangan politik hingga saat itu, tahun 1949-1950, tidak mendorong mereka untuk menjadi warga negara Tiongkok. Setelah perjanjian KMB disahkan maka seperti dituturkan di bagian lain bagi peranakan Tionghoa dan juga bagi peranakan Arab berlaku ketentuan memilih kewarga negaraan Indonesia sesuai dengan yang tercantum di dalam UU No.3/46 yang pokoknya yalah :

Sistem pasif, yaitu bila peranakan Tionghoa dan peranakan 1. Arab membiarkan kesempatan untuk tidak melakukan tindakan apa-apa, ia dinyatakan memilih kewarga negaraan Indonesia. Dengan pelaksanaan sisitim pasif, kewajiban membuktikan seseorang bukan warga negara berada di pihak pemerintah yang menyimpan semua daftar nama mereka yang menolak, yang menggunakan hak repudiasinya. Dengan demikian tidak perlu terjadi orang dikejar-kejar harus memiliki bukti. Hak repudiasi menurut UU No.3/46 mula-mula berlaku 2.

Page 326: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

318

selama satu tahun yaitu dari tanggal 10 April 1946 sampai dengan 10 April 1947 kemudian diperpanjang dua kali dengan dua tahun jadi tanggal 10 April 1947 sampai dengan 10 April 1949 kemudian 10 April 1949 sampai 10 April 1951, sedangkan dengan undang-undang pelaksanaan KMB yang juga menentukan sisitim pasif hak repudiasi berlaku dari 27 Desember 1949 sampai dengan 27 Desember 1951. Jadi kesempatan berpikir untuk memilih kewarga negaraan cukup panjang.

Seperti yang dituturkan sebelumnya, pada tahun 1953, disebarkan sebuah rencana untuk mengeluarkan Rancangan Undang-Undang kewarganegaraan yang akan menegasi hasil UU Kewarganegaraan Indonesia 46 dan ketentuan KMB. Sebagai reaksi terhadap RUU Kewarganegaraan yang dianggap melanggar prinsip kenegaraan hukum, para anggota peranakan Tionghoa di DPR, atas prakarsa Partai Demokrat Tionghoa Indonesia (PDTI), telah membentuk sebuah Panitia Kerja untuk membahas naskah itu dan sebagai ketua Panitia dipilih Siauw Giok Tjhan. Panitia kerja itu kemudian mengumumkan hasil kerjanya dalam sebuah statement dan menyatakan desakan kepada pemerintah untuk mencabut kembali RUU itu:

Ketentuan-ketentuan didalam RUU itu bila disahkan menjadi 1. Undang-Undang mengakibatkan orang-orang yang sudah secara hukum dianggap dan diperlakukan sebagai warga negara Indonesia semenjak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, menjadi asing kembali. Termasuk mereka yang sekarang ini menjadi anggota-anggota DPR-RI dan menjadi anggota-anggota Kabinet RI. Pemerintah RI terlihat tidak memiliki komitmen untuk 2. menjadikan peranakan warga negara Indonesia. Ini melanggar Manifesto Politik RI 1945, yang menjanjikan menjadikan semua peranakan warga negara dan patriot Indonesia sejati.Pemerintah RI lebih senang melihat jumlah orang asing 3.

Page 327: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

319

diperbanyak. Bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh negeri terbesar di dunia, Amerika Serikat, yang berupaya untuk mengurangi jumlah orang asing di sana dengan membuka kesempatan kepada keturunan asing untuk menjadi warga negaranya.

Atas desakan saya di parlemen dan bantuan para menteri yang menjadi anggota Fraksi Nasional Progresif yang saya pimpin di DPR, seperti dituturkan sebelumnya, rencana ini dibatalkan oleh Kabinet. Keberhasilan membatalkan RUU kewarganegaraan ini ternyata mendorong banyak tokoh peranakan Tionghoa mendirikan sebuah organisasi massa yang bisa efektif melawan arus yang merugikan masyarakat Tionghoa. Pada tanggal 13 Maret 1954, lahirlah Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (BAPERKI) dan saya diangkat sebagai ketua umumnya. Akan tetapi masalah kewarganegaraan tetap saja merupakan masalah yang digunakan para tokoh politik yang ingin “mengasingkan” pengusaha Tionghoa. Mereka tetap berusaha mencari jalan yang akan menguntungkan pihaknya, walaupun kebijakan yang mereka ingin laksanakan bertentangan dengan hukum internasional dan melanggar HAM.

DWI KEWARGANEGARAAN

Sebagai warisan perjanjian Belanda dengan Tiongkok, orang Tionghoa yang berada di Indonesia memiliki dwi kewarganegaraan, kewarganegaraan Indonesia dan kewarganegaraan Tiongkok. Ini dikaitkan dengan loyalitas berganda. Orang Tionghoa harus diragukan kesetiaannya karena dianggap loyal terhadap Tiongkok pula. Dikaitkannya dwi kewarganegaraan dengan loyalitas terhadap Indonesia memerlukan pengamatan objektif. Penjajah Belanda dalam usaha memulihkan kekuasaan menjajahnya justru mencari dan memperoleh bantuan dari mereka yang dikenal

Page 328: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

320

sebagai “asli“. Mereka tidak ber- dwi-kewarga negaraan. Contohnya Abdul Kadir Widjojoatmodjo menjadi wakil Lt.G.G dan tidak merasa ia adalah warga negara Indonesia, sekalipun orang tidak dapat menyangkal bahwa ia adalah “asli“. Asal keturunan tidak menentukan loyalitas seseorang. Loyalitas seseorang terhadap tanah airnya dikembangkan oleh banyak macam faktor lain, tidak semata-mata tergantung atas asal keturunannya. Loyalitas seseorang tidak bisa berkembang kalau ia dilakukan sebagai anak tiri di tanah airnya sendiri. Masalah dwi kewarganegaraan dapat menimbulkan masalah psikologis yang tidak menguntungkan golongan peranakan bersangkutan. Bila ada penyelesaian yang sesuai dengan ketentuan hukum internasional, dampaknya bisa positif, dalam pengertian, bisa membangkitkan kesadaran yang menguntungkan persatuan bangsa. Oleh karena itu adanya kesediaan RRT untuk mengadakan persetujuan dengan RI untuk penyelesaian dwi kewarga negaraan dapat membantu penghapusan adanya salah tafsir yang menimbulkan diskriminasi rasial seperti yang digambarkan di atas. Akan tetapi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa kecewa dengan apa yang disetujui oleh RI dan RRT. Persetujuan itu ternyata mengandung prinsip yang telah ditolak berulang-ulang kali oleh Rakyat Indonesia sejak 1946 hingga Perjanjian KMB pada tahun 1949, yaitu prinsip atau Stelsel “aktif”. Seperti dituturkan sebelumnya, prinsip “aktif” menuntut para warga Negara keturunan Tionghoa untuk memilih kewarganegaraan Indonesia dengan memberi bukti-bukti bahwa mereka lahir di Indonesia di pengadilan. Ini bisa terjadi karena yang menjadi menteri luar negeri di Kabinet A-A pada waktu itu adalah Mr. Sunaryo. Ia adalah tokoh yang sejak berdirinya RI gigih memperjuangkan diterimanya prinsip “aktif” dalam menjadikan keturunan asing warga Negara Indonesia. Ia menggunakan kesempatan adanya good will dari RRT dan adanya Konperensi Asia-Afrika di Bandung untuk meng-

Page 329: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

321

goalkan prinsip “aktif”-nya. Persetujuan RI-RRT yang ditanda tangani setelah Konperensi AA pada tahun 1955 itu antara lain menentukan:

Pemilihan kewarga negaraan dilakukan berdasarkan sistem 1. aktif. Orang-orang yang bersangkutan diwajibkan untuk menyatakan pilihannya didepan pengadilan negeri Indonesia. Bila tidak melakukan ini, mereka dianggap memilih kewarga negaraan RRT. untuk menyampaikan pernyataan memilih kewarga negaraan 2. Indonesia, mereka harus membawa bukti –bukti bahwa:

Mereka adalah warga negara Indonesia atau telah memilih a. kewarga negaraan Indonesia. Mereka dilahirkan di Indonesia. b. Kesempatan berpikir untuk menggunakan hak c. menyampaikan pernyataan pada pengadilan negeri ini diberikan selama dua tahun setelah persetujuan di ratifikasi .

Saya atas nama BAPERKI menentang persetujuan ini dengan argumentasi panjang lebar di berbagai harian di Indonesia. Dengan tegas BAPERKI menyatakan bahwa pelaksanaan persetujuan ini akan menyebabkan banyak orang menjadi asing, bukan karena mereka ingin menjadi asing, tetapi karena tidak mampu untuk membiayai semua ongkos yang disyaratkan. Juga ditegaskan bahwa kami menghendaki sistem pasif dari UU No.3/46 dipertahankan oleh RI sehingga mereka yang sudah menjadi warga negara Indonesia berdasarkan UU No.3/46 dan persetujuan KMB, dinyatakan tetap sebagai warga Negara Indonesia. Kewajiban memilih kewarganegaraan yang tercantum di persetujuan dwi kewarganegaraan hanya ditujukan ke mereka yang asing yang mencapai usia 18 tahun setelah persetujuan di ratifikasi. Keberatan yang saya ajukan memperoleh perhatian selayaknya dari PM Ali Sastroamidjojo dan PM Chou En Lai. Dengan persetujuan PM Ali Sastroamidjojo, saya memberi penjelasan langsung ke PM Chou. PM Chou menerima pendapat yang saya utarakan. Dan hasil pembicaraan ini membuahkan sebuah tukar

Page 330: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

322

menukar nota yang memperbaiki isi persetujuan itu. Perubahan-perubahan yang dicapai, mendekati apa yang saya perjuangkan, antara lain adalah:

Pegawai negeri dan semua pejabat negara RI yang pernah 1. disumpah setia pada UUD RI dibebaskan dari kewajiban memilih lagi. Mereka dinyatakan hanya memiliki kewarga negaraan tunggal yaitu kewarga negaraan RI saja.Mereka yang mata pencahariannya sama dengan Rakyat 2. setempat yaitu yang hidupnya tergantung dari usaha menggarap tanah, nelayan, tukang becak, tukang sayur dan lain-lain, dibebaskan dari kewajiban memilih. Mereka dinyatakan hanya memiliki kewarga negaraan Indonesia. Pemerintah RI diberi wewenang untuk menentukan sendiri golongan-golongannya. Semua warga negara Indonesia peranakan Tionghoa yang 3. telah ikut aktif didalam pemilihan umum untuk badan-badan perwakilan di Indonesia juga dibebaskan dari kewajiban. Mereka dinyatakan hanya memiliki kewarga negaraan tunggal.Pelaksanaan perjanjian dilakukan bebas dari segala macam 4. pungutan biaya.

Dengan perubahan tersebut sistem aktif tidak berlaku sepenuhnya karena sebagian terbesar dibebaskan dari wajib memilih dan dinyatakan hanya memiliki kewarga negaraan Indonesia saja, terutama mereka yang lemah perekonomiannya, yang tidak mampu membiayai pengadaan surat-surat bukti. Kekecewaan timbul lagi karena persetujuan yang semula dinyatakan kemenangan diplomasi ini, setelah diubah dengan exchange of notes (tukar menukar nota) antara PM Ali dan PM Chou, tidak segera diratifikasi dan di “lemari-es kan”. Mengapa? Karena perubahan yang dinyatakan di dalam exchange of notes itu, menghilangkan kegairahan Mr Sunaryo untuk diajukan ke DPR untuk di ratifikasi, walaupun pihak RRT sudah me-ratifikasinya. Tuntutan saya di DPR untuk me-ratifikasikannya tidak berhasil. Ratifikasi baru dilakukan pihak Indonesia pada

Page 331: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

323

tahun 1958, tiga tahun setelah perjanjian dan tukar menukar nota ditanda tangani. Adanya pembrontakan PRRI/PERMESTA dan keberhasilan ABRI menumpasnya, menyebabkan di seluruh wilayah Indonesia, penguasa militer setempat memiliki wewenang tinggi. Mereka berhak mengeluarkan peraturan yang dianggap mendukung tugasnya dalam menjamin keamanan. Mereka merasa perlu mengetahui siapa “asing” dan siapa warga-negara Indonesia. Sebagai contoh dapat dikemukakan adanya Peraturan Penguasa Perang Pusat No.Prt/Peperpu/014/1958 yang mulai berlaku pada tanggal 16 April 1958. Aliran untuk meng-“asingkan” Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa ini menjadi lebih kuat setelah Presiden Soekarno memerintahkan dipercepatnya prosedur ratifikasi persetujuan RI-RRT tentang masalah dwi kewarga-negaraan. UU No. 2/1958 yang meratifikasi persetujuan itu disahkan dan diundangkan pada tanggal 11 Januari 1958. Timbullah desakan untuk mengeluarkan UU Kewarga-negaraan Indonesia baru yang memperberat syarat-syarat menjadi warga-negara RI. Undang-undang Kewarga-negaraan RI baru diundangkan pada tanggal 29 Juli 1958 yaitu dikenal sebagai UU No. 62/1958. 1. Syarat diperberat menjadi: lahir sebagai generasi kedua. Artinya harus dibuktikan bahwa ayah harus dilahirkan di Indonesia juga. 2. Hak optie dikurangkan dalam arti seorang yang telah memenuhi syarat lahir sebagai generasi kedua, bila menyatakan memilih kewarga-negaraan Indonesia, pernyataan itu bisa ditolak karena alasan …..security. 3. Sistem pasif diubah menjadi sistem aktif, tetapi hak optie tidak penuh. Secara teknis dikatakan mengikuti proses naturalisasi yang diperingan. Atas perjuangan saya di parlemen, ketentuan-ketentuan UU No. 62/1958 tidak membatalkan pilihan kewarga-negaraan yang telah terjadi sebelumnya. Yang sudah menjadi warga-negara Indonesia tetap warga-negara Indonesia.

Page 332: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

324

Tetapi anak-anak yang lahir dari ayah asing dan pada saat UU No. 62/58 berlaku, yaitu pada tanggal 29 Juli 1958 belum mencapai usia 18 tahun, mereka tidak bisa menjadi warga-negara Indonesia berdasarkan ketentuan lama. Jadi harus melalui proses naturalisasi yang diperingan, artinya ia harus melakukan optie, pernyataan di depan pengadilan, dengan membawa bukti bahwa ayahnya juga dilahirkan di Indonesia. Berdasarkan alasan “security” pernyataannya masih bisa ditolak. Alasan “security” itu tentunya adalah alasan politik. Memang timbul persoalan, yaitu politik siapakah yang lebih menentukan? Politik yang digariskan oleh Bung Karno, jadi harus menguntungkan penggalangan persatuan nasional berporoskan NASAKOM atau politik yang tidak bebas dari komunisto-phobia? Atas desakan saya, Pemerintah menyatakan bahwa yang diutamakan adalah teknis security, artinya mencegah anasir-anasir kriminil diterima sebagai warga-negara Indonesia. Ideologi politik yang dianut seseorang tidak dijadikan persoalan. Dalam memperhatikan proses ketentuan-ketentuan Undang-Undang itu saja, dapat ditarik kesimpulan ada semacam permainan “tarik tambang”, yaitu di satu pihak, yaitu pihak Bung Karno, ingin memperkokoh persahabatan dengan Peking, di pihak lain, yaitu pimpinan Angkatan Bersenjata (Jenderal Nasution) ada keinginan untuk mencegah dipereratnya hubungan yang tidak disukai oleh golongan yang dihinggapi komunisto-phobia. Upaya membebaskan kaum tani peranakan Tionghoa dari wajib memilih menimbulkan juga masalah. Untuk meyakinkan bahwa mereka itu memang sudah merasa satu dengan Rakyat setempat, perlu diadakan peninjauan di tempat. Panitia khusus dibentuk di bawah pimpinan Mr. Sudjono, pegawai tinggi Departemen Luar Negeri. Saya usulkan panitia khusus meninjau daerah Curug, dekat Tanggerang dan Kalimantan Barat. Tetapi Panitia ternyata hanya meninjau daerah Tjurug, kurang lebih 5 km dari kota Tanggerang, jadi letaknya kurang lebih 33 km dari Jakarta Raya. Panitia khusus yang meninjau desa Curug diantar juga oleh Bupati Tanggerang dan beberapa petugas negara setempat. Di-

Page 333: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

325

interview-lah salah seorang petani di depan rumahnya, sebuah gubug yang tidak beda dengan gubug-gubug Rakyat setempat. Petani yang diinterview dianggap seorang peranakan Tionghoa, karena di depan pintu gubugnya ditempeli “hos” (kertas kuning dengan tulisan huruf Tionghoa). Padanya ditanya, ia tinggal di tempat itu sudah berapa lama. Petani tersebut menyatakan tidak mengerti. Ia tahu pasti ayahnya juga asal tempat itu dan ia dilahirkan di tempat itu juga. Selanjutnya terjadilah tanya jawab kurang lebih sebagai berikut:

Saudara sudah kawin?- + Ya, sudah.

Ketika kawin, apakah lapor di kantor besar dekat jembatan - di kota Tanggerang?

+ Tidak.Apakah sebabnya tidak?-

+ Semua orang di sini bila kawin tidak perlu lapor ke kantor itu. Menurut kebiasaan upacara kawin sudah sah bila sudah “menanggap” penari ronggeng. Lurah datang untuk turut menyaksikan. Kalau tidak dapat hadir, carik, juru-tulis lurah biasanya hadir. Penduduk sekitarnya telah menyaksikan, jadi perkawinan sah. Ketika isteri melahirkan anak, bagaimana?-

+ Lapor kepada Pak Lurah bahwa anak telah lahir dengan selamat.

Tidak pergi ke kantor di dekat jembatan?- + Tidak. Kebiasaan di sini sudah cukup bila lapor pada lurah.

Tidak dapat surat keterangan dari Pak Lurah?- + Tidak.

Mr. Sudjono menyaksikan keadaan di dalam gubug itu dan ia menyatakan bahwa di dalamnya tidak terdapat perabotan, yang memungkinkan penghuninya menyimpan dokumen-dokumen penting seperti surat kelahiran, surat kawin dan lain-lain. Orang seperti petani ini akan menghadapi kesulitan besar, bila ia harus dimintai “bukti” lahir, surat kawin dan lain-lain lagi. Di samping itu,

Page 334: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

326

ia sudah merasa sama seperti Rakyat setempat. Walaupun demikian, PP No. 20/59 masih menentukan “reserve” dalam membebaskan petani dari kewajiban memilih kewarga-negaraan. Pasal 12 PP tersebut menentukan bahwa dua orang menteri harus menentukan petani daerah mana yang harus dibebaskan. Dua orang menteri itu adalah Menteri Kehakiman dan Menteri Dalam Negeri. Desakan BAPERKI, supaya pemerintah menentukan bahwa semua pemilih dalam pemilu-pemilu yang lalu dibebaskan dari kewajiban memilih kewarga-negaraan karena di dalam UU No. 62/58 oleh RI ditentukan bahwa seorang warga-negara RI kehilangan kewarga-negaraannya bila ia turut dalam pemilihan umum untuk keperluan politik negeri lain, ternyata menjadi persoalan berat juga. Dalam cara pelaksanaan perjanjian, yang diumumkan pada tanggal 12 Desember 1960 pasal 2 ayat 3 disetujui pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih telah ikut pemilu, dibebaskan dari kewajiban memilih. Tetapi sekalipun sudah dicapai ketentuan yang menyebabkan sebagian terbesar peranakan Tionghoa mestinya dibebaskan dari kewajiban memilih lagi berdasarkan perjanjian penyelesaian masalah dwi kewarga-negaraan antara RI-RRT, pelaksanaannya ternyata tidak selancar seperti yang dapat diharapkan. Dua faktor yang menyebabkan pelaksanaannya tidak menjadi lancar, yaitu: 1. Banyak petugas negara rendahan berusaha memperoleh penghasilan “ekstra” dari pelaksanaan ketentuan-ketentuan itu. 2. Cukup banyak petugas yang menyatakan mendukung Bung Karno tanpa reserve, ternyata menyatakan demikian itu untuk “lip service” belaka. Mereka belum bersih dari komunisto-phobia. PP No. 20/1959 yang diundangkan pada tanggal 26 Mei 1959 baru dinyatakan berlaku mulai 8 Maret 1960 dengan Peraturan Pemerintah No. 11/1960. Permainan “tarik tambang” juga belum selesai. Nampak dari dikeluarkannya ketentuan bahwa orang-orang peranakan Tionghoa

Page 335: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

327

yang tadinya telah menyiapkan diri untuk kembali ke Tiongkok, akibat pengaruh PP-10 yang dirasakan sebagai Tionghoa-phobia, telah memperoleh surat keterangan imigrasi Indonesia, yang disebut “exit only”. Artinya dengan keterangan itu mereka dapat ke luar Indonesia, tetapi tidak diperkenankan masuk Indonesia kembali. Mereka yang memperoleh keterangan demikian itu dinyatakan sudah ….meninggalkan wilayah Indonesia dan sekaligus sudah dinyatakan sudah memilih kewarga-negaraan RRT. Tindakan semacam itu diambil berdasarkan alasan security. Tetapi sulit untuk dibenarkan bila ditinjau dari sudut hak-hak azasi manusia, yang menjamin kebebasan untuk bergerak dari satu negeri ke negeri lain dan bebas untuk kembali ke negeri asalnya. Ada yang mengatakan bahwa “national security” lebih penting dari pada soal menjamin hak-hak azasi manusia.

LAHIRNYA BAPERKI

Sejak berdirinya RIS telah berlangsung berbagai kebijakan Rasis, seperti yang dituturkan sebelumnya. Perjuangan saya dalam melawannya di DPR terkadang menimbulkan perbaikan. Akan tetapi masyarakat Tionghoa pada umumnya merasakan tidak ada organisasi yang mampu membela kepentingannya. Pilihan menjadi Warga Negara Indonesia atau Asing dilakukan pada tahun 1951. Seperti yang dijelaskan, cukup banyak Tionghoa yang menolak kewarganegaraan Indonesia. Pilihan ini banyak bersandar atas kekecewaan terhadap tindak tanduk pemerintah dalam menangani masalah Tionghoa. Pemerintah Sukiman menangkapi banyak orang Tionghoa. Juga ada tokoh Tionghoa seperti Liem Koen Hian, yang menolak kewarga negaraan Indonesia. Mereka tidak memiliki wadah di mana mereka bisa menumpukan kekecewaan dan mengajukan tuntutan yang bisa secara efektif disampaikan ke pemerintah atau ke DPR. Adanya desas desus bahwa UU kewarganegaraan akan diubah pada tahun

Page 336: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

328

1953, juga membingungkan banyak orang. Dampaknya apa untuk mereka, juga tidak jelas. Bagaimana perkembangan organisasi-organisasi Tionghoa dalam menghadapi situasi politik yang digambarkan di atas ini? Ketika tentara Belanda membonceng Sekutu dan mendarat di pulau Jawa, Chung Hua Hui (CHH) yang dilarang selama pendudukan Jepang, dihidupkan kembali di Jakarta. Seperti dituturkan sebelumnya, CHH didirikan pada zaman Belanda menjelang pembentukan Volksraad setelah perang dunia pertama. Kursi-kursi peranakan Tionghoa didalam Volksraad semula dimonopoli oleh orang-orang milik kebun besar di Jawa Barat, seperti H.H.Kan, Loa Sek Hie, cs. Menjelang adanya KMB, nama CHH diubah menjadi Persatuan Tionghoa. Wakil-wakil peranakan Tionghoa kemudian menduduki kursi-kursi dalam DPR di berbagai Negara bagian ciptaan Van Mook. Ketika DPR-RIS dibentuk, beberapa anggota Persatuan Tionghoa yang duduk sebagai anggota DPR negara-negara bagian, turut diangkat sebagai anggota-anggota DPR-RIS di antaranya Mr. Lie Kiam Kim, pengacara dan Drs. Tan Eng Oen, mewakili Negara bagian Pasundan. Ketika Negara-negara bagian gugur, kursi yang diduduki Mr. Lie Kian Kiam dan Drs. Tan Eng Oen diisi oleh Tony Wen, memperkuat fraksi PNI dan Mr. Tan Po Goan yang memperkuat fraksi PSI. Sebagai akibat Persatuan Tionghoa kehilangan perwakilan di dalam DPR. Bagi CHH yang kemudian menjadi Persatuan Tionghoa, perwakilan di DPR adalah hal yang penting untuk kelangsungan hidupnya. Angkatan muda yang tertampung di dalam Persatuan Tionghoa menyatakan ketidak-puasannya. Dan menggunakan kesempatan ini untuk mengusahakan pergantian nama. Persatuan Tionghoa kemudian diubah namanya menjadi Partai Demokrat Tionghoa Indonesia (PDTI). Sebagai ketua, diangkat Thio Thiam Tjong, tokoh CHH sejak zaman penjajahan Belanda. Bendera “demokrat“ dijadikan landasan untuk memperjuangkan golongan peranakan Tionghoa diikutsertakan dalam menentukan kebijakan

Page 337: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

329

negara berdasarkan azas demokrasi, sebagai anggota-anggota DPR. Ternyata penggantian nama saja tidak memperluas dukungan untuk PDTI. Masyarakat peranakan Tionghoa terasa tidak membutuhkan kehadiran organisasi semacam PDTI. PDTI hanya bisa berdiri di kota-kota besar dimana tadinya sudah berdiri kembali Chung Hua Hui yang telah menjadi Persatuan Tionghoa. Perbedaan pokok antara CHH, yang kemudian menjadi Persatuan Tionghoa dengan PDTI berada dalam penggunaan bahasa pengantar. PDTI menggunakan bahasa Indonesia. Terbentuknya RIS dengan politik ekonominya yang belum jelas, menimbulkan sikap “wait and see” dari kaum modal besar peranakan Tionghoa yang dahulu bekerja dibidang perkebunan besar di Jawa Barat. Mereka yang dulu banyak mendukung CHH di zaman penjajahan Belanda, tidak bergairah mendukung PDTI. Di lain pihak, kehadiran pengusaha dari golongan totok semakin mengambil alih dominasi perdagangan yang tadinya di tangan pedagang peranakan yang jaya di zaman penjajahan Belanda. Dengan demikian peranan “old timers” dalam kegiatan politik dan pengaruhnya di masyarakat semakin berkurang. Para “old timers“ kurang dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Mereka kalah cepat bergerak dalam bersekutu dengan para anggota DPR dan tokoh partai dalam memperoleh izin-izin import dan eksport yang menguntungkan. “New comers” lebih cepat dan berani. Seperti dituturkan sebelumnya, keberhasilan “new comers” ini membangkitkan rasa iri hati di kalangan pengusaha dan tokoh politik “asli”, sehingga berkembanglah gerakan yang ingin meng-asing-kan semua warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa. Dan ini melahirkan konsepsi Rancangan Undang-Undang Kewarganegaraan yang dituturkan sebelumnya. Atas prakarsa PDTI, seperti yang dikemukakan sebelumnya, sebuah Panitia Kerja yang saya pimpin berhasil mendesak Kabinet Ali untuk membatalkan Rancangan Undang-Undang kewarganegaraan baru. Keberhasilan Panitia Kerja ini mendorong pimpinan PDTI

Page 338: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

330

untuk mendirikan sebuah organisasi yang lebih efektif, yang lebih mampu membela kepentingan golongan Tionghoa dari pada PDTI. Sementara itu di Surabaya telah dibentuk Perwitt (Persatuan Warga negara Turunan Tionghoa). Di Kediri dibentuk Perwanit (Persatuan Warga negara Indonesia Tionghoa). Di Makassar, oleh tokoh-tokoh PTI, telah didirikan PERTIP (Persatuan Tionghoa Indonesia Peranakan) yang bertujuan melanjutkan perjuangan PTI dahulu. Organisasi-organisasi itu tidak ada hubungan satu dengan lain. Inisiatif massa tidak bisa dibiarkan berkembang sendiri-sendiri tanpa koordinasi dan bimbingan yang efektif, apalagi melawan arus politik “asli” yang didukung kekuatan politik tingkat tinggi. Pertimbangan di atas inilah yang mendorong saya untuk ikut serta mendirikan sebuah organisasi massa. Akan tetapi saya memegang teguh keputusan musyawarah dengan Liem Koen Hian di zaman akhir pendudukan Jepang di rumah Dr. Tjoa Sik Ien di Surabaya pada tahun 1945. Saya tidak menyetujui pikiran untuk mendirikan partai politik berdasarkan asal keturunan. Partai politik harus memperjuangkan suatu ideologi tertentu dengan rumusan jelas tetapi tidak dapat mendasarkan diri pada asal keturunan. Oei Tjoe Tat dari PDTI ditugaskan memimpin sebuah panitia pembentukan organisasi baru ini. Panitia ini menghasilkan naskah anggaran dasar untuk sebuah organisasi massa yang akan dinamakan Badan Permusyawaratan Warga Negara Turunan Tionghoa (BAPERWATT). Naskah ini ditawarkan pada sebuah konperensi di Jakarta yang berlangsung dari tanggal 11 hingga dengan 13 Maret 1954 di Jakarta Raya. Konperensi ini dihadiri oleh wakil-wakil PDTI dari semua cabang yang ada, antara lain dari Padang, Perwanit Kediri dan semua anggota peranakan Tionghoa di DPR-RI, kecuali Tony Wen, yang tidak bersedia ikut serta. Konperensi itu memusyawarahkan berbagai persoalan, di antaranya: Mendirikan Partai Politik atau Organisasi Massa

Page 339: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

331

Keputusan musyawarah adalah “organisasi massa“ yang terbuka untuk semua warga negara Indonesia tanpa memandang asal keturunan, agama atau ideologi politik yang dianutnya. Azas organisasi massa itu adalah mencapai terwujudnya negara Pancasila di mana setiap warga negara Indonesia dapat menikmati penghidupan bebas dari rasa takut dianak tirikan dan bebas dari rasa takut menderita kekurangan. Organisasi massa itu tegas memperjuangkan pelaksanaan janji negara yang dirumuskan dalam Manifesto Politik Negara 1 November 1945, yang ingin menjadikan setiap orang peranakan Indo-Asia dan Indo-Eropa sebagai warga negara dan patriot Indonesia sejati. Nama Organisasi Ini menimbulkan perdebatan sengit dan memakan waktu lama untuk mencapai persetujuan. Terdapat dua aliran utama. Aliran pertama dipelopori oleh dua tokoh PDTI Semarang, Kwee Hway Gwan dan Tan Tjin Lin. Mereka menghendaki adanya istilah “Tionghoa“ dalam nama organisasi, karena mereka berpendapat bahwa organisasi yang didirikan harus tegas memperjuangkan kepentingan peranakan Tionghoa. Aliran kedua dipelopori oleh saya. Aliran ini tidak setuju dengan dipertahankannya istilah “Tionghoa“. Dengan mempertahankan istilah “Tionghoa”, Organisasi ini segera mengisolasi diri karena mereka yang merasa “asli“ tidak bisa diajak ikut serta memperkuat barisan organisasi. Dikemukakan bahwa tujuan utama organisasi bukan khusus untuk memperjuangkan kepentingan peranakan Tionghoa. Tujuan organisasi tegas memperjuangkan pelaksanaan jiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia yang wajib dilakukan oleh setiap warga negara Indonesia dan tidak terbatas pada peranakan Tionghoa. Dan ini dilakukan dengan keteguhan bahwa masalah peranakan Tionghoa tidak lepas dari masalah nasional. Dikemukakan juga bahwa organisasi baru ini tidak boleh melawan rasisme dengan rasisme. Dengan demikian tidak bisa mendiskriminasikan golongan keturunan non Tionghoa untuk tidak turut masuk ke dalam tubuhnya. Akhirnya aliran kedua memperoleh dukungan bulat dari para pengunjung konperensi. Nama yang ditentukan adalah

Page 340: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

332

Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (BAPERKI). Ikut Tidaknya BAPERKI dalam Pemilu Karena BAPERKI adalah sebuah organisasi massa, dan memenuhi persyaratan UU Pemilu, diputuskan BAPERKI akan ikut serta dalam Pemilu dan memperjuangkan diisinya perwakilan golongan kecil dan peranakan di dalam DPR. BAPERKI dianggap perlu berjuang untuk menjamin jatah kursi di DPR untuk golongan kecil diisi oleh perwakilan yang benar-benar mewakili golongan kecil. Tidak diisi untuk memperkuat dukungan partai-partai yang berkuasa. Lambang Organisasi Ini menimbulkan diskusi panjang lebar yang menarik. Ada yang mengusulkan tanda gambar banteng dan naga. Ada yang mengusulkan tanda gambar naga dan harimau. Ada pula yang mengusulkan lambang “Tao“. Akhirnya disetujui lambang “kembang teratai“. Teratai melambangkan kebersihan, kemurnian dan kesucian. Walaupun ia mengambang di atas air penuh lumpur tetapi tetap bersih. Ia juga merupakan lambang belas kasih Dewi Kwan Yin. Daftar Pendiri Semua hadirin ternyata menyatakan setuju dicatat sebagai anggota-anggota pendiri BAPERKI, kecuali Mr. Tjung Tin Yan, anggota DPR dari fraksi Partai Katolik. Ia menolak menjadi pendiri BAPERKI karena BAPERKI memutuskan ikut Pemilu, jadi akan bersaing dengan Partai Katolik. Pengurus Pertama Saya dipilih sebagai Ketua Umum. Pengangkatan anggota pengurus lainnya berjalan lancar pula. Masalah pengurus pertama sampai menjelang Kongres pertama untuk mengesahkan berdirinya BAPERKI juga tidak menimbulkan kesulitan. Semua anggota pengurus disetujui dengan suara bulat. Pengurus terdiri dari para tokoh Tionghoa yang cukup dikenal masyarakat. Di antaranya: Thio Thiam Tjong, seorang pengusaha besar yang di Semarang

Page 341: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

333

pernah dikenal sebagai pengusaha tandingan Oei Tjong Hauw dari Oei Tiong Ham Concern. Ia adalah salah seorang tokoh Chung Hua Hui yang pernah diinternir Jepang. Karena sikapnya yang teguh tetapi bijaksana, di dalam kamp Jepang, ia diangkat sebagai kepala kamp. Ketika Jepang menyerah dan pemerintah Belanda membutuhkan penasehat yang mengerti masalah Tionghoa di Indonesia, ia didorong oleh teman-temannya untuk menerima tawaran Lt. Gubernur Jenderal H.J. Van Mook, untuk menjadi penasehatnya. Ia menyadari tindakan ini menempatkannya di posisi yang tidak enak. Akan tetapi ia didorong untuk menerimanya karena ada anggapan bilamana posisi ini diisi oleh orang yang mementingkan dirinya sendiri, kedudukan Tionghoa akan menjadi lebih parah. Thio memang bukan orang yang mementingkan diri sendiri. Ia mampu hidup enak di luar negeri. Tetapi ia memilih hidup dan berbakti untuk masyarakat di Indonesia. Ikut sertanya Thio Thiam Tjong di dalam pengurus BAPERKI menguntungkan usaha mendirikan cabang-cabang BAPERKI di seluruh pelosok Indonesia. Ia menyatakan sepenuhnya mendukung BAPERKI dan seluruh program kerjanya.

Ang Yan Goan Direktur “Sin Po” edisi Indonesia dan edisi bahasa Tionghoa. Di mata orang ia pernah dianggap sebagai eksponen aliran “Sin Po”, yang berpendirian “sekali Tionghoa tetap Tionghoa”. Dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia ia diakui telah banyak jasanya. “Sin Po” adalah harian pertama yang mengumumkan lagu “Indonesia Raya” berdasarkan tulisan komponisnya sendiri, Wage Rudolph Supratman. Di bawah pimpinan Ang, “Sin Po” merupakan harian Tionghoa-Melayu yang mengumumkan semua resolusi-resolusi dan tuntutan-tuntutan gerakan kemerdekaan Indonesia. Harian ini turut membantu menyadarkan Rakyat akan haknya untuk mencapai kemerdekaan politik penuh. Di zaman pendudukan Jepang ia ikut diinternir di Cimahi

Page 342: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

334

dan sikapnya tidak mengecewakan. Ia dikenal oleh masyarakat Tionghoa sebagai pekerja sosial yang rajin dan terpercaya. Jasanya untuk pendirian banyak sekolah Tionghoa cukup besar. Demikian juga jasanya dalam pembangunan Rumah Sakit Yang Seng Ie, yang dipelopori oleh Dr. Kwa Tjoan Sioe. Ang Yan Goan dihormati kalangan tua karena pernah menjadi guru terkemuka THHK, kemudian anggota pengurus THHK dan selalu ikut aktif mengembangkan THHK.

Khoe Woen Sioe Direktur harian “Keng Po” dan salah seorang pendiri perkumpulan sosial Sin Ming Hui (yang kemudian diubah namanya menjadi Candra Naya). Di zaman Jepang ia juga diinternir di Cimahi dan pendirian “Keng Po” dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia cukup baik, karena pengaruh Injo Beng Goat, yang dalam kamp interniran Jepang banyak hubungan dengan Jan de Kadt, seorang berhaluan sosialis dari Belanda. Setelah bebas, Injo Beng Goat dekat Sutan Sjahrir. Harian “Keng Po” kemudian juga berkembang sebagai pendukung Sutan Sjahrir dan PSI-nya. Khoe Woen Sioe oleh masyarakat peranakan Tionghoa dikenal sebagai pekerja sosial yang aktif.

Go Gien Tjwan salah seorang pemuda peranakan Tionghoa yang pernah membantu terbentuknya Angkatan Muda Tionghoa di Malang dan ikut memimpin majalah “ Pemuda “ di Malang yang mendukung perjuangan mempertegak kokohnya Republik Indonesia. Selama belajar di Nederland ia menjadi wakil “ Antara “ di Nederland. “Antara” adalah kantor berita nasional yang dipimpin oleh Adam Malik. Karena kegiatannya dalam menentang politik penjajah Belanda, ia bersama Sunito, ketua Perhimpunan Indonesia di Nederland, diusir keluar dari Nederland. Keduanya dikirim pulang ke Indonesia.

Page 343: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

335

Oei Tjoe Tat Ia mengetuai panitia kecil pembentukan Baperwatt dan perancang anggaran dasar BAPERKI. Sebelum BAPERKI dibentuk, ia menjadi wakil ketua PDTI. Ia juga ketua perkumpulan social Sin Ming Hui . Sebelum menyelesaikan studinya di Jakarta, ia pernah aktif membantu Ong Siang Tjoen yang menjadi ketua konperensi Chung Hua Tsung Hui seluruh Indonesia di Yogya dan ia turut membantu pekerjaan menampung pengungsian penduduk Tionghoa dari Salatiga dan Solo. Ketika Kolonel S.Parman, yang kemudian menjadi Letnan Jenderal S.Parman, ditugaskan menyusun komando militer kota Jakarta Raya, Oei Tjoe Tat dijadikan penasehat hukumnya.

Yap Thiam Hien seorang Kristen dan tokoh terkemuka golongan Kristen Tionghoa di Indonesia. Ia dikenal sebagai orang yang gigih dalam mempertahankan pendiriannya berdasarkan kitab Injil. Seorang keras kokoh dalam pendiriannya tetapi jujur dan berani mengemukakan pendiriannya sekalipun harus mesti melawan arus. Memang sering kali kelakuannya menimbulkan rasa jengkel, tetapi kejujuran dan keberanian mengemukakan pendapat yang berbeda dengan arus dalam berbagai musyawarah sering membuahkan kebijakan yang tepat. Pendapatnya sering mencegah tindakan yang keliru dan yang bisa diambil karena tidak ada kewaspadaan. Ia tidak pernah mau menggabungkan diri ke dalam PDTI, tetapi ia ikut membantu berdirinya BAPERKI dan dalam kampanye pemilu ikut aktif berkampanye di Aceh, tempat kelahirannya, untuk BAPERKI . Pengalaman membuktikan bahwa mendirikan sebuah organisasi lebih mudah dari pada mengembangkannya. Akan tetapi mengembangkan BAPERKI ternyata relatif mudah. Hal ini disebabkan karena beberapa hal sebagai berikut:

Page 344: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

336

Meningkatnya praktek-praktek diskriminasi rasial menimbulkan 1. kebutuhan akan adanya organisasi yang bisa tegas dan sanggup menentangnya. Ketika itu tidak sedikit kaum intelektual peranakan Tionghoa bersiap diri untuk memasuki partai-partai politik sesuai dengan pilihannya. Akan tetapi mereka membatalkan niatnya karena dibingungkan oleh kenyataan di mana pelaksanaan program kerja partai bertentangan dengan apa yang ia ingin perjuangkan, terutama dalam hal melawan rasisme. Sebagai contoh Partai Sosialis Indonesia (PSI). Teori dan ajaran sosialisme seharusnya menentang praktek-praktek diskriminasi rasial. Tetapi partai ini bukan saja membenarkan, melainkan membiarkan salah seorang tokohnya, Prof. Dr. Sumitro untuk melanjutkan kebijakan ekonomi warisan penjajah Belanda. Ia melanjutkan kebijakan importir benteng yang menimbulkan sistem Ali-Baba, dan importir aktentas. Kebijakan ini kemudian mendorong praktek diskriminasi rasial di berbagai bidang ekonomi. Banyak tokoh PSI di dalam DPR menggunakan asal usul keturunan untuk meragukan loyalitas peranakan Tionghoa sebagai warga-negara Indonesia. Ini bertentangan dengan teori sosialisme yang tidak menghubungkan loyalitas seseorang dengan asal keturunannya. PNI juga menimbulkan kebingungan. PNI, yang berazaskan Marhaenisme, seharusnya juga menentang praktek diskriminasi rasial. Tetapi PNI ternyata membiarkan Mr. Iskaq, sebagai Menteri Perekonomian, mengeluarkan berbagai ketentuan yang memperluas praktek “asli” dan “tidak asli” di banyak bidang. Di antara ketentuan yang dilahirkan Mr Iskaq termasuk Peraturan tentang penggilingan padi dan Pedoman baru. Perkembangan di atas mendorong para sarjana Tionghoa untuk memilih masuk ke BAPERKI, yang dianggap memiliki kesungguhan dalam melawan arus diskriminasi rasial dan mencari jalan keluar yang terbaik untuk golongan Tionghoa. Adanya dukungan harian-harian “Sin Po2. ” dan “Keng Po”, yang

Page 345: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

337

luas pembacanya di seluruh Indonesia. Sambutan baik dari harian-harian itu ternyata mempermudah terbentuknya cabang-cabang di daerah-daerah paling terpencil di Indonesia. Baru pertama kali di dalam sejarah terhimpun bersatu berbagai 3. elemen yang ada di dalam masyarakat peranakan Tionghoa. Sebelum pendirian BAPERKI, kelompok-kelompok yang berbeda lingkungan hidup dan latar belakang pendidikannya, saling berjauhan dan tidak ada keinginan untuk bekerja sama. Kenyataan ini ternyata membantu cepat berkembangnya BAPERKI di seluruh pelosok Indonesia dan mempermudah upaya penggalangan persatuan pandangan di dalam masyarakat peranakan Tionghoa, yang sebelumnya secara kaku mengikuti aliran para tokohnya.

Saya sering ditanya orang: apa tidak sulit memimpin organisasi yang terdiri dari berbagai macam aliran yang secara politis dapat dikatakan “belang bonteng“ atau “ngalor ngidul“ atau “gado-gado“? Apakah tidak sulit mencapai suatu keputusan yang dapat dilaksanakan dengan susunan pimpinan demikian itu? Ya, ternyata pengalaman saya dalam memimpin Fraksi Nasional Progresif di DPR, yang juga beranggotakan banyak partai dan anggota-anggota tidak berpartai yang berbeda-beda ideologi-nya, membantu banyak. Saya jadi berpengalaman dalam mengajak bersatu pendapat tokoh-tokoh yang berlainan pendapat. Betul “persuasion“ dalam menyakinkan mereka yang berlainan pandangan untuk menerima sebuah pendapat memakan waktu. Akan tetapi bila dicapai persetujuan, pelaksanaannya juga lebih tegas. Fraksi Nasional Progresif semenjak DPR-RIS terdiri dari partai-partai PIR, PRN, Partai Murba, AKOMA, PERMAI, Sarekat Kerakyatan Indonesia (SKI), kemudian ditambah dengan Partindo, Gerinda (Gerakan Rakyat Indonesia dari Yogya Selatan) dan beberapa anggota perseorangan. Fraksi Nasional Progresif di DPR ternyata tidak pernah pecah, keputusan selalu diambil dengan suara bulat.

Page 346: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

338

Pengalaman saya sebagai ketua Fraksi Nasional Progresif di DPR bertahun-tahun, ternyata memberi banyak pelajaran untuk mempermudah pengembangan organisasi seperti BAPERKI itu. Salah satu inisiatif BAPERKI di awal hidupnya adalah menyelenggarakan konperensi ekonomi, yang berlangsung beberapa hari, di mana pembangunan ekonomi nasional dan dampak praktek diskriminasi rasial bisa dibicarakan. Prof. Ir. Rooseno yang menjadi menteri perekonomian ketika itu menyatakan kesediaanya untuk hadir. BAPERKI mengundang banyak pengusaha peranakan Tionghoa terkemuka. Di antaranya di luar BAPERKI adalah Tan Tek Peng yang dianggap pandai dan telah berjasa dalam membangun Oei Tiong Ham Concern sebagai perusahaan raksasa di zaman Belanda. Banyak menggunakan kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya, seperti Drs. Oei Beng To yang menjadi tokoh Bank Indonesia, Drs. Lie Kim Tjeng, seorang guru fakultas ekonomi Universitas Indonesia. Ada juga pengusaha-pengusaha tanggung dan kecil yang tampil ke depan untuk menyumbangkan pikirannya. Para pembicara pada umumnya berpendapat bahwa untuk menghapuskan diskriminasi rasial, harus dilaksanaan pasal 38 UUD Sementara RI (pasal 33 UUD 1945) dan pasal 28 ayat 1 (sama bunyinya dengan pasal 27 ayat 2 UUD 45), yang menjamin pekerjaan dengan penghasilan layak sebagai manusia. Tercapainya masyarakat tanpa pengangguran dan di mana setiap warga negara memperoleh penghasilan untuk hidup layak, sehingga diskriminasi rasial tidak perlu dilakukan dan tidak akan bisa berkembang. Lapangan kerja modal Tionghoa sebagai modal domestik dan modal peranakan Tionghoa sebagai modal nasional tidak seharusnya diperkecil. Modal ini seyogyanya dimanfaatkan, dibiarkan berkembang maju dan perkembangannya diatur sedemikian rupa sehingga tingkat laju kemakmuran Rakyat terbanyak bisa lebih tinggi. Ini akan mempercepat mendekatnya

Page 347: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

339

perbedaan tingkat kemakmuran di antara golongan Rakyat. Modal domestik dan modal nasional yang menjadi milik peranakan Tionghoa sebagai warga negara pasti lebih berguna untuk perkembangan ekonomi nasional. Apalagi bilamana mereka berada di bidang-bidang yang mampu mempertinggi daya produksi nasional dan yang mampu mengembangkan daya kreasi dan daya usaha-usaha baru. Pikiran-pikiran yang dilontarkan ke masyarakat oleh konperensi ekonomi nasional BAPERKI pada tahun 1954 itu ternyata baru bisa menjadi sebagian dari keputusan sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada tahun1964. Jadi 10 tahun kemudian, setelah sidang tersebut mendengarkan amanat Presiden Soekarno yang ber judul “Banting Setir Untuk Berdikari Di Atas Kaki Sendiri“ (Berdikari) Kembali kepada upaya pengembangan BAPERKI. Pembentukan cabang-cabang BAPERKI menghadapi beberapa kesulitan yang perlu diatasi: Pendirian BAPERKI yang dilakukan oleh peranakan Tionghoa dan pengurus pertamanya seluruhnya terdiri dari peranakan Tionghoa. Ini menimbulkan kritikan bahwa BAPERKI itu eksklusif. Kritikan itu secara psikologis tepat. Permusyawaratan untuk mendirikan BAPERKI (semula Baperwatt) memang hanya mengundang tokoh-tokoh peranakan Tionghoa. Tidak ada tokoh-tokoh partai-partai politik atau tokoh-tokoh nasional yang hadir dalam rapat pendirian organisasi. Setelah pembentukan Baperwatt tidak disetujui, seharusnya permusyawaratan ditunda untuk memungkinkan diundangnya tokoh-tokoh nasional. Akan tetapi ini memerlukan waktu, karena mereka tentunya tidak mungkin diundang secara “main towel“. Memang di kalangan “mayoritas“ masih dihinggapi penyakit main tuduh “eksklusif“, apa bila golongan “minoritas“ mengambil sebuah inisiatif, sekalipun inisiatif ini membuka pintu selebar-lebarnya mengundang masuk mereka yang berasal dari golongan “mayoritas”. Seharusnya ini tidak dipermasalahkan. Yang harus dilihat bukanlah siapa yang mengambil inisiatif tetapi apa tujuan

Page 348: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

340

inisiatif itu. Kalau inisiatif itu membuka pintu kepada semua golongan, seharusnya predikat ekslusif tidak ada. Adanya kritikan itu mendorong saya mengusahakan teman baik saya, Sudarjo Tjokrosisworo, seorang tokoh nasional dibidang kewartawanan dan persurat kabaran, untuk menjadi ketua umum BAPERKI cabang Jakarta Raya. Ketika itu ia menjadi sekretaris jenderal SPS (Serikat Perusahan Surat-kabar). Dr. D.S. Diapari, ketua Serikat Kerakyatan Indonesia, anggota DPR yang menggabungkan diri dalam Fraksi Nasional Progresif, telah dipilih menjadi salah seorang ketua cabang Jakarta Raya. Kehadiran Sudarjo Tjokrosisworo dan Dr. D.S. Diapari sebagai pimpinan BAPERKI Jakarta Raya memusnahkan tuduhan “eksklusif“. Ini kemudian diikuti oleh beberapa cabang BAPERKI lainnya. BAPERKI cabang Tanjung Karang, Sumatera Selatan, berhasil menyusun pengurus di dalam mana ikut duduk tokoh “asli“ dan tokoh peranakan Eropa dan peranakan Arab. Di Medan berhasil diajak serta tokoh peranakan India. Dan cukup banyak anggota BAPERKI cabang Medan berasal dari peranakan India. Mungkin dalam sejarah, BAPERKI adalah organisasi massa pertama yang didirikan oleh peranakan Tionghoa tetapi dalam perkembangannya dipimpin bersama-sama oleh orang-orang dari keturunan lain, terutama oleh mereka yang disebut “asli“. Di zaman menjelang Perang Dunia II, GERINDO adalah organisasi pertama, yang membuka pintunya secara lebar-lebar untuk masuknya semua golongan peranakan setelah partai Indonesia (Indische Partij). Di dalam perkembangannya Gerindo tidak berhasil menampung banyak orang peranakan. Setelah Gerindo, belum ada organisasi lain yang melanjutkan usaha yang telah dimulai lagi itu. Sikap BAPERKI juga mendorong partai-partai politik untuk mempertegas bahwa mereka membuka pintu untuk semua warga negara Indonesia yang sehaluan tanpa membedakan asal keturunannya. Dalam pengalaman terbukti bahwa ketika itu partai-partai politik itu belum berhasil menarik banyak

Page 349: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

341

peranakan asing di dalamnya. Walaupun menjadi anggota BAPERKI tidak mempermudah upaya memperoleh fasilitas dibidang usaha, daya tarik BAPERKI untuk golongan peranakan Tionghoa lebih besar dari berbagai partai politik. Akan tetapi BAPERKI gagal menarik banyak orang “asli“ untuk ikut memperkuat barisannya. Banyak tokoh nasional yang bersedia ikut mendorong kemajuan BAPERKI. Tetapi tidak banyak “asli” masuk sebagai anggota. Zainul Arifin sebagai ketua DPR dan tokoh penting NU, bersedia menjadi ketua Dewan Penyantun Universitas BAPERKI. Adam Malik, yang pada tahun 70-an menjadi Menteri Luar Negeri, bersedia menjadi anggota Dewan Pertimbangan Pengurus Pusat BAPERKI. Setelah Zainul Arifin meninggal, Jenderal Dr.Sumarno, ketika itu Gubernur/Walikota Jakarta Raya, bersedia menggantikannya. BAPERKI sulit untuk dibentuk di daerah-daerah terpencil karena keadaannya. Daerah-daerah itu cukup luas dan dihuni oleh suku-suku yang masih perlu dibudayakan. Di antaranya “enclave“ golongan peranakan Tionghoa yang telah menetap semenjak banyak keturunan. Contohnya Bagan Siapi-api, Bengkalis, Kepulauan Riau dan daratan Riau, Kalimantan Barat, Bangka dan Biliton dan lain-lain. Di Bagan Siapi-api, Kepulauan Riau dan daratan Riau, hingga pertengahan tahun 50-an tidak menerima uang rupiah sebagai mata uang sah. Yang berlaku adalah mata Straits Dollar. Ini disebabkan karena secara ekonomi mereka lebih dekat dengan Malaya/Singapura daripada dengan Jakarta. Hubungan dengan Jakarta ternyata sulit. Pegawai negeri RI di wilayah-wilayah terpencil itu juga harus dibayar dalam dollar Malaya. Anggota DPR-RI yang berasal dari daerah itu memperoleh uang duduk dalam dollar. Baru pada tahun 1964, daerah itu di -Rupiah-kan. Salah satu kesulitan dalam mendirikan cabang-cabang BAPERKI di daerah-daerah terpencil berkaitan karena masalah bahasa pengantar. Jumlah orang yang dapat aktif menggunakan bahasa Indonesia ternyata sangat terbatas. Disamping itu pada

Page 350: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

342

umumnya mereka sangat terbelakang. Pengetahuan tentang bernegara dan masalah kewarga negaraan hampir tidak ada. Baik juga dituturkan pengalaman saya ketika berkunjung ke Bagan Siapi-api untuk pertama kalinya. Penduduk daerah itu 95 % terdiri dari peranakan Tionghoa, yang dapat dikatakan telah menjadi … pribumi wilayah tersebut. Bahasa pergaulannya adalah Hokkian. Sebagian terbesar diantara mereka belum pernah meninggalkan wilayah itu semenjak dilahirkan. Banyak orang di sana tidak mempunyai gambaran/image tentang keadaan diluar wilayah Bagan itu. Mereka hidup sebagai nelayan. Banyak yang harus hidup berbulan-bulan diatas “jelmar“, tempat penangkapan ikan yang terletak beberapa kilometer dari pantai, jadi semacam “off shore drilling“ (pengeboran lepas pantai) minyak tanah. “jelmar“ nelayan Bagan Siapi-api tidak terbuat dari besi dan tidak sekokoh pangkalan “off shore drilling“ minyak. “Jelmar” dibuat dari kayu bakau yang tahan air laut. Tingkat hidup mereka adalah rendah. Air minum yang datang dari saluran air tidak dikenal. Persediaan air minum adalah air hujan yang ditampung dalam tong-tong besar. Pada tahun 50-an belum ada banyak radio. Hanya mereka yang berada memiliki radio yang jalan dengan accu. Jumlah orang yang dapat dikatakan kaya adalah beberapa gelintir saja. Bahasa Hokkian “khusus“ Bagan seharusnya dapat dianggap sebagai bahasa daerah itu. Kenyataan memang demikian. Tetapi pandangan rasis sisa kolonialisme tidak memungkinkan menjadikan bahasa mayoritas penduduk itu sebagai bahasa daerah setempat. Bahasa mereka masih dianggap dan diperlakukan sebagai bahasa asing. Tidak dapat digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar negeri. Sayang! Mereka lebih banyak berhubungan orang-orang beragama Islam di sekitarnya, sehingga mereka tidak biasa berjabatan tangan ala barat, melainkan bersalaman dengan cara orang Islam. Setelah tangan digunakan untuk berjabatan, lalu tangan itu ditunjukkan ke dada tempat letak hati. Pengaruh Taoisme ternyata besar sekali di daerah itu.

Page 351: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

343

Karena jarang ada dokter, bilamana sakit orang ke kelenteng. Yang mampu, pergi ke tabib atau Shin She. Akibat kekurangan masalah kesehatan ini, jumlah orang yang kena lepra cukup tinggi. Karena komunikasi dengan dunia luar terbatas, pada tahun 1954, banyak orang Bagan tidak mengetahui bahwa Kuomintang sudah tidak berkuasa lagi di Tiongkok . Gedung perkumpulan Tionghoa di kota Bagan masih di cat biru, didalam gedung tidak ada tergantung gambar Chiang Kai Shek, tetapi terdapat gambar Dr. Sun Yat Sen dengan bendera Kuomintang. Jumlah buta huruf diantara Rakyat Bagan juga cukup besar. Dengan buta huruf diartikan tidak dapat membaca dan menulis huruf latin maupun huruf Tionghoa. Kunjungan pertama saya dilakukan untuk menjelaskan tentang Manifesto Politik Negara 1 November 1945, UU Kewarga negaraan 10 April 1946 dan perjanjian KMB, yang menyebabkan mereka semua yang dilahirkan di Bagan adalah warga negara Indonesia. Bagi mereka, penjelasan saya adalah hal baru yang baru pertama kali didengar, jadi memerlukan waktu untuk dicernakan. Kantor camat di daerah itu ternyata tidak memiliki perlengkapan cukup dan tidak memperoleh biaya dari pusat untuk melaksanakan penerangan secara intensif. Di samping itu Pak Camatnya tidak mempunyai pengertian cukup tentang masalah kewarga negaraan, karena status hukum Rakyat di daerah itu masih dinilai berdasarkan status pedagang ikan asing besar yang mampu mondar-mandir ke Singapura. Mereka merasa lebih leluasa bila berstatus asing. Usaha mendirikan cabang BAPERKI di wilayah terpencil seperti Bagan itu menjelang pelaksanaan pemilu pertama memang belum mungkin. Wilayah itu merupakan sumber suara peranakan Tionghoa yang besar artinya. Cabang BAPERKI di wilayah itu baru bisa dibentuk dalam rangka pelaksanaan perjanjian penyelesaian dwi kewarga negaraan. Sekali berkembang, BAPERKI di wilayah itu menjadi subur!

Page 352: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

344

Kesulitan lain dalam membangun cabang BAPERKI berkaitan dengan agama. Sementara orang Katolik menjadikan agama sebagai persoalan. Hal ini terasa paling keras di daerah Kalimantan Barat, yang merupakan sebuah pangkalan agama Katolik yang kuat di Indonesia setelah pulau Flores. Tokoh-tokoh Katolik di Kalimantan Barat berusaha untuk “mengconserveer“ peranakan Tionghoa di Kalimantan Barat sebagai pendukung Partai Katolik dalam pemilu. Cara yang digunakan beraneka ragam. Tetapi yang rupanya dianggap paling efektif adalah mencap BAPERKI sebagai pro-Komunis. BAPERKI dinyatakan tidak akan bisa mendukung masuknya missionaries dari luar negeri, khususnya yang lari keluar dari Tiongkok. Hal ini dikemukakan dalam majalah Partai Katolik. Ketika itu pimpinan gereja Katolik adalah seorang Monsiegneur Wang yang “mengungsi“ dari Tiongkok ke Taiwan lalu lari ke Indonesia. Monsiegneur Wang ini diusir ke luar atas perintah Menteri Kehakiman Mr. Djody Gondokusumo, yang menjadi anggota Fraksi yang saya pimpin, Fraksi Nasionalis Progresif. Tokoh-tokoh peranakan Tionghoa di wilayah itu pada umumnya beragama Katolik. Memang ada juga yang telah memperoleh fasilitas untuk mengembangkan kekayaan karena agamanya. Menjelang pemilu pertama, BAPERKI tidak dapat berkembang baik di wilayah tersebut, karena pendukungnya terdiri dari mereka yang berpendidikan Tionghoa bukan Katolik dan tidak termasuk elite di daerah itu. Tetapi perkembangan politik dan ekonomi membuktikan bahwa masalah diskriminasi rasial tidak dapat diselesaikan melalui agama. Hanya beberapa gelintir orang yang bisa menarik keuntungan karena agamanya. Pada umumnya peranakan Tionghoa di Kalimantan Barat merasa di anak-tirikan sekalipun beragama Katolik dan telah mengganti nama untuk membuktikan kesediaan melepaskan “identitas“ Tionghoanya. Menjelang penyelesaian masalah dwi kewarga negaraan, agama ternyata tidak membebaskan mereka dari pilihan dan

Page 353: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

345

dari berbagai macam prosedur yang melukai perasaan. Mereka diperlakukan sebagai anak tiri secara menyolok mata. Dan mereka menghadapi kesulitan mendapatkan tempat di sekolah untuk anak-anaknya. Dengan bantuan sarjana-sarjana asal dari pulau Jawa, Dr. Liem Kiong Wen, Liem Djoe Siong dan Kwee Po Gwan, BAPERKI dapat berkembang di Kalimantan Barat. Hal ini “menakutkan“ Orang-orang yang dihinggapi “phobia“ karena ternyata penonjolan agama tidak dapat mencegah meluasnya lambang kembang teratai disegala pelosok Kalimantan Barat.

Upaya mendirikan cabang-cabang BAPERKI menyebabkan saya keliling untuk memberi berbagai penjelasan tentang program kerja BAPERKI. Saya sering melihat keadaan yang mengharukan. Rapat-rapat pembentukan cabang BAPERKI tidak hanya dihadiri oleh mereka yang naik mobil mewah, naik sepeda, tapi juga oleh mereka yang datang dari tempat-tempat terpencil dengan naik truk. Diantara mereka ada juga wanita tua dan muda yang mengenakan kebaya, dengan menyumpel susur di mulut. Tentunya ada juga yang berpakaian mentereng. Mereka bersedia menyediakan waktu untuk mendengarkan penjelasan Program perjuangan BAPERKI. Orang yang jujur tentu berkesimpulan bahwa pengaruh rapat-rapat penjelasan Program Perjuangan BAPERKI itu memiliki peranan positif dalam memberi pengertian tentang kewarga negaraan Indonesia dan dalam meyakinkan masyarakat Tionghoa untuk menerima Indonesia sebagai tanah airnya, dalam mendorong pengertian bahwa masalah Tionghoa adalah bagian dari masalah Bangsa Indonesia, dalam menjelaskan mengapa rasisme ada dan bagaimana secara golongan, rasisme diatasi. Juga dalam menjernihkan banyak salah pengertian dan prasangka yang terdapat dikalangan masyarakat umumnya. Penjelasan ini juga mendorong masyarakat Tionghoa untuk menerima kenyataan bahwa nasib golongan peranakan Tionghoa tidak bisa diperbaiki tersendiri, melainkan sangat tergantung pada hasil usaha memperbaiki nasib Rakyat Indonesia secara keseluruhan. Keberhasilan dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, secara tidak langsung

Page 354: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

346

juga akan memperbaiki nasib-nya sendiri. Inilah yang diartikan proses meng-integrasi-kan diri dengan Rakyat. Proses menyatukan golongan peranakan Tionghoa dengan kepentingan rakyat secara keseluruhan.

Dengan menjadi banyaknya cabang BAPERKI dalam waktu relatif singkat, BAPERKI telah berhasil mencatat berbagai hasil yang lumayan. BAPERKI tumbuh sebagai kekuatan politik yang cukup berpengaruh.

PERKEMBANGAN BAPERKI

Tentunya masalah kewarganegaraan Indonesia merupakan hal yang terpenting untuk BAPERKI di awal hidupnya. Untuk memenuhi janji para pejuang kemerdekaan yang dicantumkan dalam Manifesto Politik November 1945 merupakan perjuangan kompleks, berlika liku dan memakan waktu lama. Hingga kini penyelesaiannya masih belum tuntas. . Kegiatan BAPERKI dalam hal ini dituturkan di bagian lain. Salah satu langkah perjuangan yang dimaksud adalah berpartisipasi dalam gelanggang demokrasi, yaitu memperjuangkan diisinya perwakilan golongan minoritas di DPR oleh tokoh-tokoh yang membawa aspirasi golongannya, bukan oleh orang-orang yang lebih mementingkan kebijakan partai politik. Seperti yang dituturkan sebelumnya, para pendiri BAPERKI telah bersepakat untuk ikut aktif dalam PEMILU pertama, untuk mengisi perwakilan golongan minoritas di DPR dan Konstituante. Dengan demikian, golongan minoritas turut menciptakan dan menentukan UU yang bisa menjamin hilangnya rasisme. Menjelang Kongres BAPERKI pada pertengahan 1954, di mana akan ditentukan daftar calon-calon BAPERKI, ternyata cabang Surabaya, di bawah pimpinan Tjoa Sik Ien, mengajukan keberatan terhadap ikut sertanya BAPERKI dalam Pemilihan Umum. Tjoa Sik Ien tidak hadir dalam rapat pembentukan BAPERKI, sehingga tidak

Page 355: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

347

turut memperdebatkan turut sertanya BAPERKI dalam PEMILU. Alasan-alasan yang dikemukakannya adalah:

BAPERKI1. bukan partai politik dan tidak menganut ideologi tertentu. Oleh karena itu sulit menentukan calon-calon untuk PEMILU. Karena ini bisa menimbulkan konflik dengan para calon anggota Partai Politik, yang tentunya ingin Partai Politik-nya memenangkan PEMILU. BAPERKI2. pada saat itu baru mampu menghimpun golongan Tionghoa saja, belum mampu menyusun kekuatan golongan keturunan lain. Dengan demikian, tujuan untuk mewakili golongan minoritas tidak mungkin tercapai. Jaminan perwakilan untuk golongan kecil ini merupakan 3. warisan UUD Sementara RIS, hasil perjanjian KMBJaminan perwakilan untuk golongan kecil itu, tidak akan 4. mungkin diisi semua oleh wakil-wakil pilihan golongan minoritas. Oleh karena itu sebaiknya tokoh-tokoh BAPERKI masuk ke dalam partai-partai politik untuk menjadi calon-calon-nya sehingga kemudian mengisi jaminan kursi untuk golongan minoritas.

Berdasarkan pengalaman dan pengamatan politik, saya menyimpulkan bahwa kepentingan partai politik tidak selalu sama dengan kepentingan golongan minoritas. Oleh karena itu bilamana jaminan perwakilan golongan minoritas diisi oleh wakil partai politik, kepentingan golongan minoritas bisa saja tidak diperjuangkan semaksimal mungkin. Pendapat ini didukung oleh cabang-cabang lainnya. Setelah diadakan diskusi panjang lebar, akhirnya cabang Surabaya menerima keputusan untuk berpartisipasi dalam PEMILU. Tentangan dari dalam bisa diatasi dengan mudah. Tetapi terdapat juga tentangan keras dari turut sertanya BAPERKI dalam PEMILU. Pada tanggal 16 Juni 1954, Saine Mangunpranoto dari PNI melalui wawancara yang diterbitkan dalam Sin Po menyatakan: Bilamana golongan minoritas memilih calonnya sendiri, golongan

Page 356: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

348

tersebut akan terisolasi di antara golongan mayoritas. Tujuan PNI adalah menghilangkan apa yang dinamakan golongan minoritas dengan memasukkan golongan minoritas ke dalam tubuh golongan mayoritas. Oleh karenanya PNI menentang adanya organisasi minoritas mengajukan calon-calonnya. Pendirian PNI itu dipertegas dalam tajuk rencana Berita Minggu, 20 Juni 1954, yang mengemukakan alasan-alasan sbb:

PNI1. tidak ingin melihat bangsa Indonesia terpecah belah dalam golongan-golongan, di antara mana ada yang dinamakan golongan minoritas dan mayoritas PNI2. ingin melihat adanya satu bangsa dengan kewajiban dan hak sama. Tidak diadakan perbedaan atas dasar ras, keturunan dan juga politik;Tidak ada Partai Politik yang hanya berjuang untuk satu 3. golongan saja, misalnya untuk golongan “asli” saja;

Anehnya pandangan positif yang membangun ini tidak dimanifestasikan dalam kebijakan para tokoh-nya yang menjadi menteri-menteri di berbagai Kabinet. Bukan saja mereka tidak memperjuangkan hilangnya golongan minoritas, dan membuktikan bahwa PNI tidak hanya berjuang untuk golongan “asli”, mereka malah mengeluarkan dan melaksanakan berbagai kebijakan yang mendiskriminasikan Tionghoa, untuk memperkaya segelintir tokoh “asli”. Dan menjelang PEMILU, untuk menarik simpati golongan yang oleh para tokohnya didiskriminasi, mereka mengeluarkan pernyataan yang bertolak belakang dengan kebijakan rasis. Pendirian Partai Katolik dicanangkan melalui majalah “Penabur” No.3, tanggal 30 Mei 1954. Mereka mengkhawatirkan umat Tionghoanya mendukung BAPERKI. Majalah itu menuduh BAPERKI merupakan “bahaya” bagi umat Katolik. Selain itu, “Penabur” menyatakan bahwa wakil-wakil BAPERKI akan bersikap pasif dalam parlemen, acuh-tak-acuh terhadap kehidupan warga Katolik, terutama di dalam bidang pendidikan, perkawinan dan masuknya missionaries ke Indonesia. Majalah “Het Katholieke Leven” tanggal 20 Juni 1954, lebih jelas dalam menginginkan Partai Katolik untuk memborong semua

Page 357: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

349

suara orang-orang beragama Katolik: ...Sudah jelas, bahwa bagi kaum Katolik mendapat wakil sebanyak mungkin dalam Konstituante maupun Parlemen baru adalah soal mati hidup. Untuk ini perlu sekali diusahakan jangan sampai ada satu suara Katolik hilang dan bahkan sedapat mungkin juga berusaha mendapatkan suara dari orang-orang bukan Katolik ... Menjelang Pemilihan Umum partai-partai politik sangat mengharapkan bisa mendapatkan suara dari golongan peranakan Tionghoa. Berdirinya BAPERKI tentu merupakan ancaman yang dikhawatirkan, khususnya Partai Katolik yang mayoritas penganutnya adalah peranakan Tionghoa. Terjadilah sikap yang sangat ganjil, di satu pihak partai politik itu berusaha mendapatkan suara dukungan dari peranakan Tionghoa, tapi dipihak lain mereka mendukung praktek diskriminasi rasial yang dilaksanakan menteri dari Partainya sendiri. Walaupun ada sementara peranakan Tionghoa yang turut menikmati akibat kebijakan diskriminasi rasial, sebagian besar Tionghoa merasakan dampak negatifnya. Sebaik reaksi dari berbagai tentangan ini, BAPERKI mengeluarkan beberapa pernyataan yang menekankan:

BAPERKI1. adalah sebuah organisasi massa yang terbuka untuk setiap warga negara Indonesia. Dengan demikian BAPERKI bukan sebuah organisasi minoritas, karena keanggotaannya tidak terbatas hanya untuk golongan minoritas.BAPERKI2. menerima kenyataan bahwa dalam UU PEMILU ada jaminan untuk golongan kecil untuk DPR dan Konstituante. BAPERKI ingin memastikan bahwa jaminan ini tidak dikorupsi oleh partai-partai politik besar yang lebih mementingkan terlaksananya program politik mereka di DPR dan Konstituante. Dan ini akan menghambat proses pembangunan Nasion Indonesia. Nasion Indonesia adalah Nasion yang pluralistik dan 3. Nasion yang seharusnya menentang diskriminasi rasial, di mana tidak ada salah satu bagiannya yang merasa dianak-tirikan dan digencet.

Page 358: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

350

Sejak Indonesia merdeka, sebelum KMB4. , KNIP dan Badan Pekerja KNIP terdapat perwakilan golongan minoritas. Kebijakan di zaman itu tidak mencampuri aduk keanggotaan dari partai politik dengan perwakilan minoritas. Sebagai contoh Tan Ling Djie duduk di Badan Pekerja KNIP sebagai wakil Partai Sosialis, sedangkan Siauw Giok Tjhan duduk di dalam badan Pekerja KNIP sebagai wakil golongan minoritas. Jaminan Perwakilan untuk golongan kecil, yang ditujukan 5. untuk memupuk perasaan senasib dan sepenanggungan dalam golongan kecil, tidak boleh dijadikan alat untuk mengkoreksi hasil Pemilihan Umum. Jumlah perwakilan untuk golongan kecil cukup besar untuk mengubah suara yang dihasilkan oleh Pemilihan Umum, yaitu 9 untuk golongan peranakan Tionghoa, 6 untuk golongan peranakan Eropa dan 3 untuk golongan peranakan Arab -- total 18 suara.

Dengan demikian BAPERKI turut berkampanye untuk PEMILU. Ternyata ini merupakan kesempatan baik untuk mempercepat disebar luaskannya program politik BAPERKI di kalangan masyarakat Tionghoa, sehingga dukungan terhadap BAPERKI lebih terkonsolidasi. Akan tetapi menjelang PEMILU, desakan dari PSI dan Partai Katolik untuk membatasi atau bahkan menjegal BAPERKI terlalu kuat untuk dibendung. Sehingga para tokoh pendiri BAPERKI yang berafiliasi dengan Partai Katolik dan PSI meninggalkan barisan BAPERKI. Ternyata upaya untuk menggagalkan BAPERKI tidak berhasil. BAPERKI tetap berkembang dan efektif dalam kampanye PEMILU.

Pemilu ternyata hanya menghasilkan dua orang wakil peranakan Tionghoa yang terpilih yaitu Siauw Giok Tjhan untuk daftar calon BAPERKI dan Oey Hay Djoen untuk daftar calon PKI. Lain peranakan tidak ada yang terpilih. Dengan demikian maka partai-partai politik lalu berusaha mengisi jaminan perwakilan untuk golongan kecil untuk menambah kursi mereka masing-

Page 359: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

351

masing. Keinginan partai tentu saja tidak identik, tidak sama dengan keinginan golongan minoritas yang memperoleh jaminan itu. PNI yang pernah berulang kali mengadakan rapat penerangan untuk peranakan Tionghoa, ternyata tidak meng-goalkan calon peranakan. PSI juga gagal. Mereka mengharap dapat menambah wakil dengan pengangkatan untuk mengisi jaminan perwakilan. Demikian juga Partai Katolik. Tidak ada satu-pun calonnya yang terpilih. Pilihan masyarakat Tionghoa sebagian besar menuju ke BAPERKI. Kekhawatiran bahwa jaminan perwakilan untuk golongan kecil akan dikorupsi ternyata dibenarkan oleh kenyataan. Masyumi memperoleh tambahan seorang wakil, yaitu Oei Tjing Hien, seorang tokoh Persatuan Tionghoa Islam di Padang. NU sebagai partai pemerintah memperoleh tambahan lebih banyak, yaitu dua orang untuk peranakan Tionghoa, yang ternyata dua-duanya bukan Islam. Dua orang peranakan Tionghoa untuk memperkuat NU adalah Tan Oen Hong seorang pengusaha besar dan Tan Kiem Liong yang dulunya pernah menyelenggarakan rapat-rapat penerangan untuk PNI dan bekerja sebagai foto-reporter harian PNI “Suluh Indonesia“. PKI juga memperoleh tambahan seorang yaitu Tjoo Tik Tjoen. PNI memperoleh tambahan seorang yaitu Lie Poo Yoe, seorang pengusaha dari Purwokerto, ditambah dengan seorang wakil peranakan Eropa dan seorang peranakan Arab. Partai Katolik juga memperoleh tambahan dengan diangkatnya Tjung Tin Yan S.H. Jaminan perwakilan untuk golongan kecil lainnya dibagikan diantara partai-partai besar. Keganjilan ini menimbulkan interpelasi Siauw Giok Tjhan dengan dukungan Fraksi Nasional Progresif. Interpelasi itu ternyata berhasil menimbulkan kompromi, setelah DPR dapat diyakinkan bahwa cara pengangkatan demikian itu merusak arti jaminan perwakilan untuk golongan kecil disamping menyalahi ketentuan UU pemilu. Dikemukakan juga bahwa

Page 360: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

352

dalam melaksanakan Dekrit Presiden No.6/1946 untuk mengisi jaminan perwakilan untuk golongan kecil, peranakan Tionghoa yang dipilih oleh partai-partai masing-masing, tidak mengurangi jaminan perwakilan untuk golongan kecil. Dalam KNIP di Malang, Liauw King Hoo dipilih oleh PKI, Oei Gee Hwat dan Tan Ling Djie dipilih oleh partai Sosialis. Mereka ini tidak mengurangi jaminan perwakilan untuk golongan kecil. Juga duduknya Tan Ling Djie dalam Badan pekerja KNIP atas nama Partai Sosialis, tidak mengurangi wakil peranakan Tionghoa dalam Badan pekerja KNIP, yang diisi oleh Siauw Giok Tjhan. Kompromi yang dicapai sebagai akibat interpelasi saya itu yalah: Ko Kwat Oen seorang Kristen yang sedianya hendak diangkat untuk menambah kuat fraksi NU didrop dan diganti dengan seorang wakil yang dipilih oleh BAPERKI, yaitu Ang Tjiang Liat seorang kelahiran Banjarmasin dan bekerja sebagai Jaksa di Bali. Selanjutnya dalam kompromi itu disetujui bahwa pengisian sisa jaminan perwakilan untuk Konstituante, separoh dari seluruh kursi golongan minoritas, diisi dengan wakil-wakil dari BAPERKI. Rupanya Kabinet Ali itu menganggap bahwa imbangan suara didalam Konstituante tidak menentukan nasib Kabinet. Kabinet menganggap perlu memperbesar dukungannya dengan menambah anggota-anggota partai-partai pendukungnya. Dengan demikian jelas bahwa jaminan perwakilan untuk golongan kecil, yang tujuannya untuk menjamin pelaksanaan demokrasi, ternyata bisa diselewengkan untuk memperkokoh kedudukan Kabinet untuk bisa terus berkuasa.

Akan tetapi saya berpendapat bahwa bekerja di dalam masyarakat jauh lebih penting daripada bekerja didalam Dewan Perwakilan Rakyat. Bekerja didalam DPR hanyalah perjuangan mencapai persamaan formil, sedang bekerja di tengah masyarakat bisa memperbesar pressure groups di dalam masyarakat untuk mencapai persamaan perlakuan secara nyata. BAPERKI ternyata bisa menyelesaikan berbagai keganjilan yang terjadi didalam masyarakat. Banyak macam salah pengertian

Page 361: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

353

dan kekaburan pengertian yang sengaja diciptakan sementara orang untuk kepentingan pribadi atau golongannya, bisa secara berangsur diluruskan. Program kerja BAPERKI, sejak pendiriannya pada tahun 1954, bisa disimpulkan sbb:

Memperjuangkan dalam waktu singkat dihapuskannya 1. peraturan- peraturan dan perbuatan-perbuatan di berbagai bidang yang meng-anak-tirikan golongan TionghoaMemperjuangkan penggantian ketentuan-ketentuan 2. dibidang Agraria, yang berlaku pada waktu itu dengan ketentuan-ketentuan Agraria yang berwatak nasional dan tidak mengenal perbedaan antara sesama warga-negara. Ini menjamin hak milik tanah untuk pertanian bagi warga-negara yang penghidupannya tergantung atas hasil pekerjaan sebagai petani. Diperjuangkan juga adanya persediaan tanah untuk pembangunan perumahan Rakyat dan pembangunan perusahaan-perusahaan industri dengan mendahulukan usaha pembangunan perumahan Rakyat untuk mengatasi kekurangan perumahan di kota-kota besar.Memperjuangkan diperluasnya kesempatan untuk setiap 3. anak warga-negara untuk belajar dan menuntut ilmu dengan diperbanyaknya rumah sekolah negeri, disamping menganjurkan dan mendirikan sekolah-sekolah swasta yang bernilai sederajat dengan sekolah-negeri. Dan penjaminan kebebasan pada sekolah-partikelir untuk memelihara dan mengembangkan kebudayaan masing-masing golongan, termasuk agama sebagai pelaksanaan semboyan Bhineka Tunggal Ika.Memperjuangkan adanya kesempatan sama serta seluas-4. luasnya pada modal dan tenaga segenap warga-negara untuk ikut serta dalam pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional, yang membebaskan Rakyat dari rasa takut menderita kekurangan dan kemiskinan.Memperjuangkan pelaksanaan keadilan sosial dengan 5. menjamin kesempatan bekerja seluasnya pada setiap warga-

Page 362: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

354

negara dengan memperbaiki jaminan-jaminan sosial bagi buruh, tani dan Rakyat jelata dengan dikerjakan usaha-usaha untuk mempercepat peningkatan kemakmuran Rakyat.Memperjuangkan tercapainya pergaulan ramah tamah tanpa 6. adanya salah pengertian dan bersih dari napsu saling tindas-menindas.Menganjurkan pada semua warga-negara untuk selalu lebih 7. mengutamakan kepentingan nasional dari kepentingan golongan atau pribadi.Mendidik massa BAPERKI8. untuk mengerti dan mentaati semangat yang terkandung di dalam UUD Negara dan menjadikannya bagian dari kehidupan sehari-hari Memperjuangkan diperkuatnya jaminan ketentuan hukum 9. dan jaminan ketentuan berusaha dengan menyempurnakan alat-alat kekuasaan negara serta pemberantasan segala jenis korupsi dan birokrasi yang berlebihanMemperjuangkan diperkuatnya pengawasan atas pemakaian 10. uang Negara dan rasionalisasi pengeluaran biaya-biaya Negara.

Program Kerja BAPERKI yang dituturkan di atas tidak memungkinkan orang menuduhnya sebagai organisasi yang eksklusif, karena yang didahulukan adalah kepentingan nasional dan kepentingan Rakyat terbanyak. BAPERKI berpendirian bahwa kemajuan dan peningkatan taraf hidup rakyat terbanyak menguntungkan juga semua golongan didalam masyarakat, baik sebagai pemilik warung maupun sebagai buruh, dan sebagai pengusaha. Ada orang bertanya, mengapa BAPERKI memperjuangkan juga jaminan tanah untuk petani? Jawabannya yalah masalah pembagian tanah untuk penggarapnya, petani, memainkan peranan dalam membangkitkan kemakmuran Rakyat. Adanya masalah tanah menimbulkan diskriminasi antar warga-negara dan secara langsung merugikan warga-negara Indonesia keturunan Tionghoa. Bisa dikemukakan sebuah contoh. Pada bulan Juni 1953, dengan alasan Tionghoa memiliki kewarganegaraan rangkap, di

Page 363: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

355

Bali, telah disita kebun-kebun kopi kecil milik penduduk Tionghoa. Mereka sudah berbelasan keturunan menggarap kebun-kebun itu. Di Bali, ada pula yang diangkat oleh orang-orang disekitarnya sebagai Padanda – guru agama Hindu Bali. Penyitaan ini melanggar hukum, baik hukum yang berlaku maupun hukum adat Bali sendiri. Akan tetapi tetap dilakukan oleh Gubernur setempat. Atas desakan saya di parlemen, pemerintah mengakui bahwa penyitaan yang dilakukan melanggar hukum dan menyatakan bahwa hak milik perkebunan kopi itu tetap di tangan orang-orang Tionghoa. Selain di Bali, di Sumatera Utara juga pernah timbul sengketa tanah yang cukup hebat. Yang menyangkut kaum tani Tionghoa. Kaum tani Tionghoa di Sumatera Utara itu, adalah keturunan kuli-kuli kontrak jaman VOC yang sudah menetap di daerah itu ratusan tahun. Jadi sudah seharusnya diperlakukan sebagai “asli”. Tapi, karena mereka hidup tetap dalam adat-istiadat Tionghoa, masih berbahasa Tionghoa dialek Hokkian dan menyandang nama-nama Tionghoa yang bersuku tiga, mereka dikategorikan sebagai golongan Tionghoa. Dan didiskriminasi. Memang di Indonesia terdapat banyak daerah di mana penduduk Tionghoa sudah menetap bergenerasi. Seperti Bagan Siapi-api. Mayoritas penduduknya adalah nelayan Tionghoa. Bahasa daerah itu adalah Hokkian kuno. Ada juga beberapa daerah di Kalimantan Barat. Mayoritas penduduk nya adalah petani Tionghoa, menanam lada, menyadap karet hutan dan mengusahakan rotan dan tengkawang. . Bahasa yang dipergunakan mereka yang sudah berbelasan generasi hidup di sana adalah Tio Chiu. Demikian juga di Bangka. Pada tahun 1950-an banyak kampung masih menggunakan nama dalam bahasa Tionghoa Tio Chiu. Penduduknya sudah menetap lebih dari 10 generasi. Akan tetapi mereka tetap dianggap sebagai non “asli”. Dianggap sebagai warga negara “baru” yang harus dicurigai dan didiskriminasi. Kesemuanya inilah yang mendorong BAPERKI mengajukan

Page 364: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

356

usul bahwa penduduk Tionghoa yang sudah bergenerasi menetap di berbagai daerah dan menjadi mayoritasnya, memiliki kwalifikasi sebagai salah satu suku etnis Indonesia. Bahasa yang dipergunakan di daerah-daerah itu berkembang di daerah-daerah itu dan cukup berbeda dengan bahasa yang dipergunakan oleh penduduk di tempat asal mula di Tiongkok. Oleh karena itu BAPERKI-pun mengusulkan bahasa-bahasa itu diterima sebagai bahasa daerah. Usul dijadikannya Tionghoa sebagai salah satu suku Indonesia baru secara gencar dicanangkan setelah Bung Karno menerimanya sebagai istilah “suku Tionghoa” dalam amanat yang diberikan dalam kongres BAPERKI pada tahun 1963.

Berkembangnya BAPERKI dan dukungan yang ia terima dari masyarakat menandakan bahwa ia memiliki alasan hidup. Ia berhasil memperoleh dukungan besar dari pusat sampai ke daerah-daerah di seluruh Indonesia. Dalam sejarah Indonesia, belum pernah ada organisasi massa yang dipimpin oleh seorang peranakan Tionghoa tetapi mampu memperoleh dukungan dari berbagai suku lainnya dan didalam perkembangannya juga mengikutsertakan mereka yang dinamakan “asli” dalam tingkat pimpinan.

Sejak masa kampanye PEMILU, BAPERKI dituduh Komunis, dan saya adalah tokoh Komunis yang terlibat peristiwa Madiun. Di masa pengembangannya, apalagi setelah ia memperoleh dukungan luas, tuduhan BAPERKI Komunis menjadi lebih santer. Dikatakan bahwa BAPERKI selalu seirama dengan PKI. Contoh yang digunakan adalah PKI dan BAPERKI menyatakan ledakan rasis pada tahun 1963 adalah tindakan kontra revolusioner. Patut diperhatikan bahwa sikap BAPERKI terhadap ledakan rasisme sebenarnya memang seirama dengan sikap Bung Karno, yang malah menyatakannya sebagai tindakan kontra revolusioner yang ditujukan ke dirinya sendiri. Memang sejak zaman penjajahan, Komunisme dijadikan momok. Cukup sering Belanda menyatakan bahwa gerakan kemerdekaan Indonesia dipimpin oleh orang-orang Komunis. Padahal jelas, bahwa gerakan kemerdekaan Indonesia tidak dimonopoli oleh orang-orang Komunis.

Page 365: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

357

Contoh lain yang digunakan adalah BAPERKI mengikuti PKI dalam mendukung konsep gotong royong berporoskan NASAKOM. Lagi-lagi sebuah kesimpulan yang tidak tepat. Konsep NASAKOM tidak datang dari PKI, melainkan dari Bung Karno – berdasarkan tulisannya pada tahun 1926. Bung Karno mencanangkan konsep ini dalam sebuah sidang DPA. Istilah yang semula ingin digunakan adalah NASIKOM – Nasionalisme, Islamisme dan Komunisme. IJ kasimo, dari Partai Katolik mengajukan keberatan dan menganjurkan “Islam” diubah menjadi “Agama”. Akhirnya diterimalah konsep NASAKOM oleh semua anggota DPA, yang terdiri dari berbagai aliran politik. Konsep persatuan yang dimulai itu memang memisahkan masyarakat. Ada yang mendukung ada yang menentang. BAPERKI memilih untuk mendukungnya, karena dianggap sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia. Sikap ini ternyata tidak unik. Setiap elemen politik, termasuk para Jendral Angkatan Darat menyatakan dukungannya. Bahwa dukungan ini kemudian diketahui sebagai dukungan “lip-service”, itu jelas. Akan tetapi mendukung NASAKOM tidak berarti masuk sebagai anggota PKI atau berafiliasi dengan PKI. Sikap mendukung NASAKOM itu dilakukan secara konsekwen, walaupun dalam pelaksanaannya, BAPERKI mengalami kerugian. Proses NASAKOMISASI ternyata merugikan posisi BAPERKI di DPR-GR dan juga DPRD. Proses me-NASAKOM-kan DPRGR, menyebabkan seorang wakil BAPERKI, Ang Tjiang Liat dikesampingkan. Demikian juga DPRD Jawa Timur, wakil BAPERKI harus kehilangan kursinya. Kritik lain yang dilontarkan pada BAPERKI ketika itu, adalah BAPERKI tidak menarik garis pemisah yang tegas antara peranakan Tionghoa yang berkewarga-negaraan Indonesia dengan orang Tionghoa-asing. Memang benar, BAPERKI tidak menarik garis pemisah tegas antara peranakan Tionghoa yang berwarga-negara Indonesia dengan Tionghoa-asing. Karena sejak BAPERKI didirikan, bercita-cita memperkecil jumlah orang Tionghoa berstatus asing. Memperjuangkan agar mereka yang asing tidak diusir keluar dari

Page 366: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

358

Indonesia karena tindakan ini melanggar hak-hak azasi manusia. BAPERKI berpendapat, adanya jumlah orang-asing yang banyak adalah tidak sehat. Harus diciptakan iklim dan suasana kehidupan bermasyarakat yang memungkinkan mendorong mereka untuk menjadi warga-negara Indonesia, melalui proses naturalisasi. Dan setelah menjadi warga-negara Indonesia mereka diberi kesempatan untuk menjadi warga-negara Indonesia sejati, patriot dan demokrat Indonesia – seperti yang tertuang dalam Manifesto Politik 1945. Oleh karena itu juga, dalam bidang pendidikan, BAPERKI menerima mereka yang berstatus asing. Karena BAPERKI berpendapat dengan melalui kurikulum pendidikan nasional dan program pendidikan BAPERKI, mereka akan terdidik untuk menjadi murid Pancasialis, sekaligus ahli. Dan kemudian ketika mencapai usia memilih, mereka memilih kewarganegaraan Indonesia. Fraksi BAPERKI didalam DPR-GR dan juga di MPR-S selalu memperjuangkan agar diciptakan iklim yang memungkinkan pengerahan modal domestik, yang pada waktu itu sebagian besar dimiliki Tionghoa asing, untuk pembangunan ekonomi nasional. Juga dianjurkan agar modal mereka disalurkan ke modal perindustrian ringan dan menengah, dengan incentive pemerintah, antara lain adanya tax-holiday, tax-exemption, masa bebas pajak 3-5 tahun untuk modal yang dikerahkan dalam perindustrian. Anjuran ini dilakukan bertujuan, agar mereka memiliki ikatan yang lebih erat dengan kepentingan ekonomi Indonesia dan juga untuk menghilangkan sifat “hit & run” (memukul dan lari). Usul ini kemudian diterima sebagai usaha mempermudah pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional atas dasar prinsip berdiri diatas kaki sendiri. Ketentuan untuk memobilisasi modal domestik memang sudah ditetapkan dalam Ketetapan MPR-S sejak tahun 1963, tetapi pelaksanaannya sering macet. Contohnya pengerahan modal di bidang perindustrian. Untuk menjamin suksesnya pengerahan modal domestik dari bidang perdagangan ke bidang perindustrian kecil dan menengah,

Page 367: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

359

dibutuhkan adanya jaminan berusaha yang cukup kuat. Apalagi modal yang ditanam dibidang perindustrian itu, sekalipun kecil atau menengah, tidak mudah ditarik keluar dan dibawa-pergi seperti halnya modal dibidang perdagangan. Jaminan keamanan berusaha itu, sering diganggu dengan kebijakan kekuasaan militer setempat. Misalnya, ada seorang Jendral di daerah mempunyai hubungan keluarga dengan pemilik kebun kelapa yang cukup besar. Ia melihat hasil dari kebun kelapanya akan menjadi besar bila dijadikan kopra, dimana kopra biasa digiling menjadi minyak-goreng. Ia lalu mengeluarkan peraturan yang memaksa pemilik pabrik minyak goreng di wilayahnya, seorang pedagang Tionghoa, untuk membeli kopra hanya dari perkebunan keluarga sang Jendral dengan harga yang ia tentukan. Tentu saja hal seperti ini tidak menciptakan iklim yang mengundang pengusaha Tionghoa untuk mengalihkan modalnya ke bidang perindustrian. Dalam bidang penggilingan padi, jaminan yang diharapkan juga tidak kunjung ada. Para penggiling Padi Tionghoa diwajibkan menggiling padi yang disediakan pemerintah. Mereka tidak bisa menggiling padi yang digarapnya sendiri walaupun yang Pada awal 1960-an di Jawa-Barat ada instruksi penguasa militer yang mengharuskan perusahaan-perusahaan industri ringan melakukan pendaftaran ulang. Dan syarat pendaftaran ulang itu adalah 50% kepemilikan perusahaan harus berada di tangan orang “asli”. Bilamana syarat ini tidak dipenuhi, izin berusaha tidak akan diberikan. Saya menghubungi Perdana Menteri Djuanda dan meyakinkannya bahwa tindakan Gubernur itu melanggar UU dan juga merusak upaya mendorong pengusaha Tionghoa untuk berkecimpung dalam bidang industri ringan. Atas desakan saya, kebijakan penguasa militer dibekukan. Sebelum peraturan ini dibekukan, banyak orang datang ke pengusaha Tionghoa untuk menawarkan jasa orang “asli” yang bersedia namanya dipergunakan sebagai pemilik saham 50%. Cara demikian tentunya bukan cara

Page 368: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

360

sehat dalam membangun ekonomi nasional dan bertentangan dengan jiwa proklamasi 45. BAPERKI selalu siap menegor peraturan atau ketentuan yang dianggap melanggar UU dan yang bersifat rasis. Banyak teguran itu berhasil mengubah peraturan dan ketentuan, yang dibuat untuk menguntungkan segelintir pejabat, di antaranya penguasa militer di daerah daerah.

KONSEP ASSIMILASI DAN LPKB

Oleh karena itu wajar bilamana kehadiran BAPERKI di dalam kancah politik nasional, dianggap merugikan sementara pejabat dan pimpinan militer. Inilah rupanya yang mendorong dibentuknya sebuah organisasi tandingan yang mampu mengurangi pengaruh BAPERKI. Kesempatan untuk itu tersedia ketika Bung Karno, di dalam sebuah amanatnya di Yogyakarta menyatakan bahwa ia gandrung dengan terjadinya perkawinan antar suku. Menteri Achmadi, di konperensi BAPERKI juga menganjurkan terjadinya perkawinan campuran untuk mengatasi garis rintangan rasial (racial barriers). Oleh sementara tokoh peranakan, ide-ide yang dicanangkan ini adalah konsep asimilasi total. BAPERKI tidak pernah bersedia menggunakan konsep assimilasi sebagai dasar perjuangannya. Karena sejak zaman revolusi fisik, istilah assimilasi menimbulkan kekaburan pikiran, seolah-olah untuk menjadi warga negara Indonesia, orang harus terlebih dahulu melaksanakan kawin campuran. Ada banyak perisitiwa di mana gadis-gadis Tionghoa diganggu oleh pemuda-pemuda yang berada di dalam barisan perjuangan. Mereka beranggapan bahwa gadis-gadis ini adalah calon isterinya. Pelopor gerakan assimilasi yang menandatangani Piagam Assimilasi di Ambarawa pada awal tahun 60-an, menitik beratkan kawin campuran dan ganti nama. Walaupun tidak ada unsur paksaan

Page 369: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

361

dalam konsepsi assimilasi, tetapi BAPERKI mengkhawatirkan konsepsi ini akan meluncur ke sebuah proses pemaksaan, baik secara halus maupun kasar. Yang menarik perhatian adalah, para promotor gerakan “asimilasi-total” itu adalah orang-orang Katolik, agama minoritas di Indonesia. Yang mereka anjurkan adalah “asimilasi-total”, sebagai proses penghilangan ciri-ciri khas Tionghoa sebagai golongan minoritas. Tetapi mereka tidak menganjurkan mengganti agama dengan agama yang dianut mayoritas, Islam. Memang ada kesan bahwa kelompok yang menganjurkan konsep assimilasi ini menginginkan BAPERKI hilang pengaruhnya di kalangan Tionghoa yang menjadi pendukung utama Partai Katolik. Karena propaganda yang kelompok ini lontarkan seirama dengan yang pernah Partai Katolik utarakan, yaitu BAPERKI adalah organisasi Komunis karena dipimpin oleh Siauw Giok Tjhan, yang komunis. Mereka juga menuduh bahwa BAPERKI, Yang tidak membedakan antara warga negara keturunan Tionghoa dengan mereka yang asing, akan membawa massa-nya berkiblat ke RRT. Memang seperti yang dituturkan di atas, BAPERKI membuka pintu lebar-lebar untuk Tionghoa yang berstatus asing. Tujuannya memang mengajak mereka untuk memilih kewarganegaraan Indonesia.. Jadi mengajak mereka untuk berkiblat ke Indonesia, bukan untuk berkiblat ke RRT. BAPERKI berpendapat bahwa upaya ini sebenarnya menguntungkan Indonesia, bukan RRT. Banyak orang Tionghoa di Indonesia berstatus asing bukan karena keinginannya, tetapi karena perkembangan politik yang oleh BAPERKI ingin diperjuangkan perubahannya. Perubahan yang sesuai dengan UU dan hak azasi manusia. BAPERKI juga berpendapat bahwa ideologi politik sebuah organisasi bukan ukuran utama dalam ukuran memperoleh dukungan masyarakat. Yang menjadi ukuran utama adalah sumbangsihnya. Dalam perkembangan BAPERKI, terutama setelah ia berkecimpung dalam bidang pendidikan, banyak sumbangan mengalir dari kelompok yang tidak bisa dikatakan pro RRT.

Page 370: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

362

Dalam Kongres BAPERKI 1963, yang dihadiri juga oleh Bung Karno, saya mempertegas pendirian BAPERKI: “Massa pendukung BAPERKI menyadari, bahwa perjuangan mencapai masyarakat Panca Sila yang adil dan makmur akan makan waktu panjang dan memerlukan pengerahan seluruh kemampuan serta kekuatan nasional revolusioner, disamping memerlukan konsentrasi dari segala perhatian kita terhadap pelaksanaannya.” “Mengingat kenyataan ini terasa lebih menguntungkan apabila kita tidak menimbulkan persoalan-persoalan yang langsung bersangkut-paut dengan pelaksanaan mencapai masyarakat Panca Sila, tidak mengalihkan perhatian dan usaha kepersoalan “ganti-nama”, “kawin-campuran” dan “ganti-agama” sebagaimana diajukan kaum konseptor “asimilasi-total” itu. Karena soal memilih nama, soal memilih jodoh untuk hidup bersama, soal menentukan agama sebagai jalan kedekatan dirinya dengan Tuhan, semata-mata adalah persoalan pribadi seseorang yang harus dijamin haknya. Dimana berdasarkan hak-hak asasi manusia yang harus dijunjung tinggi, adalah persoalan yang sedikitpun tidak boleh ada unsur paksaan!” “Berdasarkan pengertian, bahwa para penganjur “asimilasi-total” tentunya juga didorong oleh cita cita luhur demi kepentingan Rakyat dan Tanah air Indonesia, yang juga setuju akan Panca Sila, setuju konsep gotong-royong berporoskan NASAKOM, yang tentunya juga bebas dari komunis-phobia dan Rakyat-phobia. Dengan demikian mereka juga menyetujui program Front Nasional, yang penting artinya untuk merombak struktur masyarakat peninggalan kolonial Belanda, untuk mewujudkan masyarakat baru Indonesia yang nasional demokratis, harus ikut menciptakan suasana yang baik untuk meningkat memasuki tahap revolusi sosialis. Maka BAPERKI mengajak mereka untuk tidak memboroskan waktu dan bagi usaha yang dikuatirkan bisa memecah-belah konsentrasi perhatian terhadap pelaksanaan Panca Program Front Nasional untuk bekerja-sama, kalau perlu berkompetisi dengan BAPERKI dalam usaha pengerahan Funds & Forces progresif guna menjamin kelancaran pembangunan masyarakat Panca Sila!” “BAPERKI yakin, bahwa setiap orang revolusioner Indonesia

Page 371: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

363

dalam tingkat perjuangan sekarang ini, yang digunakan sebagai ukuran untuk menilai seseorang revolusioner, tentu bukan apakah dia sudah di-asimilasi 100%, 80%, 50%, 25% atau 0%, yang sangat sulit menentukan ukurannya itu. Bukan! Yang menjadi ukuran tentu, satunya kata dan perbuatan sebagai warga-negara yang betul-betul Manipolis sejati, yang tidak bersikap komunis-phobi dan kontra revolusioner!” Jawaban Bung Karno dalam amanat di Kongres yang sama menegaskan bahwa baginya, BAPERKI adalah organisasi yang baik dan berguna untuk Revolusi Indonesia. Dan ia menerima ajakan saya untuk tidak menitik beratkan masalah ganti nama atau kawin campuran sebagai syarat menjadi warga negara Indonesia yang baik. Tentunya amanat Bung Karno merupakan pukulan berat untuk gerakan assimilasi. Namun mereka tidak putus-asa. Dengan bantuan Kolonel Sutjipto SH., sekretaris KOTI, yang kemudian menjadi G-V KOTI dengan pangkat Brigjen, mereka berhasil memperoleh tanda tangan Bung Karno untuk mendirikan LPKB (Lembaga Pembina Kesatuan Bangsa) sebagai organisasi resmi dibawah pengawasan Menko Roeslan Abdulgani. Rupanya ada anggapan bahwa kedudukan resmi ini memungkinkan mereka bergerak cepat dalam mengganyang BAPERKI yang dianggap menghalangi pelaksanaan assimilasi. Sebenarnya BAPERKI tidak menentang assimilasi yang dilakukan secara suka rela. Yang ditentang adalah konsep assimilasi yang dalam pelaksanaannya bisa menjadi sebuah paksaan untuk mengganti nama, mengganti agama dan kawin campuran. Karena paksaan dalam hal ini bertentangan dengan HAM. Pada bulan November 1963, LPKB mengirim surat ke berbagai menteri. Isinya adalah meminta para menteri memperhatikan tindakan BAPERKI yang dianggap eksklusif dan merintangi proses kesatuan bangsa. Surat ini ditanda tangani ketua LPKB, Sindhunata. Tuduhan BAPERKI eksklusif kurang tepat. Karena BAPERKI sejak lahir menyatukan diri dengan Rakyat terbanyak. Banyak

Page 372: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

364

tokoh BAPERKI masuk ke dalam berbagai partai politik nasional, di antaranya Partindo. Bahkan banyak di antaranya menjadi pimpinan partai-partai politik tersebut. Surat LPKB tidak mendapat sambutan positif. Sebaliknya, pada bulan Desember 1963, Bung Karno bukan membubarkan BAPERKI, melainkan mengangkat salah seorang wakil ketua BAPERKI, Oei Tjoe Tat sebagai menteri negara. BAPERKI memang tidak menganggap pengangkatan Oei Tjoe Tat sebagai menteri sebagai kemenangan politik. Karena sejarah telah membuktikan bahwa adanya menteri Tionghoa tidak menjamin hilangnya praktek-praktek diskriminasi terhadap masyarakat Tionghoa. Akan tetapi orang merasakan bahwa pengangkatan Oei Tjoe Tat merupakan pukulan politik untuk LPKB. Untuk BAPERKI yang lebih penting adalah mengajak LPKB berkompetisi dalam membangun nasion Indonesia dan membuktikan ke masayarakat bahwa komitmen politik yang ada di kedua organisasi ini dikerahkan untuk menghilangkan rasisme dengan cara yang membangun. BAPERKI beranggapan bahwa pergantian nama dan kawin campuran saja tidak akan menghilangkan diskriminasi rasial. Perjuangan untuk menghilangkannya memerlukan upaya dan perjuangan yang jauh lebih besar dan serius dari sekedar pergantian nama dan kawin campuran. Yang harus dilakukan adalah mengajak masyarakat Tionghoa untuk bersama suku lainnya membangun ekonomi nasional sehingga tingkat kemakmuran Rakyat terbanyak sedemikian rupa sehingga kesenjangan ekonomi hilang. Dengan demikian kebutuhan untuk melakukan tindakan rasisme tidak ada lagi. Yang perlu dilakukan adalah membangkitkan kesetiaan masyarakat Tionghoa untuk berkiblat ke Indonesia. Kesetiaan ini tidak bisa diukur dengan nama atau latar belakang etnisitasnya. Oleh karena itu perlu diperjuangkan kondisi yang memungkinkan masyarakat Tionghoa meng-integrasikan dirinya dalam tubuh bangsa Indonesia secara wajar. Masalahnya bukan dalam waktu 10 atau 20 tahun bisa tercapai.

Page 373: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

365

Akan tetapi perjuangan jangka panjang ini harus dilakukan dengan mengerahkan tenaga semaksimal mungkin untuk menghilangkan kebutuhan diadakannya sistem anak-emas dan anak-tiri. Dengan demikian diciptakan iklim sehat yang mendorong keinginan orang untuk berpartisipasi, bergotong-royong, ber-ho-lopis kuntul baris, bersama-sama mempercepat proses peralihan untuk kepentingan bersama, kepentingan semua pihak yang menjamin keadilan dan kemakmuran bagi semua orang.

Memang diproklamasikannya RRT pada tahun 1949, sebagai hasil perjuangan mengalahkan kekuatan Kuo Min Tang yang didukung oleh kekuatan militer USA, menimbulkan harapan baru. Banyak intelektuil Tionghoa di Indonesia, yang kecewa dengan perkembangan politik dan merasakan praktek-praktek diskriminasi rasial, tanpa pikir panjang menolak kewarganegaraan Indonesia pada tahun 50-51. Banyak pula yang angkat kaki untuk pindah ke RRT. Ternyata banyak yang “pulang” ke Tiongkok mampu menyesuaikan diri dan menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk pembangunan masyarakat sosialis di sana. Ada juga tentunya tidak bisa menyesuaikan diri dan kecewa dengan penghidupan yang dihadapinya. Seorang ahli perkebunan di Bogor yang telah mengumpulkan banyak bibit yang diusahakan sendiri, dibawa pulang dan dikembangkan di pulau Hainan dengan iklim kurang lebih sama dengan Bogor. Ia membantu usaha pengembangan usaha produksi karet di Tiongkok. Banyak dokter yang “pulang” bisa mengabdikan pengetahuan dan keakhliannya. Tetapi ternyata banyak isteri mereka yang tidak bekerja, sulit menyesuaikan diri, karena tidak terdapat toko-toko seperti di Indonesia, di mana mereka bisa berbelanja. Pembangunan sosialisme di tahap awal tidak memungkinkan sarana seperti di Indonesia. Ada beberapa pekerja maintenance Garuda yang juga “pulang” ke Tiongkok. Di sana mereka segera memperoleh pekerjaan. Akibatnya, pesawat Garuda harus di kirim ke Hongkong untuk

Page 374: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

366

direparasi, karena tidak ada akhli yang bisa mengerjakannya di Indonesia. Mereka yang tadinya memiliki toko kecil atau warung-warung dan tidak memiliki pengetahuan tertentu, terpaksa menerima kenyataan bahwa mereka harus bekerja sebagai petani, menggarap tanah. Banyak dari mereka ini tidak bisa menyesuaikan diri dan menjadi kecewa. Akan tetapi kepergian mereka dari Indonesia, merugikan perkembangan ekonomi di pedalaman, merusak sistem distribusi yang mereka jalankan dengan efektif. Kesemua ini menggambarkan bahwa keahlian dan modal yang dipaksa keluar dari Indonesia, merugikan Indonesia secara keseluruhan. Mereka yang seyogyanya bisa mempercepat proses pembangunan masyarakat Indonesia, malah membantu pembangunan Tiongkok. Padahal sejarah juga menunjukkan bahwa perkembangan ekonomi di daerah Asia Tenggara telah dicapai dengan pemerasan keringat leluhur peranakan Tionghoa yang sekarang menetap di kawasan Asia Tenggara sebagai “minoritas“. Seharusnya mereka ini diajak membangun negara-negara ini, tidak didiskriminasikan sehingga “pulang” kembali ke Tiongkok. BAPERKI menyadari ini semua. Oleh karena itu ia berupaya untuk mengubah pikiran para tokoh politik yang bersikap rasis dan pada waktu bersamaan meyakinkan Tionghoa di Indonesia untuk meng-integrasikan dirinya ke dalam tubuh Indonesia, di setiap bidang, perdagangan, politik, sosial dan kebudayaan. BAPERKI mendorong masyarakat Tionghoa untuk berbakti untuk Indonesia, mendahulukan kepentingan Rakyat, sehingga kemakmuran yang merata itulah yang menjamin keselamatan Tionghoa di Indonesia. BAPERKI merintis dibangkitkan kemauan massa yang luas untuk menciptakan suasana penghidupan yang efektif dan konstruktif. Di dalam bidang pendidikan, BAPERKI membuka pintu selebar-lebarnya bagi semua suku di Indonesia, sehingga semenjak kanak-kanak di bangku sekolah mereka sudah

Page 375: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

367

dibiasakan hidup bertoleransi, bekerja sama dengan anak-anak berbagai macam suku, yang memperlancar proses integrasi wajar menuju terlaksananya Bhineka Tunggal Ika.

SUMBANGSIH BAPERKI DALAM BIDANG PENDIDIKAN

Masalah pendidikan di kalangan masyarakat Tionghoa menjadi persoalan yang mengkhawatirkan banyak orang Tionghoa yang sudah diakui sebagai warga negara Indonesia. Pendidikan adalah salah satu hal terpenting dalam penghidupan masyarakat Tionghoa. Bekal hidup selalu dikaitkan dengan pendidikan. Di zaman penjajahan Belanda sekolah-sekolah THHK pada umumnya merupakan tempat penampungan anak-anak mereka yang lemah kedudukan ekonominya. Pada masa penjajahan Jepang , semua anak Tionghoa (peranakan dan asing) menjadi satu di sekolah Tionghoa. Akibatnya, setelah kemerdekaan, masih banyak pelajar Tionghoa yang meneruskan pendidikannya di sekolah-sekolah Tionghoa. Apalagi menghadapi kenyataan anggaran belanja pemerintah untuk pendidikan rendah sekali, hanya 2%. Kwalitas pendidikan sekolah-sekolah negeri, yang jumlahnya-pun kecil, tidak baik. Kelemahan ini ternyata diisi oleh sekolah-sekolah Tionghoa asing. Dibangunnya gedung-gedung sekolah baru dan dipertingginya mutu pendidikan, terutama setelah RRT berdiri pada tahun 1949, menyebabkan semakin banyak orang tua yang ber-kewarganegaraan Indonesia, mengirim anak anaknya ke sekolah-sekolah Tionghoa asing. Setelah kemerdekaan, telah berkembang pula sekolah-sekolah Kristen dan Katolik yang memperoleh dukungan dana dari luar negeri, terutama Belanda. Pada umumnya mereka dipenuhi oleh pelajar-pelajar Tionghoa yang beragama Kristen atau Katolik. Baik sekolah asing maupun sekolah Kristen dan katolik

Page 376: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

368

memiliki mutu pendidikan yang lebih baik dari sekolah-sekolah negeri. Ini menyebabkan cukup banyak pelajar “asli” yang belajar Pada pertengahan tahun 1954 di DPR-D Jakarta-Raya, Sutan Takdir Ali Sjahbana, seorang pengarang terkenal dan tokoh PSI, mengajukan usul mosi yang melarang anak-murid warga-negara Indonesia masuk sekolah asing. Sutan Takdir Alisjahbana ternyata tidak memikirkan dampak mosi yang ia ajukan di DPRD, yang kemudian diterima sebagai keputusan para penguasa militer. Ia beranggapan masyarakat Tionghoa cukup kaya untuk mendirikan sekolah-sekolah nasional untuk menampung semua murid yang berkewarganegaraan Indonesia. Mosi ini dikeluarkan di Jakarta Raya. Tetapi rupanya menyebabkan banyak daerah di luar Jakarta yang mengadopsi-nya sebagai kebijakan. Usulnya itu tidak mudah dilaksanakan karena jumlah sekolah nasional yang ada, baik yang dijalankan oleh negara maupun swasta tidak akan bisa menampung mereka yang akan dilarang belajar di sekolah-sekolah Tionghoa itu. Siapakah yang bisa menyiapkan sejumlah sekolah nasional dalam waktu singkat untuk menampung mereka ini? Untuk masuk ke sekolah Kristen dan Katolik tidak mudah. Jumlah terbatas, biaya jauh lebih tinggi dan banyak yang keberatan anak-anaknya memperoleh pendidikan berdasarkan keagamaan. Saya mengundang Sutan Takdir Ali Sjahbana untuk mengadakan pertemuan dengan beberapa anggota pengurus BAPERKI pusat pada tanggal 4 Agustus 1954. Dalam pertemuan itu, BAPERKI menyayangkan ST Ali Sjahbana menitik beratkan melarang pelajar Tionghoa yang berwarga negara Indonesia sekolah di sekolah-sekolah asing. Bukankah lebih baik menuntut pemerintah membangun sekolah-sekolah baru yang mampu menampung jauh lebih banyak murid yang berkewarganegaraan Indonesia? Akan tetapi terlambat. Mosi diterima DPRD dan para penguasa militer menjadikannya kebijakan yang pelaksanaannya menyebabkan ratusan ribu murid harus mencari tempat di sekolah-sekolah nasional.

Page 377: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

369

Menjelang akhir tahun 1954, BAPERKI mengadakan konperensi pendidikan untuk membahas berbagai masalah pendidikan. Kesimpulan konperensi ini menjadi dasar desakan saya ke pemerintah, untuk:

membantu setiap usaha swasta untuk mendirikan sekolah 1. dari berbagai tingkat yang mengutamakan pendidikan kejuruan. mengadakan pengawasan lebih keras terhadap penerbitan 2. buku-buku pelajaran untuk mencegah penyebaran benih-benih rasisme dan kolonialisme yang ada.Meningkat mutu pendidikan bahasa asing, dengan 3. mementingkan bahasa-bahasa asing dari kawasan Asia Mengakhiri sistem “anak-emas” berdasarkan asal keturunan 4. dalam penerimaan murid dan mahasiswa.

Setelah penguasa perang, bersandar atas undang-undang keadaan bahaya (SOB) melarang sekolah-sekolah asing menerima murid warga negara Indonesia, BAPERKI bergerak cepat untuk menyediakan fasilitas sekolah menampung anak-anak berkewarga- negaraan Indonesia yang dipaksa keluar dari sekolah-sekolah berbahasa Tionghoa. BAPERKI bekerja sama dengan berbagai yayasan sekolah Tionghoa dan perkumpulan Tionghoa yang menyelenggarakannya. Ia ternyata berhasil mengusahakan adanya pembagian “boedel“ (warisan) dari generasi yang mendahuluinya. Kepada pimpinan yayasan sekolah Tionghoa saya jelaskan bahwa gedung-gedung sekolah Tionghoa itu semenjak zaman Belanda dibangun oleh usaha semua orang Tionghoa, tanpa garis pemisah asing atau Nederlands onderdaan. Mereka bersama-sama mengumpulkan dana untuk pembangunan rumah-rumah sekolah. Dengan adanya kebijakan pemerintah RI perlu ada pemisahan. Oleh karena itu, saya beranggapan pantas, bila sebagian gedung-gedung itu, terutama yang dulu nyata dibangun bersama diserahkan kepada BAPERKI untuk membangun sekolah-sekolah

Page 378: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

370

nasional. Usul saya ternyata diterima oleh para pemimpin yayasan sekolah-sekolah Tionghoa. BAPERKI seolah-olah mempunyai daya sunglap. Dalam waktu beberapa belas bulan saja, BAPERKI telah memiliki gedung-gedung sekolah tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Modal ini penting artinya untuk memperoleh kepercayaan masyarakat akan kemampuan BAPERKI bekerja dibidang pendidikan Nasional. Sebelum memperoleh warisan itu BAPERKI memang telah memulai secara kecil-kecilan dengan “modal dengkul“ usaha memperluas kesempatan pendidikan bagi generasi muda. “Modal dengkul“ berarti tanpa modal sepeserpun. Yang ada hanyalah tekad kemauan dan good will yang besar. Sarjana-sarjana peranakan Tionghoa dimobilisasi untuk membantu pendidikan adik-adiknya lulusan SMA yang tidak bisa diterima masuk di Universitas-Universitas negeri karena ada pembatasan penerimaan mahasiswa peranakan asing. Ketika itu perguruan tinggi swasta belum ada. BAPERKI mengetuk hati nurani para sarjana muda yang pernah menjadi pengurus Ta Hsioh hsueh Sheng Hui, kemudian mengganti nama menjadi Perhimi – Perhimpunan Mahasiswa Indonesia dan yang pernah ikut berbagai gerakan di Indonesia dan di Nederland. Usaha ini memperoleh hasil baik. Cukup banyak sarjana dapat dikerahkan dan menyatakan kesediaannya. Dimulailah dengan membuka pendidikan bagi lulusan SMA untuk menjadi guru ilmu eksakta pada SMA yang dirasakan mengalami kekurangan tenaga guru yang qualified. Usaha ini menarik perhatian banyak sarjana, antara lain Dokter gigi Be Wie Tjoen, yang mendorong upaya membuka fasilitas kedokteran gigi, mengingat tenaga dokter gigi masih sangat kurang ketika itu. Bidang kedokteran gigi itu berkaitan dengan persoalan “civiel effect“ diploma, yaitu sah atau tidaknya diploma yang dikeluarkan oleh fakultas kedokteran gigi swasta. Timbullah pikiran mendobrak kelaziman ini. Bila diploma fakultas kedokteran swasta tidak diakui, lulusan pendidikan BAPERKI dapat bekerja sebagai “tukang gigi“ (tandtecniker)

Page 379: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

371

yang masih yang mampu menolong banyak pasien. Di Indonesia ketika itu, tukang gigi tidak kalah ramainya dengan praktek dokter gigi. Dengan semangat bernyala-nyala, Dr. Be Wie Tjoen mengadakan persiapan membangun fakultas kedokteran gigi dengan bantuan kolega-koleganya dokter gigi yang cukup berpengalaman. Dalam hal ini patut dicatat kesediaan Prof. Dr. gigi Mustopo untuk membantu berdirinya fakultas kedokteran gigi BAPERKI. Prof. Dr. Mustopo adalah seorang Jenderal purnawirawan yang sudah lama akrab dengan saya, sejak 1946 di mana ia menjadi koordinator pertempuran front Jawa Timur. Dengan gotong royong dari sarjana-sarjana dokter gigi yang dikerahkan oleh Dr. Be Wie Tjoen, berdirilah fakultas kedokteran gigi swasta pertama di Indonesia. Jadi merupakan usaha pelopor. Pada ketika itu sedang dipermusyawaratkan pembangunan berencana. Dalam pelaksanaan pembangunan Indonesia tentu memerlukan banyak tenaga teknik baik tingkat sarjana maupun tingkat menengah. Tetapi pendidikan teknik bukanlah pendidikan murah, terutama perlu didukung dengan adanya labotarium yang cukup perlengkapannya. Sebagai organisasi massa yang hendak mengerahkan kemampuan para pendukungnya untuk memperlancar pembangunan masyarakat tanpa penganggur, maka dianggap perlu BAPERKI menangani juga pendidikan teknik, menyiapkan tenaga-tenaga berguna bagi kelancaran pembangunan. Diambillah keputusan untuk membangun juga sebuah fakultas teknik dengan tiga jurusan yaitu civil atau bangunan, elektro dan mesin. Untuk pembangunan fakultas teknik ini diperoleh bantuan Ir. Pudjono, ketika itu menjadi kepala Pekerjaan Umum Kotapraja Jakarta Raya. Tenaga-tenaga sarjana muda lainnya yang akan membantu pendidikannya dipimpin oleh Ir.Tan Hing Bwan, yang baru kembali dari Eropa. Pada ketika itu berlaku jatah penerimaan mahasiswa pada Universitas Indonesia untuk peranakan Tionghoa. Hanya 10%.

Page 380: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

372

Akibatnya banyak pelajar peranakan Tionghoa putus sekolah karena tidak bisa meneruskan sekolah, akibat diskriminasi rasial. Mereka yang cukup mampu juga menghadapi kesulitan yang tidak mudah diatasi. Ketika itu masih berlaku devisen regiem (pengawasan penggunaan devisa) yang ketat sekali. Memang mengirim uang ke luar negeri secara illegal dimungkinkan tetapi koers lawannya sangat berat bila digunakan untuk keperluan pendidikan anaknya di luar negeri. Mereka yang putus sekolah itu adalah generasi muda. Generasi mud adalah harapan generasi tua. Bila salah didik bisa mempersulit keadaan. Melihat kenyataan ini maka diambillah keputusan untuk mengerahkan seluruh kemampuan organisasi untuk memperluas usaha di bidang pendidikan. BAPERKI berfungsi sebagai perantara antara orang-orang tua yang kaya untuk membantu anak-anak yang kurang mampu. Yang kaya diminta memberi sumbangan yang besar, tetapi masih lebih murah jika dibandingkan dengan mengirimkan anaknya ke luar negeri dengan biaya koers gelap. Yang kurang mampu menyumbang menurut kemampuannya dan bila dianggap perlu dibebaskan dari wajib menyumbang. Disamping itu anak-anak mereka yang masih berstatus asing, tetapi merupakan calon-calon warga negara Indonesia perlu juga memperoleh pendidikan dan diberi kesempatan berkembang sebagai tenaga-tenaga yang berguna bagi pembangunan Indonesia. Mereka itu ditampung. Kebijakan ini menimbulkan kegairahan dari mereka yang berstatus asing untuk menyumbang pembangunan Universitas BAPERKI. Daya menampung pemuda untuk memperoleh pendidikan universitas menjadi lebih besar karenanya. Semboyan-semboyan yang dikemukakan BAPERKI ketika itu adalah: “Ilmu bukanlah barang dagangan! Ilmu harus diabdikan kepada kemajuan, kebahagiaan hidup Rakyat terbanyak! Pancasilais sekaligus ahli!“. Mahasiswa Universitas

Page 381: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

373

BAPERKI telah mengembangkan semboyan-semboyan itu dan memperjuangkan pelaksanaannya. Universitas BAPERKI dinyatakan berdiri dengan empat macam fakultas, yaitu kedokteran gigi, teknik, ekonomi dan hukum, masing-masing dipimpin oleh Dr. Be Wie Tjoen, Ir. Pudjono, Prof. Mr. Drs. E. Utrecht dan Prof. Mr. Lie Oen Hok. Perkembangan fakultas hukum ternyata menarik perhatian, karena di bawah pimpinan Prof. Mr. Lie Oen Hok, yang dikenal sebagai guru dengan disiplin keras, tidak sedikit anak “asli“ yang diterima masuk di Universitas Indonesia memilih fakultas hukum Universitas BAPERKI. Ada seorang anggota DPR minta pertolongan saya supaya anaknya bisa diterima masuk fakultas hukum BAPERKI. Sebagai Rektor Universitas BAPERKI pertama, dipilih Dr.F.L.Tobing, seorang pejuang kemerdekaan Indonesia dan tokoh Sumatera Utara yang terkenal jujur. Ia adalah anggota Fraksi Nasional Progresif di DPR. Dibawah pimpinan dan asuhannya Universitas BAPERKI berkembang maju pesat dan menjadi sebuah Universitas swasta yang dapat dibanggakan mutu pendidikannya. Sebagai seorang pejuang yang pernah mengalami banyak penderitaan di hutan-hutan Sumatera Utara, ia membimbing para mahasiswanya untuk menjadi sebuah unit perjuangan. membangun gedung-gedung Universitas tanpa menunggu datangnya sumbangan masyarakat. Masyarakat melihat para mahasiswa BAPERKI bekerja membangun gedung-gedungnya sendiri, mengecor beton-beton dan mengangkut kerikil dan semen. Ini ternyata menyebabkan sumbangan semakin besar mengalir. Seorang Ibu yang menyaksikan anak puterinya turut mengangkut kerikil dan pasir untuk mengecor beton mengeluh : “Waah, anak saya di rumah dimanja, di sini malahan menjadi kuli bangunan!“. Si puteri mendengar sang ibu mengeluh di depan orang banyak menjawab sambil tertawa : “Besok bila saya sudah menjadi dokter gigi, jalan-jalan di Grogol menuntun anak atau

Page 382: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

374

cucu saya dengan bangga saya akan dapat mengatakan pada mereka, gedung itu juga dibangun dengan keringat ibu!“. Para mahasiswa sadar bahwa mereka harus ikut aktif memperluas kesempatan pendidikan bagi mereka dan adik-adiknya dikelak kemudian hari. Gerakan memprotes diskriminasi rasial dalam penerimaan mahasiswa pada universitas-universitas negeri saja, tidak dapat mendatangkan perbaikan secara cepat. Disamping itu mereka hendak membuktikan pada masyarakat bahwa mereka sedang dilatih menjadi tenaga-tenaga pembangunan yang berguna. Ketika ada gerakan kerja bakti, mahasiswa Universitas BAPERKI tampil ke depan dan dengan sungguh-sungguh melaksanakan tugas yang diberikan pada mereka. Para mahasiswinya tidak mau ketinggalan. Masyarakat Tionghoa di Jakarta pernah menyaksikan kegiatan mahasiswa dan mahasiswi BAPERKI dengan rasa kagum dan bangga. Mereka menjalankan tugas mengaspal jalan di Pintu Besar Selatan, jalur jalanan yang dilalui oleh pengusaha-pengusaha dari Pintu Kecil dan Kongsi Besar. Tanpa disangka-sangka bahwa kegiatan-kegiatan mahasiswa itu telah menimbulkan “banjir“ bantuan dana untuk memperluas bangunan Universitas BAPERKI. Kegiatan-kegiatan itu juga membantah anggapan tidak tepat bahwa anak-anak peranakan Tionghoa adalah orang-orang manja. Kemajuan dalam pembangunan gedung-gedung Universitas yang dilakukan secara gotong royong antara orang tua, mahasiswa dan masyarakat Tionghoa telah mendorong cabang-cabang besar BAPERKI untuk memperluas kegiatan BAPERKI dalam tingkat universitas. Di Surabaya, Medan, Malang, Semarang dan Makassar telah dibangun cabang-cabang Universitas BAPERKI. Sambil menunggu pembangunan gedung-gedung, kuliah-kuliah diadakan di gedung-gedung sekolah menengah BAPERKI. Kegiatan-kegiatan ini bisa berhasil baik dengan mutu yang dapat dipertanggung jawabkan, karena bantuan para sarjana

Page 383: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

375

yang merasa sebagai tanggung jawabnya untuk meningkatkan kepandaian dan keahlian adik-adiknya. Mereka mendukung semboyan BAPERKI bahwa ilmu bukan barang dagangan dan tidak boleh dijadikan barang dagangan! Ilmu harus diabdikan untuk kemajuan kebahagiaan hidup Rakyat terbanyak. Semangat baik itu seharusnya dipupuk dan dikembangkan karena menguntungkan proses integrasi wajar yang menguntungkan nation building Republik Indonesia. Tetapi pengaruh “perang dingin“ ditambah dengan “China Containment Policy“, menyebabkan ada pihak yang menjadi takut dengan meluasnya pengaruh BAPERKI dalam masyarakat Tionghoa khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya. Timbullah berbagai macam tuduhan “eksklusif“ dan bahaya BAPERKI dalam “national security“. Bung Karno sebagai Presiden mengajukan pembelaan dengan pernyataan: “Apakah bahayanya BAPERKI, yang sebagai organisasi massa berusaha mengerahkan massa untuk mempercepat pelaksanaan janji yang dikemukakan dalam Manifesto Politik RI dan mendukung usaha RI untuk melaksanakan pembangunan atas dasar prinsip berdiri di atas kaki sendiri? Hanya orang keblinger saja yang menganggap BAPERKI merugikan pelaksanaan UUD 45! Apakah sesungguhnya yang menyebabkan tuduhan BAPERKI “eksklusif“ itu? BAPERKI terbuka lebar untuk semua warga negara Indonesia, semua usaha BAPERKI terbuka untuk semua warga negara Indonesia tanpa ada pembatasan. Apakah organisasi yang terbuka untuk semua warga negara dapat dikatakan “ eksklusif “? Bagaimana dengan universitas-universitas negeri ketika itu? Penerimaan mahasiswa keturunan Tionghoa dibatasi. Mula-mula 10% kemudian dikurangi terus menerus. Apakah dengan adanya pembatasan ini lalu tidak menjadi “eksklusif“? Keadilan menuntut supaya pemerintah memberi teladan dalam usaha menciptakan suasana penghidupan yang menguntungkan

Page 384: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

376

pelaksanaan janji negara. Sikap yang tidak sesuai dengan UUD 45 telah dijawab oleh BAPERKI dengan menyediakan kesempatan pendidikan terbuka untuk semua warga negara tanpa ada pembatasan . Walaupun demikian masih dituduh “ eksklusif “. Apakah tidak hanya orang keblinger saja yang dapat membenarkan kwalifikasi demikian itu? Pada tahun 70-an perkembangan menyimpulkan bahwa tuduhan “eksklusif“ itu merupakan tuduhan yang dicari-cari karena mereka yang dahulu menuduh BAPERKI “eksklusif“ ternyata turut bertanggung jawab dengan adanya Universitas Katolik “Atma Jaya“, yang diketahui umum menampung lebih banyak mahasiswa peranakan Tionghoa ketimbang mereka yang dinamakan “pribumi“. Pada tahun 1965 pimpinan BAPERKI berusaha untuk mempertegas bahwa Universitas BAPERKI terbuka untuk semua warga negara Indonesia. Ia mengeluarkan keputusan untuk memberi “beasiswa“ kepada lulusan Taman Siswa, 5 orang per fakultas BAPERKI. Taman Siswa dapat menunjuk lima orang mahasiswa per fakultas BAPERKI, bebas dari uang kuliah dan bebas dari segala uang sumbangan selama waktu belajarnya. Sayang keputusan demikian itu belum dapat dilaksanakan karena perkembangan politik tidak memungkinkannya. Lain hal yang menonjol pada BAPERKI adalah kesungguhan BAPERKI untuk memberi kesempatan sama untuk berkembang maju pada anggota pria dan wanita. Hal demikian itu memang sebelumnya tidak pernah terjadi, terutama di kalangan organisasi yang dipimpin oleh peranakan Tionghoa. Di zaman jayanya gerakan pemuda seperti Hua Chiao Tsing Nien Hui dan Chung Hsioh, belum pernah diberi kesempatan pada seorang wanita untuk memimpin seluruh perkembangan organisasi. Paling jauh seorang wanita hanya dipilih untuk memimpin bagian wanita saja. Nyonya Dr. Lie Tjwan Sin pernah dipilih oleh rapat anggota cabang Krukut, Jakarta Raya untuk menjadi ketua cabang dan Nyonya Dr. Tan Eng Tie pernah dipilih untuk memimpin cabang

Page 385: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

377

Jakarta Utara. Kongres BAPERKI memilih nyonya Dr.Lie Tjwan Sin sebagai sekretaris jenderal organisasi. Usaha di bidang pendidikan tingkat Sekolah Dasar hingga sekolah lanjutan atas di Jakarta Raya diurus oleh tenaga-tenaga wanita yang selain dapat menyediakan waktu lebih banyak juga lebih tekun dalam memperjuangkan pelaksanaan tujuan yang telah disetujui. Disamping itu adanya seorang wanita sebagai ketua ternyata mendorong anggota-anggota pengurus pria untuk turut bekerja keras juga. Undangan untuk rapat memperoleh sambutan lebih baik. Pengalaman demikian itu menyebabkan rapat dekan-dekan fakultas pada Universitas BAPERKI telah membenarkan pengangkatan Nyonya Utami Suryadarma sebagai rector Universitas BAPERKI, ketika kedudukan itu menjadi lowong dengan tutup usianya Dr. F.L.Tobing. Universitas BAPERKI ternyata adalah universitas pertama di Indonesia yang dipimpin oleh seorang wanita sebagai rektornya. Ketika rencana BAPERKI mengangkat Nyonya Utami Suryadarma dikemukakan kepada Bung Karno dalam perjalanan dalam mobil menuju ke Senayan untuk membuka Kongres BAPERKI, ia telah menyambutnya sebagai suatu tindakan progresif, sebagai bukti bahwa BAPERKI mengerti tuntutan zaman dan ia juga mengharap bahwa tindakan teladan ini dapat membantu dilenyapkannya keragu-raguan dari banyak orang pria untuk menampilkan wanita dalam kedudukan memimpin dan bertanggung jawab. Demikianlah BAPERKI berkembang dan dikenal sebagai organisasi yang efektif dalam menyediakan kesempatan belajar kepada banyak orang yang tadinya tidak berkesempatan memperoleh pendidikan layak, hanya karena mereka adalah keturunan Tionghoa dan tidak mampu membayar ongkos pendidikan, dari tingkat taman-kanak-kanak hingga tingkat universitas. Sekolah-sekolah Baperki tersebar di banyak kota Indonesia. Universitanya, yang dinamakan Universitas Respublica memiliki gedung-gedung dengan fasilitas yang lumayan.

Page 386: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

378

Cabang-cabang Universitas Respublica di berbagai kota sedang dalam tahap pembangunan ketika Peristiwa G-30-S terjadi, yang kemudian menggagalkan upaya BAPERKI meneruskan usahanya dalam bidang pendidikan dengan prinsip pendidikan bukan barang dagangan. Upaya BAPERKI untuk menjadikan sebanyak mungkin orang Indonesia sarjana yang baik dengan kesetiaan membangun Indonesia tidak bisa dilanjutkan karena perubahan cuaca politik. Sayang tidak ada organisasi yang meneruskannya.

Page 387: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

379

Siauw dikelilingi para mahasiswa Universitas Respublica - 1961

Bersama pengurus dan anggota Baperki Jawa Timur - 1964

Page 388: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

380

Bersama Oei Tjoe Tat di acara Baperki - 1965

Bersama istri dan dua putri, Tien An Men Square, Beijing - 1 Oktober 1964

Page 389: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Kewarganegaraan dan Baperki

381

Bersama istri dan Chung Ching Fa, Kepala urusan Hoa Kiao, RRT, Beijing - 1964

Page 390: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

382

BAB VII G-30-S, HAM DAN ANTI-TIONGHOA

PROVOKASI ATAU KETELEDORAN FATAL?

Menjelang akhir 1965, terjadilah sebuah peristiwa yang oleh pemerintah Orde Baru, diperingati sebagai peristiwa G-30-S/PKI. Hingga kini masih dipertanyakan orang: apakah ini provokasi kekuatan imperialis atau semata-mata keteledoran politik pimpinan PKI? Banyak pertanyaan yang masih tidak terjawab. Berbagai faktor yang berkaitan dengan peristiwa ini masih tidak jelas. Perkembangan politik internasional pada tahun 1965 memaksa Amerika Serikat untuk jauh lebih melibatkan dirinya dalam pertempuran di Indo-Cina dengan mengirim jauh lebih banyak pasukan, berbagai peralatan perang yang mahal dan tentunya dana untuk perperangan. Kesemuanya ini dilakukan untuk membendung pengaruh komunisme dan untuk mencegah gagalnya upaya melaksanakan “China Containment” policy. Konperensi Asia Afrika II sedang dipersiapkan di Aljazair dengan jumlah pengikut yang lebih besar dari Konperensi AA pertama di Bandung. Konperensi ini dianggap akan membangkitkan solidaritas Rakyat di kawasan Asia dan Afrika yang juga akan mempengaruhi perkembangan Rakyat di Amerika Latin. Kesemuanya ini akan merugikan kepentingan perusahaan-perusahaan Multi-National dan akan menghambat pelaksanaan kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat. Dapatlah dimengerti mengapa Amerika Serikat berkepentingan berbuat sesuatu untuk menggagalkan Konperensi ini. Pada waktu yang bersamaan, pertentangan ideologi antara Peking dan Moskow semakin meruncing. USSR ingin memperkecil pengaruh RRT di kawasan Asia, karena perkembangan di masa itu membuat RRT semakin populer di kawasan Asia dan Afrika. Dengan sendirinya, pihak USSR-pun tidak mendukung diselenggarakannya

Page 391: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

383

Konperensi AA II yang akan membuat pengaruh RRT lebih besar lagi. Apalagi setelah keinginannya untuk berpartisipasi di dalam konperensi itu ditolak oleh RRT dan Indonesia. Dalam hal ini, kepentingan Amerika Serikat dan USSR kelihatannya berembuk. Akan tetapi sulit untuk dibuktikan siapa yang sebenarnya lebih berperan dalam upaya kekacauan politik di Aljazair, CIA atau KGB, yang menyebabkan Konperensi AA-II dibatalkan beberapa saat sebelum tanggal penyelenggaraannya. Delegasi besar Indonesia yang dipimpin sendiri oleh Bung Karno sebenarnya telah berangkat menuju ke Aljazair. Bung Karno hendak menggunakan kesempatan konperensi ini untuk mempersiapkan diselenggarakannya CONEFO – Conference of New and Emerging Forces, yang akan mengikut sertakan para negara Asia, Afrika dan Amerika Latin. Sebelum ini, Bung Karno memang telah mengeluarkan kebijakan untuk membanting setir ke arah kemampuan Berdikari – Berdiri di atas kaki sendiri. Program ekonomi nasional-nya dipersiapkan untuk melaksanakan kebijakan ini. Di dalam salah satu pidato-nya, Bung Karno dengan lantang berseru; “go to hell with your aid!”. Bilamana ini benar dilaksanakan, kekuatan ekonomi Multi-Nasional akan dipreteli dan berbagai “bantuan” negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris tentu akan diperkecil, bahkan dilenyapkan. Di samping ini, kebijakan politik luar negeri yang didasari atas poros Jakarta-PnomPenh-Hanoi-Peking-Pyongyang yang menentang “China Containment” policy mengkhawatirkan pihak Amerika Serikat. Bung Karno memainkan peranan penting dalam menggalang persatuan Rakyat di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Seperti yang dituturkan sebelumnya, ia sering berkeliling di berbagai kawasan Asia, Afrika dan Amerika Latin untuk tujuan ini. Mudah dimengerti bahwa Bung Karno-pun menjadi target untuk baik dibunuh atau di ganti oleh kekuatan di luar Indonesia. Di bawah Bung Karno dengan NASAKOM-nya, kekuatan kiri, terutama PKI semakin berkembang. Dan terasa bahwa Bung Karno

Page 392: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

384

mendapat dukungan luas di Indonesia. Se-olah-olah tidak ada tantangan yang berarti di dalam negeri. Baik mereka yang berasal dari ideologi kanan, termasuk pimpinan Angkatan Bersenjata, terlihat mendukungnya. Dukungan Angkatan Bersenjata, terutama Angkatan Darat ini rupanya diperoleh sebagai imbalan dipenuhinya berbagai tuntutan mereka:

Penundaan diselenggarakannya Pemilu ke 2 selama 6 tahun. 1. Kekuatan ABRI terutama Angkatan Darat khawatir bilamana pemilu diadakan, PKI yang kian berkembang akan menjadi pemenang utama. Dan ini tentunya akan mengubah struktur politik Indonesia yang langsung akan mengurangi pengaruh politik mereka. Para perwira tinggi diizinkan menjadi direktur banyak 2. perusahaan asing yang telah disita pemerintah. Pada waktu itu, tidak ada yang mengira bahwa inilah titik permulaan tumbuhnya sebuah kekuatan kapitalis serakah yang menjadi salah satu sumber korupsi di Indonesia. Para perwira tinggi diizinkan berpartisipasi di dalam badan-3. badan legislatif dan eksekutif – menjadi anggota DPR, menteri, gubernur dan berbagai jabatan lainnya, sebagai pelaksanaan kebijakan ABRI ber Dwi-Fungsi ABRI4. dan lapisan pimpinan atasnya tidak perlu di - NASAKOM – kan.

Proses me-NASAKOM-kan berbagai aparat negara penting untuk upaya PKI masuk ke dalam berbagai lapisan pemerintahan. Dan ini tidak sepenuhnya jalan sesuai dengan anjuran atau permintaan Bung Karno. Bisa dilihat dari jumlah Gubernur yang diangkat. Pada tahun 1965, dari 24 Gubernur, 12 adalah perwira tinggi ABRI. Tidak ada satu-pun dari mereka yang anggota PKI, walaupun ada Gubernur “kiri”, seperti Henk- Ngantung, seorang tokoh LEKRA, Gubernur Jakarta Raya, Dr Satrio, wakil Gubernur Jawa Timur dan Astrawinata, wakil Gubernur Jawa Barat. Kalau di tingkat tinggi kurang berhasil, PKI ternyata bisa masuk di lapisan menengah dan bawah. 8 dari 37 Bupati di Jawa

Page 393: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

385

Timur, 6 dari 37 Bupati di Jawa Tengah dan 2 dari 23 Bupati di Jawa Barat adalah anggota PKI. PKI terlihat sabar. Ia sepenuhnya mendukung kebijakan politik Bung Karno. Tidak ingin mendorong atau menuntut apa yang sudah berjalan, karena rupanya PKI beranggapan bahwa mendukung Bung Karno sama dengan mendukung persatuan yang diperlukan. Akan tetapi Howard Jones, Duta Besar Amerika Serikat di Indonesia berpendapat lain. Ia menyatakan bahwa sesungguhnya Soekarno adalah seorang tokoh yang paling pintar dalam menjinakkan PKI. Menurutnya, kesediaan PKI untuk meng-iyakan apa-pun yang Soekarno inginkan, menunjukkan berhasilnya Soekarno dalam menjinakkan PKI. Kelihatannya ada pula yang menganggap bahwa kebijakan Soekarno sebenarnya memperlunak tumbuhnya kekuatan Komunisme di Indonesia. Kalau tidak Amerika Serikat akan kewalahan, karena di Indo-Cina saja mereka tidak berhasil membendung semakin kuatnya pendukung Komunisme. Pemerintah Amerika Serikat menganggap Howard Jones pro Soekarno. Oleh karena itu menjelang 1965, ia diganti oleh Marshall Green, yang sebelum ke Indonesia, sebagai Duta Besar di Korea Selatan, berhasil menjatuhkan Syng Man Rhee dari kekuasaannya dan menggantikannya dengan Park Chung Hee yang sangat mendukung kebijakan Amerika Serikat. Jelas pemerintah Washington menginginkan wakil yang bisa menjalankan perintahnya dengan efektif. Marshall Green dianggap berhasil mendorong perwira Angkatan Bersenjata Korea yang dilatih di Amerika untuk mengirim pasukan yang dijelma sebagai orang sipil dan memobilisasi demonstrasi-demonstrasi “massa” yang kemudian menjatuhkan pimpinan pucuk pemerintah Korea Selatan. Kehadiran Green di Jakarta menimbulkan pertanyaan: Apakah hal yang sama akan dilakukan di Indonesia? Ada tuduhan bahwa memang beberapa oknum Indonesia sudah dilatih di Amerika untuk persiapan usaha menjatuhkan Soekarno. Sementara itu baik PNI maupun PKI telah merayakan

Page 394: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

386

hari ulang tahunnya secara besar-besaran. Hari ulang tahun PKI pada tanggal 23 Mei 1965 dihadiri oleh banyak delegasi asing, di antaranya Mikoyan, anggota Polit Biro Partai Komunis Uni Soviet dan Peng Chen, anggota Politbiro PKT. Pada waktu itu, PKI dianggap sebagai partai Komunis terbesar di luar Uni Soviet dan RRT. Dan di Indonesia, di atas kertas, kekuatan PKI berada di atas semua Partai besar yang ada. Ini menyebabkan PKI dianggap memiliki peranan besar di dalam kekuatan komunis internasional. Perkembangan ini rupanya menyebabkan para tokoh PKI berbesar kepala, se-olah-olah kemenangan sudah berada di tangan. Mereka cukup sering menyatakan bahwa kalau diadakan Pemilu, mereka akan mudah menjadi pemenang. Sikap PKI dalam menghadapi perpecahan antara PKT dan PKUS, jelas memihak PKT. Dalam berbagai konperensi internasional, wakil-wakil PKI turut mengkritik garis Uni Soviet sebagai Revisionis Modern, bahkan terkadang lebih keras dari kritikan yang dilontarkan wakil-wakil PKT sendiri. Dalam persiapan Konperensi AA-II di Aljazair, USSR menyatakan ingin ikut dengan alasan sebagian besar wilayah USSR berada di benua Asia. Indonesia –lah, di bawah pimpinan PKI, yang paling keras menentang kehadiran USSR. Dengan sendirinya sikap ini membuat pimpinan Uni Soviet marah. Perdana Menteri USSR Mikoyan, dikatakan, pernah menegur DN Aidit dan memperingatinya bahwa Moskow memiliki kemampuan untuk menciptakan suasana di mana Aidit bisa diganti dengan orang yang dianggap bisa bekerja sama dengan Moskow. Peringatan ini perlu diperhatikan karena pada waktu itu, USSR adalah pihak yang paling banyak mensupply persenjataan berat untuk ABRI dan banyak perwira ABRI dilatih di USSR. Perkembangan politik setelah peringatan HUT PKI seharusnya membuat pimpinan PKI lebih waspada. Adanya keinginan KGB dan CIA untuk mengubah perkembangan seharusnya membuat mereka lebih hati-hati dalam mengambil tindakan. Angkatan Darat juga sangat jengkel dengan adanya usul PKI mendorong Bung Karno menyetujui dibentuknya Angkatan ke 5

Page 395: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

387

yang terdiri dari 5 juta buruh dan tani. Achmadi, seorang tokoh angkatan perjuangan pelajar di zaman revolusi, telah dicalonkan sebagai komandan Angkatan ini. Sikap congkak dan merasa telah menang ini rupanya juga menyebabkan Mao Tse Tung bertanya ke Aidit di salah satu pertemuan di Peking pada tahun 1965: berapa persen dari anggota PKI berasal dari Kelas Buruh kecil. Aidit tidak bisa menjawabnya, karena memang tidak ada statistik untuk itu. Dia sendiri tidak berasal dari kelas ini, karena dia adalah anak seorang guru agama Islam. Mao yang menganggap pentingnya sebuah partai komunis terdiri dari kelas buruh dalam mencapai kemenangan perjuangan, dikatakan, telah memperingati Aidit untuk berhati-hati dalam mengembangkan PKI. Mao, dikatakan, juga memperingati Aidit untuk tidak ber-main api, karena revolusi adalah perjuangan serius yang memerlukan kesabaran dan ketekunan. Di Indonesia telah terjadi 2 Red-Drive terhadap komunisme. Yang ketiga akan menghancurkannya. Lenin, berdasarkan pengalaman revolusi-nya di Rusia, juga menitik beratkan betapa pentingnya pimpinan partai komunis untuk mempersiapkan diri dan memupuk kekuatan sebelum melakukan tindakan. Dan sekali tindakan dimulai, ia harus diteruskan sampai kemenangan, tidak dihentikan ditengah jalan. Memang mengetahui teori dan melakukan praktek adalah dua hal yang berbeda. Apalagi bilamana pimpinan PKI pada waktu itu, termasuk golongan muda yang berasal dari golongan burjuis kecil-menengah, yang belum pernah berpengalaman dalam melaksanakan revolusi yang bersandar atas kekuatan Rakyat. Yang sulit untuk pimpinan muda yang tidak berpengalaman ini adalah bersikap sabar dan teliti. Tidak terburu-buru melakukan tindakan tanpa persiapan yang matang. Pimpinan PKI yang tidak berpengalaman ini tentu saja bukan tandingan akhli penggulingan kepala negara semacam Marshall Green yang didukung CIA atau oknum-oknum KGB berpengalaman yang diperintahkan Mikoyan. Setelah perayaan kemerdekaan 17 Agustus 1965, banyak

Page 396: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

388

tokoh politik memang mempertanyakan: siapakah yang akan mengganti Soekarno bila ia meninggal secara mendadak? Kesehatan Soekarno diketahui mundur banyak ketika itu. Ada pula desas desus santer bahwa KSAD Jani, didukung oleh para pendukung yang dipercayainya, telah mempersiapkan kekuatan bersenjata untuk menghadapi kekacauan yang terjadi apabila Soekarno wafat. Yang dimaksud dengan kekacauan tentunya bangkitnya arus pendukung PKI merebut kekuasaan. Tidak ada yang tahu siapa yang menyebarkan desas desus ini. Akan tetapi rupanya pihak pimpinan PKI merasa perlu untuk merencanakan aksi yang siap untuk melawan kekuatan yang disusun oleh Jani. Kewaspadaan dan kecurigaan terhadap masing-masing kekuatan dan kegiatan – antara pimpinan Angkatan Darat dan pimpinan PKI – meningkat. Pada tanggal 1 Oktober 1965, pagi-pagi penduduk Jakarta dikejutkan dengan adanya siaran radio RRI tentang Gerakan 30 September (G-30-S) dan diumumkan dibentuknya Dewan Revolusi yang dinyatakan mengambil alih fungsi Kabinet. Nama saya tercantum di dalam Dewan yang tidak pernah bersidang ini. Dan saya dapat memastikan bahwa saya tidak pernah diberitahu atau dikonsultasi sebelum Dewan ini terbentuk. Saya juga terkejut mengetahui nama saya masuk dalam Dewan Revolusi itu. Perkembangan selanjutnya menjadi lebih jelas bahwa yang terjadi adalah diculiknya 6 jendral dan seorang kapten oleh pasukan yang tergabung di dalam G-30-S yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung, seorang perwira Cakrabirawa. PANGAB, Jendral Nasution sebenarnya akan diculik pula, tetapi berhasil lolos. Pengawalnya, Kapten Tendean yang agak mirip dengannya, yang terculik. Operasi penculikan dimulai sekitar pukul 2-3 pagi, pasa tanggal 1 Oktober 1965. Ada di antara jendral yang diculik itu tewas tertembak pada ketika pasukan penculik menggrebek rumah-rumah mereka. Mereka kemudian dibawa ke daerah yang dinamakan Lubang Buaya, dekat lapangan udara Halim, markas besar Angkatan Udara. Di sana , yang masih hidup ditembak dan semua jenazahnya dimasukkan ke dalam sebuah sumur.

Page 397: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

389

Sampai sekarang, tidak jelas, siapa sebenarnya yang memberi komando pembunuhan terhadap para jendral tersebut. Apa yang dinyatakan mereka yang terlibat, perintahnya adalah menangkap dan menahan para jendral. Ada perintah untuk melakukan pembunuhan, tetapi tidak ada yang mengetahui jelas, dari mana perintah ini datang. Pasukan G-30-S menguasai beberapa posisi strategis di Jakarta, termasuk kantor RRI.. Akan tetapi pada hari itu terjadi kekacauan yang membingungkan. Jalan-jalan utama dan posisi penting dipenuhi pasukan dan panser yang berseliweran. Tidak jelas pasukan apa yang berkeliaran dan siapa yang bertanggung jawab atas apa. RRI mengeluarkan beberapa siaran yang menyatakan bahwa ada beberapa jendral yang telah ditahan dan Soekarno berada dalam keadaan aman dan sehat walafiat. Tetapi pemberitaan ini tidak mengurangi ke-simpang siuran yang berkembang pada hari itu. Timbullah pertanyaan: Siapa sebenarnya yang mendalangi G-30-S? Bagaimana persiapannya? Apa peranan Soekarno? Apa peranan PKI sebagai partai politik yang sedang menanjak kebesarannya? Apa peranan CIA? KGB? Jawabannya tidak pernah jelas dan definitif. Akan tetapi dampaknya luar biasa. Dalam sekejap mata, keseimbangan politik berubah secara drastik. PKI dan semua organisasi yang dianggap berasosiasi dengannya diganyang. Ratusan ribu orang dikejar, dibunuh secara kejam. Ratusan ribu orang ditahan dan seratus ribuan tetap ditahan ber-belas tahun tanpa proses pengadilan apa-pun. Saya adalah salah satu korban keganasan yang dilakukan secara sistematik, didukung oleh kekuatan militer dan direstui oleh kekuatan imperialis yang memang berkepentingan menghancurkan arus politik yang dipimpin oleh Soekarno. Rentetan kejadian sebelum dan sesudah hari itu banyak yang menceritakan. Di berbagai penjara dan tempat tahanan, saya berkesempatan berbicara dengan para pelaku yang langsung terlibat di dalam G-30-S. Dari mereka banyak yang diketahui. Akan

Page 398: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

390

tetapi, pada waktu bersamaan, banyak pula pertanyaan yang tidak terjawab, karena para pelaku-nya sendiri tidak mengetahui. Yang seharusnya mengetahui apa yang direncanakan dan bagaimana rencana ini lahir dan dilaksanakan, di antaranya ketua PKI, DN Aidit, telah dibunuh. Apakah pembunuhan ini dilakukan untuk menutupi keterlibatan para pelaku lain dan institusi asing tertentu? Lagi-lagi, tidak ada yang bisa menjawab. Apa yang terjadi secara mendetail? Persiapan penculikan ternyata tidak baik. Tujuh pasukan dipersiapkan untuk menculik ke tujuh Jendral yang berada di dalam daftar. Mereka melakukan latihan penculikan termasuk mempelajari rumah-rumah para jendral. Semalam sebelumnya, pasukan yang ditugaskan untuk menculik Nasution ternyata diganti. Pasukan baru ini ternyata tidak mengetahui secara baik lokasi dan keadaan sekitar rumah Nasution, sehingga mereka salah sasaran. Bukan rumah Nasution yang diserang, melainkan rumah wakil Perdana Menteri Lemeina, yang letaknya bersebrangan, sehingga terjadi tembak menembak dengan ajudannya. Kemungkinan besar suara tembakan ini telah menggugah Nasution, sehingga ketika pasukan penculik akhirnya tiba di rumahnya, Nasution sempat menghindar penculikan dengan meloncat pagar dan bersembunyi di pekarangan tetangganya. Kecerobohan pasukan penculik lebih terlihat lagi ketika mereka menangkap Kapten Tendean yang disangka mereka adalah Jendral Nasution. Persiapan buruk lainnya nampak pada persiapan konsumsi. Ribuan orang yang tergabung dalam G-30-S yang mulai menjaga berbagai pos pada hari itu tidak diberi makan dan minum. Bisa dibayangkan, di sore hari, ribuan orang yang sudah mulai beroperasi sejak pukul 2-3 pagi ini, tentu lapar dan tidak berada dalam kondisi bertempur yang baik. Demikian pula dengan rencana pengaturan dan perlindungan untuk Soekarno, dukungan siapa menjadi tumpuan utama gerakan. Pada pagi hari itu, Soekarno dibawa ke Halim. Rencana awalnya adalah bilamana perkembangan situasi tidak menguntungkan, ia akan dibawa ke Yogyakarta. Akan tetapi, ketika Bung Karno, atas

Page 399: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

391

desakan Dewi Soekarno pergi ke Istana Bogor, Aidit yang seharusnya pergi bersama dengan Soekarno ke Yogya, bingung dan tidak bisa memutuskan, karena rencana semua tidak dijalankan. Ternyata, Sjam-lah, ketua Biro Khusus PKI, yang “memerintahkannya” untuk berangkat ke Yogyakarta dengan pesawat yang sudah disiapkan. Komando G-30-S berada di tangan tiga orang utama. Letkol Untung sebagai Komandan pertama, dibantu oleh Kolonel Latief dan BigJen Soepardjo. Susunan ini memang aneh, karena dari ketiga ini, yang menjadi komandan utama malah orang yang pangkatnya terendah. Sebelum Soekarno meninggalkan Halim berangkat ke Istana Bogor, Soepardjo datang memberi laporan tentang perkembangan keadaan. Rupanya pada saat itu diketahui bahwa Nasution berhasil meloloskan diri. Dan juga diketahui olehnya bahwa KOSTRAD di bawah pimpinan Soeharto bersikap siap melawan G-30-S. Ia ternyata memberi perintah ke Soepardjo untuk menghentikan semua kegiatan militer untuk mencegah pertumpahan darah dan menunggu instruksi-nya sebagai Presiden. Sebelum semua ini, Soekarno telah mengeluarkan surat perintah yang mengangkat Jendral Pranoto untuk menggantikan Jani sebagai KSAD. Padahal di markas KOSTRAD, Soeharto telah mengambil inisiatif untuk mengambil alih komando Angkatan Darat. Banyak perwira tinggi Angkatan Darat, termasuk Pranoto, dikumpulkan di KOSTRAD. Dalam hirarki Angkatan Darat, posisi Komandan KOSTRAD memang ke dua di bawah KSAD, sehingga bilamana KSAD berhalangan, Komandan KOSTRAD-lah yang menjadi KSAD. Nasution yang berhasil lolos penculikan, juga berhasil sampai ke markas KOSTRAD dan mulai memberi berbagai instruksi militer ke para perwira yang berkumpul di sana. Perintah Soekarno untuk mengangkat Pranoto yang disampaikan ke Soeharto melalui Laksamana Matadinata, tentu tidak berani ditentang oleh Soeharto. Pranoto sendiri tidak bersedia melawan ke-senioran Soeharto, tetapi juga tidak bisa menolak keputusan Soekarno. Timbullah kompromi. Pranoto tetap diangkat sebagai

Page 400: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

392

pejabat KSAD sedangkan Soeharto menjadi kepala sebuah institusi baru, yang dinamakan KOPKAMTIB – Komandan Pemulihan Keamanan dan Ketertiban. Di bawah Soeharto, KOPKAMTIB ini kemudian berkembang sebagai badan militer yang paling berkuasa di Indonesia. Bukannya keamanan dan ketertiban yang dipulihkan, tetapi pengganyangan PKI dan para ormas-nya serta semua organisasi yang dianggap berhaluan kiri. Badan ini-lah yang mengkoordinasi pembunuhan massal dan penangkapan massal yang jelas melanggar hukum. Bahkan akhirnya, ia-lah yang menghancurkan infrastruktur pertahanan politik Soekarno, sehingga Soekarno jatuh. Adanya perintah Soekarno untuk menghentikan semua kegiatan, membuat pimpinan G-30-S berhenti bergerak. Akibatnya, pasukan-pasukan di bawah komando gerakan ini dengan mudah dilucuti oleh kekuatan yang dipimpin Soeharto. Dalam beberapa jam di sore hari, semua pos G-30-S di Jakarta dilumpuhkan. Orang-orang yang terlibat ditangkap. Sekitar pukul 9 malam, jadi sekitar 19 jam setelah gerakan dimulai, Soeharto telah menguasai Jakarta. Tokoh-tokoh G-30-S terpaksa melarikan diri, meninggalkan pasukannya yang hancur. Dan Soekarno berada di dalam posisi yang lemah. Dimulailah proses penghancuran PKI, pembunuhan dan penangkapan massal, mobilisasi massa untuk menghantam kebijakan politik Soekarno dan pada akhirnya, penjatuhan Soekarno sebagai kepala Negara. Kesemuanya ini dicapai dalam waktu sangat singkat. Akan tetapi korban yang jatuh berjumlah besar – dikatakan melebihi 1 juta manusia yang tidak bersalah telah dibunuh secara sistematik dan ratusan ribu warga Negara kehilangan hak kebebasan hidup di Negara yang seharusnya menjunjung tinggi Rule of Law dan Hak Azasi Manusia. Nyono dan Sudisman, tokoh pimpinan PKI yang diadili menyatakan bahwa mereka memperoleh informasi akan adanya rencana kudeta di sekitar perayaan angkatan bersenjata pada 5 Oktober 1965 dan dibentuknya Dewan Jendral yang akan memimpin tindakan kudeta ini. Menurut apa yang mereka ketahui

Page 401: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

393

beberapa batalion dari berbagai propinsi dibawa ke Jakarta dengan alasan untuk memeriahkan perayaan tersebut, tetapi maksud sesungguhnya adalah mendukung kudeta militer. Oleh karena itu pimpinan PKI mempercayai ketua-nya, DN Aidit untuk melakukan tindakan yang mencegah kudeta, menyelelamatkan Soekarno dan RI. Apa yang direncanakan Aidit, kedua tokoh ini menyatakan, tidak diketahuinya. Pengadilan-pengadilan selanjutnya menunjukkan bahwa Aidit menjalankan rencana ini dengan bantuan Biro Khusus yang kegiatannya, bahkan kehadirannya tidak diketahui banyak orang. Biro Khusus dipimpin langsung oleh Aidit dengan 3 wakil, Sjam, Supono dan Subono. Biro Khusus dibentuk sebagai biro intel lapisan PKI. Salah satu tugas utamanya adalah mengikuti sepak terjang para anggota PKI yang membangkang. Lain tugas utamanya adalah membina dukungan sementara pimpinan Angkatan Bersenjata yang bersimpati terhadap gerakan PKI. Sebagai tahanan politik setelah peristiwa G-30-S, saya memiliki banyak kesempatan berbicara dengan para anggota CC dan Polit Biro PKI yang sama-sama meringkuk di penjara. Dari mereka diketahui bahwa Biro Khusus tumbuh sebagai kekuatan di dalam partai yang kekuasaan dan pengetahuan dan perancangan pelaksanaan politik melebih CC dan Polit Biro. Sjam yang tertangkap dan berada di tahanan, ternyata menjadi pembocor utama semua rahasia partai. Ia berfungsi sebagai alat ampuh kekuatan militer Soeharto dalam menghancurkan infrastruktur organisasi PKI, karena melalui Sjam inilah semua jaringan PKI terbuka. Sjam diperkirakan seorang “double agent”, yang menyelusup ke PKI dan menjadi orang kepercayaan Aidit. Rencana “Counter Coup” ternyata dibuat oleh Biro Khusus. Pelaksanaannya ternyata mengikut sertakan latihan-latihan militer yang dilakukan oleh para anggota Pemuda Rakyat dan para pelajar di daerah Halim, markas besar Angkatan Udara. Pada waktu itu, dalam rangka gerakan mengganyang Malaysia dan mendukung

Page 402: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

394

Gerakan Pembebasan Rakyat Serawak, latihan-latihan militer dilakukan. Mereka yang sudah dilatih lalu disebar ke berbagai “banteng pertahanan” di Jakarta Raya. Walaupun banyak pimpinan PKI, termasuk Njono yang terlibat dalam koordinasi dan mobilisasi relawan yang dilatih ini, mereka tidak mengetahui bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari rencana “Counter-Coup” yang disiapkan Biro Khusus. Aidit tidak pernah mendiskusikannya dengan para anggota Polit Biro. Yang paling aneh adalah daftar Dewan Revolusi tidak mengikut sertakan Soekarno dan juga Aidit, Njoto dan Loekman, tiga serangkai pemimpin PKI. Tidak diikutsertainya Soekarno di dalam Dewan Revolusi merupakan kesalahan fatal. Karena ini dijadikan alasan untuk mendiskreditkan Dewan ini dan yang menyebabkan pula gerakan yang dimulai itu tidak memperoleh dukungan luas. Gerakan dengan mudah dianggap sebagai kegiatan yang ingin menggulingkan Soekarno. Dengan demikian, kekuatan Angkatan Darat di bawah pimpinan KOSTRAD yang dipimpin oleh Jendral mudah melakukan penyerangan. Para tokoh yang dimasukkan dalam daftar Dewan Revolusi, termasuk saya, tidak pernah dikonsultasi sebelum namanya dicantumkan, tidak pernah diberi tahukan apa dasar dan rencana pembentukan Dewan itu. Dan dengan dikuasainya Jakarta oleh kekuatan Soeharto, Dewan ini tidak pernah berkesempatan untuk bersidang. Mereka juga tidak mengetahui siapa yang merencanakan dan membentuknya. Terlibatnya DN Aidit dalam persiapan pelaksanaan G-30-S melalui seorang Sjam dan Biro Khususnya tidak bisa dipergunakan sebagai dasar tuduhan bahwa PKI secara organisasi terlibat. Aparat partai sama sekali tidak disiapkan, kalau tidak tentu perkembangannnya berbeda. Para tokoh PKI tidak tahu menahu tentang adanya rencana G-30-S. Mereka terkejut juga mendengar adanya peristiwa ini – pada waktu bersamaan dengan Rayat terbanyak Indonesia. Organisasi yang terlibat dalam sebuah

Page 403: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

395

gerakan, tentunya tidak memiliki reaksi seperti ini. Contoh ketidak siapan yang cukup menyolok adalah pengalaman yang dialami Aidit, sebagai ketua PKI ketika ia tiba di bandara Yogyakarta pada tanggal 1 Oktober 1965. Ketika mendarat, tidak ada yang menjemputnya. Ia lalu pergi mencari rumah tokoh PKI di kota itu. Akan tetapi, karena tidak tahu jalan, ia kesasar. Rumah pertama yang dikunjungi adalah rumah seorang tokoh NU. Baru setelah itu ia berhasil menemui rumah anak buah-nya. Dengan demikian kehadirannya di Yogyakarta segera diketahui. Kehadiran Aidit di Yogyakarta ternyata juga tidak membangkitkan perlawanan partai terhadap kekuatan militer yang dikerahkan untuk menghancurkannya. Aidit dan para pimpinan PKI lainnya terpaksa melarikan diri, bersembunyi di berbagai tempat, tanpa mampu mengkoordinasikan perlawanan. Karena memang secara organisasi, PKI tidak terlibat dan tidak siap. Akibatnya dalam waktu singkat, PKI dihancurkan. Semua tokoh utamanya tertangkap. Banyak, seperti Aidit, Njoto dan Loekman yang dibunuh tanpa proses pengadilan apapun. Apa peranan Soeharto? Ternyata besar sekali, bahkan mungkin lebih besar dari keterlibatan Soekarno dalam peristiwa ini. LetKol Untung pernah menjadi salah satu anak buah kesayangan Soeharto. Ia banyak berjasa dalam mengharumkan nama Soeharto dalam operasi Mandala – pengambil alihan Irian Barat ke RI. Dikatakan, Soeharto dan Tien Soeharto adalah comblang perkawinan Untung dengan isterinya. Dalam pesta perkawinan Untung, Soeharto dan Tien Soeharto hadir sebagai tamu terhormat. Kol Latief-pun sangat dekat dengan Soeharto. Ia-lah yang mengharumkan nama Soeharto dalam penyerangan ibukota Yogyakarta di zaman revolusi. Latief yang menjadi komandan pertempuran di lapangan. Tetapi Soeharto-lah yang memperoleh pengakuan dan ditonjolkan jasanya. Beberapa hari sebelum peristiwa, Latief datang mengunjungi Soeharto melaporkan rencana menahan beberapa jendral yang

Page 404: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

396

dianggap menentang kebijakan Soekarno. Soeharto menyatakan kesediaannya mendukung rencana ini. Pada tanggal 30 September malam, jadi beberapa jam sebelum gerakan penculikan dilakukan, Latief datang lagi menemui Soeharto memberi laporan bahwa aksi penculikan akan dilakukan malam itu . Lagi-lagi, komitmen dukungan disampaikan kepada Latief. Beberapa hari sebelum itu, dikatakan, Soeharto mendatangkan beberapa batalion pasukan dari luar ke Jakarta raya, dengan alasan untuk memeriahkan perayaan hari angkatan bersenjata – 5 Oktober . Soeharto sendiri yang menginspeksi kehadiran batalion-batalion ini di Jakarta. Timbullah pertanyaan: Sebagai perwira Angkatan Darat, bilamana ia mengetahui adanya rencana yang dilakukan untuk merugikan atasannya, dalam hal ini Achmad Jani sebagai KSAD, ia wajib melaporkannya. Ternyata ia bukan saja tidak melaporkan, melainkan berjanji untuk mendukung kelompok yang akan menculik atasannya. Dan secara diam diam mempersiapkan diri untuk melakukan tindakan yang memperbesar kemungkinannya menjadi orang yang paling berkuasa di Indonesia. Sjam dikatakan sebagai tokoh yang menjembatani Aidit dengan para tokoh ABRI. Dikatakan pula bahwa Sjam ada hubungan dengan Soeharto. Memang timbul pertanyaan, kenapa Soeharto tidak berada di dalam daftar jendral yang harus diculik oleh G-30-S? Bukankah ini berarti ia dianggap simpatisan PKI atau paling sedikit tidak akan merugikan G-30-S? Uraian Latief, kepada beberapa teman di penjara dan dalam pengadilan mengukuhkan pendapat bahwa sesungguhnya Soeharto terlibat dalam G-30-S. Sulit untuk dibuktikan karena sampai sekarang tidak ada upaya untuk membawa Soeharto ke pengadilan. Perkembangan yang digambarkan menyimpulkan bahwa G-30-S gagal memperbaiki posisi politik Soekarno, bahkan tindakan yang dilakukan tanpa persiapan matang ini malah mengakibatkan perubahan politik drastik yang justru menghancurkan kebijakan Soekarno, visi politik-nya dan keberadaan komunisme di

Page 405: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

397

Indonesia.

TUMBUH DAN BERKEMBANGNYA SOEHARTO

Soeharto tidak dikenal banyak orang sebelum G-30-S. Akan tetapi ia bergerak cepat dan dalam waktu singkat menjadi orang yang paling berkuasa dan berpengaruh di Indonesia. Tidak ada yang bisa membuktikan secara pasti bahwa CIA sepenuhnya mendalangi perkembangan di Indonesia. Akan tetapi hadirnya Duta Besar Amerika Serikat, Marshall Green pada ketika itu tentu menimbulkan kesimpulan bahwa Amerika Serikat dengan CIA-nya terlibat. Ada ciri Green yang menyolok, yaitu mobilisasi pemuda dan pelajar dalam gerakan pengganyangan. Gerakan massa ini dikoordinasikan dalam wadah Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Jelas KOPKAMTIB langsung melakukan koordinasi dan banyak tentara yang menyamar sebagai orang biasa terjun mendorong dan mengatur berbagai demonstrasi anti PKI, anti ormas-ormas-nya yang kemudian meluncur menjadi gerakan anti Soekarno sendiri. Kekejaman PKI terhadap penculikan dan pembunuhan 6 jendral dibesar-besarkan. Massa dikerahkan untuk membakar gedung-gedung PKI dan para ormas-nya. Rumah-rumah para tokoh PKI dan Ormas-nya diserang, dirusak bahkan dibakar. Surat-surat kabar yang dianggap mendukung aliran kiri dilarang terbit. Buku-buku yang mengandung ajaran Marxisme, Leninisme dan pikiran Mao dilarang beredar dan dibakar. Rumah saya juga menjadi sasaran. Berkali-kali diserang KAPPI dan KAMI. Tembok-tembok dicat dengan perkataan: BAPERKI cukong PKI atau Ganyang BAPERKI atau Ganyang Siauw Giok Tjhan. Bergerobak buku saya diambil untuk dibakar, katanya. Padahal banyak yang diambil, buku-buku dalam bahasa asing, bukan buku-buku yang mengandung Marxisme atau Komunisme.

Page 406: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

398

Untunglah, tidak ada kerusakan yang dialami. Rumah milik BR Motik yang saya sewa itu tidak dirusak atau dibakar. Pembunuhan massal di berbagai daerah di pulau Jawa dan Bali yang dipelopori oleh RSPKAD – di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Eddie dilaksanakan. Sungai-sungai besar seperti Brantas dan Bengawan Solo berubah menjadi merah, karena penggorokan massal dilakukan di tepi sungai-sungai itu. Banyak jenazah korban mengambang di sungai-sungai tersebut. Penjara-penjara penuh sesak. Rumah-rumah atau gedung-gedung yang dimiliki PKI atau ormas-nya atau tokoh-tokohnya dijadikan tempat penahanan dan penyiksaan. Kondisi penahanan di tempat-tempat itu sangat buruk. Pada umumnya mereka yang ditahan, termasuk saya, harus tidur duduk bahkan berdiri, karena tempat tidak cukup menampung jumlah tahanan. BAPERKI dinyatakan sebagai ormas PKI. Universitas BAPERKI, Universitas Respublica, diserang dan dibakar pada tanggal 15 Oktober 1965. “Massa” yang menyerbu terdiri dari KAMI dan KAPPI. Tetapi banyak yang berada di sana untuk melindungi gedung-gedung Universitas Respublica, termasuk saya, melihat banyaknya orang berpotongan tentara dengan pakaian preman, mendukung aksi “massa” yang menyerbu dan membakar gedung-gedung Universitas Respublica. Upaya saya untuk menyelamatkannya dari pembakaran tidak berhasil. Pihak kepolisian tidak mengambil tindakan untuk menyelamatkannya. Bung Karno yang saya kunjungi juga tidak berdaya. Jumlah “massa’ jauh melebihi mahasiswa Universitas Respublica yang bertekad melindungi gedung-gedung. Polisi yang ada di sana hanya melihat dan tidak bertindak untuk menghentikan penghancuran. Akhirnya, banyak gedung dan fasilitas Universitas Respublica yang dibangun secara gotong royong oleh mahasiswa, dosen, orang tua dan masyarakat, terbakar. Para dosen dan mahasiswa yang tidak berdaya melindunginya, hanya bisa mengucurkan air mata. Pimpinan Universitas kemudian diganti. Yayasan baru didominasi oleh tokoh-tokoh LPKB dan Universitas

Page 407: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

399

dibuka kembali dengan nama Universitas Trisakti. Berakhirlah prinsip “Pendidikan Bukan Barang dagangan”, karena dalam masa kelanjutannya, Universitas Trisakti merupakan salah satu Universitas yang tinggi uang kuliahnya. Cabang-cabang Universitas Respublica di kota-kota lain ternyata tidak dilanjutkan. Gedung-gedung yang sedang dalam tahap pembangunan dibiarkan terlantar. Sekolah-sekolah BAPERKI diambil alih oleh Negara dan dijadikan sekolah-sekolah negeri. Para kepala sekolahnya diganti, demikian juga banyak guru-guru-nya. Pada awal kekuasaan Soeharto, sekolah-sekolah ini dijadikan juga markas KAPPI di mana para siswa dan guru sekolah diteror untuk menunjukkan sikap anti PKI, anti BAPERKI. Situasi sudah dikuasai sedemikian rupa oleh kekuatan Soeharto. Ia bisa meraja lela tanpa pencegahan apapun. Tindakan kriminal membakar gedung swasta tidak diapa-apakan, bahkan jelas didukung oleh kekuatan KOPKAMTIB yang seyogyanya menjaga keamanan dan menjamin ketertiban. Soekarno tetap mencoba untuk melawan arus ini. Tapi terlambat. Kekuatan militer yang sebenarnya sebagian besar mendukungnya, telah dikebiri, karena sikapnya sendiri di awal bencana. Perintahnya untuk menghindari pertumpahan darah justru menimbulkan pembunuhan massal yang tidak dapat dihentikan oleh kekuatan yang tidak menyetujuinya. Karena semua perwira Angkatan Bersenjata yang loyal terhadapnya, seperti Omar Dhani, Mursid dan Rukman, ditahan oleh KOPKAMTIB. Kekuatan bersenjata yang mampu mendukung Soekarno telah dikebiri. Akan tetapi sikap Soekarno masih berhasil mempertahankan status hukum PKI yang ternaung dalam konsep NASAKOM hingga bulan Maret 1966. Walaupun banyak tokohnya dibunuh atau ditahan, tuntutan untuk membubarkannya tetap ditolak Soekarno. Walaupun demikian, secara sistematik kekuatan Soeharto terkonsolidasi. Dalam reshuffle Kabinet, ia diangkat menjadi Menteri Pertahanan. Pada tanggal 11 Maret 1966, tiga jendral pendukung Soeharto, Amir Machmud, Jusuf dan Basuki Rachmat, berhasil

Page 408: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

400

memaksa Soekarno untuk mengeluarkan apa yang kemudian dikenal sebagai SUPERSEMAR – Surat Perintah Sebelas Maret. Versi sesungguh Surat Perintah ini tidak pernah jelas. Versi yang diterbitkan dalam harian GESURI – Genta Suara Revolusi, berbeda dengan apa yang diterbitkan oleh harian Angkatan Bersenjata. Apa sesungguhnya tujuan Surat Perintah ini? Menurut Soebandrio yang hadir di dalam pertemuan Soekarno dengan ketiga jendral tersebut, dasarnya adalah memberi kekuasaan ke Soeharto untuk menjamin keamanan dan ketertiban dengan syarat, Soeharto harus tetap memberi laporan ke Soekarno sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata. Pihak Soeharto dan ketiga Jendral menyebar-luaskan pengertian bahwa Surat Perintah ini merupakan Transfer of Authority, di mana Soeharto memiliki kekuasaan penuh sebagai presiden tanpa menjadi presiden. Sehari setelah Surat Perintah itu dikeluarkan, banyak menteri yang dianggap pendukung Soekarno ditahan, termasuk Subandrio, Chaerul Saleh, Setiadi dan Oei Tjoe Tat. Setelah itu, secara resmi Soeharto menyatakan bahwa PKI dan berbagai Organisasi Massa yang dianggap berafiliasi dengannya dinyatakan terlarang. BAPERKI termasuk dalam daftar organisasi terlarang ini. Saya sudah meringkuk dalam penjara sejak 4 November 1965. Kesemuanya ini dilakukan tanpa konsultasi dengan Soekarno. Perintah-perintah Soekarno-pun tidak pernah dipindahkan lagi oleh Soeharto. Salah satu contoh adalah cerita Dr Sumarno kepada saya ketika saya bertemu dengannya di penjara Nirbaya pada tahun 1972. Ia terkejut menemui saya karena ia beranggapan saya bebas. Ia menyatakan bahwa di dalam salah satu rapat Kabinet pada awal 1966, ia mendengar sendiri perintah Bung Karno ke Soeharto untuk membebaskan saya dari tahanan. Perintah itu di-iyakan, tetapi kenyataannya saya tetap meringkuk dalam tahanan hingga tahun 1978. Langkah selanjutnya adalah mengganti susunan DPR-GR dan MPRS. Kursi-kursi yang tadinya diisi oleh PKI dan para organisasi massa pendukungnya dan juga orang-orang yang dianggap

Page 409: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

401

mendukung Soekarno, diisi oleh banyak anggota ABRI dan golongan yang mendukung kebijakan Soeharto. Dengan demikian kekuatan politik Soekarno secara hukum-dan politis dihancurkan pula. Soekarno masih tidak menyerah. DPA di ubah strukturnya dan ia mencoba menyelenggarakan sidang DPA pada tanggal 8 Mei 1966 untuk membuat rumusan politik baru yang mempertahankan kebijakan politiknya. Akan tetapi oleh KOPKAMTIB sidang ini dibatalkan. Soekarno mencoba lagi untuk menggunakan sidang MPRS sebagai sarana untuk melaksanakan Pemilu II. Upaya ini juga tidak bisa dijalankan. Soekarno tidak lagi memiliki pendukung yang berarti. NU yang tadinya mendukungnya, telah masuk barisan Soeharto. PNI pecah menjadi dua – PNI A-Su (Ali Satroamidjojo dan Surachman) tetap mendukung garis Soekarno dan PNI Osa-Usep (Osa Maliki dan Usep) mendukung barisan Soeharto. Kekuatan Ali tidak bertahan lama. Banyak pengikutnya ditahan atau melarikan diri menghindari penangkapan. KOPKAMTIB segera melibatkan diri dalam perkembangan PNI. Dalam kongres partai, Osa Maliki dikukuhkan sebagai ketua PNI baru dan secara resmi PNI menentang kebijakan Soekarno. Semua pendukung Soekarno di dalam tubuh PNI kemudian di”bersihkan”, baik ditahan maupun dipecat. Akhirnya partai yang didirikan oleh Bung Karno, berubah menjadi alat oleh musuh untuk menjatuhkannya. Walaupun Soekarno tetap presiden RI, tetapi ia tidak lagi memiliki kekuasaan apapun. Akan tetapi kehadirannya tetap dianggap sebagai perintang politik. Di dalam pertemuan Angkatan Darat di Cipayung pada akhir Januari 1967, Jendral-Jendral Dharsono, Kemal Idris, Sarwo Eddie dll mempersiapkan proses penggantian Soekarno dengan Soeharto. KAPPI dan KAMI dikerahkan di jalan-jalan untuk melakukan tuntutan turunnya Soekarno sebagai presiden dengan menonjolkan berbagai kelemahan Soekarno. NU dibawah pimpinan ketua umumnya, Kyai Dachlan mempelopori serangan politik terhadap Soekarno. NU menyatakan

Page 410: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

402

bahwa Soekarno terlibat dalam peristiwa G-30-S. Sampai saat itu, posisi resmi Soekarno adalah: G-30-S terjadi karena adanya kebingungan di dalam tubuh PKI, adanya kegiatan NEKOLIM dan adanya elemen buruk di dalam tubuh Angkatan Bersenjata. Ia tidak pernah menyatakan terlibat di dalamnya. Soekarno tetap berupaya bertahan. Ia ingin mencapai sebuah kompromi di mana ia tetap bertahan sebagai presiden tetapi memberi kepercayaan kepada Soeharto untuk menjalankan tugas sehari-hari. Usul Soekarno tidak disambut oleh Soeharto, yang jelas berada di atas angin. Situasi sudah matang untuk menjatuhkan Soekarno. Pada tanggal 9 Februari 1967, NU mengajukan resolusi yang disetujui oleh parlemen, yang menuntut Soekarno meletakkan jabatan dan proses hukum dimulai untuk membawanya ke pengadilan atas keterlibatannya dalam peristiwa G-30-S. Resolusi ini dibawa ke MPRS dan Badan Pekerja yang dipimpin oleh Nasution menyetujuinya pula. Pada tanggal 11 Februari 1967, pimpinan ABRI mengadakan pertemuan. Dalam pertemuan itu usul Soeharto disetujui, yaitu: Soekarno meletakkan jabatan dan menyerahkan posisi presiden ke Soeharto. Usul para kepala staf Angkatan Bersenjata ini ditolak oleh Soekarno. Pada tanggal 22 Februari, Soekarno siap mengumumkan bahwa Soekarno menyerahkan kekuasaan pemerintah ke tangan Soeharto, akan tetapi tetap menentukan bahwa Soeharto harus melaporkan tugas sehari-hari ke Soekarno bilamana dianggap perlu. Sambutan Soekarno dianggap bertentangan dengan resolusi parlemen. Pada tanggal 23 Februari, NU mengajukan usul untuk mengadakan Sidang khusus MPRS untuk memutuskan posisi Soekarno. Akhirnya pada tanggal 8 Maret 1967, MPR bersidang. Ruang sidang dijaga keras oleh kekuatan Angkatan Darat. Sidang ini secara resmi memutuskan Soekarno turun sebagai presiden dan Soeharto dinobatkan sebagai pejabat presiden RI. Dengan SUPERSEMAR, Soekarno telah menjalankan political

Page 411: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

403

suicide. Dalam pengertian lain, Soeharto telah melakukan kudeta jalan damai. Apapun interpretasinya, Soeharto berhasil menjadi seorang yang paling berkuasa di Indonesia. Dan kekuasaannya didukung oleh kekuatan Amerika Serikat dan para pendukungnya, yang memang tidak menyenangi kehadiran Soekarno dalam kancah internasional. Timbullah pertanyaan: Kesemuanya ini apakah merupakan provokasi pihak Amerika Serikat supaya PKI bergerak mendahului apa yang sebenarnya tidak ada, yaitu Dewan Jendral dan rencana kudeta-nya, sehingga kekuatan militer dengan dukungan luar negeri memiliki alasan untuk menghancurkannya? Atau pimpinan PKI melakukan keteledoran politik yang melanggar teori revolusi yang seharusnya dipahaminya: Revolusi bukan barang yang bisa diekspor dan bukan permainan kudeta.

PELANGGARAN HAM

Dengan dalih keamanan nasional KOPKAMTIB telah melakukan pelanggaran HAM yang mungkin terburuk di dunia setelah Perang Dunia II. Bilamana Rule of Law dijunjung tinggi, tidak akan ada sebuah tindakan yang dianggap melanggar undang-undang, bilamana undang-undang yang dinyatakan dilanggar itu tidak ada. Dalam mengganyang PKI dan simpatisannya, para anggota partai dan ormas serta simpatisannya dipersekusi, ditangkap bahkan dibunuh tanpa proses pengadilan. Mereka dianggap berbahaya untuk keamanan nasional. Padahal sebelum peristiwa G-30-S, PKI dan berbagai Ormas yang diganyang adalah organisasi-organisasi yang resmi. Bahkan mereka adalah bagian dari kebijakan politik Negara, yang dinamakan NASAKOM. Para tokoh dan anggota partai dan ormas-ormas ini adalah penjunjung setia program kesatuan nasional yang dipromosikan oleh presiden sah Negara, yaitu Presiden Soekarno.

Page 412: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

404

Tidak ada hukum atau undang-undang yang melarang mereka menjadi tokoh dan anggota para organisasi ini. Para tokoh militer yang setelah G-30-S yang meng-out-law komunisme, di zaman pra G-30-S adalah orang-orang yang juga mendukung NASAKOM. Akan tetapi dengan perubahan cuaca politik, mereka melakukan terror, persekusi, penangkapan dan pembunuhan terhadap mereka yang menjadi bagian dari persatuan nasional yang didukungnya pula, tanpa sanksi hukum apa-pun. Se-olah-olah, adalah kebenaran dan kehebatan bilamana mampu menyapu habis komunisme dan menangkap atau membunuh sebanyak mungkin orang yang mendukung paham itu. Ketika hal ini saya ungkapkan dalam salah satu interogasi di penjara, sang pemeriksa menyatakan bahwa saya ini di”aman”kan dari kemarahan Rakyat. Kalau tidak di “aman”kan, keselamatan saya tidak bisa dilindungi. Istilah itu memang dipergunakan sebagai upaya mengesahkan tindakan penangkapan tanpa proses pengadilan. Puluhan ribu orang dipenjara, ada yang sampai berbelas tahun, dengan dalih di”aman”kan. Sepuluh ribu tahanan di asingkan di pulau Buru, dan dipaksa untuk menyediakan makanan untuk mereka sendiri dengan bercocok tanam dan bekerja paksa, karena mereka di “aman”kan. Dalam skala yang lebih kecil, ada 30 wanita penjual jamu di Jakarta yang di”aman”kan dalam sebuah penjara di Jakarta, melulu karena mereka berasal Wonogiri yang dikenal sebagai basis perjuangan gerilya kelompok kiri di zaman perjuangan kemerdekaan. Bagaimana dengan posisi hukum mereka yang dipersekusi – dianggap simpatisan PKI. Banyak yang tidak ditangkap, tetapi dipecat dari pekerjaannya dan dijadikan momok dalam masyarakat. Mereka tidak dimungkinkan memperoleh apa yang dinamakan Surat Bebas G-30-S/PKI. Dampaknya luar biasa, terutama dalam berupaya mendapat pekerjaan. Ada ratusan ribu yang masuk dalam kategori ini. Celakanya, anak-anak dan saudara-saudara mereka-pun bisa juga masuk dalam kategori ini. Dalam pengadilannya, Njono dengan jantan menyatakan bahwa walaupun PKI secara organisasi tidak terlibat dalam peristiwa

Page 413: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

405

G-30-S, tetapi sebagai pimpinan PKI dan anggota Politbiro PKI, walaupun tidak tahu menahu tentang G-30-S, harus bertanggung jawab. Karena mereka-lah yang menyerahkan mandat ke Aidit untuk bertindak. “Dosa” ini, menurutnya hanya ditanggung oleh para anggota Polit Biro. Tidak bisa ditanggung oleh para anggota PKI dan para simpatisannya. Pernyataan yang sama diajukan oleh Soedisman di dalam pledoi-nya. Ternyata sikap jantan kedua tokoh ini tidak menghentikan persekusi, penangkapan dan pembunuhan masal yang didukung bahkan dikoordinasi oleh aparat militer yang sah. Dalam skala lain, saya-pun berupaya menyelamatkan BAPERKI dari proses penghancuran dan penangkapan masal ini. Pernyataan saya bahwa saya seorang-lah yang bertanggung jawab atas kebijakan dan program politik BAPERKI, tidak digubris. Tetap saja BAPERKI masuk dalam organisasi terlarang dan banyak anggotanya baik ditahan berbelas tahun maupun dipersekusi secara tidak adil. Red-Drive yang dipimpin oleh KOPKAMTIB ini mudah meledak. Terutama di banyak daerah di mana Barisan Tani Indonesia (BTI) pernah melakukan aksi sepihak dalam menjalankan Land-Reform, yaitu pengambilan alih tanah secara paksa dari pemilik tanah untuk petani menjelang akhir zaman Demokrasi Terpimpin- Soekarno. Banyak tokoh BTI dan PKI serta simpatisannya dibantai di daerah-daerah di mana Land Reform sepihak terjadi. Dalam melakukan “witch-hunt” besar-besaran ini, orang pada ketika itu (akhir 1965 hingga akhir 1968) diancam. Bilamana diketahui menyembunyikan anggota PKI atau simpatisannya, mereka juga akan masuk penjara dan seluruh keluarganya akan mengalami kesulitan, termasuk disitanya rumah dan barang milik pribadi mereka. Banyak perwira Angkatan Darat dengan bangga menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara yang paling berhasil menghancurkan PKI, partai komunis terbesar di luar RRT dan USSR, tanpa bantuan Amerika Serikat. Ya, mereka memiliki alasan untuk bangga, karena pada kenyataannya, setelah mengeluarkan banyak uang dan tenaga,

Page 414: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

406

Amerika Serikat gagal membasmi komunisme di Indo-Cina. Apa yang terjadi antara akhir 1965 dan akhir 1968 akan menjadi lembaran hitam dalam sejarah Indonesia. Generasi mendatang harus belajar darinya dan mencegah terulangnya kejahatan yang dilakukan oleh aparat Negara terhadap Rakyat-nya sendiri, dalam skala yang luar biasa besarnya, apalagi bila dilihat dari dasar terbentuknya Indonesia sebagai Negara. Indonesia dibentuk oleh para pejuang kemerdekaan yang menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika – yang menggambarkan bahwa Indonesia adalah sebuah kesatuan dari berbagai perbedaan, suku bangsa, agama dan aliran politik. Pengaruh luar negeri, perjuangan merebut kekuasaan mutlak dari super-powers dan kepentingan multi-national ternyata bisa menghancurkan impian dan visi para pembentuk Negara. Sejarah juga akan mengukur kwalitas para pelakunya. Kegagalan G-30-S menunjukkan bahwa banyak tokoh PKI masuk dan aktif di PKI bukan untuk menjunjung tinggi Marxisme, tetapi untuk memperbaiki karier dan kedudukan ekonomi keluarganya. Sehingga di dalam penjara, mereka ini menjadi orang-orang yang bersedia mengorbankan para teman seperjuangannya dan organisasi, demi menyelamatkan dirinya sendiri. Banyak pula yang lebih bobrok dari ini. Hanya untuk sekedar memperoleh sebungkus kecil rokok, mereka dengan sengaja mencelakakan teman-teman yang banyak menolong mereka. Cukup banyak yang tidak tahan untuk tidak merokok, sehingga di penjara bersedia mencari putung rokok di pekarangan, untuk dihisap. Ya, perkembangan PKI yang sedemikian pesatnya mengundang orang-orang yang memiliki sifat oportunis semacam ini. Peringatan Mao kepada Aidit, sebelum G-30-S membuktikan kebenarannya. Karena sebagian besar pimpinan PKI tidak berasal dari kelas buruh, mereka ternyata tidak tahan uji. Dalam penjara, sikap mereka mengecewakan. Banyak tahanan muda bertanya: Bagaimana mereka bisa menjadi tokoh PKI? Mereka mengajak kita untuk berkorban, tetapi mereka-lah yang lebih dulu menyerah, sebelum mencapai penderitaan yang kita alami? Jawaban seorang tokoh PKI tua yang

Page 415: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

407

pernah berkali-kali dipenjara dan pernah ikut dalam pemberontakan pada tahun 1926, menyatakan bahwa hal ini terjadi karena dalam perkembangan PKI, yang diutamakan adalah jumlah anggotanya, bukan kwalitasnya. Akibatnya kwalitas banyak anggota, bahkan tokoh-nya ketika berada dalam masa uji, segera nampak. Seperti yang dituturkan sebelumnya, dalam waktu singkat penjara-penjara menjadi penuh. Jumlah tahanan pesat naik, mencapai ratusan ribu di awal fase pengganyangan PKI. Ini bisa terjadi karena beberapa hal:

Banyak tokoh yang tertangkap, karena takut disiksa atau 1. tidak tahan siksaan, dengan rela membocorkan nama dan lokasi para simpatisannya yang menyembunyikan mereka sebelum mereka tertangkap. Banyak tokoh yang menjadi informant – yang membuka nama-nama anggota atau simpatisan yang tidak ada dalam daftar yang dimiliki pihak penguasaPihak militer bersikap dan melaksanakan pengertian: lebih 2. baik salah menangkap 10 orang daripada gagal menangkap satu orang komunis. Sikap demikian menyebabkan timbul penangkapan masal yang sering tidak berkaitan dengan kenyataan bahwa yang ditangkap benar-benar anggota PKI atau ormas-nya. Banyak orang yang ditangkap karena adanya asal tunjuk atau berada di tempat yang salah pada waktu yang salah.Dibesar-besarkannya kejahatan PKI3. dalam media mempermudah orang terdorong untuk turut mengejar dan mencari anggota –anggota PKI dan simpatisan komunis.Sekali ditahan, sulit untuk dibebaskan. Para penangkap 4. tidak mau dikatakan bersimpati pada komunis, sehingga tidak berani membebaskan orang yang sebenarnya salah ditangkap.

Kesemuanya ini membuat semua pemeriksa – interrogator, tidak bisa memiliki asumsi bahwa yang diperiksa belum tentu bersalah. Dasar fundamental dari sebuah Negara hukum. Semua pemeriksaan dilakukan, sering dengan penyiksaan, dengan dasar

Page 416: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

408

yang diperiksa ini adalah orang komunis yang bersalah dan wajib untuk ditahan dan disiksa, bahkan dibunuh. Kekejaman yang dilakukan terhadapnya direstui, didukung bahkan merupakan hal yang terpuji. “Presumption of Innocence until proven guilty” sebagai dasar Negara hukum dilanggar habis-habisan. Ini berlainan dengan kebijakan Negara di zaman demokrasi berparlementer. Pada tahun 1957-an, pemberontakan PRRI/Permesta menimbulkan penangkapan. Akan tetapi ini hanya dibatasi pada mereka yang terlibat langsung di dalam pemberontakan itu. Tidak ada pengejaran dan penangkapan masa terhadap anggota-anggota Masyumi dan PSI yang dianggap terlibat. Juga tidak ada penyiksaan di luar prikemanusiaan. Ada dari mereka yang ditahan memang diadili. Ada tiga kelompok utama. Pertama adalah mereka yang langsung terlibat dalam G-30-S, seperti Untung, Sudjono, Supardjo, Sudisman, Njono dan Sjam. Pada umumnya mereka memperoleh hukuman mati dan beberapa waktu setelah pengadilan, hukuman mati dilaksanakan. Tapi ada di antara mereka yang menjadi informan yang sangat berharga untuk pihak penguasa. Sjam adalah salah satu informan ini. Untuk memperpanjang hidupnya, ia membongkar rahasia-rahasia yang dianggap berharga. Rupanya, setiap kali ada ancaman bahwa hukuman mati-nya akan dilaksanakan, ia membuka lembaran baru yang menyebabkan banyak orang ditahan atau diubah kategorinya. Inilah yang menyebabkan Sjam tidak dihukum mati hingga beberapa tahun kemudian. Kelompok kedua terdiri dari tokoh-tokoh pendukung Soekarno yang sempat merugikan atau menghambat upaya Soeharto mengambil kekuasaan dari tangan Soekarno. Kelompok ini terdiri dari Subandrio, Jusuf Muda Dalam dan Oemar Dani. Mereka mendapat hukuman mati, tetapi tidak dilaksanakan. Ada pula yang dijatuhi hukuman penjara saja, seperti hal-nya Achmadi – 10 tahun dan Oei Tjoe Tat – 13 tahun. Achmadi tadinya dijatuhi hukuman 6 tahun, tetapi ketika mengajukan naik banding, bukannya diturunkan malah dinaikkan menjadi 10 tahun.

Page 417: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

409

Kelompok ke tiga terdiri dari tokoh-tokoh yang ditangkap di Lodojo, Blitar Selatan, Yang berani mengkritik pemerintahan Orde Baru dan melakukan gerakan bersenjata, seperti Ruslan, Munir dan Iskandar Subekti. Mereka dijatuhi hukuman mati. Yang kelihatan “lunak”, seperti Rewang dan Tjugito dijatuhi hukuman seumur hidup. Sikap terhadap tahanan politik berbeda-beda pula. Di Jakarta, ada empat macam perbedaan. Yang muda, kuat dan dianggap sanggup bekerja keras, dipenjarakan di Tanggerang. Mereka tadinya adalah anggota-anggota Pemuda Rakyat, BTI, CGMI dan organisasi massa lainnya. Juga banyak tentara yang berpangkat rendah ditahan di sana. Pada umumnya mereka tidak mencapai tingkat tokoh. Di sana makanan yang diberikan sedikit karena mereka diharapkan lebih “tahan banting” dan diharapkan bercocok tanam untuk menghidupkan dirinya sendiri. Di penjara Tanggerang, mereka relatif bebas, bisa bekerja di sawah, perkebunan dan peternakan ayam. Seperti yang dituturkan sebelumnya, hasil surplus kegiatan mereka dikorupsi sebagai hasil tambahan petugas, terutama kepala penjara. Kelompok kedua ber”mukim” di Salemba. Penjara Salemba dipenuhi oleh mereka yang datang dari kelas menengah dan terpelajar. Banyak anggota parlemen, pegawai negeri, anggota-anggota PKI dari tingkat CC pusat hingga struktur daerah daerah, pimpinan serikat buruh, wartawan, mahasiswa, perwira-perwira angkatan bersenjata, anggota-anggota HIS (Himpunan Sarjana Indonesia), LEKRA dll. Ada juga Jendral yang ditahan di Salemba, sebagai “hukuman” karena melanggar peraturan di Penjara Nirbaya. Tetapi banyak pula yang masih muda dan memiliki cirri sama dengan mereka yang dipenjarakan di Tanggerang. Di Salemba, yang tertua adalah Makudum Sati, ex digulist, pendiri PKI di Sumatera Selatan, yang pada tahun 66-an telah berumur 80-an. Yang termuda adalah Salim Bin De Mar, anggota Pemuda Rakyat yang pada tahun 66-an berusia 15 tahun. Ia ini berada di penjara bersama ayahnya, seorang penjual sayur dan kakeknya, seorang penjual es. Jadi 3 generasi ditahan.

Page 418: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

410

Salemba merupakan penjara yang paling padat. Sebagian besar masa tahanan saya dilewati di Salemba. Pertemuan dengan keluarga jarang. Antara tahun 1967 hingga 1968, saya tidak diizinkan menemui keluarga saya. Baru belakangan diizinkan bertemu sebulan sekali untuk 10-15 menit setiap kali bertemu. Kelompok ketiga ditahan di RTM – Rumah Tahanan Militer, di daerah Lapangan Banteng. Pada umumnya tokoh-tokoh ditahan di sana dan dijadikan tempat di mana tahanan yang disiapkan untuk masuk pengadilan, atau menjadi saksi di pengadilan, dipenjarakan. Sudisman, Njono, Soepardjo, Ruslan, Munir dan lain-lain dipenjarakan di sana selama persiapan untuk pengadilan. Saya-pun ditahan di sana selama 3 tahun, dari tahun 1969 hingga 1972. Tadinya disiapkan untuk masuk ke pengadilan. Selama tiga tahun itu, saya sering di-interogasi. Ternyata pihak penguasa tidak cukup memiliki bahan untuk mengadili saya. Yang diadili malah Oei Tjoe Tat. Pertemuan dengan keluarga jauh lebih mudah di penjara ini. Bisa seminggu sekali. Kiriman makanan-pun diizinkan sekali sehari. Pembagian makan jauh lebih baik. Karena tapol yang tertampung di sana dipersiapkan untuk masuk pengadilan, mereka harus kelihatan sehat. Dengan demikian makanan yang tersedia jauh lebih baik dari Salemba. Bilamana proses pengadilan sudah dimulai, terkadang vitamin juga diberikan untuk memberi kesan terdakwa mendapat perlakuan yang baik. Kelompok ke empat adalah kelompok tapol VIP. Mereka dipenjarakan di kamp Nirbaya (Interniran Dalam Bahaya), dekat daerah Halim. Di kamp ini tersedia 250 kamar, lengkap dengan ranjang, meja tulis, tempat duduk, kamar mandi dan WC. Tetapi yang dihuni tapol hanyalah sekitar 50 kamar. Yang berada di Nirbaya adalah tapol tokoh. Mereka yang pernah menjadi menteri, jendral, duta besar, di antaranya Subandrio, Oemar Dani, Pranoto, Rukman, Mursid, Setiadi, Astrawinata, Oei Tjoe Tat dll. Sebenarnya mereka-lah yang tergolong Heavy Weight – kelas berat.

Page 419: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

411

Saya sendiri sempat dipenjarakan di penjara VIP ini, selama setahun, dari tahun 1972 hingga 1973. Setelah itu dipindah kembali ke Salemba. Di Nirbaya perlakuan terhadap tapol cukup baik. Jarang ada tokoh yang berada dalam tahanan Nirbaya mengalami penyiksaan fisik. Dan karena banyak jendral, para petugas penjara-pun bersikap cukup sopan. Setiap tapol bisa “memiliki dua atau 3 kamar”. Bahan bacaan walaupun terbatas, cukup longgar. Penyelusupan bahan bacaan jauh lebih mudah dilakukan daripada penjara-penjara lain yang saya alami. Kiriman makanan keluarga dapat dilakukan setiap hari. Makanan yang disediakan penjara-pun, dibandingkan penjara lain cukup baik. Tapol tidak kekurangan makan di penjara ini. Bilamana tapol sakit, ia bisa dibawa ke rumah sakit Angkatan Darat. Berbeda dengan di Salemba dan Tanggerang. Tapol yang sakit keras tetap tidak dirawat semestinya. Inilah yang menyebabkan di penjara-penjara ini ada klinik penjara di mana dokter-dokter tapol bekerja dengan pengobatan minimum. Pengobatan dengan akupuntur atau accu-pressure menjadi sandaran utama. Banyak tapol di latih oleh dokter-dokter yang menguasai teknik akupuntur membantu di klinik-klinik penjara ini. Memang timbullah keganjilan. Mereka yang termasuk kelas berat dan tokoh, bisa menikmati masa tahanan yang jauh lebih baik ketimbang mereka yang masuk kategori pengikut dan anggota biasa. Penahanan masal ini juga menimbulkan sebuah keganjilan kejam. Di satu pihak, dana untuk memberi makan tahanan sangat terbatas, tetapi di lain pihak, penguasa militer ternyata rela mengeluarkan banyak uang, tenaga dan fasilitas untuk memotret dan mencetak potret berpuluhan ribu tahanan politik. Kwalitas dan jumlah makanan yang diberikan kepada tahanan sangat buruk. Antara 1966 dan 1967, tahanan diberi bulgur, makanan yang di-import untuk makanan kuda. Sebagian besar tahanan politik (tapol) tidak menerima kiriman dari keluarganya – karena kemiskinan dan juga kekhawatiran di terror masyarakat – sehingga bulgur-lah sandaran utama hidup mereka. Akibatnya

Page 420: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

412

mengenaskan. Banyak yang meninggal karena kekurangan makan dan kekurangan gizi. Pada akhir tahun 1967, di penjara Tanggerang, ada dua tapol sehari yang wafat. Sedangkan di penjara Salemba, yang lebih baik kondisinya, setiap dua hari ada satu tapol yang wafat. Keadaan ini mendorong para tapol untuk bertekad bercocok tanam. Banyak tapol dari kalangan militer adalah atasan komandan-komandan tahanan di Tanggerang dan Salemba. Mereka berhasil memperoleh izin untuk mengubah pekarangan yang tadinya tidak produktif menjadi perkebunan sayur. Hasil perkebunan ini menambah gizi makanan. Celakanya, juga disalah gunakan oleh komandan penjara sebagai upaya penambah penghasilan mereka. Cukup banyak hasil perkebunan ini dijual ke pasar-pasar dan hasilnya diambil oleh petugas penjara. Makanan tentunya merupakan hal yang terpenting untuk orang yang dipenjarakan. Kalau tidak cukup tentunya lapar. Dan kelaparan serta kekurangan gizi mempercepat hilangnya daya tahan tubuh, sehingga hidup tidak bisa dipertahankan. Untuk menanggulangi ini, di Salemba dan juga banyak penjara lainnya, orang yang menerima kiriman makanan, diminta untuk membentuk grup makan, yang dinamakan “riungan”. Saya termasuk beruntung menerima kiriman makanan dari keluarga. Saya harus membagi apa yang saya terima ke enam sampai delapan orang. Kiriman dalam waktu setengah jam habis dibagi. Di awal zaman Orde Baru ini, cukup banyak tapol yang menganggap masa penahanan akan pendek. Siapa yang percaya bahwa mereka yang tidak berdosa itu harus ditahan berbelasan tahun, apalagi mereka yang turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan bahkan yang pernah menjadi anak buah Soeharto sendiri di zaman revolusi dan perjuangan fisik. Akan tetapi mereka semua kecewa. Ternyata penderitaan sebagai tapol harus dilalui berbelasan tahun. Meningkatnya jumlah tahanan di berbagai penjara menimbulkan persoalan yang tidak nyaman. Di Salemba, di mana saya di penjarakan bertahun-tahun, jumlah tapol adalah 4 kali dari

Page 421: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

413

jumlah tahanan yang seharusnya diakomodasi. Akibatnya sebuah cell yang seharusnya diisi oleh seorang tahanan diisi oleh 4 tapol. Untuk tidur terlentang di atas tikar kecil, seorang tapol harus bergiliran, tiga yang lain duduk. Kalau satu harus ke WC, semua harus bangun dan berdiri memberi ruangan jalan. Kekejaman yang dilakukan pada saat interogasi tidak bisa terbayangkan. Hampir setiap pemeriksaan dilakukan dengan penyiksaan berat. Termasuk pula tapol wanita. Sering perkosaan dilakukan terhadap tapol wanita. Banyak tapol harus dirawat di rumah sakit akibat penyiksaan yang berat dan kejam. Tidak sedikit yang menjadi cacat seumur hidup karenanya. Sering pemeriksaan dan penyiksaan kejam mengakibatkan tapol yang diperiksa meninggal. Atau pemeriksaan diikuti oleh pembunuhan. Njoto, dikatakan adalah salah satu tokoh yang disiksa dengan keji hingga ia meninggal. Saya termasuk beruntung, tidak pernah disiksa, walaupun terkadang teman disiksa dihadapan saya, atau saya berada di ruangan di mana suara bentakan, suara pukulan dan rintihan kesakitan terdengar. Kesemuanya juga merupakan siksaan dalam bentuk lain. Cara pemeriksaan dan taktik yang dipergunakan juga berbagai macam. Selain penyiksaan keji, dilakukan pula siasat yang jitu. Cukup banyak tapol yang terkicuh olehnya. Ada sebuah contoh. Seorang tokoh PKI yang diketahui tabah. Petugas penjara menyusupkan salah seorang tapol yang telah berkhianat untuk mendekatinya. Ia berhasil menjadi teman kepercayaannya. Pengkhianat ini lalu mengajaknya melarikan diri dari penjara. Kesempatan itu memang disiapkan petugas penjara. Di luar, tokoh PKI ini segera berhubungan dengan para teman yang aktif dalam kegiatan di bawah tanah. Dan si pengkhianat, yang sudah menjadi kepercayaannya dibawa ke mana-mana olehnya. Sesudah informasi tentang semua kontak-nya diperoleh, tokoh PKI itu ditangkap lagi. Dan ini disusul dengan penangkapan sekitar 200 orang lainnya yang tadinya sudah berhasil menghindar penangkapan dan melakukan kegiatan di bawah

Page 422: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

414

tanah. Ada pula kader PKI muda yang sudah dijadikan informan. Ia disiksa di hadapan beberapa tokoh PKI lainnya. Karena siksaan hebat dan ia kelihatan tabah, ia menjadi kepercayaan mereka, sehingga ketika ada kesempatan lolos dari penjara, namanya di luar baik. Ia-pun dihubungkan dengan kegiatan di bawah tanah, sehingga dalam waktu sekejab, jaringan di bawah tanah ini terbongkar dan banyak aktivis yang berada di dalamnya tertangkap. Sebuah kenaifan yang harus dibayar mahal. Selain cerita tentang pengkhianatan, ada pula banyak cerita yang menunjukkan kegagahan tapol yang gigih bertahan, walaupun menghadapi berbagai siksaan hebat. Cukup banyak tapol keturunan Tionghoa, yang sangat dipengaruhi oleh novel-novel revolusi Tiongkok, yang menjadikan siksaan sebagai tantangan, untuk menguji diri sampai di mana mereka tahan siksa. Salah satu diantaranya masih bisa tersenyum ketika disiksa habis-habisan sambil melambaikan tangannya, menyalami tapol lain yang melihat siksaan itu. Banyak tapol berasal dari kelas buruh dan tani yang tidak bisa membaca dan menulis. Salah satu kegiatan yang menghibur di tahanan adalah melakukan pengajaran. Tanpa kapur tulis dan papan tulis, pengajaran dilakukan dengan ranting pohon di atas tanah. Saya sendiri menggunakan waktu untuk mengajar bahasa-bahasa Asing, Inggris, Belanda, Jerman dan Perancis. Belakangan menggunakan waktu untuk belajar dan mengajar bahasa Spanyol. Buku-buku dan surat kabar dilarang. Hanya buku agama yang diizinkan masuk. Ini berbeda dengan ketika saya ditahan oleh penjajah Belanda. Di masa itu, saya bebas membaca surat kabar dan buku-buku politik. Bahkan mendengar berita dari radio-pun diizinkan. Belakangan buku-buku pelajaran bahasa asing diizinkan masuk. Selain itu, saya harus minta bantuan keluarga saya untuk menyelundupkan guntingan-guntingan Koran atau majalah asing. Upaya mengajar saya gunakan untuk berdiskusi politik. Pada sebuah ketika ada yang melaporkan kegiatan ini, sehingga saya dihukum. Hukumannya adalah dipindah ke blok tahanan

Page 423: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

415

kriminal di mana saya ditaroh di satu cell dengan para pembunuh dan perampok selama berberapa bulan. Banyak Tapol yang dibuang ke blok kriminal disiksa oleh para tahanan lainnya. Untunglah saya tidak disiksa bahkan bisa bersahabat dengan mereka. Masalah agama di tahanan patut diperhatikan. Banyak tokoh PKI yang “berubah” menjadi pengikut agama Islam yang setia. Banyak pula yang menjadi fanatik, sehingga timbul pernyataan dari beberapa tapol bahwa orang PKI di tahanan lebih Islam dari mereka yang Islam tapi non komunis. Ajaran-ajaran agama yang diizinkan cukup sering menimbulkan masalah. Yaitu adanya keinginan untuk mengganti agama. Pihak penguasa ternyata mengizinkan pergantian agama terjadi selama bukan mereka yang Islam menjadi non-Islam. Yang Konghucu bisa masuk ke Kristen dan sebaliknya. Yang Kristen boleh masuk Islam. Tetapi yang Islam harus tetap Islam. Pada tahun 1969, sehari setelah Presiden Nixon mengunjungi Indonesia, gelombang pertama Tapol yang dibuang ke Pulau Buru diberangkatkan. Ini dilakukan secara diam-diam. Keluarga hanya diberitahu bahwa anggota keluarga yang menjadi Tapol sudah tidak ada lagi di Tanggerang dan Salemba setelah mereka diberangkatkan. Tidak ada pertemuan terakhir. Dan tidak ada pernyataan pembuangan ini untuk berapa lama. Banyak yang beranggapan pembuangan ini untuk selamanya. Setelah gelombang pertama, terdapat beberapa gelombang berikutnya, sehingga jumlah yang tertampung di Pulau itu mencapai 10 ribu Tapol. Yang dikirim pada umumnya adalah mereka yang dilatih di Lubang Buaya, mereka yang jelas anggota PKI, mereka yang sarjana tetapi masih muda usianya, beberapa anggota parlemen, pengarang dll. Pramudya Ananta Toer dan Oey Hay Djoen dan Tjoe Tik Tjoen termasuk dalam kelompok ini. Saya sendiri sempat dikabarkan akan masuk ke dalam salah satu gelombang terakhir. Rupanya kategori tahanan saya berubah. Tapol dibagi dalam 3 kategori besar. Kategori A adalah mereka yang langsung terlibat dalam memimpin G-30-S dan harus diadili.

Page 424: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

416

Kategori B adalah mereka yang langsung terlibat dalam G-30-S dan mereka yang menjadi tokoh dan anggota PKI dan berbagai Organisasi Massa yang berafiliasi dengan PKI, seperti Pemuda Rakyat, SOBSI, CGMI dll. Mereka tidak memiliki cukup bahan untuk diadili, karena memang tidak ada bukti melakukan kesalahan apa-apa kecuali memiliki orientasi politik yang berhaluan kiri. Kategori C adalah mayoritas. Mereka tidak langsung terlibat dalam G-30-S. Banyak yang menjadi anggota PKI biasa, jadi tidak memainkan peranan penting atau pimpinan dan anggota berbagai organisasi yang dianggap berhaluan kiri. Masih dianggap berbahaya, oleh karenanya tidak bisa dibebaskan. Rupanya pihak penguasa bingung dengan kategori untuk saya, naik turun dan pada akhirnya diletakkan di C, sehingga saya di “kembalikan ke dalam masyarakat” dengan predikat eks Tapol pada tahun 1978. Mereka tidak bisa membuktikan bahwa saya terlibat dalam G-30-S. Tidak ada fakta yang mendukung tuduhan ini. Mereka juga tidak bisa membuktikan bahwa saya adalah anggota PLI, karena memang saya tidak pernah masuk ke dalam partai ini. Mereka juga gagal memperoleh fakta bahwa BAPERKI adalah Ormas PKI. Dengan demikian, mereka tidak memiliki bahan untuk mengadili saya.

Yang dituturkan di atas menunjukkan bahwa di zaman kekuasaan Soeharto, RI berubah menjadi sebuah Negara yang melakukan kejahatan terhadap warga negaranya sendiri. Yang aneh kekejaman ini tidak menimbulkan reaksi hebat di luar Indonesia. Walaupun kekejamannya tidak kalah hebat dengan apa yang dilakukan oleh Nazi terhadap orang-orang Yahudi di zaman Perang Dunia II. Para tapol kekurangan makan hingga menemui ajalnya secara perlahan. Meninggal secara perlahan jauh lebih menderita daripada meninggal di dalam gas-chambers. Akan tetapi kekuasaan yang melakukannya tetap bisa bercokol dan negara-negara yang berkepentingan untuk melanjutkan perdagangan dan pengurasan kekayaan Indonesia, bukan saja merestui rezim ini, tetapi mendukung keberlangsungannya.

Page 425: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

417

GERAKAN DAN KEBIJAKAN ANTI TIONGHOA

Masalah yang dihadapi masyarakat Tionghoa di Indonesia adalah warisan penjajahan. Kebijakan rasisme di zaman penjajahan ternyata dihidupkan kembali dizaman “Orde Baru”. Negara dan pemerintah langsung terlibat dalam mengeluarkan kebijakan anti Tionghoa dan kemudian melaksanakannya dengan berbagai ketentuan hukum. Timbullah keganjilan. Di negara merdeka yang seyogyanya ber-hukum, di mana terdapat sejumlah besar warga negara keturunan Tionghoa, yang sudah menetap di Indonesia ber-generasi dan yang turut berjasa dalam berbagai perkembangan Indonesia, hadir kebijakan rasis dan yang dilegitimasikan secara hukum, dengan dalih pemurnian UUD-45. Marilah kita tinjau berbagai ledakan anti Tionghoa yang dialami masyarakat Tionghoa sejak zaman penjajahan, untuk menyadari betapa besar dampak negatif keganasan anti Tionghoa yang dilakukan dan yang direstui oleh aparat negara, setelah rezim “Orde Baru” dibentuk pada awal tahun 1966. Seperti yang digambarkan dalam beberapa bab sebelumnya, kebijakan penjajah Belanda-lah yang menyebabkan sebagian besar orang Tionghoa yang menetap di Indonesia hadir di masayarakat sebagai pemilik toko kecil atau warung, pedagang kecil, tukang-tukang dengan berbagai keahlian tertentu dll. Banyak di antaranya, terutama yang menetap di luar Jawa bekerja sebagai petani, buruh perkebunan, buruh pertambangan dan nelayan. Tentu ada yang memperoleh pendidikan sehingga menjadi dokter, sarjana hukum, insinyur, pegawai pemerintah dll. Tetapi jumlahnya sangat kecil. Seperti yang digambarkan sebelumnya, sebagian besar dari mereka ini menjadi Warga Negara Indonesia, setelah melalui berbagai proses dan perjuangan politik. Akan tetapi komposisi masyarakat yang disebut di atas tidak berubah banyak. Di zaman “Orde Baru” kira-kira komposisinya masih sama. Pada awal abad ke 18, penjajah Belanda mengusir banyak orang Tionghoa keluar ke Afrika Selatan. Banyak yang tidak pergi ke Afrika Selatan dikejar dan dibunuh. Akibatnya banyak yang tinggal

Page 426: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

418

di pesisiran pantai pulau Jawa melarikan diri ke daerah-daerah pedalaman pulau Jawa. Untuk menghindari pengejaran Belanda, pada umumnya mereka mengganti nama, masuk Islam dan meng-asimilasikan dirinya ke dalam tubuh penduduk mayoritas dengan kawin campuran. Akan tetapi proses kawin campuran ini tidak mencegah berkembangnya sebuah golongan minoritas Tionghoa. Jumlah yang besar ini menyebabkan, seperti dituturkan sebelumnya, sebagai reaksi revolusi Tiongkok, pada tahun 1910, Belanda mengeluarkan undang-undang yang menjadikan orang Tionghoa kaula Belanda. Tujuannya adalah mencegah timbulnya permasalahan Tionghoa asing di Indonesia. Keberhasilan orang Tionghoa menguasai perdagangan eceran dan kebijakan Belanda menimbulkan meledaknya gerakan anti Tionghoa di Solo, Pekalongan dan Kudus. Ini menunjukkan bahwa Belanda berhasil menjadikan golongan Tionghoa sebagai perisai dalam menghadapi kekecewaan dan kemarahan Rakyat, apa lagi di saat bangkitnya kesadaran nasional dan keinginan untuk merdeka. Sementara itu, para pedagang Tionghoa, baik di bidang eceran maupun distribusi, berkembang sebagai rantai perdagangan yang penting, dalam menyalurkan barang-barang yang di-impor dan pengumpulan barang yang diperdagangkan. Di Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi, pengumpulan dan distribusi lembaran karet, slab karet, biji kapuk, kopra dll telah didominasi para pedagang Tionghoa. Sedangkan usaha eksport barang-barang ini ke luar sepenuhnya di dominasi oleh perusahaan-perusahaan Barat, terutama Belanda. Perkembangan ini yang Belanda ingin pertahankan dengan memperhebat penindasan kaum pekerja dan menggunakan golongan Tionghoa sebagai perisai di setiap saat adanya ledakan. Inilah warisan penjajahan dan imperialisme Belanda. Dan inilah yang harus dimengerti dan disadari oleh setiap orang yang berjuang dalam mengikis habis sisa-sisa imperialisme. Ketika tentara Belanda mundur dalam menghadapi Jepang

Page 427: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

419

masuk ke Indonesia pada tahun 1942, terjadi lagi ledakan anti Tionghoa. Akan tetapi kalau dipelajari, sebenarnya ledakan ini tidak bersandar atas rasisme. Yang terjadi adalah penjarahan dan perampokan barang-barang yang dimiliki oleh para pedagang Tionghoa. Tentara Belanda, ketika mundur mendobrak toko-toko yang dilewati untuk mengambil makanan kaleng, minuman keras dan buah-buahan. Para pemilik toko Tionghoa sudah lebih dahuluan lari mengungsi. Toko-toko yang didobrak ini kemudian ditinggal terbuka sehingga Rakyat segera menyerbu dan turut menjarah barang-barang yang ada di dalam berbagai toko. Perampokan dan penjarahan tidak terdorong oleh rasisme, melainkan keinginan memiliki dan menikmati barang-barang semata-mata. Dan ini terjadi dalam keadaan vacuum, karena kekuasaan Belanda hancur. Pada awal kemerdekaan, di Tanggerang terjadi sebuah gerakan anti Tionghoa. Kejadian ini sebenarnya mengejutkan para pejuang kemerdekaan, karena di Tanggerang, telah berkembang hubungan harmonis antara mereka yang Tionghoa dan mereka yang dinamakan “pribumi”. Mayoritas penduduk Tionghoa di Tanggerang adalah petani. Dan banyak yang sudah ber-asimilasi dengan penduduk lokal. Dengan demikian, seperti yang digambarkan sebelumnya, sulit dicari perbedaan etnisitas antara kedua golongan yang tinggal bersama di Tanggerang secara harmonis. Yang terjadi mengandung konflik agama, karena sumber kejadian adalah adanya pemaksaan penyunatan. Orang Tionghoa yang menolak untuk disunat, dibunuh. Akibat kerusuhan ini, dengan dalih melindungi penduduk Tionghoa, tentara Belanda masuk dan “mengamankan” Tanggerang. Jelas, kejadian ini disulut oleh Belanda yang ingin menjelekkan nama dan kewibawaan RI yang baru berdiri. Sebagai akibat, banyak penduduk Tionghoa lari meninggalkan Tanggerang dan tanah-tanah yang ditinggalkan ini lalu diambil alih oleh penduduk “pribumi”. Provokasi Belanda dilakukan juga di berbagai kota lainnya, selama masa pengkonsolidasian kemerdekaan RI, seperti yang dituturkan sebelumnya.

Page 428: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

420

Belanda menggunakan masyarakat Tionghoa sebagai dongkrak untuk menyerang daerah yang diakui sebagai wilayah RI dan menghancurkan perkembangan ekonomi RI. Mereka melakukan psychological war, dan warga Tionghoa digunakan sebagai alat ampuhnya. Sebagai akibat nasib warga Tionghoa mengenaskan. Mereka selalu menjadi korban dan sasaran kemarahan Rakyat dan ekses-ekses revolusi. Perang psikologis yang dilancarkan Belanda berhasil membangkitkan kecurigaan yang berlebih-lebihan terhadap warga Tionghoa, terutama dari pihak badan-badan perjuangan. Warga Tionghoa dianggap mendukung tentara Belanda yang melakukan penyerangan. Akibatnya timbullah berbagai keganasan seperti yang dituturkan sebelumnya. Yang menyedihkan adalah kenyataan bahwa jumlah korban warga Tionghoa lebih tinggi daripada jumlah tentara Belanda yang gugur dalam pertempuran menghadapi perjuangan bersenjata RI, di masa revolusi: 1945 – 1949. Padahal Warga Tionghoa bukan musuh RI. Penuturan di atas menggambarkan bahwa masyarakat Tionghoa sejak zaman penjajahan, dijadikan umpan oleh pihak penguasa dalam mengatasi berbagai masalah atau dalam mengatasi situasi di saat akan ada pergantian kekuasaan politik. Celakanya warga Tionghoa yang selalu menjadi minoritas tidak berdaya menghadapi keganasan yang dilakukan sebagai akibat kebijakan penguasa. Antara 1950-1965, seperti yang dituturkan sebelumnya terjadi beberapa peristiwa anti Tionghoa. Diantara serentetan peristiwa anti-Tionghoa ini ada dua yang paling menonjol. Yang pertama, PP-10, yang menyebabkan banyak penduduk Tionghoa di desa-desa dan daerah pedalaman terpaksa keluar. Tidak sedikit yang kemudian meninggalkan Indonesia untuk menetap di RRT. Yang kedua, peristiwa Mei 1963, yang berakibat rusaknya ribuan toko dan rumah milik penduduk Tionghoa di Jawa Barat. Bila kita lihat, kedua peristiwa ini tidak lepas dari pengaruh politik luar negeri. Perkembangan di Indocina mendorong Amerika

Page 429: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

421

Serikat dan sekutunya untuk memperhebat kampanye China Containment policy. Mereka berusaha keras untuk membendung berkembangnya pengaruh komunisme di Asia Tenggara, dan memusatkan perhatian pada pengaruh RRT di kawasan Asia Tenggara. Indonesia adalah negara terbesar di kawasan itu. Dan Soekarno yang gandrung dengan konsepsi NASAKOM kian cenderung memihak ke RRT. Ini mendorong oknum-oknum pendukung Amerika Serikat melakukan berbagai tindakan yang bisa merusak arus ke kiri yang dipimpin oleh Soekarno. Pihak mana yang paling lemah untuk dijadikan sasaran sekaligus umpan untuk membangkitkan kekacauan? Lagi-lagi, warga Tionghoa yang pada umumnya mendukung kebijakan Soekarno. Soekarno sendiri menganggap PP-10 dan peristiwa rasisme Mei 1963 sebagai gerakan yang ditujukan untuk memperlemah kedudukan dan mengganggu program politiknya. Akan tetapi pihak oposisi tetap kuat, tidak bisa dibrantas dalam waktu singkat, apalagi mereka memperoleh dukungan kuat dari luar. Kehadiran BAPERKI memperkuat perlawanan terhadap gerakan anti Tionghoa, terutama di dalam bidang politik dan kewarganegaraan. Seperti yang dituturkan sebelumnya, BAPERKI berjuang untuk mempercepat adanya kondisi yang memungkinkan masyarakat Tionghoa meng-integrasikan dirinya secara wajar ke dalam tubuh bangsa Indonesia sehingga rasisme tidak bisa berkembang dan akhirnya lenyap dari bumi Indonesia. BAPERKI mengajak masa-nya dan warga Tionghoa untuk bersama suku-suku lain membangun Nasion Indonesia. Dan secara politis, organisasi ini mendukung kebijakan Soekarno. Berkembangnya BAPERKI sebagai sebuah kekuatan efektif dan sebagai kekuatan yang mampu mempengaruhi jalan pikiran warga Tionghoa untuk mendukung kebijakan Soekarno menimbulkan kekhawatiran di kalangan yang menentang kebijakan Soekarno. Pihak Angkatan Darat dan berbagai elemen politik kanan, terutama Partai Katolik, mendorong dibentuknya sebuah organisasi

Page 430: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

422

yang diinginkan mereka berkembang sebagai organisasi yang mampu menandingi BAPERKI. Organisasi ini dinamakan Lembaga Pembinaan Kesatuan Bangsa – LPKB. Moto perjuangan LPKB adalah Assimilasi Total – penghilangan ciri-ciri etnisitas Tionghoa demi melenyapkan rasisme dan loyalitas berganda. Penghilangan ciri-ciri etnisitas ini dimulai dengan penggantian nama, dari nama Tionghoa menjadi non-Tionghoa. Seperti yang digambarkan sebelumnya, perkembangan politik di zaman Soekarno tidak memungkinkan LPKB berkembang. Secara politis, BAPERKI berada di atas angin. Konsep asimilasi tidak bisa berkembang. Program politik BAPERKI lebih diterima. Pergantian politik yang terjadi sebagai kelanjutan peristiwa G-30-S pada tahun 1965 mengubah posisi ini. Kekuatan politik kiri dihancurkan oleh kekuatan militer. Seperti yang dituturkan sebelumnya, BAPERKI dipaksa untuk dibubarkan dan saya bersama banyak pimpinan BAPERKI lainnya dipenjarakan. Dengan demikian LPKB yang didukung oleh Angkatan Darat dan kekuatan politik kanan bisa mengembangkan konsep asimilasi-nya. Pada waktu yang bersamaan, pergantian kekuasaan politik, seperti berbagai masa sebelumnya, membangkitkan sentiment anti-Tionghoa. Ini direstui oleh pihak penguasa dan Amerika Serikat dan sekutunya, yang memang ingin melaksanakan kebijakan China Containment Policy. Gerakan anti-Tionghoa meluncur ke anti RRT. RRT dinyatakan terlibat dalam G-30-S. Logika yang dipergunakan adalah: Warga Tionghoa mendukung RRT, dengan demikian Warga Tionghoa mendukung komunisme, sehingga harus turut diganyang. Perkembangan politik demikian ini dipergunakan oleh LPKB untuk mempelopori pembubaran BAPERKI, sebagai organisasi yang dituduhnya menjadi kaki tangan PKI. Dengan bantuan Jendral Sutjipto, Komandan KOTI G-V, dalam bulan Desember 1965, LPKB berhasil membubarkan 25 cabang BAPERKI. Di Makasar dan Medan, LPKB turut mendorong diadakannya demonstrasi anti Tionghoa yang kemudian mengakibatkan hancurnya ratusan rumah yang dimiliki warga Tionghoa. Di Medan ada 200-an orang

Page 431: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

423

Tionghoa yang dibunuh dalam gerakan anti Tionghoa tersebut. Ini dilakukan walaupun pada tanggal 31 Oktober dan 1 Nopember, Soekarno telah mengeluarkan instruksi untuk menghentikan semua kekacauan yang mengandung rasisme dengan perintah tembak di tempat. Perintah yang disampaikan dalam rapat yang dihadiri oleh semua Gubernur dan pimpinan militer di berbagai propinsi, tidak dituruti, bahkan dilanggar. Gerakan anti-Tionghoa yang didukung oleh kekuatan politik kanan dan militer terus berlangsung. Soekarno berupaya mengubah situasi politik dengan membentuk Kabinet Dwikora dan melarang KAMI – Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia. Sikap ini disambut dengan demonstrasi yang dilancarkan oleh KAPPI – Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia. Demonstrasi yang didukung oleh Angkatan Darat ini menyerbu gedung-gedung Konsulat Jendral RRT, Kantor Berita Hsin Hua dan Kantor Konsul Perdagangan RRT di Jakarta, pada tanggal 21 Februari 1966. Demonstrasi ini berlangsung berhari-hari hingga tanggal 10 Maret 1966. Seperti yang dituturkan sebelumnya, setelah SUPERSEMAR keluar pada tanggal 11 Maret 1966, Soeharto membubarkan PKI dan berbagai organisasi lain yang dianggap berafiliasi dengannya dan menahan 15 menteri Kabinet Dwikora. LPKB segera meningkatkan kegiatannya dengan mengadakan berbagai demonstrasi untuk menyatakan kesetiaan terhadap Indonesia dan mengutuk RRT. Dengan demikian, sadar atau tidak sadar, LPKB berkembang sebagai alat pelaksanaan China containment policy pemerintah Amerika Serikat. Dan secara tidak langsung mereka-pun mendukung kebijakan anti RRT pihak USSR. Yang menarik perhatian, pimpinan LPKB adalah orang-orang peranakan Tionghoa. Setelah SUPERSEMAR, demonstrasi anti Tionghoa meningkat drastik. KAMI dan KAPPI dikerahkan untuk berdemonstrasi menuntut pemerintah memutuskan hubungan diplomatik dengan RRT. Demonstrasi dilakukan di jalan-jalan raya Jakarta. Yang menarik perhatian, demonstrasi-demonstrasi ini disaksikan Rakyat di pinggir jalanan. Sambutan Rakyat terlihat pasif. Tidak memberi

Page 432: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

424

reaksi yang spontan. Banyak pemuda peranakan Tionghoa yang bergabung dengan Partai Katolik atau pendukungnya yang terlihat ikut aktif berdemonstrasi. Pada tanggal 15 April 1966 LPKB mempelopori sebuah demonstrasi di Lapangan Banteng yang dilakukan oleh warga Tionghoa. Pertemuan umum yang dihadiri sekitar 50 ribu orang ini, ternyata dipenuhi pula oleh orang-orang militer dengan pakaian preman. Setelah mendengar beberapa pidato dan sambutan tertulis, di antaranya sambutan tertulis Adam Malik, ketika itu Menteri Luar Negeri, pertemuan itu mengeluarkan sebuah pernyataan:

Menyatakan setia kepada Republik Indonesia1. Mengutuk RRT2. yang dinyatakan telah mencampuri urusan di dalam negeriMenuntut pemerintah untuk mengakhiri hubungan 3. diplomatik dengan RRTMenuntut pemerintah untuk menutup semua sekolah 4. berbahasa Tionghoa di IndonesiaMendukung penuntutan diusirnya semua warga negara 5. Tiongkok yang bermukim di Indonesia

Setelah penyataan itu diumumkan, demonstrasi dilanjutkan di depan gedung kedutaan besar RRT di daerah kota. Akan tetapi sambutan kelompok “pribumi” tidak begitu hangat. Ada yang menganggap demonstrasi tersebut sebagai tindakan yang munafik. Kelompok KENSI, misalnya menyatakan bahwa kesetiaan tidak perlu ditunjukkan dengan demonstrasi besar-besaran. Kesetiaan harus dimanifestasikan dengan tindakan kongkrit memperbaiki taraf hidup Rakyat terbanyak, dalam bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan. Meningkatnya gerakan anti-Tionghoa dan anti RRT mendorong duta besar untuk RRT, Djawoto, meletakkan jabatannya. Ia menyatakan bahwa ia tidak bisa melakukan tugasnya karena perkembangan politik tidak mengizinkan. Gerakan anti-Tionghoa menjadi lebih serius pada bulan Mei 1966. Komandan militer di Propinsi Aceh mengeluarkan instruksi yang mengharuskan semua Warga Negara Tiongkok yang menetap

Page 433: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

425

di kawasan itu keluar sebelum akhir Agustus 1966. Akibatnya, sebagian besar pindah ke Medan, sebagian lain pergi ke Tiongkok. Kelompok KENSI mengadakan kongres dari tanggal 7 Mei hingga 10 Mei 1966. Pada akhir kongres, dikeluarkan sebuah program yang mengandung hal hal sbb:

Ditingkatkannya PP-101. , sehingga orang Tionghoa dilarang berdagang di desa-desaWarga negara Tiongkok dilarang berkecimpung di dalam 2. berbagai bidang di antaranya bidang produksi makanan, termasuk penggilingan padi, bidang transportasi, termasuk bis dan trukDiadakannya pajak untuk Warga Negara Tiongkok yang 3. menetap di Indonesia, US$ 2 per kepala

Tidak lama setelah itu, pada bulan yang sama, LPKB mengeluarkan surat edaran yang antara lain menyatakan:

Orang Tionghoa asing harus dipisahkan dari masyarakat. 1. Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa harus diasimilasikan ke dalam tubuh Bangsa IndonesiaJumlah warga Tionghoa asing harus dibuat sekecil mungkin2. Semua sekolah Tionghoa yang dijalankan oleh orang 3. Tionghoa asing harus ditutupPelajar Tionghoa asing harus dikumpulkan dalam sekolah 4. yang dijalankan oleh pemerintahSemua penerbitan berbahasa Tionghoa harus ditutup5. Peranan orang Tionghoa asing dalam dunia perdagangan 6. harus dibatasi

Ruslan Abdulgani, salah seorang sponsor LPKB mengakui bahwa LPKB bekerja dengan kekuatan ABRI, terutama dengan departemen intel dan pengaturan daerah, yang dinamakan KOGAM V. Pada tanggal 28 Mei 1966, LPKB dan KOGAM V menyampaikan usul bersama yang disampaikan ke pemerintah:

Dikuranginya jumlah penduduk Tionghoa asing1. Diadakannya kontrol yang membatasi gerak gerik penduduk 2. asing

Page 434: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

426

Dilakukan garis pemisah hukum yang jelas antara penduduk 3. berwarganegara Indonesia dan penduduk asing

Dasar usul, bilamana dilaksanakan adalah mendesak penduduk asing meninggalkan Indonesia, karena tidak lagi nyaman berada di Indonesia. Atau, kalau ingin menetap di Indonesia, mereka dipaksa untuk naturalisasi, menjadi Warga Negara Indonesia. Dan untuk menjadi Warga Negara Indonesia, menurut mereka, harus dilakukan sebuah proses yang mengikutsertakan masa percobaan untuk memastikan bahwa yang ingin menjadi Warga Negara Indonesia itu hanya setia kepada Indonesia. Tidak memiliki loyalitas berganda. Rupanya para anggota MPRS tidak bisa menerima semua tuntutan LPKB dan KENSI. Hasil permusyawaratan MPRS yang diselenggarakan dari tanggal 20 Juni hingga 5 Juli 1966, tidak menyinggung masalah Tionghoa dan Tionghoa Asing. Bahkan yang berhubungan dengan PP-10 dan ekonomi, yang dinyatakan sebagai keputusan XXIII adalah:

PP-101. harus ditingkatkan sebagai Undang-Undang. Peraturan Pemerintah saja dianggap tidak cukupModal asing termasuk modal domestik yang dimiliki orang 2. asing dinyatakan penting untuk pembangunan Indonesia.

Pengertian modal domestik milik asing tidak bisa tidak berarti modal yang dimiliki oleh pedagang Tionghoa yang berstatus asing. Sebenarnya inilah yang masuk dalam GBHN MPRS pada tahun 1964, sebagai hasil perjuangan BAPERKI. Ketentuan ini secara hukum memperkecil makna gerakan anti-Tionghoa. Akan tetapi, upaya LPKB untuk menutup semua sekolah asing ternyata berhasil. Ketentuan MPRS no XXVII menentukan semua sekolah asing harus ditutup. Setelah sidang MPRS selesai, LPKB meningkatkan kampanye ganti nama. Secara tidak sadar, kampanye ini mengandung elemen anti-Tionghoa. Memaksa orang untuk mengganti nama pemberian orang tuanya hanya karena ia adalah seorang Tionghoa, memberi kesan bahwa nama Tionghoa itu buruk dan

Page 435: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

427

harus dibuang. Lagi-lagi, LPKB berpaling pada pihak militer untuk mendukung kampanye ini. Pada tanggal 1 Juni 1966, di Sukabumi, komandan militer daerah itu mengundang semua warga negara Indonesia keturunan Tionghoa untuk berkumpul merayakan hari lahirnya Panca Sila. Dua hari sebelumnya LPKB telah menyebarkan formulir pergantian nama dengan anjuran formulir diisi untuk diserahkan pada acara 1 Juni. Karena takut dengan konsekwensi tidak hadir dan tidak mengisi formulir, 6662 orang Tionghoa yang hadir dalam acara itu telah mengganti namanya – dalam satu hari. LPKB menganggap kejadian itu sebagai sebuah keberhasilan yang gemilang. Akan tetapi mereka harus mendapati kenyataan bahwa upaya itu tidak sesuai dengan pelaksanaan hukum yang berlaku untuk pergantian nama. Jadi tidak sah. Karena pada umumnya mereka tidak mampu untuk mengurus pergantian nama secara resmi yang memerlukan biaya, mereka menghadapi berbagai kesulitan praktis. Misalnya mereka tidak bisa menerima surat-surat tercatat karena kantor pos tidak bersedia memberikan surat-surat tercatat yang ditujukan ke nama lain, mereka tidak bisa menjual rumahnya karena nama pemilik berubah. Komandan militer di Sukabumi menekankan pentingnya dilangsungkan asimiliasi biologis, yaitu kawin campuran. LPKB menggunakan kesempatan ini untuk menyebarkan kesan bahwa menentang anjuran seorang komandan militer bisa diartikan sebagai sikap tidak setia terhadap RI. Bisalah dimengerti pada masa itu, penduduk Tionghoa di Sukabumi merasa sangat tertekan. Sementara itu, perkembangan politik di Jawa Barat tetap mendorong meningkatnya gerakan anti-Tionghoa dan anti RRT. KAMI dan KAPPI yang didukung oleh kekuatan militer memperhebat tuntutan pengusiran warga negara Tiongkok dari Indonesia. Mereka mengeluarkan pernyataan: semua orang Tionghoa, baik yang sudah berwarga negara Indonesia atau

Page 436: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

428

yang asing harus menyadari posisi mereka di Indonesia. Mereka harus mengubah sikap mereka, menghilangkan kebiasaan yang ada di zaman “Orde Lama”. Artinya harus menjiwai pergantian, tidak hanya dengan lip service dan pergantian nama. KAPPI Jawa Barat kemudian menuntut pedagang Tionghoa menyumbangkan sebagian hartanya ke berbagai kelompok “pribumi. Mereka lalu mengeluarkan pula pernyataan:

Pergantian nama hanya kedok untuk mempersulit KAPPI1. dan KAMI mengawasi kegiatan orang Tionghoa dalam bidang politik, perdagangan dan sosial.Mengizinkan orang Tionghoa hidup di Indonesia sama 2. dengan mengizinkan lintah untuk hidup di Indonesia, lintah yang menghisap kekayaan Indonesia sehingga Rakyat hidup melarat. Oleh karenanya orang Tionghoa harus diusir dari Indonesia.

Perkembangan ini menunjukkan bahwa kegiatan LPKB bukannya menurunkan intensitas gerakan anti-Tionghoa, melainkan memperhebatnya. Dan ini rupanya tidak disadari oleh pimpinan LPKB. Dalam sebuah seminar perwira Angkatan Darat di Bandung yang diselenggarakan dari tanggal 25 hingga 31 Agustus 1966, diputuskan pengubahan istilah “Tionghoa” menjadi “Cina”. Keputusan ini kemudian disampaikan ke pemerintah untuk disetujui. Alasan pengubahan ini adalah untuk menghilangkan adanya superiority complex dalam benak orang Tionghoa di Indonesia terhadap mereka yang “pribumi”. Seminar itu katanya diadakan untuk membahas masalah Tionghoa dan bagaimana melaksanakan kebijakan anti-Tionghoa. Ternyata ada beberapa ahli non militer, terutama yang memiliki pengetahuan ekonomi, diundang. Ada ahli ekonomi yang menyatakan bahwa kebijakan anti-Tionghoa bisa merugikan upaya RI memperoleh bantuan ekonomi. Akan tetapi terlambat. Sentimen anti-Tionghoa sudah sedemikian besarnya, terutama di kalangan Angkatan Darat dan kekuatan politik kanan. Dalam masa transisi dari pemerintahan Soekarno ke

Page 437: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

429

Soeharto, banyak komandan militer daerah mengeluarkan berbagai peraturan yang bersifat anti-Tionghoa. Di antaranya, yang dikeluarkan komandan militer Jawa Timur, dengan dalih security, pada tanggal 31 Desember 1966:

Orang Tionghoa asing dilarang melakukan perdagangan 1. grosiran di seluruh propinsi Jawa Timur, kecuali di SurabayaOrang Tionghoa asing dilarang mengubah domisilinya2. Orang Tionghoa Asing harus membayar pajak, Rp 2500 per 3. kepalaPenggunaan bahasa Tionghoa dalam semua bentuk 4. hubungan dagang, keuangan dan administrasi dilarang

Untuk memperlancar peraturan ini, dikeluarkan pula dua peraturan penunjang, pada tanggal 3 Januari dan 21 Januari 1967. Akan tetapi pelaksanaan tetap kacau karena ternyata peraturan ini bertentangan dengan apa yang diinstruksikan Soeharto pada bulan September 1966 di mana ia menyatakan: “Pemerintah Indonesia akan melindungi setiap anggota penduduk di wilayah Indonesia, baik ia adalah warga negara Indonesia maupun asing, selama ia menerima dan mematuhi semua undang-undang yang berlaku di Indonesia. Pemerintah juga akan menentang rasisme dan akan mengambil tindakan tegas terhadap siapa-pun yang melakukan tindakan rasisme dan tindakan lain yang bertentangan dengan Panca Sila”. Pernyataan ini tentu dibuat untuk meyakinkan para creditors bahwa di Indonesia berlaku Rule of Law dan rasisme tidak akan direstui. Pada waktu itu, IMF sedang mempersiapkan program yang akan membantu perkembangan ekonomi Indonesia dengan dana World Bank dan IMF. Program yang akhirnya diterima dan diresmikan oleh Kabinet pada bulan Oktober 1966. Pernyataan Soeharto yang disinggung di atas, diperkuat dengan instruksi ketua KOGAM -GV ke semua komandan militer propinsi yang berbunyi:

Semua Komandan militer propinsi dilarang memerintahkan 1. pengusiran orang Tionghoa asing dari kawasan-kawasan

Page 438: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

430

daerah yang dipimpinnyaTindakan tegas harus diambil terhadap orang Tionghoa 2. yang melakukan tindakan subversiOrang Tionghoa yang tidak melakukan subversi dan telah 3. mematuhi Undang-Undang harus dilindungi.

Tentu saja, instruksi Soeharto dan ketua KOGAM GV bertentangan dengan instruksi komandan militer Jawa Timur. Akan tetapi instruksi komandan militer Jawa Timur-lah yang dilaksanakan. Akibatnya terjadi kekacauan di Jawa Timur. Ekonomi-pun merosot. Pengumpulan pajak merosot drastik, karena penghasilan penduduk terutama petani jatuh. 80 toko dari 105 toko di Lumajang tutup. Di Jember, 75 toko dari 423 toko juga tutup. Moh. Hatta, mantan wakil presiden, mengkritik kebijakan anti-Tionghoa di Jawa Timur itu. Sebagai seorang ahli ekonomi, ia menyatakan bahwa pedagang Tionghoa sudah berpengalaman dan bermodal dalam berdagang di daerah-daerah Jawa Timur. Mereka tidak bisa demikian saja diganti dengan pedagang-pedagang “pribumi” yang tidak berpengalaman. Anjurannya adalah mendirikan koperasi di mana para pedagang “pribumi” secara perlahan bisa menambah pengalaman dan berkompetisi dengan sehat. Antara bulan Maret dan April 1967, ada beberapa demonstrasi yang dilakukan untuk menentang kebijakan militer di Jawa Timur. Warga Tionghoa turut berpartisipasi di dalam demonstrasi-demonstrasi ini. Banyak diantaranya yang ditahan dengan tuduhan terlibat dalam tindakan subversi. Sementara itu, seorang tokoh LPKB Jawa Timur, Liem Kok Liang, yang kemudian mengganti namanya menjadi Basuki Sudjatmiko, mempelopori kampanye mendorong orang Tionghoa yang menganut agama atau kepercayan Tionghoa seperti Kong Hu Cu atau Tao-isme, masuk ke dalam agama yang dianggap non-Tionghoa, seperti Katolik. Ia sendiri adalah seorang Katolik. Ia menyatakan bahwa Kelenteng-kelenteng dan ritual sembahyang yang dilakukan oleh orang Tionghoa merupakan sikap ingin mempertahankan ke-

Page 439: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

431

Tionghoa-an. Oleh karenanya ia menganjurkan mereka dilarang. Ia-pun menolak Kong Hu Cu diterima sebagai agama. Sikap Liem Kok Liang mengundang reaksi keras dari mereka yang tidak menyetujuinya. Oen Tjhing Tiauw, salah satu promotor LPKB di Surabaya menuntut Liem Kok Liang menarik pernyataan dan meminta maaf. Ia menyitir PenPres 1/1965 di mana Kong Hu Cu dinyatakan sebagai salah satu agama. Akhirnya LPKB memerintahkan Liem Kok Liang untuk meminta maaf. Tidak bisa dipastikan apakah anjuran Liem Kok Liang telah menyebabkan besarnya jumlah orang Tionghoa masuk Kristen dan Katolik. Pada tahun 1967, Majelis Tinggi Agama Konghucu (MATAKIN) didirikan. Tetapi pendiriannya tidak bisa mencegah pergantian agama yang berlangsung. Salah satu alasan pergantian agama ini berkaitan dengan besarnya jumlah pelajar Tionghoa yang memasuki sekolah-sekolah Kristen dan Katolik. Setelah sekolah-sekolah BAPERKI diambil alih dan dijadikan sekolah sekolah negeri, dan sekolah-sekolah Tionghoa ditutup, banyak pelajar Tionghoa masuk ke sekolah-sekolah Kristen dan Katolik. Akibatnya sekolah-sekolah Kristen dan Katolik berkembang dan didominasi oleh pelajar Tionghoa. Ini berlangsung walaupun Kementerian Pendidikan mengeluarkan peraturan yang menentukan bahwa setiap sekolah paling sedikit harus terdiri dari 50% pelajar “pribumi”. Upaya LPKB untuk mencapai hasil dalam pergantian nama didukung oleh Menteri Dalam Negeri, Basuki Rachmat. Pada tanggal 27 Februari 1967 Basuki Rachmat dan LPKB mengeluarkan pernyataan bersama di mana ditegaskan cabang-cabang LPKB harus didukung dalam mendorong sebanyak mungkin warga negara Indonesia keturunan Tionghoa mengganti namanya. Prosedur untuk mengganti nama juga dipermudah. Pengisian formulir pergantian nama disertai dengan uang Rp 25 cukup untuk meresmikan proses. Akan tetapi dalam praktek, ongkos yang dibutuhkan jauh lebih tinggi dari Rp 25. Ada yang mencapai Rp 75, ditambah berbagai ongkos lainnya.Dengan instruksi yang disinggung di atas, LPKB berharap bisa

Page 440: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

432

mencapai target 100%. Setiap warga negara keturunan Tionghoa akan memiliki nama non Tionghoa. Demikian harapannya. Akan tetapi ini tidak tercapai. Pada bulan Juli 1967, ada perubahan strukturil yang berakibat LPKB diletakkan di bawah kementerian dalam negeri. LPKB tidak bisa bertindak tanpa persetujuan Menteri Dalam Negeri. Dan ini menghambat banyak program LPKB, terutama kampanye pergantian nama. Dari semua perkembangan yang berkaitan dengan gerakan dan kebijakan anti- Tionghoa, orang bisa mengambil kesimpulan bahwa tokoh-tokoh yang paling militant menentang kebijakan Soekarno menjadi tokoh-tokoh yang paling militant dalam mendorong dan melaksanakan kebijakan anti-Tionghoa. Demonstrasi anti Tionghoa dan anti RRT pada tahun 1967 tetap berlangsung. Pada tanggal 24 April 1967, pemerintah mengusir Konsul Jendral Xu Ren dan General Manager Kedutaan Besar RRT, Yao Teng Shan. Akan tetapi desakan untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Tiongkok tetap belum bisa dilaksanakan. Ini tentu menggemaskan banyak pihak, termasuk pihak Taiwan. Mereka mendorong diputusnya hubungan diplomatik dengan RRT dan dijalinnya hubungan diplomatik dengan Republik Tiongkok di Taiwan. Ada desas desus yang menyatakan bahwa kemungkinan untuk ini dipersiapkan oleh sementara pejabat RI. Adam Malik, sebagai menteri Luar Negeri ternyata membantah desas desus ini pada tanggal 5 Mei 1967. Akan tetapi, lambat laun, sikap RI terhadap RRT berubah. Ruslan Abdulgani, duta besar RI di PBB turut melahirkan peraturan baru yang mencegah masuknya RRT sebagai anggota PBB, menggantikan Taiwan. Peraturan ini membutuhkan 2/3 suara di PBB. Pada waktu itu, dukungan untuk masuknya RRT masih di bawah 2/3. Pemerintah membentuk sebuah Komite yang ditugaskan mempelajari masalah Tionghoa dan jalan keluarnya. Komite ini dipimpin oleh Jendral Soenarso dan sekretarisnya, letnan Kolonel Soekisman.

Page 441: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

433

Ada beberapa pertimbangan yang berkaitan dengan masyarakat Tionghoa di Indonesia ketika itu dan ini menjadi bahan pertimbangan Komite tersebut:

Pertimbangan pertama yang ekstrim adalah: Peranan 1. Tionghoa dalam bidang ekonomi dianggap terlalu besar sehingga harus ada perubahan drastik. Oleh karenanya PP-10 harus ditingkatkan dan orang Tionghoa asing harus segera diusir dari Indonesia. Dengan demikian pengaruh ekonomi Tionghoa bisa dikikis habis. Pertimbangan kedua lebih membangun tetapi dianggap 2. pro- Tionghoa. Tionghoa telah berperan positif dalam bidang perdagangan eceran dan distribusi, yang sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda. Oleh karena ini, sumbangsih mereka dalam bidang ekonomi besar dan seharusnya dipertahankanPertimbangan ketiga merupakan kompromi dari ke dua 3. pertimbangan di atas. Ia menolak anjuran diadakannya pelaksanaan yang tidak direncanakan dengan matang yang mengubah keadaan secara drastik. Ia mendukung adanya perubahan secara perlahan tetapi berencana. Pada waktu bersamaan secara perlahan membangun kemampuan untuk mengambil alih apa yang dimiliki pedagang Tionghoa.

Komite yang diketuai Soenarso ini kemudian mengeluarkan pengarahan sbb:

Tidak ada orang Tionghoa baru yang diizinkan masuk ke 1. IndonesiaTionghoa asing yang sudah ada di Indonesia harus memiliki 2. penghidupan yang ditunjang oleh pekerjaan yang baik dan harus memiliki izin kerjaTionghoa asing yang meninggalkan Indonesia tidak diizinkan 3. kembali ke Indonesia. Kepada mereka hanya diberi Exit Visa.Perjanjian Dwi-Kewarganegaraan harus dipelajari kembali4. Proses naturalisasi harus dipersulit. Akan tetapi prosedur 5. untuk mereka yang dianggap memenuhi persyaratan, harus

Page 442: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

434

dipermudahGaris pemisah antara Warga Negara Indonesia keturunan 6. Tionghoa dan Tionghoa asing harus jelas. Akan tetapi antara Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa dan “pribumi” tidak ada pemisahan. Kebijakan yang mengandung rasisme harus dihentikan.

Tidak jelas, apakah masukan Komite ini memperoleh pertimbangan yang serius. Tetapi yang jelas, tidak ada pelaksanaan kongkrit yang didasari masukan-masukan yang disinggung, terutama yang berkaitan dengan dihilangkannya kebijakan rasisme. Demonstrasi-demonstrasi anti Tionghoa dan anti RRT pada masa April-Mei 1967, ternyata merugikan citra RI dan upayanya dalam memperoleh bantuan luar negeri. Akibatnya, pada tanggal 7 Juni 1967, Soeharto harus mengeluarkan lagi sebuah pernyataan yang pada hakekatnya mengulangi janji yang dikeluarkan pada bulan September 1966. Pernyataan Soeharto ini juga menyinggung beberapa hal lain:

Pelajar asing dianjurkan masuk ke sekolah nasional. Akan 1. tetapi warga negara Indonesia harus menjadi mayoritas di setiap kelas.Organisasi asing hanya diizinkan beroperasi di bidang 2. kebudayaan dan olah-raga. Keberadaannya harus diizinkan dan diawasi pemerintahModal domestik harus dikerahkan, dikembangkan dan 3. dipergunakan untuk pembangunan di Indonesia. Modal ini tidak boleh dikirim keluar negeri.

Pada tanggal 25 Juli 1967, Kabinet secara resmi mengganti istilah “Tionghoa” dengan istilah “Cina”. Akan tetapi keputusan resmi ini tidak sepenuhnya didukung oleh beberapa pimpinan harian surat kabar. Harian Merdeka, misalnya menolak penggunaan istilah “Cina”. Mereka tetap mempertahankan istilah “Tionghoa”. Pimpinan Harian Merdeka adalah BM Diah, salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia. Para pejuang ini tentu menghargai istilah “Tionghoa” sebagai istilah perjuangan, karena ini dipergunakan

Page 443: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

435

sebagai simbol kemenangan revolusi Tiongkok di bawah pimpinan Sun Yat Sen pada tahun 1911. Negara yang dibangun sebagai hasil revolusi itu adalah Chung Hua Ming Kuo (Republik Tiongkok). Dalam bahasa Hokkian, dialek mayoritas Tionghoa di Indonesia adalah Tionghoa Bing Kok. Sejak itu, istilah Tionghoa-lah yang dipergunakan. Ternyata siaran radio dalam bahasa Indonesia BBC, Radio Moskow dan Radio Australia, juga mempertahankan penggunaan istilah “Tionghoa”. Sedangkan istilah “Cina” sejak zaman penjajahan Belanda mengandung konotasi penghinaan. Istilah ini memang digunakan di negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapore, karena pengaruh bahasa Inggris di sana masih kuat. Dan dalam bahasa Inggris, Tiongkok disebut sebagai “China”. Dalam hal Indonesia, penggunaan istilah “Cina” , tidak bisa tidak menanamkan rasa di-anak tirikan di dalam kalangan Tionghoa. Dari pengertian ini jelas, tujuan pemerintah RI negatif dan didasari atas sikap anti-Tionghoa. Pada tanggal 16 Agustus 1967, Soeharto berpidato sebagai pejabat presiden. Didalam pidato itu ia menyatakan bahwa warga negara Indonesia keturunan Tionghoa tidak akan didiskriminasi dan Tionghoa asing akan diperlakukan sama dengan orang asing lainnya. Rupanya pernyataan ini yang menyebabkan pada bulan September 1967, kementerian kehakiman mencabut larangan yang sebelumnya dikeluarkan pada bulan September 1966, yaitu larangan untuk menerima proses naturalisasi Tionghoa asing menjadi warganegara Indonesia dan menolak pelaksanaan perjanjian dwi kewarganegaraan. Akan tetapi arus anti-Tionghoa tetap tidak dibendung. Amir Machmud, komandan KODAM Jakarta pada bulan September 1967 menangkap 60 Tionghoa asing, dengan tuduhan subversi. Tidak ada satu-pun yang ditahan itu diajukan ke pengadilan. Pada waktu yang bersamaan, pedagang Tionghoa asing yang pro Kuomintang Taiwan, seperti Ma Siu Ling (kemudian mengganti nama menjadi Be Sulindro) dan Bong A Lok (mengganti nama

Page 444: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

436

menjadi Suwandi Hamid), aktif membangun hubungan dagang antara Taiwan dan Indonesia. Mereka juga mendorong pemerintah RI untuk meningkatkan perwakilan Taiwan menjadi perwakilan pemerintahan resmi. Adam Malik ternyata sebagai menteri luar negeri tetap menyatakan bahwa Indonesia tetap menjunjung One China policy. Walaupun demikian, hubungan Taiwan dan Indonesia kian mendekat. Dimulai dengan delegasi perdagangan yang disponsori oleh Jendral Soehardiman, pernah ketua SOKSI di zaman pemerintahan Soekarno, kemudian menjadi direktur PT Berdikari, persereoan Angkatan Darat. Delegasi perdagangan ini ternyata membuahkan perjanjian di mana RI memperoleh pinjaman sebesar US$20 juta. Ketika Adam Malik ditanya tentang perjanjian ini, ia menyatakan bahwa ini bisa terjadi karena yang berlangsung adalah perjanjian antara dua perusahaan swasta, bukan perjanjian antar negara yang resmi. Gerakan anti-RRT mencapai puncaknya pada hari kesaktian Pancasila, 1 Oktober 1967. Kedutaan Besar RRT di serbu demonstran dan dijarah. Staf diplomatik ada yang terluka ketika mencoba mempertahankan gedung kedutaan besar. Salah seorang demonstran yang kemudian menjadi tokoh adalah Liem Bian Koen, yang dikatakan menjadi orang yang menurunkan bendera RRT dari tiang di gedung kedutaan besar. Setelah penyerbuan itu, delegasi pemuda mengunjungi Adam Malik, menuntut diputuskannya hubungan diplomatik dengan RRT. Pada tanggal 9 Oktober 1967, Kabinet akhirnya memutuskan untuk menghentikan hubungan diplomatik dengan RRT. Pesawat terbang Tiongkok yang khusus diizinkan mendarat di Jakarta untuk menjemput semua staf kedutaan besar Tiongkok dengan syarat pesawat yang sama membawa semua staf kedutaan besar Indonesia di Tiongkok. Duta Besar Djawoto ternyata memilih untuk tidak kembali ke Indonesia. Ia tetap menetap di Beijing sebagai pelarian politik. Dengan berangkatnya pesawat tersebut meninggalkan Jakarta ke Beijing, hubungan diplomatik antara RRT dan RI dengan

Page 445: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

G-30-S, HAM dan Gerakan Anti-Tionghoa

437

Bersama istri, adik ipar dan putri bungsu diRumah Sakit Angkatan Darat, semasa tahanan - 1974

Page 446: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

438

Bersama istri, dengan status tahanan rumah - 1977

Page 447: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman “Orde Baru”

439

BAB VIII ZAMAN “ORDE BARU”

PELANGGARAN UUD-45 DAN PANCASILA

Dengan semboyan: “Memurnikan pelaksanaan UUD 1945”, Bung Karno telah digeser ke pinggir. Tiga tahun setelah mengalami penderitaan sebagai tahanan rumah dengan tuduhan terlibat peristiwa G-30-S, Bung Karno meninggal dalam keadaan yang membuat para pendukungnya merasa penasaran. Penasaran, karena ketika ia sakit keras, ia tidak dapat ditengok para sahabat karibnya. Juga penasaran karena permintaannya untuk berobat ke luar negeri tidak diperkenankan oleh pemerintah. Padahal ketika ia menjadi Presiden, ia selalu menunjukkan toleransi tinggi terhadap para musuh politiknya. Syahrir diizinkannya memperoleh perawatan di luar negeri dengan ongkos negara. Penasaran karena ternyata ia tidak dikebumikan menurut pesan terakhirnya. Penguasa militer menentukan ia dikubur di Blitar. Kesemuanya ini membenarkan pendapat bahwa untuk memperoleh penghormatan yang resmi dan layak sesuai dengan jasa-jasanya, seorang tokoh perjuangan kemerdekaan harus menutup mata pada waktu yang tepat. Bung Karno berhasil mencapai keseimbangan politik di masa jayanya, yaitu berdiri di atas dua kekuatan politik kuat, PKI di satu kaki dan ABRI, khususnya Angkatan Darat di kaki lain. Ketika PKI dihancurkan oleh Angkatan Darat, keseimbangan ini hilang. Bung Karno mudah dijatuhkan. Yang terjadi setelah Soeharto menggantikan Soekarno adalah pelanggaran UUD-45 di berbagai bidang penting. Digantinya Soekarno dengan Soeharto, seorang Jendral, diikutsertai dengan pen-jendralan berbagai posisi penting negara, dari kementerian, gubernur hingga duta besar. Sedangkan jabatan yang lebih rendah-pun, seperti bupati, lurah dll, diisi oleh perwira-perwira militer yang sebelumnya di-tugas-sipilkan terlebih

Page 448: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

440

dahulu. Penetapan MPRS yang berjudul “Banting Setir Untuk Berdikari” bukan hanya dibatalkan tanpa ramai-ramai, melainkan mengalami “putar balik setir”. Kekayaan alam Indonesia dapat dikuras ke luar untuk kemakmuran maksimal modal raksasa dan para “pembantu”-nya di Indonesia. Bilamana UUD 1945 dilaksanakan secara murni dan konsekwen, kekayaan alam Indonesia tentunya digunakan untuk kemakmuran Rakyat Indonesia. Pada bulan Februari 1967, dibawah pemerintahan Soeharto, Indonesia masuk kembali ke IMF. 6 bulan sebelum itu delegasi khusus dari IMF datang mengunjungi Indonesia. Dan kunjungan ini membuahkan beberapa rekomendasi. Diantaranya:

Dicapainya keseimbangan budget1. Pengeluaran untuk pemerintah dibatasi 10% dari penghasilan 2. nasionalSistem pengumpulan pajak harus diperbaiki3. Exchange Rate ditentukan secara realistik4. Subsidi pemerintah akan dihentikan dengan menganalisa 5. kebijakan harga semua perusahaan negaraJumlah pegawai negeri harus diperkecil6. Kredit bank akan dibatasi7. Akan diciptakan situasi yang akan mengundang penanaman 8. modal asing

Undang-Undang untuk penanaman modal asing dikeluarkan sebagai UU no.1/1967 yang menjamin kepentingan modal asing. Setiap modal asing yang akan masuk ke Indonesia tidak akan diambil alih selama 20 tahun (30 tahun untuk modal yang ditanam di dalam bidang perkebunan). Dan bilamana berlangsung nasionalisasi, kepentingan modal asing akan dikompensasi secara layak. UU ini juga menjamin pemilik modal bisa dengan bebas membawa keluar semua keuntungan yang diperoleh dan membawa keluar modal yang ditanam. Di samping ini semua, UU ini juga menjanjikan adanya berbagai kelunakan dalam hal pajak penghasilan dan pajak impor untuk peralatan. Pada bulan Desember 1966, 3 hari sebelum

Page 449: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman “Orde Baru”

441

diselenggarakannya rapat para negara maju, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Jerman Barat, Jepang, Australia, Italia dan Belanda, untuk membahas permohonan Indonesia memperoleh bantuan luar negeri, Soeharto mengeluarkan pernyataan yang menjamin semua perusahaan asing yang telah dirampas RI sebelumnya akan dikembalikan kepada para pemiliknya. Rapat yang diadakan di Paris ini, dihadiri pula oleh World Bank dan OECD (Organization for Economical Cooperation and Development). Mereka menghargai sikap pemerintahan militer Soeharto. Dan sebagai timbal balik, mereka memutuskan:

Indonesia memperoleh ad hoc credit sebesar US$ 174 juta 1. untuk menanggulangi defisit pada tahun 1966Pembayaran untuk hutang yang dilakukan sebelum Juni 2. 1966 ditunda hingga 1971. Setelah 1971, pembayaran akan dilakukan dalam 8 pembayaran bertahap, 5% pada tahun 1971; 10% per tahun dari tahun 1972-1974; 15 per tahun dari tahun 1973 hingga 1977; 20% pada tahun 1978.

Para anggota rapat ini kemudian membentuk apa yang dinamakan IGGI – International Group of Governments on Indonesia. Setelah beberapa rapat, IGGI membagi beban hutang ke Indonesia dengan perhitungan sbb: 1/3 ditanggung oleh Amerika Serikat, 1/3 oleh Jepang dan sisanya oleh para anggota IGGI lainnya. Keberhasilan Soeharto dalam membasmi komunisme di Indonesia dan dalam menjamin adanya kekuatan militer yang bisa melindungi kepentingan modal asing menyebabkan IGGI menyalurkan dana untuk pembangunan di Indonesia. Mengalirlah modal asing ke Indonesia dan semakin besar pintu dibuka, semakin besar modal asing masuk. Kepentingan Rakyat seperti yang ditentukan dalam UUD-45 ternyata dikesampingkan. Mengalirnya dana asing ini ternyata mengubah komposisi kelompok yang diuntungkan. Bilamana sebelumnya para tokoh partai politik yang memperoleh keuntungan dari berbagai fasilitas negara, di awal pemerintahan Soeharto, para politikus ini digeser kesamping dan diganti oleh para jendral yang mendukung Soeharto.

Page 450: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

442

Munculnya kelas pedagang dari kelompok militer memang terjadi setelah Bung Karno menyetujui adanya Dwi-Fungsi yang memungkinkan ABRI berperan di bidang-bidang non militer, seperti politik dan perdagangan. Banyak jendral menjadi eksekutif perusahaan-perusahaan Belanda yang diambil alih pemerintah pada tahun 1957. Karena tidak berpengalaman dan karena motivasi-nya adalah memperoleh penghasilan baik dan mampu hidup mewah, perusahaan-perusahaan yang diambil alih ini tidak dikembangkan dengan baik. Di samping itu mereka juga ditugaskan atasannya untuk mengumpulkan dana untuk ABRI, khususnya Angkatan Darat. Budget untuk ABRI tetap di bawah pengeluaran, sehingga dana tambahan dari kegiatan dagang yang dilakukan oleh para perwira tinggi ini dibutuhkan. Keadaan ini membangkitkan nafsu pengumpulan dana, baik untuk kepentingan pribadi maupun kebutuhan Angkatan Bersenjata, terutama para perwira tingginya. Berdasarkan penuturan di atas, dapatlah dimengerti mengapa kebutuhan memberi kesempatan kepada para jendral untuk menjadi entrepreneurs harus selalu disediakan, bahkan dikembangkan. Terutama untuk para jendral yang ditugaskan di daerah-daerah. Akan tetapi hal ini tidak bisa terus berkembang, karena pada akhirnya akan mempengaruhi ekonomi nasional. Karena sistem yang berlangsung tidak diarahkan untuk membangun Indonesia. Ada sebuah contoh. Jendral Soehardiman adalah salah satu jendral yang memperoleh kesempatan berdagang ini. Ia mulai memegang peranan sejak zaman Soekarno. Ketika Soeharto mengambil alih kekuasaan, ia ditugaskan mendirikan dan memimpin PT BERDIKARI, yang kemudian mengambil alih PT Karkam dan PT Aslam. Pemilik kedua perusahaan ini ditahan, karena dianggap mereka menyalah gunakan hubungan baik dengan Soekarno. Di bawah pimpinan Soehardiman, PT BERDIKARI maju pesat. Ia memperoleh berbagai fasilitas pemerintah. Pada tahun 1967, PT ini memperoleh hak monopoli dalam mengimport Mercedes Benz. Soehardiman kemudian mendirikan Bank Dharma Ekonomi yang diketahui terlibat dalam berbagai kegiatan yang merugikan

Page 451: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman “Orde Baru”

443

pembangunan ekonomi nasional. Pada tahun 1968, bank ini mampu menawarkan para nasabahnya bunga sebesar 10-15% per bulan. Padahal bunga resmi pada waktu itu hanya 3% per bulan. Dengan sendirinya banyak nasabah yang mendeposito-kan uang di bank itu, termasuk para perwira Angkatan Darat. BULOG yang ditugaskan pemerintah untuk mengatur pengadaan bahan-bahan penting seperti gula dan beras, memperoleh dana besar dari pemerintah. Ternyata sebagian dari dana ini didepositokan di Bank ini. Keuntungan besar diperoleh mereka yang memimpin kedua institusi ini. Para pegawai tinggi BULOG memperoleh keuntungan dari bunga tinggi yang ditawarkan Bank Dharma Ekonomi, sedangkan pemilik Bank Dharma Ekonomi memperoleh dana tambahan besar untuk melakukan kegiatan spekulatif yang bisa memberi keuntungan lebih besar lagi, walaupun resiko perdagangan jauh lebih besar. Soehardiman, bersama dengan beberapa tokoh dagang yang pro Taiwan seperti Ma Siu Ling dan Bong A Lok mendirikan Indonesian Business Center. Pinjaman Taiwan sebesar US$20 juta yang disinggung sebelumnya disalurkan melalui IBC ini. Ternyata pinjaman ini mengandung syarat. Syaratnya adalah RI harus menentang masuknya RRT di PBB. RI ternyata tidak menentang dan juga tidak mendukung. Akibatnya, Taiwan mengurangi hutang yang sudah dijanjikan ini, turun menjadi US$10 juta. Semua kegiatan ini dilakukan dengan fasilitas atau keterlibatan pemerintah. Akan tetapi bukan pembangunan ekonomi nasional yang dituju, melainkan kekayaan pribadi Soehardiman. Pada akhir 1968, Bank Dharma Ekonomi jatuh. Uang yang di depositokan dan diputar oleh Bank itu amblas. Soehardiman kemudian ditahan. Baru kemudian diketahui bahwa US$60 juta didepositokan di Bank lain, yaitu Bank Sinar Semesta. Akan tetapi Bank Sinar Semesta juga tidak bisa membayar kembali uang sejumlah itu. Sementara itu DPR telah menyetujui UU yang berkaitan dengan modal domestik milik asing. UU no.6/1968 ini berlaku mulai tanggal 3 Juli 1968. Ia dianggap sebagai UU yang mengukuhkan PP-10. UU ini memenuhi permintaan sementara tokoh politik untuk

Page 452: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

444

menghilangkan keterlibatan orang Tionghoa asing dalam bidang perdagangan. Semua modal domestik asing yang terlibat dalam bidang perdagangan harus ditutup pada tahun 1977 dan modal domestik milik asing yang terlibat dalam bidang perindustrian harus ditutup pada tahun 1997. Jelas yang dimaksud dengan modal domestik milik asing adalah modal milik Tionghoa asing yang menetap di Indonesia. Dan timbul kecenderungan yang serupa sejak zaman RIS, yaitu menggantikan para pelaku dagang Tionghoa asing ini dengan pedagang-pedagang “pribumi”. Rupanya ada juga anggapan bahwa status “asing” yang ditekankan ini akan hilang dengan proses naturalisasi. Akan tetapi bukannya mempermudah proses naturalisasi, pemerintah mempersulitnya. Pemerintah Soeharto juga secara sepihak membatalkan perjanjian Dwi Kewarganegaraan yang sudah di ratifikasi oleh kedua negara dengan Exchange of Notes, seperti yang dituturkan sebelumnya. Dengan dalih keamanan, pemerintah mencegah anak-anak mereka yang telah menolak kewarganegaraan Indonesia pada masa 1949-1951, yang mencapai umur 18 tahun, untuk bisa dengan mudah memperoleh kewarganegaraan Indonesia. Sikap ini melanggar apa yang tertera di dalam Perjanjian Dwi Kewarganegaraan. Pemerintah Soeharto merasa berkepentingan melakukan “screening” untuk memastikan mereka yang ingin menjadi warga negara Indonesia tidak akan menimbulkan masalah yang mengganggu keamanan. Kebijakan ini menyebabkan proses menjadi warga negara Indonesia menjadi kompleks, memerlukan biaya tinggi dan memakan waktu panjang, hingga 2 tahun. Rupanya, tidak semua Tionghoa asing harus melalui proses berbelit dan “screening” ini. Banyak pedagang Tionghoa yang pro Taiwan, yang juga asing ternyata bisa dengan cepat memperoleh kewarganegaraan Indonesia. Jelas “screening” yang dilakukan bersifat politis. Bilamana orang yang bersangkutan ternyata pro RRT, pasti ditolak. Padahal tidak semua yang pro-Taiwan itu bersikap positif untuk pembangunan ekonomi Indonesia. Sebaliknya, banyak

Page 453: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman “Orde Baru”

445

yang malah ikut merusak ekonomi nasional. Indonesian Business Center atau IBC yang disinggung sebelumnya ternyata menjadi lembaga yang banyak membantu proses naturalisasi pedagang-pedagang pro Kuomintang. Dengan melalui IBC, para pelamar rupanya tidak perlu langsung terlibat dalam proses yang berbelit belit. Kementerian Kehakiman secara resmi menyatakan bahwa IBC harus berfungsi untuk ini. Ini diumumkan dalam edisi bahasa Tionghoa, harian Indonesia. IBC juga turut mempercepat proses menanjaknya pengaruh Kuomintang di Indonesia. Hari berdirinya Republik Tiongkok pada tanggal 10 Oktober mulai dirayakan. Bahkan hari ulang tahun Chiang Kai Shek –pun mulai dirayakan di Jakarta. Pada April 1969, Harian Indonesia, edisi bahasa Tionghoa mulai menerbitkan HuaChiao Taiwan News Agency dan pada bulan Juni 1969, delegasi perdagangan Taiwan tiba di Jakarta. Resepsi penyambutan diadakan di rumah Nyoo Han Siang, seorang Tionghoa yang menjadi staf OPSUS – Operasi Khusus yang dipimpin oleh Jendral Ali Murtopo. Pada waktu Jakarta Fair diadakan, Taiwan memiliki stand besar yang dikunjungi banyak pejabat tinggi pemerintah. Ini semua menunjukkan bahwa setelah Soeharto berkuasa, kekuatan politik yang pro Kuomintang di Indonesia memperoleh dukungan besar dari para jendral yang berkuasa. Dan Taiwan bisa menikmati berbagai keuntungan, ekonomi, maupun politik dari perkembangan ini. Akan tetapi setelah 1970, arus untuk lebih dekat ke Taiwan terasa sangat berkurang. Perkembangan politik Internasional-pun berubah. RRT mulai bangkit sebagai kekuatan yang lebih dihargai. Kunjungan Nixon ke RRT dan keharuman Chou En Lai sebagai Perdana Menteri, memperkecil peranan Taiwan di Indonesia. Pimpinan pemerintahan Soeharto mulai meninggalkan “kuda” Taiwan. Memang dengan diputusnya hubungan diplomatik dengan RRT, Soeharto berhasil mempercepat hubungan dagang dengan berbagai negara lain yang menentang RRT. Diantaranya tentu Taiwan.

Page 454: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

446

Dan dengan mengalirnya dana luar negeri untuk proyek-proyek pembangunan dan pengurasan kekayaan alam yang bertentangan dengan UUD-45, pemerintah Soeharto tidak lagi membutuhkan jalur politik yang bersandar atas penggunaan masyarakat Tionghoa sebagai dongkerak atau perisai. Dengan demikian, setelah tahun 1970-an, masyarakat Tionghoa memperoleh kembali ruang “bernapas”. Ruang “bernapas” ini akan tetap ada sampai ada pergolakan politik yang berkaitan dengan keseimbangan kekuatan – balance of power, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Seperti yang dibuktikan dalam sejarah, setiap ada situasi yang berkaitan dengan perubahan kekuatan politik yang membutuhkan keseimbangan kekuatan – balance of power, masyarakat Tionghoa yang merupakan sasaran empuk dan tidak berdaya melawan, akan menjadi korban. Di antara modal asing yang masuk ke Indonesia terdapat modal yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa asal Malaysia, Singapura, Hongkong dan Filipina. Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal Asing – BKPM, modal yang masuk ke Indonesia antara tahun 1967 hingga 1976 adalah sbb:

Jepang US$ 2.550 juta untuk 208 1. proyekAmerika Serikat US$ 1.013 juta untuk 116 2. proyekHongkong US$ 654 juta untuk 120 3. proyekFilipina US$ 311 juta untuk 22 proyek4. Jerman Barat US$ 203 juta untuk 32 proyek5. Belanda US$ 200 juta untuk 51 proyek6. Australia US$ 197 juta untuk 45 proyek7. Singapura US$ 154 juta untuk 50 proyek8. Taiwan US$ 106 juta untuk 5 9. proyek

Daftar ini menunjukkan bahwa Jepang merupakan investor terbesar di Indonesia. Mereka berkecimpung di dalam bidang pertambangan minyak dan gas. Sebagian modal mereka ditanamkan

Page 455: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman “Orde Baru”

447

di dalam bidang industri mobil. Modal Amerika Serikat lebih banyak ditanamkan di bidang pertambangan. Sedangkan modal para pedagang Tionghoa asing dari berbagai negara lebih banyak ditanamkan di bidang industri kehutanan. Perlu juga diperhatikan bahwa Jawa Barat merupakan kawasan favourit para penanam modal. Pada bulan November 1976, Jawa Barat mengundang penanaman modal sebesar US$ 1.309 juta, sedangkan Jakarta yang menjadi favourit ke dua, US$ 1.300 juta, diikuti dengan Sumatera Utara, US$ 1.010 juta. Angka penanaman modal asing terus meningkat dari dimulai pembukaan pintu lebar-lebar pada tahun 1967. Pada waktu yang bersamaan, penanaman modal domestik mencapai Rp. 2.019.008 juta untuk 2.547 proyek, jauh lebih kecil dari penanaman modal asing. Kebijakan “open door” ini tidak hanya berlangsung di Indonesia. Banyak negara berkembang juga melaksanakannya. Negara-negara maju ternyata cenderung mengubah strategi ekonominya. Mereka tidak lagi menitik beratkan eksport barang-barang produksinya, tetapi mementingkan dicapainya perjanjian “bantuan” dana yang bersifat jangka panjang. Karena pemasukan modal ke negara-negara berkembang ini sangat menguntungkan pembangunan industri di negara-negara yang maju. Data menunjukkan bahwa uang yang keluar dari negara-negara berkembang ini paling sedikit 3 kali lebih besar dari uang yang masuk. Menunjukkan keuntungan dari program “bantuan” ini besar sekali. Di awal perlombaan memberi bantuan ekonomi ini, Amerika Serikat dan Inggris jauh lebih besar dari Jepang. Jepang dan Jerman Barat pada awal mementingkan eksport hasil produksinya. Akan tetapi data di Indonesia menujukkan bahwa Jepang cepat mengejar bahkan melebihi upaya Amerika Serikat dalam program penyaluran penanaman modal. Pengamatan juga menunjukkan bahwa negara-negara berkembang yang tinggi nasionalisme-nya seperti beberapa negara di Afrika dan Timur Tengah, mencoba untuk mengurangi masuknya

Page 456: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

448

modal asing. Sedangkan negara-negara yang menghadapi krisis ekonomi dan yang pemerintahnya tidak mempertahankan nasionalisme seperti Indonesia dan beberapa negara Amerika Latin, mengundang masuknya modal asing. Dari tahun 1967 hingga 1977, IGGI sudah menyalurkan dana sebesar US$ 5.697 juta. Disamping itu ada dana yang dikategorikan “Soft Loans” sebesar US$ 450 juta ditambah dana sebesar US$670 juta dari World Bank. Lalu karena peristiwa Pertamina, pemerintah meminjam lagi dalam dengan syarat komersial standard sebesar US$1000 juta dan juga pinjaman dari Iran sebesar US$250 juta. Jadi pada tahun 1977 saja, hutang RI adalah sebesar US$ 8.067 juta. Data juga menunjukkan bahwa sejak Soeharto berkuasa, RI telah mendapat suntikan sebanyak US$ 15 miliard. Timbul pertanyaan: apakah dana ini benar disalurkan untuk pembangunan masyarakat adil dan makmur? Ternyata tidak. Buktinya, sebagian besar petani di Indonesia masih tidak memiliki tanah. Mereka tetap miskin. Penghasilannya tidak setimpal dengan tenaga yang mereka kerahkan untuk hidup. Yang dimiliki petani Indonesia, menurut data sensus tahun 1973 hanyalah 22% dari semua tanah yang digarap. Menteri Sosial, Mintardja dalam memberi sambutan di acara Sumpah Pemuda pada tahun 1977 menyatakan bahwa 60% anak di bawah 5 tahun menderita kekurangan makanan. Ini menujukkan bahwa adanya kenaikan GNP tidak berarti kemiskinan di Indonesia lenyap. Data menunjukkan bahwa di Jawa dan Bali, di mana jumlah penduduknya 65% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia, tetapi mereka hanya memperoleh 25% dari GNP. Hingga 1977, masuknya modal asing belum memperbaiki kondisi penghidupan di daerah pedalaman dan penghidupan kaum buruh umumnya. Menurut data ILO – International Labor Organization, pada tahun 1976, jumlah pekerja yang tercatat di Indonesia adalah 48 juta orang. 20% bekerja di bagian services, 10% di bidang industri, 70% di bidang agraria. Menurut BPKM pada tahun 1977, penanaman modal asing

Page 457: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman “Orde Baru”

449

selama 10 tahun terakhir telah menciptakan 1.2 juta lapangan kerja. Penghasilan minimum di perusahaan asing adalah Rp 10.000 per bulan. Akan tetapi gaji di jawa Timur ternyata jauh lebih kecil. Yang terendah tercatat sebagai Rp 50 per hari. Gaji pegawai rokok keretek-pun rendah, rata-rata Rp 150 per hari. Padahal pemerintah memperoleh penghasilan pajak berjumlah Rp 112 miliard dari pabrik-pabrik keretek ini. Departemen Tenaga Kerja pada tahun 1976 mengeluarkan data yang dinamakan KPM – Kebutuhan Phisik Minimum. Data ini menujukkan bahwa KPM untuk keluarga masih lebih besar dari penghasilan rata-rata para pekerja di Indonesia. Jadi membuktikan bahwa penghasilan yang diterima tidak cukup untuk menghidupi keluarga secara layak. Jadi setelah 10 tahun modal asing membanjiri Indonesia, buruh di Indonesia tetap miskin. Keberadaan modal asing tidak secara radikal memperbaiki kondisi penghidupan Rakyat terbanyak. Dari semua penanaman modal asing yang masuk, 16% ditanam di Jakarta Raya. Tetapi kota ini tidak mampu menyediakan tenaga kerja yang dibutuhkan., karena dana nasional untuk pendidikan tidak memadai kebutuhan. Rekord yang tercatat dalam bidang pendidikan juga tidak memuaskan. Pada tahun 1976-1977, hanya 11% dari budget nasional yang dipergunakan untuk pendidikan. Ini rendah bila dibandingkan dengan budget pendidikan di negara-negara berkembang lainnya. Di Filipina 32%, di Malaysia 16% dan di Thailand 28.5%. Menurut data kementerian Pendidikan, pada tahun 1977, jumlah murid sekolah dasar yang terdaftar adalah 17 juta. Setiap tahun jumlah ini naik 2 juta. 90% dari pelajar SD lulus dan memperoleh ijasah sekolah dasar. Akan tetapi sekolah menengah hanya bisa menampung 60% dari lulusan SD. Jadi 40% lainnya harus mencari pekerjaan pada umur yang masih membutuhkan mereka belajar. Mengenai perkembangan meningkatkan kecerdasan Rakyat, dapat dikutip beberapa angka yang dimuat dalam “Sinar Harapan”

Page 458: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

450

30 September 1976. Jumlah penduduk Indonesia ketika itu ada 130 juta orang. 44.41% tercatat mencapai usia pre-productive, jadi kurang lebih 58 juta orang anak yang membutuhkan pendidikan sekolah. Pada akhir REPELITA II, 1 April 1981 diharap pemerintah mampu menampung 85% anak-anak itu. Kecuali di Sumatera Barat dan Sulawesi Utara ketika itu baru dicapai penampungan 73% saja. Diperoleh juga angka bahwa dari 80.000 lulusan Sekolah Lanjutan Atas hanya 26.000 orang yang dapat ditampung pada perguruan-perguruan tinggi yang ada. Jumlah universitas negeri ketika itu ada 40 buah dan jumlah universitas swasta ada 323 buah dengan daya tampung lebih kecil. Penampungan adalah satu hal. Tetapi yang parah adalah berapa dari yang masuk itu selesai sebagai sarjana. Rektor Universitas Gajah Mada, Profesor Sukadji pada tahun 1976 menyatakan bahwa jumlah “drop outs” di universitas Indonesia tinggi sekali – 80-90%. Di Amerika Serikat sekitar 40%, rata-rata di Asia sekitar 50-60%. Dalam bidang kesehatan, kondisinya lebih parah lagi. Pada tahun 1976, Indonesia hanya memiliki 7000 dokter, untuk menampung kesehatan 138 juta orang. Yang lebih parah lagi, dari 7000 dokter ini, sekitar 3500 menetap di Jakarta Raya, yang jumlah penduduknya hanya 4% dari total penduduk di Indonesia. Selain kekurangan dokter, jumlah rumah sakit-pun tidak memadai jumlah penduduk. Pada tahun 1977, hanya terdapat 11.117 rumah sakit yang menyediakan 85.000 ranjang. 613 adalah rumah sakit negara, sedangkan yang lain dijalankan swasta. 483 dari seluruhnya ini adalah rumah sakit bersalin. Keadaan menjadi lebih buruk lagi. Ongkos rumah sakit tinggi sekali dan pada umumnya tidak terjangkau Rakyat terbanyak. Sebagai contoh untuk operasi usus buntu, ongkos yang dibutuhkan adalah Rp 300.000. Berarti 30 kali lipat gaji rata-rata seorang pegawai yang bekerja di perusahaan asing per bulan. Pada tahun 1973 ada sebuah tim yang melakukan survey tentang kesehatan Rakyat di 30 desa tersebar di 8 propinsi. Hasil survey itu antara lain:

Page 459: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman “Orde Baru”

451

14 dari 100 bayi meninggal sebelum mencapai umur 1 1. tahun, karena penyakit yang disebabkan kondisi hidup yang sub-standard32% anak yang berusia dari 0-4 tahun menderita kekurangan 2. kalori50-92% wanita yang mengandung menderita anemia3. 16-50% laki dewasa menderita anemia4.

UUD-45 menjamin hak bekerja dengan penghasilan layak untuk hidup. Akan tetapi masalah pengangguran belum dapat diselesaikan. Juga adanya rejeki nomplok (windfall profits) dari meningkatnya harga minyak yang dieksport tidak terasa membantu penyelesaian masalah pengangguran. Menurut harian Kompas 16 Juni 1976, direktur jenderal Binaguna Departemen Tenaga Kerja, Tatang Mahmud, menyatakan bahwa berdasarkan cacah jiwa 1971 jumlah tenaga kerja di Indonesia ada 45 juta orang. Jumlah penganggur penuh ada 9%, tetapi sepertiga dari jumlah tenaga kerja itu dicatat sebagai setengah penganggur. 61% dari jumlah pekerja itu berada di desa-desa, sedang perkembangan desa tidak memungkinkan penampungan pengangguran. Tiap tahun jumlah tenaga kerja meningkat dengan 1 juta orang, yaitu berdasarkan perhitungan jumlah penduduk meningkat dengan 3 juta orang tiap tahunnya. Di samping angka pengangguran yang tidak bisa tidak meningkat terus itu, kita melihat juga masalah sulit lain yaitu penampungan anak-anak terlantar. Ali Bustam, direktur jenderal Rehabilitasi Departemen Sosial, menerangkan pada pers bahwa di Indonesia terdapat 15 juta anak terlantar dan 3 juta anak cacat. Sedang kemampuan untuk menampung dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun kedua, yang berakhir 1 April 1981, hanya 16.850 orang anak terlantar dan dilaksanakan oleh 347 Panti Asuhan yang tersebar dalam 26 Propinsi. “Propinsi” Timor Timur belum turut dihitung. Gambaran ini menyedihkan dan tidak mencerminkan pelaksanaan pasal 34 UUD, yang menentukan “Fakir Miksin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Harian Kompas tanggal 19 Oktober 1976 memberitakan

Page 460: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

452

bahwa di Jakarta Raya terdapat 70% keluarga, jadi 571.186, yang tercatat miskin, dan membutuhkan pertolongan. BAK (Bantuan Asistensi Keluarga) itu hanya mampu menolong 123 keluarga saja. Jadi yang dibantu hanya 0,2%. Lain hal yang menyedihkan adalah kenyataan bahwa Indonesia mengimport banyak barang yang sebenarnya bisa dihasilkan di Indonesia sendiri, bahkan yang sebelum banjirnya modal asing masuk ke Indonesia, merupakan hasil produksi yang dieksport. Misalnya tepung tapioca, tapioca, kacang kedelai, kacang tanah dll. Pada tahun 1976, Indonesia telah meng-import 140.000 tons kacang kedelai dari USA, Canada dan Brazil. Kacang tanah diimport dari India, Thailand dan RRT. Sedangkan Tapioka diimport dari Thailand. Hotel-hotel besar juga diketahui meng-import ayam dan daging dari Australia dan Selandia Baru, melalui Singapura. Timbullah pertanyaan: mengapa Indonesia harus meng-import hasil-hasil produksi yang disebut di atas? Jawaban para pejabat pada umumnya adalah: harga import masih lebih murah dari harga produksi di dalam negeri. Sebuah jawaban yang tidak masuk logika, karena dari segi penghasilan buruh saja jelas bahwa ongkos buruh di Indonesia jauh lebih rendah dari ongkos buruh di banyak negara dari mana Indonesia meng-import hasil produksinya. Bila diselidiki lebih lanjut yang menjadi masalah adalah terjadinya korupsi di berbagai tingkat dan lapisan produksi. Adanya keperluan untuk memperlancar proses dengan sogok menyogok inilah yang mempertinggi ongkos produksi dan distribusi, sehingga akhirnya yang terjadi adalah: upaya produksi dalam negeri merosot dan negara-negara lain menikmati keuntungan dari pembelian Indonesia. Kebocoran dana pemerintah yang dikorupsi perlu juga diamati dan dianalisa. Menurut fraksi PDI di parlemen, pada tahun 1977, kebocoran yang terjadi sebagai akibat korupsi adalah Rp 700 miliard, sama dengan US$2 milliard. Ini melebihi jumlah dana bantuan yang disediakan IGGI per tahun. Selain hilangnya dana karena korupsi, sistem kredit yang

Page 461: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman “Orde Baru”

453

dilaksanakan pemerintah juga menimbulkan penyelewengan yang sangat merugikan negara. Pelaksanaan kredit dibagi dua, KIK – kredit Investasi Kecil dan KMKP – Kredit Modal Kerja Permanent. Kriteria yang dipergunakan adalah si penerima kredit harus berasal dari kelompok “ekonomi lemah”, yang dalam prakteknya berarti “pribumi”. Ternyata banyak yang memperoleh kredit ini tidak bisa membayar. Bank Bumi Daya menyatakan, pada tahun 1977, jumlah kredit yang tidak terbayar adalah US$500 juta atau Rp 200 milliard. Menurut Arief Karnadi dari Bank Indonesia, dari 1974 hingga 1977, jumlah kredit KIK yang diberikan Bank Indonesia mencapai Rp 168 Miliard. Jumlah terbesar diberikan kepada usaha transportasi mini-bis. Pada bulan September 1977, jumlah kredit KMKP mencapai Rp 39 Milliard untuk perdagangan, Rp 18 Milliard untuk bidang industri dan Rp 5,4 Milliard untuk bidang lainnya. Kredit semacam ini menguntungkan mereka yang memperolehnya, apalagi bilamana sebagian dari uang yang diperoleh dipergunakan untuk berfoya-foya. Sebagai akibat, usaha tidak jalan dan mereka tidak bisa membayar kredit yang diberikan kembali. Karena kriteria pemberian kredit juga dicampur aduk dengan adanya hubungan pribadi, koneksi jabatan dan korupsi. Akhirnya timbullah kebocoran yang hebat. Teknokrat yang mendukung Soeharto memang melaksanakan program di mana perusahaan-perusahaan milik negara dibubarkan dan diganti dengan perusahaan-perusahaan swasta yang didirikan dengan kredit-kredit tersebut di atas. Akan tetapi banyak perusahaan swasta ini gagal berkembang sebagai sebuah kekuatan ekonomi nasional. Di antaranya saudara-saudara Soeharto yang dibantu oleh pedagang-pedagang Tionghoa seperti Lim Sioe Liong. Walaupun mereka berhasil mengontrol distribusi cengkeh untuk kebutuhan pabrik-pabrik rokok kretek dan juga pabrik tepung terigu dan pabrik semen, keberadaannya dan operasinya masih tergantung atas kredit-kredit bank negara dan bantuan perusahaan-

Page 462: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

454

perusahaan Multi Nationals yang berkepentingan untuk bekerja sama. Sebenarnya pengalaman dan perkembangan keluarga Soong di zaman Kuo Min Tang perlu dipelajari. Karena inilah ciri khas cara kerja perusahaan-perusahaan Multi Nationals dalam mendominasi ekonomi sebuah negara, yaitu melalui keluarga kepala negara militer yang berkuasa. Yang sebenarnya perlu diperhatikan pemerintah adalah meningkatnya kehadiran MNC – Multi National Corporations (MNC). Menurut definisi Multi National Corporations adalah perusahaan yang berusaha di paling sedikit dua negara dan hasil penjualannya setahun mencapai US$ 100 juta. Menurut survey PBB, di dunia ada 7.300 MNC. 200 diantaranya memiliki cabang di 20 negara. 10 MNC terbesar memiliki penghasilan jauh di atas GNP dari 80 negara yang berkembang. Penghasilan dari seluruh MNC ini pada tahun 1971, diperkirakan berjumlah US$ 500 Milliard, 1/3 dari GNP seluruh dunia. 50% dari modal yang ditanam di negara-negara berkembang di pergunakan untuk menyedot kekayaan alam di negara-negara berkembang. Dapatkah pedagang-pedagang pribumi – the new comers yang memperoleh kredit-kredit pemerintah ini tumbuh dan bersaing melawan dominasi MNC? Impian ini tidak akan tercapai selama pedagang-pedagang “pribumi” ini menjadi saluran dan pendukung para MNC dan tumbuh menjadi kapitalis komprador. Lagi-lagi, Indonesia harus belajar dari pengalaman di Tiongkok di zaman kekuasaan Kuo Min Tang. Di saat itu Rakyat Tiongkok menderita tiga penyerapan, dari MNC, dari kaki tangan MNC dan dari birokrat kapitalis militer. Bilamana tadinya diharapkan dengan masuknya modal asing dalam jumlah besar, pedagang “pribumi” bisa mengambil alih posisi pedagang Tionghoa, pada kenyataannya tidak demikian. Walaupun berbagai peraturan mempersulit keterlibatan pedagang Tionghoa, mereka tetap memainkan peranan penting. Di belakang layar, mereka tetap memimpin. Dan ternyata, dalam upaya memperoleh dana dari luar negeri, para pedagang Tionghoa lebih memperoleh

Page 463: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman “Orde Baru”

455

kepercayaan. Pemilikan Joint Ventures tetap berada di tangan pedagang Tionghoa. Di luar Indonesia, mereka lebih “bankable” dibandingkan pedagang-pedagang “pribumi”. Untuk mengubah keadaan ini, pada tahun 1974, Soeharto mulai melaksanakan program yang dinamakan “Indonesiasi”, yang tidak bisa tidak sinonim dengan program “pribumisasi”. Program ini menentukan antara lain:

Pada tahap permulaan, 30% dari kepemilikan Joint Ventures 1. harus berada di tangan orang “Indonesia”. Setelah 10 tahun, kepemilikan harus berubah menjadi paling sedikitnya 51% di tangan IndonesiaPekerja Asing akan diizinkan bekerja di beberapa bidang 2. dan sifat izin ini adalah sementaraPekerja Asing harus melakukan pelatihan dan technical 3. transfer ke pekerja Indonesia

Kebijakan “Open Door” yang dilaksanakan sejak tahu 1967 mempengaruhi perkembangan posisi pedagang Tionghoa di Indonesia. Seperti dituturkan sebelumnya, sistem penjajahan Belanda telah memaksa banyak orang Tionghoa hidup sebagai pedagang eceran dan kemudian menguasai bidang distribusi dan koleksi hasil produksi Rakyat di desa-desa. Importir dan eksportir membutuhkan para pedagang Tionghoa ini, karena keberhasilan mereka sangat tergantung dari kehadiran mereka yang sudah berpengalaman dalam bidang ini. Masuknya modal asing secara besar-besaran tidak mengubah ketergantungan atas pedagang Tionghoa di bidang distribusi dan koleksi. Pengalaman dan kredibilitas cara berdagang Tionghoa tidak bisa diganti dengan mudah. Seperti yang dituturkan sebelumnya, pedagang-pedagang asing lebih mempercayai para pedagang Tionghoa. Masuknya modal asing juga mendorong berlangsungnya “free competition”. Ini memungkinkan para pedagang Tionghoa yang lebih berpengalaman untuk lebih menonjol, karena memang mereka terlatih untuk “competitive”. Sejak 1967, toko-toko di daerah pedalaman yang dimiliki

Page 464: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

456

pedagang Tionghoa dipenuhi barang-barang import. Toko-toko yang tadinya menjual sepeda dan suku cadangnya, mulai menjual sepeda motor. Tempat-tempat reparasi sepeda juga diubah menjadi tempat reparasi sepeda motor. Yang tadinya berfungsi sebagai distributor sepeda, menjadi distributor sepeda motor. Dalam waktu singkat, Jepang mendominasi pasaran sepeda motor di Indonesia, mengalahkan Amerika, Jerman dan Italia. Demikian juga dengan ban mobil. Ban mobil Jepang menguasai pasaran. Ini semua terjadi dengan kehadiran para pedagang Tionghoa. Perkembangan ini menyebabkan banyak pedagang Tionghoa yang berkembang pesat. Toko-toko milik mereka terus membesar karena barang-barang import memenuhinya. Yang kecil menjadi besar. Yang besar menjadi lebih besar. Jumlah perusahaan milik Tionghoa yang sukses terus meningkat. Demikian juga jumlah pedagang Tionghoa yang menjadi kaya raya terus meningkat. Inilah yang menyebabkan banyak pengamat Indonesia dari luar negeri yang berkesimpulan bahwa pemerintahan Soeharto dan kebijakannya sebenarnya membawa keuntungan besar untuk pedagang Tionghoa. Dengan sendirinya perkembangan ini membangkitkan rasa iri di kalangan pedagang “pribumi” yang walaupun sudah memperoleh berbagai macam fasilitas pemerintah dan perlindungan militer, tetap kalah bersaing. Tentunya tidak semua pedagang “pribumi” yang gagal. Banyak juga yang berhasil, terutama mereka yang memiliki hubungan khusus dengan pejabat pemerintah yang memegang peranan penting. Juga banyak pedagang Tionghoa yang memiliki hubungan baik dengan mereka yang berkuasa. Akan tetapi jumlahnya masih sangat kecil. Mayoritas Tionghoa yang ada di Indonesia tidak mencapai tingkat ini. Berkembangnya perusahaan-perusahaan dan toko-toko milik Tionghoa tidak berarti ekonomi Indonesia didominasi oleh Tionghoa. Tidak. Memang untuk mengalihkan masalah yang dihadapi, Soeharto, kepala dari kelompok birokrat kapitalis militer dan para

Page 465: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman “Orde Baru”

457

pendukung Multi National Corporations selalu memberi gambaran bahwa ekonomi Indonesia dikontrol oleh Tionghoa. Dengan demikian penderitaan Rakyat yang terasa, oleh mereka dikatakan sebagai akibat penghisapan yang dilakukan oleh pedagang-pedagang Tionghoa. Pada tanggal 16 Agustus 1977, dalam pidato kenegaraannya, Soeharto menyatakan bahwa:

Eksport barang komoditi selain minyak mencapai US$1.8 1. MilliardEksport Minyak pada tahun sebelumnya mencapai US$2.5 2. Milliard.

Kedua hal di atas menunjukkan bahwa peranan pedagang Tionghoa, yang tidak berkecimpung dalam dunia pertambangan dan agraria, yang menjadi penghasilan utama Indonesia, dalam ekonomi Indonesia, tidak begitu besar. Ekonomi Indonesia masih tetap didominasi oleh MNC. Kemelaratan yang dirasakan adalah buah kebijakan pemerintah dan sifat MNC yang menginginkan keuntungan sebesar mungkin untuk pemiliknya di luar Indonesia. Perlu dipermasalahkan apakah dengan kebijakan “open door” ini benar UUD-45 ditegakkan? Bukankah pasal 33 sebenarnya melarang pengerukan kekayaan alam negara untuk kepentingan swasta? Benar kemakmuran ditingkat atas terasa tercapai, tetapi bagaimana dengan keadaan Rakyat terbanyak? Kemiskinan tetap meraja lela, walaupun modal asing masuk secara besar-besaran dan banyak jutawan baru, pribumi maupun non pribumi, bermunculan. Panca Sila dan UUD-45 tidak merestui rasisme yang dilaksanakan secara terang-terangan oleh berbagai instansi dan pejabat pemerintah. Dimanakah logika penegakan UUD-45 yang jelas dilanggar ini? Kampanye pergantian nama yang disponsori LPKB ternyata tidak melenyapkan rasisme dan menyelesaikan masalah Tionghoa di Indonesia. Banyak hal memperkuat kesimpulan ini. Penggunaan nama non-Tionghoa ternyata tidak menjamin bisanya seorang pelajar Tionghoa masuk ke universitas negeri.

Page 466: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

458

Adanya kebijakan yang membatasi jumlah mahasiswa non pribumi yang diterima – 5%, tetap menjadi masalah. Para pendaftar diharuskan membuktikan bahwa mereka adalah pribumi. Pelajar yang dianggap non pribumi diharuskan mempersembahkan surat lahir dirinya dan surat lahir orang tuanya. Pergantian nama yang dilakukan pada tahun 1966-1967 dengan sendirinya tidak menjamin bisa dihindarinya kebijakan rasisme yang setengah “resmi” itu. Dalam memilih nama baru, timbul juga banyak keganjilan yang menggelikan. Karena sering dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin, nama yang dipilih juga asal saja. Dan ada kecenderungan untuk memilih nama yang dekat dengan nama lamanya. Orang bermarga Lim, menggunakan nama Salim atau Halim. Orang yang bermarga Oei, menggunakan nama Widjaja. Ada yang menggunakan singkatan, seperti misalnya Istas – ini saya Tjina asal Semarang. Nama baru warga Tionghoa digunakan sesuai dengan kebutuhan pula. Bilamana ada seorang olahragawan Tionghoa dengan nama non Tionghoa, seperti Rudy Hartono, berhasil mengharumkan nama Indonesia, pemberitaan tidak pernah menghubungkannya dengan Tionghoa. Nama lama Tionghoa Rudy Hartono tidak pernah ditonjolkan. Akan tetapi bilamana ada seorang Tionghoa yang sudah ganti nama melakukan tindakan kriminal, nama Tionghoa-nya disiarkan. Dengan sadar ini dilakukan untuk memberi pandangan negatif terhadap kehadiran masyarakat Tionghoa di Indonesia. Jasanya disembunyikan. Keburukannya disorot. Profesor Bachtiar Rivai, ketua LIPI, pada bulan July 1977, di salah satu sidang DPR pernah menyatakan bahwa pergantian nama orang Tionghoa sebenarnya menimbulkan berbagai masalah. Menurutnya, pergantian nama tidak bisa dijadikan ukuran kesetiaan seseorang terhadap RI. Selain itu menurutnya, pergantian nama sering disalah gunakan untuk kegiatan kriminal yang merusak keamanan. Pernyataan ini tentu langsung menghancurkan konsep LPKB bahwa kesetiaan seseorang berkaitan dengan namanya dan kesediaannya untuk menanggalkan ciri ke-Tionghoaannya.

Page 467: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman “Orde Baru”

459

Pernyataan itu juga merefleksikan pandangan banyak intelek Indonesia, yang tidak bisa menerima logika ini. Apalagi dalam masa kampanye, antara tahun 1966-1969, terjadi proses pemaksaan. Banyak pegawai negeri Tionghoa yang tidak bersedia mengganti namanya dikeluarkan. Seorang kolonel AURI yang tidak bersedia mengganti namanya juga dikeluarkan dari AURI. Tan Joe Hok, karena tidak bersedia mengganti namanya, tidak mewakili Indonesia dalam pertandingan Thomas Cup. Proses pemaksaan ini jelas melanggar HAM dan sekaligus melanggar UUD-45 dan Pancasila yang katanya ditegakkan di dalam zaman Soeharto. Kegagalan konsep LPKB menjadi lebih jelas dengan adanya peristiwa anti-Tionghoa yang ganas di Bandung pada akhir 1973. Banyak orang Tionghoa di kota itu dianiaya oleh massa dan banyak wanita Tionghoa yang diperkosa. Toko-toko dan rumah-rumah milik Tionghoa diserbu dan dijarah. Ada yang mengatakan kejadian ini lebih buruk dari apa yang terjadi pada tahun 1963. Padahal ledakan ini terjadi di zaman Soeharto yang telah meresmikan konsep assimilasi. Konsep yang setengah memaksa orang Tionghoa mengganti namanya; memaksa orang Tionghoa untuk tidak melakukan ritual ke Tionghoaan dengan larangan perayaan tahun baru Imlek, larangan pertunjukan barongsai dan Liang Liong; memaksa orang Tionghoa untuk melupakan ke Tionghoaannya dengan larangan penggunaan bahasa Tionghoa; melarang orang Tionghoa untuk melakukan ibadah ke Tionghoaan di tempat umum; mendorong orang Tionghoa untuk meninggalkan agama yang berasal dari Tiongkok seperti Konghucu dan masuk ke dalam agama non Tionghoa seperti Islam, Katolik dan Kristen. Patut dicatat pendapat Prof Bachtiar, yang menolak penggunaan isitilah “Cina” dalam berbagai pernyataannya. Ia berpendapat bahwa ledakan rasisme terjadi karena peranan menonjol golongan Tionghoa di dalam dunia dagang yang terkonsentrasi di dalam beberapa bidang saja. Ia menganjurkan adanya diversifikasi sehingga golongan Tionghoa tidak terlalu menonjol dan mudah dijadikan sasaran. Pendapat ini sebenarnya seirama dengan yang dianjurkan

Page 468: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

460

saya. Pada hakekatnya, jalan keluar yang lebih efektif adalah masyarakat Tionghoa, termasuk para pedagang Tionghoa didorong untuk meng-integrasikan dirinya dalam berbagai bidang ekonomi, dagang dan industri sehingga aktif berpartisipasi membangun ekonomi nasional demi mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Ini pasti lebih efektif dan bersifat menyelesaikan masalah ketimbang upaya mengganti nama dan menghilangkan ciri etnisitas semata-mata, tindakan mana melanggar HAM dan melanggar UUD-45 dan jiwa Pancasila.

LENYAPNYA DEMOKRASI

Soekarno mendasarkan kehadiran politiknya di atas NASAKOM. Pengamatan sejarah membenarkan kesimpulan ini. Hasil Pemilu I yang diadakan pada tahun 1955 menunjukkan hasil sbb: PNI - Nasionalis memperoleh 22,3% NU – Islam memperoleh 18,4% PKI – Komunis memperoleh 15,4% Partai Katolik dan Kristen memperoleh 4,6% Berdasarkan hasil yang ditunjukkan di atas, konsepsi NASAKOM bukanlah hal yang kosong. Indonesia memang terdiri dari 3 komponen politik besar yaitu Nasionalis, Agama dan Komunis. Dasar kekuatan politik Soeharto, setelah ia mengambil alih kekuasaan dari tangan Soekarno, berbeda. Massa politik yang diandalkan Soekarno tidak menjadi perhatian utama Soeharto. Di awal kekuasaannya, Soeharto sangat tergantung atas dukungan para perwira tinggi Angkatan Darat, yang terdiri dari 3 aliran:

Kelompok perwira tinggi yang tadinya mendukung Soekarno1. , seperti Amir Machmud dan Basuki RachmatKelompok perwira tinggi yang mendukung Soekarno2. secara “lip service”, tetapi pada hakekatnya selalu menentang kebijakan Soekarno, seperti Jendral Sutjipto

Page 469: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman “Orde Baru”

461

Kelompok perwira tinggi yang anti Komunis dan sepenuhnya 3. mendukung kebijakan Amerika Serikat

Gabungan ketiga kelompok inilah yang menjadi sumber kekuatan Soeharto di awal kekuasaannya. Dan mereka-lah yang mengebirikan kekuasaan politik Soekarno. Dengan dibentuknya KOPKAMTIB yang dipimpin langsung oleh Soeharto, semua pelanggaran hukum dan UU dilaksanakan tanpa halangan. Dimulai dengan dikeluarkannya Martial Law, tanpa konsultasi dengan Soekarno yang ketika itu masih Presiden dan Panglima Besar Angkatan Bersenjata. Ini kemudian diikuti dengan mobilisasi massa untuk menyerang PKI dan para Ormasnya – dengan membentuk KAMI dan KAPPI. Penduduk-penduduk di daerah–daerah didorong oleh kekuatan militer melalui RPKAD untuk melakukan pembunuhan massal. KOPKAMTIB dengan dalih keamanan juga menangkap puluhan bahkan ratusan ribu orang. Pelanggaran HAM dilaksanakan secara sistematik. Lagi-lagi, tidak ada yang berani menentangnya. Kehadiran KOPKAMTIB dengan sendirinya bagaikan momok hebat. Pimpinan partai-partai politik yang tidak diganyang, gentar dan siap menuruti apa-pun yang dikehendaki KOPKAMTIB. Inilah sebabnya dalam waktu sekejap mata, retooling pimpinan partai-partai politik bisa dicapai, tanpa perlawanan atau protes apapun. Pimpinan partai-partai politik harus melalui screening. Yang dianggap tidak menguntungkan posisi politik Soeharto diganti. Akhirnya yang tinggal adalah mereka yang bersedia bekerja sama. Dengan demikian syarat dasar demokrasi hilang, yaitu kemampuan untuk berorganisasi secara bebas dan menentukan langkah organisasi tanpa campur tangan pihak penguasa. Setelah berhasil mengganti pimpinan partai-partai politik dengan orang-orang yang bersedia mendukung Soeharto, KOPKAMTIB me-retool DPR dan MPRS. Semua anggota yang dianggap pro-Soekarno diganti dengan orang-orang yang bersedia mendukungnya. Dengan demikian, dengan jalur konstitusional, Soeharto menggantikan Soekarno. Soekarno mudah dijatuhkan karena ia

Page 470: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

462

kehilangan dukungan di lembaga yang bisa mengukuhkannya sebagai Presiden. Dan kesemuanya ini dilakukan dengan semboyan memurnikan pelaksanaan UUD-45 dan Pancasila. Setelah Soekarno dijatuhkan, KOPKAMTIB tidak dibubarkan, melainkan dipertahankan terus. Dan Soeharto tetap menjadi pemimpinnya. Kekuasaan mutlak KOPKAMTIB menyebabkan Soeharto tidak pernah bisa mempercayai orang lain sebagai kepalanya. Posisi ini dipegangnya sampai kekuasaannya sebagai presiden RI teguh. Baru kemudian diberikan kepada Jendral Sumitro. Ketika Sumitro dianggap bersalah karena peristiwa Malari pada tahun 1974, posisi ini diberikan ke Laksamana Sudomo. KOPKAMTIB memainkan peranan penting dalam pelaksanaan PEMILU ke 2 pada tahun 1972. Setiap partai yang diperkenankan ikut PEMILU harus menyerahkan daftar calonnya ke KOPKAMTIB. Dengan alasan menghindari kemungkinan elemen PKI masuk, screening dilaksanakan. Lagi-lagi kebijakan ini bertentangan dengan prinsip demokrasi. Pada PEMILU pertama, setiap partai politik bebas memilih calon-calonnya dan dalam menentukan ranking para calon. Tidak ada campur tangan pihak di luar partai. Tidak ada screening yang dilakukan oleh lembaga negara. Dengan demikian partai-partai politik telah ditransformasi menjadi sekedar alat jendral yang berkuasa. Mereka tidak memiliki kekuatan politik melawan kebijakan yang diambil KOPKAMTIB. Freedom to organize hilang dari permukaan bumi Indonesia. Masyumi dan PSI yang dilarang oleh Soekarno karena keterlibatannya dalam PRRI/Permesta ingin berdiri kembali menjelang PEMILU ke dua. Soeharto menolaknya karena tidak menginginkan adanya precedence di mana partai politik yang sudah dibubarkan bisa hidup kembali dan ikut PEMILU. Di khawatirkan PKI bisa mengambil jalur ini. Oleh karena itu pimpinan Masyumi membentuk Parmusi – Partai Muslimin Indonesia. Ketika kongres Parmusi memilih Natsir, Syarifuddin Prawiranegara dan Moh Roem sebagai pimpinan partai, KOPKAMTIB menolaknya. Akhirnya yang

Page 471: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman “Orde Baru”

463

dipilih sebagai ketua adalah seorang tokoh yang kurang dikenal, Mintardja. Sebagai akibat, Parmusi tidak berhasil dalam PEMILU. Jumlah suara yang dicapai kecil. Pelanggaran demokrasi lebih nampak setelah PEMILU selesai. Hasil PEMILU adalah sbb: Golkar memperoleh 62,8% NU memperoleh 18,7% Parmusi memperoleh 5,4% PNI memperoleh 6,9% Partai Kristen dan Katolik memperoleh 2,4% Dari 360 kursi, Golkar, partai politik yang dijadikan “kendaraan” politik Soeharto memenangkan 236 kursi. UU PEMILU yang disahkan DPR menentukan DPR akan terdiri dari 360 anggota pilihan PEMILU, ditambah 100 anggota yang diangkat oleh Presiden, 75 diantaranya dari ABRI. MPR terdiri dari seluruh anggota DPR ditambah 460 anggota lain yang diangkat oleh Presiden pula. Dari sini jelas, bentuk demokrasi apa yang ada di zaman ini. Lembaga yang menentukan siapa yang menjadi presiden, sebagai lembaga tertinggi menurut UU, ternyata terdiri dari 360 anggota yang dipilih Rakyat, sedangkan 560 anggota lainnya, jadi mayoritas, diangkat oleh presiden. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan ada pengamat luar negeri yang menyatakan bahwa di Indonesia hanya ada 40% demokrasi. Ini tentu bertolak belakang dengan apa yang diformulasikan para tokoh politik yang duduk di dalam DPA di zaman Soekarno. Oleh Soekarno dibentuk sebuah panitia kecil untuk merumuskan Undang-Undang Pemilu yang ingin disusun. Panitia kecil itu juga membahas hubungan MPR dan DPR. MPR dianggap lembaga terpenting dan tertinggi. Oleh karenanya harus dijamin pelaksanaan prinsip kedaulatan di tangan Rakyat melalui lembaga ini. Apakah susunan jumlah anggota MPR = 2 X DPR sudah tepat? UUD 1945 menentukan bahwa MPR terdiri dari DPR ditambah dengan utusan-utusan daerah dan golongan-golongan yang ditentukan dengan undang-undang.

Page 472: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

464

Semua tokoh-tokoh partai-partai menjadi anggota panitia kecil DPA itu. Angkatan Darat diwakili oleh Jenderal Gatot Subroto. Saya diturut sertakan pula. Dalam rapat panitia, saya kemukakan beberapa pertimbangan sbb: Dalam UUD Sementara Negara Kesatuan RI ditentukan bahwa Konstituante terdiri dari 2 X DPR, ketika membentuk MPRS, Bung Karno juga berpegangan pada ketentuan MPRS harus 2 X jumlah anggota DPR. Apakah pendirian ini sudah tepat? Komposisi politik MPR dan DPR praktis tidak berbeda, hanya jumlah anggota dua kali lipat. Akibat dari kenyataan ini yalah uang negara diboroskan karena sebuah hal yang digoalkan dalam DPR, pasti bisa goal juga di MPR. Antara DPR dan MPR tidak mungkin ada perbedaan pendapat karena komposisi politik, artinya imbangan suaranya adalah sama. Lalu apakah arti pembentuk UUD dengan mengadakan MPR itu? Rasio adanya MPR adalah untuk mengadakan badan lebih tinggi yang dapat mengkoreksi DPR, terutama bila DPR dan Presiden telah melakukan kesalahan dalam pekerjaan legislatif dan eksekutif. Komite Nasional Pusat dahulu mengenal jumlah anggota jauh lebih besar dari Badan Pekerjanya. Tiap kali sidang KNIP, Badan Pekerja memberi semacam “progress report” dan bila dianggap perlu KNIP dapat mengkoreksi Badan Pekerjanya. Komposisi KNIP dan badan Pekerja tidak sama. Oleh karenanya saya usulkan susunan sbb:

DPRa. merupakan perwakilan politik. Pemilu untuk DPR berdasarkan tanda-gambar partai-partai politik. MPR juga harus dipilih langsung dalam Pemilu. Para anggotanya b. mewakili daerah-daerah dan golongan-golongan. Undang-undang menentukan wakil daerah dan golongan apa yang harus dipilih. Dan daftar bisa datang dari daerah daerah dan golongan-golongan yang telah ditentukan.

Dengan susunan demikian MPR dapat mengkoreksi DPR bila dianggap perlu. Usul ini diterima oleh semua anggota DPA dan seyogyanya akan dijadikan rumusan UU Pemilu. Sayang ketindak Lanjutannya terhenti karena pergantian politik.

Page 473: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman “Orde Baru”

465

Tidak lama setelah PEMILU ke dua, Operasi Khusus (Opsus) yang dipimpin oleh Jendral Ali Murtopo mendorong pelemburan partai-partai politik yang ada. Partai-partai Islam “dianjurkan” bersatu dalam sebuah partai yang dinamakan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sedangkan partai-partai Kristen, Katolik dan PNI digabung dalam sebuah partai yang dinamakan Partai Demokrat Indonesia (PDI). Resminya pimpinan partai-partai baru ini dipilih oleh kongres partai. Akan tetapi daftar pimpinan harus disetujui oleh KOPKAMTIB dan yang bersangkutan harus melalui screening yang dilakukan oleh KOPKAMTIB. Dengan sendirinya elemen yang menentang kebijakan pemerintahan militer Soeharto tidak akan bisa mencapai tingkat pimpinan atau calon partai dalam PEMILU. Dengan demikian Rakyat benar-benar tidak memperoleh kesempatan diwakili orang-orang yang bisa menyampaikan aspirasinya, di dalam lembaga-lembaga yang dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat – di mana pilihan-pilihan Rakyat-lah yang seharusnya duduk. Dalam PEMILU ke 3 yang dilangsungkan pada tahun 1977, hanya tiga partai inilah yang boleh berpartisipasi. Hasilnya: Golkar memperoleh 64,4% - 232 kursi PPP memperoleh 27,8% - 99 kursi PDI memperoleh 7,8% - 29 kursi Susunan di MPR dibuat sedemikian rupa sehingga ABRI memiliki 24% . Ditambah dengan Golkar 30% dan para anggota yang diangkat langsung oleh Soeharto, kekuatan politik Soeharto secara konstitusional-pun menjadi mutlak. Oposisi tidak ada, karena partai-partai lainnya dijadikan alat pendukung pula. Akan tetapi lenyapnya demokrasi tidak menjadi persoalan untuk negara-negara yang mendukung kehadiran Soeharto dan dipertahankannya kekuasaan militer di Indonesia. Dukungan terhadap Soeharto dari dalam negeri-pun tetap kuat. Dukungan setia ia peroleh dari:

Elite ABRI1. , terutama Angkatan Darat yang berkembang menjadi kapitalis birokrat. Dwi Fungsi memungkinkan lahir

Page 474: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

466

dan berkembangnya kelompok kuat iniAnggota keluarga dan kerabat para perwira tinggi ABRI2. yang memperoleh berbagai fasilitas kredit dan perlindungan ABRIPedagang-pedagang sipil yang memperoleh keuntungan 3. besar dari masuknya modal asing dan yang berkembang menjadi komprador kapitalis, pendukung MNCKelompok anti komunis, baik militer maupun sipil 4. yang mengisi kedudukan penting di berbagai lembaga pemerintahan dan perusahaan-perusahaan swasta. Mereka langsung diuntungkan dengan kehadiran Soeharto sebagai kepala negara.

Pendukung Soeharto di awal kekuasaannya termasuk para akademik, mahasiswa, pelajar, pemuda dan politikus yang tadinya bersatu dalam menjatuhkan Soekarno, setelah kekuasaan Soeharto dikukuhkan ternyata pecah. Sebagian yang memperoleh kedudukan yang baik dan menguntungkan terpaksa mendukung Soeharto. Akan tetapi banyak juga yang melakukan perlawanan dengan demonstrasi dan mengeluarkan berbagai pernyataan dan selebaran yang mengecam tindak tanduk Soeharto sebagai kepala negara. Oposisi ini ditindak keras. Beberapa pemimpin mahasiswa ditahan dan diadili dengan tuduhan menghina Presiden. Dalam pembelaan di pengadilan, ada yang mempertanyakan: mengapa ketika mereka mendukung Soeharto dalam menjatuhkan Soekarno, mereka tidak ditangkap? Padahal kecaman mereka terhadap Soekarno jauh lebih keras ketimbang apa yang mereka lakukan terhadap Soeharto. Bukankah mengkritik kepala negara yang dianggap menyimpang UUD adalah tugas suci setiap anggota masyarakat yang menjunjung tinggi demokrasi? Kekuatan Soeharto tidak bisa diganggu gugat. Celaan terhadapnya dianggap punishable crime yang berakibat hukuman penjara. Ia tidak perduli apakah yang mengecamnya itu berjasa dalam mendukungnya sehingga ia menjadi presiden. Subchan, ketua NU pernah mengusulkan agar semua lembaga

Page 475: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman “Orde Baru”

467

yang tidak ada dalam UUD-45, terutama KOPKAMTIB dibubarkan. Anjurannya tidak diperhatikan. Tidak lama setelah itu, ia dikabarkan meninggal karena kecelakaan. Tentu tidak bisa dibuktikan bahwa wafatnya berhubungan dengan anjuran pembubaran KOPKAMTIB. Selain tokoh-tokoh politik yang merasa tidak puas, ada pula beberapa jendral yang tidak puas. Soeharto ternyata bergerak cepat. Ketidak puasan tokoh atau perwira yang masih memegang peranan penting cepat ditindak. Bilamana ketidak setiaan tercium olehnya, mereka digeser. Jendral-jendral yang pernah setia mendukungnya seperti Sarwo Eddie, Sumitro, Widodo akhirnya digeser pula. Oposisi terhadap Soeharto berkembang. Akan tetapi selama mereka tidak mendapat dukungan yang lebih luas dari massa, mereka tidak akan bisa menandingi Soeharto yang didukung oleh kekuatan militer dan kekuatan ekonomi luar negeri yang merasa diuntungkan oleh Soeharto. Soeharto hanya akan jatuh bilamana kekuatan massa bertambah dalam jumlah yang besar dan pihak militer dan MNC tidak lagi mendukungnya. Hal ini pasti terjadi di suatu saat. Pers di Indonesia juga tidak berfungsi secara wajar. Di bawah kekuasaan Soeharto, apa-pun yang ingin dicetak dan disiarkan harus memperoleh izin dari kementerian penerangan. Dengan demikian, setiap penerbit harus mengikuti pengarahan – guidelines pemerintah. Melanggar pengarahan ini akan menyebabkan penerbitan mereka ditutup. Berbagai surat kabar yang sempat memberitakan kenegatifan pemerintah ditutup, walaupun pemberitaan itu akurat, tidak dilebih-lebihkan. Lagi-lagi ini merupakan pembunuhan demokrasi. Freedom of speech dan freedom to express opinion merupakan dasar demokrasi. Bilamana ini tidak diizinkan, demokrasi bisa dikatakan lenyap. Memang pers di zaman “Orde Baru” tidak berkembang. Pada tahun 1965, sirkulasi surat kabar di Indonesia sebesar 1.5 juta. Pada tahun 1977, sirkulasi bertambah menjadi 1.7 juta. Penambahan sirkulasi sebesar 200 ribu dalam 12 tahun bisa dikatakan kecil sekali, apalagi dengan kenyataan jumlah kelas menengah di

Page 476: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

468

Indonesia meningkat drastik, dengan banjirnya investasi asing – diperkirakan ada sekitar 27 juta orang yang masuk dalam kategori kelas menengah. Ini berarti banyak orang yang berada di kelas ini tidak membaca surat kabar. Tentunya bukan karena tidak bisa membaca melainkan karena tidak mau membaca. Memang sulit mendorong orang membaca bilamana ada perasaan yang dibaca itu bukan berita sesungguhnya, melainkan apa yang sudah disetujui pemerintah. Akan tetapi keadaan ini tidak membuat pemerintah prihatin. Bahkan ini mendukung kebijakan politiknya. Kalau di zaman Soekarno, kesadaran massa untuk mengerti politik dianjurkan dan partai-partai politik terdorong untuk memperoleh dukungan melalui penerbitan, di zaman Soeharto ingin diciptakan sebuah masyarakat yang a-politis. Semua kegiatan politik di daerah-daerah pedalaman dilarang. Masyarakat harus mengikuti pengaturan kepala desa. Dengan demikian, tercapailah struktur politik yang diinginkan, yalah struktur floating mass – massa yang mengambang dan a-politis. Dengan demikian kritik terhadap pemerintah tidak dapat mudah dibangkitkan sebagai kekuatan politik yang mampu menjatuhkannya. Salah satu keberhasilan pemerintah “Orde Baru” adalah dalam membungkamkan buruh. Serikat buruh yang ada di zaman Soekarno dibubarkan. Yang dibentuk adalah FBSI – Federasi Buruh Seluruh Indonesia. Ia adalah satu-satunya organisasi buruh yang diizinkan pemerintah. Lain organisasi buruh dilarang. FBSI memiliki tugas khusus yaitu menjinakkan kekuatan buruh di Indonesia sehingga tidak terjadi kekacauan dan pemogokan yang merugikan kepentingan modal asing. Seperti lembaga penting lainnya, ketua FBSI tidak dipilih oleh anggotanya, melainkan oleh pemerintah. Dan pimpinan lain lembaga ini-pun harus melalui screening yang dilakukan oleh KOPKAMTIB. Jelas bahwa keadaan ini tidak memungkinkan buruh memperoleh apa yang ia tuntut, seandainya tuntutan itu bangkit dari kesadarannya sebagai kelompok yang ditindas.

Page 477: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Zaman “Orde Baru”

469

Banjirnya dana asing ke Indonesia selama 10 tahun telah menciptakan 1.5 juta pekerjaan. Akan tetapi jumlah orang yang mencari pekerjaan setiap tahunnya 1.4 juta. Jumlah pengangguran terus meningkat, yang berarti kemiskinan akan terus meningkat pula. Perkembangan seperti yang digambarkan tidak akan bisa terus berlangsung. Kemiskinan dan penderitaan akhirnya akan membangunkan massa yang tertidur karena kebijakan floating mass. Dan ketika massa bangkit, didukung dengan keinginan untuk menikmati demokrasi, kekuatan militer tidak akan mampu membendungnya. Setiap penguasa dictator militer akan memiliki nasib yang sama. Ia akan berakhir karena penindasannya akan membangkitkan keinginan Rakyat untuk menghentikan penderitaan yang terjadi karena penindasan itu. Penggulingan setiap rezim diktator militer pasti terjadi. Yang berbeda adalah waktu dan bagaimana kekuasaan diktator militer itu jatuh, karena faktor di dalam dan luar negeri memainkan peranan besar pula.

Page 478: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

470

BAB IX MENGHADAPI MASA DEPAN

BELAJARLAH DARI PENGALAMAN

Pengalaman hidup, pengalaman kerja dan pengalaman perjuangan generasi tua perlu diteliti oleh generasi muda untuk mencegah terulangnya kesalahan-kesalahan masa lampau. Setiap pengalaman, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan harus dipelajari. Banyak pengalaman telah dituturkan tentang usaha menyelesaikan apa yang dinamakan masalah Tionghoa. Dimulai dengan cara penjajah Belanda, penjajah Jepang, kemudian berbagai rezim kekuasaan di zaman kemerdekaan. Yang jelas penyelesaiannya belum tuntas. Dalam masyarakat ada pandangan bahwa masalah Tionghoa di Indonesia merupakan masalah pembagian rejeki. Ada juga pendapat bahwa bila golongan Tionghoa menerima kedudukannya sebagai anak ngenger dan tidak menuntut persamaan hak dan kewajiban dengan sesama warga negara lain, persoalannya menjadi lebih mudah. Akan tetapi menerima status sebagai “anak ngenger” berarti membiarkan RI, yang berdasarkan Panca Sila, yang mengandung unsur kemanusiaan kuat, dibawa menyeleweng. Apakah sikap demikian itu dapat dibenarkan dan bertanggung jawab? Penyelewengan yang berdasarkan keinginan mengganti pemilik warung-warung Tionghoa dengan mereka yang dinamakan “pribumi”, dengan dalih pembangunan ekonomi nasional yang sesuai dengan UUD-45, tidak bisa dibenarkan. Juga tidak bisa dibenarkan pendapat bahwa membangun ekonomi nasional berarti mengganti cukong-cukong peranakan Tionghoa dengan cukong-cukong ”pribumi”. Melikwidasi ekonomi kolonial berarti mengakhiri dominasi modal korporasi multi nasional (Multi National Corporation – MNC)

Page 479: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Menghadapi Masa Depan

471

atas ekonomi Indonesia, sehingga dapat dilaksanakan demokrasi ekonomi yang bisa mempercepat proses mencapai masyarakat adil dan makmur. Jumlah orang Tionghoa yang hidup di Indonesia tidak bisa dipastikan. Sebabnya adalah sejak ber abad-abad telah terjadi proses absorbsi tanpa banyak propaganda dan tanpa banyak ramai-ramai. Mereka yang telah terabsorbsi dalam tubuh bangsa Indonesia selama bergenerasi itu tentu saja tidak pernah ikut dihitung sebagai peranakan Tionghoa di Indonesia. Catatan terakhir mengatakan jumlah orang Tionghoa asing di Indonesia adalah 900.000 orang lebih. Yang sudah menjadi warga-negara adalah 2,5 juta orang lebih, termasuk mereka yang sudah mengganti namanya. Mereka hidup tersebar di seluruh kepulauan Indonesia hingga di daerah-daerah terpencil, yang sulit dikunjungi dengan mobil. Pada umumnya mereka merupakan golongan minoritas, akan tetapi seperti yang dituturkan sebelumnya, ada beberapa pengecualian di mana mereka menjadi mayoritas penduduk, seperti Bagan Siapi-api. Di banyak kota di pulau Jawa golongan Tionghoa merupakan antara 4% hingga 10% dari penduduk setempat. Di Medan golongan Tionghoa mencapai 40% dari penduduk, sedang di kota Pontianak dicatat mencapai 65% dari penduduk. Karena kebijakan dan tindakan kekuasaan militer setempat, sering terjadi perpindahan orang Tionghoa, dari satu tempat ke tempat lain. Misalnya di Aceh, sebagai akibat pelaksanaan PP-10 yang ganas di sana pada tahun 1966. Mereka terpaksa pindah ke beberapa wilayah lain di Sumatera Utara dan di Aceh hanya tinggal 6000 orang saja. Berbagai bukti sudah dituturkan di dalam buku ini bahwa masyarakat Tionghoa yang tersebar ini, tidak bisa dikategorikan ekonomi kuat. Sebagian besar dari mereka jelas memiliki kwalifikasi ekonomi lemah. Sehingga bilamana ada yang ingin berkarya atau berdagang, mereka berhak memperoleh kredit yang disediakan untuk membangun ekonomi nasional. Karena UU yang berlaku menentukan bahwa mereka yang berstatus ekonomi lemah berhak

Page 480: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

472

memperoleh kredit untuk berkarya. Sistem kredit yang dimulai dari tahun 1950 ini mengandung rasisme. Karena pada awalnya, yang dijadikan syarat untuk memperoleh kredit adalah latar belakang etnisitasnya. Menteri perekonomian Sumitro pada tahun 1950 menginstruksikan bank-bank negara untuk melonggarkan syarat-syarat kredit pada pengusaha-pengusaha “pribumi”. Klasifikasi “pribumi” atau “asli” kemudian diubah dengan klasifikasi “ekonomi lemah”. Tetapi dalam pelaksanaan, tetap saja berlangsung diskriminasi rasial. Orang Tionghoa tidak pernah memperoleh kredit, karena mereka masuk dalam kategori ekonomi kuat. Sayang tidak pernah ada perincian bagaimana pelaksanaan instruksi itu dan bagaimana nasib kredit-kredit yang telah diberikan. Hanya diketahui bahwa departemen keuangan semenjak tahun 60-an telah membentuk Panitia Penagihan Hutang, karena banyak “bantuan” pemerintah ternyata macet dan pengembalian hutang-hutang itu tidak lancar. Sejak tahun 1950 juga dilaksanakan ketentuan importir “benteng”. Importir “benteng” memperoleh fasilitas import berbagai macam barang. Akan tetapi klasifikasi-nya mengandung rasisme. Untuk memperoleh klasifikasi importir “benteng” ini, perusahaan itu harus 70% dimiliki “pribumi”. Tadinya jatah untuk importir “benteng” hanya 10% dari devisa untuk import. Kemudian naik menjadi 40%. Yang terjadi adalah banyak tokoh “pribumi” yang tidak memiliki modal untuk berdagang dipinjam namanya untuk menjadi pemilik dengan gajih besar. Pengusaha Tionghoa yang bermodal, bertindak dan bekerja di belakang layar. Ongkos import menjadi lebih tinggi dari yang sesungguhnya. Akibatnya Rakyat yang terbebani. Sistem importir “benteng” ini berkembang sebagai sarana mempercepat tokoh-tokoh “pribumi” menjadi kaya. Akan tetapi karena jumlah importir “benteng” meningkat jauh lebih pesat dari devisa import, kueh rejeki yang dibagi menjadi lebih kecil, sehingga penghasilan ekstra para tokoh “pribumi” turun drastik. Timbullah peraturan yang meng”aslikan” usaha penggilingan beras. Dari 275 perusahaan penggilingan beras, ternyata hanya 6

Page 481: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Menghadapi Masa Depan

473

yang dimiliki pengusaha “pribumi”. Yang lain dimiliki pengusaha Tionghoa. Usaha ini tidak menambah daya produksi beras. Karena peng”aslian” menyebabkan pemborosan yang luar biasa besarnya. Banyak penguasaha Tionghoa meninggalkan bidang ini dan para pengusaha “pribumi” yang menggantikannya kurang berpengalaman dalam menjalankan usaha penggilingan. Mengurus penggilingan tentu tidak semudah menjual lisensi import. Akibat sampingannya juga berdampak negatif. Modal Tionghoa yang tadinya beredar di usaha penggilingan padi menjadi menganggur. Ini kemudian digunakan untuk berbagai upaya catut. Sehingga berputarlah “hot money” yang tidak bisa diawasi kantor pajak. Pengalaman ini menunjukkan bahwa usaha membangun ekonomi “pribumi” dengan cara membatasi ekonomi Tionghoa, menghasilkan dampak negatif yang merugikan pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Tetapi banyak tokoh politik Indonesia tidak mau melihat dampak negatif ini. Keinginan untuk menjadi kaya dalam waktu sesingkat mungkin, tanpa berupaya dari bawah dan tanpa menguasai bidang yang telah ditekuni bergenerasi, tidak bisa dibendung lagi. Pada bulan Maret 1956, KENSI yang dipimpin Assaat menuntut peng”aslian” bidang perdagangan eceran dan distribusi. Akibat desakan ini, pada tanggal 14 Mei 1956 penguasa perang di Jawa Barat mengeluarkan peraturan melarang Tionghoa asing berdagang di desa-desa. Mereka hanya diperkenankan berdagang di ibu kota kabupaten. Pelaksanaannya menimbulkan berbagai insiden dan sebagai kompromi dikeluarkan apa yang kemudian dikenal sebagai PP-10 November 1959. PP-10/1959 dikatakan merupakan kompromi, karena yang ditekankan adalah pergantian warung-warung Tionghoa dengan koperasi-koperasi Rakyat di desa dan pemilik warung asing yang berpengalaman dapat dijadikan penasehat koperasi. Tetapi dalam pelaksanaannya, orang Tionghoa asing harus menyingkir dari desa-desa. Apakah tindakan itu membangun modal “pribumi” dan

Page 482: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

474

menyehatkan ekonomi Rakyat? Ternyata tidak. Rakyat banyak dirugikan karena harus membeli barang-barang dengan harga lebih mahal, karena ternyata pedagang Tionghoa yang lebih berpengalaman mampu menekan ongkos pembelian dan ongkos pengambilan dan pengantaran barang. Kebijakan ini bukan hanya merugikan pedagang Tionghoa yang terpaksa harus mencari pekerjaan lain di kota-kota. Banyak modal diboroskan. Hasil bumi Rakyat tidak ada yang mengurus pembeliannya. Bertumpuk. Peredaran barang dari desa ke kota dan sebaliknya menjadi kacau. Ada dari mereka yang cepat menyesuaikan diri di kota dan lebih berhasil lagi. Lagi-lagi ini membangkitkan rasa iri hati. Sehingga keinginan untuk meng”aslikan” bidang perdagangan menjadi lebih besar lagi. Karena di parlemen ada perlawanan sengit untuk tidak membedakan mereka yang sudah menjadi warga negara Indonesia, keinginan ini disalurkan dalam upaya menjadikan sebanyak mungkin Tionghoa di Indonesia orang asing. Timbullah tekanan membatalkan UU Kewarga negaraan 1946 dan menggantinya dengan UU baru yang mempersulit Tionghoa menjadi Warga Negara. Sistem pasif yang sudah disetujui oleh para tokoh perjuangan Indonesia ingin diubah menjadi sistem aktif yang harus didukung dengan berbagai bukti seperti bukti kelahiran di Indonesia, surat kawin dll. Bukti yang tidak mudah diperoleh, karena pada umumnya orang Tionghoa yang miskin tidak pernah mendaftarkan kelahiran dan perkawinannya. Perjanjian dwi kewarganegaraan dengan RRT dijadikan sarana untuk memperbanyak Tionghoa asing di Indonesia. Akhirnya dikeluarkan UU kewarganegaraan baru, 1958. Upaya ini melanggar janji para pejuang kemerdekaan Indonesia yang tercantum di dalam Manifesto Politik 1945, yaitu menjadikan semua keturunan asing yang lahir di Indonesia warga negara dan patriot Indonesia. Dan sebagai akibat, timbullah kekacauan dalam menangani masalah kewarga negaraan Indonesia.

Page 483: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Menghadapi Masa Depan

475

Bung Karno akhirnya menerima konsepsi penggunaan modal domestik yang saya sering canangkan dalam banyak perdebatan parlemen dan yang menjadi dasar rumusan ekonomi BAPERKI. Konsepsi ini tertuang dalam DEKON (Deklarasi Ekonomi) yang menentukan bahwa modal domestik perlu dikerahkan dan diberi kesempatan bekerja layak. Akan tetapi pelaksanaannya ternyata bertolak belakang. Gubernur Jawa Barat ketika itu, Jenderal Mashudi mengeluarkan peraturan untuk mewajibkan semua perusahaan yang terikat pada ketentuan “Bedrijfsreglementering” (Pembatasan Perusahaan) untuk memperbaharui izinnya. Tetapi dalam pembaruan izin itu berlaku juga syarat tambahan baru, yaitu dari akte notaris perusahaan harus jelas bahwa modal dan tenaga “pribumi” diikut-sertakan. Jumlah perusahaan yang terkena peraturan minta izin bekerja kembali itu cukup luas, yaitu dari perusahaan biskuit, permen, sirop, limun, pabrik minyak kelapa, penggilingan beras, percetakan, dan lain-lain. Umumnya perusahaan itu milik modal warga-negara Indonesia keturunan Tionghoa dan modal domestik yaitu milik Tionghoa asing. Saya segera menghadap Perdana Menteri Djuanda. Saya kemukakan bahwa instruksi Gubernur Jawa Barat itu bertentangan dengan Deklarasi Ekonomi dan melampaui wewenang seorang Kepala Daerah, karena memperluas syarat yang ditentukan oleh ketentuan Undang-Undang. Djuanda menerima desakan saya untuk membekukan instruksi Gubernur Jawa Barat itu. Tindakan rasisme tidak berhenti. Pada tahun 1963 meledak aksi anti-Tionghoa yang hebat. Di mulai dari Tegal, meluncur ke Cirebon, Bandung, Sukabumi dan lain-lain. Oleh Bung Karno orang-orang yang mendalanginya dikatakan kontra-revolusioner. Memang, gerakan rasis itu jelas mempunyai tujuan politik. Eksplosi rasis itu bukan disebabkan oleh kemarahan Rakyat terhadap golongan Tionghoa. Eksplosi rasis itu bertujuan untuk beroposisi terhadap politik Bung Karno yang memang memojokkan golongan pro Amerika Serikat. Tionghoa dan peranakannya adalah “mata rantai” terlemah dari barisan pendukung politik Bung Karno sehingga

Page 484: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

476

dijadikan sasaran. Ada juga yang beranggapan eksplosi rasis itu disebabkan oleh sikap orang Tionghoa, terutama pedagang kayanya, yang congkak sehingga menjengkelkan orang banyak yang melihatnya. Logika ini tentu tidak bisa diterima karena banyak diantara OKB – Orang Kaya Baru berasal dari golongan “pribumi” yang tidak kalah hebatnya dalam menonjolkan kekayaannya. Ada juga yang berpendapat bahwa kerugian yang dialami karena eksplosi rasis semacam itu lumrah untuk memungkinkan pelaksanaan peralihan alat-alat distribusi barang-barang dari tangan Tionghoa dan peranakannya ke tangan “asli”. Tetapi mereka yang berpendapat demikian itu tidak mempersoalkan, apakah semua itu menguntungkan tujuan pokok peralihan masyarakat kolonial ke masyarakat Panca Sila. Gerakan anti-Tionghoa meningkat hebat setelah peristiwa G-30-S September 1965. Gerakan ini kemudian berkembang menjadi gerakan anti-RRT yang mencapai puncaknya pada tahun 1967, dengan diputusnya hubungan diplomatik RI-RRT. Tanpa dirasa Rakyat Indonesia terjerumus ke dalam kancah godokan dua kekuatan raksasa yang bersatu tujuan untuk mengenyahkan pengaruh RRT dari Indonesia. Banyak korban telah jatuh, ratusan ribu orang mesti meringkuk dalam tahanan belasan tahun lamanya, banyak modal dan milik Tionghoa hancur. USA tertawa, karena PKI bisa dihancurkan dan dilarang. Pengaruh RRT di Indonesia dirusak. USSR juga boleh merasa puas dengan tersingkirnya pengaruh RRT dalam politik luar negeri RI. Tokoh-tokoh PKI yang anti Uni Soviet disingkirkan dan mati. Akan tetapi hancurnya kekuatan komunis di Indonesia membuktikan bahwa pengaruh USA lebih besar dari pada pengaruh USSR. Akhirnya pada tahun 1967 Soekarno sendiri dijatuhkan. Dengan demikian kekuatan politik yang ingin mewujudkan Indonesia sesuai dengan Jiwa Proklamasi 45 juga tergeser dan hancur. Bangkitlah kembali orang-orang yang ingin menjadi pengusaha besar secara cepat dengan fasilitas negara, dengan dalih kepentingannya untuk menjadi hartawan besar adalah identik

Page 485: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Menghadapi Masa Depan

477

dengan kepentingan nasional. LPKB mencanangkan jalan selamat: ada garis pemisah antara mereka yang berwarga negara Indonesia dan mereka yang asing; WNI keturunan Tionghoa menyatakan setia kepada RI dan anti RRT; WNI Tionghoa mengganti namanya. Dengan jalur ini, mereka berharap golongan Tionghoa akan selamat dan tidak lagi menjadi sasaran eksplosi rasis. Anggapan ini mendorong mereka giat dalam melaksanakan kampanye ganti nama, sehingga banyak orang Tionghoa di Indonesia dari tahun 1966-1968 mengganti namanya. Walaupun konsep ganti nama ini bersandar atas “anjuran”, akan tetapi dalam pelaksanaannya bersifat paksaan. Secara sistematik konsepsi assimilasi LPKB diterima dan dijadikan kebijakan pemerintah dalam menangani masalah Tionghoa. Program menghilangkan ciri-ciri ke-Tionghoaan dilaksanakan dengan berbagai peraturan pemerintah. Dimulai dengan larangan menggunakan bahasa Tionghoa. Indonesia menjadi salah satu negara di dunia di mana huruf Tionghoa disamakan dengan hal yang illegal. Sekolah-sekolah berbahasa Tionghoa ditutup. Melakukan ibadah yang berkaitan dengan agama atau kepercayaan yang berasal dari Tiongkok dilarang. Merayakan tahun baru Imlek di depan umum dilarang. Untuk menciptakan inferiority kompleks di kalangan Tionghoa, istilah “cina” yang mengandung konotasi penghinaan di Indonesia, dipergunakan secara resmi mengganti istilah “Tionghoa”. Ini keluar sebagai peraturan pemerintah, keputusan Kabinet. Proses assimilasi yang diresmikan sebagai program pemerintah ini dianggap akan menyelematkan Tionghoa dari tindakan rasisme dan eksplosi rasis. Ternyata perkiraan ini tidak benar. Walaupun sudah mengganti nama, walaupun banyak yang sudah mengganti agama, masuk kristen atau katolik, walaupun sudah tidak menggunakan bahasa Tionghoa, walaupun sudah menerima istilah “cina”, tindakan rasis masih meraja lela. Mereka tetap menjadi sasaran eksplosi rasis yang ganas pada tahun 1973 di Bandung dan daerah sekitarnya. Kebijakan anti-Tionghoa yang meluncur menjadi anti-

Page 486: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

478

RRT ini tidak bisa tidak berkaitan dengan garis Amerika Serikat yang melaksanakan kebijakan China Containment. Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa keganasan terhadap masyarakat Tionghoa di awal kekuasaan Soeharto tidak lepas dari pengarahan Amerika Serikat, bahkan USSR, yang sama-sama anti RRT. Dengan demikian, orang sulit menerima logika LPKB yang menyalahkan BAPERKI sebagai biang keladi kemalangan yang menimpah masyarakat Tionghoa di zaman itu. Ada atau tidaknya BAPERKI tidak akan mempengaruhi ada tidaknya kebijakan China Containment. Di zaman “Orde Baru” banyak tokoh politik dan militer yang menyatakan bahwa ekonomi Indonesia dikuasai masyarakat Tionghoa. Pernyataan ini jelas mengandung motivasi politik, yaitu untuk mengarahkan kesalahan pelaksanaan ekonomi ke masyarakat Tionghoa. Mereka menggunakan taktik yang dipergunakan penjajah Belanda, yaitu menjadikan masyarakat Tionghoa perisai dalam menghadapi kemarahan Rakyat. Data ekonomi menyangkal logika pernyataan itu. Ekonomi Indonesia tetap dikuasai korporasi multi-nasional. Usaha yang dilakukan oleh pengusaha-pengusaha Tionghoa tidak menguasai ekonomi Indonesia. Di samping itu, sebagian terbesar masyarakat Tionghoa bukan pedagang besar yang bisa mempengaruhi jalannya roda ekonomi. Mereka, bersama sebagian terbesar Rakyat, berada di dalam kategori ekonomi lemah UU No.6/1968 menentukan: perusahaan-perusahaan asing besar yang bekerja di bidang produksi tidak dapat menyelenggarakan distribusinya sendiri. Barang-barang hasil produksinya harus disalurkan melalui perusahaan-perusahaan dagang nasional. Perusahaan-perusahaan asing di bidang produksi yang mengurus sendiri distribusi barang-barang hasilnya tinggal 19 saja, yaitu Siemens, Hoechst, Harrison Cross-field, B.A.T, Unilever, Singer, Prodenta, Farben Fabriken Bayer dan lain-lainnya. Perusahaan-perusahaan yang mengatur distribusi hasil perusahaan-perusahaan asing itu ditentukan sebagai perusahaan penanaman modal asing berbentuk Perwakilan Dagang Asing. Di samping UU No.6/1968 tentang penanaman modal

Page 487: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Menghadapi Masa Depan

479

domestik di Indonesia, telah dikeluarkan terlebih dahulu UU Penanaman Modal Asing, yaitu UU No.1/1967. UU ini mengatur juga masalah “joint ventures” (usaha bersama) asing-domestik-nasional. Bagaimanakah pengalaman dengan UU Penanaman Modal Asing dan UU tentang kedudukan modal domestik di bidang perdagangan dan di bidang industri? Kesempatan bekerja bagi modal domestik di bidang industri memang cukup luas, karena baru berakhir 30 tahun setelah UU itu dikeluarkan, jadi pada tahun 1998 nanti. Tujuan dari undang-undang itu memang hendak mendorong pengalihan modal domestik di bidang perdagangan ke bidang industri. Di dalam pelaksanaannya, dua undang-undang itu menimbulkan penyakit baru dalam masyarakat Indonesia, yaitu “cukong-isme”. Yaitu “perkawinan” kepentingan di bidang usaha antara orang-orang militer dan teknokrat dengan pemilik-pemilik modal asing, umumnya Tionghoa asing. Dialamilah pengaturan rejeki yang memakan waktu dan tenaga, sehingga pemerintah “kekurangan” waktu untuk memperhatikan kepentingan Rakyat terbanyak. Karena kebijakan ORBA ini, tidak sedikit orang-orang yang pernah menjadi Jenderal, langsung berkecimpung di dunia usaha. Baik modal asing maupun modal domestik dalam mencari partner tentu saja mencari partner yang secara mudah memperoleh macam-macam fasilitas, baik izin maupun kredit. Pejuang-pejuang yang meningkatkan pelaksanaan PP-10 tentu saja tidak puas dengan perkembangan itu. Mereka merasa didesak ke pinggir oleh orang-orang yang baru saja membuka uniform Jenderalnya. Di samping itu diperoleh juga kenyataan bahwa modal asing yang masuk ke Indonesia dan membentuk joint-ventures, ternyata masih memilih sebagai partner bukan pengusaha-pengusaha “pribumi” yang kurang pengalaman dan menurut informasi yang mereka peroleh kurang bonafide. 60% joint-ventures asing/nasional dilakukan dengan mereka yang “non pribumi”.

Page 488: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

480

Untuk merendahkan tekanan-tekanan dari kalangan “pribumi”, Presiden Soeharto dalam sebuah amanatnya pada tanggal 29 Maret 1972, menganjurkan supaya pengusaha-pengusaha nasional “non pribumi” suka menyerahkan 50% saham perusahaan mereka kepada yang dinyatakan “pribumi”. Anjuran seorang Kepala Negara dengan nada demikian memang agak aneh kedengarannya. Sama-sama warga-negara, tetapi dalam kesempatan maju tidaklah sama. Tentunya janggal bilamana sebagai presiden ia menganjurkan pengusaha Minangkabau suka menyerahkan 50% dari saham perusahaannya kepada orang Jawa atau pada orang Madura, umpamanya, yang belum berhasil dalam usaha dagangnya. Indonesia mengenal banyak suku dan di antara suku-suku itu ada juga yang berhasil baik sebagai pengusaha, tetapi ada yang tidak bisa berhasil. Seorang kepala negara menjadi sibuk sekali bila harus mengeluarkan anjuran suku A yang berhasil menjadi pengusaha dianjurkan menyerahkan 50% saham usahanya kepada orang dari suku B yang belum berhasil. Anehnya, ia hanya menyorot pengusaha Tionghoa. Anjuran serupa itu terasa tidak business-like, tidak sesuai dengan kelaziman dalam dunia usaha. Masalah business biasanya tidak mengenal hubungan keluarga. Orang usahawan berkata: business is business. Tidak ada hubungan saudara, mertua atau ipar. Bila menurut ukuran business seorang mertua hidupnya boros, tidak bisa berusaha, ia tidak boleh diajak serta dalam perusahaan. Bila kurang uang untuk belanja hidup, lebih murah diberi uang belanja daripada diajak turut serta berusaha yang bisa membuat usaha bangkrut. Untuk diajak serta dalam suatu business seseorang harus mempunyai pandangan “entrepreneur” cukup tajam, berpengalaman dan tentunya bermodal. Oleh karenanya anjuran Presiden Soeharto itu tidak mungkin memperoleh response, sambutan, yang besar. Akibatnya timbullah instruksi bahwa perusahaan-perusahaan “non pribumi”, (sekalipun “bankable”, dapat dipertanggung-jawabkan menurut perhitungan bank, dan sekalipun perkembangannya menguntungkan kepentingan ekonomi nasional), tidak memperoleh bantuan kredit, bila di dalam

Page 489: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Menghadapi Masa Depan

481

perusahaan itu tidak terdapat unsur “pribumi”. Instruksi semacam itu menimbulkan berbagai macam akibat:

Menghambat perkembangan ekonomi nasional yang sehat. 1. Menimbulkan “corruption and collusion” yang justru menurut 2. keterangan “resmi” hendak dicegah meluasnya. Dalam usaha mencari partner “pribumi” seorang pengusaha “non pribumi” tentu meneliti relasi-relasi, baik hubungan keluarga maupun hubungan dinas kemiliteran, dari orang-orang “pribumi” yang mau dijadikan partners. Ongkos direksi menjadi lebih besar dengan adanya “silent 3. partner” (peserta tidak aktif) sehingga mempertinggi harga, yang memperberat beban hidup Rakyat terbanyak.

Golongan pengusaha new comers “pribumi” yang terus meningkat jumlahnya, tentu saja tidak bisa puas dengan pelaksanaan instruksi semacam itu, karena tidak mungkin “merata” yang menarik faedah. Terbatas pada orang-orang atau bapak-bapak atau ibu-ibu tertentu saja. Dalam bulan April 1973 dikeluarkan lagi instruksi baru yang bisa mencakup pengusaha-pengusaha “pribumi” secara lebih luas, yaitu instruksi memberi kredit dengan syarat lunak pada pengusaha-pengusaha “pribumi” sampai jumlah Rp.100 juta. Instruksi ini kemudian disusul dengan instruksi memberi kredit dengan syarat lunak pada pengusaha-pengusaha “pribumi” kecil, yaitu sampai dengan jumlah 5 juta rupiah. Bantuan pemerintah pada pengusaha-pengusaha “pribumi” yang bertubi-tubi itu ternyata belum berhasil untuk memuaskan semua pihak. Pengusaha-pengusaha paling kecil masih ketinggalan. Dalam tahun 1976 Presiden Soeharto mengeluarkan instruksi untuk memberi kredit “candak kulak” sebesar Rp. 25.000,- pada pengusaha-pengusaha kecil, seperti bakul pasar, dan lain-lain. Jumlah uang yang disediakan mencapai Rp. 35 milyard! Semua “bantuan” kredit itu belum juga bisa menyehatkan perusahaan-perusahaan “pribumi”, tidak banyak di antara perusahaan “pribumi” yang tumbuh besar. Kredit-kredit yang telah diberikan kepada banyak pengusaha

Page 490: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

482

“pribumi” juga tidak mengubah struktur ekonomi Indonesia dan Rakyat terbanyak masih merupakan lapisan masyarakat tertindas. Penyakit “busung lapar” belum lenyap dari Indonesia walaupun GNP (Gross National Product) Indonesia menurut catatan Bank Dunia telah meningkat. Hasil Rakyat terbanyak masih belum nyata naik, karena kenaikan penghasilan dalam hitungan rupiah tidak menjamin memperoleh jumlah beras sama banyaknya seperti ketika penghasilan belum meningkat menurut hitungan dalam rupiah. Memang, ada puluhan orang “pribumi” yang loncat naik tingkat kemakmurannya. Mereka hidup mewah, malahan dapat dikatakan lebih dari mewah. Demikian juga ada beberapa gelintir orang peranakan Tionghoa setelah ganti nama telah loncat menjadi kaya besar. Tetapi juga mereka mulai melihat bahwa ketenangan hidup menikmati harta kekayaan yang telah berhasil dihimpun, ternyata tidak dapat dijamin hanya dengan ganti nama saja, selama pelaksanaan UUD 1945 secara murni belum terjamin. Angka-angka kriminalitas (kejahatan) meningkat di samping meningkatnya jumlah pengangguran dan meningkatnya jumlah orang-orang gelandangan. Di samping ganti nama ada juga yang ganti agama karena merasa dengan demikian dapat diselesaikan statusnya sebagai “double minority” (golongan kecil rangkap), yaitu sebagai orang Tionghoa sudah termasuk golongan kecil, dan sebagai orang Budhis, Konfusianis atau Katolik juga termasuk golongan kecil di bidang agama. Tetapi baik ganti nama tok, maupun ganti nama ditambah ganti agama, terasa tidak merupakan penyelesaian masalah “minoritas”. Pengalaman pun memperjelas bahwa penyelesaian masalah peranakan tidak dapat digantungkan pada adanya ketentuan undang-undang kewarga-negaraan, seperti digambarkan dalam Manifesto Politik November 1945. Dapat diakui bahwa adanya Undang-Undang Kewarga-negaraan yang bijaksana memang dapat membantu mengembangkan seorang peranakan menjadi warga-negara Indonesia yang baik dan berguna. Tetapi yang mutlak lebih penting adalah suasana dan lingkungan hidup.

Page 491: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Menghadapi Masa Depan

483

Sudah menjadi tabiat manusia untuk mencari tempat hidup dan lingkungan hidup yang aman dan tenteram. Oleh karenanya sulit mengharap ada orang ingin menetap di satu tempat bila di tempat itu ia diperlakukan sebagai anak ngenger dan tidak berhak untuk menuntut perlakukan sama. Ganti nama juga tidak menjadi syarat bagi seorang peranakan Tionghoa untuk berkembang sebagai pahlawan bangsa di segala macam bidang. Hal ini antara lain dibuktikan oleh pahlawan-pahlawan bulu-tangkis Indonesia yang sebagian terbesar terdiri dari peranakan Tionghoa. Mereka berkembang sebagai pahlawan bangsa di bidang bulu-tangkis karena memperoleh kesempatan untuk berkembang maju tanpa ada pembatasan sebagai akibat asal keturunannnya. Mereka bisa berkembang sebagai pahlawan bulu-tangkis karena mereka tidak diperlakukan sebagai anak ngenger, melainkan diperlakukan sebagai sesama putera/puteri Indonesia, bersih dari prasangka rasial! Soal “loyalitas berganda” juga tidak tergantung pada masalah keturunan atau etnisitas atau nama. Dapat disaksikan sendiri adanya permainan “suap” di bidang sepak-bola di mana ada pemain-pemain yang tidak diragukan keasiliannya. Mereka ternyata dicurigai telah disuap sehingga sengaja kalah di lapangan hijau, jadi merugikan kedudukan bangsa dan negara. Di lain pihak, ada pemain-pemain bulu-tangkis, yang terang peranakan Tionghoa, tetapi sanggup membela kehormatan RI dengan gigih dan penuh rasa tanggung-jawab sebagai putera/puteri Indonesia walaupun berhadapan dengan pemain-pemain RRT. Memang pada tahun 70-an di Indonesia masalah ganti nama tidak menjadi persoalan masyarakat lagi. Malahan tidak sedikit orang yang telah ganti nama merasa menyesal karena banyak keluarganya dalam membaca iklan berita keluarga, menghadapi kebingungan. Untuk mencegah kebingungan itu pada iklan berita keluarga, baik itu kematian, maupun perkawinan selalu disertai nama asalnya di antara tanda kurung. Pun menjadi rahasia umum bahwa di luar negeri seperti, Singapura, warga-negara Indonesia keturunan Tionghoa yang telah ganti nama tidak memperoleh

Page 492: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

484

penghargaan sepenuhnya, baik di hotel-hotel ataupun di tempat-tempat perjamuan. Akibatnya, banyak yang mengganti namanya kembali ke nama Tionghoa pada waktu berkunjung atau menetap di luar negeri. Dalam memperhatikan masyarakat perdagangan distribusi di Indonesia, didapatilah kenyataan bahwa sistem perdagangan berantai di kalangan suku-suku tertentu masih bertahan. Di zaman penjajahan Belanda seperti dituturkan duluan, tukang sepeda sampai pada toko-toko sepeda di segala pelosok Indonesia dikuasai oleh suku Hing Hwa. Di zaman RI ternyata tukang sepeda dan toko sepeda dahulu sudah berkembang maju menjadi tukang reparasi sepeda kumbang dan sepeda motor dan bengkel motor dan yang dominan di bidang ini adalah peranakan suku Hing Hwa yang sudah menjadi warga-negara Indonesia. Umumnya mereka menjadi “dealer” motor buatan Jepang dan menurut keterangan dalam tahun 75-an telah menyebabkan ban mobil “Good Year” hampir terdesak ke luar pasar dan kalah dengan ban Jepang karena distribusi “Good Year” berada dalam tangan pengusaha-pengusaha “pribumi”. Untuk memasarkan barang-barang memang perlu diperhatikan kenyataan ada hubungan berantai dari berbagai macam jenis barang. Bila di zaman penjajahan dahulu, suku Hok-Chia banyak yang melakukan pekerjaan “mindering”, tukang mem-bunga-kan uang secara kecil-kecilan, di zaman tahun 70-an anak-anak mereka yang telah menjadi warga-negara Indonesia ternyata berkembang sebagai bankir nasional. Lapangan kredit swasta di Indonesia dapat dikatakan dipengaruhi oleh usaha peranakan suku Hok Chia ini. Di lapangan perdagangan tekstil dan perdagangan hasil bumi, suku Hokkian yang mendominasinya. Peranakan Tionghoa yang memperoleh pendidikan Barat dan sejak dahulu sudah terlepas sama sekali hubungannya dengan pokok suku asalnya, memang terdesak ke pinggir. Dalam arti, bila mereka tidak bekerja sebagai dokter, sebagai pengacara, sebagai notaris, akuntan, dan lain-lain pekerjaan jual jasa, umumnya harus berusaha menjadi buruh pada perusahaan-perusahaan asing dan

Page 493: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Menghadapi Masa Depan

485

nasional. Lebih menarik perhatian bahwa perusahaan-perusahaan asing besar dalam mencari pegawai ternyata lebih suka mencari tenaga yang dapat menguasai bahasa Tionghoa. Perkembangan masyarakat RI setelah proklamasi kemerdekaan hingga tahun 80-an, membuktikan bahwa pelaksanaan Manifesto Politik November 1945 pasti lebih lancar, bilamana semua pihak bersedia mengakui kenyataan bahwa komunitas peranakan Tionghoa yang sudah menetap di Indonesia ratusan tahun lamanya, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Rakyat Indonesia. Artinya merupakan salah satu suku dari banyak suku yang tak terpisahkan dari Rakyat Indonesia. Semboyan negara “Bhinneka Tunggal Ika” perlu diwujudkan ke dalam kenyataan hidup sehari-hari secara gotong-royong dengan mengerahkan seluruh kemampuan yang ada di dalam masyarakat Indonesia sendiri.

MENUNGGAL DENGAN RAKYAT

Dunia yang sedang melalui pergantian suasana hidup menyaksikan juga berbagai keganjilan. PBB semakin banyak anggotanya. Akan tetapi membesarnya PBB tidak menjadikannya sebuah organisasi yang mampu mengurangi penderitaan manusia yang terjadi karena kelaliman sementara pemerintah. Karena itu ada yang berpendapat bahwa PBB tidak banyak berbeda dengan organisasi yang dinamakan the League of Nations, yang berfungsi sebagai kesatuan berbagai bangsa sebelum perang dunia ke II. Organisasi ini tidak mampu berbuat apa-apa melihat keganasan Nazi di Jerman, fasis militer Italia dan ambisi expansionisme kerajaan Jepang. Keganasan mereka tidak dapat dicegah. PBB ternyata berubah menjadi organisasi yang serupa. Keganasan kekuasaan militer Soeharto di awal kekuasaannya tidak dapat dicegah. Tidak ada tentara PBB yang dikirim untuk menghentikan pembunuhan dan penangkapan massal yang terjadi selama ber-tahun tahun.

Page 494: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

486

Pada tahun 70-an, Vietnam yang menyerang Kamboja dengan dalih menghentikan kejahatan Khmer Rouge, juga tidak dicegah. Timbulnya kelaliman sistematik yang mengakibatkan adanya ratusan ribu “boat people” – sebagian besar keturunan Tionghoa dari Vietnam, juga tidak mendapat tuntutan berarti dari PBB. Pembangunan masyarakat sosialis di Vietnam ternyata mengikutsertakan kebijakan rasis, yaitu mengusir banyak orang Vietnam keturunan Tionghoa, baik yang sudah berwarganegara Vietnam maupun warga negara Tiongkok. Sehingga terjadilah eksodus terbesar dalam abad ke 20. Mereka meninggalkan Vietnam dengan kapal-kapal, banyak yang tidak baik kondisinya. Banyak pula yang tenggelam di tengah laut. Diperkirakan separoh dari yang diusir itu meninggal di tengah laut. Tujuan utamanya adalah USA. Tapi banyak yang kemudian diterima dan menetap di Australia. PBB tidak bertindak apa-apa dalam melakukan pertolongan. Orang-orang Tionghoa Vietnam ini dibiarkan menghadapi maut. Mengapa pembangunan masyarakat sosialis di Vietnam bisa menyebabkan eksodus besar-besaran ini? Bukankah pembangunan masyarakat sosialis seharusnya menjamin keadaan sosial yang lebih merata? Dimana letak kesalahan pelaksanaan teori sosialisme? Apalagi mengingat banyak dari mereka itu turut berjasa dalam memenangkan revolusi. Memang ada yang pernah mendukung kehadiran USA di Vietnam Selatan. Tetapi ini bukan mayoritas. Banyak pula yang menjadi pedagang. Tetapi bukankah keahlian dan modal yang dibinanya ini bisa dipergunakan untuk membantu pembangunan? Jawabannya memerlukan sebuah penelitian sendiri. Yang jelas, ini merupakan pelanggaran HAM dan pelanggaran paham sosialisme. Negara-negara yang menjadi anggota ASEAN memiliki minoritas Tionghoa. Dan negara-negara ini adalah bangsa yang majemuk- pluralistik. Mengenal banyak suku. Di Muangthai, umpamanya, peranakan Tionghoa umumnya memiliki kewarga-negaraan rangkap, dual nationalities. Tetapi hal ini tidak menimbulkan persoalan. Di samping kewarga-negaraan rangkap, banyak yang memiliki dua nama, nama Thai dan nama

Page 495: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Menghadapi Masa Depan

487

Tionghoa. Di sana, proses integrasi wajar terlihat berjalan baik. Tidak terdapat paksaan yang bersifat halus atau kasar. Diskriminasi rasial-pun tidak menyolok. Tidak ada pembatasan masuknya mahasiswa Tionghoa ke universitas. Menjadi pejabat pemerintah-pun tidak ada yang menghalangi. Ada yang menyatakan keharmonisan ini terjadi karena sebagian besar penduduk Muangthai, termasuk mereka yang Tionghoa, menganut agama Buddha. Ditambah adanya kenyataan bahwa kedua kelompok ini memiliki kebiasaan yang serupa. Perkawinan campuran-pun berlangsung baik, tanpa paksaan dan tanpa program asimilasi pemerintah. Di negara pulau Singapura tidak ada masalah Tionghoa. Penduduknya 80% orang Tionghoa dan berasal dari banyak macam propinsi di Tiongkok. Inilah yang mendorong pemerintah Singapura untuk menganjurkan orang Singapura belajar dan menggunakan Kuo Yu sebagai bahasa nasional – menggantikan banyak macam dialek Tionghoa. Di Malaysia golongan Tionghoa merupakan “minoritas”, tetapi merupakan “minoritas” yang berjumlah besar, kurang lebih 35%. Perkembangan sejarah di Malaysia tidak sama seperti di Muangthai, sehingga integrasi dengan Rakyat tidak sebaik seperti di Muangthai. Dalam Perang Dunia II di Malaya bangkit perjuangan bersenjata melawan kekuasaan Jepang. Malayan People’s Anti Japanese Army dibentuk. Yang menjadi anggota organisasi ini sebagian besar orang Tionghoa. Pimpinan Partai Komunis Malaya pun semula berada di dalam tangan orang-orang Tionghoa, baru belakangan turut masuk orang-orang Melayu. Perkembangan politik di Malaysia-pun memungkinkan banyak tokoh Tionghoa terjun dalam partai-partai politik. Ada pula tokoh-tokoh politik yang memimpin partai oposisi. Ternyata banyak tokoh politik Malaysia memiliki visi yang sama dengan mereka yang berada di Indonesia. Kebijakan ekonomi nasional-nya bersandar atas keinginan mengambil alih kekuatan ekonomi dari tangan Tionghoa. Mereka menggunakan istilah “mem-bumi-puterakan” ekonomi Malaysia. Akan tetapi yang menarik

Page 496: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

488

keuntungan dari kebijakan “bumi-putera” ini, sama halnya dengan di Indonesia, adalah kaum “bumi-putera” elite. Adanya perbedaan besar antara kaya dan miskin memungkinkan masyarakat Tionghoa di-kambing hitamkan, sehingga pada tahun 1969, terjadi eksplosi anti-Tionghoa yang mengakibatkan kehancuran harta milik banyak penduduk Tionghoa. Istilah “bumi-putera” memang memiliki interpretasi serupa dengan “pribumi”. Di Indonesia, seperti yang dituturkan sebelumnya, proses “pribumisasi” bertujuan lebih luas. Penduduk Tionghoa hanya merupakan 3% dari total penduduk di Indonesia. Sebenarnya Jenderal Sunarso, salah satu pimpinan BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen) menyatakan istilah “pribumi” tidak cocok, karena mengingatkan orang akan zaman penjahahan Belanda. Akan tetapi rezim Orde Baru cenderung menggunakannya. Yang dipermasalahkan di sini bukan istilahnya, tetapi dasar kebijakan pribumisasi yang bertentangan dengan UUD, yang tidak mengenal perbedaan latar belakang etnisitas. Selain melanggar, ia merusak kesatuan bangsa dan membatasi pembangunan ekonomi nasional. Proses “pribumisasi” memungkinkan seorang Haji Thahir, bekas pembantu umum Direktur Jenderal Pertamina (Jenderal Dr. Ibnu Sutowo), ketika wafat, diketahui telah meninggalkan warisan pada isteri kedua uang sebesar US$ 80 juta. Jumlah warisan berupa rumah-rumah gedung, perhiasan dan lain-lain tidak diketahui. Penghasilan Haji Thahir terakhir sebagai pembantu umum hanya US$ 9000,- setahun. Jadi uang simpanan yang diketahui merupakan gaji ….. 9000 tahun! Terbongkarnya warisan Haji Thahir ini menimbulkan persoalan: Berapa kekayaan bapak-bapak yang lebih tinggi kedudukannya dari Haji Thahir, yang mempunyai wewenang lebih menentukan dalam menandatangani kontrak-kontrak dengan perusahaan-perusahaan asing? Kebocoran yang bisa masuk kantong seorang petugas perusahaan negara demikian besarnya, merupakan bukti bahwa politik belum ditujukan untuk mengabdi pada kepentingan Rakyat terbanyak. Dalam hubungan ini patut juga diperhatikan diundangkannya

Page 497: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Menghadapi Masa Depan

489

Keputusan Presiden No. 14a/1980 sebagai usaha menyempurnakan Keputusan Presiden No. 14/1979 dalam rangka memperluas pembagian rejeki di kalangan “pribumi” dengan mempersempit lapangan usaha modal Tionghoa sebagai modal domestik maupun sebagai modal milik warga-negara Indonesia. Isi keputusan Presiden No. 14/1980 itu antara lain sebagai berikut:1. Pemborongan atau pembelian yang menggunakan dana Anggaran Belanja Negara sampai Rp. 20 juta dilaksanakan pemborong “ekonomi lemah” setempat tanpa lelang, hanya dengan surat perintah kerja. (Keputusan Presiden No. 14/1979 batasnya 10 juta saja. Ketentuan ini membuka kesempatan main “c &c” atau patpat gulipat). 2. Borongan dari Rp. 20 – Rp. 50 juta dilelang hanya antara pengusaha “ekonomi lemah” setempat. (Keputusan Presiden No. 14/1979 hanya borongan sampai Rp. 20 juta). 3. Borongan antara Rp. 50 – Rp. 100 juta dilelang antara pemborong-pemborong setempat dengan kelonggaran 10% pemborong “ekonomi lemah”. Artinya harga yang ditawarkan oleh pemborong “ekonomi lemah” ini boleh lebih tinggi 10% dari pada pemborong nasional lainnya. (Keputusan Presiden No. 14/1979 hanya untuk borongan Rp. 25 – Rp. 50 juta dengan kelonggaran 5% saja). 4. Borongan antara Rp. 100 – Rp. 200 juta juga dilelang setempat (Keputusan Presiden No. 14/1979 terbatas pada borongan sampai Rp. 50 – Rp. 100 juta. Pelelangan dilakukan setempat dalam rangka pemerataan). 5. Borongan di atas Rp. 200 juta bebas dari syarat pemborong setempat, artinya dari lain tempat dapat ikut serta dalam pelelangan. 6. Jika dalam lelang terpilih pemborong “ekonomi kuat”, berlakulah syarat bahwa pemborong itu harus menjadikan pemborong “ekonomi lemah” sebagai sub-kontraktor (pemborong pembantu). Dalam Keputusan Presiden No. 14/1979 tidak ada syarat semacam ini. Selanjutnya ditentukan juga bahwa pemborongan atau pengadaan barang di atas Rp. 500 juta ditetapkan oleh Team

Page 498: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

490

Pengendalian Pengadaan Barang-Barang/Peralatan Pemerintah yang diketuai oleh Menteri Sekretaris Negara, Soedarmono SH. Lain syarat umum bagi pemborong harus bonafide. Keputusan Presiden No. 14a/1980 menentukan juga syarat-syarat untuk digolongkan pada golongan “ekonomi lemah”, yaitu:

Sekurang-kurangnya 50% modal milik “pribumi”. a. Lebih dari separuh anggota Dewan Komisaris dan Direksi b. harus orang-orang “pribumi”.Jumlah kekayaan dan modal bersih perusahaan-perusahaan c. untuk bidang jasa dan dagang di bawah Rp. 25 juta dan untuk industri dan konstruksi di bawah Rp. 100 juta.Orang-orang “pribumi” dalam direksi harus menjalankan d. pengurusan secara efektif (syarat ini untuk mencegah “straw men”, pengurus boneka, yang datang seminggu atau sebulan sekali untuk menerima uang honorarium atau gaji).

Ini merupakan assimilasi di bidang ekonomi. Akibat dari ketentuan itu jelas mempersempit lapangan usaha modal warga-negara Indonesia “non-pribumi” dan modal Tionghoa asing. Bukan saja lapangan usaha golongan Tionghoa menjadi menyempit, tetapi juga lapangan kerja menjadi sempit. Bagi Rakyat terbanyak Keputusan Presiden No. 14a/1980 tidak membawa faedah, karena bagi mereka ini, apakah pemborongan diberikan pada pemborong Liem atau pemborong Salim praktis tidak menyebabkan perbaikan nasibnya. Ketentuan ini hanya menguntungkan lapisan tipis orang Indonesia, yang dinyatakan “pribumi”. Untuk menjamin pelaksanaan ini lancar dan Rakyat terbanyak tidak marah terhadap keganjilan yang diciptakan oleh kebijakan yang seyogyanya melindungi mereka yang lemah, disebar-luaskanlah kesan bahwa kemiskinan Rakyat terbanyak disebabkan keserakahan pengusaha Tionghoa yang “menguasai” ekonomi Indonesia. Pengalaman di Vietnam dan terjadinya eksplosi rasis berkali-kali telah menimbulkan pertanyaan: apakah jalan selamat yang harus ditempuh orang Tionghoa di Indonesia? Kita lihat bahwa assimilasi total yang dianjurkan LPKB dan

Page 499: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Menghadapi Masa Depan

491

yang sudah dijadikan kebijakan resmi pemerintah Orde Baru, tidak menyelematkan orang Tionghoa di Indonesia. Junus Jahja, yang dulu bernama Lauw Chuan To, seorang tokoh LPKB berpendapat bahwa mengganti nama saja tidak cukup. Menanggalkan ciri-ciri Tionghoa saja tidak cukup. Kawin campuran saja tidak cukup. Orang Tionghoa, menurutnya harus meleburkan diri dalam tubuh mayoritas dengan menganut agama mayoritas pula, yaitu Islam. Ia, yang dulunya Katolik, masuk Islam. Ia berupaya untuk mendorong sebanyak mungkin orang Tionghoa masuk Islam. Targetnya 100.000 Tionghoa masuk Islam per tahun. Ada pula orang yang menyatakan bahwa jalan selamat lain adalah dekat dengan penguasa. Oleh karenanya orang Tionghoa dianjurkan mendukung keberlangsungannya pemerintahan Soeharto, yang dinyatakan telah menjalankan berbagai kebijakan yang menguntungkan banyak pengusaha Tionghoa. Pendapat ini cupet. Karena menggantungkan diri pada rezim kekuasaan, apalagi rezim kekuasaan militer, bukan merupakan jalan selamat. Ini akan bersifat sementara dan perlindungan yang diberikan rezim kekuasaan lebih banyak bersifat oportunistik – hanya memberi “perlindungan” kalau “perlindungan” itu membawa hasil atau keuntungan yang besar. Akan tetapi pendapat ini hanya datang dari mereka yang diuntungkan rezim Soeharto. Mereka yang bekerja sama dengan nya dalam menghisap kekayaan negara dan yang tidak memperdulikan nasib Rakyat-lah, yang bisa memiliki pandangan seperti ini. Dalam memikirkan masalah “jalan selamat”, yang harus ditekankan adalah kepentingan massa peranakan Tionghoa, bukan terbatas pada kepentingan beberapa gelintir orang yang menjadi “cukong”. Mereka bisa “membeli” keselamatan harta dan jiwa keluarganya. Mereka sudah menata “jalan selamat”. Surat jalan ke luar negeri sudah tersedia. Gedung mewah di luar negeri juga sudah tersedia. Karena harta sudah menumpuk, pencarian nafkah di luar negeri-pun bukan masalah. Untuk sebagian besar orang Tionghoa, yang tidak mempunyai

Page 500: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

492

harta kekayaan atau tabungan besar, yang tidak memiliki keahlian khusus apa-apa, yang hanya berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, penampungan di luar negeri tidak mudah tercapai. Mereka pun lebih senang hidup di daerah tempat kelahirannya di mana mereka dibesarkan. Inilah yang menyebabkan BAPERKI memperjuangkan pelaksanaan integrasi wajar (natural integration) komunitas minoritas Tionghoa ke dalam Rakyat Indonesia. Formulasi inilah yang dipakai sebagai “jalan selamat” untuk massa peranakan Tionghoa. Yaitu menunggal dengan Rakyat Indonesia. Artinya aspirasi Rakyat Indonesia menjadi aspirasi orang Tionghoa. Untuk ini mereka perlu diberi kesempatan berpartisipasi, ikut serta secara aktif dalam semua gerakan Rakyat yang menuntut perbaikan nasib, menuntut pelaksanaan UUD 1945 secara konsekwen. Ikut pula dalam pemilu daerah maupun pusat, sehingga berpartisipasi dalam menentukan kebijakan politik yang melarang adanya rasisme. Tuntutan BAPERKI adalah diterimanya Tionghoa sebagai salah satu suku Indonesia. Bung Karno sebagai kepala negara, pada tahun 1963, menerima ini dan menyatakan bahwa golongan Tionghoa adalah salah satu suku dari banyak suku yang hidup di Indonesia. Dengan demikian jelas, bahwa “jalan selamat” untuk suku Tionghoa di Indonesia harus dimulai dengan tekad berjuang bersama dengan suku lainnya untuk mencapai dilaksanakannya UUD-1945 dan Pancasila. Proses integrasi ini sebagai bagian dari proses Menunggal dengan Rakyat, tentu lebih mudah bila ketentuan-ketentuan UUD 1945 dilaksanakan secara konsekwen. Dan ini harus dilakukan tanpa ada paksaan untuk menghilangkan ciri-ciri ethnisitas Tionghoa dan menanggalkan kebudayaan Tionghoa. Bilamana ini terjadi, Keberhasilan dalam menyatukan diri dengan Rakyat dalam perwujudan BHINNEKA TUNGGAL IKA, merupakan jalan selamat yang lebih tepat.

Page 501: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Menghadapi Masa Depan

493

Bersama istri di Madame Tussaud, Amsterdam - 1980

Bersama istri dan putra, Amsterdam - 1980

Page 502: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

494

Bersama Chi Peng Fei, Wakil Perdana Menteri RRT, Beijing - 1981

Bersama istri, Beijing - 1981

Page 503: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Menghadapi Masa Depan

495

Bersama Go Gien Tjwan dan Tjoa Sik Ien, Amsterdam - 1981

Page 504: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

496

Adam Malik, 345

Abdullah Aidit, 206

ABRI, 221, 224, 286, 287, 306, 327, 387, 389, 399, 404, 405, 429, 443, 446, 468, 471

Achmad Subardjo, 66, 178, 203, 209, 210, 234

Achmadi, 365, 390, 412

Agus Salim, 141, 142, 144, 163

Ahmad Subardjo, 52

Aidit, 206, 294, 389, 390, 393, 394, 396, 397, 398, 399, 408, 410

Ali Sastroamidjojo, 123, 146, 231, 232, 243, 264, 326

Ali-Baba, 192, 341

Amir Syarifudin, 51, 52, 85, 114

Ang Yan Goan, 207, 338

Angkatan Darat, 121, 175, 221, 222, 286, 305, 314, 362, 387, 390, 391, 394, 397, 399, 405, 406, 409, 414, 425, 426, 427, 432, 440, 441, 443, 446, 447, 465, 469, 471

Angkatan Muda Tionghoa, 94, 95, 96, 98, 106, 116, 125, 134,

339

Arudji Kartawinata, 178, 189, 235

Asaat, 128

Asia-Afrika, 216, 232, 243, 245, 246, 325

assimilasi, 4, 365, 368, 464, 485, 486, 500

ASSIMILASI, 364, 512

BAPERKI, 5, 50, 257, 259, 260, 262, 264, 291, 303, 313, 317, 323, 325, 330, 331, 336, 337, 338, 339, 340, 341, 342, 343, 344, 345, 346, 348, 349, 350, 351, 352, 353, 354, 355, 356, 357, 358, 359, 360, 361, 362, 363, 364, 365, 366, 367, 368, 369, 371, 373, 374, 375, 376, 377, 378, 379, 380, 381, 382, 401, 402, 403, 408, 420, 425, 426, 430, 435, 483, 486, 501, 512

Be Wie Tjoen, 375, 376, 377

BERDIKARI, 301, 306, 447, 518

Bhineka Tunggal Ika., 358, 371

BHINNEKA TUNGGAL IKA, 1, 17, 502

Boen Bio, 6, 7, 16, 79

Page 505: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Indeks

497

Bong A Lok, 202, 439, 447

Boven Digul, 29, 39, 164, 165

BP KNIP, 114

BTI, 121, 168, 169, 408, 412

Budi Utomo, 36, 37, 40

Bung Hatta, 133, 170

Bung Karno, 2, 3, 4, 39, 49, 66, 71, 85, 90, 99, 102, 105, 111, 112, 119, 122, 131, 132, 154, 183, 187, 216, 221, 222, 234, 267, 268, 269, 270, 283, 286, 287, 289, 304, 306, 314, 328, 331, 360, 361, 365, 366, 367, 368, 379, 381, 386, 387, 388, 390, 394, 402, 404, 443, 446, 469, 483, 484, 501

Bung Tomo, 97, 98, 107, 125, 162

CHH, 8, 45, 46, 47, 48, 50, 53, 54, 63, 69, 332, 333

Chiang Kai Shek, 103, 136, 244, 347, 449

Chou En Lai, 244, 245, 326, 450

Chung Hua Hui, 8, 43, 46, 47, 48, 53, 54, 75, 332, 333, 337

Chung Hua Tsung Hui, 124, 125, 126, 152, 156, 162, 339

CIA, 386, 390, 391, 392, 400

CONEFO, 216, 386

Cungkup, 7, 16

DEKON, 301, 304, 305, 483, 512

Diapari, 344

DI-TII, 268, 292

Djawoto, 428, 440

Djody Gondokusumo, 230, 233, 285, 349

Djohan Syahrosah, 141, 144, 149

Djuanda, 166, 236, 274, 285, 286, 288, 291, 292, 293, 305, 364, 483

Douwes Dekker, 36

DPR, 5, 126, 184, 188, 189, 190, 191, 193, 194, 195, 196, 197, 198, 206, 207, 208, 209, 218, 221, 222, 227, 229, 231, 236, 239, 243, 244, 262, 263, 268, 275, 276, 285, 286, 287, 288, 291, 292, 293, 294, 295, 296, 297, 303, 310, 322, 323, 327, 331, 332, 333, 334, 335, 336, 337, 341, 342, 344, 345, 346, 351, 354, 356, 357, 362, 363, 372, 377, 378, 387, 404, 448, 463, 467, 468, 469, 470

DPR-GR, 294, 297, 362, 363, 404

Dwi Kewarganegaraan, 448, 449

Page 506: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

498

Dwi-Fungsi, 387, 446

FDR, 168, 170, 171, 172, 174, 175, 185

Fraksi Nasional Progresif, 233, 241, 263, 267, 323, 342, 344, 356, 378

Front Demokrasi Rakyat, 168, 171

G-30-S, 2, 316, 382, 385, 391, 392, 393, 394, 395, 396, 398, 399, 400, 405, 407, 408, 409, 410, 411, 419, 420, 426, 443, 484, 512

GAPI, 83

GERINDO, 51, 52, 75, 108, 213

Go Gien Tjwan, 339, 477

H.H. Kan, 45

Hajar Dewantara, 50, 66, 85, 108

Han Kang Hoen, 88, 93, 94

Hatta, 2, 29, 39, 49, 52, 67, 83, 85, 99, 105, 119, 122, 125, 131, 132, 133, 170, 171, 173, 174, 175, 176, 178, 183, 187, 194, 195, 197, 205, 209, 269, 288, 290, 434

HBS, 20, 21, 24, 34, 35, 98

HCTNH, 26, 27, 80

Hua Chiao Tsing Nien Hui, 20, 25, 26, 80, 91, 106, 381

IBC, 447, 449

Idham Chalid, 236, 294

IGGI, 445, 452, 457

IMF, 305, 433, 444

importir benteng, 192, 340

Inlanders, 39, 40, 47, 48, 317, 318

Insulindo, 36

integrasi, 17, 18, 19, 20, 110, 118, 125, 161, 163, 171, 193, 311, 316, 350, 371, 379, 495, 496, 501

Inyo Beng Goat, 133, 134

IPKI, 230, 231, 263, 267, 294, 296, 297

Junus Jahja, 500

Jusuf Wibisono, 177, 219

Kakyo Shokai, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 93, 94, 125

KAMI, 400, 401, 405, 426, 427, 431, 432, 466

KAPASAN, 6, 511

KAPPI, 400, 401, 402, 405, 427, 431, 432, 466

Page 507: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Indeks

499

Kasimo, 166

Keng Po, 58, 63, 338, 341

KENSI, 259, 260, 269, 273, 303, 428, 430, 481

KGB, 386, 390, 391, 392

Khoe Woen Sioe, 338, 339

Ki Hajar Dewantoro, 37

KMB, 180, 181, 182, 183, 184, 185, 186, 187, 197, 199, 227, 229, 242, 243, 250, 286, 321, 322, 324, 325, 332, 347, 351, 354, 512

KNIP, 5, 99, 114, 122, 123, 132, 133, 134, 135, 140, 141, 157, 158, 181, 185, 187, 191, 196, 320, 354, 356, 469

Ko Kwat Tiong, 49, 63, 215

Kong Hu Cu, 6, 7, 16, 19, 54, 313, 434, 435

KOPKAMTIB, 395, 400, 402, 403, 404, 406, 408, 466, 467, 468, 470, 472, 474

KOSTRAD, 394, 397

KOTI, 368, 426

Kuomintang, 71, 73, 74, 98, 115, 145, 157, 195, 201, 202, 207, 209, 210, 234, 258, 347, 439, 449, 450

Kwa Tjoan Sioe, 338

Kwan Sin Liep, 11, 12

Kwan Tjian Nio, 11, 79

Kwee Hing Tjiat, 52, 56, 59, 60, 62, 63, 68, 73, 74, 75, 76, 77

Kwee Hway Gwan, 335

Kwee Thiam Tjing, 38, 56

Latief, 394, 399

Lauw Chuan To, 500

Lauw Khing Hoo, 133

Leimena, 166

Lie Kiat Teng, 233

Lie Oen Hok, 377

Lie Tjwan Sin, 381

Liem Koen Hian, 32, 34, 35, 40, 43, 49, 50, 52, 53, 56, 60, 74, 85, 90, 108, 109, 111, 133, 134, 207, 209, 210, 212, 332, 334

Liem Kok Liang, 434, 435

Liem Seng Tee, 70, 71

Liem Ting Tjay, 151, 152

Linggarjati, 123, 131, 133, 161, 173, 185

Loa Sek Hie, 45, 63, 332

Page 508: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

500

Loekman, 397, 398

LPKB, 364, 368, 369, 402, 425, 426, 427, 429, 430, 431, 432, 434, 435, 436, 462, 463, 464, 485, 486, 500, 518

M.H. Thamrin, 77

Ma Siu Ling, 439, 447

Manifesto Politik, 3, 104, 125, 140, 151, 158, 161, 171, 257, 260, 303, 320, 323, 335, 347, 350, 362, 380, 483, 491

Mao Tse Tung, 174, 390

Marshall Green, 388, 391, 400

Maruto Darusman, 141

Masyumi, 84, 120, 123, 132, 133, 141, 158, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 177, 189, 197, 199, 200, 206, 212, 219, 231, 232, 233, 234, 235, 261, 264, 267, 287, 294, 296, 298, 355, 411, 468

Mata Hari, 35, 52, 55, 60, 61, 62, 63, 65, 66, 68, 75, 76, 77, 110, 209

Moh. Tabrani, 152

Moh. Yamin, 51, 52, 66, 121, 190, 233, 319

Monsiegneur Wang, 348

Motik, 259, 269, 401

MPJA, 86

MPRS, 5, 307, 343, 404, 405, 406, 430, 444, 467, 469

Murba, 229, 231, 233, 235, 264, 294, 296, 297, 342

Muso, 171, 172, 173, 174, 183, 184

Mustopo, 156, 159, 375

NASAKOM, 3, 306, 328, 361, 362, 367, 387, 403, 407, 424, 465

Nasution, 222, 230, 263, 328, 392, 393, 394, 395, 405

Natsir, 123, 197, 198, 199, 212, 217, 231, 234, 285, 468

Nehru, 102, 103, 129, 140, 145, 195, 243, 245, 246

NICA, 105, 106, 123

Nirbaya, 404, 413, 414

Njono, 397, 408, 411, 413

Njoto, 397, 398, 416

NU, 122, 232, 233, 234, 235, 236, 264, 273, 286, 294, 296, 298, 345, 355, 356, 398, 404, 405, 406, 465, 468, 472

Njono, 396

Page 509: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Indeks

501

Oei Gee Hwat, 51, 132, 133, 164, 356

Oei Tiong Ham, 59, 69, 337, 342

Oei Tiong Tjoei, 90

Oei Tjing Hien, 355

Oei Tjoe Tat, 313, 335, 339, 368, 383, 403, 412, 413, 414

Oei Tjong Hauw, 59, 90, 337

Oemar Dani, 412, 414

Oey Hay Djoen, 355, 419

Ong Eng Die, 233, 234

Ong Siang Tjoen, 88, 124, 152, 339

Pancasila, 2, 3, 4, 112, 246, 262, 266, 268, 292, 296, 335, 440, 464, 465, 467, 501

Pao An Tui, 94

Partai Bangsa Indonesia, 29, 40

Partai Katolik, 197, 296, 337, 348, 353, 355, 356, 361, 366, 425, 427, 465

Partai Kristen Indonesia, 141, 296

Partai Tionghoa Indonesia, 30, 32, 40, 43

Partindo, 28, 40, 49, 51, 71, 262,

264, 294, 296, 297, 342, 368

PBB, 1, 67, 103, 106, 129, 131, 167, 179, 191, 223, 244, 292, 436, 447, 459, 494, 495

PDI, 457, 470, 471

PDTI, 322, 333, 334, 335, 339, 340

PEMILU, 261, 351, 352, 353, 354, 355, 361, 467, 468, 470, 512

Perniagaan, 38, 55, 59

PERTIP, 50, 334

Pewarta Surabaya, 10, 11, 56, 59

Phoa Liong Gie, 45, 59

PIR, 230, 233, 235, 342

PKI, 18, 39, 121, 132, 133, 141, 164, 165, 168, 171, 172, 173, 174, 175, 178, 179, 183, 205, 206, 213, 235, 263, 264, 294, 296, 305, 306, 314, 316, 355, 356, 361, 362, 385, 387, 388, 389, 390, 391, 392, 393, 394, 395, 396, 397, 398, 399, 400, 401, 402, 403, 404, 405, 406, 407, 408, 409, 410, 411, 413, 417, 418, 419, 420, 426, 427, 443, 465, 466, 467, 468, 485

PNI, 29, 39, 49, 51, 114, 120, 123, 126, 133, 141, 164, 165,

Page 510: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

502

168, 169, 170, 177, 197, 200, 201, 213, 230, 233, 235, 236, 250, 261, 262, 264, 267, 285, 294, 296, 297, 333, 341, 352, 353, 355, 356, 389, 404, 465, 468, 470

PP -10, 297, 512

PP-10, 299, 300, 331, 424, 425, 428, 430, 437, 448, 479, 481, 482, 488

PPP, 470, 471

PRN, 230, 233, 342

PRRI-Permesta, 287, 296, 314

PSI, 171, 197, 231, 232, 234, 235, 259, 263, 287, 294, 296, 333, 339, 340, 341, 355, 372, 411, 468

PSII, 163, 165, 166, 167, 177, 189, 233, 235, 294, 296, 298

Pudjono, 376, 377

Pulau Buru, 419

PUTERA, 86, 89, 90

Ratu Aminah Hidayat, 267, 279

Roem, 123, 166, 234, 468

Roeslan Abdulgani, 368

RRT, 50, 184, 194, 195, 200, 201, 202, 203, 204, 205, 209, 210,

212, 215, 216, 244, 245, 246, 249, 258, 276, 301, 306, 313, 316, 324, 325, 327, 330, 331, 366, 370, 372, 386, 389, 409, 424, 426, 427, 428, 431, 436, 438, 440, 447, 449, 450, 456, 477, 483, 484, 485, 486, 492

RSPKAD, 401

RTM, 413

RUPELIN, 14

Salemba, 413, 414, 415, 416, 419

San Min Chu I, 28, 94, 136, 146, 147

Sarikat Dagang Islam, 37

Sartono, 164, 189, 206, 275, 276

Sarwo Eddie, 401, 405, 472

SEATO, 183, 244

SESKOAD, 288

Siauw Giok Bie, 25, 69, 94, 95, 475

Siauw Giok Tjhan, 79, 80, 133, 134, 141, 185, 193, 322, 354, 355, 356, 366, 401

Sie Boen Lian, 208

Sim Kie Ay, 125, 162

Sin Po, 10, 38, 42, 53, 54, 55, 56,

Page 511: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Indeks

503

58, 59, 75, 87, 110, 124, 156, 201, 207, 338, 341, 352

Sin Tit Po, 34, 38, 40, 43, 49, 50, 56, 75, 110

Sindhunata, 368

Sjam, 394, 396, 397, 398, 399, 411

SKI, 233, 342

Soedirman, 121, 122

Soehardiman, 440, 446, 447, 448

Soeharto, 121, 394, 395, 397, 398, 399, 400, 402, 403, 404, 405, 406, 412, 416, 420, 427, 432, 433, 434, 438, 439, 443, 444, 445, 446, 448, 449, 450, 452, 458, 459, 461, 464, 465, 466, 467, 468, 470, 471, 472, 473, 486, 488, 489, 490, 494, 500, 512

Soekarno, 28, 52, 67, 83, 99, 103, 104, 121, 127, 170, 176, 199, 200, 221, 245, 266, 267, 268, 274, 285, 286, 292, 293, 294, 295, 298, 299, 304, 305, 306, 316, 327, 343, 388, 389, 391, 392, 393, 394, 395, 396, 397, 398, 399, 400, 402, 403, 404, 405, 406, 407, 409,댈412, 424, 425, 426, 432, 436, 440, 443, 444, 446, 465, 466, 467, 468, 469, 471, 472, 473, 474,

485

Soepardjo, 394

SOS, 8, 124, 167

SPTI, 50

Stelsel aktif, 114

Stelsel pasif, 114, 161, 186

Subandrio, 141, 403, 412, 414

Sudarjo Tjokrosiswojo, 60

Sudarjo Tjokrosisworo, 344

Sudisman, 396, 411, 413

Sukiman, 167, 200, 205, 206, 208, 209, 210, 212, 217, 231, 233, 234, 332

Sumarno, 95, 346, 404

Sumitro, 167, 340, 467, 472, 480

Sun Yat Sen, 10, 28, 36, 42, 65, 116, 136, 146, 248, 317, 347, 438

Sunaryo, 325, 327

Sunito, 275, 277, 339

SUPERSEMAR, 403, 406, 427

Sutan Takdir Alisjahbana, 372

Sutjipto, 368, 426, 466

Sutomo, 14, 28, 29, 32, 40

Page 512: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Renungan Siauw Giok Tjhan

504

Suwirjo, 200, 294

Syahrir, 29, 39, 49, 121, 122, 123, 125, 129, 130, 132, 140, 141, 145, 147, 148, 150, 164, 165, 166, 171, 176, 197, 231, 263, 443

Syarifuddin Prawiranegara, 188, 191, 193, 468

TAMAN SISWA, 66

Tambunan, 141, 189, 207

Tan Eng Tie, 381

Tan Gien Hwa, 81

Tan Hin Hie, 201, 202

Tan Hing Bwan, 376

Tan Kah Kee, 92, 143, 201

Tan Ling Djie, 49, 87, 108, 114, 124, 133, 134, 164, 171, 173, 354, 356

Tan Po Goan, 116, 118, 125, 132, 133, 150, 151, 152, 207, 333

Tan Tek Peng, 342

The Boen Liang, 35, 49

The Ping Oen, 11, 56

THHK, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 18, 20, 26, 30, 44, 54, 57, 65, 126, 338, 372

Thio Thiam Tjong, 124, 333, 337, 338

Tio Khong An, 91, 93

Tio Oen Bik, 67

Tiong Hoa Hwee Kwan, 6, 7, 18

Tionghoa Siang Hwee, 14, 15, 18, 201, 202

Tjin Tjay Hwee, 68, 69, 71, 72, 73, 74, 87, 88

Tjipto Mangunkusumo, 36, 52, 65, 67, 68, 77, 83, 85, 108

Tjoa Sik Ien, 8, 50, 108, 124, 160, 167, 178, 210, 334, 351, 477

Tjokroaminoto, 37, 177, 178, 275

Tjokronegoro, 166

Tjung Tin Yan, 337, 356

Tobing, 233, 377, 381

Tonny Wen, 125, 126

Trimurti, 127, 165

Tyoo Sangi Kai, 90, 107

Universitas Respublica, 281, 382, 401, 402

Untung, 144, 245, 391, 394, 398, 411

Page 513: Siauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia fileSiauw Giok Tjhan : Renungan Seorang PatriotIndonesia

Indeks

505

USA, 119, 145, 171, 174, 175, 180, 181, 183, 194, 195, 200, 203, 204, 205, 212, 213, 214, 215, 232, 234, 244, 245, 246, 276, 285, 287, 304, 305, 370, 456, 485, 495

USSR, 67, 174, 184, 202, 301, 306, 385, 386, 389, 409, 427, 485, 486

Utrecht, 377

Van Mook, 103, 123, 124, 152, 183, 184, 190, 332, 337

Wahidin Sudirohusodo, 36

Wang Chi Yuan, 204, 205

Wilopo, 177, 188, 213, 214, 216, 217, 218, 226, 227, 229, 230, 236, 250, 267, 285

Xu Ren, 436

Yamin, 222, 234, 262

Yao Teng Shan, 436

Yap Thiam Hien, 339

Yap Tjwan Bing, 88, 90, 133, 134, 185, 210

Zainul Arifin, 286, 345

Zulkifli Lubis, 286