Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio

22
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik : Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio Kelompok : B5a Tgl. Praktikum : 28 Maret 2013 Pembimbing : Dr. Elly Munadziroh, drg.,Msi. Penyusun: No. Nama NIM 1. Cintya Sara Lumumba 021211133048 2. Vreida Mega Kesuma 021211133049 3. Arinil Haque 021211133050 4. Cornelia Johan C. 021211133051 5. Reno Andrey S. 021211133052 6. Luluk Rahmawati S. 021211133053

description

a research result about setting expansion gypsum type III. gypsum type III is one of material in dentistry, almost all the student in dentistry faculty have to know and understand about it

Transcript of Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio

Page 1: Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

Topik : Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio

Kelompok : B5a

Tgl. Praktikum : 28 Maret 2013

Pembimbing : Dr. Elly Munadziroh, drg.,Msi.

Penyusun:

No. Nama NIM

1. Cintya Sara Lumumba 021211133048

2. Vreida Mega Kesuma 021211133049

3. Arinil Haque 021211133050

4. Cornelia Johan C. 021211133051

5. Reno Andrey S. 021211133052

6. Luluk Rahmawati S. 021211133053

7. Amelia Sinta Mahardini 021211133054

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2013

Page 2: Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio

BAB I

PENDAHULUAN

Gipsum dihasilkan oleh alam di pegunungan berupa bubuk berwarna putih

kekuningan yang bernama kalsium sulfat dihidrat dengan rumus kimia CaSO42H2O.

Penggunaan gipsum di kedokteran gigi untuk dental operations misal: membuat

mould untuk konstruksi protesa dan restorasi. Jenis gipsum yang dihasilkan

tergantung dari cara pembuatan. Gipsum plaster diperoleh dengan cara: gipsum

dilakukan dehidrasi di bawah tekanan udara dan airnya diuapkan suhu 125°C,

terbentuk α-calcium sulfat hemihydrate (dental stone), bentuk bubuk partikel

prismatik, lebih homogen dan padat. Jenis gipsum ini bersifat lebih kuat, tidak porus

dan lebih keras. Digunakan untuk membuat model kerja pembuatan gigi tiruan.

Manipulasi gipsum dengan mencampur bubuk gipsum dengan air menjadi

suatu massa sampai mengalami reaksi pengerasan (setting). Selama proses

pengerasan, dapat terjadi ekspansi dari adonan gipsum yang dipengaruhi antara lain

oleh perbandingan bubuk dan air. Tahap reaksi sebagai berikut:

a. Hemihidrat dicampur air terbentuk suspensi

b. Hemihidrat larut sampai terbentuk larutan yang jenuh

c. Larutan yang jenuh akan membentuk gumpalan dihidrat

d. Terbentuk kristal baru, reaksi terus berlanjut sampai selesai. Reaksinya

reversibel dan mengeluarkan panas (exothermis)

Kalsium sulfat hemihidrat + air → kalsium sulfat dihidrat + panas

(CaSO4)2H2O + 3H2O2 2CaSO4.2H2O

TUJUAN

1. Di akhir praktikum mahasiswa mampu melakukan manipulasi gipsum keras

serta dapat mengukur dan mengamati perubahan setting expansion dengan

tepat.

2. Di akhir praktikum mahasiswa mampu mengukur dan mengamati perubahan

setting expansion dengan variasi perubahan rasio w:p

Page 3: Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio

BAB II

METODE PRAKTIKUM

2.1 Bahan yang dibutuhkan :

a.Gipsum stone (w:p = 14 ml:45 gr, 14 ml:50gr, 14ml:55gr)

b.Air PAM

c.Vaselin

2.2 Alat yang diperlukan :

a.Mangkuk karet

b.Spatula

c.Gelas ukur

d.Stopwatch

Page 4: Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio

e.Timbangan analitik

f.Vibrator

g.Ekstensometer

2.3 Cara kerja :

1.Menyiapkan alat dan bahan

2.Mengoleskan vaselin pada bagian dalam cetakan ekstensometer dan memasang

indikator pada posisi yang tepat dengan jarum menunjukkan ke angka nol.

3.Mengukur bububk gipsum yang akan digunakan, masing-masing sebanyak 45

gram, 50 gram dan 55 gram.

4.Menyiapkan air sebanyak 14 ml.

5.Melakukan praktikum pertama dengan menuangkan bubuk gipsum sebanyak 45

gram dan air sebanyak 14 ml ke dalam mangkuk karet. Mulai melakukan

perhitungan waktu dengan stopwatch.

6.Menunggu selama 30 detik hingga adonan gipsum mengendap.

7.Mengaduk campuran gipsum dan air hingga homogen menggunakan spatula

dengan gerakan memutar.

8.Meletakan mangkuk karet di atas vibrator dengan kecepatan rendah selama 30

detik.

9.Menuangkan adonan gipsum ke dalam cetakan ekstensometer, kemudian

ratakan.

10.Mencatat panjang awal dan panjang gipsum pada alat ekstensometer.

Pengukuran dilakukan setiap 5 menit selama 50 menit.

11.Mengulangi praktikum dengan menggunakan bubuk gipsum 50 gram dan air

14 ml.

12.Mengulangi praktikum dengan menggunakan bubuk gipsum 55 gram dan air

14 ml

Page 5: Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio

BAB III

HASIL PRAKTIKUM

Tabel 1. Setting Expansion Gipsum Tipe III

w/p ratio Gipsum

Tipe III (ml/gram)

Setting Expansion Gipsum Tipe III

menit

ke-5

menit

ke-10

menit

ke-15

menit

ke-20

menit

ke-25

menit

ke-30

menit

ke-35

menit

ke-40

menit

ke-45

menit

ke-50

14/45 0 0 0 1 1 1 1 1.5 2 3

14/50 0 0 1 1 1 2 2 2.5 5 7

14/55 0 0 1 1 1.5 1.5 1.5 2 2 2

BAB IV

Page 6: Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio

PEMBAHASAN

Gipsum adalah mineral yang dihasilkan secara alami di pegunungan, berupa

bubuk putih dengan nama kimia kalsium sulfat dihidrat (CaSO4.2H2O). Produk

gipsum yang digunakan dalam kedokteran gigi terbuat dari kalsium sulfat hemihidrat

(McCabe and Walls, 2008, hal. 32). Hemihidrat dicampur dengan air dan bereaksi

membentuk dihidrat.

Kalsium sulfat hemihidrat + air kalsium sulfat dihidrat + panas

(CaSO4)2.H2O + 3H2O 2 CaSO4.2H2O

(McCabe and Walls, 2008, hal. 33).

Material ini digunakan secara luas untuk cast atau models, dies atau investments

(McCabe and Walls, 2008, hal. 32).

Berdasarkan standar ISO, produk gipsum kedokteran gigi dikalsifikasi menjadi 5 tipe, sebagai berikut:

Tipe Nama

I Dental plaster, impression

II Dental plaster, model

III Dental stone, die, model

IV Dental stone, die, high strength, low expansion

V Dental stone, die, high strength, high expansion

(McCabe and Walls, 2008, hal. 32).

Masing-masing tipe dental gypsum memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Karateristik 5 dental gypsum tersebut ditunjukkan dalam tabel berikut ini.

Page 7: Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio

Tabel 2. Sifat dari produk dental gipsum (McCabe and Walls, 2008, hal. 36)

Pada praktikum ini digunakan dental gypsum tipe III. Dental stone mungkin

diproduksi dengan salah satu dari 2 metode. Jika gipsum dipanaskan dengan suhu

sekitar 125˚C dibawah tekanan uap dalam autoclave, hemihidrat yang terbentuk

bersifat lebih reguler dan mengurangi terbentuknya porus. Metode lainnya yang dapat

digunakan untuk memproduksi dental stone adalah gipsum direbus dalam larutan

garam seperti CaCl2. Cara inii menhasilkan produk yang sama dengan yang

dihasilkan menggunakan autoclaving bahkan dengan porositas yang lebih rendah.

Biasanya, pabrik menambahkan sedikit dye pada dental stone untuk membedakannya

dengan dental plaster. (McCabe and Walls, 2008, hal. 33).

Gipsum dikalsinasi dibawah tekanan uap di dalam autoclave dengan

temperature 120˚C sampai 130˚C pada 17 lbs/sq. inch selama 5-7 jam. Oleh karena

itu, produk yang dihasilkan lebih kuat dan lebih keras dibandingkan dengan β-

hemihidrat.

CaSO4.2H2O CaSO4 1/2H2O (α-hemihidrat)

(Koudi and Patil, 2007, hal.51).

Dental stone tipe III ini memiliki kekuatan kompresif sebesar 21 Mpa, setting

ekspansi 0,15-0,2%, mixing time 1 menit, initial setting time 12 ± 4 menit, dan final

set 45-60 menit (Koudi and Patil, 2007, hal.51). Dental stone ini biasa digunakan

untuk pembuatan dari full atau partial denture, model ortodonsi, dan lain-lain. Hal itu

dikarenakan dental stone cukup kuat untuk proses denture dan protesa lebih mudah

dilepas setelah proses selesai (Anusavice, 2003, hal. 274).

Manipulasi gipsum dengan mencampur bubuk gipsum dengan air menjadi

suatu massa sampai mengalami reaksi pengerasan (setting). Selama proses

pengerasan, dapat terjadi ekspansi dari adonan gipsum yang dipengaruhi antara lain

oleh perbandingan bubuk dan air. Tahap reaksi sebagai berikut:

a. Hemihidrat dicampur air terbentuk suspensi

b. Hemihidrat larut sampai terbentuk larutan yang jenuh

c. Larutan yang jenuh akan membentuk gumpalan dihidrat

120˚C to 130˚C

17 lbs/sq. inch pressue

Page 8: Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio

d. Terbentuk kristal baru, reaksi terus berlanjut sampai selesai. Reaksinya

reversibel dan mengeluarkan panas (exothermis)

(Anusavice, 2003, hal 259).

Seluruh produk gipsum menunjukkan ekspansi linear selama setting yang

disebabkan oleh dorongan keluar pada pertumbuhan kristal. Hal tersebut karena pada

pertumbuhan kristal, tidak hanya terjadi intermesh tetapi juga intercept satu sama lain

selama pertumbuhan. Hal ini menyebabkan terjadinya ekspansi pada material (Koudi

and Patil, 2007, hal.53). Tumbukan atau gerakan dari kristal-kristal ini menyebabkan

terbentuknya mikroporus. Volume eksternal hasil reaksi gipsum yang lebih besar

daripada volume kristalin, menyebabkan terbentuknya porus.Oleh karena itu, struktur

gipsum yang telah mengeras terdiri dari kristal-kristal yang saling terkait, di antaranya

adalah mikroporus dan porus yang mengandung air berlebih. Air tersebut diperlukan

ketika pengadukan. Namun, ketika mengering, kelebihan air tersebut menghilang dan

ruangan kosong meningkat (Anusavice, 2003, hal. 266).

Tingkat maksimum ekspansi muncul saat temperature meningkat dengan

cepat. Ekspansi hanya terlihat sejak set material mengandung volume porositas yang

besar. Jika material ditempatkan di dalam air pada saat initial set, ekspansi yang lebih

besar akan muncul selama ekspansi. Peningkatan ekspansi ini disebut dengan

hygroscopic expansion. Normal setting expansion pada dental stone adalah 0-0,20%.

Setting ekspansi diukur dengan menggunakan ekstensometer. (McCabe and Walls,

2008, hal. 36).

Beberapa hal yang mengatur setting ekpansi, antara lain:

a. Peningkatan spatulasi, meningkatkan setting ekspansi

b. Peningkatan pada w/p rasio, menurunkan setting ekspansi

c. Menurunkan w/p rasio, meningkatkan setting ekspansi

d. Modifiers generally menurunkun setting ekspansi

(Koudi and Patil, 2007, hal.53).

Beberapa faktor yang mempengaruhi setting expansion pada dental gipsum

adalah rasio W/P, lama pengadukan, dan penambahan akselerator atau retarder.

Faktor pertama adalah rasio W/P. Semakin tinggi rasio W/P, semakin sedikit

nukelus kristalisasi per unit volume sehingga ruangan antar nukleus lebih besar pada

keadaan tersebut. Akibatnya, pertumbuhan internal kristal – kristal dihidrat akan

Page 9: Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio

semakin sedikit, demikian juga dengan dorongan keluar dari kristal – kristal tersebut.

Hal itulah yang menyebabkan semakin tinggi rasio W/P, maka semakin rendah nilai

setting ekspansi-nya. Sebaliknya, penurunan rasio W/P meningkatkan setting

expansion dengan cara meningkatkan jumlah nukleus kristalisasi dari partikel dihidrat

(Anusavice, 2003, hal. 267). Selain menyebabkan setting ekspansi yang tinggi,

penurunan rasio W/P juga menyebabkan lebih banyak panas yang dilepaskan

(Alberto N, et al, 2011)

Perubahan dimensi yang terjadi selama setting expansion gipsum (Anusavice, 2003, hal. 267)

Faktor kedua yang mempengaruhi setting expansion dental gipsum adalah

lama pengadukan (mixing time). Sebagian kristal gypsum terbentuk langsung ketika

gipsum berkontak dengan air. Begitu pengadukan dimulai, pembentukan kristal ini

meningkat. Pada saat yang sama, kristal – kristal tersebut diputuskan oleh spatula

(pengaduk) dan didistribusikan merata dalam adukan dengan hasil pembentukan lebih

banyak nukleus kristalisasi. Dalam jangka limitnya, semakin lama waktu pengadukan,

maka akan meningkatkan jumlah nukleus kristalisasi dari partikel dihidrat. Akibatnya,

jalinan ikatan kristalin yang terbentuk akan semakin banyak, pertumbuhan internal

dan dorongan keluar dari kristal – kristal dihidrat meningkat. Hal inilah yang

menyebabkan setting expansion gipsum meningkat sejalan dengan semakin lamanya

waktu pengadukan, untuk batasan waktu tertentu (Anusavice, 2003, hal. 264, 267).

Pada praktikum ini tidak dilakukan pengamatan pengaruh lama pengadukan

terhadap setting expansion karena lama pengadukan pada ketiga percobaan

disamakan yaitu 1 menit dengan kecepatan pengadukan yang konstan 120

putaran/menit.

Page 10: Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio

Faktor ketiga yang mempengaruhi setting expansion gipsum adalah

penambahan bahan kimia ke dalam bubuk hemihidrat. Penambahan bahan kimia,

dalam bentuk akselerator atau retarder, yang biasanya ditambahkan oleh pabrik untuk

mengatur setting time, juga mempunyai efek untuk menurunkan nilai setting

expansion dengan cara mengubah bentuk kristal dihidrat yang terbentuk. Oleh karena

itu, akselerator atau retarder disebut juga sebagai antiexpantion agent. Bahan kimia

yang biasanya digunakan sebagai akselerator adalah potassium sulfat, sedangkan yang

digunakan sebagai retarder adalah boraks. (McCabe and Walls, 2008, hal. 37).

Faktor penambahan bahan kimia ini dapat digolongkan sebagai faktor pabrik.

Pada praktikum ini, tidak dilakukan pengamatan pada pengaruh penambahan

akselerator atau retarder terhadap perubahan setting expansion karena gypsum tipe III

yang digunakan, diproduksi oleh pabrik yang sama.

Bedasarkan teori yang ada, seharusnya besar setting expansion dental gypsum

berbanding terbalik dengan W/P rasio, yaitu semakin tinggi W/P rasio, maka semakin

rendah nilai setting ekspansi-nya. Sebaliknya, penurunan rasio W/P meningkatkan

setting ekspansi. Pada praktikum ini, digunakan takaran air yang sama pada ketiga percobaan,

yaitu 14mL. Sedangkan, massa bubuk gipsum dibedakan menjadi 3 yaitu, yaitu 45 gr

pada percobaan pertama, 50 gr pada percobaan kedua dan 55 gr pada percobaan ketiga, yang

berarti W/P rasio terendah ada pada percobaan ke-3. Pada tabel 1 yang menunjukkan

hasil percobaan di atas dapat dilihat bahwa pada menit ke-5 dan ke-10, tidak terjadi

ekspansi pada gipsum tipe 3, sehingga angka pada ekstensometer masih menunjuk

pada angka 0. Pada menit ke-15, tampak pertambahan setting ekspansi yang sesuai

dengan teori. Pada percobaan ke-3 dan ke-2 terjadi penambahan setting ekspansi,

sedangkan pada percobaan pertama tidak. Pada menit ke-20, percobaan ke-2 dan ke-3

tidak mengalami pertamabahan setting ekspansi tapi pada percobaan pertama

pengalami pertambahan setting ekspansi hingga diperoleh angka yang sama. Mulai

dari menit ke-25 hingga menit ke-50, tampak pertambahan setting ekspansi yang tidak

sesuai dengan teori. Pada percobaan ke-2, dihasilkan pertambahan setting ekspansi

yang paling besar.

  Berdasarkan analisis, penyebab dari ketidaksesuaian ini diperkirakan karena

tidak terdeteksinya ekspansi gipsum oleh jarum ekstensometer. Hal ini disebabkan

adonan gipsum yang terlalu kental pada percobaan ke-3. W/P rasio sebesar 14 ml/55

gr pada percobaan ke-3 menghasilkan adonan gipsum yang flow-nya sangat rendah

(padat) dan hampir tidak ada. Akibatnya, adonan tidak dapat mengisi cetakan

Page 11: Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio

ekstensometer dengan sempurna dan diduga ada rongga udara di dalamnya. Dengan

adanya celah berupa rongga udara antara jarum ekstensometer dan adonan

menyebabkan ekspansi gypsum yang terjadi tidak mendorong jarum ekstensometer,

melainkan mengisi rongga udara. Inilah yang menyebabkan pada percobaan ke-3

tercatat hasil setting ekspansi lebih kecil dibandingkan percobaan ke-2. Pada

percobaan pertama dengan rasio W/P = 14 ml/50 gr, didapatkan adonan dengan flow

yang baik sehingga dapat dengan mudah mengisi cetakan ekstensometer tanpa

meninggalkan celah (rongga udara) di dalamnya. Akibatnya, jarum ekstensometer

dapat lebih akurat mencatat perubahan ekspansinya. Inilah yang diduga

menjadipenyebab hasil percobaan ke-2 mencapai setting ekspansi yang lebih

besardibandingkan kedua percobaan lain.

BAB V

KESIMPULAN

Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa semakin rendah W/P rasio yang

digunakan, maka setting ekspansi semakin meningkat. Sebaliknya, semakin tinggi

W/P rasio, maka setting ekspansi semakin rendah. Apabila adonan gipsum terlalu

Page 12: Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio

kental menghasilkan adonan gipsum yang flow-nya sangat rendah (padat) dan hampir

tidak ada. Akibatnya, adonan tidak dapat mengisi cetakan ekstensometer dengan

sempurna dan diduga ada rongga udara di dalamnya. Sehingga, menyebabkan

ekspansi gypsum yang terjadi tidak mendorong jarum ekstensometer, melainkan

mengisi rongga udara. Apabila didapatkan adonan dengan flow yang baik, dapat

dengan mudah mengisi cetakan ekstensometer tanpa meninggalkan celah (rongga

udara) di dalamnya. Akibatnya, jarum ekstensometer dapat lebih akurat mencatat

perubahan ekspansinya.

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Alberto N, Carvalho L, Lima H, Antunes P, Nogueira R, Pinto JL 2011,

‘Characterization of Different Water/Powder Ratios of Dental Gypsum UsingFiber

Bragg Grating Sensors’, Dental Materials Journal. Retrieved: April 3,2011,

from:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21946491

Page 13: Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio

Annusavice, Kenneth J 2003, Phillip’s Science of Dental Materials 11th Edition,

Saunders Company, Pennsylvania.

McCabe, John F., Walls, Angus W., 2008, Applied Dental Materials 9th Edition,

Blackwell Publishing, Oxford.

Koudi, MS and Patil, Sanjayagouda B 2007, Dental Materrials Prep Manual for

Undergraduates, Elsevier, India

Dent Mater J. 2011;30(5):700-6. Epub 2011 Sep 23.

Characterization of different water/powder ratios of dental gypsum using fiber Bragg grating sensors.

Page 14: Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio

Alberto N, Carvalho L, Lima H, Antunes P, Nogueira R, Pinto JL.

Source

Department of Physics, I3N, University of Aveiro, Campus Universitário de Santiago, 3810-193 Aveiro, Portugal. [email protected]

Abstract

The impact of five different water/powder (w/p) ratios in the characterization of high strength dental stone was evaluated, since the recommendations of the gypsum' manufacturers are not always correctly followed by the dental prosthesis technicians. Fiber Bragg grating (FBG) sensors were used to measure the setting expansion and temperature variation which occurred during the setting reaction for each w/p ratio, as well as the thermal expansion coefficient. Thick mixtures with low w/p ratios had more crystals impinging upon each other during crystal growth, resulting in more expansion and more heat released. This thermal behavior was only achieved to w/p ratios within the manufacturer-recommended mixing ratio range. The results also revealed the existence of boundary condition; this corresponding to the limit of the mixing ratio recommended by the gypsum' manufacturer. Data provided in this study are particularly important for dental technicians with a view to attaining the best results in accuracy of fit for their prosthetic works.

PMID:21946491[PubMed - indexed for MEDLINE]

Page 15: Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio
Page 16: Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W:P Ratio