SERI: POLICY PAPER 5 - tcsc-indonesia.org · menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pangsa pasar...

8
1 5 SERI: Strategi Industri Tembakau Gencarnya industri rokok internasional masuk ke Indonesia semakin menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pangsa pasar potensial untuk produksi dan pemasaran industri tembakau dunia. Sebagian besar industri tembakau utama lokal dari skala kecil sampai besar saat ini dikuasai oleh TTC yang notabene mengambil keuntungan besar dari industri tersebut. Ironis, oleh karena dengan semakin besarnya industri rokok, masyarakat hanya semakin menanggung dampak buruk dari rokok, sementara sebagian besar keuntungan dikeruk oleh perusahaan internasional tersebut. ndonesia merupakan pasar rokok terbesar kelima di dunia dengan satu per ga penduduknya mengkonsumsi produk tembakau dalam bentuk rokok 1 . Daun tembakau dan cengkeh yang dihasilkan dari perkebunan di Indonesia pada umumnya digunakan sebagai bahan utama industri rokok kretek dengan skala domesk. 90% penjualan rokok domestik adalah kretek” Setelah mengalami mekanisasi kretek pada tahun 1970-an, industri rokok kretek meningkat signifikan dengan 90% penjualan rokok domesk adalah kretek 2 . I 1 Gambar 1. Sebaran Industri Rokok, Bahan Baku Utama dan Pendukung Pada tahun 2006, tercatat terdapat sekitar 3.961 perusahaan rokok di seluruh Indonesia. Jumlah ini telah mengalami peningkatan sejak tahun 2005 sebesar 23,12% (3.217 perusahaan)3. Jumlah produksi rokok mencapai 232 miliar batang pada tahun 2007. Jumlah ini meningkat sebesar 7% jika dibandingkan dengan produksi di tahun 2006 yang mencapai 216,7 miliar batang 4 . Industri rokok ini terkonsentrasi di Pulau Jawa dengan 75% diantaranya berada di Jawa Timur, di Jawa Tengah sebesar 20% dan sisanya berada di Sumatera Utara, Di Yogyakarta dan Jawa Barat 2 . POLICY PAPER

Transcript of SERI: POLICY PAPER 5 - tcsc-indonesia.org · menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pangsa pasar...

1

5SERI:

Strategi Industri TembakauGencarnya industri rokok internasional masuk ke Indonesia semakin menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pangsa pasar potensial untuk produksi dan pemasaran industri tembakau dunia. Sebagian besar industri tembakau utama lokal dari skala kecil sampai besar saat ini dikuasai oleh TTC yang notabene mengambil keuntungan besar dari industri tersebut. Ironis, oleh karena dengan semakin besarnya industri rokok, masyarakat hanya semakin menanggung dampak buruk dari rokok, sementara

sebagian besar keuntungan dikeruk oleh perusahaan internasional tersebut.

ndonesia merupakan pasar rokok terbesar kelima di dunia dengan satu per tiga penduduknya mengkonsumsi

produk tembakau dalam bentuk rokok1. Daun tembakau dan cengkeh yang dihasilkan dari perkebunan di Indonesia pada umumnya digunakan sebagai bahan utama industri rokok kretek dengan skala domestik.

“90% penjualan rokok domestik adalah kretek”

Setelah mengalami mekanisasi kretek pada tahun 1970-an, industri rokok kretek meningkat signifikan dengan 90% penjualan rokok domestik adalah kretek2.

I

1

Indonesia merupakan pasar rokok terbesar kelima di dunia dengan satu per tiga penduduknya mengkonsumsi produk tembakau dalam bentuk rokok1. Daun tembakau dan cengkeh yang dihasilkan dari perkebunan di Indonesia pada umumnya digunakan sebagai bahan utama industri rokok kretek dengan skala domestik.

“90% penjualan rokok domestik adalah kretek”

Setelah mengalami mekanisasi kretek pada tahun 1970-an, industri rokok kretek meningkat signifikan dengan 90% penjualan rokok domestik adalah kretek2.

Pada tahun 2006, tercatat terdapat sekitar 3.961 perusahaan rokok di seluruh Indonesia. Jumlah ini telah mengalami peningkatan sejak tahun 2005 sebesar 23,12% (3.217 perusahaan)3. Jumlah produksi rokok mencapai 232 miliar batang pada tahun 2007. Jumlah ini meningkat sebesar 7% jika dibandingkan dengan produksi di tahun 2006 yang mencapai 216,7 miliar batang4. Industri rokok ini terkonsentrasi di Pulau Jawa dengan 75% diantaranya berada di Jawa Timur, di Jawa Tengah sebesar 20% dan sisanya berada di Sumatera Utara, Di Yogyakarta dan Jawa Barat2.

Strategi Industri Tembakau

Gambar 1. Sebaran Industri Rokok, Bahan Baku Utama dan Pendukung

Gencarnya industri rokok internasional masuk ke Indonesia semakin menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pangsa pasar potensial untuk

produksi dan pemasaran industri tembakau dunia. Sebagian besar industri tembakau utama lokal dari skala kecil sampai besar saat ini dikuasai oleh TTC yang notabene mengambil keuntungan besar dari industri tersebut.

Ironis, oleh karena dengan semakin besarnya industri rokok, masyarakat hanya semakin menanggung dampak buruk dari rokok, sementara sebagian

besar keuntungan dikeruk oleh perusahaan internasional tersebut.

Pada tahun 2006, tercatat terdapat sekitar 3.961 perusahaan rokok di seluruh Indonesia. Jumlah ini telah mengalami peningkatan sejak tahun 2005 sebesar 23,12% (3.217 perusahaan)3. Jumlah produksi rokok mencapai 232 miliar batang pada tahun 2007. Jumlah ini meningkat sebesar 7% jika dibandingkan dengan produksi di tahun 2006 yang mencapai 216,7 miliar batang4. Industri rokok ini terkonsentrasi di Pulau Jawa dengan 75% diantaranya berada di Jawa Timur, di Jawa Tengah sebesar 20% dan sisanya berada di Sumatera Utara, Di Yogyakarta dan Jawa Barat2.

POLICY PAPER

2

Data lain menyebutkan bahwa di awal tahun 2009 pangsa pasar rokok di Indonesia terbesar dikuasai oleh Sampoerna-Philip Morris yang merupakan Transnational Tobacco Company. Selanjutnya diikuti oleh Gudang Garam dan Djarum. Ketiga perusahaan ini menguasai 71% pasar rokok Indonesia.4

2

Data lain menyebutkan bahwa di awal tahun 2009 pangsa pasar rokok di Indonesia terbesar dikuasai oleh Sampoerna-Philip Morris yang merupakan Transnational Tobacco Company. Selanjutnya diikuti oleh Gudang Garam dan Djarum. Ketiga perusahaan ini menguasai 71% pasar rokok Indonesia.4

Sumber: Ekonomi Tembakau, LDUI

Secara nasional, industri tembakau hanya berkontribusi sedikit dalam penyerapan tenaga kerja di perkebunan dan perusahaan pengolah tembakau. Hal ini dibuktikan oleh fakta bahwa perusahaan pengolah tembakau pada tingkat provinsi hanya menyerap 2,9% tenaga kerja dari total tenaga kerja yang tersedia. Sedangkan untuk perkebunan tembakau, hanya 1,2% tenaga kerja yang dapat diserap purna waktu untuk bekerja di sektor ini dari total penyerapan pekerja purna

waktu untuk seluruh sektor (non tembakau). Pada tahun 2006, proporsi pekerja di indsutri pengolah tembakau hanya sebesar 0.4% dari keseluruhan tenaga kerja di Indonesia4.

Total pekerja industri

tembakau, 1%

Total industri

olahan non-tembakau,

20%

Total pekerja industri non-olahan, 79%

Sumber: Ekonomi Tembakau, LDUI

“Industri pengolahan tembakau hanya

mampu menyerap 0,4% tenaga kerja dari keseluruhan tenaga kerja”

Kontribusi sektor industri pengolahan tembakau melalui eskpor rokok hanya memberikan jumlah yang sangat kecil kepada devisa negara. Jika dibandingkan dengan nilai ekspor secara keseluruhan, produk rokok yang diekspor hanya memberikan kontribusi pemasukan devisa bagi negara sebesar 0,22% sampai 0,31% pada periode tahun 1999-2007. Data lain memperlihatkan bahwa sebesar 83% produksi rokok Indonesia adalah untuk dikonsumsi dalam negeri atau domestik. Hal ini terlihat dari jumlah rokok yang diekspor pada tahun 2006 adalah sebanyak 41 juta batang rokok dari 244 juta batang yang diproduksi.

Tulisan ini dimaksudkan untuk menggambarkan perkembangan industri

HMSP/PMI, 29.5%

Gudang Garam, 22.5%

Djarum, 19.4%

Nojorono, 6.4%

Bentoel, 5.7%

BAT Indonesia,

2.5%Lainnya, 15.6%

2008, triwulan 1

HMSP/PMI, 29.0%

Gudang Garam, 21.1%

Djarum, 19.4%

Nojorono, 6.7%

Bentoel, 6.0%

BAT Indonesia, 2.0%

Lainnya, 15.8%

2009, triwulan 1

HMSP/PMI, 29.5%

Gudang Garam, 22.5%

Djarum, 19.4%

Nojorono, 6.4%

Bentoel, 5.7%

BAT Indonesia,

2.5%Lainnya, 15.6%

2008, triwulan 1

HMSP/PMI, 29.0%

Gudang Garam, 21.1%

Djarum, 19.4%

Nojorono, 6.7%

Bentoel, 6.0%

BAT Indonesia, 2.0%

Lainnya, 15.8%

2009, triwulan 1

Gambar 2. Pangsa Pasar Menurut Industri Rokok, 2008 dan 2009

Gambar 3. Pekerja Pengolahan Tembakau Sebagai Proporsi Dari Seluruh

Pekerja Industri Semua Jenis, 2006

Secara nasional, industri tembakau hanya berkontribusi sedikit dalam penyerapan tenaga kerja di perkebunan dan perusahaan pengolah tembakau. Hal ini dibuktikan oleh fakta bahwa perusahaan pengolah tembakau pada tingkat provinsi hanya menyerap 2,9% tenaga kerja dari total tenaga kerja yang tersedia. Sedangkan untuk perkebunan tembakau, hanya 1,2% tenaga kerja yang dapat diserap purna waktu untuk bekerja di sektor ini dari total penyerapan pekerja purna waktu untuk seluruh sektor (non tembakau). Pada tahun 2006, proporsi pekerja di indsutri

pengolah tembakau hanya sebesar 0.4% dari keseluruhan tenaga kerja di Indonesia4.

Gambar 3. Pekerja Pengolahan Tembakau Sebagai Proporsi Dari Seluruh Pekerja

Industri Semua Jenis, 2006

Sumber: Ekonomi Tembakau, LDUI

“Industri pengolahan tembakau hanya mampu menyerap 0,4% tenaga kerja dari

keseluruhan tenaga kerja” Kontribusi sektor industri pengolahan tembakau melalui eskpor rokok hanya memberikan jumlah yang sangat kecil kepada devisa negara. Jika dibandingkan dengan nilai ekspor secara keseluruhan, produk rokok yang diekspor hanya memberikan kontribusi pemasukan devisa bagi negara sebesar 0,22% sampai 0,31% pada periode tahun 1999-2007. Data lain memperlihatkan bahwa sebesar 83% produksi rokok Indonesia adalah untuk dikonsumsi dalam negeri atau domestik. Hal ini terlihat dari jumlah rokok yang diekspor pada tahun 2006 adalah sebanyak 41 juta batang rokok dari 244 juta batang yang diproduksi.

Tulisan ini dimaksudkan untuk menggambarkan perkembangan industri rokok di Indonesia dan bagaimana pengaruhnya terhadap upaya pengendalian tembakau di Indonesia. Bahan penulisan terutama diambil dari artikel dalam jurna internasional yang berjudul “Roadmap to a tobacco epidemic: transnational tobacco companies invade Indonesia”5.

POLICY PAPER

3

STRATEGI INVASI TTC

Mempertahankan Aspek Social Responsibility Industri Rokok

Dalam budaya Indonesia, merokok sebagaimana yang ditulis dalam buku Mark Hanusz The culture and heritage of Indonesian’s clove cigarette, disebutkan mengenai kisah Roro Mendhut yang ditulis oleh Ki Patraguna tahun 1791. Dalam tulisan tersebut dikisahkan produksi rokok sederhana yang dilakukan oleh Roro Mendhut untuk memenuhi tuntutan pajak dari pejabat. Saat itu peminat rokok sebagian besar adalah pria. Kisah lainnya yaitu pengobatan menggunakan rempah yaitu cengkeh yang dicampurkan ke dalam rokok untuk mengobati penyakit asma, produk ini menjadi cikal bakal produksi rokok kretek di Indonesia. Selanjutnya rokok menjadi semacam alat untuk mempererat persaudaraan saat diadakan upacara-upacara tradisional dan alat pergaulan disaat duduk bersama di warung kopi6.

Perkembangan industri rokok di Indonesia digambarkan melalui Roadmap Industri pengolahan tembakau. Dalam program dan rencana aksi dalam Roadmap disebutkan bahwa untuk jangka panjang Industri Hasil Tembakau (IHT) juga harus melakukan peningkatan Social Responsibility Program (SRP). Beberapa diantara perusahaan seperti Sampoerna telah melakukan kegiatan SRP ini seperti menjadi sponsor bagi acara musik dan olahraga, beasiswa, sponsorship dan kegiatan lainnya. Hal yang sama juga dilakukan perusahaan rokok lainnya seperti Bentoel5.

CSR oleh industri rokok biasanya diikuti dengan promosi produk mereka. Hal ini tentu sangat tidak etis mengingat CSR harus menonjolkan aspek sosial dari perusahaan kepada masyarakat, bukan menjadi ajang promosi produk perusahaan atau untuk industri yang merusak lingkungan dan kesehatan. Pembagian produk rokok pada kegiatan CSR

dapat menjerumuskan masyarakat untuk lebih mengkonsumsi rokok atau bahkan memulai untuk merokok. Saat ini, sedang digodok RUU tembakau dimana salah satu ayatnya akan melarang kegiatan CSR oleh perusahaan rokok. Jika RUU ini disetujui, maka perusahaan rokok tidak lagi bisa memanfaatkan kegiatan CSR sebagai kamuflase promosi rokok.

Akuisisi dan westernisasi perusahaan rokok kretek domestik

Dokumen internal PMI dan BAT menunjukkan sejak 1980an mereka telah mengetahui bahwa kretek bersifat karsinogenik, namun mereka tetap memasarkan produk tersebut. Center for Disease Control (CDC) telah menyatakan bahwa kretek mengandung tiga bahan toksik, yaitu anethole, coumarin, dan eugenol. Anethol adalah pemanis buatan yang bersifat toksik bagi hati dan karsinogen. Coumarin merupakan pemberi rasa seperti vanilla, yang biasa digunakan pada pestisida dan racun tikus. Sedangkan eugenol adalah pemati rasa yang melegakan tenggorokan sehingga perokok akan menghisap rokok lebih dalam. Dari 33 merek kretek di Indonesia yang diuji oleh CDC pada tahun 2007, sepuluh diantaranya terbukti mengandung ketiga komponen, sembilan produk mengandung eugenol dan coumarin, tiga produk mengandung eugenol dan anethole, dan sisanya mengandung hanya eugenol.

Strategi ini merupakan strategi kunci bagi TTC dalam ‘menembus’ pasar industri tembakau di Indonesia. Belajar dari kegagalannya menginfiltrasi pasar Indonesia pada 1990an karena tidak mampu bersaing dengan produk rokok kretek dan adanya pembatasan pada perusahaan kretek asing, TTC melancarkan strategi membeli saham perusahaan kretek domestik. Kini salah satu ‘pemain’ besar dalam percaturan industri rokok dunia, yaitu Philip Morris International (PMI) telah mengakuisisi 97,95% saham PT. HM Sampoerna yang merupakan industri rokok terbesar di Indonesia.

POLICY PAPER

4

Industri besar lain, yaitu British American Tobacco (BAT) pada tahun 2009 telah menjadi pemilik dari 99% saham Bentoel hingga akhir kuartal I/2011.

Selain perusahaan dari Barat, perusahaan dari wilayah Asia juga turut meramaikan pangsa pasar rokok di Indonesia. Pada pertengahan tahun ini, perusahaan rokok Korea KT & G telah membeli lebih sari separuh saham PT Trisakti Purwosari Makmur (PT TPM) yang merupakan perusahaan tembakau terbesar keenam di Indonesia. Pembelian saham tersebut didasari oleh pemikiran produsen rokok Korea yang melihat potensi pasar rokok kretek lokal yang mencapai lebih dari 90 persen dan berharap akan memperoleh keuntungan besar dari jaringan distribusi yang cukup luas yang telah dimiliki oleh PT TPM. Selain untuk pasar rokok kretek lokal, perusahaan ini juga mengincar jaringan distribusi ke kawasan Asia Tenggara lain yang 70% penduduknya merokok.

Dengan masuknya TTC ke dalam pasar Indonesia, TTC kemudian bekerjasama dengan asosiasi pengusaha rokok dalam negeri, yaitu GAPRI (Gabungan Pengusaha Pabrik Rokok Indonesia) dan GAPRINDO (Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia), mempengaruhi kebijakan kesehatan dalam pengendalian tembakau. Pengaruh mereka dalam kebijakan di Indonesia akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.

Mempengaruhi kebijakan pengendalian tembakau di tingkat nasional dan penyusunan Roadmap indutri rokok nasional

Melalui keanggotaan GAPPRI dan GAPPRINDO perusahaan rokok baik lokal maupun TTCs mendapatkan akses dan pengaruh hingga ke bidang pemerintahan dan politik melalui loby-loby dengan pengambil keputusan. Dukungan terhadap aliansi perusahaan rokok ini ditunjukkan oleh Menteri Perindustrian Fahmi Idris untuk menolak penandatanganan FCTC (tahun 2007). Besarnya pengaruh industri rokok juga ditunjukkan pada kebijakan kesehatan, salah satu contohnya adalah dalam waktu kurang dari empat tahun telah dilakukan dua kali perubahan peraturan pemerintah terhadap pengendalian dampak tembakau bagi kesehatan. Perubahan pertama dilakukan pada PP No. 81/1999 dalam waktu kurang dari satu tahun setelah penerbitannya (menjadi PP No. 38/2000) mengenai waktu periklanan di media elektronik. Perubahan kedua pada tahun 2003 yang menghapus peraturan mengenai kadar maksimum tar dan nikotin yang terkandung dalam rokok5. Selain itu PP No. 19/2003 dan Undang-Undang Penyiaran No. 32/2002 juga melegitimasi iklan rokok di televisi. Beberapa kegiatan perusahaan rokok dalam mencari dukungan pemerintah dan pihak lainnya.

Perusahaan rokok dengan sangat gigih mencari dukungan pemerintah, seperti dapat dilihat dalam rencana kerja PMI berikut ini:

teman".

"Sampoerna Teman yang Asyik".

Salah satu interpretasinya adalah lebih baik da meninggalkan rokok.

POLICY PAPER

55

Tabel 1. Rencana kerja PM untuk mengganti pembatasan peraturan di Indonesia pada awal tahun 1990

Area kebijakan Rencana PM (1990)

Dukungan perusahaan untuk ‘mengganti pembatasan pemasaran’ (mis. Tanggung jawab sosial perusahaan)

Mengembangkan hubungan baik dengan sekertaris negara, yang menjabat di badan olah raga tenis nasional

Mengindentifikasi reporter dari surat kabar dan majalah berbahasa Indonesia dan Inggris. Membina hubungan baik dengan mereka untuk membantu penyebaran informasi mengenai pentingnya industri tembakau dan dukungan sponsorship. Mempublikasikan pesan-pesan industri dan PM.

Mengundang para jurnalis dan pemimpin-pemimpin lain pada acara-acara yang disponsori PM di wilayah-wilayah

Memberikan penghargaan jurnalisme PM untuk penulis terbaik dalam pertanian atau ekonomi pertanian sebagai bagian kompetisi kejuaraan ASEAN.

Melakukan dan mempublikasikan studi mengenai dampak ekonomi dari industri tembakau dan keuntungan perkembangan ekonomi yang berasal kebijakan pemerintah yang tidak diintervensi

Merencanakan setidaknya satu kegiatan yang disponsori perusahaan setiap tahun

Mengidentifikasi dan mendukung satu kelompok amal melalui donasi perusahaan

Kebijakan tentang pajak Mengembangkan program komunikasi dengan pemerintah/legislatif

Mencari dukungan dari pemimpin-pemimpin ekonomi di Indonesia untuk memberikan kepercayaan akademis terhadap argumen kita

Menunjukkan hasil studi pada Menteri Keuangan melalui perantara yang tepat, dan mempublikasikan abstrak di jurnal bisnis lokal

Mengembangkan rencana untuk menggali kepentingan bersama antara perusahaan rokok putih dan kretek

Melakukan komunikasi dengan organisasi bisnis dan kelompok ekspor/impor

Studi mengenai pendapatan dari pajak dari pusat studi strategis dan internasional atau firma konsultasi terkenal seperti Price Waterhouse. Menggunakan hasil studi tersebut untuk menunjukkan manfaat yang diperoleh bagi perusahaan, dan mendekati Bentoel and dua perusahaan kretek terbesar lain untuk mendapatkan dukungan. Kita juga akan mengembangkan rencana untuk pembelaan terhadap perusahaan kretek yang menentang kepentingan perusahaan rokok putih

Kebijakan tanpa asap rokok Memelihara penerimaan masyarakat terhadap rokok dengan mendukung toleransi dan kesopanan dan menyangkal tuduhan tentang ETS

PM, Philip Morris; ASEAN, Association of Southeast Asian Nations; ETS, Environmental Tobacco Smoke

POLICY PAPER

6

Dukungan yang dilakukan oleh perusahaan rokok ke beberapa kementrian juga telah menghasilkan Roadmap Industri produk tembakau. Dalam dokumen Roadmap tersebut disebutkan bahwa industri tembakau meningkatkan devisa negara, meningkatkan jumlah angkatan kerja dan perbaikan kesehatan. Sumbangan industri tembakau terhadap pendapatan negara sebanyak 5,1% dari anggaran nasional dan industri juga menyerap sejumlah besar tenaga kerja. Aspek kesehatan yang menurut industri tembakau menjadi prioritas yaitu penurunan kandungan tar dalam rokok dan peningkatan program tanggung jawab sosial/CSR yang dilakukan perusahaan5.

Strategi pemasaran yang agresif

Industri rokok diakui memliki strategi pemasaran yang agresif dan efektif dengan memanipulasi psikologis target, mulai dari segmentasi target yang jelas, iklan yang kreatif dan inspiratif, serta mensponsori event-event tertentu. Selama lebih dari 20 tahun terakhir, TTC telah membidik kelompok pemuda dan perempuan di Indonesia. Tujuannya adalah untuk meningkatkan jumlah perokok baru, seperti yang terungkap dalam salah satu dokumen PMI yang menuliskan bahwa “Remaja masa kini adalah konsumen potensial di masa yang akan datang”7. Ironis memang, remaja yang merupakan generasi penerus bangsa yang seharusnya berkembang menjadi sumber daya manusia berkualitas, justru menjadi sasaran utama produk yang mengandung lebih dari 4.000 zat kimia dan lebih dari 250 zat toksik dan karsinogenik. Secara statistik, rokok menyebabkan kematian 1 orang setiap detiknya. Berbagai upaya promosi di kalangan remaja pun dilancarkan, mulai dari serangan iklan yang masif untuk pembentukan konsep sedemikian rupa sehingga rokok diterima oleh remaja sebagai hal yang wajar, bahkan perlu dikonsumsi oleh karena bagian dari life style, hingga pembagian gratis rokok pada event-event tertentu. Untuk kaum perempuan,

PMI menciptakan produk kretek super slim yang dikemas menyerupai lipstik. Sasaran lain adalah kaum dewasa muda yang dimanjakan dengan pencitraan rokok sebagai bagian dari gaya hidup kelompok ini.

“Selama lebih dari 20 tahun terakhir, TTC telah membidik kelompok pemuda dan

perempuan di Indonesia”

Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 (tentang penyiaran) dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2003 (tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan) telah memberi batasan-batasan bagi promosi rokok. UU tersebut mengatur, diantaranya pelarangan untuk memperagakan wujud produk rokok ataupun gambar orang merokok, pembatasan waktu iklan di media elektronik hanya pada jam 21.30 hingga 05.00 setempat, dan lain-lain. Untuk mengatasi peraturan ini, industri rokok membuat langkah yang sangat kreatif dan dapat menjual produknya dengan menghindari batasan, yaitu dengan sponsorship yang jauh melebihi industri lainnya.

Gambar 4. Perbandingan sponsorship antara industri tembakau dan non-

tembakau

Source: Market Study:Tobacco advertising, promotion and sponsorship INDONESIA, WHO 2010

Upaya ‘cerdas’ yang dilakukan industri rokok diantaranya dengan pencitraan yang mengangkat nilai-nilai positif dan menjadikannya melekat pada produk mereka. Misalnya dengan menggunakan slogan “Talk Less Do More”, yang mengisyaratkan nilai positif untuk lebih banyak bertindak dibandingkan hanya berbicara. Namun di sisi

POLICY PAPER

7

lain, tidak jarang pencitraan yang diciptakan justru bersifat miss-leading. Salah satunya adalah iklan yang sekarang sedang menjadi polemik, menuai kritik dari berbagai pihak. Salah satu produsen mengiklankan produknya pada billboard yang bertuliskan “Lebih baik pulang nama daripada tinggalkan teman” dan tulisan terpisah yang masih dalam satu tema “Sampoerna Teman yang Asyik”. Iklan ini ditujukan bagi kaum muda.

Gambar 5. Gambar iklan salah satu produk rokok

Merek rokok juga bisa bersifat menyesatkan terhadap dampak rokok tersebut bagi kesehatan, misalnya dengan merek yang mencantumkan kata “mild”, yang mengesankan dampaknya bagi kesehatan lebih ringan.

Dalam mentargetkan produk rokok kepada anak muda, musik telah dijadikan sebagai media utama. Melalui acara musik yang disponsorinya, produsen rokok ingin mendekatkan target pasarnya, hingga masyarakat bisa langsung mengingat produk rokok tertentu. Kini konsumen dan calon konsumen dimanjakan dengan berbagai gelaran event-event musik. Selain acara-acara musik yang dikemas dalam program rutin televisi, terdapat juga event-event musik besar yang menjadi media promosi. PT. HM Sampoerna, misalnya, menggelar A Mild Live Soundrenaline, yang merupakan pesta musik tahunan yang diikuti lebih dari 100 band, termasuk band dari luar negeri. Lainnya, X Mild Noize Trailer, gelaran PT. Bentoel Prima, merupakan parade musik rock di atas truk trailer yang berkeliling

nusantara. Olahraga juga telah menjadi media promosi untuk “menggaet” kaum muda. Selama beberapa tahun, Sampoerna telah menjadi sponsor Pro Liga Voli, dan Bentoel telah menjadi sponsor salah satu klub bola daerah. Walaupun kini sponsorhsip produsen rokok di bidang olahraga berangsur-angsur berkurang menyusul rancangan peraturan yang membatasi promosi rokok.

Social media juga tak luput dari pemanfaatan promosi produk rokok. Sebuah perusahaan rokok, misalnya, mengadakan kuis harian yang mengusung tema “Hikmah Puasa – Indahnya Keikhlasan” dengan membuat account di Facebook dan Twitter.

Menurut survei yang dilakukan oleh Global Youth Tobacco Survey tahun 2006 di Jakarta saja 93% anak-anak usia 13-15 tahun melihat iklan rokok di bilboard-bilboard besar di jalanan, 83% melihat di majalah dan koran, dan parahnya lagi 14,4% menerima rokok gratis yang diberikan langsung oleh produsen rokok pada kegiatan/event yang mereka adakan atau mereka sponsori9. Tidak heran jika perusahaan rokok mengalokasikan sejumlah besar dana untuk kegiatan pemasarannya. Berkat gempuran pemasaran yang masif, kini industri rokok telah berhasil memposisikan rokok tidak hanya sebagai pemenuhan kebutuhan atau kenikmatan, tetapi juga bagian dari gaya hidup, gengsi, dan simbol kemapanan.

Gambar 6. Alokasi biaya pemasaran salah satu produsen rokok

Source: Market Study:Tobacco advertising, promotion and sponsorship INDONESIA, WHO 2010

POLICY PAPER

8

Informasi :

Roadmap Industri Pengolahan Tembakau di Indonesia

Pada tahun 2009 Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Perindustrian, telah mengeluarkan Roadmap Industri Pengolahan Tembakau. Dalam dokumen tersebut digambarkan perkembangan industri tembakau di Indonesia serta sasaran dan strategi ke depan. Visi yang tertuang dalam dokumen tersebut adalah “Terwujudnya Industri Hasil Tembakau yang kuat dan berdaya saing di pasar dalam negeri dan global dengan memperhatikan aspek kesehatan”. Namun aspek kesehatan yang menjadi bagian dalam visi tersebut kontra dengan sasaran industri rokok. Salah satu sasaran yang akan dicapai adalah peningkatan produksi rokok, yaitu menjadi 240 miliar batang pada tahun 2010 (Sasaran Jangka Menengah/2010-2014) dan peningkatan menjadi 260 miliar batang pada tahun 2015 sampai dengan 2025 (Sasaran Jangka Panjang/2010-2025). Selain itu, analisis SWOT dalam dokumen tersebut justru menyebutkan bahwa pengawasan global terhadap tembakau melalui ketentuan FCTC merupakan salah satu ancaman bagi industri3.

Pada roadmap tersebut, skala prioritas hingga 2015 akan ditekankan kepada aspek Tenaga Kerja dan Penerimaan. Prioritas pada aspek Kesehatan melebihi aspek Tenaga Kerja dan Penerimaan baru akan dimulai pada periode 2015 – 2020. Hal ini menjadi ironi karena kesehatan merupakan hak dasar yang harus dipenuhi oleh Negara dan menjadi prioritas utama; tidak bisa menunggu hingga waktu tertentu.

REKOMENDASI

a. Merevisi roadmap industri pengolahan tembakau dengan mengedepankan aspek kesehatan dan perlindungan terhadap generasi muda. Selain itu, pemerintah harus menentukan tolak ukur pencapaian roadmap tersebut, apakah berdasarkan jumlah produk atau target jangka menengah dan jangka panjang. Target jumlah produk untuk tahun 2014 bahkan sudah tercapai pada tahun 2010.

b. Menyusun roadmap pengendalian tembakau dengan melibatkan sektor kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA:

1. Achadi, A, et al., Tobacco Source Book Indonesia. 2004

2. Barber, S., Adioetomo, S.M., Ahsan, A., dan Setyonaluri, D. Ekonomi Tembakau di Indonesia. Paris: International Union Against Tuberculosis and Lung Disease; 2008.

3. Departemen Perindustrian RI. Road Map Industri Tembakau. 2009.

4. TCSC. Bunga Rampai Fakta Tembakau, Permasalahannya di Indonesia. Tobacco Control Support Center (TCSC), Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi dan Status Kesehatan. 2009.

5. Hurt RD, Ebbert JO, Achadi A, et al. Roadmap to a tobacco epidemic: transnational tobacco companies invade Indonesia, Tobacco Control. 2011

6. www.komunitaskretek.or.id

7. Philip Morris document

8. WHO. Global Youth Tobacco Survey. 2006

9. http://amti.or.id/2011/07/korsel-beli-perusahaan-rokok-indonesia/

TCSCJl. Jati Padang Raya No. 41 Pasar Minggu - Jakarta 12540Telp.: 021 - 7806261, Fax: 021 - 781 0188Website: www.tcscindo.orgEmail: [email protected] [email protected]

POLICY PAPER