SIAPKAN JALAN TUHAN

download SIAPKAN JALAN TUHAN

If you can't read please download the document

description

OWADAMANA MUSPAS PANIAI = SIAPKAN JALAN TUHAN SIAPKAN JALAN TUHAN Spiritual Keuskupan dan konsekwensinya di Dekenat paniai Oleh Mgr. John Phlip Saklil Pr PENDAHULUAN Untuk memudahkan pengertian Jalan Tuhan, saya mencoba menggunakan perumpamaan te ntang tiga lapisan jalan. Lapisan I : Lapisan tanah keras yang diumpamakan sebagai lapisan norma-norma ada t istiadat dan norma-norma hidup kemasyarakatan. Suatu norma diandaikan sebagai nilai-nilai umum yang diakui bersama oleh segala lapisan masyaraka

Transcript of SIAPKAN JALAN TUHAN

OWADAMANA MUSPAS PANIAI = SIAPKAN JALAN TUHAN SIAPKAN JALAN TUHAN Spiritual Keuskupan dan konsekwensinya di Dekenat paniai Oleh Mgr. John Phlip Saklil Pr PENDAHULUAN Untuk memudahkan pengertian Jalan Tuhan, saya mencoba menggunakan perumpamaan te ntang tiga lapisan jalan. Lapisan I : Lapisan tanah keras yang diumpamakan sebagai lapisan norma-norma ada t istiadat dan norma-norma hidup kemasyarakatan. Suatu norma diandaikan sebagai nilai-nilai umum yang diakui bersama oleh segala lapisan masyarakat untuk menjam in hidup bersama. Lapisan ini belum bisa menjamin jalan itu sempurna karena seri ng tanah bisa licin, tidak terlalu kuat, hancur kalau kena curah hujan atau seri ng dilalui oleh kendaraan yang berbeban berat. Maka itu dibutuhkan lapisan lain yaitu lapisan batu. Lapisan II : Lapisan batu yang diumpamakan sebagai gereja. Batu sekalipun keras tetapi kalau tidak berada di atas tanah atau bercampur dengan tanah maka jalan i tu tidak berfungsi dengan baik. Tanah yang berlapis batu dan sebaliknya, maka ba dan jalan itu semakin kuat dan kokoh. Sekalipun jalan itu dicurahi hujan atau di lalui kendaraan berbeban berat, jalan itu tidak goyah. Namun sangat terasa bahwa jalan itu kasar. Jalan di atas batu harus hati-hati karena terlalu keras, kenda raan cepat rusak dan bergoyang karena badan jalan keras, tidak rata, dan kasar. Maka itu dibutuhkan lapisan lain yaitu lapisan aspal. Lapisan III : Lapisan aspal yang diumpamakan sebagai lapisan Roh. Aspal menyatuk an tanah dan batu dan membuat permukaan jalan itu menjadi rata, aman dan tenang. Lapisan ini dimaksudkan sebagai lapisan Roh yang membawa kedamainan, keamanan, ketentraman dan kesejahteraan. Ketiga lapisan itu tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Gereja tidak bisa berdi ri tanpa adapt-istiadat dan kenyataan hidup masyarakat. Gereja harus berada di a tas kenyataan hidup masyarakat. Adat tida bisa hidup tanpa gerejakarena norma-no rma adapt dalam masyarakat sering berubah dan mudah digoyahkan oleh arus perubah an dan perkembangan. Gereja dan adapt tidak bisa dipisahkan dari roh yang menyat ukan, roh yang mendamaikan dan roh yang mensejahterakan. Baik gereja dan adapt m endapatkan arti kalau memancarkan roh kasih yang menyatukan, roh kebenaran dan k eadilan yang meluruskan dan roh keselamatan yang mensejahterakan. Jalan Tuhan adalah jalan yang terdiri dari tiga lapisan tadi. I. SIAPKAN JALAN TUHAN: SPIRITUALITAS KEUSKUPAN Dengan sengaja kami menggunakan kata dalam bahasa Latin parate (bentuk suruhan jamak) dan bukannya kata para (bentuk suruhan tunggal) untuk menunjukkan alam at, kepada siapa seruan ini ditujukan. Seruan Siapkanlah ditujukan kepada selu ruh umat keuskupan Timika, dan bukan hanya ditujukan kepada satu orang saja (pa ra) yakni pribadi uskup seorang diri. Dengan demikian menjadi jelas bahwa kit a semua uskup, para imam dan petugas gereja, para biarawan biarawati dan selur uh umat di keuskupan Timika mendapat rahmat dan tugas PARATE VIAM DOMINI, SIA PKANLAH JALAN TUHAN, sebuah motto yang kiranya menjiwai kita semua, mengajak da n menyemangati kita bersama untuk membangun, membesarkan dan memajukan keuskupan baru ini. Parate Viam Domini, itulah Spiritualitas Keuskupan Timika. Membangun apa? Apakah yang menjadi obyek atau sasaran Pembangunan Keuskupan ini? Jawabannya sudah nampak jelas dalam motto itu sendiri. Kita menyiapkan Jalan. Kita tahu bahwa fungsi sebuah Jalan adalah sebagai sarana penghubung: - Jauh menjadi dekat - berbeda menjadi Satu - bertentang menjadi damai Jalan Tuhan itu berbeda dengan jalan dunia. Jalan dunia bisa buntu, bisa menyesa tkan, tetapi jalan Tuhan itu selalu menyelamatkan. Itulah misi keuskupan kita. K ita mau meletakan fondasi jalan yang bermutu seperti yang dikehendaki oleh Tuhan , sehingga setiap orang yang melewati jalan itu, tidak akan tersesat; sebaliknya jalan yang kita bangun itu akan menghantar orang untuk melihat keselamatan yang sudah dijanjikan dan disediakan dari sedia kala bagi mereka yang merindukannya. Sebagaimana Yohanes Pembabtis menyiapkan jalan bagi Sang Juru Selamat, sehingga

ada komunikasi antara Allah dan manusia, begitu pula Uskup Timika bersama denga n seluruh umat keuskupannya, menyiapkan jalan bagi Sang Juru selamat sehingga te rciptalah keselamatan karena ada sarana komunikasinya yang baik: ada komunikasi antara Allah dan manusia (komunikasi vertikal), komunikasi antara manusia yang s atu dengan manusia yang lainnya (komunikasi horizontal). II.VISI KEUSKUPAN dalam PERJALANAN AWAL KEUSKUPAN Perlu disadari bahwa keuskupan baru ini memiliki warisan dari Keuskupan yang mel ahirkannya, keuskupan Jayapura (kevikepan). Dalam perjalan waktu, kita tidak bis a melupakan sejarah. Keuskupan Jayapura mewariskan dua visi Gereja yang kita ken al dengan sebutan: - Gereja Umat Allah: Kita bersama adalah Gereja. Gereja sebagai Umat Allah yang pada saat itu menekankan peran serta aktif dan se luruh warga gereja, termasuk kaum Awam, di kemudian hari nampaknya mengalami per geseran pandangan. Peranan para pemimpin Umat Awam (lebih dikenal sebagai PU, Pa stor Awam) nampaknya agak menciut. Mereka kurang mendapat perhatian sehingga ter kesan, mereka dibutuhkan hanya kalau tidak ada imam. Dengan begitu, ada kesan ya ng sangat kuat bahwa mereka dilihat lebih2 sebagai pengisi kekosongan karena k etiadaan imam. Kalau ada imam, maka peran mereka jadi menciut. Gereja adalah umat telah melahirkan peran serta awan yang turut mengambil keputu san melalui wadah dewan paroki, dewan stasi, BPGS dan dewan kring. Peran serta a wam melalui wadah tersebut telah mengahasilkan kemandirian umat setempat memimpi n, mengatur dan membiayai pembangunan jemaat setempat. Partisipasi umat dalam hi dup menggereja khususnya di bidang pewartaan sangat nampak di daerah yang kurang tenaga imam dan petugas pastoral. Persoalan yang dihadapi dalam perjalanan visi ini bahwa kurang adanya pembekalan yang cukup dan pengkaderan sehingga terjadi krisis pelayanan khususnya dalam menghadapi tuntutan zaman yang semakin berubah dan berkembang. Bagaima keuskupan baru menyikapi pergeseran pandangan ini dan kebijaksanaan apa yang diambil untuk menjawab hal ini, bila kita mulai gagasan menyiapkan Jalan T uhan ?? - Gereja Mandiri Mandiri punya arti tidak tergantung, tidak dikuasai. Secara implist, kata mand iri juga mengandung arti mengandalkan penggunaan apa yang dimiliki, termasuk me nerima secara positif segala keterbatasan yang ada pada diri sendiri. Visi ini sudah jalani bersama: ada keberhasilan ada kegagalan. Terlepas dari kenyataan ba hwa visi Gereja Mandiri kurang diterjemahkan dalam propgram-program konkrit, ide itu sendiri merupakan suatu terobosan maju yang luar biasa. Gereja partikukar t idak bisa selamanya tergantung 100% pada bantuan pihak luar. Gereja yang dewas a harus tampil mandiri, dan itulah yang diharapkan dari gerakan ini. Gereja Mandiri dimaksudkan: persekutuan umat beriman, di mana setiap anggota den gan caranya masing-masing bertanggung jawab atas pelbagai aspek kehidupan persek utuan dengan berperan aktif dan saling mengaktifkan untuk mewujudkan Kerajaan Al lah di dunia ini. Sebagai prioritas, diberi perhatian kepada 6 unsur sebagai berikut: 1. MEMBANGUN PERSEKUTUAN/KOMUNITAS. Persekutuan itu dibangun berdasarkan iman akan Yesus Kristus. Karena baptisan para anggota membentuk persekutuan kristiani yang setara dan semartabat, yang berasal dari segala suku-bangsa dan dari segala golo ngan dan lapisan masyarakat. Semua yang dibaptis adalah warga Gereja yang penuh, dengan t ugas dan tanggung jawab yang penuh pula. Persekutuan itu bertugas untuk mewujudkan Keraja an Allah di dalam dunia; baik ke dalam lingkungan intern Gereja sendiri maupun di kalanga n masyarakat luas. Dari waktu ke waktu persekutuan itu bersifat dinamis, senantiasa berkemban g sambil memperbaharui diri. 2. MEMBANGUN DI PELBAGAI ASPEK KEHIDUPAN. Di dalam Gereja mandiri, entah perseorangan maupun persekutuan menjadi pelaku utama pembangunan di pelbagai asp

ek kehidupan, utuh, lengkap, rohani-jasmani, IPOLEKSOSBUDHANKAM. 3. MENGEMBANGKAN SIKAP TERARAH PADA YANG LAIN. Umat Allah dipanggil bukan untuk hidup bagi dirinya sendiri melainkan untuk keluar dari dirinya dan memberikan di ri bagi seluruh kawanan Kristus di dunia dan bagi seluruh umat manusia. Hal itu diungkapkan dan dikembangkan dalam hubungan kesetiakawanan dan kerjasama, persaudaraan sejati, b aik dengan pelbagai unit di dalam lingkungan Gereja Katolik sendiri maupun denga n Gereja-Gereja Kristen lainnya dan dengan penganut agama dan kepercayaan lain. 4. MEMBERI CORAK KHAS PAPUA DALAM PERSEKUTUAN. Karena Keuskupan Jayapura adalah Gereja yang berada di Papua, maka ciri-ciri khas Papua merupakan suatu unsur har us, dan unsur tetap diperjuangkan, kendati sekaligus juga disadari bahwa unsur k emajemukan suku lama-kelamaan semakin menonjol dan mewarnai persekutuan beriman. Orang Irian dan budaya Irian harus mendapat tempat dan penghargaan yang setara, sekarang dan kelak. 5. MENGADAKAN PELAYAN-PELAYAN GEREJA. Cita-cita Gereja mandiri hendak mengembang kan pelayan-pelayan Gereja, baik tertahbis maupun tak tertahbis, baik pria maupu n wanita dalam pelbagai jenis dan tingkat pendidikan, sesuai dengan kebutuhan ge reja dalam pelaksanaan panggilannya. Secara khusus mau mengembangkan juga pelbag ai pelayan yang sifatnya tenaga sukarela. 6. MENYELENGGARAKAN KEUANGAN SECARA TEPAT. Dasar keuangan persekutuan beriman di kembangkan berdasarkan kemampuan serta keterbatasan anggota-anggotanya, dan berd asarkan hubungan kesetiakawanan dengan persekutaun beriman di Gereja lokal yang menyeluruh. Arahnya ialah untuk membiayai diri sebagai persekutuan, menjamin ter sedianya biaya operasioanl serta mengupayakan peluang-peluang untuk menunjang ke giatan. Pengelolaannya bersifat transparan serta mengikuti peraturan secara kons ekuen, keterarahan kepada kesediaan membantu persekutuan lain yang membutuhkan u luran tangan. Kini, persoalan bagi keuskupan Timika yang baru diresmikan ini adalah bagaimana menanggapi atau meninjak lanjuti visi Gereja mandiri ini sesuai situasi di daera h ini?? Kiranya kita perlu belajar dari keberhasilan dan kegagalan langkah kita sebagai umat warga keuskupan lama dulu, agar kita dapat melangkah lebih mantap s ebagai warga keuskupan baru ini kedepan. - Gereja Perintis Diantara kedua visi tersebut kita berada dalam suatu situasi khusus yaitu situas i di mana kita mulai membangun keuskupan baru. Keuskupan baru, membawa konsekwen si bahwa ada sejumlah hal menjadi baru, perlu disiapkan, ditata, dan dilahirkan. Spiritualitas Siapkan Jalan Tuhan, mau mengingatkan kita akan suatu gerakan a wal pembangunan gereja setempat. Pertanyaan bagi kita : Bagaimana Gereja adalah Kita dan Gereja Mandiri mendapat arti dalam kesiapan awal Gereja Perintis di Keu skupan Baru? II. REALITA DEKENAT PANIAI : Selayang Pandang 1. Paroki , ketenagaan dan umat Dekenat Paniai terdiri dari 6 paroki. Jumlah jiwa umat katolik diperkirakan seki tar: Paroki Enarotali = 4145 jiwa dengan 13 stasi dan 58 kring. Paroki Epouto = 1383 jiwa dengan 3 stasi. Paroki Obano = 780 jiwa dengan 6 stasi. Paroki Komopa = 4553 jiwa dengan16 stasi dan 40 kring, Paroki Waghete = 5853 jiwa dengan 11 stasi, Paroki Diyai = 4804 jiwa dengan 7 stasi. Ketenagaan hirarki di wilayah Dekenat terdiri dari : 3 Imam, 2 bruder, tiga sust er, 4 tenaga pastoral . 2. Unit Karya Dekenat Paniai terdapat sejumlah unit karya selain karya pastoral umat yaitu: PP K Epouto, SKB Enarotali, Pertukangan Karya Mulia, Pendidikan : 3 TK, 34 SD, 1 SM P, PSW dan PSD. Karya karya lain dilaksanakan oleh paroki sesuai dengan kebutu han dan kemampuan paroki setempat. 3. Pembiyaan. Pembiyaan hidup paroki diatur setiap tahun dalam suatu perencanaan pastoral term asuk anggaran pendapatan dan anggaran belanja paroki. Belum ada satu paroki di D

ekenat Paniai yang mampu membiayai diri sendiri. Dengan demikian paroki-paroki m endapat subsidi dari keuskupan sesuai dengan selisih anggaran belanja dan pendap atan paroki. Ketidakmandirian paroki mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan bany ak program dan proyek pembangunan jemaat setempat 3. Dekenat Paniai dan tantangan Kemasyarakatan a. Dekenat yang memiliki medan luas, transportasi mahal dan kurang lancar komuni kasi. Gerakan pembangunan iman umat dihambat oleh luas dan beratnya medan , kurang lan carnya komunikasi dan mahalnya transportasi. Kenyataan ini sangat mempengaruhi p erkembangan masyarakat. Keberadaan Dekenat di satu pihak turut mendukung pembang unan iman umat di lain pihak belum ada keberpihakan yang merata khususnya di wil ayah yang terisolir. Akibatnya bahwa ketimpangan perhatian dan pembangunan menim bulkan pembangunan iman umat setempat. b. Dekenat Paniai berada dalam satu wilayah kabupaten. Perobahan dan perkembanga n pemerintahan turut mempengaruhi perobahan dan perkembangan gereja setempat. Ca ra kerja pemerintahan mempengaruhi cara kerja gereja. Gereja sedang mencari pera nnya di tengah perubahan dan perkembangan arus politik, ekonomi, social, keamana n dan budaya. c. Dekenat Paniai berada dalam masa transformasi social dan budaya masyarakat. A rus perobahan dan perkembangan membuat masyarakat kebanyakan berada dalam persim pangan jalan. Di satu pihak perobahan dan perkembangan membuka isolasi dan perke mbangan nilai-nilai budaya setempat di lain pihak perobahan dan perkembangan men imbulkan banyak tabrakan-tabrakan yang sulit di kompromikan. Tabrakan nilai memb uat perpecahan dan menghancurkan tatanan-tatanan social dalam budaya setempat te rmasuk tatanan hidup beriman jemaat setempat. d. Dekenat Paniai berada di antara masyarakat yang mengalami krisis moral di seg ala bidang. Krisis moral ini mengakibatkan banyak tindakan-tindakan kekerasan, m anipulasi, korupsi, kolusi, nepotisme dan kehancuran keadaban masyarakat. Nilai nilai injili belum menjadi kekuatan gereja secara pribadi atau lembaga untuk t urut menyelamatkan masyarakat banyak. e. Dekenat Paniai ditandai oleh kebutuhan dana . Jumlah unit karya, program sert a tenaga yang paling banyak di antara dekenat lainnya, membawa konsekwensi terha dap pembiayaan yang tidak sedikit. Dekenat setempat belum mandiri dalam pembiyaa n dirinya sendiri. Hampir semua paroki masih mendapat subsidi dan bantuan dari k euskupan. Akibatnya bahwa pengembangan program khususnya dibidang karya diakonal mendapat banyak hambatan. f. Dekenat Paniai ditandai oleh kebutuhan meningkatkan kader-kader berkualitas d an beriman. Sarana pendidikan dan pengkaderan masih jauh dari yang diharapkan. K eterbatasan biaya dan tenaga mengakibatkan lambannya proses pengkaderan dan peni ngkatan mutu pendidikan yang berimbang. Kekurangan guru baik dari segi kualitas maupun kuantitas sangat terasa. Out put dari sekolah-sekolah belum mampu memberi bekal yang cukup bagi anak-anak yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang leb ih tinggi. g. Dekenat Paniai ditandai oleh kurangnya sumber hidup ekonomi. Tuntutan hidup m odern membutuhkan sumber peningkatan ekonomi masyarakat. Keterbatasan sarana dan saluran pemasaran mengakibtakan ketidakmampuan masyarakat bersaing untuk memenu hi tuntutan kebutuhan yang semakin banyak. III. Harapan-harapan Keuskupan Pertanyan yang muncul adalah Jalan Tuhan yang bagaimanakah yang mau kita siapkan ? - Berkaitan dengan sikap mental Dari pola spiritualitas yang terlalu individualistic dan vertical ke pola religi ositas yang memerdekakan; Dari liturgy yang ritualistic ke liturgy yang berpihak kepada kaum miskin Dari gereja yang legalistic ke gereja yang spiritual-profetis Dari gereja yang bergantung ke gereja yang mandiri Dari gereja yang beragama ke gereja beriman Dari eksploitasi lingkungan hidup ke pelestarian fungsi lingkungan hidup Dari gereja perempuan ke gereja umat Dari sikap yang sibuk dengan diri sendiri ke sikap tanggap terhadap tuntutan zam

an. - Berkaitan dengan struktur kepemimpinan Kepemimpinan hirarkis ke kepemimpinan kolegial-partisipatif, yang melibatkan kau m awam. - Berkaitan dengan pola pendekatan Dari pola pastoral yang berpusat pada Keuskupan, Dekenat dan Paroki ke pola past oral yang berpusat pada komunitas basis insani dan gerejawi ( Pastoral territori al dan kategorial ) - Berkaitan dengan program Setiap program bisa dicanangkan untuk mengatasi segala permasalahan asalkan prog ram itu bisa mewartakan roh persekutuan, roh keadilan dan roh kesejahteraan/keda mainan.