Sesi 7 Gender&Gizi

29
Program Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Gender dan Gizi SESI 7

Transcript of Sesi 7 Gender&Gizi

  • Program Studi Kesehatan ReproduksiFakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas IndonesiaGender dan GiziSESI 7

  • Peran Perempuan dalam Sistem Pangan, Gizi dan Kesehatan1Masalah gender dan masalah gizi tidak berdiri sendiri; melainkan saling bertaut dan saling menguatkan antara aspek pertanian dan pangan (produksi, distribusi, dan konsumsi), gizi, dan kesehatan.

    Para pakar berpendapat bahwa inti dari sektor pertanian, gizi, dan kesehatan adalah PEREMPUAN.

  • Peran Perempuan dalam Sistem Pangan, Gizi dan Kesehatan2Perempuan memegang peran kunci dalam produksi pangan termasuk koleksi makanan, pengawetan pangan, persiapan dan distribusi makanan.Peran perempuan bukan hanya dalam masalah masak-memasak saja tetapi juga akses terhadap air, bahan bakar, dan peralatan memasak.Perempuan juga cenderung lebih berpengetahuan dalam hal jenis makanan lokal dan riwayatnya dalam komunitas. Teori gerbang makanan (food gate) dari Lewin: ibu adalah kanal utama atau gerbang makanan bagi keluarganya.

  • Peran Perempuan dalam Sistem Pangan, Gizi dan Kesehatan3Sekitar 43% dari pekerjaan pertanian di negara berkembang dikerjakan oleh perempuan. Tenaga kerja perempuan di sektor pertanian dan produksi pangan berkontribusi terhadap 70-80% panen pangan.

    Penting dicatat bahwa hak perempuan untuk mendapatkan akses yang setara terhadap sumber daya produksi (sebagai komponen dari hak memeroleh cukup makanan) sering terhambat karena alasan legal maupun sosio-kultural.

  • Peran Perempuan dalam Sistem Pangan, Gizi dan Kesehatan4Penting meningkatkan otoritas pengambilan keputusan oleh perempuan mengenai distribusi sumberdaya keluarga dan komunitas (tanah, uang dsb) karena studi-studi menunjukkan bahwa perempuan lebih memiliki prioritas bagi gizi, kesehatan, dan kesejahteraan keluarga dan komunitasnya daripada laki-laki. Sebagai contoh, petani laki-laki memilih menanam tanaman bernilai-jual (cash-crops) yang laku di pasaran daripada menanam tanaman pangan (food-crops) untuk konsumsi lokal; hal ini mencerminkan kekurangpedulian laki-laki terhadap kebutuhan gizi keluarga dan komunitas lokal, serta kurang pertimbangan soal kerawanan terhadap guncangan harga. Perempuan juga cenderung membelanjakan lebih banyak uang untuk keperluan rumah tangga dalam hal gizi, kesehatan, dan pendidikan

  • Gambar 1. Hubungan antara Status Perempuan, Posisi Tawar dalam RT, dan Kelangsungan Hidup, Kesehatan dan Gizi AnakSumber : UNICEF-Liverpool School of Tropical Medicine, 2011

  • Status Gizi dan Gender1Data Riskesdas 2010 menunjukkan di tingkat nasional, secara umum status gizi laki-laki lebih buruk daripada perempuan di semua kelompok umur.Namun di beberapa daerah, hasil sebaliknya yang terjadi (status gizi anak perempuan lebiih buruk daripada laki-laki). Misalnya data penelitian baseline PLAN di kabupaten di NTT (2012).

  • Data di kedua kabupaten di NTT tersebut bersesuaian dengan data-data dari negara-negara Asia Selatan lainnya. Di samping kenyataan bahwa anak laki-laki biasanya lebih aktif memeroleh makanan, hal ini juga dapat disebabkan oleh adanya diskriminasi terhadap perempuan yang berdampak terhadap pengabaian gizi.

    Penelitian menunjukkan bahwa masalah diskriminasi perempuan lebih banyak terjadi di wilayah dengan status sosial-ekonomi rendah (United Nations ACC/SCN, 1990; Nube M. 2007).

  • Status Gizi dan Gender2Hasil studi Pagaspas (1994) di Jakarta Timur, menunjukkan bahwa perempuan menduduki prioritas rendah dalam distribusi makanan keluarga. Prioritas distribusi energi: ayah, pra sekolah, baduta, anak usia sekolah, lansia, bumil dan busui; sedangkan protein: pra sekolah, usia sekolah, baduta, ayah, remaja, ibu, bumil dan busui.

    Studi di Yogya (Syafiq, 2001) mengungkapkan bahwa diskriminasi distribusi makanan lebih sering terjadi pada keluarga dari generasi yang lebih tua.

  • Status Gizi dan Gender3Masalah gizi pada ibu khususnya ibu hamil dan menyusui dapat memicu siklus masalah gizi yang meningkatkan risiko BBLR, mortalitas anak, penyakit, kinerja dan prestasi belajar yang rendah, serta produktivitas kerja yang rendah.

    Situasi tersebut menutup akses perempuan terhadap kumulasi aset dalam kehidupan lanjut dan menghalangi upaya untuk mengeliminasi ketidaksetaraan gender.

    Pada intinya, perempuan yang memiliki masalah gizi akan terjebak pada perangkap lingkaran setan kemiskinan dan masalah gizi sepanjang siklus kehidupan.

  • Status Gizi dan Gender3Perbaikan gizi pada perempuan akan memberi bukti bagi pentingnya investasi gizi melalui: Peningkatan prestasi belajarPenurunan angka kesakitan Peningkatan produktifitas ekonomis Peningkatan kepercayaan diri ketika harus menentukan pilihan dan mengambil keputusan Peningkatan keberdayaan dan kendali atas permasalahan seksual dan reproduksi.

    Hal tersebut di atas akan memberi manfaat bagi perbaikan generasi mendatang baik laki-laki maupun perempuan.

  • Status Gizi dan Gender4Mengatasi defisiensi mikronutrien pada perempuan dapat dilakukan dengan cara:Suplementasi berimbang dan jangka panjang, misalnya suplementasi besi pada ibu hamil dan fortifikasi garam beryodium; suplementasi besi pada remaja perempuan dan WUSPendidikan gizi yang sensitif-genderIntervensi gizi yang khusus ditujukan pada masalah khusus perempuan, remaja perempuan, dan ibu hamil menyusui.

  • Status Gizi dan Gender5Perbaikan gizi secara tidak langsung melalui:Penjaminan ketahanan pangan : menjamin akses yang setara terhadap pangan bagi perempuanPengembangan varietas pangan tahan kering dan genjah (cepat panen)Peningkatan akses pendidikan bagi perempuanPendidikan menurunkan fertilitas, meningkatkan status ekonomi, meningkatkan keterampilan pengasuhan anak, meningkatkan kesadaran dan pengetahuan gizi.

  • Masalah Gender dalam Gizi Darurat1Situasi darurat sering ditandai dengan tingginya prevalensi kurang gizi akut dan defisiensi mikronutrien yang pada gilirannya dapat meningkatkan risiko kematian.

    Perempuan, anak perempuan, anak laki-laki, dan laki-laki menghadapi risiko berbeda akibat kekurangan gizi dalam konteks kedaruratan.

    Mengapa? Karena perbedaan kebutuhan gizi dan faktor sosio-kultural terkait gender.

  • Masalah Gender dalam Gizi Darurat2Program gizi darurat yang baik harus mempertimbangkan aspek gender pada setiap tahapan program mulai dari penilaian partisipatoris dan analisis sampai surveilens, implementasi intervensi, dan monev.

    Dalam situasi krisis dimana makanan tidak cukup tersedia, sebagai strategi coping perempuan dan anak perempuan lebih sering berkorban dengan cara mengurangi konsumsi makanannnya dibanding anggota keluarga lain.

    Perempuan sering terkendala ketika hendak mengakses layanan kemanusiaan di situasi krisis dan darurat karena masalah ketidakamanan, diskriminasi budaya, dan mobilitas yang lebih terbatas.

  • Masalah Gender dalam Gizi Darurat3Perempuan, khususnya ibu hamil dan menyusui banyak yang mengalami kurang gizi karena kebutuhan fisiologisnya meningkat. Apalagi kehamilan remaja, sangat berisiko bagi status kesehatan dan gizi baik bagi janin maupun ibunya.

    Jika dalam situasi krisis dan darurat, laki-laki tidak ada di rumah (karena tewas, pergi berperang, atau menjadi korban bencana), perempuan maju dan bertindak sebagai kepala rumah tangga yang harus mendukung terjaminnya pangan bagi keluarga. Hal ini dapat mengurangi kapasitas pengasuhan anak ibu tersebut dan mengganggu masalah pemberian makan pada anak balita.

    Sedangkan jika perempuan yang absen, laki-laki yang menjadi kepala rumah tangga tunggal sering tidak mengerti bagaimana cara mengasuh anak dan memasak. Hal ini dapat berdampak negatif bagi status gizi anak-anaknya.

  • Masalah Gender dalam Gizi Darurat4Tindakan yang perlu diambil untuk menjamin kesetaraan gender dalam program gizi darurat:1. Rapid Assessment/BaselineLaksanakan asesmen partisipatoris yang melibatkan perempuan untuk integrasi perspektif gender dalam mengidentifikasi kelompok risiko tinggi

    Insidensi penyakit, indikator gizi, dan kondisi kesehatan harus diperoleh berdasarkan spesifikasi usia dan jenis kelamin.

  • 2. Atasi Kebutuhan Gizi dan Pendukung bagi Kelompok BerisikoKonsultasi dengan kelompok berisiko kunci (misalnya ibu hamil dan menyusui) untuk mengidentifikasi program pemberian makanan yang efektif dan dapat diakses.

    Atur sistem pemantauan sedemikian rupa sehingga berbagai kelompok (usia dan jenis kelamin) dapat beroleh manfaat dari program gizi.

    Dukung, lindungi, dan promosikan ASI eksklusif dan pemberian makan balita melalui pelatihan bagi penyedia layanan yang relevan dan kampanye informasi; juga pengembangan dan aplikasi kebijakan dan pemantauan yang relevan.

  • 3. Atasi Masalah Defisiensi Mikronutrien dan Penuhi Kebutuhan GiziPastikan bahwa kampanye vaksinasi dan suplementasi vitamin A menjangkau perempuan, anak perempuan, dan anak laki-laki secara setara.

    Promosikan fortifikasi komoditas bantuan pangan untuk memastikan akses setara terhadap makanan kaya-mikronutrien.

    Libatkan perempuan, anak perempuan, anak laki-laki, dan laki-laki dalam desain, manajemen, dan asesmen/pemantauan layanan gizi dan distribusi bantuan.

  • 4. Mobilisasi dan Partisipasi KomunitasSejak awal libatkan perempuan , anak perempuan, anak laki-laki, dan laki-laki dalam asesmen yang partisipatoris, dalam penetapan prioritas kesehatan dan gizi, dalam perencanaan solusi, kebijakan, intervensi dan evaluasi.

    Identifikasi kapasitas dan keterampilan pada populasi yang terkena dan bekerja bersama meraka untuk meningkatkan kapasitas dan mengembangkan program gizi yang berbasis komunitas dan berkesinambungan untuk menghindari terjadinya ketergantungan jangka menengah dan jangka panjang terhadap bantuan luar.

    Mengembangkan program pemantauan gizi yang berbasis komunitas termasuk distribusi dan penggunaan makanan dalam rumah serta melatih pekerja gizi mengenai dimensi gender dalam kesehatan dan gizi.

  • Masalah Gender dalam Gizi Darurat5Tindakan untuk memastikan kesetaraan gender dalam program gizi :1. Pengobatan Kurang Gizi Akut, Sedang dan ParahMendirikan Therapeutic Feeding Centre (TFC) baik di tingkat fasilitas maupun di tingkat komunitas dan memastikan keseimbangan gender pada komposisi pekerja di TFC.

    Mengimplementasikan program pemberian makanan tambahan yang terarah.

    Pencapaian cakupan maksimal bagi semua melalui desentralisasi distribusi.

  • 2. Dukungan Teknis dan Peningkatan KapasitasMelibatkan sebanyak mungkin perempuan dan laki-laki dari komunitas yang terkena jika memungkinkan dan cocok.

    Melatih pekerja gizi dan kesehatan setempat dalam hal pelayanan yang sensitif gender.

    Mengkaji pedoman nasional dalam berbagai aspek gizi untuk menjamin adanya sensitivitas gender.

    Menyediakan layanan terlatih dalam kesiapsiagaan dan gawat darurat dalam kaitannya dengan gender dan gizi.

  • 3. Melaksanakan Survey Gizi MendalamPastikan ada keseimbangan gender dalam tim asesmen gizi, termasuk penerjemah perempuan.

    Mengkaji data yang ada mengenai gizi dan kesehatan untuk memastikan bahwa data tersebut dikelompokkan menurut jenis kelamin dan usia, termasuk uji signifikansi statisitik-nya.

    Melaksanakan survey dan mengidentifikasi kelompok populasi yang sulit dijangkau dan/atau termarjinalisasi (terpinggirkan) serta melakukan analisis data berdasarkan jenis kelamin dan usia.

  • Gender Marker Kit untuk Program Gizi1Integrasi dimensi gender merupakan bagian dari rancangan proyek yang baik (good project design). Hal tersebut dapat meningkatkan potensi proyek untuk meningkatkan kehidupan populasi yang terkena.

    Oleh karena itu IASC Gender Marker Kit disusun untuk merespon kebutuhan kemanusiaan dari perempuan, anak perempuan, anak laki-laki, dan laki-laki dengan lebih baik dan menjamin bahwa dana proyek yang diinvestasikan dapat dilihat hasilnya dari segi kesetaraan gender. Penyandang dana menghendaki adanya hasil lebih baik yang setara gender dan dapat dipertanggungjawabkan.

  • Gender Marker Kit untuk Program Gizi2Sampai tahun 2011, 10 negara memulai penggunaan gender marker dan pada tahun 2012 penggunaan dana kemanusiaan (humanitarian) diwajibkan menggunakan gender marker.

    Setiap proyek akan diberi nilai penanda (marker) berkode: 0, 1, 2a, atau 2b berdasarkan kriteria berikut ini:

  • Penanda GenderDeskripsiCatatan:Titik awal yang penting bagi setiap program kemanusiaan adalah identifikasi jumlah perempuan, anak perempuan, anak laki-laki, dan laki-laki yang menjadi target penerima manfaat. Informasi ini diharuskan ada di seluruh lembar dokumen program. Kode Gender 0

    Tidak memiliki potensi untuk berkontribusi pada kesetaraan gender Gendertidak tercermin dimanapun dalam lembar program. Terdapat risiko bahwa program dapat secara tidak disengaja malah memelihara ketidaksetaraan gender yang ada atau bahkan memperdalam ketidaksetaraan tersebut.Kode Gender 1

    Potensial untuk berkontribusi secara terbatas pada kesetaraan genderProgram memiliki dimensi gender pada hanya satu atau dua komponen dari tiga komponen kritis yaitu asesmen kebutuhan, aktivitas/kegiatan, dan outcome. Program tidak memiliki ketiga komponen tersebut yaitu 1) analisis gender dalam asesmen kebutuhan yang akan menghasilkan 2) aktivitas yang responsif-gender dan 3) outcome terkait gender. Program memiliki bagian-bagian seperti dalam puzzle tetapi tidak cukup untuk memastikan bahwa kebutuhan dari penerima manfaat laki-laki dan perempuan sama-sama terpenuhi. Kebanyakan program kode 1 memiliki potensi untuk ditingkatkan menjadi kode 2a dengan cara memperbaiki analisis gender atau rancangan program.

  • Kode Gender 2a

    Potensial untuk berkontribusi secara signifikan pada kesetaraan gender Pengarusutamaan Gender (Gender Mainstreaming)Analisis gender dimasukkan dalam asesmen kebutuhan program dan tercermin pada satu atau lebih aktivitas dan satu atau lebih outcome.

    Pengarusutamaan gender dalam rancangan program adalah menjadikan kepedulian terhadap- dan pengalaman dari- perempuan, anak perempuan, anak laki-laki, dan laki-laki sebagai dimensi integral (tak terpisahkan) dari elemen inti suatu program yaitu 1) analisis gender dalam asesmen kebutuhan yang akan menghasilkan 2) aktivitas yang responsif-gender dan 3) outcome terkait gender.Pengarusutamaan gender dalam merancang program akan memfasilitasi kesetaraan gender dalam bentuk implementasi, monitoring, dan evaluasi program. Analisis Gender Mengenai Kebutuhan Aktivitas Outcome

    Kebanyakan program kemanusiaan bertujuan untuk memenuhi kode 2a. Program-program tersebut mengidentifikasi dan merespon kebutuhan yang berbeda dari perempuan, anak perempuan, anak laki-laki, dan laki-laki.

  • Kode Gender 2b

    Potensial untuk berkontribusi secara signifikan pada kesetaraan gender: & ini menjadi tujuan utama program Tindakan Terarah (Targeted Actions)Tujuan utama program adalah untuk meningkatkan kesetaraan gender.

    Analisis gender dalam asesmen kebutuhan memberi justifikasi bagi program sehingga seluruh aktivitas dan seluruh outcome program dapat meningkatkan kesetaraan gender.Seluruh tindakan terarah didasarkan atas analisis gender. Dalam situasi kemanusiaan, tindakan terarah biasanya terdiri dari dua tipe: Program membantu perempuan, anak perempuan, anak laki-laki, dan laki-laki yang memiliki kebutuhan khusus atau mengalami diskriminasi.Analisis kebutuhan program mengidentifikasi perempuan, anak perempuan, anak laki-laki, dan laki-laki yang memiliki kebutuhan khusus atau secara akut dirugikan, didiskriminasi atau kehilangan kuasa dan suara untuk memperjuangkan hidupnya. Tindakan terarah bertujuan untuk mengurangi hambatan sehingga seluruh perempuan, anak perempuan, anak laki-laki, dan laki-laki dapat menikmati dan mengakses hak, tanggung jawab, serta kesempatannya. Karena tujuan utama dari tindakan terarah adalah meningkatkan kesetaraan gender, maka kodenya adalah 2b. Contoh: Ibu menyusui berkebutuhan khusus atau kesehatan reproduksi laki-laki. Diskriminasi: anak perempuan putus sekolah, anak laki-laki eks-tentara, perempuan penyintas (survivor) perkosaan, duda yang membutuhkan ketrampilan memasak dan mengasuh anak. Program berfokus pada seluruh kegiatan untuk membangun layanan spesifik-gender atau hubungan yang lebih setara antara perempuan dan laki-laki.Analisis mengidentifikasi retakan/celah atau ketidakseimbangan hubungan laki-laki perempuan yang dapat melahirkan kekerasan; merusak harmoni atau kesejahteraan dari mereka yang berselisih dalam komunitas tertentu, atau antar mereka dan kelompok komunitas lainnya; atau menghalangi bantuan kemanusiaan untuk menjangkau mereka yang membutuhkan. Karena tujuan utama dari tindakan terarah tipe ini adalah untuk mengatasi jurang atau ketidakseimbangan untuk meningkatkan kesetaraan gender, maka kodenya adalah 2b. Contoh: Program yang bertujuan untuk mengatasi kekerasan berbasis gender atau untuk melaksanakan asesmen gender pada sektor tertentu.

  • Daftar PustakaInter-Agency Standing Committee (IASC). 2006. IASC Gender Handbook. Geneva.Inter-Agency Standing Committee (IASC). 2012. Nutrition: Gender Marker Tip Sheet. Geneva.Kusin JA and Markel VG. 2006. Report on The Nutrition and Gender Initiative as Implemented by The International Center for Research on Women September 20022005. ICRW. Washington DC.Nube M. 2007. The Asian Enigma: Predisposition for low adult body mass index among people from South Asian descent. Centre for World Food Studies. Free University. Amsterdam.Oniango R and Mukudi E. 2002. "Nutrition and Gender. In Nutrition: A Foundation for Development, Geneva:ACC/SCN. United Nations-ACC/SCN. 1990. Women and Nutrition - Nutrition Policy Discussion Paper No. 6. UN-ACC/SCN. Geneva.UNICEF-Liverpool School of Tropical Medicine. 2011. Gender Influences on Child Survival, Health and Nutrition: A Narrative Review. UNICEF. New York.Yinger N, et al. 2002. A Framework to Identify Gender Indicators for Reproductive Health and Nutrition Programming. Interagency Gender Working Group, Subcommittee on Research and Indicators. Connecticut.

    *