SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

28
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Islam juga dibangun dengan lima pilar. Salah satu pilarnya adalah shalat. Karenanya shalat merupakan tiang agama. Ketika seorang meninggalkan shalat ia disebut penghancur agama tetapi sebalikya ketika ia melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya maka ia disebut sebagai penegak agama. Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Maksudnya, Islam adalah agama yang sesuai dengan kondisi dan keterbatasan yang dimiliki oleh manusia. Pada keadaan normal, berlaku hukum ‘azimah (ketat). Dan pada keadaan tidak normal, maka Islam mengakomodirnya dengan rukhsah (keringanan/ kemudahan) sehingga syariat tetap dapat ditunaikan. Menjama’ dan mengqasar shalat adalah rukhshah atau keringanan yang diberikan Allah kepada hambanya karena adanya kondisi yang menyulitkan. “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. al-Baqarah:185) Rukhshah ini merupakan shodakoh dari Allah SWT yang dianjurkan untuk diterima dengan penuh 1

Transcript of SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

Page 1: SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Islam juga dibangun dengan lima pilar. Salah satu pilarnya adalah

shalat. Karenanya shalat merupakan tiang agama. Ketika seorang

meninggalkan shalat ia disebut penghancur agama tetapi sebalikya ketika ia

melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya maka ia disebut sebagai penegak

agama.

Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Maksudnya,

Islam adalah agama yang sesuai dengan kondisi dan keterbatasan yang

dimiliki oleh manusia. Pada keadaan normal, berlaku hukum ‘azimah (ketat).

Dan pada keadaan tidak normal, maka Islam mengakomodirnya dengan

rukhsah (keringanan/ kemudahan) sehingga syariat tetap dapat ditunaikan.

Menjama’ dan mengqasar shalat adalah rukhshah atau keringanan

yang diberikan Allah kepada hambanya karena adanya kondisi yang

menyulitkan. “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak

menghendaki kesukaran bagimu”  (QS. al-Baqarah:185)

Rukhshah ini merupakan shodakoh dari Allah SWT yang dianjurkan

untuk diterima dengan penuh ketawadlu’an. Melalui makalah ini penulis

mencoba untuk menguraikan tentang sholat jama’ dan qashar.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana menjama’ shalat sebab hujan dan sakit

Manakah yang lebih utama antara qashar dan itmam

1.3. Tujuan Pembahasan

1. Mengetahuui bagaimana cara menjama’ shalat sebab hujab dan sakit

2. Mengetahui lebih utama mana antara qashar dan itmam

1

Page 2: SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Shalat Jama’

A. Pengertian Shalat jama’

Jama’ ialah mengumpulkan dua shalat dan dikerjakan dalam satu

waktu.

B. Hukum Shalat jama’

Seseorang diperbolehkan menjama’ shalat bila bertepatan dengan

kondisi-kondisi berikut.

1. Ketika Berada Di Arafah dan Muzdalifah

Para ulama’ bersepakat bahwa menjama’ shalat dzuhur dan

ashar secara taqdim pada waktu dzuhur ketika berada di Arafah,

begitu pula antara shalat maghrib dan isya’ secara takhir di waktu

isya’ ketika berada di Muzdalifah hukumnya sunnah. Hal ini merujuk

kepada sunnah fi’liyah(perbuatan) Rasulullah.

2. Ketika Berada Dalam Perjalanan (Safar)

Menurut jumhur ulama’, menjama’ dua shalat ketika dalam

perjalanan pada salah satu waktu dari kedua shalat tersebut, hukumnya

boleh, baik dilakukan sewaktu berhenti (dari perjalann) maupun selagi

dalam perjalanan.

Mu’adz meriwayatkan bahwasannya sewktu perang Tabuk, Nabi

Saw selalu menjama’ shalat dzuhur dan ashar bila berangkatnya sebelum

matahari tergelincir, beliau mengakhirkan shalat dzuhur dan menjamaknya

dengan shalat ashar. Begitu pula shalat maghrib. Jika beliau barangkat

sesudah matahari tenggelam, beliau menjama’ shalat maghrib dengan

isya’, tetapi jika berangkat sebelum matahari tenggelam, beliau

mengakhirkan shalat maghrib sampai datang waktu isya’ dan

menjamaknya dengan shalat isya’. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud di

dalam Sunan Abi Dawud, kitab ash-Shalah hal 12,13)

2

Page 3: SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

Kuraib meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata, “

Inginkah aku ceritakan kepada kalian perihal shalat Rasulullah saw,

sewaktu dalam perjalanan?” Mereka menjawab, “ Iya, ceritakanlah!” Ia

berkata, “Sewaktu masih di rumah dan matahari telah tergelincir, beliau

menjama’ shalat dzuhur dengan ashar sebelum berangkat (jama’ taqdim),

tetapi jika matahari belum tergelincir, beliau berangkat dan setelah waktu

ashar masuk, belau berhenti dan menjama’ shalat dzuhur dengan ashar

(jama’ ta’khir).

Jika beliau masih berada di rumah (belum bepergian) dan waktu

maghrib sudah masuk, beliau menjama’ shlat maghrib dengan isya’(jama’

taqdim), tetapi jika waktu maghrib belum masuk, beliau berangkat dan

ketika masuk waktu isya’, beliau pun berhenti untuk menjama’ shalat

maghrib dengan isya’(jama’ ta’khir). (Al-fath ar-Rabbani,hlm 119)

C. Shalat Yang Boleh di Jama’

shalat yang boleh di jama’ antara lain ialah shalat Dhuhur dengan

Ashar dan Maghrib dengan Isya’, sedangkan shalat Shubuh tidak boleh di

jama’secara mutlak.

D. Macam-macam Jama’

Terbagi menjadi dua macam yaitu jama’ taqdim dan jama’ takhir.

1. Jama’ Taqdim

Ialah mengerjakan shalat di waktu yang pertama. Semisal

shalat dzuhur dengan ashar, maka kedua shalat tersebut di kerjakan di

waktunya shalat dzuhur.

2. Jama’ Takhir

Ialah mengerjakan shalat di waktu yang kedua. Semisal

menjama’ shalat maghrib dengan isya’, maka kedua shalat tersebut di

laksanakan di waktunya shalat isya’

E. Syarat-syarat Jama’

a. Jama’ Taqdim

Syarat-syarat jama’ taqdim ada empat yaitu:

3

Page 4: SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

1. Tertib

Apabila musafir mau melakukan jama’ shalat dengan

jama’ taqdim, maka dia harus mendahulukan shalat yang punya

waktu terlebih dahuli. Semisal musafir akan menjama’ shalat

maghrib dengan isya’, maka dia harus mengerjakan shalat

maghrib terlebih dahulu. Apabila yang terlabih dahulu adalah

shalat isya’, maka shalat isya’nya tidak sah. Dan apabila masih

mau melakukan jama’, maka harus mengulangi shalat isya’nya

setelah shalat maghrib. Bahkan apabila setelah mengerjakan

jama’ taqdim secara berurutan, ia baru ingat bahwa shalat yang

pertama tidak sah, maka secara otomatis shalat yang kedua tidak

di anggap, sebab dengan begitu ia berarti tidak mengerjakan

syarat jama’ taqdim yang berupa berurutan. Namun, menurut

pendapat yang shahih shalat tersebut di anggap sebagai shalat

sunnat.

2. Niat Jama’ Pada Waktu Shalat  Yang Pertama

Apabila musafir hendak melakukan shalat jama’ dengan

jama’ taqdim, maka ia harus berniat jama’ pada waktu

pelaksanaan shalat yang pertama. Jadi, selagi ia masih ada dalam

shalat yang pertama, waktu niat jama’ masih ada. Namun, yang

lebih utama, niat  jama’ . bersamaan dengan takbiratul iharam.

Adapun bacaan niatnya:

a. Niat Shalat Dzuhur di Jama’ Taqdim dengan Ashar

\ لله ما اما ما مو مأ يم تقد جمع العصر با مجموعا ت ركعا اربع الظهر ض فر اصلى

لى تعا

Artinya: saya niat melakukan shalat fardlu dzuhur sebanyak

empat rakaat dikumpulkan dengan shalat ashar dengan jama’

taqdim (menjadi makmum/imam) karena Allah Ta’ala.

b. Niat Shalat Maghrib di Jama’ Taqdim dengan Isya’

\ ما اما ما مو مأ يم تقد جمع ء العشا با مجموعا ت كعا ر ث ثال ب المغر ض فر اصلى

لى تعا لله

4

Page 5: SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

Artinya: saya niat melakukan shalat fardlu maghrib sebanyak

tiga rakaat dikumpulkan dengan shalat isya’ dengan jama’

taqdim (menjadi makmum/imam) karena Allah Ta’ala.

3. Bersegera (Muawala).

Maksudnya, antara kedua kedua shalat tidak ada selang

waktu yang dianggap lama oleh ‘uruf (kebiasaan). Apabila dalam

jama’ terdapat pemisah (renggang waktu)

Yang dianggap lama oleh ‘uruf, seperti melakukan shalat

sunnat, maka ia tidak dapat melakukan jama’.

4. Masih Bersetatus Musafir Sampai Selesainya Shalat yang Kedua

Orang yang menjama’shalatnya harus berstatus musafir

sampai selesainya shalat yang kedua. Apabila sebelum

melaksanakan shalat yang kedua ada niat mukum, maka tidak

boleh melakukan jama’ sebab udzurnya dianggap habis.

c. Jama’ Takhir

Syarat-syarat jama’ tkhir ada dua yaitu:

1. Niat  Jama’ di Waktu Shalat yang Pertama    

Waktu niat dalam jama’ takhir ialah mulai masuknya

waktu shalat yang pertama sampai tersisa waktu kira-kira

memuat satu rakaat. Misalnya yang akan di jama’takhir adalah

shalat dzuhur dengan ashar, maka niat jama’ takhir bisa

dilakukan mulai masuk waktu dzuhur sampai tersisa waktu satu

rakaat. Jadi, apabila seseorang yang hendak melakukan jama’

takhir, namun tidak niat jama’ sampai waktu shalat yang

pertama habis, maka orang tersebut berdosa dan shalat yang

pertama menjadi qadha’, bukan jama’.Pada saat melaksanakan

shalat tidak perlu berniat jama’ lagi, cukup niat jama’ yang

sudah dilakukan pada waktunya shalat yang pertama. Niat

shalatnya seperti shalat biasa.

2. Tetap Berada Dalam Perjalanan Sampai Selesainya Shalat yang

Kedua

5

Page 6: SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

Apabila sebelum selesainya shalat yang kedua, ia

berubah status manjadi mukim (baik dengan niat mukim di

tengah-tengah shalat atau ragu apakah niat mukim atau tidak)

maka shalat yang pertama tidak jadi dan harus di qadha’, hanya

si musafir tidak berdosa.

F. Jama’ Sebab Hujan dan Sakit

a. Sebab Hujan

Jika seseorang berada di suatu masjid atau mushalla, tiba-tiba

turun hujan sangat lebat, maka dibolehkan menjama’ shalat maghrib

dengan ‘isya’, dzuhur dan ‘ashar,

“Nabi saw pernah menjama’ antara sholat maghrib dan isya pada

suatu malam yang diguyur hujan lebat.” (HR. Bukhari)

Boleh jama’ sebab hujan namun hanya jama’ taqdim, ini hanya

diperuntukan bagi orang yang shalat berjama’ah disuatu tempat baik

berupa masjid, musholla, dan sekolah yang jauh dari kediamannya.

صلو وسلم ععليه الله صلى انه عننهما الله رضي س عبا ابن عن الصحيحي في

والمغربوالعشاء والعصر الظهرو حميعا نية وثما جماء سبعا ينة المد با

Di dalam sahih Bukhari Muslim diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a.

“Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW shalat di Madinah tujuh

rakaat dengan dijama’ dan delapan rakaat dengan dijama’.

سفر وال ف حو غير من المسلم ية روا فى و

“Dan didalam riwayat Imam Muslim terdapat tambahan bukan

karena takut (huf) dan bukan karena bepergian (safar)”.

المطر البعين لك ذا ارى للك ما م اما ل قا

“Imam Malik berkata, Shalat Nabi tersebut disebabkan oleh udzur

yaitu hujan”.

( Syeikh Zakaria al-Ansari,Tuhfatu thulab:30)

b. Sebab Sakit

Sakit merupakan cobaan dan ujian manusia, dan apabila

seseorang sabar dalam menghadapi cobaan dan ujian sakit ini, dan

tetap menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, khususnya

6

Page 7: SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

perintah shalat, maka akan mengurangi dosa-dosanya, sekalipun

shalat itu dikerjakan dengan cara dijama’, karena bagi orang yang

sakit diperbolehkan menjama’ shalat, karena bagi orang yang sakit

rasa kesulitan untuk melakukan shalat, lebih susah dibandingkan

dalam keadaan hujan, kasus lain misalnya wanita yang sedang

istihadhah (yang darahnya keluar secara terus menerus) sehingga

kesulitan untuk terus menerus berwudhu’, maka bagi mereka

dibolehkan untuk menjama’ shalat.

Berdasarkan beberapa kasus di atas. Maka imam Ahmad, al-

Qadhi Husen, al-Khath-thabi dan Mutawalli dari golongan Imam

Syafiiyah, membolehkan orang yang sedang sakit untuk menjama’

shalatnya, baik jama’ taqdim maupun jama’ ta’khir, karena kesulitan

sakit lebih berat dari pada karena hujan.

“ Jika engkau mampu mengakhirkan shalat dzuhur dan

menyegerakan shalat ashar, kemudian engkau mandi setelah bersuci,

dan engkau menggabungkan shalat dzuhur dan shalat ashar,

kemudian engkau mengakhirkan sholat maghrib dan menyegerakan

shalat isya, kemudian engkau mandi dan menggabungkan diantara

dua shalat, maka lakukanlah“

Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

: والخطابي حسين والقاضي أحمد االمام ذهب العذر أو المرض بسبب الجمع

جواز إلى الشافعية من والمتولي

: . وهو النووي قال المطر من أشد فيه المشقة الن المرض بعذر وتأخيرا تقديما الجمع

. الدليل في قوي

“Menjamak Shalat lantaran sakit atau udzur, menurut Imam Ahmad,

Al Qadhi Husein, Al Khathabi, dan Mutawalli dari golongan

Syafi’iyyah, adalah boleh baik secara taqdim atau ta’khir, sebab

kesulitan lantaran sakit adalah lebih berat dibanding hujan. Berkata

7

Page 8: SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

Imam An Nawawi: “Dan Alasan hal itu  kuat.” (al-Mughni;2:120,

Fiqhus Sunnah;2:230)

2.2. Pengertian Shalat Qashar

" كعتين ر الى عيته با الر اصالة ر "اختصا

(Meringkas shalat empat rakaat menjadi dua rakaat)

Apabila melihat difinisi diatas, kita bias mengambil kesimpulan

bahwa musafir yang sudah memenuhi persyaratan untuk meng-qashar shalat

hanya bisa meng-qashar shalat ruba’iyah (shalat yang rakaatnya berjumlah

empat) yaitu: shalat dzuhur, ashar, dan isya’. Sedangkan shlat maghrib dan

shubuh tidak bisa di qashar.

A. Hukum Shalat Qashar

ان : الصالة من تقصروا ان ح جنا عليكم فليس ض االر فى بتم ضر واذا تعالى قال

وا كفر الذين يفتنكم ان خفتم

Artinya:” Dan apabila kalian bapergian di muka bumi, maka tidaklah

mengapa kalian mengqashar shalat (kalian) jika kalian takut diserang

orang-orang kafir”.

(An-Nisa’:101).

Diperkenankannya qashar sebagaimana diterangkan ayat diatas

diberi batasan (qayyid) bila ada perasaan takut diserang oleh musuh.

Adapun hadits yang menjelaskan masalah ini:

Ya’la bin Umayyah meriwayatkan, “Aku bertanya kepada Umar bin

Khatab, ‘Bagaimana pendapatmu tentang mengqashar shalat jika

dihubungkan dengan fijrman Allah diatas?’ Umar menjawab, ‘Apa ynag

kamu kemukakan itu juga menjadi pertanyaan bagiku sehingga (masalah

ini) aku sampaikan kepada Rasulullah saw, maka beliau pun bersabda,

قته صد قبلوا فا عليكم بها الله ق تصد صدقة

“(Keringanan itu) merupakan sedekah yang dikaruniakan Allah kepada

kalian, maka terimalah sedekahn-Nya itu”.( Muslim: Shahih Muslim, 

Shalah al-Musafirin, jilid 1, hlm 478).

B. Syarat-syarat Qashar

8

Page 9: SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

Qashar shalat bisa dilakukan aapabila telah memenuhi delapan

syarat:

3. Perjlanan Jauh ( يل طو (سفر

Adalah perjalanan yang mencapai jarak 2 marhalah

16 farsakh (48 mil) atau lebih, jika di ukur dengan ukuran modern,

maka kalangan ulama’ berbeda pendapat sebagiamana berikut:

Menurut mayoritas ulama marhalah/16 farsakh adalah 119,99988

Km=120 Km.

Menurut kyai ma’shum ialah 94,5 Km.

Menurut Imam Al-Jurnadi dalam fath al-‘allam 89,40 Km.

Menurut Majd al-Hamawi 82,5 Km.

Menurut Syaikh Daib al-Buqha 81 Km.

Menurut Syaikh al-Kurdi dalam Tanwir al Qulub 80,640 Km.

Perjalanan sejauh dua marhalah ini tidak meninjau waktu

dengan artian, apabila jarak dua marhalah bisa di lalui dalam waktu

yang singkat, musafir tetap diperbolehkan mengqashar shalatnya.

Demikian pula penghitungan jauh tersebut diukur

keberangakatannya saja, tidak dihitung dengan pulangnya.

Selain jauh perjalanan harus mencapai ukuran yang telah

disebutkan di atas, pun pula kepergiannya harus memiliki tujuan

yang benar (ghardun shahih).

4. Tahu Bahwa Qashar Diperbolehkan ( القصر بجواز (العلم

Dengan demikian, orang yang tidak tahu jika qashar itu

diperbolehkan, maka qasharnya tidak sah, sebab dianggap tala’ub

atau hanya sekedar bermain-main dalam melaksanakan ibadah.

Seperti halnya orang yang hanya sekedar ikut-ikutan melaksanakan

shalat dua rakaat mengikuti orang lain yang juga shalat dua rakaat.

5. Perjalanan Mubah ( المباح (السفر

Perjalanan mubah ini mencakup pada perjalanan yang wajib,

sunnah, dan makruh.    Apabila perjalanan musafir perjalanan

9

Page 10: SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

maksiat, maka ia tidak diperkenankan untuk melaksanakan qashar

shalat.

صى المعا با ط تنا ال الرخص

Rincian musafir yang tergolong maksiat ada tiga:

a. لسفر با صى العا

Artinya adalah tujuan pokok atau sebagian besar dari

perjalanan tersebut untuk maksiyat. Seperti tujuan mau melihat

konser, bermain togel, atau sebagaimana orang perempuan

yang keluar rumah dalam keadaan nusyuz (menentang

suaminya).

b. السفر فى السفر با صى العا

Adalah orang yang bepergian dengan tujuan baik

namun di tengah perjalanan niatnya berubah menjadi maksiyat.

Seperti orang yang bepergian untuk silaturrahim, namun di

tengah perjalanan niatnya berubah untuk membeli togel.

Musafir seperti ini tidak diperbolehkan melakukan qashar

shalat kecuali apabila ia bertaubat, meskipun sisa

perjalanannya tidak mencapai 16 farsakh.

c. السفر فى صى العا

Adalah orang yang bepergian dengan tujuan baik

namun di tengah perjalanan melakukan kemaksiyatan tanpa

merubah niat asal.seperti orang yang bepergian untuk mencari

ilmu, namun di tengah perjalanan dia minum khomer, maka

musafir ini diperbolehkan melakukan qashar shalat secara

mutlak.

(Syaikh Zakaria al-Ansari,Tuhfatut thullab:30 )

6. Memiliki Tujuan Yang Jelas ( معلوم محل (قصد

Artinnya musafir diperbolehkan melaksanakn qashar apabila

memiliki tujuan yang jelas dalam perjalanannya, dan tahu bahwa

rempat yang dituju mencapai jarak masafah al-qashari,walaupun

10

Page 11: SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

tidak menentukan tempat tujuan secara khusus. Seperti halnya orang

Sampang hendak pergi ke Pasuruan, dimana orang tersebut tahu

bahwa jaraknya sudah mencapai 16farsakh, meskipun si musafir tdak

menentukan Pasuruan bagian mana yang dituju.

Apabila misafir bepergian tanpa ada tujuan yang jelas, maka

musafir ini tidak boleh melakukan qashar meskipun perjalanannya

sudah mencapai jarak masafah al-qashr.

7. Tidak Berma’mum Pada Orang Yang Menyempurnakan Shalatnya

Disyaratkan tidak berma’mum pada:

Orang yang menyempurnakan shalatnya, baik musafir atau

mukim.

Musafir lain yang masih diragukan(apakah shalatnya

diqashar/tidak)

Musafir yang bermakmum terhadap salah sati dari dua tipe

orang tersebut itu , meskipun hanya dalam sebagian rakaat,tetap

berkewajibkan untuk menyempurnakan shalatnya. Namun apabila ia

berma’mum pada musafir yang masih diragukan, apakah ia

mengqashar shalatnya atau itmam (menyempurnakannya)? Dan si

ma’mum menggantugkan niatnya seperti akan qashar apabila imam

qashar, dan akan itmam apabila imam itmam”, maka ia boleh qashar

apabila imamnya qashar, tapi apabila imamnya itmam, maka ia harus

itmam. Pertanyaannya, manakah yang lebih utama antara qashar dan

itmam?

Bagaimanapun juga itmam (menyempurnakan shalat) lebih

baik dari pada qashar, hal ini sesuai dengan kaidah fiqh yang telah

dirumuskan oleh para fuqoha’

فضال اكشر ن كا فعال اكشر ن كا “ " ما

‘ Suatu ibadah yang lebih banyak pekerjaannya maka akan lebih

banyak pula keutamaannya’.

Kaidah ini berlandaskan hadits Nabi yang di sabdakan kepada

A’isyah r.a

11

Page 12: SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

نصبك ر قد على ك “" اجر

Namun ada beberapa keadaan, dimana musafir lebih baik

mengqashar shalat dari pada menyempurnakannya (itmam).

Keadaan-keadaan tersebut yaitu:

Perjalanan musafir telah mencapai tiga marhalah. Sebab hukum

ini keluar dari khilafnya ulama’ yang mewajibkan qashar ketika

perjalanan telah mencapai tiga marhalah.

Hati musafir benci (enggan) terhadap di syariatkannya qashar

karena merasa janggal. Sebab kebiasaannya ia shalat sebanyak

empat rakaat.

Hatinya ragu pada dalil diperbolehkannya qashar.

Musafir menjadi panutan orang lain dengan artian, apabila dia

mengerjakan qashar, maka orang lain akan mengiktunya,

begitu pula apabila ia tidak qashar orang lain juga tidak

melakukannya. Maka dalam kedaan seperti ini, lebbih baik

musaafir melakukan qashar agar orang lain tidak

mendapatkan masyaqqah di sebabkab dirinya yang tidak

melaksanakan qashar.(Taqrirat al-Sadidah, 313).

8. Niat Qashar Ketika Takbiratul Ihram

Niat qashar shalat dzuhur

لى \ تعا لله ما اما موما W مأ قصرا ركعتين الظهر فرض اصلى

Niat qashar shalat ashar

لى \ تعا لله ما اما موما مأ قصرا ركعتين العصر فرض اصلى

Niat qashar shalat isya’

لى \ تعا لله ما اما موما مأ قصرا ركعتين العشاء فرض اصلى

9. Tetapnya Perjalanan Sampai Selesainya Shalat

Di saat musafir melakukan shalat qashar, dia harus tetap

berstatus sebagai orang yang sedang melakukan perjalanan, tidak

mukim, sehingga apabila dipertengahannya shalatnya si musafir

sudah tidak berstatus musafir lagi, baik dengan niat mukim di

12

Page 13: SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

tengah-tengah shalat atau ragu, apakah ia niat mukim atau tidak,

maka musafir tersebut wajib menyempurnakan shalatnya.

10. Menjaga Dari Hal-Hal Yang Dapat Menafikan Niat Qashar

Musafir yang melakukan shalat qashar harus  menjaga niat

qasharnya selama ia shalat, sehingga apabila dalam pertengahan

shalatnya ragu, maka dia tidak boleh mengqashar shalatnya dan

seketika itu juga harus itmam(menyempurnakan shalat).

Begitu pula apabila seorang musafir bermakmum, setelah

mendapat dua rakaat, ternyata imamnya bangun, dan si musafir ragu,

apakah si imam bangun karena lupa untuk menyempurnakan

shalatnya. Dan dalam kasus seperti ini musafir tetap harus

menyempurnakan shalatnya.

                                                                                                            

13

Page 14: SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari pembahasan-pembahasan tentang shalat jama’ dan qashar yang

dapat kami simpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Boleh jama’ sebab hujan namun hanya jama’ taqdim, ini hanya

diperuntukan bagi orang yang shalat berjama’ah disuatu tempat baik

berupa masjid, musholla, dan sekolah yang jauh dari kediamannya. Di

dalam sahih Bukhari Muslim diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a.

“Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW shalat di Madinah tujuh

rakaat dengan dijama’ dan delapan rakaat dengan dijama’.

Sakit merupakan cobaan dan ujian manusia, dan apabila seseorang

sabar dalam menghadapi cobaan dan ujian sakit ini, dan tetap

menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, khususnya perintah shalat,

maka akan mengurangi dosa-dosanya, sekalipun shalat itu dikerjakan

dengan cara dijama’,

“Menjamak Shalat lantaran sakit atau udzur, menurut Imam

Ahmad, Al Qadhi Husein, Al Khathabi, dan Mutawalli dari golongan

Syafi’iyyah, adalah boleh baik secara taqdim atau ta’khir, sebab kesulitan

lantaran sakit adalah lebih berat dibanding hujan. Berkata Imam An

Nawawi: “Dan Alasan hal itu  kuat.” (al-Mughni;2:120, Fiqhus

Sunnah;2:230)

2. فضال اكشر ن كا فعال اكشر ن كا “ " ما

‘ Suatu ibadah yang lebih banyak pekerjaannya maka akan lebih banyak

pula keutamaannya’.

3.2. Saran

14

Page 15: SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

Bagi para ulama’ dan para guru PAI khususnya untuk lebih

menjelaskan secara detail dan bisa dipahami oleh santri maupun siswa tentang

masalah shalat jama’ dan qashar.

DAFTAR PUSTAKA

A. Qusyairi Isma’il. Fikih Safar untuk Sang Pengelana. Pustaka Sidogiri.

Pasuruan. 2005

Bahrullah Shadiq. Shalat itu Indah dan Mudah.  Pustaka Sidogiri. Pasuruan. 2005

Sayyid Sabiq. Fiqh Ibadah. Darul Fath. Jakarta. 2010

15

Page 16: SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

KATA PENGANTAR

وبركاته الله ورحمة عليكم السالم

Segala puji hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam, shalawat dan

salam kami sanjungkankepada Nabi Muhammad SAW. sebagai suritauladan

sempurna untuk seluruh umat dalam menempuh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Selanjutnya kami ucapkan terima kasih kepada Dosen yang

telah mencurahkan waktunya untuk membimbing kami, serta semua pihak yang

telah memberi arahan sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas individu

makalah dengan judul “SHALAT JAMA’ DAN SHALAT QASHAR” teriring do’a

jazakumullohu khoiron katsiiro.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini, oleh

karena itu sayamengharap saran dan kritik yang membangun untuk menjadi lebih

baik. Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua. Amin Ya

Robbal ’Alamin.

وبركاته الله ورحمة عليكم والسالم

Rangkasbitung,     Maret 2014

                                                                                                  Penyusun

16

Page 17: SHALAT JAMA' DAN QASHAR.docx

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1...............................................................................................................Latar

belakang masalah ................................................................................. 1

1.2...............................................................................................................Rum

usan Masalah ....................................................................................... 1

1.3...............................................................................................................Tujua

n Pembahasan ...................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1...............................................................................................................Shala

t Jama’ .................................................................................................. 2

2.2...............................................................................................................Shala

t Qashar ................................................................................................ 8

BAB III PENUTUP

3.1................................................................................................................Kesi

mpulan .................................................................................................. 14

3.2................................................................................................................Saran

............................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 15

17