Serumen Prop.docx
description
Transcript of Serumen Prop.docx
TULI KONDUKTIF AKIBAT SERUMEN
Fadhila Nurisa (07/250226/KU/12132) Dokter Muda Periode 3-29 Desember 2012
Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala LeherFakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RS.Sardjito
Yogyakarta
ABSTRAK
Latar Belakang: Tuli konduktif adalah penurunan pendengaran yang disebabkan oleh adanya
kelainan pada telinga luar atau telinga tengah. Serumen adalah hasil produksi kelenjar sebasea,
kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan partikel debu. Tujuan: Mengetahui diagnosis dan
manajemen tuli konduktif karena serumen. Kasus: Dilaporkan satu kasus tuli konduktif karena
serumen pada perempuan usia 42 tahun. Penatalaksanaan: Penatalaksanaan tuli konduktif karena
serumen adalah evakuasi serumen. Kesimpulan: Tuli konduktif karena serumen dapat didiagnosa
dengan melihat gejala klinis yang dikeluhkan pasien yaitu gangguan pendengaran dan pada
pemeriksaan telinga ditemukan adanya serumen serta pemeriksaan garpu tala menunjukkan adanya
tuli konduktif.
Keyword : tuli konduktif, serumen
ABSTRACT
Background:conductive hearing lose is lose of hearing because of outer or middle ear defect.
Cerrumen is product of sebasea gland, cerruminosa gland, skin epitel and ash. Objectives: To know
the diagnosis and management of conductive hearing lose because of cerrumen. Case: A case of a 42-
year-old female with conductive hearing lose because of cerrumen. is reported. Management:
Management of conductive hearing lose because of cerrumen is cerrumen evacuation. Conclusion:
Conductive hearing lose because of cerrumen. can be diagnosed by inspecting the clinical symptoms
that are complained by patients such as hearing lose and in ear examination cerrumen can be found
and tuning fork show conductive hearing lose.
Keyword: conductive hearing lose, cerrumen
Laporan Kasus
PENDAHULUAN
Tuli konduktif adalah penurunan
pendengaran yang disebabkan oleh adanya
kelainan pada telinga luar atau telinga
tengah. Telinga luar terdiri dari daun
telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang
rawan elastin dan kulit. Liang telinga
telinga berbentuk huruf S dengan rangka
tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam
rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira2,5-3 cm.
Pada sepertiga bagian luar kulit
liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan
rambut. Kelenjar keringat terdapat pada
seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga
bagian dalam hanya sedikit dijumpai
kelenjar serumen.
Serumen adalah hasil produksi
kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa,
epitel kulit yang terlepas dan partikel debu
dalam keadaan normal serumen terdapat di
sepertiga luar liang telinga karena kelenjar
tersebut hanya ditemukan di daerah ini.
Konsistensinya biasanya lunak, tetapi
kadang-kadang kering. Dipengaruhi oleh
faktor keturunan, iklim, usia dan keadaan
lingkungan.
LAPORAN KASUS
Dilaporkan kasus perempuan usia
42 tahun datang ke klinik THT RSUD
Banyumas dengan keluhan penurunan
pendengaran pada telinga kanan. Telinga
kiri tidak ada penurunan pendengaran.
Keluhan dirasakan sejak sekitar satu
minggu yang lalu. Pasien merasa saat
mandi keramas seperti kemasukan air,
kemudian pasien merasa budek. Pasien
lalu membersihkan telinganya dengan
cotton bud dan dirasa kurang bersih.
Keluhan pendengaran masih tetap
dirasakan.
Riwayat trauma, telinga tertampar
dan pemakaian obat ototoksik sebelumnya
disangkal. Telinga berdenging, rasa pusing
berputar, rasa nyeri di dalam telinga dan
keluar cairan tidak dirasakan,
Riwayat gondok, influenza berat
dan sering batuk-pilek disangkal. Penyakit
alergi, asma, hipertensi dan diabetes
mellitus disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kondisi umum pasien saat masuk klinik
THT adalah kompos mentis serta keadaan
gizi baik. Pada pemeriksaan otoskopi pada
telinga kanan ditemukan serumen di
kanalis, membrana timpani sulit dinilai.
Sedangkan pada telinga kiri tidak
didapatkan kelainan..
Hasil tes garpu tala Rinne telinga
kanan positif, lateralisasi ke kanan dan
Swabach kanan memanjang, pada telinga
kiri Rinne positif dan Swabach sama
dengan pemeriksa. Pemeriksaan hidung
dan tenggorok dalam batas normal.
Pasien lalu didiagnosis tuli
konduktif karena serumen, dilakukan
evakuasi serumen.
DISKUSI
Dilaporkan kasus perempuan usia
42 tahun datang ke klinik THT RSUD
Banyumas dengan keluhan penurunan
pendengaran pada telinga kanan. Proses
pendengaran diawali dengan ditangkapnya
energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui
udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani
diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendenaran yang akan
mengamplifikasi getaran melalui daya
ungkit tulang pendengaran dan perkalian
perrbandingan luas membran timpani
dantingkap lonjong. Energi getar yang
telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke
stapes yang menggerakkan tingkap lonjong
sehingga perilimfa pada skala vestibuli
bergerak. Getaran diteruskan melalui
membrane Reissner yang mendorong
endolimfa sehingga akan menimbulkan
gerak relatif antara membran basilaris dan
membran tektoria. Proses ini merupakan
rangsang mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel
rambut sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi penglepasan ion bermuatan listrik
dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan
proses depolarisasi sel rambut sehingga
melepaskan neurotransmitter ke dalam
sinapsis yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditorius lalu dilanjutkan
ke nukleus auditorius sampai korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus
temporalis.
Gangguan telinga luar dan telinga
tengah dapat menyebebkan tuli konduktif
sedangkan gangguan telinga dalam
menyebabkan tuli sensorineural yang
terbagi atas tuli koklea dan tuli
retrokoklea.
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli
sensorineural (sensory neural deafness)
serta tuli campur (mixed deafness). Pada
tuli konduktif terdapat gangguan hantaran
suara disebebkan oleh kelainan atau
penyakit di telinga luar atau telinga tengah.
Pada tuli sensorineural (perseptif) kelainan
terdapat pada koklea (telinga dalam),
nervus VIII atau di pusat pendengaran,
sedangkan tuli campur disebabkan oleh
kombinasi tuli konduksi dan tuli
sensorineural. Tuli campur dapat
merupakan satu penyakit misalnya radang
telinga tengah dengan komplikasi ke
telinga dalam atau merupakan dua
penyakit yang berlainan misalnya tumor
nervus VIII (tuli saraf) dengan radang
telinga tengah (tuli konduktif).
Keluhan dirasakan setelah mandi
keramas seperti kemasukan air, kemudian
pasien merasa budek. Hal ini bisa
disebabkan oleh adanya gumpalan
serumen pada liang telinga. Gumpalan
serumen yang menumpuk di liang telinga
akan menimbulkan gangguan pendengaran
berupa tuli konduktif. Terutama bila
telinga masuk air sewaktu mandi atau
berenang, serumen mengembang sehingga
menimbulkan rasa tertekan dan gangguan
pendengaran semakin dirasakan sangat
mengganggu.
Pasien lalu membersihkan
telinganya dengan cotton bud dan dirasa
kurang bersih. Keluhan pendengaran
masih tetap dirasakan. Hal ini adalah
karena cotton bud justru dapat mendorong
serumen lebih ke dalam sehingga dapat
menutup membrana timpani, sehingga
keluhan penurunan pendengaran tetap atau
bahkan mungkin semakin memberat.
Riwayat trauma, telinga tertampar
dan pemakaian obat ototoksik perlu
ditanyakan. Riwayat trauma bisa
menyebabkan terjepitnya saraf
pendengaran. Antara inkus dan maleus
berjalan cabang n. fasialis yang disebut
korda timpani. Bila terdapat radang di
telinga tengah atau trauma, korda timpani
bisa terjepit sehingga timbul gangguan
pengecap.
Di dalam telinga dalam terdapat
alat keseimbangan dan alat pendengaran.
Pemakaian obat-obatan ototoksik dapat
merusak stria vaskularis, sehingga saraf
pendengaran rusak dan terjadi tuli
sensorineural. Setelah pemakaian obat
ototoksik seperti streptomisinn dapat
terjadi gejala gangguan pendengaran
berupa tuli sensorineural dan gangguan
keseimbangan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kondisi umum pasien saat masuk klinik
THT adalah kompos mentis serta keadaan
gizi baik. Pada pemeriksaan otoskopi pada
telinga kanan ditemukan serumen di
kanalis, membrana timpani sulit dinilai.
Serumen dapat keluar sendiri dari
liang telinga akibat migrasi epitel kulit
yang bergerak dari arah membran timpani
menuju ke luar serta dibantu oleh gerakan
rahang sewaktu mengunyah.
Walaupun tidak mempunyai efek
anti bakteri ataupun anti jamur serumen
mempunyai efek proteksi. Serumen
mengikat kotoran, menyebarkan aroma
yang tidak disenangi serangga sehingga
serangga enggan masuk ke liang telinga.
Serumen harus dibedakan dengan
penglepasan kulit yang biasanya terdapat
pada orang tua maupun dengan
kolesteatosis atau keratosis obturans.
Membran timpani harus dicek
setelah serumen dibersihkan. Hal ini untuk
membedakan apakah tuli disebabkan oleh
serumen saja atau ada otitis media. yang
ditandai dengan adanya kelainan pada
membran timpani, misalnya membran
timpani tampak hiperemis, edem,, bulging
atau adanya perforasi membran timpani
yang menyebabkan gangguan di telinga
tengah.
Pada otitis media akut stadium
oklusi, terdapat gambaran retraksi
membran timpani akibat terjadinya
tekanan negatif di dalam telinga tengah
akibat absorpsi udara. Kadang membran
timpani tampak normal atau keruh pucat.
Sumbatan di tuba eustachius menyebabkan
gangguan telinga tengah dan akan terdapat
tuli konduktif.
Untuk memeriksa pendengaran
diperlukan pemeriksaan hantaran melalui
udara dan melalui tulang dengan memakai
garpu tala atau audiometer nada murni.
Kelainan hantaran melalui udara
menyebabkan tuli konduktif, berarti ada
kelainan di telinga luar atau telinga tengah,
seperti atresia liang telinga, eksostosis
liang telinga, serumen, sumbatan tuba
eustachius serta radang telinga tengah.
Kelainan di telinga dalam menyebabkan
tuli sensorineural koklea atau retrokoklea.
Secara fisiologik telinga dapat
mendengar nada antara 20 sampai 18.000
Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang
paling efektif antara 500-2000 Hz. Oleh
karena itu untuk memeriksa pendengaran
dipakai garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Penggunaan ketiga garpu tala ini penting
untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila
salah satu frekuensi ini tergangggu
penderita akan sadar adanya gangguan
pendengaran. Bila tidak mungkin
menggunakan ketiga garpu tala itu maka
diambil 512 Hz karena penggunaan garpu
tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara
bising di sekitarnya.
Pemeriksaan pendengaran
dilakukan secara kualitatif dengan
mempergunakan garpu tala dan kuantitatif
dengan mempergunakan audiometer.
Pada pasien ini dilakukan tes
penala. Tes penala merupakan tes
kualitatif. Terdapat berbagai macam tes
penala seperti tes Rinne, tes Weber, tes
Schwabach, tes Bing dan tes Stenger. Tes
Rinne ialah tes untuk membandingkan
hantaran melalui udara dan hantaran
melalui tulang pada telinga yang diperiksa.
Tes Weber adalah tes pendengaran untuk
membandingkan hantaran tulang telinga
kiri dengan telinga kanan. Tes Schwabach
adalah tes pendengaran untuk
membandingkan hantaran tulang orang
yang diperiksa dengan pemeriksa yang
pendengarannya normal.
Cara pemeriksaan tes Rinne adalah
dengan menggetarkan penala, tangkainya
diletakkan di prosesus mastoid, setelah
tidak terdengar penala dipegang di depan
telinga kira-kira 2,5 c. bila masih terdengar
disebut Rinne positif (+), sedangkan bila
tidak terdengar disebut Rinne negatif (-).
Tes Weber dilakukan dengan
meletakkan tangkai penala yang telah
digetarkan pada garis tengah kepala (di
vertex, dahi, pangkal hidung, di tengah-
tengah gigi seri atau di dagu). Apabila
bunyi penala terdengar lebih keras pada
salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi kea rah telinga tersebut. Bila
tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana
bunyi terdengar lebih keras disebut Weber
tidak ada lateralisasi.
Tes Schwabach dilakukan dengan
menggetarkan penala, kemudian tangkai
penala diletakkan pada prosesus
mastoideus telinga pemeriksa yang
pendengarannya normal. Bila pemeriksa
masih dapat mendengar disebut
Schwabach memendek, bila pemeriksa
tidak dapat mendengar, pemeriksaan
dilakukan dengan cara sebaliknya yaitu
penala diletakkan pada prosesus
mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila
pasien masih dapat mendengar bunyi
disebut Schwabach memanjang dan bila
pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama
mendengarnya disebut dengan Schwabach
sama dengan pemeriksa.
Untuk mempermudah interpretasi
secara klinik dipakai tes Rinne, tes Weber
dan tes Schwabach secara bersamaan.
Rinne Weber Schwabach Diagnosis
(+) (-) =pemeriksa Normal
(-) telinga
yang
sakit
Memanjang Tuli
konduktif
(+) telinga
yang
sehat
Memendek Tuli
sensori-
neural
Catatan: pada tuli konduktif < 30 dB Rinne
bisa masih positif.
Hasil tes penala pada pasien ini
menunjukkan Rinne telinga kanan positif,
lateralisasi ke kanan dan Schwabach kanan
memanjang, pada telinga kiri Rinne positif
dan Schwabach sama dengan pemeriksa.
Hal ini menandakan adanya tuli konduktif
pada telinga kanan.
Pasien lalu didiagnosis tuli
konduktif karena serumen, dilakukan
evakuasi serumen. Serumen dapat
dibersihkan sesuai dengan konsistensinya.
Serumen yang lembik dibersihkan dengan
kapas yang dililitkan pada pelilit kapas.
Serumen yang keras dikeluarkan dengan
pengait atau kuret. Apabila dengan cara ini
serumen tidak dapat dikeluarkan maka
serumen harus dilunakkan lebih dahulu
dengan tetes karbogliserin 10% selama 3
hari.
Serumen yang sudah terlalu jauh
terdorong ke dalam liang telinga sehingga
dikuatirkan menimbulkan trauma pada
membran timpani sewaktu
mengeluarkannya dikeluarkan dengan
mengalirkan (irigasi) air hangat yang
suhunya sesuai dengan suhu tubuh.
Sebelum melakukan irigasi telinga harus
dipastikan tidak ada perforasi pada
membran timpani.
REFERENSI
1. Hawke, M. et al. 2006. Diagnostic Handbook of Otorhinolaringology.
2. Soepardi, Efiaty Arsyad, et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. 6th ed. Jakarta : FKUI
3. Bailey, B., Johnson, B., Otorhinolaryngology-Head and Neck Surgery